MODUL PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER (P3D) ANESTESIOLOGI, TERAPI INTENSIF DAN MANAGEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2016 1
MODUL ANESTESI PIJAT JANTUNG LUAR
BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG JANUARI 2016
2
TOPIK:
PIJAT JANTUNG LU
LEARNING OBJECTIIVE : 1. Kognitif a.
Menjelaskan definisi pijat jantung luar
b.
Menjelaskan indikasi pijat jantung luar
c.
Menjelaskan pijat jantung luar pada orang dewasa
d.
Menjelaskan pijat jantung luar pada anak
e.
Menjelaskan pijat jantung luar pada bayi
2. Psikomotor a.
Mampu melakukan penilaian terhadap korban/pasien sebelum dilakukan pijat jantung luar
b.
Mampu melakukan pijat jantung luar pada orang dewasa, anak, dan bayi
3. Attitude a.
Mampu bekerja dalam teamwork
b.
Bertanggung jawab dan disiplin dalam mengerjakan tugas
c.
Memberikan informed consent kepada keluarga korban
3
DEFINISI
Pjat Jantung Luar Pijat jantung luar atau biasa dikenal sebagai Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah teknik penyelamatan hidup yang bermanfaat pada banyak kedaruratan, seperti serangan jantung, tenggelam, dimana pernafasan dan denyut jantung seseorang berhenti. Ketika jantung berhenti, tiadanya darah teroksigenasi dalam beberapa menit dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki. Kematian terjadi dalam 8 - 10 menit. Perhitungan terhadap waktu adalah penting saat menolong pasien tidak sadar yang tidak bernafas.
INDIKASI PIJAT JANTUNG LUAR Pijat jantung luar dapat dilakukan apabila pasien atau korban setelah dilakukan penilaian awal tidak teraba adanya denyut nadi. Dilarang-keras melakukan pijatan jantung luar pada orang sehat karena bisa berakibat fatal. PIJAT JANTUNG LUAR PADA ORANG DEWASA Pijat jantung luar merupakan bagian dari RJP yang idealnya dikombinasi dengan pernafasan bantuan mulut kemulut. Perbandingan dalam melakukan pijat jantung luar dan pernafasan bantuan mulut ke mulut ialah 30:2 antara lain juga untuk melatih dalam melakukan tiupan nafas buatan. Pijat jantung luar tanpa diikuti bantuan pernafasan dianjurkan American Heart Association (AHA) bagi orang tidak atau kurang terlatih, tetapi bisa life saving. Sejak 2010 AHA menerapkan urutan CAB ( Compression-Airway-Breathing ) dengan alasan bahwa masih ada sisa oksigen dari nafas terakhir diparu-paru dan aliran darah, waktu 4
yang terbuang dikala membuka jalan nafas, dan pemberian nafas mouth to mouth yang sulit dilakukan oleh orang yang belum terlatih, kecuali bagi bayu baru lahir karena biasanya penyebab arrest adalah asfiksia.
PENILAIAN AWAL Hal yang perlu dinilai pada pasien/korban : 1. Apakah pasien sadar atau tidak? Apakah pasien bernafas? Apakah nadi karotis teraba? 2. Bila pasien tidak sadar, tepuk atau goyang bahunya dan berkata keras : “Bagaimana keadaan anda ?” 3. Bila pasien tidak respons dan ada dua orang, seorang menelepon nomor emergensi dan seorang mulai RJP. Bila anda sendiri dan bisa segera menelepon, lakukan sebelum mulai RJP, kecuali anda berpendapat bahwa pasien menjadi tidak sadar karena tidak dapat bernafas atau tidak dapat udara (seperti pada tenggelam). Pada kasus khusus ini, mulai RJP satu menit dan baru menelepon. Perhatikan perbedaan pada RJP bayi dan anak. 4. Bila AED (Automatic External Defibrillator) tersedia, berikan satu shock bila dianjurkan oleh mesin, lalu mulai RJP. Jika setelah penilaian dilakukan dan terdapat indikasi untuk dilakukan pijat jantung luar, maka pijat jantung luar dapat dilaksanakan dengan tahap berikut: 1. Letakkan telapak satu tangan di atas pertengahan dada pasien, antara puting atau dua jari kaudal sudut kosta. Letakkan tangan lain di atas tangan pertama. Posisikan siku lurus dan posisikan bahu tepat di posisi segaris di atas posisi tangan. 2. Gunakan berat badan atas anda (tidak hanya tenaga lengan anda) saat anda menekan lurus ke bawah (kompresi) pada dada sejauh 2 inci (sekitar 5 cm). Tekan dengan kuat dan cepat, beri dua kompresi per detik, atau sekitar 120 kompresi per menit. 5
3. Setelah 30 kompresi, tekuk kepala ke belakang dan angkat dagu untuk membuka jalan nafas. Siapkan memberi dua nafas bantuan. Pencet lubang hidung dan berikan nafas pada mulut selama sedetik. Bila dada terangkat, beri nafas bantu kedua. Bila dada tidak terangkat, ulangi menekuk kepala, lakukan manuver angkat dagu dan berikan nafas bantu kedua. Ini adalah satu siklus. Bila ada orang lain, perintahkan orang tersebut memberikan dua nafas setelah anda melakukan 30 kompresi. 4. Bila pasien tidak respons setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) dan AED ( automatic esternal defibrillator ) tersedia dan anda sudah pelatihan, gunakan dan ikuti perintahnya. AHA ( American Heart Assosiation ) menganjurkan pemberian 1 shock, nilai RJP, mulai dengan kompresi dada, untuk 2 menit sebelum memberikan shok kedua. Gunakan pad pediatrik pada usia 1-8 tahun. Jangan gunakan AED pada bayi. Bila AED / petugas terlatih tidak tersedia, lanjut ke-5. 5. Lanjutkan RJP hingga ada tanda-tanda pergerakan atau hingga petugas emergensi medik mengambil alih. PIJAT JANTUNG LUAR PADA ANAK Untuk usia 1-8 tahun, prinsip serupa dengan dewasa. Perbedaannya : 1. Bila anda sendiri, lakukan 5 siklus kompresi dan nafas, sekitar 2 menit, sebelum menelepon petugas emergensi atau menggunakan AED. 2. Gunakan hanya satu tangan untuk melakukan kompresi jantung. 3. Pemberian nafas lebih hati-hati. 4. Perbandingan kompresi dan nafas seperti dewasa, 30 : 2. Ini satu siklus. Setelah memberi nafas, segera mulai siklus berikut. 5. Setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) RJP, bila tidak ada respon dan tersedia AED, gunakan sesuai perintah mesin. Gunakan pada pediatrik bila ada. Bila tidak ada, gunakan pada dewasa. Lanjutkan hingga anak bergerak atau pertolongan tiba.
6
PIJAT JANTUNG LUAR PADA BAYI Kebanyakan henti jantung pada bayi karena kehabisan oksigen, seperti pada tenggelam atau tercekik. Bila diketahui adanya obstruksi jalan nafas, lakukan pertolongan pertama untuk tercekik. Bila anda tidak tahu kenapa bayi tidak bernafas, lakukan RJP.
Untuk memulai, nilai situasi. Tepuk bayi dan lihat
responnya, seperti gerakan, namun jangan guncang sang bayi. Bilatidak ada respon, ikuti prosedur CAB di bawah dan kapan minta bantuan adalah sebagai berikut: 1. Bila anda sendiri dan dibutuhkan RJP, lakukan RJP selama 2 menit, sekitar 5 siklus, sebelum menelepon nomor emergensi. 2. Bila ada penolong lain, suruh dia menelepon ketika anda menolong bayi.
Selanjutnya, lakukan pijat jantung luar pada bayi dengan prosedur berikut: 1.
Bayangkan garis horizontal antara puting bayi. Letakkan 2 jari dari satu tangan tepat di bawah garis tersebut, pada pertengahan dada.
2.
Dengan mantap kompres dada sekitar sepertiga hingga setengah kedalaman dada.
3.
Hitung keras-keras ketika anda memompa dalam kecepatan irama sesuai. Anda harus memompa sebanyak 100-120 kali permenit.
4.
Beri 2 nafas setelah tiap 30 kompresi.
5.
Lakukan RJP sekitar 2 menit atau setelah 5 siklus, sebelum memanggil bantuan kecuali seseorang dapat menelepon saat anda menolong bayi.
6.
Lanjutkan RJP hingga anda melihat tanda kehidupan atau hingga profesional menggantikan anda bila anda kurang yakin akan kemampuan anda.
7
Pertanyaan : 1. Pada kondisi apa dilakukan pijit jantung luar dan kapan berhenti melakukannya 2. Apa perbedaan RJP pada orang dewasa dengan anak 3. Jelaskan tentang rantai survival
8
MODUL TRANSPORTASI PASIEN
BAGIAN ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG AGUSTUS 2016
9
TOPIK
: TRANSPORTASI PASIEN
LEARNING OBJECTIVE : 1. Kognitif a.
Menjelaskan tata cara persiapan transportasi pasien
b.
Menjelaskan tata cara transportasi pasien
2. Psikomotor a.
Mampu melakukan persiapan transportasi pasien
3. Attitude a.
Memperkenalkan diri kepada pasien atau keluarga pasien
b.
Menerangkan kepada pasien atau keluarga pasien tindakan apa yang akan dilakukan
c.
Memberikan informed consent kepada korban atau keluarga pasien
Mempersiapkan Pasien untuk Transportasi Tindakan di bawah ini harus diperhatikan dalam mempersiapkan pasien yang akan ditransport: 1.
Lakukan pemeriksaan menyeluruh Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas (airway), pastikan bahwa pasien mendapat pertukaran aliran yang cukup saat diletakkan di atas usungan.
2.
Amankan posisi tandu di dalam ambulan Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama perjalanan ke rumah sakit. Tandu pasien dilengkapi dengan alat pengunci yang mencegah roda usungan brgerak saat ambulan tengah melaju. Kelalaian mengunci alat dengan sempurna pada kedua ujung usungan bisa berakibat buruk saat ambulan bergerak.
3.
Posisikan dan amankan pasien Selama pemindahan ke ambulan, pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan. Bukan berati bahwa pasien harus ditransport dengan posisi seperti itu. Perubahan posisi di dalam 10
ambulan dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar yang tidak memiliki potensi cedera spinal, ubah posisi ke posisi pemulihan (miring ke salah satu sisi) untuk menjaga terbukanya jalan nafas dan pengeluaran cairan. Pada pasien dengan kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan cedera spinal akan lebih nyaman bila dipindahkan dengan posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal harus tetap diimobilisasi dengan spinal board dan posisi pasien harus diikat erat ke usungan. 4.
Pastikan pasien terikat dengan baik pada tandu Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulan, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman tetapi tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu sirkulasi dan respirasi atau bahkan menyebabkan nyeri.
5.
Persiapkan jika timbul komplikasi pernapasan dan jantung Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulan dijalankan. Ini dilakukan agar tidak perlu membuang banyak waktu untuk meletakkan dan memposisikan papan seandainya jika benar terjadi henti jantung.
6.
Melonggarkan pakaian yang ketat Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan pernapasan. Longgarkan dasi dan sabuk serta buka semua pakaian yang menutupi leher. Luruskan pakaian yang tertekuk di bawah tali ikat pengaman. Tapi sebelum melakukan tindakan apapun, jelaskan dahulu apa yang akan anda lakukan dan alasannya, termasuk memperbaiki pakaian pasien.
7.
Periksa perbannya Perban yang telah di pasang dengan baik pun dapat menjadi longgar ketika pasien dipindahkan ke ambulans. Periksa setiap perban untuk memastikan keamanannya. Jangan menarik perban yang longgar dengan segera. Perdarahan hebat dapat terjadi ketika tekanan perban dicabut secara tiba-tiba.
8.
Periksa bidainya Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur selama pemindahan ke ambulan. Periksa perban atau kain mitella yang menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya. Periksa alat-alat
11
traksi untuk memastikan bahwa traksi yang benar masih tetap terjaga. Periksa anggota gerak yang dibidai perihal denyut nadi bagian distal, fungsi motorik, dan sensasinya 9.
Ajak keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien Bila tidak ada cara lain bagi keluarga dan teman pasien untuk bisa pergi ke rumah sakit, biarkan mereka menumpang di ruang pengemudi-bukan di ruang pasien- karena dapat mempengaruhi proses perawatan pasien. Pastikan mereka mengunci sabuk pengamannya.
10. Naikkan barang-barang pribadi Jika dompet, koper, tas, atau barang pribadi pasien lainnya dibawa serta, pastikan barang tersebut aman di dalam ambulan. Jika barang pasien telah Anda bawa, pastikan Anda telah memberi tahu polisi apa saja yang dibawa. Ikuti polisi dan isilah berkas-berkas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 11. Tenangkan pasien Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa pasien ketika dinaikkan ke ambulan. Tidak hanya karena diikat dengan tali pengaman yang kuat atau karena berada dalam ruangan yang sempit, tapi juga karena merasa tiba-tiba dipisahkan dari anggota keluarga dan teman-temannya. Ucapkan beberapa patah kata dan tenangkan pasien dengan cara yang simpatik. Perlu diingat bahwa mainan seperti boneka beruang dapat berarti banyak untuk menenangkan pasien anak yang ketakutan. Ingatan akan kejadian tabrakan, kebingungan, keributan, cedera, rasa nyeri, kehilangan orang tua, perawatan atas cedera yang ada, dan pengumpulan informasi oleh anda akan menimbulkan kesan pengalaman yang menakutkan bagi pasien anak. Senyum dan nada suara yang menenangkan adalah hal yang penting dan dapat menjadi perawatan kritis yang paling dibutuhan oleh pasien anak yang ketakutan. Ketika anda merasa bahwa pasien dan ambulans telah siap diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi untuk memulai perjalanan ke rumah sakit. Jika yang anda tangani ini adalah pasien prioritas tinggi, maka tahap persiapan, melonggarkan pakaian, memeriksa perban dan bidai, menenangkan pasien, bahkan pemeriksaan tanda vital dapat ditangguhkan dan dilakukan selama perjalanan daripada harus diselesaikan tetapi menunda transportasi pasien ke rumah sakit.
12
Pertanyaan : 1. Bagaimana prosedur mentranspor pasien tidak sadar di ambulan 2. Apa saja peralatan dan obat-obatan yang perlu dipersiapkan selama mentranspor pasien
13
MODUL ANESTESI TERAPI CAIRAN
BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG AGUSTUS 2016
14
LEARNING OBJECTIVE : 1. Kognitif a. Menjelaskan definisi resisutasi cairan b. Menjelaskan evaluasi kondisi cairan tubuh 1. Menjelaskan riwayat cairan pasien 2. Menjelaskan pemeriksaan fisik untuk menilai kondisi cairan pasien 3. Pemeriksaan laboratorium c. Menjelaskan tentang terapi cairan intravena i. Menjelaskan cairan cristaloid ii. Menjelaskan cairan colloid d. Menjelaskan tentang terapi cairan perioperasi i. Menjelaskan kebutuhan cairan maintenance ii. Menjelaskan penilaian kehilangan cairan sebelum operasi iii. Menjelaskan penilaian kehilangan cairan selama operasi 1.Kehilangan darah 2.Kehilangan cairan jenis lain iv. Menjelaskan penggantian cairan selama operasi 1.Penggantian darah yang hilang 2. Psikomotor a. Mampu melakukan anamnesa tentang riwayat kondisi cairan tubuh b. Mampu melakukan penilaian kehilangan cairan c. Mampu membuat penghitungna cairan pengganti dan jenisnya 3. Attitude a. Memperkenalkan diri kepada pasien yang menbutuhkan terapi cairan b. Memberikan waktu kepada pasien untuk menjelaskan gejala klinis yang dirasakan c. Menerangkan kepada korban tindakan apa yang akan dilakukan d. Memberikan informed consent kepada pasien
15
DEFINISI Resisutasi cairan (terapi cairan) ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid atau koloid secara intravena. Terapi cairan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan-keadaan yang menimbulkan kehilangan cairan seperti dehidrasi, muntah, diare, dan syok hipovolemia. Khusus pada proses pembedahan dengan anestesia yang sebelum dan sesudahnyanya memerlukan puasa, maka terapi cairan tersebut berfungsi untuk mengganti kehilangan cairan akibat puasa, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan.
MENILAI KONDISI CAIRAN TUBUH PASIEN
KOMPOSISI CAIRAN TUBUH Total cairan tubuh bervariasi antara 55-70% dari BB. Total ini bergantung pada umur dan jenis kelamin. Total cairan pada saat bayi lahir sekkitar 75% dari BB, usia 1 bulan 65% BB, dewasa pria 60% BB, dan wanita 50% BB. Sekitar 2/3 cairan tubuh berada dalam ruangan intrasellular, dan sisanya berada dalam ruangan ekstrasellular. Ekstrasellular dibagi lagi menjadi interstisial (15%) dan plasma (5%).1
RIWAYAT CAIRAN PASIEN Riwayat cairan pasien berperan penting dalam menilai status volume cairan pasien saat perioperative. Perlu digali jumlah cairan masuk sebelumnya, adanya mual atau diare yang persisten, suction cairan lambung, adanya perdarahan, riwayat tranfusi dan cairan intavena , serta adanay riwayat hemodialisa jika pasien mengidap gagal ginjal.2
16
PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai adanya hipovolemia dengan melihat skin tugor, membrane mucus, tekanan darah, nadi, dan urin. Pemeriksaan ini perlu dilakukan baik sebelum, selama dan pasca operasi. Perludiperhitungkan pula efek obat anestesi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh.2 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Beberpa pemeriksaan labor seperti hematokrit ,Hb, natrium, kalium, clorida analisa gas darah, ureum, dan creatinin perlu dilakukan sebelum pemeriksaan untuk melihat volume intravascular dan kondisi perfusi jaringan pasien sebelum dilakukan tindakan operasi. Namun, hasil laboratorium ini sulit untuk mempredeksi kondisi saat operasi karena berbagai factor yang mempengaruhi saat operasi, dan hasil labor sering terlambat. 2
TERAPI CAIRAN INTRAVENA TUJUAN TERAPI CAIRAN a. Mengganti cairan tubuh yang hilang b. Mencukupi kebutuhan per hari c. Mengatasi syok d. Rehidrasi
Terapi cairan dapat diberikan berupa cairan colloid, cristaloid, maupun campuran keduanya. Beberpa hal penting yang musti diperhatikan 2: 1. Cristaloid jika diberikan dengan jumlah yang cukup akan sama efektifnya dengan cairan colloid untuk mengembalikan volume intra vascular 2. Diperlukan jumlah cristaloid tiga hingga empat kali lipat cairan coloid jika ingin mengembalikan volume intravascular dengan cistaloid. 17
3. Pasien dengan pembedahan dapat mengalami kekurangan cairan ektraseluler yang melebihi kehilangan intravascular. 4. Kehilangan cairan intravascular yang berat dapt diperbaiki lebih cepat dengan cairan colloid. 5. Pemberian cairan cristaloid secara cepat dan banyak (4-5 L) sering menyebabkan edema jaringan.
CAIRAN CRISTALOID Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler . mengandung natrium ada yang mengandung glukosa dan tidak. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit . Contoh cairan kristaloid: • Larutan ionik 3: a. Ringer Lactate (RL) merupakan cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Indikasi penggunaan cairan ini antara lain sebagai replacement therapy, seperti pada keadaan syok hipovolemi, diare, trauma, dan luka bakar. Komposisi: Na+ 130, K+ 4, Cl- 109, Ca2+ 3, Lactate+ 28. b. Ringer Acetate digunakan sebagai terapi pengganti cairan pada pasien dengan gangguan hepar, karena dimetabolisme di otot. Komposisinya terdiri dari Na+ 130, K+ 4, Cl- 109, Ca2+ 3, Asetat+ 28. c. NaCl 0,9% digunakan sebagai replacement therapy terutama pada kasus-kasus seperti hiponatremi, keadaan dimana RL tidak cocok digunakan misalnya pada kondisi retensi Kalium, dan alkalosis. Selain itu, cairan ini diperlukan untuk mengencerkan darah sebelum transfusi, dan merupakan terapi pilihan pada trauma kapitis. d. Hartmann’s Solutions jarang digunakan
• Larutan non ionik: 18
a. Dextrose 5% dan 10% digunakan sebagai cairan maintanance pada pasien dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit. Cairan ini memiliki kekurangan antara lain tidak mengandung elektrolit, cairan bersifat hipotonik sehingga menambamh volume intrasel sehingga mengakibatkkan terjadinya udem anasarka.3 . Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitial.2
CAIRAN COLOID Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar) .2 Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid 2: a. Koloid alami: Berasal dari darah yang mengandung fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:
19
1. Dextran: Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch) Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat. 3. Gelatin Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: – modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) – Urea linked gelatin – Oxypoly gelatin 20
TERAPI CAIRAN PERIOPERASI KEBUTUHAN CAIRAN MAINTENANCE Terapi rumatan diberikan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh. Kecukupan cairan diperlukan untuk menyeimbangkan dengan cairan yang keluar dari saluran cerna (100200mL/hari), insensible losses (500–1000 mL/hari yang hilang dari pernafasan dan kulit), dan urin (1000 mL/hari). Untuk estimasi kebutuhan cairan maintenance (rumatan) digunakan rumus 4 : 2 : 1 .1
Berat Badan
Jumlah Cairan per Jam
Jumlah Cairan per Hari
0-10 kg pertama
4 ml/kg/jam
100 ml/kg/hari
10-20 kg berikutnya
Tambahkan 2 ml/kg/jam
50 ml/kg/hari
Untuk setiap kg di atas 20 kg
Tambahkan 1 ml/kg/jam
20 ml/kg/hari
PENILAIAN KEHILANGAN CAIRAN SEBELUM OPERASI Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra bedah sebelum induksi. Kehilangan cairan akibat puasa dapat diperkirakan dengan mengakalikan jumlah cairam maintenance dengan lama puasa .2 1. Operasi jam I = diberikan ½ dari kebutuhan cairan pengganti puasa 2. Operasi jam II = diberikan ¼ dari kebutuhan cairan pengganti puasa 21
3. Operasi jam III = diberikan ¼ dari kebutuhan cairan pengganti puasa
Perlu diperhitungkan juga cairan yang hilang sebleum operasi karena perdarahan, demam, diare atau kondisi lain yang menyebabkan kehilangan cairan pada pasien.
PENILAIAN KEHILANGAN CAIRAN SELAMA OPERASI
1. Kehilangan darah Cara cepat menghitung jumlah darah yang hilang dengan ukuran dalam container penyedot darah dikurangi cairan bersih bersih, surgical sponge 4’ x 4’ (10ml) , dan lap sponge (100-150 ml) 2. Cairan lain Perlu dihitung pula cairan yang hilang akibat sensible loss water dan ruangan ”ketiga”.2 PENGGANTIAN CAIRAN SELAMA OPERASI
1. Kehilangan Darah Selain karena trauma yang berat cukup dengan penggunaan Ringer laktat dengan perbandingan empat kali darah yang hilang atau dengan cairan colloid dengan perbandingan 1:1 hingga transfution point (saatnya perlu transfuse darah) dicapai. Transfution point dapat diperkirakan dengan kadar hematokrit dan perkiraan volume darah.
Usia
Volume darah
Neonates 95 mL/kg 22
Premature
85 mL/kg
Full-term Infants
80 mL/kg
Dewasa 75 mL/kg
Pria
65 mL/kg
Wanita Indikasi Pasien dengan kadar hematokrit normal, umumnya diperlukan transfuse stelah kehilangan darah lebih dari 10-20% dari volume darah .2 Allowable Blood Loss / darah yang diperbolehkan hilang dpat diperkirakan dengan HT target yang dinginkan denagan rumus dibawah ini : ABL Ht target : [(Ht actual-Ht target)X volume darah] (Ht actual+Ht target)/2 Dibawah ini merupakan indikasi transfusi dengan rule of thumb pemberian 1 unit PRC akan menaikkan hematocrit 3-5% 4: 1. Kehilangan darah lebih dari 20% volume darah dengan minimal perdarahan 100ml 2. Hb kurang dari 8g/dl 3. Hb kurang dari 10g/dl dengan penyakit berat (missal empisiema, iskemik heart disease) 4. Hb kurang dari 10 g/dl dengan darah autolog 5. Hb kurang dari 12 g/dl yang membutuhkan ventilator
23
REFERENSI 1. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC.2009.Handbook of Clinical Anesthesia, 6th Edition. Philadelpia : Lippincott Williams & Wilkins 2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick DC. 2013. Clinical Anesthesiology 5th Edition. USA : Mc Graw Hill .Chapther 51:1161-1169 3. Guyton & Hall, 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Elsevier Saunders : Philadelphia 4. Miller RD. 2009. Miller's anesthesia. 7th edition. USA: Elsivier
Pertanyaan : 1. Bagaimana menghitung kebutuhan cairan maintenan 2. Apa perbedaan cairan kristaloid dengan koloid 3. Bagaimana menghitung perkiraan perdarahan yang bisa
ditoleransi
pasien dan bagaimana cara menggantinya 4. Bagaimana prosedur tranfusi yang betul
24
MODUL ANESTESI PEMBERIAN ANALGETIK
BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG AGUSTUS 2016
25
NOMOR MODUL : TOPIK
: PEMBERIAN ANALGETIK
SUBTOPIK
:
LEARNING OBJECTIVE : 1. Kognitif a. Menjelaskan definisi nyeri dan analgetik b. Menjelaskan tentang mekanisme nyeri c. Menjelaskan tentang tatalaksana nyeri i. Menjelaskan tentang opioid untuk nyeri pasca bedah dan trauma ii. Menjelaskan tentang analgesik non-narkotik iii. Menjelaskan tentang obat analgesik untuk terapi nyeri neuropati 2. Psikomotor a. Mampu menganalisa derajat nyeri pasien 3. Attitute a. Teliti dalam pemberian obat b. Empati dengan keluhan pasien
26
DEFINISI Nyeri Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. Selain itu, nyeri juga berfungsi sebagai mekanisme proteksi, defensif, dan penunjang diagnostik.1
Analgetik Analgesik adalah kata yang berarti hilangnya atau bebas dari nyeri. Istilah ini pada masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk menunjukkan proses penderita bebas dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Kedua, dipergunakan oleh beberapa pakar dalam kaitannya dengan istilah anestesi.3 Mekanisme Nyeri Nyeri timbul akibat adanya ransangan oleh zat-zat analgesik pada reseptor nyari yang banyak dijumpai pada lapisan superfisial kulit dan beberapa jaringan di tubuh seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka, dan pulpa gigi. Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebbas serat saraf aferen A delta dan C. Reseptor ini diaktifkan oleh adanya ransangan dengan intensitas tinggi seperti termal, mekanik, elektrik, dan kimiawi.1 Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan persepsi nyeri adalah suatu proses elektrofisiologik yang disebut sebagai nosisepti. Ada empat proses dalam proses elektrofisiologik, yaitu:1 1. Transduksi, merupakan proses stimuli nyeri (naxious stimuli) yang diterjemahkan atau diubah menjadi suatu aktivitas listrik pada ujungujung saraf. 2. Transmisi, merupakan proses penyaluran impuls saraf sensoris yang disalurkan melalui serabut saraf A delta dan serabut C ke medulla spinalis. 27
3. Modulasi, merupakan proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterois medulla spinalis. Sistem analgesik endogen meliputi enkeflin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin. 4. Persepsi, adalah hasil akhir dari proses ini yang erarti dihasilkan seuatu perasaan subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Nyeri dibagi kedalam dua kategori. Kategori pertama adalah nyeri akut, yaitu nyeri yang bergantung pada proses nosisepsi. Kategori kedua adalah nyeri kronik, yaitu nyeri yang mungkin didapatkan dari nyeri akut, tetapi faktor psikologis dan faktor kebiasaan juga merupakan faktor yang penting didalamnya.2 Nyeri akut hebat memicu kejadian nyeri kronik di kemudian hari, penyebab penting respon stress dan alasan humanitas maka nyeri operasi harus ditanggulangi berbeda dengan nyeri kronik berdasarkan three step analgetic ladder WHO. Nyeri operasi umumnya berlangsung 24 jam, minimal pada hari ke 3-4 dan tak lebih dari 7 hari. Prinsip terapi nyeri akut adalah descending the ladder. 3 Penatalaksanaan Nyeri Landasan-landasan yang dianjurkan dalam penatalaksanaan nyeri:1 1. Mengutamakan pendekatan klinis, termasuk pendekatan psikoterapi dalam arti kata yang seluas-luasnya. 2. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya serta menjelaskan kemungkinan-kemungkinan terapi klinis yang tersedia. 3. Menganjurkn pasien dan keluarganya untuk memberikan laporan yang benar dan terperinci tentang rasas nyeri dan lain-lain yang dianggap penting. Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti “WHO Three-step Analgesic Ladder”. Tiga langkah tangga analgesik menurut WHO untuk pengobatan nyeri, yaitu:1
28
1. Langkah pertama hendaknya menggunakan obat analgesik non opiat seperti Aspirin, Paracetamol, atau NSAID. 2. Apabila masih nyeri, naik ke tangga kedua yaitu ditambah opiat lemah seperti kodein. 3. Apabila masih nyeri dan menetap, bisa digunakan opiat keras yaitu morfin.
Pada dasarnya, prinsip Three-step Ledder dapat diterapkan pada nyeri kronik maupun nyeri akut: 1.
Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas, yaitu 1-2-
2.
Pada nyeri akut mengikuti tangga ke bawah, 3-2-1.
3
Opioid untuk Nyeri Pasca Bedah dan Trauma1 Cara pemberian: 1. Pemberian oral jarang dilakukan pasca bedah karena pada umumnya pasien dipuasakan. Stasis lambung yang sering menyertai pebedahan
29
akan mengurangi absorbsi sehingga kemampuan menghilangkan nyeri berkurang. 2. Penggunaan rektal, bisa digunakan dan memberikan keuntungan karena ekstraksi melewai hati minimal dan tidak bergantung kepada kondisi lambung. Kelemahan cara ini, termasuk resisten, mula kerja lambat dan absorbsi bervariasi. 3. Opioid sublingual mencegah aliran pertama ekstraksi mellaui hati seperti pada cara peroral. Bopenofren meruapakan contoh obat yang diberikan sublingual karena sangat lipofilik dan tidak meransang mukus. 4. Narkotik intranasal cepat diabsorbsi karena mukosa hidung kaya dengan pembuluh darah. Opioid yang bisa digunakan dengan cara ini adalah butorianal dan sufentanil. 5. Opioid transdermal 6. Pemberian intramuskular sering kurang efektif. 7. Pemberian subkutan menunjukkan absorbsi yang paling lambat. Hal ini berakibat analgesik yang diberikan tidak adekuat pasca bedah dan banyaknya dosis analgesik yang diberikan. 8. Pemberian opioid intravena menghasilkan mula kerja cepat. Metode pemberian: a. Bolus Opioid agonis dosis kecil (misalnya morfin 0,05-0,1 mg/kg) diberikan IV setiap 10-15 menit secara titrasi sampai mendapat efek analgesia. b. Infus Kontinu Pemberian dimulai dengan loading dose, dan kemudian diberikan pethidin 50-100 mg selama 30-60 menit: morfin 5-15 mg: fentanyl 150 mg. Infus pemeliharaan petidin 15-50 mg/jam; morfin 1-5 mg/jam dan fentanil 39-120 mg/jam. Kecepatan infus pemelihraan perlu disesuaikan untuk analgesia yang adekuat. Obat Analgesik Non-narkotik1 1. Obat anti-inflamasi nonsterois (NSAID), obat ini dapat menginhibisi produksi prostaglandin. 30
2. Ketorolak, ketorolac dengan dosis 30 mg setara dengan morfin 10 mg atau petidin 100 mg. Efek analgesi dimulai 10 menit setelah pemberian IV dan berlangsung 4-6 jam. 3. Klondin. Pemberian 4-6 mcg/kg IV sesaat sebelum operasi selesau dapat menghasilkan analgesia pasca bedah dan mencegah pasien menggigil. Dosis tersebut setara dengan petidin 0,3 mg IM.
Obat Analgesik untuk Terapi Nyeri Neuropati4
31
REFERENSI 1. Mangku D, Senapathi T G A. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: Indeks Jakarta. 2. G.Edward Morgan,Jr, Maged S.M,Michael JM. Clinical Anesthesiology. 4th ed. United States of America. McGraw-Hill; 2006.p 361 – 363 3. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Semarang: Ikatan dokter spesialis anestesi dan reanimasi; 2010. p309 – 315 4. Longnecker D. Care of the Chronic Pain Patient dalam Anethesiology. United States of America. McGraw-Hill; 2008. p 2057.
Pertanyaan : 1. Jelaskan cara menilai derajat nyeri pasien 2. Jelaskan tentang tangga nyeri berdasarkan WHO 3. Apa resiko penggunaan dari analgetik terutama opioid
32
MODUL TERAPI OKSIGEN
BAGIAN ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG AGUSTUS 2016
33
TOPIK
: TERAPI OKSIGEN
LEARNING OBJECTIVE : 4. Kognitif a. Menjelaskan tujuan terapi oksigen b. Menjelaskan indikasi terapi oksigen c. Menjelaskan konta indikasi terapi oksigen d. Menjelaskan Resiko terapi oksigen e. Menjelaskan teknik pemberian oksigen f. Menjelaskan terapi oksigen 5. Psikomotor a. Mampu melakukan terapi oksigen 6. Attitude a. Memperkenalkan diri kepada pasien atau keluarga pasien b. Menerangkan kepada pasien atau keluarga pasien tindakan apa yang akan dilakukan c. Memberikan informed consent kepada korban atau keluarga pasien d. Empati kepada pasien
34
TUJUAN TERAPI OKSIGEN Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%. Besarnya fraksi oksigen inspirasi yang didapat unit paru sesuai dengan volume oksigen yang diberikan pada pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Astowo, 2005)
Alat
Aliran (L/menit)
Fi O2 (fraksi oksigen inspirasi)
1
0,24
2
0,28
3
0,32
4
0,36
5
0,40
6
0,44
5-6
0,40
6-7
0,50
7-8
0,60
6
0,60
7
0,70
8
0,80
9
≥0,80
10
≥0,80
Kanula nasal
Masker oksigen
Masker
dengan
kantong reservoir
Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat terbatas pada hipoksia stagnan. Anemik dan histotoksik, karena yang dapat 35
dicapai melalui cara ini hanyalah peningkatan dalam jumlah O2 yang larut di dalam darah arteri. Hal ini juiga berlaku bagi hipoksia hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah vena yang tidak teroksigenasi melewati paruparu. Pada bentuk hipoksia hipoksik lainnya, pemberian O2 sangat bermanfaat. Namun perlu diingat, bahwa pada penderita gagal paru berat dengan hiperkapnia, kadar CO2 dapat sedemikian tingginya sampai menekan dan bukan merangsang pernafasan (Ganong, 2003)
INDIKASI TERAPI OKSIGEN Pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen mempunyai arti yang sangat terbatas pada hipoksia stagnan, anemik dan histologik.karena yang dapat dicapai melelui cara ini hanyalah peningkatan dalam jumlah O2 yang larut didalam darah arteri. Hal ini berlaku juga bagi hipoksia hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah venayang tidak teroksigenasi melewati paru-paru. Pad abentuk hipoksia hipoksik lainnya, pemberian O2 sangat bermanfaat namun perlu diingat, bahwa penderita dengan gagal paru berat dengan hiperkapnia, kadar CO2 dapat sedemikian tingginya sampai menekan dan bukan merangsang pernafasan. Sebagian penderita ini tetap bernafas karena adanya rangsang kemoreseptor karotis dan aorta padapusat pernafasan. Apabila pemicuan oleh hipokisia dihilangkan melalui pemberian O2, pernafasan dapat berhenti. Selama apnea, PO2 darah arteri menurun, namun pernafasan mungkin tidak akan timbul kembali, karena peningkatan PCO2 akan lebih mendepresi pusat pernafasan. Oleh sebab itu, pemberian O2 pada keadaan ini dapat berakibat fatal (Ganong, 2003)
Beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan optimal dan indikasi terapi oksigen ini akan dapat memperbaiki keadaan hipoksemia dan perbaikan klinik. Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini: (Astowo, 2005) 1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus) 36
Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai: · PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88% · PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia (hematokrit >56%) 2. Pemberian secara berselang Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai: · Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88% · Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia. Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka panjang.
KONTRA INDIKASI TERAPI OKSIGEN · Kasus-kasus yang tak diperkenankan menggunakan terapi ini antara lain adalah orang dengan kelainan paru-paru karena bisa mengakibatkan pecahnya paru-paru dalam ruangan bertekanan tinggi, orang dengan riwayat operasi paru, infeksi saluran nafas atas, cedera paru, tumor ganas, orang yang mengidap penyakit-penyakit menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut berada dalam ruangan tertutup). (Anonymous, 2005)
RESIKO TERAPI OKSIGEN Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis (Astowo, 2005)
37
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2, selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan
jaringan vaskuler
opak
pada
matayang
dapat
mengakibatkan kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan
terhadap
O2 tekanan
tinggi
(oksigenasi
hiperbarik)
dapat
menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah (Ganong, 2003)
TEKNIK PEMBERIAN OKSIGEN Cara pemberian oksigen dibagi dua jenis, yaitu sistem arus rendah dan sistem arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Alat oksigen arus rendah diantaranya kanul nasal, topeng oksigen, reservoir mask,kateter transtrakheal, dan simple mask. Alat oksigen arus tinggi diantaranya venturi mask, dan reservoir nebulizer blenders. •
Alat pemberian oksigen dengan arus rendah. o
Kateter nasal dan kanul nasal merupakan alat dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Kanul nasal terdiri
dari sepasang tube dengan panjang ± 2 cm,
dipasangkan pada lubang hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung ke oxygen flow meter. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat masker,
terutama
bagi
pasien 38
yang
membutuhkan
suplemen oksigen rendah. Kanul nasal
arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/m, dengan FiO2 antara 24-40%. Aliran tinggi
tidak
meningkatkan
yang
lebih
FiO2 secara bermakna diatas
44% dan akan menyebabkan mukosa membrane menjadi kering. Kanul nasal merupakan pilihan bagi pasien yang mendapatkan terapi oksigen jangka panjang.
o
Simple oxygen mask dapat menyediakan 40-60% FiO2, dengan aliran 5-10 L/m. aliran dapat dipertahankan 5 L/m atau lebih dengan tujuan mencegah CO2 yang telah dikeluarkan
dan
tertahan di masker terhirup kembali. Penggunaan alat ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan iritasi kulit dan pressure sores.
39
o
Partial rebreathing mask merupakan simple mask yang disertai dengan kantung reservoir. Aliran oksigen harus selalu tersuplai untuk
mempertahankan kantung reservoir minimal sepertiga
sampai setengah penuh pada inspirasi. Sistem ini mengalirkan oksigen 6-10L/m dan
dapat menyediakan 40-70% oksigen.
Sedangkan non-rebreathing mask hampir sama dengan parsial rebreathing mask kecuali alat ini memiliki serangkai katup ‘one-way’. Satu katup diletakkan diantara kantung dan masker untuk mencegah udara ekspirasi kembali kedalam kantung. Untuk itu perlu aliran minimal 10L/m. Sistem ini mengalirkan FiO2 sebesar 60-80%
o Transtracheal oxygen. Mengalirkan oksigen secara langsung melalui kateter ke dalam trakea. Oksigen transtrakea dapat meningkatkan
kesetiaan pasien menggunakan oksigen secara 40
kontinyu selama 24
jam, dan sering berhasil bagi pasien
hipoksemia yang refrakter. Dari
hasil studi, dengan oksigen
transtrakea ini dapat menghemat penggunaan oksigen 30-60%. Keuntungan dari pemberian oksigen
transtrakea yaitu tidak
menyolok mata, tidak ada bunyi gaduh, dan
tidak ada iritasi
muka/hidung. Rata-rata oksigen yang diterima mencapai 8096%.
Kerugian dari penggunaan oksigen transtrakea adalah biaya tinggi dan resiko infeksi lokal. Komplikasi yang biasa terjadi pada pemberian
oksigen transtrakea ini adalah emfisema
subkutan, bronkospasme, dan batuk paroksismal. Komplikasi lain diantaranya infeksi stoma,
dan mucus ball yang dapat
mengakibatkan fatal
•
Alat pemberian oksigen dengan arus tinggi Alat oksigen arus tinggi diantaranya venture mask dan reservoir
nebulizer blenders. Alat venturi mask menggunakan prinsip jet mixing (efekBernoulli). Jet
mixing mask, mask dengan arus tinggi, bermanfaat
untuk mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah (24-35%). Pada pasien dengan PPOK dan gagal nafas tipe II, bernafas dengan mask 41
ini mengurangi resiko retensi CO2, dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih nyaman dipakai, dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan dengan arus tinggi tersebut. Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40L/menit oksigen melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi adalah pasien dengan hipoksia yang memerlukan pengendalian FiO2,dan pasien hipoksia dengan ventilasi abnormal.
KOMPLIKASI TERAPI OKSIGEN •
Penderita PPOK dengan retensi CO2 sering bergantung pada “hypoxicdrive” untuk mempertahankan ventilasinya. Konsentrasi O2 yang tinggi dapat
mengurangi “drive” ini. Oksigen sebaiknya hanya
diberikan dengan persentase rendah dan pasien diobservasi secara ketat untuk menilai adanya retensi CO2 •
Kerusakan retina (retrorental fibroplasia) menyebabkan kebutaan padaneonatus, terjadi karena pemberian terapi oksigen yang tidak tepat. Semua terapi oksigen pada bayi baru lahir harus dimonitor secara berkelanjutan.
•
Pneumonitis dan pembentukan membran hyaline didalam alveoli yang dapat menyebabkan penurunan pergantian gas dan atelectasis.
42
Daftar Pustaka
Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005 Ganong, F. William. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. jakarta: EGC. 2003
Pertanyaan : 1. Jelaskan jenis gagal nafas 2. Jelaskan efek dari hipoksia dan tanda-tanda klinis hipoksia 3. Jelaskan tentang delivery oksigen 4. Jelaskan perbedaan penggunaan nasal kanul, NRM, RM dan intubasi
43
MODUL FACE MASK
BAGIAN ANASTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG AGUSTUS 2016 44
TOPIK
: ANESTESIA UMUM FACE MASK
LEARNING OBJECTIVE : 1. Kognitif a.
Menjelaskan tujuan anestesi umum face mask
b.
Menjelaskan indikasi anestesi umum face mask
c.
Menjelaskan konta indikasi anestesi umum face mask
d.
Menjelaskan Resiko anestesi umum face mask
e.
Menjelaskan teknik pemberian anestesi umum face mask
2. Psikomotor a.
Mampu melakukan anestesi umum face mask
3. Attitude a.
Memperkenalkan diri kepada pasien atau keluarga pasien
b.
Menerangkan kepada pasien atau keluarga pasien tindakan apa yang akan dilakukan
c.
Memberikan informed consent kepada korban atau keluarga pasien
45
I. TEKNIK ANESTESIA UMUM DENGAN SUNGKUP MUKA (FACE MASK) Indikasi untuk menggunakan teknik anesthesia umum dengan sungkup muka :1 1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 jam – 1 jam) tanpa membuka rongga perut 2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II) 3. Lambung harus kosong Kontra indikasi 1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas 2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup Macam Face mask :
Tatalaksana1 46
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9.
Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman Pasang alat pantau yang diperlukan Siapkan alat-alat dan obat resusitasi Siapkan mesin anastesi dengan system sirkuitnya dan gas anastesi yang digunakan Induksi dengan pentothal atau dengan obat hipnotik yang lain Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi (N2O+halotan/ enfluran/ isofluran/ sevofluran) Awasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien Pantau denyut nadi dan tekanan darah Apabila operasi sudah selesai, hentikan gas/obat anastesi inhalasi dan berikan oksige oksigen 100% (4-8 liter/menit) selama 2-5 menit.
OBAT-OBATAN YANG DIPAKAI : A. PREMEDIKASI 1. Benzodiazepine Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.2 Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. 2 2. Opioid Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping. Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) 47
analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 µg/Kg) dan dewasa (200800 µg).3 Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. 3 B. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA2,4 Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuscular dan rektal. 1. Propofol Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin. Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas. 2. Tiopenton Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran. 3. Ketamin Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. 48
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
C. RUMATAN ANESTESIA Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara : 1. Intravena (TIVA) 2. Inhalasi 3. Campuran intravena dan inhalasi Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Anestesia inhalasi yang umum digunakan, yaitu : • • • • •
N2 O Halotan Enfluran Isofluran Sevofluran
D. PELUMPUH OTOT2,4 Pelumpuh otot terdiri dari 2 golongan, yaitu : 1. Pelumpuh otot depolarisasi a. Succynilcholine b. Dekametonium 2. Pelumpuh otot non-depolarisasi a. Short acting : Mivacurium b. Intermediate acting : Atracurium, Cis-atracurium, Vecuronium dan Rocuroniun c. Long acting : Pancuronium, Doxacuronium, dan Pipecuronium
49
Golongan non-depolarisasi merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga tidak menembus sawar otak dan plasenta. E. REVERSE2,4 Prostigmin Digunakan untuk reverse dari relaksan otot depolarisasi, pengobatan miastenia gravia, ileus dan retensi urin paska bedah, pengobatan tambahan takikardi sinus dan supraventrikuler.
Sulfas Atropin Tujuan pemberian sulfas atropine untuk pengobatan bradikardia sinus, vagolitik (premedikasi), reverse dari blockade neuromuscular, terapi tambahan untuk bronkospasme dan tukak lambung.
F. ANALGETIK2,4 Tramadol Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 – 7,4 jam.Tramadol digunakan ntuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. 1989. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2.
Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. 2010. Cetakan pertama. Jakarta : Universitas Udayana Indeks.
3.
Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
50
4.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Departement Farmakologi dan Terapeutik
Ed
5 farmakologi dan Terapi. Jakarta :
Gaya Baru. Pertanyaan : 1. Bagaimana cara memegang Facemask yang benar 2. Sebutkan jenis-jenis facemask yang anda ketahui 3. Sebutkan
indikasi
penggunaan
Anestesi
umum
dengan
facemask
51
MODUL ANESTESI MODUL BANTUAN HIDUP DASAR
BAGIAN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG AGUSTUS 2016
52
LEARNING OBJECTIVE
:
1. Kognitif a. Menjelaskan definisi BHD b. Menjelaskan evaluasi kondisi awal pasien c. Menjelaskan prosedur tindakan BHD 2. Psikomotor a. Mampu melakukan tindakan BHD dengan baik dan benar b. Mampu mengatur anggota team agar kerja efektif dan efisien 3. Attitude a. Mampu bekerja sama dalan teamwork b. Disiplin dan bertanggung jawab serta empati dalam tindakan
53
Bantuan Hidup Dasar
Keadaan henti jantung saat ini menjadi salah satu penyebab tertinggi kasus kematian di berbagai belahan dunia. Henti jantung dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan disebabkan oleh berbagai macam hal juga kondisi dan lingkungan yang beragam. Anak dan bayi pun dapat terkena kejadian henti jantung ini. Oleh karena itu, dibutuhkan serangkaian tindakan guna mencegah kematian yang diakibatkan oleh henti jantung.1 Untuk melakukan pertolongan terhadap kejadian ini, diperlukan sebuah teknik untuk menolong nyawa saat henti jantung. Teknik ini dinamakan dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD).1 Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan sebuah fondasi utama yang dilakukan untuk menyelamatkan seseorang yang mengalami henti jantung. BHD terdiri dari identifikasi henti jantung dan aktivasi Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), Resusitasi Jantung Paru (RJP) dini, dan kejut jantung menggunakan automated external defibrillator (AED) atau alat kejut jantung otomatis.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah serangkaian tindakan penyelamatan jiwa untuk meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dari korban yang mengalami henti jantung.1 Inti dari RJP yang optimal adalah bagaimana cara memberikan RJP sedini mungkin dan seefektif mungkin,1 oleh karena itu pada bahasan ini akan dijelaskan mengenai bagaimana cara mengenali korban henti jantung sedini mungkin hingga bagaimana cara menanganinya. Keberhasilan dari resusitasi setelah henti jantung akan bergantung pada langkah-langkah yang harus kita lakukan secara berurutan. Hal ini disebut juga Rantai Keselamatan (gambar 1) yang mencakup: 1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi sistem pelayanan gawat darurat terpadu (SPGDT) 2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat 3. Melakukan kejut jantung secara dini 4. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif 5. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi
4
54
Gambar 1. Rantai Keselamatan1 Sesuai dengan Rantai Keselamatan, ketika pertama kali melihat korban, hal yang harus dilakukan adalah memastikan/mengetahui apakah korban mengalami henti jantung atau tidak.1 Setelah mengenali tanda-tanda, penolong secepatnya mengaktifkan SPGDT, dan meminta alat kejut jantung otomatis (AED), dan segera lakukan RJP dengan awalnya berupa penekanan dada. Lalu jika alat kejut jantung otomatis (AED) datang, segera pasangkan pada korban untuk melakukan kejut jantung jika terdeteksi perlu kejut jantung. Untuk poin nomor 4 dan 5 dari Rantai Keselamatan, yaitu Bantuan Hidup Lanjut dan resusitasi pasca henti jantung secara terintegrasi dilakukan oleh tenaga medis lanjutan.1 Berikut penjelasan lengkap mengenai masing-masing poin di atas pada korban dewasa: 1. Identifikasi korban henti jantung dan Aktivasi SPGDT Segera Sebelum melakukan tindakan, pertama penolong harus mengamankan lingkungan sekitar dan diri sendiri serta memperkenalkan diri pada orang sekitar jika ada. Bersamaan dengan itu, penolong juga perlu memeriksa pernapasan korban, jika korban tidak sadarkan diri dan bernapas secara abnormal (terengah-engah), penolong harus mengasumsikan korban mengalami henti jantung.2 Penolong harus dapat memastikan korban tidak responsif dengan cara memanggil korban dengan jelas, lalu menepuk-nepuk korban atau menggoyangkan bahu korban.2,3 Jika respons
korban
maka
tidak
penolong
memberikan harus
segera
mengaktifkan SPGDT dengan menelepon Ambulans
Gawat
Darurat
118
Dinas
Kesehatan DKI Jakarta, atau nomor 021 – 65303118, terdekat.
atau Ketika
ambulans
rumah
mengaktifkan
sakit
SPGDT, Gambar 2. Memeriksa kesadaran korban2 5
55
penolong harus siap dengan jawaban mengenai lokasi kejadian, kejadian yang sedang terjadi, jumlah korban dan bantuan yang dibutuhkan. Rangkaian tindakan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan apabila pada lokasi kejadian terdapat lebih dari satu penolong, misalnya, penolong pertama memeriksa respons korban kemudian melanjutkan tindakan BHD sedangkan penolong kedua mengaktifkan SPGDT dengan menelepon ambulans terdekat dan mengambil alat kejut jantung otomatis (AED).4
2. Resusitasi Jantung Paru (RJP) Resusitasi jantung paru terdiri dari penekanan dada dan bantuan napas dengan perbandingan 30:2, berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan dengan memberikan 2 kali bantuan napas. Bantuan napas diberikan jika penolong yakin melakukannya.1 Penekanan dada yang efektif dilakukan dengan prinsip tekan kuat, tekan cepat, mengembang sempurna, dan interupsi minimal.2 Untuk memaksimalkan efektivitas penekanan dada, korban harus berada di tempat yang permukaannya rata. Penolong berlutut di samping korban apabila lokasi kejadian di luar rumah sakit atau berdiri di samping korban apabila di rumah sakit. Penolong meletakkan pangkal telapak tangan di tengah dada korban dan meletakkan tangan yang lain di atas tangan yang pertama dengan jari-jari saling mengunci dan lengan tetap lurus.2
Gambar 3. Posisi badan serta tangan penolong pada dada korban2 Penolong memberikan penekanan dada dengan kedalaman minimal 5cm (prinsip tekan kuat) dengan kecepatan minimal 100 kali permenit (prinsip tekan cepat). Penolong juga harus memberikan waktu bagi dada korban untuk 56
mengembang kembali untuk memungkinkan darah terisi terlebih dahulu pada jantung
(prinsip
mengembang
sempurna).
Penolong
juga
harus
meminimalisasi interupsi saat melakukan penekanan (prinsip interupsi minimal).2 Bantuan napas diberikan setelah membuka jalan napas korban dengan teknik menengadahkan kepala dan mengangkat dagu (head tilt – chin lift).2
Gambar 4. Membuka jalan napas dengan menengadahkan kepala dan mengangkat dagu2 Setelah itu cuping hidung korban dijepit menggunakan ibu jari dan telunjuk agar tertutup kemudian diberikan napas bantuan sebanyak dua kali, masing-masing sekitar 1 detik, buang napas seperti biasa melalui mulut.2 Napas bantuan diberikan dari mulut ke mulut atau menggunakan pelindung wajah yang diletakkan di wajah korban. Lihat dada korban saat memberikan napas bantuan, apakah dadanya mengembang, kemudian tunggu hingga kembali turun untuk memberikan napas bantuan berikutnya.2
Gambar 5. Memberikan napas bantuan2 Jika memungkinkan, RJP dilakukan bergantian setiap 2 menit (5 siklus RJP) dengan penolong lain. Penolong melakukan penekanan dada sampai alat
57
kejut jantung otomatis (AED) datang dan siap untuk digunakan atau bantuan dari tenaga kesehatan telah datang.1
3. Melakukan kejut jantung dengan alat kejut jantung otomatis (AED) Alat kejut jantung otomatis (AED) merupakan alat yang dapat memberikan kejutan listrik pada korban. Pertama, pasang terlebih dahulu bantalan (pad) alat kejut jantung otomatis pada dada korban sesuai instruksi yang ada pada alat. Setelah dinyalakan, ikuti instruksi dari alat tersebut yaitu jangan menyentuh korban karena alat kejut jantung otomatis akan menganalisis irama jantung korban.5 Jika alat mengidentifikasi irama jantung yang abnormal dan membutuhkan kejut jantung (untuk mengembalikan irama kelistrikan jantung menjadi normal), minta orang-orang agar tidak ada yang menyentuh korban, lalu penolong menekan tombol kejut jantung pada alat. Lanjutkan penekanan dada segera setelah alat memberikan kejutan listrik pada korban.2 Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kelistrikan jantung seperti semula.
Gambar 6. Memasang bantalan (pad) pada dada korban sesuai petunjuk2
Gambar 7. Meminta orang-orang disekitar agar tidak menyentuh korban jika akan melakukan kejut jantung2 58
Gambar 8. Melakukan RJP setelah dilakukan kejut jantung otomatis2 Posisi Pemulihan Posisi ini dilakukan jika korban sudah bernapas dengan normal. Posisi ini dilakukan untuk menjaga jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko tersumbatnya jalan napas dan tersedak. Tidak ada standard baku untuk melakukan posisi pemulihan, yang terpenting adalah korban dimiringkan agar tidak ada tekanan pada dada korban yang bisa mengganggu pernapasan. Namun rekomendasi posisi pemulihan adalah meletakkan tangan kanan korban ke atas, tekuk kaki kiri korban, kemudian tarik korban sehingga korban miring ke arah kanan dengan lengan di bawah kepala korban. Berikut gambar mengenai posisi pemulihan:
Gambar 9. Cara melakukan posisi pemulihan5
59
Secara umum, langkah-langkah pertolongan bantuan hidup dasar pada dewasa dari identifikasi korban sampai pemasangan AED adalah sebagai berikut:
Gambar 10. Algoritma Bantuan Hidup Dasar korban dewasa2
60
Selanjutnya adalah Bantuan Hidup Dasar pada anak. Berikut adalah Rantai Keselamatan (gambar 11) pada anak:
Gambar 11. Rantai Keselamatan untuk Anak1 1. Mencegah terjadinya cedera dan henti jantung 2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat 3. Aktivasi sistem pelayanan gawat darurat terpadu (SPGDT) 4. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif 5. Melakukan resusitasi pasca henti jantung secara terintegrasi Berikut adalah langkah-langkah dalam BHD pada anak:4 1. Pastikan Keselamatan Diri Sendiri dan Korban Selalu pastikan area penolong dan korban aman untuk kedua belah pihak. 2. Pastikan Korban Membutuhkan RJP Jika korban bernapas secara normal, tidak perlu melakukan RJP. Jika tidak ada cedera, segera miringkan kepala korban atau baringkan dalam posisi pemulihan untuk mematenkan jalan napas dan mencegah tersedak. Namun, jika korban tidak sadarkan diri, tidak memberikan respons, dan tidak bernapas atau napasnya terengah-engah, segera mulai lakukan RJP.4
3. Mulai Penekanan Dada Penekanan dada dilakukan secara cepat dengan kecepatan minimal 100 kali per menit, lalu secara kuat, berikan penekanan dengan gaya tekan hingga sedalam minimal 4 cm pada bayi dan minimal 5 cm pada anak. Lalu pastikan dada mengembang kembali secara sempurna untuk memungkinkan darah kembali terisi dahulu pada jantung, minimalisasi interupsi saat penekanan dada, dan jangan berikan bantuan napas yang berlebihan.4 Lakukan penekanan pada permukaan yang datar dan keras.
61
Untuk kasus bayi, penekanan dada dilakukan pada tulang dada dengan 2 jari, tempatkan jari dibawah garis antara puting bayi. Jangan sampai melakukan penekanan pada ujung tulang dada dan tulang rusuk.
Gambar 12. Penekanan pada Bayi4 Untuk anak, penekanan dada dilakukan pada bagian setengah bawah dari tulang dada, dengan 1 atau 2 tangan, menggunakan bagian pangkal dari telapak tangan.4 Pada anak, akan lebih baik jika penolong tidak hanya melakukan penekanan, tetapi juga memberikan napas bantuan. Akan tetapi, jika penolong tidak terlatih untuk memberikan napas bantuan, maka tidak perlu dilakukan.4
4. Buka Jalan Napas dan Beri Napas Bantuan Pada anak yang tidak sadarkan diri, biasanya lidah menghalangi saluran pernapasan, oleh karena itu penolong harus membuka jalan napas korban dengan teknik menengadahkan kepala dan mengangkat dagu seperti pada dewasa.4 Lakukan penekanan dada dan bantuan napas secara terkoordinasi. Untuk 1 orang penolong, rasio perbandingan dengan pemberian napas bantuan yang dilakukan adalah 30:2, dimana setelah dilakukan 30 penekanan terlebih dahulu, diikuti dengan 2 napas bantuan, sebanyak 5 siklus.4 Untuk korban anak dan bayi, jika terdapat 2 penolong yang merupakan tenaga kesehatan yang sudah terlatih untuk melakukan bantuan hidup dasar dilakukan bantuan dengan perbandingan penekanan dada dan napas bantuan sebesar 15:2.1 Untuk bayi, lakukan pemberian 62
napas dengan teknik mulut penolong ke mulut dan hidung bayi, pastikan seluruh mulut dan hidung korban tertutup. Untuk anak, lakukan dengan teknik mulut ke mulut seperti pada orang dewasa. Setiap napas diberikan sekitar 1 detik, pastikan terdapat kenaikan dada ketika diberikan napas bantuan.4
5. Mengaktifkan SPGDT Jika ada dua penolong, salah satu penolong harus segera mengaktifkan SPGDT bersamaan dengan Bantuan Hidup Dasar yang dilakukan oleh penolong yang satu. Pada anak, SPGDT dilakukan setelah melakukan siklus RJP selama 2 menit (5 siklus, di mana masing-masing siklus terdiri dari 30 penekanan dan 2 bantuan napas). Setelah itu, penolong harus kembali dan menggunakan alat kejut jantung otomatis (AED) jika ada atau melanjutkan RJP. RJP dilakukan hingga bantuan datang atau korban bernapas secara normal kembali.4
63
Referensi 1. Travers AH, Rea TD, Bobrow BJ, Edelson DP, Berg RA, Sayre MR, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122; S676-S684 2. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122; S685-S705 3. Butterworth J, Mackey DC, Wasnick J. Morgan and Mikhail’s Clinical Anesthesiology, 5th ed. 2013. McGraw-Hill Medical 4. Berg MD, Schexnayder SM, Chameides L, Terry M, Dooghue A, Hickey RW, et al. Part 13: Pediatric Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122; S862-S875 5. Koster RW, Baubin MA, Bossaert LL, Caballero A, Cassan P, Castren M, et al. European resuscitation council guidelines for resuscitation 2010 Section 2. Adult basic life support and use of automated external defibrillator. Resuscitation 81 (2010) 1277 – 1292
Referensi gambar 1. Travers AH, Rea TD, Bobrow BJ, Edelson DP, Berg RA, Sayre MR, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122; S676-S684 2. Koster RW, Baubin MA, Bossaert LL, Caballero A, Cassan P, Castren M, et al. European resuscitation council guidelines for resuscitation 2010 Section 2. Adult basic life support and use of automated external defibrillator. Resuscitation 81 (2010) 1277 – 1292
64
Pertanyaan : 1. Jelaskan tentang Code blue sistem 2. Bagaimana caranya membebaskan jalan nafas 3. Bagaimana cara menggunakan AED dan RJP yang benar
65