MODUL ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2011
Daftar Modul Minggu I
II
III
IV
1. Infeksi Jamur
1. Tinea Kruris 2. Pitiriasis Versikolor
Level Kompetensi 4 4
2. Infeksi Virus
3. Varisela 4. Herpes Zoster 5. Dermatitis Seboroik
4 4 4
2. Dermatitis Eksematosus
6. Dermatitis Atopik 7. Dermatitis Kontak Iritan
4 4
3. Penyakit Alergi Kulit
8. Urtikaria
4
4. Reaksi Alergi
9. Sindroma Steven Johnson
4
1. Penyakit Mikro Bakterial
10. Morbus Hansen 11. Skrofuloderma
4 4
2. Insect bite & Infestasi
12. Skabies
4
3. Infeksi Bakteri
13. Impetigo 14. Erisipelas
4 4
1. Infeksi Gonokokus
15. Gonore
4
2. Penyakit Spirochaeta
16. Sifilis
4
3. Gangguan pada kelenjar ekrin dan sebasea
17. Akne Vulgaris
4
4. Infeksi pada kuku
18. Paronikia
4
Topik
1. Dermatomikosis Eritroskuamosa
Sub Topik
Modul : 1 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi Jamur Judul : Tinea Kruris Learning Objective : 4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. I.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi tinea kruris 2. Menjelaskan epidemiologi tinea kruris 3. Menjelaskan penyebab tinea kruris 4. Menjelaskan faktor pencetus dan predisposisi tinea kruris 5. Menjelaskan etiopatogenesis tinea kruris 6. Menjelaskan gejala klinis tinea kruris 7. Menjelaskan diagnosis banding tinea kruris 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang tinea kruris 9. Menjelaskan penatalaksanaan tinea kruris 10. Menjelaskan prognosis tinea kruris
II.
Psikomotorik 1. Dapat melakukan pemeriksaan klinis tinea kruris 2. Dapat melakukan pemeriksaan KOH pada tinea kruris 3. Dapat menilai hasil pemeriksaan KOH pada tinea kruris
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien tinea kruris TINEA KRURIS
Definisi Infeksi jamur dermatofit di daerah inguinal, bokong, perut bagian bawah, perineum dan perianal. Etiologi Epidermophyton floccosum, Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.
Epidemiologi Pada klinik RSCM Jakarta, tinea kruris merupakan penyakit jamur kulit yang menduduki tempat ke dua terbanyak setelah pitiriasis versikolor. Ditinjau dari distribusi jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan antara pria dan wanita. Patogenesis Meserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembapan kulit yang akan memudahkan infeksi. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam jaringan epidermis dan menimulkan reaksi peradangan. Gejala klinis Keluhan utama adalah rasa gatal yang hebat. Lesi berbatas tegas, tepi meninggi yang dapat berupa papulovesikel eritematosa atau kadang terlihat pustul. Predileksi pada genito krural atau sisi medial paha atas, dapat asimetris atau bilateral. Bagian tengah menyembuh berupa daerah coklat kehitaman berskuama. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan mikologi dengan mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa yang bercabang atau artospora yang khas pada infeksi dermatofita. Diagnosis - Gejala klinis - Pemeriksaan mikroskopik Diagnosis banding - Dermatitis seboroik - Dermatitis kontak - Psoriasis - Kandidiasis Tata laksana - Penatalaksanaan umum : Menghindari faktor predisposisi - Penatalaksanaan khusus : 1. Topikal : Preparat antijamur : Imidazol dan Alilamin 2. Sistemik : - Griseofulvin 500-1000 mg/hari selama 2-6 minggu - Ketokonazol 200 mg/hari selama kurang lebih 4 minggu - Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu - Terbinafine 250 mg/hari selama 1-2 minggu
Referensi 1. Arnold HL, Odom RB, James WD : Disease due to fungi and yeast. Dalam : Andrew’s Disease of the skin, Clinical Dermatologi, edisi ke-8. W.B. Sauders Company, 1990. 2. Budimulya U. Mikosis. Dalam : Djuanda A. Hamjah M, Aisah S. Peyunting, Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke empat . Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005. Tugas 1. Sebutkan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kruris ! 2. Jelaskanlah dasar diagnosa dalam menegakkan tinea kruris ! 3. Jelaskanlah penatalaksanaan tinea kruris !
Modul : 2 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi Jamur Judul : Pitiriasis Versikolor Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. IV.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi pitiriasis versikolor 2. Menjelaskan epidemiologi pitiriasis versikolor 3. Menjelaskan penyebab pitiriasis versikolor 4. Menjelaskan faktor pencetus dan predisposisi pitiriasis versikolor 5. Menjelaskan etiopatogenesis pitiriasis versikolor 6. Menjelaskan gejala klinis pitiriasis versikolor 7. Menjelaskan diagnosis banding pitiriasis versikolor 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pitiriasis versikolor 9. Menjelaskan penatalaksanaan pitiriasis versikolor 10. Menjelaskan prognosis pitiriasis versikolor
V.
Psikomotorik 1. Dapat melakukan pemeriksaan klinis pitiriasis versikolor 2. Depat melakukan pemeriksaan KOH pada pitiriasis versikolor 3. Dapat menilai hasil pemeriksaan KOH pada pitiriasis versikolor
VI.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien PITIRIASIS VERSIKOLOR
Definisi Pitiriasis versikolor (PV) adalah penyakit jamur superfisial kronik yang disebabkan oleh Malassezia furfur. Biasanya tidak memberikan gejala subjektif. Kelainan berupa bercak skuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut.
Sinonim Tinea Versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spot, tinea flava, panau. Epidemiologi Bersifat Universal, terutama di negara tropis. Patogenesis Flora normal kulit yang berhubungan dengan PV adalah Pitirosporum orbiculare / ovale yang dapat berubah sesuai lingkungan. Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi endogen dan eksogen dapat menyebabkan perubahan ini. Gejala Klinis Terutama terdapat di badan berupa bercak dengan bermacam warna, bentuk tidak teratur hingga teratur, batas jelas sampia difus. Bercak akan berflorensi jika dilihat dengan lampu Wood. Biasanya asimtomatik. Namun kadang dapat berupa gatal ringan. Sering pada remaja, namun juga dapat pada anak-anak atau dewasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi antara lain : herediter, penyakit kronik, malnutrisi atau pengobatan dengan steroid jangka lama. Diagnosis Dermatitis seboroik, eritrasma, sifilis stadium II, pitiriasis alba, Morbus Hansen dan vitiligo. Pengobatan Pengobatan harus menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat dipakai antara lain : 1. Selenium sulfida 2. Salisil spritus 10% 3. Golongan azol 4. Sulfur presipatum 5. Tolnafiat 6. Haloprogin 7. Larutan tiosulfus natrikus 25% Prognosis Prognosis baik bila pengobatan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan dilakukan hingga 2 minggu setelah flouresensi dan sedian langsung negatif.
Modul : 3 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi Virus Judul : Varisela Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. VII.
Kognigtif 1. Menjelaskan macam-macam penyakit virus 2. Menjelaskan definisi varisela 3. Menjelaskan epidemiologi varisela 4. Menjelaskan penyebab dan patogenesis varisela 5. Menjelaskan gejala klinis varisela 6. Menjelaskan diagnosis banding varisela 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang varisela 8. Menjelaskan penatalaksanaan varisela 9. Menjelaskan prognosis varisela
VIII.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis varisela 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada varisela
IX.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien VARISELA
Definisi Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus Varicella-Zoaster yang menyerang kulit dan mukosa, disertai gejala konstitusi, dengan kelainan kulit yang polimorfik terutama menyerang di bagian sentral tubuh. Epidemiologi Varisela tersebar di seluruh dunia, menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Di Eropa dan Amerika Utara, 90% kasus muncul pada anak usiakecil dari 10 tahun dan hanya 5% kasus yang muncul pada usia > 15 tahun.. Varisela dapat menular, transmisi penyakit dapat secara aerogen. Masa penularan penyakit lebih kurang 7 hari sejak lesi kulit muncul.
Etiologi Penyebab varisela adalah Varicella-Zoaster Virus (VZV) yang tergolong ke dalam famili herpes virus. Infeksi primer virus ini menyebabkan varisela, sedangkan infeksi sekunder / rektifasi menyebabkan herpes zoster. Patogenesis Virus masuk melalui mukosa saluran pernafasan atas. Multiplikasi virus pada tempat-tempat masuk menyebabkan peningkatan jumlah virus dalam darah (viremia primer). Virus ini selanjutnya akan dibersihkan oleh sistem retikuloendoteliel sel. Masa inkubasi (mulai dari masuknyavirus sampai muncul lesi kulit) lebih kurang 2 minggu. Multiplikasi kedua (viremia sekunder) menyebabkan muncul lesi pada kulit. Pada orang normal virus akan dieliminasi oleh sistem imun tubuh dalam waktu 3 hari. Respon imun tubuh yang baik dapat mengurangi multiplikasi virus dan mencegah progresifitas penyakit. Gejala Klinis Gejala klinis ditandai dengan adanya gejala prodormal. Pada anak-anak gejala prodormal lebih jarang ditemukan. Biasanya muncul 2-3 hari sebelum lesi kulit muncul berupa demam yang tidak trlalu tinggim menggigil, malese, sakit kepala berat, anoreksida dan dapat pula disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering. Lesi kulit biasanya muncul pertama kali di wajah dan kulit kepala berupa makula yang berubah cepat (dalam beberapa jam) menjadi papul eritem, vesikel, pustul pecah menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfik. Vesikel yang muncul biasanya berukuran 2-3 mm, berbentuk tetesan embun (tear drop). Vesikel akan menjadi keruhh oleh karena berisikan sel-sel radang yang kemudian dapat berubah menjadi pustul. Lesi kemudian akan mengering dimulai dari daerah tengah, menyebabkan umbilikasi dan terbentuk krusta yang akan lepas sendiri dalam 1-3 minggu. Lesi biasanya sembuh meninggalkan bercak hipopigmentasi yang bertahan beberapa minggu-beberapa bulan. Penyembuhan dengan jaringan parut jarang terjadi, biasanya terjadi bila ada infeksi sekunder. Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas, saluran kencing, vagina. Vesikel pada mukosa ini biasanya cepat pecah sehingga hanya terlihat ulkus dangkal 2-3 mm. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal. Pada orang dewasa demam dan gejala prodormal lebih jelas dan berlangsung lebih lama, lesi kulit lebih hebat, serta komplikasi lebih sering muncul dibandingkan pada anak-anak. Komplikasi yang muncul dapat berupa : pneumonia, ensefalitis, glomerulonefritis, karditis, heopatitis, keratitis, konjungtivis, otitis, arteritis dan kelainan darah. Infeksi varisela yang muncul trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang muncul dalam beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus. Pemeriksaan Pembantu Untuk membantu menegakkan diagnosis varisela dapat dilakukan pemeriksaan Tzanck denagan cara membuat sediaan hapus dari bahan kerokan pada dasar vesikel yang kemudian
diwaranai dengan Giemsa. Hematoksilin-eosin, Papanicolau akan terlihat sel datia berinti banyak. Pemeriksaan ini tidak spesifik untuk varisela. Diagnosis Banding Varisela harus dibedakan dengan variola yang mempunyai gambaran klinis monomorfik, perjalanan penyakit lebih berat dan penyebaran lesi dimulai dari daerah akral (telapak tangan dan telapak kaki) ke bagian sentral. Pengobatan Pengobatan simtomatik dengan analgetik / antipirek dan antihistamin dapat diberikan untuk menghilangkan rasa sakit dan gatal. Topikal dapat diberikan bedak untuk mencegah pecahnya vesikel yang dapat ditambahkan zat anti gatal seperti mentol dan kamfora. Jika terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika topikal ataupun oral. Obat antivirus yang dapat diberikan adalah asiklovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari. Pemberian antiviral sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul. Untuk pencegahan varisela atau untuk meringankan gejala varisela yang muncul dapat diberikan varicalla zoster immunoglobuline (VZIG) yang diberikan dalam 4 hari setelah terpajang secara intramuskular. Prognosis Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene, varisela mempunyai prognosis baik. Jaringan parut yang timbul biasanya sangat sedikit. Referensi 1. Handoko, P Ronny: Penyakit virus : dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: ed. Ke-5, halaman 115-116 (Balai Penerbit FKUI, jakarta 2007) 2. Arnold, HL, odom RB, James WD: Parasitic infestation, sting and bites: dalam : Andrew’s Diseases of the Skin, Clinical Dermatology, ed ke-8, W.B. Saunders Company, 1990.
Modul : 4 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi Virus Judul : Herpes Zoster Learning Objective (LO): 4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. X.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi herpes zoster 2. Menjelaskan epidemiologi herpes zoster 3. Menjelaskan penyebab dan patogenesis herpes zoster 4. Menjelaskan gejala klinis herpes zoster 5. Menjelaskan diagnosis banding herpes zoster 6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang herpes zoster 7. Menjelaskan penatalaksanaan herpes zoster 8. Menjelaskan prognosis herpes zoster
XI.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis herpes zoster 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada herpes zoster
XII.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien HERPES ZOSTER
Definisi Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Sinonim Dampa, cacar ular Epidemiologi Penyebaran sama seperti varisela. Frekuensi pada pria dan wanita hampir sama. Lebih sering mengenai orang dewasa/ tua.
Patogenesis Virus berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganlion kranialis. Kelainan kulit yang muncul sesuai dengan tingkat persarafan. Kadang juga dapat mengenai ganglion anterior. Gejala Klinis Predileksi pada daerah torakal. Didahului oleh gejala prodromal sistemik dan lokal. Kemudian muncul eritem yang berubah menjadi vesikel berkelompok pada dasar kulit yang eritem dan edem. Vesikel dapat menjadi pustul dan krusta atau bila mengandung darah disebut herpes zoster hemoragik. Masa tunas 7-12 hari. Masa aktif kira-kira seminggu ditandai lesi baru yang tetap muncul, mas resolusi 1-2 minggu. Dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokasi uniteral, dermatomal. Ditemukan gejala hiperestesi. Bila mengenai cabang pertama N trigeminus disebut herpes zoster oftalmikus yang menimbulkan gejala pada mata. Sindroma Ramsay Hunt terjadi akibat gangguan pada nervus fasialis dan otikus. Herpes zoster abortif adalah herpes zoster yang berlangsung singkat dengan kelainan kulit hanya beberapa vesikel dan eritem. Herpes zoster generalisata : kelainan kulit unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel dan ada ada pada umbilikasi. Komplikasi : 1. Neuralgia paska herpetik 2. Ulkus dengan jaringan nekrotik 3. Paralisis motorik 4. Ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uetritisn, korioretinitis dan neuritis optik. Pemeriksaan Pembantu Tzanck Tes
Diagnosis Banding 1. Herpes simplek 2. Pada gejala prodormal sering didiagnosis dengan angina pektoris jika terdapat setinggi jantung.
Pengobatan Sistemik : 1. 2. 3. 4.
Simtomatik Antiviral Antibiotik jika ada infeksi sekunder Kortikosteroid : jika terdapat sindroma Ramsay Hunt
Topikal : 1. Bedak jika masih stadium vesikel 2. Kompres jika erosif 3. Antibiotik jika ada infeksi sekunder. Prognosis Umumnya Baik
Modul : 5 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Penyakit eritroskuamosa Judul : Dermatitis Seboroik Learning Objective (LO) : 4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. XIII.
Kognigtif 1. Menjelaskan pembagian penyakit eritroskuamosa 2. Menjelaskan definisi dermatitis seboroik 3. Menjelaskan epidemiologi dermatitis seboroik 4. Menjelaskan faktor predisposisi dermatitis seboroik 5. Menjelaskan etipopatogenesis dermatitis seboroik 6. Menjelaskan gejala klinis dermatitis seboroik 7. Menjelaskan diagnosis banding dermatitis seboroik 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dermatitis seboroik 9. Menjelaskan penatalaksanaan dermatitis seboroik 10. Menjelaskan prognosis dermatisis seboroik
XIV. Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis dermatitis seboroik 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada dermatitis seboroik XV.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien DERMATITIS SEBOROIK
Definisi Istilah dermatitis seboroik (DS) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dengan pridileksi didaerah seboroik. Epidemiologi Laki-laki lebih sering dikenai dibanding wanita dengan ratio 1,5 : 1. Insiden DS 2% - 5% dari jumlah populasi. Data dari RSCM tahun 2000 sampai 2002 menunjukkan rata-rata 8,3% dari jumlah kunjungan. Pada penderita HIV insiden DS juga meningkat mencapai 85%.
Etiopatogenesis Penyebab pasti DS belum diketahui. Faktor predisposis adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrheic stage) yang rupanya diturunkan, namun melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berhubungan dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan DS. Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi saat bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. DS pada bayi terjadi pada bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balikh, insiden mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis sebotoik dapat memperbaiki penyakit. Pada orag yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi ataupun defisiensi imun. Gejala klinis Kelainan kulit terdiri atas makula dan plak eritem dengan skuama yang berminyak berwarna agak kekuningan, batas kurang tegas. Gambaran klinis DS dapat dibedakan atas : 1. Tipe Infantil a. Skalp (cradle cap) b. Badan (termasuk lipatan dan area popok) c. Penyakit Leiner : - Non familial - Familial 2. Tipe Dewasa a. Skalp b. Wajah (termasuk blefaritis) c. Badan : - Petaloid - Pitiriasiformis - Fleksural - Plak elsematosa - Folikuler d. Generalisata (termasuk eritroderma) Dermatitis Seboroik Infantil (DSI) Umumnya timbul untuk pertama kali usia 2-6 minggu dan tidak gatal. Dimulai pada skalp yang disebut sebagai cradle cap berupa skuama tebal, berminyak kekuningan yang berkonfluens terutama di daerah verteks dan frontal. Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, asbetoses, psoriasiformis atau berbentuk halus berwarna putih yang tersebar difus. Proses ini dapat meluas ke retroaurikular. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat juga timbul lesi pada wajah berbentuk eritroskuamosa yang terlihat di daerah dahi, alis dan lipatan nasolabial. Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menembah kelembapan, sehingga timbul lesi berbentuk dermatitis, khususnya pada lipatan leher, ketiak, area anogenital dan lipatan paha. Dapat disertai infeksi oportuniatik seperti Candida albican, Staphylococcus aureus dan bakteri lain.
DS bentuk infantil harus dibedakan dengan dermatitis atopik, psoriasis, skabies. Pada DA biasanya muncul setelah 3 bulan pertama kehidupan, lesi dimulai pada lengan dan rungkai dan berkembang ke aksila. DS dewasa pada skalp harus dibedakan dengan psoriasis, tinea kapitis dan impetigo. Pada liang telinga dibedakan dengan dermatitis kontak iritan atau alergi, totomikosis, otitis eksterna. DS pada wajah dibedakan dengan rosea atau dermatitis kontak. DS pada punggung sering dibedakan dengan pitiriasis versikolor, pitiriasis rosea, pemfigus eritematosus, pemfigus foliaseus. DS pada kelopak mata dibedakan dengan dermatitis atopik. Psoriasis invera dan kandidosis juga dapat menyerupai DS pada daerah lipatan. Pengobatan Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan, meskipun penyakit ini dapat dikontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Dapat dianjurkan untuk diet rendah lemak. Pengobatan sistemik Kortikosteroid dapoat digunakan untuk bentuk yang berat, dosis prednosin 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika. Isotretinoin dapat digunakan untuk kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dukurangi sampai 90%, akibatnya kan terjadi pengurangan produkasi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg/kgBB/hari, perbaikan akan tampak dalam 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg/hari selama beberapa tahun. Pada DS yang parah dapat diberikan narrow band UVB yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian penderita mengalami perbaikan. Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol dosis 200 mg/hari. Pegobatan topikal Pada pitiriasis sika dapat dilakukan keramas dengan selenium sulfida seminggu 2-3 kali. Jika terdapat skuama dan krusta diberi emilien, misalnya krim uream 10%. Obat lain yang dapat digunakan untuk DS adalah : - Ter. Misalnya lukuor karbonas detergen 2%-5% - Resorsin 1-3% - Sulfur presipitatum 4-20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3-6% - Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 2,5%. Pada kasus dengan inflamasi berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat. - Krim ketokonazol 2 % yang dapat dipakai bila pada sediaan langsung terdapat banyak P.oOvale. Prognosis Pada kasus dengan adanya faktor konstitusi penyakit ini sukar disembuhkan, namun penyakit dapat dikontrol.
No. Modul : 6 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Eczematous dermatitis Judul : Dermatitis Atopik Learning Objective (LO) : 4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. XVI. Kognigtif 1. Menjelaskan dermatitis dan macam-macam dermatitis 2. Menjelaskan definisi dermatitis atopik 3. Menjelaskan epidemiologi dermatitis atopik 4. Menjelaskan etiopatogenesis dermatitis atopik 5. Menjelaskan gejala klinis dermatitis atopik 6. Menjelaskan kriteria diagnostik dermatitis atopik 7. Menjelaskan diagnosis banding dermatitis atopik 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dermatitis atopik 9. Menjelaskan penatalaksanaan dermatitis atopik 10. Menjelaskan prognosis dermatitis atopik XVII. Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis dermatitis atopik 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada dermatitis atopik XVIII. Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien DERMATITIS ATOPIK Definisi Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopi” pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1928) yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asama bronkial, rhinitis, alergika, dermatitis atopik dan konjungtivis alergik.
Sinonim Dermatitis atopik dikenal juga dengan nama eksim konstitusinal, eksem fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo besnier. Epidemiologi Prevalensi DA semakin meningkat. Di Amerika Serikat, Jepang, Australia dan negeri industri lain prevalensi DA pada anak mencapai 10-20 % sedangkan pada dewasa 1-3 %. Di negara agraris prevalensi DA jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak dikenai dari pada pria dengan rasio 1,3 : 1. Berbagai faktor yang ikut mempengaruhi prevalensi DA : 1. Jumlah keluarga kecil 2. Pendidikan ibu yang makin tinggi 3. Peningkatan penghasilan 4. Migrasi dari desa ke kota 5. Meningkatnya penggunaan antibiotik Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami DA pada masa 3 bulan pertama kehidupan. Etiopatogenesis Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogeneisis DA misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik. Sel-sel yang sangat berperan dalam patogenesis DA ini adalah sel eosinofil, sel Langerhans dan sel limfosit T. Apabila suatu antigen menempel pada kulit orang dengan kecendrungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap oleh molekul IgE yang ada pada mastosit makan akan memicu respon tipe I yang klasik, dilanjutkan dengan respon fase lambat dan akan timbul suatu jelas yang secara histopatologik menunjukkan tanda reaksi tipe I dengan sebutan sel eosinofil. Sedangkan apabila antigen tersebut ditangkap oleh sel Langerhans kemudian akan dipresentsikan kepada sel T, yang akan menimbulkan respon tipe IV tetapi dengan perantara IgE yang ada pada membran sel Langerhans. Berbagai bahan yang dapat bertindak sebagai antigen pada DA adalah : 1. Makanan (telur, susu, gandum, kedele, kacang tanah). Biasanya DA pada anak 2. Tungau debu rumah 3. Infeksi bakteri, virus, jamur 4. Kuman S. aureus yang dapat bertindak sebagai superantigen. Gambaran Klinis Gejala utama DA adalah pruritus yang makin hebat di malam hari, akibat garukan biasanya akan timbul bermacam-macam kelainan kulit seperti likenifikasi, erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta.
Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu : 1. Fase Infantil (2 bulan-2 tahun) 2. Fase Anak (2-10 tahun) 3. Fase remaja dan dewasa Diagnosis Beberapa kriteria dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis DA. Diantaranya adalah kriteria Hanifin & Rajka, Svensson dan William. Diagnosis DA menurut kriteria Hanifin dan Rajka harus memenuhi tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor. Kriteria Mayor 1. 2. 3. 4.
Pruritus Morfologi dan distribusi yang khas Dermatitis yang kronis dan residif Riwayat atopi pada individu / keluarga
Kriteria Minor 1. Xerosis 2. Infeksi kulit (S. aureus dan herpes simplek) 3. Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki 4. Iktiosis/ hiperlimiaris palmaris/ keratosis pilaris 5. Pitiriasis alba 6. Dermatitis di papila mamae 7. White dermografism dan delayed blanch respon 8. Keilitis 9. Lipatan infraorbital DermioMorgan 10. Konjungtivis berulang 11. Keratokokus 12. Katarak subkapsular anterior 13. Darkening orbita 14. Muka pucat atau eritem 15. Gatal bila berkeringat 16. Intoleran terhadap wol atau pelarut lemak 17. Aksentuasi perifolikuler 18. Hipersensitif terhadap makanan 19. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi 20. Tes alergi kulit tipe dadakan positif 21. Kada IgE serum menigkat 22. Awitan pada usia dini
Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : • Tiga kriteria mayor (riwayat atopi keluarga, dermatitis di muka atau ekstensor, pruritus) • Ditambah tiga kriteria minor (xerosis/ iktiosis/ hiperlinearis palmaris, aksentuasi, perifolikuler, fisura belakang telinga, skuama di skalp yang kronis)
Diagnosis banding 1. Dermatitis seboroik 2. Dermatitis numularis 3. Dermatitis kontak 4. Skabies 5. Iktiosis 6. Psoriasis 7. Dermatitis herpetiformis 8. Neurodermatitis 9. Sindrom sezary 10. Penyakit Letter-Siwe Penatalaksanaan Umum Mengindetifikasi dan menyingkirkan faktor yang memperberat :siklus gatal-garuk” seperti kontak dengan bahan kimia, deterjen, feses atau urin (pada bayi), pakaian bahan tertentu, pajanan panas atau dingin yang ekstrim serta stres fisik dan emosional dll. Pengobatan Topikal 1. Hidarasi kulit Mandi rendam (2-3kali sehari) dengan air hangat yang diberi sedikit minyak diikuti segera dengan pemberian emolien dapat mengatasi kekeringan kulit. Emolien yang dapat diberikan adalah Urea 10% atau 2. Kortikosteroid (KS) Topikal Pada bayi digunakan KS potensi rendah seperti hidrokortison 1,5-2,5 %. Pada bayi dewasa dipakai potensi menengah seperti triamsinolon kecuali untuk daerah kulit wajah, genitalia dan intertriginosa. Bila penyakit telah dapat dikontrol KS dipakai secara intermiten misalnya 2x seminggu potensi rendah mencegah penyakit tidak kambuh. 3. Imunomodulator Topikal Terdiri dari takrolimus dan pinekrolimus. Preparat ini aman digunakan jangka panjang dan pada area kulit wajah dan intertriginosa, tidak menyebabkan atrofi kulit. Takrolimus 0,03% untuk usia 2-15 tahun dan 0,03% tau 0,1 % untuk dewasa. Pinekrolimus tersedia dalam konsentrasi 1%. Pemakaian diberikan 2x sehari. Obat ini tidak dianjurkan untuk usia < 2 tahun. 4. Preparat ter Mempunyai efek anti prurigtus dan anti inflamasi. Dipakai untuk lesi kronis dalam bentuk salap hidrofilik misalnya yang mengandung likuor karbonis deterjen 5 - 10% atau crudle coal tar 1- 5%. 5. Antihistamin Antihistamin topikal tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan sensitisasi.
Pengobatan Sistemik 1. Kortikosteroid Hanya untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dipakai jangka pendek dengan dosis rendah dan pemakaian berselang-seling atau diturunkan bertahap kemudian segera diganti dengan KS topikal. 2. Antihistamn Sebaiknya digunakan antihistamin dengan efek sedatif agar dapat membantu mengurangi rasa gatal yang hebat pada malam hari seperti difenhidramin. 3. Anti-infeksi Eritromisin dan azitromisin atau klaritromisin dapat digunakan untuk menekan koloni S.aureus. Asiklovir diberikan jika terinfeksi dengan virus herpes simpleks. 4. Interferon Interferon dapat menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi TH2. 5. Siklosporin Diberikan untuk kasus DA yang berat dan rekalsitran. Dosis pemberian oral 5 mg/kg berat badan perhari. Terapi Sinar Untuk kasus yang berat dapat diberikan UVB, kombinasi UVA dan UVB, PUVA. Prognosis Faktor yang mempengaruhi prognosis : 1. Luas penyakit pada DA anak 2. Menderita rinitis alergika atau asma bronkial 3. Riwayat DA pada orang tua atau saudara sekandung 4. Awitan DA pada usia dini 5. Anak tunggal 6. Kadar IgE serum tinggi.
No. Modul : 7 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Eczematous dermatitis Judul : Dermatitis kontak iritan Learning Objective (LO) : 4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. I.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi dermatitis kontak iritan 2. Menjelaskan epidemiologi dermatitis kontak iritan 3. Menjelaskan etiopatogenesis dermatitis kontak iritan 4. Menjelaskan faktor penyebab dermatitis kontak iritan 5. Menjelaskan gejala klinis dermatitis kontak iritan 6. Mampu menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan 7. Menjelaskan diagnosis banding dermatitis kontak iritan 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dermatitis kontak iritan 9. Menjelaskan penatalaksanaan dermatitis kontak iritan 10. Menjelaskan prognosis dermatitis kontak iritan
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis dermatitis kontak iritan 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada dermatitis kontak iritan
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien DERMATITIS KONTAK IRITAN
Definisi Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi yang disebabkan oleh bahan / subtansi yang menempel pada kulit. Epidemiologi Dapat mengenai semua orang dari berbagaii golongan umur, ras, jenis kelamin. Lebih banyak mengenai wanita. Ras kulit hitam lebih tahan dibanding ras kulit putih. Jumlah penderita cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angka pasti sulit diketahui.
Etiologi Penyebab adalah bahan bersifat iritan seperti : bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kelainan kulit pada DKI adalah : 1. Ukuran molekul bahan iritan 2. Daya larut bahan iritan 3. Konsentrasi bahan iritan 4. Vehikulum 5. Lama kontak 6. Kekerapan berkontak 7. Adanya oklusi 8. Gesekan / trauma fisik 9. Suhu dan kelembaban lingkungan 10. Ketebalan kulit 11. Ras 12. Jenis kelamin 13. Penyakit kulit yang pernah atau sedang diderita Patogenesis Bahan iritan merusak lapisan tanduk, menyebabkan denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak keratinosit. Tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), disasilgliserida (DAG), Platelet activating Factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permiabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk lifosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF sehingga memperkuat perubahan vaskular. DAG dan second mesanger lain menstimulasi gen dan sintesis protein seperti IL-I dan GMCSF. Keratinosit juga membuat mulekul permukaan HLA_DR dan ICAM-I. Keratinosit juga melepaskan TNF-∝ yang akan mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik berupa eritem, edem, panas dan nyeri bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah kontak berulang kali. Gambaran Klinis Kelainan kulit yang terjadi dangat bervariasi tergantung hal-hal yang telah disebutkan di atas. Iritan kuat memberikan gejala akut sedangkan iritan lemah akan memberikan gejala kronis. Klasifikasi DKI : - DKI akut Penyebab: iritan kuat intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, berbatas pada tempat kontak. Kulit terasa perih, panas, rasa terbakar, eritem, edema, bula dan mungkin nekrosis. Pinggir berbatas tegas dan umumnya asimetris.
-
DKI akut lambat Gambaran klinis sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul pada 8-24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan penyebab adalah : podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium, klorida, asam hidrofluorat.
-
DKI kumulatif Paling sering terjadi. Disebut juga DKI kronis. Penyebabnya adalah kontak berulang dengan iritan lemah. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit menjadi hiperkeratosis dan likenifikasi yang difus, dapat terjadi fisura. Keluhan umumnya adalah rasa gatal atau nyeri. Ada kalanya berupa kulit kering dan skuama eritem. Sering berhubungan dengan pekerjaan.
-
Reaksi iritan Merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang terpajan dengan pekerjaan basah. Kelainan kulit monomorf. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif.
-
DKI traumatik Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti dermatitis numularis. Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling sering terjadi di tangan.
-
DKI noneritematosa Merupakan bentuk klinis DKI, ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis
-
DKI subyektif Disebut juga DKI sensoris. Kelainan kulit tidak terlihat namun penderita merasa seperti disengat (pedih) atau terbakar setelah kontak dengan bahan kimia tertentu misalnya asam laktat.
Histopatologik Tidak karakteristik Diagnosis Banding DKI kronis sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk itu diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai. Pengobatan Yang terpenting adalah menghindari kontak dengan bahan iritan dan menyingkirkan faktor yang memperberat. Dengan demikian DKI dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Upaya pencegahan adalah dengan memakai alat pelindung diri yang adekuat. Prognosis Bila bahan iritan dapat dihindari : prognosis baik
No. Modul : 8 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Penyakit kulit alergik Judul : Urtikaria Level kompetensi : 4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. Learning Objective : I. Kognigtif 1. Menjelaskan definisi urtikaria 2. Menjelaskan epidemiologi urtikaria 3. Menjelaskan penyebab dan patogenesis urtikaria 4. Menjelaskan gejala klinis urtikaria dan klasifikasi urtikaria 5. Mampu menegakkan diagnosis urtikaria 6. Menjelaskan diagnosis banding urtikaria 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang urtikaria 8. Menjelaskan penatalaksanaan urtikaria 9. Menjelaskan prognosis urtikaria II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis urtikaria 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada urtikaria
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien URTIKARIA
Definisi Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif berupa gatal, rasa tersengat, rasa tertusuk. Angiodema adalah urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermais, dapat di submukosa atau subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna dan organ kardiovaskular.
Sinonim Hives, nettle rash, biduran, kaligata Epidemiologi Mengenai semua umur, orang dewasa lebih sering dikenai dibanding usia muda. Umur ratarata penderita urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada usia kurang dari 10 tahun atau diatas 60 tahun. Penderita atopi lebih mudah dikenai. Tidak ada perbedaan frekuensi berdasarkan jenis kelamin, umur, ras, jabatan/ pekerjaan, letak geografis dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitasi. Etiopatogenesis Hampir 80% kasus tidak diketahui penyebabnya. Urtikaria dapat disebabkan oleh : 1. Obat 2. Makanan 3. Gigitan/ sengatan serangga 4. Bahan fotosensitizer 5. Inhalan 6. Kontaktan 7. Trauma fisik 8. Infeksi dan infestasi 9. Psikis 10. Gentik 11. Penyakit sistemik Klasifikasi Berdasarkan lamanya serangan : 1. Urtikaria akut 2. Urtikaria kronik Berdasarkan morfologi : 1. Urtikaria papular 2. Urtikaria gutata 3. Urtikaria girata Berdasarkan penyebab dan mekanisme : 1. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik a. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I) b. Ikut sertanya komplemen 1. Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe I) 2. Pada reaksi kopleks imun (reaksi alergi tipe III) 3. Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik) c. Reaksi alergik tipe IV : urtikaria kronik
2. Urtikaria atas dasar reaksi nin-imunologik a. Langsung memacu sel mas melepaskan mediator : opiat dan bahan kontras b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat : aspirin. NSAID c. Trauma fisik : dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar dan bahan kolinergik. Patogenesis Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai peningkatan permiabilitas kapiler, sehingga terjadi transudasi cairan yang menyebabkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permiabilitas terjadi akibat pelepasan mediator seperti : histamin, kini, serotonin, slow reacting subtance of anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mas dan basofil. Juga terjadi inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mas. Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik, biasanya IgE terikat pada permukaan sel mas atau basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel sehingga mampu melepaskan mediator. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik meupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin ( C3a, C5a ) yang mampu merangsang sel mas dan basofil. Pembantu Diagnosis Beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk membuktikan penyebab, misalnya : 1. Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin 2. Pemeriksaan gigi, THT, serta usapan vagina 3. Kadar IgE, eosinofil, dan komplemen 4. Tes kulit 5. Tes eliminasi makanan 6. Histopatologi 7. Tes foto tempel 8. Suntikan mecholyl intradermal pada urtikaria kolinergik 9. Tes dengan es 10. Tes dengan air hangat Pengobatan • Antihistamin • Beta adrenergik • Kortikosteroid • Fresh frozen plasma • Anti-enzim • Desensititasi dan eliminasi diet
Untuk terapi lokal dapat diberikan secara simtomatik, misalnya antipruritus di dalam bedak atau bedak kocok. Progosis Prognosis urtikaria akut lebih baik, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit di atasi karena penyebab sulit dipastikan.
No. Modul : 9 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Reaksi Alergik Judul : Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) Learning Objective : 2 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. I.
Kognigtif 1. Menjelaskan pembagian erupsi alergi obat 2. Menjelaskan definisi SSJ 3. Menjelaskan epidemiologi SSJ 4. Menjelaskan etipatogenesis SSJ 5. Menjelaskan gejala klinis SSJ 6. Menjelaskan dignosis banding SSJ 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang SSJ 8. Menjelaskan penatalaksanaan SSJ 9. Menjelaskan prognosis SSJ
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis SSJ 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada SSJ
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien SINDROM STEVEN-JOHNSON(SSJ)
Definisi Sindrom Steven-Johnson adalah suatu sindrom episodeik akut yang mengenai kulit selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat yang paling sering disebabkan oleh obat dan kadang-kadang oleh infeksi. Kelainan pada kulti berupa eritem, vesikel atau bula dan dapat diserta purpura. Sinonim Penyakit ini disebut juga dengan ektodermis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular, eritem multiformis tipe Hebra, eritema bulosa maligna.
Insiden dan Epidemiologi Inseiden SSJ diperkirakan 2-3 kasus per satu juta penduduk di Eropa dan USA. Di bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia insiden SSJ cenderung meningkat dengan rata-rata ditemukan 10 kasus per tahun. Hal ini disebabkan makin mudahnya obat diperoleh secara bebas. Paling sering ditemukan pada orang dewasa namun juga dapat mengenai anak-anak, perempuan lebih sering dikenai dari pria dengan perbandingan 2:1. Etiologi Penyebab utama adalah alergi obat, yakni lebih dari 50% kasus. Sebagian kecil lain disebabkan oleh infeksi, vaksinasi, penyakit graft versus host,neoplasma dan radiasi. Obat yang paling sering sebagai penyebab adalah : antibiotika golongan sulfanamid, antikonvulsan (fenitoin, karbamazepin), anti inflamasi non steroid (NSAID). Di bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Indonesia dalam kurun 5 tahun (1998-2002), obat-obatan yang sering menyebabkan SSJ adalah : analgetik/ antipiratik (45%), karbamazepin dan jamu (13,3 %). Patogenesis Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas tipe II (sitotoksik) menurut klasifikasi Coomb dan Gel dengan sasaran utamanya adalah destruksi sel keratinosit. Obat akan mengaktivasi limfosit T (termasuk CD4 dan CD B) dan akan terjadi peningkatan sitokin. Sel radang utama pada SSJ adalah makrofag serta faktor XIII dan dendrosit. TNF-∝ ditemukan banyak di epidermis yang diduga mempunyai peranan penting pada destruksi keratinosit dengan cara menginduksi apoptosis langsung dengan menarik sel-sel efektor sitotoksik. TNF-∝ dihasilkan oleh makrofag dan keratinosit. Gejala Klinis Sindrom ini jarang ditemukan pada usia < 3 tahun. Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut sebagian besar dimulai dengan gejala prodormal berupa demam tinggi, malese, sakit kepala, pilek, sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, mual, diare, malgia dan antalgia. Pasien biasanya merasa sakit dan meminum obat antibiotika dan antiradang yang kemudian dapat menyebabkan kesulitan dalam menentukan obat penyebab. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: 1. Kelainan kulit 2. Kelainan selaput lendir 3. Kelainan mata. 1. Kelainan Kulit Kelainan kulit terdiri atas maukla eritem, vesikel dan bula. Makula biasanya berbentuk morbiliformis yang muncul pertama kali di wajah, leher dan badan bagian tengah yang kemudian dapat meluas ke ekstremitas dan seluruh tubuh. Makula kemudian bertambah banyak biasanya mencapai maksimal dalam 4-5 hari. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan selaput lendir orifisium. Selaput lendir yang paling sering dikenai adalah mukosa mulut (100%), kemudian mukosa di alat genital (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (*% dan 4%). Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat berbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Penderita menjadi susah menelan akibat stomatis yang terjadi. Kelainan mukosa dapat juga mengenai faring, traktus respiratorius bagian atas dan esofagus. Adanya pseudomembaran di faring menyebabkan keluhan sukar bernafas. 3. Kelainan mata Kelainan mata terdapat pada 80% kasus, yang sering adalah berupa konjungtivis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivis purulen, pendarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Komlikasi Komplikasi yang tersering adalah bronkopneumonia (16%). Komplikasi yang lain adalah kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat menyebabkan kebutaan karena gangguan lakrimasi. Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena infeksi. Bila terdapat eosinofilia kemungkinan disebabkan alergi. Jika disangka penyebabnya adalah infeksi dapat dilakukan kultur darah. Histopatologi Gambaran histopatologiknya bervariasi dari ringan sampai menyeluruh, dapat berupa: 1. Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superfisial 2. Edem dan ekstravasi sel darah merah di epidermis 3. Degenerasi hidropik lapisan baslis sampai terbentuk vesikel subepidermis. 4. Nekrosis sel epidermis dan kadang-kadang di adneksa 5. Spongiosis dan edem intrasel di epidermis Diagnosis Banding Penyakit ini sangat mirip dengan nekrolisis epidermal toksik (NET) dimana pada penyakit ini keadaan umum pasien lebih buruk dan terjadi epidermolisis yang menyeluruh. Diagnosis banding lain adalah eritema multiformeerupsi obat morbiliformis, fixed drug eruption, penyakit graft versus host akut. Pengobatan penghentian segera obat yang dicurigai sebagai penyebab harus segera dilakukan, hal ini bisa mencegah perkembangan penyakit. Untuk menentukan obat penyebab dengan pasti agak sukar. Obat yang paling dicurigai adalah obat yang di minum dalam 4 minggu terakhir sebelum sakit.
Gluokortikoid sistemik merupakan obat utama yang digunakan untuk SSJ sejak dulu. Jika keadaan umum penderita baik dan lesi tidak luas dapat diberikan prednison 30-40 mg sehari. Pada keadaan umum yang buruk dan lesi menyeluruh pemberian prednison merupakan tindakan live saving. Biasanya digunakan deksametason 4 – 6 x 5 mg sehari. Pada umumnya masa akritis dapat diatasi dalam beberapa (2-3) hari. Jika telah ada perbaikan dan tidak muncul lagi lesi baru maka deksametason dapat diturunkan secara bertahap, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg deksametason/ hari, lalu diganti dengan kortikosteroid tablet. Dapat diberikan prednison dengan dosis 20 mg/hari yang diturunkan 10 mg/ hari dan kemudian dihentikan. Sewaktu menurunkan dosis dapat timbul miliaria kristalina yang sering disangka sebagai lesi sehingga dosis kortikosteroid dinaikkan lagi. Pemberian antibiotika diindikasikan untuk mencegah infeksiakibat penurunan imunitas karena pemberian kortikosteroid dosis tinggi. Antibiotika sebaiknya yang berspektrum luas, bersifat bakterisidal, tidak atau hanya sedikit nefrotoksik serta tidak segolongan dengan antibiotika obat tersangka. Antibiotika yang dapat digunakan antara lain siprofloksasin 2 x 400 mg iv, klindamisin 2 x 600 mg iv, gentamisin 2 x 800 mg/ hari. Untuk mengurangi efek samping pemakaian kortikosteroid dosis tinggi diberikan diet rendah garam dan tinggi protein, serta obat anabolik dan KCL 3 x 500 mg sehari jika terjadi penurunan kalium. Keseimbangan elektrolit dan dan nutrisi harus diperhatikan karena keadaan penderita yang sukar untuk menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan. Mengatasi hal ini dapat diberikan glukosa 5% dalam Darrow. Jika terapi dengan kortikosteroid tidak memberikan perbaikan dalam 2 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanya 300 cc selama 2 hari berturut-turut. Efek transfusi darah sebagai imunorestorasi. Selain itu darah juga mengandung banyak sitokin dan leukosit sehingga dapat meninggikan daya tahan tubuh. Indikasi pemberian transfusi darah adalah : 1. Bila telah diobati dengan kortikosteroid dosis kuat dalam 2 hari tidak terlihat perbaikan 2. Bila terdapat purpura yang generalisata. Dapat ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg iv perhari 3. Jika terdapat leukopenia Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase , dan obat kumur, krusta yang tebal dapat diberikan emolien yang mengandung urea 10%. Pasien dikonsultasikan ke bagian penyakit mata, THT dan penyakit dalam untuk melihat adanya komplikasi. Prognosis Bila tindakan tepat dan cepat maka prognosis cukup baik. Bila terdapat purpura dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Komplikasi berupa bronkopneun-mina dapat menyebabkan kematian. Angka kematian berkisar 5-15 %.
MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Penyakit parasit hewani Judul : Skabies Learning Objective (LO):4 mnjMampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. I.
Kognigtif 1. Menjelaskan macam-macam bentuk penyakit parasit hewani 2. Menjelaskan definisi skabies 3. Menjelaskan epidemiologi skabies 4. Menjelaskan etiopatogenesis skabies 5. Menjelaskan gejala klinis skabies 6. Menjelaskan diagnosis banding skabies 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang skabies 8. Menjelaskan penatalaksanaan skabies 9. Menjelaskan prognosis skabies
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis skabies 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada skabies
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien SKABIES
Sinonim The itch, gudik, budukan, gatal agogo dan perianal. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya Epidemiologi Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain : sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang difatnya proiskuitas, kesalahan diagnosis, perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan ke dalam penyakit infeksi menular (IMS)
Cara penularan (transmisi) Terdapat 2 cara penularan skabies : 1. Skabies langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. 2. Kontak tidak langsung (melalui benda) misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dll. Penularan biasanya oleh Sarcoptes skabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula S. scabiei var animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. Etiologi Sarcoptes scabiei termasuk filum antropoda, kelas arachnida, orto Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut arcopter scabiei var humani. Selain itu juga terdapat S. scabiei yang lain misalnya pada kambing dan babi. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadangkadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali teroeongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari samapai mencapai jumlah 40-50. Bentuk betina yang dibuahi ini akan hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau tetapi dapat juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, eksoriasi, krusta dan infestasi sekunder. Gejala klinis Terdapat 4 tanda kardinal skabies : 1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan oleh karena aktivasi tungai ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Menyerang sekelompok manusia. 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan berbentuk garis lurus atau berkelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksi adalah lokasi dengan stratum korneum yang tipis yaitu : sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae wanita, umb ilikus, bokong, genitalia eksterna pria dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 4. Menemukan tungau. Ini merupakan hal yang paling diagnostik.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. Cara untuk menemukan tungau : 1. Cari terowongan, kemudian pada ujung papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas kaca objek, lalu tutup dengan kaca penutup kemudian dilihat dengan mikroskop. 2. Dengan cara menyikat memakai sikat dan ditampung diatas kertas putih dan kemudian dilihat diatas kaca pembesar. 3. Dengan mebuat biopsi irisan. Lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop. 4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Diagnosis Banding Skabies disebut dengan penyakit the great immitator oleh karena menyerupai banyak penyakit lain. Diagnosis banding skabies adalah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis atopik, pioderma, insect bite, urtikaria dan dermatitis herpetiformis. Pengobatan Seluruh anggota keluarga dan sumber penularan harus ikut diobati. Pasien diterangkan tentang cara pemakaian obat topikal dan hal yang harus dilakukan seperti mencuci dan menyetrika semua pakaian termasuk handuk dan sprei yang sedang digunakan. Syarat obat yang ideal adalah : 1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau 2. Tidak menimbulkan iritasi dan toksik 3. Tidak berbau dan tidak merusak / mewarnai pakaian 4. Mudah diperoleh dan harga murah Macam-macam obat topikal yang digunakan : 1. Belerang endap (sulfur presipitatum) 2 – 4 %. Preparat ini hanya efektif untuk stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Obat ini berbau dan mengotori pakaian serta kadang-kadang menimbulkan iritasi sehingga kurang nyaman digunakan untuk usia <2 tahun. 2. Emulsi benzil-benzoat 20-25%. Efektif untuk semua stadium. Diberikan setiap malam selama 3 hari. Sering menimbulkan iritasi, kadang malah makin gatal setelah dipakai. Obat ini sukar diperoleh. 3. Gama benzen heksaklorida (gameksan) 1%. Efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang menyebabkan iritasi. Tidak dianjurkan untuk anak < 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Diberikan satu kali, dan dapat diulangi satu minggu kemudian. 4. Krotamiton 1 %. Mempunyai efek antiskabies dan anti gatal. Pemakaian harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra. 5. Permetrin 5%. Kurang toksik dibanding gameksan dengan efektifitas yang sama. Pemakaian satu kali padakai selama 10 jam dapat diulangi satu minggu kemudian. Tidak dianjurkan untuk bayi usia <2 bulan.
Prognosis Dengan memakai obat yang benar serta mengobati serta sumber penularan, maka penyakit dapat diberantas. Referensi 1. Handoko, P. Ronny : Penyakit parasit hewani : dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : ed. Ke 5, halaman 122-12 (Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2007) 2. Arnold, HL, Odom RB, James WD : Parasitic infestation, stings and bites : dalam : Andrew’s Disese Of the Skin, Clinical Dermatology, ed ke 8. W.B. Sauders Company, 1990. Referensi 3. Arnold HL, Odom RB, James WD : Disease due to fungi and yeast. Dalam : Andrew’s Disease of the skin, Clinical Dermatologi, edisi ke-8. W.B. Sauders Company, 1990. 4. Budimulya U. Mikosis. Dalam : Djuanda A. Hamjah M, Aisah S. Peyunting, Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke empat . Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005.
Modul : 10 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Penyakit mikrobakterial Judul : Morbus Hansen (MH) Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. IV.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi Morbus Hansen 2. Menjelaskan epidemiologi Morbus Hansen 3. Menjelaskan etiopatogenesis Morbus Hansen 4. Menjelaskan gejala klinis Morbus Hansen 5. Mampu menegakkan diagnosis Morbus Hansen 6. Mampu menentukan spektrum kusta berdasarkan kriteria WHO 7. Mampu menjelaskan MH dengan reaksi 8. Menjelaskan diagnosis banding Morbus Hansen 9. Menjelaskan pemeriksaan penunjang Morbus Hansen 10. Menjelaskan penatalaksanaan Morbus Hansen dan MH dengan reaksi
V.
Psikomotorik 1. Dapat melakukan pemeriksaan klinis Morbus Hansen 2. Dapat melakukan spektrum Morbus Hansen 3. Dapat melakukan pemeriksaan sesibilitas pada Morbus Hansen 4. Dapat melakukan pemeriksaan saraf tepi pada Morbus Hansen 5. Dapat melakukan pemeriksaan motorik pada Morbus Hansen 6. Dapat menilai kecacatan pada Morbus Hansen 7. Dapat melakukan pemeriksaan split skin smear 8. Dapat melakukan pemeriksaan Gram
VI.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan imformasi pada pasien tentang penyakitnya, penularan penyakit, pengobatan, komplikasi serta efek samping pengobatan dan prognosis penyakit. MORBUS HANSEN
Sinonim Lepra, Kusta
Definisi Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae. Saraf perifer merupakan afinitas pertama, diikuti kulit dan mukosa traktus respiratus bagian atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat Epidemiologi Cara penularan belum diketahui secara pasti. Diduga melalui kontak langsung yang lama dan erat, juga dapat melalui inhalasi. Masa tunas sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun. Kusta terdapat hampir diseluruh dunia terutama Asia, Afrika, Amerika Latin daerah tropis dan subtropis, dapat menyerang semua umur, namun jarang pada anak umur kurang satu tahun. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 25-35 tahun. Kusta terutama terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah. Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta. Pada tahun 2000 prevalensi kusta ditargetkan turun menjadi 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia dikenal dengan Eliminasi Kusta tahun 2000 (EKT 2000) Etiologi Disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Leprae yang berbentuk hasil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, bersifat tahan asam dan alkohol serta Gram positif. Sampai saat ini belum ditemukan medium artifisial untuk pembiakan kuman M. leprae. Patogenesis Kuman M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan bisa sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleeh respon umum yang berbeda, yang menyebabkan timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Karena itu kusta dapat dianggap sebagai penyakit imunologik. Gejala klinis yang muncul sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada aintesitas infeksinya. Gambaran Klinis Diagnosis dapat berdasarkan : 1. Gambaran klinis 2. Bakteriologis 3. Histopatologis Bentuk klinis tergantung pada sistem imunitas selular (SIS). Jika SIS baik gambaran ynag muncul lebih kearah tuberkuloid, sebaliknya jika rendah akan memberikan gambaran lebih kearah lepromatosa. Spektrum penyakit menurut ridley dan Jopling : TT : Tuberkuloid polar Ti : tuberkuloid indefinite BT : Borderline tuberkuloid BB : Mid Borderline
Bl Li LL
: Borderline lepromatous : Lepromatosa indefinite : Lepromatosa polar
Kalsifikasi kusta menurut WHO 1. Pausbasilar 2. Multibasilar: mengandung banyak basil Gambaran klinis dapat berupa makula, infiltrat difus, papul, nodus. Bentuk TT gambaran klinis beruppa makula atau makula yang dibatasi infiltrat jumlah lesi biasanya satu atau beberapa saja, dengan distribusi asimetris dan batas yang jelas serta anestesi yang jelas. BTA pada lesi hampir selalu negatif sedangkan tes lepromin memperlihatkan hasil positif kuat. Sedangkan bentuk LL dapat berupa makula, infiltrat yang difus, papul atau nodus dalam jumlah banyak, distribus simetris, batas tidak jelas. Anestesi biasanya tidak jelas, hasil BTA pada kulit tinggi / banyak sedangkan tes lepromin negatif.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien kusta adalah : Anestesi Dehidarasi Motorik Saraf perifer Alopesia Deformitas
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan bakterioskopik 2. Pemeriksaan histologik 3. Pemeriksaan serologik Reaksi Kusta Adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan yang kronik. Terdapat dua bentuk reaksi kusta : 1. Reaksi ENL 2. Reaksi reveral atau reaksi upgrading. Diagnosis Banding Kusta dikenal dengan the greatest imitator karena gambaran klinisnya banyak menyerupai penyakit lain yaitu : dermatofitosis, tinea versikolor, pitiriasis rosea alba, dermatitis seboroik, psoriasis, neurofibromatosis, granuloma anulae, xantomatosis, skleroderma, leukimia kutis, tuberkulosis kutis verukosa, birth mark. Pengobatan Obat kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah : 1. Diaminodifenil sulfon (DDS)
2. Klofazimin 3. Rifampisin Obat lain yang dapat dijadikan alternatif : 1. Ofloksasin 2. Minosiklin 3. Klaritromisin Untuk mencegah kemungkinan resistensi obat, maka pengobatan kusta dengan cara multi drugs treatment (MDT). MDT menurut Who : - Kusta MB : Rifampisin, DDS dan klofazimin - Kusta PB : Rifampisin, DDS
Modul : 11 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi bakteri Judul : Impetigo Learning Objective (LO):4 mnjMampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. II.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi pioderma 2. Menjelaskan macam-macam bentuk pioderma 3. Menjelaskan definisi impetigo 4. Menjelaskan etiologi impetigo 5. Menjelaskan gejala klinis impetigo 6. diagnosis banding impetigo 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang impetigo 8. Menjelaskan penatalaksanaan impetigo 9. Menjelaskan prognosis impetigo
II.
Psikomotorik 1. Dapat melakukan pemeriksaan klinis impetigo 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada impetigo
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien
IMPETIGO Definisi Impetigo adalah pioderma superfisialis (terbatas hanya pada epidermis). Faktor Predisposisi 1. Higiene yang kurang 2. Menurunnya daya tahan tubuh : kekurangan gizi, anemia, penyakit kronis, keganasan, diabetes melitus 3. Telah ada penyakit lain di kulit
Klasifikasi Terdapat 2 bentuk impetigo yaitu : 1. Impetigo krustosa Sinonim : Impetigo kontangiosum, impetigo vulagris, impetigo Tillbury Fox Etio : Staphylococcus aureus GK : Keadan umum tidak dipengaruhi, predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama miliaria. Tedapat pada anak-anak dan dewasa. Kelainan kulti berupa makula eritem, vesikel, bula dan bula hipopion. Kadang vesikel / bula sudah pecah sehingga yang terlihat hanya berupa koleret dengan dasara yang eritem. Impetigo neonatorum merupakan varian dari impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus. Kelainan kulit serupa pada impetigo bulosa hanya kelainan lebih menyeluruh dan dapat disertai demam. DD/ :Dermatofitosis pda impetigo neonatorum dibedakan dengan sifilis kongential Terapi :Jika lesi hanya sedikit cukup diberi antibiotik topikal atau cairan antiseptik. Vesikel / bula sebelumnya dipecahkan. Bila banyak diberikan antibiotik sistemik. Untuk impetigo neonatorum diberikan antibiotik sistemik dan topikal dapat diberikan bedak salisil 2%. Antibiotika sistemik yang dapat diberikan adalah : 1. Penisilin dan semisintetiknya 2. Linkomisin dan klindamisin 3. Eritromisin 4. Sefalosporin Antibiotik topikal yang dapat diberikan : 1. Basitrasin 2. Neomisin 3. Mupirosin
Modul : 12 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi bakteri Judul : Erisipelas Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. VII.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi pioderma 2. Menjelaskan macam-macam bentuk pioderma 3. Menjelaskan definisi erisipelas 4. Menjelaskan epidemiologi erisipelas 5. Menjelaskan etiopatogenesis erisipelas 6. Menjelaskan gejala klinis erisipelas 7. Menjelaskan diagnosis banding erisipelas 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang erisipelas 9. Menjelaskan penatalaksanaan erisipelas 10. Menjelaskan prognosis erisipelas
VIII.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis erisipelas 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada erisipelas 3. Dapat melakukan tindakan kompres
IX.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien ERISIPELAS
Definisi Erisipelas adalah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh kuman streptokokus. Etiologi Biasanya disebabkan oleh Streptokokus ᵝ hemoliticus.
Gejala Klinis Terdapat gejala konstitusi yaitu : demam, malese. Penyakit ini didahului oleh trauma karena itu tempat predileksi biasanya di tungkai. Kelainan kulit yang utama ialah eritema yang berwarna cerah, berbatas tegas, pinggir meninggi dengan tanda-tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bula. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis. Jika tidak diobati akan menjalar kesekitarnya terutama ke proksimal. Kalau sering reidif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis. Diagnosis Banding Selulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrat di sub-kutan yang difus. Pengobatan Istirahat. Tungkai bawah dan kai yang diserang ditinggikan (elevasi) sedikit lebih tinggi dari jantung. Pengobatan topikal dilakukan kompres terbuka dengan larutan antiseptik. Pengobatan sistemik dapat diberikan antibiotika, antipiretik dan analgetik dan jika terdapat edema dapat diberikan diuretik. Antibiotika yang dapat diberikan antara lain : 1. Ampisilin 2. Amoksilin 3. Klindamisin 4. Eritromisin
Modul : 13 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Penyakit parasit hewani Judul : Skabies Learning Objective (LO):4 mnjMampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. III.
Kognigtif 1. Menjelaskan macam-macam bentuk penyakit parasit hewani 2. Menjelaskan definisi skabies 3. Menjelaskan epidemiologi skabies 4. Menjelaskan etiopatogenesis skabies 5. Menjelaskan gejala klinis skabies 6. Menjelaskan diagnosis banding skabies 7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang skabies 8. Menjelaskan penatalaksanaan skabies 9. Menjelaskan prognosis skabies
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis skabies 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada skabies
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien SKABIES
Sinonim The itch, gudik, budukan, gatal agogo dan perianal. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya Epidemiologi Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain : sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk,
hubungan seksual yang difatnya proiskuitas, kesalahan diagnosis, perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan ke dalam penyakit infeksi menular (IMS) Cara penularan (transmisi) Terdapat 2 cara penularan skabies : 3. Skabies langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. 4. Kontak tidak langsung (melalui benda) misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dll. Penularan biasanya oleh Sarcoptes skabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula S. scabiei var animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. Etiologi Sarcoptes scabiei termasuk filum antropoda, kelas arachnida, orto Ackarima, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut arcopter scabiei var humani. Selain itu juga terdapat S. scabiei yang lain misalnya pada kambing dan babi. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadangkadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali teroeongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari samapai mencapai jumlah 40-50. Bentuk betina yang dibuahi ini akan hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau tetapi dapat juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, eksoriasi, krusta dan infestasi sekunder. Gejala klinis Terdapat 4 tanda kardinal skabies : 5. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan oleh karena aktivasi tungai ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 6. Menyerang sekelompok manusia. 7. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuabuan berbentuk garis lurus atau berkelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksi adalah lokasi dengan stratum korneum yang tipis yaitu : sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mamae wanita, umb ilikus, bokong, genitalia eksterna pria dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. 8. Menemukan tungau. Ini merupakan hal yang paling diagnostik. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. Cara untuk menemukan tungau : 5. Cari terowongan, kemudian pada ujung papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas kaca objek, lalu tutup dengan kaca penutup kemudian dilihat dengan mikroskop. 6. Dengan cara menyikat memakai sikat dan ditampung diatas kertas putih dan kemudian dilihat diatas kaca pembesar. 7. Dengan mebuat biopsi irisan. Lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop. 8. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Diagnosis Banding Skabies disebut dengan penyakit the great immitator oleh karena menyerupai banyak penyakit lain. Diagnosis banding skabies adalah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis atopik, pioderma, insect bite, urtikaria dan dermatitis herpetiformis. Pengobatan Seluruh anggota keluarga dan sumber penularan harus ikut diobati. Pasien diterangkan tentang cara pemakaian obat topikal dan hal yang harus dilakukan seperti mencuci dan menyetrika semua pakaian termasuk handuk dan sprei yang sedang digunakan. Syarat obat yang ideal adalah : 5. Harus efektif terhadap semua stadium tungau 6. Tidak menimbulkan iritasi dan toksik 7. Tidak berbau dan tidak merusak / mewarnai pakaian 8. Mudah diperoleh dan harga murah Macam-macam obat topikal yang digunakan : 6. Belerang endap (sulfur presipitatum) 2 – 4 %. Preparat ini hanya efektif untuk stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Obat ini berbau dan mengotori pakaian serta kadang-kadang menimbulkan iritasi sehingga kurang nyaman digunakan untuk usia <2 tahun. 7. Emulsi benzil-benzoat 20-25%. Efektif untuk semua stadium. Diberikan setiap malam selama 3 hari. Sering menimbulkan iritasi, kadang malah makin gatal setelah dipakai. Obat ini sukar diperoleh. 8. Gama benzen heksaklorida (gameksan) 1%. Efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang menyebabkan iritasi. Tidak dianjurkan untuk anak < 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Diberikan satu kali, dan dapat diulangi satu minggu kemudian.
9. Krotamiton 1 %. Mempunyai efek antiskabies dan anti gatal. Pemakaian harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra. 10. Permetrin 5%. Kurang toksik dibanding gameksan dengan efektifitas yang sama. Pemakaian satu kali padakai selama 10 jam dapat diulangi satu minggu kemudian. Tidak dianjurkan untuk bayi usia <2 bulan. Prognosis Dengan memakai obat yang benar serta mengobati serta sumber penularan, maka penyakit dapat diberantas. Referensi 3. Handoko, P. Ronny : Penyakit parasit hewani : dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : ed. Ke 5, halaman 122-12 (Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2007) 4. Arnold, HL, Odom RB, James WD : Parasitic infestation, stings and bites : dalam : Andrew’s Disese Of the Skin, Clinical Dermatology, ed ke 8. W.B. Sauders Company, 1990. Referensi 5. Arnold HL, Odom RB, James WD : Disease due to fungi and yeast. Dalam : Andrew’s Disease of the skin, Clinical Dermatologi, edisi ke-8. W.B. Sauders Company, 1990. 6. Budimulya U. Mikosis. Dalam : Djuanda A. Hamjah M, Aisah S. Peyunting, Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke empat . Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005.
Modul : 14 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Kalainan kuku Judul : Paronikia Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. IV.
Kognigtif 3. Menjelaskan anatomi kuku 4. Menjelaskan frekuensi paronikia 5. Menjelaskan definisi paronikia 6. Menjelaskan etiologi paronikia 7. Menjelaskan gejala klinis paronikia 8. Menjelaskan diagnosis banding paronikia 9. Menjelaskan pemeriksaan penunjang paronikia 10. Menjelaskan penatalaksanaan paronikia
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis paronikia 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada paronikia
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien PARONIKIA
Pendahuluan Kuku merupakan salah satu dermal appendages yang mengandung lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Lempeng kuku berbentuk dari sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi, satu sisi berhubungan dengan dunia luar dan sis yang lain tidak. Kuku terdiri atas beberapa bagian : 1. Matriks kuku. merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru 2. Dinding kuku (Nail wall). Merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir dan atas. 3. Dasar kuku (Nail bed). Merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku. 4. Alur kuku (Nail groove). Merupakan celah natara dinding dan dasar kuku 5. Akar kuku (Nail root). Merupakan bagian proksimal kuku.
6. Lempeng kuku (Nail plate). Merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi dinding kuku 7. Lunula. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih didekat akar kuku berbentuk bulat sabit, sering ditutupi oleh kulit. 8. Eponikium. Merupakan dinding kuku proksimal, kulit arinya menutupi bagian permukaan lempeng kuku. 9. Hiponikium. Merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang bebas (free edge) menebal. Definisi Paronikia adalah reaksi inflamasi yang mengenai lipatan kulit di sekitar kuku. Insiden Sering pada wanita, pekerja bar, pencuci, juga acap kali dijumpai pada penderita diabetes melitus dan malnutrisi. Pada anak disebabkan oleh menghisap jari. Etiologi Gejala pertama karena adanya pemisahan lempengan kuku dari eponikium, biasanya disebabkan oleh trauma karena maserasi pada tangan yang sering kena air. Celah yang lembab itu kemidian terkontaminasi oleh kokus piogenik atau jamur. Jamur penyebab tersering adalah Candida albicans, sedangkan bakteri penyebab tersering adalah Staphylococcus atau Pseudomonas aeruginosa. Gejala Klinis Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan dapat mengeluarkan pus. Bila infeksi telah kronis, maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama telunjuk dan jari tengah. Pengobatan Mencegah terjadinya trauma dan menjaga agar kulit yang dikenai tetap kering. Jika akan mencuci sebaiknya memakai sarung tangan karet. Pada paronikia akut dengan supurasi harus dilakukan insisi.
Modul : 15 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi gonokokus Judul : gonore Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. V.
Kognigtif 11. Menjelaskan pembagian penyakit infeksi menular seksual dengan keluhan duh genital 12. Menjelaskan definisi gonore 10. Menjelaskan epidemiologi gonore 11. Menjelaskan faktor resiko gonore 12. Menjelaskan etiopatogenesis gonore 13. Menjelaskan gejala klinis gonore 14. Menjelaskan diagnosis banding gonore 15. Menjelaskan pemeriksaan penunjang gonore 16. Menjelaskan pemeriksaan penunjang gonore 17. Menjelaskan penatalaksanaan gonore 18. Menjelaskan prognosis gonore
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis gonore 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada gonore
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien GONORE
Definisi Gonore (GO) adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kuman Neiiseria gonorhoeae. Etiologi Penyebab adalah kuman gonokokus yang termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies yaitu : N. gonorrhoeae, ., meningitis yang bersifat patogen dan N. catarrhalis dan N. pharingis sicca yang bersifat komensal. Gonokokus termasuk kuman diplokokus garam negatif, berbentuk biji kopi ukuran 1,6µ x 0,8µ bersifat tahan asam. Tidak tahan lama di udara bebas, cepat
mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu >39 ͦ C dan zat desinfektan. Kuman ini mempunyai piliyang akan melekat pada permukaan mukosa epitel dan menimbulkan reaksi radang. Dengan perwarnaan Gram terlihat berada diluar atau di dalam leukosit. Daerah yang paling mudah dikenai adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau berlapis gepeng yang belum berkembang (immatur) yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Gejala Klinis Masa tunas pada pria 2-5 hari, sedangkan pada wanita sulit ditentukan oleh karena bersifat simtomatik. Infeksi primer pada uretritie namun pada wanita juga dapat berupa servisitis. Komplikasi dapat lokal, asenden atau diseminata (tabel 1). Dikarenakan cara hubungan kelamin selain genitogenital, maka dapat juga ditemukan berupa orofangitis, proktitis, serta konjungvitis pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita GO. Infeksi Primer Komplikasi Lokal Asendens Diseminata Pria : Uretritis Tysonitis Prostatitis Parauretritis Vesikulitis Aritritis Litritis Vasdeferenitis/Funikulitis Miokarditis Cowperitis Epididimitis Endokarditis Trigonitis Perikarditis Meningitis Wanita : Uretritis Parauretritis Salpingitis Servisitis Bartolinitis PID (Pelvic inflammatory dermatitis disediases) Gejala klinis pada pria yang paling sering dijumpai adalah berupa uretritis anterior akuta. Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar OUE (orifisium uretra eksternum), disuria, polakisuria dan keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah dan rasa nyeri pada waktu ereksi. Pada pemeriksaan tampak tampak OUE eritem dan udem serta ekstropin, dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral. Sedangkan pada wanita gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah ditemukan kelainan obyektif. Pada umumnya wanita datang berobat setelah ada komplikasi. Wanita dalam masa prapubertas dimana epitel vagina masih belum berkembang (sangat tipis) sehingga dapat terjadi vaginitis gonore. Sedangkan pada masa reproduktif dimana selaput lendir telah menjadi matang, tebal dan banyak menghasilkan kuman doderlein yang dapat memecah glikogen sehingga suasana menjadi asam yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan kuman gonokokus. Pada masa monopouse selaput lendir vagina telah mengalami atrofi, kadar glikogen menurun sehingga suasana asam berkurang yang menguntungkan kuman gonokokus sehingga dapat terjadi vaginitis gonore. Kira-kira 1% kasus gonore dapat berlanjut menjadi gonore diseminata, yang banyak terjadi pada penderita dengan gonore asimptomatik sebelumnya.
Pemeriksaan Pembantu Terdapat 5 macam pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu : 1. Sediaan langsung 2. Kultur
3. Tes definitif 4. Tes beta-laktamase 5. Tes thompson Penatalaksanaan Umum • Pasien dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual sampai sembuh • Mengobati pasangan tetap untuk mencegah pingpong phenomen Pengobatan Obat pilihan untuk gonore adalah penisilin prokain + probenesid dengan dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenesid, kecuali untuk daerah yang tinggi insiden Neisseria gonorrhoeae. Penghasil Penisilinase (NGPP) yang dapat diberikan obat alternatif selain golongan penisilin. Pengobatan yang dianjurkan adalah dengan dosis tunggal. Obat alternatif lain untuk gonore adalah : 1. Ampisilin 3,5 gram + 1 gram probenesid 2. Amoksilin 3 gram + probeneseid 3. Seftriakson 250 mg im 4. Spektinomisin 2 gram im 5. Kanamisin 2 gram im 6. Tiamfenikol 3,5 gram po 7. Ofloksasin 400 mg po 8. Siprofloksasin 250-500 mg po 9. Norfloksasin 800 mg po Referensi 1. Daili, fahmi S: Gonore; dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; ed. Ke-5, halaman 369-379 (Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2007)
Modul : 16 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Penyakit Spirochaeta Judul : Sifilis Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. VI.
Kognigtif 3. Menjelaskan penyakit infeksi menular seksual dengan keluhan ulkus genital 4. Menjelaskan definisi sifilis 5. Menjelaskan epidemiologi sifilis 6. Menjelaskan etiopatogenesis sifilis 7. Menjelaskan gejala klinis sifilis 8. Menjelaskan diagnosis banding sifilis 9. Menjelaskan pemeriksaan penunjang sifilis 10. Menjelaskan penatalaksanaan sifilis 11. Menjelaskan prognosis sifilis
II.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis sifilis 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada sifilis
III.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien SIFILIS
Definisi Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum, bersifat kronik sistemik. Pada perjalanan penyakit dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit dan mempunyai masa laten serta dapat ditularkan dari ibu ke janin. Sinonim Lues, lues venera, raja singa. Epidemiologi
Insiden berkisar antara 0.04-0,52% pada tahun 1996. Insiden terendah di Cina dan tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidennya 0,61% yang paling banyak adalah stadium laten, kemudian sifilis stadium I dan yang langka adalah stadium II. Etiologi Penyebabnya adalah Treponema pallidum yang ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman tahun 1905. Kuman berbentuk spiral teratur, panjang 6-15µ, lebar 0,15µ, terdiri atas 8-20 lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan bergerak maju. Kuman cepat mati di luar tubuh, dalam darah untuk transfusi dapat bertahan hingga 32 jam. Klasifikasi Sifilis Klasifikasi sifilis terdiri atas : 1. Sifilis kongenital a. Sifilis kongenital dini b. Sifilis kongenital lanjut c. Stigmata
: sebelum usia 2 tahun : sebelum 2 tahun
2. Sifilis akuisita a. Secara klinis 1. Sifilis stadium I (S I) 2. Sifilis stadium II (S II) 3. Sifilis stadium III (S III) b. Secara epidemiologik (WHO) 1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi) terdiri atas : SI, S II, stadium rekuren dan laten dini. 2. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun nfeksi) terdiri atas : stadium laten lanjut dan S III. Patogenesis Pada sifilis yang didapat, kuman masuk kedalam kulit melalui selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman akan berkembang biak, jaringan akan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma terutama di perivaskular. Endarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertropik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (endarteritis obliteran). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak. Pada saat itu terjadi juga penjalaran secara hermatogen dan menyebar ke semua jaringan, namun manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II, yang terjadi 6-8 minggu sesudah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblast dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlahan lalu menghilang. Pada stadium laten tidak terdapat gejala walaupun infeksi masih aktif sehingga dapat menularkan, misalnya ibu pada bayinya.
Stadium Lanjut Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun karena kuman dalam keadaan dorman. Namun antibodi tetap ada dalam serum. Jika terjadi perubahan keseimbangan antara treponema dan jaringan maka muncullah stadium S III berbentuk guma yang bersifat destruktif, namun kuman tidak ditemukan dalam guma. Dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Gejala Klinis A. Sifilis Akuisita I. Sifilis Primer (S I) Masa tunas 2-4 minggu. Kelainan berupa papul lentikular yang permukaannnya cepat menjadi erosi dan umumnya menjadi mulkus. Sifat ulkus : berbentuk bulat, soliter, dasar bersih terdiri dari jaringan granulasi merah, diatasnya terdapat serum. Dinding tidak bergaung, kulit sekitar tidak menunjukkan tanda radang akut. Khas : indolen dan teraba indurasa, disebut dengan ulkus durum. Kelainan tersebut merupakan efek primer, umumnya terdapat di genitalia eksterna, tu di ulkus koronarius, labia mayora dan minora walaupun dapat muncul di ekstra genital seperti lidah, tonsil, anus. Efek primer ini dapat sembuh sendiri dalam 3-10 minggu. Satu minggu setelah lesi ini muncul biasanya terdapat pembesaran KGB inguinal medial yang bersifat soliter, indolen, tidak lunak, biasanya lentikular, tidak supuratif dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda radang. Afek primer + pembesaran KGB disebut kompleks primer. II. Sifilis Sekunder Muncul 6-8 minggu sejak S I, biasanya masih disertai S I. Lamanya dapat hingga 9 bulan. Biasanya disertai gejala konstitusi berupa demam yang tidak tinggi, anoreksia, berat badan turun, malese, nyeri kepala dan atralgia. Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai macam penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Juga dapat mengenai mukosa, KGB, mata, hepar, tulang, saraf. Kelainan kulit yang basah sangat menular, sedangkan yang kering kurang menular. Kondiloma lata adalah bentuk yang sangat menular. Lesi umumnya tidak gatal, sering dengan limfadenitis generalisata, mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Lesi pada stadium ini berupa : a. Roseola : roseola sifilitika b. Papul : korona venerik, kondiloma lata c. Pustul : sifilis fariseliformis d. Bentuk lain : sifilis impetiginosa, ektima sifilitikum, rupia sifilitika, sifilis ostreasea S II juga dapat mengenai alat lain seperti : 1. S II pada mukosa : angina sifilitikaeritematosa 2. S II pada rambut : alopesia difusa, alopesia areolaris 3. S II pada kuku : onikia sifilitika 4. S II pada KGB 5. S II pada mata 6. S II pada Hepar
7. S II pada tulang 8. S II pada saraf III. Sifilis laten dini Tidak ditemukan gejala. Namun infeksi masih aktif. Tes serologik darah positif. Tes yang dianjurkan adalah VDRL dan TPHA IV. Stadium Rekuren Dapat terjadi secara klinis maupun secara serologik. Terutama terjadi pada yang tidak mendapat pengobatan atau pengobatan tidak cukup kuat. B. Sifilis Lanjut I. Sifilis laten lanjut Bisasanya tidak menular, diagnosis dengan tes serologik. Dapat bertahun – seumur hidup. II. Sifilis tersier Biasanya lesi pertama terlihat 3-10 tahun setelah S I. Kelainan yang khas adalah guma berupa infiltrat sirkumskrip, kronis, lunak dan destruktif. Dapat juga berupa nodus yang terletak lebih superfisial dari guma, ukuran miliar – lentikular, warna merah kecoklatan. Juga dapat menjadi ulkus seperti halnya guma. Sifilis Kongenital Terjadi melalui hematogen melalui plasenta dari darah ibu yang menderita sifilis. Sudah mulai dapat terjadi pada masa kehamilan 10 minggu. Sifilis kongenital dini Kelainan kulit berupa bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang juga dapat di badan, bayi tampak sakit. Pada waktu berumur beberapa minggu dapat timbul erupsi mirip S II umumnya berupa paula –skuamosa. Sering ditemukan regeden pada sudut mulut, lubang hidung dan anus. Wajah bayi menjadi seperti orang lua, alopesia, onikosifilitika, plaques muqueuses, pembesaran KGB generalisata, hepar dan lien membesar, gangguan pada ginjal, infiltrat pada paru serta terdapat kelainan pada tulang yang disebut pseudo paralisis Parrot. Neirosifilis aktif dapat muncul pada 10% kasus yang dapat mengakibatkan defisiensi mental. Sifilis kongenital lanjut Umumnya pada usia 7-15 tahun. Khasnya adalah guma yang menyerang hidung dan mulut yang dapat menyebabkan perforasi. Kelainan lain yang dapat timbul adalah : sabre tibia, Parrot nodus, keratitis interstitialia yang dapat menyebabkan kebutaan, Clutton’s joints, serta neurosifilis. Stigmata Pada lesi dini: 1. Saddle nose 2. Buldog jaw
3. 4. 5. 6. 7.
Gigi hutchinson Moon’s molar, mulbery molar Ragaden pada sudut bibir Koroidoretinitis Onikia
Pada lesi lanjut : 1. Keratitis interstitialis 2. Sikatriks umotosa dan perforasi 3. Frontasl bossing 4. Bulgod facies (saddle nose _ buldog jaw) 5. Atrofi optikus 6. Trias Hutchinson (keratitis interstitialis, gigi Hutchinson, tuli N VIII) Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan T. pallidum Yaitu dengan cara pemeriksaan lapangan gelap. Bahkan diambil dari serum dari lesi kulit. Dilihat pergerakan dari kuman. Atau dengan menggunakan tinta Burri, hanya dapat melihat bentuk kuman 2. Tes serologik sifilis (TSS) a. Nontreponemal 1. Tes fiksasi komplemen : Wasserman 2. Tes flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories, RPR (Rapid Plasma Reagin) b. Treponemal 1. Tes imobilisasi : TPI (Treponemal Pallidum Immibilization test) 2. Tes fiksasi komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation test) 3. Tes imunofloresen : FTA-Abs (Flourrescent Treponemal Antibodu Absorption Test) 4. Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal Pallidum Haemoglutination Assay) TPI merupakan tes yang paling spesifik, namun mahal, sulit dan lama, tidak dapat untuk menilai pengobatan. TPHA merupakan pemeriksaan yang dianjurkan karena lebih mudah, cukup spesifik dan sensitif, namun juga tidak dapat digunakan untuk menilai hasil terapi. 3. Pemeriksaan lain : sinar rontgen untuk melihat kelainan tulang Diagnosis Banding Stadium I 1. Herpes simpleks 2. Ulkus piogenik 3. Skabies 4. Balanitis 5. LGV 6. Karsinoma sek skuamosa 7. Penyakit Behcet
8. Ulkus mole Stadium II 1. Erupsi obat alergik 2. Morbili 3. Pitiriasis rosea 4. Psoriasis 5. Dermatitis seboroik 6. Kondiloma akuminatim 7. Alopesia areata Stadium III 1. Tuberkulosis 2. Frambusia 3. Sporotrikosis 4. Aktinimikosis Pengobatan Obat pilihan adalah : Penisilin G benzatin 2,4 juta unit im diberikan setiap minggu. Dapat juga diberikan Penisilin G prokain dalam akua dosis 0,6 juta unit perhari sela 10 hari atau Penisilin G prokain dalam minyak dengan 2% aluminium monostearat (PAM) dosis 1,2 juta unit 2 x seminggu selama 2 minggu. Antibiotika lain yang dapat dipakai adalah : 1. Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari selama 15 hari untuk S I dan 30 hari untuk S II 2. Doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 15 hari untuk S I dan 30 hari untuk S II 3. Sefaleksin 4 x 500 mg/hari selama 15 hari 4. Sefaloridin 2 gram sehari in selama 10 hari 5. Azitromisin 500 mg selama 10 hari Evaluasi serologik Satu bulan selesai pengobatan, TSS diulangi jika : a. Titer turun : tidak diberikan lagi pengobatan b. Titer naik : pengobatan ulang c. Titer tetap : tunggu 1 bulan lagi, dan jika titer turun : tidak diberikan pengobatan, jika titer naik atau tetap : pengobatan ulang Kriteria sembuh • Lesi hilang • KGB tidak teraba lagi • VDRL negatif
Modul : 17 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Gangguan pada kelenjar ekrin dan sebasea Judul : Akne Vulgaris Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. X.
Kognigtif 1. Menjelaskan definisi akne vulgaris 2. Menjelaskan epidemiologi akne vulgaris 3. Menjelaskan faktor penyebab akne vulgaris 4. Menjelaskan etiopatogenesis akne vulgaris 5. Menjelaskan gejala klinis akne vulgaris 6. Menjelaskan gradasi akne vulgaris 7. Menjelaskan diagnosis banding v akne vulgaris 8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang varisela 9. Menjelaskan penatalaksanaan varisela 10. Menjelaskan prognosis akne vulgaris
XI.
Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis akne vulgaris 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada akne vulgaris
XII.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien AKNE VULGARIS
Definisi Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Epidemiologi Hampir setiap orang pernah menderita akne vulgaris. Jarang terdapat pada waktu lahir. Umumnya insiden terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada pria. Lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi yang meradang. Setelah remaja kelainan berangsur berkurang, namun kadang-kadang terutama pada wanita dapat sampai dekade 301n. apda pria umumnya akne cepat berkurang namun gejala biasanya lebih berat.
Ras oriental (Jepang, Cina dan Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding ras kaukasia (Eropa, Amerika). Pada ras kulit putih lebih sering terjadi nodulo kistik dibanding orang negro. Etiopatogenesis Penyebab pasti terjadinya akne belum diketahui. Faktor-faktor yang ikut berperan antara lain : 1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi yang biasanya longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas dan menyumbat saluran. 2. Produksi sebum yang meningkat sehingga terjadi peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne. 3. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas 4. Peningkatan jumlah flora folikel Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum. 5. Terjadinya respon host berupa pembentukan circulating antibodies. 6. Peningkatan kadar hormonn androgen, anabolik. Kortikosteroid, gonadotropi serta ACTH. 7. Terjadinya stress 8. Faktor lain : usia, ras, familial, makanan, cuaca / musim. Gejala Klinis Predileksi akne vulgaris : muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi lain bisa ditemukan pada : leher, lengan atas, dan glutea. Erupsi kulit polimorfik dengan gejala predominan komedo, papul, pustul, nodus dan kista. Dapat disertai rasa gatal namun biasanya pasien datang karena keluhan kosmetik. Komedo patognomonis bagi akne ditandai dengan papul miliar yang tengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo / open comedo). Sedangkan bila berwarna putih disebut komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo). Derajat Akne Vulgaris Derajat untuk menentukan berat ringannya penyakit diperlukan untuk menentukan pilihan pengobatan. Ada berbagai macam pembagian derajat akne vulgaris anatara lain menurut Pillsbury, Frank Burke dan Cunliffe serta Plewig dan Kligman. Pada bagian Ilmu kesehatan Kulit dan kelamin FK. Unand pembagian derajat akne yang dipakai adalah menurut Plewig dan Kligman yaitu : 1. Komedonal yang terdiri atas : a. Derajat I : bila ada <10 komedo dari satu sisi muka b. Derajat II : bila ada 10 sampai 24 komedo c. Derajat III : bila ada 25-50 komedo d. Derajat IV : bila ada >50 komedo 2. Papulopustul yang terdiri atas a. Derajat I : bila ada <10 lewsi papulopustul pada satu sisi muka b. Derajat II : bila ada 10-20 lesi papulopustul c. Derajat III : bila ada 21-30 lesi papulopustul d. Derajat IV : bila ada >30 lesi papulopustul
Diagnosis Banding 1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oelh induksi obat 2. Akne venenata dan akne akibat rangasangan fisis 3. Rosasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne 4. Dermatitis perioral Penatalaksanaan Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha preventif dan kuratif. Usaha preventif berupa : a. Diet rendah lemak dan karbohidrat b. Perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran c. Hidup sehatn dan teratur, cukup istirahat, olahraga dan hindari stres d. Pembatasan pemakaian kosmetik e. Menghindari minuman keras, makanan pedas, rokok. f. Menghindari polusi debu, pemencetan lesi g. Memberikan informasi cukup pada penderita mengenai penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Pengobatan untuk akne vulgaris : A. Topikal 1. Diet rendah mengelupaskan kulit dapat berupa : sulfur 4-8%, resorsinol 1-5%, asam salisilat 2-5, peroksida 2,5-10%, asam vitamin A 0,0025-0,1% dan asam azaleat 15-20%, AHA, asam glokoat 3-8%. 2. Antibiotika contoh : akditetrasiklin 1%, eritromisin 1% dan klindamisin fosfat 1%. 3. Anti peradangan seperti hidrokortison 2,5% B. Sistemik 1. Antibiotika seperti tetrasiklin 250 mg-1000 mg/hari, eritromisin 4 x 250 mg, doksisiklin 50 mg/hari. 2. Obat hormonal seperti estrogen 50 mg/hari selama 21 hari dalam sebulan. 3. Vitamin A dan retinoid oral. Prognosis Umumnya prognosis baik, biasanya sembuh spontan sebelum mencapai usia 30-4a an. Tugas : 1. ........................ 2. ........................
Modul : 18 MODUL KEPANITERAAN KLINIK IK. KULIT DAN KELAMIN Topik : Infeksi mikrobaktirium Judul : Skrofuloderma Learning Objective (LO):4 Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Dan pemeriksaan tambahan yang diminta dokter (pemeriksaan laboratorium sederhana). Dapat memutuskan dan mampu menangani masalah ini secara mandiri dan tuntas. XIII.
Kognigtif 1. Menjelaskan klasifikasi penyakit tuberkulosis kutis 2. Menjelaskan definisi skrofuloderma 3. Menjelaskan epidemiologi skrofuloderma 4. Menjelaskan penyebab dan patogenesis skrofuloderma 5. Menjelaskan gejala klinis skrofuloderma 6. Menjelaskan diagnosis banding skrofuloderma 7. Menjelaskan pemeriksaan skrofuloderma 8. Menjelaskan penatalaksanaan skrofuloderma 9. Menjelaskan prognosis skrofuloderma
XIV. Psikomotorik 1. Melakukan pemeriksaan klinis skrofuloderma 2. Dapat melakukan pemeriksaan pembantu pada skrofuloderma XV.
Attitude 1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan pasien. 2. Memberikan nasehat pada pasien SKROFULODERMA
Definisi Skrofuloderma adalah bentuk dari tuberkulosis kutis akibat penjalaran perkontinuitatum dari oragan di bawah kulit yang telah diserang oleh kuman Mycrobacterium. Epidemiologi Tuberkulosis kutis terutama terdapat di negara sedang berkembang. Insiden mulai menurun di Indonesia sejalan dengan menurunnya insiden tuberkulosis paru. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Skrofuloderma merupakan bentuk tersering didapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis verukosa (13%), sedangkan di India bentuk tersering adalah skrofuloderma disusul oleh lupus vulgaris dan tuberkulosis kutis verukosa.
Tuberkulosis kutis terutama terdapat pada orang dengan keadaan sosial-ekonomi rendah, umumnya pada anak-anak dan dewasa muda, wanita agak lebih sering daripada pria. Etiologi Penyebab utama tuberkulosis kutis adalah Mycrobacterium (91%). Sisanya disebakan oleh M. atipikal yang terdiri atas golongan II atau skotokromogen yaitu M. scrofulaceum dan golongan IV atau rapid growes. Klasifikasi Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam salah satunya menurut PILLSBURRY dengan sedikit perubahan. 1. Tuberkulosis kutis sejati A. Tuberkulosis kutis primer Inokulasi tuberkulosis primer (tuberculosis chancre) B. Tuberkulosis kutis sekunder 1. Tuberkulosis kutis miliaris 2. Skrofuloderma 3. Tuberkulosis kutis verukosa 4. Tuberkulosis kutis gumosa 5. Tuberkulosis kutis orifisialis 6. Lupus vulgaris 2. Tuberkuloid A. Bentuk papul 1. Lupus miliaris diseminatus fasei 2. Tuberkuloid papulonekrotika 3. Liken skrofulosorum B. Bentuk granuloma 1. Eritema nodusum 2. Eritema induratum Patogenesis Skrofuloderma terjadi akibat perjalanan langsung kuman ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis yang tersering adalah berasal dari kelenjar getah bening namun juga dapat berasal dari sendi dan tulang. Gejala Klinis Predileksi adalah tempat-tempat yang banyak didapati kelenjar getah bening superfisialis, yang tersering adalah leher, ketiak dan terjarang di lipat paha. Porte d’antree di daerah leher adalah dari tonsil dan paru, jika di ketiak kemungkinan berasal dari apeks pleura, jika di lipat paha berasal dari ekstremitas bawah. Kadang-kadang ketiga tempat tersebut dikenai sekaligus yakni pada leher, ketiak dan lipat paha. Pada keadaan tersebut kemungkinan besar terjadi penyebaran secara hematogen.
Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberkulosis, berupa pembesaran kelenjar getah bening, tanpa tanda-tanda radang akut selain tumor. Mula-mula hanya beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan bergabung. Selain limfadenitis juga terdapat periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak, mengakibatkan konsistensi menjadi bermacam-macam ; keras, kenyal dan lunak (abses dingin). Akibat yang lain adalah terjadinya abses dan fistel yang multipel. Abses akan pecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel meluas, sehingga menjadi ulkus yang mempunyai sifat yang khas yaitu bentuk memanjang dan tidak teratur, disekitarnya berwarna merah kebiru-biruan (livid) dinding bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning. Ulkus tersebut dapat sembuh spontan menjadi sikatrik yang juga memanjang dan tidak teratur. Kadang di atas sikatrik tersebut terdapat jembatan kulit (skin bridge) yang berntuknya seperti tali, yang kedua ujungnya melekat pada sikatrik tersebut hingga sonde dapat dimasukkan. Gambaran klinis skrofuloderma bervariasi tergantung pada lamanya penyakit. Jika penyakitnya menahun maka gambaran klinis hampir semua kelainan bisa ditemukan. Pemeriksaan Pembantu 1. Pemeriksaan laju endap darah (LED). Biasanya meningkat tapi lebih bermakna untuk pengamatan pengobatan daripada untuk menegakkan diagnosis 2. Pemeriksaan bakteriologik, terutama untuk menentukan etiologi. Butuh waktu lama (8 minggu) dan hanya 21,7 % yang positif. 3. Pemeriksaan histopatologik. Hasil lebih cepat dibandingkan pemeriksaan bakterilogik 4. Tes tuberkulin. Mempunyai arti pada pasien usia di bawah 5 tahun. Diagnosis Banding Pada skrofuloderma di leher biasanya gambaran klinisnya khas. Jika masih dalam stadium limfadenitis tuberkulosis harus dibedakan dengan limfadenitis non tuberkulosis, limfosarkoma, limfoma malignum sehingga diperlukan biopsi kelenjar. Jika daerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa. Jika di daerah lipat paha dibedakan dengan limfogranuloma venerum. Pengobatan Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik harus memenuhi syarat : 1. Pengobatan harus teratur untuk mencegah resistensi 2. Pengobatan harus dalam kombinasi untuk mencegah resistensi 3. Keadaan umum diperbaiki Kriteria penyembuhan adalah semua fistel telah menutup, seluruh kelenjar getah bening mengecil dengan ukuran kecil dari 1 cm dan konsistensi keras dan sikatrik menjadi tidak eritematosa lagi. LED akan menurun dan menjadi normal. Obat-obatan yang dapat digunakan adalah : 1. INH. Dosis 5-10 mg/kg BB pemberian per oral dengan dosis tunggal
2. Rifampisin. Dosis 10 mg/kg BB, pemberian per oral dosis tunggal sebaiknya diberikan sewaktu lambung kosong. 3. Pizarinamid. Dosis 20-35 mg/kg BB, pemberian per oral dengan dosis terbagi 4. Etambutol. Dosis bulan I dan II 25 mg/kg BB dan bulan berikutnya 15 mg/kg BB, pemberian per oral dosis tunggal 5. Streptomisin. Dosis 25 mg/kg BB. Pemberian secara injeksi.