Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
ANALISIS DINAMIKA PERMINTAAN/KONSUMSI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PRODUKSI JAGUNG NASIONAL Dynamics Analysis of Demand/Consumption and Policy for National Corn Production Development Adang Agustian dan Supena Friyatno P Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Efforts to increase national corn production has a strong urgency, given the corn has a strategic role in meeting various national demand primarily as raw materials for feed and food industries. This study aims to analyze the dynamics of production, demand/ consumption of corn, imports variability, and analyze national policies to improve corn production. The data collected were time series secondary data, several studies, and related literatures . Data were analyzed both quantitatively and qualitatively. The results of the study showed that: (1) The development of national corn production is more dominant in the period from 2005 to 2012 due to increased productivity through modern technology in the cultivation of corn, (2) In 2005-2006, the national corn production was always below the total national corn requirements. Later in the period 2007-2009, the national corn production start is above the total national corn requirement, and since the 2010-2012 corn production back below the level of total needs. The low national corn production, while needs are increasing rapidly lead to inaccuracies in the fulfillment of corn. Therefore, to meet the various needs of mainly raw materials for feed and food industry has made imports generally quite large, (3) Given the important role of corn, it is reasonable to prioritize the development of domestic corn production, and (4) In order to increase production efforts required include: an increase in the scale of farming through the use of land that is not cultivated optimally, increasing access to financial credit farming, and encouraging the development of modern technology for increasing productivity of corn farming. Keywords : demand/consumption, corn, production
ABSTRAK Upaya meningkatkan produksi jagung nasional memiliki urgensi kuat, mengingat jagung memiliki peran strategis dalam memenuhi berbagai permintaan nasional terutama sebagai bahan baku pakan ternak dan industri pangan. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika produksi, permintaan/konsumsi jagung, keragaan impor, dan menganalisis kebijakan peningkatan produksi jagung nasional. Data yang digunakan meliputi data sekunder series waktu, berbagai hasil kajian, dan literatur terkait. Data dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil kajian menunjukan bahwa: (1) Perkembangan produksi jagung nasional pada periode 2005-2012 lebih dominan disebabkan oleh peningkatan produktivitas melalui teknologi modern dalam budidaya jagung; (2) Pada 2005-2006, produksi jagung nasional selalu dibawah total kebutuhan
405
Adang Agustian dan Supena Friyatno
jagung nasional. Selanjutnya pada periode 2007-2009, produksi jagung nasional mulai berada diatas total kebutuhan jagung nasional, dan sejak tahun 2010-2012 produksi jagung kembali dibawah tingkat total kebutuhannya. Masih rendahnya produksi jagung nasional, sementara kebutuhannya meningkat pesat menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam pemenuhan kebutuhan jagung. Oleh karena itu, untuk mencukupi berbagai kebutuhan terutama bahan baku pakan ternak dan industri pangan telah dilakukan impor yang secara umum cukup besar; (3) Mengingat pentingnya peranan jagung, maka sangat beralasan untuk memprioritaskan pengembangan produksi jagung dalam negeri; dan (4) Dalam rangka peningkatan produksi diperlukan upaya antara lain: peningkatan skala usahatani melalui pemanfaatan lahan-lahan yang belum diusahakan secara optimal, peningkatan akses terhadap kredit permodalan usahatani, dan mendorong pengembangan teknologi modern untuk peningkatan produktivitas usahatani jagung. Kata kunci : permintaan/konsumsi, jagung, produksi
PENDAHULUAN
Sesuai Renstra Kementerian Pertanian (2010-2014), bahwa Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target sukses, yaitu: (1) swasembada berkelanjutan dan pencapaian swasembada, (2) diversifikasi pangan, (3) peningkatan daya saing nilai tambah ekspor, dan (4) kesejahteraan petani. Secara khusus swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung, dan sasaran produksi jagung khususnya sebesar 29 juta ton pipilan kering pada tahun 2014. Dalam rangka mencapai target sukses tersebut khusus pada komoditas jagung yaitu untuk menjamin swasembada berkelanjutan tentu diperlukan upaya keras agar tingkat produksi saat ini dapat dipertahankan dan bahkan lebih ditingkatkan. Upaya meningkatkan produksi jagung nasional memiliki urgensi kuat, mengingat jagung memiliki peran strategis dalam memenuhi berbagai permintaan nasional. Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, kecukupan pasokan pakan ternak, dan bahkan akhir-akhir ini dijadikan sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel). Posisi jagung dalam diversifikasi konsumsi pangan berfungsi dalam mengurangi ketergantungan terhadap makanan pokok beras. Jagung juga sangat berperan dalam industri pakan dan industri pangan yang memerlukan pasokan terbesar dibanding untuk konsumsi langsung. Perkembangan produksi jagung nasional pada periode 2005-2011 mengalami peningkatan sebesar 7,86 persen/tahun. Pada tahun 2005, produksi jagung nasional mencapai 12,52 juta ton, kemudian meningkat menjadi 17,63 juta ton pada tahun 2011 (BPS, 2012). Sementara itu, kebutuhan jagung nasional selama periode 2005-2011 mengalami peningkatan sebesar 6,34 persen per tahun. Pada tahun 2005, total kebutuhan jagung mencapai 11,86 juta ton, kemudian meningkat menjadi 13,71 juta ton pada tahun 2008, dan menjadi 16,50 juta ton pada tahun 2011. Adapun proporsi penggunaan jagung dari total kebutuhan sebesar 45-50 persen untuk bahan baku pakan, 30 persen sebagai bahan baku industri makanan dan sisanya sebagai bahan konsumsi (pangan) langsung masyarakat.
406
Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
Meningkatnya impor jagung sangat menguras devisa negara yang jumlahnya cukup besar tiap tahunnya. Hal ini makin kuat disaat terjadi krisis pangan dunia yang membuat lonjakan harga komoditas pertanian, termasuk jagung. Kondisi ini menambah kekhawatiran industri pakan. Sebab hampir 80 persen bahan baku pakan masih harus diimpor, sementara harga jagung dunia melonjak menyebabkan biaya produksi naik. Masih terdapatnya impor jagung yang terus meningkat akibat harga jagung dalam negeri yang mahal. Meningkatnya harga jagung dalam negeri merupakan konsekuensi logis dari meningkatnya harga-harga komoditas pertanian dunia. Selain itu, harga input usahatani secara umum juga naik sehingga biaya produksi juga naik. Kenaikan biaya produksi secara otomatis meningkatkan harga jagung. Dengan demikian peningkatan harga jagung dalam negeri inilah yang diduga sebagai penyebab industri pakan mencari bahan baku jagung melalui impor. Bila pemenuhan kebutuhan jagung mengandalkan impor akan berisiko tinggi, berdampak negatif terhadap industri peternakan (pakan) dalam negeri, dan akan mematikan petani jagung Indonesia. Sebab, usahatani jagung Indonesia yang tradisional harus bersaing dengan usahatani jagung negara maju seperti Amerika Serikat dan Cina. Kinerja produksi jagung nasional masih harus terus ditingkatkan. Fakta menunjukan bahwa produktivitas jagung nasional rata-rata 4,57 ton per hektar (BPS, 2012). Menurut Kasryno et al. (2007) bahwa potensi produktivitas jagung hibrida dapat mencapai 7 ton/ha. Hasil penelitian Bachtiar et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa pada beberapa sentra produksi jagung seperti di Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa Timur masih banyak petani yang menanam varietas lokal dan varietas unggul lama yang benihnya telah mengalami degradasi secara genetik dan belum dimurnikan. Pada tahun 2009/2010, penggunaan benih jagung hibrida sekitar 50 persen dari total pemakaian benih jagung di Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika produksi, permintaan/ konsumsi jagung, dan keragaan impor, serta menganalisis kebijakan terkait peningkatan produksi jagung nasional.
METODOLOGI PENELITIAN
Kajian ini merupakan hasil analisis data makro nasional yang diperkaya dengan bahasan dari pengalaman empiris hasil penelitian. Data yang digunakan meliputi: data sekunder series waktu 2005-2012, data struktur ongkos usahatani jagung dari BPS tahun 2011, berbagai data serta informasi terkait hasil kajian jagung, dan literatur lainnya yang relevan atas kajian. Analisis data dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara penghitungan trend perkembangan atas data series yang disajikan, dan analisis usahatani. Data hasil kajian disajikan dalam bentuk tabel-tabel analisis dan selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif.
407
Adang Agustian dan Supena Friyatno
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Nasional Pada periode 2005-2012, luas panen jagung nasional mengalami peningkatan sebesar 2,04 persen/tahun, dan peningkatan produksi serta produktivitasnya masing-masing sebesar 7,28 persen/tahun dan 5,24 persen/ tahun. Pada periode ini peningkatan produksi jagung nasional juga lebih dominan terdorong oleh peningkatan produktivitas melalui teknologi modern dalam budidaya jagung. Pada tahun 2012, luas panen jagung nasional mencapai 3,96 juta ha, sedangkan produksi dan produktivitasnya masing-masing sebesar 19,38 juta ton dan 4,89 ton/ha. Adapun sentra produksi jagung di Indonesia yaitu di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Utara dan NTT (Badan Litbang Pertanian, 2005). Bahkan dalam perkembangannya, Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo termasuk dalam 10 provinsi penghasil jagung utama di Indonesia. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Indonesia, 1980-2012 Tahun
Luas Panen(Ha)
Produktivitas (ton/Ha)
Produksi (Ton)
2005
3625987
3,45
12523894
2006
3345805
3,47
11609463
2007
3630324
3,66
13287527
2008
4003313
4,08
16323922
2009
4160659
4,24
17629740
2010
4131676
4,44
18327636
2011
3861433
4,57
17629033
2012
3959909
4,89
19377030
(r %/thn)
2,04
5,24
7,28
Sumber: BPS (1980-2012).
Meskipun trend peningkatan produksi jagung cukup tinggi, akan tetapi produksi jagung nasional saat ini masih belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan jagung nasional. Untuk itu, produksi jagung domestik terus ditingkatkan dengan berbagai kebijakan yang dilakukan. Dalam rangka meningkatkan produksi jagung nasional telah dikembangkan teknologi produksi jagung hibrida. Namun realisasi pengembangan jagung hibrida sampai tahun 2009 baru mencapai 50 persen. Menurut Rusastra dan Kasryno (2007) bahwa keengganan petani untuk memanfaatkan teknologi produksi jagung hibrida ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) harga benih jagung hibrida mahal dan hanya dapat ditanam sekali, (2) kebutuhan pupuk lebih banyak, sehingga biaya produksinya menjadi tinggi, (3)
408
Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
umurnya lebih panjang, (4) menghendaki lahan yang relatif subur, (5) lemahnya permodalan petani sehingga tidak tersedia modal yang cukup untuk membeli benih, pupuk dan obat-obatan yang dibutuhkan, (6) sering terlambatnya suplai benih sehingga tidak tepat waktu tanamnya, dan (7) kurangnya rangsangan produksi yang diberikan oleh pasar kepada petani jagung. Akibatnya produksi jagung yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apabila dibandingkan dengan negara produsen jagung di ASEAN lainnya seperti Filipina, Thailand dan Vietnam, maka produksi jagung Indonesia masih paling tinggi dan sekaligus produsen jagung terbesar di ASEAN. Produksi jagung Indonesia pada tahun 2011 sebesar 17,64 juta ton, sedangkan di Filipina, Vietnam dan Thailand masing-masing sebesar 6,62 juta ton, 4,79 juta ton dan 4,58 juta ton (Gambar 1). Tingkat produktivitas jagung Indonesia dibanding Vietnam relatif masih lebih tinggi, dimana produktivitas jagung di Indonesia sebesar 4,57 ton/ha dan di ketiga negara tersebut masing-masing sebesar 2,69 ton/ha, 4,18 ton/ha dan 4,05 ton/ha (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi untuk mendongkrak produktivitas jagung Indonesia masih menjadi peluang untuk terus diraih dan ditingkatkan. Sementara jika dibandingkan dengan Negara produsen jagung dunia seperti USA, Cina, dan Brazil, maka tingkat produksi jagung di ketiga negara produsen tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Produksi jagung tahun 2011 di ketiga negara tersebut masing-masing sebesar 326,22 juta ton, 185,25 juta ton dan 60,47 juta ton. Tingginya produksi di Negara tersebut selain karena lebih luasnya areal panen, juga karena tingkat produktivitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Misalnya di USA rata-rata produktivitas jagung mencapai 9,77 ton/ha dan di Cina 5,55 ton/ha, sedangkan produktivitas di Brazil relatif berimbang dengan produktivitas di Indonesia yang mencapai 4,51 ton/ha. Data ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi usahatani jagung di negaranegara produsen utama (USA dan Cina) sudah lebih maju dibanding Indonesia. Hal ini pula yang diduga menjadi penyebab harga jagung per satuan unitnya di negara produsen jagung tersebut menjadi lebih murah. Oleh karena itu, dengan keterbatasan lahan usahatani saat ini, meningkatkan produksi jagung nasional melalui peningkatan produktivitas dan insentif harga output menjadi alternatif solusi yang tepat. Dalam hal peningkatan produktivitas jagung, pemerintah terus mendorong peningkatan produksi melalui penyebarluasan benih unggul dan peningkatan teknik budidaya jagung spesifik lokasi. Sementara itu, upaya mendorong produksi jagung nasional juga selayaknya ditempuh melalui pemberian rangsangan harga output kepada petani jagung. Kenyataan di lapangan bahwa seringkali harga jagung rendah dan cenderung ditekan secara sepihak oleh pabrik pakan/ pedagang. Kondisi ini tidak memberi rangsangan yang memadai kepada petani untuk menggunakan teknologi produksi yang lebih baik, sehingga produktivitasnya masih rendah. Harga jagung yang rendah juga tidak merangsang petani untuk menanam jagung dalam areal yang lebih luas. Menurut Ditjen Tanaman Pangan (2008) bahwa keberhasilan peningkatan produksi antara lain tidak terlepas dari kebijakan output dimana pemerintah pusat selalu mendorong pemerintah daerah agar menampung produksi jagung petani sehingga harga jagung di tingkat petani
409
Adang Agustian dan Supena Friyatno
tidak jatuh pada saat panen. Sejak tahun 1990 sudah tidak ada lagi pengaturan harga jagung melalui mekanisme harga dasar karena dinilai tidak efektif. Tataniaga jagung dibebaskan sehingga harga jagung ditentukan oleh mekanisme pasar, dimana posisi tawar petani lebih lemah daripada pedagang.
Gambar 1. Produksi Jagung Pada Beberapa Negara Produsen di Dunia, 2011
Tabel 2. Perkembangan Produktivitas Jagung pada Beberapa Negara Produsen Dunia, 2005-2011 (Ton/ha) Negara USA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Pertum (%/tahun)
9,29
9,36
9,46
9,66
10,34
9,59
9,77
0,93 0,56
Cina
5,29
5,33
5,17
5,56
5,26
5,46
5,55
Brazil
3,04
3,38
3,79
4,08
3,71
4,37
4,50
5,06
Meksiko
2,93
3,00
3,21
3,31
3,24
3,26
3,34
1,59
India
1,94
1,91
2,34
2,41
2,00
1,96
2,04
-1,22 1,84
Filipina
2,15
2,37
2,54
2,60
2,62
2,55
2,69
Thailand
3,82
3,94
3,93
4,07
4,18
3,97
4,05
1,59
Viet Nam
3,60
3,73
3,93
3,18
4,01
4,09
4,18
2,64
Indonesia
3,454
3,47
3,66
4,08
4,24
4,44
4,57
5,23
Sumber: FAO (2012).
410
Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan produksi jagung karena memiliki sumberdaya alam dan lingkungan agroekologi yang mendukung. Selain itu, Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas jagung, khususnya sebagai substitusi impor. Namun keunggulan ini sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar dan produktivitas. Oleh karena itu, diperlukan terobosan kebijakan untuk memanfaatkan peluang dan potensi ini. Keunggulan komparatif perlu terus dipertahankan melalui peningkatan efisiensi sistem komoditas jagung dengan mengembangkan sarana dan prasarana usahatani, ekonomi dan teknologi. Berdasarkan struktur ongkos usahatani jagung 2011 (BPS, 2011), diperoleh informasi bahwa: (1) biaya rata-rata usahatani jagung mencapai Rp 9,88 juta/ha, (2) rataan produktivitas 4,57 ton/ha dan harga Rp 3.400/kg, penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 15,21 juta/ha, serta keuntungan sebesar Rp 5,64 juta/ha, dan (3) harga titik impas (BEP) yaitu Rp 2.165/ha (Tabel 3). Dengan demikian, keuntungan usahatani jagung saat ini mencapai 57 persen, melebihi batas keuntungan normal usahatani yaitu 30 persen. Namun demikian, mengingat lahan garapan petani relatif sempit (<0,50 ha), maka keuntungan nominal menjadi relatif kecil. Tabel 3. Analisis Usahatani Jagung Per Hektar di Indonesia, 2011. No I.
Jenis Pengeluaran Produksi a. Produksi b. Harga (Rp/Kg) c. Nilai (Rp)
II.
Nilai Pengeluaran (Rp/Ha) 4565 3,400 15521000
Input a. Benih
539060
b. Pupuk
1085540
c. Pestisida
266120
d. Tenaga kerja
4967580
e. Jasa Pertanian
514440
f. Sewa Lahan
1945530
g. Sewa Alat/Sarana
253610
h. Lainnya Total
309790 9881670
III IV. V. VI.
Keuntungan R/C Harga saat Break Even (Rp/Kg) Harga Saat Keuntungan Naik 15%
5639330 1,57 2165 3585
VII.
Harga Saat Keuntungan Naik 20%
4897
Sumber: BPS (2011)
411
Adang Agustian dan Supena Friyatno
Hasil beberapa studi empiris menunjukkan bahwa usahatani jagung memiliki keunggulan komparatif yang merupakan potensi keunggulan kompetitif. Meskipun demikian, pengembangan jagung nasional masih dihadapkan dengan beberapa permasalahan antara lain: fluktuasi produksi dan harga musiman/bulanan, kapasitas sumberdaya lahan, kelembagaan, permodalan, efisiensi usaha, mutu hasil, pengumpulan, pergudangan, pengolahan dan pemasaran hasil. Untuk mendukung efisiensi usaha dan daya saing jagung, pemerintah perlu terus berupaya melakukan pengembangan, diantaranya fasilitas pengolahan dan pemasaran jagung yang diarahkan untuk mewujudkan tumbuhnya usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan harga yang layak di tingkat petani.
Dinamika Kebutuhan dan Impor Jagung Nasional Permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan pangan, industri bahan makanan, dan bahan baku pakan serta kedepan untuk bahan baku energi (bioetanol) akan makin meningkat dari tahun ke tahun. Pada Industri pakan, jagung merupakan bahan baku pakan terpenting dari sekitar 30 jenis bahan baku yang digunakan. Adapun proporsi penggunaan jagung dari total kebutuhan tahun 2012, meliputi: 30-50 persen untuk bahan baku pakan, 20 persen sebagai bahan baku industri makanan, 15 persen sebagai bahan konsumsi (pangan) langsung masyarakat, dan sisanya untuk benih serta tercecer. Mengingat pentingnya peranan jagung, maka bagi Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 245 juta jiwa dan industri peternakan serta industri pakan yang berkembang pesat sangat beralasan untuk memprioritaskan pengembangan produksi jagung dalam negeri. Selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, juga berpeluang untuk diekspor ke pasar internasional. Pemenuhan kebutuhan jagung bila mengandalkan impor akan berisiko tinggi, akan berdampak terhadap indutri peternakan (pakan) dalam negeri, dan akan mematikan petani jagung Indonesia, karena usahatani jagung Indonesia yang tradisional harus bersaing dengan usahatani jagung negara maju. Pada tahun 2005, total kebutuhan jagung mencapai 12,26 juta ton, kemudian meningkat menjadi 12,50 juta ton pada tahun 2006, dan menjadi 21,38 juta ton pada tahun 2012. Produksi jagung nasional pada tahun 2005 mencapai 12,52 juta ton, kemudian menurun menjadi 11,61 juta ton tahun 2006 dan meningkat lagi menjadi 19,38 juta ton pada tahun 2012. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2006 terjadi defisit, sehingga untuk mencukupi kebutuhan dilakukan impor sebesar 1.84 juta ton. Selanjutnya pada periode 2007-2009, produksi jagung nasional telah melampaui kebutuhan konsumsinya. Namun demikian, impor jagung tetap dilakukan yaitu sebesar 414 ribu ton pada tahun 2007 dan 336 ribu ton tahun 2009. Posisi impor jagung tahun 2012 mencapai 1,8 juta ton (Tabel 4). Aktivitas impor jagung masih terus berjalan seiring waktu, meskipun trend produksi jagung nasional menunjukkan peningkatan. Impor ini dilakukan khususnya oleh pelaku industri pakan ternak, dengan beberapa alasan antara lain adalah: (1) kepastian pasokan dan kemudahan memperoleh bahan baku. Industri kesulitan melacak keberadaan stok kelebihan produksi yang ada; (2) produksi jagung di dalam negeri tidak kontinyu sepanjang tahun. Panen jagung terjadi pada
412
Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
dua periode yakni Januari-Mei dan September-Desember, sehingga ada kekosongan pasokan pada Juni-Agustus. Di sisi lain, permintaan jagung untuk pabrik pakan kontinyu sepanjang tahun; (3) membeli jagung di pasar internasional hanya berhubungan dengan satu pedagang internasional. Hal ini berbeda dengan membeli jagung di dalam negeri yang harus berhubungan dengan banyak petani/produsen. Pihak industri lebih menyukai membeli jagung lokal, karena jagung domestik umumnya lebih segar. Aktivitas impor jagung masih terus berjalan seiring waktu, meskipun trend produksi jagung nasional menunjukkan peningkatan. Impor ini dilakukan khususnya oleh pelaku industri pakan ternak, dengan beberapa alasan antara lain adalah: (1) kepastian pasokan dan kemudahan memperoleh bahan baku. Industri kesulitan melacak keberadaan stok kelebihan produksi yang ada; (2) produksi jagung di dalam negeri tidak kontinyu sepanjang tahun. Panen jagung terjadi pada dua periode yakni Januari-Mei dan September-Desember, sehingga ada kekosongan pasokan pada Juni-Agustus. Di sisi lain, permintaan jagung untuk pabrik pakan kontinyu sepanjang tahun; (3) membeli jagung di pasar internasional hanya berhubungan dengan satu pedagang internasional. Hal ini berbeda dengan membeli jagung di dalam negeri yang harus berhubungan dengan banyak petani/produsen. Sesungguhnya pihak industri lebih menyukai membeli jagung lokal, karena jagung domestik umumnya lebih segar. Tabel 4. Perkembangan Produksi, Kebutuhan dan Impor Jagung Nasional, 20052012 Tahun
Kebutuhan (Ton)
Impor (Ton)
2005
Produksi (Ton) 12523894
12264385
234706
2006
11609463
12504949
1842956
2007
13287527
13217244
414324
2008
16317252
14659525
393305
2009
17629748
15680459
336216
2010
18327636
18556701
1523513
2011
17629033
20034542
3144000
2012
19377030
21379310
1800000
trend (%/thn)
7.10
8.80
20.38
Sumber : 1.BPS (2005-2012); 2. FAO (2012); 3 Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi (2007); 4. Media Berbagai Terbitan.
Menurut Swastika (2006), bahwa dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap impor jagung, maka solusi pemecahannya antara lain: (1) melakukan promosi secara intensif atas penggunaan benih jagung hibrida, sehingga produktivitas jagung nasional akan meningkat, (2) pengembangan kerjasama yang saling menguntungkan diantara perusahaan benih dengan petani jagung dan
413
Adang Agustian dan Supena Friyatno
pabrik pakan serta makanan ternak, (3) penyediaan paket kredit bersubsidi untuk petani dengan prosedur pinjaman yang sederhana, dan (4) konsolidasi petani melalui penguatan kelompok tani dalam rangka memperbaiki posisi tawar petani.
Kebijakan Peningkatan Produksi Jagung Nasional Dalam hal peningkatan produktivitas jagung, pemerintah terus mendorong peningkatan produksi melalui penyebarluasan benih unggul dan peningkatan teknik budidaya jagung spesifik lokasi. Sementara itu, upaya mendorong produksi jagung nasional juga selayaknya ditempuh melalui pemberian rangsangan harga output kepada petani jagung. Kenyataan di lapangan bahwa seringkali harga jagung rendah dan cenderung ditekan secara sepihak oleh pabrik pakan/pedagang. Kondisi ini tidak memberi rangsangan yang memadai kepada petani untuk menggunakan teknologi produksi yang lebih baik, sehingga produktivitasnya masih rendah. Harga jagung yang rendah juga tidak merangsang petani untuk menanam jagung dalam areal yang lebih luas. Sementara itu, pengembangan jagung kedepan diarahkan untuk mencapai tujuan terciptanya Indonesia menjadi produsen jagung yang tangguh dan mandiri pada tahun 2025 dengan ciri-ciri produksi yang cukup dan efisien, kualitas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran stakeholder, serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif (Deptan, 2005). Untuk merealisasikan program tersebut ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam (PAT), peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, pengembangan unit usaha bersama, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Menurut Ditjen Tanaman Pangan (2008), bahwa faktor-faktor pendukung dalam peningkatan produksi jagung antara lain berupa: (1) iklim pengembangan yang kondusif, (2) harga komoditas jagung yang menarik, dan (3) kebijakan dan program pemerintah yang meliputi: subsidi pupuk dan benih, akselerasi penerapan inovasi dan teknologi usahatani, bantuan alsintan, fasilitasi penyuluhan dan sebagainya. Selain itu, menurut Ditjen Tanaman Pangan (2010) bahwa upaya meningkatkan produksi jagung nasional akan menghadapi beberapa tantangan dan sekaligus peluang baik bersifat internal maupun eksternal. Pengembangan produksi jagung dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Beberapa tantangan dalam pengembangan jagung antara lain: (1) kebutuhan jagung yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yaitu untuk pangan dan bahan baku industri makanan, serta untuk pemenuhan kebutuhan pakan ternak dimana hasil produk peternakan untuk penyediaan protein hewani, (2) produksi jagung yang belum merata sepanjang tahun, dan saat ini masih dominan ditanam dilahan kering (tadah hujan), (3) jagung masih dianggap sebagai tanaman kedua setelah padi (secondary crop), padahal perannya sangat strategis dalam pemenuhan bahan baku pakan dan industri makanan (industrial crop), (4) untuk komoditas jagung masih belum terdapat jaminan harga jual seperti halnya pada komoditas padi yang telah memiliki
414
Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
referensi harga pembelian pemerintah, dan (5) penerapan teknologi yang belum sepenuhnya sesuai anjuran, sementara introduksi teknologi spesifik lokasi cukup intensif disebarkan ke tingkat petani baik oleh pemerintah maupun swasta. Sementara itu, peningkatan produksi memiliki peluang yang besar melalui: (1) peningkatan produktivitas jagung, dimana produktivitas saat ini masih dibawah produktivitas potensial dengan semakin meningkatnya penggunaan varietas unggul hibrida, (2) terdapatnya peran swasta yang aktif dalam dalam pengembangan industri benih, teknologi budidaya dan pemasaran hasil, (3) harga jagung yang semakin meningkat seiring dengan permintaan jagung yang semakin meningkat, (4) dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan jagung, dan (5) masih memungkinnya perluasan areal pertanaman jagung pada lahan-lahan yang belum diusahakan dan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, upaya untuk peningkatan produksi jagung dan pendapatan petani juga dapat dilakukan melalui efisiensi usahatani dengan mengarahkan pada peningkatan produktivitas, penekanan biaya produksi dan insentif harga output. Beberapa upaya yang dapat ditempuh antara lain melalui: (1) menerapkan teknologi tepat guna melalui penyebarluasan benih unggul dan peningkatan teknik budidaya jagung spesifik lokasi, (2) pendampingan kepada petani secara intensif dan kontinyu oleh aparat pertanian (penyuluh pertanian dan peneliti), (3) pengaturan dalam pengadaan dan distribusi sarana produksi (pupuk, benih dan air) yang efisien sehingga tersedia pada tingkat petani pada saat dibutuhkan, (4) pemberian rangsangan harga output kepada petani jagung, dan (5) pengembangan kelembagaan petani dan kemitraan usaha dalam rangka menjamin kepastian harga dan pasar produk yang dihasilkan petani jagung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perkembangan produksi jagung nasional pada periode 2005-2012 mengalami peningkatan sebesar 7,11 persen/tahun. Sementara peningkatan luas panen dan produktivitasnya masing-masing sebesar 2,04 persen dan 5,07 persen/tahun. Dengan demikian laju peningkatan produksi jagung nasional periode 2005-2012 lebih dominan terdorong oleh peningkatan produktivitas melalui teknologi modern dalam budidaya jagung; Bila disandingkan data produksi dan total kebutuhan jagung nasional maka dapat diketahui bahwa produksi jagung nasional periode 2005-2006 selalu dibawah total kebutuhan jagung nasional. Masih rendahnya produksi jagung nasional, sementara kebutuhannya meningkat pesat menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam pemenuhan kebutuhan jagung. Oleh karena itu, untuk mencukupi berbagai kebutuhan (untuk makanan atau konsumsi langsung, bahan baku industri olahan dan terutama bahan baku pakan ternak) telah dilakukan impor jagung pada kurun waktu tersebut dengan kisaran antara 235 ribu – 1.84 juta ton. Pada tahun 2007, produksi jagung nasional sebesar 13,29 juta ton dan mulai berada diatas total kebutuhan jagung nasional yang mencapai 12,46 juta ton. Kondisi demikian terjadi hingga tahun 2009, dimana produksi jagung berada diatas
415
Adang Agustian dan Supena Friyatno
kebutuhannya. Mulai tahun 2010, produksi jagung mulai lagi dibawah tingkat kebutuhannya. Hal ini berarti bahwa peningkatan produksi jagung domestik lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan kebutuhannya. Pada tahun 2012, kebutuhan jagung meningkat pesat menjadi 21,38 juta ton, sementara produksi jagung hanya menjadi 19,38 juta ton. Pada tahun 2012 ini, untuk menutup defisit kebutuhan jagung dilakukan impor sekitar 1,8 juta ton; Mengingat pentingnya peranan jagung, maka sangat beralasan untuk memprioritaskan pengembangan produksi jagung dalam negeri. Selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, juga berpeluang untuk diekspor ke pasar internasional. Bila pemenuhan kebutuhan jagung mengandalkan impor akan berisiko tinggi, berdampak negatif terhadap industri peternakan (pakan) dalam negeri, dan akan mematikan petani jagung Indonesia; Dalam rangka peningkatan produksi diperlukan upaya antara lain: peningkatan skala usahatani antara lain melalui pemanfaatan lahan-lahan yang belum diusahakan secara optimal, peningkatan akses terhadap kredit permodalan usahatani, dan mendorong pengembangan teknologi modern untuk peningkatan produktivitas usahatani jagung.
DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Jagung di Indonesia. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Bahtiar, S. Pakki dan Zubachtirodin. 2007. Sistem Perbenihan Jagung. Dalam Sumarno, et.al. (Editor). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan: 177-191. Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. BPS. 2011. Struktur Ongkos Usahatani Jagung. Jakarta. BPS. 2012. Data Produksi Pertanian Tanaman Pangan. www.bps.go.id. (April 2013). Ditjend P2HP Departemen Pertanian. 2010. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Pertanian. Statistik dan Informasi Pertanian. www.deptan.go.id. (April 2013). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. 2008. Laporan Bulanan Januari 2008. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Ekonomi dan Bisnis. 2008. Departemen Pertanian (Deptan) Akan Menghentikan Impor Jagung pada Tahun 2009. Antara News. www.antaranews.com (10 Oktober 2010). FAO. 2011-2012. Data Produksi, Trade dan NBM. www.fao.org. (April 2013). Kasryno, F, E. Pasandaran, Suyamto dan M.O. Adnyana. 2007. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. Buku Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. (Eds: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, H. Kasim). Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian; 474-497. Kementerian Pertanian. 2011. Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014. Kementan, Jakarta.
416
Analisis Dinamika Permintaan/Konsumsi dan Kebijakan Pengembangan Produksi Jagung Nasional
Rusastra, I W. dan F. Kasryno. 2005. Analisis Kebijakan Ekonomi Jagung Nasional. Dalam Kasryno, et.al (Editor). Ekonomi Jagung Indonesia: 256-288. Badan Litbang Pertanian, Jakarta Swastika, D.K.S. 2006. The Four Decades Journey and Future Prospect of Indonesia to Meet Its Demand For Maize. Economics And Finance In Indonesia, 54(1): 25-48. Zubachtirodin, M. S. Pabbage dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung. Dalam Sumarno, et.al. (Editor). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan: 464-473. Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
417