NEGARA SEJAHTERA DENGAN MEMBERDAYAKAN ZAKAT MELALUI FUNGSIONALISASI SISTEM EKONOMI ISLAM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Oleh : Cucu Solihah Dosen Fakultas Hukum Universitas Suryakancana, Jalan Pasir Gede Raya Cianjur, Telp. (0263) 262773. Abstrak Negara Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim terbesar dunia, merupakan aset potensial dari segala aspeknya, baik dari sumber daya manusia (SDM) dengan segala potensi-potensi juga dengan ketersediaan sumber daya alam (SDA)nya
yang cukup memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi
masyarakat. Suatu fenomena ironis ketika Indonesia termasuk salah satu negara yang belum dikategorikan negara maju, karena apapun argumentasinya, semestinya Negara memberikan perlindungan dan kepastian bagi seluruh warga negara untuk hidup layak dan sejahtera. Melalui negaralah hak-hak warga negara harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai hukum yang dianut menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
Kata Kunci : Negara Sejahtera, Hukum Administrasi Negara, Zakat, Dana Sosial Keagamaan, Pemerataan Keadilan. Abstract The republic of Indonesia, which is considered to be the biggest muslim country in the world has been very potential in its aspects, either in the field of human resources and in its natural resources which is able to give proper guarantee to its society, it is an ironical phenomenon when the Republic of Indonesia belongs to one of the developing countries, since whatever the arguments are, it is expected that the country can give protection and assurance to all citizens to live properly and welfare. Through the country, human right has to be carried out based on law values which are considered to be the objective of being a nation in the country. KEYWORDS: The Welfare State, State Administration Law, Alms, Religious Social Fund, Equal Justice.
247
248
I.
PENDAHULUAN Sebagai negara hukum,
Indonesia
memiliki konsep yang jelas dan
objektif akan konsep penyelenggaraan negara dengan tuntutan warga negaranya harus patuh pada hukum. Fungsi dan peranan hukum dalam sebuah negara antara lain untuk (1) menciptakan keadilan yang merata bagi seluruh rakyat, (2) menjaga ketertiban dan kedamaian serta ketenangan di tengah anggota masyarakat (3) mencegah main hakim sendiri dari anggota masyarakat, (4) melindungi atau mengayomi masyarakat baik terhadap harta bendanya, jiwanya maupun kehormatannya, (5) mendorong lahirnya kesadaran untuk melaksanakan hak dan kewajiban secara berimbang, dan (6) menjadikan hukum sebagai alat rekayasa sosial mewujudkan stabilitas masyarakat.1 Selain negara yang didasarkan atas hukum, negara Indonesia juga menunjukkan keinginan yang kuat untuk membentuk negara kesejahteraan, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yitu : ”Membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.2 Dalam rangka mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat, juga mewujudkan tujuan yang diamanatkan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, maka pembangunan di bidang ekonomi harus didasarkan pada landasan ekonomi Indonesia yang diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 3
1 2
3
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 1. C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 2. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, PT Alumni, Bandung, 2006, hlm. 189.
249
Konsep negara kesejahteraan menurut Bagir Manan adalah negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi memikul tanggung jawab utama untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum, dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.4 Negara kesejahteraan (welfare state) merupakan konsep pemerintahan yang menempatkan negara sebagai pemegang kunci utama untuk melindungi dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya. Konsep tersebut dijalankan atas dasar prinsip-prinsip pemerataan dalam kesempatan dan distribusi kekayaan, serta tanggung jawab pemerintah (negara) untuk menyediakan pelayanan minimal bagi kelompok masyarakat tidak mampu dan rentan.5 Sebagai reaksi atas kondisi tersebut, pada gilirannya menempatkan negara sebagai penanggung jawab dan berperan aktif dalam kehidupan ekonomi sosial masyarakat, artinya negara berhak bahkan wajib untuk ikut campur dalam kehidupan masyarakat sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum.6
II.
PEMBAHASAN Campur tangan negara terhadap kehidupan sosial masyarakat memberikan
konsekwensi logis dengan semakin luasnya jangkauan kerja pemerintah sehingga peran hukum administrasi negara menjadi sangat strategis guna mewujudkan citacita kehidupan negara dan bangsa yang adil dan makmur. Sebagai dasar konstitusional, UUD 1945 mengamanatkan dalam rangka melaksanakan negara kesejahteraan, dengan : 1.
Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap bangsa (warga negara) Indonesia dan seluruh wilayah teritorial Indonesia.
2.
4
5
6
Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum.
Bagir Manan, Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisasi Perekonomian, Fakuktas Hukum UNILA, Lampung, 1996, hlm. 16. Taufiq Effendi, Reformasi Birokrasi dan iklim Investasi, Konstitusi Press, Jakarta, 2013, hlm. 43. Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa. Bandung, 2012, hlm. 56.
250
Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.7
3.
Sementara itu,
jika dikaji dari
konsep negara dalam Islam pada
hakikatnya tugas untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi bagi masyarakat dibebankan kepada penyelenggara negara dan masyarakat. Negara memiliki kewajiban untuk memperhatikan dua aspek kebutuhan, yaitu kebutuhan materiil dan kebutuhan spiritual. Dalam referensi lain mengungkapkan bahwa negara tidak saja bertanggung jawab atas keamanan luar dan dalam negeri saja, tetapi juga bertugas mengayomi kaum lemah dan miskin serta menjamin kelangsungan hidupnya. Hal ini sesuai dengan Hadist yang menyatakan bahwa : “Kamu semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya”, sehingga pemimpin negara bertanggung jawab atas rakyatnya.8 Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.9 Cita-cita untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) telah diamanatkan dengan jelas dalam filsafat negara Pancasila dan UUD 1945, khususnya yang mengatur perekonomian dan hak-hak warga negara. Dalam melaksanakan konsep negara kesejahteraan, salah satunya adalah dengan adanya campur tangan pemerintah terhadap aspek kehidupan masyarakat yang berupa
pengaturan-pengaturan
dalam
rangka
menciptakan
kesejahteraan
masyarakat. Dari optik kebijakan publik, campur tangan pemerintah mencakup dua aspek yang berkaitan dengan peran untuk fungsi pemerintah, yakni (i) pemerintah sebagai administrator yang berkewajiban melindungi kepentingan publik dalam 7 8 9
Ibid. Yusuf Qardhawi, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hlm. 241. Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, 2000, hlm. 27.
251
arti mencegah agar kepentingan masyarakat banyak tidak dikorbankan untuk kepentingan pribadi; dan (ii) pemerintah sebagai pelayan masyarakat (publik servant) yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat ( public services).10 Kesejahteraan yang menjadi tujuan kehidupan berbangsa harus diwujudkan dalam pondasi sistem ekonomi nasional. Dalam implementasi pengembangan ekonomi harus berdasarkan cita hukum ekonomi nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan penataan sistem hukum yang berpihak kepada rakyat. Sementara itu, tujuan pembangunan secara mikro adalah dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat, dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.11 Dalam konteks kajian kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi kapitalis, menunjukkan sebuah tujuan untuk (1) mengalokasikan sumber daya secara efisien, (2) pencapaian stabilitas ekonomi, (3) mendorong pertumbuhan ekonomi dan (4) pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai. Sementara tujuan ekonomi Islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pendapatan dan ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan (doktrin) Islam, sehingga konsep pemerataan ekonomi dalam Islam sangat penting agar kekayaan harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya.12 Hal tersebut sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana dalam QS. 59 : 7 yang artinya : “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang 10 11 12
Ibid, hlm. 67. Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1988, hlm. 241. Ahmad Erani Yustika. Op Cit., hlm. 101.
252
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. . Lebih lanjut M. Umar Chapra, dalam bukunya yang berjudul Hakikat Sistem Ekonomi Islam, mengatakan bahwa : “Kesejahteraan didasarkan pada landasan nilai-nilai spiritual tak tergoyahkan yang sangat penting di dalam filsafat ekonomi. Landasan utama dalam sistem Islam sangat amat berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme yang hanya terikat pada keduniaan dan tidak berorientasi pada nilai-nilai spiritual, sehingga bangunannyapun akan sangat berberda”. 13 Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan ekonomi di Indonesia tidak berorientasi pada sistem kapitalis maupun sosialis, karena sistem kapitalisme cenderung mengarah pada sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian dan setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuan dan bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya dan semua orang bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara, hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip arah pengembangan sistem ekonomi nasional. Gerak pembangunan ekonomi pada dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat, namun kenyataan membuktikan bahwa tingkat ekonomi bangsa Indonesia mengalami perubahan yang tidak signifikan, artinya roda ekonomi yang ada tidak cukup efektif menghapus kemiskinan dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemiskinan masih menjadi permasalahan terbesar di Indonesia, sedangkan upaya pemulihan ekonomi berjalan sangat lambat. Sebagai akibatnya, kemiskinan makin meningkat tajam namun upaya untuk menanggulanginya masih minim dan tidak sebanding dengan lonjakan tingkat kemiskinan yang terjadi.
13
M. Umar Chapra dalam Yasin Ibrahim Al-Syaikh, Zakat Menyempurnakan Puasa Membersihkan Harta, Marja, Bandung, 2004, hlm. 25.
253
Terdapat indikasi krisis ekonomi
yang akan berdampak pada
Kemiskinan, yakni pertama, pembangunan ekonomi yang tidak berbasis pada kekuatan sendiri, melainkan bertumpu pada utang dan impor dan kedua, pendekatan pembangunan yang serba sentralistik, seragam dan hanya berpusat pada pemerintah, menghasilkan struktur ekonomi yang didominasi usaha skala besar, sehingga dari pengalaman tersebut, sistem ekonomi bangsa Indonesia harus mulai dirubah paradigmanya. Disinilah letak perbedaan antara sistem kapitalisme dengan zakat. Kapitalisme menganjurkan manusia untuk menumpuk-numpuk harta sebanyak mungkin tanpa mempedulikan orang lain, sedangkan zakat lebih mengedepankan maslahat bersama dari pada individu. Untuk itulah pentingnya pemerataan kekayaan agar tidak terjadi ketidakseimbangan kekayaan. Kondisi seperti ini sebenarnya merupakan potret dari kemiskinan yang bukan hanya disebabkan oleh lemahnya orientasi dan etos kerja tetapi juga disebabkan oleh ketidakadilan sistem, dan jika hal tersebut terus dibiarkan akan membahayakan masyarakat luas. Untuk itu, perlu adanya suatu mekanisme yang sanggup mengalirkan kekayaan yang dimiliki kelompok masyarakat berpunya (the have) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu (the have not). Mayoritas masyarakat muslim Indonesia terikat dengan kewajiban zakat dan dana sosial keagamaan lainnya, di satu sisi hal tersebut merupakan aset yang sangat potensial dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi, namun di sisi lain keadaan ekonomi mayoritas masyarakat tersebut masih berada dalam kondisi yang minoritas. Dalam Islam seluruh bidang kegiatan manusia, termasuk sektor ekonomi bersifat spiritual dengan harmonisasi pada tujuan nilai-nilainya, yang mencakup : a) kecukupan ekonomis dalam norma-norma moral Islam; b) persaudaraan dan keadilan universal; c) distribusi pendapatan yang merata; dan d) kemerdekaan individu dalam kaitannya denan kesejahteraan sosial.14
14
Yasin Ibrahim Al-Syaikh, Ibid, hlm. 20.
254
Ketentuan hukum zakat mempunyai dua dimensi yakni dimensi ibadah dan dimensi sosial, sehingga harus dikelola dengan melibatkan lembaga yang mempunyai otoritas dan bahkan memaksa bagi yang tidak mau melaksanakannya. Sejalan dengan fungsi sosialnya, lembaga zakat yang ada dan telah berjalan di masyarakat, dirasa kurang menunjukkan hasil yang maksimal, sebagai akibat tidak diadopsinya zakat ke dalam sistem hukum negara, sehingga menyebabkan masyarakat Islam kehilangan kekuatan untuk menjalankan program welfare, maka sudah menjadi keharusan Negara ikut andil dalam merumuskan pola pengelolaan zakat sehingga terwujud regulasi hukum agar lebih berdaya dan berhasil guna. Sementara itu, keberadaan badan amil zakat dan lembaga amil zakat kurang berjalan dengan baik, karena kurang berfungsinya lembaga dan badan tersebut, hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1.
Belum meratanya pembentukan badan amil zakat di seluruh pelosok tanah air.
2.
Adanya hambatan dari sebagian golongan tradisional yang mengklaim bahwa persoalan zakat merupakan masalah agama dan menjadi hak mereka untuk menentukannya. Pemerintah dianggap tidak berwenang dalam mengurus zakat.
3.
Ketidaktegasan semua pihak, baik pemerintah maupun pihak-pihak terkait tentang tanggung jawab penanganan zakat.
4.
Faktor yang tidak kalah penting, yakni masih banyaknya hambatan politis dari golongan tertentu sehingga persoalan zakat belum merupakan political will, meskipun secara good will sudah ada undang-undang dan peraturan pelaksananya
5.
Amil zakat tidak mempunyai daya akurat tentang mustahiq yang berhak menerima zakat.
255
6.
Amil zakat kurang transparan dalam memberi laporan pertanggungjawaban tentang kepada siapa zakat itu diberikan dan untuk apa penggunaan zakat itu.15 Selain dari keberpihakan sistem hukum negara yang harus lebih
dioptimalkan terhadap pengelolaan zakat, juga peran strategis dari fungsi administrasi negara dan administrasi pembangunan mutlak perlu dilakukan di Indonesia, mengingat keduanya merupakan aspek yang akan mempercepat proses pembangunan nasional. Administrasi negara meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan politik, yang merupakan manajemen dan organisasi dengan berbagai macam badan pemerintah diorganisir, dilengkapi tenaga kerjanya, dibiayai, digerakan, dimotivasi dan dipimpin guna mencapai tujuan pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan politik dengan pendekatan legalitas yang berorietasi pada hukum dan lingkungan. Administrasi
pembangunan
merupakan
proses
penggiringan
suatu
organisasi untuk mencapai prestasi puncak suatu tujuan pembangunan, yang berfungsi sebagai penggerak perubahan sekaligus dapat menentukan berbagai terobosan atas setiap kendala yang dihadapi dengan orientasi pada pertumbuhan serta perubahan yang mengarah pada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. 16 Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan (economic growth with equity). Zakat merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al Quran. Dengan Zakat harta akan selalu beredar dan berputar. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi (penumpukan) harta pada satu tangan atau sebagian orang kaya saja. Selain itu, dengan pengelolaan yang baik akan mampu menghindari dan mengatasi permasalahan krisis sosial – ekonomi melalui pembersihan sistem ekonomi yang ada sebagai pengaruh hukum kapitalisme dengan sistem ekonomi syari’ah. Zakat sebagai suatu lembaga, benar-benar lekat dengan kebijakan
15
Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia Deskripsi, Preskripsi & Kebijakan, Bayumedia Publising, Malang, 2006, hlm. 110. 16 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemerintahan, Mandar Maju, Bandung, 2013, hlm. 254-255.
256
keuangan, bahkan zakat memainkan peran lebih penting dalam menghapus kesenjangan sosial.17 Sementara
itu,
dampak
ekonomi
dari
aplikasi
zakat,
dalam
implementasinya mempunyai efek domino dalam kehidupan masyarakat, diantara dampaknya adalah : 1.
Produksi.
2.
Investasi.
3.
Lapangan kerja.
4.
Pertumbuhan ekonomi.
5.
Kesenjangan sosial.18 Zakat, infak, sedekah, wakaf (ZISWA) merupakan unsur-unsur yang
terkandung dalam kebijakan fiskal, sehingga menjadi salah satu sendi utama dari sistem ekonomi Islam yang kalau mampu dilaksanakan dengan baik akan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa. Diharapkan sistem ekonomi Islam ini mampu menjadi alternatif bagi sistem pasar yang ternyata menunjukkan berbagai masalah di dalam pelaksanaannya.19 Dalam konsep ekonomi Islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.20 Dalam Islam, zakat itu merupakan manifestasi dari kegotongroyongan antara hartawan dan fakir miskin. Pengeluaran Zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan, yaitu kemiskinan sosial dan kelemahan fisik maupun mental. Dengan zakat, masyarakat akan terpelihara dari berbagai bencana, karena zakat itu menyuburkan masyarakat dan memelihara masyarakat
dari kelemahan, kemiskinan dan bencana-bencana
kemasyarakatan yang lain.
17 18 19 20
Yasin Ibrahim Al-Syaikh, Op Cit. hlm. 26. Musthafa Edwin Nasution, dkk. Op Cit., hlm. 50. Musthafa Edwin Nasution, Ibid., hlm. 206. Ibid., hlm. 206.
257
Dalam kaitan kewajiban negara untuk melindungi warga negara dalam hal kenyamanan, ketertiban, dan kesejahteraan, maka diperlukan peran hukum yang mengatur pemberian jaminan dan perlindungan bagi warga negara (masyarakat) apabila sewaktu-waktu tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan pada warga masyarakat dan bagi administrasi negara untuk mewujudkan cita hukum ekonomi nasional. Untuk mewujudkan negara kesejahteraan, pembangunan ekonomi menjadi paling penting. Dengan ekonomi meningkat, maka pembangunan bidang lainnya dapat berlanjut dan berkesinambungan. Intisari
dari
filosofi
ekonomi
menurut
Ibnu
khaldun
adalah
bertambahnya populasi akan menambah jumlah tenaga kerja dan juga pajak, sedangkan modal, teknologi dan inovasi, produksi, dan investasi akan melipatgandakan keuntungan yang kemudian dipergunakan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup juga untuk kemakmuran dan kemewahan. Konsep negara kesejahteraan bukanlah suatu sistem ekonomi yang dijalankan oleh negara, melainkan suatu sistem dimana pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan yang baik bagi warga negaranya. Diantara pelayanan pemerintah yang dimaksud meliputi : bantuan keuangan atau modal kredit kepada kalangan masyarakat miskin dan masyarakat rentan.21 Dalam kaitan dengan Zakat, yang dapat pula dijadikan sarana pelayanan pemerintah melalui bantuan keuangan, maka terdapat beberapa alasan pemerintah harus ikut campur dalam pengelolaan zakat, karena : 1. Hukum zakat adalah wajib sehingga dapat dipaksakan. 2. Zakat mempunyai potensi untuk turut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. 3. Potensi zakat di Indonesia begitu besar. 4. Dana zakat disalurkan dengan tepat sasaran, efisien dan efektif ( kepada 8 ashnaf) 5. Memberi kontrol kepada pengelola Negara dan masyarakat.
21
Taufiq Efendi, Op. Cit., hlm. 69.
258
Konsep zakat semestinya dapat diberdayakan untuk menjembatani kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin sehingga akan mampu mewujudkan keadilan sosial yang pada gilirannya kondusif bagi perkembangan iklim usaha. Zakat belum dijadikan mainstream pengambilan kebijakan ekonomi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan secara menyeluruh. Padahal potensi itu terbuka lebar dan hasil analisis menunjukkan bahwa persoalan kesenjangan kaya dan miskin tidak akan melebar bahkan mengecil asalkan kebijakan dan manajemen zakat secara komprehensif dibenahi dan diberdayakan oleh pemerintah. Konsep zakat yang berfungsi untuk pemerataan kesejahteraan umat ini adalah bagian dari ekonomi Islam. Semenjak 14 abad yang lalu ketentuan zakat telah menjadi salah satu instrumen yang dianggap mampu mengatasi krisis ekonomi masyarakat. Dalam implementasinya zakat tidak sebatas rukun Islam, melainkan mempunyai efek domino dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam mengangkat garis kemiskinan. Dengan dijadikannya zakat sebagai instrumen pemerataan kekayaan maka harta selanjutnya harus didistribusikan kepada pihak lain, yaitu orang-orang yang telah ditentukan (Fakir, Miskin, Amil, Mu’allaf, Hamba Sahaya, Gharimin, Fii Sabilillah, Ibnu Sabil), sehingga hal tersebut perlu diatur dalam sebuah mekanisme redistribusi yang jelas. Dalam hal ini, zakat berfungsi sebagai instrumen yang mengatur aliran redistribusi pendapatan dan kekayaan tersebut. Disinilah tugas pemerintah untuk mengatur penyaluran harta zakat sebagai sistem ekonomi Islam
semaksimal mungkin. Dengan pengelolaan yang baik, pada
akhirnya nanti zakat akan mampu membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity.22 Mekanisme yang baik dalam usaha mengalirkan harta tersebut diharapkan mampu memangkas mata rantai kemiskinan. Jika melihat kembali sejarah umat Islam zaman Nabi Muhammad SAW, tentu akan didapati sebuah sistem ekonomi yang terbukti mampu mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat Makkah dan 22
Ahmad Muflih Saefuddin, Pengelolaan Zakat Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, Badan Dakwah Islamiyyah, Bontang, 1986, hlm 99.
259
Madinah saat itu. Sistem dalam konteks ini adalah zakat. Zakat merupakan asas utama ajaran Islam yang berfungsi untuk mengalirkan harta kekayaan dari tangan orang kaya ke tangan orang miskin. Kebijakan “Islamisasi” pada dasarnya lebih banyak dimaksudkan untuk membangun persatuan Nasional yang mengurangi potensi konflik antar etnis, namun kenyataannya kebijakan pemerintah untuk mempromosikan sistem Islam ternyata membuahkan hasil yang efektif bagi kemajuan dan pemantapan ekonomi Islam.23 Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik bahwa jumlah penduduk miskin pada Maret 2013, berkurang sebesar 0,52 juta orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 sebesar 28,59 juta orang atau 11,66 persen. Selama periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,18 juta orang dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013. Sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta orang dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada Maret 2013.24 Melihat laporan Badan Pusat Statistik
(BPS) di atas menunjukkan
adanya sinyal positif untuk bangkitnya kesejahteraan umat. Akan tetapi, prosentasenya
masih sangatlah kecil, sehingga Penulis berpendapat
sudah
saatnya pemerintah tidak memandang sistem zakat dengan sebelah mata dan mulai memaksimalkan kinerja sistem zakat untuk skala nasional dengan harapan mampu mengurangi angka kemiskinan lebih banyak lagi. Dengan kata lain, secara sistem, zakat sudah unggul dan teruji mampu mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, keberhasilan penerapan sistem zakat bergantung pada pemerintah atau pelaksananya. Mekanisme yang baik dalam usaha mengalirkan harta tersebut diharapkan mampu memangkas mata rantai kemiskinan. Jika melihat kembali
23
Arif Hoetoro, Ekonomi Islam Pengantara Analisis Kesejahteraan Dan Metodologi, Badan Penerbit Fakultas Hukum Ekonomi Universitas Brawijaya (BPFE UNIBRAW) Bayumedia. Malang, 2007, hlm. 365. 24 http://www.beritasatu.com/nasional/122934-bps-maret-2013-penduduk-miskin-berkurang-052juta-orang.html. Diunduh pada tanggal 9 Oktober 2013
260
sejarah umat Islam zaman Nabi Muhammad SAW tentu akan didapati sebuah sistem ekonomi yang terbukti mampu mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat Makkah dan Madinah saat itu. Sistem dalam konteks ini adalah zakat. Zakat merupakan asas utama ajaran Islam yang berfungsi untuk mengalirkan harta kekayaan dari tangan orang kaya ke tangan orang miskin. Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa zakat adalah ibadah Maaliyyah Ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Keberadaan zakat dianggap sebagai ma’luum minad-din bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.25 Selama ini, pelaksanaan zakat dan wakaf sekalipun telah ada Undangundangnya termasuk dana sosial keagamaan, masih belum memberikan hasil yang cukup signifikan terhadap permasalahan sosial kemasyarakatan. Hal ini disebabkan masih kuatnya anggapan masyarakat dengan kulturnya membayar dan mengelola zakat oleh dan untuk diri dan lingkungannya, dan hanya sekedar menggugurkan kewajiban hukum saja dan tidak berorientasi bagi kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan oleh lembaga dan badan-badan yang dibentuk pemerintah sehingga hal ini menunjukkan bahwa pendekatan kultur saja dalam melaksanakan hukum Islam tidaklah cukup dalam rangka mencapai cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Negara berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana sebagai penunjang terciptanya suatu negara yang sejahtera. Menurut Tahir Azhary, prinsip kesejahteraan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi bagi masyarakat, yang mencakup pemenuhan kebutuhan materil (kebendaan) dan kebutuhan spiritual bagi seluruh rakyat, dan untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditegakkannya
prinsip sebagai prasyarat, diantaranya prinsip keadilan,
persamaan, peradilan bebas dan perlindungan hak asasi manusia.26
25 26
Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Bandung, 1994, hlm. 231. Tahir Azhary, dalam Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2012, hlm. 57.
261
Diperlukan kebijakan sistemik dari Pemerintah Indonesia untuk turut serta memfasilitasi perkembangan sistem ekonomi Islam dalam hal pengelolaan zakat, dengan membuat perencanaan pembangunan, pembiayaan proyek-proyek pembangunan maupun perluasan bagi usaha ekonomi yang berlandaskan pada prinsip syariah. 27 Kondisi tersebut merupakan hal yang penting untuk dipahami akan kedudukan hukum administrasi negara terutama dalam mengimplementasikan pengembangan
ilmu dari administrasi negara dan administrasi pembangunan
sebagai bentuk kepedulian pemerintah dalam menggunakan potensi dana sosial keagamaan di Indonesia sebagai kebijakan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep negara kesejahteraan tidak berarti bahwa sistem ekonomi dijalankan oleh negara, melainkan suatu sistem dimana pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan yang baik bagi warga negaranya.
IV.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan/ analisis, dapat disimpulkan bahwa peran hukum
administrasi negara memegang peranan penting dalam mewujudkan tujuan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil, sejahtera, aman, tentram, tertib serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Negara
menempatkan
pemerintah
dengan
tugas
mewujudkan
kesejahtraan rakyat, termasuk harus mengoptimalkan peran dan fungsi hukum administrasi negara untuk mengelola potensi zakat dan dana sosial keagamaan dengan konsep Islam, yang lebih mengarahkan pada orientasi larangan penumpukan kekayaan pada sekelompok orang tertentu, dan meningkatkan anjuran untuk mempunyai sikap dermawan dan peduli dengan nasib sesama.
27
Atif Hutoro, Op. Cit., hlm. 362.
262
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku.
Ahmad Erani Yustika, Perekonomian Indonesia Deskripsi, Preskripsi & Kebijakan, Bayumedia Publising, Malang, 2006. Ahmad Muflih Saefuddin, Pengelolaan Zakat Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, Badan Dakwah Islamiyyah, Bontang, 1986. Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, Pustaka, Bandung, 1994. Arif Hoetoro,
Ekonomi Islam Pengantara Analisis Kesejahteraan Dan
Metodologi,
Badan Penerbit Fakultas Hukum Ekonomi Universitas
Brawijaya (BPFE UNIBRAW) Bayumedia, Malang, 2007. Bagir Manan, Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisasi Perekonomian, Fakuktas Hukum UNILA, Lampung, 1996. C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991. Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2012. Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1988. Mochtar Kusumaatmadja,
Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, PT
Alumni, Bandung, 2006. Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta, 2000. Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010. Taufiq Effendi,
Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi, Konstitusi Press,
Jakarta, 2013. Yusuf Qardhawi, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1997. B.
Internet.
http://www.beritasatu.com/nasional/122934-bps-maret-2013-penduduk-miskinberkurang-052-juta-orang.html. Di Unduh pada tanggal 9 Oktober 2013