NASKAH AKADEMIK RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
D I S U S U N
OLEH:
TIM PENYUSUN NASKAH AKADEMIK BAGIAN HUKUM SETDAKAB. ACEH TIMUR TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya selesailah penulisan Naskah Akademik Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Naskah akademik ini merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, yang nantinya akan dipergunakan sebagai acuan atau referensi dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Disadari bahwa selesainya penulisan Naskah Akademik Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ini dikarenakan adanya bantuan, pengarahan, bimbingan serta dorongan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, baik secara perseorangan maupun bersama-sama. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih. Harapan penulis dengan telah selesainya penulisan Naskah Akademik Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima diharapkan dapat segera disusun Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif baru untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam menuju Kabupaten Aceh Timur yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, sehingga dengan
sendirinya
dapat
meningkatkan
dan
mengoptimalkan
kesejahteraan
masyarakat di Kabupaten Aceh Timur. Disadari bahwa penulisan Naskah Akademik Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknis penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati diharapkan adanya saran demi kesempurnaannya.
ii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
........................................................................................
i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….
ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….
iii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................
3
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik ......
4
D. Metode ...............................................................................................
4
E. Sistematika .........................................................................................
5
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoretis....................................................................................
6
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait .......................................
7
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan ........................................
7
D. Kajian Terhadap Implikasi Sosial, Politik, dan Ekonomi ....................
8
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ...................................................................................................
9
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
BAB V
A. Landasan Filosofis..............................................................................
12
B. Landasan Sosiologis ..........................................................................
13
C. Landasan Yuridis................................................................................
14
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN ....................................................................................
BAB VI
16
PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................................
18
B. Saran……….......................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..
19
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, hal ini berarti bahwa “Setiap tindakan aparat pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus didasarkan pada aturan hukum”. Yang dimaksud dengan pemerintah adalah keseluruhan sistem pelaksanaan kekuasaan dan wewenang, baik mekanisme maupun prosedurnya didalam organisasi kenegaraan yang meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Adapun tugas pemerintah adalah menyelenggarakan kepentingan umum yaitu kepentingan bangsa, masyarakat dan Negara. Jadi pelaksanaan kepentingan umum oleh Negara merupakan tugas pokok Negara dalam rangka pelaksanaan tujuan Negara. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum …”. Sesuai dengan bentuk Negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan, pembagian daerah Indonesia terdiri atas Provinsi dan Kabupaten/Kota, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, yang menentukan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dengan Undang-Undang. (2) Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pembagian daerah ini dimaksudkan untuk memotong rentang kendali dalam pelaksanaan pembangunan daerah, sehingga daerah dapat membangun sendiri kebutuhan masyarakatnya tanpa harus melalui persetujuan Pemerintah Pusat. Sebagai
dasar
hukum
implementasi
otonomi
daerah,
pemerintah
telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang materinya berupa pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Otonom dalam semua sektor kehidupan, walaupun dengan pembatasan-pembatasan tertentu. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa: 1
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. (2) Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah,
dengan
tujuan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat,
pelayanan umum dan daya saing daerah. Adapun penerapan otonomi untuk Aceh ditempuh melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menentukan bahwa Kabupaten/Kota adalah bagian dari Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi wewenang khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan-kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di lain pihak, penyelenggaraan kepentingan umum dalam rangka memajukan kesejahteraan umum tidak akan efektif apabila hanya dilaksanakan secara sentralisasi oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu sebagian
tugas-tugas
Pemerintah Pusat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah sebagai konsekwensi dari sistem desentralisasi. Seiring dengan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh
telah
membawa
perubahan
terhadap
paradigma
penyelenggaraan pemerintahan, salah satu perubahan mendasar adalah dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dimana daerah diberi kewenangan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Untuk dapat mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab tersebut yang bertujuan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, maka daerah harus mampu menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan kemampuan daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, maka kemandirian daerah merupakan sesuatu yang perlu diupayakan secara terus menerus.
2
Tumbuhnya sektor formal dan informal dalam kegiatan perekonomian merupakan konsekwensi logis dari proses pembangunan. Masih belum teratasinya pengangguran, keterbatasan lapangan kerja baru serta desakan kebutuhan ekonomi untuk mempertahankan hidup menyebabkan sebagian orang mencari alternatif pekerjaan diluar sektor formal. Sektor informal yang banyak digeluti masyarakat di Kabupaten Aceh Timur adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Sektor informal ini pada umumnya berupa usaha berskala kecil dengan modal, ruang lingkup dan pengembangan usaha yang terbatas. Kegiatan Pedagang Kaki Lima yang merupakan usaha perdagangan sektor informal
perlu
ditata
dan
diberdayakan
guna
menunjang
pertumbuhan
perekonomian masyarakat dan sekaligus sebagai salah satu pilihan dalam penyediaan barang dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang relatif terjangkau. Dalam perkembangannya, keberadaan pedagang kaki lima di wilayah Kabupaten Aceh Timur telah menggunakan wilayah jalan atau fasilitas umum yang menimbulkan
gangguan
ketentraman,
ketertiban
masyarakat,
kebersihan
lingkungan, dan kelancaran lalu lintas, sehingga perlu dilakukan penataan dan pemberdayaan agar tercipta tertib sosial dan ketentraman masyarakat. Sejalan
dengan
peningkatan
pelayanan
kepada
masyarakat
yang
dilatarbelakangi kemampuan keuangan daerah yang memadai dan dengan memperhatikan beberapa aspek di atas, maka dipandang perlu mengatur Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dalam hal ini dapat diidentifikasi permasalahan yang timbul adalah: 1. Perlu dibentuknya Qanun Kabupaten Aceh Timur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dapat memberikan kepastian hukum terhadap penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima; dan 2. Perlunya mengikutsertakan peran serta masyarakat dalam pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, hal ini dilakukan agar menghasilkan Qanun Kabupaten Aceh Timur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, disamping itu juga dimaksudkan guna meningkatkan dan mengoptimalkan kesejahteraan dan pelayanan
masyarakat
dibidang
pemerintahan,
pembangunan
dan
kemasyarakatan serta mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam Kabupaten Aceh Timur. 3
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Adapun tujuan penyusunan naskah akademik Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah: 1. memberi masukan terhadap Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima; 2. menyusun kerangka naskah akademik terhadap Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima; dan 3. merumuskan Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang dikaji secara ilmiah dan mencakup segala aspek teknis secara ekonomis serta peran masyarakat. Sementara itu, kegunaan penyusunan naskah akademik Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah sebagai acuan atau referensi untuk memberikan gambaran tentang substansi atau materi, gagasan, pokok-pokok pikiran yang perlu dituangkan dalam Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
D. Metode Dalam penyusunan naskah akademik ini, metode atau pendekatan yang digunakan adalah melalui suatu kajian ilmiah secara sistematik dan interdisipliner dengan metodologi sebagai berikut: 1. kajian pustaka yaitu pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima; 2. serangkaian kegiatan diskusi; 3. kaji terap pengalaman Kabupaten/Kota yang telah menerapkan Qanun tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang didapatkan melalui proses telaah dokumen-dokumen yang didapatkan melalui berbagai media (internet, proses seminar, dan lain-lain); 4. analisis dan evaluasi; dan 5. penyusunan naskah. Penyusunan materi naskah akademik juga memperhatikan kaidah-kaidah hukum, bisnis, kelembagaan dan mempertimbangkan peran serta masyarakat.
4
E. Sistematika Naskah akademik ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi uraian tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan kegiatan penyusunan naskah akademik, metode dan sistematika. Bab II Kajian Teoretis dan Praktik Empiris, berisi uraian tentang kajian teoretis, kajian terhadap asas/prinsip yang terkait, kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kajian terhadap implikasi sosial, politik dan ekonomi. Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait, berisi uraian tentang hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan materi dan susunan Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis, berisi uraian tentang landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis. Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan, berisi uraian tentang sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan materi dan susunan Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Bab VI Penutup, bagian akhir naskah akademik berisi kesimpulan dan saran hasil kajian analisa naskah akademik. Daftar
Pustaka,
memuat
buku,
peraturan
perundang-undangan
dan
bahan-bahan yang diperoleh dari internet, yang menjadi sumber bahan penyusunan naskah akademik.
5
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoretis Reformasi administrasi publik, secara normatif merupakan bagian dari rekayasa sosial (social re-engineering) guna mengatasi krisis multidimensi yang melanda Indonesia. Urgensi reformasi administrasi publik berkaitan dengan adanya tuntutan akan pengelolaan pemerintahan khususnya Pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsinya, yaitu pelayanan kepada masyarakat (services), membuat kebijakan atau ketentuan bagi kepentingan masyarakat (regulation), dan mengupayakan pemberdayaan (empowerment). Melalui reformasi, masyarakat akan dapat mengetahui sejauh mana kinerja birokrasi pemerintah, disamping masyarakat diletakkan pada kedudukan yang sesungguhnya, yaitu sebagai pemilik pemerintahan. Dalam hal ini pengertian reformasi administasi menurut Zauhar bahwa reformasi administrasi merupakan suatu pola yang menunjukkan peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian dalam reformasi administrasi, perhatian lebih dicurahkan pada upaya dan bukan semata-mata hasil. Secara internal tujuan reformasi adalah untuk menyempurnakan atau meningkatkan kinerja. Adapun secara eksternal yang berkaitan dengan masyarakat adalah menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat, melihat reformasi atau pembaharuan dari dua sisi, yaitu perubahan struktur dan kinerja. Penyelenggaraan
pemerintahan
baik
melalui
administrasi
pemerintah,
pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu upaya peningkatan stabilitas politik dan kesatuan bangsa. Pemberian otonomi kepada daerah ditujukan agar daerah mampu bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu, maka Pemerintah Daerah dituntut untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di daerahnya, sehingga kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut cepat tercapai. Pembentukan Qanun oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur
tentang
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima merupakan bagian daripada pengaturan dan penataan terhadap pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur agar dapat mengembangkan usahanya menjadi kegiatan sektor formal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. maka sudah sepantasnyalah untuk dilaksanakan, sehingga percepatan pembangunan dan pengembangan pelayanan kepada masyarakat dalam Kabupaten Aceh Timur dapat segera diwujudkan. 6
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima,
telah
memenuhi persyaratan
asas
pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang meliputi asas kejelasan tujuan, asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, asas dapat dilaksanakan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan, disamping itu pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima juga telah memenuhi persyaratan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik (good governance) yaitu transparan, akuntabel, profesional, efektif dan efisien. Dalam hal ini masyarakat di Kabupaten Aceh Timur memiliki peran serta seluas-luasnya, baik dalam merumuskan, menetapkan, melaksanakan maupun dalam mengevaluasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur.
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan Pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang
Kaki
Lima
dalam
penyelenggaraannya
harus
diupayakan untuk segera dilaksanakan karena telah memenuhi ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menentukan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. (2) Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah,
dengan
tujuan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat,
pelayanan umum dan daya saing daerah. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menentukan bahwa Kabupaten/Kota adalah bagian dari Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi wewenang khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
7
dan kepentingan-kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Kabupaten Aceh Timur sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan untuk memberdayakan masyarakatnya, tentu saja dapat melakukan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima agar terciptanya ketertiban, keindahan, keamanan dan kenyamanan dalam pemanfaatan ruang milik publik di Kabupaten Aceh Timur. Atas pertimbangan dimaksud, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Timur membentuk Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
D. Kajian Terhadap Implikasi Sosial, Politik dan Ekonomi Pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima secara sosial, politik dan ekonomi merupakan bagian daripada pengaturan dan penataan terhadap pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur agar dapat mengembangkan usahanya menjadi kegiatan sektor formal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu, pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima
bertujuan
untuk
meningkatkan
dan
mengoptimalkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam Kabupaten Aceh Timur. Oleh karena itu, untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam Kabupaten Aceh Timur dan memenuhi kewajiban Pemerintah Kabupaten Aceh Timur sebagai pelayan
masyarakat
(public
service)
(empowerment) akan peningkatan
serta
mutu
mengupayakan
yang efektif
pemberdayaan
dan efisien
dalam
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dalam Kabupaten Aceh Timur, maka sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten Aceh Timur membentuk Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
8
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum, konsekwensi yuridis dari pernyataan tersebut maka setiap tindakan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus didasarkan pada aturan hukum. Pemerintah adalah keseluruhan sistem pelaksanaan kekuasaan dan wewenang, baik mekanisme maupun prosedurnya didalam organisasi kenegaraan yang meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Adapun tugas pemerintah adalah menyelenggarakan kepentingan umum. Yang dimaksud dengan kepentingan umum yaitu kepentingan bangsa, masyarakat dan Negara. Pelaksanaan kepentingan umum
oleh Negara
merupakan tugas pokok Negara dalam rangka pelaksanaan tujuan Negara. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum …”. Penyelenggaraan kepentingan umum, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, tidak akan efektif apabila hanya dilaksanakan secara sentralisasi oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, sebagian dilimpahkan
kepada
daerah
sebagai
tugas-tugas Pemerintah Pusat
konsekwensi
dari
pelaksanaan
asas
desentralisasi. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang. (2) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan demikian tujuan pembagian daerah Indonesia menjadi Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah agar daerah yang bersangkutan dapat mengurus sendiri urusan pemerintahan didaerahnya masing-masing atas dasar otonomi daerah. Untuk mengimplementasikan otonomi daerah, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang materinya berupa pelimpahan wewenang Pemerintah Pusat kepada daerah otonom dalam semua sektor kehidupan, dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
9
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. (2) Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Dengan demikian tujuan pemberian otonomi luas kepada daerah adalah agar daerah dapat mengelola wewenangnya sendiri, sehingga pelayanan umum dapat berjalan dengan baik, daya saing daerah menjadi kuat dan pada akhirnya dapat mempercepat kesejahteraan masyarakat. Pelayanan publik merupakan hal yang penting dan terkait dengan peran Pemerintah Daerah, salah satu komponen pelayanan publik tersebut adalah melakukan pengaturan (regulasi) di daerahnya terhadap seluruh aspek kehidupan. Adapun penerapan otonomi untuk Aceh ditempuh melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006
dinyatakan
bahwa
Kabupaten/Kota
adalah bagian dari Provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi wewenang khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan-kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dinyatakan bahwa Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Oleh karena itu, maka Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk mengurus semua urusan publik.
10
Penyelenggaraan kepentingan umum dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, tidak akan efektif apabila hanya dilaksanakan secara sentralisasi oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, sebagian
tugas-tugas Pemerintah Pusat
dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah sebagai konsekwensi dari pelaksanaan asas desentralisasi. Dengan demikian pembagian daerah Indonesia menjadi Provinsi dan Kabupaten/Kota agar daerah yang bersangkutan dapat mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya masing-masing atas dasar otonomi daerah. Berdasarkan ketentuan diatas, maka Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakatnya, diberi kewenangan untuk melakukan penataan dan pemberdayaan terhadap pedagang kaki lima.
11
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
Suatu
peraturan
perundang-undangan
memiliki
kekuatan
berlaku
dan
berdaya guna apabila dasar pembentukannya memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-Undangan
ditekankan
pentingnya
dasar
pemikiran secara filosofis, yuridis dan sosiologis dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, sehingga peraturan tersebut dapat berlaku efektif dan diterima oleh masyarakat.
A. Landasan Filosofis Kegiatan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah. Hal ini ditujukan untuk memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah dalam rangka
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
di
daerah
sendiri.
Penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur sebagai subsistem Negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, Kabupaten
Aceh
menyelenggarakan keterbukaan,
Timur
mempunyai
pelayanan
partisipasi
aktif
kepada
kewenangan masyarakat
masyarakat
dan
dan
tanggung
berdasarkan wajib
jawab prinsip
melaksanakan
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Sesuai dengan salah satu tujuan Negara yaitu berperan serta dalam ketertiban
dunia,
maka
setiap
orang
wajib
menjaga
ketertiban
dalam
bemasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan hal tersebut, untuk mewujudkan harmonisasi antara kegiatan PKL dengan manfaat dan fungsi ruang milik publik agar terciptanya ketertiban, keindahan, keamanan dan kenyamanan dalam pemanfaatan ruang milik publik di Kabupaten Aceh Timur, perlu dibentuk Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima merupakan bagian daripada pengaturan dan penataan terhadap tata ruang kota, sehingga terwujudnya Kabupaten Aceh Timur yang bersih, indah dan tertib pada semua aspek kehidupan masyarakat.
12
B. Landasan Sosiologis Suatu peraturan perundang-undangan akan berlaku secara efektif apabila dalam pembentukannya dilandasi oleh pertimbangan sosiologis yaitu menyangkut dengan kebutuhan masyarakat terhadap peraturan tersebut. Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima menjawab permasalahan tentang kepastian hukum terhadap penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima dalam Kabupaten Aceh Timur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dimana dengan dibentuknya Qanun ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta mewujudkan aspirasi masyarakat dalam Kabupaten Aceh Timur, sehingga nantinya diharapkan penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Aceh Timur dapat berjalan secara optimal dan efektif. Adapun pertimbangan sosiologis yang mendasari hal tersebut yaitu: 1. Secara geografis, demografis dan geologis Kabupaten Aceh Timur merupakan daerah yang sedang dalam proses pembangunan. dibutuhkan biaya yang besar agar pelaksanaan pembangunan tersebut segera terwujud, Oleh karena itu untuk mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang, sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial dan budaya, sosial politik, jumlah penduduk, dan luas daerah agar penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Aceh Timur dapat berjalan secara optimal dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibutuhkan kerangka hukum yang tepat dan sesuai dengan kondisi saat ini menyangkut dengan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. 2. Kondisi sosial masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pembinaan, keamanan dan kenyamanan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, sehingga melalui Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, masyarakat merasa diperhatikan dan dilindungi dalam kehidupan sehari-hari. Partisipasi publik (masyarakat) merupakan elemen yang sangat prinsipil dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah, sehingga diperlukan adanya landasan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat terhadap pembangunan hanya akan terwujud apabila masyarakat merasa diuntungkan dengan adanya partisipasi tersebut. Oleh karena itu, harus diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur agar masyarakat di Kabupaten Aceh Timur ikut berperan aktif dalam proses pembangunan di Kabupaten Aceh Timur.
13
C. Landasan Yuridis Undang-Undang Pemerintahan Aceh telah memberikan kewenangan antara lain pemerintah telah mendelegasikan sebagian kewenangan penyelenggaraan pemerintahan kepada Pemerintah Aceh, kecuali yang masih tetap menjadi kewenangan pemerintah. Kewenangan yang didelegasikan itu adalah untuk menyelenggarakan segala urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan tersebut dalam rangka mengurus rumah tangganya sendiri. Kajian yuridis merupakan pertimbangan secara hukum bahwa Qanun tersebut mempunyai landasan hukum yang kuat untuk diberlakukan di Kabupaten Aceh Timur. Peraturan perundang-undangan pembentukan
Qanun
Kabupaten
yang dapat dijadikan sebagai dasar
Aceh
Timur
tentang
Penataan
dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima antara lain: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang
Pembentukan
Daerah
Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 5. Undang-Undang
Nomor
44
Tahun
1999
tentang
Penyelenggaraan
Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
14
7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444); 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 13. Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
1983
tentang
Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3208); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Aceh Timur Dari Wilayah Kota Langsa Ke Wilayah Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4695); 16. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03);
15
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
Arah dan jangkauan pengaturan materi dan susunan Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, antara lain: Bab I.
Ketentuan Umum
Pada Bab ini dimuat pengertian-pengertian dari istilah-istilah yang akan dipergunakan lebih dari satu kali dalam pasal-pasal dari batang tubuh dalam Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Bab II. Tujuan dan Ruang Lingkup Pada Bab ini dijelaskan mengenai tujuan dan ruang lingkup Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Bab III. Hak dan Kewajiban Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai hak dan kewajiban pedagang kaki lima. Bab IV. Penataan PKL Pada Bab ini dijelaskan mengenai tata cara penataan pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur. Bab V. Pemberdayaan Pada Bab ini dijelaskan mengenai tata cara pelaksanaan pemberdayaan pedagang kaki lima oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. Bab VI. Pembinaan dan Pengawasan Pada Bab ini dijelaskan mengenai tata cara pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pedagang kaki lima oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. Bab VII. Larangan Pada Bab ini dijelaskan larangan bagi setiap pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur. Bab VIII. Sanksi Administrasi Pada Bab ini dijelaskan mengenai sanksi administrasi yang dapat dikenakan bagi setiap pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur yang melakukan pelanggaran terhadap Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Bab IX. Penyidikan Pada Bab ini dijelaskan mengenai penyidikan terhadap tindak pidana yang akan dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur diberi wewenang khusus sebagai Penyidik. 16
Bab. X Ketentuan Pidana Pada Bab ini dijelaskan mengenai sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada setiap pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur akibat pelanggaran yang dilakukannya. Bab XI. Ketentuan Penutup Pada Bab ini dijelaskan pemberlakuan Qanun dan pengundangannya dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur. Adapun sasaran yang akan diwujudkan dari pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah: 1. Memberikan
pedoman
perundang-undangan
dan
dalam
payung
memfasilitasi
hukum
berdasarkan
penyelenggaraan
peraturan
penataan
dan
pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur. 2. Meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat (public service) serta mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang, sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial dan budaya, sosial politik, jumlah penduduk, dan luas daerah agar penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Kabupaten Aceh Timur dapat berjalan secara optimal dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Terciptanya mekanisme yang efektif dan efisien serta terciptanya koordinasi yang baik
antara
masyarakat
dan
aparatur
pemerintah
dalam
penataan
dan
pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur.
17
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tujuan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan
pelayanan
masyarakat
dibidang
pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan serta mewujudkan aspirasi masyarakat yang berkembang sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial dan budaya, sosial politik, jumlah penduduk, dan luas daerah, harus segera diwujudkan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah melalui pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar dapat lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Aceh Timur. 2. Perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum, pedoman yang jelas dan sesuai dengan kondisi saat ini terhadap penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Aceh Timur perlu segera dibentuk. B. Saran 1. Pembentukan
Qanun
Kabupaten
Aceh
Timur
tentang
Penataan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah untuk memenuhi
dan
kewajiban
Pemerintah Kabupaten Aceh Timur sebagai pelayan masyarakat (public service)
serta
mengupayakan
pemberdayaan
(empowerment)
akan
peningkatan mutu yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dalam Kabupaten Aceh Timur, perlu segera diwujudkan. 2. Pembentukan
Qanun
dimaksud
harus
dapat
memberikan
keamanan,
kenyamanan, kepastian hukum, pedoman yang jelas dan sesuai dengan kondisi saat ini bagi antartataran pemerintahan dan masyarakat di Kabupaten Aceh Timur. 3. Pembentukan
Qanun
Kabupaten
Aceh
Timur
tentang
Penataan
dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam pelaksanaan penertiban dan pembenrdayaan pedagang kaki lima. Sehingga nantinya pedagang kaki lima akan menjadi kekuatan ekonomi masyarakat yang dapat memberikan kontribusinya bagi perkembangan pembangunan di Kabupaten Aceh Timur.
18
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku 1. Widjaja HAW, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. 3. HM. Sjaiful Rachman, Pembangunan dan Otonomi daerah Realisasi Program Kabinet Gotong Royong, Yayasan Pandur Siwah, Jakarta, 2004. 4. Jimly Assiddiqie,
Pokok-pokok Hukum Tata
Negara
Indonesia
Pasca
Reformasi, Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2007.
B. Peraturan Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633). 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866) 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
C. Internet 1. http://informasi-syarif.blogspot.com/2011/04/kajian-yuridis-sistempemerintahan.html 2. http://www.scribd.com/doc/72179674/223-Doc-1. 3. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_Aceh 4. http://buletininfo.com/?menu=news&id=7638
19
Tim Penyusun Naskah Akademik Bagian Hukum Setdakab. Aceh Timur: 1. Drs. BAHRUMSYAH, MM 2. ISKANDAR, SH 3. MB. BANDI HARVIRDAUS, SH 4. MUCHSIN MUCHTAR, SH 5. MUHAMMAD AFANDI, SH 6. SAIFUL ADHAR 7. AGUS JUFRIZAL 8. NURHAYATI