Hasanul Arifin Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran USU, Medan
Abstrak: Glutamine adalah asam amino non esensial yang berlimpah pada tubuh manusia dan salah satu asam amino yang bisa secara langsung melewati sawar darah otak. Pada keadaan katabolik pada cedera dan sakit, glutamine menjadi “conditionally-essential” (memerlukan tambahan dari makanan atau supplemen). Kekurangan glutamine mempunyai efek negatif terhadap integritas fungsional dari usus dan menyebabkan immunosupresi. Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah sangat mudah terjadi kekurangan glutamine karena nutrisi terbatas pada minggu pertama kehidupan Suplemen glutamine pada bayi berat badan lahir sangat rendah memberikan keuntungan, terutama mengurangi infeksi nosokomial. Kata kunci: glutamine, neonatus, bayi sakit kritis Abstract: Glutamine is an non essential amino acid that is abundant in the human body and one of the only amino acids that can go throught the blood brain barrier directly. During catabolic conditions like during trauma and pain,glutamine becomes “conditionally-essential”(in extra supplementary need from food or nutritional supplement.The lack of glutamine has a negative effect on the functional intergrity of the gut and causes immunosuppressant.Very low weight neonates are prone to glutamine deficiency because of limited nutrition during the first week of life.Glutamine supplement for very low weight neonates are very beneficial,especially in reducing nasocomial infection. Keywords: glutamine, neonates, critically ill babies
PENDAHULUAN Glutamine adalah asam amino non esensial yang berlimpah pada tubuh manusia dan salah satu asam amino yang bisa secara langsung melewati sawar darah otak. Pada keadaan katabolik pada cedera dan sakit, glutamine menjadi “conditionally-essential” (memerlukan tambahan dari makanan atau supplemen). Glutamine telah diteliti dalam 10 sampai 15 tahun ini dan hasilnya sangat baik untuk kondisi kritis, cedera, trauma, luka bakar, kanker dan penyembuhan luka pada 1 pasien–pasien paska operasi. Kekurangan glutamine mempunyai efek negatif terhadap integritas fungsional dari usus dan menyebabkan immunosupresi. Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah sangat mudah terjadi kekurangan glutamine karena nutrisi terbatas pada minggu pertama kehidupan. Dari penelitian sebelumnya nutrisi enteral yang diperkaya glutamine secara signifikan menurunkan morbiditas infeksi
66
2
pada bayi. Dari semua asam amino, glutamine merupakan salah satu yang paling serbaguna. Penelitian menunjukkan bahwa pada unit maternal – fetal – placental baik glutamine dan glutamate mempunyai peran penting pada metabolisme di fetal dan plasental. Jika bayi lahir sangat prematur, penyediaan glutamine dari ibu akan terputus tiba–tiba. Bayi sangat bergantung pada sintesa glutamine endogen atau penyediaan glutamine eksogen untuk meningkatkan berat badan sampai 3 kali pada 3–4 bulan pertama kehidupan. Suplemen glutamine pada bayi berat badan lahir sangat rendah dan dewasa sakit parah memberikan keuntungan, 3 terutama mengurangi infeksi nosokomial. METABOLISME GLUTAMINE Glutamine (disingkat sebagai Gln atau Q; Glu atau E untuk singkatan glutamine atau asam glutamik) merupakan salah satu dari 20 asam amino yang disandi oleh kode genetik
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009
Tinjauan Pustaka
standar. Rantai sisinya merupakan suatu amida yang dibentuk oleh penggantian rantai hidroksil dari asam glutamik dengan suatu grup amin fungsional. Kodonnya adalah CAA dan CAG. Penelitian terbaru telah membuktikan keefektifan glutamine dalam anabolik pertumbuhan otot dengan 1 pemakaian yang lama. Glutamine, merupakan asam amino nonesensial, dan merupakan asam amino yang paling banyak terdapat di dalam darah dan di dalam pool asam amino bebas di dalam tubuh. Glutamine disintesis oleh hampir semua jaringan di dalam tubuh, walaupun hanya jaringan tertentu (mis. Otot rangka, otak dan paru) yang melepaskan ke dalam sirkulasi 4 dengan jumlah yang signifikan. Glutamine memegang peranan penting dalam pintalan interorgan dari nitrogen dan karbon dan telah terlihat sebagai energi oksidatif utama untuk pembelahan sel seperti enterosit dan limfosit. Sebagai tambahan, glutamine adalah substrat penting untuk menghasilkan ammonia oleh ginjal, yang merupakan prekursor untuk pembentukan purin dan pirimidin, serta memegang peranan 5 penting dalam regulasi sintesis protein. Glutamine merupakan suatu asam amino non-esensial yang konsentrasi intraselulernya lebih tinggi dari asam amino lainnya. Glutamine dilepaskan dalam jumlah yang besar dari otot rangka dengan berperan sebagai pembawa dan donor penting dari
nitrogen. Glutamine terbukti memiliki fungsi yang penting terhadap fungsi berbagai sistem organ, meliputi intestinal, sistem imunitas, dan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa. Rasionalitas untuk memasukkan glutamine dalam regimen diet bersumber dari hipotesis yang menyatakan bahwa glutamine menjadi nutrisi yang esensial selama menderita sakit. Dahulu larutan asam amino konvensional yang digunakan untuk nutrisi parenteral tidak mengandung glutamine oleh karena glutamine bersifat tidak stabil dalam larutan dan tidak larut pada konsentrasi tinggi. Tetapi saat ini sudah tersedia dalam bentuk glutamine dipeptide yang stabil dalam larutan asam amino yang digunakan pada support 6 nutrisi parenteral. Keutamaan glutamine untuk pertumbuhan sel yang optimal dalam kultur telah diketahui sejak tahun 1950-an ketika Eagle (1955) mempublikasikan dalam suatu artikel dalam Science. Ia mendemonstrasikan bahwa kebutuhan sel untuk tumbuh pada kultur sel lebih mengandalkan pada glutamine daripada asam-asam amino lainnya. Sejak saat itu, sejumlah penelitian telah melaporkan keutamaan glutamine untuk berbagai proses metabolik pada seluruh organ dan menyarankan bahwa pemberian makanan tambahan asam amino, dibawah keadaan tertentu, dapat memberikan keuntungan yang 7 sangat tinggi.
Gambar 1. Rumus bangun glutamine
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009
67
Hasanul Arifin
Peran Glutamine pada Neonatus…
8
Fungsi glutamine antara lain : • Substrat sintesis protein • Substansi anabolik/tropik untuk otot; intestinal (“faktor kompetensi”) • Kontrol keseimbangan asam basa (ammoniagenesis renal) • Bahan ureagenesis hepatik • Bahan gluconeogenesis hepatik/renal • Bahan bakar untuk enterocyte intestinal • Bahan bakar dan prekursor asam nucleat dan penting untuk pembentukan produk sitotoksik pada sel immunokompeten • Pembuangan ammonia • Bahan untuk citrulline dan sintesis arginine • Donor nitrogen (nucleotides, amino sugars, coenzymes) • Transpor nitrogen • Prekursor -aminobutyric acid (via glutamate) • Tempat pemberhentian untuk glutamate (sistem saraf pusat) • Substrat istimewa untuk produksi glutathione? • Mekanisme sinyal osmotik pada regulasi sintesa protein? • Stimulasi sinteis glycogen 8 • Metabolisme L-Arginine-NO
Gambar 2. Metabolisme glutamine pada otot, hati dan ginjal
68
GLUTAMINE SEBAGAI SUPPLEMEN NUTRISI Sebelumnya glutamine belum digunakan sebagai suplemen nutrisi karena beberapa alasan. Glutamine merupakan asam amino non esensial karena tubuh mempunyai kemampuan untuk mensintesa asam amino melalui reaksi sintetase glutamine. Pada diet normal dan tidak pada kondisi stres, sepertinya glutamine tidak diperlukan sebagai suplemen pada individu yang sehat. Terputusnya pemberian glutamine akan sangat mengganggu pada bayi yang sangat premature dengan tingkat stress yang tinggi dan sedang dalam pertumbuhan. Tidak ada glutamine dalam nutrisi parenteral total dan sering tidak diberikan nutrisi enteral berminggu–minggu pada bayi–bayi tersebut. Pada penelitian pada 68 bayi berat badan lahir rendah yang menerima tambahan glutamine pada bulan pertama kehidupan menunjukkan 30% bayi pada kelompok kontrol mengalami sepsis, dimana hanya 11% bayi yang menerima glutamine yang mengalami sepsis. Penelitian lainnya pada suplemen glutamine pada jalur parenteral menunjukkan berkurangnya lama pemakaian ventilasi mekanik pada bayi 3 dengan berat badan < 800 g. Pada penelitian lainnya pada bayi dengan berat badan sangat rendah diberikan Lglutamine enteral 0,3 g/kg per hari dari hari ke 3 sampai hari ke 30 didapati pada kelompok yang diberikan glutamine terjadi penurunan morbiditas yaitu hanya 50% mengalami infeksi serius bila dibandingkan 2 dengan kelompok kontrol sebanyak 76%. Glutamine juga memperbaiki fungsi barrier usus pada bayi yang diberikan suplemen tambahan glutamine jika dibandingkan dengan 9 bayi yang diberi tambahan glycine.
Gambar 3. Pertukaran glutamine dan glutamate antara ibu, placental dan fetus
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009
Tinjauan Pustaka
Gambar 4. Metabolit turunan glutamine
MEKANISME KERJA GLUTAMINE Penggunaan nitrogen amida dari glutamine adalah sebagai prekursor untuk nukleotida dan biosistesis glukosamin. Harus diingat kembali bahwa terdapat perbedaan penting antara glutamine dan glutamate yang dapat memberikan perbedaan yang nyata dalam hal aktivitas, baik sebagai suatu nutrien maupun molekul. Perbedaan ini terletak terutama pada separuh amida dari glutamine. Nitrogen amida ini penting dalam biosintesis purin dan pirimidin. Glutamine dan nukleosida memperlihatkan kerja secara sinergis pada proliferasi dan diferensiasi epitel intestinum. He et al (1994) telah mendemonstrasikan bahwa ketika suplai glutamine berkurang, maka pertumbuhan sel diperlambat menjadi dua tipe sel epitel intestinal yang berbeda (ICE-6 dan Caco-2). Pengaruh ini dapat dibalikkan oleh kedua tipe sel ini dengan penambahan nukleosida. Penambahan nukleosida ke dalam medium murni glutamine juga mencegah habisnya ATP. Penelitian ini menyimpulkan bahwa suplemen nukleosida dapat menambah kecepatan proliferasi dan diferensiasi sebagaimana juga halnya pemberian glutamine selama pertumbuhan dan perkembangan enterosit. Penelitian ini mendukung pengaruh yang kuat antara glutamine dan nukleosida terhadap epitel intestinum. Nitrogen amida glutamine juga merupakan hal penting untuk sintesis heksosamin, yang mana pada gilirannya bekerja sebagai pembangun blok terhadap makromolekul lainnya (Gambar 4). Biosintesis glukosamin 6-PO4, yang merupakan prekursor dari semua heksosamin, memerlukan perubahan nitrogen amida glutamine menjadi fruktosa 6-PO4. Heksoamin, yang merupakan komponen dari glikoprotein dan amino gula, adalah sangat
penting dalam mempertahankan absorbsi (melalui glucosylated membrane digestive hydrolases) dan fungsi barier usus (melalui permukaan musin dan glikoprotein yang membentuk tight junction interseluler). Sarung glikokaliks yang halus pada vili, yang mengandung family dari glikoprotein dan proteoglikan (dimana heksosamine adalah komponen karbohidrat utamanya), melindungi sel-sel epitel intestinal dari autodigestion oleh enzim-enzim lumen usus 3 dan dapat melindungi dari invasi bakteri. GLUTAMINE DAN SYSTEMIC INFLAMMATORY RESPONSE SYNDROME Perubahan transport dan metabolisme glutamine diatur oleh beberapa mediator, termasuk sitokin dan glukokortikoid. Pada keadaan sepsis menyebabkan glutamine lebih banyak digunakan, menyebabkan berkurangnya jumlah yang adekuat untuk sel – sel tertentu. Terlebih lagi, pada pasien sakit berat saluran pencernaannya sering tidak bisa digunakan atau tidak digunakan; mereka diberikan parenteral nutrisi total yang biasanya tidak mengandung glutamine. Pada keadaan ini, pemberian glutamine exogenous sebagai penguat anabolisme sehingga nutrisi 4 yang diberikan bisa bermanfaat. Penelitian sebelumnya memperlihatkan suplementasi glutamine pada pasien dengan sakit berat dan bayi dengan berat badan sangat rendah akan menurunkan angka hospitalacquired sepsis. Dari dua penelitian tadi diketahui suplementasi glutamine mungkin juga mengurangi inflamasi sistemik. Studi pada manusia, hewan dan kultur sel menunjukkan landasan untuk hipotesis bahwa glutamine menstabilisasi barrier pada usus dengan mencegah translokasi bakteri atau toksin–toksin lainnya dan memperbaiki respon 4 terhadap inflamasi sistemik. Walaupun masih kurangnya data pada manusia, banyak hospital-acquired sepsis dan infeksi lainnya disebabkan oleh translokasi bakteri usus, terkadang disebut gut-derived sepsis. Hal ini dijumpai terutama pada pasien dengan pembedahan luas, luka bakar, pasien dengan kemoterapi dan radioterapi, pasien dengan short-gut, dan pada bayi dengan berat badan sangat rendah. Nitrogen amida
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009
69
Hasanul Arifin
Peran Glutamine pada Neonatus…
tampaknya mempunyai peranan penting pada proliferasi dan akhirnya menjadi formasi proteksi pada saluran pencernaan. Glutamate (melalui glutamine) juga mempunyai peranan penting dengan produksi glutathione, yang berperan pada pencegahan kerusakan oksidatif 10 pada usus.
Gambar 5. Gangguan pada mukosa usus dan awal dari systemic inflammatory response syndrome: hipotesis bahwa barrier usus dilindungi oleh glutamine
GLUTAMIN DAN RESPONS SITOKIN Pada penelitian Houdijk et al, 1998, pemberian enteral glutamine memodulasi respon proinflamatori. Hal ini diketahui, bahwa usus adalah organ imun dan organ yang paling besar dimana respon sistemik inflamatori dapat ditandai. Beberapa tahun belakangan ini, respon sitokin pada respon inflamasi sistemik yang tidak terkontrol memegang peranan penting pada premature, penyakit paru kronis, serebral palsi, enterokolitis nekrosis dan sepsis. Glutamin memainkan peran penting memperbaiki respon ini melalui mekanisme yang terkait dengan mempercepat pertumbuhan dan proliferasi dari sel, seperti epitel intestine. Kecepatan pertumbuhan fetus dan bayi yang premature kelihatannya juga tergantung kepada adekuatnya pemberian glutamine dan metabolismenya untuk fungsi pertumbuhan dan fisiologi normal, seperti integritas mukosa 4 dan respon imun. Pada penelitian lain juga dijumpai bahwa glutamine menginhibisi apoptosis yang disebabkan oleh sitokin pada 11 epitel sel kolon melalui jalur pyrimidine.
70
ENTERAL ATAU PARENTERAL GLUTAMINE Bayi premature memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya insufiensi nutrisi dan biasanya pemberian nutrisi secara penuh akan sulit dicapai pada minggu pertama kelahiran karena immaturitas traktus gastrointestinal sehingga mudah untuk terjadinya intoleransi makanan dan mudah terjadinya enterokolitis nekrosis. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian Parimi et al mendapatkan bahwa pemberian enteral glutamine pada preterm infant, dapat dilihat bahwa tidak adanya efek yang berbeda pada seluruh metabolisme dalam usus, dan pada 5 kinetik protein tubuh dan nitrogen. Penelitian yang dilakukan pada 721 bayi dengan berat badan sangat rendah yang diberikan suplemen glutamine intravena dijumpai 370 (51%) meninggal atau menderita late-onset sepsis, jika dibandingkan dengan 343 dari 712 bayi (48%) pada kelompok kontrol. Glutamine tidak memberikan efek toleransi pada pemberian necrotizing enterocolitis, atau enteral, pertumbuhan dan tidak dijumpai efek samping. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemberian glutamine intravena tidak berbahaya namun sebaiknya tidak rutin digunakan pada bayi–bayi dengan late-onset sepsis atau bayi dengan berat badan sangat 12 rendah. KESIMPULAN Glutamine adalah asam amino non esensial yang berlimpah pada tubuh manusia, namun dalam keadaan tertentu glutamine menjadi “conditionally essensial”, sehingga diperlukan tambahan dari luar. Pada bayi yang lahir premature, penyediaan glutamine dari ibu akan terputus tiba–tiba. Sehingga diperlukan penyedian glutamine dari luar. Terlebih lagi glutamine diperlukan pada neonatus yang sakit parah, karena selain sumbernya terputus respon inflamasi tubuh sendiri memerlukan tambahan glutamine untuk mempertahankan keseimbangan interorgan terutama usus dimana salah satu fungsi glutamine adalah mempertahankan barrier usus terhadap respon inflamasi tubuh. Namun dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemberian glutamine pada neonatus dan bayi yang kritis belumlah memuaskan
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009
Tinjauan Pustaka
hasilnya. Terutama jalur pemberian glutamine, dimana bisa disimpulkan dari penelitian sebelumnya bahwa pemberian melalui enteral lebih baik, dimana hal ini kontradiktif dengan penelitian pada orang dewasa. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Lee WJ, Hawkins RA, Vina JR, Peterson DR. Glutamine transport by the bloodbrain barrier: a possible mechanism for nitrogen removal. Am J Physiol Cell Physiol 274:1101-1107, 1998. 2. Van den Berg A, Van Elburg RM, Westerbeek EAM, Twisk JWR, Fetter WPF. Glutamine-enriched enteral nutrition in very-low-birth-weight infants and effects on feeding tolerance and infectious morbidity: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr. 2005; 81:1397– 404. 3. Neu J. Glutamine in the fetus and critically ill low birth weight neonate: metabolism and mechanism of action. J Nutr. 2001; 131:2585S-2589S. 4. Karinch AM, Pan M, Lin CM, Strange Rand, Souba WW. Glutamine metabolism in sepsis and infection. J Nutr. 2001; 131:2535S–2538S. 5. Parimi PS, Devapatla S, Gruca LL, Amini SB, Hanson RW, Kalhan SC. Effect of enteral glutamine or glycine on wholebody nitrogen kinetics in very-low-birthweight infants. Am J Clin Nutr. 2004; 79:402–9.
6. Van Acker BAC, Hulsewé KWE, Wagenmakers AJM, von Meyenfeldt MF, Soeters PB. Response of glutamine metabolism to glutamine-supplemented parenteral nutrition. Am J Clin Nutr. 2000; 72:790–5. 7. Zheng-hong L, Dan-hua W, Mei D. Effect of parenteral glutamine supplementation in premature infants. Chin Med J. 2007; 120 (2):140-4. 8. Young VR, Ajami AM. Glutamine: The Emperor or His Clothes?. J Nutr. 2001; 131:2449S–2459S. 9. Lima AAM, Brito LFB, Ribeiro HB, Martins MCV, et all. Intestinal barrier function and weight gain in malnourished children taking glutamine supplemented enteral formula. JPGN 40:28 – 35, 2005. 10. Neu J, DeMarco V, Li N. Glutamine: clinical applications and mechanisms aof action. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 5:69 – 75, 2002. 11. Evans ME, Jones DP, Ziegler TR. Glutamine inhibits cytokine-induced apoptosis in human colonic epithelial cells via the pyrimidine pathway. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2005; 289: G388–G396. 12. Poindexter BB, Ehrenkranz RA, Stoll BJ, Linda L. Wright LL, Poole K, et al. parenteral glutamine supplementation does not reduce the risk of mortality or late-onset sepsis in extremely low birth weight infants. Pediatrics. 2004; 113:1209-1215.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 y No. 1 y Maret 2009
71