MOTIVASI SISWA SMPN 1 BEKASI MENONTON FILM NASIONAL DI BIOSKOP Disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata 1 ( S1 ) Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh : Wina Martha Ayu Setyastuti 4410611031 Broadcasting
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA 2008
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama
: Wina Martha Ayu Setyastuti
NIM
: 44106110031
Fakultas
: Komunikasi
Prog. Studi
: Jurnalistik
Judul Skripsi : Motivasi Siswa SMPN 1 Bekasi Menonton Film Nasional di Bioskop
Disetujui dan Diterima Oleh: Pembimbing I
( Ponco B. Sulistyo, S.Sos. M.Comn )
i
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: Wina Martha Ayu Setyastuti
NIM
: 44106110031
Fakultas
: Komunikasi
Prog. Studi
: Jurnalistik
Judul Skripsi : Motivasi Siswa SMPN 1 Bekasi Menonton Film Nasional di Bioskop
Jakarta, 23 Agustus 2008 Disetujui oleh :
1. Ketua Sidang : Drs. Riswandi. M.Si
( …..……………. )
2. Penguji Ahli : Feni Fasta, SE. M.Si
( ………………... )
3. Pembimbing : Ponco B. Sulistyo. S.Sos, M.Comn
( ……….……….. )
ii
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Wina Martha Ayu Setyastuti
NIM
: 44106110031
Fakultas
: Komunikasi
Prog. Studi
: Jurnalistik
Judul Skripsi : Motivasi Siswa SMPN 1 Bekasi Menonton Film NAsional di Bioskop
Jakarta, 23 Agustus 2008
Disetujui Oleh: Pembimbing
( Ponco B. Sulistyo. S.Sos, M.Comn )
Mengetahui, Dekan FIKOM
Ka. Bid. Studi
( Dra. Diah Wardani, M.Si )
( Drs. Riswandi, M.Si )
iii
ABSTRAKSI UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI JURNALISTIK
Fakultas Ilmu Komunikasi WINA MARTHA AYU SETYASTUTI ( 44106110031 ) MOTIVASI SISWA/I SMPN 1 BEKASI MENONTON FILM NASIONAL DI BIOSKOP ( Studi Deskriptif, melalui pendekatan Uses and Gratification mengetahui motivasi siswa/i SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop ) XIII + 5 BAB + 102 HALAMAN + 28 TABEL+ 18 LAMPIRAN Meningkatnya jumlah film nasional yang di tayangkan di bioskop saat ini tentunya menjadi satu kebanggaan karena film nasional telah bangkit kembali. Dengan digelarnya Festival Film Indonesia diharapkan mampu menjadi tolok ukur dari suatu kualitas film dan bentuk kepedulian serta penilaian akan suatu hasil karya didunia film. Jumlah produksi film nasional sejak tahun 2000 menunjukkan peningkatan yang kemudian memacu animo masyarakat untuk terus menonton film nasional. Hal ini memotivasi masyarakat umtuk menonton film nasional, sehingga jumlah penonton film nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hadirnya film-film semacam Gie, Denias, Berbagi Suami, Arisan, dan Ruang menunjukkan bahwa sineas muda kita sudah menunjukkan kualitasnya, bahwa Film-film nasional karya sineas muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Uses and Gratification. Teori yang Uses and Gratification digunakan untuk mengetahui apa saja yang menjadi motivasi siswa/I SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dan menggunakan metode survey, yang bertujuan untuk mengetahui motivasi siswa/I SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i SMPN 1 Bekasi. Sample yang diambil adalah 93 responden dari 1.240 jumlah populasi. Penelitian dilakuakan pada tanggal 12 -17 Mei 2008. Hasil dari penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa responden sebagian besar menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa motivasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk memuaskan rasa ingin tahu, dengan melihat karakter peran dalam film bisa memberikan gambaran untuk bahan instropeksi diri; menonton film nasional di bioskop adalah untuk mempererat persahabatan dengan teman, menjadi alternatif refreshing dari aktifitas sehari-hari.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobil ‘alamin atas Rahmat dan Hidayah Allah SWT, hanya dengan izin dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Motivasi Siswa SMPN 1 Bekasi Menonton Film Nasional di Bioskop (Studi Deskriptif, Melalui Pendekatan Uses and Gratification Film Nasional terhadap Motivasi menonton Film Nasional Siswa SMPN 1 Bekasi di Bioskop) ” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Keluargaku yang tercinta. Teristimewa Papa dan Mama yang selalu membantu penulis dengan do’a dan dukungan moral maupun materi yang membuat penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi. Adikku, Winny dan Wimpy yang juga selalu memberi dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih semoga kalian juga cepat menyelasaikan studinya. 2. Bapak Ponco B. Sulistyo. S.Sos, M.Comm, selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan ikhlas dan sabar memberi semangat, pengarahan juga masukan-masukan kepada penulis serta meluangkan waktunya untuk penulis dalam melakukan bimbingan. 3. Bapak Drs. Riswandi. M.Si, selaku pembimbing II yang juga telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam melakukan bimbingan, terima kasih atas masukan- masukan yang diberikan.
v
4. Bapak Prof. Dr. Burhan Bungin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana, Terima kasih atas banyak kesempatan yang di berikan. 5. Bapak maupun Ibu staff pengajar / dosen – dosen FIKOM UMB yang telah mengajar dan memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa depan penulis, juga untuk semua staf TU yang telah membantu mendapatkan semua surat – surat yang diperlukan penulis. 6. Bapak Drs. Kusmayadi, M.M, selaku Kepala Sekolah SMPN 1 Bekasi dan Bapak Karman, selaku Kepala Tata Usaha ( TU ) SMPN 1 Bekasi yang telah membantu dan memberikan izin untuk penulis melakukan survey di SMPN 1 Bekasi.. 8. Mas Nurman, terima kasih telah memberikan motivasi, waktu dan bantuannya yang tidak sedikit kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Teman – teman di PT. Alfa Artha Andhaya, terima kasih atas pengertiannya. Akhir kata, semoga skripsi yang jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, dan saya mengharapkan saran serta kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini, serta berharap semoga segala kebaikan yang telah diberikan akan mendapat limpahan berkah dari Allah SWT. Amien. Jakarta, 10 Aguatus 2008
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Skripsi........................................................................... i Tanda Lulus Sidang Skripsi............................................................................ ii Lembar Pengesahan Skripsi........................................................................... iii Abstraksi........................................................................................................... iv Kata Pengantar................................................................................................ v Daftar Isi........................................................................................................... viii Daftar Tabel .................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7 1.4. Signifikansi Penelitian ........................................................................... 7 1.4.1. Signifikansi Akademis .................................................................. 7 1.4.2. Signifikansi Praktis ....................................................................... 7 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................. 8 2.1. Komunikasi ............................................................................................ 8 2.1.1. Pengertian Komunikasi ................................................................. 8 2.1.2. Proses Komunikasi ....................................................................... 9 2.1.3. Fungsi Komunikasi ...................................................................... 10 2.2. Komunikasi Massa ............................................................................... 11 2.2.1. Ciri-ciri Komunikasi Massa ......................................................... 12
vii
2.2.2. Fungsi Komunikasi Massa ........................................................... 13 2.2.3. Efek Komunikasi Massa ............................................................... 15 2.3. Media Massa ......................................................................................... 16 2.3.1. Fungsi Media Massa .................................................................... 16 2.4. Film ....................................................................................................... 18 2.4.1. Film Nasional................................................................................ 19 2.4.2. Konsep Nasionalisme Terhadap Film Nasional .......................... 19 2.4.3. Sejarah Film ................................................................................. 20 2.4.4. Perfilman Indonesia...................................................................... 21 2.4.5 Karakteristik dan Fungsi Film ...................................................... 23 2.4.6 Jenis – Jenis Film ......................................................................... 24 2.5. Khalayak Media Massa ........................................................................ 25 2.5.1. Audiens Media ............................................................................. 26 2.5.2. Karakteristik Audiens .................................................................. 27 2.5.3. Tipologi Audiens ......................................................................... 27 2.5.4. Konsep Keaktifan Audiens .......................................................... 29 2.6. Motivasi Dalam menggunakan Media Massa ...................................... 30 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 34 3.1. Tipe Penelitian ....................................................................................... 34 3.2. Metode Penelitian .................................................................................. 35 3.2.1. Metode Survei .............................................................................. 35 3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 36 3.3.1. Primer .......................................................................................... 36
viii
3.3.1.1. Kuisioner ....................................................................... 36 3.3.2. Sekunder ..................................................................................... 37 3.3.2.2. Studi Kepustakaan ........................................................ 37 3.3.2.2. Wawancara .................................................................... 37 3.4. Populasi dan Sampel ............................................................................ 37 3.4.1. Populasi ...................................................................................... 37 3.4.2. Sampel dan Teknik Pengumpula Data ....................................... 37 3.5. Definisi dan Operasional Konsep ........................................................ 38 3.5.1. Definisi Konsep ......................................................................... 38 3.5.2. Operasionalisasi Konsep ........................................................... 39 3.6 Analisa dan Pengolahan Data .............................................................. 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 43 4.1. Gambaran Umum Film Indonesia ....................................................... 43 4.2. Identitas Responden ............................................................................ 44 4.3. Pola Menonton .................................................................................... 46 4.4. Motivasi Menonton Film .................................................................... 49 4.4.1. Motivasi Yang Berhubungan Dengan Informasi ....................... 49 4.4.1.1 Sumber Informasi atau Berita ....................................... 49 4.4.1.2 Film memberikan masukan dalam penyelesaian masalah di kehidupan sehari-hari ................................ 50 4.4.1.3 Memuaskan rasa ingin tahu akan suatu hal ................ 51 4.4.1.4 Film merupakan media untuk belajar pemahaman terhadap diri sendiri ................................................... 51
ix
4.4.1.5 Menonton film dapat memberikan rasa damai Setelahnya ................................................................... 52 4.4.2. Motivasi yang Berkenaan dengan Identitas Pribadi .................. 53 4.4.2.1. Membantu kita lebih percaya diri ................................ 53 4.4.2.2. Memberi inspirasi dalam pergaulan ............................ 54 4.4.2.3. Menonton lebih menyenangkan dari membaca .......... 54 4.4.2.4. Karakter pemain dalam film memberikan gambaran untuk memahami diri sendiri dan membantu intropeksi diri ............................................................... 55 4.4.3. Integrasi dan Interaksi Sosial .................................................... 56 4.4.3.1. Membantu untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar ...................................................... 56 4.4.3.2. Menonton film dengan teman mempererat Persahabatan .............................................................. 57 4.4.3.3. Menonton film nasional di bioskop agar dikatakan gaul dan mengikuti trend ............................................ 57 4.4.4. Motivasi yang Berhubungan dengan Hiburan ....................... 58 4.4.4.1. Menbantu melepaskan diri dari masalah .................. 58 4.4.4.2. Menonton film nasional di bioskop merupakan alternatif untuk refreshing dari aktifitas sehari-hari .. 59 4.4.4.3. Membuat jadi lebih semangat beraktifitas ................. 60 4.4.4.4. Menonton film di bioskop karena tidak ada pekerjaan 61
x
4.4.4.5. Menonton film di bioskop yang sesuai dengan keadaan hati saat itu ..................................................... 61 4.4.4.6. Menonton film dengan pacar jauh lebih Menyenangkan ............................................................. 62 4.5. Rata-rata ( Mean ) ............................................................................... 63 4.5.1. Motivasi yang Berkenaan Dengan Informasi ........................... 63 4.5.2. Motivasi yang Berhubungan dengan Identitas Pribadi ............ 63 4.5.3. Motivasi yang Berhubungan Dengan Integrasi dan Interaksi Sosial ……………………………………………… 64 4.5.4. Motivasi yang Berhubungan Dengan Hiburan ……………… 65 4.6. Pembahasan ....................................................................................... 66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 69 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 69 5.2. Saran ................................................................................................. 71 5.2.1. Saran Akademis ...................................................................... 71 5.2.2. Saran Praktis ........................................................................... 71 LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2.1. Jenis Kelamin ................................................................................... 44 Tabel 4.2.2. Usia Responden .............................................................................. 45 Tabel 4.2.3. Alamat Responden .......................................................................... 45 Tabel 4.3.1. Menonton Film Nasional ................................................................ 46 Tabel 4.3.2. Frekwensi Menonton ...................................................................... 47 Tabel 4.3.3. Partner Menonton ........................................................................... 48 Tabel 4.4.1.1. Sumber Informasi atau Berita ....................................................... 49 Tabel 4.4.1.2. Film Memberikan masukan dalam Penyelesaian Masalah di Kehidupan Sehari-hari .................................................................. 50 Tabel 4.4.1.3. Memuaskan Rasa Ingin Tahu ....................................................... 51 Tabel 4.4.1.4. Film Merupakan Media Untuk Belajar Pemahaman Terhadap Diri Sendiri ........................................................................................... 51 Tabel 4.4.1.5. Menonton Film Dapat Memberikan Rasa Damai ......................... 52 Tabel 4.4.2.1. Membantu Kita Lebih Percaya Diri ............................................. 53 Tabel 4.4.2.2. Memberi Inspirasi Dalam Pergaulan ........................................... 54 Tabel 4.4.2.3. Menonton Lebih Menyenangkan dari Membaca ......................... 54 Tabel 4.4.2.4. Karakter Pemain dalam Film Memberikan Gambaran untuk Memahami Diri Sendiri dan Membantu Instropeksi Diri ............ 55 Tabel 4.4.3.1. Membantu untuk Lebih Peka Terhadap Lingkungan Sekitar........ 56 Tabel 4.4.3.2. Menonton Film dengan Teman Mempererat persahabatan .......... 57
xii
Tabel 4.4.3.3. Menonton film Nasional di Bioskop agar Dukatakan Gaul dan Mengikuti trend .......................................................................... 57 Tabel 4.4.4.1. Membantu Melepaskan Diri Dari Masalah ................................... 58 Tabel 4.4.4.2. Menonton Film Nasional di Bioskop Merupakan Alternatif untuk Refreshing Dari Aktifitas Sehari-hari ........................................... 59 Tabel 4.4.4.3. Membuat Jadi Lebih Semangat beraktifitas .................................. 60 Tabel 4.4.4.4. Menonton Film di Bioskop karena Tidak ada Pekerjaan .............. 61 Tabel 4.4.4.5. Menonton Film di Bioskop yang Sesuai dengan Keadaan Hati Saat Itu .................................................................................................. 61 Tabel 4.4.4.6. Menonton film dengan Pacar Jauh Lebih Menyenagkan ............. 62 Tabel 4.5.1. Informasi .......................................................................................... 63 Tabel 4.5.2. Identitas Pribadi ............................................................................... 63 Tabel 4.5.3. Integrasi dan Interaksi Sosial ........................................................... 64 Tabel 4.5.4. Hiburan ............................................................................................. 65
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Meskipun channel televisi swasta sudah banyak, dan TV kabel sudah menjadi kebutuhan sebagian masyarakat saat ini, pentas dunia hiburan selalu menawarkan hal-hal baru yang mengesankan.
Salah satunya adalah dunia
tontonan layar lebar atau bioskop. Bioskop ( Movie ) yang menawarkan banyak tampilan baru, seakan bangkit dari keterlibasannya selama ini. Meski awalnya ”mati kutu” terseret televisi, kini bioskop mencuat kembali menjadi suatu tempat hiburan alternatif yang banyak diminati masyarakat.1 Khususnya bagi mereka para remaja yang memiliki hierarki sosialnya sendiri, gaya penampilan, nilai-nilai dan norma perilakunya sendiri yang menekankan kesegaran dan kelengahan terhadap tanggung jawab itulah budaya kawula muda atau yang disebut remaja. Di kota besar seperti Jakarta dalam mendapatkan hiburan banyak sekali alternatifnya, salah satunya adalah bioskop yang menyajikan berbagai macam film layar lebar baik film-film produksi luar negeri maupun film-film produksi dalam negeri. Tidak hanya di Jakarta saja, gaya hidup menonton film layar lebar di bioskop menjadi alternatif hiburan dikala padatnya rutinitas sehari-hari. Khususnya bagi remaja, menonton sudah menjadi suatu kesenangan tersendiri. 1
Erianty. Nonton (Lagi) di Bioskop. http://www.pikiran-rakyat.com/
1
Sejak awal tahun 2000, film nasional mulai menghiasi kembali bioskopbioskop di seluruh Indonesia. Diawali dengan munculnya beberapa film yang sukses seperti Petualangan Sherina (2000), Ada Apa Dengan Cinta? (2002), Jelangkung (2002), Tusuk Jelangkung (2003), 30 Hari Mencari Cinta (2003), dan Eiffel I'm in Love (2004).2 Jika dilihat dari sejarah bangkitnya film nasional, pada 2002 sampai 2004 perfilman Indonesia mengalami pertumbuhan menggembirakan. film Petualangan Sherina (2000) yang disutradarai oleh Mira Lesmana dan film Ada Apa Dengan Cinta? (2002) karya Rudy Sujarwo adalah penanda awal bangkitnya film nasional. Keduanya sukses di pasar dengan jumlah penonton mecapai satu juta orang.3 Sejak itu muncul berbagai macam film nasional dengan bermacam-macam genre untuk berbagai segmentasi penonton. Film-film nasional yang kemudian ramai menghiasi bioskop antara lain Pasir Berbisik (2000), Jelangkung (2001), Arisan (2003), Mengejar Matahari (2004), GIE (2005), Jomblo (2006).4 Memasuki tahun 2007, film-film bergenre horor mendominasi bioskop. Seperti Terowongan Casablanca, Suster Ngesot, Pocong 3, Kuntilanak, Lawang Sewu, dan Gendruwo sepertinya begitu menarik minat penonton. Jumlah penonton film Indonesia lebih tinggi dibanding film-film import. Di tahun 2007 ini beredar 48 film nasional dengan estimasi 15,5 juta penonton.5 Angka tersebut menunjukkan grafik peningkatan jumlah penonton jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 dengan jumlah film 32 2
Film Lokal Ditengah Banjir Film Impor . http://www.jawaban.com/detail Rusdi Nurdiansyah. Film Indonesia Terus Menggeliat. http://www.republika.co.id/koran 4 JB. Kristanto. Katalog Film Nasional 1926-2005. Nalar. 5 Hasuna Daylailatu. Gairah Film Indonesia : Biaya Murah,Penonton Melimpah. http://www.tabloidnova.com/articles 3
2
judul, didapat jumlah penonton sebanyak 10.142.940 orang, dan tahun 2005 dengan jumlah film 31 judul, didapat jumlah penonton sebanyak 8.724.223 orang.6 Pada tahun 2008 ini, diperkirakan jumlah produksi film nasional akan meningkat menjadi 125 judul.7 Dari data tersebut dapat diketahui meningkatnya produksi film nasional. Di tahun 2008 ini, terjadi peningkatan yang tinggi pada perfilm Indonesia, oleh karena itu penulis mencoba meneliti motivasi siswa SMPN 1 Bekasi dalam menonton film nasional di bioskop pada periode Januari – April 2008.
Hal ini akan menjadi latar belakang dari penelitian ini untuk
mengetahui seberapa besar motivasi remaja terhadap film-film nasional, seiring meningkatnya jumlah produksi film nasional yang di putar di bioskop. Film Indonesia sekarang ini adalah kelanjutan dari tradisi tontonan rakyat sejak masa tradisional, masa penjajahan sampai masa kemerdekaan ini. Untuk meningkatkan apresiasi penonton film Indonesia adalah menyempurnakan permainan trik-trik serealistis dan sehalus mungkin, seni akting yang lebih sungguh-sungguh, pembenahan struktur cerita, pembenahan setting budaya yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, penyuguhan gambar yang lebih estetis. Peningkatan mutu film dari genre-genre film nasional yang laris sekarang ini dapat meningkatkan daya apresiasi film bermutu di lingkungan penonton urban
6
Doddy Ahmad Fauzi. Keterpurukan dam Kreatifitas. http://jurnalnasional.com//med=tambahan&sec=OASE%20BUDAYA&rbrk=&id=36811&detail =OASE%BUDAYA 7 Raharjo. Film Nasional Akan Berdarah-darah. http://www.prakarsa rakyat.org/artikel/kolom/artikel.php?aid=26250
3
yang marginal ini, tetapi mungkin juga dapat ditonton oleh golongan penonton yang terpelajar dan intelektual.8 Menurut Katz, Blumer & Gurevitch, khalayak dianggap aktif karena khalayak sebagai bagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.9 Menggunakan tori uses and gratification memusatkan perhatian pada kegunaan isi media. Kekuatan media massa dapat mengarahkan dan membentuk perilaku khalayak dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang merubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Film merupakan salah satu pilihan media massa yang dapat dijadikan alternatif hiburan bagi khalayak. Dalam film terkandung fungsi informatif dan edukatif, bahkan persuasif. Jika kita gunakan teori Uses and Gratifications, maka pemilihan media massa film pada khususnya, dapat memenuhi kebutuhan Cognition (pengetahuan), Diversion (hiburan), Social Utility (kepentingan sosial), dan Withdrawal (pelarian). 10 Faktor pendorong remaja menggunakan media film, jika dikaitkan dengan teori Usas and Gratifications, adalah untuk memuaskan kebutuhan secara psikologis dan sosial yang dapat menimbulkan harapan tertentu dari media massa yang menimbulkan pemenuhan kebutuhan yang tidak kita dapati dari media masssa lainnya.11
8
Kondisi Perfilman di Indonesia. http://www.geocities.com/paris/7229/film.htm Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 71 10 Ibid. Hal. 28 11 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Edisi revisi. Rosdakarya. Bandung. 2005. Hal.205 9
4
Penulis memilih kelompok remaja peminat film nasional sebagai target penelitian dikarenakan, masa remaja ditandai dengan meningkatnya cara berfikir kritis. Pada masa ini mudah terjadi identifikasi yang sifatnya emosional dengan teman sebaya yang sejenis. Minat dan aktivitas mulai mencerminkan jenisnya secara lebih jelas.12 Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang dikuasai oleh dinamika-dinamika, dan masa dimana berkembangnya kemampuan mengadakan hubungan sosial baik dengan teman sebaya maupun dengan orang lain yang berbeda tingkat kematangannya.13 Lokasi penelitian akan dilakukan penulis di SMPN 1 Bekasi, dengan menjadikan siswa SMPN 1 Bekasi sebagai populasi dan sample penelitian. Penulis memilih SMPN 1 Bekasi sebagai objek penelitian karena, SMPN 1 Bekasi merupakan Sekolah Menengah Pertama yang berstandart international di Bekasi. Selain itu para siswa SMPN 1 bekasi menyukai seni, hal ini dapat terlihat dari adanya ekstrakurikuler drama di SMPN 1 Bekasi.14 Penulis mengambil lokasi di Bekasi karena, di Bekasi terdapat bioskop Cinema XXI yang merupakan bioskop terbesar di Indonesia. Cinema XXI Mega Mall Bekasi yang resmi beroperasi pada 4 Oktober silam ini memiliki 2.121 tempat duduk yang terbagi dalam 11 studio. Rinciannya, studio 1 berkapasitas 562 seat, studio 2 (246 seat), studio 3 (172 seat), studio 4 (263 seat), studio 5 (263 seat), studio 6 (263 seat), dan studio 7 (172 seat). ”Studio 1 yang terbesar di Indonesia”. Cinema XXI Mega Bekasi telah mengalahkan kapasitas studio 1 Djakarta Theatre sebanyak 400 seat. Fasilitas lainnya, selain dilengkapi perangkat dolby digital yang menghasilkan 12
Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. BPK GM. 2001. Hal. 13 Ibid. Hal. 129 14 TU SMPN 1 Bekasi. 13
5
sistem suara spektakuler, juga proyektor yang jernih dan kursi nyaman. Kendati memberikan sentuhan premium dan kelasnya berada di atas Bioskop 21, pada tahap awal ini pihak manajemen memberlakukan harga tanda masuk (HTM) yang sangat terjangkau. Lokasi Cinema XXI Mega Bekasi yang tepat berada di depan Gerbang Tol. Bekasi Barat ini sangat mudah dijangkau. Tidak hanya bagi masyarakat Bekasi, juga warga Jakarta .15 Mengulas kembali tentang film, Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan atau oleh animasi.16 Film itu merupakan salah satu media komunikasi massa, yang tentunya setiap media komunikasi massa memiliki dampak yang besar terhadap masyarakat. Tidak menutup kemungkinan juga yang namanya media komunikasi massa akan memberikan efek atau pengaruh terhadap masyarakat. Begitu juga dengan film-film layar lebar, pengaruh-pengaruhnya dapat dirasakan pada perubahan gaya hidup, cara pandang dan pergeseran nilai-nilai budaya di masyarakat. Hal ini juga merupakan dampak dari kemajuan teknologi. Itulah media komunikasi massa, semuanya membentuk citra, ide-ide dan evaluasi dengan audiens menentukan tingkah lakunya sendiri.
15 16
Wahab Firmansyah. Paling Besar, Paling Megah. http://www.seputar-indonesia.com/ http://id.wikipedia.org/wiki/Film
6
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Apa saja yang menjadi motivasi siswa SMPN 1 Bekasi untuk menonton film-film nasional di bioskop ? ”
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi siswa SMP Negeri 1 Bekasi sebagai audiens menonton film-film nasional yang diputar di bioskop.
1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1. Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi, serta sebagai referensi bagi perpustakaan sehingga bermanfaat dan juga sebagai bahan masukan bagi mahasiswa lainnya yang akan melakukan penelitian. 1.4.2. Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan perfilman Indonesia dalam memproduksi film-film yang lebih berkualitas sehingga diminati oleh masyarakat Indonesia.
7
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Komunikasi 2.1.1. Pengertian Komunikasi Begitu banyak definisi komunikasi yang dibuat oleh para ahli menurut bidang ilmunya. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi ( Cherry dalam Stuart, 1983 ). Definisi Komunikasi menurut Everett M. Rogers
dan D. Lawrence
Kincaid (1981) adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.17 Menurut J.L. Aranguren, dalam bukunya ”Human Communication” menyebutkan bahwa komunikasi adalah pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan.18 Sementara itu, Melvin L. De Fleur mendefinisikan komunikasi sebagai pengkoordinasian makna antara seseorang dengan khalayak.19 Berdasarkan teori-teori tentang pengertian komunikasi tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi
17
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers. Jakarta. 2006. Hal. 18-19 Sutaryo. Sosiologi Komunikasi. Arti Bumi intaran. Jogjakarta, 2005. Hal. 43 19 Ibid 18
8
dan pengertian dari seseorang kepada orang lain maupun khalayak untuk memperoleh tanggapan.
2.1.2. Proses Komunikasi Proses merupakan suatu peristiwa yang berlangsung secara kontinyu, tidak diketahui kapan mulainya dan kapan akan berakhirnya. Demikian pula dengan komunikasi yang pada hakikatnya merupakan suatu proses, berlangsungnya komunikasi sudah pasti memerlukan berbagai komponen (elemen). Ahli filsafat Yunani kuno dalam bukunya Rhetorica menyebut bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur pendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan. Sedangkan Wilbur Schramm (Komala, dalam Karlinah. 1999) mengatakan bahwa untuk berlangsungnya suatu kegiatan komunikasi, minimal diperlukan tiga komponen, yaitu source, message, destination ( komunikator, pesan, komunikan ). Apabila salah satu dari ketiga komponen tersebut tidak ada, maka komunikasi tidak dapat berlangsung.20 Proses yang terjadi dalam komunikasi secara umum ada dua, yaitu : 21 1. Proses secara primer adalah komunikasi yang dilakukan secara tatap muka langsung antara seseorang kepada orang lain guna menyampaikan pikiran maupun perasaan.
20
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 31 21 Sutaryo. Sosiologi Psikologi. Arti Bumi Intaran. Jogjakarta, 2005. Hal. 48-51
9
2. Proses secara sekunder. Menurut Onong Uchjana effendy (1994:64), adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama (bahasa).
2.1.3. Fungsi Komunikasi Fungsi adalah potensi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuantujuan tertentu. Untuk memahami fungsi komunikasi kita perlu memahami terlebih dahulu tipe komunikasi. Komunikasi dibagi atas empat macam tipe, yakni :22 1. Komunikasi dengan diri sendiri, berfungsi untuk mengembangkan kreativitas
imajinasi,
memahami
dan
mengendalikan
diri,
serta
meningkatkan kematangan berfikir sebelum mengambil keputusan. 2.
Komunikasi antar pribadi, berfungsi untuk meningkatkan hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.
3.
Komunikasi
publik,
berfungsi
untuk
menumbuhkan
semangat
kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang lain, memberi informasi, mendidik, dan menghibur.
22
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers. Jakarta. 2006. Hal. 55
10
4.
Komunikasi massa, berfungsi untuk menyebar luaskan informasi, meratakan
pendidikan,
merangsang
pertumbuhan
ekonomi,
dan
menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang
2.2. Komunikasi Massa Begitu banyak teori-teori yang mendefinisikan tentang komunikasi massa. Salah satunya definisi komunikasi massa menurut Jay Black & Federick C. Whitney (1988) yang mengatakan “ Mass Communication is a process where by mass produced message are transmitted to large, anonymouse, and heterogeneous masses of receivers ” (komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesanpesan yang di produksi secara massal atau tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen).23 Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh Gerbner (1967) “ Mass communication is the technologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in industrial societies”. ( Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri ( Rakhmat, seperti yang dikutip komala, dalam Karlinah, dkk. 1999 )).24 Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi massa tersebut menjadi “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan keoada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau 23 24
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Rajawali Pers. Jakarta.2007.Hal. 5 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 3
11
elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, seperti yang dikutip Komala, dalam Karlinah, dkk.1999)”.25 Menyimak berbagai definisi komunikasi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi, nampaknya tidak ada perbedaaan yang mendasar atau prinsip, bahkan definisi-definisi itu satu sama lain saling melengkapi.
Hal ini telah
memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian komunikasi massa. Bahkan, secara tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya.
2.2.1. Ciri-ciri Komunikasi Massa Secara teknis ada empat ciri-ciri komunikasi massa bila sistem komunikasi massa diperbandingkan
dengan sistem komunikasi interpersonal ( Noelle-
Neumann, 1973 ), yaitu :26 1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis 2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara para peserta komunikasi. 3. Bersifat terbuka, artinya ditujukkan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim. 4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.
25 26
Ibid. Hal. 7 Morissan. Media Penyiaran : Strategi Mengelola Radio dan televisi. Tangerang, 2005. Ramdina Prakarsa. Hal. 18
12
Menurut Onong Uchjana effendy, setidak-tidaknya terdapat lima ciri-ciri komunikasi massa :27 1. Komunikasi massa berlangsung satu arah, ini berarti tidak terdapat arus balik kepada komunikator. 2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga, artinya media massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. 3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum, karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. 4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. 5. Komunikasi pada komunikasi massa bersifat heterogen
2.2.2. Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa menurut Sean MacBride, ketua komisi masalahmasalah komuniksai UNESCO (1980) adalah:28 1. Informasi ; yakni kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan data, fakta dan pesan, opini dan komentar, sehingga orang bisa mengetahui keadaan yang terjadi diluar dirinya, apakah itu dalam lingkungan daerah, nasional atau internasional. 2.
Sosialisasi ; yakni menyediakan dan mengajarkan ilmu pengetahuan bagaimana orang bersiakap sesuai nilai-nilai yang ada, serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara efektif.
27 28
Sutaryo. Sosiologi Komunikasi.Arti Bumi Intaran. Jogjakarta, 2005. Hal. 80 Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers. Jakarta. 2006. Hal. 57
13
3. Motivasi ; yakni mendorong orang untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang mereka baca, lihat, dengar lewat media massa. 4. Bahan diskusi ; yakni menyediakan informasi sebagai bahan diskusi untuk mencapai persetujuan dalam hal perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang menyangkut orang banyak. 5.
Pendidikan ; yakni membuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal atau informal.
6. Memajukan kebudayaan ; media massa menyebarluaskan hasil-hasil kebudayaan melalui pertukaran program siaran radio dan televisi, ataukah bahan tercetak seperti buku dan penerbitan-penerbitan lainnya. 7.
Hiburan ; media massa telah menyita banyak waktu luang untuk semua golongan usia dengan difungsikannya sebagai alat hiburan dalam rumah tangga. Sifat estetika yang dituangkan dalam bentuk lagu, lirik, dan bunyi maupun gambar dan bahasa, membawa orang pada situasi menikmati hiburan.
8. Integritas ; banyak bangsa di dunia dewasa ini diguncang oleh kepentingankepentingan tertentu karena perbedaan etnis dan ras. Komunikasi sepertii satelit dapat dimanfaatkan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan itu dalam memupuk dan memperkokoh persatuan bangsa.
14
2.2.3. Efek Komunikasi Massa Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat menerpa seseorang baik secara lansung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, Stamm (1990) menyatakan bahwa efek komunikasi massa terdiri atas primary effect dan secondary effect.29 Sedangkan menurut Steven M. Chaffe ( Betty-Soemirat, dalam Karlinah, dkk. 1999 ) efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan, yaitu :30 1. Pendekatan pertama adalah efek dari media mssa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri. 2. Pendekatan kedua adalah efek dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau dengan istilah lain dikenal sebagai perubahan kognitif, afektif dan behavioral. 3. Pendekatan ketiga adalah observasi terhadap khalayak yang dikenai efek komunikasi massa.
29
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 49 30 Ibid.
15
2.3. Media Massa Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.31 Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak ( penerima ) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, televisi, radio dan film.32 Menurut Onong Uchjana Effendy (1989; 217), media massa adalah media komunikasi yang mampu menimbulkan keserempakan, dalam arti khalayak dalam jumlah yang relatif sangat banyak secara bersama-sama memperhatikan pesan yang dikomunikasikan melalui media tersebut, misalnya surat kabar, radio, televisi dan film teatrikal yang ditayangkan di gedung bioskop.33 Pesan yang disampaikan dengan menggunakan media massa diterima oleh khalayak banyak
pada saat yang sama, karena pesan bersifat terbuka dapat
diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.
2.3.1. Fungsi Media Massa Harorld Laswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang benar-benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam masyarakat.
Wright (1959) membagi media komunikasi berdasar sifat dasar
pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi dan sifat dasar pemberi informasi.
31
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers. Jakarta. 2006. Hal. 119. Ibid. Hal. 122. 33 Sutaryo. Psikologi komunikasi. Arti Bumi Intaran. 2005. hal. 290 32
16
Laswell (1948/1960), pakar komunikasi dan professor hokum di Yale, mencatat ada 3 fungsi media massa, yaitu :34 1. Pengawasan atau ( surveillance ), memberi informasi dan menyediakan berita. Dalam membentuk fungsi ini, media sering kali memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau berbahaya atau ancama militer. Fungsi pengawasan juga termasuk berita yang tersedia di media yang penting dalam ekonomi, publik dan masyarakat, seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca dan sebagainya. 2. Korelasi ( Corellation ) Media sering kali memasukkan kriktik dan cara bagaimana seseorang harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan mengekspos penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih, dan dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintah. Dalam menjalankan fungsi korelasi, media sering kali bias menghalangi ancaman terhadap stabilitas sosial dan memonitor atau mengatur opini publik. 3. Penyampaian warisan sosial ( Transmission of the social heritage ). Fungsi dimana media menyampaikan informasi, nilai dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. 34
Dengan cara ini, mereka bertujuan untuk meningkatkan
Werner J. Severin dan James W. Tankadr, Jr. Teori Komunikasi. Edisi Kelima. Jakarta. Kencana, 2005. Hal. 386
17
kesatuan masyarakat dengan cara memperluas dasar pengalaman umum mereka. 4. Hiburan ( Entertainment ) Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagi hiburan, bahkan di surat kabar sekalipun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan bagian selingan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekspos budaya massa berupa seni dan musik pada berjuta-juta orang, dan sebagian besar orang merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik dalam seni.
2.4. Film Film adalah penyajian gambar lewat layar lebar .35 Film terlebih dahulu menjadi media hiburan dibandingkan radio dan televisi.
Menonton film ke
bioskop ini menjadi aktivitas masyarakat Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Gambar bergerak ( film ) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita,
35
Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers. Jakarta. 2006. Hal. 134.
18
peristiwa, musik, drama, lawak dn sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. 2.4.1. Film Nasional Film nasional adalah film-film layar lebar hasil produksi para sineas Indonesia yang di tayanglan di bioskop di Indonesia. Film Nasional berpengaruh pada rasa nasionalisme remaja. Film Nasional merupakan film yang dibuat dari industri dalam negeri, isi yang tekandung memiliki unsur nasionalisme, dan yang terakhir dapat dilihat dari para pengkonsumsinya.
2.4.2. Konsep Nasionalisme Nasionalisme adalah rasa cinta terhadap tanah air. Pengaruh positif dari film-film nasional terhadap nilai-nilai nasionalisme remaja antara lain pola pikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa uang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa. Hal ini bisa dilihat dari munculnya rasa cinta terhadap film prodiksi dalam negeri, sehingga membuat pera remaja memilih menonton film-film nasional di bioskop yang kemudian juga memacu para sineas-sineas indonesia untuk terus berkarya memproduksi film nasional. Konsep nasionalisme dari film nasional dapat memberikan penguatan terhadap identitas bangsa yang mungkin saat ini nilainya mulai hilang di kalangan remaja.36
36
Edison Jamli. Kewarganegaraan.2005. Jakarta. Bumi Aksara.
19
2.4.3. Sejarah Film Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsipprinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah The Life of on American Fireman dan film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903 (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975;246).37 Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilm-an di Amerika Serikat, karena pada dekade ini lahir film feature, lahir pula bintang film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai Hollywood. Pada periode ini juga disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith-lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis. Selain itu yang paling utama adalah mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik, dengan gerakan-gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik dan teknik editing yang baik (Hiebert, Ungurait, Bohn, pada komala, dalam Karlinah, dkk. 1999 ).38 Karakterisasi masalah film sebagai usaha bisnis pertunjukkan ( show bussines ) baru dalam pasar yang kian berkembang belumlah mencakup segenap permasalahan film. Dalam sejarah perkembangan film terdapat tiga tema besar dan satu atau dua tonggak sejarah yang penting.39 Tema pertama adalah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan nasional
37
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 134. 38 Ibid. 39 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Hal. 13
20
dan masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai bahwa, film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Upaya membaurkan pengembangan pesan denga hiburan memang sudah lama diterapkan dalam kesusastraan dan drama, namun unsur-unsur baru dalam film memiliki kelabihan dalam segi kemampuannya menjangkau sekian banyak orang dalam waktu yang cepat dan kemampuannya memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis, tanpa kehilangan kredibilitas. Tema kedua dalam sejarah film ialah munculnya beberapa aliran seni film (Huaco,
1963)
dan
lahirnya
aliran
film
dokumentasi
sosial.
Kecuali
kecenderungan tersebut merupakan suatu penyimpangan dalam pengertian bahwa keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke realisme.40
2.4.4. Perfilman Indonesia Dari catatan sejarah film Indonesia, film pertama yang diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David Wark griffith. Pada tahun 1927-1928 Krueger Corporation memproduksi film “Eulis Atjih”, dan sampai tahun 1930, masyarakat disuguhi film “Lutung Kasarung”, “Si Conat” dan “Pareh”. Film-film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang-orang Belanda dan Cina. Film bicara yang pertama berjudul “Terang Bulan” yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar berdasarkan naskah seoarang penulis Indonesia Saerun. Pada saat perang Asia Timur raya dipenghujung tahun 1941, perusahaan film
40
Ibid. Hal. 14
21
yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu berpindah tangan kepada pemerintah Jepang, diantaranya NV. Multi Film yang diubah namanya menjadi Nippon Eiga Sha, yang selanjutnya memproduksi film feature dan film dokumenter.
Jepang telah memanfaatkan film untuk media informasi dan
propaganda.
Namun, tatkala bangsa Indonesia sudah memproklamasikan
kemerdekaannya, maka pada tanggal
6 Oktober 1945 Nippon Eiga Sha
diserahkan secara resmi kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak tanggal 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia ( BFI ), BFI pun bergabung dengan Perusahaan Film Negara, yang akhirnya berganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional ( Effendy, pada Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999 ).41 Pada tahun 1950, Usmar Ismail mendirikan Perfini dengan produksi perdananya “Darah dan Doa”.
Dewan Film Nasional menetapkan tanggal
pengambilan gambar pertama film ini ( 30 Maret 1950 ), sebagai hari film nasional. Film nasional mulai bangkit pada tahun 1970, dengan produksi 20 judul film. Pada saat itu pemerintah juga menekan peredaran film impor. Memasuki tahun 1980-an, produksi film lokal meningkat menjadi 721 judul film. Tema-tema yang ditampilkan adalah komedi, seks, musik (dangdut). Filmfilm Warkop dan Rhoma Irama selalu ditunggu-tunggu pemirsa. Di tahun ini pun jumlah bioskop meningkat, bahkan sampai kepinggiran kota.
Film nasional
kembali melamah di tahun 1990-an, hal ini disebabkan kedewasaan masyarakat dalam memilih film, mendorong semakin gencarnya film-film hollywood di putar
41
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 135
22
di bioskop, sehingga film lokal dinilai monoton, tak bermutu, profit oriented serta asal-asalan. Awal millenium, suksesnya film “Petualangan Sherina” menunjukkan bahwa film lokal masih punya penonton potensial. Film yang dianggap monumental ini, yang tidak disangka-sangka kesuksesannya memicu sineas-sineas lokal untuk juga memproduksi film layar lebar. “Pasir Berbisik”, “Jelangkung”, “Ada Apa dengan Cinta?”, “ Ca Bau Kan”, merupakan film-film nasional yang menandai bangkitnya kembali film-film nasional di tahun 2000-an.
2.4.5. Karakteristik dan Fungsi Film Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakter film adalah :42 1.
Layar lebar. Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.
Dengan adanya kemajuan
teknologi, layar film di bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. 2. Pengambilan gambar atau shot dalam film Bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. 42
Ibid. Hal. 136.
23
3. Konsentrasi penuh, dimana audiens terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara, semua mata tertuju pada layar, sementara pikiran dan perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana. 4. Identifikasi Psikologi. Kita dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film tersebut, sehingga seolah-olah kita yang sedang berperan. Gejala ini dalam ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis (Effendy, 1981; 192).
2.4.6. Jenis – Jenis Film Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mrngetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokkan pada jenis : 1. Film Cerita ( strory film ) Adalah jenis film
yang mengandung suatu
cerita
yang lazim
dipertunjukkan di gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi. Sekalipun film fiktif , dapat saja bersifat mendidik karena mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi.
24
2. Film Berita ( newsreel ) Adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan harus mengandung nilai berita (news value). Dalam hal ini terpenting adalah peristiwanya terekam secara utuh. 3. Film Dokumenter ( documentary film ). Menurut definisi Robert Flaherty adalah “karya ciptaan mengenai kenyataan (cretive treatment of actuality)”. Film dokunter merupakan hasil interprestasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. 4. Film Kartun ( cartoon film ) Dibuat untuk konsumsi anak-anak . Sebagian film kartun, sepanjang film diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan-kelucuan dari tokohtokohnya. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, dapat pula film kartun mengandung unsur pendidikan.
2.5. Khalayak Media Massa Khalayak adalah masyarakat yang menggunakan media massa sebagai sumber pemenuhan kebutuhan bermedianya.43 Massa seringkali sangat besar, lebih besar dari kebanyakan kelompok, kerumunan atau publik. Para anggotanya tersebar luas dan biasanya tidak saling mengenal satu sama lain, termasuk orang yang menyebabkan lahirnya khalayak itu. Masa kurang memiliki kesadaran diri
43
Ibid. Hal. 163
25
dan identitas diri, serta tidak mampu bergerak secara serentak dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.44 Media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkungan publik, pada dasarnya media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara bebas, sukarela, umum, dam murah.45 Berdasarkan jangkauannya, maka media massa memiliki Khalayak yang luas. Hubungan antar khalayak dan media massa bersifat timbal-balik dan seimbang, tetapi pada kenyatanya kontak yang berlangsung kebanyakan dikendalikan
oleh
media,
karena
khalayak
terpisah-pisah
dan
kurang
diorganisasi.46
2.5.1. Audiens Media Istilah ‘ audiens media ’ berlaku universal dan secara sederhana dapat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, pemirsa berbagai media atau komponen isinya. Sumber paling penting yang menimbulkan masalah tentang audiens adalah hakikat dualitasnya.
Ia merupakan kolektivitas yang terbentuk baik sebagai
tanggapan terhadap isi media dan didefinisikan berdasarkan perhatian pada isi itu maupun sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan sosial dan kemudian ‘ dilayani ’ oleh provisi media tertentu. Semula audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan, yaitu penonton ‘ pertunjukkan ’ hal yang telah mengambil berbagai 44
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Hal. 33 Ibid. Hal. 51 46 Ibid. Hal. 55 45
26
bentuk yang tidak serupa dalam peradaban dan tahapan sejarah yang berbeda. Audiens biasanya besar, dibandingkan dengan keseluruhan populasi dan berbagai perkumpulan sosial yang biasa. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu tertentu, dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu bagi maslahat menikmati, mengagumi, mempelajari, merasa gembira, tegang, kasihan, atau lega.47
2.5.2. Karakteristik Audiens Hebert Blumer pernah memberikan ciri tentang karakteristik audiens, sebagai berikut : 1. Audiens dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai heteregonitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya. Mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat. 2. Berisi individu-individu yang tak tahu atau mengenal satu sama lain. Disamping itu, antar individu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung. 3. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.48
2.5.3. Tipologi Audiens Suatu audiens akan masuk pada salah satu subkategori yang dapat dikarakterisasikan sebagai berikut :49 47 48
Ibid. hal. 201 - 202 Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Rajawali Pers. Jakarta.2007
27
1. Kelompok atau publik Sejalan dengan suatu pengelompokkan sosial yang ada ( misalnya komunitas, keanggotaan minoritas politis, religius, atau etnis ) dan dengan karakteristik sosial bersama dari tempat, kelas sosial, politik, budaya, dan sebagainya. 2. Kelompok kepuasan Terbentuk atas dasar tujuan atau kebutuhan individu tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan misalnya dengan issu politik atau sosial, jadi suatu kebutuhan umum akan informasi atau akan kepuasan emosional dan afeksi tertentu. 3. Kelompok penggemar atau budaya cita rasa Terbentuk atas dasar minat pada jenis isi ( atau gaya ) atau daya tarik tertentu akan kepribadian tertentu atau cita rasa budaya / intelektual tertentu. 4. Audiens medium Berasal dari dan dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumber media tertentu ( misalnya surat kabar, majalah, saluran radio atau televisi ).
49
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Hal. 206
28
2.5.4. Konsep Keaktifan Audiens Pertanyaan ini timbul dalam beberapa konteks dan melibatkan berbagai konsep dan melibatkan berbagai konsep tentang ' aktifitas'. Sebagai contoh, pertanyaan ini menyangkut kadar sejauh mana selektivitas audiens, kadar dan jenis motivasi yang menimbulkan penggunaan media, penolakan terhadap pengaruh yang tidak diinginkan, jenis dan jumlah tanggapan yang diajukan audiens media. Ada semacam ketidak sepakatan tentang kadar selektivitas dalam perilaku penggunaan media. Di satu pihak, ada indikasi kuat ada konstansi pengharkatan audiens dan figur kepembacaan pers ketimbang kebanyakan konsumsi media yang merupakan ketidak berubahan rutin yang hampir–hampir tidak menanggapi keragaman hal-hal yang ditawarkan.50 Penelitian tentang motivasi audiens menghasilkan uraian yang cukup banyak dan beragam tentang pengalaman audiens, selain hal-hal yang dapat diperoleh dari uraian isi dan data tentang 'pendekatan'.
Hasil penelitian itu telah sangat berguna untuk
membandingkan media yang berbeda dan untuk menelaah penggunaan berbagai media dan jenis isi oleh anak-anak, serta perkembangannya kemudian ( Wolf dan Fiske, 1949); Greenberg, 1974; Brown, 1976; Furu, 1971). Pembahasan kritis yang meyakinkan tentang pendekatan 'penggunaan dan kepuasan' secara menyeluruh dapat ditemukan apakah dalam karya Chaney (1972) atau Elliott (1974). Mereka mengungkapkan keraguan tentang keterandalan dan kesasihan berupa bukti yang mendasari pendekatan itu dan condong kearah pandangan bahwa hampir seluruh 'kepuasan' yang diidentifikasi boleh jadi merupakan
50
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Hal. 216
29
indikasi posisi dalam struktur sosial atau 'kebutuhan' yang telah diperoleh audiens dari media.51 Ungkapan 'audiens bebal' yang diciptakan Raymond Bauer (1964) untuk mengemukakan temuan dari banyak penelitian bahwa audiens secara aktif menolak upaya mempengaruhi dan memiliki hubungan 'transaksi' timbul balik dengan sumber media, relevan dengan tema 'audiens aktif' sekalipun terlalu besar untuk diuraikan secara rinci disini. Salah satu penerapan studi motivasi audiens adalah pengkajian proses dampak media, sesuai dengan gagasan bahwa kadar dan jenis dampak itu akan bergantung pada kebutuhan penerima.52
2.6. Motivasi Dalam Menggunakan Media Massa. Motivasi berasal dari bahasa latin ”Moere” yang berarti ”to move”. Dari berbagai definisi yang ada tentang motivasi, Ricard M. Steer dan Lyman. W Porter, menyimpulkan bahwa ketika membahas motivasi, biasanya membahas : 1. Yang menghidupkan perilaku manusia. 2. Yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia. 3. Bagaimana perilaku itu terus dilakukan atau dipertahankan.53 Semua prilaku-prilaku berawal dari kebutuhan-kebutuhan ini harus distimuli sebelum menjadi motif. Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup terstimuli untuk menggerakan individu memperoleh kepuasannya.
51
Ibid. Hal. 217 Ibid. Hal. 218 53 Willian J. Stanton, Michael J. Etzel, Bruce J. Walker. Fundamental of Markeing,10thediton. McGraw Hill, USA. 1994. Hal. 166-167. 52
30
Harapan untuk terpenuhinya keinginan, kepentingan dan kebutuhannya dari media massa menimbulkan suatu motif dalam diri individu untuk menggunakan media massa. Dalam menggunakan media massa, individu melakukan proses pemilihan media massa dan isi media massa yang dianggap dapat memenuhi harapannya tersebut. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif tertentu. Motif merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasanalasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu.
Gerungan menjelaskan, dalam mempelajari tingkah laku
manusia pada umumnya, kita harus mengetahui apa yang dilakukannya, bagaimana dia melakukan dan mengapa dia melakukan itu, dengan kata lain kita sebaik-baiknya mengetahui know what, know how, dan know why. Dalam hal ini, persoalan know why adalah berkenaan dengan pemahaman motif-motif manusia dalam perbuatannya, karena motif memberi tujuan dan arah pada tingkah laku manusia. Perbuatan dan tingkah laku manusia tentu sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.54 Motif yang berbeda antara orang perorang, maka intensitas tanggapan seseorang terhadap pesan komunikasi pun berbeda sesuai dengan jenis motifnya. Semakin sesuai pesan komunikasi dengan motivasi seseorang, semakin besar kemungkinan komuniksai itu dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
54
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar : Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2007. Hal. 87
31
Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasinya.55 Pada setiap tingkatan individu, dilakukan pendekatan fungsional untuk mengetahui motif sebenarnya dari penggunaan media massa oleh masyarakat. Dalam bentuk paling sederhana, teori Uses and Gratification memposisikan khalaak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media. Kebutuhan aktual dipuaskan oleh media yang disebut media gratifications.56 Uses and Gratifications di klasifikasikan dalam empat kategori sistem, yaitu :57 1. Informasi a. Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia. b. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan. c.
Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum
d.
Belajar, pendidikan diri sendiri
e.
Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan
2. Identitas Pribadi a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi b. Menentukan model prilaku c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain ( dalam media ) d. Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri 55
Ibid. Hal. 88 Ibid. Hal. 28 57 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa. Erlangga. Hal. 72 56
32
3. Integrasi dan interaksi sosial a. Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial b. Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki. c. Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial d. Memperoleh teman selain dengan manusia e. Membantu menjalankan peran sosial f. Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman dan masyarakat. 4. Hiburan a. Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan b. Bersantai c. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis d. Mengisi waktu e. Penyaluran emosi f. Membangkitkan gairah seks.
33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian Pada penelitian ini penulis akan menggunakan tipe penelitian deskriptif dan pendekatan kuantitatif, untuk mengetahui minat masyarakat terhadap film nasional. Pengertian lain mengenai metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.58 Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi atau yng ada saat ini. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variable-variable yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variable yang diteliti. 59 Penelitian kuantitatif merupakan riset empiris dimana data adalah dalam bentuk angka-angka (Punch,1998 : 4).60 Riset ini cenderung menitik beratkan
58
Nazir, Mohammad. Metode Penelitian.Ghalia Indonesia. 1988. Hal.64 Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. 2006. Hal. 26 60 Blaxter, L., Hughes, C., dan Thigt, M. How to Research : Seluk-Beluk Melakukan Riset.Edisi Kedua. Indeks. 2006. Hal. 93 59
34
pada serangkaian data yang relatif berskala besar dan representatif yang sering kali, disajikan dan diterima secara salah oleh pandangan kita, sebagai sesuatu tentang pengumpulan fakta-fakta.
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Metode survei Metode penelitian survei adalah sebuah metode pengumpulan informasi dengan menanyakan serangkaian pertanyaan yang telah diformulasi sebelumnya didalam urutan-urutan yang telah ditentukan sebelumnya dalam sebuah kuesioner yang telah terstruktur kepada satu sample individu-individu yang telah ditarik untuk menjadi wakil dari sebuah populasi yang telah didefinisikan ( Hutton 1990: 8 ).61 Pengertian lainnya tentang metode penelitian survei menurut Kerlinger (1973) adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.62 Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandinganperbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani
61
Blaxter, L., Hughes, C., dan Thigt, M. How to Research : Seluk-Beluk Melakukan Riset.Edisi Kedua. Indeks. 2006. Hal. 113. 62 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. 1999. Hal. 7
35
situasi atau masalah serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan dimasa mendatang. Survei ini terfokus pada siswa SMP N 1 Bekasi yang menonton film nasional di bioskop. Survei akan dilakukan di SMP N 1 Bekasi. Survei dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada para siswa SMP N 1 Bekasi.
3.3. Teknih Pengumpulan Data 3.3.1. Primer 3.3.1.1. Kuisioner Kuisioner atau angket adalah teknik pengumpulan data melalui formulirformulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlikan oleh peneliti.63 Pengisian kuisioner diberikan kepada para siswa SMP N 1 Bekasi, yang dirasa dapat mewakili sebagai sample penelitian. Pada saat pengisian kuisioner dilakukan langsung ditempat dan ditemani oleh peneliti guna menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kuisioner sampai pengisian kuiseoner berakhir.
63
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. 2006. Hal. 67
36
3.3.2. Sekunder 3.3.2.1. Studi Kepustakaan Pengumpulan data dilakukan dengan membaca buku-buku literature (perpustakaan), surat kabar, artikel-artikel dan website untuk melengkapi datadata yang dibutuhkan.
3.4. Populasi dan Sample 3.4.1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek / subyek yang mempinyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.64 Peneliti mengambil populasi jumlah siawa SMP N 1 Bekasi, yang berjumlah 1.240 siswa.65
3.4.2. Sample dan Teknik Pengumpulan Data Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.66 Penentuan jumlah sample atau responden berdasarkan data jumlah populasi yang berjumlah 1.240 orang siswa, yang tercatat masih duduk di bangku sekolah di SMP N 1 Bekasi.
Jadi, intuk menentukan jumlah sample atau
responden penelitian ini menggunakan rumus Yamane, sebagai berikut.67
64
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. 1999. Hal. 72 TU. SMP N 1 Bekasi. 66 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. 1999. Hal. 73 67 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Pt. Remaja Rosdakarya, 2001. Hal. 82 65
37
n =
N (Nd2) + 1
n = jumlah sampel N = jumlah populasi siswa SMP N 1 Bekasi d = nilai presisi yang diinginkan
Jumlah rensponden yang didapat adalah : n=
1240
(1240 x 0,01) + 1 n = 92, 53 n = 93 responden Berdasarkan batasan populasi seperti dikemukakan diatas maka ditentukan sampel penelitian, dengan sistem teknik penarikan sample Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan memilih orang-orang tertentu karena dianggap berdasarkan penilaian tertentu mewakili statistik, tingkat signifikasi.68 Digunakan Purposive Sampling, karena siswa yang dijadikan sample belum tentu semuanya suka menonton film nasional di bioskop.
3.5. Definisi Konsep dan Operasional Konsep 68
Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Kominukasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Hal. 82
38
3.5.1. Definisi Konsep Untuk melaksanakan penelitian ini berbagai konsep dan istilah diperjelas definisi konsepnya, antara lain : •
Motivasi menonton pada siswa SMP N 1 Bekasi terhadap film nasional merupakan dorongan yang akan menimbulkan suatu keinginan untuk menikmati hiburan berupa tontonan yang bagus dan mengundang minat renaja untuk menonton film nasional di bioskop.
•
Siswa yang masih aktif dan yang duduk di bangku SMP N 1 Bekasi.Mereka berusia sekitar 13 – 15 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia awal masa remaja. kelompok remaja peminat film nasional sebagai target penelitian dikarenakan, masa remaja ditandai dengan meningkatnya cara berfikir kritis. Pada masa ini mudah terjadi identifikasi yang sifatnya emosional dengan teman sebaya yang sejenis. SMP N 1 Bekasi sendiri merupakan Sekolah Menengah Pertama di Bekasi yang telah memenuhi standart internasional.
•
Film Nasional adalah film-film layar lebar hasil produksi para sineas Indonesia yang di tayanglan di bioskop di Indonesia.
3.5.2. Operasionalisasi Konsep
39
Konsep yang dioperasionalisasikan adalah apa yang menjadi motivasi siswa SMP N 1 Bekasi dalam menonton film-film nasional yang diputar di Bioskop: Variabel
Dimensi
Motivasi
Informasi
Indikator
Skala
1. Dari film kita bisa mendapatkan berita atau informasi tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar kita,bahkan berbagai kondisi yang tengah terjadi di dunia. 2. Dari film kita mendapat masukan atau gambaran bagaimana menyelesaikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari kita . 3. Dengan menonton film,kita dapat memuaskan rasa ingin tahu kita akan informasi yang belum kita ketahui. 4. Film merupakan media kita untuk belajar pemahaman terhadap diri sendiri.
a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju
5. Setelah menonton film kita memperoleh rasa damai.
Identitas Pribadi
1. Film membantu kita untuk lebih percaya diri.
2. Film memberikan inspirasi dalam
40
a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju
a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju
pergaulan.
3. Menonton lebih menyenangkan dari pada membaca.
Integrasi dan Interaksi Sosial
Hiburan
4. karakter pemain dalam film dapat memberikan gambaran pada kita untuk memahami diri sendiri dan membantu intropeksi diri. 1. Film dapat membantu kita untuk lebih peka dengan keadaan orang lain disekitar kita
c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju
a. 5 = Sangat Setuju b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 2. Menonton film dengan a. 5 = Sangat Setuju teman mempererat b. 4 = Setuju persahabatan. c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 3. Menonton film di a. 5 = Sangat Setuju bioskop agar dibilang b. 4 = Setuju gaul dan mengikuti trend. c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 4. Menonton film di a. 5 = Sangat Setuju bioskop bisa menambah b. 4 = Setuju banyak teman-teman c. 3 = Ragu-ragu baru. d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 1. Menonton film a. 5 = Sangat Setuju dibioskop untuk b. 4 = Setuju melepaskan diri dari c. 3 = Ragu-ragu masalah. d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 2. Menonton film di a. 5 = Sangat Setuju bioskop merupakan b. 4 = Setuju alternatif kita untuk c. 3 = Ragu-ragu refresing dari aktifitas d. 2 = Kurang Setuju sehari-hari. e. 1 = Tidak Setuju 3. Setelah menonton film a. 5 = Sangat Setuju
41
di bioskop kita jadi lebih semangat.
b. 4 = Setuju c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 4. Menonton film di a. 5 = Sangat Setuju bioskop karena tidak ada b. 4 = Setuju pekerjaan. c. 3 = Ragu-ragu d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 5. Menonton film di a. 5 = Sangat Setuju bioskop yang sesuai b. 4 = Setuju dengan keadaan hati kita c. 3 = Ragu-ragu saat itu. d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju 6. Menonton film di a. 5 = Sangat Setuju bioskop dengan pacar b. 4 = Setuju jauh lebih menyenangkan c. 3 = Ragu-ragu dari pada dengan teman. d. 2 = Kurang Setuju e. 1 = Tidak Setuju
3.6 Pengolahan & Analisa Data Analisa data adalah proses penyederhanaan data-data ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan.
Metode yang akan
digunakan adalah Metode Deskriptif dengan pendekatan Kuantitatif, artinya setelah semua data dihimpun dan disusun secara sistematis, cermat untuk kemudian dipelajari dan dianalisa secara deskriptif.69 Peneliti memaparkan situasi atau peristiwa tanpa mencari atau menjelaskan hubungan dan tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian analisa data dapat dilakikan setelah data-data yang dibutuhkan telah terkumpul dan kemudian diolah melalui tahap-tahap : a. Data diolah dari jawaban para responden yang telah masuk dari hasil kuesioner dan wawancara. 69
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi. Op. Cit. Hal. 24
42
b. Data dianalisa secara kuantitatif, sehingga diperoleh table-table yang menunjukkan frekwensi penyebaran data. c. Untuk mengetahui motivasi siswa SMP N 1 Bekasi, dari hasil pengisian quisioner yang dilakukan oleh siswa SMP N 1 Bekasi maka hasilnya akan dicari / dihitung dengan perhitungan rata-rata (mean) disetiap dimensi.
BAB IV
43
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum film Indonesia Awal millenium baru ditandai dengan sambutan masyarakat yang hangat terhadap festival-festival film internasional.
Penyelenggaraan JIFFEST I dan
JIFFEST II ( Jakarta International Film Festival ), diikuti British Film Festival, Festival Film Prancis, dinilai cukup sukses. Munculnya Indonesia sebagi tuan rumah penyelenggaran festival film, menantang para sineas muda Indonesia untuk menghasilkan film lokal.
Sukses film “Petualangan Sherina” menunjukkan
bahwa film lokal masih punya penonton yang potensial. Film yang dianggap monumental ini, memicu sineas-sineas lokal untuk juga memproduksi film. Kemudian disusul oleh kesuksesan film “Jelangkung” hasil garapan Rizal Mantovani dan Jose Poernomo, semakin memantapkan film lokal di hati penonton. Awal tahun 2002, Rudi Soejarwo membuat “ Ada Apa dengan Cinta ”, yang juga sukses pemutarannya di bioskop.
Melihat animo penonton film
Indonesia mayoritas adalah dari kalangan muda, Rudi Soejarwo memproduksi film yang mengangkat kehidupan kaum muda. Produksi lainnya seperti Ca Bau Khan, Pasir Berbisik, 30 Hari Mencari Cinta, Jomblo, Terowongan Casabalanca, Suster Ngesot, Quicky express, DO, XL ( extra large ), Tali Pocong Perawan merupakan film-film nasional yang diproduksi oleh sineas-sineas muda Indonesia yang pernah di putar di bioskop sampai sejak awal tahun 2000 sampai sekarang. Dari film-film yang beredar sejak tahun 2000, juga penonton film-film nasional
44
yang beredar, menunjukkan bahwa kebangkitan film nasional adalah ditangan orang-orang muda Indonesia.
4.2. Identitas Responden 4.2.1. Jenis Kelamin Tabel 4.2.1 Jenis Kelamin ( n = 93 ) No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan jumlah
f 40 53 93
% 43 57 100
Sumber : Data Kuisioner No.1 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.2.1 diatas dapat terlihat dati total 93 responden, responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 40 orang ( 43 % ), sedangkan reponden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah lebih banyak, yaitu 53 orang ( 57 % ). Perbedaan jumlah antara responden laki-laki dan responden perempuan tidak terlalu jauh dan dalam penelitian deskriptif tidak berpengaruh terhadap keefektifan penelitian ini.
4.2.2. Usia Responden
45
Tabel 4.2.2. Usia Responden ( n = 93 ) No. 1. 2. 3.
Usia Responden 13 tahun 14 tahun 15 tahun jumlah
f 39 34 20 93
% 42 37 21 100
Sumber : Data Kuisioner No.2 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.2.2 diatas dapat dilihat bahwa hasil dari data 93 orang responden yang terkumpul menunjukkan bahwa responden yang berusaia 13 tahun berjumlah 39 orang ( 42 % ), responden yang berusia 14 tahun 34 orang (37%) dan responden 15 tahun berjumlah 20 orang ( 21 % ). Hasil dari tabel 4.1.2. menunjukkan bahwa dari 93 responden ( 100% ) jumlah responden terbanyak adalah yang berusia 13 tahun, yaitu 42 %, usia 14 tahun, yaitu 37 %, dan usia 15 tahun, yaitu 21 %. 4.2.3. Alamat Responden Tabel 4.2.3 Alamat Siswa / i ( n = 93 ) No. 1 2 3 4
Alamat Bekasi Timur Bekasi Barat Bekasi Utara Bekasi Selatan jumlah
f 47 8 30 8 93
Sumber : Data Kuisioner No.3 ( 26 Mei 2008 )
46
% 50 9 32 9 100
Hasil penelitian yang dapat dilihat dari tabel 4.2.3 diatas, menunjukkan bahwa responden yang terbanyak berdomisilin di Bekasi Timur dengan jumlah 47 responden ( 50% ), yang berdomisilin di Bekasi Utara 30 orang ( 32% ), di Bekasi Barat dan Bekasi Selatan berjumlah masing-masing 8 orang ( 9% ). Hasil dari tabel 4.2.3. menunjukkan bahwa siswa/ i SMPN 1 Bekasi labih banyak yang berdomisilin di wilayah Bekasi Timur.
4.3. Pola Menonton 4.3.1. Menonton Film Nasional Tabel 4.3.1 Menonton Film Nasional ( n = 93 ) No. 1. 2.
Menonton Film Nasional di bioskop (Januari-April) Ya Tidak jumlah
f
%
93 0 93
100 0 100
Sumber : Data Kuisioner No.4 ( 26 Mei 2008 )
Tabel 4.3.1 menunjukkan bahwa semua responden menonton film nasional di biaskop selama periode bulan Januari – April 2008, 93 responden (100%). Tidak ada responden yang tidak menonton film nasional di bioskop antara bulan Januari – April 2008.
47
4.3.2. Frekwensi Menonton Tabel 4.3.2 Frekwensi Menonton ( n = 93 ) No. 1. 2. 3
Frekwensi Menonton Film di bioskop 1 minggu sekali 2 minggu sekali 1 bulan sekali jumlah
f
%
17 63 13 93
18 68 14 100
Sumber : Data Kuisioner No.6 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.3.2 diatas menunjukkan bahwa frekwensi para responden dalam menonton film di bioskop adalah 17 orang ( 18% ) yang pergi menonton film di bioskop dalam waktu 1 minggu sekali, 63 orang ( 68% ) yang menonton film di bioskop dalam waktu 2 minggu sekali, dan 13 orang ( 14% ) yang menonton film di bioskop dalam waktu 1 bulan sekali. Dapat dilihat pada tabel 4.3.2, jumlah responden terbanyak adalah responden yang frekwensi menonton film di bioskop adalah 2 minggu sekali sebanyak 63 orang ( 68% ), kemudian responden yang menonton film di bioskop dengan frekwensi 1 minggu sekali berjumlah 17 orang ( 18% ), dan terakhir adalah responden yang frekwensi menonton film di bioskop 1 bulan sekali sebanyak 13 orang ( 14% ).
48
4.3.3. Patrner Menonton Tabel 4.3.3 Partner Menonton ( n=93 ) No. 1. 2 3 4
Partner Menonton Keluarga Teman Pacar Sendiri jumlah
f 34 57 0 2 93
% 37 61 0 2 100
Sumber : Data Kuisioner No.7 ( 26 Mei 2008 )
Hasil penelitian dari tabel 4.3.3 siswa / i SMPN 1 bekasi menonton film di bioskop dengan keluarga 34 responden ( 37% ), menonton film di bioskop dengan teman 57 responden ( 61% ), menonton film di bioskop sendiri 2 responden ( 2% ), dan tidak ada siswa / i SMPN 1 Bekasi yang pergi menonton film di bioskop dengan pacar. Jika di urutkan berdasarkan tabel 4.3.3, maka siswa SMPN 1 Bekasi lebih memilih teman sebagai partner menonton film di bioskop, mereka berjumlah 57 orang ( 61% ), kemudian yang memilih keluarga sebagai partner menonton film di bioskop sebanyak 34 orang ( 37% ), dan yang memilih pergi menonton sendiri adalah 2 orang ( 2% ). Tidak ada satu orang pun yang memilih pergi menonton film di bioskop dengan pacar .
49
4.4. Motivasi Menonton Film 4.4.1. Motivasi yang Berkenaan dengan Informasi 4.4.1.1. Sumber Informasi atau berita Tabel 4.4.1.1 ( n = 93 )
Valid
Frequency 2
Percent 2.2
Valid Percent 2.2
Cumulative Percent 2.2
tidak setuju
10
10.8
10.8
12.9
ragu-ragu
13
14.0
14.0
26.9
setuju
59
63.4
63.4
90.3 100.0
sangat tidak setuju
sangat setuju Total
9
9.7
9.7
93
100.0
100.0
Sumber : Data Kuisioner No.8 ( 26 Mei 2008 )
Dari keterangan tabel 4.4.1.1 diatas, maka responden yang menyatakan setuju bahwa dari film kita bisa mendapatkan berita atau informasi tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar kita, memiliki jumlah terbesar yaitu 59 orang ( 63,4% ), 13 orang ( 14%) menyatakan ragu-ragu, 10 orang ( 10,8%) menyatakan tidak setuju, 9 orang ( 9,7% ) menyatakan sangat setuju, dan 2 orang ( 2,2%) menyatakan tidak setuju. Data tersebut menunjukkan bahwa film dapat menjadi sumber informasi dan berita tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar kita, bahkan di dunia.
50
4.4.1.2. Film memberikan masukan dalam penyelesaian masalah di kehidupan sehari-hari. Tabel 4.4.1.2 ( n= 93 )
Valid
sangat tidak setuju tidak setuju
Frequency 1
Percent 1.1
Valid Percent 1.1
Cumulative Percent 1.1
8
8.6
8.6
9.7
ragu-ragu
22
23.7
23.7
33.3
setuju
53
57.0
57.0
90.3
9
9.7
9.7
100.0
sangat setuju Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.9 ( 26 Mei 2008 )
Dari keterangan tabek 4.4.1.2 di atas, menyatakan bahwa responden lebih banyak yang menyatakan setuju, yaitu sebanyak 53 orang ( 56,9% ), 22 orang ( 23,7% ) menyatakan ragu-ragu, 9 orang ( 9,7% ) menyatakan sangat setuju, 8 orang ( 8,6% ) menyatakan tidak setuju, dan 1 orang ( 1,1% ) menyatakan tidak setuju. Jadi, dapat kita ketahui bahwa pernyataan sebagian besar responden adalalah setuju, bila film dapat memberikan masukan atau gambaran dalam penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari.
51
4.4.1.3. Memuaskan rasa ingin tahu akan suatu hal Tabel 4.4.1.3 ( n = 93 )
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
sangat tidak setuju
1
1.1
1.1
tidak setuju
3
3.2
3.2
4.3
ragu-ragu
8
8.6
8.6
12.9
setuju
58
62.4
62.4
75.3
sangat setuju
23
24.7
24.7
100.0
Total
1.1
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.10 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.1.3 diatas dapat kita ketahui responden yang paling banyak adalah yang menyatakan setuju bahwa salah satu motivasinya menonton film nasional di bioskop adalah untuk memuaskan rasa ingin tahu akan suatu hal, yaitu sebanyak 58 orang ( 62,4% ), yang menyatakan sangat setuju 23 orang ( 24,7% ), yang menyatakan ragu-ragu 8 orang ( 8,6% ), yang menyatakan tidak setuju 3 orang ( 3,2% ), dan yang menyatakan sangat tidak setuju 1 orang ( 1,1% ). 4.4.1.4. Film merupakan media untuk belajar pemahaman terhadap diri sendiri Tabel 4.4.1.4 ( n=93 )
Valid
sangat tidak setuju tidak setuju ragu-ragu
Frequency 1
Percent 1.1
Valid Percent 1.1
Cumulative Percent 1.1
16
17.2
17.2
18.3 26.9
8
8.6
8.6
setuju
51
54.8
54.8
81.7
sangat setuju
17
18.3
18.3
100.0
93
100.0
100.0
Total
Sumber : Data Kuisioner No.11 ( 26 Mei 2008 )
52
Dari keterangan tabel 4.4.1.4 diatas, dapat dijelaskan bahwa responden lebih banyak yang menyatakan setuju, yaitu 51 orang ( 54,8% ). Responden yang menyatakan sangat setuju 17 orang ( 18,3% ), yang menyatakan tidak setuju 16 orang ( 17,2% ), yang menyatakan ragu-ragu 8 orang ( 8,6% ), dan yang menyatakan sangat tidak setuju 1 orang ( 1,1% ). Jadi, dapat kita ketahui bahwa 51 orang responden terbanyak menyatakan setuju bahwa film merupakan media untuk belajar penahaman terhadap diri sendiri. 4.4.1.5. Menonton film dapat memberikan rasa damai setelahnya Tabel 4.4.1.5 ( n=93 )
Frequency Valid
sangat tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
7.5
7.5
7.5
tidak setuju
16
17.2
17.2
24.7
ragu-ragu
41
44.1
44.1
68.8
setuju
20
21.5
21.5
90.3
9
9.7
9.7
100.0
sangat setuju Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.12 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.1.5 diatas dapat diketahui responden yang paling banyak adalah yang menyatakan ragu-ragu 41 orang ( 44,1% ) apakah setelah menonton film dapat memberikan rasa damai. 20 orang ( 21,5% ) menyatakan setuju jika setelah menonton film dapat membrikan rasa damai, 16 orang ( 17,2% ) menyatakan tidak setuju, 9 orang ( 9,7% ) menyatakan sangat setuju, dan 7 orang ( 7,5% ) yang menyatakan sangat tidak setuju. Jadi, dapat dikatakan bahwa responden sebagian besar tidak menyatakan sangat setuju atau tidak setuju terhadap motivasi yang satu ini, tetapi mereka
53
menyatakan ragu-ragu jika menonton film dapat memberikan rasa damai setelahnya.
4.4.2 Motivasi yang Berkenaan dengan Identitas Pribadi 4.4.2.1. Membantu kita lebih percaya diri Tabel 4.4.2.1 ( n=93 )
Valid
Frequency 4
Percent 4.3
Valid Percent 4.3
Cumulative Percent 4.3
tidak setuju
22
23.7
23.7
28.0
ragu-ragu
19
20.4
20.4
48.4
setuju
46
49.5
49.5
97.8
2
2.2
2.2
100.0
sangat tidak setuju
sangat setuju Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.13 ( 26 Mei 2008 )
Dari keterangan tabel 4.4.2.1. diatas, dapat dijelaskan bahwa responden lebih banyak yang menyatakan setuju, yaitu sebanyak 46 orang ( 49,5% ), 22 orang ( 23,7% ) tidak setuju, 19 orang (20,4% ) menyatakan ragu-ragu, 4 orang (4,3%) menyatakan sangat tidak setuju, dan 2 orang ( 4,3% ) yang menyatakan sangat setuju. Jadi, berdasarkan tabel 4.4.2.1. bisa dikatakan responden setuju bahwa menonton film nasional membantu meningkatkan rasa percaya diri.
54
4.4.2.2. Memberi inspirasi dalam pergaulan Tabel 4.4.2.2 ( n=93 )
Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
tidak setuju
8
8.6
8.6
8.6
ragu-ragu
9
9.7
9.7
18.3
setuju
63
67.7
67.7
86.0
sangat setuju
13
14.0
14.0
100.0
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.14 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.2.2 diatas, dapat kita ketahui responden yang paling banyak adalah yang menyatakan setuju bahwa salah satu motivasi menonton film nasional dapat memberikan inspirasi di dalam pergaulan sebanyak 63 orang ( 67,7% ) lebih dari setengah responden. Responden yang menyatakan sangat setuju adalah 13 orang ( 14% ), yang menyatakan ragu-ragu 9 orang ( 9,7% ), yang menyatakan tidak setuju 8 orang ( 8,6% ) dan tidak ada satu orang responden pun yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan diatas. 4.4.2.3. Menonton lebih menyenangkan dari membaca Tabel 4.4.2.3 ( n=93 )
Valid
Frequency 9
Percent 9.7
Valid Percent 9.7
Cumulative Percent 9.7
13
14.0
14.0
23.7
8
8.6
8.6
32.3
setuju
24
25.8
25.8
58.1
sangat setuju
39
41.9
41.9
100.0
sangat tidak setuju tidak setuju ragu-ragu
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.15 ( 26 Mei 2008 )
55
Dari tabel 4.4.2.3. diatas dapat diketahui bahwa responden sangat setuju menonton film nasional lebih menyenangkan dari pada membaca
adalah
sebanyak 39 orang ( 41,9% ), yang menyatakan setuju sebanyak 24 orang ( 25,8% ), yamng menyatakan tidak setuju sebanyak 13 orang ( 14% ), yang menyatakan sangat tidak setuju sebanyak 9 oarang ( 9,7% ), dan yang menyatakan ragu-ragu adalah 8 orang ( 8,6% ). Tabel 4.4.2.3 menunjukkan bahwa responden lebih suka menonton film nasional dari pada membaca buku. 4.4.2.4. Karakter pemain dalam film memberikan gambaran untuk memahami diri sendiri dan membantu intropeksi diri. Tabel 4.4.2.4 ( n=93 )
Frequency Valid
tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
2.2
2.2
2.2
ragu-ragu
12
12.9
12.9
15.1
setuju
69
74.2
74.2
89.2
sangat setuju
10
10.8
10.8
100.0
93
100.0
100.0
Total
Sumber : Data Kuisioner No.16 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.2.4 dapat diketahui bahwa motivasi responden yang menyatakan setuju bahwa karakter pemain dalam film dapat memberikan gambaran untuk memahami diri sendiri dan membantu intropeksi diri sebanyak 69 responden ( 74,2% ), yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 12 orang ( 12,9% ), yang menyatakan sangat setuju sebanyak 10 orang ( 10,8% ), yang menyatakan tidak setuju 2 orang ( 2,2% ), dan tidak ada satu responden pun yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
56
4.4.3. Motivasi yang Berhubungan dengan Integrasi dan Interaksi Sosial 4.4.3.1. Membantu untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar Tabel 4.4.3.1 ( n=93 )
Valid
Cumulative Percent 2.2
Frequency 2
Percent 2.2
Valid Percent 2.2
tidak setuju
5
5.4
5.4
7.5
ragu-ragu
8
8.6
8.6
16.1
setuju
60
64.5
64.5
80.6
sangat setuju
18
19.4
19.4
100.0
sangat tidak setuju
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.17 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.3.1 diatas dapat diketahui jumlah responden yang terbanyak adalah mereka yang menyatakan setuju 60 orang ( 64,5% ), yang menyatakan sangat setuju 18 orang ( 19,4% ), yang menyatakan ragu-ragu 8 orang ( 8,6% ), yang menyatakan tidak setuju 5 orang ( 5,4% ), dan yang menyatakan sangat tidak setuju hanya 2 orang ( 2,2% ). Jadi, sudah jelas terlihat bahwa motivasi responden menonton film nasional adalah untuk membantu agar lebih peka terhadap keadaan orang lain dan lingkungan sekitar.
57
4.4.3.2. Menonton film dengan teman mempererat persahabatan Tabel 4.4.3.2 ( n=93 )
Frequency Valid
tidak setuju
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
4.3
4.3
4.3
ragu-ragu
10
10.8
10.8
15.1
setuju
56
60.2
60.2
75.3
sangat setuju
23
24.7
24.7
100.0
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.18 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.3.2 diatas, dapat dijelaskan bahwa responden yang terbanyak menyatakan setuju menonton film nasional di bioskop dengan teman dapat mempererat persahabatan sebanyak 56 orang ( 60,2 % ), yang menyatakan sangat setuju sebanyak 23 orang ( 24,7 % ), yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 10 orang ( 10,7% ), yang menyatakan tidak setuju 4 orang ( 4,3 % ), dan tidak ada satu orang pun yang menyatakan sangat tidak setuju. Jadi, dapat disimpulkan bahwa menonton film nasional dapat mempererat persahabatan. 4.4.3.3. Menonton film nasional di bioskop agar dikatakan gaul dan mengikuti trend. Tabel 4.4.3.3 ( n = 93 )
Valid
Frequency 19
Percent 20.4
Valid Percent 20.4
Cumulative Percent 20.4
tidak setuju
53
57.0
57.0
77.4
ragu-ragu
10
10.8
10.8
88.2
setuju
11
11.8
11.8
100.0
sangat tidak setuju
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.19 ( 26 Mei 2008 )
58
Dari keterangan tabel 4.4.3.3 diatas, maka redponden yang terbayak menyatakan tidak setuju 53 orang ( 57% ), yang menyatakan sangat tidak setuju sebanyak 19 orang ( 20,4 % ), yang menyatakan setuju 11 orang ( 11,8 % ), sedang yang menyatakan ragu-ragu 10 orang ( 10,8 % ) dan tidak ada satu orang pun yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa responden tidak setuju bila menonton film nasional di bioskop agar dikatakan gaul dan menikuti trend.
4.4.4. Motivasi yang Berhubungan dengan Hiburan 4.4.4.1. Menbantu melepaskan diri dari masalah Tabel 4.4.4.1 ( n = 93 )
sangat tidak setuju
10
10.8
10.8
Cumulative Percent 10.8
tidak setuju
36
38.7
38.7
49.5
4
4.3
4.3
53.8
setuju
23
24.7
24.7
78.5
sangat setuju
20
21.5
21.5
100.0
Frequency Valid
ragu-ragu
Total
Percent
Valid Percent
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.20 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.4.1 diatas dapat kita ketahui responden yang paling banyak adalah yang menyatakan tidak setuju jika dikatakan salah satu motivasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk membantu melepaskan diri dari masalah, yaitu sebanyak 36 orang ( 38,7% ), sedangkan setelah itu, responden yang menyatakan setuju jumlahnya 23 orang ( 24,7% ), yang menyatakan sangat setuju sebanyak 20 orang ( 21,5% ), yang menyatakan sangat setuju berjumlah 10 orang
59
( 10,8% ), dan yang ragu-ragu sebanyak 4 orang ( 4,3% ). Jadi, dapat dikatakan bahwa responden menyatakan tidak setuju terhadap motivasi yang satu ini. 4.4.4.2. Menonton film nasional di bioskop merupakan alternatif untuk refreshing dari aktifitas sehari-hari. Tabel 4.4.4.2 ( n = 93 )
Frequency Valid
ragu-ragu
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 3.2
3
3.2
3.2
setuju
33
35.5
35.5
38.7
sangat setuju
57
61.3
61.3
100.0
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.21 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.4.2 diatas terlihat bahwa responden yang menyatakan sangat setuju adalah yang paling banyak, yaitu berjumlah 57 orang ( 61,3% ) hampir separuh dari jumlah responden. Setelah itu responden yang menyatakan setuju berjumlah 33 orang ( 35,5% ), yang menyatakan ragu-ragu berjumlah 3 orang ( 3,2% ),dan tidak ada satu orang pun yang menyatakan tidak setuju atau pun sangat tidak setuju atas pernyataan di atas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi responden menonton film nasional adalah untuk refreshing dari aktifitas sehari-hari.
60
4.4.4.3. Membuat jadi lebih semangat beraktifitas. Tabel 4.4.4.3 ( n = 93 )
Valid
sangat tidak setuju tidak setuju
Frequency 5
Percent 5.4
Valid Percent 5.4
Cumulative Percent 5.4
8
8.6
8.6
14.0
ragu-ragu
25
26.9
26.9
40.9
setuju
38
40.9
40.9
81.7
sangat setuju
17
18.3
18.3
100.0
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.22 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.4.1 diatas dapat kita ketahui responden yang paling banyak adalah yang menyatakan setuju jika dikatakan salah satu motivasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk membuat jadi lebih semangat beraktifitas, yaitu sebanyak 38 orang ( 40,9% ), sedangkan setelah itu, responden yang menyatakan ragu-ragu jumlahnya 25 orang ( 26,9% ), yang menyatakan sangat setuju sebanyak 17 orang ( 18,3% ), yang menyatakan tidak setuju berjumlah 8 orang (8,6%), dan yang sangat tidak setuju sebanyak 5 orang ( 5,4% ). Jadi, dapat dikatakan bahwa responden menyatakan setuju terhadap motivasi yang satu ini.
61
4.4.4.4. Menonton film di bioskop karena tidak ada pekerjaan Tabel 4.4.4.4 ( n = 93 )
2
2.2
2.2
Cumulative Percent 2.2
tidak setuju
17
18.3
18.3
20.4
ragu-ragu
19
20.4
20.4
40.9
setuju
40
43.0
43.0
83.9
sangat setuju
15
16.1
16.1
100.0
Frequency Valid
sangat tidak setuju
Total
Percent
Valid Percent
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.23 ( 26 Mei 2008 )
Dari tabel 4.4.4.4 di atas, responden yang menyatakan setuju adalah 40 orang ( 43% ), yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 19 orang ( 20,4% ), yang menyatakan tidak setuju sebanyak 17 orang ( 18,3% ), yang menyatakan sangat setuju 15 orang ( 16,1% ), dan yang menyatakan sangat tidak setuju sebanyak 2 orang ( 2,2 % ). Jadi, dapat dilihat responden menyatakan setuju terhadap morivasi menonton film nasional di bioskop karena tidak ada pekerjaan. 4.4.4.5. Menonton film di bioskop yang sesuai dengan keadaan hati saat itu Tabel 4.4.4.5 ( n= 93 )
Valid
Frequency 5
Percent 5.4
Valid Percent 5.4
Cumulative Percent 5.4
tidak setuju
13
14.0
14.0
19.4
ragu-ragu
13
14.0
14.0
33.3
setuju
41
44.1
44.1
77.4
sangat setuju
21
22.6
22.6
100.0
sangat tidak setuju
Total
93 100.0 100.0 Sumber : Data Kuisioner No.24 ( 26 Mei 2008 )
62
Dari keterangan tabel 4.4.4.5 diatas, dapat dijelaskan responden lebih banyak yang menyatakan setuju, yaitu sebanyak 41 orang ( 44,1% ), 21 orang (22,6%) yang menyatakan sangat setuju, 13 orang ( 14% ) menyatakan ragu-ragu, 13 responden ( 14% ) juga menyatakan tidak setuju, dan yang menyatakan sangat tidak setuju sebayak 5 orang ( 5,4% ). Jadi, dapat diketahui bahwa 44,1 % dari total responden adalah menyatakan setuju bahwa motivasimya menonton film nasional di bioskop adalah film yamg sesuai dengan suasana hatu saau itu. 4.4.4.6. Menonton film dengan pacar jauh lebih menyenangkan Tabel 4.4.4.6 ( n = 93 )
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
sangat tidak setuju
41
44.1
44.1
44.1
tidak setuju
47
50.5
50.5
94.6
ragu-ragu
2
2.2
2.2
96.8
setuju
3
3.2
3.2
100.0
93
100.0
100.0
Total
Sumber : Data Kuisioner No.25 ( 26 Mei 2008 )
Dari keterangan tabel 4.4.4.6 diatas, dapat dijelaskan responden lebih banyak yang menyatakan tidak setuju, yaitu sebanyak 47 orang ( 50,5% ), yang menyatakan sangat tidak setuju 41 orang ( 44,1% ), yang menyatakan setuju sebanyak 3 orang ( 3,2% ), yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 2 orang (2,2% ), dan tidak ada satu orang pun yang menyatakan sangat setuju. Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk motivasi yang satu ini, responden yang menyatakan tidak setuju memang lebih banyak, jumlahnya 50,5% dari keseluruhan jumlah responden.
63
4.5. Rata –rata ( Mean ) 4.5.1. Motivasi yang Berkenaan Dengan Informasi Tabel 4.5.1 One-Sample Statistics
N Sumbar Informasi dan berita film memberi masukan dan gambaran dalam penyelesaian masalah memuaskan rasa ingin tahu media untuk belajar pemahaman diri sendiri setelah menonton film kita memperoleh rasa damai
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
93
3.68
.874
.091
93
3.66
.814
.084
93
4.06
.749
.078
93
3.72
.993
.103
93
3.09
1.039
.108
Dari tabel 4.5.1 diatas didapat hasil rata-rata ( mean ) dari dimensi informasi, bahwa motivasi siswa / i SMPN 1 bekasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu, dengan nilai mean 4,06. 4.5.2. Motivasi yang Berhubungan dengan Identitas Pribadi Tabel 4.5.2 One-Sample Statistics N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
membuat lebih percaya diri
93
3.22
.976
.101
memberi inspirasi dalam pergaulan
93
3.87
.755
.078
menonton lebih menyenangkan dari membaca
93
3.76
1.378
.143
karakter dalam film memberi gambaran untuk instropeksi diri
93
3.94
.567
.059
64
Dari table 4.5.2 diatas, dapat dilihat hasil rata – rata ( mean ) dari dimensi identitas pribadi terbesar adalah 3,94.
Tabel rata-rata ( mean ) diatas
menunjukkan bahwa motivasi siswa / i SMPN 1 Bekasi menonton film di bioskop adalah untuk memperoleh gambaran untuk bahan intropeksi diri dari peran atau karakter pemain dalam film nasional yang mereka tonton. 4.5.3. Motivasi yang Berhubungan Dengan Integrasi dan Interaksi Sosial Tabel 4.5.3 One-Sample Statistics
N membantu untuk lebih peka terhadap keadaan orang lain dan lingkungan sekitar menonton dangan teman mempererat persahabatan agar dikatakan gaul dan mengikuti trend dapat menambah teman baru
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
93
3.94
.832
.086
93
4.05
.728
.075
93
2.14
.880
.091
93
3.13
1.013
.105
Dari table 4.5.3 diatas, dapat dilihat hasil rata – rata ( mean ) dari dimensi integrasi dan interaksi sosial terbesar adalah 4,05. Tabel rata – rata mean diatas menunjukkan bahwa motivasi siswa / I SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk mempererat persahabatan dengan teman.
65
4.5.4. Motivasi yang Berhubungan Dengan Hiburan Tabel 4.5.4 One-Sample Statistics
N menonton film dibioskop untuk melepaskan diri dari masalah merupakan alternatif untuk refreshing dari aktifitas sehari-hari setelah menonton film jadi lebih bersemangat menonton film karena tidak ada pekerjaan menonton film di bioskop sesuai denga keadaan hati saat itu menonton denga pacar jauh lebih menyenangkan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
93
3.08
1.393
.144
93
4.58
.558
.058
93
3.58
1.056
.110
93
3.53
1.038
.108
93
3.65
1.139
.118
93
1.65
.686
.071
Dari tabel 4.5.4 diatas, dapat dilihat hasil rata-rata (mean) dari dimensi hiburan yang tertinggi nilainya adalah 4,58. Tabel diatas menunjukkan bahwa motivasi siswa / i SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop adalah sebagai lternatif untuk refreshing dari aktifitas sehari-hari.
66
4.6. Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui motivasi siswa / i SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop dengan mengacu pada pendekatan Uses and Gratification ( penggunaan dan kepuasan ) yang bertujuan untuk mengukur motivasi dan kepuasan khalayak dalam menonton film nasional. Film merupakan bentuk dominan dari komunikasi massa visual. Film adalah penyajian gambar lewat layar lebar. Film terlebih dahulu menjadi media hiburan dibandingkan radio dan televisi. Film nasional yang mulai bangikt di awal tahun 2000 dengan diputarnya film “Petualangan Sherina” menunjukkan bahwa film nasional masih mempunyai penonton potensial. Film juga merupakan media massa dimana kita bisa memperoleh berbagi macam informasi didalamnya. Siswa SMPN1 Bekasi adalah khalayak yang dianggap baru memasuki masa remaja, dimana mereka sedang dalam masa transisi baik secara fisik maupun psikologi. Masa awal remaja adalah masa dimana mereka mulai berfikir kritis dan masa dimana mereka mulai ingin mengetahui banyak hal di sekitarnya sebagi bentuk pemuasan akan kebutuhan dalam perkembangan mereka. Penelitian ini mengacu pada 4 dimensi dalam pendekata Uses and Gratification, yaitu : dimensi Informasi, dimensi identitas pribadi, dimensi integritas dan interaksi sosial, dan dimensi hiburan. Khalayak yang dituju adalah siswa /i SMPN 1 Bekasi yang suka menonton film nasional di bioskop. Keempat dimensi dalam pendekatan Uses and Gratification, dibagi lagi dalam 19 indikator untuk mengetahui motivasi siswa / i SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop.
67
Dilihat dari hasil penelitian secara keseluruhan dari data yang diperoleh, respon positif terbanyak dilihat dari nilai rata-rata (mean), yang menjadi motivasi para siswa / i SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop adalah : 1. Memuaskan rasa ingin tahu, memiliki nilai rata-rata respon positif sebesar 4,06 2. Karakter atau peran pemain dalam film memberikan gambaran untuk bahan instropeksi diri, memiliki nilai rata-rata respon positif sebesar 3,94. 3. Mempererat persahabatan dengan teman, memiliki nilai rata-rata respon positif sebesar 4,05. 4. Merupakan alternatif untuk refresing dari aktifitas sehari-hari, memiliki nilai rata-rata respon positif sebesar 4,58. Tingkat keaktifan audiens dalam menonton film di bioskop, bila dilihat dari hasil penelitian dapat diketahui rata-rata responden menonton film di bioskop sebanyak dua kali dalam satu bulan, ini menunjukkan tingginya tingkat keaktifan audiens terhadap media massa film. Hal ini juga menunjukkan bahwa menonton sudah menjadi suatu kebutuhan bagi khalayak untuk mendapatkan hiburan sebagi alternatif refresing dari aktifitas sehari-hari. Selain itu menonton film di bioskop dengan teman dapat mempererat persahabatan yang sudah terjalin. Dari hasil penelitian ini juga dapat dilihat bahwa yang menjadi motivasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk memuaskan rasa ingin tahu audiens akan jalan cerita dari sebuah film, atau hal-hal lain yang belum mereka ketahui sebelumnya. Terakhir, menurut hasil penelitian bisa dilihat bahwa dengan menonton film
68
nasional di bioskop dan melihat peran atau karakter pemain dalam film tersebut dapat memberikan gambaran untuk dijadikan bahan instropeksi diri bagi para audiens yang mungkin pada saat itu mengalami kejadian yang sama dalam kehidupannya dengan karakter tokoh yang ada dalam film yang mereka tonton. Maka dapat dikatakan penelitian ini berhasil dan dapat diteruskan pada penelitian selanjutnya, tentunya melalui berbagai proses sehingga penelitian ini bisa benar – benar dianggap sempurna.
.
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang “Motivasi Siswa / i SMPN 1 Bekasi Menonton Film Nasional di Bioskop” dengan menggunakan pendekatan uses and gratification, dalam hal ini siswa / i SMPN 1 Bekasi yang dijadikan sample penelitian. Melihat hasil dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa motivasi responden menonton film nasional di bioskop, yang paling menonjol dan terbayak mendapat respon positif adalah : 1. Motivasi yang berkenaan dengan informasi, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, motivasi siswa SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka. Hal itu dapat dilihat, yang menyatakan setuju yaitu 62,4%, sangat setuju 24,7 %. Totalnya adalah 87,1% responden. 2. Motivasi yang berkenaan dengan identitas pribadi, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, motivasi siswa SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop adalah bahwa melihat karakter peran dalam film bisa memberikan gambaran untuk bahan instropeksi diri. Hal itu dapat dilihat, diri jumlah responden yang
70
menyatakan setuju yaitu 74,2%, sangat setuju 10,8%.
Totalnya
adalah 85% responden. 3. Motivasi yang berkenaan dengan integrasi dan interaksi sosial, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, motivasi siswa SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop adalah untuk mempererat persahabatan dengan teman. Hal itu dapat dilihat, diri jumlah responden yang menyatakan setuju yaitu 60,2%, sangat setuju 24,7%. Total adalah 84,9% responden. 4. Motivasi yang berkenaan dengan hiburan, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, motivasi siswa SMPN 1 Bekasi menonton film nasional di bioskop dapat dijadikan alternatif refreshing dari aktifitas sehari-hari. Hal itu dapat dilihat, diri jumlah responden yang menyatakan sangat setuju yaitu 61,3%, setuju 35,5%.
Totalnya
adalah 96,8% responden. Kesimpulan dari hasil penelitian setelah dilihat dari hasil mean ( ratarata ) yang telah didapat, menunjukkan respon positif terbanayak responden terhadap motivasi menonton film nasional di bioskop adalah bahwa menonton film nasional di bioskop merupakan alternatif refreshing dari aktifitas sehari-hari.
71
5.2. Saran 5.2.1. Saran Akademis Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis memberikan saran bagi dunia pendidikan, khususnya ilmu komunikasi yang didalamnya ada bidang broadcasting
dan perfilman.
Film merupkan media
visual yang juga merupakan salah satu sumber informasi, maka dunia pendidikan perlu meningkatkan kualitas pendidikannya agar dapat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas khususnya di bidang broadcasting dan perfilman, sehingga mereka dapat menghasilkan suatu karya film yang berkualitas dan disukai oleh khalayak. Selain itu yang terpenting adalah dunia pendidikan dapat membantu menciptakan lingkungan yang dapat mendukung perfilman Indonesia.
5.2.2. Saran Praktis Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Dalam memproduksi sebuah film layar lebar, cerita dalam film diusahakan mengandung informasi yang mungkin persentasenya lebih ditambahkan, sehingga penonton selain memperoleh hiburan juga mendapatka informasi yang bermanfaat. 2. Jika dilihat dari hasil penelitian, bahwa salah satu motivasi penonton menonton film nasional di bioskop karena mencari alternatif hibura dari aktifitas seharihari, maka para sineas dalam memproduksi sebuah film harus lebih melihat kondisi yang ada saat itu sesuai dengan kebutuhan audiens, sehingga penonton
72
bisa memperoleh kedamaian, merasa terhibur dan puas setelahnya. Bukan filmfilm yang hanya menjual cerita fiksi yang nantinya hanya menimbulkan ketakutan dan tekanan perasaan lain yang tidak menyenangkan. 3. Dalam memproduksi film layar lebar jangan menjadi “follower”, sehingga penonton hanya disuguhi oleh satu jenis genre film. Dengan memproduksi berbagai macam genre film, dapat memberikan variasi tontonan bagi masyarakat yang pada saat itu ingin menonton film layar lebar yang sesuai dengan keadaan hati pada saat itu.
73
LAMPIRAN
74
KUISIONER Kuisioner ini di isi untuk mengetahui apa saja yang menjadi “ Motivasi Siswa SMP N 1 Bekasi dalam Menonton Film Nasional di Bioskop “ Pilih jawaban yang menurut anda sesuai dengan pendapat anda. Berilah tanda silang pada kotak jawaban yang tersedia.
Tanggal
:
No. Urut :
I. IDENTITAS DIRI 1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Alamat
[
] a. Laki – laki
[
] b. Perempuan
[
] a.13 tahun
[
] b.14 tahun
[
] c.15 tahun
[
] a. Bekasi Timur
[
] b. Bekasi Barat
[
] c. Bekasi Utara
[
] d. Bekasi Selatan
II. POLA MENONTON 4. Menonton film nasional di bioskop antara bulan Januari – April 2008 [
] a. Ya
[
] b. Tidak
5. Frekwensi menonton film nasional di bioskop [
] a. 1 minggu sekali
[
] b. 2 minggu sekali
[
] c. 1 bulan sekali
6. Dengan siapa anda biasa menonton film nasional di bioskop [
] a. Keluarga
[
] b. Teman
[
] c. Pacar
[
] d. Sendiri
III. MOTIVASI MENONTON 7.
Dari film kita bisa mendapatkan berita atau informasi tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar kita,bahkan berbagai kondisi yang tengah terjadi di dunia. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[
] e. 1 = Tidak Setuju
[ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
8. Dari film kita mendapat masukan atau gambaran bagaimana masalah dalam kehidupan sehari-hari kita . [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
menyelesaikan suatu
9.
Dengan menonton film,kita dapat memuaskan rasa ingin tahu kita akan suatu hal
yang belim kita ketahui. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
10. Film merupakan media kita untuk belajar pemahaman terhadap diri sendiri. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
11. Setelah menonton film kita memperoleh rasa damai. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] b. 4 = Setuju
[
] d. 2 = Kurang Setuju
[ [
] c. 3 = Ragu-ragu
] e. 1 = Tidak Setuju
12. Film membantu kita untuk lebih percaya diri. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[
] e. 1 = Tidak Setuju
[ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
13. Film memberikan inspirasi dalam pergaulan. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
[
] e. 1 = Tidak Setuju
14. Menonton lebih menyenangkan dari pada membaca. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
15. Karakter pemain dalam film dapat memberikan gambaran pada kita untuk memahami diri sendiri dan membantu intropeksi diri.
[
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
16. Film dapat membantu kita untuk lebih peka dengan keadaan orang lain disekitar kita.
[
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
17. Menonton film dengan teman mempererat persahabatan. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
18. Menonton film di bioskop agar dibilang gaul dan mengikuti trend. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[
] e. 1 = Tidak Setuju
[ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
19. Menonton film di bioskop bisa menambah banyak teman-teman baru. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [
[
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
] e. 1 = Tidak Setuju
20. Menonton film dibioskop untuk melepaskan diri dari masalah. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [
[
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
] e. 1 = Tidak Setuju
21. Menonton film di bioskop merupakan alternatif kita untuk refresing dari aktifitas sehari-hari.
[
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
22. Setelah menonton film di bioskop kita jadi lebih semangat beraktifitas. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju
[
] e. 1 = Tidak Setuju
23. Menonton film di bioskop karena tidak ada pekerjaan. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu-ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
24. Menonton film di bioskop yang sesuai dengan keadaan hati kita saat itu. [
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] b. 4 = Setuju
[
] d. 2 = Kurang Setuju
[ [
] c. 3 = Ragu-ragu
] e. 1 = Tidak Setuju
25. Menonton film di bioskop dengan pacar jauh lebih menyenangkan dari pada dengan teman.
[
] a. 5 = Sangat Setuju
[
] c. 3 = Ragu - ragu
[ [ [
] b. 4 = Setuju
] d. 2 = Kurang Setuju ] e. 1 = Tidak Setuju
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
VR01 5 4 1 4 5 4 3 4 5 4 4 5 4 3 4 5 4 5 4 4 3 4 4 3 4 2 4 4 5 4 3 5 4 4 4
VR02 2 4 5 4 3 4 4 2 3 4 3 4 5 4 3 4 4 5 3 4 3 4 4 4 3 4 2 3 4 4 3 5 4 2 3
VR03 5 5 5 4 4 5 4 2 4 5 2 4 5 4 4 4 4 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4
VR04 2 4 4 2 5 4 4 2 2 4 2 4 4 5 5 2 4 5 5 5 4 2 4 4 5 2 4 4 4 4 5 4 4 2 5
VR05 5 2 3 3 3 5 3 2 3 3 2 3 5 3 2 4 4 4 3 2 3 3 2 5 3 3 2 3 5 3 3 2 4 5 3
VR06 1 2 4 4 2 4 4 5 4 2 4 4 1 4 4 2 4 2 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4
VR07 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3
VR08 4 2 4 2 5 2 2 5 4 2 5 2 4 5 2 2 2 2 5 1 5 4 5 4 1 4 4 5 4 4 1 5 4 5 5
CODDING SHEET VR09 VR10 VR11 2 5 4 3 5 4 3 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 3 4 4 3 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 3 5 5 3 3 5 5 3 4 5 3 4 5 5 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 5 5 3 4 4 3 4 4 5 4 4 3 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 VR12 2 4 4 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2
VR13 2 2 2 4 2 2 2 4 2 2 4 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 1 4 4
VR14 5 1 5 2 5 1 5 2 5 1 5 5 2 2 2 2 5 1 5 5 1 5 2 2 5 1 5 5 5 2 1 2 3 5 5
VR15 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5
VR16 3 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 5 5 4 5 5 4 4 5 3 4 4 4 5 3 3 4 5 3 3 3
VR17 4 5 4 4 4 3 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 3 3 5
VR18 3 3 3 5 4 3 3 4 3 5 5 4 3 3 5 4 4 4 4 3 5 5 4 4 3 2 4 2 5 5 4 2 4 3 5
VR19 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 4 1 1 4 1 2 2 2 2 4 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
VR01 4 5 4 4 3 2 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 1 4 3 4 4 2 4 4 4 3 4 4 2 4 4 2 4 4
VR02 4 4 3 5 4 3 4 4 3 4 5 4 3 1 4 4 3 4 3 4 3 4 4 5 3 4 4 4 4 3 2 4 3 4 4
VR03 3 5 5 3 5 5 5 2 2 5 5 3 5 5 5 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5
VR04 4 4 4 5 2 4 4 5 2 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 2 5 3 4 4 4 5 2 4 3 4 5 4 4 4 4
VR05 3 2 5 3 3 2 3 4 1 3 2 3 3 1 3 2 2 2 1 3 3 2 1 2 3 3 4 3 1 3 3 1 3 4 4
VR06 1 3 4 4 4 2 4 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 2 3 4 2 4 3
VR07 4 4 3 3 4 4 4 2 4 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 5 4 2 4 2 5 4 5 2 3 5 4 3 5 4 3
VR08 4 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 5 4 4 5 4 5 5 5 1 5 4 4 4 5 1 5 5 5 5 4 4 5 4 5
CODDING SHEET VR09 VR10 VR11 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 3 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 5 VR12 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 4 4 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2
VR13 4 4 4 4 4 2 4 1 1 1 1 1 1 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3
VR14 2 1 3 2 5 5 2 1 5 2 3 2 3 2 1 2 4 4 2 4 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4
VR15 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 3 3 3 4 4 4 4 5 4 5 5
VR16 4 5 5 5 5 1 1 5 5 1 1 1 4 3 2 4 4 3 5 4 3 5 4 4 3 2 2 3 4 4 3 4 3 2 4
VR17 3 3 5 2 3 2 5 3 2 3 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 2 3 2
VR18 4 3 4 2 4 4 2 3 5 5 4 2 4 4 5 5 5 2 4 4 2 2 4 2 4 2 5 4 2 4 2 4 4 5 5
VR19 2 2 1 2 2 2 1 1 1 3 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
VR01 3 4 3 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 2 4 4 3 4 2 4 4 2
VR02 4 3 4 4 4 3 4 4 2 4 4 5 4 4 2 4 4 4 5 4 4 4 2
VR03 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5
VR04 5 2 3 4 4 5 3 4 4 4 5 3 4 4 5 2 4 3 4 2 4 4 4
VR05 4 1 4 4 5 3 3 3 5 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4
VR06 2 4 4 2 4 3 2 3 3 2 3 3 3 4 4 2 4 4 2 4 3 2 2
VR07 5 4 4 5 3 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4
VR08 5 5 1 5 5 4 5 4 5 4 5 4 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2
CODDING SHEET VR09 VR10 VR11 4 1 3 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 2 4 5 2 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 5 4 4 5 2 4 VR12 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4
VR13 2 3 2 2 3 4 4 4 3 2 4 4 3 4 4 4 3 4 2 3 2 3 3
VR14 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2
VR15 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5
VR16 3 2 4 3 2 4 4 3 3 3 4 4 2 4 3 3 3 2 4 4 3 3 4
VR17 3 2 2 3 2 5 3 2 5 3 5 2 3 5 2 5 2 2 2 2 1 1 2
VR18 5 4 4 4 4 1 4 4 4 1 5 4 4 1 1 4 4 4 4 1 5 4 5
VR19 1 2 2 1 1 2 3 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2
Paling Besar,Paling Megah Tanggal : 10 Oktober 2006 Sumbar : Seputar Indonesia Oleh : Firmansyah Wahab BEKASI - Bioskop Cinema XXI hadir di Kota Bekasi. Bioskop terbesar di Indonesia dengan daya tampung 562 tempat duduk adalah bagian dari 11 studio Cinema XXI berlokasi di pusat perbelanjaan Mega Bekasi Hypermall. Kamis (4/10), bioskop itu dimulai penggunaannya. Direktur Operasional Cinema XXI, Jimmy Heriyanto mengakui, Kota Bekasi merupakan kota ketiga kehadiran Cinema XXI setelah Jakarta dan Bandung. Saat ini tujuh dari 11 studio sudah siap dan dapat menampung penonton 2.121 orang. Rinciannya, Studio 1 berkapasitas 526 seat, studio 2 (246 seat), studio 3 (172 seat), studio 4 (263 seat), studio 5 (263 seat), studio 6 (263 seat), dan studio 7 (172 seat). Studio 1 yang terbesar di Indonesia. Cinema XXI Mega Bekasi telah mengalahkan kapasitas studio 1 Djakarta Theatre sebanyak 400 seat. Fasilitas lainnya, selain dilengkapi perangkat dolby digital yang menghasilkan system suara yang spektakuler, juga proyektor yang jernih dan kursi yang nyaman. Kendati memberi sentuhan premium dan kelasnya berada di atas bioskop 21, pada tahap awal ini pihak manajemen memberlakukan harga tanda masuk (HTM) yang sangat terjangkau. Lokasi Cinema XXI Mega Mall Bekasi yang tepat berada di depan gerbang Tol Bekasi Barat ini sangat mudah dijangkau. Tidak hanya bagi masyarakat Bekasi, juga warga Jakarta.(Firman)
Copyright © www.seputar-indonesia.com
31/03/2007 13:17 Hari Film Nasional Petualangan Sherina Menandai Kebangkitan Film Nasional Liputan6.com, Jakarta: Film Naga Bonar yang sempat meraih penghargaan dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1987, kini dibuat sekuelnya. Ini seakan menjadi pertanda masih bersemangatnya dunia layar perak di Tanah Air, setelah sempat mati suri pada era 90-an. Hingga kini, banyak film hasil karya sineas muda yang bermunculan. Dan boleh disebut, Petualangan Sherina yang dibesut oleh Riri Riza sebagai titik bangkit perfilman Indonesia pada tahun 2000. Boleh dikatakan pula, film anak-anak ini salah satu film bermutu sehingga mampu menarik minat masyarakat [baca: Film Indonesia Bangkit dari Tidur]. Era 90-an, film Indonesia bak mati suri. Betapa tidak? Jumlah film yang diproduksi hanya di bawah 10 judul dalam tiga tahun. Padahal sejak Darah dan Doa, film nasional pertama lahir, 57 tahun lampau, banyak judul yang sempat mendapat tempat di hati para penggemar film layar lebar. Apa yang Kau Cari Palupi, misalnya. Film karya Asrul Sani ini terpilih sebagai film terbaik dalam Festival Film Asia tahun 1970. Ada pula film populer Gita Cinta dari SMA pada tahun 1979 dengan sutradara Arizal. Dan Naga Bonar, film yang ditulis Asrul Sani dengan sutradara M.T. Risyaf itu menggondol Piala Citra untuk film terbaik dalam Festival Film Indonesia 1987. Selasa silam, sekuel Naga Bonar diluncurkan dengan judul Naga Bonar Jadi Dua. Film ini mengisahkan Jenderal Naga Bonar sudah pensiun, tapi semangatnya masih menyala. Naga Bonar berharap, putra semata wayangnya, Bonaga (diperankan Tora Sudiro), mempunyai semangat yang sama. Sang Jenderal, yakni Deddy Mizwar pun turun tangan jadi sutradara [baca: Menghidupkan Naga Bonar, Membuka Mata Hati Bangsa]. Kebangkitan dunia film Indonesia dari tidur yang panjang memang patut didukung. Dengan menonton serta tidak membeli film bajakan, umpamanya. Namun, semoga insan film juga tidak mengesampingkan segala masukan yang positif. Ini agar film nasional tak sekadar mencari untung dan tetap mempertahankan mutu serta karakter bangsa.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)
5 Desember 2004 Sumber : www.korantempo.com
Motor Kebangkitan di Milenium Baru Ada yang menjadi magnet di bioskop-bioskop Jakarta pada pertengahan Juni 2001. Film pemenang Oscarkah yang sedang diputar saat itu? Ataukah film laris Hollywood? Tidak. Ternyata ada pemutaran perdana sebuah film nasional yang langsung diserbu penonton. Film nasional? Wajar kalau kata-kata itu membuat orang mengernyitkan alis. Bukankah film nasional sudah lama tidak lagi menjadi tuan di negerinya sendiri? Benar. Tapi tidak sejak pekan-pekan itu. Pada tujuh hari pemutaran perdananya, 14-20 Juni 2001, Petualangan Sherina-judul film yang bersejarah itu--mencatat jumlah penonton yang menakjubkan di Studio 21: mencapai angka 100 ribu penonton. Angka tersebut jelas cukup mengejutkan untuk film yang digarap pada tahun 2000, karena hadir di tengah kelesuan film nasional. Film yang disutradarai Riri Riza dan diproduseri Mira Lesmana ini dianggap sebagai tonggak kembalinya film nasional. Pada tahun pertama pemutarannya, Petualangan Sherina mampu menarik lebih dari satu juta penonton untuk berduyun-duyun datang ke bioskop di seluruh Indonesia. Selain gambar yang cantik, cerita yang sederhana menjadi kekuatan film ini, mengingat film ini ditujukan untuk anak-anak. Kesuksesan Petualangan Sherina, menurut Mira, juga didukung oleh bentuk baru pemasaran film, yang tak pernah dilakukan di Indonesia sebelumnya. Selain menjual tiket, pembuat film ini menjual merchandise, membuka stan untuk penggemar di mal-mal, serta menjual kaset soundtrack yang juga meledak. Seiring dengan berputarnya rol film Petualangan Sherina di proyektor sinema, berputar pula roda perfilman Indonesia yang sebelumnya enggan bergerak. Lahirlah Jelangkung tak lama kemudian. Film horor yang disutradarai Rizal Mantovani dan Jose Poernomo ini ditonton 1,2 juta orang sejak pemutaran perdananya pada 5 Oktober 2001. Sejak pemutaran perdana, film ini menjadi film yang paling diburu penonton. Pada pertengahan Oktober saja, setiap hari 200-300 orang tak kebagian tiket. Terakhir, pada 7 Januari 2002, produser dan sutradara film ini, Jose Poernomo, mendapat informasi dari Studio 21 bahwa lebih dari 500 ribu penonton di tiga kota, Jakarta, Bandung, dan Surabaya, menyaksikan filmnya.
Padahal, menurut Jose, film yang berdurasi 102 menit itu awalnya tak ditanggapi Studio 21. Setelah film selesai dibuat pada Mei 2001, mereka kebingungan melakukan promosi. Studio 21 akhirnya memutar Jelangkung pada Oktober 2001. Dengan harga tiket masuk Rp 15 ribu, Jelangkung diputar pertama kali di Mal Pondok Indah. "Menurut perkiraan, paling cuma sepuluh hari bertahan. Namun, karena banyak yang tidak kebagian tiket, masa putar diperpanjang," ujar Jose. Jose dan Rizal memulai ide membuat film horor ini pada pengujung 1999. Ide itu baru dilaksanakan setelah Jose mendirikan Rexinema Producing Company. Misi pembuatannya semata-mata hiburan, yang menolak dibebani pesan moral, sosial, ataupun idealisme. Sejumlah riset tentang kisah mistis kaum urban Jakarta dilakukan. Keberhasilan film ini tentu bukan karena ada obyek dunia lain yang tertangkap, seperti yang didesas-desuskan, melainkan karena pasar film remaja saat itu memang sedang kosong. Ruang kosong inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh Mira Lesmana, Riri Riza, dan Rudi Soedjarwo. Mereka membuat film cinta remaja Ada Apa dengan Cinta? yang sukses luar biasa di pasar. Setidaknya dua juta pasang mata telah menyaksikan film yang melambungkan nama Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ini. Bahkan film ini juga berhasil meledak di Malaysia pada Januari tahun lalu. Ribuan orang berkumpul di Golden Screen Cinemas, Kuala Lumpur, untuk bertemu dengan Dian dan Nico. A2DC? bisa dikatakan sebagai film paling fenomenal sejak bangkitnya perfilman Indonesia di milenium baru. Bukan cuma soal penjualan tiket, tapi juga karena pengaruh besarnya pada kehidupan remaja. Rangga dan Cinta menjadi contoh ideal remaja masa kini. Buku Aku karangan Sjuman Djaya diburu remaja garagara Rangga dan Cinta membacanya. Sutradara Rudi Soedjarwo sendiri mengaku film besutannya itu akan meledak, tapi ia juga sadar akan beratnya tantangan. Ini adalah film layar lebar pertamanya yang terbesar, terutama soal anggaran. "Jadi beban saya adalah bagaimana membuat film ini lebih baik atau minimal sama dengan film sebelumnya yang sudah booming, khususnya Petualangan Sherina." A2DC? dapat sukses tidak hanya karena mengisi kekosongan film cinta remaja yang sudah lama ditinggalkan oleh generasi Rano Karno dan Yessy Gusman, tapi juga karena kecakapan Miles dalam mengemasnya. Mereka dengan cerdik menggandeng Melly Goeslaw dan suaminya, Anto Hoed, untuk menggarap soundtrack film itu yang klip videonya mampu menguasai MTV selama berbulanbulan. Meski tak bisa disamakan dengan film dan album Badai Pasti Berlalu, A2DC? mampu mencontoh kesuksesan kolaborasi dua hal itu.
Mira mengaku, salah satu penyebab suksesnya penayangan film ini di Malaysia adalah remaja Malaysia sudah lebih dulu akrab dengan lagu-lagu Melly. Bahkan di Malaysia album soundtrack film ini dianugerahi Golden Plate. Langkah ini pula yang tampaknya ditiru oleh pembuat Eiffel I'm in Love. Mereka juga menggaet pasangan nyentrik Melly-Anto untuk membuat lagu-lagunya. Meski gaungnya dan pengaruhnya tidak sebesar A2DC?, film garapan Nasri Cheppy itu kabarnya ditonton hingga tiga juta orang. Nasri memang dikenal sebagai sutradara film remaja bertangan dingin, terutama sejak serial Catatan Si Boy berjaya di pasar pada era 1980-an. Meskipun secara filmis dan kualitas akting masih ada banyak kelemahan, banyak kritikus yang sepakat bahwa Nasri Cheppy berhasil mengemas Eiffel menjadi tontonan yang segar dan memikat. Dia sendiri sudah menduga film Eiffel akan laris. "Begitu saya membaca novelnya, saya sudah tahu kalau film ini bakal meledak." Cerita yang ditulis remaja belasan tahun, Rahmania Arunita, itu memang salah satu magnet film ini. Ide ceritanya mungkin picisan dan banyak mengada-adanya, tapi cerita itu sejiwa dengan generasi nongkrong MTV. Bahkan fotokopi novel itu sudah beredar dari tangan ke tangan anak-anak SMA sebelum film ini muncul ke layar lebar. Di luar masalah kualitas, film-film di atas harus diakui telah menjadi motor kebangkitan film Indonesia. Keberhasilan mereka tidak hanya dihitung dari tiket yang dijual, tapi juga dari demam film Indonesia yang kemudian muncul. Setelah Miles Production berani mengambil risiko berjalan di depan, kini hampir semua rumah produksi bernafsu masuk ke sinema. Bahkan film sampah seperti Buruan Cium Gue yang ceritanya absurd dan sinematografinya buruk pun mampu mencuri perhatian. "Kalau ada film yang nggak laku, itu pasti ada yang salah. Kalau bukan ceritanya yang nggak bagus, berarti sutradaranya yang jelek. Jika cerita dan sutradaranya bagus, pasti hasilnya bagus," kata Cheppy. Sebagian besar film yang laku memang tentang remaja. Mungkin hanya Arisan! yang membidik usia yang lebih dewasa, tapi tetap muda. Meski begitu, bukan berarti geliat itu tidak menghasilkan film-film remaja berkualitas. Eliana Eliana, Arisan!, dan Mengejar Matahari tidak hanya menghibur, tapi juga memiliki kelayakan sebagai sebuah film. Karena itu, Cheppy yakin, bangkitnya kembali film nasional akan berkembang ke arah yang positif.
Nasib Film Indonesia Akan Berdarah-darah Tanggal : 02 Apr 2008 Sumber : Suara Pembaruan
Prakarsa Rakyat, Oleh Rahardjo Kini masa itu tiba, masa emas, yaitu film Indonesia dipuja. Mendapatkan tempat yang prestisius. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan menangis saat melihat Ayat-Ayat Cinta (AAC) yang sebelumnya juga ditonton oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla. Terlepas dari politik image menjelang pemilu, minimal kedua tokoh itu bisa menikmati, bahkan menangis. Keadaan saat ini sangat bertolak belakang dengan keadaan akhir 1980-an atau awal 1990-an, saat industri film Indonesia mengalami kemunduran. Padahal pada awal sampai pertengahan era 1980-an, film-film nasional sempat menguasai 50 persen sampai 60 persen box office film-film yang beredar di seluruh bioskopbioskop di Indonesia. Nasib film Indonesia pun mulai berubah seiring makin banyaknya film-film impor yang masuk ke Indonesia, apalagi dengan ditiadakannya kuota impor film asing pada tahun 1998. Sejak itu film Hollywood dan Mandarin mampu menguasai lebih dari 80 persen box office Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2002, dari 175 judul film yang dirilis beredar di bioskop-bioskop Indonesia, 100 judul film yang beredar merupakan film Amerika. Kini industri perfilman Indonesia mulai bangkit kembali. Industri perfilman Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Produksi film Indonesia naik dua kali lipat menjadi 77 judul film pada tahun 2007 dari sebelumnya 35 judul pada tahun 2006, sehingga film Indonesia bisa kembali menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dilihat dari sisi industri, perfilman Indonesia mempunyai nilai yang sangat besar dan masih punya potensi untuk meningkat lebih besar lagi. Berdasarkan Dodona Research, Cinema Going Asia (2000) yang menggunakan asumsi harga jual tiket rata-rata Rp 6.000, maka dengan estimasi jumlah tiket terjual pada tahun 2004 sebanyak180 juta, maka industri perfilman Indonesia meraup uang masyarakat sekitar Rp 1 triliun (US$ 100 juta). Seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, jumlah tiket pertunjukan film yang terjual pun dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2000 tiket yang terjual 160 juta lembar, sedangkan pada tahun 2004 terjadi kenaikan menjadi 180 juta lembar. Oleh karena itu, potensi industri perfilman Indonesia untuk beberapa tahun ke depan diperkirakan masih sangat besar.
Namun, jika kita bandingkan dengan negara-negara lain, posisi industri perfilman di Indonesia masih tertinggal jauh. Industri film Indonesia masih ketinggalan sekitar 8 tahun di belakang Korea. Dalam hal jumlah box office pun, industri film Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 2007 saat box office Indonesia mencapai US$ 100 juta, nilai ini ternyata hanyalah 2 persen jika dibandingkan dengan India yang bernilai US$ 3.600 juta. Nilai tersebut juga hanya sekitar 12 persen jika dibandingkan dengan box office Korea yang bernilai US$ 780 juta. Jangan pula bandingkan dengan Amerika yang kini nilai box officenya telah mencapai US$ 9.600 juta. Dalam hal jumlah produksi film, Indonesia juga masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Pada tahun 2007, jumlah produksi film Indonesia adalah 77 judul film, sementara Thailand mencapai 353 judul, Korea berhasil membuat 400 judul film, Amerika menghasilkan 630 judul film dan India mempunyai jumlah produksi film terbesar di dunia, yaitu 877 judul film. Sementara sektor produksi film nasional berkembang pesat, sektor distribusi dan eksebisi film belum bisa mengimbangi perkembangan sektor produksi sehingga sektor distribusi dan eksebisi perlu dibenahi untuk menyokong pertumbuhan di sektor produksi. Pada tahun 2006 jumlah produksi film Indonesia berada di angka 34 judul, filmfilm yang beredar hanya didistribusikan oleh satu distributor saja dan hanya ada dua jaringan eksibitor penayang film, yaitu Jaringan 21 dan Blitz Megaplex (berdiri November 2006). Sedangkan tahun 2008 ini, diperkirakan jumlah produksi film nasional akan meningkat menjadi 125 judul film, jumlah distributor maupun eksibitor film belum bertambah, masih tetap. Prediksi industri perfilman Indonesia, tahun ini seluruh film yang beradar diperkirakan mencapai 200 judul. Film Indonesia diperkirakan akan menyumbangkan 125 judul, sementara 5 studio utama Hollywood (Universal, Warner Brothers, Paramount, FOX, dan Disney) telah memesan tempat untuk paling sedikit 50 judul film milik mereka agar tetap bisa tayang di bioskopbioskop Indonesia. Sedangkan 25 judul film sisanya berasal dari film-film independen, mandarin dan Eropa. Dengan adanya 200 judul film baru tersebut maka diperkirakan setiap minggu akan beredar 4 judul film baru. Saling Berebut Dengan asumsi rata-rata bioskop memiliki 4 layar sementara 1 layar sudah dipesan oleh 5 studio utama dari Hollywood, maka film-film Indonesia akan saling berebut dan bertarung untuk memperebutkan 3 layar tersisa dari masingmasing bioskop. Film-film Indonesia juga akan bertarung melawan film-film independen, mandarin dan Eropa. Ini berarti akan ada seleksi alam yang luar biasa dan eksebitor akan menjadi raja, mereka bisa tentukan seberapa lama umur film
akan dipasang di gedung bioskop. Di sinilah akan terjadi "drama berdarah" film Indonesia. Film Indonesia yang jelek otomatis turun dan akan banyak produser yang uang produksinya tidak kembali. Film-film independen malah mungkin tidak bisa mendapatkan ruang, karena eksebitor akan berpihak pada uang. Saat ini biaya produksi rata-rata untuk film Indonesia diperkirakan Rp 3 miliar. Sementara untuk satu lembar tiket film Indonesia yang terjual, produser akan menerima US$ 1. Sehingga sebuah agar film bisa mencapai titik impas, film tersebut harus mamapu menarik penonton yang membayar tiket 300.000 orang. Jika biaya produksi lebih besar dari angka rata-rata itu, tentunya jumlah penonton film tersebut harus lebih banyak lagi. Apalagi kalau ternyata produser menerima kurang dari US$ 1untuk satu lembar tiket yang terjual. Karena itu, saya juga tidak habis pikir mengapa sangat sulit menonton film Indonesia yang bagus di Blitz Megaplex (di bioskop itu saya harus pulang, karena tidak mendapati AAC diputar). Alasannya, mereka tidak mendapatkan film Indonesia dari distributor dan produser. Ini tentu aneh dan tidak masuk akal, karena jika mereka paham hitung-hitungannya maka produser juga yang akan untung sekaligus dirugikan. Kalau itu soalnya, maka jelas monopoli seperti ini membuat hak rakyat untuk menonton di bioskop bagus terpotong. Oleh karena itu, persoalan perfilman dan perbioskopan di Indonesia agaknya tak bisa dipecahkan lewat mekanisme pasar semata. Dengan kata lain, dituntut kemauan politik dan visi yang jelas dari pemerintah dalam mengembangkan film Indonesia. Pemerintah perlu membenahi sektor distribusi dan eksebisi industri perfilman Indonesia. Dengan terciptanya iklim industri perfilman yang kondusif maka investor baru akan tertarik untuk turut serta meramaikan industri perfilman nasional, mulai dari sektor produksi, distribusi maupun eksebisi. Sehingga kesempatan emas booming film Indonesia tidak berakhir berdarah-darah hanya karena distributor tidak fair. Pikiran sehatnya, kita lebih memilih distributor yang harus mengalah demi prestasi film Indonesia yang dahsyat, dari pada mengorbankan talenta anak-anak bangsa yang hebat hanya untuk tunduk dan patuh pada sikap monopolistik sekelompok orang. Penulis adalah Guru Kesenian, Pecinta Film Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Abdul, Chaer. Psikolinguistik. Jakarta. Rineka Cipta. 2003 Ardiyanto, Elvinaro.,& Lukiati Komala Erdinaya. Suatu Pengantar Komunikasi Massa. Bandung. Simbiosa Rekatama Media. 2007 Blaxter, Loraine., Christina Hughes dan Malcom Thight. How to research: Seluk Beluk Melakukan Riset. Trans. Agustina R.E Sitepoe. Indeks. 2006 Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Rajawali pers. 2006 Gunarsa, D. Singgih. Psikologi Praktisi:Anak, Remaja & Keluarga. BPK GM. 2001 Jamli, Edison. Kewarganegaraan. Jakarta. Bumi Aksara. 2005 Koentjaraningrat. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. Gramedia. 1973 Kristanto, JB. Katalog Film Nasional 1926-2005. Nalar. 2005 Mappiare, Andi. Psikolog Remaja. Surabaya. Usaha Nasional. 1982 Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. 2006 McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa. Erlangga Morrison, MA. Media Penyiaran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Tangerang. Ramdina Prakarsa. 2005 Nazir, Muhammad. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. 1988 Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. Rajawali Pers. 2007 Rahmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2005 Severine, Warner. J dan James W. Tankadir, Jr. Teori Komunikasi. Jakarta. Kencana. 2005 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta. 1999 Sutaryo. Sosiologi Komunikasi. Jogjakarta. Arti Bumi Intaran. 2005
Artikel dari Website Daylailatu, Hasuna. Gairah Film Indonesia : Biaya Murah Penonton Melimpah. http://www.tabloidnova.com/articles Erianty. Nonton ( lagi) di Bioskop. http://www.pikiranrakyat.com/ Fauzi, Doddy Ahmad. Keterpurukan dan Kreatifitas. http://jurnalnasional.com/ Nurudin, Rusdi. Film Indonesia terus Menggeliat. http://www.republika.co.id/koran Wahab, Firmansyah. Paling Besar, Paling Megah. http://seputar-indonesia.com/ Film Lokal Ditengah Film Import. http://www.jawaban.com/detail Film. http://id.wikipedia.org/wiki/film.
BIODATA PENULIS
Nama
: Wina Martha Ayu Setyastuti
Tempat, Tgl.Lahir
: Boyolali, 09 Maret 1983
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Mahoni V B1 No.21 Bekasi Jaya Indah, Bekasi Timur
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Nama Orang Tua
: H. Joko Warsetyo ( Ayah ) Hj. Indinah Budi Hastuti ( Ibu )
Alamat Orang Tua
: Jl. Mahoni V B1 No.21 Bekasi Jaya Indah, Bekasi Timur
Agama
: Islam
Pekerjaan Orang Tua : Pegawai Negeri
PENDIDIKAN SDN Bekasi Timur II
( 1989 -1995 )
SMPN 1 Bekasi
( 1995 -1998 )
SMAN 4 Jakarta
( 1998 - 2001)
Diploma – Akademi Komunikasi Indonesia
( 2001 - 2004)
Universitas Mercu Buana
( 2006 - 2008)