perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MODIF IKASI HUKUM KONTRAK DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI ECOMMERCE
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Syailendra Wisnu Wardhana NIM. E0007222
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama
: Syailendra Wisnu Wardhana
NIM
: E0007222
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
MODIFIKASI
HUKUM
KONTRAK
DALAM
PERDAGANGAN E-COMMERCE INTERNASIONAL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini. Surakarta, 20 Juli 2011 yang membuat pernyataan
Syailendra Wisnu Wardhana E.0007222
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Syailendra Wisnu Wardhana, E 0007222 . 2011 . MODIFIKASI HUKUM KONTRAK DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI ECOMMERCE. Fakultas Hukum Unive rsitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian yang harus dilakukan terhadap hukum kontrak dalam perdagangan internasional melalui e-commerce. Penelitian ini adalah penelitian normatif dan bersifat preskriptif. Perkembangan tekhnologi dan informasi yang semakin pesat telah membawa model perdagangan baru yaitu perdagangan e-commerce. Perdagangan ecommerce ini telah melahirkan sebuah model kontrak baru yang memiliki sifat agak berbeda yang biasa disebut dengan kontrak elektronik. Kontrak ini bersifat papperless(tidak menggunakan kertas) dan tidak mengenal batasan wilayah. Munculnya kontrak elektronik membuat hukum kontrak harus dimodifikasi. Modifikasi meliputi penggunaan teknik enkripsi dan penerapan digital signature untuk menjamin validitas kontrak yang meliputi keabsahan dan keaslian atau integritas kontrak. Keraguan terhadap kontrak elektronik muncul disebabkan karena proses pembuatannya yang tidak mengharuskan para pihak untuk bertemu langsung dan sifat data elektronik yang mudah diubah. Munculnya sengketa yang disebabkan oleh transaksi elektronik membutuhkan cara penyelesaian yang khusus yaitu dengan menggunakan Online Dispute Resolution (ODR). Sampai saaat ini terdapat tiga model ODR yaitu Negosiasi Online, Mediasi Online, dan Arbitrase Online. UNCITRAL berusaha untuk membuat sebuah harmonisasi hukum dengan cara merumuskan Model Law on Electronic Commerce dan United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts. Dalam kedua pengaturan di atas, dapat disimpulkan data elektronik dapat berlaku sebagaimana dokumen kertas. Kata Kunci: Kontrak Elektronik, Validitas, Integritas, Online Dispute Resolution, UNCITRAL, Harmonisasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Syailendra Wisnu Wardhana, E.0007222 . 2011 .MODIFICATION OF CONTRACT LAW IN INTERNATIONAL TRADE BY USE OF ECOMMERCE. Faculty of Law Sebelas Maret University. This research purposed to knowing an adjustment in contract law in international e-commerce trade. This research is prescriptive normative research. Information and Technology development making new model of commerce called e-commerce. This commerce borned a new model of contract which have a different characteristic with conventional contract called electronic contract. This contract is papperless and there is no border in cross country. The appears of electronic contract makes the law of contract must be modified. The modification is about implementation of encryption and digital signature to guarante a validity of contract that involving originality and integrity of contract. A doubt about validity of contract occur because of this contract is faceless and easy to rearrange. Legal dispute because of electronic transaction need spesial resolution called Online Dispute Resolution (ODR). There are three models of ODR, Online Negotiation, Online Mediation, and Online Arbitration UNCITRAL trying to make a harmonization with Model Law on Electronic Commerce and United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts. In both regulation, concluded that electronic data can be use as a papper document Key word: Electronic Contract, Validity, Integrity, Online Dispute Resolution, UNCITRAL, Harmonization
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat,
taufik,
telah
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dalam rangka melengkapi persyaratan guna meraih derajat Sarjana (S1) dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan hukum ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimanakah
penyesuaian yang harus dilakukan dalam hukum kontrak hubungannya dengan perdagangan e-commerce dan bagaimanakah pengaturan internasional mengenai kontrak e-commerce. Dalam proses penulisan hukum ini, penulis telah dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof.Dr.Hartiwiningsih S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Djuwityastuti, S.H.,M.H. Selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Bapak Pranoto, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyusun Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 4. Bapak Soehartono S.H,M.Hum. selaku Pembimbing Akademis yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis. 6. Kedua orang tua penulis, Bapak Alm. Drs. Amir Hidayat, M,Sn, dan Ibu Dra Christina Tri Hendriyani, M,Si., atas seluruh support dan limpahan kasih commit to user sayang yang selama ini diberikan kepada penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Adikku Lucky Kresna Aji yang selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini 8. Kawan-kawan di BEM FH UNS ,FOSMI FH UNS dan ILC atas segala dukungan, diskusi, dan tukar pemikiran selama penulis menyelesaikan penulisan hukum ini 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan, saran tetap penulis harapkan. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini kususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 13 Juli 2011
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................... v KATA PENGANTAR.................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................ 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................. 7 E. Metode Penelitian .............................................................. 8
BAB II
TINJUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori............................................................... 13 1. Tinjauan tentang Hukum Kontrak Internasional ...... 13 a. Pengertian Kontrak Internasional ....................... 13 b. Prinsip Hukum Kontrak Internasional................ 14 c. Subjek Hukum Kontrak Internasional................ 19 d. Sumber Hukum Kontrak Internasional .............. 28 e. Hukum yang berlaku dalam kontrak internasional31 2. Tinjuan tentang E-Commerce................................... 39 a. Pengertian E-commerce...................................... 39 b. Ruang Lingkup E-Commerce ............................. 41 c. Karakteristik E-Commerce ................................. 43 d. Kategori E-Commerce ........................................ 47 B. Keranga Pemikiran ......................................................... 50 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Modifikasi
Hukum
Kontrak
Dalam
Perdagangan
E-Commerce Internasional............................................. 52 1. Kontrak Elektronik ................................................... 52 2. Validitas Kontrak E-Commerce ............................... 60 a. Keabsahan Kontrak Elektronik .......................... 60 b. Keaslian dan Integritas Data .............................. 64 3. Penyelesaian Sengketa E-Commerce ....................... 71 B. Pengaturan Hukum Kontrak Dalam Perdagangan E-Commerce Internasional ..................................................................... 80 BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan......................................................................... 95 B. Saran ............................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 97
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran ................................................................... 50 Gambar 2. Proses Kriptografi....................................................................... 66
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi saat ini tengah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan ini ternyata berdampak pada berbagai sektor kehidupan termasuk juga dalam dunia perdagangan. Hadirnya teknologi internet membuat manusia menuntut pemenuhan kebutuhannya dipenuhi semakin cepat. Transaksi perdagangan tidak lagi dilakukan dengan cara konvensional dimana antara penjual dan pembeli harus bertatap muka langsung. Perbedaan jarak dan waktu seakan tidak menjadi masalah lagi bagi perdagangan. Para pihak yang melakukan transaksi dapat bertemu dan saling bertukar informasi melalui dunia maya yang diciptakan oleh teknologi internet Perkembangan perdagangan melalui dunia internet meningkat pesat di seluruh dunia. Di Canada dalam waktu dua tahun, jumlah transaksi perdagangan via internet meningkat pesat hingga 61%. Peningkatan ini setara dengan US$12,8 miliar. Bila dilihat dari segi kuantitas, dari tahun 2005 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah perdagangan dari 49,4 juta barang di tahun 2005 menjadi 69,9 juta di tahun 2007. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh meningkatnya pengguna internet di Canada dari 6,9 juta orang menjadi 8,4 juta
orang.
(http://berita.kapanlagi.com/tekno/perdagangan-online-canada-
meningkat-pesat-rajzx14.html diakses 14 Desember 2010 Pukul 22.25). Di Indonesia nilai perdagangan lewat internet menurut IDC pada tahun 2009 mencapai sekitar $3,4miliar. Sedangkan potensi perdagangan E-Commerce secara global menjadi US$172,9 miliar. (http://www.rickyeka.com/transaksionline-di- indonesia-tembus-rp-35-triliun.html diakses 14 Desember 2010 22.11). Data-data diatas menunjukkan bahwa perdagangan melalui internet atau yang biasa disebut dengan perdagangan E-Commerce mempunyai potensi yang amat besar dan mulai banyak diminati oleh kalangan bisnis. Penggunaan teknologi internet untuk transaksi perdagangan dimulai pada to user tahun 1970-an. Perdagangancommit elektronik berarti fasilitasi komersial secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
elektronik yang menggunakan teknologi seperti Electronic Data Interchange (EDI) dan Transfer Dana Elektronik. Teknnologi ini memungkinkan perusahaan untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian atau invoice secara elektronik. Electronic Data Interchange menurut Article 2 UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce diartikan sebagai “The electronic transfer from computer to computer of information using an agreed standard to structure the information”. Sedangkan International Data Exchange Association (IDEA) mendefinisikan EDI sebagai transfer data terstruktur dengan format standar yang telah disetujui yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik (Nofie Iman, www.nofieiman.com). Perdagangan E-Commerce juga tumbuh berkembang pada tahun 1980-an dengan penerimaan kartu kredit, dan anjungan tunai mandiri (ATM) di dunia perbankan. Munculnya kartu ktedit dan ATM ini semakin mempermudah manusia untuk bertransaksi dimana saja. Setelah itu, muncul sistem reservasi maskapai penerbangan secara online oleh maskapai Sabre di Amerika Serikat dan Travicom di Inggris. Di tahun 1990-an, perdagangan elektronik mencakup sistem perencanaan sumber daya perusahaan, data mining dan data pergudangan. Perdagangan barang secara fisik diawali oleh Boston Computer Exchange, yang diluncurkan pada tahun 1982. Pertukaran informasi secara online termasuk juga konsultasi secara online mulai diperkenalkan pada tahun 1991. Pada tahun 1990, Tim Barners Lee menciptakan web browser World Wide Web yang hingga saat ini dikenal dengan sebutan internet. Sekitar tahun 1994, belanja online pertama dimulai dan pada tahun 2000, sudah banyak perusahaan di eropa dan amerika yang menawarkan jasa melalui World Wide Web. (http://frenlove.blogspot.com/2010/10/electronic-commerce.html diakses 17 Desember 2010 Pukul 22.57) Penggunaan internet dipilih sebagai media transaksi bukannya tanpa user diperoleh seseorang dengan alasan. Banyak kemudahancommit yang todapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bertransaksi melalui internet. Yang pertama yaitu internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimilki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses. Yang Kedua, penggunaan data elektronik sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital. (Nofie Iman, www.nofieiman.com) Alasan lain penggunaan Transaksi e-commerce antara lain karena transaksi e-commerce memiliki beberapa keuntungan yaitu: 1. Transaksi melalui e-commerce menjadi lebih efektif dan cepat; 2. Transaksi dagang menjadi lebih efisien, produktif dan bersaing; 3. Lebih memberi kecepatan dan ketepatan kepada konsumen; 4. Mengurangi biaya administratif; 5. Memperkecil masalah- masalah sebagai akibat perbedaan budaya, bahasa dan praktik perdagangan; 6. Meningkatkan pendistribusian logistik; dan 7. Memungkinkan perusahaan-perusahaan kecil untuk menjual produknya secara global (Huala Adolf,2005: 163) Sedangkan menurut Joseph Luhukay memaparkan beberapa keuntungan transaksi e-commerce bagi pedagang sebagai berikut: 1. Dapat digunakan sebagai lahan untuk menciptakan pendapatan (revenue generation) yang sulit atau tidak dapat diperoleh melalui cara konvensional, seperti memasarkan langsung produk barang atau jasa; menjual informasi, iklan, (baner), membuka cybermall, dan sebagainya; 2. Menurunkan biaya operasional. Berhubungan langsung dengan pelanggan melalui internet dapat menghemat kertas dan biaya telpon, tidak perlu menyiapkan tempat ruang pamer (outlet), staf operasional yang banyak, gudang yang besar, dan sebagainya; 3. Memperpendek product cycle dan management supplier. Perusahaan dapat memesan bahan baku atau produk ke supplier langsung ketika ada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemesanan sehingga perputaran barang lebih cepat dan tidak perlu gudang yang besar untuk menyimpan produk-produk tersebut; 4. Melebarkan jangkauan (global reach). Pelanggan dapat menghubungi perusahaan/penjual dari manapun di seluruh dunia; 5. Waktu operasi tidak terbatas. Bisnis melalui internet dapat dilakukan selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu; 6. Pelayanan ke pelanggan lebih baik. Melalui internet pelanggan bisa menyampaikan kebutuhan maupun keluhan secara langsung sehingga perusahaan dapat meningkatkan pelayanannya (Dikdik M.Arief Mansur & Elisatris Gultom, 2009: 149). Keuntungan juga akan banyak didapatkan oleh pembeli dalam melakukan transaksi e-commerce. Menurut Joseph Luhukay keuntungan yang akan diperoleh pembeli antara lain: 1. Home Shopping. Pembeli dapat melakukan transaksi dari rumah sehingga dapat menghemat waktu, menghindari kemacetan, dan menjangkau tooktoko yang jauh dari lokasi; 2. Mudah melakukan. Tidak perlu pelatihan khusus untuk bisa belanja atau melakukan transaksi melalui internet; 3. Pembeli memiliki pilihan yang sangat luas dan dapat membandingkan produk maupun jasa yang ingin dibelinya; 4. Tidak dibatasi waktu. Pembeli dapat melakukan transaksi kapan saja selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu; 5. Pembeli dapat mencari produk yang tidak tersedia atau sulit diperoleh di outlet-outlet/pasar tradisional (Dikdik M.Arief Mansur & Elisatris Gultom, 2009:150) Selain itu masih banyak faktor yang mendukung perkembangan ECommerce. Cakupannya yang luas, proses transaksi yang cepat, efisiensi yang tinggi, murah serta informatif, mudah, aman dan akurat menjadi pertimbangan tersendiri bagi pengguna jasa perdagngan di Internet. Pelayanan yang demikian cepat dan mudah juga dapat meningkatkan kepuasan konsumen atas commit to user produk yang dijual produsen. (Munawar Kholil: 2009)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemajuan di bidang perdagangan dengan hadirnya perdagangan ECommerce ini tentu perlu diikuti pula oleh perkembangan hukum yang mengatur mengenai masalah perdagangan melalui media internet ini. Perdagangan ini bersifat scriptless dan papperless. Artinya bahwa transaksi melalui internet tidak dilakukan secara tertulis. Perkembangan sarana teknologi dan informasi yang biasa disebut dengan dunia maya ini juga membawa pengaruh yang cukup besar terhadap hukum kontrak internasional. Kontrak tidak lagi harus tunduk pada doktrin-doktrin yang berlaku sebelumnya. Penyelelesaian sengketanya pun tidak harus dilakukan secara konvensional. Segala kesepakatan kontrak dan penyelesaian sengketanya dapat diselesaikan dengan menggunakan tekhnologi informasi. Biasanya bentuk-bentuk kontrak melalui dunia maya ini menggunakan kontrak baku atau kontrak standar. Bentuk kontrak yang seperti ini sulit dihindari karena transaksi di dunia maya menghendaki transaksi yang cepat, seiring dengan sifat tekhnologi informasi tersebut (Huala Adolf, 2008: 40) Ada tiga pandangan hukum terkait dengan perkembangan teknologi informasi. Yang pertama adalah bahwa hukum harus memperlakukan perkembangan teknologi informasi secara berbeda. Artinya bahwa diperlukan sebuah pengaturan secara revolusioner. Pandangan ini berpendapat bahwa dunia yang diatur yaitu dunia maya adalah dunia yang berbeda, sehingga harus dilakukan pengaturan dan diperlakukan berbeda pula. Pandangan yang kedua biasa disebut dengan pandangan ortodoks. Pandangan ini mengungkapkan bahwa tidak perlu ada hukum khusus yang mengatur mengenai tekhnologi informasi maupun segala sesuatu yang terdapat didalamnya, termasuk juga dalam perdagangan E-Commerce. Tetapi hukum konvensional yang ada harus disesuaikan dengan perkembangan tekhnologi informasi. Menurut pandangan ini penyesuaian mutlak diperlukan karena dampak dari apa yang terjadi dalam dunia maya tersebut berimbas pada dunia nyata. Pandangan yang ketiga berpendapat bahwa hukum tekhnologi informasi hanya dapat bekerja bersama dengan komponen-komponen hukum yang telah dikembangkan secara paralel to user di sisi yang lain. Pengaturan dengan informasi di satu sisicommit dan teknologi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai perkembangan tekhnologi informasi tidak dapat dilakukan dengan serta merta, namun membutuhkan sebuah proses yang panjang. Pandangan ini biasa disebut dengan pandangan evolusioner ( M. Arsyad Sanusi, 2005:249). Menyikapi munculnya perdagangan E-Commerce, tampaknya perlu sebuah pengaturan yang khusus mengingat terdapat beberapa permasalahan yang kemudian timbul. Perdagangan E-Commerce tidak dapat lagi disamakan dengan kontrak-kontrak dagang biasa. Doktrin-doktrin hukum kontrak yang ada perlu disesuaikan dengan keadaan terkini. Beberapa permasalahan yang kemudian muncul dengan adanya E-Commerce ini meliputi Bagaimana keabsahan pembentukan kontrak elektronik, nilai validitas kontrak itu sendiri, validasi tanda tangan elektronik terkait dengan para pihak dalam ECommerce, Kejelasan tempat dan waktu kontrak, dan ketentuan mengenai kontrak elektronik itu sendiri masih perlu dikaji lebih dalam. Berdasarkan hal diatas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji persoalan bagaimana seharusnya pengaturan hukum kontrak yang diterapkan dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce dengan sebuah penulisan hukum
berjudul
“MODIFIKASI
HUKUM
KONTRAK
DALAM
PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI E-COMMERCE”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
permasalahan-permasalahan
di
atas,
maka
penulis
merumuskan pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimana penyesuaian (modifikasi) pengaturan hukum kontrak yang terjadi dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce? 2. Bagaimana pengaturan hukum kontrak dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce?
C. Tujuan Penelitian Sebuah penulisan hukum pasti mempunyai sebuah tujuan tertentu. Tujuan dalam penulisan hukum yang dilakukan penulis ini yaitu: commit to user 1. Tujuan Objektif
perpustakaan.uns.ac.id
a. Untuk
digilib.uns.ac.id
mengetahui
bagaimana
penyesuaian
(modifikasi)
pengaturan hukum kontrak yang terjadi dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce b. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum kontrak yang diterapkan dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce.
2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang perdagangan
internasional
terutama
pada
perdagangan
internasional secara E-Commerce. b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum pada bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan dalam praktiknya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian untuk penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada
umumnya dan Hukum Perdagangan
Internasional pada khususnya. b. Diharapkan penulisan hukum ini dapat menambah referensi ilmiah di bidang hukum tentang perdagangan internasional khususnya pada perdagangan E-Commerce. c. Diharapkan dari penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penulisan sejenis untuk selanjutnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah diperoleh. b. Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu pengembangan hukum terutama dalam menyikapi perkembagan perdagangan
internasional
khususnya
dalam
perdagangan
internasional melalui E-Commerce.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud, 2010: 35). Dalam penelitian hukum ini metode penulisan yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian normatif terdiri atas: a. Penelitian pada ranah dogmatig hukum; b. Penelitian pada ranah teori hukum; c. Penelitian pada ranah filsafat hukum (PPH, 2009:6) Pada penelitian ini penulis akan menggunakan penelitian pada ranah dogmatik hukum. Penelitian hukum dalam ranah dogmatik menyangkut ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang dihadapi (Peter Mahmud, 2010:61). Penelitian dalam penulisan hukum ini akan menyangkut pengaturan internasional hukum kontrak dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah preskriptif. Ilmu hukum mempunyai karakteristik ilmu yang bersifat preskripitif dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terapan. Sebagai ilmu
yang bersifat preskriptif,
ilmu
hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud,2010:22) . 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach) . Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang- undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sedangkan pendekatan
komparatif
pendekatan
yang
dilakukan
dengan
membandingkan satu undang-undang dengan undang-undang yang lain. (Peter Mahmud, 2010:95). Pada pendekatan undang-undang, penulis akan mengkaji pengaturan internasional mengenai e-commerce yang terdapat pada UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts 2005 dan beberapa contoh kontrak ecommerce Sedangkan
yang diterapkan dalam pada
pendekatan
perdagangan
perbandingan,
internasional. penulis
akan
membandingkan antara hukum kontrak yang konvensional, dengan hukum kontrak dalam e-commerce. 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Dalam penelitian hukum, tidak dikenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian yang yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahanbahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari perudangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud, 2010: 141). Dalam penulisan hukum ini sumber hukum primer yang akan digunakan antara lain UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 dan United Nations Convention on the Use of Electronic
Communications
in
International
Contracts
2005.
Sedangkan sumber hukum sekunder yang akan digunakan dapat berupa buku, jurnal, publikasi melalui internet, dan berbagai macam bahan hukum sekunder yang dibutuhkan. 5. Teknik Pengumpulan Data Setelah isu hukum ditetapkan, peneliti kemudian melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Yang dilakukan peneliti dalam penelitian yang menggunakan pendekatan perundang- undangan adalah
mencari
peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu tersebut (Peter Mahmud, 2010: 194). Bagi penggunaan pendekatan komparatif, yang harus dilakukan adalah dengan mengumpulkan ketentuan perundang-undangan dan pembandignya. Dalam penulisan hukum ini yang akan dilakukan penulis adalah mengumpulkan peraturan perundang-undangan yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce dan United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts 2005, dan sebagai
pembandingnya
adalah
hukum
kontrak
internasional
konvensional. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah teknik analisis dengan logika deduktif. Johny Ibrahim yang mengutip pendapat Bernand Areif Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik khusus untuk menarik kesimpulan dari hal- hal yang bersifat
umum
menjadi kasus yang individual (Jhonny commit to user Ibrahim,2006:249). Jadi yang dimaksud teknik deduktif adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjelaskan sesuatu yang bersifat umum, kemudian mengerucutkan pada hal yang khusus, kemudian menarik kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum adalah untuk memberi gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai isi penulisan hukum ini, maka penulis membagi penulisan hukum ini dalam empat bab. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut: BAB I :PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, jadwal penelitain, dan sistematika penelitian BAB II:TINJAUAN PUSTAKA Bab Tinjauan Pustaka ini terdiri dari Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teori memuat berbagai pengertian dan teori-teori hukum yang mendukung judul penulisan hukum sehingga akan memudahkan pembacanya untuk memahami apa yang penulis paparkan dalam penulisan hukum ini. Dimulai dari tinjauan mengenai hukum kontrak internasional, hingga tinjauan mengenai E-Commerce. Kerangka pemikiran akan memberikan gambaran bagaimana alur berpikir penulis, dalam melakukan penulisan hukum BAB III: HASIL PENELITIAN Bab Hasil Penelitian adalah bab inti dalam penulisan hukum ini. Bab ini akan memaparkan hasil penelitan yang kemudian dengan analisis, menghasilkan pembahasan atas pokok permasalahan seperti yang telah dirumuskan sebelumnya. Bab ini akan menjawab permasalahan yang diangkat. Dalam penulisan hukum ini
yang
akan
dijawab
adalah
bagaimana
penyesuaian
(modifikasi) hukum kontrak commit to useryang dilakukan terkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
munculnya perdagangan internasional melalui E-Commerce dan bagaimana pengaturan hukum kontrak dalam perdagangan internasional melalui E-Commerce. BAB IV: PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dari apa yang telah dibahas sebelumnya dan juga berisi saran yang ditujukan kepada pihakpihak yang terkait dengan permasalahan yang penulis teliti dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA G. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Hukum Kontrak Internasional a. Pengertian Kontrak Internasional Black’s Law mengartikan kontrak sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu (“An agreement betwen two or more persons which creates an obligation to do nor not to do a particular thing”)(lihat dalam Huala Adolf,2008:1) Wilis
Reese
mengartikan kontrak
internasional sebagai
“Contract with elements in two or more nation states. Such contract may be between states, between a state and a private party, or exclusively between private parties” (lihat dalam Huala Adolf,2008:4). Dari definisi di atas, dapat dilihat bahwa Reese mensyaratkan adanya lebih dari satu negara dalam kontrak. Secara lebih sederhana, Sudargo Gautama menjelaskan bahwa kontrak internasional adalah kontrak nasional yang terdapat unsur luar negeri (foreign element).(lihat dalam Huala Adolf,2008:4) Secara teoritis, unsur asing yang dapat menjadi indikator suatu kontrak adalah kontrak nasional yang mengandung unsur: 1) Kebangsaan yang berbeda; 2) Para pihak memiliki domisili hukum di negara yang berbeda; 3) Hukum yang dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip-prinsip
kontrak
internasional terhadap kontrak
tersebut; 4) Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri; 5) Pelaksanaan kontrak tersebut di luar negeri; 6) Kontrak tersebut ditandatangani di luar negeri; commit to user 7) Objek kontrak di luar negeri;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8) Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing; dan 9) Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut (Huala Adolf, 2008:4)
b. Prinsip Hukum Kontrak Internasional Secara umum hukum kontrak internasional dapat dipat dibagi menjadi dua prinsip pengaturan yaitu prinsip fundamental hukum kontrak internasional dan prisip hukum kontrak internasional. Prinsip fundamental hukum kontrak internasional terdiri dari Prinsip Dasar Supremasi/Kedaulatan Hukum
Nasional, dan Prinsip Kebebasan
Berkontrak. Sedangkan prinsip hukum kontrak internasional terdiri dari Prinsip Pacta Sunt Servanda; dan Prinsip good faith (itikad baik); dan Prinsip Resiprositas (Huala Adolf, 2008:19) 1)
Prinsip Fundamental Hukum Kontrak Internasional a) Prinsip Fundamental Supremasi/Kedaulatan Hukum Nasional Prinsip fundamental pertama mensyaratkan bahwa hukum nasional tidak dapat diganggu gugat keberadaannya. Kekuatan mengikatnya adalah mutlak. Setiap benda, subjek hukum, perbuatan atau peristiwa hukum, termasuk di dalamnya transaksi dagang yang dituangkan ke dalam kontrak, yang terjadi di dalam wilayah suatu negara tunduk secara mutlak pada hukum nasional tersebut (Huala Adolf, 2008:19) b) Prinsip Fundamental Kebebasan Berkontrak Prinsip kebebasan berkontrak mensyaratkan bahwa para pihak bebas menutup kontrak. Para pihak bebas menetapkan bentuk dan isi kontrak berdasarkan kesepakatan mereka. Prinsip ini sering kali disebu dengan party autonomy. Prinsip ini merupakan prinsip yang terpenting dan aturan dasar yang utama. Atiyah menyatakan kebebasan berkontrak adalah “(it) is one of the most fundamental features of the law of contract” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Clive M.Schmitthoff menegaskan bahwa dengan prinsip otonomi, para pihak dapat mengembagkan, menginovasi, atau menciptakan bentuk-bentuk kontrak baru yang mereka inginkan dan sepakati. Pengakuan terhadap kebebasan berkontrak ini telah mengembangkan,
memperluas
bahkan menciptakan
bentuk-bentuk baru bidang kontrak
(lihat dalam Huala
Adolf,2008:21). Pengakuan secara tegas terhadap prinsip ini termuat dalam Prinsip UNIDROIT/The International Institute for the Unification of Private Law (the UNIDROIT Principles of International Contract tahun 1994). Dalam Pasal 1.1 ditegaskan bahwa “The parties are free to enter into a contract and to determine its content”. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa berdasarkan prinsip ini, setiap pegusaha memiliki hak untuk memutuskan secara bebas dengan siapa saja mereka akan menawarkan produk barang atau jasanya dan dengan pihak siapa mereka akan mendapatkan produk yang dibutuhkan. Mereka juga berhak secara bebas untuk menentukan syarat-syarat yang berlaku untuk transaksi yang mereka buat. Namun prinsip ini tidak dapat menyimpangi prinsip fundamental yang pertama. Hukum nasional tetap harus diperhatikan dan tidak boleh disimpangi walaupun disepakati oleh para pihak. Pembatasan trersebut dikenal dengan pacta privata juri publico derogare non possunt. Pembatasan prinsip ini juga dikemukakan Professor Yntema sebagai berikut: “... the principle of party autonomy in the law of contract is subject to various restrictions in the defferent municipal laws and is not interpreted elsewhere in the same manner; these restriction are mainly imposed for reason of public policy or in the public interest” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:23) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Internasional a) Prinsip Pacta Sunt Servanda Black’s Law Dictionary mengartikan prinsip ini sebagai berikut: “Agreements must be kept”. The rule that agreements and stipulations, esp.those contained in treaties must be observed”(lihat dalam Huala Adolf,2008:23) Prinsip ini diakui secara universal oleh berbagai sistem hukum di dunia. Schmitthoff menyampaikan dengan kalimat sebagai berikut: “In most legal system the parties to a contract are allowed a considerable measure of autonomy in the making of the contract, the term which they wish to adopt, and the choice of law which they wish tp apply to their bargain. “The universal recognition and confirmation of the principles of freedom of contract and pacta sunt servanda is an accepted fact,’writes Profesor Goldstajn. As the principle of party autonomy in the law of contract is recognized by most countries of the east and west, none of the legal system raises a theoritical objection to an attempt of the parties to a contract to go to the extreme and to adopt a legal regulation which makes a redundant a reference to a national system of law” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:24) Kewajiban menghormati dan melaksanakan ketentuanketentuan dalam kontrak ini sifatnya adalah mutlak karena kesepakatan tersebut berlaku sebagaimana Undang-Undang. Setiap pihak wajib menjalankan walaupun pelaksanaannya ternyata menguntungkan atau tidak menguntungkan. b) Prinsip Good Faith ( itikad baik) Itikad baik harus dianggap ada pada waktu negoisasi, pelaksanaan kontrak, hingga penyelesaian sengketa. Prinsip ini penting karena dibutuhkan kepercayaan dari para pihak agar pembuatan kontrak dapat direalisasikan. Namun prinsip ini mengandung makna yang berbeda di antara sistem hukum. Pemahaman mengenai itikad baik rupanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak sama antara Sistem Hukum Kontinental dengan Common Law (Huala Adolf,2008:25). (1) Prisip Itikad Baik dalam Sistem Hukum Kontinental Dalam sistem hukum kontinental, pendekatan terhadap prinsip ini didasarkan pada filosofi dari kotrak yang menitik beratkan pada hubungan para pihak. Hubungan ini mensyaratkan adanya itikad baik bukan saja saat kontrak ditandatangani namun juga sebelum kontrak disepakati. Itikad baik harus ada baik sebelum maupun setelah kontrak ditandatangani. (2) Prinsip Itikad Baik dalam Sistem Common Law Sistem hukum Common Law khususnya hukum Inggris tidak mengenal itikad baik dalam proses negosiasi. Menurut hukum inggris, masuknya para pihak ke dalam negosiasi tidak dengan serta merta melahirkan kewajiban itikad baik. Menurut hukum Inggris, selama kontrak belum ditandatangani, para pihak tidak terikat satu sama lain dan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap pihak lainnya hingga kontrak tersebut akhirnya ditandatangani. Seperti halnya hukum Inggris, hukum Amerika Serikat juga demikian. Dalam The Uniform Commercial Code AS (UUC) dan The Restatment (Second) hanya meletakkan kewajiban itikad baik pada para pihak dalam melaksanakan kontrak. Section 1-203 UCC menyatakan “Every contract or duty whitin this Act imposes an obligation of good faith in
its performance
or
enforcement”. Dalam sistem Common Law AS, arti itikad baik tidak lain adalah kejujuran dalam perilaku atau kejujuran dalam bertransaksi dagang, ternasuk di dalamnya adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kejujuran dalam fakta dan penghormatan terhadap standarstandar dagang yang wajar dan transaksi dagang yang jujur. (3) Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Internasional Pengakuan dan kewajiban untuk melaksanakan prinsip itikad baik diakui dalam prisip-prinsip kontrak menurut UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts) Pasal 1.7 Prinsip UNIDROIT menyatakan: (1) Each Party must act in accordance with good faith and fair dealing in international trade (2) The parties may not exclude or limit this duty Kewajiban yang sama terdapat pula dalam the United Nations on Contracts for the International Sale of Goods (CISG). Pasal 7 (1) CISG menyatakan sebagai berikut: “(1) In the interpretation of this Convention, regard is to be had to its international character and to the need to promote uniformity in its application and the observance of good faith in international trade” (Huala Adolf,2008:27) c) Prinsip Resiprositas (Resiprokal) Prinsip ini mensyaratkan bahwa para pihak dalam kontrak harus melaksnakan hak dan kewajibannya masing- masing secara timbal balik. Menurut prinsip ini, pelaksanaan kontrak harus memberikan keuntungan bagi para pihak.
Lord
Devlin
menyatakan sebagai berikut: “It is of the essence of every contract that there should be mutuality. A contract is an exchange of promises for another...A contract can consist of an exchange of promises on one subject, e.g., payment against delivery; then if the seller does not deliver on the due date, the buyer may release himself from his obligation to pay”(Huala Adolf, 2008:27)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Subjek Hukum Kontrak Internasional Subjek hukum yang dapat menjadi para pihak dalam kontrak internasional antara lain: 1) Individu; 2) Badan hukum (perusahaan); 3) Organisasi Internasional; 4) Negara (Huala Adolf, 2008: 47) Individu sebagai subjek dalam hukum kontrak internasional tidak diatur dalam berbagai perjanjian internasional di bidang kontrak. Pasal 2 dalam perjanjain CISG (United Nations Convention o Contract for the International Sale of Goods menjelaskan sebagai berikut: This Convention does not apply to sales: a) Of goods bought for personal, family or household use, unless the seller, at any time before or at the conclusion of the contract, neither knew nor ought to have known that the goods were bought for any such use; b) By auction; c) On execution or otherwise by authority og law; d) Of stocks, shares, investment securities, negotiable instrument or money; e) Of ships, vessels, hovercraft; or aircraft; f) Of elelctricity (Huala Adolf, 2008:48) Di dalam United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contract juga disebutkan dalam Article 2 : “This Convention does not apply to electronic communications relating to any ojf the following: a) Contracts concluded for personal, family or household purposes; b) (i) Transactions on regulated exchange; (ii) foreign exchange transactions; (iii) inter-bank payment systems, inter-bank payment agreements or clearance ad settlement systems relating to securities or other financial assets or instrument; (iv) the transfer of securities or other financial assets or instrument held with an intermediary” Dari alasan tersebut, maka penggolongan subjek dalam kontrak user berikut: internasional antara laincommit adalah to sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Antara Perusahaan dengan perusahaan (asing) lainnya; Prinsip umum yang berlaku adalah badan hukum atau perusahaan asing tunduk pada hukum nasional tempat di mana perusahaan tersebut didirikan. Permasalahan akan muncul ketika perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan di luar negeri dan bersengketa dengan negara tempat anak perusahaan tersebut didirikan. Biasanya anak perusahaan didirikan berdasarkan hukum nasional tempat anak perusahaan berada karena didirikan dengan badan hukum dari negara tempat anak perusahaan berada. Kontrak antara perusahaan dengan perusahaan pada umumnya tunduk pada suatu hukum nasional tertentu. Dalam beberapa kontrak para pihak bisa saja menyepakati hukum lain disamping hukum nasional. (Huala Adolf, 2008:51) Salah satu instrumen hukum yang dapat dijadikan acuan untuk pembahasan kontrak antar perusahaan adalah Resolusi Interational Law Institute dengan judul “The Autonomy of the parties in International Contracts between Private Persons or Entities”. Beberapa substansi yang terdapat di dalamnya antara lain: a) Ruang lingkup substansi ini hanya berlaku untuk kontrakkontrak dagang internasional, tidak termasuk di dalamnya kontrak di bidang ketenagakerjaan atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh individu dalam kapasitasnya sebagai konsumen (Pasal 1) b) Para pihak pada prinsipnya bebas untuk memilih hukum setiap negara untuk berlaku terhadap kontrak mereka (Pasal 2 Ayat 1), termasuk di dalam kebebasan ini adalah kesepakatan untuk tidak menerapkan aturan-aturan hukum mengenai pilihan hukum negara tersebut (freedom of choice of law, Pasal 2 Ayat 2) c) Pilihan hukum yang berlaku harus didasarkan pada kesepakatan para pihak. Dalam hal tidak adanya kesepakatan yang tegas, commit to pihak user harus didasarkan pada keadaan maka pilihan hukum para
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang menunjukkan secara jelas keinginan (intention) dari para pihak (Pasal 3 Ayat 1 dan 2) d) Apabila kontrak ternyata tidak sah menurut hukum yang dipilih oleh para pihak, maka pilihan tersebut tidak memiliki akibat (hukum) apapun (Pasal 3 Ayat 3) e) Keberadaan dan keabsahan dari kesepakatan para pihak terhadap pilihan hukum yang berlaku harus ditentukan oleh hukum tersebut (Pasal 4 Ayat 1). Namun demikian bila salah satu pihak tidak memberi jawaban terhadap adanya permintaan (offer) untuk menutup suatu kontrak, maka akibat dari tidak adanya jawaban dari pihak tersebut maka arti diamnya pihak tersebut diatur oleh hukum dari negara di mana pihak tersebut biasanya diketahui tempat tinggalnya (the law of the State of his habitual residence) (Pasal 4 Ayat 2) f) Hukum yang berlaku dapat pula ditentukan (designated) oleh syarat-syarat umum dari kontrak (general conditions of contract), yang para pihak telah sepakati (Pasal 5 Ayat 1). Namun kesepakatan para pihak tersebut harus dinyatakan secara tertulis atau dengan cara yang sesuai dengan praktek yang telah berlaku di antara para pihak atau sesuai dengan kebiasaan dagang yang diketahui oleh para pihak (Pasal 5 Ayat 2); g) Kebebasan para pihak untuk memilih hukum yang berlaku dapat dilakukan setelah kontrak ditutup atau mengubah pilihan hukumnya yang telah dipilih sebelumnya (Pasal 6 Ayat 1). Kebebasan untuk mengubah hukum yang berlaku ini dapat berlaku secara retrospektif (berlaku mundur) apabila hal tersebut tidak mempengaruhi kepentingan pihak ketiga (Pasal 6 Ayat 2); h) Para pihak bebas memilih hukum yang berlaku terhadap seluruh atau sebagian dari kontrak (Pasal 7) i) Hukum yang dipilih harus berlaku dengan tunduk pada aturanto userdari forum (jurisdiksi dari negara aturan memaksacommit dari hukum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang hukumnya dipilih) yang harus berlaku terhadap hukum yang berlaku terhadap kontrak (Pasal 9 Ayat 1). (Huala Adolf,2008: 53) 2) Antara negara dengan perusahaan (asing); The Institute of International Law telah mengeluarkan resolusi terkait dengan kontrak antara negara dengan perusahaan pada tahun 1979 yang berjudul “the Proper Law of the Contract in Agreements Between a State and a Foreign Private Person”. Alasan dikeluarkannya resolusi ini antara lain: a) Kontrak yang ditandatangani oleh pemerintah dan perusahaan asing merupakan kontrak yang penting dewasa ini dalam hubungan ekonomi internasional; b) Aturan-aturan mengenai kontrak yang dibuat oleh Negara dengan perusahaan belum begitu jelas sehingga perlu dibuat penjelasan mengenai aturan-aturan hukum perdata internasional mengenai kontrak seperti ini; c) Bahwa berdasarkan prinsip-prinsip umum umum mengenai hukum perdata internasional, para pihak dapat memilih hukum tertentu, termasuk di dalamnya untuk tidak memilih hukum nasional suatu negara tertentu; dan d) Bahwa dalam kontrak seperti ini alasan penerapan tidak berlakunya suatu kontrak karena alasan adanya aturan-aturan hukum yang memaksa atau ketertiban umum dapat saja terjadi (misalnya karena salah satu pihaknya adalah negara yang dapat memanfaatkan
alasan
ini
sebagai
alasan
untuk
tidak
melaksanakan kewajibannya berdasarkan kontrak) (Huala Adolf, 2008:54) Bermann, membagi kontrak antara negara dengan perusahaan ke dalam dua bentuk yaitu kontrak pembangunan ekonomi (Economic Development Agreement) dan kontrak pengadaan jasa pemerintah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(agreement on Government Procurement). Yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi adalah: “...agreements whereby a State engages the capital and technology of a foreign enterprise, typically of one or more developed countries, in an undertaking designed to have a decisive positive impact on the State’s overall economic development.” (lihat dalam Huala Adolf,2008: 55) Kontrak
antara negara dengan perusahaan menimbulkan
beberapa permasalahan antara lain: a) Masalah kedudukan para pihak Dalam kontrak antara negara dengan perusahaan, kedudukan negara seakan lebih tinggi dari pihak lainnya. Negara membuat dan melaksanakan hukum serta dapat mengubah hukum. Negara juga dapat mengadili subjek hukum yang melanggar hukum. Kedudukan negara sebagai subjek hukum seakan sempurna karena memiliki kewenangan yang begitu besar. Oleh karena itu harus ada pemisahan yang jelas kapan negara berperan sebagai para pihak dalam kontrak yang komersial, dan kapan negara harus berperan dan menjalankan fungsi negara. Para sarjana telah berhasil memisahkan keduanya dan membuat kedudukan seimbang. Pertama, status negara adalah sebagai negara yang berdaulat (jure imperii). Kedua, status negara sebagai suatu negara yang melakukan tindakan-tindakan komersial (jure gestiones). Dengan konsep jure gestiones, negara
telah
dianggap
menanggalkan
imunitas
atau
kedaulatannya sehubungan dengan tindakan bisnis
yang
dilakukan negara tersebut (Huala Adolf,2008:56) b) Masalah hukum yang berlaku Terdapat beberapa pendapat mengenai hukum yang berlaku dalam kontrak Internasional. Schachter berpendapat bahwa prinsip kesepakatan dan kebebasan para pihak tetap berlaku. commit to berlaku user dalam kontrak tersebut adalah Namun hukum yang akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukum
nasional
dimana
kontrak
tersebut
dibuat
dan
dilaksanakan. Jika tidak ada pilihan hukum, maka hukum yang akan berlaku ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip hukum perdata internasional. “Normally a contract between a State and a private person is governed by the law of the state where is made and performed. However, the parties are free under private international law to designate the governing law of the contract and, if they so wish, to withdraw the contract from the exclusive application of any particular domestic legal system. If they fail to make a choice, the contract would, under the private international principles, be subject to the law of the state with which it has the closest links. If the parties wish to designate the applicable law, it is generally considered that they are free to do so without limitation” (lihat dalam Huala Adolf, 2008: 57) Böckstiegel mempunyai pandangan yang berbeda denagn Schachter. Menurut Böckstiegel, kontrak internasional yang dibuat oleh para pihak mempunyai pilihan hukum yang sangat luas yaitu: (1) Pemilihan hukum nasional salah satu pihak atau hukum nasional pihak ketiga; (2) Kombinasi hukum nasional kedua belah pihak; (3) Pemilihan hukum suatu hukum nasional tertentu disertai dengan pemilihan prinsip-prinsip itikad baik; (4) Pemilihan hukum internasional; (5) Pemilihan prinsip-prinsip hukum dari kedua sistem hukum para pihak; (6) Pemilihan prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) (7) Pemilihan hukum yang berupa klausul yang hanya menentukan aturan-aturan kontraklah yang akan berlaku (tidak memilih hukum nasional tertentu) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(8) Pemilihan kombinasi hukum tertentu dengan hukum lainnya yang
bukan
hukum
nasional
(lihat
dalam
Huala
Adolf,2008:59). Sementara
Bermann
berpendapat
bahwa
kontrak
internasional cenderung memilih hukum negara ketiga. Pilihan hukum seperti ini biasa disebut sebagai delokalisasi kontrak (delocalization of contracts) (lihat dalam Huala Adolf,2008: 59) c) Masalah penyelesaian sengketa kontrak Permasalahan selanjutnya adalah masalah penyelesaian jika suatu saat timbul sengketa mengani kontrak yang telah disepakati para pihak. Masalah ini menjadi sangat penting untuk dibahas karena negara dengan imunitasnya tidak mungkin diadili oleh badan peradilan atau forum nasional negara lain. Masalah yang lain yaitu dikhawatirkan negara yang akan mengadili tidak bersikap netral. Biasanya, para pihak cenderung untuk memilih badan arbitrase untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin akan timbul. (Huala Adolf, 2008: 60) 3) Antara negara dengan negara; Kontrak antara negara dengan negara adalah kontrak komersial yang menyangkut dua kedaulatan dan biasanya berupa kontrak kerja sama, pinjaman (utang), atau kontrak pembangunan ekonomi. Salah satu karakteristik hukum kontrak adalah pilihan hukum dan pilihan forumnya. Sangat sulit bagi satu negara untuk tunduk pada hukum negara lain. Oleh karena itu pilihan yang ada adalah dengan menggunakan hukum internasional yang bersifat netral bagi kedua negara atau justru tidak mengadakan pilihan hukum dengan asumsi bahwa para pihak tidak akan melanggar kontrak yang telah disepakati. Termasuk juga pilihan forum. Sangat sulit bagi satu pihak untuk tunduk pada badan peradilan nasional lainnya. Solusinya adalah dengan memilih badan peradilan internasional seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mahkamah Internasional, Permanen Court of Arbitration, atau badan arbitrase internasional lain (Huala Adolf,2008:61). 4) Antara organisasi internasional dengan perusahaan Terkait dengan kontrak antara organisasi internasional dengan perusahaan, Institute of International Law (ILA) pada tahun 1977 di Oslo telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu “Contracts Concluded by International Organizations with Private Persons”. Beberapa pertimbangan dikeluarkannya resolusi ini antara lain: a) Kontrak-kontrak
yang
ditandatangani
oleh
organisasi
internasional dan pihak perusahaan sudah semakin mengikat dan bentuknya sudah semakin beragam; b) Semakin meniingkatnya muatan dan bentuk kontrak tersebut seharusnya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: (1) Organisasi internasional harus diberi keleluasaan untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya tanpa terhalang oleh aturan-aturan hukum internasional; (2) Kontrak-kontrak tersebut harus menghormati hukum; (3) Kontrak-kontrak tersebut juga perlu dilindungi sehingga kestabilan hubungan hukum para pihak dapat dilidungi. Dalam Resoluisi ILA 1977 ini disebutkan juga hukum yang mengatur
kontrak
antara
organiasasi
internasional
dengan
perusahaan. Pada prinsipnya kebebasan para pihak dalam membuat kontrak tetap diakui. Selain itu dimungkinkan pula berlakunya lebih dari satu sistem hukum dalam kontrak tersebut. Pasal 2 dan 3 Resolusi menyatakan sebagai berikut: “Article 2 1. To facilitate the settlement of difficulties which may arise in connection with the contracts under consideration, it is desirable that the parties expressly specify the source, national or international, from which the proper law of the contract is to commit to user be derived.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. The parties may expressly refer to a combination of several sources. Article 3 The parties may stipulate that domestic law provisions referred to in the contract shall be considered as being those in force at the time of conclusion of the contract” Dalam menyatakan
hal penyelesaian sengketa bahwa
forum
Resolusi
penyelesaian
ILA
sengketa
1977 untuk
menyelesaikan sengketa kontrak meliputi: a) Badan independen khususnya arbitrase, baik yang sifatnya permanen (terlembaga) atau sementara (ad hoc); dan b) Pengadilan nasional. Pilihan ini hanya dimungkinkan apabila penyelesaian melalui badan pengadilan nasional ini memang tidak bertentangan dengan status dan fungsi dari organisasi internasonal yang bersangkutan. Pasal 7 – 9 Resolusi tersebut menyatakan sebagai berikut: “Article 7 Contracts concluded
with private persons by international
organizations should, in cases where the latter enjoy immunity from jurisdiction, provide for the settlement of disputes arising out of such contracts by an independent body. Article 8 The body referred to in article 7 may be: a) an arbitration body set up in accordance with the rules of a permanent arbitration institution or in pursuance of ad hoc clauses; b) a tribunal set up by an international organization, if conferring such jurisdiction
is compatible with the rules of the
organization; or c) a national judicial body, if this is not incompatible with the commit to user status and functions of the organization.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Article 9 If a dispute arises in connection with a contract which contains no clause on the settlement of disputes, the organization concerned should either waive immunity from jurisdiction or negotiate with the other party to the contract with a view to settling the dispute or to establishing an appropriate procedure for its settlement – particularly through arbitration” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:65) d. Sumber Hukum Kontrak Internasional Sumber hukum kontrak internasional adalah sumber dimana hukum yang mengatur kontrak internasional ditemukan. Sumber hukum kontrak internasional dapat digolongkan dalam tujuh bentuk yaitu: 1) Hukum Nasional Hukum nasional adalah sumber hukum primer dalam hukum kontrak internasional. Sudargo Gautama menyatakan bahwa kontrak internasional yaitu kontrak nasional yang memiliki unsur asing. Artinya bahwa kontrak tunduk pada salah satu sistem hukum nasional di bidang hukum komersial atau dagang suatu pihak. Hukum nasional yang dimaksud termasuk juga aturan-aturan pemerintah yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan objek kontrak itu sendiri (lihat dalam Huala Adolf, 2008:70). 2) Dokumen Kontrak Kesepakatan yang telah disetujui para pihak mengikat dan berlaku sebagai hukum bagi para pihak. Dokumen kontrak adalah aturan yang paling penting bagi para pihak karena berlaku seperti Undang-Undang. Dokumen kontrak merupakan lex specialist dari atura-aturan atau prinsip hukum kontrak internasional. Aturanaturan yang utama berupa hak dan kewajiban yang diatur dalam kontrak harus didasarkan pada prinsip kesepakatan dan kebebasan commit to user berkontrak para pihak (Huala Adolf,2008:70).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional yang terkait dengan kontrak Kebiasaan internasional di bidang perdagangan telah diakui sebagai suatu aturan hukum yang mengikat. Kebiasaan ini biasa disebut Lex Mercatoria (hukum para pedagang). Kebiasaan ini lahir dan berkembang dari kebiasaan atau praktik yang dilakukan oleh pedagang sendiri yang apabila tidak dilaksanakan ada perasaan bersalah dari pedagang. Oleh karena itu kebiasaan perdagangan internasional ini dianggap mengikat diantara mereka. Menurut Horn dan Schmitthoff, kebiasaan perdagangan internasional memiliki dua sifat, yaitu: a) Sumber hukum ini biasanya dirumuskan oleh lembagalembaga internasional atau asosiasi-asosiasi dagang; dan b) Sumber hukum tersebut akan berlaku apabila para pihak menyatakan atau memasukkannya ke dalam kontrak mereka (lihat dalam Huala Adolf,2008:72). Dari pendapat diatas, dapat disimpulan bahwa kekuatan hukum dari kebiasaan internasional tidaklah mengikat secara otomatis. Para pihak harus memasukkannya ke dalam klausula kontrak yang mereka sepakati. Jika para pihak menyepakati untuk tidak menggunakan kebiasaan internasional tertentu, maka tidak akan berlaku dan tidak mengikat bagi para pihak. 4) Prinsip Hukum Umum Mengenai Kontrak Prinsip
hukum umum sebagai sumber hukum kontrak
internasional banyak digunakan sebagai alternatif hukum dalam klausul-kalusul kontrak khususnya kontrak negara dan kontrak oleh organisasi
interasional.
Pada
tahun 1979
Institut
Hukum
Internasional (Institute de Droit International atau the Institute of International Law) mengeluarkan suatu resolusi yaitu “Resolution on Contract Concluded by International Organization with Private Person”. Dalam Article 2 dijelaskan: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“The parties may in particular choose as the proper law of the contract either one or several domestic legal system or the principles common to such system, or the general principles of law, or the priciples applied in international economic relations, or international law, or a combination of these source of law” (Huala Adolf, 2008:74) Contoh prinsip hukum umum nasional yang dapat diterapkan dalam kontrak internasional antara lain Prisip Pacta Sunt Servanda, dan Prinsip Itikad Baik (Huala Adolf, 2008:75) 5) Putusan Pengadilan Putusan Pengadilan adalah sumber hukum tambahan. Sumber hukum berupa putusan pengadilan ini penting untuk mengetahui posisi
pengadilan
terhadap
aturan-aturan
hukum
kontrak
internasional. Fox berpendapat bahwa banyak putusan pengadilan yang memberi peran penting bagi perkembangan hukum kontrak internasional, terlebih pada sistem Common Law. Putusan pengadilan bersifat menentukan bila putusan pengadilan tersebut diikuti oleh pengadilan selanjutnya secara konsisten (Huala Adolf, 2008:75). 6) Doktrin Doktrin adalah sumber hukum tambahan berupa pendapat dari sarjana yang diakui kepakarannya. Doktrin dapat berbentuk pendapat tertulis yang terdapat pada literatur baik buku, artikel, dan tulisan lainnya, dan dapat pula berupa catatan pendapat pada perumusan
rancangan
perjanjian
internasional
(travaux
preparatoire). Doktrin juga dapat dilihat pada putusan pengadilan oleh
hakim
yang
mempunyai
kapasitas
tertentu
(Huala
Adolf,2008:76) 7) Perjanjian Internasional Perjanjian internasional merupakan sumber hukum utama disamping hukum nasional dan dokumen kontrak yang mengatur kontrak yang akan dibuat oleh para pihak. Betuk perjanjian to user internasional dapatcommit berbentuk perjanjian bilateral yang mengikat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dua negara, ataupun perjanjian multilateral yang berlaku bagi lebih dari dua negara. Perjanjian internasional multilateral di bidang kontrak jika dilihat dari sifatnya dapat dibagi menjadi yang Pertama, Soft Law yang bersifat tidak mengikat. Sifatnya tergantung pada kehendak setiap negara atau para pihak dalam kontrak akan diikuti atau tidak. Kedua,
Hard
Law
yaitu
perjanjian
internasional
yang
keberlakuannya di suatu negara harus diratifikasi terlebih dahulu. Dan yang Ketiga, Campuran antara Soft Law dan Hard Law yang merupakan kombinasi dari keduanya (Huala Adolf,2008:77) e. Hukum yang Berlaku dalam Kontrak Internasional Untuk dapat menentukan hukum yang berlaku (aplicable law), maka dalam bidang hukum kontrak sangat banyak titik taut yang dapat digunakan sebagai indikator hukum mana yang relevan untuk dapat diterapkan dalam kontrak. Kewarganegaraan para pihak, domisili para pihak, tempat pembuatan atau pelaksanaan kontrak, pusat bisnis para pihak di negara yang berbeda, letak objek perjanjian, dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk dapat menentukan hukum mana yang akan dipilih oleh para pihak (Bayu Seto, 2006:283). Asas dan teori yang berkembang mengenai titik taut tersebut antara lain: 1) Asas Lex Loci Contractus Menurut teori klasik Lex Loci Contractus, hukum yang berlaku bagi suatu kontrak internasional adalah hukum di tempat perjanjian atau kontrak itu dibuat. (Ridwan Khairandy,2007:133). Asas ini merupakan asas tertua yang dilandasi prinsip locus regit actum. Tempat pembuatan kontrak dalam konteks HPI adalah tempat dilaksanakannya tindakan terakhir yang dibutuhkan untuk terbentuknya kesepakatan (Bayu Seto,2006:284). Pada masa modern seperti sekarang ini asas ini dirasa agak sulit untuk diterapkan. Pada zaman dulu, biasanya para pihak yang commit to user mengadakan kontrak berada pada tempat yang sama, para pihak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
langsung bertatap muka (Ridwan Khairandy,2007:133). Sekarang ini sering kali kontrak yang dibuat para pihak difasilitasi oleh sarana komunikasi modern seperti teleks, telegram, dan faksimile yang membuat para pihak tidak harus bertemus secara langsung. Dalam kontrak jenis ini, penentuan locus contract menjadi sulit untuk dilakukan (Bayu Seto,2006:284). 2) Asas Lex Loci Solutionis Asas lex loci solutionis merupakan variasi dari lex loci contractus. Menurut asas ini, hukum yang berlaku bagi suatu kontrak adalah tempat di mana kontrak tersebut dilaksanakan. Menurut Sudargo Gautama, dalam praktek hukum internasional umumnya diakui bahwa berbagai peristiwa tertentu dipastikan oleh hukum yang berlaku pada tempat pelaksanaan kontrak (lihat dalam Ridwan Khaerandy,2007:135).
Hukum
tempat
pelaksanaan
perjanjian adalah tempat yang dirasa lebih relevan dengan kontrak dibandingkan dengan tempat pembuatan perjanjian, terutama jika disadari bahwa suatu kontrak yang walaupun sah di tempat pembuatannya akan tetap unforceable bila bertentangan dengan sistem hukum dari tempat pelaksanaan perjanjian tersebut (Bayu Seto,2006:285). Dalam perkembangannya, ternyata asas lex loci solutionis tidak selalu memberikan jalan keluar yang memuaskan, terutama jika diterapkan pada kontrak-kontrak yang harus dilaksanakan di pelbagai tempat yang berbeda. Ada kemungkinan bahwa kontrak itu dianggap sah di salah satu tempat pelaksanaannya, tetapi dianggap tidak sah atau ilegal di tempat pelaksanaan lainnya (Bayu Seto,2006:285) 3) Asas Kebebasan Para Pihak Asas ketiga ini merupakan pengembangan dari asas utama dalam hukum perjanjian yaitu bahwa setiap orang pada dasarnya commit user memiliki kebebasan untuk tomengikatkan diri pada perjanjian. Asas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini diwujudkan pula dalam bentuk menentukan hukum yang berlaku untuk mengatur kontrak yang mereka buat (freedom to choose the applicable law). Hukum yang dipilih para pihak itulah yang diakui sebagai the proper law of contract (Bayu Seto,2006:286). Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, maka para pihak dalam suatu perjanjian atau kontrak bebas menentukan isi dan bentuk suatu perjanjian, termasuk menentukan pilihan hukum (Ridwan Khairandy,2007:129). Pilihan hukum dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pilihan hukum dapat dilakukan dengan cara tegas. Dalam pilihan hukum secara tegas ini para pihak yang mengadakan kontrak secara tegas dan jelas menentukan hukum mana yang akan dipilih oleh para pihak. Cara yang kedua adalah menentukan pilihan hukum secara diam-diam. Untuk mengetahui pilihan hukum tertentu yang dinyatakan secara diam-diam dapat disimpulkan dari maksud, atau ketentuan-ketentuan, dan fakta- fakta yang terdapat dalam suatu kontrak tersebut seperti misalnya bahasa yang digunakan, mata uang yang digunakan, gaya kontrak, pelaksanaan kontrak, ataupun pilihan domisili para pihak. Cara yang ketiga adalah adalah menentukan pilihan hukum secara dianggap. Pilihan hukum secara dianggap hanya menggunakan presumption iuris, atau suatu dugaan hukum. Hakim menentukan pilihan hukum hanya berdasarkan pada dugaan. Dalam pilihan hukum ini tidak dapat dibuktikan dengan saluran-saluran yang ada. Dugaan hakim sudah dianggap cukup untuk mempertahankan bahwa para pihak benar-benar telah menghendaki berlakunya suatu sistem hukum tertentu. Pilihan hukum yang terakhir ditentukan secara hipotesis. Dalam pemilihan hukum ini sebenarnya tidak ada kemauan para pihak untuk memilih hukum mana yang akan diterapkan, namun hakim yang melakukan pilihan hukum tersebut. to usermenerima pilihan hukum secara Banyak kalangan commit yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dianggap ataupun secara hipotesis. Namun permasalahannya akan timbul jika nantinya ada kontrak yang tidak memuat klausula hukum mana yang akan digunakan ataupun tidak dibuat secara tertulis. Oleh karena itu penentuan secara dianggap dan hipotesis tetap perlu untuk dilakukan (Ridwan Khairandy,2007:132). Asas kebebasan berkontrak memperbolehkan para pihak dalam kontrak internasional untuk memilih sendiri hukum apa yang akan digunakan (Aplicable Law). Namun tentu kebebasan tersebut bukanlah kebebasan yang mutlak. Para pihak bebas untuk menentukan pilihan hukum dengan memperhatikan batasan antara lain tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan pilihan hukum yang dipilih para pihak tidak mengenai hukum yang bersifat memaksa (Ridwan Khairandy,2007:129). Pembatasan yang ada di dalam Hukum Perdata Internasional untuk menetapkan validitas suatu pilihan hukum, antara lain: a) Jika pilihan hukum dimaksudkan hanya untuk membentuk atau menafsirkan persyaratan-persyaratan dalam kontrak, kebebasan para pihak pada dasarnya tidak dibatasi; b) Pilihan hukum tidak boleh melanggar public policy atau public order (ketertiban umum) dari sistem hukum yang mempunyai kaitan yang nyata dan substansial terhadap kontrak; c) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan ke arah suatu sistem hukum yang berkaitan secara substansial dengan kontrak seperti tempat pembuatan kontrak, tempat pelaksanaan kontrak, domisili atau kewarganegaraan para pihak, tempat pendirian atau pusat administrasi badan hukum; d) Pilihan hukum tidak boleh menundukkan seluruh atau sebagian kontrak
pada
sistem
hukum
asing
dengan
tujuan
menghindarkan diri dari suatu kaidah hukum yang memaksa dari sistem hukum yang seharusnya berlaku seandainya tidak commit to user ada pilihan hukum;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari kontrak dan tidak untuk mengatur masalah validitas pembentukan perikatam/perjanjian; f) Pilihan hukum ke arah suatu sistem hukum tertentu mengarah pada kaidah-kaidah hukum intern dari sistem hukum yang bersangkutan, dan tidak kearah kaidah-kaidah HPI- nya. Pembatasan ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya renvoi dalam hukum kontrak internasional; g) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum pada saat kontrak ditutup; h) Larangan melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum yang sama sekali tidak memiliki kaitan yang nyata dengan kontrak atau transaksi yang dibuat oleh para pihak; i) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum nasional suatu negara tertentu atau ke arah konvensikonvensi internasional dan tidak ke arah kaidah-kaidah hukum transnasional
atau
prinsip-prinsip
dalam
perdagangan
internasional; j) Pilihan hukum harus dijelaskan pada suatu sistem hukum nasional tertentu. Pilihan hukum yang tidak bermakna tidak dapat diakui sebagai pilihan hukum yang sah (Bayu Seto, 2006:288) Mengenai hukum yang berlaku dalam kontrak, dikenal pula beberapa teori- teori HPI modern. Teori-teori ini khususnya berupaya menjawab satu atau lebih masalah- masalah pokok HPI, yang meliputi persoalan penentuan yurisdiksi forum, pemilihan hukum yang harus diberlakukan, dan pengakuan hak dan/atau hukum asing oleh forum (Bayu Seto,2006:206). Teori-teori tersebut antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Teori Statuta Modern Teori ini berusaha memperluas klasifikasi statuta realia, personalia, dan mixta ke dalam seluruh sistem pemikiran HPI. Persoalan-persoalan HPI hendaknya dikualifikasikan terlebih dahulu pokok perkaranya ke dalam kategori persoalan real (tentang benda), atau persoalan personal (tentang status hukum dari subjek hukum), atau persoalan mixta, untuk perkara-perkara yang menyangkut hak dan kewajiban yang terbit dari sebuah perbuatan hukum. Setelah dikualifikasikan demikian, lex cause dapat ditentukan dengan menentukan teritori hukum yang relevan dengan perkara yang bersangkutan. Teori ini berupaya untuk menetapkan daya jangkau ekstrateritorial dari perkara-perkara yang mengandung unsur asing yang sedang dihadapi pengadilan. Berdasarkan cara berpikir tersebut, teori in imenyimpulan bahwa perkara HPI yang: a) Menyangkut benda atau perbuatan hukum, maka berlaku hukum dari tempat yang berkaitan dengan benda atau perbuatan itu. b) Menyangkut orang atau subjek hukum, maka hukum yang berlaku adalah hukum personal dari orang tersebut, tanpa harus memperhatikan dimana perkara diajukan. Terhadap teori tersebut, beberapa kritikan yang ada antara lain bahwa teori ini akan menghadapi kesulitan jika sebuah masalah oleh sistem hukum A dikualifikasikan sebagai masalah realia, tetapi oleh sistem hukum B dikualifikasikan sebagai masalah personalia, atau khusus pada masalah personalia, sistem hukum A berasas kewarganegaraan dan sistem hukum B berasas domicile (Bayu Seto,2006:207). 2) Teori HPI Internasional Menurut teori ini, HPI adalah: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suatu kesatuan sistem hukum yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul akibat fakta bahwa sebuah sistem hukum lokal ternyata isinya bertentangan dengan sistem hukum lokal lain (Bayu Seto,2006:207) Untuk menghindarkan kesulitan yang mungkin timbul, maka sesuai dengan pemikiran Von Savigny bahwa perlu dibentuk prinsip-prinsip HPI Universal untuk dijadikan landasan di dalam sistem-sistem HPI suatu negara, dan prinsip-prinsip ini akan berlaku bagi semua orang di mana pun. Terhadap teori tersebut, kritikan yang dilontarkan antara lain bahwa berdasarkan pada prinsip kedaulatan, suatu negara dapat saja membatasi kemungkinan berlakunya kaidah/asas HPI semacam itu dengan menggunakan asas ketertiban umum atau untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum setempat yang bersifat memaksa. Selain itu membangun prinsip HPI secara universal akan sulit dilakukan terutama karena disebabkan adanya perbedaan asas hukum di berbagai sistem hukum yang berlaku. Internasional tidak harus selalu disamakan dengan universal (Bayu Seto,2006:208). 3) Teori Teritorial Teori teriorial bertolak dari pengertian kedaulatan dalam arti hukum internasional publik. Menurut teori ini : Sistem hukum yang diberlakukan di dalam badan peradilan suatu negara pada dasarnya adalah sistem hukum intern negara itu; sistem-sistem hukum asing hanya akan diberlakukan dan/atau dipertimbangkan sejauh penguasa/pemegang kedaulatan di negara forum mengizinkannya (Bayu Seto,2006:209) Beberapa kritikan mengenai teori ini mengungkapkan bahwa istilah teritorial diartikan terlalu sempit. Teritorial seharusnya dipahami dalam kaitan dengan sistem hukum suatu suatu negara yang berdaulat, yang dalam kenyataannya disamping memuat kaidah-kaidah hukum intern yang dibuat untuk mengatur tingkah commit to user laku dan peristiwa hukum yang terjadi di dalam tritorial negara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut, juga mencakup kaidah-kaidah HPI yang diberlakukan untuk mengatur masalah-masalah yang mengandung elemen asing, dan teori ini juga dianggap kurang bermanfaat apabila harus berfungsi untuk menentukan hukum mana yang berlaku dalam penyelesaian perkara HPI (Bayu Seto,2006:211). 4) Teori Hukum Lokal Teori ini adalah teori yang menerapkan prinsip teritorial secara lebih radikal. Dalam teori ini, tidak ada badan peradilan suatu negara yang menerapkan kaidah-kaidah hukum nagara lain selain kaidah-kaidah hukum dari sistem hukumnya sendiri. Teori ini tidak mengakui, memberlakukan, atau menerapkan suatu hak atau hukum asing, tetapi hanya menerapkan suatu hak yang diciptakannya sendiri dengan mempertimbangkan kemiripan dengan hak atau lembaga hukum sejenis yang dikenal di dalam sistem hukum asing tertentu (Bayu Seto,2006:213). 5) Teori Analisi Kepentingan Negara Dalam teori ini yang dimaksud dengan kepentingan negara adalah kepentingan dari negara yang sistem hukumnya relevan dengan pokok perkara, untuk memberlakukan hukumnya dalam penyelesaian pokok perkara yang sedang dihadapi, yang dapat disimpulkan dari kebijakan hukum di dalam kaidah hukum lokal yang bersangkutan. Menurut teori ini sistem hukum yang seharusnya menjadi lex causae dalam sebuah perkara HPI adalah lex fori.Keputusan forum untuk mengesampingkan lex fori dan menggantikannya dengan suatu kaidah hukum asing hanya dapat dilakukan setelah dilakukan analisis secara kasuistik dengan mempertimbangkan berbagai policies dan interest dari negaranegara lain yang sistem hukumnya relevan terhadap pokok perkara yang sedang dihadapi (Bayu Seto,2006:215) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan tentang E-Commerce a.
Pengertian E-Commerce Secara umum E-Commerce dapat diartikan sebagai proses transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet. ECommerce adalah
kegiatan-kegiatan bisnis
yang
menyangkut
konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan
pedagang
perantara(intermediaries)
degan
menggunakan
jaringan-jaringan komputer (computer networks) yaitu internet. Julian Ding dalam bukunya E-Commerce: Law & Practice mengemukakan bahwa E-Commerce sebagai suatu konsep
yang tidak dapat
didefinisikan. E-Commerce memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda (lihat dalam Nofie Iman, www.nofieiman.com). Viswanathan juga berpandangan bahwa belum ada definisi yang pasti mengenai definisi E-Commerce. Namun secara umum Viswanathan mendefinisikan E-Commerce sebagai keseluruhan bentuk aktivitas komersial yang terjadi dalam cyberspace. (lihat dalam M. Arsyad Sanusi, 2005:139) Mariza Arfina dan Robert Marpaung mengartikan E-Commerce sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan get and deliver (lihat dalam Munawar Kholil: 2009) Julian Ding mendefinisikan E-Commerce sebagai berikut: “Electronic Commerce or E-Commerce as it is also known, is a commercial transaction between avendor and purchaser or parties in similar contractual relationship for the supply of goods, services or acquisition of “rights”. This commercial transaction is executed or entered into electronic medium (or digital medium) where the physical presence of parties is not required, and medium exist in a public network or system as opposed to private network (closed system). The public network system must considered on open system (e.g the internet or world wide web). The transaction concluded regardless of national boundaries or local requirement” (lihat dalam Abdul Halim Barkatullah,2005:11) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bryan A.Garner dalam Black’s Law Dictionary Seventh Edition mendefinisikan E-Commerce sebagai: “E-Commerce the practice of buying and selling goods and services trough online consumer services on the internet. The e ashortened from electronic, has become a popular prefix for other terms associated with electronic trasaction” (lihat dalam Abdul Halim Barakatullah dkk,2005:12) Roger Clarke dalam
“Electronic
Commerce Definitions”
menyatakan bahwa E-Commerce adalah The conduct of commerce in goods and services, with the assistance of telecomunications and telecomunications-based tools”(lihat dalam Munawar Kholil: 2009) Wigan memberikan definisi E-Commerce yang bersifat umum yaitu sebagai berikut: “Suatu pengaplikasian teknologi komunikasi dan informasi yang didalamnya mulai dari titik awal hingga titik akhir mata rantai proses bisnis dilaksanakan secara elektronis dan dirancang untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan bisnis tertentu. Proses-proses yang dilaksanakan secara elektonis tersebut bisa seluruhnya atau bisa juga sebagian saja, dan dan dapat mencakup transaksi- transaksi antara perusahaan dan perusahaan, perusahaan dan konsumennya, atau antara konsumen dengan perusahaan” (lihat dalam Abdul Halim Barkatullah, 2005:12). Menurut ECEG-Australia (Electronic Commerce Expert Group) E-Commerce adalah “a broad concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as facsimile, telex, EDI, Internet, and the telephone. (lihat dalam Abdul Halim Barkatullah, 2005:12). ECEG mendefinisikan E-Commerce lebih luas dari definisi yang lain. Dalam definisi ECEG, yang termasuk E-Commerce termasuk juga berbagai transaksi yang dilakukan melalui media elektronik yang lain seperti faksimile, telex, EDI, internet dan telepon. Definisi ini tidak membatasi E-commerce hanya meliputi transaksi melalui internet. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Uni Eropa dalam websitenya mendefinisikan E-Commerce sebagai berikut: “E-Commerce merupakan sebuah konsep umum yang mencakup keseluruhan bentuk transaksi bisnis atau pertukaran informasi yang dilaksanakan dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang terjadi antara perusahaan dan konsumennya, atau antara perusahaan dan lembaga- lembaga administrasi publik. Perdagangan elektronik atau E-Commerce ini juga mencakup perdagangan barang dan jasa serta pertukaran materimateri elektronik yang dilaksanakan secara elektronik” (lihat dalam M. Arsyad Sanusi, 2005:139) E-Commerce juga dapat diartikan sebagai “suatu proses berbisnis dengan memakai tekhnologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik” (lihat dalam Munawar Kholil, 2009) b.
Ruang Lingkup E-Commerce Menurut Whiteley, ruang lingkup E-Commerce terbagi dalam tiga area utama, yaitu Pasar Elektronik (Electonic Markets), EDI (Electronic Data Interchange), dan Perdagangan internet (Internet Commerce) (lihat dalam M,Arsyad Sanusi,2005:151). 1) Electronic Markets (EMs) Electronic
Markets
adalah
menggunakan teknologi informasi
model
penawaran dengan
dan komunikasi sehingga
pembeli dapat secara langsung membandingkan berbagai macam harga yang ditawarkan dalam satu segmen pasar. Pada dasarnya EMs menyediakan fasilitas bagi penjual dan pembeli utuk saling bertukar informasi tentang harga, produk, dan spesifikasi dari barang yang diperjualbelikan. Keuntungan aplikasi ini adalah bahwa calon pembeli dapat secara mudah membandingkan penawaran dari berbagai produsen atau distributor secara nyata. Selain itu calon pembeli dapat memilih barang dengan efektif dan efisien karena calon pembeli tidak perlu pergi ke banyak tempat commit to user untuk dapat membandingkan harga dan dapat bertransaksi dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih cepat. Bagi penjual, keuntungannya adalah bahwa penjual dapat dengan cepat memberikan informasi terkait dengan produk yang ditawarkan dan dapat menarik lebih banyak pelanggan (M.Arsyad Sanusi,2005:152). 2) Electronic Data Interchange (EDI) EDI adaldah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data transaksi- transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasi-organisasi komersial. EDI oleh International Data Exchange Association (IDEA) diartikan sebagai transfer data terstruktur dengan format standar yang telah disetujui yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik. EDI biasanya digunakan oleh retail besar yang bertransaksi dengan suplier- nya. EDI memiliki sistem pengkodean transaksi perdagangan yang standar sehingga organisasi komersial tersebut dapat bertukar data dan berkomunikasi secara langsung dari satu sistem komputer dengan sistem komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy, faktur sehingga terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak disengaja yang disebabkan karena intervensi dari manusia seperti contohnya kesalahan berkas. Keuntungan menggunakan EDI adalah waktu pemesanan yang dapat dilakukan dengan singkat, tidak terlalu banyak membutuhkan biaya, mengurangi kesalahan yang biasanya terjadi karena faktor humann eror, memperoleh respon yang cepat bagi para pihak, pengiriman faktur yang dapat dilaksanakan secara cepat dan akurat, dan pemnbayaran yang dapat dilakukan secara elektronik. Dengan menggunakan EDI, order barang
kepada
suplier dapat dilakukan dengan lebih mudah dan tidak ada kesalahan yang terjadi oleh faktor manusia. Selain itu juga transaksi dapat dilakukan dengan cepat dan efisien sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
supply barang dapat berjalan dengan lancar ( Nofie Iman, www.nofieiman.com). 3) Internet Commerce Internet commerce adalah penggunaan internet yang berbasis tekhnologi informasi dan komunikasi untuk tujuan perdagangan. Kegiatan internet commerce dapat berupa iklan maupun penjualan dilaksanakan dengan menggunakan media internet. Transaksi dapat dilakukan dengan cara pembeli mentransferkan sejumlah uang kepada rekening penjual dan kemudian penjual mengirim produk yang dipesan melalui pos atau sarana lain setelah hasil ltransfer diterima oleh penjual. Beberapa keuntungan menggunakan internet commerce antara lain beberapa produk yang dijual melalui media internet memiliki harga yang lebih murah karena biaya promosi yang sangat murah jika dibandingkan jika penjual harus menggunakan media iklan yang lain. Selain itu, penjualan melalui media internet tidak memerlukan outlet untuk menawarkan produknya secara langsung kepada calon pembeli sehingga hal ini pun dapat menekan harga jual. Keuntungan yang lain bagi penjual adalah penjual dapat menawarkan produk barang atau jasanya secara lebih luas, dan dalam waktu yang lebih singkat. Pembelian melalui internet diikuti layanan pengantaran barang sampai di tempat pemesanan.( Nofie Iman, www.nofieiman.com) c.
Karekteristik E-Commerce Berbagai pendapat dikemukakan ahli mengenai karakteristik E-Commerce. Remy Sjahdeini mengungkapkan bahwa E-Commerce adalah sebuah bidang yang multidisipliner. Artinya cakupan ECommerce turut melibatkan berbagai disiplin ilmu yang ada. Bidang tersebut meliputi bidang Teknik mengenai jarigan dan telekomunikasi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengamanan, peyimpanan, dan pengambilan data dari multimedia; bidang bisnis seperti pemasaran, pembelian dan penjualan produk, penagihan dan pembayaran, dan manajemen jaringan distribusi; serta aspek hukum seperti information privacy, hak milik intelektual, perpajakan, pembuatan perjanjian dan permasalahan-permasalahan hukum lain yang timbul setelah adanya transaksi E-Commerce. (lihat dalam M. Arsyad Sanusi, 2005:148) Rayport dan Jaworski menyatakan bahwa E-Commerce memiliki karakteristik yang berupa atribut-atribut sebagai berikut: 1) E-Commerce berkaitan erat dengan pertukaran informasi digital antara para pihak Pertukaran informasi tersebut dapat terjadi dalam proses komunikasi antara kedua belah pihak, proses koordinasi jual beli barang dan jasa, atau pengiriman pesanan secara elektronik. Pertukaran informasi tersebut dapat terjadi antarperusahaan, antarindividu atau melibatkan keduanya. Pertukaran informasi adalah hal yang paling penting dalam transaksi E-Commerce. Pelaksanaan kesepakatan sangat bergantung pada informasi yang diterima kedua pihak. Perlu kesepahaman antara dua belah pihak agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai pelaksanaan perjanjian sebagaimana yang tertuang dalam kontrak ECommerce. Penyamaan pandangan perlu dilakukan mengingat para pihak tidak harus selalu bertemu secara langsung dalam Ecommerce. 2) E-Commerce dimungkinkan oleh adanya teknologi (technology enabled) Dalam
E-Commerce
terjadi
transaksi-transaksi
yang
dimungkinkan oleh adanya teknologi. Dalam transaksi-transaksi offline, perusahaan-perusahaan biasanya melakukan transaksi commit to user melalui peran manusia atau dengan pasar dan konsumennya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui tatap muka secara langsung, sebaliknya, di dalam ECommerce, transaksi- transaksi tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Dengan adanya teknologi, para pihak tidak perlu lagi bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi. 3) E-Commerce menggunakan teknologi sebagai media (technology mediated) E-Commerce lebih daripada sekadar transaksi-transaksi yang dimungkinkan oleh teknologi (technology enabled), melainkan ECommerce
juga
merupakan
hubungan-hubungan
yang
menggunakan teknologi sebagai media (technology mediated). Pembelian yang dilakukan di pasar fisik, misalnya pembelian di supermarket juga termasuk transaksi yang bersifat technology enabled karena dalam proses jual beli tersebut manusia memanfaatkan teknologi (misalnya mesin kasir) yang merupakan alat pemrosesan jual beli yang berbasis PC (Personal Computer). Sedangkan, proses jual beli yang terjadi dalam E-Commerce dilaksanakan atau dimediasi oleh teknologi, sehingga kontak oleh manusia tidak lagi banyak terjadi dan yang lebih banyak berperan adalah teknologi, termasuk di dalam proses hubungan antara perusahaan dan konsumennya. Tempat pembeli dan penjual saling bertemu untuk melakukan transaksi juga telah beralih dari market place yang berada didunia fisik beralih ke dunia maya. 4) E-Commerce berkaitan dengan aktivitas-aktivitas intra dan inter organisasional yang menunjang proses pertukaran Ruang lingkup E-Commerce mencakup keseluruhan aktivitas inter dan intra organisasional yang berbasis elektronik yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang terjadinya proses pertukaran dalam dunia nyata. Dalam konteks seperti ini, E-Commerce memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap cara commitmenjalin to user hubungan dengan pihak-pihak perusahaan-perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
eksternal (konsumen, suplier, mitra dagang, pesaing dan pasar) serta bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut mengelola aktivitas-aktivitas operasi dan proses-proses internal di dalam perusahaan. (lihat dalam M. Arsyad Sanusi, 2005:149) Sementara, Nufransa Wira Sakti memberikan pendapat mengenai karakteristik E-Commerce sebagai berikut: 1) Transaksi tanpa batas Sebelum adanya teknologi internet, batas geografis menjadi kendala bagi sebuah perusahaan atau individu yang ingin memasarkan produk-nya ke luar negeri. perusahaan besar
saja
yang bisa
Akhirnya hanya
menjalankan transaksi
internasional. Namun semenjak adanya teknologi internet, batas geografis dan penghalang berupa jarak seakan hilang. Teknologi dapat mengatasi masalah tersebut dengan cara penjual memasang iklan di situs internet. Iklan ini kemudian akan sangat mudah diakses oleh pihak yang memerlukan barang atau jasa yang ditawarkan dari seluruh dunia. 2) Transaksi anonim Para pihak dalam perdagangan E-Commerce tidak perlu bertemu secara langsung. Penjual tidak perlu mengenal pembeli sepanjang pembayaran yang dilakukan pihak pembeli telah diterima oleh penjual. 3) Produk digital dan non digital Produk yang dijual di internet tidak hanya berupa barang dan jasa, namun juga produk lain yang sifatnya digital. Musik, software, dan muatan data yang lain dapat didapatkan oleh konsumen dengan cara mendownload secara elektronik. 4) Produk barang tak berwujud Produk yang ditawarkan melalui internet tidak hanya produk mempunyai bentuk seperti barang fisik, namun juga barang tak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berwujud (non-fisik) seperti data, software, dan ide yang dijual melalui internet. (lihat dalam Nofie Iman, www.nofieiman.com) Ciri transaksi e-commerce juga disebutkan sebagai berikut: 1) Transaksi secara e-commerce
memungkinkan para
pihak
memasuki pasar global secara cepat tanpa dirintangi oleh batasbatas negara; 2) Transaksi secara e-commerce
memungkinkan para
pihak
berhubungan tanpa mengenal satu sama lainnya. 3) Transaksi melalui e-commerce sangat bergantung pada sarana (teknologi) yang keandalannya kurang dijamin (Huala Adolf, 2005: 162) d.
Kategori E-Commerce Rayport dan Jaworski berpendapat bahwa terdapat empat kategori aplikasi E-Commerce. Empat kategori tersebut terdiri dari Business to Business (perusahaan ke perusahaan), Business to Consumer (perusahaan ke konsumen), Consumer to Consumer (konsumen ke konsumen), dan Consumer to Business (konsumen ke perusahaan) (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:154). 1) Business to Business (B2B) Aplikasi B2B dilakukan oleh dua perusahaan. Aktivitas yang dilakukan pada E-Commerce B2B ini ditujukan untuk menunjang kegiatan para pelaku bisnis sendiri. Aplikasi B2B meliputi aktivitas-aktivitas seperti pembelian dan penjualan, supplier management, inventory management, channel management, aktivitas-aktivitas penjualan, payment management, serta service dan suport. (M. Arsyad Sanusi, 2005:154). Semua aktivitas antara dua perusahaan di atas dilakukan melalui media elektronik. Karakterisasi dari aplikasi B2B ini antara lain: a) Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah terjalin hubungan yang berlangsung cukup commit to userberlangsung diantara mereka dan lama. Pertukaran informasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena sudah sangat mengenal, maka pertukaran informasi dilakukan atas dasar kebutuhan dan kepercayaan; b) Pertukaran yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkala format data yang telah disepakati. Jadi service yang digunakan
antara
kedua
sistem
tersebut
sama
dan
menggunakan standar yang sama pula; c) Salah satu pelaku tidak harus menunggu partners mereka lainnya untuk mengirim data; d) Model yang digunakan adalah peer to peer dimana processing intelegence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis (Abdul Halim Barkatullah, 2005:19) 2) Business to Consumer (B2C) E-Commerce B2C meliputi pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan konsumen. Aktivitasnya meliputi penjualan, pencarian konsumen, serta pelayanan dan dukungan (service and support) bagi para konsumen (M. Arsyad Sanusi, 2005:155). Transaksi E-Commerce jenis ini memperjual belikan produk baik barang ataupun jasa, dalam bentuk fisik ataupun digital yang telah siap digunakan atau dikonsumsi. Dengan menggunakan jenis E-Commerce ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan. Bagi pelaku usaha, transaksi E-Commerce membuat pelaku usaha memiliki suatu lahan baru yang mempunyai potensi sangat besar dibandingkan dengan penjualan secara konvensional. Pemasaran pelaku usaha dapat menjangkau seluruh dunia karena tawaran melalui media elektronik dapat dengan mudah diakses oleh konsumen dari seluruh dunia. Selain itu, pelaku usaha juga dapat menawarkan produknya selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu tanpa berhenti. Pelaku usaha juga tidak memerlukan toko atau show room untuk memasarkan produknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keuntungan juga dirasakan oleh konsumen dengan berbagai kemudahan yang didapatkan. Konsumen tidak perlu meluangkan waktu khusus untuk membeli sesuatu. Cukup dengan media internet dan mencari produk yang dibutuhkan. Melalui model ini, kosumen juga dapat dengan mudah membandingkan produk satu dengan yang lain tanpa perlu mengunjungi pejual satu per satu. (Abdul Halim Barkatullah, 2005:20) Karakteristik yang umum untuk E-Commerce B2C antara lain: (1) Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara umum pula; (2) Service yang diberikan bersifat umum sehingga mekanisme dapat digunakan oleh banyak orang; (3) Service yang diberikan adalah berdasarkan permintaan. Konsumen berinisiatif sedangkan produsen harus siap merespon terhadap inisiatif konsumen; (4) Sering dilakukan pendekatan client-server dimana konsumen di pihak client menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan penyedia barang atau jasa berada pada pihak server. (Abdul Halim Barkatullah, 2005:22) 3) Consumer to Consumer (C2C) C2C merupakan transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan antarkonsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu pula. C2C sifatnya lebih khusus karena transaksi dilakukan oleh konsumen ke konsumen lain yang memerlukan transaksi. Internet menjadi sarana untuk tukar menukar informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas dan pelayanannya. Ketidak puasan konsumen atas suatu barang dapat menyebar luas secara cepat melalui transaksi informasi ini.( Abdul Halim Barkatullah, 2005:23) 4) Consumer to Business (C2B) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam hubungan ini konsumen dapat mengikatkan diri bersama-sama dengan konsumen yang lain untuk membentuk kelompok pembeli untuk suatu perusahaan. Kelompok ini mempunyai posisi tawar tersendiri di hadapan perusahaan karena kepuasan konsumen dan pendapat dari konsumen tentu akan mempengaruhi penjualan ataupun proses produksi selanjutnya ( M. Arsyad Sanusi, 2005:155).
H. Kerangka Pe mikiran
Perkembangan Teknologi Informasi
Perdagangan Internasional
Hukum Kontrak ECommerce
Hukum Kontrak Internasional
Modifikasi Hukum Kontrak dalam Perdagangan E-Commerce Internasional
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan Kerangka pemikiran: Perkembagan tekhnologi dan informasi saat ini yang begitu pesat mempengaruhi segala macam aspek termasuk juga aspek perdagangan. Perdagangan tentu tidak dapat dilepaskan dari kontrak. Berbagai macam peranjian mengenai perdagangan dituangkan para pihak dalam kontrak. to user akan mempengaruhi hukum Munculnya perdagangancommit E-Commerce
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kontrak, Sifat perdagangan E-Commerce yang papperless atau scripless sangat berbeda dengan hukum kontrak yang mensyaratkan kotrak harus tertulis. Perlindungan hukum para pihak menjadi begitu lemah. Harus ada penyesuaian (modifikasi) yang dilakukan pada hukum kontrak yang saat ini ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi mengenai pengaturan hukum kontrak E-Commerce yang dilakukan oleh dunia internasional untuk mengatur perdagangan E-Commerce antar negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. MODIFIKASI HUKUM KONTRAK DALAM PERDAGANGAN ECOMMERCE INTERNASIONAL 1. Kontrak Elektronik Kontrak adalah instrumen yang sangat penting dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan elektronik sekarang ini, muncul sebuah model kontrak baru yang biasa disebut dengan kontrak elektronik (e-contract). Kontrak elektronik merupakan “darah sumber kehidupan” (lifeblood) bagi perdagangan elektronik. Oleh karena itu kontrak elektronik tidak dapat dipisahkan dari perdagangan elektronik. Permasalahan yang kemudian muncul adalah adanya pergeseran bentuk komunikasi dalam proses pembuatan kontrak. Kesepakatan dalam kontrak elektronik dilakukan secara elektronik. Para pihak tidak perlu bertemu secara langsung (face to face) dan tidak perlu menggunakan kertas dalam pembuatan kontraknya. Model komunikasi dalam kontrak elektronik telah bergeser dari bentuk komunikasi kontrak sebelumnya. Proses kontrak yang sebelumnya face to face telah beralih menjadi faceless karena para pihak tidak lagi harus bertemu secara langsung, bentuk kontrak yang biasanya dibuat diatas kertas (paper based economy), telah bergeser menjadi digitalelectronic based economy. Dengan demikian, pemakaian benda-benda tidak berwujud (intangible) semakin berkembang menggantikan penggunaan benda berwujud (tangible). Pergeseran-pergeseran ini akan membawa implikasi pada prinsip-prinsip hukum kontrak tradisional. Hukum kontrak mau tidak mau harus mengalami modifikasi (M.Arsyad Sanusi, 2005:196). Minter Ellison Rudd Watts mendefinisikan kontrak elektronik atau e-contract adalah “a contract formed by transmiting electronic to user messages betweencommit comouters”(lihat dalam M.Arsyad
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sanusi,2005:377). Dari definisi di atas, yang menjadi ruang lingkup kontrak elektronik adalah seluruh kontrak yang dibentuk melalui pertukaran-pertukaran data elektronik antar komputer. Sedangkan Edmon Makarim dan Deliana mendefinisikan kontrak elektronik adalah: Perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer based information system) dengan sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa telekomunikasi (telecommunication based) yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan komputer global internet (network of network) (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:377) Berdasarkan pembuat kontraknya, Sergio Maldonado membagi kontrak elektronik dalam beberapa kategori yaitu: a. Kontrak yang dibentuk antara seorang manusia fisik (physical person) dan sebuah sistem komputer Dalam kontrak jenis ini, penghubung para pihak adalah website. Seseorang atas nama pribadi ataupun atas nama suatu badan hukum melakukan tindakan tertentu terhadap sebuah sistem komputer milik seseorang atau badan hukum lain yang pada akhirnya akan melahirkan sebuah kontrak. Tindakan tersebut biasanya berupa pengisian formulir- formulir yang sudah tersedia di dalam website. b. Kontrak yang dibentuk antara dua buah sistem komputer Kontrak juga dapat dihasilkan melalui interaksi yang terjadi antara sistem-sistem komputer yang berperan sebagai agen elektronik (electronic agent) para pihak yang melakukan transaksi. Biasanya kontrak ini digunakan melalui sarana EDI. c. Kontrak yang dibentuk antara dua atau lebih manusia fisik Kontrak
jenis
ini
melibatkan
para
pihak
untuk
berkomunikasi secara langsung. Hanya saja perantara yang digunakan adalah media elektronik. Dalam pembentukan kontrak commit to user jenis ini terjadi negosiasi di antara para pihak melalui komunikasi
perpustakaan.uns.ac.id
yang
digilib.uns.ac.id
dilakukan
para
pihak
(lihat
dalam
M.Arsyad
Sanusi,2005:370). Berdasarkan komunikasi pra kontrak yang dilakukan para pihak, transaksi elektronik dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk. Research Paper on Contract Law membaginya kedalam: a. Transaksi melalui chatting dan video conference Dalam model ini, transaksi disepakati oleh para pihak melalui komunikasi interaktif melalui internet seperti chatting dan video conference. Melalui model ini, para pihak dapat bernegosiasi secara langsung mengenai transaksi yang akan dilakukan oleh para pihak. b. Transaksi melalui surat elektronik (e-mail) Penawaran dalam model transaksi ini dilakukan dengan cara mengirimkan e-mail kepada calon pembeli. Calon pembeli yang tertarik kemudian membalas e-mail tersebut beserta dengan segala macam ketentuan yang akan disepakati oleh para pihak. Para pihak melakukan negosiasi dengan cara saling mengirimkan e-mail. c. Transaksi melaui web atau situs Transaksi melalui website dilakukan dengan cara penjual menyediakan daftar atau katalog barang yang dijualnya disertai dengan deskripsi produk. Pembeli yang tertarik dengan tampilan yang dibuat penjual kemudian melakukan proses sebagaimana sudah ditentukan dalam website tersebut (lihat dalam Yahya Ahmad Zein, 2009:35) Model komunikasi dalam transaksi elektronik di atas tentu akan mempengaruhi kontrak yang akan dibuat oleh para pihak. Transaksi yang dilakukan melalui sarana chating, video conference, dan e-mail masih memungkinkan para pihak untuk melakukan negosiasi mengenai kesepakatan yang akan dibuat. Namun tidak dengan transaksi yang menggunakan media website. Kontrak yang akan commit user dihasilkan oleh transaksi jenisto ini adalah model kontrak standar dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baku yang mau tidak mau harus disepakati oleh pembeli. Kontrak jenis ini sudah tidak dapat dinegosiasikan lagi. Kontrak baku secara umum adalah suatu kontrak tertulis yang isinya telah diformulasikan oleh suatu pihak dalam bentuk-bentuk formulir. Kontrak baku dibuat secara sepihak oleh penjual dan tidak melibatkan pembeli. Yang menjadi alasan dipilihnya kontrak baku ini adalah karena praktis dan efisien. Kekuarangan dari kontrak baku adalah bahwa kontrak ini tidak dapat dinegosiasikan kembali. Dalam masalah keabsahaan kontrak baku,
masih terdapat perbedaan
pendapat. Pitlo berpendapat bahwa kontrak baku adalah perjanjian paksa (dwangcontract). Padahal kontrak tidak boleh dibuat atas dasar keterpaksaan. Hondius berpendapat bahwa kontrak baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat
dan
lalu
lintas
perdagangan
(Abdul
Halim
Barkatullah,2009:54) Selama ini, kontrak yang digunakan dalam perdagangan ecommerce cenderung kepada bentuk kontrak baku. Sebelum pembeli mengklik tombol I Agree sebagai persetujuan atas sebuah kontrak, terdapat sebuah tautan terms and condition yang akan membawa pembeli kepada kontrak baku yang sudah disiapkan oleh penjual. Kontrak ini mempunyai prinsip take it or leave it. Artinya bahwa jika pembeli setuju dengan kontrak tersebut, maka kontrak tersebut bisa disepakati, namun jika pembeli tidak setuju, maka pembeli tidak perlu menyetujui dan kontrak tersebut tidak dapat dijalankan. Dalam kontrak ini tidak dimungkinkan lagi ada pembahasan mengenai substansi kontrak. Padahal bisa saja pembeli hanya tidak setuju pada beberapa ketentuan dan menwarkan ketentuan lain. Namun dengan adanya prinsip take it or leave it, dalam kontrak elektronik jenis ini tidak bisa dianggap ada paksaan karena penjual tidak memaksa untuk menyetujui kontrak tersebut, jika memang pembeli tidak setuju commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan klausul yang ada di dalamnya, pembeli tidak perlu menyepakatinya yang artinya juga tidak ada transaksi. Di dalam kontrak elektronik juga dikenal jenis shrinkwrap contract dan clickwrap contract. Kontrak ini muncul setelah pembelian produk karena kontrak ini ada di dalam produk dan kontrak tidak dapat dilihat pada saat pembeli akan membeli sebuah produk. Kontrak seperti ini biasanya terdapat pada produk software komputer. Kontrak pada produk software baru akan muncul ketika software akan diinstal. Di tengah proses penginstalan, akan muncul license agreement yang harus disetujui jika akan menginstal software tersebut. Hal tersebut akan menimbulkan masalah jika ternyata pembeli tidak setuju dengan klausul yang ada di dalamnya. a. Shrinkwrap Contract Shrinkwrap Contract terjadi ketika seseorang yang ingin membeli sebuah produk software komputer. Produk yang akan dibeli tersebut terbungkus dalam kemasan kotak karton dan disegel (shrinkwrap). Pembeli tersebut hanya bisa mendapatkan informasi
mengenai
produk
tersebut
melalui
keterangan-
keterangan yang dituliskan pada bagian luar kemasan (M.Arsyad Sanusi,2005:405). Keterangan yang terdapat pada bagian luar produk sebagian besar berupa penjelasan singkat tentang produk dan tidak mendetail. Setelah membeli produk tersebut, pembeli kemudian melakukan instalasi pada komputernya. Di dalam proses instalasi, terdapat sebuah kontrak yang harus disepakati oleh pembeli. Salah satu contoh klausula yang ada di dalam proses instalasi FLV Player adalah If you accept the terms of agreement, click I Agree to continue. You must accept the agreement to instal FLV Player 2.0 (build 25). Kemudian di bawah klausula tersebut terdapat tombol I Agree yang menyatakan pembeli setuju dengan kontrak tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara tidak langsung ada paksaan untuk menyetujui kontrak tersebut karena jika tidak disetujui proses instalasi tidak dapat dilanjutkan. Kebanyakan pengguna software melakukan instalasi tanpa membaca kontrak yang ada terlebih dahulu. Hal tersebut artinya bahwa pembeli sudah melakukan kesepakatan ketika melakukan pembelian terhadap software tersebut tanpa melihat terlebih dahulu isi license agreement yang ada di dalamnya. Dalam kasus yang berkaitan dengan shrinkwrap contract, pengadilan Inggris memutuskan bahwa ketentuan-ketentuan baru tidak boleh ditambahkan di kemudian hari ke dalam ketentuanketentuan semula yang ada pada suatu kontrak. Pembeli juga harus diberi tahu dan diberi peringatan secukupnya tentang ketentuanketentuan suatu kontrak sebelum atau pada saat pembeli hendak memasuki kontrak (M.Arsyad Sanusi,2005:406). Putusan pengadilan di Amerika Serikat pada mulanya lebih cenderung untuk menolak kontrak-kontrak atau perjanjianperjanjian shrinkwrap, namun dalam putusan-putusan terbaru, pengadilan di Amerika Serikat mulai memberikan pengakuan terhadap validitas kontrak shrinkwrap. Dalam sebuah kasus di tahun 1997, Mr. Dan Mrs Hill membeli sebuah komputer dari perusahaan Gateway. Ternyata mereka merasa kecewa dengan komputer yang telah dibelinya dan kemudian mengajukan gugatan atas kerusakan yang terjadi pada komputernya. Perusahaan Gateway meminta agar kasus tersebut dilimpahkan kepada lembaga arbitrasi sebagaimana yang dipersyaratkan dalam salah satu klausul pada dokumen yang disertakan pada produk komputer yang dibeli. Ketentuan tersebut mengatakan bahwa apabila dalam waktu tiga puluh hari konsumen tidak mengembalikan komputer dan perangkat lunak yang dibelinya, maka konsumen dianggap commit to user telah setuju dengan ketentuan dalam kontrak tersebut. Pengadilan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berpendapat bahwa kontrak diantara perusahaan Gateway dan konsumennya dianggap terbentuk pada akhir hari ke tiga puluh terhitung sejak tanggal pembelian (lihat dalam M.Arsyad Sanusi:407). Jenis
shrinkwrap
contract
sangat
berpotensi
untuk
merugikan pihak pembeli karena pembeli tidak mengetahui secara detail kontrak yang ada pada produk yang dibelinya. Pembeli hanya diberikan keterangan-keterangan yang sangat terbatas yang terdapat pada kemasan produk. Pembeli akan membeli produk yang mereka sendiri belum mengetahui bagaimana aturan main penggunaan produk yang dibelinya. Pembelipun mau tidak mau akan menyetujui kontrak yang ada karena sudah terlanjur membeli dan untuk menggunakan produk yang dibeli memang harus menyetujui kontrak yang terdapat didalam produk. Padahal sebuah kontrak yang melalui paksaan tidak diperkenankan dan dapat dibatalkan.
Dalam kontrak
tersebut tidak
terdapat
unsur
kesepakatan diantara para pihak karena pembeli tidak mengetahui isi kontrak yang terdapat di dalam produk yang dibelinya.
b. Clicwrap Contract Clickwrap contract terjadi ketika pembeli mengklik tombol I Agree atau I Accept sebagai cara menyatakan persetujuannya terhadap kontrak elektronik yang telah disediakan oleh penjual. Agak berbeda dengan shrinkwrap contract, clickwrap contract memberi kesempatan bagi pembeli untuk membaca terlebih dahulu kontrak elektronik yang ditawarkan oleh penjual. Jika sekiranya kontrak yang ditawarkan tidak disetujui oleh pembeli, maka bisa saja pembeli membatalkan niatnya untuk membeli barang tersebut. Pada
kontrak
shrinkwrap
contract,
pembeli
tidak
dapat
membatalkan pembelian karena software sudah terlanjur dibeli. commit to userterjadi pada pembelian produk Clickwrap contract biasanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui website. Penjual menawarkan produk beserta spesifikasi produk yang dijual. Jika pembeli berminat dengan produk tersebut, akan terdapat sebuah tautan yang akan membawa pembeli pada sebuah kontrak elektronik. Pembeli diberi kesempatan untuk mempelajari kontrak itu sebelum kemudian mengklik tombol I Accept atau I Agree sebagai tanda bahwa pembeli menyetujui kontrak yang ditawarkan (M.Arsyad Sanusi,2005:372). Mengenai permasalahan clickwrap contract, Andy Harris mengungkapkan bahwa salah satu pengadilan di Amerika telah memutusakan bahwa ketentuan kontrak lisensi produk perangkat lunak yang di-download dari internet adalah tidak dapat ditegakkan, karena dalam situasi tersebut tidak jelas apakah pengguna perangkat lunak benar-benar telah menyetujui ketentuan tersebut (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:409). Pada praktiknya, memang tidak ada yang dapat memastikan apakah pengguna telah membaca kontrak yang dilampirkan oleh perusahaan perangkat lunak atau belum. Untuk dapat menggunakan sebuah software, pengguna wajib menyetujui kontrak yang diberikan. Jika tidak disetujui, software tersebut tidak akan dapat digunakan karena penyetujuan kontrak merupakan langkah awal instalasi sebuah software. Akhirnya banyak terjadi pengguna yang menyetujui kontrak dengan mengklik tombol I Agree tanpa membaca dan mempertimbangkan isi kontrak yang terdapat di dalam licence agreement. Salah satu aspek penting dalam kontrak clickwrap adalah bahwa pengguna harus melakukan tindakan tertentu secara fisik untuk menyetujui kontrak (M.Arsyad Sanusi,2005:411). Pengguna harus mengklik tombol I Accept setelah membaca kontrak. Untuk memastikan pengguna membaca terlebih dahulu kontrak, beberapa situs telah menerapkan suatu cara yaitu dengan meletakkan tombol commit to user I Accept pada bagian bawah kontrak sehingga mau tidak mau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengguna harus membaca terlebih dahulu kontrak tersebut. Kontrak clickwrap telah memberikan kesempatan seluas- luasnya bagi pengguna untuk mempelajari terlebih dahulu kontrak. Penjual tidak
boleh
menambahan
bagian-bagian
kontrak
tanpa
sepengetahuan penggunna misalnya dengan memberikan tautan pada salah satu bagian kontrak tertentu yang akan membawa pengguna pada kontrak yang lain.
2. Validitas Kontrak E-Comme rce Perubahan yang telah dibawa oleh perdagangan elektronik terhadap hukum kontrak membawa pertanyaan-pertanyaan terhadap keabsahan kontrak elektronik. Keabsahan sebuah kontrak bergantung pada terpenuhinya syarat-syarat kontrak. Dalam kontrak elektronik permasalahan akan menjadi lebih rumit karena kontrak elektronik dibentuk tanpa adanya pertemuan langsung antara para pihak dan tanpa menggunakan dokumen yang berbasis pada kertas. Validitas sebuah kontrak elektronik akan dipertanyakan terkait dengan keaslian dan integritas data yang terdapat didalamnya. a. Keabsahan Kontrak Elektronik Keabsahan sebuah kontrak bisa dilihat dari apakah sebuah kontrak memenuhi syarat-syarat kontrak. Henry Cheeseman mengungkapkan syarat kontrak sama dengan unsur- unsur kontrak. Sebuah kontrak dianggap enforceable bila kontrak tersebut memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1) Kesepakatan (agreement) 2) Konsiderasi (consideration) 3) Kecakapan untuk melakukan kontrak (contractual capacity) 4) Objek yang tidak bertentangan dengan hukum (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:425) Sebuah kontrak akan dianggap sah jika memenuhi commitditoatas. user Dalam perdagangan elektronik, persyaratan-persyaratan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak dilakukan melalui media elektonik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah kapankah kesepakatan antara para pihak tersebut terjadi? Suatu kesepakatan biasanya selalu diawali dengan adanya penawaran oleh suatu pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak lain. Pada perdagangan yang tidak dilakukan secara online, waktu terjadinya kesepakatan mudah untuk diketahui karena kesepakatan terjadi melalui komunikasi secara lisan, ataupun tulisan. Tetapi dalam perdagangan elektronik, kesepakatan dicapai melalui media elektronik (Yahya Ahmad Zein,2009:56). Pada dasarnya suatu penawaran dapat disampaikan secara lisan maupun secara tertulis. Penawaran juga dapat disampaikan atau dikirim secara elektronik melalui internet. Penawaran melalui internet dilakukan dengan cara menawarkan barang atau jasa yang diperdagangkan ke dalam sebuah website yang menarik agar dapat memperoleh calon pembeli. Calon pembeli akan mendapatkan informasi mengenai barang atau jasa yang ditawarkan melalui penawaran yang dilakukan melalui internet. Calon pembeli yang tertarik dengan barang atau jasa yang ditawarkan kemudian akan melakukan penerimaan dengan cara sesuai dengan yang terdapat dalam penawaran tersebut. Penerimaan berimplikasi pada terbentuknya sebuah kontrak. Penerimaan dilakukan oleh pembeli dengan cara meng-klik tombol tertentu atau memasukkan kode-kode tertentu. Tombol yang biasa ditampilkan dalam sebuah kontrak elektronik biasanya berupa tombol I Accept atau I Agree atau tanda lain yang menunjukkan penerimaan oleh pembeli. Diatas tombol tersebut biasanya terdapat kontrak elektronik yang ditawarkan oleh penjual. Dengan mengklik tombol I Accept atau I Agree, pembeli dianggap telah sepakat dengan isi commit to user atas penawaran dari penjual. kontrak dan melakukam penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di
Eropa,
negara- negara
yang
bergabung
dalam
Masyarakat Ekonomi Eropa, memberikan garis- garis petunjuk kepada para anggotanya untuk menerapkan sistem “3klik” yang meliputi: 1) Setelah calon membeli melihat layar komputer, adanya penawaran dari calon penjual (klik pertama) 2) Calon pembeli memberikan penerimaan terhadap penawaran tersebut (klik kedua) 3) Masih disyaratkan adanya peneguhan dan persetujuan dari calon penjual kepada pembeli perihal diterimanya penerimaan dari calon pembeli (klik ketiga) Sementara di Indonesia, menurut Pasal 20 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hanya menganut sistem 2 klik yaitu meliputi penawaran transaksi yang dikirim telah diterima (klik pertama) dan persetujuan atas penawaran transaksi
elektronik
telah
dilakukan
dengan
pernyataan
penerimaan secara elektronik (Yahya Ahmad Zein, 2009: 56). Dari uraian di atas dapat terlihat kapankah kesepakatan dalam perdagangan e-commerce terjadi. Pada sistem 3 klik, kesepakatan baru ada ketika persetujuan telah diakui dan diterima oleh penjual, sedangkan pada sistem 2 klik, kesepakatan sudah terjadi pada saat pembeli telah mengirimkan penerimaan atas penawaran secara elektronik kepada pembeli tanpa harus ada pernyataan dari penjual bahwa telah menerima penerimaan penawaran dari pembeli. Persyaratan mengenai kesepakatan dalam perdagangan elektronik dapat dipenuhi dengan cara seperti di atas. Penawaran dan penerimaan dalam perdagangan elektronik dilakukan dengan menggunakan media elektronik. Ketika pembeli barang atau jasa memberikan tindakan penerimaan, saat itulah kesepakatan diantara commit to user para pihak telah terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Unsur ke dua yang harus dipenuhi oleh sebuah kontrak adalah adanya konsiderasi. Dalam yurisdiksi yang menganut sistem common law, suatu kontrak tidak dianggap memiliki kekuatan yang
mengikat
apabila
tidak
terdapat
elemen
prestasi
(consideration). Definisi prestasi adalah sesuatu yang memiliki nilai, misalnya janji yang akan diberikan oleh salah satu pihak untuk menyediakan barang atau jasa kepada pihak lain ataupun janji untuk membayar barang-barang atau jasa-jasa yang telah dibeli (M.Arsyad Sanusi, 2005:389). Dengan kata lain konsiderasi adalah objek kontrak. Di dalam sebuah kontrak tentu harus ada hal yang disepakati oleh kedua pihak. Perkembangan tekhnologi dan informasi serta lahirnya perdagangan e-commerce tidak akan mempengaruhi syarat adanya konsiderasi di dalam sebuah kontrak. Konsiderasi adalah hal yang mutlak dan harus ada di dalam sebuah kontrak. Di dalam kontrak elektronik pun pasti diatur mengenai hal- hal yang disepakati oleh para pihak dan mempunyai nilai tertentu. Perkembangan tekhnologi tidak akan mempengaruhi substansi dari sebuah kontrak namun hanya akan berpengaruh pada cara pembentukan kontrak. Keberadaan konsiderasi dalam sebuah kontrak tidak pernah akan dapat dihilangkan. Dengan demikian, kontrak e-commerce memenuhi persyaratan yang kedua. Persyaratan ketiga adalah mengenai kecakapan para pihak. Apakah para pihak memenuhi persyaratan untuk dapat dikatakan cakap untuk melakukan sebuah kontrak. Cakap merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang- undang untuk melakukan perbuatanperbuatan tertentu (Riduan Syahrani, 2006:208) Cakap atau tidaknya para pihak dapat dilihat dari usia dan apakah
pihak
yang melakukan kontrak berada dibawah to user pengampuan orangcommit lain atau tidak. Mengenai persyaratan usia,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setiap negara memiliki pengaturannya tersendiri. Sedangkan orang yang dibawah pengampuan adalah orang yang dinyatakan oleh pengadilan dibawah pengampuan atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Untuk mengetahui cakap atau tidaknya para pihak yang melakukan kontrak elektronik, akan mudah jika setiap negara sudah mempunyai lembaga Certification Authority (CA) yang akan memastikan identitas para pihaknya. Untuk medapatkan sertifikat dari CA seseorang harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh lembaga CA termasuk juga syarat kecakapan. Namun kenyataanya belum semua negara mempunyai lembaga CA termasuk juga Indonesia. Tanpa adanya lembaga CA nampaknya akan agak sulit untuk menjamin apakah para pihak yang melakukan kontrak cakap atau tidak. Hal ini dikarenakan para pihak belum pernah bertemu secara langsung dan hanya berkomunikasi melalui media elektronik. Namun jika dilihat dengan sudut pandang KUH Perdata Indonesia, persyaratan kecakapan dalam sebuah perjanjian adalah syarat subjektif yang bila dilanggar maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Artinya bahwa ketika para pihak tidak mempermasalahkan hal tersebut, maka kontrak tersebut tetap dapat berlaku. Walaupun syarat kecakapan ini tidak dapat dipenuhi oleh kontrak elektonik, namun selama para pihak tidak mempermasalahkannya maka kontrak tersebut akan tetap berlaku. Persyaratan yang keempat adalah objek kontrak yang tidak bertentangan dengan hukum. Dalam kontrak elektronik, bisa jadi para pihak tidak berada di suatu negara yang sama karena sifat ecommerce tidak
mengenal batasan
wilayah.
Hal tersebut
memungkinkan transaksi e-commerce dilakukan oleh para pihak yang berada pada negara yang berbeda pengaturan hukumnya. Bisa to user jadi sebuah barangcommit dilarang beredar di negara satu, namun tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilarang untuk beredar di negara yang lain. Transaksi semacam ini sangat mungkin terjadi dalam perdagangan e-commerce. Mengenai hal ini, pemerintah kedua negara perlu berperan aktif dalam mengawasi lalu lintas perdagangan di wilayahnya. Harus ada pemeriksaan sebelum sebuah barang dikirim ke luar negeri maupun pemeriksaan terhadap setiap barang yang masuk ke dalam sebuah negara. Persyaratan keempat diatas, bisa jadi perdagangan ecommerce memenuhi persyaratan tersebut, namun bila sekiranya terjadi pelanggaran, diperlukan peran aktif pemerintah asal negara para pihak untuk menanggulanginya.
b. Keaslian dan Integritas Data Keaslian dan integritas data elektronik serta tanda tangan elektronik adalah hal yang sangat penting dalam e-commerce karena kontrak elektronik akan terbentuk berdasarkan data elektronik yang telah disepakati oleh para pihak.
Persyaratan,
ketentuan, substansi kontrak, dan bagian-bagian kontrak lainnya akan sangat bergantung pada data elektronik yang telah disepakati oleh para pihak dan berlaku sebagai kontrak diantara mereka. Permasalahan
yang
kemudian
muncul
adalah
mengenai
permasalahan keabsahan kontrak, (validity), keamanan (security), dan kerahasiaan dokumen (privacy/confidentiality). Selain itu permasalahan lain yang muncul adalah terkait dengan identitas para pihak. (M.Arsyad Sanusi,2005:205). Para pihak tidak dapat memastikan secara langsung identitas satu sama lain dalam perdagangan elektronik. Hal ini dikarenakan para pihak belum pernah bertemu sebelumnya. Identitas para pihak dalam sebuah kontrak amatlah penting. Hal ini terkait siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap isi kontrak tersebut. Dalam kontrak elektronik agaknya sulit untuk commit user secara pasti karena para pihak mengetahui identitas paratopihak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belum pernah bertemu secara langsung dan mengenal satu sama lain hanya melalui komunikasi elektronik saja. Teknik selama ini yang digunakan untuk memastikan keaslian dan integritas data adalah melalui teknik kriptografi dan tanda tangan elektronik (M.Arsyad Sanusi, 2005:205). Kriptografi adalah suatu sistem yang membuat suatu pesan yang dikirim oleh pengirim dapat disampaikan kepada penerima dengan aman. Menurut Bruce Schneir, kriptografi adalah seni dan ilmu yang mempelajari bagaimana membuat suatu pesan yang dikirim oleh pengirim (originator) dapat disampaikan kepada penerima (receiver) dengan aman (lihat dalam Abdul Halim Barkatullah,2005:24). Kriteria aman yang dimaksud antara lain: 1) Confidentiality (kerahasiaan): Suatu pesan tidak boleh dapat dibaca atau diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan. Jika para pihak menghendaki komunikasi elektronik yang dilakukan hanya boleh dikathui para pihak saja, maka harus ada metode kriptografi yang mebuat data elektronik
yang
dikirimkan tidak diketahui selain oleh para pihak itu sendiri. 2) Authenticity (otentitas): Penerima pesan harus mengetahui atau mempunyai kepastian siapa pengirim pesan dan bahwa benar pesan itu dikirim oleh pengirim. Hal ini terkait dengan identitas pengirim data. Harus ada proses kriptografi untuk melakukan verifikasi terhadap pengirim data sehingga penerima data dapat mengetahui identitas pengirim. 3) Integrity (integritas/keutuhan): Penerima harus merasa yakin bahwa pesan yang diterimanya tidak pernah diubah sejak pesan tersebut dikirim sampai diterima, seorang pengacau tidak dapat mengubah atau menukar isi pesan yang asli dengan yang palsu. Proses kriptografi harus menjamin data yang diterima akan tetap sama dengan data yang dikirim tanpa ada perubahan commit to user apapun. Klausula-klausula yang ada di dalam sebuah kontrak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
elektronik akan menjadi dasar bagi para pihak
untuk
melaksanakan isi kontrak tersebut. Oleh karena itu integritas data elektronik amatlah penting. Para pihak harus meyakini dan mengakui muatan sebuah data elektronik adalah benar dan akan dilaksanakan. 4) Non Repudiation (tidak dapat disangkal): Pengirim pesan tidak pernah menyangkal bahwa ia telah mengirim data tersebut. Para pihak harus mengakui setiap data elektronik yang dikirimnya. (Abdul Halim Barkatullah, 2005:25) Data asli dalam proses kriptografi biasa disebut dengan plaintext. Plaintext bisa berbentuk text file, bitmap, digitized voice video image dan lainnya. Tahap selanjutnya adalah tahan encryption yaitu proses transformasi suatu pesan/data menjadi suatu bentuk
yang hampir
mustahil
untuk
dibaca tanpa
pengetahuan mengenai algoritma. Pesan yang telah ditransformasi tersebut biasa disebut dengan ciphertext. Sedangkan proses pengembalian (recovery) dari ciphertext ke bentuk semula agar dapat dibaca disebut dengan proses deskripsi (Abdul Halim Barkatullah,2005:26). Berikut gambaran secara singkat proses kriptografi:
Plaintex
Encryption
Ciphertext
Descryption
Plaintext
Gambar 2. Proses Kriptografi Teknik lain yang biasa digunakan untuk menjaga keaslian dan integritas sebuah data adalah tanda tangan elektronik (digital signature). Tanda tangan digital tidak hanya digunakan untuk memverifikasi pesan data yang ada di dalam sebuah data elektronik, namun juga untuk memverivikasi identitas pengirim pesan data. Andrian Mccullaghi, Peter Little, dan William Caeli commit user tanda tangan berfungsi sebagai: menyebutkan bahwa secaratoumum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Mengidentifikasi penandatangan; 2) Memberikan kepastian tentang keterlibatan seseorang dalam penandatanganan tersebut; 3) Mengasosiasikan orang tertentu dengan isi dokumen 4) Menyatakan kepemilikan dokumen pada si penandatangan (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:206) Dari fungsi- fungsi di atas, dapat diketahui arti penting sebuah tanda tangan. Tanda tangan dalam sebuah dokumen menunjukkan siapa yang bertanggungjawab dan siapa saja para pihak yang terlibat
dalam
kontrak.
Tanda
tangan
digunakan
untuk
memverifikasi para pihak yang telah mengikatkan diri pada kontrak yang telah disepakati. Sementara
di
dalam
sebuah
literatur
hukum
di
Jerman,disebutkan tanda tangan mempunyai fungsi formal sebagai berikut: 1) Finality Function. Fungsi final di sini artinya adalah bahwa sebuah tanda tangan menunjukkan dokumen yang telah ditandatangani adalah dokumen yang telah lengkap dan dapat mengikat para pihak. Dokumen yang telah ditandatangani bukanlah sebuah draft yang masih bisa diperdebatkan oleh para pihak. Dengan ditandatanganinya sebuah dokumen, maka para pihak yang menandatanganinya telah menyatakan bersepakat untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagaimana yang tertuang dalam dokumen yang telah ditandatangani tersebut. 2) Cautionary Function. Fungsi ini menunjukkan bahwa dengan ditandatanganinya sebuah dokumen kontrak, para pihak telah menyadari benar bahwa dirinya telah terikat dalam sebuah perjanjian. Para pihak telah berjanji akan menjalankah hak dan kewajibannya dan hal tersebut tentunya mengikat dan dapat dipaksakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Evidentiary function, Artinya bahwa dokumen yang telah ditandatangani dapat berlaku sebagai alat bukti ketika pada suatu saat nanti terjadi permasalahan diantara para pihak mengenai kontrak yang telah mereka sepakati untuk dijalankan (Christopher Kuner,1999:2) Tanda tangan digital adalah suatu tanda tangan yang dibuat secara elektronik yang berfungsi sama dengan tanda tangan biasa pada dokumen kertas biasa. Sama halnya dengan tanda tangan pada dokumen biasa, tanda tangan elektronik juga berfungsi menyatakan bahwa nama yang tertera dalam dokumen setuju dengan apa yang tercantum dalam dokumen yang ditandatanganinya (Abdul Halim Barkatullah,2005:31). Secara fungsional memang tanda tangan digital dapat berfungsi sebagaimana tanda tangan biasa yang terdapat pada dokumen yang berbasis kertas. Namun jika dilihat dari karakteristiknya, keduanya.
Mccullaghi,
terdapat beberapa perbedaan diantara Little,
dan
Caeli
mengemukakan
karakteristik tanda tangan konvensional adalah sebagai berikut: 1) Dapat dibuat dengan mudah oleh orang yang sama; 2) Dapat dikenali dengan mudah oleh pihak ketiga; 3) Relatif sulit untuk dipalsukan oleh pihak ketiga; 4) Dibubuhkan dan disertakan dalam dokumen sehingga keduanya menjadi sebuah kesatuan; 5) Melibatkan proses fisik (penulisan tinta ke atas kertas); 6) Sama untuk semua dokumen yang ditandatangani oleh orang yang sama; 7) Relatif sulit untuk dihapus tanpa adanya bekas (lihat dalam M.Arsyad Sanusi,2005:207) Dari persyaratan-persyaratan di atas, terdapat beberapa perbedaan yang membuat tanda tangan digital dan tanda tangan konvensional tidak dapat disamakan. Salah satu karakteristik tanda commit proses to userfisik. Proses fisik di sini diartikan tangan adalah melibatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebuah perbuatan langsung terhadap dokumen kontrak yaitu penulisan tanda tangan dengan tinta pada dokumen kertas. Hal ini tentu tidak dapat diterapkan dalam kontrak elektronik karena sifatnya yang scriptless. Perbedaan selanjutnya adalah bahwa sebuah tanda tangan hendaknya relatif sulit untuk dihapus tanpa adanya bekas. Dalam tanda tangan elektronik sebuah tanda tangan sangat mudah untuk dihapuskan tanpa bekas. Bentuk tanda tangan elektronik adalah sebuah data yang sangat mudah untuk dibuat dan dihapuskan. Kedua hal di atas membuat adanya pertentangan apakah tanda tangan digital dapat digunakan untuk memenuhi kriteria sebagaimana ditentukan dalam tanda tangan konvensional. Ada sebagian ahli yang menyatakan bahwa yang paling penting adalah fungsi yang dimiliki keduanya adalah sama. Selama tanda tangan digital dapat memenuhi fungsi yang ada pada tanda tangan konvensional, maka tidak ada permasalahan. Namun ada pula sebagian yang berpendapat bahwa tanda tangan digital tetap tidak dapat menggantikan tanda tangan konvensional karena tidak memenuhi persyaratan atau kriteria yang sudah ada (M.Arsyad Sanusi,2005:207). Adanya sebuah tanda tangan dalam sebuah kontrak amatlah penting. Hal ini sangat terkkait dengan keaslian, keutuhan dan keamanan sebuah dokumen. Dengan ditandatanganinya sebuah dokumen kontrak, artinya para pihak telah sepakat dengan isinya dan bersedia menjalankannya. Perkembangan tekhnologi yang telah melahirkan perdagangan elektronik membutuhkan sesuatu yang dapat menjamin keaslian dokumen kontrak elektronik. Tanda tangan elektronik adalah sebuah solusi untuk memastikan bahwa dokumen kontrak elektronik tersebut adalah asli dan isinya adalah benar serta dapat dipertanggung jawabkan. Fungsi yang dimiliki commitsama to user tanda tangan elektronik dengan tanda tangan konvensional
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meskipun tanda tangan elektronik tidak memenuhi karakter tanda tangan. Namun tanda tangan harus dapat diterima sebagai tanda tangan dengan alasan: 1) Tanda tangan elektronik merupakan tanda-tanda yang bisa dibubuhkan oleh seseorang atau beberapa orang yang diberi kuasa oleh orang lain yang berkehendak untuk diikat secara hukum; 2) Tanda tangan elektronik dapat dibuat atau dibubuhkan dengan menggunakan peralatan mekanik seperti halnya tanda tangan tradisional; 3) Tanda tangan elektronik sangat mungkin bersifat lebih aman atau lebih tidak aman sebagaimana kemungkinan pada tanda tangan tradisional; 4) Dalam konteks tanda tangan elektronik persyaratan adanya niat penandatangan, yang merupkan suatu keharusan, juga dapat terpenuhi sebagaimana halnya dalam kasus tanda tangan tradisional; 5) Sebagaimana halnya dengan tanda tangan tradisional, tanda tangan elektronik juga dapat diletakkan di bagian mana saja dari suatu dokumen, sehingga tidak harus diletakkan di bagian bawah dokumen, kecuali hal tersebut disyaratkan oleh mekanisme perundang- undangan (M.Arsyad Sanusi, 2005:208) Di dalam transaksi e-commerce, dikenal pula institusi yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kepastian/pengesahan terhadap identitas dari seseorang yang disebut dengan Certification Authority (CA). Certification Authority berkedudukan sebagai pihak
ketiga
yang
dipercaya
untuk
memberikan
kepastian/pengesahan terhadap identitas dari seseorang. Selain itu, Certification Authority juga mengesahkan pasangan kunci publik dan
kunci
privat milik orang tersebut (Yahya Ahmad commit to user Zein,2009:83). Secara umum, tugas Certification Authority adalah:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Membuat kunci publik/privat miliknya sendiri; 2) Melakukan
verifikasi
terhadap
identitas
seorang
calon
pelanggan yang hendak meminta sertifikat dari certification authority tersebut. Verifikasi menggunakan standar yang ditetapkan sebelumnya; 3) Pelanggan kemudian menyerahkan kunci publiknya kepada certification authority; 4) Certification Authority mencek apakah kunci itu pasangan dari kunci privat yang dipunyai calon pelanggan tersebut; 5) Apabila semua persyaratan tersebut sudah dipenuhi maka certification authority akan menerbitkan sebuah sertifikat digital (digital certificate) atas nama orang tersebut. Digital certificate tersebut berisi kunci duplikat dari kunci publik pelanggan dan dan identitas dari pelanggan. Certification authority kemudian akan
menandatangani digital certificate tersebut dengan
menggunakan
kunci
privat
miliknya
(Abdul
Halim
e-commerce
telah
mebuat
Barkatullah,2005:36) Munculnya
perdagangan
sebagian kalangan meragukan integritas atau keaslian dokumendokumen yang dihasilkan dalam proses perdagangan tersebut. Kontrak antara para pihak yang dibuat tanpa harus bertatap muka secara langsung masih diragukan mengingat sebuah kontrak elektronik berupa data elektronik dan sangat rawan untuk diubah. Pertanyaan lain apakah kontrak tersebut adalah merupakan kesepakatan final diantara para pihak juga menjadi permasalahan tersendiri mengingat kontrak elektronik dibentuk setelah melalui komunikasi elektronik pula. Namun kekhawatiran tersebut saat ini sudah mulai dapat teratasi. Tekhnologi telah menjawab keraguan atas kontrak elektronik yang sering digunakan dalam perdangan ecommerce. Berkembangnya tekhnik kriptografi, digital siganture, commitauthority to user dapat menjamin keaslian dan dan adanya certificate
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
integritas data dan identitas para pihak yang telah melakukan kontrak.
3. Penyelesaian Sengketa E-Comme rce Munculnya perdagangan e-commerce yang tidak mengharuskan para pihak untuk bertemu secara langsung membuat para pihak sulit untuk melakukan komplain ketika terjadi permasalahan dalam transaksi yang dilakukan diantara mereka. Hal tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari model penyelesaian sengketa yang diatur dalam kontrak elektronik yang telah disepakati oleh para pihak. Pilihan hukum para pihak diatur dalam kontrak elektronik tersebut. Selama ini yang diatur dalam kontrak elektronik yang ada, jika suatu saat terjadi permasalahan, maka akan diselesaikan menggunakan hukum yang digunakan oleh pihak penjual. Salah satu contoh yaitu pada license agreement FLV Player disebutkan “This Software License and the relationship between you and Yahoo! Is governed by the laws of England and Wales without regard to its conflict of law provisions. You and Yahoo!agree to submit to the personal and exclusive jurisdiction of the courts located within England and Wales. The United Nations Convention on the International Sale of Goods does not apply to this Software License”. Menurut klausul kontrak diatas, hubungan antara pengguna dan yahoo diatur dengan menggunakan hukum Inggris dan Wales. Dalam sengketa e-commerce, pembeli tidak dalam posisi dapat secara bebas menentukan hukum yang berlaku (applicable law) karena penjual telah menentukan hukum yang berlaku untuk menyelesaikan sengketa jika suatu saat transaksi tersebut menimbulkan masalah. Penentuan hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa ecommerce ini biasanya terdapat pada kontrak elektronik yang telah disepakati pada awal proses jual beli elektronik yang biasanya commit to usertidak dapat memilih hukum mana berbentuk kontrak standar. Pembeli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang berlaku ketika terjadi sebuah sengketa karena telah ditentukan oleh penjual. Dalam hal ini pembeli sangat dirugikan karena hukum yang dipilih oleh penjual adalah hukum tempat kedudukan penjual tersebut berada. Masalah yang terjadi adalah ketika ada disparitas antara nilai barang yang dibeli dengan biaya yang harus dikeluarkan pembeli untuk mendapatkan haknya melalui jalur litigasi. Biaya pembuatan gugatan serta berbagai macam proses yang harus ditempuh pembeli untuk mendapatkan haknya dirasa tidak sebanding dengan nilai barang yang dibeli. Belum lagi masalah biaya yang timbul karena pembeli harus menghadiri persidangan di negara penjual. Belum lagi permasalahan
efektivitas
mekanisme
penyelesaian
sengketa
konvensional yang membutuhkan waktu tertentu. Harus ada model penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan murah untuk menyelesaikan sengekta e-commerce. Untuk mengatasi permasalahan di atas, saat ini tengah dirumuskan sebuah konsep Online Dispute Resolution (ODR). Konsep ini memungkinkan sebuah sengketa diselesaikan secara elektronik. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui penyelesaian sengketa melalui ODR antara lain: Pertama, Menghemat waktu dan biaya. Jika dibandingkan antara jalur litigasi dan jalur alternatif penyelesaian sengketa (APS), jalur APS lebih hemat jika dibandingkan dengan jalur litigasi baik dari segi waktu maupun biaya. Namun ODR ternyata lebih hemat jika dibandingkan dengan APS yang Tradisional. ODR lebih menghemat biaya dan waktu karena para pihak yang bersengketa tidak perlu bertemu secara langsung. Dengan demikian para pihak tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk menghadiri persidangan. Selain itu ODR juga menawarkan keuntungan kecepatan dalam menyelesaikan sengketa. Para pihak tidak perlu ada di waktu yang sama, dan to user penyelesaian sengketa commit dapat berdasarkan pada dokumen saja.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kedua, biasanya, biaya layanan penyelesaian sengketa perdata adalah akumulasi dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee dan biaya pihak yang netral (mediator atau arbiter), biaya para pihak, termasuk juga biaya hukum. Dalam ODR, beberapa biaya dapat dikurangi secara signifikan sehingga lebih Ketiga, para pihak menggunakan internet. Dengan demikian, para pihak akan lebih yakin dengan proses yang tengah dijalaninya sebab para pihak dapat dengan mudah mengontrol dan merespon apa yang terjadi di tengah proses penyelesaian sengketa. Keempat, para pihak dapat menghindari pertemuan dengan lawannya agar tidak terjadi intimidasi ataupun ancaman apapun terhadap para pihak (Abdul Halim Barkatullah, 2009:267) Bentuk-bentuk Online Dispute Resolution yang saat ini tengah dikembangkan antara lain: a. Negosiasi Online Negosiasi
online
menawarkan
keuntungan
berupa
kesederhanaan. Kewajiban para pihak untuk dapat melakukan mediasi online ini hanyalah itikad baik dan koneksi internet. Tidak perlu perjalanan untuk saling bertatap muka, dan tidak perlu menyediakan sebuah tempat untuk pertemuan khusus. Negosiasi online tidak membutuhkan pertemuan secara langsung. Negosiasi jenis ini memanfaatkan media internet dalam membuat permintaan atau penawaran. Namun ketidakharusan para pihak untuk bertemu secara langsung selain membawa keuntungan ternyata juga merupakan kelemahan dari jenis penyelesaian sengketa jenis ini. Dalam negosiasi online, tidak ada sarana untuk mendapatkan sentuhan kemanusiaan. Berbeda dengan negosiasi secara offline dimana para pihak dapat mengamati gerak-gerik bahasa tubuh dan bahasa non-verbal dalam perundingan, Negosiasi online tidak memungkinkan para pihak untuk melihat hal tersebut pada pihak commit to user lawan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam negosiasi online dikenal dua jenis negosiasi yaitu Assisted Negotiation, dan Automated Negotiation. 1) Assisted Negotiation Assisted Negotiation artinya adalah
negosiasi yang
difasilitasi oleh tekhnologi. Para pihak mencapai kesepakatan melalui komunikasi. Komnunikasi yang dilakukan pera pihak dalam negosiasi online ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas internet dan menggunakan model data elektronik. Disebut sebagai assisted negotiation karena mereka yang bersengketa diberi sarana teknologi informasi yang lebih canggih yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan mencapai penyelesaian. Komunikasi yang dilakukan oleh para pihak tidak lagi menggunakan surat elektronik (E-Mail) tetapi sudah menggunakan tekhnologi berbasis website. Assisted negotiation berbeda dengan mediasi karena tidak ada pihak ketiga, namun juga tidak dapat dikatakan sebagai perundingan biasa karena alat-alatnya menampilkan fungsi mediator.
Dalam
perundingan
ini
proposal
biasanya
berdasarkan solusi standar yang diberikan oleh sistem. Solusi standar ini digunakan untuk membantu para pihak untuk menilai pilihan mana yang ingin disetujui. Dengan cara yang sama, sistem lain berfungsi secara otomatis untuk menanyakan para pihak tentang apa tujuan dan kepentingan mereka. Saat perundingan berjalan, seringkali mereka menyadari tujuan dan kepentingan mereka, dan mereka melihat solusi konstruktif yang baru. Semua dipacu oleh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara sederhana dan berulang-ulang. Seperti halnya dengan menggunakan mediator, namun pertanyaan-pertanyaan tersebut disampaikan oleh komputer. Assisted negotiation terdiri dari alat-alat seperti massage to useraman, sarana penyimpanan, alat board system, commit situs yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengaturan
online
meeting,
software
untuk
mengatur
komunikasi, keterlibatan dalam diskusi yang produktif, mengidentifikasi dan menilai solusi yang potensial dan mencatat persetujuan. 2) Automated Negotiation Dalam Automated Negotiation, para pihak menetapkan tingkat penyelesaian dan kemudian mengajukan penawaran dan permintaan dalam bentuk tawaran penyelesaian di komputer melalui bentuk komunikasi berbasis web yang dilindungi oleh password. Jika tawaran itu disertai presentase atau jumlah uang tertentu, perundingan diselesaikan melalui komputer untuk jumlah di tengah-tengah. Jika penawaran untuk menyelesaikan lebih besar daripada permintaan penyelesaian, maka jumlah penyelesaian adalah jumlah permintaan. Disebut
sebagai
automated
negotiation
karena
perbandingan antara tawaran dan kesepakatan persetujuan dijalankan tanpa campur tangan manusia. Jika dalam assisted negotiation para pihak dibantu oleh komputer untuk mencapai kesepakatan, dalam automated negotiation yang mengambil keputusan adalah komputer. Segala penawaran dari para pihak bersifat rahasia, tidak diperlihatkan kepada pihak lawan sampai mendekati nilai yang telah ditawarkan dan diminta. Oleh karena itu konsep ini disebut juga dengan blind-binding negotiation (Abdul Halim Barkatullah,2010:64). b. Mediasi Online Dalam proses mediasi, pihak ketiga yang telah disetujui para pihak yang bersengketa melakukan intervensi dengan kemampuan yang terbatas untuk membuat suatu keputusan. Mediator lebih bersifat
fasilitator
bagi
para
pihak
untuk
menyelesaikan
sengketanya. Ciri ini yang kemudian membedakan mediasi dengan commit to user arbitrase dan jalur litigasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mediasi biasa dijalankan melalui dua tipe yaitu tipe mediasi fasilitatif
(facilitative
mediation)
dimana
mediator
tidak
mengungkapkan opini dan tidak merekomendasikan solusi. Dalam tipe ini mediator hanya sebagai penghubung dalam komunikasi para pihak. Tipe yang kedua adalah tipe mediasi evaluatif (evaluative mediation). Dalam tipe ini pihak ketiga yang netral mencoba untuk menyampaikan opini tentang hukum, fakta- fakta, dam bukti. Mediator mencoba untuk menawarkan solusi yang dapat diterima oleh para pihak. Mediasi online berbeda dengan mediasi tatap muka (face to face). Mediasi online dilakukan melalui komunikasi secara elektronik dengan jaringan internet. Sebagian besar provider yang menyelenggarakan mediasi online menggunakan model mediasi fasilitatif dibandingkan dengan mediasi evaluatif (Abdul Halim Barkatullah,2010:66). Model mediasi fasilitatif akan lebih mudah untuk dijalankan secara online karena mediasi jenis ini tidak memerlukan opini-opini hukum dari seorang mediator. Mekanisme komputer dapat menjadi mediator diantara para pihak yang bersengketa. Para pihak melakukan sendiri komunikasi diantara mereka dan mencapai kesepakatan mereka setelah melalui proses komunikasi. Proses komunikasi dalam mediasi online ini akan menggunakan media internet. Ketika komunikasi diantara para pihak
telah
terselesaikan.
mencapai kesepakatan,
maka
sengketa
akan
Mediasi dengan model evaluatif agak sulit
diterapkan dalam mediasi online. Harus ada sentuhan manusia untuk memberikan opini-opini hukum. Berbeda dengan model fasilitatif yang dapat dilakukan sepenuhnya oleh tekhnologi, tidak diperlukan seseorang yang berlaku sebagai mediator. Mediator hanya sebuah sistem komputer yang mempertemukan para pihak. Mengenai kesepakatan akan ditentukan sendiri oleh para pihak user melalui komunikasicommit melaluitointernet.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Arbitrase Online Arbitrase dianggap sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang utama karena karakternya yang mengikat dan pelaksanaan putusannya mudah dan mendapat bantuan dari pengadilan dalam tingkat eksekusinya. Berbeda dengan alternatif penyelesaian sengketa lain yang pelaksanaan putusannya tergantung kepada para pihak untuk melaksanakannya atau tidak. Adanya itikad baik dari para pihak sangat penting untuk menyelesaikan sengketa dalam proses negosiasi atau mediasi. Pelaksanaan putusan dalam negosiasi atau mediasi bergantung pada kesadaran para pihak untuk menyelesaikan perkaranya. Namun tidak demikian dengan arbitrase. Putusan arbitrase bersifat mengikat dan pelaksanaannya dapat dibantu oleh pengadilan. Oleh karena itu arbitrase sering kali disebut sebagai penyelesaian sengketa yang quasi- judicial. Arbitrase online mempunyai keunggulan yaitu bahwa arbitrase online tidak melihat teritorialitas arbitrase. Hal ini sesuai dengan karakter e-commerce yang bersifat global, tidak terpisahkan oleh teritorial-teritorial yang dimiliki para pihak maupun hukum yang ditentukan oleh salah satu pihak. Yurisdiksi arbitrase online adalah yurisdiksi cyber. Yurisdiksi cyber yang dimkasudkan di sini adalah bahwa kompetensi arbitrase online adalah setiap perkara yang timbul karena diakibatkan oleh transaksi yang terjadi melalui proses perdagangan elektronik. Sering kali penyelesaian sengketa melalui pengadilan biasa akan memperdebatkan mengenai kompetensi dan teritorial diantara para pihak yang tentu saja akan menghambat proses peradilan itu sendiri. Dengan adanya yursdiksi cyber ini, tidak ada lagi alasan bahwa arbitrase online tidak berwenang untuk menangani perkara karena yurisdiksi arbitrase online menyangkut seluruh perkara yang timbul karena transaksi elektronik dimanapun userini menjadi sebuah keunggulan kedudukan para commit pihak. to Hal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersendiri bagi arbitrase online dibanding dengan penyelesaian sengketa lain yang dilakukan secara tradisonal. Selain itu di dalam arbitrase online, terdapat pula pihak ketiga yang akan membantu para pihak untuk menyelesaikan permasalahan diantara mereka. Terkadang agak sulit memang menyelesaikan sebuah masalah tanpa pihak ketiga yang dapat bersikap tegas. Dalam arbitrase online, peran itu dilakukan oleh arbiter yang dipilih para pihak secara online. Di sini pula keunggulan arbitrase online jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa lain. Dalam Mediasi online atau Negosiasi online misalnya, para pihak harus benarbenar sepakat akan hasil akhir dari proses penyelesaian sengketa tersebut. Hal itu tentu akan memakan waktu yang lebih lama jika dibandingkan adanya pihak ke tiga yang dapat bersikap tegas seperti yang terdapat pada arbitrase online. Arbtrase online dapat menyelesaikannya dengan waktu yang lebih singkat sehingga penyelesaian sengketa dapat berjalan secara efektif dan efisien. Arbitrase online tidak berbeda dengan arbitrase konvensional. Hanya saja, sarana yang digunakan dalam penyelenggaraannya dilakukan secara online. Pendaftaran perkara, pemilihan arbiter, penyerahan dokumen, permusyawarahan arbiter, pembuatan putusan, dan pemberitahuan kepada para pihak akan dilakukan secara oline. Sengketa yang timbul karena perdagangan e-commerce lebih efektif jika diselesaikan secara online pula. Sifat perdagangan ecommerce yang lintas batas membuat para pihak yang terlibat didalamnya berasal dari dua negara yang berbeda dan sangat jauh jaraknya. Akan sangat tidak efektif ketika para pihak harus bertemu secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan diantara mereka. Bisa jadi biaya yang dikeluarkan oleh para pihak untuk dapat bertemu secara langsung dengan tujuan menyelesaikan permasalahan diantara to user mereka lebih mahal commit dari nilai barang yang diperjual belikan itu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sendiri. Apa lagi kontrak elektronik yang banyak digunakan saat ini sudah menetapkan secara sepihak hukum mana yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketa jika suatu saat terjadi sebuah sengketa. Hal tersebut tentu sangat
merugikan posisi pembeli dalam
perdagangan e-commerce. Online Dispute Resolution menawarkan penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan murah bagi sengketa yang timbul dalam perdagangan e-commerce. Saat ini, belum ada sebuah forum Online Dispute Resolution resmi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa e-commerce. Sampai sekarang platform Online
Dispute Resolution
masih
dirumuskan oleh United Nations Commission on International Trade Law. Konsep Online Dispute Resolution perlu dikembangkan dan dilembagakan secara internasional mengingat semakin maraknya perdagangan e-commerce. Semakin banyak perdagangan e-commerce digunakan, maka semakin banyak pula potensi sengketa yang akan ditimbulkan. Oleh karena itu pengembangan model penyelesaian sengketa secara online perlu untuk dilakukan.
B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK DALAM PERDAGANGAN E-COMMERCE INTERNASIONAL Munculnya
teknologi
informasi
semakin
memudahkan
perdagangan internasional. Di era teknologi, batasan yang selama ini menghambat perdagangan seperti batasan jarak, dan waktu tidak lagi menjadi penghalang. Perkembangan tekhnologi dan informasi semakin memudahkan para pedagang untuk bertransaksi di dunia maya tanpa mengharuskan para pedagang untuk bertemu secara langsung dengan pembeli. Para pihak melakukan segala transaksi melalui media internet. Metode ini biasa disebut dengan perdagangan elektronik atau saat ini dikenal dengan perdagangan e-Commerce. Perkembangan
e-commerce mempengaruhi berbagai aspek commit to user termasuk juga aspek hukum. Salah satu aspek hukum yang mengalami
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perubahan signifikan akibat adanya e-commere adalah hukum kontrak. Kemudahan bertukar informasi dalam dunia maya untuk melakukan transaksi membuat para pihak tidak perlu bertemu sebelumnya. Kontrak yang selama ini bersifat tertulis dan membutuhkan tanda tangan kedua pihak kini dibuat secara elektronik dan bersifat papperless. Hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan seputar validitas kontrak yang dilakukan oleh para pihak. Untuk menjamin hal tersebut dan untuk melindungi para pihak, maka diperlukan suatu pengaturan khusus mengenai e-commerce. Perdagangan e-commerce mau tidak mau akan menimbulkan suatu hukum baru mengenai kontrak elektronik diantara para pihak. Permasalahan akan timbul ketika para pihak yang melakukan transaksi berasal dari negara yang berbeda terlebih dengan sistem hukum yang berbeda. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum kontrak nasional adalah salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional ketika para pihak ingin melakukan transaksi. Perbedaan sistem hukum tentu akan menjadi kendala tersendiri bagi kelancaran transaksi yang akan dilakukan oleh para pihak. Masalah ini sudah disadari oleh PBB dalam resolusi Majelis Umum PBB(Perserikatan BangsaBangsa) No 2102 (XX). PBB menyatakan bahwa “conflict and divergencies arising from the laws of defferent states in matters relating to international trade constitute an obstacle to the development of world trade” (Huala Adolf, 2006:29). Dalam resolusi tersebut dengan PBB menyatakan bahwa konflik dan penyimpangan muncul dari hukum dari negara yang berbeda dalam keadaan hubungannya dengan perdagangan internasional yang menjadi halangan untuk mengembangkan perdagangan dunia. Untuk menghadapi permasalahan perbedaan hukum di atas, terdapat tiga pilihan cara yang dapat diterapkan oleh para pihak ketika melakukan sebuah perdagangan internasional. Cara yang pertama adalah negara-negara sepakat untuk tidak menerapkan hukum nasionalnya. user Dengan cara ini para commit pihak tomemberlakukan hukum perdagangan
perpustakaan.uns.ac.id
internasional untuk
digilib.uns.ac.id
mengatur hubungan- hubungan hukum diantara
mereka. Teori yang mendukung cara ini adalah Teori HPI Internasional. Menurut teori ini , HPI adalah suatu kesatuan sistem hukum yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul akibat fakta bahwa sebuah sistem hukum lokal ternyata isinya bertentangan dengan sistem hukum lokal yang lain. Von Savigny berpendapat bahwa perlu dibentuk sebuah prinsip-prinsip HPI universal untuk dapat dijadikan landasan dalam sistem hukum HPI dan dapat berlaku di setiap negara (Bayu Seto, 2006: 207). Prinsip-prinsip universal ini tentu akan sangat sulit dirumuskan karena sistem hukum setiap negara yang berbeda. Selain itu penerapan prinsip ini akan mengesampingkan hukum nasional para pihak. Asas kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak termasuk kebebasan para pihak untuk dapat menentukan hukum yang berlaku dalam kontrak diantara mereka tidak boleh menyimpangi hukum nasional. Prinsip kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh prinsip pacta privata juri publico derogara non possunt yang menegaskan bahwa hukum nasional tetap harus diperhatikan dan tidak boleh disimpangi walaupun disepakati oleh para pihak. Profesor Yntema membatasi prinsip kebebasan berkontrak sebagai berikut: “…the principle of party autonomy in the law of contract is subject to various restriction in the different municipal laws and is not interpreted elsewhere in the same manner; these restrictions are mainly imposed for reasons of public policy or in the public interest” (lihat dalam Huala Adolf, 2008:23) Profesor Yntema berpendapat bahwa prinsip kebebasan berkontrak dapat dibatasi karena adanya perbedaan hukum yang berlaku dan dapat diinterpretasikan berbeda di setiap negara. Pembatasan diberlakukan biasanya untuk alasan kebijakan atau kepentingan publik. Cara kedua yang dapat digunakan adalah memilih hukum nasional yang akan diterapkan dengan kesepakatan oleh kedua pihak. Penentuan hukum nasional dilakukan melalui penerapan prinsip choice of laws. commit user Klausul pilihan hukum yang telahtodisepakati oleh para pihak dituangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam sebuah kontrak internasional yang mereka buat. Dalam prinsip choice of laws, dikenal beberapa asas dan teori yaitu asas lex loci contractus yang berpendapat bahwa hukum yang diterapkan adalah hukum dari tempat pembuatan kontrak, asas lex loci solutionis yang berpedoman pada hukum tempat pelaksanaan perjanjian, dan asas kebebasan berkontrak (party autonomy) yang menyerahkan seluruhnya kepada masing- masing pihak untuk menentukan hukum yang berlaku untuk mengatur kontrak yang mereka buat (Bayu Seto, 2006: 283) Cara ketiga yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum aturan-aturan substantif hukum perdagangan internasional. Melalui unifikasi dan harmonisasi, konflik yang timbul karena perbedaan sistem hukum yang berbeda dapat dihindarkan (Huala Adolf, 2006: 30). Pentingnya melakukan unifikasi HPI antara lain yang pertama adalah untuk melenyapkan keraguan para pihak terhadap jaminan kepastian dan perlindungan hukum, dan yang kedua untuk melapangkan lintasan hubungan internasional dalam bidang keperdataan. Dalam perspektif hukum perdata internasional, bentuk unifikasi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang pertama dengan cara penyatuan hukum dan penyatuan kaidah-kaidah hukum. Penyatuan hukum dilakukan dengan cara mengubah sistem hukum perdata internasional intern negara- negara melalui sebuah konvensi yang diberlakukan diantara negara-negara sehingga hukum positif yang berlaku diantara negaranegara tersebut sama, sedangkan penyatuan kaidah-kaidah hukum dilakukan dengan cara membentuk satu kesatuan kaidah yang akan digunakan oleh hakim atau pengadilan untuk memutus perkara yang dihadapinya (Ida Bagus Wyasa Putra, 2000:34) Salah satu lembaga yang berkepentingan untuk melakukan sebuah harmonisasi mengenai e-commerce adalah UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law). UNCITRAL adalah badan kelengkapan khusus dari Majelis Umum PBB yang dibentuk pada tahun commitMajelis to userUmum PBB Nomor 2205 (XXI) 1966 didasarkan pada Resolusi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanggal 17 Desember 1966. Tugas utama UNCITRAL adalah mengurangi perbedaan hukum diantara negara-negara anggota yang dapat menjadi rintangan bagi perdagangan internasional. Upaya yang dilakukan UNCITRAL untuk menjalankan tugasnya adalah dengan melakukan harmonisasi dan unifikasi hukum perdagangan internasional secara progresif (Huala Adolf, 2006:44). Perdagangan E-Commerce yang semakin marak akhir-akhir ini menimbulkan berbagai permasalahan hukum baik karena perbedaan sistem hukum, maupun adanya disparitas pengaturan di berbagai negara mengenai e-commerce. Oleh karena itu, untuk membantu negara-negara melakukan pengaturan di bidang ECommerce, UNCITRAL mengeluarkan sebuah Model Law pada tahun 1996 yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce. Model Law yang dihasilkan oleh UNCITRAL lebih cenderung bersifat memfasilitasi negara-negara untuk menghasilkan pengaturan di bidang e-commerce daripada bersifat mengatur. Aturan dalam Model Law UNCITRAL tidak mengikat negara. Negara bebas untuk mengikuti sepenuhnya, mengikuti sebagian, atau menolak seluruh Model Law. Tujuan dari Model Law ini adalah menggalakkan aturan-aturan hukum yang seragam dalam penggunaan jaringan komputer guna transaksitransaksi komersial (Huala Adolf, 2006: 166). Secara khusus tujuan dari Model Law ini adalah memberikan aturan-aturan mengenai e-commerce yang ditujukan kepada badan-badan legislatif nasional atau badan pembuat UU suatu negara, dan memberikan aturan-aturan yang bersifat lebih pasti untuk transaksi-transaksi perdagangan secara elektronik (Huala Adolf, 2006:168). Dalam resolusi Nomor 51/162 tahun 1996, disebutkan alasan utama digunakannya instrumen Model Law yaitu: “Convinced that the establishment of a model law facilitating the use of electronic commerce that is acceptable to States with different legal, social and economic system, could contribute significantly to the development of harmonious international economics relations, Noting that the Model Law on Electronic Commerce was adopted by the Commission at its twenty-ninth session after consideration of the to user organizations, observation of Governmentcommit and intersted
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Believing that the adoption of the Model Law on Electronic Commerce by the Commission will assist all States significantly in enhanching their legislation governing the use of alternatives to paper-based mothods of communication and storage of information and in formulating such legislation where none currently exist” Dari resolusi tersebut dapat disimpulkan bahwa Model Law dalam penggunaan e-commerce yang dapat diterima oleh semua negara dengan sistem hukum, ekonomi, dan sosial yang berbeda, dikeluarkan untuk dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan hubungan ekonomi internasional yang harmonis. Model Law UNCITRAL dalam perdagangan e-commerce dirumuskan atas observasi yang dilakukan terhadap
beberapa
negara
dan
organisasi
internasional
yang
berkepentingan. Model Law ini diharapkan dapat membantu negara- negara untuk menyusun legislasi di bidang e-commerce yang belum pernah ada sebelumnya. Rekomendasi yang berupa Model Law ini didasarkan pada peninjauan fungsi yang sebelumnya ada pada bentuk perdagangan konvensional berupa persyaratan tertulis, adanya tanda tangan, keaslian, pengiriman, penerimaan, dan bagaimana fungsi tersebut dapat juga diterapkan pada perdagangan e-commerce (José Angelo Estrela Faria, 2004: 1). Dalam Model Law on Electronic Commerce, terdapat dua prinsip yaitu Functional Equivalences, dan Technology Neutrality. Prinsip Functional Equivalences menekankan bahwa dokumen dan transaksi elektronik diperlakukan oleh hukum sama dengan dengan dokumen kertas. Prinsip technolgy neutrality menyatakan bahwa hukum tidak membedakan bentuk dari tekhnologi (Chris Connolly,2006:2). Model Law terdiri dari 17 pasal yang terbagi ke dalam 2 bagian dan 4 bab. Pada intinya, Model Law ini memuat ketentuan sebagai berikut: 1. Suatu data elektronik seperti halnya dokumen-dokumen hukum lainnya harus mengikat secara hukum; 2. Suatu data elektronik dapat berisikan informasi yang dapat digunakan sebagai referensi;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Suatu data elektronik adalah suatu tulisan untuk tujuan hukum, apabila dapat diakses sebagai referensi di kemudian hari; 4. Suatu data elektronik mencakup suatu tanda tangan, apabila dapat diidentifikasi orang yang mengirim pesan tersebut dan indikasi bahwa orang tersebut telah menyetujui informasi dalam data tersebut; 5. Suatu data elektronik merupakan suatu dokumen asli (original) apabila informasi yang dikandung dapat dipercaya dan dipertahankan bentuk aslinya; 6. Suatu pertukaran data elektronik dapat menimbulkan suatu penawaran (offer) dan permintaan (acceptance) dan karenanya membentuk suatu kontrak yang sah (Huala Adolf, 2006: 171) Pengaturan lebih lanjut mengenai kontrak dalam perdagangan elektronik diatur UNCITRAL dalam United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts yang dikeluarkan pada tanggal 23 November 2005 dengan resolusi 60/21 setelah melalui proses selama kurang lebih tiga tahun. Model Law yang telah ada sebelumnya hanyalah bersifat rekomendasi bagi negara-negara untuk menyusun peraturan mengenai perdagangan elektronik. Namun ternyata di dalam prakteknya, terdapat perbedaan pengaturan di beberapa negara yang tidak sesuai dengan model law. Pada tahun 1998 kemudian Amerika serikat merekomendasikan dibuatnya sebuah konvensi internasional yang didasarkan pada Model Law yang telah ada sebelumnya (Charles H. Marthin,2005:263). Tujuan dari konvensi adalah untuk menawarkan solusi praktis untuk masalah- masalah yang berhubungan dengan komunikasi dalam kontrak elektronik internasional. Konvensi ini berdasarkan pada Model Law on Electronic Commerce 1996 yang telah dikeluarkan sebelumnya. John Gregory berpendapat bahwa Model Law yang dihasilkan oleh UNCITRAL pada tahun 1996 hanyalah sebuah solusi sementara untuk mengatur masalah e-commerce (Charles H. Marthin, 2005: 264). UNCITRAL memandang perlu mengeluarkan konvensi ini karena selama commit to user ini masih ada ketidak pastian hukum dalam proses komunikasi elektronik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada konteks kontrak internasional yang akan menghambat perdagangan internasional. Untuk menghindarinya, UNCITRAL berpandangan bahwa dengan adanya suatu pengaturan yang seragam untuk menghilangkan hambatan komunikasi elektronik termasuk hambatan yang berasal dari operasi instrumen perdagangan internasonal, akan menghasilkan suatu kepastian dan prediksi komersial untuk kontrak internasional dan akan membantu negara-negara mendapatkan akses pada jalur perdagangan modern. Konvensi ini bertujuan untuk menawarkan solusi praktis terhadap isu yang berkaitan dengan penggunaan elektronik dalam artian komunikasi dalam hubungannya dengan kontrak internasional. Sama halnya dengan Model Law on Electeronic Commerce, konvensi ini juga memiliki dua prinsip yaitu Technological Neutrality dan Functional equivalences. Technological Neutrality diterapkan dengan tujuan agar konvensi ini dapat menjangkau situasi-situasi faktual dimanapun informasi dihasilkan, disimpan, atau dipancarkan dalam bentuk elektronik. Netral di sini artinya bahwa konvensi ini tidak tergantung pada jenis teknologi tertentu dan konvensi ini dapat diterapkan pada semua jenis informasi elektronik yang ada. Prinsip ini sangat penting mengingat perkembangan tekhnologi yang sangat pesat dengan berbagai macam inovasi yang ada. Prinisp ini dapat memastikan bahwa hukum tetap dapat diterapkan dan akan tetap mengakomodasi perkembangan tekhnologi di masa depan dan konvensi ini dapat mengikuti perkembangan tekhnologi yang sangat pesat. Prinsip yang kedua yaitu prinsip Functional equivalence yaitu prinsip yang menyatakan bahwa data elektronik memiliki fungsi yang sama dengan dokumen biasa. Prinsip ini berawal dari permasalahan bahwa persyaratan penggunaan dokumen tertulis adalah sebuah hambatan dalam perkembangan perdagangan modern. Dengan adanya prinsip ini, data elektronik akan memiliki fungsi yang sama dengan dokumen tertulis yang selama ini digunakan. Konvensi ini diterapkan dalam penggunaan komunikasi elektronik commit to user pada saat proses pembuatan atau pelaksanaan kontrak diantara para pihak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang terletak di negara yang berbeda. Klausula yang digunakan dalam konvensi ini adalah komunikasi elektronik agar dapat diterapkan secara luas dan dapat digunakan pada situasi tertentu. Konvensi ini tidak hanya berlaku pada kontrak elektronik yang telah disepakati oleh para pihak, namun juga pada saat proses pembuatan kontrak yaitu pada saat pengiriman draft, perundingan, atau bentuk komunikasi lain yang bertujuan pada pembuatan kontrak e-commerce (Chris Connolly, 2006: 2). Proses pembuatan kontrak dalam perdagangan e-commerce internasional tentunya membutuhkan waktu yang cukup dan melalui beberapa komunikasi diantara para pihak. Proses ini juga termasuk dalam pengaturan United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts. Proses pelaksanaan kontrak ecommerce tersebut setelah disepakati oleh para pihak tentu juga memerlukan sebuah komunikasi. Oleh karena itu istilah yang digunakan dalam Article 1 adalah komunikasi elektronik sehingga proses komunikasi baik sebelum, pada saat atau pun setelah kontrak disepakati untuk tujuan pelaksanaan dapat juga diakomodasi oleh konvensi ini. Di dalam hukum kontrak, dikenal asas kebebasan berkontrak atau yang biasa disebut dengan Party autonomy. United Nation Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts juga mengenal asas ini. Article 3 menyebutkan “The parties may exclude the application of this Convention or derogate from or vary the effect of any of its provition”. Para pihak dapat tidak menggunakan konvensi ini atau mengurangi bentuk, atau mengubah pengaturan dalam konvensi tersebut. UNCITRAL menyadari bahwa asas kebebasan berkontrak sangat vital dalam negosiasi kontrak. Oleh karena itu UNCITRAL mengadopsi asas ini di dalam salah satu pasal United Nation Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts. Konvensi ini terbuka bagi negara-negara yang ingin meratifikasi sejak tanggal 16 Januari 2006 hingga 16 Januari 2008. Namun konvensi ini commit user tidak menutup kemungkinan bagitonegara-negara yang ingin meratifikasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setelah tanggal yang telah ditentukan. Dalam meratifikasi, konvensi ini tidak memperbolehkan reservasi. UNCITRAL mencoba menjawab keraguan atas ketidakpastian yang ditimbulkan oleh munculnya data elektronik yang digunakan sebagai dasar melakukan sebuah transaksi melalui Model Law dan dipertegas dengan United Nations Convention
on
the Use of
Electronic
Communications in International Contracts. Di dalam kedua produk yang dihasilkan oleh UNCITRAL di atas, terdapat berbagai macam syarat bagaimanakah sebuah data elektronik dapat berlaku sebagaimana halnya dokumen-dokumen hukum lain yang sifatnya sama sekali berbeda dengan data elektronik. Sifat data elektronik yang papperless membuat banyak kalangan ragu untuk menggunakannya sebagaimana dokumen hukum konvensional yang bersifat papper-based requirement. Keraguan itu berkisar pada seputar validitas data elektronik, apakah data elektronik dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Tentu bukanlah hal yang mudah meyakini validitas sebuah data elektronik mengingat data elektronik sangat mudah dan rawan untuk diubah isinya. UNCITRAL berusaha menjawab isu tersebut dengan menyatakan bahwa data elektronik dapat berlaku seperti halnya dokumen-dokumen hukum lain dan dapat mengikat para pihak yang telah melakukan kesepakatan dengan berbagai syarat. Syarat-syarat tersebut antara lain data elektronik tersebut dapat digunakan sebagai referensi, dapat diidentifikasi siapa yang mengirim pesan dan siapa yang menyetujui, dan dapat dipercaya serta dapat dipertahankan keasliannya. Data elektronik yang demikian dapat membentuk sebuah kontrak yang sah secara hukum tanpa mempermasalahkan lagi bentuk dan sifat dari data elektronik yang scriptless. Bab II Model Law on Electronic Commerce mengatur mengenai persyaratan yuridis terhadap suatu data elektronik. Menurut Model Law, Informasi tidak dapat disangkal atau tidak dapat dikatakan tidak commit to mempunyai user mempunyai kekuatan hukum, tidak validitas, dan tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dijalankan hanya karena bentuknya yang berupa data elektronik. Pada perkembangannya, UNCITRAL menambahkan lagi klausul yang pada intinya suatu informasi tidak dapat dikatakan tidak berlaku karena didalamnya tidak terdapat hal- hal umum yang menimbulkan implikasi hukum. Pasal 5 dan pasal 5 bis yang menjadi dasar pengakuan atas data elektronik ini menjadi pasal yang paling penting dalam perkembangan pengaturan mengenai e-commerce selanjutnya. Pengakuan atas data elektronik telah menyejajarkan data elektronik dengan dokumen hukum lain yang memiliki kekuatan hukum, dan validitas. Tidak ada alasan lagi bagi keraguan persoalan mengenai validitas data elektronik. Article 8 United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts mempertegas hal tersebut sebagai berikut “A communication or a contract shall not be denied validity or enforce-ability on the sole ground that it is in the form of an electronic communication.” Sebuah komunikasi atau kontrak tidak dapat disangkal validitasnya ataupun dikatakan tidak dapat dilaksanakan hanya karena didasarkan bahwa bentuk komunikasinya adalah komunikasi elektronik. Selanjutnya mengenai pengakuan terhadap komunikasi elektronik, konvensi ini menentukan bahwa tidak ada dalam konvensi tersebut yang mengharuskan para pihak untuk menggunakan atau mengakui komunikasi elektronik. Kesepakatan para pihak dapat disimpulkan dari perilaku para pihak itu sendiri. Artinya para pihak tidak perlu membuat sebuah klausul khusus dalam kontrak yang dibuat diantara mereka bahwa para pihak akan mengakui keberlakuan komunikasi elektronik. Komunikasi elektronik secara otomatis diakui legalitasnya ketika digunakan oleh para pihak. Para pihak bebas menentukan cara komunikasi mereka termasuk akan menggunakan komunikasi elektronik atau tidak. Hal ini ditunjukkan melalui perilaku para pihak itu sendiri. Tidak semua data elektronik dapat digunakan sebagai acuan. Harus ada syarat tertentu yang menunjukkan bahwa data elektronik tersebut asli commit to user dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mengingat data elektronik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangaat mudah untuk dibuat dan diubah sedemikian rupa. Tidak seperti dokumen yang bersifat papper based, setiap perubahan pasti akan diketahui oleh kedua pihak. Oleh karena itu harus ada syarat tertentu dan para pihak harus mengakui bahwa dokumen elektronik tersebut adalah asli. Beberapa persyaratan dapat diberikan terhadap sebuah dokumen untuk membuktikan bahwa dokumen tersebut adalah asli. Hal ini juga tentu sangat penting untuk diterapkan pada data elektronik. Beberapa persyaratan yang biasanya diterapkan pada hukum kontrak yang telah ada sebelumnya adalah syarat adanya dokumen tertulis, tanda tangan para pihak yang artinya bahwa para pihak telah setuju untuk menjalankan kontrak yang telah disepakati, dan keaslian dari dokumen itu sendiri. Persyaratan ini menurut UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce dapat diterapkan pula pada dokumen elektronik. Pengaturan mengenai persyaratan yuridis diatas diatur Model Law dalam Pasal 6 sampai 8. Di dalam United
Nations
Convention
on
the
Use
of
Electronic
Communications in International Contracts, pengakuan data elektronik untuk digunakan dalam kontrak internasional diatur dalam Chapter III tentang Use of Electronic Communications in International Contracts. Persyaratan bahwa sebuah kontrak harus dilakukan secara tertulis dapat dipenuhi oleh data elektronik bila informasi yang dikandung di dalamnya dapat diakses setiap saat dan dapat digunakan sebagai bahan acuan selanjutnya. Pengaturan tersebut berlaku bila terdapat pengaturan yang memerintahkan bahwa sebuah informasi harus tertulis dan memberikan akibat konsekuensi tersendiri bagi informasi yang tidak tertulis. Pasal tersebut mereduksi perbedaan sikap mengenai apakah data elektronik dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan sebuah kontrak mengingat sifatnya yang scriptless.. Secara fisik terdapat perbedaan yang mencolok antara dokumen kontrak konvensional dengan kontrak elektronik yang biasa digunakan dalam perdaganagan e-commerce. Dokumen kontrak konvensional bersifat papper based, sedangkan kontrak commit user elektronik bersifat scriptless dan to papperless. Dengan adanya pengaturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut, kini tidak ada lagi pertentangan mengenai perbedaan yang mendasar tersebut. Mengenai tanda tangan, Model Law memiliki persyaratan khusus yang diterapkan pada data elektronik. Harus ada sebuah metode yang dapat mengidentifikasikan seseorang dan orang tersebut mengakui informasi yang terdapat di dalam data elektronik tersebut. Metode tersebut harus tepat dan dapat dipercaya untuk mengetahui kapankah data dihasilkan atau dikomunikasikan dalam berbagai situasi termasuk juga perjanjian yang relevan. Pengaturan tersebut berlaku ketika terdapat persyaratan keharusan adanya sebuah tanda tangan dan adanya konsekuensi tersendiri akibat tidak adanya tanda tangan. Adanya sebuah tanda
tangan
dalam
dokumen
kontrak
sangat
penting
untuk
mengidentifikasi siapa pihak-pihak yang telah menyetujui kontrak tersebut sehingga tidak ada masalah selama kontrak dilaksanakan mengenai permasalahan siapa yang bertanggung jawab atas kontrak tersebut. Hal ini harus juga diterapkan pada kontrak elektronik agar tidak terjadi masalah dikemudian hari mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas kontrak tersebut. Harus ada metode digital signature yang tepat untuk dapat mengidentifikasi para pihak yang melakukan kontrak. Konvensi menambahkan
bahwa
digital
signature
tersebut
harus
dapat
mengidentifikasi para pihak yang bertanggung jawab terhadap muatan komunikasi elektronik tersebut baik dengan digital signature itu sendiri maupun bersama dengan bukti yang lain. Beberapa persyaratan mengharuskan menunjukkan dokumen asli untuk membuktikan otentik tidaknya suatu dokumen. Model law merekomendasikan bahwa syarat ini dapat dipenuhi oleh data elektronik jika ada sebuah jaminan yang dapat dipercaya terhadap integritas dari informasi dari saat pertama kali didibuat dalam bentuk akhir sebagai data elektronik atau bentuk lainnya dan saat informasi harus ditunjukkan, informasi tersebut dapat ditunjukkan kepada orang yang berkepentingan. to user ketika terdapat aturan yang Syarat tersebut dapat commit diberlakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengharuskan menunjukkan dokumen asli atau mengandung konsekuensi tertentu jika para pihak tidak dapat menunjukkan dokumen asli. Intergritas suatu informasi ditentukan berdasarkan sifat data elektronik tersebut yaitu tetap dan tidak dapat berubah. Data elektronik yang dapat dikatakan asli adalah yang tidak dapat dirubah (Huala Adolf, 2006:173). Kalaupun ada perubahan atas kontrak, harus dapat dibuktikan perubahan tersebut dengan cara yang sama. Sudah jelas bahwa tidak semua data elektronik dapat diakui kebenarannya. Dokumen elektronik sangat mudah dan rawan untuk berubah setiap saat. Namun dengan adanya persyaratan diatas bahwa sebuah data elektronik harus memiliki integritas dan harus sama dengan pada saat pertama kali dibuat dalam bentuk akhir, akan memenuhi persyaratan bahwa dokumen tersebut adalah dokumen asli. Tentu harus ada pengakuan para pihak jika dokumen elektronik tersebut adalah dokumen asli. Jika ada salah satu pihak saja tidak mengakui bahwa dokumen tersebut asli dan pihak tersebut menunjukkan dokumen lain yang dianggapnya asli, tentu hanya ada satu dokumen asli. Oleh karena itu jaminan terhadap integritas informasi yang terdapat dalam sebuah dokumen elektronik harus dapat dipertanggung jawabkan. Mengenai hal tersebut, konvensi menentukan bahwa kriteria untuk dapat menerima integritas sebuah komunikasi elektronik adalah dengan melihat apakah informasi tersebut telah lengkap dan tidak dapat lagi diubah. Hal ini terlepas pada saat pengesahan dan perubahan yang muncul dalam komunikasi, penyimpanan, dan saat data tersebut ditunjukkan kembali. Artinya komunikasi elektronik yang asli adalah bentuk komunikasi elektronik yang final, telah lengkap, dan tidak diubah lagi terlepas pada proses komunikasi setelah disepakati, penyimpanan, maupun pada saat penunjukkan kembali. Semua proses tersebut tidak boleh mengubah ketentuan yang telah disepakati para pihak. Standar sebuah data dapat dipercaya harus dilihat dari segala sudut pandang tujuan informasi tersebut dibuat dan dilihat dari sudut pandang keadaan yang relevan. Integritas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebuah komunikasi elektronik harus dinilai dari tujuan pembuatan informasi elektronik dan keadaan keadaan lain yang relevan. Rekomendasi Model Law mengenai validitas data elektronik baik syarat tertulis, tanda tangan, dan keaslian dapat dijadikan rujukan setiap negara untuk menyusun perundang- undangan mereka mengenai transaksi elektronik ataupun segala hal yang menyangkut data elektronik. Dengan pengaturan yang demikian, keraguan atas penggunaan data elektronik disebabkan karena perdebatan masalah validitas dapat diselesaikan. Bahkan dalam pasal 11 Model Law kaitannya dengan hukum kontrak, suatu penawaran dan penerimaan terhadap suatu data elektronik dapat membentuk sebuah kontrak yang sah. Kontrak tidak dapat dikatakan tidak valid atau tidak dapat dilaksanakan dengan hanya dengan alasan bahwa kontrak tersebut berbentuk data elektronik. Secara khusus mengenai penggunaan data elektronik dalam kontrak internasional, diatur UNCITRAL dalam United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contract. Konvensi ini lebih mengikat kepada negara- negara yang meratifikasinya untuk menerapkan pengaturan kontrak elektronik
yang seragam karena
sebelumnya, negara-negara menginterpretasikan secara berbeda Model Law yang dihasilkan oleh UNCITRAL. Melalui konvensi ini diharapkan adanya keseragaman pengaturan mengenai kontrak elektronik sehingga akan mempermudah proses perdagangan elektronik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan uraian- uraian pada bab sebelumnya mengenai modifikasi hukum kontrak dalam perdagangan e-commerce internasional, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perdagangan e-commerce ini telah melahirkan kontrak elektronik yang bersifat papperless dan tidak mengenal batasan wilayah. Hukum kontrak harus mengalami modifikasi karena kontrak elektronik ini berbeda dengan kontrak yang sebelumnya. Modifikasi meliputi penggunaan teknik enkripsi dan penerapan digital signature untuk menjamin validitas kontrak yang meliputi keabsahan dan keaslian atau integritas kontrak. Dan harus ada model penyelesaian sengketa baru untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena transaksi e-commerce melalui media online yang bisa disebut Online Dispute Resolution (ODR) yang meliputi Negosiasi Online, Mediasi Online, dan Arbitrase Online. 2. UNCITRAL berusaha untuk membuat sebuah harmonisasi hukum dengan merumuskan UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce dan United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts. Dalam kedua pengaturan di atas, dapat disimpulkan bahwa data elektronik dapat berlaku sebagaimana dokumen kertas seperti biasanya.
B. Saran Dari seluruh uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. Harus ada lembaga Certificate Authority (CA) di setiap negara untuk dapat memberikan sebuah kepastian mengenai identitas dan kecakapan para pihak dalam kontrak elektronik yang timbul dalam perdagangan e-commerce. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Bagi lembaga yang berwenang melakukan penyelesaian sengketa dalam hal ini bisa ditujukan kepada UNCITRAL, harus ada rumusan yang jelas dan kongkrit mengenai Online Dispute Resolution (ODR). ODR adalah salah satu jalan yang efektif untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari perdagangan e-commerce karena dapat mengatasi perbedaan jarak yang sangat jauh diantara para pihak dan dapat menyelesaikan perkara dengan efektif dan efisien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daftar Pustaka Abdul Halim Barkatullah,dkk. 2005. Bisnis E-Commerce Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _________. 2009. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Transaksi ECommerce Lintas Negara di Indonesia. Yogyakarta. Pascasarjana FH UII Press _________. 2009. Sengketa Transaksi E-Commerce Internasional Pengertian, Sebab Kemunculan dan Metode Penyelesaian yang Efektif. Banjarmasin. FH Unlam Press Bayu Seto. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional Buku Kesatu. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Charles . Martin. 2 Fall 2005. “The UNCITRAL Electronic Contracts Convention: Will it Be Used or Avoided?”. Pace International Law Review. Vol.17. Article 6. Chris Connolly. 2006. “International eCommerce regulation First UN Convention on eCommerce finalised”. Computer Law & Security Report 22 (2006) 31-38. Christopher Kuner. Written Signature Requirements and Electronic Authentication : A Comparative Perspective. http://www.kuner.com/data/articles/signature_perspective.html. [19 Januari 2011 Pukul 18:23] Dikdik M. Arief Mansur. 2005. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung : PT. Refika Aditama Huala
Adolf. 2005. Hukum RajaGrafindo Persada
Perdagangan
Internasional.
Jakarta:
PT.
_________. 2008. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung. PT Refika Aditama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ida Bagus Wyasa Putra. 2000. Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional. Bandung: Refika Aditama Johny Ibrahim. 2006. Teori & Metodologi Penelitian Huk um Normatif. Mala ng : Ba nyumed ia José Angelo Estrela Faria. International Harmonization of E-Commerce Law : The Way Ahead. Resume. Disampaikan pada E-Commerce Conference 26-27 Oktober 2004. Kapanlagi.com. Perdagangan Online Canada Meningkat Pesat. http://berita.kapanlagi.com/tekno/perdagangan-online-canadameningkat-pesat-rajzx14.html >[14 Desember 2010 Pukul 22.25] Arsyad Sanusi. 2005. Hukum dan Teknologi Informasi. Bandung: Tim KemasBuku Munawar
Kholil.2009.E-Commerce. Desember 2010 Pukul 22.30}
http://kholil.staff.hukum.uns.ac.id
[14
Nofie Iman, Mengenal E-commerce www.nofieiman.com [14 Desember 2010 Pukul 22.47] Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana PPH. 2009. Buku Pedoman Penulisan Hukum Mahasiswa Fakultas Hukum. Surakarta. FH UNS Ricky
Eka. Transaksi Online di Indonesia tembus Rp 35 Triliun http://www.rickyeka.com/transaksi-online-di- indonesia-tembus-rp-35triliun.html>[14 Desember 2010 Pukul 22.11]
Rid ua n S ya hra ni. 20 06. Se luk Be luk da n A sas -A sa s Huk um P er data. Ba nd ung : P T. Alumn i Ridwan Khairandy. 2007. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Yogyakarta : FH UII Press commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Siti Purwanti. Electronic Commerce. http://frenlove.blogspot.com/2010/10/ electronic-commerce.html>[17 Desember 2010 Pukul 22.57] Yahya Ahmad Zein. 2009. Kontrak Elektronik & Penyelesaian Sengketa Bisnis ECommerce dalam Transaksi Nasional & Internasional. Bandung : Mandar Maju
commit to user