MUSIK UNDERGROUND: KELOMPOK MUSIK AKA 1967—1976 Charisma Rahmat Pamungkas Program studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Kelompok musik AKA merupakan salah satu kelompok musik besar Indonesia, terutama pada periode 1967—1974. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perjalanan kelompok AKA dari awal berdiri hingga di puncak kejayaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Kelompok musik AKA merupakan kelompok musik yang terbentuk di Jalan Kali Asin, Surabaya, pada tahun 1967. Kelompok ini memiliki empat anggota inti, yaitu Ucok Harahap (penyanyi), Soenatha Tanjung (pemain gitar), Syech Abidin Jeffri (penabuh drum), dan Arthur Kaunang (pemain bass), serta manager, yaitu Ismail Harahap. Kelompok ini mencapai puncak kejayaan pada periode 1967—1974, dan mendapat julukan musisi underground. Pemberitaan media massa membuat kelompok ini semakin terkenal pada periode tersebut. Kelompok ini mulai goyah pada periode 1974—1976. Kata kunci: AKA, Apotek Kali Asin, underground, rock, psikedelik.
Underground Music: AKA Band in 1967—1974 Abstract AKA band is one of successful band in Indonesia, especially in 1967—1974. This research intends to find the narrative of AKA band, from its founding until its glorious time. The history research method – heuristic, critic, interpretation, and historiography – was used in this research. AKA band was formed on Jalan Kali Asin, Surabaya, in 1967. This band had four main player, which are Ucok Harahap (vocalist), Sunatha Tandjung (guitarist), Syech Abidin Jeffri (drummer), and also a manager named Ismail Harahap. They reached their peak of popularity in 1967—1974, and was referred as underground musician. News about AKA on mass media helped AKA reach its peak of popularity. This group had to face instability in 1974—1976. Keywords: AKA, Apotek Kali Asin, underground, rock, psychedelic.
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bunyi merupakan sebuah fenomena yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Deruman knalpot kendaraan, suara rintik-rintik hujan, atau kicauan burung, merupakan bunyi-bunyian yang umum terdengar dalam kehidupan sehari-hari. Contoh-
contoh bunyi tersebut merupakan contoh bunyi yang tidak terstruktur. Bunyi dapat juga disusun secara sistematis, sehingga menghasilkan sebuah karya seni, sebuah musik. Musik akhirnya semakin berkembang menjadi bermacam-macam jenis. Ada musik barok, musik klasik, musik neo-klasik, musik romantik, musik folk, musik pop, dan juga musik rock. Musik rock merupakan jenis
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
musik kelompok AKA, dan akan banyak disebut dalam penelitian ini. Musik rock merupakan cara kolektif untuk mengekspresikan musik, dimana tiap individu harus berkontribusi dengan dengan melakukan kegiatan bersama-sama dengan teknisi, produser, dan musisi lainnya1 (Rock is a collective means of expression, to which individual musician can only contributy in a collective activities with others, with technicians, producers and, of course, with other musicians). Hal tersebut menandakan bahwa musik rock menjadi sebuah media untuk menyampaikan pesan yang dapat berupa kritik, pendapat, atau sekedar pelampiasan perasaan. Musik rock menurut beberapa penulis musik juga merupakan bentuk musik perlawanan terhadap kemapanan. Pendapat Peter Wicke tersebut juga menyebutkan adanya keterlibatan pihak-pihak di luar pemain musik dalam memproduksi sebuah kelompok musik rock. Manager, produser, dan studio rekaman merupakan pihak-pihak diluar pemain musik yang memberikan kontribusi terhadap sebuah kelompok musik, baik dalam menentukan kebijakan produksi musik atau menentukan kualitas suara dari hasil rekaman. Musik yang berisi lirik perlawanan dapat disebut sebagai musik underground. Underground merupakan suatu cabang aliran musik yang muncul dari Amerika Serikat, dengan lagu berlirik kritik sosial, yang dapat berupa ungkapan-ungkapan kebencian terhadap pemimpin negara.2 Keuntungan finansial dan ketenaran bukan merupakan fokus dalam aliran ini. Aliran lagu seperti ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada akhir dekade 1960 hingga tahun 1970-an, dalam konteks Perang Vietnam, yang menimbulkan pro-kontra dalam masyarakat Amerika Serikat. Protes-protes terhadap kebijakan perang akhirnya dimunculkan melalui lirik-lirik lagu. Lagu-lagu beraliran underground yang mengkritik keputusan pemerintah mulai banyak muncul. Musik underground ini dapat muncul dalam musik folk, musik jazz, atau terutama musik rock. Musik underground dapat dikatakan musik yang memberikan perlawanan terhadap nilai-nilai yang mapan. Kelompok musik AKA, band yang jadi fokus penelitian, adalah salah satu kelompok musik berlabel underground. Kelompok ini berdiri pada tahun 1967 di Surabaya, dengan Ucok Harahap sebagai penggagas kelompok ini. Nama AKA adalah merupakan singkatan 1
Peter Wicke, Rock Music: Culture, Aesthetics and Sociology (New York: Cambridge University Press, 1995), hlm. 15. 2 Mus Mualim, ―AKA & TERNTJEM‖, Aktuil, edisi 96
dari Apotik Kaliasin, sebuah apotik yang dimiliki oleh keluarga Ucok Harahap di Surabaya. Anggota-anggota AKA yang bergabung sejak album pertama dirilis tahun 1970 adalah Ucok Harahap (vokalis), Arthur Kaunang (bassis), Syech Abidin (drummer), dan Sunatha Tanjung (gitaris). Kelompok ini sering menggunakan propertiproperti yang tidak umum digunakan dalam aksi panggunggnya, seperti peti mati, tali cambukan, dan tiang gantungan. Properti tersebut merupakan alat-alat yang digunakan untuk menampilkan aksi teaterikal di beberapa panggungnya. Aksi panggung yang pernah terekam adalah ketika Ucok Harahap dibungkus peti mati, dan harus keluar dari peti tersebut diatas panggung. Atraksi lain adalah atraksi penggantungan, dimana Ucok digantung terbalik. Konsep seperti ini digagas oleh Ucok Harahap, vokalis sekaligus frontman kelompok musik AKA. Konsep aksi panggung kelompok AKA yang seperti ini membuat para penggemar AKA menantikan aksi-aksi panggung dari kelompok tersebut. Penggemar AKA pun selalu menantikan AKA yang ―gahar” musik dan aksi panggungnya. Kelompok AKA dalam periode 1967—1974 dinilai sebagai musisi underground. Periode 1967—1974 juga merupakan periode ketika kelompok AKA mengalami tingkat popularitas yang tinggi. Kelompok AKA juga dapat menjadi inspirasi-inspirasi bagi kelompok-kelompok musik yang lain. Jenis musik yang laku di pasar juga mulai berubah ketika kelompok AKA muncul. Penelitian ini dilakukan karena kelompok AKA merupakan kelompok yang memberikan pengaruh pada perkembangan musik, dan pertunjukan musik Indonesia. Kelompok AKA juga dapat menunjukan semangat remaja Indonesia pada periode 1967—1974. Penelitian ini pun bermanfaat untuk melengkapi tulisan tentang sejarah musik Indonesia yang ada. 1.2. Tinjauan Literatur dan Studi Sebelumnya Tulisan sejarah dengan tema musik, terutama musik sebagai industri masih jarang. Tema-tema tulisan sejarah yang umum beredar di Indonesia adalah tema politik. Salah satu buku yang menulis tentang sejarah musik di Indonesia adalah buku dari Muhammad Mulyadi, Industri Musik Indonesia: Suatu Sejarah, Bekasi: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial, 2009. Thesis yang telah diterbitkan ini membahas sejarah Industri Musik Indonsia, dengan batasan dari tahun 1960 sampai dengan 1990, dengan memfokuskan tulisan pada musik pop, rock, dan jazz di Indonesia. Buku ini secara umum memberikan sebuah pola industri musik di Indonesia. Buku ini berguna untuk mendapatkan latar belakang keadaan industri musik di
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Indonesia pada tahun 1960—1990, dan mendapatkan sebuah pola umum tentang industri musik di Indonesia. Peluang penelitian yang muncul setelah membahas buku itu adalah penelitian mikro menganai musik di Indonesia. Penelitian yang akan saya lakukan memfokuskan bahasan dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu hanya membahas kelompok musik AKA. Buku Suka Hardjana, Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Jakarta: Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2003 adalah buku yang juga digunakan. Buku ini berisi pendapat dari Suka Hardjana tentang musik, dari bentuk musik yang formal, hingga pendapatnya tentang munculnya fenomena musik industri (musik dagangan) di Indonesia. Pembahasan contoh kasus kelompok musik AKA sebagai musisi yang melawan tren musik pada 1967 merupakan peluang penelitian yang didapat, dan belum di bahas dalam buku tersebut. Penelitian ini akan menjadi pelengkap pendapat-pendapat Suka Hardjana, tentang pentingnya musik-musik yang bersifat melawan tren. 1.3. Masalah dan Hipotesis Penelitian ini memiliki tema sejarah kelompok musik AKA. Permasalahan inti dari penelitian ini dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan tersebut adalah Bagaimana perkembangan kelompok musik AKA dalam dunia musik Indonesia dari tahun 1967—1974? Pertanyaan besar tersebut akan dijawab secara naratif dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana bentuk industri musik Indonesia sebelum tahun 1967? 2. Seperti apa karakter musik AKA pada tahun 1967— 1974? 3. Bagaimana pengaruh kelompok musik AKA terhadap dunia musik, terutama musik rock di Indonesia? 1.4. Tujuan Penelitian Skripsi ini secara umum akan membahas kelompok AKA pada masa kejayaannya, pada tahun 1967 hingga 1974. Tujuan-tujuan khusus pembuatan skripsi ini adalah: 1. meneliti keadaan industri musik dan aliran-aliran musik di Indonesia sebelum meluasnya ketenaran kelompok AKA, 2. mengidentifikasi karakter musik dan semangat yang terkandung dalam lirik, dan penampilan AKA antara tahun 1967 dan 1974, 3. menunjukan pengaruh kelompok AKA dalam dunia musik Indonesia, dan sambutan masyarakat terhadap kelompok tersebut, dan 4. memberikan sumbangan tulisan dengan tema sejarah musik Indonesia pada umumnya, dan musik rock pada khususnya.
2. Metode Penelitian 2.1. Heuristik Tahap heuristik merupakan tahap pengumpulan data. Seluruh tema atau kata kunci yang terkait dengan musik dikumpulkan pada tahap ini. Data-data yang dikumpulkan terbagi menjadi sumber primer dan data sekunder. Sumber primer yang berupa surat pendirian AKA, kontrak dengan produser, dan lirik lagu yang biasanya diterbitkan dalam album sulit untuk di temukan. Sumber primer berupa foto-foto tentang AKA dapat ditemukan di majalah-majalah sejaman Sumber sekunder yang akan digunakan adalah buku-buku tentang musik, industri musik, dan AKA. Buku-buku tersebut didapat dari Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Situs buku online: www.bookfi.org, koleksi pribadi penulis dan temanteman. Sumber sekunder menjadi pembuka wawasan penulis terhadap tema musik, industrialisasi, dan AKA. 2.2. Kritik Hal yang diteliti dalam kritik ekstern ini adalah jenis kertas yang digunakan, tinta yang digunakan, jenis huruf, warna, lay-out majalah, dan warnanya, yang mendukung keaslian data. Kritik internal dilakukan dengan menelaah isi data, dan pernyataan-pernyataan di dalamnya. Data-data yang isinya sesuai dengan batasan tema adalah data-data yang dihasilkan setelah proses kritik. Tahap ini secara umum dikatakan sebagai tahap penyeleksian data. 2.3. Interpretasi Tahap ini merupakan tahap pemaknaan dari data. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan maksud kontekstual dari data. Gambar-gambar dan informasi yang didapat mulai diberikan analisis. 2.4. Historiografi Tahap ini merupakan langkah terakhir dalam penulisan sejarah yang ilmiah. Sejarah yang telah direkonstruksi dalam pikiran mulai dituliskan dalam kertas. Tulisan tentang sejarah musik kelompok AKA yang baik dan ilmiah adalah tulisan yang diharapkan.
3. Industri Musik Rock Indonesia Sebelum Kemunculan Kelompok AKA 3.1. Masa Awal perkembangan Musik Rock Tahun 1959—1965
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Musik rock yang masuk ke Indonesia pada periode 1959—1965 adalah musik rock n roll dan musik The Beatles. Musik The Beatles akhirnya menjadi musik yang popularitasnya tinggi di Indonesia. Pemberitaan tentang The Beatles di majalah merupakan faktor yang mendukung tingginya popularitas The Beatles di Indonesia. Musik-musik ini lah yang dilarang oleh Presiden Soekarno. Pelarangan musik ini terjadi di Indonesia pada tahun 1959, ketika Presiden Soekarno secara politis kembali menjadi kepala pemerintah Indonesia, dan masa Demokrasi Terpimpin mulai muncul. Presiden Soekarno memiliki tujuan memperkuat perekonomian, posisi politik, serta kepribadian bangsa Indonesia. Tujuan tersebut diupayakan melalui manifesto politik (manipol) dan USDEK. Presiden Soekarno juga menjelaskan bahwa musik dan lagu merupakan bagian dari kebudayaan yang membangun mental.3 Implikasi dari hal ini adalah diperbanyaknya siaran-siaran lagu karya musisi-musisi Indonesia. Radio Republik Indonesia (RRI) menyatakan bahwa penanaman pengertian dan penghargaan terhadap musik Indonesia merupakan sebuah keharusan.4 Upaya untuk membangun metal tersebut juga diartikan RRI sebagai pemutaran musik-musik yang memberikan ketenangan pikiran dan perasaan. Musik rock n’ roll merupakan musik yang pada dasarnya keras, terutama bila dibandingkan lagu keroncong, dan dianggap dapat merusak mental masyarakat Indonesia. Upaya doktrinasi tentang bahaya musik rock juga dilakukan dengan memasukan mata pelajaran yang berisi doktrinasi politik Soekarno ke dalam kehidupan akademis pada tahun 1963. Upaya awal doktrinasi ini terlihat dalam pidato tahun 1960 di Kongres Pemuda, Bandung, yang menyebut tentang pentingnya UndangUndang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian 5 Indonesia (USDEK). Pemerintah Indonesia mulai
menerbitkan buku pelajaran yang isinya doktrinasidoktrinasi. Pelajaran yang dikenal dengan manipolUSDEK kemudian menjadi mata kuliah wajib perguruan tinggi pada tiap semester.6 Pendidikan seperti itu dimaksud untuk mencegah semakin berkembangnya musik-musik Barat, yang kemungkinan besar dimainkan oleh anak-anak muda Indonesia pada saat itu. Beberapa golongan pemuda pada akhirnya memang terpengaruh doktrin USDEK tersebut, dan menolak pemutaran musik-musik Barat.7 Pemerintah Indonesia kemudian mulai melakukan tindakan serius setelah tahun 1963. Pelarangan musik rock di Indonesia awalnya terlihat dari sikap sinis Presiden Soekarno, dalam pidato ―Penemuan Kembali Revolusi Kita,‖ 17 Agustus 1959.8 Pelarangan musik rock di Indonesia semakin terlihat setelah tahun 1963, dengan adanya peristiwa-peristiwa penangkapan musisi-musisi yang masih menyanyikan lagu rock. Pemerintah Indonesia sepakat untuk memberikan wewenang pada pihak kepolisian untuk menangkap dan menertibkan pemuda-pemuda yang berpakaian seperti The Beatles, dan juga yang berpakaian tidak sepantasnya. Kelompok-kelompok musik yang menyanyikan lagu-lagu The Beatles pun mulai terkena dampak dari operasi ini. Kelompok Bharata Band dari Surabaya dan Koes Bersaudara merupakan dua kelompok yang ditangkap oleh Pemerintah Soekarno. Bharata Band ditangkap tahun 1963, dan Koes Bersaudara ditangkap tahun 1965. Penangkapan ini terjadi karena dua kelompok tersebut menyanyikan lagu berirama The Beatles. Kebijakan seperti ini tidak bertahan lama di Indonesia, karena pengaruh Presiden Soekarno dalam Demokrasi Terpimpin tahun 1959 terpaksa berkurang drastis pada September 1965, melalui peristiwa 30 September 1965. Kebijakan manipol-USDEK, dan larangan musik rock n’ roll dan The Beatles kemudian tidak berlaku lagi.
3
Seung-Wong Song, Back to Basic Indonesia? Reassessing the Pancasila and the Pancasila State and Society, 1945—2007 (ann arbor: Proquest online journal, 2008), hlm. 127. 4 Tim Penyusun, Radio, Televisi dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka (Jakarta: Departemen Penerangan RI Direktorat Jenderal Radio-Televisi-Film, 1995), hlm. 213. 5 Roeslan Abdulgani, ―Pendjelasan Manipol dan USDEK,‖ Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Jakarta: Percetakan Negara), hlm. 10. Istilah USDEK tidak digunakan oleh Soekarno pada kongres tersebut, tapi digunakan olehKetua DPRD Jawa Barat, Kosasih dalam rapat pamong-pradja tahun 1960.
3.2. Perkembangan Musik Rock di Indonesia 1965— 1967 Berkembanya industri musik rock di Indonesia muncul ketika pergantian kekuasaan tahun 1965. Peristiwa 30 September—1 Oktober 1965 membuat 6
Ibid., hlm. 123. "Koes Bersaudara, Bung Karno & Penjara Glodok," Varia, 7 Agustus 1968, hlm. 10 8 Soekarno, ―Penemuan Kembali Revolusi Kita,‖ Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Jakarta: Percetakan Negara), hlm. 62. 7
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
kekuatan pemerintah Soekarno, yang melarang musik rock, melemah, dan posisi politik Mayjen Suharto mulai meningkat ketika kegiatan pemerintahan dipegang olehnya.9 Mayjen Suharto yang posisi politiknya didukung oleh ABRI mulai menunjukan sikap yang mengijinkan perkembangan musik rock. Sikap ini ditunjukan dalam konser-konser musik yang diselenggarakan ABRI. Nama ABRI tentu saja harus dipandang baik dengan cara merealisasikan keinginan pemuda-pemuda Indonesia, yaitu memainkan dan menonton musik Barat pada umumnya, dan musik The Beatles pada khususnya. Musisi-musisi yang menyanyikan lagu-lagu Barat pun diundang dan diperkenankan untuk tampil di panggungpanggung musik ABRI tersebut, untuk menunjukan pesan bahwa ABRI adalah pihak yang mendukung aspirasi pemuda. ABRI pun ikut terlibat dalam acara-acara tersebut untuk menunjukkan kesan yang inklusif. Seluruh hal tersebut dilakukan untuk membuat rakyat Indonesia percaya pada ABRI, yang kemudian berujung pada semakin meningkatnya pengaruh Suharto di dunia politik Indonesia. Hiburan panggung banyak diadakan oleh ABRI, dan musik-musik Barat mulai mewarnai panggungpanggung musik di Indonesia. Acara musik hiburan yang menampilkan musik-musik Barat jadi banyak bermunculan di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Acara hiburan musik pun marak muncul di radio dan televisi Indonesia pada periode ini. Acara Kamera Ria di TVRI, yang muncul tahun 1967 menyajikan acara-acara hiburan musik, dengan diselingi oleh berita-berita ringan tentang kegiatankegiatan ABRI. ABRI juga membuat kelompok musik, bernama Dharma Putra. Hal ini memperlihatkan kesan ABRI yang juga ingin menikmati pesta kebebasan, dan juga ingin menunjukan bahwa kebebasan itu memang benar-benar ada. Musisi-musisi yang muncul dalam acara Kamera Ria bukanlah merupakan musisi dengan aliran musik rock, musik-musik yang pop dan berirama seperti The Beatles. RRI juga ikut menyiarkan lagu-lagu dengan aliran musik Barat. Hal tersebut dilakukan untuk menarik minat masyarakat pendengar, dan meningkatkan angka pendengar, yang disinyalir mencapai hingga 10.000.000 orang.10 Angket lagu pilihan merupakan upaya yang dilakukan RRI untuk mendapat keuntungan. Masyarakat pendengar dapat memutar lagu favoritnya dengan cara
memilih lagu tersebut dalam angket. Angket tersebut bisa didapatkan masyarakat pendengar dengan cara membeli di stasiun radio RRI. Musik rock mendapat tempat dalam konserkonser musik yang tidak disiarkan di televisi. Konserkonser ini banyak diminati oleh remaja. Media massa juga meliput kegiatan tersebut. Majalah juga menampilkan berita-berita terbaru tentang musik pada saat itu. Kebutuhan hiburan merupakan kebutuhan yang dimanfaatkan dalam pembuatan majalah tersebut. Majalah-majalah hiburan yang ditargetkan untuk anak muda banyak bermunculan pada akhir tahun 1960, hingga tahun 1970-an. Majalah Aktuil, Cinta, dan Midi merupakan majalah hiburan yang target pasarnya adalah anak muda, dan merupakan majalah yang laris pada masanya. Tiga majalah diatas menandakan popularitas dunia musik di kalangan anak-anak muda Indonesia pada pada tahun 1970-an, terutama tahun 1967 hingga 1974. Hal tersebut dapat diidentifikasi dari kemunculan rubik tentang musik dalam tiga majalah tersebut. Porsi rubrik musik dalam majalah Midi dan Cinta memang tidak sebesar majalah Aktuil, tetapi rubrik musik dalam dua majalah tersebut memberikan informasi-informasi dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat pembaca untuk lebih memahami tentang musik. Musik-musik rock merupakan musik yang meramaikan panggung-panggung musik hiburan Indonesia pada tahun 1970-an. Panggung ―Heavy Rock Session,‖11 ―Summer 28,‖12 dan ―Underground 1973 Surabaya,‖13 merupakan panggung-panggung musik yang diwarnai oleh lagu-lagu musik rock. Konser ―Heavy Rock Session‖ diadakan pada tahun 1972. Musisi-musisi yang terlibat dalam konser ini adalah Trio The Kids, Rhapsodia, De Lima Puspita, AKA, dan Rollies. Konser ini menampilkan musisi-musisi rock yang ternama di Indonesia.14 Lagu-lagu berirama The Beatles mulai tersaingi dengan lagu-lagu musik rock. Suasana panggung pada tahun 1970-an menunjukan hilangnya dominasi iramairama The Beatles di Indonesia pada periode ini. Musik rock mulai mendapat tempat di panggung-panggung konser di Indonesia. Tiga panggung tersebut menandakan bahwa acara panggung merupakan acara yang diminati oleh masyarakat penikmat musik di Indonesia, terutama di ―Heavy Rock Session,‖ Aktuil, edisi 102. Sumohadi Marsis, ―Dari Sabtu yang Merayu ke Minggu yang Pilu,‖ Midi, no.2 tahun 1, 25 Agustus 1973. 13 ―Underground 1973 Surabaya,‖ Midi, no. 5 tahun 1, 13 Oktober 1973, hlm. 33. 14 ―Heavy Rock Session,‖ loc. cit. 11 12
9
Merle Calvin Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, third edition (Wales: Creative Print & Design), e-book, hlm. 338. 10 Muhammad Mulyadi, op. cit., hlm. 31
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
daerah perkotaan. Produser-produser panggung pun semakin tertarik untuk membuat panggung-panggung musik yang diikuti oleh musisi-musisi Indonesia. Strategi yang digunakan oleh para produser untuk membuat panggungnya laris adalah dengan mengundang banyak musisi rock untuk tampil dalam panggung-panggung tersebut. Produser acara panggung menggunakan strategi pengundangan banyak kelompok besar untuk mendapat angka penjualan tiket yang tinggi. Penonton dan media, disisi lain menganggap bahwa panggung tersebut merupakan ajang adu bakat antar kelompok-kelompok musik. Pola seperti ini merupakan pola acara panggung rock yang muncul pada tahun 1970-an. Kelompok-kelompok musik rock yang bermunculan ini memulai karier dengan membawakan lagu dari kelompok-kelompok musik Barat yang sudah terkenal. Upaya ini merupakan tahap awal perkembangan musik rock Indonesia. Musik rock Indonesia pada saat ini baru dalam tahap mencari jati diri, menentukan ciri khas musik rock Indonesia itu sendiri. Musisi-musisi yang melakukan peniruan terhadap kelompok band Barat ini, nantinya diharapkan akan mampu untuk menghasilkan musik rock Indonesia. Fenomena yang muncul dalam acara-acara panggung tersebut adalah fenomena kerusuhan. Kerusuhan ini terjadi ketika penonton merasa acara panggung tersebut tidak sesuai dengan harapan mereka. Aksi lempar-lempar botol15 dan aksi perusakan sarana dan prasarana panggung, serta lempar-lempar alas kaki antar penonton sering terjadi dalam konser-konser musik. Konser ―Summer 28‖ merupakan konser yang diikuti kerusuhan. Kerusuhan terjadi ketika kelompok musik AKA dan Terntjem tidak naik panggung. Hal tersebut terjadi karena kelompok AKA tidak dapat hadir pada tanggal 18 Agustus. Kelompok AKA tidak dapat hadir karena mereka sudah setuju untuk hadir pada tanggal 16 Agustus, namun acaranya diundur menjadi tanggal 18 Agustus. Penonton menunggu-nunggu kelompok AKA, bahkan ketika God Bless naik panggung. Panitia yang mengabarkan bahwa acara tersebut sudah selesai pada hari minggu pagi pukul tiga dini hari tanpa menampilkan kelompok AKA menimbulkan kekecewaan penonton. Penonton pun menyalurkan aspirasinya dengan cara melempari panggung dengan botol dan juga merusak kendaraan, serta sarana dan prasarana panggung.16 Banyaknya panggung-panggung musik di Indonesia membuat profesi sebagai musisi tidak dipandang sebelah mata. Pekerjaan sebagai musisi pun
menjadi sebuah cabang pekerjaan yang utama, dan dapat dijadikan matapencaharian utama seseorang. Aliran musik di Indonesia pada akhirnya bertambah ragam dengan diterimanya musik-musik Barat di Indonesia. Kelompok-kelompok dengan aliran rock pun bermunculan di Indonesia kelompok-kelompok musik seperti The Giant Step, The Rollies, Koes Bersaudara (yang kemudian menjadi Koes Plus), Gembelz, dan juga AKA. Musik rock tidak benar-benar menggantikan posisi musik rock ala The Beatles di Indonesia. Musikmusik rock ala The Beatles tidak hilang seluruhnya dari panggung musik dan media-media di Indonesia, hanya saja kali ini musik rock ala The Beatles tidak lagi menjadi satu-satunya jenis musik rock yang ada di Indonesia. Musik-musik kelompok AKA akhirnya dapat menyaingi musik rock The Beatles yang sudah mapan. Dua jenis musik ini akhirnya berkembang beriringan dengan musik ala The Beatles dan musik-musik lainnya.
15
Denny M. R. ―Lahar Panas AKA,‖ Rolling Stone Indonesia, edisi 34, February 2008.
16
Sumohadi Marsis, loc. cit. Ibid.
4. Karakteristik Kelompok Musik AKA 4.1. Pembentukan AKA Pembentukan sebuah kelompok musik memang merupakan cita-cita Ucok Harahap sejak belajar di Sekolah Asisten Apoteker, di Semarang. Kesempatan untuk tampil di atas panggung sempat dirasakan Ucok di panggung seni Sekolah Asisten Apoteker tersebut. Hal itu kemudian membuat Ucok ingin menjadi musisi. Orang tua Ucok, terutama ayahnya, Ismail Harahap sebenarnya menginginkan Ucok untuk menggantikan posisinya sebagai Apoteker di Apotik Kali Asin, Surabaya. Ucok akhirnya bekerja di Apotek tersebut setelah kembali dari Semarang, pada tahun 1965. Gaji dari pekerjaannya tersebut dialokasikan Ucok untuk membeli alat-alat musik, yang ditempatkan di Apotek Kali Asin. Ucok akhirnya mencari anggotaanggota untuk diajak membuat kelompok musik, pada tahun 1967. Panggung di Taman Hiburan Rakyat Surabaya merupakan tempat yang dituju untuk merekrut. Kelompok musik AKA merupakan kelompok yang dikenal sebagai kelompok musik underground Indonesia. Kelompok ini berdiri di Surabaya pada tanggal 23 Mei 1967.17 Anggota kelompok ini pada awalnya adalah Ucok Harahap (vokalis), Jerry Soussa (gitaris), Hengky Waas (bassis), dan Zainal Abidin (drumer). Zainal Abidin merupakan anggota kelompok Ariesta Birawa, dari Surabaya. 17
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Anggota-anggota ini dikumpulkan oleh Ucok Harahap ketika bermain di Taman Hiburan Rakyat, Surabaya. Anggota kelompok ini biasa berlatih di studio musik Ucok, di Apotik Kali Asin, Surabaya. Nama AKA merupakan akronim dari Apotik Kali Asin, tempat anggota AKA biasa berkumpul dan berlatih. Joe Djauhari Kustaman, saudara Ucok Harahap, merupakan orang yang mengusulkan nama AKA sebagai nama kelompok tersebut. Ismail Harahap, ayah Ucok menjadi manager kelompok tersebut. Formasi Ucok, Hengky, Jerry, dan Zainal tidak bertahan lama. Hengky Waas mengundurkan diri, kemudian digantikan oleh Peter Waas, adik dari Hengky Waas. Jerry Soussa juga kemudian digantikan oleh Sunatha Tandjung, yang sudah memiliki pengalaman sebagai gitaris di kelompok Ariesta Birawa. Peter Waas kemudian digantikan lagi oleh Lexy Rumagit. Zainal Abidin juga terpaksa mengundurkan diri karena mendapat teguran dari kelompok Ariesta Birawa karena memiliki kelompok ganda. Posisi tersebut kemudian digantikan oleh adik Zainal, Syech Abidin. Lexy Rumagit kemudian terpaksa dikeluarkan oleh temanteman AKA yang lain, karena sering terlambat latihan, karena alasan ―pacaran.‖ Kelompok AKA kemudian tidak memiliki bassis.18 Kelompok ini mulai meniti karir bermusik dari panggung-panggung kecil di daerah Surabaya. Kelompok ini mulai konser di Gelora Pancasila, sekolah-sekolah, kampung, dan di tempat-tempat umum.19 Bayaran kelompok ini awalnya adalah Rp 20.000,00. Lagu-lagu yang mulai dibawakan oleh kelompok ini adalah lagulagu dari kelompok luar negeri, seperti Led Zeppelin atau Black Sabbath. Penampilan-penampilan kecil ini tetap dilakukan oleh AKA, bahkan ketika beranggotakan tiga orang tanpa bassis. Kelompok ini akhirnya mampu menunjukan eksistensinya di wilayah Surabaya. Hal itu ditandai dengan banyaknya pemuda-pemuda, yang kebanyakan merupakan anggota ―geng-geng motor‖ yang menonton kelompok AKA berlatih di Apotek Kali Asin. Kelompok masyarakat yang menjadi penggemar kelompok AKA akhirnya meluas menjadi anak-anak muda pada umumnya, tidak hanya anggota-anggota “geng motor.” 4.2. Penetapan Anggota Perjalanan kelompok AKA tanpa basis berlanjut hingga 1969. Kisah mengenai masuknya Arthur Kaunang sebagai bassis kelompok rock Surabaya ada dua versi. Versi pertama adalah versi ―Arisan,‖ yang menceritakan peran Ibu Ucok Harahap, dan versi ke-dua adalah versi 18 19
Ibid. Siti Nasyi‘ah, op., cit., hlm. 47.
―Teman Nongkrong,‖ yang menceritakan tentang peran teman Arthur Kaunang. Ibu dari Ucok, Fatimah ikut membantu kelompok AKA mengatasi kekosongan anggota, berdasarkan penuturan Ucok yang dibukukan oleh Wartawan Nasyi‘ah. Kegiatan Arisan yang dilakukan Fatimah menjadi sarana untuk menyebarkan kabar bahwa kelompok AKA membutuhkan bassis baru ke kawankawan Fatimah. Teman Fatimah pun kemudian membawa anaknya, Arthur Kaunang, yang mampu bermain musik ke rumah Ucok.20 Arthur Kaunang merupakan salah satu orang yang menjadi penggemar kelompok AKA di masa awal kelompok tersebut berdiri, dan bahkan sering menonton kelompok ini berlatih di apotek keluarga Harahap tersebut. Arthur Kaunang kemudian ikut diaudisi oleh AKA. Arthur Kaunang sebelum bergabung dengan AKA merupakan anggota dari kelompok Muana.21 Versi kedua adalah versi ―Teman Nongkrong,‖ yang berpendapat bahwa Arthur Kaunang bergabung dengan AKA karena teman-teman sebaya. Salah seorang teman Arthur merupakan salah satu pemuda yang sering menonton kelompok AKA berlatih di Apotik Kali Asin. Kabar tentang audisi yang akan dilakukan oleh kelompok AKA dibawa oleh temannya ke Arthur Kaunang.22 Arthur kemudian diajak oleh Bobby ke Apotek Kali Asin untuk ikut dalam audisi bass. Arthur Kaunang sebenarnya adalah pemain Keyboard, tapi tetap ingin bergabung dengan kelompok idolanya di Surabaya tersebut. Kemungkinan lain adalah gabungan dari kedua versi tersebut, jadi ibu Arthur dan Bobby merupakan dua orang yang membawa kabar ke Arthur, dan Arthur lah yang kemudian menghampiri sendiri kelompok AKA di Apotek Kali Asin, atau kemungkinan bahwa Arthur Kaunang diantar oleh ibunya ke rumah Ucok setelah mendapat kabar dari teman-temannya. Arthur Kaunang akhirnya diterima sebagai bassis AKA pada tahun 1969, dengan syarat bahwa dia harus belajar bermain bass. Alasan Arthur Kaunang, yang bernama lengkap Arthur Victor George Jean Anez Kaunang, mendapat nilai plus karena kidal. Sunatha Tandjung berpendapat bahwa anggota AKA sudah terbiasa dengan pemain bass kidal, karena bassis-bassis sebelum Arthur Kaunang adalah pemain kidal.23
20
ibid., hlm. 55. Denny Sakrie, Musisiku (Jakarta: Pernerbit Republika, 2007), hlm. 126. 22 Wawancara dengan Arthur Kaunang, di Kediamannya, Grand Galaxy City, Kalimalang, 24 April 2013. 23 Denny M. R., loc. cit. 21
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Formasi yang terbentuk tahun 1969 menjadi formasi akhir dan ajeg dari kelompok tersebut. Ucok Harahap (vokalis), Sunatha Tandjung (gitaris), Syech Abidin (drummer), dan Arthur Kaunang (bassis) merupakan empat orang yang menjadi inti anggota kelompok tersebut, sampai akhirnya kelompok tersebut bubar. Maksud dari anggota inti adalah anggota yang naik ke atas panggung, sedangkan anggota keseluruhan kelompok musik AKA cukup banyak termasuk kru-kru, juga managernya. Anggota inti AKA mengidolakan musisi-musisi seperti: Deep Purple, Led Zeppelin, Jimi Hendrix, John Lennon, Idris Sardi, dan James Brown. Musisi-musisi ini merupakan musisi-musisi yang menginspirasi kelompok AKA dalam membuat musik ataupun merancang aksi panggung. Nilai lebih yang dimiliki oleh Arthur Kaunang di mata anggota AKA lainnya adalah kemampuan Arthur Kaunang untuk bernyanyi. Masuknya Arthur Kaunang ke dalam AKA membuat kelompok ini memiliki anggota yang seluruhnya dapat bernyanyi. Pembagian vokal terjadi dalam setiap lagu. Lagu-lagu orang lain yang beraliran funk dinyanyikan oleh Ucok, lagu beraliran rock dinyanyikan oleh Sunatha dan Arthur.24 Trio Arthur Kaunang, Sunatha Tanjung, dan Syech Abidin memiliki kekompakan yang baik. Kekompakan ini terbentuk dalam proses latihan dan rekaman-rekaman lagu.25 Tiga orang pemain alat musik ini juga harus tampil maksimal untuk mengisi kekosongan vokal ketika Ucok sedang sibuk aksi panggung. Kekompakan tiga personil AKA ini terbukti ketika kelompok ini tetap melanjutkan konser ketika Ucok tidak dapat menemani AKA tampil, dan akhirnya memisahkan diri dari kelompok AKA sejak tahun 1975, dan kemudian trio Arthur, Syech, dan Sunatha mendirikan SAS pada tahun 1976. 4.3. Frontman Kelompok Musik AKA Kelompok ini menjadikan vokalis sebagai frontman. Peran posisi ini dalam sebuah kelompok adalah menjadi pusat perhatian ketika melakukan aksi panggung. Kamus Merriam-Webster online mengartikan frontman sebagai sebuah pemimpin dari aksi panggung
24
Wawancara dengan Arthur Kaunang, di kediamannya, Grand Galaxy City, Kalimalang, 24 April 2013. 25 Pemain harus mengulang rekaman dari awal ketika ada salah seorang pemain salah memainkan lagu. Sistem rekaman seperti ini membuat proses rekaman dapat menjadi kesempatan tiap pemain untuk berlatih sambil lebih memahami dan mengenal musiknya sendiri, dan anggota-anggota kelompoknya. Sistem rekaman digital belum digunakan di Indonesia pada tahun 1967—1973.
(leader of performance).26 The Dictionary.com mengartikan frontman sebagai seorang performer, seperti penyanyi, yang memimpin kelompok musik (a performer, as a singer, who leads a musical group).27 TheFreeDictionary.com mengartikan frontman sebagai seorang yang berperan sebagai pemimpin, tetapi tidak memiliki otoritas sesungguhnya (A man who serves as a nominal leader but who lacks real authority). Frontman, berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan sebagai pemimpin aksi panggung sebuah kelompok musik ketika kelompok tersebut berada di atas panggung, tetapi tidak menjadi pemimpin kelompok tersebut secara legal-formal. Frontman dapat diartikan sebagai seorang pemain musik dalam sebuah kelompok yang menjadi ikon dalam kelompok musik tersebut, dan dapat juga menjadi pemimpin aksi panggung sebuah kelompok. Frontman dalam sebuah kelompok musik yang kemudian menjadi target wawancara media-media massa. Frontman juga lah yang menjadi sorotan ketika di atas panggung. Ucok Harahap merupakan sosok yang menjadi sorotan dalam aksi-aksi panggung kelompok AKA. Ucok pada dasarnya merupakan sosok yang ambisius, dan ingin menjadi sosok yang kharismatis, dapat memukau penonton. Ucok Harahap juga dipanggil ―Boss‖28 oleh anggota-anggota inti AKA. Ucok Harahap mampu mengeluarkan aksinya yang maksimal ketika membawakan lagu ―Sex Machine.‖ Lagu tersebut menjadi andalan karena Ucok Harahap merupakan penggemar James Brown, yang mempopulerkan lagu ―Sex Machine.‖ Aksi-aksi panggung yang dilakukan AKA juga merupakan kreasi dari Ucok Harahap. Posisi Ucok Sebagai frontman dan pribadi Ucok yang ambisius membuat pengaruh Ucok cukup besar bagi AKA, ketika berada di atas panggung. Ucok Harahap juga memiliki strategi untuk mengamankan penampilan kelompok AKA di atas panggung. Ucok berpendapat bahwa penampilan di atas panggung adalah 60% visual dan 40% audio.29 Pemikiran ini muncul dari ambisi Ucok untuk menjadi sosok yang kharismatis. Pemikiran ini juga membuat kelompok AKA mengutamakan aksi-aksi panggung dalam konserkonsernya. Ucok Harahap mendapat peran, atau menunjuk diri sendiri, sebagai pihak yang mengatur dan membuat aksi panggung kelompok AKA. Posisi Ucok 26
http://www.merriam-webster.com/dictionary/frontman. Diunduh tanggal 5 Desember 2012. Pukul 00.23 WIB. 27 http://dictionary.reference.com/browse/frontman. Diunduh tanggal 5 Desember 2012. Pukul 00.26 WIB. 28 Aktuil, edisi 97. 29 Denny M. R., loc., cit.
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
sebagai ―Boss‖ dalam kelompok ini melegitimasi tindakannya untuk mengeksplor kelompok tersebut diatas panggung. Ucok kemudian menjadi sosok yang berperan sebagai pembuat aksi-aksi panggung AKA. Kelompok AKA bisa mendapat kesuksesan di panggung-panggung dalam negeri karena aksi panggungnya. Publik juga menikmati aksi panggung yang dikonsepkan dan disajikan oleh kelompok musik AKA. Kesuksesan panggung dalam negeri membuat kelompok musik AKA mulai berkarier di luar negeri. 4.4. Show di Singapura dan Rekaman Suksesnya panggung lokal AKA membuat tawaran panggung AKA meningkat. Kinerja Ismail Harahap yang cemerlang dan musik rock khas AKA mampu menyakinkan pemilik restoran West Point Garden Bar & Restaurant, Singapura untuk mengijinkan kelompok AKA bermain di tempat tersebut pada tahun 1970, satu tahun setelah bergabungnya Arthur Kaunang.30 Kelompok AKA dengan lagu-lagu rock-nya mampu meningkatkan jumlah pengunjung restoran tersebut. Nama AKA menjadi semakin eksis, baik di Singapura maupun di Indonesia. Kelompok AKA pada awalnya membawakan lagu-lagu kelompok lain yang sudah lebih tenar. Lagu beraliran psychedelic, rock, blues, soul merupakan lagu yang sering dimainkan oleh kelompok AKA di restoran tersebut. Lagu berjudul ―Sex Machine‖ yang dipopulerkan oleh James Brown merupakan lagu andalan kelompok ini. Lagu-lagu dari Jimi Hendrix juga dimainkan di West Point Garden Bar & Restaurant. Lagu-lagu tersebut hampir selalu dimainkan dalam panggung-panggung AKA seterusnya. Kelompok AKA dapat memaksimalkan aksi panggung mereka dengan lagu tersebut.31 Kelompok AKA langsung mengadakan konser ―Selamat Datang‖ di Gelora Pancasila, Surabaya begitu kontrak dengan West Point Garden & Bar selesai. Konser tersebut didatangi oleh pemuda-pemuda geng-geng motor, mobil, dan radio-radio amatir di Surabaya.32 Pemuda tersebut tampaknya merupakan penggemarpenggemar awal AKA. Album perdana AKA diluncurkan pada tahun 1970, setelah kelompok ini kembali dari Singapura, dengan judul album ―Do What You Like.” Album ini merupakan album musik rock yang berbeda dari musikmusik rock yang sudah beredar di Indonesia sebelum
30
Denny M. R., loc., cit. Ibid. 32 Wawancara dengan Arthur Kaunang, di Kediamannya, Grand Galaxy City, Kalimalang, 24 April 2013. 31
tahun 1970.33 Album “Do What You Like” dapat dikatakan sebagai album rock yang mengguncang dunia musik Indonesia. Perusahaan Indra Record memprediksi bahwa kelompok AKA dan musik rock-nya akan menggeser posisi musik-musik pop dan rock ala The Beatles dari jajaran lagu populer. Album tersebut akhirnya laris, musik AKA yang unik dapat diterima pasar. Kesuksesan ini kemudian dilanjutkan dengan pembuatan album-album lain, hingga berjumlah total 15 album. Judul-judul album tersebut adalah Reflections (1971), Crazy Joe (1972), Sky Rider (1973), Cruel Side of Suez War (1974), Shake Me (1975), Mr. Bulldog (1976), Bertemu untuk Berpisah (1976), AKA vol. 7 (1974), Pop Melayu (1974), Pop Melayu Jawa (1974), Qasidah Modern (1974), Pucukku Mati (1977), Badai Bulan Desember (1978), Forever in Rock (1978), dan Puber ke Dua (1997).34 Album yang paling menunjukan aliran musik AKA adalah album Do What You Like, Reflections, Sky Rider, dan Cruel Side of Suez War. Pembuatan album tersebut juga membentuk citra AKA. Kelompok ini ingin mendapat citra sebagai kelompok yang istimewa, yang keren, karena menggunakan bahasa Inggris.35 Pembuatan citra ini juga dilakukan dalam aksi-aksi panggung AKA. Lagu-lagu rock AKA juga disiarkan oleh radio Australia (ABC). Lagu Crazy Joe pernah masuk dalam jajaran tangga lagu radio tersebut. Lagu AKA dapat tampil selama empat minggu berturut-turut dalam tangga lagu tersebut.36 Penampilan AKA di Singapura dan bercokolnya lagu AKA di Radio ABC menunjukan kesuksesan kelompok AKA sebelum memasuki panggung-panggung dalam negeri. Suksesnya kelompok ini membuat aliran rock yang lebih keras dari aliran rock The Beatles menjadi populer di kalangan pemuda Indonesia. Kelompokkelompok musik dengan aliran rock serupa mulai bermunculan, seperti God Bless dan Trenchem.37 Kelompok-kelompok band rock yang lain pun banyak bermunculan, dan kelompok musik rock jadi ―menjamur‖ di Indonesia. Panggung-panggung musik juga mulai diwarnai oleh musik-musik rock.
33
Musik rock yang beredar di Indonesia tahun 1960-an dan awal 1970 adalah musik rock semacam The Beatles, sedangkan album rock perdana AKA adalah album dengan aliran psychedelic rock. 34 Denny Sakrie, op. cit., hlm. 129—130. 35 Siti Nasyi‘ah, op., cit., hlm. 58. 36 Ibid., hlm. 67. 37 ―Terncem,‖ Midi, no. 14, tahun 1, 23 Februari 1974, hlm 40.
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
4.5. Aksi Panggung AKA 4.5.1. AKA Interaktif Konser merupakan sebuah bentuk kebudayaan bagi para musisi, merupakan sebuah bentuk akhir dari proses pembuatan lagu, dan bagian paling penting, karena memiliki semua unsur pertunjukan. Konserkonser musik tidak jarang melibatkan layar-layar besar, yang juga menampilkan konser, yang ditujukan bagi penonton yang bertempat sangat jauh dari panggung. Bentuk konser seperti ini dikritik oleh David Pattie, karena konser tersebut kehilangan unsur ―siaran langsung‖-nya (―live‖-ness). Konser musik yang baik menurut David Pattie adalah konser yang dapat membuat penonton dapat melihat permainan musisi secara langsung, dan lebih interaktif.38 Kelompok AKA menunjukan besarnya interaksi antara pemain dan penonton. Hal ini ditunjukan dengan aksi panggung Ucok Harahap turun dari panggung, dan ikut bergabung ke dalam kerumunan penonton dalam konser Heavy Rock Session 1972. Atraksi ini menunjukan intensnya interaksi antara personil AKA dengan penonton, terlihat dari jarak antara salah satu personil dan penonton yang hampir tidak ada (Ucok bergabung dalam kerumunan penonton).39 4.5.2. AKA Bad-Boy Aksi panggung AKA yang menunjukan sisi badboy adalah aksi sex yang dilakukan oleh Ucok Harahap di konsernya tahun 1972, dalam acara ―Heavy Rock Session,‖ di Jakarta.40 Sisi bad-boy ini dapat muncul dengan kepribadian yang kurang ajar (brashful), menurut Steve Cohen (Cohen, 2005: 38). Sex yang dimaksud adalah gerakan bercinta, bersetubuh, atau bersenggama. Adegan sex ini diperagakan oleh Ucok Harahap dengan keyboardnya41 dan dengan latar panggung.42 Ucok harahap menaikan salah satu kakinya diatas keyboard, dengan badan bagian depan merunduk menghadap keyboard, kemudian menggoyang-goyangkan pinggulnya maju mundur. Kekurangajaran (brashfulness) kelompok AKA yang juga pernah dilakukan oleh Ucok Harahap adalah tindakannya memperlihatkan belahan pantatnya ke penonton. Adegan ini juga dilakukan ketika konser ―Heavy Rock Session” 1972. Adegan sex dan pantat yang
ditampilkan Ucok membuat AKA dapat dikatakan badboy. Anggota-anggota AKA yang lain tidak memperagakan adegan-adegan kurang ajar, tetapi memiliki kelebihan di sisi lain, yaitu sisi keterampilan bermusik. Sunatha Tanjung (gitaris), Sjech Abidin (drumer), dan Arthur Kaunang (bassis), lebih berfokus pada permainan musik yang harmonis. Tiga musisi ini bernyanyi sambil bermain alat musiknya masing-masing dengan suara lantang, terlihat sangat menguasai olah suara dan permainan alat musik mereka. 4.5.3. AKA Maskulin di Panggung Ciri lain kelompok AKA dalam aksi panggungnya adalah memunculkan simbol-simbol maskulin. Cara ini memang merupakan salah satu cara untuk memukau penonton, baik laki-laki ataupun perempuan. Hal ini dilakukan untuk membuat kelompok AKA semakin dilihat, dan diidolakan. Publik penikmat AKA akhirnya terpukau dengan maskulinitas ini, terlihat dari jumlah penggemar wanita yang bergerombol mengelilingi AKA saat di luar panggung. Penonton lakilaki ingin menjadi seperti sosok AKA di atas panggung, dan penonton perempuan ingin terus menikmati konser tersebut.43 Kelompok AKA di atas panggung memunculkan sosok laki-laki yang ideal. Maskulinitas kelompok ini dimunculkan dalam cara berpakaiannya. Baju yang memperlihatkan dada dan juga lengan, dengan harapan memperlihatkan otot dada dan bisep, dikenakan kelompok ini di atas panggung untuk sebagai simbol maskulinitas. Rambut-rambut gondrong anggota-anggota kelompok AKA, secara tidak langsung juga menjadi simbol maskulinitas. Rambut gondrong pada dasarnya merupakan simbol perlawanan44 dan simbol kebebasan. Perlawanan dan kebebasan ini merupakan hal-hal yang identik dengan dunia laki-laki yang maskulin. Konser musik AKA dapat dikatakan konser yang menjual nilai-nilai maskulinitas kepada para penonton. 4.5.4. AKA Mistis Konser di Taman Ismail Marzuki 1973 menampilkan ―aksi tambahan‖ Ucok.45 Ucok Harahap tidak sadarkan diri di akhir acara tersebut. Penonton dan juga pers menyebutnya sebagai fenomena ―kesurupan.‖ Fenomena ini mampu menarik perhatian penonton dan pers di akhir konser. Kejadian ini benar-benar tidak
38
David Pattie, op. cit., hlm. 21—22. Djauhari. ―AKA,‖ Aktuil. Edisi. 97. 40 ―Heavy Rock Session,‖ loc. cit. 41 Ibid. 42 ―Menjusupkan Seks dalam Musik,‖ Kompas, 27 Juli 1972, hlm. 3. 39
43
David Pattie, Op. cit, hlm. 41. Rambut gondrong Arthur Kaunang menjadi simbol perlawanannya terhadap peraturan kampus, untuk lebih jelas lihat subbab 3.3.1. 45 ―AKA di Jakarta,‖ Aktuil, ed. 134, tahun 1973. 44
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
diantisipasi oleh seluruh penonton, dan menjadi keunikan tersendiri dalam konser ini. Penonton pun kemudian mencoba menyaksikan kejadian tersebut secara seksama. Tragedi kesurupan dimulai ketika adegan ucok dan peti mati. Ucok akhirnya dimasukan ke peti mati untuk mengakhiri penampilan AKA diatas panggung. Ucok mengaku bahwa didalam peti mati itu sudah ada mayat. Pintu peti kemudian didobrak, dan ucok berlarilari menghindari mayat, yang terus mengejar ucok. Ucok akhirnya naik ke atas genting, dan kemudian menggunakan kabel listrik untuk meluncur turun menyelamatkan diri dari kejaran mayat tersebut. Ucok akhirnya tersengat listrik dan jatuh dari ketinggian tujuh meter. Tragedi ―kesurupan‖ Ucok Harahap dalam konsernya di TIM tahun 1973 ini merupakan berita yang sangat sering muncul dalam artikel-artikel tentang AKA pada masa penelitian ini dilaksanakan. Kehebohan dan keunikan kelompok AKA dalam konsernya di TIM tahun 1973 merupakan berita yang muncul dalam media-media massa kontemporer, dan menunjukan kehebatan kelompok musik ini dari segi aksi panggungnya. Ucok juga pernah melakukan adegan meminum darah hewan sebagai aksi panggung.46 Suasana mistis ini juga menjadi daya tarik kelompok AKA. Aksi panggung AKA merupakan aksi panggung yang heboh, terlepas dari benar atau tidaknya fenomena ―kesurupan‖ yang dialami Ucok pada tahun 1973. Spontanitas yang ditunjukan melalui keinteraktifan, kekurangajaran, kemaskulinan, dan kemistisan merupakan kelebihan AKA, dan mampu membuat penonton menggemarinya. Spontanitas kelompok AKA memunculkan citra glam rock pada kelompok tersebut. Berdasarkan aksi panggung kelompok AKA yang heboh, pakaiannya yang menjadi ikon, serta penampilan yang memukau membuat kelompok ini cenderung dijadikan sebagai kelompok musik yang memiliki aliran glam rock. Keseluruhan aksi panggung kelompok musik AKA menunjukan semangat kebebasan berekspresi. Upaya penggabungan teater, musik, dan konser musik merupakan upaya penjebolan sistem-sistem yang membatasi cabang-cabang seni tersebut, dan dalam sekala besar sistem-sistem yang membatasi kehidupan manusia. Aksi panggung kelompok AKA menunjukan sifat kelompok ini sebagai musisi Underground. 4.6. Kehidupan AKA di Luar Panggung Kehidupan kelompok AKA tidak hanya kehidupannya dalam konser-konser, melainkan juga kehidupan masing-masing anggotanya sebagai bagian 46
Siti Nasyi‘ah, op., cit., hlm. 76.
dari masyarakat. Kehidupan personil-personil kelompok AKA ini menarik untuk diteliti untuk melihat hubungan antara kelompok AKA di atas panggung, diluar panggung, dan lagu-lagu kelompok AKA. Arthur Kaunang, Sunatha Tandjung, dan Syech Abidin merupakan tiga tokoh yang memiliki latar belakang musik. Arthur Kaunang dan Sunatha Tandjung memiliki latar musik klasik, sedang Syech Abidin memiliki saudara yang juga merupakan pemain drum. Ucok Harahap, menjadi sosok yang menunjukan identitas AKA kepada publik. Ucok Harahap dan Arthur Kaunang juga memiliki sejarah hidup yang memiliki semangat perlawanan. Ucok Harahap diharap menjadi Apoteker oleh orang tuanya, tetapi lebih memilih menjadi musisi. Arthur Kaunang dilarang gondrong oleh kampus IKIP Surabaya, tetapi tetap memanjangkan rambutnya. Dua orang ini lah yang memberikan semangat perlawanan dalam lagu-lagu AKA. 4.7. Karakter Musik Kelompok AKA Lagu-lagu AKA secara keseluruhan memiliki aliran musik yang bermacam-macam. Sekitar 34 lagu yang diluncurkan AKA antara tahun 1967 dan 1974, diantaranya memiliki 13 lagu beraliran rock, dan 21 lagu beraliran pop. 16 lagu beraliran beraliran rock terbagi lagi menjadi 7 lagu beraliran psychedelic rock, 4 lagu beraliran funk rock, satu lagu instrumental, dan satu lagu beraliran rock n’ roll. Tujuh lagu beraliran psychedelic rock tersebut memiliki tiga lagu yang mempunyai kualitas rekaman baik, dan mewakili lagu underground kelompok AKA. Lagu-lagu dalam album tersebut yang dapat diteliti adalah Do What You Like (album Do What You Like), Sky Rider (album Sky Rider), dan Suez War (album Cruel Side of Suez War), yang akan disusun secara kronologis. Do What You Like Nilai-nilai sosial patuh pada orang tua merupakan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat Jawa, termasuk masyarakat Surabaya. Ucok, Arthur, Syech, dan Sunatha merupakan bagian dari masyarakat Surabaya yang menganut nilai seperti ini. Orang tua anggota-anggota AKA juga memiliki keyakinan bahwa anak mereka akan mengikuti saran-sarannya, termasuk dalam memilih pekerjaan. Orang tua Ucok, terutama ayahnya, menginginkan Ucok untuk menjadi Apoteker, seperti dirinya. Ucok, di sisi lain memiliki cita-cita yang berbeda dengan orang tuanya. Ucok ingin menjadi musisi, walaupun hal tersebut bertentangan dengan kehendak orang tuanya. Sejarah perlawanan Arthur Kaunang mulai ketika bersekolah di IKIP Surabaya. Dosen-dosen IKIP
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
menginginkan mahasiswa-mahasiswanya mempunyai penampilan yang rapih. Arthur Kaunang tidak menyetujui peraturan yang melarang rambut gondrong tersebut, dan tetap memanjangkan rambutnya. Lagu Do What You Like dapat dikatakan menjadi refleksi kehidupan Ucok dan Arthur Kaunang. Sifat yang menunjukan perlawanan Ucok juga pernah ditunjukan ketika Ucok masih kecil, sewaktu dilarang bertemu dengan teman-temannya.47 Ajakan untuk melakukan hal yang disukai, dan harus dilakukan dalam lagu Do What You Like semakin kuat ketika lagu tersebut sampai pada penggemar AKA yang bersedia mengikuti jejak kelompok musik AKA. Lagu ini juga menjadi lagu yang melawan budaya dominan dalam dunia musik pada awal tahun 1970. Sky Rider Lagu Sky Rider (1973) lirik yang menunjukan semangat perjuangan. Kalimat ―everybody got to fight, everybody have the life” terdengar jelas pada reff lagu ini. Lirik-lirik lain yang terdengar samar-samar membuat kalimat tersebut muncul dan menjadi poin penting, yang mendorong publik untuk membela kehidupannya. Lagu ini jadi memiliki pesan supaya publik dapat berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Perjuangan tersebut di Indonesia ditunjukan dalam demonstrasi-demonstrasi pada periode tersebut. Demonstrasi-demonstrasi yang muncul selama tahun 1967 dan 1974 memiliki tuntutan untuk menegakan sistem dan birokrasi negara, membuat pemilu yang jujur, membuat pemerintah anti korupsi dengan birokrat tanpa penyelewengan kekuasaan, dan keadilan pembangunan. Demonstrasi tentang keadilan pembangunan dapat dilihat dalam demonstrasi penolakan pembangunan Taman Mini. Pemilihan lagu Sky Rider sebagai judul album menunjukan pentingnya Sky Rider dalam album tersebut, dan kalimat “everybody got to fight, everybody have the life” menjadi inti dalam album tersebut. Kelompok AKA akhirnya terlihat memberikan anjuran-anjuran secara implisit untuk menentang tekanan dari pihak-pihak yang mengganggu kesejahteraan rakyat. Suez War Suez War merupakan lagu kelompok AKA yang dibuat pada tahun 1974. Kelompok AKA kali ini mendapat inspirasi lagu dari perang-perang di Timur Tengah, yang muncul pada periode 1967—1974. Perang-
47
Peristiwa Ucok kecil memanjat pagar ketika dilarang keluar rumah dapat di lihat di sub bab 3.3.1., atau dengan membaca buku: Siti Nasyi‘ah, op. cit.
perang tersebut secara tidak langsung memberikan manfaat pada perkembangan perekonomian Indonesia. Konflik yang muncul pada tahun 1967 adalah ―Perang Enam Hari.‖ Konflik ini merupakan konflik yang mendahului perang Yom Kippur pada tahun 1972. Dua konflik ini merupakan konflik antara Israel (dibantu Amerika Serikat) dan negara-negara Arab. Negara Arab merupakan negara yang mengalami kesulitan dalam peperangan tersebut. Kalimat “people gotta stop the war,” judul lagu Suez War, dan keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik tersebut memunculkan adanya pesan bagi pemerintah dan masyarakat muslim di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) dan merupakan negara dengan mayoritas muslim di Indonesia. Lagu Suez War meminta pemerintah Indonesia yang tergabung dalam OKI untuk melaksanakan salah satu tujuan OKI, yaitu menjaga solidaritas dan menjalin kerjasama terhadap anggota-anggota OKI pada saat itu.48 Cara-cara pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik adalah melalui penyelesaian diplomatis.
5. Pengaruh Kelompok Musik terhadap Masyarakat Indonesia
AKA
Kelompok AKA merupakan kelompok yang besar pada periode 1967—1974. Kelompok ini pun memberikan warisan kepada masyarakat Indonesia. Warisan yang berbentuk pengaruh kelompok ini dapat dilihat dalam gaya remaja dan industri musik. Kelompok AKA mampu merubah tren gaya berpakaian pemuda. Gaya rambut menjadi lebih natural, dan panjang berantakan, dan gaya berpakaian jadi menunjukan dada dan lengan. Gaya berpakaian seperti ini adalah gaya berpakaian yang menjadi tren pada saat itu.49 48
Latar belakang pendirian OKI adalah pembakaran masjid Al-Aqsa yang dilakukan oleh kaum Zionis, Israel. OKI didirikan sebagai bentuk solidaritas negara-negara Islam dan negara yang bersimpati terhadap Islam untuk mencegah terjadinya konflik-konflik sejenis. http://www.deplu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=M ultilateralCooperation&IDP=4&P=Multilateral, 2009. Diunduh pada 8 Juni 2013. 49 Untuk melihat perkembangan gaya berpakaian musisi rock lebih lanjut, lihat artikel ―Musik Tahun 70-an. Campuran Rock dan Gincu,‖ Midi, no. 16, tahun 1, 23 Maret 1974, hlm. 22, dan ―Peta Musik 1973: Di Antara Kolam Susu, Adakah Suara Cemara,‖ Midi, no. 10, tahun 1, 29 Desember 1973, hlm. 6—9.
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Gaya yang ditunjukan kelompok AKA ini membuat gaya rambut gondrong ―gahar” menjadi populer di Indonesia. Rambut panjang sebelumnya memang sudah populer di kalangan pemuda Indonesia, tetapi gaya rambut panjang ala AKA merupakan gaya rambut yang baru. Gaya rambut panjang yang muncul sebelum AKA populer adalah gaya rambut panjang rapih, necis, seperti kelompok The Beatles. Kelompok AKA menghadirkan gaya rambut panjang yang lebih natural, lebih gahar. Rambut panjang seperti Sunatha Tandjung dan Arthur Kaunang menjadi populer di kalangan pemuda. 50 Rambut gondrong keriting-keribo ala Ucok Harahap juga menjadi tren pada masa ini. Musik-musik keroncong, pop, dan musik ala The Beatles merupakan musik yang populer pada tahun 1965—1970, periode sebelum munculnya album rock Do What You Like. Musisi seperti Koes Bersaudara, Abadi Soesman, Bharata Band, atau Mus Mulyadi merupakan musisi-musisi yang populer sebelum kedatangan AKA. Kelompok musik AKA berhasil menyaingi popularitas musik-musik jenis tersebut. Pergeseran tren musik hiburan dapat dilihat dari panggung-panggung serta tanggapan penonton terhadap musik rock. Pengaruh AKA secara kongkrit dapat terlihat dalam beberapa kelompok Indonesia, seperti The Rollies dan God Bless, yang akhirnya menjadi legenda di Indonesia. The Rollies merupakan kelompok asal Bandung yang dibentuk pada tahun 1967. Kelompok ini memiliki aliran musik rock yang mirip dengan AKA yaitu masuk dalam lingkaran musik funk rock, hanya saja suasana musik jazz muncul dalam kelompok The Rollies, bila dilihat dari penggunaan alat musik terompet dan trombon. Kelompok ini memiliki aliran pop, rock, soul, dan funk, dengan penampilan ala The Beatles.51 Jejak kelompok AKA yang diteruskan oleh The Rollies sebenarnya muncul sekitar tahun 1970-an. Cara berpakaian kelompok The Rollies juga semakin mirip dengan kelompok AKA. Kelompok The Rollies mulai menggunakan pakaian yang menunjukan dada dan lengan. Cara berpakaian seperti kelompok AKA dan aksi panggung yang lebih enerjik mulai digunakan pasca tahun 1971.52 Rambut gondrong keriting-keribo juga menjadi hal yang akhirnya melekat pada kelompok The Rollies. Rambut Sugito, penyanyi sekaligus menjadi frontman kelompok musik The Rollies menjadi keriting-keribo pada pasca 1971. Perubahan rambut ini terjadi ketika
pengaruh kelompok musik AKA semakin besar di Indonesia. AKA, God Bless, dan The Rollies akhirnya menjadi tiga kelompok yang memiliki rambut keritingkeribo sebagai ikon, yang muncul karena rambut frontman kelompok-kelompok tersebut. God Bless merupakan kelompok dengan aliran musik Rock yang berdiri tahun 1973 di Jakarta. Tematema kritik dan protes merupakan tema dalam lirik kelompok musik ini, terutama pada awal rekaman tahun 1976.53 Aksi pangggung kelompok ini memiliki jenis yang sama dengan aksi panggung kelompok AKA. Jejak AKA lainnya yang diikuti oleh kelompok musik God Bless adalah cara berpakaian. Baju yang terbuka dada dan lengannya merupakan ciri kelompok AKA yang juga diteruskan oleh kelompok God Bless. Rambut gondrong keriting-keribo juga menjadi ikon kelompok God Bless. Frontman kelompok musik God Bless, Ahmad Albar54 memiliki gaya rambut keriting-keribo yang melekat pada citra Ahmad Albar. Cara berpakaian dengan menampilkan dada juga muncul dalam kelompok God Bless.55 Frontman-frontman rock pada dekade 1970 di Indonesia seperti memiliki suatu keharusan untuk memiliki rambut kribo supaya mengukuhkan diri sebagai musisi rock.
6. Daftar Acuan Buku Arisasangka, Inung K. Kamus Skala Melodi. PT BIP, 2011. Arnett, Jeffrey Jensen. Metalheads: Heavy Metal Music and Adolescent Alienation. Oxford: Westview Press, 1996. e-book. Auslander, Philip. Performing Glam Rock: Gender and Theatricality in Popular Music. Michigan: University of Michigan Press, 2006. e-book. Blake, Andrew. Living Through Pop. London: Routledge Publishing, 1999. Bovee, Courtland L. Marketing. McGraw Hill, 1995.. Cohen, Steve. Win The Crowd: Unlock The Secrets of Influence, Charisma, and Showmanship. Adobe Acrobat Reader Ebook, 2005. Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. Departemen Penerangan. Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi. Jakarta: Percetakan Negara. Dewan Kesenian Jakarta. Pesta Seni 1974. Jakarta: Mutiara Offset, 1975.
50
Lihat foto dalam lampiran 3 dan 6. http://www.antaranews.com/berita/343081/perjalanankembali-the-rollies, diunduh tanggal 4 Desember 2012, pukul 20.37. 52 Lihat foto-foto dalam lampiran. 51
53
Muhammad Mulyadi, op. cit., hlm. 175. ―Ahmad Albar: Dari ‗Take Five‘ ke ‗God Bless,‘‖ Midi, no. 3, tahun 1, 15 September 1973, hlm. 25. 55 Lihat lampiran 7 54
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Dwi
Marianto, M. dan Barry, Syamsul. Tato. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, 2000. Fatah, Eep Saefulloh. Konflik, Manipulasi, dan Kebangkrutan Orde Baru: Manajemen Konflik Malari, Petisi 50 dan Tanjung Priok. Jakarta: Burung Merak Press, 2010. Firth, Simon. Music for Pleasure: Essays in the Sociology of Pop. New York: Routledge, 1988. ebook. Halloran, Mark. The Mussician’s Business and Legal Guide. Pearson Prentice Hall, 2008. Hardjana, Suka. Corat-Coret Musik Kontemporer: Dulu dan Kini. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Jakarta, 2003. Lana, Lana. Allegro di Krontjong: Life and Works of Amir Pasaribu. Middletown: Wesleyan University, 2012. May, Brian. The Indonesian Tragedy. Singapura: Graham Brash, 1979. Mulyadi, Muhammad. Industri Musik Indonesia: Suatu Sejarah. Bekasi: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial, 2009. Nakagawa, Shin. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000. Nasyi‘ah, Siti. Ucok AKA Harahap: Antara Rock, Wanita, dan Keruntuhan. Jakarta: Gramedia, 2013. Pattie, David. Rock Music in Performance. New York: Palgrave Macmillan, 2007. e-book. Pijl, Kees van der. Global Rivalries: From Cold War to Iraq. London: Pluto Press, 2006. e-book. Ricklefs, Merle Calvin. A History of Modern Indonesia since c. 1200, third edition. Wales: Creative Print & Design, 2001. e-book. Ross, Michael L. Timber Booms and Institutional Breakdown in South East Asia. Cambridge: Cambridge University Press, 2004. e-book. Sakrie, Denny. Musisiku. Jakarta: Penerbit Republika, 2007. Scaruffi, Piero. A History of Rock Music 1951—2000. iUniverse, 2003. e-book. Tambayong, Yapi. 123 Ayat tentang Seni. Bandung: Nuansa Cendekiah, 2012. Thompson, Stacy. Punk Production: Unfinished Business. New York: State University of New York Press, 2004. e-book. Tim Penyusun. Radio, Televisi, dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Departemen Penerangan RI Direktorat Jenderal Radio-TelevisiFilm, 1995. Wicke, Peter. Rock Music: Culture, Aesthetic and Sociology. Cambridge: Cambridge University Press, 1990. e-book.
Xenakis, Iannis. Formalized Music: Thought and Mathematics in Music, Edisi revisi. Pendragon Press, 1992. e-book. Jurnal Gawrych, George W., ―The 1973 Arab-Israeli War: The Albatross of Decisive Victory,‖ Lavenworth Papers, no 21, 1996 <www.proquest.com>. Bauman, Zygmunt. ―Identity In the Globalizing World,‖ Elliott, 3772, chapter 1, 2008 <www.proquest.com>. Seung-Wong Song. Back to Basic Indonesia? Reassessing the Pancasila and the Pancasila State and Society, 1945—2007. Proquest online journal, 2008 <www.proquest.com>. Susetyo, Bagus. ―Perubahan Musik Rebana menjadi Kasidah Modern di Semarang sebagai Suatu Proses Dekulturasi dalam Musik Indonesia.‖ Harmonia: Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, vol. VI, no. 2, Mei 2005. Kartomi, Margaret. ―The Process and Results of Musical Culture Contact: A Discussion of Terminology and Concepts,‖ Ethnomusicology, vol. 25, no. 2, Mei 1981. Surat Kabar Kompas. 14 Juli 1972. Kompas. 27 Juli 1972. Kompas. 26 Januari 1973. Kompas. 21 Agustus 1973. Kompas. 22 Agustus 1973. Kompas. 9 November 1973. Kompas. 13 November 1973. Kompas. 5 Desember 1973. Majalah Aktuil. edisi 96 Aktuil. edisi 97 Aktuil. edisi 99 Aktuil. edisi 102 Aktuil. edisi 106 Aktuil. edisi 107 Aktuil. edisi 112 Aktuil. edisi 114 Aktuil. edisi 116 Aktuil. edisi 117 Aktuil. edisi 118 Aktuil. edisi 119 Aktuil. edisi 120 Aktuil. edisi 125 Aktuil. edisi 127 Aktuil. Edisi 134, tahun 1973
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013
Cinta. Edisi 10, Agustus 1973. Cinta. Edisi 11, Agustus 1973. Mas, no. 89, tahun 1976. Midi. No. 1 tahun 1, 11 Agustus 1973. Midi. No. 2 tahun 1, 25 Agustus 1973. Midi. No. 3 tahun 1, 15 September 1973. Midi. No. 5 tahun 1, 13 Oktober 1973. Midi. No. 10 tahun 1, 29 Desember 1973. Midi. No. 11 tahun 1, 12 Januari 1974. Midi. No. 14 tahun 1, 23 Februari 1974. Midi. No. 16 tahun 1, 23 Maret 1974. Midi. No. 19 tahun 1, 11 Mei 1974. Midi. No. 22 tahun 1, 29 Juni 1974. Midi. No. 23 tahun 1, 13 Juli 1974.
Sumber Wawancara Kaunang, Arthur. 24 April 2013. Kaunang, Arthur. Wawancara telepon. 1 Mei 2013. Kaunang, Arthur. Wawancara telepon. 5 Juni 2013. Tandjung, Sunatha. Wawancara telepon. 5 Juni 2013. Sakrie, Denny. E-mail ke Denny Sakrie. 7 Mei 2013.
Rolling Stone Indonesia. Edisi 34, Februari 2008
Sumber Internet ―Fan.‖ Merriam-Webster Online Dictionary. 2013. 8 Juni 2013
. ―Frontman.‖ Dictionary dot Com. 2012. 5 Desember 2012 . ―Frontman.‖ Merriam-Webster Online Dictionary. 2012. 5 Desember 2012 . ―Perjalanan Kembali The Rollies.‖ Antara News. 2012. 4 Desember 2012 . ―The Rollies - Cold Sweat.‖ Trax Magazine. 2009. 30 Mei 2013 . Connoy, Jason. ―AKA adalah Pintu Gerbang ke Musik Indonesia.‖ Jakarta Beat. 2012. 5 Desember 2012 . Departemen Luar Negeri Indonesia. ―OKI.‖ 2009. 8 Juni 2013 . Sakrie, Denny. ―Hari-Hari The Rollies.‖ 4 Januari 2011. 10 Juni 2013 .
Musik underground..., Charisma Rahmat Pamungkas, FIB UI, 2013