MODUL SANDWATCH PANDUAN PEMANTAUAN PESISIR UNTUK SEKOLAH DI DAERAH PESISIR
MODUL SANDWATCH PANDUAN PEMANTAUAN PESISIR UNTUK SEKOLAH DI DAERAH PESISIR
Penyusun :
Rachmad, S. E. Maslim, S.Pd. Rika Astuti, S. Kel. Rosniar, S. Pd. Darmawi musni Irwansyah Hery Saswito Cisna Akbar Irma Suryani
Editor:
Maslim, S. Pd.
Layout & Sampul
Maslim, S. Pd.
Cetakan Pertama, Januari 2014
OLeh: Jaringan KuALA Jl. Ujong Pancu Gp. Lampageu Kec. Peukan Bada Kab. Aceh Besar Kode Pos - 23351 e-Mail:
[email protected] Web: www.kuala.or.id UNESCO Ministry of National Education Gedung C. , Lt 17 Jalan Jenderal Sudirman - Senayan 10270 Jakarta Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, Pemelihara seluruh alam raya, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan modul sandwatch ini. Sandwatch adalah program di mana anak-anak, remaja dan orang dewasa bekerja sama ilmiah memonitor dan mengevaluasi secara kritis masalah dan konflik yang dihadapi lingkungan pantai mereka dan kemudian merancang dan melaksanakan kegiatan dan proyek untuk mengatasi beberapa masalah ini, sementara juga meningkatkan lingkungan pesisir dan ketahanan bangunan ekosistem terhadap perubahan iklim. Penulisan modul sandwatch bertujuan untuk memudahkan para sandwatcher di daerah pesisir untuk melakukan pemantauan kawasan pesisir mereka secara mandiri. Modul ini dibuat untuk para pelajar di daerah pesisir, tetapi dapat digunakan untuk masyarakat umum. Oleh karena itu gaya bahasa yang digunakan dalam modul ini dibuat semudah mungkin, sehinga dapat dengan mudah dimengerti oleh semua kalangan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang mendukung kegiatan sandwatch di Aceh, sehingga penulisan modul ini dapat berjalan dengan lancar. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kedepannya demi kesempurnaan modul sandwtch ini.
Banda Aceh, Januari 2014
Tim Penyusun
Modul Sandwatch
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................................
v
MODUL I..................................................................................................................
1
MODUL II.................................................................................................................
10
MODUL III................................................................................................................
34
MODUL IV ...............................................................................................................
45
MODUL V ................................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
73
Modul Sandwatch
ii
MODUL I PERUBAHAN IKLIM
Waktu Ruangan
: 1 x 15
Simulasi dan Praktek lapangan : 9 x 100 menit
1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir ini semakin memprihatinkan. Dampak nyata yang langsung dirasakan adalah perubahan iklim secara ekstrem di permukaan bumi. Perubahan iklim yang terjadi sekarang ini dipengaruhi oleh kerentanan suatu sistem (ekositem, sosial ekonomi dan kelembagaan). Perubahan iklim terjadi karena adanya perubahan radiasi matahari, orbit bumi, pergeseran benua, letusan gunung berapi dan efek gas rumah kaca. Resiko ekstrem yang ditimbulkan dari perubahan iklim seperti krisis pangan, energi dan air karena naiknya suhu udara di permukaan bumi. Akibat dari perubahan iklim mengakibatkan es di kutub utara mencair menjadi air, yang pada akhirnya permukaan air laut juga akan meningkat. Dampaknya bagi Negara kepualaun seperti Indonesia, Filipina dan Kepulauan Pasifik adalah akan hilangnya pulau-pulau kecil, padahal keberadaan pulau-pulau itu sangat strategis sebagai penetapan garis pangkal wilayah terluar perairan Indonesia. Menurut Prof.Dr. Emil Salim (Menteri Lingkungan Hidup RI) perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan di muka bumi yang tidak terkendali, seperti pemanasan yang diakibatkan dari pelepasan gas karbon ke udara yang berdampak pada menipisnya lapisan ozon, karena suhu di permukaan bumi meningkat dan es yang ada di kutub selatan mencair. Laut sebagai sumber kehidupan bagi jutaan manusia di muka bumi memiliki kekayaan keanekaragaman hayatinya, kehidupan laut serta sistem pendukungnya. Laut secara langsung berpengaruh pada cuaca dan iklim, perikanan, dan produktivitas biologi. Sebaliknya perubahan iklim dapat mempengaruhi laut sedemikian sehingga laut dapat kehilangan fungsi pentingnya.
Modul Sandwatch
1
2. Teori A. Pengertian Cuaca dan Iklim
Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Di Indonesia keadaan cuaca selalu diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui prakiraan cuaca hasil analisis Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Departemen Perhubungan. Untuk negara negara yang sudah maju perubahan cuaca sudah diumumkan setiap jam dan sangat akurat (tepat). Iklim dapat didefinisikan sebagai berikut:
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas.
Iklim biasanya didefinisikan sebagai “cuaca rata-rata”. Ia diukur dengan cara mengobservasi pola-pola suhu, presipitasi (misalnya hujan atau salju), angin dan hari-hari cerah serta variabel-variabel lainnya yang mungkin bisa diukur di sembarang tempat.
Iklim adalah perwujudan dari sebuah sistem yang sangat rumit yang terdiri dari lima komponen yang saling berinteraksi: atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (bagian bumi yang membeku), permukaan tanah, dan biosfer (bagian bumi tempat adanya kehidupan). Perubahan iklim mengacu pada perubahan apapun pada iklim dalam satu kurun waktu, baik karena variabilitas alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia (sebabsebab antropogenik). Perubahan iklim dapat diakibatkan oleh interaksi atmosfer dan lautan. Perubahan-perubahan dalam iklim dunia bukan hal yang baru. Faktanya, ini adalah satu faktor yang telah mempengaruhi arah sejarah manusia dan evolusi manusia. Secara historis, manusia telah mampu mengatasi dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut. Perubahan iklim yang kita alami sekarang diakibatkan oleh ketergantungan umat manusia yang sangat besar akan bahan bakar, khususnya bahan bakar berbasis karbon,
Modul Sandwatch
2
seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Bahan bakar ini menghasilkan emisi gas rumah kaca. Matahari adalah kendali iklim yang sangat penting dan sumber energi di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut. Kendali iklim yang lain, misalnya distribusi darat dan air, tekanan tinggi dan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut dan badai. Ilmu yang mempelajari tentang iklim disebut Klimatologi, sedangkan ilmu yang mempelajari tentang keadaan cuaca disebut Meteorologi.
B. Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim Ada beberapa unsur yang mempengaruhi cuaca dan iklim, yaitu : 1. Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk mengukur suhu udara atau derajat panas disebut thermometer. Biasanya pengukuran dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Suhu udara tertinggi di muka bumi adalah di daerah tropis (sekitar ekuator) dan makin ke kutub, makin dingin. Suhu udara di darat dan di laut berbeda. 2. Tekanan Udara Kepadatan udara tidak sepadat tanah dan air. Namun udarapun mempunyai berat dan tekanan yang terdapat pada suatu daerah yang disebut tekanan udara.. Besar atau kecilnya tekanan udara, dapat diukur dengan menggunakan barometer. Tekanan udara semakin rendah apabila semakin tinggi dari permukaan laut. Gerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan udara rendah disebut angin. 3. Kelembapan Udara Kelembapan uadara ialah banyak atau sedikitnya uap air yang ada di dalam udara. Alat untuk mengukur kelembapan udara disebut hygrometer. 4. Angin Angin adalah gerakan udara dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Untuk menentukan arah angin biasanya digunakan bendera angina tau kantong angin. Sedangkan alat untuk mengukur kecepatan angin adalah anemometer. 5. Awan
Modul Sandwatch
3
Awan adalah kumpulan titik-titik air (Kristal-kristal es) yang terjadi akibat adanya kondensasi (penguapan/ pemadatan uap air) dari uap air yang ada. Ada 3 jenis awan yaitu; awan stratus, awan cumulus, dan awan cirrus. 6. Hujan Hujan adalah peristiwa jatuhnya titik-titik air/ es ke permukaan bumi. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi karena dipengaruhi oleh angin muson barat yang mengandung banyak uap air. Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan disebut regenmeter atau flaviograf. Besar kecilnya curah hujan dan penguapan mempengaruhi besar kecilnya salinitas (kadar garam) air laut.
C. PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Pemanasan global adalah pertambahan rata-rata suhu permukaan bumi dan lautan yang tercatat dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Ini adalah hasil dari terperangkapnya panas secara terus-menerus di dalam atmosfer bumi karena bertambahnya kuantitas gas-gas rumah kaca. Pemanasan global adalah salah satu aspek penentu dari perubahan iklim. Iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang maupun waktu. Perubahan iklim ini dapat dibedakan berdasarkan wilayahnya (ruang), yaitu perubahan iklim secara lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat berubah dalam bentuk siklus, baik harian, musiman, tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim adalah perubahan unsurunsur iklim yang mempunyai kecenderungan naik atau turun secara nyata.
D. Faktor Penyebab Perubahan Iklim Global Perubahan iklim global disebabkan oleh meningkatnya kosentrasi gas di atmosfer. Hal ini terjadi sejak revolusi industri yang membangun sumber energi yang berasal dari batu bara, minyak bumi dan gas yang membuang limbah gas di atmosfer seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O). Sang surya yang menyinari bumi juga menghasilkan radiasi panas yang ditangkap oleh atmosfer sehingga udara bumi bersuhu nyaman bagi kehidupan manusia. Apabila kemudian atnosfer bumi dijejali gas, terjadilah “efek selimut” seperti yang terjadi pada rumah kaca, yakni radiasi panas bumi yang lepas ke udara ditahan oleh “selimut gas” sehingga suhu bumi naik dan menjadi
Modul Sandwatch
4
panas. Semakin banyak gas dilepas ke udara, semakin tebal “selimut Bumi”, semakin panas pula suhu bumi.
E. Dampak Perubahan Iklim dan Pemanasan Global Perubahan iklim yang diperkirakan akan menyertai pemanasan global adalah sebagai berikut: a. Mencairnya bongkahan es di kutub sehingga permukaan laut naik. b. Air laut naik maka akan menenggelamkan pulau dan menghalangi mengalirnya air sungai ke laut yang menimbulkan banjir di dataran rendah kalau di Indonesia seperti pantai utara Pulau Jawa, dataran rendah Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian selatan, dan lain-lain. c. Yang paling mencemaskan adalah berubahnya iklim sehingga berdampak buruk pada pola pertanian Indonesia yang mengandalkan makanan pokok beras pada pertanian sawah yang bergantung pada musim hujan. Suhu bumi yang panas menyebabkan mengeringnya air permukaan sehingga air menjadi langka. Ini memukul pola pertanian berbasis air. d. Meningkatnya resiko kebakaran hutan. e. Terjadinya abrasi pantai, yaitu pengikisan yang terjadi ketika ombak yang menghempas pantai selama bertahun-tahun sehingga mengikis daerah-daerah di sekitar pantai.
F. El - Nino dan La - Nina Terjadinya kekeringan di Australia dan beberapa daerah di Indonesia tidak terlepas dari keadaan-keadaan di samudra pasifik selatan. El - Nino dan La - Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim secara global) sehingga terjadilah kekeringan pada rentang waktu yang lama. La nina adalah keadaan yang menyebabkan hujan lebat pada rentang waktu yang lama sehingga terjadilah banjir dan tanah longsor. Terjadinya El Nino dan La Nina disebabkan adanya perubahan suhu global yang cenderung naik, penyebabnya adalah:
Modul Sandwatch
5
1. Peningkatan konsentrasi gas buang dan radiasi balik dari bumi. 2. Penyimpangan- penyimpangan kondisi cuaca rata-rata harian, bulanan hingga tahunan.
3. Ragam/bentuk kegiatan yang dilakukan (tahapan) Pengukuran suhu dan kelembaban Pengukuran salinitas Identifikasi arah angin Identifikasi jenis awan Pengukuran penguapan air hujan
4. Simulasi dan praktek dilapangan A. Pengukuran Suhu 1. Persiapan Alat dan Bahan
Tali meteran Termometer. Kertas Alat tulis 2. Cara Kerja Tentukan jarak 25 meter dari garis pantai, dan dibagi pada 5 titik dengan jarak tiaptiap titik adalah 5 meter. Gunakan alat termometer untuk pengukuran suhu dengan mencelupkannya ke dalam air laut. Catat suhu yang tertera pada termometer
B. Pengukuran Salinitas 1. Persiapan Alat da Bahan
Refraktometer Kertas Alat tulis 2. Cara Kerja
Modul Sandwatch
6
Tentukan jarak 25 meter dari garis pantai, dan dibagi pada 5 titik dengan jarak tiaptiap titiknya 5 meter. Gunakan alat Refraktometer untuk mengukur salinitas
C. Identifikasi Arah angin 1. Persiapan alat dan bahan
Bendera dengan tongkat Kompas Kertas Alat tulis 2. Cara Kerja
Tegakkan tiang bendera Perhatikan arah lambaian kain bendera Lihat arah pada kompas Catatlah arah angin tersebut
D. Identifikasi awan 1.
Persiapan alat dan bahan
Alat tulis Form jenis awan 2. Cara Kerja
Lihatlah bentuk awan yang ada di atas langit Amati dengan seksama Tuliskan jenis dan bentuk awan tersebut
E. Pengukuran Penguapan air Hujan 1. Persiapan alat dan bahan
Gelas ukur Alat tulis kertas 2. Cara Kerja
Modul Sandwatch
7
Tampung air hujan ke dalam gelas ukur Catat jumlah debit air tersebut Diamkan air tersebut selama beberapa jam Catat kembali jumlah air yang telah menguap
5. Hasil dan Pelaporan Tabel 1. Pengukuran Suhu No
Pukul (WIB)
Jarak (m)
1
5
2
10
3
15
4
20
5
25
Suhu ( 0C )
Tabel 2. Pengukuran Salinitas No
Pukul (WIB)
Jarak (m)
1
5
2
10
3
15
4
20
5
25
Salinitas (‰)
Tabel 3. Identifikasi arah angin No
Pukul (WIB)
Arah mata angin
1 2 3 4 5
Modul Sandwatch
8
Tabel 4. Identifikasi awan No
Pukul (WIB)
Arah mata angin
Bentuk awan
Jenis awan
1 2 3 4 5
Tabel 5. Pengukuran Penguapan air hujan Pengukuran No
Waktu pertama
pertama
Pengukuran Waktu kedua
kedua
1 2 3 4 5
6. Rekomendasi Form rekomendasi No.
Temuan Kasus
Solusi
Rekomendasi
7. Berbagi hasil/publikasi Setelah semua siswa/i mengerti tentang materi Perubahan Iklim, maka semua hasil dan laporan bisa dimuat baik melalui website, blog dan media lainnya untuk dipublikasikan kepada khalayak ramai, agar yang lainnya bisa mendapatkan pengetahuan tentang perubahan iklim ini.
Modul Sandwatch
9
MODUL II MANGROVE
Waktu Ruangan
: 1 x 15
Simulasi dan Praktek lapangan : 9 x 100 menit
1. Latar Belakang Hutan Mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Beberapa jenis umum yang dijumpai di Indonesia adalah Bakau (Rhizophora), Apiapi(Avicennia), Pedada (Sonneratia), Tanjang (Bruguiera). Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001). Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis umumnya adalah api-api dan pedada. Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan pedada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove bisaanya didominasi oleh pohon bakau. Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan pendaur ulang unsur hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.
Modul Sandwatch
10
Sebelum terjadinya tsunami hutan mangrove di Aceh tersebar di beberapa wilayah. Kawasan pantai timur aceh merupakan wailayah yang memiliki hutan mangrove yang sangat padat terutama di Kabupaten Aceh Timur Dan Aceh Tamiang. Selain itu mangrove juga terdapat di Kabupaten aceh Utara dan Biren namun kepadatannya tidak sepadat seperti kedua kabupaten tersebut di atas. Kawasan Pantai Barat juga terdapat hutan mangrove. Hutan mangrove ini terdapat di Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Aceh singkil. Hutan mangrove yang sangat padat juga ditemukan di Kabupaten Simeulue. Lihat gambar 1
Gambar 1 : Lokasi hutan mangrove bedasarkan citra landsat tahun 2000 (Wibisono dan Suryadiputra, 2006) Secara garis umum siswa mengenal seluruh pohon mangrove adalah pohon bakau (bak bangka). Dengan adanya panduan singkat ini, siswa dapat mengenali dan membedakan jenis mangrove, mengenali dan membedakan jenis-jenis perakaran mangrove, siswa juga dapat melakukan pengambilan data mangrove dengan menggunakan “metode Plot Transek Garis”. Dengan adanya kemampuan siswa untuk melakukan pendataan disebuah ekosistem, mereka dapat mengambil tindakan dengan data yang mereka dapatkan. Salah satunya melakukan rehabilitasi (penanaman) pada lokasi ekositem mangrove yang sudah rusak.
Modul Sandwatch
11
2. Teori A. Pengertian Mangrove Mangrove adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin dan daerah pasang surut. Mangrove juga disebut dengan tumbuhan air payau dimana sebagian jenisnya hidup dipengaruhi oleh pasokan air dari suangai dan air laut secara berkala. Secara ilmu kehutanan, ekosistem mangrove disebut juga dengan hutan mangrove atau hutan bakau. Dinamakan hutan bakau karena sebagian vegetasinya didominasi oleh jenis Rizhopora sp (bakau). Ekosistem mangrove atau hutan bakau adalah komunitas pantai tropik dan sebagian subtropik yang didominasi oleh beberapa jenis pohon tertentu atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Sebutan bakau di sini ditujukan untuk beberapa jenis tumbuhan di hutan mangrove yang memiliki akar napas. Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga dari 8 famili yang berbeda. Dari kedua belas genera tersebut, yang dominan adalah Rhizophora, Avicennia, Bruguiera, dan Sonneratia merupakan salah satu tanaman yang unik.
B. Karakteristik ekosistem Mangrove Karakteristik dari ekosistem mangrove dipengaruhi oleh keadaan tanah, salinitas (substrat), penggenangan, pasang surut, dan kandungan oksigen. Mangrove adalah kumpulan tumbuhan tropis atau subtropis yang hidup di daerah intertidal (Daerah landai). Karakteristik yang mudah dikenali pada ekosistem mangrove adalah sebagai berikut : a. Umumnya tumbuh di daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur atau berpasir. Lihat gambar 2 b. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat. d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. e. Air bersalinitas (kadar garam) payau (2 – 22 permill) hingga asin (mencapai 38 permill)
Modul Sandwatch
12
Gambar 2: Intertidal Zone C. Faktor Lingkungan Ekosistem Mangrove Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sebaran hutan mangrove adalah suhu, arus, tipe substrat (bentuk tanah), air asin, dan pasang surut air laut. Faktor lingkungan inilah yang mengakibatkan cepat dan lambatnya pertumbuhan mangrove disuatu kawasan. Secara umum mangrove merupakan tumbuhan yang mempunyai daur hidup khusu, yaitu diawali dari benih yang ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh di dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu ini, semaian memanjang dan distribusi beratnya berubah, sehingga menjadi lebih berat pada bagian terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon induk, masuk ke perairan dan mengapung di permukaan air. Semaian ini kemudian terbawa oleh aliran air ke perairan pantai yang cukup dangkal, dimana ujung akarnya dapat mencapai dasar perairan, untuk selanjutnya akarnya dipancangkan dan secara bertahap tumbuhan menjadi pohon. Lihat pada gambar 3.
Modul Sandwatch
13
Gambar 3: Proses terjadinya pertumbuhan mangrove secara alami (Daur Hidup)
D. Sistem Perakaran Akar merupakan salah satu bagian penting dari pohon, Fungsi Akar adalah untuk menunjang pohon berdiri, untuk mendapatkan oksigen dan bahan nutrien yang penting, memperkokoh berdirinya pohon. Ada beberapa jenis akar pada mangrove, yaitu : a. Akar tongkat atau penyangga, yang akarnya berbentuk struktur jaringan kabel melebar (stilt atau prop roots). Akar ini mencuat dari batang bercabang‐cabang ke bawah permukaan lumpur dan menggantung Contoh: Rhizophora sp b. Akar papan, yang akarnya tebal, posisinya tegak atau pipih (buttress roots). Contoh:
Ceriops sp, Xylocarpus sp. c. Akar lutut, akar yang tumbuh mendatar dan bergelombang diatas dan dibawah permukaan air. Akar nya mencuat ke atas permukaan tanah dan kemudian masuk kembali menancap ke tanah (knee roots). Contoh: Bruguiera sp d. Akar cakar ayam/alar pasak, akar yang tumbuh berpencar dengan anak akar muncul dipermukaan air seperti tombak yang diberdirikan yang mencuat dari bawah ke atas. disebut juga sebagai snorkel roots karena bentuknya yang seperti pipa snorkel. Contoh: Avicennia sp, Sonneratia sp. Lihat gambar 4
Modul Sandwatch
14
Gambar 4 : Jenis akar pohon mangrove, (Buku panduan Praktikum Biologi Laut Koordinatorat Kelautan dan Perikanan Unsyiah)
E. Jenis – jenis Mangrove berdasarkan jenis akar. a. Rizhopora Sp (Bakau) Kingdom (Kerajaan) : Plantae Divisi (Filum)
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Family
: Rhizophoraceae
Genus
: Rhizophora
Spesies
: Rhizhophora apiculata, Rhizhopora mucronata, Rhizophora
stylosa Bakau adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar). Kayu bakau memiliki kegunaan yang baik sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan terutama sebagai bahan pembuat arang. Kulit kayu menghasilkan tanin yang digunakan sebagai bahan penyamak. Satu lagi kegunaan kayu bakau, adalah untuk bahan kertas. Kayu bakau biasa dicincang dengan mesin potong menghasilkan serpihan kayu / wood chips. Menurut berita, jenis kertas yang dibuat dari kayu bakau adalah termasuk kertas kualitas tinggi.
Modul Sandwatch
15
Pada genus Rizhopora sp, mangrove dibagi dalam 3 jenis (spesies) yaitu,
Rizhopora stylosa (Bakau Kecil), Rizhopora apiculata (Bakau Minyak), dan Rizhopora mucronata (Bakau Kurap). Lihat gambar 5
Gambar 5: Bentuk daun, bunga,buah dan pohon (Buku panduan identifikasi mangrove, Wetlands)
b. Avicenia sp (Api – api) Kerajaan (Kingdom)
: Plantae
Divisi (Filum)
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Lamiales
Famili
: Acanthaceae
Genus
: Avicennia
Spesies
: Avicenia alba, Avicenia lanata, Avicenia officinalis
Avicenia marina. Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia. Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina, memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi. Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh kembali. Pohon-pohon apiapi yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak.
Modul Sandwatch
16
Pada genus Avicenia sp, mangrove dibagi kedalam 4 jenis (spesies), yaitu: Avicenia
alba (Api – api hitam), Avicenia lanata, Avicenia officinalis (Api-api daun lebar), Avicenia marina (Api-api Putih). Lihat gambar 6
Gambar 6: Bentutuk daun, bunga,buah dan pohon (Buku panduan identifikasi mangrove, Wetlands) c. Bruguiera sp Kerajaan (Kingdom) : Plantae Divisi (Filum)
: Eudicots
Kelas
: Rosids
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Rhizophoraceae
Genus
: Bruguiera
Spesies
: Bruguiera cylindrical, Bruguiera exaristata, Bruguiera
gimnorrhiza, Bruguiera hainessii, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula. Bruguiera adalah nama marga tetumbuhan yang termasuk ke dalam suku Rhizophoraceae. Ini adalah marga kecil yang beranggotakan enam spesies pepohonan mangrove di wilayah Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat; mulai dari pantai Afrika Timur dan Madagaskar, menyusuri pesisir India, Sri Lanka dan wilayah Asia Tenggara hingga ke Australia utara, Melanesia dan Polinesia. Marga ini dicirikan oleh kelopak bunga yang memiliki 8-16 taju runcing memanjang, 16-32 benang sari, pelepasan serbuk sari secara eksplosif, dan buah yang berkecambah ketika masih di pohon (propagul). Nama marga ini diberikan untuk menghormati Jean Guillaume Bruguière (1750– 1798), seorang penjelajah dan biologiwan bangsa Perancis.
Modul Sandwatch
17
Pada genus Bruguiera sp, mangrove di bagi kedalam 6 jenis (spesies), yaitu :
Bruguiera cylindrical, Bruguiera exaristata, Bruguiera gimnorrhiza, Bruguiera hainessii, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula. Lihat Gambar 7
Gambar 7: Bentuk daun, bunga,buah dan pohon (Buku panduan identifikasi mangrove, Wetlands) d. Ceriops sp Kingdom (Kerajaan) : Plantae Filum (Divisi)
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Family
: Rhizophoraceae
Genus
: Ceriops
Spesies
: Ceriops decandra, Bruguiera exaristata, Ceriops tagal.
Tengar adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Ceriops, suku Rhizophoraceae. Dari segi penampilan, tengar mirip dengan bakau, meski umumnya lebih kecil. Di Indonesia dikenal dua spesiesnya. Yakni Ceriops tagal (Perr.) C.B. Rob. (kadangkadang disebut Ceriops candolleana W.& A.), dan C. decandra (Griff.) Ding Hou yang lebih kecil. Umumnya ditemukan pada bagian yang kering dari hutan bakau, atau yang hanya tergenang pasang tinggi. Menyukai substrat pasir (terutama C. decandra) atau lumpur tanah liat, namun yang memiliki drainase yang baik. Sering pula ditemukan di sekitar tambak ikan. Tengar menghasilkan kayu yang kuat dan awet, paling kuat dari antara kayu hutan bakau lainnya. Kayu ini kerap digunakan dalam konstruksi bangunan, bantalan rel kereta api, gagang peralatan dan lain-lain. Juga merupakan bahan kayu bakar dan arang yang baik. Kulit kayu tengar, sebagaimana kayu bakau, menghasilkan tanin yang kerap digunakan sebagai bahan penyamak kulit, dan juga bahan pewarna untuk cat.
Modul Sandwatch
18
Pada genus Ceriops sp, mangrove di bagi kedalam 2 jenis (spesies), yaitu: Ceriops
decandra, Bruguiera exaristata, Ceriops tagal.
Gambar 8. : Bentuk daun, bunga,buah dan pohon (Buku panduan identifikasi mangrove, Wetlands)
F. Adaptasi Mangrove Mangrove mampu mengatasi bermacam keadaan lingkungan yang tidak ramah ini dengan
macam-macam
adaptasi,
baik
morfologi,
anatomi,
fisiologi,
maupun
perkembangbiakan. Adaptasi itu memberikan perlindungan terhadap fluktuasi fisika-kimia yang ekstrim. Beberapa jenis mangrove memperlihatkan dapat tumbuh baik pada kadar garam tinggi (seperti Rhizophora sp.), sedangkan jenis mangrove lain tumbuh di bawah kondisi perairan yang mengandung lebih banyak air tawar (Oncosperma tigillarium). Bentuk-bentuk adaptasi dari ekosistem mangrove adalah : a. Berdasarkan atas reaksinya terhadap kadar garam NaCl. Sebagian jenis mangrove ada yang menyimpan garamnya di dalam daun, sebagian lagi ada yang mengeluarkan garam berupa kristal di permukaan daun. Rhizophora dan
Sonneratia adalah genera yang menyimpan garam. Sedangkan Avicennia adalah jenis yang mengeluarkan garam. b. Mangrove mempunyai daun yang realtif tebal, mengandung banyak air, dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dengan kadar garam yang tinggi. c. Bakau tertentu (Bruguiera, Rhizophora) berkembang biak secara spesifik. Benih mulai berkecambah sejak masih menggantung di pohon induk sampai mencapai stadium muda dengan akar dan tunas yang sudah tumbuh. Kadang-kadang, embrio tumbuh hingga mencapai panjang 50 cm, menghasilkan propagul yang spektakular, atau tanaman baru yang berpotensi masih menggantung di pohon induknya. Kemampuan berkembang biak seperti ini juga disebut vivipar.
Modul Sandwatch
19
d. Pohon mangrove mempunyai sejumlah bentuk khusus yang memungkinkan mereka hidup di perairan laut dangkal. Bentuk khusus tersebut, antara lain berakar pendek, menyebar luas dengan akar penyangga, atau dengan tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan.Akar-akar yang memanjang di bawah permukaan tanah dengan tonjolan-tonjolan ke atas untuk pertukaran udara disebut pneumatofor (akar napas). Pneumatofor ada yang berbentuk kecil meruncing seperti pada genus Sonneratia, agak tebal seperti pada Avicennia sp. ada pula yang menyerupai lutut (disebut akar lutut) seperti pada Ceripos spp dan Bruguiera spp. Bentuk khusus tersebut berguna untuk mengatasi kurangnya oksigen di dalam tanah (anoksik). Pada umumnya, zonasi hutan mangrove ditentukan oleh topografi setempat, tinggi rendah pasang surut, stabilitas substrat, komposisi sedimen, kadar garam air/tanah, dan pergerakan air. Zona hutan mangrove yang umum di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut. Dimulai dari yang paling dekat dengan laut adalah Avicennia sp. Yang kadangkadang diselingi Sonneratia sp. Zona mangrove dilanjutkan ke arah darat oleh kelompok
Rhizophora sp, yang diselingi oleh Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. Semakin menuju ke darat, zona tersebut dilanjutkan oleh Bruguiera spp. Pada transisi antara darat dan laut, zona mangrove ditumbuhi oleh Nypa fruticans.
Gambar 9 : Zonasi ekositem mangrove
Modul Sandwatch
20
G. Manfaat Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove berperan penting dalam mendukung kehidupan organisme yang terdapat di dalamnya. Adapun fungsi hutan mangrove dapat dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu fungsi fisik, fungsi ekonomi dan fungsi biologi seperti yang berikut : a.
Fungsi fisik : Secara umum fungsi fisik dari mangrove adalah : Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil Mempercepat perluasan lahan Mengendalikan intrusi air laut Melindungi daerah belakang mangrove/pantai dari hempasan gelombang dan angin kencang Menjadi kawasan penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) Mengolah bahan limbah organik
b. Fungsi ekonomi hutan mangrove Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan di wilayah pesisir yang sangat unik. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Tanaman mangrove dapat dimanfaatkan untuk kayu api, arang, penyamak kulit, bahan-bahan bangunan, peralatan rumah tangga, obat-obatan, dan bahan baku pulp pada industry kertas. Di samping itu, hutan mangrove juga merupakan sumber perikanan karena adanya berbagai jenis biota yang berpotensi ekonomi, seperti kepiting, udang, kerang, tiram, dan berbagai jenis ikan.
c. Fungsi ekologi hutan mangrove Secara umum fungsi ekologi hutan mangrove adalah : Sebagai tempat mencari makan ikan (feeding ground), tempat memijah ikan (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya. Tempat persinggahan berbagai jenis burung Menjadi tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung.
Modul Sandwatch
21
3. Ragam/bentuk kegiatan yang dilakukan (tahapan) 1. Observasi : Observasi adalah metode awal yang dilakukan untuk pengumpulan data.
Tabel. Perkiraan estimasi obsevasi No
Observasi
Jenis kegiatan
1.
Pemetaan
Menentukan Tempat, Sebaran Manggrove
2.
Penetuan substrat Menetukan tanah atau substrat yang cocok untuk
3.
tanah
daerah penanaman mangrove
Pemilihan bibit
Melakukan pemilihan bibit yang sesuai dengan substrat tanah
4.
Parameter fisika – Melakukan pengambilan data parameter fisika-kimia kimia
2. Identifikasi : Identifikasi adalah membedakan jenis-jenins manggrove yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan. Dengan identifikasi kita dapat menentukan jenis mangrove dan dapat menentukan jenis tersebut masuk kedalam genus manggrove apa, serta mengetahui keadaan ekosistem manggrove pada suatu wilayah. 3. Penanaman : Penanaman merupakan usaha penempatan biji atau benih di dalam tanah pada kedalaman tertentu, atau menyebarkan biji diatas permukaan tanah atau menanamkan didalam tanah. 4. Monitoring : Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program atau memantau perubahan, yang fokus pada proses dan keluaran. 5. Evaluasi evaluasi adalah memposisikan data-data tersebut agar dapat digunakan dan diharapkan memberikan nilai tambah.
Modul Sandwatch
22
4. Simulasi dan Praktek Lapangan A. Simulasi lapangan 1. Persiapan alatdan bahan : No
Alat dan Bahan
Jumlah
1
Tali Rafia
5 gulung
2
Meteran Kain
4 buah
3
Data Shet
4 rangkap
4
Refraktometer (Salinometer)
1 Set
5
Alat tulis (Pulpen, Papan Mika)
4 Set
6
Meteran 50 atau 100 meter
1 buah
2. Tahapan kerja Penentuan transek Cara pengambilan data Pengukuran parameter Fisika dan Kimia Penentuan substrat tanah (bentuk tanah) disuatu lokasi.
B. Identifikasi Jenis, kondisi tanah, dan pengukuran parameter fisika dan kimia 1. Persiapan alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang kita gunakan dalam kegiatan survey ekositem mangrove adalah : No
Alat dan Bahan
Jumlah
1
Meteran berskala 50 Meter
1 buah
2
Meteran kain 1 meter
4 buah
3
Skop tanah kecil
4 buah
4
Alat tulis (pensil/ pulpen, papan 4 set mika)
5
Data Sheet
4 rangkap
6
Sepatu gambir
12 Pasang
7
Buku panduan Identifikasi
4 buah
8
Refrakto meter
2
set
Modul Sandwatch
23
2. Penentuan Stasiun Penentuan stasiun dilakukan secara sistematis, mulai dari laut kea rah darat dimana pengaruh laut semakin berkurang. Setiap tim mengerjakan 1 stasiun ysng terdiri dari 3 sub stasiun (plot). Jarak antara sub stasiun atau stasiun tergantung dari luas areal hutan bakau yang akan diamati.
3. Prosedur pengambilan data : Tentukan lokasi transek garis secara tegak lurus terhadap garis pantai dari arah darat atau pantai kearah laut. Letakkan tiga plot pengamatan (sub stasiun) vegetasi mangrove di sepanjang transek garis tadi. Gunakan tali rafia yang telah ditentukan ukurannya (10 m x 10 m), tali rafia ini digunakan untuk menentukan luasan plot pengamatan yaitu 10 x 10 m2. Dan meteran kain untuk menentukan diameter batang pohon dan anakan. Dalam plot tersebut (10 x 10 m2), amati dan catat jumlah, jenis, dan diameter batang pohon. Masih di dalam plot pengamatan, pohon tentukan plot berukuran 5 m x 5 m untuk mengamati jumlah, jenis dan diameter anakan, serta plot 1 m x 1 m untuk jumlah dan jenis semai. Pada plot yang sama, diambil sampel tanah untuk menentukan substrat tanah (kondisi tanah) pada suatu lokasi. Jika pada transek tergenang pasang surut air laut, ukur salinitas (kadar garam) dilokasi pengamatan.
Gambar 10: Penentuan Transek di daerah hutan mangrove
Modul Sandwatch
24
FORMAT DATA IDENTIFIKASI MANGROVE Tanggal
:
Waktu
:
Lokasi
:
No
No
Pohon
Stasiun
Plot
Spesies
Anakan DBH
Spesies
Semai DBH
Spesies
DBH
Keterangan : DBH
: Diameter batang vegetasimangrove setinggi dada
Pohon DBH
: > 4 cm, tinggi > 1 m
Anakan DBH : < 4 cm, tinggi > 1 m Semai DBH
: < 4 cm, tinggi < 1 m
Modul Sandwatch
25
C. Pembibitan 1. Persiapan alat No
Alat dan Bahan
Jumlah
1
Polibek (Besar atau kesil sesuai kebutuhan)
Disesuaikan
2
Buah mangrove (disesuaikan dengan lokasi)
Disesuaikan
3
Lumpur
Disesuaikan
4
Cetok (Cangkul/ skop kecil)
3 buah
5
Bedeng
Disesuaikan
2. Pembuatan Bendeng Lokasi bendeng sebaiknya dipilih berdekatan dengan lokasi penanaman mangrove. Hal ini bertujuan untuk mempermudah distribusi bibit pada saat penanaman. Selain itu, kita harus memperhatikan kondisi lingkungan seperti pasang surut air laut dilikasi bendeng.
Gambar 11: Bendeng pembibitan
3. Pengambilan buah Buah mangrove diambil dari pohonnya secara langsung. Buah mangrove dari jenis Rizhopora dan ceriops terletak bervariasi di ketinggian yang berbeda. Buah Rizhopora yang diambil adalah buah yang sudah matang, dengan di tandai cincin kuning di bagian propagulnya. Untuk jenis Soneratia buah matang dicirikan dengan telah pecahnya kulit buah sehingga terlihat biji-bijinya. Tipe buah mangrove ada dua yaitu vivipar
Modul Sandwatch
26
dan kriptovivipar. Vivipari adalah biji yang telah berkecambah ketika masih melekat pada pohon induknya dan kecambah telah keluar dari buah. Kriptovivipar adalah biji yang telah berkecambah ketika masih melekat pada pohon induknya, tetapi masih tertutup oleh kulit biji.
Gambar 12: Propagul (vivipari) Rizhopora apiculata Keterangan : a. Plamula adalah bakal daun yang tertutupi oleh keeping buah. b. Hipokotil adalah semai antara batang dan akar. c. Radikula adalah bakal akar yang menjelma menjadi akar-akar mangrove yang kuat.
4. Perlakuan Buah Perlakuan buah merupakan salah satu hal yang penting, dimana pada saat buah sudah dipetik, buah tidak dapat langsung di tanam terlebih dahulu direndam. Dimana fungsi dari perendaman adalah untuk mengurangi kadar gula pada buah yang disukai oleh kepiting.
5. Pembititan Ambil polibek, lalu isi dengan lumpur yang ada di dalam bedeng. Isi polibek dengan sedimen, tetapi jangan terlalu penuh, melainkan ¾ dari isi polibek.
Modul Sandwatch
27
Setelah di isi lumpur, lipat bagian atas polibek kebagian luar, dengan tujuan pada saat surut dan cuaca kering, kristal-kristal garam air laut tidak terjebak di dalam polibek yang bisa mengahambat pertumbuhan bauh mangrove. Selanjutnya tanam buah mangrove yang telah dipilih dan kondisi baik, kedalam sedimen dengan kedalaman yang cukup. Tanam buah Ceriops, Soneratia, dan Avicenia kedalam polibek kecil dan buah Rizhopora dan Brugruiera kedalam polibek yang berukuran besar. Setelah itu masukkan satu persatu polibek yang sudah terisi dengan bauh-buah mangrove kedalam bedeng. Sebaiknya setiap bedeng digunakan satu jenis mangrove.
D. Penanaman Penanaman mangrove merupakan salah satu cara untuk melakukan rehabilitasi ekosistem yang sudah tidak baik menjadi baik, setidaknya bisa mengembalikan 80 % ekositem tersebut ke ekosistem semulanya. 1. Persiapan alat dan bahan No
Alat dan Bahan
1
Lam (besi pancang)
2
Ajir
3
Tali raffia
4
Bibit
Jumlah
2. Tahapan kerja Ambil bibit mangrove. Buka polibek yang menutupi sedimen dan akar bibit. Jangan buang polibek secara sembarang, letakkan polibek diatas ajir Tanam langsung bibit mangrove ke dalam tanah dengan cara melubangi tanah dengan lam, sedemikian rupa sehingga akar bisa tertanam dengan baik. Pancangkan ajir di samping bibit yang sudah ditanam
Modul Sandwatch
28
Ikat batang bibit mangrove ke ajir dengan menggunakan tali raffia yang telah disediakan. Timbun dengan tanah, jangan terlalu menekan tanah,sehingga oksigen dengan leluasa masuk dan keluar. `Ambil polibek yang terletak diatas ajir dan dapat digunakan dalam berbagai macam keperluan.
Gambar 12 : Penanaman mangrove (Mangrove campain lampaseh 2011) E. Monitoring Metode
kerjanya
sama
dengan
identifikasi,
tetapi
dilakukan
secara
berkelanjutan yaitu perbulan atau pertiga bulan.
F. Analisa Data Analisa data adalah, pemindahan data kedalam table yang telah disediakan, bentuk form di bab Hasil dan pelaporan.
Modul Sandwatch
29
5. Hasil dan Pelaporan Tabel 1. Data identifikasi mangrove Tanggal
:
Waktu
:
Lokasi
:
No
No
Pohon
Stasiun
Plot
Spesies
Anakan DBH
Spesies
Semai DBH
Spesies
DBH
Modul Sandwatch
30
Tabel 2. Kemunculan Spesies disetiap plot stasiun No
Nama Spesies (jenis)
Stasiun 1 I
II
Stasiun 2 III
I
II
Statiun 3 III
I
Modul Sandwatch
II
III
31
Keterangan
: + (ada) -(Tidak ada)
Tabel 3. Kerapatan Jenis suatu Spesie. No
Nama Spesies (jenis)
Kerapatan (K)
Jenis Kerapatan
Relatif
(KR) %
Modul Sandwatch
32
Keterangan : Untuk mengisi data diatas maka kita harus mencari kerapatan jenis dan kerapatan relatif dengan rumus : a. Luas Lokasi sampel (L) 𝐿=
Luas petak x Jumlah petak 10.000 m2
K=
Jumlah Individu suatu spesies (btg) Luas Lokasi sampel (L)
K=
Jumlah Individu suatu spesies (btg) Luas Lokasi sampel (L)
b. Kerapatan Jenis
c. Kerapatan Relatif x 100%
6. Rekomendasi Form rekomendasi No.
Temuan Kasus
Solusi
Rekomendasi
7. Berbagi hasil/publikasi Setelah semua siswa/i mengerti tentang materi Mangrove, maka semua hasil dan laporan bisa dimuat baik melalui website, blog dan media lainnya untuk dipublikasikan kepada khalayak ramai, agar yang lainnya bisa mendapatkan pengetahuan tentang Mangrove ini.
Modul Sandwatch
33
MODUL III TERUMBU KARANG
Waktu Ruangan
: 1 x 15
Simulasi dan Praktek lapangan : 9 x 100 menit
1. Latar Belakang Sebagian provinsi Aceh adalah laut, sehingga secara alamiah aceh merupakan bangsa bahari. Hal ini ditambah lagi dengan letak wilayah provinsi aceh yang strategis di wilayah tropis. Harapan laut yang luas merupakan suatu potensi dan pengembangan sumberdaya laut yang memiliki keragaman, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya. Terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat mengubah komunitas karang dan menghambat perkembangan terumbu karang secara keseluruhan. Kerusakan terumbu karang pada dasarnya dapat disebabkan oleh faktor fisik, biologi dan karena aktivitas manusia. Faktor fisik umumnya bersifat alami seperti perubahan suhu, dan adanya badai, dimana kabupaten aceh besar mempunyai tutupan terumbu karang seluas 1.155 ha, dan puluhan pulau-pulau kecil, maka untuk keberhasilan kabupaten Aceh Besar ditentukan juga dalam manfaat dan pengelolaan laut yang luas tersebut. Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Keanekaragaman hayati laut Aceh dari segi sosial, ekonomi, dan ekologi tidak hanya besar maknanya bagi penduduk Aceh Besar, namun juga berperan penting dalam dimensi global. Perairan laut Aceh besar adalah tempat ideal untuk pertumbuhan karang.
Modul Sandwatch
34
Dari sektor perikanan, pariwisata, bahan baku obat-obatan dan industri pertahanan pantai, hingga pendidikan dan penelitian. Ekosistem terumbu karang banyak menarik perhatian masyarakat karena sebagai berikut: a. Dari segi estetika, ekosistem terumbu karang yang masih sehat menampilkan pemandangan yang sangat indah, perairan alami yang sangat jernih, biota yang hidup di terumbu karang sangat bervariasi bentuk dan warnanya, ditambah dengan berbagai macam jenis ikan hias yang sangat eksotik. b. Dari segi manfaat, ekosistem terumbu karang dikenal sebagi pelindung pantai terhadap gempuran ombak, sebagai sumber makanan bagi masyarakat di sekitarnya, sebagai tempat rekreasi bawah laut, serta sebagai penghasil sumber daya bernilai ekonomi penting, seperti ikan konsumsi, ikan hias, udang karang, teripang, kerang-kerangan, dan rumput laut (agar-agar). c. Belakangan ini, terumbu karang diketahui banyak mengalami kerusakan akibat ulah manusia (karena pengeboman ikan dan penggunaan racun sianida untuk menangkap ikan).
2 . Teori A. Terumbu Karang
Terumbu dan Karang Apa itu terumbu karang? Terumbu karang adalah Endapan masiv yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3) yang terutama dihasilkan oleh hewan karang (Sorokin,1995).
Banyangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang sangat sibuk, bangunannya terdiri dari karang-karang, dengan ikan-ikan dan makhluk laut sebagai penghuninya. Apa itu karang? Karang yang hidup di laut, tampak terlihat seperti batuan atau tanaman. Tetapi mereka sebenarnya adalah sekumpulan hewan-hewan kecil yang dinamakan polip. Ada dua macam karang, yaitu karang keras (hard corals) dan karang lunak (soft corals). Karang batu merupakan karang pembentuk terumbu karena tubuhnya yang keras seperti batu. Kerangkanya terbuat dari kalsium karbonat atau zat kapur. Karang baru bekerja sama
Modul Sandwatch
35
dengan alga yang disebut zooxanthelae. Karena keras hanya hidup di perairan dangkal dimana sinar matahari masih didapatkan. Karang lunak bentuknya seperti tanaman dan tidak bekerja sama dengan alga. Karang lunak dapat hidup baik diperairan dangkal maupun di perairan dalam yang gelap.
Pertumbuhan karang Sehingga sekali terumbu karang hancur akan sangat sulit dan memerlukan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya kembali seperti sedia kala. Pembentukan terumbu karang ini memerlukan Pertumbuhan terumbu karang sangat lambat, hanya beberapa cm saja per tahun. beberapa persyaratan hidup tertentu dan yang terpenting adalah cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus dan substrat. Jika semakin banyak terumbu karang yang hancur maka proses abrasi akan semakin berdampak luas (Satria, 2009:113) Indonesia merupakan negara yang terletak pada pusat segitiga terumbu karang (the
coral triangle) yang memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi. Seiring berjalannya waktu, kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami degradasi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya pemanfaatan oleh manusia dan kerusakan akibat bencana alam (Coremap II, 2007). Sebaran terumbu karang dipengaruhi beberapa faktor lingkungan. Secara umum faktor-faktor lingkungan tersebut adalah seperti berikut (Supriharyono, 2000) : 1. Kedalaman; Kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman kurang dari 25 m dan tidak dapat hidup di perairan yang lebih dalam dari 50 – 70 m. Alasan adanya pembatasan kedalaman adalah kebutuhan karang hermatipik terhadap cahaya. 2. Cahaya; Cahaya merupakan faktor pembatas bagi terumbu karang. Hal ini berkaitan dengan proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae yang membutuhkan sinar matahari. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula (Nybakken, 1992). Faktor yang mempengaruhi penetrasi cahaya antara lain kondisi cuaca, kekeruhan dan waktu pengamatan. 3. Suhu; Suhu optimal untuk terumbu karang ialah sekitar 23° - 25°C dan masih dapat mentolerir suhu hingga 36° - 40°C (Nybakken, 1992). Perubahan suhu yang teramat
Modul Sandwatch
36
besar dapat mematikan sebagian besar jenis karang batu sehingga yang dapat hidup hanyalah jenis-jenis yang kuat. Suhu memiliki peranan penting dalam membatasi penyebaran terumbu karang. Tingkat suhu yang ekstrim akan mempengaruhi binatang karang, seperti metabolisme, reproduksi dan pengapuran (kalsifikasi). 4. Salinitas; Kisaran salinitas normal untuk terumbu karang yaitu 32 – 35 ‰, namun terumbu karang masih dapat hidup dalam batas kisaran salinitas 25 - 40‰. 5. Sedimentasi; Terumbu karang tidak dapat hidup di daerah yang sedimentasinya tinggi, karena sedimen ini akan menutupi polip-polip karang sehingga karang tidak mendapatkan makanan dan sinar matahari yang dibutuhkan untuk kehidupannya. 6. Substrat; Substrat yang keras dan bersih diperlukan sebagai tempat melekatnya larva planula, sehingga memungkinkan pembentukan koloni baru. Substrat keras ini dapat berupa benda padat yang terdapat di dasar laut, yaitu batu, cangkang moluska, bahkan kapal karam (Nontji, 2005).
Ekosistem terumbu karang adalah lingkungan hidup di dasar laut tropik, di mana karang batu merupakan penghuni utamanya . Ekosistem terumbu karang juga merupakan habitat bagi berbagai biota termasuk yang berasosiasi dengan terumbu karang, seperti
berbagai
jenis
ikan,
Echinodermata (bulu babi, bintang laut, bintang mengular, lili laut, dan teripang), Krustacea
(udang,
kepiting,
dan
kelomang), Moluska (kima, susu bundar, cumi, sotong, gurita), Porifera (jenis-jenis spons), Polychaeta (cacing bulu), Algae (algae merah, algae coklat, dan algae hijau), Algae berkapur (Halimeda, Lithothamnion, dan Porolithon), serta berbagai jenis avertebrata lainnya. Pada kolom air di atas terumbu karang terdapat berbagai jenis plankton (fitoplankton dan zooplankton). Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenisjenis moluska, krustasea, ekhinodermata,
Modul Sandwatch
37
polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton
Gambar 13: Morfologi Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang
Hard coral (Karang Keras)
Dead coral
Dead coral with algae (DCA)
Acropora :
(DC)
Branching
(ACB)
Encrusting
(ACE)
Submassive
(ACS)
Digitate
(ACD)
Tabular
(ACT)
Non-Acropora: Branching
(CB)
Encrusting
(CE)
Foliose
(CF)
Modul Sandwatch
38
Massive
(CM)
Submassive
(CS)
Mushroom
(CMR)
Heliopora
(CHL)
Millepora
(CME)
Tubipora
(CTU)
Suatu jenis karang dari genus yang sama dapat mempunyai bentuk pertumbuhan karang keras terbagi atas karang Acropora dan karang non-Acropora. Karang non-
Acropora adalah karang yang tidak memiliki axial coralit terdiri atas : a. Coral Branching (CB), memiliki cabang lebih panjang daripada diameter yang dimiliki. b. Coral massive (CM), berbentuk seperti bola dengan ukuran yang bervariasi, permukaan karang halus dan padat. Dapat mencapai ukuran tinggi dan lembar sampai beberapa meter. c. Coral encruisting (CE), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil. d. Coral submassive (CS), cenderung untuk membentuk kolom kecil, wedge-like. e. Coral foliosa (CF), tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol yang pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar. f.
Coral Mushroom (CMR), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
g. Coral millepora (CME), yaitu karang api. h. Coral heliopora (CHL), yaitu karang biru. Untuk karang jenis Acropora adalah karang yang memiliki Axial coralit dan radial
coralit. English et. Al, (1994) menggolongkannya sebagai berikut: a. Acropora Branching (ACB), berbentuk bercabang seperti ranting pohon. b. Acropora Encrusting (ACE), bentuk mengerak, biasanya terjadi pada Acropora yang belum sempurna. c. Acropora Tabulate (ACT), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. d. Acropora Submassive (ACS), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
Modul Sandwatch
39
e. Acropora Digitate, (ACD), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan.
Topografi terumbu karang Ekosistem terumbu karang terdapat didasar laut, pada kedalaman antara 0 sampai 20 m, tergantung dari kejernihan air dan tipe substrat dasar. Kebanyakan terumbu karang hidup subur pada lereng terumbu (reef slope). Akan tetapi, ada juga terumbu karang yang masih berada di bawah permukaan air.
Tipe formasi terumbu karang Dari bentuk dan tempat terumbu karang berada, terumbu karang dapat dibedakan menjadi tiga tipe (Gambar.2), yaitu a. Terumbu karang tepi (fringing reef) Terumbu karang tepi adalah terumbu karang yang terdapat/ mengelilingi pinggiran pulau atau benua. Terumbu karang tepi ini paling banyak dijumpai. Hampir semua pulaupulau kecil di perairan Indonesia dikelilingi oleh terumbu karang tepi. b. Terumbu karang penghalang (barrier reef) Terumbu karang penghalang adalah terumbu karang/deretan terumbu karang yang dipisahkan dengan daratan oleh perairan yang cukup dalam.
Gambar 14 : Tipe-tipe terumbu karang (Coral Reef), yaitu terumbu karang (Coral Reef) tepi (kiri), terumbu karang (Coral Reef) penghalang (tengah), dan terumbu karang (Coral Reef) cincin (kanan).
c. Terumbu karang cincin (atol) Terumbu karang cincin adalah terumbu karang yang diduga terjadi karena proses tenggelamnya gunung berapi di laut, sementara terumbu karang yang terdapat di sekitarnya terus tumbuh ke arah permukaan laut. Pada terumbu karang cincin, di
Modul Sandwatch
40
tengahnya selalu terdapat goba yang dalam dan berasal dari kawah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi.
Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang Setelah mengenali, maka cintai dan peliharalah terumbu karang, karena terumbu karang mempunyai fungsi dan manfaat serta arti yang amat penting bagi kehidupan manusia baik segi ekonomi maupun sebagai penunjang kegiatan pariwisata dan manfaat serta terumbu karang adalah : 1. Proses kehidupan yang memerlukan waktu yang sangat lama untuk tumbuh dan berkembang biak untuk membentuk seperti kondisi saat ini. 2. Tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang menjadi tumpuan kita 3. Indonesia memiliki terumbu karang terluas didunia, dengan luas sekitar 600.000 Km persegi. 4. Sumberdaya laut yang mempunyai nilai potensi ekonomi yang sangat tinggi 5. Sebagai laboratorium alam untuk penunjang pendidikan dan penelitian 6. Terumbu karang merupakan habitat bagi sejumlah spesies yang terancam punah serti kima raksasa dan penyu laut 7. Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove 8. Terumbu karang merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang, berbagai jenis ikan karang menjadi komoditi ekspor. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 - 10 ton ikan per kilometer persegi pertahun. 9. Keindahan terumbu karang sangat potensial untk wisata bahari. Masyarakat disekitar terumbu karang dapat memanfaatkan hal ini dengan mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran, penginapan sehingga pendapatn mereka bertambah. 10. Terumbu karang potensi masa depan untuk sumber lapangan kerja khusus masyarakat pesisir dan pada umum masyarakat Aceh.
Modul Sandwatch
41
3. Ragam/bentuk kegiatan yang dilakukan (tahapan) a. Observasi : Observasi adalah metode yang cukup mudah dilakukan untuk pengumpulan data. Pengggunaan metode ini sebelum melaksanakan kegiatan dilapangan terlebih dahulu membuat pemetaan yang sederhana, untuk melihat ancaman yang ada di wilayah tersebut. No
Observasi
Jenis kegiatan
1.
Terumbu karang
Menentukan lokasi terumbu karang, Luas area, bentuk karang, jenis ikan karang, invert. (peta dan literatur jurnal)
2.
Iklim
Erosi, sendimentasi, abrasi, suhu, cuaca, dll
3.
Masyarakat
Wilayah kegiatan ditempat terumbu karang
nelayan
b. Monitoring : Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program./ Memantau perubahan, yang focus pada proses dan keluaran. Adapun proses monitoring pengambilan data parameter air terhadap di kawasan terumbu karang adalah ;
Oksigen terlarut Suhu Salinitas pH air Abrasi pantai Pasang Surut
No.
Monitoring
Tahap awal
1
Parameter air
Pengambilan data ;
(Oksigen
Tahap lanjutan
1. Pengambilan data parameter
terlarut,suhu,salinitas
air dari masing-masing lokasi
dan pH)
pengamatan
Modul Sandwatch
42
2. Perbandingan data parameter air dari masing-masing lokasi pengamatan 3. Hubungan
parameter
air
dengan terumbu karang
2
Abrasi pantai
1. Pengambilan
data
abrasi
pantai 2. Perbandingan abrasi pantai yang ada terumbu karang dan yang tidak ada terumbu karang 3
Pasang surut
1. Pengambilan
data
pasang
surut 2. Grafik siklus pasang surut
c. Evaluasi Evaluasi adalah memperbaiki hasil pengamatan dan peningkatan kapasitas, adapun evaluasi ini berguna untuk melihat keterkaitan data hasil pengamatan dengan kondisi optimum dikawasan terumbu karang.
4. Praktek dilapangan Pelaksanaan praktek lapangan 1. Pemetaan : tahap observasi 2. Pengambilan data: tahap monitoring Alat yang dibutuhkan dalam pengambilan yaitu dari dua metode tersebut: 1. DO (Disolve Oksigen) Meter 2. pH Meter / Kertas Lakmus 3. Refrakto meter 4. Termometer 5. Meteran (50 meter atau 100 meter) 6. GPS
Modul Sandwatch
43
Bahan yang dibutuhkan dalam pengambilan data yaitu: 1. Alat tulis 2. Buku tulis 3. Aquades 4. Tisu
5. Hasil Pelaporan a.
Pengukuran Suhu (0C) No
b.
P2
P3
Rata - rata
Tanggal
P1
P2
P3
Rata - rata
P1
P2
P3
Rata - rata
P1
P2
P3
Rata - rata
Pengukuran Oksigen terlarut (Ppm) No
d.
P1
Pengukuran Salinitas (Ppt) No
c.
Tanggal
Tanggal
Pengukuran PH No
Tanggal
Modul Sandwatch
44
MODUL IV MONITORING PENYU
Waktu Ruangan
: 1 x 15
Simulasi dan Praktek lapangan : 9 x 100 menit
1.
Latar Belakang Aceh, merupakan bagian Barat Indonesia Paling Unjung di Pulau Sumatra dengan
jumlah pulau 119, panjang garis pantai 1.660 Km dan luas laut 15 264,06 KM2. Posisinya diantara Samudera Hindia dan Selat Malaka. Dengan komplesitas geologis dengan pembenturan lempeng Samudra Hindia-Australia memberi anugerah kepada aceh untuk memiliki keanekaragaman hayati yang paling kaya di dunia. Keanekaragaman hayati yang memberikan manfaat sangat besar bagi masyarakat, di antaranya dipersembahkan oleh ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Aceh masih memiliki potensi terumbu karang dan mangrove yang perlu perhatian dan perlindungan serius. Potensi tersebut bila terkelola dengan baik diharapkan dapat mendukung kesinambungan kegiatan perikanan pantai dan pesisir di provinsi paling barat Indonesia ini. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh (2011), luas terumbu karang Aceh adalah sebesar 15.124,57 ha dan 30.907,41 ha mangrove yang tersebar di pantai barat maupun di pantai timur Aceh, termasuk formasi terumbu karang dan mangrove yang masih bertahan dan dimiliki oleh Kabupaten Aceh Besar. Adanya terumbu karang dan mangrove sangatlah penting. Karena ekosistem ini merupakan habitat dari beberapa spesies ikan, molusca, echinodermata maupun beberapas spesies lain, bahkan beberapa di antaranya merupakan spesies langka seperti penyu. Oleh karena itu ekosistem ini perlu dijaga agar dapat tetap menjadi tempat hidup spesies-spesies tersebut. Panjang Garis Pantai Kabupaten Aceh Besar adalah sepanjang 344 km dengan luas wilayah perairan lautnya adalah 2.796 km2 dan jumlah pulau-pulau kecil sebanyak 21 Buah serta pulau-pulau kecil terluar 2 buah . Selain itu, pesisir dan laut Aceh besar juga
Modul Sandwatch
45
terdapat keanekaragaman hayati yang begitu bervariasi, dimana Aceh Besar mempunyai tutupan terumbu karang seluas 1.155 ha, ekosistem mangrove seluas 980,82 ha. Keanekaragaman hayati laut Aceh dari segi sosial, ekonomi, dan ekologi tidak hanya besar maknanya bagi penduduk Aceh Besar, namun juga berperan penting dalam dimensi global. Perairan laut Aceh besar adalah tempat ideal untuk pertumbuhan karang. Dari sektor perikanan, pariwisata, bahan baku obat-obatan dan industri pertahanan pantai, hingga pendidikan dan penelitian. Pantai-pantai barat Aceh Besar saat ini memiliki potensi sebagai tempat berdiamnya beberapa populasi penyu. Beberapa spesies penyu yang sering bertelur di pantai ini adalah penyu abu lekang, penyu belimbing dan penyu hijau. Potensi ini perlu di kelola dengan baik demi kelestarian penyu dunia. Karena saat ini penyu merupakan salah satu spesies yang di kategorikan langka dan di lindungi oleh dunia. Sampai saat ini perhatian terhadap penyu masih perlu di tingkatkan untuk menjaga poplulasi yang ada saat ini. Oleh karena itu diperlukan program-program langsung untuk memotivasi masyarakat maupun pelajar-pelajar sebagai generasi penerus agar dapat peduli terhadap kelestarian penyu dan menjaga habitatnya agar tidak dirusak.
2. Landasan Teori 2.1. Pengertian Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik hingga Asia Tenggara. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung (Direktorat Konservasi, 2009).
2.2. Taksonomi Penyu Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu digolongkan dalam: Kingdom : Animalia Phylum
: Chordata
Class
: Sauropsida
Order
: Testudines
Modul Sandwatch
46
Suborder : Cryptodira Family
: Cheloniidae (Oppel, 1811)
Species
:
1) Chelonia mydas (Penyu hijau) 2) Eretmochelys imbricate (Penyu sisik) 3) Lepidochelys kempi (Penyu lekang kempii) 4) Lepidochelys olivacea (Penyu lekang) 5) Natator depressus (Penyu pipih) 6) Caretta caretta (Penyu tempayan) Family
: Dermochelyidae
Species
: Dermochelys coriacea (Penyu belimbing)
2.2. Morfologi Penyu Secara morfologi, penyu mempunyai keunikan-keunikan tersendiri dibandingkan hewan-hewan lainnya. Tubuh penyu terbungkus oleh tempurung atau karapas keras yang berbentuk pipih serta dilapisi oleh zat tanduk. karapas tersebut mempunyai fungsi sebagai pelindung alami dari predator. Penutup pada bagian dada dan perut disebut dengan plastron. Ciri khas penyu secara morfologis terletak pada terdapatnya sisik infra marginal (sisik yang menghubungkan antara karapas, plastron dan terdapat alat gerak berupa flipper. Flipper pada bagian depan berfungsi sebagai alat dayung dan flipper pada bagian belakang befungsi sebagai alat kemudi.
Pada penyu-penyu yang ada di Indonesia
mempunyai ciri-ciri khusus yang dapat dilihat dari warna tubuh, bentuk karapas, serta jumlah dan posisi sisik pada badan dan kepala penyu. Penyu mempunyai alat pecernaan luar yang keras, untuk mempermudah menghancurkan, memotong dan mengunyah makanan (Rifqi, 2008). Penyu memiliki sepasang tungkai depannya yang berupa kaki pendayung, ini memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walau selama bertahun-tahun berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58 - 73 hari (Wikipedia, 2007).
Modul Sandwatch
47
Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itupun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan predator alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik (anak penyu) tersebut menyentuh perairan dalam. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jurassic (145 - 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu Archelon, yang berukuran panjang badan enam meter, atau juga penyu cimochelys, yang berenang di laut purba seperti penyu masa kini (Wikipedia, 2007).
2.3. Jenis-Jenis Penyu yang ada di Indonesia Jenis-jenis penyu yang ada di Indonesia adalah: 1. Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) Penyu belimbing telah bertahan hidup selama lebih dari ratusan juta tahun, kini spesies ini menghadapi kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik, hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2006 tiga Negara yaitu Indonesia, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat penyu belimbing melalui MoU Tri National Partnership Agreement (WWF, 2008).
Gambar 15: Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) Modul Sandwatch
48
Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu belimbing: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Sauropsida
Order
: Testudines
Suborder
: Cryptodira
Superfamily
: Chelonioidea (Bauer, 1893)
Family
: Dermochelyidae
Spesies
: Dermochelys coriacea
Nama lokal
: Penyu Belimbing
Penyu belimbing memiliki karapas berwarna gelap dengan bintik putih. Ukuran penyu belimbing dapat mencapai 180 cm dan berat mencapai 500 kg. Penyu belimbing dapat ditemukan dari perairan tropis hingga ke lautan kawasan sub kutub dan biasa bertelur di pantai-pantai di kawasan tropis. Spesies ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di lautan terbuka dan hanya muncul ke daratan pada saat bertelur. Penyu belimbing betina dapat bertelur empat sampai lima kali per musim, setiap kali sebanyak 60 sampai 129 telur. Penyu belimbing bertelur setiap dua atau tiga tahun dengan masa inkubasi sekitar 60 hari (WWF, 2008). 2. Penyu Hijau (Chelonia mydas) Penyu hijau merupakan jenis penyu yang paling sering ditemukan dan hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang kecil dan paruhnya yang tumpul. Dinamai penyu hijau bukan karena sisiknya berwarna hijau, tapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya berwarna hijau. Tubuhnya bisa berwarna abu-abu, kehitam-hitaman atau kecoklat-coklatan. Daging jenis penyu inilah yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia terutama di Bali. Mungkin karena orang memburu dagingnya maka penyu ini kadangkadang pula disebut penyu daging. Penyu hijau dewasa hidup di hamparan padang rumput dan ganggang. Berat penyu hijau dapat mencapai 400 kg, namun di Asia Tenggara yang tumbuh paling besar sekitar separuh ukuran ini. Penyu hijau di Barat Daya kepulauan Hawai kadang kala ditemukan mendarat pada waktu siang untuk berjemur panas. Anak-anak penyu hijau (tukik), setelah menetas, akan menghabiskan waktu di pantai untuk mencari makanan.
Modul Sandwatch
49
Penyu hijau akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga 4 tahun sekali. Ketika penyu hijau masih muda mereka makan berbagai jenis biota laut seperti cacing laut, udang remis, rumput laut juga alga. Ketika tubuhnya mencapai ukuran sekitar 20-30 cm, mereka berubah menjadi herbivora dan makanan utamanya adalah rumput laut (ikan mania, 2004)
Gambar 16: Penyu hijau (Chelonia mydas) Pada tahun 1971, Hirth mengklasifikasikan penyu hijau sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Sub Kingdom : Metazoa Phylum
: Chordata
Sub Phylum
: Vertebrata
Class
: Reptilia
Sub Class
: Anapsida
Ordo
: Testudinata
Sub Ordo
: Cryptodira
Family
: Cheloniidae
Spesies
: Chelonia mydas
Nama lokal
: Penyu hijau
3. Penyu Pipih (Natator depressus) Penyu pipih dalam bahasa Inggris bernama flatback turtle.
Pemberian nama
flatback turtle karena sisik marginal sangat rata (flat) dan sedikit melengkung di sisi luarnya. Di awal abad 20, spesies ini sempat agak ramai diperdebatkan oleh para ahli. Sebagian orang memasukkannya ke dalam genus Chelonia, namun setelah diteliti dengan seksama para ahli sepakat memasukkannya ke dalam genus Natator, satu-satunya yang tersisa
Modul Sandwatch
50
hingga saat ini. Jenis ini karnivora sekaligus herbivora. Mereka memakan timun laut, uburubur, kerang-kerangan, udang, dan invertebrata lainnya (Wikipedia, 2007).
Gambar 17: Penyu pipih (Natator depressus) Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu pipih adalah: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Sauropsida
Order
: Testudines
Suborder
: Cryptodira
Superfamily
: Chelonioidea (Bauer, 1893)
Family
: Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies
: Natator depressus
Nama lokal
: Penyu pipih
4. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Dalam bahasa Inggris, penyu ini dikenal dengan nama olive ridley turtle. Penampilan penyu lekang ini adalah serupa dengan penyu hijau tetapi kepalanya secara komparatif lebih besar dan bentuk karapasnya lebih langsing dan bersudut. Tubuhnya berwarna hijau pudar, mempunyai lima buah atau lebih sisik lateral di sisi sampingnya dan merupakan penyu terkecil di antara semua jenis penyu yang ada saat ini. Seperti halnya penyu tempayan, penyu lekang juga karnivora. Mereka juga memakan kepiting, kerang, udang dan kerang remis (Wikipedia, 2007).
Modul Sandwatch
51
Gambar 18: Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)
Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu lekang adalah: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Sauropsida
Order
: Testudines
Suborder
: Cryptodira
Superfamily
: Chelonioidea (Bauer, 1893)
Family
: Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies
: Lepidochelys olivacea
Nama lokal
: Penyu lekang
5. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate) Penyu sisik atau dikenal sebagai hawksbill turtle karena paruhnya tajam dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak besar mirip paruh burung elang. Demikian pula karena sisiknya yang tumpang tindih/over lapping (imbricate) seperti sisik ikan maka orang menamainya penyu sisik.
Ciri-ciri umum adalah warna karapasnya
bervariasi kuning, hitam dan coklat bersih, plastron berwarna kekuning-kuningan. Terdapat dua pasang sisik prefrontal.
Sisiknya (disebut bekko dalam bahasa Jepang) banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam industri kerajinan tangan terutama di Jepang untuk membuat pin, sisir, bingkai kacamata dll. Sebagian besar bertelur di pulau-pulau terpencil. Penyu sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur. Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan
Modul Sandwatch
52
yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi (Wikipedia, 2007).
Gambar 19: Penyu sisik (Eretmochelys imbricate)
Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu sisik adalah: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Sauropsida
Order
: Testudines
Suborder
: Cryptodira
Superfamily
: Chelonioidea (Bauer, 1893)
Family
: Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies
: Eretmochelys imbricate
Nama lokal
: Penyu sisik
6. Penyu Tempayan (Caretta caretta) Penyu ini dalam bahasa Inggris bernama loggerhead turtle. Warna karapasnya coklat kemerahan, kepalanya yang besar dan paruh yang bertumpuk (overlap) salah satu ciri mengenali penyu tempayan. Disamping itu, terdapat lima buah sisik di kepala bagian depan (prefrontal), umumnya terdapat empat pasang sisik coastal. Lima buah sisik vertebral. Plastron berwarna coklat muda sampai kuning. Penyu tempayan termasuk jenis karnivora yang umumnya memakan kerang-kerangan yang hidup di dasar laut seperti kerang remis, mimi dan invertebrata lain. Penyu tempayan memiliki rahang yang sangat kuat untuk menghancurkan kulit kerang (Wikipedia, 2007).
Modul Sandwatch
53
Penyu tempayan dapat dijumpai hampir di semua lautan di dunia. Hewan ini memiliki panjang 70 cm -210 cm dengan berat 135 kg – 400 kg. Penyu tempayan memiliki kebiasaan akan kembali ke pantai tempat asal ia menetas untuk bertelur. Penyu tempayan mulai bertelur setelah berumur 20 – 30 tahun dan mempunyai masa penetasan telur selama 60 hari (Wikipedia, 2007).
Gambar 20: Penyu tempayan (Caretta caretta)
Menurut Jatu (2007), taksonomi penyu tempayan adalah: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Sauropsida
Order
: Testudines
Suborder
: Cryptodira
Superfamily
: Chelonioidea (Bauer, 1893)
Family
: Cheloniidae (Oppel, 1811)
Spesies
: Caretta caretta
Nama lokal
: Penyu tempayan
2.4. Habitat Dan Lokasi Peneluran Penyu di Aceh Besar Habitat penyu di kawasan Aceh Besar terdiri dari ekosistem-ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat makan dari penyu. Beberapa spesies penyu di temukan di perairan Aceh Besar di antaranya adalah Penyu Hijau, Penyu Lekang dan Penyu Belimbing. Sedangkan beberapa pantai yang menjadi lokasi peneluran penyu tersebut adalah pantai Lhoknga, Lampu’uk, Pasie Lange, Ujung Pancu dan beberapa pantai lainnya.
Modul Sandwatch
54
Sampai saat ini telah dilakukan beberapa upaya untuk melindungi kawasan tersebut agar populasi penyu tetap bertahan.
3. Ragam/bentuk kegiatan yang dilakukan (tahapan) 1. Observasi : Observasi adalah metode yang cukup mudah dilakukan untuk pengumpulan data. Penggunanan metode ini sangat dipengaruhi oleh interesnya sang peneliti. Observasi ini lebih banyak digunakan pada statistika survei,misalnya akan meneliti kelakuan orang-orang suku tertentu. Observasi kelokasi yang bersangkutan akan dapat diputuskan alat ukur mana yang tepatuntuk digunakan, untuk data awal melihat kondisi wilayah habitat peneluran penyu. Tabel 1. Perkiraan estimasi obsevasi No
Observasi
Jenis kegiatan
1.
Habitat peneluran
Menentukan Tempat, Luas area, dan lokasi sarang peneluran penyu
2.
Iklim
Suhu, intensitas cahaya, kelembaban, salinitas, dll.
3.
Masyarakat
Wilayah kegiatan di pantai peneluran
nelayan
2. Monitoring : Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program. Memantau perubahan, yang focus pada proses dan keluaran:
Untuk mendapatkan jumlah sarang dalam lokasi peneluran
Untuk mengetahui jumlah indukan dalam populasi tersebut
Untuk mengetahui jumlah telur yang berhasil menetas
Tabel 2. Perkiraan estimasi monitoring No.
Monitoring
Tahap awal
1
Sarang
Mengidentifikasi sarang yang ada di
Tahap lanjutan
pantai peneluran.
Modul Sandwatch
55
2
Telur
Mengidentifikasi jumlah telur yang berhasil menetas
3
Induk
Mengidentifikasi jenis-jenis penyu dan jumlah indukan yang ada dalam populasi tersebut
3. Identifikasi : Identifikasi adalah pemberian tanda-tanda pada golongan bentuk atau sesuatu. Hal ini perlu, oleh karena tugas identifikasi ialah membedakan komponenkomponen yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan. Dengan identifikasi dapatlah suatu komponen itu dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana. Tabel 3. Perkiraan estimasi identifikasi No. Identifikasi 1.
Penyu Belimbing
2.
Penyu Lekang
3.
Penyu Hijau
4.
Iklim
Tahap1
Tahap selanjutnya
4. Penangkaran: Penangkaran merupakan proses pemindahan atau relokasi telur penyu demi mencegah ancaman predator ataupun upaya pengambilan dari manusia. Hal ini dilakukan apabila lokasi sarang sangat rawan dari ancaman tersebut sehingga kemungkinan untuk menetas secara alami sangatlah kecil. Tabel 3. Perkiraan estimasi penangkaran No. Penangkaran 1.
Jumlah sarang
2.
Jumlah Telur
3.
Yang berhasil menetas
4.
Jumlah Tukik yang di
Tahap1
Tahap selanjutnya
lepaskan
Modul Sandwatch
56
5
Jumlah Tukik yang di tangkarkan
5. Evaluasi : Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian social untuk secara sistematis menginvestigasi efektifitas program. Menilai kontribusi program terhadap perubahan (Goal/objektif) dan menilai kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau perluasan program (rekomendasi) Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok
kembanding Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus
6. Pelaporan : Pelaporan adalah upaya dalam melaporkan perkembangan hasil dari kegiatan yang dilakukan selama ini. Di dalam laporan ini mencakup semua hal-hal baik itu kendala selama kegiatan maupun tingkat kesuksesan dalam kegiatan. Laporan sangat di perlukan sebagai salah satu output dalam kegiatan. Oleh karena itu pembuatan laporan sangat lah penting dalam suatu kegiatan. Termasuk dalam hal kegiatan pelestarian penyu dan penjagaan habitatnya.
4. Simulasi dan Praktek di Lapangan 4.1. Perkenalan alat Pendukung Beberapa alat pendukung dalam kegiatan pemantauan atau monitoring juga kegiatan konservasi penyu diantaranya adalah
Alat tulis, sebagai alat untuk mencatat selama pemantauan GPS, untuk menentukan lokasi sarang pH meter, untuk mengukur tingkat keasaman pantai peneluran Thermometer, untuk mengukur suhu Refraktometer, untuk mengukur salinitas air laut
Modul Sandwatch
57
Timbangan, mengukur berat telur dan tukik Jangka sorong, mengukur kedalaman sarang Sarung tangan, untuk memindahkan telur Ember, untuk tempat memindahkan telur
4.2. Pemantauan atau monitoring habitat peneluran Ketika seekor penyu terlihat bergerak ke pantai, pemantau tidak boleh serta merta ‘mengganggu’ penyu tersebut, apalagi langsung mencoba melakukan pengukuran dan pengambilan sampel. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan seekor penyu saat bertelur mesti dipahami, dan pemantau mesti mengetahui tahapan dimana ‘gangguan’ terhadap penyu bisa dilakukan. Proses bertelur penyu bisa dipilah menjadi beberapa tahapan seperti skema berikut:
Catatan: a. Langkah 1-7 menunjukkan periode saat penyu berada dalam keadaan sangat sensitif; tidak boleh ada gangguan berasal dari sinar; pergerakan maupun sentuhan.
Modul Sandwatch
58
b. Langkah 7, 10, dan 11 menunjukkan periode saat penyu berada dalam keadaan sensitivitas medium; sinar lembut (tidak pada area kepala) dan sentuhan ringan bisa ditolerir. c. Langkah 8 dan 9 menerangkan periode saat sensitivitas penyu relatif rendah; sinar, pergerakan dan sinar terang bisa ditolerir.
4.3. Pengamanan sarang Jika sarang berada pada lokasi yang aman, baik dari ancaman predator maupun manusia, sebaiknya lokasi sarang di biarkan dan di beri pagar dan penanda agar kondisi sarang aman. Sebaliknya, jika ancaman pada lokasi sarang sangat tinggi, sebaiknya dilakukan relokasi atu pemindahan telur ke lokasi yang lebih aman dan masih sesuai dengan habitat aslinya.
4.4. Pemindahan Telur Relokasi atau pemindahan telur dilakukan dari penetasan alami ke penetasan semi alami. Pemindahan telur dilakukan setelah induk penyu kembali ke laut. Pemindahan telur penyu dari sarang alami ke sarang semi alami harus dilakukan dengan hati-hati karena sedikit kesalahan dalam prosedur akan menyebabkan gagalnya penetasan. Cara-cara pemindahan telur penyu ke penetasan semi alami adalah sebagai berikut: 1. Pembersihan pantai/lokasi penetasan baru. 2. Membran atau selaput embrio telur penyu sangat mudah robek jika telur penyu dirotasi atau mengalami guncangan. Oleh karena itu sebelum pemindahan telur penyu, pastikan bagian atas telur ditandai kecuali pemindahan telur penyu tersebut dilakukan sebelum 2 jam setelah induk penyu bertelur. 3. Telur penyu yang akan dipindah dimasukkan ke wadah secara hati-hati. Pemindahan dengan ember lebih baik dibanding dengan karung/tas. 4. Telur penyu tidak boleh dicuci dan harus ditempatkan atau ditanam segera dengan kedalaman yang sama dengan kondisi sarang aslinya, biasanya sekitar 60-100 cm.
Modul Sandwatch
59
5. Ukuran dan bentuk lubang juga harus dibuat menyerupai ukuran dan bentuk sarang aslinya. Ukuran diameter mulut sarang penyu biasanya sekitar 20 cm. 6. Jarak penanaman sarang telur satu dengan lainnya sebaiknya diatur. 7. Ketika ditanam, telur penyu ditutupi dengan pasir lembab. 8. Peletakkan telur penyu ke sarang penetasan semi alami harus dilakukan dengan hati-hati, dengan posisi telur penyu, yaitu posisi bagian atas dan bawah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan penetasan.
4.5. Penetasan semi alami Proses penetasan telur penyu secara semi alami dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Telur penyu yang diambil dari sarang alami dipindahkan ke lokasi penetasan semi alami. 2. Masukkan telur penyu kedalam media penetasan, dimana kapasitas media dalam menampung telur disesuaikan dengan besar kecilnya media. Lama penetasan telur penyu sampai telur penyu menetas menjadi tukik ± 45-60 hari. 3. Lepaskan segera tukik yang baru menetas ke laut. 4. Untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan wisata, sisihkan sebagian tukik yang baru menetas 5. ke dalam bak pemeliharaan untuk dibesarkan.
4.6. Pembesaran Tukik Langkah-langkah pembesaran tukik adalah sebagai berikut: 1. Setelah telur penyu menetas, pindahkan tukik-tukik ke bak-bak pemeliharaan. Bak-bak pemeliharaan dapat berbentuk lingkaran atau empat persegi panjang dengan bahan dapat dari fiber atau keramik. Ketingian air dalam bak pemeliharaan dibuat berkisar antara 5–10 cm, mengingat tukik yang baru menetas tidak mampu menyelam. Jumlah dan ukuran bak pemeliharaan tukik disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia dan estimasi jumlah tukik yang akan ditangkarkan. 2. Suhu air yang cocok untuk tukik adalah sekitar 250 C
Modul Sandwatch
60
3. Selama pemeliharaan tukik diberi makan secara rutin dan jika ada yang sakit dipisahkan agar tidak menular kepada tukik yang lain. Pemberian pakan tukik dilakukan dalam wadah bak/ember dalam ukuran besar. Langkah-langkah pemberian pakan adalah sebagai berikut : a. Setiap ember diisi sebanyak 25 ekor tukik. Jenis pakan yang digunakan adalah ebi (udang kering/geragu) dan sekali-kali diberi pakan b. daging ikan rucah/cacah. selada atau kol.
Sesekali dapat diberikan sayuran seperti
Umumnya tukik belum mau makan 2 – 3 hari setelah
penetasan. Nafsu makan tukik sangat besar pada umur lebih dari 1 tahun, akan tetapi jangan terus diberi makan. c. Pakan diberikan 2 kali sehari sebanyak 10-20% dari berat tubuh tukik dengan cara menyebarkan ebi secara merata. d. Waktu pemberian pakan adalah pagi dan sore hari. 4. Kondisi air dalam bak pemeliharaan harus diperhatikan, baik kuantitas maupun kualitasnya. a. Air dalam bak pemeliharaan dapat kotor akibat dari sisa-sisa makanan atau kotoran tukik. Air yang kotor dapat menimbulkan berbagai penyakit yang biasa menyerang bagian mata dan kulit tukik b. Lakukan pergan tian air sebanyak 2 kali dalam sehari sesudah waktu makan. Air dalam bak pemeliharaan harus selalu mengalir atau gunakan alat penyaring ke dalam pipa air bak pemeliharaan. c. Standar kualitas air mengacu pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Kualitas Air untuk Biota laut. 5. Perawatan tukik Tukik-tukik di dalam bak pemeliharaan seringkali saling gigit sehingga terluka. Pisahkan dan pindahkan segera tukik yang terluka dari bak pemeliharaan, bersihkan lukanya dengan larutan KmnO (kalium permanganat) di bak tersendiri.
Modul Sandwatch
61
Gambar 21: Contoh Bak Penangkaran
4.7. Pelepasan Tukik Pelepasan yang dimaksud adalah pelepasan tukik ke laut hasil pemeliharaan yang dilakukan dalam bak-bak penampungan.Tukik-tukik ini dapat berasal dari penetasan secara alami maupun hasil penetasan buatan. Tujuan pelepasan adalah untuk memperbanyak populasi penyu di laut.
Modul Sandwatch
62
5. Hasil (Laporan) Laporan hasil kegiatan di buat dalam bentuk lembar-lembar pengamatan, sehingga memudahkan dalam hal pembacaan data.
LEMBAR MONITORING PENYU Tanggal Bulan Hijriah Waktu Mulai Waktu Selesai *digunakan saat melakukan survey
: Hari: : : jam: : jam:
LEMBAR MONITORING JEJAK PENYU Cuaca Kondisi Air laut Tinggi Ombak Banyak Jejak yg ditemukan Banyak Sarang yg ditemukan
: : pasang / surut : : :
No
Lokasi /
Telur
jarang
Jejak
Sektor
ada/tidak
pasang
Keterangan
*digunakan saat ditemukan jejak LEMBAR MONITORING SARANG PENYU Waktu Ditemukan sarang Perkiraan Tanggal Peneluran Kedalaman Sarang: -Lebar Sarang -Panjang Sarang -ketebalan Penutup -kedalaman dasar sarang Jumlah Telur: -Telur yang Baik -Telur yang dirusak -Telur abnormal Pemindahan Keterangan:
: Jam: : : : : : : : : : ada / tidak
*digunakan saat ditemukan sarang
Modul Sandwatch
63
LEMBAR MONITORING INDUK PENYU Cuaca Kondisi Air Laut Tinggi Ombak Mulai Pendaratan Penyu Berakhir Pendaratan Penyu Banyak Induk yang Mendarat - Penyu yang bertelur - Hanya Mendarat Saja
: : pasang / surut : : Jam: : jam: : : :
No Jejak
No Tag
SCL
SCW
Jumlah Telur
Keterangan
*digunakan saat ditemukan induk penyu *SCL (Straight Carapace Length) : Panjang Kerapas *SCW (Straight Carapace Wildh) : Lebar Karapas
Pelaksana 1.
3.
2.
4.
6. Rekomendasi Diperlukan program-program lebih lanjut terkait pengelolaan konservasi penyu khususnya di Aceh Besar. Karena kawasan Aceh Besar memiliki potensi sarang betelur penyu yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlunya andil masyarakat, pelajar dan pemerintah dalam hal menangani konservasi penyu tersebut.
7. Berbagi Hasil/ Publikasi Diperlukan berbagai publikasi untuk konservasi penyu. Salah satu nya adalah membuat video-video dokumenter tentang penyu maupun karikatur-karkatur yang bercerita tentang mengapa penyu harus di lindungi.
Modul Sandwatch
64
MODUL IV ACEH COSTAL CLEAN-UP
Waktu Ruangan
: 1 x 15
Simulasi dan Praktek lapangan : 9 x 100 menit
1. Latar Belakang Laut merupakan sumber makanan, sumber air, dan udara yang kita hirup setiap harinya, laut yang terbentang luas, meliputi 71% dari permukaan bumi dan 99% dari planet, kita ingin 100% laut kita bersih dan sehat. Namun ancaman terhadap laut datang dari berbagai arah, seperti penangkapan ikan yang berlebihan, perubahan iklim global, dampak sampah yang dibuang setiap hari dari kehidupan masyarakat, adanya satwa liar, adanya masyarakat pesisir yang hidup tergantung pada laut. Tanpa disadari dengan banyaknya sampah di laut, kita telah menyianyiakan kesejahteraan hidup kita sendiri. Bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai atau hidup ratusan mil dari pantai, erat kaitannya dengan laut. Sumber air yang diminum, udara yang dihirup jutaan orang semuanya berasal dari laut. Terjadinya polusi udara dan air yang diakibatkan oleh penduduk dunia yang mendekati hampir tujuh miliar orang. Hal ini jugalah yang menyebabkan laut kita menjadi bermasalah (sakit). Ini semua akibat ulah manusia. Setiap tahun tidak terhitung jumlahnya, banyak binatang laut seperti mamalia laut, kura-kura, burung dan binatang lainnya yang terluka atau terbunuh akibat unsur-unsur berbahaya yang masuk ke dalam laut, kadang kala ada yang sengaja diracuni, terjerat atau masuk ke dalam keranjang yang tertinggal di laut, masuk ke dalam kaleng bekas cat, bekas tempat minuman/makanan yoghurt yang digunakan untuk memancing. Sampah ini lah yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia, mengganggu jalannya balingbaling kapal laut dan perjalanan boat. Aceh Coastal Clean / Peuglee pasee Aceh
October 17th 2010 Baik secara
bersamaan ataupun sendiri-sendri, ribuan masyarakat di seluruh dunia berinisiatip membuat suatu gerakan Conservancy's International Coastal Cleanup (Pembersihan
Modul Sandwatch
65
pesisir pantai). Yayasan Lamjabat, KuALA bersama mitra dan jaringannya tergerak untuk ikut serta berpartisipasi dalam gerakan pembersihan sampah dan puing-puingnya yang ada di sekitar pantai dan air laut, berusaha membuat perubahan terhadap perilaku manusia untuk tidak membuang sampah sembarangan. Clean up adalah Kegiatan pengumpulan sampah yang dilakukan Setiap tahunnya pada bulan September atau Oktober yang melibatkan ratusan volunteers dari seluruh dunia yang bergabung dalam gerakan International coastal cleanup ini, seperti kegiatan pembersihan danau, sungai dan pantai dari limbah-limbah sampah. Tahun lalu hampir 500.000 orang dari 108 negara mengumpulkan 3.400,000 juta kilo sampah.
2. Teori A. Pengertian sampah Kata sampah sudah merupakan hal yang lumrah, mendengar kata sampah sudah terbesit dalam pikiran kita bahwa sampah itu merupakan sesuatu yang sudah tidak digunakan lagi dan ingin dibuang. Namun menurut WHO, defenisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
B. Klasifikasi sampah ( pembagian sampah)
Pemisahan sampah padat: Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya,
SAMPAH ORGANIK ATAU SAMPAH BASAH adalah sampah yang berasal dari mahluk hidup. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik misalnya saja sampah dari dapur berupa sayuran, daun – daunan, kulit buah, dan lain – lain.
SAMPAH ANORGANIK ATAU SAMPAH KERING adalah sampah yang berasal dari sumber daya alam yang tidak terbaharui seperti botol minuman, kaleng, puntung rokok dan dengan kata lain bahwa sampah anorganik bukan berasal dari
Modul Sandwatch
66
makhluk hidup.sehingga sampah anorganik tidak dapat terurai atau dapat terurai dalam jangka waktu yang lama.
BERDASARKAN DAPAT ATAU TIDAKNYA DIBAKAR a. Mudah tertbakar, misalnya
: Kertas pelastik, daun kering, kayu.
b. Tidak mudah terbakar, misalnya
: Kaleng, besi, gelas dan lain-lain.
BERDASARKAN DAPAT ATAU TIDAKNYA MEMBUSUK a. Mudah membusuk misalnya :
Makanan,
potongan
daging,
dan
sebagainya. b. Sulit membusuk, misalnya,
: Plastic, kaleng, karet dan sebagainya.
C. Permasalahan Sampah Saat ini sampah telah banyak berubah. Setengah abad yang lalu masyarakat belum banyak mengenal plastik. Mereka lebih banyak menggunakan berbagai jenis bahan organik. Sifat plastik dan bahan organis sangat berbeda. Bahan organis mengandung bahan-bahan alami yang bisa di uraikan oleh alam dengan berbagai cara, bahkan hasil penguraiannya berguna untuk berbagai aspek kehidupan.
Sampah plastik dibuat dari bahan sintetis, umumnya menggunakan minyak bumi sebagai bahan dasar, ditambah bahan-bahan tambahan yang umumnya
Modul Sandwatch
67
merupakan logam berat (kadnium, timbal, dan nikel) atau bahan beracun lainnya seperti chlor. Tahukah anda beberapa tentang penggunaan plastik. 1. Lima dari enam bahan kimia paling berbahaya digunakan untuk membuat plastik : propylene, phenol, ethylene. Polystyrene, benzene 2. Plastik mengandung logam berat seperti nikel, cadmium dan timbal yang akan dilepas bila dibakar atau dalam proses penguraian (saat dikubur atau ditumpuk). 3. Bahan kimia berbahaya lain terkandung pada pewarna dan stabilisator plastik. 4. Prioritas untuk kesehatan adalah pengurangan penggunaan plastik untuk makanan. Bahan kimia bahaya yang terkandung di dalam plastik dapat berpindah ke makanan, khususnya yang mengandung lemak dan pana Kita dapat mengurutkan prioritas penggunaan plastik berdasarkan tingkat bahayanya bagi kesehatan dan kemudahannya untuk didaur ulang.
Modul Sandwatch
68
Gambar 22: Kode – Kode Plastik
D. DAMPAK PENGOLAHAN SAMPAH Pengolahan sampah akan membawa pengaruh bagi masyarakat dan lingkungan itu sendiri. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Pengolahan sampah dengan baik dan terarah maka akan berdampak baik pula bagi lingkungan dan masyarakat. Namun sebaliknya,pengolahan sampah yang kurang baik tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan namun akan berdampak pula bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
E. SUMBER SAMPAH Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut: 1. Pemukiman penduduk Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu daerah. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan 2. Tempat umum dan tempat perdagangan Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Jenis sampah yang diahasilkan dapat berupa sisa-sisa makanan, sampah kering, sampah khusus dan terkadang sampah berbahaya.
Modul Sandwatch
69
3. Saran layanan masyarakat milik pemerintah Saran layanan yang dimaksud antara lain tempat hiburan dan umum, jalanan umum, tempat parker, tempat layanan kesehatan, pantai tempat berlibur, dan saran apemerintahan yang lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khususu dan sampah kering. 4. Industry berat dan ringan Dalam pengertian ini termasuk industry makanan dan minumana, industry kayu, industry kimia, industry logam, tempat pengolahahn air botol dan air minum, dan kegitan industry lainnya. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, samapah kering, dan sampah berbahaya lainnya. 5. Pertanian Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang, ataupun sawah yang mengasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman.
3. RAGAM / BENTUK KEGIATAN YANG DILAKUKAN (TAHAPAN) 1. Observasi lapangan a. Menentukan lokasi b. Melihatnya banyak sampah 2. Identifikasi a. Pengumpulan sampah dan pendataan sampah b. Pencatatan c. Penimbangan d. Pemisahan sampah 3. Metode atau Solusi Permasalahan Sampah Dengan Reduce, Reuse, Recycle (3r) a. Reduce artinya mengurangi. Kurangilah jumlah sampah dan hematlah pemakaian barang. Misalnya dengan membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat mengurangi sampah plastik dan mencegah pemakaian styrofoam.
Modul Sandwatch
70
b. Reuse artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat digunakan jangan langsung dibuang, tetapi sebisa mungkin gunakanlah kembali berulang-ulang. Misalnya menulis pada kedua sisi kertas dan menggunakan botol isi ulang. c. Recycle artinya daur ulang. Sampah kertas dapat dibuat hasta karya, demikian pula dengan sampah kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dll. Sampah organik dapat dibuat kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman maupun penghijauan.
4. Simulasi dan praktek dilapangan 1. Aceh Costal Clean Up (Pegleh Pasie Aceh) a. Bahan (alat yang diperlukan pendataan atau pengumpulan sampah) Timbangan, kantong plastik, papan mika, pensil & pulpen, b. Bahan ( alat yang di perlukan untuk kreatifitas daur ulang sampah) Lem, lem tembak, gunting, dan lain2 c. Metode kerja (tahapan kegiatan nya) 1. Set lokasi (sistem pengambilan dan pendataan sampah di lokasi dengan ukuran 2 meter x 20 meter untuk 3 orang) 2. Pengumpulan dan Pendataan 3. Pencatatan 4. Penimbangan 5. Pemisahan
2. Daur Ulang Sampah (kreasi masing2) Contoh Kerajinan Koran Bekas
Modul Sandwatch
71
5. Hasil (pelaporan) c. Form sampah d. Keseluruhan sampah (kg) e. Kreasi daur ulang sampah
Modul Sandwatch
72
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. 2013. Wikipedia (online). (Wikipedia.org, diakses 14 Maret 2013). Anonymous. 2013. Panduan Mengenal Mangrove. Wetlands: Banda Aceh. Bengen, D. 2004. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Dahuri, R, J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata. 2010. Sabang Indonesia Weh Island. Sabang: Pemerintah Kota Sabang.
Fuadri. 2009. Strategi Pengembangan Agroindustri Komoditi Unggulan Kabupaten Aceh Barat (Thesis). Sekolah Pascasarjana Institut pertanian Bogor. Bogor: IPB Maulana, S. 2012. Keanekaragaman dan Dominansi Gastropoda di Zona Litoral Pantai Terganggu Ujung Seurangga Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya. Banda Aceh, FKIP Unsyiah. Mulyadi.2007.Ilmu Pengetahuan Sosial: Geografi 1.Semarang: Aneka Ilmu Murdiyanto, B. 2003. Mengenal, Memelihara dan Melestarikan Terumbu Karang. Jakarta: Derektorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. Suara Pemerintah. 2013. Potensi Daerah. Banda Aceh: Dinas Perhubungan, Komunikasi, Wardiyatmoko.K.2006. Geografi untuk SMA Kelas X.Jakarta: Penerbit Erlangga Yulianda, F. 2000. Keterkaitan Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) Pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pantai Ulee Lheue Banda Aceh NAD. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Modul Sandwatch
73