MODEL SIMULASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)
DAME SIHOMBING
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN DAME SIHOMBING. Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing oleh HANDOKO . Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang (Solanum tuberosum L). Model terdiri dari submodel neraca air, perkembangan tanaman, dan pertumbuhan tanaman. Model ini memerlukan data iklim harian berupa curah hujan, suhu, RH dan radiasi surya. Untuk validasi model, digunakan data biomassa (daun, batang, akar dan umbi) dan indeks luas daun (ILD) hasil pengamatan lapang sebelumnya. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah neraca air berupa kadar air tanah, pola pertumbuhan biomassa (daun, akar, batang dan umbi) dan indeks luas daun (ILD), pola perkembangan tanaman, lama setiap fase, umur tanaman dan hari panen serta produktivitas tanaman. Pengujian model dilakukan dengan uji-t berpasangan (P>0.05) dan pengujian grafik disertai dengan perbandingan terhadap garis 1:1. Uji-t berpasangan menunjukkan bahwa hasil simulasi dan pengamatan di lapangan tidak berbeda nyata untuk peubah ILD dan biomassa daun, batang, dan akar sedangkan untuk biomassa umbi berbeda nyata. Pengujian secara grafik dan perbandingan terhadap garis 1:1 juga menunjukkan dekatnya nilai antara hasil simulasi dengan observasi kecuali untuk biomassa umbi. Salah satu kemungkinan penyebab model kurang tepat dalam menduga biomassa umbi adalah masih kurang tepatnya penurunan persamaan dalam hal pembagian biomassa ke masing-masing organ karena keterbatasan jumlah sampel data lapang yang tersedia, dan hal ini telah disarankan untuk bahan penelitian selanjutnya. Namun demikian, secara umum model telah mampu menggambarkan pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang (Solanum tuberosum.L).
ii
MODEL SIMULASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum.L)
DAME SIHOMBING
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
iii
Judul
: Model Simulasi Pertumbuhan dan Perke mbangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum. L)
Nama NRP
: Dame Sihombing : G02400012
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Handoko, M.Sc NIP :
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono M.S. NIP : 131.473.999
Tanggal disetujui:
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, tepatnya di kecamatan Sipirok pada tanggal 1 Desember 1982 dari ayah Tombang Sihombing dan ibu Maria Siregar. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMUN 1 Sipirok, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis meilih Program Studi Meteorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama perkuliahan, penulis ikut berperan dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan seperti tergabung dalam HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) serta PMKIPB (Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB). Tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di Pusat Penelitian dan Pengembagan Tanah dan Agroklimat (PUSLITBANGTANAK), Bogor pada bulan Maret hingga Mei.
v
PRAKATA Terpujilah Allah Bapa di Sorga, Putra tunggal-Nya Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang telah memampukan dan menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)” sebagai salah satu syarat kelulusan pada program studi Meteorologi. Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, antara lain: 1. Bapak Dr. Ir. Handoko, M.Sc selaku pembimbing dalam penelitian ini 2. Kedua orangtua saya (Ayahanda dan Ibunda) serta kakak saya terkasih untuk dorongan semangat, nasehat serta perjuangan yang telah begitu besar untuk saya. Sekali lagi, terimakasih banyak. 3. Bang Bonar, Kak Roma, serta tulang saya yang terkasih Gabriel. Segala kebaikan serta cinta kasih yang diberikan akan saya ingat. 4. Terimakasih yang sangat spesial untuk Sigit dan Yudi atas dorongan dan dukungan, serta persahabatan yang diberikan. Tanpa kalian, entah bagaimana saya meneruskan semua ini. Tuhan selalu memberkatimu dan saya. 5. Teman saya, Lae Dimpos, Lois dan Lambok atas persahabatan yang indah dan dukungan yang diberikan. Sungguh, kalian telah banyak menolong dan menghiburku pada masa kesesakan. 6. Teman-teman GFM 37, Tika, Nanin, Nona, Oncee, David , Supri, Ei, Nike, Echy, Abei, Ania, Fitri, Momon, Sri, Syahrin, Rahardi, Fauzi, Melia, Diki, Rocky, Ibnu atas kekompakan dan kebersamaannya selama ini. 7. Spesial Thanks to Andry, Erwin, Yanuar, sofyan, Triwahyudi atas bantuan dan masukannya selama ini. Thanks friends. 8. Semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini yang tiada bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna, sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kepentingan ilmu pengetahuan serta semua pihak yang memerlukannya. Tuhan memberkati.
Bogor, Juni 2006
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................................i DAFTAR TABEL .......................................................................................................................................i DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................................i
I.
PENDAHULUAN Latar Belakang....................................................................................................................................1 Tujuan Penelitian ................................................................................................................................1 Keluaran Yang Diharapkan .............................................................................................................1 Asumsi..................................................................................................................................................1
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan ...................................................................................1 2.2. Faktor - Faktor Penting Fotosintesis ................................................................................2 2.3. Evapotranspirasi..................................................................................................................3 2.3.1. Evapotranspirasi Potensial .....................................................................................4 2.4. Analisis Pertumbuhan........................................................................................................4 2.5. Sistem dan Model ...............................................................................................................5 2.5.1 Model Simulasi Komputer ......................................................................................5 2.6. Faktor Biofisik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ......................................5 2.6.2. Kesesuaian Lingkungan..........................................................................................5
III.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .............................................................................................................................6 Bahan dan Alat....................................................................................................................................6 Metode..................................................................................................................................................6 Sub Model Perkembangan ................................................................................................................6 Sub Model Neraca Air .......................................................................................................................6 Sub Model Pertumbuhan ...................................................................................................................8 Pengujian Model.................................................................................................................................9
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN Radiasi Surya.....................................................................................................................................10 Suhu Udara ........................................................................................................................................10 Curah Hujan ......................................................................................................................................10 Kelembaban Udara...........................................................................................................................10 Neraca Air..........................................................................................................................................10 Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).....................................................10 Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) .......................................................10
vii
Indeks Luas Daun.............................................................................................................................10 Biomassa............................................................................................................................................11 Pengujian Model...............................................................................................................................11 4.8.1. Indeks Luas Daun.................................................................................................11 4.8.2. Biomassa Daun, Batang, Akar ..........................................................................13 4.8.3. Biomassa Umbi ....................................................................................................13 Tampilan Model ................................................................................................................................13 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................................13 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 13 Saran ...................................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................14 LAMPIRAN ..............................................................................................................................................15
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
1.
Hasil Uji-t Berpasangan Simulasi dan Observasi .......................................................11
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1.
Diagram Forrester Sub Model Neraca Air .................................................................7
Gambar
2.
Diagram Forrester Sub Model Pertumbuhan ............................................................8
Gambar
3.
Fase-Fase Perkembangan Hasil Simulasi Selama Pertumbuhan Tanaman.........................................................................................................................10
Gambar
4.
Indeks Luas Daun Hasil Simulasi Selama Pertumbuhan Tanaman .....................11
Gambar
5.
Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Organ Daun, Batang, Akar ......................... 11
Gambar
6.
Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Umbi ................................................................ 11
Gambar
7.
Hasil Pengujian Grafik dan Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Hasil Simulasi dan Hasil Observasi ....................................................................................12
Gambar
8.
Form Input Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ............................................................15
Gambar
9.
Tampilan Running Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ............................................................15
Gambar
10. Tampilan Sub Model Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ................................................................................................................15
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran
1.
Kondisi Cuaca di Areal Pertanaman, Desa Goalpara, Sukabumi Selama Tahun 2004..................................................................................................16
Lampiran
2.
Tampilan Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ........................................................17
Lampiran
3.
Hasil Pengamatan Rata-rata Biomassa (Daun, Batang, Akar dan Umbi) (kg/ha) dan Indeks Luas Daun Selama Pertumbuhan Tanaman.....................................................................................................................18
Lampiran
4.
Data cuaca bulan Januari – Desember 2004 desa Goalpara, Sukabumi ...................................................................................................................19
Lampiran
5.
Source Cod e Program Dalam Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).............................27
xi
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses yang terjadi dalam produksi tanaman sangatlah kompleks menyangkut tanah, tanaman serta atmosfer. Oleh sebab itu, untuk memahami proses yang kompleks tersebut, dibutuhkan penyederhanaan sistem tersebut agar dapat memahaminya antara lain melalui penyusunan model simulasi pertanian yang menyangkut iklim, tanah dan tanaman. Model dapat diartikan sebagai penyederhanaan suatu sistem, sedangkan sistem adalah gambaran suatu proses atau beberapa proses yang teratur (Handoko, 1994). Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba membangun suatu model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang yang diharapkan mampu menjelaskan mekanisme proses yang terjadi selama pertumbuhan tanaman. Pemahaman proses yang terjadi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang terkait. Sebagai contoh, untuk menjelaskan pertumbuhan tanaman diperlukan pengetahuan antara lain tentang iklim/cuaca, tanah dan fisiologi tanaman. Hubungan cuaca dengan tanaman umumnya menempati porsi yang cukup banyak dalam pemodelan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan unsur-unsur cuaca selalu berubah baik secara diurnal maupun musiman, yang menyebabkan fluktuasi hasil tanaman dari musim ke musim. Akibatnya, model simulasi tanaman yang mengandalkan hubungan-hubungan kuantitatif akan banyak melibatkan hubungan cuaca dengan tanaman tersebut. Disamping itu, dalam tulisan ini pegetahuan tentang pemrograman komputer juga diperlukan sebagai alat bantu pemodelan. Model simulasi pertanian mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan penelitian agronomi, diantaranya dalam hal penghematan waktu dan biaya. Keunggulan lain adalah model simulasi dapat diterapkan pada tempat yang berbeda-beda, asalkan asumsi-asumsi yang ada dipenuhi. Walaupun model simulasi mempunyai keunggulan, namun perlu disadari bahwa tiap model mempunyai keterbatasan. Model biasanya dibuat hanya untuk menggambarkan suatu proses atau beberapa proses tertentu dari suatu sistem. Oleh sebab itu model simulasi tidak akan memberikan hasil prediksi yang baik terhadap proses-proses diluar tujuan model. Perlu juga disadari tingkatan dari model tersebut, misalnya model yang mensimulasi pertumbuhan tanaman tidak
akan menjelaskan proses pembelahan sel secara lengkap (Handoko, 1994). I.2. Tujuan Penelitian Membangun suatu model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) yang dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi selama periode pertumbuhan tanaman. I.3. Keluaran Yang Diharapkan Model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang yang mampu menduga biomassa, indeks luas daun dan hari panen sesuai dengan pengamatan lapang. 1.4. Asumsi Model hanya dipengaruhi oleh unsur -unsur cuaca khususnya curah hujan, radiasi surya, suhu dan kelembaban udara, serta kecepatan angin. Sifat fisik tanah yang berpengaruh hanya titik layu permanen dan kapasitas lapang serta parameter penguapan tanah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembang-biakan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya hasil asimilasi serta iklim yang mendukung. Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan perbesaran sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini merupakan proses yang tidak dapat balik dan saling berkaitan satu sama lain (Stern, 2003). Penimbunan berat kering umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan, karena biasanya mempunyai kepentingan ekonomi yang paling bes ar. Petunjuk lain yang berkaitan dengan pertumbuhan seperti luas daun juga dapat digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal (lingkungan) meliputi iklim, edafik (tanah) dan biologis dan faktor internal meliputi sifat genetik dari tanaman itu sendiri (Gadner et al. 1991). Perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses yang kompleks yaitu proses pertumbuhan dan diferensiasi (differentiation) yang mengarah pada akumulasi berat kering. Proses diferensiasi mempunyai tiga syarat: hasil asimilasi yang tersedia dalam
1
keadaan berlebihan untuk dapat dimanfaatkan pada kegiatan metabolik, temperatur yang menguntungkan dan terdapat sistem enzim yang tepat untuk menunjang terjadinya proses diferensiasi. Apabila ketiga persyaratan ini terpenuhi, salah satu atau lebih dari ketiga respon diferensiasi ini akan terjadi: penebalan dinding sel, deposit dari sebagian sel dan pengerasan protoplasma (Ottoline Leyser dan Stephen Day, 2003). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada hasil fotosintesis tanaman yang akan dialokasikan ke berbagai organ penyusun tanaman selama pertumbuhannya sebelum akhirnya dipanen berupa berat kering. Jadi, hasil berat kering tanaman sangat tergantung pada seberapa efisiensi fotosintesis tanaman. 2.2. Faktor-Faktor Penting fotosintesis Cahaya dan radiasi surya. Berat kering total hasil panen tanaman di lapang merupakan akibat dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 sepanjang musim pertumbuhan. Karena asimilasi CO2 merupakan hasil penyerapan energi matahari dan akibat perbedaan penerimaan energi radiasi surya di permukaan bumi, maka faktor utama yang mempengaruhi hasil panen ialah radiasi surya yang diabsorbsi tanaman dan efisiensi pemanfaatan energi tersebut untuk fiksasi CO 2. Matahari merupakan suatu pemancar bertubuh hitam, dan menurut hukum Wien, panjang gelombang maksimum benda yang memancarkan radiasi berbanding terbalik dengan temperatur benda tersebut (? maks = 2.88 x 106 /K dengan 2.88 x 10 6 adalah tetapan pemindahan Wien dan K adalah temperatur). Jika temperatur matahari dianggap 5750 K, maka ? maks matahari = (2.88 x 106)/5750 = 500 nm (hijau). Tumbuh-tumbuhan nampaknya telah beradaptasi terhadap radiasi surya karena gelombang sinar tampak yaitu antara 400 – 700 nm sesuai dengan 44 sampai 50% dari seluruh radiasi surya yang memasuki atmosfer bumi ini (Fitter dan Hay, 1994). Bila tidak ada cahaya, terjadi respirasi dalam gelap yang biasanya sehelai daun mengambil 5 sampai 10% dari pengambilan CO2 dalam cahaya terang. Dengan peningkatan cahaya secara berangsur-angsur, fotosíntesis juga akan meningkat sampai tingkat kompensasi cahaya, yaitu tingkat cahaya pada saat pengambilan CO2 sama dengan pengeluaran CO 2 (Gardner et al. 1991). Temperatur. Fotosintesis harus dipisahkan menjadi bagian penyusunnya untuk menetapkan responnya terhadap suhu. Reaksi
terang atau fotoposporilasi tidak tergantung pada suhu dalam rentang suhu kondisi tumbuh tanaman. Fiksasi CO2 merupakan reaksi yang dikendalikan oleh enzim dan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur hingga mencapai temperatur yang menyebabkan denaturasi enzim -enzimnya. Laju respirasi akan terus meningkat dengan peningkatan suhu (Fitter dan Hay, 1994). Temperatur juga mempengaruhi ketersediaan air tanah melalui viskositas air. Russel mengestimasi bahwa viskositas air yang menurun pada temperatur tinggi dapat memungkinkan drainase terjadi bahkan pada tanah yang ukuran porinya sempit (10µm) (Russel, 1996). Air. Sekitar 0.1% dari jumlah air total digunakan oleh tumbuhan untuk fotosintesis, Transpirasi meliputi 99% dari seluruh air yang digunakan oleh tumbuhan; kira-kira 1% digunakan untuk membasahi tumbuhan, mempertahankan tekanan turgor, dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan (Gardner et al. 1991). Laju pertumbuhan sel -sel tanaman dan efisiensi proses fisiologis mencapai tingkat tertinggi bila sel-sel berada pada turgor maksimum, yaitu saat kondisi air tanaman optimum. Dalam hubungannya dengan kondisi air tanaman, dikenal tiga keadaan stres air yaitu stres ringan (ditekan lebih rendah dari 0.3 bar), stres sedang (12-15 bar) dan stres berat (>15 bar) (Schulze dan Chaldwell, 1994). Bahkan dibawah keadaan stress ringan akan terjadi pengurangan pertumbuhan yang nyata karena terjadinya penurunan tekanan turgor. Sel dan daun berhenti tumbuh pada tekanan turgor nol. Pada tingkat stres air sedang, proses-proses biokimia (metabolisme hormon pertumbuhan dan asimilasi CO2) mulai dipengaruhi. Stres berat akan mengakibatkan masalah metabolisme sel yang serius , ditandai dengan meningkatnya respirasi dengan cepat dan terjadinya akumulasi gula pada sel tertentu (Schulze dan Chaldwell, 1994). Keseluruhan gejala tersebut pada dasarnya disebabkan oleh peningkatan tahanan stomata karena tertutupnya stomata akibat kekurangan air. Dalam kondisi lapangan, perakaran menembus tanah yang relatif lembab sedangkan akar dan batang tumbuh ke atmosfer yang relatif kering. Hal ini menyebabkan aliran air yang terus-menerus dari tanah melalui tumbuhan ke atmosfer sepanjang suatu landaian energi potensial yang menurun (Lambers et al. 1998). Karena itu, jalan utama yang dilalui air ialah dari tanah ke daun untuk mengganti kehilangan transpirasi. Perakaran tanaman tumbuh ke dalam tanah yang lembab dan menarik air sampai tercapai potensial air kritis dalam tanah. Air
2
yang dapat diserap dari tanah oleh akar tanaman, disebut air yang tersedia, merupakan perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang (air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi) dan jumlah air dalam tanah pada titik layu permanen (Fitter dan Hay, 1994). Kehilangan air yang terjadi dalam hal hubungan air, tanah dan tanaman dikenal sebagai transpirasi dan evaporasi. Kombinasi antara keduanya disebut sebagai evapotranspirasi.
2. Temperatur. Peningkatan temperatur meningkatkan kapasitas udara untuk menyimpan uap air, yang berarti kebutuhan atmosfer yang lebih besar untuk evapotranspirasi. 3. Kelembaban relatif dan kecepatan angin. Pada tanaman yang diairi dengan baik, terdapat tiga proses utama yang menyebabkan perpindahan panas dari daun ke atmosfer, yaitu radiasi pantul, konveksi panas dan transpirasi. Ini dapat dituliskan dalam bentuk neraca energi sehelai daun (Schulze dan Chaldwell, 1994): Qabs = Qrad + Q konv + Qtrans ..................(i)
2.3. Evapotranspirasi Jumlah total air yang hilang dari lapangan karena evaporasi tanah dan transpirasi tanaman secara bersama-sama disebut evapotranspirasi (ET). Evaporasi merupakan suatu proses yang tergantung energi yang meliputi perubahan sifat dari fase cair ke fase gas. Transpirasi memberikan gaya penggerak utama untuk pergerakan air tanaman melawan gaya gravitasi dan tahanan gesekan bagi jalur air melalui tanaman (Allen, 1998). Laju pengambilan air oleh tanaman terutama dikendalikan oleh laju transpirasi. Kehilangan air ke atmosfer ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan faktor dalam tanaman. Pengaruh lingkungan terhadap ET disebut kebutuhan atmosfer (atmospheric demand) untuk melakukan evapotranspirasi. Makin besar tuntutan atmosfer, makin cepat dapat dievaporasikan air dari permukaan air yang bebas. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi antara lain (Allen, 1998): 1. Radiasi surya. Dari radiasi surya yang diserap oleh daun, 1 sampai 5% digunakan untuk fotosintesis dan 75 sampai 85% digunakan untuk memanaskan daun dan untuk transpirasi (Gardner et al. 1991). Pemanasan dan pendinginan daun akibat radiasi surya akan mempengaruhi transpirasi. Saat daun menerima radiasi surya, temperatur daun akan naik dan stomata terbuka. Ketika stomata terbuka, kehilangan air dari daun berlangsung terusmenerus yang menurunkan potensial daun sehingga lebih rendah daripada potensial tangkai daun. Karena air bergerak dari potensial yang lebih tinggi ke potensial yang lebih rendah, air akan menga lir dari tangkai daun ke daun. Aliran air ini mengurangi potensial tangkai daun dan pada akhirnya mengurangi potensial batang karena air mengalir dari batang ke tangkai daun. Landaian energi ini berlanjut ke bawah hingga ke akar tanaman dan lajunya tergant ung energi radiasi yang diterima (Lambers et al. 1993).
Dengan: Q abs : Energi yang diabsorbsi oleh daun Q rad : Energi yang hilang karena radiasi Q konv : Energi yang hilang karena konveksi panas Q trans : Energi yang hilang karena transpirasi Neraca energi tersebut menjelaskan proses pemanasan dan pendinginan sehelai daun dengan sederhana, yaitu bila Qabs < Qrad + Q konv + Qtrans .................(ii) daun akan menjadi dingin; sedangkan bila Qabs > Qrad + Q konv + Qtrans.................(iii) Temperatur daun naik Gates (1976) telah memperluas persamaan (i) untuk memberi bentuk yang tepat. Q abs = es T 14 + k1(V/I) 1/2 (T 1-T a) + (Ld1 s(T 1)RHd2s(T a))/R 1 .............................(iv). Dengan: e : emisivitas daun T 1, T 2 : temperatur daun dan temperatur massa udara V, D, L : kecepatan angin, lebar daun dan panas laten penguapan air d1s(T 1), d2 s(T a) : kejenuhan kerapatan uap air di daun dan di udara RH : kelembaban relatif massa udara R1 : tahanan difusi daun. Dengan menganalisa persamaan ii, iii, iv Gates menyimpulkan bahwa pendinginan daun disebabkan oleh kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban relatif yang rendah, sedangkan pemanasan daun disebabkan oleh kecepatan angin yang rendah dan kelembaban relatif yang tinggi. Pendinginan daun sebagian besar disebabkan oleh penguapan air melalui stomata dan dikendalikan oleh keadaan lapisan perbatas disekitar atmosfer permukaan daun. Bila pada lapisan ini terjadi turbulensi karena angin, penguapan akan lebih cepat. Suatu lapisan
3
perbat as yang stabil akan memberikan tahanan yang besar terhadap pergerakan uap air. Gardner, 1991 menambahkan bahwa makin besar kandungan air di udara, makin tinggi potensial air di udara, yang berarti kebutuhan atmosfer untuk evapotranspirasi menurun dengan peningkatan kelembaban relatif. Transpirasi terjadi apabila air berdifusi melalui stomata. Terbentuk penghambat landaian difusi di sekitar stomata dalam udara yang sangat tenang. 4. Jumlah daun. Makin luas daerah permukaan daun, makin besar ET. Ketika LAI yang mengambarkan luasan daun meningkat di lapang, jumlah ET juga akan meningkat. Namun terdapat beberapa petunjuk bahwa nilai ET tidak akan meningkat di atas nilai tertentu dari LAI (Schulze dan Chaldwell, 1994). 5. Kedalaman perakaran. Perakaran yang lebih dalam meningkatkan ketersediaan air, dan meningkatkan pengambilan air dari dalam tanah sebelum terjadi pelayuan permanen (Allen, 1998).
pertumbuhan kemudian digunakan secara luas di negara-negara persemakmuran Inggris, termasuk karya klasik Watson pada tahun 1947. Peubah yang digunakan dalam analisis pertumbuhan komunitas tanaman budidaya meliputi: indeks luas daun dan laju pertumbuhan tanaman budidaya dalam hal biomassa keseluruhan maupun biomassa ekonomi. Istilah analisis pertumbuhan untuk tajuk tanaman yang paling berarti adalah penimbunan berat kering per satuan waktu yang dikenal sebagai laju pertumbuhan tanaman (crop growth rate ). Laju pertumbuhan tanaman diukur dengan memanen sampel suatu komunitas tanaman pada interval tertentu yang pendek dan menghitung penambahan berat kering dari sampel yang satu ke sampel berikutnya. Secara ideal, semua jaringan hidup pada tanaman yang hidup pada daerah yang dijadikan sampel itu harus diukur (Gardner et al. 1991). Agar dapat memanfaatkan radiasi surya secara efisien, tanaman harus dapat menyerap sebagian besar radiasi tersebut dengan jaringan fotosintesisnya yang hijau. Spesies tanaman yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pemanfaatan radiasi surya yang efisien. Dengan perkembangan luas daun, meningkat pula penyerapan energi radiasi oleh daun. Luas daun itu pada awalnya meningkat dengan laju eksponensial, tetapi karena luas daun awal nya kecil, penyerapan energi radiasi surya yang berarti belum terjadi selama beberapa minggu pertama (Fitter dan Hay, 1994). Dengan perkembangan luas daun dan terdapatnya peneduhan bagi luas daun yang lebih bawah, gambaran mengenai pertumbuhan tanaman bud idaya didasarkan pada luas daun atau luas tanah, dan bukannya atas pertumbuhan secara individual. Istilah indeks luas daun (Leaf Area Index = LAI) dikenalkan pertama kali oleh Watson yang merupakan rasio antara luas daun (satu permukaan saja) tanaman budidaya terhadap luas tanah (Inge et al, 2000). Karena radiasi surya tersebut merata ke atas permukaan tanah, LAI merupakan ukuran kasar luas daun per satuan radiasi surya yang tersedia (Gardner et al. 1991).
2.3.1. Evapotranspirasi Potensial Evapotranspirasi potensial merupakan kombinasi antara evaporasi dan transpirasi den gan seluruh permukaan tanah tertutup oleh tanaman dan kelembaban tinggi. Kebanyakan tanaman budidaya tidak tinggal pada evapotranspirasi potensial sepanjang daur hidupnya karena pada waktu-waktu tertentu tidak penuh tajuknya serta tanah tidak mampu memasok air untuk mengganti transpirasi (Allen, 1998). Apabila evapotranspirasi potensial dibandingkan dengan curah hujan, segera tampak mengapa kekurangan kelembaban sering terjadi selama periode laju pertumbuhan yang paling cepat. Agar diperoleh hasil panen yang tinggi, tanaman harus dipasok cukup air selama periode ini. Hal ini dapat dilaksanakan baik dengan adanya cadangan kelembaban yang cukup untuk memasok tanaman budidaya tersebut selama periode kekurangan maupun dengan irigasi. Pada banyak daerah pertanian, tanah yang paling produktif ialah tanah yang mempunyai kapasitas tinggi untuk menampung air, yang memungkinkan tanaman budidaya tersebut terus berproduksi selama periode ketika curah hujan lebih rendah dari ET (Fitter dan Hay, 2.5. Sistem dan Model 1994). Sistem merupakan bagian terbatas dari dunia nyata (real world) yang memiliki 2.4. Analisis Pert umbuhan komponen -komponen saling berhubungan Konsep dasar dalam analisis pertumbuhan secara teratur (Handoko, 1994). Model itu relatif sederhana dan telah dijelaskan dalam merupakan bentuk sederhana dari sistem. Model pendekatan-pendekatan klasik yang dilakukan hanya menggambarkan beberapa aspek dominan pada awal pelaksanaannya. Analisis yang berpengaruh dalam sistem, tidak harus
4
mencerminkan semua aspek yang terdapat dalam sistem. Semakin banyak aspek atau proses yang dijelaskan oleh model, maka struktur model akan semakin kompleks. Bentuk dan struktur model tergantung bagaimana seorang modeler memahami sistem (Handoko, 1994). 2.5.1. Model Simulasi Komputer Berdasarkan tujuannya (Handoko, 1994), model simulasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu (1) model simulasi untuk pemahaman proses (process understanding), (2) model simulasi untuk prediksi (prediction), dan (3) model simulasi yang digunakan untuk keperluan manajemen (management). Handoko (1994) membagi model ke dalam empat bentuk, yaitu: 1. Model empirik dan model mekanistik Model empirik adalah model yang dibuat berdasarkan pengamatan empirik/statistik. Model ini menggunakan hubungan sebab akibat tanpa menjelaskan proses yang terjadi pada hubungan timbal balik tersebut. Sebaliknya, model mekanistik menjelaskan mekanisme proses yang terjadi dalam suatu sistem berdasarkan pada bidang ilmu yang terkait. Namun demikian, model mekanistik yang paling lengkap sekalipun tetap mengandung unsur empirik. 2. Model deskriptif dan model numerik Model deskriptif menggambarkan bentukbentuk hubungan secara konsepsi atau berupa simbol-simbol (kualitatif), sedangkan model numerik menggambarkan hubungan secara kuantitatif berupa persamaan-persamaan. 3. Model dinamik dan model statik Unsur waktu merupakan peubah yang penting dalam model dinamik. Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah sebagai unsur waktu. Dalam model dinamik, faktor yang tidak berubah terhadap unsur waktu disebut dengan parameter/konstanta. 4. Model deterministik dan model stokastik Model deterministik tidak memperhitungkan peluang kesalahan hasil prediksi model sehingga keluaran model sifatnya definitif. Sebaliknya, model stokas tik mengandung toleransi berupa simpangan statistik baik ragam maupun simpangan baku. Simulasi sebagai salah satu kegiatan dalam analisis agroekosistem dan tanaman secara garis besar meliputi tiga kegiatan utama, yaitu merumuskan model yang menggambarkan sistem dan proses yang terjadi didalamnya, memodifikasi atau memanipulasi model atau melakukan ekperimentasi, dan mempergunakan
model dan data untuk memecahkan persoalan (Soerianegara, 1978). 2.6.
Faktor Biofisik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi : Sphermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum Species : Solanum tuberosum L. Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis tanaman sayuran semusim berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Kentang berumur pendek hanya 90 hari sampai 180 hari. Umur tanaman kentang bervariasi menurut varietasnya. Kentang varietas genjah berumur 90 hari - 120 hari, varietas medium berumur 120 hari – 150 hari, dan varietas dalam berumur 150 hari – 180 hari. Tanaman kentang dapat tumbuh tegak dengan ketinggian 0,5 meter – 2 meter, tergantung pada varietasnya (Budi Samadi, 1997). 2.6.2. Kesesuaian Lingkungan Kentang cocok ditanam di daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketingian 1000 m – 3000 m diatas permukaan laut (dpl); dan untuk dataran medium pada ketinggian 300 m – 700 m dpl (Budi Samadi, 1997). Ketinggian tempat atau letak geografis berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil yang optimal memerlukan suhu dan kelembaban tertentu. Suhu rata-rata harian yang sesuai untuk pertumbuhan adalah 18oC – 21oC. pertumbuhan umbi akan sangat terhambat apabila suhu kurang dari 10oC dan lebih dari 30oC (Budi samadi, 1997). Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman adalah 60% - 85%. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman rawan terkena penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan (Tony Hartus, 2001). Daerah dengan rata-rata curah hujan 1500 mm pertahun sangat sesuai untuk budidaya kentang. Pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah (Setiadi et al. 1993).
5
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pembangunan model ini dilaksanakan dengan menggunakan data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Tropika SEAMEO BIOTROP, Bogor, Jawa Barat mulai Nopember 2005 hingga April 2006. 3.2. Bahan dan Alat Personal computer (PC) yang dilengkapi dengan software Visual Basic 6.0. Sebagai data masukan dalam analisis digunakan data iklim harian dari stasiun PTP. Nusantara VIII di lokasi Perkebunan Goalpara stasiun 55R terletak pada 6o1’7” LS dan 105o57’47” BT dengan ketinggian 1000-1300 mdpl. Data iklim yang digunakan adalah: curah hujan, suhu dan kelembaban udara, serta radiasi surya. Untuk pengujian model, digunakan data biomassa dan indeks luas daun (ILD) hasil pengamatan lapang penelitian sebelumnya yang dilaksanakan pada lahan petani Desa Goalpara, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan elevasi 1300 m dpl pada bulan Mei 2005 (Sulistiono, 2005).
Sp2 = 0.17 TU2 = 170 Sp3 = 0.11 TU3 = 110 Sp4 = 0.36 TU4 = 360 Sp5 = 0.2 TU5 = 200 1,2,3,4,5 menyatakan periode antara kejadian fenologi, Tb adalah suhu dasar tanaman dan TU adalah Thermal Unit (d oC) (Jim Burns et al. 2005). 3.3.2. Sub Model Neraca air Komponen neraca air meliputi curah hujan, intersepsi tajuk, infiltrasi, limpasan permukaan, kadar air tanah, evaporasi dan transpirasi. Dalam sub model neraca air diperlukan peubah tanaman (indeks luas daun), yang disimulasi pada sub model pertumbuhan. Parameter yang digunakan meliputi sifat fisik tanah (kapasitas lapang, titik layu permanen dan paramet er penguapan Ritchie, 1972). Intersepsi Tajuk Tanaman Jumlah air yang diintersepsi tajuk tanaman (Ic) tergantung oleh curah hujan (P) dan indeks luas daun (ILD ) sebagai berikut (Handoko, 1994): Ic = min (ILD,P) 0
3
3.3. Metode Penyusunan model ini melibatkan model Infiltrasi dan Perkolasi Infiltrasi (Is) dihitung dari selisih curah simulasi pertumbuhan dan perkembangan serta hujan (P) dengan intersepsi tajuk tanaman neraca air tanaman. (Handoko, 1994): Is = P – Ic 3.3.1. Sub Model Perkembangan Perkolasi dari tiap lapisan tanah m {Pc(m)} Laju perkembangan dan masing-masing kejadian fenologi tanaman kentang didekati terjadi bila kadar air tanah {F (m)} melebihi dengan konsep Heat Unit. Laju perkembangan kapasitas lapang {F fc (m)} yang dihitung dengan tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian metode jungkitan sebagai berikut (Handoko, melebihi suhu dasar T( b), dalam hal ini suhu 1994): dasar tanaman kentang ditentukan sebesar 10oC (Dalam Arazi et al. [Anonim, 2000] , suhu dasar Pc (m) = F (m) – F fc(m) F (m)>F fc(m) F (m)=F fc(m) tanaman ditentukan sebesar 12.2oC). Kejadian Pc (m) = 0 fenologi dihitung sejak tanam sampai fase pematangan umbi dan diberi skala 0-1, yang Evapotranspirasi Evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung dibagi menjadi 5 kejadian yaitu Plant – emergence (s=0.16), Vegetative (s=0.33), Tuber dengan rumus Penman untuk menduga initiation (s=0.44), tuber bulking (s=0.8), evapotranspirasi maksimum (ETm) sebagai maturation (s=1)(Jim Burns et al. 2005). Fase batas bawah dari air yang hilang oleh evaporasi perkembangan (sp) antara masing-masing tanah dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi kejadian fenologi tersebut dihitung dengan maksimum terbagi atas evaporasi maksimum tanah (Em ) dan transpirasi maksimum (Tm). persamaan berikut (Handoko, 1994). Berikut adalah perhitungan evaporasi dan transpirasi maksimum (Handoko, 1994): Plant-emergence s1 = s1 + sp1 * (suhu - Tb) / TU1 Vegetative Tuber inisiasi Pengisian umbi Pematangan umbi
s2 = s2 + sp2 * (suhu s3 = s3 + sp3 * (suhu s4 = s4 + sp4 * (suhu s5 = s5 + sp5 * (suhu
Dengan: Sp1 = 0.16
TU1 = 160
- Tb) / TU2 - Tb) / TU3 - Tb) / TU4 - Tb) / TU5
ETm = ETp = {? Qn + ?f(u)(es -ea)}/{ ?(? + ?)} Em = ETm (e- kILD) Tm = (1-e- kILD)Etm
6
ILD Tm
ETp
Radiasi surya, Curah hujan, RH, Suhu, Kecepatan angin.
Em
Rain (TLP) Ta (KL)
Ic
(a) Es
Inf
(U) SWC
Drain
(KL)
Gambar 1. Diagram Forrester Sub Model Neraca Air
Dengan: Qn : ? : f(u) : (es-ea) : ? :
Radiasi bersih (Wm -2) Tetapan psikometer (66.1 Pa K-1) Fungsi aerodinamika (MJ m-2 Pa-1) Defisit tekanan uap (Pa) Panas spesifik untuk penguapan (2.454 MJ kg- 1)
Evaporasi Tanah Aktual Evaporasi tanah aktual dihitung dengan metode Ritchie (1972) yang terdiri dari dua tingkat evaporasi. Pada tahap pertama, sesaat setelah terjadi hujan atau irigasi, evaporasi aktual sama dengan nilai maksimumnya sampai nilai evaporasi kumulatif mencapai nilai parameter penguapan tanah U terlampaui (tahap 2), yaitu tanah sudah cukup kering. Pada tahap 2 Ea merupakan fungsi waktu dari Em sebagai ber ikut (Handoko, 1994): Tahap 1 : Ea = Em Tahap 2 : Ea = at20.5 – a(t 2 – t )0.5
S Em < U S Em = U
t 2 = jumlah hari setelah terjadinya evaporasi tahap 2
Transpirasi Aktual Transpirasi aktual (Ta) dihitung sebagai total pengambilan air pada zone perakaran, dengan nilai maksimum Ta=Tm . Berikut perhitungan Ta (Handoko, 1994) Fw = {F – F wp}/{0.4[F fc – F wp]} Jika F fc=F >F wp Fw = 1 Fw = 0
F > F fc F < F wp
Laju penyerapan air oleh akar dihitung dengan persamaan: Ta = FwTm Ta = 0
? Ta
Fw F F fw F wp
= fungsi kadar air tanah = kadar air tanah = kadar air tanah pada kapasitas lapang = kadar air tanah pada titik layu permanen Ta = laju penyerapan air oleh akar pada tanah
7
wdf
Ta Tm
(Qs)
(k)
ILD
GDMa
(Sla)
(e) W daun (sp) Wbatang
Wakar
Wumbi
[Suhu] Gambar 2. Diagram Forrester Sub Model Pertumbuhan
3.3.3. Sub Model Pertumbuhan Pertumbuhan tanaman disimulasi berdasarkan penyerapan energi radiasi surya serta faktor ketersediaan air yang disimulasi dalam sub model neraca air. Pembagian biomassa hasil fotosintesis ke berbagai organ tanaman (daun, batang, akar dan umbi) merupakan fungsi fase perkembangan tanaman yang dihitung dalam sub model perkembangan. Selama perkecambahan, tanaman menggunakan cadangan asimilat untuk menunjang pertumbuhan dan respirasi. Setelah fase vegetatif asimilat pada batang dan daun dimobilisasi ke umbi dan ini mengakibatkan massa daun dan batang menurun sampi panen.
t
= Proporsi radiasi surya yang ditransmisi oleh tajuk k = Koefisien pemadaman tajuk ILD = Indeks luas daun Nilai k mer upakan nilai koefisien pemadaman yang nilainya ditentukan sebesar 0.86 (MonsiSaeki [Anonim], 2000). Produksi biomasa potensial dihitung berdasarkan hasil kali efisiensi penggunaan radiasi surya (e) dengan radiasi intersepsi (Q i). Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya ditentukan sebesar e = 0.002 kg MJ-1. Russel, Jarvis dan Monteith [Anonim, 2000] menetapkan e sebesar 0.0014 kg MJ-1. Bb = e Qi = e (1-e- kILD)Qo
Produksi Biomassa Produksi biomassa potensial harian dihitung berdasarkan efisiensi penggunaan radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman. Radiasi yang diintersepsi tajuk tanam an (Qi) diduga menggunakan hukum Beer sebagai berikut:
Qo Qi
Bb = Produksi biomassa potensial (kg ha-1 d-1)
e
= efisiensi penggunaan radiasi (kgMJ-1 )
Produksi biomassa potensial tersebut menganggap ketersediaan air bukan merupakan faktor pembatas. Produksi biomassa aktual dihitung dengan mempertimbangkan ketersediaan air yang telah disimulasi dalam sub model neraca air sebagai water deficit factor Qi = Qo(1-t ) ; t = e-kILD (wdf) yang merupakan nilai perbandingan antara = Radiasi yang sampai diatas tajuk transpirasi aktual dan transpirasi maksimal (Ta/Tm ). tanaman (MJm-2) Produksi biomassa aktual dibagi antara = Radiasi yang diserap (MJm-2) daun, batang, akar dan umbi yang
8
perbandingannya bergantung pada fase perkembangan tanaman (sp). Sebagian biomassa masing-masing organ akan berkurang melalui proses respirasi pertumbuhan (Rg) dan respirasi pemeliharaan (Rm) yang dihitung berdasarkan suhu udara dan masing-masing organ. Pertumbuhan masing-masing organ (x) dihitung dari selisih antara alokasi bahan kering ke organ tanaman dan yang hilang melalui respirasi sebagai berikut. dWx = ? xBa – Rg – Rm = ? x (1-kg)Ba – Km Wg Q10
dWx
= penambahan massa organ x (kg ha -1day-1)
?x
Km Wx Kg Rm T
= proporsi biomassa yang dialokasikan ke organ x (daun, batang, akar dan umbi) = koefisien pemeliharaan = massa organ x (kg ha-1 ) = koefisien respirasi pertumbuhan = respirasi pemeliharaan x (kg ha- 1 d-1) = suhu udara (oC)
Q10
= 2(T-20)/10
dengan: sp = laju perkembangan yang telah disimulasi pada submodel perkembangan. pD, pB, pA, pU masing-masing menyatakan proporsi pembagian hasil asimilat ke organ daun, batang, akar dan umbi. Indeks Luas Daun (ILD) ILD dihitung dari perkalian antara parameter luas daun spesifik (s la) dengan laju pertumbuhan harian (dWD) sebagai berikut (Handoko, 1994): dILD = sla*dWD dengan: dILD = perubahan ILD sla = luas daun spesifik (ha kg- 1) dWD = perubahan berat daun (kg ha-1 hari-1) Luas daun spesifik (sla ) dihitung dengan persamaan: dSla = Rsla*sp
Proporsi biomassa yang dialokasikan pada masing-masing organ (Px) yang dihitung berdasarkan fungsi laju perkembangan tanaman (sp), didekati secara empiris berdasarkan data pengamatan lapang. Selama masa perkecambahan, produksi biomassa hanya dialokasikan ke daun, akar dan batang dengan alokasi terbanyak pada daun. Hingga fase matang fisiologis, seluruh hasil asimilat dialoksikan ke organ umbi (Gardner et al. 1991). Alokasi biomassa ke setiap organ tanaman dihitung dengan: pB = 0.3198 * Exp(-0.3173 * sp) pA = 0.3319 * Exp(-0.4935 * sp)
sp=0.1 sp=0.1
pD = 1-pB-pA PU = 0
sp=0.1 sp=0.1
pD = -0.0664 * sp + 0.3401 pB = -0.0333 * sp + 0.1674 pA = -0.034 * sp + 0.0806 pU = 1 - pD - pB – pA
0.1<sp=0.44 0.1<sp=0.44 0.1<sp=0.44 0.1<sp=0.44
pD = -0.0664 * sp + 0.2 pB = -0.0333 * sp + 0.1374 pA = -0.034 * sp + 0.0706 pU = 1 - pD - pB – pA
0.44<sp<0.8 0.44<sp<0.8 0.44<sp<0.8 0.44<sp<0.8
pD = 0 pB = 0 pA = 0 pU = 1
sp=0.8 sp=0.8 sp=0.8 sp=0.8
dengan: Rsla = laju pertambahan luas daun spesifik, ditetapkan sebesar 0.00005 hakg-1 (Van delden, Pecios & Haverkort, 1999). 3.3.4. Pengujian Model Pengujian secara statistik terhadap hasil simulasi dan data pengukuran lapang menggunakan uji-t berpasangan untuk P>0.05 dan metode grafis. Variabel yang diuji adalah ILD, biomassa daun, batang, akar dan umbi. Tahapan pengujian dengan uji-t berpasangan adalah: Di = pi – mi (1) D = SDi/n (2) SE = v{[SDi2 – (SD i) 2/n]/[n(n – 1)] (3) t = D/SE (4) D i adalah individu dan beda antara prediksi (p) dan pengukuran (m). SE = standard error t = t hitung
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lampiran 1 menyajikan kondisi cuaca di areal pertanaman tahun 2004 mulai dari 15 April 2004 (disesuaikan dengan masa tanam kentang di lapangan) hingga panen (15 Juli 2004).
Fase4: Awal pengisian umbi – pematangan umbi Fase5: Awal pematangan umbi – awal panen
4.1. Radiasi Surya Rata-rata radiasi surya di areal pertanaman adalah 25.3 MJ/m 2. Nilai maksimumnya sebesar 31.6 MJ/m 2 sedangkan nilai minimumnya sebesar 20.6 MJ/m2 4.2. Suhu Udara Rata-rata suhu udara harian di areal pertanaman adalah 20.6oC, dengan kisaran 18.3 oC dan 22.4oC. Rata-rata suhu udara di areal pertanaman lebih besar dari suhu dasarnya, dan termasuk kedalam kisaran suhu udara yang optimal bagi tanaman kentang untuk tumbuh dan berkembang, 18O-23OC (Tony Hartus, 2001). 4.3. Curah Hujan Curah hujan tahunan di daerah pertanaman lebih dari 1500 mm, jadi termasuk dalam kisaran curah hujan yang cukup untuk pertumbuhan kentang (Tony Hartus, 2001). 4.4. Kelembaban Relatif Rata-rata nilai kelembaban relatif di areal pertanaman adalah 91.8 %, dan termasuk kedalam kisaran kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kentang (Tony Hartus, 2001). Nilai maksimum dan minimumnya sebesar 97% dan 75 %. 4.5. Neraca Air Hasil simulasi model selama masa pertanaman kentang menunjukkan variasi kandungan air tanah masih berada pada kisaran kebutuhan air tersedia bagi tanaman kentang, yaitu sekitar kapasitas lapang. Kondisi air tanah demikian ini sangat menguntungkan bagi tanaman kentang karena transpirasi tanaman tidak terganggu. Akibatnya laju fotosintesis tinggi dan produksi biomassa relatif besar untuk menunjang produksi umbi.
Gambar 3. Fase-Fase Perkembangan Hasil Simulasi Selama Pertumbuhan Tanaman
Gambar tersebut menunjukkan bahwa fase awal pengisian umbi – pematangan umbi adalah fase terlama selama musim pertumbuhan. Lama fase hasil simulasi untuk setiap fase berturutturut adalah: fase 1= 13 hari, fase 2= 14 hari, fase 3= 9 hari, fase 4= 34 hari dan fase 5= 20 hari. Jadi tanaman dapat dipanen setelah umur 91 hari, yaitu setelah Thermal Unit sebesar 1000 o C days. Pada pengamatan lapang, fase 1 ditandai dengan pertumbuhan kecambah dari mata tunas pada benih kentang dan mulai tumbuh ke atas permukaan tanah. Pada fase ini, akar kentang juga mulai tumbuh. Pada fase 2, daun dan batang berkembang ke atas permukaan tanah, sedangkan akar dan stolon (bakal umbi) berkembang di dalam tanah. Pada fase ini, laju fotosintesis mulai meningkat. Pada fase 3, umbi mulai terbentuk dari stolon, namun belum terjadi tahapan pengisian umbi. Terkadang, fase ini diakhiri dengan mulainya pembungaan pada tanaman. Pada fase 4 terjadi tahapan pengisian umbi dengan air, karbohidrat dan nutrisi lainnya. Pada fase ini, sebagian besar hasil asimilat diakumulasikan ke umbi. Pada fase 5, tanaman kelihatan kekuning-kuningan, daun mulai gugur, keseluruhan hasil asimilasi diakumulasikan ke umbi dan pada akhirnya tanaman menua dan mati. Pada tahap ini, pertumbuhan umbi maksimum (Jim Burns et al. 2005).
4.7. Pertumbuhan Tanaman Kentang 4.7.1. Indeks Luas Daun 4.6. Perkembangan Tanaman Kentang Agar dapat memanfaatkan radiasi surya Perkembangan tanaman kentang disajikan secara efis ien, tanaman harus dapat menyerap dalam gambar 4. Deskripsi dari setiap fase sebagian besar radiasi tersebut dengan jaringan adalah: fotosintesisnya yang hijau. Spesies tanaman Fase1: Tanam – awal muncul tunas yang efisien cenderung menginfestasikan Fase2: Muncul tunas – awal pembentukan umbi Fase3: Awal pembentukan umbi – awal sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahan luas daun, yang berakibat pengisian umbi
10
pemanfaatan radiasi surya yang efisien. Dengan perkembangan luas daun, meningkat pula penyerapan energi radiasi oleh daun. Luas daun itu pada mulanya meningkat dengan laju pertumbuhan eksponensial, tetapi karena luas daun awalnya kecil, penyerapan cahaya yang berarti belum terjadi selama beberapa minggu pertama.
Gambar 5. Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Organ Daun, Batang, dan Akar.
Gambar 4. Indeks Luas Daun Hasil Simulasi Selama Pertumbuhan Tanaman
Beberapa hari setelah fase kecambah, terjadi peningkatan ILD dengan cepat dengan laju yang linear. Laju ini mulai menurun memasuki fase pengisian umbi (sekitar 36 hst), karena sebagian besar proporsi pembagian biomassa diakumulasikan ke umbi. Memasuki fase matang fisiologis (sekitar70 hst), tidak terjadi peningkatan ILD bahkan mengalami penurunan. Pada fase ini seluruhnya dari proporsi biomassa akan dialokasikan ke umbi, sehingga terjadi penurunan ILD. 4.7.2. Biomassa Laju pertumbuhan organ daun, batang dan akar mengikuti pola perkembangan ILD. Laju pertumbuhan organ daun, batang dan akar pada awalnya mulai dengan lambat selama fase kecambah (after emergence). Hal ini disebabkan karena penyerapan radiasi yang belum cukup berarti selama tahap awal pertumbuhan karena luas daun (ILD) yang masih relatif rendah. Dengan peningkatan ILD (luas daun), meningkat pula penyerapan cahaya oleh tanaman sehingga meningkatkan laju fotosintesis tanaman, dan pada akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan organ daun, batang, akar dan umbi. Laju pertumbuhan organ daun, batang dan akar cenderung tidak mengalami peningkatan setelah fase matang fisiologis, bahkan mengalami penurunan. Selama fase ini, keseluruhan hasil asimilat diakumulasikan ke organ umbi.
Gambar 6. Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Umbi dan Biomassa Total Tanaman.
4.8. Pengujian Model Pengujian keluaran model dilakukan dengan uji-t berpasangan (Tabel 1), metode grafis serta perbandingan terhadap garis 1:1 (Gambar 7). Pengujian dengan cara grafis ini dilakukan untuk melihat kepekaan model dalam menjelaskan mekanisme sistem. Variabel yang diuji adalah indeks luas daun, biomassa daun, batang, akar dan umbi. Tabel 1. Hasil uji-t berpasangan simulasi dan observasi. Peubah Satuan Ttab Thit Ket (P>0.05)
ILD WD WB
Ton/ha Ton/ha
0.55 1.24 1.64
2.01 2.01 2.01
tn tn tn
WA
Ton/ha
1.34
2.01
tn
WU
Ton/ha
2.11
2.01
n
Ket: tn = tidak beda nyata; n = berbeda nyata
4.8.1. Indeks Luas Daun (ILD) Pengujian Indeks luas daun dilakukan terhadap tanaman kentang dengan perlakuan aplikasi fungisida dari awal tanam hingga 14 hari sebelum panen dengan interval setiap minggu. Hasil uji-t berpasangan antara ILD simulasi dengan ILD observasi tidak berbeda nyata. Lebih lanjut, hubungan antara keduanya sangat dekat jika dibandingkan terhadap garis 1:1 (Gambar 7).
11
2.5
2
2 ILD Simulasi
ILD
2.5
1.5 1 0.5
1.5 1 0.5
0 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97
0
HST Series1
0
1
1.5
2
2.5
ILD Observasi
Series2
Gambar a. Hasil Uji Grafik ILD
Gambar b. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 ILD
1.40
1.20
1.20
1.00
1.00
WD Simulasi
Biomassa daun (Ton/Ha)
0.5
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 -0.20 1
0.80 0.60 0.40 0.20
8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92
0.00 0.00
HST
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
WD Observasi
WD Simulasi
WD Observasi
0.70 0.60
0.70
0.50
0.50
0.60
0.40 0.30
0.40 0.30
0.20 0.10
0.20
0.00
0.10 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 HST WB Simulasi
0.00 0.00
0.20
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 HST WA Observasi
Gambar g. Hasil Uji Grafik Biomassa Akar
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
WB Observasi
Gambar f. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa Batang
WA Simulasi
0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00
WA Simulasi
0.10
WB Observasi
Gambar e. Hasil Uji Grafik Biomassa Batang
Biomassa akar (Ton/Ha)
Gambar d. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa Daun
WB Simulasi
Biomassa batang (Ton/Ha)
Gambar c. Hasil Uji Grafik Biomassa Daun
0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
WA Observasi
Gambar h. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa Akar
12
10.00 8.00
WU Simulasi
Biomassa Umbi (Ton/Ha)
12.00
6.00 4.00 2.00 0.00 -2.00 1
9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97 HST WU Simulasi
WU Observasi
Gambar i. Hasil Uji Grafik Biomassa Umbi
10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
WU Observasi
Gambar j. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa Umbi
Gambar 7. Pengujian Grafik dan Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Hasil Simulasi dan Hasil Observasi. (Garis Vertikal Menunjukkan Dua Kali Standar Deviasi)
4.8.2. Biomassa Daun, Batang dan Akar Uji-t berpasangan antara Biomassa daun, batang dan akar hasil simulasi dengan hasil observasi tidak berbeda nyata. Lebih lanjut, hubungan antara keduanya juga sangat dekat jika dibandingkan terhadap garis 1:1 (Gambar 7), yang menunjukkan bahwa model mendekati hasil pengamatan lapang.
tombol Continue untuk melanjutkan ke Form Simulasi (Gambar 9). Setelah masuk ke Form simulasi, klik tombol RUN untuk menjalankan model. Klik OK untuk melihat hasil model dan model selesai dijalankan.
4.8.3. Biomassa umbi Uji-t berpasangan antara biomassa umbi hasil simulasi dengan hasil observasi berbeda nyata. Hasil uji grafik dan perbandingan terhadap garis 1:1 menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya masih jauh (Gambar 7). Dalam kasus ini, hal yang paling penting diperhatikan adalah dalam hal proporsi pembagian asimilat ke masing-masing organ tanaman. Persamaan untuk proporsi pembagian asimilat dalam model ini merupakan fungsi dari laju perkembangan tanaman (sp) yang diturunkan dari data pengamatan lapang. Data pengamatan lapang yang tersedia sangat terbatas (enam sampel data) dan interval waktu pengukuran yang panjang (15 hari). Hal ini akan memberikan hasil yang kurang tepat untuk analisis pertumbuhan tanaman. Pendekatan pengukuran yang menggunakan interval yang lebih sering (2-3 hari) akan menghasilkan persamaan yang lebih baik dan telah disarankan sebagai pemanfaatan bahan dan waktu penelitian yang lebih baik (Grime dan Hunt, 1975).
5.1. Kesimpulan Secara umum model telah mampu mensimulasi pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang. Model simulasi tanaman mensimulasi proses pertumbuhan tanaman sesuai dengan tujuan model, yaitu menjelaskan mekanisme proses yang terjadi. Namun demikian, model yang dibangun tidak mampu menduga biomassa umbi dengan tepat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.2. Saran Pengamatan lapang dengan interval waktu yang lebih sering (2-3 hari) dan ketelitian dalam pengamatan sangat disarankan sebagai bahan dan waktu penelitian untuk mendapatkan persamaan proporsi pembagian hasil asimilat ke berbagai organ tanaman.
4.9. Tampilan Model Saat model dijalankan, maka akan muncul Form input model (Gambar 8). Klik tombol Input untuk memilih data iklim yang akan disimulasi. Kemudian klik tombol Output untuk menyimpan hasil Running model. Klik
13
DAFTAR PUSTAKA
Jim B, Alyson P, Eric, Al S, Joseph T, Christi V. 2005. Potato (Solanum tuberosum [Anonim]. 2001 Response of Potato (Solanum Case History Group 1. Crop Physiology: tuberosum) and selected Weeds to PBIO*3310. sulfentrazone. Kingsley R. Stern, Shelley Janky, James E. [Anonim]. 2000. Herbicide base weed Bidlack. 2003. Introductory Plant management im potato and wheat smoth Biology. McGraw-Hill Higher Education, piqwed biology. United States. [Anonim]. 2000. Light Use Efficiency (LUE) Ottoline Leyser, Stephen Day. 2003. and extinction coefficient (Ks) for a Mechanism in Plant Development. canopy. Blackwell Publishing, United States. Allen. 1998. Crop EvapotransfirationGuidelines for Computing Crop Water Rudi Sulistiono. 2005. Model Simulasi Requirement-FAO Irrigation and Perkembangan Penyakit Tanaman Drainage Paper 56. Berbasis Agroklimatologi Untuk Prediksi Penyakit Hawar Daun Kentang. Laporan A.H.Fitter, R.K.M.Hay. 1994. Fisiologi akhir program Pascasarjana. Departemen Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada Meteorologi dan Geofisika FMIPA IPB. University Press, Yogyakarta. Russel E. W. (1996). Soil Conditions and Plant Budi Samadi. 1997. Usaha Tani Kentang. Growth. Longman, London. Kanisius, Yogyakarta. Setiadi, Surya F.N. 1993. Kentang Varietas dan Ernst-Detlet Schulze, Martyn M. Caldwell. Pembudidayaan. Penebar Sw adaya. 1994. Ecophysiology of Photosynthesis. Jakarta. Springer, Germany. Soerianegara I. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Franklin P. Gardner, R. Brent Pearce Roger Alam II. Sekolah Pasca Sarjana IPB. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Jurusan PSL. Budidaya. Universitas Indonesia, Jakarta. Tony Hartus. 2001. Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus. Penebar Swadaya. Jakarta. Gates D. M. (1976). Energy Exchange and Transpiration. Ecological Journal. 19: Van delden, A. Pecios, A. J. Haverkort. 2000. 137-147. Temperature Response of Early Foliar Expansion of Potato and Wheat. Annals Grime J. P, R. Hunt . 1975. Quantitative Trait of Botany 86: 355-369 Locus Analysis of Growth – Related Traits in a New Arabidobsis Watson, D.J. 1947. Ann. Botani. N.s. 11:41-76. Recombinant Inbred Population. Comparative Physiological Studies on the Ecological Journal. 63: 393 - 422 Growth of Field Crops. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer Untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. H. Lambers, F. Stuart Chapin III, Thijs L. Pons. 1998. Plant Physiol ogical Ecology. Springer, New York. Inge J, Stefan F, Kris N, Bart M, Poll C. 2000. Methods for Leaf Area Index Determination. Part I: Theories, Techniques and Instruments.
14
Lampiran 1. Kondisi Cuaca di Areal Pertanaman, Desa Goalpara, Sukabumi Sejak Tanam (15 April 2005) 0.25 0.2
ETp
0.15 0.1 0.05 0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 hst
Gambar a. Fluktuasi Curah Hujan Harian.
Gambar b. Fluktuasi Evapotranspirasi Harian
Gambar c. Fluktuasi Kadar Air Tanah Harian
Gambar d. Fluktuasi Evaporasi dan Transpirasi Harian
Gambar e. Fluktuasi Radiasi Surya Harian
Gambar f. Fluktuasi Suhu Harian
Gambar g. Fluktuasi Kelembaban Relatif Harian
15
16
17