Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
SISTEM ASURANSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM MOHD. WINARIO Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Iqra Annisa Pekanbaru Jl. Riau Ujung No. 73 Pekanbaru-Riau 28282 Website: www.stei-iqra-annisa.ac.id/Email:
[email protected] HP. 085264528808/081378987247 e-mail:
[email protected] ABSTRACT Insurance system has been known for a long time, but is now more widespread is Islamic Insurance, like Islamic Banking, Islamic Insurance System has a different and more advantages when compared to conventional insurance system. Difference and superiority found in storage procedures funds, insurance funds operations, and akadnya. Takaful is an alternative system, precisely applying conventional insurance replacement system or exchange contract that is not in line with Islamic law. In the Takaful system, each participant intends mutual assistance to each other by virtue dues aside (tabarru). The emergence of Takaful quite rapidly become an important task for the Islamic sharia and accounting experts. So, encourage them to make the basic guidelines for the development and application of accounting standards in accordance with the Takaful Islamic principles. Keyword: System, Insurance Perspectives, Islam
ABSTRAK Sistem asuransi dikenal sudah sejak lama, namun yang sekarang lagi maraknya adalah Asuransi Syariah, seperti layaknya Bank Syariah, Sistem Asuransi Syariah memiliki perbedaan dan keunggulan lebih bila dibanding sistem asuransi konvensional. Perbedaan dan keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasionalisasi dana asuransi, dan akadnya. Asuransi syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti asuransi konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Dalam sistem asuransi syariah, setiap peserta bermaksud tolong-menolong satu sama lain dengan menyisihkan iuran kebajikan (tabarru). Kemunculan asuransi syariah yang cukup pesat menjadi tugas penting bagi para pakar syariah Islam dan akuntansi. Sehingga, mendorong mereka untuk membuat pedoman dasar bagi perkembangan dan penerapan standar akuntansi asuransi syariah sesuai dengan prinsip syariah. Kata Kunci: Sistem, Asuransi Perspektif, Islam
240
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
A. PENDAHULUAN Perkembangan Perasuransian di Dunia umumnya dan khususnya Indonesia, Khususnya Asuransi Syariah, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebagaimana pertumbuhan bank syariah. Kini hampir semua perusahaan asuransi konvensional telah dan akan membuka cabang atau unit syariah baik di kota besar maupun di berbagai daerah. Masyarakat saat ini telah menyadari betapa perlunya lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank untuk memenuhi transaksi keuangan yang mereka perlukan. Masyarakat sudah mulai beralih dari sistem keuangan konvensional menjadi sistem keuangan syariah. Hal ini tanpa disadari mulai sadarnya masyarakat, sehingga menambah ghirah/semangat bagi perusahaan untuk berinovasi untuk meningkatkan sistek keuangan syariah. Telah menjadi dalam asuransi era transaksi industri baru di semua bidang kehidupan manusia, Ilmu pengetahuan telah memasuki perdagangan, industri dan pertanian, dan sebagian besar wajah pendapatan kegiatan ekonomi opsional atau aturan wajib Hukum, Tidak hanya pada kegiatan ekonomi, namun merambah ke semua sektor. Hal ini perlu adanya hukum yang jelas tentang hukum ekonomi akan hal ini, agar setiap pelaku memahami aspekaspek yang ditekuni untuk mencapai keridhaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
B. KONSEP TEORITIS 1. Sejarah Asuransi Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan Al-Aqila. Saat itu suku arab terdiri atas berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah
adalah
keturunan suku Quraisy, salah satu suku terbesar. Menurut Dictionary Of Islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, sebagai kompensasi, keluarga terdekat si
241
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
pembunuh akan membayarkan sejumlah uang darah atau diyat kepada pewaris Qurban.1 Al-‘Aql adalah denda, sedangkan makna al-‘Aql adalah orang yang membayar denda. Beberapa ketentuan ketentuan sistem aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah yang merupakan konstitusi pertama di dunia setelah Nabi hijrah ke Madinah. Dalam pasal 3 Konstitusi Madinah, Rasulullah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena perang, pihak dari tawanan harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskannya.2 Kata asuransi diambil dari bahasa belanda “assurantie”. Dalam hukum belanda disebut “Verzekering” yang berarti pertanggungan. Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi “assurandeur” yang berarti penanggung dan tertanggung disebut “geassureerde”. Dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, pengertian asurnasi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih; pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertangggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan; atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.3
1
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah: Keberadaan Dan Kelebihan Di Tengah Asuransi Konvensional, (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2006), Hlm. 1. 2 Ibid, hlm 2. 3 Ibid, hlm. 2.
242
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
2. Hakikat Sistem Asuransi a. Makna Sistem Asuransi Asuransi dalam bahasa arab disebut At-Ta’min. Pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut mu’ammin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min berasal dari kata “amanah” yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah men-ta’min-kan sesuatu berarti seseorang membayar atau memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.4 Asuransi secara bahasa berasal dari kata: amina, lawannya takut. Dasar Hukum Asuransi QS. Al-Maidah: 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” Dan telah datang syariah yang banyak dari gambaran-gambaran dan peraturan-peraturan yang memperkuat asuransi kami sebutkan di antaranya: 1) Aturan aqilah yaitu, orang yang membagikan diyat pembunuhan yang salah kepada keluarga yang membunuh, mereka adalah orang-orang dari pihak keluarga. 2) Aturan zakat yang menjamin orang yang berhutang, yaitu zakat yang menjamin orang yang berhutang untuk kemaslahatan pribadi atau umum, contohnya biaya hidup atau untuk kemaslahatan umum seperti mendamaikan orang yang bermusuhan.
4
Ibid, hlm. 2-3
243
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
3) Aturan yang menjamin fakir dan miskin, mereka yang tidak bisa mendapatkan kebutuhan kifayahnya dalam mencari makanan, tempat tinggal, kendaraan dan tidak boleh tidak mereka harus memilikinya. 4) Aturan yang menjamin ibnu sabil dari zakat. 5) Aturan menafkahkan karib kerabat. 6) Aturan yang menjamin masyarakat.
b. Tujuan Sistem Asuransi dan fungsinya Asuransi dengan makna terdahulu, maka asuransi ada beberapa tujuan: 1) Terwujudnya saling mencintai, saling menyayangi, memperkuat persaudaraan, dan saling mengokohkan antar masyarakat. 2) Melindungi masyarakat dari efek yang ditimbulkan dari musibah. 3) Mewujudkan ketenangan jiwa, kebahagiaan di dunia 4) Menyimpan harta.
c. Pembagian Asuransi Sebagian ulama’ asuransi membagi kepada tiga bagian asuransi, yaitu: 1) Asuransi Ta’awuni (Asuransi Kerjasama) Didirikan oleh negara untuk kepentingan staf dan karyawan. 2) Asuransi Tabaduli Didirikan oleh yang masyarakat yang baik dan untuk menolong bagi yang membutuhkannya. Seperti pada surat al-Maidah: 2. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
244
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
3) Asuransi Tijari (Bisnis) Asuransi bisnis yaitu asuransi yang mendirikan perusahaan asuransi bisnis dan akan dibicarakan pada satu pembahasan dalam membangun hakikatnya dan yang kedua adalah hukumnya.
2. Hakikat Asuransi Tijari/Bisnis (Premi Asuransi Tetap) Asuransi Bisnis yaitu asuransi yang mendirikan perusahaan Asuransi saat ini. a. Kegiatan Asuransi Bisnis b. Konsep Akad Asuransi Bisnis c. Akad Asuransi Bisnis Rumah d. Pembagian Asuransi Tijari/Bisnis 1) Asuransi Barang-Barang 2) Asuransi Orang-Orang 3) Asuransi Untuk Kasus Kematian 4) Asuransi Jiwa Untuk Asuransi Tempat Tinggal 5) Asuransi Jiwa Untuk Asuransi Campuran
3. Hukum Akad Asuransi Bisnis Dalam Pandangan Syariah Islam a. Akad Asuransi yang ghoror membatalkan akad Definisi ghoror menurut imam Safi’i seperti dalam kitab Qalyubi wa umairah.
5
Adalah al-gharary manthawwats ‘annaa ‘aaqibatuhu
awmaataraddada baina amroini aghlabuhuma wa akhwafuhum, Artinya gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang mungkin muncul adalah yang paling kita takuti. Wahbah zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai alkhatar dan at-taghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan
5
Syarikat Takaful Malaysia. Panduan Syarikat Takaful Malaysia, 1984, hlm 19.
245
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetap hakikatnya menimbulkan kebencian.6 Ghoror atau ketidakpastian terjadi pada asuransi konvensional pada: 1) Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. 2) Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerimaan uang klaim itu sendiri. Secara konvensional, kata syafi’i, kontrak/perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai aqd tabduli atau akad pertukaran,
yaitu
pertukaran
pembayaran
premi
dengan
uang
pertanggungan. Secara syariah, dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Disinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.7
b. Akad Asuransi yang termasuk riba. Riba secara bahasa bermakna ziyadah “tambahan”. Dalam pengertian lain, secara linguistik riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan untuk istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.8 6
Wahbah Zuhaili, Al-fiqh al-Islami Wa ‘adillatuhu, Jus IV Dar al-Fikr, Damaskus, Syiria, hlm. 435-437. 77 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, Opcit, hlm 48. 8 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama’ dan Cendekiawan, (Bogor: Tazkia, 1999), hlm 59
246
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Dalam
kaitannya
dengan
asuransi
konvensional
jelas
menggunakan sistem ribawi karena asuransi konvensional menggunakan sistem bunga yang diharamkan.
c. Akad Asuransi
yang mengandung maisir (Judi/Taruhan/Untung-
Untungan). Kata Maisyir dalam bahasa arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa disebut judi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Qur’an adalah kata “azlam” yang berarti praktek perjudian. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.9 Maisyir dalam asuransi konvensional terjadi dalam tiga hal: 1) Ketika seorang pemegang polis mendadak kena musibah sehingga memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit memberi premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan. 2) Sebaliknya, jika akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia sudah membayar premi secara penuh/lunas, maka perusahaanlah yang diuntungkan. 3) Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan (cash value) kecuali sebagian kecil saja, bahkan uangnya dianggap hangus.
9
Rafiq Al-Misri, Al-Maisir wal Qimar, hlm 27-32
247
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
d. Akad Asuransi yang mengandung jual beli agama atau jual beli agen dengan agen 1) Qiyas Atas Peraturan Yang Rasional 2) Mengeluarkan Akad Asuransi Atas Akad Loyalitas 3) Mengeluarkan Akad Asuransi Atas Masalah: Menjamin Risiko Perjalanan 4) Qiyas Akad Asuransi Atas Peraturan Pensiun Dan Jaminan Sosial 4. Pendapat-Pendapat Ulama Tentang Asuransi10 a. Pendapat Ulama Yang Mengharamkan 1) Pendapat Syaikh Ibnu Abidin Dari Mazhab Hanafi 2) Pendapat Syaikh Muhammad Bakhit Almunthi’ie, Mufti Mesir (18541935). 3) Syeikh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari mesir. 4) Syeikh Muhammad Yusuf al-Qardhawi, ulama dan Da’I terkemuka di dunia Islam saat ini Guru Besar Universitas Qatar. 5) Syeikh Abu Zahro, Ulama’ Fiqih Termasyhur dan banyak menulis karya ilmiah tentang hukum islam, Guru Besar Universitas Kairo Mesir. 6) Dr. Muhammad Muslehuddin, Guru Besar Hukum Islam Universitas London. 7) Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama ahli fiqih, Guru Besar Universitas Damaskus Syiria. 8) Dr. Husein Hamin Hisan, ulama dan cendekiawan muslim dari Universitas Al-Malik Abdul Aziz Mekah Al-Mukarramah. 9) Prof. KH. Ali Yafie, Mantan Ketua MUI, Mantan Rais Am NU, Guru Besar Ilmu Fiqih, Salah satu ulama yang sangat independen pendapatnya di indonesia, dan berperan besar dalam proses pendirian BMI dan Asuransi Takaful, bank dan asuransi syariah pertama di Indonesia.
10
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Hlm. 58-66
248
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
10) Pandangan-pandangan ulama yang dituangkan dlam pendapat lembaga Internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh majelis majma’ dan atau ormas islam. b. Pendapat Ulama Yang Membolehkan.11 1) Syaikh Abdurrahman Isa Adalah salahsatu Guru Besar Universitas AlAzhar. Dengan tegas ia menyatakan bahwa asuransi merupakan praktek muamalah gaya baru yang belum dijumpai imam-imam terdahulu, demikian juga para sahabat Nabi. Pekerjaan ini menghasilkan kemaslahatan ekonomi yang banyak. Ulama telah menetapkan bahwa kepentingan umum yang selaras dengan hukum syara’ patut diamalkan. Oleh karena asuransi menyangkut kepentingan umum, maka halal menurut syara’. 2) Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo). 3) Syeikh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo. 4) Prof. Dr. Muhammad al-Bahi, Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir. 5) Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, Penasihat Pengadilan Tinggi Mesir. 6) Syeikh Muhammad Dasuki, dalam kitabnya Majimaul Bukhuts alIslamiyah. 7) Dr. Muhammad Nejatullah Shiddiq, berkebangsaan India, Pengajar Universitas King Abdul Aziz. 8) Syaikh Muhammad Ahmad, MA, LLB Sarjana dan Pakar Ekonomi Pakistan. 9) Syaikh Muhammad al-Madni, Seorang Ulama yang Cukup dikenal di AlAzhar Kairo. 10) Prof. Mustafa Ahmad Az-Zarqa, Guru Besar pada Universitas Syiria, dan cukup produktif dalam menulis seputar ekonomi islam.
11
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Hlm. 71-76
249
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
5. Alternatif Islam Untuk Perusahaan Asuransi Bisnis a. Tahap Pertama: Dana Asuransi Antara Lembaga Islam b. Tahap Kedua: Menciptakan Perusahaan Asuransi Islam 1) Lembaga Islam 2) Pemilik Harta 3) Tujuan Perusahaan Asuransi Islam
Izin Sistem Asuransi Islam Alternatif Perusahaan Asuransi Islam – Jordan 1) Kewenangan Perusahaan Asurnasi Islam 2) Hubungan Antara Pendiri Dan Pelanggan i. Hubungan Mendasar/Primer ii. Hubungan Sekunder 3) Bab Antara Rekening Pendiri Dan Pelanggan i. Rekening Pendiri ii. Rekening Pelanggan 4) Perusahaan
Asuransi
Islam
Dewan
Pengawas
Syariah
Link
Berdasarkan Tugas 5) Perusahaan Reasuransi dengan Perusahaan Asuransi Dunia
Beberapa pengamatan Atas Perusahaan Asuransi Islam a. Tidak Adanya Kewenangan Pelanggan b. Tidak Menyelesaikan Jumlah Kompensasi Premi Asuransi Senilai Surplus c. Kurangnya Perusahaan Reasuransi
250
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
6. Prinsip-Prinsip Umum Mu’amalah Yang Melandasi Asuransi Syariah Adapun Prinsip-Prinsip Umum Mu’amalah Yang Melandasi Asuransi Syariah, adalah sebagai berikut: a. Tauhid Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang tauhid adalah: “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.”(AlMunafiqun: 9) Dan ayat lain tentang tauhid: Az-zuhruf: 32, Al-Maidah: 2, AlBaqarah: 383, Al-Mulk: 15, Al-Baqarah: 168, Al-A’raf: 31-32, Al-Isra’: 29, Saba’: 15, Al-Anfaal: 26, Ibrahim: 37. Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam salah satu kitabnya Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami mengatakan bahwa ekonomi islam adalah ekonomi ilahiah, karena tidak bertentangan dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah, dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syariatnya. Kegiatan ekonomi baik produksi, konsumsi penukaran, maupun distribusi, diikatkan pada prinsip ilahiah dan pada tujuan ilahi. Manusia muslim berproduksi karena memenuhi perintah Allah.12 Allah meletakkan prinsip tauhid (ketakwaan) sebagai prinsip utama dalam muamalah. Oleh karena itu, segala aktivitas dalam mu’amalah harus senantiasa mengarahkan para pelakunya dalam rangka untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Inilah bagian dari hikmah mengapa dalam konsep muamalah yang islami diharamkan beberapa hal berikut:
12
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi, Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami (Peran Nilai Moral Dalam Perekonomian Islam), (Jakarta: Rabbani Pers, Terj) Hal 25-26
251
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
1) Diharamkan muamalah yang mengandung maksiat kepada Allah, sehingga yang dihasilkan dari perbuatan maksiat pun diharamkan. Abu Mas’ud al-Anshari menuturkan bahwa Nabi SAW melarang penggunaan uang dari penjualan anjing, hasil pelacuran, dan yang diberikan kepada paranormal. Demikian hadits muttafaqun alaih. 2) Diharamkan memperjualbelikan barang-barang yang diharamkan, baik barang yang dikonsumsi (seperti: khamar dan babi), maupun haram untuk dibuat dan diperlakukan secara tidak proporsional (misalnya: patung-patung). 3) Diharamkan berbuat kecurangan, penipuan, dan kebohongan, dalam muamalah. Kecurangan dalam timbangan, kebohongan dalam jual beli yang kadang-kadang disertai dengan sumpah palsu, penipuan dan manipulasi data maupun rekayasa laporan keuangan dalam suatu perusahaan merupakan keniscayaan dan perbuatan haram dalam praktik muamalah yang islami. 4) Diharamkan mempertuhankan harta. Korupssi, kolusi dan nepotisme adalah buah dari sikap manusia yang mempertuhankan harta dan jabatan. Sikap mempertuhankan harta akan berakibat menghalalkan segala cara untuk memperolehnya. Dan sikap ini juga akan menjadikan manusia (semena-mena mengambil hak orang lain secara tidak sah).13
b. Al-Adl (Sikap Adil) Prinsip kedua dalam muamalah adalah Al-Adl (Sikap Adil). Cukuplah bagi kitab bahwa al-Qur’an telah menjadi tujuan semua risalah langit adalah melaksanakan keadilan.
13
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Hlm. 725-726
252
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang berbuat adil adalah: Hud: 18, An-Nisa’: 58, Al-A’raf: 29, Luqman: 13, Al-An’am: 152, Ali Imran: 85, Al-Kahfi: 30, Ali Imran: 57, Ali Imran: 110.
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang Telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.” (Hud: 18)
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (An-Nisa: 58).
253
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Al-A’raf: 29)
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”(Luqman: 13)
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim).” (Al-An’am: 152)
254
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
“Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”(Ali Imran: 85)
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.” (Al-Kahfi: 30)
“Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. (Ali Imran: 57)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110).
255
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Implementasi sikap adil dalam bisnis merupakan hal yang sangat berat baik dalam industri perbankan, asuransi, maupun dalam bentuk muamalah lainnya. Sikap adil dibutuhkan ketika menentukan nisbah mudharabah, musyarakah, wakalah, wadiah dan sebagainya, dalam bank syariah. Sikap adil juga diperlukan ketika asuransi syariah menentukan bagi hasil dalam surplus under writing, penentuan bunga teknik (bunga teknik tidak ada dalam asurnasi syariah), dan bagi hasil investasi antara perusahaan dan peserta. Karena itulah transparansi dalam perbankan dan asuransi syariah menjadi sangat penting.
c. Adz-Dzulm (Kezaliman) Pelanggaran terhadap kezaliman merupakan salah satu prinsip dasar dalam muamalah. Kezaliman adalah kebalikan dari prinsip keadilan, karena itu islam sangat ketat dalam memberikan perhatian terhadap pelanggaran kezaliman, penegakan larangan terhadapnya, kecaman keras kepada orang-orang yang zalim, ancaman terhadap mereka dengan siksa yang paling keras di dunia dan akhirat. Dr. Mustafa Ahamd mengatakan bahwa para pelaku bisnis muslim diharuskan berhati-hati agar jangan sampai melakukan tindakan yang merugikan dan membahayakan orang lain., atau malah merugikan dirinya sendiri akibat tindakan-tindakannya dalam dunia bisnis. AlQur’an memperingatkan para pelaku bisnis yang tidak memperhatikan kepentingan orang lain, sebagaimana islam juga memperingatkan sesuatu yang akan menimbulkan kerugian kepada orang lain. Perbuatan itu bukan hanya tidak disetujui, namun lebih dari itu perilaku demikian sangatlah dikutuk.14
14
Mustaq Ahamd, Business Ethics In Islam, The International Institute Of Islamic Thought, Paksitan, Hlm. 150.
256
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
“Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah aku turunkan (al quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada akulah kamu harus bertakwa.” Dalam hubungannya dengan masalah yang telah disebutkan di atas, Al-Qur’an telah menemukan dalam beberapa ayat berikut. Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang larangan berbuat zhalim adalah: Asy-Syura: 40, Al-Baqarah: 258, Al-An’am: 21, Thaaha: 3, AlKahfi: 59, An-Naml: 52, Huud: 102, Huud: 113, Al-Baqarah: 102, AlBaqarah: 168, Ali-Imran: 77, Al-Anfal: 67, Al-Baqarah: 282, Shaad: 24. Dalam praktek bisnis, Proses saling menzalimi mungkin dapat terjadi dalm 3 (Tiga) hal sebagai berikut: 1) Dalam Hubungan Dengan Nasabah 2) Dalam Hubungan Dengan Karyawan “Berikanlah upah sesorang buruh sebelum mengering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah Dari Umar Abu Ya’la dari Abu Hurairah). 3) Dalam Hubungan Dengan Pemilik Modal (Investor) Rasulullah SAW bersabda. “Tidak boleh ada penzaliman terhadap diri sendiri dan tidak boleh menzalimi (merugikan) orang lain.” (HR. Ibnu Majah, Imam Malik, Dan Al-Daruquthni) “Allah memberikan rahmat-Nya pada setiap yang bersikap baik ketika menjual, membeli, dan melakukan kerjasama.” (HR. Bukhari) d. At-Ta’awun (Tolong Menolong) Ta’awun dapat menjadi solusi agar masyarakat lepas dari kemiskinan, karena perhatian orang-orang yang kaya terhadap yang
257
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
miskin yang telah diatur dalam syariah. Janganlah kekayaan itu hanya berputar di sekitar orang-orang kaya saja, di sekitar para konglomerat saja. Mengatasi
kemiskinan
dengan
konsep
ta’awun
artinya
membebaskan masyarakat dari hal yang membahayakan aqidah. Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ancaman serius terhadap aqidah, khususnya bagi kaum muslimin yang bermukim di lingkungan kaum berada yang berlaku aniaya. Terlebih lagi jika kaum dhuafa ini bekerja dengan susah payah, sementera golongan kaya hanya bersenang-senang. Dalam kondisi seperti ini, kemiskinan dapat menebarkan benih keraguan terhadap kebijaksanaan ilahi mengenai pembagian rezeki.15 Adapun
di
antara
dalil-dalil
yang
menyatakan
tentang
ta’awun/tolong menolong adalah:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada allah, sesungguhnya allah amat berat siksa-nya.”
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat 15
Yusuf Al-Qardhawi, Musykilah Al-Faqr Wa Kaifa ‘Alaa Jahala Al-Islam, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1977), hlm. 24.
258
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” e. Al-Amanah (Terpercaya/Jujur) Kejujuran merupakan faktor penyebab keberkahan bagi pedagang dan pembeli. Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang amanah (terpercaya/jujur) adalah: “Penjual dan pembeli mempunyai hak untuk menentukan pilihan selama belum saling berselisih. Jika keduanya berlaku jujur dan menjelaskan yang sebenarnya, maka diberkati transaksi mereka. Namun, jika keduanya saling menyembunyikan kebenaran dan berdusta, maka mungkin keduanya mendapatkan keuntungan tetapi melenyapkan keberkahan transaksinya. (HR. Muttafaq ‘Alaih dari Hakim bin Hizam).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27).
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Al-Qashash: 26).
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
259
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” f. Ridha (Suka Sama Suka) Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang ridha (suka sama suka) adalah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” Abu A’la al-Amaududi dalam kitabnya menjelaskan ayat di atas menurutnya, ayat ini telah menetapkan dua perkara sebagai syarat bagi sahnya perdagangan. Pertama hendaknya perdagangan itu dilakukan dengan suka sama suka di antara kedua belah pihak. Kedua hendaklah keuntungan satu pihak tidak berdiri di atas dasar kerugian pihak yang lain.16 g. Riswah (Sogok/Suap) Riswah/sogok merupakan prinsip muamalah yang sangat berat dalam implementasi. Hal ini disebabkan riswah sudah hampir menjadi kultur dalam masyarakat korup seperti di indonesia. Oleh karena itu, menghindari riswah merupakan pekerjaan jihad iqtishadi (jihad dalam bidang ekonomi) yang luar biasa berat. 17 Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang larangan Riswah (sogok/suap) adalah: “Rasulullah melaknat orang yang memberi riswah.” (HR Abu Daud Dan Trimidzi) Diriwayatkan dari Abu Umamah bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang memberikan kelapangan, lalu memberi hadiah kepadanya dan ia menerima hadiah itu, maka ia telah memasuki satu pintu besar dari salah satu pintu riba.” (HR. Tirmidzi). 16
Abul A’la Al-Maududi, Asasul Iqtishad Bainal Islam Wannizhamul ma’astsirah, Kairo Al-Maktabah Al-Fikr, hl, 117. 17 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 742
260
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Rasulullah melarang cara-cara yang haram dalam memperoleh rezeki. Rasulullah bersabda dalam hadits riwayat musli dari Abu Hurairah, “Wahai Umat Manusia! Allah itu sesungguhnya baik dan tidak menyukai kecuali yang baik. Allah memerintahkan kepada orang beriman seperti perintah yang diberikan kepada para Rasul. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik yang kami berikan kepada-Mu.” Kemudian beliau menyebutkan kisah pria yang berjalan jauh, yang rambutnya telah panjang, dan penuh debu. Ia mengangkat kedua tangannya ke arah langit dan berdoa: “Ya Tuhan! Ya Tuhan! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia memakan yang haram. Bagaimana doanya mau dikabulkan?
h. Mashlahah (Kemaslahatan) Dr. Muslehuddin
mengatakan:
18
bahwa keadaan darurat
membolehkan hal yang terlarang, adalah sudah menjadi kaidah umum dalam syariat islam. Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang Mashlahah (Kemaslahatan) adalah:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah: 185) i. Khitmah (Pelayanan)
18
Muhammad Muslehuddin, Islamic Juripudence And The Role Of Necessity And Need, Islamabad: Islamic Research Institute, 1980), hlm. 54.
261
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang Khitmah (pelayanan) adalah: “Rasulullah SAW bersabda: Seseorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan (Rakyat). Ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Rasulullah mengatakan, “Saidul Kaum khadimuhum”, pengurus itu adalah pelayan masyarakat, atau dalam makna luas, berarti perusahaan dalam bisnis apa pun apalagi bisnis yang terkait dengan pelayanan, harus benar-benar mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada customer. Karena pelayanan (khitmah) adalah salah satu bagian penting dalam muamalah yang islami.19
j. Tathfif (Kecurangan) Tathfif dalam bahasa arab artinya sedikit-sedikit, berhemat-hemat alias pelit. Sedangkan, al-Muthaffif adalah orang yang mengurangi bagian orang lain tatkala dia melakukan timbangan/takaran untuk orang lain.20 Salah satu bentuk penipuan dalam bisnis adalah mengurangi takaran dan timbangan. Al-Qur’an menganggap penting persoalan ini. Adapun di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang Tathfif (kecurangan)) adalah:
19
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004) hlm. 746. 20 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004) hlm. 748
262
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji allah. Yang demikian itu diperintahkan allah kepadamu agar kamu ingat.” (Al-An’am: 152) Syekh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan bahwa mereka tidak diperkenankan menakar dengan dua takaran atau menimbang dengan dua timbangan; timbangan pribadi dan timbanan umum; timbangan yang menguntungkan diri dan orang yang disenangi, dan timbangan untuk orang lain. Kalau untuk dirinya sendiri dan pengikutnya dia penuhi timbangan, tetapi untuk orang lain dia kurangi.21
k. Gharar, Maisir, dan Riba Prinsip utama dalam transkasi keuangan adalah: Maisyir (perjudian), Gharar (ketidak jelasan), dan Riba. Karena hukum dari ketiganya telah jelas keharamannya, seperti terdapat dalam surat al-Baqarah ayat: 275.
21
Muhammad Yusuf Al-Qardhawi, Al-Halal Wa Al-Haram, (Beirut: Dar Al Fikr, tt), hlm.
363.
263
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Dalil yang mengatakan gharar itu dilarang berdasarkan Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 188 sebagai berikut:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi dikatakan nabi sabdanya: “sesungguhnya Nabi S.A.W melarang daripada jual beli gharar”. (riwayat Imam Muslim)
264
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
7. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Perbedaan Asuransi syariah dan asuransi konvensional bisa dilihat seperti tabel berikut:22 No Prinsip 1 Konsep
Asuransi Konvensional Perjanjian Antara Dua Pihak Atau Lebih, Dengan Mana Pihak Penanggung Mengikatkan Diri Kepada Tertanggung, Dengan Menerima Premi Asuransi, Untuk Memberikan Pergantian Kepada Tertanggung.
Asuransi Syariah Sekumpulan Orang Yang Saling Membantu, Saling Menjamin, Dan Bekerjasama, Dengan Cara Masing-Masing Mengeluarkan Dana Tabarru’.
2
Asal Usul
Dari Masyarakat Babilonia 4000-3000 Sm Yang Dikenal Dengan Perjanjian Hammurabi. Dan Tahun 1668 M Di Coffe House London Berdirilah Lioyd Of London Sebagai Cikal Bakal Asuransi Konvensional.
Dari Al-Aqilah, Kebiasaan Suku Arab Jauh Sebelum Islam Datang. Kemudian Disahkan Oleh Rasulullah Menjadi Hukum Islam, Bahkan Telah Tertuang Dalam Konstusi Pertama Di Dunia (Konstitusi Madinah) Yang Dibuat Langsung Rasulullah.
3
Sumber Hukum
Bersumber Dari Pikiran Manusia Dan Kebudayaan. Berdasarkan Hukum Positif, Hukum Alami, Dan Contoh Sebelumnya.
Bersumber Dari Wahyu Ilahi. Sumber Hukum Dalam Syariah Islam Adalah Al-Qur’an, Sunnah Atau Kebiasaan Rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan, ‘Urf/Tradisi, Dan Maslahah Mursalah
4
Maghrib (Maisir, Ghoror,
Tidak Selaras Dengan Syariah Islam Karena
Bersih Dari Praktek Adanya Maisyir,
22
Muhammad Syakir Sula, hlm. 326-328
265
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Riba)
Adanya Maisyir, Ghoror, Riba; Hal Yang Diharamkan Dalam Muamalah
Ghoror, Dan Riba.
5
DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Tidak Ada, Sehingga Dalam Banyak Prakteknya Bertentangan Dengan Kaidah-Kaidah Syara’.
Ada, Yang Berfungsi Mengawasi Pelaksanaan Operasional Perusahaan Agar Terbebas Dari Praktek-Praktek Muamalah Yang Bertentangan Dengan Prinsip-Prinsip Syariah
6
Akad
Akad Jual Beli (Akad Mua’awadhah, Akad Idz’aan, Akad Gharar Dan Akad Mulzim).
Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah (Mudharabah, Wakalah, Wadi’ah, Syirkah dan sebagainya)
7
Jaminan/Risk (Risiko)
Tranfer Of Risk, Dimana Terjadi Transfer Risiko Dari Tertanggung Kepada Penanggung.
Sharing Of Risk, Dimana Terjadi Proses Saling Menanggung Antara Satu Peserta Dengan Peserta Lainnya (Ta’awun).
8
Pengelolaan Dana
Tidak Ada Pemisahan Dana, Yang Berakibat Pada Terjadinya Dana Hangus(Untuk Produk Saving Life)
Pada Produk-Produk Saving (Life) Terjadi Pemisahan Dana, Yaitu Dana Tabarru’ (Derma) Dan Dana Peserta, Sehingga Tidak Mengenal Istilah Dana Hangus. Sedangkan Untuk Term Insurance (Life) Dan General Insurance Semuanya Bersifat Tabarru’.
9
Investasi
Bebas Melakukan Investasi Dalam BatasBatas Ketentuan Perundang-Undangan, Dan Tidak Terbatasi
Dapat Melakukan Investasi Sesuai Ketentuan PerundangUndangan, Sepanjang Tidak Bertentangan
266
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Pada Halal Dan Haramnya Objek Atau Sistem Investasi Yang Digunakan.
Dengan Prinsip-Prinsip Syariah Islam. Bebas Dari Riba Dan TempatTempat Investasi Yang Terlarang.
10
Kepemilikan Dana
Dana Yang Terkumpul Dari Premi Peserta Seluruhnya Menjadi Milik Perusahaan. Perusahaan Bebas Menggunakan Dan Menginvestasikan Kemana Saja.
Dana Yang Terkumpul Dari Peserta Dalam Bentuk Iuran Atau Kontribusi, Merupakan Milik Peserta (Shahibul Mal). Asuransi Syariah Hanya Sebagai Pemegang Amanah (Mudharib) Dalam Mengelola Dana Tersebut.
11
Unsur Premi
Unsur Premi Terdiri: Tabel Mortalita (Mortality Tables), Bunga (Interest), Biaya-Biaya Asuransi (Cost Of Insurance)
Iuran Atau Kontribusi Terdiri Dari Unsur Tabarru’ Dan Tabungan (Yang Tidak Mengandung Unsur Riba). Tabarru’ Juga Dihitung Dari Tabel Mortalita, Tetapi Tanpa Perhitungan Bunga Teknik.
12
Loading/Komisi Agen
Loading Pada Asuransi Konvensional Cukup Besar Terutama Diperuntukkan Untuk Komisi Agen, Bisa Menyerap Premi Tahun Pertama Dan Kedua. Karena Itu Nilai Tunai Pada Tahun Pertama Dan Kedua Biasanya Belum Ada (Masih Hangus).
Pada Sebagian Asuransi Syariah, Loading (Komisi Agen Tidak Dibebankan Pada Peserta Tapi Dari Dana Pemegang Sahamm. Tapi, Sebagian Yang Lainnya Mengambil Dari Sekitar 20-30 Persen Saja Dari Premi Tahun Pertama. Dengan Demikian Nilai Tunai Tahun Pertama Sudah Terbentuk.
13
Sumber Pembiayaan
Sumber Biaya Klaim Adalah Dari Rekening
Sumber Pembiayaan Klaim Diperoleh Dari
267
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Klaim
Perusahaan, Sebagai Konsekuensi Penanggung Terhadap Tertangggung, Murni Bisnis Dan Tidak Ada Nuansa Spiritual.
Rekening Tabrrau’ Dimana Peserta Saling Menanggung. Jika Salah Satu Peserta Mendapat Musibah, Maka Peserta Lainnya Ikut Menanggung Bersama Risiko Tersebut.
14
Sistem Akuntansi
Menganut Konsep Akuntansi Accrual Basis, Yaitu Proses Akuntansi Yang Mengakui Terjadinya Peristiwa Atau Keadaan Non Kas. Dan Mengakui Pendapatan, Peningkatan Aset, Expenses, Liabilities Dalam Jumlah Tertentu Yang Baru Akan Diterima Dalam Waktu Yang Akan Datang.
Menganut Konsep Akuntansi Cash Basis, Mengakui Apa Yang Benar-Benar Ada, Sedangkan Accrual Basis Dianggap Bertentangan Dengan Syariah Karena Mengakui Adanya Pendapatan, Harta, Beban Atau Hutang Yang Akan Datang. Sementara Apakah Itu Benar-Benar Dapat Terjadi Hanya Allah Yang Tahu.
15
Keuntungan (profit)
Keuntungan Yang Diperoleh Dari Surplus Underwriting, Komisi Reasuransi, Dan Hasil Investasi Seluruhnya Adalah Keuntungan Perusahaan.
Profit Yang Diperoleh Dari Surplus Underwriting, Komisi Reasuransi Dan Hasil Investasi, Bukan Seluruhnya Menjadi Milik Perusahaan, Tetapi Dilakukan Bagi Hasil (Mudharabah) Dengan Peserta.
16
Visi dan Misi
Secara Garis Besar Misi Utama Dari Asuransi Konvensioanl Adalah Misi Sosial
Misi Yang Diemban Dalam Asuransi Syariah Adalah Misi Aqidah, Misi Ibadah (Ta’awun), Misi Ekonomi (Iqtishad), Dan Misi
268
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
Pemberdayaan Umat (Sosial)
C. KESIMPULAN Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan Al-Aqila. Dan pada zaman dahulu Asuransi sudah dikenal dan dalam istilah bahasa arab disebut At-Ta’min. Selanjutnya antara kedua belah pihak yang berasuransi, Pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut mu’ammin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min berasal dari kata “amanah” yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah menta’min-kan sesuatu berarti seseorang membayar atau memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang. Asuransi terbagi tiga macam: Asuransi Ta’awuni, Asuransi Tabaduli, dan asuransi Tijari. Perbedaan Asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah bisa ditinjau dari akad, visi misi, keuntungan, sistem akuntansi, sumber pembiayaan klaim, investasi, sumber hukum DPS dan lain-lain.
269
Mohd. Winario: Sistem Asuransi Dalam Perspektif Islam
D. DAFTAR PUSTAKA Abdullah Amrin, Asuransi Syariah: Keberadaan Dan Kelebihan Di Tengah Asuransi Konvensional, Jakarta: Elek Media Komputindo, 2006. Abul A’la Al-Maududi, Asasul Iqtishad Bainal Islam Wannizhamul ma’astsirah, Kairo Al-Maktabah Al-Fikr. Muhammad Utsman Tsubair, Fiqih Mu’amalah Al-Mu’ashirah: Fi Fiqhil Islamiy, Urdun: Daarun Nafa’ais. 2007. Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dan Sistem Operasional, Jakarta: Gema Insani Press, 2004. Muhammad Yusuf Al-Qardhawi, Al-Halal Wa Al-Haram, Beirut: Dar Al Fikr, tt. Muhammad Yusuf Al-Qardhawi, Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami (Peran Nilai Moral Dalam Perekonomian Islam), Jakarta: Rabbani Pers. Muhammad Muslehuddin, Islamic Juripudence And The Role Of Necessity And Need, Islamabad: Islamic Research Institute, 1980. Mustaq Ahmad, Business Ethics In Islam, The International Institute Of Islamic Thought, Paksitan. Yusuf Al-Qardhawi, Musykilah Al-Faqr Wa Kaifa ‘Alaa Jahala Al-Islam, Kairo: Maktabah Wahbah, 1977.
270