MONSTROUS Type Genre Writer Note
: Short Novel (Ongoing) : Fantasy, Horror, Thriller, Romance : Deriz Caesar : This story is written mostly in Indonesia language. I will gladly translate it into English language if there are foreign readers who are going to read this story.
oOo Episode 1 – Pria Pucat “Goodbye my friend, it’s hard to die. When all the birds are singing in the sky…” Aku lantunan lagu indah gubahan Jacques Bell sembari memainkan piano reyot kesayanganku. Lagu bermakna kelam, salah satu lagu favoritku. Kupandangi seluruh perawakanku melalui pantulan kaca tepat di sebelah piano. Aku mengenakan kemeja hitam dan celana panjang yang juga hitam. Rambutku hitam legam sepanjang leher dengan muka putih pucat. Lingkaran hitam di sekitar mataku terlihat tebal. Sebenarnya, aku sangat kesepian. Itu karena aku adalah anak yatim piatu yang mewarisi seluruh kekayaan mendiang orangtuaku. Hingga aku bisa tinggal di rumah yang sangat besar dan fasilitas yang serba mewah. Dengan para pembantu yang bertugas membuatkan makanan dan minuman untukku, serta security yang berjaga di halaman rumah. Tapi entah mengapa aku merasa kesepian. Seolah hanya aku saja yang tinggal di sini. Aku melirik jam dinding di ruang tengah, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi. Kebiasaanku semenjak dulu belum hilang, kebiasaan untuk menikmati suasana malam hingga fajar menjelang. Aku terpaksa tidur sejenak karena harus berangkat ke sekolah pagi-pagi. Aku benci tidur, karena aku selalu bermimpi buruk, sangat buruk. Hal itu terjadi sejak kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan. Tapi biarlah, aku sudah terbiasa dengan mimpi-mimpi itu. Aku baringkan tubuh kurusku di springbed ukuran besar. Kupejamkan mata perlahan, berharap wujud mengerikan itu tidak singgah di mimpiku lagi. Lalu semuanya menjadi kelabu, kemudian petang. Dalam kegelapan aku terbangun. Aku sadar bahwa aku masih berada di alam mimpi. Dan aku akan bermimpi buruk lagi. Aku berjalan mengitari kegelapan tidak berujung. Aku melihat dari kejauhan, ada sebuah cahaya ungu yang kontras dengan seluruh kegelapan ini. Aku langsung bergegas menuju cahaya itu. Saat aku sudah berada di dekat pancaran misterius itu, terasa daya tarik yang hebat berasal dari cahaya itu. “Argh!’ pekikku saat terhisap ke dalam cahaya ungu. Aku tak dapat mengendalikan ragaku.
19
Tiba-tiba aku berada di ruangan yang sudah tidak asing lagi bagiku. Pianoku juga masih berada pada tempatnya. Aku sadar bahwa aku sedang berdiri di dalam rumahku sendiri. Namun ada sosok makhluk yang sangat mengganggu pemandangan karena rupanya yang mengerikan, sedang berdiri beberapa meter di depanku. Wajahnya hancur, penuh dengan luka menganga. Matanya mengeluarkan nanah busuk yang baunya mengerutkan hidungku. Darah segar tampak keluar dari mulutnya saat ia mencoba untuk mengatakan sesuatu. “Penantianku telah usai!” Suaranya yang mengerikan menggema hingga ke sudut ruangan. Namun aku tidak gentar sedikitpun, karena aku telah terbiasa dengan mimpi semacam ini. Kutekan seluruh rasa takut hingga menjadi gumpalan kecil. Hingga tersisa rasa amarah yang meluap-luap. Amarah karena hingga detik ini aku tidak bisa menyudahi serangkaian mimpi buruk yang selalu menimpaku. “Apa maksudmu? Aku tidak takut, makhluk menjijikkan!” Makhluk itu hanya tertawa sinis. Darah segar tersembur dari mulutnya hingga mengotori lantai ruangan kesayanganku. Aku sedikit gentar melihat darah itu. Bukan karena aku phobia darah, tapi darah itu merayap mendekatiku. Seakan-akan darah itu memiliki nyawa tersendiri. Tiba-tiba makhluk itu melayang ke arahku sangat cepat sampai-sampai aku tidak sempat menghindarinya. Terpaksa aku harus memukul makhluk itu sekuat tenaga. Sontak makhluk itu menghilang tidak berjejak. Aku sedikit lega melihat makhluk menjijikkan itu tidak ada di dekatku lagi. Tunggu! Ada yang aneh dengan tubuhku. Tangan dan kakiku kaku tidak bisa digerakkan. Sontak aku terjatuh ke lantai ubin yang digenangi darah makhluk itu. Dalam sekejap, semuanya menjadi gelap gulita. “Tidak!” Aku terhentak dari kasur yang basah karena keringatku sendiri. Denting suara jam terdengar tidak seirama dengan degupan jantungku yang berdebar kencang karena gemang dengan mimpi yang baru saja kualami. Aku berjalan ke arah jendela seraya memandangi mentari pagi yang menyinari wajah pucatku. Aku berusaha mengatur irama napasku yang masih saja tersengal-sengal. Teh Rosella hangat buatan pembantuku tersaji rapi di meja kecil di sebelah kasurku. Langsung saja kuteguk teh itu hingga habis. Aroma dedaunan Rosella menenangkan adrenalinku. “Hmm, sudah jam enam,” Aku langsung melesat ke kamar mandi dan bersiap-siap menuju sekolahku, SMA Swasta terkenal di kota metropolitan ini. Tidak butuh waktu lama, dalam setengah jam saja, aku langsung bergegas menuju garasi dan mengegas mobil BMW Z4 hitam kesayanganku. 20
Aku tidak suka datang terlambat ke sekolah. Karena aku bukan tipe orang berjam karet. Tapi gawat, sebentar lagi pintu gerbang sekolah akan ditutup. Terpaksa aku mengebut dan melanggar beberapa lampu merah, dan menghindari kecelakaan karena ulahku sendiri. “Sorry pak polisi,” ejekku dalam hati ketika melihat para polisi yang mengejarku, tidak sanggup menyamai kecepatan mobilku. Mereka tidak akan bisa mencatat plat nomorku, karena aku mengaktifkan penutup plat nomor. So, aku bebas melanggar peraturan lalu lintas. I don’t care. Gedung berlantai empat terlihat megah. Langsung kulesatkan mobilku menuju ke tempat parkir yang berada di lantai ground. Untung saja pintu gerbangnya masih belum ditutup. Sesaat setelah aku keluar dari mobil, terdengar suara yang sangat familiar bagiku, suara bel masuk telah dibunyikan. Aku langsung berlari kecil menuju lift dan bergegas menuju lantai dimana kelasku berada. Pelajaran pertama adalah pelajaran favoritku, biologi. Dulu ketika kehidupanku masih normal, aku sangat suka dengan pelajaran ini. Aku sempat bercita-cita untuk menjadi dokter bedah. Namun sekarang cita-citaku berubah, aku bercita-cita untuk melenyapkan mimpi-mimpi buruk beruntun yang telah kualami selama ini. Aku melihat guruku belum datang. Aku langsung duduk di bangku pojok belakang sebelah kanan yang masih kosong. Teman-temanku sibuk mengobrol dan berkicau sesuka hati mereka. Terdengar seperti kicauan beo, atau suara gergaji mesin yang sudah karatan. Membuat penyakit bebuyutanku, migrain, kambuh lagi. Suara bising itu mendadak hening ketika guru biologi membuka pintu kelas. Aku langsung melepas earphone yang kugunakan untuk meredam kicauan bising yang sangat menggangguku. Untung saja guru itu segera datang. Kalau tidak, bisa-bisa migrainku semakin parah. Bahkan earphone tak dapat membendung kebisingan itu. “Kau terlihat semakin pucat aja, Rick.” tegur Dina yang duduk di sampingku. Ia terlihat sibuk membolak-balik novel yang ia selipkan di balik buku biologi. Matanya yang bulat nan indah terlihat mengamati wajahku. “Hmm, terus? Masalah ya buatmu? Terserah aku mau pucat kek, atau mau mati kek, terserah aku,” kupasang muka malas. Aku malas mendengar ocehan dari siapapun itu, termasuk Dina. “Jawabanmu bener-bener malesin, Jangan mikir mati gitu dong, kamu ini,” ia memalingkan mukanya dariku. Aku melihat pancaran kecemasan dari raut wajahnya. Aku sedikit merasa bersalah. “Sudahlah, baca saja novelmu, jangan cemaskan aku,”
21
Ia menoleh ke arahku lagi, seraya berkata, “Jaga dirimu baik-baik dong Rick, jangan mikir mati atau sejenisnya. Bikin aku cemas aja,” Dina hanyalah nama panggilanku kepadanya saja. Sedangkan nama aslinya adalah Nadira Syafira. Dina dan aku bertemu pertama kali semenjak aku pindah ke kota ini. Ia adalah sahabat sekaligus temanku satu-satunya. Ia juga satu-satunya manusia yang sering berkunjung ke rumahku. Keceriaan dan kepolosannya sedikit mewarnai kehidupanku yang terasa hampa. “Aku bisa menjaga diriku sendiri,” “Okelah, kalau ada apa-apa, call me ya!” Senyum legit terlihat sedikit menyeruak di bibirnya kala aku ucapkan kalimat itu. Sepertinya ia sedikit lega mendengar jawabanku. Ia langsung kembali melanjutkan aktivitas asalnya, membaca novel diam-diam. Hari-hari di sekolah kali ini telah kulewati dengan lancar tanpa kendala sedikitpun. Aku berusaha sebisa mungkin untuk menjauhkan diri dari masalah. Karena masalahku dengan mimpi-mimpi buruk belumlah usai. Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung melangkah keluar kelas. Aku berjalan mendekati lift menuju lantai ground untuk pulang dan menikmati kesendirianku. Setibanya di pintu lift, aku melihat sosok wanita tua yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Sepertinya ia terkena penyakit katarak karena bola matanya berwarna abu-abu. Ia berdiri tepat di sampingku. Sekelumit pertanyaan menghampiri kepalaku. Siapa wanita itu? Mengapa tidak ada seorangpun yang menemaninya? Dan untuk apa wanita itu mengunjungi sekolah elite ini? Ah masa bodoh, aku tidak peduli. Kuambil saja smartphone kesayanganku dan mengutak-atik software buatanku sendiri. Software yang akan kujual di website pribadiku. “Nak,” Tiba-tiba aku mendengar wanita tua itu memanggilku. Aku enggan menoleh ke arah wanita itu karena sibuk mengutak-atik program yang mulai rumit. Namun karena aku ingin bersikap sopan, maka aku harus menanggapi wanita itu. Siapa tahu ia ingin menanyakan hal yang penting seperti lokasi rumah-sakit. Tapi aku enggan mengantarnya, too lazy to do that. “Kamu tahu nak? Kamu memiliki kekuatan unik, tapi kamu harus melatih kekuatan itu agar kamu tidak terjerumus ke dalam jebakan mereka. Mereka menginginkan darah dari orang-orang sepertimu, berhati-hatilah nak.” “Hah?! Apa yang anda maksud?”
22
Aku kaget mendengar kalimat aneh yang terlontar dari mulut wanita misterius itu. Aku langsung menoleh ke arah wanita itu berada. Namun, wujud wanita tua itu menghilang seketika. Sungguh aneh. Aku mencari ke setiap sudut ruangan, namun wanita itu tidak terlihat batang hidungnya lagi. Karena terserang rasa penasaran yang teramat besar, maka tak ada pilihan lain selain mengakses kamera CCTV secara ilegal melalui smartphone-ku. Selang beberapa detik, aku akhirnya dapat mengakses rekaman CCTV di daerah tempat aku berdiri, cukup mudah untukku melakukannya. Karena hacking dan cracking adalah hobby-ku di kala senggang. Aku mengamati kejadian ketika wanita tua itu menghilang. Ia tidak berlari, ia benar-benar lenyap seketika. Aku putar rekaman CCTV sekali lagi. Dan tidak mengubah apa yang aku lihat, wanita tua itu benar-benar menghilang dalam sekejap mata. “Wa-wanita tua yang aneh. Jangan-jangan dia bukan manusia,” Baru kali ini aku berbicara terbata-bata di dunia nyata. Dan baru kali ini juga aku bertemu makhluk misterius di dunia nyata. Sontak pikiranku meliar. Aku terdiam sejenak, mencoba mengingat kalimat dari wanita misterius itu. BERSAMBUNG
23