MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI PROSA FIKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS VII DI SMPN 5 CILAWU KABUPATEN GARUT TAHUN PELAJARAN 2011-2012 DEVI SURYADI 1021.0993 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012 ABSTRAK Dalam melakukan proses pembelajaran guru memiliki peranan dalam melakukan perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar. Salah satu metode yang dapat dlgunakan dalam pembelajaran mengapresiasi prosa fiksi adalah metode bermain peran. Metode bermain peran merupakan metode yang dianggap dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dirumuskan dalam pertanyaan "bagaimanakah kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Cilawu dalam mengapresiasi prosa fiksi dengan menggunakan metode bermain peran?". Berdasarkan rumusan masalah tersebut penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Cilawu dalam mengapresiasi prosa fiksi 'dengan menggunakan metode bermain peran. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan bersumberkan pada data pretest dan posttest. Adapun hasil yang diperoleh adalah (1) kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Cilawu dalam mengapresiasi prosa fiksi sebelum menggunakan metode bermain peran masih rendah, ini dibuktikan dengan data hasil pretest tertinggi yang diraih oleh siswa hanyalah 52,86, (2) kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Cilawu dalam mengapresiasi prosa fiksi sesudah menggunakan metode bermain peran mengalami peningkatan yang cukup signifikan, (3) kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Cilawu dalam mengapresiasi prosa fiksi sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran memiliki perbedaan yang positif. Untuk menghitung koefisien perbedaan kemampuan apresiasi prosa antara sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran, digunakan uji t. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga t hitung = 5,41 dan berdasarkan tabel distribusi t untuk df=42-I=41 diperoleh harga t tabel =0,126. Karena tuning berada diwilayah penolakan ho maka Ha diterima. Artinya, hipotesis yang mengatakan tidak ada perbedaan kemampuan mengapresiasi prosa fiksi (cerpen) antara sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran ditolak. Sementara itu, hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan kemampuan mengapresiasi prosa fiksi (cerpen} antara sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran diterima, Artinya metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mengapresiasi prosa fiksi.
PENDAHULUAN Dalam mewujudkan tujuan pembelajaran
guru memiliki peranan yang sangat strategis dalam
yang ingin dicapai dari sebuah proses pembelajaran,
menciptakan situasi-situasi yang dapat membantu
sangatlah ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu
siswa untuk mencerna materi pelajaran. Dalam hal ini
faktor utama yang menentukannya adalah guru.
Usman (2003:4) mengemukakan bahwa :
Pengetahuan guru mengenai karakteristik materi yang
akan
disampaikan
juga
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut
keterampilan-
keterampilan dalam mentransformasi materi yang akan disampaikan sangatlah penting. Oleh karena itu,
1
sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Dengan demikian, dalam melakukan proses pembelajaran guru memiliki peranan dalam melakukan perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar-mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar-mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajarmengajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Guna mencapai hal tersebut di atas guru dituntut mampu mengelola proses belajar-mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga siswa mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar. Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa tidak setiap orang dapat menjadi guru, tidak setiap orang yang memiliki kemampuan berbicara dapat menjadi guru. Lebih dari itu, menjadi seorang guru sangatlah memerlukan keahlian khusus dalam menjalankan proses pembelajaran yang mudah diterima oleh siswa. Peran guru dalam proses pernbelajaran tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan diberikan kepada anak didiknya, tetapi juga ia dituntut untuk menguasai berbagai metode dan teknik pembelajaran guna menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan penggunaan metode dalam proses pembelajaran menurut Muhaimin dan Abdul Mujib (1993:232) adalah "untuk menjadikan proses dan hasil pembelajaran lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan minat serta gairah belajar pada siswa". Selanjutnya Purwanto (1998:131) mengungkapkan bahwa salah satu fungsi penggunaan metode ialah "mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada siswa untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong kerja sama guru dengan siswa dalam proses pembelajaran". Disamping itu, menurut Tafsir (1994:42) fungsi lain dari metode pembelajaran adalah "memberi inspirasi pada anak didik melalui proses hubungan yang serasi antara guru dan siswa yang seiring dengan tujuan pembelajaran".
Metode pembelajaran merupakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis dalam kegiatan pembelajaran yang terealisasi melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan oleh guru agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi yang diberikan, serta siswa dapat meningkatkan keterampilan. Hasil yang diharapkan dari penggunaan metode pembelajaran adalah membuat perubahan sikap dan minat siswa dalam belajar.
KAJIAN TEORI DAN METODE Pengertian Apresiasi
Kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris apreciation yang berarti pertimbangan, penilaian, pemahaman dan pengenalan yang tepat. Hayati, dkk dalam Zaidin (2006:10) mengungkapkan bahwa apresiasi adalah kegiatan penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra, baik puisi maupun prosa. Selanjutnya, Efendi dalam Zaidin (2006:10) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra. Hornby dalam Nadeak sebagaimana dikutip Zaidin (2006:10) menjelaskan bahwa apresiasi yaitu penimbangan, penilaian, pengaiaman dan pengenalan secara memadai atau dapat diartikan sebagai menimbang nilai dengan tepat akan sesuatu, mengerti dan menikmatinya. Berdasarkan pendapat di atas, apresiasi dapat didefinisikan sebagai aktivitas menggauli, menilai, menghargai, menimbang sehingga tumbuh pengertian, kepekaan pikiran dan kepekaan perasaan dalam mengkritisi sebuah karya sastra. Aspek emotif adalah aspek yang berkaitan dengan emosi pembaca dalam upayanya menghayati unsur-unsur keindahan teks sastra. Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik, buruk, indah, tidak indah, sesuai atau tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal dimiliki oleh pembaca ( Aminuddin 2000:35 ). Sebuah karya fiksi atau cerita rekaan yang merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasi pengarang. Cerita pendek, novel, atau roman yang merupakan bagian dari cerita rekaan yang jadi, yang sengaja dikreasi oleh pengarang tidak terlepas dari unsuramsur yang membangun certia tersebut. Semi (1988:35) menyebutkan bahwa ada dua unsur yang membangun cerita-cerita rekaan, yaitu (1) unsurunsur intrinsik cerita rekaan dan (2) unsur ekstrinsik cerita rekaan.
2
Pengertian Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok agar pelajaran yang disampaikan dapat terserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik (Ahmadi dan Prasetya 1997:52). Metode merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan hasil belajar siswa, pemilihan metode yang tepat dapat mempengaruhi hasil belajar. Hal ini scsuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muhaimin dan Abdul Mujib (1993:232) yang menyatakan bahwa "tujuan penggunaan metode ialah untuk menjadikan proses dan hasil belajar mengajar lebih berdayaguna dan berhasilguna dan menimbulkan minat serta gairah belajar pada siswa". Lebih jauh dikemukakan oleh Purwanto (1998:131) yang menyatakan bahwa "fungsi penggunaan metode dalam proses pembelajaran ialah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan kepada siswa untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong kerjasama guru dengan siswa dalam proses pembelajaran". Di samping itu, menurut Tafsir (1994:42) fungsi lain dari metode pembelajaran adalah "memberi inspirasi pada anak didik melalui proses hubungan yang serasi antara guru dan siswa yang seiring dengan tujuan pembelajaran". Roestiyah (2001:1) mengemukakan bahwa metode yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang disampaikan. Pada kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa berbeda dengan cara yanp ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Begitu juga dengan metode yang digunakan, untuk memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi atau untuk menjawab suatu pertanyaan tertentu, akan berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan agar siswa mampu berpikir dan mengemukakan pendapatnya sendiri dalam menghadapi berbagai persoalan.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, (2) memilih partisipan/peran, (3) menyusun tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua, (9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Kesembilan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Berdasarkan data di atas, siswa yang berkemampuan tinggi pada kelompok sedang memiliki skor 58,57, sedangkan skor terendah yang diperoleh siswa kelompok sedang adalah 52,86. Sedangkan yang lainnya memiliki skor diantara 58,57 sampai dengan 52,86. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa siswa kelompok sedang memiliki skor yang masih jauh dari nilai KKM. Baik skor terendah maupun skor tertinggi yang diraih siswa kelompok sedang masih jauh dari nilai KKM (65) oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa siswa
Metode dan Teknik Penelitian
Metode memegang peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena tanpa menggunakan metode maka penelitian tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Surakhmad (1990:131) bahwa "metode merupakan suatu cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian". Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimen, yakni penelitian yang menggambarkan tentang hasil observasi dari sebuah perlakuan yang dilakukan kepada satu kelompok individu. Adapun teknik penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, yakni suatu teknik penelitian yang menggambarkan perbedaan hasil dari dua observasi yang dilakukan pada satu kelompok individu. Secara sederhana mengenai teknik penelitian ini digambarkan dalam desain penelitian sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan Metode Bermain Peran
3
kelompok sedang berkemampuan rendah dalam mengapresiasi prosa fiksi (cerpen). Tabel 4.3 Skor Pretest Kelompok Rendah
No Skor yang dicapai Berdasa rkan tabel di 52.86 atas, diperoleh 51,43 data bahwa skor 51,43 tertinggi yang 51,43 diraih oleh 51,43 siswa hanyalah 48,57 52,86. 47.14 Sementara itu 47.14 3 skor 44,29 40,00 terendahnya 40,00 hanya mencapai 37,14 34,29 dengan 35.71 rata-rata 34,29 keseluruha adalah 45,20. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa siswa kelompok terendah nilai yang diraih masingrmasing siswa sangat jauh dari nilai KKM. Dengan demikian maka siswa kelompok rendah memiliki skor yang sangat buruk. Kesimpulan Berdasarkan data dan fakta hasil penelitian, dapat diambil beberapa simpulan, diantaranya: Kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Garut dalam mengapresiasi prosa fiksi sebelum menggunakan metode bermain peran masih rendah, hal ini dibuktikan dengan data hasil pretest dengan tertinggi yang diraih oleh siswa hanyalah 54,01. Sementara itu skor terendahnya hanya mencapai 34,29 dengan rata-rata keseluruhann adalah 45,20. ditunjang pula dengan data yang diperoleh dari hasil observasi dengan skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 42, sedangkan skor terendah yang diperoleh siswa adalah 26. Kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Garut dalam mengapresiasi prosa fiksi sesudah menggunakan metode bermain peran mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dibuktikan dengan data hasil posttest dengan skor tertinggi yang diraih oleh siswa mencapai 61,96. Sementara itu skor terendahnya adalah 40 dengan rata-rata keseluruhan adalah 54,01. ditunjang pula dengan data yang diperoleh dari hasil observasi dengan skor tertinggi yang diperoleh siswa adalah 64 , sedangkan skor terendah yang diperoleh siswa adalah 50.
4
Kemampuan siswa kelas VII SMPN 5 Garut dalam mengapresiasi prosa fiksi sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran memiliki. perbedaan yang positif. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga thitung = 9,29 dan berdasarkan tabel distribusi t untuk df=42-l=41 diperoleh harga Rata-rata Keterangan t tabel =0,126. Karena tuning berada diwilayah penolakan Ho maka Ha diterima. Artinya hipotesis yang 45,20 KKM=65 mengatakan tidak ada perbedaan kemampuan mengapresiasi prosa fiksi (cerpen) antara sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran ditolak, sementara itu hipotesis yang mengatakan terdapat perbedaan kemampuan mengapresiasi prosa fiksi (cerpen) antara sebelum dan sesudah menggunakan metode bermain peran diterima. Artinya metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mengapresiasi prosa fiksi. DAFTAR PUSTAKA Aminudin. (2000). Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung : CV Sinar Baru. Anas Sudidjono. (1999). Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta : Raja Grafmdo Persada. Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Prakteh. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Chamdiah. St. dkk. (1981) Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rekaan Siswa Kelas III SMA DKI Jakarta. Laporan Penelitian. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Cik Hasan Bisri. (2003). Prosedur Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara Efendi. (1978) Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta : Nusa Indah Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran dan Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung : Trigenda Karya.
Mustopo. Habib M, dkk. (1983). Ilmu Budaya Dasar, Kumpulan Essey Manusia dan Budaya Surabaya: Usaha Nasional Nadaek, Wilson. (1985) Pengajaran Apresiasi Untuk Sekolah Lanjutan Atas. Bandung: Sinar Baru. Nawawi, Hadari. (2000). Metode Penelitian Sosial. Bandung : Mandar Maju. Nurgiyantoro. B (2002). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: FE UGM Nurgiyantoro. B (1995). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: FE UGM Purwanto Ngalim. (1998). Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya
Semi. Atar. M (1984) Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya Rahmanto dan Hariyanto. (1998). Cerita Rekaan dan Drama. Jakarta : BPP Guru SLTP Setara D-3 Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.. Usman, Uzer. (2003). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Uwes, Sanusi. 1991. Teori-teori Pendidikan dan Pengajaran. Suluh Ilmu,
5