MULTIPLE INTELLEGENCE DALAM PENGAJARAN AGAMA ISLAM Oleh : Ahmad Sultoni
A. Pendahuluan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai sekarang belum dapat diaplikasikan sebagaimana yang diharapkan. Konsep yang demikian bagus kurang begitu siap diterima guru. Satu hal yang dapat disebut sebagai penyebab ketidaksiapan guru menerapkan KBK adalah karena kurikulum ini disajikan sebagai sesuatu yang sudah jadi, tanpa diperkenalkan bahan-bahan dasar (ilmu atau teori) yang membentuknya. Salah satu prinsip kegiatan belajar mengajar dari KBK adalah berpusat pada siswa. Siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa berbeda dalam minat, pengalaman dan cara belajar. Siswa tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, siswa lain lebih mudah dengan melihat (visual) atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar dan cara penilaian perlu beragam sesuai dengan karakteristik siswa. KBM perlu menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Artinya KBM memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar dan latar belakang sosial anak. KBM perlu mendorong anak mengembangkan bakat dan potensinya secara optimal ( Ringkasan KBK : 27) Sejalan dengan prinsip tersebut, Quantum Teaching sebagai sebuah metode pengajaran yang ideal, memiliki asas utama yaitu, “Bawalah Dunia Mereka ke dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Asas ini mengingatkan pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama. Untuk mendapatkan hak mengajar, pertama anda harus membangun jembatan autentik memasuki kehidupan murid. Sertifikat mengajar atau dokumen yang mengijinkan anda mengajar atau melatih hanya mengandung arti bahwa anda memiliki wewenang untuk mengajar. Mengajar adalah hak yang harus diraih dan diberikan oleh siswa, bukan oleh Departemen Pendidikan. Masuki dunia mereka karena tindakan ini akan memberikan anda izin untuk memimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. (Quantum Teaching, 2000:6) Dari prinsip KBK dan asas Quantum Teaching tersebut kita dapat mengambil sebuah makna bahwa pendidikan yang saat ini dikembangkan sebagai sebuah model pendidikan yang lebih baik dibanding masa-masa sebelumnya adalah pendidikan yang berbasis pada keunikan individu. Seorang guru dituntuit untuk lebih mengenali siswanya. Keragaman banyak hal yang membedakan siswa satu dengan yang lainnya, menuntut sebuah pendekatan beragam, sehingga pelajaran dapat dinikmati oleh semua peserta didik. Salah satu keunikan manusia adalah dalam hal kecerdasan. Dan ini pula yang harus dipahami oleh guru, karena pada kenyataannya, kecerdasan atau intelegensi adalah salah satu misteri yang membuka
1
kesadaran kita, masih banyaknya potensi-potensi manusia yang masih belum dikenal oleh manusia itu sendiri. Teori kecerdasan berkembang demikian menakjubkan. Dinamisasi belajar dan strategi pembelajaran sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh wawasan dan pemahaman para perumus dan praktisi pendidikan tentang jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki oleh subyek didik. Meminjam istilah Tony Buzan, otak bagaikan “Sleeping Giant” (raksasa yang sedang tidur). Salah satu cara untuk membangunkannya antara lain melalui pembelajaran utuh berdasarkan pada kemampuan menyeluruh yang terkandung dalam otak manusia. Realita pendidikan yang sekarang dijalankan, diilustrasikan secara cerdas oleh Thomas Amstrong, dengan cerita bahwa pada suatu hari para binatang besar ingin membuat sekolah untuk para binatang kecil. Mereka merencanakan sebuah sekolah yang didalamnya diajarkan mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang dan menggali. Tidak ada kata sepakat subyek apa yang paling penting. Maka diputuskan untuk mengajarkan semuanya. Pada suatu hari salah satu murid bernama Kelinci, seekor binatang yang piawai berlari, ketika mengikuti kelas renang maka ia hampir saja tenggelam. Pengalaman mengikuti kelas berenang mengguncangkan hatinya. Lantaran sibuk mengurusi pelajaran berenang, Kelinci menjadi tidak secepat dulu dalam berlari. Hal yang sama terjadi pada beberapa murid sekolah. Elang sangat pandai terbang, namun ia gagal menjalankan tugas dalam kelas menggali. Ia harus memperbaiki nilai menggali, sehingga waktu yang banyak tersita tersebut, menjadikan ia melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasainya. Kesulitan demi kesulitan dialami hewan lain. Para binatang kecil tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berprestasi dalam keahlian mereka masing-masing lantaran dipaksa melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka. (Armstrong b, 2003:vii) Demikian Amstrong menjelaskan pentingnya penghargaan sekolah terhadap jenis kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu. Pendidikan tidak lagi dilakukan sebagai sebuah hidangan racikan, dimana penikmat menerima makanan itu dalam menu yang telah dicampur oleh penyaji. Sekolah hendaklah lebih pada orientasi hidangan prasmanan dengan tetap memperhintungkan jenis-jenis makanan yang menjadi kesenangan para penikmat. Teori Amstrong tersebut menarik untuk menyentuh kesadaran para praktisi pendidikan, bahwa apa yang selama ini mungkin menjadikan proses pembelajaran menjadi membosankan, atau anak justru tidak pernah menciptakan sebuah karya cemerlang, oleh karena dalam mengajarkan sebuah materi pelajaran, guru kurang atau tidak memahami jenis-jenis kecerdasan dari para peserta didik, yang sesungguhnya membutuhkan kreativitas dalam mengajar. Teori tentang kemajemukan kecerdasan manusia dikenalkan oleh Howard Gardner dengan istilah Multiplle Intellegence, yang terdiri atas delapan kecerdasan (meskipun Gardner tetap memprediksikan bahwa pada masa-masa mendatang sangat mungkin ditemukan kecerdasan yang lain). Pembelajaran agama, yang merupakan paket eksklusif di luar mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan munculnya temuan teori tersebut. Pembelajaran Agama Islam akan
2
menjadi menarik, ketika penyampaiannya dilakukan dengan memperhatikan karakteristik masing-masing kecerdasan yang dimiliki oleh anak. Tulisan ini akan mencoba menggali kemungkinan penerapan teori Multiple Intellegence dalam pembelajaran Agama Islam di sekolah. B. Multiple Intellegence (MI) Pada abad ke-20, kita telah terbiasa mengaitkan kecerdasan tinggi dengan buku, kaum intelektual dan akademik. Namun menurut definisinya, kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Jika mobil anda mogok di tengah jalan, siapakah orang yang paling tepat untuk mengatasi keadaan tersebut? Apakah seorang yang bergelar doktor dari universitas terkemuka ataukah montir mobil yang hanya berpendidikan SMP? (Amstrong a, 2000:2) Pengertian kecerdasan dengan analog tersebut sejalan dengan pertanyaan, “Lebih cerdas siapakah antara Prof. Dr B.J. Habibie dengan Iwan Fals?” Kecerdasan bergantung kepada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan, bukan tergantung pada nilai IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi. Selanjutnya seorang psikolog yang bernama Howard Gardner mengembangkan teori kecerdasan. Gardner berpendapat bahwa kebudayaan kita telah terlalu banyak memusatkan perhatian pada pemikiran verbal dan logis- kemampuan yang secara tipikal dinilai dalam tes kecerdasan- dan mengesampingkan pengetahuan lainnya. Ia menyatakan sekurangkurangnya ada delapan kecerdasan yang patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh sebagai
cara berfikir
yang penting. Dalam
kajian berikutnya,
Gardner sendiri
memprediksikan bahwa dimungkinkan akan ditemukannya kecerdasan lainnya pada masa depan.
1. Delapan Kecerdasan Kecerdasan pertama, kecerdasan Linguistik, kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lesan maupun tertulis. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, demensi pragmatik atau penggunaan bahasa praktis, meliputi retorika, hafalan, eksplanasi dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri. Kecerdasan kedua, Matematis-Logis, yaitu kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lainnya proses yang digunakan dalam kecerdasan ini antara lain: kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan dan pengujian hipotesis.
3
Kecerdasan ketiga, Spasial, yaitu kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut. Kecerdasan ini meluputi kepekaan pada warna, garis, bentuk ruang dan hubungan antar unsur tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial. Kecerdasan keempat, Kinestetis-Jasmani, yaitu keahilan menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan ketrampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya pengrajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerim rangsangan dan hal-hal yang berkaitan dengan sentuhan. Kecerdasan kelima, Musikal, yaitu kemampuan menangani bentuk-bentuk musik, dengan cara mempersepsikan (misal sebagai peminat musik), membedakan (misal sebagai kritikus musik), mengubah (misal sebagai komposer) dan mengekspresikan (misal sebagai penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap irama, pola tintinada atau melodi dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Kecerdasan keenam, Interpersonal, yaitu kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara gerak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). Kecerdasan ketujuh, Intrapersonal, yaitu kemampuan memahami sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan keterbatasan diri), kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen dan keinginan serta lemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri. Kecerdasan kedelapan, Naturalis, yaitu keahlian mengenali dan mengategorikan species flora dan fauna- dilingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya formasi awam dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti mobil, sepatu karet dan sampul kaset CD.
2. Poin-poin kunci dalam MI Beberapa poin tentang model kecerdasan majemuk yang perllu diperhatikan: a
Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan. Setiap orang memiliki kapasitas dalam kedelapan kecerdasan tersebut. Kedelapan kecerdasan berfungsi secara berbarengan dengan cara yang berbeda-beda pada diri setiap orang. Beberapa orang memiliki
4
tingkatan yang tinggi pada semua atau hampir semua kecerdasan. Ada yang lemah pada semua atau hampir semua (orang-orang yang memiliki keterbelakangan mental). Pada umumnya ada diantara dua kutub itu, sangat berkembang dalam sejumlah kecerdasan dan agak terbelakang pada kecerdasan yang lain. b
Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai apabila ia mendapatkan cukup dukungan, pengayaan dan pengajaran.
c
Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks kecerdasan tidak ada yang berdiri sendiri. Ketika seseorang membuat masakan, maka ia akan menggunakan linguistik dalam membaca resep. Menggunakan matematik-logis dalam menentukan perpaduan ukuran bahan, menggunakan interpersonal dalam usaha memuaskan semua angota keluarga dalam menikmati masakan tersebut dan juga menggunakan intrapersonal dalam memenuhi selera pribadi.
d
Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori. Kecerdasan seseorang tidak ditunjukkan hanya dalam satu cara. Misalnya seorang mungkin tidak mampu menyusun karya ilmiah, namun ia memiliki kecerdasan linguistik yang tinggi karena ia mampu menyampaikan sebuah cerita yang menarik atau dapat berpidato dengan retorika yang memukau. Kecerdasan seseorang dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, baik dalam satu kecerdasan tertentu maupun antar kecerdasan.
3. Menemukan Kecerdasan Multiple Intellegences anak Menurut Thomas amstrong, hal termudah untuk menemuka kecerdasan yang menonjol pada seorang anak, jusru dengan melihat “kenakalan” yang dilakukannya. Seorang dengan kecerdasan Musikal, akan sulit untuk menjadi pendengar yang baik dengan metode ceramah karena ia akan lebih suka uraian berirama. Anak dengan kecerdasan spasial akan senang membuat coreta dimanapun, dan anak dengan kecerdasan kinestetisjasmani tidak akan bisa duduk diam. Kenakalan yang berkaitan dengan kecerdasan tertentu selanjutnyamenjadi semacam seruan minta tolong, indikator diagnostiktentang bagaimana seorang anak seharusnya mendapatkan pegajaran. Mengenali jenis kecerdasan dari prilaku “nakal” anak sangat berarti bagi seorang guru. Boleh jadi kesalaha mensikapi prlaku anak, misal dengan membentak, menturuh diam, melarang akan banyak gerak justru menghambat bahkan mematikan potensi kecerdasan yang mestinya dapat berkembang dengan baik. Selanjutnya menegnali kecerdasan anakanak dalam kelas yang heterogen akan memberikan informasi guru, metode apa sajakah yang tepat diterapkan, sehingga sebuah pelajaran dapat dinikmati semua siswa dengan karakteristik kecerdasan unik setiap siswa.
5
C. MI dalam PAI 1. Metode Pengajaran Multiple Intellegence Ada sejumlah metode pengajaran dalam teori kecerdasan majemuk yang melampaui model pengajaran tradisonal yang sekedar menempatkan guru sebagai pemberi kuliah/uraian. Metode yang sangat mungkin dikembangkan sesuai dengan teori keceradasan majemuk diantaranya akan dijelaskan menurut jenis kecerdasan dengan anggapan bahwa yang tertera berikut adalah sebagian dari banyak metode yang dapat dikembangkan. a
Kecerdasan Linguistik, dengan metode kuliah/uraian, diskusi kelompok besar/kecil, kertas kerja, buku pedoman, curah gagasan, kegiatan menulis, permainan dengan kata-kata, pidato, bercerita, kaset dan bukubersuara, bicara di depam umum secaa spontan, debat, menulis jurnal, deklamasi, membaca bagi diri sendiri dan di depan kelas, merekam dengan kaset, publikasi.
b
Kecerdasan Matematis-Logis, dengan metode soal-soal matematika di papan tulis, pertanyaan ala sokrates, latihan pemecahan secara logis, klasifikasi dan kategorisasi, menciptakan kode, kalkulasi dan kuantifikasi, penalaran ilmiah, presentasi suatu topik dengan urutan logis.
c
Kecerdasan Spasial, geafik, diagram, peta, viasualisasi, fotografi, video, slide dan film, apresiasi seni, pembacaan cerita imajinatif, berkhayal kreatif, melukis, sketsa gagasan, penggunaan warna.
d
Kecerdasan Kinestetis Jasmani, dengan metode gerakan kreatif, karya wisata, pantomin, teater kelas, semua bentuk kegiatan yang distimulai dengan gerakan tubuh, kerajinan, memasak, berkebun, menguatk-utik barang, kegiatan pendidikan jasmani, penggunaan bahasa tubuh/ isyarat tangan untuk berkomunikasi, latihan relaksasi fisik, respons tubuh.
e
Kecerdasan Musik, dengan menggunakan metode bernyanyi, bersenandung, bersiul, memainkan lagu rekaman, menggubah lagu, memainakn lagu dengan alat musik, bernyanyi bersama, apresiasi musik.
f
Kecerdasan Interpersonal, dengan menggunakan metode kerja kelompok, interaksi interpersonal, menengahi konflik, mengajariteman sekelas, asistensi, game dengan papan permainan, tutorial antar angkatan, curah gagasan dalam kelompok, berbagi rasa dengan teman sekelas, kegiatan kemasyarakatan, magang, simulasi, perkumpulan akdemis, pesta atau pertemuan sosial sebagai sarana belajar, formasi patung dari manusia.
g
Kecerdasan Intrapersonal, belajar mandiri, momentum mengekspresikan perasaan, game dan kegiatan individual (komputer), sesi refleksi satu menit, hubungan materi pelajaran dengan kesadaran pribadi, alternatif pilihan untuk pekerjaan rumah,
6
h
Kecerdasan Naturalis, dengan metode jalan-jalan di alam terbuka, akuarium, berkebun, membawa binatang piaraan ke kelas, video/film tentang alam, peralatan studi alam (teropong, teleskop, mikroskop), studi ekologi, tanaman sebagai dekorasi, belajar dengan melihat ke luar jendela.
Gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa teori MI dalam kurikulum paling cocok dipresentasikan dengan menggunakan kumpulan strategi pengajaran yang longgar dan beragam. Dalam pengertian ini teori MI mewakili model pengajaran yang tidak memiliki aturan yang jelas, selain kebutuhan yang muncul dari komponen kognitif kecerdasan itu sendiri. Guru dapat mengambil dan memilih kegiatan yang menerapkan teori MI dengan keunikan gaya mengajar mereka. Dari sekian banyak metode yang dapat dikembangkan, yang perlu diperhatikan adalah bahwa sebuah metode tidak mutlak menyentuh satu jenis kecerdasan. Bisa jadi dengan sebuah metode, ada dua kecerdasan yang masuk didalamnya. Misalnya penalaran ilmiah, dari penggunaan bahasa metode ini sesuai untuk kecerdasan linguistik. Namun dari alur berfikir logis, akan menarik minat anak yang menonjol dalam kecerdasan matematis logis. Contoh lain, berkebun, selaian naturalis, juga jasmani kinestetis. Jika tugas berkebun dilakukan sendiri akan menyentuh kecerdasan intarpersonal dan jika bersamasama akan menyentuh kecerdasan intrepersonal. Warna bunga, bentuk daun, batang, tangkai, akar akan menarik keceradsan spasial.
2. Menyusun Rencana pelajaran MI Dengan teori MI, seorang pendidik dapat menyampaikan sekuruh keahlian/ ketrampilan, isi, tema atau tujuan pengajaran dan mengembangkan sekurang-kurangnya delapan cara mengajarkannya.
Pendekatan
terbaik
dalam
pengembangan
kurikulum
yang
menggunakan teori MI adalah dengan memikirkan cara menerjemahkan materi-meteri yang akan diajarkan dari satu kecerdasan ke kecerdasan yang lain. Prosedure tujuh langkah berikut menawarkan satu cara menyusun rencana pelajaran atau unit kurikulum yang menggunakan teori MI sebagai kerangka penyusunan: a)
Memusatkan perhatian pada tujuan dan topik tertentu. Menentukan topik atau tujuan tertentu dengan menjabarkannya secara jelas.
b)
Menjawab pertanyaan kunci MI, yaitu menuliskan sejumlah pertanyaan yang harus dijaga ketika merencanakan kurikulum untuk tujuan atau topik tertentu. Pertanyaa n tersebut dapat membantu memancing kreativitas langkah-langkah selanjutnya.
c)
Mempertimbangkan kemungkinan yang lain, yaitu mencari kemungkinan metode lain yang belum ditemukan.
d)
Curah gagasan, membuat daftar pendekatan pengajaran sebanyak mungkin. Untuk itu, topik yang akan dituju dijabarkan secara specifik. Catat semua yang terlintas di benak. Rumuskan sekurang-kurangnya 20-30 gagasan dan minimal satu atau dua
7
gagasan untuk tiap kecerdasan. Curah gagasan dengan guru lain akan sangat membantu merangsang pemikiran kita. e)
Memilih kegiatan yang cocok. Dari gagasan yang sudah dituliskan, lingkarilah pendekatan yang paling sesuai dengan lingkungan pendidikan.
f)
Menyusun rencana pelajaran yang berkesinambungan. Dengan pendekatan yang telah dipilih, rancanglah rencana atau unit pelajaran seputar topik atau tujuan yang telah dipilih. Misal satu topik disajikan dalam delapan pertemuan, maka dibuat rancangan rencana pengajaran dengan menentukan pendekatan yang telah dipilih untuk pertemuan sebanyak delapan kali.
g)
Menjalankan rencana. Kumpulkan materi yang dibutuhkan, pilihlah bagian waktu yang sesuai dan kemudian jalankan rencana pelajaran tersebut. Modifikasikan rencana tersebut untuk menyisipkan perubahan yang terjadi selama proses penerapannya.
Penyusunan rencana pelajaran tersebut dapat dibuat dalam bentuk skema: Matematis-logis
Linguistik Bgm saya dpt menggunakan bahasa lisan dan tertulis
Bgm saya dpt menyertakan angka, perhitungan logis, klasifikasi atau kemampuan berfikir kritis
Musikal
Naturalis Bgm saya dpt menyertakan mahluk hidup, fenomena alam atau kesadaran ekologi
Spasial Bgm saya dpt menggunakan alat bantu, visul, visualisasi, warna, seni atau metafora
TUJUAN
Bgm saya dpt menyertakan musik atau bunyi-bunyian di sekitar atau menyusun poin kunci dalam kerangka melodi atau berirama
Intrapersonal
Kinetis-Jasmani
Bgm saya dapat membangkitkan perasaan atau kenangan pribadi atau memberikan pilihan kepada siswa
Bgm saya dpt melibatkan seluruh tubuh untuk menggunakan pengalaman yang melibatkan stimulasi gerak/partisipasi aktif
Interpersonal Bgm saya dpt melibatkan siswa dalam berbagi rasa antar teman, belajar kelompok, simulasi kelompok
Sumber: Thomas Amstrong, Sekolah Para Juara, 2000: 91
8
3. Pengajaran PAI dengan MI Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui bimbingan, pengajaran dan/atau latihan. Berbicara PAI maka dapat dimaknai dalam dua pengertian; sebagai sebuah proses penanaman ajaran agama Islam maupun sebagai bahan kajian yang menjadi materi proses itu sendiri. (Pedoman Umum PAI, 2003:2) Pembelajaran PAI tidak hanya menekankan penguasaan kompetensi kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Materi PAI dikembangkan dari tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syariah dan ahlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam dan ahlak merupakan penjabaran konsep ihsan. Menerapkan teori MI sebagai pendekatan pengajaran PAI, dapat dimulai dari mengkritisi ruang lingkup materi yang mengandung demensi pengajaran. Demensi materi dapat dipahami dari pendekatan pengajaran yang telah ditetapkan dalam GBPP mata pelajaran dalam lingkup PAI. Dari lima mata pelajaran PAI, pendekatan yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar diantaranya: pendekatan rasa (kalbu), rasional, fungsional, keteladanan, CBSA, pembiasaan, emosional, fungsional. Selanjutnya dari pendekatan tersebut, dikembangkan metode pembelajaran seperti ceramah, kerja kelompok, diskusi, bercerita, anekdotal, refleksi, direct experience, penalaran ilmiah, hafalan, dsb. Dengan mengkritisi pendekatan dan metode pembelajaran PAI, dapat kita lihat munculnya teori MI sesungguhnya lebih mempermudah menerjemahkan pendekatan pengajaran PAI sebagaimana yang telah ditetapkan. Pendekatan pengajaran dalam PAI terkesan tidak muncul dari pemahaman terhadap kemajemukan kecerdasan peserta didik. Pendekatan PAI lebih berbasis pada isi sebuah mata pelajaran. Contoh kongrit yang membuktikan hipotesis ini misalnya, pendekatan pengajaran Aqidah Ahlak tidak memasukkan pendekatan emosional, yang sebenarnya dalam teori modern, aqidah ahlaq adalah istilah lain dari kecerdasan Emosi-Spiritual. Contoh lain dalam mata pelajaran Fiqh, tidak memasukkan pendekatan kalbu (spiritual) yang justru akan mengantarkan siswa pada pemahaman agama yang utuh, tidak terpisah-pisah antara aqidah, syariah dan ahlak. Kasus tersebut jika dikaji dalam bingkai teori MI, maka yang terjadi dalam pengajaran PAI, ada asumsi, bahwa ketika seorang guru agama Islam mengajarkan bahasa Arab, pendekatan yang digunakan hanya berhubungan dengan kecerdasan Linguistik. Bahasa Arab tidak mungkin diajarkan dengan metode yang menarik bagi siswa dengan kecerdasan matematis logis. Sehingga dalam GBPP mata pelajaran Agama Islam, khususnya mata pelajaran bahasa Arab, menggunakan metode excletic, aural-oral approach, membaca, menerjemahkan dan komunikasi aktif. Pendekatan sebagaimana ditetapkan untuk mata pelajaran lain seperti rasional, fungsional, emosional, kalbu, dsb tidak dimasukkan sebagai pendekatan mata pelajaran bahasa. Kenyataan ini akan
9
berakibat, bahasa hanya akan diminati oleh siswa yang menonjol dalam kecerdasan Lingusitik. Bagi mereka yang menonjol dalam keeradasan yang lain, sekedar formalitas mengikuti. Disamping analisis tersebut di atas, upaya menguak scopa materi PAI kemudian mencoba memasukkannnya dalam kotak-kotak MI, dapat diketahui bahwa MI sesungguhnya belum mampu mengakomodasi secara keseluruhan materi PAI. Terutama dalam masalah keimanan atau materi yang berhubungan dengan hal-hal ghaib, masih belum secara jelas dapat disentuh dengan meode-metode yang dapat dikembangkan dari teori MI. Memahami Allah dengan penalaran Ilmiah (kecerdasan matematis-logis) banyak digunakan dan membantu siswa untuk lebih mengenal Allah. Namun secara jujur, pengenalan yang demikian bisa dikategorikan baru mengenal kulit. Demensi agama yang sesungguhnya tak terbatas justru akan memacu para pemerhati kecerdasan manusia untuk lebih jauh dan lebih dalam mengenali kecerdasan manusia yang lain. Sejalan dengan hal itu, Gardner sendiri telah memprediski bahwa masih terbuka luas untuk ditemukannya kecerdasan yang lain.
4. Pengajaran PAI dengan pendekatan Delapan Kecerdasan anak didik Selanjutnya akan kitacoba untuk mengaplikasikan teori Multi Intlellegences sebagai itik tolak menentukan metode pengajaran agama. Contoh-contoh ini sengaja diambil dari materi mata pelajaran yang mungkin didekati dengan delapan kecerdasan manusia. a
Iman kepada Allah (Aqidah) Kecerdasan Lingusitik, ceramah tentang sifat-sifat Allah, cerita tentang kejadian yang menakjubkan dari sifat-sifat Allah, menghafal sifat-sifat Allah, menghafal dalil tentang sifat-sifat Allah, membuat karangan tentang kebesaran Allah mengumpulkan tulisan tentang Allah dari majalah atau surat kabar. Kecerdasan Matematis-Logis, membuat teka-teki silang tetang sifat-sifat Allah (game), mengklasifikasikan sifat Allah ke dalam sifat Wajib, Mustahil dan Jaiz (klasifikasi dan kategorisasi), menjelaskan sifat Allah dari angka matematis, mislanya angka 19, membuat analog sifat Allah dengan kehidupan mahluk, misalnya tentang sifat Mukhalafatu lil Hawaditsi dengan tukang kayu yang membuat meja (penalaran ilmiah)
atau meyajikan hitungan jarak dari alam
semesta, gerak rotasi dan revolusi,), dsb untuk lebih menyadari kebesaran Allah. Kecerdasan Spasial, menyajikan film tentang alam, atau tentang bencana alam, untuk lebih mengenal sifat-sifat Mulia Allah (video), menampilkan keadaan jagat raya/galaksi misalnya Nebula yang berbentuk Mawar Merah menyala untuk menunjukkan kebesaran Allah, mengamati tubuh dengan segala keajaibannya, misalnya rambut.
10
Kecerdasan Kinestetis-Jasmani, menggerakkan jari tangan, kaki, mata, bulumata, meditasi Kecerdasan Musik, menyanyikan lagu rohaniah yang menyadarkan eksistensi Allah, berdiskusi tentang demensi mistik sebagai salah satu bentuk Ayat Allah Kecerdasan Interpersonal, berdiskusi tentang keragaman bangsa, berdiskusi tentang rasa Cinta sebagai anugerah Ilahi, curah gagasan tentang fenomena alam, misla bencana Alam dengan Sifat Kasih-Sayang Allah. Kecerdasan Intrapersonal, membuat cerita tentang pengalaman pribadi yang dirasakan berhubungan erat dengan Allah, membuat tulisan tentang perasaan yang muncul dari sebuah feomena Kuasa Allah yang terjadi di alam, meditasi, Keceradasan Naturalis mengamati keagaman alam, keindahan bunga, bulu kupukupu, kesegaran buah dan sayur, dengan langsung mengjak ke alam nyata. b
Sholat (Fiqh) Kecerdasan Lingusitik, uraian tentang makna, syarat dan rukun sholat (ceramah), diskusi tentang seluk beluk sholat (dikusi), menulis tentang pengalaman melakukan sholat (jurnal) ceramah dari siswa tentang sholat (pidato), diskusi tentang etimologi dan terminologi sholat (permainan kata-kata). Kecerdasan Matematis-Logis, memahami hikmah matematis sholat hubungannya dengan sistem rotasi dan revolusi alam semesta (kalkulasi/kuantifikasi), menjelaskan urutan rukun sholat, sunah, mubah, haram (klasifikasi/kategorisasi), hafalan jumlah rekaat sholat wajib, sholat jama‟-qoshor (soal matematis), mengetahui masuknya waktu sholat berdasarkan posisi matahari/ posisi bayangan tubuh (soal matematis), menguji keyakinan siswa tetang manfaat sholat dengan memberikan pertanyaan menantang/ merendahkan ibadah sholat (pertanyaan ala sokrates), penalaran ilmiah, misalnya lebih dulu mana antara sholat khusyu‟ dengan mencegah perbuatan keji dan munkar, membuat teaki-teki silang tentang sholat (game dan teka-teki logika) Kecerdasan Spasial, anak diminta cerita setelah ia melakukan visualisasi dalam fikirannya tentang sholat jamaah Idul fitri (visualisasi), setelah membaca sebuah teori sholat, anak diminta memejamkan mata untuk menciptakan „papan tulis mental‟, kemudian menuliskan teori sholat di papan tulis itu. Pada kesempatan yang lain, guru melakukan evaluasi teori sholat dengan memerintahakan anak membayangkan kembali „papan tulis mental‟ itu dan membaca tulisan teori sholat yang sudah ada di sana (visualisasi), menggunakan gambar, film tentang kaifiyah sholat, menyajikan transparan atau tampilan tentang kaifiyah sholat menggunakan ragam warna yang manarik, dengan pilihan huruf dalam kalimat yang indah (penggunaan wara)
11
Kecerdasan Kinestetis-Jasmani, melakukan gerakan sholat, memaknai gerakan sholat dari hikmah kesehatan, melakukan diskusi tentang sholat, dimana dalam menjawab atau memberikan pendapat, siswa diminta untuk tunjuk jari atau melakukan gerakan lain yang disepakati kelas. Siswa lain diminta untuk megoreksi jawaban dari temannya dengan mengacungkan ibu jari kika betul sambil menagatakan sebuah kata, atau menunjukkan jari kelingking dengan meneriakkan sebuah kata saat jawaban seorang siswa salah. Kecerdasan Musik, menghafal syarat, rukun, sunnah, haramnya sholat dengan mengubah lagu yang sudah terkenal, menjadi sebuah lagu berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan syarat, rukun dan kaifiyah sholat Kecerdasan Interpersonal, melakukan sholat jamaah, menggilir siswa untuk menjadi imam, serta mendiskusikan hal tersebut bersama-sama, melakukan game (misal main kartu) bersama tentang sholat, diskusi tentang manfaat sholat atau keberatan sholat melalui curah gagasan, mengikuti jamaah sholat tarawih atau jumat, diskusi tentang hikmah sholat secara sosial, mengaitkan sholat dengan zakat. Kecerdasan Intrapersonal, menulis ceita tentang pengalaman „ajaib‟ yang berhubungan dengan sholat, melakukan refleksi amaliah sholat, menjelaskan bagaimana seseorang mencapai sholat khusyu‟ sehingga terasa dekat dengan Allah, memaknai sholat dari kajian psikologi atau tasawuf, yang lebih mengantarkan siswa pada pengenalan diri. Keceradasan Naturalis, melakukan sholat safar ketika karyawisata, sholat di lapangan, mengenali konsep sholat sebagai salah satu bentuk ibadah dan membandingkannya dengan bentuk ibadah mahluk lainnya (misal, ayam jago dengan berkokok, bulan dan matahari dengan berjalan dalam garis edarnya).
D. Penutup Multiple Intellegences (MI) adalah sebuah gebrakan dari model pembelajaran tradisional yang terkesan kaku dan membatasi. Penerapan Multiple Intellegence dalam pengajaran di sekolah akan menciptakan sebuah rancangan pengajaran menjadi menarik karena : 1. Memperhatikan keragaman kecerdasan peserta didik, sehingga setiap individu dengan keunikannya mendapat sebuah sajian yang sesuai dengan „seleranya‟ 2. Pengajaran tidak menjadi monoton, sebaliknya tercipta suasana dinamis, yang penuh gairah dan kreativitas dengan berubah-ubahnya metode yang digunakan oleh guru. 3. Kajian sebuah topik menjadi mendalam dan luas, karena pisau analisis sebuah masalah yang digunakan begitu banyak. Yang menjadi catatan bagi lembaga pendidikan Islam atau lebih khusus guru agama Islam adalah bahwa untuk menerapkan Multiple Intellegences dibutuhkan ketersedian sumber daya
12
manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Masalah klasik yang seringkali dimunculkan berkaitan dengan kreativitas mengajar, guru sering beralasan bahwa pengajaran yang baik membutuhkan biaya mahal karena harus menggunakan media tehnologi tinggi. MI menawarkan metode alamiah, yang berbasis pada kecerdasan anak. MI sejalan dengan konsep anak sebagai subject didik. Dalam teori memasak, seorang koki senantiasa memperhitungkan selera konsumen sebagai ukuran kelezatan sebuah masakan. Resep semahal apapun, menjadi tidak berharga ketika konsumen sebagai „penikmat‟ tidak terpenuhi atau terpuaskan tuntutan seleranya. Pendidikan dengan analog yang demikian adalah pendidikan yang menempatkan anak sebagai subyek didik. Kreativitas guru, peningkatan profesionalitas guru dan upaya inovasi pendidikan yang lainnya senantiasa mengacu pada upaya menyajikan sebuah pelajaran yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Aspek tehnologi tinggi atau ketersediaan sarana prasarana yang membutuhkan cost tinggi tidak lagi menjadi alasan untuk terjadinya interaksi belajar yang menarik dan sampai. Anne Taylor dalam “ Creating Future” menegaskan, “Mungkin sekolah (masa depan) tidak akan seperti sekolah (yang pernah ada sebelumnya). Mungkin kita akan menggunakan seluruh komunitas sebagai lingkungan belajar. (Revolus Belajar, 2002: 108) Manipulasi lingkungan hanya bisa dilakukan oleh guru kreatif, sehingga menciptakan model pembelajaran menarik dan sampai akan bergantung pada bagaimana kualitas guru.. Bill Gates mengatakan, “orang-orang di mana saja berada akan mampu mengikuti kursus terbaik yang dipandu oleh guru terbaik”. (ibid : 458)
DAFTAR PUSTAKA dePORTER, Bobbi dkk, 2002, Quantum Teaching, diterjemahkan oleh Ary Nilandari, Mizan Pustaka, Bandung, cet. IX. Dryden, Gordon & Jeannette Vos, 2002, Revolusi Cara Belajar (The leaning Revolution), diterjemahkan oleh Word +Transltion Service, Penerbit Kaifa, Bandung, cet. IV. Amstrong, Thomas a, 2002, 7 Kinds of Smart, diterjemahkan oleh T. Hermaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. b, 2003, Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intellegences di Dunia Pendidikan, diterjemahkan olehYudhi Murtanto, Penerbit Kaifa, Bandung, cet. II. Ringkasan KBK, Departemen pendidikan Nasional Pedoman mum PAI Sekolah Umum dan Sekolah Luar Biasa, Dirjen Bagais, Direktorat Madrasah dan PAI padaSekolah Umum Departemen Agama RI Lampiran II Keputusan Menag RI no 372 Th 1993, Kurikulum Diksar Berciri Khas Aga,ma Islam, GBPP MI, Dirjen Bagais, Depag RI
13