PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NAMA-NAMA KAMPUNG BERUNSUR "OK" DALAM BAHASA NGALUM KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG
Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia
Oleh: W. Yuventus Opki NIM: 134114007
PROGRAM S'I'UDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skripsi
NAMA-NAMA KAMPUNG BERUNSUR "OK" DALAM BAHASA NGALUM
DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG
Oleh: W. Yuventus Opki
NIM: 134114007
Telah disetujui oleh:
P=~h
~-7"-:....L..
__
-=-"j?
Tanggal,.JI..
~
2017
Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum
p_e_m_b_im_b--,,~_g_II, t
Tanggal•
Dr. Yoseph Yapi Taum
ii
&~~.2017
./!...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skripsi NAMA-NAMA KAMPUNG BERUNSUR "OK" DALAMBAHASANGALUM DlKABUPATENPEGUNUNGANBINTANG
Dipersiapkan dan ditulis oleh W. Yuventus Opki NIM: 134114007
Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 25 Agustus, 2017 Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia
Nama Lengkap
Ketua
: Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum.
Sekretaris : Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Anggota
: Susilawati Endah. Peni Adji, S.S,. Mum.
Yogyakarta, 25 Agustus, 2017
n
Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum
III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERYANTAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahawa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah diseblltkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 05 September, 2017 Penlllis
W. Yuventus Opki
IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : W. Yuventus Opki NIM
: 134114007
Demi
kepentingan
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
saya
berikan
kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang beljudul " Nama-Nama Kampung Berunsur "Ok" dalam Bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang'
serta perangkat
yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhmma hak menyimpan, mengalihkan, dalam bentuk lain, mengolanya ke dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas daan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesunggunya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 05 September, 2017
Yang menyatakan,
w. Yuventus Opki
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KEPADA MEREKA, KUPERSEMBAHKAN: 1. Bapa Hengki Opki (†)
22. Bapak Timotius Opki (†)
2. Bapa Lambertus B. Opki, S.Pd (†)
23. Anak Basip Bill Opki
3. Ibu Bernadeta Opki (†)
24. Anak Yosika Bill Opki
4. Bapa Drs. Theo B. Opki (†)
25. Anak Yoseph D. Bill Opki
5. Bapa Oktavianus Opki (†)
26. Anak Yusuf D. Bill Opki
6. Yakon Lodwina Opki (†)
27. Uropkur Karolina Opki
7. Yakon Diana Opki (†)
28. Adik Lia Opki
8. Yakon Longginus Opki (†)
29. Adik Julia D. Opki
9. Yakon Stefanus Opki (†)
30. Adik John Permaweng Opki 31. Anak Luky Opki
10. Ibu Emilka Opki
32. Anak Anjela K. Opki
11. Laurens K. Opki
33. Anak Marioneta K. Opki
12. Yanuarisu K. Opki
34. Anak Bernadeta Opki
13. Ning Yanuaris Bakweng Opki
35. Ansap Tresio K. Opki
14. Ning Laban Opki
36. Bapa Marko Opki, S.Pd
15. Ning Okalka Opki
37. Ibu Alfonsina Opki
16. Ning Okipur Opki
38. Ibu Theodora Opki
17. Anak Krosia Bill Opki
39. Bapa Libertus Opki, S.Pd
18. Bapak Edmondus Opki
40. Anak Pelivia Opki
19. Olandia Opki
41. Priskila Opki
20. Olivia Opki
42. Eufrasi Opki
21. Okyuki Opki
Motto: ‘’Jangan Takut Berjalan Lambat, Asal Jangan Berhenti’’
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA: Yang tercinta, Bapa Almahrum “Hengki Opki”, engkau selalu mendewasakan saya melalui nasehat yang tak pernah bosan saat masa kecilku yang begitu sembrono. Aku bersyukur, atas nasehatmu, harapan dan impianmu, impianku telah kuraih. “Yepmum Botom Dipyop”. Atangki Aplim Apom selalu menyertaimu bersama para kudus di Surga Yang tercinta, “Mather of Teresa, Mellyana Kuripkon Kalaka”, engkau adalah mutiaraku yang datang meringankan di setiap beban dengan nilai yang tak kurang dan tak lebih membayar UKT dan SKS. Pengorbananmu tak pernah kusandingkan dengan apa pun. Doadoamu selalu menyertaiku. Doa-doamu berubah dengan situasi yang tak aku bayangkan. Semua kebaikanmu, hanya Tuhan yang membalasnya. “Yepmum Nanong Dipyop” Atangki Apli Apom Berkati. Yang tercinta, Keleuarga “Bapak Jery Uropdana” yang selalu memberi dukungan moril. Yang tercinta “Pade Pieter Kalakmabin”, yang telah membantu tena, dalam setiap kesulitan. Atangki Aplim Apom Berkati. Yang tercinta, Urop Dosen “Melkior N.N. Sitokdana”, serta Istri, dan anak-anak yang Tuhan Yesus kasihi, Yepmum atas bantuannya dalam membagikan ilmu, sehingga skripsi ini bisa dapat ditulis. Atangki Aplim Apom berkati. Yang tercinta, Urop, Tena, “Yanuarisu K. Opki” serta istrinya “Basilisa Asemki”, anakanak; “Anggela K. Opki, Marioneta K. Opki, Bernadeta Opki, Hansam Thresio K. Opki”, terimakasih atas dukuangannya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Atangki Aplim Apom Berkati. Yang tercinta, keluarga bapak “Kalox Bil” (†), istrinya, “Karolina Opki”, serta anak-anak; “Krosiana B. Opki, Basip B. Opki, Yosika B. Opki, dan kembar yang tercinta, Yoseph D. B. Opki, dan Yusup D. B. Opki”. Terima kasih atas dukungannya. Atangki Aplim Apom Berkati
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan doa kepada Allah Aplim Apom yang telah menciptakan dan memberikan nafas kehidupan serta hikmat dalam pengetahuan dan atas perlindungan-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nama-Nama Kampung Berunusr “Ok” dalam Bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang, Provinsi Papua”. Dengan perjalanan yang panjang dari SD, SMP, SMA, sampai ke Perguruan Tinggi, yang telah saya lalui, maka akhir dari pada ini, saya pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada orang-orang hebat yang telah membimbing, mendampingi, dan mengoreksi skripsi saya dari awal hingga akhir ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof., Dr., I., Praptomo Baryadi, M. Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan membimbing kepada saya dalam penulisan skripsi dari perbaikan kata, kalimat, sehingga penyusunan skripsi ini telah diselesaikan. 2. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan memberikan arahan, masukkan, dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Segenap Staf Dosen Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma yang saya cintai; Dr. P. Ari Subagyo, selaku dosen dan Dekan Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, S.E. Peni Adji, M.Hum, dosen dan Kaprodi Sastra Indonesia, Dr. B. Rahmanto, M.Hum, dan Pak Sony serta karyawan Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. 4. Bapak Hengki Opki (†) dan Mellyana Kalaka yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dengan penuh kasih sayang yang tak hingga berupa doa materi, nasihat, semangat, dan perhatian yang setulus-tulusnya. 5. Uropkur dan Ning yang telah memberikan dukungan doa, moril, beri semangat: Emilka Opki, dan Laurensius K . Opki 6. Uropkur Karolina serta anak-anaknya: Yhosep, Yusup, Yosika, Basip, dan Krosiana 7. Urop Yanuarusi K. Opki serta Istri Basilia Asemki serta anak-anaknya: Anjela, Marioneta, Bernadeta, dan Hansam.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8. Keluarga Bapa Jeri serta, Istrinya, Emilka Opki, dan anak-anaknya: Mario, Uel, dan Ela. 9. Bapa Geri dan istrinya, Enggelina Opki, dan anak-anaknya: Geopani, Denom, Tombul, dan Ipur. 10. Pemerintah Kabupaten Pegunungan yang saya cintai dan Tuhan kasihi.
Yogyakarta, 05 September, 2017
Penulis
~OP"
IX
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Opki, W.Yuventus, 2017. “Nama-Nama Kampung Berunusr “Ok” Dalam Bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang, Provinsi”. Skripsi Strata I (S-1). Progran Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Objek penelitian ini adalah nama-nama kampung berunsur “Ok” dalam Bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Ada tiga masalah yang dibahas, yaitu (1) Bagaimana sejarah asal usul masayarakat suku Ngalum, letak geografi, dan demografi masyarakat suku Ngalum bertutur bahasa Ngalum?, (2) Dasar penamaan Kampung (3) Apa maksud atau makna filosofi yang direpresentasikan oleh nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum?. Tujuannya adalah (1) deskripsikan sejarah asal usul masyarakat suku Ngalum, letak goegrafis, dan demografi masyarakat suku Ngalum di Pegunungan Bintang (2) deskripsikan nama kampung mana saja yang berunsur "Ok " dalam bahasa Ngalum, dan (3) deskripsikan maksud atau makna filosofi yang direpresentasikan oleh nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum bagi masyarakat suku Ngalum. Penelitian ini digunakan empat metode dalam pengumulan data, yaitu (1) metode simak adalah metode yang dilakukan secara mengamati, menyimak, langsung pengguna bahasa dalam nama-nama kampung yang berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum. (2) teknik libat cakap, yaitu teknik dengan mengamati dan mencatat data berupa nama-nama kampung berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum, (3) metode cakap, yaitu metode yang dilibatkan antara peneliti dan informan dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan, (4) metode padan dan metode translasi, yaitu metode padan adalah alat penentunya terletak di luar unsur bahasa dan metode translasional, yaitu metode yang dipengaruhi oleh aspek social penutur yang dapat diteliti. Metode hasil analisis data dapat digunakan dengan metode informal, yaitu metode yang menggunakan katakata biasa, yaitu kata-kata yang bersifat denotative. Hasil penelitian atas “Nama-nama kampung yang berunsur “Ok” yang berasal dari bahasa Ngalum”, yaitu (1) Oksibil, (2) Okaom, (3) Okautaka, (4) Okatem, (5) Okyop, (6) Okbab, (7) Oklip, (8) Okyumi, (9) Okarka, (10) Okngangop, (11) Okbape, (12) Oktela be, (13) Okitiwok (Nanom), (14) Okmanit, dan (15) Okano-Oksebul x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil penelitian di atas, ada 6 kampung yang sudah jadi wilayah distrik yaitu, (1) Distrik Oksibil, (2) Distrik Okaom, (3) Distrik Okyop, (4) Distrik Okbab, (5) Distrik Oklip, dan (6) Distrik Okbape. Makna atau maksud filosofis yang direpresentasikan oleh nama-nama kamung berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum bagi masyarakat Ngalum dapat dibagi empat demensional yaitu, (1) makna atau maksud filosofis dari dimensi ekonomis, (2) dimensi teologis, (3) dimensi geografis, dan (4) dimensi sosiologis. Asal pemberian nama kampung di Pegunungan Bintang berdasarkan nama “Ok” terjadi antara mitos penciptaan, folklore, dan pemberian nama berdasarkan pengaruh-pengaruh luar, serta terjadi fenoma alam di sektar lingkungan masyarakat.
Kata kunci: Sejarah, dasar penamaan kampung, dan maksud atau makna filosofis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Opki. W. Yuventus, 2017. The names of the village of Ok in Ngalum tribe language in Pegunungan Bintang –Privince of Papua. Thesis strata I(S-1). Indonesian Literature Study Program, Sanata Dharma University of Yogyakarta. Opki, W.Yuventus.2017. “ The names of the village of Ok in Ngalum tribe language in Pegunungan Bintang–Privince of Papua.There are three issues discussed namely ; (1)how the historical origin of Ngalum tribe , geographical position , demographic society of Ngalum tribe who speak Ngalum language, (2)Basic naming of the villages , and (3) What is the meaning of the philosophy represented by the name of the village of Ok in Ngalum language .. The aims of this research are (1) to describe the historical origin of Ngalum tribe in Pegunungan Bintang , (2) To categorize the names of the villages which are the villages of Ok in Ngalum tribe language , and (3) portray the meaning of the philosophy represented by the name of the village of Ok in Ngalum language for Ngalum tribes. This research used four methods in collecting data, namely (1) the method of listening. It is done by observing and direct listening in language use in the names of the village of Ok in Ngalum tribe language . (2) Involvement Conversational techniques. It is a technique by xii observing and recording data in the form of the names of the village of Ok in Ngalum tribe language .(3) Conversational technique . It is a method involves the researcher and informant conducted using spoken language. (4) The method of the equivalent and translation. The method of equivalent is the means of determining is located outside the language elements. The translational method is the method influenced by the social aspects of the speakers that can be examined . The result of data analysis can be used in informal methods. Informal methods is a method that use ordinary words and denotative. The result of the research above “ the names of the village of Ok which comes from Ngalum tribe language are : (1) Oksibil, (2) Okaom, (3) Okautaka, (4) Okatem, (5) Okyop, (6) Okbab, (7) Oklip, (8) Okyumi, (9) Okarka, (10) Okngangop, (11) Okbape, (12) Oktelabe, (13) Okitiwok (Nanom), (14) Okmanit, dan (15) Okano-Oksebul
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
From the results of the above research, there are 6 villages that have become district. They are; District of Oksibil , (2) District of Okaom, (3) District of Okyop, (4) District of Okbab, (5) District of Oklip, dan (6) District of Okbape. the meaning of the philosophy represented by the name of the village of Ok in Ngalum language for Ngalum tribes can be divided
into four dimensional such as ;
(1) the
philosophical meaning of the economic dimension , (2) the theological dimension, (3) the geographic dimension , and (4) sociological dimension.
The origin of village naming in Pegunungan Bintang based on the name of Ok takes place between the creation of mythos , folklore , and naming based on outside influences and natural phenomenon in neighborhoods.
Keys Words: History, basic naming of the villages, philosophical meanings
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN BIMBINGAN .................................................................... ii HALAMAN PENGESEHAN PENGUJI ............................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN HASIL KARYA ................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN KEPADA KELUARGA OPKI ....................................... vi LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................. vii KATA PENGANTAR ........................................................................................................ viii ABSTRAK .......................................................................................................................... x ABSTRACT.......................................................................................................................... xii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4
1.4
Manfaat Hasil Penelitian .................................................................................. 5
1.5
Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 6
1.6
Landasan Teori ................................................................................................. 7 1.6.1
Penamaan Dalam Konteks Bahasa .................................................... 7
1.6.2
Peniruan Bunyi .................................................................................. 9
1.6.3
Penyebutan Sifat Khas ....................................................................... 10
1.6.4
Penemu dan Pembuat ......................................................................... 10
1.6.5
Tempat Asal ....................................................................................... 11
1.7
Penamaan dalam Konteks Bahasa Daerah ....................................................... 11
1.8
Maksud atau Makna Filosofis Nama Kampung atau Tempat .......................... 13
1.9
Metode dan Teknik Penelitian ......................................................................... 15 1.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data............................................. 15
1.9.2
Metode dan Teknik Analisis Data ..................................................... 16
1.9.3
Metode Penyajian Hasil Analisis Data .............................................. 17
1.9.4
Metode Studi Pustaka ........................................................................ 18
1.9.5
Sistematika Penyajian ........................................................................ 18 xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LETAK GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS SUKU NGALUMSERTA DAN SEJARAH ASAL USULNYAMASYARAKAT NGALUM YANG BERTUTUR BAHASA NGALUM ........................................................................................................................... 19 2.1
Kata Pengantar ................................................................................................. 19
2.2
Letak Gografis.................................................................................................. 19
2.3
2.4
2.2.1
Lokasi................................................................................................. 20
2.2.2
Kondisi Alam ..................................................................................... 22
2.2.3
Demografi .......................................................................................... 23
Pengertian Sejarah............................................................................................ 24 2.3.1
Sejarah Asal Usul Masyarakat Suku Ngalum .................................... 27
2.3.2
Bahasa Yang Digunakan Oleh Masyarakat Suku Ngalum ................ 32
2.3.3
Wilayah dalam Perbedaan Dialek Bahasa Ngalum ........................... 33
Sistem Mata Pencaharian ................................................................................. 38 2.4.1
Sistem Berladang ............................................................................... 38
2.4.2
Sistem Berburu dan Meramu ............................................................. 39
2.4.3
Sistem Beternak ................................................................................. 40
2.4.4
Sistem Kekerabatan dan Pranata Sosial ............................................. 41
2.4.5
Sistem Pengetahuan ........................................................................... 43
2.4.6
Sistem Pemukiman ............................................................................ 45
2.4.7
Sistem Kesenian ................................................................................. 46
2.4.8
Sistem Religi ...................................................................................... 48
2.4.9
Sistem Perdagangan ........................................................................... 49
BAB III NAMA-NAMA KAMPUNG BERUNSUR OK DALAM BAHASA NGALUM KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG .................................................. 51 3.1
Pengantar .......................................................................................................... 51
3.2
Dasar Penamaan (thoponimy) Wilayah atau Tepmat ....................................... 51 3.2.1
Kampung/Kota Oksibil ...................................................................... 53
3.2.2
Kampug/Distrik Okaom ..................................................................... 54
3.2.3
Kampung Okalutaka .......................................................................... 56
3.2.4
Kampung Okatem .............................................................................. 57
3.2.5
Kampung Okyop ................................................................................ 59
3.2.6
Kampung/Distrik Okbab .................................................................... 60
3.2.7
Kampung Oklip.................................................................................. 63 xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.2.8
Kampung Okyumi .............................................................................. 64
3.2.9
Kampung Okarka ............................................................................... 65
3.2.10
Kampung Oknganop .......................................................................... 66
3.2.11
Kampung/Distrik Okbape .................................................................. 67
3.2.12
Kampung Oktelabe ............................................................................ 68
3.2.13
Kampung Okitiwok (Nanom) ............................................................ 69
3.2.14
Kampung Okmanit = batu delima ...................................................... 70
3.2.15
Kampung Okano (Air mentah) .......................................................... 71
BAB IV MAKSUD ATAU MAKNA FILOSOFI “OK” BAGI MASYARAKAT SUKU NGALUM KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG .................................... 73 4.1
Pengantar .......................................................................................................... 73
4.2
Pengertian Filosofi ........................................................................................... 74
4.3
Macam Filosofi “Ok” Bagi Masyarakat Suku Ngalum di Pegunungan Bintang .................................................................................... 76 4.3.1
Makna Filososi “Ok” dari Sudut Pandang Teologis .......................... 79
4.3.2
Makna Filosofi “Ok” dari Sudut Pandang Ekonomis ........................ 81
4.3.3
Makna Filosofis “Ok” dari Sudut Pandang Geografis ....................... 82
4.3.4
Makna Filosofi “Ok” dari Sudut Pandang Sosiologis ....................... 82
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 86 5.1
Kesimpulan ...................................................................................................... 86
5.2
Saran................................................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 89 LAMPIRAN ........................................................................................................................ 93
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Objek penelitian ini adalah nama-nama kampung berunsur "Ok" dalam bahasa daerah
suku Ngalum (local language) di Kabupaten Pegunungan Bintang. Nama-nama kampung berunsur "Ok" tersebut sebagai berikut, (1) Oksibil, (2) Okaom, (3) Okautaka, (4) Okatem, (5) Okyop, (6) Okbab, (7) Oklip, (8) Okyumi, (9) Okarka, (10) Okngangop, (11) Okbape, (12) Oktelabe, (13) Okitiwok (Nanom), (14) Okmanit, dan (15) Okano -Oksebul Kata "Ok" (Ngalum) diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah "air". Masyarakat suku Ngalum di Pegunungan Bintang dipandang sebagai "Kata Ok" (Manusia Ok/suku Ok). Artinya, kata "Ok" merujuk pada manusia Ngalum itu sendiri. Nama-nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang merupakan hasil karya (cipta) Tuhan (Atangki), bahwa setiap kampung memilik sumber mata air. Oleh karena itu, masyarakat suku Ngalum disebut sebagai manusia "Ok" ( kaka "Ok”). Pada umumnya, air dipandang sebagai mata kehidupan bagi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan Bagi masyarakat suku Ngalum, "Ok" dipandang sebagai berkat kesucian yang diberikan oleh sang pencipta alam semesta. Dalam ritual-ritual upacara adat, masyarakat suku Ngalum diawali dan diakhiri dengan minum air. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan minum air, jiwa manusia "Ok" dapat disucikan atau diberkati oleh Attangki (Tuhan). Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, ketika orang sedang sakit, masyrakat Ngalum melakukan doa bersama dengan ritual-ritual khusus untuk mendoakan orang sakit. Pada saat doa, si pendoa akan sediakan air, setelah doa selesai, si penderita diberi air untuk diminum. Dengan maksud agar orang tersebut dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain itu, masyarakat suku Ngalum menggunakan air pada saat upacara pernikahan. Dalam upacara pernikahan tradisional Ngalum, pihak laki-laki akan mengundang pihak perempuan ke rumah pihak laki-laki untuk menerima harta (maskawin) yang telah disiapkan pihak laki-laki. Acara pernikahan ini ditandai dengan menggantungkan noken (men) di atas kepala perempun (men abol diron atau men abol dirparenepuron). Men/Noken direpresentasikan sebagai alat untuk menyimpan dan membawa segala hasil buminya melalui noken itu dari ladangnya ke rumah. Setelah itu, perempuan tersebut diberi minum (Okdirparon atau Okdirparepuron). Dengan maksud, bahwa kedua pasangan ini sah sebagai pasangan suami istri dan menjalankan hidupnya terpisah dari orang tua mereka. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya adalah antara suatu satuan bahasa, sebagai lambang bunyi. Misalnya kata, dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkan bersifat sewenang-wenang tidak ada hubungan wajib di antara keduanya, (Chaer, 2009:43). Misalnya kata, "Ok" dengan benda yang diacunya, yaitu air. Air merupakan berwujud zat cair. Konteks dari pada air yang dimaksud berbeda dengan air yang dicampurkan atau direaksikan dalam bahan-bahan kimia, seperti air raksa, dan alkohol. Kata "Ok" dibagi dalam tiga fariasi dalam bunyi bahasa, yaitu kata "Oke" (bahasa Indonesia), "Ok" (dalam bahasa Ngalum), dan "Ok/Okey" (dalam bahasa Inggris). Satu kata ini, memiliki bunyi yang mirip dan atau sama namun, mengandung arti yang berbeda. Kata "Ok" (Ngalum) artinya „air‟, "Oke" (Indonesia) artinya `ya' dan "Ok/Okey" (Inggris) artinya, „Oke, iya, dan baik). Kata Ok/Okey (Inggris) dan Oke (Indonesia), yaitu ya, iya, dan baik artinya kata ya, iya, dan baik adalah menyatakan persetujuan atau (di)-setuju-(i) dan menyetujui. Kata "Ok" dalam bahasa Ngalum merupakan kata benda yang bermakna pada benda berwujud zat cair yang dapat diminum dan dipakai untuk mencuci. Kata "Ok" dalam bahasa Ngalum tidak mengalami perubahan bunyi afiksasi.
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara makna gramatikal, kata "Ok" mengandung makna berupa zat cair. Sedangkan kata "Ok" secara makna leksikal tidak akan terbentuk dalam afiksasi, reduplikasi dan proses komposisi karena proses afiksasi pada awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat: (1) Batu seberat itu ter-angkat juga oleh adik. Kata ter-angkat pada kalimat (1) menunjukkan makna „dapat'. (2) Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas. Kata terangkat pada kalimat (2) menunjukkan makna gramatikal. Artinya „tidak dengan sengaja'. Oleh karena itu, kata "Ok" dalam bahasa Ngalum hanya dapat dimaknai secara gramatikal yang mengandung makna dalam sebutan kata benda, yaitu berwujud benda zat cair yang menunjukkan makna „dapat' diminum. Dalam keseharian masyarakat Ngalum akan menyebut "Ok" tidak hanya "Ok" (air) yang berwaranah bening. Akan tetapi, sejenis air apapun menyebutnya "Ok" dengan jenis „‟Ok‟‟ yang diacunya. Contoh: (1) Ok teng
(Ngalum),
Air panas
(Indonesia)
(2) Ok ngil
(Ngalum),
Air dingin
(Indonesia)
(3) Yamen Ok
(Ngalum),
Kuh sayur
(Indonesia)
Dalam pemberian nama kampung misalnya, adalah nama Kampung atau Kota Oksibil juga merupakan nama ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang. Secara historis, nama Oksibil yang sebenarnya adalah Sibilbakon. Sibil yang artinya dekat, Bakon adalah darat (an) atau daerah tempat tinggal. Kemudian nama Sibilbakon dalam bahasa Indonesia adalah Lembah Sibil. Nama kota Oksibil diberi nama oleh seorang missionaris asal Belanda, yaitu Pater Jan Vander Pavert, saat pertama kali ia menginjakkan kakinya membawa Firman Tuhan melalui Pania ke Merauke. Kemudian, ia menjalankan misinya melalui jalan darat ke Sibilbakon
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(Oksibil) saat ini. Perjalanan yang jauh ini, Pater Jan Van De Pavert menanyakan pada masyarakat, bahwa "Saya haus dengan air. Siapa yang membawa air minum? Di samping menyampaikan secara bahasa verbal, Pater juga mempraktikkan dengan bahasa non verbal sehingga masyarakat setempat dengan mudah memberikan respon terhadap permintaan Pater/Rm. Jan. Kemudian, masyarakat setempat menjawab dalam bahasa Ngalum bahwa "Oka sibilpe... " yang artinya „air ada di dekat sini‟ (airnya tidak jauh dari tempat pemukiman masyarakat setempat). Kemudian Pater/Rm Jan Van De Pavert OFM merumuskan kalimat ini menjadi Oksibil, tanpa ada huruf vokal a dan pe sebagi penekanan pada menunjuk tempat.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian (1.1) di atas, yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. 1.2.1 Bagaimana sejarah asal usul masyarakat suku Ngalum, letak geografi dan demografi masyarakat suku Ngalum bertutur bahasa Ngalum? 1.2.2 Nama kampung apa saja yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum? 1.2.3 Apa maksud atau makna filosofi yang direpresentasikan oleh nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk deskripsikan nama kampung yang berunsur
"Ok" dalam bahasa Ngalum. Berdasarkan ketiga rumusan di atas, tujuan terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.3.1 Mendeskripsikan sejarah kedudukan nama-nama kampung berunsur "Ok" dalam peta goegrafi dan demografi masyarakat suku Ngalum. 1.3.2 Mendeskripsikan nama kampung yang berunsur "Ok " dalam bahasa Ngalum 1.3.3 Mendeskripsikan maksud atau makna filosofi yang direpresentasikan oleh nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum.
1.4
Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini, adalah (1) deskripsi tentang sejarah asal usul masayarakat suku
Ngalum serta letak geografis dan demografi masyarakat suku Ngalum bertutur bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang (2) deskripsi tentang nama-nama kampung yang berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum di Pegunungan Bitang (3) deskripsi tentang maksud atau filosofi “Ok” (air) yang direpresentasikan oleh nama-nama kampung berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum bagi masyarakat suku Ngalum di Pegunungan Bintang. Penelitian ini memberi manfaat teoritis dalam bidang semantik dan prakmatis. Dalam bidang semantik,
hasil
penelitian ini mengembangkan teori dasar penamaan. Dalam Chaer (2009:43) dipaparkan, bahwa penamaan dan pendefinisian merupakan dua buah proses perlambangan suatu konsep untuk mengacu kepada suatu referen yang berada di luar bahasa. Menurutnya, kedua proses ini walaupun banyak kesamaan, tetapi banyak pula perbedaannya. Contoh, kata “Ok” dalam bahasa Ngalum maupun Indonesia walaupun kata dan bunyi yang sama, namun bentuk referennya akan berbeda. Perbedaannya ada pada fungsi penggunaannya, yaitu “Ok” dalam bahasa Indonesia mapun bahasa Inggris, merupakan kependekan dari Oke, yang bermakna pada setuju, menyetujui, atau ungkapan sebua persetujuan (terima) dalam mitra bicara. Namun, kata “Ok” dalam bahasa Ngalum merujuk pada kata benda, yaitu air yang bersifat benda cair, bahwa air ini dapat difungsikan oleh mahluk hidup, baik tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam hakikat bahasa dikatakan bahawa bahasa merupakan suatu satuan bahasa, sebagai lambang. Misalnya, kata dengan sesuatu benda dilambangkan bersifat sewenangwenang tidak ada hubungan wajib di anatra keduanya (Chaer,2009:43). Contoh, antara kata kuda dengan benda yang diacunya, yaitu seekor binatang yang dapat dikendarai atau dipakai menarik pedati, tidak bisa dijelaskan sama sekali. Kemudian dalam bidang pragmatik, hasil penelitian ini mengembangkan teori maksud atau makna filosofis penamaan kampung. Sedangkan manfaat praktisnya adalah untuk mendokumentasikan nama-nama kampung yang berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum dapat dirujuk untuk dapat diketahui secara luas, khususnya masyarakat Ngalum yang bertutur dalam bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang.
1.5
Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ditemukan beberapa pembahasan tetang penamaan.
Pembahasan yang telah ditemukan berupa skripsi, buku, dan jurnal. Pembahasan pertama ditulis oleh Suyati dengan judul "Peribahasa yang Berunsur Nama Binatang dalam Bahasa Indonesia (2015) ". Tulisan ini membahas tentang nama binatang yang digunakan dalam peribahasa bahasa Indonesia. Ditemukan pula pembahasan kedua oleh Satryo, dengan judul "Nama-Nama Usaha Dagang Makanan dan Minumand di Jalan Selokan Mataram Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta: Kajian Sosiolinguistik: (2009) ". Tulisan ini mendeskripsikan bentuk dan unsur-unsur bahasa dari nama-nama usaha dagang makanan dan minuman di Jalan Selokan Mataram. Ada dua hal yang dibahas, yaitu (1) bentuk-bentuk nama, dan (2) unsur-unsur kebahasaan. Selain itu, ditemukan tulisan berupa skripsi yang ditulis oleh Novi Kristiana dengan judul "Idiom Berunsur Nama Binatang dalam Bahasa Indonesia (2006) ". Skripsi ini membahas tiga bahasan pokok, yaitu (1) nama binatang yang membentuk kata idiom (2)
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kategori kata yang dapat bergabung dengan nama binatang sehingga membentuk idiom nama binatang, dan (3) kategori idiom nama binatang dan pola idiom nama binatang (INB) yang berunsur nama binatng (NB). Ditemukan juga pembahasan nama tempat atau toponimi Surakarta, oleh Radjiman. Dilihat dari tinjauan pustaka, telah diteliti, bahwa sudah ada yang meneliti tentang penamaan, namun penelitian tentang penamaan tempat atau kampung belum ada yang meneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti akan melakukan penelitian yang berkenaan dengan nama kampung, yaitu nama-nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum di Pegunugan Bintang kemudian peneliti akan membahas nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum di Kabupaten Pegunungan Bintang.
1.6
Landasan Teori Dalam landasan teori akan dipaparkan pengertian penamaan (toponimi), bahasa
daerah, maksud, makna (filosofi).
1.6.1 Penamaan dalam Ilmu Bahasa Dalam sistem penamaan, bahasa pada hakikatnya adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Artinya satuan bahasa berfungsi sebagin lambang. Misalnya kata dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkan tidak ada hubugan „wajib‟ di antara keduanya. Misalnya kata kuda dengan benda yang diacunya adalah seekor binatang yang bekendarai atau dipakai menarik pedati, tidak dapat dijelaskan sama sekali, (Chaer, 2009:43). Menurut percakapan Plato, (dalam Chaer, 2009:43) yang berjudul " Craylos", bahwa lambang adalah kata di dalam satuan bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa rujukan, acuan, atau sesuatu yang ditunjuk oleh lambang. Oleh karena itu, lambanglambang atau kata-kata tersebut tidak lain adalah nama atau label dari yang dilambangkan berupa benda, konsep, aktivitas, dan atau peristiwa. Contoh nama kampung di Kecamatan
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Oksibil adalah Kikon Mirip. Kikon artinya nama orang (perempuan), dan Mirip artinya bakar. Pada masa lalu, ada sebuah peristiwa terjadi. Istrinya meninggalkan suaminya pergi ke kampung lain tanpa diberi tahu suaminya sehingga pihak laki-laki membunuh wanita tersebut lalu dibakar. Itulah sebabnya kampung tersebut dinamai Desa Kikon Mirip. Oleh sebab itu, lahirlah nama kelompok dari benda atau hal yang berjenis-jenis, misalnya (1) nama binatang, (2) nama buah-buahan, dan sebagainya. Nama merupakan suatu lambang untuk sesuatu yang dilambangkan maka pemberian nampun bersifat arbitrer (manasuka atau sewenang-wenang), artinya tidak ada hubungannya sama sekali. Aristoteles (384-322 SM, dalam Chaer, 44) menjelaskan, bahwa pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara sesama anggota suatu masyaakat bahasa. Dalam Jurnal Bhumikksara, Edisi November, 2012 oleh Subagyo memberi sumbangan terhadap penamaan kampung berdasarkan "ekolinguistik". Pada artikel ini diungkapkan toponimi ekologi bahwa ekolinguistik pertama-tama berguna sebagai seperangkat pengetahuan untuk melacak gagasan manusia yang terekam dalam toponimi ekologi. Maka dari itu, toponimi adalah ilmu atau kaidah tentang penamaan rupa bumi. Rupa bumi mencakup fitur-fitur bumi yang baik alamiah, seperti (1) gunung, (2) bukit, (3) sungai, (4) teluk, (5) selat, (6) pulau, (7) laut, dan (8) danau. Penamaan tidak hanya alamiah, adapula tak alamiah atau yang dibuat oleh manusia, misalnya (9) bandara, (10) pelabuhan, (11) Jalan (12) kawasan permukiman (13) Kawasan adminitrasi [provinsi, kabupaten, kecamatan, kota, dan desa] (2012:8). Contoh penamaan berdasarkan buatan manusia (14) Bandara Adisucipto, Bandara Soekarno Hatta. Sedangkan penamaan berdasarkan alamiah (15) Gunung Wa (Abenong Wa), Gunung Aplim Apom (abenongAplim Apom). Menurut pakar toponimi dari ITB , Jakub Rais, (dalam “Jurnal Bhumikasara”, 2012:8), bahwa nama merupakan refleksi sejarah peradaban manusia. Nama sebuah tempat menyimpan semua fenomena vegetasi pada zaman tertentu, aktivitas masyarakat nama itu
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibentuk, termasuk juga konteks sosial yang tertuang dalam cerita rakyat. Misalnya (l6) nama Kemang di Jakarta menunjukkan kondisi kawasan yang waktu itu banyak ditumbuhi oleh pohon kemang. Dalam "Pengantar Semantik Bahasa Indonsesia " (Chaer, 1990:43-52) pada bab 3 dibahas tentang penamaan dan pendefinisian. Pada bagian penamaan yang meliputi, (1) peniruan bunyi (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penemu dan pembuat, (5) tempat asal (6) bahan, (7) keserupaan, (8) kependekan, (9) dan penamaan baru. Dari kesembilan bahasan di atas, peneliti akan dibatasi beberapa pokok yang dijadikan sebagai bahan penelitian, yaitu (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan sifat khas, (3) Penemu dan atau pembuat, (4) Tempat asal, dan (5) bahan.
1.6.2 Peniruan Bunyi Peniruan bunyi adalah sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda atau suara yang ditimbulkan oleh sesuatu benda. Sebagai contoh (17), sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak cecak karena bunyinya "cak cak cak". Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan ini disebut peniruan bunyi atau onomatope, (Chaer, 44-45). Contoh (18) sejenis burung (aves) disebut Wakom (Ngalum) karena bunyinya “kwok kwok, kwok”. Fungsngsi bunyi atau suara yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh burung Cenderawasih, tidak memiliki hubungan fungsionalitas bahwa, yang menjadi fungsi utama dari burung tersebut adalah bulunya sebagai perhiasan untuk menari, menghiasi dalam ruang tamu, digunakan atau diberikan kepada tamu negara, pejabat yang hendak berkunjung ke daerah (provinsi, kabupaten, desa, dan kecamatan).
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.6.3 Penyebutan Sifat Khas Pada penyebutan sifat khas, jenis ini sama dengan parst prototo, yaitu bahasa yang menyebutkan hanya bagian dari suatu benda atau hal. Yang dibicarakan adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda. Gejala ini merupakan peristiwa semantik, karena peristiwa tersebut terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat mejandi kata benda. Sifat itu akan menonojol sehingga kata sifat tersebut akan menjadi sebuatan nama benda. Disini terjadi perkembangan, yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat mendesak kata bendanya, karena sifatnya yang amat menonjol; sehingga kata sifat itulah yang menjadi nama bendanya, (Chare, 1990: 4647). Contoh (19) misalnya nama orang yang tidak bisa kerja atau pemalas akan diberi nama Setyongmen (Ngalum).
1.6.4 Penemu dan Pembuat Pada bagian ini memperlihatkan, bahwa di lingkungan sekitar banyak dijumpai penamaan berdasarkan penemu dan pembuat. Di bidang ilmu-ilmu sain misalnya, Fisika, Matematika, Kimia, Geografi dan bidang ilmu lainnya. Banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemu, nama pembuat pabrik, dan atau nama peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah appelativa. Nama-nama benda dari nama orang. Contoh, (20) Kondom, yaitu sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom, (21) Volt adalah seoarang ahli fisikawan Italia yang menciptakan Baterai Volta (Voltac Pile) sekarang, hasil temuannya dijadikan sebagai satuan beda potensial listrik (volt). Selain itu, nama orang atau nama pabrik dan mereka dagang yang kemudian menjadi nama benda hasil produksi yang dapat digunakan oleh manusia. Contoh lain (22) aspirin, obat sakit kepala, coba, obat sakit perut, tippex alat koreksi tulisan/ketikan, miwon bumbu masak, (Chaer, 47-49).
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.6.5 Tempat Asal Sejumlah nama dapat ditelusuri dari nama tempat asal benda. Sebagai contoh (23) kata magnet berasal dari nama tempat di Magnesia (24) kenari, yaitu nama sejenis burung yang berasal dari nama pulau kenari di Afrika, (25) kata sarden atau ikan sarden berasal dari nama pulau Sardinia di Italia. Penamaan tempat tidak hanya berdasarkan nama tempat, melainkan bisa dengan kata kerja. Misalnya nama tempat yang dibentuk dari kata kerja didigulkan yang berarti dibunag ke Digul di Bovendigul Marauke. Selain itu, ada juga kata kerja dilautkan yang artinya diceburkan ke dalam laut. Nama pulau di Australia Selatan, yaitu Tasmania diambil dari nama seorang penjelajah dan pedagang berkebangsaan Belanda yang terkenal dengan perjalanannya pada 1642 dan 1644 untuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Dia adalah orang Eropa pertama yang diketahui mencapai kepulauan Tanah Van Diemen atau sekarang disebut dengan Tasmania.
1.7
Penamaan dalam Konteks Bahasa Daerah Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah
negara kebangsaan pada suatu dareah kecil, Negara bagian federal, provinsi, atau daerah yang lebih luas, https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa daerah. Definisi bahasa daerah menurut piagam internasional, bahwa bahasa-bahasa daerah digunakan dalam wilayah suatu Negara, oleh warga Negara dari Negara itu yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di Negara tersebut, (2) Bahasa-bahasa yang berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari Negara itu. Bahasa daerah di Papua yang sudah diteliti berjumlah 307 bahasa daerah. Salah satunya adalah bahasa daerah suku Ngalum di daerah Pegunungan Bintang. Tradisi pemberian nama tempat akan disesuaikan dengan fenomena yang berlangsung terjadi dalam lingkungan yang dipengaruhi pula struktur kebudayaan dalam suatu daerah.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemberian nama pada setiap masyrakat mungkin berbeda budaya. Contoh, (1) di Amerika Utara hanya mengenal satu nama, yaitu nama diri yang diambilkan dari ilham yang diberikan oleh Monitou kepadanya. Untuk memberikan nama bayi yang baru lahir, maka ayahnya akan memangkunya tiap sore hari di depan pintu rumahnya. Begitu pula alam akan memberi tanda bagi bayinya tersebut. (2) Hal ini pula terjadi pada masyarakat Tionghoa. Di lingkungan masyarakat Tionghoa ada tiga macam nama, yaitu pertama, personal name (nama diri), yaitu nama yang diperoleh dari orang tua ketika dia masih bayi. Nama-nama akan diambil dengan penuh pengharapan. Contoh (2a) Mo-tze, Lau-tze, Tze-ying, Jung-lo, dan Hui-ti. Kedua, Period name (nama keluarga) ketika masih hidup. Dalam tradisi Raja-raja nama ini disebut: Nien-Hao, yaitu nama ketika Raja masih berkuasa, tradisi ini digunakan sejak jaman Dinasti Ming berkuasa. Ketiga, Temple name (nama setelah meninggal atau setelah dicandikan atau Miao-hao), yaitu nama ini diberikan setelah bersangkutan meninggal dunia, (Radjiman, 1984:60-61). Di daerah Jawa, dalam tradisi penamaan istana, pemberian nama disebut dengan Sentana dan Abdi Dalem ditentukan oleh Raja dengan peraturan atau pranata dan kekancingan Dalem. Sentana atau Apdi Dalem tidak boleh memilih nama sendiri menurut seleranya. Nama imbuhan "Nagara" untuk jabatan Bupati dan sederajat; "Reksaka" untuk jabatan Mantri dan sederajat; "Pranata" untuk jabatan Lurah/Jajar dan sederajat; "Pustaka" untuk jabatan Kantor Administrasi atau perpustakaan; "Yuda" untuk para prajurit. Namun, bagi Sentana akan digunakan atau diberi kata-kata imbuhan Ningrat, Kusuma, Wijaya, Magkubumi, Mangkunagara, Buminata, dan sebagainya. Tidak hanya itu, masyarakat Jawa juga memiliki tradisi pemberian penamaan tempat. Masyrakat Jawa mempraktekkan tradisi pemberian nama tempat dengan mengingat situasi dan kondisi, harga masa depan yang gemilang atau penguasa maupun tokoh terhormat ditempat terhadap peristiwa masa lampau yang hebat, (Radjiman, 1984:63).
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Rajiman (1984:64) dalam (Random House Dictionary, 1968:1386); MJ.Koenens (1938-1038), toponimi disebut dengan istilah plaatsnumen-kunde. Arti dari kedua pendapat itu adalah ilmu yang bergerak dalam pengetahuan tentang penelitian namanama tempat. Dari kedua pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pengetahuan toponomi dapat menentukkan atau menunjukan nama-nama dari tempat-tempat tertentu dan dapat menentukkan peta geografisnya. Contoh: (3) Nama Kota "Banyumangi". Nama ini dimulai dari seorang bangsawan yang membunuh istrinya sendiri tanpa sebab. Sebelum meninggal, isterinya berkata: "Apabila air sungai ini berbau wangi, (harum), itu pertanda bahwa saya tidak bermasalah. Demikianlah benar-benar airnya berbau harum dan bangsawan ini berteriak "Banyuwangi" menjadi nama tempat/kota di daerah Jawa di bagian timur. Contoh (4) Nama Kota "Semarang". Nama Semarang terjadi sebab dahulu menjadi pusat penimbunan buah asam dan arang. Asem dan arang menjadi Asemarang. Kemudian huruf vocal a dihilangkan menjadi Semarang. Contoh (5) Boyolali. Nama ini berhubungan dengan cerita rakyat Kyai Ageng Pandanarang (Sunan Tembayat) dalam perjalanannya dari Semarang Akan berjiarah ke makam di Jabalkat (Tembayat). Dari ceritra tersebut muncul nama-nama: Salatiga, Teras, Majasanga, dan sebagainya (Rajiman, 1984:65).
1.8
Maksud atau Makna Filosofis Nama Kampung atau Tempat Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar telah disepakati bersama
oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti, (Suyanti, 2015:11-12). Dari pengertian tersebut, ada tiga unsur pokok pengertian makna, yaitu (1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga saling mengerti.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sedangkan filosofi secara etimologis, istilah filsafat merupakan kata falsafah (bahasa Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), yang berasal dari bahasa Yunani Philosophia. Kata philosophia adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata, yaitu philos dan shopia. Kata philos berarti cinta (love) atau sahabat, dan shopia berarti kebijaksanaan (wisdom), kearifan, dan pengetahuan. Sehingga secara etimologis, kata filsafat berarti "love of wisdom " atau cinta kebijaksanaan, cinta kearifan, cinta pengetahuan, atau sahabat kebijaksanaan, sahabat kearifan, dan sahabat pengetahuan, (Maksum, 2016:11). Dilihat dari maksud atau makna filosofis dalam penamaan kampung, bisa dapat dilihat dari karakteristik letak geografis yang ada dilingkungan sekitar . Jiika dilihat dari segi geografis, Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan wilayah berpegunungan yang kaya akan sumber air. Sebab di setiap kampung atau desa, di Pegunungan selalu ada air. Baik itu air (sungai) besar maupun air (sungai) besar. Air (sungai) yang tersedia di setiap kampung (desa) dengan sumber mata air langsung dari pegunungan. Oleh karena itu, salah satu filososis yang mendasar adalah, nama-nama kampung (desa) di Pegunungan Bintang diberi nama dengan nama Ok (air) yang mengalir di tengah permukiman manusia berada. Bagi masyarakat suku Ngalum Ok di pandang sebagai hal yang sangat dinamis. Artinya, mereka akan selalu tenang ketika dalam menghadapai suatu masalah. Mereka juga sangat mudah bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat lain di lingkungannya. Karena “Ok” (air) sebagai peneguk hati atau penenang bagi jiwa manusia itu sendiri. Maka dari itu, maksud atau makna filosifis “Ok” bagi masyarakat suku Ngalum dapat dilihat dari aspek teologis, ekonomis, geografis, dan sosiologis, yang nanti akan di paparkan pada bab tersindiri mengenai keempat aspek filosofis “Ok” bagi suku Ngalum di Pegunungan Bintang.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.9
Metode dan Teknik Penelitian Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, (1) tahap pengumpulan data (2) tahap analisis
data dan (3) tahap penyajian hasil analisis data, dan (4) Metode Studi Pustika. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap dalam penelitian.
1.9.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Objek penelitian ini adalah nama-nama kampung berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum. Data dapat diperoleh dari buku, majalah, jurnal, karya ilmiah, artikel yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Selain itu, data yang dikumpulkan berupa namanama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum melalui metode simak. Metode simak adalah metode yang dilakukan secara mengamati dan menyimak langsung pengguna bahasa. Teknik yang digunakan dalam tahap penelitian ini adalah teknik simak libat cakap, yaitu teknik dengan mengamati dan mencatat data berupa nama-nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum. Data yang sudah terkumpul akan diklasifikasikan berdasarkan sejarah filosofi "Ok", maksud yang direpresentasikan "Ok" bagi masyarakat suku Ngalum di Pegunungan Bintang.
Langkah berikutnya adalah metode analisis data.
Langkah ini akan digunakan dengan metode cakap. Metode cakap adalah metode yang dilakukan antara peneliti dengan informan. Metode ini ditandai dengan percakapan antara peneliti dengan informan dapat kontak langsung berhadapan sehingga data diperoleh melalui penggunaan bahasa secara lisan. Selain itu, metode ini digunakan pula metode teknik catat. Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika metode simak dengan teknik lanjutan. Apabila teknik ini tidak dilakukan dengan pencatatan, si peneliti dapat melakukan alat perekaman. Teknik rekam sangat dimungkinkan terjadi jika bahasa yang diteliti masih dituturkan oleh pemiliknya (Mahsun, 2005:92-95)
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.9.2 Metode dan Teknik Analisis Data Langkah berikut adalah metode analisis data. Metode dalam bahasa Ingrris (method), yaitu cara untuk melakukan sesuatu (Muhammad, 2016:233). Berdasarkan defenisi tersebut, metode analisis data dapat dibagi menjadi dua, yaitu pertama, metode padan (identity method) dan metode agih (distributional method). Dalam buku Muhammad, berjudul Metode Penelitian Bahasa, kedua metode tersebut masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, metode padan merupakan metode yang alat penentunya berada di luar bahasa. Artinya, aspek luar bahasalah yang menentukan satuan lingual sasaran penelitian. Ada lima alat penentu yang digunakan oleh metode padan ketika menganalisi data (Sudaryanto, 1993 : 13, dalam Muhammad, 2016 : 234). Berikut adalah ke-lima alat penentu untuk menganalisis data sebuah penelitian, (1) penelitian dilakukan ditentukan oleh referen. Referennya adalah konsep nomina (benda) yang merujuk pada kata benda yang dimaksudkan. Secara semantik, referennya adalah realitas di luar konsep nomina. Jadi referen bisa berupa konsep dan realitas di luar bahasa (konsep). Misalnya, secara fonologis, nomina-nomina dapat dikelompokkan berdasarkan kata bersuku dua. Contoh, orang, ayah, kata, anak, dan sebagainya. (2) metode kedua adalah menggunakan metode padan fonetik. Metode ini digunakan berupa alat ucap atau wicara penghasil bahasa, yakni bibir, gigi, gusi, lida, langit-langit udara, dan sebagainya. Misalnya, metode ini ditemukan bunyi vokal yang disimbolkan menjadi; [a], [u], [e], [i], [I], [Ə], dan sebagainya. Berdasarkan metode ini, kalimat merupakan untaian bunyi yang diakhiri oleh kesenyapan karena alat wicara tidak bekerja lagi. Oleh Karen itu, kalimat ditentukan oleh alat ucap bahasa. (3) metode ketiga adalah alat penentunya berada pada bahasa lain. Misalnya, analisis noun bahasa Inggris ditentukan oleh kata benda bahasa Indonesia. Bentuk lain misalnya, kata benda (noun) pada „„Ok” dalam bahasa Indonesia dan Inggris merupakan sebuah kata yang menunjuk pada persetujuan, (setuju) akan tetapi, digunakan dalam bahasa Ngalum, “Ok” ditunjuk sebagai noun, yaitu air sebagai benda cair. Dan umumnya, digunakan
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berdasarkan padanan makna dalam bahasa Indonesia. Misalnya, memadankan nomina bahasa Inggris dengan Indonesia (metode translasional), seperti ayah (father), orang (person), anak (child). (4) metode yang keempat alat penentunya bisa terjadi ketika menganalisis objek sasaran penelitian. Metode ini disebut dengan metode ortografis. Metode yang (5) adalah metode pragmatis, yaitu metode yang alat penentunya berada pada lawan bicara, yaitu dilihat dari aspek luar bukan bahasa, (Muhammad, 2016 : 234-238). Kedua, metode agih merupakan metode yang alat penentunya berada di dalam bahasa itu sendiri. Metode ini dapat dibagi dalam beberapa teknik, seperti teknik dasar; teknik lanjutan, teknik unsur langsung, teknik lesap, teknik ganti, teknik perluas, teknik sisip, teknik balik, teknik ubah wujud, teknik ulang, teknik baca markah, teknik pemerkuat, teknik pemorakan, dan teknik pengontrasan, (Muhammad, 2016 : 244). Dari teknik dan metode analisis data yang sudah dibahas di atas, penelitian ini akan digunakan metode padan dan metode translasional. Karena metode padan merupakan metode yang alat penentunya terletak di luar unsur bahasa. Sedangkan metode translasional merupakan metode yang dipengaruhi oleh aspek social penutur dapat menentukan satuan lingual yang diteliti. Misalnya, penggunaan ungkapan sapaan, seperti bapak, ibu, sudara, anak, kamu, ente dan lain-lain. Metode ini disebut dengan metode padan aspek sosial, (2016:238).
1.1
Metode Penyajian Hasil Analisis Data Langkah selanjutnya adalah metode penyajian hasil analisis data. Tahap ini akan
dipaparkan dengan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal adalah metode yang memanfaatkan dengan berbagai lambang, singkatan, dan sejenisnya. Sedangkan metode informal adalah metode yang menggunakan kata-kata biasa, yaitu kata-kata yang bersifat denotatif bukan dengan kata-kata konotatif.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.9.4 Metode Studi Pustaka Selain tiga metode di atas, pengumpulan atau pengambilan data dari sumber studi pustka. Studi pustaka adalah teknik pengumpulkan data dengan melakukan penelaah melalui berbagai sumber, yakni buku, literarut, catatan, jurnal, skripsi, artikel, dan serta berbagai referensi
yang
berkaitan
dengan
masalah
yang
di
teliti
dan
dipecahkan
(http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-studi-pustaka/).
1.9.5 Sistematika Penyajian Penelitian ini disusun dalam V bab. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari (1) Latar Belakang masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Hasil Penelitian, (5) Tinjauan Pustaka, (6) Landasan Teori, (7) Metode dan Sistematika Penyajian. Bab II berisi tentang sejarah asal usul manusia Ngalum, letak geografi, dan demografi masyarakat suku Ngalum yang bertutur bahasa bahasa Ngalum. Bab III berisi uraian namanama-kampung di Pegunungan Bintang yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum. Bab IV berisi maksud atau makna (filosofi) yang direpresentasikan oleh nama-nama kampung berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum. Bab V adalah penutup. Bab ini akan berisi berupa kesimpulan dan saran dari penelitian.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LETAK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI MASYARAKAT SUKU NGALUM SERTA SEJARAH ASAL MULA MASYARAKAT SUKU NGALUM YANG BERTUTUR BAHASA NGALUM
2.1
Pengantar Pada bab II akan dibahas letak geografis, demografi, dan sejarah asal usul masyarakat
suku Ngalum yang bertutur bahasa Ngalum, sejarah (mitos) penciptaan manusia Ngalum serta tempat penyebarannya atau penempatan masyarakat suku Ngalum oleh Atangki di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
2.2
Letak Geografis Dalam ilmu pengetahuan tentang bumi (tempat tinggal yang dihuni oleh setiap makhluk
hidup), buku berjudul Geografi oleh Wardiyatmoko, memamprkan bahwa istilah geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geo yang berarti bumi dan graphein yang berarti tulisan. Secara harafia, geografi berarti tulisan tentang bumi. Akan tetapi, yang dipelajari dalam geografi, bukan hanya mengenai permukaan bumi, tetapi juga berbagai hal yang ada di permukaan bumi, hingga benda-benda di ruang angkasa. Dengan kata lain, geografi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari segala aspek kehidupan di bumi, seperti penduduk, flora, fauna, iklim, udara, dan segala interaksinya. Definisi lain, geografi adalah studi tentang gejalah-gejalah di permukaan bumi secara keseluruhan dalam lingkup interaksi dan keruangan, tanpa mengabaikan setiap gejala yang merupakan bagian dari keseluruhan tersebut (2012: 3). Di lain pihak menyebutkan bahwa, geografi mempelajari dunia di mana manusia tinggal. Dalam menjalani proses kehidupannya, manusia tidak hidup sendirian. Manusia memiliki hubungan ketergantungan dengan berbagai hal, seperti penduduk,
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lingkungan wilayah, dan keragaman bumi (Sudarman, 2015:10). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan berdasarkan pengaruh unsur fisik dalam letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataan atau posisi daerah tersebut di bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh letak astronomis, dan letak geologis (Wardiyatmoko, 2012:25).
2.2.1 Lokasi Kabuaten Pegunungan Bintang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya yang beribukota di Wamena pada saat itu. Pegunungan Bintang merupakan titik pusat dari pulau Papua yang terbentang dari kepala burung (Sorong) sampai ke Negara tetangga PNG di Samarai. Kabupaten Peunungan dibentuk pada tanggal 21, November 2002 berdasarkan UUD No. 26 tahun 2002. Kabupaten yang sudah usia 16 tahun ini, baru diresmikan pada 12 April 2003. Dengan demikian, secara geografis, Kabupaten Pegunungan Bintang terletak di antara 140°00'05'00"-141°00'00" Bujur Timur dan 3°04'00"-5°20'00" Lintang Selatan. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 111 km, sedangkan jarak terjauh dari utara ke selatan adalah 160 km. Luas Kabupaten Pegunungan Bintang adalah sebesar 15.683 km
2
atau sekitar 4,01% dari luas Provinsi Papua. Wilayah ini berada dengan ketinggian
2.000-4.000 meter dpl. Kabupaten Pegunungan Bintang, terbagi dalam 34 Distrik (Kecamatan) dan 277 Kampung (Desa), dengan jumlah penduduk 54.396 jiwa. Distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang dari 6 (enam) distrik di tahun 2002, menjadi 10 distrik, di tahun 2005, bertamabah 12 distrik, di tahun 2006 dan 2008 bertambah 6 distrik maka total menjadi 34 daerah distrik. Secara fisik dan atminitrasi, batas-batas wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang adalah sebagai berikut, sebelah timur berbatasan dengan Negara tetangga Papua New Guinea, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Yahukimo, sebelah utara berbatasan dengan
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kabupaten Keerom, Sarmy, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Boven Digoel, Merauke.
Gambar 01. Peta Kabupaten Pegunungan Bintang Oleh karena itu, Melkior dalam bukunya berjudul "Menerima Misionaris Menjemput Peradaban" dipaparkan bahwa masyarakat suku Ngalum di Kabuapten Pegunungan Bintang memiliki dua suku besar dan tujuh sub suku kecil, yaitu suku Ngalum dan suku Ketengban. Sub suku kecil yang dimaksud, yaitu suku Murop, Kambom, Arimtap, Lepki, Omkai, Kimki, Una, dan Batom, (2016:6). Namun demikian, jika diteliti lebih dalam, masih ada suku-suku kecil lainnya yang berada di wilayah pedalaman Pegunungan Bintang dengan memiliki budaya, serta bahasa daerah yang berbeda dari suku-suku yang telah disebutkan di atas. Hampir sebagian besar masyarakat ini bermukim atau bertempat tinggal di daerah pedalaman pegunungan Papua. Masyrakat suku Ngalum merupakan masyarakat asli Papua yang berasal dari suku “Ok" di Provinsi Papua. Masyarakat ini, bermukim atau bertempat tinggal di 21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dataran Pegunungan. Masyarakat suku Ngalum yang berdiam di wilayah Pegunungan Bintang antara lain, Oksibil, Okaom, Oksop, Oklip, Okyop, Okbab, Oksebang, Oksirka, Warasamol, Bontapar abip, Kalmdol, Serambakon, Yapimakot, Kiwirok, dan Okbape. Mereka inilah yang termasuk masyarakat suku Ngalum dengan memiliki dialek bahasa Ngalum yang berbeda-beda namun system tradisi berbudaya yang kurang lebih sama.
2.2.2 Kondisi Lingkungan Alam Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan daerah berpegunungan. Dengan ketinggian kurang lebih 2.000-4.000 dpl atau kaki dari permukaan laut dan serba tertutup. Masyarakat pada umumnya, berladang di lereng-lereng gunung dan di lembah-lembah. Kondisi daerah seperti ini sangat sulit dalam akses pelayanan masyarakat dari kota ke desadesa atau dari pusat ibukota ke kecamatan. Di Pegunungan Bintang juga terdapat beberapa wilayah yang berdataran rendah, di antaranya Distrik Aboi, Distrik Batom, Distrik Iwur, Kampung Teraplu, Kampung Kawor, dan Distrik Welding atau Tarup di bagian Selatan Pegunungan Bintang. Sementara itu, 29 daerah wilayah (distrik) merupakan daerah berpegunungan. Daerah ini juga memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan cuaca yang selalu berubah-ubah, sehingga transportasi udara sangat berhati-hati dalam menerbangakan pesawat udara untuk melayani logistik ke desa-desa, dan distrik yang jauh dari ibukota kabupaten. Suhu udara di suatu tempat ditentukan oleh tinggih rendahnya wilayah dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2014, suhu udara kira-kira berkisar antara 14,8-26,8°C dengan kelembapan udara relative tinggi di mana rata-rata berkisar antara 78-86 persen. Cura hujan di Kabuapten Pegunungan Bintang dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputara atau pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan beragam menurut bulan. Rata-rata cura hujan selama, 2014 adalah 94, 5 mm dengan rata-rata hari hujan 23 hari (Badan Pusat Statistik pdf, 2015:2-3).
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.3 Demografi Demografi merupakan suatu susunan, uraian, atau gambaran tentang keadaan kependudukkan dalam jumlah dan perkembangan penduduk yang disajikan dalam bentuk data statistik di suatu wilayah, Negara, atau suatu komunitas masyarakat. Kepadatan penduduk dapat dinyatakan dalam jumlah penduduk untuk tiap wilayah. Kepadatan penduduk juga dapat dinyatakan dalam perbandingan jumlah orang perluas tanah pertanian dan perbandingan jumlah orang yang hidup dari pertanian perluas tanah garapan atau kepadatan agraris (Wariyatmoko, 2012: 31). Badan Pusat Statistik Kabupaten Pegunungan dipaparkan jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah sebesar 69.304 jiwa dan meningkat menjadi 70.697 jiwa pada tahun 2014, laju pertumbuhan penduduk yaitu, 2.01 persen. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahun diperoleh dari jumlah penduduk yang hidup ditambah jumlah bayi yang dilahirkan dikurangi jumlah orang yang meninggal serta jumlah perpindahan penduduk karena peluang lapangan kerja atau pindah tugas. Kepadatan di Kabupaten Pegunungan Bintang, yaitu sebesar 5 orang per kilometer persegi (km2) pada tahun 2014 dengan rata-rata penduduk per rumah tangga, yaitu 4 jiwa. Pada tahun 2014 rasio berkelamin jenis penduduk Kabuapten Pegunungan Bintang 114. Bahwasannya, Kabupaten Peguunungan Bintang di antara 114 penduduk laki-laki dan ada 100 jumlah penduduk perempuan. Tenaga kerja merupakan modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Pada tahun 2014, di Kabaupaten Pegunungan Bintang terdapat 45.472 penduduk usia kerja. Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cenderung menurun. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang kerja tidak selalu
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Pada tahun 2014, dari total angkata kerja sebesar 45.472 orang 65.25 persen di antaranya tidak atau belum pernah sekolah. Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Kabuapten Pegunungan Bintang, 2.148 pegawai, sedangkan berdasarkan pangkat atau golongan, sekitar 11,78 persen PNS merupakan PNS golongan I, yaitu, 52, 24 persen PNS, golongan II, 32-53 persen, Golongan III, 3,45 persen PNS dan PNS golongan IV. Dari persentase di atas, 11, 78 persen pegawai masuk sebagai pegawai berijazah SD sampai SMA, yang menggunakan Ijazah SLTA 52,24 persen, Badan Pusat Statistik Daerah Kabupetn Pegunungan Bintang Papua (2015:67-68).
2.3
Pengertian Sejarah Dalam presfektif ilmu agama, dapat diceritakan melalui Alkitabiah umat Nasrani,
bahwa sejarah adanya bumi karena hasil dari ciptaan Tuhan. Dalam Alkitab, dituliskan bagaimana Tuhan menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Diceritakan juga kronologi Tuhan menciptakan langit dan bumi dari hari perta hingga hari ketujuh. Semua yang diciptakan-Nya baik adanya. Dengan demikan, hari berikutnya (hari ketujuh) Tuhan menciptakan manusia untuk menjaga alam serta segala isinya yang diciptakan oleh-Nya. Sejarah ini tertulis dalam kitab kejadian. Akan tetapi, pada bagian ini akan membahas sejarah berdasarkan teori untuk menjawab penelitian ini. Berdasar asal usul kata, sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun" berarti "pohon" atau " keturunan " atau "asal usul ". Kemudian berkembang dalam bahasa Melayu "Syajarah" yang akhirnya menjadi kata "sejarah " dalam bahasa Indonesia. Kata syajarah mula-mula dimaksudkan sebagai gambaran silsilah/keturunan, (Rochmat, 2009: 1). Dilihat dari penulisan sejarah tradisional, dapat digambarkan bahwa sejarah adalah gambaran asalusul keturunan (silsilah) yang dibumbui dengan gambaran yang bersifat religio-magis, sesuai dengan alam pikiran masyarakat waktu itu (Rochmat, 2009: 1-2).
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setelah dunia modern mulai berkembang pesat, istilah sejarah dari dunia telah muncul di Indonesia. Istilah sejarah yang digunakan oleh dunia barat yang dikenal dalam bahasa Inggris adalah "history ". Kata "history " berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu "historia " yang berarti: inquiry (penelitian), interview (wawancara) interogasi dari seseorang saksi mata, mata dan laporan mengenai hasil tindakan-tindak itu; witness (sasksi mata), judge (seorang hakim), dan seorang yang tahu. F. Muller ( Rochmat: 2) yang dikutip oleh Topolski menunjukkan bahwa historia mempunyai tiga arti, yaitu (1) research (penelitian), dan laporan tentang penelitian itu, (2) suatu cerita puitis, dan (3) suatu pernyataan tentang fakta-fakta. Dilain pihak, istilah historia masuk ke dalam bahasa lain terutama bahasa Latin. Istilah historia memiliki makna seperti halnya dalam bahasa Yunani, yaitu yang menekankan pada direct observation (pengamatan langsung), research (penelitian), dan laporan hasil penelitian, (Rochmat, 2009:2). Dengan demikian dari definisi sejarah yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah merupakan studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia di waktu lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang, ketika tekanan perhatian diletakkan terutama pada aspek peristiwanya sendiri. Dalam hal ini, terutama yang bersifat khusus dan segi-segi urutan perkembangannya, yang kemudian disusun dalam suatu cerita, (Rochmat, 2009: 9). Sejarah merupakan ilmu karena ilmu bersumber dari filsafat. Asal kata filsafat dari bahasa Inggris disebut philosophy yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Artinya bahwa semua ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran agar manusia dapat bertindak secara bijaksana (Rochmat, 2009:11). Dalam buku yang berjudul Apa Guna Sejarah? yang ditulis oleh A.L.ROWSE, dan diterjemahkan oleh Winda Primasari bahwa Rowse mengemukakan dua cara bagaimana berpikir tentang sejarah, yaitu Pertama, sejarah dianggap sebagai cara pandang terhadap berbagai hal, apa pun itu bersifat sementara, dari alam semesta hingga pena yang saya gunakan untuk menulis, bahwa segala hal memiliki sejarah tersendiri. Ada sejarah tentang
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
alam, yang ditulis juga dengan pena. Maka pena juga memilik sejarah yang panjang. Oleh karena itu, apa pun yang telah dituliskan, pena merupakan bagian dari sejarah. Pena khusus itu adalah `Relief, No. 314, dibuat oleh R. Esterbrook & Co. di Inggris. Sejarah juga merupakan sebagai aspek waktu dari semua kejadian. Kedua, ada sesuatu yang kita sebut gambaran sejarah yang sebenarnya, apa yang sesungguhnya dimaksud dengan sejarah. Lebih tepatnya, sejarah adalah subjek kajian itu sendiri. Menurut Sir Chales Firth, sejarah tidak mudah untuk diartikan. Namun, bagi saya, sejarah seperti catatan kehidupan masyarakat, perubahan yang dialami masyarakat tersebut, berbagai gagasan yang menentukan tindakan masyarakat, dan kondisi materi yang membantu atau pun menghambat perkembangan mereka (2014:55-56). Sejarah merupakan bagian dari kondisi kehidupan umat manusia dalam bermasyarakat (2014:86). Selain itu, sejarah juga merupakan hubungan manusia dengan manusia lainnya, juga penyesuaian hubungan kerja di antara kelompok manusia, sejarah manusia dengan alam, mempelajari hubungan antara manusia dan alam (2014:96). Dalam buku Sejarah Mataram Kartasura sampai Surata Karta Hadiningrat, oleh Radjiman, (1984:1) dipaparkan, bahwa "History is the story of Man", (Hoaglind, 1962:L) wilayah oprasional sejarah adalah manusia dengan segala kegiatannya. Baik kegiatan politik, ekonomi, bermasyarakat, beribadat menurut agama dan keyakinan yang dianutnya dan kegiatan lainnya dari masa lampau manusia itu sampai sekarang. Kemudian, dalam lingkup geografis, sejarah akan meliputi tingkat Negara, seperti tingkat Negara (Nasional), daerah (Regional), dan suatu tempat (Local). Sedangkan sejarah menurut Rochiati Wiriatmadja dalam blog hedisastrawan.blogspot.co.id, dipaparkan bahwa, sejarah merupakan disiplin ilmu yang menjanjikan etika, moral, kebijaksanaan, nilai-nilai spiritual, dan kultural karena kajiannya yang bersifat memberikan pedoman kepada keseimbangan hidup, harmoni dalam nilai-nilai, keteladanan dalam keberhasilan dan kegagalan, dan cerminan pengalaman kolektif yang dapat menjadi kompas untuk kehidupan masa depan.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Buku berjudul Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, oleh Mohamad Ali dalam skripsi Antonius Ningmabin (2015:46) mengemukakan, bahwa sejarah adalah cerita tentang perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita. Maka diri itu, dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa, sejarah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian dalam fenomena alam, manusia, kehidupan manusia berinteraksi atau kontak hubungan dengan alam atau alam dengan manusia dengan kurun waktu tertentu yang sudah dan telah berlangsung saat ini. Berdasarkan pemaparan di atas, maka masyarakat suku Ngalum memiliki sejarah lokal, yakni sejarah penciptaan (mitos) tentang manusia, tumbu-tumbuhan, hewan serta dan air. Sebutan ini dalam bahasa Ngalum disebut dengan Ok, Mong, Nal. Sebutan lain kepada masyarakat Ngalum adalah manusia Aplim dan Apom, atau juga sering disebut manusia Ok (kaka Ok).
2.3.1 Sejarah Asal Usul Masyarakat Suku Ngalum Di seluruh dunia, tentu memiliki sejarah kehidupan dengan kata lain disebut mitos, atau cerita dongeng tentang kisah-kisah kehidupan. Hal ini dikisahkan melalui mitos itu sendiri, legenda, dongeng, yang dikisahkan oleh setiap suku bangsa di dunia. Mitos adalah cerita rakyat yang benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Mitos juga merujuk kepada suatu cerita dalam kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu. Mitos penciptaan manusia di Aplim Apom dipercaya mengandung nila-nilai kebenara dan nilai realitas asli (benar-benar terjadi). Mitos ini dipahami dan dipercaryai oleh masyarakat suku Ngalum Ok, sebagai panduan hidup, sebagaimana layaknya suku-suku lain di wilayah adat Papua. Mitos ini pula, mengandung nilai filosofis dan ideologis sebagai landasan hidup bagi suku Ngalum Ok. Jauh
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebelum pengaru luar masuk di tanah Aplim Apom, suku Ngalum Ok memiliki tatanan hidup dan norma yang berasal dari adat sebagai bagian dari budaya suku Ngalum Ok. Dalam buku berjudul Mengenal Manusia Ok oleh Melkior N.N Sotokdana dipaparkan, bahwa Suku Nagulm Ok mempunyai kepercayaan sendiri tentang penciptaan manusia. Kepercayaan ini berhubungan dengan Aplim Apom. Kata Aplim dan Apom adalah nama sakral (alut) bagi masyarakat Pegunungan Bintang pada umumnya dan khususnya suku Ngalum Ok. Berdasarkan mitos yang dipercaya bahwa suku Ngalum Ok diciptakan di Aplim Apom. Kemudian, mereka ditempatkan di wilayah barat, timur, utara, dan selata. Penyebutan mengandung arti dari sanalah awal mula mereka diciptakan. Sejumlah sungai yang dimaksud adalah Okabab, Oksop, Okbi, dan Oktasin. Dengan demikian mereka disebut "manusia Aplim Apom" atau dengan kata lain adalah Aplim Apom Sibilki (2017:21-22). Dalam buku berjudul Menerima Misionaris Menjemput Peradaban oleh Melkior, bahwa mitos penciptaan manusia Aplim Apom, Pegunungan Bintang, pada mulanya dunia ini hampa, tak berisi atau tanpa ada kehidupan. Kemudian, Atangki berfirman dan jadilah tanah (mangol), jadilah tumbuhan (abenongmin), dan jadilah air (Ok) beserta aneka biota air (okmin). Diciptkannya segala jenis hewan, baik hewan berkaki maupu melata, yang buas maupun jinak, dan juga beraneka macam hewan (2016: 31). Hasil ciptaan yang begitu indah, Atangki menciptakan sepasang manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Manusia laki-laki disebut sebagai "Kaka I Ase ". Kaka yang berarti manusia, I yang berarti, mereka, Ase berarti Bapak/Ayah. "Kaka I Ase " dapat diartikan sebagai "Bapak Segala Suku Bangsa Manusia" (laki-laki/pria). Sebagai pendampingnya "Kaka I Ase ", Atangki menciptakan pula seorang perempuan dan diberi nama "Kaka I Onkora ". Secara harafiah, Kaka berarti "manusia" I berarti "mereka" Onkor berarti "ibu". Kaka I Onkora dapat diartikan "yang mendampingi, melahirkan dan melindungi manusia pertama". Atau terjemahan lain adalah Ibu Segala Suku Bangsa Manusia (perempuan).
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pencinptaan manusai laki-laki dan permpuan pertama tersebut di Aplim Apom, dua buah gunung yang terletak di daerah Pegunungan Bintang. Tempat ini yang disebut oleh orang Belanda sebagai Strenge Beergete atau yang dikenal dengan sebuatan Puncak Mandala. Di sinilah Atangki menciptakan manusia pertama dalam mithologi masyarakat suku Ngalum. Setelah Atangki menciptakan kedua manusia ini, Atangki menempatkan mereka di sebuah dataran di antara Aplim dan Apom yang dikenal dengan sebutan Banal Banar Bakon atau lebih tepatnya pada saat ini di Sibil Serambakon (daerah Wanbakon). Di tempat inilah manusia pertama mulai membagikan jalur untuk menguasai bumi Aplim Apom (Pegunungan Bintang). Di tempat ini pulah dalam kepercayaan orang Ngalum Ok, seluruh manusia di muka bumi ini berasal. Dalam perjalannnya menuju Banal Banar Bakon, Kaka I Ase melakukan hubungan badan. Dari hasil perkawinan tersebut mereka menghasilkan 4 keturunan, yaitu (1) Urop (Anak pertama/sulung), (2) Kasip (anak kedua) (3) Kakyar (anak ketiga), dan (4) Kalak (anak keempat/bungsu). Kakak I Ase dan Kaka I Onkora inilah yang kemudian menurukan empat marga besar di wilayah Pegunungan Bintang, yaitu Uropmabin, Kasipmabin, Kakyarmabin, dan Kalakmabin. Secara garis besar penciptaan manusai Aplim Apom tersebut dapat digambarkan seperti bagan berikut ini.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gamabr 02. Bagan Keturunan Kaka I Ase dan Kaka I Onkora Keterangan: 1. Aplim Apom : Tempat penciptaan langit, bumi, manusi, hewan, tumbuh-tumbuhan, serta bentuk ciptaan lainnya (menurut kepercayaan orang Ngalum. Menurut masyarakat suku Ngalum, Aplim Apom merupakan tempat kediaman Tuhan (Atangki). Aplim Apom adalah sebuah gunung. 2. Kaka I Ase : Manusia Pertama (Pria) yang dicipatakan oleh Atangki (Tuhan). 3. Kaka I Onkora: Manusia Pertama (Wanita) yang diciptakan oleh Atangki (Tuhan) 4. Urop [anak pertama atau marga pertama yang diturunkan dari Kaka I Ase dan Kaka I Onkora]. Kemudian Urop diberi identitas marga Urop-Mabin. 5. Kasip [anak kedua atau marga kedua yang diturunkan dari Kaka I Ase dan Kaka I Onkora]. Kemudian Kasip diberi identitas marga Kasip-Mabin.
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Kakyar [anak ketiga atau marga ketiga yang diturunkan dari Kaka I Ase dan Kaka I Onkora]. Kemudian Urop diberi identitas marga Kakyar-Mabin. 7. Kalak [anak terakhir/bungsu atau marga terakhir yang diturunkan dari Kaka I Ase dan Kaka I Onkora]. Kemudian Urop diberi identitas marga Kasip-Mabin. Keempat marga di atas sebagai induk dari setiap marga suku Ngalum yang ada di Pegunungan Bintang sehingga dalam satu marga, masyarakat suku Ngalum dapat menggandakan marga, misalnya Tapyor-Opki, Uropdana-Almung, Yawalka-Betkum dan sebagainya. Dan kemudian, Atangki (Tuhan) meneyebarkan semua manusia tersebut ke segala penjuru tanah Aplim Apom. Dalam menyebarkan hasil ciptaan tersebut Atangki menyanyikan lagu skral sebagai pengantar dan pemberian identitas setiap sub etnik di atas tanah ini. Oleh karena itu, meskipun dari sumber yang satu dan sama setiap sub etnik dan Ap I Wol dengan wilayah otoritas adatnya memiliki lagu sakralnya tersendiri, (O. Sostenes Urombain dkk; Nilai-Nilai Hidup dalam Tari Oksang dan Bar, dalam Melkior; Manusia Ngalum Ok, 2017: 21-25). Tidak hanya Atangki mencipatakan manusia Ngalum Ok, melainkan Atangki juga menciptakan sub suku lainnya yang merupakan etnik yang memiliki otoritas segala ciptaan Atangki di atas tanah Aplim-Apom. Sub etnik ini adalah suku Ketengban, Murob, Yetfa, Kambon, Batom, dan Kimki-Lepki. Masyarakat Ngalum Ok percaya bahwa warisan Atangki yang paling tinggi dan sakral adalah Ap I Wol. Ap I Wol melambangkan pintu masuk keluar yang menghubungkan alam gaib, jalur bagi sang leluhur Atangki dengan manusia. Ap I Wol diyakini sebagai landasan ideologi. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Rumah tempat tinggal yang sakral bagi manusia Pegunungan Bintang (khususnya kaum laki-laki yang sudah diinisiasi, (2) Merupakan simbol lambang suatu kelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah otoritas (culture area) yang didasari dengan tatanan
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hidup, aturan, norma, dan kaidah yang tertera dalam institusi adat, dimana dalam peraturannya diwariskan oleh nenek moyang suku Ngalum Ok, (3) Ap I Wol melambangkan rantai persaudaraan dalam kehidupan antar masyarakat Ngalum Ok, (4) Ap Iwol sebagai kodrati seorang perempuan, ibu dari masyarakat Aplim Apom Sibilki, (5) Ap Iwol sebagai tempat menempatkan dan menyimpan benda-benda sakral yang diwariskan secara turun temurun yang dijadikan sebagai penopang hidup masyarakat Aplim Apom. Kata Ap I Wol jika diartikan secara harafiah, Ap (rumah), I (mereka; manusia Ngalum Ok), Wol (jalan). Ap I Wol dipandang sebagai tempat melakukan seluruh proses ritual adat suku Ngalum Ok kepada Atangki dan nenek moyang mereka. Dalam pengertian lain, kata Ap I Wol juga merupakan sebuah bangunan sakral yang khusus didiami oleh lelaki yang telah diinisiasi dan juga tempat menyimpan sejumlah benda sakral dan kerahasiaan kearifan lokal yang merupakan jalan menuju kehidupan yang baik, kekal, serta bertanggungjawab kepada lingkungan, Tuhan, alam, kodrat, dan dunia bagi suku Ngalum Ok. Proses terbentuknya Ap I Wol berasal dari satu sumber kemudian menjadi dua sumber dan menurunkan empat sumber Ap I Wol pusat. Di dalam Ap I Wol pusat terdapat berpuluh-puluh Ap I Wol dan beratusratus sub ranting Ap I Wol yang menyebar di seluruh kawasan otoritas manusia Aplim Apom (Melkior, 2017: 23-26).
2.2.8 Bahasa yang Digunakan Oleh Masyarakat Suku Ngalum Masyarakat suku Ngalum Ok, sebelum mengenal dan berhubungan dengan dunia luar, bahasa yang digunakan adalah bahasa Ngalum. Pada saat masyarakat Ngalum hidup pada waktu zaman batu, mereka melakukan transaksi (barter) dengan kelompok masyarakat suku Ngalum lain, mereka berkomunikasih dengan bahasa Ngalum. Seiring berjalannya waktu, masyarakat suku Ngalum telah mengenal dengan dunia luar melalui pengkabaran injil Kristus
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melalui Missionaris Eropa khususnya dari Belanda masuk di wilayah ini dan memperkenalkan bahasa asing seperti bahasa Belanda, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Dalam tesis Apolonaris Urpon (2008: 29) digungkapkan, bahwa bahasa Ngalum pertama kali diteliti oleh Pastor Hylkema OFM dan Pater Maus OFM. Tujuannya untuk menterjemahkan Katikusmus, Tata Liturgi dan Kitab Suci (Injil) dalam bahasa Ngalum. Secara detail, penelitian mengenai bahasa Ngalum yang dilakukan Pastor Hylkelma terwujud dalam bentuk buku kamus bahasa Ngalum-Belanda-Indonesia. Berdasarkan penelitian ini bahasa Ngalum oleh Pater Hykelma, penutur bahasa Ngalum terdapat beberapa dialek bahasa Ngalum, yaitu (1) dialek bahasa Ngalum Murop, Kambom, di daerah Selatan Pegunungan Bintang, sekarang jadi distrik Iwur. (2) dialek Ngalum Aboy-Batom dibagian utara Pegunungan Bintang yang terdapat suku Lepki, Kimki, dialek bahasa Ngalum keduanya hampir mirip tetapi sejumlah kata berbeda dengan bahasa Ngalum utama. Setelah penelitian bahasa yang dilakukan oleh Pater Hykelma dan Pater Maus, hingga saat ini belum ada penelitian bahasa secara ilmiah oleh pakar linguistik, sehingga sekarang belum dapat dipastikan secara jelas dan tegas batas-batas dialek serta penutur bahasa Ngalum. Masyarakat Ngalum sendiri beranggapan bahwa, banyak dialek Ngalum yang digunakan terutama dibagian selatan Murob Kambom dan utara Aboy-Batom juga belum ada batasan yang jelas tentang penutur bahasa Ngalum yang ada di wilayah Negara Papua New Guinea (Apolonaris, 2008: 30).
2.3.4 Wilayah dalam Perbedaan Dialek Bahasa Ngalum Sebelum paparkan kelompok tuturan dialek bahasa Ngalum yang berdeda dialek, akan dibahasa variasi dan fungsi bahasa dalam konteks sosiolinguistik. Bahasa sebagai sebuah sistem. Salah satu dalam menelaah bahasa adalah dengan memandangnya sebagai sebuah cara sistematis untuk menggabungkan unit-unit kecil menjadi unit-unit yang lebih besar
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan tujuan untuk berkomunikasi (Linda Thomas dan Shan Wareing, 1999 : 8). Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan (Chaer dan Leonie Agustina, 2010 : 11). Maka dari itu, bahasa memiliki variasi atau ragam bahasa. Variasi atau ragam bahasa merupakan bahan pokok dalam kajian linguistik. Kridalaksana (1974) dalam (Abdul Chaer dan Agustina : 61), mendefenisikan, sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Fishman (1971:4), Kridalaksana dalam Chaer dan Agustina : 61) diparkan, sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa serta hubungan diantara bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam suatu masyarakat. Variasi bahasa pertama berdasarkan penuturnya yang disebut parole, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada dalam satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Berdasarkan defenisi di atas dapat disebutkan bahwa, masyarakat suku Ngalum yang berbahasa Ngalum dengan beda dialek terdapat dibebarapa wilayah antara lain, Oksibil, Kiwirok, Pepera , Okaom, Yapi, Seram, Bape, Okyop, Oklip, Oknangul, dan Okbemtau. Dari pembagian kelompok bahasa suku Ngalum ini, bertempat tinggal di satu wilayah, yaitu Pegunungan Bintang, namun berbedah wilayah atau tempat tinggal. Bahkan, dalam satu wilayah itu, memiliki dialek yang sama meskipun bahasa Ngalum, yaitu Kiworok, Oklip, Okyop, Oknangu, Okhika, dan Okbemtau. Masyrakat penutur dialek bahasa Ngalum ini memiliki bunyi ucapan yang sama. Demikian pula, masyarakat suku Ngalum berbahasa Ngalum dengan dialek yang sama, yaitu Oksibil, Yapi, Seram, Kalomdol, Oksop, dan Bape.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Contoh: (a) Ning, hepa boneng (a) hikip weep edo kabo? (Bahasa Ngalum dialek masyarakat Kiwirok). Adik, kamu sudah makan ubi atau belum? (Indonesia) (b) Ning sepa boneng (a) sikip werkoserep edo kabol (Bahasa Ngalum dialek masyarakat Oksibil. Adik, kamu sudah makan ubi atau belum? (Indonesia) Dari contoh (a) dan (b), kedua dialek tersebut merupakan tujuan dan makna yang sama, yaitu menanyakan kepada seseorang (anak) mudah, bahwa dia sudah makan atau belum. Kedua variasi dialek ini merupakan letak geografis yang sama-sama adalah pegunungan. Yang membedakan adalah karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini disebut dialek areal, dialek regional, atau dialek geografis. Dari kedua contoh kalimat di atas ada terjadi perubahan fonem, yakni fonem s berubah jadi h oleh dialek masyarakat Kiwirok dan fonem h berubah menjadi s oleh masyarakat Ngalum dialek Oksibil. Dengan kata lain, kedua kata ini akan terjadi perubahan bunyi pada huruf konsonan H menjadi bunyi huruf konsonan S. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mempunyai idioleknya masing-masing memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek yang berbeda dengan kelompok penutur lain. Keberadaan mereka berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya. Bidang studi yang mempelajari dialek-dialek ini adalah dialektologi. Variasi bahasa ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut dengan kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, Bahasa Indonesia pada masa tiga puluan tahun, variasi yang digunakan tahun lima puluan beda dengan masa sekarang (2010:63). Contoh (1) Ibu banjak memilki sapu tangan. Contoh (1) terlihat jelas dengan perkembangan bahasa Indonesia saat ini, yakni Ibu banyak memiliki sapu tangan. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dengan sosiolek atau dialek sosial. Variasi ini merupakan bahasa yang berkenanaan dengan
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
status, golongan, dan kelas sosial para penutur. Variasi bahasa ini, menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawan, keadaan sosial ekonnomi, dan sebagainya, (2010:64). Masyarakat suku Ngalum variasi ini lebih sering dijumpai pada orang dewasa atau orang tua. Pada umumnya, orang tua atau orang dewasa yang cukup umur, lebih banyak menggunakan bahasa Ngalum yang lebih pada bahasa kiasan (peribahasa). Contoh: men puka neyepa serarki nek ne neroknesereppe (Ngalum). Saya menyukai dengan nekonmu, bisakah kamu memberikannya pada saya. (Indonesia). Yang artinya ia menyukai seorang gadis sekaligus ingin melamar seorang gadis itu pada tuannya. Noken/tas diibaratkan seorang gadis yang dipuja-puja oleh seorang laki-laki mudah. Artinya bahwa seorang pria mengungkapkan rasa cintanya tidak akan menggunakan tuturan langsung, melainkan menggunakan tuturan tak langsuang. Meskipun pembahasan (2.3.2) tidak mendeskripsikan dimana batas-batas wilayah dalam dialek bahasa Ngalum secara terperinci, ada sumber yang dapat digambarkan dimana saja batas-batas wilayah dialek bahasa Ngalum yang digunakan oleh masyarakat Ngalum. Dalam kesahriannya bahasa daerah sedikit berbeda, namun beberapa bahasa sering diucapkan dalam bahasa Ngalum oleh masyarakat suku lain seperti Murob dan Kambom. Dialek bahasa suku Ngalum Ok secara umum dapat di kelompokan menjadi dua wilayah, yaitu (1) Wilayah pertama, anatar Okbi, Oksebang, Okbul, Oksibil, dan Bontaparabib (Pepera). (2) Wilayah kedua, meliputi Oksirka/Okhika, Oknagu/Oknangul, Okbemtau/Okbemtaru, Okyip/Oklip, Okyop, dan Okhamo/Oksamor. Setiap wilayah masih di pengaruhi oleh letak geografis dan factor sosial, sehingga masih memiliki dialek yang berbeda. Di perbatasan antara wilayah pertama dan kedua sedikit berbeda dialeknya karena dipengaruhi oleh dialek yang berbeda sehingga ada sub-sub dialek yang muncul. Bunyi hurup yang dominan pada dialek wilayah pertama adalah terjadi bunyi huruf R, dan S sedangkan wilayah kedua membunyikan huruf H. Walaupun demikian, di wilayah pertama bagian utara
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(Okbi) dan selatan (Oksop, Oksibil, dan Bontaparabib/Pepera, ada sedikit berbeda dalam penuturan bahasa. Perbedaan dialek akan disajikan dalam bentuk tabel berikut: Dialek Kiwirok
Dialek Apmi
Dialek Oksibi
Bahasa Indonesia
Lakon
Lakon
Yakon
Teman
Miyko
Mirkor
Mirkor
Bintang
Aip
Abib
Abib
Rumah
Enil
Ningil
Ningil
Gigi
Taa/To
Tor/Tala
Tor/Tala
Tidak baik
Hapuk
Sapuk
Sapuk
Rokok/tembakau
Gambar 03. Tabel perbedaan dialek bahasa Ngalum Perbedaan dialek di antara wilayah pertama tidak menjadi dasar untuk memisahkan karena secara umum daerah ini memiliki dialek yang sama. Walaupun ada perbedaan dialek, antara wilayah suku Ngalum satu dengan lainnya dapat dimengerti dan mengakui dirinya sebagai orang Ngalum. Di sisi lain, bahasa Ngalum memiliki kata-kata homonimi (dua kata atau lebih yang memilki tulisan dan bunyi yang sama tetapi artinya berbeda), seperti halnya dalam bahasa Indonesia. Kata kiasan sering digunakan dalam suku Ngalum, terutama oleh orang dewasa. Mereka menggunakan kata kiasan untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya hal yang ingin disampaikan. Kata kiasan dalam bahasa Ngalum Ok berfungsi sebagai alat pemberi nasehat, motivasi, sindirian, celaan, dan sanjungan. Misalnya kata Ok (Air) mengandung makna babi dan perempuan, sedangkan men (noken) mengandung makna perempuan mudah (2017:48-49). Perhatikan tabel kata homonimi berikut ini dalam bahasa Ngalum. Bentuk kata I
Indonesia I
Bentuk kata I
Indonesia II
Kategori Wilayah
Wol
Jalan
Wol
Ulat ayu/pohon
Semua
Enil
Paru-paru
Enil
Nama
Wilayah II
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ningil
Gigi
Ningil
Nama
Wilayah I
Gambar 04. Tabel homonimi dalam Bahasa Ngalum
2.4
Sistem Mata Pencarian Sistem mata pencarian bagi masyrakat suku Ngalum Ok di Kabupaten Pegunungan
Bintang adalah (1) berladang, (2) meramu dan berburu, serta (4) beternak. Bagi masyarakat suku Ngalum, pertanian (berladang) merupakan mata pencarian utama yang sudah dikembangkan ribuan tahun sebagai salah satu aset penting dalam menghidupi kebutuhan hidup keluarga.
2.4.1 Berladang Masyarakat suku Ngalum memiliki dua cara sistim berladang atau bertani, yaitu (1) sistem berladang berpindah-pindah tempat. Sistem pertanian ini merupakan sistem pertanian tradisional yang sejak turun temurun dilakukan hingga saat ini. Lahan pertanian yang dikerjakan masyarakat suku Ngalum tidak bisa keluar dari lahan miliknya. Bahwasannya, dimana nenek moyang mereka pernah membuka lahan, setiap generasi akan kembali menggarap lahan itu setiap turun temurun. Hal ini disebabkan karena ada kepemilkian hak wilayat berdasarkan marga atau klen. Masyarakat Suku Ngalum berladang di lereng-lereng gunung dan di lembah-lembah. Dalam sistem berladang atau bertani, lahan yang digarap adalah bisa berkelompok dan bisa juga individu dalam berkebun atau bertani. Cara berkebun yang berpindah-pindah ini terbagi dalam dua jenis kebun, yaitu (1) Kebun yang khusus untuk menanam keladi (talas), dan (2) kebun untuk menanam ubi jalar/petatas, sayuran, serta sejenis tanaman lainnya. Kemudian setelah memanen, masyarakat suku Ngalum berpindah ke lahan selanjutnya untuk
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membuka kebun baru. Alat yang digunakan dalam sistem berkebun ini adalah kampak dan parang. Cara berkebun lainnya adalah berladang menetap atau irigasi. Cara berkebun ini, masyarakat diperkenalkan oleh masyarakat luar yang datang ke Pegunungan Bintang khususnya di Oksibil (masyarakat Desa Kabiding, Okmakot, Serapding, dan Mabilabol) di sekitar pinggiran sungai Oksibil. Dareah ini termasuk dataran rendah dan tanah berpasir di pinggiran sungai Oksibil. Dareah ini pula, masyarakat berkebun masih dalam ikatan marga/klen yang mengatur sehingga masyarakat tidak boleh seenaknya menggarap di sembarang tempat kecuali ada kesepakatan bersama. Cara berkebun ini, masyarakat suku Ngalum menggunakan skop, pacul untuk mencangkul tanah. Jenis tanaman yang ditanam berupa ubi jalar/petatas, wortel, sayur, jagung, kacang tanah, dan sejenis tanaman lainnya. Sistem bertani ini merupakan sistem pertanian modern yang diperkenalkan dan masih berlaku hingga sekarang.
2.4.2 Berburu dan Meramu Dalam buku berjudul, Mengenal Manusia Ngalum Ok oleh Melkor, N.N. Sitokdana di paparkan, bahwa mata pencarian berburu dan meramu (hunting and gathering) merupakan salah satu mata pencarian yang paling tua. Sekarang banyak masyarakat yang beralih pada mata pencaharian lain. Hanya kurang lebih setengah juta dari tiga miliar penduduk dunia sekarang, atau kira-kira 0,01% yang masih hidup dari berburu dan maramu. Berburuh dan meramu adalah proses mengumpulkan makanan yang dibutuhkan manusia untuk bertambah hidup. Dengan berburu dan meramu, yaitu mengumpulkan makanan yang sudah tersedia dari alam (sungai, danau, laut, dan hutan) di sekitar tempat tinggal mereka. Berburu dan meramu juga erat kaitannya dengan alam, karena semua objek yang dijadikan untuk bahan pangan sehari-hari adalah dari alam. Masyarakat suku Ngalum,
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memburu macam jenis binatang dari spesies kecil sampai dengan spesies besar, seperti kabong (kuskus pohon), Nal, (burung) Aot Okyaki (soasoa ), kangsok dumya (babi hutan), Awot (ular), dan sejenis binatang lainnya. Yang melakukan aktivitas berburu (hunting) adalah kaum pria pada umumnya yang memiliki keahlian dalam berburu. Alat yang digunakan dalam memburu binatang adalah busur, anak panah, dan alat pendeteksi. Alat pendeteksi adalah seeokor Anjing. Membawa Anjing saat berburu, yaitu untuk mendeteksi atau mencium keberadaan binatang yang hendak diburu sebagai mana layaknya hasil buruannya dijadikan lauk. Masyarakat suku Ngalum, kegiatan meramu adalah dengan cara mengumpulkan dari alam sekitar, yakni buah-buahan dan sagu. Buah-buahan yang diramu oleh masyarakat suku Ngalum, adalah buah pisang, baik yang ditanam, maupun yang tumbuh liar secara alami, selain itu Nangkayop (buah nangka), Aim, (buah merah), Ewen (buah pandan), simit (timun/mentimun), buah ketapang, buah sukun, dan wol (ulat kayu/sagu). Selain itu, masyarakat suku Ngalum, mengambil sayuran dari alam sekitar, seperti yamen (sayur), matul (sayur gedi), boneng nong (daun ubi jalar), dan topinong (daun labu siam). Ada pula sayuran yang dikonsumsi masyarakat suku Ngalum adalah (1) Yamen (sayur asli), (2) Akup (sayur lilin), (3) diming, okpom, (sayur pakis), (4) kakpik, (5) matul (sayur gedi), dan masih ada banyak jenis sayur yang dikonsumsi oleh masyarakat suku Ngalum di Pegunungan Bintang (2017: 52).
2.4.3 Sistem Beternak Sistem beternak pada umumnya masyarakat suku Ngalum adalah mayoritas menternak kang (babi). Kang (babi) merupakan salah satu ternak yang dimiliki oleh masyarakat suku Ngalum di Pegunungan Bintang sejak turun temurun hingga saat ini. Beternak merupakan salah satu mata pencarian penting bagi masyarakat suku Ngalum. Mereka beternak kang (babi) dalam jumlah yang besar. Beternak kang (babi) tidak hanya
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimiliki oleh masyarakat Pegunungan Bintang, namun beberapa daerah di Papua juga memiliki ternak kang (babi) khususnya masyarakat Papua di pedalaman Pegunungan Tengah, seperti Wamena, Paniai, Dani, Yalimo, Yahukimo, dan masyarakat tetangga di Papua New Guinea (PNG). Dalam tradisi orang Ngalum, dalam upacara nika adat, harta pertama yang disiapkan adalah kang (babi). Oleh karenanya, setiap kepala keluarga harus memiliki ternak kang (babi) di setiap rumah. Bagi masyarakat suku Ngalum, kang (babi) merupakan hewan yang sangat istimewa yang mempunyai nilai sosial, ekonomi, dan religi. Babi bernilai sosial karena dapat mempererat tali persaudaraan dan melakukan perdamaian. Kang (babi) juga bernilai ekonimi, karena kang (babi) dapat mendatangkan atau menghasilkan barang berharga seperti kampak batu, busur, dan uang. Masyarakat suku Ngalum berternak kang (babi) di dua tempat, yaitu (1) kang (babi) dipelihara di dalam rumah bersama manusia, dan (2) di luar rumah dengan diberi pagar dan dibuat kandang. Kang balon (daging babi) juga merupakan simbol perdamaian ketika terjadi peperangan atau prasangka buruk terhadap seseorang atau kelompok tertentu dan biasanya diakhiri dengan pesta makan babi (matek weron/matek pakoron). Hal ini menandakan bahwa pertikaian antar kedua bela pihak telah berdamai. Artinya berbalik dari arah jalan yang salah menuju jalan kebenaran dan menjalin kembali tali persaudaraan (Melkior, 2017:6162).
2.4.4 Sistem Kekerabatan dan Pranata Sosial Sistem kekerabatan merupakan bagian terpenting dalam struktur sosial. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan suatu masyrakat dapat dipergunakana untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan, (Mayer Foters, dalam Melkior, 2017:66). Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri atas beberapa keluarga yang memilki hubungan darah atau hubungan
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perkawinan. Anggota kekerabatan tergabung terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kaka, adik, paman, bibi, kakek, dan nenek. Semua anggota kekerabatan tergabung dalam suatu kelompok kekerabatan, baik yang memilki keanggotaan relative kecil hingga besar. Masyarakat suku Ngalum mengenal dua sistem kekerabatan yang terkait oleh Ap I Wol, yaitu (1) masyarakat suku Ngalum menganut sistem patrinial, adalah menarik garis keturunan melalui keturunan laki-laki, dimana setiap individu dapat menggunakan nama keturunan berdasarkan klen ayah sebagai identitas dalam mayarakat Ap I Wol. (2) Berdasarkan sistem bilateral, berarti seorang suku Ngalum menjalani kehidupan bermasyarakat melalui peran-peran yang dijalaninya dalam garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Masyarakat suku Ngalum tidak hanya hidup di hak wilayat atau Ap I Wol di mana mereka tinggal. Sehingga ada kesempatan untuk menentukan proses hak ulayat dan hak Ap I Wol. Bagi masyarakat suku Ngalum, kekerabatan secara luas, ada pada garis marga atau klen berdasarkan Ap I Wol. Ap I Wol sangat berperan karena Ap I Wol merupakan pusat seluruh kehidupan, terutama dalam perkembangan manusia Ngalum (Apolonaris, 2008: 2526). Oleh karena itu, secara singkat dapat dilihat pada hierarki sistem kekerabatan berdasarkan Ap I Wol di bawah ini:
Gambar 05: Bagan Sisitem Kekerabatan Orang Suku Ngalum 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keterangan : 1. Aplim Apom : sebagai tempat penciptaan manusia Ngalum oleh Atangki (Tuhan). 2. Kaka I Ase: merupakan manusia pertama (kaka kabolsinki) seorang laki-laki yang diciptakan oleh Atangki (Tuhan). 3. Kaka I Onkora: perempuan pertama yang diciptakan oleh Atangki sebagai pasangan hidup bagi Kaka I Ase. 4. Banal Bakon: tempat pertama kali Atangki menempatkan pasangan manusia pertama dan tempat penyebaran manusia Ngalum. 5. Urop: anak pertama dari pasangan manusia pertama yang mewariskan keturunan pertama seperti marga Uropmabin, Uropkulin, Uropka, dan Uropdana. 6. Kasip: anak kedua yang mewariskan keturunan kedua, seperti marga dan Kasipmabin, Kasipka. 7. Kakyar: anak ketiga yang mewariskan keturunan ketiga, seperti Kakyarmabin. 8. Kalak: anak keempat yang mewariskan keturunan keempat seperti, Kalakmabin, dan Kalaka. 9. Mabin: hubungan kekerabatan yang dibangun berdasarkan klen sesuai dengan Ap I Wol.
2.4.5 Sistem Pengetahuan Sistem pengetahuan yang dimiki oleh masyarakat suku Ngalum Ok semenjak mereka diciptakan oleh Atangki. Suku Ngalum Ok beranggapan bahwa orang yang memiliki pengetahuan, apabila seseorang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu. Misalnya, orang yang ahli dalam berburu, bernyani, menari, berbarter, banyak harta, dan semuanya berhubungan langsung dengan kontak alam. Istilah lainnya disebut dengan bakat alam. Orang-orang seperti ini merupakan mereka yang memiliki pengetahuan yang lebih mantap dan matang.
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengetahuan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dimiliki oleh setiap manusia dalam kehidupan. Sistem penegtahuan yang dimiliki oleh masayarakat suku Ngalum adalah sebagai berikut (1) orang yang memiliki ilmu-ilmu gaib, yaitu orang yang berhubungan dengan penyembuhan. Orang ini disebut siryaoki (memilki kemampuan dalam pancaindra) (2) orang berhubungan dengan adat istiadat, dan (3) orang yang berhubungan dengan menghilangkan nyawa manusia (bit). Bit (blackmagic) merupakan roh jahat yang dicipatkan oleh manusia untuk mengilangkan nyawa manusia baik itu secara sengaja maupun tak sengaja. Artinya orang ini memiliki pengetahuan yang membahayakan oang lain. Sebuatan lainnya adalah bitki/kur (tuyul). Selain ketiga pengetahuan di atas, masyarakat suku Ngalum, juga memiliki pengetahuan lain seperti orang yang ahli dalam perang dengan memilki teknik-teknik perang yang andal. Ada pula orang yang memiliki pengetahuan dalam berubah wujud, misalnya manusia itu bisa berubah jadi binatang buas, seperti mong abe (menjelma menjadi tawon/tabuhan), nal abe (menjelama menjadi burung), dan sebagainya. Tidak hanya itu, masyarakat suku Ngalum juga memiliki ilmu pengetahuan seperti ilmu sains, yaitu perkiraan dalam cuaca dan berhitung. Kapan musim kemarau tiba, kapan musim hujan, dan berhitung nama bulan, hari dalam bahasa Ngalum. Berikut adalah contoh penghitunagn bilangan dalam bahasa Ngalum: No.
NGALUM OK/NGAUM OK
INDONESIA
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Maki Yao Wir Yapyao El Bangup Pet Pasik Ti
Satu Dua Tiga Empat Lima Enam Tuju Delapan Sembilan
10
Dangol
Sepuluh
11
Kum
Sebelas 44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Sirong
Duabelas
13
Sir
Tigabelas
14
Misol
Empatbelas
Gambar 06: Tabel Perhitungan bilangan dalam bahasa Ngalum
2.4.6 Sistem Pemukiman Sistem pemukiman masyarakat suku Ngalum menempati di pinggiran sungai-sungai kecil maupun sungai besar (Ok). Keberadaan manusia suku Ngalum di wilayah sumber air inilah manusia suku Ngalum disebut manusia Ok. Disebut manusia Ok karena sebagian besar masayarkat suku Ngalum bermukim di wilayah aliran sungai di Pegunugan Bintang. Oleh karenanya, setiap nama-nama kampung di Pegungan Bintang selalu dimulai dengan nama Ok. Berikut contoh nama-nama kampung yang berunsur Ok dalam bahasa Ngalum di Pegunugan Bintang berdasarkan distrik/kecamatan: No.
Kecamatan/Distrik
1.
Okbi
2.
Oklip
3.
Oksamol
4.
Oksop
Desa/Kampung -
Okbipisil Okaplo Oktanglap Okbumul Okhik Okhim Oklip Oktem Oktumi Okamin Okdilam Okdunam Okhaka Okma Oksop Oktumi
Gambar Tabel 07: Nama-nama kampung berunsur Ok dalam Bahasa Ngalum
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.4.7 Sistem Kesenian Indonesia kaya akan ragam budaya. Salah satunya adalah tarian. Setiap daerah memiliki tarian daerah yang khas. Pada umumnya, tarian tradisional daerah banyak yan g belum dipertunjukkan ke publik. Ada pula tarian yang telah dipertnjukkan dan sudah terkenal dimana-mana di seluruh nusantara. Misalnya tarian pococ-poco, sajo, tari jaipong, dan jenis tarian lainnya di Indonesia. Tari-tarian merupakan salah satu unsur terpenting dari sebuah kebudayaan. Tarian berasal dari kata tari, berarti gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu, (Budi Hermanto, 2008:4). Dengan demikian, masyarakat suku Ngalum memiliki dua jenis tarian sangat popular di lingkungan masyarakat, yaitu tari Oksang dan tari Bar. Kedua tarian ini merupakan tarian adat yang bernilai sakral. Tari oksang memberikan penghayatan rasa empati, simpati, dan kepuasaan tersendiri terutama bagi pendukungnya. Tari oksang sebagai bagian dari seni adalah sumber daya atau potensi yang memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani mengangkat jati diri penciptaan dan pemiliknya bahkan dapat mensejahterakan dirinya dan orang lain. Hal ini Oksang merupakan seni yang memiliki nilai dan potensi ekonomis. Menurut cerita para tetua adat bahwa tari Oksang diciptakan oleh Atangki di gunung Aplim Apom lalu diberikan kepada orang dari suku Ngalum sehingga dijadikan milik oleh mereka. Pada saat tarian ini dipentaskan, dilakukan pula dengan iringan nyanyian. Pada dasarnya, lagu oksang mengisahkan perjalanan sang leluhur Aplim Apom menyebarkan manusia, kekayaan alam, dan budaya ciptaannya ke suluruh wilayah adat. Lagu yang dinyanyikan saat pementasan tari Oksang adalah Aplim Pup. Berikut lirik lagunya. (1) Aplim kitok a morep dauo ooo Apom kotok ooo Eee lim kitok
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Apom kitok a morep daup e iiiii Lirik lagu di atas dapat mendeskripsikan sang leluhur yang membagi atau menyebarkan hasil karyanya ke seluruh negeri Aplim Apom sambil melakukan perjalanan di seluruh wilayah tanah Aplim Apom. Kemudian tarian yang berikut adalah taria Bar. Tari Bar tidak jauh beda dengan tari Oksang. Namun perbedaan dalam kedua tarian ini adalah tari Oksang dipentaskan di rumah panggung dan menggunakan aksesoris yang hampir sama dengan tarian Bar. Sedangkan tari Bar dipentaskan di luar panggung. Akan tetapi, nilai fungsi kegunaannya sama. Tari Bar juga diciptakan oleh Atangki seperti tari Oksang. Tari bar memiliki makna tersendiri baik tari Bar maupun tari Oksang. Tari Bar pula, seketika dimainkan, diiringi pula lagu-lagu yang mengisahkan Atangki (Tuhan) sebagai sang pencipta. Lagu yang dinyanyikan juga tidak terlepas dari lagu pertama, yakni Aplim Pum. Berikut lirik lagu yang dinyanyikan. (2) Bab kayak dinggkio ooo kilnong men ya kaorep birin unik eee ayun ayun Ooo iiii Kedua tarian ini memiliki nilai fungsi yang sama, letak kesamaannya adalah dimana tarian ini dimainkan ketika keadaan lingkungan kehidupan masyarakat dalam ancaman bahaya. Misalnya ketidak suburban dalam tanaman, gangguan kesehatan, dan gangguan ternak. Dengan menarikan tari Oksang maupun tari Bar akan memuja Atangki, meminta pertolongan atas mendatangkan kesuburan tanaman, yang menderita (sakit) dapat disembuhkan, ternak dapat berkembang dengan baik dan fungsi lainnya adalah untuk mendatangkan nilai guna seperti uang (siwol), kampak batu (takol papi), tas (men), serta dalam bentuk benda lainnya. Sedangkan perbedaan pada tari oksang dan bar adalah penggunaan alat (aksesoris). Aksesoris yang digunakan dalam tari Oksang adalah Okbul (koteka), birminong/kubat (pengikat pinggang), Wengkerer, Takol papi (kampak batu), misol
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bok, mir (tanah merah), yapet (gelang tangan) dan nalkon (bulu burung cenderawasih). Sedangkan aksesoris pada tari Bar, yaitu okbul, mir, wot simsim, yapet, men, nalkon, bok, kapnong dan sebagainya.
2.4.8 Sistem Religi Dalam tesis Apolonaris Urpon dengan Judul Saya Pemimpin Karena Saya Kaya (Studi tentang Kepimpinan Tradisional Suku Ngalum dan Perubahannya di Pegunungan Bintang - Papua, mengambarkan bagaimana sistem religi yang dipercaya oleh masyarakat suku Ngalum bahwa pandangan hidup manusia suku Ngalum tidak lepas dari kehidupan mereka dalam alam sekitarnya. Alam semesta menjadi pusat dari pandangan hidup manusia Ngalum. Dengan demikian, masyarakat suku Ngalum Ok melihat segala sesuatu dari segi ekologis. Mereka menyebut dirinya sebagai manusia Aplim Apom yang punya pola pandangan tersendiri terhadap alam. Hal ini tersirat dalam empat hal, yakin (1) Mangol (tanah): masyarakat Ngalum memandang bahwa tanah sebagai air susu ibu (mama mukdip). Tanah dilambangkan sebagai ibu yang memberikan kehidupan dengan sebutan Mukdip (air susu). Manusia Aplim Apom memandang tanah dan alam semesta di sekitarnya sebagai sumber kehidupan dari sang pencipta. Dengan tanahlah mereka berkebun, berburu, meramu, bahkan membangun rumah tempat tinggal, (2) „‟Ok‟‟ (air): masyarakat suku Ngalum mamandang dari dua sudut pandang, yaitu sebagai sumber kehidupan, kesuburan dengan menyebutnya sebagai muk artinya susu kehidupan dan „‟Ok‟‟ melambangkan identitas dari klen tertentu. Sehingga orang Ngalum menyebutnya sebagai simbol kesuburan dan identitas diri klen secara luas, (3) Mong (tabuan/tawon): mong yang hidup di darat disebut dengan dongmin, ia dianggap sebagai kekuatan hidup di darat bagi manusia Aplim Apom. Mong difungsikan oleh manusia Aplim Apom dalam hal yang bersifat positif dan negatif. Fungsi negatifnya mengarah pada kejahatan. Sedangkan yang fungsi positifnya mengarah pada
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keselamatan manusia (menyelamatkan) manusia, (4) Nal ( burung): yang merupakan semua kekayaan di udara. Orang Aplim Apom meyakini bahwa kekuatan yang khas sebagai ia dapat bergerak secara bebas kemana-mana. Orang yang menggunakan kekuatan ini biasanya akan bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki kekuatan mong dan bit (black magick) untuk meyelamatkan atau mencelakaan orang lain. Dalam konteks ini bahwa Mangol, Ok, Mong, Nal meyatakan seluruh realita kehidupan manusia Ngalum. Keempat unsur di atas manusia Aplim Apom memandang dirinya alam sebagai kesatuan utuh yang tidak terpisahkan dengan manusia. Atau dengan kata lain, manusia Ngalum bersatu dengan alam hingga menjadi satu kesatuan. Sebelum agama modern masuk di Pegunungan Bintang, masyarakat Ngalum telah percaya bahwa tuhan yang mereka yakini disebut dengan Atangki (Tuhan). Keyakinan dengan Atangki ini akan dilakukan dalam ritus-ritus tertentu misalnya dalam upacara inisiasi adat, ritus kesuburan, ritus ritus orang sakit, orang meninggal. Setelah agama modern masuk, masyarakat Ngalum mayoritas beragama nasrani, yaitu Kristen katolik dan Protestan di Pegunungan Bintang, (Apolonarius, 2008:35-36).
2.4.9 Sistem Perdagangan Masyarakat Ngalum telah mengenal sistem perdagangan dengan menggunakan mata uang sendiri. Mata uang digunakan yaitu Anon Ningil (gigi anjing), Wang Sun (Kuliat Biah) dan sebagainya. Mata uang ini, di jaman sekarang tidak dipergunakan lagi atau sudah tidak ada. Padahal, mata uang ini sangat mahal nilainya. Dan proses untuk mendapatkan kedua mata uang ini tidak segampang yang dibayangkan. Para tetua adat bercerita bahwa untuk mendatangkan uang ini adalah harus mengadakan upacara adat seperti mengadakan tarian Oksang, atau tari Bar. Dengan cara inilah masyarakat bisa menemukan kembali uang tradisonal masyarakat suku Ngalum. Hal ini berhubugan langsung dengan kontak alam. Ada ritus tertentu seperti lirik lagu tradisional yang khusus dinyanyikan untuk mendatangkan
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kedua mata uang, yaitu Anon ningil dan Wang Sun sebagai alat pembayaran pada maskawin (korsilmin), atau membayar abolmin (bayar kepala), dan membayar uang susu kepada keluarga. Selain itu, masyarakat suku Ngalum juga melakukan sistem barter dengan sejumlah barang bernilai dengan masyarakat sekitarnya atau dengan suku lain di wilayah Pegunungan Bintang, seperti Wot (tifa), Ebon (busur), Men (noken) Takol Papi (kampak batu), Daknam (sejenis karang siput), Kang (babi), Anon Ningil (gigi anjing), Bitol (manik-manik/kalung), Nal Kulep/Nalkon (bulu Cendrawasih) (Ningmabin, 2015:44; Upacara Pernikahan Suku Ngalum Masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang).
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III NAMA-NAMA KAMPUNG YANG BERUNSUR “OK’’ DALAM BAHASA NGALUM DI PEGUNUNGAN BINTAG
3.1
Kata Pengantar Pada bab ini disajikan tentang dasar penamaan (thoponimy) dan nama-nama kampung
berunsur "Ok" dalam hahasa Ngalum di daerah Pegunungan Bintang-Papua. Di Pegunungan Bintang terdapat distrik 34 dan 227 kampung. Dari 227 kampung ini, terdapat kurang lebih 24 nama kampung yang berunsur "Ok", dalam bahasa Ngalum. Akan tetapi, dari kke-24 kampung ini hanya diambil 15 kampung yang dijadikan sebagai bahan penelitian ini, yaitu (1) Oksibil, (2) Okaom, (3) Okautaka, (4) Okatem, (5) Okyop, (6) Okbab, (7) Oklip, (8) Okyumi, (9) Okarka, (10) Okngangop, (11) Okbape, (12) Oktelabe, (13) Okitiwok (Nanom), (14) Okmanit, dan (15) Okano-Oksebul
3.2
Dasar Penamaan (Toponimi) Wilayah atau Kampung Pemberian nama (thoponimy) disetiap daerah/wilayah/atau Negara, terjadi karena ada
proses hubungan dengan sejarah terbentuknya alam, mitos yang diwariskan atau diceritakan melalui folklore, legenda, dan dalam bentuk cerita lainnya. Pemberian nama tempat tidak hanya melalui proses sejarah serentetan kisah-kisah dalam kehidupan. Adapun dapat diberi nama berdasarkan penemu pencipta serta berdasarkan orang yang berjasa dalam bidang keahlian tertentu Contoh (1) Bandara Adisutjipto. Bandara ini diangkat dari sebuah kisah salah seoarang Marsekal Mudah Anumerta Agustinus Adisutjipto, TNI angkatan udara yang ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. Pada waktu 29 Juli 1947 Adisutjipto mengemudikan pesawat jenis Dakota VT-CLA. Lapangan terbang ini digunakan untuk operasional pesawatpesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di Maguwo yang dipimpin oleh Agustinus Adisutjipto. (2) ada nama kampung bernama Atelbon. Atel yang
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
artinya api. Kata atel berasal dari kata Ater, kemudian berubah menjadi Atel. Kata ater jika ditamba dengan kata on, akan menjadi ateron yang berarti terbakar. Kata bon, artinya tempat atau lokasi. Sehingga, ada nama kampung yang diberi nama kamung Atelbon karena daerah tersebut dibakar oleh api dan ditempat itu tidak ditumbuhi pepohonan. Sudharmono dkknya dalam bukunya yang berjudul Toponimi Surakarta:Keragaman Budaya dalam Penamaan Ruang Kota, dipaparkan bahwa penamaan (thoponimy) adalah cabang ilmu kebumian yang mempelajari penamaan unsur geografi, baik buatan alam maupun manusia. Pemberian nama unsur-unsur geografi yang diberikan oleh manusia yang bermukim di suatu wilayah, dapat berfungsi untuk menelusuri suku bangsa/kelompok etnis yang mendiami suatu wilayah di masa lalu. Toponimi dapat dikatakan sebagai keunggulan dari peradaban manusia, karena penamaan unsur-unsur geografi terkait dengan sejarah perkembangan manusia. Di samping itu, toponimi juga berfungsi sebagai media komunikasi antar bangsa dalam ragam bahasa yang berbeda, (2010:6). Selain itu, Sudharmono mengungkapkan pula penulisan toponimi sebagai upaya merekontruksi kembali nama-nama geografis tidak hanya sekedar nostalgia tetapi untuk mengungkapkan sejarah dan budaya yang terkandung dari nama-nama tersebut. Pemberian nama sebuah kawasan atau tempat, biasanya berasal dari penduduk yang sederhana pun mengikatkan dengan kondisi alam yang meliputi, topografi, iklim, vegetasi, fauna, nama tokoh, peristiwa alam dan sejarah, (2010:5). Dalam pemberian nama sangat dipengaruhi pula oleh pola nama orang atau raja. Misalnya di dalam buku yang dibahas mengenai nama-nama tempat di kota Surakarta, masyarakat Surakarta memiliki tradisi yang unik, yaitu mendasarkan pada; (1) nama orang yang terkenal atau terhormat yang bertempat tinggal di wilayah tersebut, seperti Kutha Sala sebagai penghormatan bahwa orang yang dimaksud sebagai Abdi Dalem atau Sentana Dalem Kerajaan yang disegani oleh rakayatnya (kawula di sekitar). Dia dihormati karena
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkelakuan baik, bekerja kepada masayarakat dan raja, serta berwibawa atau masih keturunan bangsawan ( Sentana Dalem). Toponimi kampung-kampung yang masuk dalam kriteria ini misalnya Ngemingan, Petoran, Purwaprajan, Sudiraprajan, dan Purwaprajan, (2) nama jabatan dalam birokrasi pemerintahan tradisional kerajaan. Penamaan berdasarkan birokrasi tradisional kerajaan berdasarkan nama jabatan dan kelompok fungsinal merupakan tempat tinggal sekelompok abdi dalem yang memilki tugas atau jabatan sama. Mereka terdiri dari kelompok prajurit, pejabat, abdi dalem kriya, pengrajin, pemelihara binatang, milik raja dan sebagainya, (2010:11-12). Berdasarkan pemaparan defenisi di atas, penamaan kampung di wilayah Pegunungan Bintang, tidak terlepas dari sejarah (kisah) mitos yang dikisahkan oleh nenek moyang berdasarkan pembagian tempat serta penempatan suku Ngalum di Pegunungan Bintang hingga saat ini. Maka dari itu, bab ini akan menguraikan nama-nama kampung berdasarkan unsur "Ok" dalam bahasa Ngalum. Dasar penamaan kampung berunsur „‟Ok‟‟ dalam bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang terjadi sebab proses sebuah mitos berupa cerita dongeng, legenda, serta folklor. Hal ini dilihat dari segi kelisanan yang masih kuat dalam budaya masyarakat suku Ngalum hingga saat ini. Oleh karena itu, sejumlah penamaan kampung di Pegunungan Bintang terjadi oleh karena mengikuti secara proses alamia melalui kisah-kisah (mitos) serta peristiwa terjadi saat masa lampau hingga saat ini. Berikut adalah pembahasan nama-nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa suku Ngalum di Kab. Pegunungan Bintang-Papua.
3.2.1 Kampung/Kota Oksibil Oksibil adalah nama ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang saat ini. Asal mula pemberian nama Oksibil berawal dari seorang missionaries asal Belanda yang pertama kali menginjakan kakinya di Sibilbakon. Dia adalah seorang Imam Fransiskan OFM yang
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertama kali membawa Firman Tuhan ke wilayah Pegunungan Bintang, yaitu Pastor/Romo Yan Van de Pavert, OFM. Pater masuk di wilayah Pegunungan Bintang (Sibilbakon) melalui Pegunungan Bintang bagian selatan, yaitu Boven Digoel, Tanah Merah. Dengan jalan kaki Pastor tiba di Sibilbakon atau sekarang disebut Oksibil. Di Sibilbakon (Oksibil), Pastor bertemu bersama masyrakat setempat dan bertanya pada masyarakat sekitar bahwa air ada di mana, sambil menggerakkan dalam bahasa nonverbal (bahasa isyarat). Demikian masyarakat setempat menunjuk „‟Ok‟‟ (air) dalam bahasa Ngalum, yaitu Ok a sibil wae, artinya air di dekat sini/air tak jauh dari tempat pemukiman warga. Mendengar kata ini, Pastor kemudian menggabungkan kalimat ini dan diberi nama Oksibil tanpa menggabungkan huruf vocal a dan kata wae sebagai penegasan dalam penunjukkan. Secara harafia, Oksibil dapat diartikan, "Ok" yang artinya air, dan „sibil‟ yang artinya dekat. Sehingga kata Oksibil dapat diartikan sebagai (1) nama wilayah (tempat tinggal), (2) sebagai nama sungai, dan (3) dekat air. Artinya air ini di tengah kampung masyarakat Oksibil. Dan kemudian diberi nama Oksibil.
3.2.2 Kecamatan/Distrik Okaom = air sakral atau air berkat Nama Okaom adalah salah satu nama kecamatan di Kabupaten Pegunungan Bintang, bukan nama kampung. Dalam cerita lisan oleh Yanuarisu Kasipmbain, bahwa nama Okaom merupakan nama yang sakral. Dalam kasat mata biasa, air ini tidak dapat dilihat. Karena nama Okaom adalah nama air yang langsung diciptakan dan diberi nama oleh Attangki dan diberikan kepada klen/marga Ap I Wol Molbib-Silibib. Pemilik Okaom (air sungai) ini terdiri dari beberapa klen/marga, yaitu (l) Opki, (2) Kasipmabin, (3) Kalakmabin, (4) Uropmabin, dan (5) Tapyor yang berada di wilayah kecamatan/distrik Okaom. Okaom menurut cerita lisan bahwa air ini keluar dari mata air dan mengalir ke arah timur, namun kembali mengalir ke mata air utama. Atau dengan kata lain, Okaom kembali masuk ke sumber mata air. Meskipun demikian, kemana arah Okaom mengalir, itu belum
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bisa dilihat oleh kasat mata. Artinya bahwa, Okaom diciptakan Atangki lalu disembunyikan di sebuah wilayah atau tempat bernama Kungulding. Kungul merupakan salah satu namu kampung atau desa dari Kecamatan Oksibil. Okaom bisa dilihat oleh orang yang memiliki kemampuan kontak dengan alam. Okaom memiliki nilai sakral dan daya guna bagi masyarakat Ngalum khsusnya klen Apiwol yang disebutkan di atas. Kegunaannya adalah setelah melakukan inisiasi (tena kamil), air inilah yang akan diberkati, diberi minum, sebab selama inisiasi para tetua adat (rabi/guru) akan membatasi makan minum selama inisiasi berlangsung. Pemberian minum sebagai sumber penguatan, pemberkatan, sehingga masyarakat setelah mendapatkan berkat dari Okaom, mereka akan menyanyikan sebuah lagu sebagai rasa ungkapan syukur terhadap karya Atangki yang diberikan. Berikut adalah lirik lagu yang dinyanyikan oleh masyarakat tersebut. Okaomo uno dikineo... Okaomo uno dikineo... (Bahasa Ngalum)
Okaom engkau pergi dan kembali Okaom engkau pergi dan kembali (Bahasa Indonesia)
Lirik lagu di atas, dapat dimaknai secara semantik atau pun pragmatik. Dalam buku berjudul Pragmatic oleh George Yule, digungkapkan bahwa, semantik merupakan studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik entitas di dunia, yaitu bagaimana hubungan kata-kata dengan sesuatu secara harafiah. Semantik juga berusaha membangun hubungan antara deskripsi verbal dan pernayataan-pernyataan hubungan di dunia secara akurat atau tidak tanpa meghiraukan siapa yang mengahsilkan deskripsi tersebut (2014: 5). Maka, lirik lagu di atas dapat dimaknai secara semantik, yaitu lagu tersebut berhubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam sebagai ciptaan-Nya . Ini menandakan sebagai ungkapan syukur atas karya agung yang diberikan-Nya kepada manusia. Lirik lagu ini pula sebagai pujian persembahan oleh masyarakat Ap Iwol Molbib Silibib kepada Tuhan (Atangki) yang diyakini. Sedangkan lirik lagu Okaom dapat dimaknai secara pragmatik adalah berhubungan dengan
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tuhan (Atangki) itu sendiri dalam bentuk pujian. Lirik lagu ini secara tidak langsung mereka manghadirkan Atangki di dalam jiwa mereka dan berkomunikasi dengan-Nya. Agar dapat memberi kesuburan pada tanaman, menjauhkan dari segalah kutukan, mohon dalam pertumbuhan baik manusia, hewan maupun tumbu-tumbuhan. Terlebih khusus pada manusia adalah memohon pertolongan dalam memberi kecerdasan. Okaom dapat diminum oleh para pria yang telah mendapatkan inisiasi adat. Dikarenakan, air ini dipandang sebagai air suci atau air berkat yang diciptakan, ditempatkan lalu disembunyikan di alam.
3.2.3 Kampung Okalutaka/Okautaka (Air Sakral) Okalutaka (Okautaka) dapat diartikan secara harafiah, Ok dalam bahasa Ngalum berarti air. Sedangkan autaka/aut/alut berarti sekral. Sehingga, Okalutaka/Okautaka merupakan air sakral (keramat). Okalutaka/ Okautaka terdapat di distrik Kiwirok Timur, Kab. Pegunungan Bintang, tepatnya di kecamatan Okyop. Okautaka menjadi air sakral karena diciptakan dan disembunyikan oleh Tuhan (Attangki) yang diyakini oleh masyarakat setempat. Air (Okautaka) memiliki rahasia tersendiri, karena berangkat dari kesakralan tadi, (air keramat). Mata air Okautaka keluar dari sebuah gunung yang juga merupakan gunung sakral. Dalam bahasa Ngalum, gunung ini disebut Abenong Aut. Kata abenong artinya "gunung", dan aut artinya "sakral". Di tempat ini pula air yang disebut Okautaka mengalir. Dalam kepercayaan masyarakat setempat, jika seoarang perempuan dalam sedang datang bulan atau haids, perempuan dilarang melewati dan meminum air tersebut. Dikarenakan akan ada masalah yang ditimpahnya bagi perempuan yang sedang haid. Oleh karena itu, seorang perempuan ketika sedang haids, harus berada di tempat khusus sampai masa haids selesai. Tempat khusus ini dalam bahasa Ngalum disebut Apdikip/sukam. Ap yang artinya rumah -dan dikip/sukam artinya haids. Dengan kata lain, sukam merupakan rumah khusus bagi perempuan untuk mendidik kaum perempuan oleh
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seorang ibu yang dituakan dan rumah itu jauh dari rumah biasa. Okautaka dapat dilihat dari kepemilikannya adalah ada satu marga namun dari satu marga ini menjadi dua variasi klen atau marga, yaitu marga Saolngap/Haongap dan Sipka Saolngap/Hipka Haongap. Proses pemberian nama, telah diberikan nama oleh nenek moyang sejak penciptaan. Dimana Okautaka merupakan tempat persemayamnya roh dari marga Saolngap/Sipka Saolngap. Hipka-Saongap dipercayai sebagai roh pelindung bagi marga tersebut. Jika ada masyarakat yang mendapatkan gangguan (sakit), marga inilah yang akan mendoakan dengan menyebut nama roh Hipka-haongap untuk dapat disembuhkan atau tidak diganggu oleh roh tersebut. Sebab, dalam kepercayaan masyarakat setempat juga bahwa roh yang dipercayai memiliki dua roh, yaitu roh yang menyesatkan kehidupan manusia dan roh yang memberi keselamatan dari ancaman.
3.2.4 Kampung Okatem (Air Roh Pelindung) Okatem merupkan salah satu kampung yang berada di antara dua wilayah, yaitu distrik Serambakon dan distrik Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang-Papua. Berdasarkan garis wilayah, Okatem juga termasuk bagian dari wilayah kecamatan Oksibil, dikarenakan, masyarakat di kampung Okatem sebagian masuk di wilayah pemerintahan kecamatan Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, dan sebagian masuk di wilayah kecamatan Serambakon. Akan tetapi, pemilik Okatem terdiri dari sembilan marga/klen suku Ngalum. Mereka adalah (1) marga Uropmabin. Uropmabin ada variasi marga, yakni (2) Uropmabin Atembibki. Marga ini menempati di kampung Okatem, ada juga berdiam di kecamatan Oksibil, kampung Kabiding. (3) Marga Kasipmabin. Marga Kasipmabin juga memiliki variasi, yaitu, (4) Kasipambin Atembibki. Marga ini menempati di kampung Okatem maupun di kampung Kabiding, (5) Delal. Kelompok marga Delal menempati di kampung Yunabol dan kampung Kabiding, Kecamatan Oksibil. (4) Kalakmabin, yang berdiam di distrik
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Oksibil, kampung Kabiding. (6) Singpanki yang berdiam di kampung Kabiding. (7) Tapyor, yang berdiam di kecmatan Oksibil, kampung Kabiding. (8) Kakyarmabin, yang berdiam di kampung Kabiding, dan kampung Barwombung. (9) Ningmabin, yang berdiam di wilayah kampung Polsam, kecamatan Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang. Dari kesembilan marga tersebut, dari dua maraa/klen diutus sebagai pemegang atau penjaga Okatem, yaitu marga Kasipmabin Atembibki dan Uropmabin Atembipki. Artinya, kedua marga ini sebagai penjaga atas dusun/wilayah Okatem. Jika diartikan secara harafiah, Ok berarti Air. Ok (air) diartiakan sebagai (1) sumber kehidupan, (2) lambang kesucian, dan (3) sumber kekuatan (penguatan). Sedangkan Atem diartikan sebagai roh pelindung bagi kedelapan marga tersebut. Dalam ritual-ritual tertentu, kesembilan marga ini akan sebut nama Okatem sebagai alat atau wujud doa untuk memohon pada leluhurnya atas kesuburan pada tanaman, kecepatan dalam pertumbuhan anak, kepintaran, menghentikan anak umur 1 tahun dalam minum air susu ibu (ASI). Kesemuanya ini, mereka memulai dari bermantra atau dalam bahasa Ngalum disebut batdokyon. Demikian kutipan mantra: "Atemmutki, muk pea mamdore, tarep mukka kotok (Ngalum)". Atemki, engaku tolong membatasi air susu agar ia berhenti minum (Indonesia). Kata batdokyon/batdokron, adalah umpatan, ungkapan yang dapat membatasi air susu dari seorang ibu untuk anak berhenti minum susu. Itu merupakan salah satu bentuk mantra yang digunakan oleh masyarakat suku Ngalum pemilik Okatem. Dalam cerita lisan oleh Siprianus Delal, asal mula nama Okatem bahwa Okatem berada langsung diberikan oleh Tuhan (Atangki) di tempat penciptaan Apli Apom. Dari tempat ini, keluar tiga marga, yaitu Uropmabin, Delal, dan Kasipmabin. Atangki memberikan (Ok) dalarn bentuk bungkusan. Selain itu, Atangki juga berikan sebuah tongkat. Tongkat ini masyarakat menyebut Musa Atuka (Tongkat Musa), dan Nal Alut atau dalam bahasa Indonesia disebut buruag Merpati. Dalam perjalan dari Aplim Apom, mereka tiba di Atemsikin. Nama lainnya
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah Yapi, (tempat kediaman roh) sembilan marga. Siprianus masih berkisah bahwa kedua marga ini mereka melewati melalui cela-cela paha Atem (roh) lalu membawa Ok (air), Musa Atuka (Tongkat Musa), dan Nal Alut (Burung Merpati). Mereka tiba di sebuah dataran rendah /lembah bernama Atembakon. Di tempat ini mereka sedang istirahat. Di tempat ini pula tumbuh sebuah pohon. Pohon ini berisikan buah. Buah tersebut mengeluarkan bauh yang sangat manis. Poho ini dalam bahasa Ngalum disebut Ade Sirip/Asiripyop. Tiba-tiba burung Merpati terbang karena tercium bau dengan buah tadi, akhirnya air dalam bungkusan ini tumpah. Mengalirlah sebuah sungai yang bernama Oktatem. Dari ketiga benda yang dibawakan oleh kedua marga, yaitu (1) Ok, melambangkan kesucian, sumber kehidupan, dan sumber penguatan, (2) Tongkat Musa, disimbolkan sebagai dasar pijakan pusat kehidupan masyarakat suku Ngalum Ok atau dalam bahasa Ngalum disebut Apeng. Kata Apeng dapat diterjemahkan beberapa pengertian, (1) sebagai Ap I Wol atau empat tungku rumah adat, (2) sebagai tiang dasar membangun rumah. Sedangkan (3) Nal Alut (burung Merpati), dilambangkan sebagai (Roh) pelindung bagi kesembilan marga pemilik Okatem. Jika diartikan secara harafiah, nal berarti burung, dan alut berarti sakral. Sehingga Nal Alut (burung Merpati) merupakan seekor burung sakral bagi masyarakat suku Ngalum. Dalam tradisi masyarakat suku Ngalum pada umumnya, burung ini dipandang sebagai roh manusia itu sendiri. Sehingga dilarang menembak lalu dimakan. Jika memburu dan memakannya, sama halnya dengan membunuh rohnya sendiri. Sehingga tradisi adat orang Nalum melarang burung ini diburu. Hanya orang tertentu yang bisa memburu lalu makan daging burung tersebut.
3.2.5 Kampung Okyop Di kampong Okyop, ada sungai yang bernama Okyop yang mengalir di tengah kampung tersebut. Kampung Okyop merupakan salah satu nama kampung di daerah distrik
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kiwirok Timur. Kampung Okyop nama sebenarnya adalah kampung Okyaop. Okyaop artinya pusat cerita rakyat. Cerita rakyat masyarakat suku Ngalum (Ngaum) yang berada di wilayah ini, bermula dari Okyaop. Semua cerita rakyat masyarakat kampung Okyop/Okyaop berkisah dari air sungai ini. Tempat ini diberi nama Okyop atau Okyaop karena ada sungai yang bernama Okyop yang mengalir dan bermuara ke Sifik Wara (Oktasin). Oktasin merupakan sungai terbesar yang mengalir di kawasan Pasifik yang juga bermuara ke lautan Pasifik. Masyarakat yang berada di kampung ini sekarang jadi distrik Okyop. Dari air ini (sungai) Okyop, dapat memberikan manfaat, seperi melancarkan berbahasa Ngalum seketika anak dari umur satu tahun dan mulai mengeluarkan kata-kata atau mengucapkan kata-kata, mendewasakan anak, mencerdaskan anak, dan menguatkan tubuh anak (jika anak dilahirkan dalam kedaan tidak normal). Menguatkan tubuh dalam bahasa Ngalum disebut "Kal nagtmoron ".
3.2.6 Kampung Okbab = Air Kescian Kampung Okbab merupakan salah satu kampung yang nama aslinya adalah Borban. Kemudian sekarang diganti nama Okbab. Kampung Okbab/Borban sekarang dimekarkan menajdi salah satu distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, dengan nama distrik Okbab/distrik Borban yang beribukota di Okbab. Nama kampung Okbab tidak terjadi secara historis maupun tidak memiliki mitos sendiri yang mengisahkan sungai Okbab. Akan tetapi, sungai Okbab diciptakan oleh Atangki (bahasa Ngalum) Nai (bahasa Ketengban), (Tuhan). Sungai Okbab ditempatkan dan dialirkan di sebuah gunung yang bernama gunung Balil. Sungai (air) Okbab diciptakan oleh Atangki/Nai (Tuhan) kepada masyarakat Pegunungan Bintang khususnya kepada masyarakat suku Ketengban di wilayah Baduman, distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kampung Okbab/Borban, pertama kali diperkenalkan oleh missionaris GIDI beraliran Kristen Protestan, yaitu Tuan Tantus berkebangsaan Kanada dari Amerika Utara, pada 1972 dan Tuan Poler asal Jerman. Berkat kedua missionaris GIDI ini membawa cakrawala baru bagi masyrakat suku Ketengban bagian barat Kabupaten Pegunungan Bintang. Kata Ketengban merupakan salah satu masyarakat suku adat di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang. Kata Ketengban artinya, matahari terbenam. Jadi kata Ketengban merupkan tempat terbenamnya matahari. Orang Ngalum menyebut masyarakat ini dengan sebutan suku Kupel. Pemberian nama Okbab, sebelum bangsa luar masuk, wilayah Okbab dikenal dengan nama Baduman. Nama lainnya adalah Borban. Kemudian kedua misionaris ini masuk dan membuka pos pelayanan pengkabaran injil, mereka berhasil membuka lapangan terbang. Kedua missionaris ini merubah nama Okbab dari nama sebelumnya adalah Borban. Okbab (air), nama asli dalam bahasa Ketengban adalah Bame. Kata bame (ba) artinya air. Nama Okbab diberi nama oleh kedua missionaris asal Kanada dan Jerman. Kedua missionaris ini sampai sekarang mereka masih melayani injil Kristus di wilayah Okbab. Kata Okbab terjadi variasi dalam dua bahasa, yakni antara bahasa Ngalum (Ok) dan bahasa Ketengban (Bame/ba), yang keduanya mengandung arti air. Karena melihat dari latar belakang suku yang berada di distrik Okbab tidak hanya masyarakat suku Ketengban saja melainkan ada pula masyarakat suku Ngalum, jadi ada perpaduan atau pencampuran ras/suku di wilayah ini. Berdasarkan cerita lisan (Agustinus Uropka), bahwa sungai Okbab berasal dari guung Balil. Sungai Okbab yang mengalir dalam bentuk lingkaran. Artinya Okbab tidak mengalir ke wilayah lain. Sungai Okbab keluar dari mata air di gunung Balil. Air (sungai) Okbab mengalir dan mengelilingi wilayah dan manusia Ketengban di Pegunugan Bintang. Air ini berwarna putih atau dalam bahasa setempat disebut Sobo embek. Okbab diberikan tidak hanya untuk masyrakat suku Ketengban, melainkan untuk semua masyrakat di seluruh wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang. Dilihat dari tujuan dan manfaatnya adalah:
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a) Kesembuhan: ketika orang sakit, mereka akan mandi Okbab dan sembuh, bisa juga minum dapat sembuh dari sakit. Sakit ini berupa; sakit biasa, luka bakar, bekas luka potong dari alat tajam. b) Mendapatkan pengetahuan atau ilmu: orang yang ingin tahu berbahasa Ketengban, dengan minum Okbab, dia sudah dapat berbahasa Ketengban. Setelah meminum air (ok/bame), ada ungkapan yang dapat diucapkan, yaitu bame jipne (Ketengban), Okbab werer (Ngalum) saya minum air Okbab (Indonesia). c) Memandikan anak (bayi) yang baru lahir umur 2-5 hari: cara memandikan anak lakilaki dan anak perempuan ada perbedaan. Perbedaannya berada pada cara penyampaian mantranya. Meskipun sama-sama menggunakan mantra, tetapi dalam ungkapan kata-kata mantra ini yang jadi beda. d) Pertumbuhan kesuburan tanaman, (ekonomi),di wilayah Baduman (ketengban) di distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang. Dari urain diatas, dapat disimpulkan bahwa nama Okbab tidak ada hubungan mitos atau historis tetapi pada tahun 1970an Tuan Tantus dan Poler dari Jerman mereka membawa kabar gembira ( Kristus) di wilayah Okbab lalu membuka lapangan terbang di Okbab yang nama aslinya adalah Borban. Setelah membuka lapangan terbang di Borban, kemudian dirubah menjadi Okbab. Nama diangkat dari nama sungai Okbab yang nama aslinya adalah Bame (ba) yang saat ini sering disebut Okbab. Okbab atau pun Bame artinya air. Sebutan Okbab merupakan nama sungai terbesar di wilayah distrik Okbab, yang adalah Ok/ Bame yang diciptakan oleh Tuhan (Nai/Atangki). Tujuannya untuk sumber ekonomi masyarakat disekitar sungai Bame (ba), Okbab dimana pada proses penciptaan sungai ini adalah bertujuan untuk menggunakan segala aspek kehidupan. Berikut adalag beberapa maafaat dari bame (air) sebagai berikut, (1) untuk jadi air minum, (2) menyembuhkan orang sakit, (3) dapat diminum untuk bisa berbahasa Ketengban/Kupel, (4) memandikan anak baru lahir
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
umur 1 minggu, dan (5) mempertumbuhkan nilai-nilai ekologis, spritualitas,serta kebutuhan lainnya. Sungai Okbab mengalir di tujuh wilayah di distrik Okbab, yaitu (1) Sabin, (2) Borban, (3) Maksum, (4) Markum), (5) Peneli, (6) Atembabol) dan (7) Omlom. Asal mula pemberian nama kampung Okab terjadi pada tahun 1970-an oleh missionaris GIDI asal Eropa, yaitu Tuan Tantus dan Poler saat membawa pengkabaran Injil di wilayah Aplim Apom khususnya di daerah Borban sekarang Okbab. Nama Okbab diangkat dari nama sungai yang dalam bahasa suku Ketengban, yaitu Bame (ba) (Okbab). Proses pemberian nama berlangsung akibat dari pembukaan lapangan terbang sebagai pusat pelayanan pengkabaran Injil di distrik Okbab.
3.2.7 Kampung Oklip Kampung Oklip merupakan salah satu kampung yang berada di wilayah utara Kabupaten Pegunungan Bintang. Kampung ini sekarang menjadi distrik dengan nama distrik Okyip. Sebelumnya, kampung ini masuk di wilayah kecamatan/distrik Kiwirok dengan masyarakat mayoritas beragama Katolik. Menurut Anike Hipyan, Oklip (air) diciptakan dan diberikan oleh Tuhan (Atangki) kepada marga Almung dan Kasipmabin. Dalam proses penamaan kampung Oklip/Okyip berhubungan dengan adanya sebuah legenda (cerita). Legenda ini dikisahkan oleh seorang tokoh yang bernama Hipkaaku/Sipkalakur. Sipkalakur adalah seorang perempuan. Sipkalakur dalam bahasa Indonesia, yaitu anak terakhir atau anak bungsu. Dia (Sipkalakur) dapat dikejar oleh seseorang. Kemudian ia melarikan diri dari pengejaran, karena perjalanan yang jauh dan kehabisan tenaga, Sipkalakur istirahat di sebuah tempat. Ia istirahat dalam posisi duduk kemudian melalui bagian bawa pahanya, keluarlah sebuah air terjun. Air terjun ini mengalir dan bermuara ke Ok Tasin (Wara sifik /Sifik river).
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.2.8 Kampung Okyumi = air kita Okyumi merupakan salah satu kampung yang berada di distrik Pepera yang kepala desanya adalah Sergius Kakadir. Kampung Okyumi masuk di wilayah distrik Pepera, Kabupaten Pegunungan Bintang. Kampung ini dilihat dari letak geografis, terletak berdekatan dengan pebatasan Papua New Guine sehingga kurang lebih 85% masyarakat ini dapat menggunakan bahasa Papua New Guinea selain menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Nama kampung Okyumi jika dartikan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu Ok artinya air/sungai, dan Yumi artinya, kita. Kata Yumi juga merupakan kata serapan dari bahasa Negara tetangga Papua New Guinea yaitu bahasa Pijin, bahwa yu artinya kamu, mi artinya saya atau aku. Namun demikian, kata yumi digabungkan dengan nama Ok (air/sungai), “Okyumi” menurut nara sumber (Sergius Kakadir), bahwa Okyumi artinya milik kita bersama atau nupkaitki/nupyumaki (Ngalum). Artinya, air ini (Okyumi) diciptakan dan diberikan kepada suku-suku yang berada di wilayah Pegunungan Bintang. Artinya, air ini tidak hanya diberikan untuk masyarakat dan suku/marga yang ada di wilayah kampung Okyumi, distrik Pepera. Fungsi dari pada air ini, digunakan untuk mandi agar tubuh jadi sehat, mencuci, minum, dan memandikan anak yang baru berusia 2-3 tahun dengan menggunakan mantra khusus agar anak tersebut cepat tumbuh dan dapat berbicara, mengenal dunia, dan menjadi dewasa dan bertanggungjawab dalam kehidupan yang ia jalaninya. Tersedianya air ini untuk membawa kesuburan atas tanaman, ternak, dan tumbu-tunbuhan lainnya. Jika ada orang sedang sakit, bisa mandi dari Okyumi agar dapat sembuh. Okyumi merupkan air berkat. Air ini langsung diciptakan dan diberikan oleh Tuhan (Atangki) kepada manusia. Oleh karena itu, Okyuma artinya nupyumaki (Ngalum), artinya milik kita bersama. Yang diberi nama kampung Okyumi adalah marga Kakadir. Pemilik sekaligus penjaga Okyumi adalah kelompok masyarakat yang bermarga Sitokdana-Kakadir. Secara kesuluruhan 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kepemilikan Oyumi ini, Tuhan, (Atangki) diberikan untuk semua suku bangsa yang ada di dunia.
3.2.9 Kampung Okarka = saya telah datang Nama Okarka merupakan nama air (sungai), yang berada terletak di kampung Binbang yang saat ini dinamakan kampung Okarka distrik Pepera, Kabupaten Pegunungan Bintang Papua. Okarka artinya, aber nek abi (Ngalum) artinya saya telah datang. Datanglah kamu semua. Dengan kata lain, mari kita berkumpul dan membuat satu kampung dan Ap I Wol. Dalam kampung ini, yang dipimpin adalah seorang yang bermarga Kakadir sebagai orang pertama yang ditempatkan oleh Tuhan (Atangki) ditempat ini bersama kekayaan. Seorang Kakadir inilah yang mengajak kelompok masyarakat lain yang berada di wilayah ini (Pepera) kemudian mereka membentuk suatu kampung dari sejak nenek moyang mereka hingga saat ini. Kemudian kampung ini dijadikan sebagai kampung baru yang bernama Okarka. Tokoh sentral dalam pemberian nama kampung ini adalah mereka yang bernama/beridentitasa marga Kakadir-Sasaka. Maka yang dilihat dalam perkumpulan marga di kampung tersebut, yang menjadi dominan adalah mereka yang bermarga Kakadir dan Sasaka. Atau pun sebaliknya. Awal mula yang kumpul di kampung Okarka yaitu marga/klen Kakadir, Katpum, Sitokdana, Sasaka, dan Tapyor. Di tempat inilah hidup masyarakat kampung Okarka yang terdiri dari lima suku atau marga. Mereka meletakan dan membangun suatu komunitas yang besar kemudian membangun suatu Ap I wol yang disebut I Wol Yunmuku. Oleh karena itu, yang memberikan nama Okarka adalah Sasaka-Kakadir. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di kapung ini, si tokoh yang telah datang itu, ia membawa air. Kemudian ia menempatkan air tersebut ditengah kampung. Air ini dibawa dan diberikan untuk semua orang.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.2.10 Kampung Okngangop = ya Kampung Okngangop terletak di antara distrik Oksibil dan distrik Pepera. Dan kampung ini berada di sekitaran sungai digul (Oksop). Kampung Okngangop artinya, ya. Kata ya merupakan sebuah gunung yang terletak di daerah distrik Pepera. Nama gunung yang terletak di kampung Okngangop yang kemudian diberi nama Yasikin. Gunung Yasikin terletak di kampung Yunmuku distrik Pepera. Kata “ya” (Ngalum), dalam bahasa Indonesia „‟ya‟‟ artinya “ada”. Artinya, ditempat ini, Tuhan (Setmomarki) meletakkan segala macam benda yang baik bersamaan dengan air (Okngangop). Yang dimaksud dengan baik, adalah dimana tempat ini tanah telah diberkati sehingga tanah di wilayah Okngangop jadi subur. Sehinga tumbuhan jenis apa pun jika ditanam, tumbuhan itu dapat tumbuh subur, jika memelihara ternak, ternak itu akan berkembang dengan baik. Dengan kata lain, segala benda yang diciptakan oleh Tuhan (Atangki), sudah cukup tersedia di wilayah ini untuk manusia mengelola dan hidup berselibat dengan mahluk hidup lainnya seperti manusia, hewan, dan tumbu-tumbuhan. Mereka yang merupakan pemilik dusun serta Okngangop, yaitu Kungulki dan Yunmukuki. Kungulki merupakan sekumpulan manusia yang berada di wilayah otoritas masyarakat adat kampung Kungul dan Yunmukuki merupakan sekumpulan manusia yang berada di wilayah otoritas masyarakat adat Yunmuku. Mereka yang disebut masyarakat adat Kungulki yaitu
yang bermarga Kalakmbain, Kasipmabin, Tapyor, Uropmabin, Opki.
Kemudian mereka yang disebut masyarakat adat Yunmukuki, yaitu mereka yang bermarga Kakadir, Sasaka, Katpum, Sitokdana, dan Uropmabin. Yang memberi nama Okngangop adalah kesepuluh marga ini karena Okngangop didiami kelompok manusia yang disebutkan tersebut. Kesepuluh marga ini dibatasi oleh gunung Yasikin. Meskipun kedua wilayah ini dibatasi oleh gunung Yasikin, kedua kelompok masyarakat ini saling melakukan aktivitas di wilayahnya tanpa menginterpensi marganya sendiri. Dari pembahasan di atas, bahwa air (Okngangop) merupakan air yang sakrral di sembunyikan oleh Atangki karena dengan air
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itulah ia (Tuhan) memberkati tanah serta menjadi subur. Selain itu, di daerah Okngangop selain air yang disebutkan di atas, ada pula air/ sungai mengalir yang dapat digunakan oleh manusia untuk kepentingan keberlangsungan hidup. Ya, artinya ada. Segalah sesuatu yang diciptakan ada tersimpan di sekeliling Okngangop (air) tersebut.
3.2.11 Kampung Okbape = Saya ada di sini, saya dialirkan ke sana. Kampung Okbape terletak di bagian barat Kabupaten Pegunungan Bintang. Kemudian kampung Okbape sekarang dimekarkan menjadi distrik Okbape, yang beribukota di Okbape. Sebutan lain atau nama lain dari Okbape adalah Okbon. Sebenarnya, kampung Okbape bukanlah nama sebenarnya. Nama sebenarny adalah Okbon sesuai nama air yang diberikan oleh sang pencipta (Tuhan). Menurut Mellyanus Uropmabin, bahwa yang memberi nama Okbape adalah Bapebungki. Mellyanus menuturkan, Ok (sungai/air) ini mengalir dari abenong (gunung) Kusikin. Sejatinya, Okbon atau Okbape ini ingin dialirkan ke wilayah Pegunungan Bintang bagian Timur di daerah Sibilbang (Oksibil). Namun Bapebungki melihat dan merasa sedih dengan kedaan di sekitar, maka ia mengalirkan ke wilayah Okbape. Dalam tuturan lisan oleh Mellyanus, bahwa setelah Bapebungki alirkan Okbape di wilayah kekuasaannya, ia juga menempatkan sejumlah kekayaan seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, baik yang ada di darat maupun di air. Segala macam jenis kekayaan yang ditemaptkan di Okbape adalah untuk manusia. Dengan kekayaan tersebut, manusia dapat beraktivitas, bekerja dan menghidupi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Menurut kepercayaan masyarakat setempat yang dututurkan oleh Mellyanus, bahwa, rencana Okbape/Okbon tersebut, Tuhan (Atangki) ingin mengalirkan ke wilayah Sibilbang, namun Bapebungki tidak setuju kemudian ia berkata, „‟saya ada di sini jadi jangan alirkan ke sana (Sibilbang) karena air atau sungai ini bukan Okbape tetapi Okbon. Akhirnya kehendaknya dikabulkan dan dialirkan ke wilayah Pegunungan Bintang bagian Barat.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bapebungki merupakan tuan tanah atau tuan dusun di wilayah Okbape. Okbape diberikan oleh Tuhan (Atangki) yang terdiri dari beberapa marga merupakan pemilik Okbape itu, yakni marga Uromabin, Apintamon, dan Sitokambin. Masyarakat di distrik Okbape merupakan mayoritas beragama Kristen Protestan, karena wilayah ini diperkenalkan oleh misionaris (sending) dari Kristen GIDI.
3.2.12 Kampung Oktelabe = Mitos Kampung Oktelabe berada di wilayah distrik Pepera, Kabupaten Pegunungan Bintang. Sebelum kampung ini jadi salah satu kampung (desa), dan sebelum Pepera dimekarkan jadi distrik, Pepera adalah salah satu desa tua (kampung) dari distrik Oksibil. Kemudian adanya pemekaran kabupaten, desa (kampung) Pepera dimekarkan jadi distrik sendiri terpisah dari distrik Oksibil. Distrik Pepera yang terdiri dari 7 kampung. Salah satunya adalah kampung Oktelabe. Kata lain dari kampung Oktelabe adalah Imur. Nama aslinya adalah Katma.
Nama katma adalah tokoh utama dari Oktelabe. Katma juga
merupakan salah satu marga dari suku di kampung tersebut. Sebutan lain dari Oktelabe adalah Kawin Aib Minumik. Katma adalah penjaga dusun atau kampung Oktelabe bahwa kekayaan alam yang ada di kampung ini milik masyarakat yang berada di wilayah distrik Pepera pada umumnya. Menurut Sergius Kakadir, bahwa Katma berisyaratkan di tempat ini, saya sebagai pembatas tempat muara agar masyarakat dengan nyaman melakukan aktivitas di wilayah ini. Sebab wilayah ini diperuntukan penghuni kampung Oktelabe dan masyarakat kampung lainnya yang mendiami wilayah Pepera. Katma memberikan pesan kepada masyarakat agar dapat melestarikan alam dan menghasilkan makanan dari alam tersebut. Katma di Oktelabe berada pada muara Oktelabe. Istilah lainnya adalah dikiaskan dengan ekor. Yang dimaksud ekor disini adalah menunjukan kekayaan alam. Oleh karena itu Katma merupakan sumber penyimpanan kekayaan alam, batasanya berada di kampung
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut. Sehingga Katma sebagai penjaga kekayaan alam masyarakat distrik Pepera di ujung tanah adat distrik Pepera. Maka dari itu, yang memberikan nama kampung tersebut adalah bermarga Katma. Air ini diberikan untuk semua orang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi penjaga Oktelabe (Air/sungai) ini oleh masyarakat adat marga Wambaka, Bingkayak, Uropmabin, Tapyor, dan Kakadir. Dalam kehidupan masyarkat setempat, si tokoh yang disebut Katma dijuluki sebagai penguasa atau raja dusun. Karena dia disebut penguasa dusun, maka apa yang dia minta, harus diberikan kepadanya. Jika sesuatu yang dimintanya tidak dikabulkan, akan mendapatkan kutukan. Dalam bahasa Ngalum penguasa disebut Minomki, artinya orang yang menguasai segala-galanya. Oleh karena itu, masyarakat bermarga Katma berada di lingkungan masyarakat lain, dilarang mengeluarkan kata-kata kotor di depan mereka, sebab mereka akan balik membunuh kita dengan terangterangan. Misalnya kata-kata kotor yang keluarkan entah itu unsur kesengajaan atau tidak sengaja. Kata tersebut merupakan kata ejekkan. Perhatikan tabel berikut: No 1. 2. 3. 4. 5 6. 7.
Ngalum Misol tala Ningil yukyop Kulol tala Etul bolom/Etul sakyom Sirong bolom/Sirong tala Kaka torki/niktorki/pinong urap Kaka murup
Indonesia Hidung pesek, hidung belang Gigi ompong Kaki lumpu, kaki timpang, cacat kaki Tangan kudung, tangan bercacat Telinga sobek Orang jelek, orang tak normal, orang gila Manusia pendek, tuyul
Gambar Tabel 08: Kata-kata kotor (ejekan) dalam bahasa Ngalum
3.2.13 Kampung Okitiwok (Nanom) Kampung Okitim merupakan kampung yang berada di distrik Kawor. Distrik Kawor berada di bagian Selatan Kabupaten Pegunungan Bintang. Distrik serta kampung Okitim berbatasan dengan Kabupaten Merauke, Boven Digoel, dan Tanah Merah. Istilah lain atau nama lain dari kampung Okitim adalah Itiwok Amon, artinya membawa kekayaan alam untuk 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melengkapi dalam kehidupan manusia. Keberadaan Ok ini telah menyediakan Doltum (Batu Delima). Bentuk sebutan lain dari bahasa Ngalum adalah Tum Sapal (Batu Delima). Doltum atau Tum Sapal artinya saya datang untuk itu. Dengan kata lain, Doltum atau Tum Sapal artinya saya inilah yang disebut Doltum atau uang batu. Menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa, Okitim diciptakan dan diberi nama oleh sang pencipta dan diberikan oleh masyarakat Pegunungan Bintang kuhususnya mereka yang bermarga Tumkikan dan Delka. Kampung Okitim nama sebenarnya adalah Oknanom. Akan tetapi, karena Okitim merupakan air yang mengandung kekayaan sangat berharga, maka Oknanom dirubah menjadi Okitim dengan sebutan lain yang disebut Atiwok Amon. Artinya, di Okitim tersebut berisi batu delima. Batu ini memiliki ukuran sangat relatif kecil. Dan batu ini pula, jika dilihat dari kasat mata, sulit untuk menemukan. Apabilah ingin memiliki batu tersebut, harus ada izin dari masyarakat pemilik Ok tersebut.
3.2.14 Kampung Okmanit = batu delima Kampung Okmanit juga merupakan bagian dari distrik Kawor. Masyarakat di kampung ini, masyarakat suku Ngalum disebut dengan suku Murob, meskipun mereka juga merupakan bagian dari masyarakat suku Ngalum. Sedangkan masyarakat distrik Kawor menyebut masyarakat suku Ngalum, dengan sebutan suku Kower. Kower artinya Ngalum. Nama kampung Okmanit dengan sebuatan lainnya adalah Umyit yang artinya, kekayaan alam. Kekayaan alam yang dimaksud adalah dalam bentuk uang batu atau Jinamot. Di air (sungai) tersebut, bebatuan yang ada di dalamnya, tersembunyi batu-batu mutiara yang disebut uang batu atau dalam bahasa setempat disebut Jinamot. Okmanit tidak jau berbeda dengan Okitiwok, bahwa kedua Ok (air/sungai) ini tersedia Doltum atau batu delima. Batu ini merupakan batu sakral (alut) yang merupakan berwujud manusia menurut kepercayaan masyarakat setemmpat. Menurut David O. Tumkikan bahwa
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Doltum (Batu Delima/Uang Batu) sangat sulit dilihat oleh kasat mata manusia. Menurut Davin, Doltum itu sekalipun berbentuk batu, dalam kepercayaanya, batu berwujud manusia secara rahasia alam. Masyarakat setempat ingin memiliki batu tersebut, mereka harus mengadakan kegiatan ritual khusus. Kegiatan ritual yang diadakan bertujuan untuk mendapatkan batu tersebut. Yang memberikan nama kampung ini adalah sang pencipta (Tuhan). Artinya, Tuhan menciptakan alam semesta dan mencipatkan manusia sekaligus Tuhan memberikan harta benda seperti Air, batu, tanah, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dan langsung diberi nama. Khususnya, yang disebut uang batu atau jinamot dengan sebutan lain dultum atau tum sepal, batu tersebut memiliki kelebihan. Kelebihannya adalah batu ini seperti telah disebutkan bahwa secara rahasia alam, batu ini adalah berwujud manusia. Keuntungan dari pada batu ini adalah dimana, orang yang memilikinya, jika ada lawan yang ingin mencederai atau melukai bahkan ada rencana pembunuhan, batu ini akan datang bersuara dan melindungi si tuannya atau pemeilik batu tersebut. Pada akhirnya, orang yang berencana jahat, ilmu sihirnya akan hilang dengan sendirinya.
3.2.15 Kampung Okano = air mentah Kampung Okano terdapat di distrik Oksebang Kabupaten Pegunungan
Bintang
Papua. Nama asli Okano adalah Okpapi. Okpapi memiliki dua arti kata, yaitu Ok dan Papi. Ok yang artinya “air” dan Papi yang artinya “mentah”. Sehingga Okpapi dapat diartikan secara harafia adalah “air mentah”. Dengan kata lain, Okpapi adalah air yang dibentuk secara alamiah yang diciptakan dan diberi nama secara langsung oleh sang pencipta (Atangki). Artinya, bahwa air ini langsung ditimba dan diminum dalam kemasan menta. Kepemilikan Okano adalah milik marga Uropmabin. Nama kampung Okano, khusus nama air tersebut ada sebuatan lain, yakni Kangwelak. Kangwelak disimbolkan sebagai gemuk babi. Gemuk babi ini digunakan
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seketika, masyarakat suku Ngalum yang mendiami kampung Okano melangsungkan kegiatan ritual adat yang bersifat seremonial seperti acara pesta perkawainan, pembayaran belis, dan bentuk acara lainnya. Okano berperan penting dalam kehidupan masyarakat kampung Okano. Dalam upacara ritual resmi seperti upacara inisiasi adat (proses tena kamil) bagi para pria, setelah mengadakan upacara tersebut para tetua adat akan menimba dan memberi air ini kepapada peserta yang sudah mengikuti proses tena kamil (inisiasi adat). Karena, dalam proses tena kamil atau inisiasi adat, mereka dilarang minum atau pun makan sampai dengan kegiatan itu selesai. Apabila upacara tersebut sudah selesai diselenggarakan, secara resmi peserta tena kamil akan memberikan kebebsan untuk boleh makan dan minum. Akan tetapi, masih ada batas-batas aturan tertentu yang disampaikan oleh orangtua agar berhati-hati dalam lingkungan dimana mereka berada. Air ini (Okano) diberikan oleh Tuhan (Atangki) untuk kehidupan manusia. Sebab air merupakan sebuah media yang dibutuhkan oleh makhluk hidup di dunia, baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Kosmas Asemki, Okano diberikan oleh sang pencipta
(Setmomdakyarki)
tempatkan air ini
(Okano) bersama
pemiliknya
dan
menempatinya di dusun Okano, yaitu orang yang bermarga Uropmabin yang mendiami wilayah ini. Mata air Okano terletak di puncuk gunung Anem. Di gunung ini, sejatinya ada dua air (sungai) yang mengalir, yakni Oksebul dan Okano. Oksebul yang mengalir ke arah selatan yang kemudian tempat ini dijadikan salah satu kampung yang bernama Oksebul. Kedua Ok (air/sungai) ini merupakan maksud dan tujuan yang sama. Kedua kampung ini merupakan bagian dari distrik Oksebang.
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV MAKNA FILOSOFI YANG DIREPRESENTASIKAN OLEH NAMA KAMPUNG BERUNSUR "OK" BAG
4.1
I MASYARAKAT SUKU NGALUM
Pengantar Bab IV ini akan membahasa maksud atau makna filosofi Ok yang direpresentasikan
oleh nama kampung yang berunsur Ok dalam bahasa Ngalum di Pegunungan Bintang. Yang akan dibahas pada bab ini sebagai berikut; (1) Pengertian tentang filosofi (Filsafat); (2) Makna filosofi Ok bagi masyarakat suku Ngalum Pegunungan Bintang, (3) Filosofi Ok bagi masyarakat suku Ngalum dari sudut pandang teologis, (4) Makna filosofi Ok bagi masyarakat suku Ngalum dari sudut pandang Ekonomis, (5) Filosofi Ok dari sudut pandang geografis, (6) Filosof Ok bagi masyarakat suku Ngalum dari sudut pandangs sosial. Pada sebagaian besar di wilayah Pegunungan Bintang, memilik nama kampung dimulai dari kata Ok. Kata Ok diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah, air. Namun demikian, Kata Ok berdasarkan konteks pemakaiannya akan berbeda. Conoth: Ok Denom. Ok Denom adalah nama sungai, Ok enon (air minum) air untuk diminum dan sebagainya. "Ok" menunjukkan sebagai identitas suku sebagai masyarakat Ngalum bahwa setiap kampung di Pegunungan Bintang cukup tersedia air. Di mana salah satu kampung mengalir sebuah Ok atau Air (sungai), kampung tersebut akan memberi nama berdasarkan nama sungai yang mengalir di kampung itu. Ok juga tidak hanya dapat dilihat dari satu dimensional karena, Orang Ngalum, menerjemahkan Ok dengan berbagai makna. Misalnya, seorang lakilaki dalam kondisi sehat, tapi tubuhnya kurus, masyarakat suku Ngalum akan menyebut dalam bahasa Ngalum bahwa, "Enikurtan Ok nongsemaresemor nek Okdiparen kalenok e" artinya, ada seorang nenek sihir yang selalu datang mengganggu kehidupan seorang anak
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(laki-laki/perempuan) sehingga perlu didoakan supaya tidak diganggu sihir tersebut dengan tujuan anak tersebut dapat sembuh dan tumbuh sehat, baik jasmani maupun rohani.
4.2
Pengertian Filosofi Dalam ilmu filsafat, perkembangan sejarah pemikiran kefilsafatan antara ahli satu dan
ahli filsafat lainnya selalu berbeda, bahkan hampir sama banyaknya dengan ahli filsfat itu sendiri. Maka dari itu, untuk menjawab atau mendeskripsikan tentang filosofi, dalam buku Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia Suatu Pengantar oleh Drs. Surajiyo dapat memaparkan arti filsafat dari dua segi, yaitu secara etimologis dan terminologis. Secara etimilogis, kata filsafat dalam bahasa Arab falsafah yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah philosophy. Kata philosophy berasal dari bahasa Yunani adalah philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan (love of wisdom), sehingga secara etomologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam - dalamnya. Arti filsafat dari segi terminologi bahwa arti terminologi dimaksud yang dikandung oleh istilah atau statemen „filsafat‟. Batasan filsafat ini banyak, maka sebagai gambaran dikenal beberapa batasan yang akan dipaparkan. (1) Menurut Palto, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. (2) Arostoteles, Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang merujuk pada kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan). Selain itu. N. Driyarkara, filsafat adalah permenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab „ada‟ dan „berbuat‟ perenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya, sampai ke „mengapa‟ yang pengapdian, (Surajiyo, 2007 :3-4). Menurut Ali Mudhofir (1996) dalam Surajiyo (2007: 4-5), dipaparkan, bahwa filsafat sebagai suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan bersedia meninjau
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
problem dari semua sudut pandang. Ditinjau dari cabang filsafati, ada dua cabang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa manusia, yaitu etika dan estetika. Filsafat estetika merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Objek estetiknya adalah pengalaman akan keindahan. Dengan belajar estetika dapat membedakan antara estetik filsafati, ilmiah, teori-teori keindahan, pengertian seni, dan nilai-nilai seni. Filsafat etika merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang perilaku perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik-buruk. Dengan belajar etika dapat membedakan etika, norma, dan moral. Di samping itu, dapat juga memahami tingkah laku apa yang baik menurut teori-teori tertentu dan sikap yang baik sesuatu dengan kaidah-kaidah etika, (22-23). Filsafat dalam bahasa Inggris disebut dengan philosophy, maka dalam ilmu filsafat juga berbicara khusus tentang etika keilmuan. Etika secara etimologi berasal kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan secara terminologis, etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah lakuatau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Yang dapat dinilai baik buruk adalah sikap manusia, yaitu berkaitan dengan perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakan, kata-kata dan sebagainya. Menurut Sunoto (1981), etika dibedakan menjadi dua, yaitu etika deskriptif dan etika normatife. Etika deskripfit yaitu, etika yang menggambarkan apa adanya tanpa
tidak
memberikan penilaian, sedangkan etika normatif adalah sudah memberikan penilaian yang baik dan yang buruk atau telah mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana yang buruk, yang dilakukan oleh manusia. Dengan singat kata, norma yang harus dikerjakan dan yang tidak. Di pihak lain, dapat dibedakan antara etika dan moral. Ajaran moral adalah ajaran, wejangan, khotbah, peraturan lisan, atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Etika dipahami sebagai mau mengerti ajaran moral tertentu atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggungjawab terhadap pelbagai ajaran moral.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.1
Filosopi Ok Bagi Masyarakat Suku Ngalum di Pegunungan Bintang Melkior N.N. Sitokdana dalam bukunya berjudul, "Menerima Misionaris
Menjemput Peradaban" memaparkan bahwa, para antropologi mengelompokkan sejumlah suku yang ada di Pegunungan Bintang menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) suku "Ok (suku Ngalum) dan (2) Mek (suku Me atau Mek) berarti air dalam bahasa suku Ketengban. Penamaan Ok dan Mek bermakna filosofis, teologis, ekologis, dan ekonomis; mestinya dijadikan sebagai nama suku bangsa. Penamaan suku yang ada seperti suku Ngalum, biasanya untuk menyebut masyarakat yang tinggal di bagian Timur sekalipun penyebutannya termasuk dalam suku tersebut, seperti orang dari distrik Okbibab menyebut orang Kiwirok adalag orang Ngalum dan sebaliknya sampai ke arah timur di Telefomin, Papua New Guinea (2016 : 3). Istilah Ok dan Me atau Mek berarti sama, yaitu air. Pemaknaanya sama sehingga disebut manusia Ok berarti mencakup seluruhnya atau sebaliknya manusia Me atau Mek berarti seluruh komponen yang ada seperti manusia dan alam. Namun, perbedaan ada pada bahasa, yaitu bahasa daerah; sedangkan makna atau filosofi dari Ok dan Me atau Mek memiliki filosofi yang sama. Karena penyebutan nama tempat selalu diawali dengan Ok atau akhiran Me/Mek. Dalam suatu interpretasi penelitian para ahli antropologi disebutkan bahwa manusia Aplim Apom adalah manusia pencari air karena selalu memilih tempat tinggal berdasarkan lokasi-lokasi yang dipercaya dekat dengan air, tempat mata air, di pinggir aliran sungai, dan tempat-tempat yang mudah untuk mendapatkan air. Pernyataan tersebut didasarkan pada penyebutan nama-nama tempat tinggal yang selalu diawali dengan kata Ok atau akhiran Me atau Mek, misalnya Oknangul (Oknangu), Okbi, Oklip (Okyip), Bime, Kirime, Borme, Kameme, Tanime Eipomek, Pamek, dan sebaginya. Selain itu, beberapa distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang menggunakan nama Ok dan Me atau Mek, yaitu Distrik Bime, Distrik
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Borme, Distrik Weime, Distrik Eipomek, Distrik Pamek, Distrik Borme, Distrik Nongme, Distrik Oksebang, Distrik Oksop, Distrik Okbab, Distrik Oklip, Oksirka (Okhika), Oksibil, Okbemtaru (Okbemtau), Okbape, dan Okaom. Atas dasar inilah para ahli antropologi mengelompokkan sebagai suku bangsa Ok dan suku Me atau Mek (2016:34). Dalam pemberian makna filosofi dari suku Ok atau Me/Mek oleh para ahli antopologi hingga saat ini belum memberikan makna filosofi yang hakiki, karena konsentrasinya lebih tertuju ke bidang linguistik (bahasa) dan etnografi (etnis). Penyebutan sebagai manusia Ok atau Me/Mek memiliki makna multidimensi. Ketika orang menyebut atau berpikir tentang air, pemahaman atau pengertiannya akan memiliki makna yang multitafsir dan berdimensi filosofis, teologis, ekologis, sosiologis, dan ekonomis. Oleh karena itu, Ok atau Me/Mek dapat mengintegrasikan air dengan komponen hidup utama yang lain, seperti tanah, tanaman, alam, dan ternak dengan menyebut Ok, Mong, dan Nal, atau air, tanaman, dalam, ternak dan tanah. Menurut Apolonaris Urpon (2008) memamparkan bahwa Ok atau air selalu dimaknai sebagai sumber kesuburan dan kehidupan dengan menyebutnya sebagai Muk dan Ok. Muk berarti susu kehidupan. Ok melambangkan suatu identitas klen dan simbol hakikat kehidupan itu sendiri karena Ok mendatangkan dan menciptakan kehidupan yang hakiki, yakni kesuburan hidup bagi manusia, tumbuhan, tanaman, dan ternak serta menciptakan pembaharuan, kesejukan, perdamaian, keselamatan, kesucian, ketenangan, ketabahan, ketentraman, kedewasaan, dan nilai-nilai hidup lainnya (2016 : 39). Dalam kehidupan sehari-hari, Ok atau Me/Mek dalam bentuk fisik dapat dilambangkan dengan simbol lemak babi (kang matek) dan perempuan sebagai awal proses kehidupan bagi seorang manusia. Artinya, manusia dibentuk dalam rahim seorang perempuan dan dilahirkan ke dunia untuk mencari kehidupan sejati. Hal ini dapat tercermin dari bahasa pertama yang diungkapkan oleh seorang bayi, yakni Ok/Me/Mek. Maksud dari bayi itu adalah sang bayi meminta air sebagai sumber baginya untuk menjalani kehidupan ini.
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kemudian, pada detik detik akhir hidupnya sebelum menghadap sang Ilahi, manusia Aplim Apom selalu meminta Ok (air) untuk diminum. Maksud dari pada itu adalah meminta jalan menuju kehidupan yang kekal. Bagi Masyarakat Suku Ngalum, Ok difilosofikan dengan manusia itu sendiri. Ini tidak hanya karena dipengaruhi faktor geografis yang memilki sumber mata air disetiap kampung. Akan tetapi sifat air itulah yang dipengaruhi sehingga masyarakat memiliki kebudayaan yang dikatak cukup sabar, tenang, mudah bergaul dengan kelompok lain. Tingkat emosional yang sangat mudah terkontrol dan tidak mudah dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh luar. Jika melihat sebagaimana air (sungai) itu mengalir dengan tenang, jika suatu saat ada hujan lebat, air (sungai) itu akan banjir dengan kekuatan yang besar), kemudian kembali tenang. Sifat itulah yang diikuti oleh masyarakat Ngalum di Pegunungan Bintang. Jika ada masalah, mereka akan cukup tenang, mencari letak masalah, kalau itu sudah temukan masalahnya, maka mereka akan duduk bertatap muka dan menyelesaikan masalah tersebut secara damai. Bagi masyarakat suku Ngalum, filosofi Ok, juga dimaknai sebagai sumber kehidupan dan kesuburan manusia Ngalum. Segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber-sumber kehidupan dan kesuburan dimaknai sebagai Ok. Pertama Ok sebagai air, manusia Ngalum memandang tanpa air tidak ada kehidupan di dunia. Kedua Ok sebagai perempuan, manusia Ngalum memandang perempuan sebagai "Ok" yang senantiasa memberikan keturunan dan kesuburan dalam keluarga. Ketiga Ok sebagai babi, dengan babi, hubungan antara manusia dengan manusia terjalin dengan baik, dengan babi pula manusia dengan alam bersahabat. Dengan demikian segala sesuatu yang berhubungan dengan sumber kehidupan adalah Ok. Berangkat dari itulah maka manusia Ngalum memandang dirinya sebagai manusia Ok, artinya manusia hidup. Untuk menjadi "manusia hidup", manusia Ngalum senantiasa mencari jati dirinya melalui multi dimensi kehidupannya, yakni melalui kegiatan ritual, ekonomi; sosial dan politik. Dalam kehidupan sehari-hari orang yang badannya kurus dan tidak
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bertenaga disebut " Ok donon" artinya tidak bertenaga/tidak sehat. Sebaliknya mereka yang badannya sehat dan bertenaga disebut "Oksonki" bertenaga/sehat. Begitupun dalam hal kekayaaan harta benda dan pengetahuan. Mereka yang memiliki banyak pengetahuan dan harta benda disebut sebagai "Oksonki". Dari pembahasan makna atau folosofi yang dituliskan di atas, dapat disijakan sebagai berikut.
4.3.1 Filososifi Ok Bagi Masyarakat Suku Ngalum dari Sudut Pandang Teologis Teologi merupakan ilmu tentang tuhan. Teologi juga merupakan kaitan antara kepercayaan kepada Tuhan (Atangki) melalui kepercayaan agama lokal dan agama modern melalui kitab suci. Dalam ajaran kristus, manusia percaya bahwa Tuhan mencipatakan melalui tanah dan kembali ke tanah jadi debu. Karena asal mula terciptanya manusia berasal dari tanah. Tubuh jasmani akan kembali jadi debuh tanah dan jiwa (roh) akan kembali kepada yang maha pencipta (Tuhan). Maka dari itu, manusia ketika mengalami kematian, dan juga akan ada proses kebangkitan. Dalam kepercayaan agama kristiani (Katolik/Protestan) bahwa setelah ada kematian, manusia juga mengalami kebangkitan yang jiwanya akam diangkat ke surga. Menurut Edwar Taylor dalam buku yang berjudul Anthropology, menyebutkan pada akhir 1800-an, bahwa agama adalah kepercayaan dalam roh. Ada definisi baru yang mengungkapkan bahwa baik kepercayaan dan tindakan yang berhubumgan dengan makhluk gaip dan kekuatan. Hal ini apa yang disebut roh oleh Edwar Tylor. Tylor membagikan dua pandangan tentang teologi dalam ilmu antropologi, yaitu, Magic dan Religion. Di akhir 1800-an, Edward Taylor menulis bahwa sihir, agama, dan ilmu pengetahuan itu sama, bahwa cara mereka yang berbeda pada orang-orang yang mencoba untuk menjelaskan dunia dan peristiwa fisiologis di dalamnya, (Barbara D. Miller & Bernard Wood, 2006:524).
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kehidupan masyarakat suku Ngalum, yang disebut dengan kepercayaan, mereka telah percaya adanya Tuhan yang mencipatkan mereka, yaitu sering disebut Atangki. Atangki (Tuhan) sebagai sumber kekuatan dan hidup mereka. Dalam kepercayaannya, jika ada orang yang meninggal nantinya, arwah atau rohnya akan pergi ke tempat-asalnya, misalnya marga Opki, rohnya akan pergi ke Okipur Okipur merupakan tempat asal-usul mereka. Dalam ajaran kristiani dapat diterjemakan sebagai surga. Oleh karena itu, Filosofi Ok dari sudut pandang teologis bagi masyarakat suku Ngalum, bahwa manusia Ngalum memandang masing-masing marga memiliki "Ok Alut" (air pusaka) di alam gaib yang senantiasa menghidupkan mereka. Air pusaka itu ada di Kandamil "(tempat asal-usul masing-masing marga). Oleh karena itu. masingmasing marga selalu menyebut asal-asul mereka/tempat tinggal air pusaka-nya, misalnya; Kasipmabin memiliki air pusaka Okbako. Opki memiliki air pusaka Okipur, Uropmabin memiliki air pusaka Okipur, Kalakmabin memiliki air pusaka Oktumi, dan sebagainya. Manusia Ngalum selalu menyebut air pusakanya pada saat-saat tertentu, seperti acara inisiasi adat mereka memanggil air pusaka untuk menghidupkan mereka, ketika mengalami ancaman nyawa mereka untuk meminta perlindungan/pertolongan dari air pusakanya dan sebagainya. Beberapa hal yang memperkuat argumentasi di atas adalah pada saat bayi bahasa pertama yang sering diungkapkan, adalah Oko yang artinya dia meminta air pusaka, dan ketika mau menghembuskan nafas terakhir biasanya menyebut kata Oko (aku haus) yang juga adalah meminta air pusaka. Meminta air pusaka ketika mau menghembuskan nafas terakhir hampir sama dengan cerita Yesus meminta air ketika Ia mau menghembuskan nafas terakhir di atas kayu salib (Yohanes 19:2830). Upacara-upacara ritual yang diselenggarakan masyarakat suku Ngalum selalu menggunakan medium yang disebut sebagai Ok, yaitu Babi dan juga "Ok Alut" adalah " Roh". Dengan babi mereka melakukan upacara ritual " Ok Angel" yaitu upacara pembebasan setelah melakukan inisiasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam upacara tersebut para
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perempuan menyambut anak-anak yang telah diinisisakan dengan ungkapan-ungkapan kegembiraannya dengan menyebut air pusaka masing-masing anak, misalnya "Ne Okipur a abenerar atau Ne Okdenom a abenerar atau Ne Oktamal a abenerar" dan sebagainya. Selain itu ungkapan syukur dan mohon pernyertaan Atangki (Maha Pencipta) selalu menggunakan beberapa kata kunci "Ok" yang jarang diungkapkan secara tidak dengan hormat kecuali pada saat tertentu adalah: Ok more artinya berilah kami kesuburan/kesehatan/kesejahteraan dan Ok wertenere yang artinya bersihkan segala penyakit jasmani dan rohani.
4.3.2 Filosofi Ok dari Sudut Pandang Ekonomis Bagi Masyarakat Suku Ngalum Makna filosofi Ok dari sudut pandang ekonomis, Ok dipandang sebagai kebutuhan pokok mahkluk hidup, dengan air manusia hewan dan tumbuhan dapat melangsungkan kehidupannya. Manusia membutuhkan air untuk minum dan mandi, sama halnya hewan membutuhkan untuk diminum, tentu air juga bermanfaat bagi hewan dalam menunjang kebutuhan sekundernya seperti untuk „mandi‟ dan juga penting untuk metabolisme tubuh hewan. Sedangkan tumbuh-tumbuhan membutuhkan air sebagai media fotosintesis. Maksud atau makna filosofi Ok yang dihubungkan dengan dimensi ekonomi, masyarakat Ngalum diwujudkan dengan sebuah mantra pada saat mereka ingin mau menanam bibit umi manis (boneng), Om (keladi) di lahan yang baru dibuka. Saat mau panen, juga mereka akan menggunakan cara yang sama. Bahwa pada saat mau memanen hasil kebunnya, mereka akan mendoakan-doa ritual. Doa-doa itu merupakan bentuk ungkapan syukur atas hasil yang diberikan oleh sang pencipta (Tuhan). Dalam doa-doa ritual seperti ini, hanya dibatasi dan diketahu oleh orang laki-laki dan sangat rahasia. Oleh karena itu, ada mantra atau doa yang bisa didengar oleh masyarakat umum, dan ada juga yang hanya didengar oleh orang-orang tertentu saja.
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.3.3 Filosofi Ok dari Sudat Pandang Geografis Bagi Masyarakat Suku Ngalum Dimensi geografis manusia Ngalum selalu memilih tempat tinggalnya berdasarkan lokasi-lokasi yang dipercaya dekat dengan air, tempat adanya mata air, di pinggiran aliran sungai dan tempat-tempat yang mudah untuk mendapatkan air sehingga manusia Ngalum diinterpretasikan sebagai manusia pencari air. Pernyataan tersebut didasari atas penyebutan nama tempat tinggal yang selalu diawali dengan Ok, seperti Oksibil, Okaom, Oknangul, Okbi, Oklip, dan sebagainya. Dari dimensi geografis manusia Ngalum memandang dirinya sebagai manusia "Ok" yang artinya mereka memberikan kehidupan dan kesuburan kepada sesama sukunya di tanah Aplim Apom melalui sungai-sungai besar di Tanah Papua yang mata airnya berasal dari wilayah suku Ngalum Ok, yakni sungai Digoel mata air-nya dari Oksop, sungai Sefik (Papua New Guinea) mata air-nya dari Oknangul dan Oklip, sungai Mamberamo mata air-nya dari sungai Okbi dan Okhika.
4.3.4 Filosofi Ok bagi masyarakat suku Ngalum dari Segi Sosiologis Filosofi Ok bagi masyarakat suku Ngalum dari sudut pandang ilmu sosiologi, dapat diartikan berdasarkan etimologi, kata sosiologis (sosiologi), terdiri dari dua kata, yaitu socius dan logos. Sosial yang berarti masyarakat/hidup bersama, dan logos, yang berarti ilmu pengetahuan. Sehingga, Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masyarakat dalam hidup bersama (Soedjono, 1973:11). Soedjono dalam bukunya, Pengantar Sosiologi, mengemukakan bahwa banyak ahli sosiologi yang memberi arti tentang sosiologi, yaitu ada yang mengemukakan bahwa sosiologi merupakan ilmu tentang masyarakat, sosiologi adalah aksi timbal balik dari kehidupan bersama, ada pula menyebutkan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses-proses sosial serta mempelajari gejalagejala dalam kehidupan manusia ( 1973:19-20). Selain itu, Soerjono Soekanto dalam
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bukunya, yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar, menyebutkan dari definisi yang diberikan Roucek and Warren bahwa sisiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelomok. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, bahwa sosiologi mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial dan perubahan-perubahan sosial. Mereka masih berpendapat pula bahwa struktur sosial meliputi keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok, serta lapisan-lapisan sosial (1982: 17-18). Dalam pemaparan dapat disimplkan bahwa, sosiologis (sosiologi) merupakan ilmu yang memepelajari mengenai kehidupan masyarakat. Di dalamnya ada kelompok, indivudu, dan komunitas, serta kelompok masyarakat lainnya. Hubungan itu dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan proses sosial serta perubahan-perubahan pranata sosial yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Dalam hubungan antara kelomok manusia dan individu, interaksi sosial sebagai faktor utama dalam kehidupan sosial. Interaksi sosial dapat dinamakan proses sosial. Oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial itu menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi terjadi ketika ada orang bertemu pada waktu yang sama (1982: 55). Karena interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, tanpa ada interaksi sosial, tidak mungkin ada kehidupan bersama. Maka atas dasar inilah masyarakat Suku Ok yang sering disebut masyarakat suku Ngalum. Masyarakat suku Ngalum memiliki hubungan antara masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain berdasarkan marga atau klen yang berada di satu wilayah otoritas tanah adat, yaitu tanah Aplim Apom. Kelompok masyarakat ini memiliki kebudayaan serta bahasa yang sama, yaitu masyarakat suku Ngalum Ok. Maka dari itu, filosofi Ok dari sudut pandang sosiologis dapat diberi makna bahwa masyarakat suku Ngalum, Ok melambangkan identitas marga, seperti Okbi milik marga Sitokdana, Lepki,
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Uropmabin, dan Asiki. Oksop milik marga Kaladana, Tapyor, Mimin, Lepki, Sasaka Bitdana, Kasipmabin, Kalakmabin, Alwolmabin, dan sebagainya. Okaom milik marga Dilam-Bawi. Sehingga ketika menanyakan siapakah orang Oksop, Okbi dan Okaom maka berbagai marga akan mengaku sebagai pemilik tempat atau wilayah tersebut. Selain itu salah satu pesta rakyat yang merupakan pesta Ok (pesta kesuburan) adalah tarian Oksang. Pergelaran tarian Oksang bertujuan untuk meminta atau memohon kesuburan hasil pertanian, peternakan, dan menjaga kesehatan tubuh bagi manusia Ngalum kepada sang Atangki (Allah) sebagai Sang Pencipta. Tarian Oksang juga bertujuan untuk memupuk cinta persaudaraan, kebersamaan, perdamaian, dan kesejahteraan. Tarian tersebut lebih pada membangun relasi kekerabatan dan relasi dagang. Tarian ini biasanya mengundang atau bekerja sama lintas Iwol. Tamu yang dari daerah jauh biasanya menari selama 2-4 hari. Selama mereka menari seluruh masyarakat kampung melayani para tamu makanan yang diambil dari kebun dan ternak yang mereka pelihara atas nama Oksang, selain itu menyediakan berbagai macam barang-barang cendramata dan barang berharga untuk dibarter. Seperti Sapuk (rokok tembakau), Siwol Okaom, Siwol Wan/Sunki, Siwol Mongki (uang), Anon Ningil (gigi anjing), Takol Papi (kapak batu), Men (noken), Ebon (busur), Kulep (bulu cendrawasih), dan sebagainya. Disamping itu dengan Oksang biasanya sebagai ajang untuk pemilihan jodoh. Perempuan yang menonton tarian Oksang biasa memilih pasangan di tempat ini. Biasanya setelah tarian Oksang selesai perempuan akan ikut laki-laki ke kampungnya. Istilahnya adalah pelarian karena perempuan ikut laki-laki tanpa izin orang tuanya. Perempuan yang jatuh hati pada laki-laki pada saat pertunjukkan Oksang disebut "U Nal A Anserki" (dia yang membuat jatuh hati/dia jatu cinta dengannya). Dari sinilah masyarakat suku Ngalum akan melakukan interaksi sosial berlangsung antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, di dalam masayarakat, ada masyarakat juga yang saling berinteraaksi antara satu suku, marga/klen dengan suku-suku
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lainya di tiap daerah yang berbeda, misalnya suku Murop di bagian Selatan Pegunungan Bintang, Suku Ketengban di bagian Barat Pegunungan Bintang, dan suku-suku lainnya. Manusia suku Ngalum memandang manusia ketengban, merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri sekalipun, bahasanya berbeda.
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab sesudahnya, di bab ini, saya dapat menarik beberapa
kesimpulan di antaranya, (1) deskripsi tentang letak geografis, demografi masyarakat suku Ngalum dan sejarah asal mula masyarakat suku Ngalum yang bertutur bahasa Ngalum. (2) deskripsi tentang nama-nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum, yaitu (1) Oksibil, (2) Okaom, (3) Okautaka, (4) Okatem, (5) Okyop, (6) Okbab, (7) Oklip, (8) Okyumi, (9) Okarka, (10) Okngangop, (11) Okbape, (12) Oktelabe, (13) Okitiwok (Nanom), (14) Okmanit, dan (15) Okano-Oksebul (3) deskripsi tentang maksud atau filosofis yang direpresentasikan oleh nama kampung yang berunsur "Ok" dalam bahasa Ngalum bagi masyarakat suku Ngalum. Maksud atau filosofis yang direpresentasikan nama kampung berunsur "Ok" bagi masyarakat suku Ngalum dapat dilihat dari beberapa dimensional, yaitu (1) dimensi sosiologis, (2) dimensi ekonimis, (3) dimensi geografis, dan (4) dimensi teologis. Makna filosofi yang dapat disimpulkan bahwa “Ok” berfilosofi pada kehidupan manusia alam, dan pengetahuan. Oleh karena itu, “Ok” atau air selalu dimaknai sebagai sumber kesuburan dan kehidupan dengan menyebutnya sebagai Muk dan Ok. Muk berarti susu kehidupan. “Ok” melambangkan suatu identitas marga/klen (kaka don) dan simbol hakikat kehidupan itu sendiri karena “Ok” mendatangkan dan menciptakan kehidupan yang hakiki, yakni kesuburan hidup bagi manusia, tumbuhan, tanaman, dan ternak serta menciptakan pembaharuan, kesejukkan, perdamaian, keselamatan, kesucian, ketenangan, ketabahan, ketentraman, kedewasaan, dan nilai-nilai hidup. Masyarakat suku Ngalum dengan memiliki perbedaan dialek bahasa Ngalum, yakni Oksibil, Seram, Okaom, Kalomdol, Oksop Bape, dan
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yapi merupakan kelompok masyarakat yang memilki dialek bahasa Ngalum yang sama. Selain itu, Okyop, Okhika, Okyip, Oknangu, Okbemtau, Warahamo. Distrik Pepera memiliki logat
yang berbeda.
Sehingga,
Kabupaten
Pegunungan
Bintang
terdapat
empat
daerah/wilayah yang berbeda dialek dalam bahasa Ngalum, yaitu wilayah Pegunungan Bintang bagian Utara, Timur, dan Tengah. Wilayah Utara meliputi, Okyop, Okhika, Okyip, Oknangu, Okbemtau, Waahamo. Wilayah tengah, yakni Oksibil, Seram, Okaom, Kalomdol, Oksop Bape, dan Yapi, dan wilayah timur yaitu distrik Bontapar Abib. Proses penamaan kampung berunsur "Ok" dalam bahasa suku Ngalum, proses penamaan selalu diikuti dengan proses penciptaan serta kisah-kisah peristiwa melalui cerita folklor dan diikuti sesuai dengan fenomena alam yang terjadi di seluruh wilayah atau daerah di Pegunungan Bintang. Dan kebanyakan yang terjadi dalam pemberian nama adalah melalui kisah-kisah (mitos) yang dituturkan melalui sumber lisan. Dalam skripsi ini, penulis hanya mengambil 15 kampung yang berunsur “Ok” dalam bahasa Ngalum dari 30 lebih nama kampung. Penulis mengambil 15 kampung yang sudah terkenal di masyarakat Pegunungan Bintang dan bisa didapat informasih untuk menjawab penelitian ini menjadi bahan skripsi. 15 kampung lainnya, penulis belum teridentifikasi karena ada beberapa faktor, (1) hubungan dengan rahasia adat (alut) atau sakral, (2) dukungan finansial dan atau waktu yang tidak memungkinkan untuk meneliti langsung ke lapangan. 5.2
Saran Skripsi ini dapat tulis karena menarik dari nama kampung yang berunsur "Ok" dalam
bahasa Ngalum. Jika dilihat dan diamati secara mendalam, ada beberapa hal pokok yang sangat menarik untuk meneliti lebih dalam, yaitu dibalik nama kampung berunsur "Ok", keseharian masyarakat Ngalum menggunakan "Ok" dalam berbagai macam ritual tertentu, misalnya sehabis upacara pernikaan, kedua pasangan diberi minum, anak umur 2 tahun diberi
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
air minum untuk cepat lancar berbahasa Ngalum berdasarkan “Ok” atau air yang diberikan Atangki (Tuhan) berdasarkan suku dan marga/klen. Skripsi ini diangkat dan ditulis karena ada nama-nama kampung berunsur "Ok" yang belum diungkapkan dan atau dituliskan dalam bentuk tertulis sehingga penulis maupun peneliti lain dapat dimungkingkan untuk meneliti lebih lanjut.
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. In Melanesian: History, contact and classification of Papuan languages. _______.2017. Profil Daerah Papua. Diunduh dari: http://www.kemendagri.go.id/pages/profiIdaerah/kabupaten/id/91/name/papua/detail/91 12/pegunungan-bintang. 20/05/2017. 10:30.
_______.2017.
Diunduh
dari:
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_daerah.
10/04/2017.13:53.
_______.2013. Diunduh dari: https://.idwikipedia.org/wiki/Abel_Tasman. 13/04/2013. 13:00
_______.2012. Diunduh dari: http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-studipustaka/.15/02/2012. 09:20. _______.2015. Diunduh dari:https://pegununganbintangkab.bps.go.id/index.php/publikasi/index?Publikasi_page _pdf=4. /18/03/2015. 08:40.
Faris Afif, Muhammad. 2016. Profil Kabupaten Pegunungan Bintang. Diundu dari:https://indonesiamengajar.org/kabar-terbaru/profil-kabupaten-pegunungan-bintang. 26/01/2016. 11:00.
Caher & Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta. Chaer. 2009. Pengantar Semanti Bahasa Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.
Yule, George. 1969. Prgamatics. Oxford University Press. London.
Haralct Hammarstrom & Wilco van den Heuvel (eds.). 2012. Jurnal. Language & Linguistics. Kristina, Novi. 2006. Skripsi: Idiom Berunsur Nama Binatang Dakam Bahasa Indonesia. Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, USD, Yogyakarta. Mahsun.2005. Metode Penelitian, Bahasa: Tahapan strategi, metode, dan tekniknya. Rajawali Press. Jakarta.
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Posmodernisme. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Miller, Barbara, D. & Wood Bernard. 2006. Antropology. Person Education, Inc. United States of America. Muhammad. 2016. Metode Penelitian Bahasa. Ar. Ruzz Media. Yogyakarta Ningmabin, A. 2015. Skripsi: Upacara Pernikahan Suku Ngalum Masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang. Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, USD, Yogyakarta. Radjiman.1984. Sejarah Mataram sampai Surakarta Hadiningrat. Krida. Surakart. Rowse. A.L.2014. Apa Guna Sejarah?. Komunitas Bambu. Depok Timur. Saefur Rochmat, 2009. Ilmu Sejarah: dalam Presepektif Ilmu Sosial. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sasrawan Hedi. 2014. Dinduh dari: http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2014/01/40pengertian-sejarah-menurut-para-ahli.html. 01/04/2014.12:30. Satryo, Adhimas. L. 2009. Skripsi: Nama-Nama Usaha Dagangan Makanan Dan Minuman Di Selokan Mataram Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta: Kajian Sosiolinguistik. Prodi sastra Indonesia, Fakultas Sastra, USD, Yogyakarta. Sitokdana. N.N. 2017. Mengenal Suku Ngalum Ok. Satya Wacana University Press. Salatiga. Sitokdana, NN. Melkior. 2016. Menerima Misionaris Menjemput Peradaban. Kanisius. Yogyakarta. Subagyo dkk. Jurnal. Edisi November, 2012. Dialetika Iman, Ilmu, dan Budaya. Jakarta. Sudarman. M. 2015. Model-Model Pembelajaran Gografi. Ombak. Yogyakarta. Sudarmono, dkk. 2010. Toponimi Surajarla: Keragaman Budaya dalam Penamaan Ruang Kota. Jakarta. Suharmono, dkk. 2010. Toponimi Surakarta: Keragaman Budaya dalam Penamaan Ruang Kota. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta. Soedjono D. 1973. Pengantar Sosiologi. Penerbit Alumni. Bandung. Surajiyo.2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta. Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. Sunoto.1982. Mengenal Filsafat Pancasila : Pendekatan Melalui Metafisika Logika dan Etika. Hanindita Graha Widya. Yogyakarta. Suyati.2015. Skripsi: Peribahasa Yang Berunsur Nama Binatan Dalam Bahasa Indonesia. Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, USD, Yogyakarta. 90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Thomas. L, & Wareing Shan.1999. Bahasa Masyarakat dan Kekuasaan. Routledge. New York. Urpon, Apolonaris. 2008. Tesisi. Saya Pemimpin Karena Saya Kaya: Studi Tentang Kepmimpinan Tradisional Suku Ngalum dan Perubahannya di Pegunungan Bintang, Magister Fakultas Ilmu Budaya, UGM,Yogyakarta. Wardiyatmoko.2012. Geografi. Erlangga. Jakarta.
Informan : Nama
: Agustinus Uropka
Umur
: 29 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa Alamat
: Kecamatan Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang
Nama
: Anike Hipyan
Umur
: 28 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa Alamat
: Kecmatan Oklip, Kab. Peg. Bintang-Papua
Nama
: David O. Tumkikan.
Umur
: 39 Tahun
Alamat
: Kampung Okawor Nanom)
Pekerjaan : Kepalah kampung Okawor (Nanom), Distrik Kawor.
Nama
: Kosmas Asemkmi
Umur
: 45 Tahun
Alamat
: Distrik Sopsebang, Desa Kubibkop
Pekerjaan : Kepala Desa Kampung Kubibkop
Nama
: Mellyanus Uropmabin
Umur
: 30 Tahun
Alamat
: Kampung Okbape, Distrik Okbape
Pekejaan
: Kepala Kampung Okbape
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nama
: Sergius Kakadir
Umur
: 40 Tahun
Alamat
: Distrik Pepera, Desa Yunmuku
Pekerjaan : Kepala Desa Kampung Yunmuku
Nama
: Siprianus Delal
Umur
: 29 Tahun
Alamat
: Kabiding, Distrik Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang
Pekerjaan : Pegawai Swasta
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN Dari hasil penelitian skripsi ini, data dapat dilampirkan sebagai berikut. 1. Gambar tabel 01: Peta Kabupaten Pegunungan Bintang
2. Gamabr tabel 02 : Bagan Keturunan Kaka I Ase dan Kaka I Onkora
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Gambar 03 tabel: Perbedaan Dialek Bahasa Ngalum Dialek Kiwirok
Dialek Apmi
Dialek Oksibi
Bahasa Indonesia
Lakon
Lakon
Yakon
Teman
Miyko
Mirkor
Mirkor
Bintang
Aip
Abib
Abib
Rumah
Enil
Ningil
Ningil
Gigi
Taa/To
Tor/Tala
Tor/Tala
Tidak baik
Hapuk
Sapuk
Sapuk
Rokok/tembakau
4. Gambar 04 tabel: Homonimi dalam Bahasa Ngalum
Bentuk kata I
Indonesia I
Bentuk kata I
Indonesia II
Kategori Wilayah
Wol
Jalan
Wol
Ulat ayu/pohon
Semua
Enil
Paru-paru
Enil
Nama
Wilayah II
Ningil
Gigi
Ningil
Nama
Wilayah I
5. Gambar tabel 05 : Bagan Sistim Kekerabatan Masyarakat Suku Ngalum
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Gambar tabel 06: Perhitungan Bilangan dalam Bahasa Ngalum
No.
NGALUM OK/NGAUM OK
INDONESIA
1.
Maki
Satu
2.
Yao
Dua
3.
Wir
Tiga
4.
Yapyao
Empat
5.
El
Lima
6.
Bangup
Enam
7.
Pet
Tuju
8.
Pasik
Delapan
9.
Ti
Sembilan
10.
Dangol
Sepuluh
11.
Kum
Sebelas
12.
Sirong
Duabelas
13.
Sir
Tigabelas
14.
Misol
Empatbelas
7. Gambar tabel 07: Nama-Nama Kampung Berunsur Ok dalam Bahasa Ngalum No.
Kecamatan/Distrik
1.
Okbi
2.
Oklip
3.
Oksamol
95
Desa/Kampung -
Okbipisil Okaplo Oktanglap Okbumul Okhik Okhim Oklip Oktem Oktumi Okamin Okdilam Okdunam Okhaka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
Oksop
- Okma - Oksop - Oktumi
8. Gambar tabel 08: Kata-Kata Kotor (ejekan) dalam Bahasa Ngalum No 1. 2. 3. 4. 5 6. 7.
Ngalum Misol tala Ningil yukyop Kulol tala Etul bolom/Etul sakyom Sirong bolom/Sirong tala Kaka torki/niktorki/pinong urap Kaka murup
Indonesia Hidung pesek, hidung belang Gigi ompong Kaki lumpu, kaki timpang, cacat kaki Tangan kudung, tangan bercacat Telinga sobek Orang jelek, orang tak normal, orang gila Manusia pendek, tuyul
96