HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER JAKARTA TIMUR TAHUN 2016 Muhammad Idris1, Sitti Nurwasilah2 1. Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Assyafi’iyah Jakarta, Indonesia 2. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam As-syafi’iyah Jakarta, Indonesia *email :
[email protected]
ABSTRAK Pendahuluan Gangguan jiwa merupakan gangguan yang terjadi pada fungsi mental, salah satu gangguan tersebut adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi dari individu termasuk fungsi berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterprestasikan realita, mersakan dan menunjukkan emosi, serta perilaku yang tidak dapat diterimasecara rasional. Tujuan penelitian mengidentifikasi “hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia. Metode Penelitian ’Desain penelitian kuantitatif berupa deskriptif korelasi cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan ukuran sampel 113 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan medical record. Hasil penelitian didapatkan dukungan keluarga yang baik dengan tingkat kekambuhan rendah (37,1%), dan dukungan keluarga yang kurang baik dengan tingkat kekambuhan tinggi (42,5%). Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square dengan derajat kemaknaannya ɑ = 5% menunjukkan nilai p value = 0,000 < ɑ = 0,05 maka H0 ditolak. Kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia di poliklinik psikiatri rumah sakit jiwa islam klender. Saran bagi poliklinik psikiatri rumah sakit jiwa islam klender berikan reinforcement positif kepada keluarga dan klien yang telah memutuskan kesadaran dirinya untuk patuh berobat. Kata kunci: dukungankeluarga, tingkat kekambuhan, skizofrenia.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (Stuart dalam Yunus Taufik, 2014). Gangguan jiwa merupakan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat (Nasir & Muhith dalam Yunus Taufik, 2014) Menurut World Health Organization (WHO) dalam Yosep Iyus dkk, 2014), memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% di antaranya atau sekitar 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%. (Depkes RI, 2013). Skizofrenia merupakan penyakit atau gangguan jiwa kronis yang dialami oleh 1% penduduk di Dunia. Gejalagejala yang serius dan pola perjalanan penyakit yang kronis berakibat disabilitas pada penderita skizofrenia. Dirumah sakit jiwa, sekitar 80% pasien
yang dirawat dengan gangguan skizofrenia. Hasil penelitian yang menunjukkan 25% pasien skizofrenia dapat sembuh, 25% dapat mandiri, 25% membutuhkan bantuan, dan 25% kondisi berat. (Anna Keliat Budi dkk, 2012). Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Anna K, dalam Nurdiana, 2007). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 21 pasien skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, 11 pasien skizofrenia diantaranya mengalami dukungan keluarga kurang, ditandai dengan pasien mengatakan keluarga malas mengantar pasien ke poliklinik, kadang keluarga juga tidak mengingatkan saat minum obat. Sedangkan 10 diantaranya dukungan keluarga baik, ditandai dengan pasien mengatakan keluarga selalu mengantar saat kunjungan ke poliklinik dan mengingatkan saat minum obat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti adakah hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
2. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum: Mengetahui adanya hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pada klien skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. b. Tujuan Khusus: 1) Mengetahui gambaran dukungan keluarga secara instrumental, informasional, penilaian, dan emosional pada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. 2) Mengetahui gambaran kekambuhan pada kien skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. 3) Mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada klien skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Skizofrenia Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distori-distori mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi (Caron Dan Butcher dalam Wiramihardja Sutardjo. 2007). Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (Halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta
mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari. (Anna Keliat Budi dkk, 2012). 2. Penyebab munculnya skizofrenia a. Fisiologis 1) Faktor Genetik 2) Perubahan Histologis 3) Hipotesis Dopamin b. Psikososial 3. Tanda dan gejala skizofrenia a. Gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterprestasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Penyesatan pikiran (Delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterprestasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik dijalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau, dianggap sebagai suatu syarat dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa kadang diamati-amati, diintai, atau hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah diamana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Semua itu membuat skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya. (Yosep Iyus dkk, 2014)
b. Gejala negatif Gejala negatif menetukan jumlah morbiditas, gejala negatif utama adalah afek datar, alogia, avolition, anhedonia, dan masalah perhatian. Klien yang menunjukkan afek datar memiliki ekspresi wajah yang tampak tidak bergerak, seperti topeng, tidak responsif, dan klien tersebut juga memilki kontak mata yang buruk.
1.
4. Tipe Skizofrenia a. Tipe Undifferentiated Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simtomsimtom yang cepat menyangkut semua indikatorskizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (Confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubahubah (Emotional Tumoil), adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.
4.
b. Tipe Paranoid Awitan skizofrenia paranoid terjadi pada tahap perkembangan lanjut, dan prognosisnya lebih baik dibanding subtipe lain. Klien biasanya tetap mandiri dan beberapa diantara mereka mampu pergi kerja. Pada fase akut, waham dan halusinasi dapat menonjol. c. Tipe Katatonik Tipe ini ditandai oleh adanya withdrawl (penarikan diri) dari lingkungan yang bersifat ekstrim, sehingga dia tidak kenal lagi lingkungan dunianya. Diagnosis untuk catatonic schizophrenia mensyaratkan dua dari simtom-simtom berikut ini:
2.
3.
5.
Catatonic stupor, tidak bergerak untuk periode waktu yang lama) Catatonic excitement atau kegembiraan, kegemparan (aktivitas motorik yang berlebihan (eksesif) dan tidak memiliki tujuan atau kegunaan (purposeless) Menjaga atau memelihara postur yang kaku atau secara lengkap diam untuk periode waktu yang lama Perangai atau lagak yang ganjil, seperti gemeringsing atau bertepuk-tepuk tangan Echolalia, mengualng-ulang (repetition) kata-kata yang diucapkan oleh orang lain atau echopraxia (meniru berulangulang gerakan-gerakan dari orang lain.
d. Tipe Disorganisasi Carson dan Butcher, dalam Wiramihardja Sutardjo, (2007), mengemukakan bahwa gangguan skizofrenia tipe ini biasanya muncul pada usia muda dan lebih awal jika dibandingkan dengan gangguangangguan skizofrenia lainnya; tampilannya pun berupa disintegrasi kepribadian yang lebih parah. Tipe ini sebelum DSM III disebut tipe skizofrenia hebefrenik. e. Tipe Residual Tipe gangguan skizophrenia ini berindikasikan gejala-gejala skizofrenia yang ringan yang ditampilkan individu mengikuti proses skizofrenik. 5. Konsep Kekambuhan a. Definisi kekambuhan Kekambuhan Skizofrenia adalah munculnya kembali gejalagejala psikotik yang nyata pada
penderita skizofrenia. Kekambuhan skizofrenia ini berhubungan dengan beberapa kali pasien skizofrenia masuk rumah sakit. Pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan biasanya sebelum keluar rumah sakit mempunyai karakteristik sebagai berikut: hiperaktif, tidak mau minum obat dan memiliki sedikit ketrampilan sosial (Akbar, 2008 dalam Lia Dian Nur Wijayanti, 2010). 6. Gejala-Gejala Kambuh Herz dan Menville (1980), dikutip oleh Sulinger, (1988), dalam Yosep Iyus dkk, (2014) mengkaji beberapa gejala kambuh diidentifikasi oleh klien dan keluarganya, yaitu nervous, tidak nafsu makan, sukar konsentrasi, sulit tidur, depresi, tidak ada minat, dan menarik diri. 7. Definisi Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 2010). 8. Jenis-Jenis Dukungan Keluarga a. Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk tenaga, melayani, dan mendengarkan. b. Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar
informasi). Dukungan dalam bentuk komunikasi yang diberikan keluarga dalam memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan oleh keluarga dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. c. Dukungan Penilaian (Appraisal)yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing, memberikan penghargaan melalui respon postif, dan menengahi pemecacahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga. d. Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Keluarga memberikan pernyatan cinta, perhatian, penghargaan, dan simpati, serta menciptakan rasa kepercayaan, mendengarkan dan didengarkan. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional yaitu melihat hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia di RS. Jiwa Islam Klender. 2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender yang beralamat diJl. Bunga Rampai 8 Blok 7 No.10, Duren Sawit Jakarta Timur. Adapun waktu penelitian bulan April sampai dengan bulan Juli.
3. Populasi Dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan disertai keluarga selama 1 bulan di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender berjumah 160 orang b. Sampel Ukuran sampel menggunakan rumus Slovin :
Dimana : n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi d : Sampling data error (0,05) dengan menggunakan rumus diatas dan tingkat kesalahan α = 5% maka ukuran sampel dalam penilitian ini adalah:
= = = = 113.31 ≈ 113 responden HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Karakteristik Responden a. Usia Tabel 1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Usia Frekuensi % 17-25 (Remaja) 21 18.6 26-45 (Dewasa) 48 42.5 46-65 (Lansia) 44 38.9 Jumlah 113 100
b. Jenis Kelamin Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi % Laki-laki 39 34.5 Perempuan 74 65.5 Jumlah 113 100 c. Hubungan Keluarga dengan Pasien Tabel 3 Distribusi Frekuensi Hubungan Keluarga dengan Pasien Hubungan Keluarga Frekuensi % dengan Pasien Ayah 6 5.3 Ibu 31 27.4 Adik 16 14.2 Suami 4 3.5 Istri 4 3.5 Kakak 28 24.8 Anak 6 5.3 Lainnya 18 15.9 Jumlah 113 100 d. Status Tabel 4 Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Status Perkawinan Frekuensi % Menikah 78 69.0 Belum Menikah 32 28.3 Janda/Duda 3 2.7 Jumlah 113 100 e. Suku Bangsa Tabel 5 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa Suku Bangsa Frekuensi % Batak 16 14.2 Jawa 52 46.0 Melayu 14 12.4 Minang 15 13.3 Aceh 3 2.7 Lain-lain 13 11.5 Jumlah 113 100
Jumlah
f. Pendidikan Terakhir Keluarga Tabel 6 Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Keluarga Pendidikan Terakhir Keluarga SD SMP SMU AKADEMI SARJANA Jumlah
Frekuensi
%
9 14 60 6 24 113
8.0 12.4 53.1 5.3 21.2 100
g. Pekerjaan Keluarga Tabel 7 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Keluarga Pekerjaan Keluarga Bekerja Tidak Bekerja Jumlah
Frekuensi 70 43 113
% 61.9 38.1 100
h. Penghasilan Tabel 8 Distribusi Frekuensi Penghasilan Keluarga Penghasilan ≤UMR (Rp.3.100.000) > UMR (Rp.3.100.000) Jumlah
Frekuensi 58 55 113
% 51.3 48.7 100
i. Lama Anggota Keluarga Menderita Skizofrenia Tabel 9 Distribusi Frekuensi Penderita Skizofrenia Penghasilan <1 tahun 1-5 tahun >5 tahun Jumlah
2.
Frekuensi 2 37 74 113
Analisis Univariat a. Deskripsi Umum Keluarga
% 1.8 32.7 65.5 100
Dukungan
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Dukungan Instrumental Tidak Baik Baik
Frekuensi 47 66
% 41,6 58,4
113
100
Tabel 11 Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional Dukungan Frekuensi % Informasional Tidak Baik 43 38,1 Baik 70 61,9 Jumlah 113 100 Tabel 12Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Dukungan Penilaian Frekuensi % Tidak Baik 59 38,6 Baik 54 35,3 Jumlah 113 100 Tabel 13 Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Dukungan Frekuensi % Emosional Tidak Baik 57 37,3 Baik 55 35,9 Jumlah 61 100 Tabel 14 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga (Instrumental, Informasional, Penilaian, Emosional) Dukungan Emosional Frekuensi % Tidak Baik 54 47,8 Baik 59 52,2 Jumlah 113 100 b. Deskripsi Umum Kekambuhan Tabel 15 Distribusi Frekuensi Kekambuhan Dukungan Frekuensi % Kekambuhan < 2 Rendah 49 43,4 ≥ 3 Tinggi 64 56,6 Jumlah 113 100
N of Valid Casesb
3. Analisis Bivariat Tabulasi Silang Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Dukungan Kekambuhan Jumlah keluarga Tinggi Rendah Tidak Baik 48 6 54 (42,5%) (6,2%) (48,7%) Baik 16 43 59 (14,2%) (37,1%) (51,3%) Jumlah 64 49 113 (56,7%) (43,3%) (100%) Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa dukungan keluarga yang tidak baik mengakibatkan tingkat kekambuhan dalam kategori tinggi pada pasien skizofrenia sebanyak 42,5%, sedangkan dukungan keluarga yang baik mengakibatkan tingkat kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14,2%. Selanjutnya dukungan keluarga yang tidak baik mengakibatkan tingkat kekambuhan pasienskizofrenia dalam kategori rendah sebanyak 6,2%, sedangkan dukungan keluarga yang baik mengakibatkan tingkat kekambuhan dalam kategori rendah sebanyak 37,1%. Dengan demikian, dapat dikatakan secara umum dukungan keluarga yang baik dapat mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia.
113
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa niai Chi-Square (X²)= 43,803 nilai ini lebih besar dari X² tabel (3,841). Maka hipotesis nol (H0) ditolak. Cara lain menggunakan nilai p (Asymp Sig. (2-sided)) = 0,000 nilai ini lebih kecil dari ɑ = 5% (0,05) maka hipotesis nol (H0) ditolak. Kesimpulannya adalah terdapat hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia. Artinya tingginya kekambuhan dapat terjadi jika dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien kurang baik. Tabel 18 Contingency Coefficient Hubungan Dukungan Kleuarga dengan Tingkat Kkemabuhan Pada Pasien Skizofrenia Symmetric Measures Value Nominal by Contingency Nominal Coefficient N of Valid Cases
Value Pearson ChiSquare Fisher's Exact Test
43.803
Asymp. Exact Sig. (2- Sig. (2sided) sided)
df a
1
Exact Sig. (1sided)
.000 .000
.000
.000
113
Dari tabe di atas di peroleh nilai Contingency Coefficient (C) = 0,529 kemudian dibandingkan dengan nilai CMaks Nilai CMaks ditentukan sebagai berikut:
= Tabel 17 Uji Chi-Square Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur
.529
Approx. Sig.
=
= 0.707
Keterangan: m = Nilai minimum dari baris dan kolom Perbandingan C dengan CMaks = 0,748 Hasil perbandingan nilai Contingency Coefficient (C) dengan CMaks diperoleh nilai 0,748 Nilai ini menunjukkan bahwa derajat keeratan Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan. Berdasarkan tabel klasifikasi batasan nilai C, derajat keeratan sebesar 0,748. Dengan demikian hasil penelitian dapat diklasifikasikan pada kategori kuat. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan memiliki daya keeratan sebesar 0,748 x 100% atau sama saja dengan 74,8%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat mempengaruhi tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia yaitu sebesar 74,8%, sedangkan sisanya 25.2% dipengaruhi oleh faktor lain. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Karakteristik Dukungan Keluarga Pada prinsipnya, dukungan keluarga merupakan support system yang diberikan oleh keluarga dalam menghadapi masalah anggota keluarganya. Keluarga merupakan orang yang paling dekat dan tempat yang paling nyaman bagi klien. Keluarga dapat meningkatkan semangat dan motivasi untuk berperilaku sehat, yaitu dengan memberikan perawatan dan pengobatan yang layak. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita anggota keluarga yang mengalami skizofrenia. Dukungan keluarga yang di wujudkan dalam bentuk kasih sayang, adanya kepercayaan, kehangatan, perhatian, saling mendukung dan menghargai antar keluarga. Anggota keluarga yang mengalami skizofrenia tersebut memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 2010). Penilaian terhadap dukungan keluarga dinilai dari 22 butir pernyataan kuesioner yang diajukan kepada 113 responden di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, maka hasil
analisis dukungan keluarga secara keseluruhan memiliki skor ≥ 69 dukungan keluarga dinyatakan baik. Hasil analisis dari 113 responden didapatkan 59 responden (52,2%) memberikan dukungan Keluarga secara baik, sedangkan 54 orang (47,8%) kurang baik dalam memberikan dukungan Keluarga. Halini dibuktikan oleh Nuraenah (2012) bahwa hasil telitian hubungan antara dukungan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan di RS Jiwa Klender didapatkan didapatkan dukungan keluarga Dukungan Instrumental yang diberikan keluarga/responden secara umum menunjukkan dukungan yang baik. Dukungan Instrumental merupakan sumber pertolongan yang praktis dan konkrit. Klien mendapatkan dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk tenaga, dana, sarana maupun waktu yang diluangkan keluarga untuk membantu, melayani, dan mendengarkan klien (Setiadi, 2008). Dukungan Informasional yang diberikan keluarga/responden secara umum menunjukkan dukungan yang baik. Dukungan Informasional berarti keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar informasi). Dukungan informasional yang diberikan dalam bntuk komunikasi yang diberikan keluarga dalam memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan, serta memberikan informasiinformasi penting yang sangat dibutuhkan oleh keluarga dalam upaya meningkatkan status kesehatan anggota keluarganya (Setiadi, 2008). Dukungan Penilaian (Appraisal) yang diberikan keluarga/responden secara umum menunjukkan dukungan yang kurang baik. Dukungan Penilaian berarti keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, keluarga juga membimbing,
memberikan penghargaan melalui respon positif, memberikan pujian atas hasil kerja yang dilakukan klien secara mandiri, serta menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga (Setiadi, 2008). Dukungan Emosional yang diberikan keluarga/responden secara umum menunjukkan dukungan yang kurang baik. Dukungan Emosional yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Keluarga memberikan pernyataan cinta, perhatian, perhargaan, dan rasa simpati, serta menciptakan rasa kepercayaan, mendengarkan, dan didengarkan (Setiadi, 2008). 2. Deskripsi Kekambuhan Salah satu faktor penyebab kekambuhan Klien Skizofrenia adalah perilaku keluarga yang tidak tahu cara menangani Klien Skizofrenia di rumah. Perawatan di Rumah Sakit tidak akan bermakna apabila tidak dilanjutkan dengan perawatan di rumah. Untuk dapat melakukan perawatan yang baik dan benar, keluarga perlu mempunyai bekal pengetahuan tentang penyakit yang dialami oleh penderita serta memberikan dukungan yang baik bagi penderita. Hasil analisis dari 113 responden, kekambuhan yang terjadi pada klien skizofrenia lebih tinggi sebanyak 64 orang (56,7%), sedangkan rendahnya kekambuhan pada klien skizofrenia adalah sebanyak 49 orang (43,3%). Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian (Yunus Taufik, 2014) yang menunjukan bahwa tingkat kekambuhan pasien skizofrenia dalam kategori tinggi dalam presentase 43,5 dengan jumlah responden 85. Hal ini dijelaskan dalam teori kekambuhan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kekambuhan
diantaranya Klien itu sendiri, Dokter, Penanggung Jawab Klien (Case Manager), Keluarga, dan Lingkungan sekitar. (Videbeck, 2008). 3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan Dari hasil penelitian diketahui bahwa dukungan keluarga terhadap pasien skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur berada pada kategori Baik. Hal ini dibuktikan dengan presentase 51,3 dengan responden 113. Dan diketahui bahwa tingkat kekambuhan pasien skizofrenia di poliklinik psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur berada pada kategori tinggi. Hal ini dibuktikan dengan presentase 56,7 dengan responden 113. Hal ini memperkuat hasil telitian Rahayu (2010) “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan Skizofrenia di RSJ Menur Surabaya” dengan hasil korelasi r = 0,378 dengan nilai (< 0,05) menunjukan adanya kecenderungan bahwa makin baik dukungan keluarga maka makin berkurang tingkat kekambuhan pasien. Berdasarkan hasil telitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan. Semakin baik dukungan keluarga maka semakin berkurang tingkat kekambuhannya. Hal ini sesuai dengan teori Friedman (2010) yang menyebutkan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan, yaitu: dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan emosional. Jika dukungan tersebut ada pada keluarga pasien, maka akan berdampak positif pada pasien.
KESIMPULAN 1. Hasil telitian didapatkan hasil dukungan instrumental sebanyak kepada pasien Skizofrenia 58,4% dalam keadaan yang baik, begitu pula dukungan informasional sebanyak 61,9% dalam keadaan baik.sedangkan dukungan penilaian sebanyak 35,3% dalam keadaan yang kurang baik, begitu pula dukungan emosional sebanyak 35,9% dalam keadaan yang kurang baik. Dengan demikian, dukungan keluarga secara umum dari 113 responden (keluarga) sebanyak 52,2% responden memberikan dukungan keluarga (berupa dukungan instrumental, dan informasional secara baik), sedangkan dukungan keluarga(penilaian, dan emosional) dalam keadaan yang kurang baik. 2. Hasil telitian terhadap keluarga klien skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender 43,4% menunjukkan rendahnya kekambuhan pada Pasien Skizofrenia dan 56,6% menunjukkan tinggi kekambuhan yang terjadi pada Pasien Skizofrenia, hal ini menunjukkan bahwa kekambuhan dapat terjadi karena keluarga memberikan dukungan yang kurang baik. 3. Hasil tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan didapatkan nilai Chi-Square(x2) = ini lebih besar dari x2 tabel dengan ɑ = 5% dan derajat bebas = 1 atau x2 0,05 (1) = 3,841), maka hipotesis nol ditolak. Artinya terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pasien skizofrenia. Dari hasil perbandingan koefisien kontingensi (C) dan koefisien maksimal (Cmaks) sebesar 0,748. Nilai ini menunjukkan keeratan hubungan dengan rentang keeratan 0,600 – 0,799 menunjukkan keeratan yang kuat.
SARAN 1. Bagi Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Berikanlah reinforcement positif keluarga yang mendukung program pengobatan dari klien Skizofrenia, dan berikan reinforcement kepada klien atas partisipasinya menumbuhkan keinginan untuk datang kontrol secara rutin dan tetap mengikuti instruksi yang diberikan oleh tenaga kesehatan. 2. Bagi Keluarga Berikan klien dukungan keluarga (instrumental, informasional, penilaian, dan emosional) dengan baik dan kontinyu, dan motivasi klien dalam memutuskan dirinya untuk patuh berobat. 3. Bagi Peneliti Lain Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya memperlebar wilayah penelitian dengan menambah jumlah variabel penelitian dan jumlah sampel penelitian sehingga tidak hanya dukungan keluarga saja yang diteliti namun juga bagaimana sikap keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Anna Keliat Budi, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti. 2012. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa; CMHN (Intermediate Course). EGC: Jakarta Brien Patricia, winifred Z. Kennedy, Karen A. Ballard, 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik. Alih bahasa, Nike Budhi Subekti (et all): editor edisi bahasa Indonesia, Bhesty Angelina. Jakarta:EGC Friedman, Bowden & Jones. 2010. Keperawatan Kleuarga Teori dan Praktik: alih bahasa, Achir Yani S, Hamid (et all): editor edisi bahasa indonesia, Etsu Tiar, Ed. 5. Jakarta:EGC
Hidayat. A. A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika: Surabaya Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cit. Nuraenah. 2012. Hubungan dukungan keluarga dan beban keluarga dalam merawat pasien dengan riwayat perilaku kekerasan di RS jiwa klender. Dalam tesis.http://ppnijateng.org/wpcontent/uploads/2014/09/6(diunduh 20 April 2016). Riza muchlis. 2009. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga dengan gangguan stress pada pasien gangguan jiwa di poli R.S. DR.Emaldi Bahar Palembang tahun 2008. Jurnal pembangunan manusia Volume 7 no.1 .200 http://eprints.ums.ac.id/20213/15/02._ Naskah_Publikasi.pdf (diunduh 20 April 2016). Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Graha Ilmu: Yogyakarta Siregar, sofyan.2010. statistika deskriptif untuk penelitian. PT. Raja Grafindo persada: jakarta Sugiono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung Sujawerni, V. Wiratna. 2014. Metodologi penelitian keperawatan. Gava medika. yogyakarta Sumigar, G., Sefty, R., Linnie, P. 2015. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pada pasien gagal ginjal kronik di irinia C2 dan C4. Townsend Mary. 2010. Diagnosis Keperawatan Psikiatri: Rencana Asuhan & Medikasi Psikotropik: alih bahasa, Ayura Yosef; editor edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti, Fruriolina, Ed. 5. Jakarta:EGC Wiramihardja Sutardjo. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung
Yosep Iyus, Titin Sutini. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health Nursing. Yunus Taufik. 2014. Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia Diy.http://opac.say.ac.id/521/1/NASKAH %20PUBLIKASI.pdf (diunduh 15 Mei
2016).