ONIKOMIKOSIS
OLEH IMAM BUDI PUTRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN – USU RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2008
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
ONIKOMIKOSIS
Pendahuluan Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai terutama di negara tropis karena udara yang lembab dan panas sepanjang tahun sangat cocok bagi berkembangnya penyakit jamur khususnya mikosis superfisialis. Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis yaitu infeksi jamur pada kuku. Zaias menyatakan onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dematofita, ragr (yeasts) dan kapang (moulds). Penyakit tersebut bersifat menahun dan sangat resisten terhadap pengobatan.1 Onikomikosis adalah istilah umum untuk kelainan kuku akibat infeksi jamur. Semula, secara
tradisional
nondermatofita.
istilah
Tinea
onikomikosis
unguium
adalah
hanya
digunakan
kelainan
kuku
dermatofita.2,3,4,5,6,7
ETIOLOGI I. Dermatofita telah dilaporkan sebagai penyebab onikomikosis. a. Genera trychopyton 1. T. rubrum (seluruh dunia) 2. T. mentagrophytes (Eropa dan Amerika) 3. T. violaceum (Eropa, Afrika dan Timur Dekat) 4. T. schoenieinii (Eropa Timur, Afrika Utara, Timur Dekat) 5. T. tonsuras (seluruh dunia) 6. T. magninii (Portugal dan Spanyol) 7. T. concentricum (sangat jaring) 8. T. samdamemse( sangat jarang, Afrika) 9. T. gaurivilli (sangat jarang, Afrika)
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
untuk
infeksi
akibat
infeksi
b. Generaepidermophyton 1. E. floccosum (seluruh dunia) c. Genera microsporum 1. M. audouini (sangat jarang, Afrika, Amerika Utara) 2. M. cains (seluruh dunia)
II. Kandida walaupun banyak ditemukan tumbuh sebagai safrofit pada kulit dan uku, tetapi yang dianggap agen penyebab adalah 3 spesies. a. Candida albicans b. Candidaparapsilosis c. Candida guilermondi
III. Selanjutnya banyak penyelidik dapat mengisolasi berbagai spesies dari moulds ini kuku yang menderita kelainan. 1. l. A. plavus 2. A. furnigatus 3. A. glaucus 4. A. nidulans 5. A. sydowii 6. A. terreus 7. A. ustus 8. A. versicolor 9. Cephalosporium spesies 10. Fusarium oxysporum 11. Il. Pseudorotium ovalis 12. Hendersonula toruloidea 13. Syctalidium hylinum 14. Svctatidiumbrevicaulis l,2,3
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
Epidemiologi Onikomikosis adalah infeksi jamur superfisial yang ditemukan di seluruh dunia. Di negara maju (industri) didapatkan angkat insiden onikomikosis hingga 30% dari seluruh kejadian infeksi jamur superfisial, 40% dari seluruh penyakit kuku dan diperkirakan terjadi 2 hingga 18% pada populasi. Onikomikosis lebih sering terjadi pada kuku jari kaki dari pada kukujari tangan. Onikomikosis disebabkan oleh jamur dermatofita sebesar 76%, oleh ragi (yeast) sebesar 13,5% dan kapang (moulds) sebesar 5,5%, sisanya sebesar 5% oleh karena infeksi campuran. Jamur dermatofita penyebab onikomikosis terbanyak adalah Trichophyton rubrum sebesar 70% disusul Trichophyton mentagrophyta sebesar 19,8% dan Epidermophyton floccosum sebesar 2,2%, s isanya jamur dermatofita lainnya. Ragi (yeast) penyebab onikomikosis adalah Candida albicans sebesar 61,5%, sisanya dari jenis ragi lain, sedangkan kapang (moulds) yang menjadi penyebab onikomikosis adalah Scopulariopsis brevicaulis sebesar (37,0%), sisanya adalah Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, Hendersonulla toruloida, pada infeksi campuran, sejumlah 44% di antara semua kasus yang dijumpai juga ditemukan Trichophyton rubrum. Onikomikosis merupakan dermatomikosis superfisial yang sebagian besar penyebabnya adalah golongan dermatofita, berarti jamur yang keratinolitik, dimana di dalam hidupnya membutuhkan keratin. Jamur akan mengambil keratin disekitarnya untuk hidupnya. Kuku tersusun dari keratin. Karena keratin diambil oleh jamur maka lambat laun kuku menjadi rapuh dan akhirnya rusak.
PATOGENESIS DAN MORBIDITAS I.
Onikomikosis oleh karena dermatofita Jamur jenis dermatofita langsung menyerang keratin yang normal. RIPPON
(1976) melaporkan beberapa strain T. mentagrophystes mempunyai kemampuan enzim proteolitik in vivo, yang bisa menghancurkan lempeng kuku. Faktor predisposisi yang mempengaruhi infeksi oleh dermatofita ini adalah keadaan basah
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
dan lembab, yang memudahkan terjadinya kontaminasi, misalnya jalan dengan kaki telanjang, di tempat-tempat permandian umum, sauna shower di asrama-asrama. Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa, lesi terutama pada kaki 80%, jari-jari tangan 20%.
II.
Onikomikosis karena kandida Penyakit ini terutama menyerang orang dewasa, wanita 2 sampai 3 kali lebih
banyak daripada laki-laki. Yang terutama diserang adalah jari-jari tangan + 70% dalam bentuk paranokial.2 Faktor- faktor predisposisi pada penyakit ini. 1. Faktor lokal -
kuku yang rusak akibat gosokan, atau bahan kimia selama manicure
-
pekerjaan di air asin
-
maserasi dan penutupan kuku
-
pekerjaan pencuci piring, tukang masak
2. Faktor sistemik -
diabetes melitus
-
hipoparatiroidisme
-
malnutrisi
-
tumor ganas
3. Faktor iatrogenik -
kortikosteroid
-
antibiotik
-
antimitotik
4. Kandidiasis mokokutan kronik Penyakit infeksi oleh kandida pada kuku, mukosa, kulit yang sifatnya kronik terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Pada penderita ini ditemukan gangguan sistem imun selular : fungsi sel T terganggu, limfositopenia, terganggunya transformasi limfosit, kemotaksis netrofil terganggu.3
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
III. Onikomikosis karena moulds Moulds merupakan organisme vegetatif, berbeda dengan dermatofita karena organisme ini tidak sensitif terhadap griseofulvin dan tidak membentuk hifa udara. Sebagian besar jamur jenis moulds ini patogen terhadap manusia. BERESTON dan KEIL (1941) untuk pertama kali mengisolasi Asperqillus dari kuku, serta mendemonstrasikan dengan sediaan langsung. WALSHE ENGLISH (1966) walaupun banyak penyelidikan menemukan moulds ini tumbuh sebagai safrofit pada kuku, akan tetapi moulds ini dapat dideteksi langsung dengan mikroskop dalam bentuk filamen. Jamur jenis moulds ini biasanya didapatkan di tanah, menyerang kuku pada ibu jari, dan penderita tua berumur di atas 60 tahun. Faktor predisposisi pada penyakit ini adalah : faktor lingkungan, gangguan peredaran darah perifer (vena, arteri, limfe) dan juga faktor anatomis (jari-jari yang tumpang tindih). Onikomikosis karena moulds bisa juga menyerang kuku jari-jari tangan, apabila terkontaminasi oleh jamur ini yang ada pada tumbuhtumbuhan di taman atau kebun.3 Penurunan imunitas dapat terjadi pada orangtua, pasien imunokompromais, pengguna obat imunosupresan dan antibiotik jangka panjang. Pada anak-anak onikomikosis jarang ditemukan, kemungkinan dihubungkan dengan pajanan terhadap penyebab relatif jarang, pertumbuhan kuku yang lebih cepat, dan prevalensi tinea pedis yang rendah.
GAMBARAN KLINIS Dikenal 4 tipe onikomikosis yang dibedakan berdasar gambaran klinis dan juga menandai rute invasi iamur.2,4 1. Onikomikosis subungual distal (OSD) : Jamur menyerang bantalan kuku di bawahlempeng kuku melalui hiponikium dan bergerak ke arah proksimal. Kulit telapak kaki dan tangan merupakan lokasi infeksi primer. Invasi juga dapat dari lateral (onikomikosis subungual distal dan lateral atau OSDL). Gambaran klinis ditandai oleh hiperkeratosis subungual dan onikolisis, selain wama kuku
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
kekuningan,bentuk
ini
umumnya
disebabkan
T.rubrum,
selain
oleh
T.mentagrophytes var.interdigitale. 2. Onikomikosis subungual proksimal (OSP) : Infeksi dimulai dari lipat kuku proksimal, melalui kutikula dan masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak ke arah distal. Kelainan berupa hiperkeratosis dan onikolis proksimal, serta destruksi lempeng kuku proksimal. Bentuk ini merupakan bentuk paling jarang dijumpai, tetapi umum ditemukan pada penderita AIDS. Penyebab biasanya T. rubrum. 3. Onikomikosis superfisial putih (OSPT) : Kelainan ini juga jarang ditemui; terjadi bila jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng kuku. Klinis ditandai bercak-bercak putih keruh berbatas tegas yang dapat berkonfluensi. Kuku menjadi kasar, lunak, dan rapuh. Penyebab tersering adalah T. mentagrophytes, meskipun kadang beberapa kapang nondermatofita antara lain Aspergillus, Acremonium, dan Fusarium dapat ditemukan. 4. Onikomikosis kandida (OK) : Infeksi dapat dibedakan dalam 3 kategori, yakni (1) dimulai sebagai paronikia yang kemudian menginvasi matriks sehingga memberikan gambaran klinis depresi transversal kuku, sehingga kuku menjadi cekung, kasar, dan akhirnya distrofi. (2). Pada kandidosis kronik mukokutan, kandida langsung menginvasi lempeng kuku sehingga baru pada stadium lanjut tampak sebagai pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral yang membentuk gambaran pseudoclubbing alau chicken drumstick. (3). Invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama terjadi pada tangan, tampak sebagai hiperkeratosis subungual dengan massa abu-abu kekuningan dibawahnya, mirip OSD.
Pada keadaan lanjut keempat tipe tersebut akan menunjukkan gambaran distrofik total (ODT).
Baran (1998) menambahkan I tipe lagi onikomikosis endoniks, yang merupakan invasi langsung pada permukaan kuku sekaligus penetrasi ke lapisan dalam kuku,
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
yang ditandai pelepasan lamelar. Umumnya disebabkan oleh organisme yang menyebabkan tinea kapitis endotriks, misalnya T. soudanese.2
Onikomikosis karena moulds Lebih sering mengenai kuku ibu jai, jarang mengenai kuku jari tangan. Ada pengaruh faktor lokal sebagai gangguan sirkulasi perifer, jari kaki saling bertemu, kuku tumbuh ke dalam. Kuku jari tangan terkena kontaminasi moulds pada tumbuhtumbuhan. Kuku berubah wamanya menjadi kuning atau coklat, kerusakan lempeng kuku, hiperkeratosis subungual, selanjutnya teq'adi destruksi kuku yang lengkap. Berdasarkan luas lempengan kuku yang terinfeksi onikomikosis dibagi atas tiga stadium yaitu : -
Stadium I bila luas lempengank uku yang terinfeksil ebih kecil dai30%
-
Stadium II bila luas lempengan kuku yang terinfeksi30%-60%
-
Stadium III bila luas lempengan kuku yang terinfeksi lebih besar 60%.3
DIAGNOSIS BANDING Gejala klinis onikomikosis sangat bervariasi, maka dari itu diagnosis tepat dan pemeriksaan
laboratorium
sangat
diperlukan.
Kelainan
kuku
menyerupai
onikomikosis misalnya kelainan kuku kongenital. Juga kelainan karena faktor luar misalnya : trauma kontak, onikogrifosis, onikotilomania, infeksi oleh virus dan bakteri, neoplasma. Banyak penyakit kulit mengenai kulit bagian dorsal jari kaki/tangan menyebabkan kerusakan kuku, misalnya : akrodermatitis, liken planus, penyakit Darier, skleroderma, penyakit Raynaud, keratoderma palmaris, dermatitis eksfoliativa, psoriasis.2,3,6,7 Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada bagian kulit yang lain. Meskipun demikian dapat terjadi kelainan psoriasis hanya mengenai kuku. Psoriasis kuku memberikan gambaran mirip OSD. Kadang-kadang gambaran nail pitting dan tanda onikolisis berupa "tetesan minyak" warna coklat kemerahan yang
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
tidak ada pada onikomikosis serta keterlibatan jari kedua tangan, dapat membantu membedakannya dari onikomikosis.2,3
DIAGNOSIS Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan diagnosis, apalagi onikomikosis dapat merupakan kelainan sekunder pada kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Mengingat banyaknya diagnosis banding secara klinis, pemeriksaan penunjang harus selalu dilakukan.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan sediaan mikroskopik langsung yang diikuti pemeriksaan biakan untuk identifikasi spesies penyebab. Penentuan spesies bermanfaat untuk pemilihan jenis obat dan menilai prognosis.1,2,3,4 Pengambilan sediaan pada penderita onikomikosis harus memenuhi persyaratan-persyaratan, antara lain : penderita bebas dari obat-obat anti jamur untuk beberapa hari atau minggu, sediaan diambil pada lokasi yang tepat, sediaan terpisah antara kuku jari tangan dan kaki.3 Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam air atau dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempernudah lisis keratin. Zat warna tambahan misalnya tinta Parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan mempermudah visualisasi jamur. Penambahan zat warna chlorazol black E atau calcofluor white pada KOH bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat khitin yang merupakan dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau benang dan artefak lain. Namun untuk calvofluor white dibutuhkan mikroskop fluoresen untuk memeriksanya.2 Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau atipikal elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa Scytalidium panjang dan berbelok-belok, jamur dermatiaceae berwarna hitam, konidia Scopulariopsis mempunyai bentuk mirip buah lemon. Ditemukannya
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
pseudohifa kandida lebih mempunyai arti diagnostik daripada bila hanya ada sel ragi.2 Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Medium yang dianggap paling baik saat ini adalah medium agar dekstrosa Sabaraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambahkan pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bakteri ataupun jamur kontaminan pada media.l Bila secara klinis kecurigaan onikomikosis besar tetapi hasil sediaan mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan hispatologi dapat membantu. Dapat dilakukan dengan biopsi kuku atau cukup nail clippings pada OSD. Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempengan kuku dan bukan komensal atau kontaminan di luar lempeng kuku.2
PENATALAKSANAAN ONIKOMIKOSIS Sebagaimana pada penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip penatalaksanaan onikomikosis adalahm enghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab dan keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.2 Dalam upaya mendapatkan pengobatan yang optimal dan memuaskan, ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan jika dilihat secara holistik, terutama dari segi obat dan kemampuan penderita, yaitu sarana yang tersedia,harga, dapat tidaknya obat diterima oleh penderita, efek samping, dan kemudahan penggunaan.1 Pengobatan onikomikosis ada dua cara yaitu secara sistemik dengan menggunakan obat antifungsi oral dan secara lokal yaitu dengan menggunakan obat antifungsi topikal. Pada keadaan tertentu kedua cara ini digunakan secara bersamasama.1
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
Obat topikal Pengobatan onikomikosis dengan antifungi topikal yang telah ada mengalami hambatan pada formulasi obat baik bentuk bubuk, krim, larutan dan gel karena dirancang untuk pengobatan mikosis superfasialis (kulit) tanpa mempertimbangkan struktur anatomi kuku yang sangat sulit ditembus air. Pada onikomikosis organisme penyebab infeksi berada di bawah lempengan kuku, sehingga komponen aktif obat anti fungi tidak dapat menjangkau organisme penyebab. Obat anti mikosis topikal yang baik haruslah memenuhi syarat sebagai berikut :l •
Melekat erat pada lempeng kuku
•
Pelepasan zat aktif obat dari pembawa baik
•
Penetrasi obat ke dalam lempeng kuku cepat dan optimal
•
Konsentrasi pada tempat infeksi mencapai kadar fungisida, resiko efek samping minimal
•
Pemakaian yang mudah dan jarang Obat topikal formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam
kuku, yakni : 1. Bifonazol-urea : kombinasi derivat azol, yakniS.bifonazol 1% dengan urea 40% dalam bentuk salap. Urea untuk melisiskan kuku yang rusak sehingga penetrasi obat antijamur meningkat. Kesulitan yang ditimbulkan adalah dapat terjadi iritasi kulit sekitar kuku oleh urea. 2. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat tunggal fungisidal. Digunakan dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5% 3. Siklopiroksolamin : suatu derivat piridon dengan spektrum antijamur luas, juga digunakan dalam bentuk cat kuku.2
Diperlukan ketekunan karena umumnya masa pengobatan panjang. Meskipun penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan,n amun masih mempunyai tempat untuk pengobatan onikomikosis karena tidak adanya resiko sistemik, relatif lebih murah, dan dapat sebagai kombinasi dengan obat oral untuk memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku mudah digunakan.2
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
Obat sistemik Griseofulvin karena sifat farmakokinetik dan farmakodinamiknya tidak merupakan obat yang efektif untuk onikomikosis. Untuk tinea unguium, didapatkan angka kesembuhan rendah dan kekambuhan tinggi. 1. Obat sistemik generasi baru yang dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah flukanazol, itrakonazol, dan terbinafin. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai kelebihan dan kekurangan masing-masing obat. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum antijamur luas, sedangkan terbinafin bersifat fungisidal tetapi efektivitas terutama terhadap dermatofita. 2. Flukonazol. Penelitian tentang penggunaan pada onikomikosis masih jarang, baik penggunaan dosis kontinyu 100 mg per hari atau dosis mingguan 150 mg, dengan hasil bervariasi. Dosis mingguan tampaknya mengharuskan penggunaan berkesinambungan sampai resolusi lengkap (6-12 bulan). Penggunaan jangka panjang untuk infeksi Candida pada penderita AIDS dikhawatirkan menyebabkan peningkatan resistensi pada Candida. 3. Itrakonazol. Berbagai laporan telah menunjukkan bahwa obat ini memberi hasil baik untuk onikomikosis dengan dosis kontinyu 200 mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis denyut 400 mg per hari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan, baik untuk penyebab dermotifita maupun Candida. 4. Terbinafin. Obat ini sangat efektif terhadap dermatofit, tetapi kurang efektif terhadap Candida, kecuali C. parapsilosis. Dosis 250 mg/hari secara kontinyu 3 bulan pada tinea unguium memberi hasil baik. Obat ini tidak digunakan untuk dosis denyut.2,4,7
Terapi bedah Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri juga dapat memberi gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2 kuku, bila ada kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap harus dengan
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
kombinasi obat antijamur topikal atau sistemik. Sebagai alternatif lain adalah pengangkatan (avulsi) kuku dengan bedah kimia menggunakan formulasi urea 2040%. Umumnya bentuk salap dalam bebat oklusi pada lempeng kuku dengan melindungi kulit sekitar kuku.2
PROGNOSIS Meskipun dengan obat-obat baru dan dosis optimal, 1 diantara 5 kasus onikomikosis ternyata tidak memberi respons baik. Penyebab kegagalan diduga adalah diagnosis tidak akurat, salah identifikasi penyebab, adanya penyakit kedqa, misalnya psoriasis. Pada beberapa kasus, karakteristik kuku tertentu, yakni pertumbuhan lambat serta sangat tebal juga merupakan penyulit, selain faktor predisposisi terutama keadaan imunokopromais. Menghindari sumber penularan misalnya sepatu lama atau kaos kaki yang mengandung spora jamur, perlu diperhatikan untuk mencegah kekambuhan.2
DAFTAR PUSTAKA 1. Adiguna M.S, Onikomikosis dan Pengobatannya dengan cat kuku saklopiroksa, dalam Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 49, No. 7, Juli 1999, Jakarta. 268-72 2. BramonoK, Onikomikosis, dalam Dermatomikosis Superfisialis, Budimulja U etall. Editor Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 200I,46-54 3. Pemayun T.P., Kelainan Kuku Karena Fungus, dalam Media DermatoVenereologi indonesia, Vol. XVIII, No. 48, 1991, Jakarta, 37-42 4. Odom R.B. Janus, WD, Gerber, TG, Disease Resulting from Fungi And Yeasts, dalam Andrew's Disences of the Skim Chiminal Dermatology, 9th Philadelphia WR. Saunders Company, 200, 376-8 5. Fungal Nail Infection http://www.dermnetnz.org/dna.fungi/fnail.html 6. Tinea unguium, dalam http://www.ecureme.com/myhealth/data/tineaunguium.asp 7. Onychomycosis dalam http://www.docctorfungus.org/mycoses/human/other/onychormycosigeneral.htm
Imam Budi Putra : Onikomikosis, 2008 USU e-Repository © 2008
ed,