f t .
u p a t j a r a
p e n g a n g k a t a n
MOHAMMAD
H A T T A
MENDJADI
DOCTOR D A L AM
HONORIS ILMU
UNIVERSITAS
HUK U M ' P A D A G A D JA H
27 N O P E MB E 1 V 1 9 5 6
, j
*
ji * •
C A U S A M A D A
- ,, L
:
UPATJARA
PENGANGKATAN,
MOHAMMAD
HATTA
MENDJADI
DOCTOR DALAM
HONORIS
CAUSA
ILMU
HUKUM
PADA
UNIVERSITAS
GADJAH
MADA
27 N O P E M B E R
1956
H io u
PENERBIT
DJAMBATAN
FAK SASTRA Tanggal .6,. “ A4..'. . . ! 5-jf-
No. — | US L ...-.......—
Saat w aktu Presiden Universitas Gacljah M ada m em batjakan putusan p em berian g elar doctor honoris causa k e p a d a Paduka Jan g Mulia W a kil Presiden R ep u blik Indonesia, H a d j i D hs M o h a m m a d H a t t a
Paduka Jang Mulia Hadji Drs Mohammad Hatta, 'Wakil Presiden R epublik Indonesia, atas narria Senat Universitas Gadjah M ada, berdasarkan atas kekuasaan jang tertinggi jang diberikan kepadanja sebagaim ana tertjantum dalam Statut Universitas tersebut dalam Peraturan Pemerintah no 37 tahun 1950 pasal 2 ajat 2, dan putusan rapatnja, setelah dipertimbangkannja Paduka Jang Mulia tefoh m engam alkan djasa-djasa jang tidak ternilai besarnja terhadap bangsa Indonesia dan Negara, bahwa Paduka Jang Mulia am at berdjasa dalam arti pasal 20 ajat 2 tersebut, kami mengangkat Paduka Jang Mulia mendjadi doctor honoris causa dalam ilmu Hukum, sehingga Paduka Jang Mulia m em peroleh segala hak-wadjib serta kehorm atan jang menurut hukum dan adat terlekat pada deradjat itu. Sebagai bukti tanda, Paduka Jang Mulia akan menerima dari Presiden Universitas surat ■tanda prom osi honoris causa jang ditanda tangani oleh Presiden Universitas dan Sekretaris Senat Universitas dan dibubuhi lam bang Universitas serta dilekati m eterai besar Universitas.
3
PIDATO
pada pemberian gelar doctor honoris causa kepada P.J.M. W a k il P r esid en R.I. H a d j i D r M o h a m m a d H a tta pada 27 Nopember 1956 diutjapkan oleli P r o f . D r M. SARDJITO Presiden U n iversitas G a d ja h M ada
P .J.M . W a k il P resid en R .I. H a d j i D r M o h a m m a d H a t t a ,
Dalam rapat Senat terbuka pada hari ini tanggal 27 Nopember 1956 saja sebagai Presiden Universitas Gadjah Mada atas nama Senat Universitas dapat kehormatan jang tidak terhingga besarnja melaksanakan keputusan rapat Senat dengan Dewan Kurator pada tanggal 7 Nopember 1956 pemberian gelar doctor honoris causa kepada Paduka Jang Mulia atas djasa-djasa Paduka Jang Muha untuk tanah air kita. Didalam pada itu untuk mendjelaskan tindakan Uni versitas jang bersedjarah ini saja mulai dengan uraian seperti berikut. Perkumpulan Budi Utomo jang didirikan oleh almarhum saudara Soetomo dan saudara Goenawan, siswa dari Stovia, sekolah dokter di Djakarta pada tanggal 20 Mei 1908, membangunkan perasaan kebangsaan dari rakjat Indonesia jang merata. Dan sesudahnja rakjat Indonesia mulai bergerak didalam lapangan politik, keugamaan, sosial dengan organisasi-organisasinja. Karena suasana baru jang timbul itu, diantara peladjarpeladjar diseluruh Indonesia didirikan djuga perkumpulan-perkumpulan pemuda dengan tjorak kebangsaan. Mula-mula lahirlah pada tanggal 7 Maret_1915 per kumpulan Tri Koro Dharma oleh almarhum saudara Satiman Wirjosandjojo, jang kemudian bernama Jong 7
1
Java, jang disusul oleh perkumpulan Jong Sumatra, Jong Celebes, Jong Ambon d.I.l. Perkumpulan-perkumpulan dari pemuda-pemuda meskipun masih didalam lingkungan suku bangsa sendin-sendiri, semua memupuk perasaan kebangsaan semumi-murninja, dan mendjadi persiapan untuk mendjadi satu. Pada fanggal 7 Pebruari 1927. didirikan di Bandung perWmpulan^J^muda Indonesia jang bertjita-tjita menghapu.skau sifat kedaerahan, dan bertudjuan menjebarkan dan memperkuat rasa persatuan diantara putera-putera dan puteri-puteri Indonesia. Achirnja perkumpulan-perkumpulan Jong Java, Jong Sumatra d.I.l. mendjadi satu setjara fusi dan melahirkan Indonesia Muda pada achir bulan Desember J.930. Dengan sendirinja P.J.M. Hadji Dr Mohammad Hatta waktu masih mudanja meskipun masih sebagai peladjar dari M.U.L.O. dengan perasaan kebangsaan jang sangat kuat, turut aktip menggabungkan diri diperkumpulan Jong Sumatranen Bond tjabang Padang ditahun 1917 — 1919 sebagai bendahari dan Sekretaris. Seterusnja Paduka Jang Mulia melandjutkan sekolah di P H.S. Djakarta dan setamatnja dari sekolah itu pergi ke Negeri Belanda untuk menuntut peladjaran di Sekolah Tmggx Dagang di Rotterdam pada tahun 1921. Djuga di Negeri Belanda terus aktip didalam pergerakan mendjadi anirgauta penguins, lalu mendjadi ketua itahun 1926, dan pegang tampuk pimpinan dari perkum pulan mahasiswa Indonesia disana, jang bernama Perhimpunan Indonesia. Perkumpulan mahasiswa kita di Negeri Belanda itu, sesungguhnja sudah didirikan pada tahun 1908 sesudah lahimja Budi Utomo dengan nama Indiscihie Vereeniging, 8
jang meskipun bertjorak kebangsaan, terhadap Belanda masih bersikap lunak dengan berpendirian assosiasi. Tetapi sesudah datangnja Paduka Jang Mulia, atas kejakinannja, bahwa assosiasi tidak akan dapat tertjapai, dan djuga atas kejakinannja, bahwa perkembangan Indo nesia sajogianja harus mengambil lain djalan, maka politik non-kooperasi terlihat semangkin djelas; dari itu namanja perkumpulan diganti dengan Indonesische Vereeniging ditahun 1922, dan dengan nama „Perhimpunan Indonesia” ditahun 1925. Sembojan Perhimpunan Indonesia ialah „Indonesia Merdeka sekarang djuga”. Madjalahnja jang dulu bernama Hindia Putra diganti mendjadi Indonesia Merdeka dan berlambang Merah Putih dengan ditengahnja Kepala Kerbau. Dibawah pimpinan Paduka Jang Mulia tertjantum didalam keterangan asasnja, bahwa perdjuangannja didasarkan pada kejakinan adanja antithcse antara jang mendjadjah dengan jang terdjadjah. Dari itu Perhimpun an Indonesia dipandang sebagai voorpost dari gerakan bangsa Indonesia. Seterusnj'a P.J.M. Bung Hatta berusaha memperkenalkan gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia kepada dunia internasional. Usaha ini menimbulkan kerdjasama dengan badan-badan internasional jang djuga mengingini kemerdekaan daerah-daerah djadjahan, seperti badan Internasionale komunis, Liga Penentang Tindasan Peudjadjahan. Sering P.J.M. Bung Hatta mengundjungi kongres-kongres internasional, misalnja ke Congres Democratique International pour la Paix di Bierville (dekat Paris), kongres Liga Penentang Pendjadjahan di Brussel, All Worlds Women Congress di Gland (dekat 9
Geneve). Dalam Liga Penentang Pendjadjahan Bung Hatta sedjak tahun 1927 berkenalan dan kerdjasama dengan Pandit Jawaharlal Nehru. Djuga berkenalan dengan pemuda-pemuda dari India, Philippina, Mesir, Siam, Indo China, Tiongkok. Liga itu nama lengkapnja adalah: »Liga_ Penentang Tindasan Pendjadjahan dan pengedjar kemerdekaan kebangsaan” dan meliputi orangorang bangsa Eropa dari golongan komunis, sosialis, pasifis dan para kaum nasionalis dari daerah-daerah djadjahan. Liga itu mempunjai tjabang-tjabang dibeberapa negara, antara lain di Negeri Belanda. Perhimpunan Indonesia bekerdjasama dengan gerakan komunis, tetapi bukan berhaluan komunis. Hal ini antara lam terbukti dari kontrak jang diadakan pada tangeal 5 Desember 1926 di Leiden antara Bung Hatta sebagai Ketua P.I. dan Semaun sebagai wakil P.K.I. Djuga pada waktu Seksi Holland dari Liga Penentang Pendjadjahan dikuasai golongan komunis, Perhimpunan Indonesia keluar dari Seksi itu. Perhubungan P.I. dengan golongan komunis, baik dengan perantaxaan Semaun maupun dengan perantaraan Liga menjebabkan djustisi Belanda mentjari hubungan ^ ai ^ DjaWa den§an P J ‘ Pada bulan DJuni 1927 dilakukan penggeledahan atas para mahasiswa jane berhimpun dalam P.I. dan beberapa dari mereka ditahan seperu saudara-saudara Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk P am u n tjak , A b d u lm ad jid D jo jo a d h in in g ra t; P.J.M. Bung Hatta jang pada waktu itu berada diluar Nederland, lekas-lek as k e m b a li k e N e g e ri B e la n d a u ntu k ik u t d itan g -
rintahJUga
reka dituduh menghasut terhadap Peme-
Tetapi sesudah meriiigkuk beberapa bulan, jaitu dari September 1927 sampai Maret 1928 didalam tahanan, 4 orang mahasiswa itu pada tanggal 22 Maret 1928 dibebaskan oleh Pengadilan dari tuntutan itu. Antara Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional Indonesia jang pada bulan Djuli 1927 didirikan oleh Ir Soekarno (Bung Karno) dengan antara lain beberapa bekas anggauta P.I. seperti Mr Iskaq, Mr Sartono, Mr Sujudi, tidak banjak perbedaan dasar dan tudjuannja. Sebagai lambang P.N.I. mengambil djuga Merah Putih, tetapi ditengahnja ditempatkan Kepala Banteng Ketaton. Setelah Bung Karno dengan 3 orang kawannja pada bulan April 1931 dihukum pendjara dan dengan begitu P.N.I. dapat dianggap sebagai organisasi jang terlarang, maka antara anggauta-anggautanja timbul perselisihan. Ada jang ingin membubarkan partai itu sebelum dengan resmi dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda, ada jang mau mempertahankannja sampai dibubarkan oleh Peme rintah itu. Golongan jang pertama kemudian mendirikan Partai Indonesia (Partindo), sedang golongan jang kedua mempersatukan diri dalam sebuah organisasi jang dinamakan Pendidikan Nasional Indonesia (P.N.I. baru). Setelah pada pertengahan tahun 1932 beliau keluar dari bui dan mendapatkan P.N.I. lama sudah petjah mendjadi dua, maka Bung Karno memilih mendjadi anggauta dari Partindo. Dalam bulan Agustus_JL932 diangkat sebagai Ketua. Pada waktu itu Bung Hatta kembali ke Indonesia dari Negeri Belanda dan kemudian dalam bulan S_eptembei 1932 diangkat sebagai Ketua Pendidikan Nasional Indonesia. Dalam bulan Pebruari 1934 Bung Hatta ditangkap 11
berdasarkan exorbitante rechten dari Gubemur Djenderal Hindia Belanda dan kemudian diasingkan keluar Djawa, jaitu dari Pebruari 1935 sampai Pebruari 1936 di Digul Hulu, selandjutnja dipindahkan ke Bandaneira sampai Djanuari 1942. Achirnja dibawa ke Sukabumi. Setelah Djepang datang Bung Hatta dibebaskan. Beliau tidak mau bekerdja dalam dinas tetap pada Gunseikanbu, tetapi mendjadi penasehat urusan tata-usaha pemerintahan dari April 1942 sampai Oktober 1943. Disamping itu sebagai salah satu dari Empat Serangkai (Soekarno— Hatta—Kihadjar Dewantara—Kiai Hadji Mansoer) men djadi Pemimpin Pusat Tenaga..Rakjat (Putera), Anggauta Tjuo Sangi In, Wakil Ketua Djawa Hookookaigi. Achirnja sedjak April 1945 sampai Djuli 1945 mendjadi Anggauta Dokuritu Zyunbi Tyoosakai (Badan untuk menjelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia) dan da lam bulan Agustus 1945 Wakil Ketua dan Kepala Tatausaha dari Dokuritu Zyunbi Zinkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dalam menghadapi perletakan dasar-dasar negara bam P.J.M. Hadji Dr Mohammad Hatta banjak mengemukakan idee-ideenja kepada Panitia Perentjana Undangundang Dasar. Beliau menghendaki agar negara baru itu disusun atas dasar gotong-rojong dan hasil usaha bersama, pendek kata atas dasar collectivisme. Negai-a baru itu djangan hendaknja merupakan negara kekuasaan melainkan negara pengurus dan dalam negara itu harus ada djamman bagi warganegaranja untuk mengeluarkan pikiran dan suara dengan bebas, serta didjamin pula haknja untuk berkumpul dan bersidang/ Idee-idee ini merupakan sumbangan' sangat besar. 12
Terbukti dalam Undang-undang Dasar 1945 idee-idee itu telah menemukan perudjudannja antara lain dalam pasal 28 jang berbunji: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainja, ditetapkan dengan undang-undang, serta dalam pasal 33 jang menjatakan bahwa perekonomian itu disusun sebagai us aha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pasal 33 ini merupakan essentialium Undang-undang Dasar 1945 jang kemudian kita djumpai k e m b a l i dalam Undang-undang Dasar Sementara 1950. Njata bahwa dalam pembentukan undang-xmdang dasar P.J.M. Hadji Dr Mohammad Hatta besar djasanja. Pada djaman Djepang itu mendjadi sangat erat kerdjasama antara Bung Hatta dan Bung. Soekarno, sehingga lambat laun timbul istilah Dwitunggal. Kedua Pemimpin Nasional ini bekerdjasama dengan bala-tentara D je p a n g untuk menjelamatkan bangsa Indonesia. Mereka tidak mendjadi alat Djepang untuk menguasai bangsa In d o n e s ia , tetapi mereka memperalatkan Djepang untuk menjusun kekuatan bangsa Indonesia setjara teratur. Pada permulaan didalam organisasi Putera, kemudian dalam Djawa Hookookai. Melalui badan-badan ini dengan diam-diam tertjapailah maksudnja untuk mengadakan Negara didalam Negara. Dengan berkedok kerdjasama dengan pihak Djepang mereka dapat mempropagandakan semangat nasional Indonesia mengobarkan keinginan kemerdekaan Indonesia, jang kemudian akan diluluskan oleh Pemerintah Djepang dalam bulan Agustus 1945. Tetapi man proposes, G od disposes. Bukanlah kehendak Tuhan. bahwa bangsa Indonesia mendapat kemerdekaannja sebagai hadiah dari bangsa lain. Sebelum Djepang 13
dapat memberikan kemerdekaan Indonesia, Djepang telah terpaksa bertekuk-Iutut dan menjerah kalah tanpa siarat kepada Sekutu. Didalam pada itu dengan dukungan seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diumumkanlah Pemjataan Kemerdekaan bangsa Indonesia jang atas nama bangsa itu ditanda-tangani Soekarno-Hatta. Kerdjasama antara Dwitunggal ini berlangsung setelah mereka pada tanggal 18 Agustus 1945 dipilih mendjadi Presiden dan Wakil Presiden Negara Republik Indonesia. Didalam tanggung-djawabnja tidak ada perbedaan antara Presiden dan Wakii Presiden. Tindakan-tindakan Bung Hatta sebagai Wakil Kepala Negara untuk memperkembangkan demokrasi ialah dikeluarkannja: Maklumat N o„X dari bulan Oktober 1945 jang mengubah kedudukan Komite Nasional Pusat dan badan pembantu belaka dari Presiden, mendjadi badan legislatif, jaitu bersama dengan Presiden mengadakan undang-undang, dan bersama dengan Presiden menetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara Maklumat dari tanggal 3 Nopember 1945 jang mengandjurkan timbulnja partai-partai politik supaja segala aliran aham ]ang ada dalam masjarakat dapat dipimpin keja an jang teratur, dengan restriksi baliwa partai-partai Itu hendaknja memperkuat perdjuangan mempertahankan kemerdekaan dan mendjamin keamanan masjarakat Indonesia. J Lain maklumat Jang penting ialah MakluinaL Politik dan tanggal l_Nopember 1945, jang menegaskan haluan politik Pemerintah Republik Indonesia. Setelah sifat Pemerintahan pada pertengahan bulan 14
‘ •
I
Nopember 1945 berubah dari Kabinet presidensiil men djadi Kabinet parlementer, maka terdapat kerdjasama jang erat antara Dwitunggal dan pemimpin-pemimpin Kabinet Sjahrir—Amir Sjarifuddin. Didalam banjak soal-soal kenegaraan tidak dapat dipisahkan Hatta dari Soekarno. Kedua-duanja simggub merupakan kesatuan. Misalnja didalam menghadapi penjelesaian perselisihan dengan Keradjaan Belanda, jaitu pada pembitjaraan antara Presidium Repnblik Indo nesia Soekarno—Hatta dengan Komissaris-komissaris Djenderal Prof. Schermerhorn, Van Poll, De Boer dan Dr Van Mook di Linggardjati sebagai permulaan diadakannja perdjandjian Linggardjati (Nopember 1945), pada djaman aksi militer pertama dari pihak Belanda (Djuli 1947), pada pembitjaraan-pembitjaraan dengan Komisi Tiga Negara sebelum tertjapai perdjandjian Renville (Djanuari 1948). Setelah pada tanggal 23 Djanuari 1948 Kabinet Amir Sjarifuddin bubar, maka sedjak tanggal 29 bulan itu muntjul Kabinet presidensiil, didalam mana Wakil Pre siden mendjadi Pemimpin Kabinet sehari-hari, djadi praktis mendjalankan pekerdjaan Perdana Menteri. Usaha-usaha jang terpenting pada masa itu dibawah pimpinan Bung Hatta ialah : 1. Pembagian Sumatra mendjadi 3 propinsi. Dengan begitu maka pemerintahan didaerah berdjalan lebih lantjar dan lebih intensif. 2. Dikeluarkannja Undang-undang Kerdja tahun 1948 untuk mendjamin pekerdjaan dan penghidupan jang lajak bagi buruh. 3. Dikeluarkannja Undang-undang Pokok tentang 15
Pemerintahan Daerah. Maksudnja ialah untuk menjederhanakan tjorak pemerintahan jang beranekawama di Indonesia ini mendjadi 3 matjam sadja, jaitu Propinsi, Kabupaten (Kota Besar) dan Desa Otonom (Kota Ketjil), dan mengatumja setjara modem, demokratis dengan memberikan hak otonomi seluasnja kepada daerah-daerah itu. 4. Diadakannja Undang-undang jang mengatur perekonomian negara, seperti tentang alat pembajaran Iuar negeri, tentang pemberantasan penimbunan barang penting, terutama bahan makanan, tentang peredaran uang dengan perantaraan bank. 5. Diaturnja gadji pegawai supaja selaras dengan kebutuhan pada waktu itu, karena gadji menurut aturan-aturan lama sudah sangat tidak mentjukupi. Diadakan perimbangan jang lebih adil antara gadji pegawai bawahan dan atasan, dengan menaikkan jang pertama dan menurunkan jang kedua. Walaupun pada pertengahan bulan Djanuari 1948 sudah tertjapai perdjandjian Renville antara pihak Repu blik Indonesia dan pihak Keradjaan Belanda, tetapi pelaksanaannja tidak berdjalan lantjar, karena Belanda sebenamja tidak berusaha untuk sungguh-sungguh mentjapai penjelesaian dengan damai, tetapi untuk menghantjurkan Republik dengan terus-menerus mendjalankan usaha memperketjil daerah de facto Republik dan dimana-mana didirikan daerah-daerah jang terkenal sebagai marionettenstaten. K e su lita n -k e su lita n ja n g d itim b u lk a n o le h p ih a k Be la n d a in i p a d a su atu k e tik a d ita m b a h d e n g a n p e m b e ro n 16
takan jang digerakkan oleh kaum Komunis dibawah pimpinan Muso—Amir Sjarifuddin. Pada waktu itu ternjata atas tawaran Presiden Soekarno untuk memilili antara Soekarno—Hatta dan Muso, rakjat memilili Dwitunggalnja, sehingga dengan bantuan rakjat kekatjauan jang ditimbulkan karena pemberontakan itu dapat diatasi dengan selamat. Disamping itu perundingan dengan pihak Belanda dengan perantaraan Komisi Tiga Negara semakin lama berdjalan semakin seret dan memuntjak pada tanggal 19 Desember 1948 dengan penjerbuan tentara Belanda ke Jogja. Pada saat itu Kepala Negara dan Wakil Kepala Nega ra serta beberapa Menteri ditangkap dan diasingkan keluar Djawa. Dengan tindakan ini Pemerintah Belanda mengira bahwa perlawanan bangsa Indonesia akan berachir dan sudah hapuslah Republik Indonesia jang sampai waktu itu tidak mau menuruti kehendak pihak Belanda. Didalam keadaan jang amat sulit itu Jawaharlal Nehru, sahabat karib P.J.M. Dr Mohammad Hatta, mengambil inisiatif untuk mengumpulkan 19 negara dari Afrika, Asia dan Australia di New Delhi dan menjusun resolusi jang menuntut dikembalikannja para Pembesar Republik Indo nesia ke Jogja serta penjerahan kedaulatan dari pihak Belanda kepada bangsa Indonesia sebelum tanggal 1 Djanuari 1950. Sikap negara-negara tiga A itu ternjata mempengaruhi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsabangsa jang kemudian mengeluarkan resolusi pada tang gal 28 Djanuari 1949. Didalam resolusi itu antara lain dituntut supaja para Pembesar Republik Indonesia dikem17
balikan ke Jogja, penjerahan kedaulatan diadakan sebelum 1 Djuli 1950 dan diubah sifat Komisi Tiga Negara sehingga mendapat kedudukan lebih kuat dan sedjak itu terkenal sebagai U.N.C.I. (United Nations Commission for Indonesia) dan tidak lagi Committee for good offices. Didalam pada itu pihak Belanda mendjalankan siasat untuk menghindari resolusi Dewan Keamanan itu dengan menjarankan diadakannja Konperensi Medja Bundar di Negeri Belanda dalam bulan Maret 1949 antara pihak Belanda, pihak B.F.O. dan pihak Republik atau didalam kata-kata Belanda „met prominente personen uit de gebieden, die nog niet georganiseerd zijn op de voet van artikel 5 van het B.I.O.-besluit”. Dari kalimat ini ternjata, bahwa pihak Belanda menganggap Republik Indonesia tidak ada lagi, sudah hapus karena „kenjataan kekuasaan de facto Pemerintah Republik Indonesia” sudah lenjap dengan penangkapan para anggauta Pemerintah itu dan daerahnja harus diatur menurut B.I.O.-besluit itu sebagai negara-boneka. Untuk mendjelaskan maksud itu Pemerintah Belanda menjuruh pemuka-pemuka B.F.O. menemui pembesarpembesar R.I. di Sumatra dan Bangka. Kemudian Bung Karno dan Kiai Hadji Agus Salim minta dibawa ke Bangka. Di Bangka Dwitunggal men djadi satu lagi dan menetapkan, bahwa tidak xnungkin para Pembesar R.I. ikut serta dalam konperensi di Negeri Belanda itu, djika belum dikembalikan lebih dulu ke kuasaan R.I. di Jogja. B.F.O . = B.I.O . =
B ijeenkom st Federale Organisaties. Bewindvoering in Overgangstijd.
Berkat kebidjaksanaan Dwitunggal, golongan B.F.O. dapat dijakinkan perlunja dikembalikan Pemerintah R.I. ke J°g ja dan achirnja B.F.O. djuga menuntut pengembalian itu, sedang B.F.O. tidak bersedia mengadakan konperensi tanpa R.I. Disamping itu Dewan Keamanan menganggap Repu blik Indonesia masih ada. Anggapan ini diperkuatkan dengan adanja serbuan pada tanggal 1 Maret 1949 di Jogja oleh Tentara Nasional Indonesia, jang membuktikan bahwa R.I. masih hidup dengan T.N.I.-nja. Akibat dari hal-hal ini ialah bahwa dunia internasional mendesak pihak Belanda berunding kembali dengan pi hak Republik. Perundingan itu dimulai dalam bulan April 1949. Dengan begitu terpaksalah Belanda mengakui masih adanja R.I. Didalam perundingan-perundingan bertindak Delegasi Republik Indonesia jang diketuai oleh Mr Mo hammad Roem jang ikut ditawan di Bangka. Tentu sadja Mr Roem selalu bertindak dengan persetudjuan dan atas petundjuk Dwitunggal, jang telah mengurat tracee baru, ja itu : „Kembali ke Jogja, cease fire, ke Konperensi Medja Bundar, pengakuan kedaulatan oleh bangsa Be landa kepada bangsa Indonesia dalam bentuk Republik Indonesia Serikat”. Pernah djuga Bung Hatta pergi sendiri dari Bangka ke Djakarta untuk mengadakan perundingan pada high level dengan pihak Belanda, jang dipimpin oleh Dr Van Royen. Dengan pegang teguh pada tracee tersebut diatas, Mr Roem kemudian mentjapai kata sepakat dengan Dr Van Royen, jang hasilnja dirumuskan dalam pernjataan-pernjataan jang terkenal seba gai Roem—Van Royen Statements. 19
Pada tanggal 6 Djuli 1949 dikembalikanlah para Pembesar R.I. ke Jogja dan dengan begitu Bung Hatta memimpin lagi Pemerintah R.I., jang sedjak tanggal 19 Desember 1948 diserahkan kepada Pemerintah Darurat R.I. dibawah pimpinan Mr Sjafruddin Prawiranegara di Sumatra. Berkat kebidjaksanaan Dwitunggal, B.F.O. dapat diadjak mengadakan Konperensi Antara-Indonesia, jang pada permulaan berlangsung di Jogja dengan diketuai oleh Bung Hatta dan bagian acliirnja diadakan di Dja karta dibawah pimpinan Sultan Hamid, Ketua B.F.O. Hasil dari konperensi ini ialah pengertian lebih mendalam dan kerdjasama lebih erat antara R.I. dan B.F.O. Dalam suasana persaudaraan jang dapat ditimbulkan antara kedua pihak Indonesia ini wakil-wakil kita pergi ke Konperensi Medja Bundar di Negeri Belanda. Repu blik Indonesia mengirimkan Delegasi dibawah pimpinan Dr Mohammad Hatta. Meskipun achirnja Konperensi Me dja Bundar itu tidak 100% memuaskan bangsa Indonesia, tetapi apa jang tertjapai adalah maximum jang dapat diperdjuangkan Delegasi-delegasi R.I. dan B.F.O., kalau tidak mau menggagalkan konperensi itu. Gagalnja kon perensi itu akan berarti tidak tertjapainja pengakuan kedaulatan oleh pihak Belanda dengan akibat bahwa rakjat Indonesia, jang sudah sedjak djaman pendudukan Djepang menderita begitu berat, akan harus meneruskan perdjuangannja jang sudah meminta korban beribu-ribu djiwa bangsa Indonesia. Hal ini djuga diinsjafi oleh Komite Nasional Pusat Republik Indonesia jang dengan suara terbanjak (226 lawan 62) menerima hasil-hasil K.M.B. itu, jang lebih
dulu sudah disetudjui oleh Presiden Soekarno dan para anggauta Kabinet jang tidak ikut dalam Delegasi. Dengan berhasilnja K.M.B. itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan pemulihan kedaulatan oleh Keradjaan Belanda jang diwakili oleh Ratu Juliana kepada Republik Indonesia Serikat, jang diwakili oleh P.J.M. Dr Mohamm'ad Hatta jang mendjabat Perdana Menteri Republik In donesia Serikat. Pemulihan kedaulatan itu berarti bahwa djuga Keradjaan Belanda mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia de jure, seperti sudah lebih dulu didjalankan oleh negara-negara lain, jaitu Mesir (10 Djuni 1947), Libanon (29 Djuni 1947), Syria (2 Djuli 1947), Afganistan (23 September 1947), Saudi Arabia (24 Nopember 1947). Dengan pengakuan de jure oleh Keradjaan Belanda itu menjusullah pengakuan dari negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Inggeris, Perantjis. Akibatnja ialah bahwa R.I.S. diterima djuga mendjadi anggauta jang ke 60 dari Perserikatan Bangsa-bangsa. Hal-hal inilah jang membuktikan keunggulan Bung Hatta sebagai ahli-negara (staatsman). Ia selalu dapat menjesuaikan diri dengan keadaan dan dapat memperhitungkan rugi untung dari tuntutan-tuntutannja. Kalau lawan didalam keadaan jang kuat maka tidak ngotot mengadakan tuntutan jang terlalu tinggi, tetapi sebaliknja kalau keadaan mengizinkan selalu dipergunakan untuk mentjapai keuntungan jang sebesarnja bagi negaranja. Paduka Jang Mulia Bung Hatta sebagai pemimpin De legasi R.I. didalam Konperensi Medja Bundar menghadapi situasi-situasi jang sulit, dan Alhamdullllah dapat diselesaikan semua-muanja dengan sebaik-baiknja. Disamping keuletan jang sangat dibutuhkan didalam konperensi 21
jang sebegitu penting itu, beliau mempunjai pendirian jang luas, tidak melupakan keadaan-keadaan jang kongkrit dan perimbangan-perimbangan politik jang ada pada waktu itu. Didalam pekerdjaan jang maha berat ini beliau tidak lupa memperingatkan supaja anggauta-anggauta Delegasi R.I. bertingkah laku jang sopan, memperlihatkan achlak jang tinggi, agar supaja Delegasi dapat nama baik. Dengan berdirinja Republik Indonesia Serikat tanpa Irian Barat sudah terang belum tertjapai tudjuan kita jang semula, jaitu Negara Indonesia Merdeka jang berbentuk Republik Kesatuan dan daerahnja meliputi seluruh Hindia Belanda dulu, djadi termasuk Irian Barat. Dibawah pimpinan Bung Hatta sebagai Perdana Menteri Pemerintah R.I.S. berusaha untuk melelehkan S dari R.I.S. Atas dorongan rakjat dalam bulan Maret dan April 1950, 12 (duabelas) daerah-bagian oleh Pemerintah R.I.S. dihapuskan dan wilajahnja dimasukkan dalam wilajah R.I. Masih tinggal 3 daerah, jaitu Daerah Istimewa Kali mantan Barat, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Daerah Istimewa Kalimantan Barat ke mudian diperintahkan langsung oleh Pemerintah R.I.S. setelah Sultan Hamid ditangkap karena hendak mengadakan coup d’etat. Didalam bulan Mei 1950 atas desakan Bung Hatta N.I.T. dan N.S.T. setudju, bahwa Pemerintah R.I.S., djuga atas nama Pemerintah dua negara-bagian itu mengadakan persetudjuan dengan Pemerintah Republik Indo nesia dalam waktu sesingkat-singkatnja bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan. (Piagam Persetudjuan Pemerintah R.I.S.—Pemerintah R.I., tanggal 19 Mei 1950). 22
Perubahan R.I.S. mendjadi Negara Kesatuan didjalankan melalui perubahan Konstitusi R.I.S. dengan Undangundang federal, jaitu Undang-undang R.I.S. No 7 tahun 1950, jang ditanda-tangani oleh Presiden Soekarno dan ditanda-tangani serta oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta dan Menteri Kehakiman Prof. Dr Mr Soepomo. Dengan mulai berdirinja Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950 Dr Mohammad Hatta untuk sementara berhenti dari djabatan negeri, baik sebagai Wakil Presiden R.I. (negara-bagian) maupun sebagai Perdana Menteri R.I.S. Tetapi pada bulan Oktober 1950 beliau atas andjuran Dewan Perwakilan Rakjat oleh Presiden Soekarno diang kat sebagai Wakil Presiden. Dalam Negara Kesatuan sekarang jang berdasarkan sistim parlementer apa djabatan Wakil Presiden itu perlu atau tidak, tetapi diwaktu itu diadakan karena orang ingin menempatkan kembali Bung Hatta sebagai pemimpin besar bangsa Indonesia sedjak dulu didalam pimpinan Negara, seperti pada waktu permulaan revolusi, djadi sebagai salah satu bagian dari Dwitunggal. Tidak akan dilupakan, bahwa perhatiannja kebanjakan ditudjukan kepada memadjukan ekonomi bangsa dan negara Indonesia terutama dalam soal kooperasi, sehingga beliau mendapat gelar Bapak Kooperasi. Terhadap pada masaalah jang maha penting buat negara kita, ialah masaalah pembangunan ekonomi, Paduka Jang Mulia telah memberikan pula djasa-djasa jang besar sekali nilainja. Untuk menjadari tentang hal itu, maka baiklah apabila kita ingat keadaan negara kita pada waktu bangsa Indonesia mendapatkan penga23
kuan kemerdekaan dan kedaulatan atas tanah air kita. Chaos, kekatjauan dan keadaan jang mendekati kebangkrutan jang terdapat dinegara kita pada waktu itu. Perekonomian masjarakat sangat terlambat perkembangannja, hal mana mengakibatkan bahwa dinegara kita jang terkenal sebagai negara jang potensiil terkaja didunia para penduduknja sama sedemikian rendah tingkat hidupnja, sehingga dilingkungan negara-negara jang eco nomically under-developed sadja, negara kita masih djuga tergolong pada golongan jang tingkatnja terendah. Tentu sadja keadaan jang sematjam itu tidak dapat dibiarkan sadja. Apalagi kalau bangsa kita sedjak men djadi bangsa jang merdeka dan berdaulat itu telah menginsjafi pula tentang keadaan jang buruk itu dan menginginkan perbaikan nasibnja. Dengan mengingat keadaan tersebut sebagai latar belakang, maka nampak dengan djelas betapa dan bidjaksana Paduka Jang Mulia dilapangan politik perekono mian. Dengan tepat Paduka Jang Mulia telah meletakkan djarinja pada bagian jang sakit daripada badan masja rakat bangsa kita dan dengan tepat pula Paduka Jang Mulia telah menetapkan diagnose serta therapinja untuk menjehatkan badan masjarakat Indonesia jang menderita sakit kemiskinan itu. Djenis penjakit kemiskinan jang diderita oleh masjarakat Indonesia mempunjai sifat jang istimewa, jang hanja dapat diobati dengan tjara pengobatan jang istimewa pula. „Indonesia is poor because it is poor , kata profesor Murkse dari Colombia University. M aksud u tjap an itu ialah untuk m enu n d jukkan b a h w a n eg ara In d o n esia itu p ad a w aktu sekaran g, b ila d ilih at d ari sudut ekon om i sedang b era d a did alam lingkaran
24
jang talc berudjung pangkal. Indonesia itu miskin dan oleh karena miskin maka kesanggupannja untuk menabung adalah ketjil; kesanggupan untuk menabung jang ketjil itu adalah akibat dari tingkat penghasilan riil jang rendah. Tingkat penghasilan riil jang rendah itu mentjerminkan produktivitet jang rendah; produktivitet jang rendah disebabkan karena kekurangan modal; kekurangan modal itu adalah akibat dari kesanggupan untuk mena bung jang ketjil, dan ini adalah akibat dari kemiskinan. Demikianlah lingkaran kemiskinan jang tak berudjung pangkal, didalam lingkaran mana masjarakat Indonesia terlibatnja. Selama lingkaran itu belum dapat dipatahkan, maka tidak dapat diharapkan bahwa kemiskinan jang meliputi masjarakat negara kita itu akan dapat ditiadakan. Didalam hal ini Paduka Jang Mulia telah memperlihatkan besamja keachlian didalam memetjahkan masaalah ekonomi jang kompleks, dengan menundjukkan bagian dari lingkaran jang visious jang dengan tindakan jang tepat akan dapat dipatahkan, sehingga selandjutnja dapat diharapkan bahwa penjakit kemiskinan itu sedikit demi sedikit akan dapat ditiadakan. Dalil utama jang dikemukakan oleh Paduka Jang Mulia ialah bahwa dengan djalan kooperasi atau kerdjasama, nasib orang jang lemah ekonominja akan dapat diperbaiki. Usaha produksi jang tidak mungkin diselenggarakan karena untuk menjelenggarakannja itu diperlukan modal, jang para penduduk tak sanggup untuk mengumpulkannja karena kemiskinannja, itu dengan djalan kooperasi dapat diselenggarakannja. Oleh karena itu tiap usaha 25
produksi baru itu, akan menambah hasil masjarakat, maka bertambahnja usaha-usaha produksi baru akan banjak menambah hasil masjarakat, hal mana akan me’nimbulkan naiknja penghasilan riil para penduduk. Dengan naiknja penghasilan riil ini akan patahlah lingkaran kemiskinan jang tak berudjung pangkal itu, karena de ngan naiknja penghasilan riil itu kesanggupan untuk menabung akan bertambah dan bertambahnja kesang gupan untuk menabung akan memungkinkan bertambah nja penggunaan modal untuk usaha-usaha produksi, dan bertambahnja penggunaan modal akan menambah produktivitet dan ini akan menambah penghasilan riil dan demikian selandjutnja. ^■Benar usaha menaikkan tingkat penghasilan riil dengan djalan kooperasi itu hanja akan dapat tetap menaikkan tingkat peifghasilan riil jang lebih tinggi apabila usaha itu tetap dilandjutkan dengan tidak hentinja. Sjarat inipun dipenuhi pula. Paduka Jang Mulia tetap setia pada prinsip jang telah dinjatakan mengenai tjara melaksanakan pembangunan ekonomi dinegara kita ini. Prinsip tersebut telah tertjantum dalam Undang-undang Dasar Sementara Negara kita jang ditentukan pada achir tahun 1949, dimana didalam fatsal 38 dinjatakan bahwa : „Perekonom ian disusun sebagai usaha bersam a berdasar atas asas kekeluargaan”. Jang dimaksud dengan asas kekeluargaan itu ialah tak lain melainkan kooperasi. Sedjak waktu berlakunja Undang-undang Dasar Semen tara itu Paduka Jang Mulia telah memperdjuangkan pembangunan perekonomian negara kita dengan djalan kooperasi. Baik dalam pidato maupun dengan tulisan, baik dipertemuan ramah-tamah maupun dirapat raksasa 26
Paduka Jang Mulia dengan djelas dan tegas senantiasa menginsjafkan dan mejakinkan akan luhurnja dasar hidup atas kooperasi itu, pun pula betapa tepatnja djalan ko operasi sebagai methode untuk mendjalankan politik pembangunan ekonomi dimasjarakat negara kita didalam mana telah hidup rasa solidaritet jang merupakan salah satu sjarat jang terpenting untuk berhasilnja kooperasi, sedangkan sjarat jang lain ialah individualitet atau rasa harga diri itu dinegara jang telah merdeka dan berdaulat tak sukar pula untuk menanam dan memupuknja. Disamping itu tiap-tiap tahun pada tanggal 12 Djuli Paduka Jang Mulia senantiasa mengadakan pidato peringatan untuk memperingati Hari Kooperasi, peringatan mana dimaksudkan tidak hanja untuk menoleh kebelakang guna memperingati apa jang telah dikerdjakan, melainkan terutama untuk memandang kemasa depan untuk memperkuat usaha jang ditudjukan buat mentjapai apa jang belum terlaksana daripada tjita-tjita itu. Perdjuangan jang berdasarkan atas teori jang bermutu tinggi serta bersandar atas pengetahuan jang mendalam mengenai keadaan-keadaan jang riil, lagi pula didjalankan dengan semangat jang tak berkundjung padam, achirnja pasti akan mendapatkan hasil jang gemilang. Kami sendiri jakin pula akan tertjapainja tudjuan per djuangan itu dan kejakinan ini tidak hanja berdasarkan ramalan belaka, melainkan atas kenjataan bahwa sedjak dimulainja gerakan kooperasi setjara jang systematis pada tahun 1950, pada waktu mana hanja terdapat 1.155 buah kooperasi dengan uang simpanan sedjumlali Rp 4.500.000,—, kemudian angka-angka tersebut meningkat sbb. : 27
Tahun
Djumlah kooperasi
1950 1951 1952 1953 1954 1955
1.155 5.770 7.667 8.223 9.614 11.394
Djumlah : Simpanan Rp
>7
»
4.500.00035.000.000,56.000.000,89.000.000,148.000.000,267.000.000,-
Tjadangan Rp - „ 3.473.000,„ 3.262.000,„ 4.494.000,„ 27.452.000„ 45.932.000,-
Mengingat pertumbuhan kooperasi jang berdjalan de ngan ketjepatan jang tetap bertambah, itu dapat dipastikan bahwa usaha pembangunan ekonomi dengan djalan kooperasi akan mendapat hasil jang tidak mengetjewakan, maka dengan itu akan nampak dengan lebih djelas. lagi betapa besar djasa Paduka Jang Mulia dilapangan pembangunan ekonomi untuk nusa dan bangsa kita. Dengan apa jang saja uraikan diatas, meskipun saja merasa belum selengkap-lengkapnja, tjukup djelaslah djasa-djasa P.J.M. Hadji Dr Mohammad Hatta untuk tanah air kita, dan atas dasar itulah dan melihat Paduka Jang Mulia sebagai Pemimpin Rakjat Indonesia, Pem bangunan Negara dan sebagai Maha Putera R.I., Uni versitas Gadjah Mada menghaturkan gelar doctor honoris, causa didalam Ilmu Hukum.
28
Lampau dan datang P I DA T O
diutjapkan pada penerimaan gelar doctor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada pada 27 Nopember 1956 oleh M
o h a m m a d
H
a t t a
Zum W erke, das wir Ernst bereiten, Geziem t sich w ohl ein ernstes W ort; Wenn gute R eden sie begleiten, Vann flicsst die Arbeit munter fort. S c h il l e r
S a u d a ra P res id en U n iv ersitas G a d ja h M ad a d a n P ro m o to r, S a u d a r a -s a u d a r a G u ru B esa r, H ad irin d an H ad ira t ja n g te r h o m ia t.
Izinkanlah saja terlebih dahulu mengutjapkan terima kasih banjak-banjak kepada Senat Universitas Gadjah Mada atas kehormatan jang dilimpahkan kepada saja pada hari ini, dengan mengangkat saja mendjadi doctor honoris causa. Sungguli, penghargaan ini saja hargai setinggi-tingginja. Putusan Senat Universitas Gadjah Mada itu, mau tidak mau, membajangkan dimuka saja masa jang lampau jang djauh silam, jang penuh dengan tjita-tjita, - tjita-tjita jang didjadikan padunn bagi masa datang. Bukankah didalam masa pendjadjahan, didalam suasana Hindia Belanda, lahir idee, tjiptaan jang murni dan muluk ten tang bangun Indonesia Merdeka dikemudian hari? Ideal dan realitet, dalam perkembangannja sangat bersangkut-paut, maupun dalam perkembangan jang sedjalan maupun dalam hubungan keadaan dan reaksi. Realitet jang dihadapi, — apalagi kalau pahit sekali rasanja — seringkali menimbulkan dalam kalbu suatu ideal sebagai pengobat djiwa jang luka. Ideal, jang memberikan harapan bagi masa datang dan mendjadi pendorong dalam perdjuangan untuk menentukan nasib sendiri. Sebagai pengganti Hindia Belanda jang penuh dengan kesengsa33
raan dan kezaliman, ditjiptakan dan didjandjikan kepada diri sendiri suatu Indonesia Merdeka, jang berdasarkan keadilan dan kemakmuran, bebas dari kesengsaraan hidup. Inilah jang tumbuh berangsur-angsur didalam djiwa kaum muda Indonesia, sedjak ia memperoleh keinsjafan tentang kewadjibannja sebagai putera bangsa! Indonesia dimasa itu dapat dilukiskan, dalam garis besamja, sebagai berikut. Ditilik dari djurusan struktur sosialnja, terdapat didalamnja dua matjam dasar hidup jang bertentangan : kolektivisme dan individualisme. Kolektivisme dasar pergaulan hidup Indonesia lama dan individualisme semangat masjarakat Hindia Belanda, jang ditanam diatas masjarakat Indonesia. Berlainan dari perkembangan ma sjarakat dibenua Barat, disini bangunan feodalisme tidak igantikan oleh organisasi kapitalisme, melainkan diduu inja dari atas. Setia kepada prinsip rasionalis, jang mendjadi motor dan dasar perhitungannja, kapitalisme jang datang ke Indonesia sebagai penjerang, perampas an penguasa politik, tidak menghantjurkan organisasi eo a is jang ada, melainkan mempergunakannja sebagai ru h n ja ^ k men§uasai tenaga produksi masjarakat seluDitindjau dari segi ekonominja, perekoiu)mian Indoesia nierupakan^berbagai matjam tjampuran antara ° ,6 dan individualisme. Diatas perekonomian jat, jang sebagian besar masih berdasarkan gotongojong, tumbuh perekonomian kapitalis dengan segala S ^ Perkembangannja. Ditengah-tengah perekonomian jang ersemangat „Idee der Nahrung” — tjita-tjita keper34
luan hidup sahadja — terpantjang bangunan-bangunan perekonomian jang dikemudikan oleh prinsip keuntungan, oleh nafsu untuk memperbesar harta senantiasa. Apabila kita pasangkan kesitu teori-tingkatan B ru n o H ild ebr a n d tentang perkembangan perekonomian masjarakat berturut-turut didalam waktu, jaitu Naturalwirtschaft, Geldwirtschaft dan Kreditwirtsc-haft, ketiga tingkat itu sekali didapati di Indonesia dalam keadaan bertumpuk. Per kembangan perekonomian, jang dibarat terentang liniair dalam waktu, disini berlapis vertikal, sehingga tingkat ketiga jang lebih kuat mengimpit jang lemah dan menindis kemadjuannja. Selain dari itu, perpisahan tingkat itu sebagian besar sedjalan pula dengan perbedaan djenis bangsa. Pada tingkat perekonomian natura dan separoh natura, jang sudah tipis lapisnja, duduk semata-mata suku-suku bangsa Indonesia. Disitu berlaku dasar gotong-rojong dalam keadaannja jang masih murni, terdapat sistim kerdjasama dalam bentuk kooperasi sosial. Tingkat per ekonomian uang, jang telah meluas sampai kedesa-desa, sebagian besar ditempati oleh bangsa Indonesia, selebihnja pada lapisan atasnja oleh bangsa Tionghoa. Tingkat perekonomian kredit, jang menguasai seluruhnja kebawah rata-rata diduduki oleh bangsa kulit putih. Bangsa Tiong hoa jang duduk pada tingkat kedua didjadikannja alat untuk memperhubungkannja kebawah, kedalam masjara kat Indonesia. Dimata perekonomian kapitalis jang datang menjerbu, Indonesia merupakan suatu perkebunan besar. Exploitasinja didasarkan kepada dua faktor jang menguntungkan, jaitu tanah jang subur dan upah buruh jang murah. Dua 35
faktor jang memperbesar tenaga konkurensi! Produksi tidak dilakukan untuk memuaskan keperluan didalam negeri, melainkan untuk pasar dunia jang mendjamin keuntungan jang sebesar-besarnja. Sebagai daerah pendjualan barang-barang industri Nederland, Indonesia belum begitu berharga. Fungsi ekonominja jang terutama ialah sebagai daerah produksi semata-mata. Karena itu „export-economie mendjadi tjorak perekonomian Hindia Belanda. Ditilik dari djurusan struktur politiknja, Hindia B e landa merupakan suatu Politie-Staat, suatu bentuk organisasi negara jang sesuai dengan tjita-tjita sipendjadjah untuk menguasai seluruhnja, politik, ekonomi dan sosial. Disitu tidak ada tempat bagi demokrasi. Semuanja tersusun didalam sistim hierarchi: pangreh pradja, polisi, tentera. Didalam sistim itu ditempatkan, sebagai kakinja, organisasi jang rasionil dari pada apa jang disebut Inlands Bestuur jang berputjuk pada Bupati. Diatas pundak bupati itu tersusun suatu sistim Europees Bestuur jang kokoh, jang menjusun perintah jang akan disampaikan kebawah dan mengadakan pengawasan atas pegawaipegawai pemerintah bumiputera. Jang terutama dihargai bukan pegawai bumiputera jang tjakap dan bertjita-tjita, melainkan mereka jang paling pandai mendjalankan perintah. Karena itulah maka masjarakat Indonesia, jang tertekan dan tertindas dibawah, tidak bisa berkembang dan bertunas. Semangldn dalam kapitalisme masuk kedalam masjarakat Indonesia, semangkin rusak penghidupan rakjat jang tidak mempunjai pertahanan lagi. Sendi-sendi masjarakat hantjur karena tiga matjam sistim penghisapan 36
jang dilakukan berturut-turut selama tiga abad, jaitu sistim O.I.C., cultuurstelsel dan sistim inisiatif partikulir. Dan dalam segala pemerasan itu, pemerintah djadjahan dimana perlu bersikap — menurut kata J. E. Stokvis — „als de natuurlijke hoeder van het koloniale kapitalisme”. Dengarlah pula betapa tepatnja P r o f . J. H. B o ek e menggambarkan kerusakan sosial jang ditimbulkan oleh kapitalisme kolonial itu di Indonesia: „Asas-asas liberal jang menempatkan orang-seorang dimuka sebagai sendi perusahaan dan serangan kapitalis me telah merobohkan di Indonesia — lebih lagi dari di Eropah — sendi-sendi persekutuan hidup dan menghalau kaum jang lemah menjerbukan diri kedalam perdjuangan sosial jang begitu sedih. Kita semuanja tahu, bahwa kapitahsme jang berusia penuh ini masuk ke Indonesia sebagai perampas dan menaklukkannja dalam beberapa puluh tahun sadja. Lebih ganas lagi dari di Eropah tampak ditanah djadjahan bekas politik, jang berpedoman kepada keperluan mereka jang mempimjai alat jang tjukup, pengetahuan tinggi dan senantiasa siap untuk berdjuang. Politik perekonomian jang membuka pintu Indonesia imtuk kapitalis jang keras hati, politik perhubungan jang mendekatkan segala jang djauh dan merombak pagar perasingan, asas kemerdekaan berdagang jang membukakan pintu kepada lawan bersaing dari luar, kemerdekaan pasar jang mempertadjam persaingan perniagaan dalam negeri, aturan bajar padjak jang semangkin lama semangkin dilakukan dengan uang dan mengenai diri seseorang, undang-undang dan pengadilan tjara barat, politik pendidikan, — semuanja itu merombak susunan pergaulan hidup anak negeri serta organisme 37
sosial jang ada, sehingga orang banjak jang bertenaga lemah tidak sanggup bertahan. Persekutuan sosial jang ada diruntuhkan dengan tidak diganti dengan jang baru, dihantjurkan dengan tidak didirikan tukarannja, kemelaratan ditimbulkan dengan tidak membangkitkan tenaga jang baru, dan karena itu hasilnja membinasakan semangat manusia”. 1 Ini bukan utjapan seorang revolusioner Indonesia, me lainkan basil analisa ilmiah dari seorang ekonom kolonial jang dalam perasaan kemanusiaannja. Pengetahuan ini beserta penghinaan rasial dan individuil jang dialami seliari-hari memberikan isi kepada tjita-tjita Indonesia Merdeka dikemudian bari. Dan pe ngetahuan tentang tjita-tjita kolonial Belanda, jang tidak memberikan tempat sedikitpun kepada tudjuan Indonesia-berpemerintah-sendiri, memperkuat semangat kebang saan. „Indonesia Merdeka, bersatu dan tidak terpisahpisah” serta „berdjuang atas kekuatan tenaga sendiri’ — mendjadi sembojan pergerakan nasional. Utjapan pemixnpin-pemimpin Belanda, seperti H . C o l i j n , jang mengatakan, bahwa kepada kaum pergerakan Indonesia harus ditegaskan bahwa kekuasaan Belanda di Indonesia kuat duduknja seperti Mont-Blanc diatas Alpen 2, hanja dapat membakar semangat kebangsaan Indonesia jang sudah berkobar. Menundukkannja tak mungkin lagi! Demikianlah lahir dalam pangkuan pergerakan kemer dekaan dahulu empat dari pada sila jang lima jang mendjadi sendi negara sekarang: peri-kemanusiaan, 1 j . h . b o e k e , A u to -activ iteit naast 2 h . c o l i j n , K olon iale vraagstukken
hal. 39.
38
autonom ie, hal. 53 d.s. van heden en m orgen, 1928,
persatuan Indonesia, kedaulatan rakjat dan keadilan sosial. Semuanja itu tjita-tjita buat masa datang sebagai reaksi kepada realitet jang pahit: kesengsaraan rakjat, penghinaan bangsa, pemerasan dan penderitaan nasional, dibawah suatu kekuasaan autokrasi kolonial. Indonesia Merdeka dimasa datang mestilah negara nasional, bersatu dan tidak terpisah-pisah, bebas dari pendjadjahan asing dalam rupa apapun djuga, politik maupun ideologi. Dasar-dasar peri-kemanusiaan harus terlaksana dalam segala segi penghidupan, dalam perhubungan antara seorang dengan seorang, antara madjikan dan buruh, antara bangsa dan bangsa. Lahir dalam perdjuangan menentang pendjadjahan, tjita-tjita perikemanusiaan tidak sadja bersifat anti-kolonial dan antiimperialis, tetapi djuga menudju kebebasan manusia dari segala tindisan. Pergaulan hidup harus diliputi oleh suasana kekeluargaan dan persaudaraan. Literatur sosialis jang banjak dibatja dan pergerakan kaum buruh Barat jang dilihat dari djauh dan dari dekat, memperkuat tjita-tjita itu mendjadi kejakinan. Perasaan itu, jang begitu meresap didalam djiwa per gerakan nasional, dinjatakan kemudian sebagai pendirian pokok didalam Mukaddimah Undang-Undang Dasar Re publik Indonesia, „bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka pendja djahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”. Apabila „UniversaI Declaration of Human Rights” jam* 30 pasal, jang diterima sebagai usul didalam sidang P.B.B. di Paris pada tanggal 10 Desember 1948, memuat dalam pasal 1, bahwa „all human beings are born free 39
and equal in dignity and rights”, maka pernjataan ini terdengar oleh pengandjur-pengandjur Indonesia jang berdjuang dahulu sebagai pemuda dan perintis, sebagai suaranja sendiri. Mereka merasa, seolah-olah orang mau merealisasi tjita-tjita mereka jang lama itu didalam pergaulan hidup internasional. Apabila tjita-tjita itu sudah dipandang patut dilaksanakan dalam hubungan interna sional, apakah ia akan ditinggalkan didalam hubungan nasional? Suatu masalah jang prinsipiil lagi harus dipetjah! Apa bila Indonesia sampai merdeka, bagaimanakah mestinja bentuk negaranja? Pengalaman dengan pemerintahan autokrasi kolonial dalam bentuk negara-kepolisian menghidupkan didalam kalbu kaum muda Indonesia tjita-tjita negara hukum jang demokratis. Negara itu haruslah berbentuk Republik, berdasarkan Kedaulatan Rakjat. Tetapi Kedaulatan Rakjat jang dipahamkan dan dipropagandakan dalam kalangan pergerakan nasional berlainan dengan konsepsi R o u sse a u , jang bersifat individuahsme. Kedaulatan Rakjat tjiptaan Indonesia harus berakar da lam pergaulan hidup sendiri jang bertjorak kolektivisme. emo asi Indonesia harus pula perkembangan dari pada emo asi Indonesia jang asli. Semangat kebangsaan jang turn u se agai reaksi terhadap imperialisme dan kapita isme arat, memperkuat pula keinginan untuk mentjari sen i sen i agi negara nasional jang akan dibangun keda am masjarakat sendiri. Demolcrasi Barat i priori sudah ditolak. D a la m m e m p ela d ja ri Revolusi Perantjis 1789, ja n g te renal sebagai sumber demokrasi Barat, temjata bahwa t llo gi emerdekaan, persamaan dan persaudaraan” jang 40
mendjadi sembojannja tidak terlaksana didalam praktik V Itu tidak mengherankan, karena Revolusi Perantjis meletus sebagai revolusi individuil untuk memerdekakan orang-seorang dari ikatan feodalisme. Kemerdekaan individu diutamakan. Dalam merealisasinja orang lupa akan rangkaiannja dengan persamaan dan persaudaraan. Selagi Revolusi Perantjis tudjuannja hendak melaksanakan tjita-tjita sama-rata sama-rasa — sebab itu disebelah kemerdekaan individu dikemukakan persamaan dan per saudaraan —, demokrasi jang dipraktikkan hanja membawa persamaan politik. Dalam politik hak seseorang sama dengan jang lain; kaja dan miskin, laki-laki dan perempuan sama-sama mempunjai hak untuk memilih dan dipilih mendjadi anggota dewan perwakilan rakjat. Tetapi lebih dari itu tidak ada persamaan. Dalam per ekonomian tetap berlaku dasar tidak-sama. Malahan dengan berkobarnja semangat individualisme, jang dihidupkan oleh Revolusi Perantjis, kapitahsme subur tumbuhnja. Pertentangan kelas bertambah hebat, penindisan jang lemah ekonominja oleh jang kuat bertambah kedjam. Dimana ada pertentangan jang hebat antara berbagai kepentingan, dimana ada golongan jang menindis dan tertindis, disitu sukar didapat persaudaraan. Stelsel bertanggung djawab sendiri didalam ekonomi membawa akibat, bahwa hidup seorang buruh hanja terdjamin selama ia kuat dan dapat bekerdja. Ia terlempar dan terlantar, apabila ia sudah tua dan sakit-sakit dan tenaganja bekerdja sudah lemah. Njatalah, bahwa demokrasi jang sematjam itu tidak 1 L ih at umpamanja, karangan sa ja „Revolusi P era n tjis” dalam Kum pulan K arangan saja, djilid IV, halaman 11 d.s.
41
sesuai dengan tjita-tjita perdjuangan Indonesia jang mentjiptakan terlaksananja dasar-dasar peri-kemanusiaan dan keadilan sosial. Demokrasi politik sadja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Disebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan tidak ada. Sebab itu tjita-tjita demokrasi Indonesia ialah dem okrasi sosial, meliputi seluruli lingkungan hidup jang menentukan nasib manusia. Tjita-tjita keadilan sosial jang terbajang dimuka, didjadikan pro gram untuk dilaksanakan didalam praktik hidup nasional dikemudian hari. Djika ditilik benar-benar, ada tiga sumber jang menghidupkan tjita-tjita demokrasi sosial itu dalam kalbu pemimpin-pemimpin Indonesia diwaktu itu. Pertama, paham sosialisme Barat, jang menarik perhatian mereka karena dasar-dasar peri-kemanusiaan jang dibelanja dan mendjadi tudjuannja. Kedua, adjaran Islam, jang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masjarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai machluk Tuhan, sesuai dengan sifat Allah jang Pengasih dan Penjajang. Ketiga, pengetahuan bahwa masjarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme. Paduan semuanja itu hanja memperkuat kejakinan, bahwa bangun demokrasi jang akan mendjadi dasar pemerintahan Indonesia Merdeka dike mudian hari haruslah suatu perkembangan dari pada emokrasi asli, jang berlaku didalam desa Indonesia. Negara-negara Indonesia lama adalah negara feodal, jang dikuasai oleh radja autokrat. Sungguhpun begitu didalam desa-desa sistim demokrasi terus berlaku, tumbuh dan hidup sebagai adat-istiadat. Bukti ini menanam 42
i
kejakinan, bahwa demokrasi Indonesia jang asli kuat bertahan, liat hidupnja, tidak „lakang dek paneh, indak lapuak dek udjan”. Inilali pula dasarnja, apa sebab demo krasi asli itu begitu di-idealisir didalam pergerakan ke bangsaan dahulu. Banjak pemimpin jang menganggapnja sudah tjukup lengkap untuk didjadikan dasar pemerintahan negara moderen. „Angkatkan feodalisme dan kapi talisme jang menindisnja — demikian kata mereka —, ia akan kembang keatas dan hidup dengan suburnja diatas rumpun jang sehatl” Analisa sosial menundjukkan, bahwa demokrasi asli Indonesia kuat bertahan dibawah feodalisme, karena tanah sebagai faktor produksi jang terpenting adalah milik bersama kepunjaan masjarakat desa. Bukan kepunjaan radja. Dan sedjarah sosial dibenua Barat memperlihatkan, bahwa pada zaman feodalisme milik-tanah ada lah dasar kemerdekaan dan kekuasaan. Siapa jang hilang haknja atas tanah, hilang kemerdekaannja. Ia terpaksa menggantungkan hidupnja kepada orang Iain; ia mendjadi budak pekarangan tuan tanah. Siapa jang memiliki tanah jang luas, ia mempunjai kekuasaan, dan besar kekuasaan itu sepadan pula dengan luas tanah jang dimiliki. Oleh karena dalam Indonesia dahulu-kala milik tanah adalah pada masjarakat desa, maka demokrasi desa boleh ditindis hidupnja oleh kekuasaan feodal jang meliputinja dari atas, tetapi tidak dapat dilenjapkan. Berdasarkan milik-bersama atas tanah, maka tiap-tiap orang-seorang dalam mempergunakan tenaga ekonominja merasa perlu akan persetudjuan kaumnja. Kelandjutan dari pada itu didapati pula, bahwa segala usaha jang berat, jang tidak tekerdjakan oleh tenaga orang-seorang, dikerdjakan ber43
sama setjara gotong-rojong. Bukan sadja hal-hal jang menurut sistim juridis Barat termasuk kedalam golongan hukum publik dikerdjakan begitu, tetapi djuga jang mengenai hal-hal prive, seperti mendirikan rumah, mengerdjakan sawah, mengantar majat kekubur dan lain-Iainnja. Adat hidup sematjam itu, jang berdasarkan hak-milik bersama tadi atas tanah, membawa kebiasaan bermusjawarat. Segala keputusan tentang soal-soal jang mengenai kepentingan umum diambil dengan kata sepakat. Seperti disebut didalam pepatah Minangkabau: „bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat”. Kebiasaan menetapkan keputusan dengan mufakat menimbulkan ke biasaan mengadakan rapat pada tempat jang tertentu, dibawah pimpinan kepala desa. Segala orang dewasa anggota.asli desa berhak hadir dalam rapat itu. Dengan itu belumlah lengkap disebut anasir-anasir demokrasi dalam desa Indonesia jang asli. Ada dua lagi, jaitu hak untuk mengadakan protes bersam a atas peraturan-peraturan radja jang dirasakan tidak adil, dan hak rakjat untuk menjingkir dari daerah dibawah kekuasaan radja, apabila ia merasa tidak senang lagi hidup disana. Benar atau tidak, jang kemudian ini sering dianggap sebagai hak orang-seorang untuk menentukan nasib sen diri. Seperti diketahui, hak mengadakan protes bersama biasa dilakukan sampai pada masa jang achir ini. Apabila rakjat merasa keberatan sekali atas peraturan jang diadakan oleh Bupati atau Wedana atau pembesar lainnja, maka kelihatan orang datang sekali banjak ke-alun-alun dan duduk disana beberapa lama dengan tiada berbuat apa-apa. Tidak sering rakjat Indonesia dahulu, jang bersifat sabar dan suka menurut, berbuat begitu. Akan 44
tetapi, apabila ia sampai berbuat begitu, maka itu men djadi pertimbangan bagi penguasa, apakah ia akan mentjabut kembali atau mengubah perintahnja. Kelima anasir demokrasi asli itu: rapat, mufakat, tolong-menolong atau gotong-rojong, hak mengadakan protes bersama dan hak menjingkirkan diri dari kekuasa an radja, dipudja didalam lingkungan pergerakan nasio nal sebagai pokok jang kuat bagi demokrasi sosial, jang akan didjadikan dasar pemerintahan Indonesia Merdeka dimasa datang. Analisa jang dikerdjakan kemudian dengan tenang, bebas dari keinginan me-idealisir segala jang asli dari kita, menundjukkan bahwa tidak semuanja mana jang tampak bagus pada demokrasi desa dapat dipakai begitu sadja pada tingkat negara. Mufakat jang dipraktikkan didesadesa ialah mengambil keputusan dengan kata sepakat, dengan persetudjuan semuanja, setelah masalahnja diperbintjangkan dengan pandjang lebar. Sebelum terdapat kata sepakat, belum dapat diambil keputusan, dan halnja terus dibitjarakan didalam dan diluar rapat. Keputusan dengan mufakat tidak mungkin tertjapai didalam Dewan Perwakilan Rakjat, dimana terdapat berbagai partai dan pertentangan politik. Dalam hal ini, mau tidak mau, orang harus menerima sistim demokrasi Barat, jaitu mengambil keputusan dengan suara terbanjak. Sebaliknja, „mufakat” jang dipaksakan sebagaimana lazim terdjadi dinegeri-negeri totaliter tidaklah sesuai dengan paham demokrasi Indonesia, sebab mufakat baru djadi sebagai hasil dari pada permusjawaratan. Dengan tidak ada musjawarat, dimana tiap-tiap orang berhak untuk menjatakan pendapatnja, tidak ada mufakat. Tetapi 45
didalam masjarakat kolektif jang demokratis, seperti di Indonesia, mentalitet orang-seorang berlainan dari di dalam masjarakat individuals. Dalam segala tindakannja dan menjatakan pendapatnja, ia terutama dikemudikan oleh kepentingan umiim. Dalam keselamatan kesemuanja terletak kepentingannja sendiri. Sebab itu, pada dasarnja, mentjapai kata sepakat lebih mudah. Sungguhpun orang-seorang dalam pikirannja dan dalam tindakannja keluar terikat kepada tjita-tjita kepentingan umum, ia bukan objek semata-mata dari pada kolektivitet, seperti jang berlaku dalam negara totaliter. Ia tetap subjek jang mempunjai kemauan, merdeka bergerak untuk mengadakan perhubungan jang spesial, untuk mengadakan diferensiasi. Dalam perikatan masjarakat ia tetap mempunjai tjita-tjita, mempunjai pikiran untuk mentjapai keselamatannja atau keselamatan umum. Inilah tipe manusia Indonesia jang tergambar didalam kalbu waktu berusaha mentjiptakan suatu sistim demo krasi jang tepat bagi Indonesia Merdeka dimasa datang. Betapapun djuga, orang tak mau melepaskan tjita-tjita demokrasi sosial, jang banjak sedikitnja bersendi kepada organisasi sosial didalam masjarakat asli sendiri. Dalam segi politik dilaksanakan sistim perwakilan rakjat dengan musjawarat, berdasarkan kepentingan umum. Autonomi jang luas sebagai tjermin dari pada „pemerintahan dari jang diperintah” harus terlaksana. Dalam segi ekonomi dilaksanakan kooperasi sebagai dasar perekonomian rak jat, ditambah dengan kewadjiban Pemerintah untuk menguasai atau mengawasi tjabang produksi jang penting bagi negara dan jang menguasai hadjat hidup orang banjak. Dalam segi sosial diadakan djaminan untuk per46
kembangan keperibadian manusia. Manusia bahagia, sedjahtera dan susila mendjadi tudjuan negara. Demikianlah tumbuh berangsur-angsur didalam pangkuan pergerakan kebangsaan tjita-tjita jang memberi semangat kepada perdjuangan kemerdekaan dan mendjadi dasar bagi pembentukan Negara Republik Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tatkala bermusjavvarat tentang masalah „apa jang akan mendjadi dasar negara Indonesia” didalam Panitia PenjeIidik Usaha Kemerdekaan Indonesia pada permulaan bu lan Djuni 1945, rata-rata orang menganggap perlu, bahwa Republik Indonesia jang akan dibangun tidak sadja ber dasarkan politik sosial, tetapi djuga mempunjai dukungan moril dari agama. Dalam suasana politik diwaktu itu, se perti djuga dinjatakan didalam Mukaddimah UndangUndang Dasar, orang merasa bahwa kemerdekaan Indo nesia diperoleh atas kurnia Allah. „Dengan berkat dan rahmat Tuhan — demikian tertulis disitu — tertjapailah tingkatan sedjarah jang berbahagia dan luhur”. Pemimpin dari segala golongan mempunjai keinginan didalam hati, supaja didalam Indonesia Merdeka tidak sadja berlaku kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agamanja masing-masing, tetapi, djuga perdamaian agama. Maka, atas andjuran B ung K arno 1 jang merumuskan Pantjasila, diterimalah „Ketuhanan Jang Maha-Esa” seba gai dasar kelima. Dengan itu ideologi negara tersusun atas dua lapis fondamen: fondamen politik dan fondamen moral. 1 L ih at ir s o e k a r n o , L a h irn ja P a n tja -S ila , tjeta k a n ketiga, 1949. Perh atikan pula h . r o s i n , P a n tja -S ila .
47
Sedjak dirumuskan Piagam Djakarta 22 Djuni 1945 untuk didjadikan teks proklamasi Indonesia Merdeka 1, oleh sembilan orang pemimpin jang mehputi berbagai golongan dan aliran agama, urutan kelima dasar itu su dah berubah. Dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa, jang mulanja djadi dasar penutup, sekarang terletak diatas seba gai sila pertama. Dengan meletakkan dasar m oral diatas, negara dan pemerintahannja memperoleh dasar jang lebih kokoh, jang memerintahkan kebenaran, keadilan, kebaikan dan kedjudjuran serta persaudaraan keluar dan kedalam. Dengan politik pemerintahan jang berpegang kepada moral jang tinggi ditjiptakan tertjapainja — seperti dikehendaki didalam Mukaddimah UndangUndang Dasar pertama — „suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia”. Dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa djadi dasar jang memimpin tjita-tjita kenegaraan kita untuk menjelenggarakan segala jang baik bagi rakjat dan masjarakat, sedangkan dasar peri-kemanusiaan adalah kelandjutan de ngan perbuatan dalam praktik hidup dari pada dasar jang memimpin tadi. Dasar kebangsaan menegaskan sifat negara Indonesia sebagai negara nasional, berdasarkan ideologi sendiri, sedangkan dasar kerakjatan mentjiptakan pemerintahan jang adil, jang dilakukan dengan rasa tanggung djawab, agar terlaksana keadilan sosial, jang tertjantum sebagai sila kelima. Dasar keadilan sosial ini adalah pedoman dan tudjuan kedua-duanja. A k ib a t d a ri p ad a p eru b ah an u ru ta n sila ja n g lim a itu, sek alip u n id eologi n eg ara tid a k b e ru b a h k a ren a itu, ia1 T eks P iagam Djakarta itu dimuat didalam buku y a m i n , Proklam asi dan Konstitusi, 1951, hal. 17.
48
m uham m ad
lah bahwa politik negara m en dapat dasar m oral jang kuat. Ketuhanan Jang Maha-Esa tidak lagi hanja dasar hormat-menghormati agama masing-masing — seperti jang dikemukakan oleh Bung Kamo bermula — melain kan djadi dasar jang memimpin kedjalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kedjudjuran dan persaudaraan. Negara dengan itu memperkokoh fondamennja. Dengan dasardasar ini sebagai pimpinan dan pegangan, pemerintahan negara p a d a hakekatnja tidak boleh menjimpang dari djalan jang lurus untuk mentjapai kebahagiaan rakjat dan keselamatan masjarakat, perdamaian dunia serta per saudaraan bangsa-bangsa. Bukankah ditegaskan didalam Mukaddimah Undang-Undang Dasar kita, bahwa Pan tjasila itu gunanja untuk mewudjudkan kebahagiaan, kesedjahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam ma sjarakat dan Negara-hukum Indonesia Merdeka jang berdaulat sempurna? Dengan bimbingan dasar-dasar jang tinggi dan murni akan dilaksanakan tugas jang tidak da pat dikatakan ringan! Manakala kesasar sewaktu-waktu dalam perdjalanan, karena kealpaan atau digoda hawanafsu, ada terasa senantiasa desakan gaib jang membimbing kembali kedjalan jang benar. Diatas dasar Pantjasila sebagai ideologi negara direntjanakan Undang-Undang Dasar jang akan mendjadi sendi politik negara dan politik Pemerintah, jang dapat dibanding setiap waktu oleh Dewan Perwakilan Rakjat, jang dipilih oleh rakjat menurut hak pilih jang bersifat umum dan bersamaan. Disini bukan tempatnja untuk menindjau perkembangan Undang-Undang Dasar kita dari tahun 1945 sampai sekarang. Tjukuplah apabila saja kemukakan, bahwa Un49
dang-Undang Dasar kita memuat pokok-pokok bagi perkembangan demokrasi politik (pasal 1, 35, 131), demo krasi ekon om i (pasal 38, 37) dan demokrasi sosial (pasal 36, 39, 41, 42) beserta hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia. Dengan mengakui tentu ada kekurangannja, pada umumnja dapat dikatakan, bahwa Undang-Undang Da sar negara kita tjukup moderen, memuat didalamnja tjita-tjita jang hidup dalam pergerakan kemerdekaan dahulu sebagai hasrat bangsa jang adab, tjinta merdeka, damai, keadilan dan makmur bersama. T e ta p i h in g g a m an ak ah k esan g g u p an k ita m elaksanak an n ja did alam p rak tik ? T id ak lah te rla lu d ja u h sa ja d ari k eb en a ra n , a p ab ila saja k atakan, b a h w a k ita sela m a te rd ja d ja h b a n ja k b e rtjita -tjita , setela h m e rd ek a k e h ilan g a n ru pa. Seolah -olah teru n tu k p u la b a g i b a n g sa k ita g u b a h a n S c h i l l e r , jan g b u n jin ja:
>,Eine grosse E poche hat das Jahrhundert geboren, „Aber d er grosse Moment fin det ein kleines GeschJecht Apakah bagi bangsa kita akan terulang lagi nasib jang meliputi Revolusi Perantjis 1789, jang muntjul dengan sembojan „kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan”, tetapi melaksanakan didalam praktik hidup sesudah itu kebebasan menindis, ketidak-samaan dan pertentangan serta kebebasan untuk hidup miskin dan melarat? Apa jang kita alami di Indonesia sehari-hari sekitar kita, merupakan seolah-olah Pantjasila itu diamalkan dibibir sa ja, tidak mendjadi pelita didalam hati untuk mem50
bangun masjarakat baru. Tiap-tiap golongan berkedjarkedjar mentjari rezeki. Golongan sendiri dikemukakan, masjarakat dilupakan. Dalam teori kita menganut kolek tivisme, dalam praktik dan perbuatan memperkuat indi vidualisme dan partikularisme. Dalam teori kita membela demokrasi sosial, dalam praktik dan perbuatan menghidupkan semangat demokrasi liberal. Partai jang pada hakekatnja alat untuk menjusun pendapat umum setjara teratur, agar supaja rakjat beladjar merasai tanggung djawabnja sebagai pemangku negara dan anggota ma sjarakat, — partai itu didjadikan tudjuan dan negara mendjadi alatnja. Dengan itu dilupakan, bahwa adalah imoril dan bertentangan dengan Pantjasila, istimewa de ngan dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa, apabila rakjat dirugikan untuk kepentingan partai, jaitu golongan. Djuga dalam hal menempatkan pegawai pada djabatan umum didalam dan diluar negeri seringkali keanggotaan partai mendjadi ukuran, bukan dasar „the right man in the right place”. Pegawai jang tidak berpartai atau partainja duduk dibangku oposisi merasa kehilangan pegangan dan mendjadi patah hati. Ini merusak ketenteraman djiwa bekerdja, menunda orang kedjalan tjurang dan korupsi mental. Aturan memperkuat budi pekerti, karakter pegawai, dengan politik kepartaian itu orang menghidupkan jang sebaliknja, mengasuh orang luntur karakter. Achirnja, orang masuk partai bukan karena kejakinan, melainkan karena ingin memperoleh djaminan. Melihat perkembangan keadaan dalam negara dan ma sjarakat dalam masa jang achir ini, kita memperoleh kesan, bahwa sesudah terlaksana Indonesia Merdeka dengan kurban jang tidak sedikit, pemimpin dan pedjuang idea51
lis tertunda kebelakang, OAV.-ers politik dan ekonomi serta manusia profitir madju kemuka. Segala pergerakan dan sembojan nasional diperalatkan mereka, partai-partai politik ditungganginja, untuk mentjapai kepentingan mereka sendiri. Maka timbullah anarchi dalam politik dan ekonomi. Kelandjutannja, korupsi dan demoralisasi meradjalela. Demikianlah wadjah Indonesia sekarang setelah sekian te> un merdeka. Njatalah, bahwa bukan Indonesia Mere a jang sematjam ini, jang ditjiptakan oleh pediuancpedjuang dahulu. Dimana-mana sekarang orang merasa tak puas. Pemangiman dirasakan tidak berdjalan sebagaimana mestinja, seperti jang diharapkan. Kemakmuran rakjat jang ditjita-tjitakan masih djauh sadja, sedangkan nilai uang semangkin merosot. Demikian besarnja pertentangan anta ra kenjataan dan harapan, sehingga djiwa jang gusar tidak melihat lagi pembangunan-pembangunan jang benar-benar didjalankan dan memberikan hasil jang positi . Henungkanlah apa jang telah tertjapai dalam lapangan pendidikan dan pengadjaran dan dalam lapangan pertanian! Tetapi semuanja itu digelapkan oleh rentjanalentjana jang terlantar dan karena itu sangat merugikan negara dan penghidupan rakjat. Keruntuhan dan kehantjuran barang-barang kapital dimana-mana lebih mudah e atan, seperti hantjurnja djalan-djalan raja, irigasi, pe abuhan, berkembangnja erosi dan lain-lainnja. em ban gu n an dem okrasi p u n te rla n ta r k a ren a p e rtjek *jo an p o litik senantiasa. In d o n esia ja n g ad il, ja n g d i^ H g g u -tu n g g u , m asih d jau h sad ja. P elak san aan autonom i d aerah d en g an urusan k euangan sen d iri b eserta per52
hubungan keuangan jang tepat dengan pemerintahan pusat sampai sekarang belum djuga terdjadi, sunggulipun sudah sebelas tahun tugas jang maha-penting ini tertjantum didalam Undang-Undang Dasar. „Kepada daerah-daerah diberikan autonomi seluas-luasnja untuk mengurus rumah tangga sendiri”, demikianlah bunji suruhan pasal 131 Undang-Undang Dasar Sementara. Apabila acliirnja Kementerian Dalam Negeri menjiapkan rantjangan Undang-Undang pemerintahan daerah, jang telah dimadjukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, tjita-tjita autonomi selama ini tidak tergambar didalamnja. Aturan meletakkan titik berat autonomi pada Kabupaten, ia dititik beratkan pada provinsi, jang diimbangi pula dengan seorang Komisaris Negara. Rentjana ini le bih merupai sistim hierarchi Hindia Belanda dahulu dari pada diisi dengan semangat demokrasi Indonesia. Mau tidak mau, dengan melewati „udang dibalik batu”, konstruksi Komisaris Negara disebelah Kepala Daerah Pro vinsi menimbulkan asosiasi dengan pasangan AssistentResident-Regent dahulu. Dalam psychologinja konstruksi ini salah. Didaerah akan dirasakan sebagai muslihat pu sat untuk mengurangi autonomi daerah* Apa sebab ditinggalkan sistim jang njata baik, bahwa Gubemur mem punjai dua matjam fungsi jang merupakan trait d’union, sebagai Kepala Daerah dan sebagai Pegawai Pemerintah Pusat? Apabila kita mau mendekatkan demokrasi jang bertanggung djawab kepada rakjat, melaksanakan tjita-tjita lama jang tertanam dalam pengertian ^pemerintahan dari ja n g diperintah”, maka sebaik-baiknjalah titik berat peme rintahan sendiri diletakkan pada Kabupaten. Provinsi
dalam sistim ini mendjadi badan koordinasi dari pada segala Kabupaten jang berada didalam lingkungannja. Kelandjutannja ialah bahwa Provinsi tidak mempunjai Dewan Perwakilan jang langsung dipilih oleh rakjat, me lainkan Dewannja itu tersusun dari wakil-wakil jang diutus oleh tiap-tiap Kabupaten dengan djumlah sama banjak. Misalnja, tiap-tiap Kabupaten mengutus satu atau dua orang. Dengan tjara begitu maka Provinsi merupa kan badan pelaksana kerdjasama antara Kabupaten dalam segala hal jang mengenai kepentingan bersama. Memang, dengan djalan begitu kurang kesempatan bagi beberapa ratus orang untuk mendjadi anggota D.P.R. daerah, tetapi pemerintahan lebih efektif dan demokrasi lebih demokratis dengan tidak terlalu banjak tingkat hierarchi. D e n g a n m e n itik -b e ra tk a n au to n o m i p ad a K a b u p a ten , m ak a K a b u p a te n d a p a t m em im p in p erk em b a n g a n au to nom i d esa b eran g su r-an g su r, sam p ai d ju g a d id esa te rtja p a i „m engurus ru m ah ta n g g a sen d iri” d id alam a rti jano-
sebenar-benamja.
°
G am b ara n s a ja in i, ja n g m enu n d ju k kan p e rte n ta n g a n ja n g a t sek a li an ta ra id e a lism e d ah ulu d an re a lite t sekarang, tid a k la h berm aksu d u n tu k m en eb ark a n d isin i p erasaan p esim is. S a ja p e rtja ja ak an k ek u atan proses reg en erasi ja n g
a d a did alam
m a sjarak at k ita. D em o ralisasi, janw
se a ran g m u n tju l d alam seg ala lap an gan h id u p, d ap at Tk ^ an d jalan P roses itu> m enahari sam a sek ah ia a d ap at. B an g sa k ita sed an g m enem p u h tjo b a a n untuk m e rd ek a d an b ertan g g u n g d jaw ab
atas n asib send iri.
em erd ek aan te la h dirasakan, te ta p i tan g g u n g d jaw ab e um d iinsafi. D an lam b at-lau n akan d irasakan, b ah w a 54
tak ada kemerdekaan jang kekal dengan tak tabu membatasi did, dengan tak ada rasa tanggung djawab kepada masjarakat jang didiami. Suatu analisa sosial jang mendalam akan menundjukkan, bahwa segala pemberontakan dan perpetjahan, anarchi politik dan avonturisme serta tindakan-tindakan ekonomi jang mengatjaukan, adalah akibat dari pada revolusi nasional jang tidak dibendung pada waktu jang tepat. Salah benar orang jang mengatakan, bahwa revo lusi nasional kita belum selesai. Revolusi adalah letusan masjarakat sekunjung-kunjung, jang melaksanakan „Umwertung aller Werte”. Revolusi menggontjang lantai dan sendi; pasak dan tiang djadi longgar semuanja. Sebab itu saat revolusi tidak dapat berlaku terlalu lama, tidak lebih dari beberapa minggu atau beberapa bulan. Sesudah itu harus dibendung, datang masa konsolidasi untuk merealisasi hasil dari pada revolusi itu. Jang belum selesai bukanlah revolusi itu, melainkan usaha menjelenggarakan tjita-tjitanja didalam waktu, setelah fondamen dibentangkan. Revolusi itu sendiri sebentar saatnja, masa revolusioner dalam konsolidasi dapat berdjalan lama, sampai berpuluh tahun. Demikian dengan Revolusi Perantjis, demikian dengan Revolusi Rusia, demikian dengan Revolusi Kemalis (Turki) dan lain-lainnja. Tak mungkin revolusi berdjalan terlalu lama. Sebab, apabila tidak dibendung pada waktu jang tepat, pasak dan tiang jang djadi longgar tadi terus berantakan dan achimja seluruh bangunan ikut berantakan. Sementara itu anasir-anasir baru memasukinja, mengambil keuntungan dari situ. Dan antara merdeka dan anarchi tidak terang lagi batasnja. 55
Sebetulnja, revolusi nasional kita, setelah berdjalan beberapa tahun, harus dibendung, dipimpin setjara teratur untuk m en didik orang banjak kedjalan menginsafi tanggung djawab didalam demokrasi. Sebab, demokrasi tak mungkin hidup dengan tak ada rasa tanggung djawab. Djadinja, mestilah ada latihan demokrasi dahulu bagi rakjat jang belum pemah mengenal demokrasi pada tingkat negara seluruhnja. Tetapi, dengan tidak ada latihan dan didikan tanggung djawab dahulu dibawah pimpinan Pemerintah jang mem punjai kewibawaan, kita mau lekas-lekas melaksanakan pemerintahan demokrasi parlementer. Mau menjelenggarakan demokrasi parlementer, dengan tiada demokrasi dan tidak ada Parlemen! Alhasil jang terdapat anarchi politik, jang kita alami sedjak beberapa tahun jang achir ini. Karena itu hilang kewibawaan Pemerintah. Kekurangan kewibawaan Pemerintah bertambah pula, karena praktik hidup kepartaian menetapkan suatu kebiasaan jang gandj'il, bahwa kekuasaan jang sebenarnja tidak pada Peme rintah jang memerintah dengan bertanggung djawab, melainkan pada dewan partai jang tidak bertanggung djawab. Dengan praktik seperti itu, Pemerintah diturunkan deradjatnja djadi orang suruhan partainja. Akibat dari pada itu lagi ialah, bahwa pemimpin-pemimpin jang paling terkemuka didalam partai tidak duduk didalam Kabinet. Untuk mendjadi anggota Pemerintah ditundjuk orang jang tidak terlalu terkemuka, malahan adakalanja tokoh kelas dua atau kelas tiga, dengan tidak mempunjai pengetahuan istimewa tentang isi djabatan jang ditugaskan kepadanja. Inilah kenjataan jang kita alami sekarang, sebagai akibat dari paham jang salah tentang menafsirkan 36
djalannja revolusi dan masa revolusioner dan akibat dari pada sistim kepartaian, jang menanggali Pemerintah dari kekuasaan jang seharusnja ditangannja. Enam tahun lamanja kita mempraktikkan pemerintahan demokrasi parlementer, dengan tiada demokrasi dan tidak ada Parlemen. Setelah kita sekarang mempunjai Dewan Perwakilan Rakjat jang berdasarkan „kemauan rakjat” dalam pemilihan jang bersifat umum, dimana djadinja ada alasan bagi pemerintahan demokrasi parlementer, mungkinkah orang akan kembali dari situ? Sukar kiranja, apabila orang tak mau inkonsekwen. Inilah suatu dilemma jang sangat terasa diwaktu sekarang! Apabila sekarang tiba saatnja bagi saja untuk menjudahi pidato saja ini, maka ingin saja meminta perhatian Universitas Gadjah Mada terhadap soal-soal negara dan masjarakat jang saja gambarkan tadi, terhadap realitet jang tidak sesuai dengan idealisme, jang tertanam dan tumbuh dalam hati jang mumi. Realitet dan politik kenegaraan, jang tidak sesuai dengan ideologi negara, Pantjasila, jang diakui sebagai bimbingan untuk mewudjudkan kebahagiaan, kesedjahteraan, perdamaian dan kemerdekaan bagi rakjat seluruhnja. Universitas Gadjah Mada, jang dibangunkan didalam kantjah revolusi nasio nal dan berdiri ditengah-tengah kota Jogjakarta jang bersedjarah sebagai ibu kota berdjuang, mudah-mudahan Universitas Gadjah Mada dapat memberi semangat ke pada pemuda, laki-laki dan perempuan, jang beladjar disini, supaja dari peladjar-peladjar ini nanti bangsa kita memperoleh bibit dan tjalon pemimpin jang bertjita-tjita, 57
jang dengan pengetahuan jang mendjadi pembawaan dirinja dapat menjesuaikan praktik politik dan filsafat hidup sehari-hari dengan tjita-tjita besar jang mendjadi ideologi negara. Terima kasih 1
58
riMINJAM
/\
NOAgt„
TANGGAL 1 5 DEC 1988
a - vr
1 4 MAR 1939/ ^ p
(f
n © ^
A P R '92 a > £ S V'
ifi
1
>1 MAY 1991
-T A tft-r * '2-
SuV\Q»want^
/$ r
0 4 DEC'199 2 1 DEC 199 V
7«r \L%
2 9 SEP M J . 2 L . :_U U 1 4 9 9 ^ - f c o 4 ^c;j !L' ° r
K$ivwvf\
li <j>
'
0 3 DEC
.
P ENGARANG 8t NA MA BUKU
/ / / *
6
£
f e f j
A
No. A g t.
Pem injam
U
C y
/ C v ' 7^ r .
T an ggal
Paraf
1 4 MAR 1990 s / m & f T M o y '9
7 APR 1390 i ^
? ?
F
0 1
r s
'9 9 0
m
3!1 MAY 1990
/<£ c|^P-4-'D E C
•-r
1990
&£C ?9S§ . ?4<s
3 3 3 ..0 J
ti/Q
• S*P 199! 0■ ’« * « *
(|^uL