MONITORING DAN EVALUASI STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI (SRAK) ORANGUTAN INDONESIA 2008-2014 UNTUK ORANGUTAN SUMATERA (Pongoabelii)
SKRIPSI
AKHIRUL HIJRY 091201047 MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera (Pongo abelii)” Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pindi Patana, S.Hut., M.Sc., dan Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian proposal penelitian ini. Khusus untuk FOKUS (Forum Komunikasi Orangutan Sumatera), BBKSDA-SU, dan OIC yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan penelitian. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat.
ii
ABSTRAK AKHIRUL HIJRY : Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera (Pongo abelii), dibimbing oleh : Pindi Patana dan Rahmawaty. Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus-menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat. Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan. Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para pemangku kepentingan. Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap usaha-usaha konservasi orangutan. Oleh karena itu strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017 Kata kunci : Monitoring, Evaluasi, Strategi, Orangutan Sumatera
iii
ABSTRACT AKHIRULHIJRY: MonitoringandEvaluationStrategyandAction Plan2008-2014for theIndonesianOrangutanConservationSumatran Orangutan(Pongo abelii), guidedby: PindiPatanaandRahmawaty. InlegislationIndonesia, orangutansare included in theprotected speciesstatus. It is knownthat thenumberof wild populationshave declinedsteadily inrecent decades due tothe loss oflowland forest, but inrecent yearsthe pace of declinein orangutan populationscontinue to increase. In response,then draftedadocumentthatcanserve as a guideinthe Sumatran orangutanrescueas wellas areference forthose workingfor theconservationof orangutans. DeterminationConservationStrategy and Action Plan(SRAK) OrangutanIndonesia2007-2017usefulasunitaryframeworkthat combinesthe handling ofpriorityconservation, integrated, andinvolveall partiesandstakeholders. After morethanhalf ofthe current year, a strategyand action planthathas beenplannedandimplementednot sopositive effect onorangutanconservationefforts. Therefore,strategiesand action plansneed to bemonitoredandevaluatedtoseethe extent to whichthe implementation of theimplementationand the level ofsuccessofsuch programsas containedindocumentConservationStrategy and Action Plan(SRAK) OrangutanIndonesia2007-2017 Keywords: Monitoring, Evaluation, Strategy, SumatransOrangutan
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Akhirul Hijry lahir pada 9 Juli 1991 di Kota Solok, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, yaitu ayah Mulsriharto (Alm) dan ibu Oktiviarni S,Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 01 Gunung Talang pada tahun 2003, lulus dari SMPN 01 Gunung Talang pada tahun 2006, dan lulus dari SMAN 01 Gunung Talang pada tahun 2009. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara dengan mengambil Program Studi Kehutanan, di Fakultas Pertanian melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) pada tahun 2009. Selama mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara, penulis aktif di organisasi KAMMI, BKM Al-Mukhlisin FP USU, dan BKM Baytul Asyjaar Kehutanan. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Tahura xxx pada tahun 2012 selama 10 hari. Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangana (PKL) di Taman Nasional (TN) Sebangau, Kalimantan Tengah. Pad akhir masa kuliah, penulis melakaukan penelitian tentang Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana aksi konservasi orangutan di Medan pada bulan Juli-September 2014.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI...................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Orangutan .................................................................................. Klasifikasi dan Anatomi Orangutan Sumatera (Pongoabelii) ................ Ancaman Kelestarian Orangutan ............................................................ Status Konservasi .................................................................................... Monitoring .............................................................................................. Evaluasi ..................................................................................................
4 5 6 7 8 9
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................
11
vi
Alat dan Bahan ........................................................................................ Metode Penelitian ................................................................................... Analisis Data ........................................................................................... Batasan Penelitian ................................................................................... Batasan Operasional ...............................................................................
11 11 12 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum SRAK OU ................................................................. 16 Visi, Maksud, dan Tujuan ....................................................................... 17 Wilayah Kerja SRAK OUS .................................................................... 18 Data Masing-Masing Habitat .................................................................. 20 Pemangku Kepentingan .......................................................................... 24 Analisis Keterancaman Orangutan Sumatera ......................................... 26 Evaluasi SRAK OUS .............................................................................. 29 Analisis Medan Kekuatan ....................................................................... 34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................. 41 Saran ....................................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
No. 1. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004) ............................... 19 2. Analisis keterancaman orangutan sumatera ....................................... 27 3. Evaluasi pelaksanaan program aksi SRAK OUS 2008-2014 ............. 29 4. Faktor pendukung program aksi SRAK OUS .................................... 35 5. Faktor penghambat program aksi SRAK OUS ................................... 37 6 Strategi penguatan implementasi program SRAK OUS ...................... 38
viii
DAFTAR GAMBAR
No. 1. Analisis medan kekuatan (Force field analysis) ................................. 13 2 Peta distribusi orangutan sumatera ..................................................... 18 3 Analisis keterancaman habitat orangutan sumatera ............................. 26
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang Orangutan
Sumatera
(Pongoabelii)
dan
orangutan
Kalimantan
(Pongopygmaeus) adalah dua jenis satwa parimata yang menjadi bagian penting dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan bonobo
hidup
di
benua
Afrika.
Orangutan
dianggap
sebagai
suatu
‘flagshipspecies’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi. Orangutan juga merupakah ‘umbrella species’elestarian orangutan di habitatnya juga menjamin kelestarian hutan dan kelestarian makhluk hidup lainnya. Dari sisi ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan suatu cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar yang terdapat di Afrika (Caldecott dan Miles, 2005). Orangutan sumatera (Pongo abelii) merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini menyebabkan orangutan berada di ambang kepunahan, serta menjadi langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional
10
orangutan
adalah
satwa
yang
termasuk
dalam
kategori
genting
(endangeredspecies) IUCN (International Union for Conservation of Nature and NaturalResources) dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies). Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan yaitu konservasi (Meijaard et al., 2001). Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan. Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terusmenerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat.Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan. Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para pemangku kepentingan. Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap usaha-usaha konservasi orangutan. Buktinya dari tahun ke tahun, beberapa pelanggaran terhadap perlindungan orangutan dan pengurangan populasi
11
orangutan terus saja terjadi, khususnya untuk orangutan sumatera. Oleh karena itu strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017
Tujuan 1. Mengevaluasi pelaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk orangutan sumatera. 2. Menganalisis
faktor-faktor
pendukung
dan
penghambat
yang
berpengaruh terhadap program-program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk Orangutan sumatera (Pongo abelii)
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan kualitas aksi dan implementasi program-program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia, khususnya untuk konservasi orangutan sumatera,
yaitu
berdasarkan
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pelaksanaan program, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan program, serta mengetahui tindakan yang dapat memberikan dorongan dalam pelaksanaan aksi konservsi orangutan sumatera (Ponggoabelii).
12
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Orangutan Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar yang sama dengan saudara-saudara mereka dari Afrika. Pada saat ini, orangutan, kera besar satu-satunya yang masih ada di Asia, hanya dapat ditemukan di pedalaman hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut anggapan beberapa ahli taksonom, ada satu spesies dengan dua sub-spesies orangutan, satu pada tiap pulau atau dua spesies, yaitu spesies Sumatera (Pongo abelii) dan spesies Kalimantan (Pongo pygmaeus). Ironisnya nama “Orangutan” jarang sekali disebut oleh penduduk di sekitar habitat alami orangutan. Di Sumatera digunakan julukan “Mawas”. Di Kalimantan, berbagai nama digunakan, termasuk “Maias” atau “Kahiyu” (Rijksen dan Meijaard, 1999 dalam Schaik, 2006). Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”, yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Selain itu juga dalam berbagai bahasa Orangutan dikenal juga dengan nama Mawas (Sumatera Utara) dan Maweh (Aceh). Orangutan merupakan hanya ditemui di Asia Tenggara atau tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu gorila (Pan gorilla), simpanse (Pan troglodytes), dan bonobo (Pan paniscus) berada di benua Afrika (Galdikas, 1978).
Klasifikasi dan Anatomi Orangutan
13
Menurut Jones et al., (2004), primata diklasifikasikan berdasarkan tiga tingkatan taksonomi yaitu : 1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan. 2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah kemungkinan benar. 3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti dan memerlukan investigasi lebih lanjut. Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan Sumatera diklasifikasikan menjadi: Kelas
: Mammalia
Bangsa
: Primata
Anak bangsa : Anthropoidea Famili
: Hominoidea
Subfamili
: Pongidae
Genus
: Pongo
Jenis
: Pongo abelii.
Orangutan sumatera (Pongo abelii) memiliki penampilan rambut yang lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang (Supriatna dan Edy, 2000), dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya (Meijaard et al., 2001).
14
Pada bagian wajah orangutan sumatera (Pongo abelii) terkadang memiliki rambut putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang kasar dan jarang-jarang (Galdikas, 1978). Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina (Supriatna dan Edy, 2000). Berat badan betina orangutan sumatera (Pongo abelii) maupun orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan jantan orangutan sumatera (Pongo abelii) rata-rata 66 kg dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) rata-rata 73 kg (Galdikas, 1978). Menurut Supriatna dan Edy (2000), pada jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi mengeluarkan seruan panjang (longcall). Seruan panjang ialah suara orangutan yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak-jarak jauh yang berfungsi untuk merangsang perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan kalimantan. (Pongo pygmaeus) terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta terdengar memukau dan menakutkan (Galdikas, 1978).
Ancaman Kelestarian Orangutan Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah mengidentifikasi berbagai ancaman yang berpotensi meningkatkan risiko kepunahan orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Ringkasan jenis dan tingkatan
15
ancaman yang teridentifikasi oleh para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi dan Pontianak dapat dilihat pada table berikut. Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera No.
Ancaman
Tingkat Ancaman Sedang
Dampak Utama
1.
Tekanan populasi penduduk
2.
Perubahan Landuse – tata guna lahan
Tinggi
Degradasi dan kerusakan sumberdaya, kepunahan spesies, kehilangan fungsi hutan
3.
Kebakaran hutan
Tinggi
Degradasi habitat, kematian orangutan
4.
Pertambangan
Sedang
Perubahan dan degradasi habitat
5.
Penegakan aturan yang lemah
Sedang
Penebangan hutan dan perburuan tinggi
6.
Penebangan hutan
Tinggi
Habitat orangutan berkurang, perubahan vegetasi dan penurunan populasi
7.
Perburuan/ Perdagangan illegal
Tinggi
Kepunahan perubahan komunitas
16
Degradasi sumberdaya, kepunahan spesies khususnya akibat perburuan, peningkatan erosi, gangguan siklus hidrologi
spesies, struktur
Kemungkinan Pengelolaan - Mencegah migrasi ke Taman Nasional Membatasi/ mengatur pemanfaatan sumberdaya, - Membuat insentif untuk pindah keluar Mengurangi perambahan Melarang perubahan lahan (landuse) yang jadi habitat orangutan Penyediaan alternatif mata pencaharian - Mendorong ada perda yang mengakomodir ttg habitat orangutan, dengan membangun kawasan konservasi daerah di APL Pendidikan konservasi - Pencegahan dan penanggulangan kebakaran Rescue dan translokasi - Mendorong adanya aturan yang melarang pertambangan pada kawasan yang menjadi habitat orangutan - Ada forum yang akan memonitor kegiatan penegakan aturan - Ada aturan dan kebijakan pengelolaan orangutan di luar kawasan konservasi - Menyusun pedoman penebangan di areal yang ada orangutan Pengembangan kawasan konservasi daerah - Melarang perburuan - Patroli pengamanan - Pendidikan Penyediaan alternatif ekonomi - Penegakan aturan
Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Hutan Indonesia telah banyak berkurang akibat konversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, permukiman, kebakaran hutan serta praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada tahun 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia (Dephut, 2009). Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab Pembukaan peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan. Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun 2001, sebagian tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 100 hektar yang terjadi pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu perencanaan tata guna lahan seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi sumberdaya alam (Dephut, 2009).
17
Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera (Pongoabelii)
Status Konservasi Orangutan (Pongo abelii) merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini menyebabkan orangutan berada diambang kepunahan, serta menjadi langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh 18
UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional orangutan adalah satwa yang termasuk dalam kategori genting (Endangered Species) IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies). Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan berupa kegiatan konservasi (Meijaard et al., 2001).
Monitoring Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi ( data dan fakta ) dan pengambilan keputusan – keputusan yang diambil dalam pelaksanaan program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan – keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan program sehingga program tersebut tetap dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan ( Mardikanto, 1993 ). Dalam kaitannya dengan program, monitoring diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan – kegiatan program yang sedang berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan objektif. Monitoring meliputi kegiatan mengamati/meninjau kembali/mempelajari/ kegiatan mengawasi yang dilakukan secara terus – menerus atau berkala oleh pengelola proyek setiap tingkatan pelaksanaan kegiatan, untuk
19
memastikan bahwa pengadaan/penggunaan input, jadwal kerja, hasil yang ditargetkan dan tindakan – tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ( Sinar Tani, 2001 ). Dengan melaksanakan monitoring, berarti ingin diketahui secara tepat dan pasti mengenai pengamatan atas bukti dan fakta tentang proses dan pencapaian tujuan yang diharapkan dan penemuan hambatan – hambatan maupun factor pendorong mencapai keberhasilan ( Ginting, 2000 ).
Evaluasi Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat. Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana, memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas serta kebijakan program. (Hasugian, 2013)
20
Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik ( Van den Bad dan Hawkins, 1999 ). Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana ( van den ban & Hawkins, 1999 ). Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan balik bagi pengelola proyek, menyempurnakan rencana operasional proyek, dan
21
mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan hambatan (Sinar Tani, 2001 ).
Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017 Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya. Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di Jakarta pada 2004, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara, pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005, serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk melestarikan orangutan (Forina, 2013.) Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) bekerjasama dengan Asosiasi Peneliti dan Ahli Primata Indonesia (APAPI), serta didukung oleh Orangutan
22
Conservation Services Program (OCSP)- USAID, telah mensintesis semua butir rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui pembahasan diskusi kelompok terfokus (FGD) di Jakarta 6 Novermber 2007, FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target konservasi
sejak
rekomendasi
aksi
dicanangkan,
selain
sebagai
upaya
memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari saat ini (Forina, 2013) Visi SRAK OU 2007-2017 Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui kemitraan para pihak. Maksud SRAK OU 2007-2017 Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Tujuan dan Sasaran SRAK OU 2007-2017
23
Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin dicapai sampai tahun 2017 adalah : 1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat dipertahankan atau dalam kondisi stabil. 2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat diselesaikan pada 2015. 3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan kalimantan pada habitat alamnya meningkat 4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan dan sumberdaya alam. 5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan orangutan di alam meningkat
Wilayah Kerja SRAK OUS Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan
24
Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Data ukuran populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah (sumber: Wich, dkk draft).
Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004) No.
Unit Habitat
1. 2.
Seulawah Aceh Tengah Barat
Perkiraan Jumlah Orangutan 43 103
3. 4.
Aceh Tengah Timur Leuser Barat
337 2508
5. 6.
Sidiangkat Leuser Timur
134 1052
7. 8. 9. 10. 11. Total
Rawa Tripa Trumon-Singkil Rawa Singkil Timur Batang Toru Barat Sarulla Timur
280 1500 160 400 150 6667
Blok Habitat
Seulawah Beutung (Aceh Barat) Inge Bandar-Serajadi Kluet Highland (Aceh Barat Daya) G. Leuser Barat Rawa Kluet G. Leuser / Demiri Timur Mamas-Bengkung Puncak Sidiangkat / Bukit Ardan Tamiang Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala Sikundur-Langkat Rawa Tripa (Babahrot) Rawa Trumon-Singkil Rawa Singkil Timur Batang Toru Barat Sarulla Timur
Hutan Primer (km2) 103 1297 352 2117 1209 1261 125 358 1727 303 1056 592 680 1352
Habitat Orangutan (km2) 85 261 10 555 934 594 125 273 621 186 375 220 198 674
140 725 80 600 375 14452
140 725 80 600 375 7031
Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan hanya sekitar 43 individu. (Wich, 2004)
25
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi; Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area. Dengan
pertimbangan
bahwa
semua
pemangku
kepentinganterkait
pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.
Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis, kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017
Metode Penelitian
26
Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK 2007-2017. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : a. Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan. b. Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017. c. Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang diketahui dari para pemangku kepentingan.
Analisis Data Analisis Medan Kekuatan(Force Field Analysis) Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan kekuatan (force field analysis), yaitu metode untuk menganalisis kekuatan/ faktor yang mempengaruhi suatu perubahan (misal : implementasi kebijakan), mengetahui sumber kekuatannya, dan memahami apa yang bisa kita lakukan
27
terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut (Lewin, 1951). Adapun tahapan yang dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut, 1. Tentukan program yang akan dianalisis 2. Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan. 3. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis dalam kolom di sebelah kiri (mendorong perubahan ke depan), 4. Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam kolom di sebelah kanan (penghambat perubahan). 5. Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu (lemah) hingga skor lima (kuat). Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang dimasingmasing sisi. 6. Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi kekuatankekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi kekuatan penghambat yang kuat. 7. Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari kekuatankekuatan pendorong.
28
Skala Likert Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysisis)
Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2004; 84), skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur. Komponenkomponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3 dibawah ini, yaitu : Tabel 3.Pembobotan Skala Likert
PencapaianProgram Sangat Baik
Bobot 5
29
Baik
4
Cukup
3
Buruk
2
Sangat Buruk
1
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
Batasan Penelitian Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap setiap variable yang diteliti. 1. Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah ditetapkan. 2. Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat. 3. Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia
30
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera (Pongoabelii) melaksanakan fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.
Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut. 1. Daerah penelitian adalah kota Medan. 2. Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 3. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 4. Penelitian dilaksanakan dari bulan
31
Juli sampai September 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi SRAK OU 2007-2014 Sesuai dengan panduan nasional, strategi dan rencana aksi konservasi orangutan memiliki rentang waktu selama sepuluh tahun, yaitu terhitung dari tahun 2008 hingga tahun 2017. Hingga sekarang (2014) sudah lebih dari setengah periode berjalan. Oleh karena itu sebagian besar program-program aksi yang direncanakan seharusnya sudah terlaksana, mengingat sebagian besar program memiliki rentang kerja dari 2008-2014, dan hanya sebagian kecil program yang direncanakan tahun 2015-2017. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan data impelementasi kerja yang dihimpun dari stakeholder yang bertanggungjawab atas program aksi yang direncanakan. Sebagian besar data diperoleh dari Forum Komunikasi Stakeholder Orangutan Sumatera (FOKUS) yang mewadahi stakeholder dalam program aksi SRAK OUS. Data kinerja dari seluruh stakeholder yang dihimpun kemudian di sesuaikan dengan indikator kesuksesan yang terdapat dalam panduan nasional untuk menilai apakah program aksi yang dilaksanakan sesuai dengan panduan nasional sekaligus mengukur tingkat pencapaian program aksi. Berdasarkan data kinerja yang dihimpun, seluruhnya berjumlah 230 program aksi yang telah dilaksanakan oleh stakeholder orangutan sumatera. Data kineja yang dihimpun tersebut kemudian dilakukan monitoring sesuai sasaran nasional dan dievaluasi tingkat keberhasilannya berdasarkan indikator yang telah ditetapkan, dan hasilnya dijabarkan pada tabel 4. berikut
32
Tabel 4. Evaluasi Pelaksanaan Program Aksi SRAK OUS 2008-2014 NO.
1
2 3 4
5
6
7 8
9
10
Kategori
∑ Program
Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya (A1) Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan (A2) Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan (A3) Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan koservasi daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat (B1) Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan (B2) Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia (C1) Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat (C2) Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia (C3) Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia (D1) Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, LSM, serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan (E1) Total
∑ Indikator
Capaian
8
18
1 4
Skala Likert 22 33 4 3 3 4
10
27
11
5
8
24
2
7
11
1
12
23
6
55 4
1 22,22%
2 16,67%
Total Persentase (%) 3 4 16,67% 22,22%
5 22,22%
100%
3
7
1
40,74%
18,52%
11,11%
25,93%
3.70%
100%
6
15
1
8,33%
-
25,00%
62,50%
4,17
100%
3
3
2
2
9.08%
27,27
27,27
18,19
18,19
100%
16
1
2
3
1
69,57%
4,35%
8,69%
13,04%
4,35%
100%
13
4
1
1
3
4
30,77%
7,69%
7,69%
23,08%
30,77%
100%
6
12
3
-
2
4
3
25.00
-
16,67%
33.33
25.00
100%
3
9
6
-
1
1
1
66,67%
-
11,11%
11,11%
11,11%
100%
9
20
10
1
4
2
3
50,00%
5,00%
20,00%
10,00%
15,00%
100%
5
7
3
-
3
1
-
42,86%
-
42,86%
14,28%
-
100%
74
164
60
14
28
42
20
36,59%
8,54%
17,07%
25,61%
12,19%
100%
Ket : 1 Sangat Buruk; 2. Buruk; 3. Cukup; 4. Baik; 5.Sangat Baik
33
34
Dari 74 program aksi dan 164 indikator keberhasilan program yang terdapat dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Nasional, keseluruhannya terbagi dalam 10 (sepuluh) kategori aksi utama, yaitu strategi peningkatan konservasi insitu, strategi mengembangkan konservasi eksitu, strategi meningkatkan
penelitian,
strategi
pengembangan
kawasan
konservasi,
Strategi
implementasi dan penyempurnaan perundangan, strategi meningkatkan kemitraan, strategi pemberdayaan masyarakat, strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi, strategi meningkatkan penyadartahuan, dan strategi pendanaan 1. Strategi Peningkatan Konservasi Insitu Pada kategori aksi ini terdapat 8 (delapan) program aksi dengan 18 (delapan belas) indikator keberhasilan. Berdasarkan skala Likert, program aksi yang dievaluasi yang memiliki penilaian Baik dan Sangat Baik yaitu masing-masing sebanyak 4 indikator, yaitu keduanya sebesar 44,44%. Ditambah dengan 3 indikator program yang bernilai Cukup sebesar 16,67%, sehingga bila dijumlahkan secara keseluruhan indikator aksi yang bernilai Cukup sampai dengan Sangat Baik berjumlah 61,11 %. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan cukup dapat memenuhi indikator keberhasilan program. 2. Strategi Mengembangkan Konservasi Eksitu Kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi terbanyak kedua setelah strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan, yaitu sebanyak 10 (sepuluh) program aksi. Tapi dibandingkan dengan kategori aksi yang lain, kategori ini memiliki jumlah indikator evaluasi program terbanyak, yaitu sebanyak 27 (dua puluh tujuh) indikator keberhasilan. Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, program aksi yang dievaluasi berdasarkan indikator yang ditetapkan mendapatkan penelian Sangat Buruk pada 11 indikator sebesar 40,74%, dan Buruk sebanyak 5 indikator sebesar 18,52%. Dari data
34
35
yang disajikan dapat diketahui bahwa lebih dari 50% indikator evaluasi bernilai tidak memuaskan karena tidak sesuai dengan indikator pencapaian. 3. Strategi Meningkatkan Penelitian Rencana aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 8 (delapan) program. Namun dari segi jumlah indikator evaluasi merupakan kategori aksi dengan indikator terbanyak kedua setelah strategi mengembangkan konservasi insitu, yaitu memiliki indikator evaluasi sebanyak 24 (dua puluh empat) indikator. Kategori aksi ini juga merupakan kategori dengan penilaian evaluasi impelementasi program yang paling baik, dengan 6 indikator dengan nilai Cukup pada skala Likert sebesar 25%, 15 indikator dengan nilai Baik sebesar 62,50%, dan 1 indikator dengan penilaian Sangat Baik sebesar 4,17%. 4. Strategi Pengembangan Kawasan Konservasi Pada kategori aksi strategi pengembangan kawasan konservasi ini terdapat 7 (tujuh) program aksi dengan 11 (sebelas) indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, persentase paling tinggi yaitu pada evaluasi bernilai Buruk sebanyak 3 indikator aksi, dan Cukup sebanyak 3 indikator aksi, yaitu masing-masing sebesar 27,27%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi program aksi pada kategori ini berjalan tidak begitu baik, karena walau semua program aksi dapat dilaksanakan tapi tidak mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan. 5. Strategi Implementasi dan Penyempurnaan Perundangan Kategori strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi terbanyak, yaitu sebanyak 12 (dua belas) program aksi. Sedangkan untuk indikator evaluasi program aksi berjumlah 23 (dua puluh tiga) indikator keberhasilan. Namun untuk evaluasi berdasarkan skala Likert, kategori ini juga merupakan kategori aksi dengan kondisi impelementasi program terburuk. Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, kategori aksi ini merupakan kategori aksi dengan penilaian Sangat Buruk tertinggi, yaitu sejumlah 16 indikator
35
36
sebesar 69,57%. Sedangkan untuk indikator aksi dengan predikat Buruk sejumlah 1 indikator evaluasi sebesar 4,35%. Sehingga apabila dijumlah antara indikator aksi dengan predikat Sangat Buruk dan Buruk yaitu sebesar 73,92%. Dan hanya 26,08% dari keseluruhan indikator keberhasilan dengan predikat Cukup, Baik, dan Sangat Baik. 6. Strategi Meningkatkan Kemitraan Rencana aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 6 (enam) program, dan indikator evaluasi program berjumlah 13 (tiga belas) indikator. Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, pada kategori ini memiliki penilaian Sangat Baik tertinggi dibandingkan kategori aksi lainnya, yaitu 4 indikator evaluasi bernilai sangat baik sebesar 30,77%. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia telah berjalan dengan baik. Walaupun demikian masih ada beberapa indikator keberhasilan program yang masih belum tercapai. 7. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pada kategori aksi ini terdapat 6 (enam) program aksi dengan 12 (dua belas) indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, tidak ada indikator evaluasi program yang bernilai Buruk, namun ada 3 indikator yang berpredikat Sangat Buruk sebesar 25%. Sedangkan untuk indikator aksi yang berpredikat Cukup, Baik, dan Sangat Baik, seluruhnya berjumlah 9 indikator sebesar 75% Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar program dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan dapat memenuhi indikator keberhasilan program. 8. Strategi Penguatan Komitmen Pelaksana Konservasi Kategori strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi paling sedikit, yaitu hanya memiliki 3 (tiga) program aksi. Sedangkan untuk indikator evaluasi program aksi berjumlah 9 (indikator) indikator
36
37
keberhasilan. Ini sekaligus menunjukkan bahwa masalah komitmen belum menjadi perhatian utama dalam strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Nasional. Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, pada kategori aksi ini sebanyak 6 indikator aksi memiliki penilaian Sangat Buruk, yaitu sebesar 66,66%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan tidak mencapai indikator keberhasilan
yang
ditetapkan.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
perjalanan
implementasi program aksi pada kategori penguatan komitmen adalah sangat buruk. 9. Strategi Meningkatkan Penyadartahuan Program aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 9 (sembilan) program, dan memiliki 20 (dua puluh) indikator evaluasi program. Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, 10 indikator keberhasilan program berpredikat Sangat Buruk, dan 1 indikator dengan predikat Buruk. Sisanya hanya 4 indikator dengan predikat Cukup, 2 indikator dengan predikat Baik, dan 3 indikator dengan predikat Sangat Baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Sumatera telah berjalan cukup baik, walau masih banyak indikator keberhasilan program yang tidak tercapai. 10. Strategi Pendanaan Pada kategori strategi pendanaan ini terdapat 5 (lima) program aksi, dan dengan jumlah indikator evaluasi program paling sedikit dibandingkan kategori aksi lainnya, yaitu hanya memiliki 7 (tujuh) indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Sangat Buruk; 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Cukup; dan hanya 1 indikator dengan penilaian Baik. Tidak ada indikator evaluasi yang berpredikat sangat baik. Bahkan hingga saat ini masih ada program kerja yang masih belum dapat dilaksanakan,
37
38
yaitu mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan. Analisis Implementasi Program SRAK OUS 2007-2014
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa program dalam rencana aksi konservasi orangutan berjumlah 74 program, dan dirincikan ke dalam 164 indikator
pencapaian
untuk
melihat
kesuksesan
pelaksanaan
program.
Keseluruhan program tersebut masing-masing dikelompokkan berdasarkan kategori program aksi menjadi 10 (sepuluh) kategori. Dari
keseluruhan
menyempurnakan
berbagai
kategori
aksi,
peraturan
strategi
perundangan
implementasi untuk
dan
mendukung
keberhasilan konservasi orangutan memiliki jumlah program aksi terbanyak sebanyak 12 (dua belas) program. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perhatian yang besar terhadap aturan yang melindungan populasi dan habitat orangutan, baik dari segi implementasi aturan maupun penerapan perundangan yang menindak segala bentuk pelanggaran terhadap orangutan. Namun disisi lain, strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan sekaligus memiliki peniliaian terburuk, yaitu 16 indikator dari 23 indikator bernilai 1 (sangat buruk) dalam skala likert, yaitu sebesar 69,57% Hal ini menandakan bahwa masih lemahnya perhatian terhadap adanya aturan perundangan yang melindungi habitat dan
populasi
orangutan
sekaligus
juga
menandakan
bahwa
lemahnya
impelementasi aturan yang diberlakukan. Kondisi ini tentunya juga meruapakan imbas dari lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang menjadi pelaksanan penegakan hukum. Sesuai dengan hasil evaluasi pelaksanaan program, bahwa program aksi pelatihan penegekan hukum kepada pihak berwenang untuk 38
39
meningkatan kapasitas lembaga terkait dalam penanganan orangutan juga tidak terlaksana. Ditambah dengan lemahnya diseminasi aturan larangan memelihara, memperdagangkan orangutan. Terkait dengan kategori aksi strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan, program aksi upaya untuk memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status taksonomi orangutan sejauh ini juga belum terlaksana terlaksana, padahal Orangutan Sumatera (Pongo abelii) belum tercatat dalam lampiran PP. No.7/1999, tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah tidak terlaksananya pemantauan dan evaluasi baik dan berkelanjutan terhadap implementasi komitmen dan konvensi Internasional yang telah diratifikasi (GRASP, CBD, CITES), sehingga komitmen untuk konservasi orangutan terkesan hanya setengah-setengah dan hanya berprospek proyek semata. Sedangkan pada kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan yang memiliki indikator aksi terbanyak yaitu sebanyak 27 indikator untuk mengukur keberhasilan program. Hal ini menunjukan bahwa ada banyak hal yang harus diperhatikan dan dibenahi untuk mengembangkan pelaksanaan konservasi eksitu agar benar-benar dapat mendukung pelaksanaan aksi konservasi orangutan. Namun banyaknya indikator evaluasi tidak serta merta menjadikan program mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan berjalan baik. Dari 27 indikator yang ada, penilaian terbanyak masih memiliki nilai 1 pada skala likert yang berarti sangat buruk atau
39
40
program tidak terlaksana, yaitu sebanyak 11 indikator sebesar 40,74%. Program aksi yang menjadi perhatian penting dalam kategori ini adalah ini adalah tidak adanya studbook orangutan, sehingga tidak adanya data tentang jumlah serta kondisi orangutan yang dikelola di kawasan konservasi eksitu. Keterampilan teknis konservasi orangutan yang kurang memadai serta tidak adanya peningkatan kapasitas pengelola orangutan di kebun binatang ditambah dengan evaluasi kinerja kebun binatang yang tidak berjalan maksimal menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kematian pada orangutan di kebun binatang, di kebun binatang Medan misalnya. Hal ini membuktikan bahwa masih lemahnya pengawasan pengelolaan orangutan di eksitu. Hal lain yang menjadi perhatian dalam strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan adalah tidak adanya interaksi dan kerjasama antara kebun binatang dengan sekolah untuk melaksanakan program aksi pendidikan konservasi. Tentunya jika adanya MoU kerjasama antara kebun binatang, taman safari, dengan sekolah sesuai dengan program rencana aksi tentu akan dapat meningkat kunjungan terhadap kebun binatang, terutama di kalangan pelajar . Serta keberadaan informasi yang disediakan kebun binatang tentang konservasi orangutan yang memadai dan berifat edukasi juga dapat menjadi pemancing untuk meningkat kepedulian sekolah dan pelajar terhadap konservasi orangutan. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia memiliki penilaian sangat baik, yaitu 4 indikator dari 13 indikator memiliki nilai 5 (sangat baik) dari skala likert,
40
41
sehingga bernilai 30,77%. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang konservasi orangutan serta adanya dorongan yang kuat dari pemerintah terhadap agenda-agenda koservasi. Hal ini terbukti dengan adanyanya payung hukum di bidang konservasi yang dikeluarkan pemerintah yang mengatur tentang Tim Penanggulangan Konflik Satwa (PP No. 48 Tahun 2008, Permenhut P.53/Menhut-1/2007, Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/535/KPTS/2011 tanggal 28 April 2011, Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/536/KPTS/2011 tanggal 28 April 2011). Dalam hal penguatan forum komunikasi antar pakar serta para pihak yang berkepentingan terhadap konservasi, juga telah dikeluarkannya Surat Keputusan
Kepala
Balai
Besar
KSDA
Sumatera
Utara
Nomor
:
SK.277/BBKSDASU-1/2009, untuk memberikan legalitas kepada FOKUS (Forum Komunikasi Orangutan Sumatera) yang berfungsi sebagai wadah multistakeholder. Kerjasama dan kemitraan antar sesama lembaga konservasi juga berjalan baik. Hal ini terbukti dengan adanya kerjasama antara sesama NGO Lokal maupun dengan lembaga konservasi Internasional dalam pelaksanaan program aksi yang lebih efektif dan efisien. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa perjalanan SRAK OU dari tahun 2008-2014 masih belum dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya program aksi yang tidak terlaksana dan indikator keberhasilan program aksi yang tidak tercapai. Hal yang menjadi penyebab adalah lemahnya pendanaan yang mendukung pelaksanaan program-program aksi konservasi. Hal ini sesuai dengan evaluasi pencapaian program aksi bahwa belum adanya pengelolaan dana abadi untuk konservasi orangutan dan belum adanya dana yang
41
42
diperoleh dari pengelolaan jasa lingkungan. Dari pihak swasta, sejauh ini baru ada satu perusahaan (PT. Musim Mas) yang ada mengalokasikan dana untuk mendukung aksi konservasi orangutan. Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih juga lemah. Hal ini dibuktikan dengan tidak rutinnya laporan impelementasi program yang disampaikan stakeholder dan pertemuan yang tidak berjalan sesuai target evaluasi per tahun. Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai juga berpengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan aksi konservasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya program yang tidak terlaksana dikarenakan SDM yang tidak mendukung. Serta masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan menjadikan rencana aksi konservasi orangutan masih terhambat.
Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysis) Faktor Pendukung Analisis data dengan metode analisis medan kekuatan (Force Field Analysis) bertujuan untuk mengevaluasi perjalanan pelaksanaan SRAK OU untuk orangutan sumatera, sekaligus memberikan masukan berupa strategi untuk memperkuat faktor pendukung dan melemahkan faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan program. Secara umum metode FFA memiliki beberapa persamaan dengan analisis SWOT, namun kelebihannya penggunaan metode analisis medan kekuatan dapat memberikan rekomendasi untuk peningkatan kualitas program kedepannya. Terlebih dahulu faktor pendukung dan faktor penghambat dianalisis dengan menggunakan analisis medan kekuatan. Analisis ini dilakukan dengan memberikan nilai terhadap faktor pendukung dan
42
43
faktor penghambat mulai dari faktor sangat berpengaruh hingga faktor tidak berpengaruh yang diperoleh berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program. Berikut merupakan analisis terhadap faktor pendukung SRAK OUS, Tabel 5. Faktor pendukung pelaksanaan SRAK OUS Faktor Pendukung Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan.
Skor 3
Tersedianya lembaga konservasi dan tenaga ahli (peneliti) yang mendukung konservasi orangutan
5
Diterapkannya kebijakan mendorong populasi orangutan sebesar 3%
peningkatan
4
Komitmen perusahaan untuk mendukung kegiatan konservasi
4
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman, dan adanya tenaga peneliti muda di Medan dan Aceh.
4
Menguatnya isu perubahan lingkungan yang diimplementasikan dalam berbagai kebijakan terkait dengan konservasi orangutan
5
Keterangan Dikatakan cukup berpengaruh, karena pemerintah dalam beberapa hal telah menunjukan komitmen untuk mendukung konservasi orangutan, seperti pemberian payung hukum terhadap aksi-aksi konservasi. Namun dalam hal pendanaan, seperti pengalokasian APBD masih terkendala Dikatakan sangat berpengaruh, karena aksi-aksi konservasi yang bersifat lokal lebih didominasi oleh lembaga-lembaga konservasi, termasuk turunan dari program pemerintah. Disamping juga lembaga konservasi banyak tersebar di beberapa wilayah dan memiliki jaringan yang kuat. Dikatakan berpengaruh, karena kebijakan mendorong peningkatan populasi orangutan sebesar 3 persen merupakan kebijakan yang menguntungkan untuk pelaksanaan aksi-aksi konservasi. Dikatakan berpengaruh, karena perusahaan yang bersinggungan dengan wilayah konservasi sudah menampakkan kepedulian terhadap konservasi orangutan, seperti komitmen untuk mendukung kelestarian dengan kebun lestari, ikut berperan dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa, adanya kebijakan alokasi lahan konservasi, adanya divisi khusus untuk lingkungan, serta adanya dukungan financial. Dikatakan berpegaruh, karena ketersediaan tenaga peneliti berpengalaman yang banyak bekerja sama dengan LSM dengan beberapa kegiatan penelitian sedang berjalan dan sebagian lokasi penelitian telah selesai, ditambah dengan tersedianya tenaga peneliti-peneliti muda di tingkat universitas Sumut dan Aceh. Potensi ini merupakan peluang untuk kesuksesan pelaksanaan agenda SRAK OUS, terutama dalam bidang penelitian. Dikatakan sangat berpengaruh, karena isu perubahan lingkungan yang dampaknya tidak hanya pada orangutan, tapi pada semua makhluk hidup dapat menguatkan alasan untuk mensukseskan agenda konservasi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada dua faktor yang sangat berpengaruh mendukung pelaksananaan impelementasi program aksi yang tertuang dalam SRAK OU. Pertama, adanya lembaga konservasi dan tenaga ahli (peneliti) yang mendukung konservasi orangutan. Lembaga konservasi (NGO) umumnya memiliki komitmen yang jelas terhadap upaya-upaya konservasi, hal ini dibuktikan bahwa aksi-aksi lokal lebih didominasi oleh LSM yang bergerak di 43
44
bidang konservasi. Aktivitas-aktivitas lembaga konservasi yang tersebar di beberapa wilayah juga merupakan hal yang mendorong pelaksanaan agenda konservasi yang efektif dari segi sasaran dan efisien dari segi waktu. Dalam pelaksanaan program aksi, lembaga konservasi memiliki beberapa koalisi yang dapat saling memperkuat, disamping juga memiliki akses kepada pihak-pihak kunci di dunia konservasi. Termasuk adanya partisipasi aktif dari beberapa LSM dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus kejahatan terhadap orangutan, seperti pengumpulan data perdagangan orangutan. Kedua, adanya isu perubahan lingkungan yang mendorong berbagai pihak untuk tergabung dalam aksi konservasi. Hal ini dikatangan sangat berpengaruh dalam mendorong kesukesan implementasi SRAK OU karena isu perubahan lingkungan tidak hanya mempengaruh kelangsungan populasi orangutan, tapi juga berdampak pada semua makhluk hidup termasuk manusia sebagai pengelola sumber daya alam.Perubahan iklim sebagai fenomena global merupakan tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Isu global ini mulai menjadi topik perbincangan sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil dua puluh tahun yang lalu sampai dengan KTT Rio+20 tahun 2012. Konferensi internasional terkait isu perubahan iklim terus berlangsung dari waktu ke waktu. Tahun 2012 sudah mencapai penyelenggaraan COP 18 (Conference of the Parties) to the United Nations Framework Convention on Climate Change di Doha, Afrika Selatan, yang pada dasarnya mencari berbagai upaya terbaik dalam mengurangi emisi karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
44
45
Faktor Penghambat Sedangkan untuk faktor penghambat program juga didapatkan 6 kondisi yang menyebabkan tidak berjalannya implementasi program SRAK OU secara baik. Analsis faktor penghambat dijabarkan pada tabel 6 berikut Tabel 6. Faktor Penghambat Program Aksi SRAK OUS Faktor Penghambat SRAK OU yang belum tersosialisasi dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan
Skor 4
Keterangan Dikatakan berpengaruh, karena masih adanya pihak berkepentingan yang belum berpartisipasi dalam aksi konservasi terutama beberapa konsesi yang bersinggungan dengan habitat orangutan, dikarenakan belum adanya sosialisasi yang baik kepada seluruh stakeholder Dikatakan sangat berpengaruh, karena merupakan salah satu penyebab utama adanya program aksi yang tidak sempat terlaksana disebabkan karena tidak adanya dukungan pendanaan. Dikatakan cukup berpengaruh, karena lemahnya kualitas SDM yang berdampak pada lemahnya pelaksanaan program aksi serta dampaknya, seperti terbatasnya kemampuan staf dan manajemen dari unit pengelola kawasan untuk menterjemahkan hasil penelitian ke dalam manajemen kawasan
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan
5
Ketersediaan SDM untuk mendukung kesuksesan program terbatas dan tidak merata, baik secara kualitas maupun kuatitas
3
Koordinasi di antara pihak masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan.
4
Dikatakan berpengaruh, ambatnya koordinasi internal di Kementrian Kehutanan, bahkan hal ini turut melahirkan konflik pengelolaan antara sesama pelaku konservasi , seperti konflik pengelolaan stasiun riset orangutan di Ketambe – TNGL, antara Pemerintah Aceh (diera BPKEL) dengan BBTNGL
Sistem monitoring dan evaluasi terhadap dampak program atau kebijakan masih lemah.
4
Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan.
4
Dikatakan berpengaruh, karena evaluasi yang tidak berjalan baik dan terhadap program aksi yang telah dilakukan, sehingga tidak ada pembelajaran efektifitas program aksi Dikatakan berpengaruh, karena pemahaman yang salah terhadap konservasi orangutan hanya sebagai aksi penyelamatan spesies, bukan habitatnya, serta panilaian pihak terhadap potensi habitat hanya sebagai sumber pendapatan daerah (ekonomi)
Untuk faktor penghambat juga memiliki faktor yang sangat berpengaruh, yaitu kendala dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian besar program aksi yang tidak atau belum sempat dilaksanakan adalah terkendala pada dana. Begitu juga dengan pengadaan sarana prasarana pendukung aksi-aksi konservasi yang hingga saat ini masih terkendala.
45
46
Pemda yang berdasarkan SRAK OU diharapkan dapat memasukkan upaya konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), belum terlaksana dengan baik. Disamping itu pengelolaan dana abadi untuk konservasi orangutan, masih berada pada tataran konsep. Sedangkan dana yang tersedia dari pengelolaan jasa lingkungan sejauh ini belum tersedia. Sehingga keterbatasan dana yang dianggarkan untuk aksi konservasi turut berdampak pada terbatasnya aksi-aksi konservasi yang dilakukan. Kebijakan pendanaan yang dilakukan oleh manajemen sangat terkait dengan besarnya sumber dana yang digunakan dalam operasional pelaksanaan program. Lambert (2001) menyatakan bahwa dalam hubungan “principal – agent”, pihak manajemen (agen) melakukan aktivitas yang meliputi keputusan operasional, kebijakan pendanaan atau keputusan investasi lainnya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pendanaan merupakan salah satu aktivitas (action) yang dilakukan oleh manajemen sesuai dengan perencanaan program. Maka sudah seharusnya dalam pelaksanaan impelementasi program SRAK OU harus didahului dengan perencanaan pendanaan yang baik dan memadai, untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan program aksi konservasi. Setiap program dan rencana kerja memerlukan dana yang memadai untuk dapat mencapai kondisi maupun tujuan yang diinginkan. Dana tersebut dapat diperoleh dengan cara dan dari sumber yang berbeda. Masalah pendanaan ini harus diputuskan dengan hati–hati karena setiap kebijakan pendanaan memiliki konsekuensi financialyang berbeda. Keputusan pendanaan akan berkaitan dengan sumber dana dan penggunaan dana yang telah diperoleh. Sumber dana dapat berasal dari dalam (internal) ataupun dari luar (eksternal) pemangku kepentingan
46
47
dalam program aksi. Kedua sumber pendanaan ini sedikit banyak tentu akan mempengaruh arah jalannya program aksi. Keputusan pendanaan keuangan juga akan mempengaruhi kemampuan operasional dari impelementasi rencana aksi konservasi orangutan. Strategi Penguatan Implementasi SRAK OUS 2007-2017 Faktor pendukung, faktor penghambat dan strategi untuk memperkuat faktor pendukung dan melemahkan faktor penghambat dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 7. Strategi penguatan implementasi program SRAK OUS Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan.
SRAK OU yang belum tersosialisasi dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan
Tersedianya lembaga konservasi dan tenaga ahli (peneliti) yang mendukung konservasi orangutan Diterapkannya kebijakan mendorong peningkatan populasi orangutan sebesar 3%
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan
Komitmen perusahaan untuk mendukung kegiatan konservasi
Koordinasi di antara pihak masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan.
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman, dan adanya tenaga peneliti muda di Medan dan Aceh. Menguatnya isu perubahan lingkungan yang diimplementasikan dalam berbagai kebijakan terkait dengan konservasi orangutan
Implementasi, sistem monitoring dan evaluasi terhadap program atau kebijakan serta dampaknya masih lemah. Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan.
Ketersediaan SDM untuk mendukung kesuksesan program terbatas dan tidak merata, baik secara kualitas maupun kuatitas
Strategi Penguatan Faktor Pendukung dan Pelemahan Faktor Penghambat Memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunkasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya Mengidentifikasi pelaku industry di kawasan habitat orangutan dan merangkulnya dalam aksi koservasi serta mengkultivisasi dan menggalang dana dari sektor swasta. Pengembangan pengelolaan pengetahuan konservasi orangutan dengan melaksanakan pelatihan bagi perguruan tinggi, akademisi, peneliti dan staf UPT pengelola kawasan konservasi mengenai : monitoring populasi, penanganan konflik yang benar, rehabilitasi yang bermafaat, dsb. Mendorong agar fungsi forum, baik di tingkat nasional maupun regional sebagai media bersama para pihak pelaku konservasi orangutan lebih aktif sehingga memberikan manfaat pada konservasi orangutan dan para pihak yang terlibat sehingga singkronisasi kebiakan antara pusat dan daerah, terkait konservasi orangutan dan habitatnya dapat tercapai Perlu dibentuk tim khusus yang secara spesifik ditugaskan untuk melakukan monitoring dan evaluasi rencana aksi, serta penekanan pada UPT bahwa rencana kelola bukan hanya sekedar kewajiban administrasi, tapi yang lebih utama untuk diimplementasikan Kementrian Kehutanan perlu mendukung kebijakan daerah yang berpihak pada penyelamatan orangutan, serta program kampanye penyadartahuan perlu digalakan di sekitar habitat orangutan dengan menekankan pada konservasi orangutan, bukan hanya pada spesies, tapi termasuk habitatnya
Dari analisis tersebut kemudian dapat diambil kesimpulan berupa strategi bagaimana faktor pendukung dapat diperkuat dan faktor penghambat dapat dilemahkan. Faktor pendukung merupakan hal yang diharapakan dapat memicu
47
48
kesuksesan pelaksanaan program aksi konservasi yang tertuang dalam SRAK OU, untuk itu diperlukan suatu perencanaan strategi untuk meningkatkan faktor tersebut. Faktor penghambat merupakan hal yang menjadi kendala dalam implementasi serta pencapaian dari program aksi, sehingga diperlukan perencanaan strategi untuk melemahkannya. Tabel diatas menjelaskan bagaimana strategi untuk meningkatkan impelementasi program aksi SRAK OU. Strategi terpenting yang perlu direncanakan adalah memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunkasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya. Dengan memaksimalkan forum multistakeholder dan menggandeng seluruh pihak terkait, maka kesuksesan impelementasi dapat disinergiskan dengan seluruh pemangku kepentingan. Sehingga tidak ada lagi konflik kepentingan yang menghambat pelaksanaan program-program konservasi. Begitu juga halnya dengan permasalahan dana
yang seringkali
menghambat pelaksanaan agenda konservasi. Mengidentifikasi pelaku industry di kawasan habitat orangutan dan merangkulnya dalam aksi koservasi serta mengkultivisasi dan menggalang dana dari sektor swasta, bilateral, multilateral, serta yayasan filantropi. Hal ini diharapkan dapat berjalan lebih mudah, seiring dengan mulai tampaknya komitmen perusahaan (swasta) untuk mendukung kelestarian lingkungan terkait dengan kebun lestari, ekolabeling, dan lain-lain. Umumnya perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan mempunyai divisi khusus untuk lingkungan. Termasuk juga perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa khususnya
48
49
orangutan, seperti adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi HGU/Perkebunan. Adanya dibentuk tim khusus yang secara spesifik ditugaskan untuk melakukan monitoring dan evaluasi rencana aksi juga merupakan bagian dari rekomendasi penting untuk kesukesan program aksi SRAK OU. Dengan adanya tim khusus, diharapkan perjalanan evaluasi progam dapat berjalan dengan baik dan berlangsung secara rutin, sehingga dapat digambarkan sejauhmana agenda SRAK OU berimbas pada baiknya populasi serta habitat orangutan serta dapat mengukur tingkat efektifikas program. Dengan demikian program-program yang terlaksana diharapkan dapat terukur dan terus mengalami peningkatan dari segi implementasi dan pencapaian.
49
50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa perjalanan SRAK OUS dari tahun 2008-2014 masih belum dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya program aksi yang tidak terlaksana dan indikator keberhasilan program aksi yang tidak tercapai. 2. Strategi terpenting untuk mendukung pelaksanaan agenda SRAK OUS adalah memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunikasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya. Dengan memaksimalkan forum multistakeholder dan menggandeng seluruh pihak terkait, maka kesuksesan impelementasi dapat disinergiskan dengan seluruh pemangku kepentingan.
Saran 1. Diperlukan adanya lembaga khusus yang dibentuk untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi impelementasi program aksi yang tertuang dalam SRAK OUS, untuk melihat sejauhmana efektifitas program mampu berdampak baik terhadap kondisi orangutan baik ditinjau dari segi populasi maupun habitat.
50
51
2. Diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk mengevaluasi perkembangan pelaksanaan program aksi, karena rencana aksi SRAK OUS masih akan terus berjalan hingga 2017.
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Caldecott J, dan Lera Miles. 2005. World Atlas of Great Apes and Their Conservation. California : University of California Press. Departemen Kehutanan,2007. Strategi dan Rencana Aksi konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta. Departemen Kehutanan, 2009. Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.33/Menhut-II/2009. Forina. 2013. Panduan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia. Bogor Galdikas BMF. 1978. Adaptasi Orangutan KalimantanTengah. UI Press. Jakarta
di
Suaka Tanjung Puting
Ginting, M. 2000. Program Monitoring untuk Evaluasi Proyek Pembangunan Fakultas Pertanian USU. Medan Hasugian, H. 2013. monitoring Dan Evaluasi Eksistensi Dan Kinerja BalaiPenyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi. Medan Jones,D.B.,A.A.Eudey,T.Geissmann,C.P.Groves,D.J.Melnick,J.C.Morales,M.She kelle, dan C.B.Steward.2004.Asian Primate Classification.International Journal Of Primatology 25:99-164 Lewin. K. (1951). “Field Theory in Social Science: Selected Theoretical Papers”.New York Harper. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan MaretUniversiy Press. Surakarta
Pembanguna
Pertanian.
Sebelas
Meijard, E., et al. 2001. Diambang Kepunahan Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Cetakan Pertama. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatera Orangutan (Pongo Abelii Lesson 1827). Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen. The Netherlands.
52
53
Semeru. Force Field Analysis (FFA) Tools for Policy Impact : A Handbook for Researchers. Melalui
[diakses pada 3/19/2014 9:41 AM] Sinar Tani, 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.Jakarta Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. Supriatna, Jatna dan Edy Hendras W. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Buku obor: Jakarta Vandenban dan Hawskins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Jakarta Van Schaik, C. P. 2006. Di Antara Orangutan. Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan Manusia. Penerjemah Soetami-Jakarta; Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOS). 262 hlm. Wich, S.A., dkk. 2004. Life History of Wild Sumatran Orangutans (Pongo abelii).
53
54
LAMPIRAN
54
55 STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA 2008-2014 A.
STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN KONSERVASI ORANGUTAN
A.1. Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya Program dan rencana aksi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya NO. 1
2
DESKRIPSI Membantu setiap pengelola hutan (unit manajemen usaha kehutanan) dan perkebunan untuk menyusun dan mengimplementasikan rencana kelola orangutan di areal kerjanya
Meningkatkan kapasitas unit pengelola kawasan konservasi (KSA dan KPA) dan hutan lindung dalam melakukan konservasi orangutan
TATA WAKTU 20082010
20082010
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : BPK, LSM, Kebun, Universitas, HPH, HTI, Tambang Lokal : CII, OCSP, BBKSDA-SU, SOCP, Litbang Kehutanan Sumatera Aek Nauli, Pemkab Taput, YES Nasional : PHKA, LSM, Masyarakat, Pemda Lokal : CII, BBKSDASU, OCSP, Litbang Kehutanan Sumatera Aek Nauli, SOCP.
3
Membantu penyusunan SOP penanganan dan pengamanan orangutan dan habitatnya (termasuk tindakan pertolongan/penyelamatan, mitigasi konflik dan termasuk
20082010
Nasional : PHKA, LSM, Masyarakat, HPH, HTI, Kebun, Tambang
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Ada minimal 10 HPH, 5 HTI dan 10 perkebunan yang punya rencana kelola orangutan di areal kerjanya. 2. Ada laporan pelaksanaan implementasi rencana kelola dari unit manajemen secara periodik setiap tahun
EVALUASI Program Skala Likert Adanya rencana kelola 3 PT. Astra Grup, PT. TPL, G-Resources, PT. Teluk Nauli, PTPN II Unit manajemen 3 melaksanakan pertemuan regional secara periodik per tahun. Data terakhir masih 1 tahun 2007
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Meningkatnya kesadaran Koordinasi antar pihak konservasi dikalangan masih kurang pemerintah dan swasta
1. Semua UPT yang ada orangutan mempunyai rencana kelola orangutan
UPT yang memiliki populasi orangutan memiliki rencana kelola
2. Ada laporan pelaksanaan implementasi rencana kelola dari unit manajemen secara periodik setiap tahun
3. Jumlah populasi orangutan di unit manajemen tidak berkurang
3. Pelatihan monitoring orangutan dan habitatnya 2 kali setahun 1. SOP penanganan dan pengamanan orangutan dan habitatnya sudah disahkan oleh Departemen Kehutanan
Memiliki program dan divisi khusus untuk konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah
Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas
3
Meningkatnya kesadaran konservasi dikalangan pemerintah dan swasta
Masih adanya pandangan terhadap rencana kelola sebatas kewajiban administrasi.
Unit manajemen melaksanakan pertemuan regional secara periodik setiap tahun Tidak terlaksana
4
Memiliki program dan divisi khusus untuk agenda konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah
1
Adanya keterampilan teknis yang belum memadai
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan
Adanya SOP pengamanan satwa liar di area konsesi dan penanganan konflik (permenhut no.48 tahun 2008)
5
Adanya komitmen untuk mendukung kelestarian lingkungan
Lemahnya dukungan dari pemerintah
56 keterlibatan masyarakat)
4
Membangun dan mengelola koridor antar habitat orangutan yang sudah terfragmentasi
20082012
Lokal : OCSP, Konsorsium Pusaka, Konsorsium Alive, SOCP Nasional : PHKA, Universitas, HPH, HTI, Kebun, Tambang, LSM, Masyarakat Lokal : CII, BBKSDASU, SOCP, YES, Lonsum
5
6
Membentuk kawasan perlindungan baru bagi orangutan di kawasan budidaya non kehutanan dalam bentuk kawasan konservasi daerah
20102015
Mendorong habitat prioritas konservasi orangutan masuk ke dalam RTRW Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota
20082010
Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : BBKSDA-SU Nasional : PHKA, BAPPENAS, Pemda, LSM/Ornop, Ditjen Tata Ruang, PU
2. Sosialisasi dan distribusi dokumen SOP kepada pemangku kepentingan
Adanya sosialisasi SOP di Pakpak Barat, Dairi, Langkat, Karo, Tapsel
4
Adanya komitmen untuk mendukung kelestarian lingkungan
-
1. Ada 20 koridor antar habitat orangutan yang terfragmentasi
Masih pada tahap pemetaan koridor, khususnya di Batang Toru
2
Legitimasi kelola kawasan habitat orangutan
2. Ada rencana pengelolaan dan pemantauan koridor
Adanya rencana pengelolaan dan pemetaan potensi koridor yang terpisah
4
Legitimasi kelola kawasan habitat orangutan
Habitat Orangutan tidak hanya di dalam kawasan hutan tetapi juga ada di luar kawasaan hutan. -
3. Populasi orangutan di habitat alami di sekitar koridor paling sedikit tetap
Populasi orangutan cenderung berkurang
1
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan
ada beberapa ancaman yang belum dapat dihilangkan.
1. Ada 5 peraturan daerah yang menetapkan Kawasan Konservasi Daerah di areal KBNK sebagai habitat orangutan
1 Perda, penetapan CA Sibual-buali
2
Legitimasi kelola kawasan habitat orangutan
Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan.
1. Ada indikator habitat dalam penentuan revisi dan penyusunan tata ruang Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional
Adanya indikator habitat yang menjadi pertimbangan dalam workshop tata ruang di Aceh Selatan dan usulan tata ruang provinsi
5
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan
-
Adanya rehabilitasi di Besitang, Simpur Jaya, Sekoci, Bahorok, Tenggulun, Bakongan dan Kluet Selatan, Sei Lepan, Sikundur, dll
5
Perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat orangutan
-
Lokal : CII, OCSP, Konsorsium YEL, BBKSDASU, SOCP Rehabilitasi habitat orangutan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi 7 Merehabilitasi dan merestorasi 2008Nasional : 1. Ada 5 kawasan habitat kawasan habitat orangutan yang 2015 PHKA, LSM, orangutan yang direhabilitasi potensial di dalam dan di luar Universitas, kawasan konservasi Masyarakat, BP DAS Lokal :
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
57
8
Mendorong unit pengelola mencari pilihan terbaik bagi perlindungan orangutan dan jika perlu melakukan translokasi orangutan maka ini menjadi tanggungjawab pengelola unit manajemen. Translokasi menjadi pilihan terakhir jika rehabilitasi kawasan habitat orangutan di unit manajemen tidak bisa dilakukan
20082015
SOS-OIC, BBKSDA-SU, Litbang Kehutanan Sumatera Aek Nauli Nasional : PHKA, Industri (Tambang, HPH, HTI, kebun)
2. Ada 1 kawasan restorasi untuk menjadi habitat orangutan
Lokal : BBKSDA-SU dan Mitra Teknis, SOCP
2. Ada koridor dari kawasan kelola ke kawasan konservasi
1. Ada kantong perlindungan orangutan di areal unit manajemen lain
3. Tidak ada translokasi orangutan ke habitat
Dua unit suaka margasatwa terestorasi secara bertahap di SM Sirangas dan SM Barumun untuk habitat orangutan Alokasi untuk kawasan lindung 3.813 Ha, dengan lokasi terpisahpisah di areal unit manajemen Adanya pemetaan koridor ke kawasan konservasi
5
Adanya sumber pendanaan baru untuk konservasi habitat OU
-
4
Adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi HGU/Perkebunan.
2
Adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi HGU/Perkebunan.
Translokasi orangutan dari luar kawasan ke dalam kawasan konservasi CA Jantho dan TN Bukit Tigapuluh
1
-
Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. Adanya pengrusakan kawasan habitat
A.2. Strategi mengembangkan konservasi Eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi in-situ orangutan Kapasitas dan kapabilitas taman safari, kebun binatang dan pusat rehabilitasi dalam konservasi orangutan NO. 1
DESKRIPSI Menyusun stud book orangutan di kebun binatang dan taman safari yang ada di Indonesia dan Luar negeri
TATA WAKTU 20082010
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, LSM, PKBSI, DitKesWan, Pusat Karantina Hewan Lokal : SOCP
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Stud book orangutan sudah selesai disusun dan setiap 3 bulan diperbaharui
EVALUASI Program Skala Likert Tidak terlaksana 1
2. Stud book orangutan dibangun di PHKA dengan dukungan dari pemangku kepentingan
Tidak terlaksana
1
3. Stud book ini terbuka untuk public
Tidak terlaksana
1
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Kurangnya informasi Minimnya data yang mengenai habitat dan tersedia, pendanaan populasi orangutan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Komitmen perusahaan Koordinasi di antara untuk mendukung pihak masih kurang, baik di antara kelestarian lingkungan pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan. Kurangnya informasi Rumitnya prosedural mengenai habitat dan untuk mendapatkan populasi orangutan informasi
58 2
Mendorong peningkatan kapasitas pengelolaan orangutan di kebun binatang untuk memenuhi standart PKBSI dan aturan terkait lainnya
20082015
Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, SOCP
3
Meningkatkan pengawasan implementasi peraturan pengelolaan orangutan di eksitu oleh tim pengawas dari PHKA
20082017
Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, SOCP
4
Mewajibkan semua pusat rehabilitasi, kebun binatang dan taman safari melakukan pelaporan ke PHKA setiap tiga bulan tentang status terakhir orangutan di lembaganya
20082017
Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, SOCP
1. Ada pelatihan pengelolaan orangutan di kebun binatang minimal sekali setahun
Sejauh ini tidak/ belum terlaksana
1
Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai
2. Tersedianya informasi pengelolaan orangutan di kebun binatang yang memadai
Sejauh ini tidak/ belum terlaksana
1
Kurangnya informasi tentang orangutan dan keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai
3. Evaluasi kinerja kebun binatang dalam pengelolaan orangtan setiap tahun 1. PHKA membentuk tim pengawas untuk implementasi peraturan pengelolaan orangutan di eksitu 2. Ada pemeriksaan berkala tentang implementasi aturan pengelolaan orangutan oleh tim pengawas setiap tahun 3. Terdokumentasikannya hasil pemantauan implementasi aturan 1. Ada laporan setiap 3 (tiga) bulan ke PHKA.
Evaluasi tidak secara rutin
2
Koordinasi di antara pihak masih kurang
Belum maksimal
bekerja
3
Belum maksimal
bekerja
3
Kapasitas SDM yang masih belum merata di semua lembaga. Adanya forum multistakeholder yang dapat berfungsi sebagai pengawas. Adanya pertemuan regional untuk laporan implementasi
Hasil dokumentasi tidak terdokumentasi baik Tidak rutin terlaksana setiap 3 bulan
3
Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas program aksi Komitmen dan kesadaran untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi
Kurangnya administrasi
2. Melakukan presentasi laporan perkembangan orangutan setiap tahun
Sejauh ini tidak terlaksana dengan baik
2
Diperlukannya data dan laporan terkait kondisi terkini orangutan
Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah.
Belum terlaksana
1
Banyaknya sekolahsekolah membutuhkan kegiatan ekstra
Kurangnya pelaksanana
SDM
Belum terlaksana
1
Banyaknya sekolahsekolah membutuhkan kegiatan ekstra
Kurangnya pelaksanana
SDM
Tidak terlaksana
1
Tidak terlaksana
1
Diperlukannya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan Memiliki akses kepada pihak-pihak kunci di dunia konservasi dan
Bekerja dengan orientasi proyek atau program Bekerja dengan orientasi proyek atau program
Peran kebun binatang dan taman safari sebagai bagian pendidikan konservasi orangutan 5 Meningkatkan interaksi kebun 2008Nasional : 1. Ada MoU kerjasama antara binatang dan taman safari dengan 2017 PHKA, PKBSI, kebun binatang, taman safari Sekolah sekolah dengan memberikan dengan sekolah kemudahan untuk pendidikan 2. Jumlah kunjungan anak Lokal : konservasi orangutan sekolah meningkat 50% BBKSDA-SU, SOCP 6 Mewajibkan kebun binatang dan 2008Nasional : 1. Ada informasi tentang taman safari berperan dalam 2012 PHKA, LSM, konservasi orangutan yang melakukan kegiatan pendidikan PKBSI memadai dan bersifat edukasi konservasi orangutan dan sarana 2. Ada paket pendidikan Lokal : pendukungnya konservasi orangutan BBKSDA-SU, Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
2
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
Kurangnya dan koordinasi
komuniksi lemahnya
Kurangnya dan koordinasi
komuniksi lemahnya
tertib
Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah.
59 SOCP
Pengembalian orangutan ke habitat alam 7 Melakukan pelepasliaran orangutan ke habitat alami berdasarkan data genetik, sehingga dapat dijamin keaslian dan tidak terjadi pencemaran genetik
8
9
Menyusun panduan/guideline reintroduksi dan pelepasliaran orangutan ke habitat aslinya termasuk penilaian kelayakan habitat
Mencari dan menentukan adanya satu kawasan yang kompak dan aman untuk lokasi pelepasliaran orangutan di setiap wilayah habitat orangutan sumatera dan Kalimantan sehingga 2015 tidak ada lagi pusat rehabilitasi orangutan di Sumatera dan Kalimantan
20082015
Nasional : PHKA, LSM, Universitas
banyaknya ktivitasaktivitas yang tersebar di beberapa wilayah 3. Ada kunjungan berkala dari sekolah ke kebun binatang dan taman safari
Tidak terlaksana
1
Adanya jaringan antara dunia pendidikan dengan dunia konservasi
Bekerja dengan orientasi proyek atau program
1. Jumlah orangutan berhasil dilepasliarkan
yang
Dilaksanakan pelepasliaran 73 individu orangutan selama periode 20112013
5
-
2. Ada data genetik dari orangutan yang dilepasliarkan
Adanya data genetic dari orangutan yang dilepasliarkan
4
Kuatnya dukungan ditambah dengan adanya payung hukum, serta beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga Banyaknya penelitian yang membutuhkan data
1. Tersusunan Pedoman (SOP) pelepasliaran orangutan
Belum adanya SOP yang baku dan bisa dijadikan pedoman resmi dari pemerintah
2
Tumbuhnya komitmen untuk upaya-upaya konservasi
2. Ada sosialisasi dan pelatihan implementasi SOP
Tidak terlaksana
1
Adanya divisi khusus serta banyaknya aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah
1. Diperoleh adanya minimal 3 kawasan yang aman dan kompak sebagai areal pelepasliaran
Kawasan pelepasliaran di Jantho dan Bukit Tiga Puluh
4
Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga
2. Ditetapkan dan difungsikannya lokasi pelepasliaran orangutan di Sumatera dan Kalimantan
Kawasan pelepasliaran di Jantho dan Bukit Tiga Puluh
4
Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga
3. Sosialisasi program di sekitar lokasi pelepasliaran di Sumatera dan Kalimantan
Adanya sosialisasi program mengenai konservasi orangutan
4
Adanya divisi khusus serta banyaknya aktivitas-aktivitas yang
Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP
2008
Nasional : PHKA, LSM, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP
20082015
Nasional : PHKA, LSM, Universitas, Swasta, Masyarakat Adat/Lokal Lokal : SOCP, BBKSDA Jambi, TNBT
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Tidak konsistennya kebijakan yang mengatur konservasi orangutan, termasuk kaitannya dengan kebijakan yang mengatur tentang penelitian-penelitian. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten. Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya dilakukan oleh instansi terkait (BPKH) Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya dilakukan oleh instansi terkait (BPKH) Kurangnya koordinasi dan masih adanya perbedaaan cara
60
10
Meningkatkan monitoring dan evaluasi pasca released (pelepasliaran) dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya
20082017
Nasional : PHKA, NGO, Pusat Reintroduksi, Universitas, Lembaga Penelitian Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, BKSDA Jambi, TNTB
tersebar di beberapa wilayah
pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan.
4. Semua pusat rehabilitasi berhenti beroperasi setelah tahun 2015 1. Tersusunnya program monitoring orangutan yang dilepasliarkan
Belum memungkinkan
2
-
-
Terlaksananya monitoring OU yang sudah dilepasliarkan di Jantho dan Bukit Tiga Puluh
4
-
2. Laporan monitoring secara berkala
Adanya laporan monitoring dalam pertemuan regional
4
Perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa khususnya orangutan -
3. Evaluasi monitoring
Adanya evaluasi tahunan dalam pertemuan regional
4
Keinginan untuk meningkatkan kualitas aksi-aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
tahunan
hasil
-
A.3. Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan Sistem informasi orangutan Indonesia NO. 1
2
DESKRIPSI Pengembangan sistem pangkalan data (database system) tentang genetika, pakan, penyakit, perburuan dan perdagangan orangutan Indonesia; data dasar ini akan menjadi acuan pemantauan orangutan Indonesia, baik di insitu, eksitu, relokasi, pelepasliaran, dan sebagainya
Meningkatkan keterlibatan laboratorium acuan orangutan yang sudah ada baik dalam penelitian maupun kebutuhan medis dan forensik
TATA WAKTU 20082010
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, OCSP,
20082017
Nasional : Universitas, laboratorium*, LSM, *(Genetika dan Virus : PSSP IPB, Fisiologi :
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Pangkalan data selesai disusun dan setiap 3 bulan diperbaharui
EVALUASI Program Skala Likert Adanya database, tapi 3 tidak rutin diperbaharui
2. Pangkalan data dibangun di PHKA dengan bantuan pemangku kepentingan
Terlaksana
3
3. Pangkalan Data orangutan menjadi dokumen public
Public dapat mengakses dengan prosedural Adanya kerjasama dengan stasiun konservasi Orangutan seperti Stasiun Karantina SOCP, Rumah Sakit Gleni,
4
1. Ada MoU antara Departemen Kehutanan dengan laboratorium acuan
4
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Adanya divisi khusus Minimnya data yang yang bertanggungjawab tersedia, pendanaan untuk pembuatan yang kurang serta kapasitas sumber daya database manusia yang terbatas. Komitmen perusahaan Minimnya data yang untuk mendukung tersedia, pendanaan kelestarian lingkungan yang kurang serta terkait dengan kebun kapasitas sumber daya lestari, ekolabeling, dan manusia yang terbatas. lain-lain Banyaknya penelitian Rumitnya prosedural yang berjalan dan untuk mendapatkan izin berkesinambungan Banyaknya penelitian, dan tumbuhnya jaringan antara sesama akademisi dan peneliti
61 FKH IPB; Parasit : FKH UGM, Malaria : Lab Eijkman dan NAMRU Nutrisi Pakan : LIPI) Lokal : SOCP
Penelitian orangutan 3 Melakukan penelitian ekologi dan perilaku, distribusi, genetik, pakan, reproduksi, orangutan di dalam dan diluar kawasan konservasi (KPA/KSA); diperlukan untuk meminimalisasi konflik orangutan-manusia dan mendorong pengelolaan orangutan yang efektif di dalam hutan produksi dan perkebunan
4
Melakukan penelitian tentang medis orangutan; sehingga tidak terjadi penularan penyakit antar orangutan, dan juga menjadi acuan bagi pelepasliaran orangutan
20082017
20082012
2. Jumlah peneliti yang terlibat di laboratorium meningkat 50 %
IPB-PSSP, LIPI Herbarium, UGMFKH, USU-MIPA, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Eijkman-Jakarta, dan Zurich University. Belum terlaksana/ terdata
1
Banyaknya tenaga peneliti muda untuk kawasan sumut dan aceh
Kurangnya dana bantuan penelitian
3. Tersusunnya data base dan sistem jaringan antar laboratorium
Belum terlaksana
1
Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas aksi dengan adanya data
Kurangnya komunikasi dan koordinasi
Nasional : PHKA, Universitas, LSM, Swasta
1. Tersedianya laporan hasil penelitian
Adanya laporan hasil penelitian
4
-
Lokal : SOCP
2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA
Beberapa laporan penelitian terdokumentasi dengan baik
3
3. Laporan dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4
Nasional : PHKA, Universitas, LSM
1. Tersedianya laporan hasil penelitian
4
Lokal : SOCP, BBKSDA-SU
2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA
Adanya laporan hasil penelitian tentang medis orangutan di Stasiun Karantina Sibolangit Beberapa laporan penelitian terdokumentasi dengan baik Laporan dapat diakses dengan prosedural
4
Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Adanya database informasi untuk memudahkan penelitian lanjutan dan jangka panjang Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Adanya database informasi untuk memudahkan penelitian lanjutan dan jangka panjang Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh
3. Laporan dapat diakses oleh public
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
3
Kurang untuk informasi penelitian
kesadaran diseminasi hasil-hasil
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
-
Kurang untuk informasi penelitian
kesadaran diseminasi hasil-hasil
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
62 5
6
Survei dan monitoring populasi dan habitat orangutan di dalam kawasan dan diluar kawasan konservasi
Melanjutkan penelitian jangka panjang yang sudah dilakukan di beberapa stasiun penelitian orangutan yang data dan hasil penelitiannya dikelola dengan baik
20082010
20082017
Nasional : PHKA, Universitas, LSM
1. Tersedianya laporan hasil penelitian
Adanya laporan hasil penelitian di Jantho, Tripa, Langkat, TNGL, SM Rawa Singkil
5
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman.
-
Lokal : CII, SOCP
2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA
Beberapa laporan terdokumentasi dengan baik
4
Kurang untuk informasi penelitian
3. Laporan dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4
4. Tersedianya informasi sebaran dan besaran populasi serta habitat potensial orangutan
Adanya informasi tentang sebaran dan besaran populasi serta habitat potensial orangutan
4
Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Adanya database informasi untuk memudahkan penelitian lanjutan dan jangka panjang Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda yang membutuhkan informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh
Nasional : PHKA, Universitas, LSM, Swasta
1. Tersedianya laporan hasil penelitian di stasiun penelitian dan di PHKA
4
Lokal : SOCP
2. Laporan dapat diakses oleh publik
Adanya laporan hasil penelitian di stasiun penelitian Suaq Belimbing dan Stasiun Penelitian Ketambe Laporan dapat diakses dengan prosedural
Adanya evaluasi hasil pelitian tahunan dalam pertemuan regional
3
3. Ada evaluasi hasil penelitian setiap tahun
4
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman. Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda yang membutuhkan informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas penelitian dan aksi konservasi
Teridentifikasinya kawasan habitat orangutan baik pada kawasan konservasi atau kawasan hutan yang sudah terdegradasi maupun kawasan hutan di luar kawasan konservasi 7 Melakukan survei dan pemetaan 2008Nasional : 1. Tersedianya informasi Adanya informasi 4 Adanya dukungan yang PHKA, kuat dan lebih nyata dari potensi habitat orangutan 2012 potensial habitat orangutan potensial habitat Universitas Indonesia; diperlukan identifikasi orangutan pemerintah untuk dan inventarisasi daerah yang meningkatkan kualitas Lokal : potensial menjadi habitat orang habitat orangutan utan, baik secara alami maupun CII, SOCP, 2. Tersedia laporan dan peta Adanya laporan 4 Adanya dukungan yang melalui program restorasi habitat, BBKSDA-SU hasil survei dan pemetaan penelitian ekologi dan kuat dan lebih nyata dari dan juga daya dukung habitat yang potensi habitat orangutan habitat OU di Bukit pemerintah untuk akan dijadikan tempat Lawang, Batang Toru, Indonesia di PHKA meningkatkan kualitas Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
kesadaran diseminasi hasil-hasil
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
Habitat Orangutan tidak hanya di dalam kawasan hutan tetapi juga ada di luar kawasaan hutan dan data belum terintegrasi baik
-
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Kurangnya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan
Kurangnya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan
63 pelepasliaran orangutan
8
Melakukan survei dan pemetaan potensi koridor, diperlukan untuk mendukung adanya konektifitas antar habitat dan populasi orangutan yang terpisah
B.
Tripa, Sipirok
20082012
Barumun,
habitat orangutan
3. Informasi dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4
Nasional : PHKA, Universitas, LSM/NGO
1. Tersedianya informasi kawasan yang memiliki potensi sebagai koridor
Adanya informasi kawasan yang memiliki potensi sebagai koridor
4
Lokal : CII, SOCP, BBKSDA-SU
2. Tersedianya laporan dan peta tentang potensi koridor di PHKA
Adanya laporan pemetaan potensi koridor di Batang Toru
3
Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda yang membutuhkan informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi Adanya peluang untuk pengelolaan habitat orangutan yang lebih baik yang didukung kuat pemerintah
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
-
Data terkait OU dan habitatnya yang belum terintegrasi
STRATEGI DAN PROGRAM ATURAN KEBIJAKAN
B.1. Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konseravasi daerah berdasarkan karakteristik ekonsistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat Peraturan daerah untuk kawasan perlindungan orangutan di daerah yang merupakan habitat orangutan NO. 1
2
DESKRIPSI Memfasilitasi terbentuknya kawasan konservasi daerah sebagai kawasan perlindungan orangutan
Membuat kebijakan atau Perda untuk perlindungan orangutan pada kawasan budidaya non kehutanan (KBNK)
TATA WAKTU 20082010
20082017
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : CII, SOCP, BBKSDA-SU, OCSP, Dishut Prov-SU, DPRD, WCS-IP, Bappeda ProvSU Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, CII,
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Lokakarya penentuan & sosialisasi lokasi yang akan dijadikan kawasan konservasi daerah 2. Adanya rekomenadasi lokasi dan kebijakan untuk mendukung kawasan konservasi daerah untuk perlindungan orangutan
1. Ada 5 peraturan daerah yang menetapkan Kawasan Konservasi Daerah di areal KBNK sebagai habitat orangutan
EVALUASI Program Skala Likert Upaya (dialog public) 3 untuk terbentuknya kawasan konservasi daerah dengan tokoh MPR/ DPD Adanya rekomendasi, 3 seperti di Dairi – Pakpak Barat
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Adanya komitmen Minimnya data yang bersama antara tersedia, pendanaan pemerintah, swasta, dan yang kurang serta LSM untuk aksi kapasitas sumber daya konservasi manusia yang terbatas. Banyaknya tenaga Minimnya data yang peneliti yang dapat tersedia, pendanaan mendukung kesuksesan yang kurang serta kapasitas sumber daya program manusia yang terbatas.
Mendorong peraturanperaturan daerah yang mengakomodir habitat orangutan
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan.
2
Proses penataan ruang antar provinsi dan kabupaten yang belum terintegrasi dengan baik.
64
3
Melakukan evaluasi dan rekonstruksi tataruang mikro pada kawasan yang diketahui menjadi habitat satwa langka dan dilindungi khususnya orangutan
20082010
6
Meningkatkan upaya penegakan hukum bagi perburuan, perdagangan dan perusakan habitat orangutan
Mengembangkan sistem pembiayaan jasa lingkungan (air, karbon, REDD) dari habitat orangutan sehingga habitat terlindungi
1. Adanya revisi tata ruang mikro yang mengakomodasi kebutuhan habitat satwa langka termasuk orangutan
Adanya revisi tata ruang provinsi dan draft revisi SK nomor 44/kemenhut
4
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan.
1. Ada laporan pelaksanaan tata batas
Laporan pelaksanaan tata batas di Besitang, SM Rawa Singkil, Konsesi Teluk Nauli, Batang Toru Mengusulkan dan menetapkan penetapan CA Sibual-Buali, SM Siranggas, SM Barumun Upaya yustisi terhadap pelaku illegal logging, penyitaan OU, dan penanggkapan pelaku perdagangan OU di perbatasan DairiTanah Karo
5
Adanya tenaga pendukung, serta dukungan dari swasta
Lokal : OCSP, CII, Pemda, BBKSDA-SU, SOCP
Status kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan 4 Melakukan tata batas dan 2008pengukuhan kawasan konservasi, 2015 hutan lindung, KBNK yang memiliki habitat ofrangutan
5
WCS, FFI, SOCP, Pemda, DPRD Nasional : PHKA, Pemda, LSM
20082017
20082017
Nasional : PHKA, Baplan, Pemda, BPN Lokal : BBKSDA-SU, BPKH, SOCP, CII
2. Ada keputusan penetapan kawasan
Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Polisi, Jaksa, Hakim
1. Jumlah kasus perburuan, perdagangan dan perusakan habitat orangutan yang diproses secara hukum sampai tuntas
Lokal : BBKSDA-SU, WCU, SOCP, OCSP, WCS, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : Pemerintah, SOCP, CII, BBKSDA-SU
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
1. Tersusun konsep pembiayaan jasa lingkungan untuk mendukung konservasi orangutan. 2. Dimasukkannya sistem pembiayaan jasa lingkungan menjadi bagian pengelolaan konservasi orangutan di unit pelaksana teknis. 3. Adanya MoU antara UPT dengan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan jasa
Proses penataan ruang antar provinsi dan kabupaten yang belum terintegrasi dengan baik.
-
5
Meningkatnya kesadaran konservasi dan dukungan dari berbagai pihak
3
Adanya kesatuan Polisi Hutan yang tergabung di SPORC untuk menangani permasalahan permasalahan kehutanan secara cepat dan tanggap.
Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya dilakukan oleh instansi terkait (BPKH) Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten.
Konsep pembiayaan jasa lingkungan wilayah hutan Batang Toru dan lainnya di Sumut Masih dalam tataran konsep
4
Adanya peluang untuk memanfaatkan SDA dan SDH yang baik dan berkelanjutan
Masih adanya stigma resisten terhadap dan dari investor/private sector
2
Adanya kesadaran yang meningkat dalam konsevasi
SDM yang memadai
kurang
Masih dalam tataran konsep
2
Adanya kesadaran yang meningkat dalam konsevasi
SDM yang memadai
kurang
65 lingkungan di habitat orangutan 7
Memfasilitasi investor untuk membangun hutan restorasi bagi kelestarian orangutan
20082012
Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Donor Lokal : Dephut, BBKSDA-SU, Pemda, OCSP, WCS, CII
1. Ada 5 investor yang berkomitmen untuk membangun hutan restorasi untuk mendukung kelestarian orangutan
Tidak terlaksana
1
Adanya SD Finansial dan Komitmen perusahaan untuk mendukung kelestarian lingkungan
Orientasi bisnis semata menjadi penghalang
B.2. Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan Revisi perundang-undangan yang ada NO. 1
DESKRIPSI Menyiapkan masukan untuk revisi UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
TATA WAKTU 20082017
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, LSM
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Usulan revisi UU No. 5 Tahun 1990
Lokal : PHKA, BBKSDA-SU, CII, WCS, OCSP, SOCP Peningkatan implementasi peraturan perundangan yang terkait dengan perlindungan orangutan 2 Peningkatan kapasitas lembaga 2008 Nasional : 1. Pelatihan penegakan hukum terkait dalam penanganan PHKA, LSM, dan setiap pelatihan minimal 30 orang peserta orangutan hasil penegakan hukum Donor Lokal : BBKSDA-SU, TNGL, WCU, OCSP, SOCP
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
EVALUASI Program Skala Likert Terlaksana tahun 2012 4
-
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) -
Tidak terlaksana
1
Banyaknya SDM yang potensial untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi
manual
Tidak terlaksana
1
Banyaknya SDM yang potensial untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi
3. Tersedianya manual pelaksanaan penegakan hukum
Tidak terlaksana
1
Banyaknya SDM yang potensial untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi
4. Tersedianya kompilasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan Spesies
Tidak terlaksana
1
Dukungan pemerintah untuk meningkatkan aksi konservasi
2. Tersedianya pelatihan
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau
66 pun kabupatenkabupaten. Peraturan perlindungan orangutan di luar habitatnya 3 Diseminasi aturan larangan 2008memelihara, memperdagangkan 2013 orangutan
Nasional : PHKA, LSM Lokal : WCU, BBKSDA-SU, OCSP, CII
4
Memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status taksonomi orangutan
2008
Nasional : PHKA, LSM
6
Menyederhanakan prosedur perizinan pengangkutan spesimen biologis orangutan untuk kegiatan penelitian dan pemeriksaan medis
Mensosialisasikan SOP penyitaan orangutan
Tidak terlaksana secara baik
2
Adanya jaringan dengan berbagai media massa
Koordinasi di antara pihak masih kurang
2. Setiap seminar minimal 30 orang peserta
Tidak terlaksana
1
Adanya jaringan dengan berbagai media massa
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
3. Tersedianya lembar informasi larangan memelihara dan memperdagangkan orangutan
Adanya lembar informasi yang dibagikan di sekitar areal konservasi dan habitat OU Tidak terlaksana
4
Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah
1. Lokakarya usulan perubahan lampiran PP No. 7 Tahun 1999
1 -
Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, APAPI, SOCP
5
1. Diseminasi peraturan melalui seminar, radio, tv, surat kabar
2008
2008
Nasional : PHKA, LSM, Universitas, LIPI Lokal : OCSP WCS, CII, LIPI, Kementrian Ristek, PHKA, BBKSDA-SU, SOCP, Nasional : PHKA Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP,
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
1
-
Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten.
2. Tersedianya konsep usulan perubahan lampiran PP No.7 Tahun 1999
Tidak terlaksana
1. Tersedianya SOP perizinan pengangkutan spesimen biologis
Adanya SOP perizinan pengangkutan spesimen biologis di BBKSDA-SU dan BBTNGL
5
1. Sosialisasi SOP penyitaan orangutan melalui seminar, radio, TV, surat kabar
Tidak terlaksana
1
Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah
Koordinasi di antara pihak masih kurang
2. Setiap seminar minimal 30 orang peserta
Tidak terlaksana
1
Adanya jaringan dan banyaknya SDM yang potensial untuk diikutsertakan dalam mensukseskan agenda konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
-
Manajemen ADM yang baik di pemerintahan
-
67 3. Tersedianya informasi SOP orangutan 7
8
Menyusun standar pengelolaan orangutan yang ada di lembaga konservasi
Memfasilitasi proses penyusunan kebijakan penanganan satwa sitaan (termasuk keputusan euthanasia sebagai opsi terakhir)
20082010
20082009
Memfasilitasi pembuatan aturan pengelolaan stasiun penelitian orangutan di dalam dan di luar kawasan konservasi
20082010
Peraturan perlindungan orangutan di dalam habitatnya 10 Mereview dan merevisi Keputusan 2008 Menhut No 280/Kpts-II/1995 tentang pedoman reintroduksi orangutan
Tidak terlaksana
1
Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah Adanya tenaga ahli yang mendukung serta adanya komitmen bersama
Kurang untuk informasi
kesadaran diseminasi
Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi Adanya tenaga ahli yang mendukung serta adanya komitmen bersama
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
Nasional : PHKA, LSM, LIPI Universitas
1. Tersusunnya standar pengelolaan orangutan di lembaga konservasi
Belum adanya standar pengelolaan baku yang resmi dari pemerintah
4
Lokal : OSCP, WCU, CII, SOCP Nasional : PHKA, LSM, Universitas
1. Lokakarya penyusunan kebijakan penanganan satwa sitaan
Tidak terlaksana
1
2. Tersedianya penanganan satwa sitaan
SOP
Tidak terlaksana
1
1. Lokakarya penyusunan peraturan pengelolaan stasiun penelitian orangutan
Tidak terlaksana
1
2. Tersedianya SOP pengelolaan stasiun penelitian orangutan
Tidak terlaksana
1. Revisi SK Menhut No. No 280/Kpts-II/1995 tentang pedoman reintroduksi orangutan
Tidak terlaksana
1
Adanya tenaga ahli yang dapat mendukung program konservasi
Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten.
1. Tersedianya sistem pemantauan internal dalam setiap unit manajemen sebagai implementasi kriteria kinerja unit manajemen pada aspek ekologi.
Tidak terlaksana dengan baik
3
Adanya divisi khusus serta dukungan dan keinginan untuk meningkatkan kualitas aski konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah.
Lokal : OCSP, SOCP, WCU, APAPI
9
lembar penyitaan
Nasional : PHKA, LSM
-
Lokal : OCSP, SOCP
Nasional : PHKA, LSM
Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, SOCP Sistem evaluasi bagi unit pengelola yang mempunyai habitat orangutan 11 Membangun sistem pemantauan 2008Nasional : dan evaluasi untuk penilaian 2010 PHKA, LSM, kinerja unit pengelola yang Dunia usaha memasukkan pengelolaan Lokal : orangutan pada indikator kinerja OCSP,
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
1 -
Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai
Kurangnya keterampilan kesadaran untuk diseminasi informasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Kurangnya keterampilan kesadaran untuk diseminasi informasi
68
12
Memantau dan mengevaluasi implementasi komitmen dan konvensi Internasional yang telah diratifikasi (GRASP, CBD, CITES)
C.
20082012
BBKSDA-SU, CII
2. Adanya laporan implementasi SOP yang dilakukan periodik
Tidak terlaksana dengan baik
3
Nasional : PHKA, LSM
1. Laporan hasil evaluasi implementasi komitmen dan konvensi internasional
Tidak terlaksana
1
Lokal : WCU, SOCP
Adanya divisi khusus serta dukungan dan keinginan untuk meningkatkan kualitas aski konservasi Adanya tenaga ahli yang dapat membantu kesuksesan program
OCSP,
Manajemen yang tertutup
Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupatenkabupaten.
STRATEGI DAN PROGRAM KEMITRAAN DAN KERJASAMA
C.1. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan indonesia Forum Orangutan Indonesia NO. 1
DESKRIPSI Memperkuat forum komunikasi antar pakar orangutan menjadi wadah multistakeholder yang disebut Forum Orangutan Indonesia; sebagai pusat informasi penelitian dan kegiatan konservasi orangutan Indonesia
TATA WAKTU 20082017
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga Adat, Swasta, Masyarakat
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Lokakarya tentang pembentukan forum multistakholder orangutan Indonesia.
EVALUASI Program Skala Likert Lokakarya 5 pembentukan forum multistakeholder region sumut
Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, OCP, CII, OIC
2. Adanya multistakeholder
forum
Pembentukan dan pemberian legalitas kepada FOKUS – SK.277/BBKSDASU1/2009
5
3. Adanya pertemuan tahunan untuk mengevaluasi pelaksanaan rencana aksi konservasi orangutan
Pertemuan tahunan rutin untuk melaporkan pelaksanaan SRAKOU region Sumut
4
4. Ada jaringan komunikasi dan distribusi informasi
Adanya jaringan komunikasi dan distribusi informasi
4
1. Lokakarya desa menyusun peraturan desa untuk pelestarian orangutan
Mendorong lahirnya regulasi tingkat desa terkait konservasi
2
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi Banyaknya stakeholder Minimnya data yang yang memungkinan tersedia, pendanaan untuk dilakukan yang kurang serta penyamaan persepsi kapasitas sumber daya untuk mensukseskan manusia yang terbatas. agenda konservasi Adanya komunikasi yang Pemanfaatan jejaring baik antar sesama yang ada masih kurang pemangku kepentingan optimal.
Revitalisasi aturan adat dalam konservasi orangutan 2
Penyusunan peraturan desa/aturan adat untuk pelestarian orangutan Indonesia
20082012
Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Adanya kesadaran dan dukungan untuk aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta
69 Adat, Masyarakat Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP 3
Memperkuat fungsi kelembagaan adat dan lokal untuk pelestarian orangutan
20082017
Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga Adat, Masyarakat lokal
Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, OIC Pengelolaan kolaboratif dalam konservasi orangutan Indonesia 4 Evaluasi implementasi Permenhut 2008 Nasional : No.19/2004 LSM dan PHKA Lokal : BBKSDA-SU, SOCP,
5
6
Membangun sistem manajemen kolaboratif pelestarian orangutan
Mengembangkan manajemen kolaboratif di setiap wilayah dan disahkan
20092010
20102015
Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Swasta, Masyarakat Lokal : BBKSDA-SU Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Swasta, Masyarakat Lokal : SOCP, BBKSDA-SU, CII
C.2. Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Adanya komitmen pemerintah serta LSM untuk memfasilitasi terbentuknya peraturan pelestarian orangutan Adanya desa-desa yang bersinggungan dengan kawasan habitat orangutan
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Lemahnya koordinasi, keterbatasan wewenang, dan perbedaan cara pandang terhadap konservasi Kurangnya komunikasi dan koordinasi
2. Adanya 10 peraturan desa untuk pelesatarian orangutan
Memfasilitasi pembuatan 4 perdes terkait perlindungan OU
3
1. Lokakarya desa menyusun aturan adat untuk pelestarian orangutan
Belum terlaksana
1
2. Adanya aturan adat tentang pelestarian orangutan
Belum terlaksana
1
Adanya desa-desa yang bersinggungan dengan kawasan habitat orangutan
Kurangnya komunikasi dan koordinasi
1. Lokakarya implementasi 19/2004
evaluasi Permenhut
Tidak terlaksana
1
Adanya tenaga ahli yang dapat membantuk kesuksesan program
2. Adanya usulan rekomendasi penyempurnaan permenhut 19/2004
Tidak terlaksana
1
adanya tenaga ahli serta dorongan untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
1. Tersedianya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan
Adanya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan dan habitatnya
5
Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi
1. Tersedianya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan
Adanya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan dan habitatnya
5
2. Adanya pengesahan manajemen kolaboratif di setiap wilayah
Pengesahan manajemen kolaboratif baru di wilayah CA Sibual-Buali
4
Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi Aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah serta memiliki beberapa koalisi yang dapat saling memperkuat
-
-
Beberapa perusahaan belum memberikan perhatian serius terhadap kegiatankegiatan konservasi.
70 Alternatif mata pencaharian yang mendukung pelestarian Orangutan NO. 1
2
DESKRIPSI Mengkaji dan mengembangkan alternatif ekonomi yang ramah lingkungan dan mendukung konservasi orangutan (misalnya: ekowisata)
Melatih penduduk lokal menjadi guide/pemandu wisatawan dan terlibat dalam unit pengamanan dan pemantauan orangutan (orangutan protection monitoring unit)
TATA WAKTU 20102012
20082015
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Ada laporan kajian pengembangan ekonomi alternatif di areal sekitar habitat orangutan
4
Membangun model-model desa konservasi yang menjadikan orangutan sebagai pusat aktivitas sosial, ekonomi dan budaya, melalui penyelenggaraan kegiatan perencanaan pembangunan bersama masyarakat, pengembangan ekowisata bersama masyarakat, pengembangan teknologi pertanian yang ramah lingkungan
20082012
Mengalokasikan program pemberdayaan masyarakat dari pemda, perusahaan ke kawasan disekitar habitat orangutan
20092015
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Adanya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah
Adanya tenaga ahli dan SDM yang potensial untuk membantu kesuksesan agenda konservasi Adanya komitmen bersama untuk konservasi orangutan
Lokal : OIC, BBKSDASU, CII, SOCP
2. Seminar hasil penelitian
Nasional : PHKA, LSM, Swasta, Pemda
1. Ada pelatihan pemandu lokal, pelatihan pengamanan dan pemantauan orangutan
Pelatihan pemandu lokal untuk pemantauan OU di sekitar kawasan TNGL
5
Lokal : CII, OCSP, BBKSDA-SU
2. Ada asosiasi pemandu lokal
Pembentukan Community Patrol Unit (CPU) sebagai asosiasi di sekitar TNGL Peserta pelatihan 100% dari masyarakat sekitar habitat OU
4
Tidak terlaksana
1
Inisiasi terbentuknya desa konservasi, diantaranya desa sekitar habitat OU di Maracar-Tapsel, desa Sampean dan Kel. Baringin-Sipirok, desadesa Kec. Bahorok, 3 kali pelatihan pemberdayaan (budidaya aren dan kewirausahaan)
3
Tumbuhnya kesadaran bersama dan banyaknya LSM dengan aktivitasaktivitas yang tersebar di beberapa wilayah
Karakter dan tingkat sosial masyarakat yang masih rendah
4
Adanya dukungan dari pemerintah dan swasta
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya
3. Peserta pelatihan 90% dari masyarakat sekitar habitat orangutan 3
EVALUASI Program Skala Likert Kajian cepat di sekitar 4 habitat OU di Batang Toru dan Teripa untuk mendapat gambaran mengenai nilai ekonomi di dua lokasi Tidak terlaksana 1
Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Masyarakat, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, Konsorsium Alive, Konsorsium Pusaka, SOCP Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
1. Lokakarya konservasi
konsep
desa
2. Terbentuknya 5 desa konservasi di sekitar kawasan habitat orangutan
1. Adanya pelatihan pemberdayaan masyarakat dari pemda dan atau perusahaan minimal 5 kali
5
Adanya peluang untuk memanfaatkan hasil penelitian untuk kepentingan konservasi berkelanjutan
Banyaknya SDM yang potensial untuk membantu kesuksesan agenda konservasi Banyaknya stakeholder yang siap membantu kesuksesan program dan agenda konservasi
Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi hasil-hasil penelitian kepada para pihak.
-
Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai
-
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
71 Lokal : BBKSDA-SU, OCSP
5
6
Mengembangkan sistem pendanaan pedesaan (micro finance dan credit union) yang mendukung pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar habitat orangutan
20102017
Membantu akses informasi pasar bagi petani sekitar habitat orangutan
20102017
Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta Lokal : OIC, BBKSDASU Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta
masyarakat dari pemda
manusia yang terbatas.
2. Adanya program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dan atau pemda di kawasan sekitar habitat orangutan 1. Adanya program microfinance di desa sekitar habitat orangutan
Adanya program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dan pemda di kawasan habitat OU Adanya unit permodalan “Baitul Qirard an-Nahl”
5
Adanya dukungan dari pemerintah dan swasta
4
Adanya dukungan dari pemerintah, LSM, dan swasta
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan
2. Adanya keterkaitan dukungan dengan program pemberdayaan masyarakat dari perusahaan (CSR) 1. Adanya akses pasar kepada masyarakat sekitar habitat orangutan
Fasilitasi penguatan modal usaha mandiri oleh CPOI
3
Adanya dukungan dari pemerintah, LSM, dan swasta
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan
Belum terlaksana
1
Kebutuhan masyarakat agar tidak merusak kawasan hutan.
-
-
Lokal : SOCP C.3. Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia Pelatihan berkelanjutan untuk konservasi orangutan dan habitatnya NO. DESKRIPSI TATA PEMANGKU WAKTU KEPENTINGAN 1 Melakukan pelatihan teknis 2008Nasional : konservasi dan investigasi kepada 2017 PHKA, LSM, warga masyarakat, pengelola Pemda, hutan (HPH/HTI), pengelola Masyarakat, kawasan konservasi, LSM yang Universitas ada di sekitar kawasan habitat orangutan Lokal : BBKSDA-SU, OCSP
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Adanya pelatihan teknis pengelolaan konservasi orangutan di 10 HPH dan 5 HTI serta 10 perkebunan
EVALUASI Program Skala Likert Bimbingan teknis pada 3 3 HPH : Astra, GResource, Teluk Nauli; 1 HTI TPL; dan 1 Perkebunan PTPN II
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Perusahaan ikut berperan Kurangnya koordinasi dengan bekerja sama dan Masih adanya dalam pengelolaan perbedaaan cara habitat dan penanganan pandang antara para satwa khususnya pihak mengenai orangutan dam komitmen konservasi Orangutan. menjadi good corporate governance
2. Tersedianya panduan teknis pengelolaan orangutan untuk unit manajemen
Tersedianya panduan teknis pengelolaan orangutan untuk unit manajemen Tersedianya SOP investigasi
5
Adanya koordinasi yang baik dan tenaga ahli yang mendukung
-
Adanya koordinasi yang baik dan tenaga ahli yang mendukung
-
Belum terlaksana
1
3. Tersedianya investigasi
2
Melakukan pelatihan kelola koridor kepada unit manajemen khususnya perkebunan
20082017
Nasional : PHKA, BPK, LSM, Pemda,
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
panduan
1. Tersedianya panduan pengelolaan koridor konservasi orangutan
4
Kebutuhan peningkatan pengelola
untuk SDM
-
72 HPH, Perkebunan
3
Melakukan pelatihan kepada aparat penegak hukum tentang konservasi orangutan
Lokal : OIC 2008-2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Polisi, Jaksa, Hakim Lokal : WCU, SOCP
2. Adanya pelatihan teknis pengelolaan koridor konservasi orangutan kepada 10 unit manajemen perkebunan
Belum terlaksana
1
Kebutuhan peningkatan pengelola
untuk SDM
-
1. Tersedianya model pelatihan penegakan hukum
Belum terlaksana
1
untuk SDM
2. Pelatihan penegakan hukum perlindungan orangutan
Belum terlaksana
1
3. Terbentuknya penegakan hokum
forum
Belum terlaksana
1
laporan pelatihan
Belum terlaksana
1
Kebutuhan peningkatan pengelola Kebutuhan peningkatan pengelola Kebutuhan peningkatan pengelola Kebutuhan peningkatan pengelola
Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum
4. Tersedianya pelaksanaan penegakan hokum
D.
untuk SDM untuk SDM untuk SDM
STRATEGI DAN PROGRAM KOMUNIKASI DAN PENYADARTAHUAN MASYARAKAT
D.1. Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia Membangun konstituen dan dukungan untuk konservasi orangutan NO. DESKRIPSI TATA PEMANGKU WAKTU KEPENTINGAN 1 Memperbanyak peliputan media 2008Nasional : untuk konservasi orangutan 2010 PHKA, LSM, Media
2
Meningkatkan kapasitas media terhadap pemahaman hal-hal yang berhubungan dengan konservasi orangutan melalui pelatihan penulisan isu lingkungan, pemberian informasi konservasi orangutan secara berkala dan kunjungan lapangan (field trip)
20082010
Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, SOCP Nasional : PHKA, LSM, Media, Universitas Lokal : WCU, OCSP,SOCP
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Jumlah pemberitaan konservasi orangutan di media massa baik lokal maupun nasional meningkat
EVALUASI Program Skala Likert Banyaknya media 4 massa baik cetak/ elektronik yang dapat meningkatkan pemberitaan terkait Orangutan
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Adanya kerjasama dan Kurang kesadaran media massa yang selalu untuk diseminasi butuh akan informasi informasi tentang orangutan
1. Tersedianya modul pelatihan untuk media massa mengenai konservasi orangutan
Tidak terlaksana
1
Adanya tenaga ahli dan jaringan dengan media massa
2. Pelatihan untuk media massa mengenai konservasi orangutan
Tidak terlaksana
1
Adanya tenaga ahli dan jaringan dengan media massa
3. Adanya kunjungan media massa ke lokasi konservasi orangutan
Adanya kunjungan media massa ke lokasi konservasi untuk keperluan peliputan
3
Adanya kerjasama dan media massa yang selalu butuh akan informasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Koordinasi di antara pihak masih kurang
73
3
4
Memperluas sebaran materi komunikasi koservasi orangutan melalui media cetak dan media elektronik
Memanfaatkan forum keagamaan, lembaga adat, lembaga profesi dan institusi lokal untuk menyajikan dan menjelaskan pentingnya konservasi orangutan dan habitatnya
20082017
20082017
4. Informasi berkala tentang konservasi orangutan ke media massa
Tidak terlaksana dengan baik
2
Adanya kerjasama dan media massa yang selalu butuh akan informasi
Nasional : PHKA, LSM, Media
1. Distribusi informasi konservasi orangutan di media cetak dan elektronik
4
Adanya jaringan dan media massa yang selalu butuh akan informasi
Lokal : WCU, BBKSDA-SU, OCSP
2. Membuat berbagai kegiatan (event) sebagai media distribusi informasi konservasi orangutan
Distribusi informasi konservasi orangutan ke media lokal, baik cetak maupun elektronik Melaksanakan even Pameran KSDA I tingkat nasional, kabupaten, dan provinsi sebanyak 4 kali Belum terlaksana
5
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan.
1
Adanya forum multistakeholder yang menjangkau segala golongan
Lemahnya koordinasi
Sudah mulai dilakukan seperti memasukan pesan konservasi dalam forum keagamaan
3
Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di banyak ruang dan wilayah
Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan.
Belum terlaksana
1
-
Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi
Belum terlaksana
1
-
Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi
Belum terlaksana
1
-
Belum terlaksana
1
Banyak petani di sekitar kawasan habitat orangutan Banyaknya lembaga keuangan yang bisa diajak berkolaborasi
Belum terlaksana
1
-
-
Nasional : PHKA, LSM, Organisasi sosial, Lembaga agama Lokal : WCU, OCSP, OIC, BBKSDASU
1. Melakukan pertemuan yang membahas konservasi orangutan di forum keagamaan, lembaga adat, profesi dan institusi lokal 2. Memasukan pesan konservasi orangutan dalam forum keagamaan, lembaga adat, profesi dan institusi lokal
Skema perkreditan / perbankan yang mengadopsi prinsip-prinsip konservasi orangutan 5 Melakukan penyadartahuan 2008Nasional : 1. Tersedianya materi tentang pentingnya konservasi habitat 2017 PHKA, LSM, konservasi orangutan untuk orangutan kepada lembaga Lembaga diinformasikan kepada lembaga keuangan keuangan keuangan 2. Lokakarya peran lembaga Lokal : keuangan dalam mendukung OCSP, konservasi orangutan BBKSDA-SU, 3. Adanya panduan pemberian OIC kredit ramah lingkungan (green credit) 6 Melakukan pelatihan tentang 2008Nasional : 1. Pelatihan tentang valuasi jasa konservasi kepada lembaga 2017 PHKA, LSM, lingkungan dan manfaat jasa keuangan, tentang nilai ekonomi Pemangku konservasi kepada lembaga dan dampak akibat pengrusakan kepentingan keuangan lingkungan 2. Laporan hasil pelatihan Lokal : OCSP, OIC Pendidikan konservasi orangutan di Indonesia
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Koordinasi di antara pihak masih kurang dan kurangnya kesadaran untuk diseminasi informasi Kurangnya koordinasi dan pemanfaatan jejaring yang ada masih kurang optimal.
-
Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi
74 7
8
Memperluas jangkauan pendidikan konservasi orangutan kepada masyarakat melalui jaringan pendidikan lingkungan (JPL), pertemuan rutin dengan masyarakat, pendekatan kepada kelompok-kelompok keagamaan dan aliran kepercayaan serta, kelompok-kelompok sosial remaja, perempuan
20082017
Memasukkan pendidikan konservasi orangutan kedalam muatan lokal kurikulum di SD, SMP
20082017
Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga Keagamaan, Organisasi Sosial Lokal : WCU, BBKSDA-SU, SOCP, OIC Nasional : PHKA, LSM, Pemda Lokal : SOCP
1. Memasukkan isu konservasi orangutan ke dalam jaringan pendidikan lingkungan
Pendidikan lingkungan di beberapa daerah spt Langkat, Bahorok, Batang Toru
5
Adanya dukungan dari pemerintah dan dunia pendidikan
-
2. Pertemuan berkala tentang konservasi orangutan kepada berbagai kelompok sasaran
Pertemuan tidak secara berkala
3
Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di banyak wilayah
Kurangnya Koordinasi di antara pihak dan bekerja orientasi proyek
1. Diterbitkannya buku-buku yang memiliki muatan lokal konservasi orangutan 2. Pelatihan konservasi orangutan kepada para guru SD dan SMP
Diterbitkan buku ajar Leuser dan Ayat-Ayat Konservasi Adanya kegitan Visit to School dan PLH di sekolah SD dan SLTP
5
Adanya tenaga ahli yang mendukung pelaksanaan program Adanya tenaga ahli serta adanya dukungan dari pihak pemerintah dan dunia pendidikan
-
Belum terlaksana
1
Belum terlaksana
1
Adanya semangat meningkat terhadap aksi konservasi Adanya semangat meningkat terhadap aksi konservasi
Kurangnya kesadaran akan pentingnya apresiasi Kurangnya kesadaran akan pentingnya apresiasi
Meningkatkan dan mempertahankan dukungan pemangku kepentingan untuk konservasi orangutan 9 Memberikan penghargaan kepada 2008-2017 Nasional : 1. Tersusunnya kriteria individu, masyarakat dan PHKA, Pemda pemberian penghargaan organisasi yang berkontribusi konservasi orangutan nyata mendukung konservasi Lokal : 2. Adanya pemberian orangutan BBKSDA-SU penghargaan konservasi orangutan
E.
3
yang aksiyang aksi-
Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
STRATEGI DAN PROGRAM PENDANAAN UNTUK MENDUKUNG KONSERVASI ORANGUTAN
E.1. Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan Indonesia Peran pemda dalam konservasi orangutan di setiap wilayah dengan menyediakan dana konservasi di dalam APBD NO. 1
DESKRIPSI Pemda memasukkan upaya konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)
Komitmen pendanaan orangutan 2 Membangun dana abadi untuk konservasi orangutan
TATA WAKTU 20082017
PEMANGKU KEPENTINGAN Nasional : PHKA, LSM, Pemda Lokal : BBKSDA-SU, CII
20092017
Nasional : PHKA, LSM
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Lima (5) kabupaten memasukkan konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)
EVALUASI Program Skala Likert Pengusulan dan 3 realisasi anggaran untuk 1 kabupaten Tapanuli Selatan
FORCE FIELD ANALYSIS (+) (-) Adanya kesadaran yang Keterbatasan meningkat di kalangan kewenangan dan masih pemerintah tentang adanya perbedaaan cara Konservasi orangutan. pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan.
1. Lokakarya pengembangan dana abadi untuk konservasi
Belum terlaksana
Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi
1
Kurangnya koordinasi
75 orangutan Lokal : OCSP, Forum Multipihak
3
Mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan
20082017
Nasional : PHKA, LSM, Swasta
berkelanjutan
2. Tersusunnya konsep pengelolaan dana abadi
Tersusunnya konsep pengelola dana abadi oleh OCSP dan Forum Multipihak
4
Adanya sumber daya financial di pihak swasta dan sumber dana serta manajemen keuangan yang efektif di pihak LSM Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi berkelanjutan Adanya SDA yang potensial sebagai sumber jasa lingkugan
Masih adanya stigma resisten terhadap dan dari investor/private sector
3. Terkelolanya dana abadi untuk konservasi orangutan
Belum terlaksana
1
1. Tersedianya dana yang diperoleh dari pengelolaan jasa lingkungan
Belum terlaksana
1
1. Adanya alokasi dana CSR untuk mendukung konservasi orangutan
Adanya alokasi dana CSR dari PT Musim Mas
3
Memiliki sumber daya financial Komitmen perusahaan untuk mendukung kelestarian lingkungan
Masih adanya stigma resisten terhadap dan dari investor/private sector
1. Adanya alokasi dana dari GRASP untuk mendukung konservasi orangutan di Indonesia
Donasi tidak langsung
3
Adanya lembaga internasional yang siap berpartisipasi dalam aksi konservasi
Lemahnya (pemerintah) koordinasi
-
Kurangnya kemampuan dalam mengelola
Lokal : OCSP, Forum Multipihak, CII
4
5
Mencari dukungan pendanaan dari swasta antara lain melalui CSR
Mencari dukungan dari lembaga internasional seperti GRASP
20082017
20082017
Nasional : PHKA, LSM, Swasta, Lokal : OCSP, Forum Multipihak Nasional : PHKA, LSM, Donor Lokal : OCSP, Forum Multipihak
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
jaringan dan
76
Skala Likert 1 : sangat buruk(tidak terlaksana), 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik