FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK KEPUTUSAN KONSUMEN UNTUK MENONTON FILM DI BIOSKOP (Studi pada Remaja di Kota Bandar Lampung)
(Skripsi)
Oleh ARISA SAMARA
ILMU ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT FACTORS THAT SHAPE THE DECISION OF CONSUMER TO WATCH MOVIES IN THEATERS (Studies on Teens in Bandar Lampung City)
By ARISA SAMARA
The purpose of this study was to determine the factors that make a decision decided by teens to watch movies. Inferential statiscal analysis of this study using factor analysis test. The results of this study are six factors that formed after doing the rotation . The first factor is the factor which the status of the respondents have an average employment status as a student or students prioritize their lifestyle . Personal factors have an enormous influence in the formation of the decision . Environmental factors and those closest to the consumer who has a closeness with my brother and sister will get to watch a great influence on cinema . Reference factor , active teenagers organized will undoubtedly greatly affect the formation of the decision to the movies . Factors attitude , the attitude is determined from the customer's perspective to the cinema . Factors of learning , curiosity and experience that makes consumers compelled consumers to watch at the cinema . Keyword: Cultural Factors, Social Class Factors, Social Factors, Personal Influence Factor, Psychological Factors, Situasion Factor, Family Factors.
ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK KEPUTUSAN KONSUMEN UNTUK MENONTON FILM DI BIOSKOP (Studi pada Remaja di Kota Bandar Lampung)
Oleh ARISA SAMARA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk keputusan remaja untuk menonton di bioskop. Analisis statistik inferensial penelitian ini menggunakan uji analisis faktor. Hasil dari penelitian ini adalah adanya enam faktor yang terbentuk setelah dilakukannya rotasi. Faktor pertama adalah faktor status dimana responden yang rata-rata memiliki status pekerjaan sebagai mahasiswa atau pelajar mengedepankan gaya hidup yang mereka miliki. Faktor pribadi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukkan keputusan. Faktor lingkungan dan orang terdekat bagi konsumen yang mempunyai kedekatan dengan kakak dan adik akan mendapatkan pengaruh yang besar untuk menonton di bioskop. Faktor referensi, remaja yang aktif diorganisasi pasti akan sangat mempengaruhi pembentukkan keputusan menonton di bioskop. Faktor sikap, sikap sangat ditentukan dari pandangan konsumen terhadap bioskop. Faktor pembelajaran, rasa ingin tahu dan pengalaman yang dimiliki konsumen membuat konsumen terdorong untuk menonton di bioskop. Kata kunci: Faktor Budaya, Faktor Kelas Sosial, Faktor-faktor Sosial, Faktor Pengaruh Pribadi, Faktor Psikologis, Faktor Situasi, Faktor Keluarga.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK KEPUTUSAN KONSUMEN UNTUK MENONTON FILM DI BIOSKOP (Studi pada Remaja di Kota Bandar Lampung)
Oleh ARISA SAMARA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mencapai SARJANA ADMINISTRASI BISNIS pada Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di DKI Jakarta, tercatat pada tanggal 04 Desember 1994, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Hadir kedunia melalui rahim wanita yang istimewa dan luar biasa yang hingga saat ini selalu mendampingi penulis, Mami-ku Rosiana, Beliaulah yang membuat penulis menemukan arti penting bahwa kegagalan dan kesakitan merupakan ujian yang harus dilewati agar selalu bersyukur akan nikmat yang diberikan-Nya dan senantiasa ingat kepada Sang Pencipta. Kepada Papi-ku Phang Djan Bu (Christian Pangestu) yang telah memberikan pelajaran hidup bahwa harus selalu kuat dalam menjalani setiap cobaan yang ada sehingga menjadi pibadi yang luar biasa. Terlahir di DKI Jakarta menjadi kebanggan bagi penulis tidak merasakan kesulitan seperti orang lain yang terlahir di wilayah terpencil. Menamatkan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Strada Tunas Bangsa, Tanggerang tahun 2000 dan melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 03 Pademangan Barat, Jakarta Utara selama enam yang diselesaikan penulis dengan tepat waktu pada tahun 2006, kemudian penulis melanjutkan pendidikan kejenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 42 Jakarta Utara selama tiga tahun yang diselesaikan pada tahun 2009, dan setelah itu penulis terus melanjutkan
pendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA 40 Jakarta Utara selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2012. Tahun 2012, penulis mendaftar memasuki Perguruan Tinggi Negeri dan pada akhirnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Undangan). Pengabdian penulis sebagai Mahasiswa pada Almamater Universitas Lampung, penulis menyelami organisasi internal jurusan yaitu Organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Administrasi Bisnis FISIP sebagai Anggota Bidang Kreativitas dan Teknis pada periode kepengurusan 20142015. Pada tahun 2014, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Muara Tenang Timur, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung selama 40 hari. Dalam kesempatan KKN tersebut penulis aktif diberbagai kegiatan kampung dalam mengamalkan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah selama penulis berproses di Universitas Lampung. Semoga penulis senantiasa menjadi pribadi yang selalu menuju kearah yang lebih baik, member hal-hal positif bagi banyak orang, dan bermanfaat untuk agama, nusa dan bangsa.
MOTTO
Mengalah Untuk Kemenangan Abadi (Arisa Samara)
Hidup Cukup (Arisa Samara)
Yang Terpenting Adalah Semangat Untuk Menularkan Kebaikan Kepada Sesama. Belajar Tak Mengenal Ruang. Ia Hanya Butuh Waktu Serta Kesabaran (@SRbergerak)
Mencari Muka Di Depan Tuhan (@SRbergerak) I Have Many Problems in My Life. But My Lips Don’t Know That. They Always Smile. (Charlie Caplin)
PERSEMBAHAN
Dengan Mengucapkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT Kupersembahkan Karya Kecilku ini untuk:
Kedua Orang Tuaku yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan doa untuk kesuksesanku
Untuk kakak dan adikku yang membuat aku termotivasi untuk menjadi anak yang sukses dan membanggakan keluarga
Dosen Pembimbing dan Penguji yang sangat berjasa
Almamater Tercinta
SANWACANA Assalamualai’kum wr.wb Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan skripsi ini “Faktor-faktor yang Membentuk Keputusan Konsumen untuk Menonton Film di Bioskop (Studi pada Remaja di Kota Bandar Lampung)”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis di Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih banyak kepada: 1.
ALLAH SWT
2. Teristimewa untuk kedua Orang Tuaku tercinta Rosiana dan Phang Djan Bu (Christian Pangestu), terimakasih telah membesarkan saya sehingga saya bisa menjadi seperti sekarang ini, terima kasih atas semua pelajaran hidup yang diberikan selama ini, meskipun baik atau buruk telah memberikan saya pengalaman dan mudah-mudahan saya bisa lebih baik lagi dari kedua orang tua saya, cinta dan kasih sayang yang telah diberikan tidak ada batasnya dan telah memberikan motivasi, semangat, serta kepercayaan kepada saya selama proses menyelesaikan skripsi ini dan mendoakan penulis agar kelak menjadi anak yang sukses dan berguna bagi keluarga.
3. Kokoku Archie Syena, S.E dan adikku Andre Sayres, terimakasih telah memberikan
motivasi
dan
selalu
mendoakan
saya
selama
proses
menyelesaikan skripsi ini. Semoga kelak kita menjadi orang yang sukses dunia akhirat dan menjadi anak yang membanggakan orang tua. 4. Oma, Alm.Opa, Tante Irma Septiana, Om Agus Sumardien dan Adik sekaligus anak semata wayang tersayang Salsabilla Yusra Juneeta terimakasih telah membantu proses perkuliahan saya dari awal hingga akhir, maaf jika selama ini saya selalu merepotkan, terimakasih telah memberikan semangat, motivasi, dan doa selama saya dalam proses mengerjakan skripsi ini hingga selesai. Semoga semua kebaikan ini menjadi pahala yang berlimpah untuk kita semua. 5. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 6. Bapak Drs. A. Effendi, M.M., selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 7. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S., selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 8. Bapak Drs. Pairulsyah, M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 9. Bapak Ahmad Rifai, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan selaku Dosen Penguji pada ujian skripsi. Terimakasih untuk bimbingan, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi ini.
10. Bapak Suprihatin Ali, S.Sos., M.Sc. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 11. Bapak Dr. Nur Efendi, S.Sos., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis serta bersedia meluangkan waktu untuk penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. 12. Ibu Mertayana selaku staff Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis. 13. Seluruh dosen dan staff Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung, terimakasih atas pengajaran dan ilmu yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 14. Keluarga besar Mami dan Papi serta saudara-saudaraku yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut mendoakan untuk kelancaran dalam mengerjakan skripsi ini hingga dapat diselesaikan dengan baik. 15. Karikatur, sahabat seperjuangan dimasa kuliah (Annisa Safitri, Dita Ayu Octavia, Dwi Putri Lestari, dan Silvida Dwi Rani), terimakasih buat elo elo semua ya gengss, nijun yang selalu lama kalo mikir dari awal semester sampe sekarang semoga cepet dapet jodoh yaa inget umur udah berapa, budee yang selalu perhatian sama teman-temannya, oia makasih ya bude udah nemenin eke di gsg pas vida misahin gua sama putri, semoga bude cepet dilamar sama pacarnya yang di Saudi Arabia dengan mahar onta, sahabat dari tanggal 17 Agustus 2012 putri kluwek, makasih ya put udah nemenin eke dilapangan bola unila disaat eke hanya sendiri makasih udah mau nebengin ke kampus dan ga pernah minta ongkos *candawek semoga otak lo sembuh ya, dan vida
makasih udah memisahkan eke dengan kluwek di gsg, semoga bisa memilih diantara dua laki-laki, saying kalian semua gengss. 16. Rangga Purbaya, terima kasih telah membantu proses perkuliahan sehingga saya bisa menyelesaikan perkuliahan ini, terima kasih atas motivasi, semangat serta kesabarannya, semoga kita sukses bersama dan bisa menyelesaikan tanggung jawab kita masing-masing. 17. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan saya saat SMA yaitu, CEKEJU( Anggi Marwa, Ajeng, Afra, Niah Bumil, Sarah Anak SD, Ulan Buras, Ulan Semok, Della Cina, Vita Ndutt, dan Depe) telah memberikan semangat, motivasi, dan doa yang begitu besar manfaatnya untuk saya semoga kita sukses di Dunia maupun di Akhirat. 18. Terima kasih kepada teman-teman #SR, terima kasih kepada Om Haji Eded De Nero yang sudah saya anggap sebagai ayah angkat saya dan yang terkhusus Kurir #SR Lampung, dr.widhi astuti, mba rinta, mas akhid, kang deri, kang arif, mas seno, mba siska, mba nia, mba lili, mba tri dan mas evand semangat untuk kita semua agar bisa selalu menyampaikan amanah kepada para dhuafa #SalamTembusLangit. 19. Rekan-rekan rombongan anak alam (Afiks, Dimas Eldi Rosi., S.AB, BAKSO BANGOR, Sentong, Guswindi, Fidel, Risyah Aprigasi., S.AB, Ardi, Widi, dan Eri), terimakasih telah memberikan candatawa di dalam kehidupanku. Terimakasih untuk motivasi dan saran yang selalu diberikan, semoga saya mampu menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan terimakasih untuk pengalaman selama masa kuliah ini. Semoga dikemudian hari kita bertemu dengan kesuksesan kita masing-masing.
20. Rekan-rekan di Kafe Bisnis (Zulian, Jojo, Bona, Arman, Jaka, Nick, dan Daru), terimakasih atas pengalaman dan kisah yang telah kalian berikan dan terimakasih untuk motivasi serta dukungan kalian selama proses Skripsi ini. Semoga dikemudian hari kita bertemu dengan kesuksesan kita masing masing. 21. Kak Mayroni., S.AB., M.Si terima kasih telah menjadi pembimbing ekternal, terima kasih atas masukan dan arahan selama pengerjaan skripsi, semoga cepat move on dan nikah. 22. Rekan-rekan seperjuangan Administrasi Bisnis 2012 mulai dari Fidya and the gengs, Viyana and the gengs, Yunita and the gengs, Huda and the bad boys, Bagus and the bad boys, Riza and the ukhti, Wiwin and the gengs, Mas Mahfudin and the ikhwan, gengs Wnya 4kali dan seluruh teman-teman Administasi Bisnis 2012 yang saya banggakan. Terimakasih atas pengalaman dan kisah yang telah kalian berikan dan semoga kita dapat bertemu lagi dikemudian hari dengan membawa kesuksesan kita untuk membanggakan orang-orang disekitar kita. 23. Mba Amanda Zavhi Tania, S.A.B dan seluruh rekan-rekan 2010, terimakasih atas dukungan, motivasi, dan membantu selama proses Skripsi ini, serta terimakasih atas pengalaman dan kisah yang telah diberikan selama saya kuliah dan semoga kita dapat bertemu dikemudian hari dan membawa kesuksesan masing-masing. 24. Teman-teman Administrasi Bisnis 2011, 2013, 2014, dan 2015 yang senantiasa membantu saya dalam memberikan kritik dan saran untuk
kemajuan saya kedepannya. Untuk adik tingkat semangat terus kuliahnya dan kejar impian kalian. 25. Untuk seluruh pengurus HMJ periode 2015-2016 semangat kedepannya bangunlah HMJ kita, sayangi HMJ kita, dan kenalkan kepada Indonesia bahwa UNILA punya Administrasi Bisnis yang patut untuk dibanggakan. 26. Rekan-rekan SMA. Terimakasih telah menjadi teman dibangku SMA hingga saat ini. Semoga kemudian hari kita dapat mencapai kesuksesan kita masingmasing. 27. Keluarga Bapak Santoso, terimakasih sampai saat ini selalu mendukung dan mendoakan saya dalam proses menyelesaikan skripsi ini, serta terimakasih sudah menyayangi dan menjaga saya selama 40 hari manjalani KKN di Desa Muara Tenang Timur. Semoga suatu saat nanti saya bisa bertemu kembali. 28. Terimakasih kepada rekan-rekan KKN Desa Muara Tenang Timur, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji. Untuk Kapten Riwan, Dewi, Sule Merana, Meta, Robert dan Restu anak cabutan, terimakasih atas kerjasamanya selama 40 hari kita menjalani KKN semoga kita dapat selalu bermanfaat bagi orang lain. 29. Terima Kasih kepada Almamater Tercinta yang telah memberikan saya kesempatan untuk berproses di bangku perkuliahan hingga selesai. Bandar Lampung, 18 Februari 2016 Penulis
Arisa Samara
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................
i iv vi
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian..............................................................
1 1 8 8 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 2.1 Keputusan Pembelian ......................................................... 2.1.1 Pengertian Keputusan Pembelian ............................. 2.1.2 Proses Keputusan Membeli ...................................... 2.1.2.1 Peranan Membeli ......................................... 2.1.2.2 Tahap dalam Proses Keputusan Membeli.... 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen .. 2.2.1 Faktor Budaya .......................................................... 2.2.1.1 Komponen-Komponen Budaya ................... . 2.2.2 Faktor Kelas Sosial .................................................. 2.2.2.1 Variabel Kelas Sosial................................... 2.2.2.2 Sifat Kelas Sosial ......................................... 2.2.2.3 Penentu Kelas Sosial ................................... 2.2.2.4 Pendapatan atau Kelas Sosial ...................... 2.2.3 Faktor-Faktor Sosial ................................................. 2.2.3.1 Kelompok Referensi .................................... 2.2.3.2 Faktor yang Menentukan Kekuatan Pengaruh Kelompok .................................... 2.2.4 Faktor Pengaruh Pribadi........................................... 2.2.4.1 Teori-Teori Kepribadian .............................. 2.2.4.2 Nilai dan Gaya Hidup .................................. 2.2.5 Faktor Psikologis ...................................................... 2.2.5.1 Kepribadian.................................................. 2.2.6 Faktor Situasi .......................................................... 2.2.6.1 Pengertian Pengaruh Situasi ........................ 2.2.6.2 Macam-Macam Situasi Konsumen .............. 2.2.7 Faktor Keluarga .......................................................
9 9 9 9 10 11 16 16 17 19 20 23 24 27 27 27
i
29 30 33 36 37 38 40 40 41 43
2.2.7.1 Pengertian Keluarga..................................... 2.2.7.2 Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Keluarga ....................................................... 2.2.7.3 Peranan Individu dalam Pembelian Keluarga ....................................................... 2.3 Penelitian Terdahulu .......................................................... 2.4 Kerangka Pemikiran ........................................................... 2.5 Hipotesis .............................................................................
43
BAB III
METODE PENELITIAN ...................................................... 3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 3.2 Definisi Konseptual ............................................................ 3.3 Definisi Operasional ........................................................... 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... 3.4.1 Populasi .................................................................... 3.4.2 Sampel ...................................................................... 3.5 Teknik Pengambilan Sampel .............................................. 3.6 Sumber Data ....................................................................... 3.7 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 3.8 Skala Pengukuran ............................................................... 3.8.1 Cara Perhitungan MSI .............................................. 3.9 Teknik Analisis Data .......................................................... 3.9.1 Uji Validitas Kuesioner ............................................ 3.9.2 Uji Realibilitas ......................................................... 3.9.3 Analisis Faktor ......................................................... 3.9.3.1 Tujuan Analisis Faktor ................................ 3.9.3.2 Fungsi Analisis Faktor ................................. 3.9.3.3 Penentuan Jumlah Faktor ............................. 3.9.3.4 Penamaan Faktor yang Terbentuk ............... 3.9.3.5 Asumsi Analisis faktor ................................ 3.9.3.6 Langkah-Langkah Analisis Faktor ..............
54 54 54 57 58 58 58 59 59 59 60 61 62 62 64 65 66 67 67 69 69 70
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 4.1 Gambaran Umum ............................................................... 4.1.1 Sejarah Bioskop di Indonesia ................................... 4.1.2 Sejarah Bioskop di Bandar Lampung ...................... 4.2 Karakteristik Responden .................................................... 4.3 Hasil Penelitian .................................................................. 4.3.1 Deskripsi Distribusi Jawaban Responden ................ 4.4 Analisis Faktor ................................................................... 4.4.1 Uji Interdependensi Variabel ................................... 4.4.2 Nilai Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) dan Ukuran Kecukupan Sampling ............................................... 4.4.3 Uji Bartlett’s ............................................................. 4.4.4 Ekstraksi Faktor ....................................................... 4.4.5 Rotasi Faktor ............................................................ 4.4.6 Pembahasan Hasil Analisis Faktor ........................... 4.4.6.1 Faktor Status ................................................
72 72 72 74 80 82 82 101 102
ii
45 46 47 49 53
102 106 106 107 111 111
4.4.6.2 Faktor Pribadi .............................................. 4.4.6.3 Faktor Lingkungan dan Orang Terdekat...... 4.4.6.4 Faktor Referensi........................................... 4.4.6.5 Faktor Sikap ................................................. 4.4.6.6 Faktor Pembelajaran ....................................
114 116 119 121 123
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 5.1 Kesimpulan .................................................................... 5.2 Saran .............................................................................. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
124 124 125
BAB V
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 1.2 2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20
Halaman Data Penonton Bioskop di Kota Bandar Lampung ......................... Data Harga Tiket Masuk ................................................................. Ciri-ciri Kepribadian Seseorang ..................................................... Inventory Gaya Hidup..................................................................... Karakteristik Konsumen Bedasarkan Aspek Outer Directed, Inner Directed, dan Need Driven.................................................... Ringkasan Penelitian Terdahulu .................................................... Operasional Variabel ...................................................................... Pemberian Bobot Nilai untuk Variabel Penelitian .......................... Pre-Test 30 Responden Validitas .................................................... Pre-Test 30 Responden Realibilitas ................................................ Distribusi Responden Bedasarkan Usia .......................................... Distribusi Responden Bedasarkan Jenis Pekerjaan......................... Distribusi Responden Bedasarkan Jenis Kelamin........................... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kebiasaan Menonton di Bioskop. ..................................................................... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Lingkungan Masyarakat.................................................................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Tempat Tinggal ............ Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kelas Sosial. ................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status Pekerjaan ........... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status Pendapatan. ....... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status Sosial ................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Keluarga ....... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Sahabat Karib............................................................................................... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Tetangga ...... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Kelompok Agama .......................................................................... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status dan Peranan ....... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Usia. ............................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Keadaan Ekonomi ........ Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kepribadian .................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Konsep Diri .................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Motivasi .......................
iv
3 6 35 36 36 48 57 61 63 64 80 81 82 83 84 84 85 86 86 87 88 88 89 90 90 91 91 92 93 94
4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27 4.28 4.29 4.30 4.31 4.32 4.33 4.34 4.35
Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kepercayaan Diri ......... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Sikap............................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Proses Belajar ............... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Lokasi Geografis .......... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Orang Lain ................................................................................................ Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Waktu ........................... Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Suasana Hati ................. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Ayah ............. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Ibu ................ Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Kakak dan Adik ......................................................................................... Anti Image Matrix Pengujian Ke-1................................................. Anti Image Matrix Pengujian Ke-2 ................................................ Anti Image Matrix........................................................................... Penentu Faktor untuk Analisis Selanjutnya .................................... Komponen Matriks Setelah Rotasi .................................................
v
94 95 96 96 97 98 98 99 100 100 103 104 105 107 110
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 2.2 4.1 4.2 4.3 4.4
Halaman
Model Empat Tahap Proses Membeli ............................................... Kerangka Pemikiran .......................................................................... Uji KMO and Bartlett’s Test Ke-1 .................................................... Uji KMO and Bartlett’s Test Ke-2 .................................................... KMO and Bartlett’s Test ................................................................... Pembentukkan Faktor-faktor Setelah Rotasi .....................................
vi
11 52 103 104 105 123
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu memerlukan hiburan setelah seharian menjalakan kegiatan rutin sehari-hari. Misalnya anak-anak dan remaja setiap harinya mereka bersekolah. Senin-sabtu waktu mereka habiskan waktunya di sekolah, setelah pulang sekolah juga ada anak-anak atau remaja yang langsung melakukan bimbingan belajar eksternal. Jadi waktu mereka dari pagi hingga menjelang malam mereka gunakan untuk belajar. Orang dewasa juga menghabiskan waktu dengan bekerja seharian. Dimulai dari pukul 08.00 WIB pagi sampai dengan pukul 17.00 WIB sore. Kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari menuntut mereka untuk mencari hiburan yang bisa menyegarkan kembali pikiran mereka untuk beraktifitas seperti sediakala. Banyak jenis hiburan, misalnya saja rekreasi ke kebun binatang, berenang, taman bermain, mall, petualangan, menonton tv dan sebagainya. Semua jenis hiburan bisa dinikmati bersama teman ataupun keluarga. Untuk masyarakat yang berada di kota hiburan yang menjadi favorit mereka antara lain, jalan-jalan ke mall, makan di restoran, karaoke, menonton film di rumah, menonton film di bioskop atau bermain di taman. Pada zaman sekarang khususnya masyarakat yang tinggal di kota mereka lebih memilih untuk mencari hiburan di mall. Mall tidak hanya
2
menjadi pusat perbelanjaan tetapi juga banyak hiburan yang disediakan oleh pihak mall. Ada restoran, tempat bermain anak-anak, cafe, bioskop , dan lain-lain. Untuk kalangan remaja mencari hiburan ke mall adalah cara yang paling tepat, karena menambah wawasan mereka dan menyegarkan pikiran mereka. Masyarakat yang tinggal di Kota Bandar Lampung lebih condong untuk memilih mencari hiburan ke mall. Hal ini dibuktikan dari keramaian di mall yang terjadi di setiap akhir pekan. Banyak hal yang mereka lakukan di mall. Selain untuk mencuci mata ada juga dari mereka yang pergi ke mall untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti berbelanja keperluan sehari-hari, peralatan rumah tangga, alat-alat sekolah dan lain sebagainya. Selain itu ada juga orang yang pergi ke mall untuk bersenang-senang. Misalnya saja bermain di area permainan, membaca buku di toko buku yang ada, meenonton film, dan masih banyak lagi. Menonton film merupakan salah satu pilihan yang ada di mall. Menonton di bioskop juga menjadi salah satu pilihan untuk orang yang pergi ke mall. Jika kita berpikir ulang kita bisa saja menonton film di rumah dengan menggunakan dvd tetapi mereka lebih memilih untuk menonton di bioskop. Banyak media yang bisa kita gunakan untuk menonton film selain di bioskop. Adanya VCD, DVD, film di website mempermudah kita untuk mengakses film yang ingin kita tonton. Mudahnya mengakses film yang kita inginkan tidak menyurutkan penggemar film untuk tetap menonton di bioskop. Menonton di bioskop bukan fenomena yang baru terjadi tetapi kita tidak mngetahui apa alasan para konsumen lebih memilih untuk menonton di bioskop dibandingkan dengan mengakses sendiri film tersebut. Untuk mengetahui hal tersebut peneliti melalukan observasi untuk mengetahui
3
data konsumen yang menonton di bioskop. Dilakukan observasi selama dua hari di bioskop yang berada di Kota Bandar Lampung dimulai dari tanggal 3-4 Oktober 2015 pukul 12.00-21.30 WIB. Tabel 1.1 Data Penonton Bioskop di Kota Bandar Lampung Tang gal 3 Okto ber 2015 4 Okto ber 2015
Th ea ter 1 2 3 4 1
Waktu Tayang 16.15 JK OY M 170 61 170 26 170 39 170 10 170 132
12.15 JK OY M 170 19 170 11 170 18 170 4 170 91
14.15 JK OY M 170 56 170 22 170 40 170 7 170 107
2
170
87
170
115
170
3 4
170 170
54 49
170 170
62 77
170 170
18.45 JK OY M 170 78 170 35 170 42 170 17 170 160
21.00 JK OY M 170 23 170 12 170 20 170 6 170 52
Re ma ja 116 60 43 4 102
Non Re maja 121 46 116 40 440
122
170
153
170
48
88
437
82 90
170 170
98 113
170 170
44 34
34 43
306 320
Sumber : data primer observasi di bioskop di Kota Bandar Lampung tanggal 3-4 Oktober 2015 Dimana: JK: Jumlah Kursi OYM: Orang yang Menonton Dari data diatas bisa dilihat bahwa minat konsumen untuk menonton bioskop sangat tinggi. Jika dilihat dari data tersebut pada hari pertama dilakukannya observasi yaitu pada hari sabtu tanggal 3 oktober 2015 konsumen remaja lebih dominan dibandingkan dengan non remaja. Pada jam pertama pemutaran film hampir seluruh penonton bioskop dipenuhi oleh kalangan remaja. Mereka berbondong-bondong untuk menyaksikan film di bioskop. Banyaknya penonton juga bisa dilihat dari jenis film yang ditayangkan. Misalnya saja film dengan jenis komedi banyak digemari oleh kalangan remaja. Film dengan jenis komedi sangat disukai oleh para remaja karena setelah kurang lebih 1 minggu melakukan kegiatan rutin untuk menyegarkan kembali pikiran mereka dengan menonton film di bioskop. Dilihat dari waktu penayangan kedua juga masih dipenuhi oleh
4
remaja. Tidak hanya ada remaja tetapi ada juga kalangan dewasa. Pada hari pertama dilakukannya observasi kalangan dewasa tidak begitu dominan pada waktu siang hari. Kalangan dewasa mulai berangsur datang pada sore hari. Kalangan dewasa yang masih berpakaian dinas juga banyak yang datang ke bioskop untuk menonton. Pada jam 18.00 WIB film yang di putar semakin ramai oleh para konsumen. Dimulai dari kalangan remaja yang tidak mendominan hanya segelintir saja. Kemudian didominan oleh kalangan dewasa sekitar umur 22 tahun ke atas. Puncak dari keramaian yang menonton di bioskop ada pada jam 16.00 sampai jam 18.00. Pada jam penanyangan terakhir penonton makin sedikit dan hanya ada orang dewasa. Observasi dilanjutkan di hari kedua di jam yang sama dan tempat yang berbeda. Pada observasi kali ini pengambilan data dilakukan di bioskop yang berada di daerah Kedaton. Hari kedua observasi mendapatkan data yang terkumpul lebih banyak dari hari pertama dilakukannya observasi. Observasi dilakukan pada hari minggu, 4 oktober 2015 pukul 12.00 sampai dengan pukul 21.00 WIB. Data yang didapat pada hari kedua sangat berbeda dengan hari pertama. Di hari pertama penonton yang datang hanya sekitar 70 orang. Dihari kedua penonton lebih ramai dibandingkan hari pertama. Pada hari kedua penonton lebih dominan oleh keluarga. Banyak anak-anak beserta orang tua nya yang datang ke bioskop untuk menonton film. Selain itu juga bioskop di dominan oleh kalangan dewasa. Pada hari kedua penonton sangat ramai memenuhi bioskop. Banyak orang tua yang mengajak anaknya untuk menonton di bioskop. Film animasi menjadi favorit keluarga. Tidak hanya film animasi saja yang menjadi favorit. Menonton di
5
bioskop menjadi hiburan tersendiri untuk para konsumen yang membutuhkan hiburan di akhir pekan. Tidak sama dengan observasi hari pertama yang di dominan oleh para remaja. Di hari kedua pada jam tayang film yang pertama diramaikan oleh para oang tua yang membawa anak-anaknya untuk mencari hiburan sejenak dari kegiatan rutin yang biasa mereka lakukan. Pada jam tayang film yang kedua sekitar jam 14.00 WIB masih juga di dominan oleh para orang tua yang membawa anak-anaknya. Hari yang semakin malam makin menambah jumlah pengunjung bioskop. Kalangan dewasa yang datang untuk menghabiskan akhir pekan dengan menonton bioskop. Di jam terakhir penayangan ada beberapa orang tua yang mengajak anaknya untuk menonton film tetapi film yang berjenis animasi. Kecenderungan konsumen untuk menonton ditentukan oleh jam penayangan. Keramaian terjadi di pukul 14.00- 18.00 WIB. Dalam kurun waktu 5 jam penonton membludak untuk menonton film favorit mereka. Dipukul 12.00 orang yang ingin menonton di bioskop masih sepi di lihat dari data observasi yang di dapat. Sama halnya dengan pukul 21.00 penonton juga berangsur sepi. Orangorang dewasa yang rata-rata memenuhi bioskop pada jam tersebut. Film bukan hal yang baru bagi kita. Karena sudah ada sejak tahun 1927. Sejarah perfilman mengalami pasang surut tergantung pada minat penonton. Menonton film juga bisa menjadi hiburan di saat merasakan kepenatan dalam menjalankan kegiatan rutin. Menonton film juga bisa di jadikan rutinitas untuk mengisi waktu yang luang. Menurut LaRose perkembangan film memiliki perjalanan cukup panjang hingga pada akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya dengan efek, dan sangat mudah didapatkan sebagai media hiburan. Perkembangan film dimulai ketika digunakannya alat kinetoskop temuan Thomas Alfa Edison yang
6
pada masa itu digunakan oleh penonton individual. Film awal masih bisu dan tidak berwarna. Pemutaran film di bioskop untuk pertama kalinya dilakukan pada awal abad 20, hingga industri film Hollywood yang pertama kali, bahkan hingga saat
ini
menjadi industri
perfilman populer
secara
global.
Pada
tahun
1927 teknologi sudah cukup mampu untuk memproduksi film bicara yang dialognya dapat di dengar secara langsung, namun masih hitam-putih. Hingga pada 1937 teknologi film sudah mampu memproduksi film berwarna yang lebih menarik dan diikuti dengan alur cerita yang mulai populer. Pada tahun1970-an, film
sudah
bisa
direkam
dalam
jumlah
massal
dengan
menggunakan videotape yang kemudian dijual. Tahun 1980-an ditemukan teknologi laser disc, lalu VCD dan kemudian menyusul teknologi DVD. Hingga saat ini digital movie yang lebih praktis banyak digemari sehingga semakin menjadikan popularitas film meningkat dan film menjadi semakin dekat dengan keseharian masyarakat modern ( https://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 06 Oktober 2015 pukul 08.02 WIB). Tabel 1.2 Data Harga Tiket Masuk Hari
Harga
Senin s/d Kamis
Rp 30.000,- & Rp 40.000,-
Jum’at
Rp 40.000,- & Rp 50.000,-
Sabtu/minggu/libur
Rp 50.000,- & Rp 60.000,-
Sumber : www.jadwal21.com diakses pada tanggal 07 oktober 2015 pukul 08.07 WIB Menurut Kotler, (1996:212) Model tahap-tahap ittu paling serasi dengan pembuatan keputusan yang kompleks, yakni membeli sesuatu yang mahal, produk yang memerlukan keterlibatan lebih mendalam. Kita akan menggunakan model
7
yang menunjukkan proses lima tahap yang dilalui konsumen: pengenalan masalah, mencari informasi, beberapa penilaian alternatif, dan membuat keputusan membeli. Model ini menekankan bahwa proses membeli dimulai jauh sebelum tindakan membeli itu dan mempunyai konsekuensi yang panjang setelah membeli. Hal itu mendorong para pemasar untuk memusatkan perhatiannya pada proses membeli dari pada keputusan membeli. Jika diihat dari pendapat Kotler diatas bahwa untuk membeli sesuatu yang mahal merupakan hal yang kompleks dan harus dilalui beberapa tahap sampai nantinya melakukan pembelian. Bagi sebagian remaja harga tiket bisokop yang mulai dari Rp 30.000,- sampai dengan Rp 60.000,-/tiket cukup mahal. Tapi ada juga sebagian remaja yang merasa itu tidak terlalu mahal. Sebelum melakukan pembelian tiket bioskop mereka melalui tahap-tahap keputusan membeli. Dimulai dengan pengenalan masalah, dilanjutkan dengan pencarian informasi, penilaian alternatif sampai akhirnya semua tahap telah terlewati mereka melakukan keputusan membeli. Banyak alternatif yang bisa diambil oleh para remaja untuk tidak menonton film di bioskop, tetapi mereka tetap melakukan keputusan membeli. Keputusan membeli mereka banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap remaja yang suka menonton film di bioskop, dengan judul: “Faktor-Faktor yang Membentuk Keputusan Konsumen Untuk Menonton Film di Bioskop (Studi pada Remaja di Kota Bandar Lampung)”.
8
1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena yang ada di masyarakat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan remaja untuk menonton bioskop di Kota Bandar Lampug. 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat faktor-faktor yang membentuk keputusan untuk menonton bioskop di Kota Bandar Lampung. 1.3 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau masukan untuk perkembangan ilmu administrasi bisnis, khususnya yang terkait keputusan pembelian. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau masukan untuk pihak bioskop dalam menyajikan film.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputusan Pembelian 2.1.1 Pengertian Keputusan Pembelian Setiadi (2003) yang dikutip oleh Sangadji & Sopiah, (2013:120) mendefinisikan bahwa inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua perilaku alternatif atau lebih, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. 2.1.2 Proses Keputusan Membeli Para pemasar telah jauh mendalami berbagai hal yang mempengaruhi pembeli dan mengembangkan
suatu
pengertian
tentang
bagaimana
konsumen
dalam
kenyataannya membuat keputusan mereka pada waktu membeli sesuatu. Para pemasar harus mengenal siapakah yang membuat keputusan itu, bagaimana tipe keputusan pembeli yang tercakup di dalamnya dan bagaimana langkah-langkah dalam proses membeli itu.
10
2.1.2.1 Peranan Membeli Bagi beberapa produk, pembeli itu agak mudah diidentifkasi. Prianya biasanya memilih tembakau kesukaannya, dan wanita memilih kaos kaki ketat mereka. Di lain pihak, produk lain mencakup sebuah unit pengambilan keputusan yang melibatkan satu orang atau lebih. Menurut Kotler, (1996:205) membedakan beberapa peranan yang mungkin dimainkan orang dalam sebuah keputusan membeli: 1.
Pengambilan inisiatif (inisiator). Pengambil inisiatif adalah orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
2.
Orang yang mempengaruhi (influences). Seseorang yang memberikan pengaruh adalah orang yang pandangan atau nasehatnya diperhitungkan dalam membuat keputusan akhir.
3.
Pembuat keputusan (decides). Pembuat keputusan adalah seseorang yang ada pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli: apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau di mana membeli.
4.
Pembeli (buyer). Pembeli adalah seseorang yang akan melakukan pembelian yang sebenarnya.
5.
Pemakai (user). Pemakai adalah seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau memakai produk atau jasa.
11
2.1.2.2 Tahap-Tahap dalam Proses Keputusan Membeli
Pengenalan masalah
Pencarian infomasi
Penilaian alternatif
Keputusan membeli
Sumber : Kotler, (1996:212) Gambar 2.1 Model Empat Tahap Proses Membeli Bedasarkan pengkajian terhadap laporan banyak konsumen tentang proses membeli “model tahap-tahap” dari proses membeli telah dikonseptualisasi oleh para peneliti perilaku konsumen. Model tahap-tahap itu paling serasi dengan pembuatan keputusan yang kompleks, yakni membeli sesuatu yang mahal, produk yang memerlukan keterlibatan lebih mendalam. Kita akan mempergunakan model itu seperti dikemukakan dalam gambar 2.1 yang menunjukkan proses lima tahap yang dilalui konsumen: pengenalan masalah, mencari informasi, beberapa penilaian alternatif, dan membuat keputusan membeli. Model ini menekankan bahwa proses membeli dimulai jauh sebelum tindakan membeli itu dan mempunyai konsekuensi yang panjang setelah membeli. Hal itu mendorong para pemasar untuk memusatkan perhatiannya pada proses membeli daripada keputusan membeli. Model ini mempunyai implikasi bahwa para konsumen melalui lima tahap dalam membeli sesuatu. Hal ini tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang kurang memerlukan keterlibatan pembeli. Para konsumen bisa melompati beberapa tahap atau urutannya tidak sesuai. Karena itu, seorang wanita yang
12
berniat membeli merek pasta gigi yang sudah terbiasa dipergunakannya, akan melalui tahap langsung dari mulai munculnya kebutuhan untuk membeli hingga keputusan membeli pasta gigi, dan tahap pencarian informasi dan evaluasi dilompati saja. Menurut Kotler, (1996:213) kita akan mempergunakan model seperti gambar 2.1, karena model ini menunjukkan proses pertimbangan selengkapnya muncul pada seorang konsumen menghadapi pembelian produk yang baru memerlukan keterlibatan yang lebih mendalam. 1.
Pengenalan masalah (program recognition). Proses pembeli dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang dinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Para pemasar perlu mengenal berbagai hal yang dapat menggerakkan kebutuhan atau minat tertentu dalam konsumen. Para pemasar perlu meneliti konsumen untuk memperolah jawaban, apakah kebutuhan yang dirasakan atau masalah yang timbul, apa yang menyebabkan semua itu muncul, dan bagaimana kebutuhan atau masalah itu menyebabkan seseorang mencari produk tertentu itu.
2.
Pencarian informasi. Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak mencari informasi yang lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah kuat, dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, konsumen akan membeli obyek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap dalam ingatannya. Konsumen mungkin tidak berusaha untuk memperoleh informasi lebih lanjut atau sangat aktif mencari informasi sehubungan dengan kebutuhan itu.
13
Andaikata konsumen berusaha untuk menghimpun informasi lebih banyak, kita dapat membedakan dua tingkat yaitu: konsumen yang mencari informasi dalam ukuran sedang-sedang saja dan keadaan demikian disebut perhatian yang meningkat. Sebarapa giat dia mencari informasi itu tergantung pada kuat-lemahnya dorongan kebutuhannya, banyaknya informasi yang telah dimilikinya, kemudahan memperopleh informasi tambahan, penilaiannya terhadap informasi tambahan, dan kepuasan yang diperolehnya dari kegiatan mencari informasi itu. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen mulai bergerak dari keputusan situasi pemecehan masalah yang terbatas ke pemecahan masalah yang lebih luas. Menurut Kotler, (1996:214) yang menjadi pusat perhatian para pemasar adalah sumber-sumber informasi pokok yang akan diperhatikan konsumen dan pengaruh relatif dari setiap informasi itu terhadap rangkaian keputusan membeli. Sumber-sumber informasi konsumen terbagi menjadi empat kelompok: 1.
Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan).
2.
Sumber niaga (periklanan, petugas penjualan, penjual, bungkus dan pameran).
3.
Sumber umum (media massa, organisasi konsumen).
4.
Sumber pengalaman (pernah menangani, menguji, mempergunakan produk).
Sumber-sumber informasi ini memberikan pengaruh yang relatif berbedabeda sesuai dengan jenis produk dan cirri-ciri pembeli. Pada umumnya dikatakan bahwa konsumen menerima sebagian besar informasi tentang
14
sebuah produk dari sumber-sumber yang bersifat niaga, yakni sumber-sumber yang dikuasai oleh para pemasar. Namun sebaliknya penerimaan informasi yang paling efektif cenderung datang dari sumber-sumber pribadi. Setiap macam sumber bisa melaksanakan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan membeli. Informasi yang bersifat niaga biasanya berfungsi pemberitahuan dan sumber pribadi berfungsi pengukuhan dan/atau penilaian. Mengenai sumber informasi yang dipergunakan oleh konsumen, pemasar perlu mengidentifikasi sumber-sumber itu dengan cermat dan menilai pentingnya masing-masing sumber informasi itu. Konsumen perlu diminta keterangannya tentang bagaimana mereka pertama kali mendengar mereka dan apakah informasi yang masuk secara selanjutnya, dan pentingnya beberapa sumber informasi yang berbeda secara relatif. Pemasar akan memperoleh kesimpulan bahwa informasi ini penting dan mempunyai pengaruh yang kritis dalam mempersiapkan komunikasi yang efektif terhadap pasa sasaran. 3.
Penilaian
alternatif.
Kita
telah
membahas
bagaimana
konsumen
mempergunakan informasi setelah sampai pada tahap seperangkat merek yang memerlukan pilihan terakhir. Pertanyaannya adalah, bagaimana konsumen memilih di antara beberap alternatef merek yang tersedia? Pemasar perlu mengetahui bagaimana proses informasi konsumen tiba pada tahap pemilihan merek. Hanya sayangnya tidak ada satu proses penilaian yang sederhana dan tunggal yang dipergunakan oleh semua konsumen atau bahkan oleh konsumen dalam semua situasi membeli. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan. Model yang palin baru tentang proses evaluasi konsumen
15
adalah orientasi kognitif, yakni memandang konsumen sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berlandaskan pada pertimbangan yang standard an rasional. 4.
Keputusan membeli. Tahap penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan mereka di antara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan. Konsumen, mungkin juga membentuk suatu maksud membeli dan cenderung membeli merek yang disukainya. Namun demikian, dua faktor lainnya dapat mencampuri maksud membeli itu dengan keputusan membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Maksud pembelian juga dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yang tak terduga. Konsumen membentuk suatu maksud membeli bedasarkan faktor-faktor seperti pendapatan keluarga, harga dan keuntungan yang diharapkan dari produk itu. Bila konsumen hampir tiba pada keputusan untuk membeli, maka faktorfaktor situasi yang tak terduga itu mungkin muncul untuk mengubah maksud pembelian. Keputusan seorang konsumen untuk mengubah, menangguhkan, atau membatalkan keputusan-membeli, banyak dipengaruhi oleh pandangan resiko seseorang.
Banyak
pembelian
yang
melibatkan
resiko
yang
akan
ditanggungnya. Para konsumen sama sekali tidak memperoleh kepastian akibat dari pembelian yang dilakukannya. Hal ini menyebabkan tingkat kecemasan tertentu pada pembeli. Besar kecilnya resiko yang di tanggapi seseorang adalah berbeda-beda sesuai dengan besar uang yang dibelanjakan, banyak ciri yang tidak pasti, dan tingkat kepercayaan diri konsumen. Seorang konsumen mengembangkan kebiasaan tertentu untuk mengurangi resiko,
16
seperti membatalkan keputusan, menghimpun informasi dari teman-teman, dan memilih sebuah merek nasional dan ada jaminan. Pemasar harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perasaan yang negatif dalam diri konsumen dan menyediakan informasi dan pendukung lainnya yang akan mengurangi perasaan ini. Seorang konsumen yang memutuskan untuk melaksanakan maksudnya untuk membeli sesuatu akan membuat lima sub keputusan membeli. Keputusankeputusan itu tidak selalu dilakukan menurut urutan tersebut. Sangat berbeda halnya dengan pembelian produk keperluan sehari-hari, yang hanya melibatkan sebagian kecil daripada keputusan-keputusan tersebut, dan bahkan tidak begitu memerlukan perencanaan dan pertimbangan si pembeli. Kita membuat perencanaan dan pertimbangan yang mendalam dalam memilih sesuatu produk yang melibatkan pemecahan masalah kompleks, yang dalam contoh ini adalah computer pribadi, untuk memberi gambaran secara utuh tingkah laku yang mungkin muncul pada waktu membeli sesuatu. 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen 2.2.1 Faktor Budaya Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak bedasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Seorang anak yang sedang tumbuh mendapatkan seperangkat nilai, presepsi, preferensi dan perilaku melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga-lembaga sosial penting lainnya (Setiadi, 2008:11). Budaya diartikan sebagai komplek yang menyeluruh
17
yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral, kebiasaaan dan kapabilitas lainnya serta kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai oleh individu sebagai anggota masyarakat (Hawkins, et.al 2007:43 yang dikutip oleh Suryani, 2008:285). Setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya-subbudaya yang lebih kecil memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Subbudaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis (Setiadi, 2008:11). 2.2.1.1 Komponen-Komponen Budaya Komponen-komponen budaya mencakup: 1.
Nilai-nilai dan norma Menurut Mowen dan Minor, (2002) yang dikutip oleh Suryani, (2008:288) terdapat dua jenis norma yang umum, yaitu: norma yang dijalankan dan norma kresive. Norma yang dijalankan (enacted norm) biasanya dinyatakan dalam bentuk undang-undang, atau bentuk peraturan lainnya. Sedangkan norma kresive (cresive norm) meskipun tidak tertulis secara formal namun sangat kuat tertanam pada anggota masyarakat karena norma ini tertanam secara budaya dan hanya dipelajari melalui interaksi yang luas dengan anggota masyarakat yang menganut kebudayaan tersebut. Menurut Suryani, (2008:288) terdapat tiga jenis norma kresive, yaitu: a. Kebiasaan Kebiasaan terkait dengan apa yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus dan disepakati bersama. Kebiasaan
18
yang dilakukan menjelang pernikahan dan upacara pernikahan, kebiasaan dalam menyambut kelahiran dan lain-lain. b. Adat istiadat Adat istiadat merupakan kebiasaan yang lebih menekankan pada aspek moral perilaku. Biasanya terkait dengan kebiasaan yang boleh dan tidak boleh yang berlaku di masyarakt. c. Konvensi Konvensi menekankan pada bagaimana bertindak dalam kehidupan seharihari yang dilakukan oleh konsumen sebagai anggota masyrakat. 2.
Mitos Mitos merupakan kisah yang mengungkapkan nilai-nilai utama dan cita-cita suatu masyarakat.
3.
Simbol Warna dalam konteks pemasaran sering digunakan sebagai simbol yang menyiratkan makna tertentu menurut budaya tertentu.
4.
Bahasa Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Dalam interaksi sosial bahasa memainkan peran penting karena melalui bahasa inilah komunikasi dapat terjadi. Anggota masyarakat dapat memahami apa yang diinginkan dan diharapakan melalui bahasa yang disampaikan. Segala hal yang terkait dengan kompenen kebudayaan sangat mungkin berubah dari waktu ke waktu. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan ekternal seperti perubahan lingkungan sosial, teknologi, alam dan lain- lain akan sangat mungkin berpengaruh terhadap budaya. Perubahan teknologi yang menggeser
19
kehidupan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industry telah mengubah nilai-nilai, kebiasaan yang ada di masyarakat. Perkembangan globalisasi akibat perkembangan teknologi informasi terbukti telah mengubah beberapa kebiasaan yang adadi masyarakat. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perilaku masyarakat, termasuk perilaku pembelian. 5.
Pengaruh etnis pada perilaku konsumen Norma dan nilai kelompok-kelompok spesifik di dalam masyarakat yang lebih luas disebut pola etnis. Konsumen individual mungkin dipengaruhi sedikit atau secara luas oleh kelompok etnis. Kelompok etnis mungkin terbentuk di sekitar kebangsaan, agama, sifat fisik, lokasi geografis, atau faktor-faktor lain. Etnisitas adalah proses identifikasi kelompok di mana orang menggunakan label etnis untuk mendefinisikan diri mereka sendiri dan orang lain. Perspektif subjektifitas mencerminkan hubungan yang orang buat mengenai diri mereka sendiri. Definisi objektivis berasal dri kategori sosio budaya. Di dalam penelitian konsumen, etnisitas paling baik didefinisikan sebagai semacam kombinasi dari keduanya, termasuk kekuatan atau kelemahan afiliasi yang orang punyai dengan kelompok etnis. Hingga tingkat di mana orang dalam kelompok etnis yang lain atau masyarakat yang lebih besar, mereka merupakan kelompok etnis dan pangsa pasar yang berbeda (Engel, Blackwell & Miniard, 1995 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:19).
2.2.2 Faktor Kelas Sosial Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotannya
20
mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa (Setiadi, 2008:12). Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu hirarki kelas-kelas status yang berbeda, sehingga anggota dari setiap kelas yang relatif sama mempunyai kesamaan. Dengan demikian terdapat penjejangan dalam kelas sosial, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. Banyaknya jenjang (kelas sosial) di masyarakat ini relatif berbeda tergantung dari kondisi ekonomi dan sosial yang ada di masyarakat tersebut dan kepentingan yang melatarbelakangi (Suryani, 2013:198). 2.2.2.1 Variabel Kelas Sosial Stratifikasi terjadi untuk mengembangkan dan melestariskan identitas sosial kolektif di dalam dunia yang dicirkan oleh ketidaksamaan ekonomi yang mudah menyebar. Identitas sosial dicapai dengan menetapkan batas-batas pada interaksi di antara manusia dari status yang tidak sama. Sebuah penelitian yang berkenaaan dengan pengukuran kelas di kota-kota besar dan secara nasional, gerakan di antara kelas-kelas sosial, interaksi kelas sosial dengan variabel lain seperti jenis kelamin, ras, etnisitas, dan pendidikan, serta efek kelas sosial pada kemiskinan dan kebijakan ekonomi. Berikut ini beberapa variabel kelas sosial (Engel, Blackwell & Miniard, 1995 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:22): 1.
Variabel ekonomi Pekerjaan, pendapatan, dan kekayaan mempunyai kepentingana kritis karena apa yang orang kerjakan untuk nafkah tidak hanya menentukkan berapa
21
banyak yang harus dibelanjakan oleh keluarga, tetapi juga sangat penting dalam menentukan kehormatan yang diberikan kepada anggota keluarga. Kekayaan biasanya adalah hasil dari akumulasi pendapatan masa lalu. Dalam bentuk tertentu seperti pemilikan perusahaan atau saham dan obligasi, kekayaan adalah sumber pendapatan masa datang yang memungkinkan keluarga mempertahankan kelas sosialnya (yang tinggi) generasi ke generasi. 2.
Variabel interaksi Prestise pribadi, asosiasi, dan sosialisasi adalah inti dari kelas sosial. Orang mempunyai prestise tinggi jika orang lain mempunyai sikap respek atau menghormati mereka. Prestise adalah sentimen di dalam pikiran orang yang mungkin tidak selalu mengetahui bahwa hal itu ada di sana. Untuk analis konsumen, prestise dipelajari dengan dua cara, yaitu dengan menanyakan orang mengenai sikap respek mereka terhadap orang lain dan dengan memerhatikan perilaku mereka dalam hal-hal seperti peniruan gaya hidup dan pemakaian produk.
3.
Asosiasi Asosiasi adalah variabel yang berkenaan dengan hubungan sehari-hari. Orang yang mempunyai hubungan sosial yang erat dengan orang yang suka mengerjakan hal-hal yang sama seperti yang mereka kerjakan, dengan cara yang sama, dan dengan siapa mereka merasa senang.
4.
Sosialisasi Sosialisasi adalah proses di mana individu belajar keterampilan, sikap dan kebiasaan untuk berpartisipasi di dalam kehidupan komunitas bersangkutan. Banyak penelitian sosiologis menyimpulkan bahwa perilaku dan nilai-nilai
22
kelas sosial dipelajari secara dini di dalam siklus kehidupan. Posisi kelas orang tua jelas dibedakan pada anak-anak pada waktu mereka mencapai masa remaja, bukan hanya untuk pola perilaku dasar, tetapi variabel kepribadian yang bervariasi menurut kelas sosial seperti harga diri (self esteem). 5.
Variabel politik Kekuasaan, kesadaran kelas, dan mobilitas adalah penting untuk mengerti aspek politik dari sistem stratifikasi. Kekuasaan adalah potensi individu atau kelompok untuk menjalankan kehendak mereka atas orang lain. Walaupun merupakan pokok dalam analisis banyak teoretikus kelas sosial, variabel ini kurang menarik minat langsung pemasar.
6.
Kesadaran kelas Kesadaran kelas mengacu pada tingkat di mana orang di dalam suatu kelas sosial sadar diri mereka sebagai kelompok tersendiri dengan kepentingan politik dan ekonomi bersama. Sementara orang menjadi semakin sadar kelompok, mereka mungkin mengorganisasi partai politik, serikat pekerja, dan asosiasi lain untuk memajukan kepentingan kelompok mereka.
7.
Mobilitas dan suksesi Mobilitas dan suksesi adalah konsep kembar yang berhubungan dengan stabilitas atau instabilitas system stratifikasi. Susksesi mengacu kepada proses anak-anak yang mewarisi posisi kelas orang tua mereka. Mobilitas mengacu pada proses pergerakan naik atau turun yang berhubungan dengan orang tua mereka. Jika mobilitas terjadi di dalam arah naik, kemungkinan ada konsumen akan perlu belajar seperangkat perilaku konsumen yang baru (produk dan mereka yang konsisten dengan situasi baru mereka).
23
2.2.2.2 Sifat Kelas Sosial Sifat kelas sosial berdampak pada dinamika yang terjadi di masyarakat. Terdapat dua sifat kelas sosial, yakni: 1.
Hirarkis Hirarkis artinya bahwa kelas sosial itu bersifat berjenjang, dari yang paling rendah, menengah, dan tinggi. Meskipun sift hirarkis ini terjadi pada semua masyarakat, namun banyaknya jenjang bervariasi antara masyarakat yang satu dengan yang lain.
2.
Dinamis Kelas sosial bersifat dinamis, artinya bahwa kelas sosial seorang konsumen dapat berubah menjadi lebih tinggi (naik), atau sebaliknya dapat mengalami penurunan. Mobilitas kelas sosial di masyarakat sangat mungkin terjadi. Perubahan kelas sosial ini akan diikuti dengan penyesuaian pola konsumsi dan gaya hidup. Konsumen dari kelas sosial bawah yang karena kemampuan dan ketekunannya meraih suskses, mendapatkan status sosial yang tinggi dan didukung oleh kondisi ekonomi yang baik, akan menyesuaikan pola konsumsi dan gaya hidupnya. Ketika konsumen berada di kelas sosial bawah, makan di pinggir jalan sudah merasa nyaman, baju tanpa merek tidak menjadi masalah, kini setelah kehidupannya membaik, dan kelas sosialnya meningkat, maka tidak mau lagi makan di pinggir jalan, tetapi selalu mencari restoran yang terkenal, berbelanja baju di butik, dan lain-lain.
24
2.2.2.3 Penentu Kelas Sosial Penentu kelas sosial menurut sosiolog Joseph Kahl dalam buku Consumer Behavior oleh Engel, Blackwell & Miniard (1995) yang dikutip oleh Sunyoto, (2013:24) meliputi pekerjaan, prestasi pribadi, interaksi, pemilikan, orientasi nilai, dan kesadaran kelas. 1.
Pekerjaan Analisis konsumen mempertimbangkan pekerjaan sebagai indikator tunggal terbaik mengenai kelas sosial. Pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen sangat memengaruhi gaya hidup mereka dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk menyampaikan prestise, kehormatan, dan respek. Kapilitas atau wirausaha adalah salah satu dari pekerjaan dengan efek yang lebih langgeng atau kelas sosial keluarga karena kemungkinan pengembangan simpanan modal yang akan meneruskan pendapatan untuk generasi masa datang.
2.
Prestasi pribadi Status seseorang dapat pula dipengaruhi oleh keberhasilannya yang berhubungan dengan status orang lain di dalam pekerjaan yang sama. Walaupun pendapatan bukanlah indicator yang biak untuk keseluruhan kelas sosial pendapatan dapat berfungsi sebagai ukuran prestasi pribadi di dalam surat pekerjaan. Duapuluh lima persen penghasil pendapatan puncak di dalam pekerjaan apa pun mungkin juga merupakan yang paling dihormati sebagai orang yang kompeten secara pribadi di dalam bidang mereka.
25
3.
Interaksi Orang merasa paling senang jika mereka bersama orang dengan nilai dan perilaku yang sama. Sosiolog yang menekankan analisis interaksi sosial kadang disebut kelompok siapa-mengundang-siapa-untuk-makan malam. Di dalam rancangan seperti ini keanggotaan kelompok dan interaksi dianggap sebagai determinan utama dari kelas sosial seseorang. Walaupun mungkin merupakan pengecekan keabsahan yang terbaik dalam penelitian kelas sosial, interaksi bukan merupakan variabel yang sama bermanfaatnya, dalam penelitian konsumen, dengan pekerjaan karena kesulitan dalam mengukur interaksi sosial. Keintiman sosial adalah ekspresi kesamaan sosial walaupun interaksi bersangkutan mungkin sulit diukur. Interaksi sosial biasanya terbatas pada kelas sosial langsung seseorang, walaupun peluang ada untuk kontak yang lebih luas.
4.
Pemilikan Pemilikan adalah simbol keanggotaan kelas, tidak hanya pemilikan, tetapi sifat pilihan yang dibuat. Keputusan kepemilikan terpenting yang mencerminkan kelas sosial suatu keluarga adalah pilihan di mana untuk tinggal. Ini mencakupi baik jenis rumah dan lingkungan tetangga. Satu lagi kepemilikan yang sangat penting adalah universitas tempat orang menuntut ilmu. Individu kelas atas memilih seolah terbaik, yang pada gilirannya mengukuhkan kesadaran dan kohesi kelas. Pemilikan lain yang berfungsi sebagai indikator status sosial mencakupi keanggotaan dan klub, gaya perabot yang disukai, busana, peralatan, dan jenis hiburan yang dipilih. Orang yang tidak mempunyai pemilikan atau pengetahuan mengenai pemilikan tetapi
26
yang mencita-citakan kelas sosial yang lebih tinggi dapat belajar dengan rajin guna mengetahui lebih banyak tentang kepemilikan dari kelas ini. Produk dan merek sering berusaha agar ditempatkan sebagai simbol status sebagai produk yang digunakan oleh kelas menengah atas atau kelas atas. Untuk orang yang berusaha agar dihubungkan dengan kelas-kelas itu, pembelian mereka seperti ini mungkin sebagian didasarkan kepada hasrat akan afialiasi atau identifikasi seperti ini. 5.
Orientasi nilai Nilai menunjukkan kelas sosial di mana seseorang termasuk di dalamnya. Ketika sekelompok orang berbagai seperangkat keyakinan bersama yang abstrak yang mengorganisiasi dan menghubungkan banyak sifat spesifik adalah mungkin untuk menggolongkan individu di dalam kelompok dengan tingkat di mana ia memiliki nilai ini. Kepercayaan ini mungkin mengacu kepada nilai-nilai umum mengenai cita-cita politik, praktik keagamaan, motivasi kerja, system ekonomi kapitalistis dan seterusnya.
6.
Kesadaran kelas Kelas sosial seseorang ditunjukkan hingga jangkauan tertentu dengan berapa sadar orang bersangkutan akan kelas sosial di dalam suatu masyarakat. Individu yang relatif sadar akan perbedaan kelas lebih mungkin berasal dari kelas sosial yang lebih rendah mungkin lebih sadar akan realitas kelas sosial secara keseluruhan. Ini mengesankan bahwa organisasi pemasaran dengan target pasar di dalam kelas atas perlu lebih banyak mempelajari kelas sosial dan mengembangkan strategi pemasaran bedasarkan perbedaan kelas sosial
27
yang lebih halus daripada perusahaan yang mengimbau kelas sosial yang lebih rendah. 2.2.2.4 Pendapatan atau Kelas Sosial Menurut Sunyoto, (2013:29) prosedur untuk pemangsaan pasar (proses mendefinisikan kelompok pelanggan yang homogen dan membuat tawaran yang kuat secara khusus untuk mereka) mencakup langkah sebagai berikut: 1.
Identifikasi pemakaian kelas sosial dan produk
2.
Perbandingan variabel kelas sosial untuk pemangsaan dengan variabel lain (pendapatan, siklus hidup)
3.
Deskripsi karakteristik kelas sosial yang diidentifikasi di dalam target pasar.
4.
Perkembangan program pemasaran untuk memaksimumkan keefektifan bauran pemasaran yang didasarkan pada konsistensi dengan sifat kelas sosial.
2.2.3 Faktor-Faktor Sosial Menurut Kotler, (1996:181) faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen diantaranya: kelompok acuan, keluarga, peran dan status dalam masyarakat. 2.2.3.1 Kelompok Referensi Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa diantaranya adalah kelompok-kelompok primer, yang dengan adanya interaksi yang cukup berkesinambungan, seperti keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat. Kelompok-kelompok sekunder, yang cenderung lebih resmi
28
dan yang mana interaksi yang terjadi kurang berkesinambungan. Kelompok yang seseorang ingin menjadi anggotanya disebut kelompok aspirasi. Sebuah kelompok diasosiatif (memisahkan diri) adalah sebuah kelompok yang nilai atau perilakunya tidak disukai oleh individu. Menurut Assel yang dikutip oleh Sutisna, (2002 :176) kelompok rujukan atau kelompok referensi adalah kelompok yang berfungsi sebagai poin rujukan bagi individu dalam membentuk kepercayaan, sikap dan perilakunya. Adapun jenis – jenis kelompok referensi menurut Engel, et al (1994) yang dikutip Sutisna, (2002:176) oleh: 1.
Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder Kelompok primer merupakan kelompok dengan interaksi yang tidak terbatas, sesama anggotanya sudah saling mengenal dan memperlihatkan kesamaan yang mencolok dalam kepercayaan dan perilaku. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang interaksinya bersifat lebih sporadis, kurang komperhensif, dan kurang berpengaruh dalam membentuk gagasan dan perilaku.
2.
Kelompok Aspirasi dan Kelompok Disosiatif Kelompok aspirasi merupakan kelompok yang didalamnya terdapat keinginan untuk mempergunakan norma, nilai serta perilaku orang lain. Sedangkan kelompok disosiatif adalah kelompok yang nilai – nilainya atau normanya berusaha dihindari oleh orang lain.
3.
Kelompok Formal dan Kelompok Informal Kelompok formal merupakan kelompok yang memiliki peraturan – peraturan yang tegas, organisasi dan strukturnya dimodifikasi secara tertulis dan hubungan antara anggotanya didasarkan pada aturan yang telah ditetapkan. Sedangkan kelompok informal
29
merupakan kelompok dengan lebih sedikit struktur dan mungkin didasarkan pada persahabatan atau persamaan – persamaan yang dimiliki anggotanya. Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama. 4.
Peran dan Status. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Sebuah peranan terdiri dari aktifitas yang diperkirakan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan orangorang lain yang ada di sekelilingnya. Setiap peranan akan mempengaruhi perilaku membelinya.
2.2.3.2 Faktor Yang Menentukkan Kekuatan Pengaruh Kelompok Menurut Suryani, (2008:226) kelompok punya pengaruh kuat jika mampu: 1.
Menginformasikan atau membuat individu lebih menyadari mengenai produk atau merk tertentu. Suatu kelompok pembelanja mempunyai pengaruh yang kuat dalam hal pemilihan merk kepada anggota yang tergabung dalam kelompoknya, jika kelompok tersebut mempunyai informasi yang banyak dan lengkap tentang berbagai merk dan dalam interaksi komunikasi tentang pentingnya memilih merk dan informasi berbagai merk dan kinerjanya sering terjadi anggota kelompok.
2.
Memberikan kesempatan untuk membandingkan Dalam interaksi, anggota kelompok akan saling berbagi pengalaman, menyampaikan ide, dan bertanya kepada yang lainnya. Pengaruh kelompok akan kuat jika dalam kelompok tersebut terdapat suasana untuk saling berbagi
30
pengalaman dan diskusi untuk membandingkan berbagai pilihan dan perilaku belanja dan perilaku konsumsi. 3.
Mempengaruhi individu untuk mengadopsi sikap Kelompok yang mempunyai pengaruh kuat pada anggotanya untuk menyesuaikan sikap dengan sikap yang dikembangkan oleh kelompok, akan lebih berpengaruh dibandingkan kelompok yang lemah dalam mempengaruhi perilaku anggotanya.
4.
Melegitimasi keputusan individu untuk menggunakan produk yang sama dengan yang digunakan kelompok. Kelompok yang mempunyai kekuatan dalam memberikan rekomendasi dan bahkan mengharuskan anggotanya untuk menggunakan suatu produk tertentu akan mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku konsumsi dan perilaku belanja anggotanya, ssehingga secara langsung berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
2.2.4 Faktor Pengaruh Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan dan situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Konsumsi seorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapantahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami penambahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas ratarata terhadap produk dan jasa tertentu. Situasi ekonomi seorang akan
31
mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang) (Setiadi, 2008:13). Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berada dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Bila jenisjenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek. a.
Umur dan Tahapan Dalam Siklus Hidup Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya.
b.
Pekerjaan Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaannya. Seorang pekerja keras akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, kotak makanan, dan rekreasi permainan bowling. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.
32
c.
Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pilihan produk. Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.
d.
Gaya Hidup Gaya Hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang (Setiadi, 2008:13). Konsep gaya hidup dan kepriadian sering kali disamakan, padahal sebenarnya keduanya berbeda. Gaya hidup lebih menunjukkan pada bagaimana individu menjalankan kehidupannya. Gaya hidup merupakan pola konsumsi yang mereflesikan pilihan individu dalam hal bagaimana mereka menghabiskan uang dan waktunya (Solomon, 2011 yang dikutip oleh Suryani, 2013:57).
e.
Kepribadian dan Konsep Diri Yang dimaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen. Bila jenis-jenis kepribadian dapat diklasfikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara
33
jenis-jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek (Sunyoto, 2013:31). 2.2.4.1 Teori-teori Kepribadian Menurut Sunyoto, (2013:31-34) ada beberapa teori yang mengemukakan tentang kepribadian seseorang, yaitu: 1) Teori psikoanalistis Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud, yang menekankan pada sifatsifat kepribadian yang tidak disadari sebagai hasil dari konflik masa kanakkanak. Konflik itu diturunkan menjadi tiga komponen kepribadian yang meliputi id, ego dan super ego. Id atau libido mengendalikan kebutuhan dan kepentingan individu yang paling dasar seperti rasa lapar, haus, dan pertahanan diri. Id adalah seluruh sumber kekuatan yang dibawa sejak lahir yang mengendalikan perilaku. Sumber kekuatan itu bekerja hanya denga satu prinsip, yaitu mengarahkan perilaku untuk mencapai kesenangan. Ego adalah konsep diri individu dan manifetasi realitas tujuan, dan hal itu dikembangkan dalam interaksi dengan dunia luar. Ego mengendalikan id untuk mencapai tujuan yang secara sosial bisa diterima. Super ego tidak mengatur id tetapi super ego sebagai pengendali dengan memberikan hukuman pada perilaku yang tidak dapat diterima dengan menciptakan perasaan bersalah. 2) Teori sosial Dari perspektif teori sosial, kepribadian dijelaskan dengan pola perilaku yang konsisten yang memperlihatkan hubungan orang-orang dengan situasi sosial. Dalam pandangan teori sosial, setiap orang berperilaku sesuai dengan
34
tuntutan sosial. Ketika dalam suatu masyarakat terdapat dogma-dogma yang kuat sehingga mengungkung anggota masyarakatnya, maka tindakan perilaku seseorang akan diarahkan oleh dogma-dogma itu. Penelitian teori sosial yang berhubungan dengan pemasaran telah menggunakan skala “attention to social comparison information (ATSCI)”. Skala tersebut menilai kecenderungan konsumen untuk menyesuaiakan pada tekanan mempunyai skor yang tinggi pada ATSCI menyatakan suatu kesadaran bagaimana orang lain bereaksi pada perilaku mereka, dan akan cenderung untuk mengubah sikap mereka, sehingga konsisten dengan norma-norma kelompok. 3) Teori konsep diri Dalam pandangan teori konsep diri, manusia mempunyai pandangan dan presepsi atas dirinya sendiri. Dengan demikian setiap individu berfungsi sebagai subjek dan objek presepsi. Konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu adalah berupa penilaian-penilaian terhadap diri sendiri. Secara umum konsep diri diatur oleh dua prinsip, yaitu keinginan untuk mencapai konsistensi dan keinginan untuk meningkatkan harga diri (self esteem). Pencapaian konsistensi berarti konsumen akan bertindak menurut konsep diri yang sebenarnya. Perilaku pembelian konsumen diarahkan untuk pencapaian konsep diri, itulah yang disebut sebagai keinginan untuk konsisten antara konsep diri dan perilakunya. Konsep diri yang sebenarnya (actual self) dapat diterapkan untuk pemasaran. Konsep actual self menyatakan bahwa pembelian yang dilakukan oleh konsumen dipengaruhi oleh konsep yang dimiliki oleh mereka sendiri. Konsistensi diri dicapai dengan membeli produk yang dirasakan oleh konsumen antara citra mereka dan citra diri.
35
Komponen lain dari konsep diri, yaitu in deal self yang berhubungan self esteem. Self esteem seseorang merupakan suatu sikap positif terhadap diri sendiri. Orang dengan harga diri yang rendah tidak mempunyai harapan bahwa mereka akan berusaha menghindari keadaan yang bisa memalukan, kegagalan atau penolakan. Sebaliknya orang dengan harga diri tinggi mengharapkan akan menjadi sukses, akan berani mengambil resiko dan bersedia menjadi pusat perhatian. 4) Teori sifat pendekatan teori sifat (trait theory) Kepribadian berusaha mengkalsifikasikan manusia menurut karakteristik atau ciri-ciri dominan. Trait adalah setiap karakteristik yang berbeda dari satu dengan yang lainnya, dan cirri atau sifat itu permanen dan konsisten. Teori trait ini berusaha menjelaskan serangkaian kecenderungan sifat-sifat manusia. Pendekatan kepribadian dengan teori sifat ini berusaha mengkuantitatifkan karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh seseorang. Di samping itu pendekatan ini bedasarkan diri-kepribadian dan penggunaannya untuk pemasaran sering mengalami kesulitan untuk memprediksi perilaku konsumen secara permanen. Tabel 2.1 Ciri-ciri Kepribadian Seseorang 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendiam versus ramah Bodoh versus cerdas Tidak stabil versus stabil Patuh versus agresif Serius versus bersenang-senang Bijaksana versus hati-hati Pemalu versus tidak pemalu Keras hati versus lembut Penuh kepercayaan versus curiga
10 11 12 13 14 15 16
Praktis versus imajinatif Rendah hati versus pulasan Percaya pada diri sendiri versus menyalahkan diri sendiri Konservatif versus coba-coba Bergantung pada kelompok versus mandiri Tidak disiplin versus terkendali Santai versus tertekan
Sumber: Sutisna, 2002 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:35
36
2.2.4.2 Nilai dan Gaya Hidup Pengertian nilai dan gaya hidup adalah sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana seseorang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya, dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya (Sutisna, 2002 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:35). Henry Assael (1992) dalam bukunya Consumer Behavior and Marketing Action dikutip oleh Sutisna (2002) yang dikutip oleh Sunyoto, (2013:35) menyebutkan bahwa gaya hidup akan berkembang pada masing-masing dimensi yaitu aktivitas, interest, dan opini tampak sebagai berikut: Tabel 2.2 Inventory Gaya Hidup Aktivitas Bekerja Hobi Peristiwa sosial Liburan Hiburan Anggota klub Komunitas Belanja Olahraga
Interest Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Pakaian Makanan Media Prestasi
Opini Diri mereka sendiri Masalah-masalah sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan produk Masa depan Budaya
Sumber: Sutisna, 2002 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:36 SRI Internasional telah mengembangkan program untuk mengukur gaya hidup ditinjau dari aspek nilai kultural, yaitu outer directed, inner directed, need driven. Barikut ini table yang menunjukkan karakteristik konsumen dari ketiga aspek nilai cultural di atas: Tabel 2.3 Karakteristik Konsumen Bedasarkan Aspek Outer Directed, Inner Directed, dan Need Driven Outer Directed Belongers: Kelas menengah, mengahargai rasa aman, stabil, identitas, dan solidaritas kelompok, tidak ambil resiko, ingin hurahura. Emulators:
Inner Directed I-Am-Me: Muda, idealis, menekankan ekspresi diri, music keras, busana mencolok, melawan keompok outer directed.
Need Driven Survivor: (Orang yang bertahan hidup). Wanita tua, pendidikan rendah dan tidak sehat, atau keluarga tidak mampu.
Experiential:
Sustainer:
37
Belanja terus, punya hutang, frustasi dalam ambisinya.
Mengahargai pendidikan, lingkungan dan pengalamanpengalaman. Achievers: Socially Conscious: Lebih tua, matang, mampu, Paling tinggi pendidikan, berkeluarga yang memiliki dewasa, gerakan flower power rumah. Emulator ingin masuk sampai dengan politik, punya kelompok ini. jabatan berpengaruh tapi sering protes dalam isu sosial politik Sumber: Sutisna, 2002 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:37
Muda, berjuang mencari tempat dalam masyarakat.
2.2.5 Faktor Psikologis Menurut Kotler, (1996:196) faktor psikologis mencakup presepsi, motivasi, pembelajaran, sikap, dan kepribadian. Sikap dan kepercayaan merupakan faktor psikolgis mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. 1.
Motivasi Menurut Suryani, (2008:27) motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan. Seorang konsumen tergerak untuk membeli sesuatu produk karena ada sesuatu yang menggerakkan. Proses timbulnya dorongan sehingga konsumen tergerak untuk membeli suatu produk itulah yang disebut motivasi. Sedangkan yang memotivasi untuk membeli namanya motif.
2.
Presepsi Presepsi
didefinisikan
sebagai
proses
dimana
seseorang
memilih,
mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti di dunia ini. Orang dapat memiliki presepsi yang berbeda dari objek yang sama karena adanya tiga proses presepsi: a.
Perhatian yang selektif.
b.
Gangguan yang selektif.
c.
Mengingat kembali yang selektif.
38
3.
Proses Belajar Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
4.
Kepercayaan dan Sikap Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu (Setiadi, 2008:15). Sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk
beraksi terhadap penawaran produk dalam situasi dan
kondisi tertentu secara konsisten. Sikap mempengaruhi kepercayaan, dan kepercayaan mempengaruhi sikap (Sangadji & Sopiah, 2013:24). 2.2.5.1 Kepribadian Kepribadian sering diartikan sebagai karakteristik individual yang merupakan perpaduan dari sifat, tempramen, kemampuan umum dan bakat yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Kepribadian juga dipandang sebagai karakteristik yang ada dalam diri individu yang
melibatkan
berbagai
proses
psikologis
yang
akan
menentukan
kecenderungan dan respon seseorang terhadap lingkungan (Suryani, 2013:47). Kepribadian merupakan faktor psikologis
yang mempengaruhi perilaku
konsumen. Kepribadian adalah pola individu untuk merespons stimulus yang muncul dari lingkungannya. Termasuk di dalam kepribadian adalah opini, minat, dan prakarsa. Pembelajaran berdampak pada adanya perubahan. Seorang individu/konsumen dikatakan belajar jika ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam tiga aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang bersifat relatif permanen (Sangadji & Sopiah, 2013:24-25).
39
Terdapat beberapa karakteristik penting berkaitan dengan definisi kepribadian, antara lain: 1.
Kepribadian antar individu berbeda Tidak ada dua individu yang memiliki kepribadian yang sama, oleh karena itu dinyatakan bahwa kepribadian adalah unik, artinya khas pada individu tertentu. Kekhasan ini terutama dalam hal karakteristik yang khususnya membedakan dengan yang lain yang sifatnya relatif menonjol. Memang sangat memungkinkan ditemukannya kemiripan antar individu, tetapi bila ditelusur lebih lanjut pasti akan dijumpai adanya perbedaan tertentu apakah dalam hal karakter, emosi ataupun kecenderungan-keenderungan untuk melakukan perilaku tertentu.
2.
Kepribadian terbentuk karena interaksi dengan lingkungan Perkembangan individu mulai dari dalam kandungan, bayi, kanak-kanak, remaja dewasa tidak pernah terlepas dari lingkungan dimana individu melakukan interaksi. Oleh karena itu bagaimanapun juga lingkungan memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk kepribadian konsumen. Lingkungan keluarga sebagai lingkungan primer, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan dan lingkungan masyarakat luas berpengaruh terhadap kepribadian konsumen.
3.
Kepribadian bersifat relatif permanen Diyakini oleh para pakar psikologi bahwa kepribadian individu bersifat relatif permanen, oleh karena itu relatif sangat sulit untuk mengubah kepribadian, jika kepribadian itu telah terbentuk pada diri individu. Suatu hal yang kurang tepat apabila pemasar berusaha mengubah kepribadian konsumen. Yang dapat
40
dilakukan pemasar adalah bagaimana menciptakan produk atau jasa yang sesuai dengan kenginan kelompok-kelompok konsumen yang memiliki kepribadian yang relatif mirip tersebut. 4.
Kepribadian dapat berubah Meskipun kepribadian bersifat relatif permanen, tetapi dalam kondisi tertentu kepribadian dapat berubah. Sebagai contoh adanya perubaha yang sangat drastis dalam kehidupan seperti perpisahan, perubahan lingkungan yang sangat berbeda dengan kondisi sebelumnya, perceraian dan lain-lain dapat mengubah kepribadian seseorang.
2.2.6 Faktor Situasi 2.2.6.1 Pengertian Pengaruh Situasi Menurut Russell W.Belk (1974) yang di kutip Engel, Blackwell & Miniard (1995) yang dikutip oleh Sunyoto, (2013:39) pengertian pengaruh situasi adalah sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Russell W.Belk (1974) yang dikutip oleh Sunyoto, (2013:39) mengusulkan bahwa situasi konsumen dapat didefinisikan sepanjang garis lima karakteristik umum, yaitu: 1.
Lingkungan fisik Adalah sifat nyata yang merupakan situasi konsumen. Ciri ini mencakup lokasi geografis, dekor, suara, aroma, penyinaran, cuaca dan konfigurasi yang terlihat dari barang dagangan atau bahan lain yang mengelilingi objek stimulus.
41
2.
Lingkungan sosial Adalah ada atau tidak adanya orang lain di dalam situasi bersangkutan.
3.
Waktu Adalah sifat sementara dari situasi seperti momen tertentu ketika perilaku terjadi, misalnya jam, hari, bulan, tahun, musim. Waktu mungkin pula diukur sehubungan dengan semacam kejadian masa lalu atau masa datang untuk peserta situasi, misalnya waktu sejak pembelian terakhir, waktu hingga hari pembayaran.
4.
Tugas Adalah tujuan atau sasaran tertentu yang dimiliki konsumen di dalam suatu situasi. Sebagai contoh orang yang berbelanja hadiah perkawinan untuk seorang teman berada di dalam situasi acuh tak acuh dibandingkan ia berbelanja untuk pemakaian pribadinya sendiri.
5.
Keadaan anteseden Adalah
suasana
hati
sementara,
misalnya
kecemasan,
kesenangan,
kegairahan, atau kondisi sementara, misalnya uang kontan yang tersedia, keletihan, yang dibawa oleh konsumen ke dalam situasi tersebut. Keadaan anteseden berbeda dengan keadaan singkat yang terjadi sebagai respons terhadap suatu situasi dan juga dari ciri individu yang kekal, misalnya kepribadian. 2.2.6.2 Macam-macam Situasi Konsumen Menurut Flemming Hansen (1972) yang dikutip oleh Engel, Blackwell & Miniard (1995) yang dikutip oleh Sunyoto, (2013:41) ada tiga macam situasi konsumen, yaitu:
42
1) Situasi Komunikasi Pengertian dari situasi komunikasi adalah sebagai latar di mana konsumen dihadapkan kepada komunikasi pribadi atau non pribadi. Komunikasi pribadi mencakup percakapan yang mungkin diadakan oleh konsumen dengan orang lain seperti wiraniaga atau sesama konsumen. Komunikasi non pribadi akan melibatkan spektrum luas stimulus seperti iklan dan program serta publikasi yang berorientasi konsumen. 2) Situasi pembelian Situasi ini mengacu pada latar di mana konsumen memperoleh produk dan jasa. Pengaruh situasi sangat lazim selama pembelian. Situasi pembelian ini meliputi lingkungan informas, dan lingkungan ritail. a.
Lingkungan informasi Menurut James R. Bettman (1975) yang dikutip oleh Sunyoto, (2013:42), lingkungan informasi ini mengacu pada keseluruhan jajaran data yang berkaitan dengan produk yang tersedia bagi konsumen. Sifat lingkungan informasi akan menjadi determinan penting dari perilaku pasar ketika konsumen terlibat dalam bentuk pengambilan keputusan non kebiasaan. Sebagian
dari
karakteristik
lingkungan
yang
utama
mencakup
ketersediaan informasi, jumlah beban informasi, dan cara di mana informasi disajikan dan diorganisasikan. b.
Lingkungan ritail Sifat dari lingkungan ritail atau lingkungan eceran sering kali di acu sebagai store atmospherics, sangat menarik bagi para pemasar karena dua alasan mendasar. Pertama, berbeda dengan banyak pengaruh situasi
43
yang berada di luar kendali pemasar, mereka mempunyai kemampuan untuk menciptakan lingkungan eceran. Kedua, pengaruh ini dibidikkan kepada konsumen tepay di tempat yang benar. Lingkungan eceran ini meliputi bermacam elemen, termasuk tata ruang toko, ruang lorong, penempatan dan bentuk peraga, warna, penyinaran, kehadiran dan volume music di dalam toko, aroma dan temperatur. Walaupun banyak dari penelitian yang mendokumentasikan pengaruh faktor ini bersifat pribadi, studi yang diterbitkan secara terhadap berakumulasi di dalam bidang ini. 3) Situasi pemakaian Situasi pemakaian (usage situasion) mengacu pada latar di mana konsumsi terjadi. Tetapi konsumsi produk sering terjadi di latar yang sangat jauh baik secara fisik maupun temporal, dari latar di mana produk diperoleh. Bahkan jika situasi pembelian dan situasi pemakaian berbeda, yang belakangan masih dapat memiliki pengaruh yang kuat karena konsumen memperhitungkan situasi pemakaian yang dimaksudkan selama pengambilan keputusan (John L.Stanton dan P.Greg Boner, 1980 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:43). 2.2.7 Faktor Keluarga 2.2.7.1 Pengertian Keluarga Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat memengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli (Anwar P.M., 1998 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:37). Keluarga sering dibedakan dengan rumah tangga. Rumah tangga umumnya digunakan
44
untuk istilah yang lebih luas. Rumah tangga terdiri dari siapa saja yang tinggal bersama dalam satu rumah (tempat tinggal). Dari aspek formalitas atau legalitas keluarga dipandang sebagai berkumpulnya dua orang atau lebih dan saling berinteraksi yang ada suatu ikatan perkawinan ataupun adopsi (Suryani, 2013:179). Menurut Burgess dkk yang dikutip oleh Suryani, (2008:237) mendefinisikan keluarga bedasarkan pada orientasi terhadap tradisi, yakni: 1.
Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2.
Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah,mereka tetap men ganggap rumah tangga sebagai rumah mereka.
3.
Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara dan saudari.
4.
Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa cirri unik tersendiri (Friedman, 1998 yang dikutip oleh Suryani, 2013:179).
Konsep tentang keluarga di Indonesia lebih luas. Para pakar membagi istilah keluarga dalam dua kategori, yaitu : keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti digunakan untuk menggantikan terminology nuclear family, sedangkan keluarga besar digunakan untuk menggantikan istilah ex-tended family. Keluarga yang diperluas dalam beberapa kelompok masyarakat juga digunakan untuk
45
menunjuk pada individu-individu yang mempunyai kekerabatan kuat karena hubungan darah dan tinggal dalam satu kompleks tertentu atau terpisah. Guna memudahkan dalam kajian keluarga di dalam buku ini, yang dimaksud dengan keluarga adalah suami-istri, anak-anak dan pembantu/orang tua yang tinggal dalam satu rumah (tempat tinggal). 2.2.7.2 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Keluarga Variabel yang dimaksud memengaruhi keluarga di sini adalah variabel sosiologis, di mana keluarga dalam mengambil keputusan dapat dimengerti dengan baik dengan mempertimbangkan dimensi sosiologis seperti kohesi, adaptasi, dan komunikasi (Engel, Blackwell & Miniard, 1995 yang dikutip oleh Sunyoto, 2013:38). 1.
Kohesi adalah pertalian emosi yag dimiliki para anggota keluarga satu sama lain. Di samping itu kohesi merupakan ukuran seberapa dekat yang dirasakan oleh para anggota keluarga terhadap satu sama lain pada tingkat emosi. Kohesi juga dapat merefleksikan perasaan keterkaitan dengan atau keterpisahan dari anggota lain dalam keluarga.
2.
Kemampuan beradaptasi adalah kemampuan sistem perkawinan atau keluarga untuk mengubah struktur kekuasaannya, hubungan peranan, dan kaidah hubungan sebagai respons terhadap stress situasional dan perkembangan. Kemampuan keluarga dalam beradaptasi adalah ukuran seberapa baik keluarga dapat memenuhi tantangan yang disajikan oleh kebutuhan yang berubah.
3.
Komunikasi adalah dimensi yang memudahkan, yang kritis bagi gerakan pada dua dimensi yang lain. Keterampilan berkomunikasi yang positif,
46
memungkinkan keluarga untuk berbagi satu sama lain kebutuhan dan preferensi mereka yang berubah sebagaimana berhubungan dengan kohesi dan kemampuan beradaptasi. Keterampilan komunikasi yang negative, seperti pesan ganda, ikatan ganda, kritik, meminimumkan kemampuan keluarga untuk berbagai perasaan, sehingga membatasi gerakan pada dimensi kohesi dan kemampuan beradaptasi.
2.2.7.3 Peranan Individu dalam Pembelian Keluarga Keputusan pembelian keluarga melibatkan setidaknya lima perana yang dapat didefinisikan. Peranan-peranan ini mungkin dipegang oleh suami, istri, anak atau anggota lain di dalam rumah tangga. Peranan ganda maupun actor ganda adalah normal. 1.
Penjaga pintu (gatekeeper) Perannya adalah mengatur dan mengendalikan informasi yang akan masuk ke keluarga. Yang berperan sebagai penjaga pintu ini berperan untuk menerima, meneruskan atau menolak/mengehentikan informasi yang akan disampaikan kepada anggota keluarga.
2.
Pemberi pengaruh (influencer) Perannya adalah member pengaruh kepada anggota keluarga yang lain, untuk mengambil keputusan. Individu yang opininya dicari sehubungan dengan kriteria yang harus digunakan oleh keluarga dalam pembelian dan produk atau merek mana yang paling mungkin cocok dengan kriteria evaluasi itu.
47
3.
Pengambil keputusan (decider) Orang dengan wewenang dan atau kekuasaan keuangan untuk memilih bagaimana uang keluarga akan dibelanjakan dan produk atau merek mana yang akan dipilih.
4.
Pembeli (buyer) Orang yang bertindak sebagai agen pembelian yang mengunjungi toko, menghubungi penyuplai, menulis cek, membawa produk ke rumah dan seterusnya.
5.
Pemakai (user) Perannya memakai produk atau menggunakan produk/jasa yang dibeli.
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahuu mengenai keputusan pembelian sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Prisca Andini (2012) menunjukkan bahwa keputusan pembelian konsumen berpengaruh signifikan teradap kualitas produk, harga, promosi kesadaran merek, citra merek, kepribadian merek dan popularitas. Artinya, keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor yang timbul dari dalam benak konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus mengerti apa keinginan konsumen untuk suatu produk yang akan mereka konsumsi. Dwi Cahyono (2005) penelitian ini juga melakukan hal yang serupa, yaitu mengenai keputusan pembelian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus dimana data diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada 100 responden. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang pernah membeli atau memakai Aqua. Sedangkan yang menjadi
48
sampelnya adalah sebagian Mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang pernah membeli atau memakai Aqua. Teknik dalam pengambilan sampel adalah non probability sampling dengan type convenience sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Selanjutnya dari data yang diperoleh dilakukan uji validitas, uji reliabilitas, uji regresi linier berganda, uji F, uji t dan uji koefisien determinasi. Didin Kartikasari (2012)
Penelitian ini menggunakan explanatory research
dengan latar belakang bahwa untuk mencapai tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh Perilaku Konsumen terhadap Keputusan Pembelian, dan pengujian hipotesis. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen yaitu budaya, sosial, pribadi dan psikologis, untuk variabel dependen yaitu Struktur Keputusan Pembelian. Nyoman Daisy Widyanti (2012) hasil dari penelitian ini bahwa terdapat tujuh faktor yang membentuk keputusan membeli produk blackberry pada mahasiswa universitas Surabaya, yaitu: (1) status simbol, (2) keluarga, (3) kelompok referensi, (4) desain, (5) keuntungan, (6) kemudahan, dan (7) keunikan. Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Prisca(2012)
Cahyono(2005)
Judul Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Mobil Hyundai i20 (Studi Kasus pada Konsumen Mobil Hyundai i20 di Semarang) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian
Variabel Keputusan pembelian konsumen, kualitas produk, harga, promosi kesadaran merek, citra merek, kepribadian merek, popularitas harga, kualitas, merek, promosi, distribusi dan
Hasil tujuh variabel independen kualitas produk, harga, promosi, kesadaran merek, citra merek, kepribadian merek, dan popularitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen Faktor harga, kualitas, merek, promosi dan distribusi secara bersama-
49
minuman air mineral Aqua (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta)
keputusan pembelian
Widyanti(2012)
Faktor yang membentuk keputusan membeli pada produk blackberry pada mahasiswa universitas Surabaya
Faktor keputusan membeli, produk blackberry, mahasiswa
Kartikasari(2012)
Pengaruh perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian (penelitian pada mahasiswa administrasi bisnis angakatan 2012/2013 fakultas ilmu administrasi universitas brawijaya yang mengkonsumsi produk mie instan merek indomie
Perilaku konsumen dan keputusan pembelian
sama maupun secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian minuman air mineral Aqua.Harga merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian minuman air mineral Aqua. Terdapat tujuh faktor yang membentuk keputusan membeli produk blackberry pada mahasiswa universitas Surabaya, yaitu: (1) status simbol, (2) keluarga, (3) kelompok referensi, (4) desain, (5) keuntungan, (6) kemudahan, dan (7) keunikan Perilaku Konsumen yang terdiri dari variabel budaya , sosial, pribadi dan psikologis secara bersama – sama memiliki pengaruh terhadap Keputusan Pembelian . Perilaku Konsumen yang terdiri dari variabel budaya dan pribadi secara parsial tidak mempengaruhi Keputusan Pembelian , sedangkan variabel sosial , psikologis secara parsial mempengaruhi Keputusan Pembelian.
Sumber: data sekunder yang diolah, 2015 2.4 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang diteliti. Model perilaku konsumen memfokuskan pada faktor budaya, faktor kelas sosial, faktor-faktor sosial, faktor pengaruh pribadi, faktor psikologis, faktor situasi, dan faktor keluarga. Sebelum melakukan
50
keputusan pembelian untuk menonton film di bioskop para konsumen memulai dengan pengenalan masalah. Menurut Kotler, (1996:213) Proses pembeli dimulai dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang dinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Dalam kasus terdahulu, kebutuhhan seseorang yang normal adalah: lapar, haus, akan meningkat hingga mencapai satu ambang
rangsang
dan
berubah
menjadi
satu
dorongan.
Bedasarkan
pengalamannya yang sudah-sudah, seseorang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan ini dan dia didorong kea rah satu jenis obyek yang dia ketahui akan memuaskan dorongan itu. Konsumen yang ingin menonton di bioskop setelah mencari pengenalan masalah dilanjutkan dengan pencarian informasi. Menurut Kotler, (1996:213) Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak mencari informasi yang lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah kuat, dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, konsumen akan membeli obyek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap dalam ingatannya. Konsumen mungkin tidak berusaha untuk memperoleh informasi lebih lanjut atau sangat aktif mencari informasi sehubungan dengan kebutuhan itu. Kita telah membahas bagaimana konsumen mempergunakan informasi setelah sampai pada tahap seperangkat merek yang memerlukan pilihan terakhir. Pemasar perlu mengetahui bagaimana proses informasi konsumen tiba pada tahap pemilihan merek. Hanya sayangnya tidak ada satu proses penilaian yang
51
sederhana dan tunggal yang dipergunakan oleh semua pkonsumen atau bahkan oleh konsumen dalam semua situasi membeli. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan. Model yang palin baru tentang proses evaluasi konsumen adalah orientasi kognitif, yakni memandang konsumen sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berlandaskan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. Keputusan membeli. Tahap penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan mereka di antara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan. Konsumen, mungkin juga membentuk suatu maksud membeli dan cenderung membeli merek yang disukainya. Namun demikian, dua faktor lainnya dapat mencampuri maksud membeli itu dengan keputusan membeli. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Didin Kartikasari (2012) Hasil dari penelitian menunjukan bahwa : Perilaku Konsumen (X) yang terdiri dari variabel budaya (X1), sosial (X2), pribadi (X3) dan psikologis (X4) secara bersama – sama memiliki pengaruh terhadap Keputusan Pembelian (Y). Perilaku Konsumen yang terdiri dari variabel budaya (X1) dan pribadi (X3) secara parsial tidak mempengaruhi Keputusan Pembelian (Y), sedangkan variabel sosial (X2), psikologis (X4) secara parsial mempengaruhi Keputusan Pembelian (Y). Dilihat dari hasil penelitian terdahulu bahwa sosial, psikologis mempengaruhi keputusan pembelian. Jadi bisa dikatakan bahwa memang benar keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas model kerangka berpikir sebagai berikut:
52
a. Kebiasaan menonton (X1.1) b. Pengaruh lingkungan (X1.2) c. Tempat tinggal (X1.3)
a. Kelas sosial menengah-atas (X2.1) b. Status pekerjaan (X2.2) c. Status pendapatan (X2.3) d. Status sosial (X2.4)
a. b. c. d.
Pengaruh keluarga (X3.1) Referensi sahabat karib (X3.2) Referensi tetangga (X3.3) Referensi kelompok agama (X3.4) e. Status dan peranan (X3.5)
a. b. c. d.
Pengaruh usia (X4.1) Keadaan ekonomi (X4.2) Kepribadian (X4.3) Konsep diri (X4.4)
a. b. c. d.
Motivasi (X5.1) Kepercayaan diri (X5.2) Sikap (X5.3) Proses belajar (X5.4)
a. b. c. d.
Lokasi geografis (X6.1) Referensi orang lain (X6.2) Waktu (X6.3) Suasana hati (X6.4)
Keputusan pembelian
a. Pengaruh ayah (X7.1) b. Pengaruh ibu (X7.2) c. Pengaruh kakak dan adik (X7.3)
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
53
2.5 Hipotesis Menurut Mamang & Sopiah, (2013,298) hipotesis merupakan anggapan sementara tentang suatu fenomena tertantu yang akan diselidiki. Bedasarkan jenisnya hipotesis dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah hipotes kerja atau hipotesis alternatif. Bedasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di awal, maka hipotesis untuk penelitian ini, yaitu: Ha1 : Setidak-tidaknya terdapat satu faktor yang mempengaruhi keputusan remaja untuk menonton film di bioskop.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Menurut E.G. Carmines, dan R.A. Zeller (2006) yang dikutip oleh Sangadji & Sopiah (2010:26) penelitian ini jika ditinjau dari pengukuran dan analisis data penelitian yaitu penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis dengan teknik statistik. Jika dilihat dari karakteristiknya penelitian ini menurut Cooper & Schindler dalam Jogiyanto, (2007:12) penelitian ini masuk ke dalam jenis penelitian explanatory research. Explanatory Research adalah riset yang mencoba menjelaskan fenomena yang ada. Menurut Singarimbun dan Effendi, (2000:5) penelitian eksplanatori yaitu tipe penelitian yang menyoroti hubungan antar variabel penelitian dan menguji hipotesis yang sudah dirumuskan sebelumnya. 3.2 Definisi Konseptual 1. Faktor Budaya Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, presepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.
55
a.
Kebiasaan menonton (X1.1)
b.
Pengaruh lingkungan (X1.2)
c.
Tempat tinggal (X1.3)
2. Faktor Kelas Sosial Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relative homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. a.
Kelas sosial menengah-atas (X2.1)
b.
Status pekerjaan (X2.2)
c.
Status pendapatan (X2.3)
d.
Status sosial (X2.4)
3. Faktor-faktor Sosial Faktor-faktor
sosial
yang
berpengaruh
terhadap
perilaku
konsumen
diantaranya: kelompok acuan, keluarga, peran dan status dalam masyarakat. a.
Pengaruh keluarga (X3.1)
b.
Referensi sahabat karib (X3.2)
c.
Referensi tetangga (X3.3)
d.
Referensi kelompok agama (X3.4)
e.
Status dan peranan (X3.5)
4. Faktor Pengaruh Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan dan situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.
56
a.
Pengaruh usia (X4.1)
b.
Keadaan ekonomi (X4.2)
c.
Kepribadian (X4.3)
d.
Konsep diri (X4.4)
5. Faktor Psikologis Faktor psikologis mencakup presepsi, motivasi, pembelajaran, sikap, dan kepribadian. Sikap dan kepercayaan merupakan faktor psikolgis mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. a.
Motivasi (X5.1)
b.
Kepercayaan diri (X5.2)
c.
Sikap (X5.3)
d.
Proses belajar (X5.4)
6. Faktor Situasi Pengaruh situasi adalah sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. a.
Lokasi geografis(X6.1)
b.
Referensi orang lain (X6.2)
c.
Waktu (X6.3)
d.
Suasana hati (X6.4)
7. Faktor Keluarga Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat memengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli.
57
a.
Pengaruh ayah (X7.1)
b.
Pengaruh ibu (X7.2)
c.
Pengaruh kakak dan adik (X7.3)
3.3 Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan atau kontrak dengan cara memberikan arti atau melakukan spesifikasi kegiatan maupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstak atau variabel (Sangadji & Sopiah, 2010:134). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Variabel Faktor Budaya (X1)
Faktor Kelas Sosial (X2)
Faktor-faktor sosial (X3)
Faktor Pengaruh Pribadi (X4)
Faktor (X5)
Psikologis
Definisi Variabel kumpulan nilai-nilai dasar, presepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. kelompok-kelompok yang relative homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. berpengaruh terhadap perilaku konsumen diantaranya : kelompok acuan, keluarga, peran dan status dalam masyarakat. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan dan situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Faktor psikologis mencakup presepsi, motivasi, pembelajaran, sikap, dan
Indikator a. Kebiasaan menonton (X1.1) b. Pengaruh lingkungan (X1.2) c. Tempat tinggal (X1.3)
Skala Ordinal
a. Kelas sosial menengahatas (X2.1) b. Status pekerjaan (X2.2) c. Status pendapatan (X2.3) d. Status sosial (X2.4)
Ordinal
a. Pengaruh keluarga (X3.1) b. Referensi sahabat karib (X3.2) c. Referensi tetangga (X3.3) d. Referensi kelompok agama (X3.4) e. Status dan peranan (X3.5) a. Pengaruh usia (X4.1) b. Keadaan ekonomi (X4.2) c. Kepribadian (X4.3) d. Konsep diri (X4.4)
Ordinal
a. Motivasi (X5.1) b. Kepercayaan diri (X5.2) c. Sikap (X5.3)
Ordinal
Ordinal
58
kepribadian. Sikap dan kepercayaan merupakan faktor psikolgis mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Faktor Situasi (X6) sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Faktor Keluarga suatu unit masyarakat yang (X7) terkecil yang perilakunya sangat memengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli. Sumber: Data diolah. 2015
d. Proses belajar (X5.4)
a. Lokasi geografis(X6.1) b. Referensi orang lain (X6.2) c. Waktu (X6.3) d. Suasana hati (X6.4)
Ordinal
a. Pengaruh ayah (X7.1) b. Pengaruh ibu (X7.2) c. Pengaruh kakak dan adik (X7.3)
Ordinal
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1 Populasi Menurut Sangadji & Sopiah, (2010:185) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: subyek atau obyek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang menonton film pada hari sabtu dan minggu pada bulan Desember 2015 di bioskop 21 central plaza dan XXI Boemi Kedaton yang berada di Kota Bandar Lampung. 3.4.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini mengambil 70 remaja dari usia 12-21 tahun. Menurut Sugiyono, (2012:130) bila dalam peneliatian akan melakukan analisis dengan korelasi, maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Maka jumlah variabel yang akan diteliti ada 7 dikalikan dengan 10, jadi
59
sampel yang akan diambil adalah 70 responden. Sampel adalah sebagian dari populasi itu (Sugiyono, 2012:389). 3.5 Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Sampling accidental adalah teknik penentuan sampel bedasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau accidental bertemu dengan peneliti dan digunakan sebagai sampel, bila orang yang kebetulan ditemui cocok dengan sebagai sumber data (Sugiyono, 2012:122). 3.6 Sumber Data Dintinjau dari sumbernya penelitian ini menggunakan sumber data primer. Menurut Sangadji & Sopiah, (2010:171) Data Primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Sumber penelitian primer diperoleh para peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. 3.7 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan observasi, adapun pengertiannya di bawah ini: 1. Menurut Sangadji & Sopiah, (2010:151) kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup.
60
2. Observasi menurut Indriantoro yang dikutip oleh Sangadji & Sopiah, (2010:152) adalah proses pencatatan pola prilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kegiatan yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti. Jadi, observasi dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Jika ditinjau dari tekniknya observasi ini diambil dengan teknik observasi langsung. Menurut Sangadji & Sopiah, (2010:153) Penggunaan teknik observasi langsung memampukan peneliti untuk mengumpulkan data mengenai perilaku atau kejadian secara detail. Peneliti dalam observasi langsung tidak bisa memanilpulasi kejadian yang diamati. 3.8 Skala Pengukuran Data yang di analisis dalam peneitian ini merupakan data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui penyebaran kuisioner. Instrumen penelitian dibangun dari variabel-variabel penelitian dan diadaptasi dan digunakan sebagai rujukan yang memberikan gambaran kondisi empiris. Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur instrumen penelitian adalah skala Likert 5 point, mulai dari interval 1-5 atau mulai dari sangat tidak setuju-sangat setuju (Sangadji & Sopiah, 2010:248). Menurut Jogiyanto, (2007:64-65) Skala adalah suatu alat mekanisme yang dapat digunakan untuk membedakan invidual-individual ke dalam variabel-variabel yang akan digunakan di dalam riset. Ditinjau dari tipenya, penelitian ini menggunakan tipe interval. Interval, yaitubernilai klasifikasi, order (ada urutannya), dan berjarak (perbedaan dua nilai berarti). Ditinjau dari metode
61
penskalaan digunakan skala rating (rating scale) dengan pendekatan skala likert (likert scale). Skala rating digunakan untuk memberikan nilai (rating) ke suatu variabel. Skala likert digunakan untuk mengukur respons subyek ke dalam 5 poin skala dengan interval yang sama. Dengan demikian tipe data yang digunakan adalah tipe interval. Tabel 3.2 Pemberian Bobot Nilai untuk Variabel Penelitian
-
Jawaban Sangat Setuju Setuju Cukup Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Skor Penilaian 5 4 3 2 1
Sumber : Sangadji & Sopiah, (2010:144). 3.8.1 Cara Penghitungan MSI (Method of Successive Interval) Metode suksesif interval merupakan proses mengubah data ordinal menjadi data interval. Data ordinal sebenarnya adalah data kualitatif atau bukan angka sebenarnya. Data ordinal menggunakan angka sebagai simbol data kualitatif. Dalam contoh dibawah ini, misalnya: 1.
Angka 1 mewakili “sangat tidak setuju”
2.
Angka 2 mewakili “ tidak setuju”
3.
Angka 3 mewakili “netral”
4.
Angka 4 mewakili “setuju”
5.
Angka 5 mewakili “sangat setuju”
62
Dalam banyak prosedur statistik seperti Regresi, Korelasi Pearson, Uji t dan lain sebagainya mengharuskan data berskala interval. Oleh karena itu, jika kita hanya mempunyai data berskala ordinal; maka data tersebut harus diubah kedalam bentuk interval untuk memenuhi persyaratan prosedur-prosedur tersebut. Kecuali jika kita menggunakan prosedur, seperti Korelasi Spearman yang mengijinkan data berskala ordinal; maka kita tidak perlu mengubah data yang sudah ada tersebut. Bagaimana proses mengubah data berskala ordinal menjadi data berskala interval, menurut Al Rasyid, (1993:131) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu: 1. Menghitung frekuensi 2. Menghitung proporsi 3. Menghitung proporsi kumulatif 4. Menghitung nilai z 5. Menghitung nilai densitas fungsi z 6. Menghitung scale value 7. Menghitung penskalaan 3.9 Teknik Analisis Data 3.9.1 Uji Validitas Kuesioner Menurut Ghozali, (2005:45) Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Menurut Rusli, (2014:203) Formula untuk menghitung koefisien korelasi yang dicari adalah menggunakan Product Moment Coefficient
63
dari Karl Pearson. Alasan penggunaan teknik koefisien korelasi dari Karl Pearson ini adalah karena variabel-variabel yang hendak dicari korelasinya memiliki skala pengukuran interval. Formulanya: 𝑟𝑥𝑦 =
𝑁.∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋) (∑ 𝑌) √[(𝑁.∑ 𝑋− (∑ 𝑋)].[(𝑁.∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑌)2 ]……[(𝑁.∑ 𝑋 7 − (∑ 𝑌)7 ]
..............(1)
Di mana: rxy
=
Koefisien Korelasi
N
=
Jumlah Sampel
X1
=
Variabel Faktor Budaya, Faktor Kelas Sosial, Faktor-faktor Sosial,
Faktor Pengaruh Pribadi, Faktor Psikologis, Faktor Situasi, Faktor Keluarga Uji signifikan dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r table untuk degree of freedom (df)= n-2. Tabel 3.3 Pre-Test 30 Responden Validitas Variabel Faktor Kebudayaan 1 Faktor Kebudayaan 2 Faktor Kebudayaan 3 Faktor Kelas Sosial 1 Faktor Kelas Sosial 2 Faktor Kelas Sosial 3 Faktor Kelas Sosial 4 Faktor sosial 1 Faktor sosial 2 Faktor sosial 3 Faktor sosial 4 Faktor sosial 5 Faktor Pengaruh Pribadi Faktor Pengaruh Pribadi Faktor Pengaruh Pribadi Faktor Pengaruh Pribadi Faktor Psikologis 1 Faktor Psikologis 2 Faktor Psikologis 3 Faktor Psikologis 4 Faktor Situasi 1 Faktor Situasi 2
ITEM
1 2 3 4
X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X5.1 X5.2 X5.3 X5.4 X6.1 X6.2
PEARSON CORRELATION 0.685 0.795 0.685 0.437 0.787 0.838 0.773 0.448 0.527 0.712 0.283 0.616 0.706 0.692 0.638 0.548 0.840 0.810 0.628 0.722 0.790 0.653
r tabel
keterangan
0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982
VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID
64
Faktor Situasi 3 Faktor Situasi 4 Faktor Keluarga 1 Faktor Keluarga 2 Faktor Keluarga 3
X6.3 X6.4 X7.1 X7.2 X7.3
0.620 0.601 0.845 0.893 0.785
0,1982 0,1982 0,1982 0,1982 0,1982
VALID VALID VALID VALID VALID
Sumber: kuesioner, data diolah 2016 3.9.2 Uji Realibilitas Menurut Ghozali, (2005:41) Reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil. Pengukuran reabilitas dapat dilakukan dengan cara, yaitu: One Shot atau pengukuran sekali saja Disini ppengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur realibilitas dengan uji statistic Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan realibel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.06 (Nunnaly, 1967 yang dikutip oleh Ghozali, 2005:42). Tabel 3.4 Pre-Test 30 Responden Realibilitas Variabel Faktor Kebudayaan
Faktor Kelas Sosial
Faktor sosial
Faktor Pengaruh Pribadi
Faktor Psikologis
ITEM X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X5.1 X5.2
Cronchbach alpha 0.543
Rentang nilai 0,40-0,60
Interpretasi reliabilitas Sedang
Keterangan
0.670
0,80-1,00
Sangat tinggi
Realibel
0.360
0,10-0,30
Cukup
Realibel
0.539
0,40-0,60
Tinggi
Reliabel
Realibel
65
Faktor Situasi
Faktor Keluarga
X5.3 X5.4 X6.1 X6.2 X6.3 X6.4 X7.1 X7.2 X7.3
0.741
0,60-0,80
Tinggi
Reliabel
0.583
0,40-0,60
Sedang
Reliabel
0.792
0,80-1,00
Sangat tinggi
Reliabel
Sumber: kuesioner, data diolah 2016 3.9.3 Analisis Faktor Menurut Suliyanto, (2005) yang dikutip oleh http://repository.usu.ac.id (diakses pada tanggal 21 Januari 2016 pukul 19.38 WIB) analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit dari pada variabel yang diteliti. Hal ini berarti, analisis faktor dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian. Menurut Hair, (2010) yang dikutip oleh http://repository.usu.ac.id (diakses pada tanggal 21 Januari 2016 pukul 19.38 WIB) analisis faktor adalah suatu teknik interdependensi (interdependence technique), dimana tidak ada pembagian variabel menjadi variabel bebas dan variabel tergantung dengan tujuan utama yaitu mendefinisikan struktur yang terletak di antara varaibel-variabel dalam analisis. Analisis ini menyediakan alat-alat untuk menganalisis struktur dari hubungan interen atau korelasi di antara sejumlah besar variabel dengan menerangkan korelasi yang baik antara variabel, yang diasumsikan untuk merepresentasikan dimensi-dimensi dalam data.
66
Jadi analisis faktor ingin menemukan suatu cara meringkas (summarize) informasi yang ada dalam variabel asli (awal) menjadi satu set dimensi baru atau variate (factor). Hal ini dilakukan dengan cara menentukan struktur lewat data summarization atau lewat data reduction (pengurangan data). Analsis faktor mengidentifikasi struktur hubungan antar variabel atau responden dengan cara melihat korelasi antar variabel atau responden dengan cara melihat korelasi antar variabel atau korelasi antar responden. Sebagai contoh kita mempunyai data 100 responden dengan 10 karakteristik. Jika tujuan kita adalah meringkas karakteristik, maka analisis faktor berupa matrik korelasi variabel. Ini merupakan bentuk dari analisis faktor yang disebut dengan R factor analysis (Ghozali, 2005:253). 3.9.3.1 Tujuan Analisis Faktor Menurut Hair, (2010) yang dikutip oleh http://repository.usu.ac.id (diakses pada tanggal 21 Januari 2016 pukul 19.38 WIB) pada dasarnya, tujuan analisis faktor adalah: 1. Data Sumarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi. 2. Data Reduction, yakni setelah melakukan korelasi, maka dilanjutkan dengan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu. Tujuan umum dari teknik analisis faktor adalah menemukan suatu cara untuk mereduksi informasi yang terkandung di dalam sejumlah variabel-variabel original ke dalam set variabel yang lebih kecil dari dimensi-dimensi gabungan dan
67
baru. Untuk menemukan tujuan tersebut, ada 4 hal yang mendukung yaitu mengkhususkan unit analisis, mencapai ringkasan data atau pengurangan data, pemilihan variabel, dan menggunakan hasil analisis faktor dengan teknik-teknik multivariat yang lain. 3.9.3.2 Fungsi Analisis Faktor Menurut Suliyanto, (2005) yang dikutip oleh http://repository.usu.ac.id (diakses pada tanggal 21 Januari 2016 pukul 19.38 WIB) terdapat 3 fungsi analisis faktor, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel. 2. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi. 3. Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk dianalisis multivariat lainnya. 3.9.3.3 Penentuan Jumlah Faktor Untuk menentukan banyaknya jumlah faktor yang terbentuk dalam analisis faktor dapat dilakukan beberapa pendekatan berikut: 1.
Penentuan berdasarkan Apriori. Dalam metode penentuan ini, jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
2.
Penentuan berdasarkan Eigenvalue Untuk menentukan jumlah faktor yang terbentuk dapat didasarkan pada eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki eigenvalue > 1, dianggap sebagai
68
suatu faktor, sebaliknya jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue < 1, tidak dimasukkan dalam model. 3.
Penentuan berdasarkan Scree Plot Scree plot pada dasarnya merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara faktor dengan eigenvalue, pada sumbu Y menunjukkan eigenvalue, sedangkan pada sumbu X menunjukkan jumlah faktor. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, ditandai dengan slope yang sangat tajam antara faktor yang satu dengan faktor berikutnya.
4.
Penentuan berdasarkan persentase varian (percentage of variance) Persentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan berapa jumlah faktor yang diambil, harus memiliki nilai persentase varian > 0,5.
Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor dapat ditentukan dari besarnya loading variabel yang bersangkutan. Loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada faktor tersebut. Variabel yang memiliki nilai loading < 0,5 dianggap tidak memiliki peranan yang berarti terhadap faktor yang terbentuk sehingga variabel tersebut dapat diabaikan dalam pembentukan faktor. 3.9.3.4 Penamaan Faktor Yang Terbentuk Menurut repository.usu.ac.id(diakses pada tanggal 21 Januari 2016 pada pukul 19.38 WIB) untuk menamai faktor yang telah dibentuk dalam analisis faktor, dapat dilakukan dengan cara berikut.
69
1.
Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.
2.
Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai factor loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut.
3.9.3.5 Asumsi Analisis Faktor Prinsip utama dalam analisis faktor adalah korelasi, artinya variabel yang memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor, sedangkan variabel yang ada dalam suatu faktor akan memiliki korelasi yang lemah dengan variabel yang terdapat pada faktor yang lain. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam analiss faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut: a.
Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Kiser Meyer Olkin measure of sampling adequency (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien parsialnya secara keseluruhan. Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial di antara seluruh pasangan variable bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu. Nilai KMO yang kecil menunjukkan bahwa analis faktor bukan merupakan pilihan yang tepat. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO diangggap cukup apabila nilai KMO > 0,5.
70
b.
Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Measure of Sampling Adequency (MSA). MSA adalah sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA > 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA > 0,5, variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu persatu.
3.9.3.6 Langkah-langkah Analisis Faktor Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut: a.
Nilai Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) dan Ukuran Kecukupan Sampling Setelah data kuesioner diubah menjadi skala interval, uji pertama yang dilakukan adalah mencari nilai KMO dan MSA. Syarat yang diberikan nilai KMO dan MSA harus > 0,5. Jika nilai KMO dan MSA < 0,5 maka indikator yang tidak memenuhi syarat harus di reduksi dan dilakukan pengujian ulang sampai semua indikator memenuhi syarat dan bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
b.
Estraksi Faktor Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau > 1 yang dipertahankan dalam model analisis faktor, sedangkan yang lainnya
71
dikeluarkan dari model. Presentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang dinyatakan dalam presetase. Untuk dapat menentukkan berapa jumlah faktor yang diambil, harus memiliki nilai presentase varian > 5. Gunanya pengujian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak faktor yang terbentuk dari indikator-indikator yang di uji. c.
Rotasi faktor Hasil dari ekstraksi faktor dalam matriks faktor mengidentifikasikan hubungan antar faktor dan variabel individual, namun dalam faktor-faktor tersebut banyak variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Melalui rotasi faktor matriks, faktor matriks ditransformasikan ke dalam matriks yang lebih sederhana sehingga mudah diinterpretasikan. Rotasi faktor menggunakan prosedur varimax. Nilai yang paling besar masuk ke dalam faktor-faktor yang terbentuk.
d.
Interpretasi faktor Setelah diperoleh sejumlah faktor yang valid, selanjutnya hal yang harus dilakukan adalah menginterpretasikan nama-nama faktor, mengingat faktor merupakan sebuah konstruk dan sebuah konstruk menjadi berarti jika dapat diartikan. Interpretasi faktor dapat dilakukan dengan mengetahui indikatorindikator yang membentuknya, karena sifatnya subjektif, hasil bisa berbeda jika dilakukan orang lain.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Sejarah Bioskop di Indonesia Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios (yang artinya hidup) dan σκοπος (yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton pertunjukan film dengan menggunakan layar lebar. Gambar film diproyeksikan ke layar menggunakan proyektor.
Bioskop
pertama
di Indonesia berdiri
pada
Desember 1900, di Jl Tanah Abang I, Jakarta Pusat, karcis kelas I harganya dua gulden(perak) dan harga karcis kelas dua setengah perak. Bioskop zaman dulu bermula di sekitar Lapangan Gambir (kini Monas). Bangunan bioskop masa itu menyerupai bangsal dengan dinding dari gedek dan beratapkan kaleng/seng. Setelah selesai pemutaran film, bioskop itu kemudian dibawa keliling ke kota yang lain. Bioskop ini di kenal dengan nama Talbot (nama dari pengusaha bioskop tsb). Bioskop lain diusahakan oleh seorang yang bernama Schwarz. Tempatnya terletak kira-kria di Kebon Jahe, Tanah Abang. Sebelum akhirnya hancur terbakar, bioskop ini menempati sebuah gedung di Pasar Baru. Ada lagi bioskop yang bernama Jules Francois de Calonne (nama pengusahanya) yang terdapat di Deca Park. De Calonne ini mula-mula adalah bioskop terbuka di
73
lapangan, yang pada zaman sekarang disebut "misbar", gerimis bubar. De Calonne adalah cikal bakal dari bioskop Capitol yang terdapat di Pintu Air. Bioskop-bioskop lain seperti, Elite di Pintu Air, Rex di Kramat Bunder, Cinema di Krekot, Astoria, Capitol di Pintu Air, Centraal diJatinegara, Rialto di Senen dan Tanah Abang, Surya di Tanah Abang, Thalia di Hayam Wuruk, Olimo, Orion di Glodok, Al Hambra di Sawah Besar, Oost Java di Jl. Veteran, Rembrant di Pintu Air, Widjaja di Jalan Tongkol/Pasar Ikan, Rivoli di Kramat, Chatay di jl gunung sahari dan lain-lain merupakan bioskop yang muncul dan ramai dikunjungi setelah periode 1940-an. Film-film yang diputar di dalam bioskop tempo dulu adalah film gagu alias bisu atau tanpa suara. Biasanya pemutaran di iringi musik orkes, yang ternyata jarang "nyambung" dengan film. Beberapa film yang kala itu yang menjadi favorit masyarakat adalah Fantomas, Zigomar, Tom MIx, Edi Polo, Charlie Caplin, Max Linder, Arsene Lupin, dll. Di Jakarta pada tahun 1951 diresmikan bioskop Metropole yang berkapasitas 1.700 tempat duduk, berteknologi ventilasi peniup dan penyedot, bertingkat tiga dengan ruang dansa dan kolam renang di lantai paling atas. Pada tahun 1955 bioskop Indra di Yogyakarta mulai mengembangkan kompleks bioskopnya dengan toko dan restoran. Di Indonesia awal Orde Baru dianggap sebagai masa yang menawarkan kemajuan perbioskopan, baik dalam jumlah produksi film nasional maupun bentuk dan sarana tempat pertunjukan. Kemajuan ini memuncak pada tahun 1990-an. Pada dasawarsa itu produksi film nasional 112 judul. Sementara sejak tahun 1987 bioskop dengan konsep sinepleks (gedung bioskop dengan lebih dari satu layar) semakin marak. Sinepleks-sinepleks ini biasanya berada di kompleks pertokoan,
74
pusat perbelanjaan, atau mal yang selalu jadi tempat nongkrong anak-anak muda dan kiblat konsumsi terkini masyarakat perkotaan. Di sekitar sinepleks itu tersedia pasar swalayan, restoran cepat saji, pusat mainan, dan macam-macam. Sinepleks tidak hanya menjamur di kota besar, tetapi juga menerobos kota kecamatan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang memberikan masa bebas pajak dengan cara mengembalikan pajak tontonan kepada "bioskop depan". Akibatnya, pada tahun 1990 bioskop di Indonesia mencapai puncak kejayaan: 3.048 layar. Sebelumnya, pada tahun 1987, di seluruh Indonesia terdapat 2.306 layar. 4.1.2 Sejarah Bioskop di Bandar Lampung Bioskop ada tidak hanya di kota-kota besar saja, tetapi juga mulai ada di kota-kota kecil selain di Pulau Jawa seperti halnya di Kota Bandar lampung yang sudah ada beberapa gedung bioskop. Sejarah bioskop di Kota Bandar Lampung jika ditelaah dari beberapa masyarakat di Kota Bandar Lampung yang sejak tahun 60-an ada di Kota ini. Awal mula Bioskop di Kota Bandar Lampung sekitar tahun 1960-an dan mulai berkembang pada tahun 1980-an. Ada beberapa sejarah bioskop di Kota Bandar Lampung, yaitu: 1.
Biskop King Gedung bioskop paling Hits di tahun 80'an yang terletak di Jalan Teuku Umar, Tanjung Karang, bersinggungan dengan pemukiman padat penduduk Gunung Sari. Berada di kawasan ramai pinggir jalan. Kata 'KING' cukup familiar bagi warga yang sejak tahun 80an sudah tinggal di Bandar Lampung. Mulai dari King Supermarket and Departement Store, Lorong King hingga Bioskop King. Kini keriuhan suasana Bioskop kala itu tak dapat lagi di jumpai bahkan bangkai bangunan pun tak lagi dapat di lihat karena telah
75
berganti dengan Gedung Juang dan rapatnya rumah penduduk Gunung Sari yang khas hingga kini. 2.
Bioskop Sederhana dan Bioskop Raya Konon bioskop Sederhana dan bioskop Raya ini kerap jadi sasaran kalangan menengah ke bawah karena harga tiket yang lebih murah di banding Bioskop King. Bioskop Raya bersebelahan dengan Bioskop Sederhana. Terletak di kawasan Pasar Bawah sebutan kala itu, yang bersentuhan dekat dengan areal Stasiun Kereta Api Tanjang Karang sejak dulu. Baik Bioskop Sederhana dan Bioskop Raya kini telah hilang tak lagi berbekas karena telah berubah menjadi gedung besar bangunan pusat perbelanjaan modern - Ramayana dan terminal angkutan umum plus pasar sayur los bawah Ramayana. Bioskop Sederhana hanya tinggal nama dan cerita. Beberapa penduduk asli yang tinggal dekat dengan stasiun kereta api sejak dulu menceritakan betapa ramainya suasana Bioskop Sederhana dan lingkungan sekitar kala itu, jika malam minggu sekitar Bioskop Raya dan Sederhana berubah menjadi pasar malam.
3.
Bioskop Golden Di awal tahun 1980, bioskop Golden adalah pusat hiburan menonton film paling 'happening'. Berjarak tak jauh dari lokasi Bioskop King dan Bioskop Sederhana, bioskop Golden menawarkan suasana lebih ramai. Bagaimana tidak, terletak di sebuah jalan padat kendaraan areal Pasar Tengah (sebutannya) dengan bangunan tinggi mencorong dan paling kinclong kala itu, plus pusat perbelanjaan bernama 'DIAMOND' menjadikan Bioskop Golden sebagai pusat paling glamour di kawasan Tanjung Karang. Terlebih
76
ada banyak hotel hotel kecil bagi pelancong dahulu dan masih ada hingga kini. Bioskop Golden kini hanya tinggal wujud gedung dengan tampilan toko toko baju. 4.
Biskop Odeon Setelah kejayaan Bioskop King, Bioskop Sederhana, bioskop Raya dan Bioskop Golden perlahan runtuh. Hadirlah gedung bioskop Odeon atau yang akrab di sebut warga Bioskop Bambu Kuning, karena berada dalam satu gedung dengan pusat perbelanjaan bernama sama dengan kawasannya Bambu Kuning. Bioskop ini terus hidup hingga awal tahun 2000. Dengan harga tiket Rp.3.000 jadi sebuah hiburan mewah anak SMA kala itu.
5.
Bioskop Jayapura Selain kawasan Tanjung Karang, Way Halim adalah sebuah wilayah di Kota Bandar Lampung yang juga ramai. Bermula dari ragam areal perumahan menjadikan Way Halim sebagai kawasan padat pemukiman. Bioskop Jayapura adalah salah satu hiburan di Way Halim sejak tahun 1990-an. Menyajikan film film khas Indonesia kala itu. Kini Bioskop Jayapura masih menyisakan bentuk megah gedung masa lalu dengan berganti menjadi toko waralaba.
6.
Bioskop Cahaya Berjarak sekitar 100 meter dari Bioskop Jayapura. Dahulu Bioskop Cahaya Way Halim dan Jayapura yang sama sama terletak di jalan Ki Maja itu jadi pusat hiburan di Way Halim. Kini gedung Bioskop Way Halim yang bentuknya sedikit lebih kecil dari bioskop Jayapura telah beralih fungsi menjadi toko ragam elektronik.
77
7.
Bioskop Kemiling Meski kala itu Kemiling tak seramai Tanjungkarang atau Way Halim, tapi di kawasan Kemiling memiliki bangunan Bioskop yang juga tak kalah megah pada masanya. Kini gedung Bioskop telah berubah fungsi menjadi toko waralaba.
8.
Bioskop Apolo Nama Bioskop ini langsung jadi perhatian warga di kawasan Panjang, kawasan penduduk dengan sektor industri pabrik paling banyak di Kota Bandar Lampung sejak dulu. Bioskop Apolo terletak di pinggir jalan tak jauh dari terminal Kendaraan dalam dan antar kota.
9.
Bioskop 21 Artomoro 1 Sebelum bangunan Departemen Store CENTRAL PLAZA (CP) saat ini, dahulu adalah bangunan megah di pusat kota bernama Artomoro Departement Store. Dengan sarana dan fasilitas paling lengkap di Bandar Lampung kala itu. Di tahun 1980 hingga 1990an, Serangan film film Hollywood berkualitas dapat di simak di teater 21 Artomoro.
10. Bioskop 21 Artomoro 2 Seolah melengkapi hingar bingar Trend film film Hollywood kala itu, bioskop 21 hadir di gedung cabang Artomoro departement store. Terletak di pinggir jalan utama kawasan Teluk Betung dan bersebelahan dengan pesisir teluk lampung. Kini gedung megah pada masanya itu telah jadi gudang dengan hamparan belukar tak terawat. Meski wilayah sekitar masih jadi wilayah padat aktivitas.
78
11. Bioskop Queen Nama bioskop ini seolah ingin melengkapi kehadiran Bioskop King yang terletak di Tanjungkarang. Bertempat di jalan Ikan Kakap, Bioskop Queen adalah Bioskop paling pertama hadir di kawasan Teluk Betung. Berdiri pada awal tahun 1970-an menjadikan Bioskop Queen sebagai pusat keramaian paling bergengsi kala itu. Kala melihat bangunan Bioskop Queen dari dekat kita akan merasakan betapa megahnya dunia hiburan perfilman hadir di Teluk Betung saat itu. 12. Bioskop Mega Ria Bertempat di lokasi padat penduduk dan aktivitas di Teluk Betung menjadikan Bioskop Mega Ria sebagai Bioskop tertua kedua di Bandar Lampung setelah Bioskop Queen. Dulu selain suasana ramai karena tontonan film film Indonesia ternama di masanya, bioskop Mega Ria juga kerap disebut sebagai Bioskop Cimeng, begitu sebutannya hingga kini. Kejayaan Bioskop Cimeng masih dapat di saksikan dari kokohnya bangunan Gedung yang kini berada dekat dengan keramaian pasar tradisional dan pemukiman padat. 13. Bioskop KIM JAYA Selain peninggalan gedung gedung lampau, kemegahan dan kejayaan kawasan Teluk Betung pada masanya juga dapat dilihat dari gedung Bioskop Kim Jaya yang sampai kini masih berdiri kokoh di pinggir jalan utama di Teluk Betung. Dahulu Kim Jaya adalah tempat menyaksikan film film romantis khas tahun 80 dan 90an hingga film film laga dan mafia mafia ala Tionghoa. Kini meski bentuk gedung masih membekas sebagai gedung
79
bioskop lengkap dengan tata letak loket dan jarak pajang poster film, tapi aktivitas pemutaran film sudah tidak lagi terjadi. Bahkan seorang penjaga yang saya temui di sana mengatakan sedang di lakukan bertahap peremajaan gedung dan alih fungsi menjadi gedung serba guna atau hall event. 14. Bioskop XXI Boemi Kedaton dan 21 Central Plaza Cinema 21 kini telah resmi memperluas jangkauannya di wilayah Lampung. Berlokasi di Boemi Kedaton Mall lantai 3, Jl. Teuku Umar No. 1 / Jl. Sultan Agung No. 1, Bandar Lampung, Boemi Kedaton XXI pada hari Jumat, 23 Januari 2015 sudah beroperasi. Seperti diketahui, Boemi Kedaton XXI merupakan bioskop Cinema 21 kedua di Lampung, dimana sebelumnya sudah ada Central yang berada di Central Plaza Lantai 2, Jl. Kartini No. 21. Kehadiran Boemi Kedaton XXI diharapkan bisa menampung rasa 'haus' pecinta film di wilayah Lampung, untuk dapat menikmati tontonan yang berkualitas khas Cinema XXI. Selain itu, tentunya Boemi Kedaton XXI juga bisa menawarkan opsi lain bagi masyarakat yang kini tidak dibatasi harus ke Central untuk mendapatkan pengalaman menonton yang maksimal. Demi menyambut kehadiran Cinema XXI terbaru di wilayah Lampung, pihak Cinema 21 menawarkan harga yang bersahabat bagi Anda yang ingin menonton di Boemi Kedaton XXI. Tiket pertunjukkan 2D Rp. 35.000,(Senin
s/d
Kamis),
Rp
40.000,-
(Jumat),
dan
Rp.
50.000,-
(Sabtu/Minggu/Libur). Sedangkan untuk tiket 3D Rp 35.000 (Senin s/d Kamis); Rp 40.000,- (Jumat); dan Rp 50.000,- (Sabtu/Minggu/Libur). Untuk memuaskan hasrat kuliner para penonton, Boemi Kedaton XXI yang mampu menampung total penonton sebanyak 1019 orang ini tentunya juga dilengkapi
80
dengan Cafe yang menyediakan menu-menu yang menggugah selera. Cinema 21, merupakan kelompok bioskop terbesar di Indonesia yang memulai kiprahnya di industri hiburan sejak tahun 1987. Lebih dari 27 tahun, Cinema 21 berkomitmen untuk senantiasa memberikan pengalaman dan kenikmatan nonton terbaik untuk masyarakat Indonesia. Sampai dengan Januari tahun ini, Cinema 21 memiliki total 755 layar tersebar di 33 kota di 144 lokasi di seluruh Indonesia. 4.2 Karakteristik Responden Beberapa karakteristik responden yang dapat digambarkan bedasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada 70 orang yang menonton di bioskop di Kota Bandar Lampung meliputi usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan. Masingmasing karakteristik tersebut dijelaskan secara ringkas sebagai berikut: 1. Distrbusi Responden Bedasarkan Usia Pengelompokkan responden bedasarkan usia ini penting bagi pihak penjual sebagai salah satu faktor acuan untuk menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk
mempengaruhi
keputusan
pembelian.
Pengelompokkan
responden
bedasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini: Tabel 4.1 Distribusi Responden Bedasarkan Usia Usia 12-15 tahun 16-18 tahun 19-21 tahun Jumlah Sumber: Kuesioner, data diolah 2016
Frekuensi 2 23 45 70
Presentase 2,86% 32,86% 64,28% 100%
Bedasarkan tabel 4.1 di atas maka dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang pernah menonton di bioskop dari 70 responden yang menjadi sampel adalah
81
responden yang berusia antara 19-21 tahun, yaitu sebesar 45 responden dengan presentase 64,28%. Kelompok usia diatas terdiri dari mahasiswa, karyawan, dan pengusaha memiliki keinginan relatif besar dam didukung oleh
kemampuan
keuangan (financial) yang cukup memadai (yang diperoleh dari keluarga atau dengan bekerja). Sedangkan pada usia responden dengan usia 16-18 tahun dengan jumlah responden 23 orang dengan presentase 32,86%. Kemudian responden dengan usia 12-15 tahun ada 2 orang dengan presentase 2,86%, dimana umumnya pada usia ini adalah pelajar. Pada umumnya mereka lebih cenderung mengonsumsi suatu produk karena ajakan dari keluarga. Mengingat pelajar belum mempunyai penghasilan yang tetap atau belum bekerja. 2. Distrbusi Responden Bedasarkan Pekerjaan Pengelompokkan responden bedasarkan jenis pekerjaan ini dilakukan karena hubungan dengan tingkat pendapatan, aktivitas, dan waktu luang yang dimiliki oleh responden. Pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 : Tabel 4.2 Distribusi Responden Bedasarkan Jenis Pekerjaan Pekerjaan Mahasiswa/Pelajar Karyawan Lainnya Jumlah Sumber: Kuesioner, data diolah 2016
Frekuensi 69 1 70
Presentase 98,58% 1,42% 100%
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang hampir keseluruhanya adalah mahasiswa/pelajar dengan presentase sebesar 98,58% dan 1 orang mewakili sebagai karyawan dengan presentase (1,42%). Mahasiswa/pelajar lebih cenderung memakai, membeli atau menggunakan produk atau jasa yang baru. Mengingat remaja sangat ingin menonjolkan gaya hidupnya yang rata-rata kelas menengah-atas. Remaja juga lebih cepat mengetahui hal baru apa saja yang
82
sedang ramai diperbincangkan oleh khalayak ramai. Tapi terdapat perbedaan antara remaja awal dengan akhir, yaitu remaja awal suka menonton film. 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pengelompokkan responden bedasarkan jenis kelamin ini penting bagi pihak penjual sebagai salah satu faktor acuan untuk menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk membentuk keputusan pembelian. Pengelompokkan responden bedasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.3 Distribusi Responden Bedasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Perempuan 38 Laki-laki 32 Jumlah 70 Sumber: Kuesioner, data diolah 2016
Presentase 54,29% 45,71% 100%
Dilihat dari tabel 4.3 bahwa perempuan merupakan responden terbanyak yaitu 38 orang dengan presentase 54,29%. Sedangkan laki-laki mempunyai 32 orang yang dijadikan responden dengan presentase 45,71%. Jumlah responden bedasarkan jenis kelaminnya bedasarkan jenis kelaminnya merupakan hasil dari penyebaran kuesioner secara acak. Dari jumlah di atas walaupun responden perempuan yang lebih banyak dari laki-laki, namun baik perempuan dan laki-laki sama-sama menonton di bioskop.
4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Deskripsi Distribusi Jawaban Responden Reponden penelitian ini telah memberikan jawaban atas pernyataan-pernyataan yang
terkait
dengan
tema
dideskripsikan sebagai berikut:
penelitian.
Jawaban-jawaban
tersebut
dapat
83
1. Variabel Faktor Kebudayaan Distribusi jawaban responden variabel kualitas dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 4.4 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kebiasaan Menonton di Bioskop Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 1 23 22 19 5 70
Presentase 1,4 32,9 31,4 27,1 7,1 100%
Sumber: data diolah, 2016 Jika dilihat dari jawaban para responden yang lebih banyak mengatakan tidak setuju. Mereka yang mengatakan tidak setuju beralasan karena menonton di bioskop bukan menjadi kebiasaan melainkan mereka mendapat ajakan dari temanteman terdekat mereka. Jika dikaitkan dengan distribusi responden berdasarkan pekerjaan responden yang hampir keseluruhannya adalah mahasiswa atau pelajar. Hal itu disebabkan karena remaja yang memilki hobi, gaya hidup, dan kelas sosial yang berbeda. Teknologi yang sangat mendukung memudahkan remaja untuk mengunduh film sendiri di rumah. Namun dapat disimpulkan bahwa bedasarkan jawaban responden menonton bukan yang mereka biasa lakukan melainkan unutk memenuhi gaya hidup mereka menonton bioskop merupakan kebiasaan yang mereka lakukan, karena remaja ingin selalu mengetahui hal yang baru yang sedang ramai diperbincangkan orang banyak.
84
Tabel 4.5 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Lingkungan Masyarakat Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 14 28 25 3 70
Presentase 20 40 35,7 4,3 100%
Bedasarkan jawaban responden yang menjawab tidak setuju dan netral mereka berpendapat bahwa lingkungann masyarakat tidak mempunyai pengaruh dalam membentuk keputusan remaja dalam menonton di bioskop, tetapi dibandingkan indikator lain yang terdapat di variabel kebudayaan indikator lingkungan masyarakat paling banyak mendapat jawaban setuju dan sangat setuju. Menurut responden yang keseluruhannya adalah remaja tidak setuju dengan lingkungan masyarakat yang mempengaruhi untuk menonton di bioskop, karena keseharian mereka berada di sekolah atau di kampus pengaruh yang didapat dari temen sebaya lebih cepat untuk membentuk keputusan remaja untuk menonton film di bioskop. Namun disisi lain ada responden yang setuju bahwa lingkungan masyrakat mempengaruhi mereka untuk menonton di bioskop, karena jika dibandingkan dengan indikator tempat tinggal dan kebiasaan lebih banyak responden yang menjawab setuju bahwa lingkungan masyarakat memberikan pengaruh paling besar. Tabel 4.6 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Tempat Tinggal Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 3 27 17 15 8 70
Presentase 4,3 38,6 24,3 21,4 11,4 100%
85
Indikator tempat tinggal menempati posisi pertama dengan jawaban tidak setuju tersebesar dibandingkan dengan indikator lainnya yang ada di variabel kebudayaan. Rata-rata jawaban responden yang tidak setuju dan netral, mereka beralasan kalau menonton di bioskop tidak dibentuk karena jarak tempat tinggal dan bioskop yang berdekatan. Jarak yang jauh pun mereka sanggup untuk menjangkaunya karena menonton merupakan salah satu gaya hidup remaja. Namun disisi lain alasan responden yang menjawab setuju dan sangat setuju karena responden merasa jarak dari tempat tinggal mereka ke bioskop sangat dekat dan tidak perlu memerlukan perjalanan jauh. 2. Variabel Faktor Kelas Sosial Distribusi jawaban responden mengenai variabel faktor kelas sosial dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 4.7 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kelas Sosial Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 6 31 19 11 3 70
Presentase 8,6 44,3 27,1 15,7 4,3 100%
Sumber: data diolah, 2016 Bedasarkan tabel diatas responden menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju menempati posisi terbesar di variabel kelas sosial ini, menurut responden kelas sosial adalah bukanlah faktor yang membentuk untuk menonton film di bioskop. Harga tiket yang cukup mahal untuk kalangan remaja tidak menjadi perbedaan kelas sosial, karena rata-rata remaja akan menonton tanpa harus melihat perbandingan kelas sosial yang ada. Lain hal dengan responden yang menjawab setuju dan sangat setuju, bedasarkan data distribusi responden mengenai jenis
86
pekerjaan mereka yang rata-rata masih kuliah atau bersekolah sangat setuju bahwa kelas sosial sangat berpengaruh dalam pemebentukkan keputusan menonton, karena untuk menonton di bioskop memerlukan uang yang tidak sedikit dan sangat susah untuk jangkau bagi remaja yang tidak berasal dari kelas sosial menengah-atas. Tabel 4.8 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status Pekerjaan Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Total
Frekuensi 5 33 20 12 70
Presentase 7,1 47,1 28,6 17,1 100%
Sumber: data diolah, 2016 Sebagian besar responden berpendapat bahwa setuju bahwa status pekerjaan merupakan faktor yang membentuk mereka untuk menonton film di bioskop, karena keseluruhan responden remaja dengan status pekerjaan yang masih mahasiswa/pelajar memudahkan mereka untuk menonton kapanpun. Namun bagi responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju mereka beralasan bahwa keputusan mereka untuk menonton hanya mencari hiburan, mengikuti perkembangan zaman, ajakan dari teman-teman sebaya tanpa melihat apa status yang mereka sandang. Tabel 4.9 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status Pendapatan Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 3 28 22 17 70
Presentase 4,3 40 31,4 24,3 100%
87
Bedasarkan tabel di atas responden menjawab tidak setuju status pendapatan meruapakan hal yang membentuk mereka untuk menonton, karena jika kita lihat kembali kepada karakteristik responden mengenai jenis pekerjaan, responden yang hampir keseluruhannya adalah mahasiswa/pelajar yang belum mempunyai penghasilan sendiri tidak setuju bahwa pendapatan mempengaruhi mereka untuk menonton. Mahasiswa atau pelajar masih bisa pergi ke bioskop untuk menonton tanpa harus mempunyai penghasilan sendiri. Indikator ini adalah indikator yang memiliki jawaban setuju dan sangat setuju terbanyak jika dibandingkan dengan indikator lain yang ada di faktor kelas sosial. Kesetujuan mereka terhadap status pendapatan sangat berbanding terbalik dengan indikator lainnya yang ada di variabel faktor kelas sosial. Tabel 4.10 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status Sosial Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 6 29 22 12 1 70
Presentase 8,6 41,4 31,4 17,1 1,4 100%
Sumber: data diolah, 2016 Rata-rata jawaban responden tidak setuju dan netral, beralasan kalau status mereka yang di masyarakat tidak mempengaruhi mereka untuk menonton di bioskop. Namun disisi lain alasan responden yang menjawab setuju beralasan bahwa status mempengaruhi pembentukkan keputusan untuk menonton di bioskop karena lingkungan masyarakat adalah indikator yang sangat mempengaruhi mereka dalam pembentukkan keputusan pembelian.
88
3. Variabel Faktor-faktor Sosial Distribusi jawaban responden variabel faktor-faktor sosial dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 4.11 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Keluarga Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 5 29 21 12 3 70
Presentase 7,1 41,4 30 17,1 4,3 100%
Sumber: data diolah, 2016 Responden yang menjawab setuju berpendapat keluarga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk keputusan mereka untuk menonton di bioskop tetapi masih ada yang lebih berpengaruh dari keluarga. Sedangkan alasan mereka tidak menyetujui pernyataan ini karena keluarga mereka tidak memiliki pengaruh, kebanyakan dari mereka menonton di bioskop bersama dengan teman sebaya atau sahabat karib, karena orang tua yang mempunyai kesibukan sendiri sehingga waktu yang dimiliki juga tidak banyak. Tabel 4.12 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Sahabat Karib Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 9 13 38 10 70
Presentase 12,9 18,6 54,3 14,3 100%
Sumber: data diolah, 2016 Responden yang hampir keseluruhannya adalah mahasiswa bedasarkan distribusi jenis pekerjaan, mereka beralasan sangat setuju jika sahabat karib mempengaruhi selama menjalani kuliah, karena bangku perkuliahan hampir sama dengan sekolah
89
sebelumnya. Di sekolah selalu bisa bermain bersama karena mempunyai waktu belajar, istirahat dan pulang yang sama menjadikan intesitas pertemuan mereka rutin berbeda dengan perkuliahan jadwal yang keluar terkadang berbeda dengan teman-teman yang lain. Mereka yang menjawab tidak setuju ini kemungkinan adalah remaja yang tidak mempunyai sahabat karib, atau remaja yang mempunyai kepribadian tertutup sehingga mereka lebih suka menyendiri daripada mecari teman sebanyak-banyaknya. Tabel 4.13 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Tetangga Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 25 22 17 6 70
Presentase 35,7 31,4 24,3 8,6 100%
Sumber: data diolah, 2016 Referensi
tetangga
mempunyai
keterkaitan
dengan
indikator
lingungan
masyarakat tetapi di variabel faktor-faktor sosial indikator ini tidak menempati posisi pertama, karena responden merasa lingkungan pertemanan lebih mempengaruhi pembentukkan keputusan mereka untuk menonton film di bioskop. Para responden yang menjawab setuju dan sangat setuju, karena mereka hidup bermasyarakat dan mempunyai tetangga terkadang tetangga memberikan informasi dan referensi tentang film yang sedang bermain di bioskop. Namun ada juga sebagian responden yang tidak setuju dengan referensi tetangga membentuk keputusan mereka untuk menonton di bioskop, karena referensi sahabat karib lebih mempengaruhi dibandingkan tetangga.
90
Tabel 4.14 Deksripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Kelompok Agama Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 4 27 15 20 4 70
Presentase 4,7 38,6 21,4 28,6 5,7 100%
Sumber: data diolah, 2016 Beberapa responden setuju jika kelompok keagamaan memiliki pengaruh untuk remaja dalam pembentukkan keputusan untuk menonton di bioskop. remaja yang aktif dengan kegiatan organisasi pasti akan mendapatkan masukan dan saran dari teman-teman yang ada di lingkungan organisasinya. Rata-rata jawaban remaja tidak setuju mereka berpendapat bahwa kelompok keagamaan tidak mempunyai pengaruh dalam pembentukan keputusan untuk menonton di bioskop, karena sangat tidak mungkin ada kelompok agama yang menyarankan temannya untuk menonton, mereka lebih member saran untuk ke hal yang lebih religious. Tabel 4.15 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Status dan Peranan Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 2 26 20 13 9 70
Presentase 2,9 37,1 28,6 18,6 12,9 100%
Sumber: data diolah,2016 Status dan peranan para remaja di masyarakat sangat mempengaruhi dalam pembentukan keputusan untuk menonton di bioskop. Status dan peranan yang mereka miliki adalah mahasiswa atau pelajar sehingga mereka tidak mementingkan status dan peranan yang mereka miliki. Bagi responden yang
91
menjawab tidak setuju mereka beralasan status dan peranan sangat tidak mempengaruhi dalam pembentukan keputusan untuk menonton. 4. Variabel Faktor Pengaruh Pribadi Distribusi jawaban responden mengenai variabel faktor pengaruh pribadi dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 4.16 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Usia Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 4 12 26 22 6 70
Presentase 5,7 17,1 37,1 31,4 8,6 100%
Responden yang menjawab tidak setuju mereka beralasan bahwa menonton bioskop
bisa
dilakukan
oleh
siapa
saja
asalkan
mereka
mempunyai
uangyangcukup dan film yang sesuai dengan usia mereka. Beberapa pendapat responden setuju mengenai usia mempengaruhi mereka untuk menonton di bioskop, karena keberadaan bioskop yang ada di mall cendrung menjadi tempat bagi remaja untuk bermain bersama teman-temannya. Mall yang banyak dikunjungi oleh remaja menjadi mereka setuju bahwa usia mempengaruhi pembentukkan keputusan untuk menonton. Tabel 4.17 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Keadaan Ekonomi Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 17 12 32 9 70
Presentase 24,3 17,1 45,7 12,9 100%
92
Menurut responden ekonomi mereka sangat mempengaruhi mereka untuk menonton di bioskop, karena untuk satu tiket bioskop memerlukan uang sekitar Rp.30.000,- sampai dengan Rp.60.000,-. Responden yang menjawab setuju tidak ada masalah dengan harga tiket bioskop yang cukup mahal karena uang saku yang mereka peroleh dari orang tua mereka juga cukup banyak. Indikator keadaan ekonomi mendapatkan presentase terbesar dibandingkan dengan indikator lainnya yang ada di variabel faktor pengaruh pribadi. Namun disisi lain responden yang menjawab tidak setuju mungkin lebih menyetujui pernyataan lain, karena mereka tidak menghiraukan keadaan ekonomi. Bisa jadi yang menjawab tidak setuju adalah karyawan atau mahasiswa yang mempunyai penghasilan cukup. Tabel 4.18 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kepribadian Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total Sumber: data diolah 2016
Frekuensi 1 28 28 11 2 70
Presentase 1,4 40 40 15,7 2,9 100%
Responden yang menjawab setuju bahwa menonton di bioskop bisa menunjukkan kepribadian mereka diperkuat dengan anggapan bahwa sifat kepribadian dari satu orang ke orang lain sangat berbeda, jika dilihat dari distribusi responden bedasarkan jenis pekerjaan yang rata-rata adalah mahasiswa atau pelajar, ke 13 orang ini mempunyai kepribadian yang hampir sama. Mereka lebih suka menonton film dibandingkan melakukan aktifitas lain. Responden yang memiliki kepribadian yang berbeda pasti akan memiliki keinginan atau cara mereka untuk memenuhi keinginannya berbeda-beda. Bagi responden yang menjawab tidak
93
setuju mereka berpendapat bahwa kepribadian bukan dilihat dari keputusan mereka untuk menonton di bioskop melainkan sifat bawaan yang ada sejak kecil. Mereka yang menjawab tidak setuju mempunyai kepribadian yang berbeda dengan responden yang menjawab setuju, bisa saja mereka mempunyai kepribadian yang suka berjalan-jalan bukan menonton dibioskop. Tabel 4.19 Deskripsi Jawabann Responden Mengenai Konsep Diri Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 2 28 22 11 7 70
Presentase 2,9 40 31,4 15,7 10 100%
Sumber: data diolah, 2016 Konsep mengenai kepribadian ini, yaitu konsep diri memunculkan konsistensi pada responden. Konsistensi yang dimaksud disini adalah jika seorang responden mempunyai spesifikasi diri sangat tinggi maka ia harus mengkonsumsi barang atau jasa yang berkualitas. Bioskop menyajikan film dengan kualitas tinggi, fasilitas yang sangat memadai, misalnya saja sofa yang nyaman, ruangan yang dingin, dan tersedia kamar kecil. Tidak hanya itu bioskop juga menyajikan mini café untuk konsumen jika ingin membeli sesuatu untuk dimakan ketika sedang menonton film. Namun responden lain yang tidak setuju dengan konsep diri memicu mereka untuk menonton di bioskop, karena ekspetasi mereka terhadap dirinya sendiri tidak terlalu besar sehingga mereka tidak mengingkan sesuatu yang khusus, jika kebanyakan orang menonton di bioskop mungkin mereka lebih suka untuk enunggu film itu tayang di televisi tanpa harus pergi ke bioskop.
94
5. Variabel Faktor Psikologis Deeskripsi jawaban responden mengenai variabel faktor psikologis dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini:
Tabel 4.20 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Motivasi Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 1 16 22 23 8 70
Presentase 1,4 22,9 31,4 32,9 11,4 100%
Sumber: data diolah, 2016 Bagi responden yang tidak setuju mereka beralasan bahwa keinginan untuk menonton tidak didasari oleh motivasi dari orang lain atau pun film yang akan mereka tonton melainkan ajakan teman-teman sekolah atau teman-teman perkuliahan. Jika dibandingkan dengan responden yang menjawab tidak setuju lebih banyak responden yang menjawab setuju bahwa motivasi bisa menjadikan mereka untuk menonton di bioskop. Indikator motivasi merupakan indikator yang memiliki jawaban setuju terbanyak kedua setelah indikator proses belajar. Motivasi di dalam diri remaja bisa saja dipengaruhi oleh berbagai macam hal, ajakan teman yang bisa menjadi faktor utama ataupun cerita-cerita teman mereka mengenai film sehingga si pendengar merasa termotivasi ingin menonton. Tabel 4.21 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Kepercayaan Diri Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 20 27
Presentase 28,6 38,6
17 6 70
24,3 8,6 100%
95
Pada zaman sekarang untuk kalangan remaja jika mereka tidak pernah menonton di bioskop atau tidak mengetahui perkembangan film membuat mereka ketinggalan zaman dan tidak mempunyai kepercayaan diri karena ketika berkumpul bersama dengan teman-teman ia tidak mengetahui apa yang sedang diperbincangkan. Lain hal jika mereka mengetahui segalanya pasti mereka sangat percaya diri ketika bercerita tentang film-film yang sedang popular sekarang. Di indikator kepercayaan diri jawaban setuju dan tidak setuju hanya berbeda sedikit jumlahnya, artinya responden tidak begitu mementingkan kepercayaan diri dalam hal menonton bioskop karena mereka hanya sekedar ingin menonton film yang baru saja rilis dan penasaran dengan alur carita film tersebut. Tabel 4.22 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Sikap Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 23 21 19 7 70
Presentase 32,9 30 27,1 10 100%
Sumber: data diolah, 2016 Diantara indikator lain, indikator sikap mempunyai jumlah jawaban tidak setuju terhadap sikap yang membuat mereka memutuskan untuk menonton. Mereka beralasan sikap bukan sepenuhnya yang menetukkan melainkan ajakan dari teman yang paling besar pengaruhnya. Teman-teman yang secara tiba-tiba mengajak dan kita harus mengikutinya karena ingin menjaga kesolidaritasan kepada mereka. Sedangkan bagi mereka yang menjawab setuju, mereka suka menonton di bioskop apalagi dengan sajian film-film yang bagus, itu akan menentukkan sikap mereka untuk pergi menonton di bioskop.
96
Tabel 4.23 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Proses Belajar Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 7
Presentase 10
19 33
27,1 47,1
11 70
15,7 100%
Sumber: data diolah, 2016 Remaja yang usianya masih 19-21 tahun adalah responden terbanyak selama melakukan penelitian. Pada seusia ini mereka masih memerlukan bimbingan orang tua ataupun orang-orang terdekat, karena pada seusia ini mereka rentan terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang mudah masuk ke pikiran mereka. Menonton di bioskop bukan suatu hal yang baru lagi, karena memang bioskop sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Sebelum remaja melakukan keputusan untuk menonton pasti ada proses yang mereka lewati, mereka melakukan pengamatan yang biasanya dilihat dari orang tuanya lalu mereka baru bisa melakukan keputusan untuk menonton atau tidak. 6. Variabel Faktor Situasi Distribusi jawaban responden mengenai variabel faktor situasi dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 4.24 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Lokasi Geografis Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 3 19 24 20 4 70
Presentase 4,3 27,1 34,3 28,6 5,7 100%
97
Indikator lokasi geografis memiliki jawaban tidak setuju terbesar jika dibandingkan dengan indikator lainnya yang ada di variabel faktor situasi. Responden beralasan lokasi geografis terutama rumah mereka tidak berpengaruh karena bioskop bisa saja dekat dengan sekolah atau kampus para responden. Jadi, memang lokasi geografis tidak mempengaruhi pembentukkan keputusan mereka unutk menonton di bioskop. Tetapi bagi responden yang menjawab setuju mereka beralsan bahwa jarak yang dekat memudahkan mereka untuk menjangkau bioskop bahwa lokasi geografis tidak mempengaruhi mereka untuk menonton di bioskop. Khususnya di Kota Bandar Lampung yang hanya mempunyai dua bioskop saja, jadi mau tidak mau bagi responden yang rumahnya cukup jauh dari bioskop harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Tabel 4.25 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Referensi Orang Lain Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 6 13 39 12 70
Presentase 8,6 18,6 55,7 17,1 100%
Sumber: data diolah, 2016 Banyaknya responden yang menjawab setuju dikarenakan mereka yang rata-rata adalah pelajar dan mahasiswa memiliki pertemanan yang luas. Luasnya pertemenan mereka sangat mempengaruhi segala sikap yang akan mereka ambil. Mereka biasanya sangat mendengarkan anjuran dari teman-teman sebaya mereka. Informasi yang terbaru sangat mudah mereka dapatkan dari teman sebaya mereka. Oleh karena itu referensi dari orang lain sangat banyak responden yang menjawab setuju. Alasan yang mereka berikan pun beragam, misalnya saja karena mereka
98
tidak ingin ketinggalan dari teman-temannya jadi ketika temannya memberikan saran untuk menonton pasti mereka segera pergi untuk menonton. Tabel 4.26 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Waktu Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju
Frekuensi 6 10 38
Presentase 8,6 14,3 54,3
16 70
22,9 100%
Sangat Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016 Indikator waktu menempati posisi pertama dalam keputusan remaja untuk menonton
di
bioskop.
Berdasarkan
jenis
pekerjaan
responden
hampir
keseluruhannya adalah pelajar dan mahasiswa mereka tidak mempunyai waktu yang bebas untuk menonton. Jika dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pelajar atau mahasiswa mulai ramai ketika jam penanyangan kedua dan ketiga, karena itu adalah waktu mereka pulang sekolah atau selesai jam kuliah. Pengamatan yang dilakukan melihat ada beberapa remaja yang menonton seusai pulang sekolah tanpa pulang terlebih dahulu ke rumah mereka masingmasing. Tabel 4.27 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Suasana Hati Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016
Frekuensi 6
Presentase 8,6
11 27
15,7 38,6
26 70
37,1 100%
99
Responden yang lebih banyak menjawab setuju terhadap suasana hati membentuk keputusan mereka untuk menonton di bioskop. Suasana hati sangat mempengaruhi karena bagi remaja yang masih memiliki emosi yang labil kadang-kadang berubah tergantung suasana hati yang sedang mereka rasakan. Pada pagi hari remaja setuju untuk menonton tapi berbeda dengan siang hari yang tiba-tiba saja tidak setuju dan membatalkan untuk menonton di bioskop. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keputusan remaja, karena jika remaja memiliki suasan hati yang buruk pasti dia akan merasa tidak enak unutk melakukan apapun dia lebih memilih untuk menyendiri. 7. Variabel Faktor Keluarga Distribusi jawaban responden mengenai variabel faktor keluarga dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: Tabel 4.28 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Ayah Jawaban Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 2 32 23 11 2 70
Presentase 2,9 45,7 32,9 15,7 2,9 100%
Sumber: data diolah, 2016 Menurut para responden, ayah tidak menjadi faktor yang mempengaruhi mereka dalam pembentukan keputusan untuk menonton di bioskop. Alasan yang mereka berikan bahwa ayah tidak mempunyai banyak waktu untuk mereka ajak menonton di bioskop, dikarenakan ayah sibuk dengan pekerjaan yang mereka lakukan
100
sehari-hari. Jika pada akhir pekan ayah beralasan ingin beristirahat karena pada hari senin akan kembali beraktifitas seperti sediakala. Tabel 4.29 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Ibu Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju
Frekuensi 33 22 12
Presentase 47,1 31,4 17,1
3 70
4,3 100%
Sangat Setuju Total
Sumber: data diolah, 2016 Mereka beralasan ibu tidak bisa mempengaruhi mereka untuk menoton, karena terkadang ada ibu dari repsponden yang bekerja sehingga mereka tidak mempunyai banyak waktu untuk menonton bersama anaknya. Tetapi ada juga ibu yang sibuk dengan urusan di rumah, misalnya saja membereskan rumah, memasak dan lain-lain. Ada juga alasan ibu yang ingin beristirahat pada akhir pekan karena akan bekerja kembali pada hari normal. Tabel 4.30 Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Kakak dan Adik Jawaban Tidak Setuju Netral Setuju Sangat Setuju Total
Frekuensi 10
Presentase 14,3
18 23
25,7 32,9
19 70
27,1 100%
Sumber: data diolah, 2016 Responden sangat banyak menyetujui pernyataan bahwa kakak dan adik yang mempengaruhi mereka untuk menonton. Jika dibandingkan dengan pengaruh ayah dan ibu, seorang kakak dan adik memberikan pengaruh yang sangat banyak.
101
Waktu yang dimiliki oleh kakak dan adik juga lebih banyak jika dibandingkan dengan ibu dan ayah. Kakak dan adik bisa memberikan pangaruh kapan saja karena keadaan mereka yang tinggal serumah jadi bisa memudahkan kapan saja kakak atau adik akan memberikan pengaruh yang cukup banyak untuk si responden. 4.4 Analisis Faktor Analisis faktor ingin menemukan suatu cara meringkas (summarize) informasi yang ada dalam variabel asli (awal) menjadi satu set dimensi baru atau variate (factor). Hal ini dilakukan dengan cara menentukan struktur lewat data summarization atau lewat data reduction (pengurangan data). Analsis faktor mengidentifikasi struktur hubungan antar variabel atau responden dengan cara melihat korelasi antar variabel atau responden dengan cara melihat korelasi antar variabel atau korelasi antar responden. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebudayaan (pengaruh lingkungan, tempat tinggal, kebiasaan), kelas sosial (kelas sosial, status pekerjaan, status pendapatan, status sosial), sosial ( pengaruh keluarga, referensi sahabat karib, referensi tetangga, referensi kelompok agama, status dan peranan), pengaruh pribadi (usia, keadaan ekonomi, kepribadian, konsep diri), Psikologis (motivasi, kepercayaan diri, sikap, proses belajar), Situasi (lokasi geografis, referensi orang lain, waktu, suasana hati) dan Keluarga (ayah, ibu, kakak dan adik).
102
4.4.1 Uji Interdependensi Variabel Pada tahap ini dilakukan pengujian keterkaitan antar variabel. Variabel-variabel tertentu yang tidak mempunyai korelasi dengan variabel yang lain dikeluarkan dari analisis. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0. Analisis dilakukan melalui pengamatan terhadap matriks korelasi, nilai determinasi, nilai Kaiser-Mayer-Olkin (KMO), dan hasil uji barlett’s. 4.4.2 Nilai Kaiser-Mayer-Olkin (KMO) dan Ukuran Kecukupan Sampling Nilai KMO yang dihasilkan adalah sebesar 0,547. Berdasarkan syarat ketentuan analisis faktor nilai tersebut lebih dari 0,5 sehingga nilai dianggap mencukupi kriteria yang dibutuhkan. Karena KMO > 0,5 yang berarti memberikan informasi bahwa antar indikator telah menunjukkan korelasi yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari Bartlett’s Test of Sphericity yang mempunyai signifikan < Alpha 5% (0,000 < 0,05), maka proses ini dapat dilanjutkan. Pengujian awal interdependensi variabel-variabel adalah pengukuran kecukupan sampling (Measure Of Sampling atau MSA) melalui korelasi anti image. MSA merupakan indeks yang dimiliki setiap variabel yang menjelaskan apakah sampel yang diambil dalam penelitian cukup untuk membuat variabel-variabel yang ada saling terkait secara parsial. Variabel-variabel yang memiliki MSA kecil (<0,5) dikeluarkan dari analisis.
103
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.547
Approx. Chi-Square
618.503
Df
351
Sig.
.000
Gambar 4.1 Uji KMO and Bartlett’s Test Ke-1 Pada pengujian pertama mendapatkan nilai KMO yang sudah mencukupi syarat, yaitu 0,547>0,5, tetapi nilai MSA masih banyak yang belum memenuhi syarat sehingga harus dilakukan pengujian ulang kembali. Tabel 4.31 Anti Image Matrix Pengujian Ke-1 Indikator Kebiasaan (X1.1) Pengaruh Lingkungan Masyarakat (X1.2) Tempat Tinggal (X1.3) Kelas Sosial Menengah-Atas (X2.1) Status Pekerjaan (X2.2) Status Pendapatan (X2.3) Status Sosial (X2.4) Pengaruh Keluarga (X3.1) Referensi Sahabat Karib (X3.2) Referensi Tetangga (X3.3) Referensi Kelompok Keagamaan (X3.4) Status dan Peranan (X3.5) Usia (X4.1) Keadaan Ekonomi (X4.2) Kepribadian (X4.3) Konsep diri (X4.4) Motivasi (X5.1) Kepercayaan Diri (X5.2) Sikap (X5.3) Proses Belajar (X5.4) Lokasi Geografis (X6.1) Referensi Orang Lain (X6.2) Waktu (X6.3) Suasana Hati (X6.4) Pengaruh Ayah (X7.1)
MSA 0,624 0,436 0,564 0,316 0,542 0,486 0,844 0,609 0,551 0,540 0,548 0,680 0,506 0,401 0,392 0,449 0,609 0,607 0,700 0,698 0,517 0,470 0,548 0,641 0,420
104
Pengaruh Ibu (X7.2) Pengaruh Kakak dan Adik (X7.1)
0,443 0,554
Sumber: data diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.31 nilai MSA dari masing-masing indikator masih banyak nilai MSA < 0,5. Indikator pengaruh lingkungan masyarakat, kelas sosial menengah ke atas, status pendapatan, keadaaan ekonomi, kepribadian, konsep diri, referensi orang lain, pengaruh ayah dan pengaruh ibu harus direduksi karena sehingga nilai MSA nya <0,5 dan harus dilakukan pengujian ulang.
KMO and Bartlett’s Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett’s Test of Sphericity
.690
Approx. Chi-Square
325.761
Df
153
Sig.
.000
Gambar 4.2 Uji KMO and Bartlett’s Test Ke-2 Pada pengujian kedua nilai KMO sebesar 0,690 > 0,5 nilai KMO yang sudah memenuhi syarat sehingga bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya, tetapi pada nilai MSA masih ada yang < 0,5 sehingga pengujian dilakukan kembali dengan mereduksi nilai yang < 0,5. Tabel 4.32 Anti Image Matrix Pengujian Ke-2 Indikator Kebiasaan (X1.1) Tempat Tinggal (X1.3) Status Pekerjaan (X2.2) Status Sosial (X2.4) Pengaruh Keluarga (X3.1) Referensi Sahabat Karib (X3.2) Referensi Tetangga (X3.3) Referensi Kelompok Keagamaan (X3.4) Status dan Peranan (X3.5) Usia (X4.1) Motivasi (X5.1) Kepercayaan Diri (X5.2) Sikap (X5.3) Proses Belajar (X5.4) Lokasi Geografis (X6.1) Waktu (X6.3)
MSA 0,760 0,700 0,746 0,811 0,605 0,448 0,762 0,683 0,742 0,593 0,745 0,810 0,676 0,656 0,650 0,555
105
Suasana Hati (X6.4) Pengaruh Kakak dan Adik (X7.3)
0,680 0,565
Sumber: data diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.32 nilai MSA dari indikator referensi sahabat karib masih < 0,5, karena syarat agar bisa menlanjutkan ke tahap selanjutnya harus > 0,5 sehingga indikator yang nilai MSA nya masih <0,5 direduksi dan dilakukan pengujian ulang.
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.706
Approx. Chi-Square
299.410
Df
136
Sig.
.000
Gambar 4.3 KMO and Bartlett’s Tabel 4.33 Anti Image Matrix Indikator Kebiasaan (X1.1) Tempat Tinggal (X1.3) Status Pekerjaan (X2.2) Status Sosial (X2.4) Pengaruh Keluarga (X3.1) Referensi Tetangga (X3.3) Pengaruh Kelompok Keagamaan (X3.4) Status dan Peranan (X3.5) Usia (X4.1) Motivasi (X5.1) Kepercayaan Diri (X5.2) Sikap (X5.3) Proses Belajar (X5.4) Lokasi Geografis (X6.1) Waktu (X6.3) Suasana Hati (X6.4) Pengaruh Kakak dan Adik (X7.3)
Sumber: data diolah, 2016
MSA 0,753 0,772 0,788 0,811 0,650 0,737 0,702 0,748 0,553 0,738 0,804 0,675 0,676 0,652 0,541 0,661 0,554
106
Berdasarkan tabel 4.33 nilai MSA dan nilai KMO sudah memenuhi syarat indikator nilai MSA dan KMO > 0,5 sehingga proses selanjutnya yaitu ekstraksi faktor dapat dilakukan. 4.4.3 Uji Bartlett’s Diperoleh hasil dari pengujian ketiga dengan nilai Bartlett’s Test Of Sherecity adalah 299.410, angka tersebut sudah diatas 0,5 dan signifikansi jauh dibawah 0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel saling berkorelasi. Selain itu, hasil Bartlett’s Test Of Sherecity mempunyai keakuratan (signifikan) yang tinggi (0,000) sehingga variabel dan sampel yang ada secara keseluruhan bisa dianalisis lebih lanjut. 4.4.4 Ekstraksi Faktor Statistik awal pada page menunjukan hasil ekstraksi yang memungkinkan metode yang digunkan dalam melakukan ekstraksi adalah Principal Component Anlysis (PCA) yang diketahui dapat memaksimalkan presentase varian yang mampu dijelaskan oleh model. Untuk menentukan jumlah faktor yang mampu dan layak, secara empirik data dapat dilihat. 1. Eigen Value suatu faktor yang besarnya ≥ 1% 2. Faktor dengan presentase varian > 5% Eigen value, presentase varian dan presentase kumulatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
107
Tabel 4.34 Penentu Faktor untuk Analisis Selanjutnya Faktor Eigen Value 1 4.037 2 2.138 3 1.521 4 1.291 5 1.159 6 1.042 Sumber: Data diolah 2016
% Varian
Presentase Kumulative
23.745 12.578
23.745 36.323
8.949 7.592
45.272 52.864
6.818 6.132
59.682 65.814
Berdasarkan tabel 4.32 diketahui bahwa faktor 1 sampai 6 memenuhi ketentuan untuk dapat diterima atau layak karena memiliki eigen of value yang besarnya >1% presentase varian >5%. Sehingga analisis dapat dilanjutkan dari ketujuh faktor tersebut. 4.4.5 Rotasi Faktor Dilihat dari analisis faktor yang telah dilakukan terdapat enam faktor yang membentuk keputusan menonton di bioskop pada konsumen Bioskop Di Kota Bandar Lampung. Tabel 4.31 adalah matrix faktor setelah rotasi yang diketahui setiap item > 0,5. Hal ini berarti dapat dikatakan setiap indikator bisa mewakili faktor yang dibentuk. Dengan demikian 27 indikator tersebut telah direduksi menjadi 6 faktor, yaitu: 1.
Faktor 1 diberi nama faktor status. Faktor status terdiri dari kebiasaan menonton, status pekerjaan, status dan peranan, usia. Pada nilai loading paling tinggi diwakili oleh status pekerjaan. Responden yang rata-rata memiliki status pekerjaan sebagai mahasiswa/pelajar mengedepankan gaya hidup yang mereka miliki. Mengingat usia responden yang masih sangat muda pasti mereka akan peka akan lingkungan sekitar apalagi mengenai
108
perkembangan yang ada di lingkungannya. Film-film yang terbaru akan mereka buru untuk ditonton karena mereka tidak ingin ketinggalan dari teman-temannya, itu pula yang membentuk kebiasaan mereka untuk menonton. Keputusan konsumen untuk menonton yang dibentuk oleh status pekerjaan menandakan bahawa status yang mereka miliki mempunyai pengaruh yang cukup besar. 2.
Faktor 2 diberi nama faktor pribadi. Faktor pribadi terdiri dari indikator motivasi, waktu dan suasana hati. Pada nilai loading paling tinggi diwakili oleh indikator waktu. Menurut Jeffrey, et.al (1996) yang dikutip oleh Suryani, (2008:27) proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan, keinginan mau harapan yang tidak terpenuhi menyebabkan timbulnya ketegangan. Motivasi seorang responden untuk menonton di bioskop disebabkan berbagai macam dorongan. Salah satu motivasi yang timbul dari konsumen adalah ketersediaan waktu mereka untuk menonton. Waktu yang mereka punya sangat terbatas mengingat responden yang masih remaja mempunyai rutinitas yang wajib mereka jalani. Misalnya saja sekolah atau kuliah, bagi remaja yang masih sekolah ada beberapa remaja yang setelah pulang sekolah ada kegiatan belajar tambahan. Bagi anak kuliahan karena waktu perkuliahan mereka tidak menentuk bisa saja pagi tapi juga siang atau sore hari.
3.
Faktor ke 3 diberi nama faktor lingkungan dan orang terdekat. Faktor usia dan pendapatan terdiri dari indikator tempat tinggal, pengaruh keluarga, lokasi geografis, pengaruh kakak dan adik. Pada nilai loading paling tinggi diwakili oleh indikator pengaruh kakak dan adik. Pengaruh kakak dan adik merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi pembentukkan keputusan remaja untuk
109
menonton di bioskop. Menonton di bioskop bukan saja didasari oleh keinginan semata, melainkan karena adanya ajakan atau referensi yang diterima oleh responden dari orang-orang terdekat mereka, yaitu kakak dan adik. Kakak dan adik adalah orang terdekat yang setiap hari mereka temui, lebih banyak waktu yang berkualitas yang mereka punyai. Selain pengaruh yang banyak dari kakak dan adik, lokasi geografis dan tempat tinggal juga faktor yang mendukung. Dekatnya jarak bioskop dari rumah mereka memudahkan responden untuk pergi ke bioskop bersama kakak atau adiknya. 4.
Faktor ke 4 diberi nama faktor referensi. Faktor referensi terdiri dari indikator referensi tetangga dan referensi kelompok keagamaan. Pada nilai loading paling tinggi diwakili oleh referensi kelompok keagamaan. Kelompok keagamaan
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
remaja
dalam
pembentukkan keputusan untuk menonton di bioskop. Responden yang ratarata adalah remaja akhir mempunyai pertemanan yang cukup luas, misalnya saja yang suka mengikuti berbagai macam organisasi baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Salah satunya adalah kelompok keagamaan yang bisa mereka ikuti baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan rumah. Interaksi yang intensif membuat mereka mendapatkan banyak manfaat dan referensi dalam pengambilan keputusan untuk menonton di bioskop. 5. Faktor ke 5 diberi nama faktor sikap. Faktor ini terdiri dari status sosial, kepercayaan diri dan sikap. Pada nilai loading paling tinggi diwakili oleh sikap. Sikap
merupakan faktor yang mempengaruhi remaja dalam
pembentukkan keputusan remaja untuk menonton di bioskop. Remaja yang mempunyai sikap untuk kegiatan sehari-hari pasti akan konsisten dengan
110
keputusan yang sudah mereka pilih. Sikap mereka untuk menonton juga bisa di dukung oleh status sosial yang mereka sandang. Status sosial di masyarakat membuat mereka mempunyai keprcayaan diri untuk menunjukkan jati diri yang mereka miliki. 6. Faktor ke 6 diberi nama faktor pembelajaran. Faktor ini hanya terdiri dari indikator proses belajar. Proses belajar sangat mempengaruhi remaja dalam pembentukkan keputusan untuk menonton di bioskop. Pada seusia remaja mereka membutuhkan banyak pembelajaran tidak hanya belajar di lingkungan sekolah tetapi juga dalam berbagi hal. Pembelajaran juga bisa mereka dapatkan pada keputusan mereka untuk menonton, pada proses untuk menonton mereka melakukan perjalanan untuk sampai ke bioskop pada saat perjalan menuju bioskop pasti mereka mendapatkan beberapa pembelajaran yang bermanfaat untuk mereka. Ketika sudah sampai di bioskop mereka diajarkan untuk membudayakan antri dalam pembelian tiket untuk menonton setalah itu mereka mendapatkan pelajaran dari film yang mereka tonton. Nilai-nilai yang terkandung dalam film tersebut akan menjadi pembelajaran bagi mereka. Tabel 4.35 Komponen Matriks setelah Rotasi Indikator Kebiasaan menonton (X1.1) Status pekerjaan (X2.2) Status dan peranan (X3.5) Usia (X4.1)
Faktor loading 0,690 0,724 0,715 0,611
Identifikasi faktor Faktor 1
Motivasi (X5.1) Waktu (X6.3) Suasana hati (X6.4)
0,661 0,779 0,662
Faktor 2
111
Tempat tinggal (X1.3) Pengaruh keluarga (X3.1) Lokasi Geografis (X6.1) Pengaruh kakak dan adik (X7.3)
0,430 0,658 0,361 0,833
Faktor 3
Referensi tetangga (X3.3) Referensi kelompok agama (X3.4) Status sosial (X2.4) Kepercayaan diri (X5.2) Sikap (X5.3)
0,664 0,801
Faktor 4
0,633 0,498 0,813
Faktor 5
Proses belajar (X5.4)
0,755
Faktor 6
Sumber : data diolah 2016 4.4.6 Pembahasan Hasil Analisis Faktor Pembahasan hasil analisis faktor dalam penelitian ini adalah mengenai indikatorindikator dari variabel faktor kebudayaan, faktor kelas sosial, faktor-faktor sosial, faktor pengaruh pribadi, faktor psikologis, faktor situasi, dan faktor keluarga. Dalam penjelasan ini yang pertaman akan dijelaskan variabel faktor kebudayaan dalam mempengaruhi pembentukkan keputusan remaja dalam menonton di bioskop. 4.4.6.1 Faktor Status Faktor status merupakan nama faktor baru yang telah dirotasi. Faktor status terdiri dari indikator kebiasaan menonton, status pekerjaan, status dan peranan, usia. Faktor status digunakan karena status sangat berpengaruh terhadap pembentukkan keputusan remaja, meingat bahwa remaja mengedepankan gaya hidup mereka. Maka status yang mereka sandang sangat mempengaruhi. Bedasarkan faktor status terdapat nilai loading yang paling tinggi adalah status pekerjaan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing faktor:
112
a.
Kebiasaan menonton Faktor pertama yang muncul setalah dilakukannya analisis faktor adalah kebiasan menonton. Menonton merupakan hal yang biasa dilakukan, menonton bisa melalui berbagai macam alat dan bisa juga melakukannya dimanapun. Menonton yang sering dilakukan adalah menonton tv, menonton tv biasanya dilakukan di rumah dan hampir setiap hari kita lakukan. Selain itu juga kita bisa menonton lewat gadget yang punya, memang harganya lebih mahal karena kita harus mengisi pulsa terlebih dahulu tapi jarang yang melakukan hal ini hanya beberapa orang saja yang suka menonton lewat gadget. Bagi remaja menonton film di bioskop merupakan hal wajib yang harus mereka lakukan jika ada film terbaru. Mereka ingin selalu menjadi yang tahu segalanya mengenai perkembangan zaman yang ada dengan mengatahui segalanya akan memudahkan mereka untuk mendapatkan teman.
b. Status pekerjaan Status pekerjaan dalam faktor kelas sosial mempengaruhi pembentukkan keputusan remaja untuk menonton di bioskop. Menurut Engel, Blackwell & Miniard (1995) yangdikutip oleh Sunyoto, (2013, 24) pekerjaan yang dilakukan konsumen sangat mempengaruhi gaya hidup mereka. Jika dilihat dari nilai loadingnya indikator status pekerjaan menjadi peringkat kedua di faktor pertama. Selain pendapatan status pekerjaan lebih mempengaruhi pembentukkan. Remaja yang masih berstatus sebagai mahasiswa/belajar sangat mengedepankan gaya hidup mereka agar sesuai dengan status pekerjaan yang mereka sandang. Sebagai mahasiswa yang mengikuti
113
perkembangan zaman mereka harus juga mengetahui segala sesuatu yang baru di dunia perfilman. c.
Status dan peranan Responden yang rata-rata adalah remaja sangat memainkan status dan peranan yang mereka punya. Menurut Kotler, (1996:186) setiap peranan membawa satu status yang mencerminkan peghargaan umum yang diberikan sesuai dengan itu oleh masyarakatnya. Statusnya sebagai mahasiswa membuat mereka memiliki peranan yang cukup baik di lingkungan masyarakat. Mereka menjadi panutan bagi anak-anak yang masih kecil, terkadang ada juga remaja yang bisa menjadi inspirasi bagi beberapa orang yang melihat dari sudut pandang lain. Remaja yang suka menonton di bioskop bisa menjadi contoh yang baik karena selain memainkan status sebagai mahasiswa atau pelajar mereka juga mencoba untuk membantu memajukkan Negara yang mereka cintai. Tanpa kita sadari dengan kita menonton di bioskop itu bisa memajukan film-film yang ada di Indonesia, khususnya film yang diciptakan oleh anak dalam negeri. Ini bisa menjadi contoh yang baik bagi lingkungan masyarakat sekitar jika kita dari sisi positifnya menonton film.
d. Usia Remaja yang menjadi fokus dalam penelitian ini mempunyai rentang usia 1215 tahun, 16-18 tahun dan 19-21 tahun. Usia yang masih sangat muda, dengan usia yang masih sangat muda mereka senang untuk mencari hal-hal yang baru. Dalam keputusan pembelian bagi remaja setalah mereka menemukan apa yang mereka mau pasti mereka akan mencari informasi.
114
Menurut Kotler, (1996:188) orang membeli suatu barang dan jasa yang berubah-ubah selama hidupnya. Sekarang mereka mencari hiburan dengan menonton tetapi akan berbeda nanti jika usia mereka sudah bertambah mungkin mereka akan mecari sesuatu yang berbeda tidak lagi menonton di bioskop. Diusia yang masih muda mereka mempunyai semangat yang sangat bagus sampai-sampai mereka melakukan keputusan membeli setalah mengetahui segala sesuatunya tentang barang atau jasa yang akan mereka beli. 4.4.6.2 Faktor Pribadi Faktor pribadi merupakan nama faktor baru yang telah dirotasi. Faktor pribadi terdiri dari indikator motivasi, waktu, suasana hati. Faktor pribadi digunakan karena pribadi sangat berpengaruh terhadap pembentukkan keputusan remaja, meingat bahwa remaja ingin selalu menjadi pribadi yang lebih baik. Maka dari itu kepriadian sangat berpengaruh untuk menentukkan keputusan apa yang akan mereka ambil. Bedasarkan faktor pribadi terdapat nilai loading yang paling tinggi adalah waktu. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing faktor: a.
Motivasi Motivasi yang berbeda-beda dari konsumen satu ke konsumen lainnya akan mempengaruhi pola konsumsi sautu produk atau jasa. Menurut Jeffrey, et al (1996) yang dikutip oleh Suryani, (2008:27) proses motivasi terjadi karena adanya kebutuhan, keinginan maupun harapan yang tidak terpenuhi menyebabkan timbunya ketegangan. Hal ini terjadi pada remaja yang ingin menonton film di bioskop karena dipengaruhi oleh faktor pribadi. Ada remaja yang ingin menonton di bioskop karena motivasi yang dia dapat dari dalam
115
diri, tetapi ada juga motivasi yang dia dapat dari luar diri. Teman salah satunya yang dapat memberikan motivasi paling kuat untuk remaja. Remaja yang gampang dipengaruhi dengan mudah menerima motivasi yang diberikan oleh teman sebayanya. Tetapi bagi konsumen yang tidak menonton di bioskop mereka sama-sama mempunyai motivasi yang sama , yaitu menonton film tetapi cara mereka berbeda ada yang menonton di bioskop dan ada juga yang hanya menonton di rumah lewat berbagai media. b. Waktu Selain motivasi di dalam faktor pribadi juga terdapat indikator waktu. Waktu merupakan faktor yang di dapatkan setelah melakukan rotasi. Remaja yang ingin menonton di bioskop harus menyesuaikan waktu yang mereka miliki. Menonton di bioskop bukan hal yang baru melainkan ada beberapa remaja yang menjadikan itu kebiasaan mereka. Menonton bioskop berbeda dengan menonton tv pada umumnya. Kita bisa kapan saja untuk menonton televisi tetapi kita tidak bisa menonton bioskop kapan saja, karena ada waktu penayangan yang dijadwalkan. Seperti pada observasi yang peneliti lakukan waktu untuk menonton di bioskop dibagi menjadi lima waktu. Bagi remaja yang ingin menonton di bioskop mereka harus menyesuaikan waktu penayangan film. Responden yang hampir keseluruhannya adalah remaja yang masih duduk di bangku sekolah maupun perkuliahan harus bisa menyesuaikan waktu jika ingin menonton di bioskop. Rata-rata remaja sekolah menonton sehabis mereka pulang sekolah sekitar jam 14.00 WIB, karena mereka harus bersekolah terlebih dahulu. Berbeda dengan remaja yang sudah duduk di bangku perkuliahan mereka bisa kapan saja untuk menonton
116
karena mereka jadwal perkuliahan tidak menentu. Ada beberapa remaja yang memang mencari waktu untuk menonton tapi ada juga beberapa remaja yang kebetulan waktu mereka pas dengan jadwal penayangan jadi mereka memtuskan untuk menontondi bioskop. c.
Suasana hati Suasana hati menempati posisi kedua pada nilai loading setelah waktu yang menempati posisi pertama. Faktor pribadi yang dicirikan dengan suasana hati yang dipunyai oleh para konsumen yang ingin menonton film di bioskop. Menonton bioskop bukan saja dipengaruhi oleh faktor-faktor yang muncul dari luar diri, tetapi juga muncul dari dalam diri konsumen. Suasana hati merupakan faktor yang muncul dari dalam diri konsumen. Remaja yang memiliki emosi yang kurang konsisten atau kadang-kadang bisa berubah sewaktu-waktu. Emosi ini mempengaruhi merreka untuk menonton. Jika suasan hati sedang baik mereka akan semangat untuk pergi menonton di bioskop. Rasa senang ini bisa dipicu oleh hal-hal yang di sekitarnya, misalnya saja keluarga dan teman-teman mereka. Tetapi berbanding terbalik jika suasana hati sedang tidak bagus, karena yang mereka rasakan hanyalah amarah dan malas untuk diajak menonton di bioskop. Remaja yang masih memiliki emosi yang labil membuat mereka bisa berubah sewaktu-waktu dalam pengambilan keputusan.
4.4.6.3 Faktor Lingkungan dan Orang Terdekat Faktor orang terdekat didapati setalah melakukan rotasi analisis faktor. Selain teman-teman yang sering memberikan referensi untuk menonton orang-orang terdekat juga memberikan referensi dan pengaruh yang sangat besar. Faktor orang
117
terdekat terdiri dari beberapa indikator yang pertama adalah tempat tinggal, pengaruh keluarga, lokasi geografis dan pengaruh kakak dan adik. Selain faktor pribadi, faktor orang terdekat juga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi remaja untuk membentuk keputusan menonton di bioskop. Faktor orang terdekat didominasi oleh pengaruh kakak dan adik. Berikut ini penjelasan dari masingmasing indikator: a.
Tempat tinggal Menonton bioskop bisa kapan saja dilakukan oleh para konsumennya. Konsumen yang memang sangat tertarik untuk menonton bioskop tidak begitu memikirkan hal-hal yang terlalu jauh. Mereka hanya memikirkan harus menonton di bioskop dengan rencana yang sudah dibuat. Dibalik itu semua ada juga konsumen yang memikirkan banyak hal dalam pembuatan keputusan untuk menonton film di bioskop. Rata-rata remaja memikirkan harga tiket yang cukup mahal bagi mereka yang tidak mempunyai banyak uang. Namun selain itu juga remaja memikirkan hal lain selain uang yang mereka miliki. Jarak yang biasanya menjadi penghalang bagi mereka untuk tidak menonton bioskop, karena ada beberapa remaja yang mengeluhkan akses yang jauh untuk sampai di bioskop. Bagi remaja yang memiliki kendaraan pribadi jarak tidak menjadi pengahalang, tetapi bagi remaja yang tidak memiliki kendaraan sangat sulit untuk mengakses bioskop dengan jarak yang jauh. Tempat tinggal sangat menentukkan keputusan remaja, karena dengan jarak yang dekat mereka bisa dengan mudah untuk pergi ke bioskop.
118
b. Pengaruh keluarga Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak memiliki ikatan batin yang kuat. Remaja yang masih dalam pengawasan orang tua sangat dijaga dan lindungi olh orang tuanya. Tidak hanya soal keselamatan tetapi juga segala sesuatunya yan berhubungan dengan anaknya. Remaja yang masih sangat muda membutuhkan perhatian yang besar agar mereka tidak salah dalam mempresepsikan sesuatu yang baru mereka ketahui. Orang tua yang tidak hanya memberikan perhatian mereka juga sering mengajak anak-anak mereka untuk jalan-jalan. Salah satu tujuan orang tua mengajak anaknya adalah bioskop. Mungkin bagi sebagian orang menonton bioskop merupakan hal yang biasa. Tetapi keluarga memiliki pengaruh yang cukup besar, karena ayah dan ibu yang sering mengajak anaknya menonton di bioskop. c.
Lokasi geografis Lokasi geografis sama halnya dengan jarak tempat tinggal remaja. Remaja yang ingin menonton di bioskop harus bisa menyesuaikan waktu keberangakatan mereka sampai waktu jadwal penayangan film di bioskop. Bagi remaja yang merasa lokasi geografisnya sangat jauh dengan bioskop mereka tidak akan terlalu sering untuk menonton bioskop berbeda dengan remaja yang memiliki lokasi geografis yang dekat dengan bioskop mereka akan merasa senang jika bisa pergi ke bioskop sesering mungkin.
d. Pengaruh kakak dan adik Selain ibu dan ayah, kakak dan adik juga mempunyai pengaruh yang sangat besar. Bisa dibuktikan dengan penempatan pertama nilai loading tertinggi pada faktor ketiga. Bagi remaja yang mempunyai kedekatan dengan kakak
119
atau adiknya pasti akan mendapatkan pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan untuk menonton di bioskop. Pertemuan yang intensitas dengan kakak atau adik akan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Misalnya saja kakak baru menonton film terbaru yang sedang ada di bioskop pasti kakak akan bercerita kepada adiknya bahwa ada film baru yang sedang main di bioskop pasti si adik akan tertarik dan melakukan keputusan untuk menonton di bioskop. 4.4.6.4 Faktor Referensi Faktor referensi merupakan nama faktor baru yang telah dirotasi. Faktor referensi terdiri dari indikator referensi tetangga dan referensi kelompok keagamaan. Faktor referensi digunakan karena status sangat berpengaruh terhadap pembentukkan keputusan remaja, meingat bahwa remaja sangat mendengarkan apa yang disarankan oleh teman mereka. Bedasarkan faktor status terdapat nilai loading yang paling tinggi adalah status pekerjaan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing faktor: a.
Referensi tetangga Tidak hanya di sekolah mereka bisa mempunyai teman, tetapi di lingkungan rumah mereka juga mempunyai banyak teman. Waktu yang mereka miliki untuk bermain juga lebih banyak mereka dapatkan di lingkungan rumah, karena sehari-hari setelah selesai beraktifitas pasti mereka mencari teman sebayanya di lingkungan rumah. Ketika mereka berinteraksi mulailah muncul pengaruh atau referensi berbagai hal. Menonton bioskop bukan hal baru bagi kalangan remaja, mereka pasti akan mengikuti perkembangan film-film yang ada di bioskop. Misalnya saja ketika sedang bermain bersama salah satu
120
temannya menceritakan pengalamannya ketika menonton suatu film di bioskop. Bagi teman-temannya yang mendengar cerita tersebut pasti mereka tergerak untuk ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang diceritkan oleh para tetangganya. Menurut model keputusan pembelian yang dikemukakan oleh Kotler, (1996:213) seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak mencari informasi yang lebih banyak lagi. Jika dorongan konsumen adalah kuat, dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia, konsumen akan membeli obyek itu. Jika tidak, kebutuhan konsumen itu tinggal mengendap dalam ingatannya. Konsumen mungkin tidak berusaha untuk memperoleh informasi lebih lanjut atau sangat aktif mencari informasi sehubungan dengan kebutuhan itu. b. Referensi kelompok keagamaan Referensi kelompok keagamaan menempati peringkat pertama pada nilai loading faktor keempat. Keputusan remaja untuk menonton banyak di putuskan karena adanya referensi dari orang-orang terdekat mereka. Bagi remaja yang aktif baik dilingkungan rumah maupun sekolah pasti lebih banyak memiliki teman. Kelompok keagamaan merupakan organisasi yang ada di lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah responden. Responden yang aktif dilingkungan organisasi pasti akan mendapatkan pengaruh yang cukup besar, karena mereka akan berinteraksi setiap hari muncullah referensi dari percakapan tersebut.
121
4.4.6.5 Faktor Sikap Faktor sikap didapati setalah melakukan rotasi analisis faktor. Pengaruh dalam diri yang memberikan sikap apa yanga harus mereka lakukan untuk menonton di bioskop. Faktor sikap terdiri dari beberapa indikator yang pertama adalah status sosial, kepercayaan diri dan sikap. Selain faktor referensi, faktor sikap juga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi remaja untuk membentuk keputusan menonton di bioskop. Faktor sikap didominasi oleh indikator sikap. Berikut ini penjelasan dari masing-masing indikator: a.
Status sosial Faktor pertama yang muncul setalah dilakukannya analisis faktor adalah indikator status sosial. Status sosial merupakan posisi individu dalam masyarakat, kedudukan individu dari aspek legal dan profesi seseorang. Wajar jika responden memilih untuk menonton di bioskop dibandingkan di rumah atau membeli vcd karena mereka ingin menunjukkan apa yang mereka miliki. Kepemilikan mencirikan status sosial mereka, kepemilikan materi yang mereka punyai. Responden yang memiliki status sosial yang bagus di masyarakat akan lebih mengendepankan merek suatu produk ataupun jasa, karena itu akan menunjukkan status sosial yang mereka punyai. Bagi remaja yang hidup di era gloalisasi dengan teknologi yang sangat canggih. Mereka lebih mengedepankan gaya hidup yang mengikuti trend masa kini atau yang biasa disebut kekinian. Bagi remaja yang selalu mengikuti perkembangan zaman mereka akan merasa tidak percaya diri bila ketinggalan hal yang sedang ramai diperbincangkan. Misalnya saja seperti menonton di bioskop merupakan gaya hidup yang biasa dilakukan oleh para
122
remaja kelas sosial menengah-atas. Perkembangan film pada saat ini juga merupaka faktor utama remaja mengikuti perjalanan perfilman. Remaja ingin selalu mengetahui film apa yang sedang hits di dunia perfilman. b. Kepercayaan diri Kepercayaan diri muncul ketika seorang remaja puas akan hasil yang dia dapatkan atau sesuatu yang menurutnya bagus dan banyak mendapatkan pujian dari orang lain itu akan meningkatkan kepercayaan diri seorang remaja. Kepercayaan meruapakan perasaan yang muncul dari diri seseorang ketika puas dengan produk yang gunakan. c.
Sikap Menurut Kotler, (1996:204) sikap menyebabkan orang berperrilaku secara tetap terhadap suatu obyek yang sama. Sikap berguna untuk menghemat tenaga dan pikiran. Jika teori ini dikaitkan dengan sikap yang diambil remaja memang benar adanya, bahwa sikap yang muncul dari dalam diri remaja tidak perlu yang lama dan buang-buang tenaga dan pikiran. Ketika remaja ingin menonton maka sikap yang dikeluarkan akan sama dengan yang mereka inginkan tanpa pikir panjang. Pada umumnya sikap tidak gampang berubah, ini pula yang menjadikan suatu proses pendewasaan bagi remaja agar mereka tidak labil akan keputusan yang dibuat. Sikap juga yang menentukkan keputusan apa yang akan remaja ambil. Maka dari itu pihak bioskop selalu konsisten terhadap pelayanan yang mereka berikan agar tidak mengubah sikap dari para konsumen yang akan menonton di bioskop.
123
4.4.6.6 Faktor pembelajaran Faktor didapati setalah melakukan rotasi analisis faktor. Pengaruh dalam diri yang memberikan pembelajaran bagi remaja yang menonoton di bioskop apa manfaat yang mereka dapatkan setelah menonton di bioskop. Faktor pembelajaran hanya terdiri dari indikator proses belajar. Selain faktor sikap, faktor pembelajaran juga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi remaja untuk membentuk keputusan menonton di bioskop. Berikut ini penjelasan dari masing-masing indikator: a.
Proses belajar Remaja yang membuat keputusan untuk menonton di bioskop pasti sudah melalui proses belajar karena menurut Kotler, (1996:202) sewaktu orang berbuat mereka belajar. Proses belajar yang didapatkan dari sebelum mereka menonton sampai film yang di tonton pun memberikan pembelajaran yang bermanfaat. Sewaktu mereka berproses untuk menonton mereka harus membeli tiket terlebih dahulu, di dalam pembelian tiket mendapatkan pembelajaran bahwa kita harus membudayakan antri. Kemudian ketika menonton di bioskop mereka akan mendapatkan pembelajaran dari film yang mereka tonton, karena film pasti mempunyai pesan moral yang ingin disampaikan kepada para penonton tersebut. Berikut iniadalah gambar dari pembentukkan faktor setelah rotasi:
124
Gambar 4.4 Faktor-Faktor yang Terbentuk Setelah Rotasi Keputusan Pembelian
Faktor Status
a. Kebiasaan menonton b. Status pekerjaan c. Status dan peranan d. Usia
a.
Faktor Pribadi
a. Motivasi b. Waktu c. Suasana hati
Faktor Lingkungan dan Orang Terdekat
a. Tempat tinggal b. Pengaruh keluarga c. Lokasi geografis d. Pengaruh kakak dan adik
e.
Faktor Referensi
a. Referensi tetangga b. Referensi kelompok agama
Faktor Sikap
a. Status sosial b. Kepercay aan diri c. Sikap
d.
Faktor Pembelajaran an
a. Proses belajar
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Setelah penulis mengadakan pembahasan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Membentuk Keputusan Remaja dalam Menonton di Bioskop (Studi pada Remaja di Kota Bandar Lampung). Maka penulis dalam bab ini akan menarik kesimpulan dan memberikan saran berdasarkan atas uraian yang telah penulis kemukakan dalam bab selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Bedasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada 6 faktor yang membentuk keputusan remaja untuk menonton di bioskop, yaitu: 1.
Faktor pertama diberi nama faktor status. Faktor status terdiri dari kebiasaan menonton, status pekerjaan, status dan peranan, usia, dimana responden yang rata-rata
memiliki
status
pekerjaan
sebagai
mahasiswa/pelajar
mengedepankan gaya hidup yang mereka miliki. Usia yang masih sangat muda juga mempengaruhi mereka, karena banyak manfaat positif yang akan didapat. 2.
Faktor kedua adalah faktor pribadi, faktor pribadi terdiri dari indikator motivasi, waktu dan suasana hati dan didominasi oleh indikator waktu. Hal ini yang berarti waktu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
126
keputusan remaja untuk menonton di bioskop, karena waktu yang dimiliki oleh para remaja sangat terbatas mereka menghabiskan hari-harinya untuk bersekolah,
maka dapat disimpulkan mereka sangat setuju jika waktu
merupakan indikator yang mempengaruhi pembentukkan keputusan remaja. 3.
Faktor ketiga diberi nama dengan faktor lingkungan dan orang terdekat. Faktor lingkungan dan orang terdekat diwakili oleh indikator pengaruh kakak dan adik. Kakak dan adik memiliki pengaruh yang cukup besar bagi remaja, karena jika teman-teman mereka tidak bisa diajak untuk menonton alternatif orang yang dapat diajak menonton adalah kakak dan adik.
4.
Faktor keempat adalah faktor referensi. Faktor referensi diwakili oleh indikator referensi kelompok keagamaan. Hal ini menandakan bahwa remaja yang sangat mudah menerima pengaruh yang datang dari lingkungan luar. Remaja yang aktif mengikuti organisasi eksternal pasti akan mendapatkan informasi baru dan referensi untuk menonton di bioskop. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor referensi mempengaruhi pembentukkan keputusan remaja untuk menonton di bioskop.
5.
Faktor kelima diberi nama faktor sikap. Faktor sikap terdiri dari indikator status sosial, kepercayaan diri dan sikap. Sikap sangat ditentukkan dari pandangan konsumen terhadap bioskop. Sikap yang terbentuk membuat remaja mengambil keputusan untuk pergi menonton di bioskop, karena menurut remaja jika mereka menonton di bioskop dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
6.
Faktor keeam diberi nama faktor pembelajaran. Faktor ini hanya terdiri dari indikator proses belajar. Proses belajar tidak hanya didapat ketika kita
127
menonton saja, tetapi bisa juga didapat dalam proses ketika kita ingin menonton. Rasa ingin tahu dan pengalaman yang dimiliki oleh konsumen membuat mereka ingin tahu bagaimana rasanya menonton dan ketika mereka ingin menonton pengalaman yang membantu mereka untuk melakukan keputusan menonton di bioskop. 5.2 Saran Beberapa saran yang di berikan dari hasil penelitian ini antara lain: 1.
Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai informasi bagi perusahaan yang menjalankan Bioskop untuk mampu mempertahankan faktor status, faktor pribadi, faktor lingkungan dan orang terdekat, faktor referensi, faktor sikap, dan faktor pembelajaran.
2.
Pihak perusahaan harus lebih memahami perilaku konsumen agar lebih meningkatkan niat konsumen untuk mengujungi boskop..
3.
Untuk penelitian selanjutnya dapat memperluas objek penelitian karena penelitian ini hanya ditinjau dari perspektif remaja yang berusia 12-21 tahun dan perlu ditambahkan lagi variabel-variabel lain diluar penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid, Harun. 1993. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran. Andini, Prisca. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Mobil Hyundai i20 (Studi pada Konsumen Mobi Hyundai i20 di Semarang). Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Universitas Diponogoro. Cahyono, Dwi. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Minuman Air Mineral Aqua (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta). Surakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogro. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39908/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada tanggal 21 Januari 2016 pada pukul 19.38 WIB) https://id.wikipedia.org (diakses pada tanggal 06 Oktober 2015 pukul 08.02 WIB) https://id.wikipedia.org/wiki/Bioskop (diakses pada tanggal 1 Januari 2016 pukul 20.20 WIB) Jogiyanto. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalamanpengalaman. Yogyakarta: Penerbit BPFE-Yogyakarta. Kartikasari, Didin, Zainul Arifin dan Kadarisman Hidayat. 2012. Pengaruh Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Mahasiswa Administrasi Bisnis Angkatan 2012/2013 Fakultas Ilmu Administrasi Fakultas Brawijaya yang Mengkonsumsi Produk Mie Instan Merek Indomie). Malang: Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. Kotler, Philip dan Gary Amstrong. 2001. Jakarta:Erlangga.
Prinsip-Prinsip Pemasaran.
Kotler, Philip. 1996. Manajemen Pemasaran-analisis, perencanaan, dan pengendalian. Jakarta:Erlangga.
Rahmawati, Meidya. 2009. Analisis Faktor Atribut Produk Pada Pengguna Ponsel Merek Nokia(Studi pada Mahasiswa S1 Reguler Angkatan 2005-2007 FISIP UNILA). Skripsi. Lampung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Lampung. Rusli, Muhammad. 2014. Pengelolaan Statistik Yogyakarta:GRAHA ILMU.
yang menyenangkan.
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta:ANDI. Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen-Pendekatan Praktis Disertai Himpunan Jurnal Penelitian. Yogyakarta:ANDI. Setiadi, Nugroho J. 2008. Perilaku Konsumen: konsep dan implikasinya untuk strategi dan penelitian pemasaran. Jakarta: Kencana. Setiawan, Budi. 2015. Teknik Praktis Analisis Data Penelitian Sosial & Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: ANDI. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 2000. MetodePenelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sunyoto, Danang. 2013. Perilaku Konsumen (Panduan Riset Sederhana untuk Mengenali Konsumen). Jakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service). Suryani, Tatik. 2008. Perilaku Konsumen; Implikasi pada Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suryani, Tatik. 2013. Perilaku Konsumen di Era Internet Implikasinya pada Strategi Pemsaran. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widyanti, Nyoman Daisy. 2012. Faktor yang Membentuk Keputusan Membeli Produk Blackberry pada Mahasiswa Universitas Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1. Surabaya: Fakultas Psikologi. Universitas Surabaya. www.duniaindra.com/2015/01/menyimak-kejayaan-bioskop-bioskop-di.html (diakses pada tanggal 1 Januari 2016 pukul 20.17 WIB) www.jadwal21.com (diakses pada tanggal 07 oktober 2015 pukul 08.07 WIB)