<strong>NEGARA MODERN DAN SOSIOLOGI HUKUM
(Telaah tentang INTISARI
�Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah�)
<strong>
Oleh : SERAFINA SHINTA DEWI
(Perancang Peraturan Perundang-undangan
Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY)
�
�
Kemunculan negara modern membawa pengaruh mengenai kemunculan untuk dilakukannya studi secara sosiologis. Salah satu aspek yang berkembang sehubungan dengan hal tersebut adalah bahwa hukum semakin menjadi institusi yang diadakan secara sengaja (<em>purposeful).
Negara modern mempunyai arti sebagai suatu institusi yang memiliki arsitektur rasional melalui pembentukan struktur penataan yang rasional, dimana salah satu perkembangan penting yang pertama adalah terjadinya sentralisasi kekuasaan dengan menghancurkan otonomi dari komunitas-komunitas lokal pada masa pra negara modern.
Konsep kedaulatan negara yang muncul berbarengan dengan perkembangan tersebut tidak menghendaki untuk bersikap toleran terhadap komunitas lokal yang asli. Kedaulatan negara tidak membiarkan adanya kekuasaan lain dalam wilayahnya. Sejak saat itu, institusi publik pertama harus diakaitkan dengan kepala negara. Oleh karena itu, hukum yang ada adalah merupakan suatu hukum negara.
Negara modern melahirkan suatu kehidupan dan tatanan dengan struktur yang rigid yang belum dikenal sebelumnya dalam sejarah perkembangan manusia. Strukturalisasi rasional yang mendasar adalah diadakannya pembagian ke dalam kelompok eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Dari hal tersebut di atas, lahirlah disiplin ilmu sosiologi hukum. Penegaran dan pengerasan hukum pada satu pihak memancing timbulnya studi terhadap hukum yang bersifat sosiologis di pihak lain.
<strong>A. <strong>NEGARA MODERN
Hukum modern sebagai suatu tipe hukum, muncul dan terbentuk dalam kaitan yang erat dengan munculnya negara modern. Negara modern sudah menjadi prototipe dari negara-negara di dunia sekarang ini.
Kehadiran negara merupakan suatu objek penting bagi sosiologi hukum karena disiplin ilmu ini lebih melihat dan mengamati bentuk-bentuk hubungan antar manusia daripada bentuk-bentuk yang sudah disodorkan secara artifisial.
Selain hal tersebut di atas, negara modern juga merupakan kajian penting dalam sosiologi hukum. Oleh karena itu, sejak munculnya negara modern tersebut maka bentuk atau bangunan kehidupan sosial yang lama harus mundur.
Organisasi dunia kita dimulai dengan bentuk-bentuk sederhana. Keadaan tersebut kemudian dipahami dengan baik melalui pemahaman kontekstual yang mempunyai arti bahwa sekalian bentuk kehidupan sosial yang muncul, lahir dalam konteks sosial tertentu daan berkembang daari waaktu ke waktu sesuai dengan perubahan dari konteks tersebut.
Dilihat dari perspektif yang demikian, negara modern lahir dari suatu konteks kehidupan yang unik, yaitu suasana politik di eropa daratan sekitar abad XVIII. Dunia harus menunggu hampir dua ribu tahun untuk dapat menyaksikan munculnya suatu negara modern.
Salah satu guru besar ilmu sosiologi, Gianfranco Poggi, membagi pertumbuhan negara modern ke dalam beberapa masa, yaitu : 1) Feodalisme; 2) Staendestaat; 3) Absolutisme; 4) Masyarakat Sipil; dan 5) Negara Konstitusional.
Periodisasi tersebut mengandung arti tentang organisasi masyarakat optimum, yaitu bentuk pengorganisasian tertinggi dalam suatu lingkungan wilayah tertentu akan berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan fungsi serta mengikuti sistem dan struktur produksi yang dijalankan dan digunakan dalam masyarakat. Terdapat hubungan saling mendukung dan membutuhkan antara struktur produksi dan pengorganisasian masyarakat optimum.
Dalam perkembangan tersebut, faktor budaya merupakan substansi yang bersifat mandiri serta merupakan karakteristik pada suatu lingkungan hidup tertentu yang menentukan bagaimana suatu masyarakat memberikan respons terhadap struktur produksi. Dengan demikian, perkembangan organisasi masyarakat optimum yang akhirnya melahirkan negara modern tersebut tidak hanya mengikuti hukum ekonomi dan sosial, melainkan juga budaya.
�
<strong>B. <strong>FAKTOR-FAKTOR KEKUATAN SOSIAL
Sistem hukum yang berlaku serta struktur sosial yang ada pada masa munculnya golongan borjuis tidak memungkinkan mereka untuk tampil dalam masyarakat sebagai salah satu golongan atau kekuatan. Struktur sosial waktu itu bersifat lebih otoriter daripada egaliter karena <em>stande yang menjadi unsur dalam struktur lebih memaksakan disiplin kepada para anggotanya.
Kaum borjuis yang sedang muncul justru menghendaki suasana kompetitif dari para anggotanya. Melalui kesempatan untuk berkompetisi tersebut, diharapkan akan tercapai suatu keadaan ekuilibrium serta adanya suatu masyarakat sipil (<em>civil society).
Hambatan yang datang dari sistem hukum adalah strukturnya yang fragmentaris. Struktur tersebut diwarisi dari masyarakat yang sebelumnya, yaitu golongan masyarakat feodal dan standisch, dimana apabila orang berbicara mengenai hukum maka mereka beradu argumentasi dengan mendasarkan hukum untuk masing-masing pihak dengan prerogatif-prerogatif serta imunitas-imunitas yang didasarkan pada tradisi.
Dihadapkan dalam suasana sistem yang demikian, golongan borjuis yang sedang menanjak tidak mendapat kesempatan dan dukungan dari sistem hukum yang fragmentaris tersebut. Sebagai golongan yang baru muncul, mereka tidak memiliki imunitas maupun prerogatif yang didasarkan pada tradisi.
Dalam suasana yang �underdog� tersebut, dapat ditemukan suatu kekuatan baru yang muncul pada masyarakat sehingga mampu menggerakkan perubahan yang mendasar pada sistem hukum yang berlaku.
Kedudukan golongan borjuis sebagai �<em>outlaw� dalam struktur sosial lama (termasuk juga dalam sistem hukumnya) yang bersifat fragmentaris menjadi suatu persoalan besar. Supaya golongan dan kekuatan baru tersebut dapat masuk ke dalam sistem hukum, maka sistem fragmentaris harus diubah terlebih dahulu. Tanpa perubahan yang mendasar maka mereka akan tetap menjadi golongan yang berada di luar sistem.
Sistem hukum baru yang memungkinkan golongan borjuis tampil sebagai subjek penuh adalah tidak lagi dikaitkan kepada golongan-golongan masyarakat yang sudah ada, melainkan sistem hukum baru yang bersifat umum, abstrak dan formal. Tipe hukum tersebut merupakan tipe hukum modern yang tidak memakai hukum yang diajukan oleh masing-masing pihak yang bersengketa, melainkan terdiri dari ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan abstrak yang bersumber dari satu pusat kekuasaan yang berdaulat.
Kemunculan golongan borjuis dan kekuatannya dalam mendorong kelahiran hukum modern menunjukkan bahwa hukum itu berubah dan dibentuk oleh kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Hukum sebagai institusi yang memberikan keadilan (<em>dispensing justice) mengalami redefinisi sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuknya.
Golongan borjuis sebagai salah satu kekuatan penting di belakang pembentukan hukum modern tersebut memasukkan kepentingan dan ide-idenya ke dalam hukum. Redefinisi tersebut meliputi konseptualisasi tentang keadilan, asas dan doktrin, sampai pada metode kerja dan administrasinya.
<strong>C. <strong>KARAKTERISTIK HUKUM MODERN
Hukum modern sangat berbeda dengan hukum tradisional yang digantikannya. Sistem hukum yang sebenarnya baru muncul bersamaan dengan munculnya hukum modern.
Beberapa karakteristik yang terdapat pada hukum modern menurut Unger, adalah :
1.� bersifat publik,
2/5
NEGARA MODERN DAN SOSIOLOGI HUKUM Selasa, 20 Desember 2011 08:34
dikaitkan kepada kekuasaan yang terpusat;
2.� bersifat positif, merupakan kaidah yang dipositifkan;
3.� bersifat umum, untuk semua golongan di dalam masyarakat;
4.� bersifat otonom secara (a) substantif, (b) institusional, (c) metodologis dan (d) okupasional.
Hukum modern menuntut banyak persyaratan dan kesiapan struktural dan administratif. Hal tersebut berarti bahwa hanya dengan tingkat kesiapan tertentu saja hukum modern dapat dilaksanakan dengan baik.
Ketidaksiapan struktural dan administratif menyebabkan hukum bersifat koersif, kendati negara tersebut merupakan negara hukum. Disebabkan oleh kelangkaan tenaga yang terampil dan administrasi yang mapan, maka hukum masih lebih banyak bertumpu pada penggunaan paksaan (<em>coercion).
Hukum berkembang sesuai dengan tersedianya sumber-sumber dalam masyarakat. Kehadiran suatu sistem hukum merupakan fungsi dari konfigurasi kekuatan sosial masyarakat.
�
<strong>D. <strong>HUKUM DAN HABITATNYA
Pengertian habitat hukum secara sosiologis adalah lingkungan yang memungkinkan suatu tipe hukum muncul dan bekerja.
Dibutuhkan waktu lebih dari satu abad sebelum munculnya tipe dan sistem hukum modern. Selama itu, dari waktu ke waktu hukum berubah dari satu tipe ke tipe yang lain.
Tingkat perkembangan tersebut juga dapat disebut sebagai tingkat kesiapan masyarakat untuk menggunakan suatu sistem hukum. Pada tingkat kesiapan tersebut, di dalamnya terdapat perkembangan sistem produksi, pendidikan, kualitas manusia serta nilai-nilai tradisi.
Perkembangan hukum di Eropa yang mengikuti pola perkembangan dari dalam menjadi sumber bagi negara-negara di luar eropa yang mulai menggunakan hukum modern dengan mengimpor suatu institusi yang berasal dari luar negaranya yang biasa disebut dengan mengikuti pola perkembangan dari luar.
�
<strong>E. <strong>HUKUM MODERN DI LUAR EROPA
Pada waktu hukum modern yang disebarkan di Eropa meluas dan dipakai oleh bangsa lain, muncullah perkembangan karakteristik yang disebabkan oleh perbedaan habitat pada negara-negara tersebut.
Perkembangan yang demikian menimbulkan persoalan tersendiri, salah satunya pada bangsa-bangsa di kawasan Asia di mana predisposisi budaya memainkan peranan yang sangat penting dalam suatu perkembangan hukum.
Sistem hukum modern di Eropa sebagimana dilambangkan dalam doktrin �<em>Rule of Law� adalah suatu perkembangan dengan muatan nilai budaya yang khas. Hukum modern dalam hal itu melembagakan suatu perkembangan ideologi pembebasan individu.
Dilihat dari perspektif Asia, khususnya Asia Timur, perkembangan sebagaimana tersebut di atas dihadapkan kepada suatu predisposisi budaya tertentu yang berbeda. Di kawasan Asia Timur tidak terdapat sejarah tentang adanya pembebasan terhadap individu. Keadaan yang berbeda tersebut yang kemudian menyebabkan menerimaan dan penggunaan hukum modern secara berbeda pula di kawasan Asia Timur.
Selain perbedaan sejarah pada habitat yang berbeda, perkembangan hukum yang tidak didukung oleh ketersediaan sumber daya akan menghasilkan praktik hukum modern yang berbeda. Secara sosiologis, dikatakan bahwa hukum hanya dapat dijalankan dengan modal tertentu yang dimiliki suatu bangsa atau komunitas.
Sistem hukum modern yang berkembang di Eropa menjadi suatu beban yang sangat berat ketika akan diterapkan pada bangsa-bangsa di Asia yang cenderung masih terbelakang apabila dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Eropa. Sesudah introduksi hukum Barat tersebut, selama bertahun-tahun masyarakat pedesaan di kawasan negara di Asia masih tetap hidup dengan kebiasaan tradisionalnya yang telah berusia ratusan tahun. Filsafat mereka terhadap hukum modern masih tetap berlangsung dalam pola tradisi yang sudah lama dianut.
�
<strong>F. <strong>SOSIOLOGI DARI HUKUM MODERN
Hukum modern dengan berbagai karakteristik yang ada telah menciptakan sosiologi hukumnya sendiri. Hukum modern yang sudah menjadi semakin spesialistis, penuh dengan idiosinkrasi dan mengalami isolasi sosial, dipastikan akan menimbulkan persoalan-persoalan sosiologis.
Membandingkan secara ekstrem antara hukum modern dan hukum kuno memberikan perspektif sosiologis tersendiri. Hukum kuno muncul secara spontan melalui perilaku dan interaksi antara para anggota masyarakat. Hampir tidak ada kkesenjangan antara apa yang diatur dengan apa yang dikerjakan oleh masyarakat. Keadaan yang demikian itu tidak dijumpai dalam hukum modern yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan tersendiri untuk tujuan-tujuan yang ditentukan oleh badan itu sendiri. Hukum modern memiliki kelengkapan dan perlengkapan untuk dapat bertindak secara jauh lebih keras daripada hukum kuno, mulai dari badan legislatif, yudikatif, eksekutif, dan lain sebagainya.
Kesenjangan antara hukum dan perilaku nyata dalam masyarakat menjadi pandangan sehari-hari bagi masyarakat itu sendiri. Di dalam masyarakat, kemudian dikenal dengan adanya ungkapan �<em>law in the books� dan �<em>law in action�.
Ditempatkan pada latar belakang sebagaimana dipaparkan di atas, sosiologi hukum menempati kedudukan yang cukup penting, yaitu merupakan suatu bagian yang memperhatikan sisi lain dari hukum sebagai peraturan dengan cara memperhatikan apa yang senyatanya terjadi dan bukan hanya yang tercantum dalam naskah undang-undang. Sehingga kemudian, sosiologi hukum menjadi ilmu yang kritis ketika berhadapan dengan ilmu hukum yang normatif.
Hukum modern tampil dalam bentuk yang khas, yaitu otonom, publik dan positif. Otonomi hukum modern meliputi substansi, institusi, metodologi dan okupasi. Otonomi dalam substansi dicapai melalui pengaturan materi hukum secara mandiri, artinya tidak mengikuti begitu saja apa yang menjadi substansi bidang lain ddalam masyarakat. Hukum memiliki metode kerja sendiri yang khas serta menuntut keahlian khusus bagi mereka yang menjabat dalam pekerjaan-pekerjaan hukum.
Sejak hukum memiliki kualitas yang demikian, maka hukum kemudian menjadi suatu bidang yang <em>esoterik. Keadaan tersebut menjadikan hukum sebagai bidang yang sangat terstruktur. Dalam posisinya itu, hukum menjadi institusi yang terasing, di mana hukum menjadi terpisah dari kehidupan sosial yang penuh.
Keadaan yang demikian itu menjadikan proses hukum menjadi sesuatu yang hanya bisa ditempuh melalui cara yang spesifik. Sebagai akibatnya, tidak semua persoalan sosial dapat menemukan jalannya untuk masuk ke dalam jalur hukum yang semestinya. Tidak semua rakyat yang mempunyai persoalan tahu tentang hukum. Selain itu, format hukum yang sudah terstruktur dengan ketat juga tidak mudah untuk menampung persoalan-persoalan yang seharusnya diselesaikan.
Melalui strukturisasi yang ketat, hukum modern menjadikan dirinya institusi yang terlalu sempit untuk dapat mengakomodasi besarnya persoalan yang dihadapinya. Dalam keadaan demikian, pengamatan sosiologis menunjukkan bahwa masyarakat berusaha untuk menemukan jalannya sendiri dalam menangani persoalan-persoalan yang dihadapinya. Sekalipun suatu negara menyatakan dirinya sebagai negara berdasarkan hukum, tetapi tidak semua persoalan dapat diselesaikan melalui jalan atau institusi hukum.
Fenomena munculnya institusi sosial yang berjalan secara berdampingan dengan institusi hukum merupakan hal yang lumrah dipandang dari optik sosiologi hukum. Sosiologi hukum yang lebih melihat kenyataan daripada struktur atau institusi formal menemukan bahwa hukum dapat bekerja tanpa memakai legitimasi yuridis-formal. Atrinya, dalam masyarakat dapat ditemukan badan-badan yang sebenarnya menjalankan fungsi-fungsi hukum tanpa memiliki legitimasi yang sah secara hukum. Menurut kacamata
4/5
NEGARA MODERN DAN SOSIOLOGI HUKUM Selasa, 20 Desember 2011 08:34
sosiologi hukum, hal tersebut sudah cukup dapat mengatakan adanya suatu sistem hukum dalam masyarakat atau lingkungan kehidupan tertentu.
Menurut pendapat W. M. Evan, seorang sosiolog hukum, suatu sistem hukum sudah dapat dikatakan ada, apabila di situ ditemukan (1) suatu sistem peraturan yang menjadi acuan perbuatan dan harapan dari para anggota suatu sistem sosial, serta (2) spesialisasi posisi-posisi yang dipercaya mengemban fungsi-fungsi normatif.
Munculnya tatanan sosiologis di tengah berlakunya hukum modern dapat disebabkan oleh kekakuan struktur formal hukum itu sendiri sehingga menyebabkan sempitnya jalan masuk ke dalam hukum serta merupakan kekurangan dari hukum itu sendiri, misalnya efek diskriminatif.
�
�
* * *
�