“Saya telah mengikuti dan mencermati jurnal dinamika yang diterbitkan oleh himpunan mahasiswa jurusan ekonomi pembangunan FE UNS. Saya menangkap kesan yang amat kuat mengenai kesungguhan pengelolaan jurnal dalam menangani jurnal tersebut. Dari pengalaman saya sebagai reviewer di beberapa jurnal internasional dan internasional conference, tampak jelas bahwa pengelola berusaha dengan sungguh-sunguh mempertahankan kualitas pada tataran yang dapat diterima. Oleh karena itu jurnal tersebut menjadi sebuah konfirmasi hukum alam yang menyatakan bahwa output yang baik hanya dapat dihasilkan dari proses yang baik pua. Walaupun standart kualitas merupakan perdebatan yang terbuka, namun saya melihat bahwa jurnal tersebut secara serius telah mencoba untuk bersikap proporsional terhadap keluasan issu dalam domain studi ekonomi dan pembangunan, jenis paper yang dimuat, serta keahlian penulis. Ini merupakan surprise yang sangat menyenangkan karena pengelola jurnal tersebut masih berstatus mahasiswa.” Muhammad Agung Prabowo Pembantu Dekan I FE UNS
“Saya memberikan apresiasi dan selamat atas terbitnya Jurnal Dinamika HMJ EP UNS, penerbitan jurnal ini sebagai bukti bahwa HMJ EP UNS berupaya untuk memberikan kontribusi ilmiahnya sekaligus pembelajaran bagi mahasiswanya. Saya berharap kedepan jurnal ini dapat digunakan sebagai referensi untuk perkembangan perekonomian Solo raya ” Doni P Joewono Pemimpin Bank Indonesia Solo
ISSN 0216-7039
Jurnal Ekonomi Pembangunan SUSUNAN REDAKSI Pelindung
:
Dekan FE UNS DR. Wisnu Untoro MS
Pembimbing
:
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNS Drs. Supriyono M.Si Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNS Izza Mafruhah SE., M.Si
Dewan Redaksi
: Suryanto SE., M.Si Malik Cahyadin SE., M.Si
Penanggung Jawab
:
Annisa Jumaniar
Pemimpin Redaksi
:
Adhib Eka Pambudi
Redaksi Pelaksana
:
Lilin Fuad Zakiyah Alfin Anistya
Staff Redaksi
:
Fuad Adafi Nila Andriyani Imroatul Hidayati Ihda Azizah Fathya Devi Gita Swastika
Layout
Alamat Redaksi
:
Fauziah Muhammad Rijal :
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan (HMJ EP) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Gedung UKM FE UNS Jl. Ir. Sutami 36A, Solo 57126 Telp : (0271) 647481 Faks : (0271) 638143 E-mail :
[email protected]
Jurnal Dinamika adalah jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Diterbitkan sebagai sarana publikasi hasil pemikiran ilmiah mahasiswa , dosen ,dan pihak yang berkompeten baik berupa penelitian empiris maupun artikel yang berkaitan dengan isuisu terkini dalam bidang Ilmu Ekonomi atau Studi Pembangunan. Tulisan yang dipublikasikan dalam jurnal ini merupakan tanggung jawab penulis, tidak mewakili pendapat penyunting.
ISSN 0216-7039
Jurnal Ekonomi Pembangunan DAFTAR ISI
Studi Eksplorasi Peramalan Krisis Keuangan Di Indonesia Menggunakan Pendekatan
Mohammad Ikhsan Subekti,
1 - 16
BRM. Bambang Irawan
Exchange Market Pressure
Analisis Manfaat Biaya Pada PT. Pertamina (Persero) Refinery
Risma Intan Pertiwi ,
Unit. V Balikpapan (Aplikasi
Evi Gravitiani
17 - 27
Benefit Cost Ratio)
Kajian Awal Perencanaan Tenaga
Adhib Eka Pambudi,
Kerja Daerah (PTKD) Kabupaten
Mas Faryansyah,
Sukoharjo Tahun 2011-2015
Izza Mafruhah, Sutomo
28 - 42
Analisis Tingkat Efisiensi Bank Syariah Internasional
Vita Kartika Sari,
(Studi Kasus Pada 9 Bank Periode
Izza Mafruhah
43 - 52
2006-2008)
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Probabilitas Ibu
Dwi Utami Zuliawati,
Rumah Tangga Untuk Bekerja Di
Joko Nugroho
Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo
53 - 64
STUDI EKSPLORASI PERAMALAN KRISIS KEUANGAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN EXCHANGE MARKET PRESSURE
Oleh :
Mohammad Ikhsan Subekti BRM. Bambang Irawan
ABSTRAK Krisis keuangan umunya diartikan sebagai kondisi perekonomian mengalami penurunan dengan cepat yang disebabkan oleh permintaan uang yang melebihi penawaran uang karena terjadinya Bank Rush dalam jumlah yang besar. Kondisi tersebut terjadi karena hilangnya kepercayaan deposan terhadap bank yang seringkali disebabkan oleh guncangan disektor pasar uang, kemudian memberikan efek buruk kepada stabilitas nilai tukar rupiah. Didalam penelitian ini krisis keuangan didefinisikan sebagai kondisi dimana EMP (Exchange Market Pressure) sebuah negara melebihi nilai rata-ratanya ditambah standar deviasinya. EMP sendiri diartikan sebagai hubungan yang menjelaskan hubungan antara pergerakan nilai tukar dengan intervensi kebijakan pemerintah, sehingga melalui variabel ini (EMP sebagai variabel dependen) dapat mengukur tingkat pengaruh intervensi terhadap target nilai tukar yang diinginkan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui indikator (variabel) yang mempengaruhi besaran variabel fundamental makro ekonomi yang terbaik untuk meramalkan terjadinya krisis mata uang rupiah di Indonesia. Studi ini merupakan studi eksplorasi (explanatory research) yaitu studi yang dilakukan karena terdapatnya sebuah fenomena atau masalah yang belum jelas penyelesaian ataupun penjelasannya (not yet defined), studi eksplorasi berusaha untuk menemukan metode yang paling baik untuk menyelesaikan masalah tersebut (menemukan research design), termasuk metode pengumpulan data yang tepat (data collection) dan merumuskan permasalahan dengan tepat. Karakteristik studi eksploarasi adalah berbasis penelitian sekunder (secondary research) dan hasil dari studi eksplorasi biasanya sangat berguna untuk masukan kebijakan. Alat analisis yang digunakan adalah Composite Leading Indicator dan Vector Autoregression. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan pendekatan EMP Composite Leading Indicator diketahui bahwa terjadi beberapa kali krisis keuangan di Indonesia, yaitu periode krisis Indonesia pada tahun 2008 yaitu pada bulan 1,5,6,9, dan 12, kemudian periode krisis berikutnya adalah pada tahun 2005 bulan ke 10, 11, 12 dan pada tahun 2006 pada bulan 1,2, dan 3. Kemudian berdasarkan analisis VAR, diketahui bahwa variabel REER memiliki pengaruh yang kuat terhadap EMP di Indonesia. Untuk mengurangi dampak shock dari EMP pemerintah dapat menggunakan REER , karena terbukti pengaruhnya justru meningkat setelah penerapan UU BI No. 3 tahun 2004 yang notabene menjadi jangkar kebijakan moneter samapai dengan tahun ini. Untuk mempengaruhi REER, pemerintah dapat menggunakan serangkaian kebijakan moneter ketat dan kebijakan pendukung lainnya yang dapat meningkatkan variabel domestic crredit, karena channeling. Kata Kunci: Krisis Keuangan, EMP, Composite Leading Indicator, Vector Autoregression
A. PENDAHULUAN Krisis multi dimensi yang terjadi pada tahun 1997, menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Pemicu yang paling signifikan adalah rontoknya sistem perbankan yang disebabkan terjadinya krisis mata uang, yaitu dilepasnya mata uang rupiah untuk ditentukan oleh mekanisme pasar karena bank sentral tidak mampu lagi untuk menjaga stabilitasnya (Cyrillus Harinowo, 2004:26). Krisis bermula dari Thailand, yaitu dilepasnya mata uang Baht kepada mekanisme pasar sepenuhnya (Floating Exchange Rate) pada bulan Juli 1997. Terjadi pengambilan dana di Bank dalam jumlah yang besar dan cepat (Bank Runs) dan keluarnya dana asing dalam waktu yang cepat pula, diakhiri dengan penurunan kondisi perekonomian yang dramatis. Proses penyebaran krisis dari satu negara kepada negara yang lain disebut juga contagion effect, yang dimaksud dengan contagion effect menurut Calvo dan Reinhart didalam Fratzscher (2000:2) adalah menjalarnya krisis dari satu negara ke negara lain melalui jalur mata uang dan keterkaitan (interdependence) pasar keuangan dengan negara yang sedang dilanda krisis. Melalui inilah akhirnya krisis tersebut sampai ke Indonesia. Anwar Nasution didalam buku 80 tahun Mohammad Sadly (2002) mengatakan bahwa krisis politik dan krisis ekonomi telah menghancurkan dasar-dasar sistem perekonomian Indonesia, yang dimaksud dengan rusaknya dasar-dasar sistem perekonomian indonesia dapat dilihat dari indikator fundamental makro ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs mata uang, cadangan devisa dan neraca pembayaran Indonesia. Perekonomian yang kembali pulih, tidak serta-merta menjadi aman terhadap krisis ekonomi yang masa perputarannya, yaitu jeda antara satu krisis ekonomi ke krisis ekonomi berikutnya menjadi lebih cepat daripada biasanya (Pradiptyo, 2008:1). Tepat pada satu dekade kebangkitan perekonomian Indonesia pada tahun 2008, ternyata pada tahun itu juga ditutup dengan munculnya episode krisis ekonomi yang baru, yang dikenal dengan sebutan krisis ekonomi global, telah meluluhlantakkan perusahaan-perusahaan besar dan perekonomian di Amerika Serikat dan terus menyebar ke daratan Eropa. Krisis global 2008 disebabkan oleh investor menginginkan agar perusahaan pembiayaan perumahan memanajemen surat hutang para pembeli rumah, namun karena sistem “originate and distribute” perusahaan pembiayaan perumahaan tidak perlu khawatir lagi tentang kredit perumahan
karena bukan mereka yang memegang pinjamannya. Pada saat terjadi default pembayaran surat hutang maka langsung diikuti dengan jatuhnya nilai sekuritas yang membawa efek domino yang sangat besar. Krisis keuangan dapat menyebar dari satu negara ke negara lain. Pada tahun 2008, krisis global yang menyerang negara Eropa dan Amerika melalui proses penyebaran yang telah dijelaskan sebelumnya, akhirnya mempengaruhi perekonomian Indonesia. a) Krisis Keuangan dan Metode Penanggulangannya. Membahas mengenai krisis ekonomi, tidak terlepas dari teori siklus bisnis yang diperkenalkan oleh Ludwig Von Mises dan F.A Hayek dari aliran Austrian School of Economics pada tahun 1974. Didalam teori siklus bisnis, hal yang biasa terjadi adalah perekonomian mengalami sebuah periode krisis ekonomi. Melihat dari sisi teori siklus, yang dimaksud dengan krisis ekonomi pengertiannya terbagi menjadi dua aliran yang pertama adalah aliran fenomena overinvestment dan yang kedua aliran underconsumption. Krisis bisa diramalkan melalui monitoring variabel independen yang memiliki tingkat penjelasan (explanation) yang baik terhadap krisis (melalui EMP), apabila krisis bisa diramalkan maka pemerintah akan mempunyai kesempatan untuk menerapkan kebijakan yang lebih terencana dan tepat untuk menghadapi krisis ekonomi tersebut. b) Studi Eksplorasi untuk Penanggulangan Krisis Keuangan di Indonesia. Studi ini merupakan studi eksplorasi (explanatory research) yaitu studi yang dilakukan karena terdapatnya sebuah fenomena atau masalah yang belum jelas penyelesaian ataupun penjelasannya (not yet defined). Karakteristik studi ekplorasi adalah berbasis penelitian sekunder (secondary research) dan hasil dari studi eksplorasi biasanya sangat berguna untuk masukan kebijakan. Studi ini pada dasarnya mencoba meramalkan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Penelitian yang dilakukan ini mempunyai tujuan, yaitu: 1. Untuk mengetahui indikator (variabel) yang mempengaruhi besaran variabel fundamental makro ekonomi yang terbaik untuk meramalkan terjadinya krisis mata uang rupiah di Indonesia pada periode 1998.1 – 2008.12 sebagai sistem peringatan dini krisis mata uang . 2. Untuk mengetahui pengaruh variabel fundamental makro ekonomi terhadap exchange market pressure (EMP) yang menyebabkan terjadinya krisis mata uang di Indonesia pada periode 1998.1 – 2008.12 3. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan moneter yang diterapkan saat masa krisis dan setelah masa krisis mata uang pada periode 1998.1 s.d 2003.12 dan 2004.1 s.d 2008.12 sudah efektif mempengaruhi / mengurangi shock krisis. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Great Depression dan Asumsi Aliran Klasik Setiap persitiwa besar didalam sejarah membawa kepada perubahan mendasar dalam hidup manusia dan senantiasa melahirkan tokoh-tokoh berpengaruh yang menjadi anti tesis permasalahan. Perkembangan ilmu ekonomi mencatat the great depression sebagai peristiwa besar yang melahirkan cabang pemikiran ekonomi baru yang dikenal dengan sebutan keynessian economics, sebagai kritik dan alternatif terhadap pemikiran ekonomi klasik yang saat itu mempengaruhi cara ekonom memandang bagaimana perekonomian berjalan. Sebelum terjadinya Depresi Global pada tahun 1929, ekonom dan pelaku bisnis masih mendasarkan cara berpikir terhadap perekonomian disandarkan kepada asumsi ekonomi klasik, pemikiran ekonomi percaya bahwa Free Market adalah system terbaik yang memiliki kemampuan untuk membawa perekonomian menuju keseimbangan jangka panjang tanpa ada intervensi dari manapun, yang dikenal dengan istilah The Invisible Hand. Dengan terjadinya Depresi Global pada tahun 1929, walau saat itu ekonom klasik masih mempercayai bahwa downturn ekonomi adalah hal yang wajar didalam siklus bisnis dan invisible hand dapat membawa perekonomian menuju titik keseimbangannya yang baru, asumsiasumsi ekonomi klasik kenyataannya disangkal secara otomatis. Kepercayaan terhadap asumsi ekonomi klasik itu dikritik dan mencoba untuk diganti dengan terbitnya buku “The General Theory of Employment, Interest and Money” pada tahun 1936. Perkataan Keynes yang terkenal sebagai kritik terhadap aliran pemikiran ekonomi klasik adalah “Long run is a misleading guide to current affairs. In the long run we are all dead,” Keynes memberikan pemahaman bahwa perekonomian itu terdiri dari jangka panjang dan jangka pendek. Keynes memberikan keyakinan bahwa pemerintah berperan melakukan intervensi untuk mencapai tujuan-tujuan perekonomian seperti full employment dan menjaga stabilitas. Dengan demikian antara aliran klasik dengan keynes terdapat perbedaan dalam memahami terjadinya fluktuasi didalam ekonomi, klasik mempercayai bahwa hanya penawaran agregat yang mempengaruhi pendapatan nasional, sedangkan keynes percaya bahwa justru permintaan agregat-lah dalam jangka pendek yang mempengaruhi pendapatan nasional. 2. The Keynesian Cross Model
Setelah mengikuti asumsi yang dijelaskan oleh Keynes bahwa pada jangka pendek perubahan permintaan agregat dapat mempengaruhi pendapatan nasional, maka fluktuasi ekonomi lebih lanjut akan dianalisis melalui perubahan yang terjadi didalam permintaan agregat dan hal-hal yang mempengaruhi perubahannya. Model Keynesian Cross, ditunjukkan oleh Grafik 2 adalah pengeluaran yang direncanakan dan pengeluaran aktual yang berpotongan menciptakan titik equilibrium, yang artinya titik equilibrium itu menjelaskan bahwa pendapatan nasional Y ditentukan oleh tingkat investasi yang direncanakan tertentu I, kebijakan fiskal G dan pajak T, ketiga variabel ini disebut juga sebagai variabel eksogen.
Grafik 2. Model Keynesian Cross Sumber: Salvatore,Dominick.2007.International Economics.John Wiley and Sons.Inc
3. Mundell-Flemming dan Ekonomi Internasional Setelah dijelaskan mengenai Keynesian Cross yang merupakan modal dasar untuk memahami analisis selanjutnya mengenai, bagaimana keseimbangan internal dan eksternal dapat terbentuk dengan memakai model Mundell – Fleming yang menggunakan alat analisis ISLM-BP untuk memahami perekonomian terbuka kecil. 4. Monetary Approach to the Balance of Payment Pendekatan ini mempunyai dasar pemikiran bahwa neraca pembayaan sebuah Negara, ketika menunjukkan nilai-nilai pendapatan, selera dan faktor produksi, secara esensinya adalah didalam kerangka fenomena moneter, artinya untuk dapat menganalisis neraca pembayaran, harus dengan menelaah penawaran dan permintaan uangnya (Appleyard dan Field,1995: 415 Keseimbangan didalam pasar uang dijelaskan melalui persamaan keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang (2.1) M S L …………………………………………………..(2.1) atau, aBR C f Y , P, i,W , E( p), O dimana, Y = Adalah tingkat pendapatan riil P = Tingkat harga i = tingkat suku bunga W = tingkat kesejahteraan E(p) = tingkat perubahan harga yang diharapkan O = semua variabel lain yang dapat mempengaruhi keinginan masyarakat untuk memegang uang. BR = Cadangan dana pihak ketiga bank umum C = Kurs yang dipegang oleh non-bank a = multiplier Dari persamaan diatas jika disederhanakan maka akan didapatkan, Ms = kPY ..........................................................................(2.2) Melalui persamaan (2.2) hubungan antara permintaan dan penawaran uang dengan BOP deficit atau surplus dapat diketahui. Perubahan terhadap permintaan ataupun penawaran uang akan mendorong perubahan didalam BOP. Oleh karena itu BOP adalah channel yang menjadi jalur dari krisis keuangan dapat menyebar dan juga menjadi penyebab terjadinya krisis keuangan. 5. Pendekatan Moneter Terhadap Tingkat Nilai Mata Uang Analisis dilanjutkan dengan asumsi jika nilai tukar dapat berubah setiap saat, Pengaruh ekses penawaran uang, tetap menjadi dasar pijakan analisis, yaitu terjadi peningkatan cash balances (kemampuan membeli uang secara relatif) sehingga ekspektasi individu untuk membelanjakan
uangnya cenderung meningkat, fenomena ini berdasarkan persamaan (2.1) akan mendorong terjadinya peningkatan terhadap impor dan pembelian financial asset oleh luar negeri, dengan asumsi flexible exchange rate maka hal ini cenderung mendorong terjadinya penurunan nilai mata uang dalam negeri (depreciation of the home currency), persamaan (2.3) menjelaskan fenomena ini, k Y M ` e B B sA .......................................................................(2.3) k AYA M sB persamaan ini menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan 10% didalam penawaran uang maka dengan asumsi variabel lain ceteris paribus maka cenderung akan terjadi depresiasi nilai mata uang sebesar 10%. 6. Definisi dan Teori Exchange Market Pressure Variabel Exchange Market Pressure (EMP) dikembangkan oleh Lance Girton dan Don Roper (1977), EMP dibangun didalam konsep The monetary approach to the balance of payments yang didefinisikan sebagai, terjadinya kelebihan penawaran di pasar uang ketika pemerintah tidak melakukan intervensi apapun,yang ditunjukkan dengan terdepresiasinya nilai mata uang. Penurunan persamaan EMP akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan variabel EMP dengan tekanan nilai tukar. Pemodelan dibangun berdasarkan interaksi dari dua Negara, dimana Negara u memberikan shock yang akan mempengaruhi independensi moneter (EMP) dinegara c. H i Fi Di Pi Yiii exp i i ……………………….(2.4) Keterangan; H i = Penawaran M0 (base money) oleh Bank Sentral Fi = M0 yang dibuat berdasarkan pembelian aset luar negeri Di = M0 yang dibuat berdasarkan ekspansi kredit dalam negeri Pi = tingkat harga Y = Pendapatan riil i = Indeks tingkat suku bunga i = koefisien tingkat suku bunga > 0 persamaan (2.4) adalah persamaan eksponensial keseimbangan permintaan terhadap uang primer (base money) untuk sebuah negara i. persamaan keseimbangan tersebut didasari dari asumsi bahwa independensi moneter dapat di ukur dengan cara melihat tingkat/kemampuan dari mengontrol permintaan terhadap kewajiban, (Liabilities, akun kewajiban, sisi kanan dari central bank balance sheet) dan caranya adalah dengan cara mengubah/mengontrol reserve requirement (korelasinya terhadap simple money multiplier) setelah dimodifikasi lebih lanjut akan menghasilkan persamaan akhir yaitu: rc ec d c hu c yc u yu c c ………………(2.9) Penjelasan : r = Tingkat perubahan cadangan devisa e = Tingkat perubahan nilai tukar d = Tingkat suku bunga dalam negeri h = Tingkat pertumbuhan base money 7. Instrumen Kebijakan Moneter Domestic Credit Banyak negara yang memakai kebijakan nilai tukar yang mengambang (ditentukan nilainya oleh pasar) namun tetap mencoba untuk mengintervensinya dengan cara menjual atau membeli cadangan mata uang asingnya (International Reserves). Dalam sebuah kasus untuk mengurangi fluktuasi EMP, bank sentral menaikkan tingkat suku bunga (kontraksi moneter) sehingga terjadi perbedaan antara suku bunga dalam negeri dan luar negeri, maka akan terjadi masuknya modal dari luar dan EMP dapat menurun. Penting untuk digarisbawahi asumsi yang berlaku didalam hubungan antara EMP dengan domestic credit, yaitu: a. Sistem kurs yang berlaku didalam perekonomian adalah sistem mengambang terkendali (managed float) b. Tingkat inflasi dunia sama dengan 0 c. Purchasing Power Parity tidak berlaku dan sama dengan 0 8. Definisi Stabilitas Keuangan Internasional Stabilitas keuangan internasional sangat penting artinya karena dalam sistem keuangan internasional yang stabil, lembaga-lembaga keuangan dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien ke dalam kegiatan produktif,
memprediksi sekaligus mengukur risiko finansial, dan ketahanan dalam menghadapi goncangan (shocks). Pada intinya, financial stability is avoidance of crises” seperti ungkapan I.J. Mcfarlane, Gubernur Reserve Bank of Australia. Dengan demikian ada kaitan erat, dimana stabilitas moneter hanya bisa di capai dengan sistem keuangan yang stabil. Keterkaitan monetary dan financial stability erat kaitannya dengan keterbukaan perekonomian sebab semakin terbuka cenderung lebih rentan terhadap gangguan eksternal. Sehingga dalam praktiknya, untuk mencapai kestabilan makro secara komprehensif, maka diperlukan perpaduan kebijakan ekonomi makro (seperti kebijakan fiskal, moneter, mata uang, dan sektoral) menuju pencapaian kestabilan internal dan kestabilan eksternal. Mengingat sulitnya pencapaian stabilitas moneter, maka perlu dilakukan monitoring secara rutin terhadap komponen-komponen yang dapat memberikan gangguan kepada stabilitas keuangan. 9. Definisi Krisis Mata Uang Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kaminsky et al. (1997) menyimpulkan “A crisis is defined as a situation in which an attack on the currency leads to a sharp depreciation of the currency, large decline in international reserve, or a combination of the two. A crisis so defined includes both succesfull and unsuccessful attacks on the currency. The definition is also comprehensive enough to include not only currency attacks under a fixed exchange rate buta also attack under other ecchange rate regimes. For example, an attack a large devaluation beyond the established rule of a prevailing crawling-peg regime or exchange rate band (page 15). Dengan demikian, lebih spesifik krisis mata uang di identifikasikan sebagai perilaku indeks dari “ Exchange Market Pressure” (EMP I,t) yaitu krisis mata uang pada negara tertentu pada periode tertentu Antara perubahan mata uang dan perubahan cadangan devisa, masing-masing berhubungan positif dan negatif dengan indeks tekanan pasar valas. Perekonomian dikatakan krisis jika EMP melebihi rata-ratanya ditambah dengan standar deviasi yang ditentukan, katakanlah sebesar m. Jika EMP μ merupakan ratarata dari indeks EMP dan EMP σ menunjukkan standar deviasi dari indeks EMP nya, maka secara formal dikatakan krisis mata uang (currency crisis). a. Pendekatan Leading Indikator Dalam penelitian EWS krisis mata uang sudah dilakukan dengan metode yang dibagi menjadi 2 kelompok. Salah satunya yaitu dengan mengekstrak sinyal awal dari seperangkat indikator. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan indikator utama (leading indikator approach) yang digagas pertama kali oleh Kaminsky dan Reinhart (1996), Kaminsky, Lizondo, dan Reinhart (1999). Dalam pendekatan ini beberapa indikator diamati dan ditransformasikan ke dalam sepasang sinyal (binary signals). Jika indikator tertentu memotong (cross) ambang batas kritis, maka hal itu berarti pertanda sinyal. Sinyal yang dimaksud adalah signaling horizon, yaitu periode dimana beberapa indikator diharapkan memiliki kemampuan untuk mengantisipasi krisis. Periode ini mengacu pada horizon waktu dimana krisis tepat untuk diprediksi sehingga indikator yang utama dapat mentranfer sinyal tepat (good sinyal) dan meminimalisasi sinyal palsu (false alarm). Dengan demikian dalam pendekatan sinyal ini diupayakan dapat diperoleh noise to signal ratio yang minimal. 10. Pendekatan VAR Vector Autoregression pertama kali dikemukakan oleh Sims (1980), kelahiran VAR ini disebabkan oleh kegagalan model makroekonomi dalam mengestimasi situasi ekonomi pada tahun 1970-an, intinya perhitungan parameter tidak mampu untuk mengikuti perubahan kebijakan yang cenderung mendadak dan cepat. Model makroekonomi yang menggunakan pendekatan struktural dengan metode simultan seringkali menemui masalah, yaitu teori ekonomi saja belum cukup, dalam menyediakan spesifikasi yang tepat atas hubungan dinamis antar variabel, karena proses estimasi dan inferensi menjadi lebih rumit karena keberadaan variabel endogen dikedua sisi persamaan. Model VAR menganggap bahwa semua variabel adalah endogen. Secara formulatif model dasar dari VAR adalah sebagai berikut; Dibangun dari konsep finited distributed lag models (Gujarati, 2009, p.645); Yt 0 X t 1 X t 1 2 X t 2 ... k X t k ut .......(2.10) kemudian disederhanakan menjadi; k
Yt i X t i u t .....................................................(2.11) i 0
berdasarkan definisi dari Gujarati (2009, p.784) bahwa vector autoregression melambangkan bahwa autoregressive adalah terdapatnya lag model di sisi kanan persamaan (dependent variabel) dan vector adalah penjelasan bahwa persamaan ini menggunakan lebih dari dua atau lebih variabel, Yt A0 A1Yt 1 A2Yt 2 ... ApYt p t C. METODE PENELITIAN 1. Ruang Lingkup Penelitian Pendekatan penelitian pada tulisan ini adalah pendekatan kuantitatif. Terkait dengan penelitian EWS (Early Warning System) terhadap krisis keuangan di Indonesia, pendekatan yang digunakan adalah kombinasi pendekatan Composite Leading Indicator dan Vector Autoregression (VAR). Pendekatan Composite Leading Indicator memungkinkan untuk mengetahui seperangkat (gabungan) variabel dengan akurasi yang lebih tinggi dalam membuat pemetaan sumbangan probabilitas gabungan variabel terhadap krisis keuangan, efisiensi yang tinggi (indikator noise yang lebih rendah daripada sinyal baik/correct signal), kemudian seperangkat variabel yang baik dalam menentukan terjadinya krisis dianalisis Vector Autoregression. Data yang diambil adalah data runtut waktu (time series) kuartalan 1998.1 s.d 2008.12, pada saat penggunaan metode VAR, data akan di bagi (break) menjadi dua periode yaitu antara 1998.1 s.d 2003.12 kemudian 2004.1 s.d 2008.12, latar belakang pembagian ini adalah untuk melihat dan bercerita (narrating approach) kebijakan moneter sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004 dan saat penerapan UU BI No.3 tahun 2004. 2. Jenis dan Sumber Data Studi ini merupakan penelitian eksploratif artinya mencoba untuk menelusuri dan menggali semua informasi mengenai kemungkinan terjadinya krisis keuangan di Indonesia dengan membangun metodologi EWS (early warning system). Sehingga dalam pengkajiannya jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Menurut tipologinya jenis data yang digunakan adalah data time series. Yaitu mencoba membuat interpretasi dari sekumpulan observasi dalam rentang waktu tertentu. Data-data ekonomi diperoleh melalui data yang dirilis oleh pemerintah baik dari Badan Pusat Statistik (BPS) maupun dari Bank Indonesia secara langsung melalui internet. 3. Prosedur Pengambilan Data Dalam studi ini data yang digunakan adalah data sekunder, maka dalam pengambilan datanya tidak melalui proses pengolahan, tetapi langsung dikoleksi dari perpustakan Bank Indonesia, atau perpustakaan kampus, serta media tulisan lainnya yang relevan dengan objek penelitian. 4. Teknik Analisis a) Model Composite Leading Indicator Composite leading indicator (CLI) model adalah pengembangan dari Individual leading indicator (ILI) model. CLI di bentuk berdasarkan penggabungan dari beberapa individual leading indicator model (Kaminsky, 1998). Namun para ahli sepakat bahwa CLI dapat memberikan efektifitas yang lebih tinggi dari pada ILI, yaitu dalam memberikan peta (mapping) gambaran kemungkinan terjadinya krisis (hubungan antara EMP dengan variabel CLI). Efektifitas itu dilihat dari rendahnya tingkat sinyal krisis yang dan tingginya tingkat probabilitas terjadinya krisis keuangan setelah sinyal muncul. 1) Aplikasi model Penelitian ini menggunakan definisi CLI yang dibangun oleh Herrera dan Garcia. 2) Penaksiran/estimasi Composite Leading Indicator a. Mendefinisikan krisis. Dalam studi ini akan di coba menggunakan rentang deviasi dari rata-rata sampel berdasar studi yang dilakukan oleh Sugandi (2004:163) yaitu EMP mean + 1 EMP Standard Deviation pada rentang waktu 24 bulan. b. Penyusunan Composite Leading Indikator dimana digabungkan masing-masing indikator dini krisis (indeks komposit). Artinya setiap indikator yang dipilih memiliki kriteria yang dapat memberikan akurasi sinyal yang tepat. c. Mengukur Keakuratan Indikator. d. Menentukan Variabel Terbaik. Variabel terbaik adalah, dapat diukur melalui tiga rasio berikut ini; a) Percentage of correctly called crisis Kriteria nya adalah setelah sinyal muncul maka kejadian aktual krisis akan muncul didalam jeda waktu tidak lebih dari 24 bulan. Berikut ini cara menghitungnya Percentage of correctly called crisis = number of correctly called crisis Number of actual crisis
b) Adjusted Noise to Signal Ratio Sebagai acuan, adjusted noise to signal ratio yang lebih rendah dari atau sama dengan 100% menunjukkan bahwa indikator ini masih cukup efisien dan yang lebih dari 100% itu menandakan tidak efisien. Berikut ini perhitungannya; Adjusted noise to signal ratio = c) Probability of Crisis Following a Signal Issuance Semakin tinggi nilai rasionya maka semakin baik performanya, berikut ini cara perhitungannya Probability of crisis following a signal issuance = Berdasarkan tiga rasio diatas, maka variable CLI yang baik haruslah; a) memiliki kemampuan meramalkan paling tidak 70% dari keseluruhan kejadian krisis yang terjadi di Indonesia. b) Efisien dalam memberikan tanda kemungkinan terjadinya krisis, artinya nilai adjusted noise to signal ratio harus kurang dari 100%. c) Harus memiliki nilai rasio probability of crisis occurrence lebih besar atau sama dengan 50%. b) Model Vector Autoregression 1) Aplikasi Model Berdasarkan persamaan VAR ΔXt = α + t-1 + ut, E(utus) = Ω,ift ≠ s Berdasarkan persamaan VAR dan diasumsikan setelah dianalisis menggunakan model CLI, maka didapatkan variabel RER (Real Exchange Rate) yang signifikan. Maka pada tahap terakhir untuk melakukan forecasting currency crisis, penelitian ini memakai tiga variabel, yang pertama EMP (Exchange Market Pressure), RER dan Domestic Credit Growth (DCG). Berikut ini model aplikasi dari VAR; 3
3
3
i 1
i 1
i 1
3
3
3
EMP 0 1 EMPt 1 2 RER t 1 3 DCGt 1 it RER 0 1 RERt 1 2 EMPt 1 3 DCGt 1 it i 1
i 1
i 1
3
3
3
i 1
i 1
i 1
. DCG RER EMP DCG 1 t 1 2 t 1 3 t 1 it 0 2) Penaksiran/estimasi Vector Autoregression. Setelah diperoleh persamaan VAR diatas, tahap berikutnya akan dilkukan serangkaian analisis VAR yang meliputi, Penetapan tingkat kelambanan optimal, uji statistik, impulse respons dan dekomposisi varian (Gujarati, 1995; Hakim, 2001; didalam Dyah, 2007;35). a. Penetapan Tingkat Kelambanan (lag) Optimal Dalam analisis VAR harus dilakukan uji tingkat kelambanan. Beberapa penelitian mutakhir metode VAR, menetapkan tingkat kelambanan optimal menggunakan Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC). AIC atau SC dapat digunakan sebagai pengganti R2 (Coefficient Determination), sehingga R2 bukan satu-satunya indikator validias sebuah model ekonomi (Hakim, 2001; didalam Dyah; 35). b. Impulse Response Sebuah model linier vektor stokastik x yang diformulasikan sebagai berikut (Sims, 1980): Xt = set-s .......................(3.5) dimana et = Xt – E(Xt , Xt-1 , Xt-2), kemudian memilih matriks tringular B, sehingga menghasilkan Bet yaitu sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga mempunyai diagonalnya sendiri, oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB1 dan e menjadi f = Be, sehingga persamaannya menjadi: . Xt = sft-s............................(3.6) dari persamaan diatas, koefisien C adalah respons terhadap kebijakan atau inovasi (responses to innovations)
c. Dekomposisi Varian The Cholesky Decomposition atau biasa disebut juga dengan The Variance Decomposition memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang penting didalam model VAR. Test ini digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Model dengan Pendekatan Sinyal a. Penentuan Periode Krisis Mata Uang di Indonesia Untuk menentukan periode krisis, maka ditentukan dahulu Exchange Market Pressure (EMP), yang didapat berdasarkan persamaan yang dikembangkan oleh Bussiere dan Fratzcher berdasarkan penelitian terdahulu oleh Girton dan Roper. Setelah data bulanan tingkat suku bunga, real effective exchange rate dan cadangan devisa didapatkan untuk periode 1998 sampai dengan 2008 didapatkan formula berdasarkan Bussiere dan Fratzcher didapatkan EMP sebagai berikut;
Sumber: data diolah
Gambar 4.17. Exchange Market Pressure Index Indonesia Gambar 4.17 menjelaskan tentang fluktuasi tekanan terhadap sektor keuangan yang dihitung didalam index EMP. Fungsi threshold didalam EMP adalah sebagai indikator terjadinya krisis keuangan, yaitu apabila index melebihi threshold maka dapat dikatakan saat itulah terjadinya krisis keuangan. Waktu terjadinya krisis keuangan lebih jelas digrafikkan oleh grafik periodesasi krisis keuangan berikut ini, CRISIS Periods 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
2008M7
2007M12
2007M5
2006M10
2006M3
2005M8
2005M1
2004M6
2003M11
2003M4
2002M9
2002M2
2001M7
2000M12
2000M5
1999M10
1999M3
1998M8
1998M1
Sumber: data diolah
Gambar 4.18. Periodesasi Krisis Berdasarkan gambar 4.18 di Indonesia telah terjadi 11 kejadian krisis periode pertama terjadi 5 kejadian krisis pada tahun 1998 dan periode kedua terdapat 6 kejadian krisis pada tahun 2005 sampai 2006.
b. Pembentukan Composite Leading Indicator Setelah dilakukan periodesasi krisis, langkah berikutnya adalah membentuk variabel composite leading indicator. Data-data yang telah terstandardisasi kemudian dihitung bobotnya, didapatkan pembobotan pada setiap variabel adalah sebagai berikut; Tabel 4.1. Hasil Pembobotan Variabel
REER
EKSPOR
Impor
-0.01162
0.007069
0.0084528
CAB/Gdi
Freserve
M2/reserve
0.000584
0.049438
0.0140207
M2/M0
RDC/GDP
RDRIR
-0.02254
-0.01007
0.0003127
US Rate
US GDP
Oil
0.710769
-0.00653
-0.008638
RTB/GDP
0.000448581 RFL/FAS
0.000676188 LDRS
-0.008438183 YEN/USD
0.004609021
kemudian setiap pembobotan akan digunakan untuk menghitung variabel composit. Setelah didapat data composit-nya maka selanjutnya adalah pembentukan untuk setiap composit, didalam penelitian ini akan dibentuk menjadi 4 komposit. c. Analisis Hasil Sinyal Pembobotan telah dilakukan, selanjutnya adalah penghitungan nilai setiap CLI dan nilai thresholdnya. Nilai threshold didapatkan untuk setiap CLI sebagai berikut ini; Tabel 4.2. Hasil Penghitungan CLI CLI 1 0.005232
CLI 2 0.003598
CLI 3 0.453264
CLI 4 1.631868
Berdasarkan nilai threshold tersebut setiap CLI akan dianalisis kemampuannya dalam meramalkan kemungkinan terjadinya krisis keuangan. Setiap indikator variabel komposit yang melewati nilai thresholdnya di asumsikan akan terjadi krisis 24 bulan sejak sinyal dari indikator tersebut muncul. 1) CLI 1 (REER, Impor, Ekspor, CAB/GDI dan Trade Balance GDP) Percentage Called of Crisis Adjusted Noise To Signal Ratio Probability Crisis Issuance
90.90909 13.58025 64.28571
2) CLI 2 (Foreign Reserves, M2/Foreign Reserve dan Foreign liabilities/Foreign asset). Percentage Called of Crisis Adjusted Noise To Signal Ratio Probability Crisis Issuance
36.36364 12.73585 57.14286
3) CLI 3 (M2 multiplier, Domestic Real Interest Rate dan Lending-Deposit Rate Spread). Percentage Called of Crisis Adjusted Noise To Signal Ratio Probability Crisis Issuance
72.72727 125.641 12.5
4) CLI 4 (US Real Interest Rate, US GDP, World Oil Price dan Yen/Dollar Rasio) Percentage Called of Crisis Adjusted Noise To Signal Ratio Probability Crisis Issuance
200 55.8209 22.72727
2. Hasil Model dengan Pendekatan VAR (Vector Autoregressive) Pada sub bab ini akan dibahas analisis hasil yang mencakup hasil uji prasyarat yaitu uji mencari kelambanan optimal. Sedangkan hasil estimasi meliputi uji F (uji serentak), uji Goodness of Fit (R2), uji parsial, impulse response dan variance decomposition. Analisis hasil mencakup dua periode yaitu periode sebelum UU BI No.3 tahun 2004 (1998-2003) dan saat UU BI No.3 tahun 2004 (2004-2008). a. Uji Kelambanan Optimal 1) Periode sebelum UU BI No.3 tahun 2004 1998 – 2003 Tabel 4.3. Uji Kelambanan Optimal Pertama Lag 1 2 3 4
AIC 26.75121 27.06722 26.94375 27.0024
SC 27.13364 27.74177 27.9151 28.27536
Hasil dari uji kelambanan optimal terhadap model ini sebelum UU BI No.3 tahun 2004, menunjukkan nilai terendah berada pada lag 1 oleh karena itu, lag optimal yang dipakai adalah lag 1. 2) Periode saat UU BI No.3 tahun 2004 2004 - 2008
Tabel 4.4. Uji Kelambanan Optimal Kedua Lag 1 2 3 4
AIC 16.0966 16.3332 16.40537 16.67442
SC 16.51915 17.07923 17.48066 18.08493
Hasil dari uji kelambanan periode saat UU BI No.3 tahun 2004, menunjukkan nilai terendah terletak pada lag 1 oleh karena itu lag optimal yang dipakai adalah lag 1. b. Impulse Response Impulse response adalah respon sebuah variabel dependen jika mendapat shock variabel independent sebesar 1% standar deviasi (Hakim didalam Dyah, 2007:79). Analisis ini mencakup dua periode yaitu periode sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004 (1998-2003) dan pada saat penerapan UU BI No.3 tahun 2004 (2004 – 2008). Response of EMP1 to Nonfactorized One S.D. Innovations .0004 .0000 -.0004 -.0008 -.0012 -.0016 -.0020 10
20
30
40
REER1
50
60
70
DCR1
Sumber: data diolah
Gambar 4.19. Respon EMP terhadap REER dan DCR sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004. Response of EMP2 to Nonfactorized One S.D. Innovations .0020 .0016 .0012 .0008 .0004 .0000 -.0004 -.0008 10
20
30 REER2
40
50
DCR2
Sumber: data diolah
Gambar 4.20. Respon EMP terhadap REER dan DCR sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004 Pada periode sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004, variabel REER dan DCR mampu menstabilkan indikator EMP yang merupakan indikator penanda krisis keuangan. Pada periode saat penerapan UU BI No.3 tahun 2004 kedua variabel masih mampu menjadi stabilisator terhadap EMP dan terjadi perubahan pengaruh pada REER yang semula pengaruhnya positif menjadi negative, untuk DCR masih memberikan pengaruh yang negatif namun trennya masih sama yaitu menarik EMP mendekat kepada garis horizontal. Analisis dikembangkan dengan melihat bagaimana pengaruh DCR sebagai alat kebijakan moneter terhadap REER. Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 menjelaskan hubungan tersebut.
Response of REER1 to Nonfactorized One S.D. DCR1 Innovation 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 10
20
30
40
50
60
70
Sumber: data diolah
Gambar 4.21. Respon REER terhadap DCR sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004. Response of REER2 to Nonfactorized One S.D. DCR2 Innovation .00
-.04
-.08
-.12
-.16
-.20 10
20
30
40
50
Sumber: data diolah
Gambar 4.22. Respon REER terhadap DCR setelah penerapan UU BI No.3 tahun 2004. Berdasarkan Grafik 4.20 dan 4.21 diketahui bahwa pengaruh DCR terhadap REER adalah negative dengan shock DCR 1%. Berdasarkan hasil estimasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah dapat mengendalikan DCR sebagai Channel untuk mengendalikan EMP dan pengaruhnya semakin kuat setelah penerapan UU BI No.3 tahun 2004. c. Variance Decomposition Variance Decomposition dapat menjelaskan berapa sumbangan varian dari variabel shock terhadap variabel endogen yang lain (Hakim didalam Dyah, 2007:82). Analisis ini mencakup dua periode yaitu periode sebelum penetapan UU BI No.3 tahun 2004 yang didalamnya masih menggunakan suku bunga dan uang primer (base money) sebagai alat untuk menjaga stabilitas inflasi Indonesia. Periode kedua adalah setelah penetapan UU BI No.3 tahun 2004 yang lebih memfokuskan kepada penggunaan suku bunga dalam mengatur stabilitas inflasi. Simulasi berdasarkan tabel 4.5 pada Variance Decomposition sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004 menunjukkan bahwa EMP dipengaruhi oleh semua variabel.
Tabel 4.5. Dekomposisi Varian: Pengaruh REER dan DCR (Domestic Credit) terhadap EMP sebelum penerapan UU BI No.3 tahun 2004. Periode S.E. EMP1 1 0,026445 100,000000 2 0,026539 99,608490 3 0,026602 99,311780 4 0,026650 99,089810 5 0,026686 98,922730 6 0,026714 98,796070 7 0,026735 98,699220 8 0,026752 98,624390 9 0,026764 98,565850 10 0,026774 98,519340 11 0,026782 98,481750 12 0,026789 98,450760 13 0,026794 98,424670 14 0,026799 98,402230 15 0,026803 98,382510 16 0,026806 98,364830 17 0,026809 98,346890 18 0,026811 98,333730 19 0,026814 98,319670 20 0,026816 98,306340 21 0,026818 98,293580 22 0,026820 98,281300 23 0,026822 98,269420 24 0,026824 98,257890 25 0,026825 98,246670 26 0,026827 98,235740 27 0,026828 98,225080 28 0,026830 98,214670 29 0,026832 98,204500 30 0,026833 98,194560
Variance Decomposition of EMP 1 REER1 DCR1 Periode S.E. 0,000000 0,000000 31 0,026835 0,378504 0,013008 32 0,026836 0,668543 0,019672 33 0,026837 0,887724 0,022471 34 0,026839 1,054009 0,023265 35 0,026840 1,180646 0,023288 36 0,026841 1,277442 0,023337 37 0,026842 1,351699 0,023906 38 0,026843 1,408877 0,025277 39 0,026845 1,453072 0,027588 40 0,026846 1,487371 0,030882 41 0,026847 1,514103 0,035138 42 0,026848 1,535032 0,040296 43 0,026849 1,551496 0,046273 44 0,026850 1,564514 0,052976 45 0,026851 1,574864 0,060308 46 0,026852 1,583139 0,068173 47 0,026853 1,589795 0,076480 48 0,026854 1,595182 0,085144 49 0,026854 1,599572 0,094090 50 0,026855 1,603172 0,103247 51 0,026856 1,606146 0,112556 52 0,026857 1,608620 0,121961 53 0,026858 1,610693 0,131418 54 0,026859 1,612443 0,140884 55 0,026859 1,613932 0,150327 56 0,026860 1,615207 0,159716 57 0,026861 1,616308 0,169027 58 0,026861 1,617266 0,178238 59 0,026862 1,618104 0,187334 60 0,026863 61 0,026863 62 0,026864 63 0,026865 64 0,026865 65 0,026866 66 0,026866 67 0,026867 68 0,026868 69 0,026868 70 0,026869
EMP1 98,184860 98,175370 98,166110 98,157060 98,148230 98,139610 98,131190 98,122970 98,114950 98,107130 98,099500 98,092060 98,084800 98,077720 98,070820 98,064090 98,057540 98,051140 98,044910 98,038840 98,032920 98,027150 98,021530 98,016050 98,010710 98,005500 98,000430 97,995490 97,990680 97,985990 97,981420 97,976970 97,972630 97,968400 97,964280 97,960270 97,956360 97,952550 97,948840 97,945220
REER1 1,618845 1,619502 1,620091 1,620620 1,621100 1,621538 1,621940 1,622310 1,622653 1,622972 1,623270 1,623551 1,623815 1,624065 1,624302 1,624527 1,624743 1,624948 1,625146 1,625335 1,625517 1,625692 1,625861 1,626024 1,626182 1,626335 1,626482 1,626625 1,626764 1,626899 1,627030 1,627156 1,627280 1,627400 1,627516 1,627629 1,627740 1,627847 1,627951 1,628052
DCR1 0,196300 0,205125 0,213798 0,222315 0,230668 0,238855 0,246872 0,254719 0,262393 0,269896 0,277228 0,284390 0,291384 0,298212 0,304875 0,311378 0,317721 0,323909 0,329943 0,335828 0,341566 0,347160 0,352613 0,357929 0,363111 0,368161 0,373083 0,377880 0,382555 0,387111 0,391550 0,395876 0,400092 0,404200 0,408202 0,412102 0,415902 0,419605 0,423213 0,426728
Sumber: data diolah
Table 4.6. Dekomposisi Varian: Pengaruh REER dan DCR terhadap EMP setelah penerapan UU BI No.3 tahun 2004. Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
S.E. EMP2 0,013492 100,000000 0,016045 99,810620 0,016951 99,359270 0,017291 98,662920 0,017438 97,775410 0,017535 96,766320 0,017634 95,701410 0,017749 94,631960 0,017878 93,592600 0,018019 92,603790 0,018166 91,675820 0,018315 90,812320 0,018462 90,012980 0,018607 89,275310 0,018747 88,595750 0,018881 87,970320 0,019009 87,395000 0,019131 86,865890 0,019246 86,379360 0,019355 85,932010 0,019457 85,520740 0,019554 85,142700 0,019645 84,795280 0,019730 84,476100 0,019809 84,182960 0,019884 83,913840 0,019953 83,666900
Variance Decomposition of EMP 2 REER2 DCR2 Periode S.E. 0,000000 0,000000 31 0,020186 0,187197 0,002183 32 0,020234 0,632858 0,007876 33 0,020279 1,319572 0,017510 34 0,020320 2,193554 0,031036 35 0,020358 3,185623 0,048058 36 0,020392 4,230553 0,068038 37 0,020424 5,277583 0,090453 38 0,020453 6,292522 0,114878 39 0,020480 7,255202 0,141003 40 0,020504 8,155564 0,168616 41 0,020527 8,990098 0,197582 42 0,020547 9,759202 0,227817 43 0,020565 10,465420 0,259271 44 0,020582 11,112330 0,291915 45 0,020597 11,703950 0,325731 46 0,020611 12,244290 0,360711 47 0,020624 12,737260 0,396846 48 0,020635 13,186510 0,434131 49 0,020646 13,595430 0,472559 50 0,020656 13,967140 0,512124 51 0,020665 14,304480 0,552815 52 0,020673 14,610090 0,594623 53 0,020681 14,886370 0,637534 54 0,020689 15,135510 0,681534 55 0,020697 15,359550 0,726606 56 0,020704 15,560370 0,772730 57 0,020711
EMP1 82,868440 82,709010 82,563130 82,429670 82,307570 82,195850 82,093560 81,999810 81,913760 81,834610 81,761610 81,694020 81,631180 81,572420 81,517130 81,464710 81,414600 81,366270 81,319200 81,272920 81,226970 81,180910 81,134340 81,086860 81,038120 80,987780 80,935510
REER1 16,164270 16,272680 16,366640 16,447340 16,515840 16,573200 16,620390 16,658350 16,687960 16,710070 16,725490 16,734990 16,739320 16,739180 16,735250 16,728180 16,718600 16,707110 16,694270 16,680640 16,666740 16,653070 16,640110 16,628320 16,618120 16,609920 16,604110
DCR1 0,967294 1,018316 1,070229 1,122997 1,176584 1,230949 1,286050 1,341844 1,398284 1,455322 1,512906 1,570983 1,629500 1,688399 1,747622 1,807109 1,866798 1,926625 1,986526 2,046436 2,106288 2,166015 2,225548 2,284819 2,343759 2,402301 2,460376
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0,018881 0,019009 0,019131 0,019246 0,019355 0,019457 0,019554 0,019645 0,019730 0,019809 0,019884 0,019953 0,020018 0,020078 0,020134
87,970320 87,395000 86,865890 86,379360 85,932010 85,520740 85,142700 84,795280 84,476100 84,182960 83,913840 83,666900 83,440420 83,232820 83,042620
11,703950 12,244290 12,737260 13,186510 13,595430 13,967140 14,304480 14,610090 14,886370 15,135510 15,359550 15,560370 15,739690 15,899130 16,040190
0,325731 0,360711 0,396846 0,434131 0,472559 0,512124 0,552815 0,594623 0,637534 0,681534 0,726606 0,772730 0,819886 0,868049 0,917195
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
0,020611 0,020624 0,020635 0,020646 0,020656 0,020665 0,020673 0,020681 0,020689 0,020697 0,020704 0,020711 0,020719 0,020726
81,464710 81,414600 81,366270 81,319200 81,272920 81,226970 81,180910 81,134340 81,086860 81,038120 80,987780 80,935510 80,881030 80,824070
16,728180 16,718600 16,707110 16,694270 16,680640 16,666740 16,653070 16,640110 16,628320 16,618120 16,609920 16,604110 16,601050 16,601070
1,807109 1,866798 1,926625 1,986526 2,046436 2,106288 2,166015 2,225548 2,284819 2,343759 2,402301 2,460376 2,517916 2,574853
Sumber: data diolah
Setelah diterapkannya UU BI No.3 tahun 2004, dekomposisi varian menunjukkan bahwa pada bulan pertama, variabel REER memberikan sumbangan kontribusi terhadap penurunan EMP yang semakin meningkat. Kontribusi paling besar diberikan oleh variabel EMP itu sendiri. d. Keterkaitan Hasil Penelitian dengan Teori dan Perkembangan Hasil Penelitian yang dicapai Penelitian ini Terhadap Penelitian Terdahulu. Untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap krisis keuangan maka pertama perlu untuk mendefinisikan terlebih dahulu apa itu krisis keuangan berdasarkan teori exchange market pressure yang dikembangkan oleh Girton dan Ropper, yang inti nya adalah untuk melihat pengaruh kebijakan pemerintah terhadap fluktuasi nilai tukar, kemudian EMP digunaka sebagai indikator terjadinya krisis keuangan dengan sebelum nya mengukur nilai thresholdnya. Teori kedua adalah The Monetary Approach to The Balance of Payment postulat dari teori ini adalah apabila BOP terjadi deficit maka akan terjadi arus modal keluar dari cadangan devisa. Capaian yang berhasil dilakukan didalam penelitian ini sebagai nilai tambah terhadap penelitian terdahulu adalah, penelitian ini mempunyai kelebihan yang pertama adalah menemukan variabel yang paling baik dalam meramalkan krisis untuk periode waktu yang lebih up to date, memberikan informasi kebijakan moneter apa yang harus dilakukan ketika terjadi krisis dan mampu memberikan informasi tambahan mengenai jalur mekanisme dalam mempengaruhi EMP secara efektif adalah REER yang diatur oleh kebijakan moneter melalui variabel domestic credit. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian secara empiris dalam penelitian ini. Didapatkan beberapa kesimpulan. 1. Variabel komposit yang paling baik dalam meramalkan kejadian krisis keuangan dengan efektivitas yang tinggi adalah variabel komposit CLI 1 yang terdiri dari REER, impor, ekspor, trade balance/GDP dan current account balance/GDI. 2. Pada periode sebelum penerapan undang-undang, hasil estimasi dari impulse response dan dekomposisi varian, menunjukkan bahwa variabel REER memiliki pengaruh yang kuat terhadap EMP di Indonesia dibandingkan dengan DCR, namun kedunnya samasama memberikan kontribusi dalam menurunkan EMP secara gradual. Kemudian pada periode setelah penerapan undang-undang, impulse respon dan dekomposisi varian masih menunjukkan bahwa variabel REER lebih kuat dalam mempengaruhi EMP di Indonesia dibandingkan dengan DCR, dan kontribusi REER dan DCR terhadap EMP mengalami peningkatan. 3. Pada saat sebelum dan sesudah penerapan, hasil estimasi impulse respon menunjukkan bahwa DCR memberikan pengaruh yang kuat terhadap REER dengan arah yang negatif, artinya untuk mengendalikan REER maka pemerintah dapat mengendalikan DCR. Dari hasil estimasi tersebut secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk mengendalikan besaran krisis yang dinamakan dengan EMP pemerintah dapat mengendalikan domestic credit (DCR) sebagai variabel yang berpengaruh terhadap EMP dengan cara mengeluarkan kebijakan moneter ketat, sehingga terjadi penurunan DCR dan berdasarkan penelitian ini, bahwa DCR mampu mempengaruhi REER sampai tingkat pengurangan 56%. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Untuk meramalkan krisis dengan waktu 24 bulan sebelum terjadinya krisis maka dapat menggunakan variabel komposit CLI 1 yang terdiri dari REER, ekspor, impor, trade balance/GDP dan current account balance/GDI, terbukti mampu meramalkan
kemungkinan terjadinya krisis keuangan 24 bulan sebelum kejadian dengan efektivitas dan ketepatan yang tinggi. 2. Untuk mengurangi dampak shock dari EMP pemerintah dapat menggunakan REER, karena terbukti pengaruhnya justru meningkat setelah penerapan UU BI No.3 tahun 2004 yang notabenenya menjadi jangkar kebijakan moneter sampai dengan tahun ini. 3. Untuk mempengaruhi REER, pemerintah dapat menggunakan serangkaian kebijakan moneter ketat dan kebijakan pendukung lainnya yang dapat menurunkan variabel domestic credit, karena chanelling yang terbukti untuk mempengaruhi EMP adalah dengan dengan DCR.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, Eric.2004.Constructing Early Warning System of Currency Crises For Indonesia: Leading Indicator Approach. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia. Appleyard dan Field.1992.International Economics.IRWIN Publishing:1992 Arnostova,Katerina dan Jaromir Hurnik.2005.The Monetary Transmission Mechanism in the Czech Republic (Evidence from VAR Analysis). Czech National Bank Working Paper Series No.4 Burdekin, Richard dan Paul Burkett.1990.A Re-Examination of the Monetary Model of Exchange Market Pressure.The MIT Press.Vol.72 Bussiere, Matthieu dan Marcel Fratzcher.2002.Toward A New Early Warning System of Financial Crises.European Central Bank Working Paper No.145 Dimand, Robert W dan Barbara J Spencer.2008.Trevor Swan and The Neoclassical Growth Model.NBER Working Paper 13950 Eischen, Kyle.1997.Towards an Understanding of the Asian Crisis: A Research Agenda.Center for Global, International and Regional Studies. Working Paper 99-2 Fratzcher, Marcel.2000.On Currency Crisis and Contagion. Institute for The International Economics Vol.09 Fontaine, Thomson.2005.Currency Crises in Developed and Emerging Market Economies: A Comparative Empirical Treatment.IMF Working Paper No.13 Fung, Ben SC.2002.A VAR Analysis of The Effects of Monetary Policy in East Asia.Bank for International Settlement Working Papers No.119 Girton, Lance dan Don Roper.1977.A Monetary Model of Exchange Market Pressure Applied to the Postwar Canadian Experience.American Economic Association.Vol 67. Herrero, Alicia Garcia; Jacob Gyntelberg dan Andrea Tesei.2008.The Asian Crisis:What did Local Stock Markets Expect?.Bank for International Settlement Working Papers No.261 Ito, Takatoshi dan Kiyotaka Sato.2006.Exchange Rate Changes and Inflation in Post Crisis Asian Economies: VAR Analysis of the Exchange Rate Pass Through.RIETI Discussion Paper Series 06-E-018 Jie Li,Ramkishen Rajan dan Thomas Willet.2006.Measuring Currency Crises Using Exchange Market Pressure Indices: The Imprecision of Precision Weights.The Central University of Finance and Economics. Juselius, Katarina.2003.The Cointegrated VAR Model: Econometric Methodology Macroeconomic Applications
and
Juzhong Zhuang dan Malcolm Dowling.2002.Causes of the 1997 Asian Financial Crisis: What Can an Early Warning System Model Tell Us?.Asian Development Bank Journals Kamaly, Ahmed dan Nese Erbil.A Var Analysis of Exchange Market Pressure: A Case Study for The MENA Region.George Washington Working Paper No.25
Kaminsky, Graciela.2003.Varieties of Currency Crises.Department of Economics George Washington University Khor Hoe Ee dan Kee Rui Xiong.2008.Asia: A Perspective on the Subprime Crisis.Finance & Development E-Magazine. Kusuma, Wiranata. 2008.Analisis Sistem Peringatan Dini Terhadap Krisis Nilai Mata Uang di Indonesia periode 1990.1 - 2006.12. Laporan Perekonomian Bank Indonesia.2008. Kinerja dan Prospek Perekonomian Indonesia Serta Arah Kebijakan 2008-2009. diunduh dari www.BI.go.id tanggal 24 juni 2009 pukul 22.33. Laporan Perekonomian Bank Indonesia.2008.Kinerja Sektor Keuangan Domestik di Tengah Krisis Global. diunduh dari www.BI.go.id tanggal 24 juni 2009 pukul 22.33 Lindgren, Carl Johan; Tomas JT Balino Dkk.1999.Financial Sector Crisis and Restructuring Lessons from Asia.IMF Occasional Paper. Mishkin, Frederic.2004.The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Addison Wesley Obstfeldt, Maurice.1994.The Logic of Currency Crisis.Banque De France.Cahiers economiques et monetaires no.43. Obstfeld, Maurice.2001.International Macroeconomics: Beyond the Mundell-Fleming Model.IMF Staff Papers No.47 Prasetiantono, Tony.2007.Economic Outlook 2008 Pertumbuhan Digerakkan Investasi, Gejolak Eksternal Masih Membayang.Economic Review.Desember no.207 Rajan, Ramkishen S.2006.Managing New Style Currency Crises: The Swan Diagram Approach Revisited.SCAPE Working Paper Series No.2005/17 Stavarek, Daniel dan Marek Dohnal.2009.Exchange Market Pressure in Central Europe: An Application of The Girton Roper Model.MPRA Paper No.15744. Stock, James H dan Mark W.Watson.2001.Vector Autoregressions.Journal of Economic Perspectives Vol.15 No.4 Tanner, Evan.2001.Exchange Market Pressure and Monetary Policy: Asia and Latin America in the 1990s.IMF Staff Papers Vol.47 No.3.
ANALISIS MANFAAT BIAYA PADA PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT. V BALIKPAPAN (APLIKASI BENEFIT COST RATIO)
Oleh :
RISMA INTAN PERTIWI EVI GRAVITIANI
ABSTRAK Penelitian ini memiliki tujuan untuk menilai tingkat kelayakan suatu kegiatan industri khususnya indusri pengolahan migas PT. Pertamina (Persero) RU.V yang ada di Kota Balikpapan baik secara ekonomi dan lingkungan. Kelayakan suatu industri dapat dinilai dari suau pendekatan benefit cost ratio, yaitu dengan membandingkan nilai manfaat dan biaya dari berlangsungnya kegiatan suatu industri. Kegiatan indsutrialisasi selain untuk memperoleh keuntungan, diharapkan juga dapat memajukan perekonomian suatu negara atau daerah serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kelayakan ekonomi adalah bagaimana suatu industri dapat meningkatkan struktur masyarakat dan perekonomian. Peningkatan perekonomian suatu daerah yang ditunjang dengan adanya kegiatan industrialisasi dilihat dari pergeseran struktur ekonomi, dari berkembangnya sektor pertanian dan perdagangan dengan adanya industrialisasi maka sektor tersebut berubah menjadi kota industri yang maju akan teknologi dan sumber daya manusianya. Mengukur kelayakan ekonomi dan lingkungan suatu industri dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu Net B/C R dan Nilai imbangan manfaat biaya. Nilai Net B/C R diperoleh dari total NPV1 dibagi NPV2; nilai imbangan manfaat diperoleh dari perbandingan total manfaat dan biaya ditambah dengan nilai valuasi lingkungan atau nilai eksternalitas. Nilai eksternalitas digunakan untuk menilai seberapa besar pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kelayakannya. Penelitian ini menggunakan analisis Rasio Benefit Cost dan Nilai Imbangan Manfaat-Biaya Lingkungan. Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif. Rasio benefit cost digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dari industri ini serta untuk mengidentifikasi dampak positif dan negatif terhadap masyarakat Kota Balikpapan. Imbangan manfaat-biaya merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kelayakan lingkungan dari suatu kegiatan industri/usaha apakah kegiatan tersebut layak atau tidak layak untuk dikelola/diusahakan. Nilai imbangan ini diperoleh dengan cara membandingkan total manfaat dan total biaya industri yang telah di present value kan setelah ditambahkan nilai eksternalitas lingkungan. Sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi dan lingkungannya sehingga dapat diketahui pula apa dampak positif dan negatif dari adanya industri pengolahan migas oleh Pertamina RU. V Balikpapan terhadap masyarakat dan daerah Kota Balikpapan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui nilai kelayakan ekonominya adalah sebesar 1,058. B/C Ratio > 1 yang artinya bahwa Pertamina layak secara ekonomi dan dapat meningkatkan perekonomian secara positif baik kepada masyarakat dan perekonomian daerah. Nilai imbangan manfaat biaya diketahui sebesar 1,657 dengan memasukkan komponen eksternalitas yaitu dari nilai valuasi lingkungan, sedangkan nilai imbangan manfaat biaya tanpa memasukkan komponen eksternalitas adalah sebesar 1,660. Rasio nilai imbangan tersebut >1 yang artinya secara lingkungan, kegiatan industri yang dikelola oleh Pertamina adalah layak. Kata Kunci: B/C R, Nilai Imbangan Manfaat Biaya, Industri Pengolahan Migas
A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah barang dan jasa dengan tingkat value tertentu. Pemanfaatan sumber daya alam berupa barang dan jasa dapat dilakukan melalui suatu proses pengolahan. Suatu proses pengolahan dikelola oleh sebuah industri/pabrik yang dihasilkan dari berbagai sektor. Misalnya sumber daya alam dari sektor pertanian sektor pertambangan. Sumber daya alam dari sektor pertambangan merupakan sumber daya yang tak terbaharukan (nonrenewable) serta memiliki efek yang sangat krusial terhadap lingkungan hidup. Industri yang sangat krusial letak, pengolahan serta value nya adalah industri migas ataupun pengolahan migas yang dapat mengurangi kualitas lingkungan. Industri pengolahan migas tersebar di seluruh daerah di Indonesia. PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan migas. PT. Pertamina RU. V Balikpapan dengan produk utama BBM akan memberi dampak positif maupun negatif bagi daerah sekitarnya. Menurut beberapa survei Pertamina, dampak positif yang diberikan meliputi mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat secara riil maupun multiplier effect, meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Kota Balikpapan. Dampak negatif yang mungkin diterima masyarakat dan lingkungan seperti kebisingan, debu, ketidaknyamanan suhu udara, penurunan kualitas udara dan kualitas perairan, terganggunya keseimbangan kehidupan, kekurangan debit air, kepadatan lalu lintas dan kesehatan. Ilmu ekonomi mengenal suatu analisis yaitu analisis rasio manfaat dan biaya (B/C Ratio). Apabila rasio manfaat biaya industri pengolahan migas lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka
kesejahteraan masyarakat lebih tinggi dan sebaliknya, jika kurang dari 1 (satu), maka kesejahteraan masyarakat menurun. Analisis manfaat biaya dikembangkan untuk memberi sebuah cara sistematik untuk membandingkan keuntungan serta kerugian ekonomi dari berbagai alternatif proyek. Pada umumnya, para penganalisa dan perencana hanya tertarik pada alternatif yang mempunyai rasio lebih dari 1 (satu). Dengan kata lain, agar ekonomi layak, sebuah proyek diharapkan dapat memberikan lebih banyak untung daripada rugi (Pareglio, 1996). Berdasarkan dampak positif dan negatif yang timbul akibat industri pengolahan migas oleh Pertamina perlu dilakukan penghitungan tingkat keuntungan dan kerugian agar diketahui tingkat kelayakan keberadaan industri ini di kota Balikpapan. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini mengambil judul Analisis Manfaat Biaya pada PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan (Aplikasi Benefit Cost Ratio). Penelitian lebih dikonsentrasikan pada dampak yang diterima oleh masyarakat pada khususnya dan Kota Balikpapan pada umumnya ditinjau dari aspek ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya industri pengolahan migas PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Sumber Daya Alam Sumber daya alam yang melimpah sangat menunjang majunya perekonomian suatu daerah namun dalam pemakaiannya memerlukan efisiensi agar penggunaan sumber daya tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan saja. Salah satu cabang ilmu ekonomi mengenal ekonomi sumber daya alam. Ekonomi sumber daya alam merupakan salah satu cabang ilmu ekonomi yang mencoba menerapkan teori ekonomi, dalam pengelolaan sumber daya alam dan energi untuk memenuhi kebutuhan manusia secara efisien, efektif dan lestari. Peningkatan produksi barang dan jasa menuntut lebih banyak produksi barang SDA yang harus digali dan semakin menipisnya SDA dan pencemaran lingkungan semakin meningkat. 2. Pengertian Industri
3.
Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya agar memperoleh nilai tambah (value added) dan keuntungan. Berbagai pendapat muncul bahwa industri itu mempunyai peranan penting. Dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektorsektor lainnya. Pengertian Eksternalitas dan Biaya Sosial Eksternalitas merupakan manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang tidak dapat diperhitungkan secara langsung dalam proses produksi barang atau jasa. Apabila ada eksternalitas, maka ada pihak ketiga di luar pembeli dan penjual yang terkena dampak dari produksi dan konsumsi. Eksternalitas negatif atau disebut biaya eksternal adalah biaya yang ditanggung pihak ketiga diluar pembeli dan penjual yang tidak tercermin dalam harga pasar. Eksternalitas positif merupakan manfaat yang diperoleh pihak ketiga diluar penjual dan pembeli yang tidak tercermin dalam harga pasar.
C. METODE PENELITIAN 1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 (tiga) cara, antara lain: a) Wawancara Metode wawancara adalah metode penelitian dengan melakukan interaksi langsung dengan narasumber di beberapa divisi khususnya divisi lingkungan dan keuangan yaitu Bapak Kardiman Rahardjo sebagai Pembimbing Lapangan dan Ibu Ika Yuliastuti (Environmental) serta Ibu Ika (Keuangan). Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut: a. Cara pengolahan limbah yang dilakukan Pertamina. b. Teknologi yang digunakan Pertamina RU. V dalam mengelola limbah. c. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam mengolah limbah. d. Tanggung jawab sosial yang diberikan perusahaan untuk masyarakat dan daerah. e. Pertimbangan Pertamina untuk aspek ekonomi dan aspek lingkungan dalam pelaksanaan kegiatan perindustriannya. f. Penyebab kelangkaan BBM di Kalimantan Timur, khususnya di Kota Balikpapan. g. Kelanjutan usaha Pertamina agar menjadi perusahaan pengolahan migas kelas dunia sesuai dengan misi dan visinya. b) Observasi
Metode observasi yaitu metode dengan melakukan pengamatan langsung pada lapangan yaitu divisi Environmental dan Keuangan di PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan. c) Studi Pustaka Metode ini dilakukan dengan mencari data dan referensi dari buku teks di BPS Kota Balikpapan, Dispenda Kota Balikpapan dan buku-buku keilmuan lainnya serta website yang berhubungan dengan teori-teori penelitian. 2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber yang ada, yaitu data yang telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Sekaran, 2006). Sumber-sumber data tersebut antara lain: a) BPS Kota Balikpapan a. Biaya produksi PT. Pertamina (Persero) RU. V 2005-2009. b. Biaya pengeluaran rutin masyarakat menurut golongan 2005-2009. c. Jumlah Penduduk 2005-2009. d. PDRB dengan migas Kota Balikpapan 2001-2009. b) Dispenda Kota Balikpapan: Kontribusi Pertamina kepada daerah Kota Balikpapan sebagai pendapatan daerah 2005-2009. c) Divisi Keuangan Pertamina RU. V Balikpapan. a. Data pendapatan karyawan 2005-2009. b. Data pendapatan penjualan 2005-2009. c. Data biaya operasional perusahaan 2005-2009. d) Divisi Environmental HSE Pertamina RU. V Balikpapan. a. Data tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan 2005-2009. b. Biaya penanganan pencemaran 2005-2009. c. Profil perusahaan. d. Data Pengelolaan limbah. e. Nilai Valuasi Lingkungan 2005-2009
3.
Metode Analisis Penelitian Proses analisis yang akan dilakukan terdiri dari rasio benefit cost dan penghitungan nilai imbangan manfaat a) Rasio Benefit Cost Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif. Rasio benefit cost digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dari industri ini serta untuk mengidentifikasi dampak positif dan negatif terhadap masyarakat Kota Balikpapan. Benefit dinilai dari dampak positif sedangkan cost dinilai dari dampak negatif.
Net B/C = Dimana : B/C Ratio Bt Ct n i t
= Benefit-Cost Ratio = Manfaat sosial bruto proyek pada tahun t. = Biaya sosial bruto proyek pada tahun t. = Umur ekonomis proyek. = Social discount rate. = Tahun bersangkutan.
b) Nilai Imbangan Manfaat-Biaya Lingkungan Imbangan manfaat-biaya merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kelayakan lingkungan dari suatu kegiatan industri/usaha apakah kegiatan tersebut layak atau tidak layak untuk dikelola/diusahakan. Nilai imbangan ini diperoleh dengan cara membandingkan total manfaat dan total biaya industri yang telah di present value kan setelah ditambahkan nilai eksternalitas lingkungan. Total manfaat dan total biaya memerlukan perhitungan nilai sekarang (present value), karena
perhitungan total manfaat dan biaya dihitung dengan satuan uang, dimana uang memiliki nilai waktu yang pada saat pengambilan dan pemakaian nilainya dapat berbeda. Perhitungan nilai imbangan dihitung dengan menambahkan nilai eksternalitas sebagai biaya dan tanpa menambahkan nilai eksternalitas. Hal ini dilakukan untuk membandingkan dan menguji pengaruh komponen eksternalitas terhadap kelayakan suatu industri atau usaha. PV Manfaat Nilai Imbangan = PV Biaya (+ Eksternalitas) Nilai valuasi lingkungan atau disebut sebagai nilai eksternalitas yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh dari perhitungan jumlah minyak mentah (crude oil) yang telah diolah dan menghasilkan sisa olahan dikalikan dengan harga aktual pasar. Realita di lapangan menyatakan kelayakan suatu kegiatan industri atau usaha tidak saja ditentukan oleh kelayakan teknis finansial, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan lingkungan sekitarnya. Memadukan konsep ekonomis dan ekologis dalam menilai kelayakan suatu kegiatan industri/usaha, diharapkan paling tidak akan diperoleh nilai kelayakan yang lebih mendekati dan lebih komprehensif. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Data a. Manfaat Langsung 1) Corporate Social Responsibility (CSR) CSR/Community Development ini meliputi pembiayaan untuk 7 (tujuh) bidang yaitu kesehatan, kemandirian ekonomi, pendidikan, prasarana ibadah, santunan korban bencana dan Community Relationship. Tabel 10. CSR PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan 2005-2009 Dana Tanggung Jawab Sosial (CSR) Pertamina RU. V Balikpapan (Rp) 2005 465.526.238 2006 525.287.238 2007 591.024.338 2008 663.335.148 2009 742.887.038 Sumber: Pertamina RU. V Balikpapan, 2011 Tahun
Dana yang dialokasikan ke Kota Balikpapan oleh Pertamina untuk CSR adalah sebesar Rp. 2.988.050.000 termasuk daerah didalam dampak utama dan diluar dampak utama. Tabel 10 terlihat bahwa dana CSR yang diberikan Pertamina mengalami kenaikan dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa kepedulian Pertamina terhadap masyarakat dan lingkungan semakin tinggi. 2) Pendapatan Karyawan Data pendapatan karyawan diambil selama 5 (lima) tahun yaitu dari tahun 2005 hingga 2009 disesuaikan dengan data yang tersedia dan data yang memungkinkan dari Pertamina. Tabel 11. Pendapatan Karyawan Pertamina RU. V Balikpapan Tahun 2005-2009 Pendapatan Karyawan Pertamina RU. V Tahun Balikpapan (Rp) 2005 157,924,985,734 2006 146,044,407,260 2007 143,999,623,366 2008 148,669,382,795 2009 135,932,458,924 Sumber: Pertamina RU. V Balikpapan, 2011
Tabel 11 memperlihatkan penurunan jumlah dari tahun 2005 hingga tahun 2009 yang dikarenakan Pertamina melakukan peminimalisasian biaya tenaga kerja dengan mengurangi jumlah tenaga kerja. 3) Pendapatan Penjualan (Revenue) Data penjualan perusahaan yaitu terdiri atas penjualan BBM, non BBM dan pelumas. Tabel 12. Pendapatan Penjualan Pertamina RU. V Balikpapan Tahun 2005-2009 Pendapatan Penjualan Pertamina RU. V Tahun Balikpapan (Rp) 2005 55,170,368,015,482 2006 99,151,591,896,954 2007 66,124,724,548,569 2008 98,933,149,614,861 2009 66,333,419,177,675 Sumber: Pertamina RU. V Balikpapan, 2011 Tahun 2006 Pertamina memproduksi lebih banyak hingga mencapai Rp. 54.869.375.343.600 dan harga produksi yang lebih mahal 10 US dollar daripada tahun 2005. Tahun 2007 terjadi penurunan karena Pertamina menurunkan volume produksi seluruh produk sehingga penjualannya hanya sedikit. Tahun 2008 terjadi penambahan produk Pertamina yaitu Fuel Oil IFO, Pertamax dan LPG sehingga penjualannya meningkat secara signifikan. Penjualan di tahun 2009 terjadi penurunan lebih kurang 30% disebabkan maraknya tabung gas LPG 3 kg yang meledak oleh konsumen sehingga menurunkan penjualan gas LPG dan volume produksi LPG diturunkan untuk menghindari kerugian. b. Manfaat Tidak Langsung 1) Pendapatan Masyarakat (multiplier effect) Pendapatan masyarakat sebagai multiplier effect dari adanya industri pengolahan migas ini diasumsikan dari jumlah rata-rata pengeluaran rutin bulanan menurut golongan pengeluaran adalah ½ dari pendapatan individu (Badan Pusat Statistik, 2011). Tabel 13. Pendapatan Masyarakat Kota Balikpapan sebagai Multiplier Effect Tahun 2005-2009 Tahun
Jumlah
Estimasi Pendapatan Masyarakat Per Bulan
Estimasi Pendapatan Masyarakat Per tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah Pendapatan (Rp)
2005
498,137.00
833,333
10,000,000
500,406
5,004,060,000,000
2006
623,643.04
1,000,000
12,000,000
508,120
6,097,440,000,000
2007
702,020.74
1,083,333
13,000,000
515,529
6,701,877,000,000
2008
867,151.00
1,250,000
15,000,000
526,963
7,904,445,000,000
2009
867,151.00
1,250,000
15,000,000
538,525
8,077,875,000,000
Sumber: BPS Kota Balikpapan, data diolah, 2011 2) Pendapatan Daerah Pendapatan daerah dari PT. Pertamina (Persero) RU. V yaitu berupa kontribusi perusahaan kepada daerah berupa dana bagi hasil. Tabel 14. Kontribusi Pertamina RU. V Balikpapan kepada Daerah Tahun 2005-2009 Kontribusi Pertamina RU. V Balikpapan Kepada Daerah (Rp) 2005 214.850.463.287 2006 306.929.233.267 2007 211.355.950.854 2008 318.983.600.240 2009 192.075.072.796 Sumber: Dispenda Kota Balikpapan, 2011 Tahun
c. Biaya Langsung 1) Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan setiap proses produksi yang dilakukan perusahaan. Tabel 15 adalah rincian dari biaya operasional Pertamina dari tahun 2005 sampai 2009. Biaya operasional berikut tidak termasuk biaya tenaga kerja karena dimasukkan ke dalam komponen manfaat (benefit) yang diterima masyarakat yang bekerja di Pertamina. Tabel 15. Biaya Operasional Pertamina RU. V Balikpapan diluar Pendapatan Karyawan 2005-2009 Biaya Operasional Pertamina RU. V Balikpapan Tahun (Rp) 2005 2,079,595,798,967 2006 2,496,407,800,895 2007 2,728,307,829,249 2008 3,280,743,574,601 2009 2,026,400,377,191 Sumber: Pertamina RU. V Balikpapan, 2011 2) Biaya Produksi Biaya produksi dalam tabel 16 menjelaskan biaya-biaya untuk memproduksi produk-produk perusahaan berupa BBM dan non BBM dengan satuan produksi barel selama 1 (satu) tahun. Tabel 16. Biaya Produksi Pertamina RU. V Balikpapan Tahun 2005-2009 Biaya Produksi Pertamina RU. V Balikpapan (Rp) 2005 51,192,756,009,144 2006 54,869,375,343,600 2007 43,146,555,008,400 2008 40,362,064,429,257 2009 47,702,863,152,000 Sumber: Pertamina RU. V Balikpapan, 2011 Tahun
Biaya produksinya semakin rendah jika dilihat dari tahun ke tahu, karena harga produksi yang relatif lebih murah namun varian produk lebih banyak karena ada penambahan jenis produksi seperti pertamax, fuel oil, wax dan LPG. d. Biaya Tidak Langsung 1) Biaya Penanganan Pencemaran Biaya penanganan pencemaran adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membiayai minyak olahan yang terbuang atau tercecer. Tabel 17 memperlihatkan tahun 2005 dan 2009 angka yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2006-2008. Tabel 17. Biaya Penanganan Pencemaran Pertamina RU. V Balikpapan Tahun 2005-2009 Biaya Penanganan Pencemaran Pertamina RU. V Tahun Balikpapan (Rp) 2005 1,820,596,525 2006 2,427,462,033 2007 2,697,180,037 2008 2,157,744,030 2009 1,637,354,336 Sumber: Pertamina RU. V Balikpapan, 2011 Tahun 2006-2008 nilainya menjadi lebih besar karena Pertamina melakukan pembelian permanent oil boom untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi.
2.
Rasio Benefit Cost Berdasarkan pemaparan data, maka melalui proses analisis menggunakan Rasio Benefit Cost dengan tingkat social discount rate sebesar 10%. Cara perhitungannya dapat dihitung dengan metode sebagai berikut: a. Menjumlahkan keseluruhan nilai manfaat dan menjumlahkan keseluruhan nilai biaya per tahun sesuai dengan sampel tahun yaitu 2005 hingga 2009 yang diukur dalam satuan Rupiah. b. Mengurangi nilai manfaat dan biaya per tahunnya sehingga didapatkan Net Benefit (B-C). c. Menghitung nilai NPV1, yaitu dengan mengalikan nilai Net Benefit per tahun dengan discount factor 10% (PV Net Benefit), lalu menjumlahkan totalnya yang kemudian disebut sebagai NPV1. d. Menghitung nilai NPV2, yaitu dengan mengalikan Net Benefit per tahun dengan discount factor yang kedua 12% (PV Net Benefit), setelah itu menjumlahkan totalmua yang kemudian disebut sebagai NPV2. e. Membagi nilai NPV1 dengan NPV2. Net B/C Ratio diperoleh : NPV1 / NPV2 : 126.082.672.976.083 = 1,058 119.109.766.157.158 Tahun 2005 merupakan tahun pertama dari lima tahun pengambilan periode yaitu tahun 2005 hingga 2009. Nilai manfaat yang telah dijumlahkan keseluruhannya yaitu dari manfaat langsung dan manfaat tidak langsung pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 60.547.801.074.503,00 sedangkan nilai biaya secara keseluruhan tahun 2005 adalah sebesar 53.274.172.404.636,00. Nilai manfaat dikurangi dengan nilai biaya sehingga didapatkan selisih Rp. 7.273.628.669.867,00 yang disebut sebagai Net Benefit. Nilai Net Benefit Rp. 7.273.628.669.867,00 dikalikan dengan discount factor 10% untuk memperoleh nilai PV Net Benefit sebesar Rp. 6.612.389.699.879,00. Perhitungan ini dihitung secara kumulatif dari tahun 2005 hingga 2009, sehingga total dari PV Net Benefit ini disebut sebagai NPV1. NPV2 diperoleh dari total kumulatif 2005 hingga 2009 perhitungan PV Net Benefit Rp. 6.494.311.312.381,00 yang didapat dari Net Benefit Rp. 7.273.628.669.867,00 dikalikan dengan discount factor 12%. Net B/C R didapat dari total NPV1 dibagi dengan NPV2.
3.
Nilai Imbangan Manfaat Biaya Nilai imbangan adalah perbandingan manfaat dan biaya yang merupakan deviasi dari metode B/C R konvensional akan tetapi memasukkan komponen eksternalitas lingkungan. Perhitungan nilai imbangan ini dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu pertama dengan menambahkan nilai valuasi lingkungan (eksternalitas), kedua tidak menambahkan nilai eksternalitas. Nilai valuasi lingkungan atau disebut sebagai nilai eksternalitas dalam perhitungan analisis Benefit Cost ini diperoleh dengan menghitung jumlah minyak mentah (crude oil) yang terbuang yaitu dalam arti tidak dapat diolah kembali dikalikan dengan harga aktual pasar. Nilai valuasi lingkungan tersebut telah diolah oleh Pertamina itu sendiri dan penulis menggunakan data tersebut sebagai nilai valuasi lingkungan/eksternalitas. Jika nilai valuasi lingkungannya (eksternalitas) telah diketahui, metode nilai imbangan dihitung sebagai berikut: 1. Menjumlahkan keseluruhan nilai manfaat dan menjumlahkan keseluruhan nilai biaya per tahun sesuai dengan sampel tahun yaitu 2005 hingga 2009 yang diukur dalam satuan Rupiah. 2. Mengalikan jumlah manfaat per tahun dengan discount factor 10% (PV Benefit) lalu dijumlahkan menurut jumlah tahun, yaitu 5 tahun. 3. Mengalikan jumlah biaya yang telah ditambahkan dengan nilai valuasi lingkungan per tahun dengan discount factor 10%. (PV Cost) lalu dijumlahkan menurut jumlah tahun, yaitu 5 tahun. 4. Membagi Total PV Benefit dengan Total PV Cost. Nilai imbangan = Total PV Benefit = 317.083.048.610.211 = 1,657 Total PV Cost 191.317.974.716.433 Membandingkan nilai imbangan juga dihitung tanpa memasukkan nilai valuasi lingkungan (eksternalitas) pada Biaya (Cost). Perhitungan nilai imbangan berikut dihitung tanpa menambahkan nilai eksternalitasnya pada biaya:
Nilai imbangan = 317.083.048.610.211 191.000.375.634.128 = 1,660 Perhitungan nilai imbangan manfaat biaya yaitu dengan membandingkan nilai manfaat dibagi dengan nilai biaya, nilai imbangan manfaat biaya dengan memasukkan komponen eksternalitas (nilai valuasi lingkungan) pada biaya menjadikan nilai biaya menjadi lebih besar yaitu Rp. 191.317.974.716.43,00 sedangkan tanpa memasukkan komponen nilai eksternalitas, biayanya hanya sebesar Rp. 191.000.375.634.128,00. Nilai imbangan dihitung dengan metode Gross B/C R yang berbeda dengan metode Net B/C R. Nilai imbangan dihitung dengan mengalikan langsung nilai total manfaat per tahun dengan discount factor 10%, begitu juga dengan biaya per tahun dikalikan dengan discount factor 10%. Tabel 20 memperlihatkan perhitungan nilai imbangan manfaat biaya pada tahun pertama yaitu tahun 2005. Nilai keseluruhan manfaat yang terdiri dari manfaat langsung dan manfaat tidak langsung pada tahun 2005 berjumlah Rp. 60.547.801.074.503 sedangkan nilai keseluruhan biaya (tanpa nilai eksternalitas) yang terdiri dari biaya langsung dan tidak langsung pada tahun 2005 berjumlah Rp. 53.274.172.404.636. Nilai manfaat Rp. 60.547.801.074.503 dikalikan dengan DF 10% sehingga diperoleh PV Benefit sebesar Rp. 55.043.455.522.275 sedangkan nilai biaya Rp. 53.274.172.404.636 juga dikalikan dengan DF 10% sehingga diperoleh Rp. 48.431.065.822.396 sebagai PV Cost. Rasio nilai imbangan manfaat biaya diperoleh dari Total PV Benefit yang telah dihitung dari tahun 2005 hingga 2009 dibagi dengan Total PV Cost yang telah dihitung dari tahun 2005 hingga 2009. Nilai imbangan manfaat biaya adalah dengan memasukkan nilai eksternalitas pada komponen biaya sehingga nilai keseluruhan biaya dari biaya langsung dan tidak langsung yang ditambahkan dengan nilai eksternalitas menjadi sebesar Rp. 53.366.776.664.436. Nilai ini lebih besar dibandingkan nilai biaya tanpa eksternalitas seperti pada tabel 20. Nilai biaya tersebut dikalikan dengan DF 10% begitu juga dengan nilai manfaat sehingga diperoleh PV Benefit dan PV Cost masing-masing sebesar Rp. 55.043.455.522.275 dan Rp. 48.515.251.513.124. Nilai PV Cost tanpa eksternalitas dan dengan eksternalitas memiliki perbedaan dimana PV Cost dengan eksternalitas nilainya lebih besar dibandingkan dengan PV Cost tanpa eksternalitas. Hal ini tentu akan membedakan rasio nilai imbangan manfaat biayanya. Rasio nilai imbangan manfaat biaya dapat dihitung dengan menjumlahkan PV Benefit dan PV Cost selama 5 (lima) tahun lalu membagi antara Total PV Benefit dengan Total PV Cost. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis manfaat biaya dengan metode rasio benefit cost dan nilai imbangan manfaat biaya, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kelayakan ekonomi dan lingkungan dari industri pengolahan migas oleh PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan adalah Rasio net benefit cost menunjukkan hasil 1,058. Nilai Net B/C R >1 yang artinya industri pengolahan migas oleh PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan layak secara aspek ekonomi kepada masyarakat dan daerah Kota Balikpapan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai imbangan ini menyatakan bahwa industri pengolahan migas oleh PT. Pertamina (Persero) adalah layak secara aspek lingkungan karena rasio >1. Dampak positif yang diperoleh masyarakat dan daerah adalah adanya industri pengolahan migas oleh PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan antara lain, mengurangi angka pengangguran. meningkatkan taraf hidup masyarakat Kota Balikpapan, meningkatkan pendapatan masyarakat secara riil maupun multiplier effect dan meningkatkan pendapatan daerah. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat yaitu, kondisi air laut di sekitar teluk Balikpapan mengalami pencemaran, penurunan kualitas udara bagi masyarakat yang tinggal di dalam daerah dampak utama dari Pertamina, bentuk kekhawatiran masyarakat, terjadinya ledakan dan kebakaran, penurunan debit air, terorisme/sabotase dan kebocoran pipa. 2. Saran Berdasarkan hasil analisis manfaat biaya dengan metode rasio benefit cost dan nilai imbangan manfaat biaya industri pengolahan migas oleh PT. Pertamina (Persero) RU. V Balikpapan, maka penulis dapat memberikan beberapa saran, yaitu, pertamina meningkatkan kinerjanya baik itu melalui aspek teknologi maupun ekonomi, pertamina meningkatkan SDM agar produkstivitas dan teknologi yang digunakan semakin maju dan lebih baik, pertamina meningkatkan program CSR karena sangat bermanfaat bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA KOTA BALIKPAPAN., 2009. Data Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah. Balikpapan. Brodjonegoro, B.P., 1996. Dampak Kegiatan Pembangunan Pada Komponen Sosial Ekonomi. Kursus Amdal Tipe A. PPLH UGM. Yogyakarta. Sarto., 1996. Sektor Terkait Perindustrian. Kursus Amdal Tipe A. PPLH UGM. Yogyakarta. Pareglio, S and Sali, G., 1996. Controlling Pollution in Rural Areas By Economic Intsrument. Environmental Monitoring and Assesment No.41,pp. 137-140 Suparmoko., 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis). BPFE. Yogyakarta. Setya Hardi, Amirullah. “Antisipasi Perubahan Iklim Melalui Penerapan Green Economy pada Pembangunan Infrastruktur. 2009. UGM Yogyakarta. Reksohadiprodjo, Sukanto dkk. 1989. Ekonomi Lingkungan (Suatu Pengantar). BPFE Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Balikpapan. Balikpapan Dalam Angka 2005-2010. Balikpapan. Gumilar dkk. 2002. Analisis Imbangan Manfaat-Biaya Lingkungan Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat. http://jai.staff.ipb.ac.id/tag/net-benefit-cost-rasio/ di akses tanggal 18 Juni 2011 http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2143292-pengertian-industri/ di akses tanggal 18 Juni 2011 http://organisasi.org/pengertian_definisi_macam_jenis_dan_penggolongan_industri_di_indone sia_perekonomian_bisnis/ di akses tanggal 18 Juni 2011 Santoso Budi, Bramasto. 2010. Evaluasi Proyek Revitalisasi Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sidarto. 2010. Analisis Usaha Proses Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Pendekatan Cost and Benefit Ratio Guna Menunjang Kebersihan Lingkungan. Akprind Yogyakarta. ______________. 2010. Laporan Pemantauan Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat PT. Pertamina RU-V. Hubmas Pertamina RU-V. Balikpapan. Akbar, Bari. 2010. Perhitungan dan Evaluasi Pengaruh Paparan Fugitive Terhadap Kesehatan Pekerja di PT. Pertamina (Persero) RU-V Balikpapan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
KAJIAN AWAL PERENCANAAN TENAGA KERJA DAERAH (PTKD) KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2015
Oleh :
ADHIB EKA PAMBUDI MAS FARYANSYAH IZZA MAFRUHAH SUTOMO
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dokumen perencanaan tenaga kerja dengan menggunakan metode analisis yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sistematis dan komprehensip yang dijadikan dasar serta acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dalam pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di kabupaten Sukoharjo. Sedangkan hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersusunya sebuah dokumen PTKD yang bisa diaplikasikan dalam perencanaan program pembangunan ketenagakerjaan dalam mendukung program – program pembangunan di kabupaten Sukoharjo. Pendekatan analisis data yang digunakan adalah analisis deskripsi, analisis tipologi daerah, analisis elastisitas kesempatan kerja, dan analisis penawaran, kebutuhan, proyeksi tenaga kerja. Hasil temuan dari penelitian ini menyimpulkan bahwatipologi Kabupaten Sukoharjo berdasarkan tahun 2007 adalah industri dan jasa, namun berdasarkan tahun 2009 adalah sektor jasa saja, Elastisitas Kesempatan kerja di kabupaten Sukoharjo untuk 3 sektor utama adalah Pertanian sebesar 0.10, Industri sebesar 0.29 dan Jasa sebesar 0.17. sedangkan secara total adalah 0.15, dari hasil perhitungan model simple E diketahui bahwa terdapat penurunan yang sangat besar untuk kebutuhan tenaga kerja di sektor industri yang kemungkinan disebabkan oleh pemanfaatan tehnologi tinggi dan mesin – mesin industri, dan Sektor jasa dan pertanian masih bisa digunakan sebagai penyerapan tenaga kerja apabila dikembangkan dan ditangani secara profesional oleh pemerintah kabupaten Sukoharjo. Kata Kunci : PTKD, Sukoharjo, Elastisitas Kesempatan Kerja, Simple E. A. PENDAHULUAN Perencanaan Tenaga Kerja secara Makro, menurut Peraturan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi No 16/ MEN/ XI/ 2010, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik secara nasional, daerah maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas – luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh. Permen Naker No 16/ MEN/ XI/2010 pada Bab II Pasal 4 menyebutkan PTK Makro terdiri atas lingkup kewilayahan yaitu PTK nasional. PTK propinsi dan PTK kabupaten/ kota dan lingkup sektoral. Perencanaan Tenaga Kerja Kabupaten/ kota (PTKK) adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di kabupaten / kota. Pembangunan ketenagakerjaan sangat erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi, sehingga membicarakan bidang ketenagakerjaan dalam hal ini perencanaan tenaga kerja (PTK) tidak dapat dipisahkan dengan bidang ekonomi. Terdapat hubungan fungsional antara ekonomi dengan ketenagakerjaan. Kepala Bappenas Armaida mentakan bahwa berdasarkan hasil analisis kementrian PPN, dalam setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 %, akan mampu diciptakan lapangan kerja sebanyak 400.000 . Apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia secara konsisten mencapai 5 % per tahun, maka jumlah pengangguran yang terserap di pasar kerja akan mencapai 2.000.000 jiwa untuk setiap tahunnya, artinya 10 juta pengangguran tersebut akan bisa terserap semuanya di pasar kerja dalam waktu 5 tahun, dengan catatan tidak ada pertambahan pengangguran baru, padahal dengan jumlah penduduk usia kerja yang bertambah setiap tahunnya jelas memberikan sumbangan yang besar terhadap bertambahnya pengangguran baru setiap tahun. Oleh sebab itu, maka perencanaan ketenagakerjaan harus direncanakan secara matang seiring dengan perencanaan pembangunan. Keberhasilan pemerintah dalam mencapai sasaran pokok pembangunan di bidang ketenagakerjaan pada akhirnya ditentukan oleh kemampuan pemerintah dalam mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran. Dalam pelaksanaannya, perubahan dari kedua sisi tersebut dapat disiasati dengan menetapkan pilihan strategi kebijakan dan penetapan target – target pembangunan. Perencanaan tenaga kerja selama 5 tahun mendatang secara spesifik, dipengaruhi oleh penetapan beberapa variabel – variabel ekonomi lainnya. Sesuai dengan peraturan Bupati Sukoharjo Nomor 46 Tahun 2008 tentang penjabaran Tugas Pokok Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang ketenagakaerjaan dan ketransmigrasian, di mana penanganan masalah tenaga kerja dan transmigrasi diperlukan Perencanaan Tenaga Kerja Daerah ( PTKD ) dengan menggunakan metodologi analisis yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengethuan, sistematis dan komprehensip yang dijadikan dasar serta acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dalam pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambangan di Kabupaten Sukoharjo. Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan adanya Perencanaan Tenaga Kerja secara makro di Kabupaten Sukoharjo.
Maksud dari kegiatan PTKD Kabupaten Sukoharjo adalah tersusunnya PTKD agar pembangunan ketenagakerjaan yang dilaksanakan berkesinambungan dan sejalan dengan perencanaan tenaga kerja provinsi maupun perencanaan tenaga kerja nasional. Sedangkan tujuan disusunnya PTKD Kabupaten Sukoharjo adalah : 1. Tersusunnya dokumen perencanaan tenaga kerja dengan menggunakan metode analisis yang diantaranya adalah analisis tipologi daerah, Elastistas Kesempatan Kerja, dan analisis kebutuhan tenaga kerja melalui Simple E. 2. Untuk mengetahui perkiraan dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan rencana kebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dengan program pembangunan ketenagakerjaan di kabupaten Sukoharjo. B. TINJAUAN PUSTAKA Definisi – definisi yang digunakan dalam penyusunan TPKD ini menggunakan definisi dari Badan Pusat Statistik. Definisi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. 2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) adalah bagian dari penduduk usia kerja, 15 tahun keatas yang mempunyai pekerjaan selama seminggu yang lalu, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti menunggu panenan atau cuti. Di samping itu, tenaga kerja yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan 3. Bukan Angkatan Kerja, adalah kelompok penduduk yang selama seminggu yang lalu mempunyai kegiatan yang tidak termasuk dalam angkatan kerja seperti sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya yaitu lanjut usia, cacat jasmani, cacat mental dan lainnya. 4. Bekerja atau mempunyai pekerjaan adalah tenaga kerja yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja untuk memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. 5. Sementara tidak bekerja, yaitu penduduk usia kerja yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam yaitu : a. Pekerja tetap atau pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak bekerja karena cuti, sakit, mogok, perusahaan menghentikan kegiatan sementara dan sebagainya b. Petani – petani yang mengusahakan tanah pertanian, menunggu panen, menunggu hujan dan sebagainya. 6. Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja yang terdiri atas a. Angkatan Kerja yang sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja), b. Angkatan Kerja yang sedang mempersiapkan suatu usaha, c. Angkatan Kerja yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan d. Angkatan Kerja yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 7. Setengah menganggur adalah bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Setengah pengangguran dibagi menjadi dua kelompok : a. Setengah Penganggur Terpaksa, yaitu tenaga kerja yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain. b. Setengah Penganggur Sukarela, yaitu tenaga kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar. 8. Upah adalah imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada a) Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya. b) Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja, UMK c) Produktivitas marginal tenaga kerja. d) Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha dan e) Perbedaan jenis pekerjaan. 9. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK ) adalah ukuran yang menggambarkan perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja dan dihitung dari jumlah angkatan kerja dibagi jumlah penduduk 15 tahun ke atas dikali 100. 10. Produk Domestik Regional Bruto merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. 11. Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja merupakan nilai tambah dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja untuk menghasilkan nilai tambah tersebut.
12. Koefisien tenaga kerja adalah jumlah kesempatan kerja dibagi dengan keluaran ( output ) C. METODE PENELITIAN 1. Ruang Lingkup PTKD Ruang lingkup penyusunan PTKD ini adalah ketenagakerjaan di kabupaten Sukoharjo secara wilayah dan sektoral. Sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yang mengacu kepada International Standard of Industry Classification (ISIC), bidang ekonomi dibagi menjadi 9 sektor lapangan usaha, yaitu : (1) Pertanian, (2) Pertambangan, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, (7) Angkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan dan (9) Jasa. Namun untuk alasan ketersediaan data maka kesembilan sektor lapangan usaha ini sering direklasifikasi lagi menjadi 3 sektor besar, yakni (1) Pertanian terdiri atas sektor pertanian sendiri, (2) Industri terdiri atas sektor Pertambangan, Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air, dan Bangunan dan (3) Jasa terdiri atas sektor Perdagangan, Angkutan dan Komunikasi, Keuangan, dan Jasa lainnya. 2. Sumber Data Data yang digunakan meliputi permasalahan sosial, ekonomi secara umum dan data ketenagakerjaan di kabupaten Sukoharjo yang meliputi PDRB, tingkat kegiatan ekonomi, jumlah dan pertumbuhan penduduk, kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, jumlah dan pertumbuhan kesempatan kerja, penawaran tenaga kerja, pengangguran terbuka, setengah pengangguran, tingkat partisipasi kerja, rasio ketergantungan penduduk dan pendidikan tenaga kerja. Sumber data yang digunakan dalam penyusunan TPKD ini bersumber dari sakernas, susenas dan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS. Ditambah sumber – sumber dari SKPD terkait. Karena keterbatasan, data yang diperoleh adalah data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 ( angka sementara ). Karena keterbatasan data ini, hanya 4 time series, maka terdapat beberapa data yang tidak bisa diolah secara maksimal dan memberikan hasil atau gambaran seperti yang diharapkan. 3. Alat Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penyusunan PTKD kabupaten Sukoharjo ini adalah a. Analisis deskripsi, untuk menggambarkan situasi umum perekonomian dan ketenagakerjaan di kabupaten Sukoharjo b. Analisis Tipologi daerah, untuk menentukan tipologi kabupaten Sukoharjo apakah termasuk tipologi pertanian, industri, jasa atau campuran c. Analisis Elastisitas Kesempatan Kerja, untuk mengetahui besarnya elastisitas kesempatan kerja yaitu seberapa besar perubahan PDRB kabupaten Sukoharjo mampu menyerap tenaga kerja yang ada. d. Analisis Penawaran, Kebutuhan dan Proyeksi Tenaga Kerja. Dalam melakukan Prakiraan tenaga kerja melalui tiga tahapan pokok. Tahap pertama, dengan melakukan terlebih dahulu prakiraan total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan sejumlah asumsi parameter-parameter ekonomi makro, yang utamanya berasal dari total PDB Indonesia, dan menggunakan model ekonometrik. Tahap kedua, melakukan prakiraan nilai tambah kelompok lapangan usaha utama yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa dilakukan terlebih dahulu, sedangkan untuk industri manufaktur merupakan residual dari PDRB. Prakiraan juga menggunakan model ekonometrik dengan asumsi nilai tambah masing-masing kelompok lapangan usaha merupakan fungsi dari nilai tambah sebelumnya. Tahapan terakhir adalah meramalkan kesempatan kerja yang didasarkan pada nilai tambah kelompok lapangan usaha itu, yang diperoleh dari tahap dua. Untuk menghitung Elastisitas Tenaga Kerja secara sektoral berdasarkan lapangan pekerjaan/usaha dalam perekonomian. Di Indonesia misalnya ada 9 sektor/lapangan usaha dari pertanian hingga jasa, atau juga bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar seperti pertanian, industri dan jasa (sering digunakan istilah AMS : Agliculture, Manufactory and Service), penjumlahan/gabungan semuanya akan menjadi Ekk total. Ekk dapat pula dipergunakan sebagai data awal untuk proyeksi ketenagakerjaan melalui beberapa skenario dalam membuat perencanaan untuk kebijakan baik makro maupun mikro. Langkah – langkah yang digunakan untuk menghitung elastisitas kesempatan kerja adalah : 1. Menghitung laju pertumbuhan Produk Domestik Regionak Bruto (PDRB ) per sektor dan total sektor kegiatan ekonomi 2. Menghitung laju kesempatan kerja per sektor kegiatan ekonomi 3. Menghitung koefisien Elastisitas Kesempatan Kerja ( Ekk ) per sektor kegiatan ekonomi yang dihitung dengan formula :
Sedangkan Model yang akan digunakan dalam proyeksi tenaga kerja di sini adalah Simple E. Simple E memiliki sedikit kelebihan dibandingan dengan model OLS biasa karena simple E merupakan model yang simultan dan memasukkan lag, sehingga bisa digunakan lebih akurat untuk memprediksikan paling tidak lima tahun ke depan. Kelemahan simple E adalah adanya kebutuhan data time series yang lebih panjang, minimal 8 tahun. Apabila data yang diperoleh di bawah 8 tahun maka program tidak akan bisa di run atau diproses. Operasi modeling ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu , Pertama, meramal PDRB secara keseluruhan berdasarkan sejumlah asumsi-asumsi ekonomi makro. Kedua , berdasarkan PDRB hasil prakiraan itu diperkirakan nilai tambah untuk masing-masing kelompok lapangan usaha. Perkiraan angka penganggur dihitung secara sederhana sebagai selisih antara proyeksi angkatan kerja dan prakiraan kesempatan kerja untuk tahun yang sama. Formulasi model menggunakan dua blok utama : blok ekonomi dan blok tenaga kerja, masing-masing dirinci dalam tiga kelompok lapangan usaha utama yaitu pertanian, manufaktur dan jasa. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Deskripsi Perekonomian dan Tenaga Kerja Sukoharjo Pertumbuhan ekonomi di samping dapat berdampak pada peningkatan pendapatan, pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah. Semakin mampu menggali potensi perekonomian daerah yang dimiliki akan semakin besar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga mampu meningkatkan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah.Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten Sukoharjo. Dari data PDRB Kabupaten Sukoharjo tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 tersebut, di atas kelihatan bahwa sektor industri pengolahan masih memiliki proporsi paling tinggi dalam memberikan kontribusi bagi kabupaten Sukoharjo, disusul perdagangn hotel dan restoran serta pertanian di tempat ketiga. Konstribusi masing-masing lapangan usaha terhadap pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir terbesar adalah sektor Industri Pengolahan sebesar 29,10%, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 25,83%, sektor pertanian sebesar 19,51%, sektor Jasa-jasa 8,58%, sektor pengangkutan dan komunikasi 5,69%, sektor bangunan 5,19%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3,57%, sektor listrik, gas dan air bersih 1,75%, dan sektor pertambangan dan penggalian 0,77%. Dilihat dari sisi laju pertumbuhan, perekonomian kabupaten sukoharjo bisa ditunjukkan sebagaimana dalam tabel 1 berikut ini : Tabel 1 Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Per Tahun 2005 – 2009 No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Rata-rata Pertumbuhan ekonomi Pertahun (%) 3,73 2,66 3,28 4,15 3,95 4,11 4,53 5,11 4,84 4,76
Sumber : Sukoharjo Dalam Angka 2010 Dari tabel tabel 1 menunjukan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi. Rata – rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan kemudian sedikit menurun pada tahun 2008 dan 2009. Pertumbuhan ekonomi ini dapat tercapai jika asumsi kondisi keamanan dan ketertiban dapat terjaga secara kondusif, terjadinya peningkatan jumlah investasi, terkendalinya jumlah inflasi dan peningkatan jumlah ekspor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha 5 tahun terakhir ditunjukkan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 2 Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Sukoharjo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Total
2005 5,94
2006 3,68
2007 5,30
2008 4,98
2009 4,92
1,93
1,26
2,70
1,09
1,56
3,46 1,46 7,26
3,82 5,88 8,75
4,41 13,30 5,76
4,47 5,25 4,74
3,61 7,80 5,63
4,01
4,33
5,09
5,25
4,97
4,98
5,40
5,65
7,35
5,16
3,43
4,40
6,53
7,35
5,97
1,22
7,91
5,44
5,81
6,61
4,11
4,53
5,11
4,84
4,76
Sumber : PDRB Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
Sedangkan PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku yang menunjukkan nilai PDRB persatu orang penduduk, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan pertumbuhan nyata ekonomi perkapita. Selengkapnya ditunjukkan ke dalam tabel berikut: Tabel 3 Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Penduduk Tahun 2005 – 2009 PDRB Perkapita (Rp)
Pertumbuhan (%)
Harga
Harga Konstan
Harga
Harga Konstan
Berlaku
2000
Berlaku
2000
2005
6.778.229,98
4.818.034,83
15,38
4,11
2006
7.618.364,55
5.000.457,92
13,20
4,53
2007
8.506.525,96
5.222.682,42
12,37
5,11
2008
9.634.517,19
5.440.423,48
13,99
4,84
2009
10.621.130,54
5.663.606,21
10,94
4,76
Tahun
Sumber : PDRB Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 PertumbuhanPDRB perkapita di kabupaten Sukoharjo 5 tahun terakhir dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berdasarkan harga konstan menunjukkan perubahan yang rendah, bahkan 2 tahun terakhir mengalami penurunan. Posisi PDRB kabupaten Sukoharjo dibandingkan dengan propinsi Jawa Tengah menunjukkan posisi kesembilan dengan rata – rata berada di atas rata – rata propinsi. Secara detail PDRB propinsi Jawa Tengah ditunjukkan dalam tabel berikut ini : Tabel 4 PDRB per kapita Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2009 Kriteria 2005 2006 2007 2008 2009 PDRB (dlm 143,052,213.88 150,682,654.74 159,110,253.77 167,790,369.85 175,685,267.56 juta) Penduduk 32,908,850.00 32,177,730 32,380,279 32,626,390 32,864,563 Pendptn/ 4,346,922.30 4,682,824.26 4,913,801.20 5,142,780.73 5,345,735.70 kapita laju 7.73 4.93 4.66 3.95 4.51 pendptn/kap Sumber : Jawa Tengah Dalam angka 2010
Posisi kabupaten Sukoharjo dibandingkan dengan propinsi Jawa Tengah, ditunjukkan dalam tipologi klassen berikut ini : r PDRB(%)
4,51 4,20
PROVINSI JATENG
Kab. Sukoharjo
MAJU TERTEKAN
4,89 5,21
PDRB per kapita (Juta Rp)
Gambar 2.1 Posisi Perekonomian Kabupaten Sukoharjo Menurut Tipologi Klassen Pada PDRB secara total menunjukkan bahwa posisi kabupaten Sukoharjo berada pada maju tertekan, hal ini karena besar PDRB per kapita secara nominal lebih tinggi dibandingkan PDRB per kapita rata – rata propinsi sementara laju pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan rata – rata propinsi. Perekonomian di kabupaten Sukoharjo dan propinsi Jawa Tengah didorong oleh tiga sektor utama yaitu Pertanian, Industri dan Jasa yang menyumbang sekitar 74,50% dari total PDRB, sedangkan enam sektor yang lain hanya memberikan kontribusi sebesar 26,40%. Oleh sebab itu dalam penyusunan PTKD di sini kita akan meenggunakan 3 sektor utama yang dikenal dengan AMS ( Agriculture, Manufactur dan Service ). Pertanian, Industri dan Jasa dengan nilai Pertanian 21,05 %, Manufacture sebesar 34,9% dan Services sebesar 44,05%. Kontribusi ketiga sektor tersebut dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 bisa ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 5 Proporsi Kontribusi tiga sektor utama Terhadap PDRB Sukoharjo 2005 - 2009 RataSektor 2005 2006 2007 2008 2009 Rata Pertanian
21,23
21,03
21,05
21,04
21,05
21,08
Industri
35,44
35,4
35,3
35,16
34,9
35,24
Jasa
43,33
43,56
43,65
43,8
44,05
43,678
Total 100 100 100 100 Sumber : Sukoharjo dalam angka tahun 2010 diolah
100
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa selama 5 tahun terakhir, sector Jasa masih memegang peranan cukup besar terhadap PDRB di Kabupaten Sukoharjo, disusul oleh industri dan pertanian. Posisi ini sama dengan kontribusi masing – masing sector terhadap PDRB di Jawa Tengah. Sektor Jasa di Propinsi Jawa Tengah juga memberikan kontribusi paling tinggi disusul sector industri dan jasa. Posisi kontribusi PDRB Sukoharjo dan PDRB Jawa Tengah apabila dibandingkan maka diperoleh bahwa rata – rata PDRB jasa Sukoharjo lebih tinggi dibandingkan PDRB Jawa Tengah sedangkan sector lain lebih rendah dibandingkan rata – rata Jawa Tengah.sebagaimana ditunjukkan pada tabel 6 berikut ini :
Tabel 6 Proporsi Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Jawa Tengah 2005 - 2009 Sektor
2005
2006
2007
2008
2009
Rata-Rata
Pertanian
21,94
21,69
21,15
21,06
21
21,368
Industri
38,62
38,42
38,51
38,27
37,52
38,268
Jasa
39,44
39,89
40,35
40,67
41,47
40,364
Total 100 100 100 100 Sumber : Jawa Tengah dalam angka tahun 2010, diolah
100
100
Pertumbuhan masing – masing sector utama tersebut menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, bahkan dari tahun ke tahun terus meningkat. Secara lebih detail laju pertumbuhan masing – masing sector ditunjukkan dalam tabel berikut ini : Tabel 7 Laju Pertumbuhan menurut Terhadap PDRB Sukoharjo (%) Tahun 2006 - 2009 Sektor 2006 2007 2008 2009 Pertanian
3,58
5,17
4,83
4,8
Industri
4,43
4,81
4,42
3,98
Jasa
5,08
5,32
5,19
5,37
Sumber : Sukoharjo dalam angka 2010, diolah Laju pertumbuhan sektor jasa menunjukkan pertumbuhan yang paling cepat disusul sector pertanian dan Industri. Apabila dibandingkan dengan laju Propinsi Jawa Tengah , pola yang sama juga terjadi, bahkan pada tahun 2009 sektor industri menunjukkan adanya penurunan laju pertumbuhan yang sangat drastic sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut ini : Tabel 8 Laju Pertumbuhan Sektoral Terhadap PDRB Jawa Tengah (%) Tahun 2005 – 2009 Sektor 2006 2007 2008 2009 Pertanian
4,15
2,95
5,02
4,43
Industri
4,79
5,83
4,80
2,66
Jasa
6,53
6,80
6,30
6,77
Sumber : Jawa Tengah dalam angka tahun 2010, diolah Untuk menunjukkan bagaimana posisi perekonomian kabupaten Sukoharjo menurut sector maka bisa ditunjukkan dalam Klassen Tipologi sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 1. Gambaran Pola dan Struktur Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Sukoharjo Dengan Tipologi Klassen Rerata Kontribusi Sektoral terhadap PDRB Rerata Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB
Ysektor ≥ YPdrb
Ysektor
PERTANIAN
(PRIMA)
(BERKEMBANG)
R sektor ≥ Rpdrb R sektor < Rpdrb
JASA
INDUSTRI
(POTENSIAL)
(TERBELAKANG)
Gambar di atas menunjukkan bahwa di sektor Pertanian, Kabupaten sukoharjo termasuk berkembang , sektor Jasa termasuk potensial sementara sektor Industri terbelakang.Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi adalah nilai investasi yang ditanamkan di daerah tersebut. Nilai investasi PMA (Penanaman Modal Asing) pada Tahun 2008 dibandingkan Tahun 2009 mengalami kenaikan dari US$ 163.065.735,- menjadi US$ 163.315.735. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) juga mengalami kenaikan dari Rp 524.445.000.000,- pada Tahun 2008 menjadi Rp 556.945.000.000,- pada Tahun 2009. Sedangkan dari daya serap tenaga kerja untuk PMA naik dari 21.738 orang pada tahun 2008 menjadi 21.839 orang pada tahun 2009. Daya serap tenaga untuk PMDN meningkat dari 14.659 orang tahun 2008 menjadi 14.819 orang pada tahun 2009. Kenaikan investasi ini tidak lepas dari kondusifnya iklim investasi. Untuk kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Sukoharjo selama lima tahun terakhir berturut-turut penduduk usia produktif mengalami peningkatan rata-rata pertahun sebesar 1,79%. Pada tahun 2006 sebesar 637.458 jiwa, tahun 2007 sebesar 651.550 jiwa, tahun 2008 sebesar 660.567 jiwa. Sekitar 78,89% penduduk Kabupaten Sukoharjo adalah penduduk usia produktif (15 - 64) tahun dan penduduk usia tidak produktif (0-14 dan 65 tahun keatas) sebesar 21,11%. Dari data tersebut diketahui bahwa angka beban tanggungan tiap tahun sebesar 42,29% yang berarti setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 43 penduduk usia tidak produktif.Penduduk kabupaten Sukoharjo menurut kegiatan usahanya ditunjukkan dalam tabel 3berikut ini : Tabel 9 Penduduk Menurut Jenis Kegiatannya Jenis Kegiatan Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Terbuka*) Tingkat Pengangguran Terbuka Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya
2007
2008
2009
2010
665,015
645,306
652,829
625,664
471,155 71 426,623 44,532 9.45 % 193,860 66,372 92,458 35,030
447,875 69 411,496 36,379 8.12 % 197,431 66,448 104,671 26,312
451,417 69 414,058 37,359 8.28% 201,412 70,209 102,162 29,041
432,526 69 400,526 32,000 7.40 % 193,138 62,078 94,369 36,691
Sumber : BPS tahun 2010 Selama lima tahun terakhir berturut-turut penduduk usia produktif mengalami peningkatan rata-rata pertahun sebesar 1,79%. Pada tahun 2006 sebesar 637.458 jiwa, tahun 2007 sebesar 651.550 jiwa, tahun 2008 sebesar 660.567 jiwa. Sekitar 78,89% penduduk Kabupaten Sukoharjo adalah penduduk usia produktif (15 - 64) tahun dan penduduk usia tidak produktif (0-14 dan 65 tahun keatas) sebesar 21,11%. Berikut ini jumlah menurut penduduk usia kerja dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008.
Tabel 10 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Usia Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2007 – 2010 USIA KERJA * LAKI-LAKI * PEREMPUAN JUMLAH PENDUDUK USIA KERJA
TAHUN 2007
2008
2009
2010
339,610
319,516
323,624
306,919
325,405
325,790
329,205
318,745
665,015
645,306
652,829
625,664
Sumber : BPS, 2010 Dari tabel tersebut diketahui bahwa 76% penduduk di kabupaten Sukoharjo berada pada usia kerja atau usia produktif dengan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki – lakinya. Namun dari tahun ke tahun jumlah penduduk usia kerja semakin menurun. Struktur Penduduk menurut tenaga kerja dapat digambarkan berdasarkan pada penduduk usia kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2005 sebanyak 569.724 orang, turun menjadi 563.272 pada tahun 2006, naik kembali menjadi 587.096 orang pada tahun 2007, 584.603 orang pada tahun 2008 dan 592.511 orang pada tahun 2009. Dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yakni perbandingan antara penduduk usia kerja dengan jumlah angkatan kerja, mulai tahun 2005 sampai dengan 2009 kecenderungan mengalami penurunan. Pada tahun 2005 angka TPAK sebesar 92,67 %, tahun 2006 sebesar 97,54%, tahun 2007 sebesar 97,24%, tahun 2008 sebesar 96,46% dan pada tahun 2009 sebesar 96,60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlunya peningkatan lapangan pekerjaan yang cukup guna menampung banyaknya penduduk usia kerja yang tiap tahun semakin meningkat. 2. Analisis Tipologi Daerah Kabupaten Sukoharjo Hasil analisis Tipologi Daerah Kabupaten Sukoharjo dapat ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 11. Proporsi PDRB/PDB dan Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo dan Nasional Tahun 2007 Sektor Wilayah Pertanian Industri Jasa PDB/PDRB TK PDB/PDRB TK PDB/PDRB Sukoharjo 20.98 22.3 36.27 30.75 42.75 Nasional 24.86 42.23 35.65 17.81 39.49 Sumber : data BPS diolah
TK 46.95 39.96
Berdasarkan tabel 11 tersebut di atas, ternyata PDRB sektor Industri di kabupaten Sukoharjo lebih tinggi dibandingkan dengan PDB secara nasional sementara untuk penyerapan tenaga kerjanya juga lebih tinggi dibandingkan nasional. Di sektor jasa juga mempunyai kecenderungan yang sama yaitu PDRB sektor jasa di kabupaten Sukoharjo lebih tinggi dibandingkan dengan nasional dan penyerapan tenaga kerjanya juga demikian yaitu lebih tinggi dibandingkan dengan posisi nasional. Sementara untuk sektor pertanian ternyata baik PDRB maupun penyerapan tenaga kerjanya di bawah nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten Sukoharjo sektor industri dan jasanya pada tahun 2007 berada pada kuadran I artinya kabupaten Sukoharjo bertipologi Industri dan Jasa. Secara grafis tipologi sektor industri dan jasa bisa ditunjukkan dalam gambar 2dan 3berikut ini :
TK %
Kab. Sukoharjo
30.75 17.81 NASIONAL
35,65
36.27
PDB/ PDRB
Gambar 2. Tipologi sektor industri
TK(% ) Kab. Sukoharjo
46,95
NASIONAL
39,96
39,49
42,75
PDB/PDRB(%)
Gambar 3. Tipologi sektor Jasa Dari gambar2 dan gambar 3 di atas, bila dilihat bahwa sector industri dan sector jasa di kabupaten Sukoharjo pada tahun 2007 berada pada kuadran I. Namun berdasarkan data tahun 2009 ternyata terjadi perubahan. Untuk sektor jasa memang masih berada pada kuadran I, namun ternyata untuk sektor industri terjadi pergeseran di mana sektor industri bergeser pada kuadran II, hal ini terjadi karena meski untuk penyerapan tenaga kerja masih di atas penyerapan tenaga kerja secara nasional, namun dari sumbangan PDRB berada di bawah nasional. Secara lengkap hasil penghitungan bisa ditunjukkan dalam tabel 6 berikut ini. Tabel 12. Proporsi PDRB/PDB dan Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo dan nasional Tahun 2009 Sektor Pertanian Industri Jasa PDB/PDRB TK PDB/PDRB TK PDB/PDRB 20.08 25.35 36.04 29.78 43.67 Sukoharjo 25.83 40.78 37.1 17.69 37.07 Nasional Sumber : data BPS diolah Wilayah
TK 44.87 41.53
Berdasarkan tabel 12 tersebut, diketahui bahwa untuk sektor jasa berada pada kuadran I yang artinya baik PDRB maupun penyerapan TK, kabupaten Sukoharjo berada di atas PDB dan penyerapan tenaga kerja secara nasional. Untuk sektor Industri, PDRB kabupaten Sukoharjo lebih
kecil dibandingkan dengan PDB secara nasional namun dalam hal penyerapan tenaga kerja berada di atas penyerapan TK secara nasional. Sedangkan untuk sektor pertanian baik dari PDRB maupun dari tenaga kerjanya di bawah nasional. Artinya berdasarkan data tahun 2009 ternyata kabupaten Sukoharjo bertipologi jasa. Secara grafis, tipologi tersebut bisa ditunjukkan pada gambar sebagai berikut : TK (%) Kab Sukoharjo
44,87 NASIONAL
41,53
37,07
43,67
PDB/PDRB (%)
Gambar 4. Tipologi sektor Jasa 3. Analisis Elastisitas Kesempatan Kerja Dari hasil olahan data diperoleh bahwa terdapat 2 lapangan usaha yang Elastisitas kesempatan usahanya negatif yaitu pertambangan dan penggalian serta pengangkutan dan komunikasi. Artinya justru dari tahun ke tahun kesempatan kerja pada sektor ini mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan kedua sektor tersebut meskipun memberikan kontribusi terhadap nilai PDRB, namun secara penyerapan tenaga kerja tidak memberikan tambahan kesempatan kerja yang berarti. Lapangan usaha yang paling memberikan penyerapan lapangan kerja cukup berarti adalah keuangan, sewa dan jasa perusahaan, diikuti listrik, gas dan air bersih kemudian bangunan. Sedangkan secara total EKK untuk sembilan sektor/ lapangan usaha adalah 0.15. Hasil olahan EKK tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 13. Elastisitas kesempatan kerja menurut lapangan usaha Lapangan Usaha
EKK
(1)
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan 9. Jasa - jasa Total Sumber : Data PDRB dan kesempatan kerja diolah
0.10 -2.96 0.34 1.09 0.53 0.16 -0.16 2.44 0.36 0.15
Apabila dikelompokkan dalam 3 kelompok besar AMS ( Pertanian, Industri dan Jasa ) ditunjukkan dalam Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14. EKK menurut 3 sektor utama Elastisitas Lapangan Usaha Kesempatan Kerja (EKK) (1) AGRICULTURE 0.10 MANUFACTURE 0.29 SERVICE 0.17 Total 0.15 Sumber : Data diolah EKK tertinggi adalah pada sektor manufacture dikuti service dan agriculture. Dengan rata – rata 0,15. 4. Analisis Penawaran, Kebutuhan dan Proyeksi Tenaga Kerja Proyeksi angkatan kerja perlu dilakukan guna mengetahui seberapa banyak persediaan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada sektor-sektor ekonomi. Data Jumlah penduduk diperoleh dari hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 dan Sensus Penduduk (SP) 2010, sedangkan nilai TPAK diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2006 – 2009. Persediaan tenaga kerja untuk tahun 2011 – 2015 dilakukan dengan model ekstrapolasi (metode geometri), dengan rumus : t
Pt = Po . (1 + r) Pt = jumlah penduduk/angkatan kerja pada tahun t Po = jumlah penduduk/angkatan kerja tahun dasar r = laju pertumbuhan pertahun, diasumsikan konstan t = jarak waktu (tahun) dari tahun 0 ke tahun t
Perhitungan dengan rumus tersebut menggunakan asumsi bahwa pertumbuhan pada periode tersebut sama dengan pertumbuhan tahun 2000 – 2010, meliputi : a. Pertumbuhan penduduk = 0,67 persen pertahun b. Pertumbuhan tenaga kerja (15 tahun ke atas) = 0,75 persen pertahun c. Pertumbuhan tenaga kerja muda (15-24 tahun) = -2,47 persen pertahun d. Pertumbuahan tenaga kerja dewasa (25-59 tahun) = 1,93 persen pertahun e. Pertumbuhan tenaga kerja lanjut (60 tahun ke atas) = 1,40 persen pertahun f. Pertumbuhan angkatan kerja = 1,45 persen pertahun Berdasar pada asumsi tersebut di atas, maka jumlah penduduk pada tahun 2011 diperkirakan berjumlah 829.310 jiwa dimana 627.998 orang atau 75.73 persen diantaranya adalah tenaga kerja (penduduk 15 tahun ke atas). Dari tenaga kerja tersebut, jumlah tenaga kerja yang berumur 25-59 tahun (tenaga kerja dewasa) memiliki proporsi sebesar 49,39 persen dari jumlah penduduknya, tenaga kerja berumur 15-24 tahun (tenaga kerja muda ) sebesar 15,77 persen dan tenaga kerja berumur 60 tahun ke atas (tenaga kerja usia lanjut) sebesar 10,56 persen. Dari keseluruhan tenaga kerja sebesar 627.998 orang, sebanyak 467.888 atau sekitar 74,51 persen diproyeksikan memasuki pasar kerja. Pada akhir tahun proyeksi yaitu tahun 2015, jumlah penduduk diperkirakan mencapai 849.913 jiwa, dimana 643.583 orang atau 75,72 persen diantaranya adalah tenaga kerja (penduduk usia 15 tahun ke atas). Jika dilihat dari komposisi tenaga kerjanya maka proporsi terbesar masih juga dipegang oleh kelompok 25-59 tahun sebesar 419.805 orang, kelompok muda sebesar 134.022 orang dan kelompok usia lanjut sebesar 10.561 jiwa. Dari keseluruhan jumlah tenaga kerja dipewrkirakan akan memasuki pasar kerja sebesar 486.842 orang atau sekitar 77,09 persen akan memasuki pasar kerja. Sedangkan hasil olahan untuk kebutuhan dan proyeksi tenaga kerja Kabupaten Sukoharjo dilakukan dengan menggunakan Simple E, dan diperoleh hasil sebagai berikut ini : 1. Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja sektor Industri Hasil permodelannya adalah : LM = 337419 - 0.1511*LAG2.LM - 2130.2 *YM + 707.02 *YT (1.4) (-.258) (-.978) (1.01) LS: R.703; AR.48; DW2.35; F3.2; DF4(p5%R.83/F6.39/t2.78);
Dari hasil permodelan di atas diperoleh bahwa kebutuhan tenaga kerja sektor industri dipengaruhi oleh sektor industri dua tahun sebelumnya, NTB sektor industri tahun ini dan juga total NTB tahun ini. Dengan koefisien sebesar -0,1551 untuk jumlah tenaga kerja dua tahun sebelumnya, kemudian koefisien -2130,2 untuk NTB tahun ini dan sebesar 707,02 untuk NTB total tahun ini. Dari model tersebut setelah dilakukan simulasi ternyata diperoleh bahwa kebutuhan tenaga kerja untuk sektor industri semakin menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal antara lain karena semakin modernnya alat – alat industri sehingga perusahaan dan pabrik – pabrik memilih untuk menggunakan mesin – mesin dengan tehnologi tinggi dan mengurangi padat tenaga kerja, sehingga kebutuhan tenaga kerjanya semakin turun. 2. Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja sektorJasa Hasil permodelan kebutuhan tenaga kerja untuk sektor jasa adalah sebagai berikut : LS = -43130 - 0.38903*LAG3.LS - 566.98* LAG1.YS + 385.72*LAG2.YT - 94.342*YS (-.141) (-.323) (-1.48 ) (0.485) (-0.0663) LS: R.851; AR.553; DW1.46; F2.9; DF2(p5%R.97/F19.3/t4.3); Model di atas menunjukkan bahwa kebutuhan ternaga kerja sektor jasa tahun ditentukan oleh jumlah kebutuhan tenaga kerja sektor jasa tiga tahun sebelumnya, NTB sektor jasa tahun sebelumnya dan NTB total dua tahun sebelumnya serta NTB sektor jasa untuk tahun ini. Dari hasil perhitungan tersebut, untuk kebutuhan tenaga kerja sektor jasa dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang cukup berarti. Bahkan menjadi penyumbang kebutuhan tenaga kerja terbesar secara total. Hal ini sejalan dengan tipologi daerah kabupaten Sukoharjo yang cenderung pada tipologi jasa. 3. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja sektor pertanian Hasil permodelan sektor pertanian adalah sebagai berikut : LA= 11406 + 0.3563*LAG3.LA + 43.895*YA + 0 .054676*LAG1.LA - 8298*DUM.2009 (.0968) (.839)
(.55)
(.0857)
(-.454)
LS: R.370; AR<.001; DW1.56; Dh na; Rho.22; F.3; DF2(p5%R.97/F19.3/t4.3/Rho.74); Model di atas menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga kerja sektor pertanian dipengaruhi oleh kebutuhan tenaga kerja sektor pertanian tiga tahun sebelumnya, NTB Sektor pertanian tahun ini, dan kebutuhan tenaga kerja tahun sebelumnya. Dari hasil estimasi dengan menggunakan model tersebut, diperoleh bahwa sektor pertanian sempat mengalami penurunan namun kemudian meningkat meskipun persentase kenaikannya tidak besar. Hasil estimasi dengan menggunakan model simple E tersebut bisa ditunjukkan kebutuhan tenaga kerja untuk ketiga sektor utama sebagai berikut : Tabel 15. Estimasi kebutuhan tenaga kerja tahun 2011 sampai dengan 2015 Lapangan Usaha 2010 2011 2012 Pertanian 96176.15 96360.84 93059.72 Industri 139757.8 105218.2 83904.05 Jasa 226540.2 243843 308545.4 Total 462474.2 445422 485509.1 Sumber : Data diolah dengan simple E
2013 2014 2015 100264.1 101809.1 101777.2 67303.18 62362.9 57329.81 319810.3 327076 315337.4 487377.7 491248.1 474444.4
Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang cukup besar untuk sektor industri bahkan sampai dengan tahun 2015 jumlahnya mencapai lebih dari 50% angka di tahun 2010. Sedangkan untuk sektor pertanian dan sektor jasa masih mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang cukup bagus. Hal ini tentu saja membutuhkan strategi khusus agar tidak menambah jumlah pengangguran yang selama ini sudah ada di kabupaten Sukoharjo. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut :
1.
2. 3.
4.
Tipologi Kabupaten Sukoharjo berdasarkan tahun 2007 adalah industri dan jasa, namun berdasarkan tahun 2009 adalah jasa sedangkan industri mempunyai nilai PDRB lebih rendah dibandingkan nasional dan penyerapan tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan rata – rata nasional atau berada di kuadran II. Elastisitas Kesempatan kerja di kabupaten Sukoharjo untuk 3 sektor utama adalah Pertanian sebesar 0.10, Industri sebesar 0.29 dan Jasa sebesar 0.17. sedangkan secara total adalah 0.15. Dari model simple E diketahui bahwa terdapat penurunan yang sangat besar untuk kebutuhan tenaga kerja di sektor industri yang kemungkinan disebabkan oleh pemanfaatan tehnologi tinggi dan mesin – mesin industri. Sektor jasa dan pertanian masih bisa digunakan sebagai penyerapan tenaga kerja apabila dikembangkan dan ditangani secara profesional oleh pemerintah kabupaten Sukoharjo.
2. Strategi Kebijakan Sesuai Dengan RPJMD Visi dan Misi dinas tenaga kerja dan transmigrasi disusun sebagai penjabaran visi kepala daerah. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD) kabupaten Sukoharjo adalah Terwujudnya Sukoharjo MAKMUR di bidang pertanian, Industri, Perdagangan serta tercapainya Good Governance dan Clean Government. Visi tersebut kemudian diturunkan ke dalam visi Terciptanya Sumber Daya Manusia yang terampil dan Berwirausaha. Sedangkan misi pertama RPJMD adalah Mewujudkan kesejahteraan Rakyat dengan Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan mengembangkan lapangan usaha. Dalam rangka mewujudkan misi pertama tersebut maka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menetapkan lima misi yaitu : 1. Meningkatkan kualitas tenaga kerja yang terampil, siap kerja dan berorientasi pada pasar kerja serta terbentuknya wirausaha baru 2. Meningkatkan pelayanan penempatan tenaga kerja dalam mengurangi pengangguran 3. Meningkatkan fasilitasi perlindungan tenaga kerja 4. Peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pada kerjasama dalam penempatan transmigrasi 5. Mewujudkan kepuasan pelayanan umum dengan meningkatkan sara prasarana kedinasan dan pelayanan umum yang menggunakan komputerisasi Namun kelima misi tersebut ternyata belum secara eksplisit muncul dalam 35 kebijakan dan program yang merupakan tindak lanjut dari strategi pembangunan. Termasuk pula dalam 52 program prioritas pembangunan yang diterapkan oleh kabupaten Sukoharjo. Oleh sebab itu dalam mengatasi masalah pengangguran dinas tenaga kerja harus bekerjsama dengan instansi terkait khususnya dinas pendidikan, dinas perindustrian dan perdagangan serta dinas koperasi dan UKM untuk membuat program kerja yang bertujuan akhir pengentasan pengangguran. Teori kewirausahaan menyebutkan bahwa sebuah negara / daerah yang maju minimal memiliki 2 % penduduknya sebagai wirausaha, karena dengan wirausaha minimal akan bisa menampung atau menyerap tenaga kerja baru, sehingga paling tidak dibutuhkan 12.500 wirausaha di kabupaten Sukoharjo. Strategi kebijakan yang bisa dikolaborasikan antara misi Dinas tenaga kerja dan 52 program prioritas pemerintah kabupaten Sukoharjo antara lain sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas SDM yang mandiri dan profesional yaitu dengan : a. Penuntasan pendidikan dasar dan peningkatan kualitas pendidikan menengah. Khususnya dengan peningkatan kualitas sekolah menengah kejuruan dimaksudkan agar bisa menjembatani kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja serta mampu menggunakan mesin – mesin. 2. Perluasan kesempatan kerja dan penempatan kerja. Langkah ini dilakukan salah satunya adalah melalui menarik investor baik dalam maupun luar negeri untuk membuka usaha di kabupaten Sukoharjo sehingga bisa mengakomodasi sumber daya lokal. Guna mewujudkan ini maka prioritas program kerja yang bisa diambil dari 52 prioritas program kerja pemerintah adalah a. Penciptaan iklim yang mendukung investasi b. Peningkatan infrastruktur pendukung investasi c. Penyederhanaan regulasi bisnis Hal ini akan berguna dalam membuka daerah terhadap investasi yang masuk dan membuka lapangan kerja baru baik di bidang industri, jasa maupun pertanian. 3. Membuka kesempatan berusaha, melalui penumbuhan wirausaha baru dan pengembangan UMKM yang telah ada dengan prioritas program kerja a. Penyederhanaan regulasi bisnis b. Peningkatan skema pembiayaan beresiko c. Perbaikan lingkungan kluster d. Pengembangan nilai ekonomi kegiatan kreatif
Pengembangan ekonomi kreatif dengan sistem kluster diharapkan akan mampu meningkatkan daya saing yang dimiliki oleh UMKM apalagi diikuti dengan peningkatan skema pembiayaan baik dalam lingkup nasional maupun lokal. Penyederhanaan regulasi bisnis juga berguna untuk mendorong UMKM meningkatkan legalitasnya. 4. Peningkatan Produktivitas dan kualitas hasil pertanian yang bukan hanya berfungsi untuk ketahanan pangan namun juga membuka kesempatan kerja baru bagi agroindustri dan agrobisnis. Dalam konteks ini pertanian bukan dijual sebagai bahan baku / bahan mentah namun sebagai bahan olahan sehingga memiliki nilai tambah yang cukup tinggi dan juga membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat. 3. Implementasi Kebijakan Yang Mendesak Dilakukan Dalam rangka mendukung strategi kebijakan yang telah diterapkan dalam RPJMD tersebut, diperlukan beberapa kegiatan pendukung yang harus segera disusun dan diimplementasikan antara lain : 1. Penyusunan sistem Informasi manajemen ketenagakerjaan. Informasi merupakan hal yang paling penting dalam pengembangan potensi masyarakat termasuk dalam hal tenaga kerja. Dengan SIM yang mantap dan aplikatif maka akan terjadi simetris informasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam peningakatan pelayanan tenaga kerja 2. Program perluasan dan pengemabngan kesempatan kerja melalui penempatan tenaga kerja antar propinsi / wilayah dan antar negara melalui sosialisasi inten dengan masyarakat 3. Peningkatan kemampuan tenaga kerja melalui pelatihan – pelatihan dengan BLK maupun BPSDM pada tingkat kabupaten, propinsi atau bahkan dalam skala nasional. 4. Program perlindungan ketenagakerjaan antara lain dengan pengembangan hubungan industrial yang terbina dan selalu terkontrol agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan khsusunya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban tenaga kerja baik itu UMK, jaminan kesejahteraan dan kesehatan bagi tenaga kerja maupun hubungan persyaratan ketenagakerjaan sehingga tidak memunculkan skema tenaga kerja yang merugikan salah satu pihak misalnya dengan out sourching atau tenaga kontrak.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik.2005. Sukoharjo Dalam Angka 2005. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2006. Sukoharjo Dalam Angka 2006. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2007. Sukoharjo Dalam Angka 2007. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2008. Sukoharjo Dalam Angka 2008. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2009. Sukoharjo Dalam Angka 2009. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2010. Sukoharjo Dalam Angka 2010. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2005. Jawa Tengah Dalam Angka 2005. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2006. Jawa Tengah Dalam Angka 2006. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2007. Jawa Tengah Dalam Angka 2007. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2008. Jawa Tengah Dalam Angka 2008. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2009. Jawa Tengah Dalam Angka 2009. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2010. Jawa Tengah Dalam Angka 2010. Sukoharjo. Badan Pusat Statistik.2005. Statistik Indonesia 2005. Jakarta. Badan Pusat Statistik.2006. Statistik Indonesia 2006. Jakarta. Badan Pusat Statistik.2007. Statistik Indonesia 2007. Jakarta. Badan Pusat Statistik.2008. Statistik Indonesia 2008. Jakarta. Badan Pusat Statistik.2009. Statistik Indonesia 2009. Jakarta. Badan Pusat Statistik.2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta Departemen Tenaga Kerja RI.2000. Perencanaan Tenaga Kerja Nasional (PTKN). Jakarta. Sutomo, 2007. Perencanaan Tenaga Kerja Daera Kota Surakarta 2007. Bappeda. Surakarta.
ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK SYARIAH INTERNASIONAL (STUDI KASUS PADA 9 BANK PERIODE 2006-2008)
Oleh :
VITA KARTIKA SARI IZZA MAFRUHAH
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui perbandingan efisiensi perbankan syariah di tiga wilayah yang berbeda, yaitu Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Inggris. Data yang dianalisis adalah sembilan bank dengan periode 2006-2008. Data sekunder diperoleh dari publikasi laporan keuangan masing-masing bank dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dalam melihat nilai efisiensinya. Penelitian mengenai efisiensi perbankan syariah skala internasional masih jarang dilakukan. Seiring dengan kemajuan dunia perbankan dan globalisasi, dunia telah mempunyai fenomena baru, berbagai negara kini telah mengembangkan perbankan syariah. Trend pertumbuhan industri bank syariah telah mencakup berbagai kawsan, tidak saja hanya di kawasan Timur Tengah. Keberadaan perbankan syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan perekonomian suatu negara. Hasil penelitian ini menunjukkan pada tahun 2006 dan 2007 , terdapat tiga bank yang efisien 100% dan 1 bank tidak efisien di kawasan Timur Tengah. Kemudian pada 2008 terjadi efisiensi 100% untuk semua bank (empat bank) di kawasan Timur Tengah. Di kawsan Asia Tenggara dua bank tidak efisien dan dua bank telah mencapai efisiensi 100% pada 2006, meningkat pada 2007 dan 2008 hanya satu bank yang tidak efisien dan tiga bank telah efisien 100%. Dari 2006 hingaa 2008, bank syariah yang beroperasi di Inggris selalu mencapai efisiensi 100%. Disarankan bagi bank syariah yang belum mencapai efisiensi 100% untuk memperbaiki pemborosan dalam mengalokasikan input sesuai formulasi yang dihasilkan pada perhitungan dengan DEA masing-masing bank dan atau mengacu pada alokasi input yang telah dilakukan oleh bank-bank yang menjadi benchmarknya. Untuk bank-bank yang sudah mencapai efisiensi 100% disarankan untuk dapat mempertahankan kinerjanya. Kata Kunci : Perbankan Syariah, Efisiensi Perbankan, Data Envelopment Analysis A. PENDAHULUAN Bank Islam telah ada sejak awal tahun 1960-an. Bank Islam pertama yang didirikan pada tahun 1963 sebagai proyek percontohan dalam bentuk bank tabungan pedesaan di sebuah kota kecil di Mesir, yaitu Mit Ghamr. Setelah itu, gerakan perbankan Islam hidup kembali di pertengahan tahun 1970-an. Pembentukan Islamic Development Bank pada tahun 1975 memicu perkembangan bank-bank Islam di banyak negara, seperti Dubai Islamic Bank di Dubai (1975), Faisal Islamic Bank di Mesir dan Sudan (1977), dan Kuwait Finance House di Kuwait (1977) (Ascarya dan Diana, 2008). Keberadaan perbankan syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan perekonomian suatu negara. Tujuan dan fungsi perbankan syariah dalam perekonomian adalah (Setiawan, 2006, dalam Malik dan Banoon, 2007) : 1) kemakmuran ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh, dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, 2) keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata, 3) stabilitas nilai uang, 4) mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin adanya pengembalian yang adil, dan 5) pelayanan yang efektif. Struktur perbankan yang sehat dan operasioanal yang efisien merupakan inti dari semua permasalahan perbankan, karena baik buruknya industri perbankan akan banyak ditentukan oleh baik tidaknya struktur yang dibuat dan kebijakan yang efisien, disamping perlu adanya fungsi pendukung yang lain, seperti pengawasan dan pengaturan yang efektif. Perbankan merupakan sektor yang paling besar pengaruhnya dalam aktivitas perekonomian masyarakat modern. Munculnya perbankan syariah, diharapkan mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan (financial), komersial, dan investasi sesuai dengan prinsip Islam (Priyonggo, 2008). Perbedaan karakteristik dari negara-negara di dunia yang memiliki dan mengembangkan perbankan syariah kemungkinan mempengaruhi struktur dan kinerja perbankan mereka. Berfokus pada perbankan syariah, pangsa penduduk muslim dapat berperan penting dalam peningkatan kompetensi perbankan syariah itu sendiri. Menurut Umi (2007) sebuah studi perbandingan efisiensi dan produktivitas industri bank-bank syariah lintas negara menjadi menarik karena beberapa alasan : 1) bank sebagai lembaga keuangan untuk memperkuat kesehatan dan stabilitas makroekonomi, 2) sejak tahun 1960 negara-negara di seluruh dunia telah membuka pasar dan dihapusnya hambatan dalam industri perbankan. Perbankan syariah sebagai bagian dari industri perbankan memiliki peran yang tidak berbeda dari perbankan konvensional lainnya. Sistem operasional yang berbeda dengan sistem operasional perbankan konvensional, perbankan syariah juga dituntut untuk bisa menyalurkan dana dari para investor kepada para nasabah yang membutuhkan secara efektif dan efisien. Efektif lebih memiliki arti sebagai ketepatan pemberian pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan, sedangkan efisien lebih memiliki arti kesesuaian hasil antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan (Ghofur, 2003 dalam Priyonggo, 2008).
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Dengan diidetifikasikannya alokasi input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat penyebab ketidakefisiensian (Suswadi, 2007). Berdasarkan sejumlah riset empiris yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa, efisiensi perbankan syariah lintas negara menunjukkan gambaran menarik, yaitu praktik operasional bank syariah mengalami tingkat efisiensi yang cukup baik dan membawa pengaruh positif bagi upaya menggerakkan perekonomian. Evaluasi kinerja perbankan syariah menarik untuk diteliti lebih dalam, terlebih penelitian-penelitian tersebut masih sedikit dilakukan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1. Untuk mengukur tingkat efisiensi masing-masing bank syariah di kawasan Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Inggris periode 2006-2008. 2. Untuk mengetahui perbandingan tingkat efisiensi masing-masing bank dalam penelitian ini. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Bank Syariah Bank syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba) , bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (masyir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal (Ascarya & Diana Yumanita, 2005). Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasajasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan prinsipprinsip syariah. (Heri Sudarsono, 2003, dalam Suswadi, 2007). Muhammad (2004) masih dalam Suswadi (2007) menyatakan bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Dengan kata lain, bank Islam (bank syariah) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syaiah yaitu jual beli dan bagi hasil (Susilo, dalam Priyonggo, 2008). 2. Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Secara matematika, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Sugiarto, et al, 2002 : 202) : Q = F (K, L, X, E) di mana : Q : output K, L, X, E : input (kapital, tenaga kerja, bahan baku, keahlian keusahawanan) Kegiatan produksi dalam ekonomi, menurut jangka waktunya dibedakan menjadi dua, yakni produksi jangka pendek dan produksi jangka panjang. Apabila jumlah faktor produksi dianggap tetap (fixed input) disebut dengan analisis produksi jangka pendek. Input tetap (fixed inputs) adalah input yang tidak dapat diubah dengan mudah selama periode waktu tertentu, kecuali dengan mengeluarkan biaya yang sangat besar. Faktor-faktor produksi yang dianggap tetap antara lain berupa bangunan, mesin, peralatan, dan lain-lain. Dalam analisis produksi jangka panjang, semua faktor produksi dapat berubah, artinya dapat ditambah jumlahnya apabila diperlukan. Analisis produksi jangka panjang menggunakan input variabel (variable inputs), yaitu input yang dapat divariasikan atau dapat diubah secara mudah dan cepat, seperti bahan mentah dan tenaga kerja terdidik. Adiwarman (2002 : 81) menyebutkan perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan. Dengan kerangka pemikiran ini, faktor produksi dalam ekonomi Islam tidak berbeda dengan faktor produksi dalam ekonomi konvensional, yang secara umum dapat dinyatakan dalam : 1) faktor produksi tenaga kerja, 2) faktor produksi bahan baku dan bahan penolong, dan 3) faktor produksi modal.
3. Efisiensi Konsep efisiensi berakar dari konsep ekonomi mikro, yaitu teori konsumen dan teori produsen. Teori konsumen berusaha untuk memaksimalkan utilitas atau kepuasan dari sudut pandang individu, sedangkan teori produsen mencoba untuk memaksimalkan keuntungan atau meminimalkan biaya dari sudut pandang produsen (Ascarya dan Diana, 2008). Ditinjau dari teori ekonomi, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknik dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makro yang jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik. Pengukuran efisiensi teknik cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan efisiensi hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumberdaya yang optimal. (Ghofur dalam Atmawardhana, 2006, dalam Suswadi, 2007). Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisien apabila mempergunakan jumlah unit yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan perusahaan lain untuk menghasilkan output yang sama, atau menggunakan unit input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar (Permono dan Darmawan, 2000, dalam Suswadi, 2007). C. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup internasional. Penelitian ini merupakan studi terhadap analisis efisiensi pada 9 bank syariah di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Inggris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan tahunan masing-masing bank, yaitu neraca dan laporan rugi laba. Laporan tahunan (annual report) diperoleh dari laporan yang dipublikasikan pada website masing-masing bank dan bank sentral. Penelitian meliputi 9 bank syariah , yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Islam Malaysia Berhad, Al Salam Bank Bahrain, Abu Dhabi Islamic Bank, Ar Rajhi Islamic Bank, European Islamic Invesment Bank, Hong Leong Islamic Bank, Al Baraka Islamic Bank, dan Affin Islamic Bank. B. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan tahunan masing-masing bank, yaitu neraca dan laporan rugi laba. Laporan tahunan (annual report) diperoleh dari laporan yang dipublikasikan pada website masing-masing bank dan bank sentral. Penelitian meliputi 9 bank syariah , yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Islam Malaysia Berhad, Al Salam Bank Bahrain, Abu Dhabi Islamic Bank, Ar Rajhi Islamic Bank, European Islamic Invesment Bank, Hong Leong Islamic Bank, Al Baraka Islamic Bank, dan Affin Islamic Bank. Semua data laporan keuangan bank diperoleh dari laporan pada website masing-masing bank, kecuali Bank Muamalat Indonesia menggunakan data publikasi dari Bank Indonesia. Data yang diteliti mencakup periode tahun 2006 – 2008. Semua data dikonversikan ke dalam US$ (dolar Amerika Serikat) pada akhir periode laporan kinerja operasional bank. Akhir periode menggunakan 31 Desember, kecuali laporan keuangan Bank Islam Malaysia Berhad dan Hong Leong Islamic Bank menggunakan akhir periode 30 Juni. Tabel 4 Data Bank dalam Penelitian No.
Negara
1. 2.
Indonesia Malaysia
4.
Bahrain
5.
Uni Arab Emirat Saudi Arabia Inggris
6. 7.
Bank Bank Muamalat Indonesia Bank Islam Malaysia Berhad Hong Leong Islamic Bank Affin Islamic Bank Al Salam Bank Al Baraka Islamic Bank Abu Dhabi Islamic Bank Ar Rajhi Islamic Bank European Islamic Investment Bank
Tahun 2006 2007 2008 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √
√ √
Sumber: Website Masing-Masing Bank
C. Metode Analisis Data Dalam menjawab permasalahan mengenai efisiensi kinerja akan digunakan alat analisis DEA ( Data Envelopment Analysis ) yang terdiri atas variable input dan output. DEA digunakan
untuk mengukur efisiensi suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Ada tiga tujuan yang diperoleh dari pengukuran efisiensi dengan menggunakan DEA yaitu : a) Sebagai tolok ukur memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk mempermudah perbandingan antar unit ekonomi yang ada. b) Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk mengidentifikasikan faktor – faktor. c) Menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat efisiensinya. Data Envelopment Analysis (DEA) adalah salah satu pendekatan nonparametrik yang dikenal sebagai sebuah teknik pemrograman matematika yang mengukur efisiensi unit kegiatan ekonomi terhadap unit kegiatan ekonomi lainnya. DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. DEA adalah teknik pemrograman linear untuk memeriksa bagaimana pengambilan keputusan unit tertentu (Decition Making Unit) atau bank dalam kajian ini beroperasi relatif terhadap bank-bank lain dalam sampel. Ini adalah teknik menciptakan sebuah perbatasan yang ditetapkan oleh bank-bank yang efisien dan membandingkannya dengan bank tidak efisien untuk menghasilkan nilai efisiensi (Donsyah, 2003). DEA merupakan ukuran efisiensi relatif, yang mengukur inefisiensi unit-unit yang ada dibandingkan dengan unit lain yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada. Sehingga dalam analisis DEA dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat efisiensi 100% yang artinya bahwa unit tersebut adalah unit yang terefisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu. Keuntungan lainnya adalah bahwa DEA dapat melihat sumber ketidakefisienan dengan ukuran „peningkatan potensial‟ (potential improvement) dari masing-masing input (Muliaman, et al, 2003). Dalam DEA, cara mengukur efisiensi sebagai berikut: Efisiensi teknis perbankan diukur dengan menghitung rasio antara output dengan input perbankan. DEA akan menghitung bank yang menggunakan input n untuk menghasilkan output m yang berbeda (Miller & Noulas dalam Ghofur dalam Priyonggo, 2008). m
Hs
UiYis i 1 n
VjXjs
........... (1)
j 1
Dimana : Hs : efisiensi teknik bank s Yis : jumlah output i yang diproduksi oleh bank s Xjs : jumlah input j yang digunakan oleh bank s Ui : bobot output i yang dihasilkan oleh bank s Vj : bobot input j yang diberikan oleh bank s, dan dihitung dari 1 ke m serta j dihitung dari 1 ke n Persamaan di atas menunjukkan adanya penggunaan satu variabel input dan satu output. Rasio efisiensi (Hs), kemudian dimaksimalkan dengan kendala sebagai berikut : m
UiYir t 1 n
VjXjr
1
........... (2)
j 1
untuk r = 1,....N Ui dan Vj ≥ 0 Dimana N menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya rasio efisiensi perusahaan tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai 1. Suatu bank dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau 100%. Sebaliknya jika mendekati 0 menunjukkan efisiensi bank yang semakin rendah atau terjadi inefisiensi. Untuk memaksimasi output dan meminisasi input, digunakan persamaan sebagai berikut : Y* = Yrs + Srs ...........(a) X* = Xjs – Sjs ...........(b) Dimana : Y* : jumlah output yang sudah dimaksimasi Yrs : jumlah output sebelum dimaksimasi Srs : besaran untuk memaksimasi jumlah output X* : jumlah input yang sudah diminimisasi Xjs : jumlah input sebelum diminimisasi Untuk membandingkan efisiensi dari sejumlah perusahaan, misalkan Hs. Setiap bank menggunakan n jenis input untuk menghasilkan m jenis output.
Misal, Xjr>0 merupakan jumlah input j yang digunakan oleh bank r ; dan misalkan Yis>0 merupakan jumlah output i yang dihasilkan oleh bank r. Variabel keputusan (decision variables) dari kasus perbankan syariah di Indonesia tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada setiap input dan output oleh bank. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Tahun 2006 Setelah dilakukukan pengolahan dengan menggunakan analisis DEA diperoleh hasil bahwa pada periode 2006 terdapat 3 bank syariah yang mengalami inefisiensi. Bank syariah yang tidak efisien yaitu Bank Islam Malaysia Berhad, Abu Dhabi Islamic Bank, dan Affin Islamic Bank. Tingkat efisien Bank Islam Malaysia Berhad sebesar 60,94%, Abu Dhabi Islamic Bank sebesar 86,77%, dan Affin Islamic Bank sebesar 81,52%. Sumber inefisiensi terjadi baik pada variabel input maupun output. Inefisiensi yang terjadi pada variabel input menunjukkan bahwa terjadi pemborosan atau pengangguran dari masing – masing variabel yang membentuk output, artinya pada bank-bank tersebut masih harus dilakukan optimalisasi. Secara rinci hasil perhitungan analisis DEA tahun 2006 ditunjukkan dalam tabel berikut ini : Tabel 20 Hasil Analisis Efisiensi Tahun 2006 No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Bank Bank Muamalat Indonesia Bank Islam Malaysia Berhad Al Salam Bank Bahrain Abu Dhabi Islamic Bank Ar Rajhi Islamic Bank
European Islamic 6. Investment Bank Hong Leong Islamic Bank 7. Al Baraka Islamic Bank 8. Affin Islamic Bank 9. Sumber : Data Sekunder diolah.
Efisiensi
BENCHMARK
100% 60,94%
UKE 5
UKE 6
UKE 7
UKE 3
UKE 5
UKE 6
100% 86,27%
UKE 7
100% 100% 100% 100% 81,52%
UKE 7
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa Bank Islam Malaysia Berhad akan mencapai tingkat efisiensi bila mengacu pada kinerja Ar Rajhi Islamic Bank , European Islamic Investment Bank, dan Hong Leong Islamic Bank. Abu Dhabi Islamic Bank akan mencapai efisiensi maksimal apabila mengacu pada Al Salam Bank Bahrain, Ar Rajhi Islamic Bank , European Islamic Investment Bank, dan Hong Leong Islamic Bank. Affin Islamic Bank akan dapat mencapai tingkat efisiensi semourna bila mengacu pada Hong Leong Islamic Bank. Apabila ditunjukkan satu persatu maka akan ditunjukkan hasil seperti dalam tabel sebagai berikut : Tabel 21 Hasil Pengolahan Data Bank Islam Malaysia Berhad dengan Menggunakan DEA Variabel Aktual Target To Gain Acheived Labor costs 43529542,6 32965076,8 24,3% 75,7% Fixed assets 23231600,4 17593373,3 24,3% 75,7% Total deposits 3949059536 2990636774,3 24,3% 75,7% Total loans 2355838913 2927592672,7 24,3% 80,5% Income 148176420,6 232885539,3 57,2% 63,6% Sumber : Data diolah. Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui bahwa sumber inefisiensi di Bank Islam Malaysia Berhad terletak di setiap lini baik input maupun output. Pada setiap variabel input terjadi pemborosan, seharusnya dengan labor cost US $ 32965076,8, fixed assets US $ 17593373,3, dan total deposits US $ 2990636774,3 akan menghasilkan total loans dan income masing-masing sebesar US $ 2355838913 dan US $ 148176420,6. Atau dengan kata lain dengan input-input yang digunakan sekarang, seharusnya menghasilkan total loans dan income masing-nasing sebesar US $ 2927592672,7 dan US $ 232885539,3. Tabel 22 Hasil Pengolahan Data Abu Dhabi Islamic Bank
dengan Menggunakan DEA Variabel Aktual Target To Gain Labor costs 68548329,6 63693663,7 7,1% Fixed assets 58066020,5 53953722,9 7,1% Total deposits 7939178583 7376917476,6 7,1% Total loans 5562666190 5956620150,6 7,1% Income 643023561,3 688563176,7 7,1% Sumber : Data Sekunder Diolah.
Acheived 92,9% 92,9% 92,9% 93,4% 93,4%
Dari tabel hasil analisis tersebut terlihat bahwa sumber inefisiensi Abu Dhabi Islamic Bank berasal dari variabel input maupun output. Dengan labor costs US $ 68548329,6, fixed assets US $ 58066020,5, dan total deposits US $ 7939178583 seharusnya dapat menghasilkan income sebesar US $ 688563176,7 bukan sebesar US $ 643023561,3 dan mampu menyalurkan dana sebesar US $ 5956620150,6 bukan hanya US $ 5562666190. Artinya masih terjadi pemborosan input dalam operasinal bank. Tabel 23 Hasil Pengolahan Data Affin Islamic Bank dengan Menggunakan DEA Variabel Aktual Target To Gain Acheived Labor costs 611973,6 549675,9 10,2% 89,8% Fixed assets 53239,7 24919,3 53,2% 46,8% Total deposits 884648745,3 706031649,7 20,2% 79,8% Variabel Aktual Target To Gain Acheived Total loans 347557104,7 477187184,4 37,3% 72,8% Income 33835258 37279617,5 10,2% 90,8% Sumber : Data Sekunder Diolah. Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui bahwa sumber inefisiensi di Affin Islamic Bank juga terletak di setiap lini baik input maupun output. Dengan labor costs US $ 611973,6, fixed assets US $ 53239,7, dan total deposits US $ 884648745,3 seharusnya dapat menghasilkan income sebesar US $ 37279617,5 bukan sebesar US $ 33835258 dan mampu menyalurkan dana sebesar US $ 477187184,4 bukan hanya US $ 347557104,7. Artinya masih terjadi pemborosan input dalam operasinal bank. 2. Analisis Tahun 2007 Hasil analisis efisiensi pada periode tahun 2007 menunjukkan bahwa telah terjadi perbaikan, jumlah bank yang tidak efisien pada tahun 2007 berkurang yakni berjumlah dua bank. Bank yang belum efisien tersebut adalah Bank Islam Malaysia Berhad dan Ar Rajhi Islamic Bank . Bank Islam Malaysia Berhad dan Ar Rajhi Islamic Bank akan mencapai tingkat efisiensi bila mengacu pada kinerja Bank Muamalat Indonesia, Abu Dhabi Islamic Bank , Hong Leong Islamic Bank. Pada tahun 2006 efisiensi Bank Islam Malaysia Berhad mencapai 60,94% dan pada 2007 menurun menjadi 56,83%. Untuk Ar Rajhi Islamic Bank yang mencapai skala efisiensi sempurna pada tahun 2006 yaitu 100%, kini pada tahun 2007 menjadi 78,35%. Secara lebih rinci berikut disajikan tabel hasil pengolahan data pada tahun 2007. Tabel 24 Hasil Analisis Efisiensi Tahun 2007 No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Bank Bank Muamalat Indonesia Bank Islam Malaysia Berhad
Efisiensi 100% 56,83%
Al Salam Bank Bahrain
UKE 1
UKE 4
UKE 7
UKE 1
UKE 4
UKE 7
100%
Abu Dhabi Islamic Bank Ar Rajhi Islamic Bank
BENCHMARK
100% 78,35%
European Islamic 6. Investment Bank Hong Leong Islamic Bank 7. Al Baraka Islamic Bank 8. Affin Islamic Bank 9. Sumber : Data Sekunder Diolah.
100% 100% 100% 100%
Dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa sumber inefisiensi di Bank Islam Malaysia Berhad tahun 2007 terletak di setiap lini baik input maupun output. Pada setiap
variabel input terjadi pemborosan, seharusnya dengan labor cost US $ 52941970,5, fixed assets US $ 24676774,6, dan total deposits US $ 5117875556 akan menghasilkan total loans dan income masing-nasing sebesar US $ 3143767323,3 dan US $ 390088949,3. Secara lebih rinci disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 25 Hasil Pengolahan Data Bank Islam Malaysia Berhad dengan Menggunakan DEA Variabel Aktual Target To Gain Acheived Labor costs 52941970,5 38368133,5 27,5% 72,5% Fixed assets 24676774,6 17202816,5 30,3% 69,7% Total deposits 5117875556 3709029541,5 27,5% 72,5% Total loans 2465159539 3143767323,3 27,5% 78,4% Income 305885072,1 390088949,3 27,5% 78,4% Sumber : Data Sekunder Diolah. Untuk mengetahui sumber-sunber inefisinesi Al Rajhi Islamic Bank disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 26 Hasil Pengolahan Data Al Rajhi Islamic Bank dengan Menggunakan DEA Variabel Aktual Target To Gain Acheived Labor costs 386071927,2 339196900 12,1% 87,9% Fixed assets 689336510 167391869,2 75,7% 24,3% Total deposits 24560349092 21578347684 12,1% 87,9% Total loans 28143137973 31560144661 12,1% 89,2% Income 2479784380 2780868069,3 12,1% 89,2% Sumber : Data Sekunder diolah. Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui bahwa sumber inefisiensi di Ar Rajhi Islamic Bank ternyata terletak di setiap lini baik input maupun output. Dengan labor costs US $ 386071927,2, fixed assets US $ 689336510, dan total deposits US $ 24560349092 seharusnya dapat menghasilkan income sebesar US $ 2780868069,3 bukan sebesar US $ 2479784380 dan mampu menyalurkan dana sebesar US $ 31560144661 bukan hanya US $ 28143137973. Artinya masih terjadi pemborosan input dalam operasinal bank. 3. Analisis Tahun 2008 Setelah dilakukukan pengolahan dengan menggunakan analisis DEA diperoleh hasil bahwa pada periode 2008 terdapat satu bank syariah yang mengalami inefisiensi. Tabel 27 Hasil Analisis Efisiensi Tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Bank Bank Muamalat Indonesia Bank Islam Malaysia Berhad Al Salam Bank Bahrain Abu Dhabi Islamic Bank Ar Rajhi Islamic Bank
European Islamic 6. Investment Bank Hong Leong Islamic Bank 7. Al Baraka Islamic Bank 8. Affin Islamic Bank 9. Sumber : Data Sekunder Diolah.
Efisiensi
BENCHMARK
100% 51,57%
UKE 1
UKE 3
UKE 5
UKE 7
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Bank syariah yang tidak efisien yaitu Bank Islam Malaysia Berhad. Ini artinya selama periode penelitian, Bank Islam Malaysia Berhad tidak pernah mencapai efisiensi sempurna mulai dari tahun 2006 hiangga 2008. Tingkat efisien Bank Islam Malaysia Berhad sebesar 51,57%. Untuk dapat mencapai efisiensi 100%, maka Bank Islam Malaysia Berhad harus mengacu pada bencmarknya, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Al Salam Bank Bahrain, Ar Rajhi Islamic Bank, dan Hong Leong Islamic Bank.
Tabel 28 Hasil pengolahan data Bank Islam Malaysia Berhad dengan Menggunakan DEA Variabel Aktual Target To Gain Acheived Labor costs 65095634 44296170,6 32% 68% Fixed assets 38982823,9 26526968,3 32% 68% Total deposits 6367456860 4332916632,5 32% 68% Total loans 2771041658 3656449419,4 32% 75,8% Income 357442043 471652509 32% 75,8% Sumber: Data Sekunder Diolah Dari hasil pengolahan data tersebut dapat diketahui bahwa sumber inefisiensi di Bank Islam Malaysia Berhad ternyata terletak di setiap lini baik input maupun output. Dengan labor costs US $ 65095634, fixed assets US $ 38982823,9, dan total deposits US $ 6367456860 seharusnya dapat menghasilkan income sebesar US $ 471652509 bukan sebesar US $ 357442043 dan mampu menyalurkan dana sebesar US $ 3656449419,4 bukan hanya US $ 2771041658. Artinya masih terjadi pemborosan input dalam operasinal bank. Dari tahun 2006 sampai tahun 2008, Bank Islam Malaysia Berhad tidak pernah mencapai tingkat efisiensi yang optimal, efisiensi yang dicapai dari 2006 hingga 2008, masing-masing adalah 60,94%, 56,83%, dan 51,57%. Penurunan tingkat efisiensi ini, disebabkan oleh kenaikan labor costs yang dikeluarkan. Dari tahun 2006 Bank Islam Malaysia Berhad mengeluarkan US $ 148,176,420.6 meningkat 48,4% pada 2007 menjadi US $ 305,885,072.1 dan meningkat lagi 86% pada tahun 2008 menjadi US $ 357,442,043. Secara keseluruhan, kinerja bank syariah dalam penelitian yang mencakup kawasan di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Inggris telah mampu menunjukkan kapasitasnya yang tercermin dari indikator tingkat efisiensinya. Tingkat efisiensi yang dicapai telah relatif baik dan dari tahun 2006 hingga 2008 yang terus mengalami peningkatan. Artinya, bank syariah yang tersebar di tiga kawasan penelitian telah mampu memberikan bukti bahwa bank syariah mampu bersaing dan berperan dalam perekonomian. E. PENUTUP 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Dari 9 bank syariah yang tersebar di kawasan Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Inggris didapatkan : 1) Tingkat efisiensi 9 bank tersebut secara keseluruhan pada tahun 2006 telah mencapai efisiensi yang relatif baik. Sebanyak enam bank (66,7%) sudah beroperasi secara efisien yaitu mencapai efisiensi optimal 100%, sedangkan tiga bank (33,3%) belum mencapai tingkat efisiensi optimal. 2) Tingkat efisiensi 9 bank dalam penelitian secara keseluruhan pada tahun 2007 telah mencapai efisiensi yang relatif baik. Sebanyak tujuh bank (77,8%) sudah beroperasi secara efisien yaitu mencapai efisiensi optimal 100%, sedangkan tiga bank (22,2%) belum mencapai tingkat efisiensi optimal. 3) Tingkat efisiensi 9 bank dalam penelitian secara keseluruhan pada tahun 2008 telah mencapai efisiensi yang relatif baik. Sebanyak delapan bank (88,9%) sudah beroperasi secara efisien yaitu mencapai efisiensi optimal 100%, sedangkan tiga bank (11,3%) belum mencapai tingkat efisiensi optimal. b. Pada tahun 2006 dan 2007 , terdapat tiga bank yang efisien 100% dan 1 bank tidak efisien di kawasan Timur Tengah. Kemudian pada 2008 terjadi efisiensi 100% untuk semua bank (empat bank) di kawasan Timur Tengah. Di kawsan Asia Tenggara dua bank tidak efisien dan dua bank telah mencapai efisiensi 100% pada 2006, meningkat pada 2007 dan 2008 hanya satu bank yang tidak efisien dan tiga bank telah efisien 100%. Dari 2006 hingaa 2008, bank syariah yang beroperasi di Inggris selalu mencapai efisiensi 100%. c. Dengan metode DEA kita dapat memperoleh formulasi bagi bank-bank syariah yang belum mencapai efisiensi optimal untuk menjadi lebih efisien dengan mengacu pada bencmark masing-masing bank syariah yang telah efisien. 2. Saran Berdasarkan uraian kesimpulan hasil penelitian, maka disarankan hal-hal sebagai berikut : a. Bagi Perbankan Syariah Disarankan bagi bank syariah yang belum mencapai efisiensi 100% untuk mengoptimalkan input yang dimiliki dalam operasional perbankannya agar mampu menghasilkan output yang
lebih optimal. Untuk bank-bank yang sudah mencapai efisiensi 100% disarankan untuk dapat mempertahankan kinerjanya. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Saat mencoba melakukan penelitian tentang bank syariah, jangan ragu dan terus maju untuk melanjutkan penelitian. Karena penelitian efisiensi bank syariah lintas negara masih relatif sedikit dilakukan oleh mahasiswa, hal ini akan semakin mendorong Anda untuk lebih aktif mencari dan menggali informasi dan terpacu untuk mempelajarinya serta mengintepretasikan penelitian Anda. DAFTAR PUSTAKA Ascarya dan Yumanita, Diana. 2005. Bank Syariah : Gambaran Umum. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia. Jakarta. Anonim. 2008. Comparing The Efficiency Of Islamic Banks In Malaysia And Indonesia. Jakarta : Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2008. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2008. Perbankan Syariah: Sistem Operasional dan Kebijakan Pengembangannya. Hadad, Muliaman, et al. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember 2003. Cahyadin, Malik dan Banoon. 2007. Prediksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Indonesia Tahun 2008. Simposium riset ekonomi III ISEI Cabang Surabaya Universitas Kristen Petra Surabaya. Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta : The International Institute of Islamic Thought Indonesia. Kusmawati. 2006. Analisis Efisiensi IndustriPerbankan di Indonesia Berdasarkan Konsep API (Arsitektur Perbankan Indonesia) Tahun 2005. FE UNS. Skripsi S1. Suseno, Priyonggo. 2008. Analisis Kinerja dan Skala Ekonomi pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia. Journal of Islamic and Economics, Volume 2 No.1. Suswadi. 2007. Analisa Efisiensi Perbankan Syariah Di Indonesia (Metode Stochastic Frontier Approach / SFA). Yogyakarta : Skripsi Universitas Islam Indonesia. Tohirin, Ahmad. 2003. Implementasi Perbankan Islam : Pengaruh Sosio- Ekonomis dan Peranannya dalam Pembangunan. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8 No. 1, Juni 2003. Utami, Margaretha Tri. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Bank Syariah. Journal Of Islamic Business And Economics, Desember 2008, Vol. 2 No. 2 Wahyudianto. 2008. Analisis Efisiensi Idustri Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Anallysis (DEA) Tahun 2007. Surakarta : Jurnal Ekonomi Pembangunan (Vol.3 No.2 Desember 2008). Warjiyo, Perry. 2004. Bank Indonesia : Bank Sentral Republik Indonesai Sebuah Pengantar. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia. Yaumidin, Umi Karomah.2007. Efficiency In Islamic Banking: A Non-Parametric Approach. Jakarta : Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan April 2007.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITAS IBU RUMAH TANGGA UNTUK BEKERJA DI KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh :
Dwi Utami Zuliawati Joko Nugroho
ABSTRAK Peran perempuan belum banyak terlihat dalam pembangunan ekonomi padahal jumlah perempuan lebih besar daripada jumlah laki-laki hal ini melatarbelakangi penelitian ini. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel pendapatan suami, ijin dari suami, usia ibu rumah tangga, jumlah tanggungan keluarga, dan tingkat pendidikan terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Ukuran sampel dalam penelitian ini sebanyak 160 ibu rumah tangga di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo diambil dari populasi sebanyak 17.583 ibu rumah tangga, dengan metode proporsionate area random sampling. Metode analisis data menggunakan Logit dengan bantuan Eviews 3.0. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang signifikan yaitu variabel dummy ijin suami dan tingkat pendidikan di Perguruan tinggi, serta 3 variabel tidak signifikan yaitu pendapatan suami, usia responden, dan jumlah tanggungan keluarga. Langkah yang sebaiknya diambil adalah pengembangan potensi ibu rumah tangga yang berpendidikan SD melalui berbagai kegiatan di masyarakat, antara lain pelatihan-pelatihan khusus menjahit, membuat kue kering, dan berdagang. Kegiatan tersebut diusahakan oleh komunitas wanita setempat yang selama ini sudah terbentuk melalui PKK dan kelompok pengajian. Alangkah baiknya bila usaha yang dilakukan penduduk daerah tersebut didukung oleh pemerintah melalui pengawasan dan pemberian bantuan teknis yaitu PNPM terkait masalah produksi dan pengembangan. Hal tersebut dimaksudkan agar kontribusi perempuan tidak hanya bermanfaat di dalam keluarga saja, melainkan juga di masyarakat umum meskipun pendidikannya masih rendah. Selain hal tersebut, usaha yang juga tidak kalah pentingnya adalah peran serta dari masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata keberadaan wanita khususnya ibu rumah tangga untuk berperan di dalam pembangunan. Kata Kunci : Probabilitas Ibu Rumah Tangga Sampling, Logit
untuk Bekerja, Proporsionate Area Random
A. PENDAHULUAN Kemajuan ekonomi adalah komponen utama pembangunan, namun bukan merupakan satu-satunya yang diharapkan dari pelaksanaan pembangunan. Menurut Todaro, pembangunan seharusnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak yang melibatkan soal pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Selain peningkatan pendapatan dan output, pembangunan juga berurusan dengan perubahan mendasar tentang kelembagaan, sosial, dan struktur administrasi serta sikap masyarakat baik berdasarkan kebiasaan maupun kepercayaan (Todaro, 2000:62). Pembangunan erat kaitannya dengan masalah kependudukan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Upaya untuk melibatkan perempuan dalam pembangunan dilakukan karena perempuan merupakan sebagian besar sumber daya manusia yang tersedia sebagai modal dasar pembangunan. Salah satu upaya pemerintah tersebut berupa pengembangan program pengentasan buta aksara bagi perempuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan Sumber daya Manusia (SDM) di Indonesia. Hal tersebut terdapat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendidikan Nasional yang dikeluarkan pada bulan Juli tahun 2005. Data statistik tahun 2005 menunjukkan bahwa komposisi perempuan dalam jumlah penduduk Indonesia adalah 50,2%, lebih besar dari komposisi penduduk laki-laki. Namun, jumlah yang besar itu tidak bisa dijadikan indikator peran yang sama antara laki-laki dan perempuan. Peran perempuan dalam pembangunan ekonomi dapat dilihat pada keterlibatan mereka di berbagai sektor diantaranya sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa kemasyarakatan. Tren yang ada pada ketenagakerjaan perempuan adalah peningkatan peran serta perempuan dalam sektor-sektor tersebut, terutama pada sektor industri, perdagangan, dan jasa kemasyarakatan. Pada sektor keuangan, tren yang terjadi juga menunjukkan adanya peningkatan peran perempuan dari tahun ke tahun meskipun perannya di sektor keuangan tersebut tidak tergolong banyak. Hasil penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan Ibu Rumah Tangga (IRT) mendorong diadakannya pengamatan mengenai kondisi yang fakta-fakta yang belum terungkap. Ini berarti kajian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IRT untuk bekerja melalui sebuah proses penelitian sangat penting dilakukan agar hasilnya dapat digunakan sebagai pengetahuan dan kajian keilmuan. Tujuan penelitian ini pada dasarnya meliputi:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan suami terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. 2. Untuk mengetahui pengaruh ijin suami terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. 3. Untuk mengetahui pengaruh usia terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. 4. Untuk mengetahui pengaruh jumlah tanggungan keluarga terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. 5. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Ketenagakerjaan Pembangunan ekonomi merupakan modal utama untuk mengatasi keterbelakangan dan kemiskinan dengan tujuan untuk mencapai suatu negara yang maju, makmur, dan modern. Pembangunan ekonomi tidak lepas dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai penopang utama. Oleh karena itu, perlu pemanfaatan yang tepat dan efektif agar keberadaan SDM dalam konsep ketenagakerjaan di suatu negara dapat menjadi faktor penting untuk pembangunan suatu bangsa. SDM merupakan semua kegiatan manusia yang produktif dan semua potensinya untuk memberikan sumbangan yang produktif bagi masyarakat (Suroto, 1992:14). Pembangunan ketenagakerjaan adalah sesuatu yang perlu dilakukan oleh negara Indonesia. Pembangunan ketenagakerjaan dilakukan dengan tujuan, antara lain (Mulyadi, 2003:47): a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 250/Men/XII/2008 tentang Klasifikasi dan Karakteristik Data dari jenis Informasi Ketenagakerjaan dalam Bab I Pasal 1 dijelaskan tentang konsep ketenagakerjaan, yaitu antara lain berupa: a. Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun atau lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran yang aktif mencari pekerjaan. b. Tingkat Partisipasi Angkatan kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah tingkat kegiatan masyarakat yang akan mempengaruhi besarnya angka persediaan tenaga kerja yang formulanya adalah angkatan kerja dibagi penduduk dalam usia kerja. TPAK ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain golongan umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,perkembangan ekonomi, dan lain-lain. c. Tenaga Kerja (Employment) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerjaan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi. d. Bukan Tenaga Kerja (Unemployment) Bukan Tenaga Kerja terbagi menjadi dua, yaitu penganggur terbuka dan setengah penganggur. Penganggur terbuka adalah mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Sedangkan setengah penganggur adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (dari 1 sampai 34 jam seminggu). 2. Kedudukan Tenaga Kerja Wanita Kedudukan tenaga kerja wanita merupakan hal penting yang menjadi bahasan masyarakat karena banyak hal yang mendasari persepsi mengenai hal tersebut, antara lain: 1. Sisi Individu Satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah adanya teori kebutuhan dalam diri manusia yang terbagi menjadi dua yaitu kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Terdapat perbedaan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Kebutuhan
dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan penghargaan) adalah kebutuhan yang penting untuk kebutuhan fisik dan psikologis, kebutuhan ini harus dipenuhi. Sekali kebutuhan ini dipenuhi, motivasi seseorang untuk memenuhi kebutuhan ini surut. 2. Sisi Sosial- Masyarakat Meski bukan fenomena baru, namun masalah perempuan bekerja masih terus menjadi perdebatan sampai sekarang. Bagaimanapun, masyarakat masih memandang keluarga yang ideal adalah suami bekerja di luar rumah dan isteri di rumah dengan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah. Anggapan negatif (stereotype) yang kuat di masyarakat masih menganggap idealnya suami berperan sebagai yang pencari nafkah, dan pemimpin yang penuh kasih; sedangkan istri menjalankan fungsi pengasuhan anak. Hanya, seiring dengan perkembangan zaman, tentu saja peran-peran tersebut tidak semestinya dibakukan, terlebih kondisi ekonomi yang membuat kita tidak bisa menutup mata bahwa kadang-kadang istripun dituntut untuk harus mampu juga berperan sebagai pencari nafkah. Walaupun seringkali jika seorang laki-laki atau suami ditanya maka akan muncul jawaban “Seandainya gaji saya cukup, saya lebih suka isteri saya di rumah merawat anak-anak” (Fredlina, 2009). 3. Sisi Agama – Budaya Pandangan wanita bekerja dari sisi ini didasarkan atas ajaran bahwa seorang suami adalah memimpin dalam rumah tangga sehingga istri harus patuh pada suaminya. Menurut perspektif Islam, wanita sebagai pusat kasih sayang dan proses pendidikan dalam keluarga, memiliki kedudukan istimewa sebagai seorang istri dan ibu. Di saat yang sama, Islam tidak menentang peran aktif mereka di tengah masyarakat (http://www. Sistem pergaulan dalam Islam.co.id : 119). 3. Peran Tenaga Kerja Wanita Berkeluarga Wanita bekerja berkeluarga juga merupakan asset atau sumber daya manusia yang produktif dalam pembangunan baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun negara. Peran wanita sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan baik menyangkut agama, budaya, sosial, maupun politik. Bahkan dalam karyanya Karimah Kuraiyin, menempatkan peran wanita sebagai kedudukan paling penting, sejahtera atau tidaknya suatu negara salah satunya dipengaruhi oleh seorang wanita. Baik perperan sebagai ibu rumah tangga maupun berperan di luar rumah tangga (http://wanita bekerja status berkeluarga.com). 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Wanita Berkeluarga untuk Bekerja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Wanita Berkeluarga untuk Bekerja, pendapatan suami, ijin suami, umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan (Fredlina, 2009). Beberapa studi terdahulu pada dasarnya menggolongkan faktor keputusan perempuan untuk bekerja pada faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor demografi. Dalam penelitian ini faktor ekonomi adalah pendapatan, faktor sosialnya adalah kebutuhan kebutuhan untuk tumbuh dan tingkat pendidikan, sedangkan faktor demografinya adalah usia dan jumlah tanggungan keluarga. Penelitian ini juga menambahkan adanya variabel pengetahuan tentang agama terkait kepatuhan istri pada ijin suami. C. Metode Penelitian 1. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling a. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Kecamatan Purworejo sebagai Ibu Kota Kabupaten Purworejo. Jumlah rumah tangga yang ada di Kecamatan Purworejo berjumlah 17.583 yang terdapat pada 14 kelurahan dengan asumsi satu rumah tangga memiliki satu ibu rumah tangga. b. Sampel 1) Ukuran Sampel Sampel dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan desain pengambilan sampel proporsional area/wilayah. Hal itu untuk mendapatkan sampel yang representatif. Berdasarkan tabel ukuran sampel dengan tingkat ketelitian 5%, ukuran sampel yang diambil ketika populasinya sebanyak 17.583 adalah 376 jiwa (Sekaran, 2006:159). Namun penelitian ini memiliki keterbatasan waktu dan biaya yang menyebabkan ukuran tersebut tidak dapat dipenuhi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti mengambil ukuran 160 sampel. 2) Teknik Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Metode yang digunakan adalah proporsionate area random sampling yaitu semakin banyak jumlah ibu rumah tangga di suatu kelurahan, maka akan semakin banyak pula ukuran sampel ibu rumah tangga yang diambil di kelurahan tersebut. Teknik pengambilan sampelnya adalah pengambilan sampel dari setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing wilayah (Arikunto, 1997: 116). Selanjutnya adalah melakukan pengacakan terhadap nomor Kartu Keluarga (KK) untuk memperoleh sejumlah rumah tangga yang dijadikan sampel penelitian. Perhitungan proporsi sampelnya adalah sebagai berikut:
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tabel 3.1 Perhitungan Proporsi Sampel Jumlah Proporsi Ukuran Kelurahan Rumah Rumah Sampel Tangga Tangga Cangkrepkidul 797 0,0453 7 Cangkreplor 961 0,0547 9 Tambakrejo 1.044 0,0594 10 Kedungsari 724 0,0412 7 Pangenrejo 1.237 0,0704 11 Pangenjurutengah 1.831 0,1041 16 Doplang 817 0,0465 7 Sindurjan 1.662 0,0945 15 Paduroso 328 0,0187 3 Purworejo 3.356 0,1909 31 Mranti 883 0,0502 8 Mudal 447 0,0254 4 Keseneng 689 0,0392 6 Baledono 2.807 0,1596 26 Jumlah 17.583 1,0000 160
Sumber: Rekapitulasi Data kependudukan Kec. Purworejo 2009, diolah
2. Teknik Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis ini berisi tentang bahasan secara diskriptif mengenai tanggapan yang diberikan responden pada kuesioner. b. Analisis Statistik 1) Uji Z (Uji Teori) Model tersebut dinyatakan dalam suatu bentuk probabilitas. Model ini adalah model dimana variabel dependen adalah logaritma dari probabilitas suatu situasi atau atribut yang akan berlaku dengan syarat atau kondisi adanya varibel-variabel independen tertentu.Perkataan logit didasarkan atas adanya asumsi mengenai fungsi variabel random yang diteliti yang berbentuk Logistic Distribution. Persamaan fungsi probabilitas logistik yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Pi Y Ln Zi 1 Pi Sumber: Gujarati, 1995: 596 dimana dalam penelitian ini,
Zi 0 1PS 2 D1 3UR 4 JTK 5 D2 6 D3 7 D4 ei Keterangan : Pi : Probabilitas keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja (status bekerja) 1-Pi : Probabilitas keputusan ibu rumah tangga untuk tidak bekerja (status tidak bekerja) Zi : Logaritma probabilitas dari keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja atau tidak β0 : Konstanta β1 - β5 : Koefisien persamaan logit
PS D1 UR JTK D2 D3 D4 ei
: Pendapatan Suami : Ijin Suami : Umur Responden : Jumlah Tanggungan Keluarga : Tingkat pendidikan SMP : Tingkat pendidikan SMA : Tingkat pendidikan PT : Error term
Pi ( ) disebut rasio odds, Y merupakan logaritma dari rasio odds, Y disebut Logit. 1 Pi Pi didefinisikan sebagai keputusan ibu rumah tangga bekerja, jika ibu rumah tangga bekerja maka Pi = 1 dan apabila tidak bekerja maka Pi = 0. Dengan demikian distribusinya adalah sebagai berikut:
Nilai 0 1
Probabilitas 1-Pi Pi
Pi Sehingga ( ) merupakan rasio probabilitas ibu bekerja terhadap probabilitas ibu 1 Pi tidak bekerja. Pengujian yang dilakukan untuk menguji signifikansi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (uji sendiri-sendiri semua koefisien regresi). Langkah-langkah yang dilakukan antara lain: a) Menyusun Formulasi Ho dan Ha
Ho : β = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendapatan suami, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan ijin suami terhadap keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja. Ha : β ≠ 0 ada pengaruh yang signifikan antara pendapatan suami, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan ijin suami terhadap keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja b) Tingkat Signifikan Z-tabel = (Z α/2, n– k) dimana : α = derajat signifikansi (5 %) n = jumlah sampel k = jumlah variabel bebas c) Kriteria Pengujian Ho diterima, Ha ditolak : -Z tabel
+Z tabel. Kesimpulannya β1 tidak berbeda dengan nol (β1 tidak signifikan pada tingkat α = 5%). Ho ditolak, Ha diterima : Z hitung < –Z tabel atauZ hitung > +Z tabel. Kesimpulannya β1 berbeda dengan nol (β1 signifikan pada tingkat α = 5%). 2) Uji F (Uji secara Bersama-sama) Uji F merupakan uji yang digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa secara keseluruhan regresi juga signifikan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : F
R2 1 R2
k 1 (n k )
Dimana : R2 = koefisien determinasi n = jumlah data k = jumlah variabel 2 1 – R = Residual Sum of Square (RSS) Hipotesis uji F adalah sebagai berikut: a) Dengan kriteria sebagai berikut : 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 0, maka tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan.
a. Ho :
b. Ho : 1 2 3 4 5 0, ada pengaruh yang nyata antara variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan. b) Level of Significance pada =5% Derajat Kebebasan df : [n-k ; (k-1)] c) Kesimpulan pengujian : a. Jika Fhitung Ftabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti variabel independen secara keseluruhan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen. b. Jika Fhitung Ftabel , maka Ho diterima dan Ha ditolak, berarti variabel independen secara keseluruhan tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen 2 3) Uji R Mc Fadden Uji ini digunakan untuk mengetahui berapa % variasi variabel dependent dapat dijelaskan oleh variasi variabel independent. Misalnya, R2 Mc Fadden = 0,85, artinya 85 % variasi variabel dependent dijelaskan oleh variasi variabel independent di dalam model dan sisanya 15 % dijelaskan oleh variasi variabel independen di luar model. D. Hasil dan Analisis 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ini mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul dari kuesioner yang disi oleh responden. Tujuan dilakukan pendiskripsian ini adalah untuk mengetahui arah kecenderungan data variabel penelitian sebagaimana adanya. a. Distribusi Keputusan Ibu Rumah Tangga untuk Bekerja Berbagai macam alasan ibu rumah tangga yang memutuskan untuk bekerja ataupun tidak bekerja. Berikut adalah hasil jawaban responden mengenai faktor keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja adalah Sebanyak 48,42% keputusan Ibu Rumah tangga (IRT) untuk bekerja ditentukan oleh faktor ekonomi keluarga. Pekerjaan yang dilakukan IRT ditujukan untuk menopang atau menambah kesejahteraan keluarga melalui penambahan pendapatan dalam keluarga. Selanjutnya 36,84% dari responden yang bekerja mendasari pilihan untuk bekerja dari alasan menyalurkan ilmu pengatuan yang telah didapat dari pendidikan formal. Sebagian lain mendasari pilihan untuk bekerja dari faktor mengisi waktu luang dan hobi sebanyak 6,32%, sisanya adalah alasan lain 8,42%. b. Distribusi Pendapatan Suami Distribusi pendapatan suami dibagi ke dalam beberapa kategori atau kelas yaitu sebagai berikut: a. Pendapatan kelas 1 = Rp1.000.000, b. Pendapatan kelas 2 = Rp1.000.000, s/d Rp 2.000.000, c. Pendapatan kelas 3 = Rp 2.000.000, s/d Rp3.000.000, d. Pendapatan kelas 4 = Rp3.000.000, s/d Rp 4.000.000, e. Pendapatan kelas 5 = Rp 4.000.000, c. Distribusi Pemberian Ijin Bekerja dari Suami Dari 160 responden, ada 117 responden yang diijinkan oleh suaminya untuk bekerja. Prosentasenya adalah sebesar 73,13%. Jumlah responden yang tidak memperoleh ijin bekerja dari suaminya adalah sebanyak 43 atau 26,88%. d. Distribusi Usia Ibu Rumah Tangga Sebanyak 66 responden atau 41,25% masuk dalam kategori usia 40-49 tahun. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak daripada kelompok usia lain yang berarti mayoritas responden berada pada kelompok usia ini. Terbanyak kedua yaitu berada di usia 30-39 tahun yang berjumlah 35 responden. Selanjutnya yaitu usia 50-59 tahun dengan jumlah 30 orang sebagai terbanyak ketiga. Jumlah responden yang menempati kelas usia termuda yaitu 22-26 tahun adalah 21 orang, sedangkan kelompok tertua yaitu lebih atau sama dengan 60 tahun merupakan kelompok usia minoritas dari 160 responden yang berjumlah 6 orang atau 3,75%. Hal tersebut di atas mengindikasikan
bahwa rata-rata rsponden sedang dalam usia produktif bekerja, kurang lebih usia 30-50 tahun. e. Distribusi Jumlah Tanggungan Keluarga Dari 160 responden, sebanyak 116 responden atau 72,50% masuk dalam kategori keluarga kecil, sedangkan sebanyak 44 responden atau 27,50% masuk dalam kategori keluarga besar. f. Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Sebagian besar responden telah menempuh jenjang pendidikan hingga SMA yaitu sejumlah 73 responden yaitu 45,62%. Selanjutnya tingkat pendidikan yang cukup banyak diselesaikan oleh responden adalah tingkat pendidikan pasca SMA atau di perguruan tinggi sebanyak 51 responden atau dalam prosentase sebesar 31,88%. Responden dengan tamatan SMP berjumlah 19 orang atau memiliki proporsi 11,88%, sedangkan tingkat pendidikan yang dasar yaitu SD diselesaikan oleh 17 reponden atau 10,62%. 2. Analisis Statistik Analisis statistika dalam penelitian ini menggunakan permodelan variabel dependen berupa dummy. Model yang digunakan adalah model Logit (Logistik distribution function). Tabel 4.14 Hasil Regresi Logit Variabel
Koefisien
C PS D1 UR JTK D2 D3 D4
-2,527865 -0,0000000465 3,061422 0,015555 -0,181571 -0,066318 0,744785 1,686347
Standard Error 1,391754 0,000000122 0,519543 0,023264 0,195105 0,787517 0,651066 0,726869
Z statistik -1,816316 -0,380629 5,892528 0,668634 -0,930629 -0,084212 1,143948 2,320017
Probabilitas 0,0693 0,7035 0,0000 0,5037 0,3520 0,9329 0,2526 0,0203
Sumber: Olah Data Eviews 3.0, Maret 2010, diolah
Berikut permodelannya: Pi Li Ln Zi 1 Pi Dimana
Zi 0 1 PS 2 D1 3UR 4 JTK 5 D2 6 D3 7 D4 i
Sumber: Gujarati, 1995: 605
Dari tabel di atas, persamaan logit dapat ditulis secara lengkap sebagai berikut: Pi Y Ln 2,527865 0,0000000465PS 3,061422 D1 0,015555UR 1 Pi 0,181571JTK 0,066318D 2 0,744785D3 1,686347 D 4 Keterangan: Y = Zi :Logaritma odds probabilitas ibu rumah tangga bekerja dengan yang tidak bekerja PS : Pendapatan Suami D1 : Dummy Ijin Suami UR : Umur Responden JTK : Jumlah Tanggungan Keluarga D2 : Dummy Tingkat pendidikan SMP D3 : Dummy pendidikan SMA D4 : Dummy pendidikan PT 1) Uji Z Berikut ini adalah penjabaran uji Z untuk masing-masing variabel independen: a. Variabel pendapatan suami Dengan melihat probabilitas parameter variabel pendapatan suami ( 1 = 0,0000000465) dari hasil pengolahan data yaitu 0,7035 atau 70,35%, didapatkan kesimpulan bahwa variabel ini terbukti tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga bekerja pada tingkat signifikansi5%.
b. Variabel dummy ijin suami Koefisien variabel ijin suami adalah sebesar 3,061422. Besarnya probabilitas tingkat signifikansi parameter variabel ijin suami dari hasil pengolahan data adalah sebesar 0,0000atau 00,00% maka kesimpulannya adalah variabel ijin suamiterbukti berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerjamenggunakan tingkat signifikansi 5%. Itu berarti ada perbedaan yang nyata probabilitas ibu rumah tangga bekerja pada ibu yang diijinkan suaminya untuk bekerja dengan ibu yang tidak diijinkan suaminya untuk bekerja. c. Variabel usia responden Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa probabilitas tingkat signifikansi parameter variabel usia responden ( 3 = 0,015555) adalah 0,5037= 50,37 %, maka didapatkan kesimpulan bahwa variabel usia respondenterbukti tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerjamenggunakan tingkat signifikansi 5%. d. Variabel jumlah tanggungan keluarga Besarnya probabilitas tingkat signifikansi parameter variabel jumlah tanggungan keluarga dari hasil pengolahan data dengan koefisien sebesar -0,181571adalah 0,3520 atau 35,20%.Kesimpulannya adalah variabel jumlah tanggungan keluargaterbukti tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerjamenggunakan tingkat signifikansi 5%. e. Variabel dummy tingkat pendidikan responden - Dummy tingkat pendidikan SMP: D2 Pada variabel dummy D2, koefisiennya adalah sebesar -0,066318, dengan probabilitas 0,9329 atau 93,29%. Itu berarti tingkat pada tingkat signifikansi 5%, tidak ada perbedaan yang nyata probabilitas ibu rumah tangga bekerja antara ibu yang menempuh jenjang pendidikan SD dengan yang menempuh jenjang pendidikan SMP. - Dummy tingkat pendidikan SMA: D3 Pada variabel dummy D3, koefisiennya adalah sebesar 0,744785, dengan probabilitas 0,2526 atau 25,26%. Itu berarti pada tingkat signifikansi 5%, tidak ada perbedaan yang nyata probabilitas ibu bekerja antara ibu rumah tangga yang menempuh jenjang pendidikan SMA dengan yang menempuh jenjang pendidikan SD. - Dummy tingkat pendidikan PT : D4 Pada variabel dummy D4, koefisiennya adalah sebesar 1,686347, dengan probabilitas 0,0203 atau 2,03%. Itu berarti pencapaian tingkat pendidikan sampai di PT memiliki pengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja pada tingkat signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata probabilitas ibu bekerja antara ibu rumah tangga yang menempuh jenjang pendidikan SD dengan ibu rumah tangga yang menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi. 2) Uji F Uji F merupakan uji secara bersama-sama untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Hasil pengolahan data dengan program Eviews 3.0 pada hasil regresi model ini nilai LR statistik sebesar 86,0425 pada tingkat derajat kebebasan (df) 7. Angka LR statistik model hasil regresi ini berada di atas nilai kritis tabel X2 (11,0705). Atau juga bisa dilihat dari nilai probabilitas kesalahan LR statistik sebesar 0,000, maka dapat disimpulkan pada tingkat signifikansi 5%, secara serempak ketujuhvariabel independen mempengaruhi variabel dependen. 3) Koefisien Determinasi (R2 Mc Fadden) Koefisien determinasi diartikan sebagai seberapa besar variabel–variabel independent dapat mempengaruhi variable dependen atau seberapa besar variasi variabel–variabel independen dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Sedangkan nilai R2McFadden bernilai pada hasil regresi logit ini adalah 0,398071, yang berarti variabel independen (pendapatan suami, ijin suami, usia resonden, jumlah tanggungan keluarga, dan tingkat pendidikan responden) mempengaruhi 39,81% variasi variabel dependen pada model ini. Sisanya sebesar 60,19% dijelaskan oleh variabel yang lain di luar model. 3. Interpretasi Ekonomi Interpretasi ekonomi dimaksudkan untuk menginterpretasikan hasil olahan data dengan lebih jelas. Berikut ini adalah analisis terhadap setiap variabel independen. a. Variabel pendapatan suami Hasil olahan eviews 3.0 pada variabel pendapatan suami mengartikan tidak ada perbedaan yang nyata probabilitas ibu rumah tangga bekerja ketika pendapatan suami itu
tinggi ataupun rendah di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Tidak adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh keinginan dari ibu rumah tangga itu sendiri yang menginginkan untuk bekerja. Ibu rumah tangga yang memiliki suami berpenghasilan tinggi tetap ingin bekerja untuk menuangkan kemampuannya di dalam pekerjaan dan juga menambah koneksi melalui dunia kerja. Dari hasil survey di lapangan terhadap 95 ibu rumah tangga yang bekerja, sebanyak 36,84% menyatakan keputusannya itu didasarkan atas keinginannya untuk menyalurkan ilmu pengetahuan yang telah didapat, dan sebanyak 6,32% mereka bekerja untuk mengisi waktu luang. Pada ibu rumah tangga yang memiliki suami berpendapatan rendah juga memutuskan untuk bekerja dikarenakan suatu hal. Mereka bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Oleh karena itu, rasional dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan probabilitas ibu rumah tangga bekerja dengan berapapun besarnya pendapatan suami. Pendapatan suami yang tinggi memungkinkan ibu rumah tangga memutuskan bekerja, sama halnya dengan pendapatan suami yang kecil juga memungkinkan ibu rumah tangga memutuskan bekerja. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan probabilitas ibu bekerja pada variasi variabel ini. b. Variabel ijin suami Variabel ijin dari suami atas keputusan responden untuk bekerja terbukti signifikan ketika menggunakan tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien regresi logit variabel ini adalah positif (3,061422) artinya adanya ijin dari suami memiliki pengaruh yang positif terhadap probabilitas ibu rumah tangga bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Probabilitas keputusan ibu rumah tangga di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo bekerja dengan adanya ijin dari suami adalah 63,03% sedangkan probabilitas keputusan ibu rumah tangga bekerja tanpa adanya ijin dari suami adalah 7,98%. Efek multiplikatifnya sebesar 21,35, yang berarti ketika ibu diijinkan suaminya untuk bekerja, maka estimated odds ibu bekerja adalah 21,35 kali dibandingkan dengan estimated odds ibu yang tidak diijinkan suami untuk bekerja. Adanya ijin suami tersebut jika di-crosstabulation dengan keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja adalah sebanyak 40 dari 65 responden yang tidak bekerja ternyata tidak diijinkan suaminya untuk bekerja, sedangkan 25 sisanya diijinkan untuk bekerja. c. Variabel usia responden Hasil olahan data dari lapangan menyebutkan rata-rata usia ibu rumah tangga yang saat ini bekerja adalah 41 tahun, demikian pula dengan rata-rata usia ibu rumah tangga yang saat ini tidak bekerja yaitu juga 41 tahun. Hal tersebut dapat memperlihatkan tidak adanya hubungan usia ibu rumah tangga terhadap keputusan mereka bekerja atau tidak bekerja. d. Variabel jumlah tanggungan keluarga Besar kecilnya jumlah tanggungan keluarga terbukti tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan ibu rumah tangga bekerja. Oleh karena itu, tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan keluarga terhadap probabilitas ibu rumah tangga bekerjadi Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. e. Variabel tingkat pendidikan responden Berdasarkan crosstabulation tersebut, terlihat bahwa ibu rumah tangga yang telah menempuh pendidikan di perguruan tinggi memang mayoritas memutuskan untuk bekerja yaitu 80,39%, sedangkan yang berada di jenjang sekolah dasar hanya 35, 39% yang memutuskan untuk bekerja. E. PENUTUP 1) Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut : 1. Besar kecilnya pendapatan suami terbukti tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo ketika menggunakan tingkat signifikansi 5% dikarenakan keinginan untuk menerapkan ilmu yang mereka peroleh. 2. Dengan menggunakantingkat signifikansi 5%, adanya pemberian ijin dari suami terbukti berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Estimated odds ibu rumah tangga bekerja yang mendapatkan ijin dari suami 21,35 kali dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang bekerja tanpa ijin dari suami.
3. Usia responden terbukti tidak berpengaruh terhadap keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo pada tingkat signifikansi 5%. Hasil olahan data primer menunjukkan rata-rata usia responden yang saat ini bekerja dengan rata-rata usia responden yang saat ini tidak bekerja adalah sama yaitu 41 tahun. Ibu rumah tangga tersebut memilih cara yang berbeda untuk mengaktualisasikan dirinya, sehingga tidak ada pengaruh usia terhadap probabilitas untuk bekerja. 4. Banyak sedikitnya jumlah tanggungan keluarga terbukti tidak berpengaruh terhadap keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo ketika menggunakan tingkat signifikansi 5%. Hal ini dikarenakan antara lain kebutuhan ekonomi keluarga seluruh responden rata-rata cukup terpenuhi meskipun jumlah tanggungan keluarganya berbeda-beda. 5. Pada penggunaan tingkat signifikansi 5%, tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap probabilitas ibu rumah tangga untuk bekerjadi Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo, dimana jenjang pendidikan yang memiliki pengaruh adalah jenjang Perguruan Tinggi (PT) sedangkan jenjang pendidikan selain itu tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan dorongan berperan di dalam dunia kerja sebagian besar hanya dimiliki oleh ibu dengan tingkat pendidikan PT. Besarnya estimated odds ibu rumah tangga bekerja yang telah menempuh jenjang pendidikan perguruan tinggi 5,340 kali dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang bekerja dengan jenjang pendidikan sekolah dasar. 2) Saran Berdasarkan kesimpulan yang ada, peneliti memberikan saran terkait masalah pendidikan ibu rumah tangga. Variabel pendidikan jenjang Perguruan Tinggi (PT) sangat berpengaruh terhadap keputusan ibu rumah tangga untuk bekerja, sedangkan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) tidak. Oleh karena itu, sebaiknya potensi ibu rumah tangga yang berpendidikan SD perlu dikembangkan melalui berbagai kegiatan di masyarakat, antara lain pelatihan-pelatihan khusus menjahit, membuat kue kering, dan berdagang. Kegiatan tersebut diusahakan oleh komunitas wanita setempat yang selama ini sudah terbentuk melalui PKK dan kelompok pengajian. Alangkah baiknya bila usaha yang dilakukan penduduk daerah tersebut didukung oleh pemerintah melalui pengawasan dan pemberian bantuan teknis yaitu PNPM terkait masalah produksi dan pengembangan. Hal tersebut dimaksudkan agar kontribusi perempuan tidak hanya bermanfaat di dalam keluarga saja, melainkan juga di masyarakat umum meskipun pendidikannya masih rendah. Selain hal tersebut, usaha yang juga tidak kalah pentingnya adalah peran serta dari masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata keberadaan wanita khususnya ibu rumah tangga untuk berperan di dalam pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA Boserup, Ester. 1984. Peranan Wanita Dalam Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. BPS Kabupaten Purworejo. 2008. Kabupaten Purworejo Dalam Angka. 2008. BPS Kabupaten Purworejo. 2008. Kecamatan Purworejo Dalam Angka. 2008. Budiman, Arif. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: PT Gramedia. Demartoto, Argyo. 2009. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Menyoal TKW Indonesia yang Akan Dikirim ke Luar Negeri. Surakarta: Sebelas Maret University. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Fredlina, Fanny. Mengapa Saya Bekerja?. Didownload dari http://www Sang Cerpenis Bercerita.co.id. tanggal 21 April 2009. Fredlina, Fanny. Mengapa Perempuan Bekerja?. Didownload dari http://www Sang Cerpenis Bercerita.co.id. tanggal 17 April 2009. Habibi, Syahrir. Teori Kebutuhan Maslow Didownload dari http://www. Motivasi Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow).co.id. tanggal 15 Mei 2008.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan.2002. “Panduan Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional”. Jakarta. www.meneg.pp.go.id Mien, Sugandhi. 1996. Perempuan dalam Pembangunan bangsa: Penelitian Analisis Jender untuk Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Perempuan. Mulyani, Sri. 2009. Studi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Probabilitas Ibu Rumah Tangga untuk Bekerja (Studi Kasus Ibu Rumah Tangga di Kec. Purworejo, Kab. Klaten, Jateng). Surakarta. Pujdiwati, Sayogya. 1983. Peranan Perempuan dalam Perkembangan Masyarakat di Desa. Jakarta: CV Rajawali. Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekoometrika dan Statistika dengan Eviews. Edisi kedua. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN. http://www. Dilema Wanita Bekerja status Berkeluarga.co.id. Didownload tanggal 4 Februari 2009.