Keefektifan Mengurangi Insiden Menggigil Pascaanestesia: Perbandingan antara ajuvan Fentanyl 25 mcg intratekal dengan ajuvan Sufentanyl 2,5 mcg intratekal pada pasien Seksio Sesarea dengan Anestesia Spinal. Ade Nurkacan, Susilo Chandra, Alfan M. Nugroho Departemen Anestesiologi dan Intensive Care, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Background: The aim of this study is to know the effectiveness fentanyl 25 mcg or sufentanil 2,5 mcg intrathecal to prevent incidence of shivering in pregnant women who undergoing cesarean section with spinal anesthesia. Methods: In a randomized clinical trial, pregnant women undergoing cesarean section under spinal anesthesia were enrolled. Patients were randomly assigned to two groups. In group I, 10 mg of 0,5% hyperbaric bupivacaine combined with fentanyl 25 mcg were administered. In group II, 10 mg of 0,5% hyperbaric bupivacaine combined with sufentanil 2,5 mcg were administered. The degree of shivering were observed, tympanic temperature, hemodynamic parameter were recorded at 5 minutes interval until 120 minutes. Results: The sample consisted of 188 patients. There was significant difference (p<0,05) incidence of shivering between two groups. In group I, the incidence of shivering was 26,6% and in groups II was 12,8%. Conclusions: The addition of 2,5 mcg sufentanil in 10 mg of 0,5% hyperbaric bupivacain intratechally was more effective reduce the incidence of shivering than 25 mcg fentanyl in 10 mg of 0,5% hyperbaric bupivacain in pregnant women who undergoing cesarean section with spinal anesthesia. Keywords: Intratechal fentanyl, Intratechal sufentanil, Spinal anesthesia, Shivering ABSTRAK Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian ajuvan fentanyl atau sufentanil intratekal mencegah menggigil pada wanita hamil yang menjalani seksio sesarea dengan anestesia spinal. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada wanita hamil yang menjalani seksio sesarea dengan anestesia spinal. Pasien dibagi dalam dua kelompok. Kelompok I, diberikan ajuvan fentanyl 25 mcg pada 10 mg bupivacain hiperbarik 0,5%. Kelompok II, diberikan ajuvan sufentanil 2,5 mcg pada 10 mg bupivacain hiperbarik 0,5%. Dilakukan pengamatan derajat menggigil, pemgukuran suhu membran timpani, parameter hemodinamik setiap interval 5 menit sampai 120 menit. Hasil: Penelitian dilakukan terhadap 188 pasien. Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p<0,05) dalam insiden menggigil pada kedua kelompok. Kelompok I terdapat insiden menggigil 26,6%. Kelompok II terdapat insiden menggigil 12,8%. Kesimpulan: Penambahan sufentanil 2,5 mcg intratekal pada anestesia spinal menggunakan bupivakain hiperbarik 0,5% 10 mg lebih efektif menurunkan insiden menggigil dibandingkan dengan penambahan fentanyl 25 mcg intratekal pada wanita hamil yang menjalani seksio sesarea dengan anestesia spinal. Kata kunci: Fentanyl intratekal, Sufentanil intratekal, Anestesia spinal, Menggigil. PENDAHULUAN Anestesia regional baik epidural maupun spinal merupakan teknik anestesia yang populer dan aman untuk seksio sesarea dengan seting elektif maupun darurat. Setiap teknik anestesia yang digunakan mempunyai efek samping yang harus diperhatikan. Salah satu efek samping yang sering dijumpai pada teknik anestesia baik dengan anestesia umum
maupun regional adalah menggigil. Menggigil dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien. Menyebabkan peningkatan laju metabolisme sampai 400%, konsumsi oksigen meningkat sampai 200%-500% dengan peningkatan linear produksi karbon dioksida,1,2,3,4 meningkatnya kebutuhan metabolisme pada pasien menggigil dapat mengakibatkan komplikasi pada pasien yang memiliki pintas intrapulmonal, curah jantung yang
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.
terbatas dan cadangan respirasi terbatas, sehingga akan meningkatkan morbiditas kardiorespirasi5, berdampak pada peningkatan rasa nyeri luka operasi karena regangan, menghambat penyembuhan luka, memperlambat perpindahan pasien dari ruang pemulihan dan mengganggu interpretasi hasil monitoring saturasi oksigen, tekanan darah, laju nadi dan elektrokardiogram (EKG)1,2,3,4 Angka kejadian menggigil pascaanestesia berkisar 5%-65% pada pasien yang menjalani anestesia umum dan sekitar 45%-85% pada pasien yang menjalani anestesia regional.4 Sementara angka kejadian menggigil pascaanalgesia spinal bervariasi. Kelsaka dkk,6 mendapatkan sekitar 36%, Roy dkk 7, mendapatkan sekitar 56,7%, sementara Sagir8 dkk dan Honarmand dkk9 mendapatkan sekitar 60%. Angka kejadian menggigil pada anestesia neuroaksial yang dikumpulkan dari 21 penelitian mulai dari tahun 1950 sampai Oktober 2007 dengan rata-rata 55% (kisaran 40-64%)10. Menggigil merupakan salah satu efek samping anestesia regional pada seksio sesarea yang mengganggu kenyamanan pasien dan monitoring hemodinamik oleh dokter anestesiologis6. Upaya intervensi terhadap menggigil ini telah banyak dilakukan baik dengan farmakologis dan non farmakologis. Pemberian obat-obatan seperti petidin, klonidin, ketanserin, alfentanyl, fentanyl, doksapram, magnesium dan tramadol diberikan untuk tatalaksana menggigil pascaanestesia.18 Pemberian obat-obatan melalui intravena seperti petidin dan tramadol saat ini banyak diberikan kaitan dengan menggigil, dan petidin merupakan obat baku emas untuk tatalaksana menggigil1,18, bekerja melalui area preoptik yang bertanggung jawab terhadap hipotermia, namun ada pendapat lain bahwa petidin bekerja sebagai anti menggigil melalui reseptor µ di hipotalamus dan reseptor κ di korda spinalis18. Obat-obatan tersebut mempunyai efek samping terhadap bayi bila diberikan sebelum bayi lahir. Menggigil merupakan keadaan yang sangat tidak nyaman bagi pasien dan upaya untuk pencegahan menggigil pada pasien terutama yang menjalani anestesia regional telah dilakukan dengan pemberian fentanyl melalui epidural, petidin melalui intratekal, dan klonidin melalui intratekal.7 Upaya tersebut belum mendapatkan
hasil yang memuaskan memilih obat mana yang lebih efektif dengan efek samping yang minimal10 Keuntungan pemberian obat menggunakan jalur intratekal pada pencegahan menggigil adalah dosis obat yang digunakan lebih sedikit dan mempunyai kerja yang lebih lama, dengan demikian diharapkan efek samping yang terjadi lebih minimal. Penggunaan ajuvan opioid intratekal yang ditambahkan pada bupivakain hiperbarik 0,5% telah lama digunakan pada anestesia spinal untuk seksio sesarea. Pemberian opioid hidrofilik seperti morfin intratekal sebagai ajuvan pada anestesia spinal memberikan efek analgesia yang lama dan mempunyai potensi depresi pernafasan yang tertunda pada rentang waktu 8-10 jam setelah pemberian dengan kisaran dosis 0,1-0,5 mg11 dan dapat mengganggu termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia.12 Sedangkan penggunaan ajuvan opioid lipofilik seperti fentanyl dan sufentanil memungkinkan pemberian dosis anestesia lokal lebih sedikit dengan tetap didapatkan analgesia yang cukup, memberikan onset anestesia spinal yang lebih cepat dibandingkan dengan morfin, pemulihan blok motorik yang lebih cepat, dan potensi depresi pernafasan dalam rentang waktu 5-20 menit setelah pemberian intratekal, dengan potensi sebagai pencegahan menggigil pada anestesia spinal4,7,13. Penelitian yang dilakukan Chow dkk pada tahun 199414 dan Chu dkk pada tahun 199515 didapatkan hasil penurunan insiden dan derajat menggigil pascaanestesia spinal dengan memberikan ajuvan fentanyl intratekal . Penelitian yang dilakukan oleh Techanivate dkk pada tahun 2005, penambahan fentanyl pada bupivakain hiperbarik dapat menurunkan insiden dan derajat menggigil tanpa peningkatan efek samping seperti hipotensi, mual dan muntah4. Giovani pada tahun 2012 meneliti insiden menggigil pada anestesia spinal dengan penambahan sufentanil dan didapatkan hasil penurunan insiden menggigil pascaanestesia16. Penurunan insiden menggigil diduga karena efek penambahan opioid lipofilik fentanyl atau sufentanil pada ruang subaraknoid yang memengaruhi input termal aferen pada medula spinalis4. Belum ada penelitian yang membandingkan langsung keefektifan ajuvan fentanyl dengan ajuvan sufentanil dalam mengurangi insiden
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.
menggigil. Penelitian ini mencari alternatif ajuvan pada spinal mengurangi insiden menggigil dan mendapatkan durasi analgesia optimal. Ajuvan sufentanil pada intratekal memberikan durasi analgesia yang lebih lama (2-6 jam) dibanding dengan fentanyl (1-4 jam)11. Berdasar dari beberapa penelitian diatas, penulis mencoba untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian dan derajat menggigil pada pasien seksio sesarea yang mendapat anestesia spinal dengan menggunakan bupivakain hiperbarik ditambah dengan fentanyl 25 mcg yang akan dibandingkan dengan pemberian bupivakain hiperbarik ditambah dengan sufentanil 2,5 mcg, dengan pengamatan durasi analgesia pada dua kelompok yang diteliti. METODOLOGI Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda untuk mengetahui perbedaan kejadian menggigil pasca anestesia spinal antara pasien seksio sesarea yang mendapat bupivakain hiperbarik 0,5% 10 mg dengan ajuvan fentanil 25 mcg intratekal dengan yang mendapat bupivakain hiperbarik 0,5% 10 mg dengan ajuvan sufentanil 2,5 mcg intratekal dalam mengurangi kejadian dan derajat menggigil pasca anestesia spinal. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Bedah Sentral RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, Rumah Sakit Fatmawati dan RS Umum Daerah Tanggerang. Penelitian akan dilakukan segera setelah mendapat persetujuan dari panitia tetap Penilai Etik, penelitian FKUI dan persetujuan tertulis dari pasien yang telah mendapat penjelasan. Populasi yang akan diikutsertakan pada penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi bedah cesarea berencana di Instalasi bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo dan operasi emergensi di Instalasi Gawat darurat RSUPN Cipto mangunkusumo Jakarta, Rumah Sakit Fatmawati dan Rumah Sakit Umum Daerah Tanggerang dengan anestesia spinal. Sampel didapatkan dengan random sampling. Kriteria penerimaan adalah wanita hamil yang menjalani operasi seksio sesarea dengan anestesia spinal, usia 18-40 tahun, status fisik ASA I-II, bersedia menjadi peserta penelitian dan menandatangani pernyataan persetujuan. Kriteria penolakan apabila mempunyai riwayat alergi terhadap fentanil atau sufentanil, pasien mendapat obat yang mempengaruhi termoregulasi,
dan suhu awal pasien diatas 38oC atau dibawah 36oC Kriteria Pengeluaran pada penelitian ini bila terjadi penyulit seperti alergi sistemik, reaksi anafilaktik dan henti jantung, terjadi perdarahan >20% dari EBV (Estimated Blood Volume), jika operasi berlangsung <20 menit atau >120 menit, ketinggian blok anestesi >thorakal 4 atau
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.
darah >20% dari nilai dasar, diberikan efedrin 5 mg dan bila masih kurang dapat dilakukan pemberian ulang efedrin dan dilakukan pencatatan jumlah efedrin yang diberikan, dilakukan observasi kejadian menggigil dan penilaian derajat menggigil serta pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi dan suhu membran timpani tiap lima menit sampai menit ke 120 dimulai dari T0 menurut skala Crossley dan Mahajan, bila pasien menggigil dengan minimal derajat 2, obat dinyatakan tidak efektif dan diberikan petidin 25 mg IV dan dapat diulang tiap 15-20 menit sampai menggigil terkontrol dan dicatat waktunya, apabila pasien mengalami kesakitan pada saat operasi diberikan fentanyl 25 mcg, apabila pasien mengalami mual atau muntah diberikan ondansetron dengan dosis 4 mg, setelah operasi selesai, dilakukan pencatatan lama operasi, jumlah perdarahan yang terjadi dan jumlah cairan yang diberikan, kemudian pasien dilanjutkan observasi di ruang pulih sampai menit 120 setelah T0. Dilakukan pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi dan suhu membran timpani. Diukur suhu ruang pulih. Dilakukan juga pencatatan efek samping mual, muntah dan efek samping lain yang mungkin timbul.
sufentanil menggunakan bupivakain 0,5% 10 mg dengan ajuvan sufentanil 2,5 mcg intratekal.
Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam tabel induk dan setelah diolah disajikan dalam bentuk prosentase (%) atau rerata (SD). Untuk menguji perbedaan dua variabel numerik dalam satu kelompok dan perbedaan rata-rata dua kelompok di gunakan t-tes. Bila distribusinya tidak normal digunakan uji Mann-Whitney. Untuk data kategorik digunakan uji Chi-square. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% artinya bila p < 0,05 maka perbedaan tersebut dinyatakan bermakna secara statistik dan bila p > 0,05 maka perbedaan tersebut dinyatakan tidak bermakna secara statistik.34 HASIL Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui derajat menggigil pada pasien yang menjalani seksio sesarea dengan anestesia spinal yang mendapat bupivakain 0,5% dengan ajuvan fentanyl 25 mcg dan pasien yang mendapat bupivakain 0,5% dengan ajuvan sufentanil 2,5 mcg. Penelitian dilakukan terhadap 197 pasien yang dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing 99 pasien pada kelompok fentanyl dan 98 pasien pada kelompok sufentanil. Terdapat pengeluaran jumlah pasien pada kelompok fentanyl sebanyak 5 pasien dan kelompok sufentanil sebanyak 4 pasien karena pasien mendapatkan misoprostol. Perhitungan statistik dilakukan pada kelompok fentanyl sebanyak 94 pasien dan kelompok sufentanil sebanyak 94 pasien. Kelompok fentanyl menggunakan bupivakain 0,5% 10 mg dengan ajuvan fentanyl 25 mcg intratekal dan kelompok
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.
Pada kelompok fentanyl didapatkan derajat menggigil 2 sebanyak 14,9% (14 orang) dan derajat 3 sebanyak 11,7% (11 orang), sementara menggigil derajat 4 tidak ditemukan. Sedangkan pada kelompok sufentanil terlihat menggigil derajat 2 sebanyak 9,6% (9 orang) dan menggigil derajat 3 sebanyak 3,2% (3 orang). Dalam penelitian ini yang disebut sebagai menggigil adalah menggigil mulai derajat 2, 3 dan 4 sesuai skala dari Crossley dan Mahajan. Dari penelitian ditemukan kejadian menggigil dikelompok fentanyl sebesar 26,6%, sedangkan di kelompok sufentanil sebesar 12,8%. Pengolahan hasil secara statistik pada kelompok fentanyl dan sufentanil sebagai ajuvan pada spinal dapat menurunkan insiden menggigil didapatkan perbedaan secara bermakna. Nilai p < 0,05 disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik dalam menurunkan insiden menggigil antara kelompok fentanyl dan sufentanil. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ajuvan fentanyl intratekal pada anestesia spinal dengan bupivakain 0,5% 10 mg dan ajuvan sufentanil berbeda bermakna secara statistik dalam mengurangi insiden menggigil pada pasien yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi spinal. Secara keseluruhan insiden menggigil pada kelompok sufentanil lebih rendah dibanding kelompok fentanyl. Insiden menggigil pada kelompok sufentanil berjumlah 12 pasien (12,8%), dibandingkan kelompok fentanyl sebanyak 25 pasien (26,6%). Hal ini mendekati hasil yang didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Techanivate4 yang menggunakan ajuvan fentanyl 20 mcg, yaitu sebesar 20%. Sedangkan Giovani16 mendapatkan hasil insiden menggigil pada kelompok sufentanil sebesar 20%. Insiden menggigil yang lebih tinggi pada penelitian Giovani dibandingkan dengan penelitian ini dimungkinkan karena penambahan morfin intratekal pada kelompok sufentanil. Pemberian morfin intratekal dapat mengganggu termoregulasi yang dapat menyebabkan hipotermia12, sehingga didapatkan insiden menggigil yang lebih besar pada penelitian Giovani. Pada penelitian ini penurunan insiden menggigil diduga karena efek penambahan opioid lipofilik fentanyl atau sufentanil pada ruang subaraknoid
yang memengaruhi input termal aferen pada medula spinalis4,11, terjadi perubahan sensorik sementara terhadap temperatur16. Didapatkan insiden menggigil yang lebih rendah pada kelompok sufentanil, belum dapat dijelaskan secara teoritis. Apakah dipengaruhi oleh lipofilisitas dari sufentanil36 yang lebih lipofilik bila dibandingkan dengan fentanyl, masih perlu ditelusuri lebih lanjut. Mekanisme hipotermia yang terjadi pada anestesi neuroaksial disebabkan karena tiga mekanisme yaitu fase pertama: redistribusi panas tubuh dari sentral ke perifer, fase kedua: kehilangan panas yang melebihi produksi panas dan fase ketiga : inhibisi pusat regulasi suhu. Kurang dari 30 menit pertama adalah fase redistribusi dimana terjadi distribusi panas yang besar dari inti tubuh ke perifer yang menyebabkan terjadinya hipotermia. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya hipotermia seperti lama operasi, jumlah perdarahan, jenis cairan, BMI didapatkan karakteristik yang tidak berbeda. Lama puasa yang berkaitan dengan cadangan energi yang berkurang sehingga menimbulkan hipotermia, pada penelitian ini tidak terlihat perbedaan. Pada kelompok fentanyl tampak terdapat penurunan suhu membran timpani mulai menit ke10 dan memperlihatkan kecenderungan sampai pada menit ke-60 dan mulai menit ke-75 tampak suhu membran timpani mulai naik sampai menit ke-120. Pada kelompok sufentanil tampak terdapat penurunan suhu membran timpani mulai dari menit ke-10 sampai menit ke-30, mulai menit ke-45 tampak kecenderungan suhu membran timpani relatif tetap sampai menit ke-120. Derajat menggigil yang ditemukan pada penelitian ini mempunyai perbedaan yang bermakna antara kelompok fentanyl dan kelompok sufentanil. Dari seluruh insiden menggigil, derajat 1 terjadi pada 13 pasien kelompok sufentanil. Derajat 2 terjadi pada 14 pasien kelompok fentanyl dan 9 pasien pada kelompok sufentanil. Derajat 3 terjadi pada 11 pasien kelompok fentanyl dan 3 pasien kelompok sufentanil dan tidak didapatkan menggigil derajat 4 pada kedua kelompok. Pada penelitian ini menggigil mulai dihitung dari derajat 2 dengan pertimbangan bahwa mulai derajat 2 menimbulkan gangguan pada pasien. Terlihat derajat menggigil yang muncul pada kelompok sufentanil lebih ringan daripada kelompok fentanyl. Kedua kelompok tidak terdapat derajat menggigil derajat 4, dan pada kedua kelompok didapatkan penurunan insiden menggigil sebesar 73,4% pada kelompok fentanyl dan sebesar 87,2% pada kelompok sufentanil. Penurunan insiden menggigil diduga karena efek penambahan opioid lipofilik fentanyl atau sufentanil pada ruang
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.
subaraknoid yang memengaruhi input termal aferen pada medula spinalis4, terjadi perubahan sensorik sementara terhadap temperatur16. DAFTAR PUSTAKA 1. Talakoub R, Meshkati SN. Tramadol versus meperidin in the treatment of shivering during spinal anesthesia in cesarean section. Journal of Research in Medical Science 2006;11(3): 151-5. 2. Bansal P, Jain G. Control of Shivering with Clonidine, Butorphanol, and Tramadol under Spinal Anesthesia: A Comparative Study. Local and Regional Anesthesia 2011;4:29-34 3. Shukla U, Malhotra K, Prabhakar. A Comparative Study of the Effect of Clonidine and Tramadol on Post-spinal Anaesthesia Shivering. Indian Journal of Anaesthesia 2011; 55(3): 242-6 4. Techanivate A., et al. Intratechal Fentanyl for Prevention of Shivering in Cesarean Section. J Med Assoc Thai 2005; 88(9): 1214-21 5. Buggy DJ., Crossley A W A., Thermoregulation, Mild Perioperative Hypothermia and Post-anaesthetic Shivering.British Journal of Anaesthesia 2000; 84(5):615-28 6. Kelsaka E, et al. Comparison of Ondansetron and meperidine for Prevention of Shivering in Patient undergoing Spinal Anesthesia. Reg Anesth Pain Med 2006; 1: 40-5 7. Roy Jean Dennis., et al. Intratechal Meperidine Decrease Shivering During Cesarean Delivery under Spinal Anesthesia. Anesth Anal 2004; 98:230-4 8. Sagir O., et al. Control of Shivering during Regional Anaesthesia: Prophylactic Ketamin and Granisetron. Acta Anaesthesiol Scand 2007; 51(1):44-9 9. Honarmand A., Safavi M R. Comparison of Prophylactic use of Midazolam, Ketamine, and Ketamin plus Midazolam for Prevention of Shivering during regional Anaesthesia: A randomized double-blind placebo controlled trial. Br J Anaesth 2008;101(4): 557-62 10. Crowley L J., et al. Shivering and Neuraxial Anesthesia. Reg Anesth and Pain Med 2008; 33(3): 241-252 11. Ashok Kumar S., Shiva Kumar A. Current Consepts in Neuraxial Administration of Opioid and Non-opioid: An Overview and Future perspective. Indian J. Annnaesth 2004; 48(1): 13-24 12. Lamacraft G. Complication Associated with Regional Anaesthesia for Caesarean Section. Southern African Journal of
13.
14.
15.
16.
17. 18.
19. 20.
21. 22.
23.
24.
25.
Anaesthesia & Analgesia 2004; February: 15-20 Elizabeth A. Hamber., Christopher M. Viscomi. Intratechal Lipophilic Opioids as Adjuncts to Surgical Spinal Anesthesia. Reg Anesth and Pain Med 1999; 24(3):255-263. Chow TC, Cho PH. The Influence of Small Dose Intratechal Fentanyl on Shivering during Transurethral Resection of Prostate under Spinal Anesthesia. Acta Anaesth Singapore 1994; 32(3):165-70 Chu CC., et al. The Effect of Intratechal Bupivacaine with Combined Fentanyl in Caesarean Section. Acta Anaesth Singapore 1995;33(3):149-54 Giovani de Figueiredo Locks. Incidence of Shivering after Cesarean Section under Spinal Anaesthesia with or wthout Intratechal Sufentanil: A Randomized Study. Rev Bras Anestesiol 2012; 62(5):676-684 Bhattacharya PK., et al. Post Anaesthesia Shivering: A Review. Indian J Anaesth 2003;47(2):88-93 Charuluxananan S., et al. Pharmacological Treatment of Post-anesthetic Shivering: A Systematic Review and Meta-analysis. Asian Biomedicine 2009; 3(4): 351-363 Witte J D., Sessler D I. Perioperative Shivering: Physiology and Pharmacology. Anesthesiology 2002;96(2):467-84 Shakya B., Chaturvedi A., Sah B P. Prophylactic Low Dose Ketamin and Ondansetron for Prevention of Shivering During Spinal Anaesthesia. J Anaesth Clin Pharmacol 2010; 26(4): 465-9 Frank SM. Focus on: Perioperative Hypothermia. Current Anaesthesia & Critical Care 2001; 12: 79-86 Vanessa de Brito Poveda, et al. Factors Associated to the Development of Hypothermia in the Intraoperative Period. Rev Latino-am Enfermagem 2009; 17(2):228-33 Frank SM, Beattie C. Epidural versus General Anesthesia Ambient Operating Room Temperature and Patient Age as Predictor of Inadvertent Hypothermia. Anesthesiology.1992;77(2):252-257 Just B. Trevien, Delva E. Prevention of Intraoperative Hypothermia by Preoperative Skin Surface Warming. Anesthesiology.1993;79(2):214-218 Kogsayreepong S., et al. Predictor of Core Hypothermia and the Surgical Intensive Care Unit. Anesthesia Analgesia 2003;96(4): 826-833
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.
26. Frank SM., et al. Predictor of Hypothermia during Spinal Anesthesia. Anesthesiology. 2000;92(5):1330-34 27. Workhoven MN. Intravenous Fluid Temperature, Shivering and the Parturient. Anaesthesia Analgesia.1986;65: 496-8 28. Kashimoto S., et al. Comparative Effect of Ringer Acetate and Lactate solution on Intraoperative Central and Perupheral Temperature. Journal of Clinical Anaesthesia. 1998;10:23-27 29. Abdolreza Najafianaraki., et al. The Effects of Warm and Cold Intratechal Bupivacaine on Shivering during Delivery under Spinal Anaesthesia 30. Stoelting RK. Opioid Agonist and Antagonist. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 4th ed. Lippincott William & Wilkins.2006. 87-110. 31. Ratna F Soenarto, Susilo Chandra. Farmakologi Opioid. Buku Ajar
32. 33.
34. 35.
36.
Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan Intensive Care. 2012. 170-173 Steven P. Cohen, Anthony Dragovich. Intrathecal Analgesia. Anesthesiology Clinic.2007;25: 863-882 Lennart Christiansson. Update on Adjuvants in Regional Anaesthesia. Periodicum Biologorum.2009;111(2): 161-170 Sopiyudin Dahlan. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi 3. Salemba Medika. 2010. Bram. Perbandingan Efek Pemberian Cairan Ringer Laktat dan Ringer Asetat terhadap Pencegahan Hipotermia dan Kekerapan Menggigil pada operasi Sesar dengan Analgesia Spinal. Ummenhofer WC, et al. Comparative Spinal Distribution and Clearance Kinetics of Intrathecally Administered Morphine, Fentanyl, Alfentanyl and Sufentanil. Anesthesiology 2000;92:739-53
Keefektifan mengurangi..., Ade Nurkacan, FK UI, 2013.