Aidil Alfin
MULTI-AKADDALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN IMPLEMENTASINYA DI PERBANKAN SYARIAH Aidil Alfin Abstracts :Social changes have significant influence to the various sides of life, including financial transactions. Construction contract which previously only known one contract for one transaction (al-'uqud alBasithah), now has grown to such an extent that in almost all the Shari'ah banking covenants built more than one contract for one-time transactions, for example Musharaka Mutanaqishah (merger between shirkah owned by Ijarah contract), Ijarah Muntahiy Bittamlik (merger between Ijarah contract and purchase) and Murabaha lil bi amir alsyira '(merging two sale and purchase agreement). In principle, the same legal origin of the hybrid contract with a single contract, it could be legitimate and can also be imperfect. Prohibition hybrid contract as the hadith of Abu Hurayrah is not absolute. During the merger agreement-contract does not contain ghahar / jahalah and does not lead to usury, the hybrid contract valid from the perspective of Islamic jurisprudence. Keywords : hybrid contact, fiqh, Islamic banking PENDAHULUAN Diskursus tentang akad dalam transaksi ekonomi syari’ah merupakan topik yang senantiasa menarik untuk dibahas, baik dari tataran teori ataupun implemetasi yang ada di lapangan.Secara historis, akad-akad yang mendasari sebuah transaksi mengalami evolusi dari konstruksi yang sederhana kepada bentuk yang lebih rumit. Kajian akad pada fikih klasik sederhana dan tidak rumit, karena konstruksinya hanya membicarakan satu akad untuk satu transaksi yang dikenal dengan istilah al-‘uqud al-Basithah (akad tunggal).Seiring dengan perkembangan zaman, konstruksi akad-pun
Staf Pengajar di STAIN Bukittinggi
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
1
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
semakin berkembang menjadi lebih variatif dan rumit.Contohnya praktek bai’ wafa’ yang muncul di kawasan Asia Tengah (Bukhara dan Balkhan) pada pertengahan abad kelima Hijriyah dan selanjutnya merambat ke Timur Tengah. Bay` al-Wafa` adalah suatu akad dimana seorang yang membutuhkan uang menjual barang kepada seseorang yang memiliki uang cash. Barang yang dijual tsb
tidak dapat
dipindah-pindah (real estate/property /`aqar) dengan kesepakatan kapan ia dapat mengembalikan harga barang tersebut maka ia dapat meminta kembali barang itu.1Munculnya bay’ wafa’ disebabkan oleh para pemilik modal tidak mau lagi memberikan hutang kepada orang-orang yang memerlukan uang, jika mereka tidak mendapatkan imbalan apapun.2 Dari perspektif konstruksi akad, terdapat dua bentuk akad pada bai’ wafa’, yakni jual beli (bai’) dan gadai (rahn).Praktek ini mengindikasikan bahwa akad tunggal sudah tidak responsif terhadap perkembangan transaksi keuangan dalam masyarakat. Praktek dua akad dalam satu transaksi (two in one) semakin mendapat tempat seiring dengan perkembangan industri keuangan syari’ah pada saat ini.Tuntutan transaksi keuangan modern, khususnya pada perbankan syari’ah mendorong adanya inovasi dalam akad untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin komplek. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah kazanah fikih klasik telah terlanjur menganut prinsip larangan menggabungkan dua akad dalam satu transaksi (two in one). Pandangan ini didasarkan kepada hadis-hadis yang secara zhahir melarang akad semacam ini. Setidaknya terdapat tiga hadis yang melarang akad dalam bentuk two in one ini, yaitu :
1.
Larangan dua jual beli dalam satu jual beli.
2Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin 3
ُﻮﻻﻟﻠ ﱠﮭِﺼَ ﻠ ﱠ ﺎﻟﻠ ﱠ ﮭُﻌَﻠ َﯿْﮭِﻮَ ﺳَﻠ ﱠﻤَ ﻌَﻨْ ﺒ َ ْﯿ َﻌﺘ َ ْﯿﻨ ِﻔ ِﯿﺒ َ ْﯿ َﻌ ٍﺔ ُ ﻋَﻨْﺄ َﺑ ِﯿﮭُﺮَ ﯾْﺮَ َةﻗ َﺎﻟَ ﻨ َﮭ َ ﺮَ ﺳ
Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari dua jual beli dalam satu akad jual beli. 2.
Larangan menggabungkan bai’ dan salaf 4
ٍُﻮﻻﻟﻠ ﱠﮭِﺼَ ﻠ ﱠ ﺎﻟﻠ ﱠ ﮭُﻌَﻠ َﯿْﮭِﻮَ ﺳَﻠ ﱠﻤَ ﻌَﻨْ ﺒ َﯿْﻌٍ ﻮَ ﺳَﻠ َﻒ ُ ِوﺑﯿْﺒ ٍ ﻌَﻨْﺄ َﺑ ِﯿﮭِ ﻌَﻨْﺠَ ﱢﺪ ِھﻘ َﺎﻟ َﻨ َﮭ َ ﺮَ ﺳ َﻤْﺮ َﻌ ُﻋَﻨْ ْﻌﻨ ِﺸ
Dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari menjual dengan meminjamkan”. 3.
Larangan Shafqataini fi shafqatin. 5
ُﻮﻻﻟﻠ ﱠﮭِﺼَ ﻠ ﱠ ﺎﻟﻠ ﱠ ﮭُﻌَﻠ َﯿْﮭِﻮَ ﺳَﻠ ﱠﻢَ ﻋﻦ ﺻﻔﻘﺘﯿﻦ ﻓﻰ ﺻﻔﻘﺔ واﺣﺪة ُ ﻧ َﮭ َ ﺮَ ﺳ
“Rasulullah saw melarang dua akad dalam satu transaksi” Ketiga hadis di atas secara zhahir melarang penerapan dua akad dalam satu transaksi. Konstruksi akad yang terbentuk lebih dari satu akad partikuler dikenal dengan nama multi-akad (Dalam bahasa Inggeris disebut :hybrid Contracts). Buku-buku teks fikih muamalah kontemporer, beragam,
menyebut istilah multi akad dengan istilah yang seperti
al-’uqûd
al-murakkabah, al-’uqûd al-
muta’addidah, al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd al-mujtami’ah, dan al-’Ukud al-Mukhtalitah.Namun istilah yang paling populer ada dua macam, yaitu al-ukud al-murakkabah dan al-ukud al mujtami’ah. Secara istilah, yang dimaksud multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih –seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah, sharaf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah … dst.– sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
3
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.”6 Dengan banyaknya transaksi moderen yang menggunakan multi akad sebagaimana disinggung di atas, kini atau bahkan pada dasawarsa terakhir ini mulai ramai diperbincangkan para pakar fikih sekitar keabsahan dari multi akad. Sejumlah tulisan, mulai tulisan berbentuk artikel sampai dengan tulisan ilmiah serius seperti tesis dan disertasi bermunculan. Upaya untuk mengkaji topik ini secara serius
patut
diapresiasi,
mengingat
pentingnya
memberikan
pemahaman yang benar terhadap masyarakat tentang urgensi bermuamalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Tanpa memahami konsep dan teori hybrid kontracts, maka seluruh stake holdersekonomi syariah akan mengalami kesalahan, sehingga
dapat
menimbulkan
kemudharatan,
kesulitan
dan
kemunduran bagi industri keuangan dan perbankan syariah. Semua pihak yang berkepentingan dengan ekonomi syariah, mesti memahami dengan tepat konsep ini, mulai dari dirjen pajak, regulator (BI dan OJK), bankers/praktisi LKS, DPS, notaris, auditor, akuntan, pengacara, hakim, dosen (akademisi). Jadi semua pihak yang terkait dengan ekonomi dan keuangan syariah wajib memahami teori dan praktek ini dengan tepat dan dengan baik. Bank-bank
syariah
yang
ingin
mengembangkan
dan
menginovasi produk harus memahami teori multi akad (hybrid contracts) agar bank syariah bisa unggul dan dapat bersaing dengan konvensional. Dengan demikian, peranan hybrid contracts sangat penting bagi insdustri perbankan dan keuangan. Jangan sampai terjadi banker syariah menolak peluang yang halal Salah satu standar untuk menilai suatu produk apakah telah memenuhi prinsip syariah atau tidak adalah dengan memperhatikan akad-akad dan berbagai ketentuannya yang digunakan dalam produk 4Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
tersebut. Jika dilakukan analisis terhadap akad yang dijadikan dasar pijakan dalam produk-produk keuangan syariah, ternyata sebagian dari produk tersebut mengandung lebih dari satu akad. Contohnya dalam transaksi kartu kredit syariah, terdapat beberapa akad yaitu akad ijarah, qardh, dan kafalah; obligasi syariah mengandung sekurang-kurangnya akad mudharabah (atau ijarah) dan wakalah, serta terkadang disertai kafalah atau wa’d; Islamic Swap mengandung beberapakali akad tawarruq, bai’, wakalah, sharf dan terkadang atau selalu disertai wa’d. Perbincangan dan perdebatan mengenai keabsahan multi akad ini muncul bukan tanpa sebab. Selain adanya sejumlah hadis Nabi –sekurangnya tiga buah hadis sebagaimana dipaparkan di atas—secara lahiriah (ma’na zhahir)— yang menunjukkan larangan penggunaan multi akad, juga didorong oleh pandangan sebagian ulama yang berpendapat bahwa multi akad ini hanyalah merupakan helah untuk menghindar dari riba. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis produkproduk perbankan syari’ah yang dibangun dengan konstruksi model multi akad dan bagaimana pandangan fikih muamalah terhadap konstruksi model multi akad yang diterapkan tersebut dari sisi apakah sejalan atau tidak dengan prinsip-prinsip muamalah. PEMBAHASAN 1.
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih
a.
Pengertian Multi Akad Multi akad atau hybrid contracts(bhs Inggris) berarti akad
berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu akad.Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitual-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
5
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
(rangkap). Al-’uqûd
al-murakkabah terdiri
dari
dua
kataal-
’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al-murakkabah. Kata ‘aqd (ind: akad) secara etimologi artinya ikatan, perjanjian, atau permufakatan.7 Dalam kamus Lisan al-Arabi disebutkan ” 'aqd al-ahd" yang berarti membuat perjanjian, "'aqd al-yamin ", yang berarti membuat sumpah dan kalimat " 'uqdat al-nikah" yang berarti persetujuan nikah atau kesepakatan nikah. Dengan demikian kata akad mengandung pengertian perjanjian resmi dan penunaian atau pelaksanaan. Secara terminologis terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang pengertian akad/kontrak.Sebagian ulama mendefinisikan dalam skop yang luas dan sebagian lagi mencoba membatasi
pengertiannya.Abu
Bakar
al-Razi
misalnya,
mendefinisikan akad secara luas, yaitu meliputi setiap perbuatan yang dapat menimbulkan perikatan, baik antara dua pihak atau sepihak.8 Berdasarkan definisi ini akad tidak mesti lahir dari tindakan dua pihak, seperti jual-beli, sewa-menyewa dan sebagainya, akan tetapi akad juga dapat terjadi dengan tindakan sepihak, misalnya pengguguran hutang, wasiat, talak dan lain-lain. Sebagian ulama fikih, berpendapat bahwa kontrak adalah perpaduan antara penawaran (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dinyatakan sebagai kewajiban dan perjanjian antara dua pihak yang mengadakan kontrak atas suatu hal.9Seandainya tindakan tersebut hanya dilakukan sepihak, maka bukan dinamakan akad sekalipun mempunyai akibat hukum. Kata al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti aljam’u yang berarti pengumpulan atau penghimpunan. Murakkab juga berarti
ganda
sebagai
lawan
dari
kata
mufrad
(yang
berartitunggal).10Kata murakkab sendiri berasal dari kata “rakkabayurakkibu-tarkîban” yang mempunyai beberapa pengertian, yaitu :11 a. Meletakkan sebahagian atas bahagian yang lain. 6Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
b. Menyusun beberapa bahagian menjadi satu. c. Meramu sesuatu dari berbagai bahan/sumber yang berbeda. Dari tiga pengertian di atas, walaupun berbeda redaksinya namun secara substansi mempunyai makna yang sama, yaitu menggabungkan beberapa sumber atau bahan yang berbeda menjadi satu, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru dengan nama yang baru
pula.
Dengan
demikian
pengertian
al-’uqûd
al-
murakkabahsecara etimologi adalah gabungan beberapa akad menjadi satu dengan nama yang baru. Secara
terminologi
pengertian
al-’uqûd
al-
murakkabah dikemukakan oleh beberapa penulis.Nazih Hammad dalam bukunya Qadhaya Fiqhiyah Mu’ashirah Fi al-Mal wa al-Iqtishad menggunakan istilah al-’uqûd al-Muta’addidah untuk al-’uqûd almurakkabah ini. Menurut beliau al-’uqûd al-Muta’addidahadalah12: “Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih –seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah, sharaf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah, ji’alah … dst.– sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.” Menurut Al-‘Imrani, al-‘uqud murakkabah adalah:13 “Himpunan beberapa akad kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad –baik secara gabungan maupun secara timbal balik– sehingga seluruh hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad.” Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa multi akad atau al-‘uqud murakkabah adalah satu kontrak yang dilakukan oleh dua pihak dengan cara menghimpun dua akad atau lebih yang dipandang sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dan mempunyai satu akibat hukum.
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
7
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
b. Bentuk-Bentuk Multi Akad Menurut Muhammad bin Abdullâh al-‘Imrâni dalam bukunya al-’uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah,, multi akad terbagi kepada 5 bentuk, yaitu : al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd al-mujtami’ah, al’uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah, al’uqûd al-mukhtalifah, al-’uqûd al-mutajânisah.14 Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang pertama; al-’uqûd al-mutaqâbilah dan al-’uqûd
al-mujtami’ah
merupakan
multi
akad
yang
lazim
dipraktekkan di lembaga keuangan syariah.15Berikut penjelasan dari lima macam multi akad tersebut. 1) Al-’uqûd al-mutaqâbilah (Akad Bergantung/Akad Bersyarat) A-’uqûd al-Mutaqâbilah adalah multi akad dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama, di mana kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu bergantung dengan akad lainnya. Contohnya al-’uqûd al-mutaqâbilah ; “aku beli rumahmu dengan harga sekian dengan syarat engkau jual rumahmu kepadaku dengan harga sekian atau engkau sewakan rumahku kepadaku dengan harga sekian dan sebagainya.16 Dalam kajian fikih klasik, para ulama telah membahas tema ini,
baik
yang
berkaitan
dengan
hukumnya,
atau
model
pertukarannya; misalnya antara akad pertukaran (mu'âwadhah) dengan akad tabarru’, antara akad tabarru' dengan akad tabarru' atau akad
pertukaran
dengan
akad
pertukaran.Ulama
biasa
mendefinisikan model akad ini dengan akad bersyarat (isytirâth ‘aqd bi ‘aqd).
8Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
2)
Al-’uqûd al-mujtami’ah (Akad Terkumpul) Al-’uqûd al-mujtami’ah adalah dua atau lebih akad yang
terhimpun dalam satu akad. Berhimpunnya dua atau lebih akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, atau berhimpunnya dua akad yang berbeda akibat hukumnya dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga, atau berhimpunnya dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu yang berbeda. Contohnya; "Saya jual rumah ini kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan harga lima ratus ribu". Multi akad dalam bentuk al-mutaqabilah dan mujtami'ah ini adalah multi akad yang umum dipraktekkan pada masa sekarang. 3).
Al-’uqûd
al-mutanâqidhah
wa
al-mutadhâdah
wa
al-
mutanâfiyah (Akad berlawanan) Dari sudut bahasa ketiga istilah tersebut; al-mutanâqidhah, almutadhâdah dan al-mutanâfiyah memiliki kedekatan makna, yaitu berbeda, membatalkan dan salah satu meniadakan yang lain. Sedangkan secara terminologi ketiga istilah tersebut bermaksud akad yang tidak mungkin bergabung menjadi satu atau akad-akad yang tidak mungkin disatukan menurut syara’.17 Dalam hal ini fuqaha’ berbeda dalam memandang mana akad yang berlawanan dan mana yan tidak. Misalnya akad jual beli dengan akad sharf atau akad jual beli dengan akad sewa,sebahagian memandang
keduanya
berlawanan
dan
sebahagian
lain
memandangnya tidak. 4). Al-’uqûd al-mukhtalifah (akad berbeda) Al-uqudmukhtalifah adalah berrhimpunnya dua akad atau lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad itu atau sebahagiannya.Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
9
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
jual beli dan sewa, dalam akad sewa dikaitkan dengan waktu, sedangkan dalam jual beli tidak. Contoh lain, akad ijârah dan salam. Dalam salam, harga harus diserahkan pada saat akad, sedangkan dalam ijârah, harga sewa tidak harus diserahkan pada saat akad.18 Ruang lingkup multi akad yang mukhtalifah lebih luas dibandingkan dengan multi akad mutanâqidhah, mutadhâdah, dan mutanâfiyah.Meskipun kata mukhtalifah lebih umum dan dapat meliputi ketiga jenis yang lainnya, namun dalam akad-akad yang mukhtalifah masih dapat dipertemukan menurut syariat. 5) Al-’uqûd al-mutajânisah (akad sejenis) Al-’uqûd al-mutajânisah adalah akad-akad yang mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak mempengaruhi dari segi hukum dan akibat hukumnya.Multi akad jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa jenis seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Multi akad jenis ini dapat pula terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang sama atau berbeda. c. Kedudukan Hukum Multi Akad Perspektif Fikih Landasan hukum multi akad merujuk kepada beberapa hadis Nabi SAW yang mengindikasikan larangan melakukan dua akad dalam satu transaksi.Setidaknya ada tiga hadis yang menjadi dasar pelarangan multi akad ini, sebagai berikut. 1)
Larangan dua jual beli dalam satu jual beli
َُوﺑﱟﻮَ ﯾ َﻌْﻘ ُﻮﺑُﺒْﻨ ُﺈ ِﺑْﺮَ اھِﯿﻤَﻮَ ﻣُﺤَ ﻤﱠ ُﺪﺑْﻨ ُﺎﻟْﻤُﺜ َﻨ ﱠ ﻘ َﺎﻟ ُﻮاﺣَ ﺪﱠﺛ َ ﻨَﺎﯾ َﺤْ ﯿ َ ﺒْﻨ ُﺴَﻌِ ﯿﺪٍﻗَﺎﻟ َ ﺤَ ﺪﱠﺛَ ﻨ َﺎﻣُﺤ أ َﺧْ ﺒ َﺮَ ﻧ َﺎﻋَﻤْْﻨ ُﺮ َﻌﻠ ِﯿ ِ ُﻮﻻﻟﻠ ﱠﮭِﺼَ ﻠ ﱠ ﺎﻟﻠ ﱠ ﮭُﻌَﻠ َﯿْﮭِﻮَ ﺳَﻠ ﱠﻤَ ﻌَﻨْ ﺒ َ ْﯿ َﻌﺘ َ ْﯿﻨ ِﻔ ُ َﻤْﺮﱠﺛ ٍَوﻗﻨَﺎأَﺎﻟ َ ﺑُﻮﺳَﻠ َﻤَ ﺔ َﻋَﻨْﺄ َﺑ ِﯿﮭُﺮَ ﯾْﺮَ ة َﻗ َﺎﻟ َﻨ َﮭ َ ﺮَ ﺳ ﻣﱠ ُﺪﺑْﻨ ُﻌَﺤَ ﺪ 19 ﯾﺒ َ ْﯿ َﻌ ٍﺔ
10Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
Telah mengabarkan kepada kami 'Amru bin Ali dan Ya'qub bin Ibrahim dan Muhammad bin Al Mutsanna mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Amru, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari dua jual beli dalam satu akad jual beli. 2)
Larangan menggabungkan jual beli beli dan salaf (pinjaman)
ُﻮﻻﻟﻠ ﱠﮭِﺼَ ﻠ ﱠ ُ ﻀ ﱠﺎﻛُﺤﺒْﻨ ُﻌُﺜْﻤَ ﺎﻧ َﻌَﻨْ ﻌَﻤْﺮِو ْﺑﻨ ِﺸُ َﻌﯿْﺒ ٍ ﻌَﻨْﺄ َﺑ ِﯿﮭِ ﻌَﻨْﺠَ ﱢﺪ ِھﻘ َﺎﻟ َ َﻨﮭ َ ﺮَ ﺳ َﻜْﺮاﻟْﺤَ ﻨ َﻔ ِﯿﱡﺤَ ﺪﱠﺛ َ ﻨَﺎاﻟ ﱠ ٍ ﺣَ ﺪﱠﺛ َﻨ َﺎأ َ ﺑُﻮﺑ 20 ٍﺎﻟﻠ ﱠ ﮭُﻌَﻠ َﯿْﮭِﻮَ ﺳَﻠ ﱠﻤَ ﻌَﻨْ ﺒ َﯿْﻌٍ ﻮَ ﺳَﻠ َﻒ Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Hanafi telah menceritakan kepada kami Adl-dlahhak bin Utsman dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari menjual dengan meminjamkan”. 3)
Larangan menggabungkan dua akad dalam satu transaksi 21
ُﻮﻻﻟﻠ ﱠﮭِﺼَ ﻠ ﱠ ﺎﻟﻠ ﱠ ﮭُﻌَﻠ َﯿْﮭِﻮَ ﺳَﻠ ﱠﻢَ ﻋﻦ ﺻﻔﻘﺘﯿﻦ ﻓﻰ ﺻﻔﻘﺔ واﺣﺪة ُ ﻧ َﮭ َ ﺮَ ﺳ
“Rasulullah saw melarang dua akad dalam satu transaksi” Beberapa hadis yang telah dikemukakan di atas secara sharih mengharamkan “dua jual beli dalam satu jual beli”, “jual beli dengan pinjaman” dan “menggabungkan dua akad dalam satu transaksi.” Hal mana sudah menjadi kesepakatan di kalangan ulama.Namun mereka berbeda pendapat tentang penafsiran dari hadis tersebut. Abu Isa berkata; Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih dan menjadi pedoman amal menurut para ulama.Sebagian ulama menafsirkan hadits ini, mereka mengatakan; maksud dua penjualan dalam satu transaksi adalah perkataan seseorang; Aku menjual pakaian ini kepadamu dengan tunai seharga sepuluh dan kredit seharga dua puluh tanpa memisahkannya atas salah satu dari dua transaksi. Jika ia memisahkannya atas salah satu dari kedua
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
11
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
transaksi tersebut maka tidak apa-apa selama akadnya jatuh pada salah satu dari keduanya. Al-Syafi'i berkata; Termasuk makna dari larangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang dua transaksi dalam satu kali jual beli adalah perkataan seseorang; Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu, tata cara jual beli seperti ini berbeda dengan tata cara jual beli barang yang tidak diketahui harganya dan salah satu dari keduanya (penjual dan pembeli) tidak mengetahui transaksi yang ia tujukan. Menurut Nazih Hammad, makna dua jual beli dalam satu jual beli mengandung dua penafsiran, yaitu :22 Pertama;
menggabungkan
akad
pertama
kepada
kesempurnaan akad yang kedua dalam jual beli tanpa menentukan akad mana yang dipilih dari kedua akad tersebut ketika mereka berpisah.Illat pengharamannya adalah ketidak jelasan harga barang tersebut. Kedua;
Seseorang
(Hasan)
menjual
barang
seharga
2.000.000,- dengan cara hutang dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun) kepada orang lain (Husin) di mana Husin menjual kembali barang tersebut kepada Hasan dengan harga 1.000.000,- secara tunai. Cara seperti ini diharamkan karena hanya merupakan hailah untuk menghindari riba, karena pada prinsipnya akad yang dilakukan adalah Hasan menghutangkan uang kepada Husin sejuta dalam jangka waktu satu tahun, dengan pengembalian 2.000.000,Beradasarkan
dua
penafsiran
di
atas,
larangan
menggabungkan dua akad dalam satu jual beli disebabkan adanya indikasi
kepada
gharar
dan
‘illat
ribawi.Oleh
12Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
karena
itu,
Aidil Alfin
penggabungan akad yang tidak mengandung kedua hal tersebut tidaklah diharamkan. Menggabungkan dua akad dalam pandangan para ulama mazhab dibolehkan. Berikut contoh legalisasi menggabungkan dua akad di kalangan ulama mazhab :23 a.
Ulama Hanafiyah : membolehkan penggabungan akad jual beli dengan ijarah (sewa) berdasarkan konsep istihsan.
b.
Ulama Malikiyah : membolehkan menggabungkan beberapa akad dalam satu akad berdasarkan kaedah apabila syariat membolehkan akad yang berdiri sendiri, maka sah pula jika digabungkan.
c.
Ulama Syafi’iyah : membolehkan menggabungkan antara jual beli dan ijarah, demikian pula antara salam dengan ijarah.
d.
Ulama Hanabilah :membolehkan menggabungkan antara akad qardh (hutang piutang) dengan wakalah dalam satu akad.
Dasar ijtihad para ulama melegalkan penggabungan beberapa akad menjadi satu bahwa larangan menggabungkan dua jual beli dalam satu jual beli sebagaimana hadis Abu Hurairah di atas tidak bersifat mutlak.Selama penggabungan akad-akad tersebut tidak mengandung gharar/jahalah dan tidak membawa kepada riba, maka hal ini tidak termasuk kepada kategori larangan hadis tersebut. Menurut Nazih Hammad, hukum asal multi akad sama dengan akad tunggal, bisa jadi sah dan bisa pula fasid.24Namun syarat-syarat yang berlaku pada multi akad tentunnya berbeda dengan syarat-syarat akad tunggal menurut karakteristik masing-masing. Ini sejalan dengan kaedah fikih yang sudah populer : 25
اﻷﺻﻞ ﻓﻲ اﻟﻤﻌﺎﻣﻠﺔ اﻹﺑﺎﺣﺔ ﺣﺘﻲ ﯾﺪل اﻟﺪﻟﯿﻞ ﻋﻠﻲ ﺗﺤﺮﯾﻤﮭﺎ
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
13
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
“Prinsip dasar dalam muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya (mengharamkannya).” Kaedah ini memberi petunjuk bahwa segala bentuk mu'amalah dan aktivitas ekonomi
yang merupakan hasil kreasi
manusia dibolehkan atau diizinkan, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip umum berusaha atau bermuamalah yang terdapat di dalam al-Quran dan al-Sunnah. Ketika pengharaman multi akad tidak bersifat mutlak, maka perlu ditetapkan prinsip-prinsip dasar yang membedakan multi akad yang sah dengan yang fasid. Prinsip umum multi akad yang sah adalah terhindar dari riba, gharar dan berbagai larangan dalam transaksi.Jika multi akad bersih dari segala bentuk larangan tersebut, maka hukumnya kembali pada hukum asal kebolehan akad.Demikian sebaliknya, jika mengandung salah satu hal yang diharamkan, maka hukum menjadi fasid. Beberapa faktor yang menjadikan multi-akad menjadi fasid adalah sebagai berikut : 26 1) Menggabungkan dua akad atau lebih yang dilarang oleh nash syari’ah, yaitu a.
Menggabungkan dua jual beli dalam satu jual beli.
b.
Menggabungkan jual beli dengan salaf (pinjaman).
c.
Menggabungkan dua akad dalam satu akad.
2) Menggabungkan dua akad yang saling bertentangan hukumnya, contohnya menggabungkan akad jual beli dengan ju’alah, nikah, qardh, sharf, syirkah dan musaqah. 3) Akibat hukumnya membawa kepada perkara yang diharamkan, misalnya riba. Jika akadnya berdiri sendiri-sendiri maka hukumnya boleh. Contohnya ;
14Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
a.
Mensyaratkan akad jual beli pada akad hutang piutang (qarah) yang bisa terjebak kepada riba.
b.
Jual beli ‘Inah, yaitu akad jual beli terhadap satu objek dengan harga tangguh dan kemudian dijual kembali dengan harga tunai.
4) Menggabungkan akad mu’awadhah (akad komersil) dengan akad tabarru’ (tolong menolong/sosial). Demikian beberapa prinsip terkait dengan multi akad yang diharamkan.Selama multi akad terhindar dari hal yang diharamkan di atas, maka hukumnya menjadi sah dengan ketentuan memenuhi syarat-syarat terkait dengan setiap jenis akad tersebut.
2.
Implementasi Multi Akad Dalam Transaksi Keuangan Modern Dalam sistem keuangan kontemporer banyak bermunculan
transaksi yang merupakan konstruksi dari multi akad. Dalam Penelitian ini akan dijelaskan 3 bentuk multi akad yang lazim dipraktekan dalam sistem keuangan Islam kontemporer, yaitu ; Musyarakah Mutanaqishah, Ijarah Muntahiy Bittamlik dan Murabahah lil amir bi al-syira’. 1.
Musyarakah Mutanaqishah (diminishing partnership) Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari
akad musyarakah atau syirkah.Secara etimologi syirkah berarti percampuran (ikhtilâth), yaitu bercampur antara dua hal sehingga sulit membedakan antara keduanya.Apabila air bercampur dengan gula
dinamakan
syirkah,
karena
hampir
tidak
mungkin
dipisahkan.Kemudian kata syirkah ini terpakai dalam istilah akad
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
15
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
(transaksi) sekalipun tidak terdapat percampuran antara dua hal.27Musyarakah atau syirkah adalah adalah kesepakatan antara dua pihak untuk bekerjasama dalam modal dan usaha untuk memperoleh keuntungan, di mana keuntungan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan.28Sementara
mutanaqishah
berasal
yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun
dari
yang
kata berarti
mengurangi secara bertahap.29 Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.30 Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Implementasi musyarakah mutanaqishah dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda).Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana
yang
dimiliki
oleh
bank
syariah.
Perpindahan
kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang
dilakukan
nasabah.Hingga
angsuran
berakhir
berarti
kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Di
dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur
kerjasama (syirkah milk) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama 16Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
kepemilikan.
Sementara
sewa
merupakan
kompensasi
yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut.
Keterangan Gambar : 1. Negosiasi Angsuran dan Sewa 2. Akad/kontrak Kerjasama 3. Beli barang (Bank/nasabah) 4. Mendapat Berkas dan Dokumen 5. Nasabah Membayar Angsuran dan Sewa 6. Bank Syariah Menyerahkan Hak Kepemilikannya Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan suatu barang, adalah:31 1. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra
dalam
dibutuhkan
pembiayaan/pembelian
nasabah
dengan
suatu
menjelaskan
barang data
yang
nasabah,
diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulan nasabah, Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
17
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang sebut. Pengajuan
permohonan
dilengkapi
dengan
persyaratan
administrative pengajuan pembiayaan yang berlaku pada masingmasing bank dan yang telah ditentukan dalam pembiayaan syariah. 2. Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan
barang
tersebut
secara
kualitatif
maupun
kuantitatif. 3. Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan,
maka
bank
menerbitkan
surat
persetujuan
pembiayaan (offering letter) yang didalamnya antara lain: a. Spesifikasi barang yang disepakati; b. Harga barang; c. Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan; d. Jangka waktu pelunasan pembiayaan; e. Cara pelunasan (model angsuran); f. Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah. 4. Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungi
distributor/agen
untuk
ketersediaan
barang
tersebut sesuai dengan spesifikasinya. 5. Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah
yang
(kemitraan),
memuat
persyaratan
persyaratan sewa
penyertaan
menyewa
dan
modal
sekaligus
pengikatan jaminan berupa barang yang diperjualbelikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya. Penyerahan barang dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah bank dan nasabah melunasi harga pembelian barang kepada distributor/agen. Setelah barang diterima 18Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati. 2.
Ijarah Muntahiyy Bittamlik (IMBT) Ijarah Muntahiyy Bittamlik (selanjutnya disingkat IMBT)
secara bahasa berarti sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan atau disebut juga dengan istilah sewa-beli.Ijârah secara etimologi berarti upah, sewa, ganti, menjual manfaat atau jasa. Kata lain yang sering juga dipakai untuk istilah ijârahadalah kirâ' ()اﻟﻜ ﺮاء, keduanya merupakan sinonim.32 Sedangkan secara terminologi ada berbagai definisi yang dikemukakan oleh ulama sesuai dengan mazhab masing-masing, antara lain: Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah ijârahadalah :33
ﻋﻘﺪ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﺑﻌﻮض وھﻮ اﻟﻤﺎل “Transaksi terhadap manfaat dengan adanya ganti, yaitu dalam bentuk harta.” Menurut ulama Syafi’iyah :34
ﺗﻤﻠﯿﻚ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻣﻘﺼﻮدة ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻗﺎﺑﻠﺔ ﻟﻠﺒﺬل واﻹﺑﺎﺣﺔ ﺑﻌﻮض ﻣﻌﻠﻮم “Pemilikan manfaat terhadap sesuatu yang mempunyai nilai materi dan diketahui yang bisa dipindahtangankan dan bersifat mubah dengan adanya ganti/imbalan tertentu.”
Pada zaman moderen ini muncul inovasi baru dalam ijarah, dimana sipeminjam dimungkinkan untuk memiliki objek ijarahnya diakhir periode peminjaman.Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarah ini disebut sebagai Ijarah Mumtahiyah Bittamlik (IMBT).atauijarah wa iqtina’. Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
19
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
Ijarah mumtahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesui dengan akad sewa.35 IMBT merupakan gabungan dari akad ijarah dan jual beli.Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat
IMBT
akan
lebih
bernuansa
ijarah.
Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang dimaksud pada akhir periode.Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli dilakukan.
Tahapan pelaksanaan IMBT di perbankan syariah adalah sebagai berikut:36 20Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
a.
Adanya permintaan untuk menyewa beli barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah kepada bank syari’ah.
b.
Wa’ad antara bank dan nasabah untuk menyewa beli barang dengan harga sewa dan waktu sewa yang disepakati.
c.
Bank Syari’ah mencari barang yang diinginkan untuk disewa beli oleh nasabah.
d.
Bank syari’ah membeli barang tersebut dari pemilik barang
e.
Bank syari’ah membayar tunai barang tersebut.
f.
Barang diserahterimakan dari pemilik barang kepada bank syari’ah.
g.
Akad antara bank dengan nasabah untuk sewa beli.
h.
Nasabah membayar sewa di belakang secara angsuran.
i.
Barang diserahterimakan dari bank syari’ah kepada nasabah, dan
j.
Pada akhir periode, dilakukan jual beli antara bank syari’ah dan nasabah.
Perlu diperhatikan bahwa dalam praktek di beberapa bank, komitmen untuk membeli barang pada akhir periode atau dengan menggunakan IMBT yang dituang dalam wa`ad, cenderung bersifat keharusan atau wajib bagi nasabah. Dalam fatwa DSN MUI ditetapkan beberapa ketentuan atau syarat yang harus dipenuhi dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi alTamlik sebagai berikut:37 1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad alIjarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. 2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi alTamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani. 3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
21
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
4. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai. 5. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd ( ) اﻟﻮﻋﺪ, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai. 6. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 7. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Beberapa persyaratan atau ketentuan di atas ditetapkan untuk menjadi
pedoman
bagi
lembaga
keuangan
syari’ah
dalam
mengimplementasikan IMBT. 3.
Al-Murabahah lil Amir bi al-Syira‘ Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Sami Hasan
Hamoud tahun 1970-an, maksudnya adalah transaksi jual beli dimana nasabah datang kepada pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan membeli komoditas tersebut secara murabahah, dan nasabah akan membayar dengan cicilan berkala sesuai dengan kemampuan financial yang dimiliki.38 Menurut Muhammad Sulaiman Asghar, Murabahah lil amir bi al-syira’ adalah kesepakatan antara pihak bank dan nasabah dimana 22Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
bank membelikan sebuah komoditas dan nasabah wajib membelinya dari pihak bank, begitu juga pihak bank wajib menjualnya kepada nasabah dengan cara cicilan atau kontan.39 Dari dua definisi di atas diketahui bahwa murabahah lil amir bi al-syira’ didasarkan atas kesepakatan antara nasabah dengan bank untuk membelikan komoditi tertentu, dimana nasabah berkewajiban untuk membelinya dari bank dengan harga yang telah disepakati secara angsuran.
Tahapan-tahapan murabahah lil amir bi al-syira’ diantaranya: 1) Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan barang kepada pihak bank dengan spesifikasi tertentu. 2) Bank membeli kepada supplier atas nama bank sendiri, dan jual beli ini harus sah dan bebas dari riba 3) Setelah komoditas tersebut resmi menjadi milik bank, kemudian bank menawarkan asset tersebut kepada nasabah.
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
23
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
Dalam prakteknya di perbankan syariah di Indonensia murabahah lil amir bi al-syira’ dikenal dengan namaMurabahah KPP (Kepada Pemesan Pembelian/ Deferred Payment Sale).40 Akad ini melibatkan tiga pihak yaitu: pembeli, lembaga keuangan dan penjual. Prosesnya: 1.
pembeli (nasabah) memohon kepada lembaga keuangan untuk membeli barang, misal mobil;
2.
lembaga keuangan kemudian membeli barang dari penjual (dealer mobil) secara kontan;
3.
lembaga keuangan selanjutnya menjual lagi barang itu kepada pembeli dengan harga lebih tinggi, baik secara kontan, angsuran, atau bertempo.41 Pada
Murabahah
KPP
ini
terdapat
dua
akad
yang
digabungkan.Pertama: akad jual-beli antara lembaga keuangan dan penjual (dealer motor). Kedua: akad jual-beli antara lembaga keuangan dan pembeli (nasabah). Kedua akad ini digabungkan menjadi satu akad dalam sebuah multi akad yang diberi namaMurabahah KPP (yang sering disingkat Murabahah saja). Perlu diberi catatan di sini, bahwa akad Murabahah KPP ini tidak sama persis dengan akad murabahah yang asli (basithah), yaitu jualbeli pada harga modal (pokok) dengan tambahan keuntungan yang diketahui dan disepakati oleh penjual dan pembeli. Jadi, dalam murabahah asli hanya ada dua pihak, yaitu penjual dan pembeli, sedangkan murabahah di bank syariah ada tiga pihak yaitu: penjual, pembeli, dan lembaga keuangan syariah.
PENUTUP 1. Kesimpulan 24Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
a.
Pada prinsipnya hukum asal hybrid contract sama dengan akad tunggal, bisa jadi sah dan bisa pula fasid. Larangan hybrid contract sebagaimana hadis Abu Hurairah tidak bersifat mutlak. Selama penggabungan akad-akad tersebut tidak mengandung gharar/jahalah dan tidak membawa kepada riba, maka hybrid contract sah dari perspektif fikih.
b.
Produk-produk perbankan syari’ah yang dibangun dengan konstruksi
model
hybrid
contracts
sangat
variatif,
diantaranya yang lazim dipraktekan dalam sistem keuangan Islam
kontemporer
adalah
Musyarakah
Mutanaqishah
(penggabungan antara syirkah milik dengan akad ijarah), Ijarah Muntahiy Bittamlik (penggabungan antara akad ijarah dan jual beli) dan Murabahah lil amir bi al-syira’ (penggabungan dua akad jual beli). 2. Saran a. Demikian urgennya konsep dan perkembangan multi akad dalam dunia perbankan, maka multi akad patut dijadikan satu mata perkuliahan pada program studi muamalah dan ekonomi syari’ah. b. Diperlukan sosialisasi yang lebih intens dan kontinyu terhadap stakeholders dan penggiat ekonomi syari’ah, terutama terkait dengan karakteristik akad yang dipraktekkan di lembaga keuangan syari’ah.
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
25
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
END NOTES
1
Ibnu Âbidîn, Hâsyiah Radd al-Mukhtâr ‘Âlâ al-Dar al-Mukhtâr, Mesir: Musthafa al-Bâbî al-Halabî wa Auladuh, 1386/1966, jil.iv, h.257 2 Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Kairo, Dar al-Fikti al’Araby, hlm. 243 3 Sunan al-Nasai, Kitab jual beli bab dua pembelian dalam satu pembelian hadis no. 4335, lihat juga Sunan al- thirmizi, kitab jual beli, bab larangan dua akad dalam satu jual beli, hadis no. 835. 4 Musnad Ahmad, Musnad al-Mukatstsirin min al-Shahabah, Musnad Abdullah bin Mas’ud, Hadis No 6336 5 Musnad Ahmad, Musnad al-Mukatstsirin min al-Shahabah, Musnad Abdullah bin Mas’ud, Hadis No. 3595 6 Abdullah al-‘Imrani, al-Uqud al-Maliyah al-Murakkabah: Dirasah Fiqhiyah Tafshiliyah wa Tathbiqiyah, Kairo : Dar al-Kunuz, 2006, h. 46 7 Al-Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith, (Beirut : Mu'assasah al-Risalah, 1982) 8 Al-Jassas ,Ahkam al-Quran, (Kairo: Mathba'ah al-Bahiyah, 1347 H), jil. II, h.294 9 Majjallah al-Ahkam Al-Adliyah, artikel 103-104. Ibn Abidin, Hasyiah Radd alMukhtar, (Kairo : al-Babi al-Halabi, 1966), jil. II, h. 355 10 Muhammad Rawwas Qal’ahji, Mu’jam Lughah al-Fuqahah, Beirut: Dar alNafais, 1988, h. 335 11 Mujamma’ al-Lughah al-Arabiyah, Mu’jam al-Washith, Kairo, Maktabah alSuruq al-Dauliyah, 1425H 2004M, cet ke-4, h.368 12 Nazih Hammad, Qadhaya Fiqhiyah Mu’ashirah Fi al-Mal wa al-Iqtishad, Damaskus, Dar al-Qalam, 2001, h. 249 13 Abdullâh bin Muhammad bin Abdullâh al-‘Imrâni, Al-’uqûd al-Mâliyah alMurakkabah, Riyadh : Dar al-Kunuz Esbeliyah, 2010, cet. Ke-3, h. 46 14 Al-‘Imrani, Al-’uqûd al-Mâliyah, h.57-66 15 Al-‘Imrani, Al-’uqûd al-Mâliyah, h.58 16 Al-Imrani, Al-’uqûd al-Mâliyah…, h.57 17 Al-Imrani, Al-’uqûd al-Mâliyah…, h.62 18 Al-Imrani, Al-’uqûd al-Mâliyah…, h.66 19 Sunan al-Nasai, Kitab jual beli bab dua pembelian dalam satu pembelian hadis no. 4335, lihat juga Sunan al- thirmizi, kitab jual beli, bab larangan dua akad dalam satu jual beli, hadis no. 835. 20 Musnad Ahmad, Musnad al-Mukatstsirin min al-Shahabah, Musnad Abdullah bin Mas’ud, Hadis No 6336 21 Musnad Ahmad, Musnad al-Mukatstsirin min al-Shahabah, Musnad Abdullah bin Mas’ud, Hadis No. 3595 22 Nazih Hammad, Qadhaya….h. 173 23 Hammad Fakhriy Hammad ‘Azzam, Hukm Ijtima’ al-‘Uqud fi Shafqah wahidah : Dirasah Ta’shiliyyah Tathbiqiyyah al-Mu’ashirah, t.t. Majallah al-Ardaniyyah fi Dirasat al-Islamiyyah, t.th, jil. 3, h. 73 24 Nazih Hammad, Qadhaya….h. 249. 25 Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuti ,al-Asybah wa al-Nazha’ir, (Singapore: Sulaiman Mar’ie, tth), h.123
26Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
Aidil Alfin
26
Nazih Hammad, Qadhaya….h. 253-275. Al-Imrani, Al-’uqûd al-Mâliyah…, h. 179-188. 27 Nazîh Hammâd, Mu’jam Mushthalahât al-Iqtishâdiyah fi Lughah al-Fuqaha’, (Riyadh: al-Dâr al-‘Alamiyah al-Kitâb al-Islamî, 1415 /1995), h.201 28 Sihâb al-Din al-Ramlî (Syafi’i Kecil), Nihâyah al-Muhtâj Ilâ Syarh al-Minhâj, (Beirut : D â r al- Fikri, 1404/1983), jil V, h. 3.Al-Bâjûrî, opcit., h. 388. Abî Muhammad Abdullah Ahmad Muhammad ibn Qudâmah (selanjutnya disebut Ibn Qudâmah), Al-Mughnî Li ibn Qudâmah, (Mesir : Maktabah Jumhuriyah al'Arabiyah, t.th), juz V, h.3 29 Al-Imrani, Al-Uqud al-Maliyah al-Murakkabah, h. 231 30 Fatwa DSN MUI NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah. 31 Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqishah, h. 6-7 32 Ulama Malikiyah membedakan antara lafaz ijârah dengan kirâ' dari segi objeknya.Ijârah objeknya adalah jasa manusia dan sebagian benda bergerak, seperti perkakas rumah tangga, pakaian, hewan dan sebagainya.Sedangkan kirâ' objeknya adalah manfaat dari benda tak bergerak seperti tanah, rumah dan sebagainya. Abî Bakr bin Hasan al-Kasynâwî, Ashal al-Madârik Syarh Irsyâd alSâlik fî Fiqh Imâm al-A'immah Mâlik, (t.tp: Dâr al-Fikr, t.th), jil. II, h.321 33 Ibnu Âbidîn, Hâsyiah Radd al-Mukhtâr ‘Âlâ al-Dar al-Mukhtâr, Mesir: Musthafa al-Bâbî al-Halabî wa Auladuh, 1386/1966, juz.VI, h. 4. Ibn Qudâmah, Ibnu Qudâmah, Abî Muhammad Abdullah Ahmad Muhammad, Al-Mughnî Li ibn Qudâmah, Mesir : Maktabah Jumhuriyah al-'Arabiyah, t.t, juz V, h.433 34
al-Ramlî, opcit., h 261. al-Khatib al-Syarbainî, opcit., juz II, h.332. al-Bâjûrî, opcit., juz II, h.145 35 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. 36 Ascarya, Akad & Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm. 209. 37 Fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. 38 Sami Hasan Hamoud, Tathwir al-Mu’amalat al-Mashrafiyyah bima Yattafiqu wa al-Syari’ah al-Islamiyyah, Amman, Mathba’ah al-Syirq, 1402 H, cet. ke-2, h. 430 39 Muhammad Sulaiman Asghar, Murabah kama Tajrihi al-Bunuk al-Islamiyah, Yordania, Dar al-Nafais, 1415, h. 5 40 Istilah lain yang digunakan untuk murabahah lil amir bi al-syira’ antara lain; almurabahah al-murakkabah, bai’ al-murabahah lil wa’id bi al-syira’, al-bai’ almuwa’adah, al-murabahah al-mashrafiyyah, al-muwa’adah al-murabahah dan bai’ al-amanah lil amir bi al-syira’. 41 Syafi’i Antonio,Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani Press, 2001, h.107
Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015
27
Multi Akad Dalam Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah
DAFTAR PUSTAKA Abdullâh al-‘Imrâni, 2010.Al-’uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, Riyadh : Dar al-Kunuz Esbeliyah Abu Zahrah, Muhammad. t.th. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Kairo, Dar al-Fikti al-’Araby. Al-Fairuzzabadi, 1982, al-Qamus al-Muhith, Beirut : Mu'assasah alRisalah, 1982 Al-Jassas , 1347. Ahkam al-Quran, Kairo: Mathba'ah al-Bahiyah. Al-Kasnawi, Abî Bakr bin Hasan. t.th. Ashal al-Madârik Syarh Irsyâd alSâlik fî Fiqh Imâm al-A'immah Mâlik, t.tp: Dâr al-Fikr. Al-suyuti, Jalal al-Din Abd al-Rahman.t.th. al-Asybah wa al-Nazha’ir, Singapore: Sulaiman Mar’ie. Ascarya. 2011. Akad & Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Rajawali Press, 2011. Asghar, Muhammad Sulaiman. 1415. Murabah kama Tajrihi al-Bunuk al-Islamiyah, Yordania, Dar al-Nafais. Azzam, Hammad Fakhriy Hammad. t.th. Hukm Ijtima’ al-‘Uqud fi Shafqah wahidah : Dirasah Ta’shiliyyah Tathbiqiyyah alMu’ashirah, t.t. Majallah al-Ardaniyyah fi Dirasat al-Islamiyyah Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002. -------- Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah. -------- Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. Hamoud, Sami Hasan. 1402. Tathwir al-Mu’amalat al-Mashrafiyyah bima Yattafiqu wa al-Syari’ah al-Islamiyyah, Amman, Mathba’ah al-Syirq. Ibn Abidin,1966. Hasyiah Radd al-Mukhtar, Kairo : al-Babi al-Halabi Ibn Qudâmah. T.th. Mesir : Maktabah Jumhuriyah al-'Arabiyah. Ibnu Âbidîn, 1966.Hâsyiah Radd al-Mukhtâr ‘Âlâ al-Dar al-Mukhtâr, Mesir: Musthafa al-Bâbî al-Halabî wa Auladuh.Mujamma’ alLughah al-Arabiyah, 2004. Mu’jam al-Washith, Kairo, Maktabah al-Suruq al-Dauliyah. Nazîh Hammâd, 1995. Mu’jam Mushthalahât al-Iqtishâdiyah fi Lughah al-Fuqaha’, Riyadh: al-Dâr al-‘Alamiyah al-Kitâb al-Islamî. -------. 2001. Qadhaya Fiqhiyah Mu’ashirah Fi al-Mal wa al-Iqtishad, Damaskus, Dar al-Qalam. Qal’ahji, Muhammad Rawwas. 1988. Mu’jam Lughah al-Fuqahah. Beirut: Dar al-Nafais. Sihâb al-Din al-Ramlî. 1983. Nihâyah al-Muhtâj Ilâ Syarh al-Minhâj, Beirut : D â r al- Fikri. Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani Press. 28Al-Hurriyah, Vol. 17, No. 1, Januari-Juni 2015