n. riNJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sawi
Tanaman sawi diklasifikasilcan sebagai bcrikul : Divisi : Spcrlnalophyta, sub divisi: Angiospormac, ki las : Dicolylcdoiiac, Ordo : Rhoccialcs, i'ainili : Crusilcrac. (iciius : /kassica, Spcsics : Hrassica jtiiicca 1. (CaliyoiKi, 2003). Secara umum tanaman sawi mempunyai daun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Petani Indonesia masa lalu hanya mengenai 3 macam jenis sawi yang biasanya dihudidayakan yaitu sawi putih, sawi hijau dan sawi huma. Saat ini, konsumen leb.h mengenai caisim alias sawi bakso. Selain jenis jenis sawi tersebut dikenal pula jenis sawi keriting dan sawi monumen (Haryanto. dkk, 2003). Sawi memiliki batang yang panjang, tegap, tangkai daunny-j bcrbcntuk pipih, dan sangat digemari orrmg karena memiliki rasa yang enak (Sutarya, dkk. 1995). Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang dan cabang cabang akar yang bentuknya silindris menyebar ke semua arah. Akar-akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan xinsur hara dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Batang berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana, 1999). Menurut Haryanto dkk (2003), daerah penanaman sawi yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 m - 1200 m dari permukaan laut. Sebagian bosar daerah-daerah di Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut. Sawi menginginkan tanah yang gembur dan kaya bahan organik. Selain itu tanah harus memiliki drainase yang baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah 6,0 - 6,8 (Pracaya, 2002).
6 Kondisi iklirn yang dikehcndaki tanaman sawi adalah daciah yang mempunyai suhu malam hari 15,6
dan siang harinya 19°C - 21°C, serta cur ah
hujan berkisar antara 1000-1500/tahun. Curah hujan yang cukup sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman sawi karena ketersediaan air tanah mencukupl, namun tanaman sawi tidak tahan terhadap air yang mcnggenang (Cahyono, 2003). Lingga (1996) berpcndapat bahwa struktur tanah yang dikcliciulaki tanaman adalah struktur yang rcmah, yang di dalamnya tcrdapal ruang por'i pori yang dapat di isi oleh air dan udara tanah yang sangat penting hagi pertumbuhan akar tanaman. Struktur ini akan menjadikan udara dan air bejalan lancar, Icmpenilur s(abil, arlinya dup.il memacu pcrUunhulian
oirkroba yanj.', nui»kj.',;nii'
peran penting dalam proses pelapukan atau perombakan bahan organik. Olch karena itu uianjurkan memakai pupuk organik. Dosis pupuk organik tergantung jenis tanahnya, tetapi untuk tanah di Indonesia diberikim sebanyak 10-20 ton/ha. Tanaman sawi dapat dipanen sesudali berumur 40-50 hari setelali tanam. Pemanenan sawi dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman beserta akamya, bisa juga dilakakan dengna cara m.emotong bagian pangkal batang yang dekat dengan permukaan tanah dengan menggunakan pisau sehingga derigan demikian dapat menghindari terpotongnya tangkai-tangkai daun yang daprt menyebabkan pemisahan daur-daun (Haryanto, dkk, 2003). 2.2. Jamur Trichoderma sp Trichoderma sp merupakan salah satu jamur tanah yang termasuk Pilum Microspolic fungi, Kelas Hypomycetes, Ordo Hypales. Family Vlonili Aceae, dan Genus Trichodema sp (Agrios,1997).
7
Trichoderma sp adalah salah satu agen hayati yang telah dikembanglcan dan digunakan oleh banyak petani dalam budidaya pertanian (Elfina dan Bakthiar, 2001). Trichoderma sp termasuk jamur penghuni tanah dan tcrgolong jamur dekomposer, terutama yang mengandung bahan organik, karena bersifat saprofit sehingga berperan dalam penguraian bahan organik terutama dalam proses pengomposan (Umrah dan Rosmini, 2004\ Trichoderma sp m c m p u memproduksi scnyawa glitoksin dan viridin yan bersifat toksin
Icrhadap
jamur lain,
selain itu
Trichoderma sp dapat menghambat patogen melalui proses mikroparasitisme, kemampuan menghasilkan antibiotik dan kompctisi. Trichoderma sp dapat hidup pada kisaran suhu yang cukup luas yaitu pada suhu 15^C - 37°C. Pertumbuhan optimum dari T. harzianum dan T. koningii adalah pada suhu 25°C - 30"c dan dapat tumbuh pada pH 2 - 8 (Hardar dkk, 1984). Trichoderma sp dapat tumbuh pada tanah masam dan tidak herkccambah pada Kondisi basa (Desmawati dkk, 2000). Menurut Rifai (1969), hi fa Trichoderma sp bercabang membentuk koloni yang berkelomp>ok atau seperti kapas dan berhubungan dengan pertumbuhan dan struktur konidiofomya, sebagian koloni membentuk zone mirip cincin yang khas dan jelas. Vv^ama koloni ada yang kekuning-kuningan dan hijau, wama ini dipengamhi oleh pigmentasi dan jumlah konidianya. Dams, Gaus dan Anderson (1980) menambahkan Trichoderma sp dicirikan dengan pertumbuhan koloni yang cepat, berwama putih kehijauan, konodiofor bercabang dan tidak beraturan. Juga dijelaskan bahwa pada ujung konidiofor terbentuk fialid dengan bentuk seperti botol, bentuk konidiofor sebagain besar bulat dengan dinding yang tipis. Jamur Trichoderma sp mampu menguraikan bahan organik yang berasal dari rumput, batang jagung den jerami, serta mampu meningkatkan status N dan P
8 kompos. Kcbcradaan Trichoderma sp dalam k o m p o s juga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pencegah dan pengcndalian penyakit y a n g m^nular melalui tanah (Sutanto, 2002). Perkembangbiakan Trichoderma sp akan Icijadi hiia liyl';i januir lucngiuuikim k o n l i i k (k-ng;in p c i n l H . - i h i i i i a n oii'.inik.
Nurbailis (1*>*>2) laclaporkan bahwa (ingkat kcnialan^'.an k o m p o s mempcnpnnihi daya penekntvui terhadap patojicn. K o m p o s vai))- u l a h m.-ilanc ditambah Trichoderma sp mempunyai daya penekanan yang lebih baik terhadap patogen rebah semai dibandingkan deiigan kompos yang maiang. Hal ini disebabkan karena kompos yang sudah matang lebih banyak diko'onisasi oleh ffiikfddfganisme antagonis. Haftinofajri (1996) mengganakan 9 g/kg tanah untuk mengendalikan serangan S. rolfsii dengan Trichoderma harzianum pada tanaman cabai menibefikan hasll yang baik karena dikombinasikan dengan penggunaan bahan organik kompos jerami padi, pupuk kandang ayam dan pupuk kandang sapi. Sutejo (1988) mengemukakan bahwa kotoran sapi tergolong pupuk dingin, dimana peroinbakan oleh jasad renik berlangsung berlahan - lahan dalam arti kurang terbentuk panas. Pupuk kotoran sapi mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanama'i yaitu N 0,4%, P 0,2% dan K 0,1%. Selain itu feces sapi mengandung mikroba yang efektif dalam penguraian bahan organik sehingga sangat baik digunakan dalam proses pengoffiposan sehingga dapat menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman yang di serapnya dari dalam tanal". dan dapat meningkatkan pertuffibuhan tanaman. Hasil penelitian BPTP Sukarami (2000), di beberapa lokasi di Sumatra Barat meffiperiihatkan bahwa pengembalian jemmi padi dalam bentuk tricho kompos ke sawah memberikan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemberian pupuk anjuran (feKomendasi) yaitu 150 kg Urea/ha + 100 kg Za/ha + 100 kg SP36/ha + 50 kg KCL / ha. Tingginya hasil produksi tanaman pada
9 pemberian pupuk kompos akibat meningkatnya serapan hara oleh tanaman, tefiitama kaliiim (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan memacu serapan fosfat mempercepat proses pelapukan (dekompoiisi) jerami padi dalam waktu yang relatif singkat yaitu selama 3 minggu. Siburian (2006), menyalakan bahwa pemberian tricho kompos dengan bahan dasar jerami padi, jerami alang-alang dan TKKS dengan dosis 4,8 kg/plof atau 20 ton/ha pada pertumbuhan dan produksi caisim memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian tricho kompos untuk parameter pengmnatan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun, berat segar per tanaman, berat segar per tanaman 1 ayak konstimsi dan berat segar tanaman per plot.