KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DEPUTI AKUNTABILITAS APARATUR
MODUL PELATIHAN
BEBERAPA TEKNIK EVALUASI DALAM
EVALUASI ATAS SISTEM AKIP
© Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
JAKARTA, MEI 2005
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN …………………………………… 3
BAB II
LOGIC MODEL …………………………………….. 5
BAB III
CRITERIA REFERRENCED TEST ………………… 17
LEMBAR LATIHAN ……………………………………………. 26 LEMBAR SLIDE-SLIDE PRESENTASI
2
Bab 1
Pendahuluan Evaluasi sistem AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) merupakan salah satu hal yang seyogianya dilaksanakan dalam mengevaluasi LAKIP. Langkah awal dalam mengevaluasi LAKIP ini untuk mengetahui dan meyakinkan bahwa instansi pemerintah telah menerapakan sistem manajemen kinerja dan pengendalian mutunya dengan baik. Evaluasi ini diperlukan dengan mengasumsikan bahwa jika sistem-nya baik akan dapat mewujudkan hasil yang baik. Aksioma tersebut di atas tidaklah selalu benar adanya secara empiris. Namun secara normatif jika kita ingin memperbaiki hasil tentulah harus diperbaiki proses atau sistem yang menghasilkan output/outcome tertentu yang kita rencanakan. Dalam manufakturing misalnya, proses yang baik dan efisien akan dapat menghasilkan output barang atau jasa yang baik pula. Analog dengan sistem yang dipakai dalam proses produksi pada perusahaan manufaktur itulah maka riviu atau penelahaan sistem dan proses produksi barang dan jasa pada instansi pemerintah dalam menghasilkan layanan kepada masyarakat akan lebih baik jika prosesnya baik. Terlepas dari berhasil tidaknya memperoleh output atau hasil yang baik atau tidak, sudah selayaknya instansi pemerintah selalu memperbaiki manajemen kinerjanya agar dapat memperbaiki kinerja dan meningkatkan akuntabilitasnya. Hal ini penting, dan agaknya peningkatan kinerja tidak terlepas dari perbaikan sistem. Walaupun kita mengetahui bahwa perbaikan sistem saja tidaklah cukup. Masih diperlukan perbaikan-perbaikan lainnya seperti perbaikan kapasitas staf, kultur (budaya) organisasi, kepemimpinan, struktur, dan lainnya. Evaluasi sistem AKIP dapat dilakukan dengan meneliti secara keseluruhan komponen-komponen sistem AKIP maupun satu per satu komponen-komponen tersebut. Sistem AKIP yang telah diterapkan mulai tahun 2000 di berbagai instansi pemerintah pada dasarnya meliputi tiga komponen penting yaitu perencanaan strategis dan perencanaan kinerja, sistem pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Satu per satu komponen tersebut haruslah diriviu atau dievaluasi tahap demi tahap (step by step assessment) ataupun diriviu secara keseluruhan (over-all assessment) sehingga keselarasan, keserasian, kohesi dan keterpaduan dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi dapat diwujudkan. Teknik yang sangat dianjurkan dalam mengevaluasi sistem AKIP ini antara lain adalah teknik logic model atau program logic dan criteria referrenced test. Dua teknik ini dapat dilaksanakan dalam rangka pengumpulan data guna dilakukan
3
analisis dan pemetaan apa yang sesungguhnya ada. Mengidentifikasi ”apa yang ada” (what it is) dan kemudian membandingkannya dengan apa yang seharusnya ada (what should be) akan dapat menuntun kita kepada simpulan apakah sistem manajemen kinerja dan akuntabilitas kinerja atau apa yang disebut sistem AKIP telah diterapkan secara baik. Dalam modul pelatihan ini beberapa petunjuk yang ada di dalam buku Pedoman Umum Evaluasi LAKIP dieksplorasi kembali dan diberikan petunjuk dan contohcontoh yang diperlukan dalam memahami pemakaian teknik tersebut untuk tujuan evaluasi. Hal-hal yang sekiranya secara nyata ditemui dalam praktik dan dianggap baik oleh instansi dapat dijadikan acuan guna memperluas praktik terbaik tersebut. Modul pelatihan ini lebih dimaksudkan untuk memicu para evaluator dalam melakukan evaluasi terutama dalam pengumpulan data, pemetaan dan identifikasi masalah kesisteman, dan analisis yang dapat dituangkan dalam kertas kerja evaluasi. Sistematika modul ini secara sederhana ditulis dalam dua bab besar yaitu tentang penggunaan teknik logic model atau analsis logika program dan penggunaan teknik criteria referrenced test. Di samping itu disajikan bahan untuk latihan, contoh dan alat-alat atau media untuk mendokumentasikan langkah-langkah analisis dan evaluasi dalam kertas kerja evaluasi.
4
Bab 2 ANALISIS LOGIKA PROGRAM (LOGIC MODEL) A. PENGERTIAN Logika sangat bermanfaat dan sangat penting untuk meningkatkan kemampuan manusia berpikir rasional, kritis, tepat, tertib, metodis/ sistematis dan koheren. Logika juga dapat dipakai untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, obyektif dan berfikir lebih tajam. Menurut Rapar (1996) paling kurang terdapat empat kegunaan logika: pertama, membantu setiap orang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat , tertib, metodis, dan koheren; kedua, meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan obyektif; ketiga, menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri; keempat, meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan. Analisis logika program atau analiis logika atau program logic merupakan teori tentang hubungan sebab-akibat di antara berbagai komponen dari suatu program : sumber daya dan kegiatan-kegiatannya, keluarannya, serta dampak jangka pendek dan hasil jangka panjangnya. Teknik analisis dengan meneliti logika program ini sering disebut analisis logika program atau program logic. Analisis logika program (program logic) berguna untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian kesepakatan serta untuk mengetahui secara rinci tujuan program, baik secara mikro maupun makro. Analisis logika ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk melakukan perencanaan atas program yang akan dilaksanakan. Disamping itu program logic juga dapat digunakan untuk melakukan evaluasi atas program atau kegiatan yang telah selesai maupun yang sedang berjalan serta program yang masih dalam tahap perencanaan. Karakteristik dari pendekatan program logic adalah suatu gambaran di mana program-program tidak secara langsung mencapai tujuan akhir dari hasil yang diinginkan. Dengan kata lain alat ini memberikan suatu gambaran hubungan sebab-akibat di mana urutan kejadian sedemikian rupa sehingga adanya suatu kejadian merupakan kejadian atau tindakan yang mendahului, atau menjadi sebab, kejadian atau tindakan berikutnya. Alat ini mengidentifikasikan adanya beberapa keluaran (output) dan hasil antara (intermediate outcome) sebelum 5
pencapaian hasil akhir. Hasil antara ini membentuk suatu diagram yang disebut hirarki hasil (hierarchy of outcomes). Analisis logika program (program logic) dapat dilakukan dengan memperhatikan suatu acuan teori logika atau model logika (logic model) dan juga acuan yang sering disebut sebagai program theory (teori program). Logika sendiri bisa berupa ilmu yaitu ilmu logika, atau hanya suatu metode. Jika logika ini dipandang sebagai ilmu maka teori logika menjadi dasar dari pengembangannya. Sedangkan jika dipandang sebagai metode, maka logika dipakai sebagai alat analisis untuk menguji atau mengecek kebenaran berfikir atau kebenaran penalaran. Untuk tujuan evaluasi atau riset maka logika dipakai sebagai metode atau teknik analisis. Dengan demikian maka analisis logika haruslah memperhatikan asas-asas penalaran yang sistematis. Program logic dibuat secara singkat dan jelas, sehingga dengan hanya melihat alat ini, garis besar isi keseluruhan program sudah dapat diketahui. Program logic ini dibuat pada saat program direncanakan untuk disertakan dalam dokumen usulan program. Alat ini sebaiknya selalu diperbaiki dan diperbaharui pada setiap perubahan yang terjadi pada suatu program guna tetap menjaga keterkaitan sebab-akibat di antara berbagai komponen dari suatu program. Penyusunan dari program logic mencakup : a. menentukan indikator dan sasaran kinerja yang mencakup masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak program; b. hubungan kausal antara indikator-indikator tersebut; c. asumsi yang mengikuti tujuan di setiap tingkatan, yaitu faktor-faktor luar yang tidak dapat dikontrol oleh program itu sendiri, tetapi dapat mempengaruhi tercapainya tujuan program.
B. PROGRAM THEORY Teori ini mendasari penataan program yang menjelaskan suatu perencanaan dan penataan suatu program yang meliputi berbagai komponen program. Komponen utama dari program misalnya, yaitu kegiatan-kegiatan dan hasil yang diinginkan, haruslah dirancang satu sama lain saling mengkait dan ada hubungan yang logis. Disini penciptaan kerangka kerja logis haruslah baik, walaupun hanya baik ”di atas kertas”. Teori program adalah teori yang menjelaskan rantai yang lengkap dari berbagai kejadian (events) yang menghubungkan input dengan output, output dengan short-terms outcome, short-term outcomes dengan medium-term outcomes dan medium-term outcome kepada long-term outcome atau tujuan akhir. Teori program, adalah teori yang menjelaskan hubungan antara berbagai komponen program secara logis yang berdasarkan pada: 1) adanya hubungan sebab akibat berdasarkan asumsi tertentu (hypothesized cause-effect relationship); 2) adanya terterkaitan kausalitas (causal linkage) yang jelas; 3) adanya serangkaian urut-urutan atau series of IF-THEN; 6
4) adanya perkiraan aksi dan reaksi; 5) asumsi-asumsi tertentu. Teori ini dapat dijadikan dasar untuk perencanaan dan evaluasi suatu program. Program teori ini dikembangkan dari suatu model logis atau logic model, seperti berikut:
s i t u a s i
Input
Output
Outcomes
Dari model logis ini dapat dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut:
Sakit kepala
Mendapatkan pil
Minum pil
Sembuh /lebih baik
C. BEBERAPA TAHAPAN ANALISIS LOGIKA PROGRAM Tahapan analisis logika progam : 1. Membuat uraian ringkas mengenai program Bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai: 1) latar belakang dan tujuan dikeluarkannya program 2) dasar hukum program, terutama mengenai batasan lingkup otorisasi dan operasi program 3) keterkaitan program yang dievaluasi dengan program lainnya 4) benchmark keberhasilan/kinerja program 5) hasil evaluasi program pada periode sebelumnya 6) faktor-faktor lain di luar program yang akan mempengaruhi kinerja pelaksanaan program. 2. Menentukan tujuan program
7
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan ruang lingkup yang menjadi fokus evaluasi, yaitu kelayakan , efisiensi, dan/atau efektivitas melalui kegiatan : 1) memisahkan antara tujuan program dengan proses penyampaian program; 2) mengidentifikasi input, proses dan out put dari masing-masing aktivitas; 3) mengidentifikasi outcome yang bertentangan (negatif); 4) merumuskan kembali tujuan program dalam bentuk yang mudah dievaluasi. 3. Menyusun diagram logika program Bertujuan untuk memperoleh gambaran secara visual mengenai alur pikir program dalam bentuk hubungan sebab akibat antara input, proses, output dan outcome. Hal tersebut dapat dilakukan melalui: 1) mempelajari data-data logika program yang ada; 2) mengidentifikasi komponen input, proses, out put dan outcome; 3) menentukan hirarki outcome (low-level, midle-level, atau high-level) 4) mengidentifikasi outcome positif dan outcome negatif 5) menuangkan hasil butir (3) dan (4) ke dalam suatu diagram 6) mendiskusikan dan meminta tanggapan/persetujuan dari pihak evaluatan 4. Mengidentifikasi tingkat outcome yang dapat dievaluasi Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran/perkiraan mengenai hasil maksimum yang mungkin diberikan/dicapai dari kegiatan evaluasi yaitu dengan cara : 1) memisahkan outcome yang mungkin dicapai 2) menentukan outcome mana yang dapat dievaluasi berdasarkan batasan waktu, biaya , dan tujuan evaluasi. 5. Mengidentifikasi indikator pencapaian outcome serta menentukan data yang relevan . Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan dasar dalam rangka (i) membantu memfokuskan pengukuran outcome, (ii) menyepakati kriteria keberhasilan program, dan (iii) membantu mengidentifikasi data yang relevan. Kegiatan ini dilakukan melalui: a. mempelajari indikator pencapaian program yang tertuang dalam dukumen program b. menetapkan indikator yang akan menjadi kriteria dalam evaluasi c. mendiskusikannya dengan pihak-pihak terkait untuk mendapatkan kesepakatan d. mengidentifikasi jenis data dan sumber data yang relevan. e. Mengukur perolehan butir d diatas dengan biaya dan waktu yang tersedia. 6. Mengidentifikasi faktor-faktor ekternal yang mempengaruhi pencapaian program. Kegiatan ini bertujuan mengenali dan melokalisir faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pencapaian program. Hal tersebut dapat dilakukan melalui identifikasi sebelumnya yang ada dalam dokumen program.
8
D. STRUKTUR PROGRAM LOGIC Sebagai penggambaran bentuk dari program logic dapat dilihat dari contoh di bawah ini : a. Gambar 1 Program pengarahan tingkah laku oleh salah satu pemerintah b. Gambar 2 Suatu contoh kasus manajemen pada salah satu pemerintah c. Gambar 3 Program peningkatan kesehatan masyarakat mengurangi jumlah perokok
contohinstansi instansi dengan
Dengan melihat contoh-contoh tersebut dapat dilihat hubungan sebab akibat dari program logic ini yang kemudian dapat dipergunakan sebagai dasar evaluasi kinerja pada masing-masing instansi. Evaluasi dengan mempergunakan alat ini dilakukan pada setiap pencapaian target, mulai dari keluaran (output) instansi, target antara sampai dengan target terakhir. Sebagai contoh hirarki hasil dari suatu program pemerintah dalam bidang kesehatan. Hasil akhir, yaitu masyarakat yang sehat, tidak secara langsung dapat dicapai. Namun, beberapa langkah kegiatan dapat diidentifikasi secara progresif dibangun menuju hasil yang diinginkan. Contoh lain alat ini juga dapat ditampilkan dalam format matrik 5 x 4 yang menunjukkan tingkatan tujuan program, serta hubungan antara masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak program. Logika vertikal dibaca dari baris ke baris, menjelaskan tentang logika pelaksanaan program. Logika horizontal dibaca dari kolom ke kolom, menjelaskan pencapaian tujuan program pada setiap tingkatan. Informasi yang disajikan dalam program logic dengan format ini akan menggambarkan secara jelas seluruh pelaksanaan program beserta informasinya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Format bentuk ini dapat dilihat dalam gambar 4. Suatu instansi yang memakai hirarki hasil ini akan mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang akan memberikan indikator pada setiap hasil antara sebagaimana juga pada hasil akhir. Dengan mengidentifikasikan masukanmasukan serta faktor-faktor lain yang dapat dikendalikan oleh instansi (dan juga yang di luar kendali) instansi tersebut menjadi lebih fokus akan pencapaian hasil yang diinginkannya. Peningkatan focus ini akan menuju kearah pengukuran dan target kinerja yang lebih baik.
9
Gambar 1 Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan sebab-akibat yang dimulai dari penetapan output program yang layak bagi organisasi/instansi pemerintah dalam rangka mencapai hasil akhir (ultimate outcome) yang diinginkan. Dalam proses pencapaian hasil akhir tersebut terdapat hasil antara yang ingin dicapai sebagai target tahunan, triwulanan, atau bulanan.
Hasil Khusus dari Program
Tingkah Laku Klien telah Dipengaruhi
Perubahan Pengetahuan
Perubahan Sikap
Klien merasa kegunaan, kredibilitas saran dan jasa
Klien sadar akan jasa penasehatan
Informasi telah diorganisasikan sehingga menjadi form yang dapat diakses
Informasi yang layak dikumpulkan dan dikembangkan
Program yang layak untuk prioritas pemerintah, organisasi dan kebutuhan komunitas
10
Gambar 2 : Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan sebab-akibat yang dimulai dari penetapan output program yang layak bagi organisasi/instansi pemerintah dalam rangka mencapai hasil akhir (ultimate outcome) yang diinginkan. Sebagai contoh adalah program logic di bawah ini yang mencoba untuk melihat hubungan sebabakibat dari suatu program pemerintah yang hasil akhirnya adalah mengurangi tingkat ketergantungan suatu instansi.
Mengurangi ketergantungan jangka panjang dan biaya kepada Pemerintah & Komunitas
Kondisi-kondisi kehidupan meningkat
Sasaran jangka pendek secara progressif dapat dicapai
Program-program terseleksi secara memuaskan dapat diimplementasikan/diadopsi
Seperangkat sasaran objektif
Identifikasi yang akurat dari kebutuhan/prospek individu
Program yang layak untuk prioritas pemerintah, organisasi dan kebutuhan komunitas
11
Gambar 3 :
HASIL AKHIR
Tingkat Kematian akibat merokok berkurang
Perokok merubah kebiasaannya H A
Pendapat perokok atas rokok telah berubah
S I L
Perokok mencari informasi lebih lanjut
A N
Perokok membaca pamflet
T A
Perokok mendapatkan pamphlet kampanye anti merokok
R A Instansi yang berwenang membagikan pamphlet pada target area
Keluaran Instansi
Instansi yang berwenang mempersiapkan pamphlet anti-merokok
12
E. PENGGUNAAN TEKNIK PROGRAM LOGIC UNTUK EVALUASI Teknik ini merupakan salah satu teknik yang sangat dianjurkan dalam melakukan evaluasi LAKIP. Berikut ini beberapa tips untuk menggunakan teknik ini dalam evaluasi : 1) Melakukan pemetaan terhadap apa yang ada (existing systems and facts); Ini merupakan gambaran atau deskripsi singkat mengenai apa yang ada (what is). Untuk itu para pembaca diharapkan dapat melakukan latihan dengan menggunakan lembar kerja 1 dan 2. 2) Melakukan pemetaan terhadap apa yang seharusnya (what should be). 3) Membandingkan kedua hasil pemetaan tersebut, kemudian meriviu kembali dan meneliti perbedaannya. Perbedaan inilah yang seharusnya merupakan saran perbaikan yang perlu dikemukakan dalam uraian hasil evaluasi.
Oleh karena itu perlu dilakukan pendokumentasikan langkah demi langkah tersebut di atas. Pertama dilakukan pemetaan secara vertikal hubungan antara kegiatan, program, kebijakan dan sasaran, tujuan, serta hubungannya dengan visi dan misi organisasi. Langkah pertama ini dituangkan dalam lembar kerja 1 seperti berikut:
Lembar Kerja 1:
PROGRAM LOGIC Untuk latihan, test 5-10 kegiatan dari kegiatan-kegiatan yang ada dengan menggambarkan sbb: Visi
Misi
TUJUAN
SASARAN
13
KEBIJAKAN
PROGRAM
KEGIATAN Selanjutnya evaluator dianjurkan untuk meneliti hubungan antara kegiatan-kegiatan dengan program, program dengan kebijakan, kemudian hubungan antara sasaran dan tujuan. Dari kertas kerja ini dapat diperoleh gambaran apakah penataan
Program (strategi) yang diterapkan dalam organisasi mempunyai hubungan yang logis atau masuk akal (penalarannya baik). Argumentasi-argumentasi dari evaluator haruslah dicatat dalam analisisnya. Jika dinilai hubungan logis tersebut ternyata cukup baik maka harus diberi catatan baik pula. Langkah kedua, dari simpulan dan argumentasi-argumentasi evaluator tersebut perlu dibuat saran apa yang sebaiknya dirumuskan untuk memperbaiki apa yang ada tersebut. Inilah yang tidak mudah dilakukan oleh para evaluator. Evaluator harus menggunakan pengetahuan dan ketajaman analisis dari sisi pandangnya sendiri, dengan menyediakan argumentasi-argumentasi untuk membujuk dilakukannya perbaikan. Dalam hal demikian, langkah yang perlu diambil oleh evaluator adalah mengkonfirmasikan kembali temuannya kepada evaluatee (pihak yang dievaluasi). Hal kedua yang perlu dilakukan dengan menggunakan teknik logic model ini yaitu meneliti keterkaitan horisontal, antara kegiatan/program dengan input, output dan outcome yang dihasilkan. Langkah ini dapat didokumentasikan dalam lembar kerja seperti berikut:
14
LEMBAR KERJA 2:
PROGRAM LOGIC Program: Peningkatan ……. KEGIATAN
INPUT
OUTPUT
OUTCOME
Sekali lagi, langkah yang dilakukan adalah menulis apa yang sesungguhnya ada (senyatanya) dan kemudian menganalisis hubungan logis antara komponenkomponen tersebut. Jika ditemukan hubungannya tidak logis atau tidak nalar maka ini merupakan hal yang harus dibahas atau dikonfirmasikan dengan evaluatee dan segera dicari kemungkinan perbaikannya.
Glossary Analisis, adalah aktivitas meneliti, mengurai, mengklasifikasi (memilah-milah), membagi-bagi, menggolongkan, menimbang, mengenali karakteristik, membandingkan, membedakan, mencari kesamaan, menyusun urut-urutan, mencari hubungan dan sebagainya, yang ditujukan untuk maksud tertentu. Logika, berasal dari kata logikos yang artinya sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, atau ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarkan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
15
Program. Program adalah se-seri (serangkaian) dari berbagai kegiatan dan penggunaan sumber daya yang terorganisasi guna membantu masyarakat meningkatkan mutu kehidupannya. Evaluasi Program. Evaluasi program adalah suatu proses yang sistematis dari memberikan pertanyaan kritis, mengumpulkan informasi yang tepat, menganalisis, menginterpretasi, dan menggunakan informasi agar supaya dapat memperbaiki program dan berakuntabilitas untuk hasil yang positif dan setara (equitable) untuk sumber daya yang diinvestasikan.
Daftar Bacaan Arikunto, Suharsimi, (1998), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi revisi IV, Penerbit rineka Cipta, Yogyakarta. BPKP, (2002), Pedoman Pelaksanaan Evaluasi LAKIP, 2002. Kadariah, (1988), Evaluasi Proyek, Analisa Ekonomis, Edisi kedua, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Lynch, Richard L. & Kevin F. Cross, (1991), Measure Up !, The Essential Guide to Measuring Business Performance, Blackwell Publisher, London. Moleong, Lexy J. (2001), Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Owen, John M. and Patricia J. Rogers, (1999), Program Evaluation, Forms and Approaches-International Edition, SAGE Publications, London. Rapar, Jan Hendrik, (1995), Pengantar Logika, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Rossi, Peter H. and Howard E Freeman, (1993), Evaluation, A Systematic Approach, Sage Publication, Inc. Poespoprodjo, W, (1999), Logika Scientifika, Pengantar Dialektika dan Ilmu, Pustaka Grafika, Bandung. Wholey, Joseph S., (1979), Evaluation: Promise and Performance, the Urban Institute, Washington.
16
Bab 3 CRITERIA REFERENCED TEST UNTUK EVALUASI LAKIP LATAR BELAKANG
Criteria reference test merupakan suatu metode yang paling lazim dan mudah dilakukan untuk melakukan evaluasi. Evaluasi LAKIP juga dapat dilakukan dengan metode ini dengan berbagai desain yang bervariasi. Metode ini paling tua dan digunakan diberbagai bidang, termasuk bidang pendidikan yang sudah sangat maju dalam hal evaluasi. Pemakaian metode ini dapat dilakukan dari mulai yang sederhana (dengan sedikit kriteria) sampai pada yang rumit dan bertingkat-tingkat. Mengevaluasi dengan metode ini membutuhkan perancangan struktur apa yang dinilai, apa kriterianya, jika lebih rinci setiap kriteria memiliki kriteria yang tingkatannya lebih kecil atau parameter yang secara jelas dan spesifik dapat dicek. Penilaian dengan menggunakan metode ini memerlukan penghitungan, pembobotan setiap kriteria, dan petunjuk atau uraian setiap kriteria. Metode ini dapat digunakan untuk menilai secara bertahap langkah demi langkah (step by step assessment) setiap komponen sistem AKIP dan menilai secara keseluruhan (overall assessment). Pada praktiknya penggunaan metode ini dapat juga digunakan sekaligus yaitu baik untuk step by step assessment maupun overall assessment.
LANGKAH-LANGKAH PERANCANGAN
17
Pertama, perlu diidentifikasi mengenai apa yang harus dinilai atau diukur. Misalnya, untuk mengukur kecakapan seseorang dalam mengajar anak didik di tingkat taman kanak-kanak ditentukan beberapa kriteria, seperti: - Kejelasan dalam menyampaikan pesan; - Penggunaan bahasa yang baik dan halus; - Kemampuan untuk membujuk dan mengarahkan; - Kemampuan menjawab pertanyaan anak didik; - Keramahan; - Kerapian dalam berpakaian, dsb. Kedua, menyediakan nilai (score) untuk setiap hal yang dinilai. Pemberian nilai ini dapat menggunakan continumn nilai tertentu. Misalnya: 0, 1 1, 2, 3 1, 2, 3, 4, 5 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dst. Pemilihan rentang score ini juga harus dikaitkan dengan klasifikasi hasil penilaian. Jika klasifikasi yang dibuat hanya perlu penggolongan (pengkategorian) yang sedikit tentulah pertimbangan yang dilakukan pihak penilai semakin berat. Akan tetapi jika penggolongan itu banyak, dengan kata lain rentang-nya panjang maka akan lebih mudah untuk memberi nilai. Pemilihan rentang nilai ini juga harus dikaitkan dengan tujuan penilaian. Jika tujuan penilaian hanya untuk menyeleksi siapa yang lulus dan yang tidak lulus, maka rentang nilainya tidak perlu terlalu banyak. Ketiga, melakukan assessment dengan memberikan score (nilai) pada masingmasing hal yang dinilai. Dalam memberi nilai ini yang perlu diingat adalah range atau rentang nilainya itu sendiri. Penilaian ini juga harus membawa pikiran si penilai kepada simpulan hasil assessment terhadap yang dinilai. Pemberian nilai untuk setiap kriteria akan berbeda beda baik unsur bukti pemenuhan kreterianya maupun proses pengumpulan bukti tersebut, kelengkapannya, serta keyakinan penilai. Keempat, merancang agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian secara kuantitatif. Dalam merancang agregasi ini tersedia paling tidak dua kemungkinan, yaitu: (1) dilakukan agregasi secara rata-rata; (2) memberikan judgement berdasarkan unsur kriteria yang penting saja, kemudian mengungkapkannya. Kemungkinan kedua tidak bisa disebut agregasi secara menyeluruh, akan tetapi hanya yang dianggap mewakili saja. Sedangkan kemungkinan pertama agregasi dilakukan secara menyeluruh. Pada kemungkinan pertama, bisa dilakukan dengan dua cara yaitu rata-rata sederhana (simple average) atau rata-rata tertimbang (weighted average). Jika menggunakan rata-rata tertimbang maka diperlukan pembobotan pada setiap kriteria yang dinilai. Pemilihan kedua kemungkinan itu haruslah disandarkan pada sejauh mana generalisasi hasil dapat dilakukan dan kriteria apa yang akan dipakai untuk mengarahkan keputusan. Kemungkinan pertama misalnya, lebih mengakomodasi dimana generalisasi dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan kemungkian kedua, lebih cocok untuk yang tidak mudah dilakukan generalisasi. Ini tentu kembali lagi tergantung pada kriteria yang kita pasang sebagai apa yang harus dinilai.
18
Kelima, memberikan interpretasi dari nilai yang didapat dari proses agregasi tersebut. Interpretasi ini menyangkut tafsir, sehingga tafsiran berarti menilai obyek evaluasi dan menentukan dampak penilaian tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran data. Pandangan sebagai hasil pengalamannya, pandangan yang unik, berkembang, dan berorientasi pada keunikan pengalaman hidupnya. Ini berarti bukan hanya tafsiran tetapi juga sebab-musababnya harus dibuat dengan jelas. EVALUASI LAKIP Dalam mengevaluasi LAKIP baik isi substansi maupun bentuk atau format penyajian dan pengungkapannya dapat dilakukan dengan metode criteria referenced test. Oleh karena luasnya lingkup evaluasi LAKIP, maka evaluator harus menentukan prioritas mengenai apa yang akan dievaluasinya. Sebagai contoh, di dalam LAKIP dimuat akuntabilitas dari berbagai program dan kegiatan penting organisasi, evaluator dalam hal ini hendaknya memilih atau melakukan sampling satu atau dua kegiatan atau program saja untuk dievaluasi yang agak mendalam. Evaluasi LAKIP juga dapat dilakukan dengan mengevaluasi dari sisi implementasi sistem AKIP-nya, yaitu penerapan sistem manajemen stratejik dan manajemen kinerja yang mengacu pada Inpres nomor 7 tahun 1999. Terhadap penerapan sistem ini dapat dilakukan evaluasi yang bersifat evaluasi sistem dan bukan terhadap kinerja instansi dalam melaksanakan program-program atau kegiatannya. Oleh karena isi LAKIP sangat tergantung pada luas kewenangan dan tanggung jawab instansi, maka evaluasi LAKIP cenderung dilakukan sebagian saja. Evaluasi yang lingkupnya hanya sebagian saja ini tentulah mempengaruhi penyimpulan terhadap keseluruh hasil evaluasi LAKIP. Dengan demikian evaluator diharapkan dapat mendesain evaluasi LAKIP dengan menentukan prioritas yang ketat, sehingga evaluasi yang dilakukannya dapat menghasilkan saran/ rekomendasi yang bermanfaat untuk mendorong akuntabilitas instansi dan juga untuk meningkatkan kinerja instansi. Criteria referenced test yang dilakukan oleh evaluator hendaknya berdasarkan pengamatan yang mendalam atas praktek yang selama ini dilakukan di instansi yang akan dievaluasi LAKIP-nya. Dan teknik ini lebih banyak gunanya jika yang akan dievaluasi oleh pihak evaluator tidak hanya satu LAKIP saja. Evaluasi LAKIP dengan metode ini (criteria referenced test/ survey) dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok besar berdasarkan apa yang akan dievaluasi, yaitu: 1) Evaluasi atas Penyajian dan Pengungkapan Informasi dalam LAKIP; 2) Evaluasi atas sistem AKIP; 3) Evaluasi kinerja instansi ditilik dari kebijakan, program dan kegiatan-nya.
EVALUASI ATAS PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN INFORMASI DALAM LAKIP
19
Kelompok pertama, evaluasi atas penyajian dan pengungkapan informasi dalam LAKIP, kebanyakan bertujuan agar LAKIP dapat dijadikan instrumen untuk wahana umpan balik (feed back) guna perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas. Evaluasi terhadap LAKIP untuk kategori ini pada dasarnya menilai hal-hal yang tangible dan wujud dari laporannya sendiri baik disajikan dalam hard copy maupun penyajian dalam file elektronik. Evaluasi terhadap suatu laporan dapat dilihat dari bentuk penyajian, kejelasan pengungkapan, dan pentingnya isi yang disampaikan dalam laporan. Hal yang perlu diingat bahwa dengan wujud dan tujuan LAKIP yang dimaksudkan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas, kadang-kadang terdapat hal-hal yang kontradiksi atau bertentangan. Untuk keperluan peningkatan akuntabilitas evaluasi ini lebih berorientasi masa kini dan masa lalu, akan tetapi untuk kepentingan perbaikan kinerja evaluasi ini berorientasi ke masa depan, bertitik tolak dari proses berkaca (insight) pada masa lalu dan kehendak masa kini. Dalam memilih kriteria-kriteria haruslah sesedikit mungkin memasang kriteria yang bertentangan. Contoh yang paling klasik adalah kriteria akurasi sebuah laporan dengan kecepatan dan ketepatan waktu penyampaian laporan. Di satu sisi jika memfokuskan akurasi mungkin saja membutuhkan waktu lama untuk menyiapan laporan ini. Di sisi lain jika laporan disiapkan dengan terburu-buru mungkin saja akurasinya kurang. Evaluator juga dihadapkan lagi mengenai bobot masing-masing kriteria yang harus dipenuhi dalam evaluasi. Desain evaluasi haruslah ditetapkan utamanya untuk memenuhi tujuan evaluasi. Jika evaluasi ini mengarah pada goals free evaluation maka hal ini akan timbul kesulitan lain dalam mengagregasi dan mengambil simpulan hasil evaluasi. Evaluasi dan para perencana evaluasi diharapkan dapat mengetahui dan mengantisipasi kelemahan yang ada pada desain evaluasi yang sudah ditetapkan, dan memberitahukan kepada pemberi penugasan ini. Sebagai contoh: Perancang evaluasi dihadapkan pada sejumlah kriteria tentang karakteristik informasi yang baik dalam laporan untuk menilai isi informasi dalam laporan, seperti: - Relevance - Aggregation - Consistency - Accuracy - Precision - Reliability - Verifiability - Objectivity - Neutrality - Flexibility - Adaptibility - Timeliness - Fairness, dan; - Acceptability
20
Kemudian beberapa kriteria penyajian dan pengungkapan informasi dalam laporan, seperti: - mudah dimengerti; - dapat diperbandingkan - kejelasan yang memadai; - enak dibaca, - mudah diingat; - mengutamakan yang penting sehingga mudah ditemukan pembaca; - menarik; - tidak redundant; - tidak kontradiksi, dsb. Semakin jelas suatu kriteria semakin mudah melakukan asesmen, sebaliknya semakin ambigu (bermakna banyak dan kabur) semakin sulit melakukan asesmen. Untuk mengevaluasi LAKIP dari format wujud penyajian dan pengungkapan informasi dalam LAKIP dapat pula dikategorikan ke dalam 3 (tiga) hal, yaitu: 1) Proses penyusunan LAKIP; 2) Isi informasi, penyajian dan pengungkapan informasi dalam LAKIP; 3) Pemanfaatan LAKIP. Dalam hal penetapan kriteria seperti contoh di atas, perancang evaluasi dapat memilih empat sampai delapan kriteria yang dianggap dapat menjawab pertanyaan evaluasi, untuk masing hal tersebut di atas. Khusus untuk penyusunan LAKIP misalnya, perancang evaluasi dapat melakukan peninjauan kembali ke belakang (flash back) tatkala laporan itu disusun. Biasanya laporan yang baik mengikuti prinsip-prinsip penyusunan laporan yang baik, yaitu: - prinsip pertanggungjawaban; - prinsip pengecualian; dan - prinsip manfaat. Untuk prinsip manfaat, ini di samping laporan dimaksudkan untuk rencana penggunaan tertentu, juga dapat dicek realisasi atau kenyataannya, yaitu bagaimana setelah laporan selesai apakah dimanfaatkan secara optimal atau tidak. Berbagai clue, indikasi, atau hints yang menandakan bahwa laporan telah disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip yang baik, telah ternyata jadi laporan yang baik, dan telah dimanfaatkan secara optimal, dapat di-generate atau diciptakan sebanyak-banyaknya sehingga evaluator menjadi yakin atau percaya diri dapat melakukan penilaian. Signal-signal penting, bukti-bukti awal, tanda-tanda awal, indikasi-indikasi, dapat di-list (dibuatkan daftarnya) dan dipilih yang paling menjawab suatu kriteria dapat dipenuhi. Setelah melakukan hal-hal di atas, perancang evaluasi dapat melakukan mapping dengan membuat diagaram pohon atau matrik yang menggambarkan hubungan antara kriteria kelompok besar dengan kriteria, dan antara kriteria dengan subkriteria. Sebagai contoh dibuatkan matrik berikut: Kelompok besar kriteria
Kriteria
Sub-kriteria
Indikasi, tanda- Keterangan tanda sub-kriteria terpenuhi
Proses
Penggunaan
LAKIP
- LAKIP berisi
21
Penyusunan LAKIP
prinsip pengecualian
menyajikan hal hal-hal yang perlu penting yang diketahui perlu mendapat pimpinan; perhatian pimpinan -LAKIP menyajikan halhal yang digunakan dalam memantau program - hal-hal yang biasa, reguler, rutin, dan tidak perlu mendapat penanganan pimpinan tidak mendominasi laporan. -terdapat LAKIP penyajian mengungkap mengapa target pencapaian dengan tidak dapat target, pembandingan dipenuhi target dan realisasi -terdapat analisis mengapa target tidak tercapai; -LAKIP menyediakan argumentasi yg memadai -LAKIP menyajikan informasi dari hasil monitoring program dengan indikasi yang mencolok - analisis dalam laporan menyajikan hubungan sebab akibat yang masuk akal. - analisis dalam laporan menyediakan 22
data memadai.
yang
Dengan mengetahui hubungan antara kriteria besar dengan kriteria dan subkreteria (kriteria yang lebih kecil) seperti contoh di atas, maka penyimpulan tentang apakah proses penyusunan LAKIP telah dilakukan dengan penggunakan prinsip pengecualian dapat dilakukan. Di sini para perancang evaluasi harus memperhatikan struktur penataan hirarki dari kriteria yang dipasang, karena akan mempengaruhi pada penarikan simpulan hasil evaluasi.
EVALUASI ATAS SISTEM AKIP LAINNYA Evaluasi atas sistem AKIP pada dasarnya mengevaluasi setiap komponen sistem tersebut. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan mendalam dan rinci atau bisa juga hanya dengan riviu beberapa komponen yang dianggap perlu saja. Penetapan komponen apa saja yang perlu diteliti lebih mendalam dan aspek apa yang perlu mendapat fokus perhatian haruslah ditetapkan pada saat mendesain evaluasi. Jika mengikuti pedoman penyusunan dan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana diatur dalam surat keputusan Kepala LAN nomor : 239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003, beberapa komponen penting dalam sistem AKIP dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, misalnya: 1) Evaluasi atas Perencanaan instansi (perencanaan stratejik dan perencanaan kinerja); 2) Evaluasi atas sistem pengukuran dan evaluasi kinerja instansi; 3) Evaluasi atas sistem pelaporan. Masing-masing kelompok dapat diteliti lebih mendalam lagi misalnya, untuk perencanaan stratejik komponen yang perlu dievaluasi adalah: 1) Visi dan misi instansi; 2) Perumusan tujuan dan sasaran; 3) Kebijakan 4) Program 5) Indikator sasaran. Kriteria yang dipakai dalam menilai masing-masing komponen Renstra tersebut dapat diambil dari berbagai sumber berikut ini, misalnya: - Inpres nomor 7 tahun 1999; - Buku pedoman penyusunan dan pelaporan AKIP; - Modul-modul pelatihan; - Text book mengenai strategic planning yang sudah banyak dipakai; dan - Praktek-praktek terbaik yang ada. Dengan demikian dalam praktiknya evaluasi atas sistem AKIP ini mengacu kepada kombinasi antara kebenaran normatif dan kebenaran empiris, sehingga diharapkan hasil evaluasi dapat memberikan saran bagi peluang perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas instansi.
23
EVALUASI ATAS KINERJA INSTANSI Evaluasi atas kinerja instansi dapat dilakukan dengan meneliti perbagai kebijakan, program-program dan kegiatan-kegiatan instansi. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa keberhasilan program/ kegiatan yang dilakukan instansi dapat diartikan sebagai keberhasilan instansi juga. Dapat disimpulkan bahwa untuk evaluasi kinerja instansi hanya dapat dilakukan dengan metode ini (criteria referenced test) jika untuk tujuan penyederhanaan dan untuk kriteria yang memang bisa dicek kemudian. Misalnya: - Ketepatan waktu penyelesaian kegiatan / program; - Penelitian sisa anggaran atau kekurangan anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan/ program; - Beberapa complience test atas pelaksanaan kegiatan / program apakah sudah sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Sekali lagi, evaluasi atas kinerja instansi dapat dilakukan dengan teknik ini jika memang kriteria penilaian sudah disusun dengan baik. Dan jika tujuan evaluasi lebih dimaksudkan untuk menilai kinerja instansi hal ini cukup baik, terutama jika untuk melakukan rating beberapa instansi yang dinilai.
SIMPULAN Metode criteria referenced test merupakan metode yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan evaluasi LAKIP. Akan tetapi penerapan metode ini haruslah dilakukan dengan tepat, sehingga kesalahan metodologi dalam evaluasi dapat dihindarkan. Untuk evaluasi terhadap format penyajian dan pengungkapan informasi dalam LAKIP dan evaluasi atas implementasi sistem AKIP metode ini dapat digunakan. Evaluasi yang sifatnya cepat, murah dan masal sangat cocok menggunakan metode ini.
24
Daftar Bacaan BPKP, Pedoman Pelaksanaan Evaluasi LAKIP, 2002. BPKP, Pedoman Pelaporan Hasil Evaluasi LAKIP, 2002. Cutt, James and Vic Murray, (2000), Accountability and Effectiveness Evaluation in Non-Profit Organization, Routledge, London and New York. Department of Health & Human Services, Office of Inspectorat General, (1994), Practical Evaluation for Public Managers, Getting The Information You Need, Office of Inspector General. Di Kamp, (1992), Penilaian yang Sukses, Dalam Sepekan, PT Kesaint Blanc Indah Corp, Jakarta. Dunn, William N. ((1994), Public Policy Analysis: An Introduction, diterjemahkan oleh Samodra Wibawa dkk, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gray, Sandra T. and Associates, (1998), Evaluation with Power, A New Approach to Organizational Effectiveness, Empowerment, and Excellence, A publication of Independent Sector, Jossey-Bass Publishers, San Francisco. IMF, (1998), External Evaluation of the ESAF, Report by a Group of Independent Experts. Lombardi, Donald N. (1988), Handbook of Personnel Selection and Performance Evaluation in Healthcare, Guidelines for Hourly, Professional, and Managerial Employees, Jossey-Bass Publishers, San Francisco. Lynch, Richard L. & Kevin F. Cross, (1991), Measure Up !, The Essential Guide to Measuring Business Performance, Blackwell Publisher, London. Owen, John M. and Patricia J. Rogers, (1999), Program Evaluation, Forms and Approaches-International Edition, SAGE Publications, London. Rossi, Peter H. and Howard E Freeman, (1993), Evaluation, A Systematic Approach, Sage Publication, Inc. Tim Studi Pengembangan Sistem AKIP, BPKP, (2000), Pengukuran Kinerja, Suatu Tinjauan Pada Instansi Pemerintah. Walting, Brian (1995), The Appraisal Checklist, Help Your Team to Get The Results You Both Want, Prentice Hall, London. Wholey, Joseph S., (1979), Evaluation: Promise and Performance, the Urban Institute, Washington.
25
LATIHAN EVALUASI ATAS IMPLEMENTASI SISTEM AKIP I. II.
PENGGUNAAN TEKNIK STEP BY STEP ASSESSMENT DENGAN CRITERIA REFERENCED TEST PENGGUNAAN TEKNIK OVERALL ASSESSMENT DENGAN CRITERIA REFERENCED TEST
SCENARIO: Penilaian dilakukan dengan mengkelompokkan beberapa komponen sistem AKIP seperti berikut: NO
URAIAN
I
PERENCANAAN STRATEJIK
1 2 3
Penyusunan Isi substansi Pemanfaatan
II
SISTEM PENGUKURAN KINERJA
1 2 3 4 5 6
Indikator kinerja Perencanaan kinerja Pengukuran kinerja Analisis kinerja Evaluasi kinerja Sistem Informasi untuk memperoleh data kinerja.
III
PELAPORAN DALAM LAKIP
1 2 3 4
Penyusunan Isi substansi Penyajian dan pengungkapan Penyampaian (distribusi & ketepatan waktu)
1
2
3
4
5
Keterangan
Dari pengelompokkan di atas terlihat bahwawa komponen sistem AKIP dijabarkan satu-per-satu setiap sub-komponen yang dinilai. Kemudian, setiap sub-komponen yang dinilai tersebut dibuat /disusun seperangkat atribut atau kriteria yang dikehendaki seperti tabel-tabel di bawah ini.
26
PERENCANAAN STRATEJIK (RENSTRA) PROSES PENYUSUNAN RENSTRA: NO URAIAN 1
2 3
4
5 6
7
1
2
3
4
5
KETERANGAN
Renstra disusun dengan melibatkan pimpinan unit-unit instansi. Renstra disusun dengan keterlibatan pimpinan puncak Terdapat mekanisme penyampian masukan untuk penyusunan Renstra Renstra disusun dengan mempertimbangkan masukan dari para stakeholders organisasi Renstra disosialisasikan kepada seluruh anggota organisasi Renstra secara formal ditetapkan oleh pimpinan puncak organisasi. Dst.
Setelah pembahasan perumusan kriteria untuk setiap sub komponen, maka penilaian terhadap satu-per-satu atau langkah demi langkah (step by step) setiap sub komponen dan unsur-unsur sistem AKIP dalam dilakukan dengan memberi nilai dengan skala ordinal atau nominal. Untuk penilaian tabel yang di dalamnya mengandung unsur-unsur isi rensta lebih baik digunakan skala ordinal
ISI SUBSTANSI RENSTRA NO URAIAN 1 2 3 4 5 6
KETERANGAN
Perumusan visi dan misi Perumusan tujuan Perumusan sasaran Perumusan kebijakan Perumusan Program Indikator pencapaian sasaran (ukuran keberhasilan)
27
Sedang penilaian terhadap setiap kriteria dari setiap unsur lebih baik menggunakan skala nominal saja, yaitu: ya atau tidak. No URAIAN YA 1. Kriteria rumusan visi yang baik, misalnya: 1) Cukup jelas 2) Mudah diingat 3) Menarik 4) Menantang dan memberikan motivasi kepada anggota organisasi 5) Terkait dgn visi instansi yg lebih tinggi 6) Mengekspresikan akan menjadi apa organisasi ybs di masa depan 2. Kriteria perumusan misi yang baik, misalnya: 1) Cukup jelas 2) Mudah diingat 3) Selaras dengan pencapaian visi organisasi 4) Terkait dgn misi instansi yg lebih tinggi 5) Cukup dapat menjelaskan mengapa organisasi ada.
TDK
KETERANGAN
Timbul pertanyaan bagaimana jika jawaban ya atau tidak sulit ditentukan? (”setengah” ya dan tidak). Jawaban: Pertama, jika banyaknya kriteria genap, maka harus dilakukan ditentukan kriteria mana yang bobotnya lebih tinggi dari yang lain, jika bobot setiap kriteria sama diusahakan jumlah kriteria ganjil. Kedua, dibuat ”decision rule” tertentu agar tetap dapat diambil simpulan penilaian, misalnya, jika setengah kriteria tidak dipenuhi dianggap tidak dipenuhi semuanya.
GOAL SETTING: NO URAIAN 1
2 3
4
1
2
3
4
5
KETERANGAN
Penetapan tujuan dan sasaran telah sesuai dengan visi dan misi organisasi Perumusan tujuan dan sasaran telah jelas (tidak berdwimakna) Perumusan tujuan dan sasaran telah dilakukan dengan mempertimbangkan hirarki hasil yang diinginkan Perumusan tujuan dan sasaran
28
5
6
7
8
hirarki dan urut-urutannya logis Penataan hasil yang diinginkan (output, outcome ataupum impact) berdasarkan teori yang kuat dan logis. Perumusan tujuan dan sasaran pada umumnya realistis dibandingkan kemampuan pengerahan sumber daya Perumusan tujuan dan sasaran pada umumnya sesuai dengan keinginan dan harapan stakeholders. Jangka waktu pencapaian tujuan dan sasaran realistis.
Agar lebih tajam penilaian, sebetulnya lebih baik setiap unsur subkomponen dinilai tersendiri, jadi perumusan tujuan ditentukan kriterianya dan juga sasaran ditentukan kriteria tersendiri. PENATAAN PROGRAM NO URAIAN 1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
KETERANGAN
Penataan program memperhatikan setiap tingkatan hasil yang diinginkan Penataan program sesuai dengan inisiatif strategi yang menjadi dasar perencanaan dan pemrograman Penataan program sesuai dengan visi, misi dan kebijakan yang ditentukan Penataan program telah mempertimbangkan teori dan praktik serta pengalaman masa lalu Penataan program telah dilakukan dengan urut-urutan yang logis Penataan program telah dilakukan dengan mengindentifikasi semua tingkatan hasil yang diinginkan dan hubungannnya satu sama lain Penataan program telah alur pikir
29
yang logis dan memberi keyakinan tentang perolehan atau pencapaian hasil yang diinginkan 8
9
Penataan program telah mempertimbangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakannya, dan setting pengorganisasiannya telah dapat diyakini layak dilakukan. Penataan program telah mempertimbangkan kelayakan dan efektivitas pelaksanaannya.
PEMANFAATAN RENSTRA: NO URAIAN 1 2
3 4
5
6
7
8 9
1
2
3
4
5
KETERANGAN
Renstra digunakan untuk dasar perencanaan kinerja tahunan. Renstra digunakan untuk proses penganggaran tahunan, penetapan prioritas kegiatan dan disiplin penggunaan sumber daya. Renstra digunakan untuk proses perencanaan operasional Renstra dijadikan dasar untuk penyusunan komitmen kinerja atau persetujuan kinerja (performance agreement) Renstra dijadikan dasar untuk penyusunan service agreement (komitmen pelayanan) unit-unit organisasi Renstra digunakan untuk membangun nilai-nilai dan kultur organisasi Renstra digunakan untuk membangun manajemen yang berorientasikan hasil Renstra digunakan untuk proses pembelajaran (learning) organisasi. Renstra digunakan untuk refleksi, kontemplasi dan pengecekan
30
10
komitmen saat evaluasi program Renstra digunakan untuk referensi dan patok ukur saat pengukuran dan evaluasi kinerja organisasi.
INDIKATOR KINERJA NO 1 2 3 4
5 6 7
8
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
3
4
5
KETERANGAN
Relevan dengan apa yang diukur Dapat diukur dan dapat dikuantifikasi Tidak bias Dapat dicek, diverifikasi dengan parameter yang terukur dan dapat diobservasi. Menggambarkan hasil atau diinginkan Ditetapkanm melalui proses konsultasi Ditetapkan dengan mempertimbangkan pengumpulan datanya Ditetapkan dengan persetujuan pimpinan
PERENCANAAN KINERJA: NO 1 2 3 4
URAIAN
1
2
Penyusunan rencana kinerja tahunan mengacu ke Renstra Rencana kinerja disepakati bersama Rencana kinerja disetujui oleh pimpinan puncak Berisi target-target kinerja dan
31
5
6 7
8
9 10
11
hasil tahun yang bersangkutan Target-target dalam rencana kinerja terkait langsung dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalama Renstra Penetapan target realistis Rencana digunakan dalam menyusun rencana operasional Rencana kinerja digunakan sebagai komitmen untuk menyediakan sumber daya Rencana kinerja digunakan dalam proses penganggaran Rencana kinerja digunakan sebagai komitmen kinerja, service agreement, ataupun performance agreement di dalam organisasi Digunakan untuk pemantauan program/ kegiatan.
PENGUKURAN KINERJA: NO
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8
32
ANALISIS KINERJA: NO
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6
EVALUASI KINERJA: NO
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8
33
SISTEM INFORMASI UNTUK PENGUMPULAN /PENGOLAHAN DATA KINERJA: NO
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6
EVALUASI TERHADAP FORMAT & PENYAJIAN INFORMASI DALAM LAKIP NO
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8
34
EVALUASI TERHADAP: PENGUNGKAPAN ISI INFORMASI KINERJA DALAM LAKIP NO
URAIAN
1
2
3
4
5
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
35