MODUL 1. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN GARAM NASIONAL 1.1 Latar Belakang Garam dibutuhkan oleh manusia dalam bentuk garam konsumsi dan sebagai bahan baku/penolong dalam industri. Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih kurang 3 (tiga) kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan. Kebutuhan garam nasional berdasarkan data pada tahun 2009 sebesar 2.779.429 ton dengan rincian sebagai berikut: (i) Garam CAP 1.461.470 ton; dan (ii) Garam Non CAP 1.317.959 ton, dari total kebutuhan tersebut sebesar 1.822.629 ton dipenuhi melalui impor . Kebutuhan garam setiap tahun meningkat rata-rata 2 – 4 persen. Ketergantungan pada garam impor khususnya untuk keperluan garam konsumsi sangat tidak mendukung ketahanan nasional. Guna mendorong peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan garam nasional melalui produksi dalam negeri, pada akhir tahun 2009 Pemerintah mencanangkan Program Swasembada Garam Nasional. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat lahan potensial garam di Indonesia yang tersebar di 9 provinsi (Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara)
luasannya mencapai 34.731 ha, akan tetapi baru sekitar setengahnya yang
dimanfaatkan. Kualitas garam yang dihasilkan umumnya juga masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), demikian juga apabila dibandingkan dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh Petambak memiliki kadar NaCl di bawah 94%, sedangkan garam konsumsi memerlukan kadar NaCl > 94,7%, garam industri memerlukan kadar NaCl di atas 99% (dry basis). Distribusi dan pemasaran garam khususnya garam konsumsi selama ini dirasakan kurang efisien, hal ini disebabkan oleh karena Pegaraman berada di pinggir pantai (lokasinya terpencil) dengan kondisi sarana dan prasarana yang sangat terbatas. Faktor tersebut menjadi salah satu penyebab rendahnya harga yang diterima petambak garam, jauh lebih rendah dibandingkan harga di tingkat konsumen. Rendahnya harga di tingkat petambak garam akan menurunkan daya tarik bagi masyarakat/petambak dalam memproduksi garam, hal ini akan berdampak secara nasional yaitu ketergantungan Indonesia kepada garam impor akan semakin tinggi. Ketergantungan pada garam impor khususnya untuk keperluan garam konsumsi sangat tidak mendukung ketahanan nasional karena garam adalah komoditi yang secara terus menerus dibutuhkan oleh seluruh masyarakat sehingga dapat dikatagorikan sebagai komoditi strategis. Dengan demikian, persoalan dari tahun ketahun adalah : (i) lemahnya kelembagaan dalam produksi garam rakyat; (ii) infrastruktur dan fasilitas yang tidak memadai ; (iii) sulitnya akses permodalan ;( iv) system tata niaga yang tidak berpihak pada petambak; serta (v) kebijakan importasi
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
1
tidak menguntungkan petambak. Berdasarkan kondisi permasalahan tersebut diatas maka pegaraman rakyat perlu segera dibenahi dengan dukungan intervensi pemerintah berupa kebijakan, strategis dan upaya melalui Program Swasembada Garam Nasional. Melalui Program Swasembda Garam Nasional tersebut diharapkan penanganan Pegaraman rakyat dapat dilakukan secara konprehensif, sinkronisasi lintas sektor dan berkelanjutan.
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud uraian ini adalah untuk memberikan arah kebijakan dan strategi serta perlunya upaya sinergis dan koordinatif terhadap penanganan persoalan dan tantangan nasional maupun global dalam Usaha Pegaraman rakyat. Blueprint ini diharapkan menjadi acuan awal bagi semua instansi terkait dalam pengembangan usaha garam rakyat sehingga mejadi pilar utama dalam pemenuhan kebutuhan garam nasional terutama dalam mencapai Swasembada Garam Nasional. 1.3 Visi dan Misi Swasembada Garam Nasional VISI : Pegaraman rakyat sebagai pilar utama pemenuhan kebutuhan garam nasional. MISI : Mensejahterakan masyarakat petambak garam. 1.4 Permasalahan Pegaraman Nasional Masalah yang dihadapi dalam pegaraman nasional antara lain : a.
Lemahnya Kelembagaan dalam Produksi Garam Rakyat. Beberapa hal yang menjadi penghambat upaya pemberdayaan komunitas petambak garam
secara internal seperti rendahnya tingkat pendidikan, kepemilikan modal usaha dan aset produksi yang sangat terbatas (nilai investasinya sangat rendah), seperti lahan produktif yang secara teknis tidak memenuhi syarat sehingga nilai produktivitasnya juga rendah dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan. Dalam konstalasi tata niaga garam, posisi tawar (bargaining position) komunitas petambak garam sangat lemah disebabkan belum memiliki lembaga representasi yang solid dan kuat serta benarbenar memperjuangkan kepentingan petambak garam. Petambak garam secara individual lemah baik dari kualitas pendidikan dan kemampuan permodalan. Hal ini diperparah dengan sulitnya akses petambak garam terhadap lembaga pembiayaan/perbankan, informasi pasar dan teknologi. Kelemahan tersebut seperti lingkaran setan yang satu sama lain terikat dan saling mempengaruhi. Petambak yang pendidikannya rendah akan mengolah garamnya secara tradisional, belum adanya inovasi teknologi
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
2
baru karena keterbatasan permodalan, sehingga produktivitas usaha garam rakyat dan tingkat pendapatannya masih rendah. Kelembagaan petambak garam merupakan suatu keharusan bila tidak ingin hal tersebut menjadi kendala yang berkepanjangan, khususnya menghadapi globalisasi perdagangan dengan kuatnya tekanan ekonomi pasar. Seiring dengan arus indutrialisasi, petambak garam seharusnya tidak hanya menjadi buruh atau penyedia bahan baku, tetapi menjadi bagian yang terlibat secara aktif dalam proses dan dapat menikmati hasil industrialisasi. Adanya kelembagaan dapat mengurangi kelemahan petambak secara individual dan memudahkan penanganan oleh pemerintah atau pihak lain. Dengan tergabung dalam suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama, segala sesuatu lebih mudah diperjuangkan. Bantuan, pembinaan dan fasilitasi lebih mudah dilakukan kepada kelompok daripada individual, demikian pula aspek pertanggungjawabannya. Disamping itu lembaga representasi komunitas petambak garam yang amanah dan profesional diharapkan dapat menjadi penyeimbang lembaga representasi produsen garam olahan yang selama ini eksis menguasai pasar nasional serta secara bersama-sama dapat mewarnai kebijakan atau peraturan yang berkaitan dengan tata niaga garam. b.
Infrastruktur dan Fasilitas Produksi yang tidak Memadahi. Prinsip manajemen modern senantiasa mengedepankan efektifitas dan efisiensi produksi, dan
terciptanya produk dengan harga kompetitif dan mutu yang baik. Fasilitas produksi petambak garam yang masih tradisional menimbulkan biaya tinggi terutama biaya handling dan angkutan. Kondisi ini masih ditambah ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang kurang memadai seperti jalan-jalan yang sulit dilalui kendaran besar sehingga menghambat akselerasi distribusi pengiriman, kondisi jalan setapak ke lahan pegaraman yang mengharuskan memakai tenaga manusia untuk mengangkut ke gudang penampungan dan jalan besar (titik pengepul). Akibat kondisi tersebut biaya produksi cukup tinggi dan berdampak pada harga jual yang kurang kompetitif. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya apresiasi pedagang dan pabrikan terhadap kelayakan dan kepantasan harga di tingkat petambak garam. c.
Sulitnya Akses Permodalan. Permodalan menjadi masalah klasik bagi kalangan usaha kecil, termasuk petambak garam,
karena keterbatasan modal usaha bagi petambak garam pada akhirnya bepengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hasil produksi. Berkembangnya pola ijon di kalangan petambak garam yang umumnya sulit mengakses lembaga perbankan menyebabkan petambak garam yang terjebak dengan pola ijon tersebut. Apalagi pada awal usaha garam rakyat memerlukan biaya tinggi. Keterbatasan modal juga menyebabkan petambak sulit berinvestasi dalam teknologi untuk memperbaiki produktivitas dan mutu Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
3
serta minimalisasi biaya. Kondisi ini mengakibatkan pola pengelolaan secara tradisional cenderung tinggi biayanya secara ekonomis karena skala usaha kecil, tingkat produksi
dan mutu rendah
mengakibatkan harga jual garam rakyat rendah pula. Pengelolaan komoditas garam rakyat oleh petambak garam mulai masa produksi hingga distribusi penjualan masih dilakukan secara tradisional tanpa mempedulikan prinsip-prinsip manajemen pengelolaan yang baik. Keterbatasan pengetahuan dan akses terhadap lembaga perbankan menjadi penghambat internal di tengah himpitan biaya hidup keluarga, sehingga bagi petambak garam segala usahanya dilakukan apa adanya sesuai dengan yang diketahuinya. kondisi ini menjadi masalah karena tiadanya perhitungan akurat, petambak cenderung boros menggunakan tenaga kerja dan peralatan produksi tanpa menghitung efektifitas dan efisiensi biaya, menjual hasil produksinya dengan secepat mungkin karena tuntutan biaya hidup keluarganya sehingga tidak diketahui secara pasti laba rugi usahanya dalam satu musim. d.
Sistem Tata Niaga yang tidak berpihak pada Petambak. Tata niaga garam tidak terlepas dari 3 hal pokok yang sering menjadi masalah bagi petambak
garam, yaitu harga, mutu, dan distribusi produk. Harga, di tingkat petambak garam masih bergantung pada mekanisme pasar, walaupun dari beberapa peraturan yang berlaku hingga saat ini terdapat patokan harga di tingkat titik pengepul (collecting point) di sentra-sentra garam rakyat. Namun patokan harga tersebut bukan merupakan harga dasar (flooring prize) berdasarkan tingkatan kualitas, tetapi harga minimal yang harus dicapai pihak produsen/importir dalam pembelian garam rakyat sebagai syarat untuk mendapatkan fasilitas importasi garam. Penentuan harga dalam realisasinya belum dilaksanakan, tidak dilakukan secara konsisten dan konsekuen meskipun telah ditetapkan dan diatur keputusan pemerintah pusat. Kuatnya posisi pihak pabrikan yang menempatkan orang-orang di daerah sentra untuk melaksanakan pembelian dengan harga di bawah ketentuan mengakibatkan petambak tidak punya alternatif pilihan. Kondisi tersebut membuat petambak garam pada posisi lemah dan senantiasa rugi. Belum adanya standarisasi mutu yang baku dan disepakati stakeholders terkait, setidaktidaknya oleh petambak garam dan pihak pabrikan/produsen garam olahan sangat merugikan petambak. Selama ini penentuan mutu oleh pabrikan secara sepihak berdasarkan hasil visualisasi produk. Petambak garam tidak mengetahui secara pasti spesifiksi teknis kelas/grade mutu dan harga yang berlaku. Keterbatasan akses informasi dimanfaatkan pabrikan dalam penentuan mutu produk garam petambak. Pihak pabrikan kurang memberikan apresiasi harga yang layak terhadap mutu produk petambak. Sedangkan di sisi lain ketergantungan petambak garam terhadap pabrikan/produsen garam olahan yang makin kuat menjadi titik rawan sekaligus kelemahan petambak garam dalam
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
4
menjual hasil produksinya, dan bila kondisi ini tetap berlangsung maka kehidupan petambak garam tetap terpuruk. Distribusi produk merupakan alur perjalanan panjang dan rumit bagi petambak garam untuk sampai pada konsumen akhir (end users). Hasil produksi petambak garam (garam rakyat) belum mampu menembus area pasar potensial karena keterbatasan akses dan kuatnya jaringan pedagang antar pulau. Sebagai garam bahan baku, garam rakyat produksi petambak garam hanya memasok kebutuhan garam konsumsi, sedangkan kebutuhan terhadap garam industri masih harus diimport dari Australia. Permasalahan akan timbul apabila garam import mendistorsi atau merembes ke pangsa pasar garam konsumsi sehingga distribusi garam rakyat tersumbat dan harga anjlok akibat kalah bersaing dalam hal kualitas dan harga. Kenakalan pihak importir yang semata-mata mengejar keuntungan tanpa mempedulikan nasib petambak garam, lemahnya regulasi tata niaga garam dan pengawasan menjadi sebab msalah tersebut. e.
Kebijakan Importasi yang tidak Menguntungkan Petambak Regulasi tata niaga garam telah mengatur pengadaan garam beryodium, pengolahan,
pengemasan dan pelabelan garam beryodium. Tetapi regulasi hanya bagus dari segi konsep dan teori, tetapi sulit diterapkan di tingkat grass root. Kuatnya peranan pengusaha membuat regulasi yang semula melindungi petambak menjadi malah merugikan petambak. Contoh yang paling terlihat adalah kebijakan penetapan harga awal (minimum price) yang bagus di tingkat peraturan tetapi jauh di tingkat petambak. Regulasi tentang importasi garam semula bertujuan melindungipetambak garam dalam konsideran ”untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petambak garam”, tetapi faktanya regulasi tersebut menjadi tidak efektif akibat mekanisme pengawasan yang lemah dan tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Lemahnya regulasi dan tidak adanya lembaga pengawas akan menyebabkan garam import berkeliaran bebas dan mendistorsi atau merembes ke pangsa pasar garam rakyat sehingga akan menyumbat distribusi garam rakyat, stock menumpuk, harga anjlok, dan pada akhirnya kehidupan petambak garam makin terpuruk. 1.5 Intervensi Pemerintah Untuk Pencapaian Swasembda Garam Nasional Dalam mendukung ketahanan nasional dibidang pangan, pemerintah mencanangkan peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan pokok melalui produksi dalam negeri. Garam digolongkan kedalam jenis komoditi pangan yang akan dimasukan kedalam kelompok swasembada karena sifatnya yang sensitif, untuk itu kebijakan dan startegi serta upaya yang akan ditempuh adalah sebagai berikut :
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
5
a. Arah Kebijakan : 1. Meningkatkan peran kelembagaan petambak garam
melalui pembentukan kelompok usaha
bersama (KUB) untuk dapat berkembang sebagai entrepreneur. 2. Meningkatkan penanganan infrastruktur dan fasilitas produksi melalui pengadaan sarana dan prasarana produksi garam. 3. Meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan untuk mengakses sumber permodalan usaha melalui : KUR, CSR. PNPM-KP dan sumber pembiayaan lain yang didukung oleh program advokasi manajemen usaha. 4. Mengembangkan pola kemitraan usaha melalui penerapan pola inti plasma dengan sistem Perusahaan Inti Rakyat (PIR) garam untuk menciptakan sistem tata niaga yang berfihak kepada petambak. 5. Mengkaji kembali kebijakan importasi garam yang tidak menguntungkan petambak melalui perumusan kebijakan dan tata aturan importasi yang tegas dan evaluasi pelaksanaan kegiatan importasi secara ketat. b. Strategi 1. Meningkatkan peran kelembagaan lokal petambak garam, untuk membuka akses terhadap economic resources (lahan, modal dan pasar) yang bersinergi terhadap tumbuh kembangnya jiwa entrepreneurship dikalangan petambak garam melalui penguatan household farm dan satuan kelompok kerja perombong/penggarap (KUB) yang didukung oleh sosialisasi, bimbingan, pelatihan dan pendampingan dari pemerintah dan lembaga pelayanan masyarakat lainnya. 2. Meningkatkan penanganan infrastruktur dan fasilitas produksi agar lahan tambak potensial dan produktif dapat dikelola dengan baik untuk mendukung pencapaian Swasembada Garam Nasional melalui pengadaan sarana dan prasarana produksi garam yang didukung oleh koordinasi lintas sektor dalam menetapkan kebijakan dan penganggaran yang mencukupi baik dari pemerintah maupun dunia usaha. 3. Meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan untuk mengakses sumber permodalan usaha agar petambak garam dan dunia usaha yang bergerak dibidang Pegaraman lebih bergairah dalam melakukan kegiatan usahanya melalui KUR, CSR. PNPM-KP dan sumber pembiayaan lainnya yang didukung oleh komitmen dan kebijakan Pemerintah,
Perbankan dan lembaga
keuangan lainnya serta program advokasi manajemen usaha. 4. Mengembangkan pola kemitraan usaha agar menjamin pasar dan harga yang layak, serta memiliki jaminan teknologi produksi garam melalui penerapan pola inti plasma dengan sistem Perusahaan Inti Rakyat (PIR) garam yang didukung dengan perjanjian kerjasama antara inti (Perusahaan Inti)
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
6
dan plasma (petambak garam) yang saling menguntungkan dan mengikat untuk jangka waktu tertentu yang dikoordinasikan oleh Pemerintah. 5. Mengkaji kembali kebijakan importasi garam yang tidak menguntungkan petambak agar kegiatan importasi garam dilakukan hanya sebagai subsitusi produksi dalam negeri bukan sebagai penopang utama pemenuhan kebutuhan garam nasional melalui perumusan kebijakan dan tata aturan importasi yang tegas dan evaluasi pelaksanaan kegiatan importasi secara ketat yang didukung dengan partisipasi seluruh komponen bangsa dan tata aturan yang jelas.
1.6 Upaya Penanganan Sebagai dasar untuk implementasi pengembangan melalui intensifikasi Pegaraman secara komprehensip, maka pada tataran awal perlu adanya perencanaan terpadu pengembangan Pegaraman Nasional, sehingga mendapatkan kesatuan arah, keterkaitan serta kesinambungan antara kebijakan, strategi dengan upaya sehingga hasilnya akan sesuai dengan visi dan misi swasembda garam nasional mencakup kegiatan: a.
Intensifikasi Lahan Penggaraman Rakyat Intensifikasi lahan Pegaraman rakyat sangat diperlukan untuk mengoptimalisasi lahan yang
selama ini dikelolah secara tradisional oleh petambak sehingga dapat meningkatkan produktivitas maupun kualitas garam yang dihasilkan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyirakat. Penanganan intensifikasi lahan garam rakyat tidak hanya difokuskan pada pentaan lahan tetapi juga dilakukan mengenai pengembangan prasarana; pembinaan dan pengembangan teknologi, distribusi dan pemasaran; serta peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi areal atau sentra Pegaraman yang telah ada saat ini. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam mendukung penanganan program intensifikasi adalah : 1) Pemetaan lahan eksisting. 2) Pembuatan perencanaan optimalisasi areal Pegaraman rakyat meliputi tata letak dan kemungkinan penerapan teknologi tepat guna. 3) Penataan areal Pegaraman (Plant lay out secara umum maupun tata letak masing-masing individu lahan). 4) Pengembangan dan pembangunan Intake dan waduk serta rehabilitasi Saluran Primer dan Sekunder. 5) Pembangunan dan rehabilitasi jalan tambak dan jalan produksi.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
7
Gambar 1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi garam b.
Ekstensifikasi Pegaraman Nasional Ekstensifikasi Pegaraman, penekanannya pada pengembangan fisik;
pembinaan dan
pengembangan Teknologi, distribusi dan pemasaran; serta Sumber Daya Manusia bagi areal atau sentra pegaraman potensial yang belum dimanfaatkan, utamanya di Kawasan Timur Indonesia dengan melakukan survey awal, pemetaan, studi kelayakan serta promosi investasi. Pengembangan tambak garam untuk mendukung pencapaian Swasemba Garam Industri Tahun 2015 diarahkan ke Kawasan Timur Indonesia yang memiliki areal potensial dengan kondisi alam yang sangat menguntungkan bagi usaha Pegaraman. Upaya yang akan dilaksanakan antara lain : 1. Pemetaan lahan potensial. 2. Penyelesaian identifikasi rinci daerah potensial garam industri skala besar. 3. Penyusunan master plan dan studi kelayakan pembangunan garam industri. 4. Penyusunan Detail Engineering Design (DED). Program ekstensifikasi bisa terlaksana apabila ada kemauan politik dari Pemerintah karena secara umum investasi pengembangan mempunyai tingkat pengembalian yang relatif kecil. c.
Pengembangan Inovasi Teknologi Produksi Langkah petani garam pada saat ini menjadi serba salah dalam rangka meningkatkan kualitas
produknya. Meskipun dengan langkah swadaya yang terseok-seok sebenarnya petani sudah mampu meningkatkan mutu garamnya. Namun, peningkatan tersebut masih dilihat sebelah mata oleh kalangan industri. Untuk itu, pemerintah saat ini sangat serius membantu inovasi teknologi produksi Pegaraman rakyat, sehingga tidak ada lagi alasan bagi kalangan industri yang menolak produk garam rakyat. Proses produksi garam sejak proses sortasi bahan baku hingga proses pengemasan belum terlihat kemajuan yang berarti hingga saat ini. Untuk itu sangat diperlukan solusi teknologi yang Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
8
diharapkan akan membantu proses pemilihan bahan baku garam rakyat yang mutunya tidak seragam. Masalah lain yang memerlukan solusi teknologi adalah proses penguapan atau kristalisasi yang digolongkan menjadi garam muda dan garam tua. Garam muda adalah proses penguapan air laut pada media kristalisasi yang dilakukan secara total dengan waktu yang relatif pendek, sehingga hanya diperoleh garam dengan kadar NaCl yang rendah dan mengandung kadar Ca dan Mg yang relatif tinggi serta cenderung berifat impuritas tinggi atau kotor. Sedangkan garam tua adalah garam yang diperoleh dengan proses pengkristalan yang memadai pada kondisi kepekatan antara 24°-25° Be atau derajat kepekatan suatu larutan. Dengan memperbaiki usaha garam rakyat secara konsisten diharapkan akan tercipta swasembada garam secara nasional. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan inovasi teknologi adalah antara lain : 1) Sosialisasi mengenai optimalisasi areal atau petak pegaraman melalui penerapan teknologi tepat guna yang akan dilakukan di suatu wilayah/sentra pegaraman sebagai pilot project. 2) Penerapan peningkatan teknik pengaturan air, pemeliharaan meja kristalisasi, pungutan garam dan operasi pasca pungutan
garam.
3) Penerapan teknologi mix farming. 4) Kajian terhadap penerapan bahan aditive sebagai katalisator (pemutih) untuk digunakan pada lahan tambak garam rakyat. d.
Fasilitasi Penyediaan Dana Bekerjasama dengan Lembaga Keuangan/Bank untuk dapatnya lebih berperan aktif membantu
petambak dalam rangka penyediaan dana dan modal keja pada saat musim produksi. Keberhasilan pelaksanaan Program Swasembda Garam Nasional sangat tergantung kepada kesadaran kuat dari aparatur pemerintahan, petambak garam, pengusaha dan segenap stakeholders yang terkait. Dengan pemahaman yang tepat terhadap potensi, isu, dan permasalahan pengelolaan garam rakyat, serta dengan kebulatan tekad untuk mengerahkan segenap kemampuan terbaiknya di dalam memberdayakan potensi serta mencari solusi pemecahan isu, segenap stakeholders usaha garam rakyat akan dapat menggalang kebersamaan dengan seluruh masyarakat demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petambak garam. Sasaran yang ingin dicapai dari program Swasembda Garam Nasional adalah (1) Pemenuhan kebutuhan garam konsumsi Tahun 2012; (2) Pemenuhan Garam Industri Tahun 2015; (3) Meningkatnya daya saing produksi garam rakyat untuk melepas ketergantungan terhadap garam impor; (4) Terwujudnya kelembagaan yang mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat petambak garam.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
9
Pengembangan garam rakyat dihadapkan pada berbagai kendala, untuk mengatasi hambatan tersebut maka dirumuskan kebijakan Swasembada Garam Rakyat. Peran pemerintah daerah dalam hal ini sangatlah strategis, komunikasi dan kerjasama akan terus ditingkatkan baik ditingkat pusat maupun di daerah sehingga upaya pengembangan garam nasional oleh Instansi/Kementerian dan Pemerintah Daerah dapat saling bersinergi, terpadu dan berkesinambungan.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
10
MODUL II. MANAJEMEN PRODUKSI GARAM 2.1
Latar Belakang Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan
dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Kebutuhan garam dengan kualitas baik saat ini banyak diimpor dari luar negeri, terutama garam beryodium serta garam industri. Perlu kita ketahui bahwa kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih kurang 3 (tiga) kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan. Kebutuhan garam yang dibuat dari air laut ini setiap tahun meningkat rata-rata 2–4 %. Kebutuhan garam nasional berdasarkan data pada tahun 2009 sebesar 2.779.429 ton dengan rincian sebagai berikut: (i) Garam CAP 1.461.470 ton; dan (ii) Garam Non CAP 1.317.959 ton, dari total kebutuhan tersebut sebesar 1.822.629 ton dipenuhi melalui impor. Ketergantungan pada garam impor khususnya untuk keperluan garam konsumsi tidak mendukung ketahanan nasional. Pegaraman rakyat pada saat ini belum mampu menghasilkan kualitas garam yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dapat bersaing dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh Petambak memiliki kadar NaCl di bawah 94%, sedangkan garam konsumsi harus memenuhi kadar NaCl > 94,7% dan garam industri di atas 99% (dry basis). Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya harus diolah kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri. Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan berkisar baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik kadar NaCl 90–95%, dan sedang kadar NaCl antara 80–90% tetapi yang diutamakan adalah yang kandungan garamnya di atas 95%. Untuk mendapatkan garam yang berkualitas diperlukan teknologi yang tepat guna, proses produksi, lingkungan serta sumber daya manusia yang profesional di bidangnya. 2.2
Deskripsi Singkat Uraian ini berisi tentang cara persiapan produksi dan peralatan pada garam rakyat, cara
mengendalikan mutu lahan tambak garam, penentuan pola produksi, peminihan, pembuatan air tua, kristalisasi, faktor non teknis yang mempengaruhi produksi garam, panen, pengangkutan, pemasukan, serta metode dasar pengemasan. 2.3 Petunjuk Penggunaan a. Bagi Pembaca : 1) Baca petunjuk, deskripsi dan prasyarat dengan baik,
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
11
2) Pelajari baik teori, praktek serta evaluasi dari awal sampai akhir, 3) Siapkan alat dan bahan praktek sesuai petunjuk, 4) Diskusikan dengan pelatih, jika ada hal-hal yang perlu penjelasan, 5) Lakukan evaluasi mandiri sebelum melakukan praktek. b. Bagi Pelatih : 1) Lakukan penjelasan tentang cara menggunakan Petunjuk ini, 2) Lakukan evaluasi penguasaan materi sebelum melakukan praktek, 3) Mendemonstrasikan lebih dahulu sebelum Pembaca melakukan praktek, 4) Membimbing Pembaca melalui tugas-tugas pelatihan yang disarankan, 5) Membantu Pembaca untuk menentukan sumber belajar lain, 6) Mencatat dan mendata kemajuan belajar Pembaca, 7) Melakukan penilaian dan evaluasi, 8) Memberikan masukan dan saran dari hasil evaluasi yang dilakukan. 2.4 Waktu Pelaksanaan praktek dialokasikan waktu selama ............Jam Pelajaran (JP) @ 45 menit, dengan rincian teori :...........JP dan praktek :............JP 2.5 Metode Pembelajaran 1. Penjelasan/ceramah 2. Diskusi 3. Penugasan 4. Tanya jawab 5. Praktek 2.6 Media/Sarana 1. Laptop 2. White board 3. OHP 4. LCD 5. Spidol 6. Petunjuk Teknis 7. Bahan dan peralatan distribusi : air laut, beaumeter, pompa air laut, keranjang, guluk.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
12
2.7 Tujuan Pembelajaran 2.7.1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti mata praktek ini pembaca diharapkan mampu memahami proses produksi pembuatan garam. 2.7.2 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti mata praktek ini pembaca diharapkan mampu a. Menentukan pola produksi garam, b. Mengelola air di petak peminihan, c. Melakukan evaporasi / penampungan air tua, d. Melakukan cara kristalisasi, e. Melakukan pemanenan / pengumpulan garam f. Melakukan packing / pengemasan garam 2..8 Kompetensi 1.
Kompetensi
: Proses produksi garam
2.
Subkompetensi
: Proses Produksi, Panen dan Pengemasan.
2.9 Kriteria Untuk Kerja a. Melakukan persiapan lahan dan peralatan dengan tepat dan benar. b. Melakukan proses produksi, panen dan pengemasan dengan tepat dan benar. 2.10 Pengetahuan a. Persiapan lahan dan peralatan b. Manajemen mutu lahan tambak garam c. Pola proses produksi d. Peminihan, evaporasi dan kristalisasi e. Faktor non teknis yang mempengaruhi produksi garam f.
Panen dan pengangkutan
g. Pengemasan. 2.11 Keterampilan a. Mempersiapkan lahan dan peralatan b. Menentukan pola dan proses produksi. c. Melakukan pengemasan
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
13
2.12 Persiapan Produksi Garam Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami persiapan produksi dan peralatan pada garam rakyat serta dapat mengendalikan mutu lahan tambak garam.
Penentuan musim produksi diambil dari rata-rata hasil pengamatan intern data stasiun cuaca di lahan pegaraman maupun extern data dari Badan Meteorologi dan Geofisika. Iklim di Indonesia secara umum dibagi dalam 2 (dua) musim yaitu musim kemarau (kering) dan musim hujan (basah), dimana batas keduanya kurang jelas sehingga permulaan dan akhir musim tersebut selalu berubah-ubah pada setiap tahunnya.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
14
POLA PRODUKSI GARAM
PERSIAPAN PRODUKSI WATER OPZET PENGOLAHAN TANAH DAN AIR TUA
PROSES PRODUKSI PUNGUT DARURAT
PROSES LAT
PROSES PUNGUTAN GARAM PROSES ANGKUTAN GARAM
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
PENGOP. LOOP WADUK PENGERINGAN LAHAN
AGT
SEP
OKT
NOP
DES
PENGISIAN WADUK
PROSES LAT S/D PUNGUTAN = 173 HARI
MASA PEMELIHARAAN
PEMEL. SINTRIK & PERENC. VST
Gambar 2. Pola Produksi Garam
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
15
2.12.1 Persiapan Lahan Produksi Dan Peralatan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyiapan lahan: a. Penyiapan saluran pengaliran terdiri dari saluran pemasukan, saluran air muda, saluran air tua, saluran pengangkutan dan saluran pembuangan yang berfungsi untuk memasukkan dan mengalirkan air laut ke lahan pembuatan garam. Pekerjaan ini sudah harus selesai sebelum air laut dialirkan. b. Penyiapan galengan yang berfungsi melindungi areal pegaraman. Profil galengan dikembalikan seperti semula agar memiliki kekuatan maksimum dan tanpa bocoran/serapan. Galengan meliputi : -
Galengan sekitar tepi laut yang memiliki jarak minimal 3 m dari kaki bereman.
-
Galengan disekitar saluran pembuangan dan saluran pengangkutan, dengan melakukan pengambilan tanah dari dasar saluran.
-
Galengan peminihan termasuk galengan penghalang dengan mengambil jarak minimal 2 m dari kaki galengan. Galengan memiliki ukuran lebar atas 50 cm, kemiringan 1:1, tinggi minimal 25 cm lebih tinggi dari tebal air yang ditentukan di dalam peminihan dimana galengan penghalang tersebut berada.
Gambar 3. Penampang melintang petak produksi garam
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
16
Gambar 4. Meja Garam c.
Penyiapan lahan peminihan, dasar tambak dan meja bertujuan untuk mengembalikan bentuk profil dasar tambak, peminihan dan meja-meja tersebut kebentuk semula. Tambak, peminihan dan meja dapat mengalami perubahan akibat erosi pada musim hujan dan akibat lumpur tanah yang dibawa masuk oleh air laut sehingga dasar tambak lebih tinggi dari semestinya. Perbaikan dan pemulihan dasar tambak, peminihan dan meja-meja dilakukan dengan cara memperdalam dasar tambak, memperdalam atau meratakan lahan peminihan dan meratakan meja – meja. Pemadatan meja dapat dilakukan dengan mengguluk untuk kedua kalinya. Peminihan dan meja harus dibersihkan dari rumput-rumput sebelum air laut dialirkan.
d. Peralatan yang disiapkan adalah: - Pompa dan Mesin/Motor Penggerak. - Kelder Pompa dibersihkan dari endapan lumpur
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
17
Gambar 5. Kincir Angin
Gambar 6. Areal Tambak Garam Kriteria unjuk kerja lahan pegaraman tersebut seharusnya memenuhi standar manajemen mutu lahan pegaraman sehingga diharapkan dapat memproduksi gram secara maksimal sesuai dengan metode yang diterapkan. Pengendalian standar manajemen mutu lahan pegaraman tersebut dapat dilihat pada (Tabel 1). berikut ini :
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
18
Tabel 1. Pengendalian Standar Manajemen Mutu Lahan Pegaraman No
Standar
Kondisi yang diharapkan
1.
Saluran Primer/Saluran Utama
- Mampu memenuhi kebutuhan air laut untuk luas lahan yang dikelola kelompok. - Dilengkapi pintu air untuk menahan adanya pasang surut air laut.
2.
Saluran Sekunder/Saluran Cabang
- Memenuhi kebutuhan untuk luas areal sentra kelompok kecil. - Dilengkapi pintu air atau pompa air - Kuantitas dan kualitas air laut memenuhi persyaratan.
3.
Kolam Penampungan Pertama/ Waduk air muda/ Pengendapan
- Mampu memenuhi kebutuhan air kolam berikutnya secara kontinyu. - Mampu mengendapkan lumpur secara sempurna. - Dapat menampung air sebagai pengganti penguapan minimal 15 hari.
4.
Kolam Penguapan/ Peminihan/Evaporator (3 – 22 °Be)
- Air yang meresap kebawah seminimal mungkin. - Kecepatan penguapan optimal. - Proses pengendapan garam, calsium carbonat dan gypsum sempurna. - Kedalaman air disesuaikan dengan kondisi cuaca dan iklim setempat, aliran (buka tutup pintu air) dilengkapi dengan saluran pengolahan air dan kincir _ngina tau pompa air.
5.
Kolam air tua ( 23 – 25 °Be )
- Resapan air ke dalam tanah seminimal mungkin. - Konsentrasi LAT 25 °Be.
6.
Meja garam / meja kristalisasi ( 25 – 29 °Be )
-
Rata dan padat. Resapan seminimal mungkin. Lumpur sedikit mungkin. Tebal air tua 3 – 5 cm. Pemeliharaan kristal garam tepat waktu. Dilakukan pengamatan kristal garam. Waktu panen > 10 hari. Meja kristal tidak berdekatan dengan air muda (kolam penguapan dengan meja tidak berdekatan).
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
19
- Tidak ada rembesan air muda / bocoran air. 7.
Saluran Buangan
- Dapat menampung air dari meja kristalisasi. - Air dari saluran harus dibuang, tidak boleh di campur ke dalam kolam penguapan karena kandungan magnesium dapat menurunkan kualitas garam berikutnya.
8.
Uji kualitas air dan garam
- Standar satuan Baume meter (°Be). - Uji kadar air dari kadar NaCl.
9.
Pengamatan kualitas dan kuantitas air pada saluran, air laut, kolam penguapan / peminihan, meja kristalisasi
- Tersedianya data dan informasi produksi pegaraman yang lengkap dan akurat.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
20
2.13 Proses Produksi Garam Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami proses produksi garam mulai dari penentuan pola produksi, peminihan, pembuatan air tua, kristalisasi, pengangkutan, panen serta metode dasar pengemasan.
2.13.1 Penentuan Pola Produksi Penentuan awal musim pembuatan garam sangat penting dilakukan. Salah satu cara adalah dengan cara mengamati perilaku iklim yaitu curah hujan tahunan mendekati atau melebihi curah hujan tahunan rata-rata pada masing-masing lahan pegaraman. 2.1.13.2 Peminihan a. Selama tiga hari pertama air laut yang keluar masuk digunakan untuk membersihkan waduk dari air hujan atau air tawar. Mulai hari keempat sesuai dengan perkembangan iklim, air laut mulai ditahan di dalam tambak sampai konsentrasi minimal 2 °Be atau 20 gram/liter. b. Pompa-pompa besar mulai dijalankan untuk mengisi peminihan-peminihan dan meja-meja. c. Setelah seluruh areal peminihan terendam air laut pintu air ditutup, sehingga tebal air di peminihan sesuai dengan urutan-urutannya memiliki ketebalan minimal 7,5 cm. d. Bersamaan dengan pengaturan ketebalan air laut pada peminihan dimulai pekerjaan penimbangan konsentrasi air laut pada pintu air utama, di dalam tambak (sedikitnya di 3 tempat kalau tambaknya sangat luas) dan pada masing-masing peminihan tepatnya pada tempat-tempat dimana terdapat patok ukuran air yang dipasang. e. Air laut ditimbang dengan Baume meter, pencatatan dilakukan secara tertib setiap hari selama musim pembuatan garam.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
21
2.1.13.3 Penampungan Air Tua a. Pembuatan Air Tua -
Setelah peminihan tertua, yaitu yang letaknya paling rendah terendam air laut maka pengisian meja-meja kristalisasi harus melalui saluran air tua dan sekali-kali tidak boleh mengisinya langsung melalui saluran pembuangan. Pintu-pintu air dari saluran pembuangan segera ditutup.
-
Mengisi meja-meja kristalisasi melalui saluran air tua dapat dilakukan tanpa mempergunakan pompa air tergantung letak saluran air tua dan meja-meja terhadap peminihan tertua.
-
Pengisian meja-meja kristalisasi dilakukan secara kontinyu.
Gambar 7. Petak Air Tua (evaporasi) b. Pengolahan Tanah dan Air di Meja-meja -
Kesap pendahuluan dilakukan sebelum atau pada waktu air laut dialirkan untuk menghilangkan lumut-lumut. Kesap pertama dilakukan mulai dari meja terendah dalam satu seri, sehingga konsentrasinya mencapai maksimum 3 – 6 °Be.
-
Guluk pertama pada meja dilakukan setelah kesap pertama selesai dan lahan dijemur hingga kering selama 1 – 2 hari, kemudian dasarnya diguluk menggunakan guluk kayu.
-
Setelah meja mengalami proses kesap pertama dan guluk pertama konsentrasi air akan mencapai maksimum 10 –14 °Be. Selanjutnya dilakukan kesap kedua yang secara teknis sama dengan kesap pertama.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
22
-
Guluk kedua dilakukan 1 – 2 hari setelah kesap kedua pada kondisi dasar meja dalam keadaan kering. Pelaksanaan teknis guluk kedua sama seperti guluk pertama sehingga dasar meja yang sudah menjalani proses kesap kedua dan guluk kedua benar- benar bersih, rata, keras dan padat.
-
Setelah air di dalam meja yang telah dikesap kedua dan guluk kedua, konsentrasi air akan mencapai maksimum 20 – 23 °Be selanjutnya dilakukan kesap penghabisan pada meja tersebut.
-
Guluk penghabisan dilakukan 1 – 2 hari setelah kesap penghabisan dan pada kondisi dasar meja dalam keadaan kering. Pelaksanaan teknis guluk penghabisan sama dengan guluk pertama dan guluk kedua, dilakukan dengan menggunakan guluk beton besar sebagai syarat untuk persiapan lepas air.
Gambar 8. Guluk Tradisonal c. Pengeluaran Air Tua (L A T) Setelah meja mengalami proses kesap penghabisan dan guluk penghabisan, serta timbangan air yang ada diatasnya telah mencapai 25 °Be, selanjutnya Lepas Air Tua (LAT) pada meja tersebut dapat dilakukan. Proses LAT adalah sebagai berikut : -
LAT dilakukan antara jam 10.00 s/d 13.00, pada konsentrasi timbangan 25 °Be.
-
LAT pada meja-meja lainnya berurutan keatas di dalam seri yang sama.
Perlu diperhatikan ketertiban dalam melakukan pencatatan urutan timbangan air pada meja-meja dalam buku produksi setiap hari, ketebalan air pada masing-masing meja dijaga minimal 5 cm, meja
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
23
yang berfungsi sementara sebagai gentongan memiliki ketebalan air minimal 8 cm serta kekuatan persediaan air baik konsentrasi dan volumenya. 2.1.13.4 Kristalisasi a. Setelah proses meja LAT berakhir terjadi kristalisasi garam, selanjutnya dilakukan pemeliharaan proses kristalisasi dalam meja yang sudah LAT dengan menambahkan air tua yang memiliki konsentrasi 25 - 29 °Be setiap hari ke dalam meja serta tetap menjaga ketebalan air minimal 5 cm, ke dalam meja kristal dilakukan penambahan brine dengan konsentrasi minimal 25 – 26 °Be. b. Pada sistem pungutan metode PT. GARAM (Persero), kristal garam dipelihara selama 30 hari sebelum dilakukan perataan. Selang waktu dari LAT ke proses perataan selama 30 hari. Lapisan garam yang berumur 30 hari disebut lantai garam yang menjadi dasar pada pungutan garam selanjutnya. Pada metode maduris kristal garam dipelihara selama 15 – 20 hari, setelah itu langsung dipungut diatas lantai tanah.
Gambar 9. Kristalisasi Garam 2.1.13.5 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Garam a. Air Laut Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya (termasuk kontaminasi dengan air sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan). b. Cuaca/Iklim Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
24
Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap.
c. Tanah
Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut kedalam tanah yang di peminihan ataupun di meja.
Bila kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya, apalagi bila terjadi hujan selama pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan garam. Jenis tanah mempengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh garam yang dihasilkan.
d. Pengaruh air
Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam kaitannya dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan gabungan penguapan air (koefisien pemindahan massa).
Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi mutu hasil.
Pada kristalisasi garam konsentrasi air garam harus antara 25–29°Be. Bila konsentrasi air tua belum mencapai 25°Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29°Be Magnesium akan banyak mengendap.
2.1.13.6 Pemanenan / Pemungutan a. Sistem Portugis Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari kristal garam yang dibuat sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 hari dipungut. b. Sistem Maduris Pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah, selama antara 10– 15 hari garam diambil di atas dasar tanah.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
25
Teknis pemungutan garam secara umum adalah sebagai berikut: a. Perataan meja garam -
Lantai garam diratakan terlebih dahulu agar kristal garam yang terbentuk pada hari-hari berikutnya tidak melekat pada lantai garam untuk memudahkan pelaksanaan pungutan.
-
Perataan lantai garam dilakukan minimal oleh 3 orang pekerja menggunakan sorkot besi.
-
Pekerja yang bertugas meratakan dasar garam harus membersihkan kakinya sebelum masuk ke meja, menghadap ke arah angin dan berjalan mundur secara hati-hati agar tidak merusak lantai garam.
-
Meja diratakan dalam keadaan terendam air tua.
-
Pungutan garam dilakukan setelah pekerjaan meratakan lantai garam selesai.
b. Pungutan garam -
Dilakukan setelah 10 hari meja garam diratakan.
-
Disiapkan profil untuk menentukan volume garam dan jembatan pungut.
-
Kristal garam dilonggarkan menggunakan sorkot besi setiap 3 hari sekali untuk memudahkan proses pungutan garam.
-
Pungutan dilakukan dengan menggunakan sorkot kayu.
-
Kristal garam ditarik (dikais) dari tengah ke tepi meja, membentuk lenceran sejajar dengan galengan meja yang membujur ke arah pejemuran dalam jarak 1 m dari tepi galengan meja.
Catatan : Pada saat mengais kristal garam, ketebalan air tua dalam meja minimal 5 cm. c. Garam hasil pungutan ditimbun di penjemuran yang terletak sejajar dengan meja terendah. Timbunan dibentuk menurut profil yang sudah dipersiapkan, ukuran disesuaikan dengan ukuran penjemuran. d. Penjemuran terbuat dari batu kapur / batu karang yang kuat dan bersih, apabila penjemuran terbuat dari tanah dan dalam keadaan rusak, perlu dibuatkan alas dari dinding / anyaman bambu yang diletakkan di atas penjemuran untuk menjaga kebersihannya, sehingga garam tidak terkontaminasi dengan tanah atau debu. e. Jika konsentrasi air tua kurang dari 29 °Be bisa dipergunakan dan ditambahkan air tua hingga ketebalannya minimal 5 cm. f.
Pungutan dilanjutkan setelah 10 hari kemudian dan seterusnya, hari pungut tidak boleh diperpendek meskipun sudah mendekati akhir musim garam.
g. Pungutan darurat dilaksanakan bila musim produksi tidak mungkin diteruskan, misalnya kondisi cuaca hujan terus menerus.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
26
Gambar 10. Pemanenan / Pemungutan Garam 2.1.13.7 Pengangkutan dan Pemasukan Garam a. Pengangkutan Garam -
Pengangkutan garam dilakukan dari timbunan garam pertama dengan tetap menjaga kebersihan garam.
-
Semua garam hasil pungutan diangkut dan dimasukkan ke gudang.
Gambar 11. Pengangkutan Garam Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
27
b. Pemasukan Garam Persiapan pemasukan garam: -
Pastikan kondisi dasar gudang dalam keadaan baik, tidak ada bagian cekung yang memungkinkan adanya genangan air.
-
Selokan-selokan di sekeliling gudang dibersihkan agar air dapat mengalir.
2.1.13.8 Kualitas Garam Garam yang diproduksi rakyat pada umumnya tidak mengalami pencucian, sehingga pada umumnya berkualitas rendah. Kadar NaCl dalam garam rakyat biasanya bervariasi sekitar 88 %. Oleh karena itu garam rakyat tidak dapat memenuhi standar kualitas garam untuk pembelian stok nasional. Sehingga harga jual garam rakyat cenderung rendah. Garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu: 1. K-1 Yaitu kualitas terbaik yang memenuhi syarat untuk bahan industri maupun untuk konsumsi. Dengan komposisi sebagai berikut:
NaCl : 97.46 %
CaCl2 : 0.723 %
CaSO4 : 0.409 %
MgSO4: 0.04 %
H2O : 0.63 %
Impurities: 0.65 %
2. K-2 Yaitu kulitas dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi kadar berbagai zat agar memenuhi standart sebagai bahan baku industri. Secara fisik garam K-2 berwarna putih agak kecoklatan dan sedikit lembab. 3. K-3 Merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang putih kecoklatan dan bercampur lumpur. 2.1.13.9 Pengemasan / Packing Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas / dibungkusnya. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
28
dengan kelobotnya, buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polongpolongan dengan kulit polong dan lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan untuk pelindung tubuh dari gangguan cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik.
Gambar 12. Kemasan Garam Menggunakan Plastik PE Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah : 1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga kekonsumen, agar produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran 2. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk. 3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan. 4. Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 1 kilo, 1 kwintal, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan. 5. Melindungi pengaruh buruk dari luar, Melindungi pengaruh buruk dari produk di dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam, atau produk berbahaya
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
29
seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-produk lain di sekitarnya. 6. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk. 7. Menambah daya tarik calon pembeli 8. Sarana informasi, iklan dan memberi kenyamanan bagi pemakai. Di samping fungsi-fungsi di atas, kemasan juga mempunyai peranan penting dalam industri pangan, yaitu : 1. Pengenal jatidiri/identitas produk 2. Penghias produk 3. Piranti monitor 4. Media promosi 5. Media penyuluhan atau petunjuk cara penggunaan dan manfaat produk yang ada di dalamnya 6. Bagi pemerintah kemasan dapat digunakan sebagai usaha perlindungan konsumen 7. Bagi konsumen kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang isi/produk, dan ini diperlukan dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. Karakteristik dari berbagai jenis bahan kemasan adalah sebagai berikut : 1. Kemasan Kertas
Tidak mudah robek
Tidak dapat untuk produk cair
Tidak dapat dipanaskan
Fleksibel
2. Kemasan Gelas
Berat
Mudah pecah
Mahal
Non biodegradable
Dapat dipanaskan
Transparan/translusid
Bentuk tetap (rigid)
Proses massal (padat/cair)
Dapat didaur ulang
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
30
3. Kemasan logam (kaleng)
Bentuk tetap
Ringan
Dapat dipanaskan
Proses massal (bahan padat atau cair)
Tidak transparan
Dapat bermigrasi ke dalam makanan yang dikemas
Non biodegradable
Tidak dapat didaur ulang
4. Kemasan plastik
Bentuk fleksibel
Transparan
Mudah pecah
Non biodegradable
Ada yang tahan panas
Monomernya dapat mengkontaminasi produk
Gambar 13. Kemasan Garam Menggunakan Kertas
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
31
Pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk bahan pangan, harus mempertimbangkan syaratsyarat kemasan yang baik untuk produk tersebut dan karakteristik produk yang akan dikemas. Syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh suatu kemasan agar dapat berfungsi dengan baik adalah : 1. Harus dapat melindungi produk dari kotoran dan kontaminasi sehingga produk tetap bersih. 2. Harus dapat melindungi dari kerusakan fisik, perubahan kadar air, gas, dan penyinaran (cahaya). 3. Mudah untuk dibuka/ditutup, mudah ditangani serta mudah dalam pengangkutan dan distribusi. 4. Efisien dan ekonomis khususnya selama proses pengisian produk ke dalam kemasan. 5. Harus mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak. 6. Dapat menunjukkan identitas, informasi dan penampilan produk yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
32
MODUL III TEKNIK PENGOLAHAN GARAM 3.1
Latar Belakang Garam merupakan komoditi strategis sebagai bahan baku industri dan bahan pangan bagi
masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi garam menjadi sangat penting dalam rangka menunjang kesehatan masyarakat melalui program iodisasi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani garam maupun dalam rangka memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Namun kondisi pergaraman nasional sampai saat ini masih belum kondusif, hal ini terutama karena produksi garam, baik kuantitas maupun kualitas, masih belum mencukupi dan memadai untuk memenuhi kebutuhan garam nasional. Dimana kebutuhan garam nasional sekitar 3 juta ton per tahun terdiri dari atas garam konsumsi 1,5 juta ton dan garam industri 1,5 juta ton sedangkan total produksi garam nasional hanya 1,3 juta ton pertahun, sehingga untuk memenuhi pasar garam konsumsi saja garam rakyat masih belum mencukupi. Apalagi untuk memenuhi Kebutuhan garam industri dengan spesifikasi NaCl diatas 97%, kadar Ca dan Mg dibawah 400 ppm.Untuk garam industri 100% masih diimpor karena garam rakyat masih tidak memenuhi spesifikasi dengan alasan akan merusak peralatan dan maintenance menjadi tinggi karena kadar Magnesium (Mg) yang relatif tinggi disamping kadar NaCl nya yang masih rendah. Pegaraman rakyat pada saat ini belum mampu menghasilkan kualitas garam yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dapat bersaing dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh Petambak memiliki kadar NaCl di bawah 94%, sedangkan garam konsumsi harus memenuhi kadar NaCl > 94,7% dan garam industri di atas 99% (dry basis). Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya harus diolah kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri. Pembuatan garam dapat dilakukan dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama garam., Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan berkisar baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik kadar NaCl 90–95%, dan sedang kadar NaCl antara 80–90% tetapi yang diutamakan adalah yang kandungan garamnya di atas 95%. Dunia usaha, karena beberapa alasan, cenderung lebih banyak menggunakan garam sebagai bahan baku/penolong yang bersumber dari impor. Hal inilah yang membuat pemerintah melakukan upaya pengaturan tata niaga garam melalui kebijakan impor garam dalam Keputusan Menteri
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
33
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 diperbaharui dengan SK Menteri Perdagangan Nomor 44 tahun 2008 dengan tujuan untuk memberikan perlindungan yang wajar bagi petani garam sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, sementara di sisi lain diharapkan agar dunia usaha dapat lebih banyak menggunakan garam produksi dalam negeri sebagai bahan baku/penolong selain yang bersumber dari impor. Jadi pemerintah mengatur tata niaga garam dengan mengatur kuota impor dan kapan boleh melakukan impor dengan mewajibkan importir melakukan pembelian garam rakyat terlebih dahulu sebelum diberi kuota, artinya jika ingin impor 100 ribu ton maka perusahaan tersebut harus melakukan pembelian garam rakyat sebesar 100 ribu ton juga pada saat masa panen. Namun dalam kenyataannya, masih banyak pelanggaran dari peraturan tata niaga garam tersebut. Diduga perusahaan/importir membeli garam rakyat tidak sesuai dengan data yang sebenarnya dan pelanggaran tata niaga garam lainnya dengan modus melakukan pembelian garam rakyat dengan harga grade 2 (K2) untuk garam rakyat yang notabene sebenarnya sudah masuk dalam kategori grade 1 (K1) sehingga mengakibatkan petani garam memproduksi garamnya tidak memperhatikan kualitas. Buat apa memproduksi K1 jika harganya tetap dianggap K2. Inilah yang akan membuat garam rakyat selalu sulit bersaing dengan garam impor secara kualitas, meskipun secara teknologi sebenarnya petani garam telah mampu untuk memproduksi garam dengan kualitas yang mendekati spesifikasi garam impor. Untuk lebih meningkatkan kualitas produksi garam nasional maka diperlukan suatu standar produksi untuk menjamin mutu, meningkatkan daya saing dan memudahkan kelancaran kerja. Salah satu standar keamanan pangan yang berlaku di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). 3.2 Deskripsi Singkat Uraian ini berisi tentang pengertian standar, standardisasi, standar nasional Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, standar internasional, perumusan standar serta bagaimana penerapan dan pemberlakuan standar tersebut. Selain itu juga dijelaskan beberapa cara pengujian kandungan NaCl dan KlO3 pada garam berdasarkan Standar Nsional Indonesi (SNI). 3.3 Prasyarat Akan lebih mudah dipelajari dan dipahami apabila anda telah mempelajari tentang kebijakan garam nasional dan teknik dan proses pembuatan garam, Inovasi produksi garam.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
34
3.4 Petunjuk Penggunaan a. Bagi Pembaca : 1) Baca petunjuk, deskripsi dan prasyarat dengan baik, 2) Pelajari baik teori, praktek serta evaluasi dari awal sampai akhir, 3) Siapkan alat dan bahan praktek sesuai petunjuk, 4) Diskusikan dengan pelatih, jika ada hal-hal yang perlu penjelasan, 5) Lakukan evaluasi mandiri yang terdapat sebelum melakukan praktek. b. Bagi Pelatih : 1) Lakukan penjelasan tentang cara menggunakan petunjuk ini, 2) Lakukan evaluasi penguasaan materi sebelum melakukan praktek, 3) Mendemonstrasikan lebih dahulu sebelum Pembaca melakukan praktek, 4) Membimbing Pembaca melalui tugas-tugas pelatihan yang disarankan, 5) Membantu Pembaca untuk menentukan sumber belajar lain selain Petunjuk ini, 6) Mencatat dan mendata kemajuan belajar Pembaca, 7) Melakukan penilaian dan evaluasi, 8) Memberikan masukan dan saran dari hasil evaluasi yang dilakukan. 3.5 Waktu Pelaksanaan diklat dialokasikan waktu selama ............Jam Pelajaran (JP) @ 45 menit, dengan rincian teori :...........JP dan praktek :............JP. 3.6 Metode Pembelajaran 1. Penjelasan/ceramah 2. Diskusi 3. Penugasan 4. Tanya jawab 5. Praktek 3.7 Media/Sarana 1. Laptop 2. White board 3. OHP 4. LCD 5. Spidol Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
35
6. Petunjuk Teknis 3.8 Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran umum (TPU) Setelah mengikuti mata diklat ini Pembaca diharapkan mampu memahami pengertian Standar Nasional Indonesia serta paham bagaimana cara pengujian beberapa zat yang terdapat dalam garam. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti mata diklat ini Pembaca diharapkan dapat mengetahui. pengertian Standar Nasional Indonesia serta paham bagaimana cara pengujian beberapa zat yang terdapat dalam garam. 3.9 Kompetensi 1. Kompetensi
: Standar Produksi Garam Berdasarkan SNI
2. Subkompetensi
: SNI garam beryodium.
3.10 Pengetahuan 1. Pengertian standar nasional Indonesia 2. Cara menguji zat yang terkandung dalam garam
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
36
3.11 Standar Nasional Indonesia (SNI) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini pembaca diharapkan mampu memahami pengertian standar,
standardisasi,
Standar
Nasional
Indonesia,
Standar
Internasional,
Penerapan
Standardisasi dan sebagainya.
3.11.1 Standar Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yangsebesarbesarnya. 3.11.2 Standar Nasional Indonesia (SNI) Adalah standar yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional di Indonesia. 3.11.3 Standardisasi Adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan dan menerapkan standar, dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. 3.11.4 Badan Standardisasi Nasional (BSN) Adalah
Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen
yang
mempunyai
tugas
pokok
mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. 3.11.5 Komite Akreditasi Nasional (KAN) Adalah lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi BSN di bidang akreditasi. Anggota KAN terdiri dari wakil-wakil instansi pemerintah, dunia usaha, cendekiawan dan konsumen. KAN dibentuk dengan Keputusan Presiden. 3.11.6 Standar Internasional Standar yang dirumuskan dan dipublikasikan oleh ISO/lEC dan lembaga internasional lain yang mempunyai ruang lingkup standardisasi serta standar ini dapat dijadikan pembanding atau bahkan dapat pula diadopsi sebagai standar nasional oleh suatu negara.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
37
3.11.7 International Organization For Standardization (ISO) Badan internasional di bidang standardisasi yang beranggotaan badan‑badan standardisasi nasional yang bertujuan untuk memajukan perkembangan standardisasi yang mempersiapkan dan menyediakan sarana pertukaran barang atau jasa, meningkatkan kerjasama dalam bidang intelektual, ilmu pengetahuan dan kegiatan ekonomi. 3.11.8 Codex Alimentarius Commission (CAC) Badan yang dibentuk oleh organisasi di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yaitu Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) dengan tujuan untuk membuat standar yang menjamin kesehatan dan keselamatan konsumen terhadap perdagangan produk makanan serta mengkoordinasikan pembuatan standar makanan yang dilakukan dalam kerjasama negara‑negara di dunia. 3.11.9 Perumusan Standar Adalah kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun rancangan standar sampai ditetapkan sebagai standar setelah tercapainya kesepakatan (konsensus) dari semua pihak yang berkepentingan. 3.11.10 Penerapan Standar Diberlakukan secara sukarela dan wajib. Pemberlakuan wajib ditentukan oleh instansi teknis terkait apabila berkaitan dengan keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen atau kelestarian fungsi lingkungan hidup atau pertimbangan ekonomi. Pelaku usaha yang menerapkan SNI yang diberlakukan secara wajib harus mempunyai sertifikat dan atau tanda SNI. SNI Sukarela tidak tertutup kemungkinan akan diberlakukan secara wajib karena pertimbangan teknis, ekonomi atau lainnya. 3.11.11 Pemberlakuan Standar Keputusan oleh Instansi Teknis yang berwenang mewajibkan suatu produk barang/jasa, dan proses tertentu mengikuti atau memenuhi SNI 3.11.12 Penerapan SNI yang Bersifat Wajib a. Pelaku usaha yang menerapkan SNI yang diberlakukan secara wajib harus mempunyai sertifikat dan atau tanda SNI. b. Pelaku usaha dilarang memproduksi atau mengedarkan induk/benih yang tidak memenuhi SNI; c. SNI diberlakukan sama, baik terhadap induk/benih produksi dalam negeri maupun impor;
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
38
d. Pelaku usaha harus mempunyai sertifikat dan atau tanda SNI yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau lembaga sertifikasi dan laboratorium negara pengekspor yang diakui KAN; e. Pengakuan KAN didasarkan pada perjanjian saling pengakuan secara bilateral atau multilateral.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
39
3..12 SNI Garam Konsumsi Beryodium (SNI 01-3556-2000/Rev.9) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembacadiharapkan mampu memahami definisi garam beryodium, syarat dan mutu, serta pengujian kandungan NaCl, KlO3 dan berbagai kandungan lain di dalamnya.
3.12.1 Ruang Lingkup Standar ini meliputi ruang lingkup, acuan, defenisi, syarat mutu, pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan dan pengemasan untuk garam konsumsi beryodium. 3.12.2 Acuan
Kode Makanan Indonesia tahun 1979
Australian Food Standard 2093-1997, Salt for use in the manufacture of dairy products.
British Standart 739, Analyst of sodium chloride for industrial use-part 1 Method for sodium chloride, 1990
Australian Food Standards Code, Th 1992
3.12.3 Definisi Garam konsumsi beryodium adalah produk makanan yang komponen utamanya natrium klorida (NaCl) dengan penambahan kalium yodat (KIO3). 3.12.4 Syarat Mutu Syarat mutu garam beryodium sesuai dengan tabel sebagai berikut . Tabel 2. Syarat mutu garam konsumsi beryodium NO KRITERIA UJI SATUAN 1
Kadar air (H2O)
2
Jumlah klorida (Cl)
3
Yodium dihitung sebagai kalium yodat
PERSYARATAN
% (b/b)
Maks 7
% (b/b) adbk
Min 94,7
mg/kg
Min 30
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 10
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 10
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks 0,1
(KIO3) 4
Cemaran logam :
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
40
Arsen (As)
mg/kg
Maks 0,1
3.12.5 Pengambilan Contoh Pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-0428-1998, petunjuk pengambilan contoh padatan. Cara Uji a. Persiapan contoh Persiapan contoh sesuai SNI 01-2891-1992, cara uji makanan dan minuman, butir 4 atau revisinya. b. Kadar air Cara uji kadar air sesuai SNI 01-2891-1992, cara uji makanan dan minuman, butir 5.1 atau revisinya. 3.12.6 Natrium Klorida (NaCl) 1) Prinsip Mereaksikan seluruh ion Cl yang terdapat dalam contoh dengan ion Ag+ dari larutan AgNO3 dengan petunjuk larutan kalium Kromat (K2CrO4), kemudian kadar NaCl dihitung dari jumlah Cl. 2) Peralatan.
neraca analitik
labu ukur
gelas piala
buret
pipet
erlemeyer
3) Pereaksi
larutan perak nitrat, AgNO3 0,1 N 17 gram AgNO3 dilarutkan dalam 1000 ml air suling
indikator kalium kromat, K2CrO4 5 % 5 gram K2CrO4 dilarutkan dalam 100 ml air suling
Magnesium oksida (MgO) atau natrium bikarbonat (NaHCO3)
Asam nitrat (1:1)
Larutkan satu bagian asam nitrat pekat kedalam satu bagian air suling
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
41
4) Cara kerja
timbang dengan teliti 50 gr cuplikan kedalam gelas piala 400 ml, tambah 200 ml air suling dan aduk sampai larut.
Saring larutan melalui kertas saring dan cuci dengan air suling sampai air sulingan bebas klorida
Tampung ait saringan dan cucian kedalam labu ukur 500 ml dan encerkan sampai tanda batas.
Pipet 2 ml larutan ke dalam erlemeyer 250 ml
Asamkan dengan beberapa tetes asam nitrat ( 1:1), sampai larutan bereaksi asam terhadap indicator merah metal
Netralkan dengan MgO atau (NaHCO3)
Encerkan dengan air suling samapi 100 ml
Titar dengan larutan AgNO3 0,1 N sampai berwarna merah bata.
5) Perhitungan Kadar NaCl (adbb) = V x N x fp x 58,5 ------------------------ x 100% W Kadar NaCl (adbk) = kadar NaCl (adbb) x 100 -----------------100 – kadar air keterangan : V
: volume AgNO3 yang diperlukan pada penitaran (ml)
N
: normalitas (AgNO3)
fp
: pengenceran
W
: bobot cuplikan (mg)
*) adbb adalah atas dasar bahan basah *) adbk adalah atas dasar bahan kering
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
42
3.12.7 Kadar KIO3 cemaran logam (Pb, cu dan Hg), Percobaan batas logam berat (semi kwantitatif) 1) Prinsip cemaran logam berat dengan Na2S dalam kondisi asam (pH 3-4) dapat memberikan warna, kemudian larutan contoh dibandingkan dengan larutan standar Pb (pembanding) dan warna larutan contoh tidak boleh lebih tua dari warna larutan standar (pembanding) 2) Peralatan : Tabung nessler 3) Pereaksi
Larutan timbal pembanding Larutkan 159,8 mg Timbal nitrat (PbNO3) dalam 10 ml Asam nitrat (HNO3) encer, encerkan dengan air suling secukupnya, masukan kedalam labu ukur 1000 ml dan encerkan dengan air suling hingga tanda tera (tiap 1 ml mengandung 0,1 mg Pb)
Larutan timbal baku Pipet 10,0 ml larutan timbal persediaan kedalam labu ukur 100 ml encerkan dengan air suling hingga tanda tera. Tiap 1 ml larutan mengandung 10 mg Pb. Larutan baku timbal harus dibuat segar. Tiap 0,1 ml larutan baku timbal yang digunakan sebagai larutan pembanding untuk larutan 1 gram bahan yang diperiksa, setara dengan 1 mg/kg bahan yang diperiksa.
Larutan Natrium sulfida (Na2S) Larutkan 5 g natrium sulfida dalam campuran 10 ml air suling dan 30 ml gliserol atau dapat dibuat sebagai berikut : larutkan 5 g Natrium hidroksida (NaOH) dalam campuran 30 ml air suling fan 90 ml gliserol. Jenuhkan setengah bagian volume larutan dengan gas hidrogen sulfida (H2S) sambil didinginkan dan kemudian campurkan sisa setengan bagian larutan. Simpan dalam botol kecil bersumbat kaca yang diisi penuh terkindung dari cahaya. Larutan Asam asetat (CH3COOH) encer. Encerkan 35 ml asam asetat glasial dengan air suling hingga 100 ml, kemudian pipet 6 ml dan encerkan dengan air suling hingga 100 ml.
Asam nitrat (HNO3) encer. Encerkan 10,5 ml asam nitrat dengan air hingga 100 ml.
4) Cara kerja
larutkan 10 g contoh dengan ± 40 ml air suling dalam tabung Nessler 50 ml
Dalam tabung nessler yang lain pipet 1 ml larutan baku timbal, encerkan dengan ± 40 ml air suling (larutan pembanding)
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
43
Pada masing-masing tabung nessler tambahkan asam asetat encer atau amonia encer hingga pH 3-4 dan encerkan dengan air suling hingga 50 ml kemudian tambahkan dua tetes larutan Natrium sulfide segar, campur dan biarkan selama 5 menit.
Letakkan tabung nessler diatas dasar putih, amati dari atas, warna larutan percobaan harus tidak lebih tua dari warna larutan pembanding.
Catatan :
apabila didalam pengujian percobaan batas logam berat menunjukan hasil dibawah standaar yang ditetapkan maka timbal (Ph) dan tembaga (Cu) dinyatakan kurang dari 10 ppm (< 10 ppm)
apabila menunjukan hasil diatas standar yang ditetapkan, maka cara uji timbal dan tembaga harus dilakukan dengan metoda Spectrofotometer serapan atom (AAS) .
untuk pengujian cemaran Hg, harus dilakukan dengan metoda Spectrofotometer serapan atom (AAS)
Cara uji cemaran logam (Pb, Cu dan Hg) dengan metoda Spectrofotometer serapan atom (AAS) 3.12.8 Cara Uji Cemaran Logam Timbal (Pb) 1) Prinsip Analisa cemaran logam Pb dengan Spectrofotometer serapan atom berdasrkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berbeda paga tigkat tenaga dasar. 2) Peralatan
labu ukur 50 ml, 100 ml, 1000 ml
pipet 1 ml, 2 ml, 10 ml
buret 10 ml dengan ketelitian 0,1 ml
spectrofotometer serapan atom
penangas air
gelas piala
3) Peraksi
HNO3 pekat
Air suling bebas logam
air suling yang telah mengalami dua kali penyulingan
larutan baku timbal 1000 mg/ml
larutan standar 0,2 mg/ml , 0,4 mg/ml, 0,6 mg/ml, 0,8 mg/ml, 1,0 mg/ml, 1,2 mg/ml
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
44
Pipet 10 ml larutan baku timbal diatas masukan ke dalam labu ukur 100 ml tepatkan sampai tanda garis dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO3 pekat (1,5 ml HNO 3/liter) kocok 12 kali (100/mg/ml) Pipet 10 ml larutan baku timbal diatas masukan ke dalam labu ukur 100 ml tepatkan sampai tanda garis dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO3 pekat (1,5 ml HNO3/liter) kocok 12 kali (10/mg/ml) Tuang larutan standar 10 mg/ml yang telah tersedia kedalam mikro buret 10 ml alirkan kedalam 50 ml labu ukur masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, dan 6 ml, tepatkan sampai tanda garis dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO 3 pekat (1,5 ml HNO3/ liter) kocok 12 kali (10/mg/ml). 4) Persiapan contoh Timbang dengan telilti 10 gram cuplikan kedalam gelas piala 400 ml dengan ± 100 ml air suling. Asamkan dengan HNO3 pekat sampai Ph < 2, masukan kedalam labu ukur 500 ml dan tepatkan dengan air sling dan kocok 12 kali. Contoh siap untuk diuji 5) Cara kerja: Periksa contoh pada alat AAS 6) Perhitungan Kadar timbal dalam contoh dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : mg Pb / ml dari hasil kurva standar Kadar Pb (ppm) = ---------------------------------------------- x V m keterangan : V : volume M : bobot contoh dalam gram 3.12.9 Cara Uji Cemaran Logam Tembaga (Cu) 1) Prinsip Analisis cemran logan Cu dengan spectrofotometer serapan atom berdasrkan pada proses penyerapan energy radiasi oleh atom –atom yang berbeda paada tingkat tenaga dasar. 2) Peralatan
labu ukur 50 ml, 100 ml, 1000 ml
pipet 1 ml, 2 ml, 10 ml
buret 10 ml dengan ketelitian 0,1 ml
spectrofotometer serapan atom
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
45
penangas air
gelas piala
3) Pereaksi
HNO3 pekat
Air suling bebas logam
air suling yang telah mengalami dua kali penyulingan
larutan baku tembaga 1000 mg/ml
larutan standar 0,2 mg/ml , 0,4 mg/ml, 0,6 mg/ml, 0,8 mg/ml, 1,0 mg/ml, 1,2 mg/ml. Pipet 10 ml larutan baku tembaga diatas masukan ke dalam labu ukur 100 ml tepatkan sampai
tanda garis dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO3 pekat (1,5 ml HNO3/liter) kocok 12 kali (100/mg/ml) Pipet 10 ml larutan 100 ug/ml masukan ke dalam labu ukur 100 ml tepatkan sampai tanda garis dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO3 pekat (1,5 ml HNO3/liter) kocok 12 kali (10/mg/ml) Tuangkan larutan standar 10 mg/ml yang telah tersedia kedalam mikro buret 10 ml alirkan kedalam 50 ml labu ukur masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, dan 6 ml, tepatkan sampai tanda garis dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO3 pekat (1,5 ml HNO3/ liter) kocok 12 kali (10/mg/ml). 4) Persiapan contoh Persiapan contoh sesuai dengan cara uji cemaran logam Pb butir 6.5.2.1 d 5) Cara kerja: Periksa contoh pada alat AAS 6) Perhitungan Kadar tembaga dalam contoh dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : mg Cu / ml dari hasil kurva standar Kadar Cu (ppm) = ---------------------------------------------- x V M keterangan : V : volume M : bobot contoh dalam gram
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
46
3.12.10 Cara Uji Cemaran Logam Raksa (Hg) 1) Prinsip Analisis cemaran logam Hg dengan spectrofotometer serapan atom berdasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berbeda-beda pada tingkat tenaga dasar 2) Peralatan
spectrofotometer serapan atom (AAS)
labu ukur 100 ml, 1000 ml
erlenmeyer
3) Pereaksi
HNO3 pekat , pa
Larutan Kalium permanganat, KMnO4 5 %
Larutkan 50 gr KMnO4 5 % keddalam labu ukur 1 liter dengan air suling, encerkan dan imptkan sampai tanda garis
Larutkan Kalium persufat, K2S2O8 5%
Larutkan 50 gr K2S2O8 dalam labu ukur 1 liter dengan air suling, encerkan dan impitkan sampai tanda garis
Larutan Natrium klorida hidroksil –amin sulfat, (NH2OH)2H2SO
Larutkan 120 gr NaCl dan 120 gr ((NH2OH)2H2SO4 dalam labu ukur 1 liter dengan air suling , encerkan dan impitkan sampai tanda garis Larutkan Timah klorida, SnCl 2 10 % dalam larutan yang mengandung HCl
Larutkan 100 gr SnCl2 dalam air suling yang mengandung 12,5 ml HCl dalam labu ukur 1 liter encerkan dan tepatkan sampai tanda garis
Asam sulfat pekat, H2SO4
Air suling bebas logam
Air suling yang telah mengalami dua kali penyulingan
Larutan baku / stok raksa 1000 mg/l
Larutkan 1,3540 gram HgCl2 dalam lebih kurang 700 ml air suling tambah 1,5 ml HNO 3 pa dan encerkan sampai tepat 1 liter dengan air suling (1 ml = 1,00 mg Hg)
Larutan standar raksa
Siapkan deret standar larutan raksa yang mengandung 0 samapi 5 ug/l
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
47
Pengenceran yang cocok dengan air suling bebas logam yang mengandung HNO3 pekat (1,5
ml HNO3/liter) larutan standar harus selalu segar 4) Persiapan contoh Persiapan contoh sesuai dengan cara uji cemaran logam Pb butir 6.5.2.1d 6) Cara kerja : Periksa contoh pada alat AAS Standarisasi : masukan 10 ml tiap-tiap larutan standar raksa yang mengandung 1,0, 2,0 dan 50,0 ug/l dan 10
ml air suling sebagai blanko ke dalam erlenmeyer 250 ml.
Tambahkan 5 ml H2SO4 pa dan 2,5 ml HNO3 kedalam tiap tiap labu
Tambahkan 15 ml larutan KMnO4 kedalam tiap-tiap labu dan biarkan paling sedikit 15 menit
Tambahkan 8 ml larutan K2S2O8 kedalam tiap labu dan panaskan selama 2 jam dalam penangas air pada suhu 95 0C Dinginkan pada suhu ruang dan tambahkan 6 ml larutan (NH 2OH)2H2SO4 untuk mengurangi
kelebihan permanganate Masukan 5 ml larutan SnCl2 kedalam tiap-tiap labu dan segera hubungkan labu dengan
peralatan pemberi udara. Plot antara konsntrasi dengan serapan
Analisa
7)
masukan 10 ml contoh yang mengandung tidak lebih dari 5,0 ug/l ke dalam labu reaksi
lakukan seperti cara kerja standarisasi Perhitungan
Kadar raksa dalam contoh dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : mg As / 1 dari hasil kurva standar Hg (ppb) = ---------------------------------------------- x V M keterangan : V : volume pelarutan dalam ml M : bobot contoh dalam gram
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
48
3.12.11 Cara Uji Cemaran Arsen (As) 1) Prinsip Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5 di reduksi dengan Kl menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2 sehiingga terbentuk AsH3 yang kemudian dibaca dengan AAS pada panjang gelombang 193,7nm. 2) Pereaksi
Natrium borohidrida Larutkan 3 gram NaBH4 dan 3 gram NaOH dalam 500 ml air suling
Asam klorida 8 M Encerkan 66 ml HCl 37% hingga 100 ml dengan air suling
Timah klorida (SnCl2) 10 % timbang 50 gram SNCl22H2O kedalam piala gelas 200 ml. Tambahkan 100 ml HCl 37%. Panaskan hingga lautan jernih. Diinginkan kemudian tuang kedalam labu ukur 500 ml dan impitkan dengan air suling.
Kalium iodida 20% Timbang 20 gram Kl kedalam labu ukur 100 ml. Larutkan dan tepatkan dengan air suling (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan)
Larutkan 1,3203 gram As2O3 kering dalam sedikit NaOH 20% kemudian natralkan dengan HCl 1:3 atau HNO3. Masukan kedalam labu ukur 1 liter dan impitkan dengan air suling.
Larutan standar arsen 100 mg/l
pipet 1 ml larutan standar 100mh/l kedalam labu ukur 100 ml dan impitkan dengan air suling
Larutan standar arsen 1 mg/l (1000 ppb)
pipet 1 ml larutan standar 100mh/l kedalam labu ukur 100 ml dan impitkan dengan air suling
Larutan deret standar aarsen 10,20,30,40 dan 50 ppb
Pipet 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan 2,5 ml larutan standar arsen 1000 ppb kedalam labu ukur 50 ml dan masingmasing impitkan dengan air suling (larutan harus dibuat baru)
3) Peralatan
spectrofotometer serapan atom (AAS)
lampu arsen
generator (HVG atau sejenisnya)
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
49
tabung reaksi atau auto sampler
4) Persiapan contoh Persiapan contoh sesuai dengan cara uji cemaran logam Pb butir 6.5.2.1d 5) Cara kerja
hubungkan generator HVG atau sejenisnya pada AAS berikut kelengkapannya
nyalakan alat
atur kondisi alat sesuai dengan instruksi kerja alat
siapkan NaBH4 dan HCl dalam tempat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh alat
6) Perhitungan Kadar arsen dalam contoh dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : mg As / 1 dari hasil kurva standar As (ppb) = ---------------------------------------------- x V M keterangan : V : volume pelarutan dalam ml M : bobot contoh dalam gram 7). Syarat lulus uji Produk dinyatakan lulus syarat uji apabila memenuhi syarat mutu butir 4 8) Syarat penandaan Syarat penandaan sesuai dengan UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan , UU No 7 tahun 1996 tentang pangan serta peraturan label dan periklanan yang berlaku 9) Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat tidak dipengaruhi dan tidak mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan serta sesuai peraturan perundang-undangan tentang tata cara pengemasan yang berlaku
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
50
MODUL IV DIVERSIFIKASI USAHA 4.1 Latar Belakang Rendahnya produksi dan kualitas garam saat ini tidak lepas dari faktor teknis dan non teknis. Salah satu diantaranya adalah faktor cuaca dan iklim. Disaat musim penghujan tentunya tambak garam tidak berproduksi sehingga petani garam yang tidak mempunyai mata pencaharian alternative selain lahan garam yang mereka punya tentunya akan mengalami kesulitan perekonomian. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sebuah diversifikasi usaha pada lahan tambak garam yang tidak dapat diproduksi karena sedang dalam musim penghujan. Beberapa alternative usaha tersebut adalah budidaya artemia, pembesaran udang dan pembesaran bandeng di lahan tambak garam. Dengan adanya diversifikasi usaha tersebut diharapkan petani garam dapat meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. 4.2 Deskripsi Singkat Diversifikasi Usaha Tambak Garam ini berisi tentang beberapa solusi mata pencaharian alternatif sebagai diversifikasi dari usaha tambak garam apabila tidak berproduksi karena faktor cuaca. Pada uraian ini dibahas mengenai budidaya yang dapat dilakukan ditambak garam yaitu artemia, udang dan bandeng. Tahapan tahapan yang perlu dilakukan yaitu persiapan, pengelolaan lahan, penebaran, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air serta panen. 4.3 Prasyarat Akan lebih mudah dipelajari dan dipahami apabila anda telah mempelajari tentang teknik pemilihan lokasi tambak garam, sarana dan prasarana tambak garam, teknik pembuatan garam dan proses produksi garam. 4.4 Petunjuk Penggunaan a. Bagi Pembaca : 1) Baca petunjuk, deskripsi dan prasyarat dengan baik, 2) Pelajari baik teori, praktek serta evaluasi dari awal sampai akhir, 3) Siapkan alat dan bahan praktek sesuai petunjuk, 4) Diskusikan dengan pelatih, jika ada hal-hal yang perlu penjelasan, 5) Lakukan evaluasi mandiri sebelum melakukan praktek. b. Bagi Pelatih : 1) Lakukan penjelasan tentang cara menggunakan ini, Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
51
2) Lakukan evaluasi penguasaan materi sebelum melakukan praktek, 3) Mendemonstrasikan lebih dahulu sebelum Pembaca melakukan praktek, 4) Membimbing Pembaca melalui tugas-tugas pelatihan yang disarankan, 5) Membantu Pembaca untuk menentukan sumber belajar lain selain, 6) Mencatat dan mendata kemajuan belajar, 7) Melakukan penilaian dan evaluasi, 8) Memberikan masukan dan saran dari hasil evaluasi yang dilakukan. 4.5 Waktu Pelaksanaan praktek dialokasikan waktu selama ............Jam Pelajaran (JP) @ 45 menit, dengan rincian teori :...........JP dan praktek :............JP 4.6 Metode Pembelajaran 1) Penjelasan/ceramah 2) Diskusi 3) Penugasan 4) Tanya jawab 5) Praktek 4.7 Media/Sarana 1) Laptop 2) White board 3) OHP 4) LCD 5) Spidol 6) Petunjuk Teknis 7) Bahan dan peralatan distribusi : air laut, beaumeter, pompa air laut, keranjang, guluk. 4.8 Tujuan Pembelajaran 1) Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti mata praktek ini Pembaca diharapkan mampu memahami beberapa macam diversifikasi usahapada tambak garam 2) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
52
Setelah mengikuti mata praktek ini Pembaca pelatihan diharapkan mampu melakukan proses budidaya artemia, udang, dan bandeng dengan tahapan-tahapan yaitu persiapan, pengelolaan lahan, penebaran, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air serta panen. 4.9 Kompetensi 1) Kompetensi
: Diversifikasi Usaha tambak Garam
2) Subkompetensi
: Budidaya artemia, budidaya udang, budidaya Bandeng.
4.10 Kriteria Untuk Kerja a. Melakukan proses produksi pada masing-masing budidaya sesuai dengan standar prosedur operasional yang tepat. b. Melakukan proses produksi pada masing-masing budidaya sesuai dengan standar prosedur operasional yang benar. 4.11 Pengetahuan a. Persiapan lahan dan peralatan b. Pengelolaan lahan c. Penebaran d. Pengelolaan pakan e. Pengelolaan kualitas air f.
Panen.
4.12 Keterampilan a. Mempersiapkan lahan dan peralatan b. Mengelola lahan c. Melakukan penebaran d. Melakukan aklimatisasi e. Mengelola pakan f.
Mengelola kualitas air
g. Melakukan pemanenan
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
53
4.13 Budidaya Artemia di Tambak Garam Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembaca diharapkan mampu memahami klasifikasi, morfologi serta siklus hidup artemia
4.13.1 Klasifikasi dan Strain Artemia Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut. Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Subkelas
: Branchiophoda
Ordo
: Anostraca
Famili
: Artemiidae
Genus
: Artemia
Spesies
: Artemia salina linn.
Sampai saat ini sudah dikenal lebih dari 50 strain artemia. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah san francisco bay, sack bay australia, chapin canada, macao, great salt lake, algues masters perancis, china, dan philippina. Pada prinsipnya perbedaan antara satu strain dengan strain lainnya terletak pada daya tetasnya, ukuran nauplius, ketahanan terhadap lingkungan, serta kebutuhan temperatur dan salinitas optimal. 4.13.2 Mengenal Morfologi Dan Anatomi Artemia A. Artemia dewasa Bentuk artemia dewasa menyerupai udang kecil. Ukurannya hanya 10 - 20 mm. Bagian kepala berukuran lebih besar dan kemudian mengecil hingga ke bagian ekor. Panjang ekor kurang lebih sepertiga dari total panjang tubuh. Di bagian kepala terdapat sepasang mata dan sepasang antenula (sungut). Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki atau secara khusus disebut torakopoda. Jumlah kakinya inilah yang membedakan artemia dengan spesies dari kelas Crustacea lainnya yang umumnya hanya memiliki sepuluh pasang kaki. Untuk lebih jelasnya morfologi artemia dapat dilihat pada Gambar 2.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
54
Gambar 14. Morfologi artemia Antara ekor dan pasangan kaki paling belakang terdapat sepasang alat kelamin, masingmasing penis pada jantan dan ovarium pada betina. Ovarium akan menghasilkan telur dan apabila telah masak, telur tersebut kemudian menjadi oosit.
Gambar 15. Artemia dewasa jantan (kiri) dan betina (kanan) B. Kista Pada perairan bersalinitas tinggi, telur-telur artemia tidak menetas menjadi embrio, tetapi pada lapisan luarnya terbentuk cangkang atau korion. Telur yang terbungkus korion inilah yang disebut
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
55
dengan kista (cyst). Jadi, kista dapat diartikan pula sebagai telur yang mengalami fase cryptobiosis (fase tidur atau istirahat). Kista artemia berbentuk bulat dan berwarna cokelat. Diameternya bervariasi antara 224,7 267,0 mikrometer (um) dan beratnya rata-rata 1,885 mikrogram (ftg). Kista dari berbagai negara berbeda-beda baik diameter, tebal korion, maupun beratnya. Tabel 5 berikut ini menyajikan basil penelitian tentang perbedaan diameter, tebal korion, dan berat kista dari beberapa strain artemia. Dalam keadaan kering, kista artemia dapat disimpan sampai bertahun-tahun tanpa kehilangan daya vigoritasnya. Secara anatomi, susunan kista artemia terdiri atas dua lapisan, yaitu korion dan selaput embrio (embrionic cuticie). Selaput embrio ini adalah semacam membran atau selaput yang membungkus embrio. C. Siklus Hidup Berdasarkan jenis kelaminnya, artemia dapat dibedakan antara individu yang berkelamin jantan dan betina. Dalam siklus hidupnya, proses reproduksi atau perkembangbiakan dilakukan secara generatif. Dalam proses generatif dihasilkan telur atau kista yang berbentuk buriran-butiran halus. Apabila berada di tempat yang kering atau di air yang bersalinitas tinggi maka kista tetap dalam keadaan dorman atau tidur. Keadaan tersebut dikenal dengan isrilah fasecryptobiosis. Apabila kista tersebut direndam di dalam air laut dengan tingkat salinitas 30 - 35 ppt maka akan terjadi hidrasi. Setelah 24 jam, membran luar akan pecah dan kista menetas menjadi embrio. Beberapa jam kemudian, embrio berkembang menjadi nauplius dan mampu berenang bebas di dalam air.
Gambar 16. Bentuk nauplius artemia
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
56
Individu yang baru ditetaskan ini dikenal dengan instar 1. Instar 1 ini akan berganti kulit menjadi instar II, demikian seterusnya sampai 15 kali. Setiap tahap perganrian kulit dinamai nomor instar pada tahap tersebut hingga pergantian kulit yang terakhir disebut instar XV. Selanjutnya artemia berkembang menjadi individu dewasa dengan ukuran 10 - 20 mm.
Gambar 17. Proses penetasan kista yang normal Perkembangan anemia dari proses penetasan sampai menjadi individu dewasa membutuhkan waktu sekitar 7 - 10 hari. Pada saat telah menjadi dewasa, artemia siap untuk melakukan proses perkawinan. Proses perkawinan pada artemia ditandai dengan penempelan individu jantan pada tubuh individu betina (riding position). Keadaan seperti ini berlangsung hingga telur masak. Dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya karena salinitas air amat tinggi atau kadar oksigen- rendah, telur segera dibungkus oleh kulit luar yang disebut korion. Korion yang diproduksi oleh kelenjar kulit ini cukup keras, ridak mudah pecah, ringan, dan berwarna cokelat tua. Dengan terbentuknya korion ini maka telur hanya mampu berkembang hingga fase gastrula dan kemudian berlanjut kepada fase dormansi atau diapauze.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
57
Gambar 18. Siklus hidup artemia Pada saat terbentuk korion, proses metabolisme menjadi terhenti. Telur kemudian disebut dengan kista. Kista ini dilepas induknya ke dalam air dan mengapung dibawa oleh angin atau arus air karena bobotnya sangat ringan. Proses pelepasan kista dari induknya ini disebut dengan ovipar. Kista artemia berbentuk bulat dan cukup keras sehingga tidak mudah pecah. Dalam kondisi lingkungan yang baik dan salinitas rendah, telur langsung menetas menjadi larva yang disebut nauplius (jamak: nauplii). Larva ini akan membebaskan diri dari induknya dengan berenang bebas di dalam air. Proses penetasan telur langsung menjadi larva ini disebut dengan ovovivipar. Larva-larva ini berganti kulit sebanyak lima belas kali. Setiap tahap pergantian kulit dinamai nomor instar pada tahap tersebut hingga pergantian kulit yang terakhir disebut instar XV. Siklus artemia selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5. D. Kondisi Alamiah Habitat Artemia 1) Salinitas Salah satu keunggulan jasad renik ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan, khususnya terhadap salinitas. Binatang ini mampu hidup pada rentang salinitas antara 5 - 150 ppt. Bahkan, ada beberapa strain yang mampu hidup di perairan dengan salinitas sampai 350 ppt. Amat jarang suatu spesies binatang air mampu hidup pada rentang kadar garam yang seluas demikian. Kemampuannya untuk hidup di perairan yang bersalinitas tinggi tersebut tentunya sangat mengherankan jika melihat ukuran tubuhnya yang sangat kecil, yaitu kurang dari 20 mm. Sistem osmoregulasi yang efisien dalam tubuhnya memegang peranan penting atas
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
58
kemampuan penyesuaian diri pada perairan yang bersalinitas tinggi tersebut. Sistem osmoregulasi ialah suatu proses penyesuaian tekanan osmose artemia pada kondisi perairan yang bersalinitas tinggi sehingga artemia terhindar dari kehilangan cairan tubuh (dehidrasi) Secara fisik, anemia tidak memiliki pertahanan tubuh yang memadai. Oleh karena itu, kemampuannya tersebut sekaligus merupakan sistem pertahanan alamiah artemia terhadap musuh-musuhnya. Pasalnya, pada salinitas yang tinggi tersebut hampir tidak ada predator yang mampu hidup. 2) Oksigen terlarut Artemia termasuk makhluk yang sangat efisien dalam mensintesis hemoglobin sehingga mampu hidup pada kandungan oksigen terlarut yang amat rendah, bahkan hingga 1 ppm. Namun, untuk hidup normal, kandungan oksigen terlarut yang optimal adalah pada kisaran 2 - 7 ppm. Kemampuan menyesuaikan diri pada perubahan- perubahan kadar oksigen ini disebut dengan euroksibion. Kemampuan ini sangat berguna terutama pada saat salinitas air amat tinggi, misalnya mencapai 150 ppt atau lebih. Pada kondisi tersebut oksigen merupakan faktor pembatas bagi artemia untuk dapat bertahan hidup. 3) Temperatur Toleransi artemia terhadap temperatur juga cukup luas, yaitu pada kisaran 6 - 35°C. Namun, temperatur optimal yang dibutuhkan untuk hidup berkisar antara 25 - 30°C. Artemia dalam bentuk kista bahkan masih mampu bertahan hidup hingga temperatur 40°C. Pada prinsipnya, daya tahan kista terhadap temperatur berbanding terbalik dengan kadar airnya. 4) Cahaya Sejauh ini, pengaruh cahaya terhadap artemia yang diketahui adalah berkaitan dengan tingkat keberhasilan penetasan. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pada kondisi tanpa cahaya tingkat tetasan makhluk ini hanya mencapai sekitar 50 % saja. Pemberian cahaya pada bak penetasan yang sudah pernah dilakukan adalah dengan menggunakan lampu TL berkekuatan 40 watt. Jumlah lampu TL yang digunakan tergantung pada jangkauan pancaran sinar dan ukuran bak penetasan. 5) Keasaman media air Kondisi yang tidak dapat ditolerir oleh jasad renik ini adalah keasaman (pH) media air. Pgnurunan pH sampai di bawah angka 7 dapat mengakibatkan kematian. Di alam, umumnya artemia hidup pada kisaran pH 7 - 8,4. Atas dasar itu maka adanya senyawa-senyawa amonium (NH,), nkrit (NO/), dan nitrat (NO/) akan bersifat racun terhadap artemia. Pengaruh pH media amat nyata pada
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
59
penetasan kista. Pada pH kurang dari 8, jumlah kista yang menetas akan berkurang drastic atau masa tetasnya makin lama. E. Kesesuaian Lokasi Budidaya Pada umumnya daerah pantai yang bersalinitas cukup tinggi tersebut telah dimanfaatkan untuk pertambangan garam. Di Indonesia, potensi lahan yang berupa areal tambak garam mencapal kurang lebih 32.000 ha. Secara agronomis, lahan-lahan terseout merupakan lahan marjinal sehingga sulit dikonversi ke sektor usaha tani lainnya. Akibatnya, penduduk atau petani yang hidup di daerah sekitar tambak garam umumnya relatif rendah kondisi social ekonominya. 1) Pembuatan tambak Wujud dari rekayasa lingkungan adalah pembuatan tambak. Untuk kondisi di Indonesia, pembuatan tambak cukup dilakukan dengan memodifikasi tambak garam menjadi model tambak yang sesuai untuk tumpang sari garam dan artemia atau budi daya artemia secara monokultur. Untuk memilih dan menentukan lokasi yang sesuai untuk pembuatan tambak harus merujuk pada kondisi alamiah dan sifat biologis artemia seperti telah dibahas di atas. Atas rujukan tersebut maka hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tambak artemia adalah sebagai berikut. 2) Kondisi iklim Iklim adalah faktor yang sangat penting dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan artemia. Di daerah-daerah tropis, artemia mampu tumbuh dan berkembang dengan baik karena di daerah ini cenderung mempunyai tingkat salinitas yang tinggi. Namun, hal ini tidak berarti bahwa artemia hanya berkembang di daerah tropis karena ternyata artemia dapat dijumpai di daerah subtropis, bahkan di daerah kutub. Ini berarti pula bahwa salinitas air yang tinggi ridak hanya disebabkan oleh proses penguapan, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya. Untuk Indonesia yang beriklim tropis, usaha budi daya artemia sesuai dikembangkan di daerah-daerah pantai yang bening Di daerah ini penguapan cukup tinggi sehingga sainitas akan relatif tinggi pula. Adapun faktor-faktor ikilm yang berpengaruh adalah sebagai berikut : a. Curah hujan Untuk daerah yang beriklim kering kisaran curah hujan yang diperlukan adalah antara 4001.300 mm per tahun dengan jumlah basah antara 3-4 bulan dalam satu tahun. Meskipun dalam
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
60
pembudidayaan artenna kebutuhan curah hujan relatif rendah, tetapi curah hujan sangat diperlukan dalam mengembalikan reservoir air tanah. Untuk tujuan menghasilkan kista maka budidaya artemia sebaiknya dimulai pada awal musim kering, yaitu pada saat curah hujan sangat rendah. Untuk menghasilkan biomassa, budi daya artemia dapat dilakukan sepanjang tahun. b. Temperatur Temperatur cukup penring terhadap proses pertumbuhan atau perkembangan artemia. Dengan demikian, kondisi media harus dijaea pada rentang suhu yang optimal. Fluktuasi temperatur yang amat tinggi dan ridak optimal akan menghambat pertumbuhan artemia. Bahkan, jika temperatur air me Sebihi 3P50 C dapat mematikan artemia. Fluktuas temperate yang tinggi dapat terjadi jika ketinggian air kurang dan 100 cm Sgga inar matahari mampu menembus sampal dasar kolam emperatur air akan meningkat dan menurun sesuai dengan miensasTn lama penyinaran oleh sinar matahari. Di sisi lain, air media jangan sampai terlalu dalam (lebih dari 2 m) sehingga perbedaan temperatur antara lapisan air permukaan dan dasar tambak tidak mencolok. Apabila air media terlalu dalam maka temperatur di dasar tambak menjadi amat rendah sehingga tidak disukai oleh artemia. Jadi, kedalaman idealnya sehingga didapatkan temperatur yang optimal adalah 1 – 2 m. c. Radiasi matahari Pengaruh radiasi matahari lainnya adalah menyebabkan terjadinya proses penguapan (evaporasi) dari air tambak sehingga salinitas air menjadi bertambah tinggi. Di dalam rekayasa tambak untuk artemia proses ini merupakan salah satu prinsip kerja yang amat penting dan sangat diharapkan, terutama untuk menghasilkan kista. Radiasi matahari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan fitoplankton, seperti ganggang dan tumbuhan bersel satu lainnya, yang merupakan makanan alami bagi artemia. Oleh karena fitoplankton tersebut hidup di dasar tambak maka ketinggian air media harus diatur sehingga sinar matahari masih mampu menembus dasar tambak. 3. Kondisi tanah Kondisi tanah mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap kehidupan artemia. Sebagai contoh adalah aerasi, tanah yang kurang baik atau bertumpuknya bahan organik di dasar tambak akan meningkatkan proses oksidasi. Proses ini dapat menghasilkan zat-zat beracun atau senyawa-senyawa yang meningkatkan keasaman air media. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka setiap 2 - 4 bulan sekali sebaiknya tambak dikuras. Pada saat pengurasan dilakukan bersamaan dengan pemanenan biomassa. Setelah dikuras,
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
61
tambak diberakan antara 2 - 4 minggu. Selama pemberaan sebaiknya dilakukan pengapuran pada tambak sehingga pH air media dapat tinggi, yaitu antara 7,5 - 8,5. Air media dengan pH yang tinggi tersebut sesuai untuk pertumbuhan artemia. Untuk pengapuran dapat menggunakan kapur tohor atau dolomit secukupnya hingga mencapai pH yang diinginkan. Jadi perlu adanya alat pengukur pH. Kedua jenis kapur ini harganya murah dan mudah didapatkan di pasaran. 4. Kondisi air media Kondisi air media merupakan faktor yang amat menentukan dalam pembudidayaan artemia. Beberapa faktor yang b^rhubungan dengan kondisi air media dan perlu diperhatikan di antaranya kedalaman, salinitas, dan transparansi air media. Kedalaman air media dijaga antara 1 - 2 m, tetapi kedalaman idealnya adalah sekitar 1-75 m. Kedalaman air yang kurang dari 1 m cenderung merugikan pertumbuhan artemia dengan alasan- alasan seperti telah dibahas. Demikian pula sebaliknya jika kedalaman air media melebihi 2 m berakibat kurang baik pada pertumbuhan artemia. Pada umumnya, salinitas air akan berbeda pada setiap lapisan. Pada permukaan air salmitasnya antara 100 - 110 ppt, pada ke 3 Taman 1 m antara 120 - 130 ppt, dan di dasar tambak antara 140 - 150 ppt. Pada pembudidayaan yang bertujuan untuk menghasilkan kista sebaiknya salinitas air dibuat di atas 80 ppt atau pada rentang 80 - 150 ppt. Berbeda pada pembudidayaan yang bertujuan menghasilkan biomassa, salinitas air media cukup dibuat pada kisaran 30 - 35 ppt. Transparansi air merupakan kontrol terhadap kesesuaian tumbuh artemia di dalam tambak. Apabila air media terlalu transparan, ini menandakan plankton-plankton telah berkurang atau terlalu cepat dikonsumsi oleh artemia. Sebaliknya, air media yang terlalu keruh juga perlu diwaspadai. Kondisi ini menunjukkan bahwa makanan artemia tersedia dalam jumlah melimpah sehingga memancin artemia untuk terns makan. Perilaku artemia yang cenderung makan terus ini justru kurang menguntungkan dalam pertumbuhannya karena akan secepat itu pula makanan dibuang sebagai feses. Makanan yang telah ditelan tidak sempat diserap oleh tubuh. Oleh karena tiu, dalam kelimpahan makanan artemia tampak kurus dan pertumbuhannya justru terhambat. Jenis-jenis fitoplankton yang biasa tumbuh di tambak antara lam kelompok famili diatom, seperti Nitzschiaceae, Naviculaceae, Rhizosoleniaceae, dan Filamentos algae. Plankton lainnya adalah Anabaena azollae dan Anabaena cicadae.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
62
4.13.3 Berbagai Cara Budi Daya Artemia A. Budidaya artemia sistem tumpang sari Dalam sistem ini, dengan sedikit melakukan modifikasi konstruksi dari tambak garam maka tambak tersebut dapat berfungsi ganda. Pertama adalah memroduksi garam dengan kualitas yang lebih baik dan kedua memroduksi artemia, baik dalam bentuk kista maupun biomass EL. Dengan demikian, sistem ini akan memberikan keuntungan usaha tani yang lebih baik sehingga kesejahteraan petani garam akan meningkat. 1) Desain dan konstruksi tambak Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tambak adalah tanggul atau pematang tambak harus bebas dan kemungkinan bocor. Untuk menjamin tanggul tidak bocor dapat dilakukan dengan menutup dinding-dinding tanggul dengan plastik hitam. Cara lain adalah dengan menggunakan dinding beton. Namun, cara ini membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dianjurkan untuk dipraktekkan secara komersial. Ukuran tambak dapat dibuat sesuai dengan ketersediaan lahan Hal pendng yang perlu diperhatikan dalam mendesain tambak adalah harus ada petakan reservoir, petakan evaporasi, petakan pemehharaan dan petakan kristalisasi garam. Tambak reservoir dapat pula dikatakan sebagai tambak penampung air dan mempakan lahan petakan yang paling luas dalam satu unit tambak budi daya artemia. Letak petakan reservoir dibuat lebih tinggi dari petakan lain dan tinggi tanggul dibuat kira-kira 200 cm. Petakan evaporasi berfungsi sebagai tempat untuk menguapkan air laut. Tingkat salinitas air laut yang melewati petakan mi diharapkan-telah mencapai angka 80 ppt. Agar penguapan air laut tersebut dapat berlangsung lebih cepat maka kedalamannya tidak boleh lebih dari 100 cm. Tinggi tanggul evaporasi dibuat kira-kira 50 cm. Air laut dari petakan evaporasi. kemudian dialirkan ke petakan pemeliharaan. Pada petak pemeliharaan tinggi tanggul dibuat sekitar 200 cm agar
mampu
menampung air dengan kedalaman 100 – 175 cm. Petak kristalisasi merupakan petak pembuangan air dan petak pemeliharaan dan sekaligus sebagai petak pembentukan (kristalisasi) garam. Kedalaman tambak garam selama ini pada umumnya tidak, lebih dari 10 cm sehingga temperatur. air laut dengan mudah naik. Melebihi 40°C. Kondisi tersebut kurang sesuai untuk pertumbuhan artemia sehingga pada budi daya sistem tumpang sari mi kedalaman tambak harus dimodifikasi dengan tinggi tambak dan kedalaman air seperti teks dijelaskan. Sebelum digunakan sebaiknya tambak, terutama petakan pemeliharaan dibiarkan selama 2 minggu untuk menjamin aerasi tanah. Tindakan ini juga merupakan pencegahan terhadap
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
63
kemungkinan berkembangnya sumber penyakit. Kegiatan penting lainnya dalam persiapan tambak adalah menumbuhkan makanan alami, pengaliran air dan pencegahan hama dan penyakit artemia.
Gambar 19. Skema desain dan konstruksi tambak artemia 2) Menumbuhkan makanan alami Sebelum artemia ditebarkan, pada tambak diadakan .perlakuan menumbuhkan makanan alami yang berupa fitoplankton. Agar makanan alami artemia ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik maka dilakukan kegiatan pemupukan. Petakan tambak yang dipupuk adalah petakan pemeliharaan. Pemupukan dapat pula dilakukan pada petakan reservoir jika ada perencanaan untuk mengembangbiakkan artemia di petakan tersebut secara ovovivipar. Tambak dipupuk dengan menggunakan .pupuk organik, misalnya kotoran ayam dan pupuk buatan berupa TSP dan Urea atau amonium. Dosis pupuk kandang, TSP dan Urea yang diperlukan adalah berturut-turut 3.000 kg/ha/tanam, FTO/ha/tanam, dan 150 kg/ha/tanam. Apabila kondisi kimia tanah relatif asam maka sebaiknya dilakukan pengapuran, misalnya dengan kapur tohor atau dolomit dengan jumlah secukupnya.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
64
3) Sistem pengaliran dan kedalaman air Air laut mula-mula dialirkan ke petakan reservoir I dengan kedalaman air 60 - 100 cm. Pengisian air ke dalam petakan reservoir dilakukan dengan pompa air berdiameter 10 inci pada saat air laut Ipasang. Pada petakan ini salinitas air kurang lebih sama dengan salinitas air laut, yaitu antara 30 35 ppt. Dari petakan reservoir I air dialirkan secara gravitasi ke petakan evaporasi. Karena tujuannya untuk penguapan maka ketinggian air tidak boleh lebih dari 10 cm. Salinitas air laut di petakan evaporasi diharapkan telah mencapai 80 - 120 ppt dan kemudian dialirkan untuk disimpan ke dalam petakan reservoir 11. Ketinggian air dalam petakan ini boleh lebih dari 100 cm. Selanjutnya air dari petakan reservoir II dialirkan ke petakan pemeliharaan (petakan budi daya) dengan menggunakan pompa air berdiameter 2 inci. Kedalaman air pada petakan budi daya sekitar 60 cm Pada petakan ini dilengkapi caren keliling sebagai tempat berlindung artemia pada kondisi-kondisi yang ekstrim. Caren ini dapat dibuat dari belahan bambu dengan panjang sekitar 0,5 m dan tinggi sesuai dengan kedalaman air. Penyusunan caren dilakukan dengan menancapkan salah satu ujung ke dinding kolam dan ujung lainnya dibuat penyangga dari kayu atau bambu. Pada petakan imah kegiatan produksi kista dilakukan dengan memanfaatkan sifat reproduksi ovipar. Setelah dewasa, artemia memroduksi kista setiap empat hari. Kemampuan menghasilkan kista dapat berlangsung berbulanbulan, tergantung
daya dukung alam untuk kehidupan artemia. Air dari petakan pemeliharaan
selanjutnya dipompakan ke petakan pembuangan atau petakan kristalisasi garam. 4) Pencegahan hama dan penyakit Pemantauan terhadap hama dan penyakit serta predator pada tambak perlu dilakukan secara terus-menerus. Organisme yang bersifat hama bagi artemia adalah organisme pesaing pemakan fitoplankton. Hama ini dapat berupa zooplankton. Predator artemia dapat berupa benih ikan atau ikan dewasa yang masuk ke dalam tambak secara tidak sengaja. Oleh karena itu, air yang dialirkan ke dalam tambak harus dijamin tidak ada ikan yang turut masuk. Masuknya predator ke dalam tambak akan sangat merugikan perkembangbiakan artemia. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengendalikan predator adalah dengan menggunakan saponin pada dosis 10 - 12 ppm. Dosis ini tidak berbeda dengan dosis yang diterapkan pada pembasmian hama dan predator pada tambak udang. Usaha pengendalian predator ini dapat dilakukan pada semua petakan Namun, kegiatan tersebut harus dilaksanakan sebelum air dialirkan ke
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
65
petakan berikutnya. Sebenarnya apabila salinitas air media tetap terjaga pada angka sekitar 150 ppt rrtaka dapat dipastikan hampir tidak ada jenis predator yang mampu bertahan hidup. 5) Penetasan kista Sebelum artemia ditebarkan ke dalam tambak, masih ada satu kegiatan penting yang harus dilakukan, yaitu penetasan kista. Kista merupakan telur yang terbungkus korion, akibat ketidaksesuaian ingkungan telur menetas menjadi larva. Kondisi demikian memang sengaja direkayasa.
Gambar 20. Wadah penetasan kista artemia Untuk mendapatkan kista artemia dapat dilakukan dengan air cara.
Pertama
adalah
dihasilkan sendiri melalui budi daya tamba artemia pada salinitas air media yang direkayasa menjadi sekitar 15 ppt. Cara ini mungkin masih sulit dilakukan di Indonesia menging, masih sangat sedikitnya tambak artemia yang diusahakan oleh nelayan. Cara kedua adalah dengan membeli kista di pasaran melalui age tunggal atau distributor. Selain itu, kista srtemia ini juga dapat dipusan dari BPPT Gondol, Bali. Dalam perdagangan, biasanya kista artemia ini dikemas dalam kaleng atau plastic. Untuk melakukan kegiatan penetasan diperlukan wadah dapat perangkat suplai oksigen. Adapun bentuk wadah untuk penetasan tersebut berupa kerucut dengan ukuran tergantung kebutuhan. Suplai oksigen dijamin dengan dibuatnya sistem aerasi dalain wadah. Perlu diperhatikan bahwa kepadatan maksimal kista pada saat penetasan adalah 15 g per liter air. Tingkat kepadatan optimal adalah sekitai 5 - 10 g per liter air. Sebagai media tetas digunakan air laut dengan salinitas antara 30 Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
66
35 ppt. Dalam keadaan normal, kurang dari 48 jam kemudian kista akan menetas menjadi bentuk nauplius dan siap ditebar dalam petakan tambak yang telah disiapkan. 6) Penebaran artemia Sebelum artemia ditebarkan ke dalam tambak, sebaiknya perlu diamati terlebih dahulu kondisi pertumbuhan makanan alami. Jika dari basil pengamatan ternyata makanan alami sudah tumbuh normal barulah dilakukan penebaran benih. Tandanya adalah air berwarna hijau keruh dan apabila diukur maka tingkat kecerahannya tidak lebih dari 20 cm. Alat pengukur kecerahan ini dapat dibuat sendiri dari lempengan alumunium yang dicat putih. Pada bagian engah lempengan dilubangi kemudian diikatkan tali nilon atau tali afia. Pada tali dibuat tanda per 5 cm atau 10 cm. Cara pengukurannya adalah lempengan dimasukkan ke dalam air media hingga tidak kelihatan dan dicatat kedalamannya. Apabila pada jarak lebih dari 20 cm ternyata air media masih terlihat bening (belum keruh), hal itu menunjukkan bahwa pakan alami belum tumbuh seperri yang diharapkan. Untuk itu, penebaran benih artemia harus ditunda sampai pakan alami tumbuh sesuai dengan kecerahan yang diinginkan. Sebaliknya, jika pada jarak kurang dari 20 cm air media sudah terlihat keruh, kondisi ini menunjukkan pertumbuhan pakan alami sangat subur. Untuk menciptkan agar kondisi pakan alami menjadi sesuai dengan jumlah populasi artemia maka keringgian media dapat ditambahkan. Penambahan air media ini dilakukan sampaz tingkat kecerahannya mencapai angka 20 cm. Padat penebaran yang dianjurkan adalah sekitar 200 nauplius per liter. Menurut basil penelitian, pada tingkat kepadatan tersebut raju perkembangan populasi dan produktivitas kista cukup optima. Namun tingkat kepadatan tersebut masih dapat ditambah atau disesuai dengan daya dukung sumber daya tambak, terutama kesuburan tanah dan kesesuaian kondisi media. 7) Pemeliharaan Selama dalam pemeliharaan, artemia harus dikontrol secara intensif. Beberapa hal penting yang perlu diamati terus-menerus adalah sebagai berikut : a. Kontrol salinitas Selama proses pemeliharaan, kontrol terhadap dngkat salinitas media harus
mendapat
perhatian khusus. Salinitas yang optima kan menentukan keberhasilan fase oviparitas. Fase ovipantas sendiri berperan dalam menentukan mutu dan jumlah kista yang dihasilkan. Permasalahan umumnya akan terjadi bila tiba-tiba turun hujan luar perkiraan. Salinitas air akan menurun drastis Kista yang liharapkan terbentuk melalui ovipar tidak akan terjadi karena telur
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
67
akan langsung menetas menjadi larva (nauplius). Untuk menghmdan kegagalan karena menurunnya salinitas akibat turunnya hujan, sebaiknya disiapkan terpal untuk menutup petakan pemeliharaan dan curah hujan. Pada petakan pemeliharaan, salinitas air dibuat kira-kira 120 ppt Dalam upaya menghasilkan kista maka salinitas air media akan lebih baik bila terus ditingkatkan hingga mencapai sekitar 150 ppt. b. Kontrol tingkat kecerahan air Akibat pengaruh salinitas air dalam petakan pemeliharaan cukup tinggi maka penumbuhan fitoplankton memakan waktu sekitar 5 - 7 hari atau bergantung kepada tingkat kesuburan tanah dan jems pupuk yang diberikan. Jika menggunakan pupuk kandang yang belum matang maka akan diperlukan waktu lebih lama untuk tumbuh dibandingkan jika digunakan pupuk buatan yang mudah terdekomposisi. Makanan alami artemia, yaitu fitoplankton, keberadaannya di dalam tambak ditandai dengan warna air kehijau-hijauan atau hi]au kecokelat-cokelatan. Tingkat kecerahan air tetap dijaga pada kedaaman 20 - 30 cm. Kecerahan yang lebih dalam menandakan makanan alami berupa alga belum tumbuh optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemupukan untuk menambah unsur hara yang untuk bagi pertumbuhan fitoplankton. Jenis pupuk yang digunakan sama seperti pada pemupukan awal persiapan tambak. yaitu kotoran ayam TSP dan Urea dengan jumlah secukupnya. Sebagai acuan )umlah pemberian adalah sekitar 10 % dari dosis awal untuk setiap kali pemberian. c. Pemberian makanan tambahan Pada tingkat salinitas tinggi, salah satu faktor penghambal pertumbuhan atau perkembangan jasad hidup adalah ketersediaac makanan alami yang makin terbatas. Itulah sebabnya dalam pemeli haraan artemia masih perlu diberi makanan tambahan. Beberapa jenis makanan yang dapat diberikan pada artemia misalnya dedak haus atau rice bran, bungkil kelapa, tepung ikan, tepung kedelai, dan tepung jagung. Dedak halus dan tepung jagung mempunyai kandungan protein jauh lebih rendah (masingmasing 12,7 % dan 21,6 %) dibandingkan dengan tepung kedelai (42,9 %). Namun, harga dedak dan tepung jagung lebih murah dibandingkan tepung kedelai. Oleh karena itu, dalam memilih jenis pakan tambahan perlu dipertimbangkan pula harga pakan tersebut dan dibandingkan dengan kadar protein yang terkandung di dalamnya.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
68
Dalam pemberian pakan, faktor lainnya yang perlu diperhatikan adalah kontinuitas ketersediaan pakan dan ukuran butiran pakan yang tidak lebih dari 50 mikron dan bersifat mengambang di dalam air. Butiran pakan yang halus biasanya akan mengambang dalam tambak. Makanan yang cepat tenggelam tidak akan dimakan oleh artemia, tetapi justru akan meningkatkan limbah organik di dasar tambak. Hal ini dapat menjadi sumber perkembangbiakan hama dan penyakit yang selanjutnya akan berdampak buruk terhadap artemia itu sendiri. d. Kontrol ketinggian air Air di dalam tambak pemeliharaan tentunya cenderung menurun karena terus-menerus terjadi penguapan. Oleh karena itu, ketinggian air harus tetap dikontrol pada tingkat yang memungkinkan artemia dan fitoplankton berkembang dengan pesat. Ketinggian air yang ideal adalah antara 60 - 175 cm. e. Kontrol kebersihan permukaan air Permukaan air media hams selalu dijaga kebersihannya. Keadaan permukaan air media yang kotor akan menurunkan intensitas sinar matahari masuk ke dalam tambak. Jika keadaan ini dibiarkan maka proses fotosintesis dan metabolisme dari fitoplankton akan terganggu. Selain itu, kondisi tersebut juga akan menurunkan suhu air pada tingkat yang kurang sesuai untuk pertumbuhan artemia. Alga yang telah mati dan menumpuk merupakan salah satu penyebab kotornya permukaan air di tambak. Keadaan demikian umumnya terjadi pada saat artemia mencapai stadium dewasa, yaitu saat berumur 10 - 14 hari dalam siklus hidupnya. Selain alga yang mati, kotoran-kotoran lain yang masuk ke dalam tambak harus segera dibersihkan. f. Kontrol keasaman media Kondisi keasaman (pH) air media harus tetap dikontrol pada angka antara 7,5 - 8,5. Apabila pH telah berada di bawah 7,5 maka harus segera dilakukan pengapuran. Tingkat keasaman air media yang makin tinggi juga merupakan indikasi perlunya segera dilakukan kegiatan pembersihan atau pencucian petak pemeliharaan. Dengan perkataan lain, pada saat itu perlu dilakukan penanaman ulang. g. Waktu pemeliharaan Mengingat salinitas media merupakan faktor penting dalani pemeliharaan artemia maka penencuan waktu budi daya menjadi satu hal yang amat penting. Untuk memperoleh media dengan salinitas tinggi maka waktu yang ideal untuk budi daya artemia adalah pada musim kemarau.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
69
h. Produksi Apabila telah mencapai usia dewasa, yaitu antara 10 - 14 hari, artemia mulai melakukan perkawinan. Pada artemia betina dewasa mempunyai kantung telur yang menggantung di bagian bawah tubuhnya. Jumlah telur yang menggantung tersebut berkisar antara 20 - 30 burir. Adapun kesuburan artemia betina ini tergantung kepada kondisi atau daya dukung lingkungan serta strainnya. Pada pembudidayaan artemia yang dikelola dengan baik, dalam satu hektar tambak mampu dihasilkan kista sebanyak 260 kg/tanam Apabila dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali pemanenan maka produksi kista yang dapat dihasilkan dalam satu tahun mencapai 520 kg. B. Budi daya artemia secara monokultur Pada dasarnya sistem budi daya artemia secara monokultur tidak berbeda dengan sistem tumpang sari. Sistem budi daya ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan oleh petani apabila harga artemia, baik dalam bentuk kista maupun flake, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan garam. Perbedaan yang mencolok pada kedua sistem tersebut hanya terletak pada desain dan konstruksi tambak. Apabila pada system tumpang sari ada petakan kristalisasi maka pada sistem monokultur ini petakan itu ditiadakan. Keuntungannya ialah petakan untuk pemeliharaan menjadi lebih luas sehingga produksi artemia diharapkan lebih tinggi dibandingkan sistem tumpang sari. 4.13.4 Pemanenan Kista Pemanenan kista dan biomassa dilakukan dengan cara yang berbeda, baik teknik, waktu, maupun penanganannya. Kista biasanya dipanen setiap hari selama kurun waktu dua bulan, sedangkan bio massa dipanen sekali per tanam. Pemanenan biomassa dilakukan setelah hari terakhir pemanenan kista. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dibahas cara pemanenan kedua basil produksi budi daya artemia tersebut.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
70
Gambar 21. Pemanen kista artemia di tambak 1. Waktu dan cara pemanenan Pemanenan kista dapat dimulai pada akhir minggu ketiga terhitung sejak. artemia ditebarkan kedalam tambak. Untuk menentukan waktu panen lebih tepat dapat dilakukan pengamatan secar. langsung di lapangan. Apabila di permukaan air tambak terdapat butiran-butiran halus berwarna cokelat tua yang mengapung male dapat digunakan sebagai tanda waktu pemanenan kista dapat seger; dimulai. Oleh karena berat jenis kista lebih kecil dibandingkan berai 1 jenis air maka kista akan mengapung di permukaan air. Biasanya kista akan berkumpul pada salah satu sudut tambal karena didorong oleh angin. Apabila pemanenan dilakukan antan bulan Desember-April maka angin yang bertiup dari arah barai sehingga kista akan berkumpul di sudut-sudut tambak sebelah timui. Sebaliknya, jlka pemanenan dilakukan pada bulan Mei-November maka kista akan mengapung di sudut-sudut tambak sebelah barat karena didorong angin dari arah timur. Bila artemia sudah mulai menghasilkan kista maka pemanenan dapat dilakukan setiap hari. Saat yang tepat untuk memanen adalal antara pukul 08.00 - 11.00 pagi. Pada saat itu, harus di tempat terang dan angin biasanya masih bertiup sepoi-sepoi sehingga kista mudah dipanen. Selepas pukul 11.00 sebaiknya tidak dilakukan pemanenan karena angin bertiup cukup kencang. Hal ini cukup
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
71
mengganggu kegiatan pemanenan karena kista akan terbawa angin, Selain itu, angin yang bertiup kencang juga menyulitkan penggunaan jaring dari nilon yang berbobot relatif ringan juga. Sebelum dilakukan pemanenan, air di permukaan tambak sebaiknya dibilah-bilah dengan tangan untuk memisahkan kista dari kotoran. Sebaiknya kotoran yang berukuran besar, seperti daundaunan dan kerak dari alga atau plankton yang telah mati, diangkat dan dibuang. 2. Alat pemanenan Alat yang digunakan untuk memanen, cukup sederhana, yaitu berupa seser halus yang terbuat dari bahan nilon. Bahkan, lebih sederhana lagi, pemanenan dapat dilakukan dengan menggunakan gayung. Alat ini dapat digunakan jika kpndisLpernmkaan air hanya sedikit mengandung kotoran. Konstruksi alat seser dapat dibuat bermacam-macam tergantung di situasi dan kondisi di lapangan. Beberapa tipe jaring yang digunakan di antaranya single screen dan double Sn vang biasa digunakan adalah yang berukuran mesh 500 mikron. Pada banyak kondisi, konstruksi jaring double aneeap tidak praktis. Apabila menggunakan jaring single screen, Selebihnya disesuaikan dengan ukuran 10. Senap mempunyai rata-rata ukuran diameter yang berbeda-beda. Secara umum diameter kista terletak pada rentang ukuran sikron. Untuk itu, pada single screen yang biasanya dipakal adalah jaring dengan ukuran mesh 150 mikron.
Gambar 22. Konstruksi alat panen kista
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
72
3. Pencucian Kista Sementara dilakukan pemanenan kista disiapakan ember-ember plastik yang diisi air bersalintas di atas 150 ppt. Setelah kista dipanen langsung direndam dan dicuci di dalam ember selama beberapa jam.
Gambar 23. Bentuk wadah untuk merendam kista 2.3.13.5 Pemanenan Biomassa Pada masing-masing cara pembudidayaan artemia, pemanenan biomassa dilakukan dengan cara yang berbeda. Berikut ini cara pemanenan biomassa pada masing-masing pembudidayaan. Biomassa artemia dewasa sudah dapat dipanen.,setelahj4 hari dalam pemeliharaan. Pada umur itu biasanya artemia telah mencapai ukuran 10 mm. Pada sistem budi daya tambak, biomassa artemia biasanya dipanen setelah pemanenan kista yang terakhir. Tanda-tandanya adalah mortalitas induk sudah mulai meningkat, sementara produksi kista mencapai jumlah terendah. Kondisi demikian biasanya terjadi setelah dua bulan pemeliharaan. Artemia yang sudah terkumpul di sudut tambak lalu diangkat dengan menggunakan seser dan langsung dimasukkan ke dalam wadah berisi air laut yang bersih. Ke dalam wadah tersebut juga diberi aerasi secukupnya selama kurang lebih 5 menit sehingga artemia akan terpisah dari kotoran. Pada
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
73
saat aerasi dimatikan, kotoran akan mengendap ke dasar wadah dan dengan mudah disedot melalui selang yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Apabila artemia telah bersih dari berbagai kotoran dan artemia belum ingin digunakan langsung maka untuk sementara dapat disimpan ke dalam media air bersuhu rendah (2 - 10° C), misalnya dengan memasukkannya ke dalam freezer.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
74
4.14 Budidaya Udang Vannamei di Tambak Garam Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembaca diharapkan mampu memahami biologi udang vannamei, cara persiapan tambak, penebaran, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, serta cara panen.
4.14.1 Biologi Udang Vannamei a. Taksonomi Menurut Haliman dan Adijaya (2005), taksonomi udang vannamei adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Subfilum
: Crustacea
Kelas
: Malacostraca
Subkelas
: Eumalacostraca
Superordo
: Eucarida
Ordo
: Decapoda
Subordo
: Dendrobrachiata
Famili
: Penaeidae
Genus
: Litopenaeus
Spesies
: Litopenaeus vannamei
b. Morfologi Udang vannamei adalah termasuk dalam Penaeidae, karena itu sifat umum morfologi sama dengan udang windu. Badan beruas-ruas dimana pada setiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan. Anggota badan ini pada umumnya bercabang dua atau biramus. Tubuh udang secara morfologi dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu cephalotorax atau bagian kepala dan dada serta bagian abdomen atau perut. Bagian cephalotorax terlindung oleh kulit chitin yang dinamakan carapace. Pada bagian perut (abdomen) terdapat lima pasang kaki renang yang terletak di masing-masing ruas abdomen, sedangkan pada ruas ke enam terdapat kaki renang yang telah berubah bentuk menjadi dua pasang ekor kipas atau sirip ekor (uropoda) dan satu ruas lagi ujungnya runcing membentuk ekor yang disebut telson. Dibawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus). Sedangkan bagian cephalotorax (bagian kepala dada) terdapat beberapa anggota tubuh yang berpasang-pasangan antara lain antenula, sirip kepala (scophocerit), sungut besar (mandibula), alat pembantu rahang (maxilla)
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
75
yang berjepit kecil pada ujungnya (chela) yang dua pasang periopoda belakangnya tidak terjepit ( Suyanto dan Mudjiman, 2002). Morfologi selengkapnya dituangkan dalam Gambar 11. sebagai berikut:
Gambar 24. Morfologi Udang vannamei (Haliman dan Adijaya, 2005) c. Habitat dan Penyebarannya Udang vannamei banyak ditemukan di perairan samudera pasifik, daerah pantai Meksiko, Amerika Selatan sampai Amerika Tengah. Perairan daerah – daerah tersebut mempunyai temperatur air ratarata 20oC setiap tahunnya dan memiliki salinitas rata-rata 35 0/00 d. Sifat dan Kebiasaan Makan Beberapa sifat udang antara lain: aktif mencari makan di malam hari (nocturnal), pada waktu siang hari lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri dalam lumpur maupun menempel pada suatu benda yang terbenam dalam air. Udang juga mempunyai sifat kanibalisme yaitu suka memangsa jenisnya sendiri, sifat ini sering timbul pada udang yang sehat, yang tidak sedang ganti kulit. Sasarannya adalah udang – udang yang sedang ganti kulit atau moulting. Sifat lain yang menguntungkan juga adalah moulting yaitu pergantian kulit. Untuk tumbuh menjadi besar, kulit lama dibuang dan diganti dengan kulit baru. Pakan udang ditentukan oleh tingkatan umur udang itu sendiri. Pada tingkatan nauplius masih belum perlu makan karena masih mempunyai cadangan makanan. Setelah menjadi protozoa baru mulai makan yang terdiri dari plankton nabati seperti diatom (Skeletonema sp.). Pada tingkatan mysis mereka mulai suka makan plankton hewani (Artemia sp.). Setelah menjadi udang muda selain makan makanan di atas juga memakan Cyanopycae yang tumbuh di dasar perairan (benthos), udang tiram,
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
76
udang teritip, beberapa jenis udang-udangan (Crustacea), cacing annelida, dan juga detritus (sisa–sisa hewan dan tumbuhan yang sudah membusuk). Udang dewasa suka makan daging lunak seperti molusca, cacing annelida, beberapa jenis udang, anak serangga (misalnya Chironomus). Dalam budidaya, udang dapat memakan makanan alami yang tumbuh di tambak, seperti klekap, lumut, plankton, dan binatang penghuni dasar perairan (benthos). 4.14.2. Persiapan Wadah Pemeliharaan a. Pengangkatan Lumpur dan Pengeringan Lahan Sebelum dilakukan pengeringan tambak secara total, terlebih dahulu dilakukan pembuangan lumpur, kotoran dan bahan organik dari dasar tambak. Hal ini disebabkan karena lumpur tersebut tempat dari berbagai janis organisme penyebab penyakit. Pengangkatan lumpur dilakukan setelah tanah dasar tambak kering dan retak-retak. Untuk mengurangi kandungan bahan organik di dasar tambak lapisan tanah dasar tambak dicangkul sedalam 5-10 cm dan lumpur diangkat kemudian dipindahkan ke pematang atau tempat lain di luar tambak. Pengeringan tanah dasar tambak memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sesuai dengan sifat biologis udang. Pengeringan dan penjemuran dasar tambak dengan bantuan sinar matahari ini bertujuan untuk mengoksidasi bahan organik yang terkandung di dalam lumpur dasar tersebut menjadi mineral (hara). Oleh karena itu, proses pengeringan ini dapat disebut proses mineralisasi. Proses pengeringan berlangsung hingga tanah dasar tambak retak-retak, diperkirakan satu sampai tiga minggu penjemuran tergantung pada kondisi cuaca.
Gambar 25. Pengeringan Lahan Tambak
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
77
b. Pengapuran Pengapuran adalah salah satu bagian dari pengelolaan tambak, yaitu dengan memberikan kapur ke petakan areal budidaya. Tujuan dari pengapuran adalah untuk menaikan kesadahan total dan alkalinitas total air tambak diatas 20 mg/liter. Selanjutnya dikatakan bahwa penggunaan kapur ditambak dapat berguna untuk mengurangi keasaman, memperkeras tanah dasar dan menyediakan kalsium yang cukup untuk proses pergantian kulit pada udang. Menambahkan pengapuran juga bertujuan untuk menaikkan pH tanah sehingga proses penguraian bahan organik dapat dipercepat dan meningkatkan kapasitas penyangga air (Buffer air). Apabila pH tanah mencapai 6,5 atau lebih maka tidak perlu pemberian kapur akan tetapi bila setelah pengeringan dan pencucian pH dibawah 6,5 maka kapur pertanian dapat dilakukan. Beberapa jenis kapur yang biasa digunakan seperti pada Tabel 1. berikut: Tabel 3. Beberapa Jenis Kapur Jenis kapur
Dosis (kg/ha)
CaCO3 (kapur pertanian)
100-300
Ca(OH)2 ( kapur tohor)
50-100
CaMg(CO3)2 (dolomit)
200-300
Sumber : Haliman dan Adijaya (2005) 4.14.3 Persiapan Media Pemeliharaan a. Penyediaan air Air sebagai media pemeliharaan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan budidaya. Air yang digunakan harus memenuhi kriteria fisika, kimia, dan biologi yang sesuai dengan kebutuhan udang. Sebaiknya kualitas sumber air untuk pembesaran udang memenuhi standar baku kualitas air seperti pada Tabel 2. berikut: Tabel 4. Kualitas Air Baku Pemeliharaan Udang Vannamei Parameter Batas toleransi Salinitas (ppt) 20-30
Optimum 30-34
Suhu (0C)
26-32
29-30
Kecerahan (cm)
25-60
30-40
pH air
7,5-8,7
8,0-8,5
Oksigen Terlarut (mg/liter)
3-10
4-7
NH4-N (mg/l)
1,0
0
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
78
NO2-N (mg/l)
0,25
0
H2S (mg/liter)
0,001
0
Fe2+(mg/l)
0-0,03
0,01
<102
<102
Vibrio sp CFU/ml
Kondisi air yang bebas dari organisme pathogen pada awal pemeliharaan dapat diperoleh melalui tahapan sterilisasi. Rangkaian dalam kegiatan sterilisasi dapat dilakukan dengan aplikasi disinfektan untuk memberantas hama yang dapat bersifat predator, kompetitor maupun carrier penyakit. Pemberantasan ikan liar dapat dilakukan dengan aplikasi saponin 15 mg/l. b. Pemupukan Pemupukan di tambak bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tambak. Daya dukung tambak merupakan kemampuan tambak untuk menghasilkan plankton yaitu phytoplankton dan zooplankton yang akan menjadi makanan udang atau ikan yang dipelihara. Merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan budidaya udang, karena merupakan upaya untuk mengembalikan dan meningkatkan kemampuan tanah sehingga mencapai hasil yang maksimal. Keberhasilan usaha budidaya berkaitan erat dengan meningkatnya efisiensi penggunaan pupuk yaitu :
Jenis pupuk
Dosis pupuk
Waktu dan cara pemupukan Jenis pupuk yang dianjurkan adalah pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik disebut juga
pupuk alam seperti pupuk hijau, pupuk kompos dan pupuk kandang, mengandung unsur hara yang lengkap baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Namun karena
presentase
yang
dikandungnya kecil sehingga perlu tambahan pupuk anorganik/pupuk buatan. Contohnya pupuk urea (CO(NH)2)2, TSP ( P2O5) dan ZK ( K2O). Pada umumnya dosis pupuk ini adalah sebagai berikut :
Urea
100 kg/ha/musim setara dengan 10 gr/m2/musim
TSP 150 kg/ha/musim
ZK 50 – 100 kg/ha/musim
Pupuk kandang 1000 – 2000 kg/ha
Biasanya, pemupukan dilakukan 2 x atau seperlunya tergantung dari kondisi perairan. c. Persiapan media air
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
79
Air merupakan media tambak hewan air seperti ikan, udang, plankton, kepiting dan sebagainya. Agar pertumbuhan hewan air (udang) tumbuh optimal, disediakan air yang sesuai dengan kebiasaan hidupnya. Persiapan air perlu dilakukan agar air yang digunakan sesuai dengan kebiasaan hidup udang. Air yang disiapkan memiliki beberapa kriteria yaitu : a) Bebas dari crustacea air asin sebagai karter/penderita penyakit. b) Kualitas air berada pada kisaran optimal : Suhu 25-31oC Salinitas 15 – 30 ppt pH 6,5 – 7,5 c) Kelimpahan plankton diatas 12.000 cel/cc. Tahapan dalam penyiapan air media ini meliputi : a) Pengamatan parameter kualitas tanah dan air ( pH 6,5 – 7,5 ) tujuan pengamatan parameter kualitas tanah adalah untuk mengetahui kondisi tanah tersebut apakah sudah layak untuk kebutuhan substrat dasar tambak sebagai habitat untuk kebutuhan biologis udang yang akan dipelihara. b) Pengisian air dengan ketinggian 1,2 – 1,4 m. Dilakukan pada saat kondisi air laut sedang pasang tinggi. Kemudian air dibiarkan 2 – 5 hari untuk mengetahui tingkat porositas tanah dan tingkat penguapan air pada wadah budidaya. c) Sterilisasi air menggunakan kaporit 20 – 25 ppm. Caranya adalah dengan disebar merata dan kemudian di aerasi atau di kincir yang kuat selama 3 – 5 jam. d) Setelah air media netral, dilakukan pemupukan awal dengan dosis 5 – 10 g/m2 ( pupuk anorganik ) dan 5 g/m2 ( pupuk organik ). Pemberian pupuk anorganik sebaiknya diencerkan terlebih dahulu supaya mudah dan cepat bereaksi, sedangkan pupuk organik dengan cara dimasukkan ke kantong dan digantungkan. Tujuannya adalah untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan plankton yang akan di tebar. e) Penebaran inokulan plankton, yaitu jenis Chlorela sp, dan Skeletonema sp dengan padat tebar 100 - 400 liter /ha. Penebaran dilakukan sehari setelah pemupukan, kemudian kincir dihidupkan hingga plankton air tumbuh sampai menjelang penebaran benur. f) Adaptasi parameter air selama 7 – 10 hari hingga kondisi plankton tumbuh ( kecerahan air 40 – 50 cm ). Apabila selama kurun waktu tersebut plankton tidak tumbuh maka perlu dilakukan
pemberian pupuk dan inokulan fitoplankton susulan hingga mencapai kondisi
kelimpahan plankton yang stabil.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
80
g) Penebaran udang dapat dilakukan setelah plankton tumbuh. 4.14.4 Penebaran Benur a. Kualitas Benur Kualitas benur memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan budidaya karena akan menentukan kualitas udang setelah panen. Tabel 5. Kriteria Benur Berkualitas Kriteria No
Nilai
1
Umur dan telur ( hari )
2
Panjang ( mm )
20,4 – 10,9
3
Berat ( mg )
2,24 – 2,44
4
Kesehatan/bebas penyakit ( % )
> 7,0
5
Keseragaman populasi ( % )
> 50
6
Daya tahan terhadap :
7
20 – 22
• Penurunan salinitas 30 – 0 ppt
> 50
• Perendaman formalin 200 ppm
> 90
Rangsangan terhadap cahaya dan aerasi.
Positif
b. Aklimatisasi Pada saat akan menebar benur ke petak budidaya, maka faktor kualitas air, diantaranya suhu, salinitas dan kekeruhan perlu diketahui dahulu. Bila terdapat perbedaan antara air dalam pengangkutan dengan air dalam petak pemeliharaan maka harus dilakukan penyesuaian ( aklimatisasi ) benur. Aklimatisasi ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu : a) aklimatisasi suhu b) aklimatisasi salinitas Pada aklimatisasi suhu dapat dilakukan dengan cara mengapungkan wadah pengangkutan yang berisi benur diatas permukaan air budidaya selama 30 – 60 menit. Setelah suhu diperkirakan sama maka dilanjutkan dengan aklimatisasi salinitas, dengan cara mencampurkan air petakan ke dalam wadah pengangkutan sedikit demi sedikit sehingga suhu air kedua wadah sama, selanjutnya wadah dimiringkan dan dibiarkan benur keluar dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
81
air telah sama. Perlu diingat bahwa penebaran benih yang baik dilakukan pada pagi/sore hari setelah matahari terbenam. Jumlah benur yang ditebar tergantung sistem pengelolaan yang diterapkan yaitu secara tradisional, semi intensif atau intensif. Pada prinsipnya budidaya udang secara semi intensif sebagian besar
masih
tergantung
dari
penyediaan
dan kelimpahan makanan alami di tambak,
sementara untuk budidaya udang secara intensif tidak lagi tergantung kepada makanan alami yang ada di tambak. Pengelolaan secara intensif membutuhkan biaya yang cukup besar karena sepenuhnya menggunakan pakan buatan, selain itu biaya investasi yang dikeluarkan cukup tinggi. Biasanya, benih udang yang ditebar adalah tokolan dari hasil pemeliharaan di bak – bak hatchery berukuran panjang 1,75 – 2,25 cm dengan berat 0,5 – 1,0 gr. Benih yang ditebar sudah bebas virus dengan melalui proses pencucian ( pemilahan ) yang direndam formalin selama ± 30 menit. Kepadatan tebar benur adalah : a) Tradisional 1 – 3 ekor/m2 b) Semi intensif ( madya ) 3 – 10 ekor/m2 c) Intensif 10 – 30 ekor/m2. 4.14.5 Pengelolaan Pakan a. Kebutuhan Nutrisi Makanan merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan. Pakan yang dikonsumsi oleh hewan kultivan sebagai energi buang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Nilai nutrisi makanan pada umumnya dapat dilihat dari komposisi gizinya seperti kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, kadar air dan lainnya. 1) Protein Pertumbuhan udang sangat dipengaruhi oleh komposisi nutrisi pakan yang dimakannya. Salah satu komponen yang dipercaya mampu mempercepat pertumbuhan adalah protein dengan asam amino esensial yang mencukupi. Dampak dari kekurangan protein di dalam pakan dapat mengganggu bahkan menghentikan pertumbuhan atau kehilangan bobot udang. Kebutuhan protein udang vannamei berkisar antara 28 % - 35 %.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
82
2) Lemak Lemak merupakan sumber energi yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Asam lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin. Kandungan lemak yang sebaiknya di dalam pakan udang adalah kurang dari 7 %. 3) Serat Serat merupakan campuran dari selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan dan bagian dari pakan yang umumnya tidak dapat dicerna oleh udang. Dalam beberapa hal serat berguna untuk membentuk gumpalan ampas makanan menjadi feases yang mudah dikeluarkan melalui saluran pencernaan. Sebaiknya kandungan serat pada pakan udang tidak melebihi 4 %. 4) Mineral Mineral merupakan komponen anorganik yang berfungsi sebagai penguat kerangka tubuh udang dan faktor pendukung terjadinya metabolisme serta pertumbuhan normal. Kandungan mineral yang terlalu tinggi didalam pakan dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan. Kandungan mineral pada pakan komersial sebaiknya tidak melampui 15 %. 5) Air Air walaupun bukan makanan namun juga diperlukan untuk proses metabolisme dan pembentukan cairan tubuh. Kandungan air dalam makanan ikan berkisar antara 70 – 90 % berat basah, tanpa menghiraukan kandungan bahan-bahan kerasnnya. Pertumbuhan udang akan baik dengan kadar air dalam pakan maksimal 10 %. b. Waktu dan Cara Pemberian Pakan Sifat udang adalah aktif pada malam hari (nocturnal). Kebiasaan makan udang tersebut menentukan cara pemberian pakan, sehingga diperlukan beberapa kali pemberian pakan setiap harinya dengan porsi yang lebih besar pada malam hari. Cara pemberian pakan selama pemeliharaan dapat dilakukan dengan Blind feeding yaitu dengan pemberian pakan yang didasarkan atas dasar asumsi karena berat udang belum diketahui, umumnya pemberian pakan dengan cara ini adalah 15 kg untuk setiap 100.000 benur. Sedangkan cara pemberian pakan setelah udang dapat disampling adalah dengan melakukan kontrol konsumsi pakan pada ancho. Tabel dan bentuk ukuran pakan udang dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
83
Tabel 6. Bentuk dan Ukuran pakan Udang No Ukuran udang 1 Pasca larva
Bentuk/ukuran pakan Remah/tepung
2
PL s/d umur 19 hari
Butiran halus
3
Umur 20 – 40 hari
Pelet 40 – 75 mikron Pelet
4
Umur 40 – 50 hari
105 – 125 mikron Pelet
5
Dewasa
kasar
4.14.6 Pengelolaan Kualitas Air a. Suhu Suhu air sangat erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut. Suhu air optimal bagi udang berkisar antara 28 – 30 0C dan pada suhu tersebut konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam. Pada suhu 18 – 25 0C udang masih bisa hidup, tetapi nafsu makannya menurun. Lebih lanjut dikatakan bahwa, selain berpengaruh langsung suhu air juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap udang. Laju reaksi kimia dalam air berlipat dua untuk setiap kenaikan 10 0C. Pada suhu tinggi bersamaan pH yang tinggi, laju keseimbangan amoniak lebih cepat sehingga cenderung terjadi peningkatan NH3 sampai pada konsentrasi yang mempengaruhi pertumbuhan udang. Suhu pertumbuhan udang antara 26-32 0C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat. Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Suhu tinggi laju reaksi keseimbangan amoniak lebih cepat sehingga cenderung terjadi peningkatan konsentrasi NH 3. Peningkatan ini dapat mengakibatkan kematian pada udang akibat keracunan. b.Kecerahan Kecerahan indentik dengan kepadatan plankton dan warna air. Kecerahan yang baik pada udang berkisar 30 – 40 cm. Sedangkan warna air untuk budidaya udang adalah hijau muda dan coklat muda karena mengandung banyak diatomae dan clorophyta. c. Salinitas (Kadar Garam) Udang sebenarnya termasuk hewan euryhalin yaitu hewan yang menyesuaikan diri terhadap rentang kadar garam yang lebar. Namun karena dibudidayakan secara komersial, rentang kadar garam
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
84
optimal perlu dipertahankan. Pada rentang kadar garam optimal (12-20) energi yang digunakan untuk mengatur keseimbangan kepekatan cairan tubuh dan air tambak (osmoregulasi) cukup rendah sehingga sebagian besar energi asal pakan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Udang muda yang berumur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhannya optimal. Setelah umurnya lebih dari 2 bulan, pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5-30 ppt. Pada salinitas tinggi, pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu. Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan. d. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH adalah negatif dari logaritma konsentrasi ion hydrogen (H +). Apabila konsentrasi ion (OH-) meningkat dalam air, makin rendah ion H+ dan makin tinggi nilai pHnya maka cairan bersifat alkalis. Sebaliknya semakin banyak ion H+, makin rendah pH cairan dan bersifat asam. Menurut Chamberlain (1989), bahwa tingkat pH atau derajat keasaman air bisa berpengaruh secara dramatis atas tingkat toksisitas amonia dan hidrogen sulfida (H2S). Disamping itu, pH banyak berkaitan pula dengan kesanggupan pelarutan senyawa – senyawa tertentu, sedangkan beberapa diantaranya berpengaruh terhadap kesuburan air. Tingkat pH kolom air berfluktuasi sesuai dengan kegiatan fotosintetik dan pernafasan yang terjadi, yaitu mulai dari angka rendah pada waktu fajar sampai tinggi pada pertengahan sore. Pada sore hari pH air biasanya lebih tinggi daripada pagi hari. Penyebabnya adalah kegiatan fotosintetis fitoplankton dalam air yang menyerap CO2. Oleh kegiatan fotosintetis itu CO2 menjadi sedikit, sedangkan di pagi hari CO2 banyak sebagai hasil dari kegiatan pernapasan binatang maupun fitoplankton dan juga pembusukkan di dalam air. Haliman dan Adijaya (2005), menyatakan yaitu kisaran nilai pH yang ideal untuk pertumbuhan udang adalah 7,5-8,5. e. Plankton Beberapa plankton
jenis diatom, chlorophyceaea, crustacea, kecil dan zooplankton
merupakan makanan alami yang baik untuk udang. Namun demikian, banyak jenis cyanophyceae, dinophyceaea serta protozoa tidak baik bahkan merugikan udang. Oleh karena itu keberadaannya harus selalu dimonitor (Dirjenbud, 2006).
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
85
4.14.7 Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Pertumbuhan secara sederhana dapat dirumuskan pertambahan ukuran panjang dan berat dalam suatu waktu dan merupakan suatu proses biologi yang kompleks dimana banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang berpangaruh yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keturunan, umur, kematangan gonad, ketahanan terhadap penyakit, kemampuan untuk memanfaatkan pakan dan ukuran ikan. Sedangkan faktor eksternal yang berkaitan dengan padat penebaran meliputi faktor kimiawi, lingkungan suhu, bahan buangan, oksigen dan ketersediaan makanan. Menemukan pertumbuhan udang vannamei pada wadah terkontrol dengan kepadatan 100 ekor/m2 adalah 2 gram/minggu sebelum udang mencapai berat lebih dari 20 gram sedangkan setelah udang mencapai berat lebih dari 20 gram pertumbuhan udang 1 gram/minggu. Pada kondisi optimal tingkat kelangsungan udang vannamei dapat mencapai 85-90 %. Pada kondisi lingkungan media pemeliharaan yang tidak sesuai, tingkat kelangsungan hidup dapat menurun drastis mencapai 50 %. 4.14.8 Hama dan Penyakit a. Hama Hama adalah organisme yang keberadaannya didalam wadah produksi tidak dikehendaki karena bersifat kompetitor atau predator terhadap biota yang dibudidayakan. Predator adalah jenis hewan yang dapat memangsa udang vannamei yang dipelihara dalam petakan tambak. Beberapa jenis predator udang vannamei yaitu jenis ikan, seperti ikan kakap dan ikan kerong – kerong, jenis crustace, seperti kepiting dan jenis reptil seperti ular. Di samping itu, beberapa jenis udang liar laut juga menjadi kompetitor dalam mencari pakan sehingga dikhawatirkan udang vannamei akan mengalami kekurangan pakan. Untuk menjaga masuknya ikan dan udang liar ke dalam tambak, perlu dipasang jaring pada bagian inlet air laut agar tidak bisa masuk ke dalam tambak. Untuk mencegah masuknya ular, bisa dipasang pagar di sekeliling tambak. Selain itu, ikan yang berada didalam tambak bisa dibasmi dengan saponin. b. Penyakit a) Parasit Parasit mudah menyerang udang vannamei bila kualitas air yang kurang baik, terutama pada kondisi kandungan bahan organik yang tinggi. Pada kondisi yang lebih parah, parasit bisa menempel Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
86
pada permukaan tubuh udang. Parasit akan terlepas dari tubuh udang vannamei bila udang tersebut mengalami moulting. Pencegahan keberadaan parasit pada udang vannamei bisa dilakukan dengan pergantian air tambak, pemakaian probiotik, dan pengelolaan pemberian pakan. b) Bakteri dan Jamur Bakteri dan jamur tumbuh optimal di perairan yang mengandung bahan organik tinggi (sekitar 50 ppm). Bakteri yang perlu diwaspadai pada budidaya udang vannamei yaitu bakteri vibrio yang menyebabkan penyakit vibriosis. Jamur sering dijumpai pada udang sakit. Infeksi jamur lebih sering menyerang tubuh udang bagian luar, seperti karapak dan insang bagian dalam, terutama stomack. Umumnya, cendawan menyerang sebagai infeksi sekunder dari serangan utama oleh bakteri atau pathogen lain seperti virus. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan penggunaan probiotik yang mampu berkompetisi dengan bakteri patogen, seperti bakteri
Bacillus sp. dan bakteri fotosintesis.
4.14.9 Penentuan Waktu Panen Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari agar udang yang dipanen tidak cepat rusak karena suhu tinggi. Sebagai konsekuensinya sarana penerangan harus disediakan dalam jumlah yang cukup. Apabila konstruksi tambak ideal, dan sarana panen mencukupi maka panen dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Pemanenan juga harus memperhatikan cuaca dan periode bulan. Pada musim hujan atau bulan purnama banyak udang yang berganti kulit/molting sehingga harus dipertimbangkan agar harga udang dapat dijual dengan harga maksimal. Pemanenan setelah musim udang molting adalah yang terbaik. Panen harus dilakukan secepat mungkin dengan perhitungan sarana telah tersedia dalam jumlah yang cukup diantaranya : -
Pintu air yang dapat dipasangi jaring kantung panen
-
Pagar bambu (kerei) rapat sebagai pencegah lolosnya udang
-
Pompa bantu untuk mempercepat pengeringan tambak
-
Wadah pencucian udang secara cepat
-
Wadah pendinginan 500 liter berisi es sehingga udang mati pada suhu tubuh 5 oC. Air diturunkan hingga tinggal 50 %, selanjutnya saringan kantung dipasang di luar pintu air. Agar arus air tidak terlalu deras, perbedaan air di dalam dan saluran diusahakan maksimum hanya 40 cm sehingga udang tidak rusak.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
87
4.15 Budidaya Bandeng di Tambak Garam Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembaca diklat diharapkan mampu memahami biologi bandeng, persiapan lahan, penebaran, pembesaran, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air serta panen.
4.15.1 Biologi Ikan Bandeng a. Klasifikasi dan Morfologi Menurut Schuster (1960) dalam Martosudarmo et al., (1984), ikan bandeng diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum
: Vertebrata
Sub phylum
: Craniata
Kelas
: Teleostei
Sub Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Malacopterygii
Sub Ordo
: Clupeiodei
Famili
: Chanidae
Genus
: Chanos
Species : Chanos chanos Forskal (1775) Ikan bandeng mempunyai bentuk luar yang hampir sama dengan ikan-ikan lainnya, yaitu seperti torpedo, dimana sirip-sirip berfungsi sebagai alat untuk berenang. Mulutnya terletak simetris, di depan dan bergigi, terdiri atas rahang atas (premaxilla) dan rahang bawah (maxilla). Mempunyai dua buah lubang hidung (nostril), terletak di depan mata dan tertutupi oleh lapisan seperti gelatin dan tidak mempunyai pelupuk mata (eyelid). Insang pada bandeng ada empat pasang, letaknya di samping kanan dan kiri kepala. Insang ini memiliki tutup yang berfungsi melindungi insang dan terdiri dari tiga bagian, yaitu : operculum, sub operculum dan pre operculum. Terdapat tiga bagian pada insang, yaitu tulang lengkung insang, filamen insang, dan tulang saringan insang. Filamen insang adalah tempat berakhirnya pembuluh darah nadi dan merupakan tempat terjadinya pertukaran O 2 dan CO2 secara difusi antara darah di dalam pembuluh dengan air yang bersentuhan dengan insang. Ikan bandeng mempunyai beberapa sirip pada tubuhnya, antara lain : sirip punggung berjari-jari lemah 13 - 17 terletak ditengah-tengah punggung, sirip dada berjari-jari lemah 16 – 17. Sirip dada dan perut Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
88
mempunyai sisik tambahan (auxilliarry scale) dan terlihat jelas pada pangkal sirip tersebut. Sirip dubur jauh ke belakang dekat sirip ekor dan berjari-jari lemah 9 – 11. Sirip ekor panjang dan bercagak. Umumnya sisik ikan bandeng dilindungi oleh sisik cycloid. Sirip punggung Mulut Premaxilla
Sirip ekor
Maxilla Operculum
Sirip dada
Sirip perut
Sirip anal
Gambar 26. Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) b. Sifat dan Tingkah Laku Bandeng memiliki daya tahan terhadap perubahan salinitas (euryhaline). Selain itu, bandeng juga tahan terhadap temparatur tinggi dengan batas toleransi temparatur 40 0C namun sangat sensitif terhadap temparatur yang rendah. Bandeng akan mengalami stress pada temparatur 12 0C, bahkan akan mengalami kematian bila terlalu lama berada dalam kondisi tersebut. Bentuk tubuh bandeng yang langsing dan mirip torpedo menjadikannya sebagai salah satu ikan perenang cepat. c. Habitat dan Penyebarannya Bandeng banyak terdapat di perairan pantai yang landai, berpasir halus, perairan yang jernih, gelombangnya kecil dan tempatnya terlindung seperti di daerah teluk. Ikan bandeng ada yang meneruskan petualangannya memasuki muara sungai dan rawa-rawa air payau. Secara geografis, bandeng hidup di daerah tropis maupun subtropis pada batas-batas 30 0 – 40 0 Lintang Utara sampai 30 0 – 40 0 Lintang Selatan. d. Pakan dan Kebiasaan Makan Pakan utama bandeng di laut adalah plankton, baik mikro plankton maupun makro plankton. Bandeng memakan makanan yang mikroskopis tersebut dengan cara menghisap dengan mulutnya. Cara makannya ini dibantu dengan berfungsinya insang sebagai alat penyaring yang dapat menahan
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
89
partikel-partikel kecil dari air. Stadia juvenil, bandeng lebih banyak memakan jenis alga hijau dan alga biru daripada diatomae. Pakan bandeng untuk ukuran nener dan gelondongan adalah klekap, yaitu suatu kumpulan jasad renik nabati maupun hewani yang tumbuh pada permukaan dasar tambak. Setelah mencapai ukuran lebih dari 10 cm, bandeng di tambak mulai memakan alga hijau seperti lumut sutera (Chaetomorpha sp), lumut perut ayam Spyrogyra dan jenis-jenis tanaman air tingkat rendah, yaitu Ruppia sp, Nayas sp, dan Hydrilla sp. Tanaman air ini dapat dimakan ikan bandeng terutama setelah kondisinya setengah busuk. 4.15.2 Pembesaran Bandeng Usaha pembesaran bandeng sampai mencapai ukuran konsumsi dapat dilakukan dalam berbagai wadah, seperti tambak, kolam tadah hujan, dan keramba jaring apung. Pemilihan wadah pembesaran tersebut tentunya harus disesuaikan dengan kondisi tempat pemeliharaan. Khusus untuk pemeliharaan bandeng di tambak garam, pembesaran dapat dilakukan di petak tandon (reservoir). a.
Pemilihan Lokasi Keberhasilan suatu usaha budidaya perikanan salah satunya ditentukan oleh pemilihan lokasi
(site selection). Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan tambak serta biaya pemeliharaan. Sedangkan secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha bahkan keberhasilan panen.
Penyusutan biaya panen dan transportasi serta mudahnya akses
pemasaran dari hasil penentuan lokasi yang baik dapat memberikan keuntungan yang maksimal. Pemilihan lokasi tidak hanya dipertimbangkan dari faktor teknis dan biologis saja tetapi juga faktor sosial dan ekonomi. b. Seleksi Benih Benih untuk pemeliharaan intensif sebaiknya digunakan benih dari hatchery. Benih hasil tangkapan dari alam pun dapat digunakan bila dalam keadaan terpaksa, karena itu lokasi sebaiknya tidak terlalu jauh dari pengumpul atau pendeder nener. Digunakannya benih hatchery karena kemurnian benih ini dapat dijamin 100 % dari percampuran dengan spesies lain, seperti payus dan bandeng lelaki. Benih atau nener yang banyak terserang mata perak (silver eyes) sebaiknya tidak dipilih. Nener yang terserang mata perak akan tampak terlihat jelas apabila dilihat di ruang gelap dan diaerasi sehingga tampak gerakan bercak keperakan sesuai arah aliran air.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
90
c. Konstruksi dan Pembagian Petak Tambak Luas petakan tambak sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dengan dimensi empat persegi panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang sebaiknya dibuat tegak lurus arah angin dominan. Saluran air antara saluran iar masuk dan keluar pada budidaya bandeng intensif haruslah terpisah untuk mencegah akumulasi pathogen dalam petak tambak. Pertumbuhan bandeng dalam setiap pemeliharaannya mempunyai tahapan-tahapan yang akan dilalui sehingga perlu dilakukan pembagian. Pembagian petak tambak ini dimaksudkan untuk mengelompokkan bandeng sesuai dengan umur dan ukurannya dengan pembagian sebagai berikut : a) Petak Pendederan Benih atau nener dari hatchery yang umumnya berumur antara 20 – 25 hari biasanya berada pada lingkungan yang terbatas. Luas petak pendederan bervariasi, namun untuk kemudahan panen sebaiknya tidak lebih luas dari 200 m2. b) Petak Penggelondongan Petak ini digunakan petambak untuk menghasilkan gelondongan (fingerling) bandeng yang siap dijual atau ditebar di tambak sendiri. c) Petak Pembesaran Bandeng dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah ruang. Ikan akan tumbuh lebih cepat pada ruang yang lebih luas. Petak pembesaran ini hendaknya dibuat lebih besar daripada petak pendederan dan petak penggelondongan. 4.15.3 Aklimatisasi dan Penebaran Nener Aklimatisasi atau Penyesuaian terhadap lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam penebaran nener bandeng ke kolam pembesaran. Sebab, nener bandeng sangat sensitive den mudah mengalami kematian bila terjadi cekaman (stress). Oleh karena itu, penebaran nener ke dalam kolam pembesaran harus dilakukan aklimatisasi atau penyesuaian dengan lingkungan air kolam terlebih dahulu. Cara aklimatisasi biasanya dilakukan dengan cara mengapung-apungkan kantong nener beberapa saat untuk menyesuaikan suhu serta mencampurkan air tambak sedikit demi sedikit untuk menyesuaikan kadar garam (salinitas). Jika memungkinkan, salinitas air dalam kantong nener harus disesuaikan dengan salinitas air di tempat aklimatisasi. Jika perbedaan antara salinitas air dalam kantong nener dengan air di tempat aklimatisasi tidak melebihi 2 permil dan pH air tidak melebihi 0,5 dan 20 C, maka aklimatisasi dapat dilakukan dengan cara memasukkan kantong nener ke dalam tempat aklimatisasi.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
91
Gambar 27. Cara aklimatisasi dan penebaran nener Sehari sebelum nener dipindahkan ke petak peneneran sebaiknya petak peneneran di tancapin rumpon – rumpon, misalnya ranting pohon bakau, daun kelapa atau daun pisang.kegunaan rumpon – rumpon tersebut adalah untuk tempat berlindung bagi nener-nener yang masih lembut dan menangkis sengatan panas sinar matahari. Jika semuanya sudah disiapkan salinitas air dalam petak peneneran harus dikontrol dan salinitas harus diusahakan pada kisaran salinitas 10 – 15 permil. Pemindahan nener sebaiknya dilakukan waktu temperature air masih rendah misalnya pada dini hari atau sore hari. Penggantian air tambak di petak peneneran sebaiknya dilakukan setiap hari dengan jumlah 10 % volume air petak peneneran dari air di petak buyaran dan pembesaran yang masih belum dihuni. Pengontrolan temperatur air perlu dilakukan setiap hari selama nener dipelihara di petak peneneran. Usahakan temperature air berada pada suhu kurang dari 26 oC. Nener dapat ditebar ke dalam tambak pendederan dengan kepadatan yang tinggi, yakni sampai mencapai 25 – 40 ekor/ m2. 4.15.4 Pengelolaan Pakan Pemberian pakan yang teratur dengan kualitas dan kuantitas tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh ikan lebih cepat.
Pemilihan jenis pakan sangat penting dilakukan untuk
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
92
meminimalkan sisa pakan atau limbah. Pakan buatan dengan kadar protein 25 – 30 % dan bersifat tahan lama dalam air atau pakan yang dapat terapung merupakan pilihan tepat. Pakan buatan merupakan sumber pakan utama dan sekaligus menjadi faktor produksi utama pada budidaya bandeng intensif. Pasokan pakan dari jumlah dan mutu haruslah terjamin. Selain itu, jarak antara pabrik pakan atau penjual pakan sebaiknya tidak terlalu jauh agar pemberian pakan tetap berkesinambungan dan mutunya tetap terjamin. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan bandeng, yaitu : a. Kebiasaaan Makan Pakan yang diberikan dapat berupa pellet tenggelam atau pellet terapung.
Keduanya
mempunyai kelemahan dan kelebihan. Misalnya, pemberian pellet tenggelam lebih hemat karena selain memakan pellet, bandeng juga memakan organisme dasar yang pada umumnya berprotein tinggi. Sedangkan di lapangan bandeng juga sangat responsif terhadap pellet terapung bahkan lebih menguntungkan kalau ditinjau dari kemudahan pemantauan, pemanfaatan pakan, dan kesenangan memberi pakan walaupun agak boros karena bandeng hanya makan pakan buatan. b. Lingkungan Frekuensi pemberian pakan bandeng sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jumlah pakan 3 – 4 % dari berat biomassa terbukti paling menguntungkan jika diberikan dengan frekuensi yang tepat. c. Arah Angin Bandeng merupakan salah satu ikan yang responsif terhadap pakan dengan mengandalkan penglihatannya untuk mengenali pakannya. Pemberian pakan dilakukan dengan cara disebar merata ke seluruh tambak. Penggunaan otomatis yang menyemprotkan pakan dalam bentuk lingkaran sebanyak dua buah untuk setiap 0,5 ha tambak dapat meratakan penyebaran pakan ke seluruh petak. Penempatan alat pemberian pakan otomatis tipe searah sebaiknya mempertimbangkan arah angin dominan. 4.15.5 Kepadatan Semakin dewasa ikan semakin besar kemampuannya untuk menanggulangi masalah kepadatan atau persaingan, mutu air dan penanganan. Kepadatan erat hubungannya dengan suplai
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
93
air. Selain itu, padat penebaran juga ditentukan oleh jangka waktu pemeliharaan. Semakin lama waktu pemeliharaan maka semakin rendah padat penebarannya. 4.15.6 Pengelolaan Kualitas Air Kualitas air memegang peranan penting sebagai media tempat hidup ikan peliharaan. Kualitas air akan cepat menurun sebagai akibat penumpukan bahan organik yang berasal dari kotoran ikan maupun sisa pakan. Ada beberapa parameter kualitas air yang erat kaitannya dengan kelangsungan hidup ikan, yaitu : a. Kandungan Oksigen Terlarut (DO) Kandungan oksigen yang baik untuk pertumbuhan ikan dalam kolam adalah lebih dari 5 mg/l. Peningkatan kandungan oksigen dalam air dapat dilakukan dengan aerasi, filter mekanis, dan penambahan bahan penyegar. b. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman didalam perairan mempunyai kisaran nilai antara 5,0 – 9,0. Kisaran pH antara 4 – 6,5 pertumbuhan ikan sangat lambat dan nilai pH 4 merupakan titik mati asam, kisaran pH antara 6,5 – 9 merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan ikan dan pada pH 11 merupakan titik mati basa. Untuk menaikkan pH yang rendah dapat dilakukan dengan pengapuran.
Air yang
mempunyai kadar alkalinitas rendah umumnya mempunyai kisaran pH antara 6,7 – 8,2. Sebaiknya pH air dalam 24 jam tidak mengalami fluktuasi tinggi dan mendadak agar organisme yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik. c. Suhu Suhu air maksimal yang dapat diikuti oleh perubahan suhu badan ikan berkisar pada suhu 40 0C.
Setiap jenis ikan memiliki batas toleransi terhadap perubahan suhu, disamping suhu optimal. Suhu
optimal diperlukan untuk proses pertumbuhan dan reproduksi, sedangkan pada suhu toleransi hanya berlangsung proses kehidupan. Perubahan suhu lingkungan yang cepat dan besar akan berakibat fatal bagi ikan, karena dapat membunuh enzim yang sudah berfungsi pada suhu tertentu dan selanjutnya berakibat menghambat atau menghentikan proses biokimia dalam tubuh.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
94
4.15.7 Hama dan Penyakit a. Hama Hama pada bandeng terbagi dua, yaitu hama perusak dan hama pemangsa. Hama perusak termasuk kedalam hama tidak langsung yang terdiri dari hewan perusak dasar kolam dan hewan penyaing makanan, antara lain : kepiting dan ketam. Sedangkan, hama pemangsa termasuk hama tidak langsung ialah hama yang langsung memakan ikan bandeng, antara lain : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). b. Penyakit Penyakit pada bandeng disebabkan oleh parasit yang menyerang organ bagian dalam maupun yang menempel pada tubuhnya. Jenis parasit yang menyerang organ dalam diantaranya adalah Acantocephala. Parasit ini menempel di usus dan umunya dalam jumlah yang banyak. Selain di dalam usus bandeng juga terdapat cacing nematoda, namun jumlahnya hanya sedikit. Caligus sp sebangsa udang-udangan merupakan salah satu parasit yang menempel di tubuh bandeng. Timbulnya penyakit ini dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan palnkton dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak. 4.15.8 Panen Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Panen dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
95
MODUL V INOVASI PROSES PRODUKSI GARAM 5.1 Latar Belakang Pegaraman rakyat pada saat ini belum mampu menghasilkan kualitas garam yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dapat bersaing dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh Petambak memiliki kadar NaCl di bawah 94%, sedangkan garam konsumsi harus memenuhi kadar NaCl > 94,7% dan garam industri di atas 99% (dry basis). Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya harus diolah kembali untuk dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri. Pembuatan garam dapat dilakukan dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama garam., Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan berkisar baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik kadar NaCl 90–95%, dan sedang kadar NaCl antara 80–90% tetapi yang diutamakan adalah yang kandungan garamnya di atas 95%. 5.2 Deskripsi Singkat Uaraian ini berisi tentang proses produksi garam dapur dan garam industri. Di dalamnya juga dijabarkan tentang manfaat garam, manfaat iodium, cara pembuatan garam dapur, penambahan iodium pada garam serta pengemasan. Selain itu juga di jelaskan tentang proses pengolahan garam industri yang meliputi pencucian,
penambahan bahan pengikat, kristalisasi, pengeringan serta
pengemasan. 5.3 Prasyarat Akan lebih mudah dipelajari dan dipahami apabila anda telah mempelajari tentang teknik pembuatan garam serta proses produksi garam. 5.4 Petunjuk Penggunaan a. Bagi Pembaca : 1) Baca petunjuk, deskripsi dan prasyarat dengan baik, 2) Pelajari baik teori, praktek serta evaluasi dari awal sampai akhir, 3) Siapkan alat dan bahan praktek sesuai petunjuk, 4) Diskusikan dengan pelatih, jika ada hal-hal yang perlu penjelasan, 5) Lakukan evaluasi mandiri sebelum melakukan praktek.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
96
b. Bagi Pelatih : 1) Lakukan penjelasan tentang cara menggunakan, 2) Lakukan evaluasi penguasaan materi sebelum melakukan praktek, 3) Mendemonstrasikan lebih dahulu sebelum Pembaca melakukan praktek, 4) Membimbing Pembaca melalui tugas-tugas pelatihan yang disarankan, 5) Membantu Pembaca untuk menentukan sumber belajar lain, 6) Mencatat dan mendata kemajuan belajar Pembaca, 7) Melakukan penilaian dan evaluasi, 8) Memberikan masukan dan saran dari hasil evaluasi yang dilakukan. 5.5 Waktu Pelaksanaan diklat dialokasikan waktu selama ............Jam Pelajaran (JP) @ 45 menit, dengan rincian teori :...........JP dan praktek :............JP. 5.6 Metode Pembelajaran 1) Penjelasan/ceramah 2) Diskusi 3) Penugasan 4) Tanya jawab 5) Praktek 5.7 Media/Sarana 1)
Laptop
2)
White board
3)
OHP
4)
LCD
5)
Spidol
6)
Petunjuk
7)
Bahan dan peralatan distribusi : air laut, garam krosok, tungku, iodium, timbangan dan centrifuge.
5.8 Tujuan Pembelajaran 1)
Tujuan Pembelajaran umum (TPU) Setelah mengikuti mata diklat ini Pembaca diharapkan mampu memahami cara pembuatan garam dapur dan garam industri.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
97
2)
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti mata diklat ini Pembaca diharapkan dapat mengolah garam menjadi garam dapur dan garam industri.
5.9 Kompetensi 1)
Kompetensi
: Inovasi produksi garam
2)
Subkompetensi : Pembuatan garam dapur dan garam industri.
5.10 Kriteria Unjuk Kerja 1)
Membuat garam dapur mulai dari pencucian, penambahan iodium, pengemasan.
2)
Membuat garam industri yang meliputi pencucian, penambahan bahan pengikat, pengkristalan, pengeringan, pengayakan dan packing.
5.11 Pengetahuan 1)
Mengetahui komposisi garam
2)
Mengetahui manfaat garam
3)
Mengetahui manfaat iodium
4)
Mengetahui cara membuat garam dapur dan industri.
5.12 Keterampilan 1)
Menambahkan iodium dalam garam.
2)
Membuat garam dapur dan garam industri.
3)
Mengemas garam dapur.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
98
5.13 Proses Produksi Garam Dapur
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembaca diharapkan mampu memahami komposisi garam dapur, manfaat garam, manfaat iodium, cara pembuatan garam dapur, penambahan iodium pada garam serta pengemasan.
5.13.1 Air Laut Air laut merupakan bahan baku untuk pembuatan garam yang jumlahnya sangat besar, lebih dari setengah permukaan bumi ditutupi air laut. Air laut selain mengandung NaCl juga mengandung garam-garam terlarut lainnya. Komposisi garam-garam terlarut ini bervariasi menurut tempat lingkungan dan kedalaman lautnya. Kadar garam tertinggi terdapat di laut mati. Penyediaan air laut dengan mutu dan kualitas tinggi dipengaruhi oleh faktor lokasi. Tempat yang berdekatan dengan muara sungai akan memberikan air laut dengan mutu yang rendah. Pasang surut di suatu tempat tidak akan sama dengan tempat lain. Hal ini dapat mempengaruhi kontinuitas pengadaan air laut untuk penggaraman, maka perlu usaha-usaha tertentu bagi pengamanan penyediaan air laut yaitu dengan membangun waduk-waduk air laut. Untuk memperoleh garam dari laut harus diuapkan dengan berbagai cara, antara lain panas sinar matahari. Dalam proses penguapan akan terjadi peningkatan konsentrasi terhadap masingmasing zat terlarut dalam air, sedang zat terlarut (garam) tetap. 5.13.2 Garam Dapur Garam merupakan satu dari sembilan bahan makanan pokok yang digunakan masyarakat dan merupakan bahan makanan vital. Bahan ini juga efektif digunakan sebagai media untuk perbaikan gizi makanan. Penggunaan garam dibedakan menjadi garam konsumsi yaitu garam yang dikonsumsi bersama-sama dengan makanan dan minuman serta garam industri yaitu garam yang digunakan sebagai bahan baku maupun bahan penolong industri kimia. Menurut produsennya garam biasanya dibedakan atas garam rakyat dan garam pemerintah. Garam rakyat adalah garam yang diproduksi oleh petani garam. Garam rakyat biasanya diproduksi oleh penduduk tepi pantai atau penduduk di daerah sumber air asin. Sedangkan garam Pemerintah Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
99
adalah garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik garam. Berdasarkan bentuknya garam dibedakan atas garam yang berbentuk kristal dan garam briket yang dicetak. Komposisi beberapa zat utama (keadaan normal) dalam garam dapur yaitu; 1)
Natrium Klorida (NaCl) 77,76 %
2)
Magnesium Klorida (MgCl2) 10,88 %
3)
Kalsium Sulfat (CaSO4) 3,60 %
4)
Magnesium Sulfat (MgSO4) 4,47 %
5)
Kalium Sulfat (K2SO4) 2,46 %
6)
Magnesium Bromida (MgBr2) 0,22 %
7)
Kalsium Karbonat (CaCO3) 0,34 %
8)
Senyawa-senyawa lain 0,001 % Garam yang dikonsumsi masyarakat sebagian berasal dari garam rakyat yang proses
pembuatannya masih sederhana. 5.13.3 Komposisi Garam Dapur Garam dapur sebagian besar berasal dari penguapan air laut dan sedikitnya mengandung 95% natrium klorida. Garam dapur sebagai garam konsumsi harus memenuhi beberapa syarat atau kriteria standar mutu diantaranya penampakan yang bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah dan tidak terkontaminasi oleh timbal dan bahan logam lainnya. Menurut SNI nomor 04 – 3556 – 2000 garam dapur harus memenuhi syarat komposisi sebagai berikut : Tabel 7. Kadar dan kamposisi garam dapur Komposisi garam dapur menurut SNI nomor 01 – 3556 – 2000 Senyawa a. Natrium Klorida b. Air
Kadar Minimal 94, 7% Maksimal 7%
c. Iodium Sebagai KIO3)
Minimal 30 mg/kg
d. Oksida Besi (FeO3)
-
e. Kalsium dan Magnesium
-
-
f. Sulfat (SO4 )
-
g. Bagian tak larut dalam air
-
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
100
h. Cemaram logam
Pb
Maksimal 10, 0 mg/kg
Cu
Maksimal 10, 0 mg/kg
Hg
Maksimal 0, 1 mg/kg
AS
Maksimal 0, 1 mg/kg
i. Rasa
Asin
j. Warna
Putih
k. Bau
Tidak ada
5.13.4 Jenis-Jenis Garam Dapur yang Dikonsumsi Di Indonesia Garam dapur yang dikonsumsi masyarakat Indonesia ada tiga jenis yaitu: a. Garam konsumsi yang diproduksi PN Garam Garam ini diawasi dan dibina seksama oleh pemerintah sehingga yang beredar di pasaran adalah garam yang telah memenuhi syarat dan standar mutu untuk konsumsi garam dapur. b. Garam yang diimpor dari luar negeri Garam yang diimpor dari luar negeri hanya dalam jumlah kecil dan pengimpornya dilakukan bila produksi dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, misalnya: karena musim hujan berkepanjangan atau kesulitan teknik lainnya. c. Garam rakyat produksi pengrajin garam Garam rakyat produksi pengrajin garam mutunya sebagian besar belum memenuhi standar industri bagi garam konsumsi karena cara pengolahannya masih sederhana. 5.13.5 Sifat-sifat Garam Dapur Sifat garam dapur: a. Garam dapur sebagian besar berasal dari penguapan air laut dan sedikitnya mengandung 95% natrium klorida. b. Merupakan kristal berwarna putih dan berbentuk kubus. c. Mudah larut dalam air. d. Pola keadaan padat garam dapur tidak berair tetapi bersifat higroskopis yaitu dapat menarik air baik dalam bentuk uap maupun cair. e. Pada suhu dibawah 0o C garam dapur mempunyai rumus NaCl.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
101
f.
Pada suhu normal (15 oC) larutan jenuh dari garam dapur mempunyai berat jenis 1, 204 dan mengandung NaCl 26, 4%.
g. Mempunyai titik lebur 803 oC dan titik didih 1430 oC. h. Mudah rapuh karena peristiwa perubahan bentuk dan kehilangan air kristal sehingga mudah retak. 5.13.6 Kegunaan Garam dalam Tubuh Manusia Garam memegang peranan yang penting didalam tubuh manusia antara lain: a. Ikut menjaga tekanan osmosa di dalam cairan tubuh. b. Menjaga keseimbangan air dalam tubuh. c. Ikut menjaga tetapnya keasaman (pH) dalam tubuh. d. Berperan terhadap kepekaan syaraf untuk rangsangan baik dalam tubuh sendiri maupun dari luar tubuh. e. Untuk media mineral antara lain yang akan dimasukan dalam tubuh, karena tubuh memerlukan antara lain ; Kalsium, magnesium, besi, fluor dan iodium. 5.13.7 Proses Pembuatan Garam Dapur Pada umumnya pembuatan garam dapur di Indonesia menggunakan sinar matahari untuk penguapan. Hanya beberapa daerah yang penguapannya dengan menggunakan pemanasan api dengan kayu bakar atau bahan bakar minyak seperti Aceh. Proses pembuatan garam di Indonesia di golongkan menjadi : a. Proses penggaraman yang digunakan PN Garam PN Garam menggunakan air laut untuk raw material, dan penguapannya 100 persen menggunakan tenaga matahari yang dibantu angin. b. Proses penggaraman rakyat Proses penggaraman rakyat hampir sama dengan proses PN Garam. Tetapi tidak ada standar prosesnya hingga hasilnya berbeda-beda, tergantung cara pembuatannya. c. Proses penggaraman lain Proses penggaraman lain misalnya di Aceh semua dikerjakan oleh rakyat. Prosesnya agak unik, keunikan ini mungkin disebabkan karena tanah tempat penggaraman (tanah pesisir Aceh) merupakan tanah pasir yang sedikit sekali mengandung tanah liat dan keadaan iklimnya yang tidak menentu. Dalam musim kemarau, daerah Aceh masih relatif basah, karena masih sering hujan. Karena sinar matahari dan dibantu adanya angin akan mengeringkan tanah pasir tersebut
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
102
sehingga tanah mempunyai daya untuk mengisap air disekitarnya. Daya ini juga dibantu sifat kapilair dari tanah tadi (tanah pasir/porous). Maka air asin dari laut maupun air asin dari kanalkanal yang sengaja dibuat di daerah penggaraman merembes ke tanah pasir tadi. Karena pemanasan dari sinar matahari dan adanya angin berlangsung terus, maka air dalam pasir tersebut menguap, sehingga terjadilah kristal-kristal garam yang kecil-kecil pada tanah pasir tersebut, kristal-kristal inilah yang nantinya dibuat garam. Prosedur pengolahan garam dapur dari tambak sampai siap konsumsi biasanya dilakukan oleh industri rumah tangga lebih sederhana dibandingkan garam industri. Garam yang digunakan sebagai bahan baku garam dapur beryodium adalah garam yang putih, bersih dan kering (kadar air 5 %). Apabila kedua hal tersebut diatas tidak terdapat di dalam garam yang akan digunakan sebagai bahan baku, maka harus dilakukan pencucian terlebih dahulu sampai putih dan bersih. Garam harus memenuhi persyaratan : 1) Ukuran partikel/butirnya tidak lebih besar dari 2 cm, 2) Kadar airnya rendah (2 % sampai 3%), dalam prakteknya ditoleransi sampai 5 %., 3) Mempunyai sifat bebas mencurai, dan 4) Mempunyai density (berat jenis) kira – kira sama dengan air (1 kg/dm3 ). Secara singkat proses produksi garam dapur beryodium dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Pencucian Garam Tujuan pencucian garam ini adalah untuk menghilangkan semua kotoran yang ada pada garam dan mengendapkan logam – logam berat. Air yang digunakan adalah air jenuh garam (brine) dengan konsentrasi 25° Be. Prosedur pencucian garam sebagai berikut : a) Garam padat dari tambak di masukkan kedalam bak penampungan pertama yang telah diisi air pencuci (brine). b) Garam yang telah dicuci dari bak penampung garam pertama, dimasukkan kedalam talang pencuci kedua dengan sekop yang terbuat dari monel. c) Garam yang telah dicuci dari bak penampung garam kedua, dimasukkan kedalam talang pencuci ketiga dengan sekop. d) Garam yang telah masuk kedalam pencuci talang ketiga sambil disemprotkan air pencuci, e) Garam dari bak penampung ketiga diambil dan ditiriskan dengan menggunakan alas dari bambu atau bisa disebut dengan istilah gedhek sampai kering.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
103
f) Garam yang telah kering dimasukkan dalam crusher untuk dihaluskan.
Gambar 28. Proses pencucian garam 5.13.8 Proses Iodidasi Garam Iodium adalah suatu unsur bukan logam yang termasuk golongan halogenida. Di alam iodium terdapat sebagai iodium air laut, natrium iodat (NaIO3 dalam filtrat senyawa chili NaIO3), tiroksin yaitu hormon yang dikeluarkan oleh therinoida. a. Sifat-sifat iodium 1) Sifat Fisika
Pada temperatur biasa berupa zat padat yang mengkristal berbentuk keping-keping atau plat-plat rombis, berkilat seperti logam berwarna hitam kelabu serta bau khas yang menusuk.
Iodium mudah menyublim (uap iodium berwarna merah, sedangkan uap murni berwarna biru tua).
Iodium mempunyai berat atom 126, 93
Iodium mendidih pada suhu 183 C dengan titik lebur 144 C. (Adang, 1977: 58)
0
0
2) Sifat kimia
0
Molekul iodium terdiri dari atom (I2) tetapi jika dipanaskan di atas 500 C akan terurai menjadi 2 atom I,
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
104
Iodium kurang reaktif terhadap hidrogen bila dibanding unsur halogen lainnya, tetapi sangat reaktif terhadap oksigen.
Apabila gas dialirkan ke dalam larutan iodida maka terjadilah iodium. Reaksinya serupa dengan reaksi seng dengan asam klorida, hanya ionnya bermuatan negatif.
b. Kegunaan Iodium Iodium dalam tubuh berfungsi:
Sebagai komponen penting dalam pembentukan tiroksin pada kelenjar gondok (tiroida)
Tiroksin termasuk iodium merupakan pengendali transduksi energi seluler.
Kebutuhan iodium perhari sekitar 1 - 2 mikrogram per berat badan. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40 – 100 mikrogram perhari untuk anak sampai umur 10 tahun atau 150 mikrogram perhari untuk orang dewasa. Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing 25 dan 50 mikrogram perhari. Kekurangan iodium selama masa kehamilan menyebabkan anak yang dilahirkan menderita bisu, tuli, otak tidak berkembang, kretin endemik, pertumbuhan terhambat atau keterbelakangan mental. c. Iodisasi Garam Proses iodisasi pada prinsipnya ialah mencampur iodium dalam bentuk KIO3 pada permukaan garam. Dahulu larutan iodium yang digunakan dalam bentuk KI, namun karena ternyata KI tidak stabil maka kemudian digunakan KIO3 yang lebih stabil. KIO3 merupakan senyawa yang lebih stabil bila dalam keadaan murni dibandingkan KI. Cara-cara dasar yang digunakan pada proses iodisasi yaitu sebagai berikut: a. Pencampuran padat-padat (Dry Mixing), garam dicampur dengan senyawa iodium dalam bentuk padat. Dengan cara ini sukar untuk mendapatkan campuran yang homogen mengingat perbandingan yang cukup besar dan kehalusan masing-masing zat tidak sama. b. Pencampuran padat – cair, garam dicampur dengan cairan yang mengandung iodium dengan diteteskan atau disemprotkan. Cara ini telah lebih menjamin homogenitas atau kerataan hasil, tetapi kandungan air dalam garam akan bertambah. c. Pencampuran cair-cair yaitu pencampuran pada saat kristalisasinya. Hasilnya dijamin merata tetapi membutuhkan biaya besar dan teknologi tinggi. Masalah-masalah yang timbul pada proses iodisasi garam yaitu: a. Perbandingan KIO3 dan garam sangat kecil yaitu 40: 1. 000. 000 sehingga sukar dicapai hasil yang benar-benar homogen. Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
105
b. Besar dan bentuk kristal garam yang tidak sama menyebabkan perbedaan volume yang cukup besar untuk berat tertentu, sehingga mempersulit perkiraan pemberian KIO3. c. Dalam keadaan basah pada garam beriodium akan terjadi proses perembesan KIO 3 ke bawah, sehingga pencampuran kristal KIO3 dengan air harus sedikit, sehingga menyebabkan turunnya homogenitas. Pada proses iodisasi, setelah lepas dari mesin pencampur, kandungan iodat dalam garam ini terus mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena penguraian KIO sehingga keluarnya I 3
2
dalam bentuk gas atau karena proses terbawanya KIO3 dalam air yang merembes ke bawah. Proses penguraian KIO3 terjadi karena pemanasan dalam oven pembuatan garam briket (dapat terurai sampai lebih dari 50%), juga pada penyimpanan baik dalam peredaran maupun setelah sampai pada konsumen. Penguraian ini terjadi karena adanya zat-zat reduktor, asam dan air yang ada pada garam atau lingkungannya.
Gambar 29. Proses Iodisasi garam dapur dengan cara disemprot
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
106
5.13.8.1
Pengemasan Setelah garam di campur dengan iodium maka dapat segera kemas atau dicetak berbentuk
briket atau Kristal.
Gambar 30. Pencetakan garam dapur berbentuk briket Untuk memenuhi syarat pengemasan maka penutupan dilakukan secara mekanis atau semi otomatis. Syarat – syarat label antara lain : a. Label garam beryodium harus memenuhi ketentuan yang berlaku. b. Pada kemasan garam beryodium harus tertera keterangan yang jelas sebagai berikut : Nama makan “ Garam Beryodium” Nama / merek dagang Kandungan KIO3 > 30- 80 ppm Berat bersih yang dinyatakan dalam system matrik Kode produk Nomor pendaftaran dari Departemen Kesehatan Nama dan Alamat Perusahaan Komposisi makanan/garam yang dikemas Tanda logo SNI
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
107
Gambar 31. Kemasan Garam Dapur
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
108
5.14
Proses Produksi Garam Industri
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembaca diharapkan mampu memahami proses pengolahan garam industry yang meliputi size reduction, mixing, penambahan bahan pengikat, kristalisasi, pengeringan, serta pengemasan.
5.14.1
Proses Pencucian Garam Bahan Baku
a. Tujuan Pencucian -
Untuk meningkatkan kandungan NaCl
-
Mengurangi unsur Mg, Ca, SO4, dan kotoran lainnya yang terkandung dalam garam
b. Kualitas Hasil Pencucian Kualitas garam hasil pencucian tergantung pada : -
Garam bahan baku yang akan dicuci/proses Garam bahan baku pencucian dengan kualitas baik atau semakin baik akan menghasilkan garam cucian yang lebih baik atau semakin baik.
-
Air pencuci Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran yang terkandung akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih Persyaratan air pencuci : a. Air garam (Brine) = 20 – 24 Be b. Kandungan Mg = 10 gr/liter
-
Unit proses pencucian, terdiri dari : 1) Bak pencucian konvensional 2) Screw conveyor 3) Mixing pump & static drainer 4) Mixing chember
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
109
Gambar 32. Bak Pencucian Garam Konvensional 5.14.2
Penambahan Bahan Pengikat Impurities Bahan pengikat adalah bahan yang membuat sesuatu menjadi terikat. Sedangkan impurities
adalah zat-zat yang keberadaannya tidak di kehendaki dalam zat murni. Air laut sebagai sumber bahan baku pembuatan garam selain mengandung NaCl juga mengandung garam-garam terlarut 2+
2-
3+
lainnya sebagai impurities (pengotor). Pengotor ini biasanya berasal dari ion-ion Ca , SO4 , Fe , 2+
Mg , dan lain-lain. Impurities dari unsur kalsium biasanya dalam bentuk gips. Kristal gips sangat halus dan mengendap sangat lambat sehingga pada masa pembentukan kristal NaCl gips ikut terkristal. Hal ini menjadi penyebab garam yang diperoleh dari penguapan air laut dengan tenaga matahari kemurniannya lebih rendah dibandingkan dengan penguapan buatan. Senyawa magnesium terdapat dalam larutan induk (mother liquor) yaitu larutan sisa pengendapan NaCl. Senyawa ini menyebabkan sifat higroskopis garam menjadi besar dan rasanya menjadi pahit. Secara teori garam yang beredar di masyarakat sebagai garam konsumsi harus mempunyai kadar NaCl 94, 7%. Namun pada kenyataannya kadar NaCl pada garam dapur jauh dibawah standar. Untuk itu perlu adanya suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemurnian NaCl pada garam tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan bahan pengikat impurities. Bahan pengikat ini merupakan bahan yang sengaja ditambahkan kedalam larutan garam dapur dengan maksud untuk mengikat pengotor-pengotor yang sebelumnya sudah ada pada garam dapur melalui Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
110
pembentukan endapan. Bahan pengikat yang dapat ditambahkan adalah CaO, Ba(OH) 2 dan (NH4)2CO3. Bahan pengikat ini dilakukan atau dipasang pada bak filter setelah air garam dilarutkan. 5.14.3
Rekristalisasi Setelah garam di mixing maka dapat dilakukan rekristalisasi. Rekristalisasi adalah suatu
metode yang digunakan untuk memurnikan padatan yang didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan kotoran dalam suatu pelarut tertentu. Pada dasarnya zat akan dimurnikan dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dipanaskan dan diuapkan kembali. Bahkan pengotor yang tidak dapat dilarutkan dapat dipisahkan dari larutan dengan cara penyaringan sedangkan bahan pengotor yang mudah larut akan berada dalam larutan. Pemurnian padatan dengan kristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan zat yang akan dimurnikan dengan pelarut tertentu. Larutan garam yang telah dimixing dapat dikristalkan kembali dengan cara dipanas dalam tungku atau emggunakan evaporator. Dari hasil pemasasan inilah larutan garam tersebut akan mengkristal kembali dengan kandungan NaCl yang lebih tinggi.
Gambar 33. Tungku Rekristalisasi 5.14.4
Pengeringan Garam yang telah dikristalkan kembali tersebut kemudian di keringkan dengan menggunakan
dryer atau centrifuge sampai kadar air kurang dari 7 %.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
111
Gambar 34. Pengeringan garam menggunakan centrifuge 2.4.14.1
Pengayakan dan Packing Garam yang telah kering dilakukan pengayakan untuk mendapatkan keseragaman ukuran
partikel yang diinginkan (0,3 – 0,8 mm > 80%. Sedangkan garam lebih besar standar (> 80 mm) digiling kembali dengan roll mill kedua & dilakukan pengayakan kembali, selanjutnya dikemas sesuai kemasan yang ditentukan.
Gambar 35. Garam natural Setelah dipacking maka garam natural ini siap untuk distribusikan ke industri-industri yang membutuhkan. Adapun pendayagunaan garam-garam natural tersebut dapat dilihat pada diagram berikut :
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
112
BAHAN BAKU INDUSTRI
SODA API (NaOH)
SENYAWA CHLORIDA HIPOCHLORIDA DESINFEKTANT BLEACHING
CHLOOR (Cl2)
HCl
GARAM (NaCl)
BAHAN BAKU INDUSTRI
HYDROGEN (H2)
HYDROGEN PEROKSIDA HYDROGENASI
SODA ASH (Na2CO3)
KACA LEMBARAN BARANG-BARANG GELAS
SENYAWA-2 CHLORAT
& PERCHLORAT Na - METAL
SINTESA KIMIA TTT FINE CHEMICALS
GARAM KONSUMSI
GARAM BERYODIUM GARAM MEJA GARAM PERIKANAN
SODA KUE (Na – BIKARBONAT)
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
ROTI/KUE
113
MODUL 6 KEWIRAUSAHAAN GARAM RAKYAT 6.1
Pembangunan Kewirausahaan Pembangunan kewirausahaan (entrepreneurship) sebaiknya ditumbuhkan untuk mendorong
terciptanya suatu masyarakat sejahtera (prospirety). Penumbuhan yang efektif memerlukan sinergisitas diantara pelaku maupun stakeholder-nya, baik melalui regulasi, pendidikan maupun penyediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya kewirausahaan (Priyono, 2009). Pada era otonomi sekarang ini merupakan saat yang tepat menumbuh kembangkan entrepreneur - entrepreneur di daerah-daerah. Hal tersebut didukung dengan rencana pemerintah untuk membentuk 300 inkubator daerah di seluruh Indonesia. Selain itu Indonesia masih memerlukan tambahan 20 juta wirausaha baru dalam waktu 15 tahun mendatang dalam rangka meningkatkan daya dukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini berarti harus menumbuhkembangkan 1,3 juta wirausaha baru setiap tahunnya. (Rencana Strategis KUMKM, 2004). Dalam rangka menumbuhkembangkan kewirausahaan didaerah, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kewirausahaan koperasi (Fahrul Lubis, et al, 2012). Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil resiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Kewirausahaan koperasi ini diarahkan agar semakin memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang makin efisien dan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang tangguh dan berakar pada masyarakat. Pelaksanaan fungsi dan peranan koperasi ditingkatkan melalui upaya peningkatan kebersaman dan manajemen yang lebih profesional. Pemberian kemampuan yang seluas-luasnya disegala sektor kegiatan ekonomi dan penciptaan iklim usaha yang mendukung dengan kemudahan memperoleh permodalan. Kerjasama antar koperasi dan antar koperasi dan usaha Negara dan usaha swasta sebagai mitra usaha dikembangkan secara lebih nyata. Salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah sektor kelautan berupa garam. Dengan panjang pantai ± 95.000 km dan lahan potensial masih cukup tersedia maka pengembangan komoditas garam masih sangat mungkin untuk dilakukan. Pengelolaan garam ini dapat dilakukan melalui kewirausahaan koperasi yang berbasis komoditi garam.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
114
6.2
Jalur Pengembangan Kewirausahaan Strategi penumbuhan wirausaha baru dilakukan melalui beberapa strategi diantaranya melalui
Strategi Umum Pengembangan Kewirausahaan dan Strategi Khusus Pengembangan Kewirausahaan (Pahlevi, 2006). Strategi umum digunakan untuk mencapai tujuan pengembangan kewirausahaan antara lain: 1. Meningkatkan kemampuan kewirausahaan Untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan dilakukan melalui langkah-langkah: (a) mengembangkan kewirausahaan untuk meningkatkan kinerja terutama melalui peningkatan etos kerja, kreativitas dan inovasi, produktivitas, kemampuan membuat keputusan dan mengambil risiko, serta kerjasama yang saling menguntungkan dan dengan menerapkan etika bisnis; (b) Meningkatkan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian nasional terutama melalui; penciptaan lapangan kerja baru, penciptaan barang dan jasa yang lebih bermutu dan atau lebih beragam, peningkatan daya saing perusahaan; (c) Mengembangkan kewirausahaan masyarakat luas yang diharapkan akan mendorong peningkatan kegiatan dan kinerja usaha dan ekonomi masyarakat melalui peningkatan etos kerja, disiplin efisiensi, dan produktivitas nasional; (d) Menyebarluaskan asas pokok kewirausahaan sebagai pedoman praktis bagi semua pihak yang berminat dan terkait dengan pengembangan kewirausahaan serta bagi yang ingin mengetahui, menghayati lebih mendalam dianjurkan untuk mengikuti kegiatan pembudayaan kewirausahaan. 2. Membudayakan kewirausahaan Membudayakan kewirausahaan ialah mengarahkan wirausaha terutama kepada kegiatan ekonomi yang rasional, menguntungkan, berkelanjutan, dan dapat ditiru oleh masyarakat. Langkah untuk pencapaiannya dilakukan melalui: (1) Kegiatan ekonomi yang rasional terutama kegiatankegiatan yang ditangani atau diorganisasikan dalam perusahaan. Dengan demikian, sifat rasional dari kegiatan tersebut dapat diukur dengan ukuran kinerja yang lazim; (2) Menawarkan kegiatan pada masyarakat yang menguntungkan bagi peserta program dan masyarakat pada umumnya; (3) Menawarkan kegiatan yang berkelanjutan dan dapat ditiru oleh masyarakat. Di samping
itu membudayakan kewirausahaan harus secara intensif, komprehensif,
dan terpadu, yang pencapaiannya dilakukan melalui : (1) Skala prioritas sasaran; (2) Persiapan dan perencanaan yang baik, dengan memperhatikan efektivitas dari berbagai kegiatan; (3) Kegiatan secara komprehensif dan terpadu, mencakup kegiatan pra pelatihan, pelatihan, bimbingan dan konsultasi,
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
115
magang dan studi banding, promosi dan temu usaha, serta peningkatan akses pasar dan pemberian bantuan perkuatan secara selektif, (4) Penekanan pada kesesuaian kondisi dinamis masing-masing peserta atau kelompok peserta program yang dibina, (5) Kegiatan peningkatan semangat, sikap dan perilaku kewirausahaan 3. Memberdayakan dan mendayagunakan sumber daya Mendayagunakan sumberdaya adalah menggunakan sumber daya yang tersedia, yang terkait dan masyarakat serta teknologi informasi. Langkah-langkah yang dilakukan: (a) Sumberdaya yang tersedia di berbagai Departemen/Instansi Pemerintah berupa aparat pembina (termasuk penyuluh, konsultan dan widyaswara), sarana dan prasarana, serta anggaran perlu dikerahkan dan didayagunakan dengan baik untuk melaksanakan dan menunjang pengembangan kewirausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b) Sumberdaya utama untuk membudayakan kewirausahaan pada para pengusaha kecil dan koperasi pada khususnya adalah para pengusaha itu sendiri melalui upaya pengembangan diri sambil melaksanakan kegiatan usaha atau learning by doing. 4. Memberdayakan Koperasi Simpan Pinjam dan Lembaga Keuangan Mikro Dalam upaya mempermudah akses calon wirausaha baru terhadap sumber-sumber permodalan untuk modal kerja, sebaiknya lembaga keuangan mikro dan koperasi simpan pinjam diberdayakan. Dengan tersebarnya koperasi-koperasi diharapkan kesulitan permodalan yang dihadapi oleh wirausaha. Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro perlu diberdaya-kan agar lebih mampu melayani calon anggota dan anggotanya. Strategi Khusus Pengembangan Kewirausahaan Strategi khusus dilakukan melalui jalur pengembangan kewirausahaan, yang meliputi : 1. Jalur Pendidikan dan Latihan Pengembangan kewirausahaan melalui jalur pendidikan teridiri dari jalur pen- didikan formal dan non formal. a. Pendidikan Formal Jalur pendidikan formal terdiri dari : Pendidikan Dasar dan Menengah Untuk pendidikan dasar dan pendidikan menengah ditekankan pada 4 kecakapan, yaitu : (1) Kecakapan mengenal diri (self awareness) atau kecakapan personal (personal skill), (2) Kecakapan berpikir rasional (think- ing skill, (3) Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
116
Kecakapan sosial atau kecakapan interpersonal (social skill), (4) Kecakapan vokasional (vocational skill) 2) Pendidikan Tinggi Pengembangan kewirausahaan pada pendidikan tinggi dilakukan selain 4 “kecakapan hidup” yang disampaikan pada program pendidikan dasar dan menengah ditambah 1 (satu) kecakapan yakni kecakapan akademik (academic skill) atau kemampuan berpikir ilmiah. Selain itu, untuk jalur pendidikan tinggi program pengembangan karakter kewirausahaan (budaya kewirausahaan) meliputi 5 (lima) kegiatan yang saling terkait yaitu: (a) Kuliah Kewirausahaan (KWU), (b) Magang Kewirausahaan (MKU), (c) Kuliah Kerja Usaha (KKU), (d) Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK), (5) Inkubator Wirausaha Baru (INWUB). b. Pendidikan Informal Melalui jalur ini, ada beberapa program yang dicanangkan untuk menumbuhkan wirausaha baru, yaitu: (a) Program Pelatihan, (b) Program Magang, (c) Program Kursus. Institusi/lembaga yang dijadikan ujung tombak pengembangan wirausaha baru adalah : Lembaga Pemerintahan, dan Lembaga Non Pemerintahan. Secara garis besar kurikulum ini minimal berisikan: Pengetahuan dan Wawasan, Motivasi dan Sikap, Keterampilan Manajerial, dan Perencanaan Usaha. Beberapa jalur yang dicanangkan untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan antara lain : 1.) Jalur Pengusaha Ada beberapa program yang dicanangkan untuk menumbuhkan wirausaha bagi pengusaha (UMKM), yaitu melalui: Program Pelatihan, Program Kursus, dan Program Pendampingan Institusi/lembaga yang dijadikan ujung tombak pengembangan wirausaha ini adalah : (1) Lembaga Pemerintahan : (2) Lembaga Non Pemerintahan : Pengembangan kewirausahaan untuk jalur pengusaha UMKM, juga dilakukan melalui program-program : (1) Pembentukan kelompok usaha/ klaster. (2) Pengguliran Modal Awal Padanan (MAP). (3) Pengembangan kemitraan. (4) Pengembangan UMKM berorientasi ekspor.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
117
(5) Pengembangan UMKM melalui pemanfaatan inovasi/teknologi lokal atau Teknologi Tepat Guna (TTG). (6) Penyertaan UMKM dalam kegiatan promosi. 2) Jalur Kelompok Pembina Program-program yang dilakukan dalam pengembangan kewirausahaan melalui jalur kelompok pembina, meliputi: (1) Pendidikan dan pelatihan, (2) Bimbingan, konsultasi, dan tutor pola belajar mandiri, (3) Pertemuan ilmiah dan saresehan, (4) Studi perbandingan, (5) Penyebaran publikasi. Pemberdayaan masyarakat menjadi wirausaha baru dapat dilakukan melalui jalur strategi umum,
dan
strategi
khusus.
Strategi
umum
dengan
meningkatkan
kemampuan
kewirausahaan,membudayakan kewirausahaan, dan memberdayakan sumberdaya. Strategi khusus pengembangan kewirausahaan dilakukan dengan melalui jalur pendidikan, jalur pengusaha, dan jalur kelompok pembina. Penumbuhan wirausaha baru sebaiknya lebih selektif dan mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas. Dengan menumbuhkembangkan wirausaha baru yang berkualitas dapat dijadikan sebagai patron untuk pengembangan wirausaha. Jadi bentuk dulu wirausaha yang berkualitas untuk dapat dijadikan sebagai percontohan kemudian dapat direplikasikan ke daerah lain. Dengan demikian dapat meyakinkan calon wirausaha bahwa ada arah dan harapan yang akan mereka capai. Untuk mengatasi keterbatasan permodalan yang dihadapi oleh wirausaha sebaiknya lembaga keuangan mikro diberdayakan agar dapat lebih mampu melayani para anggota dan calon anggota sehingga dapat mendorong tumbuhnya wirausaha-wirausaha baru.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
118
MODUL VII ANALISIS KELAYAKAN USAHA 7.1
Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki berbagai sumber daya hayati dan non-
hayati yang sangat besar. Dengan lautan yang merupakan 70% dari luasan total negara, maka laut menyimpan banyak potensi untuk dimanfaatkan, antara lain adalah garam. Posisi sebagai negara kepulauan dengan laut yang sangat luas menyebabkan setiap daerah berpotensi untuk memproduksi garam, tetapi sejak dahulu yang dikenal hanya beberapa daerah sebagai produsen utama garam, yaitu Propinsi Jawa Timur, terutama kota-kota di Pulau Madura. Lahan-lahan produksi garam yang terdapat di Pulau Madura yang cukup luas. Dan produksinya masih dapat di tingkatkan. Garam selain sebagai bumbu dapur juga merupakan bahan baku pada berbagai proses industri, antara lain pembuatan Natrium Sulfat (Na2SO4), soda ash (Na2CO3), Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dan lain-lain. Namun, di luar negeri garam diperoleh tidak hanya dari pengkristalan air laut tetapi juga melalui penambangan deposit di bawah tanah. Selama ini garam banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur dalam rumah tangga, oleh karena itu standar dalam pengolahannya masih sederhana dan harga jualnya pun masih rendah. Pembuatan garam secara tradisional, dilakukan dengan meratakan petak tambak menggunakan alat bantu silinder baja yang ditarik tenaga manusia. Setelah itu diisi air laut dan dengan bantuan sinar matahari air laut ini mengkristal dan menjadi butiranbutiran garam. Pemanenan garam dilakukan setelah 10 hari. Proses ini berlangsung rutin pada musim kemarau di dareah (pesisir) penghasil garam, sejak berakhirnya musim hujan pada bulan April hingga mulai turunnya hujan pada awal Desember. Dalam pengisian air laut, sebagian penduduk sudah menggunakan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan kincir angin yang digerakkan angin. Namun demikian masih ada yang mempergunakan tenaga manusia untuk menimba air dari sumur galian. Sementara dari segi tenaga kerja, yang terserap di pekerjaan ini, petani garam Madura mencapai 12.500 orang lebih atau 62 % dari jumlah petani garam Jatim. Kebutuhan garam nasional setiap tahun cukup besar, pada tahun 2009 dibutuhkan sekitar lebih 2,8 juta ton setiap tahun. Namun total produksi garam nasional pada tahun 2008 sekitar 1,2 ton. Untuk menutupi kekurangan ini, pemerintah mempunyai opsi untuk mengimpor garam, tetapi hanya dilakukan diluar musim panen. Rendahnya kesejahteraan para petani garam ini pada umumnya disebabkan karena factor teknis dan non teknis. Salah satu factor penyebab diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan tentang
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
119
manajemen dan analisis kelayakan usaha produksi garam tersebut. Sehingga biasanya para petani garam cenderung konsumtif dan kurang memperhatikan kualitas dari hasil garam mereka. 7.2 Deskripsi Singkat Uraian dengan judul Analisis Kelayakan Usaha ini berisi tentang cara penghitungan kelayakan usaha pembuatan garam dengan menggunakan ramsol secara tradisional, semi intensif, dan back yard. Dalam Petunjuk Teknis ini juga dicantumkan beberapa biaya dan peralatan produksi yang dibutuhkan serta penghitungan keuntungan pada masing-masing metode ramsol yang digunakan. 7.3 Prasyarat
Uraian ini akan lebih mudah dipelajari dan dipahami apabila anda telah mempelajari tentang teknik pembuatan pembuatan garam menggunakan ramsol secara tradisional, semi intensif, dan back yard, serta teknik produksi garam. 7.4 Petunjuk Penggunaan a. Bagi Pembaca : 1) Baca petunjuk, deskripsi dan prasyarat dengan baik, 2) Pelajari baik teori, praktek serta evaluasi dari awal sampai akhir, 3) Siapkan alat dan bahan praktek sesuai petunjuk, 4) Diskusikan dengan pelatih, jika ada hal-hal yang perlu penjelasan, 5) Lakukan evaluasi mandiri sebelum melakukan praktek. b. Bagi Pelatih : 1) Lakukan penjelasan tentang cara menggunakan petunjuk ini, 2) Lakukan evaluasi penguasaan materi sebelum melakukan praktek, 3) Mendemonstrasikan lebih dahulu sebelum Pembaca melakukan praktek, 4) Membimbing Pembaca melalui tugas-tugas praktek yang disarankan, 5) Membantu Pembaca untuk menentukan sumber belajar lain selain, 6) Mencatat dan mendata kemajuan belajar Pembaca, 7) Melakukan penilaian dan evaluasi, 8) Memberikan masukan dan saran dari hasil evaluasi yang dilakukan. 7.5 Waktu Pelaksanaan praktek dialokasikan waktu selama ............Jam Pelajaran (JP) @ 45 menit, dengan rincian teori :...........JP dan praktek :............JP
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
120
7.6 Metode Pembelajaran 1) Penjelasan/ceramah 2) Diskusi 3) Penugasan 4) Tanya jawab 5) Praktek 7.7 Media/Sarana 1) Laptop 2) White board 3) OHP 4) LCD 5) Spidol 6) Petunjuk Teknis 7.8 Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti mata praktek ini Pembaca diharapkan mampu memahami cara penghitungan analisis kelayakan usaha pembuatan garam dengan secara tradisional, semi intensif, dan back yard 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti mata praktek ini Pembaca diharapkan mampu menghitung kelayakan usaha pembuatan garam secara tradisional, semi intensif, dan back yard. 7.9 Kompetensi 1) Kompetensi
: Analisis Kelayakan Usaha
2) Subkompetensi : Analisis Pemanfaatan ramsol dalam proses Produksi garam 7.10 Kriteria Unjuk Kerja 1) Menghitung kelayakan usaha pembuatan garam menggunakan ramsol dengan tepat. 2) Menghitung kelayakan usaha pembuatan garam menggunakan ramsol dengan benar. 7.11 Pengetahuan 1) Mengetahui bebrapa macam biaya produksi Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
121
2) Mengetahui beberapa peralatan dan bahan yang dibutuhkan. 3) Mengetahui cara menghitung kelayakan usaha. 7.12 Keterampilan – Menghitung kelayakan usaha pembuatan garam menggunakan teknik ramsol.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
122
7.13 Analisa Kelayakan Pemanfaatan Ramsol Dalam Proses Produksi Garam
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mempelajari pokok bahasan ini Pembaca diharapkan mampu memahami analisa kelayakan pemanfaatan ramsol dengan berbagai metode.
7.13.1 Proses Tradisional dengan Menggunakan Ramsol
Gambar 36. Proses Tradisional Pola Tradisional dilakukan pada lahan tambak garam rakyat dengan tanpa melakukan modifikasi lahan, yaitu dengan cara mengalirkan air laut ke lahan peminihan (Reservoir 1-5) sampai kepekatan air mencapai 20 Be. Kemudian Ramsol di larutkan pada tahap peminihan (reservoir 5/bak penyimpanan air tua) atau langsung ditaburkan pada tahap kristalisasi di meja garam.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
123
Analisa usaha yang dapat dihitung adalah: Tabel 8. Biaya Peralatan Produksi NO URAIAN VOLUME 1 2 3 4 5 6 7
Kerikan Garam Geribig tatakan Waring pencucian Roll Kincir Mesin pompa Bambu pagar
8 Ember 9 Ember timba 10 Baumemeter
SATUAN
HARGA SATUAN (Rp.)
JUMLAH (Rp.)
4 24 10 2 4 1 10
bh lbr M bh bh bh btg
50.000 30.000 10.000 400.000 750.000 2.500.000 10.000
200.000 720.000 100.000 800.000 3.000.000 2.500.000 100.000
6 4 2 TOTAL
bh bh bh
20.000 10.000 100.000
120.000 40.000 200.000 7.780.000
Tabel 9. Biaya Perbaikan Lahan, Biaya Angkut dan Pemeliharaan. NO URAIAN VOLUME SATUAN HARGA SATUAN (Rp.) 1 Saluran dan tanggul air (2 org X 5 10 OH 50.000 hr) 2 Meja Garam (2 org X 5 hr) 10 OH 50.000
JUMLAH (Rp.) 500.000 500.000
3
Biaya tenaga kerja produksi sampai kerik panen (3 org X 75 hr)
225
OH
50.000
11.250.000
4
Biaya Pengarungan
144
T0n
20.000
2.880.000
5
Biaya angkut dari lahan ke collecting point
144
Ton
20.000
2.880.000
TOTAL Tabel 10. Biaya RAMSOL NO URAIAN 1
Ramsol @ 700 grm/bks
18.010.000
VOLUME
SATUAN
288 TOTAL
bungkus
HARGA SATUAN JUMLAH (Rp.) (Rp.) 15.000 4.320.000 4.320.000
Tabel 11. Total Biaya Produksi 1.
Biaya Peralatan Produksi
Rp. 7.780.000
2.
Biaya Pemeliharaan, Perbaikan Lahan dan Biaya Angkut
Rp. 18.010.000
3.
Biaya RAMSOL
Rp. 4.320.000 TOTAL
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
Rp. 30.110.000
124
Tabel 12. Penjualan Hasil Produksi NO URAIAN VOLUME SATUAN 1
Garam
144
ton
HARGA SATUAN (Rp.) 500.000
TOTAL Tabel 13. Keuntungan Usaha NO 1 2 3 4 5
URAIAN
Penjualan Hasil Produksi Total Biaya Produksi Keuntungan Usaha (1 – 2) Rasio Penerimaan / Pengeluaran Rasio Keuntungan / Pengeluaran
JUMLAH (Rp.) 72.000.000 72.000.000
JUMLAH (Rp.) 72.000.000 30.110.000 41.890.000 2.39 1.39
Kesimpulan Hasil analisis usaha memberikan rasio penerimaan terhadap pengeluaran sebesar 2.39, berarti setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani untuk usaha garam menghasilkan penerimaan sebesar 2.39 rupiah. Rasio keuntungan terhadap biaya produksi sebesar 1.39, menunjukkan bahwa setiap tambahan 1 rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar 1.39 rupiah 7.13.2 Proses Semi Intensif Dengan Menggunakan Ramsol
Gambar 37. Proses Semi Intensif
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
125
Proses semi intensif membutuhkan modifikasi lahan tambak dengan penambahan ulir pada tahap peminihan untuk mempercepat proses penuaan air. Perbandingan luas lahan peminihan dengan lahan kristalisasi adalah 65 : 35. Meja kristalisasi yang digunakan sebaiknya dilapisi terpal plastik sehingga bebas bocor, mudah dirawat dan dapat segera digunakan bila musim garam tiba. Setelah itu Ramsol ditaburkan pada tahap kristalisasi di meja garam. Analisa usaha yang dapat dihitung adalah sebagai berikut : ANALISA USAHA Tabel 14. Biaya Peralatan Produksi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
URAIAN
VOLUME
Bambu (27 btgX 25 kotak) Paralon Knee T dan L Kerikan Garam Geribig tatakan Waring pencucian Roll Kincir Mesin pompa Bambu pagar Ember Ember timba Baumemeter
675 54 50 4 24 10 2 4 1 10 6 4 2
SATUAN btg btg bh bh lbr m bh bh bh btg bh bh bh
HARGA SATUAN (Rp.) 25.000 10.000 2.000 50.000 30.000 10.000 400.000 750.000 2.500.000 10.000 20.000 10.000 100.000
TOTAL Tabel 15. Biaya Perbaikan Lahan, Biaya Angkut dan Pemeliharaan. HARGA SATUAN NO URAIAN VOLUME SATUAN (Rp.) 1 2 3 4
Saluran dan tanggul air (2 org X 5 hr) Meja Garam (2 org X 5 hr) Borongan penampungan Borongan 16 pematang+ ulir
JUMLAH (Rp.) 16.875.000 540.000 100.000 200.000 720.000 100.000 800.000 3.000.000 2.500.000 100.000 120.000 40.000 200.000 25.295.000
JUMLAH (Rp.)
10
OH
50.000
500.000
10
OH
50.000
500.000
20
OH
50.000
1.000.000
50.000
800.000
OH
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
126
5
6. 7
Biaya tenaga kerja produksi sampai kerik panen (3 org X 75 hr) Biaya Pengarungan
225
OH
50.000
11.250.000
360
ton
20.000
7.200.000
Biaya angkut dari lahan ke collecting point
360
ton
20.000
7.200.000
TOTAL
Tabel 16. Biaya RAMSOL No URAIAN VOLUME O 1 Ramsol @ 700 450 grm/bks TOTAL
28.450.000
SATUAN bungkus
HARGA SATUAN (Rp.) 15.000
Tabel 17. Keuntungan Usaha NO URAIAN 1 Penjualan Hasil Produksi 2 Total Biaya Produksi 3 Keuntungan Usaha (1 – 2) 4 Rasio Penerimaan/ Pengeluaran 5 Rasio Keuntungan / Pengeluaran
JUMLAH (Rp.) 6.750.000 6.750.000
JUMLAH (Rp.) 180.000.000 60.495.000 119.505.000 2.97 1.97
Kesimpulan Hasil analisis usaha memberikan rasio penerimaan terhadap pengeluaran sebesar 2.97, berarti setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani untuk usaha garam menghasilkan penerimaan sebesar 2.97 rupiah. Rasio keuntungan terhadap biaya produksi sebesar 1.97, menunjukkan bahwa setiap tambahan 1 rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar 1.97 rupiah Metode SEMI INTENSIF + RAMSOL lebih menguntungkan dibandingkan Metode TRADISIONAL + RAMSOL
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
127
7.13.3 Proses Back Yard Ramsol
Gambar 38. Proses Back Yard Proses Back Yard tidak membutuhkan lahan tambak tetapi memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan produksi garam. Bahan baku berupa air tua dengan kadar kepekatan minimum 20 Be sehingga langsung mengalami tahap kristalisasi. Luas meja kristalisasi minimal 2,4 m x 1,2 m x 0,04 m. Meja kristalisasi dilapisi terpal plastik sehingga bebas bocor, mudah dirawat dan dapat dipindahkan. Seteah itu Ramsol ditaburkan pada tahap kristalisasi di meja garam . ANALISA USAHA Tabel 18. Biaya Peralatan Produksi NO, URAIAN VOLUME
SATUAN
HARGA SATUAN (Rp.)
JUMLAH (Rp.)
1. Triplek 9 mm 2. Kayu kaso 4/6 cm 3. Plastik/terpal/lapis viber
1 2 6
Lbr Batang m
95.000 50.000 10.000
95.000 100.000 60.000
4. Kayu rangka bawah 5. Drum Plastik 6. Kerikan garam
2 1 1
Btg Bh Bh
25.000 100.000 75.000
50.000 100.000 75.000
TOTAL
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
480.000
128
Tabel 19. Biaya Perbaikan Lahan, Biaya Angkut dan Pemeliharaan. NO URAIAN VOLUME SATUAN HARGA SATUAN (Rp.)
JUMLAH (Rp.)
1 Saluran dan tanggul air (2 org X 5 hr) 2 Meja Garam (2 org X 5 hr)
10
OH
50.000
500.000
10
OH
50.000
500.000
3 Borongan penampungan 4 Borongan pematang+ ulir 5 Biaya tenaga kerja produksi sampai kerik panen (3 org X 75 hr) 6. Biaya Pengarungan 7. Biaya angkut dari lahan ke collecting point
20 16 225
OH OH OH
50.000 50.000 50.000
1.000.000 800.000 11.250.000
360 360
ton ton
20.000 20.000
7.200.000 7.200.000
TOTAL
28.450.000
Tabel 20. Biaya air tua Ramsol NO 1 2
URAIAN Air tua Ramsol
VOLUME SATUAN 110 40 TOTAL
HARGA SATUAN (Rp.)
Ltr Gram
JUMLAH (Rp.)
50 22
5.500 880 6.380
Tabel 21. Total Biaya Produksi 1.
Biaya Peralatan Produksi
Rp. 25.295.000
2.
Biaya Pemeliharaan, Perbaikan Lahan dan Biaya Angkut
Rp. 28.450.000
3.
Biaya RAMSOL
Rp. 6.750.000 TOTAL
Tabel 22. Penjualan Hasil Produksi NO URAIAN 1 Garam (37 kg/3 hr x 10 kali/bulan x 12 bln) TOTAL
Rp. 60.495.000
VOLUME 4.440
SATUAN HARGA SATUAN (Rp.) kg 600
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
JUMLAH (Rp.) 2.664.000 2.664.000
129
Tabel 23. Keuntungan Usaha NO 1 2 3 4 5
URAIAN Penjualan Hasil Produksi Total Biaya Produksi Keuntungan Usaha (1 – 2) Rasio Penerimaan / Pengeluaran Rasio Keuntungan / Pengeluaran
JUMLAH (Rp.) 2.664.000 1.236.000 1.428.000 2.15 1.15
Kesimpulan Hasil analisis usaha memberikan rasio penerimaan terhadap pengeluaran/thn sebesar 2.15, berarti setiap 1 rupiah yang dikeluarkan petani untuk usaha garam/tahun menghasilkan penerimaan sebesar 2.15 rupiah. Rasio keuntungan terhadap biaya produksi/tahun sebesar 1.15, menunjukkan bahwa setiap tambahan 1 rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan/tahun sebesar 1.15 rupiah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembuatan garam dengan metode back yard ramsol menguntungkan.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
130
MODUL VIII STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN RAKYAT 8.1
Pembinaan Bidang Distribusi dan Pemasaran Pengamanan pasar garam nasional untuk menjamin kelangsungan usaha dan pasokan garam
serta kehidupan sosial ekonomi petani garam melalui kebijakan dan strategi Tata Niaga dan Distribusi Garam Nasional antara lain: (a) Penyerapan hasil produksi pada saat panen raya dengan harga yang wajar; (b) Pengamanan pasar hasil dari penyerapan produksi; (c) Pengendalian impor garam yang seimbang antara pasokan garam dalam negeri dengan impor garam untuk pemenuhan garam secara nasional. Pemberdayaan petambak garam melalui pembinaan bidang distribusi dan pemasaran merupakan salah satu elemen kunci untuk mempertahankan rantai ketersediaan garam nasional. Upayah pembinaan dibidang distribusi dan pemasaran antara lain melalui :
Penanganan terhadap proses distribusi dan pemasaran garam melalui tataniaga dan distribusi garam yang sehat dan kondusif;
Pembentukan kelompok dan kemitraan melalui pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat);
Pengamanan pasar garam nasional untuk menjamin kelangsungan usaha dan pasokan garam serta kehidupan sosial ekonomi petani garam.
8.2 Penguatan Kelembagaan Usaha Pegaraman dan Pengelolaan Lingkungan Kelembagaan yang kuat dapat meningkatkan kebersamaan diantara petambak garam dalam menangani usaha mereka mulai dari persiapan lahan sampai dengan distribusi dan pemasaran garam. Juga dalam rangka memudahkan koordinasi dengan instansi/lembaga terkait serta dalam rangka memperlancar hubungan perdagangan dengan pihak pengepul, pedagang dan pabrikan. Penguatan kelembagaan dan pengelolaan lingkungan usaha Pegaraman dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu : a.
Pembentukan KUB petambak garam rakyat.
b.
Melibatkan atau membentuk Koperasi garam.
c.
Pendampingan/advokasi.
d.
Pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
131
Gambar 39. Penguatan Kelembagaan Pegaraman Rakyat
8.3 Roadmap Swasembada Garam Nasional Tabel 24. Roadmap Swasembada Garam Nasional berupa Stragei, Pihak yang terlibat dan Upaya yang dilakukan. UPAYA STRATEGI
MELAKUKAN APA (OBYEK DAN METODE)
SIAPA (SUBYEK)
STRATEGI 1 Meningkatkan peran kelembagaan lokal petambak garam, untuk membuka akses terhadap economic resources (lahan, modal dan pasar) yang bersinergi terhadap tumbuh kembangnya jiwa entrepreneurship dikalangan petambak garam melalui penguatan household farm dan satuan kelompok kerja
1. Menteri Koordinator Perekonomian
2. Kementerian Kelautan dan Perikanan
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Melakukan koordinasi sinergi program kegiatan Swasembada Garam Nasional melalui pembentukan Tim Swasembada Garam Nasional guna mengawal pelaksanaan program untuk pencapaian Swasembada Garam Konsumsi 2012 dan Swasembda Garam Nasional 2015. Sosialisasi dan bimbingan teknis pembentukan KUB kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Petambak garam guna memperkuat kelembagaan petambak garam. Mengembangkan Pusat Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat Pesisir (P3MP) dengan cara memfasilitasi pembentukan atau memperkuat
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
132
perombong/penggarap (KUB) yang didukung oleh sosialisasi, bimbingan, pelatihan dan pendampingan dari pemerintah dan lembaga pelayanan masyarakat lainnya
4. Pemerintah Kabupaten/ Kota
5. Kementerian Koperasi dan UKM 6. Kementerian Koperasi dan UKM 7. Kementerian Koperasi dan UKM 8. Perguruan Tinggi dan Institusi Layanan Pemberdayaan Masyarakat Lainnya
kelembagaan P3MP guna sebagai pusat pembinaan dan bimbingan teknis bagi KUB. Membentuk Tim Koordinasi Pengembangan Kawasan Minapolitan Garam yang merupakan bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam memberikan dukungan yang kuat terhadap pencapaian sasaran Swasembada Garam Nasional melalui Pendampingan, alokasi anggaran yang memadai dan menyusun strategi dan tahapan pencapaian sasaran yang ditetapkan. Memfasilitasi KUB, membentuk Koperasi atau bekerja sama dengan koperasi yang ada untuk menampung produksi garam KUB. Memfasilitasi KUB, membentuk Koperasi atau bekerja sama dengan koperasi yang ada untuk menampung produksi garam KUB. Bekerjasama dengan usaha Pegaraman melakukan pemasaran garam sampai kepada konsumen. Melakukan sosialisasi, bimbingan, pelatihan dan pendampingan terhadap KUB dalam membuka akses terhadap economic resources untuk menumbuhkan jiwa entrepreneurship.
STRATEGI 2 Meningkatkan penanganan infrastruktur dan fasilitas produksi agar lahan tambak potensial dan produktif dapat dikelola dengan baik untuk mendukung pencapaian Swasembada Garam Nasional melalui pengadaan sarana dan prasarana produksi garam yang didukung oleh koordinasi lintas sektor dalam menetapkan
1. Kementerian Pekerjaan Umum
2. Kementerian Kelautan dan Perikanan 3. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Mengalokasikan dana untuk saluran irigasi tambak, pintu air utama, penyangga pantai dan jalan produksi agar terpenuhi pasokan air laut ke petak petambak garam serta mempermudah akses terhadap pengangkutan produksi garam guna memperlancar usaha Pegaraman rakyat. Mengalokasikan dana untuk pengadaan sarana dan prasarana produksi di tambak garam rakyat guna meningkatkan produksi garam rakyat. Melakukan pemetaan lahan potensi garam, penyusnanan zonasi, master plan dan DED lahan sehingga memiliki data potensi lahan dan data kebutuhan untuk pengembangan infrastruktur dan fasilitas produksi.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
133
4. Kementerian Kelautan dan Perikanan
5. BAPPENAS
6. Kementerian Keuangan
7. Kementerian Perindustrian
Menyusun model pengembangan kawasan minapolitan berbasis garam yang dapat diakomodir dalam penyusunan tata ruang Kabupaten/ Kota sehingga lahan untuk sentra produksi garam pemanfaatannya diperuntukan bagi usaha garam dan tidak bisa dialifungsikan. Mengkoordinasikan usulan kegiatan dari masing-masing instansi pemerintah, serta memfasilitasi dan mengintegrasikan rencana tersebut ke dalam rencana pengembangan kawasan minapolitan berbasis garam secara menyeluruh. Menyediakan anggaran sesuai kebutuhan dari masing-masing instansi pemerintah, yang berkaitan dengan rencana pengembangan kawasan minapolitan berbasis garam secara menyeluruh. Mengalokasikan dana untuk sarana mesin cuci garam, mesin industri garam beryodium, packaging dan peningkatan mutu garam sesuai SNI.
STRATEGI 3 Meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan untuk mengakses sumber permodalan usaha agar petambak garam dan dunia usaha yang bergerak dibidang Pegaraman lebih bergairah dalam melakukan kegiatan usahanya melalui KUR, CSR. PNPM-KP dan sumber pembiayaan lainnya yang didukung oleh komitmen dan kebijakan Pemerintah, Perbankan dan lembaga keuangan lainnya serta program advokasi manajemen
1.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
2.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
3.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Memanfaatkan PNPM-KP guna meningkatkan produksi garam rakyat yang telah diprogramkan oleh Pemerintah melalui mekanisme alokasi dana PNPM-KP kepada 40 Kabupaten/Kota pada sentra produksi garam, yang meliputi peningkatan kapasitas kelembagaan petambak garam dan aparatur daerah, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang didukung administrasi yang handal. Menyalurkan BLM kepada kelompokkelompok petambak garam yang ditrentukan oleh tim pemberdayaan, yang selanjutnya dibelanjakan sesuai proposal kelompok melalui pengadaan peralatan, infrastruktur (konstruksi) skala kecil yang dilaksanakan secara swadaya serta sarana produksi (agroinput). Menyediakan tenaga pendamping garam dan penyuluhan untuk mendampingin kelompok petambak
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
134
usaha
4.
Kementerian Kelautan dan perikanan
5.
Kementerian Perindustrian
6.
Kementerian Perdagangan
7. Perguruan Tinggi dan Institusi Layanan Pemberdayaan Masyarakat Lainnya STRATEGI 4 Mengembangkan pola kemitraan usaha agar menjamin pasar dan harga yang layak, serta memiliki jaminan teknologi produksi garam melalui penerapan pola inti plasma dengan sistem Perusahaan Inti Rakyat (PIR) garam yang didukung dengan perjanjian kerjasama antara inti (Perusahaan Inti) dan plasma (petambak garam) yang saling menguntungkan dan mengikat untuk jangka waktu tertentu yang dikoordinasikan oleh Pemerintah.
1.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
2.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
3.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
4.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
5.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
garam guna menghasilkan garam yang berkualitas, serta pendampingan untuk mengakses permodalan dan bimbingan teknis manajemen usaha garam. Membangun jaringan kerjasama dengan Perbankan serta lembaga keuangan lainnya KUR, CSR dan agar dapat memprogramkan bentuk pinjaman permodalan bagi dunia usaha di bidang Kelautan dan Perikanan termasuk usaha Pegaraman. Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis terhadap mutu garam sesuai SNI dan merekomendasikan perbankan tentang kelayakan industri Pegaraman guna mempermudah akses permodalan. Melakukan evaluasi harga setiap musim panen garam untuk menetapkan patokan harga garam yang menguntungkan petambak garam. Melakukan Advokasi manajemen usaha terhadap Petambak Garam dan dunia usaha yang bergerak dibidang Pegaraman untuk mengakses sumber permodalan usaha . Menunjuk perusahaan inti yang berkompeten sebagai mitra usaha KUB/Koperasi melalui perjanjian kerja sama kemitraan usaha garam. Melakukan inisiatip dan dorongan yang kuat untuk meningkatkan kesiapan aparatur pemerintah dalam penerapan pola PIR Garam. Mendorong pengembangan dan penerapan Peraturan Menteri tentang Pola PIR Garam sebagai salah satu solusi untuk mendapatkan sistem tata niaga garam yang menguntungkan petambak garam dan perusahaan inti. Menjamin transparansi penetapan kebijakan publik terutama dalam proses penetapan harga garam dan standar mutu garam sebagai patokan untuk kesepakatan antara plasma dan inti. Mendorong perusahaan inti agar melindungi dan bertindak sebagai penjamin bagi petambak garam dalam mengakses permodalan dari lembaga
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
135
keuangan. STRATEGI 5 Mengkaji kembali kebijakan importasi garam yang tidak menguntungkan petambak agar kegiatan importasi garam dilakukan hanya sebagai subsitusi produksi dalam negeri bukan sebagai penopang utama pemenuhan kebutuhan garam nasional melalui perumusan kebijakan dan tata aturan importasi yang tegas dan evaluasi pelaksanaan kegiatan importasi secara ketat yang didukung dengan partisipasi seluruh komponen bangsa dan tata aturan yang jelas.
1.
Menteri Koordinator Perekonomian
2.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
3.
Kementerian Perindustrian
4.
Kementerian Perdagangan
Mengkoordinasikan instansi/lembaga pemerintah untuk melakukan analisa kebutuhan garam nasional dan daerah yang difokuskan pada analisa kebutuhan garam beryodium, aneka pangan dan industri. Melakukan identifikasi produksi garam rakyat guna memenuhi kebutuhan garam konsumsi (Non CAP). Melakukan identifikasi produksi garam rakyat guna memenuhi kebutuhan garam Industri (CAP). Melakukan identifikasi pasokan garam CAP dan Non CAP dari pasokan dalam negeri guna pemenuhan kebutuhan garam nasional.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
136
DAFTAR PUSTAKA
Akiyama. D. M dan Chwang. N. 1996. Kebutuhan Dan Pengelolaan Pakan. Amri. K. 2006. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Arifin, Z. Dkk. 2007. Penerapan Best Manajemen Practice (MBP) Pada Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Aris, Kabul. 2011. Analisis Kelayakan Pemanfaatan Ramsol. Dirjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Aris, Kabul. 2011. Pedoman Garam. Dirjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. . Pemanfaatan Air Laut Untuk Garam. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. . Ramsol. Dirjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Boyd. C. E. dan F. Linchkoppler, 1979. Water Quality Management In Pond Fish Culture (Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan). Terjemahan F. Cholik. Artati dan R. Arifuddin. INFIS Manual Seri No. 36. Ditjen Perikanan Jakarta. 1986. hal 1-35. Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta. Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. Hal 148-152. Julianty, Elissa. 2006. Teknologi Pengemasan. Universitas Sumatera Utara. Kabul A, Prasojo S. 2010. Pedoman Garam. Dirjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Kementerian Usaha Kecil Menengah dan Koperasi. 2004. Rencana Strategis Kementerian Usaha Kecil Menengah dan Koperasi. Jakarta. Lasima, Wisriati. 2009. Standardisasi. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta Lindawati. 2006. Pengaruh Waktu Penyimpanan Dan Pemanasan Terhadap Kadar Iodium Dalam Garam Beriodium. Universitas Negeri Semarang. Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
137
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Nonny. 2004. Pembesaran Udang. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Pahlevi, Reza. 2006. Strategi Penumbuhan Wirausaha Baru. Infokop Nomor 29 Tahun XXII. Jakarta. Prasetyanto P.W, Taufik D.T.G, 2011. Rancangan Petunjuk Teknis Proses Produksi Garam. BPPI Banyuwangi. Priyono. 2009. Menumbuhkembangkan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Jurnal Cendikia, STTMCA. Tangerang. SNI 01-3556-2000. Garam Konsumsi Beryodium. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Sutanto. I. 2002. Aplikasi Sistem Heterotof sebagai Upaya Dalam Pengendalian Penyakit Pada Budidaya Udang Windu dan Vannamei. Disampaikan Dalam Saminar Nasional Crustacea Ke2 Institut Pertanian Bogor. Sutende. D. dan Affandi. 2006. Teknik Budidaya Udang Vannamei (litopenaeus vannamei). Disampaikan pada Seminar Temu Lapang Pengembangan Budidaya Vannamei Air Tawar di Gresik
Modul Pelatihan Garam Lanjutan - Kementerian Kelautan dan Perikanan
138