perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NASKAH PUBLIKASI ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis
Oleh : Rinda Saptianuri H 1308508
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana :
Nama
: Rinda Saptianuri
NIM
: H 1308508
Jurusan/Program Studi
: Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan dan dipublikasikan dengan / tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing sebagai
Co-Author.
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Ir. Darsono, Msi NIP. 19660611 199103 1 002
Nuning Setyowati, SP. MSc NIP. 19820325 200501 2 002
*) Coret yang tidak perlu
commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR RINDA SAPTIANURI H 1308508 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, risiko usaha, dan efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Desa Karanglo dan Desa Bandardawung Kecamatan Tawangmangu, karena hanya wilayah tersebut yang memproduksi keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik sensus dan diperoleh responden yang berjumlah 19 produsen. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas, analisis risiko serta analisis efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya rata-rata yang dikeluarkan produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan selama bulan Oktober 2010 sebesar Rp 28.092.681,90. Penerimaan rata-rata yang diperoleh pengusaha adalah sebesar Rp 36.340.580,36 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 8.247.898,46 dengan profitabilitas sebesar 23,00%. Nilai koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar 0,93 atau lebih besar dari 0,5 dan batas bawah keuntungan Rp -7.047.041,60 atau bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang mengalami kerugian. Usaha industri keripik ketela ungu yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,29.
Kata Kunci : Analisis Usaha, Keripik Ketela Ungu, Keuntungan, Risiko, Efisiensi
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BUSSINESS ANALYSIS AT AGROINDUSTRY OF PURPLE CASSAVA CHIP IN TAWANGMANGU DISTRICT KARANGANYAR REGENCY RINDA SAPTIANURI H1308508 ABSTRACT The aims of this research is to analyse how much the cost is, income, profit, profitability, business risk, and business efficiency at agroindustry of purple cassava chip in Tawangmangu district, Karanganyar regency. Basic method of research used is analytic descriptive method. It was performed purposively, that is in Karanglo and Bandardawung village of Tawangmangu district, because only that village which produce of purple cassava chip in Karanganyar regency. The taking of responds was performed with census technic and it was gained respondents amounting 19 producers. Data used is primary data and secondary data. Technique of data collecting used consist of analyzis cost, income, profit and profitability, risk analyzis, and analyzis of efficiency. The result of the research showed that average total cost which is issued by producers of purple cassava chip in a moth for October 2010 is 28.092.681,90 rupiah. Average income which gained by producers is 36.340 580,36 and average profit gained by producer of purple cassava chip is 8.247.898,46 with profitability amounting 23,00%. Coeficient value of agrobusiness variation of purple cassava chip in Tawangmangu of Karanganyar regency amounting 0,93 or greater from 0,5 and ground limit of profit is – 7.047.041,60 or has negative value (L<0), so it can be stated that agro industry business of purple cassava chip in Tawangmangu of Karanganyar regency has chanche to be unprofitable. The business industry of purple cassava chip which is performed up to now has been efficient which is showed by ratio R/C is more than 1, that is 1,29.
Keywords : Bussiness analysis, Puprple Cassava Chip, Profit, Risk, and Efficiency
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pangan merupakan salah satu bidang yang sangat penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Di samping mampu memenuhi kebutuhan pangan Indonesia, juga dapat menghasilkan devisa bagi negara. Keberadaan industri pangan di Indonesia dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak serta mampu mendorong berdirinya industri penunjang seperti industri pengolahan makanan, industri mesin dan peralatan pengolahan pangan maupun industri agribisnis atau agroindustri. Agroindustri mempunyai rentang pengertian
yang amat
lebar.
Agroindustri adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan yang dihasilkan dari usaha pertanian dalam arti luas, baik dari pertanian tanaman pangan, maupun non
pangan,
peternakan
ataupun
perikanan.
Agroindustri
merupakan
industrialisasi di bidang pertanian dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Agroindustri merupakan solusi penting untuk menjembatani keinginan konsumen dan karakteristik produk pertanian yang variatif dan tidak tahan lama bila disimpan (Nopianto, 2010). Agroindustri dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Setidaknya ada lima alasan utama, yaitu : (1) industri pengolahan mampu mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang akhirnya akan memperkuat daya saing produk; (2) produk agroindustri memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional; (3) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir, sehingga mampu menarik kemajuan sektor lain; (4) memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) sehingga terjamin keberlanjutannya; dan (5) berpeluang mengubah struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri (Supriyati dan Tarigan, 2008). Salah
satu
cara yaitu
mewujudkan
penganekaragaman
pangan
sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan commit to user pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Umbi-umbian merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Umbian-umbian mempunyai kandungan gizi yang cukup memenuhi jika dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Jenis umbi-umbian yang sering ditemukan di pasaran antara lain jenis talas-talasan, ketela rambat, kentang, ketela pohon. Ketela rambat mempunyai kulit tipis dan berkadar air tinggi sehingga perlu penanganan yang baik selama proses panen, dan pengangkutan serta penyimpanan sebelum dimanfaatkan. Apabila kulit yang tipis tersebut rusak, maka akan mudah sekali mikroorganisme (bakteri, jamur, dan lain-lain) masuk ke dalam umbi, sehingga seluruh bagian umbi akan cepat rusak. Untuk memperpanjang masa simpan, ketela rambat dapat diolah dan dijadikan sebagai camilan dengan cara direbus, digoreng, atau dijadikan keripik (Anonim, 2008). Ketela rambat (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi besar di Indonesia. Penghasil utama ketela rambat di Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya. Peluang perluasan areal panen masih sangat terbuka.
Dan dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan
varietas unggul nasional, dapat meningkatkan produktivitas ketela rambat (Anonim, 2010). Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, hampir semua di Kabupaten/Kota terdapat budidaya ketela rambat. Dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, hanya 5 Kabupaten/Kota yang tidak terdapat budidaya ketela rambat. Luas panen, rata-rata produksi dan produksi ketela rambat di 30 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Ketela Rambat di Jawa Tengah Tahun 2008
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Kabupaten/ Kota Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Salatiga Kota Semarang Jumlah
Luas Panen (Ha) 293 85 327 291 66 58 841 1.298 35 65 245 557 5 118 422 240 78 138 50 165 692 356 256 669 209 301 229 283 36 61 8466
Ketela Rambat Rata-rata Produksi (Kw/Ha) 133,04 130,12 122.69 129,42 125,76 124,48 134,01 144,53 126,29 136,31 140,53 148,65 74 129,07 130,09 128,88 126,41 115,22 120 123,82 131,73 125,08 132,58 126,25 121,55 128,34 128,54 141,31 121,67 125,08 133,1
Produksi (Ton) 3.898 1.106 4.012 3.766 830 722 11.270 18.760 442 886 3.443 8.280 37 1.523 5.490 3.039 986 1.590 600 2.043 9.116 4.453 3.394 8.446 2.504 3.869 2.939 3.999 438 763 112.689
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah 2009 Berdasarkan
Tabel 1, salah satu wilayah di Indonesia yang
membudidayakan ketela rambat adalah Kabupaten Karanganyar. Meskipun pada tabel tersebut luas lahan dan produksi ketela rambat di Kabupaten Karanganyar tidak seluas dan commit sebesar to di user Kabupaten Magelang dan Wonosobo,
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
akan tetapi produksi rata-rata per hektarnya memiliki urutan tertinggi. Dan hampir semua ketela rambat yang dibudidayakan di Kabupaten Karanganyar adalah jenis ketela rambat yang memiliki warna daging buah ungu. Ketela ungu merupakan salah satu umbi sumber karbohidrat yang banyak ditanam oleh masyarakat yang menyimpan potensi besar baik sebagai pangan alternatif maupun pengembangan potensi bisnis. Salah satu produk olahan ketela ungu yaitu keripik ketela ungu yang sudah populer dan sudah banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan komersial (Rukmana, 2010). Tanaman ketela ungu (Ipomoea batatas L. Sin. batatas edulis choisy) berasal dari Amerika bagian tengah. Kemudian tersebar ke berbagai negara di dunia yang memiliki sistem pertanian cukup maju, termasuk Indonesia. Pada sekitar tahun 1990, ketela ungu sudah tersebar dan ditanam hampir di seluruh wilayah Nusantara. Daerah yang cocok digunakan untuk membudidayakan ketela ungu adalah dataran rendah sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut., yang bersuhu 21-27oC, berkelembaban 50-60%, mendapat panas sinar matahari 11-12 jam/hari, dengan curah hujan 750-1.500 mm/tahun. Di dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian mencapai 1.000 m di atas permukaan laut, ketela ungu masih mampu tumbuh dengan baik, namun pencapaian umurnya lebih lama. Tanaman ketela ungu akan tumbuh dengan baik dan berproduksi optimal bila ditanam pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, dan ber-pH 5,5-7,5 (Rukmana, 2010). Kondisi geografis Kabupaten Karanganyar yang terletak pada ketinggian 511 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 2.453 mm/tahun dan bersuhu antara 22-31oC serta dengan tanah yang subur dan mengandung humus yang cukup, cocok untuk membudidayakan ketela ungu (BPS Karanganyar, 2009). Seperti yang terlihat pada Tabel 1 bahwa Kabupaten Karanganyar memiliki ratarata produksi tertinggi tiap hektarnya. Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar 14 kecamatan diantaranya membudidayakan ketela ungu, sedangkan 3 kecamatan lainnya tidak membudidayakan dikarenakan kondisi lahan kurang memungkinkan untuk commit to user data 5 tahun terakhir dari Dinas budidaya ketela ungu tersebut. Berdasarkan
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertanian Kabupaten Karanganyar (2005-2009) secara terinci luas lahan tanaman ketela ungu di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Lahan Tanaman Ketela ungu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009 Luas Lahan (Ha) 2005 2006 2007 2008 1. Jatipuro 2 2. Jumapolo 6 5 7 7 3. Jumantono 12 5 45 16 4. Matesih 230 99 117 152 5. Tawangmangu 56 66 118 83 6. Ngargoyoso 196 168 68 290 7. Karangpandan 79 125 99 94 8. Karanganyar 9. Tasikmadu 10. Colomadu 3 3 11. Kebakkramat 12. Mojogedang 44 50 103 83 13. Jenawi 126 52 32 83 14. Kerjo 24 10 34 27 Jumlah 776 583 621 754 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2009 No.
Kecamatan
2009 1 36 82 105 43 1 4 16 63 148 36 535
Ratarata (Ha) 0,6 5 15,6 126,8 81 165,4 88 0,2 0,8 1,2 3,2 68,6 88,2 26,2 670,8
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan yang mempunyai rata-rata lahan
yang cukup luas
dan
setiap
tahunnya
membudidayakan ketela ungu terdapat di Kecamatan Ngargoyoso, Matesih dan Jenawi. Total lahan terluas yang digunakan untuka budidaya ketela ungu terdapat pada tahun 2005. Di setiap tahunnya luas lahan yang digunakan berubah, akan tetapi perubahannya tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca sekarang ini yang tidak stabil, kadang juga beralih budidaya tanaman lain.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari luas lahan yang digunakan untuk budidaya ketela ungu, maka dapat dilihat produksi ketela ungu pada Tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Produksi Tanaman Ketela Ungu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009 No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Produksi (Ton) Rata-rata (Ton) 2005 2006 2007 2008 2009 Jatipuro 45 20 13 Jumapolo 132 95 156 154 107,4 Jumantono 264 95 1.002 354 343 Matesih 5.064 1.878 2.607 3.405 688 2.728,4 Tawangmangu 1.233 1.252 2.629 1.859 1.578 1.710,2 Ngargoyoso 4.316 3.167 1.515 4.682 1.993 3.134,6 Karangpandan 1.740 2.372 2.117 2.106 816 1.830,2 Karanganyar 19 3,8 Tasikmadu 76 15,2 Colomadu 66 57 24,6 Kebakkramat 290 58 Mojogedang 969 969 2.295 1.851 1.147 1.446,2 Jenawi 2.774 986 712 1.843 2.702 1.803,4 Kerjo 528 190 756 595 683 550,4 Jumlah 17.086 11.061 13.836 16.849 10.012 13.768,4 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2009 Kecamatan
Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah produksi tertinggi ketela ungu pada data 5 tahun terakhir terdapat pada tahun 2005. Dan Kecamatan yang memiliki rata-rata produksi tertinggi yaitu di Kecamatan Ngargoyoso, diikuti Kecamatan Matesih dan Karangpandan. Ketela ungu yang diproduksi di Kabupaten Karanganyar tidak hanya dipasarkan langsung, akan tetapi sebagian besar diolah untuk memberikan nilai tambah pada ketela ungu tersebut. Salah satu produk olahan ketela ungu yang diproduksi adalah keripik ketela ungu. Mekipun pada Tabel 2 menunjukan hasil produksi ketela ungu yang ada di Kabupaten Karanganyar cukup tinggi, akan tetapi untuk memenuhi permintaan para pengusaha keripik ketela ungu belum mencukupi. Sehingga membutuhkan ketela ungu dari luar Kabupaten Karanganyar, seperti dari Magetan, Ngawi dan Bandung. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan data Tabel 2 dan 3 diatas, dapat dilihat bahwa Kecamatan Tawangmangu tidak mempunyai lahan yang cukup luas dan produksi ketela ungu yang tinggi, akan tetapi sentra industri pengolahan keripik ketela ungu justru terdapat di Kecamatan Tawangmangu. Pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Pengusaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Sumber
Nama Usaha Alamat Gito Dukuh, Karanglo Yamdi Dukuh, Karanglo Parjo Dukuh, Karanglo Wagyo Dukuh, Karanglo Wagino Dukuh, Karanglo Arjoyono Dukuh, Karanglo Wirosuparno Dukuh, Karanglo Nurhadi Dukuh, Karanglo Parno Dukuh, Karanglo Jumadi Sadakan Lor, Karanglo Suyanto Sadakan Lor, Karanglo Suyatno Sadakan Lor, Karanglo Jumini Sadakan Lor, Karanglo F. Wilarso Sadakan Lor, Karanglo Supadi Sadakan Lor, Karanglo Kamto Blimbing, Karanglo Parno Blimbing, Karanglo Karjo Bandar, Bandardawung Sutrisno Jabalkanil, Bandardawung : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar 2008
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat 19 pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang masih memproduksi keripik ketela ungu. Agroindustri tersebut hanya terdapat di dua desa di Kecamatan Tawangmangu, yaitu Desa Karanglo dan Bandardawung. Usaha agroindustri keripik ketela ungu tersebut dikelola secara perorangan dengan jumlah tenaga kerja antara 12-15 orang. Jadi agroindustri ini tergolong industri skala kecil (5-19 orang). commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keripik ketela ungu merupakan makanan ringan yang mudah diproduksi. Selain itu agroindustri keripik ketela ungu juga mempunyai peranan penting dalam menambah pendapatan keluarga dan dapat juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Agroindustri keripik ketela ungu hingga saat ini masih terus berproduksi, bahkan sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat, dengan harapan keripik ketela ungu ini dapat menjadi jajanan atau oleh-oleh khas dari Tawangmangu, di mana Tawangmangu itu sendiri merupakan tempat wisata yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Selain itu agroindustri keripik ketela ungu ini mempunyai prospek pasar yang baik. Karena selain sebagai oleh-oleh khas dari Tawangmangu, keripik ketela ungu ini juga dipasarkan ke kota-kota lain di Pulau Jawa, seperti Solo, Bandung dan Jakarta. Melihat pentingnya agroindustri ini maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. B. Perumusan Masalah Pembangunan agroindustri masih dihadapkan pada berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang ada di dalam negeri atau di luar negeri. Beberapa permasalahan agroindustri ini khususnya permasalahan dalam negeri adalah kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu, kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, kurangnya fasilitas permodalan
(perkreditan),
keterbatasan
pasar,
lemahnya
infrastuktur,
kurangnya penelitian dan pengembangan, lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing serta lemahnya enterpreneurship (Soekartawi, 2001). Agroindustri keripik ketela ungu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini dapat tergolong dalam usaha kecil yang masih berhadapan dengan berbagai kendala sehingga membutuhkan pembinaan dari pihak terkait, yakni dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar. Adanya keterbatasan bahan baku, dan lemahnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
sarana produksi menjadikan produksi keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini kurang optimal. Meskipun demikian, tujuan dari agroindustri keripik ketela ungu ini sama dengan tujuan dari usaha lainnya, yaitu mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu besarnya biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan disesuaikan dengan penerimaan yang diperoleh. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diangkat beberapa permasalahan antara lain : 1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar? 2. Apakah usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan berisiko? 3. Apakah usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan efisien? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. 2. Menganalisis risiko usaha dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. 3. Menganalisis efisiensi usaha agrondustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan tentang agroindustri keripik ketela ungu dan merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan sebagai bahan penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik di masa mendatang, terutama usaha agroindustri keripik ketela ungu. 3. Bagi Pengusaha Keripik Ketela Ungu Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pertimbangan pengusaha keripik ketela ungu untuk meningkatkan penerimaan, keuntungan, profitabilitas dan efisiensi serta nilai tambah produk. 4. Bagi Akademisi dan Pemerhati Agroindustri Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber informasi bagi pemerhati mengenai permasalahan yang sama di masa mendatang.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Alhuda (2004) yang berjudul “Analisis Usaha dan Efisiensi Agroindustri Kripik Ubi Jalar (Studi Kasus di Agroindustri Kripik Ubi Jalar Sehati Desa Kemiri Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto)” yang telah dilakukan, agroindustri kripik ubi jalar Sehati dalam satu kali proses produksi rata-rata mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp 25.388,2 dan biaya variabel sebesar Rp 864.157,2. Dengan jumlah produksi sebanyak 3911 Kg dengan harga perkilogramnya Rp 7.000,00 maka agroindustri ini mendapatkan total penerimaan rata-rata satu kali produksi sebesar Rp 1.244.409,1. Dalam penelitian ini pada agroindustri kripik ubi jalar Sehati mendapatkan rata-rata keuntungannya adalah sebesar Rp 354.863,7. Nilai R/C dalam penelitian ini adalah sebesar 1,39 hal ini berarti jika agroindustri kripik ubi jalar Sehati mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000.000,00 maka agroindustri ini akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 13.900.000,00. Dalam penelitian ini diperoleh nilai BEPq rata-rata sebesar 127,07 Kg dan nilai BEPr rata-rata sebesar Rp 5003,5 / Kg. Ningrum (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Agroindustri Bakpao Telo (Studi Kasus pada Home Industri Lestari Malang)”, menyatakan bahwa dari penerimaan selama 1 bulan Rp 14.400.000,00 dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan selama 24x proses produksi Rp 5.783.083,00 maka akan didapatkan keuntungan usaha sebesar Rp 8.616.917,00. Dilihat dari skala industri yang tergolong industri rumah tangga (kecil), maka dapat dikatakan bahwa usaha bakpao telo Lestari sangat menguntungkan. Hasil perbandingan total revenue dan total cost ( R/C Ratio ) sebesar 2,59 ( >1), yang berarti bahwa usaha pembuatan bakpau telo Lestari efisien. Nilai tambah yang tercipta pada pengolahan ketela rambat menjadi bakapo telo adalah sebesar Rp 3.051,00 dengan imbalan tenaga kerja Rp 1.358,00 dan keuntungan sebesar Rp 1.693,00 commit to user dalam tiap satu kali proses produksi. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha 11
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
di home industri Lestari selama 23 triwulan menunjukkan bahwa usaha pengolahan bakpao telo layak untuk dikembangkan, ini dibuktikan dengan nilai NPV sebesar Rp 251.256.483,00 IRR 32,008%, dan Net B/C Ratio 5,6 pada suku tingkat bunga 17% dan waktu pengembalian biaya investasi pada triwulan ke-2. Berdasarkan dari penelitian Alhuda (2004) dan Ningrum (2006) di atas, menunjukan bahwa agroindustri dengan bahan baku ketela rambat mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Demikian pula dengan agroindustri keripik ketela ungu yang ada di Kecamatan Tawangmangu, memiliki bahan baku yang sama dengan kedua penelitian diatas, yaitu ketela rambat. Ketela rambat dapat diolah dengan cara yang mudah dan sederhana. Dengan diolah menjadi berbagai macam produk olahan makanan, akan memberikan nilai tambah pada ketela rambat. Dinarti (2009), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Usaha Agroindustri Keripik Pisang di Kabupaten Karanganyar” menyatakan bahwa dalam produksi keripik pisang rata-rata per bulan mengeluarkan biaya total sebesar Rp 4.107.934,90 dan dengan penerimaan sebesar Rp 5.613.252,80 sehingga diperoleh keuntungan Rp 1.505.317,82 tiap bulannya dengan profitabilitas usaha sebesar 36,64%. Sehingga usaha agroindustri keripik pisang ini menguntungkan. Nilai koefisien variasi sebesar 3,46>0 dengan batas bawah keuntungan (-)Rp 8.923.829,98 setiap pengolahan buah pisang sebanyak 330,31 kg. Ini berarti bahwa ada peluang kerugian yang akan diterima oleh agroindustri keripik pisang sebesar Rp 8.923.829,98. Dengan demikian usaha ini memiliki risiko yang tinggi. Tingkat efisiensi sebesar 1.37, artinya usaha agroindustri ini sudah efisien untuk dijalankan meskipun memiliki risiko yang tinggi. Dan setiap satu kg bahan baku pisang memiliki nilai tambah produk senilai Rp 8.778,08. Valentina (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur)”, menunjukkan bahwa keuntungan yang diterima dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi keripik commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
singkong dalam satu kali proses produksi pada anggota KUB Wanita Tani Makmur dari ubi kayu mentah sampai keripik singkong ½ jadi sebesar Rp 10.375,61. Sedangkan pada KUB Wanita Tani Makmur keuntungan yang diterima dari keripik singkong ½ jadi sampai matang (keripik singkong) sebesar Rp 1.610.418,99. Efisiensi usaha pengolahan ubi kayu mentah sampai keripik singkong ½ jadi di Kabupaten Karanganyar pada anggota KUB Wanita Tani Makmur adalah sebesar 1,11. Sedangkan efisiensi usaha pengolahan keripik singkong ½ jadi sampai matang pada KUB Wanita Tani Makmur sebesar 1,68. Pengolahan ubi kayu mentah menjadi keripik singkong ½ jadi yang dilakukan pada anggota KUB Wanita Tani Makmur memberikan nilai tambah bruto sebesar Rp 52.043,74 nilai tambah netto sebesar Rp 50.558,25 nilai tambah per bahan baku sebesar Rp 979,55/kg dan nilai tambah per tenaga kerja sebesar Rp 3.097,84/JKO. Sedangkan pengolahan keripik singkong ½ jadi menjadi matang pada KUB Wanita Tani Makmur memberikan nilai tambah bruto sebesar Rp 1.690.750,00 nilai tambah netto sebesar Rp 1.686.461,45 nilai tambah per bahan baku sebesar Rp 7.773,56/kg dan nilai tambah per tenaga kerja sebesar Rp 37.572,22/JKO. Berdasakan penelitian Dinarti (2009) dan Valentina (2009) tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa usaha agroindustri mampu memberikan keuntungan dan efisien untuk dijalankan meskipun terdapat peluang kerugian. Dan mengacu pada kedua penelitian diatas, usaha agroindusti keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu juga menggunakan analisis usaha yang sama. Analisis keuntungan dapat digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh. Dalam setiap usaha agroindustri terdapat resiko usaha, oleh karena itu diperlukan analisis resiko untuk mengetahui tingkat resiko yang dihadapi. Dan juga diperlukan analisis efisiensi untuk mengetahui tingkat efisiensi usaha, sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut sudah efisien atau belum untuk dijalankan.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Tinjauan Pustaka 1. Ketela Rambat Tumbuhan bergetah putih, umbi akarnya sangat bervariasi bentuk, ukuran, warna kulit (putih, kuning, coklat, merah dan ungu) dan warna didalamnya (putih, kuning, jingga, ungu). Batang menjalar, bercabangcabang. Daun tunggal tersusun spiral, helaian daun membundar telur, rata, bersudut atau bercuping menjari. Bunga aksiler, tunggal atau perbungaan terbatas, mahkota bunga bentuk corong, putih atau lembayung muda, ungu dibagian dalam tabungnya. Buah kapsul dengan 1-4 biji. Klasifikasi : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Convolvulales
Famili
: Convolvulaceae
Genus
: Ipomoea
Spesies
: I. batatas
Nama Inggris
: Sweet potato
Nama Indonesia : Ubi jalar Nama Lokal
: ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda)
Sinonim
: Convolvulus batatas L. (1753), Convolvulus edulis Thunb. (1784), Batatas edulis (Thunb.) Choisy (1833)
Tanaman ketela rambat ada 3 varietas, yaitu ketela rambat kuning, merah dan ungu. Dibanding ketela rambat putih, tekstur ketela rambat merah atau ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy) tetapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ketela rambat putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI). commit to user Makin pekat warna jingganya, makin tinggi kadar betakarotennya yang
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Namun dari ketiganya, yang mengandung paling banyak antosian adalah varietas yang berwarna ungu. Dua varietas ketela rambat ungu introduksi (Ayamurasaki dan Yamagawa-murasaki) saat ini telah diusahakan secara komersial di beberapa daerah di Jawa Timur dengan potensi hasil 15-20 ton/ha. Beberapa varietas lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya intensitasnya masih jauh dibanding kedua varietas tersebut (Riata, 2010). Ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ketela rambat menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ketela rambat juga dibuat sayuran. Terdapat pula ketela rambat yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daun dan bunganya. Ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi besar di Indonesia. Areal panen ketela rambat di Indonesia tiap tahun seluas 229.000 hektar, tersebar di seluruh propinsi, baik di lahan sawah maupun tegalan dengan produksi rata-rata nasional 10 ton per hektar. Penghasil utama ketela rambat di Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya yang menempati porsi sekitar 59 persen. Peluang perluasan areal panen masih sangat terbuka. Dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas unggul nasional, produktivitas bisa dinaikkan menjadi 30 ton per hektar. Ketela rambat bisa secara terus menerus, bergantian maupun secara tumpang sari. Ketela rambat bisa ditanam sepanjang tahun di jenis tanah apa saja dan di mana saja. Pada tanah Ultisol yang kurang subur di Kalimantan, produksinya juga cukup tinggi, 20 ton per hektar. Teknik budidaya ketela rambat mudah, tidak perlu penguasaan pengetahuan dan kultur teknis serta teknologi yang rumit, serta hama dsan penyakitnya juga sedikit. Keunggulan lain dari ketela rambat adalah umur panen ketela rambat yang singkat yaitu hanya empat bulan, sementara ubi kayu delapan bulan (Anonim, 2010). commit to user 2. Keripik Ketela Ungu
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keripik ketela ungu adalah irisan ketela ungu yang telah digoreng sampai garing. Keripik ketela ungu dapat dengan mudah dibuat, sehingga keripik ketela ungu mulai cukup banyak diusahakan. Berikut ini adalah tahapan pembuatan keripik ketela ungu : a. Pengupasan dan pengirisan Umbi dicuci, kemudian dikupas. Umbi yang telah dikupas, tapi tidak langsung diproses lebih lanjut harus direndam di dalam air. Setelah itu umbi diiris tipis-tipis. b. Perendaman di dalam larutan natrium bisulfit dan kapur Irisan umbi direndam di dalam larutan natrium bisulfit 500 ppm selama 60 menit. Kemudian irisan umbi diangkat, dan direndamkan ke larutan kapur sirih 2% selama 30 menit. Setelah itu, irisan umbi ditiriskan. c. Pemasakan ringan Air dipanaskan sampai suhu 90°C. Ke dalam dimasukkan garam (10 gram garam untuk 1 liter air). Kemudian iris umbi yang telah ditiriskan dimasukkan ke dalam air tersebut, dan diaduk pelan-pelan. Tidak lama kemudian (1-2 menit), irisan umbi segera diangkat dan ditiriskan. d. Pengeringan Irisan umbi dijemur, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai cukup kering dengan tanda mudahnya umbi patah jika diremas. e. Penggorengan Irisan umbi digoreng di dalam minyak panas (170°C) sampai garing. f. Penggulaan Untuk mendapatkan keripik manis, lakukan penggorengan diulang. Kedalam minyak agak panas (suhu 110°C) dimasukkan gula halus (50 gram gula untuk setiap 1 liter minyak), dan diaduk agar gula mencair. Setelah itu, keripik yang telah garing dimasukkan ke dalam minyak, diaduk dengan pelan, dan segera diangkat untuk ditiriskan dan didinginkan. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Pengemasan Keripik matang harus disimpan pada wadah tertutup. Keripik dapat dikemas di dalam kantong plastik, atau kotak kaleng. Kemasan harus ditutup rapat sehingga tidak dapat dimasuki oleh uap air dan udara luar. (Anonim, 2010). 3. Agroindustri Menurut BPS (1999), industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu : a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah d. Jumlah tenaga kerja lebih atau sama dengan 100 untuk industri besar Agroindustri dapat diartikan dua hal, yang pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Arti yang kedua adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Permasalahan dalam pengembangan agribisnis (dan agroindustri) adalah lemahnya keterkaitan antar subsistem di dalam agribisnis, yaitu distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran (Soekartawi, 2001). Kegiatan agroindustri dapat mempunyai peranan penting baik dalam pembangunan
pertanian
maupun
pembangunan
ekonomi.
Dalam
pembangunan pertanian, agroindustri berperan dalam diversifikasi produk hasil pertanian. Sedangkan dalam pembangunan ekonomi, agroindustri berperan dalam pemerataan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan penyumbang devisa negara (Wulandari, 2006). 4. Biaya Pengertian biaya bagi perusahaan yang kegiatannya memproduksi to user barang adalah nilai daricommit masukan yang digunakan untuk penghasilan
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keluarganya. Biaya atas penggunaan suatu barang dalam suatu usaha tertentu
merupakan manfaat
yang dikorbankan
(atau
kehilangan
kesempatan) dengan tidak menggunakan barang itu pada alternatif penggunaan yang sebaiknya (Lipsey, et al, 1990). Dilihat dari segi biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, maka biaya produksi bisa dibagi menjadi : a. Total fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total, adalah jumlah biayabiaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat outputnya. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap tingkat output. Misalnya, penyusutan alat dan sewa gedung. b. Total Variabel Cost (TVC) atau biaya variabel total, adalah jumlah biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Misalnya, biaya untuk bahan mentah, upah, biaya, angkutan. c. Total Cost (TC) atau biaya total, adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut : TC = TFC + TVC (Boediono, 2002). Menurut Djuwari (1994), biaya yang digunakan untuk produksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses produksi oleh produsen untuk masukan (input) yang berasal dari luar seperti penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi dari luar. b. Biaya implisit adalah biaya dari faktor produksi sendiri yang diikutsertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk (output). Termasuk dalam biaya ini ntara lain adalah biaya penyusutan, sewa tanah milik sendiri, upah tenaga kerja keluarga dan bunga modal sendiri. 5. Penerimaan Menurut Boediono (2002), yang dimaksud dengan penerimaan commit to user (revenue) adalah penerimaan produksi dari hasil penjualan outputnya. Untuk
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengetahui penerimaan total diperoleh dari output atau hasil produksi dikalikan dengan harga jual output. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : TR = Q x P Dimana : TR = penerimaan total Q
= jumlah output/produk yang dihasilkan
P
= harga jual Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan semakin tinggi harga
per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil. Penerimaan total yang diterima oleh produsen dikurangi biaya total yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang merupakn keuntungan yang diperoleh produsen (Soekartawi, 1995). Bentuk penerimaan dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu penerimaan yang berasal dari hasil penjualan barang-barang yang diproses dan penerimaan yang berasal dari luar barang-barang yang diproses. Penerimaan yang berasal dari luar kegiatan usaha tapi berhubungan dengan adanya kegiatan usaha, seperti penerimaan dalam bentuk bonus karena pembelian barang-barang kebutuhan kegiatan usaha, penerimaan bunga bank, nilai sisa aset (scrap value), sewa gedung, sewa kendaraan, dan lain sebagainya (Ibrahim, 2003). 6. Keuntungan Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya produksi sesuai dengan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi pada penggunaannya yang terbaik. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : p = TR - TC Dimana : p
= keuntungan
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
TR = penerimaan total TC = biaya total Keuntungan atau laba menunjukan niali tambah (hasil) yang diperoleh dari modal yang dijalankan. Setiap kegiatan yang dijalankan perusahaan tentu berdasar modal yang dijalankan. Dengan modal itulah keuntungan atau laba diperoleh. Hal inilah yang menjadi tujuan utama setiap perusahaan (Muhammad, 1995). 7. Profitabilitas Menurut
Asri
(1987),
profitabilitas
merupakan
kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, istilah rasio profitabilitas menggambarkan efisiensi usaha perusahaan. Sebuah perusahaan dikatakan lebih efisien menggunakan modalnya daripada perusahaan lain apabila mampu menunjukkan rasio profitabilitas yang tinggi, dan sebaliknya. Profitabilitas menunjukkan porsi keuntungan dari penjualan yang mampu dicapai perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu. Rasio ini dihitung dengan membandingkan keuntungan dengan penerimaan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :
Profitabilitas =
Keuntungan ´ 100% Penerimaan
8. Risiko Usaha Setiap aktivitas usaha di sektor pertanian atau agribisnis selalu dihadapkan dengan situasi ketidakpastian (uncertainly) dan risiko (risk). Faktor ketidakpastian dan risiko usaha merupakan faktor eksternalitas yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh produsen. Dikatakan risiko (risk) apabila diketahui berapa besarnya peluang terjadi risiko tersebut. Sebaliknya dikatakan ketidakpastian (uncertainly) apabila peluang terjadinya risiko tidak diketahui (Soekartawi, et al, 1993). Hakim (2009), menyatakan bahwa terdapat berbagai fungsi dalam manajemen, yang meliputi fungsi pemasaran, keuangan, produksi dan personalia. Adapun risiko tersebut antara lain : commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Risiko Fungsi Pemasaran Fungsi pemasaran dikenal dengan rumus 4P yang dimaksud sebagai singkatan dari product, price, place dan promotion. 4P ialah variabel-variabel pemasaran yang dapat dimanfaatkan agar mampu dicapai tingkat penjualan yang diinginkan, yaitu : produk (kualitas, karakteristik, jenis, ukuran, pelayanan purna jual, pengembalian); harga (daftar harga, jangka waktu pembayaran); tempat (saluran distribusi, lokasi penjualan, transportasi); dan promosi (penjualan langsung, promosi penjualan). 2. Risiko Fungsi Keuangan Berbagai risiko keuangan yang terjadi meliputi : kas (penggunaan kas yang tidak efisien atau boros, sebagai akibat tidak memiliki anggaran kas yang baik dan benar); dan tingkat bunga (tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi tinggi, pengaruhnya terhadap harga jual produk yang tidak mampu bersaing). 3. Risiko Fungsi Produksi Risiko fungsi produksi tersebut meliputi : persediaan (perubahan harga persediaan, persediaan yang menumpuk sebagai akibat lesunya penjualan, persediaan yang rusak); mutu (perubahan mutu akan mempengaruhi tingkat penjualan); mesin (mesin rusak atau mogok); dan karyawan (karyawan mogok, bertindak di luar rencana). Kegagalan
dalam
mencapai
pendapatan
yang
diharapkan
diantaranya disebabkan karena adanya berbagai risiko yang tidak dapat diselesaikan. Risiko-risiko tersebut dapat dibedakan antara risiko perusahaan dan risiko keuangan. Risiko perusahaan terjadi karena adanya berbagai alternatif penyaluran modal atau investasi yang mengakibatkan perbedaan tingkat pendapatan yang diterima oleh setiap arus investasi. Perbedaan tingkat pendapatan ini disebabkan karena setiap unit usaha memiliki sifat dan kegiatan produksi sendiri-sendiri. Risiko dalam bidang pertanian, misalnya, karena kegiatan di dalam unit usaha ini sangat commit user wabah penyakit dan perubahan dipengaruhi oleh cuaca, sifat alamtolainnya,
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harga yang tidak dapat dikuasai petani. Risiko keuangan terjadi karena hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan-keputusan dibidang
keuangan
dan
pembiayaan.
Risiko
ini
menyangkut
ketidakmampuan perusahaan membayar utang dan membayar keuntungan kepada pemilik saham (Kadarsan, 1995). Risiko pasar (market risk) adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Empat faktor standar risiko pasar adalah risiko modal, risiko suku bunga, risiko mata uang, dan risiko komoditas. Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko nilai tukar atau risiko mata uang adalah suatu bentuk risiko yang muncul karena perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang yang lain. Risiko nilai tukar yang terkait dengan instrumen mata uang asing penting diperhatikan dalam investasi asing. Risiko ini muncul karena perbedaan kebijakan moneter dan pertumbuhan produktivitas nyata, yang akan mengakibatkan perbedaan laju inflasi (Wikipedia, 2010). 9. Efisiensi Usaha Pengertian efisiensi tidak cukup hanya dikaitkan dengan jumlah barang tanpa memperhatikan mutu atau nilai barang yang dihasilkan. Seseorang dapat saja menghasilkan jumlah yang lebih banyak per satuan waktu, atau tenaga, atau biaya, namun mungkin mutu dan nilai barang yang dihasilkan relatif lebih rendah daripada yang dihasilkan orang lain pada jumlah yang lebih sedikit. Pada akhirnya tingkat efisiensi dalam suatu usaha umumnya diukur dengan nilai uang atau sesuatu yang dapat memajukan usaha atau perusahaannya (Wijandi, 1988). Pendapatan yang tinggi tidak selalu memajukan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya produksi per satuan produk yang dimaksudkan untuk memperoleh userditempuh untuk mencapai tujuan keuntungan yang optimal.commit Cara to yang
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan produksi yang telah dicapai untuk memperbesar produksi tanpa meningkatkan biaya keseluruhan (Rahardi, 1999). Menurut Soekartawi (1995), perhitungan efisiensi usaha yang sering digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C Ratio). R/C Ratio adalah perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya. R/C Ratio = R/C Keterangan : R = penerimaan total (Rupiah) C = biaya total (Rupiah) C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu merupakan industri yang mengolah ketela ungu menjadi produk olahan berupa keripik ketela ungu beserta pemasarannya. Dari usaha tersebut akan dikaji mengenai biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi dan risiko usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. 1. Biaya Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi. Biaya pengeluaran usaha agroindustri keripik ketela ungu dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Biaya tetap pada keseluruhan usaha agroindustri keripik ketela ungu skala rumah tangga berupa biaya penyusutan alat dan biaya bunga modal investasi. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh kuantitas produksi. Biaya variabel pada keseluruhan usaha agroindustri keripik ketela ungu berupa biaya bahan baku, biaya bahan penolong (minyak goring, zat pemanis makanan, bahan bakar dan bahan pengemas), biaya tenaga kerja, biaya transportasi dan pemasaran produk. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Dari perhitungan biaya tetap dan biaya variabel maka dapat diketahui besarnya biaya total. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap total/Total Fixed Cost (TFC). 2. Penerimaan Proses produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang atau jasa yang disebut input diubah menjadi barang lain atau output. Proses produksi pada usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah mengolah ketela ungu menjadi keripik beserta pemasarannya. Dalam kegiatan produksi tersebut akan diperoleh penerimaan yaitu dengan mengalikan total produksi keripik ketela ungu yang terjual (Q) dengan harga produk (P). 3. Keuntungan Dari perhitungan data akan diperoleh keuntungan dan profitabilitas. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Semakin besar penerimaan total atau semakin kecil biaya maka keuntungan yang diterima akan semakin besar, sebaliknya jika penerimaan total semakin kecil atau biaya semakin besar maka keuntungan yang diperoleh semakin kecil. 4. Profitabilitas Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan dari penjualan dengan penerimaan yang dinyatakan dalam persen (%). 5. Efisiensi usaha Perhitungan fisiensi usaha yang sering digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C Ratio). R/C Ratio adalah merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Menurut Mubyarto (1989), apabila hasil bersih usaha besar maka ini mencerminkan rasio yang lebih baik dari nilai hasil dan biaya. Makin commit to user tinggi rasio ini berarti usaha yang dijalankan semakin efisien.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Risiko usaha Dalam menjalankan usaha untuk mencapai keuntungan, pengusaha akan menghadapi risiko atas kegiatan usaha tersebut. Misalkan risiko harga, risiko selama proses produksi, dan risiko pasar. Usaha
agroindustri
keripik
ketela
ungu
adalah
dengan
menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan. Koefisien merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh pengusaha agroindustri keripik ketela ungu dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : CV = V E Dimana : CV = koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu V = simpangan baku agroindustri keripik ketela ungu E = keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari pendapatan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu dan simpangan bakunya dirumuskan : n
å Ei E=
i=1
k
n Dimana : E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit) Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu : V = ÖV2 commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut : n
å (Ei-E)2
V2 =
i=1
n–1 Dimana : V2 = Ragam keuntungan n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit) E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Untuk mengetahui batas bawah pendapatan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar digunakan rumus : L=E– 2V Dimana : L = Batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) V = Simpangan baku keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung pengusaha semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik ketela ungu (Hernanto, 1993).
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Risiko Produksi
Risiko Harga
Proses Produksi
Input
a. b. c. d.
Biaya Tetap : Penyusutan Alat Bunga Modal Investasi Cicilan pinjaman modal Ijin Departemen Kesehatan
a. b.
c. d. e. f. g.
Biaya Variabel : Bahan Baku - Ketela ungu Bahan Penolong - Gula - Garam - Pemanis buatan - Vanili - Minyak goreng Bahan bakar Pengemas Tenaga Kerja Transportasi Listrik
Output
Risiko Pasar
Biaya Total
Penerimaan Total
Analisis Usaha a. Keuntungan b. Profitabilitas c. Risiko d. Efisiensi e. Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian pada Analisis Usaha Keripik Ketela Ungu commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 1. Agroindustri adalah kegiatan yang mengolah hasil pertanian menjadi barang jadi atau setengah jadi. 2. Keripik ketela ungu adalah makanan ringan berupa irisan tipis yang dibuat dari ketela ungu yang digoreng. 3. Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk pembuatan keripik ketela ungu yaitu ketela ungu. 4. Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keripik selain bahan utama (ketela ungu), seperti gula, garam, pemanis buatan, dan minyak goreng. 5. Responden adalah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang memproduksi keripik ketela ungu. 6. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan dalam usaha pembuatan keripik ketela ungu yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 7. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh kuantitas output yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 8. Biaya tetap berupa : a. Biaya penyusutan peralatan dinyatakan dalam rupiah, dihitung dengan menggunakan metode garis lurus : Penyusutan :
nilai awal - nilai akhir umur ekonomis (bulan)
(Hernanto, 1993)
b. Biaya bunga modal investasi, yaitu perkalian dari nilai investasi dengan suku bunga riil yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Besarnya bunga modal investasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : B = Biaya Modal Sendiri x r
(Suratiyah, 2006)
Dimana : r=(i–f)/(1–f)
(Gray, et al, 1993)
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan : B = Bunga modal investasi (Rp) r
= Suku bunga riil bulan Oktober 2010 (1,830%)
i
= Suku bunga kredit investasi Bank BRI bulan Oktober 2010 (2%)
f
= Inflasi bulan Oktober 2010 (0,06%)
9. Biaya variabel (biaya tidak tetap) adalah biaya yang besarnya berubahubah secara proporsional terhadap kuantitas output yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Yang termasuk dalam biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya bahan baku, biaya bahan penolong, bahan bakar (kayu dan serbuk gergaji), pengemas (plastik), biaya tenaga kerja dan transportasi. 10. Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku pembuatan keripik ketela ungu yaitu ketela ungu yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). 11. Biaya bahan penolong adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan-bahan penolong, seperti gula pasir, garam, pemanis buatan, dan minyak goreng yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). 12. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp), dimana tenaga kerja tersebut berasal dari dalam dan luar keluarga. 13. Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk transportasi selama proses produksi mulai dari pengadaan input hingga pemasaran yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). 14. Penerimaan total agroindustri keripik ketela ungu adalah penerimaan dari usaha agroindustri keripik ketela ungu yang diperoleh dengan cara mengalikan produksi total yang terjual dengan harga per satuan produk yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) per bulan. 15. Keuntungan agroindustri keripik ketela ungu adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
16. Profitabilitas agroindustri keripik ketela ungu adalah perbandingan antara keuntungan agroindustri keripik ketela ungu dengan penerimaan yang dinyatakan dalam persen (%). 17. Efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan yang dinyatakan dalam angka. 18. Risiko adalah kemungkinan merugi yang dihadapi pengusaha, yang diperhitungkan terlebih dahulu. Risiko usaha agroindustri keripik ketela ungu ditunjukkan dari nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan. E. Pembatasan Masalah 1. Analisis usaha yang dimaksud dalam penelitian ini didasari pada biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi, dan risiko usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. 2. Agroindustri keripik ketela ungu merupakan industri yang memproduksi keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar berskala kecil yang sampai periode penelitian masih berproduksi. 3. Penelitian ini menggunakan data produksi dan biaya selama 1 bulan (Oktober 2010). F. Hipotesis 1. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan menguntungkan. 2. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan berisiko. 3. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan sudah efisien.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Asumsi 1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku di daerah penelitian. 2. Jumlah keripik ketela ungu yang diproduksi diasumsikan terjual seluruhnya. 3. Faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga diasumsikan menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar yang berlaku di daerah penelitian. 4. Aset rumah dan bangunan tidak diikutsertakan dalam perhitungan biaya tetap karena mempunyai fungsi ganda. 5. Variabel-variabel yang tidak diamati dianggap tidak berpengaruh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Menurut Surakhmad (1994), metode ini mempunyai ciriciri, memusatkan diri pada pemecahan masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dianalisis dan kemudian dijelaskan. Teknik pelaksanaan dari penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data (Singarimbun dan Effendi, 1995). B. Metode Penentuan Sampel 1. Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Desa Karanglo dan Desa Bandardawung Kecamatan Tawangmangu, karena hanya wilayah tersebut yang memproduksi keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar. 2. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha keripik ketela ungu yang mengolah ketela ungu menjadi keripik. Data mengenai jumlah pengrajin tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Jumlah Unit Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2.
Desa
Jumlah Unit Usaha Karanglo 16 Bandardawung 3 Jumlah 19 Sumber : Data Dinas Perindustrian, Perdagangan Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar 2008 commit to user
32 1
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari data pada Tabel 5, pengambilan responden dilakukan dengan cara sensus, yakni dengan cara mencatat semua responden yang diselidiki tersebut (Marzuki, 2002). Metode sensus dipilih karena jumlah responden terbatas yaitu 19 unit usaha. C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang sudah dipersiapkan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data mengenai karateristik responden, proses produksi, alat dan bahan yang digunakan, biaya-biaya (tetap dan variabel) yang dikeluarkan selama proses produksi, penerimaan, kendala dan risiko usaha. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari referensi, buku, jurnal, dan instansiinstansi yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Instansi-instansi tersebut meliputi : Badan Pusat Statistik Karanganyar, Dinas Perindustrian Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar, dan Kantor Kecamatan Tawangmangu. Data tersebut adalah data mengenai keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, dan keadaan penduduk. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Teknik observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Wawancara Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara secara indepth (luas dan mendalam) kepada responden
berdasarkan
daftar pertanyaan
yang
telah
dipersiapkan
sebelumnya. 3. Pencatatan Teknik pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari instansi atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini. E. Metode Analisis Data 1. Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Profitabilitas Usaha Agroindustri Keripik
Ketela
Ungu
di
Kecamatan
Tawangmangu
Kabupaten
Karanganyar. a. Biaya Menurut Boediono (2002), untuk menghitung biaya dalam proses produksi diperhitungkan dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel total dengan rumus : TC = TFC + TVC Dimana : TC
= Biaya total (Rp)
TFC = Biaya tetap total (Rp) TVC = Biaya variabel total (Rp) b. Penerimaan Menurut Boediono (2002), penerimaan merupakan keseluruhan produk yang dihasilkan dikalikan harga. Untuk menghitung besarnya penerimaan yang diterima, digunakan rumus : TR = Q x P Dimana : TR = Penerimaan total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Q = Jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan (kg) commit to user P = Harga per Kg (Rp)
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Keuntungan Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara penerimaan total yang diterima dengan biaya (biaya tetap ditambah biaya tidak tetap/variabel) yang dikeluarkan dalan usaha agroindustri keripik ketela ungu. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : π = TR – TC Dimana : π
= Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)
TR = Penerimaan total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) TC = Biaya total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) d. Profitabilitas Menurut Asri (1987), profitabilitas merupakan perbandingan antara keuntungan penjualan dengan penerimaan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut : Profitabilitas =
Keuntungan ´ 100% Penerimaan
2. Risiko Usaha Usaha
agroindustri
keripik
ketela
ungu
adalah
dengan
menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan. Koefisien merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh pengusaha agroindustri keripik ketela ungu dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : CV= V E Dimana : CV = koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu V = simpangan baku agroindustri keripik ketela ungu E = keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari pendapatan ratarata usaha agroindustri keripik ketela ungu dan simpangan bakunya. commit to user Simpangan baku merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung produsen.
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
n
å Ei E=
i=1
k
n Dimana : E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) n = Jumlah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu (unit) Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu selanjutnya mencari simpangan baku menggunakan metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu : V = ÖV2 Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut : n
å (Ei-E)2 V2 =
i=1
n–1 Dimana : V2 = Ragam keuntungan n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit) E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Untuk mengetahui batas bawah pendapatan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan tawangmangu Kabupaten Karanganyar digunakan rumus : L=E– 2V Dimana : L = Batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) V = Simpangan baku keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung pengusaha semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu userapabila nilai CV > 0,5 atau L < 0 akan selalu terhindar dari commit kerugian.to Dan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik ketela ungu (Hernanto, 1993). 3. Efisiensi Usaha Menurut Soekartawi (1995), untuk mengetahi efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu yang telah dijalankan selama ini dengan menggunakan perhitungan R/C rasio. R/C rasio adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal dengan nisbah antara penrimaan dan biaya. R/C ratio =
Penerimaan Biaya
Dimana : R = Penerimaan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) C = Biaya total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi adalah : a. R/C ratio < 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu tidak efisien (merugi) b. R/C ratio = 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu break even point atau baru mencapai kondisi impas (belum efisien) c. R/C ratio > 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu efisien (menguntungkan) F. Pengujian Hipotesis 1. Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama dan membuktikan hipotesis yang pertama, dapat diuji dengan menggunakan rumus : a. Biaya TC = TFC + TVC b. Penerimaan TR = Q x P c. Keuntungan π = TR – TC e. Profitabilitas
Keuntungan ´ 100% Penerimaan Hipotesis diterima jika keuntungan hasilnya positif dan profitabilitas lebih dari commit to user nol. Profitabilitas =
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua dan membuktikan hipotesis yang kedua, dapat diuji dengan menggunakan rumus : a. Koefisien Variasi CV= V E Keuntungan Rata-rata n
å Ei
E=
i=1
k
n Simpangan Baku V = ÖV2 Ragam Keuntungan n
å (Ei-E)2 V2 =
i=1
n–1 b. Batas Bawah L=E– 2V Kriteria yang digunakan dalam penilaian risiko adalah: Nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu akan selalu terhindar dari kerugian. Nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik ketela ungu. 3. Untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga dan membuktikan hipotesis yang ketiga, dapat diuji dengan menggunakan rumus :
Penerimaan Biaya Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi adalah : R/C ratio =
R/C ratio < 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu tidak efisien (merugi) R/C ratio = 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu break even point atau baru mencapai kondisi impas (belum efisien) R/C ratio > 1 Usaha
agroindustri
keripik
(menguntungkan) commit to user
ketela
ungu
efisien
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IV. KONDISI UMUM A. Kabupaten Karanganyar 1. Keadaan Alam a. Letak Geografis Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 110°40’-110°70’ BT dan 7°28’-7°46’ LS, mempunyai ketinggian rata-rata 511 meter di atas permukaan
laut
serta
beriklim
tropis
dengan
temperatur
22o–31oC. Kabupaten Karanganyar mempunyai batas-batas wilayah adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Sragen
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri
Sebelah Timur
: Provinsi Jawa Timur
Sebalah Barat
: Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali.
Kabupaten Karanganyar memiliki 17 kecamatan yaitu Jatipuro, Jatiyoso, Jumapolo, Jumantono, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karangpandan,
Karanganyar,
Tasikmadu,
Jaten,
Colomadu,
Gondangrejo, Kebakkramat, Mojogedang, Kerjo, dan Jenawi. Letak geografis Kabupaten Karanganyar ini sesuai dengan syarat tumbuh ketela ungu yaitu dataran rendah sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut, yang bersuhu 21-27oC. b. Curah Hujan Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada di Kabupaten Karanganyar yaitu di Kecamatan Colomadu, Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Karangpandan, dan Kecamatan Tawangmangu maka banyaknya hari hujan selama tahun 2009 adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret serta curah hujan terendah terjadi pada Bulan Juli, Agustus, dan September. commit to user 39
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Keadaan Tanah Kabupaten Karanganyar sebagian besar mempunyai jenis tanah yang terdiri dari tanah litosol yang berwarna cokelat (dibagian tengah) dan dibagian timur terdiri dari tanah pegunungan yang berwarna cokelat tua sampai kehitam-hitaman. Dibagian barat terdiri dari tanah mediteran andosal yang berwarna hitam, dengan dasar tanah debu andesit sampai pasir bergeluh. Berikut ini rincian jenis tanah di 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar : Tabel 6. Jenis Tanah Menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar No. Kecamatan Jatipuro 1. 2.
Jatiyoso
3. 4. 5.
Jumapolo Jumantono Matesih
6.
Tawangmangu
7.
Ngargoyoso
8. 9. 10. 11. 12.
Karangpandan Karanganyar Tasikmadu Jaten Colomadu
13.
Gondangrejo
14.
Kebakkramat
15. 16.
Mojogedang Kerjo
17.
Jenawi
Jenis Tanah Litosol Cokelat Kemerahan Litosol Cokelat Kemerahan, Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan Dan Litosol Litosol Cokelat Kemerahan Litosol Cokelat Kemerahan Mediteran Cokelat, Litosol Cokelat Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol Mediteran Cokelat Tua Mediteran Cokelat Mediteran Cokelat Aluvial Kelabu dan Grumosal Cokelat Regosol Kelabu Asosiasi Gumosol Kelabu Tua dan Mediteran Cokelat Kemerahan Aluvial Kelabu, Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Kelabu, Mediteran Cokelat, Asosiasi Grumosol Kelabu Tua, dan Mediteran Cokelat Kemerahan Litosol Cokelat, Mediteran Cokelat Litosol Cokelat Litosol Cokelat, Mediteran Cokelat Kemerahan, Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol
Sumber : Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009 commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Luas Wilayah Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah sebesar 77.377,64 Ha. Jenis tanah berpengaruh terhadap kesuburan tanah sehingga akan berpengaruh juga pada keputusan dalam penggunaan wilayah. Penggunaan wilayah di Kabupaten Karanganyar bermacammacam sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian dari kemampuan wilayah tersebut. Berikut ini adalah rincian penggunaan wilayah Kabupaten Karanganyar : Tabel 7. Penggunaan Wilayah di Kabupaten Karanganyar Tahun 2009 No. Macam Penggunaan 1. Luas Tanah Sawah a. Sawah Irigasi Teknis b. Sawah Non Teknis c. Sawah Tidak Berpengairan 2. Luas Tanah Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegalan/Kebun c. Perkebunan d. Hutan negara e. Lain-lain Total
Luas (Ha) 22.474,91 12.929,62 7.587,62 1.957,67 54.902,73 21.171,97 17.863,40 3.251,50 9.729,50 2.886,36 77.377,64
Persentase (%) 29,05 16,71 9,81 2,53 70,95 27,36 23,09 4,20 12,57 3,73 100,00
Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan wilayah di Kabupaten Karanganyar meliputi 22.474,91 Ha luas tanah sawah dengan persentase 29,05% dan 54.902,73 Ha luas tanah kering dengan persentase 70,95%. Penggunaan wilayah untuk tanah sawah yang memiliki luas terbesar adalah sawah irigasi teknis dengan luas 12.929,62 Ha dan persentase 16,71% terhadap luas total, luas terbesar kedua adalah sawah non teknis dengan luas 7.587,62 Ha dan persentase 9,81% terhadap luas total, sedangkan luas penggunaan wilayah tanah sawah yang nilainya terkecil adalah sawah tidak berpengairan dengan luas 1.957,67 Ha dan persentase 2,53% terhadap luas total. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan
wilayah
pada
tanah
kering
terdiri
dari
pekarangan/bangunan, tegalan/kebun, perkebunan, hutan negara, dan lain-lain. Penggunaan luas tanah kering yang terbesar adalah pekarangan/bangunan dengan luas 21.171,97 Ha dengan persentase 27,36% terhadap luas total. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah rumah tangga baru yang menetap di Kabupaten Karanganyar. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah atau
tegal
menjadi pekarangan/
bangunan. Sedangkan
untuk
penggunaan tanah kering yang memiliki luas terkecil adalah lain-lain dengan luas 2.886,36 Ha dan persentase 3,73% terhadap luas total. Pembagian luas tanah kering yang lain adalah meliputi tegalan/kebun dengan luas 17.863,40 Ha dan persentase 23,09% terhadap luas total, hutan negara dengan luas 9.729,50 Ha dan persentase 12,57% terhadap luas total, dan perkebunan dengan luas 3.251,50 Ha dan persentase 4,20% terhadap luas total. Berdasarkan luas areal di Kabupaten Karanganayar, sebagian besar dimanfaatkan untuk bangunan, perkebunan, dan hutan Negara, sedangkan untuk lahan sawah hanya sedikit, seperti lahan untuk produksi ketela ungu yang rata-rata hanya 670,8 Ha. 2. Keadaan Penduduk a. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Laju
pertumbuhan
penduduk
dipengaruhi
oleh
jumlah
kelahiran, jumlah kematian, dan migrasi yang terjadi di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 8. Perkembangan Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2004–2008 Jumlah Pertumbuhan Penduduk Penduduk (Jiwa) (Jiwa) 2004 830.640 7.437 2005 838.182 7.542 2006 844.634 6.452 2007 851.366 6.732 2008 865.580 14.214 Rata-rata 846.080 8.475,4 Sumber : Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009 Tahun
Persentase (%) 0,90 0,91 0,75 0,85 1,67 1,016
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2004–2008 adalah 846.080 jiwa. Penduduk Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase pertumbuhan penduduk sebesar 1,016%. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada tahun 2008 yaitu 865.580 jiwa. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008 terjadi peningkatan jumlah kelahiran sebesar 14.214 jiwa atau sebesar 1,67%,. b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk serta besarnya sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, yang dapat dihitung dengan rumus :
SR =
F ´k M
Keterangan : S = Sex ratio M = Jumlah penduduk laki-laki F = Jumlah penduduk perempuan k = Konstanta, yang besarnya adalah 100 (Mantra, 2003). Komposisi penduduk di Kabupaten Karanganyar menurut jenis commit to 9user kelamin dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 9. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (Jiwa) 429.852 435.728 865.580
Prosentase (%) 49,67 50,33 100,00
Sex Ratio
98,65
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2009 Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar menurut jenis kelamin pada tahun 2008 yaitu sebesar 865.580 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 408.349 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 457.231 jiwa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada jumlah penduduk laki-laki dari keseluruhan jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan rumus sex ratio diperoleh angka sex ratio Kabupaten Karanganyar tahun 2008 adalah sebesar 98,65. Hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan di Kabupaten Karanganyar terdapat 99 penduduk laki-laki. Banyaknya penduduk Kabupaten Karanganyar yang berjenis kelamin perempuan ini sesuai dengan tenaga kerja agroindustri keripik ketela ungu yang didominasi oleh tenaga kerja perempuan. c. Menurut Kelompok Umur Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penduduk usia non produktif dan penduduk usia produktif. Penduduk usia non produktif yaitu penduduk yang berusia 0-14 tahun (anak-anak) dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun (lansia), sedangkan penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun (Mantra, 2003). Komposisi penduduk Kabupaten Karanganyar berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 10. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 10. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut Kelompok Umur Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Umur 0 - 4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 50-54 tahun 55-59 tahun 60-64 tahun 65-69 tahun 70-74 tahun 75 tahun ke atas Jumlah
Jumlah (Jiwa) 69.465 73.695 78.095 81.888 76.949 72.015 66.382 60.931 54.694 48.033 41.185 35.742 31.612 27.860 24.135 22.899
Prosentase (%) 8,02 8,51 9,02 9,46 8,89 8,32 7,67 6,32 7,04 5,55 4,76 4,13 3,65 3,22 2,79 2,65
865.580
100,00
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2009 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa penduduk Kabupaten Karanganyar terbesar berada pada umur 15-19 tahun sebesar 81.888 jiwa atau 9,46%. Akan tetapi, apabila dilihat secara keseluruhan dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Karanganyar merupakan penduduk dalam usia produktif yaitu penduduk yang berusia antara 15-64 tahun. Hal ini sesuai dengan usia produsen keripik ketela ungu yang rata-rata memiliki usia 46 tahun. d. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting. Apabila penduduk di suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam pengembangan pembangunan di suatu wilayah. Tingkat pendidikan di suatu wilayah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan sarana commit to userpendidikan yang ada.
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 11. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tidak Sekolah Belum Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP/ Sederajat Tamat SLTA/ Sederajat Tamat Akademi/ PT Jumlah
65.060 81.167 61.446 298.694 142.701 117.394 29.653 796.115
Persentase (%) 8,17 10,19 7,72 37,59 17,92 14,75 3,72 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009 Berdasarkan
Tabel
11 dapat
diketahui bahwa tingkat
pendidikan penduduk Kabupaten Karanganyar usia 5 tahun keatas, terbesar yaitu penduduk tamat SD/sederajat sebesar 298.694 jiwa atau 37,59% dari total jumlah penduduk (di atas 5 tahun). Sedangkan tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Karanganyar terkecil yaitu penduduk yang tamat akademik/PT yaitu sebesar 29.653 atau 3,72%. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Karanganyar cukup baik karena sebagian besar penduduk telah mengenyam pendidikan. e. Menurut Mata Pencaharian Komposisi
mata
pencaharian
penduduk
suatu
daerah
dipengaruhi oleh sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang tersedia.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 12. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 Jumlah (Jiwa) Pertanian 222.794 Buruh Industri 104.204 Buruh Bangunan 49.099 Pedagang 44.762 Lain-lain (pengusaha, PNS/POLRI, 301.924 pensiunan, dan lain-lain) Jumlah 722.653 Lapangan Usaha
Persentase (%) 30,83 14,42 6,78 6,19 41,78 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009 Berdasarkan
Tabel
12
diketahui
bahwa
pengusaha,
PNS/POLRI, pensiunan, dan lain-lain menjadi matapencaharian penduduk terbesar di Kabupaten Karanganyar, yaitu sebesar 301.924 jiwa atau 41,78%. Terbesar kedua yaitu di sektor pertanian, lahan pertanian yang masih cukup luas di Kabupaten Karanganyar juga menyerap cukup banyak tenaga kerja yaitu sebesar 222.794 jiwa (30,83%). 3. Keadaan Pertanian Pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kabupaten Karanganyar sebagian tanahnya merupakan tanah pertanian yang memiliki potensi cukup baik bagi pengembangan tanaman agroindustri. Komoditas tanaman pangan di Kabupaten Karanganyar adalah padi, yang meliputi padi sawah dan padi gogo. Komoditas lainnya adalah jagung, ketela pohon, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai. Produksi komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 13.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 13. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 Komoditas Padi sawah Padi gogo Jagung Ketela pohon Ketela ungu Kacang tanah Kedelai
Luas Panen (Ha) 45.274 1.513 7.795 6.229 754 6.370 246
Produksi (Ton) 279.341 7.869 33.595 158.048 16.849 7.755 371
Produktivitas (Kw/Ha) 61,70 52,00 43,10 253,73 223,46 12,17 150,81
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, 2009 Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa padi sawah memiliki produksi terbesar pertama yaitu sebesar 279.341 ton. Produksi tanaman pangan terbesar kedua adalah ketela pohon 158.048 ton. Sedangkan tanaman pangan yang memiki produksi terkecil adalah kedelai sebesar 371 ton. Akan tetapi produktivitas paling banyak yaitu tanaman ketela pohon diikuti ketela ungu masing-masing sebasar 253,73 kw/ha dan 223,46 kw/ha. Ketela ungu yang dihasikan di Kecamatan Tawangmangu tersebut sebagian besar diolah menjadi produk lain, seperti keripik ketela ungu. 4. Keadaan Perindustrian Kondisi politik dan perekonomian yang berangsur-angsur membaik di Negara Indonesia ini, menyebabkan sektor industri dan perdagangan kembali berkembang. Jumlah industri yang ada di Kabupaten Karanganyar berdasarkan skala usaha dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 14. Industri Menurut Skala Usaha di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008 No. 1. 2. 3.
Skala Industri Besar Menengah Kecil
Jumlah (unit) 78 104 10.459
Sumber: Disperindag Kabupaten Karanganyar, 2008 Berdasarkan Tabel 14, di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 commit to user terdapat industri besar (tenaga kerja > 100 orang) sebanyak 78 unit dan
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
industri menengah (tenaga kerja = 21-99 orang) sebanyak 104 unit. Dari industri besar dan industri sedang tersebut (182 unit) mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 41.823 orang. Industri-industri besar tersebut di antaranya bergerak pada produk tekstil yaitu 61 unit, industri makanan 32 unit dan industri plastik/kimia 19 unit. Sedangkan untuk industri kecil di Kabupaten Karanganyar terdapat 10.459 unit dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 40.849 orang. Salah satu industry kecil yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu adalah industri keripik ketela ungu. B. Kecamatan Tawangmangu 1. Keadaan Alam a. Letak Geografis Kecamatan Tawangmangu merupakan salah satu kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar. Jarak dari ibukota kabupaten 27 km ke arah timur, terletak di ketinggian 1.200m di atas permukaan laut. Batas wilayah Kecamatan Tawangmangu adalah : Sebelah utara
: Kecamatan Ngargoyoso dan Kecamatan Jenawi
Sebelah selatan
: Kecamatan Jatiyoso
Sebelah barat
: Kecamatan Matesih dan Kecamatan Karangpandan
Sebelah timur
: Provinsi Jawa Timur
Kecamatan Bandardawung,
Tawangmangu
Sepanjang,
terdiri
Tawangmangu,
dari
10
Kalisoro,
desa,
yaitu
Blumbang,
Gondosuli, Tengklik, Ngeblak, Karanglo dan Plumbon. b. Luas Wilayah Luas wilayah Kecamatan Tawangmangu adalah 7.003,16 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah dan luas tanah kering. Luas tanah sawah hanya terdiri dari sawah sederhana. Sedangkan untuk luas tanah kering terbagi atas pekarangan/bangunan, tegalan/kebun, hutan, perkebunan dan lainnya. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini :
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 15. Penggunaan Wilayah di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2009 No. Macam Penggunaan 1. Luas Tanah Sawah 2. Luas Tanah Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegalan/Kebun c. Perkebunan d. Hutan e. Lain-lain Total
Luas (Ha) 713,39 6.289,77 619,20 1.328,88 38,14 4.187,34 112,21 7.003,16
Persentase (%) 10,19 89,81 8,84 18,98 0,54 59,79 1,60 100,00
Sumber: Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa luas tanah yang seluruhnya digunakan untuk sawah yaitu sebesar 713,39 Ha atau sebesar 10,19% dari luas total. Sedangkan luas tahan kering adalah sebesar 6.289,77 Ha (89,81%) yang masih didominasi luas hutan yaitu sebesar 4.187,34 Ha dengan persentase 59,79% dari luas total, kemudian dimanfaatkan untuk tegalan/kebun sebesar 1.328,88 Ha dengan persentase 18,98% dari luas total. Penggunaan lahan kering paling sedikit adalah untuk perkebunan yang hanya 38,14 Ha atau 0,54% dari luas total. Bangunan yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu salah satunya bangunan rumah yang memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tempat tinggal dan industri kecil, seperti industri keripik ketela ungu. 2. Keadaan Penduduk a. Pertumbuhan Penduduk Jumlah dan pertumbuhan penduduk di suatu daerah sangat penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, dan dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sekarang dan saat mendatang. Berdasarkan data BPS tahun 2009 kepadatan penduduk di Kecamatan Tawangmangu sebesar 645 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, jumlah kematian, dan migrasi yang terjadi di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk Kecamatan to userdapat dilihat pada Tabel 16. Tawangmangu selama 5commit tahun terakhir
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 16. Perkembangan Penduduk Kecamatan Tawangmangu Tahun 2004–2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Jumlah Penduduk (Jiwa) 44.382 44.605 44.874 44.892 45.182 44.787
Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) 223 269 18 290 200
Persentase (%) 0,50 0,60 0,04 0,65 0,48
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah penduduk Kecamatan Tawangmangu tahun 2004–2008 adalah 44.787 jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 200 jiwa atau dengan persentase pertumbuhan sebesar 0,48%. Jumlah penduduk terbesar adalah tahun 2008 yaitu sebesar 45.182 jiwa, dengan peningkatan jumlah penduduk 290 jiwa atau sebesar 0,65% yang tersebar di 10 desa. Peningkatan jumlah penduduk mendukung ketersediaan tenaga kerja dan menjadi potensi pasar bagi agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu. Tabel 17. Penyebaran Penduduk di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008 No. Desa/Kelurahan 1. Bandardawung 2. Sepanjang 3. Tawangmangu 4. Kalisoro 5. Blumbang 6. Gondosuli 7. Tengklik 8. Ngeblak 9. Karanglo 10. Plumbon Jumlah
Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.050 3.811 8.407 4.482 3.987 3.540 3.814 5.285 3.601 4.295 45.182
Persentase (%) 8,96 8,43 18,61 9,92 8,82 7,83 8,44 11,70 7,97 9,51 100,00
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa penyebaran penduduk di setiap desa di Kecamatan Tawangmangu sudah cukup merata. Desa yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah Desa/Kelurahan Tawangmangu, yaitu sebesar 8.407 jiwa atau 18,61% dari jumlah total. Sedangkan desa/kelurahan yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa/Kelurahan Gondosuli yaitu sebesar 3.540 jiwa atau 7,83% dari jumlah total. b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan data dari BPS Kecamatan Tawangmangu Tahun 2009, jumlah penduduk di Kecamatan Tawangmangu tahun 2008 mencapai 45.182 jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk serta besarnya sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Komposisi penduduk di Kecamatan Tawangmangu menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18. Komposisi Penduduk Kecamatan Tawangmangu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (Jiwa) 22.252 22.930 45.182
Persentase (%) 49,25 50,75 100,00
Sex Ratio
97
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Tawangmangu menurut jenis kelamin pada tahun 2008 yaitu sebesar 45.182 jiwa. Jumlah penduduk perempuan sebesar 22.930 jiwa (50,75%) dan jumlah penduduk laki-laki sebesar 22.252 jiwa (49,25%) sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada jumlah penduduk laki-laki dari keseluruhan jumlah penduduk di user Kecamatan Tawangmangu. commit to
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Besarnya angka sex ratio Kecamatan Tawangmangu tahun 2008 adalah 97. Hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan di Kecamatan Tawangmangu terdapat 97 penduduk laki-laki. Banyaknya penduduk Kabupaten Karanganyar yang berjenis kelamin perempuan ini sesuai dengan tenaga kerja agroindustri keripik ketela ungu yang didominasi oleh tenaga kerja perempuan. c. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting. Apabila penduduk di suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam pengembangan pembangunan di suatu wilayah. Tingkat pendidikan di suatu wilayah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan sarana pendidikan yang ada. Tabel 19. Komposisi Penduduk Kecamatan Tawangmangu Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Belum Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP/ Sederajat Tamat SLTA/ Sederajat Tamat Akademi/ PT Jumlah
Jumlah (Jiwa) 3.331 4.503 4.193 20.540 4.906 3.386 737 41.596
Prosentase (%) 8,01 10,83 10,08 49,38 11,79 8,14 1,77 100,00
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 Berdasarkan
Tabel
19 dapat
diketahui bahwa tingkat
pendidikan penduduk Kecamatan Tawangmangu terbesar yaitu penduduk tamat SD/sederajat sebesar 20.540 jiwa atau 49,38% dari total jumlah penduduk (5 tahun keatas). Sedangkan tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Tawangmangu terendah yaitu penduduk yang tamat akademi/PT sebesar 737 atau 1,77%. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk commit to user Kecamatan Tawangmangu relatif
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rendah karena sebagian besar penduduk tidak mengenyam wajib belajar 9 tahun, yaitu hanya tamat SD/Sederajat. Tingkat pendidikan ini sesuai dengan produsen keripik ketela ungu yang sebagian besar menempuh pendidikan sampai tingkat SD. d. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian Komposisi
matapencaharian
penduduk
suatu
daerah
dipengaruhi oleh sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang tersedia. Tabel 20. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008 Matapencaharian Petani dan buruh tani Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Pengusaha, pengangkutan, PNS/TNI/POLRI, pensiunan, jasa, dan lain-lain Jumlah
Jumlah Persentase (Jiwa) (%) 17.549 46,45 1.084 2,87 1.779 4,71 4.450 11,78 12.916 34,19 37.778
100,00
Sumber : Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa sektor pertanian menjadi matapencaharian penduduk di Kecamatan Tawangmangu terbesar yaitu sebesar 17.549 jiwa atau 46,45%. Sedangkan buruh industri
menjadi
mata
pencaharian
penduduk
di
Kecamatan
Tawangmangu terkecil yaitu sebesar 1.084 jiwa atau sebesar 2,87%. Banyaknya penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani ini termasuk didalamnya adalah petani ketela ungu yang menyediakan bahan baku bagi agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu.
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Keadaan Pertanian Pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Komoditas tanaman pangan utama di Kecamatan Tawangmangu adalah padi sawah, jagung, dan ketela ungu. Produksi komoditas pertanian tanaman pangan di Kecamatan Tawangmangu dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008 No. 1. 2. 3.
Komoditas Padi sawah Jagung Ketela ungu
Luas (Ha) 114,7 103 83
Produksi (Ton) 7.077 444 1.859
Produktivitas (Kw/Ha) 61,70 43,11 223,98
Sumber: Kecamatan Tawangmangu dalam Angka 2009 Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa padi sawah memiliki produksi terbesar pertama. Produksi tanaman pangan terbesar kedua adalah ketela ungu. Produksi ketela ungu lebih rendah daripada padi sawah karena tidak semua wilayah di Kecamatan Tawangmangu menghasilkan ketela ungu. Hal ini menyebabkan kebutuhan ketela ungu untuk industri keripik ketela ungu tidak tercukupi, sehingga dibutuhkan ketela ungu dari luar Tawangmangu. Sedangkan tanaman pangan yang memiki produksi terkecil adalah jagung. 4. Keadaan Perindustrian Jumlah industri di Kecamatan Tawangmangu apabila diklasifikasikan menurut kelompok usaha dapat dibedakan menjadi industri berskala besar, menengah, kecil dan rumah tangga. Akan tetapi hanya terdapat industri kecil dan industri rumah tangga di Kecamatan Tawangmangu. Jumlah industri kecil dan rumah tangga di Kecamatan Tawangmangu pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 22. Banyaknya Industri Kecil dan Menengah Menurut Kelompok Usaha di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2008 Industri A. Industri Rumah Tangga 1. Industri keripik ketela 2. Industri stroberi 3. Industri keripik pisang 4. Industri tempe 5. Industri kue lempit 6. Industri jamu 7. Industri meubel 8. Industri kerajinan kayu, bambu dan sejenisnya 9. Industri batu kapur 10. Industri penyulingan 11. Industri konveksi B. Industri kecil 1. Industri keripik ketela ungu 2. Industri tempe 3. Industri jahe 4. Industri penyulingan Jumlah
Jumlah (unit) 5 9 11 27 9 1 14 15 2 1 5 19 2 2 1 123
Sumber: Disperindag Kabupaten Karanganyar, 2008 Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa cukup banyak industri yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu. Industri skala rumah tangga mendominasi banyaknya industri yang ada di Kecamatan Tawangmangu, yaitu sebanyak 99 unit. Sedangkan industri kecil sebanyak 24 unit. Semakin meningkatnya jumlah industri yang ada di Kecamatan Tawangmangu diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Tawangmangu. Industri Kecil yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu adalah industri keripik ketela ungu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar belakang responden yang berkaitan dan berpengaruh terhadap kegiatannya dalam menjalankan usaha. Responden dalam penelitian ini adalah produsen keripik ketela ungu yang pada masa penelitian masih aktif berproduksi. Karakteristik dari responden produsen keripik ketela ungu meliputi identitas (usia responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi, dan lama mengusahakan), status usaha dan alasan mengusahakan. Identitas responden pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini : Tabel 23. Identitas Responden Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Uraian Usia responden (tahun) Lama pendidikan (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang) Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha (orang) Lama mengusahakan (tahun) Jumlah tenaga kerja luar keluarga (orang)
Rata-rata per Responden 46 7 5 3 8 11
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1) Menurut Mantra (2003), penduduk berumur 0-14 tahun termasuk golongan penduduk yang belum produktif, umur 15 – 64 tahun termasuk golongan penduduk yang produktif, dan umur 65 tahun ke atas termasuk golongan penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan Tabel 23 di atas dapat diketahui bahwa umur rata-rata produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah 46 tahun yang berarti termasuk dalam umur produktif. Umur produktif disini berhubungan dengan kemampuan commit to user fisik atau tenaga produsen dalam melakukan kegiatan produksi keripik ketela
57
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ungu. Pada umur produktif tersebut, produktivitas kerja produsen keripik ketela ungu masih cukup tinggi sehingga diharapkan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan
Tawangmangu
Kabupaten
Karanganyar masih dapat
terus
dikembangkan. Seluruh produsen agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar pernah menempuh pendidikan secara formal, walaupun pada tingkatan yang berbeda–beda. Rata-rata pendidikan formal yang ditempuh oleh responden produsen keripik ketela ungu adalah 7 tahun. Dari 19 responden, terdapat 13 responden yang hanya menempuh pendidikan sampai pada tingkat SD atau yang sederajat (SR). Walaupun demikian, ada 4 orang responden yang telah mencapai tingkat SLTP/SMP, yaitu selama 9 tahun dan 2 orang responden telah mencapai tingkat SLTA/SMA, yaitu selama 12 tahun. Pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini, tingkat pendidikan berpengaruh terhadap agroindustri keripik ketela ungu yaitu dalam hal manajemen, sedangkan dalam proses produksinya yang lebih dibutuhkan adalah pengalaman, baik yang diperoleh dari produsen sendiri maupun dari orang lain. Dengan kata lain, diperlukan pendidikan formal dan non formal untuk menjalankan sebuah usaha dengan baik. Jumlah rata-rata anggota keluarga produsen agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebanyak 5 orang. Besar kecilnya jumlah anggota keluarga ini tidak terlalu berpengaruh terhadap ketersediaan jumlah tenaga kerja untuk agroindustri keripik ketela ungu, mengingat agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini merupakan industri yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga, baik dalam proses produksi maupun pemasarannya. Jumlah anggota keluarga yang ikut aktif dalam industri keripik ketela ungu rata-rata sebanyak 3 orang. Biasanya anggota keluarga yang aktif dalam industri keripik ketela ungu adalah suami dan istri, sedangkan anggota keluarga yang lain bekerja pada sektor lain, masih menempuh pendidikan, commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merantau di luar kota atau termasuk umur non produktif (anak-anak dan lanjut umur). Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar rata-rata berdiri selama 8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden cukup berpengalaman dalam memproduksi keripik ketela ungu. Pengalaman yang dimiliki oleh para produsen akan berguna dalam mengatasi berbagai kendala usaha yang mungkin produsen hadapi, misalnya dalam teknis tahapan produksi keripik ketela ungu. Keberadaan industri keripik ketela ungu selama 8 tahun ini menunjukkan bahwa industri keripik ketela ungu telah dapat membantu para produsen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari produsen dan juga dalam penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja luar keluarga rata-rata berjumlah 11 orang, jadi total tenaga kerja sebanyak 14 orang. Berdasarkan kriteria skala usaha menurut BPS (1999), agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar termasuk dalam industri skala kecil, yaitu dengan jumlah tenaga kerja antara 9-15 orang. Sebagian besar tenaga kerja luar keluarga ini berasal dari desa setempat dan hampir seluruhnya berjenis kelamin perempuan. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat berstatus sebagai usaha utama ataupun usaha sampingan. Data mengenai status usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini : Tabel 24. Status Usaha Agroindustri Keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. Status Usaha Jumlah (Responden) 1. Utama 18 2. Sampingan 1 Jumlah 19 Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1)
Persentase (%) 94,74 5,26 100
Tabel 24 diatas menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dijadikan sebagai usaha utama oleh 94,74% responden atautosebanyak 18 orang, disamping tidak commit user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki pekerjaan lain, industri tersebut juga membutuhkan waktu penuh untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan cukup banyaknya tenaga kerja dan modal yang digunakan yang harus dipantau oleh produsen sendiri setiap saat. Akan tetapi, beberapa dari responden juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani. Sebesar 5,26% responden atau 1 orang menjadikan agroindustri keripik ketela ungu ini sebagai usaha sampingan dengan pekerjaan utama sebagai supir bus. Alasan responden menjalankan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 25 berikut : Tabel 25. Alasan Responden Mengusahakan Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2. 3. 4.
Alasan Usaha
Bahan baku tersedia Menguntungkan Tidak mempunyai pekerjaan lain Meniru tetangga Jumlah Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1)
Jumlah Persentase (Responden) (%) 6 31,58 5 26,32 5 26,32 3 15,78 19 100,00
Tabel 25 menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar diusahakan karena beberapa alasan. Alasan yang tertinggi yaitu sebesar 31,58% atau sebanyak 6 orang responden mengusahakan industri keripik ketela ungu karena bahan baku keripik ketela ungu tersedia di Kabupaten Karanganyar. Hal tersebut menjadikan produsen berinisiatif mengolah ketela ungu tersebut menjadi produk lain, baik yang berstatus usaha utama ataupun usaha sampingan. Alasan lain yaitu menguntungkan dan tidak mempunyai pekerjaan lain masing-masing sebesar 26,32% atau sebanyak 5 orang responden. Dengan mengolah ketela ungu menjadi produk lain (keripik) dapat memberikan nilai tambah ketela ungu itu sendiri, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi produsen keripik ketala ungu. Selainto itu, commit userprodusen juga tidak mempunyai
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pekerjaan lain, hal terkait dengan jenis mata pencaharian di daerah penelitian yang terbatas jumlahnya. Kondisi alam daerah penelitian yang banyak terdapat ketela ungu membuat masyarakat memanfaatkan ketela ungu untuk dibuat
keripik
ketela
ungu,
sehingga
sebagian
masyarakat
telah
menggantungkan hidupnya pada industri keripik ketela ungu ini. Alasan lain responden mengusahakan industri keripik ketela ungu yaitu karena meniru usaha tetangga yang sudah lebih dulu mengusahakan industri keripik ketela ungu, yaitu sebesar 15,78% atau sebanyak 3 orang responden. Melihat produsen lain yang sukses menjalankan usaha industri keripik ketela ungu tersebut, membuat sebagian orang tertarik untuk mengusahakannya. B. Modal Usaha Produsen keripik ketela ungu membutuhkan modal untuk memulai usahanya, baik untuk membeli peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan keripik ketela ungu, maupun untuk memasarkan keripik ketela ungu yang telah dihasilkan. Sumber modal yang digunakan oleh produsen agroindstri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 26 berikut ini. : Tabel 26. Sumber Modal Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2. 3.
Uraian Modal sendiri Modal pinjaman Sendiri dan pinjaman Jumlah
Jumlah (Responden) 10 0 9 19
Persantase (%) 52,63 0 47,37 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 1) Tabel 26 diatas menunjukkan bahwa sebesar 52,63% atau sebanyak 10 orang responden produsen agroindstri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menggunakan sumber modal berupa commit to user atau sebesar 47,37% responden modal sendiri. Sisanya 9 orang responden
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
menggunakan modal sendiri dan pinjaman. Modal pinjaman tersebut berasal dari LIPI, Danamon, BRI, BNI dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan). Produsen yang mendapatkan modal pinjaman dari LIPI adalah produsen yang tergabung dalam kelompok Koperasi Akar Mulya, yang merupakan koperasi yang menaungi produsen keripik ketela ungu skala kecil yang ada di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Modal tersebut berasal dari LIPI yang dipinjamkan secara bergilir. Saat ini baru 3 produsen yang menerima pinjaman tersebut, yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara Koperasi. Modal tersebut diberikan pada produsen keripik ketela ungu dengan bunga rendah (0,5% per bulan) untuk perbaikan tempat produksi keripik ketela ungu. Akan tetapi pada kenyataanya modal tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk perbaikan tempat, tetapi untuk menambah modal dalam proses produksinya. Hal ini dikarenakan produsen keripik ketela ungu menganggap bahwa tempat yang digunakan untuk proses produksi keripik ketela ungu sudah layak. C. Bahan-bahan dalam Proses Produksi Keripik Ketela Ungu 1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah ketela ungu, yaitu salah satu jenis ketela rambat yang berwarna ungu. Bahan baku ketela ungu tersedia di Kabupaten Karanganyar. Akan tetapi ketersediaanya bahan baku tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, produsen keripik ketela ungu mencari di luar Kabupaten Karanganyar, seperti di daerah Magetan, Ngawi dan Pacitan, bahkan ada pula yang sampai mencari hingga ke Jawa Barat, seperti Bandung. Bahan baku ketela ungu yang berasal dari Kabupaten Karanganyar mempunyai kualitas yang lebih baik dan warna yang lebih menarik bila commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibandingkan dengan ketela ungu yang berasal dari luar Kabupaten Karanganyar, yaitu rasanya lebih manis dan warnanya ungu pekat. Sedangkan yang berasal dari luar Kabupaten Karanganyar biasanya rasanya tidak terlalu manis dan warnanya ungu kemerahan, sehingga jika diolah membutuhkan bahan penolong untuk memberikan rasa manis yang cukup banyak, dan warnanya pun tidak begitu menarik. Produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memperoleh bahan baku dengan membeli langsung pada petani dan ada juga yang pada pengepul. Cara memperoleh bahan baku untuk agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 27 berikut ini : Tabel 27. Cara Produsen Memperoleh Bahan Baku Ketela Ungu untuk Produksi Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. Uraian Jumlah (Produsen) 1. Membeli pada petani lokal 1 2. Membeli pada pengepul 5 3. Membeli pada petani lokal 13 dan pengepul Jumlah 19 Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2)
Persentase (%) 5,26 26,32 68,42 100,00
Berdasarkan Tabel 27, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar produsen keripik ketela ungu memperoleh bahan baku dengan membeli ke petani lokal dan pengepul. Banyaknya produsen yang memilih mendapatkan bahan baku dari petani lokal dan pengepul dikarenakan jika hanya dari petani lokal saja sulit mendapatkannya, produsen harus pesan terlebih dahulu sebelum ketela ungu dipanen dan harganya juga sedikit lebih mahal, sehingga terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, oleh karena itu produsen juga membeli membeli ketela ungu melalui pengepul. Sebanyak 26,32% atau 5 orang memilih memperoleh bahan baku ketela ungu melalui pengepul. Hal ini karena produsen merasa lebih mudah memperoleh bahan baku, yaitu dengan menghubungi pengepul yang sebagian commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
besar sudah menjadi langganan para produsen keripik ketela ungu. Selain itu harganya juga terkadang lebih murah bila dibandingkan dengan membeli langsung ke petani yaitu sekitar Rp 1.800,00/kg, sedangkan yang langsung ke petani harga ketela ungu sekitar Rp 2.000,00/kg. Hal ini disebabkan karena pengepul membeli ketela ungu pada petani lokal dalam jumlah besar sehingga harga beli pengepul ke petani lebih murah. Selain itu ketela ungu yang dibeli pengepul tidak hanya dari petani lokal tetapi juga dari luar kota, seperti Magetan dan Pacitan yang harganya lebih murah dengan kualitas lebih rendah dari ketela ungu lokal, sehingga pengepul dapat menjual pada produsen keripik ketela ungu dengan harga yang lebih murah. Hanya 5,26% atau 1 orang yang memilih memperoleh bahan baku ketela ungu langsung ke petani. Alasannya karena lebih dekat dengan rumah sehingga lebih cepat mendapatkan bahan baku ketela ungu meskipun harus mendatangi langsung ke setiap petani ketela ungu. Sistem penyimpanan bahan baku ketela ungu semua produsen keripik ketela ungu yaitu dengan cara di stok untuk 2-7 hari. Artinya, setiap melakukan pembelian bahan baku, tidak habis digunakan untuk satu kali proses produksi. Hal ini karena produsen keripik ketela ungu membeli bahan baku ketela ungu dalam jumlah besar. Sehingga setiap melakukan pembelian bahan baku digunakan untuk beberapa kali produksi, yaitu antara 1-3 kali produksi. Cara pembayaran bahan baku ketela ungu dilakukan dengan cara kontan dimuka dan dibelakang, dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini : Tabel 28. Cara Pembayaran Bahan Baku Ketela Ungu di Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2. 3.
Uraian
Jumlah (Responden) 12 2 5
Persentase (%) 63,16 10,53 26,32
19
100,00
Kontan dimuka pada petani Kontan dibelakang pada pengepul Kontan dimuka pada petani dan dibelakang pada pengepul Jumlah commit to user Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2)
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
Sebanyak 63,16% atau 12 orang memilih melakukan pembayaran bahan baku dengan cara kontan dimuka. Sebagian besar produsen yang membayar kontan dimuka adalah yang membeli bahan baku langsung dari petani. Pada umumnya, petani meminta pembayaran dimuka karena setelah ketela ungu dipanen, petani membutuhkan modal untuk menggarap kembali sawah mereka. Akan tetapi ada juga yang membayar kontan dimuka pada pengepul. Bukan pengepul yang meminta pembayaran dimuka, tetapi biasanya produsen keripik ketelanya sendiri yang melakukan pembayaran seperti itu, karena produsentidak mau terbebani dengan hutang kepada pengepul. Pembayaran kontan dimuka dan dibelakang biasanya dilakukan oleh produsen yang memperoleh bahan baku ketela ungu dari petani dan pengepul. Terdapat 5 orang atau sebesar 26,32%, pembayaran kontak dimuka untuk petani dan kontan dibelakan untuk pengepul. Sedangkan sisanya 10,53% atau sebanyak 2 orang melakukan cara pembayaran bahan baku kontan dibelakang. Cara pembayaran ini dilakukan produsen keripik ketela ungu untuk pengepul. 2. Bahan-bahan penolong Bahan penolong adalah merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan ketela ungu menjadi keripik ketela ungu selain bahan utama. Bahan penolong yang digunakan dalam produksi keripik ketela ungu terdiri dari : a. Gula pasir Gula merupakan salah satu bahan penolong yang berfungsi sebagai bahan pemanis dalam proses produksi keripik ketela ungu. Jenis gula yang digunakan adalah gula pasir, alasannya agar tidak merubah warna ketela ungu. Perbandingan pemakaian gula pasir ini ± 1 : 0,005. Maksudnya adalah setiap 1 kg bahan baku ketela ungu membutuhkan sekitar 0,005 kg gula pasir. Harga gula pasir per kilogram adalah sekitar Rp 10.000,00. b. Pemanis buatan Selain gula yang digunakan untuk menambah manis, produsen keripik ketela ungu juga menambahkan pemanis buatan kedalam proses commit to user jika produsen hanya menggunakan produksinya. Hal ini dilakukan karena
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
gula saja, maka produsen harus mengeluarkan lebih banyak biaya, sehingga produsen menambahkan pemanis buatan yang harganya jauh lebih murah, yaitu sekitar Rp 1.000,00/pcs. Produsen menggunakan sakarin merk “Sari Tebu”. Jumlah sakarin yang digunakan sesuai dengan ketentuan dari Departemen Kesehatan yaitu penggunaan 1 pcs (5 gram) pemanis buatan untuk 5 kg gula pasir, atau 1 gram sakarin untuk 1 kg gula pasir. c. Garam Bahan penolong lain yang digunakan adalah garam. Dalam. Fungsinya yaitu memberikan rasa gurih pada keripik ketela ungu. Jenis garam yang digunakan pada umumnya adalah garam kotak (Rp 400,00/kotak) dan garam halus (Rp 2.500,00/pcs). d. Vanili Vanili merupakan bahan penolong yang berfungsi sebagai penambah aroma keripik ketela ungu. Jumlah yang dibutuhkan adalah 1 bungkus untuk 10 kg ketela ungu, sehingga tidak menghilangkan aroma khas ketela ungu itu sendiri. Harga vanili per bungkusnya yaitu Rp 500,00. e. Minyak goreng Bahan penolong lain yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak selain gula yaitu minyak goreng. Produsen membeli minyak goreng dalam kemasan jligen. Dimana dalam satu jligen berisi 17 kg minyak goreng. Dengan membeli minyak goreng dalam jumlah besar harganya lebih ekonomis, yaitu sekitar Rp 9.000,00/kg. Dalam proses produksi keripik ketela ungu untuk bahan baku ketela ungu 100 kg membutuhkan bahan penolong sebagai berikut : 0,5 kg gula pasir; 1 bungkus pemanis buatan; 0,2 kotak garam; dan 13,6 kg minyak goreng. 3. Bahan bakar Dalam proses produksi keripik ketela ungu membutuhkan bahan bakar untuk proses penggorengan. Bahan bakar yang digunakan produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
a. Kayu Proses penggorengan keripik ketela ungu dilakukan diatas tungku, sehingga membutuhkan kayu untuk bahan bakarnya. Kayu tersebut biasanya diperoleh dari pedagang kayu bakar yang langsung diantar ke rumah produsen keripik ketela ungu. b. Serbuk gergaji Sebagai bahan pelengkap bahan bakar, digunakan serbuk gergaji yang biasa disebut dengan “emput”. Fungsinya agar api tetap stabil menyala, dan juga emput ini digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Memudahkan dalam menyalakan api. Naiknya harga minyak tanah yang cukup signifikan belakangan ini membuat produsen keripik ketela ungu kewalahan memenuhi kebutuhan minyak tanah, sehingga produsen beralih ke serbuk gergaji yang harganya jauh lebih ekonomis. 4. Pengemasan Yang dibutuhkan dalam proses pengemasan keripik ketela ungu yaitu : a. Plastik Plastik digunakan untuk mengemas keripik ketela ungu yang siap dipasarkan. Ukuran plastik yang digunakan yaitu 2,5 kg dan 5 kg. Produsen tidak mengemas keripik dalam ukuran kecil. Hal ini karena produsen tidak memasarkan langsung konsumen dalam bentuk eceran, akan tetapi dalam bentuk grosir pada pengepul maupun toko-toko. b. Label Seluruh produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menggunakan label yang bertuliskan merk produk masing-masing. Selain itu produsen juga mencantumkan komposisi bahan, nomor Departemen Kesehatan dan nomor telepon. Dengan adanya nomor Departemen Kesehatan yang tercantum dalam label mebuktikan bahwa keripik ketela ungu yang diproduksi telah melalui uji kesehatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Nomor dari Departemen Kesehatan tersebut harus diperbaharui setiap 5 tahun sekali. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
D. Peralatan yang Digunakan dalam Proses Produksi Keripik Ketela Ungu Produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar selain membutuhkan bahan baku dan bahan penolong untuk menjalankan usahanya, juga memerlukan peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Peralatan yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebagian besar adalah peralatan non mekanis, bahkan ada beberapa diantara peralatan tersebut yang dibuat sendiri dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya. Peralatanperalatan yang digunakan dalam proses produksi keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar antara lain sebagai berikut: 1. Pengupas ketela Pengupas ketela sama dengan alat yang digunakan untuk mengupas ketimun atau kentang. Alat ini lebih cepat bila dibandingkan mengupas kulit ketela dengan menggunakan pisau biasa. 2. Pisau Pisau digunakan untuk mencungkil bagian-bagian ketela yang sulit dibersihkan dengan pengupas ketela. 3. Mesin pemotong ketela Mesin pemotong ketela merupakan satu-satunya alat mekanis yang digunakan dalam proses pembuatan keripik ketela ungu. Penggunaannya membutuhkan tenaga listrik. Cara menggunakannya yaitu setelah dihubungkan dengan listrik, ketela ungu yang sudah dikupas dan dicuci bersih dimasukkan kedalam mesin tersebut. Lebih praktis dan cepat bila dibandingkan dengan cara manual, akan tetapi hanya sedikit produsen menggunakan mesin ini. Selain membutuhkan modal yang cukup besar karena harganya yang mahal, hasil irisan ketela juga tidak halus seperti yang dilakukan dengan cara manual. 4. Pasah Pasah juga berfungsi sama seperti mesin pemotong ketela. Bedanya, pasah merupakan alat manual. Walaupun tidak efisien waktu, tapi sebagian besar commit to user produsen justru menggunakan pasah untuk mengiris ketela. Selain lebih
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
ekonomis, hasil irisan ketela juga lebih halus. Produsen biasanya membuat pasah sendiri. Karena bahan yang digunakan cukup mudah diperoleh, yaitu kayu. Pembuatannya pun sangat sederhana. Kayu dipotong balok memanjang dan ditengahnya diberi mata pisau. 5. Ember besar Ember besar berfungsi sebagai tempat untuk mencuci ketela ungu setelah dikupas dan setelah diiris. 6. Ember kecil Setelah ketela diiris dan dicuci bersih, ember kecil disiapkan untuk merendam ketela ungu yang berisi campuran air dengan gula, pemanis buatan, garam dan vanili. 7. Tampah Tampah digunakan untuk meniriskan ketela ungu yang sudah direndam campuran air dengan gula, pemanis buatan, garam dan vanili, serta untuk meniriskan ketela ungu setelah digoreng menjadi keripik ketela ungu. 8. Tungku Tungku merupakan alat buatan sendiri yang digunakan untuk proses penggorengan ketela menjadi keripik. Tungu dibuat dari semen dan pasir. Antara tungku yang satu dengan yang lain tidak ada jaraknya (gandeng). 9. Wajan Wajan digunakan untuk menggoreng keripik ketela ungu. Jenis wajan yang digunakan adalah wajan berukuran besar yang terbuat dari tembaga. 10. Sotil Sotil jarang digunakan. Hanya sesekali digunakan untuk membalikbalikkan ketela ungu yang sedang digoreng. 11. Serok Selain digunakan untuk mengangkat keripik ketela ungu yang sudah masak dari wajan, serok juga berfungsi sebagai pengganti sotil, yaitu untuk membalik-balikan ketela ungu yang sedang dimasak. Dibanding sotil, serok lebih sering digunakan karena lebih lebar sehingga lebih mudah digunakan commit to user untuk membalik-balikkan ketela ungu yang sedang digoreng.
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12. Timbangan Setelah keripik ketela ungu matang dan ditiriskan, keripik ditimbang sesuai dengan kebutuhan pengemasan. Keripik yang sudah ditimbang siap dikemas. E. Proses Produksi Keripik Ketela Ungu Bahan baku utama pembuatan keripik ketela ungu adalah ketela ungu, sehingga ketela ungu harus dipersiapkan terlebih dahulu. Proses pembuatan ketela ungu menjadi keripik cukup sederhana. Dimulai dari persiapan bahan baku dan bahan penolong hingga proses pengemasan. Berikut ini adalah proses pembuatan keripik ketela ungu secara skematis : Bahan Baku Ketela Ungu Pengupasan Kulit Pencucian I
Pemotongan/pengirisan Pencucian II Perendaman Bumbu Penggorengan
Ditiriskan dan diangin-anginkan Penimbangan Pengemasan Gambar 2. Proses Pembuatan Keripik Ketela Ungu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Gambar 2 diatas, dapat dijelaskan proses pembuatan keripik ketela ungu sebagai berikut : 1. Pengupasan Ketela ungu yang sudah dipersiapkan langsung dikupas menggunakan pengupas ketela. Pengupas ketela sama dengan alat yang digunakan untuk mengupas kentang atau ketimun. Kulit dibersihkan hingga bersih. Dan untuk membersihkan lekukan-lekukan yang terdapat pada ketela yang sulit dibersihkan dengan pengupas ketela biasanya digunakan pisau. 2. Pencucian I Setelah ketela ungu dibersihkan dari kulit, kemudian dicuci dengan air bersih dalam ember besar. 3. Pemotongan/pengirisan Ketela yang sudah bersih tersebut dipotong/diiris tipis mengunakan alat pemotong maupun pasah manual. Baik mesin pemotong maupun pasah manual dapat diatur ketebalan irisan ketela, sehingga dapat memperoleh irisan ketela yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Akan tetapi hasil irisan ketela yang menggunakan mesin dan pasah berbeda. Lebih halus yang menggunakan pasah manual. Dan jika setelah digoreng pun hasilnya yang diiris dengan mesin agak keriting. 4. Pencucian II Irisan ketela ungu tersebut kemudian dicuci kembali agar benar-benar bersih dan tidak berbau besi akibat proses pengirisan tersebut. 5. Perendaman bumbu Setelah dicuci bersih, ketela dimasukkan kedalam ember kecil yang didalamnya sudah diberi campuran air dengan gula, pemanis buatan, garam dan vanili. Perendaman tidak dilakukan terlalu lama, hanya sekitar 15 menit saja. Dan kemudian ditiriskan terlebih dahulu sebelum digoreng. 6. Penggorengan Ketela yang sudah direndam bumbu tersebut siap dimasukan dalam wajan yang berisi minyak goreng panas untuk digoreng diatas tungku. commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggorengan dilakukan sekitar 15-20 menit, hingga ketela ungu tersebut benar-benar garing dan renyah. 7. Penirisan Setelah digoreng sampai kering, keripik ditiriskan dan di angin-anginkan terlebih dahulu sebelum ditimbang dan dikemas. 8. Penimbangan Setelah keripik dingin dan tidak berminyak, keripik dimasukkan dalam plastik untuk ditimbang sesuai dengan berat yang diinginkan. 9. Pengemasan Keripik yang sudah ditimbang tersebut kemudian diberi label yang dimasukkan dalam kemasan plastik tersebut dan diikat rapat agar tidak mudah mlempem. F. Pemasaran Setelah keripik ketela ungu dikemas dalam plastik, keripik ketela ungu siap untuk dipasarkan. Proses pemasaran dilakukan menggunakan mobil pick up milik sendiri, karena setiap produsen sudah memiliki alat transportasi tersebut. Dalam setiap pemasarannya, produsen mengeluarkan biaya transportasi yang berbeda-beda sesuai dengan jarak lokasi pemasaran. Biaya tersebut digunakan untuk membayar supir dan membeli bahan bakar mobil. Keripik ketela ungu ini tidak dipasarkan langsung pada konsumen, akan tetapi pada para pedagang besar. Sehingga pengemasannya dibuat dalam ukuran besar (2,5 dan 5 kg) dengan harga grosir, yaitu Rp 12.000,00/kg untuk kemasan 2,5 kg dan Rp 11.741,23/kg untuk kemasan 5 kg. Di Pulau Jawa, keripik ketela ungu dipasarkan antara lain di Jawa Tengah (Karanganyar, Solo, Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Jogjakarta, Kebumen, dan Purworejo), Jawa Timur (Magetan, Malang dan Surabaya), Jawa Barat (Purwakarta dan Bandung), dan Jakarta. Untuk pemasaran di luar Pulau Jawa yaitu di Kalimantan (Balikpapan). commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Analisis Usaha 1. Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Profitabilitas a. Biaya Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan dalam proses produksi. Biaya dalam penelitian ini adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk proses pembuatan keripik ketela ungu sampai pemasaran keripik ketela ungu, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 1) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang besarnya tidah dipengaruhi oleh jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan. Biaya tetap dalam industri keripik ketela ungu ini meliputi biaya penyusutan peralatan, biaya bunga modal investasi, cicilan pinjaman modal, dan biaya ijin Departemen Kesehatan. Keseluruhan biaya tetap dalam penelitian ini timbul karena penggunaan faktor produksi yang tetap, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai faktor produksi juga tetap tidak berubah walaupun jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan berubah-ubah. Rata-rata biaya tetap pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 29 berikut : Tabel 29. Rata-rata Biaya Tetap Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No.
Jenis Biaya Tetap
1. 2. 3. 4.
Penyusutan peralatan Bunga modal investasi Cicilan pinjaman Ijin Departemen Kesehatan Jumlah commit to user
Rata-rata per Persentase Bulan (Rp) (%) 291.124,39 20,69 880.496,95 62,59 231.015,56 16,42 4.166,67 0,30 1.406.803,56 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 3)
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 29 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata biaya tetap per bulan yang dikeluarkan oleh produsen agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar Rp 1.406.803,56, dengan sumber biaya tetap yang berasal
dari
biaya
penyusutan
peralatan
yaitu
sebesar
Rp 291.124,39 atau 20,69% dari jumlah total biaya tetap seluruhnya. Produsen menggunakan peralatan dalam pelaksanaan proses produksi keripik ketela ungu, yang mana peralatan tersebut masih sederhana dan bahkan ada sebagian peralatan yang dibuat sendiri oleh produsen. Masih sederhananya peralatan yang digunakan tersebut di satu sisi memang memperkecil biaya penyusutan peralatan, namun di sisi lain hal ini menyebabkan proses produksi berjalan lambat dan membutuhkan curahan waktu kerja yang lebih banyak. Menurut Hernanto (1993), besarnya biaya penyusutan peralatan dapat dihitung menggunakan metode garis lurus, dengan pemikiran bahwa peralatan yang digunakan dalam status usaha akan menyusut dalam besaran yang sama. Metode garis lurus dapat dirumuskan sebagai berikut : Penyusutan :
nilai awal - nilai akhir umur ekonomis (bulan)
Biaya bunga modal investasi menempati proporsi pertama, yaitu sebesar Rp 880.496,95 per bulan atau 62,59% dari jumlah total biaya tetap seluruhnya. Biaya ini merupakan nilai bunga atas modal yang dimiliki oleh produsen, walaupun modal tersebut adalah modal sendiri, yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : B = Biaya Modal Sendiri x r
(Suratiyah, 2006)
Dimana : r=(i–f)/(1–f) commit to user
(Gray, et al, 1993)
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan : B = Bunga modal investasi (Rp) r = Suku bunga riil bulan Oktober 2010 (1,83%) i = Suku bunga kredit investasi Bank BRI bulan Oktober 2010 (2%) f = Inflasi bulan Oktober 2010 (0,06%) Suku bunga yang digunakan dalam perhitungan sebesar 1,83%, berdasarkan suku bunga kredit Bank BRI Britama sebesar 2% dan inflasi pada bulan Oktober 2010 sebesar 0,06%, karena penelitian dilakukan pada bulan tersebut. Suku bunga tersebut digunakan untuk menghitung bunga modal investasi bagi produsen yang tidak mempunyai pinjaman di bank atau lembaga keuangan lainnya. Sedangkan bagi produsen yang mempunyai pinjaman di bank dihitung berdasarkan suku bunga bank atau lembaga keuangan tempat minjaman, yaitu 0,5 untuk LIPI, 1,8 untuk Danamon, 1,1 untuk BNI dan 1,05 untuk PNPM Mandiri Pedesaan. Cicilan pinjaman tiap bulan yaitu sebesar Rp 231.015,56. Cicilan pinjaman adalah sejumlah uang yang dibayarkan produsen sebagai konsekuensi dari meminjam sejumlah modal kepada setiap bank atau lembaga keuangan dalam batas waktu tertentu beserta bunganya. Sedangkan untuk biaya ijin dari Departemen Kesehatan produsen rata-rata mengeluarkan sebesar Rp 4.166,67 atau 0,30% dari rata-rata biaya tetap. Pembayaran ini biasanya dilakukan oleh produsen 5 tahun sekali, yaitu sebesar Rp 250.000,00, karena ijin dari Departemen Kesehatan ini diperbaharui setiap 5 tahun sekali. 2) Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang besarnya berubah-ubah secara proporsional sesuai dengan jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan. Biaya variabel dalam industri keripik ketela ungu meliputi to user biaya bahan baku, commit biaya bahan penolong, biaya bahan bakar, biaya
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengemasan, biaya transportasi dan biaya tenaga kerja. Rata-rata biaya variabel pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Rata-rata Biaya Variabel pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No.
1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
Jenis Biaya Variabel
Bahan baku Bahan penolong - Gula pasir - Pemanis buatan - Garam - Minyak goreng - Vanili Bahan bakar - Kayu - Serbuk gergaji Pengemasan - Kemasan 2,5 kg - Kemasan 5 kg Tenaga kerja - Luar - Dalam Transportasi Listrik Jumlah
Jumlah Fisik
7.232 kg 38,58 kg 90 pcs 18 pcs 1.032,32 kg 151 pcs 185 ikat 119 sak 13,40 kg 17,88 kg 11 orang 3 orang
Rata-rata per Bulan (Rp)
12.911.157,89 9.915.685,26 384.657,89 90.946,67 731,58 9.354.415,79 75.333,33 1.365.236,84 829.342,11 535.894,74 656.281,38 269.468,75 362.200,00 885.137,11 705.612,18 179.524,93 947.516,34 4.863,51 26.685.878,34
Persentase (%)
48,38 37,16
5,12
2,46
3,32
3,55 0,02 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 4) Tabel 30 menunjukkan bahwa rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan adalah sebesar Rp 26.685.878,34. Besarnya biaya variabel ini dipengaruhi oleh volume produksi keripik ketela ungu yang dihasilkan, semakin besar volume produksi maka semakin besar pula biaya variabel yang dikeluarkan, demikian pula sebaliknya. Biaya variabel dengan proporsi terbesar dalam industri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar berasal dari biaya bahan baku. Rata-rata commit tobiaya useruntuk bahan baku yang dikeluarkan
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
oleh produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan adalah sebesar Rp 12.911.157,89 atau 48,38% dari jumlah total biaya variabel. Dalam satu bulan, rata-rata produsen membutuhkan bahan baku sebesar 7.232 kg. Pengadaan bahan baku ini berasal dari petani maupun pengepul, dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.771,05/kg. Biaya bahan penolong menempati urutan kedua, yaitu 37,16% atau sebesar Rp 9.915.685,26 per bulan. Bahan penolong yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu ini adalah gula pasir, pemanis buatan, garam, vanili dan minyak goreng. Biaya bahan bakar menempati urutan yang ke tiga setelah bahan penolong, yaitu sebesar Rp 1.365.236,84 atau 5,12%. Bahan bakar yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah kayu bakar dan serbuk gergaji. Pada awalnya produsen menggunakan minyak tanah, akan tetapi seiring dengan naiknya harga minyak tanah yang terus melambung mengakibatkan produsen keripik ketela tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan minyak tanah. Sehingga produsen mencari alternatif lain yang fungsinya sama, akan tetapi harganya lebih ekonomis yaitu serbuk gergaji. Tenaga kerja yang digunakan dalam industri keripik ketela ungu ini adalah tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Biaya tenaga kerja ini diperhitungkan sesuai dengan tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan produsen setiap bulannya adalah Rp 885.137,11 atau 3,32% dari jumlah total biaya variabel. Biaya tenaga kerja keluarga adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan. Walaupun demikian, sebagai kompensasi penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi keripik ketela ungu tersebut dinilai menurut penggunaannya setiap bulan dalam industri keripik ketela ungu sesuai dengan upah tenaga kerja luar di industri tersebut yaitu commit to user sebesar Rp 1.713,45/jam.
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dalam satu bulan adalah sebesar Rp 947.516,34 atau 3,55% dari jumlah total biaya variabel. Biaya transportasi ini menempati proporsi kelima dari total biaya variabel yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu. Biaya transportasi yang dikeluarkan produsen ini berupa biaya untuk pemasaran dengan menggunakan mobil pick up. Biaya transportasi ini berupa biaya bahan bakar mobil dan supir. Tidak ada biaya sewa mobil karena masingmasing produsen sudah mempunyai mobil sendiri. Urutan dari biaya variabel selanjutnya adalah biaya pengemasan, yang menempati proporsi keenam dari total biaya variabel yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Rata-rata biaya pengemasan yang dikeluarkan selama satu bulan hanya sebesar Rp 518.417,89 atau 1,96% dari jumlah total biaya variabel. Pengemasan keripik ketela ungu menggunakan plastik 2,5 kg dan 5 kg. Satuan plastik adalah kilogram, dimana untuk 1 kg plastik ukuran 2,5 kg berisi 40 lembar dan 20 lembar untuk ukuran 5 kg. Biaya variabel terkecil yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah biaya listrik. Rata-rata biaya listrik yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu selama satu bulan adalah sebesar Rp 4.863,51 atau 0,02% dari jumlah total biaya variabel. Biaya listrik tersebut dihitung dengan rumus : R = Jam nyala x Daya tersambung x Biaya Pemakaian Rumus diatas adalah rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya biaya tagihan perhitungan
PLN.
Dimana
R
listrik sesuai dengan
merupakan
rekening
yang
dibebankan, jam nyala adalah lamanya alat listrik digunakan dalam commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
satuan jam, daya tersambung adalah besarnya daya alat listrik yang digunakan dalam satuan kilo volt ampere (kVA) dan biaya pemakaian adalah biaya tarif dasar listrik (TDL) untuk tiap kWA. Tarif Dasar Listrik yang digunakan adalah tarif dasar listrik untuk keperluan rumah tangga dengan daya 900 VA, yaitu sebesar Rp 495,00. Biaya listrik yang dikeluarkan per bulan hanya sedikit, hal ini karena industri keripik ketela ungu tidak menggunakan peralatan listrik yang banyak, yaitu hanya pompa air dan mesin pemotong ketela bagi produsen yang menggunakan. 3) Biaya Total Biaya total dalam industri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar merupakan hasil dari penjumlahan seluruh biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama proses produksi keripik ketela ungu. Besarnya rata-rata biaya total untuk proses produksi keripik ketela ungu selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 31 berikut : Tabel 31. Rata-rata Biaya Total pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2.
Jenis Biaya Biaya tetap Biaya variabel Jumlah
Rata-rata per Bulan (Rp) 1.406.803,56 26.685.878,34 28.092.681,90
Persentase (%) 5,01 94,99 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 5) Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya total per bulan yang dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar Rp 28.092.681,90. Biaya terbesar yang dikeluarkan dalam industri keripik ketela ungu berasal dari biaya variabel yaitu sebesar Rp 26.685.878,34 atau 94,99% dari biaya total seluruhnya. commit to user Sedangkan rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh produsen
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 1.406.803,56 atau 5,01% dari biaya total seluruhnya. b. Penerimaan Penerimaan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar merupakan perkalian antara total keripik ketela ungu yang diproduksi dengan harga keripik ketela ungu per kilogram. Tabel 32 berikut menunjukkan penerimaan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar : Tabel 32. Rata-rata Penerimaan Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No.
Kemasan
1. 2.
2,5 kg 5 kg
Jumlah (kg)
1.340 1.752 Jumlah
Rata-rata Penerimaan Persentase per Bulan (%) (Rp) 12.000,00 16.010.437,50 44,06 11.721,43 20.330.142,86 55,94 36.340.580,36 100,00
Harga/kg (Rp)
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 6) Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata total penerimaan pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar Rp 36.340.580,36 per bulan. Penerimaan tersebut berasal dari dua kemasan yang berbeda. Kemasan yang paling banyak adalah kemasan 5 kg, dengan rata-rata penerimaan per bulan sebesar Rp 20.330.142,86 atau 55,94%. Sedangkan kemasan 2,5 kg sebesar Rp 16.010.437,50 atau 44,06%. Lebih banyaknya penerimaan dari kemasan 5 kg karena produsen lebih banyak menerima permintaan dari konsumen untuk kemasan tersebut. Harga yang ditawarkan produsen keripik ketela ungu kepada konsumen lebih murah dari yang kemasan 2,5 kg jika dihitung per kilogramnya, sehingga permintaan untuk kemasan 5 kg lebih banyak. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Keuntungan Keuntungan yang diperoleh dari agroindustri keripik ketela ungu
di
Kecamatan
Tawangmangu
Kabupaten
Karanganyar
merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total. Untuk mengetahui keuntungan industri keripik ketela ungu dapat dilihat dari Tabel 33 di bawah ini : Tabel 33. Rata-rata Keuntungan pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2.
Uraian Penerimaan Biaya total Keuntungan
Rata-rata per Bulan (Rp) 36.340.580,36 28.092.681,90 8.247.898,46
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 7) Tabel
33
menunjukkan
bahwa
dengan
penerimaan
Rp 36.340.580,36 dan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp 28.092.681,90, maka keuntungan yang diterima produsen rata-rata per bulan sebesar Rp 8.247.898,46. Biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh produsen keripik ketela ungu secara nyata adalah biaya bahan baku, bahan penolong, bahan bakar, pengemasan, tenaga kerja luar, biaya transportasi, listrik, Departemen Kesehatan dan cicilan pinjaman. Jika menggunakan pendekatan opportunity utilitas sumber daya manusia, biaya tenaga kerja keluarga ditambahkan dalam rata-rata keuntungan, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 8.427.423,39. Sedangkan biaya penyusutan peralatan, biaya bunga modal investasi, tenaga kerja keluarga dalam industri keripik ketela ungu ini tidak dikeluarkan secara nyata oleh produsen. Sehingga jika dihitung menggunakan pendekatan pendapatan, maka pendapatan yang diperoleh produsen keripik ketela ungu secara nyata adalah sebesar Rp 9.599.044,73 per bulan.
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Profitabilitas Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka dapat diketahui profitabilitas atau tingkat keuntungan dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Profitabilitas merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan penerimaan yang dinyatakan dalam persen. Untuk mengetahui besarnya profitabilitas dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 34 berikut ini : Tabel 34. Profitabilitas pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2.
Uraian Keuntungan Penerimaan Profitabilitas (%)
Rata-rata per Bulan (Rp) 8.247.898,46 36.340.580,36 23,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8) Tabel 34 menunjukkan bahwa profitabilitas atau tingkat keuntungan dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar rata-rata sebesar 23,00%. Hal ini
berarti
agroindustri
keripik
ketela
ungu
di
Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini menguntungkan. Setiap modal sebesar Rp 100,00 yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 23,00. Industri keripik ketela ungu ini termasuk dalam kriteria menguntungkan karena memiliki nilai profitabilitas lebih dari nol. 2. Risiko Usaha Risiko adalah kemungkinan terjadinya kondisi merugi sebagai suatu hasil atau akibat yang dapat diketahui kemungkinannya. Saat ini dunia usaha menghadapi masa-masa yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian, begitu pula dengan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Untuk itu, sangat commit to user penting bagi produsen keripik ketela ungu untuk mengetahui sejauh mana
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
modal yang ditanam akan memberikan keuntungan dan bagaimana risiko yang harus ditanggung produsen keripik ketela ungu dalam menjalankan usahanya. Hubungan antara risiko dan keuntungan dapat diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung semakin besar dibanding dengan keuntungannya. Sedangkan batas bawah keutungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh pengusaha (Hernanto, 1993). Untuk mengetahui besarnya risiko usaha dan batas bawah keuntungan dapat dilihat pada Tabel 35 berikut ini : Tabel 35. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan pada Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Keuntungan (Rp) Simpangan baku (Rp) Koefisien variasi Batas bawah keuntungan (Rp)
Rata-rata 8.247.898,46 7.647.470,03 0,93 -7.047.041,60
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8) Berdasarkan Tabel 35 dapat diketahui keuntungan rata-rata yang diterima oleh produsen agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dalam satu bulan adalah sebesar Rp 8.247.898,46. Dari perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat diketahui besarnya simpangan baku industri keripik ketela ungu, yaitu sebesar Rp 7.647.470,03. Simpangan baku merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang diperoleh, sehingga dapat dikatakan bahwa fluktuasi keuntungan industri keripik ketela ungu berkisar Rp 7.647.470,03. commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Besarnya koefisien variasi sebesar 0,93 dan batas bawah keuntungan sebesar Rp. -7.047.041,60. Dari nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar 0,93 atau lebih besar dari 0,5 dan batas bawah keuntungan bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung beberapa risiko. Risiko usaha yang dihadapi oleh usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dalam menjalankan usahanya yaitu kenaikan harga bahan penolong berupa minyak goreng dan gula (risiko harga), ketersediaan dan kualitas bahan baku serta tenaga kerja (risiko produksi), dan persaingan harga output (risiko pasar). a. Risiko Harga Kenaikan harga bahan minyak goreng dan gula yang tidak diikuti kenaikan harga jual keripik ketela ungu (harga output) menyebabkan penerimaan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar berkurang. Kenaikan harga bahan penolong berupa minyak goreng yaitu dari harga Rp 8.500,00/kg naik menjadi Rp 8.900,00/kg – Rp 9.200,00/kg dan gula yang naik dari harga Rp 8.500,00/kg menjadi Rp 9.000,00/kg – Rp 10.500,00/kg. Terjadinya kenaikan harga ini dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang diterima produsen. b. Risiko Produksi Risiko kedua yang harus dihadapi oleh usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah risiko produksi, di mana risiko ini terjadi dalam proses produksi. Banyaknya produsen keripik ketela ungu yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, menyebabkan banyaknya commit to user permintaan akan bahan baku ketela ungu tersebut. Meskipun
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra produksi ketela ungu di Jawa Tengah, akan tetapi ketersediaan ketela ungu untuk agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar belum tercukupi. Dalam memilih bahan baku, produsen juga harus memperhatikan kualitas, jika kualitas bahan baku yang digunakan dalam produksi keripik ketela ungu kurang baik maka kualitas keripik yang dihasilkan juga kurang memuaskan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada menurunnya permintaan konsumen akan keripik ketela ungu. Tenaga kerja yang menjadi risiko dalam usaha ini adalah tenaga kerja luar. Hubungan kekeluargaan yang terjalin antara tenaga kerja dan pemilik industri keripik ketela ungu tersebut mengakibatkan kurang adanya profesionalitas para tenaga kerja. Sebagian besar tenaga kerja luar yang bekerja pada industri keripik ketela ungu tersebut berasal dari desa setempat maupun desa tetangga. Pada saat musim hajatan, beberapa tenaga kerja meminta libur dengan alasan membantu tetangga yang sedang hajatan tersebut, bahkan beberapa produsen sampai menghentikan proses produksinya karena semua tenaga kerja meminta libur dengan alasan yang sama. Akibatnya proses produksi keripik ketela ungu menjadi terhambat. c. Risiko Pasar Risiko pasar terjadi karena adanya persaingan harga keripik ketela ungu dari produsen keripik ketela ungu lain. Para konsumen lebih memilih keripik ketela ungu dengan harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Adanya risiko-risiko diatas akan dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang diterima produsen keripik ketela ungu, maka untuk mengantisipasi hal tersebut, produsen melakukan beberapa tindakan atau langkah antisipasi untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko-risiko yang telah disebutkan diatas. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah-langkah antisipasi yang dilakukan produsen berkaitan dengan adanya risiko-risiko di atas antara lain :
a. Risiko Harga Langkah antisipasi yang dilakukan produsen keripik ketela ungu untuk mengantisipasi kenaikan harga gula pasir ini adalah dengan menambahkan pemanis buatan. Akan tetapi untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak goreng, sampai saat ini produsen hanya bisa pasrah, karena fungsi minyak goreng tidak dapat digantikan dengan produk lain. Dan penggunaan minyak goreng tersebut juga tidak dapat dikurangi, ukuran minyak goreng yang digunakan untuk setiap kali produksi sudah disesuaikan dengan banyaknya bahan baku ketela ungu. Selain itu minyak goreng tersebut juga tidak digunakan berulang-ulang, karena jika itu dilakukan maka akan mengakibatkan keripik ketela ungu yang dihasilkan terasa “lekak”. b. Risiko Produksi Kualitas bahan baku ketela ungu yang kurang baik akan mengakibatkan keripik ketela ungu yang dihasilkan juga kurang baik. Untuk
mengatasi
risiko
tersebut,
produsen
harus
benar-benar
memperhatikan kondisi fisik ketela ungu. Produsen lebih mengutamakan bahan baku yang berasal dari Kabupaten Karanganyar, karena kualitasnya lebih baik dibandingkan ketela ungu yang berasal dari luar Kabupaten Karanganyar. Dalam upaya menghadapi terbatasnya ketersediaan bahan baku ketela ungu dari Kabupaten Karanganyar, produsen mencari ketela ungu hingga ke luar Kabupaten Karanganyar, seperti ke daerah Magetan, Ngawi, hingga Bandung. Sedangkan untuk mengatasi kendala tenaga kerja, produsen hanya memaksimalkan penggunaan tenaga kerja yang tersisa dan tenaga kerja keluarga, sehingga proses produksi keripik ketela ungu tetap berjalan. commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Risiko Pasar Banyaknya produsen keripik ketela ungu yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, mengakibatkan persaingan harga keripik ketela ungu di pasaran. Untuk mengatasi risiko tersebut, produsen harus pintar-pintar mencari lokasi pemasaran yang belum dijamah produsen lain. Dengan memasarkan ke luar kota hingga ke luar pulau seperti Kalimantan, akan memperkecil risiko persaingan harga yang dihadapi produsen. 3. Efisiensi Usaha Efisiensi usaha pada usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dihitung dengan menggunakan R/C ratio, yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Besar efisiensi usaha usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 36 berikut ini : Tabel 36. Efisiensi Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar No. 1. 2.
Uraian Penerimaan Biaya total R/C ratio
Rata-rata per Bulan (Rp) 36.340.580,36 28.092.681,90 1,29
Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8) Tabel 36 menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini telah efisien, yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai efisiensi yang lebih dari satu, yaitu 1,29, ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usaha memberikan penerimaan sebesar 1,29 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Sebagai contoh, dalam industri keripik ketela ungu, produsen mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000,00 maka produsen akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 12.900,00. Dari sini terlihat bahwa commit to user rata-rata penerimaan yang diperoleh produsen keripik ketela ungu ternyata
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
telah mampu menutup biaya total yang dikeluarkan dalam industri keripik ketela ungu. H. Peran Pemerintah Pemerintah memiliki peran terhadap kemajuan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Pada tahun 2000 lalu, pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Karanganyar memberikan bantuan peralatan berupa mesin pemotong ketela, akan tetapi hanya beberapa produsen keripik ketela ungu yang menerimanya. Pemberian mesin penggiling tersebut tidak secara cuma-cuma, akan tetapi produsen harus membayar dengan cara diangsur selama 5 tahun tanpa bunga. I. Prospek Usaha Industri pembuatan produk keripik ketela ungu dianggap sebagai usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat usaha ini mudah untuk dijalankan, hanya membutuhkan keterampilan dalam proses produksi dan secara teknis tidak membutuhkan keahlian yang tinggi. Industri keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar hanya dapat ditemui di Kecamatan Tawangmangu. Menghadapi peluang pasar keripik ketela ungu yang makin baik dan meluas maka harus didukung dengan sistem pemasaran yang baik agar produk keripik ketela ungu dapat lebih dikenal oleh masyarakat umum. Pemasaran melalui pedagang besar diharapkan dapat lebih meningkatkan volume penjualan keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Persaingan antar produsen keripik ketela ungu dalam memperoleh pangsa pasar yang luas memaksa produsen untuk mengeluarkan strategi khusus mengenai produknya, baik dari segi harga maupun kualitasnya. Dari sisi harga, produsen harus berani bersaing dengan menetapkan harga yang rendah sebagai akibat dari tingginya tingkat persaingan untuk memperoleh to user pangsa pasar yang luas. Halcommit tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
keuntungan yang diterima oleh masing-masing produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Selain itu produsen juga harus mempertahankan kualitas keripik ketela ungu yang dihasilkan, salah satunya dengan cara memilih bahan baku ketela ungu yang berkualitas baik, seperti berkulit mulus dan tidak terdapat bercak-bercak hitam. J. Pengujian Hipotesis 1. Hipotesis yang pertama terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menguntungkan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh usaha keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar Rp 8.247.898,46 per bulan dan profitabilitas 23,00%. Nilai profitabilitas yang lebih dari nol berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menguntungkan. 2. Hipotesis yang kedua terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung risiko. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai koefisien variasi sebesar 0,93 atau (CV > 0,5) dan batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar Rp -7.047.041,60 atau bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung risiko. 3. Hipotesis yang ketiga terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar telah efisien. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa efisiensi usaha pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu commit to user Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 1,29. Angka ini menunjukkan bahwa
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang dijalankan telah efisien yang ditunjukkan dengan besarnya nilai R/C rasio yang lebih dari satu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Biaya total rata-rata agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar Rp 28.092.681,90 per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 36.340.580,36 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 8.247.898,46 per bulan. Sedangkan profitabilitas
agroindustri
keripik
ketela
ungu
di
Kecamatan
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 23,00%, yang berarti industri keripik ketela ungu menguntungkan. 2. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,93 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp -7.047.041,60. Nilai koefisien variasi yang lebih dari 0,5 dan nilai batas bawah keuntungan bernilai negatif (kurang dari 0) menunjukkan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung risiko. 3. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 1,29 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha industri keripik ketela ungu ini telah efisien. Setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha industri keripik ketela ungu memberikan penerimaan sebesar 1,29 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. commit to user 91
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan demi kemajuan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar antara lain sebagai berikut : 1. Untuk produsen Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar a. Dalam persaingan harga, sebaiknya produsen memakai harga yang telah disepakati semua produsen keripik ketela ungu yang ada di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, sehingga terhindar dari persaingan pasar yang tidak sehat. b. Untuk perluasan pasar, produsen dapat memasarkan keripik ketela ungu ke pasar modern (swalayan). c. Produsen hendaknya berhati-hati dalam penggunaan pemanis buatan (sakarin) agar tetap sesuai dengan standar pemakaian, sehingga keripik ketela ungu yang dihasilkan tetap aman dikonsumsi. 2. Untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar Untuk meningkatkan keuntungan usaha industri keripik ketela ungu, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sebaiknya memberikan penyuluhan atau pembinaan kepada para produsen keripik ketela ungu tentang diversifikasi produk keripik ketela ungu dalam kemasan (lebih menarik), bentuk (kotak atau segi tiga) atau rasa yang lain, seperti pedas atau asin sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk.
commit to user