BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kontrak perdagangan elektronik electronic commerce lewat internet semakin hari semakin berkembang dengan pesat. Hal tersebut ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan di Indonesia yang membuka usahanya dalam bidang electronic commerce. Ahmad M.Ramly berpandapat bahwa pada saat ini teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah kepada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang dan pengguna teknologi. Salah satu bukti adalah dapat dilihat dari perkembangan media internet yang sangat pesat sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik yang telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Internet dimanfaatkan antara lain untuk menjelajah atau browsing, surfing, mencari data dan berita, saling mengirim pesan melalui email dan untuk kepentingan perdagangan. Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan media internet ini dikenal dengan istilah electronic commerce.1 Gerald R. Ferrera dkk berpendapat bahwa salah satu bentuk yang paling cepat membentuk aneka perjanjian adalah online. Perjanjian online juga dikenal sebagai electronic commerce atau e-commerce yang merupakan sebuah istilah umum yang yang mengarahkan transaksi perdagangan umum yang menunjukkan transaksi komersial manapun yang melibatkan pertukaran-pertukaran benda, 1
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, hlm. 1.
1
2
pelayanan atau informasi melalui internet. Hal ini dapat diketahui dari pendapat Gerald R. Ferrera yang menyebutkan : ”One of the most rapidly growing forums for forming agreements is online. Online contracting is also known as electronic commerce, or ecommerce, is a general term that encompasses any commercial transaction involving the exchange of goods, services, or information over Internet.” 2 Lebih lanjut, Gerald R. Ferrera menyebutkan bahwa tidak dapat diragukan jika seseorang menanyakan tentang mengapa electronic commerce berbeda dengan hukum kontrak konvensional. Kontrak secara online berbeda secara substansial dan membutuhkan studi yang terpisah dengan tiga alasannya sebagai berikut. Hal ini nampak dari pendapat Gerald R. Ferrera bahwa : No doubt some have asked this question: Why is e-commerce law different than any traditional contract law. Online contracting is substantially different and requires separate study for a number of reasons.” 3 Pertama,
perusahaan-perusahaan
dalam
kontrak
elektronik
telah
mengembangkan rancangan kontraktual baru untuk memperoleh keuntungan dari internet sebagai metode baru untuk melakukan bisnis. Rancangan tersebut ditemukan pada situs lelang online pada business to business yang yang memiliki kesamaan yang kecil dengan perubahan dunia yang riil. Pendekatan baru ini membutuhkan pandangan yang baru terhadap isu-isu hukum yang potensial yang dapat timbul.4
2
Gerald R. Ferrera dkk, 2004, Cyberlaw Text and Law, Second Edition, Amerika Serikat: SouthWestern Cengange Learning, p 152. 3 Ibid. 4 Gerald R. Ferrera dkk, Ibid, menyebutkan: “companies contracting in e-commerce have developed novel contractual arrangement to take advantage of the Internet as a new method of
3
Kedua, kontrak online sedang berubah dengan sangat cepat. Electronic commerce sedang berubah dengan sangat cepat untuk memperoleh manfaat dari penemuan teknologi baru. Sementara itu, perubahan-perubahan hukum kontrak tradisional terjadi dengan sangat cepat.5 Ketiga, electronic commerce sedang menjadi fokus internasional. Suatu produk atau pelayanan dapat diiklankan dan dijual melalui internet kemanapun di dunia ini. Tidak ada era dalam sejarah yang memiliki banyak perusahaan yang memiliki akses kepada konsumen di dunia ini. Tidak ada lagi batas-batas negara dalam bertransaksi. Transaksi jenis ini mau tak mau akan menimbulkan isu-isu hukum diantara para pihak. Akan timbul pertanyaan-pertanyaan hukum, isu-isu pajak, sengketa-sengketa ekspor-impor, dan banyak isu-isu internasional yang akan menjadi hal-hal kritis pada lingkungan hukum electronic commerce.6 Electronic Commerce bermanfaat atau membawa keuntungan bagi konsumen dan pelaku bisnis. Dampak menguntungkan yang palin signifikan adalah bahwa konsumen dapat memantau harga dan ketrsediaan barang-barang dan jasa-jasa. Konsumen juga dapat membandingkan barang-barang dengan sangat cepat dibandingkan dengan toko konvensional. Juga pembeli dapat doing business. These arrangements founds on online auction sites and in business to business (B2B) marketplace may have only a distant similarity to real-world exchange. These new approaches require a fresh look at potential legal issues that may arise.” 5 Ibid, menyebutkan : ”online contracting is changing at a very rapid pace. E-commerce arrangement are shifting quickly to take advantage of new technological innovations. Meanwhile, changes in traditional contract law occur at an almost glacial pace. Online contracting law take into account the ever-shifting patterns of information technology and their effects on online agreements.” 6 Ibid, menyebutkan : “e-commerce is evolving an increasingly international focus. A Product or service can be advertised and sold through the Internet to almost anywhere in the world. At no time in history have so many companies had acces to so many consumers across the globe. As these transactions cross national boundries, border related legal issues will inevitably arise between parties. Jurisdictional questions, tax issues, import/export disputes, and many other international issues will all become critical matters in the e-commerce legal environment.”
4
mengakses detil produk, garansi, reparasi dan informasi harga sebelum mengambil keputusan.7 Perkembangan dalam bidang telematika yang pesat menyebabkan hukum positif yang ada semakin tertinggal dan tidak dapat lagi menjangkau perkembangan teknologi. Hukum Indonesia mengatur perjanjian secara umum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) pada Buku III Bab Kedua tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Untuk perjanjian yang lebih khusus diatur pada Bab V sampai Bab XVIII. Keberadaan Buku III bersifat terbuka, yang artinya dimungkinkan adanya jenis-jenis perikatan selain yang diatur pada Buku III KUHPerdata. Bagi jenis perikatan yang diatur pada buku III disebut Perikatan Nominant, sedangkan yang tidak diatur pada buku III disebut Perikatan Innominant. Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa ”Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”8 Perjanjian yang dimaksud Pasal 1313 tersebut adalah perjanjian obligatoir atau perjanjian timbal balik dimana satu pihak harus melakukan kewajiban dan pihak lain memperoleh hak. Selain itu, pada praktiknya masyarakat akan menyatakan bahwa suatu perjanjian harus tertulis dan bertanda 7
Ibid, menyebutkan: “E-commerce benefits consumers as well as business. The most significant beneficial impact is that consumers can monitor the price and availability of goods and services. Consumers can compare goods far more quickly than would be possible with store-store comparisons. Also, buyers can acces detail product, warranty, repair, and pricing information before deciding to complete a final sale. Many consumers now have an online store of their own, auctioning collectibles and other goods. E-commerce represents an increasingly important form of trade that will fundamentally improve available opportunities for both business and consumers alike.” 8 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek, (1996), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.28, Jakarta: Pradnya Paramita, Pasal. 1313.
5
tangan diatas meterai ataupun kertas segel serta harus asli. Perjanjian menimbulkan suatu perikatan yang dalam kehidupan sehari-hari sering diwujudkan dengan janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Hubungan hukum dalam perjanjian bukanlah hubungan hukum yang lahir dengan sendirinya tetapi hubungan itu tercipta karena adanya tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkeinginan untuk menimbulkan hubungan hukum tersebut. Perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya. Perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter antara dua belah pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran maka lambat laun barter berubah menjadi kegiatan jual beli sehingga menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan. Tata cara perdagangan kemudian berkembang dengan adanya suatu perjanjian diantara kedua belah pihak yang sepakat mengadakan suatu perjanjian perdagangan yang di dalam perjanjian tersebut mengatur mengenai apa hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak. Perkembangan internet menciptakan terbentuknya suatu dunia baru yang biasa disebut dengan dunia maya. Adanya dunia maya menyebabkan setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu lain tanpa ada batasan apapun yang menghalanginya. Perkembangan tersebut berakibat
6
juga pada aspek sosial, dimana cara berhubungan antar manusia pun ikut berubah. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap sektor bisnis. Perjanjian electronic commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak. Perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antar pihaknya dilakukan dengan mengakses halaman web yang disediakan, yang berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual). Pihak yang lain yaitu pembeli hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan tanda tangan elektronik atau digital signature. Para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian. Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia hanya mengatur pada perjanjian pada umumnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undangundang Hukum Perdata yang menyebutkan mengenai syarat sah suatu perjanjian yang mengikat para pihaknya. Menurut Subekti, suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat subjektif dan syarat obyektif. Pemenuhan atas syarat tersebut berakibat pada perjanjian yang telah dibuat menjadi sah. Perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan kewajibannya, sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi. Apabila dikemudian hari
7
terjadi suatu permasalahan atau sengketa, maka penyelesaiannya dapat didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.9 Perjanjian dalam electronic commerce dengan perjanjian biasa tidaklah berbeda jauh, yang membedakan hanya pada bentuk dan berlakunya. Media dalam perjanjian biasa yang digunakan adalah tinta dan kertas serta dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak. Setelah dibuat dan disepakati maka perjanjian tersebut mengikat setelah ditandatangani, sedangkan dalam electronic commerce perjanjian menggunakan media elektronik yang ada hanya form atau blanko klausul perjanjian yang dibuat salah satu pihak yang ditulis dan cukup menekan tombol yang disediakan untuk setuju mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai macam persoalan di dalam perjanjian secara elektronik mengenai sah tidaknya perjanjian tersebut. Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indonesia masih merupakan permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis. Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika mengacu pada definisi ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut. Namun pada prakteknya suatu perjanjian biasanya ditafsirkan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk 9
Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, hlm 25.
8
tertulis paper-based dan bila perlu dituangkan dalam bentuk akta notaris. Selanjutnya, mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian barulah sah jika memenuhi syarat subyektif (ada kesepakatan antar para pihak dan para pihak cakap untuk membuat perjanjian) dan syarat obyekif (obyek perjanjian harus jelas dan perjanjian dilakukan karena alasan yang halal). Dalam transaksi konvensional di mana para pihak saling bertemu, tidak sulit untuk melihat apakah perjanjian yang dibuat memenuhi syarat-syarat tersebut. Permasalahan timbul dalam hal transaksi dilakukan tanpa adanya pertemuan antar para pihak. Di samping itu, transaksi komersial elektronik sangat bergantung pada kepercayaan di antara para pihak. Dalam transaksi komersial elektronik para pihak tidak melakukan interaksi secara fisik. Jika terjadi sengketa, maka pembuktian menjadi hal yang sangat penting. Dalam hukum acara perdata Indonesia dikenal ada lima macam alat bukti. Surat atau bukti tulisan diletakkan pada urutan pertama, yaitu surat yang ditandatangani dan berisi perbuatan hukum. Surat yang dapat menjadi alat bukti yang kuat adalah surat yang dibuat oleh atau di hadapan notaris atau disebut akta otentik. Hal ini mengakibatkan timbul permasalahan mengenai kekuatan pembuktian kontrak elektronik bila terjadi sengketa antara para pihak. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana validitas kontrak elektronik electronic contract/online-contract dalam transaksi komersial elektronik electronic commerce serta bagaimana kekuatan pembuktian suatu kontrak elektronik elctronic contract jika terjadi sengketa.
9
Pada tahun 2008 disahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut Undang-undang ITE). Pasal 1 butir 2 mendefinisikan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Selain itu, Undang-undang ITE mencantumkan asas-asas dan tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Pasal 3 Undang-undang ITE menyebutkan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Selanjutnya,
Pasal
4
Undang-undang
ITE
menyebutkan
tujuan
pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik, yaitu: a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
10
Dengan dilahirkannya Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diharapkan oleh para pelaku bisnis di dunia maya ini dapat mengakomodir segala bentuk kepentingan hukum mereka, sehingga dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan dalam melakukan transaksi bisnis eletronic commerce, sekaligus memberikan perlindungan kepada pembeli atau konsumen. Namun demikian, sampai saat ini keabsahan kontrak atau transaksi electronic commerce masih menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya mengenai keabsahan atau legalitas sebagai suatu perjanjian. Selain itu, transaksi electronic commerce memiliki risiko yang lebih besar terhadap pihak pembeli. Dengan demikian, hak-hak konsumen pada electronic commerce sangat rentan, selain kerawanan dapat dicurinya data oleh pihak ketiga pada saat komunikasi antara pembeli dan penjual. Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai perjanjian dalam pelaksanaan electronic commerce khusunya ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia secara penghambat dan pendukung pelaksanaan electronic commerce dengan
mengambil
judul:
“KONTRAK
INTERNET ELECTRONIC COMMERCE
PERDAGANGAN
MELALUI
DITINJAU DARI HUKUM
PERJANJIAN”. B. Permasalahan Berdasarkan semua uraian tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yang diteliti sebagai :
11
1. Bagaimanakah kontrak perdagangan melalui elektronik electronic commerce ditinjau dari syarat-syarat keabsahan berdasarkan hukum perjanjian di Indonesia? 2. Apa faktor-faktor penghambat perdagangan secara elektronik electronic commerce? 3. Bagaimanakah mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perdagangan secara elektronik electronic commerce?
C. Tujuan Penelitian Sejalan rumusan masalah tersebut diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji kontrak perdagangan melalui internet electronic commerce ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia. 2. Untuk
mengetahui
dan
mengkaji
faktor-faktor
pendukung
serta
penghambat perdagangan melalui internet electronic commerce. 3. Untuk mengetahui dan mengkaji cara mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perdagangan melalui internet electronic commerce? D. Keaslian Penelitian Tesis ini menganalisis permasalahan yang belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu. Selain itu, pada tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan Penulis setelah melakukan penelusuran kepustakaan di
12
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan, kecuali diacu pada naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat asli.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat, baik manfaat
teoretis maupun manfaat prakatis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya mengenai hukum perjanjian electronic commerce,
khususnya terkait dengan keabsahan
transaksi tersebut berdasarkan asas-asas atau prinsip-prinsip dan keabsahanya sebagai sebuah perjanjian berdasarkan KUHPerdata. Penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong para peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai aspek-apsek lain dari transaksi electronic commerce. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang terlibat dalam transaksi electronic commerce, yaitu pihak penjual atau merchant dan pihak pembeli atau konsumen. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan
dan
pemahaman
dan
sikap
hati-hati
serta
profesionalitas bagi para pihak dalam melaksanakan kontrak electronic commerce.