Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
SK - 091304
Penurunan Kadar Logam Krom dalam Limbah Elektroplating Menggunakan Biomassa Bulu Ayam dengan Aktivasi Natrium Sulfida (Na2S) 0,1N (Studi Kasus Industri Elektroplating Rumah Tangga Di Desa Ngingas Kecamatan Waru, Sidoarjo) Mohammad Iksan*, Ita Ulfin1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak Penggunaan biomassa bulu ayam teraktivasi natrium sulfida 0,1 N sebagai biosorben untuk menurunkan kadar logam krom dalam limbah elektroplating telah dipelajari. Limbah elektroplating yang digunakan pada penelitian ini berasal dari industri elektroplating rumah tangga di Desa Ngingas Kecamatan Waru, Sidoarjo dan diketahui memiliki kadar krom sebesar 2,0777 ± 0,2785 mg/L dan kadar tembaga sebesar 0,5325 ± 0,0250 mg/L. Kondisi optimum perlakuan untuk aktivasi dan studi adsorpsi merujuk pada penelitian sebelumnya. Biomassa yang telah diaktivasi memiliki perubahan struktur dari karakterisasi menggunakan FTIR maupun SEM. Biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh mampu menyerap krom mencapai 92,7710 ± 1,4168 % dan 90,0442 ± 2,3768 % untuk ukuran 18 mesh. Sedangkan % regenerasi logam krom didapatkan sebesar 99,63% untuk 30 mesh dan 99,66% untuk 18 mesh. Pada penelitian ini juga diamati pengaruh penyerapan logam tembaga terhadap penyerapan logam krom. Kata Kunci: Biomassa Bulu Ayam, Aktivasi Kimia, Logam Krom, Limbah Elektroplating Abstract Chicken feathers activated with 0.1 N sodium sulfide were used as biosorbent for removal of chromium in electroplating waste. The waste used in this research is obtained from Home-based electroplating industry in Desa Ngingas, Kecamatan Waru Sidoarjo. From this research, it is reported that chromium and copper concentration value in the electroplating waste are 2,0777 ± 0,2785 mg/L and 0,5325 ± 0,0250 mg/L, respectively. The optimal condition for activation and adsorption studies were reported in previous research. Activated biomass was characterized using FTIR and SEM to identify any changes in the structure. The activated chicken feather biomass can adsorb chromium up to 92,7710 ± 1,4168 % and 90,0442 ± 2,3768 % for 30 mesh and 18 mesh size, respectively. While the percentages of chromium regeneration are 99,63% and 99,66% for 30 mesh and 18 mesh size. This research also studied the effect of copper adsorption towards chromium adsorption. Keywords: Chicken Feather Biomass, Chemical Activation, Chromium, Electroplating waste I.Pendahuluan Kehidupan masyarakat modern saat ini tidak bisa terlepas dari benda-benda yang dibuat dengan proses elektroplating (Purwanto dan Huda, 2005). Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi dan berkembangnya kegiatan industri, kegiatan elektroplating selain menghasilkan produk yang berguna, juga menghasilkan limbah padat dan cair serta emisi gas. Bahan pencemar dalam limbah cair elektroplating yang sering menjadi perhatian adalah ion-ion logam berat karena selain sifat toksik dari ion-ion tersebut meskipun berada pada konsentrasi yang rendah (ppm) juga dapat bersifat bioakumulasi dalam siklus rantai makanan (Sharma dan Weng, 2007). * Corresponding author Phone : +6285632720444, e-mail :
[email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya e-mail :
[email protected]
Berbagai jenis ion logam berat yang terkandung dalam air limbah industri elektroplating seperti ion kromium valensi VI (Cr6+), kromium total, sianida (CN-), tembaga (Cu2+), seng (Zn2+), nikel (Ni2+), timbal (Pb2+) dan kadmium (Cd2+) (Sumada, 2006). Menurut penelitian Sciban dkk., (2006) logam-logam berat dengan kuantitas tinggi yang terkandung dalam limbah elektroplating yaitu Cu2+ 18,9 mg/L; Zn2+ 76,3 mg/L; Cd2+ 8,52 mg/L dengan rentang pH 7,89. Sedangkan menurut penelitian Boricha (2008), kandungan logam yang terdapat dalam limbah elektroplating yaitu Fe3+ 618 mg/L; Zn2+ 584 mg/L; Cu2+ 0,97 mg/L dengan rentang pH 0,94. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kualitas air limbah industri elektroplating melampaui jumlah efluen maksimum untuk industri elektroplating yang dikeluarkan oleh Word Bank (1998), yaitu untuk logam Cr6+ 0,1 mg/l; Ni2+ 0,5 mg/L; Zn2+ 2,0; Cd2+ 0,1 mg/L dan Cu2+ 0,5 mg/L dengan rentang pH 7-10.
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
Logam berat tersebut dapat mengakibatkan keracunan apabila terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup serta dapat menyebabkan kematian apabila kadar dalam tubuh melebihi ambang batas (Indrawati, 2009). Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan pencemaran dan untuk mematuhi baku mutu limbah cair, maka limbah cair industri elektroplating perlu diolah terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke dalam saluran atau sungai. Menurut Sugiharto (1987), pada umumnya pengolahan limbah dari industri elektroplating tidak banyak berbeda dengan pengolahan limbah dari industri lainnya, yaitu dengan cara koagulasi, flokulasi kemudian sedimentasi. Metode tersebut dirasa tidak efektif apabila diterapkan pada larutan yang memiliki konsentrasi logam berat antara 1 – 1000 mg/L dan membutuhkan bahan kimia dalam jumlah besar. Dibandingkan dengan metode-metode yang lain, adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan karena metode ini aman, tidak memberikan efek samping yang membahayakan kesehatan, tidak memerlukan peralatan yang rumit dan mahal, mudah pengerjaaannya dan dapat di daur ulang (Erdawati, 2008). Dewasa ini telah banyak pula dikembangkan teknologi aplikasi adsorpsi menggunakan bahan biomaterial untuk menurunkan kadar logam berat dari perairan (biosorpsi). Biosorpsi logam terjadi karena kompleksitas ion logam yang bermuatan positif dengan pusat aktif yang bermuatan negatif pada permukaan dinding sel atau dalam polimer-polimer ekstraseluler, seperti protein dan polisakarida sebagai sumber gugus fungsi yang berperan penting dalam mengikat ion logam (Volesky,2000). Pada penelitian yang dilakukan Anggraini (2006), diketahui bahwa bulu ayam memiliki kemampuan mengadsorp logam krom dalam larutan hingga 97,25% dengan waktu kontak selama 60 menit. Pemilihan logam krom disini didasarkan pada kondisi nyata di lapangan, dari hasil laboratorium diperoleh data bahwa limbah cair industri elektroplating mengandung logam kromium. Aktivasi dengan larutan alkali yaitu campuran NaOH/Na2S dilaporkan juga mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi logam kromium dalam larutan hingga 97,63% dengan kondisi optimum konsentrasi campuran NaOH/Na2S adalah 0 N/ 0,1 N dan waktu pengadukan selama 20 menit untuk aktivasi biomassa bulu ayam dengan larutan alkali. Sedangkan kondisi optimum untuk adsorpsi logam kromium dalam larutan adalah biomassa yang digunakan sebanyak 1 gram dengan waktu pengadukan selama 60 menit (Setyorini, 2006). Kondisi optimum tersebut menjadi dasar pada penelitian ini namun pada penelitian ini tidak lagi digunakan larutan uji tetapi limbah industri elektroplating yang diperoleh dari industri elektroplating rumah tangga di Desa Ngingas Kecamatan Waru. Bulu ayam yang telah diaktivasi
SK - 091304
dengan larutan NaOH/Na2S akan digunakan untuk menurunkan kadar logam kromium pada limbah dari industri elektroplating rumah tangga tersebut. II. Metodologi 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven listrik, kertas saring, magnetic stirrer, neraca analitis, mortar penggiling (stone ware), pengayak (pengukur mesh) dengan ukuran 18 dan 30 mesh, peralatan batch, pH meter dan beberapa alat gelas. Instrumen yang digunakan diantaranya SSA AA-6800 Shimadzu, spektrofotometer UV-Vis DU ® 7500 Beckman, SEM EVO ® MA 10. 2.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu ayam broiller yang diperoleh dari tempat pemotongan ayam di Kota Sampang; padatan Na2S; HNO3 65%; aseton; larutan metilen biru; Cu(NO3)2.3H2O dan Cr(NO3)3.9H2O; aquadest, aqua DM dan sampel limbah industri elektroplating yang diperoleh dari industri elektroplating rumah tangga di Desa Ngingas Kecamatan Waru. 2.2 Prosedur kerja 2.2.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Kromium Larutan induk kromium 100 ppm dipipet sebanyak 0,5; 1; 2; 3 dan 5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan menambahkan aqua DM sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan kromium dengan konsentrasi 0,5; 1; 2; 3 dan 5 ppm untuk diukur nilai serapannya dengan SSA pada panjang gelombang maksimum 357,9 nm (Setyorini, 2006). 2.2.2
Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Tembaga Larutan induk tembaga 100 ppm dipipet sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan menambahkan aqua DM sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan tembaga dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5 ppm untuk diukur nilai serapannya dengan SSA pada panjang gelombang maksimum 324,7 nm (Primadhani, 2007). 2.2.3 Pembuatan Biomassa Kering Bulu Ayam Broiller Bulu ayam dicuci dengan air dan detergen beberapa kali, kemudian dijemur sampai kering dan hilang baunya. Setelah kering, bulu ayam tersebut dipotong kecil-kecil kemudian digiling menggunakan mortar penggiling sampai halus. Hasil ini kemudian diayak menggunakan ayakan dengan ukuran mesh yang berbeda yaitu 18 dan 30
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
mesh. Adsorben yang sudah halus dicuci/direndam dengan aseton sampai terendam selama 15 menit, kemudian disaring dengan menggunakan corong buchner. Residu yang didapat dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC sehingga biomassa siap digunakan. Karakterisasi biomassa ini dilakukan menggunakan SEM dan FTIR. 2.2.4 Perlakuan Aktivasi Biomassa Bulu Ayam dengan Larutan Alkali Masing-masing biomassa diambil sebanyak 1 gram dan diaktivasi menggunakan larutan alkali Na2S 0,1 N sebanyak 100 mL, kemudian distirer selama 20 menit. Kondisi ini merupakan kondisi optimum berdasarkan penelitian Setyorini (2006). Setelah 20 menit, campuran disaring menggunakan corong buchner. Residu yang didapat dikeringkan dengan oven pada suhu 50o C sehingga diperoleh biomassa bulu ayam teraktivasi yang siap digunakan. Bulu ayam teraktivasi ini juga dilakukan karakterisasi menggunakan SEM dan FTIR. 2.2.5 Analisa Konsentrasi Logam Berat pada Biomassa Bulu Ayam Teraktivasi Biomassa bulu ayam teraktivasi ditimbang sebanyak 0,5 gram dan didestruksi dengan 10 mL HNO3 65% hingga diperoleh larutan yang jernih. Selanjutnya larutan disaring dan filtrat yang diperoleh, dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aqua DM hingga tanda batas. Kemudian dianalisa kadar kromium dan tembaga. 2.2.6 Penentuan Luas Permukaan Adsorben dengan Metode Metilen Biru Masing-masing biomassa bulu ayam yang telah diaktivasi dengan ukuran 18 dan 30 mesh diujikan untuk mengadsorpsi larutan metilen biru. Untuk menentukan panjang gelombang maksimum, dibuat larutan metilen biru 1 ppm kemudian diukur absorbansinya pada berbagai panjang gelombang antara 500-700 nm. Kurva standar metilen biru dibuat berdasarkan pengukuran absorbansi dari berbagai konsentrasi 0,5; 1, 1,5; 2 dan 3 ppm pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh sebelumnya. Penentuan luas permukaan biomassa dilakukan dengan mangambil masing-masing biomassa bulu teraktivasi sebanyak 0,1 gram yang ditambahkan ke dalam 20 mL larutan metilen biru 100 ppm, kemudian diaduk menggunakan stirer pada waktu optimum yaitu 60 menit. Larutan hasil pengadukan disaring dan filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya untuk mendapatkan berat teradsorpsi maksimum (mg/g) menggunakan persamaan 1 (Rahmawati, 2002). S =
…………………….......(2.1)
dimana : S = luas permukaan adsorben (m2/gram) Xm = berat adsorbat teradsorpsi (mg/g)
SK - 091304
N = bilangan Avogadro (6,022 x 1023 mol-1) a = luas penutupan oleh 1 molekul metilen biru (197 x 10-20 m2/mol) Mr = massa atom relatif metilen biru (320,5 g/mol) Sedangkan nilai Xm, dapat dicari menggunakan persamaan 2 : Xm (mg/g) = (konsentrasi awal-akhir) (mg/L) x vol.larutan…(2) berat biomassa (gr) (Santamarina dkk., 2002) 2.2.7 Analisa Konsentrasi Logam Berat pada Limbah Elektroplating Sampel limbah elektroplating diambil sebanyak 100 mL, dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 5 mL HNO3 65%, campuran diaduk hingga homogen, kemudian dididihkan hingga diperoleh larutan yang jernih. Larutan hasil destruksi didinginkan kemudian ditempatkan dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan HNO3 1% sampai tanda batas. Larutan tersebut kemudian dianalisa kadar kromium dan tembaga dengan SSA. 2.2.8 Studi Adsorpsi : Pengaruh Ukuran Biomassa Bulu Ayam pada Adsorpsi Logam Kromium dan Tembaga Kemampuan adsorpsi biomassa bulu ayam teraktivasi terhadap logam berat yang terdapat pada limbah elektroplating dengan metode batch. Sebanyak 1 gram biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 18 mesh ditambahkan ke dalam 50 mL limbah industri elektroplating yang diperoleh dari industri elektroplating rumah tangga di Desa Ngingas Kecamatan Waru, dan distirer selama 60 menit. Setelah itu, disaring menggunakan corong buchner dan filtrat yang diperoleh didestruksi dengan HNO3 65% hingga diperoleh larutan yang jernih. Hasil destruksi dimasukkan labu ukur 50 mL, diencerkan dengan HNO3 1% sampai tanda batas kemudian disaring kembali menggunakan kertas whatman. Filtrat yang diperoleh dianalisa kadar kromium dan tembaga dengan SSA. Perlakuan ini diulangi untuk biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh. 2.2.9
Penentuan Adsorpsi-Desorpsi Logam Kromium pada Limbah Elektroplating Menggunakan Biomassa Bulu Ayam Teraktivasi Limbah elektroplating disiapkan ke dalam sembilan gelas beker dengan volume yang sama (50 mL). Pada gelas beker pertama dimasukkan 1 gram biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 18 mesh dan distirer selama 60 menit. Kemudian larutan tersebut disaring, filtrat yang diperoleh diukur kadar kromium yang tidak teradsorb oleh biomassa menggunakan AAS. Lalu biomassa bulu ayam tersebut dimasukkan kembali ke dalam gelas beker yang kedua dan distirer
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
selama 60 menit. Setelah itu. larutan kembali disaring untuk mengukur kadar kromium yang tidak teradsorb biomassa. Biomassa bulu ayam tersebut kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker ketiga selama 60 menit begitu seterusnya sampai gelas beker kesembilan. Biomassa bulu ayam teraktivasi yang telah digunakan untuk penentuan studi adsorpsi, dimasukkan ke dalam 50 mL HCl 4N kemudian distirer selama 60 menit. Larutan disaring dan filtrat yang diperoleh, didestruksi dengan HNO3 65%. Larutan dianalisa kadar krom menggunakan SSA. Sedangkan biomassa bulu ayam tersebut kembali dimasukkan ke dalam 50 mL HCl 4N dan distirer 60 menit. Setelah itu, disaring dan filtrat yang diperoleh dianalisa kadar kromium menggunakan SSA. Prosedur ini diulangi untuk biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh. III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakteristik Limbah Elektroplating dari Industri Elektroplating Rumah Tangga di Desa Ngingas Pada penelitian ini digunakan limbah elektroplating yang berasal dari salah satu industri elektroplating rumah tangga di Desa Ngingas. Industri yang menyediakan jasa elektroplating ini telah beroperasi sejak tahun 1997 yang menghasilkan produk-produk elektroplating sesuai pesanan. Produk yang dihasilkan meliputi peralatan rumah tangga hingga spare part kendaraan. Untuk proses elektroplating meliputi pembersihan menggunakan asam, kemudian dibilas dan dilanjutkan ke dalam proses elektroplating dengan merendam benda-benda yang akan dilapisi ke dalam bak elektroplating. Setelah melalui proses ini, benda yang telah diplating kembali dicuci untuk selanjutnya dilakukan tahap pewarnaan dan kemudian dikeringkan. Untuk pengolahan terhadap limbah hasil proses produksi dilakukan dengan cara netralisasi. Secara umum, pemilik usaha membuat bak penampung untuk menampung limbah cair seperti. Kemudian ditambahkan kapur sampai terbentuk endapan dan didapatkan pH limbah 7 sedangkan cairan yang tersisa dibuang ke lingkungan. Metode tersebut dirasa kurang efektif karena tidak semua logam mengendap dengan pemberian kapur sehingga kemungkinan besar cairan yang dibuang ke lingkungan masih mengandung logam berat yang dapat membahayakan lingkungan. kendala lain yang dihadapi adalah pemilik usaha juga merasa kesulitan untuk membuang endapan limbah yang terbentuk. Pengambilan limbah elektroplating untuk penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Maret 2011. Dari cuplikan yang diambil tersebut kemudian ditentukan karakteristiknya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Karakter fisika elektroplating No. Parameter Karakter Fisika 1. Wujud 2. Warna 3. Bau Karakter Kimia 4. pH 5. Krom total 6. Tembaga
SK - 091304
dan kimia limbah Pengamatan Cair Kuning kecoklatan Menyengat khas asam 2,78 2,0777 ± 0,2785 mg/L 0,5325 ± 0,0250 mg/L
Dari pengujian yang dilakukan dapat diketahui kadar krom total dalam limbah elektroplating mencapai 2,0777 ± 0,2785 mg/L yang melebihi Baku Mutu Limbah Cair Industri Elektroplating sesuai Kep-51/MENLH/10/1995 untuk krom total 0,5 mg/L. Sedangkan kadar tembaga masih dibawah baku mutu (0,6 mg/L) yaitu 0,5325 ± 0,0250 mg/L. 3.2 Pembuatan Biomassa Bulu Ayam Pembuatan biomassa bulu ayam diawali dengan mencuci bulu ayam broiller yang didapatkan dari tempat pemotongan ayam di Kota Sampang, dengan air dan detergen hingga bersih kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Bulu ayam yang telah kering tersebut kemudian digiling menggunakan mortar penggiling. Hasil yang didapat, diayak menggunakan ayakan dengan ukuran mesh yang berbeda yaitu 18 dan 30 mesh. Pembuatan biomassa dalam bentuk serbuk yang seragam bertujuan untuk memperluas bidang kontak antara biomassa dengan larutan sehingga proses penyerapan dapat berjalan secara optimal. Biomassa bulu ayam dalam bentuk serbuk, selanjutnya dicuci dengan aseton/ direndam dengan aseton sampai terendam selama 15 menit. Pencucian dengan pelarut organik ini dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak yang masih berada dalam biomassa bulu ayam, karena lemak dapat mengganggu proses penyerapan logam krom. Setelah didapatkan biomassa bulu ayam dilakukan aktivasi dengan larutan alkali. 3.3 Aktivasi Biomassa Bulu Ayam dengan Larutan Alkali Aktivasi dilakukan untuk mengaktifkan gugus protein pada bulu ayam, yaitu α-keratin yang mengandung sistin sehingga dapat menyerap lebih optimal. Aktivasi ini mengaktifkan biomassa dengan merombak struktur seratnya dimana tingkat perombakan meningkat dengan meningkatnya waktu kontak aktivasi sehingga meningkatkan daya serap. Tetapi perombakan melalui perendaman yang terlalu lama dalam reagen dalam hal ini larutan alkali Na2S 0,1 N dapat melemahkan kekuatan serat dan tidak mampu menahan beban ion logam yang terserap. Proses perombakan struktur α-keratin dapat terjadi dari pemutusan
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
sebagian dari berbagai ikatan dalam struktur keratin sehingga menghasilkan berbagai gugus aktif yang dapat berinteraksi dengan ion logam. Protein keratin diketahui banyak mengandung jembatan ditio (-S-S-) yang hanya mampu diputuskan dengan senyawa pereduksi berupa sulfida, diantaranya adalah Na2S (Kimbal, 1983). Untuk memastikan aktivasi tersebut telah berjalan sempurna maka dapat dilakukan karakterisasi terhadap biomassa bulu ayam menggunakan instrumen SEM maupun FT-IR. Pada penelitian yang dilakukan Sun dkk. (2009), diketahui bahwa cabang-cabang pada bagian sisi bulu ayam disebut barbs dan tiap barbs dihubungkan oleh barbules. Cabang-cabang pada bagian sisi bulu ayam yang dapat terlihat langsung tersebut masih memiliki sub-cabang yang lebih kecil lagi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 (a) yang merupakan hasil karakterisasi biomassa bulu ayam menggunakan SEM pada penelitian tersebut. Hasil yang serupa juga terlihat pada penelitian ini. Tampak jelas sub-cabang yang merupakan bagian dari barbs pada Gambar 3.1 (b). Namun hasil yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 3.1 (c), dimana tidak terlihat lagi barbs maupun barbules yang terlihat hanyalah partikelpartikel yang tersebar atau terkumpul pada satu sisi. Hal ini mengindikasikan biomassa bulu ayam telah terlarut oleh larutan aktivator (Sun dkk., 2009), yaitu larutan alkali Na2S.
(a)
SK - 091304
1999). Daerah serapan amida I menunjukkan adanya vibrasi stretching gugus C=O yang muncul pada bilangan gelombang 1700-1600 cm-1 (Sun dkk., 2009). Pada biomassa bulu ayam sebelum aktivasi dan setelah aktivasi daerah ini muncul pada bilangan gelombang yang sama yaitu 1639 cm-1. Daerah serapan amida II yang muncul pada bilangan gelombang antara 1560-1335 cm-1 (Muyonga dkk., 2004) berasal dari vibrasi bending N-H dan stretching C-H, dimana pada bulu ayam sebelum aktivasi muncul pada bilangan gelombang 1546 cm-1 sedangkan pada bulu ayam teraktivasi muncul pada 1539 cm-1. Untuk daerah serapan amida III mucul pada bilangan gelombang sekitar 1240 cm-1 (Hashim dkk., 2009) merupakan daerah yang dihasilkan dari kombinasi vibrasi stretching C-N dan bending sebidang N-H, dengan beberapa pengaruh dari vibrasi stretching C-C dan bending C=O (Sun dkk., 2009). Bulu ayam sebelum aktivasi menunjukkan puncak serapan ini pada 1234 cm-1 dan 1238 cm-1 untuk bulu ayam teraktivasi dengan bentuk puncak yang kecil. Pada penelitian Sun dkk., (2009) menyebutkan adanya keterkaitan antara intensitas puncak pada 1167 dan 1073 cm-1 terhadap vibrasi stretching S-O simetris dan asimetris dari residu larutan aktivator yang digunakan dalam hal ini 1-butyl-3methylimidazolium chloride ([BMIM]Cl), dimana pada bulu ayam teraktivasi tersebut menunjukkan puncak serapan yang lebih tinggi dibandingkan bulu ayam sebelum aktivasi dan mengindikasikan putusnya ikatan S-S. Hal serupa juga ditunjukkan pada penelitian ini, dimana tampak jelas perbedaan intensitas serapan pada kedua bilangan gelombang tersebut dari bulu ayam sebelum aktivasi dan setelah dilakukan aktivasi.
(b)
(c) Gambar 3.1 Hasil SEM biomassa bulu ayam sebelum aktivasi pada penelitian Sun dkk. (a); pada penelitian ini (b); hasil SEM biomassa bulu ayam setelah diaktivasi dengan larutan Na2S 0,1 N. Perubahan pada biomassa bulu ayam sebelum dan setelah aktivasi juga nampak pada analisis gugus fungsi menggunakan FTIR. Spektra IR pada Gambar 3.2 menunjukkan karakteristik daerah serapan untuk ikatan peptida (-CONH-), dimana vibrasi pada ikatan tersebut dikenal sebagai daerah serapan amida I-III (Wojciechowska dkk.,
Gambar 3.2 Spektra FTIR bulu ayam sebelum aktivasi (a) dan setelah aktivasi (b)
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
3.4 Hasil Analisa Luas Permukaan Biomassa Bulu Ayam Teraktivasi Luas permukaan biomassa bulu ayam teraktivasi ditentukan dengan metode metilen biru pada waktu optimum penyerapan yaitu 60 menit untuk ukuran biomassa 18 mesh dan 30 mesh. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan luas permukaan yang signifikan pada biomassa bulu ayam teraktivasi larutan Na2S 0,1N ukuran 30 mesh dengan ukuran 18 mesh, maupun biomassa bulu ayam dengan aktivasi asam tioglikolat 0,1N pada penelitian yang dilakukan Primadhani (2007). Pada penelitian tersebut juga ditentukan luas permukaan biomassa bulu ayam tanpa aktivasi namun penggunaan pelarut untuk pencucian yang berbeda. Tabel 3.2 menunjukkan perbandingan hasil luas permukaan pada penelitian ini maupun penelitian sebelumnya. Luas permukaan yang besar menunjukkan bahwa biomassa bulu ayam teraktivasi larutan Na2S 0,1N dengan ukuran 30 mesh memiliki kemampuan daya serap yang lebih besar dibandingkan yang lain. Tabel 3.2 Penentuan luas permukaan biomassa bulu ayam Adsorben S (m2/g) Penelitian ini Biomassa bulu ayam teraktivasi 72,0779 ± larutan Na2S 0,1N dengan ukuran 18 0,0775 mesh Biomassa bulu ayam teraktivasi 72,6803 ± larutan Na2S 0,1N dengan ukuran 30 0,2316 mesh Penelitian Primadhani (2007) Biomassa bulu ayam tanpa aktivasi 71,2 tercuci aseton dengan ukuran 18 mesh Biomassa bulu ayam tanpa aktivasi 71,5 tercuci dietil eter dengan ukuran 18 mesh Biomassa bulu ayam teraktivasi 72,03 larutan asam tioglikolat 0,1N dengan ukuran 18 mesh 3.5 Hasil Analisa Konsentrasi Krom dan Tembaga dalam Biomassa Bulu Ayam Teraktivasi Biomassa bulu ayam teraktivasi sebelum digunakan sebagai biosorben untuk menurunkan kadar krom maupun kadar tembaga dalam limbah elektroplating perlu dilakukan analisa awal terhadap konsentrasi krom dan tembaga sebagai kontrol besarnya konsentrasi krom dan tembaga yang terkandung dalam biomassa bulu ayam teraktivasi. Dari hasil analisa terhadap konsentrasi logam krom dan tembaga dalam biomassa bulu ayam teraktivasi melalui spektrofotometer serapan
SK - 091304
atom (SSA) pada panjang gelombang 357,9 nm untuk krom dan 324,7 nm untuk tembaga menunjukkan bahwa biomassa bulu ayam yang akan digunakan pada penelitian ini rata-rata mengandung logam krom sebesar 0,0164 ± 0,0059 mg/g dan logam tembaga sebesar 0,1121 ± 0,0108 mg/g. Konsentrasi kedua logam tersebut dalam biomassa bulu ayam relatif kecil dan diasumsikan tidak akan berpengaruh besar pada proses penyerapan krom dalam limbah elektroplating. 3.6 Studi Adsorpsi : Pengaruh Ukuran Biomassa Bulu Ayam pada Adsorpsi Logam Kromium dan Tembaga Studi adsorpsi pada penelitian ini dilakukan pada kondisi optimum seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Namun dilakukan variasi ukuran biomassa bulu ayam teraktivasi yaitu : 18 mesh dan 30 mesh. Selain mengamati pengaruh ukuran mesh tersebut terhadap penyerapan Cr, pada penelitian ini juga diamati kemungkinan penurunan Cu. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ni’mah (2007), diketahui bahwa biomassa bulu ayam juga memiliki keefektifan untuk menurunkan kadar Cu dalam larutan. Hasil pengaruh ukuran bulu ayam teraktivasi terhadap penyerapan Cr maupun Cu ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut.
Gambar 3.3 Diagram pengaruh ukuran biomassa bulu ayam teraktivasi terhadap penyerapan logam Cr maupun Cu Dari Gambar 3.3 tersebut dapat diketahui bahwa biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh memiliki kemampuan menyerap krom maupun tembaga lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran 18 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran adsorben menyebabkan luas permukaan adsorben semakin besar. Semakin besar luas permukaan adsorben maka semakin banyak pori yang dimiliki per satuan partikel adsorben (Putro, 2010), sehingga kemampuan untuk menyerap adsorbat (logam berat) juga akan akan semakin meningkat. Dari penentuan luas permukaan yang telah dilakukan sebelumnya, juga menunjukkan hasil yang sesuai dimana luas permukaan biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh memiliki luas
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
permukaan lebih besar yaitu 72,6803 ± 0,2316 m2/g dibandingkan dengan ukuran 18 mesh yang hanya memiliki luas permukaan sebesar 72,0779 ± 0,0775 m2/g. Sedangkan jika dibandingkan keefektifan biomassa bulu ayam teraktivasi terhadap penyerapan logam maka dapat diketahui biomassa ini lebih efektif untuk menurunkan kadar logam krom dibandingkan tembaga. Karena selain aktivasi menggunakan larutan alkali (Na2S 0,1 N) yang memang spesifik untuk penyerapan logam krom, hal ini juga dipengaruhi pH. pH memegang peranan penting karena perubahan pH mempengaruhi total muatan pada permukaan adsorben. Beberapa peneliti (Baig dkk., 1999; Matheickal dan Yu, 1999; Esposito dkk., 2001; Goksungur dkk., 2003) mengidentifikasi bahwa biosorpsi untuk tembaga (Cu) berlangsung optimal pada pH 4-5. Hal ini disebabkan pada pH asam (di bawah 4) total muatan permukaan adsorben menjadi positif, sehingga terjadi gaya tolak antara permukaan dengan kation. Sementara pada pH di atas 6, biosorpsi menjadi tidak efektif karena tingkat kelarutan tembaga mengalami penurunan yaitu mencapai 0,01 mg/L. Penelitian yang dilakukan Primadhani (2007) juga menunjukkan hal yang selaras dimana pada pH larutan 2 dan konsentrasi larutan tembaga adalah 50 ppm, prosentase tembaga yang terserap kecil yaitu hanya 92,8154% dibandingkan pada pH 5 yang mencapai 97,7035%. Biosorpsi logam berat secara tunggal telah banyak dipelajari dengan tingkat keberhasilan yang memuaskan, fenomena kompetisi antar logam juga telah diidentifikasi tetapi seiring dengan kompleksitas komponen limbah pada kondisi riil. Perlu diketahui kompetisi sorpsi antara komponen organik dan inorganik pada biomassa (Fransiscus dkk., 2007). Begitu pula yang terjadi pada limbah elektroplating yang digunakan pada penelitian ini. Bervariasanya komponen yang terkandung didalamnya memungkinkan terjadinya kompetisi antar tiap komponen, seperti yang terjadi pada penyerapan logam Cr maupun Cu. 3.7 Hasil Penentuan Adsorpsi-Desorpsi Logam Kromium pada Limbah Elektroplating Menggunakan Biomassa Bulu Ayam Teraktivasi Penentuan adsorpsi-desorpsi logam krom menggunakan biomassa bulu ayam teraktivasi dilakukan ke dalam limbah elektroplating yang baru tiap waktu optimum adsorpsi yaitu 1 jam. Sehingga nantinya dapat ditentukan kemampuan biomassa tersebut untuk menyerap logam krom selama 9 jam dan diketahui bahwa biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh mampu menyerap krom hingga 8,5189 ± 0,0692 mg/L sedangkan ukuran 18 mesh 7,9893 ± 0,2173 mg/L.
SK - 091304
Kemampuan biomassa untuk menyerap logam krom akan terus meningkat hingga titik jenuhnya seperti ditunjukkan pada grafik Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Grafik penentuan adsorpsi logam krom pada limbah elektroplating menggunakan biomassa bulu ayam teraktivasi Secara umum pembentukan ikatan krom dengan protein berupa senyawa kompleks ion krom dengan asam-asam amino hasil metabolism dalam sel karena krom merupakan logam soft (ion kelas B), maka krom cenderung berikatan dengan gugus S atau kelompok senyawa yang mengandung gugus nitrogen (Darmono, 1995). Dengan demikian proses adsorpsi logam krom oleh biomassa kering bulu ayam terjadi karena adanya ikatan kovalen antara logam krom dan rantai samping protein sulfihidril (Anggraini, 2006). Terbentuknya ikatan kovalen ini diperkuat dengan desorpsi biomassa yang dilakukan pada penelitian ini. Hasil desorpsi logam krom pada biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh menggunakan HCl 4N mencapai 8,4881 mg/L dan 7,8024 mg/L untuk 18 mesh. Sedangkan % regenerasinya didapatkan sebesar 99,63% untuk 30 mesh dan 99,66% untuk 18 mesh. Hasil ini menunjukkan bahwa antara logam krom dengan permukaan adsorben dalam hal ini biomassa bulu ayam teraktivasi terjadi ikatan kovalen. Hasil ini pun selaras dengan penelitian yang dilakukan Primadhani (2006) yang melakukan desorpsi menggunakan aqua DM dan HCl 4N, dimana desorpsi menggunakan HCl 4N mampu menghasilkan jumlah Cu yang terlarut kembali mencapai 49,0989 ppm dibandingkan desorpsi menggunakan aqua DM yang hanya mampu melarutkan Cu kembali 17,4928 ppm dari larutan Cu awal dengan konsentrasi awal sebesar 50 ppm. IV. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan diantaranya : 1) kadar krom total dalam limbah elektroplating yang digunakan pada penelitian ini mencapai 2,0777 ± 0,2785 mg/L yang melebihi Baku Mutu Limbah Cair Industri Elektroplating
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
sesuai Kep-51/MENLH/10/1995 yaitu 0,5 mg/L sedangkan kadar tembaga masih dibawah baku mutu (0,6 mg/L) yaitu 0,5325 ± 0,0250 mg/L; 2) biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh memiliki kemampuan menyerap krom lebih tinggi mencapai 92,7710 ± 1,4168 % dibandingkan dengan ukuran 18 mesh yaitu 90,0442 ± 2,3768 %; 3) kemampuan biomassa bulu ayam teraktivasi dengan ukuran 30 mesh untuk menyerap logam krom selama 9 jam mencapai 8,5189 ± 0,0692 mg/L dan 7,9893 ± 0,2173 mg/L untuk ukuran 18 mesh sedangkan % regenerasi logam krom didapatkan sebesar 99,63% untuk 30 mesh dan 99,66% untuk 18 mesh. 4.2 Saran Biosorpsi logam berat menggunakan limbah elektroplating telah dilakukan untuk menurunkan kadar logam krom dengan mempertimbangkan pengaruh dari logam tembaga sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dari logam lainnya, mengingat bervariasanya komponen yang terkandung didalamnya. Selain itu, perlu diteliti juga kinetika adsorpsi maupun kapasitas dari biomassa ini sehingga nantinya dapat dimanfaatkan sebagai metode pengolahan limbah alternatif bagi industri elektroplating khususnya industri elektroplating skala rumah tangga. Ucapan terimakasih kepada: 1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunia serta kemudahan yang telah diberikan kepada penulis; 2. Bapak dan Ibu tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan do’a yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis; 3. Dra. Ita Ulfin, M.Si. selaku Dosen Pembimbing atas waktu, arahan, pemahaman dan segala diskusi serta semua ilmu yang bermanfaat selama penyusunan tugas akhir; 4. Juga semua pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Daftar Pustaka Anggraini, R. 2006. “Optimasi Penyerapan Logam Krom oleh Biomassa Kering Bulu Ayam Broiller”. Skripsi, Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Baig, T.H., Garcia, A.E., Tiemann, K.J., dan Gardea Torresdey, J.L. 1999. “Adsorption of Heavy Metals Ions by The Biomass of Solonum Elaeagnifolium (Silverleaf Night Shade)”. Conference on Hazardous Waste Research, hal. 131-142. Boricha, A.G. dan Murthy, Z.V.P. 2009. “Preparation, Characterization and Performance of Nanofiltration Membranes for the Treatment of Electroplating Industry
SK - 091304
Effluent”. Separation and Purification Technology. 65: hal. 282-289. Erdawati. 2008. “Kapasitas Adsorpsi Kitosan dan Nanomagnetik Kitosan terhadap Ion Ni(II)”. Prosiding. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Universitas Lampung. Indrawati, L. 2009. “Aktivasi Abu Layang Batubara dan Aplikasinya pada Proses Adsorpsi Ion Logam Cr dalam Limbah Elektroplating”. Tugas Akhir, Jurusan Kimia, Universitas Negeri Semarang. Matheickal, J.T. dan Qiming Yu. 1999. “Biosorption of Lead (II) and Copper (II) from Aqueous Solutions by Pre-treated Biomass of Australian Marine Algae”. Bioresource Technology. 69 : hal. 223229. Ni’mah, Y.L. 2006. “Penurunan Kadar Tembaga dalam Larutan dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam”. Skripsi. Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Primadhani, S.Y. 2007. “Penurunan Kadar Tembaga dalam Larutan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam dengan Aktivasi Asam Tioglikolat 0,1 N”. Skripsi. Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Purwanto dan Huda, S. 2005. “Teknologi Industri Elektroplating”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Sciban, M., Radetic, B., Kevresan, Z., dan Klasnja, M. 2006. “Adsorption of Heavy Metals From electroplating wastewater by Wood Sawdus”. Journal of Bioresource Tecnohlogy. 98, hal.402-409. Setyorini, T. 2006. “Optimasi Serapan Logam Kromium dalam Larutan Menggunakan Biomassa Kering Bulu Ayam Broiller Diaktivasi dengan Larutan NaOH/Na2S”. Skripsi. Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Sharma, Y.C. dan Weng, C.H. 2007. “Removal of Chromium(VI) from Aqueous Solution by Activated Carbons: Kinetic and Equilibrium Studies”. Journal of Hazardous Materials: 142, hal. 449–454. Sumada, K. 2006. Kajian Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Elektroplating yang Efisien”. Jurnal Teknik Kimia. Vol.1 No.1, hal. 26-36. Sun, P., Liu, Z-T dan Liu Z-W. 2009. “Particles from Bird Feather : A Novel Application of an Ionic Liquid and Waste Resource”. Journal of Hazardous Materials, 170 : Hal. 786-790. Volesky, B. 2000. “Biosorption of Heavy Metals”, CRC Press, Boston.