MODEL TEKNOLOGI PADA SISTEM KEMITRAAN AGROINDUSTRI AYAM BROILER
Sulistyo Sidik Purnomo
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
MODEL TEKNOLOGI PADA SISTEM KEMITRAAN AGROINDUSTRI AYAM BROILER
Sulistyo Sidik Purnomo
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
MODEL TEKNOLOGI PADA SISTEM KEMITRAAN AGROINDUSTRI AYAM BROILER
Oleh :
Sulistyo Sidik Purnomo
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebelumnya dalam bentuk apapun oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun. Kutipan dari semua sumber data dan informasi yang berasal dari orang lain yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Oktober 2011
Sulistyo Sidik Purnomo NRP: F 361030081
ABSTRAK SULISTYO SIDIK PURNOMO. Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, MACHFUD, dan ASNATH M. FUAH. Manajemen teknologi yang telah muncul sebagai isu penting dalam pengelolaan perusahaan, terdiri dari empat komponen teknologi, yaitu perangkat teknologi (technoware), perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware), disingkat THIO. Berbagai faktor kunci tertentu terkandung dalam setiap komponen teknologi yang berpengaruh kepada pencapaian keberhasilan usaha, khususnya usaha ternak plasma pada kemitraan pola Perusahaan IntiRakyat (PIR) ayam broiler. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor kunci setiap komponen terhadap tingkat keberhasilan usaha plasma dalam kemitraan ayam ras pedaging (broiler) pola PIR. Metode survai lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan alat bantu kuesioner dan data sekunder dari perusahaan inti. Analisis data menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Dalam penelitian dikaji data yang dikumpulkan dari dua puluh tujuh peternak plasma dengan kinerja baik di wilayah kabupaten-kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu pada sistem kemitraan pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) yang dibina oleh PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) yang merupakan perusahaan intinya. Hasil analisis terhadap teknologi yang diterapkan STA bernilai baik, sehingga layak untuk menyokong keberhasilan kemitraan usaha yang dijalankannya. Beberapa faktor kunci yang berpengaruh kuat terhadap keberhasilan kemitraan adalah keuntungan bersih, jangka waktu penerimaan, dan pertumbuhan produktivitas. Pada komponen Technoware terdapat tiga peubah laten yaitu kandang, pemeliharaan ayam, dan pengendalian hama serta penyakit, masing-masing dipengaruhi oleh tinggi kandang (180 m), dan dinding kandang 200 m); tingkat kematian (mortalitas) ayam, dan feed convertion ratio (FCR) yang tidak melebihi standar dari perusahaan inti; dan sistem pemeliharaan kandang. Komponen Humanware dipengaruhi oleh kemampuan teknis, motivasi, suka tantangan, rasa bertanggung-jawab, penetapan tujuan prestasi, kesediaan menerima perubahan, dan kedisiplinan bekerja. Komponen Inforware dipengaruhi oleh jenis sumber informasi, informasi internal, informasi eksternal, validitas informasi dan data, kemudahan mendapatkan informasi, biaya untuk memperoleh informasi, saluran komunikasi, kepercayaan terhadap sumber informasi, nilai informasi, dan umpan balik. Komponen Orgaware dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, motivasi diri, dorongan untuk berprestasi, kedewasaan, pendelegasian tugas dan tanggung jawab, kemandirian bekerja, perencanaan, pemikiran strategis, kebanggaan dalam kemitraan, peluang pengembangan, kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis, orientasi teknologi, keinginan bermitra dan keseimbangan insentif dan resiko. Dari segi finansial, pola usaha kemitraan dalam budidaya ayam broiler lebih menguntungkan dari pada pola mandiri. Pola usaha kemitraan lebih terjamin keberlangsungan, dan keberkelanjutannya. Laba rata-rata per tahun, resiko kerugian, batas bawah keuntungan, NPV, dan masa pengembalian modal investasi dari pemeliharaan 5.000 ekor ayam per siklus produksi pada pola usaha kemitraan adalah Rp. 33.991.776,60; 0,000058; Rp. 33.987.866,20; Rp. 211.239,574,00, dan empat tahun. Di lain pihak, pada pola usaha mandiri adalah Rp.29.577.620,00; 0,0000977; Rp. 29.571.840,00; Rp. 151.459.552,00; dan enam tahun.
ABSTRACT SULISTYO SIDIK PURNOMO. Technology Model in Broiler Agroindustry Partnership System. Supervised by E. GUMBIRA SA’ID, MACHFUD, and ASNATH M. FUAH. Technology management has in the last few years emerged as an important issue in companies. This kind of management encompasses four technological components, namely technoware, humanware, inforware and orgaware which are simply abbreviated as THIO. Each technological component contains various specified key factors which allegedly influence the attainment of a business success, particularly in a plasma broiler poultry breeder managed under the supervision as well as management of what so-called Perusahaan Inti Rakyat (PIR) or a core company. This study was aimed at unveiling the influence of the key factors belonging to each technological component toward the attainment of the business success in a plasma broiler supervised by the core company on the PIR. Field survey method by means of questionnaires were used to collect primary and secondary data of the core company whilst Structural Equation Modelling (SEM) method was used to analyze the data. During 2007-2009 period, field study was conducted to collect data from 27 wellmanaged plasma broiler in West Java’s regencies of Karawang, Subang and Indramayu under the supervision of PT Sahabat Ternak Abadi (STA) as a main company. Data analysis revealed that the technologies applied by STA were absolutely good and important to support the success of partnership being accomplished. Some of the key factors having significant influences on the partnership being accomplished were apparently the net profit, payback period and productivity growth. The Technoware component comprises three latent variables, i.e., the cage, the chicken treatment, and pest as well as disease control. Each latent variable was influenced by cage size included height (180 cm) and wall (200 cm), chicken’s mortality rate, feed conversion ratio (FCR) which in live with standard applied by main company, and cage management. The humanware component was determined by human technical ability, motivation, curiosity, sense of responsibility, goal-setting, readiness for changes, and work discipline. Meanwhile the inforware component was dictated by the type of information sources, internal information, external information, validity of the information and data, access to as well as ease of acquiring the information, information cost, communication channel, trust toward the information source, information value, and feed-back. Factors influencing the orgaware component is leadership style, self-motivation, drive for achievement, maturity, tasks assignment, responsibility, independence in work, planning ability, strategic thinking, pride in partnership, development opportunity, sensitivity to changes in business, technology orientation, willingness to be in a partnership with and balance in incentives and risks. Based on financial analyses, partnership enterprises is more beneficial than a selfmanaged broiler enterprises in the case of longevity and continuity. A farmer with 5,000 broilers per production cycle which were managed under the partnership pattern resulted in an annual average profit, losses, lower limit of profit, NPV and payback period of Rp33,991,776.30, 0.000058, Rp 33,987,866.20, Rp211,239,574.00 and four (4) years, respectively, whilst the self-managed pattern of the same production cycle produce in Rp29,577,620.00, 0,0000977, Rp29,571,840.00, Rp151,459,522.00 and six (6) years, respectively.
Judul Disertasi Nama NRP Program Studi
: Model Teknologi Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler : Sulistyo Sidik Purnomo : F 361030081 : Teknologi Industri Pertanian
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, M.A.Dev. Ketua
Dr. Ir. Machfud, M.S Anggota
Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, M.S. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Ir. Machfud, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc.
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blora pada tanggal 3 Maret 1963 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara dari ayah Radi yang selama bekerja mengabdikan diri sebagai guru sekolah dasar dan ibu Sulasi. Tahun 1981 penulis menempuh kuliah pada Fakultas Peternakan program S 1 UGM, dan lulus pada tahun 1985, dengan judul Skripsi : “Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Reproduksi Kelinci Albino Lokal”. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pasca Sarjana (S 2 ) Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB dengan beasiswa BPPS Dikti (tahun 2000), dan menamatkannya pada tahun 2003, dengan tesis berjudul :”Optimasi Formulasi Ransum Ayam Broiler Starter”. Pada tahun yang sama setelah lulus S 2 (2003), penulis berkesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama. Beasiswa diperoleh dari BPPS Dikti (tahun 2004). Penulis pernah mendapat kesempatan untuk mengikuti Kursus Calon Dosen Kewiraan (SUSCADOSWIR) Angkatan XXXVII LEMHANNAS, pada tahun 1995. Pengalaman dalam pengabdian kepada masyarakat, penulis pernah menjadi Pengurus (Ketua) Koperasi Unit Desa (KUD) di Karawang pada tahun 1986-1991. Penulis bekerja sebagai dosen Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten dan dipekerjakan di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) sejak tahun 1988 dengan pangkat dan jabatan terakhir Pembina Tk.1/IVb, Lektor Kepala. Dua artikel berjudul Analisis Elemen-elemen Orgaware Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler dan Potensi Kemitraan dalam Budidaya Ternak Ayam Broiler pada PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) telah diterbitkan pada Majalah Ilmiah SOLUSI, serta dua judul artikel lainnya akan segera terbit pada jurnal lainnya. Sebuah artikel lain dengan judul The Feasibility of Self-Supported and Partnership Enterprise in Broiler Industries telah disajikan dan dimuat dalam proceeding dari Konferensi Internasional ke-3 Keberlanjutan dan Kesinambungan Hewan Ternak untuk Negaranegara Berkembang di Thailand. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S 3 penulis.
PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan tema Manajemen Teknologi dipilih dan dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 yang berjudul Model Teknologi Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan terutama kepada komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, sebagai ketua, Dr. Ir. Machfud,M.S, dan Dr. Ir. Asnath M. Fuah, M.S sebagai anggota, sekaligus sebagai dosen penguji dalam ujian lisan prakualifikasi kandidat doktor yang telah banyak meluangkan waktu dan tidak kenal lelah dalam memberi saran dan bimbingan, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran selaku dosen penguji dalam ujian lisan prakualifikasi kandidat doktor sekaligus sebagai ketua Program Studi dan Ibu Prof.Dr.Ir. Ani Suryani,DEA, yang pernah menjabat sebagai sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian Pasca Sarjana IPB. Penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof. Dr. Erika Laconi, Dr. Ir. Sukardi, Dr. Ir. Taufiq, sebagai dosen penguji pada ujian Tertutup, juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S., dan Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.S., sebagai penguji luar pembimbing pada ujian terbuka. Penetapan kelulusan dari beliau-beliaulah sehingga penulis mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studi program Doktor (S 3 ) ini, sejak dinyatakan lulus dalam ujian prelim sebelumnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jemmi Wijaya dan Bapak Ir. Filhasny Yunus dari PT. Charoen Pokphand, Ltd., Bapak Drh.Darmansyah, Bapak Ir. Parlindungan, Bapak Ir. Suyatno, beserta seluruh staf PT. Sahabat Ternak Abadi (STA), dan kepada dua puluh tujuh peternak plasma sebagai responden yang telah memberi dukungan, kesempatan penelitian, kerjasama yang baik dalam membantu pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Dra. Atiek Nugrohowati, ananda Yanis Rahmasari Putri dan Tantyo Rahmawan, atas kesetiaan dan dukungannya selama ini, serta kepada ayahanda Radi, ibunda Sulasi, ayahanda mertua Slamet Moeasir dan ibunda mertua Soesparti, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak diperlukan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini menjadi sebuah karya yang berharga dan bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011 Sulistyo Sidik Purnomo
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
iv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Permasalahan .................................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................. Manfaat Penelitian ........................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
1 7 9 10 11
2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Teknologi ...................................................................... Pola Kemitraan dan Manajemen Rantai Pasokan ............................. Komponen-komponen Teknologi (Technoware, Humanware, Inforware, Orgaware) ....................................................................... Strategi Bisnis ................................................................................... Pendekatan Sistem ............................................................................ Model …………………….....................…………............................. Model Persamaan Struktural (SEM) ………….....................……….. Penelitian Terdahulu yang Relevan ................ ……......................….. 3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual ..................................................... Tahapan Penelitian ......................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan ....................................…………….. Sistem Kemitraan Pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) Ayam Broiler . Audit Teknologi Perusahaan Inti (STA) dan Perusahaan Penyokong (CPIN) .................................................................................................. Potensi Kemitraan ............................................................................. Analisis Komponen Teknologi (Technoware, Humanware, Inforware, Orgaware) ..................................................................… Analisis Komponen Teknologi Usaha Plasma dalam Satu Kesatuan ... Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging …………………….. Sintesis Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler ……………………………………………………………………….
13 16 27 71 80 82 87 90 93 96 115 117 120 140 145 178 210 226
5 KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan ……….........................……………………………… Saran ………………………….......................…………………….
233 235
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..............................…….. LAMPIRAN-LAMPIRAN ….………......................…........………………
237 248
ii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Daftar Pemeriksaan dalam Model Audit Teknologi/TAM (Khalil 2000) ………………………………………………….
18
2. Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan Industri Alat Transportasi (Womack et al. 1990) ………………………...
26
3. Program Penambahan Lama Penyinaran Ruangan Kandang Broiler Bobot Panen Satu sampai dengan Dua kg …………….
37
4. Program Penambahan Lama Penyinaran Ruangan Kandang Broiler Bobot Panen Rata-rata di Atas Dua kg………………. .
38
5. Program Pencahayaan Kandang Intermitten (terang-gelap) sampai dengan Umur Ayam 42 hari ………………………….
38
6. Suhu dan Kelembaban Ruangan Kandang yang Sesuai bagi Broiler …………………………………………………………
40
7. Kepadatan Ayam Berdasarkan Bobot Hidup Saat Panen ..
40
8. Konsumsi Air Minum untuk Seribu Ekor Ayam (pada suhu 210C) ……………………………………………….
42
9. Mutu Air Minum yang dapat Ditolerir bagi Budidaya Broiler .
43
10. Perkembangan Populasi Ayam Broiler Nasional Tahun 20002008 ……………………….....................................
69
11. Populasi Ayam Broiler Nasional Pada Setiap Propinsi ….
70
12. Tujuan, Aktivitas, dan Keluaran Penelitian …………………
96
13. Indikator penerapan teknologi pada usaha ternak ayam broiler melalui pola kemitraan ……………………………………….
103
14. Peubah Laten, Indikator, Lambang dan Nama Peubah Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler pada Program LISREL dengan skala pengukurannya ....................................................
108
15. Hasil Audit Teknologi Untuk Lingkungan Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………………………….. Iii
123
Halaman 16. Hasil Audit Teknologi Untuk Kategorisasi Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ………………………………………….
128
17. Hasil Audit Teknologi Untuk Pasar dan pesaing PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) …………………………………………………….
132
18. Hasil Audit Teknologi Untuk Inovasi Proses PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ……………………………………………………
132
19. Hasil Audit Teknologi Untuk Fungsi Nilai Tambah PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) …………………………………………
134
20. Hasil Audit Teknologi Untuk Akuisisi dan Eksploitasi Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) ……………………………….
136
21. Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan Usaha Ayam Broiler …………………………………………………....
141
22. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Technoware dalam Pola Usaha Kemitraan ……………………………
146
23. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Technoware ………………………………….
149
24. Kebutuhan Tempat Pakan dan Tempat Minum untuk Pemeliharaan Ayam sebanyak 5.000 ekor ………………
154
25. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Humanware dalam Pola Usaha Kemitraan …………………………...
160
26. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Humanware …………… ………………………………….
161
27. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Inforware dalam Pola Usaha Kemitraan ……………………………………
168
28. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Inforware …………………………………………………..
169
29. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Orgaware dalam Pola Usaha Kemitraan ………………………………….…
174
iv
Halaman 30. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Orgaware ……………….………………………………….
175
31. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Peubah Endogen dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler …………………….
181
32. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Technoware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler…………………….
189
33. Kebutuhan Tempat Pakan dan Tempat Minum untuk Pemeliharaan Ayam sebanyak 5.000 ekor ……………………………
192
34. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Humanware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler…………………….
194
35. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Inforware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler…………………….
199
36. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Orgaware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler…………………….
203
37. Kebutuhan Modal Investasi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) ……………………………...
212
38. Kebutuhan Modal Kerja Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008) ………………………
214
39. Perhitungan Laba/Rugi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008) ……………………...
217
40. Nilai Keuntungan Rata-rata Usaha Ternak Ayam Broiler Pola Mandiri dan Kemitraan Tahun 2004-2008 ………………….
220
41. Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging dari Aspek Finansial ……………………………………………………..
222
42. Uraian Model Teknologi dari Setiap Komponen pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler …………………………..
229
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ruang Lingkup Penelitian …………………………….
12
2. Struktur Model Audit Teknologi/TAM (Khalil 2000) ....
17
3. Konsep Sistem Agribisnis Ayam Ras ............................
22
4. Penyebaran Anak Ayam Akibat Suhu Indukan ………..
36
5. Input-output Simulasi Model .........................................
86
6. Karangka Pemikiran Diskriptif Model Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler dalam Kemitraan ........................
95
7. Prosedur Penelitian Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler ………………..
98
8. Diagram alir analisis model teknologi usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan pola PIR …………………….
101
9. Indikator kriteria kinerja usaha dalam kemitraan ...........
112
10. Kemitraan Pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) Agroindustri Ayam Broiler …………………………….
118
11. Pemetaan Teknologi Usaha Plasma dalam Sistem Kemitraan Ayam Ras Pedaging (broiler) ………………
121
12. Struktur Organisasi PT.Sahabat Ternak Abadi (STA) ….
123
13. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) …………………………………... …………...
124
14. Kesenjangan Nilai Penaksiran Rata-rata Terhadap Nilai Harapan dari Ke-enam Kategori Teknologi pada STA dan CPIN (2009) ………………………………………
137
15. Peta Teknologi Usaha Inti dalam Sistem Kemitraan Ayam Ras Pedaging (broiler) ………………………….
144
16. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Technoware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler .....…….
151
vi
Halaman 17. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Humanware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ………..
167
18. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Inforware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ....……………….
172
19. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Orgaware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler ………………………..
176
20. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Technoware, Humanware, Inforware,Orgaware dan Estimasi Pengaruhnya pada Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler ………………………………..
180
21. Struktur Model Teknologi Kemitraan/MTK Pola PIR Ayam Broiler …………………………………………
228
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Formulir Perjanjian Kerjasama Kemitraan PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) ...................................................................................... 2.
248
Perhitungan Laba/Rugi Usaha Ternak Broiler Pola Mandiri dan Kemitraan Tahun 2005-2009 .....................................................................
255
3.
Daftar Nama Peternak Plasma Terpilih (Responden) ...............................
265
4.
Hasil Analisis Lisrel 8.3 Terhadap Faktor-faktor Kunci Keberhasilan Kemitraan Usaha Ternak Ayam Broiler ...................................................
269
viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting
dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi
terkait erat dengan pembangunan global, yang memiliki
manfaat dan risiko yang cukup kompleks. Teknologi mempunyai kekuatan besar dan berfungsi sebagai penggerak (driver) majunya pembangunan ekonomi global. Pada periode pengembangan ekonomi yang pesat saat ini, teknologi telah menjadi aset penting dalam suatu organisasi, terutama di perusahaan, sehingga manajemen teknologi muncul sebagai isu penting dalam pengelolaan perusahaan. Menurut
Gumbira-Sa’id et al. (2001) dan Sharif (2006), manajemen
teknologi terkait dengan pengelolaan dalam empat komponen teknologi yaitu perangkat keras (technoware), perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware), disingkat THIO. Komponen technoware adalah komponen teknologi atau fasilitas fisik yang memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional transformasi dalam proses input menjadi produk baru atau obyek. Komponen humanware adalah komponen teknologi yang memberikan ide pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk keperluan produksi. Komponen inforware adalah komponen teknologi, berwujud dokumen ilmu pengetahuan atau fakta yang mempercepat proses pembelajaran, mempersingkat waktu
operasional,
dan
penghematan sumber daya. Komponen orgaware adalah komponen teknologi
1
(berwujud kerangka kerja organisasi) yang mengkoordinasikan semua aktifitas produksi dan prosedur di suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penerapan teknologi yang tepat diperlukan untuk membantu meningkatkan keberhasilan usaha. Ke-empat komponen teknologi (THIO) saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Kecanggihan technoware perusahaan dapat terwujud jika didukung tingkat kemampuan humanware yang tinggi, sedangkan kecanggihan orgaware dapat terwujud jika didukung tingkat kemampuan humanware dan inforware yang tinggi. Dengan demikian kombinasi yang tepat dari keempat komponen teknologi tersebut diperlukan dalam penerapannya. Bidang peternakan, khususnya unggas, mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan. Salah satu komoditas yang dihasilkan usaha perunggasan adalah daging, yang merupakan sumber protein hewani utama, disamping susu dan telur. Sumber protein hewani berhubungan dengan kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel, dan menjaga sel darah merah tidak mudah pecah (Daryanto 2009). Tingkat konsumsi sumber protein hewani oleh masyarakat merupakan salah satu faktor penentu mutu pangannya. Terdapat hubungan yang erat antara konsumsi protein hewani dan mutu sumber daya manusia. Mutu sumberdaya manusia yang dicirikan oleh tingkat harapan hidupnya, ditentukan oleh mutu pangan yang dikonsumsinya. Mutu pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia masih rendah. Hal ini menyebabkan Indonesia berada di posisi 111 dari 181 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan indeks 0,734. Jika
2
dibandingkan dengan indeks tahun 2006, mengalami kenaikan adalah 0,005, tetapi masih lebih rendah dari Filipina di posisi ke-106 dengan indeks 0,751 (UNDP 2009). Untuk meningkatkan mutu pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, peningkatan konsumsi protein melalui konsumsi daging oleh masyarakat merupakan hal penting dalam rangka peningkatan mutu sumberdaya manusia (Daryanto 2009). Tingkat konsumsi daging oleh masyarakat umumnya berkorelasi positif terhadap Gross Domestic Product (GDP) per kapita. Semakin tinggi GDP per kapita, tingkat konsumsi daging oleh masyarakat yang bersangkutan semakin tinggi. Menurut data Food Agriculture Organization/FAO (2006),
rata-rata
konsumsi
daging
penduduk
Indonesia
adalah
4,5
kg/kapita/tahun, Malaysia (38,5), Thailand (14), Filipina (8,5), dan Singapura (28) (Daryanto 2009). Menurut UNCTAD (2008), GDP per kapita di Asia (termasuk Indonesia) mengalami pertumbuhan rata-rata 6,2 persen per tahun sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Bila diasumsikan bahwa peningkatan GDP akan meningkatkan daya beli dan konsumsi daging, maka pertumbuhan GDP akan meningkatkan konsumsi daging penduduk Indonesia. Berdasarkan laporan BPS (2009) dan Daryanto (2009), pada tahun 2007, sub sektor peternakan memberikan kontribusi cukup nyata, yakni 4,51% dari sumbangan sektor pertanian sebesar 4,3% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, sektor peternakan menjadi salah satu sektor yang perlu
ditingkatkan
peranannya
dalam
perekonomian
nasional,
melalui
pengembangan industri peternakan, khususnya budidaya ayam broiler.
3
Namun, kebutuhan daging unggas dengan mutu tinggi belum dapat dipenuhi, disebabkan beberapa kendala yang dialami oleh peternak, antara lain : 1) Skala usaha umumnya kecil dengan kapasitas pemeliharaan rata-rata 5.000 ekor per siklus produksi per peternak; 2) Skala usaha kecil (termasuk di dalamnya peternakan rakyat) umumnya didukung sumberdaya manusia dengan keterampilan rendah; 3) Keterbatasan dalam permodalan, penguasaan teknologi, manajemen, pemasaran hasil, dan akses terhadap pelayanan pendukung (Hafsah 2000; Sumardjo et al. 2004). Dampak dari kendala yang dihadapi adalah munculnya ancaman-ancaman berupa penyakit, fluktuasi harga produk, fluktuasi harga sarana produksi, ketidak pastian pasar, keuntungan yang belum optimal, dan hal-hal lain yang kurang menguntungkan bagi usaha. Kondisi tersebut mengakibatkan mutu dan kuantitas pasokan ayam broiler berfluktuatif, serta kontinuitas pasokan tidak dapat dijamin. Bahkan, ekspor daging ayam dalam bentuk segar beku oleh Indonesia ke negara lain seperti Jepang sempat terhenti pada tahun 2004 karena adanya wabah Avian Influenza (AI), dan baru dapat dibuka kembali setelah beberapa persyaratan dan prosedur tertentu dipenuhi (Deptan 2006). Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanganan secara seksama dan terus menerus perlu dilakukan terhadap ancaman wabah AI dan penyakit lainnya melalui penerapan sistem biosekuriti yang ketat mulai dari pembibitan, penetasan, kandang, pabrik pakan dan tempat pemotongan ayam. Disamping hal tersebut, upaya-upaya pengembangan agroindustri ayam ras pedaging perlu diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan keberlanjutan usaha (Hasyim et al. 2005).
4
Tantangan pengembangan agroindustri ayam broiler semakin besar pada era globalisasi saat ini yang meliputi : 1) produksi yang kompetitif, 2) globalisasi nilai sosial dan humanisasi pasar, dan 3) perubahan fundamental preferensi konsumen (Saragih 1998; Sumardjo et al. 2004). Menurut UNCTAD (1997), untuk mencapai keberhasilan dalam pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha-usaha ekspor daging unggas di negara-negara berkembang diperlukan sistem yang cocok, yaitu integrasi vertikal yang diartikan sebagai suatu usaha pola kemitraan antara usaha hulu sampai hilir. Melalui sistem tersebut diharapkan dapat menghasilkan produk berupa daging yang bermutu baik secara konsisten karena dalam sistem tersebut terdapat proses alih teknologi dari perusahaan mitra kepada peternak plasma. Keberhasilan tersebut juga ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah dan hasilhasil pertaniannya untuk diproses menjadi produk konsumsi yang beragam dan dapat memenuhi selera konsumen. Hal tersebut hampir selalu melibatkan para agrotechnopreneur dalam pemanfaatan kemampuan dan kapasitas teknologi di bidang agribisnis dan agroindustri (Gumbira-Sa’id 2009). Usaha yang menerapkan pola kemitraan secara efektif akan berhasil apabila kemitraan tersebut didasarkan pada prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hak dan kewajiban para pihak yang bermitra harus dilaksanakan secara konsisten (Gumbira-Sa’id 2001). Sistem kemitraan ayam broiler pola PIR, melibatkan para pihak. Pihak yang terlibat langsung yakni perusahaan inti sebagai penanggung-jawab utama, dan peternak plasma sebagai anggotanya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan
5
yang dimiliki dan posisi teknologi yang diterapkan oleh perusahaan inti dan perusahaan penyokong perlu dilakukan audit teknologi terhadap perusahaanperusahaan tersebut. Dengan demikian, informasi yang diperoleh dapat memperkuat asumsi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut berkemampuan tinggi untuk melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai perusahaan inti dan perusahaan penyokong. Salah satu perusahaan di Indonesia yang telah berhasil mengembangkan peternakan ayam pedaging terpadu adalah Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) yang berdiri tahun 1972. Sejak tahun 1997, CPIN mengembangkan usahanya pada sektor pengolahan daging unggas. Berdasarkan Laporan Tahunan CPIN (2009), produksi pakan dan day old chick (DOC) merupakan produk utama CPIN disamping ayam olahan. Penguasaan pasar dalam negeri adalah 39% untuk pakan dan 37% untuk DOC, menjadikan CPIN sebagai pemimpin pasar sejak tahun 1990-an di Indonesia. Kedua produk tersebut merupakan sarana produksi utama dalam usaha ternak ayam broiler. Keberhasilan usaha CPIN dalam produksi pakan ternak dan DOC tersebut, didukung adanya sistem kemitraan khususnya ayam broiler pola PIR. CPIN bermitra usaha dengan STA (PT. Sahabat Ternak Abadi), yaitu salah satu perusahaan perunggasan di Indonesia yang menjalankan bisnisnya melalui sistem kemitraan pola PIR. Dalam sistem kemitraan tersebut, STA bertindak sebagai perusahaan inti dan CPIN sebagai perusahaan penyokong sarana produksi ternaknya (sapronak/pakan dan DOC). Untuk mendapatkan informasi tingkat teknologi usaha yang tepat untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam bermitra, maka perlu dilakukan kajian
6
yang mendalam tentang beberapa komponen teknologi yang terdiri dari komponen technoware, humanware, inforware, dan orgaware/ THIO pada peternak plasma. Jika model teknologi tersebut dapat diwujudkan, maka dapat membantu perusahaan mitra dalam membina peternak plasmanya untuk lebih berhasil. B. Permasalahan Kinerja sektor pertanian pada tahun 2007 meningkat cukup tajam sebesar 4,3% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan dua tahun sebelumnya yang hanya 0,12% dan 0,56% (Daryanto 2009). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Melalui program-program yang difokuskan pada pemenuhan konsumsi daging oleh masyarakat. Tantangan yang dihadapi adalah masih rendahnya konsumsi daging penduduk Indonesia yaitu 4,5 kg/kap/tahun, lebih rendah jika dibandingkan Negara-negara Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura. Tingkat konsumsi daging yang rendah tersebut berkaitan erat dengan tingkat PDB yang relatif masih rendah (FAO 2006, diacu dalam Daryanto 2009). Seiring dengan pertumbuhan PDB sebesar 6,5% pada tahun 2008 dan pentingnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB, terdapat peluang besar untuk membangun agroindustri yang lebih berhasil. Berdasarkan pertimbangan bahwa potensi agroindustri khususnya yang berbasis ternak ayam broiler cukup besar dalam perekonomian nasional, pengembangan bisnis dengan sistem yang
7
tepat perlu dilakukan. Menurut UNCTAD (1997) dan Soemardjo et al. (2004), sistem agribisnis yang cocok adalah integrasi vertikal atau koordinasi vertikal. Koordinasi vertikal pada usaha ternak broiler melibatkan beberapa lembaga yang berkaitan secara vertikal dan memberikan sumbangan dalam proses produksi, yakni perusahaan pembibitan dan penetasan, pabrik pakan ternak, perusahaan obat hewan, peternak, perusahaan pemotongan ayam (Rumah Potong Ayam disingkat RPA), perusahaan pengolahan dan pemasarannya (USDA 2003; Sumardjo et al. 2004). Lembaga-lembaga tersebut mempunyai tingkat risiko kegagalan yang berbeda, dan risiko kegagalan yang paling tinggi dialami oleh peternak. Sebagai penghasil ayam pedaging hidup, beberapa kendala ataupun kelemahan yang dialami terdiri dari kasus penyakit, lemahnya permodalan dan rendahnya keterampilan peternak termasuk teknologi sebagaimana yang dilaporkan oleh Santosa (2009). Pada usaha ayam broiler sistem kemitraan dengan pola PIR, diharapkan terjadi transfer teknologi, aliran modal kerja, dan transfer keterampilan manajemen dari perusahaan ke peternakan rakyat, sehingga usaha lebih berhasil. Menurut Hafsah (2000), potensi keberhasilan dalam kemitraan cukup menjanjikan dengan syarat pengusaha kecil yang bermitra dengan pengusaha besar mampu untuk saling mengisi dan berkomitmen, sehingga terjalin kemitraan yang berkelanjutan. Pola kemitraan jangka pendek memerlukan strategi agar dapat diarahkan mencapai pola kemitraan jangka panjang sehingga dapat member keuntungan pada pihak yang bermitra terutama dalam hal peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha. Kinerja kemitraan dapat dicapai dengan
8
menggunakan suatu metode yang dirancang dan disepakati oleh pihak yang bermitra. Dalam usaha peternakan, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan termasuk variabel-variabel penentu yang saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu pada tahap perencanaan usaha pola kemitraan dengan sasaran keberhasilan jangka pendek maupun jangka panjang dibutuhkan informasi tentang variabel-variabel kunci penentu keberhasilan. Sampai saat ini informasi tentang variabel-variabel kunci bagi perusahaan mitra dan peternak belum tersedia, termasuk kriteria-kriteria kinerja kemitraan usaha secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi variabel-variabel kunci dari teknologi yang terdiri dari empat komponen THIO pada usaha ternak ayam broiler plasma. Hasil yang diperoleh merupakan informasi yang berguna untuk perancangan model teknologi pada usaha ternak plasma dalam sistem kemitraan. C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan suatu model teknologi yang melibatkan faktor-faktor penentu dalam usaha pola kemitraan ayam ras pedaging sehingga dapat memberikan solusi optimal dalam implementasi kemitraan agroindustri ayam ras pedaging (broiler). Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Melakukan audit teknologi untuk mendapatkan informasi posisi teknologi yang dimiliki suatu Perusahaan-Inti dalam sistem kemitraan ayam broiler pola Perusahaan-Inti Rakyat (PIR).
9
2. Menemukan variabel-variabel kunci keberhasilan usaha plasma dalam sistem kemitraan ayam broiler pola Perusahaan-Inti Rakyat (PIR) pada masingmasing komponen teknologi, meliputi : technoware, humanware, inforware, dan orgaware. 3. Mengetahui tingkat kelayakan usaha dari segi finansial pada peternak plasma dalam sistem kemitraan ayam broiler pola Perusahaan-Inti Rakyat (PIR). 4. Melakukan sintesis model teknologi pada sistem kemitraan pola PIR ayam broiler. D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan rujukan ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam usaha budidaya ayam ras pedaging melalui pola kemitraan. 2. Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran tentang usaha pengembangan kemitraan agroindustri berbasis ternak ayam ras pedaging (broiler). 3. Manajemen teknologi yang dikembangkan diharapkan dapat membantu dalam penyusunan rencana kemitraan oleh perusahaan inti agroindustri berbasis ternak ayam ras pedaging (broiler). E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan informasi secara menyeluruh, serta terpadu tentang faktorfaktor penentu keberhasilan usaha ternak plasma dalam kemitraan industri ternak ayam ras pedaging (broiler) yang berkategori berhasil.
10
2. Audit teknologi terhadap perusahaan inti dan perusahaan penyokongnya yang dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut berkemampuan tinggi dalam perannya sebagai perusahaan inti pada kemitraan pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR). 3. Analisa dibatasi pada pengembangan industri peternakan berbasis ayam ras pedaging (broiler) yang terkait dengan peternakan rakyat melalui kemitraan inti-plasma. Ruang lingkup penelitian di atas diilustrasikan dalam bagan alur berdasarkan komponen masukan, proses, sasaran, dan keluaran (Gambar 1). Daftar pertanyaan dibuat terdiri dari tiga bagian sesuai dengan peruntukannya yaitu : 1) Audit teknologi, 2) Potensi kemitraan, dan 3) Variabel-variabel kunci. Daftar pertanyaan untuk audit teknologi didasarkan pada wilayah penaksiran sesuai Technology Audit Model/TAM (Khalil 2000) terhadap teknologi yang dimiliki perusahaan inti, meliputi technoware, humanware, inforware, dan orgaware (THIO). Daftar pertanyaan untuk mengukur potensi kemitraan didasarkan pada metode Womack et al. (1990), dan daftar pertanyaan terhadap peternak plasma didasarkan dari faktorfaktor penentu keberhasilan usaha terhadap peternak plasma dalam kemitraan industri ternak ayam ras pedaging (broiler) yang berkategori berhasil dan dianalisis dengan metode Structural Equation Modelling (SEM). Data hasil survei lapangan tersebut dikelompokkan sebagai masukan. Proses pengolahan data mencakup audit teknologi perusahaan inti, analisis potensi kemitraan, analisis pengaruh faktor-faktor penentu keberhasilan kemitraan, dan analisis finansial usaha plasma (Gambar 1). Keluaran dari proses tersebut adalah
11
informasi posisi teknologi perusahaan inti dengan kemampuan yang handal untuk melaksanakan kewajibannya sebagai perusahaan inti, kemitraan dengan kategori baik, model teknologi usaha plasma dengan kandungan variabel-variabel kunci yang berpengaruh kuat terhadap keberhasilan, dan usaha plasma ternak broiler yang layak secara finansial seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.
Masukan - Faktorfaktor kunci keberhasilan usaha plasma ternak broiler pola PIR
Proses Metode -Audit teknologi perusahaan inti -Analisis potensi kemitraan -Analisis pengaruh faktor penentu keberhasilan dan struktural variabel laten -Analisis Finansial -Survei lapangan terhadap usaha plasma ayam broiler yang berhasil pada pola PIR -Metode Structural Equation Modelling (SEM)
Keluaran Sasaran
-Posisi teknologi di perusahaan inti -Penerapan manajemen teknologi meliputi technoware, humanware, inforware, dan orgaware (THIO) -Administrasi keuangan usaha ternak plasma ayam broiler yang berhasil pada pola PIR
-Kemampuan yang handal perusahaan inti -Kemitraan dengan kategori baik -Model teknologi usaha plasma dengan kandungan faktor-faktor kunci berpengaruh kuat -Usaha plasma ternak broiler yang layak secara finansial
Gambar 1. Ruang Lingkup Penelitian Model Teknologi Pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Teknologi Definisi umum teknologi adalah segala daya dan upaya yang dapat dilaksanakan oleh manusia berdasarkan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan manusia melalui rancang bangun suatu produk dan proses yang baru, atau pencarian ilmu yang baru, sehingga tercapai taraf hidup yang lebih baik. Kemajuan teknologi mempunyai pengaruh besar terhadap manajemen operasi, dan penerapannya memerlukan pengetahuan tentang manajemen teknologi (Handoko 2000; Gumbira-Sa’id et al. 2001). Terdapat dua kategori umum mengenai teknologi, yaitu 1) teknologi keras, meliputi ilmu pengetahuan alam, rekayasa teknik, dan matematika; 2) teknologi lunak, meliputi ilmu dan proses bisnis yang mengarah kepada produk-produk yang layak jual. Pengembangan teknologi dalam bidang agribisnis harus dilaksanakan selaras antara empat komponen teknologi (THIO) dan kondisi budaya masyarakat Indonesia (Gumbira-Sa’id 2001). Menurut Gaynor (1991), manajemen teknologi merupakan keterkaitan antara perekayasaan, ilmu pengetahuan, dan manajemen perencanaan, pengembangan, dan penerapan teknologi yang handal untuk membentuk dan menyempurnakan strategi dan tujuan operasi organisasi. THIO berinteraksi secara dinamis dan simultan dalam rangka keberhasilan kinerja perusahaan. Mengabaikan salah satu komponen akan
13
melemahkan kemampuan perusahaan dalam persaingan bisnis. Kombinasi komponen teknologi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan berbeda tergantung jenis produksi dan jasanya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan teknologi (THIO) yang tepat (Gumbira-Sa’id et al. 2001). Menurut Khalil (2000), analisis kekuatan dan kelemahan suatu teknologi yang dimiliki oleh sebuah organisasi atau pemeriksaan teknologi perlu dilakukan untuk membantu mengetahui posisi teknologi perusahaan dalam persaingannya. Analisis tersebut meliputi teknologi produk, teknologi produksi, teknologi jasa, dan teknologi pemasaran. Selain itu, secara umum tujuan pelaksanaan audit teknologi adalah untuk memanfaatkan secara maksimal penggunaan teknologi serta mengurangi dampak negatifnya (Djajadiningrat et al. 2007). Garcia-Arreola (1996), diacu dalam Khalil (2000), mengembangkan model audit teknologi (TAM) yang mencakup wilayah penting yang
harus
dipertimbangkan dalam audit teknologi. Tujuan TAM adalah : 1) untuk menetapkan status teknologi, 2) untuk mengoptimalkan peluang yang dimiliki, dan 3) untuk memperoleh kapabilitas perusahaan yang lebih kuat. TAM terdiri dari tiga tingkat model, dengan masing-masing tingkat berisi fungsi yang lebih khusus. Tingkat pertama terdiri dari enam kategori. Pada tingkat kedua terdapat dua puluh wilayah penilaian, sedangkan pada tingkat ketiga (terakhir) terdapat empat puluh tiga elemen penilaian. Model TAM (Garcia-Arreola 1996, diacu dalam Khalil 2000), berbasis pada enam kategori seperti diuraikan di bawah ini : 1. Lingkungan teknologi. Strategi yang berhasil biasanya diterapkan dalam lingkungan yang memelihara kelompok kerja, kreativitas, dan fleksibilitas.
14
Faktor-faktor lingkungan bisnis yang diuji termasuk kepemimpinan, adopsi strategi, struktur organisasi, budaya teknologi, dan manajemen sumber daya manusia. 2. Kategorisasi teknologi. Hal yang penting untuk dievaluasi adalah tingkat pengetahuan perusahaan dan apresiasi teknologinya, yaitu teknologi canggih, dan teknologi yang inovatif (baru). 3. Pasar dan pesaing. Hubungan antara pemasok, saluran distribusi, pelanggan, dan pesaing dapat berubah dengan kreasi dan adopsi teknologi baru. Keputusan bisnis mencakup harga, seleksi saluran distribusi, kedudukan produk, dan lain-lain. 4. Proses inovasi. Inovasi yang terjadi memberikan kondisi yang lebih layak bagi perusahaan. Keputusan bisnis dalam area ini adalah alokasi sumber daya, sistem penggajian, waktu pelepasan produk, dan lain-lain. 5. Fungsi nilai tambah. Teknologi yang dibawa ke pasar melalui aktivitas rantai nilai tambah yang menambah nilai produk akhir, seperti penelitian dan pengembangan, pabrik, penjualan, dan distribusi. Mutu dan fleksibilitas diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar. Evaluasi keputusan bisnis dalam area ini termasuk tinjauan investasi modal, mekanisme pembuatan kebijaksanaan, struktur organisasi, pembiayaan, metodologis, dan lain-lain. 6. Akuisisi dan eksploitasi teknologi. Keefektifan teknologi tergantung pada keberhasilan dalam penerapannya. Keputusan bisnis untuk akuisisi dan eksploitasi teknologi berpatokan pada keberhasilan organisasi, yang mencakup modal investasi, seleksi pasangan aliansi, dan sebagainya.
15
Pada Gambar 2 diperlihatkan struktur TAM yang berisi kategori, wilayah penilaian, dan elemen-elemen penilaian. Audit teknologi berdasarkan keenam kategori yang terindikasi tersebut di atas akan sangat kompleks prosesnya. Daftar pemeriksaan pada Tabel 1 dapat membantu auditor melalui proses TAM. Pada setiap elemen dibuat pertanyaan dengan penilaian secara kuantitatif berskala lima, dari sangat baik sampai dengan rendah. Skala 5 adalah sangat baik, 4 baik, 3 rata-rata, 2 di bawah rata-rata, 1 rendah. Nilai secara keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan seluruh nilai dari masing-masing elemen. Audit teknologi diulang secara periodik, minimal sekali dalam setahun tergantung pada perencanaannya. Jika hasil audit tidak memuaskan, maka perusahaan yang diaudit tersebut disarankan untuk mengubah strategi kegiatannya. B. Pola Kemitraan dan Manajemen Rantai Pasokan Strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan membesarkan dinamakan kemitraan (Hafsah 2000). Menurut David (2002), kemitraan atau konsorsium sementara terbentuk dari adanya usaha patungan (joint venture) dua perusahaan atau lebih dengan tujuan kapitalisasi atau pemanfaatan beberapa peluang. Kemitraan terdiri dari organisasi yang terpisah dengan penguasaan modal dalam bentuk yang baru.
16
1.0 Lingkungan Teknologi
2.0 Kategorisasi Teknologi
1.1 Pimpinan Ekskutif
3.0 Pesaing dan Pasar
4.0 Proses Inovasi
5.0 VAFS
6.0 TAEP
2.1 Teknologi Produk
3.1 Kebutuhan Pasar
4.1 Gerakan Ide
5.1 R dan D
6.1 Akuisisi
Teknologi Internal Teknologi Eksternal Teknologi Dasar KecenderunganTeknologi
- Penaksiran Pasar - Teknologi Pemasaran
- Intrapreneurship - Entrepreneurship
- Tim - Portofolio Jastifikasi - Analisis Berhasil/ Bangkrut
- Metode akuisisi - Modal Investasi
1.2 Strategi Teknologi
2.2 Teknologi Proses
3.2 Kesiapan Pesaing
4.2 Penggerak Teknologi
-
- Tekmologi Internal - Teknologi Eksternal - Teknologi Dasar - KecenderunganTeknologi
- Penaksiran Pesaing - Benchmarking
- Ilmu Pendorong - Pasar Penarik
- Kemajuan Proses
4.3 Konsep Pasar
5.3 Teknologi Peduli Lingkungan
- teknologi sebagai prioritas - keterlibatan manajer
-
Strategi Corporate Tujuan Deployment
1.3 Struktur Organisasi -
2.3 Teknologi Pemasaran
Bagan Organisasi Kelompok kerja
-
Inovasi Pemasaran Konsep Produk-
- Waktu Impas dan biaya impas
J
1.4 Budaya Teknologi -
Pembelajaran Organisasi Komunikasi Perubahan manajemen
1.5 Tenaga Kerja -
5.2 Operasional Teknologi
- Produk hijau - Analisis penjualan Produk
6.2 Transfer Teknologi
- Prosedur Transfer - Transfer Tenaga Kerja
6.3 Eksploitasi untuk Laba
6.4 Proteksi Teknologi
Keterangan : VAFs : Value Added Functions TAEP : Technology Acquisition and Exploitation R & D : Research and Development
Perekrutan Pelatihan Pemberian wewenang Sistem penggajian
Gambar 2. Struktur Model Audit Teknologi/ TAM (Garcia-Arreola 1996, diacu dalam Khalil 2000) 17
Tabel 1. Daftar Pemeriksaan dalam Model Audit Teknologi/TAM (Khalil 2000) Wilayah Penaksiran 1.1
Orientasi dan Kepemimpinan puncak
1.2
Strategi teknologi
1.3 1.4
1.5
Struktur Organisasi Kemajuan budaya teknologi Manusia (tenaga kerja)
2.1
Teknologi jasa/produk
2.2
Teknologi proses
2.3
Teknologi dalam pemasaran
3.1 3.2
Keperluan pasar Status pesaing
4.1
Generasi ide
4.2
Penggerak teknologi
4.3
Konsep untuk pasar
5.1
R dan D
Elemen 1. Lingkungan Teknologi -Teknologi merupakan prioritas utama dalam strategi bisnis. -Keterlibatan manajer dalam budaya teknologi perusahaan. - Strategi perusahaan dalam pencapaian visi perusahaan. -Tujuan dengan kemantapan standar teknologi -Deployment : komunikasi dalam organisasi. - kejelasan bagan organisasi. - kemandirian kelompok kerja. - Budaya sebagai faktor strategis - Pembelajaran organisasi - Kebebasan komunikasi dalam organisasi - Keefektifan perubahan manajemen. - Perekrutan tenaga kerja baru - Pelatihan tenaga kerja. - Empowerment : keterlibatan tenaga kerja - Sistem penggajian
Peringkatan Rendah Baik Sekali 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1
2
3
4
5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
2. Kategrisasi Teknologi - Teknologi internal kekuatan/ keberaniannya. -Teknologi eksternal strategis - Teknologi dasar dalam posisi persaingan - Trends teknologi kompetensi utama -Teknologi internal untuk proses -Teknologi eksternal untuk proses -Penaksiran teknologi dasar -Trends teknologi proses kunci produk utama -Inovasi pemasaran yang agresif -Konsep produk-jasa kepuasan pelanggan.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
3. Pasar dan pesaing - Sistem penaksiran pasar -Teknologi pemasaran - Penaksiran pesaing secara periodik - Benchmarking proses-proses internal
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4 4 4 4
5 5 5 5
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4 4 4 4
5 5 5 5
1
2
3
4
5
1 1 1
2 2 2
3 3 3
4 4 4
5 5 5
4. Inovasi proses - Intrapreneurship seluruh tingkat organisasi -Enterpreneurship konsisten dengan strategi. - Ilmu pengetahuan pendorong - Pasar penarik dari kesenjangan dan peluang pasar - Waktu impas dan biaya impas sesuai pasar
5. Fungsi nilai tambah -Fungsi silang kelompok - Portofolio penelitian dan pemgembangan - Analisis keberhasilan/ kebangkrutan
18
Tabel 1. Daftar Pemeriksaan dalam Audit TAM (Khalil 2000) (lanjutan) Wilayah Penaksiran 5.2 5.3
Operasi Teknologi peduli lingkungan
Elemen - Perbaikan variabel penting dari proses - Proses dan produk hijau - Analisis siklus hidup produk
Peringkatan 1 1 1
2 2 2
3 3 3
4 4 4
5 5 5
- Metode akuisisi - Ketepatan modal investasi - Prosedur transfer - Transfer tenaga kerja - Eksploitasi untuk keuntungan sesuai strategi teknologi dan klasifikasi teknologi
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4 4 4 4
5 5 5 5
1
2
3
4
5
-Proteksi inovasi proses
1
2
3
4
5
6. Akuisisi dan eksploitasi
teknologi 6.1 6.2 6.3
6.4
Akuisisi Teknologi Transfer teknologi Eksploitasi untuk keuntungan Proteksi
Menurut Hunger dan Wheelen (2001), usaha patungan dari dua atau lebih organisasi secara terpisah adalah untuk tujuan-tujuan strategis berikut: 1) menciptakan kesatuan bisnis yang independen dan mengalokasi kepemilikan; 2) tanggungjawab operasional; 3) tanggungjawab atas risiko yang timbul; dan 4) imbalan finansial bagi tiap-tiap anggota, disertai perlindungan otonominya. Usaha patungan memberikan cara sementara untuk menggabungkan kekuatan-kekuatan mitra kerja sehingga dapat dicapai hasil bernilai lebih tinggi bagi kedua belah pihak. Perencanaan pengembangan agroindustri berbasis ayam broiler yang berdaya saing di pasar global memerlukan koordinasi vertikal antar setiap tingkatan usaha di sepanjang rantai agroindustri ayam broiler. Melalui koordinasi vertikal setiap tantangan yang mungkin timbul, antara lain sebagai akibat dari fluktuasi harga bahan baku dan harga daging ayam di pasaran, maka keberlanjutan pasokan, jumlah pasokan, mutu produk, dan keterbatasan permodalan, dapat diatasi dengan baik. Selain itu, biaya transaksi dapat
19
dikurangi, dan biaya produksi ternak, serta harga produk olahan lebih rendah (USDA 2003). Koordinasi vertikal tersebut akan membentuk manajemen rantai pasokan (supply chain management atau SCM) ayam broiler, didefinisikan sebagai konsepsi manajemen yang secara terus-menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang memiliki kompetensi baik dari dalam maupun luar perusahaan untuk digabungkan menjadi satu rantai pasokan. Tujuannya adalah untuk
memasuki
sistem
pasokan
yang
berdaya
saing
tinggi
dan
memperhatikan kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan sinkronisasi aliran produk, jasa dan informasi. Dengan demikian tercipta sumber nilai pelanggan yang bersifat spesifik (Miranda & Widjaja-Tunggal 2003). Jaringan manajemen rantai pasokan melibatkan banyak perusahaan yang bersifat independen, namun sepakat untuk bekerja sama jangka panjang tanpa harus bersaing secara tidak sehat, sebagai dasar pengembangan keunggulan kompetitif
kelompok.
Pendekatannya
ditekankan
pada pengembangan
kepercayaan, informasi dan minat bersama antar anggota kelompok (Gattorna & Walters 1996, diacu dalam Herman 2002). Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam SCM diharapkan dapat memperoleh manfaat nilai tambah secara adil sebagai akibat kegiatan bisnis melalui kemitraan tersebut. Definisi nilai tambah produk menurut Gumbira-Sa’id dan Intan (2000), adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah input pertanian menjadi produk pertanian, atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Dalam pendekatan SCM dapat diidentifikasi pekerjaan kunci
20
dalam bisnis dan tahap berikutnya identifikasi lokasi yang tepat agar setiap pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Menurut Lee et al. (2011), pembaharuan teknologi informasi merupakan hal penting untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan rantai pasokan, namun tidak selalu diadopsi oleh para pihak yang bekerjasama, tergantung tingkat pengaruh keamanan terhadap efisiensi. Jika keamanan tidak cukup kuat pengaruhnya terhadap peningkatan efisiensi, kendala yang mungkin timbul adalah insentif yang tidak cukup untuk berinvestasi, sehingga diperlukan sekurang-kurangnya satu stakeholder
berinvestasi. Namun, jika keamanan cukup kuat
pengaruhnya, sanksi terhadap pelanggaran keamanan akan lebih efektif tanpa pengadaan teknologi baru untuk mengendalikan ketidakpastian akibat intervensi eksternal. Ditinjau dari aspek sistem, agribisnis terdiri dari beberapa subsistem antara lain : 1) Subsistem Pengadaan dan penyaluran sarana produksi, 2) Subsistem produksi primer, 3) Subsistem pengolahan, 4) Sub-sistem pemasaran dan dilengkapi lembaga penunjang (Gumbira-Sa’id dan Intan 2001). Peternakan ayam ras sebagai suatu sistem agribisnis meliputi industri hulu hingga ke hilir. Agroindustri hulu peternakan berfungsi untuk memasok sarana produksi dalam budidaya ternak, yakni industri pembibitan, industri pakan, industri obat-obatan/vaksin, dan industri peralatan peternakan, serta kegiatan perdagangannya. Kegiatan agroindustri hilir adalah kegiatan pengolahan hasil ayam ras, beserta kegiatan perdagangannya. Gambar 3 memperlihatkan hubungan antar komponen dalam konsep sistem agribisnis ayam ras (Saragih 1998).
21
Kemitraan memiliki ciri dan karakteristik dasar yang berbeda berdasarkan jenis dan ukuran bisnis yang dikelola. Faktor-faktor kunci dalam kemitraan adalah : 1) Perpaduan antara berbagai pihak yang bermitra dengan proses-proses pasokan pelanggan; 2) Tingkat kerjasama yang tinggi di antara pihak yang bermitra; 3) Keterlibatan para pihak yang bermitra dalam tahap awal proyek; 4) Hubungan yang luas dari setiap pihak yang bermitra dengan para pelanggan yang berbeda; dan 5) Hubungan jangka panjang antara produsen dalam kemitraan dengan para pelanggan (Hermawati et al. 2002).
Subsistem agribisnis hulu ayam ras (produksi dan penyaluran sapronak)
Subsistem agribisnis budidaya ayam ras
Subsistem agribisnis hilir ayam ras
- Industri pembibitan - Industri pakan - Industri obat-obatan/ vaksin - Industri peralatan
Usaha ternak ayam ras
- Industri pengolahan - Kegiatan perdagangan
-
Subsistem jasa penunjang agribisnis ayam ras Transportasi Perkreditan Asuransi Penelitian dan pengembangan Kebijakan Pemerintah
Gambar 3. Konsep Sistem Agribisnis Ayam Ras (Saragih 1998) Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan para pihak terhadap pelaksanaan kegiatan dan etika bisnis (Hafsah 2000). Menurut Mariotti (1993) yang diacu Hafsah (2000), terdapat enam dasar etika bisnis yaitu : 1) Karakter, integritas, dan kejujuran; 2) Kepercayaan; 3) Komunikasi
22
yang terbuka; 4) Adil; 5) Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra; dan 6) Keseimbangan antara insentif dan risiko. Jika enam dasar etika bisnis tersebut dapat dilaksanakan dalam kemitraan, maka keberhasilan dalam bermitra akan dapat dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kemitraan dapat dikembangkan secara lebih luas dan berhasil, sesuai kriteria-kriteria yang disarankan oleh Gattorna dan Walters (1996) dalam Herman (2002), sebagai unsur penting dalam hubungan antar organisasi, meliputi hal-hal berikut : 1) Keunggulan individu : setiap mitra harus mempunyai kemampuan untuk dapat berkontribusi pada nilai hubungan dalam kemitraan. 2) Kepentingan : hubungan antar mitra harus sesuai dengan tujuan strategis setiap mitra. 3) Saling ketergantungan : harus ada kebutuhan dari setiap anggota kemitraan terhadap mitra lainnya. Secara ideal masing-masing sebaiknya mempunyai aset dan keahlian yang bersifat komplementer. 4) Penanaman modal : apabila masing-masing anggota menanam modal di perusahaan mitranya, maka diperlukan komitmen jangka panjang. 5) Informasi : informasi bersama merupakan bagian penting dari berhasil suatu kemitraan. Informasi meliputi tujuan spesifik dan individual, data teknis, data kinerja dan informasi tentang perubahan lingkungan. 6) Integrasi : setiap mitra mengembangkan hubungan dan fasilitas untuk mempermudah kerjasama, pada berbagai tingkatan organisasi sesuai keperluan.
23
7) Institusionalisasi : hubungan diformalkan dengan tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan yang jelas. 8) Integritas : setiap anggota harus memperlakukan mitranya dengan saling menghargai, jujur, dan saling mempercayai. Menurut Gumbira-Sa’id (2001), prinsip-prinsip kemitraan sebagai pedoman dalam pembentukan dan operasi kemitraan, adalah : 1) saling ketergantungan dan saling membutuhkan; 2) saling menguntungkan antar para partisipan kemitraan; 3) transparansi; 4) kemitraan dibentuk berdasarkan perjanjian dan kesepakatan bersama dari semua partisipan; 5) alih pengetahuan dan pengalaman terutama untuk pembinaan; 6) pertukaran informasi; 7) berkeadilan; 8) kemitraan yang terbentuk harus dapat menjadi sarana untuk saling memperkuat dan saling melengkapi antar para partisipan kemitraan; 9) pemahaman harus mampu memberikan dorongan agar masingmasing partisipan memahami wewenang dan tanggung jawabnya; 10) para partisipan harus mampu dan mau melakukan proses belajar; 11) kemitraan yang terbentuk harus dilembagakan; dan 12) kemitraan yang terbentuk harus dapat dikelola dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, evaluasi, dan pengendalian. Menurut Chaharsooghi dan Heydari (2010), kuantitas pesanan dan point pemesanan kembali adalah dua tantangan utama dalam manajemen rantai pasokan persediaan, dapat melalui kredit bagi anggota hilir sehingga para pihak memiliki insentif untuk berpartisipasi berdasarkan daya tawar mereka, meningkatkan keuntungan jaringan secara keseluruhan serta profitabilitas masing-masing anggota.
24
Menurut Hermawati et al. (2002), tingkat efektifitas kemitraan sangat ditentukan oleh besarnya tingkat interaksi antar unit yang bermitra. Interaksi tersebut umumnya mencakup unsur-unsur yang berhubungan dengan pasokan, antara lain : 1) Bahan baku; 2) Teknologi; 3) Modal kerja; 4) Bahan pendukung; dan 5) Tenaga kerja. Selanjutnya, aktifitas kemitraan dalam berbagai bentuk interaksi tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, di bawah ini (Hermawati et al. 2002): 1) Elemen Produk, meliputi mutu, daya guna, isi produk, asesori, struktur, ecolabel, sanitary and hygiene, phytosanitary dan kontinuitas, 2) Elemen Pemasaran, meliputi distribusi, harga, cara menyerahkan, cara pembayaran, lokasi dan waktu transaksi, lokasi dan waktu penyerahan, alat transportasi, alat promosi, 3) Elemen Budaya atau Etik, meliputi kepercayaan, tanggung jawab, dan pemenuhan komitmen, 4) Elemen Pelayanan, meliputi kecepatan dan ketepatan layanan, serta layanan purna-jual. Womack et al. (1990) melakukan penelitian untuk mengukur potensi kemitraan mencapai keberhasilan pada industri alat angkut (vehicle) Jepang, menggunakan faktor-faktor kunci ke dalam tujuh belas faktor kunci seperti terlihat pada Tabel 2. Potensi keberhasilan kemitraan untuk dapat berhasil diukur berdasarkan jumlah nilai dari ketujuh belas faktor kunci tersebut. Nilai dibuat lima kategori (sangat kurang, kurang, rata-rata, baik, sangat baik) bagi setiap faktor kunci dan dikumpulkan melalui wawancara responden. Jika jumlah nilai kurang dari 30 maka tidak ada kemitraan, nilai di atas 30 sampai
25
dengan 50 berarti ada masalah dalam kemitraan, nilai di atas 50 sampai dengan 70 adalah kemitraan potensial, dan nilai di atas 70 adalah kemitraan yang baik. Tabel 2. Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan Industri Alat Transportasi (Womack et al. 1990) No. Faktor-faktor keberhasilan Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Memilih mitra Keinginan untuk menjadi mitra Kepercayaan Karakter dan etika Impian strategis Kecocokan budaya Arah yang konsisten Informasi bersama Tujuan dan minat bersama Risiko ditanggung bersama secara adil Keuntungan dinikmati bersama secara adil Sumber daya cukup sesuai Waktu kerjasama disepakati dan cukup panjang Disponsori oleh manajemen puncak Keterikatan pada ketentuan Pengertian dasar yang sama tentang nilai yang dibawa oleh mitra ke dalam kemitraan Aturan, kebijaksanaan dan pengukuran kinerja yang mendukung kemitraan
Jumlah
Data dikumpulkan melalui wawancara, dan kelayakan untuk setiap faktor dinilai dengan tingkat skor : 1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = rata-rata 4 = baik 5 = sangat baik
JF
Catatan : JF < 30 = tidak ada kemitraan, 30 < JF < 50 = ada masalah dalam kemitraan, 50 < JF < 70 = kemitraan potensial, JF > 70 = kemitraan yang baik.
Penerapan kemitraan di Indonesia selama ini meliputi berbagai pola, salah satu di antaranya adalah Pola-Inti-Plasma. Kemitraan dengan pola IntiPlasma adalah pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra (Hafsah 2000; Gumbira-Sa’id 2001). Klausul-klausul dalam ikatan perjanjian antara plasma dan inti sebaiknya merupakan hasil pembicaraan kedua pihak hingga tercipta sebuah solusi. Menurut Craig dan Grant (2002), dalam beberapa hal, hubungan kemitraan dirumuskan dalam kontrak tertulis yang memuat sifat dan tanggung jawab hubungan kemitraan. 26
C. Komponen-komponen Teknologi Pemilihan teknologi mempunyai dampak terhadap semua bagian operasi, terutama dalam desain pekerjaan (Handoko 2000). Pemilihan teknologi yang diperlukan dalam bisnis umumnya dipengaruhi hal-hal berikut : jenis teknologi (sederhana sampai dengan canggih), prospek, cara penerapan dan pasarnya, jumlah modal yang harus ditanamkan untuk setiap tahap pengembangan, cara penanaman modal, mutu, spesifikasi dan jenis produk, kapasitas produksi, mudah dalam operasionalnya, ketersediaan energi, telah teruji tingkat keberhasilannya, tidak mencemari lingkungan dan nilai tambah produk yang dihasilkan (Brown 1994; Hubeis 1997; Sutojo 2000; GumbiraSa’id dan Intan 2001). Teknologi tepat guna mampu meningkatkan efisiensi kegiatan produksi, mempercepat proses produksi dan mengurangi jumlah limbah, sehingga dapat menekan harga pokok per satuan produk (Sutojo 2000). Menurut Wikipedia (2010), teknologi tepat guna adalah teknologi yang dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan, sehingga dapat menghemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif yang minimal terhadap lingkungan. Istilah teknologi tepat guna umumnya digunakan untuk menjelaskan teknologi sederhana yang dianggap cocok bagi negara-negara berkembang atau kawasan perdesaan yang kurang berkembang di negara-negara industri maju, dan bercirikan solusi "padat karya", untuk mencapai tujuan secara efektif di suatu tempat tertentu.
27
Terdapat empat komponen tekonologi untuk mengkonversi input menjadi output yaitu perangkat teknologi (technoware), sumber daya manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware) yang saling berkaitan satu komponen dengan komponen lainnya dalam satu kesatuan operasional perusahaan. Ke-empat komponen teknologi tersebut, disingkat THIO, diuraikan di bawah ini : 1. Perangkat Teknologi (Technoware) Menurut Handoko (2000), pemilihan teknologi sering dipandang sebagai suatu masalah dalam penganggaran modal (capital budgeting) dan melibatkan manajemen operasi, manajemen puncak dan keuangan. Assauri (1999), menyatakan suatu perusahaan memiliki keunggulan bersaing jika produk yang dihasilkan mengikuti perkembangan kemajuan dan pelaksanaan produksi secara efektif dan efisien, serta mutu produk standar, sehingga dapat ditawarkan dengan harga yang lebih rendah atau harga yang bersaing. Menurut Hurun dan Setyanto (2002), teknologi rendah atau sederhana umumnya memiliki ciri peralatan sederhana, proses sederhana, tidak membutuhkan tingkat mutu sumber daya manusia yang tinggi serta diterapkan oleh industri kecil dan rumah tangga. Teknologi menengah atau madya umumnya bercirikan penggunaan mesin dan peralatan pada tingkat sederhana hingga semi otomatis, namun tenaga kerjanya relatif banyak dengan mutu sedang. Pada umumnya diterapkan oleh usaha kecil, menengah, koperasi dan rumah tangga. Teknologi tersebut mengarah kepada teknologi tepat guna. Teknologi tinggi umumnya bercirikan penggunaan mesin dan peralatan
28
otomatis sampai dengan ultra modern, sumber daya manusia bermutu tinggi, proses pengolahan dan tingkat kerumitan teknologi sangat tinggi. Teknologi tinggi, umumnya diterapkan oleh usaha skala menengah dan besar, karena membutuhkan investasi yang mahal. Usaha kecil menengah (UKM) yang umumnya menggunakan teknologi sederhana dan madya memiliki efisiensi yang lebih tinggi dan dapat berperan sebagai mitra untuk meningkatkan efisiensi usaha skala besar dan menengah. Peternakan rakyat mempunyai peranan penting dalam sistem industri perunggasan di Indonesia yang umumnya menggunakan teknologi tepat guna dan berskala kecil. Salah satu strategi untuk meningkatkan efisiensinya adalah melalui kemitraan bisnis. Upaya yang dapat dilakukan peternak adalah mengkombinasikan manajemen budidaya yang efektif dan sarana produksi ternak (sapronak) yang baik. Baik tidaknya performa broiler diketahui dari perhitungan indeks performa (IP) yang memasukkan unsur rerata bobot, daya hidup, feed conversion ratio (FCR), dan umur ayam. IP merupakan gambaran / evaluasi menyeluruh atas keberhasilan peternak. FCR yang diraih peternak sebagai representasi mutu sapronak dan profesionalitas manajemen budidaya. FCR dapat dikonversi untuk menggambarkan korelasi antara biaya dengan semua hal, mulai dari mortalitas, pertumbuhan, dan hasil panen (Setyawan, 2009). Untuk menghitung IP dapat menggunakan manual CPIN (2007) dengan rumus sebagai berikut : Rata-rata bobot panen x (100-persentase kematian) IP = ---------------------------------------------------------------- x 100 Rata-rata umur panen x FCR Semakin besar angka IP berarti semakin baik hasil produksinya.
29
a. Pemilihan Lokasi Peternakan Persyaratan lokasi dan kandang peternakan yang ideal adalah : 1) lokasi terletak di daerah yang jauh dari keramaian atau pemukiman penduduk, 2) lokasi terpilih bersifat menetap, artinya tidak mudah terganggu oleh keperluan-keperluan lain selain untuk usaha peternakan, 3) mudah terjangkau sarana transportasi dan pusat-pusat pemasaran, 4) terdapat sumber air (Andhika 2008). Secara fisik, kandang yang baik adalah bangunan yang disesuaikan dengan perlengkapan dan peralatannya, biaya rendah, tahan lama, dan dapat mengatur dan memodifikasi lingkungan dengan baik. Pengendalian fluktuasi udara di dalam kandang dengan baik akan memperbaiki FCR dan tingkat pertumbuhan ayam. Arah kandang dibuat membujur dari timur ke barat untuk mengurangi pengaruh langsung sinar matahari yang berlebihan (Cobb 2008). b. Perkandangan Kandang ayam pedaging dibuat berdasarkan sifat dan kemampuan ayamnya. Secara praktis kandang ayam pedaging dibuat mirip dengan kandang yang digunakan pada pembesaran ayam petelur komersial. Kandang ternak ayam yang ada di dunia umumnya adalah konvensional (open-sided), yaitu membebaskan aliran udara melalui kandang untuk tujuan ventilasi kandang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kandang adalah lantai kandang dengan sistem litter atau cage (North & Bell 1990). Menurut Zulkifli dan Khatijah (1998), penggunaan kandang dengan lantai litter pada pemeliharaan ayam broiler dapat mencegah terjadinya lepuh
30
dada dan kaki. Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shakila dan Naidu (1998), menyatakan bahwa penggunaan bahan kulit kopi, kulit padi, potongan jerami, dan serbuk gergaji sebagai litter kandang dalam pemeliharaan ayam broiler, menghasilkan pertambahan bobot badan yang berbeda. Pertambahan bobot badan paling rendah ditunjukkan oleh ayam yang ditempatkan pada kandang dengan penggunaan serbuk gergaji, namun tidak terdapat perbedaan efisiensi pakan, dan tingkat kematian dari semua jenis perlakuan bahan dasar litter kandang. Lebar kandang sebaiknya empat sampai tujuh meter, guna memudahkan pengawasan dan menjaga udara kandang tetap bersih dengan adanya sirkulasi udara secara baik. Dinding kandang dapat terbuat dari bahan kawat burung dengan tinggi maksimal 3 (tiga) meter, dan tinggi kandang disarankan maksimal 6 (enam) meter. Panjang kandang dipengaruhi kombinasi banyak faktor, disesuaikan dengan panjang lahan membujur dari arah timur ke barat (North & Bell 1990; Cobb 2008). c. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam produksi ayam broiler meliput i alat persediaan air minum, tempat pakan, timbangan, alat sanitasi kandang dan peralatan, alat pemanas, alat pengangkut, alat penerangan, dan sekat kandang. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan peralatan bagi peternak plasma (yang termasuk teknologi tepat guna) dijelaskan sebagai berikut (CPIN 2007; Cobb 2008) :
31
1) Sistem pemberian air minum Menjaga kebersihan, ketersediaan air dengan temperatur normal dan tingkat aliran yang memadai merupakan perihal pokok untuk produksi unggas yang baik. Ayam dengan tingkat konsumsi air yang tidak memadai akan menurunkan konsumsi pakan dan berakibat performa ayam turun. Ayam seharusnya tidak berjalan lebih dari 2,5 m untuk mencapai air. Mutu air sangat penting bagi budidaya unggas, kepastian bahwa air minum tersebut mengandung mineral atau bahan organik yang dapat ditolerir bagi ayam harus selalu dijaga. Satu buah tangki berkapasitas 1.000 liter dan satu drum berkapasitas 100 liter diperlukan untuk menampung air minum sebelum dialirkan ke masing-masing tempat minum untuk setiap pemeliharaan 5.000 ekor. Pengisian tangki dapat menggunakan pompa air dengan kapasitas 100 l/menit. Sistem pemberian air minum terdiri dari sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka menggunakan tempat minum berbentuk memanjang, ukuran 2,4 m (Trough), tipe kubah (Dome Type), dan cangkir (Cups), sistem tertutup menggunakan tempat minum berbentuk Drip-Type Nipples. Penggunaan tempat minum per seribu ekor sesuai tipenya secara berturut-turut adalah empat buah, enam belas buah, sembilan puluh empat buah dan sembilan puluh empat buah. Lebar sisi tempat minum untuk setiap ayam adalah 2 cm. Penggunaan tempat minum (bentuk kubah) yang ideal umumnya satu buah tempat minum untuk 50 sampai dengan 100 ekor. Penempatan tempat minum dalam kandang harus tepat, terutama pada pemeliharaan ayam masa awal. Menurut Stamps dan Andrews (1995), peralatan minum yang diuji-cobakan
32
terdiri dari Automatic satellite, Plasson, dan Plasson plastik pada produksi ayam broiler tidak berpengaruh terhadap bobot badan, konversi pakan, dan mortalitas ayam. 2) Sistem pemberian pakan Ruang tempat pakan dalam sistem pemberian pakan merupakan hal mutlak untuk diperhatikan. Kekurangan ruang tempat pakan akan mengurangi tingkat pertumbuhan dan bobot ayam yang tidak merata. Distribusi pakan dan kedekatan tempat pakan dengan ayam adalah kunci untuk mencapai target tingkat konsumsi pakan. Tempat pakan dibuat dengan mempertimbangkan volume pakan dan meminimalkan pakan yang terbuang, serta penempatan dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan umur ayam untuk memastikan tumpahan minimum dan akses yang optimal bagi burung. Dasar tempat pakan harus sejajar dengan punggung ayam, dan tingginya diatur dengan rantai derek. Sistem pemberian pakan otomatis yang utama dan cocok bagi broiler adalah : 1) Pan feeders dengan kapasitas 45-80 ekor per pan, 2) Flat chain dengan kebutuhan 2,5 cm per ekor, dan 3) Tube feeders berdiameter 38 cm untuk 70 ekor (AA 2009). Menurut North dan Bell (1990), tempat pakan yang digunakan untuk membesarkan anak ayam broiler terdiri dari dua tahap; tahap pertama, tempat pakan digunakan untuk memberi makan anak ayam umur beberapa hari pertama (satu sampai empat hari), dalam bentuk : 1) kotak anak ayam, 2) tempat pakan khusus yang tertutup (Feeder lids), 3) tempat pakan plastik (Plastic feeders). Tahap kedua, jenis tempat pakan digunakan bagi anak ayam umur lima hari terdapat beberapa tipe, yaitu : 1) tempat pakan
33
sederhana (hand feeders) dalam bentuk memanjang (1,2 – 1,8 m) dan bentuk tabung dengan diameter 20-40 cm dan tinggi 0,6 m; 2) tempat pakan otomatis (automatic feeders) terdapat banyak tipe, secara garis besar diklasifikasikan sebagai trough and chain, conveyor-and-pan sistem, tube and trough sistem, dan tube and tube sistem. Neves et al. (2010) melaporkan hasil penelitiannya tentang perbandingan tiga tipe tempat pakan yang paling disukai broiler, bahwa ayam broiler makan dalam waktu lebih lama di tempat pakan tipe Tube (214 + 28 detik) dari pada tipe Fenix (123 + 17 detik) dan tipe Automatic (77 + 29 detik). Hal ini kemungkinan karena pada tempat pakan tipe Tube tidak terdapat grid partisi di bagian atasnya, sehingga lebih disukai ayam. 3) Peralatan pendukung (alat sanitasi, pemanas, dan penerangan) Kebersihan kandang dan lingkungan kandang yang bebas dari bibit penyakit ayam, merupakan persyaratan penting dalam pengelolaan peternakan untuk menjaga lingkungan kandang tetap bersih dan ternak terhindar dari penyakit yang berasal dari mikro-organisme penyebab penyakit dan kutu. Pembersihan kandang dapat dilakukan dengan metode cepat, yang murah dan sederhana. Perlengkapan kandang seperti tempat pakan, minum, pemanas, dan lainnya dipindahkan segera setelah panen selesai untuk dibersihkan. Pencucian kandang menggunakan alat pembersih bertekanan tinggi atau siraman steam dan soda (North & Bell 1990; Cobb 2008; AA 2009). Performa ayam yang optimal dapat diperoleh dari lingkungan kandang yang konsisten, terutama bagi anak ayam diperlukan suhu lantai dan ruang kandang yang sesuai. Kebutuhan kapasitas pemanas dipengaruhi oleh suhu
34
lingkungan, penutup atap, dan tirai kandang. Terdapat dua sistem dasar indukan bagi broiler, yaitu spot brooding atau induk buatan setempat dan whole house brooding atau induk buatan menyeluruh (AA 2009). Induk buatan setempat memerlukan lingkaran atau sekat pelindung anak ayam dengan tinggi 45-50 cm untuk melindungi anak ayam dari aliran udara dingin, serta menjaga agar anak ayam tetap dekat dengan pemanas, pakan dan air minum (North & Bell 1990) . Kepadatan anak ayam pada hari pertama adalah 60 ekor per m2, untuk 750 ekor membutuhkan indukan berbentuk lingkaran dengan diameter 4 m. Alat pemanas digunakan untuk membesarkan DOC sampai dengan umur kurang lebih 14 hari tergantung suhu kandang (lingkungan). Gambar 4a; 4b; 4c; dan 4d, memperlihatkan keadaan sebaran anak ayam akibat dari responnya terhadap suhu indukan. Kehangatan bagi anak ayam yang ideal ditandai dengan anak ayam menyebar secara merata dalam indukan (Gambar 4b). Jika anak ayam bergerombol di bawah alat pemanas, maka hal ini menandakan suhu indukan kurang panas (Gambar 4c). Sebaliknya, jika anak ayam menjauhi alat pemanas menandakan suhu kandang terlalu panas (Gambar 4a), dan jika anak ayam menyebar hanya pada bagian indukan tertentu, kemungkinan karena pengaruh pencahayaan yang tidak merata, perlu dibenahi agar cahaya merata (Gambar 4d). Untuk mengatasi suhu kandang agar ideal bagi anak ayam dapat dilakukan dengan menaikkan alat pemanas jika suhu kandang terlalu panas dan menurunkannya jika suhu kandang kurang panas (North & Bell 1990; AA 2009).
35
4a
4c
4b
4d
Gambar 4. Penyebaran Anak Ayam Akibat Suhu Indukan (AA 2009)
Gordon (1997) melaporkan, bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap tingkat kematian, konsumsi pakan, dan bobot hidup ayam broiler pada masa pertumbuhan (umur 22-49 hari). Pada pencahayaan selama 8 jam per hari, tingkat kematian dan konsumsi pakan lebih rendah dari pada pencahayaan 20 jam per hari, namun bobot hidupnya lebih rendah (16,9 %). Berdasarkan hasil temuan tersebut, penerapan lama pencahayaan dalam pembesaran anak ayam broiler disarankan untuk disesuaikan dengan sasaran bobot hidup panen. Menurut CPIN (2007), secara umum broiler tumbuh pada 23 jam penyinaran per hari. Anak ayam umur sehari diberikan penerangan adalah 20 lux (2 watt bola lampu per 2,66 m2), setelah satu minggu dikurangi secara
36
bertahap menjadi 5 – 10 lux. Terdapat tiga macam program pencahayaan sebagai berikut (CPIN 2007) : 1) Program Penambahan Lama Penyinaran (Photoperiod)
untuk ayam
broiler yang dipelihara sampai bobot badan di atas 2 kg (panen dengan bobot badan rata-rata di atas 2 kg) (Tabel 3). Tabel 3. Program Penambahan Lama Penyinaran Ruangan Kandang Broiler Bobot Panen Rata-rata di Atas Dua kg Umur Ayam (Hari) 0–3 4–7 8 – 14 15 – 21 22 – 28 29 – dijual/panen Sumber : CPIN (2007).
Lama Penerangan (Jam) 23 18 14 16 18 23
Lama Gelap (Jam) 1 6 10 8 6 1
2) Program Pengurangan Lama Penyinaran (Photoperiod) untuk ayam broiler yang dipelihara sampai bobot badan 2 kg (panen antara 1 kg sampai 2 kg) (Tabel 4). Tabel 4. Program Penambahan Lama Penyinaran Ruangan Kandang Broiler Bobot Panen Antara Satu sampai dengan Dua kg Umur Ayam (Hari) 0–7 8 – 21 22 – dijual/panen Sumber : CPIN (2007).
Lama Penerangan (Jam) 23 16 23
Lama Gelap (Jam) 1 8 1
3) Program Pencahayaan Intermitten (terang-gelap) pada kandang tertutup sesuai untuk ayam yang dipelihara sampai dengan umur 42 hari (Tabel 5).
37
Tabel 5. Program Pencahayaan Intermitten (terang-gelap) sampai dengan Umur Ayam 42 hari Umur Ayam (Hari) a. 0–3 4 – 35 36 – 42 b. 0–7 8 – 21 21 - dijual Sumber : CPIN (2007).
Lama Penerangan (Jam) 23 5 23 24 23 2(1)
Lama Gelap (Jam) 1 1 (terang/gelap secara bergantian) 1 0 1 2(3) (terang/gelap bergantian)
d. Pemeliharaan Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari bibit umur sehari (day old chick disingkat DOC) sampai dengan dijual. Umur ayam yang siap jual tergantung kepada permintaan pasar, biasanya antara lima sampai dengan tujuh minggu dengan bobot hidup 1,2 – 1,8 kg per ekor (North & Bell 1990; Cobb 2008). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler meliputi suhu ruangan kandang; tingkat kepadatan ayam; pemberian ransum dan minum; serta pemilihan strain DOC, diuraikan sebagai berikut : 1) Suhu ruangan kandang Ayam termasuk hewan homeoterm, yaitu hewan yang dapat menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Hewan-hewan homeoterm secara terus menerus memproduksi panas yang dapat dilepaskan ke lingkungan. Kecepatan hilangnya panas tergantung perbedaan suhu tubuh dengan suhu lingkungan. Mekanisme yang efisien hanya terjadi pada temperatur lingkungan di antara batas tertentu. Suhu lingkungan di mana tidak berpengaruh terhadap produksi panas atau metabolisme energi hewan disebut kisaran suhu thermoneutral.
38
Kisaran suhu thermoneutral untuk ayam broiler adalah 12,80C – 23,90C (Sturkie 1976; North & Bell 1990). Suhu ruangan kandang konvensional 210C bagi ayam broiler menghasilkan kemampuan produksi yang optimal dan menunjukkan hasil yang sama sampai dengan suhu 26,7 0C (Hruby & Coon 1993). Sesuai acuan yang dibuat oleh Cobb (2008), bahwa kebutuhan suhu dan kelembaban kandang yang sesuai bagi ayam broiler dipengaruhi oleh umur ayamnya. Tabel 6 memperlihatkan kebutuhan suhu dan kelembaban kandang yang sesuai bagi ayam broiler. Tabel 6. Suhu dan Kelembaban Ruangan Kandang yang Sesuai bagi Broiler Suhu Umur Ayam Kelembaban Relatif 0 0 (hari) (%) C F 0 32 – 33 90 – 91 30 – 50 7 29 – 30 84 – 86 40 – 60 14 27 – 28 81 – 85 50 – 60 21 24 – 26 75 – 79 50 – 60 28 21 – 23 70 – 73 50 – 65 35 19 – 21 66 – 70 50 – 70 42 18 64 50 – 70 49 17 63 50 – 70 56 16 61 50 – 70 Sumber : Cobb (2008) 2) Tingkat kepadatan ayam Jumlah ayam yang dapat dipelihara pada suatu luasan kandang tertentu bervariasi tergantung kepada umur panen, tipe kandang dan iklim setempat saat pemeliharaan ayam. Untuk kandang terbuka dengan ventilasi alami, kepadatan ayam adalah 15 kg bobot hidup per m2. Untuk kandang tertutup dengan aliran udara yang dapat diatur, kepadatan ayam dapat mencapai 25–30 kg bobot hidup per m2. Bobot hidup ayam yang semakin besar,
39
membutuhkan tingkat kepadatan yang semakin kecil, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7 yang memperlihatkan acuan tingkat kepadatan ayam disesuaikan dengan bobot hidup ayam (CPIN 2007). Tabel 7. Kepadatan Ayam Berdasarkan Bobot Hidup Saat Panen Bobot Hidup (kg) 0,80 – 0,99 1,00 -1,19 1,20 – 1,39 1,40 – 1,59 1,60 – 1,89 > 1,90 Sumber : CPIN (2007)
Kepadatan Ayam (ekor/m2) 11,0 – 11,1 10,0 – 10,5 9,0 – 9,5 8,0 – 8,5 7,5 – 8,0 7,0 – 7,5
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sahroni (2001), menunjukkan bahwa pemeliharaan ayam pedaging sistem litter pada lingkungan yang bersuhu 23,233,20C dan kelembaban 69,2-90,3%, menunjukkan bahwa tingkat kepadatan delapan ekor per m2 lebih baik dibandingkan sepuluh dan tiga belas ekor per m2 luas lantai kandang. 3) Pemberian ransum dan air minum Menurut Cobb (2008), pakan ayam broiler umumnya berbentuk tepung (mash), crumbles, dan pellets. Bentuk pellet lebih mudah penanganan dalam penggunaannya dari pada bentuk tepung, dan menghasilkan efisiensi produksi, serta tingkat pertumbuhan ayam yang lebih baik. Kebutuhan nutrisi secara umum berkurang dengan bertambahnya umur ayam. Ketersediaan energi dan nutrisi esensial yang seimbang dalam formulasi pakan broiler, bertujuan untuk produksi broiler yang sehat dan efisien. Komponen nutrisi dasar yang
40
dibutuhkan unggas adalah air, asam amino, energi, vitamin dan mineral (Cobb 2008). Kandungan gizi ransum ayam dianjurkan seimbang antara kandungan energi metabolis (ME) dengan protein (Wahyu 1985; North & Bell 1990). Perbandingan antara kalori dan protein (C/P Ratio) bagi ayam broiler umur 02 minggu adalah adalah 58 ME per lb dan umur 3 – 7 minggu adalah 75 ME per lb (North & Bell 1990). Widyani et al. (2001) melaporkan hasil penelitiannya bahwa kadar protein 15 % dengan kadar energi 2900 kkal per kg ransum menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan kadar protein 17, 19, 21, dan 23 dengan kadar energi 3100 dan 3300 kkal per kg. Hasil penelitian Widyani et al. (2001), melaporkan konversi ransum oleh ayam broiler yang diberi ransum dengan kandungan protein 19 % dan energi 3300 kkal per kg dalam pemeliharaan sampai dengan umur enam minggu adalah adalah 1,6. Menurut Waryanto (2005), bobot badan broiler umur 35 hari di Indonesia pada tahun 2004-2005 sudah dapat mencapai kurang lebih 2.000 gram per ekor dengan konversi ransum sekitar 1,60. Konsumsi air minum ayam pada suhu normal (210C) adalah 1,6 – 1,8 kali konsumsi pakan. Suhu di atas 210C akan meningkatkan kebutuhan air minum rata-rata 6,5 % setiap kenaikan satu derajat Celcius (CPIN 2007). Tabel 8 memperlihatkan jumlah konsumsi air per 1000 ekor ayam. Mutu air minum sangat penting untuk diperhatikan dalam produksi broiler mengingat konsumsinya hampir dua kali dari jumlah konsumsi pakan. Pada Tabel 9 diperlihatkan mutu air minum dengan kandungan mineral dan bakteri yang dapat ditolerir bagi ayam broiler.
41
Tabel 8. Konsumsi Air untuk Seribu Ekor Ayam Broiler (pada suhu 210C) Umur Ayam (hari) 7 14 21 28 35 42 49 56 Sumber : CPIN (2007)
Konsumsi Air (liter) 58-65 102-115 149-167 192-216 232-261 274-308 309-347 342-385
Tabel 9. Mutu Air Minum yang dapat Ditolerir bagi Budidaya Broiler Bahan Total bahan padat terlarut Khlorida pH Nitrat Sulfat Besi Kalsium Tembaga Magnesium Mangan Seng Fluorida Merkuri Timah Faecal Coliform Sumber : CPIN (2007).
Kandungan dalam Air Minum 300-500 ppm 200 mg/l 6-8 45 ppm 200 ppm 1 mg/l 75 mg/l 0,05 mg/l 30 mg/l 0,05 mg/l 5 mg/l 0,06 mg/l 0,002 mg/l 0,05 mg/l 0
4) Day Old Chicks/ DOC Menurut Ditjennak (2010), strain ayam ras di dunia saat ini dihasilkan oleh tiga perusahaan genetik besar yaitu Hendrix Genetic, Aviagen, dan Tyson Food. Pemeliharaan ayam broiler Grand Parent Stock (GPS) di industri unggas Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan sekarang tidak mengalami perubahan yaitu strain Hubbard, Ross, Lohman Meat, Cobb, dan Hybro PG+, sedangkan untuk Parent Stock (PS) broiler, strain yang digunakan adalah Hubbard, Cobb, Ross, Hybro PG+, Hubbard JA 57, Hubbard Flex, dan AA
42
Plus. Impor GPS broiler sejak tahun 2009 sampai saat ini terdapat kecenderungan didominasi oleh strain Cobb, yaitu sekitar 70 %.
Terdapat
lima perusahaan yang memelihara GPS Cobb yaitu PT. Galur Prima Cobbindo, PT. Charoen Pokphand Indonesia, PT. Wonokoyo Jaya Corporindo, PT. Bibit Indonesia, dan PT. Ayam Manggis. Karakteristik serta keunggulan strain broiler di Indonesia antara lain (CJ 2007) adalah sebagai berikut : Strain Cobb (1) Titik tekan pada perbaikan FCR (2) Pengembangan genetik diarahkan pada pembentukan daging dada (3) Mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis (heat stress) (4) Produksi efisien (Bobot badan 1,8 – 2 kg; FCR 1,65). Strain Hybro (1) Fokus terhadap kekuatan dan daya hidup (2) Menjaga keseimbangan antara sifat broiler dan breeder (3) Performa baik pada iklim tropis (4) Fokus pengembangan genetik pada hasil/produk karkas. Strain Ross (1) FCR lebih efisien (2) Laju pertumbuhan lebih cepat (3) Daya hidup lebih baik (4) Fokus pengembangan genetik pada kekuatan kaki sebagai penyeimbang bobot badan.
43
e. Perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit Dalam dunia praktis pemeliharaan ayam broiler umumnya menggunakan all-in,all-out system, yaitu hanya satu umur broiler di lahan dan pada waktu yang sama. Semua DOC mulai dipelihara pada hari yang sama, dan akan dijual pada hari yang sama pula. Selama pemeliharaan ayam, alas kandang (litter) harus dijaga agar selalu kering dengan cara segera mengganti litter yang basah. Kebersihan kandang harus dijaga setiap saat, karena kebersihan merupakan hal penting yang utama untuk kesehatan. Setelah kandang kosong segera mulai dibersihkan, dan diperbaiki bila ada kerusakan. Desinfektan digunakan pada tahap berikutnya dengan cara menyemprotkannya melalui sprayer setelah kandang bersih. Kandang perlu diistirahatkan guna memutus siklus terjangkitnya penyakit. Masa istirahat yang normal dari satu masa produksi ke masa produksi berikutnya adalah tujuh hari sampai dengan empat belas hari, tergantung indikasi jenis penyakit yang dapat berjangkit terindikasi. Dengan demikian periode pemeliharaan berikutnya dapat dimulai dengan keadaan kandang yang bersih dan bebas dari penyakit (North & Bell 1990). Sejak munculnya wabah Avian Influenza (AI) di Indonesia pada pertengahan tahun 2003, istilah biosekuriti menjadi sangat terkenal di kalangan peternak ayam. Prinsip dari biosekuriti mencakup tiga hal utama yaitu : 1) meminimumkan keberadaan agen penyebab penyakit, 2) meminimumkan kesempatan agen penyakit berhubungan dengan induk semang, dan 3) membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak kondusif untuk kehidupan agen penyakit. Isolasi kandang terhadap kontak langsung dari pihak
44
luar perlu dilakukan untuk mencegah penyakit masuk ke dalam kawasan ternak. Hal ini dapat dilakukan dengan larangan masuk bagi orang yang tidak berkepentingan ke dalam kandang, pencelupan atau penyemprotan desinfektan pada kendaraan, barang, atau orang yang akan masuk ke kandang atau lokasi kandang (Indartono & Widodo 2005; Cobb 2008). Perusahaan ternak dengan program pengendalian penyakit yang baik akan menghasilkan broiler yang sehat. Program pencegahan penyakit meliputi: 1) Pencegahan cekaman (stress), 2) Manajemen, 3) Pasokan air yang bagus, 4) Tes darah, 5) Sanitasi, 6) Vaksinasi, 7) Pengawasan Coccidiosis, 8) Pengawasan terhadap serangga dan hewan liar lainnya, 9) Tingkat kematian ayam, dan 10) Pengawasan polusi (North & Bell 1990; Indartono & Widodo 2005; dan Cobb 2008). Pencegahan penyakit lebih baik dari pada mengobati. Program vaksinasi lebih dianjurkan untuk dapat dilaksanakan dalam rangka pencegahan penyakit (North & Bell 1990). Vaksinasi AI pada ayam broiler apabila diperlukan dapat divaksin sekali dalam hidupnya pada umur 8 – 12 hari sebanyak 0,25 ml dengan suntikan subkutan di bawah kulit pada leher bagian belakang sebelah bawah (Indartono & Widodo 2005; Cobb 2008). Vaksinasi terhadap jenis penyakit lainnya dilakukan pada masa pemeliharaan, seperti penyakit New Castle Disease (ND) pada hari ketiga dan diulang pada hari ke-21, dan Gumboro pada umur 14-21 hari (North & Bell 1990; Cobb 2008; AA 2009). 2. Sumber Daya Manusia (Humanware) Unsur-unsur penyusun sumber daya manusia (humanware) adalah hal-hal yang berhubungan langsung dengan tugas dan kewajiban pekerja, serta hal-hal
45
yang dapat mendukung kemampuannya dalam berkarya atau bekerja, meliputi pengetahuan, keterampilan/keahlian, kebijakan, kreativitas, prestasi, dan pengalamannya (Harjanto 1996; Alkadri et al. 2001; Gumbira-Sa’id et al. 2001; Sharif 2006). Tenaga kerja sebagai komponen manusia merupakan faktor produksi yang penting untuk keberhasilan suatu usaha melalui efisiensi kerja dan penekanan biaya produksi (Assauri 1999; Mangkuprawira 2003). Faktor penting dalam rangka peningkatan produktivitas tenaga kerja adalah tingkat pendidikannya. Menurut Mangkuprawira (2003), pelaku bisnis pertanian di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan data BPS (2009), tingkat pendidikan penduduk berumur 10 tahun ke atas didominasi tamatan Sekolah Dasar (SD) yaitu 31,19 % pada tahun 2007. Lulusan terbesar ke dua adalah tamatan Sekolah Menengah (SM) ke atas (23,37 %). Jika diperhatikan perkembangan tingkat pendidikan penduduk dari tahun 1994 sampai dengan 2007 terdapat peningkatan persentase pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah ke atas. Pada tahun 1994 tamatan SD dengan persentase adalah 31,97 %, sedangkan tamatan SM ke atas adalah 13,83 %. Tingkat
pendidikan
tersebut
menjadi
faktor penting
dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerjanya. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dewasa ini (abad 21) yang didukung perkembangan teknologi informasi yang pesat berakibat terjadi perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya manusia dalam organisasi. Manusia yang semula hanya dipandang sebagai tenaga kerja saja, pengelolaannya berkembang menjadi manajemen sumberdaya manusia, dan
46
perkembangan terakhir manusia dipandang sebagai “aset” dengan istilah human capital (Suhariadi 2007; Prabowo 2007). Penelitian yang dilakukan Bontis et al. (2000), diacu dalam Setyawan dan Kuswati (2006), menemukan adanya proses transformasi organisasi dari perusahaan konvensional menjadi perusahaan berbasis pengetahuan. Peran pengetahuan yang dimiliki manusia menjadi penting. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmianto et al. (2006), tentang perancangan penilaian kinerja karyawan berdasarkan kompetensi Spencer dengan metode Analytical Hierarchy Process, menggunakan tujuh faktor kompetensi yang terbagi ke dalam dua variabel kemampuan yaitu kemampuan manajerial dan kemampuan teknik. Penelitian tersebut menghasilkan hirarki faktor dalam kemampuan manajerial (0,200) adalah disiplin (0,318), melayani (0,285), berprestasi (0,151), proaktif (0,140), dan komitmen pada organisasi (0,102). Hirarki faktor dalam kemampuan teknik (0,800) adalah memimpin (0,500), dan kerjasama (0,500). Faktor disiplin menjadi faktor utama dalam kemampuan teknik. a. Potensi kreativitas Kreativitas adalah sebuah fenomena interaksi dan komunikasi sosial. Dalam lingkungan bisnis yang dinamis saat ini, kreativitas merupakan faktor kunci untuk keberhasilan ekonomi dari organisasi dalam pengembangan kompetitif jangka panjang. Aktualisasi kreativitas karyawan adalah inovasi dalam perusahaan. Perusahaan yang melakukan peningkatan kecepatan transformasi ide-ide kreatif dalam inovasi merupakan tuntutan dalam kompetisi (Dubina 2005).
47
Penilaian
potensi
kreativitas
dapat
melalui
aspek
kecerdasan,
kemampuan teknis, inisiatif, dan motivasi. Gibson et al. (1996), menyatakan bahwa kreativitas dapat berasal dari kecerdasan atau kemampuan seseorang yang berasal dari bawaan dan keterampilan berasal dari hasil latihan. Individu dapat belajar menjadi kreatif. Kemampuan adalah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan mental atau fisik, sedangkan keterampilan
adalah
kompetensi
yang
berhubungan
dengan
tugas.
Kemampuan dan keterampilan mempunyai peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah organisasi dapat membantu mengembangkan kreativitas karyawan melalui : 1) menyangga risiko dari keputusan kreatif, 2) interval waktu organisasi dalam penyelesaian masalah, 3) intuisi, 4) sikap inovatif dari setiap karyawan dalam menyelesaikan masalah, 5) susunan organisasi inovatif, yaitu memberi kesempatan berinteraksi dengan banyak manajer dan pembimbing. Untuk meningkatkan penguasaan ketrampilan dan teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terperinci, dan rutin memerlukan pelatihan. Pengembangan dibutuhkan untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi yang menyangkut banyak aspek, seperti keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kepribadian. Standarisasi di sektor agribisnis merupakan ukuran tingkat mutu produk dan tingkat kompetensi pekerja, sehingga kompetensi atau mutu karyawan merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian standar mutu (Mangkuprawira 2003).
48
b. Orientasi prestasi Orientasi prestasi adalah keinginan selalu berprestasi dengan cara meningkatkan produktivitas ESCAP (1988), diacu dalam Alkadri et al.(2001). Teori prestasi dari McClelland dalam Handoko (1997), karyawan yang berorientasi
prestasi
mempunyai
karakteristik
tertentu
yang
dapat
dikembangkan, yaitu : 1) menyukai pengambilan risiko yang moderat, suka tantangan, dan bertanggung jawab, 2) menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dengan perhitungan risiko yang dapat timbul, 3) memiliki tingkat kebutuhan yang kuat atas umpan balik dari apa yang dikerjakannya, 4) memiliki ketrampilan dalam perencanaan jangka panjang dan kemampuan organisasional. Kebutuhan atas prestasi dapat meningkat melalui pelatihan dan pengalaman. Faktor yang berpengaruh terhadap prestasi seseorang adalah motivasi, kemampuan individu dan persepsi peranan. Ketiga faktor tersebut saling berhubungan
(Handoko
1997).
Indrawati
(2006),
melaporkan
hasil
penelitiannya bahwa faktor pengetahuan, keterampilan, dan motivasi secara simultan berpengaruh adalah 20,5 % terhadap kinerja guru matematika Sekolah Menengah Atas (SMA). Faktor sikap, inisiatif, kreativitas, inovasi sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Seseorang yang memiliki rasa kemampuan akan mempengaruhi persepsi, motivasi, dan prestasinya. Keberhasilan-diri mempunyai peran penting dalam motivasi dan kinerjanya (Gibson et al. 1996). Produktivitas kerja khususnya pada kegiatan agribisnis dapat ditingkatkan dengan penyediaan iklim kerja yang kondusif melalui kepemimpinan, sistem upah,
49
kondisi kerja, jaminan kerja jangka panjang, dan sebagainya (Mangkuprawira 2003). Wardani (2009), melaporkan hasil penelitiannya tentang pengaruh kompensasi, keahlian dan motivasi kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkit Muara Tawar, menemukan pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari ke-tiga variabel tersebut terhadap prestasi kerja karyawan. Jumlah pembayaran kepada karyawan dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya merupakan suatu ukuran nilai atau karya mereka atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang diberikan (Umar 2003). Sistem insentif dari perolehan laba digunakan dalam pemberian insentif kepada karyawan kontrak berdasarkan peningkatan kinerjanya diterapkan di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Probolinggo (Nurmianto, Siswanto, dan Sapuwan 2006). c. Orientasi afiliasi Orientasi afiliasi dapat diukur berdasarkan kemampuan bekerjasama dan bertanggung jawab (Alkadri et al. 2001). Berdasarkan teori prestasi McClelland, bahwa kebutuhan sosial akan afiliasi adalah perhatian yang tinggi atas pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan hubungan sosial. Dengan demikian kebutuhan afiliasi berisi adanya keinginan untuk bersahabat, lebih mementingkan aspek-aspek pekerjaan pribadinya, ingin disukai dan diterima orang lain, lebih senang bekerjasama dari pada situasi kompetitif, senang bergaul, berusaha mendapat persetujuan dari orang lain, melaksanakan tugastugas secara lebih efektif bila bekerja dengan orang lain dalam suasana
50
kerjasama (Reksohadiprodjo & Handoko 1992; Gibson et al. 1996; Munandar 2001). Pola hubungan antar tenaga kerja bersifat hubungan ketergantungan, yaitu saling memerlukan dan saling mempengaruhi. Kelompok dapat memenuhi kebutuhan akan afiliasi bagi tenaga kerja untuk berhubungan dengan orang lain, rasa diperhatikan, dan diterima dalam kelompok. Kelompok dapat memotivasi anggotanya untuk mencapai prestasi yang bermutu. Dalam proses pemecahan masalah, jika data yang diperlukan tersebar pada beberapa orang, maka kelompok merupakan wadah untuk dapat menghasilkan gagasan baru dan jawaban yang kreatif (Munandar, 2001). d. Kapasitas menanggung risiko Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko (1992) serta Hermawati et al. (2002), keinginan mengambil tugas yang dapat bertanggung jawab secara pribadi berhubungan dengan kebutuhan prestasinya. Sikap untuk berani menanggung risiko atas keputusan perbuatan pribadi seseorang berhubungan dengan kebutuhan kekuasaan bagi dirinya. Kebutuhan kekuasaan tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain, peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi atau kelompok atau organisasi. Organisasi yang mempunyai prestasi merupakan kriteria dalam memilih organsasi untuk dimasukinya. Sebagai anggota dalam kemitraan, peternak selalu berusaha untuk aktif menjalankan kebijaksanaan perusahaan inti, dan mencoba membantu orang lain walaupun tidak diminta. Keberanian menanggung risiko juga berhubungan dengan adanya pribadi yang selalu
51
mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya, membuat orang lain terkesan, menjaga regulasi dan kedudukannya. Hal ini akan menjadi sifat dasar yang mempunyai implikasi pengembangan usaha khususnya ayam broiler melalui kemitraan dengan faktor kunci adalah : 1) tingkat kerjasama yang tinggi, 2) hubungan yang luas dengan para pihak, dan 3) hubungan jangka panjang. e. Orientasi integritas waktu Penghargaan terhadap waktu merupakan hal penting dalam manajemen organisasi. Integritas terhadap waktu dapat diartikan berdisiplin dalam bekerja. Di Jakarta Industrial Estate Pulogadung/JIEP (2010), sikap disiplin dijadikan salah satu dari sepuluh nilai kerja dalam etos kerja bagi seluruh insan JIEP. Disiplin diartikan tepat waktu dalam melakukan setiap tugas, mematuhi sistem dan kebijakan serta menegakkan peraturan yang berlaku. Karyawan di berbagai negara umumnya tidak biasa bekerja berdasarkan jadwal kerja dari jam ke jam. Penghargaan terhadap waktu
cenderung
dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya. Budaya Barat menilai waktu merupakan sumber daya terbatas, sehingga harus digunakan secara bijaksana. Pandangan terhadap waktu yang demikian menghasilkan sikap tidak sabar atas segala sesuatu yang bersifat penundaan dan mencoba menyesuaikan sedapat mungkin aktivitas dengan waktu yang tersedia (Gibson et al. 1996). 3. Komponen Inforware Perangkat informasi tersusun atas unsur-unsur informasi yang berkaitan dengan ketiga komponen lainnya (technoware, humanware, dan orgaware).
52
Menurut Setyawan dan Kuswati (2006), pengembangan teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap peran manajemen sumberdaya manusia dalam suatu perusahaan dan mentransformasi fungsi administratif menjadi fungsi strategis. Internet dan fasilitas on-line mengakibatkan hubungan antara pusatpusat bisnis dunia menjadi semakin lancar. Menurut Arthur (1996) diacu dalam Setyawan dan Kuswati (2006), perusahaan berbasis pengetahuan memanfaatkan informasi secara tepat sehingga dapat meningkatkan mutu kinerjanya. Dengan demikian tercipta basis yang kuat untuk menghadapi pesaing. Sulisworo (2009), menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya untuk proses produksi suatu perusahaan tergantung kepada informasi yang berhasil dikumpulkan oleh perusahaan yang bersangkut an. Menurut ESCAP (1988) diacu dalam Alkadri et al. (2001), kriteria penilaian Inforware terdiri dari : 1) akses informasi, yaitu seberapa banyak informasi
yang
dimiliki
dan
seberapa
banyak
yang
dimanfaatkan,
2) keterkaitan informasi, yaitu berhubungan sumber-sumber dan para pengguna suatu sistem informasi; 3) pembaharuan informasi, yaitu bertujuan untuk menjamin validitas informasi dari waktu ke waktu, 4) kemampuan berkomunikasi, yaitu bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan. Menurut Umah dan Wiratmadja (2008), untuk penilaian komponen inforware dapat dilakukan dengan kemudahan
mengukur
pengulangan
berdasarkan kriteria penilaian
informasi,
keterkaitan,
meliputi
pembaharuan,
dan
kemudahan mengkomunikasikan.
53
a. Akses Informasi Teknologi informasi diperlukan untuk pengawasan dan perencanaan ke depan. Davis (1998) menyatakan bahwa sub-sistem informasi diperlukan untuk mendukung pengendalian operasional, pengendalian manajemen dan perencanaan strategis. Menurut Lowenberg-DeBoer (1996), industri pertanian berbeda dengan segmen ekonomi lainnya, sehingga untuk mencapai keuntungan optimum bagi perusahaannya membutuhkan metode dan pengetahuan yang dapat membantu menyimpan data yang dikumpulkan dan mengubahnya dalam memperbaiki keputusan manajemen. Menurut Brown (1994), masing-masing perusahaan akan mempunyai informasi sendiri sesuai yang diperlukan, hal ini akan berubah seiring berjalannya waktu. Namun sebagian besar perusahaan agroindustri membutuhkan kepastian tipe-tipe informasi fisik dan finansial dari beberapa sumber. Menurut Poentarie (2009), informasi dapat diakses dengan cara : 1) bermedia (mediated) yang terdiri dari media cetak (surat kabar, majalah, dan lainnya), media elektronik (radio, televisi), media luar ruang (spanduk, poster, baliho), dan media baru (internet), 2) non media (interpersonal) yakni komunikasi langsung dengan pihak keluarga dan lingkungan yang terdiri atas kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai sebaya. b. Keterkaitan Informasi Munandar (2001) menyatakan bahwa informasi dapat diperoleh dari internal dan eksternal organisasi. Menurut Ortmann et al. (1993) dan Patrick (1993), permintaan petani atas informasi meningkat seiring dengan
54
meningkatnya tingkat ketidak-stabilan pasar, teknologi produksi yang lebih kompleks, serta besarnya keperluan untuk perencanaan dan pengawasan finansial. Informasi mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perusahaan tidak mempunyai waktu yang panjang dalam memanfaatkan informasi yang dibutuhkan untuk membantu pembuatan keputusan. Hal ini berkaitan dengan waktu kejadian bisnis dan waktu informasi diterima. Dewasa ini internet dan jaringan telekomonikasi yang lain telah dipergunakan secara luas. Jumlah informasi yang layak bagi organisasi dan individu meningkat (Turban et al. 2003). Internet memberi peluang pengumpulan informasi dan data yang luas dan beragam, sehingga perlu disaring dan diseleksi untuk mendapatkan informasi dan data yang tepat dan relevan (Alkadri et al. 2001). Informasi yang layak untuk petani skala besar lebih digunakan untuk produksi dari pada untuk keputusan finansial dan pemasaran. Konsultan merupakan sumber informasi yang paling penting bagi petani skala besar. Hal ini karena berhubungan dengan pertanian yang lebih beragam dan struktur finansial yang lebih kompleks (Ortmann et al. 1993; Patrick 1993). Patrick dan Ullerich (1996), melaporkan hasil penelitiannya bahwa sumber informasi internal seperti catatan-catatan atau anggaran, penggarap lahan, atau peminjam modal, mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi dalam keputusan finansial dan pemasaran. Informasi yang telah terkumpul selanjutnya diklasifikasikan dan diasosiasikan ke dalam kategori tertentu berdasarkan pengguna dan bidang kegiatannya (Alkadri et al. 2001). Informasi mengenai buku manual peralatan, jadwal operasional produksi, dan diagram alur proses produksi adalah
55
sebagian informasi yang berkaitan dengan technoware. Informasi mengenai biodata karyawan, penilaian prestasi kerja karyawan, dan hasil psikotes karyawan adalah sebagian informasi yang berkaitan dengan humanware. Adapun informasi mengenai buku hukum ketenagakerjaan dari pemerintah, buku aturan perusahaan, surat kontrak kerja karyawan, laporan keuangan perusahaan, dan catatan prosedur kerja adalah sebagian informasi yang berkaitan dengan orgaware (Gumbira-Sa’id et al. 2001). Informasi internal dapat bersumber dari laporan kegiatan perusahaan. Kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan yang perlu dibuat laporannya, meliputi : pemesanan, produksi, persediaan, perlengkapan, personalia, dan pemasaran (Brown 1994; Turban et al. 2003). Untuk menjamin barang-barang maupun bahan-bahan dipergunakan dalam berproduksi secara efisien, maka perlu dilakukan administrasi atas persediaannya (Assaury 1999). Menurut Turban et al. (2003), seluruh informasi tentang tenaga kerja dimuat dalam dokumen personel Human Resources Management (HRM). Informasi tersebut mencakup ketrampilan dan pengalaman masing-masing, hasil ujian, nilai prestasi dan kompensasi lembur. Setelah produk dihasilkan maka perlu dilakukan kegiatan pemasaran, yaitu menyalurkan hasil produksi ke pasar tertentu dengan suatu perencanaan atau jadwal pengiriman (Kartasapoetra 1992). c. Kemampuan Komunikasi Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak yang besar pada perkembangan peradaban manusia. Kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sangat diperlukan. Organisasi-organisasi
56
akan dihadapkan pada kebutuhan untuk mendapatkan pekerja yang memiliki kompetensi teknologi informasi dan komunikasi. Kompetensi tersebut diartikan kemampuan
untuk
mengakses,
menganalisa,
mengevaluasi
dan
mengkomunikasikan informasi, pengetahuan dan pesan dalam berbagai bentuk serta bekerja dengan komputer dan teknologi informasi untuk mencapai tujuan
(Sitompul 2004). Menurut Listiani (2009), pustakawan memerlukan berbagai macam pengetahuan dalam upaya penyediaan informasi yang bermutu, antara lain : 1) pengetahuan buku sumber informasi (bibliograpic control), 2) pengetahuan pemilihan media yang tepat (a sense media), dan 3) pengetahuan isi koleksi. 4. Perangkat Organisasi (Orgaware) Selain tiga komponen yang telah diuraikan di atas, komponen orgaware juga merupakan komponen penting dalam suatu perusahaan. Upaya untuk mengetahui faktor-faktor penting dalam operasional suatu usaha khususnya usaha ternak broiler perlu dilakukan. Menurut UN-ESCAP (1989), untuk mengetahui perangkat organisasi dapat melalui penilaian orgaware yang didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut : 1) kemampuan pemimpin untuk
memotivasi,
yaitu
kemampuan
organisasi
untuk
memotivasi
pegawainya melalui kepemimpinan yang efektif dinilai berdasarkan tujuan organisasi dan visi manajemen puncak; 2) otonomi bekerja, yaitu diukur dari pendelegasian, sistem kerja informal, dan upaya-upaya untuk mendorong wirausaha internal; 3) pengarahan, yaitu diukur melalui ketepatan waktu, perencanaan, pemikiran strategis, dan pengawasan kinerja; 4) keterlibatan, yaitu dinilai dari aspek kebanggaan dalam afiliasi, komunikasi internal
57
organisasi yang baik, peluang pengembangan, dan kepatuhan pegawai terhadap peraturan-peraturan; 5) cakupan stakeholders, yaitu terdiri dari langganan, pemegang saham, pegawai, pemasok, pemerintah, pemodal, dan masyarakat; 6) iklim inovasi, yaitu diukur melalui aspek evaluasi kinerja, orientasi penelitian dan pengembangan, perspektif internasional, orientasi teknologi, serta kepekaan terhadap perubahan dalam lingkungan bisnis; 7) integritas organisasi, yaitu berdasarkan kesetiaan pada meritokrasi sejati dan etika bisnis. Laporan hasil penelitian Umah dan Wiratmadja (2008), menerangkan bahwa kandungan teknologi komponen orgaware berpengaruh secara langsung namun secara statistik tidak signifikan dalam peningkatan nilai tambah produk Mebel IKM di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perangkat organisasi terdiri dari lima unsur, yaitu : 1) konvensi kerja (berkaitan dengan peraturan dan hukum ketenagakerjaan), 2) organisasi kerja (misalnya struktur organisasi dan job description yang jelas), 3) fasilitas kerja (misalnya kemudahan dalam mengikuti kegiatan pelatihan, kemudahan dalam pengeluaran biaya kesehatan), 4) evaluasi kerja (misalnya adanya rapat mingguan/bulanan/tahunan untuk membahas kemajuan kinerja perusahaan dan pergerakan keuntungan yang diperoleh perusahaan), 5) modifikasi kerja (misalnya melakukan merger atau aliansi dengan perusahaan lain yang mempunyai kinerja yang baik dan teknologi yang tinggi, sehingga kehidupan organisasi dapat lebih dinamis) (Gumbira-Sa’id et al. 2001). Menurut Cui et al.(2011), kemitraan antar perusahaan berpengaruh terhadap strategi perubahan sumber daya yang digunakan oleh perusahaan yang bermitra dan
58
meningkatkan daya saing dari waktu ke waktu. Namun, perubahan daya saing tersebut mempengaruhi adanya kecenderungan pemutusan kemitraan. a. Kepemimpinan Kepemimpinan dalam suatu organisasi yang kompleks melaksanakan fungsi konstruktif melalui tiga sub-proses sebagai berikut : 1) menetapkan arah, yaitu mengembangkan suatu visi ke depan, 2) mengarahkan orang-orang, yaitu
mengkomunikasikan
cara
untuk
bekerjasama
dalam
kesatuan
pemahaman visi dan pencapaiannya, 3) memotivasi dan memberi inspirasi, yaitu menjaga orang-orang agar bergerak ke arah yang benar sesuai tujuan yang ditetapkan (Kotter 1990, diacu dalam Tika 2006). Para peneliti telah mendefinisikan dua gaya kepemimpinan, yaitu : 1) gaya yang berpusat pada tugas, 2) gaya yang berpusat pada karyawan. Gaya kepemimpinan yang berpusat pada tugas adalah gaya kepemimpinan dimana manajer mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkan, sedangkan gaya kepemimpinan yang berpusat pada karyawan adalah gaya kepemimpinan di mana manajer memotivasi bawahan untuk melaksanakan tugasnya dan memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan dan menyenangkan, saling mempercayai dan menghormati di antara anggota kelompok. Gaya kepemimpinan yang berpusat pada tugas akan menimbulkan tekanan dan akan dilawan dengan kemangkiran, pergantian karyawan, keluhan, dan sikap yang buruk (Gibson et al. 1996; Handoko 1997). Gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang
59
dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil (Munandar 2001). Hasil penelitian Sutanto dan Stiawan (2000), indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya tingkat absensi dan perpindahan karyawan. Hal itu timbul sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak disenangi. Menurut Davis dalam Handoko (1997), terdapat empat ciri atau sifat
utama yang
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan
kepemimpinan organisasi adalah : 1) kecerdasan, 2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, 3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan 4) sikap hubungan manusiawi. b. Otonomi kerja Struktur pekerjaan tercermin dalam struktur perusahaan dan bentuknya tergantung pada skala usaha dan jaringan bisnis, serta jenis usahanya. Perubahan struktur yang mungkin terjadi berkaitan dengan perubahan kapasitas produksi, persaingan pasar, teknologi, dan sebaran jumlah karyawan. Jika perusahaan lebih banyak menggunakan teknologi padat modal, maka bentuk struktur perusahaan akan semakin ramping dengan jumlah karyawan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan perusahaan yang beorientasi padat karya (Mangkuprawira 2003). Clegg (1996) diacu dalam Setyawan dan Kuswati (2006), pada awal abad ke-20 organisasi bisnis lebih banyak menerangkan sistem birokrasi model Max Webber, oleh karena pengaruh perkembangan teknologi informasi yang pesat dewasa ini kemudian berkembang menjadi pemikiran baru menjadi organisasi yang lebih fleksibel dan ramping.
60
Proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya di antara anggota organisasi bertujuan untuk dapat mencapai sasaran organisasi. Sasaran yang berbeda memerlukan struktur yang berbeda pula. Bagan organisasi menggambarkan bagian-bagian yang telah ditetapkan. Pembagian kerja adalah pemerincian tugas pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk dan melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas (Stoner et al. 1996; Handoko 1997). Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko (1992), variabel-variabel kunci yang menentukan desain struktural organisasi adalah : 1) strategi organisasi, 2) lingkungan yang melingkupinya, 3) teknologi yang digunakan, dan 4) orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Organisasi merupakan alat untuk pencapaian tujuan harus disusun dan beroperasi
berdasarkan
ketentuan-ketentuan
formal
dan
perhitungan-
perhitungan efisiensi. Efektivitas suatu organisasi tergantung pada seberapa jauh organisasi tersebut berhasil dalam pencapaian tujuannya. Menurut teori kontingensi, efektivitas organisasi tergantung pada kecocokan struktur organisasi dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan dan kondisi lingkungannya (Kasim 1993). Organisasi sebagai wadah untuk mewujudkan tujuan bersama secara terorganisir membutuhkan adanya struktur organisasi yang merupakan pola formal tentang bagaimana orang dan pekerjaan dikelompokkan. Masalah yang berkaitan dengan struktur keorganisasian adalah pelimpahan wewenang (delegation of authority). Konsep desentralisasi berhubungan dengan pelimpahan wewenang sampai kepada tingkat yang paling rendah dalam hirarki manajerial. Hak yang dilimpahkan tersebut adalah
61
untuk mengambil keputusan tanpa persetujuan dari manajer yang lebih tinggi. Manajer dimotivasi untuk lebih berkreasi dalam suasana persaingan dan akan dibandingkan dengan teman sejawat atas dasar ukuran prestasi. Dengan demikian manajer mampu melaksanakan otonomi yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Keputusan untuk melaksanakan desentralisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor keorganisasian, misalnya : jumlah tenaga kerja, ukuran organisasi, dan mekanisme pengendalian (Gibson et al. 1996; Munandar 2001). Terdapat tiga komponen yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan struktur organisasi
yaitu
kompleksitas,
formalisasi,
dan sentralisasi.
Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferensiasi dalam organisasi, termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau pembagian kerja, jumlah tingkatan di dalam hirarki organisasi. Formalisasi merupakan tingkat sejauh mana perilaku para pegawai terikat kepada peraturan dan prosedur dalam sebuah organisasi. Organisasi yang kecil atau usaha perorangan mempunyai derajat formalisasi yang rendah. Semakin besar organisasi akan semakin majemuk
organisasinya
dan
cenderung
makin
besar
pula
derajat
formalisasinya. Sentralisasi mempertimbangkan di mana letak pusat pengambilan keputusan, apakah cenderung ke arah sentralisasi atau sebaliknya cenderung desentralisasi (Reksohadiprodjo & Handoko 1992; Gibson et al. 1996; Munandar 2001; Robbins 1995, diacu dalam Nasution 2002). Faktorfaktor yang mempengaruhi penerapan struktur organisasi antara lain sebagai berikut :
62
1) Skala usaha Menurut James dan Akrasanee (1993), secara resmi terdapat definisi pengelompokan industri ke dalam kelompok industri sebagai berikut : a) industri skala besar, b) industri skala menengah, c) industri skala kecil, d) industri rumah tangga. Jika perusahaan didefinisikan menurut jumlah pekerja, maka : a) suatu perusahaan skala kecil mempekerjakan satu sampai sepuluh pekerja, b) suatu perusahaan skala menengah mempekerjakan sepuluh sampai lima puluh pekerja, c) suatu perusahaan skala besar mempekerjakan lima puluh pekerja atau lebih. Menurut Hubies (1997); Hafsah (2000), pengelompokan industri berdasarkan besarnya modal menurut Undangundang RI No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, industri kecil adalah industri yang memiliki aset tidak lebih dari Rp. 200.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan pada awal usaha), atau omzet per tahun adalah Rp. 1.000.000,00 (satu milyar rupiah). Namun operasional di lapangan dapat dikategorikan atas usaha menengah yaitu perusahaan dengan omzet per tahun adalah Rp. 750.000,00 – Rp. 1.000.000,00, usaha mandiri dengan omzet per tahun adalah Rp. 100.000.000 – Rp. 700.000.000,00 dan usaha tangguh dengan omzet Rp. 50.000.000,00 – Rp. 100.000.000,00. Perbedaan skala usaha yang didefinisikan sebagaimana tersebut di atas membawa dampak kepada tingkat penerapan teknologi organisasi. Semakin kecil skala usaha akan semakin sederhana tingkat penerapan teknologi organisasinya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan teknologi perangkat keras yang digunakan, jumlah karyawan dan strategi perusahaan (Handoko 1997).
63
2) Pembagian kerja Organisasi dalam suatu perusahaan membutuhkan perencanaan yang tepat untuk menempatkan orang-orang yang sesuai tujuan perusahaan (Handoko 1997). Pembagian kerja adalah pemerincian tugas pekerjaan agar setiap individu dalam perusahaan bertanggung jawab untuk dan melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Pembagian kerja sebaiknya sesuai standar kemampuan pekerja secara individu. Beban pekerjaan sebaiknya tidak terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan. Jika terlalu berat akan berakibat pekerja tidak dapat menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan, sebaliknya jika beban pekerjaan terlalu ringan akan berakibat timbulnya waktu menganggur, tidak efisien dan terjadi pemborosan. Industri dengan skala usaha yang berbeda akan terjadi perbedaan dalam pengelompokan, pengaturan serta pembagian tugas-tugas atau pekerjaan di antara individu dalam perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai secara efisien (Handoko 1997). Menurut Rasyaf (2002), peternakan skala besar di mana tiap unit produksi mempunyai beberapa kandang dan tiap kandang dipertanggungjawabkan seorang pekerja maka tiap kandang harus ada keterikatan dalam satu koordinasi yang dipimpin oleh seorang staf, sedangkan peternakan skala kecil seorang pengelola kandang harus terikat ke dalam satu aktivitas dengan aktivitas lainnya secara terpadu. 3) Jumlah karyawan Untuk menentukan jumlah karyawan dalam suatu perusahaan tergantung kepada skala usaha dan tingkat teknologi perangkat keras yang digunakan.
64
Skala usaha yang semakin besar akan menggunakan pekerja yang semakin banyak (James dan Akrasanee 1993). Menurut Suharno (2003), tugas-tugas administrasi umum, pengadaan dan pemasaran bagi peternak kecil, masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga peternak. Akan tetapi bagi peternak yang besar (lebih dari sepuluh ribu ekor) maka sudah harus dilakukan pembagian tugas, sehingga kebutuhan karyawan bertambah. Penentuan jumlah karyawan harus dilakukan secara hati-hati. Peternakan ayam yang masih menggunakan peralatan manual, satu orang pekerja kandang mampu menangani dua ribu ekor ayam per periode produksi. Namun peternakan yang modern dengan peralatan otomatis, satu orang pekerja kandang mampu menangani delapan ribu ekor per periode produksi. c. Pengarahan Pengarahan merupakan suatu kegiatan untuk mengintegrasikan usahausaha para anggota dari suatu organisasi, sehingga tercapai tujuan-tujuan pribadi dan organisasi (Terry 2000). Kemampuan manajer untuk memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan para bawahannya akan menentukan efektifitas manajer. Pengarahan dapat dilakukan oleh manajer kepada bawahannya dengan memotivasi bawahannya untuk bersedia mengikutinya. Pengarahan mengharuskan manajer untuk berkomunikasi dengan bawahannya agar tujuan kelompok dapat dicapai (Handoko 1997). Pengawasan didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuantujuan organisasi dan manajemen tercapai. Hal ini berkaitan dengan cara membuat kegiatan sesuai yang direncanakan, dengan demikian menunjukkan
65
hubungan yang erat antara perencanaan dan pengawasan (Handoko 1997). Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh Mockler dalam Handoko (1997), pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan
standar
pelaksanaan
dengan
tujuan-tujuan
perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi untuk menjamin bahwa sumber daya perusahaan dipergunakan secara efektif dan efisien. Standar yang umum digunakan dalam pengawasan terdapat tiga bentuk, yaitu : 1) standar fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, mutu produk; 2) standar moneter, mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya; 3) standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan. Pengawasan yang efektif harus memenuhi kriteria-kriteria utama sebagai berikut : 1) mengawasi kegiatan dengan benar, 2) tepat waktu, 3) biaya yang efektif, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima oleh yang bersangkutan. f. Iklim inovasi Proses inovasi teknologi sangat mendukung penerapan manajemen teknologi, terutama dengan peranan penelitian dan pengembangan untuk menentukan strategi teknologi yang tepat. Tekanan preferensi konsumen akan mendorong aktifitas inovasi teknologi. Tekanan konsumen dalam hal harga, mutu, bentuk atau citra akan menentukan arahan strategi bisnis perusahaan, dan pengaruhnya terhadap usaha pengembangan komponen dan kemampuan
66
teknologi (Gumbira-Sa’id et al. 2001). Produktivitas organisasi dapat pula ditingkatkan melalui kewirausahaan internal. Kewirausahaan mencakup upaya mengawali perubahan dalam berproduksi sebagai tanggapan atas perubahan dunia bisnis dan memanfaatkannya sebagai suatu kesempatan. Fungsi wirausahawan adalah mengorganisasikan sumber daya produktif baru untuk memperluas pasokan (Stoner et al. 1996). Strategi teknologi produk yang dipilih oleh industri kecil, hendaknya sesuai dengan strategi pemilihan pasar dan produk melalui tahapan penguasaan teknologi yang ada, keterpaduan teknologi, pengembangan teknologi dan penelitian dasar. Penguasaan teknologi tersebut tidak lepas dari proses alih teknologi yang bersifat horizontal dan vertikal (Hubeis 1997). Penguasaan teknologi oleh industri kecil dipengaruhi oleh proses alih teknologi (Hubeis 1997). Proses alih teknologi terjadi karena adanya perbedaan kondisi teknologi antara perusahaan satu dan perusahaan lainnya. Pelaksanaan alih teknologi membutuhkan perencanaan yang sangat matang dan terintegrasi dengan tujuan dan core technology yang dimiliki suatu perusahaan. Alih teknologi dapat mengeksploitasi dan meningkatkan produktivitas sumber daya yang tersedia, serta memanfaatkan faktor produksi yang ada di suatu perusahaan (Gumbira-Sa’id et al. 2001). Menurut Brown (1994), alih teknologi dalam bentuk yang sederhana dapat terjadi pada perusahaan yang mempekerjakan pekerja trampil atau membeli peralatan baru yang efektif terintegrasi dalam operasi. Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2001), alih teknologi secara vertikal terjadi mulai dari aktivitas penelitian dan pengembangan sampai dengan tahap implementasi dan
67
eksploitasi suatu inovasi. Dalam alih teknologi secara vertikal terdapat aliran ilmu pengetahuan dari pihak investor kepada tenaga kerja lokal, baik melalui on the job training atau off-job training (formal training). Alih teknologi secara horizontal terjadi dari satu lingkungan operasional ke lingkungan operasional yang lain. Lingkungan dapat bersifat nasional maupun internasional. Alih teknologi secara horizontal dan vertikal dapat terjadi bersamaan dalam suatu perusahaan. Mekanisme alih teknologi melalui joint venture lebih mengarah pada kerja sama atau kemitraan dalam hal manajemen. g. Integritas Organisasi Integritas organisasi dinilai berdasarkan kesetiaan dan etika bisnis. Untuk mengetahui posisi di mana perusahaan dijalankan, maka memerlukan pengetahuan kondisi bisnis secara riil. Sebagai gambaran perkembangan populasi ayam broiler dalam negeri diuraikan di bawah ini : Permintaan daging ayam meningkat adalah 8,0 persen per tahun. Pertumbuhan permintaan tersebut berasal dari petambahan penduduk adalah 1,8 persen per tahun dan pertumbuhan konsumsi per kapita adalah 5,9 persen. Sementara produksi daging ayam meningkat 12,6 persen per tahun selama periode 1969-1997 dan selanjutnya menurun menjadi 7,68 persen per tahun selama periode 1997-2003 (Balitbangtan 2005). Berdasarkan data statistik tahun 2004-2007 (Ditjennak 2009), pertumbuhan rata-rata per tahun populasi ayam ras pedaging (broiler) selama periode tersebut adalah 2,3 persen (Tabel 10). Pelandaian pertumbuhan populasi tersebut kemungkinan akibat
68
pengaruh kasus wabah penyakit AI (flu burung) yang melanda Indonesia pada tahun 2003. Budidaya ayam broiler di Indonesia pada setiap propinsi mengalami peningkatan. Produksi terbanyak di propinsi Jawa Barat dengan populasi tahun 2008 sebanyak 417.373,600 ekor seperti diperlihatkan pada Tabel 11. Tabel 10. Perkembangan Populasi Ayam Broiler 2000-2008 No.
Tahun
No.
Tahun
2000
Populasi (000 ekor) 530.874
6
2005
Populasi (000 ekor) 811.189
1 2
2001
621.870
7
2006
797.527
3
2002
865.075
8
2007
891.659
4
2003
847.744
9
2008
1.075.885
5
2004
778.970
Sumber : Ditjennak (2009)
Keempat komponen teknologi (THIO) sebagaimana diuraikan di atas berinteraksi secara dinamis dan simultan, saling melengkapi satu dengan lain serta dibutuhkan cara simulasi di setiap proses transformasi untuk mengubah input menjadi output dengan variasi dan tingkat kompleksitas yang berbedabeda. Penerapan keempat komponen tersebut secara tepat akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik sehingga perusahaan mempunyai kemampuan yang kuat dalam persaingan bisnis. Komponen
Technoware
adalah
inti
dari
proses
transformasi.
Technoware ini dikembangkan, diinstal, dan dibangun oleh humanware dengan
menggunakan
Penggunaan
inforware
technoware
yang
tergantung
telah
kepada
terkumpul
sebelumnya.
penggunaan
humanware.
Humanware mempunyai peran kunci di dalam proses transformasi. 69
Tabel 11. Populasi Ayam Broiler Nasional pada Setiap Propinsi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Propinsi
2004 (ribu ekor) 904,1 38.045,3 12.804,1 25.239,1 6.831,3 16.408,0 1.811,9 24.903,0 137,0 328.015,5 50.356,3 17.326,0 162.781,0 4.942,7 7.853,7 2.752,9 147.481,3 2.187,6 19.480,6 22.097,8 1.352,7 2.718,3 5.673,8 772,0 97,5 1.230,6 373,8 6.864,8 438,5 88,0 0 0
NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua Babel Banten Gorontalo Malut Kepri Irja Barat Sulbar TOTAL 778.969,8 Sumber : Ditjennak (2009). Keterangan : *data sementara.
2005 (ribu ekor) 1.057,4 35.568,2 11.357,8 27.441,0 9.694,4 14.920,0 1.591,3 21.747,2 182,0 352.434,3 62.043,4 20.971,7 142.602,4 5.363,1 8.848,5 625,0 15.139,3 2.436,3 19.964,6 25.828,6 1.459,4 2.238,4 12.765,5 820,1 80,9 733,0 4.639,7 6.475,8 379,5 84,3 469,6 774,8 451,0 811.188,7
Tahun 2006 (ribu ekor) 1.538,3 42.763,5 12.749,0 20.965,8 11.539,1 15.842,0 1.833,0 21.094,6 124,3 343.954,1 61.258,1 25.360,3 119.525,1 5.317,2 9.804,9 45,8 14.889,7 3.200,4 20.624,1 26.292,2 1.406,9 2.358,0 12.326,0 896,0 111,2 981,1 5.287,4 7.684,7 384,2 270,0 6.284,7 342,1 473,6 797.527,4
2007 (ribu ekor) 1.692,1 78.152,1 13.308,1 27.491,9 6.804,1 15.914,0 1.904,5 15.033,7 115,0 377.549,1 64.552,8 4.834,5 148.854,8 4.846,6 1.727,8 9,4 13.939,3 3.860,4 21.534,5 23.832,2 1.550,4 6.132,8 13.826,1 924,5 114,2 1.396,0 6.097,1 26.405,6 1.930,6 147,4 6.206,9 868,8 102,0 891.659,3
Humanware menyebabkan technoware menjadi lebih produktif.
2008* (ribu ekor) 1.346,3 42.891,6 14.202,6 30.679,9 6.910,1 13.747,4 5.423,4 15.879,6 68,0 417.373,6 54.643,2 5.128,5 140.006,0 4.975,5 1.339,5 244,1 18.917,9 3.941,7 19.860,8 26.941,6 1.623,4 4.213,9 14.575,8 957,8 119,9 1.465,7 5.213,8 40.011,6 1.347,6 129,4 6.878,9 891,6 67,1 902.052,4
Landasan
bekerjanya Humanware, tergantung pada inforware yang tersedia. Orgaware mengkoordinasi inforware, humanware dan technoware dalam suatu proses transformasi agar proses berlangsung dengan efisien (Alkadri et al. 2001; Gumbira-Sa’id et al. 2001; Sulisworo 2009). Menurut Khalil (2000), analisis kekuatan dan kelemahan suatu teknologi yang dimiliki oleh sebuah organisasi 70
atau pemeriksaan teknologi (technology audit) perlu dilakukan untuk membantu mengetahui posisi teknologi perusahaan dalam persaingannya. Analisis tersebut meliputi teknologi produk, teknologi produksi, teknologi jasa, dan teknologi pemasaran. D. Strategi Bisnis Masing-masing komponen teknologi THIO mempunyai peranan yang penting dalam suatu bisnis, sehingga mengabaikan salah satu komponen dapat melemahkan komponen teknologi yang lain dalam penerapan di suatu perusahaan.
Kesiapan
keempat
komponen
teknologi
(technoware,
humanware, Inforware, dan orgaware) harus lebih dimatangkan sehingga dapat diperoleh kemitraan sehat dan saling ketergantungan. Penerapan manajemen teknologi dalam bidang agribisnis berhubungan erat dengan kegiatan operasional pertanian untuk menghasilkan produk dan jasa yang bermutu tinggi (Gumbira-Sa’id et al. 2001). Craig dan Grant (2002), membedakan pengertian strategi bisnis dengan strategi perusahaan. Strategi perusahaan berkaitan dengan keputusankeputusan ke mana bisnis seharusnya masuk dan keluar, dan bagaimana perusahaan seharusnya mengalokasikan sumber daya di antara bisnis-bisnis berbeda yang dimasukinya, sedangkan strategi bisnis berkaitan dengan caracara yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan persaingan di dalam setiap bisnis utamanya. Studi kelayakan bisnis perlu dilakukan setelah suatu perusahaan menetapkan strategi utamanya. Aspek-aspek dalam studi kelayakan bisnis meliputi : aspek pasar, aspek internal perusahaan, aspek
71
teknis dan teknologis, aspek sumber daya manusia, aspek manajemen, aspek keuangan, aspek persaingan dan lingkungan eksternal lainnya (Sutoyo 2000; Umar 2003). Menurut Gray et al. (2002), untuk melihat seberapa jauh calon proyek dapat dilaksanakan seharusnya studi tersebut meliputi aspek teknis, institusional, sosial, dan eksternalitas. Menurut Gray et al. (2002), terdapat sejumlah kekhususan pada proyek pertanian di Indonesia yang membedakan dengan bidang industri, sebagai berikut : 1) Pemerintah sebagai pelaksana utama, kelompok petani/peternak sebagai penerima manfaat. 2) Penciptaan manfaat bagi kelompok yang kurang diikut-sertakan dalam kegiatan proyek. 3) Keanekaragaman teknologi produksi sesuai dengan lingkungan proyek. 4) Ketidakpastian dalam produksi serta pemasaran. 5) Saling keterkaitan antara pertanian dan bidang-bidang lain. 6) Intensitas penggunaan lahan. 1. Analisis Kelembagaan Dalam mengembangkan agroindustri perlu dikaji secara tepat mengenai aspek kelembagaan. Jika dilihat dari sudut kelembagaan terdapat perbedaan yang besar dari segi budaya kelembagaan usaha (corporate culture) antara sektor budidaya dan proses pengolahannya. Di sektor budidaya perlu dikembangkan bentuk usaha yang mengandung tiga fungsi yaitu fungsi ekonomi, fungsi sosial atau budaya dan fungsi ekosistem. Oleh karena itu bentuk organisasinya harus memiliki asas kebersamaan atau bangun usaha
72
yang berwatak sosial, sedangkan di sektor proses pengolahan lebih banyak bermuatan persaingan ekonomi (private firm). Dengan demikian antara kedua lembaga di atas perlu membentuk suatu kerjasama dalam bentuk kemitraan yang saling menghidupi. Usaha membangun kemitraan adalah untuk membuka partisipasi penuh wirausaha-wirausaha kecil dan menengah bermitra dengan swasta besar sehingga dapat tercipta suasana yang harmonis, saling membutuhkan, serta saling menguntungkan (Nasution 2002). Menurut Saragih (1998), struktur agribisnis ayam ras nasional dewasa ini umumnya masih tersekat-sekat yang dicirikan oleh : 1) subsistem agribisnis hulu (industri pembibitan, pakan, dan obat-obatan), subsistem agribisnis budidaya ayam ras, dan subsitem agribisnis hilir (Rumah Potong Ayam atau Tempat Pemotongan Ayam, pedagang, industri makanan) dikuasai oleh pengusaha yang berbeda-beda, dan memiliki kekuatan yang tidak berimbang. Subsistem agribisnis budidaya dikuasai oleh peternak rakyat yang serba lemah. Sementara subsistem agribisnis hulu dan hilir dikuasai oleh perusahaan peternakan atau perusahaan di bidang peternakan yang serba kuat. Struktur agribisnis ayam ras yang tersekat-sekat demikian menimbulkan masalah transmisi dan margin ganda yang justru memperlemah agribisnis ayam ras secara keseluruhan. Dalam pengembangan pertanian terdapat permasalahan yang dihadapi petani atau peternak, salah satu masalah adalah nilai tukar komoditas pertanian yang semakin rendah (tidak menentu). Hal ini disebabkan antara lain oleh simpul dan jaringan kelembagaan dalam pembangunan pertanian selama ini belum dipertimbangkan secara optimal untuk mendukung pengembangan
73
agroindustri. Kelembagaan ini terdiri dari kelompok-kelompok tani, serta usaha kecil dan menengah terutama koperasi, serta berbagai bentuk kemitraan usaha (Nasution 2002). Kendala pengembangan industri kecil dapat disebabklan oleh faktor kemampuan yang bersifat alamiah (mental dan budaya kerja), tingkat pendidikan SDM, terbatasnya ketrampilan dan keahlian, keterbatasan modal; dan informasi pasar, volume produksi yang terbatas, mutu yang beragam, penampilan yang sederhana, infrastruktur dan peralatan yang usang, beberapa kebijaksanaan dan tingkah laku dari pelaku bisnis yang bersangkutan (Hubies 1997). 2. Evaluasi Aspek Pasar dan Pemasaran Menurut Sutoyo (2002), evaluasi aspek pasar dan pemasaran merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan suatu studi kelayakan proyek. Hal itu disebabkan karena keberhasilan suatu proyek yang akan dibangun harus dapat memasarkan hasil produksinya secara kompetitif dan menguntungkan. Salah satu syarat agar pemasaran produk dapat berhasil, adalah terdapat jumlah permintaan pasar yang cukup untuk menyerap produk tersebut. Di samping itu produk yang dihasilkan harus mampu bersaing secara sehat di pasar. Menurut Umar (2003), analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan antara lain untuk mengetahui ukuran luasnya pasar, pertumbuhan permintaan, dan peluang pasar dari produk yang bersangkutan. Fokus evaluasi aspek pasar dan pemasaran produk yang akan dihasilkan proyek yang akan dibangun mencakup tiga hal di bawah ini (Sutoyo 2000) :
74
1). Memperoleh gambaran permintaan pasar yang dapat menyerap barang atau jasa yang akan dihasilkan, 2). Memperoleh gambaran suasana persaingan di pasar pada masa yang akan datang, apakah produk yang akan dihasilkan mampu memperoleh pangsa pasar yang memadai, 3). Memperoleh gambaran tentang prospek perkembangan faktor ekstern perusahaan yang dapat mempengaruhi permintaan produk dan suasana persaingan di pasar. 3. Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologi pengusahaan agroindustri mencakup empat komponen utama yaitu : 1) Teknologi yang terkandung pada manusia, antara lain terdiri atas pengetahuan keterampilan sikap dan perilaku; 2) Teknologi yang terkandung dalam barang yang berupa mesin-mesin peralatan produk yang membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya; 3) Teknologi kelembagaan yang terkandung dalam kelembagaan organisasi dan manajemen yang membantu manusia bekerja secara efektif dan efisien, dan 4) Teknologi yang terkandung dalam dokumen berupa informasi yang dihasilkan (GumbiraSa’id et al. 2001). Menurut Umar (2003), studi aspek teknis dan teknologi berkaitan dengan aktivitas belajar bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Gray et al. (2002), menyatakan bahwa aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil produksi.
75
Sutoyo (2000), menerangkan bahwa teknologi atau bantuan manajemen mempunyai peranan penting terhadap keberhasilan proyek bersaing dalam pemasaran hasil produksinya. Teknologi tepat guna mampu meningkatkan efisiensi kegiatan produksi, mempercepat proses produksi dan mengurangi jumlah limbah bahan baku yang dipergunakan proyek, sehingga dapat menekan harga pokok per satuan produk. Gumbira-Sa’id dan Intan (2001), menyatakan bahwa dalam pemilihan teknologi terdapat beberapa hal yang perlu dinilai dan dievaluasi, seperti kesesuaian teknologi yang digunakan untuk menghasilkan produk dengan kebutuhan pasar produk, proses pengadaan, biaya sosial, kapasitas penggunaan, kemampuan sumber daya manusia dalam pengelolaan dan pengoperasian, fleksibilitas dalam proses, ketersediaan energi, dan lain-lain. 4. Aspek Ekonomi dan Finansial Perhitungan manfaat dan biaya proyek pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek. Analisis finansial dilakukan untuk mendapatkan perkiraan manfaat dan biaya proyek bagi pengusaha atau para pihak yang menanamkan modal dalam proyek secara langsung, sedangkan perhitungan sosial atau ekonomi adalah untuk menghitung manfaat dan biaya proyek bagi pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan dengan adanya proyek tersebut (Gray et al. 2007). Dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar layak atau tidaknya suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan
76
kriteria investasi. Dalam hal ini digunakan tiga kriteria dalam analisis kelayakan usahatani, yaitu : Payback Period; Net Present Value (NPV); dan Internal Rate Return (IRR).
a. Payback Period Payback Period (periode pengembalian modal) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Rumus yang digunakan dalam perhitungan :
Payback Period
Total Investasi Awal = ------------------------------------- x 1 tahun laba bersih dalam tahun
Proyek dianggap layak apabila hasil perhitungan Payback Period lebih kecil dari pada masa proyek (Gitosudarmo dan Mulyono 1996; Sutoyo 2000; Gray et al. 2002). b. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih adalah selisih antara Present Value (Nilai Sekarang) dari investasi dengan Nilai Sekarang dari penerimaan-penerimaan bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang sesuai.
77
Rumus : n
NPV = ∑ B t – C t t t=0 (1 + i) di mana : B t = aliran kas per tahun pada periode t (Rp.). C t = investasi awal pada tahun 0 (Rp.). i = suku bunga yang digunakan (%). n = umur proyek (tahun); t = periode (tahun ke t). Proyek dianggap layak apabila hasil perhitungan NPV positif (NPV > 0). Proyek dianggap tidak layak apabila hasil perhitungan NPV negatif (NPV< 0) (Gitosudarmo dan Mulyono 1996; Sutoyo 2000; Gray et al. 2007). c. Internal Rate of Return (IRR) Metoda ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang atau penerimaan kas dengan mengeluarkan investasi awal. Rumus : IRR = i1 + NPV 1 (i2 – i1 ) NPV 1 -NPV 2 Di mana : IRR = tingkat bunga yang dicari nilainya (%). i1 = tingkat bunga yang membuat NPV negatif (%). i2 = tingkat bunga yang membuat NPV positif (%). NPV 1 = NPV positif (%); NPV 2 = NPV negatif (%). Proyek dianggap layak untuk dijalankan apabila nilai IRR lebih besar dari pada bunga bank (interest) (Gitosudarmo dan Mulyono 1996; Sutoyo 2000; Gray et al. 2007).
78
5. Analisis Risiko Menurut Ichsan et al. (2000), analisis risiko suatu investasi menunjukkan keberuntungan dan kerugian. Identifikasi berbagai dispersi pengembalian dengan berbagai kemungkinan simpangan dari pengembalian yang diharapkan dilakukan dalam analisis risiko. Salah satu metode dalam analisis risiko adalah menggunakan keuntungan rata-rata harapan sebagai indikator profitabilitas investasi dan variansi sebagai indikator risikonya. a. Nilai Harapan (E) Untuk mengukur nilai harapan dalam hal ini adalah keuntungan usaha digunakan nilai keuntungan rata-rata (mean) dari setiap periode produksi, dengan rumus sebagai berikut (Ichsan et al. 2000) : n
∑ Ei i=1
E = --------n
dimana : E = keuntungan rata-rata. Ei = Keuntungan pada periode i. n = Jumlah periode pengamatan.
b. Risiko Untuk mengukur risiko secara statistik digunakan ukuran simpangan baku atau ragam. Rumus untuk menghitung ragam adalah (Ichsan et al. 2000): n
∑ ( E i – E) i=1
V2 = ------------n
dimana : E = keuntungan rata-rata. Ei = Keuntungan pada periode i. n = Jumlah periode pengamatan. V2=Ragam keuntungan
Simpangan baku sama dengan akar dari nilai ragam, yaitu dengan rumus : V = √ v2
79
c. Hubungan risiko dengan keuntungan Untuk mendapatkan gambaran pasti dalam berinvestasi, maka perlu mempertimbangkan berapa risiko yang akan ditanggung dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh. Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko dengan nilai keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dari sejumlah modal yang diinvestasikan
dalam
bisnis.
Semakin
besar
nilai koefisien
variasi
menunjukkan semakin besar risiko yang harus ditanggung investor dibandingkan dengan keuntungannya. Rumus koefisien variasi adalah (Ichsan et al. 2000) : V CV = -----E
dimana :
CV = Koefisien variasi. V = Simpangan baku. E = Keuntungan rata-rata.
Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh petani. Jika nilai L > 0, maka tidak mengalami kerugian, sebaliknya jika nilai L < 0, maka mengalami kerugian. Rumus bawah keuntungan adalah (Ichsan et al. 2000) : L = E – 2V dimana : L = Keuntungan minimum. E = Keuntungan rata-rata. V = Simpangan baku.
E. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Banyak definisi kata
80
sistem telah dikemukakan, tetapi dalam arti luas, setiap dua atau lebih obyek berinteraksi secara kooperatif untuk mencapai beberapa tujuan fungsi, atau tujuan umum merupakan suatu sistem (Grady 2006). Pengembangan agroindustri berbasis ayam ras pedaging memerlukan kajian dengan pendekatan sistem yaitu merumuskan segala fungsi ataupun aktifitas yang harus dimengerti dalam hal bagaimana mereka mempengaruhi, maupun dipengaruhi
oleh
elemen-elemen
dan
aktifitas-aktifitas
lain
beserta
interaksinya. Hal ini bertujuan untuk mencapai keberhasilan optimal dari usaha-usaha ke arah pengembangan industrinya. Pengembangan memerlukan sebuah perencanaan yang tepat dengan memperhatikan aspek internal maupun eksternal (Nasution 2002). Suatu kegiatan usaha didirikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berbagai faktor yang mempengaruhi. Berbagai faktor tersebut muncul disebabkan oleh berbagai kepentingan. Kepentingan yang berbeda sebagai akibat adanya banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat tersebut membentuk sebuah sistem. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan bagi para pihak yang terlibat secara optimal di dalam sistem tersebut, maka memerlukan suatu analisa sistem (Marimin 2004). Pengambilan keputusan manajerial dapat dibedakan menjadi dua hal penting yaitu : 1) keputusan-keputusan terprogram (programmed decisions), adalah keputusan yang sudah pernah dihadapi dan pernah dibuat sebelumnya. Keputusan tersebut terdapat prosedur atau struktur yang jelas untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat, serta merupakan jawabanjawaban yang tepat, obyektif dan dapat dipecahkan dengan berbagai aturan
81
sederhana, kebijakan, atau perhitungan numerik. 2) keputusan tidak terprogram (nonprogrammed decisions) adalah keputusan-keputusan baru, tidak biasa, dan rumit, serta belum terdapat bukti dari hasil akhir. Pengambilan keputusan perlu menciptakan atau mencari sebuah metode yang tepat karena tidak ada struktur yang pasti dan dapat diandalkan (Bateman & Snell 2008). F. Model Permodelan adalah terjemahan bebas dari istilah modelling. Permodelan dapat diartikan sebagai suatu gugus aktivitas pembuatan model. Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model adalah sebuah penyederhanaan representasi atau abstraksi dari realitas. Penyederhanaan digunakan karena suatu realitas begitu kompleks untuk disalin secara pasti, dan karena banyak kompleksitasnya tidak sesuai untuk suatu masalah khusus. Model memperlihatkan hubunganhubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dari pengaruh sebab dan akibat. Model dianggap lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji (Turban 1990; Eriyatno 1999; Turban et al. 2003). Model
dapat
dibuat
melalui
bermacam-macam
abstraksi,
dan
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, dengan uraian sebagai berikut (Turban 1990; Eriyatno 1999; Turban et al. 2003) : 1. Model Ikonik (skala), yaitu model berupa perwakilan fisik dari suatu sistem, biasanya berdasarkan pada skala yang berbeda dari aslinya. Model
82
ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak biru) atau tiga dimensi (prototip mesin, alat, mobil, pesawat terbang, dan lain-lain). 2. Model Analog, yaitu model yang tidak dapat dilihat seperti sistem yang nyata tetapi hanya menyerupainya. Model ini lebih dapat berkemampuan mengetengahkan karakteristik kejadian yang dikaji. Contoh : Kartu organisasi, thermometer, kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, kartu stok, peta wilayah, dan lain-lain. 3. Model Matematik, yaitu model yang dinyatakan dalam bentuk angka, simbol dan rumus. Menurut Turban (1990); dan Eriyatno (1999), model ikonik dan analog tidak cocok untuk permodelan dengan hubungan yang kompleks dan atau untuk perlakuan percobaan. Model lebih abstrak yang memungkinkan adalah dengan bantuan matematika. 4. Model Mental, yaitu model yang secara jelas menguraikan bagaimana seseorang berpikir tentang sebuah situasi. Model mencakup perasaan, asumsi, hubungan, dan aliran kerja oleh individu. Sebagai contoh : model mental manajer dapat menyatakan bahwa untuk promosi pekerja lebih tua lebih baik dari pada yang lebih muda dan dengan demikian kebijaksanaan akan lebih disukai oleh seluruh tenaga kerja. Model mental berpatokan pada informasi yang digunakan dan sikap yang mana seseorang mengindahkan atau mengabaikan informasi. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah yang penting dan tepat. Penemuan peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat di antara peubah-peubah dalam sebuah model (Eriyatno 1999;
83
Turban et al. 2003; Arifin 2007). Menurut Turban (1990), model matematika berisi tiga komponen dasar, yaitu : 1) variabel-variabel keputusan, 2) parameter dan variabel-variabel tidak terkendali, dan 3) variabel-variabel hasil (outcome). Pada pendekatan sistem, tahap permodelan lebih kompleks namun relatif tidak banyak ragamnya ditinjau dari jenis sistem ataupun tingkat kecanggihan model. Permodelan abstrak menerima input berupa alternatif sistem yang layak. Proses ini membentuk dan mengimplementasikan model-model matematik yang dimanfaatkan guna merancang program terpilih untuk dipraktekkan di dunia nyata pada tahap berikutnya. Output utama dari tahap ini adalah deskripsi terperinci dari keputusan yang diambil berupa perencanaan, pengendalian dan kebijakan lainnya. Tahap-tahap permodelan abstrak adalah sebagai berikut (Eriyatno 1999) : 1) Tahap Seleksi Konsep. Tahap ini merupakan tahap awal yaitu melakukan seleksi alternatif konsepsi dari tahap evaluasi kelayakan. Seleksi dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup untuk dilakukan permodelan abstraknya. Hal ini erat kaitannya dengan biaya dan kinerja dari sistem yang dihasilkan. 2) Tahap Rekayasa Model. Langkah awal dari tahap ini adalah menetapkan jenis model abstrak yang akan diterapkan, sejalan dengan tujuan dan karakteristik sistem. Selanjutnya tahap permodelan terpusat pada pembentukan model abstrak yang realistik. Tahap ini mencakup juga penelaahan teliti tentang asumsi model, konsistensi internal pada struktur
84
model, data input untuk pendugaan parameter, hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual, dan membandingkan model dengan kondisi aktual. 3) Tahap Perumusan Model. Berdasarkan peubah-peubah terpenting hasil analisis terpilih sebagai peubah kunci dalam pengembangan model pola kemitraan dalam budidaya ayam ras pedaging. Dalam tahap implementasi, model matematik diwujudkan pada bentuk persamaan fungsi dari hubungan-hubungan dari beberapa peubah kunci. 4) Tahap Validasi. Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dan dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. 5) Aplikasi Model. Para pengambil keputusan merupakan tokoh utama dalam tahap ini dimana model dioperasikan untuk mempelajari secara rinci kebijakan yang dipermasalahkan. Permasalahan yang mempunyai kemungkinan untuk dapat dibuat suatu rumusan matematik, memiliki kemungkinan pemecahannya. Seluruh atribut yang dimiliki suatu sistem, secara langsung dapat ditentukan suatu model simulasi yang ditetapkan oleh setiap kejadian masing-masing komponen sistem tersebut. Simulasi pada teknik permodelan numerik ditandai adanya penyusunan suatu model yang umumnya bersifat matematis, dengan konfigurasi seperti terlihat pada Gambar 5.
Peubah keputusan dapat
diasosiasikan dengan peubah bebas, sedangkan peubah status adalah peubah tidak bebas. Status suatu sistem dapat dilihat sebagai keseluruhan dari karakteristik sistem yang relevan dan diwujudkan melalui suatu gugus atribut
85
yang spesifik. Status sistem kemudian ditetapkan dengan cara memberikan suatu nilai yang khusus untuk setiap atribut tersebut.
Peubah keputusan (Decision Variable)
Kriteria Penampakan (Performance) MODEL MATEMATIK
Parameter sistem (Sistem Parameter)
Peubah Status (State Variable)
Gambar 5. Input-output Simulasi Model (Eriyatno 1999)
Status dari suatu sistem adalah totalitas dari semua karakteristik sistem itu sendiri, yang dapat ditentukan dengan memberikan nilai tertentu bagi setiap atribut tersebut. Peubah status yaitu jika masing-masing atribut yang mengkarakteristikkan status dari sistem dapat dikuantitatifkan sehingga peubah tertentu dapat mewakili masing-masing atribut. Peubah status yang tidak bebas (Variable Dependent) dapat dinotasikan sebagai berikut (Eriyatno 1999) : S = (s 1 ,s 2 ,s 3 ,.......s n ) Peubah
keputusan
merupakan
suatu
peubah
bebas
(variable
independent) nilainya dapat ditetapkan oleh pengambil keputusan sejak awal. Nilai tersebut tidak tergantung peubah yang lain, tetapi akan mempengaruhi status dari sistem. Dengan demikian peubah status akan tergantung pada peubah keputusan. Peubah keputusan dapat disimbulkan sebagai berikut (Eriyatno 1999) : X = (x1 ,x 2 ,x 3 ,.......xn )
86
Sistem Parameter nilainya dapat diletakkan sebelum peubah keputusan, umumnya nilai berupa konstanta fisik, parameter rancangan dan lain-lain. Sistem Parameter dinyatakan sebagai berikut : C = (c 1 ,c 2 ,c 3 ,.......c n ) Simbol matematis ketergantungan peubah status kepada sistem parameter dan peubah keputusan dapat dinyatakan sebagai berikut : S = f (C,X) Kriteria Penampakan adalah suatu tolok ukur kinerja sistem. Kinerja sistem ini dinyatakan secara simbolis sebagai berikut (Eriyatno 1999) : Y = f (S,X,C). G. Model Persamaan Struktural (Structural Equations Modelling, SEM) Dalam bentuk yang paling umum, model persamaan struktural terdiri dari dua bagian yang saling berhubungan yaitu model pengukuran dan model persamaan struktural dengan peubah laten. Model pengukuran (measurement model) menjelaskan bagaimana peubah laten tergantung atau diindikasikan oleh peubah teramati, juga menggambarkan hubungan antara peubah-peubah indikator (teramati) dengan peubah-peubah tidak teramati yang dibangunnya. Selain itu model di atas menggambarkan pula reliabilitas dan validitas dari peubah-peubah teramati (Joreskog dan Sorbom 1989, 1996). Menurut Bollen (1989); dan Wijanto (2008), model peubah laten meliputi persamaan struktural yang menjelaskan hubungan antara peubahpeubah laten, yang kemudian disebut “model persamaan struktural (SEM)” atau “model kausal”. SEM mempertimbangkan adanya dua tipe peubah laten
87
yaitu eksogenus (“independen”)
yang disimbulkan sebagai ξ 1 (xi) dan
endogenus yang dinyatakan dengan η i (eta). Persamaan dengan peubahpeubah linier dan parameter-parameter linier dapat dicontohkan sebagai berikut : η 1 = γ 11 ξ 1 + ζ 1
(2.1)
η 2 = β 21 η 1 + γ 21 ξ 1 + ζ 2
(2.2)
di mana : ζ 1 dan ζ 2 adalah vektor galat, β 21 (beta) adalah koefisien parameter struktural (peubah endogenus) yang mengindikasikan perubahan dalam nilai η 2 setelah kenaikan satu unit η 1 pada ξ 1 konstan, γ 11 (gamma) dan γ 21 adalah koefisien regresi. Persamaan (2.1) dan (2.2) dapat ditulis kembali dalam bentuk matrik sebagai berikut : η1 η2
=
0
0
β 21 0
η1 η2
+
γ 11 γ 21
ξ1
ζ1 +
ζ2
(2.3)
secara lebih kompak ditulis sebagai berikut : η = Bη + Г ξ + ζ
(2.4)
di mana : η adalah sebuah vektor m x 1 dari peubah acak laten endogenus, ξ adalah vektor n x 1 yang menyatakan n peubah laten eksogenus. B adalah koefisien matrik m x m untuk variabel endogenus laten, Г adalah koefisien matrik m x n untuk variabel eksogenus laten. Model pengukuran adalah persamaan struktural yang menyatakan keterkaitan antara peubah teramati dan laten. Dalam bentuk persamaan dapat dibuat sebagai berikut :
88
(2.6)
Seperti
x1 = λ1 ξ1 x2 = λ2 ξ1 x3 = λ3 ξ1 y1 = λ4 η1 + ε1 , y2 = λ5 η1 + ε2 , y3 = λ6 η1 + ε3 ,
+ δ1 + δ2 + δ3
y4 = λ7 η1 + ε4 ,
y 8 = λ 11 η 1 + ε 8 ,
(2.5)
y5 = λ8 η1 + ε5 , y6 = λ9 η1 + ε6 , y 7 = λ 10 η 1 + ε 7 ,
pada model peubah laten, peubah dalam model pengukuran
terdeviasi dari nilai tengahnya. Peubah x i (i = 1, 2, 3) diukur berdasarkan ξ 1 , peubah y 1 sampai y 4 diukur dari η 1 dan peubah y 5 sampai y 8 diukur dari η 2 . Koefisien λ i (lambda) adalah tingkat perubahan peubah teramati untuk satu unit perubahan peubah laten. Peubah δ i (delta) dan ε i (epsilon) adalah galat dari pengukuran untuk x i dan y i.. Persamaan (2.5) dan (2.6) dapat ditulis lebih ringkas ke dalam matriks sebagai berikut (Bollen 1989) : x = Λxξ + δ y = Λyη + ε
(2.7) (2.8)
di mana :
x =
y =
x1 λ1 δ1 x2 , Λ x = λ 2 , ξ = ξ 1 , δ = δ 2 x3 λ3 δ3
y1 y2 y3 y4 y5 , y6 y7 y8
Λy =
λ1 λ2 λ3 λ4 0 0 0 0
0 0 0 0 η1 λ5 , η = , ε = λ6 η2 λ7 λ8
(2.9a)
ε1 ε2 ε3 ε4 ε5 ε6 ε7 ε8
(2.9b)
89
H. Penelitian Terdahulu yang Relevan Beberapa kajian tentang faktor-faktor penentu untuk memperbaiki kinerja organisasi telah dilakukan, antara lain yang digunakan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini. Nurmianto et al. (2006) melaporkan hasil penelitiannya tentang penilaian kinerja karyawan Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota Probolinggo,
khususnya
Sub
Dinas
Pengairan
berbasis
kompetensi
menghasilkan tingkat kepentingan dari faktor-faktor yang berpengaruh yaitu : 1) kemampuan manajerial dengan koefisien estimasi 0,200, yang terdiri dari disiplin (0,318), melayani (0,289), berprestasi (0,151), proaktif (0,140), dan komitmen pada organisasi (0,102), dan 2) kemampuan teknik (0,800) terdiri dari memimpin (0,500), dan kerjasama (0,500). Dalam bidang pendidikan juga telah dilakukan kajian faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) oleh Indrawati (2006). Penelitian tersebut menemukan faktor-faktor pengetahuan, keterampilan, dan motivasi secara simultan berpengaruh adalah 24 % terhadap kinerja guru matematika dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada Sekolah Menengah Atas Kota Palembang, sedangkan keberhasilan pelaksanaan KBK dipengaruhi faktor sikap, inisiatif, kreativitas, dan inovasi. Kajian Almigo ( 2004), menemukan hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja, semakin tinggi kepuasan kerja yang diterima, semakin tinggi pula produktivitas kerjanya. Tampubolon (2007), melaporkan hasil penelitiannya bahwa faktor gaya kepemimpinan dan etos kerja memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap peningkatan kinerja pegawai organisasi. Gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku dan strategi
90
dari kombinasi antara falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Etos kerja diartikan norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu organisasi. Umah dan Wiratmadja (2008) melaporkan hasil penelitiannya dengan judul “Penentuan Strategi Peningkatan Nilai Tambah Berdasarkan Penilaian Kandungan Teknologi pada Produk IKM Mebel di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” bahwa teknologi merupakan faktor penentu dalam menciptakan keunggulan daya saing dari suatu perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen teknologi (THIO) dan komponen utama daya saing industri kecil sektor pangan terdapat hubungan yang signifikan antara tiga komponen teknologi yaitu technoware, inforware, dan orgaware dengan tiga faktor utama daya saing yaitu faktor fleksibilitas, inovasi, dan pengiriman. Joefrie (2007) melaporkan hasil penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Teknologi dengan Pendekatan Teknometrik dan Analytical Hierarchy Process (AHP) di Pabrik Gula Gempol Krep Mojokerto” bahwa komponen inforware terindikasi memiliki kesenjangan nilai relatif paling besar, sehingga direkomendasikan untuk menjadi prioritas dalam membuat strategi pengembangan teknologi di pabrik gula tersebut. Namun, jika dikaji dari tingkat kepentingan atau besarnya intensitas, prioritas pertama pengembangan teknologi adalah komponen technoware. Kontribusi masing-masing komponen teknologi adalah technoware adalah 0.73 dengan intensitas 0.46, orgaware adalah 0.67
91
dengan intensitas 0.33, humanware adalah 0.57 dengan intensitas 0.16, serta inforware adalah 0.40 dengan intensitas 0.05. Penelitian yang dilakukan Arsyad (2006) dengan judul “Assessment Teknologi Proses Produksi Press Tools di PT. Kenza Presisi Pratama dengan Menggunakan Pendekatan Teknometrik” menemukan tingkat kepentingan dari masing-masing komponen teknologi melalui pendekatan metode Analytical Hierarchi Process (AHP) yaitu komponen technoware dengan nilai kontnbusi adalah 0,599, yang diikuti oleh komponen humanware dengan nilai kontnbusi 0,171, selanjutnya komponen inforware dengan nilai kontribusi 0,168, dan komponen terakhir adalah orgaware dengan nilai kontribusi adalah 0,062, serta nilai Technology Contribution Coefficient (TCC) adalah 0,630. Dengan hasil tersebut menunjukkan komponen technoware merupakan komponen paling utama dalam manajemen PT. Kenza Presisi Pratama.
92
III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Konseptual Identifikasi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap keuntungan dan keberlanjutan usaha pada usaha yang berhasil perlu dilakukan untuk dipahami hubungan dan keterkaitannya. Variabel-variabel yang berpengaruh dalam sistem kemitraan terdiri dari variabel teramati (observed variables) dan variabel tidak teramati atau variabel-variabel laten. Untuk pemecahan masalah pengukuran pengaruh dan mengetahui hubungan kausal antara variabelvariabel tersebut memerlukan metode yang tepat. Salah satu metode yang tepat untuk memecahkan masalah pengukuran dan hubungan kausal variabelvariabel laten adalah Structural Equation Modelling (SEM). SEM memiliki kemampuan antara lain : 1) dapat menghasilkan estimasi terhadap multiple interrelated dependence relationships, 2) menunjukkan konsep-konsep tidak teramati serta hubungan-hubungan yang ada di dalamnya, dan perhitungan kesalahan-kesalahan pengukuran dalam proses estimasi (Hair et al. 1998, diacu dalam Wijanto 2008). Dengan demikian, penggunaan SEM untuk membantu memecahkan masalah sesuai tujuan dalam penelitian ini adalah tepat. Upaya untuk meningkatkan tingkat keuntungan dan keberlanjutan usaha plasma serta manfaat bagi perusahaan inti dalam kemitraan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan penerapan tingkat teknologi usaha plasmanya. Untuk tujuan tersebut perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor teknologi yang terdiri dari empat komponen teknologi, yaitu technoware, humanware,
93
inforware, dan orgaware (THIO). Keempat komponen teknologi tersebut bersifat komplementer satu sama lainnya. Technoware merupakan inti dari sistem transformasi dapat berkembang dan dioperasikan oleh humanware berdasarkan inforware yang dikumpulkan, serta merupakan kerangka yang ditetapkan dalam orgaware. Untuk menganalisa hubungan dan keterkaitan variabel-variabel kunci teknologi usaha digunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Hasil analisis berupa besaran pengaruh masing-masing variabel dan indikator kunci menunjukkan hubungan dan keterkaitan antara variabel dan indikator kuncinya dalam penerapan teknologi usaha ternak di tingkat plasma. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar penentuan model konseptual yang dapat digunakan sebagai acuan pengembangan usaha ternak ayam broiler pola PIR yang lebih efektif. Kelembagaan usaha kemitraan didasarkan pada kriteriakriteria kinerja kemitraan dan tingkat teknologi usaha yang tepat meliputi empat komponen yaitu technoware, humanware, inforware, dan orgaware. Analisis teknologi usaha pada tingkat plasma didasarkan pada adanya tujuan untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan dan keberlanjutan usaha dalam kemitraan secara keseluruhan. Model konseptual yang dikembangkan dapat membantu persiapan perusahaan mitra untuk menjalin kemitraan. Kerangka pemikiran dalam permodelan teknologi usaha ternak ayam broiler pada sistem kemitraan pola PIR diperlihatkan pada Gambar 6, dan desain penelitian disajikan pada Tabel 12.
94
• Teknologi usaha ayam broiler pola kemitraan • Kelembagaan usaha • Kompleksitas kepentingan
Identifikasi Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler Audit Teknologi diadaptasi dari Technology Audit Model/TAM (Khalil 2000) Terhadap Perusahaan Inti dan Penyokongnya - Posisi teknologi STA dan CPIN - Peternak plasma terbaik
Identifikasi variabel kunci teknologi usaha plasma dalam kemitraan
Analisis Variabel Kunci teknologi usaha dalam kemitraan dengan metode Structural Equations Modelling (SEM) Tingkat hubungan Indikator Kunci Teknologi Usaha (technoware, humanware, inforware, dan orgaware)
Pengukuran Kinerja Kemitraan di Tingkat Plasma
Baik ?
Ya
Tidak
Penetapan Teknologi Usaha Ternak Broiler Pola Kemitraan Model Teknologi Usaha Plasma Ternak Broiler Pola Kemitraan
Gambar 6. Karangka Pemikiran Konseptual Model Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler dalam Kemitraan Inti-plasma.
95
Tabel 12. Tujuan, Aktivitas, dan Keluaran Penelitian Aktifitas Tujuan - Umum - Khusus
Identifikasi variabel kunci Audit Teknologi terhadap STA dan CPIN
Studi Pustaka
Analisis potensi kemitraan
Survei lapangan
Analisis indikator kunci teknologi usaha plasma dalam kemitraan
Permodelan
Sarana Kegiatan
Survei lapangan dan Data Sekunder
Metode SEM
Alat Ukur Kelengkapan informasi/data Technology Audit Model/TAM (Khalil 2000) Jumlah nilai faktor berdasarkan pendapat Womack et al. (1990) Tingkat hubungan variabel kunci terhadap keberhasilan usaha plasma dalam kemitraan
Analisis finansial
Administrasi keuangan peternak/ usaha ternak
Rugi-laba, NPV, IRR, PBP, B/C R
Analisis risiko
Rasio risiko terhadap keuntungan dan keberlanjutan usaha plasma dalam kemitraan Kinerja usaha plasma dalam kemitraan
Koefisien variasi (CV)
Elemen technoware Elemen humanware Elemen inforware Elemen orgaware
Keuntungan dan keberlanjutan usaha dalam kemitraan
Analisis tolok ukur kinerja usaha plasma dalam kemitraan Memformulasikan model
Keluaran Variabel kunci Posisi Teknologi yang diterapkan oleh STA dan CPIN Potensi kemitraan
Indikator kunci technoware, humanware, Inforware,dan orgaware usaha plasma dalam kemitraan Layak dg NPV>0, IRR>16%, PBP<8, B/C >1 CV relatif kecil Tolok ukur kinerja usaha plasma dalam kemitraan
Indikator kinerja kemitraan
Model teknologi usaha plasma dalam kemitraan
B. Tahapan Penelitian Prosedur penelitian secara menyeluruh diperlihatkan pada Gambar 7. Masing-masing tahap diuraikan sebagai berikut :
96
1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan penelusuran data dan informasi yang berkaitan dengan ruang lingkup studi, telaah data-data sekunder, identifikasi permasalahan dan cara pemecahannya. Penyusunan kuesioner meliputi beberapa kegiatan yaitu penentuan komponen teknologi dan variabel kuncinya pada usaha ayam broiler pola kemitraan berdasarkan pustaka yang dikumpulkan, validasi variabel kunci, serta penyusunan daftar pertanyaan berdasarkan variabel kunci yang valid. Faktor-faktor kunci yang berpengaruh kuat pada komponen teknologi dalam sistem kemitraan agroindustri ayam broiler yang berhasil perlu ditemukan, sehingga temuannya diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para pihak dalam menjalankan usaha khususnya usaha ternak ayam broiler pola kemitraan. Kuesioner dibuat didasarkan pada variabel-variabel kunci yang berhasil diidentifikasi dari ke-empat komponen teknologi pada usaha plasma dalam kemitraan usaha ayam broiler. Beberapa analisis yang mempunyai pengaruh besar dalam keuntungan dan keberlanjutan usaha dirancang sebagai berikut : a. Audit teknologi perusahaan inti (STA) dan Perusahaan Penyokong (CPIN), b.Analisis potensi kemitraan pola PIR ayam broiler, pada STA dan CPIN, c. Analisis penerapan teknologi usaha ternak ayam broiler sebagai plasma, d.Analisis kelayakan usaha ayam broiler melalui kemitraan pola PIR dan mandiri, e. Analisis tolok ukur kinerja usaha plasma dalam kemitraan.
97
Tahap persiapan
1. Studi Pustaka 2. Perumusan masalah penerapan teknologi usaha dalam kemitraan dan pemecahannya
Tahap penyusunan kuesioner
3. Penentuan komponen teknologi usaha ternak ayam broiler 4. Penentuan variabel kunci teknologi usaha ternak ayam broiler dan kemitraannya berdasarkan studi pustaka
5. Validasi variabel kunci
Valid ?
6. Penyusunan daftar pertanyaan
7. Pelaksanaan survei lapangan dan pengumpulan data
Tahap pengumpulan dan pengolahan data Tahap perumusan model dan verifikasi
8. Identifikasi rantai pasokan ayam broiler bagi peternak, perusahaan mitra, pengolah dan distributor 9. Penentuan karakteristik teknologi usaha ternak ayam broiler dan kemitraan bagi peternak dan perusahaan inti
Tidak
12. Perumusan model konseptual teknologi usaha ternak ayam broiler dalam kemitraan
Valid ? Ya
13. Verifikasi model
karakteristik
Ya
Valid ?
Tidak
10. Validasi
11. Perumusan pengukuran kinerja usaha plasma dlm kemitraan
Model hasil verifikasi
Gambar 7. Prosedur Penelitian Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Agroindustri Ayam Broiler
98
2. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data a. Pemilihan Perusahaan Inti dan Peternak Plasma Dalam rangka studi kasus dipilih kemitraan pola PIR dengan kriteria sebagai berikut : 1). Kemitraan sudah berjalan minimum lima tahun bagi perusahaan inti maupun plasma dengan prestasi hasil usaha terbaik, 2). Perusahaan yang menjadi perusahaan inti adalah industri yang melakukan kegiatan pengolahan dan pemasaran produk ternak ayam broiler. 3). Lokasi usaha ternak plasma dipilih di daerah dataran rendah (+ 15 m di atas permukaan laut/dpl), yakni kabupaten-kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu sebanyak dua puluh tujuh peternak plasma dengan prestasi baik. Berdasarkan kriteria tersebut, telah dipilih PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) yaitu perusahaan yang bermitra dengan PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) sebagai perusahaan inti yang berlokasi di Kawasan Industri Ancol Jakarta Utara. CPIN Group memproduksi berbagai komoditas melalui beberapa anak perusahaannya, meliputi industri pakan, Day Old Chick (DOC), peralatan ternak, dan pengolahan daging ayam (CPIN 2009). b. Pengumpulan data Pada tahap pengumpulan data, perusahaan yang dijadikan sampel studi kasus ini adalah perusahaan ayam broiler pada sistem kemitraan pola PIR. Pengumpulan data dilakukan selama dua tahun (2007 sampai dengan 2009),
99
terdiri dari data primer dan data sekunder dengan rentang waktu selama lima tahun yaitu tahun 2004 sampai dengan 2008. Data primer diperoleh dari peternak mandiri, peternak plasma dan perusahaan inti dengan alat bantu kuesioner. Kuesioner dibuat berdasarkan indikator-indikator utama dan pendukung usaha ayam broiler contoh. Data sekunder diperoleh dari kajian pustaka atau laporan dari lembaga-lembaga terkait (BPS, Deptan, Ditjennak, UNDP, UN-ESCAP, UNCTAD, dan USDA). Pertanyaan pada lembar kuesioner dikembangkan untuk mendalami pemenuhan hak dan kewajiban bagi perusahaan inti maupun peternak plasma, alih teknologi, serta penerapan tingkat teknologi usaha pada plasma. Wawancara dilakukan untuk mendalami sesuatu hal yang mungkin belum tertulis dalam kuesioner. Hasil analisis dari semua tahapan tersebut digunakan untuk bahan masukan dalam permodelan teknologi usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan dengan menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Pertimbangan yang digunakan dalam penggunaan SEM adalah perihal sebagai berikut : 1. Variabel-variabel kunci keberhasilan kemitraan merupakan variabel laten dan mempunyai hubungan-hubungan yang bersifat linear antar variabelvariabel kunci dan strukturnya dalam pengaruhnya terhadap keberhasilan kemitraan. 2. Model teknologi ini cocok digunakan hanya untuk sistem kemitraan pola PIR agroindustri ayam broiler.
100
3. Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem kemitraan terutama perusahaan inti mempunyai kemampuan teknologi yang baik dan komitmen yang kuat dalam bermitra. Prosedur permodelan dimulai dengan audit teknologi pada STA dan CPIN, selanjutnya dianalisis potensi kemitraan yang dijalankan STA dan CPIN, serta analisis penerapan teknologi usaha (terdiri dari technoware, humanware, inforware, dan orgaware) dan finansial. Teknologi usaha diukur berdasarkan kriteria kelayakan usaha dari aspek finansial, sedangkan kemitraan diukur berdasarkan tolok ukur kinerja kemitraan. Hasil akhir dari seluruh tahapan analisis dalam permodelan adalah ditemukannya model teknologi usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan pola PIR (diagram alir diperlihatkan pada Gambar 8). c. Analisis Data Data yang dikumpulkan dianalisis sebagai berikut : 1) audit teknologi terhadap penerapan teknologi oleh perusahaan inti (STA) dan perusahaan penyokongnya (CPIN) pada kemitraan pola PIR ayam broiler; 2) analisis potensi kemitraan; 3) analisis komponen teknologi dengan metode SEM; dan 4) analisis finansial. Ke-empat kegiatan analisis tersebut diuraikan di bawah ini. 1) Audit Teknologi Audit teknologi secara keseluruhan meliputi enam kategori yang metode diadaptasi dari Technology Audit Model (TAM) (Khalil 2000) yaitu :1) lingkungan teknologi, 2) kategorisasi teknologi, 3) pasar dan pesaing, 4) inovasi
101
proses, 5) fungsi nilai tambah, dan 6) akuisisi dan eksploitasi teknologi (Tabel 1, halaman 18). Mulai
- Audit Teknologi terhadap STA dan CPIN diadaptasi dari TAM (Khalil 2000) - Usaha ternak ayam broiler sebagai plasma yang berhasil
Analisis potensi kemitraan pola PIR ayam broiler
Potensi Kemitraan berkategori baik ?
Ya
Tidak
Penerapan teknologi bagi usaha plasma sesuai tingkat teknologi inti dalam kemitraan Analisis struktur variabel kunci teknologi usaha ternak ayam broiler yang berhasil melalui kemitraan
Tidak
Ditemukan variabel kunci teknologi usaha melalui kemitraan
Ternak mandiri
Analisis kelayakan dan risiko usaha
Keuntungan usaha dan kepuasan
Tolok ukur kinerja kemitraan
Ya Model teknologi usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan
Selesai
Gambar 8. Diagram alir analisis model teknologi usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan pola PIR
102
2) Analisis Potensi Bermitra Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keminatan untuk bermitra antara peternak atau perusahaan ternak dengan perusahaan mitra berdasarkan indikator seperti tersebut pada Tabel 14. Prosedur analisis dimulai dengan memasukkan data mentah dari peternak atau perusahaan ternak (sesuai skala usahanya) dan perusahaan mitra yang dikumpulkan melalui survei sesuai indikator minat bermitra yang dirancang. Metode yang digunakan dalam analisis adalah metode Womack et al. (1990) untuk mengukur potensi kemitraan mencapai keberhasilan dengan menggunakan faktor-faktor kunci ke dalam tujuh belas faktor kunci seperti terlihat pada Tabel 2 (halaman 26). 3) Analisis Penerapan Teknologi pada Usaha Plasma Ayam Broiler Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi pada masing-masing pihak yang bermitra. Audit teknologi dilakukan terhadap perusahaan inti dan perusahaan yang menjadi penyokong utama saprotan pada lingkup kemitraan ayam broiler pola PIR. Indikator bagi faktor-faktor penting dalam THIO dihimpun dari berbagai referensi yang ada dan didaftar seperti terlihat pada Tabel 13. Analisis dimulai dengan penggunaan indikator pada setiap faktor penerapan teknologi. Proses perhitungan menggunakan metode Structural Equations Modelling (SEM). Hasilnya merupakan tingkat pengaruh indikator masing-masing faktor dalam sistem kemitraan. Hasil akhir pada analisis tersebut adalah penerapan teknologi usaha ternak ayam broiler pola kemitraan PIR.
103
Tabel 13. Indikator penerapan teknologi pada usaha ternak ayam broiler melalui pola kemitraan (* metode diadaptasi dari AA 2009; Cobb 2008; Gumbira-Sa’id 2001; Hafsah 2000; Khalil 2000; Sharif 2006; dan UN-ESCAP 1989)
Faktor*
Indikator *
1
2
Kinerja Finansial
Kinerja Operasional
Kinerja Kerjasama
Keberhasilan Kemitraan
Technoware Plasma: 1. Kandang
2. Manajemen Pemeliharaan
3. Pengendalian Hama dan penyakit
1.Keuntungan kotor 2.Modal kerja dibanding aset total 3.Ratio utang terhadap ekuitas 4.Jangka waktu penerimaan hasil penjualan 5.Nilai jual dibanding aset total 6.Pengembalian ekuitas 1.Pertumbuhan efisiensi 2.Sumber daya manusia 3.Inovasi teknologi 4.Penelitian dan pengembangan 1.Fleksibilitas 2.Penukaran informasi 3.Ketergantungan mitra 4.Turut memecahkan masalah 5.Frekuensi interaksi 6.Transparansi sikap 7.Sikap oportunis 8.Kontrak kerjasama 9.Kepercayaan terhadap mitra 1.Keuntungan bersih 2.Jangka waktu penerimaan 3.Kepuasan 4.Jangka waktu kemitraan 5.Pertumbuhan produktivitas 1. Lantai kandang 2. Tinggi kandang 3. Lebar kandang 4. Dinding kandang 5. Panjang Kandang 1. Suhu ruangan kandang, 2. Tingkat kematian (mortalitas), 3. Tingkat kepadatan ayam, 4. Efisiensi ransum, 5. Bibit yang dipelihara. 6. Berat hidup saat panen 7. Umur panen 8. Penerangan kandang 1. Kebersihan kandang, 2. Pemeliharaan kandang, 3. Sanitasi kandang dan peralatan,
104
Tabel 13. Indikator penerapan teknologi pada usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan (* metode diadaptasi dari AA 2009; Cobb 2008; Gumbira-Sa’id 2001; Hafsah 2000; Khalil 2000; Sharif 2006; dan UN-ESCAP 1989) (lanjutan) 1 2 4. Isolasi kandang, 5. Penggunaan obat-obatan. Humanware Plasma: 1. Potensi kreativitas tenaga kerja
2. Orientasi prestasi
3. Orientasi afiliasi
4. Kewirausahaan
5. Orientasi integritas waktu
Inforware Plasma: 1. Akses informasi
2. Keterkaitan informasi
3. Kemampuan berkomunikasi
Orgaware Plasma : 1. Kepemimpinan
1. Kecerdasan 2. Kemampuan teknis 3. Inisiatif 4. Motivasi 1. Suka tantangan dan bertanggungjawab 2. Penetapan tujuan prestasi 3. Kebutuhan umpan balik 4. Keterampilan perencanaan jangka panjang 1. Rasa berguna bagi kelompok 2. Bertanggungjawab 3. Menjaga persahabatan dan kerjasama 4. Pelaksanaan tugas secara efektif 1. Keinginan untuk bereksperimen 2. Kesediaan menerima perubahan 3. Kemampuan melakukan inisiatif 4. Keberanian menanggung risiko 1. Kedisiplinan bekerja 2. Orientasi target yang terukur 3. Orientasi masa depan 1. Jenis sumber informasi 2. Banyaknya informasi 3. Pemanfaatan informasi 4. Metode pengumpulan informasi 5. Tingkat teknologi informasi 1. Klasifikasi informasi 2. Informasi internal 3. Informasi eksternal 4. Validitas informasi dan data 5. Kemudahan mendapatkan informasi 6. Biaya untuk memperoleh informasi 1. Saluran komunikasi 2. Kepercayaan terhadap sumber informasi 3. Nilai informasi terhadap perusahaan 4. Kuantitas informasi yang dikumpulkan 5. Umpan balik 1. Gaya kepemimpinan 2. Motivasi diri dan dorongan berprestasi 3. Kecerdasan 4. Kedewasaan 5. Keluasan hubungan sosial 6. Inisiatif
105
Tabel 13. Indikator penerapan teknologi pada usaha ternak ayam broiler melalui kemitraan (* metode diadaptasi dari AA 2009; Cobb 2008; Gumbira-Sa’id 2001; Hafsah 2000; Khalil 2000; Sharif 2006; dan UN-ESCAP 1989) (lanjutan) 1 2. Otonomi dalam sistem kerja
3. Pengarahan
4. Keterlibatan organisasi
5. Iklim inovasi
6. Kepatuhan perusahaan
2 1. Pendelegasian tugas dan tanggungjawab 2. Sistem kerja informal 3. Kemandirian bekerja 1. Ketepatan waktu 2. Perencanaan 3. Pemikiran strategis 4. Pengawasan kinerja 1. Potensi kemitraan 2. Kebanggaan dlm kemitraan 3. Peluang pengembangan 4. Kepatuhan pegawai thd peratura 5. Evaluasi kinerja kemitraan 1. Evaluasi kinerja perusahaan 2. Orientasi penelitian dan pengembangan 3. Orientasi teknologi 4. Kepekaan thp perubahan lingkungan bisnis 1. Kejujuran 2. Kepercayaan 3. Komunikasi terbuka 4. Keadilan 5. Keinginan bermitra 6. Keseimbangan insentif dan risiko
Data yang dikumpulkan terdiri dari dua bagian, yaitu data sebagai masukan dalam analisis penerapan teknologi usaha ternak ayam broiler dengan keuntungan optimal, dan faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan. Analisis terhadap kedua data tersebut dilakukan dengan pendekatan metode SEM, dengan paket program LISREL-8.2 (Linear Structural Relationships), untuk mengetahui sejauhmana peranan faktor-faktor dalam penerapan teknologi produksi mempengaruhi tingkat keuntungan usaha bagi peternak dan faktor-faktor kunci dalam kemitraan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : i. Membuat model untuk mengakomodasi semua peubah meliputi peubah yang diamati maupun yang tidak teramati (laten),
106
ii. Mempersiapkan data dan diolah sesuai model SEM, iii. Mempersiapkan matrik korelasi dan atau kovarian yang diolah dengan menggunakan LISREL melalui program PRELIS 2.0, iv. Mengolah data dengan menggunakan program LISREL 8.3. Strukturisasi sistem pengembangan kemitraan Agroindustri ayam broiler melalui teknologi usaha dengan mengaplikasikan metode Structural Equation Modelling (SEM), diharapkan menghasilkan faktor-faktor kunci yang berpengaruh kuat terhadap tingkat keuntungan usaha dan keberhasilan bermitra yang optimal. Tingkat keberhasilan kemitraan dan tingkat keuntungan usaha bagi peternak merupakan peubah terikat, sedangkan peubah lainnya adalah peubah bebas. Peubah-peubah bebas tersebut merupakan peubah tidak teramati (laten) yang hanya dapat diukur melalui peubah-peubah indikatornya masing-masing.
Tabel 15 memberikan pedoman dalam
pengolahan data yang disesuaikan dengan model SEM yang meliputi peubah laten, indikator, lambang dan nama peubah pada program LISREL dengan skala pengukurannya. Peubah tidak teramati (laten) terdiri dari peubah laten endogen dan laten eksogen. Peubah laten endogen, adalah peubah yang terikat umumnya dilambangkan dengan huruf Yunani ETHA (η), sedangkan peubah laten eksogen, yaitu peubah bebas yang dilambangkan dengan ξ (xi /ksi). Model tersebut terdiri dari dua puluh empat peubah laten dan seratus empat puluh enam indikator. Peubah laten endogen terdiri dari : kinerja finansial, kinerja operasional, kinerja kerjasama, dan keberhasilan kemitraan, sedangkan peubah laten eksogen terdiri dari : 1) minat perusahaan inti, 2) pilih perusahaan inti,
107
3) Technoware yaitu kandang, pemeliharaan ternak, dan pengendalian hama, dan
penyakit,
4)
Humanware
yaitu
kewirausahaan, dan integritas waktu,
kreativitas,
prestasi,
afiliasi,
5) Inforware yaitu akses info,
keterkaitan info, mampu info, 6) Orgaware yaitu kepemimpinan, otonomi kerja, pengarahan, keterlibatan, iklim inovasi, dan integritas organisasi. Peubah-peubah indikator yang membangun peubah endogenus biasanya dilambangkan dengan huruf y dan untuk peubah eksogenus dengan huruf x. Peubah-peubah laten dan indikatornya disajikan seperti pada
Tabel 14.
Fungsi keberhasilan kemitraan usaha ternak ayam broiler secara ringkas dinyatakan dengan rumus berikut : Keberhasilan kemitraan = f (Kemampuan teknologi perusahaan inti, potensi kemitraan, technoware plasma, humanware plasma, inforware plasma, orgaware plasma)
Keberhasilan kemitraan sebagai variabel endogen diukur melalui tiga variabel dalam usaha plasma yaitu : 1) kinerja finansial, 2) kinerja operasional, dan 3) kinerja kerjasama dengan indikator masing-masing sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Peubah-peubah technoware plasma, humanware plasma, inforware plasma, dan orgaware plasma sebagai variabel eksogen diukur melalui tujuh belas variabel dengan delapan puluh dua indikator (Tabel 14).
108
Tabel14. Peubah Laten, Indikator, Lambang dan Nama Peubah Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler melalui Kemitraan Peubah Laten dan Indikator Lambang Lambang Peubah 1 2 3 Kinerja Finansial (η 1 )
Kinerja Operasional (η2)
Kinerja Kerjasama (η3)
Keberhasilan kemitraan (η4)
Technoware Plasma : 1. KANDANG (ξ3)
2. PELIHARA (ξ4)
3. PHP (ξ5)
n
1.Keuntungan kotor 2.Modal kerja dibanding aset total 3.Ratio utang terhadap ekuitas 4.Jangka waktu penerimaan hasil penjualan 5.Nilai jual dibanding aset total 6.Pengembalian ekuitas 1.Pertumbuhan efisiensi 2.Sumber daya manusia 3.Inovasi teknologi 4.Penelitian dan pengembangan
y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8 y9 y10
1.Fleksibilitas 2.Penukaran informasi 3.Ketergantungan mitra 4.Turut memecahkan masalah 5.Frekuensi interaksi 6.Transparansi sikap 7.Sikap oportunis 8.Kontrak kerjasama 9.Kepercayaan terhadap mitra
y11 y12 y13 y14 y1 5 y1 6 y1 7 y1 8 y19
o
1.Keuntungan bersih 2.Jangka waktu penerimaan 3.Kepuasan 4.Jangka waktu kemitraan 5.Pertumbuhan produktivitas
y20 y21 y22 y23 y24
o
1. Lantai kandang 2. Tinggi kandang 3. Lebar kandang 4. Dinding kandang 5. Panjang Kandang
x20 x21 x22 x23 x24
o
x25 x26 x27 x28 x29 x30 x31 x32 x33 x34 x35 x36 x37 x38 x39
o
1. Suhu ruangan kandang, 2. Tingkat kematian (mortalitas), 3. Tingkat kepadatan ayam, 4. Lebar bidang tempat pakan per ekor ayam 5. Lebar bidang tempat minum per ekor ayam 6. Efisiensi makanan, 7. Bibit yang dipelihara. 8. Bobot hidup saat panen 9. Umur panen 10. Penerangan kandang 1. Kebersihan kandang, 2. Pemeliharaan kandang, 3. Sanitasi kandang dan peralatan, 4. Isolasi kandang, 5. Penggunaan obat-obatan.
n o i n o o o o o
o o o o o o o o
I n o o
o o o o
o o o o o o o o o o o o o o
109
Tabel14. Peubah Laten, Indikator, Lambang dan Nama Peubah Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler melalui Kemitraan (lanjutan) 1 Humanware Plasma: 1. KREATIVITAS (ξ6)
2. ORIENTASI PRESTASI (ξ7) 3. ORIENTASI BERAFILIASI (ξ8)
4. KEWIRAUSAHAAN (ξ9)
5. ORIENTASI INTEGRITAS WAKTU (ξ10) Inforware Plasma : 1.AKSES INFORMASI (ξ11)
2. KETERKAITAN INFORMASI (ξ12)
3. KEMAMPUAN KOMUNIKASI (ξ13)
Orgaware Plasma : 1. KEPEMIMPINAN (ξ14)
2. OTONOMI KERJA (ξ15) 3. PENGARAHAN (ξ16)
2 1. Kecerdasan 2. Kemampuan teknis 3. Inisiatif 4. Motivasi 1. Suka tantangan dan bertanggungjawab 2. Penetapan tujuan prestasi 3. Kebutuhan umpan balik 4. Keterampilan perencanaan jangka panjang 1. Rasa berguna bagi kelompok 2. Bertanggungjawab 3. Menjaga persahabatan dan kerjasama 4. Pelaksanaan tugas secara efektif 1. Keinginan untuk bereksperimen 2. Kesediaan menerima perubahan 3. Kemampuan melakukan inisiatif 4. Keberanian menanggung risiko 1. Kedisiplinan bekerja 2. Orientasi target yang terukur 3. Orientasi masa depan 1. Macam sumber informasi 2. Banyaknya informasi 3. Pemanfaatan informasi 4. Metode pengumpulan informasi 5. Tingkat teknologi informasi 1. Klasifikasi informasi 2. Informasi internal 3. Informasi eksternal 4. Validitas informasi dan data 5. Kemudahan mendapatkan informasi 6. Biaya untuk memperoleh informasi 1. Saluran komunikasi 2. Kepercayaan terhadap sumber informasi 3. Nilai informasi terhadap perusahaan 4. Mutu informasi yang dikumpulkan 5. Umpan balik 1. Gaya kepemimpinan 2. Motivasi diri dan dorongan berprestasi 3. Kecerdasan 4. Kedewasaan 5. Keluasan hubungan sosial 6. Inisiatif 1. Pendelegasian tugas dan tanggungjawab 2. Sistem kerja informal 3. Kemandirian bekerja 1. Ketepatan waktu 2. Perencanaan 3. Pemikiran strategis 4. Pengawasan kinerja
3 x40 x41 x42 x43 x44 x45 x46 x47 x48 x49 x50 x51 x52 x53 x54 x55 x56 x57 x58 x59 x60 x61 x62 x63 x64 x65 x66 x67 x68 x69 x70 x71 x72 x73 x74 x75 x76 x77 x78 x79 x80 x81 x82 x83 x84 x85 x86 x87
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
110
Tabel14. Peubah Laten, Indikator, Lambang dan Nama Peubah Teknologi Usaha Ternak Ayam Broiler melalui Kemitraan (lanjutan) 1 4. KETERLIBATAN PERUSAHAAN (ξ17) 5. IKLIM INOVASI (ξ18)
6. KEPATUHAN PERUSAHAAN (ξ19)
2 1. Kebanggaan dlm kemitraan 2. Komunikasi internal perusahaan 3. Peluang pengembangan 4. Kepatuhan pegawai thd peraturan 1. Evaluasi kinerja perusahaan 2. Orientasi penelitian dan pengembangan 3. Orientasi teknologi 4. Kepekaan thp perubahan lingkungan bisnis 1. Kejujuran 2. Kepercayaan 3. Komunikasi terbuka 4. Keadilan 5. Keinginan bermitra 6. Keseimbangan insentif dan risiko
3 x88 o x89 o x90 o x91 o x92 o x93 o x94 o x95 o x96 o x97 o x98 o x99 o x100 o x101 o
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal.
4) Analisis Finansial Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha ternak baik melalui kemitraan maupun mandiri. Kriteria yang digunakan untuk menganalisis adalah : Internal Rate of Return (IRR), layak jika IRR > tingkat suku bunga pada tahun tertentu; Net Present Value (NPV), layak jika NPV> 0 Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C Ratio), layak jika Net B/C Ratio > 1, sedangkan analisis risiko diukur dengan menghitung koefisien variasi (CV). Nilai CV harus kecil, semakin kecil nilai CV akan semakin kecil risiko usaha yang ditanggung investor. Analisis kelayakan dan risiko usaha dilakukan terhadap masing-masing skala usaha yang bermitra maupun usaha mandiri. Perhitungan setiap kriteria didasarkan data hasil survei dan diharapkan menghasilkan status kelayakan setiap kelompok skala usaha dalam usaha yang bermitra dan usaha mandiri.
111
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial adalah sebagai berikut : 1. Usaha ternak plasma yang dilibatkan dalam analisis adalah usaha yang berprestasi baik berdasarkan capaian keuntungan kotor yang positif selama bermitra dalam kurun waktu minimal lima tahun terakhir. 2. Isi perjanjian kerjasama antara perusahaan inti dan peternak plasma tidak berubah selama kemitraan dijalankan. 3. Usaha plasma dijalankan dengan sistem kandang terbuka dan sistem pemeliharaan ayam all in all out di daerah dataran rendah dengan kisaran suhu udara adalah 260-340C. 4. Hasil produksi berupa ayam hidup oleh usaha plasma sepenuhnya menjadi tanggungjawab perusahaan inti dan seluruhnya terserap di pasaran (terjual). 5. Harga-harga setiap elemen yang digunakan pada usaha plasma adalah harga rata-rata jaminan yang ditentukan oleh perusahaan inti yang berlaku pada satu tahun berjalan selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2004 sampai dengan 2008 bagi usaha plasma. Harga rata-rata DOC adalah Rp 2.640,-per ekor, ransum adalah Rp 2.850,- per kg, ayam hidup adalah Rp 7.596,- per kg dengan bobot hidup 1,68 kg per ekor dan tingkat kematian ayam selama pemeliharaan adalah 2,6%. 6. Elemen-elemen yang diperhitungkan pada analisis finansial meliputi biaya investasi, biaya variabel, biaya penyusutan, dan laba/rugi.
112
d. Analisis tolok ukur kinerja usaha dalam kemitraan Hasil penelitian Herman (2002), pendapat pelaku kerjasama dalam mengukur kinerja kerjasama dan pencapaian tujuan dilakukan melalui diagnosis atas tiga kelompok kriteria, yaitu finansial, operasional dan kerjasama (Gambar 9). Metode untuk memecahkan masalah yang dilakukan melalui pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap tersebut meliputi evaluasi kelayakan, penyusunan model abstrak, dan implementasi rancangan.
Indikator Kinerja Finansial - Rasio utang terhadap ekuitas - Rasio tunai - Modal kerja dibanding aset total - Perputaran inventori
-
Periode koleksi Nilai jual dibanding aset total Pengembalian ekuitas Keuntungan bersih
KINERJA USAHA DALAM KEMITRAAN
Indikator Kinerja Operasional - Pertumbuhan produktivitas - Pertumbuhan daya saing - Pertumbuhan efisiensi - Sumber daya manusia - Inovasi teknologi - Penelitian dan pengembangan
Indikator Kinerja Kerjasama - Fleksibilitas - Transparansi sikap - Pertukaran informasi - Sikap oportunis - Ketergantungan mitra - Pola kontrak kerjasama - Ikut memecahkan masalah - Frekwensi interaksi - Kepercayaan thp mitra- - Orientasi hubungan jangka panjang
Gambar 9 Indikator kriteria kinerja usaha dalam kemitraan (diadaptasi dari Herman 2002) Parameter
rancangan
sistem
adalah
parameter-parameter
yang
mempengaruhi input sampai menjadi output. Tiap-tiap sistem memiliki parameter rancangan tersendiri, yang dapat berupa lokasi fisik, ukuran sistem dan komponen sistem. Parameter rancangan sistem cenderung konstan karena
113
hal ini tidak dapat diubah selama sistem berjalan untuk memperbaiki kemampuan sistem sebagai respon adanya perubahan kondisi lingkungan. Parameter rancangan sistem dapat merupakan mikro sistem dalam suatu pengkajian industri yaitu berupa faktor-faktor internal yang ada dalam sistem produksi itu sendiri, misalnya yang menyangkut proses, bahan baku, peralatan, kelembagaan dan sebagainya. Identifikasi sistem merupakan usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif pada sebanyak mungkin peubah-peubah sistem dan mempelajari terjadinya kendala-kendala yang dihadapi. Batas toleransi bagi output yang tidak dikehendaki dan batas bawah dari output yang dikehendaki ditetapkan, untuk menghasilkan spesifikasi yang terperinci tentang perubahan rancangan dan proses kontrol. Identifikasi sistem ditentukan dan ditandai dengan adanya determinasi kriteria jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem. Kriteria tersebut juga meliputi penentuan output yang diharapkan dari sistem, dan mungkin juga perhitungan rasio biaya dan manfaat. Kemitraan usaha ayam broiler mempunyai sistem tertentu dan pengembangan organisasinya membutuhkan spesifikasi serta proses kontrol untuk pedoman dalam sistem. Spesifikasi penerapan teknologi yang sesuai tingkat usahanya dan faktor-faktor kuncinya perlu ditetapkan sebagai pedoman dalam mengimplementasikan kemitraan usaha tersebut. Oleh karena itu dalam rangka pengembangan kemitraan pada usaha ayam broiler, perlu dilakukan kajian berdasarkan spesifikasi dan proses kontrol untuk menentukan indikator-indikator kunci dari kemitraan yang berhasil.
114
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) merupakan salah satu perusahaan peternakan di Indonesia, dengan produksi utamanya adalah ayam broiler hidup yang dilaksanakan melalui kemitraan pola Perusahaan Inti-Rakyat (PIR) yang mengacu pada SK Mentan Nomor 472/Kpts/TN.330/6/1996 tentang pola kemitraan ayam ras. Sebagai perusahaan inti, STA berkantor di Pondok Rawa Mas Indah Blok AA2 No. 20 Jomin Barat, Kota Baru, Karawang, Jawa Barat, 41374. Wilayah jangkauan operasional perusahaan tersebut meliputi daerah kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu. Peternak plasma yang dibina pada tahun 2010 di ke-tiga daerah tersebut adalah 223 peternak. Dalam melaksanakan perannya sebagai perusahaan inti, STA menjalin kemitraan dengan Charoen Pokpand Indonesia (CPIN) Group untuk mendapat dukungan pasokan sarana produksi ternak (sapronak). CPIN dipilih sebagai mitra oleh STA didasarkan pada kemampuan CPIN dalam menjamin pasokan sapronak dan memperkuat kemampuan pemasaran hasil produksi berupa ayam broiler hidup. Kemampuan CPIN memasok ayam berumur sehari (Day Old Chick, DOC) cukup besar, dengan kepemilikan industri ayam berkapasitas produksi 431 juta ekor per tahun, dan berlokasi di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Untuk pasokan ransum ternak CPIN memiliki pabrik berkapasitas produksi 3.920.000 ton per
115
tahun, berlokasi di kabupaten-kabupaten Tangerang, Sidoarjo, Medan, Demak, Makasar, dan Lampung (CPIN 2009). Dalam pemasaran hasil ternak, STA mampu memasarkan seluruh hasil produksi usaha plasma berupa ayam hidup secara baik ke pelanggan. Pabrik pengolahan daging ayam yang dimiliki CPIN mampu menyerap hasil produksi ayam hidup sekitar 9,49 %, selebihnya (sekitar 90 %) dijual ke pedagang pengumpul. Pabrik tersebut berlokasi di beberapa wilayah propinsi di Indonesia yakni Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta berkapasitas produksi sebanyak 62.400 ton per tahun (CPIN 2009). Industri pengolah daging ayam yang dimiliki CPIN tersebut telah menggunakan teknologi modern dan prosedur kerja yang serba otomatis. Namun demikian masih terdapat beberapa proses tertentu yang harus dilakukan secara manual, seperti penimbangan bobot hidup ayam, penyembelihan, dan pemisahan bagian organ dalam (jeroan). Dalam rangka memberikan kepuasan terhadap konsumen terutama di pasar global CPIN telah menerapkan Program Jaminan Mutu berdasarkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Tujuan penerapan program tersebut adalah untuk menghasilkan produk yang aman, bermutu dan memberikan integritas secara ekonomis dari produknya. Penerapan sistem Manajemen Mutu berdasarkan konsep HACCP yang dilaksanakan CPIN, berkaitan dengan penerapan fungsi-fungasi manajemen, yaitu Rancangan HACCP dan pelaksanaannya dituangkan dalam proses pemantauan dan perekaman untuk didokumentasikan. Pengawasan dalam program di atas disebut pengawasan mutu secara mandiri (self regulatory quality
116
control) dengan cara melakukan validasi, audit dan verifikasi secara internet (CPIN 2002). Hasil utama pemrosesan ayam adalah daging ayam segar dan olahan, yang diproduksi oleh tiga (3) bagian (house) yaitu rumah penyembelihan (Slaughter House), proses lanjutan (Further Process Product) dan rumah produksi sosis (Sausage House). Produk yang dihasilkan oleh : 1) rumah penyembelihan; adalah daging ayam segar berupa Panggang (Griller); Daging rusuk (Fillet); Paha tanpa tulang (Boneless leg); Paha tanpa tulang dan kulit (Skinless boneless leg); Thick stick; Drum stick; Dada tanpa tulang (Boneless breast); Dada tanpa tulang blok (Boneless breast block); Dada tanpa tulang dan kulit (Skinless boneless breast), dan Daging tanpa tulang (Whole debone chicken), 2) Produk dari proses lanjutan antara lain adalah Fried chicken; Fried drum stick; Nugget; Karaage; Katsu; Spicy chick; Spicy wing; Roasted bill, 3) Rumah Poduksi Sosis menghasilkan produk berupa Sosis (Sausage); bakso (Meat ball); Dada ayam asap (Smoke chicken breast); Daging ayam asap (Smoke chicken Meat); dan Bologna. B. Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler Sistem kemitraan ayam broiler pola PIR yang dibangun STA melibatkan banyak komponen bisnis yang beraktifitas sesuai dengan fungsinya masingmasing. Secara sederhana diperlihatkan pola hubungan antar lembaga dalam sistem kemitraan pola PIR ayam broiler pada Gambar 10. Para peternak plasma yang berada di sekitar perusahaan inti berhubungan secara langsung dengan perusahaan intinya melalui perjanjian kerjasama (kemitraan). Perusahaan inti dengan dukungan industri-industri hulu, peraturan dan perundangan khususnya
117
perunggasan, lembaga pemerintah terutama dinas peternakan, lembaga keuangan, serta lembaga asuransi memperkuat kemampuan operasional pola kemitraan yang dibangun. Pihak yang bertanggungjawab dalam pemasaran ayam hasil produksi adalah perusahaan inti yang berhubungan langsung dengan pasar. Peternak plasma tidak diperkenankan menjual sendiri terhadap ayam hasil produksinya. Peraturan dan perundangan
3.
Plasma
2. Plasma
Pasar
Industri hulu (CPIN, dll): DOC, 4. ransum, obat-obatan, peralatan
STA
Lembaga pendukung : 6. pemerintah, lembaga keuangan, lembaga asuransi
7.
Plasma
5.
Plasma
Gambar 10. Sistem Kemitraan Pola PIR Agroindustri Ayam Broiler Pemasaran ayam broiler hidup yang dihasilkan oleh peternak plasma adalah tanggungjawab perusahaan inti (STA), selain dijual ke CPIN, sebagian besar (90%) dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya didistribusikan ke berbagai pelanggan yaitu pasar tradisional, pasar modern, rumah makan, hotel, catering dan konsumen akhir. Tanggung jawab penyediaan lahan, kandang, perlengkapan kandang, dan pemeliharaan yang menjadi tanggungjawab peternak plasma harus dapat dipenuhi. Dalam operasional kemitraan usaha ayam broiler selama ini, risiko kegagalan usaha terbesar terletak pada pihak plasmanya. Hal ini disebabkan kemampuan penerapan teknologi usahanya masih terbatas. Oleh karena itu peran
peternak
sebagai
plasma
dalam
118
kemitraan usaha perlu ditingkatkan, sehingga dapat diperoleh hasil kemitraan yang optimal. Untuk mencapai keberhasilan kemitraan secara keseluruhan, perusahaan inti menjadi pusat kekuatan dengan tanggungjawab yang besar. Oleh karena itu pelaksanaan kemitraan harus dipilih perusahaan inti yang sehat, berkemampuan tinggi dalam memenuhi tanggungjawabnya, dan berkomitmen kuat dalam membangun kemitraan yang baik dengan hasil optimal. Untuk menjamin terpenuhinya sasaran tersebut, maka perlu dilakukan audit teknologi terhadap perusahaan inti (STA) maupun perusahaan penyokong utama sebagai mitranya (CPIN). Dengan demikian dapat diketahui posisi teknologi yang dimiliki dan diterapkan pada perusahaan inti dan perusahaan penyokong tersebut secara nyata berkategori baik, sebagai syarat pencapaian keberhasilan kemitraan yang dijalankannya. Kerjasama antara perusahaan inti (STA) dengan peternak plasma berdasarkan perjanjian kerjasama yang mengatur semua lingkup kemitraan termasuk manfaat yang diperoleh masing-masing pihak dan risiko usaha yang harus ditanggung. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai perusahaan inti terhadap usaha plasma, STA dapat melaksanakannya secara baik, meliputi penyediaan sarana produksi ternak (DOC, ransum, dan obat-obatan), peralatan kandang, bimbingan teknologi, pemasaran, dan pembayaran hasil sisa usaha plasma.
119
C. Audit Teknologi Perusahaan Inti (STA) dan Perusahaan Penyokong (CPIN) Peran penting bagi STA sebagai perusahaan inti dalam sistem kemitraan ayam broiler pola PIR yang dibangunnya memerlukan kemampuan dan kometmen yang cukup untuk mencapai keberhasilan. Sesuai perjanjian kerjasama kemitraan yang telah disepakati bersama antara STA dengan peternak plasmanya, STA berperan dan bertanggungjawab untuk hal-hal berikut : 1) Membina, memberi pelayanan dan bimbingan teknis kepada peternak plasma dalam pelaksanaan pemeliharaan ayam; 2) Memasok sarana produksi ternak, meliputi pakan, anak ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC), dan obat-obatan sesuai dengan jenis, jumlah, dan jadwal pemasokannya kepada peternak; 3) Membantu mengelola penggunaan pakan, termasuk kemungkinan mengalihkan sapronak yang tidak digunakan, ataupun dengan cara lainnya kepada pihak lain; 4) Membantu administrasi dan pengelolaan kredit; 5) Membantu memasarkan ayam hasil pemeliharaan, dan bersedia menjadi pembeli yang siaga setiap saat. Untuk melaksanakan peran dan tanggungjawab tersebut, STA disokong oleh CPIN dalam pengadaan sapronaknya. Melalui penelitian ini dilakukan penilaian kinerja STA dan CPIN melalui audit teknologi yang dimiliki dan diterapkannya dalam menjalankan perannya sebagai perusahaan inti dan penyokong sapronak (khususnya DOC dan pakan ayam). Untuk persiapan pelaksanaan audit teknologi dilakukan pemetaan
120
teknologi yang berkaitan dengan posisi teknologi yang dimiliki dan diterapkan STA sebagai perusahaan inti. Hasil pemetaan teknologi diperlihatkan pada Gambar 11.
1. Peralatan
1. Kantor 4.Pasar
1. Transportasi
1. Saprotan
3. Akses Informasi
2. Kreativitas
2. PERUSAHAAN INTI-PLASMA
3. Keterkaitan informasi
2.
Orientasi berafiliasi
Orientasi prestasi
3. Komunikasi
2. Orientasi integritas waktu
4. Pengarahan
2. Kewirausahaan
4. Kepemimpinan 4. Peternak Plasma
4. Otonomi kerja
4. Keterlibatan perusahaan
4. Iklim inovasi
4. Kepatuhan perusahaan
Gambar 11. Peta Teknologi yang Berkaitan dengan Sistem Kemitraan Ayam Ras Pedaging /broiler (diadaptasi dari TAM/Khalil 2000) Hasilnya menunjukkan adanya wilayah penilaian teknologi dalam sistem kemitraan ayam ras pedaging pola PIR. Angka 1, 2, 3, dan 4 yang diikuti elemenelemen yang secara berturut-turut menunjukkan keberadaan komponen technoware, humanware, inforware, dan orgaware. Komponen technoware terdiri dari kantor, perlengkapan kantor, peralatan tulis, listrik, telepon, air, transportasi, dan saprotan. Komponen humanware terdiri dari kreativitas tenaga
121
kerja, orientasi prestasi, orientasi berafiliasi, kewirausahaan, dan orientasi integritas waktu. Komponen inforware terdiri dari akses informasi, keterkaitan informasi, dan kemampuan komunikasi. Komponen orgaware terdiri dari kepemimpinan, otonomi kerja, pengarahan, keterlibatan perusahaan, iklim inovasi, kepatuhan perusahaan, dan pasar. Informasi tentang komponen teknologi THIO tersebut diperlukan untuk membantu pelaksanaan audit. Pelaksanaan audit teknologi tersebut dilakukan pada tahun 2007 sampai dengan 2009 oleh tim auditor yang terdiri dari : 1) Peneliti, 2) Director PT. Sahabat Ternak Abadi/STA, 3) Area Head Production STA, dan 4) Branch Head Area Cikampek. Hasil audit terhadap enam kategori dengan metode yang diadaptasi dari Technology Audit Model/TAM (Khalil 2000) diperlihatkan pada Tabel 15 sampai Tabel 20. 1. Lingkungan Teknologi Hasil audit kategori lingkungan teknologi terhadap STA dan CPIN dengan skala rata-rata 4,47 dan 4,80, diartikan baik pada STA dan mendekati baik sekali pada CPIN (Tabel 15). Seluruh kegiatan STA maupun CPIN dipusatkan di kantor dan setiap kepala unit dalam struktur organisasi diberi tugas secara jelas dan mempunyai kewenangan pada tingkat tertentu untuk pengambilan keputusan. Gaya manajemen perusahaan STA disesuaikan dengan tingkat kompleksitas struktur organisasi. Tenaga kerja lapangan bertanggungjawab kepada kepala unit masing-masing, dengan kemandirian yang cukup baik. Komunikasi antara bawahan dengan atasan serta antar bagian berjalan dengan baik. Gambar 12 memperlihatkan struktur organisasi STA, sedangkan Gambar 13 memperlihatkan struktur organisasi CPIN.
122
Tabel 15. Hasil Audit Teknologi Untuk Lingkungan Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) * Wilayah Penaksiran 1.1 Orientasi dan Kepemimpinan puncak 1.2 Strategi teknologi
1.3 Struktur Organisasi
Elemen
Nilai Penaksiran
-Teknologi merupakan prioritas utama dalam strategi bisnis. -Keterlibatan manajer dalam budaya teknologi perusahaan. - Strategi perusahaan dalam pencapaian visi perusahaan. -Tujuan dengan kemantapan standar teknologi -Deployment : komunikasi dalam organisasi. - kejelasan bagan organisasi.
- kemandirian kelompok kerja. - Budaya sebagai faktor strategis - Pembelajaran organisasi - Kebebasan komunikasi dalam organisasi - Keefektifan perubahan manajemen. 1.5 Manusia (tenaga - Perekrutan tenaga kerja baru kerja) - Pelatihan tenaga kerja. - Empowerment : keterlibatan tenaga kerja - Sistem penggajian Nilai rata-rata Keterangan : * metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000) 1.4 Kemajuan budaya teknologi
STA 4
CPIN 5
5
5
4
5
3
5
5 5
5 5
5 5 5 5 5 4 4 5 4 4,47
5 5 5 4 4 5 5 4 5 4,80
Direktur
Produksi
Finance/Accounting
Human Capital
Technical Service
Admin Produksi
Keuangan
Akuntansi
Sales
Gambar 12 . Struktur Organisasi PT. Sahabat Ternak Abadi/STA (STA 2010)
123
CPIN merupakan perusahaan di bidang peternakan terbesar di Indonesia. Pembagian fungsi organisasi pada sruktur organisasi CPIN, terlihat lebih kompleks. Kompleksitas fungsi dan hirarki organisasi dibuat sesuai kebutuhan bagi perusahaan besar. Fungsi-fungsi organisasi seperti kegiatan produksi, pemasaran, keuangan, pembelian, sumber daya manusia, dan teknologi informasi, dibentuk dalam departemen yang mempunyai otonomi kerja sesuai fungsi masing-masing (Gambar 13).
Rapat Umum Pemegang Saham
Dewan Komisaris
Komite Audit
Direksi
Audit Internal
Kepala Departemen Pemasaran
Kepala Departemen Produksi
Kepala Departemen Pembelian
Kepala Departemen SDM
Kepala Departemen
Keuangan
Kepala Departemen Teknologi Informasi
Gambar 13 . Struktur Organisasi PT. Charoen Phokpand Indonesia (CPIN) (CPIN 2009)
124
Keberhasilan STA dalam mejalankan bisnisnya, sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan dan kinerja CPIN. Hal ini disebabkan karena CPIN merupakan perusahaan penyokong utama pasokan sapronak dalam sistem kemitraan pola PIR yang dijalankan STA. Jika kemampuan CPIN dalam memasok sapronak rendah, atau terdapat kendala pada pelaksanaan kegiatannya, secara langsung dapat menjadi hambatan pelaksanaan kegiatan bisnis bagi STA. CPIN mempunyai peranan yang strategis dalam sistem kemitraan tersebut, sehingga audit terhadap teknologi yang dimiliki CPIN merupakan hal penting untuk dilakukan. Informasi hasil audit tentang posisi teknologi yang dimiliki CPIN diharapkan dapat menguatkan informasi tentang kemampuan CPIN yang tinggi dalam memenuhi pasokan sapronak dan pasar. Penilaian teknologi yang dimiliki CPIN pada penelitian ini didasarkan dari Laporan Tahunan CPIN tahun 2009 yang dipublikasikan melalui web-site http://www.cp.co.id/wp-content/uploads/2010/05/annual-report-CPIN-2009bahasa.pdf., diakses tanggal 13 Juli 2010. Hasil penilaian teknologi yang dimiliki CPIN pada enam kategori diperlihatkan pada : 1) Tabel 15 (lingkungan teknologi, 2) Tabel 16 (kategorisasi teknologi), 3) Tabel 17 (pasar dan pesaing), 4) Tabel 18 (inovasi proses), 5) Tabel 19 (fungsi nilai tambah), dan 6) Tabel 20 (Akuisisi dan eksploitasi teknologi). Komitmen jangka panjang yang telah dirintis oleh CPIN sejak lama adalah menyediakan pakan ternak yang terbaik dan mutu DOC yang unggul kepada peternak, sehingga memperoleh kepercayaan dan kesetiaan dari para peternak unggas di seluruh Indonesia untuk menggunakan pakan dan DOC hasil
125
produksinya. Kondisi tersebut menjadi kekuatan penting bagi CPIN untuk meraih posisinya sebagai pemimpin pasar di Indonesia. Mutu produk yang tinggi dan kemampuan CPIN yang handal dalam pasokan permintaan peternak unggas di seluruh Indonesia dapat diwujudkan karena didukung oleh kepemilikan dan penerapan teknologi secara baik. Teknologi merupakan prioritas utama dalam strategi perseroan untuk memenangkan
persaingan
bisnis.
Otomatisasi
mesin-mesin
produksi
dilaksanakan dengan baik. Kejelasan struktur organisasi untuk mempertegas tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam organisasi dapat diciptakan dengan baik sekali. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan. Dewan Komisaris mempertanggungjawabkan hasil kerja Direksi
pada RUPS setiap tahun sekali, dan masa
jabatannya ditetapkan selama lima tahun dengan tidak mengurangi hak RUPS untuk memberhentikan bilamana diperlukan sebelum masa jabatannya habis. Dewan Komisaris Perseroan terdiri dari sedikitnya tiga orang, yaitu satu orang sebagai Presiden Komisaris dibantu satu orang Wakil Presiden Komisaris, dan satu orang anggota. Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijaksanaan dan pelaksanaan pengurusan, serta memberi nasihat kepada Direksi. Pelaksanaan tugas dan tanggung-jawab Dewan Komisaris dibantu oleh Komite Audit. Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan Tugas Dewan Komisaris. Direksi bertanggung-jawab kepada Dewan Komisaris.
126
Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Direksi dibantu oleh Tim Audit Internal untuk mengumpulkan informasi kegiatan-kegiatan penting yang perlu dilakukan. Peran karyawan dianggap penting dalam rangka mencapai keberhasilan Perseroan. Oleh karena itu CPIN senantiasa berupaya untuk meningkatkan mutu dan produktivitas serta motivasi setiap karyawannya. Upaya-upaya yang telah dilakukan CPIN untuk meningkatkan kinerja karyawannya antara lain sebagai berikut : 1) Perbaikan sistem penggajian, yaitu senantiasa melakukan penyesuaian besarnya gaji karyawan dengan laju inflasi, serta memperhatikan upah minimum yang ditetapkan Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja. Saat ini besar gaji karyawan berada di atas upah minimum ketetapan Pemerintah. 2) Menyediakan berbagai macam tunjangan dan fasilitas, yaitu tunjangan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), pengobatan, asuransi, transportasi, kematian, melahirkan, dan pernikahan. 3) Pelatihan dan pengembangan, yaitu menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan setiap tahun meliputi pelatihan manajerial, dan teknis operasional. 2. Kategorisasi Teknologi Kategorisasi teknologi pada STA dan CPIN diaudit berdasarkan tiga wilayah penaksiran yaitu teknologi jasa/produk. teknologi proses, dan teknologi dalam pemasaran. Hasil audit pada kategorisasi teknologi menunjukkan skala
127
rata-rata 4,00 bagi STA, berarti baik dan 4,80 bagi CPIN, berarti baik sekali (Tabel 16 ). Tabel 16. Hasil Audit Teknologi Untuk Kategorisasi Teknologi PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN). Wilayah Penaksiran
2.1 Teknologi jasa/produk
2.2 Teknologi proses
2.3 Teknologi dalam pemasaran
Elemen
Nilai Penaksiran STA
CPIN
5
5
4
5
4
5
- Trends teknologi kompetensi utama
4
5
-Teknologi internal difokuskan pada teknologi proses -Teknologi eksternal meliputi proses-proses produksi -Penaksiran teknlogi dasar dalam posisi persaingan -Trends teknologi proses kunci produk utama -Inovasi pemasaran yang agresif
4
4
4
5
4
5
4
5
3
4
-Konsep produk-jasa kepuasan pelanggan.
4
5
4,00
4,80
- Teknologi internal sebagai kekuatan dan keberaniannya. -Teknologi eksternal sesuai kepentingan strategis - Teknologi dasar dalam posisi persaingan
Nilai rata-rata Keterangan : * metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000)
STA dalam menjalankan bisnisnya disesuaikan dengan kemampuannya secara mandiri. Efisiensi biaya operasional dan modal investasi menjadi faktor penting dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan. Untuk tujuan tersebut pada beberapa kegiatan usaha dilaksanakan dengan cara bermitra kepada perusahaan lain yang mampu memberi dukungan keberhasilan usaha. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi pasokan saprotan (DOC, pakan, peralatan, obat-obatan dan vitamin), transportasi untuk pasokan saprotan, dan keuangan.
128
Kemampuan perusahaan inti untuk memasok saprotan kepada peternak plasma merupakan faktor yang sangat penting dalam pola PIR. Untuk penyediaan saprotan, STA bermitra dengan CPIN. Selama ini, kegiatan tersebut dilaksanakan dengan baik. Distribusi saprotan dari produsen (pabrik untuk pakan, farm untuk DOC) ke peternak plasma oleh STA dilaksanakan melalui jasa ekspedisi. Untuk pemasaran hasil produksi berupa ayam broiler hidup, sangat dipengaruhi harga pasar. Tingkat agresifitas pemasaran untuk menciptakan peluang pasar baru, termasuk kategori rata-rata seperti umumnya perusahaan perunggasan. Hal ini disebabkan karena terdapat faktor-faktor pembatas utama seperti jumlah pasokan DOC, keragaan peternak plasma, jumlah pesaing, dan tingkat pertumbuhan permintaan pasar. Produk utama CPIN adalah pakan ternak dengan kontribusi terhadap laba Perseroan adalah 76,38 % pada tahun 2009. Pada kurun waktu tersebut produksi pakan meningkat adalah 1,53 % dibandingkan produksi tahun 2008. Hal ini menunjukkan Perseroan mampu memaksimalkan kapasitas pasang produksi dari mesin-mesin produksi yang dimilikinya. Perolehan laba Perseroan pada tahun 2009 mengalami kenaikan adalah 19,05 % dari pada tahun sebelumnya, menunjukkan adanya peningkatan kinerjanya. Peningkatan produksi dan laba yang diperoleh perusahaan mengindikasikan bahwa produk yang dihasilkan CPIN diterima pasar secara baik. Kendala yang masih sering muncul adalah ketersediaan bahan baku pakan, seperti jagung dan bungkil kedelai.
129
Bahan baku terutama jagung, sering mengalami fluktuasi pengadaannya karena pengaruh iklim. Pada saat musim panen (umumnya menjelang musim kemarau), persediaan jagung melimpah, sebaliknya pada saat menjelang sampai awal musim hujan (bulan Oktober-Januari), persediaan
jagung di pasaran
mengalami kelangkaan. Untuk mengatasi fluktuasi persediaan jagung tersebut, CPIN memprogramkan untuk mengakuisisi perusahaan penghasil jagung. Dalam rangka upaya peningkatan kinerja Perseroan, CPIN juga memprogramkan untuk meningkatkan kapasitas produksi pakan ternak dengan mendirikan pabrik-pabrik baru, mendirikan fasilitas pembibitan DOC baru terutama di luar pulau Jawa. Pemasaran produk-produk utama CPIN (pakan ternak dan DOC) selama ini diprioritaskan untuk memenuhi permintaan perusahaan-perusahaan perunggasan yang menjalankan usahanya melalui sistem kemitraan, salah satu mitranya adalah STA. Pemesanan terhadap pakan ternak maupun DOC dilakukan melalui jaringan intranet yang disediakan Perseroan. Dengan sistem tersebut, Perseroan dapat secara cepat dapat merespon permintaan seluruh pelanggannya. 3. Pasar dan Pesaing Audit teknlogi untuk kategori pasar dan pesaing meliputi dua wilayah penaksiran yaitu keperluan pasar, dan status pesaing. Hasil audit menunjukkan nilai skala rata-rata 4,25 untuk STA, berarti baik dan CPIN adalah 4,75 yang berarti baik dan mendekati baik sekali. Pemasaran hasil produksi peternak plasma berupa ayam broiler hidup oleh STA, secara keseluruhan berlangsung baik. Penaksiran terhadap jumlah kebutuhan pasar terprediksi dengan sangat baik.
130
Penjualan ayam broiler hidup dilakukan untuk memenuhi permintaan Unit Daging Olahan CPIN dan pelanggan lainnya (pedagang pengumpul). Pemenuhan permintaan pelanggan disesuaikan kemampuan pasokan DOC. Pasokan DOC oleh CPIN merupakan faktor pembatas produksi saat ini. Jumlah produksi ayam broiler hidup yang terkendali, ditujukan untuk kestabilan harga pasar. Fluktuasi harga pasar sering terjadi secara cepat, disebabkan karena banyak faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan STA, seperti terjadinya wabah penyakit pada produsen di lingkungan sendiri maupun produsen lain. Jika terjadi wabah penyakit dapat mengakibatkan ketidak-akuratan prediksi pasar atas permintaan dan penawaran oleh STA, yang dapat mengganggu pelaksanaan bisnis secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penerapan biosekuriti yang ketat. Namun pelaksanaannya sampai saat ini masih terkendala oleh kemampuan teknis peternak plasma. Hasil audit teknologi untuk pasar dan pesaing pada CPIN terdapat satu elemen yang masih perlu ditingkatkan yaitu sistem penaksiran pesaing (Tabel 17). Pesaing bisnis diposisikan sebagai faktor penting dan menjadi pertimbangan dalam menyusun strategi perusahaan oleh CPIN, namun belum dilakukan penaksiran secara periodik. Audit teknologi untuk pasar dan pesaing pada PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan CPIN yang metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000), diperlihatkan pada Tabel 17. 4. Inovasi Proses Audit kategori inovasi proses mencakup tiga wilayah penaksiran yaitu generasi ide, penggerak teknologi, dan konsep untuk pasar. Hasil audit
131
menunjukkan nilai skala rata-rata 4,20 berarti baik dan diperlihatkan pada Tabel 18. Tabel 17. Hasil Audit Teknologi Untuk Pasar dan pesaing PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) * Wilayah Penaksiran
3.1 Keperluan pasar
3.2 Status pesaing
Elemen
Nilai Penaksiran STA
CPIN
- Sistem penaksiran pasar sesuai keperluan pasar -Teknologi pemasaran sebagai teknologi untuk keberanian kebijaksanaan dan strategi teknologi seluruhnya. - Penaksiran pesaing secara periodik
5
5
4
5
4
4
- Benchmarking proses-proses internal
4
3
4,25
4,75
Nilai rata-rata Keterangan : * metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000)
Tabel 18. Hasil Audit Teknologi Untuk Inovasi Proses PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) * Wilayah Penaksiran
4.1 Generasi ide
4.2
4.3
Elemen
STA
CPIN
- Intrapreneurship seluruh tingkat organisasi
3
5
-Enterpreneurship konsisten dengan strategi.
5
5
- Ilmu pengetahuan pendorong
4
5
- Pasar penarik dari kesenjangan dan peluang pasar
4
5
- Waktu impas dan biaya impas sesuai pasar
5
5
Nilai rata-rata
4,20
5,00
Penggerak teknologi
Konsep untuk pasar
Nilai Penaksiran
Keterangan : * metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000)
Keterlibatan seluruh tingkat organisasi adalah untuk memberi masukan terhadap pembuatan perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi kegiatan agar seluruh proses berjalan dengan baik dan berhasil. Informasi yang diperoleh dari setiap karyawan maupun kepala unit, dikomunikasikan secara baik dalam 132
organisasi, sehingga sangat membantu perusahaan dalam membuat keputusan yang tepat. Keputusan yang dibuat adalah dalam hal memperbaiki besaran garansi harga saprotan dan harga pembelian ayam broiler hidup yang tertuang dalam kontrak perjanjian kerjasama dengan peternak plasma. Perbaikan garansi harga sarana produksi ternak (sapronak) dan daging ayam hidup dilakukan secara periodik dalam kurun waktu satu tahunan disesuaikan dengan perkembangan pasar. Kinerja CPIN sebagai salah satu Perseroan yang bergerak dalam bidang agribisnis secara keseluruhan baik, sehingga CPIN dapat menempatkan posisinya sebagai pemimpin dalam persaingannya di Indonesia. Hasil audit khususnya pada inovasi proses menunjukkan nilai rata-rata 5,00 yang berarti baik sekali dan sesuai dengan nilai harapannya (Tabel 18). Kepemimpinan pada setiap bagian kegiatan berjalan dengan baik, sehingga dapat mencapai hasil kerja dengan kinerja yang tinggi. Gagasan dan ide dari setiap tingkat organisasi disampaikan dengan tanpa hambatan akibat birokrasi dan konsisten dengan strategi Perseroan. Ilmu pengetahuan merupakan hal penting bagi CPIN, sehingga kepedulian terhadap dunia pendidikan cukup besar. Kerjasama untuk melakukan penelitian dan pendidikan di lingkungan perguruan tinggi sering dilakukan. Perkiraan-perkiraan finansial sesuai kondisi pasar dapat dilaksanakan dengan baik oleh CPIN. Faktor yang masih menjadi hambatan dalam penghitungan biaya impas adalah ketersediaan dan fluktuasi harga bahan baku. Masalah tersebut diharapkan dapat diatasi dengan akuisisi yang telah direncanakan CPIN untuk tahun 2010 terhadap perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan produk-produk agribisnis, khususnya bahan baku proses
133
produksi yaitu PT. Agrico International, sebuah perusahaan pemasok produkproduk pertanian sebagai bahan baku industri pakan ternak. 5. Fungsi Nilai Tambah Audit terhadap fungsi nilai tambah mencakup tiga wilayah penaksiran yaitu penelitian dan pengembangan, operasi, dan teknologi peduli lingkungan. Hasil audit fungsi nilai tambah pada STA menunjukkan skala rata-rata 3,83, berarti baik (Tabel 19). Tabel 19 . Hasil Audit Teknologi Untuk Fungsi nilai tambah PT. Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) * Wilayah Penaksiran 5.1 Penelitian dan pengembangan
5.2 Operasi
Elemen
STA
CPIN
-Fungsi silang kelompok
4
5
- Portofolio penelitian dan pemgembangan
4
5
- Analisis keberhasilan/ kebangkrutan
4
5
- Perbaikan variabel penting dari proses
5
5
3
5
3
5
3,83
5,00
5.3 Teknologi peduli - Proses dan produk hijau lingkungan
Nilai Penaksiran
- Analisis siklus hidup produk Nilai rata-rata
Keterangan : * metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000)
Pengalaman proses produksi dari peternak plasma merupakan informasi penting untuk bahan pertimbangan dalam rangka pembinaan peternak plasma secara keseluruhan. Pembinaan dilakukan secara kelompok maupun individu oleh STA kepada peternak plasma minimal setiap seminggu sekali. Evaluasi setiap siklus produksi di tingkat peternak plasma dilakukan dengan baik, dan diidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan ataupun kegagalan produksi
134
untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan siklus periode berikutnya maupun dalam rangka pembinaan peternak plasma seluruhnya. Untuk menciptakan produksi bersih, STA berpartisipasi melalui peternak plasma yang dibinanya dengan menganjurkan pelaksanaan pengendalian bau kandang dan menekan populasi lalat. Bau kandang dan populasi lalat rumah merupakan faktor utama yang dapat mengganggu lingkungan. Teknologi untuk mengendalikan ke-dua faktor tersebut dengan cara : 1) menghindari kelembaban lantai kandang yang berlebihan untuk mengurangi bau kandang, 2) melakukan pengerukan kotoran ayam setiap dua hari sekali untuk mengendalikan populasi lalat rumah, 3) menggunakan pakan yang ditambahkan obat pengendali larva lalat. Hasil audit terhadap fungsi nilai tambah pada CPIN menunjukkan nilai rata-rata 5,00, hal ini berarti baik sekali dan sesuai nilai harapan (Tabel 19). Rapat koordinasi antar bagian dilakukan sekali dalam seminggu, sehingga tercipta kerjasama secara baik. Analisis keberhasilan dan kendala operasional yang timbul dapat dilaksanakan secara baik. Untuk melaksanakan kegiatankegiatan tersebut, dibentuk bagian dalam struktur organisasi yang dinamakan Audit Internal. Berbagai penelitian
yang
telah
dilakukan CPIN
bertujuan
untuk
meningkatkan mutu produk yang dihasilkan. Sebagai contoh, penelitian tentang formula pakan ternak untuk meningkatkan efisiensi. Pakan ternak ayam broiler yang diproduksi CPIN dapat menurunkan nilai FCR. Keragaan produksi yang lebih baik tersebut juga disebabkan adanya perbaikan mutu DOC, sehingga mempersingkat umur panen ayam broiler.
135
6. Akuisisi dan Eksploitasi Teknologi Audit terhadap akuisisi dan eksploitasi teknologi meliputi empat wilayah penaksiran yaitu akuisisi teknologi, transfer teknologi, eksploitasi untuk keuntungan, dan proteksi. Hasil audit dengan skala rata-rata 3,33, berarti setingkat rata-rata atau sedang (Tabel 20). Metode akuisisi teknologi terhadap teknologi yang berkembang masih merupakan hal yang perlu dikembangkan ke arah lebih agresif. Keterbatasan metode akuisisi dan transfer teknologi yang diterapkan STA disebabkan karena tingkat teknologi yang dibutuhkan dalam produksi ternak umumnya adalah teknologi tepat guna dan tersedia secara luas di dunia bisnis perunggasan umumnya. Tabel 20. Hasil Audit Teknologi Untuk Akuisisi dan eksploitasi teknologi PT.Sahabat Ternak Abadi (STA) dan PT.Charoen Pokphand Indonesia* Wilayah Penaksiran 6.1 Akuisisi teknologi
6.2 Transfer teknologi
6.3 Eksploitasi untuk keuntungan 6.4 Proteksi
Elemen
Nilai Penaksiran STA
CPIN
- Metode akuisisi
3
5
- Ketepatan modal investasi
4
5
- Prosedur transfer
3
5
- Transfer tenaga kerja
3
5
- Eksploitasi untuk keuntungan sesuai
4
5
3
5
3,33
5,00
strategi teknologi dan klasifikasi teknologi - Proteksi pengetahuan Nilai rata-rata
Keterangan : * metode diadaptasi dari TAM (Khalil 2000).
Transfer teknologi dilakukan melalui CPIN berkaitan dengan mutu DOC, dan formula pakan. Pemuliaan genetik DOC oleh CPIN secara terus menerus dilakukan, dengan tujuan untuk memperbaiki potensi performa ayam broiler yang dipasarkan. Tujuan ini dapat dicapai secara baik, dengan adanya
136
peningkatan efisiensi pakan dan umur ayam lebih singkat untuk dipanen dengan bobot badan rata-rata 1,8 kg per ekor (30-32 hari/ sebelumnya 35-40 hari). Secara keseluruhan, posisi teknologi STA bernilai baik, dan baik sekali berdasarkan nilai rata-rata hasil audit pada ke-enam kategori teknologi yang dimilikinya yaitu Tabel 15 sampai dengan Tabel 20. Materi tersebut, diperjelas melalui Gambar 14.
Gambar 14. Kesenjangan Nilai Penaksiran Rata-rata Terhadap Nilai Harapan dari Ke-enam Kategori Teknologi pada STA dan CPIN (2009)
Kesenjangan antara nilai penaksiran terhadap nilai harapan terkecil untuk STA terjadi pada lingkungan teknologi, sedangkan kesejangan terbesar pada
137
akuisisi dan eksploitasi teknologi. Dengan kondisi tersebut, STA sebagai perusahaan inti dalam kemitraan pola PIR yang dibangunnya, perlu membuat strategi yang difokuskan terutama pada akuisisi dan eksploitasi teknologi. Hal ini didasarkan kepada kondisi kesenjangan terbesar antara nilai penaksiran terhadap nilai harapan yang terjadi pada wilayah penaksiran akuisisi dan eksploitasi teknologi. Kondisi teknologi pada kategori lingkungan teknologi yang dimiliki STA dapat dijadikan sumber kekuatan utama dalam persaingan bisnis. Hal ini didukung adanya kesenjangan yang paling kecil antara nilai penaksiran terhadap nilai harapan pada ke-enam kategori yang diaudit.
Dengan memaksimalkan
penerapan teknologi pada kategori lingkungan teknologi sebagai sumber kekuatan utama dan peningkatan pada kategori akuisisi dan eksploitasi teknologi, STA diharapkan dapat menjadi pemimpin di lingkungan bisnis kemitraan perunggasan, khususnya ayam broiler. Hasil audit terhadap akuisisi dan eksploitasi teknologi pada CPIN, diperlihatkan pada Tabel 20, dengan nilai rata-rata 5,00 yang berarti baik sekali dan sesuai dengan nilai harapan. Akuisisi teknologi untuk proses-proses produksi oleh CPIN dilakukan dengan baik sesuai harapan. Perbaikan mesin-mesin produksi diarahkan kepada operasi otomatis, untuk meningkatkan kinerja dan mutu produk. Pemasangan dan operasionalisasi mesin-mesin otomatis baru yang didukung oleh tenaga kerja yang sesuai dan mampu mengoperasikan mesin baru tersebut, sehingga CPIN (selaku perusahaan pembeli) dapat mengoperasikannya secara benar. Kerahasiaan atas temuan yang menjadi andalan Perseroan dilakukan dengan baik.
138
Berdasarkan nilai rata-rata hasil penaksiran pada Tabel 15 sampai dengan Tabel 20 yang dibandingkan nilai harapannya, terdapat kesenjangan pada kategori lingkungan teknologi, kategorisasi teknologi, serta pasar dan pesaing untuk CPIN. Gambar 14 memperlihatkan kesenjangan tersebut. Rata-rata nilai kesenjangan adalah 0,20 pada kategori lingkungan teknologi terhadap nilai harapan (5,00), merupakan indikator bahwa CPIN perlu meningkatkan hal-hal berikut : 1) Kebebasan komunikasi dalam organisasi yaitu kemudahan untuk melakukan komunikasi dari level atas ke level bawah maupun dari bawah ke atas dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung-jawab masing-masing, 2) Keefektifan perubahan manajemen yaitu mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan pada setiap tingkat organisasi untuk dapat bekerja secara mandiri dengan penuh rasa tanggungjawab, 3) Keterlibatan tenaga kerja yaitu melalui upaya-upaya peningkatan partisipasi aktif karyawan pada setiap tingkat organisasi dalam lingkup tugas dan tanggungjawab masing-masing. Kesenjangan nilai rata-rata adalah 0,20 pada kategorisasi teknologi terhadap nilai harapan (5,00), menunjukkan bahwa CPIN perlu merealisasikan rencana yang telah diputuskan untuk : 1) otomatisasi proses produksi, 2) mendekatkan lokasi pabrik, pusat-pusat distribusi produk kepada pelanggan. Kesenjangan nilai rata-rata penaksiran juga terjadi pada kategori pasar dan pesaing adalah 0,25. Untuk itu CPIN perlu melakukan penaksiran pasar dan perkembangan pesaing bisnis secara periodik, sehingga dapat mengambil
139
keputusan yang tepat jika terjadi fluktuasi ketersediaan dan harga bahan baku, serta harga dan jumlah permintaan produk yang dihasilkan. Kemampuan teknologi yang dimiliki STA dan CPIN berdasarkan hasil audit sebagaimana telah dibahas di muka adalah baik dan baik sekali. Kondisi tersebut akan memberi jaminan terhadap pelaksanaan yang baik sesuai peran dan tanggungjawab STA sebagai perusahaan-inti dan CPIN sebagai perusahaan penyokongnya, sehingga kemitraan yang dijalankanya berhasil. D. Potensi Kemitraan Keberhasilan kemitraan dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya tujuh belas faktor kunci yang telah diidentifikasi oleh Womack et al. (1990) diacu dalam Herman (2002) meliputi: memilih mitra, keinginan untuk menjadi mitra, kepercayaan, karakter dan etika, impian strategis, kecocokan budaya, arah yang konsisten, informasi bersama, tujuan dan minat bersama, risiko ditanggung bersama secara adil, keuntungan dinikmati bersama secara adil, sumber daya cukup sesuai, waktu kerjasama disepakati dan cukup panjang, disponsori oleh manajemen puncak, keterikatan pada ketentuan, pengertian dasar yang sama tentang nilai yang dibawa oleh mitra ke dalam kemitraan, dan aturan, kebijaksanaan dan pengukuran kinerja yang mendukung kemitraan. Hasil penelitian menunjukkan besarnya nilai potensi kemitraan pada pola PIR Perunggasan ayam pedaging (broiler) antara PT.Sahabat Ternak Abadi (STA) sebagai perusahaan-inti dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) sebagai Perseroan utama penyokong sapronak bagi STA. Hasil analisis potensi kemitraan yang dijalankan STA diperlihatkan pada Tabel 21.
140
Tabel 21.Faktor-faktor kunci keberhasilan kemitraan pola PIR di lingkungan PT.Sahabat Ternak Abadi/STA (2008) * No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Faktor-faktor keberhasilan dalam Usaha Memilih mitra Keinginan untuk menjadi mitra Kepercayaan Karakter dan etika Impian strategis Kecocokan budaya Arah yang konsisten Informasi bersama Tujuan dan minat bersama Risiko ditanggung bersama secara adil Keuntungan dinikmati bersama secara adil Sumber daya cukup sesuai Waktu kerjasama disepakati dan cukup panjang Disponsori oleh manajemen puncak Keterikatan pada ketentuan Pengertian dasar yang sama tentang nilai yang dibawa oleh mitra ke dalam kemitraan 17 Aturan, kebijaksanaan dan pengukuran kinerja yang mendukung kemitraan
Jumlah Faktor (JF)
Nilai 4 5 3 5 5 3 4 4 4 3 4 5 5 5 4
Keterangan JF < 30 = tidak ada kemitraan, 30 < JF < 50 = ada masalah dalam kemitraan, 50 < JF < 70 = kemitraan potensial, JF > 70 = kemitraan yang baik.
4 4 71
Keterangan : * metode diadaptasi dari Womack et al. (1990).
Jumlah nilai adalah 71 yang diperoleh dari tujuh belas faktor yang dinilai, menunjukkan bahwa kemitraan yang dijalankan STA dalam budidaya ayam ras pedaging termasuk dalam kategori kemitraan yang baik. Menurut Hafsah (2000), kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Terdapat enam dasar etika bisnis yaitu : 1) Karakter, integritas, dan kejujuran; 2) Kepercayaan; 3) Komunikasi yang terbuka; 4) Adil; 5) Keinginan pribadi dari pihak yang bermitra; dan 6) Keseimbangan antara insentif dan risiko. Jika enam dasar etika bisnis tersebut dapat dilaksanakan dalam kemitraan, maka keberhasilan dalam bermitra akan dapat dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Mariotti 1993, diacu dalam Hafsah 2000). Pola PIR melibatkan perusahaan inti dan peternak sebagai plasmanya. Perusahaan inti berperan dalam memasok sarana produksi (Day old chick/DOC, 141
ransum, dan obat-obatan), pemasaran hasil produksi, serta pembinaan dalam pemeliharaan, sementara peternak plasma bertanggungjawab memelihara DOC sampai mencapai umur layak untuk dijual dan dikonsumsi. Perusahaan inti maupun peternak plasma masing-masing mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memilih dan memutuskan serta berkeinginan kuat untuk bermitra dalam bisnis. Kepercayaan secara berangsur-angsur dibangun seiring dengan proses bisnis yang dijalankannya. Karakter dan etika bisnis dijalankan dengan baik, setiap pelanggaran maupun kelalaian akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Jika terjadi kesalahan fatal, biasanya dilakukan pemutusan atau penghentian kontrak kerjasama. STA sebagai perusahaan inti, telah memiliki pemahaman yang cukup terhadap budaya setempat dimana kemitraan bisnis dijalankan, hal ini terbukti dengan adanya kelangsungan bisnis yang dijalankannya masih diminati banyak peternak di wilayah kerjanya sejak tahun 1996 sampai sekarang. Arah bisnis dijalankan secara konsisten untuk memajukan dunia perunggasan nasional, khususnya ayam ras pedaging dengan mengedepankan perolehan keuntungan yang dinikmati dan risiko ditanggung bersama secara adil. Berbagai informasi yang mendukung keberhasilan usaha diketahui bersama (saling memberi informasi), saling pengertian dengan didasari tujuan dan keinginan bersama untuk bermitra dalam menjalankan kemitraan bisnis antara STA dan Peternak plasmanya. Sumberdaya yang digunakan (meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan) di STA cukup sesusai dengan tugas, fungsi dan peruntukannya. Sumberdaya manusia rata-rata berpendidikan sarjana strata 1 (S1), ditempatkan antara lain pada jabatan Direktur, Manajer dan
142
Staf bagian Produksi, Keuangan, dan Pemasaran, sehingga sesuai dengan keahlian dan pengalaman yang dimiliki. Sumberdaya lain seperti sarana produksi (pakan, peralatan, dan DOC), transportasi, teknologi informasi dan komunikasi cukup memadai. Kondisi ini diciptakan untuk menjamin keberlangsungan produksi dan kegiatan pembinaan kepada peternak plasma. Sarana transportasi untuk pengiriman DOC dan ransum ditanggung oleh perusahaan inti melalui jasa ekspedisi dari pihak ketiga melalui kontrak kerjasama antara perusahaan inti dengan pihak ketiga tersebut. Sumberdaya yang digunakan pada tingkat peternak plasma cukup memadai, pada umumnya berkualifikasi lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sarana dan prasarana produksi yang menjadi tanggungjawab peternak plasma seperti lokasi kandang dan konstruksinya, fasilitas dan peralatan pada umumnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan inti. Bisnis perunggasan (produksi daging ayam) dengan pola PIR yang dijalankan oleh STA dengan dukungan CPIN mengacu pada SK Mentan Nomor 472/Kpts/TN.330/6/1996 tentang pola kemitraan ayam ras. Pada Gambar 15 ditunjukkan adanya variabel-variabel kunci dalam teknologi usaha inti dalam sistem kemitraan ayam ras pedaging.
Informasi
dikumpulkan
dari
hasil
pengamatan atas variabel-variabel kunci dalam sistem kemitraan bagi perusahaan inti. Untuk menganalisa hubungan dan keterkaitan teknologi usaha
variabel-variabel
kunci
inti tersebut dilaksanakan dalam satu proses analisis bagi
teknologi usaha plasma dengan menggunakan
metode Structural Equation
Modelling (SEM). Hasil analisis berupa besaran pengaruh masing-masing variabel dan indikator kunci menunjukkan hubungan dan keterkaitannya,
143
sehingga dapat digunakan sebagai acuan pengembangan usaha ternak di tingkat plasma yang lebih efektif oleh perusahaan inti.
1.
1. Proses produksi daging ayam olahan
Proses produksi daging ayam segar
1. Pengendalian Hama dan Penyakit
1.
2.
1. Pemeliharaan ayam
1.
Pemasaran produk
Perkandangan
Orientasi berafiliasi
2.
4. Akses Informasi
Kreativitas TEKNOLOGI USAHA INTI SISTEM KEMITRAAN
4. Keterkaitan informasi
2. Orientasi prestasi 2. Kewirausahaan
4. Komunikasi
3. Pengarahan
3. Kepemimpinan
2. Orientasi integritas waktu
3. Keterlibatan perusahaan 3. Otonomi kerja
3. Iklim inovasi
3. Kepatuhan perusahaan
Gambar 15. Peta Teknologi yang Berkaitan dengan Sistem Kemitraan Ayam Ras Pedaging (broiler) Pola PIR Kelembagaan usaha kemitraan yang dijalankan berdasarkan kriteria-kriteria kinerja kemitraan dan tingkat teknologi usaha yang tepat mencakup empat komponen teknologi yaitu technoware, humanware, inforware, dan orgaware (THIO). Analisis teknologi usaha pada tingkat plasma didasarkan pada adanya
144
tujuan untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan dan keberlanjutan usaha dalam kemitraan secara keseluruhan. E. Analisis Komponen Teknologi Usaha ternak, khususnya ternak ayam ras pedaging melalui pola kemitraan membutuhkan seperangkat komponen teknologi (THIO).
Pembahasan yang
mendalam tentang keberadaan ke-empat komponen teknologi tersebut
perlu
dilakukan. Analisis pengaruh faktor-faktor kunci penentu keberhasilan kemitraan pada masing-masing komponen THIO melalui metode SEM dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.3 dalam penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama, analisis dilakukan terhadap pengaruh faktor-faktor kunci penentu secara terpisah dari masing-masing komponen teknologi. Tahap kedua, analisis secara terpadu terhadap komponen teknologi dalam satu kesatuan pengaruhnya terhadap keberhasilan kemitraan ayam broiler. Hasil analisis dari kedua tahap tersebut diuraikan di bawah ini. 1. Komponen Technoware Perangkat keras (technoware) merupakan satu di antara empat perangkat penting yang menjadi satu kesatuan dalam sistem kemitraan. Hasil analisis tingkat keberhasilan kemitraan budidaya ayam ras pedaging ditinjau dari komponen technoware, menghasilkan empat (4) faktor penentu yang berpengaruh nyata yaitu faktor-faktor bernilai-t lebih besar dari 1,96 (ttabel 0,05=1,96), terdiri dari keuntungan bersih (estimasi 0,26; nilai-t 2,31; dan koefisien determinasi/R2=0,033), jangka waktu pengembalian modal (0,35; 3,14; dan 0,061), jangka waktu kemitraan (-,28;
145
-2,50; dan 0,039) dan pertumbuhan produktivitas (1,41; 13,81; dan 1,00) (Tabel 22). Tabel 22. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Technoware dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler. Peubah Laten dan Lambang
Indikator
Lambang Estimasi Peubah
Nilai-t*
R2
1.Keuntungan kotor
y1
n
1,40
5,06
0,97
2.Rasio modal kerja/aset total 3.Nilai jual/aset total
y2
n
-0,22
-1,96
0,024
y5
n
-0,38
-3,03
0,071
y8
o
0,57
3,33
0,17
2..Inovasi teknologi
y9
o
0,75
3,69
0,28
3.Litbang
y10
n
0,75
3,69
0,28
y11
o
0,87
5,11
0,37
y13
n
0,35
2,48
0,061
y14
o
0,38
2,78
0,072
y1 6
o
0,96
5,34
0,46
1.Keuntungan bersih
y20
n
0,26
2,31
0,033
2.Jangka waktu penerimaan 3.Jangka waktu kemitraan 4.Pertumbuhan produktivitas 1. Tinggi kandang
y21
I
0,35
3,14
0,061
y23
n
-0,28
-2,50
0,039
y24
n
1,41
13,81
1,00
Technoware Plasma : 2.Dinding kandang 1. KANDANG (ξ3)
x21
o
1,41
17,90
1,00
x23
n
0,49
4,57
0,12
2. PELIHARA (ξ4) 1. Tingkat kematian
x26
n
0,54
4,65
0,15
x30
o
0,71
6,24
0,25
x33
o
0,38
3,21
0,071
x34
o
0,31
2,59
0,047
x37
o
1,00
-
Kinerja Finansial (η1)
Kinerja Operasional (η2)
1.Sumber daya manusia
Kinerja Kerjasama 1.Fleksibilitas (η3) 2.Ketergantungan mitra 3.Turut memecahkan masalah 4.Transparansi sikap Keberhasilan Kemitraan (η4)
2. Efisiensi makanan 3.Umur panen 4.Penerangan kandang 3. PHP (ξ5)
1.Pemeliharaan kandang
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96).
146
Pengaruh nyata keuntungan bersih terhadap keberhasilan kemitraan dengan estimasi adalah 0,26 dan R2=0,033 dapat diartikan 3,3% keberhasilan kemitraan dapat dijelaskan dari keuntungan bersih; 6,1% dari jangka waktu pengembalian modal; 3,9% dari jangka waktu kemitraan; dan pertumbuhan produktivitas merefleksikan 100%. Keuntungan bersih dari usaha ternak broiler diperoleh dari laba kotor setelah dikurangi biaya operasional dan pajak penghasilan. Perolehan laba bersih oleh usaha plasma berpengaruh positif terhadap keberhasilan kemitraan. Masa dalam satu siklus produksi relatif singkat antara 30-35 hari dan rata-rata bobot hidup 1,7 kg per ekor, serta masa istirahat kandang 12-14 hari. Dengan demikian, masa dari satu siklus ke siklus
produksi
berikutnya
membutuhkan waktu 42 hari sampai 49 hari dan para peternak plasma dapat berproduksi sebanyak tujuh kali siklus produksi per tahun. Jangka waktu pengembalian modal relatif singkat yakni empat tahun, juga berpengaruh positif terhadap keberhasilan kemitraan. Jangka waktu kemitraan berpengaruh negatif karena koefisien estimasi bertanda negatif (-0,28) terhadap keberhasilan kemitraan. Hal ini disebabkan karena adanya kecenderungan peternak plasma untuk menghentikan kemitraan seiring dengan peningkatan kemampuan finansialnya. Faktor yang paling dominan
mempengaruhi
keberhasilan
kemitraan
adalah
pertumbuhan
produktivitas (estimasi 1,41; dan R2=1,00), yaitu dengan adanya penambahan populasi ayam yang dipelihara peternak dalam satu siklus dari siklus produksi sebelumnya. Kemampuan finansial untuk menambah jumlah produksi tersebut, diperoleh dari akumulasi sisa hasil usaha pada siklus-siklus produksi sebelumnya maupun investasi baru. Semakin lama jangka waktu bermitra, terdapat
147
kecenderungan semakin berkurang tingkat kepuasannya.
Untuk menghindari
pemutusan kemitraan oleh pihak plasma, sebaiknya perusahaan inti menciptakan sistem insentif atau program bonus yang menarik dan selalu menjaga kepercayaan kedua pihak selama kemitraan berlangsung. Jangka waktu yang tepat adalah setiap satu tahun sekali peternak membuat perjanjian kerjasama dengan perusahaan inti. Keterbukaan dalam membuat perubahan jaminan harga sapronak dan hasil produksi dalam perjanjian kerjasama oleh perusahaan inti diperlukan, dengan tujuan untuk menjaga suasana saling memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak (inti-plasma). Penentuan harga-harga pembelian sapronak dan daging ayam hidup oleh perusahaan inti selama ini, umumnya tidak melibatkan peternak. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan adanya kecenderungan peternak untuk keluar dari keanggotaan kemitraan dan memilih untuk beternak dengan pola mandiri, seiring dengan peningkatan kemampuan keterampilan dan permodalan yang dimilikinya. Kinerja finansial, kinerja operasional, dan kinerja kerjasama adalah peubahpeubah yang berpengaruh langsung terhadap keberhasilan kemitraan budidaya ayam ras pedaging. Kinerja finansial ditentukan oleh perolehan keuntungan kotor dan merupakan faktor paling dominan pengaruhnya di antara faktor lain dengan estimasi 1,40 dan R2=0,97) (Tabel 22). Dengan demikian peubah keuntungan kotor harus menjadi pertimbangan utama untuk mencapai kinerja finansial yang tinggi. Pada penelitian ini ditemukan rata-rata keuntungan kotor adalah Rp. 971,19 per ekor ayam atau adalah Rp. 33.991.776,00 per tahun dengan persentase rata-rata rata adalah 22,9 % per tahun dari kapasitas pemeliharaan 5.000 ekor.
148
Pembahasan lebih lanjut materi bahasan ini dapat dilihat pada sub-bab analisis finansial. Faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap kinerja finansial adalah rasio modal kerja terhadap aset total, dengan pengaruh negatif (estimasi adalah -0,38; nilai-t -3,03; dan R2 0,071). Pengaruh faktor tersebut nyata, namun dengan proporsi yang relatif kecil (7,1%). Semakin besar rasio modal kerja terhadap aset total mengakibatkan menurunnya kinerja finansial. Kenaikan modal kerja pada usaha plasma umumnya disebabkan besarnya biaya operasional, sehingga mengurangi perolehan keuntungan kotor yang diperoleh peternak. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa kinerja finansial berpengaruh positif dan nyata terhadap keberhasilan kemitraan, dengan nilai estimasi dan nilai-t adalah 0,25 dan 2,39 (Tabel 23). Pengaruh dan hubungan struktural antara peubah-peubah laten khususnya oleh komponen technoware diperlihatkan pada Gambar 16. Nilai hasil survei lapangan, khususnya tentang jangka waktu peneriTabel 23. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Technoware Kandang
Pemeliharaan
PHP
Estimasi Nilai-t Estimasi Nilai-t Estimasi
Nilai-t
R2
Keberhasilan kemitraan
R2
Estimasi Nilai-t
Kinerja 0,49 1,65 1,13 2,36 -0,24 -1,57 0,58 0,25 2,39 Finansial Kinerja 0,69 -0,61 -3,30 0,83 3,35 0,30 Operasional Kinerja 0,18 1,62 0,031 -0,12 -1,27 Kerjasama Keterangan : Hasil analisis dengan LISREL 8.2. (2009); Nilai yang dicetak tebal adalah pengaruh signifikan dengan nilai-t > 1,96
maan hasil penjualan bagi peternak plasma berjangka waktu sama di antara peternak plasma yaitu 12 hari kerja sejak pelaporan peternak kepada perusahaan
149
inti secara tertulis seluruh hasil panen satu siklus produksi terakhir (kandang kosong). Elemen technoware yang berpengaruh positif dan nyata terhadap kinerja finansial adalah faktor pemeliharaan ayam, dengan estimasi adalah 1,13; nilai-t 2,36; dan R2=0,58 (Tabel 23), yang ditentukan oleh tingkat kematian ayam (estimasi 0,54; nilai-t 4,65; dan R2=0,15), dan efisiensi makanan (estimasi 0,71; nilai-t 6,24; dan R2=0,25) (Tabel 22). Efisiensi makanan merupakan indikator paling kuat terhadap keragaan pemeliharaan ayam, diukur berdasarkan feed conversion ratio/ FCR (perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dibagi dengan bobot hidup ayam) dengan nilai berkisar antara 1,5 sampai dengan 1,6 pada rata-rata bobot hidup ayam 1,6-1,7 kg per ekor dan rata-rata umur panen 30 hari. Salah satu pertimbangan dalam membuat program bonus oleh perusahaan inti adalah berdasarkan capaian FCR. Nilai FCR yang rendah berarti efisiensi penggunaan makanan tinggi, dalam pemeliharaan ayam broiler. Jika FCR dapat dicapai lebih rendah dari pada standar FCR yang ditetapkan oleh perusahaan inti, maka peternak plasma akan mendapatkan bonus. Pemeliharaan akan mencapai hasil yang optimal adalah umur ayam 30-32 hari. Konsumsi ransum pada umur ayam lebih dari 32 hari akan semakin berkurang tingkat efisiensinya. Hal ini disebabkan antara lain karena tingkat pertumbuhan ayam sudah mulai menurun dan tingkat kematian ayam bertambah seiring dengan bertambahnya umur ayam di atas umur 32 hari.
150
Y1
0.05
Y2
1.95 0.74
Y5
1.86
Y6
1.86
Y8
1.64
Y9
1.43
Y10
1.43
Y11
1.25
0.11
Y12
1.99
0.35 -0.61 0.38 KKEM 0.25 0.96
Y13
1.88
Y14
1.83
Y16
1.07
Y20
1.93
Y21
1.88
Y23
1.92
Y24
0.00
1.40 -0.22 -0.38 -0.33 0.00 1.76 1.71 1.49
X21 X23
1.41 0.49
KANDANG
X26 X30
1.95
X32
1.86
X33
1.91
X34
0.00
X36
KF
0.49
0.75 0.75
1.13 0.54 0.71 0.23 0.38 0.31
PLIHARA
1.00
KO
0.83 -0.24 0.18
0.87 KKER
PHP
0.57
-0.12
0.26 0.35 -0.28 1.41
Chi-Square=692.80, df=243, P-value=0.00000, RMSEA=0.107
Gambar 16. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Technoware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler
151
0.41
Hasil analisis tingkat kematian ayam menunjukkan nilai estimasi dengan koefisien positif adalah 0,54 dan nilai-t adalah 4,65, serta R2 adalah 0,15. Dari nilai-nilai tersebut berarti faktor tingkat kematian ayam berpengaruh nyata terhadap keragaan pemeliharaan ayam secara keseluruhan adalah 15 persen. Koefisien positif tingkat kematian ayam dari hasil analisis ini merupakan perbandingan terbalik terhadap jumlah kematian ayam secara nyata, semakin baik keragaan pemeliharaan ayam adalah semakin kecil jumlah kematian ayam. Kondisi tersebut berkaitan dengan penetapan nilai skala untuk analisis tingkat kematian ayam. Penetapan skala 1 sampai dengan 5 terhadap keragaan tingkat kematian ayam, semakin rendah tingkat kematian ayam ditetapkan skala semakin tinggi dengan nilai dari satu sampai dengan lima. Dengan demikian, koefisien positif pada tingkat kematian dengan nilai estimasi adalah 0,54 dan R2=0,15, berarti keragaan pemeliharaan ayam yang semakin baik adalah sebagai akibat dari tingkat kematian ayam yang rendah dan dapat dijelaskan tingkat pengaruhnya adalah 15 persen. Kondisi yang sebaliknya adalah semakin rendah tingkat kematian ayam (nilai skala semakin rendah dari 1 sampai dengan 5), persentase kematian ayam semakin tinggi, keragaan pemeliharaan ayam berkategori semakin buruk. Keragaan pemeliharaan ayam yang baik adalah pemeliharaan dengan persentase kematiannya yang lebih rendah dari pada standar yang ditentukan oleh perusahaan inti. Standar persentase kematian ayam disesuaikan dengan umur ayamnya, umumnya ditentukan berdasarkan hasil penelitian dan kajian mendalam yang dilakukan perusahaan inti. Standar persentase kematian ayam yang digunakan STA pada kemitraan saat ini, mulai dari anak ayam umur tujuh hari adalah adalah 1,5 persen dan semakin tinggi
152
seiring dengan meningkatnya umur anak ayam. Ayam umur empat puluh lima hari standar persentase kematiannya adalah 5,93 persen. Sistem insentif berdasarkan prestasi tingkat kematian ayam dalam hal ini persentase kematian ayam juga ditawarkan dan dilaksanakan oleh perusahaan inti, semakin kecil persentase kematian ayam dalam satu siklus produksi dan lebih rendah dari pada standar yang ditetapkan perusahaan inti, peternak plasma diberikan bonus tambahan. Persentase kematian pada akhir pemeliharaan (umur ayam 30-32 hari) dengan kategori baik adalah yang memiliki persentase kematian berkisar antara 2 – 3 persen. Kondisi suhu ruangan kandang ayam yang diteliti berkisar antara 28 – 320C, lebih tinggi dari pada suhu ideal berdasarkan rekomendasi dari Cobb (2008) antara 21 – 230C.
Pada beberapa kandang peternak, di dalam ruangannya
dipasang kipas angin berdiameter 50 inci untuk membantu memperlancar sirkulasi udara dalam kandang untuk mengurangi tekanan suhu yang terlalu tinggi. Penerangan kandang umumnya menggunakan bola lampu listrik 20 watt per 24m2 atau setara dengan 0,21 foot candles (fc), lebih rendah dari pada rekomendasi Cobb (2008) yakni 0,5–1,0 fc (125 watt per 93m2). Tingkat kepadatan ayam yang digunakan rata-rata 10 ekor per m2. Hasil produksi akan lebih baik jika tingkat kepadatan dikurangi menjadi 8 ekor per m2, sesuai hasil penelitian Sahroni (2001), bahwa pemeliharaan ayam pedaging dengan lingkungan yang bersuhu 23,2-33,20C dan kelembaban 69,2-90,3% (daerah tropis) pada tingkat kepadatan 8 ekor per m2 lebih baik jika dibandingkan pada tingkat kepadatan 10 dan 13 ekor per m2.
153
Untuk kebutuhan tempat pakan, CPIN merekomendasikan penggunaan jumlah tempat pakan (tabung berkapasitas 5 kg) untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor pada umur di atas 14 hari sebanyak 165 buah dan tempat minum otomatis sebanyak 84 buah. Kebutuhan tempat pakan, tempat minum, dan tingkat kepadatan disesuaikan dengan umur ayam (Tabel 24). Penggunaan tempat pakan dan minum di tingkat peternak plasma umumnya telah menyesuaikan rekomendasi tersebut dengan baik. Tabel 24. Kebutuhan Tempat Pakan dan Tempat Minum untuk Pemeliharaan Ayam sebanyak 5.000 ekor Umur
Kepadatan Ayam
Baki
Tempat pakan
Tempat minum
(ekor/m2 luas lantai kandang)
(buah)
(buah)
(buah)
1
60
100
-
55
3
40
100
94
55
6
30
55
105
65
9
20
25
165
80
12
15
-
165
80
>14
10
-
165
80
Sumber : CPIN (2007)
Disamping kinerja finansial dan kinerja kerjasama, terdapat pengaruh negatif yang nyata dari kinerja operasional terhadap keberhasilan kemitraan dari segi komponen technoware, dengan estimasi dan nilai-t adalah -0,61 dan -3,30, serta R2=0,30 (Tabel 23). Hal ini berarti semakin tinggi kinerja operasional menghasilkan tingkat keberhasilan kemitraan yang semakin rendah, disebabkan karena kinerja operasional ditentukan oleh indikator sumber daya manusia (estimasi 0,57; nilai-t 3,33, dan R2=0,17), inovasi teknologi (0,75; 3,69; dan 0,28),
154
serta litbang (0,75; 3,69; dan 0,28) (Tabel 22). Kinerja operasional yang semakin baik membutuhkan sumberdaya manusia yang lebih bermutu, inovasi teknologi yang lebih canggih, dan litbang dilaksanakan lebih intensif. Hal ini memerlukan permodalan yang semakin besar. Adanya penggunaan modal yang semakin besar tersebut menunjukkan kemampuan finansial yang semakin kuat dari peternak plasma yang bersangkutan. Terdapat kecenderungan bahwa seiring kenaikan tingkat kemampuan pelaksanaan ketiga faktor tersebut oleh peternak plasma (kemampuan finansial semakin tinggi), maka semakin kuat keinginan peternak yang bersangkutan untuk menjalankan usaha secara mandiri, sehingga tingkat keberhasilan kemitraannya menurun. Penggunaan sumber daya manusia yang semakin terampil dan terdidik dalam menjalankan usaha akan semakin meningkatkan kinerja operasional, namun cenderung menuntut upah kerja yang lebih besar. Tingkat pendidikan ratarata peternak adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) (Lampiran 4). Inovasi teknologi dilakukan pada tingkat yang masih sederhana yaitu penggunaan peralatan semi otomatis dan cara pemeliharaan yang berangsur-angsur diperbaiki berdasarkan pengalaman berproduksi dari waktu ke waktu dan pembinaan dari perusahaan inti. Disamping kinerja finansial dan kinerja operasional, tingkat keberhasilan kemitraan juga dipengaruhi oleh kinerja kerjasama (η3), namun pengaruhnya tidak nyata secara statistik berdasarkan hasil analisis LISREL 8.3 dengan estimasi dan nilai-t adalah -0,12 dan -1,27 (Tabel 23). Meskipun demikian terdapat indikator yang kuat untuk mengukur kinerja kerjasama yaitu fleksibilitas (y11), ketergantungan mitra (y13), turut memecahkan masalah (y15), dan transparansi
155
sikap (y16) dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,87 dan 5,11; 0,35 dan 2,48; 0,38 dan 2,78; serta 0,96 dan 5,34 (Tabel 22). Fleksibilitas dari beberapa kegiatan dalam operasional produksi selama terjalin perjanjian kerjasama dijalankan dengan baik. Penjadwalan produksi, penggunaan jenis DOC, dan waktu panen dilaksanakan secara fleksibel. Jika terjadi perubahan jadwal masuknya DOC yang telah direncanakan dan disetujui kedua belah pihak antara perusahaan inti dan peternak plasma karena suatu hal, kedua belah pihak setuju untuk menetapkan jadwal baru. Perubahan jadwal maju atau mundur masuknya DOC di kandang dapat berasal dari peternak maupun perusahaan inti. Permintaan pengunduran jadwal dari pihak peternak dapat terjadi lebih disebabkan karena persiapan kandang belum sepenuhnya siap, misalnya peternak kesulitan menyediakan bahan litter (pada umumnya menggunakan sekam/kulit padi) dalam jumlah yang cukup sebagai akibat dari kelangkaan pasokan. Kelangkaan pasokan sekam untuk litter kandang umumnya terjadi pada waktu sebelum musim panen padi yaitu sekitar pertengahan bulan Januari. Kebutuhan sekam untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor, lebih kurang sebanyak empat ton (200 karung) per siklus produksi. Pengunduran jadwal masuknya DOC yang diajukan oleh perusahaan inti, umumnya disebabkan karena pasokan DOC yang kurang dari jumlah permintaan. Jadwal pemanenan ayam tidak terlalu ketat, namun fleksibel disesuaikan daya serap pasar dan ukuran rata-rata bobot ayam. Faktor lain yang mendukung kelancaran usaha plasma seperti saling memberi informasi tentang administrasi, teknologi, dan organisasi, dapat dilaksanakan dengan baik. Ketergantungan mitra juga menjadi peubah yang penting pengaruhnya terhadap kinerja kerjasama.
156
Perusahaan inti membutuhkan tempat pemeliharaan (kandang) dengan populasi pemeliharaan yang banyak dan produksi yang kontinyu, sedangkan peternak plasma membutuhkan pasokan sarana produksi, dan pemasaran hasil produksi dengan harga yang pasti (jaminan harga), serta pembinaan dari perusahaan inti. Kontrak kerjasama dengan jangka waktu yang semakin pendek akan lebih fleksibel dalam melakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan harga sarana produksi ternak dan hasil ternak di lingkungan bisnis. Komponen technoware terdiri dari tiga peubah eksogen yaitu kandang, pemeliharaan ayam dan pengendalian hama dan penyakit. Peubah kandang terdiri dari lima peubah indikator. Peubah lantai kandang, lebar kandang, dan panjang kandang bernilai sama dengan nilai berkategori tinggi. Oleh karena peubahpeubah tersebut bernilai sama, maka tidak dimasukkan dalam proses penghitungan LISREL, namun tetap merupakan peubah-peubah penting. Lantai kandang sistem panggung dengan ketinggian minimal 180 cm dari permukaan tanah. Tinggi kandang 400 cm dari lantai kandang. Lebar kandang 800 cm. panjang kandang menyesuaikan lahan dengan posisi membujur dari arah barat ke timur. Tinggi kandang berpengaruh sangat kuat terhadap kandang dengan estimasi dan nilai-t adalah 1,41 dan 17,90. Dinding kandang dibuat setinggi minimal 200 cm, berfungsi untuk memperlancar sirkulasi udara dari dalam kandang ke luar kandang maupun sebaliknya. Sirkulasi udara ke ruangan kandang dan dari dalam kandang yang baik akan mempengaruhi penampilan produksi yang baik. Pengaruh dinding kandang tersebut nyata terhadap peubah kandang dengan estimasi adalah 0,49 dan nilai-t 4,57 (Tabel 22).
157
Kandang berpengaruh positif terhadap kinerja finansial, meskipun pengaruh tersebut tidak nyata secara statistik dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,49 dan 1,65 (Tabel 22). Kandang dengan ukuran tinggi dan dinding yang sesuai standar dari perusahaan inti menghasilkan keragaan pemeliharaan yang semakin baik. Kandang dibangun dengan biaya yang serendah mungkin, sehingga dapat mengurangi beban keuangan usaha untuk mengembalikan permodalan investasi yang sudah dikeluarkan. Kandang yang dibangun dengan modal yang terbatas dapat menghambat realisasi inovasi teknologi, padahal inovasi teknologi merupakan indikator utama dalam mencapai kinerja operasional yang baik. Dalam konteks ini, hal yang perlu diprioritaskan oleh peternak adalah yang berkaitan dengan pencapaian kinerja financial. Dengan demikian, membangun kandang ayam berkapasitas tertentu dengan biaya rendah perlu diprioritaskan. Pengendalian hama dan penyakit tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja finansial dengan koefisien adalah -0,24 dan nilai-t -1,57 (Tabel 23). Indikator yang kuat untuk mengukur pengendalian hama dan penyakit adalah pemeliharaan kandang (Tabel 22). Hal ini sesuai dengan pernyataan Cobb (2008) bahwa satu faktor yang lebih penting dalam pemeliharaan kesehatan unggas adalah pemeliharaan kebersihan yang baik. Standar kebersihan yang baik akan mengurangi bahaya penyakit. Pemeliharaan kandang dilakukan setiap saat selama produksi berjalan, terutama setelah panen (kandang kosong), kandang dibersihkan dan diperbaiki jika terdapat kerusakan sebelum digunakan untuk siklus produksi berikutnya.
158
Periode pengistirahatan kandang, yaitu pengosongan kandang sampai diisi DOC kembali dilakukan 10 – 14 hari, dengan harapan dapat memutus siklus bibit penyakit yang diakibatkan oleh virus maupun bakteri. Penggunaan obat-obatan oleh peternak mengikuti program yang dianjurkan oleh Technical Service (TS) dari perusahaan inti. 2. Komponen Humanware Hasil analisis keberhasilan kemitraaan ditinjau dari komponen humanware menunjukkan bahwa kinerja finansial berpengaruh positif dan signifikan dengan estimasi
dan nilai-t adalah 0,37 dan 2,18, sedangkan kinerja operasional
berpengaruh
negatif
dengan estimasi adalah -0,59
dan -2,24 (Tabel 26 ).
Pengaruh kinerja finansial ditentukan oleh keuntungan kotor, dan rasio nilai jual terhadap aset total, dengan estimasi dan nilai-t adalah 1,40 dan 17,41; -0,26 dan 2,32 (Tabel 25). Tanda negatif pada estimasi pengaruh kinerja kerjasama terhadap keberhasilan kemitraan hasil analisis tersebut dapat diartikan bahwa kinerja kerjasama berpengaruh terbalik terhadap tingkat keberhasilan kemitraan. Pembahasan lebih mendalam dari pengaruh tersebut dapat dijelaskan dengan memperhatikan peubah yang menentukan kinerja kerjasama tersebut pada Tabel 26 yaitu kreativitas dan orientasi prestasi dengan estimasi -0,59 dan nilai-t -2,24. Peubah laten yang menentukan bagi kinerja kerjasama adalah kreativitas dan orientasi prestasi peternak plasma dalam menjalankan usahanya. Kreativitas ditentukan oleh indikator kemampuan teknis dengan estimasi dan nilai-t adalah
159
1,41 dan 17,90. Orientasi prestasi ditentukan oleh indikator suka tantangan dan bertanggung-jawab, serta penetapan tujuan prestasi dengan estimasi 1,02 dan nilai-t 8,94; 0,84 dan 7,38 (Tabel 26 ). Tabel 25. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Humanware dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler Peubah Laten dan Lambang Kinerja Finansial (η1) Kinerja Operasional (η2)
Kinerja Kerjasama (η3)
Indikator
Humanware Plasma: 1.KREATIVITAS (ξ6) 2. ORIENTASI PRESTASI (ξ7) 3. ORIENTASI BERAFILIASI (ξ8) 4. KEWIRAUSAHAAN (ξ9) 5. ORIENTASI
Estimasi
Nilai-t*
R2
y1
n
1,40
17,41
0,98
y5
n
-0,26
-2,32
0,034
y8
o
1,08
4,93
0,58
y9
o
0,57
3,76
0,16
3.Litbang
y10
o
0,55
3,67
0,15
1.Fleksibilitas
y11
o
1,00
6,53
0,50
2.Ketergantungan mitra
y13
o
0,38
2,81
0,072
4.Turut memecahkan masalah 5.Transparansi sikap
y14
o
0,32
2,38
0,051
y1 6
o
0,90
6,25
0,41
y20
o
0,.88
2,65
0,38
2.Jangka waktu penerimaan 3.Pertumbuhan produktivitas 1. Kemampuan teknis
y21
I
0,40
2,32
0,081
y24
n
0,45
2,47
0,099
x41
o
1,41
17,90
1,00
1. Suka tantangan dan bertanggungjawab 2. Penetapan tujuan prestasi
x44
o
1,02
8,94
0,52
x45
o
0,84
7,38
0,35
1. Bertanggungjawab
x49
o
1,00
-
1,00
1. Kesediaan menerima perubahan 1. Kedisiplinan bekerja
x53
o
1,00
-
1,00
x56
o
1,00
-
1,00
1.Keuntungan kotor 2.Nilai jual/aset total 1.Sumber daya manusia 2.Inovasi teknologi
1.Keuntungan bersih Keberhasilan Kemitraan (η4)
Lambang Peubah
INTEGRITAS WAKTU (ξ10) Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96)
160
Tabel 26. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Humanware Kreativitas
Orientasi Prestasi
Orientasi Afiliasi
Kewirausahaan
Orientasi Keberhasilan Integritas Waktu kemitraan
Esti- Nilai-t Esti- Nilai-t Esti- Nilai-t Esti- Nilai-t Estimasi masi masi masi masi
Nilai-t
Esti- Nilai-t masi
Kinerja - -0,14 -1,58 0,37 2,18 Finansial Kinerja -0,038 -0,34 0,15 1,85 -0,30 -1,67 Operasional Kinerja 0,061 0,61 -0,59 -2,24 0,43 2,77 -0,61 -2,07 0,082 0,61 Kerjasama Keterangan : Hasil analisis dengan LISREL 8.2. (2009); Nilai yang dicetak tebal adalah pengaruh signifikan dengan nilai-t > 1,96
Suka tantangan dan bertanggung-jawab yang dimiliki peternak plasma berdampak pada peningkatan kinerja kerjasama. Jiwa tersebut harus dimiliki setiap pengusaha termasuk peternak dalam menjalankan usahanya. Dengan demikian peluang semakin lebar bagi peternak untuk menjalin kerjasama dalam berusaha dan mencapai keberhasilan. Namun suka tantangan yang berlebihan, dapat mengakibatkan berkurangnya pertimbangan risiko kegagalan produksi dan berujung kepada penurunan kinerja kerjasama. Untuk menjalankan usaha budidaya ayam ras pedaging, peternak juga perlu berorientasi pada pencapaian target yang terukur. Sesuai hasil analisis keberhasilan kemitraan bahwa orientasi target yang terukur menjadi indikator penting yang berpengaruh kuat terhadap kinerja kerjasama. Target perlu dibuat oleh peternak sebelum menjalankan usahanya. Informasi yang berhasil dikumpulkan dari dua puluh responden menunjukkan adanya harapan yang besar untuk dapat mencapai keberhasilan berdasarkan target yang telah ditetapkan sebelum berproduksi. Namun target yang ditetapkan tersebut umumnya belum
161
dituangkan dalam dokumentasi tertulis, masih dalam bentuk pernyataan lisan. Target dibuat berdasarkan pengetahuan peternak tentang apa yang menjadi ukuran keragaan produksi yang baik. Ukuran keragaan produksi yang telah dipahami oleh peternak masih terbatas pada perihal yang berkaitan dengan faktor finansial, seperti tingkat kematian ayam yang rendah, FCR yang rendah, dan tingkat pertumbuhan ayam yang relatif cepat. Target lain seperti hasil daging yang bermutu belum menjadi tujuan dalam berproduksi, walaupun tuntutan konsumen masa kini dan masa depan masalah mutu daging sudah menjadi isu penting. Namun pengawasan konsumen terhadap mutu daging di pasaran selama ini juga masih lemah, sehingga bagi peternak dalam berproduksi belum menjadi prioritas. Target tingkat kematian dan FCR yang rendah berhubungan langsung dengan jumlah pendapatan sekaligus tingkat keuntungan yang lebih besar diperoleh peternak plasma. Hal ini dikarenakan adanya sistem bonus yang disediakan oleh pihak perusahaan inti apabila capaian tingkat kematian ayam dan FCR di bawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti. Peubah afiliasi peternak plasma dalam kemitraan berpengaruh tidak nyata secara statistik terhadap kinerja kerjasama dengan estimasi 0,082 dan nilai-t 0,61 (Tabel 26). Meskipun demikian, keikutsertaan peternak dalam lembaga perunggasan penting untuk dilakukan. Lembaga-lembaga tersebut dapat dijadikan sarana untuk proses pembelajaran bagi peternak sehingga keterampilan dan pengetahuannya meningkat. Kedisiplinan dalam bekerja merupakan cara bekerja yang harus dilakukan oleh karyawan maupun peternak plasma dalam menjalankan usahanya. Budidaya
162
ternak ayam ras pedaging dengan masa produksi yang relatif singkat (30-35 hari) mempunyai risiko kegagalan yang tinggi, sehingga membutuhkan ketelitian, ketekunan, dan kedisiplinan yang tinggi dalam berproduksi. Kelengahan, kelalaian, kecerobohan, kemalasan dalam menjalankan tugas akan berakibat fatal yaitu kegagalan produksi. Kegagalan produksi yang sering terjadi adalah adanya wabah penyakit yang menyerang ternak ayam dengan tingkat kematian tinggi dalam waktu singkat (mendadak). Sebagaimana telah terjadi wabah penyakit flu burung (AI) pada tahun 2004 yang melanda di berbagai daerah di Indonesia sebagai bukti adanya ancaman kegagalan tersebut. Permasalahan tersebut berangsur-angsur dapat diatasi dengan adanya kewajiban bagi peternak untuk melaksanakan vaksinasi AI maupun penyakit lainnya pada setiap berproduksi. Selain vaksinasi juga melaksanakan secara ketat kegiatan bio-sekur iti. Biosekuriti diartikan serangkaian tindakan yang dilaksanakan untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit ke sebuah peternakan, atau suatu tindakan untuk menjauhkan mikro-organisme dari unggas dan menjauhkan unggas dari mikro-organisme penyebab penyakit.
Terdapat tiga elemen
biosekur iti yaitu : 1) isolasi, dengan cara mengurangi kunjungan ke peternakan lain terutama yang sedang terserang wabah penyakit, lingkungan peternakan harus bebas dari pemeliharaan unggas lain; 2) pengendalian lalu lintas manusia, hewan, peralatan, dan kendaraan dari dalam dan keluar peternakan; 3) sanitasi, dengan cara mencuci kandang, peralatan, kendaraan, dan orang secara teratur dengan desinfektan.
163
Pelaksanaan biosekuriti pada peternakan plasma umumnya masih terbatas. Kegiatan yang sudah dilakukan umumnya seperti mengurangi kontak langsung dengan peternakan lain terutama peternakan yang sedang terserang wabah penyakit. Sanitasi secara teratur juga sudah dilaksanakan dengan baik sesuai pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan inti. Karena keterbatasan kemampuan finansial peternak, sanitasi terhadap kendaraan maupun orang yang masuk ke peternakan umumnya belum dilaksanakan, seperti misalnya deeping masuknya kendaraan, penyemprotan desinfektan pada pintu masuknya orang ke areal peternakan, serta pagar keliling kawasan peternakan. Penyuluhan tentang pentingnya biosekuriti bagi peternakan untuk mencapai keberhasilan harus terus dilakukan oleh para pihak yang terkait seperti kedinasan pemerintah, lembaga swasta, maupun para ahli kesehatan. Kreativitas
ditentukan
oleh
indikator
kemampuan
teknis
dan
kewirausahaan ditentukan indikator keinginan untuk bereksperimen dan kesediaan untuk menerima perubahan (Tabel 25).
Kemampuan teknis yang
dimiliki karyawan dalam berproduksi umumnya cukup tinggi, karena tingkat teknologi keras yang digunakan adalah teknologi tepat guna bukan teknologi canggih. Dengan kondisi di atas para pekerja dapat dengan mudah untuk mengoperasikan semua peralatannya secara baik. Berbeda halnya dengan pengaruh kewirausahaan yang berkoefisien negatif, semakin tinggi keinginan untuk bereksperimen dan kesediaan untuk menerima perubahan akan berdampak menurunnya keberhasilan kemitraan. Dengan kondisi tersebut maka mengurangi keinginan dari kedua faktor tersebut bagi peternak plasma merupakan langkah yang tepat. Bereksperimen dan
164
melakukan perubahan yang terlalu sering pada tingkat peternak mengandung risiko yang terlalu besar. Peternak sebaiknya menjalankan kegiatan produksi berdasarkan pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan intinya. Keterampilan bekerja dan kemampuan karyawan untuk menciptakan kreativitas cukup baik. Gagasan, metode dan pendekatan baru pada umumnya dikemukakan dengan baik kepada perusahaan inti melalui technical service (TS), terutama mengenai teknis pemeliharaan ayam meliputi panjang kandang, lebar kandang, jenis lampu yang digunakan, bahan alas lantai (litter) untuk DOC sampai umur 16 hari, tirai penutup kandang, brooder, bahan pemanas DOC, umur ayam untuk dipanen, dan lain-lain. Orientasi afiliasi oleh peternak ditentukan adanya sikap bertanggungjawabnya. Sikap bertanggungjawab yang dimiliki peternak lebih diprioritaskan untuk menangani usahanya sendiri dengan kedisiplinan yang tinggi dan target yang
terukur.
Orientasi karyawan untuk
berprestasi dipengaruhi oleh
tanggungjawab dalam bekerja dan harapan kenaikan penghasilan/imbalan. Umumnya prestasi dicapai melalui pemeliharaan ayam yang baik dengan standar FCR, tingkat kematian ayam yang rendah, dan jumlah pemeliharaan yang optimal. Standar FCR dan tingkat kematian ayam ditentukan oleh perusahaan inti (Lampiran 5). Rasa berguna dan bertanggungjawab yang kuat dalam menjalankan tugas dimiliki karyawan STA, CPIN, dan Peternak plasma. Namun dalam hal upaya menjaga persahabatan dan efektivitas bekerja masih pada tingkat sedang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh perangkat keras (teknoware) yang digunakan adalah teknologi tepat guna (bukan teknologi tinggi). Tingkat
165
ketergantungan karyawan terhadap karyawan lain rendah yang disebabkan banyak pekerjaan yang dapat dikerjakan secara individual (bekerja secara paralel). Keinginan untuk bereksperiman, berani bertanggungjawab, kesanggupan menerima perubahan teknologi, serta kemampuan mengemukakan gagasan baru cukup tinggi. Hal ini ditunjang dengan kemudahan komunikasi antara pemilik perusahaan dengan karyawannya. Karyawan mengemukakan gagasan, metode, dan pendekatan baru yang kemudian diadakan percobaan pada umumnya meliputi cara pemberian makan dan minum, memasang brooder, dan mengendalikan tirai dinding kandang. Pemberian makan dan minum yang lazim dilakukan adalah secara adlibitum (pakan dan minum tersedia terus menerus pada tempatnya selama pemeliharaan ayam), kemudian dicoba untuk diubah dengan cara pemberian pakan/ransum setiap dua jam sekali berdasarkan standar kebutuhan pakan bagi ayam sesuai umurnya. Pemasangan brooder untuk pembesaran DOC dapat ditempatkan pada sisi pinggir atau tengah kandang untuk memudahkan pelebaran ruang setiap tiga hari, serta untuk mencapai hasil brooding (ayam sudah tidak membutuhkan penghangat lagi yaitu umur 10-12 hari tergantung cuaca) yang optimal. Hubungan struktural antar peubah-peubah laten dan pengaruhnya terhadap tingkat keberhasilan kemitraan ayam broiler, khususnya untuk komponen humanware, hasil analisis metode SEM dengan bantuan LISREL 8.3 diperlihatkan pada Gambar 17 .
166
0.00
X41 1.41
KRE
0.05 2.00
KF
-0.04
X43
1.40 -0.21 -0.26 0.20
Y1
0.05
Y2
1.96
Y5
1.93
Y6
1.96
Y8
0.84
Y9
1.68
Y10
1.70
Y11
1.00
Y13
1.86
Y14
1.90
Y16
1.19
Y20
1.26
Y21
1.84
Y24
1.81
-0.14 PRES 0.97
X44
1.02
0.43 KO
0.84 1.29
-0.61 AFILI
X45 1.00
0.00
X49
WIRA
0.15 0.08
KKER
0.06-0.59
1.00 0.00
KKEM
X53 WAKTU 1.00
0.00
X56
1.08 0.57 0.55
1.00 0.38 0.32 0.370.90 -0.30 0.88 0.40 0.45
Chi-Square=499.69, df=174, P-value=0.00000, RMSEA=0.108
Gambar 17. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Humanware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler 3. Komponen Inforware Keberhasilan kemitraan ditinjau dari komponen inforware terdapat pengaruh yang kuat dari peubah kemampuan komunikasi peternak terhadap kinerja finansial dengan estimasi, nilai-t dan R2 adalah 0,60; 2,82 dan 0,36. Kinerja operasional dipengaruhi secara nyata oleh keterkaitan informasi yang berhasil dikumpulkan peternak dengan nilai estimasi 1,85 dan nilai-t 2,97 (Tabel 28).
167
Tabel 27. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Inforware dalam Pola Usaha Kemitraan Peubah Laten dan Lambang Kinerja Finansial (η1) Kinerja Operasional (η2)
Kinerja Kerjasama (η3)
Indikator
Kemitraan (η4)
Inforware Plasma : 1.AKSES INFORMASI (ξ10) 2. KETERKAITAN INFORMASI (ξ12)
Nilait*
R2
n
0,76
2,93
0,29
y2
n
-0,35
-2,18
0,061
y8
o
0,74
3,43
0,28
2.Inovasi teknologi
y9
o
0,66
3,24
0.22
3.Litbang
y10
n
0,73
3,38
0,27
y11
o
1,41
16,26
1,00
y13
n
0,26
2,31
0,033
y14
o
0,22
2,00
0,024
y20
o
0,63
5,41
0,20
y21
I
0,35
3,13
0,062
y23
n
1,42
11,18
1,00
x61
o
0,65
2,67
0,21
2.Metode pengumpulan informasi
x62
o
0,55
2,56
0,15
1.Iinformasi internal
x65
o
0,62
4,78
0,19
2. Informasi eksternal
x66
o
0,54
4,28
0,15
x67
o
0,81
6,59
0,33
4.Kemudahan mendapat informasi 5.Biaya informasi
x68
o
0,63
5,06
0,20
x69
o
0,59
4,70
0,17
1.Saluran komunikasi
x70
o
0,49
4,34
0,12
x71
o
0,63
5,41
0,20
x72
o
0,36
3,32
0,066
x74
o
0,38
3,49
0,074
2.Ratio Modal kerja/aset total 1.Sumber daya manusia
1.Fleksibilitas
3.Turut memecahkan masalah 1.Keuntungan bersih 2.Jangka waktu penerimaan 3.Pertumbuhan produktivitas 1. Pemanfaatan informasi
3.Validitas Informasi
3. KEMAMPUAN KOMUNIKASI (ξ13)
Estimasi
y1
1.Keuntungan kotor
2.Ketergantungan mitra
Keberhasilan
Lambang Peubah
2.Kepercayaan terhadap sumber informasi 3. Nilai informasi terhadap perusahaan 4.Umpan balik
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96)
Indikator penentu keterkaitan informasi yang berhasil dikumpulkan peternak plasma adalah : 1) klasifikasi informasi dengan estimasi dan nilai-t
168
adalah 0,62 dan 4,78; 2) serta informasi internal dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,54 dan 4,28; 3) kemudahan mendapatkan informasi dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,63 dan 5,06; dan 4) biaya untuk memperoleh informasi dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,59 dan 4,70 (Tabel 27). Kemampuan komunikasi ditentukan oleh peubah-peubah : 1) saluran komunikasi dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,49 dan 4,34; 2) kepercayaan terhadap sumber informasi dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,63 dan 5,41; 3) nilai informasi terhadap perusahaan dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,36 dan 3,32; dan 4) umpan balik dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,38 dan 3,49 (Tabel 27). Tabel 28. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Inforware Akses Informasi Estimasi Nilai-t
Keterkaitan Informasi Estimasi
Nilai-t
Kemampuan Komunikasi Estimasi
Nilai-t
Keberhasilan kemitraan Estimasi
Kinerja 0,60 2,82 0,34 Finansial Kinerja -0,21 -0,49 -1,13 -1,56 1,85 2,97 -0,70 Operasional Kinerja -0,37 -1,74 0,34 1,80 -0,028 Kerjasama Keterangan : Hasil analisis dengan LISREL 8.2. (2009); Nilai yang dicetak tebal adalah signifikan dengan nilai-t > 1,96
Nilai-t
1,99 -2,78 -0,31 pengaruh
Informasi yang berhasil dikumpulkan dari luar maupun yang diperoleh dari sejawat peternak masih terbatas pada pengetahuan teknik produksi. Informasi dari luar tentang manajemen dan teknologi pemeliharaan ayam broiler didapatkan melalui buletin, para pembina, maupun peternak lain. Informasi internal yang dibuat sendiri oleh peternak plasma, masih terbatas berupa catatancatatan sederhana dari setiap siklus produksi. Sumber informasi tersebut didapatkan peternak umumnya sebanyak dua sampai tiga macam sumber dengan
169
interval satu minggu dari sesama peternak, meliputi waktu masuk DOC/ umur ayam, saat panen, dan kondisi kesehatan ayam. Pemanfaatan informasi yang diperoleh diterapkan dengan baik melalui bimbingan dari perusahaan inti. Penggunaan teknologi informasi pada umumnya masih terbatas yaitu berupa catatan sederhana dan telepon (telepon tetap maupun telepon seluler). Klasifikasi informasi dijalankan dengan baik meliputi laporan produksi (bobot per ekor dan jumlah DOC, perkembangan bobot hidup ayam, jumlah kematian, penggunaan ransum dan obat-obatan), stok ransum dan obat-obatan, serta catatan keuangan (pembelian sekam untuk litter, pembayaran listrik, upah kerja, biaya pemeliharaan kandang dan sumbangan-sumbangan). Informasi eksternal didapatkan dari sesama peternak maupun pembina (perusahaan inti) secara lisan/telepon maupun dalam bentuk buletin yang berisi informasi teknik pemeliharaan. Kecermatan dalam memperhatikan keabsahan dari informasi yang diperoleh cukup baik, hal ini karena ditunjang dengan pengalaman yang cukup (beternak selama lebih dari lima tahun). Penelusuran terhadap sumber informasi sering dilakukan peternak apabila merasa kurang percaya terhadap informasi yang diperolehnya. Tanggapan oleh peternak terhadap informasi yang diperolehnya, umumnya dilakukan secara langsung maupun melalui telepon. Hal ini dapat dilakukan karena umumnya informasi diperoleh dari peternak sesama anggota kemitraan dan pembinananya. Nilai informasi terhadap perusahaan sebagai indikator penentu kinerja operasional dengan estimasi 0,36 dan nilai-t adalah 3,32 menunjukkan adanya
170
pengaruh nyata, walaupun proporsi variasinya kecil (R2 adalah 0,066). Dengan bekal informasi yang lebih lengkap bagi peternak akan berpengaruh kepada pemanfaatan sumber daya manusia dan inovasi teknologi. Kedua faktor terakhir merupakan faktor penentu kinerja operasional. Pengaruh keterkaitan informasi terhadap kinerja operasional berkoefisien positif. Hal ini dapat diartikan pengumpulan informasi dari luar dan pembuatan informasi internal yang semakin banyak akan meningkatkan kinerja operasional. Dengan berbekal informasi yang lebih lengkap terutama informasi yang berhubungan dengan kegiatan produksi, kinerja operasional semakin baik. Namun, pengaruh kinerja operasional terhadap keberhasilan kemitraan khususnya dari komponen inforware berdampak negatif (estimasi bernilai negatif). Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa penurunan kinerja operasional berpengaruh terhadap kenaikan tingkat keberhasilan kemitraan. Hal ini terjadi karena keberhasilan kemitraan dipengaruhi pula oleh kinerja finansial. Semakin banyak informasi yang dibuat dan dikumpulkan akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. Biaya tersebut akan menambah besarnya biaya produksi dan selanjutnya akan mengurangi keuntungan kotor usahanya. Faktor lain yang menyebabkan dampak negatif tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya peningkatan pengetahuan peternak dari internal yang dibuat peternak sendiri berakibat peternak semakin merasa lebih mampu untuk mandiri sehingga terdapat kecenderungan untuk lebih tertutup. Untuk mengatasi kecenderungan tersebut dapat melalui perluasan klasifikasi informasi, misalnya informasi tentang sosio-ekonomi dan tidak hanya terbatas pada informasi teknisteknologis semata sebagaimana kondisi saat ini. Dengan demikian, dalam jangka
171
panjang pengaruh positif dari kinerja operasional dapat diwujudkan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan usaha peternak. Dengan berbagai kondisi tersebut maka kinerja finansial harus menjadi prioritas utama dalam kemitraan untuk meraih keberhasilan bisnisnya. Pengaruh dan hubungan struktural antar peubah-peubah laten dalam kemitraan ayam broiler hasil penghitungan LISREL 8.3 diperlihatkan pada Gambar 18. Pada gambar tersebut ditampilkan nama peubah-peubah laten dan besar koefisien estimasinya.
1.58
X61
1.70
X62
1.62
X65
1.71
X66
0.65 0.55
KF
0.76 -0.35 -0.19
AKSES
1.34
X67
0.10 1.60
X68
1.65 1.76
0.62 0.54 0.81 0.63 0.59
-0.21
KAIT
X70
1.59
X71
1.87
X72
1.85
X74
0.49 0.63 0.36 0.38
1.85 0.60 -0.37 -1.13
X69 KOM
KO
0.74 0.66 0.73
Y1
1.43
Y2
1.88 0.43
Y6
1.96
Y8
1.41
Y9
1.57
Y10
1.46
Y11
0.00
Y13
1.93
Y14
1.94
Y20
1.93
Y21
1.88
Y24
0.00
0.39 KKER
0.34 -0.03 KKEM
1.41 0.26 0.22 -0.70 0.34 0.26 0.35 1.42
Chi-Square=594.78, df=217, P-value=0.00000, RMSEA=0.104
Gambar 18. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Inforware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler
172
4. Komponen Orgaware Perangkat organisasi dianalisis berdasarkan enam peubah eksogen (kepemimpinan, otonomi kerja, pengarahan, keterlibatan perusahaan, iklim inovasi, dan kepatuhan perusahaan) dengan dua puluh tujuh indikator (Tabel 14) menghasilkan delapan belas peubah indikator yang berpengaruh kuat (motivasi diri dan dorongan berprestasi, kecerdasan, inisiatif, pendelegasian tugas dan tanggungjawab, kemandirian bekerja, ketepatan waktu, perencanaan, pemikiran strategis,
pengawasan
kinerja,
kebanggaan
dalam
kemitraan,
peluang
pengembangan, orientasi teknologi, kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis, kejujuran, kepercayaan,
komunikasi terbuka, keinginan bermitra,
keseimbangan insentif dan risiko) terhadap keberhasilan kemitraan ayam broiler pola PIR. Hasil pengukuran pengaruh peubah-peubah tersebut diperlihatkan pada Tabel 29 dan hubungan struktural antar peubah-peubah dalam kemitraan diperlihatkan pada Tabel 30. Pada Gambar 19 memperlihatkan hasil pengukuran pengaruh setiap peubah terhadap keberhasilan kemitraan ayam broiler dan estimasi hubungan struktural antar peubah-peubanya. Pelaksanaan tugas/kerja karyawan sesuai keinginan atasan dengan motivasi tingkat sedang untuk berprestasi, kecepatan memahami dan kepedulian terhadap situasi/kondisi yang timbul, serta keterampilan bersosialisasi. Hal ini terjadi karena pada umumnya organisasi plasma (peternak) masih sederhana dengan jumlah anggota dua sampai empat karyawan yang dipimpin langsung oleh pemilik, serta tingkat pendidikannya relatif rendah (rata-rata lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Karyawan dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah tersebut relevan dengan tingkat keterampilan yang dibutuhkan.
173
Tabel 29. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci dari Komponen Orgaware Plasma dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler Peubah Laten dan Lambang Kinerja Finansial (η1)
Indikator
1.Keuntungan kotor 2.Modal kerja/aset total 3.Rasio utang terhadap ekuitas 4.Jangka waktu penerimaan penjualan 5.Nilai jual/ aset total 6.Pengembalian ekuitas Kinerja 1.Pertumbuhan efisiensi Operasional (η2) 2.Sumber daya manusia 3.Inovasi teknologi 4.Litbang Kinerja Kerjasama 1.Fleksibilitas (η3) 2.Ketergantungan mitra 3.Turut memecahkan masalah 4.Frekuensi interaksi 5.Transparansi sikap 6.Sikap oportunis 7.Kepercayaan terhadap mitra Kinerja Kemitraan 1.Keuntungan bersih (η4) 2.Jangka waktu penerimaan 3.Kepuasan 4. Pertumbuhan produktivitas 1.KEPEMIMPINAN 1..Motivasi diri dan dorongan (ξ14) untuk berprestasi 2.Kecerdasan 2. OTONOMI 1.Inisiatif KERJA (ξ15) 2. Pendelegasian tugas dan tanggungjawab 3. PENGARAHAN 1. Ketepatan waktu (ξ16) 2. Perencanaan 3. Pengawasan kinerja 4. KETERLIBATAN 1.Kebanggaan bermitra PERUSAHAAN (ξ17) 2.Peluang pengembangan 5.IKLIM INOVASI (ξ18)
6. KEPATUHAN PERUSAHAAN (ξ19)
1. Orientasi teknologi 2.Kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis 1. Kejujuran 2. Kepercayaan 3. Komunikasi terbuka 4. Keinginan bermitra 5. Keseimbangan insentif dan risiko
Lambang Peubah y1 n y2 n
Nilai-t*
R2
1,40 0,46
16,39 4,42
0,97 0,11
Estimasi
y3
n
-0,33
-3,15
0,055
y4
n
-0,33
-3,09
0,053
y5 y6 y7 y8 y9 y10 y11 y13
n
-0,57 0,82 0,99 0,91 0,0025 -0,34 0,21 0,45
-5,49 4,91 4,35 4,45 0,019 -2,35 0,76 0,83
0,16 0,35 0,49 0,41 0,00 0,058 0,022 0.10
y14
o
0,84
0,84
0,36
n
-0,35 -0,32 0,42
-0,81 -0,81 0,82
0,060 0,051 0,086
y15 y16 y17
n n o o o o o
o o
y19
o
-0,65
-0,84
0,21
y20 y21 y22 y24 x76
n
0,23 0,95 1,05 -0,056 0,77
1,69 4,59 4,49 -0,44 6,71
0,025 0,45 0,55 0,0016 0,29
x77 o x80 o x81 o
0,86 0,67 0,88
7,75 5,41 7,16
0,37 0,22 0,39
x84 o x85 o x87 o x88 o x90 o
0,88 0,80 -0,54 1,41 0,31
6,72 6,15 -4,07 17,90 2,81
0,39 0,32 0,14 1,00 0,047
o o
0,40 -0,49
3,08 -3,37
0,081 0,12
x96 o x97 o x98 o x100 o x101 o
0,63 0,78 0,32 0,83 0,80
5,31 6,74 2,59 7,25 6,96
0,20 0,30 0,051 0,34 0,32
x94 x95
i o o o
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t > 1,96 adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan.
174
Pendelegasian tugas dan tanggungjawab dari pemilik kepada karyawan, keterikatan pada peraturan dan prosedur organisasi, serta kemandirian dalam melaksanakan tugas masih pada tingkat sedang. Karyawan bertanggungjawab hanya pada pekerjaan yang bersifat teknis operasional pemeliharaan ayam seperti memberi makan/minum, menjaga kenyamanan ayam (mengatur tingkat kepadatan ayam, tirai dinding kandang, menjalankan kipas, penerangan), menjaga kebersihan kandang dan peralatan, seleksi ayam (memisahkan ayam sakit, cacat, ataupun kerdil), mengubur ayam yang mati serta mencatat penggunaan pakan harian, hasil timbang ayam mingguan, dan jumlah kematian ayam harian. Tabel 30. Hubungan Struktural Antara Peubah Endogen dan Komponen Orgaware Ayam Broiler Gaya Kepemimpinan Estimasi
Otonomi Kerja
Pengarahan
Iklim Inovasi
Nilai-t Esti- Nilai-t Esti- Nilai-t Estimasi masi masi
Nilai-t
Patuh
Keberhasilan kemitraan
Esti- Nilai-t Esti- Nilai-t masi masi
Kinerja -0,079 -0,66 -0,27 -2,70 -0,028 -0,26 0,25 2,20 Finansial Kinerja 0,55 1,92 0,71 2,55 0,62 1,81 -0,088 -0,73 Operasional Kinerja 1,80 0,79 -1,28 -0,77 0,85 0,81 Kerjasama Keterangan : Hasil analisis dengan LISREL 8.2. (2009); Nilai yang dicetak tebal adalah pengaruh signifikan dengan nilai-t > 1,96
Operasional dalam pemeliharaan ayam belum konsisten berdasarkan perencanaannya. Sumbangan pemikiran strategis pada umumnya terbatas pada kapasitas pemeliharaan ayam per orang, dan masa istirahat kandang. Seorang karyawan yang telah terampil dan berpengalaman mampu memelihara 6.000 ekor ayam per periode pemeliharaan dengan sistem all in all out (ayam dalam satu
175
umur), sehingga dapat memperoleh penghasilan yang cukup layak adalah Rp.3.075.000,0 per siklus produksi (empat puluh lima hari).
0.05
1.41
X76
Y2
1.79
1.25
X77
Y3
1.89
1.56
X80
Y4
1.89
1.23
X81
Y5
1.67
1.98
X83
Y6
1.24
1.22
X84
Y7
1.03
X85
Y8
1.18
1.36
Y9
2.00
1.98
X86
Y10
1.88
1.71
X87
Y11
1.96
Y13
1.80
Y14
1.29
Y15
1.88
Y16
1.90
Y17
1.83
Y19
1.58
0.00
X88
1.90
X90
1.84 1.76 0.26
Y1
X94 X95
-0.63 1.40 0.46 -0.33 -0.33 -0.57 0.82
0.77 0.86 0.67 0.88 0.12 PIN 0.88 0.80 -0.15 -0.54 1.41 0.31
OTO ARAH LIBAT INOV
0.40 -0.49 0.63 0.78 0.32 0.83 0.80
PATUH
0.25 KF 0.55 0.71 -0.08 1.80 KO 0.62 -0.27 0.28 KKER
0.99 0.91 0.00 -0.34
0.21 0.45 -0.090.84 0.85 -1.28 -0.35 KKEM -0.03-0.32 0.42 -0.65 0.23 0.95 1.05 -0.06
0.03
1.60
X96
1.39
X97
1.90
X98
Y20
1.95
1.35
X100
Y21
1.10
1.36
X101
Y22
0.90
Y24
2.00
Chi-Square=1655.48, df=674, P-value=0.00000, RMSEA=0.095
Gambar 19. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Orgaware dan Kontribusi Pengaruhnya terhadap Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler
176
Sistem pengupahan pada umumnya dijalankan dengan cara borongan yang dihitung per ekor dari jumlah ayam yang dipelihara mulai dari persiapan kandang sampai panen. Karyawan mendapat tambahan pendapatan melalui kegiatan bongkar/muat ransum, pembersihan, pencucian/sanitasi kandang setelah panen, pengerukan kotoran ayam, penangkapan ayam saat panen, dan uang makan. Total pendapatan dalam satu periode produksi (40 hari) sekitar Rp. 2.750.000,per orang. Pengosongan kandang dari periode satu ke periode berikutnya (masa istirahat kandang) selama 12 – 14 hari cukup untuk memberi kesempatan kepada karyawan untuk beristirahat di rumah masing-masing. Pengawasan kinerja karyawan sering dilakukan (tidak setiap waktu) dan dievaluasi setiap minggu sekali. Kepatuhan karyawan terhadap peraturan perusahaan, dan kebanggaan keikut-sertaan dalam kemitraan berada pada tingkat sedang, serta komunikasi antara pemilik dengan karyawan cukup lancar (rata-rata bernilai skala 3 dari nilai skala 5). Peluang pengembangan perusahaan cukup besar. Setiap plasma diberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya oleh perusahaan inti. Evaluasi kinerja perusahaan dilakukan secara rutin mingguan berdasarkan catatan meliputi rata-rata bobot badan ayam mingguan yang dicapai, jumlah konsumsi ransum, dan kematian ayam harian. Perhatian dan kepedulian terhadap penelitian dan pengembangan, serta perbaikan teknologi cukup tinggi. Seiring dengan informasi yang didapatkan, peternak cukup tanggap untuk segera menyesuaikannya. Peternak juga sering melakukan pengamatan terhadap perubahan lingkungan bisnis seperti misalnya adanya perternak baru dalam
177
lingkup perusahaan inti yang sama maupun perusahaan inti lainnya. Namun faktor ini berpengaruh lemah terhadap tingkat keberhasilan kemitraan. Tingkat kejujuran dan kepercayaan antara plasma dan perusahaan inti cukup tinggi (rata-rata bernilai skala 3 dari nilai skala 5). Kedua faktor tersebut berpengaruh kuat terhadap keberhasilan kemitraan. Kemudahan berkomunikasi antara plasma dengan perusahaan inti menjadi faktor pendukung perkuatan kepercayaan antara kedua pihak. Adanya keadilan dalam memperoleh keuntungan dan risiko kerugian yang mungkin timbul, memperkuat keinginan untuk bermitra. Pembahasan dari ke-empat komponen teknologi (THIO) hasil penelitian ini sebagaimana diuraikan di muka, merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan pola kemitraan usaha ternak ayam broiler. Untuk mendapatkan kesimpulan yang utuh dan hasilnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kemitraan ayam broiler pola PIR, maka perlu dianalisis dalam satu kesatuan komponen meliputi komponen THIO. Hasil analisis tersebut diuraikan di bawah ini. F. Analisis Komponen Teknologi Usaha Plasma Dalam Satu Kesatuan Usaha ternak ayam ras pedaging melalui pola kemitraan membutuhkan seperangkat komponen teknologi, THIO. Satu kesatuan ke-empat komponen teknologi tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kemitraan, terbukti dari hasil analisis yang diperoleh, terdapat peubah-peubah kunci yang tidak nyata pengaruhnya.
178
Kombinasi tertentu dari faktor-faktor kunci setiap komponen teknologi menentukan tingkat keberhasilan usaha. Penelitian ini berhasil menemukan faktor-faktor kunci penentu tersebut. Pada Gambar 18
menunjukkan hasil
program LISREL 8.3 berdasarkan estimasi pengaruh masing-masing peubah dan hubungan struktural antar peubah-peubah yang berkaitan dalam kemitraan ayam broiler pola PIR. Pembahasan pengaruh dari masing-masing komponen teknologi tersebut dikelompok menjadi dua kelompok bahasan yaitu pengaruh variabel endogen dan pengaruh variabel eksogen. Komponen THIO merupakan variabel eksogen. Pembahasan pengaruh variabel-variabel tersebut diuraikan di bawah ini. 1. Variabel Endogen Terdapat beberapa variabel yang tidak nyata pengaruhnya secara statistik terhadap tingkat keberhasilan dari hasil analisis LISREL 8.3 (Gambar 20). Tabel 31 menunjukkan hasil analisis LISREL meliputi variabel endogen. Variabel eksogen meliputi technoware, humanware, inforware, dan orgaware ditunjukkan pada Tabel 31, Tabel 32, Tabel 34, serta Tabel 35. Variabel endogen adalah variabel yang berpangaruh langsung terhadap tingkat keberhasilan kemitraan ayam broiler, terdiri dari kinerja finansial, kinerja operasional, dan kinerja kemitraan. Hasil analisis pada Gambar 20 menunjukkan nilai estimasi dari ketiga variabel tersebut. Tabel 32 dibuat berdasarkan hasil analisis SEM melalui program LISREL 8.3 yang berisi nilai estimasi pengaruh dari kinerja finansial, kinerja operasional, dan kinerja kerjasama terhadap tingkat keberhasilan kemitraan.
179
0.00
X21
1.64
X26
1.07
X30
0.00
X36
0.00
X41
2.00
X43
0.86
X44
1.30 0.25 0.00
X45
0.00
X53
1.00
X49
0.00
X56
1.08
X59
1.77
X61
0.60 0.97
KANDANG
1.00
PLIHARA
1.41 0.05
PHP
1.07 0.84
KRE
1.00
PRES
0.01 0.61 -0.01
1.00 1.40 -0.23 -0.32 0.02
1.00 1.55
0.29
X62
KF
WIRA 1.62 1.68
0.37
X65 X66
1.48
X67
1.42
X68
1.74
X69
1.58
X70
1.76 1.51 1.42
X71 X72
0.96 0.48 0.67
X76
1.18
X78
1.18
X81
1.60
X83
1.29
X85
1.60
X86
0.00
X88
2.00
X90
1.15 -0.07 1.93
X94
0.00
X100
1.89
X101
-0.26 -0.02 WAKTU -0.05
0.61 0.57 0.72 0.76 0.51 0.64 0.51 0.70 0.76 0.54 0.91
0.65 0.72 0.70
KO
-22.49 -0.05 AKSES
42.42
0.05
Y2 Y5
1.95 0.26 1.90
Y6
1.99 0.00
Y8
1.51
Y9
1.48
Y10
1.51
Y11
0.00
Y13
1.93
Y14
1.94
Y20
1.93
Y21
1.88
Y24
0.00
0.33
KKER
-0.12 -31.72 KAIT
X74
1.70
Y1 AFILI
0.01 -0.12 -0.01
KOM
-0.62 0.20
KKEM
-0.11 0.08
PIN
1.41 0.26 0.21
-0.06
0.26 0.35 1.40
OTO 0.91 0.63 ARAH 0.84 0.63 LIBAT 1.41 -0.05 INOV
X95
0.92 0.27 PATUH 1.41 0.33
Chi-Square=2049.75, df=930, P-value=0.00000, RMSEA=0.086
Gambar 20. Diagram Lintas Hubungan Struktural Faktor-faktor Kunci Technoware, Humanware, Inforware,Orgaware dan Estimasi Pengaruhnya pada Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler
180
Tabel 31. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Peubah Endogen dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler Peubah Laten dan Lambang
Indikator
y1
n
1,40
12,76
0,97
y2
o
0,23
-2,05
0,026
y5
o
-0,32
-2,89
0,052
1.Sumber daya manusia
y8
o
0,65
0,42
0,22
2.Inovasi teknologi
y9
o
0,72
0,42
0,26
3.Penelitian dan pengembangan
y10
o
0,70
0,42
0,25
1.Fleksibilitas
y11
o
1,41
17,58
1,00
y13
o
0,26
2,32
0,033
y14
o
0,21
1,92
0,022
y20
o
0,26
2,31
0,033
2.Jangka waktu penerimaan
y21
I
0,35
3,14
0,060
3.Pertumbuhan produktivitas
y24
o
1,40
16,09
1,00
1.Keuntungan kotor Kinerja Finansial (η1)
Kinerja Operasional (η2)
Kinerja Kerjasama (η3)
2.Modal kerja dibanding aset total 3.Nilai jual dibanding aset total
2.Ketergantungan mitra 3.Turut memecahkan masalah 1.Keuntungan bersih
Keberhasilan Kemitraan (η4)
Lambang EstiNilai-t R2 Peubah masi
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal.
Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96).
Berdasarkan Tabel 31 hasil analisis SEM terhadap peubah endogen diuraikan sebagai berikut : a) Kinerja finansial Dari analisis terhadap enam peubah kunci yang berhubungan dengan kinerja finansial diperoleh dua peubah yang berpengaruh nyata secara statistik yaitu : 1) keuntungan kotor dengan koefisien 1,40, nilai-t 12,76, R2=0,97 dan 2) rasio modal kerja terhadap aset total (-0,23; -2,05; dan 0,026), 3) rasio nilai jual hasil produksi terhadap aset total (-0,32, nilai-t -2,89, dan R2=0,052), 4) pengembalian ekuitas (0,019; 0,11; dan 0,00018) (Tabel 31).
181
Hasil analisis tersebut konsisten jika dibandingkan pengukuran secara mandiri untuk komponen THIO. Kinerja finansial dapat dijelaskan 97 % dari keuntungan kotor, rasio modal kerja terhadap aset total adalah 2,6 %, dan rasio nilai jual hasil produksi terhadap aset total adalah 5,2 %, sedangkan faktor pengembalian
ekuitas
berpengaruh
tidak
signifikan.
Dengan
demikian
peningkatan keuntungan kotor dari hasil usaha menjadi faktor penentu utama untuk meningkatkan kinerja finansial. Penelitian ini menemukan rata-rata keuntungan kotor usaha ternak plasma adalah Rp. 971,19 per ekor ayam atau adalah Rp. 33.991.776,00 per tahun per 5.000 ekor pemeliharaan dengan persentase rata-rata adalah 22,9 % per tahun. Dalam analisis peubah-peubah kunci terdapat satu peubah yang tidak disertakan dalam jalannya program yaitu jangka waktu penerimaan hasil penjualan. Hal ini karena nilai hasil survei lapangan untuk peubah tersebut menunjukkan nilai yang seragam yaitu selama 12 hari kerja sejak pelaporan secara tertulis dari hasil panen terakhir (kandang kosong). Pengaruh negatif dari rasio nilai jual hasil produksi terhadap aset total (koefisien bertanda negatif) terhadap kinerja finansial dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) karena besarnya nilai jual diperoleh dari perkalian antara bobot hidup ayam hasil panen dengan harganya. Harga ayam hidup di pasaran dipengaruhi oleh rata-rata bobotnya. Semakin besar rata-rata bobot hidup ayam, semakin berkurang harganya. Namun nilai ayam per ekornya akan semakin besar. Bobot hidup ayam yang terlalu besar mengakibatkan tingkat efisiensi pakan semakin rendah dan ditandai adanya feed conversion ratio (FCR) yang semakin besar, sehingga tingkat keuntungan akan menurun. Rata-rata bobot hidup
182
ayam yang optimal untuk memperoleh tingkat efisiensi yang optimal berkisar antara 1,6 – 1,8 kg per ekor, 2) nilai aset total berhubungan langsung dengan luas kandang dan berkaitan dengan kapasitas produksi yang diukur dengan tingkat kepadatan ayam sebanyak 8-10 ekor per m2. Dengan kondisi tersebut akan diperoleh rasio nilai jual hasil panen terhadap aset total yang optimal berkisar antara 1,47 – 1,66 (perhitungan berdasarkan harga ayam hidup rata-rata Rp 15.000 per kg dan aset total Rp 16.250,-per ekor untuk tahun 2009). Dengan demikian rasio kurang atau melebihi 1,47-1,66 akan berpengaruh negatif terhadap kinerja finansial. b). Kinerja Operasional Hasil analisis menunjukkan terdapat tiga peubah yang berpengaruh positif terhadap kinerja operasional dari empat peubah yang dicobakan, meskipun secara statistik pengaruh tersebut tidak signifikan. Tiga peubah tersebut adalah : 1) sumber daya manusia (koefisien 0,65; nilai-t 0,42; dan R2 0,22), 2) inovasi teknologi (0,72; 0,42; dan 0,26), dan 3) penelitian dan pengembangan (0,70; 0,42; dan 0,25) (Tabel 31). Kinerja operasional usaha plasma dapat ditingkatkan melalui peningkatan pelatihan keterampilan pekerja. Pelatihan keterampilan yang dilakukan minimal sekali dalam setahun berdampak positif terhadap semangat pekerja, wawasan, pengetahuan, dan tanggungjawab pekerja. Penggunaan sumber daya manusia yang semakin terampil dan terdidik dalam menjalankan usaha akan semakin meningkatkan kinerja operasional. Tingkat pendidikan rata-rata peternak adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) (Lampiran 4).
183
Pembaharuan teknologi, penelitian dan pengembangan tekonologi yang dilakukan peternak plasma masih sederhana dan terbatas. Cara pemeliharaan, penggunaan peralatan semi otomatis dan pemakaian obat-obatan sering diperbarui secara berangsur-angsur berdasarkan pengalaman berproduksi dari waktu ke waktu dan pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan inti. c) Kinerja Kerjasama Dalam analisis awal terdapat sembilan peubah kunci yang diduga berpengaruh terhadap kinerja kerjasama. Hasil analisis menunjukkan adanya tiga peubah kunci yang berpengaruh nyata secara statistik (nilai-t > 1,96) terhadap kinerja kerjasama yaitu : 1) fleksibilitas (koefisien 1,41; nilai-t 17,58; dan R2 1,00), 2) ketergantungan mitra (0,26; 2,32; dan 0,033), dan 3) turut memecahkan masalah (0,21; 1,92; dan 0,022) (Tabel 31). Fleksibilitas dijalankan dengan baik dalam operasional produksi selama terjalin kontrak kerjasama. Penjadwalan produksi, penggunaan jenis DOC, dan waktu panen dilaksanakan secara fleksibel. Jika terjadi perubahan jadwal masuknya DOC yang telah direncanakan dan disetujui kedua belah pihak antara perusahaan inti dan peternak plasma karena suatu hal, kedua belah pihak setuju untuk menetapkan jadwal baru. Perubahan jadwal maju atau mundur masuknya DOC di kandang ini dapat berasal dari peternak maupun perusahaan inti. Permintaan pengunduran jadwal dari pihak peternak dapat terjadi lebih disebabkan karena persiapan kandang belum sepenuhnya siap, misalnya peternak kesulitan menyediakan bahan litter (pada umumnya menggunakan sekam/kulit padi) dalam jumlah yang cukup sebagai akibat dari kelangkaan pasokan. Kondisi
184
demikian dapat terjadi pada waktu sebelum musim panen padi yaitu sekitar pertengahan bulan Januari. Kebutuhan sekam untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor, lebih kurang sebanyak empat ton (200 karung). Pengunduran jadwal masuknya DOC yang diajukan oleh perusahaan inti, pada umumnya disebabkan karena pasokan DOC yang kurang dari kebutuhan. Jadwal waktu panen ayam juga tidak terlalu ketat, namun fleksibel disesuaikan daya serap pasar dan ukuran rata-rata bobot ayam. Faktor lain seperti saling memberi informasi tentang administrasi, teknologi, organisasi, maupun lainnya terlaksana dengan baik. Ketergantungan mitra juga menjadi peubah yang penting pengaruhnya terhadap kinerja kerjasama. Perusahaan inti membutuhkan tempat pemeliharaan (kandang) yang banyak dengan populasi pemeliharaan yang banyak dan produksi yang kontinyu, sedangkan peternak plasma membutuhkan pasokan sarana produksi, dan pemasaran hasil produksi dengan harga yang pasti (jaminan harga), serta pembinaan dari perusahaan inti. Kontrak kerjasama dengan jangka waktu yang semakin pendek akan lebih fleksibel dalam melakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan harga sarana produksi ternak dan hasil ternak di lingkungan bisnis. Kemampuan peternak untuk turut membantu memecahkan masalah umumnya seiring dengan prestasi yang dicapainya. Semakin tinggi prestasi yang dapat dicapai akan semakin tinggi tingkat kemampuan peternak dalam keikutsertaannya memecahkan masalah yang timbul selama bermitra. Selain itu sikap keterbukaan dan fleksibilitas yang dimiliki peternak cukup membantu peningkatan kemampuan tersebut.
185
Bentuk bantuan yang umum dilakukan peternak adalah : 1) peternak saling memberi informasi tentang proses produksi terkini sesuai situasi dan kondisi alam, pasar, dan teknik pemeliharaan secara langsung maupun melalui technical service (TS) perusahaan inti, 2) rela meminjamkan peralatan terutama saprotan dan alat suntik melalui TS, 3) menyediakan pendampingan tenaga terampil bila diperlukan. d) Keberhasilan Kemitraan Tingkat keberhasilan kemitraan budidaya ayam ras pedaging diduga dipengaruhi oleh lima peubah penentu. Hasil analisis SEM menghasilkan hanya tiga peubah penentu yang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap tingkat keberhasilan kemitraan yaitu : 1) keuntungan bersih (koefisien 0,26; nilai-t 2,31; dan R2=0,033), 2) jangka waktu penerimaan hasil usaha (0,35; 3,14; dan 0,060), 3) pertumbuhan produktivitas (1,40; 16,09; 1,00) (Tabel 31). Pertumbuhan produktivitas merupakan peubah paling kuat pengaruhnya terhadap tingkat keberhasilan kemitraan, diikuti peubah jangka waktu penerimaan hasil usaha dan keuntungan bersih. Penambahan kapasitas produksi dilakukan peternak sejalan dengan hasil keuntungan bersih dari usahanya. Semakin besar keuntungan bersih yang diperoleh peternak, berdampak semakin besar kesempatan peternak untuk menambah kapasitas produksinya. Dampak lain dari peningkatan perolehan keuntungan bersih oleh usaha peternak adalah peternak dapat mempersingkat jangka waktu pengembalian modal usahanya. Seperti telah dibahas di muka bahwa hasil perhitungan waktu pengembalian modal investasi pada budidaya kemitraan ayam ras pedaging adalah
186
selama empat tahun. Masa dalam satu siklus produksi relatif singkat antara 30-35 hari dengan rata-rata bobot hidup 1,7 kg per ekor, masa istirahat kandang 12-14 hari. Dengan demikian masa dari satu siklus ke siklus produksi berikutnya membutuhkan waktu 42 hari sampai 49 hari dan dapat berproduksi sebanyak tujuh kali siklus produksi per tahun. Jangka waktu pengembalian modal selama empat tahun, relatif singkat. Hal ini berpengaruh kepada tingkat kepuasan peternak plasma meskipun pengaruh peubah kepuasan tidak signifikan terhadap tingkat keberhasilan kemitraan. Sebagian besar (45 %) dari dua puluh tujuh peternak plasma responden menyatakan cukup puas atas hasil usahanya, sebagian yang lain menyatakan tidak puas (11 %), agak puas (19 %), puas (22 %), dan sangat puas (3%). Peubah-peubah eksogen selain peubah dalam komponen technoware, humanware, inforware, maupun komponen orgaware, juga terdapat peubah lainnya, yaitu : minat perusahaan inti, dan perusahaan inti pilihan. Minat perusahaan inti dipengaruhi oleh enam peubah indikator (Tabel 14). Hasil survei menunjukkan pertambahan produksi berpengaruh terhadap minat perusahaan inti. Produksi yang semakin bertambah akan semakin mempertinggi minat perusahaan inti untuk menjalin kemitraan. Peubah yang paling berpengaruh terhadap minat perusahaan inti adalah jumlah pesaing langsung dalam kemitraan. Semakin banyak jumlah perusahaan lain yang bergerak dalam bidang yang sama (pesaing langsung) akan semakin tinggi minat perusahaan inti untuk bermitra. Peluang untuk memasarkan sarana produksi juga menjadi peubah yang penting dalam pengaruhnya terhadap minat perusahaan inti. Peternak plasma dalam kemitraan merupakan pasar bagi perusahaan inti untuk menjual sarana produksi (DOC,
187
ransum, vitamin dan obat-obatan). Semakin banyak peternak plasma akan semakin banyak peluang perusahaan inti untuk menjual lebih banyak sarana produksi ternaknya. Kondisi tersebut akan mempertinggi minat perusahaan inti untuk bermitra. Sistem kemitraan dapat berjalan dengan baik tergantung kepada komitmen kedua belah pihak yang bermitra, dalam hal ini yaitu perusahaan inti dan peternak plasma. Faktor pemilihan perusahaan inti menjadi penting untuk mencapai hasil kemitraan yang optimal. Peubah pemilihan perusahaan inti ditentukan oleh 13 indikator (Tabel 14). Hasil survei kepada para responden bagi ketiga belas peubah tersebut secara konsisten dan seragam memberi nilai yang tinggi (berskala 4 dari skala 1 sampai 5). Ke-tiga belas peubah tersebut menjadi peubah yang penting pengaruhnya terhadap keberhasilan kemitraan. 2. Variabel Eksogen a. Komponen Technoware Perangkat keras (technoware) merupakan satu di antara empat perangkat penting yang menjadi satu kesatuan dalam sistem kemitraan ayam broiler. Analisis terhadap komponen technoware terdiri dari dua puluh peubah teramati (peubah indikator) dikelompokkan ke dalam tiga kelompok teknologi yaitu : 1) kandang, 2) pemeliharaan ayam, dan 3) pengendalian hama dan penyakit. Peubah kandang terdiri dari lima peubah indikator yaitu lantai kandang, tinggi kandang, lebar kandang, dinding kandang, dan panjang kandang. Hasil survei lantai kandang, lebar kandang, dan panjang kandang bernilai sama dengan nilai berkategori tinggi dan bernilai sama dari dua puluh tujuh peternak responden.
188
Oleh karena itu tidak dimasukkan dalam proses penghitungan LISREL, namun tetap merupakan peubah-peubah penting dalam pembuatan kandang ayam broiler. Lantai kandang sistem panggung dengan ketinggian 180 – 190 cm dari permukaan tanah, tinggi kandang 400 - 450 cm dari lantai kandang, serta lebar kandang 800 cm merupakan ukuran yang ideal. Dinding kandang dibuat setinggi minimal 200 cm, berfungsi untuk memperlancar sirkulasi udara dari dalam kandang ke luar kandang maupun sebaliknya. Sirkulasi udara ke ruangan kandang dan dari dalam kandang yang baik akan mempengaruhi penampilan produksi yang baik. Panjang kandang menyesuaikan lahan dengan posisi membujur dari arah barat ke timur untuk mengurangi suhu udara dalam kandang yang berlebihan akibat intensitas sinar matahari. Suhu udara maksimum dalam kandang pada siang hari umumnya sekitar 32 – 34 0C, dan minimum pada dini hari sekitar 26 – 28 0C. Analisis terhadap peubah indikator kandang menghasilkan satu peubah indikator yang berpengaruh nyata terhadap kandang yaitu tinggi kandang dengan estimasi, dan R2 adalah 1,00; dan 1,00 (Tabel 32). Tabel 32. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Technoware Usaha Plasma dalam Pola Kemitraan Ayam Broiler Peubah Laten dan Lambang Technoware Plasma :
Indikator
Lambang Peubah
Estimasi
Nilai-t
R2
1.Tinggi kandang
x21
o
1,00
-
1,00
1. Tingkat kematian
x26
o
0,60
5,15
0,18
2.Efisiensi makanan
x30
o
0,97
8,62
0,47
x36
o
1,00
-
1,00
1. KANDANG (ξ3) 2. PELIHARA (ξ4) 3. PHP (ξ5)
1. Pemeliharaan kandang
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96).
189
Pada Tabel 32 ditunjukkan efisiensi makanan merupakan indikator yang berpengaruh kuat dalam komponen teknologi dengan estimasi, nilai-t, dan R2 adalah 0,97; 8,62; dan 0,47. Hal ini dapat diartikan efisiensi makanan dapat menjelaskan 47 % keberhasilan pemeliharaan ayam. Untuk mengukur efisiensi makanan adalah dengan membandingkan pakan yang dikonsumsi ayam terhadap bobot ayam yang dicapainya (feed convertion ratio/ FCR). Semakin kecil nilai FCR akan semakin baik keragaan pemeliharaannya. Nilai FCR berkisar antara 1,5 sampai dengan 1,6 pada rata-rata bobot hidup ayam 1,6-1,7 kg per ekor dengan rata-rata umur panen 30 hari. Program bonus dibuat salah satunya berdasarkan capaian FCR. Jika FCR dapat dicapai lebih rendah dari pada standar FCR yang ditetapkan oleh perusahaan inti, maka peternak plasma akan mendapatkan bonus. Pemeliharaan akan mencapai hasil yang optimal yaitu pada umur ayam 30-32 hari. Konsumsi ransum pada umur ayam lebih dari 32 hari akan semakin berkurang tingkat efisiensinya. Hal ini disebabkan antara lain karena tingkat pertumbuhan ayam sudah mulai menurun dan persentase kematian ayam bertambah. Tingkat kematian ayam merupakan indikator kuat setelah FCR terhadap keragaan pemeliharaan ayam dengan koefisien adalah 0,60, nilai-t 5,15, dan R2 adalah 0,18. Koefisien yang bertanda positif tersebut akibat dari penetapan skala (1 sampai dengan 5), semakin rendah persentase kematian ayam, semakin tinggi skalanya, hal ini berarti semakin rendah persentase kematian ayam akan semakin baik keragaan pemeliharaan ayam. Persentase kematian dalam pemeliharaan ayam yang baik harus lebih rendah dari pada standar yang ditentukan oleh perusahaan
190
inti. Standar tingkat kematian disesuaikan dengan umur ayam, umumnya ditentukan berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang mendalam yang dilakukan perusahaan inti. Anak ayam umur tujuh hari, standar persentase kematiannya adalah 1,5 persen dan semakin tinggi seiring dengan tambahnya umur ayam. Ayam umur empat puluh lima hari standar persentase kematiannya adalah 5,93 persen. Persentase kematian ayam pada akhir pemeliharaan (umumnya 30-32 hari) dengan kategori baik berkisar antara 2 – 3 persen. Sistem insentif juga diberikan oleh perusahaan inti atas prestasi dari persentase kematian ayam yang rendah. Bobot hidup saat panen, dan umur panen merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh peternak meskipun hasil analisis pengaruhnya lemah terhadap keragaan pemeliharaan ayam. Pengambilan data selama penelitian dilakukan berasal dari kandang dengan sistem kandang terbuka. Suhu ruangan kandang berkisar antara 28 – 320C, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rekomendasi Cobb (2008) suhu ideal berkisar antara 21 – 230C. Sirkulasi udara dalam kandang dibantu dengan penggunaan kipas angin dengan ukuran 50”. Penerangan kandang menggunakan bola lampu listrik 20 watt per 24 m2 atau setara dengan 0,21 foot candles (fc), lebih rendah jika dibandingkan dengan rekomendasi menurut Cobb (2008) adalah 0,5 – 1,0 fc (125 watt untuk 93 m2). Bibit ayam yang digunakan adalah CP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk (CPIN) dengan tingkat kepadatan ayam yang digunakan rata-rata 10 ekor per m2.
191
Hasil produksi akan lebih baik jika tingkat kepadatan dikurangi menjadi 8 ekor per m2, sesuai hasil penelitian Sahroni (2001) bahwa pemeliharaan ayam pedaging dengan lingkungan yang bersuhu 23,2- 33,20C dan kelembaban 69,290,3% (daerah tropis) pada tingkat kepadatan 8 ekor per m2 lebih baik jika dibandingkan pada tingkat kepadatan 10 dan 13 ekor per m2. Untuk kebutuhan tempat pakan, CPIN merekomendasikan penggunaan jumlah tempat pakan (tabung berkapasitas 5 kg) untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor pada umur di atas 14 hari sebanyak 165 buah dan tempat minum otomatis sebanyak 84 buah (Tabel 33). Kebutuhan tempat pakan, tempat minum, dan tingkat kepadatan disesuaikan dengan umur ayam. Penggunaan tempat pakan dan minum di tingkat peternak plasma umumnya sudah menyesuaikan rekomendasi tersebut dengan baik. Tabel 33. Kebutuhan Tempat Pakan dan Tempat Minum untuk Pemeliharaan Ayam sebanyak 5.000 ekor (rekomendasi CPIN 2007) Umur
Kepadatan Ayam (ek/m2 luas lantai kandang)
Baki (buah)
Tempat pakan (buah)
Tempat minum (buah)
1 3 6 9 12 >14
60 40 30 20 15 10
100 100 55 25 -
94 105 165 165 165
55 55 65 80 80 80
Pemeliharaan kandang merupakan salah satu faktor paling penting dalam pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan bio-sikur iti. Pemeliharaan kandang bertujuan untuk memperpanjang fungsi kandang dalam berproduksi sehingga kesehatan ayam terjaga selama
192
dibesarkan. Pemeliharaan kandang terutama adalah untuk menjaga kebersihan kandang secara baik. Standar kebersihan yang baik akan mengurangi bahaya penyakit. Pemeliharaan kandang dilakukan setiap saat selama produksi berjalan, terutama setelah panen (kandang kosong), kandang dibersihkan dan diperbaiki jika terdapat kerusakan sebelum digunakan untuk siklus produksi berikutnya. Pengosongan kandang setelah panen sampai diisi DOC kembali dilakukan 10 – 14 hari, dengan harapan dapat memutus siklus bibit penyakit yang diakibatkan oleh virus maupun bakteri. Penggunaan obat-obatan oleh peternak mengikuti program yang dianjurkan oleh Technical Service (TS) dari perusahaan inti. b. Komponen Humanware Identifikasi awal terhadap komponen humanware diduga ditentukan oleh sembilan belas peubah indikator yang dikelompokkan dalam lima peubah eksogen yaitu : 1) kreativitas, 2) orientasi prestasi, 3) orientasi berafiliasi, 4) kewirausahaan, dan 5) orientasi integritas waktu.. Hasil pengukuran SEM terhadap pengaruh peubah-peubah tersebut menunjukkan terdapat tujuh peubah indikator yang berpengaruh nyata, yaitu : 1) kemampuan teknis dengan koefisien estimasi 1,41; nilai-t 17,90; dan R2=1,00, 2) motivasi (0,053; 0,47; dan 0,0014), 3) suka tantangan dan bertanggungjawab (1,07; 9,62; dan 0,57), 4) penetapan tujuan prestasi (0,84; 7,49; dan 0,35), 5) bertanggungjawab (1,00; dan 1,00), 6) kesediaan menerima perubahan (1,00; dan 1,00), 7) kedisiplinan bekerja (1,00; dan 1,00) (Tabel 34).
193
Tabel 34. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Humanware dalam Pola Usaha Kemitraan Peubah Laten dan Lambang Humanware Plasma: 1.KREATIVITAS (ξ6) 2. ORIENTASI PRESTASI (ξ7)
Indikator
Lambang Estimasi Nilai-t Peubah
R2
1. Kemampuan teknis
x41
o
1,41
-
1,00
1. Suka tantangan dan bertanggungjawab 2. Penetapan tujuan prestasi 1. Bertanggungjawab
x44
o
1,07
9,62
0,57
x45
o
0,84
7,49
0,35
3. ORIENTASI x49 o 1,00 1,00 BERAFILIASI (ξ8) 4. 1. Kesediaan menerima x53 o 1,00 1,00 KEWIRAUSAHA perubahan AN (ξ9) 5. ORIENTASI 1. Kedisiplinan bekerja x56 o 1,00 1,00 INTEGRITAS WAKTU (ξ10) Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96)
Indikator yang berpengaruh kuat di antara tujuh indikator lainnya adalah kemampuan teknis, suka tantangan dan bertanggung-jawab, kesediaan menerima perubahan, dan kedisiplinan bekerja. Kedisiplinan dalam bekerja merupakan cara bekerja yang harus dilakukan oleh karyawan maupun peternak plasma dalam menjalankan usahanya. Budidaya ternak ayam ras pedaging dengan masa produksi yang relatif singkat (30-35 hari) mempunyai risiko kegagalan yang tinggi, sehingga membutuhkan ketelitian, ketekunan, dan kedisiplinan yang tinggi dalam berproduksi. Kelengahan, kelalaian, kecerobohan, kemalasan dalam menjalankan tugas akan berakibat fatal yaitu kegagalan produksi. Kegagalan produksi yang sering terjadi yaitu adanya wabah penyakit yang menyerang ternak ayam dengan tingkat kematian tinggi dalam waktu singkat (mendadak). Kondisi tersebut telah terjadi pada tahun 2004 yang melanda di
194
berbagai daerah di Indonesia yakni wabah penyakit flu burung (Afian Influennza/AI). Permasalahan tersebut berangsur-angsur dapat diatasi dengan adanya kewajiban bagi peternak untuk melaksanakan vaksinasi AI maupun penyakit lainnya pada setiap siklus produksi. Selain vaksinasi yang ketat, peternak wajib melaksanakan kegiatan biosekuriti secara ketat. Bio-sekuriti diartikan serangkaian tindakan yang dilaksanakan untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit ke sebuah peternakan, atau suatu tindakan untuk menjauhkan mikro-organisme penyebab penyakit dari unggas dan menjauhkan unggas dari mikro-organisme penyebab penyakit.
Terdapat tiga elemen biosekuriti yaitu : 1) isolasi, dengan cara
mengurangi kunjungan
ke peternakan lain terutama yang sedang terserang
wabah penyakit, lingkungan peternakan harus bebas dari pemeliharaan unggas lain; 2) pengendalian lalu lintas manusia, hewan, peralatan, dan kendaraan dari dalam dan ke luar peternakan; 3) sanitasi, dengan cara mencuci kandang, peralatan, kendaraan, dan orang secara teratur dengan desinfektan (Indartono dan Widodo 2005; dan Cobb 2008). Pelaksanaan biosekuriti pada peternakan plasma umumnya masih terbatas. Kegiatan yang sudah dilakukan umumnya seperti mengurangi kontak langsung dengan peternakan lain terutama peternakan yang sedang terserang wabah penyakit. Sanitasi secara teratur juga sudah dilaksanakan dengan baik sesuai pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan inti. Karena keterbatasan kemampuan finansial peternak, sanitasi terhadap kendaraan maupun orang yang masuk ke peternakan umumnya belum dilaksanakan, seperti misalnya bak pencelup (deeping) masuknya kendaraan, penyemprotan desinfektan pada pintu
195
masuknya orang ke areal peternakan, serta pagar keliling kawasan peternakan. Pencerahan tentang pentingnya biosekuriti bagi peternakan untuk mencapai keberhasilan harus terus dilakukan oleh para pihak yang terkait seperti kedinasan pemerintah khususnya dinas peternakan, lembaga swasta, maupun para ahli kesehatan. Untuk menjalankan usaha budidaya ayam ras pedaging, peternak perlu memiliki motivasi yang tinggi berdasarkan penetapan tujuan prestasi. Evaluasi terhadap prestasi yang dicapai pada setiap siklus produksi perlu dilakukan. Tindak-lanjut perbaikan harus dilaksanakan bila terdapat kekurangan dalam setiap kegiatan produksi. Hal ini dapat terlaksana apabila peternak mempunyai sikap bersedia menerima perubahan. Sikap bersedia menerima perubahan pada sebagian peternak masih kurang memadai. Hal ini dipengaruhi antara lain adanya budaya pasrah terhadap nasib di kalangan peternak dan masyarakat umumnya masih kental. Bila diketahui terdapat peternak yang berprestasi tinggi, mereka menganggap lebih disebabkan karena nasibnya sedang baik. Mereka tidak berkeinginan untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana cara berproduksi yang tepat sehingga dapat mencapai prestasi baik tersebut. Penetapan tujuan prestasi oleh peternak dibuat berdasarkan pengetahuan peternak tentang apa yang menjadi ukuran keragaan produksi yang baik. Ukuran keragaan produksi yang telah dipahami oleh peternak masih terbatas pada perihal yang berkaitan dengan faktor finansial, seperti tingkat kematian ayam yang rendah, FCR yang rendah, dan tingkat pertumbuhan ayam yang relatif cepat.
196
Faktor-faktor tersebut berhubungan langsung dengan upaya peningkatan jumlah pendapatan dan tingkat keuntungan yang dapat diperoleh peternak plasma, serta adanya sistem bonus yang disediakan oleh pihak perusahaan inti yang berkaitan dengan prestasi produksi, selama ini hanya berdasarkan tingkat kematian dan FCR yang rendah. Apabila hasil usaha mencapai tingkat kematian dan FCR di bawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan inti, peternak memperoleh insentif yang dihitung dengan rumus tertentu sesuai ketentuan perusahaan inti. Target lain seperti hasil daging yang bermutu belum menjadi tujuan dalam berproduksi. Padahal tuntutan konsumen di masa kini maupun ke depan masalah mutu daging sudah menjadi isu penting. Namun pengawasan konsumen terhadap mutu daging di pasaran selama ini juga masih lemah, sehingga bagi peternak dalam berproduksi belum menjadi prioritas. Kemampuan teknis yang dimiliki karyawan dalam berproduksi umumnya cukup tinggi, karena tingkat teknologi keras yang digunakan adalah teknologi tepat guna bukan teknologi canggih. Dengan kondisi ini para pekerja dapat dengan mudah untuk mengoperasikan semua peralatannya secara baik. Keterampilan bekerja dan kemampuan karyawan untuk menciptakan kreativitas cukup baik. Gagasan, metode dan pendekatan baru pada umumnya dikemukakan dengan baik kepada perusahaan inti melalui technical service (TS), terutama mengenai teknis pemeliharaan ayam meliputi panjang kandang, lebar kandang, jenis lampu yang digunakan, bahan alas lantai (litter) untuk DOC sampai umur 16 hari, tirai penutup kandang, brooder, bahan pemanas DOC, umur ayam untuk dipanen, dan lain-lain.
197
Pemberian makan dan minum yang lazim dilakukan adalah secara adlibitum (pakan dan minum tersedia terus menerus pada tempatnya selama pemeliharaan ayam), kemudian dicoba untuk diubah dengan cara pemberian pakan/ransum setiap dua jam sekali berdasarkan standar kebutuhan pakan bagi ayam sesuai umurnya. Pemasangan brooder untuk pembesaran DOC dapat ditempatkan pada sisi pinggir atau tengah kandang untuk memudahkan pelebaran ruang setiap tiga hari, serta untuk mencapai hasil brooding (ayam sudah tidak membutuhkan penghangat lagi yaitu umur 10-12 hari tergantung cuaca) yang optimal. c. Komponen Inforware Identifikasi awal komponen inforware diduga dipengaruhi oleh enam belas indikator penentu yang dikelompokkan dalam tiga peubah eksogen yaitu : 1) akses informasi, 2) keterkaitan informasi, dan 3) kemampuan komunikasi. Hasil pengukuran pengaruh peubah-peubah kunci melalui SEM menunjukkan terdapat sepuluh indikator berpengaruh positif terhadap komponen inforware. Estimasi besarnya pengaruh peubah kunci pada masing-masing peubah eksogen dijelaskan sebagai berikut : 1. Akses informasi Hasil pengukuran peubah-peubah kunci pada akses informasi adalah : 1) Jenis sumber informasi dengan koefisien estimasi=0,96; nilai-t=8,19; dan R2= 0,46, 2) Pemanfaatan informasi (0,48; 3,99; dan 0,12), dan 3) Metode pengumpulan informasi (0,67; 5,63; dan 0,22) (Tabel 35).
198
Tabel 35. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci Inforware Usaha Plasma dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler Peubah Laten dan Lambang 1.Akses Informasi (ξ10)
Indikator 1. Macam sumber informasi 1.Informasi internal 2. Informasi eksternal
2. Keterkaitan Informasi (ξ12)
3. Kemampuan Komunikasi (ξ13)
3.Validitas informasi dan data 4.Kemudahan mendapatkan informasi 1. Saluran informasi 2.Kepercayaan terhadap sumber informasi 3.Nilai informasi terhadap perusahaan 4.Umpan balik
Lambang Estimasi Nilai-t Peubah
R2
x59
o
0,36
2,85
0,063
x65
o
0,48
3,93
0,12
x66
o
0,40
3,21
0,079
x67
o
0,80
6,85
0,32
x68
o
0,83
7,22
0,35
x70
o
0,73
6,16
0,27
x71
o
0,43
3,47
0,093
x72
o
0,77
6,57
0,30
x74
o
0,67
5,63
0,23
Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t* adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan (> 1,96)
Hasil survei terhadap komponen inforware yang diterapkan oleh peternak plasma umumnya masih terbatas pada kegiatan produksi setiap siklusnya, yaitu berupa catatan-catatan sederhana. Informasi yang berhasil dikumpulkan dari luar maupun yang dibuat sendiri oleh peternak masih terbatas pada pengetahuan teknik produksi. Sumber informasi yang didapatkan peternak pada umumnya sebanyak dua sampai tiga macam sumber dengan interval satu minggu dari sesama peternak meliputi waktu masuk DOC/ umur ayam, saat panen, dan kondisi kesehatan ayam. 2. Keterkaitan informasi Hasil pengukuran peubah-peubah kunci dalam keterkaitan informasi dengan kepentingan usaha plasma adalah : 1) informasi internal (koefisien 199
estimasi=0,61; nilai-t=5,30; dan R2=0,19), 2) informasi eksternal (0,57; 4,88; dan 0,16), 3) validitas informasi dan data (0,72; 6,35; dan 0,26), 4) kemudahan mendapatkan informasi (0,76; 6,81; dan 0,29), 5) biaya untuk memperoleh informasi (0,51; 4,35; dan 0,13) diperlihatkan pada Tabel 35. Informasi dari luar didapatkan melalui buletin, para pembina, maupun peternak lain. Informasi internal masih terbatas berupa catatan-catatan sederhana dari setiap siklus produksi. Pemanfaatan informasi yang diperoleh disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pengetahuan peternak dan diterapkan secara baik melalui bimbingan dari perusahaan inti. 3. Kemampuan komunikasi Hasil pengukuran peubah-peubah kunci dalam kemampuan komunikasi adalah : 1) saluran komunikasi (koefisien estimasi = 0,64; nilai-t=5,74; dan R2= 0,21), 2) kepercayaan terhadap sumber informasi (0,51; 4,44; dan 0,13), 3) nilai informasi terhadap perusahaan (0,72; 6,29; dan 0,25), dan 4) umpan balik (0,76; 6,90; dan 0,29) (Tabel 35). Saluran komunikasi umumnya masih terbatas yaitu berupa komunikasi langsung dan telepon (telepon tetap maupun seluler) dengan biaya relatif rendah. Tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi yang diperoleh dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi peternak. Perhatian peternak relatif tinggi diberikan kepada pihak perusahaan inti dan sesama peternak dengan tingkat kepercayaan yang relatif tinggi. Kemampuan komunikasi peternak semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah saluran komunikasi, tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi dan pemanfaatannya.
200
Informasi internal yang dikumpulkan meliputi laporan produksi (bobot per ekor dan jumlah DOC, perkembangan bobot hidup ayam, jumlah kematian, penggunaan ransum dan obat-obatan), stok ransum dan obat-obatan, serta catatan keuangan (pembelian sekam untuk litter, pembayaran listrik, upah kerja, biaya pemeliharaan kandang dan sumbangan-sumbangan). Informasi berupa catatancatatan sederhana tentang kegiatan-kegiatan produksi tersebut digunakan untuk evaluasi prestasi produksi dan perencanaan dengan target terukur untuk siklus produksi berikutnya. Informasi eksternal didapatkan melalui saluran komunikasi dari sesama peternak maupun pembina (perusahaan inti) yaitu secara lisan, telepon maupun dalam bentuk buletin yang berisi informasi teknik pemeliharaan. Informasi teknik pemeliharaan dan prestasi produksi peternak lain yang berhasil dikumpulkan bermanfaat bagi peternak untuk perbandingan. Dengan demikian peternak dapat mengukur tingkat keberhasilan produksinya pada siklus produksi terkini. Perbandingan tingkat keberhasilan produksi kepada prestasi peternak lain perlu dilakukan, sebab banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan budidaya ayam broiler terutama pada sistem pemeliharaan kandang terbuka. Kecermatan dalam memperhatikan keabsahan dari informasi yang diperoleh cukup baik. Hal ini karena ditunjang dengan pengalaman yang cukup (beternak selama lebih dari lima tahun). Penelusuran terhadap sumber informasi sering dilakukan peternak apabila merasa kurang percaya terhadap informasi yang diperolehnya. Informasi yang
berhasil dikumpulkan peternak digunakan untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan produksi. Berhasil maupun gagal dalam
201
berproduksi dievaluasi untuk mengetahui faktor utama apa yang berpengaruh dominan pada suatu kasus siklus produksi tertentu. Faktor utama tersebut dapat berasal dari tingkat penerapan THIO maupun faktor alam. Penerapan THIO pada teknologi tingkat madya (teknologi tepat guna) relatif dapat dikendalian peternak, namun faktor alam tidak dapat dikendalikan peternak. Pemeliharaan dengan sistem terbuka sangat dipengaruhi oleh cuaca harian. Cuaca harian yang buruk dapat menurunkan daya tahan tubuh ayam yang dipelihara dan bahkan dapat mengakibatkan kegagalan produksi karena terserang penyakit. Pengaruh buruk tersebut dapat dikurangi dengan penerapan pemeliharaan yang tepat. Semakin
banyak
informasi
yang
dibuat
maupun
yang
berhasil
dikumpulkan membutuhkan biaya yang lebih besar dan berdampak positif terhadap penerapan komponen inforware. Dampak positif tersebut memberi peluang bagi peternak untuk lebih meningkatkan keberhasilan usahanya melalui peningkatan mutu informasi yang dibuat maupun yang dikumpulkan oleh peternak. d. Komponen Orgaware Perangkat organisasi dianalisis berdasarkan dua puluh tujuh indikator menghasilkan enam peubah indikator yang berpengaruh nyata terhadap komponen orgaware (gaya kepemimpinan, motivasi diri dan dorongan berprestasi, kedewasaan, pendelegasian tugas dan tanggungjawab, kemandirian bekerja, perencanaan, orientasi teknologi (Tabel 36).
202
Tabel 36. Kontribusi Pengaruh Faktor-faktor Kunci dari Komponen Orgaware Plasma dalam Pola Usaha Kemitraan Ayam Broiler Peubah Laten dan Lambang
Indikator
x75 x76
o
x78 x81
o
x83 x85 x86
o
1.Kebanggaan dalam kemitraan
x88
2.Peluang pengembangan 1. Orientasi teknologi 2.Kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis 1. Keinginan bermitra 2. Keseimbangan insentif dan risiko
x90 x94 x95
1.KEPEMIMPINAN 1. Gaya kepemimpinan (ξ14) 2.Motivasi diri dan dorongan untuk berprestasi 3. Kedewasaan 2. OTONOMI 1. Pendelegasian tugas dan KERJA (ξ15) tanggungjawab 2. Kemandirian bekerja 3. PENGARAHAN 1. Perencanaan (ξ16) 2. Pemikiran strategis 4. KETERLIBATAN PERUSAHA-AN (ξ17) 5.IKLIM INOVASI (ξ18)
Lambang Estimasi Nilai-t Peubah
R2
0,54 0,91
4,51 6,64
0,15 0,41
0,91 0,91
6,64 7,02
0,41 0,41
0,63 0,84 0,63
5,27 6,42 5,13
0,20 0,36 0,20
o
1,41
17,90
1,00
o
-0,051 0,92 0,27
-0,45 4,24 2,20
0,0013 0,42 0,037
o
o
o o
o o
6. KEPATUHAN x100 o 1,41 17,91 1,00 PERUSAHAAN x101 o 0,33 3,00 0,054 (ξ19) Keterangan : Superskrip pada kolom 3 adalah skala pengukuran : i = interval; o = ordinal; dan n = nominal. Nilai-t > 1,96 adalah peubah dengan pengaruh yang signifikan.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan peternak umumnya berdasarkan kemampuan teknis dan perilaku peternak yang bersangkutan. Pelaksanaan tugas/kerja karyawan sesuai keinginan atasan dengan motivasi sedang untuk berprestasi, kecepatan memahami dan kepedulian terhadap situasi/kondisi yang timbul, serta keterampilan bersosialisasi, kepedulian mengemukakan gagasan pada tingkat sedang. Hal ini terjadi karena pada umumnya organisasi plasma (peternak) masih sederhana dengan jumlah anggota dua sampai empat karyawan yang dipimpin langsung oleh pemilik, serta tingkat pendidikannya relatif rendah (rata-rata lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Karyawan dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah tersebut relevan dengan tingkat keterampilan
203
yang dibutuhkan (sesuai dengan tingkat teknologi yang digunakan yakni teknologi tepat guna). Pendelegasian tugas dan tanggungjawab dari pemilik kepada karyawan, keterikatan pada peraturan dan prosedur organisasi, serta kemandirian dalam melaksanakan tugas masih pada tingkat sedang. Karyawan bertanggungjawab hanya pada pekerjaan yang bersifat teknis operasional pemeliharaan ayam seperti memberi makan/minum, menjaga kenyamanan ayam (mengatur tingkat kepadatan ayam, tirai dinding kandang, menjalankan kipas, penerangan), menjaga kebersihan kandang dan peralatan, seleksi ayam (memisahkan ayam sakit, cacat, ataupun kerdil), dan mengubur ayam yang mati serta mencatat penggunaan pakan harian, hasil timbang ayam mingguan, dan jumlah kematian harian. Ketepatan waktu dalam menjalankan tugas dan partisipasi pemikiran strategis oleh karyawan pada tingkat sedang. Pelaksanaan kegiatan tidak selalu sesuai perencanaan. Sumbangan pemikiran strategis pada umumnya terbatas pada kapasitas pemeliharaan ayam per orang, dan masa istirahat kandang. Seorang karyawan yang telah terampil dan berpengalaman mampu memelihara 6.000 ekor per siklus pemeliharaan dengan sistem all in all out (ayam dalam satu umur), sehingga dapat memperoleh penghasilan yang cukup layak. Sistem pengupahan pada umumnya dijalankan dengan cara borongan yang dihitung per ekor dari jumlah ayam yang dipelihara mulai dari persiapan kandang sampai panen. Karyawan mendapat tambahan pendapatan melalui kegiatan bongkar/muat ransum, pembersihan, pencucian/sanitasi kandang setelah panen, pengerukan kotoran ayam, penangkapan ayam saat panen, dan uang makan.
204
Total pendapatan dalam satu periode produksi (40 hari) adalah sekitar Rp. 2.750.000,-per orang. Pengosongan kandang dari periode satu ke periode berikutnya (masa istirahat kandang) selama 12 – 14 hari cukup untuk memberi kesempatan kepada karyawan untuk beristirahat di rumah masing-masing. Pengawasan kinerja karyawan sering dilakukan (tidak setiap waktu) dan dievaluasi setiap minggu sekali. Kepatuhan karyawan terhadap peraturan perusahaan, dan kebanggaan keikut-sertaan dalam kemitraan berada pada tingkat sedang, serta komunikasi antara pemilik dengan karyawan cukup lancar (rata-rata bernilai skala 3 dari nilai skala 5). Peluang pengembangan perusahaan cukup besar. Setiap plasma diberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya oleh perusahaan inti. Evaluasi kinerja perusahaan dilakukan secara rutin mingguan berdasarkan catatan meliputi rata-rata bobot badan ayam mingguan yang dicapai, jumlah konsumsi ransum, dan kematian ayam harian. Perhatian dan kepedulian terhadap penelitian dan pengembangan, serta perbaikan teknologi cukup tinggi. Seiring dengan informasi yang didapatkan, peternak cukup tanggap untuk segera menyesuaikannya. Peternak juga sering melakukan pengamatan terhadap perubahan lingkungan bisnis seperti misalnya adanya perternak baru dalam lingkup perusahaan inti yang sama maupun perusahaan inti lainnya. Namun faktor ini berpengaruh lemah terhadap tingkat keberhasilan kemitraan. Tingkat kejujuran dan kepercayaan antara plasma dan perusahaan inti cukup tinggi (rata-rata bernilai skala 3 dari nilai skala 5). Kedua faktor tersebut berpengaruh kuat terhadap keberhasilan kemitraan. Kemudahan berkomunikasi antar sesama plasma, antara plasma dengan perusahaan inti, dan tingkat keadilan
205
untuk menanggung kerugian atau keuntungan berjalan adil, sehingga keinginan untuk bermitra menjadi lebih kuat. 3. Hubungan Struktural Antara Peubah Laten Peubah
laten
dari komponen technoware
terdiri dari kandang,
pemeliharaan, dan pengendalian hama, serta penyakit. Hasil analisis menunjukkan peubah pemeliharaan berpengaruh nyata secara statistik terhadap kinerja finansial dengan koefisien estimasi adalah 0,61, nilai-t 3,24, dan koefisien determinasi (R2) adalah 0,48, sedangkan kedua peubah lainnya yaitu kandang dan pengendalian hama/penyakit tidak nyata pengaruhnya secara statistik terhadap kinerja finansial dengan koefisien estimasi adalah 0,015; -0,0084, dan nilai-t 0,19; -0,12 (Tabel 36). Kandang berpengaruh tidak nyata terhadap kinerja finansial dengan estimasi dan nilai-t adalah 0,015 dan 0,19. Pembuatan kandang oleh peternak sebelum kemitraan dijalankan umumnya mendapat bimbingan perusahaan inti agar sesuai dengan ukuran dan kapasitas yang diharapkan, serta biaya yang rendah. Kandang yang dibangun dengan biaya yang lebih rendah, beban keuangan akan semakin ringan untuk mengembalikan permodalan investasi yang sudah dikeluarkan. Dalam konteks ini, hal yang perlu diprioritaskan adalah yang berkaitan dengan pencapaian kinerja finansial, sehingga perlu diprioritaskan membangun kandang dengan biaya rendah dengan kapasitas tertentu. Peubah laten yang berpengaruh nyata terhadap kinerja finansial adalah sistem pemeliharaan ayam. Peubah indikator yang berpengaruh kuat terhadap sistem pemeliharaan ayam adalah tingkat kematian dan efisiensi makanan.
206
Semakin rendah tingkat kematian ayam dan FCR, semakin baik kinerja finansialnya. Pengaruh kinerja finansial terhadap tingkat keberhasilan kemitraan adalah nyata secara statistik dengan koefisien estimasi adalah 0,20, nilai-t 2,13 dan R2=0,30, sedangkan kinerja operasional dan kinerja kerjasama tidak nyata. Kerjasama kemitraan antara peternak plasma dan perusahaan inti melalui pola PIR dapat dipertahankan apabila seluruh ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian dapat dipenuhi kedua pihak yang bermitra. Persyaratan utama yang harus dipenuhi peternak plasma untuk menjaga keberlanjutan kemitraan adalah perolehan laba usaha dari setiap siklus produksi. Laba berupa keuntungan kotor yang tinggi dapat dicapai apabila tingkat kematian dan FCR dalam pemeliharaan ayam rendah. Kedua faktor tersebut dijadikan tolok ukur utama dari tingkat keberhasilan usaha plasma dan dijadikan dasar pertimbangan dalam sistem pemberian bonus bagi peternak plasma. Kondisi berbeda jika peternak mengalami kerugian usaha. Kerugian usaha yang terjadi secara berturut-turut sebanyak tiga kali siklus produksi, perusahaan inti berhak menghentikan kerjasama secara sepihak bagi peternak tersebut. Peternak dengan hasil produksi yang merugi secara terus-menerus tersebut dianggap tidak memiliki kemampuan beternak atau tidak serius dalam menjalankan usahanya. Dalam analisis pengaruh kinerja finansial terhadap tingkat keberhasilan pada awalnya diduga terdapat pengaruh dari komponen orgaware sebagai peubah eksogen. Namun, hasil analisis tersebut yang terdiri dari enam peubah laten yaitu : 1) kepemimpinan, 2) otonomi kerja, 3) pengarahan, 4) keterlibatan, 5) iklim
207
inovasi, dan 6) kepatuhan perusahaan, tidak nyata pengaruhnya terhadap kinerja finansial dengan nilai-t adalah -0,12; 0,058; -0,045; -0,82; dan 0,45. Pengaruh nyata kinerja finansial terhadap tingkat keberhasilan kemitraan hanya terjadi pada sistem pemeliharaan ayam seperti telah diuraikan di muka. Dugaan awal terhadap kinerja kerjasama dipengaruhi oleh komponen humanware yang terdiri dari lima peubah laten yaitu : 1) kreativitas, 2) orientasi prestasi, 3) orientasi afiliasi, 4) kewirausahaan, dan 5) orientasi integritas waktu. Namun, hasil analisis menunjukkan hanya satu peubah yang berpengaruh nyata adalah kreativitas dengan koefisien estimasi 0,29, nilai-t 2,97 dan R2=0,13. Kreativitas peternak plasma sangat ditentukan oleh kemampuan teknis pemeliharaan ayamnya dengan koefisien estimasi 1,41, dan R2=1,00 (Tabel 34). Semakin tinggi kemampuan teknis pemeliharaan ayam yang dimiliki peternak plasma berdampak semakin kreatif. Semakin tinggi kreativitas peternak plasma dalam menjalankan usahanya berdampak kepada penguatan kemandirian. Hal ini mengakibatkan adanya kecenderungan berkurangnya keinginan peternak plasma untuk mempertahankan kemitraan yang dijalankannya. Namun, secara statistik tidak nyata pengaruhnya. Kondisi tersebut ditunjukkan adanya hasil analisis pengaruh kinerja kerjasama terhadap keberhasilan kemitraan dengan koefisien estimasi bertanda negatif adalah -0,12 dan nilai-t adalah -1,70 (nilai-t <1,96) (Gambar 20 dan Lampiran 5). Kinerja operasional tidak nyata pengaruhnya terhadap keberhasilan kemitraan dengan koefisien estimasi adalah -0,62, nilai-t -0,42, dan R2=0,30 (Gambar 20 dan Lampiran 5). Koefisien estimasi dengan tanda negatif (-0,62) berarti terdapat kecenderungan pada peternak plasma, bahwa semakin tinggi
208
kinerja operasional peternak plasma dalam menjalankan usahanya akan berdampak kepada penurunan tingkat keberhasilan kemitraan. Hal ini disebabkan pengaruh nyata dari ke-tiga peubah penentu yaitu sumber daya manusia, inovasi teknologi, dan litbang (pembahasan pada sub-bab kinerja operasional dari Tabel 31). Sedangkan komponen inforware sebagai peubah eksogen yang terdiri dari tiga peubah laten yaitu : 1) akses informasi, 2) keterkaitan informasi, dan 3) kemampuan komunikasi, tidak nyata pengaruhnya terhadap kinerja operasional dengan koefisien estimasi, dan nilai-t secara berturut-turut adalah -22,49 dan
-
0,40; 42,42 dan 0,40; -31,72 dan -0,40 (Tabel 36). Tingkat keterampilan peternak plasma dalam menjalankan usahanya, seiring dengan
tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin
terampil. Keterampilan yang semakin tinggi tersebut berpengaruh kepada peningkatan kemampuan untuk berinovasi, penelitian dan pengembangan dalam pengelolaan usahanya. Dengan demikian, ke-tiga faktor penentu tersebut mendorong peternak plasma kearah kemandirian dan cenderung berkurang minatnya untuk melanjutkan kemitraan dalam menjalankan usahanya. Pembahasan dari ke-empat komponen teknologi (THIO) hasil penelitian ini sebagaimana diuraikan di muka, merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan pola kemitraan usaha ternak ayam broiler. Upaya peningkatan kinerja usaha pada pola kemitraan tersebut perlu memprioritaskan kegiatan berdasarkan faktor-faktor penentu pada THIO. Dengan demikian usaha pola kemitraan yang dibangun dapat lebih berhasil dan berdaya saing.
209
G. Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Usaha ternak ayam ras pedaging masyarakat dapat dilakukan secara mandiri maupun melalui pola kemitraan. Perbandingan kelayakan usaha dari kedua pola tersebut dilakukan untuk mengetahui pola mana yang tepat bagi peternak yang umumnya memiliki modal terbatas dalam menjalankan usahanya. Analisis dari segi finansial untuk kedua pola tersebut menunjukkan hasil yang layak. Hasil perhitungannya dibahas di bawah ini. Perbandingan antara kedua cara tersebut dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa usaha dengan pola kemitraan lebih layak dibandingkan dengan usaha secara mandiri. Beberapa kendala yang ditemui pada usaha mandiri, antara lain fluktuasi harga pasar yang tinggi dan cepat, meliputi harga sarana produksi ternak dan ayam hidup. Hal ini dapat mengakibatkan peternak mengalami kerugian. Segala risiko yang timbul akibat faktor luar tersebut harus ditanggung sendiri oleh peternak. Terdapat situasi yang berbeda pada usaha yang dijalankan dengan pola kemitraan, timbulnya risiko kerugian sebagai akibat faktor luar (fluktuasi harga pasar) ditanggung bersama secara adil melalui perjanjian kerjasama untuk menjamin harga sarana produksi ternak maupun ayam hidup sebelum usaha dijalankan. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang kelayakan usaha pada pola mandiri dan pola kemitraan maka dilakukan perhitungan rugi-labanya. Perhitungan didasarkan pada rerata harga-harga sapronak dan ayam broiler hidup pada tahun 2004-2008 untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor per siklus produksi. Untuk analisis kebutuhan modal usaha dilakukan penghitungan meliputi
210
investasi,
dan
modal
kerja,
dengan
perincian
penggunaannya
seperti
diperlihatkan pada Tabel 37 dan Tabel 38. Terdapat perbedaan jumlah modal usaha yang dibutuhkan pada usaha pola mandiri dan pola kemitraan, yaitu kebutuhan modal kerja, sedangkan modal investasi dibutuhkan jumlah yang sama besarnya. Jumlah modal kerja yang dibutuhkan pada pola usaha kemitraan lebih sedikit daripada pola usaha mandiri. Uraian tentang kebutuhan modal usaha pada kedua pola usaha tersebut diterangkan berikut ini : 1.
Modal Investasi Kebutuhan modal investasi usaha ternak ayam broiler meliputi
penyediaan lahan dan persiapannya, infrastruktur, bangunan, peralatan, dan inventaris kantor. Untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor per siklus pada pola mandiri dan pola kemitraan membutuhkan modal investasi yang sama besar yaitu Rp.142.948.000,00, rincian penggunaannya seperti diperlihatkan pada Tabel 37. 2.
Modal Kerja Peruntukan modal kerja dalam usaha budidaya ternak broiler meliput i :
pembelian DOC, ransum/pakan, vitamin dan obat-obatan, vaksin, alas lantai, bahan pemanas, listrik, upah kerja, biaya penyusutan kandang, dan sumbangansumbangan sosial. Untuk pemeliharaan ayam 5.000 ekor secara all in-all out pada pola usaha mandiri membutuhkan modal kerja adalah Rp. 41.403.700,00, sedangkan pada pola kemitraan adalah Rp. 53.973.480.000,00 (Tabel 38).
211
Tabel 37. Kebutuhan Modal Investasi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008) No. 1. 2.
3.
4.
5
Keterangan
Jumlah
Satuan
Persiapan dan pematangan tanah
2.000
m2
Harga (ribu Rp) 50.000
Sub Total Infrasruktur Jalan dan jembatan Telepon Penerangan Sub Total Bangunan Kandang dan gudang Sumur Sub Total Peralatan Tempat pakan tabung 7 kg Tempat minum Plason Alat pemanas (gasolec) Instalasi air bersih Mesin cuci kandang (steam) Timbangan Sekop, cangkul dan lainnya Pompa air Baki Sub Total Inventaris kantor Kendaraan motor Sub Total Total Investasi
2.000
Unit
1.000
600 1 1
m2 Unit
145.000 1.200
87.000,00 1.200,00 88.200,00
125 70 6 1 1 1
Buah Buah Buah Unit Unit Unit
30.000 75.000 808 1.500 1.750 1.000
1 100
Unit Buah
900 18
3.750,00 5.250,00 4.848,00 1.500,00 1.750,00 1.000,00 150,00 900,00 1.800,00 19.198,00
1
Unit
14.000
1 -
Jumlah (ribu Rp) 100.000,00 100.000,00 5.000,00 1.000,00 2.000,00 8.000,00
14.000,00 14.000,00 142.948,00
Perbedaan yang cukup besar dari jumlah kebutuhan modal kerja antara kedua pola usaha tersebut disebabkan oleh perbedaan harga : 1) DOC, 2) pakan, 3) vitamin dan obat-obatan, 4) jual ayam dengan rata-rata bobot badan, dan 5) umur panen ayam. Harga DOC per ekor dan pakan per kg lebih rendah ratarata adalah 2,7 % dan 1,0 %, serta harga vitamin dan obat- obatan per unit lebih tinggi rata-rata adalah 1,7 % untuk pola usaha mandiri dari pada pola kemitraan (perhitungan didasarkan data pada Tabel 18). Namun demikian, harga dan jumlah pasokan DOC untuk pola usaha kemitraan lebih terjaga karena telah
212
dijamin oleh perusahaan inti berdasarkan perjanjian kerjasama sebelum usaha dilaksanakan. Pengadaan sarana produksi ternak (sapronak) untuk pola usaha mandiri oleh peternak umumnya diperoleh dari Poultry Shop (PS) terdekat. Harga jual ayam hidup per kg hasil panen dari pola usaha kemitraan lebih tinggi rata-rata adalah 3,9 % dari pada pola usaha mandiri. Rata-rata harga jual ayam yang lebih rendah tersebut disebabkan karena fluktuasi harga pasar terhadap daging ayam sering terjadi, sementara daya tawar harga bagi peternak sebagai produsen lemah, sehingga keputusan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. Kenaikan harga ayam terjadi jika permintaan konsumen terhadap daging ayam tinggi, yaitu menjelang hari raya Idhul Fitri atau Idhul Adha. Kenaikan harga ayam di pasaran yang berlangsung cepat, tidak secara otomatis diikuti kenaikan harga yang diterima peternak pola mandiri, tetapi butuh waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan harga di pasaran. Namun, jika terjadi penurunan harga ayam di pasaran, pengaruhnya berlangsung cepat di tingkat peternak. Pihak yang paling diuntungkan pada situasi ini adalah pedagang pengumpul. Mereka dapat menentukan harga jual secara cepat sesuai kenaikan permintaan konsumen. Bagi peternak pola mandiri, situasi demikian mengakibatkan peluang untuk memperoleh kenaikan margin usaha menjadi berkurang. Permasalahan tersebut terjadi akibat daya tawar peternak untuk menjual hasil panennya lemah. Situasi berbeda pada lingkungan bisnis pola kemitraan. Fluktuasi harga sapronak maupun daging ayam di pasaran tidak mempengaruhi proses produksi peternak plasma selama perjanjian kerjasama dilaksanakan.
213
Tabel 38. Kebutuhan Modal Kerja Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008)
No.
Keterangan
Jumlah
Satuan
Harga
Jumlah
(Rp)
(ribu Rp)
Pola Mandiri
Pola Kemitraan
Pola Mandiri
Pola Kemitraan
1.
Day Old Chick (DOC)
5.000
ekor
1.548,00
2.640,00
7.740,00
13.200,00
2.
Ransum BR1
1.510
kg
2.818,00
2.880,00
4.255,18
14.486,40
3.
Ransum BR2
6.710
kg
2.774,00
2.820,00
18.363,88
19.317,00
4.
Vitamin dan Obat-obatan
4
unit
143.500,00
104.500,00
574,00
836,00
5.
Vaksinasi
5000
ekor
150,00
150,00
755,00
750,00
6.
Sekam
150
karung
2.300,00
2.500,00
345,000
375,00
7.
Kapur
20
kg
2.500,00
2.500,00
50,00
50,00
8.
Gas (tabung 3 kg)
72
tabung
13.500,0
402.000,00
221,10
1.206,00
9.
Listrik
175,00
175,00
1.15 0.00
1.850,00
250,00
500,00
1.087,50
1.087,50
75,00
100,00
41.403,70
53.932,90
-
48.589,40
41.403,70
5.343,50
10.
Upah kerja pemeliharaan
11.
Keamanan
12.
Biaya penyusutan kandang
13.
Sumbangan-sumbangan, dll
14.
Total Modal Kerja
15.
Kredit dari Perusahaan Inti
16.
Realisasi Modal Kerja
5000
ekor
230,00
250,00
214
Harga-harga yang stabil meliputi harga beli sapronak dan harga jual ayam hidup melalui penjaminan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama dengan perusahaan inti. Kebutuhan modal kerja usaha pola kemitraan adalah Rp. 53.932.900,0 yang harus direalisasikan adalah Rp. 5.343.500,0 karena sebagian dari kebutuhan modal kerja adalah Rp. 48.589.400,0 dipenuhi melalui kredit dari perusahaan inti yang menjadi tanggung-jawabnya sesuai perjanjian kerjasama (kemitraan) berupa pasokan DOC, pakan, dan vitamin, serta obat-obatan selama produksi berlangsung sampai dengan panen. Jika dibandingkan dengan realisasi kebutuhan modal kerja pada pola usaha mandiri adalah Rp. 41.403.700,0, maka jumlahnya jauh lebih sedikit (Tabel 37). 3.
Perhitungan Laba/Rugi Tujuan utama suatu usaha dijalankan adalah untuk memperoleh
keuntungan dan manfaat yang optimal. Kekuatan yang dimiliki peternak dan peluang yang timbul di lingkungan bisnis perlu dimanfaatkan secara maksimal, bersamaan dengan upaya meminimalkan dan mengatasi. Hambatan dan tantangan yang ada dalam menjalankan bisnisnya. Risiko kerugian dan kegagalan produksi dalam budidaya ternak ayam broiler cukup besar. Kerugian usaha dapat terjadi umumnya disebabkan oleh fluktuasi harga pasar yang tinggi terhadap sarana produksi dan hasil ternak. Usaha ternak rakyat sering dihadapkan pada situasi kelangkaan pasokan DOC dan harga pakan yang relatif mahal, serta harga jual yang relatif rendah terhadap hasil produksi berupa ayam hidup.
215
Kemampuan peternak untuk mengatasi berbagai situasi dari pengaruh eksternal tersebut umumnya rendah, disebabkan peternak masih menerapkan sistem kandang terbuka dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam. Kegiatan
yang
memungkinkan
dapat
dikendalikannya
adalah
teknik
pemeliharaan. Oleh karena itu sebaiknya peternak lebih memfokuskan pada kegiatan-kegiatan pemeliharaan ayam secara tepat dan teliti agar kerugian yang mungkin timbul dapat dihindari. Kendala lain seperti wabah penyakit dapat berakibat gagal produksi. Wabah penyakit sering terjadi pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dari musim hujan ke musim kemarau. Perhitungan laba/rugi pada laporan penelitian ini menggunakan asumsi tidak terjadi wabah penyakit selama usaha dijalankan dengan tingkat kematian ayam normal yaitu sekitar 2 – 3 %. Pada Tabel 39 diperlihatkan rincian perhitungan laba/rugi meliputi : 1) biaya pengeluaran, yang terdiri dari biaya tetap, dan biaya variabel; 2) pendapatan, yang berasal dari penjualan ayam hasil panen, dan kotoran ayam untuk pupuk. Total biaya tetap per siklus produksi pada pola usaha mandiri adalah Rp. 4.910.480,0, dan Rp. 4.913.360,0 untuk pola kemitraan. Biaya variabel
adalah
Rp.
35.041.660,00
untuk
usaha
pola
mandiri
dan
Rp. 53.973.480,0 untuk pola kemitraan. Dengan demikian total pengeluaran adalah Rp. 39.952.140,00 untuk usaha pola mandiri dan Rp. 58.886.790,0 untuk pola kemitraan (Tabel 39 ).
216
Tabel 39. Perhitungan Laba/rugi Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (5.000 ekor per siklus produksi) (2008) PERHITUNGAN LABA/RUGI No. Uraian
A. 1
Banyaknya
Satuan
Harga/Unit (Rp)
Nilai (ribu Rp)
Usaha pola Mandiri Total dana yang dibutuhkan a. Investasi b. Modal kerja Modal yang dibutuhkan adalah
141.198,00 41.403,70 182.601,70
Pengeluaran: Total Biaya Tetap Total Biaya Variabel Total Pengeluaran
4.910,48 35.041,66 39.952,14
Pendapatan : Penjualan ayam hidup 4.865,0 ekr/1.1 kg Pupuk kandang 250 karung TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (10 siklus produksi) 10 siklus B.
7.900,0 2.500,0
42.276,85 625,00 42.901,85 2.949,70
2.949,708
29,497,08
Usaha pola Kemitraan Total Dana yang dibutuhkan a. Investasi b. Modal kerja Modal yang dibutuhkan adalah
142.948,00 5.343,50 148.291,50
Pengeluaran : Total Modal Tetap Total Biaya Variabel Total Pengeluaran Pendapatan : Penjualan ayam hidup Feed Convertion Ratio (FCR) Pupuk kandang Total Pendapatan Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (7 siklus produksi)
4.913,36 53.973,48 58.886,79 4.861.0 ekr/1.676 kg 250
7
7.596,20
karung
2.500,00
siklus
4.855,97
61.886,51 1.210,60 625,00 63.722,12 4.855,96 33.991,78
217
Total pengeluaran yang lebih sedikit pada pola mandiri tersebut lebih disebabkan oleh rata-rata umur panen lebih singkat yakni umur 25 hari dengan bobot badan 1,1 kg per ekor. Tingkat kematian ayam selama pemeliharaan ratarata adalah 3 %, dengan masa istirahat kandang selama empat belas hari, sehingga dalam satu tahun dapat berproduksi sepuluh kali siklus. Hasil penjualan ayam dari satu siklus produksi senilai Rp. 42.276.850,0 (Tabel 39), umumnya dijual ke pedagang pengumpul. Pendapatan lain adalah dari penjualan kotoran ayam (untuk dibuat pupuk kandang) sebanyak 250 karung, senilai Rp. 625.000,0. Dengan demikian total pendapatan per siklus produksi adalah Rp.42.901.350,0. Jadi laba yang diperoleh pada pola mandiri Rp. 2.949.708,00 per siklus atau adalah Rp. 29.497.080,00 per tahun (16,0 % realisasi modal keseluruhan), dari perhitungan selisih antara total pendapatan adalah Rp. 42.901.350,00 dan total pengeluaran adalah Rp. 39.952.140,00 (Tabel 39). Dengan cara penghitungan yang sama, pada pola kemitraan memperoleh laba adalah Rp. 4.855.960,0 per siklus produksi atau adalah Rp. 33.991.780,0 per tahun dengan tujuh kali siklus produksi (22,9 %). 4.
Payback Period Berdasarkan laba yang diperoleh dan total dana yang dibutuhkan selama
berproduksi, maka dapat dihitung masa pengembalian modal sebagai berikut : a. Pola Usaha Mandiri Total dana yang dibutuhkan x 1 tahun = Rp 184.351.700,00 laba netto Rp 29.497.076,48 Dengan demikian Payback Period untuk pola mandiri adalah 6,2 tahun.
218
b. Pola Usaha Kemitraan Total dana yang dibutuhkan x 1 tahun = Rp 148.291.500,00 laba netto Rp 33.991.780,00 Dengan demikian Payback Period untuk pola kemitraan adalah 4,4 tahun. 2.
Analisis Risiko Analisis risiko dilakukan untuk mengetahui simpangan pengembalian
modal investasi berdasarkan pendapat Ichsan et al. (2000), yakni dengan menggunakan keuntungan rata-rata sebagai indikator profitabilitas investasi dan variansi sebagai indikator risikonya. Besarnya risiko berinvestasi diukur dengan koefisien variasi (CV). Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan semakin besar risiko yang harus ditanggung investor dibandingkan dengan keuntungannya. Terdapat hubungan antara risiko dan keuntungan yang dapat diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Untuk mendapatkan koefisien variasi perlu dihitung : 1) keuntungan rata-rata, 2) ragam dan simpangan baku, serta 3) batas bawah keuntungan. Hasil perhitungan sebagai berikut : a. Nilai Harapan Keuntungan Nilai harapan diukur berdasarkan nilai keuntungan rata-rata (mean) dari setiap siklus produksi.
Tabel 40
memperlihatkan hasil perhitungan nilai
keuntungan rata-rata selama lima tahun (tahun 2004-2008) pada pola usaha mandiri dan kemitraan. Perhitungan laba setiap siklus produksi tahun tersebut seperti pada Lampiran 2. Keuntungan rata-rata (E) dihitung berdasarkan Tabel 40
219
untuk pola usaha mandiri adalah Rp 29.577.620,0 dan untuk pola kemitraan adalah Rp 33.991.776,60. Tabel 40. Nilai Keuntungan Rata-rata Usaha Ternak Ayam Broiler Pola Mandiri dan Kemitraan Tahun 2004-2008 Tahun Produksi Pola Usaha
2004 (ribu Rp)
2005 (ribu Rp)
2006 (ribu Rp)
2007 (ribu Rp)
2008 (ribu Rp)
per 1.417,71 3.191,92 4.811,39 2.791,74 2.576,04 siklus Mandiri* per 14.177,15 31.919,22 48.113,91 27.917,44 25.760,38 tahun per 4.449,07 5.066,82 3.897,57 5.258,34 5.608,03 Kemitraan** siklus per 31.143,48 35.467,78 27.282,98 36.808,39 39.256,24 tahun Keterangan : * diolah dari hasil survei (2008) ** diolah dari data sekunder STA (2008)
b. Ragam Keuntungan Rata-rata Ragam keuntungan rata-rata dihitung berdasarkan rata-rata dari nilai total selisih antara keuntungan rata-rata setiap tahun terhadap keuntungan rata-rata total, untuk pola usaha mandiri adalah Rp 8.351.156,0 dan pola kemitraan adalah Rp 3.822.833,28. Simpangan baku ( V ) diperoleh dari akar nilai ragam, didapat simpangan baku keuntungan rata-rata pada pola usaha mandiri adalah : Rp 2.889.830,0 dan pola kemitraan adalah Rp 1.955.200,0. c. Koefisien Variasi Koefisien variasi ( CV ) merupakan perbandingan antara risiko dengan nilai keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dari sejumlah modal yang diinvestasikan dalam bisnis. Hasil perhitungan koefisien variasi pada pola usaha
220
mandiri adalah 0,000098 dan untuk pola kemitraan adalah 0,000058. Dengan demikian risiko berinvestasi pada pola usaha mandiri lebih besar dari pada pola kemitraan. d. Batas Bawah Keuntungan Hasil perhitungan batas bawah keuntungan (L) pada pola usaha mandiri adalah Rp 29.571.840,15 dan pada pola kemitraan adalah Rp 33.987.866,20. Dengan hasil tersebut menunjukkan kedua pola usaha mengalami keuntungan (L ≥ 0), dan pola usaha kemitraan lebih menguntungkan dari pada pola mandiri. Secara ringkas dari hasil perhitungan tingkat kelayakan usaha ternak ayam mandiri dan pola kemitraan yang didasarkan pada jumlah pemeliharaan ayam sebanyak 5.000 ekor, meliputi enam kriteria yakni : 1) keuntungan rata-rata ( E ), 2) koefisien variasi ( CV ), 3) batas bawah keuntungan ( L ), 4) NPV, 5) IRR, dan 6) PBP seperti pada Tabel 41. Informasi pada Tabel 41 memperlihatkan hasil analisis finansial yang lebih layak pada pola kemitraan yakni E, L, dan NPV lebih besar, PBP lebih singkat, dan risikonya lebih kecil dibandingkan pola usaha mandiri. Masa pengembalian modal pada pola usaha kemitraan adalah empat tahun dan usaha mandiri selama enam tahun, berarti pengembalian modal pada pola kemitraan lebih cepat dua tahun jika dibandingkan dengan usaha ternak mandiri. Dengan kondisi demikian maka pola usaha kemitraan lebih menguntungkan dan lebih menarik bagi investor, karena perolehan laba bersih rata-rata per tahun pada pola kemitraan lebih besar dibandingkan pada pola mandiri.
221
Tabel 41. Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging dari Aspek Finansial Kriteria
Pola Usaha Mandiri
Pola Usaha Kemitraan
Keterangan
E
Rp 29.577.620
Rp 33.991.776,6
Untung
CV
9,8E-05
5,8E-05
Risiko kecil
L
Rp 29.571.840
Rp 33.987.866,20
Layak
NPV
Rp 151.459.552
Rp 211.239.574
Layak
IRR
34,20%
34,20 %
Layak
PBP
6 tahun
4 tahun
Layak
Keterangan : E = keuntungan rata-rata CV = koefisien variasi L = batas bawah keuntungan NPV = Net Present Value IRR = Internal Rate Return PBP = Pay Back Period
Keunggulan lain bagi pola kemitraan adalah kebutuhan modal yang harus disediakan oleh peternak lebih kecil. Hal ini dikarenakan sebagian besar kebutuhan modal kerja ditanggung perusahaan inti (mitra) melalui pemberian pinjaman berupa sarana produksi ternak seperti DOC, ransum, dan vitamin serta obat-obatan, dan dibayar melalui pemotongan hasil penjualan ayam. Kemampuan permodalan bagi peternak umumnya terbatas, kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi umur panen ayam. Semakin meningkat umur ayam (masa pemeliharaan ayam semakin lama) yang berdampak pada kebutuhan modal yang besar. Persediaan seluruh modal untuk usaha mandiri harus dipenuhi oleh peternak sendiri. Oleh karena keterbatasan permodalan tersebut maka selalu diupayakan mempersingkat masa pemeliharaan ayamnya, rata-rata selama dua puluh lima hari dengan bobot ayam hidup 1,1 kg per ekor.
222
Masa pemeliharaan ayam yang relatif singkat tersebut memperbanyak produksi tahunan (rata-rata 10 kali berproduksi dalam setahun) (Lampiran 3). Oleh karena bobot ayam hidup hasil panen relatif kecil (rata-rata 1,1 kg per ekor), maka laba bersih yang diperoleh juga relatif kecil. Kendala lain bagi pola usaha mandiri adalah seluruh risiko kegagalan produksi yang timbul harus ditanggung oleh peternak yang bersangkutan. Keterbatasan modal dan akses terhadap lembaga keuangan bagi peternak dapat diatasi melalui pola kemitraan, sebagai peternak plasma, peternak hanya menyiapkan sebagian dari keseluruhan modal, terhadap : 1) seluruh modal tetap yaitu modal yang digunakan untuk penyediaan lahan, mendirikan kandang, gudang, kendaraan, listrik, air, peralatan komunikasi, pakan dan minum, serta peralatan lainnya, 2) modal operasional yaitu modal yang digunakan untuk pembiayaan seperti biaya listrik, transportasi, komunikasi, konsumsi, upah kerja, alas lantai kandang/litter, dan sumbangan-sumbangan. Modal lain seperti pembelian DOC, pakan, dan vitamin serta obat-obatan ditanggung oleh perusahaan inti, dan nilai dari modal ini memberi kontribusi rata-rata adalah 90 persen dari modal tidak tetap atau 20 persen dari keseluruhan modal usaha budidaya ternak ayam ras pedaging. Kondisi demikian berdampak positif pada perkuatan permodalan bagi peternak plasma, yaitu semakin besar kontribusi permodalan dari pihak perusahaan inti dalam usaha pola kemitraan semakin memperkuat permodalan bagi peternak plasma. Dalam menganalisis kelayakan usaha, perhitungan menggunakan jumlah ayam 5.000 ekor setiap siklus, karena disesuaikan dengan skala usaha minimal
223
yang umum dipraktekkan oleh petani untuk mempermudah menganalisis finansialnya. Alasan lainnya adalah didasarkan pada persyaratan menjadi peternak plasma oleh perusahaan inti adalah memiliki kandang untuk pemeliharaan ayam dengan sistem all in all out minimal berkapasitas 5.000 ekor. Keunggulan lain adalah jika terjadi kegagalan produksi dan terjadi kerugian usaha, dimana pembayaran atas biaya-biaya
yang timbul akibat
pasokan ransum, DOC, dan vitamin serta obat-obatan dari hasil panen tidak mencukupi, sisa biaya yang belum terbayarkan tersebut tidak dibebankan kepada peternak plasma. Kompensasi biaya atas terjadinya kerugian diberikan kepada peternak yang bersangkutan untuk mengurangi kerugian akibat pengeluaran biaya operasional oleh peternak sendiri dengan syarat kerugian atau kegagalan tersebut bukan akibat dari kelalaian peternak atau akibat faktor di luar kemampuan peternak seperti misalnya akibat bencana alam, wabah penyakit, dan gangguan keamanan. Hasil perbandingan antara pola usaha mandiri dengan pola usaha kemitraan membuktikan bahwa pola usaha kemitraan lebih unggul dibandingkan dengan pola usaha mandiri. Beberapa keunggulan tersebut antara lain adalah : 1) Perputaran uang dan laba lebih besar, sementara modal yang harus disediakan peternak lebih kecil, karena sebagian modal kerja didapat dari kredit perusahaan inti, berupa sarana produksi ternak (sapronak) yakni DOC, pakan, dan obat-obatan), 2) Lebih terjamin keberlangsungan dan keberlanjutan usahanya, sesuai perjanjian kerjasama kemitraan dengan perusahaan-inti yang berperan dan bertanggung-
224
jawab untuk membina, memberi pelayanan dan bimbingan teknis, memasok sapronak sesuai jenis, jumlah, dan jadual yang telah disepakati bersama, 3) Adanya kepastian pasar dan harga jual hasil produksi, perusahaan-inti bertanggungjawab memasarkan hasil panen ayam peternak dengan harga sesuai perjanian kerjasama kemitraan yang telah dipersiapkan sebelum kegiatan produksi dilaksanakan. Hal ini penting bagi peternak plasma, sehubungan dengan fluktuasi harga sapronak dan harga jual ayam hidup di pasaran sering terjadi, dan kemampuan penawaran peternak lemah. Kondisi tersebut menciptakan ketidak-pastian bagi peternak dalam menjalankan usaha ternaknya. 4) Adanya pembagian risiko yang adil, terdapat sistem bonus yang ditawarkan oleh perusahaan-inti terhadap keragaan produksi peternak plasma. Risiko kerugian atau kegagalan produksi dipertimbangkan berdasarkan penyebab terjadinya kerugian atau kegagalan tersebut. Jika kerugian atau kegagalan produksi bukan berasal dari kelalaian atau kesengajaan peternak melainkan faktor alam, peternak tidak dibebani kekurangan bayar atas seluruh nilai sapronak yang digunakan dalam berproduksi. Hal-hal tersebut sesuai pendapat Hafsah (2000), dan Gumbira-Sa’id (2001) bahwa potensi keberhasilan dalam kemitraan dapat mewujudkan kemitraan yang saling menguntungkan, saling membesarkan dan dapat bertahan lama. Dalam rangka membuat pedoman pelaksanaan budidaya ayam ras pedaging pola kemitraan yang baik, perlu mengetahui lebih mendalam perihal faktor-faktor kunci pada pola
225
usaha kemitraan yang terbagi ke dalam kelompok technoware, humanware, inforware, dan orgaware yang disingkat THIO. H. Sintesis Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler Berdasarkan uraian di atas disusun model teknologi pada sistem kemitraan pola PIR Ayam Broiler. Model teknologi tersebut disusun didasarkan dari studi kasus peternak-peternak plasma yang berhasil dalam menjalankan usahanya di lingkungan usaha STA. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan solusi optimal bagi para pihak yang menjalankan usahanya melalui kemitraan pola PIR. Permodelan sistem kemitraan agroindustri ayam broiler berdasarkan hasil analisis SEM terhadap faktor-faktor kunci dari setiap komponen THIO dari dua puluh tiga variabel laten yang terdiri dari empat variabel endogen dan sembilan belas variabel eksogen dengan seratus enam indikator sesuai dugaan awal sebelum perhitungan dilakukan adalah tiga faktor berpengaruh terhadap keberhasilan kemitraan, sedangkan technoware, humanware, inforware, dan orgaware berturut-turut sebanyak lima, tujuh, sembilan, dan tiga belas faktor. Kemampuan teknologi dan potensi kemitraan pola PIR ayam broiler pada STA dan CPIN adalah berkategori baik. Hal ini menjadi jaminan untuk tercapainya keberhasilan kemitraan yang dijalankannya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat dirumuskan model teknologi pada sistem kemitraan pola PIR ayam broiler sebagai berikut : Keberhasilan Kemitraan = f (Kemampuan teknologi perusahaan inti, potensi kemitraan, technoware plasma, humanware plasma, inforware plasma, orgaware plasma)
226
Keterangan : Indikator-indikator penentu pada setiap variabel adalah sebagai berikut : 1. Keberhasilan kemitraan adalah keuntungan penerimaan, dan pertumbuhan produktivitas.
bersih,
jangka
waktu
2. Kemampuan teknologi perusahaan inti adalah lingkungan teknologi; kategorisasi teknologi; pasar dan pesaing; inovasi proses; fungsi nilai tambah; akuisisi dan eksploitasi teknologi. 3. Potensi kemitraan adalah memilih mitra; keinginan bermitra; kepercayaan; karakter dan etika; impian strategis; kecocokan budaya; arah yang konsisten; informasi bersama; tujuan dan minat bersama; keadilan tanggungan risiko; keuntungan dinikmati bersama secara adil; kesesuaian sumber daya; waktu kerjasama cukup panjang; disponsori oleh manajemen puncak; keterikatan pada ketentuan; pengertian dasar yang sama tentang nilai dalam kemitraan; aturan; kebijaksanaan dan pengukuran kinerja pendukung kemitraan. 4. Komponen technoware adalah tinggi kandang, dinding kandang, tingkat kematian, efisiensi makanan, dan pemeliharaan kandang. 5. Komponen humanware adalah kemampuan teknis, motivasi, suka tantangan dan bertanggungjawab, penetapan tujuan prestasi, bertanggung-jawab, kesediaan menerima perubahan, dan kedisiplinan bekerja. 6. Komponen inforware adalah jenis sumber informasi, informasi internal, informasi eksternal, validitas informasi dan data, kemudahan mendapatkan informasi, saluran komunikasi, kepercayaan terhadap sumber informasi, nilai informasi terhadap perusahaan, dan umpan balik. 7. Komponen orgaware adalah gaya kepemimpinan, motivasi diri dan dorongan untuk berprestasi, kedewasaan, pendelegasian tugas dan tanggungjawab, kemandirian bekerja, perencanaan, pemikiran strategis, kebanggaan dalam kemitraan, peluang pengembangan, orientasi teknologi, kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis, keinginan bermitra, dan keseimbangan insentif serta risiko. Gambar 21 memperlihatkan struktur model teknologi kemitraan (MTK) yang mencakup enam komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam menjalankan usaha melalui kemitraan pola PIR khususnya ayam broiler. Indikator-indikator dari setiap komponen teknologi dalam MTK diuraikan seperti terlihat pada Tabel 42.
227
1.0 Kemampuan tinggi Teknologi milik perusahaan inti 1.1 Lingkungan Teknologi - Pimpinan eksekutif - Strategi teknologi - Struktur organisasi - Budaya teknologi - Tenaga kerja
1.2 Kategorisasi Teknologi - Teknologi produk - Teknologi proses - Teknologi pemasaran
1.3 Pesaing dan Pasar - Kebutuhan pasar - Kesiapan pesaing
1.4 Proses Inovasi - Gerakan Ide - Penggerak Teknologi - Konsep pasar
1.5 Fungsi Nilai Tambah - Litbang - Operasional - Teknologi peduli lingkungan
1.6 Akuisisi dan eksploitasi Teknologi -
Akuisisi Transfer teknologi Eksploitasi untuk laba Proteksi teknologi
2.0 Potensi Kemitraan baik -Memilih mitra -Keinginan untuk menjadi mitra -Kepercayaan -Karakter dan etika -Impian strategis -Kecocokan budaya -Arah yang konsisten -Informasi bersama -Tujuan dan minat bersama -Risiko ditanggung bersama secara adil -Keuntungan dinikmati bersama secara adil -Sumber daya cukup sesuai -Waktu kerjasama disepakati dan cukup panjang -Disponsori oleh manajemen puncak -Keterikatan pada ketentuan -Pengertian dasar yang sama tentang nilai yang dibawa oleh mitra ke dalam kemitraan Aturan, kebijaksanaan dan pengukuran kinerja yang mendukung kemitraan
3.0 Technoware plasma 3.1 Kandang - Tinggi kandang
3.2 Pemeliharaan Ayam - Tingkat kematian - Efisiensi makanan - Pemeliharaan kandang
3.3 Pengendalian Hama dan Penyakit - Pemeliharaan kandang
4.0 Humanware plasma
5.0 Inforware plasma
6.0 Orgaware plasma
4.1 Kreativitas
5.1 Akses Informasi
6.1 Kepemimpinan
- Kemampuan Teknis
- Macam Sumber Informasi
- Gaya Kepemimpinan - Motivasi diri dan dorongan untuk berprestasi - Kedewasaan
4.2 Orientasi Prestasi - Suka Tantangan dan Bertanggungjawab - Penetapan Tujuan Prestasi
4.3 Orientasi Berafiliasi
5.2 Keterkaitan Informasi - Informasi Internal - Informasi Eksternal - Validitas Informasi dan Data - Kemudahan dapat Informasi
5.3 Kemampuan Komunikasi
- Bertanggungjawab - Saluran Informasi - Kepercayaan terhadap 4.4 Kewirausahaan Sumber Informasi - Nilai Informasi terhadap perusahaan - Kesediaan menerima - Umpan Balik perubahan
4.4 Orientasi Integritas Waktu - Kedisiplinan bekerja
Gambar 21. Struktur Model Teknologi Kemitraan/MTK Pola PIR Ayam Broiler
6.2 Otonomi Kerja - Pendelegasian tugas dan tanggungjawab - Kemandirian bekerja
6.3 Pengarahan - Perencanaan - Pemikiran strategis
6.4 Keterlibatan Perusahaan - Kebanggaan dalam kemitraan - Peluang pengembangan
6.5 Iklim Inovasi - Orientasi Teknologi - Kepekaan terhadap Perubahan Lingkungan Bisnis
6.6 Kepatuhan Perusahaan - Keinginan Bermitra - Keseimbangan insentif dan risiko
228
Tabel 42. Uraian Model Teknologi dari Setiap Komponen pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler No. Komponen 1 2 1
Kemampuan Teknologi yang dimiliki Perusahaan Inti
Faktor-faktor Kunci 3
Uraian 4
1.1 Lingkungan Teknologi
Audit teknologi didasarkan TAM (Khalil 2000) yang mencakup enam bidang penilaian. - Kantor sebagai pusat seluruh kegiatan - Tugas dan kewenangan dijabarkan secara tegas dan dibuat bagan organisasi perusahaan - Gaya manajemen disesuaikan dengan kompleksitas struktur organisasi - Komunikasi antar atasan dan bawahan berjalan baik
1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.1.5
Pimpinan Eksekutif Strategi Teknologi Struktur Organisasi Budaya Teknologi Tenaga Kerja
1.2 Kategorisasi Teknologi 1.2.1 Teknologi jasa/produk 1.2.2 Teknologi proses 1.2.3 Teknologi dalam pemasaran 1.3 Pasar dan Pesaing 1.3.1 Keperluan pasar 1.3.2 Status pesaing
1.4 Inovasi Proses 1.4.1 Generasi Ide 1.4.2 Penggerak teknologi 1.4.3 Konsep untuk pasar
- Bisnis dijalankan sesuai kemampuannya secara mandiri dengan efisiensi biaya menjadi faktor penting - Pemasaran menyesuaikan mekanisme pasar - Pemasaran harus berjalan baik didasarkan penaksiran kebutuhan pasar secara baik - Pesaing bisnis sebagai factor penting untuk menyusun strategi perusahaan - Keterlibatan seluruh tingkat organisasi dalam pembuatan perencanaan dan evaluasi kegiatan - Informasi tersalurkan dengan baik
1.5 Fungsi Nilai Tambah 1.5.1 Litbang 1.5.2 Operasional 1.5.3 Teknologi peduli lingkungan
- Pengalaman proses produksi peternak plasma adalah penting untuk pembinaan. Pembinaan dilakukan secara periodik minimal seminggu sekali - Evaluasi setiap siklus produksi harus dilakukan.
1.6 Akuisisi dan Eksploitasi Teknologi 1.6.1 Akuisisi teknologi 1.6.2 Transfer teknologi 1.6.3 Eksploitasi untuk keuntungan 1.6.4 Proteksi
- Toleransi terhadap keterbatasan akuisisi dan transfer teknologi sehubungan dengan produksi umumnya masih menggunakan teknologi tepat guna
229
Tabel 42. Uraian Model Teknologi dari Setiap Komponen pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler (lanjutan) 1 2
2 Potensi Kemitraan
3
Technoware
4
Humanware
3 2.1 Memilih mitra 2.2 Keinginan untuk menjadi mitra 2.3 Kepercayaan 2.4 Karakter dan etika 2.5 Impian strategis 2.6 Kecocokan budaya 2.7 Arah yang konsisten 2.8 Informasi bersama 2.9 Tujuan dan minat bersama 2.10 Risiko ditanggung bersama secara adil 2.11 Keuntungan dinikmati bersama secara adil 2.12 Sumber daya cukup sesuai 2.13 Waktu kerjasama disepakati dan cukup panjang 2.14 Disponsori manajemen puncak 2.15 Keterikatan ketentuan 2.16 Kesamaan pengertian dasar nilai dalam kemitraan 2.17 Aturan, kebijaksanaan dan pengukuran kinerja yang mendukung kemitraan 3.1 Kandang 3.1.1 Tinggi Kandang
4 Jumlah nilai seluruh faktor (17 faktor) adalah sekurang-kurangnya 70 atau berkategori baik.
- Lantai kandang sistem panggung dengan ketinggian 180-190 cm dari permukaan tanah, tinggi kandang 400450 cm dari lantai kandang.
3.2 Pemeliharaan Ayam 3.2.1 Tingkat kematian 3.2.2 Efisiensi makanan
- Persentase kematian ayam dan FCR rendah yaitu lebih rendah dari pada standar kematian ayam dan FCR yang ditetapkan perusahaan inti.
3.3 Pengendalian Hama dan Penyakit 3.3.1 Pemeliharaan kandang
- Pemeliharaan kandang dilakukan setiap saat selama produksi dan masa pengistirahatan kandang dengan senantiasa menjaga kebersihan kandang. Masa pengistirahatan kandang minimal 12 hari sejak panen selesai. Kemudahan operasional dari teknologi tepat guna yang digunakan dengan keterampilan dan kreativitas karyawan baik.
4.1 Kreativitas 4.1.1 Kemampuan teknis
230
Tabel 42. Uraian Model Teknologi dari Setiap Komponen pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler (lanjutan) 1
2
3
4
4.2 Orientasi prestasi - Bekerja dengan semangat tinggi, 4.2.1 Suka tantangan dan target produksi optimal (7 siklus bertanggungjawab produksi per tahun). - Hasil produksi dengan tingkat pertumbuhan ayam relatif cepat, umur 4.2.2 Penetapan tujuan panen 30-32 hari dengan bobot hidup prestasi ayam 1,6-1,7 kg per ekor, FCR 1,5-1,6 dan persentase kematian ayam 2-3%.
4.3 Orientasi berafiliasi 4.3.1 Bertanggungjawab
4.4 Kewirausahaan 4.4.1 Bersedia menerima perubahan
5
Inforware
4.5 Orientasi Integritas Waktu 4.5.1 Kedisiplinan bekerja 5.1 Akses Informasi 5.1.1 Macam sumber informasi 5.2 Keterkaitan Informasi 5.2.1 Informasi internal 5.2.2 Informasi eksternal 5.2.3 Validitas informasi dan data 5.2.4 Kemudahan mendapatkan informasi 5.3 Kemampuan Komunikasi 5.3.1 Saluran informasi 5.3.2 Kepercayaan terhadap sumber informasi 5.3.3 Nilai informasi terhadap perusahaan 5.3.4 Umpan balik
- Aktif dalam pertemuan yang diselenggarakan peternak sendiri maupun perusahaan inti - Evaluasi setiap siklus produksi dilakukan untuk perbaikan siklus produksi berikutnya - Bekerja sesuai dengan standar produksi yang telah ditetapkan
- Sumber informasi sebanyak 2-3 jenis sumber dengan interval satu minggu dapat berasal dari sesama peternak. - Catatan produksi dibuat dari setiap siklus produksi. - Informasi dapat diperoleh dari bulletin, para Pembina, dan peternak lain. - Mudah untuk mendapatkan informasi. - Komunikasi langsung dan telepon dengan biaya relative rendah. - Kepercayaan dibangun dalam komunikasi dengan perusahaan inti dan peternak lain. - Menganggap informasi yang diperoleh sangat bermanfaat bagi perusahaan. - Informasi yang dikumpulkan berdampak pada upaya peningkatan keberhasilan siklus produksi berikutnya.
231
Tabel 42. Uraian Model Teknologi dari Setiap Komponen pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler (lanjutan) 1 6
2 Orgaware
3 6.1 Kepemimpinan 6.1.1 Gaya kepemimpinan 6.1.2 Motivasi diri untuk berprestasi 6.1.3 Kedewasaan 6.2 Otonomi Kerja 6.2.1 Pendelegasian tugas dan tanggungjawab 6.2.2 Kemandirian bekerja 6.3 Pengarahan 6.3.1 Perencanaan 6.3.2 Pemikiran strategis 6.4 Keterlibatan Perusahaan 6.4.1 Kebanggaan dalam kemitraan 6.4.2 Peluang pengembangan 6.5 Iklim Inovasi 6.5.1 Orientasi teknologi 6.5.2 Kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis
4 - Sesuai kemampuan teknis dan perilaku peternak yang bersangkutan. - motivasi yang cukup untuk berprestasi - Cepat memahami dan peduli terhadap situasi yang timbul. - Karyawan mampu diberi tanggungjawab teknis operasional pemeliharaan ayam - Rencana produksi dibuat setiap siklus produksi - Pemikiran strategis cukup terbatas pada kapasitas pemeliharaan ayam per orang dan masa istirahat kandang - Peternak merasa bangga tergabung dalam kemitraan - Berkeinginan untuk mengembangkan usahanya. - Selalu berkeinginan untuk menerapkan tata cara produksi terbaik - Peka terhadap perubahan jumlah mitra maupun lingkungan kemitraan lainnya - Keinginan kuat untuk bermitra - Merasa mendapatkan insentif dan risiko yang adil
6.6 Kepatuhan Perusahaan 6.6.1 Keinginan bermitra 6.6.2 Keseimbangan insentif dan risiko
232
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian ini dihasilkan beberapa kesimpulan di bawah ini : 1. Audit teknologi yang telah dilaksanakan terhadap perusahaan inti (PT Sahabat Ternak Abadi/STA) pada sistem kemitraan pola PIR ayam broiler menunjukkan penerapan teknologi dan potensi kemitraan yang baik untuk menyokong keberhasilan usaha. 2. Keberhasilan kemitraan dipengaruhi oleh faktor keuntungan bersih, jangka waktu penerimaan uang dari laba usaha, dan pertumbuhan produktivitas. Faktor kunci pada setiap komponen adalah sebagai berikut : a. Technoware meliputi tinggi kandang, dinding kandang, tingkat kematian (mortalitas) ayam yang rendah, feed convertion ratio (FCR) yang rendah dengan tidah melebihi standar perusahaan inti, dan pemeliharaan kandang yakni perbaikan segera setelah kandang kososng. b. Humanware meliputi kemampuan teknis, motivasi, suka tantangan dan bertanggungjawab, penetapan tujuan prestasi, rasa bertanggungjawab kesediaan menerima perubahan, dan kedisiplinan bekerja. c. Inforware meliputi macam sumber informasi umumnya berasal dari sesama peternak plasma dan perusahaan inti sebagai Pembina, informasi internal, informasi eksternal, validitas informasi dan data, kemudahan mendapatkan informasi, biaya untuk memperoleh informasi, saluran komunikasi, kepercayaan terhadap sumber informasi, nilai informasi terhadap perusahaan, dan umpan balik.
233
d. Orgaware meliputi gaya kepemimpinan, motivasi diri dan dorongan untuk berprestasi, kedewasaan, pendelegasian tugas dan tanggung jawab, kemandirian bekerja, perencanaan, pemikiran strategis, kebanggaan dalam kemitraan, peluang pengembangan, kepekaan terhadap perubahan lingkungan
bisnis,
orientasi
teknologi,
keinginan
bermitra
dan
keseimbangan insentif serta risiko. Seluruh komponen tersebut didukung oleh unsure-unsur kelembagaan yang positif serta kapasitas organisasi yang sehat sehingga mampu menciptakan iklim usaha yang kompetitif dan menguntungkan. 3. Analisis finansial menunjukkan bahwa budidaya ternak ayam ras pedaging (broiler) pola mandiri dan pola kemitraan merupakan usaha yang cukup layak. Pola usaha kemitraan lebih menguntungkan dibandingkan pola mandiri, dan terjamin keberlangsungannya, serta prestasi hasil usaha cukup memadai (IRR, 34,20%), dalam kurun waktu usaha di atas lima tahun (rata-rata 6 tahun). Perhitungan menggunakan skala usaha 5.000 ekor menghasilkan keuntungan rata-rata per tahun (Rp.33.991.776,6); risiko kerugian (0,000058); batas bawah keuntungan (Rp.33.987.866,20); NPV (Rp.211.239,574,00); dan masa pengembalian modal investasi adalah empat tahun. Sementara untuk pola usaha
mandiri,
hasil
untuk
masing-masing
parameter
adalah
Rp.29.577.620,00; 0,0000977; Rp.29.571.840,00; Rp.151.459.552,00; dan masa pengembalian modal lebih lama yakni enam tahun. 4. Sintesis model teknologi yang dihasilkan adalah :
234
Keberhasilan Kemitraan = f (Kemampuan teknologi perusahaan inti, potensi kemitraan, technoware plasma, humanware plasma, inforware plasma, orgaware plasma) B. Saran 1. Sehubungan dengan peran dan tanggungjawab yang besar dalam kemitraan agroindustri ayam broiler pola PIR, perusahaan inti disarankan untuk memiliki kemampuan teknologi yang baik dan komitmen yang kuat untuk mencapai keberhasilan usaha bersama mitranya. 2. Untuk mencapai keberhasilan kemitraan yang optimal secara efektif dan efisien, para pihak yang bermitra perlu berpedoman pada faktor-faktor penentu setiap komponen teknologi (THIO). Pembinaan oleh perusahaan inti kepada peternak plasma dapat difokuskan kepada faktor-faktor penentu tersebut. Demikian pula bagi peternak plasma dalam mengelola usaha ternaknya. 3. Faktor penentu keberhasilan utama adalah faktor finansial, meliputi laba yang tinggi, tingkat kematian ayam dan Feed Conversion Ratio (FCR) yang rendah. Untuk menunjang pencapaian keberhasilan tersebut perlu diciptakan perkandangan sesuai standar yang dipedomani STA selama ini, serta pembinaan untuk meningkatkan keterampilan peternak dalam mengelola usahanya.
235
DAFTAR PUSTAKA [AA] Arbor Acres. 2009. Broiler Management Guide. http://www.aviagen.com. Diakses tanggal 16 Juni 2010. Alkadri, Riyadi DS, Muchdie, Siswanto S, Fathoni M. 2001. Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Edisi Revisi. Jakarta :
236
Penerbit Pusat Pengkajian Wilayah, BPPT.
Kebijakan
Teknologi Pengembangan
Almigo N. 2004. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan. Jurnal PSYCHE. Vol. 1 No.1, Desember 2004. 50-60. Anderson LS. 2004. Technology Audit Survivor’s Guide. http://www.nctp.com. Andika WP. 2008. Ayam Pedaging (Broiler). http://www.docstoc.com/docs/55608164/BUDIDAYA-AYAMPEDAGING. Diakses tanggal 31 Januari 2011. Arifin J. 2007. Aplikasi Excel Untuk Perencanaan Bisnis (Business Plan). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Arsyad A. 2006. Assessment Teknologi Proses Produksi Press Tools di PT. Kenza Presisi Pratama dengan Menggunakan Pendekatan Teknometrik. http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=380. Diakses tanggal 6 Januari 2011. Assauri S. 1999 Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Babcock DL. 1991. Managing Engineering and Technology. New Jersey : Prentice-Hall, Inc. Bacal R. 2005. Performance Management. Dharma S, Irawan, penerjemah. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Bains BS. 1979. A Manual of Poultry Diseases. Basle : E.Hoffmann-La Roche. Bandy CF , Diggins RV. 1960. Poultry Production. 3rd Ed. New York : Prentice Hall, Inc. Banks S. 1979. The Complete Handbook of Poultry Keeping. London : Ward Lock Limited. Bollen KA. 1989. Structural Equations with Latent Variables. New York : John Wiley dan Sons. Brown JG. 1994. Agroindustrial Invesment and Operations. Washington : The Word Bank. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1998. Statistik Perusahaan Peternakan Unggas Indonesia. Jakarta.
237
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Jakarta. Burch D, Rickson R. 2005. Indonesia Poultry Processing – 2000/01. http://www.marketsharematrix.org Chaharsooghi SK, Heydari J. 2010. Supply chain coordination for the joint determination of order quantity and reorder point using credit option. European Journal of Operational Research. Vol. 204 (1) : 86. Cobb
[Cobb-Vantress Inc.]. 2008. Broiler Management Guide. http://www.cobb-vantress.com. Diakses tanggal 12 Januari 2011
[CPIN] Charoen Pokphand Indonesia. 2002. Produksi Five Star FIESTA. http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsorpartisipan/charoen/PRODUKSI2.htm [CPIN] Charoen Pokphand Indonesia. 2007. Manual Manajemen Broiler CP 707. Jakarta : PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. [CPIN] PT.Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. 2009. Laporan Tahunan. Jakarta : PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Craig JC., Grant RM. 2002. Strategic Management. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Cui AS, Calantone RJ, David A Griffith DA. 2011. Strategic change and termination of interfirm partnerships. Strategic Management Journal. Vol. 32 (4) : 402. Daryanto A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Bogor : IPB Press. David FR. 2002. Manajemen Strategis : Konsep. Sindoro A, pernerjemah. Jakarta : PT Prinhallindo. Terjemahan dari Strategic Management.
Davis GB. 1988. Kerangka Dasar Sistem Informasi Management. Widyahartono B, penerjemah. Jakarta : PT. Gramedia. Terjemahan dari Management Information Sistem : conceptual, fondation, structure, and development. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil. 1997. PP RI No. 44 Th. 1997 tentang kemitraan. Jakarta.
238
[Deptan] Departemen Pertanian. 2003. Buku Statistik Peternakan Tahun 2003. Jakarta : Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia. [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Kebijakan Pengembangan Peternakan Nasional. Jakarta : Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia. [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Analisa Ekspor dan Impor Komoditi Peternakan Utama Tahun 2003. http://agribisnis.deptan.go.id/web/eksim/analisa/ Dessler G, Dharma A. 1986. Manajemen Personalia : Teknik dan Konsep Modern. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Personnel Management. [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Basis Data Peternakan. http://ditjennak.go.id/berita.asp?id=154- Diakses tanggal 22 Nopember 2010. Djajadiningrat HM, Mukti SH, Rahardjowibowo M. 2007. Audit Teknologi Pengertian dan Pedoman Pelaksanaannya. Jakarta : Pusat Audit Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Dyck HJ, Nelson EK. 2003. Structure of the Global Markets for Meat. Agriculture Information Bulletin, No.785. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Bogor : IPB Press. Feltwell R. 1980. Small-scale Poultry Keeping. London : Faber and Faber Limited. French KM. 1981. Practical Poultry Raising. Washington DC : TrausCentury Corporation. Gaynor GH. 1991. Achieving the Competitive Edge Through Integrated Technology Management. Canada : McGraw-Hill Companies, Inc.
Gibson JL, Ivancevich, Donnelly JH. 1994. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Wahid D, penerjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Organization.
239
Gibson JL, Ivancevich, Donnelly JH. 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Adiarni N, penerjemah. Saputra L, editor. Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari : Organization. Gitosudarmo I, Mulyono A. 1996. Prinsip Dasar Manajemen. Edisi Ketiga. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. Gordon SH. 1997. Effect of light programmes on broiler mortality with reference to ascites. World’s Poultry Science Journal, Vol. 53 : 68-70. Gray C, Simanjuntak P, Sabur LK, Maspaitella PFL, Varley RCG. 2002. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Gumbira-Sa’id E, Intan AH. 2000. Menghitung nilai tambah produk agribisnis. Komoditas 19 : 48. Gumbira-Sa’id E, Intan AH. 2001. Manajemen Agribisnis. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia. Gumbira-Sa’id E, Rachmayanti, Muttaqin Z. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia. Gumbira-Sa’id E. 2001. Kemitraan di Bidang Agribisnis dan Agroindustri. Di dalam : Haeruman JH, Eriyatno, editor. Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan Business Innovation Center of Indonesia. Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha : Konsepsi dan Strategi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Humphrey J. 1995. Industrial organization in developing countries : form models to Trajectories. World Development, Vol.23 (1) : 1-7.
Handoko TH. 1997. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Handoko TH. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta : BPFE-UGM. Harjanto N. 1996. Indikator Iptek : Studi Kasus Pengkajian Teknologi Minyak Sawit dan Industri Hilir Minyak Sawit. Jakarta : Tim Papitek – LIPI.
240
Harrison N, Samson D. 2002. Technology Management : text and international cases. New York : McGrow-Hill Companies, Inc. Hartono B. 2000. Minimisasi biaya produksi usaha ternak ayam broiler dalam pola kemitraan. Buletin Peternakan Vol. 24 (4) : 170-175. Hasyim M, Hamam M, Akil S. 2005. Pertemuan FAPP dan Livestock Asia 2005. Buletin CP, Nomor 71/Tahun VI. Herman AS, 2002. Model aliansi strategis agroindustri sayuran bernilai ekonomi tinggi [disertasi]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hermawati W et al. 2002. Kajian Kemitraan Antara Perusahaan Dengan Pemasok dan Pelanggan. Jakarta : Bidang Studi Manajemen IPTEK Pusat Penelitian Perkembangan IPTEK LIPI. Hruby M, Coon CC. 1993. Broiler performance under free choice feeding and housing at three different temperatur. Poultry Sci.72: 35. Hubeis M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Bogor : Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri Fateta IPB. Hunger JD, Wheelen TL. 2001. Manajemen Strategis. Agung J, penerjemah; Yogyakarta : Penerbit ANDI. Terjemahan dari : Strategic Management. Hurun AM, Setyanto A. 2002. Penerapan Teknologi Madya Dalam Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri). Sudaryanto T, Rusastra IW, Syam A, Ariani M, penyunting. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Ichsan M, Kusnadi, Syaifi. 2000. Studi Kelayakan Bisnis. Unibraw Malang. Indartono AS, Widodo S. 2005. Panduan vaksinasi Avian Influenza. Jakarta : Majalah Poultry Indonesia. Indrawati SW. 2008. Analisis Pengaruh Komponen Teknologi-Technoware, Humanware, Inforware, dan Orgaware Terhadap Faktor Utama Daya Saing Industri Kecil. http://www.digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browsedanop=readdanid=jbpt. Diakses tanggal 5 Januari 2011. Indrawati Y. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Matematika dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
241
pada Sekolah Menengah Atas Kota Palembang. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No. 7 Juni 2006. 52-56. James K, Akrasanee N. 1993. Aspek-aspek Finansial Usaha Kecil dan Menengah : Studi Kasus Asean. Yadrifil, penerjemah. Jakarta : Penerbit PT Pustaka LP3ES. Terjemahan : Small and Medium Business Improvement. [JIEP] Jakarta Industrial Estate Pulogadung. Good Corporate Governance. http://www.jiep.co.id/new/index.php/jiep/gcg. Diakses tanggal 7 September 2010 Joefrie BS. 2007. Strategi Pengembangan Teknologi dengan Pendekatan Teknometrik dan Analytical Hierarchy Process (AHP) di Pabrik Gula Gempol Krep Mojokerto. http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=672. Diakses tanggal 6 Januari 2011. Joreskog K, Sorbom D. 1989. LISREL 8. : User’s Reference Guide. Mooresville : Scientific Software International. Jortama T. 2006. A Self-assessment Based Method for Post-Completion Audits in Paper Production Line Investment Projects. Oulu University Press. http://herkules.oulu.fi/isbn9514281241/. Diakses 26 Agustus 2010. Kartasapoetra G. 1992. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Kasim A. 1993. Pengukuran Efektivitas dalam Organisasi. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI bekerjasama dengan PAU Ilmu-ilmu Sosial UI. Khalil TM. 2000. Management of Technology : the key competitiveness and wealth creation. Singapore : McGraw-Hill Companies, Inc. Lee J, Palekar US, Qualls W. 2011. Supply chain efficiency and security: Coordination for collaborative investment in technology. European Journal of Operational Research. Vol. 210 (3) : 568. Lowenberg-DeBoer J. 1996. Precision farming and the new information technology : implications for farm management, policy, and research: discussion. Amer.J.Agr.Econ. 78: 1281-1284. Mangen DJ, Bengtson VL, Landry PH. 1988. Measurement Intergenerational Relations. California.: Sage Publications, Inc.
of
242
Mangkuprawira TS. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta : Ghalia Indonesia. Mangkuprawira TS. 2003. Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Mengembangkan Budaya Mutu di Sektor Agribisnis. Bogor : Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu MSDM Fakultas Pertanian IPB. Mathis RL, Jackson JH. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Sadeli J, Hie BP, penerjemah. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari : Human Resources Management. McArdle AA. 1972. Poultry Management and Production. 3rd Ed. London : Angus dan Robertson. McNamara AM. 1997. General Interest Generic HACCP Aplication in Broiler Slaughter and Processing. Journal of Food Protection. Vol. 60 (5) : 579– 604. Miranda, Widjaja-Tunggal A. 2003. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta : Harvarindo. Moenaert R, Barbe J, Deschoolmeeter D, Meyer AD. 1990. The Strategic Management of Technological Innovation. Loveridge R, Pitt M, editor. Singapore : John Wiley dan Sons Ltd. Munandar AS. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI-Press. Nasution M. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri. Eriyatno, Sulaeman S, Soemarta ID, Sujana JG, editor. Bogor : IPB-Press. Neal JJE. 2004. Panduan Evaluasi Kinerja Karyawan. Setiawan, penerjemah. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. Terjemahan dari : The # 1 Guide to Performance Appraisals. Neves DP, Naas IA, Vercellino RA, Moura DJ. 2010. Do Broilers Prefer to Eat from a Certain Type of Feeder. Brazilian Journal of Poultry Science. Vol. 12. No.3 Juli-September 2010 : 179-187. North MO. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Connecticut : AVI Publishing Company Inc. North MO, Bell DD. 1990, Commercial Chicken Production Manual, New York : Van Nostrand Reinhold.
243
Nuhung IA. 2003. Perusahaan Inti Rakyat dan Pembangunan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta : Penerbit Yarsif Watampone. Nurmianto E, Siswanto N, Sapuwan S. 2006. Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi kasus di Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kota Problinggo). Jurnal Teknik Industri. Vol. 8. No.1 Juni 2006 : 40-53. Ortmann GF, Patrick GF, Musser WN, Doster DH. 1993. Use of private consultans and other sources of information by large cornbelt farmers. Agribusiness (New York). Vol. 9 (4) : 391-402. Patrick GF, Ortmann GF, Musser WG, Doster DH. 1993. Information sources of large-scale farmers. Choices The Magazine of Food, Farm, and Resources Issues. No. 3 : 40-41. Patrick GF, Ullerich S. 1996. Information sources and risk attitudes of largescale farmers, farm managers, and agricultural bankers. Agribusiness (New York). Vol. 12 (5) : 461-471. Poentarie E. 2009. Akses Informasi Politik dari Perspektif Birokrat (Studi Kasus Pada Pegawai Negri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan. Volume 10 No. 1. Prabu A. 2005. Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Muara Enim. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya. Vol. 3. No. 6. Purnomo. SH, Zulkieflimansyah. 1999. Manajemen Strategi. Jakarta : LPFEUI. Rasyaf M. 2002. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Jakarta : Penebar Swadaya. Reksohadiprodjo S, Handoko TH. 1992. Organisasi Perusahaan : Teori, Struktur, dan Perilaku. Yogyakarta : BPFE. Ruky AS. 2002. Sistem Manajemen Kinerja : Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta : Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Santosa KA. 2009. Kemitraan Ayam Broiler. http://ternakonline.wordpress.com/2008/01/imgp0071.jpg. Diakses tanggal 16 Juli 2010.
244
Saragih B. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan. Dabukke, editor. Bogor : Pusat Studi Pengembangan Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Schilling MA. 2005. Strategic Management of Technological Innovation. Singapore : McGrow-Hill Companies, Inc. Scott ML, Nesheim MC, Young RJ. 1982. Nutriton of the Chicken. 3rd Ed. New York : Published by ML Scott and Associates. Setyawan AA, Kuswati R. 2006. Teknologi Informasi dan Reposisi Fungsi Manajemen Sumberdaya Manusia, Benefit, Vol. 10, No.1 Setyawan I. 2009. Tangguh dan Efisien Mengejar Performa. Majalah TROBOS. Edisi Desember 2009. Shakila S, Naidu MA. 1998. A study on the performance of broilers on different litter maretirials. Indian Veterinary Journal. Vol. 75(8) : 705707. Sharif N. 2006. Managing Technology Policy and Planning for Economic Development in Developing Countries. Seminar Nasional Sistem Inovasi Nasional Kebijakan Publik dalam Memacu Kapasitas Inovasi Industri. Jakarta, 19-20 Juli 2006. Sibuea P. 2008. Mutu Pangan dan Kecerdasan Bangsa. Harian Umum Sore Sinar Harapan. 18 Januari 2008. Smith J. 2010. New Institutional Arrangements for Development, Science and Technology. Development. 53(1) : 48-53. Soedibyo, Meiningsih S, Sukardi P, Arifin M, Setiawan S, Fitria DN. 1999. Indikator Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Arifin M, editor. Jakarta : Papiptek, LIPI. Stamps LK, Andrews LD. 1995. Effects of delayed housing of broiler chicks and three different types of waterers on broiler performance. Poult.Sci.74(12) : 1935-41. Stoner JAF, Freeman RE, Gilbert JRDR. 1996. Manajemen. Sindoro A, penerjemah; Sayaka B, penyunting. Jakarta : PT Prenhallindo. Terjemahan dari : Management. Sturkie PD. 1976. Avian Physiology. 3rd Ed. New York : Cornell University Press.
245
Sugandi D dan Anggorodi R. 1970. Pedoman Beternak Ayam. Bogor : Biro Pengabdian pada Masyarakat. IPB. Suhariadi F. 2007. Paradigma Pengelolaan Manusia di dalam Organisasi : Bidang Ilmu Manajemen Sumberdaya Manusia. Surabaya : Orasi Ilmiah pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia pada Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Suharno B. 2003. Agribisnis Ayam Ras. Jakarta : Penebar Swadaya. Sulisworo D . 2009. Technometric. http://wpmu.dev.org. Diakses tanggal 8 September 2010. Sumardjo, Sulaksana J, Darmono WA. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta : Penebar Swadaya. Suryadi K, Ramdhani MA. 2002. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sutanto EM, Stiawan B. 2000. Peranan Gaya Kepemimpinan yang Efektif dalam Upaya Meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja Karyawan di Toserba Sinar Mas Sidoarjo. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 2, No 2. Sutojo S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta : PT. Damar Mulia Pustaka. Tamilvanan T, Thiagarajan M, Ramesh V, Muralidharan MR, Sivakumar T. 2003. Performance of broiler chicken under floor sistem of management fed with different processed feed. Indian Vet.J. 80 : 228 – 232. Tampubolon BD. 2007. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai pada Organisasi yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Jurnal Standardisasi Vol. 9 No. 3 Tahun 2007 : 108-115. Tidd J, Bessant J, Pavitt K. 1997. Managing Innovation : Integrating Technological, Market and Organizational Change. Toronto : John Wiley dan Sons, Inc. Turban E. 1990. Decision Support and Expert Sistems : Management Support Sistems. Second edition. New York : Macmillan Publishing Company. Turban E, Rainer RK, Potter RE. 2003. Introduction to Information Technology. New Jersey : John Wiley dan Sons, Inc. Umah SR, Wiratmadja I I. 2008. Penentuan Strategi Peningkatan Nilai Tambah
Berdasarkan Penilaian Kandungan Teknologi pada Produk IKM Mebel di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
246
http://www.bsn.or.id/files/@LItbang/PPIS.pdf. Diakses tanggal 5 Januari 2011. Umar H. 2003. Strategic Management in Action. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. [UNDP] United Nations Development Program. 2009. Daftar Negara Menurut Indeks Pembangunan Manusia. http://id.wikipedia.org/wiki/ . Diakses 5 Januari 2011 [UN-ESCAP] United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. 1989. Report : Technology for Development: Can you afford to be a by-stander?. Bungalore : UN-ESCAP APCTT. [UN-ESCAP] United Nations-Economic and Social Commision for Asia and The Pasific. 1989. Technology Atlas Project: A Framework for Technology Based Development, Bungalore India. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 1997. Opportunities for Vertical Diversification in the Food Processing Sector in Developing Countries. Geneva : Trade and Development Board, Commission on Trade in Goods and Services, and Commodities Expert Meeting on Vertical Diversification in in the Food Processing Sector in Developing Countries. [USDA] United State Department of Agriculture. 2003. Vertical Coordination in the Pork and Broiler Industries. http://www.ers.usda.gov/ Ven LJF, Wagenberg AV, Koerkamp PWGG, Kemp B and Brand H. 2009. Effects of a combined hatching and brooding system on hatchability, chick weight, and mortality in broilers. Poultry Science Association. Vol. 88 : 2273-2279. Waryanto. 2005. Meneropong Broiler 2010. Poultry Indonesia April 2005 : 22-25. Widyani RR, Prawirokusumo S, Nasroedin, Zuprizal. 2001. Pengaruh peningkatan kadar energi dan protein terhadap kinerja ayam pedaging. Buletin Peternakan. Vol. 25 (3) : 109-119. Wijanto SH. 2008. Structural Equation Modelling. Dengan LISREL 8.8 : Konsep dan Tutorial. Yogyakarta :Graha Ilmu. Womack JP, Jones DT, Roos D. 1990. The Machine that Changed The World: Story of Lean Production. New York : Maxwell Macmillan International
247
Xiaoyan L, Junwen F. 2007. Enterprise Technology Management Maturity Model and Application. Canadian Social Science. Vol. 3 (2) : 23-30. Zulkifli I, Khatijah AS. 1998. The relationship between cage floor preferences and performance in broiler chickens. Asian-Australian Journal of Animal Sciences. Vol. 11(3) : 234-238.
248
249
250
251
252
253
254
255
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008
A. USAHA BROILER POLA MANDIRI 1. Siklus Produksi Pola Mandiri (2008) PERHITUNGAN LABA/RUGI PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (30 hari produksi/ 10 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1) 2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan Sub Total (2) 3). Bunga pinjaman 18% x Rp.141.198.000,00/10 TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam Kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 3 %) Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (10 kali produksi)
Jumlah
Satuan
Harga
Jumlah
220.000 100.000 320.000
1.087.500 1.087.500
18
%/th
5.000 1.450 6.600 4 5000 150 20 72 5000
4.850 250
10
ekor kg kg unit ekor karung kg tabung ekor
ekr/1.1 kg karung
kali
173.234.000
3.118.212 4.525.712
1.250 2.500 2.450 153.500 150 2.500 2.500 13.500
6.250.000 3.625.000 16.170.000 614.000 750.000 375.000 50.000 972.000 175.000 1.250.000 250.000 1.087.500 100.000 31.668.500 36.194.212
250
7.150 2.500
2.576.038
38.145.250 625.000 38.770.250 2.576.038 25.760.380
256
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (Lanjutan)
2.
Siklus Produksi Pola Mandiri (2007)
PERHITUNGAN LABA/RUGI PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (30 hari produksi/ 10 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1)
Jumlah
Satuan
Harga
220.000 100.000 320.000
2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan Sub Total (2) 3). Bunga pinjaman 18% x Rp.141.198.000,00/10 TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam Kapur Minyak Tanah Listrik Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 3 %) Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (10 kali produksi)
Jumlah
1.087.500 1.087.500
18
%/th
5.000 1.500 6.550 4 5000 150 20 30 5000
4.850 250
10
ekor kg kg unit ekor karung kg liter ekor
ekr/1.1 kg karung
kali
174.967.000
3.149.406 4.556.906
1.290 2.850 2.800 153.500 150 2.500 2.500 1.750
6.450.000 4.275.000 18.340.000 614.000 750.000 375.000 50.000 52.500 175.000 1.250.000 250.000 1.087.500 100.000 33.769.000 38.325.906
250
7.590 2.500
2.791.744
40.492.650 625.000 41.117.650 2.791.744 27.917.440
257
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (Lanjutan)
3.
Siklus Produksi Pola Mandiri (2006)
PERHITUNGAN LABA/RUGI PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (30 hari produksi/ 10 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1)
Jumlah
Satuan
Harga
220.000 100.000 320.000
2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan Sub Total (2) 3). Bunga pinjaman 18% x Rp.141.198.000,00/10 TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam Kapur Minyak Tanah Listrik Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 3 %) Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (10 kali produksi)
Jumlah
1.087.500 1.087.500
18
%/th
5.000 1.550 6.700 4 5000 150 20 30
ekor kg kg unit ekor karung kg liter
5000
ekor
4.875 250
10
ekr/1.1 kg karung
kali
176.138.000
3.170.484 4.577.984
1.250 2.950 2.900 153.500 150 2.500 2.500 1.200
6.250.000 4.572.500 19.430.000 614.000 750.000 375.000 50.000 36.000 175.000 1.250.000 250.000 1.087.500 100.000 34.940.000 39.517.984
250
8.150 2.500
4.811.391
43.704.375 625.000 44.329.375 4.811.391 48.113.910
258
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008(Lanjutan)
4.
Siklus Produksi Pola Mandiri (2005)
PERHITUNGAN LABA/RUGI PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (30 hari produksi/ 10 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1)
Jumlah
Satuan
Harga
220.000 100.000 320.000
2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan Sub Total (2) 3). Bunga pinjaman 18% x Rp.141.198.000,00/10 TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam Kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (10 kali produksi)
Jumlah
1.087.500 1.087.500
18
%/th
5.000 1.550 6.500 4 5000 150 20 30 5000
4.900 250
10
ekor kg kg unit ekor karung kg liter ekor
ekr/1.1 kg karung
kali
178.171.000
3.207.078 4.614.578
2.000 2.750 2.700 153.500 150 2.000 2.500 800
10.000.000 4.262.500 17.550.000 614.000 750.000 300.000 50.000 24.000 175.000 1.000.000 250.000 1.087.500 100.000 36.253.000 40.862.888
200
8.050 2.500
3.191.922
43.389.500 625.000 44.014.500 3.191.922 31.919.220
259
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (lanjutan)
5.
Siklus Produksi Pola Mandiri (2004)
PERHITUNGAN LABA/RUGI PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (30 hari produksi/ 10 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1)
Jumlah
Satuan
Harga
220.000 100.000 320.000
2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan Sub Total (2)
3). Bunga pinjaman 18% TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam kapur Minyak tanah Listrik Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 3 %) Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (10 kali produksi)
Jumlah
862.653 862.653
18
%/th
5.000 1.500 6.750 4 5000 150 20 30
ekor kg kg unit ekor karung kg liter
5000
ekor
4.850 250
ekr/1.1 kg karung
10
kali
268.040.653
4.824.732 6.007.385
1.950 3.040 3.020 103.500 155 2.000 2.500 700
9.750.000 4.560.000 20.385.000 414.000 775.000 300.000 50.000 21.000 175.000 1.000.000 250.000 1.087.500 100.000 38.867.500 44.874.885
200
8.560 2.500
1.417.715
45.667.600 625.000 46.292.600 1.417.715 14.177.149
260
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008
B. USAHA TERNAK BROILER POLA KEMITRAAN 1. Siklus Produksi Pola Kemitraan (2008) PERHITUNGAN LABA/RUGI Jumlah PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (45 hari produksi/ 7 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1) 2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan 3) Bunga modal investasi Sub Total (2)
18
Satuan
Harga
Rp 50.000,00 Rp 100.000,00 Rp 150.000,00
%/th
Rp142.948.000,0
TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Uang makan Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 2,6 %) I.P FCR Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (7 kali produksi)
Jumlah
Rp 1.087.500,00 Rp 3.675.805,71 Rp 4.763.305,71 Rp 4.913.305,71
5.000 5.000 6.750 8 5000 150 20 3
ekor kg kg unit ekor karung kg tabung
Rp 2.200,00 Rp 2.500,00 Rp 2.450,00 Rp 104.500,00 Rp 150,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 02.000,00
40 5000
hr/orang ekor
Rp 15.000,00 Rp 250,00
4.870
ekr/1.65 kg
Rp
6.911,00
250
karung
Rp 2.500,00
7
kali
Rp 5.608.034,79
Rp 11.000.000,00 Rp 12.500.000,00 Rp 16.537.500,00 Rp 836.000,00 Rp 750.000,00 Rp 375.000,00 Rp 50.000,00 Rp 1.206.000,00 Rp 175.000,00 Rp 600.000,00 Rp 1.250.000,00 Rp 500.000,00 Rp 1.087.500,00 Rp 100.000,00 Rp 46.967.000,00 Rp 51.880.305,71 Rp 55.533.340,50 Rp Rp 1.330.000,00 Rp 625.000,00 Rp 57.488.340,50 Rp 5.608.034,79 Rp 39.256.243,50
261
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (lanjutan)
2. Siklus Produksi Pola Kemitraan (2007) PERHITUNGAN LABA/RUGI Jumlah PERHITUNGAN RUGI/LABA PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (45 hari produksi/ 7 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1) 2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan 3) Bunga modal investasi 18 Sub Total (2) TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Uang makan Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 2,6 %) I.P FCR Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (7 kali produksi)
Satuan
Harga
%/th
Rp
9 5000 150 20 3
ekor kg kg unit ekor karung kg tabung
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
40 5000
hr/orang ekor
Rp Rp
5.000 5.000 6.700
4.820 ekr/1.71 kg Rp
250
7
karung
Rp
kali
Rp
Jumlah
Rp Rp Rp
50.000,00 100.000,00 150.000,00
Rp 42.948.000,00 Rp Rp Rp
1.087.500,00 3.675.805,71 4.763.305,71 4.913.305,71
2.500,00 2.850,00 2.800,00 116.500,00 150,00 2.500,00 2.500,00 402.000,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 15.000,00 Rp 250,00 Rp Rp Rp Rp Rp Rp
12.500.000,00 14.250.000,00 18.760.000,00 1.048.500,00 750.000,00 375.000,00 50.000,00 1.206.000,00 175.000,00 600.000,00 1.250.000,00 500.00,00 1.087.500,00 100.000,00 52.652.000,00 57.565.305,71
7.385,00
Rp
60.868.647,00
Rp 2.500,00 Rp Rp Rp 5.258.341,29 Rp
1.330.000,00 625.000,00 62.823.647,00 5.258.341,29 36.808.389,00
262
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (lanjutan)
3. Siklus Produksi Pola Kemitraan (2006) PERHITUNGAN LABA/RUGI Jumlah PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (45 hari produksi/ 7 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1) 2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan 3) Bunga modal investasi Sub Total (2)
18
Satuan
%/th
Harga
Rp42.948.000,00
TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Uang makan Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 2,6 %) I.P FCR Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (7 kali produksi)
5.000 5.100 7.000 8 5000 150 20 3
ekor kg kg unit ekor karung kg tabung
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3.000,00 2.950,00 2.900,00 104.500,00 150,00 2.500,00 2.500,00 402.000,00
40 5000
hr/orang ekor
Rp Rp
15.000,00 250,00
4.875 ekr/1.66 kg Rp
7.950,00
250
7
karung
kali
Rp
2.500,00
Rp 3.897.569,29
Jumlah
Rp Rp Rp
50.000,00 100.000,00 150.000,00
Rp Rp Rp
1.087.500,00 3.675.805,71 4.763.305,71
Rp
4.913.305,71
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
15.000.000,00 15.045.000,00 20.300.000,00 836.000,00 750.000,00 375.000,00 50.000,00 1.206.000,00 175.000,00 600.000,00 1.250.000,00 500.000,00 1.087.500,00 100.000,00 57.274.500,00 62.187.805,71
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
64.335.375,00 1.125.000,00 625.000,00 66.085.375,00 3.897.569,29 27.282.985,00
263
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (Lanjutan)
4. Siklus Produksi Pola Kemitraan (2005) PERHITUNGAN LABA/RUGI Jumlah PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (45 hari produksi/ 7 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1)
Satuan
Harga
2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan 3) Bunga modal investasi Sub Total (2) TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam Kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Uang makan Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 2,6 %) I.P FCR Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (7 kali produksi)
18
%/th
5.000 5.050 7.450
1.087.500,00
4.913.305,71 12.500.000,00 13.887.500,00 20.115.000,00 836.000,00 750.000,00 375.000,00 50.000,00 1.206.000,00 175.000,00 600.000,00 1.250.000,00 500.000,00 1.087.500,00 100.000,00 53.432.000,00 58.345.305,71
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
61.752.631,50 1.034.500,00 625.000,00 63.412.131,50 5.066.825,79 35.467.780,50
40 5000
hr/orang ekor
Rp 15.000,00 Rp 250,00
ekr/1.71 kg
Rp
7.385,00
karung
Rp
2.500,00
kali
Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
8 5000 150 20 3
7
50.000,00 100.000,00 150.000,00
3.675.805,71 4.763.305,71
Rp 2.500,00 Rp 2.750,00 Rp 2.700,00 Rp 104.500,00 Rp 150,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 402.000,00
250
Rp Rp Rp
Rp142.948.000,0 Rp Rp
ekor kg kg unit ekor karung kg tabung
4.890
Jumlah
Rp 5.066.825,79
264
LAMPIRAN 2. PERHITUNGAN LABA/RUGI USAHA TERNAK BROILER POLA MANDIRI dan KEMITRAAN TAHUN 2004-2008 (lanjutan)
5. Siklus Produksi Pola Kemitraan (2004) PERHITUNGAN LABA/RUGI Jumlah PENGELUARAN : a. Biaya Tetap (45 hari produksi/ 7 kali produksi per tahun) 1). Organisasi & Pemeliharaan (OM) : - Biaya pemasaran - Sumbangan-sumbangan Sub Total (1) 2). Penyusutan : - Penyusutan bangunan, alat, mesin dan kendaraan 3) Bunga modal investasi Sub Total (2)
18
Satuan
%/th
Harga
Rp 42.948.000,00
TOTAL BIAYA TETAP Day Old Chick (DOC) Ransum BR1 Ransum BR2 Vitamin dan Obat-obatan Vaksinasi Sekam kapur Gas (tabung 3 kg) Listrik Uang makan Upah kerja pemeliharaan Keamanan Biaya penyusutan kandang Sumbangan-sumbangan, dll TOTAL BIAYA TIDAK TETAP TOTAL PENGELUARAN PENDAPATAN Penjualan ayam hidup (kematian 2,6 %) I.P FCR Pupuk kandang TOTAL PENDAPATAN Selisih Pendapatan dan Pengeluaran Laba per tahun (7 kali produksi)
5.000 5.000 6.350 8 5000 150 20 3
ekor kg kg unit ekor karung kg tabung
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
40 5000
hr/orang ekor
Rp Rp
ekr/1.65 kg
Rp
karung
Rp
kali
Rp
4.850
250
7
Jumlah
Rp Rp Rp
50.000,00 100.000,00 150.000,00
Rp Rp Rp
1.087.500,00 3.675.805,71 4.763.305,71
Rp
4.913.305,71
3.000,00 3.350,00 3.250,00 104.500,00 150,00 2.500,00 2.500,00 402.000,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 15.000,00 Rp 250,00 Rp Rp Rp Rp Rp Rp
15.000.000,00 16.750.000,00 20.637.500,00 836.000,00 750.000,00 375.000,00 50.000,00 1.206.000,00 175.000,00 600.000,00 1.250.000,00 500.000,00 1.087.500,00 100.000,00 59.317.000,00 64.230.305,71
8.350,00 Rp Rp Rp 2.500,00 Rp Rp Rp 4.449.069,29 Rp
66.820.875,00 1.233.500,00 625.000,00 68.679.375,00 4.449.069,29 31.143.485,00
265
LAMPIRAN 3. DAFTAR NAMA PETERNAK PLASMA TERPILIH (RESPONDEN)
NO.
NAMA
1
2
JUMLAH JENIS UMUR PENDIDIKAN PENGALAMAN PEMELIHARAAN KELAMIN (th) TERAKHIR (th) (ekor) 3
4
5
6
7
1
Kedit
L
35
SD
5.000
5
2
Adang Sopyan
L
50
SMA
5.000
5
3
Nunung Nurlela
P
50
SMA
12.000
9
4
Yayan Diana
L
45
S1
6.000
11
5
Sarpan Sujana
L
49
S1
5.000
5
6
H.Ali Yasin
L
55
SD
10.000
10
7
H.Arma
L
55
SD
8.000
5
Enang Mulyana
L
28
D3
5.000
7
8
ALAMAT 8 Kp.Kalioyod, Desa Wancimekar, Kotabaru, Kab. Karawang Ds. Linggarsari, Kec. Wadas, Kab. Karawang Kp.Kalioyod, Desa Wancimekar, Kotabaru, Kab. Karawang Kp.Cariu, Desa Pangulah, Kotabaru, Kab. Karawang Desa Sukahurip, Kec. Cijambe, Kab. Subang Desa Wanajaya, Kec. Binong, Kab. Subang Desa Betok, Kec. Binong, Kab. Subang Kp. Garogol, Desa Mekarwangi, Kec. Pagaden, Kab. Subang
266
LAMPIRAN 3. DAFTAR NAMA PETERNAK PLASMA TERPILIH (RESPONDEN) (Lanjutan) 9
A. Safe'i
L
30
SD
8.000
5
10
Dedi bin H. Mulya
L
31
S1
12.000
5
11
H. Budi A.
L
32
SMA
9.000
5
12
Dartim
L
40
SMP
6.000
7
13
Tarmin
L
41
SMP
6.000
7
14
Sayid
L
45
SMA
12.000
11
15
H. Amin
L
38
SMA
10.000
11
16
H.Imam Supendi
L
50
SMA
14.000
5
Kusnato
L
37
S1
15.000
5
17
Desa Karangwangi, Kec. Binong, Kab. Subang Dsn.Jatimulya, Desa Jatimulya, Kec. Compreng, Kab. Subang Dsn.Jatimulya, Desa Jatimulya, Kec. Compreng, Kab. Subang Dsn.Sukajaya, Desa Batangsari, Pamanukan, Kab. Subang Dsn.Sukajaya, Desa Batangsari, Pamanukan, Kab. Subang Kp.Curugsari, Desa Curugreja, Kec. Pamanukan, Kab. Subang Kp.Curugsari, Desa Curugreja, Kec. Pamanukan, Kab. Subang Desa Sukamelang, Kec. Kroya, Kab. Indramayu Desa Janggar, Kec. Sukra, Kab. Indramayu
267
LAMPIRAN 3. DAFTAR NAMA PETERNAK PLASMA TERPILIH (RESPONDEN) (Lanjutan) Desa Kroya, Kec.Kroya, Kab. Indramayu
18
Uyim bin Cassan
L
64
SMP
9.000
6
19
Dirjan
L
48
SD
12.000
5
20
Mukri
L
50
SMP
10.000
6
21
Eryanto
L
32
SMA
14.000
5
Desa Druntenwetan, kec.Gabuswetan, Kab. Indramayu
22
Suparyo
L
65
SMP
15.000
7
Desa Temiyang, Kec. Kroya, Kab. Indramayu
23
Saini
L
37
SMA
6.000
5
Desa Kroya, Kec.Kroya, Kab. Indramayu
24
Supadi
L
52
SMP
12.000
6
Desa Sukaslamet, Kec.Kroya, Kab. Indramayu
P
28
SMA
6.000
5
25
Leni Maulina
Desa Kamplong, Kec.Gabuswetan, Kab. Indramayu Desa Tundagan, Kec. Bongas, Kab. Indramayu
Desa Kroya, Kec.Kroya, Kab. Indramayu
26
Hj.Kustiyah
P
45
SMA
15.000
5
Desa Sukaslamet, Kec.Kroya, Kab. Indramayu
27
Ahmad Tajudin
L
30
SMA
6.000
6
Dusun Krajan, Desa Pangarengan, Kec. Legon Kulon, Kab. Subang
Hasil survei lapangan tahun 2007-2009
268
269
LAMPIRAN 4. HASIL ANALISIS LISREL-8.3 TERHADAP FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN KEMITRAAN DATE: 12/27/2010 TIME: 22:46 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\AYM\BRSEM13.SPJ: BRSEM13 OBSERVED VARIABLES Y1 Y2 Y5 Y6 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y19 Y20 Y21 Y22 Y23 Y24 X21 X23 X26 X30 X32 X33 X34 X36 X41 X43 X44 X45 X49 X53 X56 X59 X61 X62 X65 X66 X67 X68 X69 X70 X71 X72 X74 X76 X78 X81 X82 X83 X85 X86 X87 X88 X89 X90 X91 X92 X94 X95 X98 X100 X101 CORRELATION MATRIX FROM FILE D:\BROILER\BRSEM.COR SAMPLE SIZE 162 LATENT VARIABLES KF KO KKER KKEM KANDANG PLIHARA PHP KRE PRES AFILI WIRA WAKTU AKSES KAIT KOM PIN OTO ARAH LIBAT INOV PATUH RELATIONSHIPS Y1 Y2 Y5 Y6=KF Y8 Y9 Y10=KO Y11 Y13 Y14=KKER Y20 Y21 Y24=KKEM X21=1*KANDANG X26 X30=PLIHARA X36=1*PHP X41 X43=KRE X44 X45=PRES X49=1*AFILI X53=1*WIRA X56=1*WAKTU X59 X61 X62=AKSES
270
X65 X66 X67 X68 X69=KAIT X70 X71 X72 X74=KOM X76 X78=PIN X81 X83=OTO X85 X86=ARAH X88 X90=LIBAT X94 X95=INOV X100 X101=PATUH KF=KANDANG PLIHARA PHP PIN OTO ARAH LIBAT INOV PATUH KO=AKSES KAIT KOM KKER=KRE PRES AFILI WIRA WAKTU KKEM=KF KO KKER OPTIONS AD=OFF ME=ML IT=500 SET ERROR VARIANCE OF Y1 TO 0.05 SET ERROR VARIANCE OF X36 TO 0.00 SET ERROR VARIANCE OF X49 TO 0.00 SET ERROR VARIANCE OF X53 TO 0.00 SET ERROR VARIANCE OF X56 TO 0.00 SET ERROR VARIANCE OF Y11 TO 0.005 SET ERROR VARIANCE OF Y24 TO 0.005 SET ERROR VARIANCE OF X88 TO 0.005 SET ERROR VARIANCE OF X41 TO 0.005 SET ERROR VARIANCE OF X21 TO 0.005 SET ERROR VARIANCE OF X100 TO 0.005 LET SET ERROR COVARIANCES BETWEEN X45 AND X49 FREE LET SET ERROR COVARIANCES BETWEEN X65 AND X71 FREE LET SET ERROR COVARIANCES BETWEEN Y1 AND Y6 FREE LET SET ERROR COVARIANCES BETWEEN X90 AND X100 FREE LET SET ERROR COVARIANCES BETWEEN Y8 AND Y14 FREE PATH DIAGRAM END OF PROGRAM
BRSEM13 Covariance Matrix to be Analyzed Y1 Y2 Y5 Y6 Y8 Y9 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y1 2.00 Y2 -0.29 2.00 Y5 -0.36 0.31 2.00 Y6 0.28 0.22 0.64 2.00 Y8 0.38 -0.40 -0.42 -0.16 2.00 Y9 0.50 -0.34 -0.12 0.14 0.61 2.00 Y10 0.59 -0.23 -0.48 -0.13 0.56 0.47 Y11 0.16 -0.13 -0.35 -0.15 0.36 -0.08 Y13 -0.35 0.14 -0.20 -0.25 -0.11 -0.67 Y14 0.27 -0.26 -0.22 0.12 0.56 0.19
271
Y20 Y21 Y24 X21 X26 X30 X36 X41 X43 X44 X45 X49 X53 X56 X59 X61 X62 X65 X66 X67 X68 X69 X70 X71 X72 X74 X76 X78 X81 X83 X85 X86 X88 X90 X94 X95 X100 X101
0.43 0.17 -0.27 -0.59 0.57 1.00 0.22 0.35 -0.37 -0.14 -0.55 -0.31 0.02 -0.18 0.24 0.05 0.50 0.15 0.35 0.27 0.28 0.35 0.36 0.36 -0.09 -0.15 -0.02 -0.28 -0.13 -0.20 0.14 0.40 -0.76 0.09 -0.09 0.38 -0.11 -0.46
0.06 -0.18 0.18 0.17 -0.48 -0.28 -0.31 -0.03 0.15 0.13 0.01 -0.29 -0.01 0.04 0.10 0.00 0.02 -0.04 0.20 -0.23 0.14 -0.14 0.29 -0.43 0.33 0.06 -0.01 0.25 -0.06 0.28 -0.06 -0.16 0.09 0.11 -0.13 0.11 -0.03 0.33
0.05 0.03 0.18 0.11 -0.57 -0.29 -0.40 -0.43 0.29 -0.04 0.44 0.37 -0.11 -0.21 -0.38 0.11 -0.36 -0.41 -0.50 -0.35 -0.51 -0.52 -0.18 -0.31 -0.28 -0.26 -0.18 -0.10 -0.03 0.13 -0.30 -0.41 0.39 -0.24 -0.33 -0.25 -0.37 0.39
0.11 0.26 -0.24 -0.40 -0.28 0.44 -0.35 0.08 0.40 0.22 0.23 0.27 0.25 -0.08 -0.26 0.27 0.08 -0.24 -0.09 0.15 -0.08 -0.23 0.37 0.13 -0.09 -0.11 -0.17 0.12 0.24 0.19 0.08 0.23 -0.21 0.05 -0.28 0.07 -0.23 0.00
-0.24 -0.04 -0.44 -0.10 0.43 0.38 0.74 0.08 -0.32 0.17 -0.05 0.21 0.36 0.39 0.46 0.34 0.36 0.64 0.48 0.29 -0.06 0.33 0.19 0.69 0.08 0.17 -0.29 -0.29 0.08 -0.10 0.40 0.49 0.07 -0.01 0.52 -0.02 0.40 -0.04
0.35 0.30 -0.45 -0.75 0.47 0.49 0.47 -0.05 -0.37 0.07 0.08 0.41 0.05 0.08 -0.07 0.03 0.15 0.44 0.19 0.01 -0.33 0.13 0.21 0.78 -0.40 0.05 0.09 -0.34 -0.10 -0.36 0.13 0.34 0.15 0.03 0.32 0.07 0.03 0.37
Covariance Matrix to be Analyzed Y10 Y11 Y13 Y14 Y20 Y21 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y10 2.00 Y11 0.22 2.00 Y13 -0.10 0.36 2.00 Y14 0.21 0.36 -0.08 2.00 Y20 -0.04 -0.57 -0.46 -0.11 2.00 Y21 -0.24 -0.21 -0.70 0.04 0.24 2.00 Y24 -0.56 -0.29 -0.38 -0.05 0.36 0.49 -0.40 0.13 0.13 -0.15 -0.48 -0.11 X21 X26 0.29 0.00 -0.13 0.39 0.23 0.21 X30 0.55 0.10 -0.33 0.30 0.35 0.11 X36 0.58 0.39 0.21 0.28 -0.10 -0.69 X41 0.21 0.26 0.31 -0.14 -0.10 0.24
272
X43 X44 X45 X49 X53 X56 X59 X61 X62 X65 X66 X67 X68 X69 X70 X71 X72 X74 X76 X78 X81 X83 X85 X86 X88 X90 X94 X95 X100 X101
-0.30 0.15 -0.38 -0.07 -0.03 0.18 0.24 0.11 -0.04 0.33 0.38 0.25 -0.03 0.55 0.18 0.48 -0.02 0.04 0.15 -0.41 -0.26 -0.07 0.19 0.27 -0.27 0.03 0.29 0.24 0.36 -0.25
-0.86 -0.43 -0.38 -0.42 -0.25 -0.39 -0.11 0.06 0.14 -0.23 0.41 -0.03 -0.27 0.23 -0.07 -0.06 -0.24 -0.28 -0.64 -0.50 -0.26 -0.18 -0.46 -0.03 -0.23 -0.47 -0.21 -0.46 0.39 -0.06
0.28 0.30 0.19 0.00 0.06 0.24 -0.24 -0.35 -0.21 -0.36 -0.15 0.26 0.23 -0.13 -0.17 -0.35 0.58 0.55 -0.14 0.42 0.31 0.74 0.11 0.30 0.10 0.26 -0.35 -0.31 -0.35 -0.45
-0.13 0.00 -0.19 -0.23 0.24 0.25 0.47 0.47 0.40 0.36 0.57 0.39 0.18 0.23 0.28 0.15 0.20 -0.07 -0.08 -0.13 -0.05 0.04 0.19 0.43 0.00 -0.15 0.42 0.34 0.53 0.08
-0.01 -0.22 -0.18 -0.18 -0.10 -0.15 -0.09 -0.17 0.20 -0.05 -0.15 -0.01 0.09 -0.31 0.29 0.09 0.05 -0.10 0.55 0.04 -0.20 -0.07 -0.02 0.12 -0.02 0.18 0.03 0.42 -0.39 0.18
-0.07 0.04 0.12 0.09 0.29 -0.17 0.26 0.43 0.35 0.21 -0.10 0.09 0.07 -0.19 0.15 0.25 -0.23 -0.40 -0.15 -0.17 -0.05 -0.32 -0.23 -0.02 -0.01 -0.18 0.12 0.54 0.30 0.41
Covariance Matrix to be Analyzed Y24 X21 X26 X30 X36 X41 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y24 2.00 X21 0.66 2.00 X26 -0.16 -0.40 2.00 X30 -0.48 -0.66 0.49 2.00 X36 -0.42 -0.10 0.31 0.22 2.00 X41 -0.60 -0.55 0.03 0.40 -0.13 2.00 X43 -0.11 -0.15 -0.33 -0.23 -0.45 0.07 X44 -0.58 -0.38 -0.01 -0.06 -0.17 0.68 X45 -0.34 -0.12 -0.34 -0.39 -0.34 0.31 X49 -0.44 -0.31 -0.12 -0.24 0.07 -0.09 X53 -0.19 -0.15 0.08 0.05 -0.19 1.00 X56 -0.47 -0.22 0.13 -0.17 0.10 0.41 X59 0.55 0.60 0.38 0.21 0.00 -0.12 X61 0.11 0.05 -0.04 0.08 -0.42 0.14 X62 0.33 0.05 0.47 0.47 0.18 0.38 X65 0.06 0.01 0.29 0.17 0.25 -0.38 X66 -0.17 -0.06 0.21 0.36 0.41 -0.03 X67 -0.13 -0.05 0.18 0.39 -0.12 0.04 X68 0.17 -0.22 0.21 0.33 -0.31 0.19 X69 -0.32 -0.01 0.18 0.42 0.18 -0.10
273
X70 X71 X72 X74 X76 X78 X81 X83 X85 X86 X88 X90 X94 X95 X100 X101
-0.09 -0.34 -0.06 -0.70 0.06 -0.04 -0.54 -0.30 -0.46 -0.32 0.05 -0.48 -0.02 0.42 0.17 0.24
-0.31 -0.32 0.09 -0.39 -0.15 -0.25 -0.45 -0.23 -0.26 -0.30 0.19 -0.57 0.11 -0.13 0.55 0.00
-0.01 0.31 0.05 0.05 0.12 -0.14 -0.16 -0.21 0.22 0.53 -0.22 0.01 0.08 0.45 -0.14 -0.12
0.47 0.39 0.00 -0.02 0.00 -0.23 0.02 -0.10 0.20 0.44 -0.69 0.19 0.01 0.34 -0.11 -0.51
-0.21 0.20 -0.13 0.07 -0.17 -0.34 -0.37 -0.20 0.13 0.23 -0.02 -0.21 -0.03 -0.27 -0.10 -0.23
-0.09 -0.28 0.23 0.43 -0.36 -0.04 0.72 0.14 0.21 0.11 -0.60 0.39 -0.45 -0.01 0.03 -0.36
Covariance Matrix to be Analyzed X43 X44 X45 X49 X53 X56 -------- -------- -------- -------- -------- -------X43 2.00 X44 0.74 2.00 X45 0.72 0.86 2.00 X49 0.52 0.72 1.00 2.00 X53 0.51 1.00 0.41 0.27 2.00 X56 0.75 0.86 0.44 0.41 0.95 2.00 X59 -0.15 -0.05 -0.44 -0.52 0.22 0.04 X61 0.14 -0.08 0.01 -0.19 0.36 0.31 X62 -0.39 -0.49 -0.56 -0.54 0.27 0.00 X65 -0.01 0.32 -0.12 0.11 0.27 0.28 X66 -0.31 0.01 -0.45 -0.41 0.13 0.31 X67 0.31 0.30 0.22 0.01 0.05 0.07 X68 0.48 0.26 -0.27 -0.50 0.18 0.31 X69 -0.14 -0.08 -0.19 -0.16 -0.27 0.11 X70 0.21 0.20 -0.05 -0.20 -0.06 0.23 X71 -0.03 0.06 0.14 0.50 -0.03 0.24 X72 0.60 0.49 0.01 -0.41 0.48 0.79 X74 0.65 0.90 0.64 0.42 0.52 0.88 X76 0.51 0.41 0.15 0.09 0.09 0.40 X78 0.85 0.59 0.41 0.31 0.27 0.86 X81 0.81 0.82 0.81 0.49 0.74 0.89 X83 0.58 0.79 0.55 0.34 0.23 0.21 X85 0.70 0.79 0.26 0.28 0.70 1.00 X86 0.27 0.39 0.18 0.20 0.24 0.43 X88 0.18 0.10 0.61 0.63 -0.08 0.20 X90 0.74 0.89 0.50 0.30 0.53 0.82 X94 0.12 0.06 -0.09 -0.06 0.21 0.57 X95 0.13 -0.07 -0.32 -0.38 0.05 0.07 X100 -0.31 0.12 -0.24 -0.32 0.44 0.17 X101 -0.30 0.04 0.34 0.31 0.07 -0.13
274
Covariance Matrix to be Analyzed X59 X61 X62 X65 X66 X67 -------- -------- -------- -------- -------- -------X59 2.00 X61 0.52 2.00 X62 0.58 0.36 2.00 X65 0.69 0.26 0.18 2.00 X66 0.43 0.28 0.47 0.69 2.00 X67 0.40 0.20 0.01 0.34 0.12 2.00 X68 0.49 0.16 0.23 0.33 0.22 0.65 X69 0.36 0.25 0.10 0.45 0.70 0.42 X70 0.23 0.14 0.09 0.34 0.35 0.75 X71 0.08 0.33 0.08 0.62 0.32 0.62 X72 0.48 0.29 0.11 0.29 0.20 0.65 X74 -0.16 -0.22 -0.36 0.19 0.04 0.44 X76 0.07 -0.13 -0.39 0.40 0.19 0.43 X78 -0.32 -0.18 -0.17 0.01 -0.02 0.27 X81 -0.32 0.15 -0.25 -0.09 -0.17 0.32 X83 -0.12 -0.26 -0.49 -0.01 -0.22 0.64 X85 0.19 0.19 0.05 0.43 0.37 0.35 X86 0.21 0.06 0.30 0.31 0.32 0.87 X88 -0.18 0.19 -0.38 0.29 -0.10 -0.04 X90 -0.13 -0.12 -0.33 0.25 0.09 0.50 X94 0.50 0.51 0.14 0.79 0.56 0.39 X95 0.63 0.43 0.53 0.35 0.21 0.45 X100 0.64 0.54 0.16 0.62 0.64 0.18 X101 -0.10 0.12 -0.07 0.27 0.16 -0.50 Covariance Matrix to be Analyzed X68 X69 X70 X71 X72 X74 -------- -------- -------- -------- -------- -------X68 2.00 X69 0.27 2.00 X70 0.68 0.30 2.00 X71 0.00 0.48 0.44 2.00 X72 0.85 0.03 0.48 -0.04 2.00 X74 0.44 0.16 0.30 0.16 0.72 2.00 X76 0.30 0.33 0.23 0.37 0.42 0.54 X78 0.68 0.01 0.46 0.11 0.50 0.74 X81 0.53 -0.02 0.30 0.11 0.49 0.92 X83 0.40 -0.09 0.34 -0.13 0.55 0.68 X85 0.48 0.34 0.31 0.39 0.66 0.85 X86 0.45 0.25 0.55 0.63 0.53 0.47 X88 -0.42 -0.23 -0.16 0.35 0.12 0.12 X90 0.69 0.23 0.50 0.27 0.66 0.97 X94 0.28 0.36 0.38 0.99 0.48 0.08 X95 0.54 0.25 0.40 0.13 0.34 -0.26 X100 -0.10 0.34 0.08 0.25 0.15 -0.25 X101 -0.61 -0.29 -0.17 0.04 -0.37 -0.25
275
Covariance Matrix to be Analyzed X76 X78 X81 X83 X85 X86 -------- -------- -------- -------- -------- -------X76 2.00 X78 0.51 2.00 X81 0.21 0.85 2.00 X83 0.32 0.56 0.57 2.00 X85 0.65 0.78 0.83 0.29 2.00 X86 0.34 0.40 0.28 0.35 0.53 2.00 X88 0.29 0.07 -0.08 0.13 -0.06 0.06 X90 0.80 0.87 0.95 0.72 0.90 0.44 X94 0.64 0.12 0.04 -0.23 0.47 0.42 X95 0.18 0.00 -0.32 -0.07 0.06 0.39 X100 0.19 -0.50 -0.33 -0.34 0.02 0.00 X101 0.07 -0.30 -0.38 -0.15 -0.34 -0.36 Covariance Matrix to be Analyzed X88 X90 X94 X95 X100 X101 -------- -------- -------- -------- -------- -------X88 2.00 X90 -0.07 2.00 X94 0.69 0.21 2.00 X95 -0.22 -0.08 0.25 2.00 X100 0.23 -0.29 0.99 0.11 2.00 X101 0.75 -0.31 0.30 -0.06 0.47 2.00
BRSEM13 Number of Iterations =382 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Y1 = 1.40*KF, Errorvar.= 0.050, R² = 0.97 (0.11) 12.76 Y2 = - 0.23*KF, Errorvar.= 1.95 , R² = 0.026 (0.11) (0.22) -2.05 8.97 Y5 = - 0.32*KF, Errorvar.= 1.90 , R² = 0.052 (0.11) (0.21) -2.89 8.97 Y6 = 0.019*KF, Errorvar.= 1.99 , R² = 0.00018 (0.17) (0.22) 0.11 8.97 Y8 = 0.65*KO, Errorvar.= 1.51 , R² = 0.22 (1.55) (0.18) 0.42 8.64
276
Y9 = 0.72*KO, Errorvar.= 1.48 , R² = 0.26 (1.72) (0.17) 0.42 8.51 Y10 = 0.70*KO, Errorvar.= 1.51 , R² = 0.25 (1.67) (0.18) 0.42 8.56 Y11 = 1.41*KKER, Errorvar.= 0.0050, R² = 1.00 (0.080) 17.58 Y13 = 0.26*KKER, Errorvar.= 1.93 , R² = 0.033 (0.11) (0.22) 2.32 8.97 Y14 = 0.21*KKER, Errorvar.= 1.94 , R² = 0.022 (0.11) (0.22) 1.92 8.97 Y20 = 0.26*KKEM, Errorvar.= 1.93 , R² = 0.033 (0.11) (0.22) 2.31 8.97 Y21 = 0.35*KKEM, Errorvar.= 1.88 , R² = 0.060 (0.11) (0.21) 3.14 8.97 Y24 = 1.40*KKEM, Errorvar.= 0.0050, R² = 1.00 (0.087) 16.09
X21 = 1.00*KANDANG, Errorvar.= 0.0050, R² = 1.00 X26 = 0.60*PLIHARA, Errorvar.= 1.64 , R² = 0.18 (0.12) (0.19) 5.15 8.58 X30 = 0.97*PLIHARA, Errorvar.= 1.07 , R² = 0.47 (0.11) (0.16) 8.62 6.71 X36 = 1.00*PHP,, R² = 1.00 X41 = 1.41*KRE, Errorvar.= 0.0050, R² = 1.00 (0.079) 17.90 X43 = 0.053*KRE, Errorvar.= 2.00 , R² = 0.0014 (0.11) (0.22) 0.47 8.97
277
X44 = 1.07*PRES, Errorvar.= 0.86 , R² = 0.57 (0.11) (0.16) 9.62 5.50 X45 = 0.84*PRES, Errorvar.= 1.30 , R² = 0.35 (0.11) (0.17) 7.49 7.87 X49 = 1.00*AFILI,, R² = 1.00 X53 = 1.00*WIRA,, R² = 1.00 X56 = 1.00*WAKTU,, R² = 1.00 X59 = 0.96*AKSES, Errorvar.= 1.08 , R² = 0.46 (0.12) (0.17) 8.19 6.31 X61 = 0.48*AKSES, Errorvar.= 1.77 , R² = 0.12 (0.12) (0.20) 3.99 8.66 X62 = 0.67*AKSES, Errorvar.= 1.55 , R² = 0.22 (0.12) (0.19) 5.63 8.26 X65 = 0.61*KAIT, Errorvar.= 1.62 , R² = 0.19 (0.11) (0.19) 5.30 8.58 X66 = 0.57*KAIT, Errorvar.= 1.68 , R² = 0.16 (0.12) (0.19) 4.88 8.64 X67 = 0.72*KAIT, Errorvar.= 1.48 , R² = 0.26 (0.11) (0.18) 6.35 8.36 X68 = 0.76*KAIT, Errorvar.= 1.42 , R² = 0.29 (0.11) (0.17) 6.81 8.25 X69 = 0.51*KAIT, Errorvar.= 1.74 , R² = 0.13 (0.12) (0.20) 4.35 8.72 X70 = 0.64*KOM, Errorvar.= 1.58 , R² = 0.21 (0.11) (0.18) 5.74 8.63 X71 = 0.51*KOM, Errorvar.= 1.76 , R² = 0.13 (0.11) (0.20) 4.44 8.80
278
X72 = 0.70*KOM, Errorvar.= 1.51 , R² = 0.25 (0.11) (0.18) 6.29 8.52 X74 = 0.76*KOM, Errorvar.= 1.42 , R² = 0.29 (0.11) (0.17) 6.90 8.36 X76 = 0.54*PIN, Errorvar.= 1.70 , R² = 0.15 (0.12) (0.20) 4.51 8.55 X78 = 0.91*PIN, Errorvar.= 1.18 , R² = 0.41 (0.14) (0.21) 6.64 5.51 X81 = 0.91*OTO, Errorvar.= 1.18 , R² = 0.41 (0.13) (0.20) 7.02 5.95 X83 = 0.63*OTO, Errorvar.= 1.60 , R² = 0.20 (0.12) (0.19) 5.27 8.31 X85 = 0.84*ARAH, Errorvar.= 1.29 , R² = 0.36 (0.13) (0.20) 6.42 6.39 X86 = 0.63*ARAH, Errorvar.= 1.60 , R² = 0.20 (0.12) (0.20) 5.13 8.20 X88 = 1.41*LIBAT, Errorvar.= 0.0050, R² = 1.00 (0.079) 17.90 X90 = - 0.051*LIBAT, Errorvar.= 2.00 , R² = 0.0013 (0.11) (0.22) -0.45 8.97 X94 = 0.92*INOV, Errorvar.= 1.15 , R² = 0.42 (0.22) (0.38) 4.24 3.05 X95 = 0.27*INOV, Errorvar.= 1.93 , R² = 0.037 (0.12) (0.22) 2.20 8.88 X100 = 1.41*PATUH, Errorvar.= 0.0050, R² = 1.00 (0.079) 17.91 X101 = 0.33*PATUH, Errorvar.= 1.89 , R² = 0.054 (0.11) (0.21) 3.00 8.97
279
Error Covariance for Y6 and Y1 = 0.26 (0.18) 1.41 Error Covariance for Y14 and Y8 = 0.33 (0.14) 2.37 Error Covariance for X49 and X45 = 0.25 (0.13) 2.01 Error Covariance for X71 and X65 = 0.37 (0.14) 2.61 Error Covariance for X100 and X90 = -0.07 (0.11) -0.64 KF = 0.015*KANDANG + 0.61*PLIHARA - 0.0084*PHP - 0.12*PIN + 0.0091*OTO - 0.0065*ARAH (0.077) (0.19) (0.068) (0.13) (0.16) (0.15) (0.13) (0.17) 0.19 3.24 -0.12 -0.88 0.058 -0.045 -0.82 0.46 0.11*LIBAT + 0.078*INOV- 0.056*PATUH, Errorvar.= 0.52, R² = 0.48 (0.14) -0.40 KO = - 22.49*AKSES + 42.42*KAIT - 31.72*KOM, Errorvar.= 1.70, R² = 0.70 (56.43) (105.64) (80.29) -0.40 0.40 -0.40 KKER = 0.29*KRE - 0.26*PRES - 0.020*AFILI - 0.055*WIRA - 0.052*WAKTU, Errorvar.= 0.87, R² = 0.13 (0.096) (0.15) (0.070) (0.074) (0.066) 2.97 -1.81 -0.28 -0.73 -0.78 KKEM = 0.20*KF - 0.62*KO - 0.12*KKER, Errorvar.= 0.70, R² = 0.30 (0.094) (1.46) (0.071) 2.13 -0.42 -1.70
Covariance Matrix of Independent Variables KANDANG PLIHARA PHP KRE PRES -------- -------- -------- -------- -------- -------KANDANG 2.00 (0.22) 8.95 PLIHARA -0.68 (0.14) -4.71
AFILI
1.00
PHP
-0.10 0.28 2.00 (0.16) (0.15) (0.22) -0.63 1.86 8.97
KRE
-0.39 0.25 -0.09 (0.11) (0.10) (0.11)
1.00
280
-3.53
2.44
-0.81
PRES -0.31 -0.19 -0.27 0.40 (0.14) (0.13) (0.14) (0.09) -2.27 -1.47 -1.96 4.54
1.00
AFILI -0.33 -0.19 0.09 -0.04 0.74 1.95 (0.16) (0.14) (0.15) (0.11) (0.13) (0.22) -2.12 -1.35 0.57 -0.36 5.58 9.00 WIRA -0.15 0.05 -0.19 0.71 0.81 0.32 (0.16) (0.15) (0.16) (0.10) (0.13) (0.16) -0.96 0.33 -1.21 6.76 6.33 2.03 WAKTU -0.22 -0.08 0.10 0.29 0.73 0.44 (0.16) (0.15) (0.16) (0.11) (0.13) (0.16) -1.38 -0.56 0.66 2.63 5.60 2.77 AKSES 0.42 0.39 -0.01 0.01 -0.35 -0.57 (0.14) (0.13) (0.15) (0.10) (0.12) (0.14) 2.97 3.12 -0.05 0.05 -2.92 -4.17 KAIT -0.07 0.45 0.00 0.06 0.20 -0.24 (0.14) (0.12) (0.14) (0.09) (0.12) (0.13) -0.54 3.90 -0.03 0.69 1.74 -1.79 KOM -0.38 0.30 -0.02 0.07 0.51 0.07 (0.14) (0.13) (0.14) (0.10) (0.11) (0.14) -2.65 2.26 -0.15 0.75 4.71 0.52 PIN
-0.28 -0.19 -0.36 -0.12 0.63 0.33 (0.16) (0.16) (0.16) (0.12) (0.13) (0.16) -1.70 -1.21 -2.21 -1.02 4.74 2.04
OTO -0.46 -0.09 -0.38 0.45 0.97 0.52 (0.16) (0.15) (0.16) (0.10) (0.12) (0.16) -2.87 -0.62 -2.40 4.30 8.15 3.35 ARAH -0.36 0.46 0.22 0.16 0.67 0.38 (0.17) (0.15) (0.17) (0.12) (0.13) (0.16) -2.15 2.99 1.31 1.34 5.03 2.30 LIBAT 0.14 -0.46 -0.02 -0.30 0.19 0.39 (0.11) (0.09) (0.11) (0.07) (0.09) (0.11) 1.22 -4.85 -0.15 -4.15 2.00 3.66 INOV 0.09 0.12 -0.08 -0.33 -0.01 -0.11 (0.17) (0.16) (0.17) (0.13) (0.15) (0.17) 0.54 0.74 -0.46 -2.51 -0.06 -0.64 PATUH 0.38 -0.10 -0.07 0.02 -0.01 -0.19 (0.11) (0.11) (0.11) (0.08) (0.10) (0.11) 3.45 -0.88 -0.67 0.29 -0.13 -1.78
281
Covariance Matrix of Independent Variables WIRA WAKTU AKSES KAIT KOM -------- -------- -------- -------- -------- -------WIRA 2.00 (0.22) 8.97
PIN
WAKTU 0.95 2.00 (0.17) (0.22) 5.42 8.97 AKSES 0.23 -0.02 (0.14) (0.15) 1.60 -0.10
1.00
KAIT 0.32 0.53 0.67 (0.13) (0.13) (0.09) 2.48 4.15 7.17
1.00
KOM 0.26 0.71 0.18 0.85 (0.14) (0.13) (0.14) (0.06) 1.85 5.43 1.30 13.82 PIN
1.00
0.28 0.91 -0.30 0.51 0.90 (0.16) (0.17) (0.15) (0.14) (0.13) 1.70 5.46 -2.01 3.68 6.69
1.00
OTO 0.69 0.81 -0.39 0.43 0.85 0.93 (0.16) (0.16) (0.14) (0.13) (0.12) (0.16) 4.37 5.11 -2.71 3.20 6.83 5.70 ARAH 0.69 1.03 0.25 0.92 1.04 1.00 (0.17) (0.17) (0.15) (0.12) (0.13) (0.18) 4.15 6.13 1.61 7.48 7.95 5.60 LIBAT -0.06 0.14 -0.18 -0.08 0.03 0.12 (0.11) (0.11) (0.10) (0.09) (0.10) (0.12) -0.53 1.27 -1.85 -0.83 0.30 1.02 INOV 0.23 0.61 0.63 0.82 0.64 0.37 (0.17) (0.20) (0.19) (0.20) (0.18) (0.19) 1.32 2.98 3.40 4.19 3.47 1.97 PATUH 0.32 0.14 0.45 0.29 0.06 -0.23 (0.11) (0.11) (0.09) (0.09) (0.10) (0.11) 2.95 1.28 5.13 3.26 0.60 -2.04
Covariance Matrix of Independent Variables OTO ARAH LIBAT INOV -------- -------- -------- -------- -------OTO 1.00
PATUH
282
ARAH 0.83 (0.16) 5.08
1.00
LIBAT -0.01 -0.01 (0.11) (0.12) -0.07 -0.13
1.00
INOV -0.12 0.65 0.48 (0.17) (0.21) (0.14) -0.69 3.06 3.35
1.00
PATUH -0.27 0.04 0.12 0.75 (0.11) (0.12) (0.08) (0.17) -2.42 0.34 1.49 4.29
1.00
Covariance Matrix of Latent Variables KF KO KKER KKEM KANDANG PLIHARA -------- -------- -------- -------- -------- -------KF 1.00 KO 0.50 1.00 KKER 0.11 -0.03 1.00 KKEM -0.12 -0.51 -0.08 1.00 KANDANG -0.38 -0.72 0.00 0.36 2.00 PLIHARA 0.68 0.75 0.13 -0.34 -0.68 1.00 PHP 0.19 0.72 0.05 -0.41 -0.10 0.28 KRE 0.17 0.24 0.13 -0.13 -0.39 0.25 PRES -0.21 0.22 -0.25 -0.14 -0.31 -0.19 AFILI -0.20 0.39 -0.29 -0.24 -0.33 -0.19 WIRA 0.00 0.18 -0.18 -0.09 -0.15 0.05 WAKTU -0.14 0.37 -0.27 -0.22 -0.22 -0.08 AKSES 0.32 0.00 0.09 0.06 0.42 0.39 KAIT 0.27 0.29 -0.08 -0.11 -0.07 0.45 KOM 0.12 0.41 -0.17 -0.21 -0.38 0.30 PIN -0.20 -0.27 -0.27 0.16 -0.28 -0.19 OTO -0.16 0.08 -0.22 -0.06 -0.46 -0.09 ARAH 0.21 0.58 -0.23 -0.29 -0.36 0.46 LIBAT -0.37 -0.07 -0.15 -0.02 0.14 -0.46 INOV 0.01 0.34 -0.13 -0.19 0.09 0.12 PATUH -0.04 0.09 -0.01 -0.06 0.38 -0.10 Covariance Matrix of Latent Variables PHP KRE PRES AFILI WIRA WAKTU -------- -------- -------- -------- -------- -------PHP 2.00 KRE -0.09 1.00 PRES -0.27 0.40 1.00 AFILI 0.09 -0.04 0.74 1.95 WIRA -0.19 0.71 0.81 0.32 2.00 WAKTU 0.10 0.29 0.73 0.44 0.95 2.00 AKSES -0.01 0.01 -0.35 -0.57 0.23 -0.02 KAIT 0.00 0.06 0.20 -0.24 0.32 0.53
283
KOM -0.02 0.07 0.51 0.07 0.26 0.71 PIN -0.36 -0.12 0.63 0.33 0.28 0.91 OTO -0.38 0.45 0.97 0.52 0.69 0.81 ARAH 0.22 0.16 0.67 0.38 0.69 1.03 LIBAT -0.02 -0.30 0.19 0.39 -0.06 0.14 INOV -0.08 -0.33 -0.01 -0.11 0.23 0.61 PATUH -0.07 0.02 -0.01 -0.19 0.32 0.14 Covariance Matrix of Latent Variables AKSES KAIT KOM PIN OTO ARAH -------- -------- -------- -------- -------- -------AKSES 1.00 KAIT 0.67 1.00 KOM 0.18 0.85 1.00 PIN -0.30 0.51 0.90 1.00 OTO -0.39 0.43 0.85 0.93 1.00 ARAH 0.25 0.92 1.04 1.00 0.83 1.00 LIBAT -0.18 -0.08 0.03 0.12 -0.01 -0.01 INOV 0.63 0.82 0.64 0.37 -0.12 0.65 PATUH 0.45 0.29 0.06 -0.23 -0.27 0.04 Covariance Matrix of Latent Variables LIBAT INOV PATUH -------- -------- -------LIBAT 1.00 INOV 0.48 1.00 PATUH 0.12 0.75 1.00
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 930 Minimum Fit Function Chi-Square = 1805.65 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 2049.75 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 1119.75 90 Percent Confidence Interval for NCP = (992.60 ; 1254.60) Minimum Fit Function Value = 11.22 Population Discrepancy Function Value (F0) = 6.95 90 Percent Confidence Interval for F0 = (6.17 ; 7.79) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.086 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.081 ; 0.092) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 15.79 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (15.00 ; 16.62) ECVI for Saturated Model = 14.61 ECVI for Independence Model = 21.30 Chi-Square for Independence Model with 1128 Degrees of Freedom = 3334.01 Independence AIC = 3430.01 Model AIC = 2541.75 Saturated AIC = 2352.00
284
Independence CAIC = 3626.21 Model CAIC = 3547.30 Saturated CAIC = 7159.01 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.25 Standardized RMR = 0.12 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.65 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.56 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.52 Normed Fit Index (NFI) = 0.46 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.52 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.38 Comparative Fit Index (CFI) = 0.60 Incremental Fit Index (IFI) = 0.64 Relative Fit Index (RFI) = 0.34 Critical N (CN) = 93.13
The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate Y20 KF 9.3 0.34 Y20 KKER 11.4 -0.37 Y24 KF 8.0 -1.01 X41 PRES 46.8 -24.33 X41 AFILI 9.7 -6.59 X41 WIRA 11.8 -8.36 X41 WAKTU 22.9 -10.34 X43 PHP 8.1 -0.22 X43 PRES 46.8 0.91 X43 AFILI 9.7 0.25 X43 WIRA 11.8 0.31 X43 WAKTU 22.9 0.39 X43 KOM 22.5 0.56 X43 PIN 53.1 0.75 X43 OTO 54.8 0.87 X43 ARAH 20.7 0.46 X44 PLIHARA 12.2 0.50 X44 AFILI 7.9 -0.64 X44 WIRA 10.7 0.41 X44 AKSES 12.7 0.56 X44 KAIT 10.9 0.49 X44 ARAH 11.0 0.48 X44 LIBAT 11.2 -0.45 X44 PATUH 9.0 0.39 X45 PLIHARA 15.1 -0.45 X45 AFILI 7.9 0.50 X45 WIRA 10.7 -0.32 X45 AKSES 13.5 -0.47 X45 KAIT 12.8 -0.43 X45 ARAH 13.6 -0.43 X45 LIBAT 13.5 0.40 X49 OTO 8.1 -23.93 X49 PATUH 8.3 11.71
285
X53 X53 X56 X56 X61 X62 X65 X66 X66 X66 X66 X68 X68 X69 X71 X71 X71 X72 X72 X72 X72 X74 X74 X74 X74 X74 X74 X74 X74 X74 X76 X76 X78 X78 X81 X83 X88 X88 X88 X88 X88 X88 X88 X90 X90 X90 X90 X90 X90 X90 X90 X90 X94 X94 X94
OTO PATUH OTO PATUH PHP KRE INOV PHP PIN OTO PATUH INOV PATUH WIRA PLIHARA AFILI OTO KANDANG AFILI AKSES KAIT KRE PRES AFILI WIRA WAKTU AKSES KAIT OTO INOV INOV PATUH INOV PATUH WAKTU WAKTU KANDANG PRES KAIT KOM PIN OTO ARAH KANDANG PRES WIRA WAKTU KAIT KOM PIN OTO ARAH PLIHARA AKSES KAIT
8.1 8.3 8.1 8.3 8.5 9.1 11.6 9.0 10.1 12.1 10.1 14.8 11.4 9.6 8.2 8.7 11.5 9.4 11.9 10.4 10.7 9.1 35.1 10.8 8.2 12.2 27.2 26.8 31.0 8.7 10.6 10.0 10.6 10.0 8.9 9.0 12.7 21.4 10.6 24.9 49.8 63.5 52.8 12.7 49.1 11.0 28.1 26.9 59.3 49.8 63.5 52.8 10.7 15.3 8.3
-8.63 4.22 -9.09 4.45 -0.23 0.33 0.38 0.23 -0.36 -0.38 0.36 -0.43 -0.37 -0.24 0.35 0.22 -0.44 0.25 -0.27 0.42 0.78 0.33 0.82 0.26 0.22 0.32 -0.69 -1.26 0.75 -0.32 0.33 0.37 -0.55 -0.62 0.42 -0.29 -7.89 10.82 7.66 10.51 20.50 23.96 20.45 -0.28 0.86 0.26 0.42 0.63 0.90 0.74 0.86 0.73 -1.35 -1.91 -1.60
286
X94 X95 X95 X95 X95 X100 X100 X100 X100 X100 X101 X101 X101 X101 X101 KO KKER KKER KKEM KKEM KKEM KKEM KKEM KKEM KKEM
LIBAT PLIHARA AKSES KAIT LIBAT PLIHARA AKSES KAIT KOM LIBAT PLIHARA AKSES KAIT KOM LIBAT WAKTU OTO PATUH KRE PRES AKSES PIN OTO INOV PATUH
8.7 10.7 17.3 9.1 8.7 12.1 10.4 15.6 8.4 21.2 12.1 11.2 16.1 8.5 21.2 10.9 8.1 8.3 11.4 17.9 19.8 11.6 23.3 10.4 9.8
1.24 0.40 0.61 0.50 -0.37 1.75 1.91 2.09 1.41 -2.15 -0.41 -0.47 -0.50 -0.33 0.50 11.14 -0.47 0.23 -0.29 -0.42 0.44 -0.28 -0.40 0.24 0.26
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate Y1 Y1 17.4 2.38 Y5 Y1 12.4 0.64 Y6 Y5 15.9 0.63 Y11 Y8 7.9 0.36 Y13 Y9 18.7 -0.58 Y20 Y11 12.0 -0.49 Y21 Y13 15.1 -0.58 X21 Y9 8.9 -0.37 X36 Y21 14.1 -0.48 X43 Y11 17.7 -0.60 X61 X36 10.2 -0.42 X62 X41 10.3 0.34 X65 X41 7.9 -0.28 X66 Y11 10.2 0.43 X66 X43 10.0 -0.46 X67 X56 9.4 -0.32 X69 X66 10.0 0.44 X71 Y9 9.1 0.39 X71 X49 9.3 0.34 X71 X68 9.5 -0.39 X72 Y9 10.3 -0.40 X72 Y13 12.4 0.48 X72 X49 8.0 -0.33 X72 X71 8.9 -0.39 X74 Y13 11.2 0.44 X76 Y20 11.3 0.47 X83 Y13 11.2 0.46
287
X83 X86 X90 X94 X95 X100 X101 X101
X67 X67 X43 X71 Y11 Y11 Y9 X45
11.4 11.6 21.0 17.2 13.4 10.3 13.7 8.1
0.43 0.42 0.72 0.42 -0.51 0.34 0.49 0.35
The Problem used 808392 Bytes (= 1.2% of Available Workspace) Time used: 87.219 Seconds
288