MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
OLEH: KOMPOL Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum PENGANTAR PROF. Dr. MULADI, S.H. (MANTAN GUBERNUR LEMHANAS DAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA) BADAN PENERBIT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG EDITOR WAHID HASYIM UNIVERSTY PRESS
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik) Hak Cipta @ Dr. Suparmin, S.H., M.Hum Komisaris Polisi Pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Indonesia Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT) Komisaris Polisi Dr. Suparmin, S.H., M.Hum Model Polisi Pendamai dari perspektif Alternative Dispute Resolution (ADR) Prof. Dr. Muladi, S.H. Pengantar Cetakan I Semarang : 456 + xli halaman; 14,5 cm x 20,5 cm ISBN : 978-979-097-145-5 Diterbitkan oleh Badan Penerbit Diponegoro Bekerja sama dengan Wahid Hasyim University Press Hak cipta dilindungi undang-undang Cetakan Pertama 2011
Dilarang memperbanyak, mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, dengan cara apapun, Tanpa ijin tertulis dari pengarang dan penerbit
MOTTO “usia tidak membatasi manusia dalam mencari ilmu dan kebenaran untuk menegakkan keadilan dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta untuk kesejahteraan manusia”. (Suparmin) MENURUT YACOBUS BUSONO: “Better Late Than Never.” Kendati terlambat masih lebih baik daripada tidak sama sekali KATA MUTIARA “kemajuan teknologi milenium III” dunia semakin kecil, waktu semakin singkat, jarak semakin dekat, informasi tidak mengenal perbatasan, di belakang makin jauh, ke depan tidak ada hentinya hanya dengan menekan tombol saja informasi akan melewati perbatasan” (Suparmin) ANJURAN Ajak mereka untuk belajar Hadits Nabi : Yasysyiru walaa tua’syiru,Wa basysyiru walaa tunaffiru “Permudahlah jangan mempersulit, dan gembirakanlah jangan menyusahkan”.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Teriring rasa syukur yang mendalam dan setulus-tulusnya kehadirat Allah SWT Yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-nya, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan buku yang berjudul “Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternative Dispute Resolution”. Sholawat dan salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya. Penulis menyadari, hanya dengan berkah, rahmat, dan Ridho Allah SWT semata yang telah berkenan memberikan kemampuan kepada penulis yang dha’if ini, untuk menyelesaikan penulisan buku ini, yang terilhami dari penulisan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2001, yang berjudul “Lembaga Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Pendukung Antar Partai di Kabupaten Jepara (Studi kasus di Desa Dongos, Kecamatan Kedung) yang merupakan pengalaman 36 tahun penulis sebagai praktisi yang lama bekerja sebagai Anggota Reskrim POLRI (Anggota Reskrim Polsekta Semarang Tengah tahun 1975 s.d tahun 2004 sebagai Kanit Resmob Polda Jateng) dalam menyelesaikan berbagai permasalahan penyimpangan sosial, termasuk konflik politik. Pada saat penulisan Tesis penulis (pasca konflik) sebagai Kapolsek Kedung Polres Jepara, dan bersama-sama Muspika Kecamatan Kedung sekaligus sebagai pendamai tragedi konflik politik di Dongos Kecamatan Kedung yang pada waktu peristiwa/tragedi konflik terjadi pada tanggal 30 April 1999 menelan korban jiwa 4 orang meninggal dunia terdiri dari 3 (tiga) orang kader PKB dan 1 (satu) orang kader PPP, puluhan luka berat, rumah dan belasan mobil dibakar.
Ide penulisan dengan pendekatan kritis dan hermeneutik ini merupakan hal yang baru dan menarik bagi penulis yang selama ini bekerja sebagai praktisi di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sudah terbiasa dengan pola pikir yang doktrinal normatif berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang hanya berpijak pada asas legalitas. Akan tetapi melihat realitas kehidupan penegakan hukum yang seakan terlepas dari aspek-aspek moral spiritual, penulis berkeinginan menulis tentang penyelesaian konflik politik yang walaupun mengandung unsurunsur tindak pidana namun dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mewujudkan “perdamaian”, untuk menuju penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice). Perlu penulis paparkan dalam buku ini, bahwa dalam politik kebijakan hukum pidana (criminal policy) penggunaan hukum oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah sosial adalah merupakan tindakan penegakan hukum. Menurut Prof. Dr. Muladi, apalagi apabila alternative berupa mitigasi dan adaptasi penerapan hukum pidana tersebut dikaitkan dengan konflik politik di lapangan, dimana para pelaku konflik politik di masyarakat bawah di samping sebagai pelaku juga sekaligus sebagai korban tindak pidana, karena kesadaran politik yang terbentuk, lebih bernuansa mobilisasi politik emosional yang digerakkan para elit politik dan partisipasi politik yang rasional. Pendekatan hermeneutik dalam studi hukum sangat penting karena digambarkan sebagai perkembangan dan studi teori tentang interprestasi dan sistem pemahamam tentang teks perundang-undangan ‘beyond written document’ atas dasar pengalaman (hermeneutik berasal dari kata ‘hermes’ yaitu dewa Yunani yang menjalankan tugas sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan dan menginterprestasikan sebagai penerima, baik berita baik maupun berita buruk).
vi
Pendekatan kritis di dalam studi hukum (critical approaches within studies) sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Baer, menggambarkan betapa tidak adilnya pendekatan simetrik terhadap hukum sebagai sesuatu yang ‘neutral obyective and just’, tetapi di lain pihak dilandasi oleh pemikiran yang murni dogmatik atau doktrin yang di pandu oleh putusan pengadilan, traktat, pelbagai perundang-undangan dan apa yang dinamakan “herrschende-meinung’ (mainstream dominant opinion), yang sama sekali mengesampingkan prakonsepsi sosial budaya yang membentuk wacana hukum. Dengan pendekatan kritis terjadi pergeseran dari pendekatan ‘interdisciplinary’ – menjadi ke arah ‘transdisciplinary’, sehingga perspektif dogmatik diperluas, hukum dilihat sebagai fenomena sosial dan mesin keadilan yang sesungguhnya atas dasar ‘knowledge and insight’, namun tanpa harus merusak atau menolak hukum sebagai mekanisme kekuasaan dan ketertiban. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih penulis kepada Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia dan civitas akademisi untuk digunakan sebagai referensi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan (problem solving) dan untuk pengembangan ilmu hukum, terutama dalam penyelesaian perkara penyimpangan sosial dan konflik politik untuk menuju penegakan keadilan masyarakat (Restorative Community Justice) atau penyelesaian perkara pidana dengan cara perdamaian sebagai penyelesaian perkara (crime clearance) oleh kepolisian. Maka apa yang diharapkan nilai-nilai yang ada di belakang kode etik profesi POLRI, doktrin ‘Community-Policing’, dan tugas POLRI modern dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI (sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban, sebagai penegak hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat), tidak merupakan retorika belaka, karena tugas-tugas polisi dapat bersifat repressive yustisial maupun repressive non yustisial, dimana terakhir ini didasarkan atas “asas kewajiban” (‘lichtmatigeid’).
vii
Keinginan ini telah mendorong penulis menggali nilai-nilai keadilan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan umatnya untuk memiliki watak/ karakter kesantunan dan kasih sayang, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, dengan mengkaji teks-teks Al-Qur’an yang penuh dengan lambang dan kandungan nilai-nilai kemuliaan dan pesan-pesan moral yang sejalan dengan Firman Allah yang dinyatakan : “Kamu adalah Ummat yang paling baik, yang ditempatkan di tengah-tengah manusia untuk memimpin kepada kebaikan, mencegah kemungkaran dan percaya penuh kepada Allah” (Al-Qur’an, Surat ke-3 Ali Imran ayat 110);dengan prinsip‘musyawarah’ adalah salah satu prinsip ajaran Islam untuk mencapai kemaslahatan bersama “Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka, dan ‘bermusyawarahlah’ dalam sesuatu urusan” (Al-Qur’an, Surat ke-3 Ali Imran ayat 159). selanjutnya, Al Qur’an ; Surat ke 49 : Al Hujuraat Ayat 9-10 :
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berbunuhan, maka ‘damaikanlah’ antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Al Hujuraat Ayat 9).
viii
“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu adalah bersaudara karena itu “damaikanlah” antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Al Hujuraat Ayat 10). Bahwa Menurut PausYohanes Paulus II, yang diusahakan terciptanya koeksistensi damai yang masa kecilnya bernama“KarolWojtyla” selama 26 tahun berkeliling dunia untuk mengajak umatnya untuk melakukan “perdamaian”, juga berkunjung ke Masjid Ummayad di Damascus, menggandeng pemimpin Palestina (waktu itu Yaser Arafat); tanpa henti “memperjuangkan perdamaian”, baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan dunia yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan pentingnya keluarga yang sejuk yang penuh damai. Dalam buku “Rise, Let Us Be On Our Way”, Paus Yohanes Paulus II menulis “ Gembala itu bagi dombadomba, dan bukannya domba-domba bagi gembala.” Kemudian Paus menulis gembala yang baik mengetahui domba-domba dan mereka mengenalnya Paus mengingatkan, martabat umat manusia adalah nilai transenden yang diyakini orang-orang yang mencari kebenaran. Oleh karena itu umat katolik tidak boleh membeda-bedakan orang, memilahmilah orang yang seiman dan bukan seiman.“Sebab, menurut ajaran iman adalah setiap orang diciptakan setara dengan citra Allah,” kata Paus. Hubungan dengan manajemen konflik kekristenan berdasarkan “kasih” dimana dengan artian bahwa Allah sendiri adalah kasih. Karena kasih bisa mengalahkan segalanya dan tidak ada hukum yang menentang tentang mengasihi. Dalam Surat Matius ke 18: ayat 15-17; Ayat (15): Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia dibawah empat mata. Jika ia mendengar nasihatmu engkau telah mendapatkan kembali. Ayat (16): Dan jika ia tidak mau mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua
ix
orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan dan jangan menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi, dan janganlah kamu menghukum, kamupun tidak akan dihukum, maka ampunilah, kamu juga akan diampuni; dinyatakan Surat Lukas ke 6 ayat (37). Bahwa restorative justice untuk menuju kepolisian modern, dalam sistem peradilan pidana seyogyanya dibarengi penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice), berperspektif Instrumen Internasional yang mendukung terhadap perlindungan hak asasi manusia dan tegaknya supremasi hukum, yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari organisasi Perserikatan BangsaBangsa. Kehidupandan tatanan hukum di Indonesia dalam menelusuri suatu Ratifikasi terhadap Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman, Degrading, Treatment, and Punishment yang disetujui Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1984 dimana Indonesia pun sebagai penandatangannya pada tanggal 23 Oktober1985. Sedangkan Pasal 33 Lampiran 1 Bab VI Piagam Perserikatan BangsaBangsa disebutkan: 1. Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan cara perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau persetujuan setempat atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri. 2. Dewan Keamanan, bila dianggap perlu, akan meminta kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaian pertikaiannya dengan cara-cara demikian. Kedua-duanya harus dipahami atau
setidak-tidaknya dimengerti apabila kita tidak ingin tertinggal dari peradaban masyarakat yang makin maju pada khususnya dan dunia internasional pada umumnya. Penulis menyadari keterbatasan yang ada pada diri penulis, baik dari aspek ilmu agama, aspek hukum internasional, ilmu filsafat, dan ilmu-ilmu kemasyarakatan yang telah berkembang demikian pesat. Keberanian penulis pada awal mengikuti perkuliahan pada program doktor ilmu hukum di Undip Semarang ini menjadi bukti bahwa penulis selalu ingin mengetahui setiap perkembangan hukum atau kepesatan kemajuan ilmu pengetahuan, walaupun sebenarnya kesibukan penulis dalam birokrasi yang bekerja dibidang pelayanan, perlindungan dan pengayoman terhadap masyarakat, serta penegakan hukum dengan waktu yang sangat terbatas. Terwujudnya tulisan ini merupakan bukti kemurahan Allah SWT, serta keikutsertaan banyak pihak yang telah memberikan kesempatan, dorongan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu, sudah seharusnya penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya Pemerintah Republik Indonesia, khususnya lagi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Kapolda Jawa Tengah yang telah memberikan dukungan dan bimbingan juga kesempatan untuk menyelesaikan penulisan buku ini. 2. Yang terhormat Prof. Dr. H. Muladi, SH., Promotor dan Pakar Hukum Pidana sebagai Guru Besar penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dari awal penulisan hingga selesai tanpa mengenal waktu. Jasa beliau tidak dapat penulis lupakan sampai kapanpun dan arahan beliau selalu menjadi landasan dalam pengembangan bagi ilmu penulis dibidang ilmu hukum, khususnya hukum pidana, meskipun tidak semua arahan
xi
beliau mampu kami serap dikarenakan keterbatasan yang ada pada penulis. 3. Yang terhormat Prof. Dr. Moempoeni Moelatingsih Martojo, SH., (Almarhumah) Co-Promotor dan sebagai Guru Besar yang telah banyak memberikan bimbingan, dan segala kasih sayang yang beliau berikan kepada penulis sejak mengikuti S2 hingga kini, serta dorongan, arahan serta banyak mengarahkan penulis tanpa mengenal waktu. Meskipun tidak semua arahan beliau mampu kami serap dikarenakan keterbatasan yang ada pada penulis. 4.
Yang terhormat Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH., sebagai Guru Besar dan Pakar Hukum Pidana yang telah membimbing penulis yang menjadi dasar arahan dari awal penulisan hingga selesai tanpa mengenal waktu. Walaupun tidak semua arahan beliau mampu kami serap dikarenakan keterbatasan yang ada pada penulis.
5.
Yang terhormat Prof. Dr. I.S. Susanto, SH., (Almarhum) berkat beliaulah penulis ada keberanian dan dapat melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang. Bimbingan dan kasih sayang beliau kepada penulis sejak mengikuti Program S2 Ilmu Hukum hingga pada program S3 senantiasa menimbulkan keharuan dan kekaguman yang mendalam. Semoga kebaikan beliau mendapat keridhoan dan pahala yang mulia dari Allah SWT.
6.
Yang terhormat Prof.Dr.Satjipto Rahardjo,SH.,(Almarhum) Guru Besar, sang Begawan Hukum melalui kedalaman ilmu, kearifan dan keteladanan beliau, penulis dapat memahami keindahan dalam mempelajari ilmu hukum dari berbagai sisi sebagai sarana untuk membebaskan dan mencerahkan kebahagiaan sesama.
xii
7.
Yang terhormat Irjen. Pol. Drs. Didiek Sutomo Tri Widodo, SH., MM. Kapolda Jawa Tengah yang memberikan kesempatan untuk menulis.
8.
Yang terhormat Brigjen. Pol. Drs. Sabar Rahardjo Wakapolda Jawa Tengah yang memberikan kesempatan untuk menulis.
9.
Yang terhormat Kombes. Pol. Drs. Elan Subilan, SH., MM Kapolrestabes Semarang yang memberikan kesempatan untuk menulis.
10.
Yang Terhormat Prof. Dr. Mahfud MD, SH., SU selaku dosen penguji Eksternal, yang walaupun sangat sibuk namun masih berkenan menyempatkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
11.
Yang terhormat Prof. Dr. Arief Hidayat, SH., MS., Guru Besar Fakultas Hukum Undip Semarang, yang walaupun sangat banyak kesibukan namun masih berkenan memberikan waktu dan arahan pada penulis.
12.
Yang terhormat Prof. Dr. Mahmutarom, HR., SH., MH., yang memberikan dorongan dan dukungan hingga selesainya penulisan ini.
13.
Yang terhormat senior : Prof. Dr. Sudjito, SH., MH (Dir Program Pascasarjana UGM Yogyakarta), Dr. Sudharmawatiningsih, SH., M.Hum (KPN Pontianak), Prof. Dr. Suteki, SH., MH (Undip Semarang), Prof. Kamri, SH., MH (Unhas Makassar), Prof. Dr. Ketut Mertha, SH., M.Hum (Univ. Udayana Bali), Dr. M. Yani Firdaus, SH., MH (Kasubdit Inteldakim Devisi Keimigrasian), Prof. Dr. Budi Santoso, SH., MSi (Undip Semarang), Prof. Dr. R. Benny Riyanto, SH., MH (Undip Semarang)., Prof. Dr. Garuda Wiko, SH (Univ. Tanjung Pura Pontianak), Dr. Hermansyah, SH., M.Hum (Univ. Tanjung Pura Pontianak), FX. Adji Samekto, SH.,
xiii
M.Hum (Undip Semarang), Dr. Nanik Tri Hastuti, SH., M.H Undip Semarang), Dr. Muhammad Arief Setiawan, SH (UII Yogyakarta), DR. Hendarman Supandji, SH (Ketua Alumni Undip Semarang/ mantan Kajagung RI), Prof. Dr. Absori, SH., MH (UMS Surakarta), Dr. Lies Febriani, SH (Dosen FH Univ Bung Hatta Padang), Dr. Sulistyanta, SH (Undana Kupang), Prof. Dr. Florentino Totok Sumatyanto (Dosen Universitas Negeri Semarang) dan kawankawan yang tidak dapat saya sebut satu-persatu atas dukungan dan bantuannya melancarkan proses selesaianya penulisan buku ini. 14.
Yang kami hormati Bapakku Mintoredjo (almarhum) dan Ibuku Ny. Karsiyem (Almarhumah), yang telah melahirkan dan membesarkan kami serta dengan tekun membimbing dan menasihati penulis untuk tetap bekerja sebaik-baiknya, berusaha untuk dapat belajar dan menuntut ilmu setinggi-tingginya dan mampu untuk menyelesaikan masalah.
15.
Yang aku cintai Isteriku tercinta Ny. Suharmi, anak-anakku yang kusayangi: pertama Yuni Purwaningsih, kedua Dyna Setyowati, AMd. SH. ketiga Lyna Tri Astuti, SH., MKn dan keempat Emy Widya Kusumaningrum SP, serta menantu Komisaris Polisi Moch. Mudori, SIK, cucu Ardevi yang memberikan dorongan dan semangat.
16.
Yang kami hormati Alm. Kol. Pol. Drs. Sanimbar (p) (orang tua angkat), Mertuaku Bapak Somo Semito (Almarhum), Ibu Siyem (Mertua), Kakakku Supardi, Iparku Supardi, Kakakku Suparno, Iparku Suparno, Kakak Iparku Kolonel (Purnawirawan TNI AU) Sidi, Kakak Suparti (Almarhumah), Sutarti (Kakak), Sukini (Almarhumah) Adik, Siti, Sunarto Adik-Adik yang memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menuntut ilmu sedalam-dalamnya.
xiv
17.
Yang kami hormati Bapak Hartoko Sudjarwadi dan keluarga (PT. Satya Ragam Jakarta) yang telah membantu materiil dan moril penulis dan mendukung untuk menuntut ilmu pada Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang. 18. Yang kami hormati Bapak Tangguh Purbowidiyanto Ketua Umum Kheisinkan Jawa Tengah dan keluarga Toko Rajawali (Toko Mainan Anak-anak dan Kembang Api) Kp. Sedogan nomor 55A Jl. Pedamaran Semarang, yang telah membantu penulis baik materiil maupun moril penulis dalam menuntut ilmu pada Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu, namun jasa baiknya menjadi faktor penentu dalam keberhasilan penulisan buku ini maupun dalam penyelesaian studi. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Andaikan tidak dibatasi dengan waktu, biaya dan kesempatan ingin rasanya mengkaji kembali dan terus memperbaiki tulisan ini agar dapat dikatakan mendekati layak sebagai buku. Meskipun demikian, dari segala hal yang jauh dari kesempurnaan itu, penulis hanya mengharap agar jerih payah ini tidak berbuah sia yang tiada arti, karena masih ada yang dapat diambil manfaat bagi kepentingan sesama. Oleh karena itu, semua kritik dan saran bagi penyempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan. Semoga Allah SWT selalu mengampuni segala dosa kesalahan kita, memayungi setiap detak langkah kita agar senantiasa ada di jalan yang lurus dan benar, dan setiap amal baik kita. Amiin ya Rabbal ’Alamiin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 10 Oktober 2011 Penulis, Dr. Suparmin, s.h., m.hum. Komisaris Polisi
xv
KATA sambutan Promotor
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pertama-tama atas nama pribadi dan Tim Promotor, saya mengucapkan selamat kepada Kompol Dr. Suparmin, SH., M.Hum beserta keluarga, atas keberhasilannya dalam menempuh Program S3 di Fakultas Hukum UNDIP dengan predikat “Sangat Memuaskan”, yang sebagai kelanjutan studi S2 yang telah diselesaikan sebelumnya. Buku yang berjudul Model Polisi Pendamai dari Perspektif Alternative Dispute Resolutions (ADR) ini merupakan olahan kembali dari Disertasi untuk mencapai gelar doktor dalam ilmu hukum, yang telah dipertahankan dihadapan Sidang Senat Terbuka Luar Biasa, Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 12 Juli 2008 dengan promotor Prof. Dr. Muladi, S.H. dan co promotor Prof. Dr. Moempoeni Moelatingsih, S.H. Judul “Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik Studi Socio-Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Antarpendukung Partai Politik di Provinsi Jawa Tengah), hal ini membuktikan bahwa Penulis sebagai aparat negara penegak hukum, yang sekaligus sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan yang sudah terbiasa dengan pola pikir yang doktrinal normatif berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang hanya berpijak pada asas legalitas, melihat bahwa realitas kehidupan penegakan hukum tidak mungkin terlepas dari aspek-aspek moral spiritual, kearifan lokal, instrumen internasional untuk menuju “perpolisian modern”. Untuk itu Sdr. Kompol Dr. Suparmin, SH dalam tulisannya berusaha untuk mendayagunakan pola pendekatan penegakan hukum yang berbasis pada keadilan dan kemanfaatan masyarakat yang bersifat restorative (restorative community justice).
xvi
Penulis mengedepankan model penyelesaian konflik politik yang walaupun mengandung unsur-unsur tindak pidana tetapi ternyata dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mewujudkan “perdamaian” (yang nilainya sama dengan putusan hakim), sehingga rasa keadilan dan kemanfaatan dapat benar-benar dirasakan oleh pencari keadilan. Saya sebagai promotor terus terang merasa ‘surprised’ atas keberhasilan Penulis, bukan karena sebagai polisi Penulis merintis kepangkatannya dari jabatan paling rendah, pendidikannyapun hanya setingkat SLTP, dan pada saat ini yang bersangkutan sudah berpangkat perwira menengah dan bergelar Doktor, gelar akademik tertinggi di bidang ilmu hukum. “Ing atase Kompol Suparmin dari krucuk memet, kok bisa dadi Doktor”, tetapi sebagai anggota POLRI yang banyak bertugas di lingkungan praktek, Penulis telah merasa resah (restlessness feeling) terhadap peran POLRI dalam penyelesaian konflik politik, yang pasti akan dirasakan penuh ketidakadilan apabila hanya menerapkan pendekatan yuridis normatif atau juridis dogmatik hukum pidana semata-mata, sehingga perlu reorientasi. Setiap insan yang bergelut dengan hukum pidana termasuk Penulis sebagai anggota POLRI, akan sangat merasakan bahwa penerapan hukum pidana melalui sistem peradilan pidana pada dasarnya -lebih dari bidang hukum lain- merupakan “rechtguterschutz durch rechtguterverletzung” (self victimizing) (melindungi kepentingan hukum dengan melanggar kepentingan hukum itu sendiri), mulai dari pidana denda, pidana kurungan, pidana penjara sampai dengan pidana mati, serta sanksisanksi yang lain. Sistem peradilan pidana memang berhasil memidana pelaku, tetapi sering gagal dalam menyelesaikan konflik yang terjadi yang bersumber dari akar permasalahan (root causes). Dalam perkembangannya para sarjana hukum pidana sangat menyadari hal ini dan berusaha untuk melunakkan (mitigasi) atas citra negatif hukum pidana, antara lain dengan :
xvii
1. Pengembangan sanksi alternatif dari pidana kemerdekaan, khususnya pidana kemerdekaan jangka pendek; 2. Penghapusan pidana mati di pelbagai negara di dunia; 3. Pengembangan ’restorative justice’, yang menekankan pada mediasi, pertemuan (conferencing) antara korban, pelaku dan individu atau anggota masyarakat yang merasakan akibat suatu tindak pidana oleh pihak ketiga secara adil dan tidak memihak; 4. Operasionalisasi asas subsidiaritas atau asas ‘ultimum remedium’ dalam hukum pidana; 5. ‘Afdoening buiten process” untuk tindak pidana pelanggaran; 6. Penentuan syarat-syarat kriminalisasi dan pedoman pemidanaan yang rasional; 7. dan sebagainya. Apalagi apabila alternatif berupa mitigasi dan adaptasi penerapan hukum pidana tersebut, dikaitkan dengan konflik politik di lapangan, dimana para pelaku konflik politik di masyarakat bawah, disamping pelaku, sekaligus merupakan korban tindak pidana, arena kesadaran politik yang terbentuk, lebih bernuansa mobilisasi politik emosional yang digerakkan para elit politik daripada partisipasi politik yang rasional. Saya juga sangat ‘surprised’ Penulis sebagai anggota POLRI sudah berbicara tentang pendekatan (approach) kritis dan hermeneutic dalam hukum pidana untuk melengkapi pendekatan juridis doktriner atau juridis normatif. Pendekatan hermeneutic dalam studi hukum sangat penting karena digambarkan sebagai perkembangan dan studi teori tentang interpretasi dan sistem pemahaman tentang teks perundang-undangan ‘beyond written documents’ atas dasar pengalaman (hermeneutic berasal dari kata ‘hermes’ yaitu dewa Yunani yang menjalankan tugas sebagai utusan
xviii
Tuhan untuk menyampaikan dan menginterpretasikan kabar kepada umat manusia sebagai penerima, baik berita baik maupun buruk). Pendekatan kritis di dalam studi hukum (critical approaches within legal studies) sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Baer, menggambarkan betapa tidak adilnya pendekatan simetrik terhadap hukum yang di satu pihak melihat hukum sebagai sesuatu yang ‘neutral, objective and just’, tetapi di lain pihak dilandasi oleh pemikiran yang murni dogmatik atau doktrin yang dipandu oleh putusan pengadilan, traktat, pelbagai perundang-undangan dan apa yang dinamakan ‘herrschende – meinung’ (mainstream dominant opinion), yang sama sekali mengesampingkan prakonsepsi sosial budaya yang membentuk wacana hukum. Dengan pendekatan kritis terjadi pergeseran dari pendekatan ‘interdisciplinary’ – menjadi ke arah ‘transdisciplinary’, sehingga perspektif dogmatik diperluas. Hukum dilihat sebagai fenomena sosial dan mesin keadilan yang sesungguhnya atas dasar ‘knowledge and insight’, namun tanpa harus merusak atau menolak hukum sebagai mekanisme kekuasaan dan ketertiban. Apabila hal ini terus Penulis lakukan dan syukur-syukur menjadi vaksin positif yang dapat Saudara sebar luaskan di lingkungan kepolisian, maka apa yang diharapkan Kapolri tentang ketaatan anggota POLRI terhadap nilai-nilai yang ada di belakang kode etik profesi POLRI, doktrin ‘community policing’ dan tugas POLRI dalam UU No. 2/2002 (sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban, sebagai penegak hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat ) tidak akan merupakan retorika belaka.
xix
Sekian, sekali lagi saya ucapkan selamat dan Penulis harus yakin bahwa prestasi ini pasti akan ada manfaatnya baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan tugas-tugas Penulis sebagai alat negara penegak hukum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, Juni 2011 Promotor,
Prof. Dr. Muladi, SH
xx
kata sambutan mantan kadiv hukum polri
Bismillahirrahmaanirrohiim. Assalamu’alaikum Wr.Wb. Ada rasa bangga, pada saat penulis yang sudah saya kenal sebagai polisi yang merintis kepangkatannya dari jabatan paling rendah, pendidikannya (sewaktu menjadi anggota saya di Polsekta Semarang Tengah tahun 1982) pun hanya setingkat SLTP, pada saat ini, sudah berpangkat perwira menengah dan bergelar Doktor, gelar akademik tertinggi di bidang ilmu hukum. Pada saat penulis minta pada saya untuk memberikan kata sambutan pada buku ini, maka dengan senang hati saya memenuhinya. Buku yang berjudul “Model Polisi Pendamai dari Perspektif Alternative Dispute Resolutions (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)” yang merupakan olahan dari disertasi penulis yang berjudul “Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik Studi Sosio-Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Antarpendukung Partai Politik di Provinsi Jawa Tengah) ini membuktikan polisi sebagai aparat negara sekaligus sebagai pengayom masyarakat telah menjalankan perannya dengan bijaksana, karena dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum polisi ditantang untuk bertindak lebih adil dan bermanfaat bagi masyarakat. ADR terkait instrumen internasional dengan dokumen penunjang Konggres PBB ke9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (dokumen A/ CONF.169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution/ADR (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan
xxi
kompensasi) dalam sistem peradilan pidana. Khususnya mengenai ADR, dan juga berdasarkan peraturan perundang-undangan, norma agama, dan kearifan lokal untuk menjamin kepastian hukum dalam sistem peradilan pidana. Terkait Pasal 7 dan Pasal 8 PERKAP nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana setiap anggota POLRI wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung atau tidak langsung tentang hubungan anggota POLRI dengan HAM dan termasuk hak sosial ekonomi dan hak sosial budaya”. “Setiap anggota POLRI wajib memahami, menghargai, dan menghormati HAM yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia, instrumeninstrumen internasional, baik yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia”. Meskipun ada juga yang tidak dapat memahami peran polisi yang demikian. Hal itu disebabkan karena bagaimanapun jika kita bicara soal hukum dan HAM dalam segala aspeknya, pasti tidak lepas dari “kubu”. Kalau dikaji siapa yang paling benar, tentu tidak lepas dari hati nurani, karena hukum tidak lepas dari hati nurani seseorang. Dalam memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanatkan Pasal 30 Ayat 4 UUDNRI Tahun 1945 dan Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang POLRI, agar program strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan. Perbanyak pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Hukum juga terkait dengan bahasa dan norma. Dengan bahasa, hukum ditulis dan diumumkan dalam Berita Negara dan menjadi berlaku. Apakah dengan begitu semua selesai? Ternyata dengan dirumuskan dalam bahasa bisa menjadi persoalan karena menyangkut pemahaman, pemaknaan dan penafsiran. Da1am hukum perlu keterlibatan manusia yang membaca teks, sehingga tidak benar bahwa hukum itu hanya bahasa
xxii
dan hanya urusan aparat penegak hukum. Jika demikian ada yang lepas, yaitu rasa kemanusiaan, dan rasa kemanusiaan itu harus terlibat dan menekankan keadilan. Adil lebih ke hati nurani, dengan pertimbangan hati nurani seorang penegak hukum yang bernama polisi akan dituntut untuk memutuskan keadilan berdasar hati nurani, karena nurani setiap manusia sumber rasa keadilan bagi dirinya. Hukum itu hanya sekedar susunan kata, yang bisa mengikat karena dukungan penguasa dan bisa menjadi bangkai jika unsur manusianya tidak ada. Oleh karena itu, hukum juga menyangkut tentang etika, tentang pantas dan tidak pantas, patut dan tidak patut, dan bukan sekedar boleh atau tidak boleh. Prof. Sullipan, pakar Kepolisian Amerika Serikat menyatakan; Polisi haruslah memiliki well motivated, well educated, well trained, well equipped dan well paid (motivasi, pendidikan, pengalaman lapangan, sarana dan kesejahteraan). Seorang polisi dalam menangani suatu perkara harus bertanya pada hati nuraninya baru mencari undang-undang atau peraturan lainnya. Polisi harus dapat membedakan mana yang perlu diproses secara hukum, mana yang perlu dilakukan perdamaian melalui lembaga diskresi, mana yang perlu pembinaan dan sebagainya. Polisi harus dapat bertindak sebagai penegak hukum yang profesional dan jujur sekaligus pendidik masyarakat, pelindung masyarakat, pengayom masyarakat, dan pelayan masyarakat. Kadangkala harus mampu bertindak sebagai orang tua atau bahkan seorang “kyai”. Kearifan polisi dalam menangani konflik antar pendukung partai membuktikan peran kepolisian yang demikian kompleks tersebut. Saat ini dengan meminjam istilah Fritjof Capra, dunia kita sekarang tengah berada pada suatu “turning point”, suatu titik balik dalam peradaban. Saat ini juga dirasakan terjadinya pergeseran-pergeseran dalam bidang sains dan teknologi. Kemajuan di bidang sains dan teknologi menuntut regulasi di bidang perundang-undangan, yang pada
xxiii
akhirnya menuntut kemampuan kerja polisi untuk lebih dapat melakukan penyesuaian dengan perubahan-perubahan tersebut.Apa yang dilakukan Dr. Suparmin, SH, M.Hum patut diteladani dan diikuti oleh polisi-polisi lain untuk dapat lebih mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam menghadapi tugas-tugas polisi yang semakin berat ke depan. Akhirnya, kami sebagai mantan Kadiv Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini, semoga segera terbit buku-buku lain dari pemikiran Dr. Suparmin, SH, M.Hum yang dapat diambil manfaat bagi pembangunan hukum dan institusi kepolisian ke depan. Billahit taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jakarta, Juli 2011
Drs. H. HARI SOENANTO, SH., MH INSPEKTUR JENDRAL POLISI (P)
xxiv
Abstract Social-political conflict is an important phenomenon that needs a solution. The political conflict is actually due to the impact of the same interest which results in disputes among society members and causes security disturbance or intrusion. The political conflict is by all accounts human’s greed in order to gain an authority and to make a decision. The greater the conflict is the more difficult in making the decision or consensus. Therefore, the conflict will happen when there is no consensus, and the consensus will be achieved if the conflict can be peacefully resolved. The problems and purposes of the study are formulated as follows; (1) Comprehending and explaining some steps and efforts taken by Police of The Republic of Indonesia (hence referred to POLRI) in overcoming the social-political conflict which happens in society; (2) Comprehending the integrity of POLRI’s role to solve a conflict among political party supporters in accord with the predetermined law mechanism; and (3) Developing POLRI’s strategies to overcome the conflict between political party supporters in line with the democratization demands, justice, and truth. Data source of this study consists of normative texts and documents related to the role of the police as an institution having the right to solve violence conflicts. This study of socio-legal descriptive analysis is designed with the following research methods: (1) confirmation of research tradition; (2) research strategies and location; (3) technique of data collection; and (4) empirical qualitative analysis. The police’s role in solving the conflict among political party supporters in Central Java is directed towards the mechanism of ideal
xxv
law enforcement because the police does not only punish and put on trial but also to make an effort for deliberation to realize a reconciliation on the basis of restorative justice to respect law supremacy and human rights.The law enforcement, social justice, and police discretion carried out by the police on the basic of Pancasila and the 1945 Constitution, in compliance with the international document of United Nations charter, paying attention to Islamic law and respecting the traditional law. Deliberation / mediation of problem solution and the state court to realize reconciliation will result in goodness for the society. It is called ‘muhasabah‘, namely, to count and to ponder over bad and terrible events that already offended and harmed all sides. The all sides must introspect and at once evaluate irritation, and anger which had shredded their memories. Keywords: Reorientation of Indonesian Police role, social political conflict resolution, law enforcement, and peacefulness.
xxvi
GLOSSARY 1. Accountable adalah akuntabilitas yang berorientasi pada sistem yang traceable (dapat ditelusuri jalurnya yang logis) dan auditable (dapat diaudit dan diperbaiki), mulai dari tingkat individu sampai institusi 2. Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah mediasi, konsiliasi, restitusi dan kompensasi dalam sistem peradilan pidana. 3. Discretion adalah ability to choose wisely or to judge for one self, adalah kemampuan untuk memilih secara bijaksana atau mempertimbangkan bagi diri sendiri. 4. Anticipatory-Management adalah pengelolaan atas berbagai prediksi hasil-hasil kajian. 5. Benturan kepentingan adalah benturan dari berbagai kepentingan yang berbeda yang pada umumnya menjadi penyebab terjadinya konflik. 6. Civilion in Uniform, adalah sesuai ratifikasi PBB dan hukum humaniter internasional. Istilah civilion in uniform (CiU) diseluruh dunia hanya khusus bagi kepolisian; sedangkan satpam, hansip, kamra tidak termasuk civilian in uniform ini, bahwa jaksa dan hakim juga tidak termasuk. Sedangkan seragam kepolisian diwajibkan bagi polisi dalam setiap melakukan tugas seharihari, karena seragam (uniform) yang dipakai oleh seorang polisi adalah simbol dari undang-undang yang perintahnya harus dipatuhi oleh setiap warga masyarakat, meskipun polisi itu hanya berpangkat kopral. 7. Cogito ergo sum adalah penggunaan nalar dan pikiran rasional.
xxvii
8. Daad – dader – strafrech adalah model yang mengacu keseimbangan kepentingan yang dilindungi hukum pidana yaitu kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan pelaku tindak pidana dan kepentingan korban kejahatan. 9. Konggres PBB ke-9/1995 adalah Instrumen Internasional yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (yaitu dokumen A/CONF.169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution/ADR (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam sistem peradilan pidana. Khususnya mengenai ADR, dikemukan dalam dokumen. 10. Direct Popular vote adalah pemilihan presiden berdasar pada suara terbanyak dari pemilihan pada tingkat nasional. 11. Electoral Collage adalah suatu cara pemilihan kandidat presiden dengan mekanisme suara terbanyak pada tingkat perwakilan berdasar provinsi atau wilayah yang kemudian dibawa ke tingkat nasional untuk digabungkan. 12. Excellent Oriented (keunggulan orientasi) adalah prestasi (achievement), dedikasi (dedication), kejujuran (honesty), dan kreativitas (creativity), pro aktif, berbasis kinerja; 13. Feedback-Management, adalah umpan balik dari penerapan sistem yang dapat dijadikan dasar perbaikan sistem maupun pembaharuan sistem management. 14. Glosary adalah “alphabetical list of terms: an alphabetical collection of specialist terms and their meanings, usually in the form of an appendix to a book”. 15. Hak Asasi Manusia memiliki hak alamiah untuk hidup sejahtera lahir dan batin.
xxviii
16. Hubungan sosial bisa baik apabila masyarakat mengenal ketertiban. 17. Ideal Type yang diajukan Max Weber adalah membedakan antara wewenang, kharismatik, tradisional dan rasional. Baginya hukum yang rasional dan formal merupakan dasar bagi suatu negara modern. 18. Integrity (integritas); adalah orientasi pada komitmen (commitment) menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral (etic values and morality); 19. Karakter Polisi adalah watak polisi yang dapat diibaratkan sebagai bapak, sebagai teman, sebagai pengabdi, sebagai moralis bahkan sebagai jagoan. 20. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sesuai dengan keinginannya. 21. Komitmen anggota Polri adalah proses penyadaran setiap anggota Polri akan tugas, fungsi, peranan dan wewenang adalah merupakan kunci pokok utama yang harus dilakukan setiap atasan terhadap bawahannya. Proses internalisasi nilai-nilai Tribrata, Catur Prasetya dan Etika Profesi Kepolisian harus berlangsung secara intens, agar mampu memotivasi dan mengendalikan sikap mental dan perilaku setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dalam memelihara keamanan dan menegakkan hukum. 22. Penyelesaian Konflik adalah penyelesaian perselisihan yang pada umumnya dapat diselesaikan dengan penegakan hukum dan mediasi (perdamaian). 23. Konflik Dialektis adalah teori konflik dalam masyarakat yang disebabkan oleh kepincangan disribusi dalam mengungkapkan kepentingan.
xxix
24. Konflik fungsional adalah terjadinya konflik di masyarakat tidak dapat terelakkan, sedangkan dalam proses-proses asosiatif dan disosiatif hanya dibedakan secara analitis. 25. Konflik politik adalah salah satu bukti sejarah yang hakikatnya adalah bukti keserakahan manusia untuk meraih kekuasaan. Di lain pihak konflik juga merupakan manifestasi harga diri sebuah bangsa, sulit disalahkan, pun sama sulitnya untuk dibenarkan. Sejarah konflik sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Pertikaian telah terjadi sejak anak Adam hingga konflik Timur Tengah. 26. Konflik sosial adalah konflik yang terjadi antara individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok di masyarakat yang selalu menyertai kehidupan masyarakat. 27. Manajemen nilai adalah pengaturan yang menyangkut tentang pencapaian sasaran atau grand strategi. 28. Manajemen Operasional Praktis (MOP) adalah manajemen tentang diskresi, manajemen tentang asas-asas hukum dan manajemen tentang institusional cooperation. 29. Emossi Massa adalah luapan perasaan orang-orang yang berkelompok yang pada umumnya cenderung bersifat emosional. Provokasi yang disebar di tengah-tengah massa dapat meningkatkan gejolak emosi mereka. Pertimbangan nalar/ratio dalam kerumunan massa menjadi lenyap. 30. Polisi adalah penegak hukum, yang bisa mencerminkan dirinya sebagai bapak, sebagai teman, sebagai pengabdi, sebagai moralis, sebagai jagoan, bahkan dapat bertindak sebagai penembak jitu. 31. Ontologi adalah ilmu filsafat yang mempelajari realitas yang akan menjadi obyek kajian ilmu pengetahuan.
xxx
32. Operational Management adalah Manajemen operasional Praktis yang berkaitan dengan: Manajemen tentang diskresi; Manajemen tentang miscarriage of Justice; Manajemen tentang ketaatan pada asas-asas hukum (legal-principles compliance) ; Manajemen tentang institusional cooperation dan international cooperation. 33. Orientasi peran Polri adalah penegakan hukum yang menurut pandangan Muladi bahwa model peradilan pidana yang cocok bagi Indonesia adalah model yang mengacu kepada daad–dader–strafrecht yang disebut “model keseimbangan kepentingan”. Model ini adalah model yang paling realistik, karena memperhatikan pelbagai kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana, yaitu kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, dan kepentingan korban kejahatan. 34. Partai politik adalah merupakan organisasi aktivis politik untuk meraih kekuasaan dalam pemerintahan. 35. Partnership Building adalah membangun kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan rasa aman. 36. Pergeseran global adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat perubahan global, misalnya, teknologi informasi kini dapat melompat melewati batas, negara ibarat tanpa batas, dunia semakin sempit, perbatasan tiada tampak, waktu semakin singkat sedangkan jarak semakin dekat. 37. Polisi modern adalah aparat polisi yang dalam menjalankan perannya lebih menekankan pencegahan kejahatan dan ketertiban masyarakat daripada tindakan represif.
xxxi
38. Political Will adalah itikad atau kemauan baik yang dalam hal ini dapat berupa dukungan dari pemerintah maupun parlemen. 39. Politik adalah “praktik atau pekerjaan menjalankan urusan politik” yaitu “melaksanakan atau mencari urusan dalam pemerintahan untuk mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih atau dipilih kembali dalam suatu jabatan resmi. 40. Problem Solving adalah memecahkan masalah, fokus pada memecahkan masalah berorientasi problem solving oriented, mengambil keputusan yang sistematis (sistematic decision making), memperkecil permainan politik (dan politik uang) organisasi. 41. Profesional dan proporsional adalah yang memiliki well motivated, well educated, well trained, well equipped dan well paid (motivasi, pendidikan, pengalaman lapangan dan kesejahteraan yang baik). 42. Qualified adalah kualifikasi yang mempunyai dasar pengetahuan (Knowledge Based) dan pengakuan (sertification and or licence); 43. Reduksi data adalah proses peralihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis tetapi merupakan bagian yang inheren. 44. Reformasi Instrumental, adalah perubahan sistem piranti lunak, penggunaan komputer serta fungsional dalam organisasi Polri sebagai pedoman operasionalisasi fungsi, antara lain pada pembenahan manajemen keuangan dan budget, dengan sistem penganggaran berbasis kinerja, sehingga pelayanan polisi pada masyarakat diharapkan makin efektif.
xxxii
45. Reformasi kultural adalah meletakkan landasan dalam bentuk pembenahan manajemen sumberdaya manusia dengan berorientasi strategi untuk mewujudkan polisi berwibawa dan kinerja yang profesional; memperjelas manajemen SDM yang sehat dengan guidelines mulai dari sistem rekrutmen, sistem pendidikan dan seleksi, sistem penilaian kinerja, sitem jalur karier, sampai pada sistem remunerasi personel berseragam dan tidak berseragam. 46. Reformasi Struktural adalah paradigma baru pada pola organisasi Polri sebagai Postur Kekuatan Polri yang mengandalkan Polsek dan Polres sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat, didukung oleh peran strategi Pelaksana Pusat Operasional serta satuan induk berseragam dan satuan induk tidak berseragam dari Mabes Polri, bagi Polda sebagai Satuan Induk Penuh. 47. Restorative Community Justice adalah penegakan keadilan masyarakat yang harus memenuhi standar-standar profesionalisme tertentu, terutama harus memenuhi tuntutan demokratisasi, memperjuangkan kebenaran, serta melindungi hak asasi manusia (HAM). 48. Strive for Excellence adalah membangun kemampuan pelayanan publik yang unggul, mewujudkan good government, best practice Polri, Profesionalisme sumber daya manusia, implementasi teknologi, infrastruktur materiel fasilitas jasa guna membangun kapasitas Polri (capacity building) yang kredibel dimata masyarakat nasional, regional dan internasional. 49. Technology & Knowledge Based adalah Berbasis Teknologi dan Pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan dan teknologi pada semua tingkat anggota Polri sesuai dengan tuntutan tugasnya.
xxxiii
50. Discretion is power authority confered by law, to action on the basic of judgement or conscience, and it as is more and idea of moral than law, adalah:“suatu kekuasan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinannya dan lebih menekankan pertimbangan moral daripada pertimbangan hukum. 51. Transparancy adalah kebijakan yang keterbukaan (openness) managemen.
berorientasi pada
52. Kepercayaan (trust) adalah menghargai keragaman dan perbedaan (diversity) serta tidak diskriminatif; 53. Trust Building adalah membangun kepercayaan masyarakat dan membangun kepercayaan internal Polri dalam grand strategi merupakan faktor penting karena merupakan awal dari perubahan menuju pemantapan kepercayaan (trust building internal) meliputi : kepemimpinan, sumber dana, sumber daya manusia, orang, yang efektif, pilot proyek yang konsisten di bidang Hitech. Kemampuan hukum dan sarana prasarana mendukung visi dan misi Polri.
xxxiv
xxxv
DAFTAR ISI
halaman judul Motto Kata pengantar kata sambutan promotor kata sambutan mantan kadiv hukum polri Abstract Glosary daftar isi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Politik dan Hukum C. Perspektif Hukum dan Masalah Konflik D. Tugas Polri dalam Penyelesaian Konflik dalam Kebijakan Hukum (Criminal Policy) BAB 2 A. B. C. D.
Halaman i iii v xii xx xxiv xxvi xxxv 1 1 13 22 26
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERKEMBANGAN TUGAS POLRI BERPERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) 33 Strategi Model Polisi Pendamai Berperspektif Alternative Dispute Resolution (ADR) Dalam Instrumen Internasional 40 Landasan Hukum POLRI dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) Berperspektif Hukum 50 Landasan Hukum POLRI dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) Berperspektif Norma Agama 59 Landasan Hukum POLRI dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) Berperspektif Instrumen Internasional dan HAM 69
xxxvi
E. F. G. H. I.
Landasan Hukum POLRI dalam Melaksanakan Kamtibmas Tugas dan wewenang POLRI dalam Penyidikan Menurut KUHAP, dan Penyidikan bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Tugas dan Wewenang POLRI dalam Undang-Undang nomor 28 Tahun 1997 yang Diubah dengan UndangUndang nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI Pedoman Kerja dengan Kode Etik Kepolisian Keunggulan Kewenangan Diskresi Kepolisian Berperspektif Norma Hukum dalam Penyelesaian Perkara
75 77 86 90 93
BAB 3 POLA KEBIJAKAN POLRI 103 A. Doktrin dan Konseptual Pencegahan 103 1. Doktrin The Strong Hand of Society dan Paham Militerisme Polisi 103 2. Doktrin The Soft Hand of Society dan Paham Sipilisme Polisi 110 3. Konseptual Strategi Penyelesaian Konflik Sosial Politik 115 B. Pola Kebijakan Umum 123 C. Kebijakan Bimmas Polri 127 D. Pengaruh Kekuatan sosial Politik Terhadap Tugas dan Kewenangan Polri 133 1. Model masyarakat dan negara dalam Teori Konflik 133 2. Hukum sebagai Sarana Pengendali Konflik dan Pengintegrasi Sosial yang Efektif 138 3. Metode Pendekatan Struktural Fungsional dan Pendekatan Konflik 144 4. Sumber-sumber dan Bentuk Penyelesaian Konflik Sosial Politik 148
xxxvii
BAB 4 TRAGEDI KEMANUSIAAN DALAM PEMILU 1999 DI JEPARA DAN PEMILU 2004 DI MAGELANG 155 A. Gambaran Umum 155 1. Pembentukan dan Pembubaran Partai Politik 155 2. Lokasi Penelitian 161 3. Konflik Antarpendukung Partai Politik di Magelang Tahun 2004 169 B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik antar Pendukung Partai Politik 175 1. Kepentingan Partai Politik 175 2. Pemahaman Islam sebagai agama dan Islam sebagai Partai Politik 177 3. Provokasi terhadap Pendukung Partai 180 4. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Konflik antar Pendukung Partai Politik 182 5. Langkah-Langkah atau Upaya-Upaya POLRI dalam Penyelesaian Konflik di Desa Dongos Kecamatan Kedung 192 BAB 5 A. B. C. D. E.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUGAS DAN KEWENANGAN POLRI 197 Upaya Penal/Penyidikan. 202 Upaya Kepolisian dalam Menangani Konflik dengan Cara Perdamaian 206 Masalah-Masalah yang Dihadapi POLRI dalam Melaksanakan Kewenangannya 209 Dalam Proses Penyidikan Perkara Pidana Dapat Dicabut. 212 Sejarah Tugas dan Peranan Strategi Kepolisian dalam Penyelesaian Konflik Antarpendukung Partai Politik 219
xxxviii
F. G.
Praktek Penyelesaian Masing-masing Perkara Oleh Kepolisian Berbeda-beda 224 Keteladanan Polisi Untuk Mempelopori Budaya Malu dan Berani Mencela Penyimpangan (Agent Of Shame Culture) 230
BAB 6 A. B. C. D. E. F.
TEORI MODEL POLISI PENDAMAI BERPERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) 239 Model Perdamaian Mabes POLRI 254 Model “Perdamaian” Konflik Politik Antar Pendukung Partai 255 Revitalisasi Konseptual Pencegahan Konflik Kepentingan oleh POLRI 261 Model Standar Konseptual Pencegahan dan Penanggulangan Konflik 269 Model The Police Is Place of Paradigm Shift 273 Model Revitalisasi Kesatuan Sistem Hukum Nasional Republik Indonesia (Model Perkembangan Hukum Pidana Masa Penjajahan Kolonial Belanda menuju Kesatuan Sistem Hukum Nasional) 279
BAB 7 A. B. C.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Implikasi Rekomendasi
291 294 298 302
xxxix
LAMPIRAN • Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia 305 • Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61 di Jakarta, tanggal 1 Juli 2007 oleh DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia 352 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR SINGKATAN INDEKS nama indeks hal TENTANG PENULIS
359 384 386 391 407
xl
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perdamaian merupakan cita-cita setiap umat membentuk manusia untuk bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kemudian daripada itu untuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian daripada itu sejak Piagam Madinah Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah piagam dari Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea 4 kemudian daripada itu untuk menjamin Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bentuk dan kedaulatan Negara, “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bersama mereka, terdiri dari 47 pasal. Muhammad Rasulullah SAW memimpin negara di Madinah sejak tahun 622 M hingga wafat 10 H/632 M telah membuat Konstitusi Madinah atau biasa disebut Piagam Madinah yang kata kuncinya “damai” untuk menjaga kerukunan dan keutuhan umat manusia serta melindungi hak azasi manusia. Berkat wibawa dan kepemimpinan Rasulullah sendiri, disamping itu, efek kehadiran Nabi sebagai pemilik syari’at (shahib al syari’ah) yang berwenang penuh dan menjadi referensi hidup serta teladan nyata juga amat besar dalam penanggulangan setiap perselisihan. Mengingat dalam kehidupan berkelompok atau bermasyarakat itu masing-masing individu manusia mempunyai kepentingan yang berbeda, maka akibatnya dalam kehidupan sosial tidak pernah terlepas dari konflik politik. Apabila konflik politik tersebut tidak dikelola dengan baik, maka konflik itu akan selalu menyertai bahkan dapat merusak sendi-sendi kehidupan kelompok website address: http://www.adriandw.com e-mail address:
[email protected] Mobile/Hand Phone: +62 0816 705 818 Home Address: Komplek Perumahan Perwira MABAD Rawa Belong No. 14; Rt. 003/Rw. 06; Kelurahan Sukabumi Utara; Kecamatan Kebon Jeruk; Jakarta Barat - 11540; Indonesia World Church baptized me Saint John in 1985 World.
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Yayasan Wakaf Paramadina, P.T. Temprint, Jakarta : 164. dengan perkataan lain, sebagai masyarakat egaliter partisipatif, masa klasik Islam itu menyerupai benar gambaran sebuah masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis seperti dalam konsep-konsep sosial politik modern. Sifatnya yang egaliter dan partisipatif itu telah nampak dalam berbagai keteladanan Nabi sendiri, demikian pula dalam keteladanan para khalifah yang bijaksana (al-Khulafa’al-Rasyidin).
Ir. Soekarno, Presiden RI Pertama, Bapak Proklamator Republik Indonesia, Revolusi Indonesia, Pancasila dan Moral Nasional, Sambutan Prof. Dr. Priyono, Menteri P.P. & K. Pada Pembukaan Seminar Pancasila di Yogyakarta, 16-20 Februari 1959 :265-266 Jika saya tidak salah, yang ada di Indonesia pada saat ini ialah antara lain moral suku, moral daerah, moral golongan, moral partai politik dan sebagainya, dan sebagainya yang masing-masing mempunyai kebaikan-kebaikan jika dipandang dari sudut pandang masing-masing, akan tetapi semuanya tidak ada yang mencakup kehidupan rohani bangsa Indonesia sebagai keseluruhan. Akan tetapi moral-moral lingkungan itu kadang-kadang bertentangan dengan kepentingan bangsa. Fitnahan-fitnahan, dagang sapi dan janji yang bukan-bukan, yang oleh masyarakat biasa sebagai perseorangan biasanya dianggap tidak baik, kadang dalam praktiknya diterima sebagai alat perjuangan politik. Bahwa hal yang demikian itu sering bertentangan dengan suara hati orang yang masih mempunyai jiwa kemanusiaan, jujur, dan mempunyai jiwa patriot, tetapi kadang-kadang mereka tidak diperhatikan oleh partai-partai. Dalam hal yang demikian itu, merendahkan harkat dari sebagian orang Indonesia yang menyeberang dari partai satu ke partai yang lain, demi keuntungan pribadi belaka, hal itu tidak dihiraukan oleh partai-partai yang anehnya semua berkeyakinan bahwa mereka itu berjuang untuk kepentingan nusa dan bangsa. Malah partai yang diseberangi biasanya menganggap orang yang menyeberang itu orang yang baik.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
sosial politik dan dapat mengganggu suasana yang aman, tertib, dan damai. Di dalam teks Konstitusi Madinah ditegaskan bahwa di samping orang muslim sebagai satu umat, kaum Yahudi dan Nasrani bersama sekutunya adalah umat yang satu bersama orang muslim, diantara anggota masyarakat dari segi kemanusiaan yang mencakup persamaan hak hidup, hak keamanan diri, hak membela diri, hak memilih agama atau keyakinan, dan tanggung jawab dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan negara. Tidak diragukan lagi bahwa, negara dibawah pimpinan Muhammad, masyarakat Arabia telah membuat lompatan ke depan luar biasa. Kemudian setelah struktur yang telah mulai terbentuk dibawah kepemimpinan Nabi kemudian dikembangkan oleh khalifah pertama untuk menyediakan dasar penyusunan emperium dunia, hasilnya adalah sesuatu yang untuk waktu dan tempatnya luar biasa modern, yang berkenaan dengan prinsip kebersamaan atau yang menganut doktrin persamaan hak warganegara di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Pada masa Baginda Nabi Muhammad SAW 610 M sampai dengan 632 M memimpin Negara Arab terletak, wilayahnya di semenanjung benua Asia berada di barat daya, zasirah terbesar di dunia, bentuknya membujur (empat persegi panjang) bujur sangkar yang berakhir Ralph Dahrendorf. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri. Edisi Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, halaman 197. Kata Sulaiman Effendi “Kami prihatin, jangan sampai terjadi lagi gesekan antarwarga. Dulu kami sudah sering mempertemukan antar pimpinan parpol, tetapi masih saja terjadi kasus Dongos. Semoga ini menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua”, kekhawatiran itu cukup beralasan sebab sebelum terjadi tragedi Dongos yang menewaskan 3 kader PKB dan 1 kader PPP sudah terjadi bentrokan di arena deklarasi PKB Ranting Dongos 24 Maret 1999, yang lalu.
Mahmutarom HR, Rekonstruksi Konsep Keadilan (Studi Tentang Perlindungan Korban Tindak Pidana Terhadap Nyawa menurut Hukum Islam, Konstruksi Masyarakat dan Instrumen Internasional), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2009 : 102-104 Prinsip perdamaian; perdamaian di antara komunitas muslim, juga perdamaian muslim dengan komunitas lainnya sebagai implementasi bahwa Islam adalah agama perdamaian; Prinsip kepemimpinan; yaitu posisi Rasulullah sebagai pemimpin umat juga pemimpin masyarakat yang terdiri dari banyak suku dan agama; dengan prinsip tolong menolong, membela yang lemah dan teraniaya; sebagai aktualisasi adanya persamaan dan persahabatan yang harmonis.
Nurcholish Madjid, Ibid 114-115.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
di Asia Selatan, sebelah utara oleh Syria, sebelah timur oleh Nejd, sebelah barat oleh Laut Erit. Philip K. Hitty juga mendiskripsikan luas negara Arab luasnya kira-kira seperempat negara-negara di Eropa dan sepertiga negara Amerika Serikat. Luas semenanjung Arab kira-kira 1.027.000 m2mil2. Sejarah Amerika Serikat tahun 1776, Thomas Jefferson memproklamirkan doktrin manusia tentang transcendental di dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat, memadukan peranggapanperanggapan sekuler dengan peranggapan-peranggapan keagamaan ke dalam satu kalimat transcendental : “kami menyatakan percaya bahwa kebenaran-kebenaran ini terbukti dengan sendirinya (terlihat jelas), bahwa semua manusia diciptakan sederajat, bahwa semua manusia diberi hak-hak tertentu oleh penciptanya, yaitu antara lain kehidupan, kebebasan dan pengejaran kebahagiaan”. Penegasan ini dijadikan dasar pemikiran utama agama sipil Amerika, menjadi senjata kuat Lincoln dan Marthin Luther King, dan terus bertahan sebagai etika inti yang menyatukan berbagai suku orang-orang Amerika. Perhitungan yang cerdik atau cerdas didalam eschatology adalah ada pada taruhan yang dilanjutkan oleh Blaise Pascal, demikian : jalani hidup dengan baik tetapi terima dan akuilah iman, mengandung nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi martabat manusia dan menjamin hak asasi manusia yang terhimpun dalam ikatan perkumpulan masyarakat bangsa-bangsa yang dijadikan dasar sebagai pedoman bagi “The Universal Declaration Of Human Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam (Dari Kawasan Zasirah sampai Indonesia) Pengantar Prof. Dr. H. Yahya S. Praja (Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syariah dan ketua Program Studi S3 Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Penerbit CV. Pustaka Setia Bandung, 2010: 43-44 Bangsa Arab Kuno terbagi menjadi dua, yaitu orang-orang kota (ahl al-hadarah/town people) dan orang-orang padang pasir (ahl- al-badiyah/the desert dwellers). Orang Arab Kuno dimulai pada masa-masa kuno sampai pada masa orang-orang Arab Modern. Lebih lanjut Ahmad Hashori menjelaskan bahwa penduduk Arab Kuno adalah penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil. Mereka senang berperang, membunuh, dan kehidupannya tergantung pada bercocok tanam dan turunnya hujan. Mereka juga berpegang pada aturan qabilah atau suku dalam kehidupan sosial. Adapun penduduk Arab Kota (madani) adalah orang-orang yang melakukan perdagangan dan sibuk dengan bepergian. Mereka juga berpegang teguh pada aturan kabilah atau suku.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Rights 1948” dan Deklarasi “The International of Human Rights 1968”. Nurcholish Madjid (1992) berkata “Sebagaimana diketahui, Kitab Suci mengajarkan prinsip bahwa semua orang yang beriman adalah bersaudara. Kemudian diperintahkan agar antara sesama orang beriman yang berselisih selalu diusahakan Islah (Rekonsiliasi) dalam rangka taqwa kepada Allah dan usaha mendapatkan rahmatNya”. Dilanjutkan dengan penegasan prinsip bahwa semua umat manusia adalah bersaudara. Penulisan buku ini, dengan pendekatan cara kritis dan hermeneutik merupakan hal yang baru dan menarik bagi penulis yang selama ini belajar dan bekerja lebih 36 (tiga puluh enam) tahun mengabdi di Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak tanggal 9 Januari 1975 sebagai tamtama berpangkat Bharada (Bhayangkara Dua) menjadi anggota Reskrim Komsiko 98.05 Semarang Tengah, Komtabes Semarang berbekal ijazah SMP dan sekolah sampai dengan tahun 1974 Kelas tiga SMEA Muhammadiyah di Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri, kemudian (ketika sudah dinas di kepolisian) mengikuti ujian persamaan SMA lulus tahun 1987, tahun 1994 masuk kuliah (lulus tahun 1998) memperoleh gelar Sarjana Hukum ( S1) pada Fakultas Hukum Untag Semarang, dan tahun 1998 melanjutkan kuliah S2 Ilmu Hukum pada Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Diponegoro Semarang (lulus 2001) memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum), selanjutnya tahun 2002 mengikuti Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang (lulus tahun 2008) memperoleh gelar Suparmin, Prof. Dr. I.S. Susanto, SH. dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arif, S.H. pembimbing Tesis, Lembaga Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Pendukung Antar Partai di Kabupaten Jepara, Studi Kasus di Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Jepara, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 2009: 78. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian terbesar tunduk pada hukum adat, sebagaimana negara modern yang tunduk pada hukum internasional, serta disesuaikan dengan budaya Indonesia, sebagaimana dimaklumi maka kearifan lokal, dengan norma-norma yang mengandung nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi martabat manusia dan menjamin hak asasi manusia yang terhimpun dalam ikatan perkumpulan masyarakat bangsabangsa di dunia Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Doktor di bidang Ilmu Hukum, sekarang berpangkat Komisaris Polisi menjabat Kasubbag Hukum Bag Sumda Polrestabes Semarang, Penulis juga sebagai dosen S1 pada Fakultas Hukum dan dosen tetap Program Pasca Sarjana Magister Muamalat Universitas Wahid Hasim Semarang, dan juga sebagai dosen Aspek Hukum Ekonomi dan Hukum Bisnis pada STIE Anindyaguna Semarang. Telah menangani berbagai persoalan penyimpangan sosial yang biasa disebut kejahatan, termasuk tragedi konflik politik. Piagam penghargaan yang pernah diperolehnya adalah Penghargaan dalam Rangka Meningkatkan Pemeliharaan Kamtibmas dari KAPOLDA Jawa Tengah tahun 198310, Penghargaan Prajurit Simpatik Profesional Berprestasi tahun 1995 Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Seksi Hankam11, Satya Lencana Kesetiaan 24 tahun dari KAPOLRI dan memperoleh “Tanda Kehormatan Bintang Nararya Bhayangkara dari Presiden Republik Indonesia tahun 2001”12, berpedoman hidup dengan Tri Brata, dan berpedoman kerja Catur Prasetya yang bekerja sebagai praktisi hukum waktu pasca tragedi Dongos konflik kekerasan bertugas sebagai Kapolsek Kedung Polres Jepara (berpengalaman menyelesaikan konflik), di wilayah waktu konflik antarpendukung partai politik terjadi, yang bersekala J.F.R. Montolalu, Mayor Jendral Polisi Kepala Daerah Kepolisian Daerah IX Jawa Tengah, Pemberian Penghargaan Kepada Anggota ABRI/POLRI yang “Telah Meningkatkan Pemeliharaan Kamtibmas” kepada Serda Suparmin, Nrp: 54060006 Anggota Reskrim Kosekta 98.05 Semarang Tengah, pada Kotabes 98 Semarang, Surat Keputusan No. Pol. : Skep/525/VI/1983, Semarang, 29 Juni 1983 sewaktu bertugas sebagai anggota Reskrim Kosekta 98.05 Semarang Tengah sejak tahun 1975 dan berhasil mengungkap dan menangkap beberapa pelaku tindak pidana dan berperan aktif dalam pemeliharaan Kamtibmas sebagai anggota Reskrim di wilayah Kosekta 98.05 Semarang Tengah, Kota Semarang.
10
Totok Marwoto, Penghargaan Prajurit Simpatik Berprestasi Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1995, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jawa Tengah Seksi Hankam, diberikan kepada Letda Pol. Suparmin, jabatan Kanit Crime Squad Satuan Reserse Poltabes Semarang, Desember 1995.
11
Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia, KEPPRES. R.I. No. 015/ TK/Tahun 2001, Jakarta, 19 Pebruari 2001. Sebagai penghargaan atas pengabdiannya selama 24 tahun terus menerus dan menunjukkan kesetiaan tanpa cacat, diperoleh Suparmin, SH AKP/54060006, jabatan Kanit I Serse Ekonomi Ditserse Polda Jateng.
12
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
nasional dan merupakan kasus terbesar di Jawa Tengah dalam tahun 1999, yaitu tentang tragedi konflik antara pendukung PPP dengan PKB.Tragedi konflik kekerasan peristiwanya terjadi pada tanggal 30 April 1999 di Desa Dongos Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara yang mengakibatkan 4 (empat) orang meninggal dunia 3 (tiga) orang dari PKB dan 1 (satu) orang dari PPP), serta 3 (tiga) rumah dibakar, dan 2 (dua) rumah dirusak, 8 (delapan) sepeda motor dan 14 (empat belas) mobil dibakar oleh massa13. Kekhawatiran waktu itu cukup beralasan, sebab sebelum terjadi tragedi Dongos yang menelan korban harta benda dan jiwa kader PKB dan PPP tadi, sudah terjadi bentrokan di arena deklarasi PKB Ranting Dongos, tanggal 24 Maret 1999. Kegagalan deklarasi PKB pertama itu karena ada sebuah serbuan dari sekelompok orang yang mengobrak-abrik panggung pengajian dan menyebabkan beberapa orang luka.14 Suara Merdeka, Pantura, Upacara Perdamaian Antar Parpol, Kades Minta Pengajian Partai Diistirahatkan, Sabtu, 30 Oktober 1999 puncak “upacara perdamaian” itu ditandai pengisian air putih kedalam kendi oleh Kapolsek Kedung Lettu Pol Suparmin, SH. Dengan Prosesi itu, warga bertekad menjunjung tinggi tanah air Indonesia yang dilambangkan dengan “kendi dan air”; Dengan singkat : semua itu kita sebut “Tanah Tumpah Darah”, atau ibu pertiwi. Janganlah dianggap, bahwa sebutan itu kosong! Manusia sangat ditentukan oleh ibu pertiwinya. Tanah air, demikian kata Thomes Aquinas 7 abat yang lalu, adalah prinsip dari adaku. Berada selalu berarti berada sebagai putera dari suatu tanah air. Dalam silaturahmi ada usulan untuk tidak ada pengajian atas nama partai; tetapi karena tidak ada larangan pengajian atas nama partai, usulan itu hanya sebagai catatan agar menjadi masukan bagi parpol. Ketua DPP PPP H. Masykuri Rosyid, saat diminta komentarnya mengatakan, justeru lewat pengajian partai pihaknya menyampaikan berbagai informasi kepada warganya. Terdorong untuk merukunkan warganya, Camat Kedung H. Sulaiman Effendi SH. dan Muspika menggelar acara “Silaturahmi Pemerintah Parpol Tokoh Masyarakat” di pendapa Kecamatan Kedung, sebelumnya di Sala, Suara Merdeka, Kamis 6 Mei 1999, Berita Utama, PPPPKB Sepakat Akhiri Konflik, “Pangdam Mayjen TNI Bibit Waluyo mengajak semua pihak menjalin kerukunan. Terjadinya benturan di berbagai daerah, kata dia, karena ada keinginan demokrasi bebas, tapi ada yang merasa sebebas-bebasnya. Sehingga budaya dan etika demokrasi belum pas diterapkan. Sehubungan dengan itu, segenap warga nadhliyyin NU di Jateng, melalui Ketua PWNU Drs. H. Achmad, meminta Ketua Umum PBNU KH Abdulrrahman Wahid (Gus Dur) membatalkan atau setidaknya menunda rencana kunjungan ke Jepara. Menurut informasi, Gus Dur (Presiden Republik Indonesia) memang akan mengunjungi kota itu, Minggu 9 Mei 1999, untuk menenangkan dan merukunkan 2 (dua) partai, PKB dan PPP, yang baru-baru itu bentrok. Di dua partai itu tersebar warga NU.
13
Syaiful Rizal, SIP; Kolonel Infanteri Danrem Makutarama berkata “ Hari ini saya baca di Suara Merdeka (29/101999) “kasus Dongos sudah selesai”. Tetapi menurut Nawawi (Tim Advokasi PKB Jateng) Tidak tepat itu, kasus Dongos jalan terus. Bahwa bersama Tim Advokasi PKB Jateng telah melakukan upaya agar kasus itu disidangkan lagi,” tukas Nawawi “Agustus lalu, persidangan kasus Dongos dengan 8 (delapan) terdakwaAhmad Junaidi, Maskuri, Wardi, Sanusi, Pardi, Makin, Darsono, dan Sumono-di Pengadilan Negeri Jepara berakhir dengan penolakan dakwaan jaksa penuntut umum.
14
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dengan demikian menurut paradigma15 konstruktivisme dalam penulisan buku ini, realitas yang diamati seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang. Sesuai dengan dasar filosofinya, hubungan epistemologis antara pengamatan dan obyek bersifat satu kesatuan, subyektif merupakan hasil perpaduan interaksi antara keduanya. Untuk mencapai kebenaran secara metodologis, paradigma ini mempergunakan pendekatan dengan metode hermeneutik dan dialektik.16 Konflik politik yang mengarah kepada bentrokan massa, juga terjadi pada masa Pemilu 2004 Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 di pertigaan Secang, dan Desa Widuri, Kabupaten Magelang, ketika ada pertemuan rombongan arak-arakan massa PPP dan massa PKB saat berpapasan di pertigaan Secang secara tidak disengaja17, antara massa PKB dari Secang, Kabupaten Magelang, dengan massa PPP dari Kabupaten Temanggung yang melakukan arak-arakan dengan kendaraan bermotor menuju tempat kegiatan parpolnya masing-masing. Pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2003 secara tidak disengaja Rombongan simpatisan PKB dari Secang berencana untuk mengikuti Lomba Laskar PKB di Desa Widuri, dan pada saat yang bersamaan massa simpatisan PPP dari Kabupaten Temanggung, Kompol Sugito, S.H, 2/5/2011 Wawancara pribadi, (mantan Kasat Intel Jepara- sekarang sebagai Wakasat Intel Polrestabes Semarang). bahwa pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri Jepara waktu itu, sampai sekarang masih dalam proses banding “putusan sela”, tetapi masyarakat sangat “menghormati perdamaian”, ungkapnya.
15
Muhamad Arif Setiawan, Pembaharuan Praperadilan (Studi Pemaknaan Hukum oleh Polisi), Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010 : 6 Metode hermeneutik dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang perorang, sedangkan metode dialektif dilakukan dengan cara membandingkan dan menyilangkan pendapat dari orang perorang yang diperoleh melalui metode hermeneutik untuk memperoleh konsensus yang disepakati bersama.
16
Suparmin, Prof. Dr. H. Muladi, SH Promotor dan Prof. Dr. Moempoeni Moelatingsih, S.H. Co Promotor Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik, Studi Socio-Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Pendukung Partai Politik di Jawa Tengah, Semarang, 2008 : 298 – 326), sama seperti daerah-daerah lain di Provinsi Jawa Tengah, situasi Kabupaten Magelang dan Temanggung pada saat menjelang Pemilu, hura-hura, berupa perayaan HUT parpol, rapat konsilidasi parpol peserta Pemilu, berupa kegiatan-kegiatan politik bernuansa agama, kesemuanya itu dimaksudkan untuk memperkuat barisan pendukung parpol dalam pesta demokrasi Pemilu 2004, tetapi sering terjadi ketidak tertiban.
17
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
juga melakukan arak-arakan dengan kendaraan bermotor menuju Kecamatan Ngablak, untuk mengikuti perayaan HUT PPP ke 30.18 Pertemuan kedua kelompok massa pendukung parpol tersebut terjadi tepat di Simpang Tiga Secang sekitar pukul 12.30 WIB. kelompok massa simpatisan berpapasan, terjadi kekacauan dan keributan yang tak terbendung lagi, karena salah seorang pengendara sepeda motor dari simpatisan PPP mencoba masuk dan serempetan dengan kelompok simpatisan PKB. Penulis sebagai praktisi sudah terbiasa dengan pola pikir yang doktrinal normatif berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang biasa hanya berpijak pada asas legalitas, namun setelah melihat realitas kehidupan penegakan hukum positive legalistic yang seakan-akan terlepas dari aspek-aspek keadilan, musyawarah, moral dan spiritual19, yang tidak tentu dapat menyelesaikan masalah konflik sosial sesuai harapan pencari keadilan. Untuk itu, penulis berkeinginan menulis tentang bagaimana langkah-langkah dan upaya POLRI untuk menyelesaikan masalah konflik kepentingan dengan cara perdamaian, tetapi tetap berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kearifan lokal instrumen internasional serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI. Dalam penyelesaian konflik kepentingan antarpendukung partai politik, walaupun mengandung unsur-unsur tindak pidana, Polres Magelang, “Laporan Khusus Bidang Politik/Hankam: Bentrokan Massa Simpatisan PPP (GPK) dengan Massa Simpatisan PKB (Laskar Pinggiran/Naga Utara”, Nomor Pol. R/LAPSUS/07/X/2003/Intelpam, tanggal 13 Oktober 2003, halaman 1-2.
18
Sejalan dengan pasal 17 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan “ pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya diseluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dibidang penegakan hukum bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana berdasarkan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
19
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
10
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
namun oleh POLRI penyelesaiannya dapat dengan cara musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, mengutamakan pencegahan atau menuju penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice)20, dengan mengindahkan norma agama dan hukum adat. Bahwa dengan Strategy Restorative Justice, untuk pemulihan keadilan dapat meningkatkan trust, kerena dapat menunjukkan bahwa POLRI sebagai fasilitator, bukan hanya sebagai “penghukum” (penegak hukum) yang menjurus represif. Tetapi polisi juga dapat berperan sebagai “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan ketidak tertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan juga berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win-win solution. Bahwa Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI “dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia” dan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud Pasal 19 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan” 21. Da’i Bachtiar, Lampiran Keputusan KaPOLRI No. Pol. : Skep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005, hal 10-13 Pada pelaksanaannya, polisi sebagai pendamai, telah sesui dengan Visi dan misi POLRI dinyatakan “polisi yang profesional dan akuntabel dalam pelayanan pencegahan kejahatan, gakkum, dan penciptaan rasa aman dan bebas rasa takut yang meluas di masyarakat serta dicintai secara nasional dan diakui secara internasional, harus selalu proaktif untuk melaksanakan pencegahan kejahatan dan pelanggaran dengan mengefektifkan community policing guna peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (crime prevention). Bahwa reorientasi sistem keadilan dalam (Strategy Restorative Justice) untuk pemulihan keadilan dapat meningkatkan trust kerena menunjukkan bahwa POLRI sebagai fasilitator, bukan hanya sebagai “penghukum” (penegak hukum) yang menjurus represif saja, tetapi juga dapat sebagai “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan dan ketidak-tertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan polisi berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win-win solution.
20
Eddy Hermana, Profil “Predikat Cum Laude” Gelar Doktor Bertambah (tiga) di POLRI, Rastra Sewakottama, Media Informasi POLRI No. 111/Tahun 2008, Kebijakan KAPOLRI Capaian Keberhasilan Pembangunan di Bidang Keamanan Efektifitas Penerapan Undang-Undang Tindak Pencucian Uang Dalam Illegal Loging” Mengungkap Misteri Pembunuhan MR. XX, Jakarta, 2008 :44 ((1) Irjen Pol. Dr. Drs. Ito Sumardi, DS,
21
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Menurut Muladi, dalam rincian tugas negara kita sebagai negara monodualis, sebagai negara hukum kebudayaan disamping memiliki ketertiban, keamanan dan perdamaian, mempunyai kewajiban : 1. Memelihara kebutuhan dan kepentingan umum, yang khusus mengenai kebutuhan dan kepentingan negara sendiri sebagai negara. 2. Memelihara kebutuhan dan kepentingan umum, dalam arti kebutuhan dan kepentingan bersama dari para warga negara, yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh warga negara sendiri. 3. Memelihara kebutuhan dan kepentingan bersama dari warga negara perseorangan yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh para warga negara sendiri dalam bentuk bantuan dari negara. 4. Memelihara kebutuhan dan kepentingan dari warga negara perseorangan, yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakam oleh warga negara, memelihara seluruhnya kebutuhan dan kepentingan perseorangan seperti dari fakir miskin, dari anak terlantar.22 MBA, MM, MH, (2) Kombes. Pol. Dr. Benny Jozua Mamoto, S.H., MSi), dan (3) Kompol Dr. Suparmin, SH., M.Hum menanggapi pertanyaan Rastra, bahwa memilih judul disertasi berangkat dari pengalaman tugasnya saat menjabat Kapolsek Kedung, Polres Jepara tahun 1999, pasca konflik politik antara pendukung PPP dengan pendukung PKB (korban 4 orang meninggal, puluhan luka berat, rumah dan belasan mobil dibakar) walaupun mengandung unsur-unsur tindak pidana namun Polseknya sebagai ujung tombaknya mampu menyelesaikannya dengan cara mengadakan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian. Melalui penegakan hukum dan musyawarah dengan mengindahkan norma agama dan hukum adat setempat. Substansi Reorientasi Peran POLRI dalam penyelesaian konflik politik, yaitu “perubahan paradigma tugas POLRI dari menggunakan kekuatan fisik menjadi paradigma kemampuan berkomunikasi, karena tugas Polisi bukannya seperti pemadam kebakaran, tetapi keberhasilan pencegahan diutamakan”. Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Penerbit Alumni, ISBN 979.414-468-I, Bandung, 1992:59-60 diuraikan oleh Notonegoro bahwa memang didalam hidup manusia hanya ada tiga macam jenis soal hidup yang pokok, yaitu terhadap diri sendiri dan semua manusia serta terhadap asal usul mula segala sesuatu yaitu Tuhan.
22
Menurut Satjipto Rahardjo, dengan timbulnya tata hukum Indonesia, hukum adat harus diperhitungkan sebagai kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
11
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
12
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Menurut Budi Santoso, Indonesia yang dikenal kaya raya dengan hasil alam, ternyata masih tetap saja menyandang status sebagai negara miskin pada saat krisis ekonomi dunia melanda negeri ini awal tahun 1997 lalu. 23 Negara kita adalah negara terdiri atas perseorangan, yang bersama-sama hidup baik dalam kelahiran maupun kebatinan, yang mempunyai kedua-duanya kebutuhan dan kepentingan bersama, kedua-duanya diselenggarakan tidak saling mengganggu, tetapi dalam kerjasama, dengan demikian maka hukum adat merupakan faktor yang turut menentukan baik dalam hal pembentukan, maupun penerapan hukum di Indonesia. Dalam hal ini Pancasila disamping merupakan ide dan sumber hukum yang harus diwujudkan dalam kenyataan, juga berperan sebagai “rally”, yaitu norma dasar yang menjadi alat pengukur atau penyaring mengenai apa yang telah diterima oleh tata hukum Indonesia”24 Bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Dalam tugas pokok sebagaimana dimaksud Pasal 13 Undangundang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : pertama memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; kedua menegakkan hukum; dan ketiga memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai implementasi dari amanat Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian Negara 23
Budi Santoso, Pergeseran Pandangan Terhadap Hak Cipta, Studi Pergeseran pandangan tentang Hak Cipta di Amerikan Serikat dan Indonesia, disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, Pidato Pengukuhan, Semarang, 22 Maret 211 : 7 sejalan dengan Kotler dkk, untuk itu sudah saatnya mulai mengubah paradigma pembangunan yang hanya disandarkan pada Natural Capital/modal alami, kearah Human Capital atau Intellectual Capital.
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Penolakan Sosial, Penerbit Alumni, Bandung, 1979,120-121 (Muladi 57) /Sejalan dengan Mattulanda, bahwa hukum adat yang mengandung prinip-prinsip Tuhan, dan menopang dengan teguh perasaan keadilam bangsa Indonesia, perlu diarahkan yang betul.
24
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Republik Indonesia adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
B. Politik Dan Hukum Sir Paul Vinogradoff dalam bukunya Common Sense in Law (1959) menegaskan bahwa adalah suatu hal yang non sens apabila hubungan sosial itu bisa berlangsung dengan baik, sedangkan masyarakat sendiri tidak mengenal ketertiban (order), keadilan, keamanan, kedamaian dan sebagainya. Konflik politik yang disebabkan oleh benturan kepentingan dengan mengedepankan simbol-simbol budaya dan agama akan membawa dampak sosial politik yang besar pengaruhnya terhadap keamanan dalam negeri. Hal ini tampaknya disadari oleh penguasa sejak jaman kolonial. simbol-simbol tersebut apabila tidak dikelola dengan benar, dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dalam rangka memecah belah dan menyerang persatuan dan kesatuan bangsa. Menurut Aristoteles yang memulai pembahasan tentang politik dalam bukunya Politics (ditulis tahun 335 SM), dengan kata-kata bahwa “secara alamiah manusia adalah makhluk yang berpolitik “. Dalam bahasa aslinya (Latin) disebut Zoon Politicon dan dalam bahasa Inggris disebut man is by nature a political animal; yang dimaksud Aristoteles adalah bahwa politik merupakan hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Jika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain (dalam menjalani kehidupan di dunia), maka mereka tidak lepas dari keterlibatan dalam hubungan yang bersifat politik.25 Adanya konflik berarti ada perbedaan paham atau alternatifalternatif bertindak dan kepentingan-kepentingan yang saling T. May Rudy, Pengantar Ilmu Politik, Wawasan Pemikiran dan Kegunaannya, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung, 1992, hal. 1.
25
13
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
14
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
mengecualikan, atau bahkan saling bertentangan. Kepentingan dari perseorangan dan kepentingan golongan-golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian, bahkan peperangan antara semua orang. Jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil, artinya peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi, pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi hak asasinya. Aristoteles telah mengajarkannya, ia mengenal dua macam keadilan, keadilan “distributief “dan keadilan “commutatief ”. Keadilan distributief adalah keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya (kesebandingan); sedangkan keadilan commutatief ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya, tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.26 Sedangkan keadilan menurut Mahmutarom HR, yaitu “keadilan distributif” berlaku untuk perhubungan antara masyarakat dan negara, khususnya untuk membagi kewajiban atau beban sosial dengan penekanan pada aspek proporsionalitas, dan “keadilan substantif” merupakan aspek internal hukum dan unsur-unsur dari keadilan yang mendasari pernyataan “benar atau salah”, yang didalam aturan Islam dikenal dengan “halal dan haram”, sebagai dasar penetapan dalam aturan umum maupun aturan khusus dalam hukum Islam (syariah), yaitu kebaikan umum (maslahah) dan kepentingan publik harus dilindungi27. Menurut Diah Sulistyani, Apeldoorn van LJ, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1996: 11-14.
26
Mahmutarom HR, Rekonstruksi Konsep Keadilan (Studi Tentang Perlindungan Korban Tindak Pidana Terhadap Nyawa menurut Hukum Islam, Konstruksi Masyarakat dan Instrumen Internasional), Badan Penerbit
27
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
“keadilan pada dasarnya adalah sikap tidak memihak (impartiality) lebih dari sekedar saling menguntungkan (mutual advantage) atau saling menghargai secara timbal balik (reciprocity).28 Hal ini dapat dilihat di saat awal terjadinya perubahan kebijakan di awal tumbangnya pemerintah Orde Baru di tahun 1998, dari batasan dua partai politik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), , Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan satu organisasi Golongan Karya (GOLKAR) menjadi multi partai. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memakai lambang Ka’bah, seringkali disinonimkan dengan agama Islam, sehingga PPP diibaratkan satu-satunya partai bagi orang Islam. Dalam kampanye yang dilakukan oleh Juru Kampanye PPP seringkali dikatakan bahwa tidak memilih PPP (ka’bah) berarti tidak beragama Islam, orang yang meninggalkan PPP, berarti juga meninggalkan Islam, yang meninggalkan Islam berarti kafir, dan hukumnya kafir adalah halal darahnya29. Hal ini tertanam betul di hati sebagian masyarakat daerah Jepara, sehingga Jepara dalam pemilihan umum, PPP selalu menempati tempat pertama dalam perolehan suara karena masyarakat Jepara mayoritas Islam dan anggota jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU). Kondisi yang telah mapan ini menjadi berubah dengan munculnya beberapa partai yang berbasis Islam khususnya NU, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dengan berdirinya PKB melalui tokoh sentralnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Universitas Diponegoro, Semarang, 2009 : 59 menurut Barry Brian, dalam kerangka sikap tidak memihak, persetujuan atas dasar rasionalitas sangat menonjol, bukan atas dasar motivasi berdasar pertimbanganpertimbangan pribadi (motivated bay private concideration). Diah Sulistyani RS, Problematika Jaminan Fidusia Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Para Pihak Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010 : 9 menurut Barry Brian, dalam kerangka sikap tidak memihak, persetujuan atas dasar rasionalitas sangat menonjol, bukan atas dasar motivasi berdasar pertimbangan-pertimbangan pribadi (motivated bay private concideration)
28
Wawancara dengan Camat Kedung Kabupaten Jepara
29
15
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
16
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), sebagian Kyai atau Ulama NU yang semula menjadi pendukung PPP berpindah menjadi pendukung PKB sebagai partai baru yang dianggap lebih menjanjikan. Fenomena ini mengingatkan masyarakat terhadap apa yang pernah disampaikan oleh beberapa Kyai yang menjadi juru kampanye di masa lalu, bahwa meninggalkan PPP diartikan sebagai meninggalkan Islam, yang berarti kafir atau murtad dan darahnya pun menjadi halal. Oleh karena itu, sebagian warga Jepara, khususnya yang ada di Kecamatan Kedung pun bergerak menyerang bahkan membunuh secara sadis beberapa tokoh yang dianggap murtad dari PPP. Dengan terbunuhnya beberapa kader PKB menimbulkan kemarahan massa pendukung PKB, sehingga konflik antar pendukung partai pun menjadi meluas dan menjadi issu nasional. Ternyata konflik ini juga terjadi di daerah lain seperti di Kabupaten Magelang, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pekalongan, apabila konflik ini tidak ditangani dengan baik dan bijak akan menjadi masalah nasional yang berkepanjangan. Bahwa konflik sosial (termasuk konflik politik) adalah sebuah fenomena sosial penting yang memerlukan penyelesaian konflik (conflict resolution). Konflik sosial politik juga merupakan fenomena yang mempengaruhi pembuatan keputusan. Semakin hebat konflik, semakin sulit membuat keputusan yang mengikat semua.30 Lawan dari konflik adalah konsensus. Konsensus yang juga disebut mufakat atau kesepakatan terjadi bila semua pihak mempunyai pendapat yang sama. Oleh karena itu terjadi konflik bila tidak ada konsensus, dan konsensus terjadi bila konflik berhasil didamaikan. Maswadi Rauf (Guru Besar UI), Internet, Sekilas Teori Konflik : May 2002; Konflik terjadi bila ada perbedaan yang disadari oleh semuanya sehingga mereka tahu ada pihak lain yang bertentangan dengan pendapat mereka.
30
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Untuk mendorong terwujudnya keberhasilan cita-cita nasional dan perdamaian, perlu diupayakan pembangunan sumber daya nasional yang diarahkan menjadi satu kesatuan ekonomi, sosial, budaya, politik pertahanan, dan keamanan nasional yang nyata harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan manajemen yang handal. Arah kebijakan pembangunan yang demikian diikuti juga oleh segenap daerah tingkat II, termasuk Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara yang mempunyai sebutan sebagai Kota Ukir yang pada tahun 1998 mempunyai jumlah penduduk 871.332 jiwa laki-laki, dan 941.675 jiwa perempuan, kurang lebih 90,17%-nya beragama Islam yang tersebar dalam wilayah 12 kecamatan dengan luas wilayah Kabupaten Jepara seluruhnya seluas 1.004,132 Km2.31 Sedangkan salah satu ciri lain dari penduduk Jepara yang mayoritas Islam tersebut, mayoritas Islam berfahamkan Ahlussunah wal Jama’ah yang tergabung dalam satu organisasi Nahdlotul Ulama (NU), sedangkan organisasi Islam lain seperti Muhammadiyah relatif kecil dan itu pun pada umumnya ada di pusat kota. Sementara itu, di wilayah Kecamatan Kedung, mempunyai penduduk berjumlah 57.183 jiwa perempuan dan 57.162 laki-laki yang hampir semuanya beragama Islam dan menjadi anggota NU, sedangkan yang tidak beragama Islam hanya ada 21 orang. Penduduk yang muslim hampir semuanya merupakan anggota NU. Pada masa pemerintahan Orde Baru, mereka merupakan pendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang setia dan militan, terbukti dalam sejarah pemilihan umum PPP belum pernah dikalahkan oleh partai manapun, termasuk Golongan Karya. Kenyataan ini membawa Kantor Statistik dan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, Jepara Dalam Angka Tahun 1998.
31
17
18
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dampak yang tidak menguntungkan bagi warga itu sendiri, karena adanya tekanan-tekanan dari oknum penguasa pada waktu itu, khususnya perlakuan yang tidak menyenangkan bagi para tokoh ulama atau para Kiai. Akan tetapi ada suatu hal yang tidak disadari dampak dari perlakuan buruk terhadap tokoh ulama atau tokoh partai politik, khususnya PPP, yaitu makin militannya dukungan tersebut, sehingga ada perasaan yang menganggap bahwa partai sama dengan agama, membela partai berarti membela agama, dan kalau itu sampai berakibat kematian, dimaknai sebagai matisahid. Dalam perkembangan sejarah, yaitu diawali dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru dan ditandai dengan munculnya multi partai membawa persoalan tersendiri bagi warga Islam. Hal ini disebabkan adanya banyak partai yang membawa bendera Islam, seperti Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Rakyat, Partai Keadilan, Partai Bulan Bintang, Partai Nahdlotul Umat, dan sebagainya. Kenyataan ini membawa dampak terjadinya konflik yang sangat serius bagi warga Islam yang setia dengan PPP dengan warga Islam non PPP, khususnya yang aktif dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bahkan konflik tersebut dapat mengarah pada perang fisik maupun teror, yang mengarah sebagai tindak pidana. Meskipun demikian, penyelesaian secara hukum tidak menjamin terciptanya tertib masyarakat sebagaimana dikehendaki oleh hukum, tetapi kadangkala dapat membawa pada persoalan baru. Oleh karenanya, penyelesaian secara non penal kadangkala perlu, justru untuk dapat menciptakan tertib hukum sebagaimana dikehendaki dan menjadi tujuan dari penegakan hukum pada umumnya. Sedangkan kalau dilihat tugas Kepolisian sebagai penegak hukum, tidak hanya meliputi tugas penanganan tindak pidana yang terjadi atau yang sering disebut dengan upaya penal, tetapi juga harus melalui upaya-upaya non penal sebagai satu kesatuan kebijakan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dalam menjalankan politik kriminal. Politik kriminal itu sendiri mempunyai arti sebagai usaha yang rasional untuk menanggulangi kejahatan.32 Berkaitan dengan itu, perlu dikemukakan bahwa adanya suatu konflik pendukung antar partai, yang puncaknya terjadi pada tanggal 30 April 1999 di desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, sebenarnya merupakan kepentingan komunitas-komunitas lokal (pendukung partai tertentu) Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara, untuk pencapaian kemenangan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 1999. Pasca konflik,masyarakat Jepara menghendaki bentuk-bentuk penyelesaian secara musyawarah untuk mewujudkan perdamaian di dalam keadaan-keadaan tertentu dipandang lebih efektif untuk dilaksanakan, dari pada diselesaikan melalui jalur hukum dengan sistem peradilan pidana yang masih dalam proses. Menurut Satjipto Rahardjo, bentuk pengendalian konflik sosial yang paling penting adalah konsiliasi (conciliation). Pengendalian semacam itu terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan didalam kehidupan politik, lembaga-lembaga semacam ini berupa badan-badan yang bersifat parlementer atau quasi parlementer, dimana berbagai kelompok atau wakil-wakil mereka dapat bertemu satu dengan yang lain untuk menyalurkan aspirasinya dengan cara-cara yang bersifat damai. Untuk itu, agar lembaga-lembaga tersebut berfungsi secara efektif, harus memenuhi sekurang-kurangnya empat hal sebagai berikut : 1. Lembaga tersebut harus merupakan lembaga yang bersifat otonom dengan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan tanpa campur tangan badan-badan lain yang berada diluarnya. Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1983, hal 21.
32
19
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
20
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
2. Kedudukan lembaga tersebut di dalam masyarakat yang bersangkutan harus bersifat monopolitis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian. 3. Peranan lembaga tersebut harus sedemikian rupa sehingga berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan satu sama lain itu seolah-olah terikat kepada lembaga tersebut, sementara keputusannya mengikat kelompok tersebut beserta dengan anggota-anggotanya. 4. Lembaga tersebut harus bersifat demokratis, dalam arti setiap pihak harus didengarkan dan diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya sebelum keputusan tertentu diambil.33 Tanpa adanya keempat hal tersebut, konflik-konflik yang terjadi antara kekuatan-kekuatan sosial akan menyusup ke bawah permukaan dan pada suatu saat tanpa diduga sebelumnya akan meledak dalam bentuk kekerasan. Meskipun demikian semua hanya mungkin diselenggarakan apabila kelompok-kelompok yang saling bertentangan dapat memenuhi tiga prasyarat sebagai berikut : a) Masing-masing kelompok yang terlibat dalam konflik harus menyadari adanya situasi konflik diantara mereka, dan karena itu menyadari pula perlunya dilaksanakan prinsip-prinsip keadilan secara jujur bagi semua pihak. b) Pengendalian konflik-konflik hanya mungkin dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisir dengan jelas. Selama kekuatan sosial yang saling bertentangan tidak berada di dalam keadaan terorganisir atau diffuse maka pengendalian konflik-konflik yang terjadi diantara mereka akan sulit dilakukan. Sebaliknya konflik yang Ronny Hanitijo Soemitro, Studi Hukum dan Masyarakat, Bandung, 1985, Alumni, hal 30 – 31.
33
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
terjadi di antara kelompok-kelompok yang terorganisir mudah dikendalikan. c) Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus mematuhi aturan permainan tertentu, suatu hal yang akan memungkinkan hubungan sosial diantara mereka menemukan suatu pola tertentu. Aturan permainan tersebut, selanjutnya justru menjamin kelangsungan hidup kelompok-kelompok itu sendiri, dengan demikian ketidak-adilan tidak dapat dihindarkan; kemungkinan tiap kelompok dapat meramalkan tindakan yang akan diambil oleh pihak ketiga yang akan merugikan kepentingan mereka sendiri.34 Tanpa prasyarat-prasyarat tersebut lembaga diskusi yang bagaimanapun tidak akan dapat berfungsi dengan baik. Sebaliknya konflik justru akan meningkat. Dalam keadaan yang demikian suatu cara pengendalian yang lain dibutuhkan apabila kedua belah pihak yang bertentangan tidak menghendaki kemungkinan timbulnya ledakan-ledakan sosial dalam bentuk kekerasan.35 Cara pengendalian demikian disebut : Pertama mediation (mediasi), dimana kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasehat-nasehat tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka. Kedua Consiliation (perdamaian) meskipun nasehat-nasehat pihak ketiga tersebut tidak mengikat pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, tetapi cara ini dapat menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif karena cara ini memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengurangi irrasionalitas yang biasanya timbul di dalam setiap konflik, memungkinkan pihak-pihak yang bertentangan menarik diri tanpa harus kehilangan muka, mengurangi pemborosan yang dikeluarkan untuk membiayai pertentangan dan lain sebagainya. Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Bandung, Alumni, 1981, hal 13 - 14.
34
Ibid., hal 14.
35
21
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
22
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Apabila cara pengendalian ini masih tidak efektif, maka cara pengendalian yang ketiga, disebut arbitration (perwasitan), mungkin sekali akan terjadi. Dalam hal ini pihak ketiga yang akan memberikan “keputusan-keputusan” tertentu untuk menyelesaikan konflik mereka. Dalam bentuk mediasi, kedua pihak yang bertentangan menyetujui untuk menerima atau menolak keputusan-keputusan wasit. Dalam suatu perwasitan kedua belah pihak yang bertentangan harus menerima keputusan-keputusan yang diambil oleh wasit.36 Ketiga jenis pengendalian konflik tersebut sebagai cara pengendalian konflik yang bertingkat-tingkat maupun sebagai cara-cara yang berdiri sendiri-sendiri, memiliki kemampuan untuk mengurangi atau menghindarkan kemungkinan timbulnya ledakan sosial dalam bentuk kekerasan. Sejauh hubungan-hubungan sosial berdasarkan ketiga jenis mekanisme pengendalian konflik social tersebut berkembang, maka konflik sosial akan kehilangan pengaruhnya yang merusak. Sebaliknya konflik-konflik tersebut akan menjelma ke dalam hubungan pola sosial yang bersifat revolusioner menjadi perubahan sosial yang bersifat evolusioner. Melalui mekanisme pengendalian konflik sosial yang efektif, konflik-konflik sosial diantara berbagai kelompok kepentingan justru akan menjadi kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang tidak akan pernah berhenti.37
C. Perspektif Hukum Dan Masalah Konflik Dalam pengendalian konflik, hubungan antara teori hukum dan teori sosiologis dapat menjadi bahan penelitian untuk berbagai tujuan yang berbeda-beda. Akan tetapi, suatu penelitian terhadap teori sosiologi yang dilakukan oleh seorang ahli ilmu hukum Nasikun, Sebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, Yogyakarta : 1974, Fakultas Sosial Universitas Gajah Mada, hal 29.
36
Ibid., hal 29.
37
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
memerlukan suatu perhatian khusus.38 Pemahaman terhadap hukum seringkali dilakukan dengan menggunakan beberapa perspektif secara simultan dalam rangka untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai hukum itu. Hukum menjadi obyek dari Ilmu Hukum. Sebagai sebuah ilmu, ilmu hukum tergolong ke dalam “ilmu praktis” yang normologis. Kelompok ini sering disebut kelompok normative.39 Biasanya tindakan-tindakan yang mengutamakan sifat emosional ini sulit dikontrol oleh jalur hukum, sekalipun ancaman pidana yang dirumuskan cukup jelas. Demikian juga dengan apa yang dinilai sebagai sesuatu yang nestapa bagi pembentuk hukum, dalam kenyataan belum tentu dinilai demikian oleh subjek hukum yang terkena ancaman pidana. Ada kemungkinan besar bahwa sanksi pidana oleh pelaku tersebut justru tidak dirasakan sebagai suatu nestapa.Tetapi sebaliknya tidak menutup kemungkinan bahwa pidana yang diterimanya itu justru dirasa sebagai sesuatu yang lebih menguntungkan dan merupakan tempat atau fasilitas, atau sebagai jalan yang dianggap sebagai pahlawan yang selalu didambakan atau dimuliakan oleh masyarakat lingkungannya. Menurut Satjipto Raharjo bentuk pengendalian konflik sosial politik yang paling penting adalah konsiliasi (conciliation), mediasi, dan arbitrasi dimana lembaga yang berkepentingan atau wakil-wakil mereka bertemu satu dengan yang lain untuk menyalurkan konflikkonflik dengan cara mereka yang bersifat damai berdasarkan Bambang Sunggono M.PH., Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta; 1997, Rajawali Press, hal 76.
38
Suteki, ibid 2009 : 6,22 perkembangan hukum sosiologis mengalami kemajuan pesat karena secara faktual, Ilmu Hukum memiliki kesatuan dengan basis sosialnya. Ilmu Hukum yang tidak mencoba menoleh pada realitas sosialnya akan kering dan kaku dan bersifat esotik. Ilmu Hukum akan terasing, terealienasi dengan struktur sosial yang mendukungnya. Pemahaman hukum secara holistik merupakan langkah progresif dan menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi agar Ilmu Hukum yang digunakan dapat menghasilkan keadilan formal (formal justice) melainkan juga keadilan substansial (substanstial justice) bahkan sampai pada keadilan sosial (social justice)
39
23
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
24
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pancasila. Negara mewakili segenap penduduk dalam batas tertentu, mendahulukan harmoni kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi40. Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan tersebut, ada suatu pendapat yang sangat menarik yang dikemukakan oleh Parsons dalam salah satu karyanya pernah menyusun suatu konseptualisasi Voluntarisme sebagai proses pengambilan keputusan secara subjektif dari aktor-aktor secara individual. Pengambilan keputusan tersebut menurut Parsons adalah dipengaruhi oleh pelbagai kendala baik yang bersifat normatif maupun situasional.41 Ada dua teori terkenal yang berkaitan dengan masalah konflik, yaitu teori konflik dialektis dinyatakan bahwa taraf kepincangan distributif pada sumber daya akan dipengaruhi keleluasaan bagianbagian suatu sistem sosial untuk mengungkapkan konflik kepentingan. Oleh karena itu, menurut teori ini yang perlu dipermasalahkan adalah keabsahan sistem yang ada yang ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka.42 Sedangkan menurut teori konflik fungsional sebagaimana pernah dikembangkan oleh George Simmel dikatakan bahwa terjadinya konflik di dalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak terelakkan, masyarakat dipandangnya sebagai struktur sosial yang mancakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dibedakan secara analitis.43 Moch. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Penyunting Tirto Suwondo, Yogyakarta, 1999 : - Filosuf dari partai Whings, John Locke, dengan doktrin tentang pemerintah harus bersandar pada persetujuan yang diperintah, dan bahwa manusia memiliki hak alamiah untuk hidup, kemerdekaan dan kemakmuran yang merupakan dasar dari liberalisme. hak tersebut menggema secara brillian di dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika (the American Declaration of Independence) pada tahun 1776, yang berbicara tentang hak (pribadi) yang tak dapat dicabut (the inalienable) untuk “kehidupan, kemerdekaan dan pencarian kebahagiaan”. Adalah suatu doktrin yang menantang cara-cara tradisional yang diwariskan, dan seruan untuk pengaturan memperbaharui, baik politik maupun sosial untuk kesejahteraan masyarakat.
40
Soeryono Soekanto, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, (Jakarta : 1988, Rajawali Perss), hal. 36.
41
Ibid., hal 69.
42
Ibid : 69.
43
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Simmel selanjutnya juga mengatakan bahwa dalam hal terjadinya sesuatu, keterlibatan emosional adalah sesuatu yang sering terjadi. Dalam hipotesisnya Simmel mengatakan bahwa : “Semakin besar keterlibatan emosional semakin besar pula potensi untuk melakukan kekerasan. Faktor emosional yang timbul dari keakraban, permusuhan, harga diri dan rasa iri hati akan meningkatkan intensitas konflik”.44 Dengan demikian Simmel lebih banyak memberikan tekanan analisis terhadap yang dianggap dapat meningkatkan intensitas konflik. Sementara itu, hubungan antara kejahatan dan proses kriminalisasi secara umum dinyatakan dengan digunakannya konsep “penyimpangan” (devience) dan reaksi sosial. Kejahatan dipandang sebagai bagian dari “penyimpangan sosial” dari tindakan-tindakan yang dipandang sebagai normal atau “biasa” di masyarakat, dan terhadap “tindakan penyimpangan” tersebut diberikan reaksi sosial yang negatif, dalam arti secara umum masyarakat memperlakukan orang-orang tersebut sebagai “berbeda” dan “jahat”. Dengan demikian siapa yang dipandang menyimpang pada masyarakat tertentu terutama tergantung pada masyarakat itu sendiri. Kadangkadang kondisi-kondisi yang mempengaruhi pemberian batasan tersebut tidak begitu jelas, sehingga pada akhirnya banyak sekali tergantung dari sikap polisi, jaksa dan hakim.45 Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan, khususnya dalam konflik pendukung antar partai politik, Kepolisian Resort Jepara mengedepankan fungsi Bimmas maupun Intel sebagai pembina dan pembimbing hubungan timbal balik antara POLRI sebagai subjek dengan masyarakat sebagai objek maupun subjek aktif untuk menyalurkan dan membimbing masyarakat dengan cara yang benar. Ibid : 72.
44
I.S. Susanto, Kejahatan Korporasi, Universitas Diponegro, Semarang, 1995 : 9.
45
25
26
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Meskipun demikian upaya POLRI itu sulit dicapai tanpa personil yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas, sehingga peran dan dukungan masyarakat melalui tokoh-tokoh agama maupun tokoh partai politik itu sendiri sangat dibutuhkan. Dalam situasi seperti itu, kekuatan massa yang dengan bebas bisa memicu dan menekan aparat kepolisian untuk bertindak sebagaimana yang dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berseteru. Di sisi lain aparat kepolisian dituntut untuk bekerja sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang berlaku. Namun di lain pihak masyarakat masih belum memahami. Dengan melihat situasi dan kondisi yang ada di Polres Jepara, khususnya di Kepolisian Sektor Kedung yang sangat terbatas, maka penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai kewenangan lembaga kepolisian dalam menyelesaikan konflik pendukung antar partai di Desa Dongos Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
D. Tugas Polri dalam Penyelesaian Konflik Dalam Kebijakan Hukum (Criminal Policy) Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah “politik kriminal” dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. G. Peter Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup “Criminal Policy” dengan skema sebagai berikut:46
46
G. Peter Hoefnagels, The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holand, 1973 : 56.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Skema 1 Criminal Policy Peter Hoefnagels
The main division of the diagram is therefore into: science and application. This follows from the social, serving nature of criminology. Criminal policy is also manifest as science and as application. The legislative and enforcement policy is in turn part of social policy.47 Peter Hoefnagles, The Other Side of Criminologi An Inversion of The Concept of Crime, Ultrecht State University, Nederland, Rotterdam, 1972 : 57, bahwa penerapan hukum untuk mengatasi masalah sosial dengan cara mengadakan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, termasuk kebijakan penegakan hukum.
47
27
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
28
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal (criminal policy) meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels, penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, “lewat penal” dan “lewat non penal”, maknanya disini segala penggunaan hukum untuk menyelesaikan penyimpangan sosial untuk mewujudkan perdamaian termasuk kebijakan penegakan hukum pidana. Implementasinya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokok dan wewenangnya; “bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya” (Pasal 14 ayat 1 huruf g UndangUndang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia), terikat dengan Pasal 7 ayat 1 huruf j KUHAP jo Pasal 16 ayat (1) hurup l Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam menyelenggarakan tugas pokok dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dibidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (vide Pasal 16 ayat (1) huruf l)”. Juga terikat dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “untuk kepentingan umum48 pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri” atau dikenal dengan kewenangan “diskresi kepolisian”.49 Mahmutarom HR, 209, ibid : 107-108 Secara umum kepentingan umum adalah pertama, memelihara kepentingan umum dengan kebajikan umum. Kepentingan umum dilakukan dengan menolak kemudaratan yang menimpa manusia umumnya dan mendatangkan kemanfaatan. Dan kedua, mewujudkan kepentingan umum dengan bersandar kepada dua sendi kebenaran dan keadilan.
48
Penjelasan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimaksud dengan bertindak menurut penilaiannya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan
49
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dari skema di atas terlihat, bahwa menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan ditempuh dengan : 1. Penerapan hukum pidana (criminal law application); 2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); 3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing view of society on crime and punishment mass media).50 Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “Penal” (Hukum Pidana) dan lewat jalur “Non penal” (bukan hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels di atas, upaya-upaya yang disebut dalam butir 2 dan 3 dapat dimasukkan dalam kelompok upaya “non penal”. Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat “repressive” (penindasan/ pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur “non penal” lebih menitik-beratkan pada sifat “preventive” (pencegahan/ penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan repressive pada hakekatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventive dalam arti luas. Penggunaan hukum untuk mengatasi masalah sosial, termasuk dalam kebijakan penegakan hukum. Sebagai suatu masalah penggunaan hukum pidana tidak ada kemutlakan-kemutlakan, karena pada hakekatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif.51 oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 : 48.
50
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang, 1994 : 18.
51
29
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
30
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
POLRI di lapangan tidak usah mempertentangkan makna repressive dan preventive secara kaku, tetapi justru dapat membangkitkan ide-ide dalam pelaksanaan tugas antara lain : 1. Sulit dibedakan atau dikotak-kotakkan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. 2. Dalam studi Kepolisian,sasaran tugas itu sudah jelas (memelihara ketertiban masyarakat dan menjaga keamanan dalam negeri). Misalnya petugas Sabhara dan Poltas kalau diamati adalah sebagai petugas Polisi Preventive, akan tetapi terhadap pelanggar lalu lintas yang kelewat membandel apabila mencabut SIM adalah termasuk tindakan repressive, disebut juga repressive non yudisial. Sebaliknya Reserse sebagai Polisi repressive, yang tugas pokoknya mencari dan mengumpulkan barang bukti dan menangkap pelaku kejahatan, untuk kepentingan proses peradilan, ternyata kemudian menyerahkan pelakunya kepada orang tuanya, atau lembaga Pamardisiwi adalah tugas-tugas preventive. Dengan tujuan untuk menetralisir atau mengalihkan konflik ke arah suatu keseimbangan yang dapat diterima oleh masyarakat, untuk menuju terciptanya ketertiban masyarakat yang menghormati kaidahkaidah, norma-norma dan peraturan-peraturan.52 Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1988 : 101.
52
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Upaya keberhasilan penegakan hukum pidana sangat dipengaruhi oleh ketergantungan dan keterkaitan antara unsurunsur sistim peradilan pidana Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan.53 Petugas yang bersangkutan harus menuju kepada suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi kejahatan (the rational organization of the control by society). Penegakan hukum dalam sistim peradilan pidana merupakan bagian dari politik kriminal.54 Lembaga Kepolisian dalam politik kriminal, penegakan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak hanya secara penal (Crime law application) namun juga dengan kebijakan kesejahteraan sosial, (social welfare policy) dalam rangka menuju kepada citacita masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menurut G. Peter Hoefnagles dalam diagramnya “prevention without punishment”/pencegahan tanpa pidana merupakan bagian dari politik criminal kebijakan hukum pidana.55 Fungsi Bimmas sebagai bagian dari struktur organisasi POLRI, menjalankan tugas di bidang “prevention without punishment”. Sedangkan penanganan pembinaan masyarakat yang bersifat preventive atau non penal, untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing view of society on crime and punishment mass media) merupakan tugas Bimmas yang bersifat strategis. 53
Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, CV. Mandar Maju, Bandung, 1995 : 135.
Bambang Poernomo, Pola Dasar Asas-Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993 : 107.
54
G. Peter Hoefnagles, The Other Side of Criminologi An Inversion of The Concept of Crime, Ultrecht State University, Nederland, Rotterdam, 2972 : 56.
55
31
32
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERKEMBANGAN TUGAS POLRI BERPERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) Dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194556, khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang Kekuasaan membentuk undang-undang, maka berbagai peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk sebelumnya, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah tidak berlaku lagi. Dengan demikian diperlukan peraturan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis dalam membentuk dan mengimplementasikan peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
Arief Hidayat, Bernegara itu Tidak Mudah (Dalam Perspektif Politik dan Hukum) Pidato Pengukuhan Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Februari, 2010: 31 meskipun keberadaan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 kala itu masih dipersoalkan sebagai produk yang tidak sah, tetapi dari isi Pembukaan maupun Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyebut adanya prinsip demokrasi serta perlindungan HAM, sudah merupakan bukti bahwa NKRI menganut atau menerima prinsip negara Hukum. Mahfud MD (2006), “ adanya konstitusi (dalam hal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) itu sendiri merupakan bukti pula bahwa Indonesia menganut prinsip negara hukum dan demokrasi, sebab secara socio legal dan socio kultural adanya konstitusi itu merupakan prinsip negara hukum dan demokrasi.
56
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
34
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan amanat pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum yo Pasal 6 ayat (1) Tap MPR RI Nomor VII/ MPR/2000 tentang Peranan POLRI; merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamaman dan ketertiban masyarakat dan menegakkan hukum, memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat yo Pasal 2 ayat (3) Keppres nomor 89 Tahun 2000 tanggal 1 Juli 2000, tentang Kedudukan POLRI. Dalam Hal Urusan Yustisial berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, sedangkan Urusan Ketenteraman dan Ketertiban Umum berkoordinasi dengan Departemen dalam negeri, sedangkan implementasinya dibidang penegakan hukum berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan “dalam melaksanakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap seluruh tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sejalan dengan Arief Hidayat, bahwa kedaulatan hukum (leer van de rechts sovereinteit) negara pada prinsipnya tidak berdasarkan kekuasaan machtsstat), tetapi negara harus berdasarkan hukum Rechtsttat atau rule of law.57 Arief Hidayat, Bernegara itu Tidak Mudah (Dalam Perspektif Politik dan Hukum) Pidato Pengukuhan Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Februari, 2010: 30. Konsep negara hukum yaitu Rechtsttat yang berasal dari kawasan Eropa Kontinental dan the rule of aw yang berasal dari kawasan Anglo Saxon, sama-sama lahir sebagai upaya untuk membatasi dan mengatur kekuasaan. Dan pada dasarnya juga mengarah kepada sasaran yang sama yaitu pengakuan dan perlindungan atas hak-hak dasar manusia.
57
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ini berlaku adalah Undang-Undang nomor 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 81, Tambahan Lembaran Berita Negara nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang nomor 13 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara tahun 1961 nomor 245, Tambahan Lembaran Negara nomor 2289), yang sekarang sudah disempurnakan dengan pasal 16 ayat 1 huruf (l) dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam rangka menyelenggarakan tugas dan wewenang di bidang proses pidana Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, dan “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri” yang diharapkan mampu memberikan penegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai yang dinyatakan dalam Tri Brata dan Catur Prasetya sebagai sumber nilai Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila58. Perkembangan kemajuan ilmu teknologi dan kehidupan masyarakat yang pesat yang seiring dengan fenomena supremasi hukum, hak azasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung Dijelaskan dalam pasal 16 ayat (2) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf l Undang-Undang Kepolisian adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; dan e. menghormati hak asasi manusia.
58
35
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
36
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tambahnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat yang dilayaninya. Gustav Radbruch mengemukakan: Keadilan adalah nilai terpenting dalam Penegakan Hukum (Muhammmad Arif Setiawan, UII, 2010), selain nilai kepastian, dan nilai kemanfaatan, oleh karena itu Pengadilan di dalam membuat suatu keputusan harus mencerminkan nilai- nilai keadilan secara proporsional. Hal tersebut menurut Mahmutarom, Unwahas, 2010: 99 bahwa nilai keadilan itu merupakan sesuatu yang abstrak, maka dalam pelaksanaannya harus diperhatikan aspek kepastian hukum maupun kemanfaatannya. Kepastian hukum diantaranya harus mengandung jaminan pelaksanaan keadilan secara konkrit, tetapi apabila aspek kepastian hukum berbenturan dengan keadilan, maka rasa keadilan yang harus diutamakan. Sedangkan aspek kemanfaatan tidak hanya dilihat dari sudut orang-perorang, melainkan harus dilihat secara luas yang berorientasi pada masalah kemaslahatan dan kebahagiaan manusia, dan itu menjadi keharusan dalam penegakan hukum, termasuk hukum agama, dan hukum adat. Kritik tajam terhadap dunia peradilan kita akhir-akhir ini sering kali pada peradilan (polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan) tidak merefleksikan sebagai simbol keadilan, tetapi justru sebagai simbol ketidak adilan. Peradilan seolah menjadi “ruang permainan menang-kalah” sehinga menjadi citra buruk bagi penegak hukum, walaupun tidak berlaku bagi semua penegak hukum. Reevaluasi apakah berlakunya KUHP “tanpa pembatas” ? Dalam jiwa dan semangat Nasionalisme dalam Perpres No. 2 tahun 1945 –dalam UU. No. 1 tahun 194659, yaitu Peraturan Hukum Ditegaskan pada pasal 10 dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-
59
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pidana niscaya cenderung represip dan menindas, dinyatakan: Pasal I Undang-Undang No. 1 tanggal 26 Pebruari 1946, Berita Rep. Indonesia II, 9, s.d.u. dg. UU. No. 73 tahun 1958 ditegaskan “ Dengan menyimpang sepenuhnya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan bahwa, “peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku, ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942”60. Bahwa struktur, substansi, dan kultur Wetboek van Strafrecht warisan Kolonial Belanda sebelum Perang Dunia ke II (dua) yang secara mendasar mempengaruhi berlakunya hukum pidana Indonesia61 (masih diberlakukan sejak masa penjajahan Jepang- s.d Sekarang). Pertanyaannya: Apakah peraturan hukum pidana yang berlaku sekarang masih sesuai dengan semangat sistem hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila ? a)
Pasal 1 Perpres No. 2/1945: “ Segala badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum
Undang sebagaimana mestinya dan materi Peratutan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh UndangUndang atau meteri untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum “mengikat” sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Bahwa kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki, yaitu penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundangundangan yang didasarkan pada asas bahwa sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Engelbrecht, Disusun Menurut Sistem, Peraturan Hukum Pidana Undang-Undang tanggal 26 Pebruari 1946 Nr.1, Berita Republik Indonesia II, 9, s.d.u dg UU. No. 73/1958, hal: 1356
60
Wicipto Setiadi, Penyusunan Pokok-Pokok Pikiran dan Strategi Pembahasan RUU tentang KUHP, diselenggarakan oleh “Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan “ Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, 2010 : 2 Sekalipun penyusunan Konsep RUU KUHP dilatarbelakangi oleh kebutuhan dan tuntutan nasional untuk melakukan criminal law reform sejak kemerdekaan telah beberapa kali mengalami perubahan amandemen, tetapi secara mendasar warna kolonial yang didasarkan pada teori pembalasan yang berkembang di Eropa Barat pada abad ke 19 tetap mewarnai hukum pidana Indonesia.
61
37
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
38
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar masih berlaku, asal saja tidak bertentangan dengan UUD tersebut.62 b) Pasal V UU No. 1/1946: Peraturan-peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak berlaku. c) KUHP (Undang-Undang No 1 Tahun 1946 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 73 tahun 1958) harus tetap menjuru pada Sistim Hukum Nasional (SISKUMNAS), sesuai pada Pasal 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan ditegaskan “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara”. Sebagai Negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa mematuhi berdasarkan atas hukum. Adanya Kondisi buruk dunia peradilan sekarang ini telah mendorong pencari keadilan (justitia bellen) untuk menemukan Nyoman Serikat Putra Jaya, Urgensi Pembahasan Buku I Tentang Ketentuan Umum Hukum Pidana Dalam RUU KUHP dalam Rangka Pembaharuan dan Pembentukan Sistem Hukum Pidana Nasional, Makalah diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional : Perkembangan Hukum Pidana Dalam UndangUndang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana”, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Semarang, 3 s.d 5 November 2010 bahwa pembaruan bidang hukum pidana materiil (substantif), kebijakan yang ditempuh oleh bangsa Indonesia dalam rangka pelaksanaan amanat Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, pelaksanaannya melalui 2 (dua) jalur : a pembuatan perundang-undangan pidana maksudnya mengubah, menambah, dan melengkapi KUHP yang berlaku sekarang; b. Pembuatan Konsep Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang menggantikan KUHP yang berlaku sekarang. Sejak tahun 1968 LPHN telah mengeluarkan beberapa Konsep Rancangan Buku I. Konsep ini selanjutnya diperbaiki pada tahun 1972 dan untuk singkatnya disebut Konsep 1968/1972. Konsep Rancangan KUHP 1968/1972 ini dibahasa secara mendasar khususnya menyangkut jenis-jenis pidananya oleh Sudarto, dalam pidato pengukuhan beliau sebagai Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul “ Suatu Dilema Dalam Pembangunan Sistem Hukum Pidana Indonesia. Dilema yang dihadapi ialah apabila hanya mengadakan revisi dari apa yang ada sekarang, itu bukanlah suatu pembaharuan, dan apabila yang ada itu ditinggalkan, harus menemukan alternatifnya yang tepat.
62
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
alternatif penyelesaian perkara pidana (crime clearence) di luar pengadilan, yang biasa di sebut Alternative Dispute Resolution (ADR), pada masing-masing tingkat institusi dengan cara perdamaian dengan membuat kesepakatan. Mengingat asas hukum pidana “asas ultimum remedium” bahwa pidana sebagai upaya terkahir, dan program Community Policing yang berorientasi pada membangun kemitraan (phartnership building) dan penyelesaian masalah (problem solving)63 dalam kajian ini, POLRI dalam kasus-kasus ringan lewat FKPM sudah membuat lembaga ditingkat Desa/Kelurahan untuk menyelesaikan kasus-kasus kecil berdasarkan Skep nomor: 737/VII/2006 Seri-3 Polmas dan Skep 433/ VII/2006 tanggal 1 Juli 2006. Untuk itu POLRI (Bhabinkamtibmas) harus dapat memberikan pengertian, dan menanamkan kesadaran untuk meyakinkan kepada para pihak yang berperkara bahwa penyelesaian perkara (crime clearence) dengan cara musyawarah untuk mencapai perdamaian, merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik, adil, dan bijaksana dari pada diselesaikan dengan putusan pengadilan, baik dipandang dari segi hubungan masyarakat, dari segi waktu yang lama, beaya yang tidak sedikit, dan tenaga yang digunakan. Mengingat Perma nomor 1 tahun 2008 juga telah memungkinkan mediasi dilakukan dalam tahapan pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) bahwa ; “Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan”. Lampiran surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/360/VI/2005 tanggal : 10 Juni 2005 Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) POLRI Tahun 2005-2025 dalam Grand Strategi POLRI, bahwa Reorientasi Sistem Keadilan (Restorative Justice), dengan Strategi Restorative Justice (pemulihan keadilan) dapat meningkatkan trust kepada masyarakat karena menunjukkan bahwa POLRI bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya “penghukum” (penegak hukum) yang menjuru represif, melainkan POLRI mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan, ketidak tertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win- win solusition.
63
39
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
40
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Keunggulan utama suatu penyelesaian perkara (crime clearence) dengan cara perdamaian diluar pengadilan adalah keputusan yang dibangun oleh para pihak sendiri (win-win solusition), lebih mencerminkan keadilan bagi para pihak. Dalam penerapan hukum dengan cara “perdamaian atau arbitrase” yang kadang-kadang dilakukan oleh polisi di lapangan, dalam menyelesaikan tindak pidana dengan mengindahkan kearipan lokal yang dilakukan dengan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, adalah termasuk (crime clearence) merupakan penyelesaian perkara tindak pidana; Menurut Prof. Dr. Muladi : ‘perdamaian nilainya sama dengan putusan hakim’, hal tersebut telah sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata. Semua kesepakatan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Kesepakatan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang (asas Pacta sunt servanda). Menjadikan mediasi penal juga dapat sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup, karena selain bermanfaat bagi lingkungan hidup juga bermanfaat bagi masyarakat adat64.
A. Strategi Model Polisi Pendamai Berperspektif Alternative Dispute Resolution (ADR) Dalam Instrumen Internasional Menurut Prof. Dr. Barda Nawawi Arief; Mediasi Pidana (Penal Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa/Masalah Perbankan Beraspek Pidana Di Luar Pidana, walaupun pada Nirmala Sari, Ringkasan Disertasi Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011 : 4. sejalan dengan perkembangan hukum dalam tataran global, sejalan pula dengan hukum yang hidup dalam tataran lokal, yakni masyarakat adat di Indonesia yang telah memiliki mekanisme penyelesaian perkara melalui perundingan atau permusyawarahan untuk mencapai kesepakatan. Musyawarah dalam masyarakat, istilah Jawa biasa disebut “rembug desa”.
64
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktik sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan yang biasa dikenal dengan istilah ADR atau Alternative Dispute Resolution; melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum65. Melalui mekanisme musyawarah/ perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di dalam masyarakat (musyawarah keluarga; musyawarah desa; musyawarah adat dsb). Praktik penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan selama ini tidak ada landasan hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara informal telah ada penyelesaian damai (melalui mekanisme hukum adat), namun tetap saja diproses ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku. Kondisi yang digambarkan di atas juga terjadi di banyak negara. Namun saat ini sudah terjadi perkembangan wacana dalam menyelesaikan perkara pidana, walaupun merupakan perkara tindak pidana akan tetapi penyelesaian perkaranya dapat diselesaikan dengan cara perdamaian, dan bahkan perkembangan/pembaharuan hukum pidana di berbagai negara yang telah memberi kemungkinan penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan melalui “mediasi pidana” yang dikenal dengan istilah Alternative Dispute Resolution (ADR). Adapun latar belakang pemikirannya ada yang dikaitkan dengan ide-ide pembaharuan hukum pidana (penal reform), dan ada yang dikaitkan dengan masalah Barda Nawai Arief, Dalam Disertasi Suparmin, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2008; 157-165 dari makalah yang disajikan oleh beliau, sebagai pengantar “Dialog Interaktif Mediasi Perbankan, di Bank Indonesia Semarang, 13 Desember 2006”, Mediasi Penal (penal mediation) sering juga disebut dengan berbagai istilah, antara lain : “mediation in criminal cases” atau “mediation in penal matters” yang dalam istilah Belanda disebut strafbemiddeling, dalam istilah Jerman disebut “Der Außergerichtliche Tatausgleich” (disingkat ATA) dan dalam istilah Perancis disebut “de mediation pénale”. Karena mediasi penal terutama mempertemukan antara pelaku tindak pidana dengan korban, maka mediasi penal ini sering juga dikenal dengan istilah “Victim-Offender Mediation” (VOM) atau Täter-Opfer-Ausgleich (TOA).
65
41
42
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
pragmatisme. Latar belakang ide-ide penal reform itu antara lain ide perlindungan korban, ide harmonisasi, ide restorative justice. 66 Strategi restorative justice (pemulihan keadilan) dapat meningkatkan trust karena menunjukkan bahwa Polri bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya “penghukum” (penegak hukum) yang menjurus represif, melainkan Polri mengutamakan “perdamaian” (dalam penegakan keadilan masyarakat) bagi penanggulangan konflik dan ketidaktertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan berperan menghasilkan win-win situation (LPEMFEUI & MABES POLRI 1.2.2.1). Ide atau wacana dimasukkannya ADR dalam penyelesaian perkara pidana, antara lain terlihat dari perkembangan sebagai berikut. 1. Dalam dokumen penunjang Konggres PBB ke-9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (yaitu dokumen A/CONF.169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution/ADR (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam sistem peradilan pidana. Khususnya mengenai ADR, dikemukakan dalam dokumen itu sebagai berikut.
The techniques of mediation, conciliation and arbitration, which have been developed in the civil law environment, may well be more widely applicable in criminal law. For example, it is possible that some of the serious problems that complex and lengthy cases
66 Suparmin, Disertasi, 2008 : Ibid ADR dalam Pasal 82 ayat (1) KUHP Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya. Dalam prakteknya, dalam penyidikan, banyak perkara-perkara pidana terutama yang menyangkut harta benda diselesaikan dengan cara musyawarah perdamaian, dengan mengedepankan perlindungan pada korban, dan tersangka.Karena perdamaian, dapat benar-benar dirasakan keadilan dan menghormati martabat manusia.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
involving fraud and white-collar crime pose for courts could by reduced, if not entirely eliminated, by applying principles developed in conciliation and arbitration hearings. In particular, if the accused is a corporation or business entity rather than an individual person, the fundamental aim of the court hearing must be not to impose punishment but to achieve an outcome that is in the interest of society as a whole and to reduce the probability of recidivism. 2. Dalam laporan Konggres PBB ke-9/1995 tentang The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders (dokumen A/CONF.169/16), antara lain dikemukakan : untuk mengatasi problem kelebihan muatan (penumpukan perkara) di pengadilan, para peserta konggres menekankan pada upaya pelepasan bersyarat, mediasi, restitusi, dan kompensasi, khususnya untuk pelaku pemula dan pelaku muda (dalam laporan Nomor 112); Ms. Toulemonde (Menteri Kehakiman Perancis) mengemukakan “mediasi penal” (penal mediation) sebagai suatu alternatif penuntutan yang memberikan kemungkinan penyelesaian negosiasi antara pelaku tindak pidana dengan korban. (dalam laporan Nomor 319); 3. Dalam Deklarasi Wina, Konggres PBB ke-10/2000 (dokumen A/CONF.187/4/Rev.3), antara lain dikemukakan bahwa untuk memberikan perlindungan kepada korban kejahatan, hendaknya diintrodusir mekanisme mediasi dan peradilan restoratif (restorative justice). 4. Dalam International Penal Reform Conference yang diselenggarakan di Royal Holloway College, University of London, pada tanggal 13-17 April 1999 dikemukakan, bahwa salah satu unsur kunci dari agenda baru pembaharuan hukum pidana (the key elements of a new agenda for penal reform) ialah perlunya memperkaya
43
44
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
sistem peradilan formal dengan sistem atau mekanisme informal dalam penyelesaian sengketa yang sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia (the need to enrich the formal judicial system with informal, locally based, dispute resolution mechanisms which meet human rights standards).
Konferensi ini juga mengidentifikasikan sembilan strategi pengembangan dalam melakukan pembaharuan hukum pidana, yaitu mengembangkan/membangun : a. Restorative justice b. Alternative dispute resolution c. Informal justice d. Alternatives to Custody e. Alternative ways of dealing with juveniles f. Dealing with Violent Crime g. Reducing the prison population h. The Proper Management of Prisons i. The role of civil society in penal reform
5. Pada 15 September 1999, Komisi Para Menteri Dewan Eropa (the Committee of Ministers of the Council of Europe) telah menerima Recommendation Nomor R (99) 19 tentang Mediation in Penal Matters. 6. Pada 15 Maret 2001, Uni Eropa juga mengikuti dengan membuat the EU Council Framework Decision tentang “kedudukan korban di dalam proses pidana” (the Standing of Victims in Criminal Proceedings) - EU (2001/220/JBZ) yang di dalamnya termasuk juga masalah mediasi. Pasal 1 (e) dari Framework Decision ini mendefinisikan mediation in criminal cases sebagai : the search prior to or during criminal proceedings, for a negotiated solution between the victim and the author of the offence, mediated by a competent person. Pasal 10-nya menyatakan, setiap negara
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
anggota akan berusaha to promote mediation in criminal cases for offences which it considers appropriate for this sort of measure. Walaupun Pasal 10 ini terkesan hanya memberi dorongan (encouragement), namun menurut Annemieke Wolthuis67, berdasarkan penjelasan di dalam website Uni Eropa, negara anggota wajib mengubah UU dan hukum acara pidananya, antara lain mengenai the right to mediation68. 7. Pada tanggal 24 Juli 2002, Ecosoc (PBB) telah menerima Resolusi 2002/12 mengenai Basic Principles on the Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters yang didalamnya juga mencakup masalah mediasi.69
Resume : Masalah mediasi dalam perkara pidana, sudah masuk dalam agenda pembahasan di tingkat internasional, yaitu dalam Konggres PBB ke-9/1995 dan ke-10/2000 mengenai Prevention of Crime and the Treatment of Offenders dan dalam Konferensi Internasional Pembaharuan Hukum Pidana (International Penal Reform Conference) tahun 1999; Pertemuan-pertemuan internasional itu mendorong munculnya tiga dokumen internasional yang berkaitan dengan masalah peradilan restoratif dan mediasi dalam perkara pidana, yaitu : (1) the Recommendation of the Council of Europe 1999 Nomor R (99) 19 tentang Mediation in Penal Matters; (2) the EU Framework Decision 2001 tentang the Standing of Victims in Criminal Proceedings; dan
Annemieke Wolthuis, Will Mediation in Penal Matters be mandatory? The Impact of International Standards, fp.enter.net/restorativepractices/Mediation7
67
Barda Nawawi Arief, Mediasi Pidana (Penal Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa Masalah Perbankan Beraspek Pidana Diluar Pengadilan, disajikan di Bank Indonesia, Semarang, 13 Desember 2006.
68
Tercantum dalam dokumen E/2002/INF/2/Add.2, international-research-project-report2 (sbr.: internet); lihat juga Annemieke, ibid.
69
45
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
46
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(3) the UN Principles 2002 (draft Ecosoc) tentang Basic Principles on the Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters; Dari berbagai dokumen internasional itu, masalah penal mediation tidak muncul sebagai masalah yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan latar belakang ide penal reform, restorative justice, alternative to imprisonment/custody, masalah “perlindungan korban” dan untuk mengatasi problem penumpukan perkara (the problems of court case overload).
Catatan : Upaya untuk mengurangi beban pengadilan (penumpukan perkara), di beberapa negara lain juga ditempuh dengan dibuatnya ketentuan mengenai “penundaan penuntutan” (suspension of prosecution) atau “penghentian/penundaan bersyarat” (conditional dismissal/discontinuance of the proceedings) walau pun buktibukti sudah cukup, seperti diatur dalam Pasal 248 KUHAP (Hukum Acara Pidana) Jepang dan Pasal 27-29 KUHP (Hukum Pidana Materiel) Polandia 70.
8. Mediasi pidana yang diungkapkan di atas, bertolak dari ide dan prinsip kerja sebagai berikut.71 a. Penanganan konflik Konfliktbearbeitung):
(Conflict
Handling/
Tugas mediator adalah membuat para pihak melupakan kerangka hukum dan mendorong mereka terlibat dalam
Op.Cit.
70
Stefanie Tränkle, The Tension between Judicial Control and Autonomy in Victim-Offender Mediation - a Micro sociological Study of a Paradoxical Procedure Based on Examples of the Mediation Process in Germany and France, http://www.iuscrim.mpg.de/ forsch/krim/ traenkle_e.html.
71
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
proses komunikasi. Hal ini didasarkan pada ide, bahwa kejahatan telah menimbulkan konflik interpersonal. Konflik itulah yang dituju oleh proses mediasi. b. Berorientasi pada proses (Process Orientation – Prozessorientierung):
Mediasi penal lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil, yaitu : menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya, kebutuhan-kebutuhan konflik terpecahkan, ketenangan korban dari rasa takut dsb72.
c. Proses informal (Informal Proceeding - Informalität):
Mediasi penal merupakan suatu proses yang informal, tidak bersifat birokratis, menghindari prosedur hukum yang ketat.
9. Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autonomous Participation - Parteiautonomie/ Subjektivierung)
Para pihak (pelaku dan korban) tidak dilihat sebagai objek dari prosedur hukum pidana, tetapi lebih sebagai subjek yang mempunyai tanggung jawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat atas kehendaknya sendiri.
10. Model-model Mediasi Pidana :
72 Op. Cit.
Dalam Explanatory memorandum dari Rekomendasi Dewan Eropa Nomor R (99) 19 tentang Mediation in Penal Matters, dikemukakan beberapa model mediasi penal sebagai berikut: a. informal mediation b. Traditional village or tribal moots c. victim-offender mediation
47
48
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d. Reparation negotiation programmes e. Community panels or courts f. Family and community group conferences, Ad (a) : Model Informal Mediation Model ini dilaksanakan oleh personel peradilan pidana (criminal justice personnel) dalam tugas normalnya, yaitu dapat dilakukan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan mengundang para pihak untuk melakukan penyelesaian informal dengan tujuan, tidak melanjutkan penuntutan apabila tercapai kesepakatan; dapat dilakukan oleh pekerja sosial atau pejabat pengawas (probation officer), oleh pejabat polisi, atau oleh Hakim. Jenis intervensi informal ini sudah biasa dalam seluruh sistem hukum.
Ad (b) : Model Traditional village or tribal moots
Menurut model ini, seluruh masyarakat bertemu untuk memecahkan konflik politik di antara warganya73. Model ini ada di beberapa negara yang kurang maju dan di wilayah pedesaan/pedalaman. Model ini lebih memilih keuntungan bagi masyarakat luas. Model ini mendahului hukum barat dan telah memberi inspirasi bagi kebanyakan program-program mediasi modern. Program mediasi modern sering mencoba memperkenalkan berbagai keuntungan dari pertemuan suku (tribal moots) dalam bentuk yang disesuaikan dengan struktur masyarakat modern dan hak-hak individu yang diakui menurut hukum.
73 Op. Cit.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Ad (c) : Model Victim-Offender Mediation Mediasi antara korban dan pelaku merupakan model yang paling sering ada dalam pikiran orang. Model ini melibatkan berbagai pihak yang bertemu dengan dihadiri oleh mediator yang ditunjuk. Banyak variasi dari model ini. Mediatornya dapat berasal dari pejabat formal, mediator independen, atau kombinasi. Mediasi ini dapat diadakan pada setiap tahapan proses, baik pada tahap kebijaksanaan polisi, tahap penuntutan, tahap pemidanaan atau setelah pemidanaan. Model ini ada yang diterapkan untuk semua tipe pelaku tindak pidana; ada yang khusus untuk anak; ada yang untuk tipe tindak pidana tertentu (misal pengutilan, perampokan dan tindak kekerasan). Ada yang terutama ditujukan pada pelaku anak, pelaku pemula, namun ada juga untuk delikdelik berat dan bahkan untuk recidivist. Ad (d) : Model Reparation Negotiation Programmes Model ini semata-mata untuk menaksir/menilai kompensasi atau perbaikan yang harus dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban, biasanya pada saat pemeriksaan di pengadilan. Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para pihak, tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan material. Dalam model ini, pelaku tindak pidana dapat dikenakan program kerja agar dapat menyimpan uang untuk membayar ganti rugi/ kompensasi.74
74 Op. Cit.
49
50
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Ad (e) : Model Community panels or courts
Model ini merupakan program untuk membelokkan kasus pidana dari penuntutan atau peradilan pada prosedur masyarakat yang lebih fleksibel dan informal dan sering melibatkan unsur mediasi atau negosiasi. Ad (f) : Model Family and community Group Conferences Model ini telah dikembangkan di Australia dan New Zealand, yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam SPP (sistem peradilan pidana). Tidak hanya melibatkan korban dan pelaku tindak pidana, tetapi juga keluarga pelaku dan masyarakat lainnya, pejabat tertentu (seperti polisi dan hakim anak) serta para pendukung korban. Pelaku dan keluarganya diharapkan menghasilkan kesepakatan yang komprehensif dan memuaskan korban serta dapat membantu untuk menjaga si pelaku keluar dari kesusahan/ persoalan berikutnya, dengan tetap menghormati norma agama, norma sosial dan hukum adat.
B. Landasan Hukum POLRI Dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) Berperspektif Hukum Dasar hukum atau payung hukum bagi POLRI untuk penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan Alternative Dispute Resolution (ADR) dengan cara perdamaian adalah sebagai berikut: a. Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar Hukum dengan cara perdamaian, menurut peraturan perundang-undangan, yaitu: 1) Pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 14 tahun 1970
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara tahun 1970 nomor: 74 ditegaskan “Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.
Penjelasan:
Pasal ini mengandung arti bahwa disamping peradilan Negara tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan Negara yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara. Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.
2) Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 8 yang telah beberapa kali diubah yang terakhir dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang; dinyatakan dalam penjelasan: “Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase”. 3) Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.75 Vide Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 53 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4389 dinyatakan “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum”, sedangkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
75
51
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
52
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Menurut Benny Riyanto keunggulan utama suatu penyelesaian perkara (termasuk perkara pidana) diluar pengadilan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah keputusan yang dibangun oleh para pihak sendiri (win-win solution) lebih mencerminkan rasa keadilan.76Walupun dalam pemeriksaan perkara perdamaian pada umumnya hanya perkara perdata, tetapi dalam praktek penyelesaian perkara pidana juga sering diselesaikan diluar pengadilan. Masyarakat Barat (Amerika, Inggris, Canada dan Jepang) krisis yang terjadi pada lembaga peradilan menjadi pemicu munculnya gerakan Alternative Dispute Resolution (ADR). Bahwa, Undang-undang tersebut telah sejalan dengan pedoman hidup Kepolisian Negara Republik Indonesia Tri Brata, yang ke 2 menyatakan “Kami Polisi Indonesia menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Bahwa, pedoman kerja Kepolisian Catur Prasetya ke 3 adalah “Sebagai insan Bhayangkara kehormatannya adalah berkorban demi masyarakat, bangsa, dan negara, untuk menjamin kepastian berdasarkan hukum77”. Berkaitan dengan sistem peradilan pidana (SPP), tentang peran penting profesi hakim78, yang diharapkan sebagai benteng terakhir Benny Riyanto, R Rekonstruksi Model Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi yang Diintegrasikan Pada Pengadilan, Pidato Pengukuhan diucapkan pada Upacara Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 210 :4-5. Karena dalam perkembangannya, penyelesaian sengketa secara letigasi dihinggapi formalitas yang berlebihan, tidak efisien dan efektif, mahal, potensi keberpihakan, dan hasil putusan hakim sering mengecewakan pencari keadilan. Dalam konteks itu, ADR (alternatif dispute resolution) menjadi alternatif yang menawarkan proses-proses yang lebih efisien, sederhana, dan konfidensial, baik dalam bentuk perdamaian, negosiasi maupun mediasi.
76
“Kepastian Hukum” Penjelasan Pasal 5 huruf a UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
77
Tindak Pidana Korupsi “Kepastian hukum adalah Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan.
Eman Suparman, Mendudukkan Kembali Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim Menuju Peradilan Yang Bersih dan Berkeadilan, Komisi Yudisial Republik Indonesia, diucapkan dalam Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Negeri Semarang ke-46 “Reposisi Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa Menuju Tatanan Masyarakat yang Adil dan Humanis, Auditorium Universitas Negeri Semarang,, Semarang, 27 April 2011 bahwa, kehormatan adalah kemuliaan atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan harus
78
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
untuk mewujudkan terpenuhi rasa keadilan bagi masyarakat melalui putusan-putusannya ternyata masih menjadi salah satu pihak yang berkontribusi buruk terhadap buruknya penegakan hukum itu sendiri. Oleh kerena itu di Indonesia pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH)79. Dalam konteks Indonesia banyak keputusan hakim dalam berbagai tingkatan dan berbagai kasus tidak mencerminkan rasa keadilan. Perkembangan sistem hukum Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia, susunan peraturan perundang-undangan diatur Pasal 2 yo Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum” yang ada hubungan dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundangundangan adalah sebagai berikut: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; c) Peraturan Pemerintah; d) Peraturan Presiden; e) Peraturan Daerah. dipertahankan dengan sebaik-baiknya oleh hakim (penegak hukum), dan keluhuran martabat merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang mulia yang sepatutnya tidak hanya dimiliki tetapi harus dijaga dan dipertahankan oleh pejabat penegak hukum (termasuk POLRI), melalui sikap tindak atau perilaku yang berbudi luhur. Mustaghfirin, Refleksi Problematika Komisi Yudisial dan Rekonstruksi Sebuah Solusi Menuju Penegakan Hukum di Indonesia, Dean Faculty of law Sultan Agung Islamic University, Semarang, 2010 yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan hukuman jabatan para hakim nakal. Namun ide tersebuttidak berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
79
53
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
54
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dalam jenis dan hierarki TAP MPR, doktrin/ pendapat ahli/ doktrin tidak masuk dalam hierarki Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penulis berpendapat bahwa, “doktrin hukum pidana” tidak menjadi core business, karena core businees (perdamaian tidak menghapus pidana) dapat menimbulkan masalah baru, dan sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai tatahukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahwa doktrin tersebut, juga bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194580. Menurut Pujiyono kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum pidana, untuk menuju kondisi impartial (independency) dan merdeka diperlukan adanya kemandirian secara integral yang terwujud dalam setiap sub-sistem dalam kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum pidana81
Menurut Abdussalam kewenangan yang sangat besar yang didapat dari undang-undang merupakan kepastian hukum
Sistim Hukum Nasional (SISKUMNAS), sesuai pada Pasal 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan ditegaskan “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, maka berbagai Peraturan Perundang-undangan dan doktrin yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila sudah semestinya tidak berlaku lagi.
80
Pujiyono, Rekonstruksi Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, Ringkasam Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2011: 3, 39 Faktor lain yang membuat penyidik tidak independen dan tidak profesional adalah penempatan pejabat struktural reserse (Kepala Unit, Kepala Satuan, Kepala Direktorat (bahkan Kepala Badan) sering terjadi bukan dari pejabat yang berkarier Reserse, misalnya dari Lalu Lintas, Binamitra dan lain-lain. Tidak adanya jenjang karier yang secara berkesinambungan bagi personil reserse berganti-ganti sehingga sulit untuk mendapatkan penyidik yang prpfesional. Arah Pembangunan Jangka (PJP) Polri dalam Grand Strategi Polri khususnya pentahapan dalam pembangunan jangka panjang menekankan pembenahan berdasarkan orientasi khususnya pada “Lampiran Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: SKEP/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 (huruf c angka 1) Reorientasi Sistem Keadilan (Restorative Justice); “Strategi Restorative Justice (pemulihan keadilan) dapat meningkatkan trust karena menunjukkan bahwa Polri bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya “penghukum“ (penegak hukum) yang menjuru represif, melainkan dan terutama Polri mengutamakan “ pendamai “ (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan, ketidak tertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win-win solution.
81
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bagi aparat penegak hukum.82 Untuk menjamin kepastian hukum bagi penegak hukum dalam pembuatan perdamaian yang dibuat antara para pihak (korban, dan pelaku/ tersangka) dalam menyelesaikan perkara yang ditanganinya, wajib untuk mengindahkan norma yang berlaku bagi masyarakat yang mencerminkan rasa keadilan dan kemanfaatan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia
Menurut G. Peter Hoefnagels, dalam politik kebijakan crimnal (criminal policy) bahwa mengatasi masalah sosial dengan menggunakan hukum merupakan bagian dari politik kebijakan hukum atau dikenal “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”.
Dasar hukum POLRI dalam melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
b. Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP jo Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang- undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI dalam rangka menyelenggarakan tugas dan wewenang dibidang 82 Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia (Dalam Mewujudkan rasa Keadilan Masyarakat (Hukum PidanaFormal), Penerbit Restu Agung, Jakarta, 2006: 684-704 bahwa dengan prinsip keseimbangan mencakup pemberian perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban masyarakat, dan kepentingan masyarakat harus dikedepankan. Sedangkan bagi aparat penegak hukum terhadap perdamaian yang telah dibuat oleh para pihak (saksi/korban, tersangka/terdakwa, dan penegak hukum), untuk penyelesaian penanganan perkara yang ditangani, penegak hukum mempunyai kewajiban untuk mengindahkan kepentingan masyarakat pencari keadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
55
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
56
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
proses tindak pidana (penyelidikan dan penyidikan) berwenang “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Yang dimaksud tindakan lain adalah: 1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum 2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan; tersebut dilakukan; 3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; 5) Menghormati hak asasi manusia. Atas dasar pertimbangan tersebut hukum pidana dalam kodifikasi akan memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak dasar manusia dalam hukum pidana83. Dengan demikian Polisi berwenang untuk melakukan tindakan apa saja, termasuk menyelesaikan perkara pidana di luar pengadilan, sepanjang memenuhi ketentuan angka 1 sampai dengan 5 tersebut diatas. Bahwa kewenangan diskresi kepolisian berdasarkan Pasal 16 ayat (2) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 Mudzakir, Perkembangan Hukum Pidana Materiil dan Formil Dalam Undang-Undang di luar KUHP, Kebijakan Kodifikasi (Total) Hukum Pidana Melalui RUU KUHP dan Antisipasi Terhadap Problem Perumusan Hukum Pidana dan Penegakan Hukum Pidana di Masa Datang, diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional: Perkembangan Hukum Pidana dalam Undang-Undang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana, diselenggarakan oleh “Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan “Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, 210 : 14 ditahun 2011, bangsa Indonesia sudah saatnya mempersiapkan bangunan sistem hukum pidana nasional Indonesia yang terdiri dari dua pilar hukum pidana, yaitu sistem hukum pidana materiil dan sistem hukum pidana formil (dalam RUU KUHP dan RUU KUHAP). Diharapkan dalam kurun waktu 30 hingga 50 tahun yang akan datang Indonesia sudah dapat mengkonsentrasikan kepada pencapaian keadilan yang mutualistik dalam penegakan hukum pidana.
83
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ditegaskan “dalam hal yang sangat perlu dan mendesak, untuk kepentingan umum pejabat POLRI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan kode etik profesi kepolisian.
Tatacara penyelesaian perkara (crime clearance) tindak pidana oleh kepolisian dalam pelaksanaanya perlu mekanisme secara transparansi dan akuntabel, dengan syarat: a) Diutamakan melindungi kepentingan korban, agar tidak dirugikan; b) Libatkan sistim sosial masyarakat atau forum kemitraan polisi dan masyarakat (FKPM); c) Adanya partisipasi dan pengawasan yang ketat, agar pelaksanaan penyelesaian perkara (crime clearance) tindak pidana tidak disalah gunakan.
Menurut Jerrome H. Skolnick selaku penegak hukum, polisi bisa mncerminkan dirinya sebagai bapak, sebagai teman, sebagai pengabdi, sebagai moralis, sebagai jagoan, bahkan dapat bertindak sebagai penembak jitu. Dengan demikian sikap dan tindakannya akan menampilkan segi-segi yang positif terutama kemanfaatan bagi yang berhubungan langsung dengannya. Seolah-olah hati nurani polisi disini dinilainya halus bagai sutera. Tetapi pada sikap dan tindakan polisi itu seolah-olah dapat berubah menjadi keras, manakala ia menghadapi ancaman yang sangat membahayakan jiwa, badan, harta benda, dan kehormatan diri warga negara, orang lain atau masyarakat yang harus dilindungi, diayomi, dan dilayani. Polisi di dalam
57
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
58
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
melaksanakan tugas dan wewenangnya memiliki daya paksa, yang ada kaitannya dengan diskresi kepolisian, yaitu: a) Tidak menggunakan daya paksa, namun dengan sikap dan tindakan lemah lembut (pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat). b) Menggunakan daya paksa tanpa kekerasan (memanggil, memeriksa). c) Menggunakan daya paksa dengan kekerasan (memerintah dan memaksa). Mengingat wewenang kepolisian untuk melakukan “Diskresi Kepolisian”, maka di dalam ketentuan pasal 5 ayat 1a angka 4 dan pasal 7 ayat (1) huruf j Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 (KUHAP), jo pasal 16 huruf l Undang-Undang nomor 28 tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 pasal 16 ayat (1) huruf l tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Hal tersebut, kepolisian dalam menyelesaikan perkara pidana dengan cara perdamaian telah sesuai kehendak Pasal 3 Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 yang menjelaskan “Penyelesaian perkara (crime clearance) diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan. Filosofisnya, doktrin kepastian hukum Allah untuk alam semesta yang disebut taqdir itu juga dinamakan qadar (ukuran yang persis dan pasti)84. Ini, Nurcholish Madjid, ibid, 1992 : 291; Karena itu, salah satu makna beriman kepada taqdir atau qadar Tuhan, dalam penglihatan kosmologis ini, ialah beriman kepada adanya hukum-hukum kepastian yang menguasai alam sebagai ketetapan dan keputusan Allah yang tidak bisa dilawan. Maka manusia, tidak bisa tidak, harus memperhitungkan dan tunduk kepada hukum-hukum itu dalam amal dan perbuatan.
84
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dinyatakan dalam firman; “Inna kull syay khalaqnahu bi qadar“ (Sesungguhnya segala sesuatu itu Kami ciptakan dengan aturan pasti). Dalam prakteknya, penyelesaian masing-masing perkara berbeda-beda, tetapi yang jelas petugas polisi lebih bijak mempertahankan tujuan hukum dari pada ketentuan-ketentuan represif formal. Karena hal tersebut merupakan pilihan, yang mana dipandang paling bermanfaat, adil, efektif untuk mencapai tujuan hukum. Bahkan tugas hukum dituntut tidak hanya semata-mata tentang kepastian hukum tertulis saja, tetapi manfaat efesiensi dan tujuan hukum (yaitu keadilan) harus diutamakan. c. ADR atau Alternative Dispute Resolution dalam dokumen penunjang Konggres PBB ke-9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan Pidana (yaitu dokumen A/CONF 169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam peradilan pidana, diselesaikan diluar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum melalui mekanisme musyawarah perdamaian85.
C. Landasan Hukum POLRI Dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) Berperspektif Norma Agama Payung Hukum Menurut Agama Islam dalam menyelesaikan persengketaan yang timbul antara kaum muslim: Barda Nawawi Arief, Mediasi Pidana (Penal Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa/Masalah Perbankan Beraspek Pidana di Luar Pengadilan, Kapita Selekta Hukum Pidana Menyambut Dies Natalis Ke 50 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Disusun oleh Tim Penyusun Buku 50 Tahun, Penanggung Jawab Dr. Arief Hidayat, SH., MS, Semarang, 2007.
85
59
60
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
a. Qur’an Surat ke 3, Juz 4, Aali ‘Imraan (Keluarga Imran) ayat 159 “Fabima rahmatim minallahi linta lahum, wa lau kunta fazzan galizal qalbi infaddu min haulik(a), fa’fu ‘anhum wastaqfir lahum wa syawirhum fil amr(i), fa iza ‘azamta fa tawakkal ‘alallah(i), innallaha yuhibbul mutawakkilin(a)”.
Artinya : “Maka disebabkan dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Maksud dari “urusan” itu, adalah urusan peperangan dan hal-hal duniawi lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan lainnya”.
b. Qur’an Surat ke 49, Juz 26, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat (9) : Wa in ta’ifatani minal mu’mininnaqtatalu fa aslihu bainahuma, fa im bagat ihdahuma, ‘alal ukhra faqatilul latitabgi hatta tafi’a ila amrillah(i), fa in fa’at fa aslihu bainahuma bil ‘adli wa aqsitu, innallaha yuhibbul muqsitin(a).
Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kapada perintah Allah; Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
c. Qur’an Surat ke 49, Juz 26, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat (10) : Innamal mu’minuna ikhwatun fa aslihu baina akhawaikum wattaqullaha la’allakum turhamun(a).
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlahantara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
d. Pasal 40 Piagam Madinah secara tandas ditetapkan bahwa tetangga itu dianggap seperti diri sendiri, tidak boleh dimudarati dan diperlakukan secara jahat. Ketentuan ini menjadikan para pendukung konstitusi akan hidup dalam kerukunan dan perdamaian. Hidup berdampingan secara damai yang akarnya ada pada keluarga-keluarga atau rumah tangga akan menjadikan masyarakat atau warga negara merasakan ketenteraman, kedamaian, dan keamanan hidupnya. Pada tingkat yang lebih luas, dalam pergaulan antar negara, tiap-tiap negara diharuskan hidup berdampingan secara damai (peacepul coexistence). e. Pasal 45 Piagam Madinah ditegaskan bahwa, apabila ajakan damai, maka ajakan tersebut harus diterima asal pihak lainnya betul-betul memenuhi serta melaksanakan isi perdamaian itu dengan kekecualian orang-orang yang memerangi agama. Selain keharusan berdamai tersebut diatas, tersimpul pula pemenuhan isi perjanjian prinsip (Pacta Sunt Servanda), bagi para pihak yang membuatnya.
Sumber hukum ketertiban umum atau amar ma’ruf dan nahi mungkar ialah ayat-ayat Al Qur’an dan hadist-hadist Nabi s.a.w. Di antara ayat-ayat Qur’an tersebut ialah : a. “Hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang mengajak kebajikan dan menyuruh kebaikan serta melarang keburukan. Mereka adalah orang-orang yang bahagia” (QS. Ali ‘Imran : 104). b. “Bertolong-tolonglah kamu atas kebaikan dan taqwa, dan janganlah bertolong-tolongan atas dosa dan aniaya” (QS. Al Maa’idah : 219).
61
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
62
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. “Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah Rasul serta orangorang yang mempunyai tampuk pimpinan (ulil amri) di antara kamu. Jika kamu mempersengketakan sesuatu, maka kembalikan perkara tersebut kepada Allah dan Rasul- Nya” (QS. An Nisaa’ : 59). d. “Tidaklah boleh orang mu’min untuk membunuh orang mu’min kecuali karena tidak sengaja. Barangsiapa membunuh orang mu’min dan diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali kalau mereka memberikannya” (QS. An Nisaa’ : 92). e. Dasar pengampunan : “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu qisas pada orang-orang yang dibunuh”’ kemudian dikatakan “Maka barangsiapa mendapat ampunan sesuatu dari saudaranya (korban atau walinya), hendaklah dituruti dengan baik dan dilunasi dengan kebaikan” (Al Baqarah, 178). Dan dikatakan juga : Maka barangsiapa memberikan Qisas maka menjadi kifarat baginya”. (Al Maa’idah, 45). Dari hadist ialah riwayat Anas r.a. sebagai berikut : “Aku tidak melihat Rasulullah S.A.W. mendapat laporan tentang qisas, kecuali ia menyuruh untuk memaafkan”.86 f.
“Dan segala perkara mereka (diselesaikan melalui sistem) musyawarah antara sesama mereka” (QS. Surat Asy Syuura : 38). Memberi komentar atas Firman suci ini, A. Yusuf Ali dalam The Holy Qur’an Text, Translation and Commentary (Jeddah: Dar al-Qiblah for Islamic Literature: 1403 H.), h. 1337, catatan 4579. mengatakan sebagai berikut.
“Musyawarah”. Inilah kata kunci dalam surat ini, dan menunjukkan cara ideal yang harus ditempuh oleh seorang yang baik dalam berbagai urusannya, sehingga, disatu pihak, kiranya ia
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Dicetak oleh PT. Midas Surya Grafindo, ISBN 979-418-014-9 Cetakan ke 5 PT. Bulan Bintang diterbitkan oleh NV. Bulan Bintang, Jakarta, 1967 :219,254,284,348
86
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tidak menjadi terlalu egoistis, dan, di pihak lain, kiranya ia tidak dengan mudah meninggalkan tanggung jawab yang dibebankan atas dirinya sebagai pribadi yang perkembangannya diperhatikan dalam pandangan Tuhan. Prinsip ini sepenuhnya dilaksanakan oleh Nabi dalam kehidupan beliau, baik pribadi maupun umum, dan sepenuhnya diikuti oleh para penguasa Islam masa awal. Pemerintahan perwakilan modern adalah suatu percobaan yang tidak bisa disebut sempurna - untuk melaksanakan prinsip itu dalam urusan negara.87 Karena itu dalam mendukung usaha pembentukan masyarakat baru Madinah, Nabi segera membuat perjanjian dengan berbagai pihak penduduk setempat, termasuk, dan terutama kaum Yahudi (dan di Madinah terdapat tidak kurang dari tujuh kelompok Yahudi). Maka lahirlah Shahifat al - Madinah (Piagam Madinah) yang amat terkenal, yang oleh sementara ahli disebut juga “Konstitusi Madinah”. Dalam Mukhadimah Piagam itu disebutkan hak dan kewajiban yang sama untuk masing-masing golongan penduduk Madinah”. Dalam piagam itu disebutkan hak dan kewajiban yang sama untuk masingmasing golongan penduduk Madinah, baik muslim maupun bukan, seperti dapat dipahami dari Pasal-pasal 24 dan 25: “Dan bahwa kaum Yahudi menanggung biaya bersama kaum beriman selama mereka mendapat serangan (dari luar). Dan bahwa kaum Yahudi Bani ‘Awf (seperti juga kaum Yahudi yang lain) adalah suatu umat bersama kaum beriman; kaum Yahudi berhak atas agama mereka, dan kaum beriman berhak atas agama mereka.(7) Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, ISBN 979-8322-00-6., Cetakan kedua,Yayasan Wakaf Paramadina, PT. Tempirit, Jakarta 1992 : 560-561.
87
63
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
64
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Prinsip-prinsip itu ditegaskan lagi dalam Pasal 37 Piagam Madinah :
“Dan bahwa atas kaum Yahudi diwajibkan mengeluarkan biaya mereka, sebagaimana atas kaum beriman diwajibkan atas biaya mereka; dan antara mereka itu semua (kaum Yahudi dan kaum beriman) diwajibkan saling membantu menghadapi pihak yang menyerang para pendukung piagam ini, dan di antara mereka diwajibkan saling memberi saran dan nasihat serta kemauan baik, tanpa niat jahat”.88
Istilah ushul al-fiqh, selain digunakan untuk menunjuk kitab suci, sunnah Nabi, Ijma, dan Qiyas sebagai sumbersumber pokok pemahaman hukum. Pemahaman terhadap hukum dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam perspektif. Secara umum dapat dikemukakan terdapat 3 (tiga) perspektif dalam memahami hukum yaitu perspektif filosofis, perspektif normative, dan perspektif sosiologis.89 Dalam Islam, juga digunakan untuk menunjuk kepada metode pemahaman hukum itu seperti dikembangkan oleh al - Syafi’i. Ushul al-fiqh dalam pengertian ini dapat dipandang sebagai sejenis filsafat hukum Islam karena sifatnya yang teoritis. Ia membentuk bagian dinamis dari keseluruhan ilmu fiqh, dan dibangun di atas dasar prinsip rasionalitas dan logika tertentu. Karena pentingnya ushul al-fiqh ini, maka di sini dikemukakan beberapa rumus berkenaan dengan hukum dalam Islam:
a. Segala perkara tergantung kepada maksudnya Nurcholish Madjid, Ibid hal 316 & 560-561.
88
Suteki, Perkembangan Hukum Sosiologis dan Gerakan Hukum Progresif dalam Konfigurasi Tetrahedron, Makalah diucapkan dalam Seminar Prosspek Hukum Progresif di Indonesia, Semarang 20 Juli 2009 : 6 Perspektif filosofis memandang hukum sebagai nilai-nilai, ide-ide kebenaran, dan keadilan. Perspektif normative memandang hukum sebagai seperangkat norma-norma, kaidah yang tersusun secara sistematis dan logis, sedangkan perspektif sosial memandang hukum dimaknai sebagai gejala sosial, institusi sosial yang berinteraksi dengan suatu institusi sosial lain dalam suatu sistem sosial yang lebih luas.
89
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. Yang diketahui dengan pasti tidak dapat hilang dengan keraguan. c. Pada dasarnya sesuatu yang telah ada harus dianggap tetap ada. d. Pada dasarnya faktor aksidental adalah tidak ada. e. Sesuatu yang mapan dalam suatu zaman harus dinilai sebagai tetap ada kecuali jika ada petunjuk yang menyalahi prinsip itu. f.
Kesulitan membolehkan keringanan.
g. Segala sesuatu bisa menyempit, meluas dan sebaliknya. h. Keadaan darurat membolehkan hal-hal terlarang. i.
Keadaan darurat harus diukur menurut sekadarnya.
j.
Sesuatu yang dibolehkan karena sesuatu alasan menjadi batal jika alasan itu hilang.
k. Jika kedua keburukan dihadapi, maka harus dihindari yang lebih besar bahayanya dengan menempuh yang lebih kecil bahayanya. l.
Menghindari keburukan lebih utama dari pada mencari kebaikan.
m. Pembuktian berdasar adat sama dengan pembuktian berdasar nas. n. Adat dapat dijadikan sumber hukum. o. Sesuatu yang tidak didapat semuanya, tidak boleh ditinggalkan semuanya. p. Ada tidaknya hukum tergantung kepada illat (alasan)nya.90 Nurcholish Madjid, Jakarta, 1992, Ibid. : 245-246.
90
65
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
66
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Surat pendek al ‘Ashr secara padat memuat prinsip tatanan masyarakat yang terbuka, adil dan demokratis ini:
“Demi masa, sesungguhnya manusia pasti dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan berbuat kebaikan, serta saling berpesan tentang kebenaran dan saling berpesan pula dalam ketabahan.” (Qs. Al ‘Ashr : 1-3).
Karena itu diperintahkan kerja sama atas dasar kebaikan dan taqwa, dan dilarang kerjasama atas dasar kejahatan dan permusuhan (persekongkolan jahat): a. “Bekerja samalah kamu sekalian atas dasar kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu bekerja sama atas dasar kejahatan dan permusuhan” (Qs. al Maa’idah : 2). 91 b. Al Qur,an Juz 25 Surat ke 42 Asy Syuraa ayat (38) Gambaran ideal yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh orang mu’min adalah “dan segala perkara konflik (diselesaikan secara musyawarah) dan saling memaafkan diantara mereka”; kata kuncinya “musyawarah”. c. Al Qur’an Juz 4 surat ke 3 Aali Imraan ayat 159 musyawarah adalah salah satu prinsip ajaran Islam untuk mencapai kemaslahatan bersama, maksudnya urusan peperangan dan hal- hal lainnya seperti konflik politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain diselesaikan secara musyawarah92. Nurcholish Madjid, Jakarta, 1992 Ibid, hal 1-2.
91
Suparmin, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik, Studi Socio Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Pendukung Partai Politik di Jawa Tengah, Semarang, 2008 : 26-27 Di samping itu, mengingat Indonesia juga merupakan bagian dari tata dunia maka tidak dapat dihindarkan adanya Interdependensi Internasional. Untuk itu dibutuhkan hubungan antara pemerintah (inter-government) dengan dunia internasional, baik dengan negara lain maupun organisasi internasional dengan konsekuensi menerima dan mengadopsi asas-asas hukum Internasional sebagai bagian hukum nasional, dan mengindahkan norma agama.
92
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, untuk menjaga keutuhan bangsa tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang tidak hanya dihuni oleh berbagai kelompok umat dengan keyakinan agama yang berbeda, tetapi bahasa, adat istiadat, etnik dan kebudayaan merekapun berbeda-beda, tetapi tetap merupakan satu kesatuan.93 Paus Yohanes Paulus II, diusahakan terciptanya koeksistensi damai yang masa kecilnya bernama “Karol Wojtyla” selama 26 tahun berkeliling dunia untuk mengajak umatnya melakukan perdamaian, juga berkunjung ke Masjid Ummayad di Damascus, menggandeng pemimpin Palestina (waktu itu Yaser Arafat); tanpa henti memperjuangkan perdamaian, baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan dunia yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan pentingnya keluarga, yang sejuk, yang penuh damai94. Dalam buku “Rise, Let Us Be On Our Way”, Paus Yohanes Paulus II menulis “Gembala, sejalan dengan Rudi Susanto bahwa sesama umat manusia harus hidup secara berdampingan,95 ‘tentang bagi
Abu Hapsin Ph.D, dalam “Pemahaman Moderasasi Agama Dalam Upaya Meningkatkan Kecintaan Mahasiswa Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), 10 : untuk menghindari konflik nilai, memberikan penafsiran keagamaan yang memberi kenyamanan beragama dan sekaligus bernegara penting untuk dilakukan. Dengan kata lain, penafsiran keagamaan harus bisa menghantarkan bangsa Indonesia menjadi agamis dan nasionalis sekaligus. Agamisme dan nasionalisme tidak perlu dipertentangkan agar tidak terjadi konflik nilai yang dapat berakibat pada sikap rigid, eksklusif, dan emotional. Ini artinya bagi para penafsir agama harus berpikir realistis bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Indonesia dibangun di atas konsep nation state dengan demokrasi sebagai mekanisme peralihan kekuasaannya.
93
Trias Kuncahyono, Paus Yohanes Paulus II, Musyafir Dari Polandia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Agustus, 2005: 126-128; setelahwafatnya Paus Yohanes Paulus II; Dikatakan “Syafii Maarif”,bahwa beliau merupakan salah satu pelopor perdamaian dunia “Paus merupakan tokoh dunia yang mempunyai pengaruh luas bagi ketertiban dunia.”
94
Rudi Susanto, Jl. Brigjen Katamso nomor 45 Semarang, Wawancara Pribadi, 30 Mei 2011 tentang, “gembala” yaitu dalam kerukunan dan kebersamaan “gembala tahu akan domba-domba, akan tetapi domba-domba patuh kepada Gembalanya”, dalam hal ketaatan iman, seseorang gembala asing pasti tidak mereka ikuti; Menurut Surat Yohanes 10: 3-5-3) untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya, masing-masing menurut namanya dan menuntunnya keluar. >4 Jika semua
95
67
68
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
domba-domba, bukannya domba-domba bagi gembala.” Paus menulis gembala yang baik mengetahui domba-domba dan mereka saling mengenalnya96. Paus mengingatkan, martabat umat manusia adalah nilai transenden yang diyakini orang-orang yang mencari kebenaran. “Sebab, menurut ajaran iman adalah setiap orang diciptakan setara dengan citra Allah,” kata Paus97. Hubungan dengan manajemen konflik kekristenan berdasarkan “kasih” dimana dengan artian bahwa Allah sendiri adalah kasih. Karena kasih bisa mengalahkan segalanya dan tidak ada hukum yang menentang tentang mengasihi. Dalam Surat Matius ke 18: ayat 15-17; Ayat (15) Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia dibawah empat mata. Jika ia mendengar nasihatmu engkau telah mendapatkan kembali. Ayat (16) Dan jika ia tidak mau mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan98, dan jangan menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi,dan janganlah kamu menghukum, kamupun tidak akan dihukum, maka ampunilah, kamu juga akan diampuni; dinyatakan Surat Lukas ke 6 ayat (37).
Apa yang dilakukan Paus itu dikenang oleh orang-orang
dombanya telah dibawanya keluar, ia berjalan didepan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia karena mereka mengenal suaranya. Dikatakan “Syafii Maarif”,bahwa (Paus Yohanes Paulus II) beliau merupakan salah satu pelopor perdamaian dunia “Paus merupakan tokoh dunia yang mempunyai pengaruh luas bagi ketertiban dunia.” 96 Op. Cit. Triyas Kuncahyono, Paus Yohanes Paulus II, 135. 97 Ibid :Triyas Kuncahyono, Paus Yohanes Paulus, 2005: IIXXVIII. Semua itu dapat membentuk citra gereja Katolik yang sejuk, yang penuh damai, dan secara efektif serta secara efisien mewartakan kabar gembira. 98 Wawancara dengan Aipda Agus Prio Hatmoko (pendeta), di Mapolda Jateng, tanggal 11 Juni 2009 dijelaskan jika ada konflik internal di dalam sebuah gereja, baik jemaat itu berbuat dosa dalam arti di lingkungan gereja ataupun perbuatan yang dilakukan diluar gereja dimana perbuatan itu dengan jelas melanggar hukum Allah, maka pendeta atau gembala sidang ataupun majelis gereja bisa mengadakan pendekatan personal menanyakan perbuatannya dan jika bisa menyadari dan bertobat maka mereka akan mendoakan untuk pengampunan dosa, tapi kalau tidak mau menyadari dan bertobat maka gereja akan menganggap dia sebagai pendosa yang tak terampuni seperti ibarat seorang “pemungut cukai” perumpamaan untuk pendosa yang tak terampuni karena memeras rakyat dan hasil pajak tidak disetorkan ke Kaisar/Koruptor.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Yahudi di seluruh dunia sebagai tindakan yang sangat tepat dalam hubungan antar umat beriman. Paus juga menjalin hubungan baik dengan Dalai Lama. Dalam tataran hubungan antar agama, Paus melangkah jauh. Kunjungannya ke Masjid Ummayad, Damascus, merupakan salah satu contohnya99. Cara menyelesaikan masalah konflik, hal yang penting, pertama dipikirkan adalah ; “memandang apa yang telah diperbuat Allah sebagai sumber damai sejahtera”. Artinya cara penyelesaian konflik harus dimulai dari pikiran positif, agar tidak timbul pikiran-pikiran negatif untuk menyelesaikan, hingga Allah sendiri akan menyertai dalam penyelesaian perkara konflik (crime clearance).
D. Landasan Hukum POLRI Dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) Berperspektif Instrumen Internasional dan HAM Kehidupan hukum di Indonesia dalam menelusuri suatu Ratifisir terhadap Convention argents Torture and Other Cruel, Inhuman, Degrading,Treatment, and Punishment yang disetujui Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1984 dimana Indonesia pun sebagai penandatangannya pada tanggal 23 Oktober1985.100 Dalam keterkait POLRI sebagai ujung tombak penegakan HAM, pekerjaan polisi berkesan “mendua”, disatu sisi polisi harus menegakkan HAM disisi yang lain polisi memiliki potensi dan peluang untuk melakukan Triyas Kuncahyono, Paus Yohanes Paulus, 2005 Ibid Halaman :XXVII-XXX. Ketika mengunjungi Maroko, pada bulan Agustus 1985, ia berpidato di hadapan ribuan kaum muda Muslim di Casablanca atas undangan Raja Hasan II dari Maroko dihadapan para pemuda, beliau berkata ; “Saya percaya bahwa kita, orang-orang Kristen dan Muslim, harus mengakui dengan kegembiraan nilai-nilai religius yang kita miliki, dan bersyukur kepada Tuhan karenanya......... Pada umumnya, kita kurang memahami satu sama lain, dan kadang-kadang, di masa lampau, kita saling menentang dan malahan menghabiskan waktu serta tenaga untuk berpolemik dan berkonflik.... Saya percaya bahwa hari ini, Tuhan mengundang kita untuk berubah. Kita harus saling menghormati, dan kita harus saling mendorong dalam karya yang baik di jalan Tuhan.
99
100
Indrianto Seno Adji, Penyiksaan dan HAM Dalam Perspektif KUHAP, PT Deltacitra Grafindo, Jakarta, 1998 : vi.
69
70
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tindak pidana kekerasan dan pelanggaran terhadap masyarakat101. Negara Indonesia sebagai negara hukum102 mulai merumuskan hak asasi manusia dalam konsideran, ketentuan umum dan penjelasan umum undang-undang, terutama mengenai ketentuan sebagai aparat hukum yang sekaligus menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan martabat manusia103. Sebagaimana ditentukan dalam undang-undang No. 28 tahun 1997 sekarang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yo undang-undang nomor 14 tahun 1970 yang beberapa kali telah diubah dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan undang-undang No. 8 tahun 1981 dan lain-lain.104 Norma-norma di bidang HAM,105 mengandung nilai-nilai luhur Rahayu, Hak Asasi Manusia dan Tugas Polisi, Fakultas Hukum Diponegoro, diucapkan dalam Lokakarya HAM tingkat Polda Jateng Tahun Anggaran 2011 “Revitalisasi Peran dan Tanggung Jawab POLRI dalam Mewujudkan Profesionalisme yang berperspektif HAM, yang diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah, tanggal 13 April 2011: 2, 14 kewajiban Negara melindungi (obligation to protect) untuk membuat dan melakukan tindakan yang memadai guna melindungi warganya dari pelanggaran termasuk pencegahan.
101
Adji Samekto, Paradigma dan Mazhab (Studi) Hukum Kritis Pada Hukum Progresif, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang (tanpa tahun) Negara Hukum masih sekedar diartikan negara diperintah oleh hukm yang sudah dibuat dan disediakan sebelumnya. Negara hukum identik dengan bangunan perundang-undangan. Negara hukum hanya ditentukan oleh ketundukannya ke pada hukum. Negara hukum formal yang lebih mengutamakan bentuk daripada isi, ia tidak mempedulikan kandungan moral kemanusiaan. Teks hukum yang bersifat umum memerlukan akurasi atau penajaman yang kreatif saat diterapkan pada kejadian nyata di masyarakat, yaitu melalui hukum dengan akal sehat. Disinilah diperlukan hukum progresif.
102
Yos Johan Utama, Membangun Peradilan Tata Usaha Negara Yang Berwibawa, Pidato Pengukuhan diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 4 Pebruari 2010 : 5 ditegaskan bahwa konsekuensi sebagai negara hukum, secara muntatis dan muntandis memunculkan kewajiban bagi negara berkeadilan. Prinsip keadilan dalam negara hukum tersebut, berusaha untuk mendapatkan titik tengah antara dua kepentingan. Pada satu sisi kepentingan, memberi kesempatan negara untuk menjalankan pemerintahan dengan kekuasaannya, tetapi pada sisi yang lain, masyarakat harus mendapatkan perlindungan atas hak-haknya melalui prinsip keadilan hukum.
103
104
Bambang Poernomo, Pola Dasar Azas Teori Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993 : 107.
Rahayu, Reposisi Indonesia di Tengah Internasionalisasi Isu Hak Asasi Manusia, Orasi Ilmah, Diucapkan pada Dies Natalis ke 54 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang 11 Januari 2011: 58 bahwa dibidang HAM Indonesia sudah mengamandemen sedemikian rupa konstitusinya (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia) dengan menambahkan ketentuan-ketentuan yang menjamin HAM setiap warga negaranya,
105
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
yang menjunjung tinggi martabat manusia dan menjamin hak asasi manusia yang terhimpun dalam ikatan perkumpulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia tercermin pada “The Universal Declaration of Human Rights” 1948 dan Deklarasi “The International of Human Rights 1968”. Dari uraian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa POLRI mempunyai“landasan hukum di depan” dalam tugas-tugas Kamtibmas di dalam negeri maupun tugas antar negara (internasional), yaitu: a. Konvensi Internasional tentang “prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekerasan dan senjata api oleh para pejabat penegak hukum”. (disahkan di Kuba 7 September 1990). b. Ketentuan khusus prinsip 9 : Dalam setiap hal, penggunaan senjata api yang mematikan secara sengaja hanya boleh dilakukan apabila keadaan sama sekali tidak dapat dihindarkan untuk melindungi jiwa. c. Konvensi Internasional tentang “Kode etik untuk para pejabat penegak hukum” (disahkan oleh Majelis Umum PBB 34/169 tanggal 17 Desember 1979).
Pasal 3 : Para pejabat penegak hukum dapat menggunakan kekerasan hanya apabila sangat perlu dan sebatas dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas mereka.
d. Konvensi Wina tahun 1961 : Negara penerima (RI) mempunyai kewajiban khusus untuk melindungi gedung misi diplomatik terhadap penerobosan atau pengrusakan. Dalam konvensi tersebut POLRI mempunyai wewenang untuk mewujudkan Kamtibmas di gedung kedutaan negara asing. serta meratifikasi sekian banyak konvensi internasional tentang HAM. Artinya bahwa Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk mengimplementasikan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam konstitusinya dan konvensi-konvensi tersebut ke dalam hukum nasional.
71
72
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
e. Konvensi Tokyo tahun 1963. Penyidik POLRI berwenang melakukan penyidikan tentang kejahatan-kejahatan di bidang pesawat udara. Pasal 16 ayat 2 Konvensi Tokyo tahun 1963 proses pelaksanaan ekstradisi terhadap pelaku kejahatan diatur oleh negara-negara yang bersangkutan. Dalam hal ini Penyidik POLRI berwenang menyidik apabila ada ekstradisi antara RI dengan negara yang bersangkutan. f.
Lampiran 1 Bab VI PBB
Untuk memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat diri manusia, pada persamaan hak, baik bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar dan kecil dan demi menegakkan keadaan, dimana keadilan dan penghargaan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian dan lain-lain. sumber hukum Internasional dapat dipelihara dan demi meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam alam kebebasan yang lebih luas, untuk tujuan melaksanakan toleransi dan hidup bersama satu sama lain dalam suasana perdamaian sebagai tetangga yang baik.106
g. Pasal 33 Lampiran I Bab VI PBB ayat (1) Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari Chairuddin Idrus, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Rencana Aksi Nasional HAM 2010 – 2014 Sebagai Strategi Nasional untuk Mewujudkan Implementasi HAM dalam Penegakan Hukum, Disampaikan pada Lokakarya HAM Mapolda Jawa Tengah, 13 April 2011 : 5-6 ditegaskan bahwa, Pasal 71 dan pasal 72 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dinyatakan setiap aparat hukum (polisi, jaksa, hakim, pengacara, advokat, lapas dan rutan) sepatutnya memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang hukum dan HAM dalam pelaksanaan tugasnya, dan sudah barang tentu pemerintah wajib dan bertanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, pemenuhan, dan penghormatan hak asasi manusia sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang HAM dan Hukum Internasional yang sudah diterima di Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah itu meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahaanan negara, dan bidang lainnya.
106
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
penyelesaian dengan cara perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau persetujuan setempat atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.
Ayat (2) Dewan Keamanan, bila dianggap perlu, akan meminta kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaian pertikaiannya dengan cara-cara demikian.107)
Hak asasi manusia paling tepat bila dipahami sebagai penunjuk kewajiban bagi Pemerintah maupun individu. Menurut Deklarasi Universal, kewajiban-kewajiban ini menyangga hak asasi manusia di pelbagai bidang, termasuk perlindungan hukum, keamanan serta otonomi pribadi, partisipasi politik, persamaan, dan kesejahteraan. Daftar panjang hak asasi manusia di dalam Deklarasi Universal barangkali perlu diperpendek agar lebih sesuai dengan gagasan menarik bahwa hak asasi manusia adalah standar-standar minimal. Namun pandangan bahwa semua hak asasi manusia yang asli adalah yang negatif harus ditampik lantaran pembedahan drastis yang diusulkan bakal menyingkirkan banyak hak yang penting. Hak asasi manusia yang penuh memang akan memberikan pedoman langsung bagi para pemilik dan penanggung jawabnya, meski pedoman ini mungkin diutarakan secara abstrak. Namun, hak-hak serupa itu tidak menyediakan pedoman lengkap seperti rincian implementasi, tanggapan yang tepat bagi ketidak-patuhan, serta strategi untuk mengembangkan kepatuhan. Jadi suatu daftar hak tidak dapat bertindak sebagai alternatif bagi pemikiran dan pertimbangan politik.108) Sifat universal Kepolisian, terlihat dengan adanya badan kerjasama Kepolisian Internasional (Interpol), juga diterbitkannya Hadi Setia Tunggal, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak-hak Manusia, Harvindo, Jakarta, 2000 : 113 dan 124.
107
James W. Nickel, Hak Azasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996 : 86-87.
108
73
74
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
berbagai konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang harus diikuti oleh berbagai Kepolisian negara-negara anggota PBB, misalnya tentang kode etik para penegak hukum (code of conduct for law enforcement officials) sesuai dengan international convention civil and political rights pasal 2, termasuk penggunaan senjata api pada pasal 6, 11 (+), 22, 24 dan 25 (reformasi menuju POLRI yang profesional)109. Model kerja yang didasarkan kepada profesionalisme dikenal sebagai model perpolisian reaktif (reactive policing) yang di negara barat dikenal sebagai model 911 unit + polisi/patroli diposisikan agar dapat beraksi secara cepat dan keberhasilannya diukur dengan kecepatan waktu tanggapan POLRI (police) rapid response time. Dalam model ini polisi hanya bergerak jika ada masyarakat yang membutuhkan. Semakin cepat Polisi ke tempat kejadian perkara (TKP) semakin terbuka peluang untuk menolong korban dan menangkap pelakunya110. Dalam perkembangan menghadapi kejahatan terorganisasi, ternyata polisi tidak cukup dengan bersikap proaktif dengan melibatkan operasi intelijen semata, akan tetapi harus didukung oleh sarana prasarana yang modern dan sumber daya manusia yang profesional.111
109
Skep Kapolri No. Pol. Skep/701/V/2000 tanggal 30 Mei 2000.
Suparmin, Tragedi Kemanusiaan Dalam Kasus Pemilu di Jepara 1999, Wahid Hasyim University Press, Semarang, 2007: 32 -33 Menyadari akan peranannya, maka dalam upaya penanggulangan kejahatan, kebijakan yang diambil POLRI bukanlah ditumpukan hanya kepada upaya preventif atau represif yang memiliputi kegiatan pencegahan dan penindakan terhadap kasus kejahatan yang akan atau telah terjadi, melainkan juga meliputi upaya pembinaan yang ditujukan kepada segenap lapisan masyarakat, agar dapat berperan aktif dalam upaya penanggulangan kejahatan.
110
111
Roesman Hadi, Reformasi Menuju POLRI Yang Profesional, Jakarta, 1999 : 10-11.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
E. Landasan Hukum POLRI Dalam Melaksanakan Kamtibmas Bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Bab I Pasal 1 ayat (3) Bentuk dan Kedaulatan Negara Indonesia adalah negara hukum, sedangkan untuk menjaga keamanan dalam negeri dan memelihara ketertiban umum masyarakat diemban oleh POLRI, dinyatakan dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Kepolisian Negara Republik Inonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum, sebagaimana dimaksud dalam tugas pokok Pasal 13 UU No. 2 Th. 2002 tentang POLRI. Landasan Operasional POLRI dalam penegakan hukum repressive dan preventive sebelum amandemen UUD 1945, ketika bernaung dalam ABRI : a. Pancasila Sila ke 4 : “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 •
Di dalam pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali wajib menjunjung hukum. Hal ini berarti setiap warga negara wajib pula menjaga keamanan ketertiban masyarakat berdasarkan hukum.
•
Untuk melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia pemerintah negara Indonesia (periksa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) telah berusaha melalui aparat pemerintahnya antara lain POLRI.
75
76
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. Pasal 2 Tap MPR No. III/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. d. Keppres No. 7 tahun 1974 mengenai tugas pokok Kepolisian Negara RI ialah : “Sebagai alat negara penegak hukum terutama di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat”. e. Instruksi bersama Mendagri dengan Pangak No. 4 tahun 1969 No. Pol : 25/INSTR/PANGAK/1969 tentang kerjasama dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan politik Polisionil.
Pasal 4 ayat (2) Komandan daerah Kepolisian berkewajiban menegakkan kewibawaan pemerintah daerah.
Pasal 4 ayat (1) dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban umum khususnya dalam pengamanan Repelita dan pengamanan peraturan-peraturan daerah, komandan Polisi daerah berkewajiban memberikan bantuan Kepolisian kepada kepala daerah, baik diminta maupun tidak.
f.
Keputusan Pangab Nomor : Skep/658/X/1996 tanggal 7 Oktober 1996 tentang Juklap operasi penanggulangan huruhara.
Angka 28. Penggunaan alat peralatan khusus PHH meliputi : gas air mata, tongkat kejut, tameng listrik, peluru karet, granat tangan yang digunakan tepat waktu, tepat sasaran dan tepat situasi.
g. Juklap KaPOLRI No. Pol. : Juklap/08/III/1997 tanggal 26 Maret 1997 tentang Komando dan Pengendalian Operasi Penanggulangan huru-hara. h. Prosedur tetap Korps Brimob No. Pol. : Protab 02/V/1997 tanggal 30 Mei 1997 tentang tindakan kekerasan dalam penanggulangan kerusuhan massa. i.
Protap No. Pol. : Protab/04/VI/1997 tanggal 23 Juni 1997
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tentang penggunaan tongkat POLRI dalam tugas penindakan huru-hara. j.
Protap No. Pol. : Protab/05/VI/1997 tanggal 23 Juni 1997 tentang pengisian amunisi dalam magasen dan tata cara penembakan.
k. Juknis No. Pol. : Juknis/11/VI/1997 tanggal 23 Juni 1997 tentang penggunaan gas air mata. l.
Juknis No. Pol. : Juknis/12/VI/1997 tanggal 23 Juni 1997 tentang penggunaan peluru karet dalam tugas PHH.
m. Juklap KaPOLRI No. Pol. : Juklap/13/III/1997 tanggal 26 Maret 1997 tentang penanggulangan serangan fisik terhadap Markas Kepolisian Negara RI. n. Pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan HAP. Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik, Jaksa dan pejabat Penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan (PP No. 27 tahun 1983. Pasal 2, Pasal 3, Pasal 37 ayat (1) dan ayat 2).112)
F. Tugas dan wewenang POLRI dalam Penyidikan Menurut KUHAP, dan Penyidikan bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Sedangkan terhadap perkara yang ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu, tetap harus mengacu kepada KUHAP sebagai payung hukum. Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan “dalam Abdul Hakim G. Nusantara, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan-peraturan Pelaksanaan, Jambatan, Jakarta, 1986 : 140-149.
112
77
78
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; yang terikat dengan Pasal 14 ayat (1) huruf f Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Implementasinya diatur Pasal 17 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 36, 1983 Kehakiman, Tindak Pidana. KUHAP. Warga negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3258) Penyidik menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada Undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan; Penjelasan Pasal 17 wewenang penyidik dalam tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakukan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagi penyidik dalam Perairan Indonesia, zona tambahan, Landas kontinen dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, penyidikan dilakukan oleh perwira Tentara Nasional Angkatan Laut dan pejabat penyidik lainnya yang ditentukan oleh undang-undang yang mengaturnya. Tata caranya dengan cara Koordinasi dan Pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu (PPNS) dalam melaksanakan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
penyidikan tindak pidana wajib taat asas dan wajib mematuhi tatahukum berdasarkan KUHAP yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yo Pasal 107 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP: a. Pasal 7 ayat (1) KUHAP Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu (pasal 6 ayat (1) huruf b) mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI (tersebut Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP). b. Pasal 107 ayat (2) KUHAP Dalam suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b (PPNS) dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b (PPNS), ia segera melaporkan kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a (penyidik POLRI). c. Pasal 107 ayat (3) KUHAP Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b (PPNS), ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a (Penyidik POLRI). Jadi PPNS dalam melaksanakan tugas penyidikan sampai penyelesaian berkas perkara tidak langsung ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sedangkan dalam penanganan penyidikan perkara pidana umum yang berhubungan dengan konflik politik tetap ditangani hanya oleh kepolisian dalam hal: a. Pasal 170 KUHP (Pengeroyokan)
Ayat (1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama
79
80
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.
Ayat (2) Tersalah dihukum 1e. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka. 2e. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh. 3e. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh.
b. Pasal 187 KUHP (Pembakaran) Barangsiapa dengan sengaja membakar, menjadikan letusan atau mengakibatkan kebanjiran, dihukum : 1e. Penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika perbuatan itu dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang; 2e. Penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun, jika perbuatannya itu dapat mendatangkan bahaya maut bagi orang lain. 3e. Penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun, jika perbuatannya itu dapat mendatangkan bahaya maut bagi orang lain dan ada orang mati akibat perbuatan itu. c. Pasal 338 KUHP (Pembunuhan) : Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d. Pasal 351 KUHP (Penganiayaan); 1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4.500,2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. 3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. 4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja. e. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 : Barangsiapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag steek-of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.113) f.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP :
Pasal 1, yang dimaksud dalam undang-undang ini :
Butir 2;
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Komentar-Komentarnya, Politiea, Bogor, 1988 : 146398.
113
81
82
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka.
Butir 5;
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Butir 19;
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (KUHAP Pasal 17, pasal 18, pasal 75 dan pasal 111 KUHAP).114)
Pasal 110; (1) Dalam penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. (4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penelitian, telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
Abdul Hakim G. Nusantara, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pelaksanaan, DJambatan, Jakarta, 1986 : 5-6.
114
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 141 KUHAP;
Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal : 1) Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya. 2) Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain. 3) Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu lagi bagi kepentingan pemeriksaan.
Pasal 142 KUHAP;
Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141. Penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa.
Pasal 5 ayat (1) huruf a, angka 4 :
Penyidik pejabat POLRI karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Hal ini berarti “mengadakan tindakan lain”, juga mengandung arti : Upaya prepentif dari POLRI untuk mengadakan tindakan lain, guna mewujudkan keamanan serta ketertiban masyarakat termasuk tindakan diskresi untuk preventif.
83
84
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 5 KUHAP (1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam pasal : a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang: 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 2. Mencari keterangan dan barang bukti 3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menunjukkan serta memeriksa tanda pengenal diri. 4. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa : 1. Penangkapan,larangan meninggalkan tempat,penggeledahan dan penyitaan. 2. Pemeriksaan dan pemeriksaan surat 3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. 4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. (2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik. Pasal 6 KUHAP (1) Penyidik adalah : a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia, b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. (2) Syarat kepangkatan pejabat sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 7 KUHAP (1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. f.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan hubungannya dengan pemeriksaan perkara. i.
Mengadakan penghentian penyidikan
j.
Mengadakan tindakan bertanggung jawab.
lain
menurut
hukum
dalam
yang
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a. (3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
85
86
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 8 KUHAP : (1) Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini. (2) Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. (3) Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan : a. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara. b. Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.115
G. Tugas dan Wewenang POLRI dalam Undang-Undang nomor 28 Tahun 1997 yang Diubah dengan UndangUndang nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI Undang-Undang nomor 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan UndangUndang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dinyatakan: Pasal 2 : Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara, dan Himpunan Peraturan Perundang-Undang RI Disusun Menurut Sistim Engelbrecht, PT. Intermasa, Jakarta, 1989 : 1445.
115
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Pasal 13 UU RI No. 28 Tahun 1997, yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, ditegaskan bahwa tugas POLRI meliputi : a. Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum; b. Melaksanakan tugas Kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Bersama-sama dengan segenap komponen kekuasaan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentuan masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat; d. Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c; e. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 14 Dalam melaksanakan tugas, POLRI dapat : a. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; b. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; c. Memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
87
88
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat; e. Mewakili pemerintah Internasional.116
RI
dalam
organisasi
Kepolisian
Di samping itu, secara umum POLRI dalam Pasal 15 Ayat 1 menyelenggarakan tugas, dapat memiliki kewenangan, sebagai berikut : a. Menerima laporan dan pengaduan; b. Melaksanakan tindakan pertama di tempat kejadian; c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; d. Mencari keterangan dan barang bukti; e. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; f.
Membantu menyelesaikan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum;
g. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; h. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; i.
Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian yang mengikat warga masyarakat.117
Ayat (2) Kewenangan POLRI dalam menjalankan tugas meliputi pula hal-hal yang diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yakni : a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; Ibid., Pasal 14 ayat (1).
116
Ibid., Pasal 15 ayat (1)
117
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; c. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; d. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional; e. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas Kepolisian.118) Pasal 16 Dalam rangka menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, POLRI berwenang : a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; f.
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
g. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; h. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.119) Pasal 18 ayat 1 Pembatasan tugas dan wewenang tersebut diberikan sehubungan dengan keleluasaan POLRI untuk dapat bid., Pasal 15 ayat (2)
118
Ibid., Pasal 16.
119
89
90
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bertindak menurut penilaiannya sendiri lewat inisiatif pejabat POLRI.120 a. Pasal 18 ayat 2 UU No. 28 tahun 1997 sekarang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas dan wewenang POLRI perlu memperhatikan peraturan perundang-undangan serta wajib mentaati kode etik profesi Kepolisian Republik Indonesia. b. Pasal 23 ayat 1 dan 2 UU No. 28 tahun 1997 disebutkan : (1) Sikap dan perilaku pejabat POLRI terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2) Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia sebagai pedoman bagi pengemban fungsi Kepolisian dalam melaksanakan tugas sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku di lingkungannya.
H. Pedoman Kerja dengan Kode Etik Kepolisian Sebelum Peraturan Kapolri dibuat tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, ditetapkan dan disahkan oleh KaPOLRI berdasarkan : Surat Keputusan KaPOLRI No. Pol. SKep/231/ VII/1995 tanggal 1 Juli 1985; memuat kewajiban-kewajiban bagi setiap anggota POLRI, sekarang telah diatur Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 nomor 2; tanggal 1 Januari 2003, dan Peraturan KAPOLRI No. Pol. : 7 tahun 2006 tentang Kote Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di dalam pedoman pengamalan “Bhakti Dharma Waspada” pedoman Pengamalannya seorang insan Polisi sebagai simbolnya Pasal., Pasal 18 ayat (1)
120
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
adalah Rastra Sewakottama Negara Janottama Janaanucasana Dharma yaitu sebagai berikut :121 a. Setiap anggota POLRI sebagai insan Rastra Sewakottama a.1. Mengabdi kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. a.2. Berbakti demi keagungan nusa dan bangsa yang bersendikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai kehormatan yang tertinggi. a.3. Membela tanah air, mengutamakan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tekat juang pantang menyerah. a.4. Menegakkan hukum dan menghormati kaidah-kaidah yang hidup dalam masyarakat secara adil dan bijaksana. a.5. Melindungi, mengayomi, serta membimbing masyarakat sebagai wujud panggilan tugas pengabdian yang luhur. b. Setiap anggota POLRI Insan Negara Janottama berkewajiban : b.1. Berdarma untuk menjamin ketentraman umum bersamasama warga masyarakat membina ketertiban dan keamanan demi terwujudnya kegairahan kerja dan kesejahteraan lahir dan batin122. b.2. Menampilkan dirinya sebagai warga negara yang berwibawa dan dicintai oleh sesama warga negara. Ignatius Ridwan Widyadarma, Hukum Profesi tentang Profesi Hukum, CV. Ananta, Semarang, 1994 : 154.
121 122
Sejalan dengan pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana; polisi selalu menjunjung tinggi HAM. POLRI sebagai ujung tombak penegakan HAM, pekerjaan polisi berkesan mendua, disatu sisi polisi harus menegakkan HAM disisi yang lain polisi memiliki potensi dan peluang untuk melakukan tindak pidana kekerasan dan pelanggaran terhadap masyarakat.
91
92
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b.3. Bersikap disiplin, percaya diri, tanggung jawab, penuh keikhlasan dalam tugas, kesungguhan serta selalu menyadari bahwa dirinya adalah warga masyarakat ditengah-tengah masyarakat. b.4. Selalu peka dan tanggap dalam tugas, mengembangkan kemampuan dirinya, menilai tinggi mutu kerja penuh kearifan dan efisiensi serta menempatkan kepentingan tugas secara wajar di atas kepentingan pribadinya. b.5. Memupuk rasa persatuan dan kebersamaan serta kesetia kawanan dalam lingkungan tugasnya maupun lingkungan masyarakat. b.6. Menjauhkan diri dari sikap dan perbuatan tercela serta mempelopori setiap tindakan mengatasi kesulitankesulitan masyarakat sekelilingnya. c. Setiap anggota berkewajiban :
POLRI
insan
Janna
Anucasanadharma
c.1. Selalu waspada, siap sedia dan sanggup menghadapi setiap kemungkinan dalam tugasnya. c.2. Mampu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalahgunaan wewenang. c.3. Tidak mengenal berhenti memberantas kejahatan dan mendahulukan cara-cara pencegahan dari pada penindakan secara hukum. c.4. Memelihara dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam usaha memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. c.5. Bersama-sama komponen kekuatan pertahanan keamanan lainnya dan peran serta masyarakat, memelihara dan meningkatkan kemanunggalan ABRI-Rakyat.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c.6. Meletakkan setiap langkah tugas sebagai bagian dari pencapaian tujuan pembangunan Nasional sesuai Amanat Penderitaan Rakyat. Memperhatikan Kode Etik Kepolisian, yaitu Bhakti Dharma, Waspada dilanjutkan dengan pedoman pengamalannya ”Rastra Sewakottama Negara Janottama Janaanucasana Dharma” dapatlah dipahami bahwa kode etik ini bertujuan meningkatkan kualitas dalam arti kemampuan profesional para anggotanya.123 Sebelum Perkap Kapolri dibuat, menurut Hari Adiwijaya, Etika profesi Kepolisian dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut diatas, merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya.124 Tugas dan wewenang POLRI, dibatasi oleh : a. Peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi kepolisian Negara RI; b. Norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. Mengutamakan tindakan pencegahan.125
I. Keunggulan Kewenangan Diskresi Kepolisian Berperspektif Norma Hukum dalam Penyelesaian Perkara Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat tidak hanya terhadap standar pelayanan POLRI yang terus ditingkatkan tetapi juga terhadap nilai-nilai yang menyertai profesionalisme itu sendiri antara lain: UU No. 8 tahun 1981 (KUHAP), KUHAP, Djambatan, Jakarta, 1986 : 8-9.
123
Hari Adiwijaya, Makalah Profesionalisme dan Pengacara Sebagai Penegak Hukum Serta Kendala Yang Dihadapinya, Semarang, 8 September 2000 : 11.
124
bid., Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1) dan (2).
125
93
94
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
1. Keunggulan (excellent oriented) orientasi pada prestasi (achievement), dedikasi (dedication), kejujuran (honesty), dan kreativitas (creativity), pro aktif, berbasis kinerja; 2. Integritas (integrity); orientasi pada komitmen (commitment) menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral (etic values and morality); 3. Akuntabilitas (accountable) berorientasi pada sistem yang traceable (dapat ditelusuri jalurnya yang logis) dan auditable (dapat diaudit dan diperbaiki), mulai dari tingkat individu sampai institusi POLRI. 4. Transparansi (transparancy); orientasi pada keterbukaan (openness), kepercayaan (trust), menghargai keragaman dan perbedaan (diversity) serta tidak diskriminatif; 5. Kualifikasi (qualifide) mempunyai dasar pengetahuan (Knowledge Based) dan pengakuan (sertification and or licence); 6. Berbasis Teknologi dan Pengetahuan (Technology & Knowledge Based) : semaksimal mungkin dalam menggunakan pengetahuan dan teknologi pada semua tingkat anggota POLRI sesuai dengan tuntutan tugasnya; 7. Memecahkan masalah (Problem Solving), fokus pada memecahkan masalah (problem solving oriented), mengambil keputusan yang sistematis (sistematic decision making), memperkecil permainan politik (dan politik uang) organisasi126. Kewenangan yang dimiliki oleh polisi dalam menyelesaikan konflik politik boleh menggunakan hak atau wewenangnya Dai Bachtiar, Jendral Polisi, Grand Strategi POLRI 2005-2025, LPEM. 1.1.menjelaskan 1.1.2. Akuntabilitas memperjelas fungsi dan tanggung jawab tiap pejabat kepolisian dalam organisasi,serta mempertanggungjawabkan setiap keputusan dan kegiatan kepada para stakeholders, dan 1.1.4. Transparansi dimaksudkan terbuka pada publik yang mencari informasi pada organisasi, membuat laporan keuangan yang benar menurut prinsipprinsip akuntansi yang diterima oleh publik.
126
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
didasarkan wewenang diskresi kepolisian atau police discretion yang ditekankan kepada “kewajiban” menggunakan wewenangnya,127 mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. M. Faal berkata, diskresi berasal dari bahasa Inggris Discretion yang menurut kamus umum yang disusun John M. Echols, dkk diartikan kebijaksanaan, keleluasaan. Menurut Alvina Treut Burrouw discretion adalah ability to choose wisely or to judge for oneself artinya “kemampuan untuk memilih secara bijaksana atau mempertimbangkan bagi diri sendiri. Sedangkan Thomas J. Aaron menyebutkan, bahwa discretion is power authority conferred by law to action on the basic of judgment or conscience, and its use is more an idea of morals than law. Yang dapat diartikan sebagai suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinannya dan lebih menekankan pertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum128. Dalam rangka menjaga ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan pelayanan yang dipercaya masyarakat, telah dicanangkan Grand Strategi POLRI 2005-2025, dengan sasaran pengembangan diarahkan sesuai tahapan sebagai berikut. Tahap I : Trust Building (2005-2010); Membangun kepercayaan masyarakat dan internal POLRI dalam grand strategi merupakan faktor penting karena merupakan awal dari perubahan menuju pemantapan kepercayaan (trust building internal) meliputi : kepemimpinan, sumber dana, sumber daya manusia, orang, yang efektif, pilot proyek yang konsisten di bidang Hitech. 127Muladi, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, Cetakan pertama, 2003 :140-141. 128Thomas J. Aaron, The Control of Police Discretions, Springfild, Charles C. Thomas, 1960, hal IX)
95
96
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kemampuan hukum dan sarana prasarana mendukung Visi dan Misi POLRI. Tahap II : Partnership Building (2011-2015); Membangun kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan fungsi dan peran kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan rasa aman. Tahap III : Strive for Excellence (2016-2025). Membangun kemampuan pelayanan publik yang unggul, mewujudkan good government, best practice POLRI, Profesionalisme sumber daya manusia, implementasi teknologi, infrastruktur materiel fasilitas jasa guna membangun kapasitas POLRI (capacity building) yang kredibel dimata masyarakat nasional, regional dan internasional. Pada,“10 Program Prioritas Revitalisasi POLRI sepanjang tahun 2009-2010 telah menorehkan keberhasilan”, kata Kapolri Jendral Polisi Drs. Timur Pradopo di Mabes POLRI Jakarta, bahwa Densus 88 Anti Teror Mabes POLRI telah menorehkan keberhasilannya, sudah menangkap terorisme di tanah air dan telah memeriksa serta menahan 1.147 orang kasus terorisme, sampai akhir 2010, tercatat 583 tersangka, dan 388 orang sudah divonis hakim, 56 dalam proses sidang, 55 orang meninggal dunia, 37 orang dipulangkan/ tidak cukup bukti dan 28 orang dalam proses penyidikan129, dan telah menorehkan prestasi besar mengakhiri petualangan Noordin M.Top, Dr. Ashari, Dul Matin dll Sedangkan awal tahun 2011, POLRi telah behasil menangkap Pepi Fernando otak jaringan teroris Bom Buku dan bom di jalur gas Gading Serpong Tangerang dan 17 Suara Merdeka, :Harian, Semarang, Kamis Pahing, 30 Desember 2010, hal: 1 Masih banyak yang belum tertangkap, sel- sel Terorisme di Indonesia, bahwa saat ini masih ada UP (Umar Patek), ZI (Zulkarnaen) dan lainnya yang masih bebas berkeliaran.
129
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tersangka Bom Buku dan Bom Serpong.130 Untuk mengantisipasi aksi balas dendam jaringan terorisme akibat tewasnya pimpinan Al-Qaedah, Usamah Bin Ladin, Kapolri Jendral Timur Pradopo mengintruksikan kepada seluruh jajaran Polri di bawahnya dengan mengirim telegram ke seluruh wilayah untuk bersiap-siap, fokus pengamanan tempat-tempat vital, seperti kantor Kedubes As dan pusat bisnis negara asing di Tanah Air. Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Djihartono, 3 Mei 2011 menjelaskan, bahwa tersangka yang ditangkap di Tegal bernama Musollah diduga termasuk jaringan teroris kelompok Sarip, selain Musollah Densus juga menangkap Andri Siswanto alias Hasyim di Cempaka Putih, menurut Kombes Djihartono, Musollah sudah diikuti pergerakannya sejak dari Kepuncen, Banyumas. Pada Senin Siang sekitar jam 14.00 WIB, ketika tersangka menemui rekannya di lokasi penggerebekan setelah ada koordinasi dengan Polres Tegal, dan Polsek Pangkah, malamnya dilakukan penggerebekan, saat penggerebekan telah diamankan orang lain di TKP yaitu Rohim, Zaenal, Arifin dan Suheri.131 Menurut Ketua RT Jl. Warujaya Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Endang Suhendar, di rumah tersebut polisi menyita empat senjata api laras panjang jenis M16, ratusan peluru, dan dua telpon genggam132. 130
Suara Merdeka Perekat Komunitas Jawa Tengah, Kamis Legi, Semarang, 28 April 2011, halaman : 1 dan hal 11 kolom 1 daftar 17 tersangka Bom Buku dan Bom Serpong : 1 Pepi Fernando, SAg (32) telah ditangkap; 2 Muhammad Maulana Sani; 3 Hendi Suhartono, Sag; (32); 4 Muhammad Fadil, S.Ag; (32); 5 Imam Kamaludin alias Firman, alias Abu Azzam (23); 6 Darto (26); 7 Watono (22); 8 Fajar Dwi Setyo alias Phecun (25); 9 Ade Guntur alias Sagod (20); 10 Riki Riyanto alias Ibeng (20); 11 Mochamad Syarif alias Aip alias Culix (32); 12 Mugiyanto alias Mugi (18); 13 Juni Kurniawan alias Juni (32); 14 Febri Hermawan alias Awi alias Toge (30); 15 Deni Carmelita alias Umi Najla (32); 16 Imam Mohammad Firdaus, SE alias Imam (32); 17 Matun Maulana (30) dan lima orang dibebaskan karena belum cukup bukti, yaitu Doni Ramdani alias Doni, Yuyun Supriyatna alias Yuyun, Osum Sumarna alias Asum, Ahmad Hidayat, dan Opi Yuhendra alias Opi alias Sipil.
131
Suara Merdeka, Densus 88 Tangkap Anggota Kelompok Sarip, Perekat Komunitas Jawa Tengah, Rabu 4 Mei 2011, Semarang : 1, 11 Densus 88 Mabes Polri menangkap seorang yang diduga teroris di arena pasar malam Pabrik Gula (PG) Pangkah, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, Senin 2 Mei 2011 sekira pukul 23.00 WIB diduga anggota jaringan Mochamad Sarip, tersangka teroris yang melakukan aksi bom bunuh diri di Masjid Ad-Dzikra, kompleks Mapolres Cirebon, Jawa Barat, Jumat 15 April 2011 lalu, yang mengakibatkan 30 (tiga puluh) orang luka-luka, di antaranya AKBP Herucokro Kapolres Cirebon. Suara Merdeka, Nasional dan Hukum, Perekat Komunitas Jawa Tengah, Senin, 9 Mei 2011 : 3 Aparat (Densus)
132
97
98
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Diungkapkan Kapolda Jateng Irjen Pol. Drs. Edward Aritonang, MM bahwa “berbagai peristiwa yang relevan dengan standarisasi kinerja POLRI, kiranya dapat memproyeksikan peningkatan manifestasi kinerja yang akuntabel dan profesional, khususnya di bidang penegakan hukum133. Reformasi POLRI yang terus bergulir hingga saat ini menjadi atensi pimpinan POLRI, terutama terkait dengan penyidikan yang menjadi “core business”. Kinerja penyidik sebagai satu sistem dalam suprasistem penegakan hukum nasional senantiasa menjadi sorotan publik dan menentukan wajah POLRI secara keseluruhan.134 Dalam perkembangannya Sistem Peradilan Pidana tidak sekedar dilihat sebagai sistem penanggulangan kejahatan, tetapi justru dilihat sebagai “sosial problem” sama dengan kejahatan itu sendiri yang dapat dilihat sebagai indikator kurang efektifnya SPP, juga SPP itu sendiri dalam hal-hal tertentu dapat dilihat sebagai faktor korelatif kriminogen dan viktimogen.135 88 Antiteror kembali menangkap tiga terduga teroris jaringan bom bunuh diri di masjid kompleks Mapolresta Cirebon, Jawa Barat. Satu tersangka ditangkap (6/5) dan 7/5 di Boyolali, dan dua lainnya di Depok, kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Boy Rafli Amar, Minggu 5 Mei 2011 penangkapan tersebut merupakan hasil lanjutan investigasi setelah polisi berhasil meringkus tersangka Ishak Andriana alias Abu Sifa di Karang Kencana Rt 3 Rw 3 Pagongan Timur, kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Cirebon. 133
Edward Aritonang, Irjen Pol Kapolda Jawa Tengah, Keynote Speaker Pada Acara Seminar dan Lokakarya Penyelesaian Kasus Pidana Ringan Melalui Model Alternative Dispute Resolution (ADR) yang Adil dan Berkepastian Hukum, Semarang, 1 Desember 2010 mengatakan bahwa, indikator keberhasilan yang pernah diukir Kepolisian Polda Jateng tidaklah dijadikan orientasi kepuasan puncak, tetapi disandingkan dengan persepsi dan opini publik, guna mempersentasikan titik keseimbangan. Konsep keseimbangan ini sangat signifikan sebagai fondasi strategik dalam mengantisipasi dinamika kriminalitas. Sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Polda Jawa Tengah telah membuat 11 (sebelas) program unggulan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban untuk melaksanakan kewenangan, dengan program yang kesepuluh untuk menerapkan Alternative Dispute Resolution (ADR).
134
Edward Aritonang, Semarang, 2010, ibid: 3 mengatakan, bahwa berbagai kalangan mempermasalahkan kewenangan penyidikan yang dimiliki POLRI sehingga menjadi obyek yang perlu ditinjau dalam penyusunan KUHAP yang baru. Kehadiran model alternative dispute resolution untuk menegakkan keadilan dan mensejahterakan masyarakat.
135
Muladi, Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Penerbit P.T. Alumni, Edisi Revisi, Cetakan kedua,Anggota IKAPI, Bandung, hal 195-196. Menurut Clayton A. Hartjen, ada pergeseran pusat perhatian dari sipelanggar atau pelaku kejahatan ke sistem peradilan pidana dan pada keterkaitan antara persepsi mengenai kejahatan, penyelenggaraan hukum pidana dan masyarakat, sejalan dengan Austin Turk mengemukakan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Sedangkan Visi dan Misi POLRI diharapkan dapat menstimulasi para insan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi makin cerdas, berbudi luhur, berakhlak mulia dan bermoral tinggi, serta kreatif dan inovatif serta tegas dalam menjawab berbagai tantangan. Dalam peluang (opportunitas) menghadapi pergeseran global tentang paradigma keamanan (security) yang terkait dengan ancaman konflik antarpendukung partai politik peserta Pemilu dan Pilkada.136 Kebijakan demikian dapat di tempuh dengan memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan seleksi terhadap para tersangka yang akan diajukan ke pengadilan, walaupun orang itu jelas-jelas telah melakukan suatu tindak pidana. Kebijakan preventif serupa ini terlihat misalnya di dalam sistem peradilan pidana di Jepang. Tidak semua perkara di Jepang oleh polisi diserahkan atau diteruskan ke jaksa untuk dituntut asalkan perkara itu, merupakan: a. Tindak pidana yang ringan; b. Tersangka menunjukkan penyesalan yang sungguh-sungguh; c. Ganti rugi telah dilakukan oleh tersangka. Begitu pula jaksa berwenang untuk menunda penuntutan walaupun barang bukti telah cukup.137 Sedangkan dalam Sari Kuliah Perbandingan Hukum Pidana ke: XI tentang sanksi verbal (non custodial), bahwa menurut SMR non custodial (the Tokyo Rules) Resolusi PBB 45/110, 14-12-1990), bahwa pusat perhatian kriminologi bukan lagi pada “the criminal character of behavior”, tetapi pada “the proces of criminalizing behavior”. Da’i Bachtiar, Rencana Strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia (Renstra POLRI), 2005-2009 ; Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonsia No. Pol. : Kep/20/IX/2005, tanggal, 7 September 2005
136
137
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Perkara Pidana, Penerbit CV. Ananta, ISBN. 979-8345-01.0, Semarang, 1994 : 52, 181 bahwa peninjauan dan penilaian kembali terhadap masalah pidana dan pemidanaan, termasuk kebijakan dalam menetapkan pidana merupakan hal yang wajar dan memang diperlukan. Sedangkan yang dimaksud kebijakan preventif ialah kebijakan yang diberikan oleh undang-undang untuk mencegah atau mengajukan tersangka ke pengadilan.
99
100
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tindakan non custodial pada tahap peradilan dan pemidanaan “trial and sentencing stage, yang dapat berupa “verbal sanctions” yang terdiri dari (1) admonition (teguran, dalam arti baik/positif, memberi nasihat; (2) “reprimand” (teguran keras; dalam arti negatif, memberi cercaan; (3) “warning” (peringatan).138 Bahwa untuk menjamin kepastian berdasarkan hukum masalah penyelesaian perkara (crime clearence) yang dilaksanakan oleh penegak hukum dengan cara perdamaian atau mediasi dalam perkara pidana, merupakan tindakan penegakan hukum, dan sudah sesuai pernyataan dan penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang telah diubah dengn Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 dan telah diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu penyelesaian perkara dengan cara “perdamaian tetap diperbolehkan”, atau ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan diluar peradilan Negara melalui perdamaian atau arbitrase. Bahwa untuk menjamin kepastian hukum berdasarkan instrumen internasional, masalah mediasi perkara pidana, juga masuk agenda pembahasan tingkat Internasional, yaitu dalam konggres PBB ke-9/1995 dan ke 10-2000 mengenai “Prevention of Crime and the Treatment of Offenders” ke dalam konferensi Internasional Pembaharuan Hukum Pidana (International Penal Reform Conference) tahun 1999. Bahwa demi keadilan, dan untuk menjamin kepastian berdasarkan hukum terhadap tindak pidana yang diancam dengan 138
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Sari Kuliah, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 : 115-117 Pasal 50A ayat (1) dan ayat (2) KUHP Yugoslavia 1951 teguran peringatan judicial merupakan suatu tindakan yang akan dijatuhkan berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang ini dalam kasus-kasus dimana ada dasar/alasan untuk mengharap bahwa sasaran/tujuan pidana akan tercapai tanpa pengenaan pidana. Teguran judicial tidak akan mempunyai konsekuensi hukum apapun.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
pidana, dapat diselesaikan ditingkat kepolisian sepanjang yang berperkara (korban, saksi, dan pejabat yang ditunjuk untuk itu) yang dengan sukarela secara musyawarah untuk mencapai perdamaian atau arbitrase. Agar tidak seperti perkara (pencurian semangka, kapas, kakau, permen, coklat, pisang, piring seperti yang telah terjadi waktu lalu), tidak harus dilanjutkan ke Kejaksaan untuk disidangkan, tetapi perkara-perkara seperti tersebut di atas cukup diselesaikan secara damai saja, dengan cara menghadirkan para pihak yang berperkara membuat kesepakatan bersama dengan disaksikan oleh tokoh agama/masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap polisi (trust building) akan meningkat. Kepada seluruh jajaran POLRI, Presiden Republik Indonesia Bp. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan beberapa pesan untuk dilaksanakan dalam tugas dan pengabdian bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di seluruh tanah air, yaitu, “Jadilah polisi yang bermoral, profesional, dan modern yang dicintai dan dipercaya masyarakat. Mari kita tingkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan penuh ketulusan, kasih sayang, dan penuh tanggung jawab”139.
DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia, Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, 1 Juli 2007 Kepada seluruh jajaran POLRI, disampaikan beberapa pesan untuk dilaksanakan dalam tugas dan pengabdian terhadap Anggota POLRI di seluruh tanah air. Pertama, prioritaskan berbagai sasaran strategis, program, dan kegiatan dalam rangka mewujudkan situasi kamtibmas yang kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. tingkatkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Kedua, tegakkan hukum secara profesional dan proporsional. Junjung tinggi kode etik profesi dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan di luar kedinasan; Ketiga, pahami dan pedomani Undang-Undang Pokok Kepolisian yang menjadi landasan pelaksanaan tugas dan kewenangan POLRI, serta tingkatkan sosialisasi dan peran perpolisian masyarakat (Polmas). Keempat, bangun sikap proaktif, koordinatif, dan terpadu dalam menghadapi yang berpotensi mengganggu keamanan, sekecil apapun. Kelima, jadilah polisi yang bermoral, profesional, dan modern yang dicintai dan dipercaya masyarakat. Mari kita tingkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan penuh ketulusan, kasih sayang, dan penuh tanggung jawab.
139
101
102
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kesimpulan bahwa, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g dan Pasal 16 ayat 1 huruf l UU No. 2 tentang POLRI Jo Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang P1Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab jo Pasal 3 UU No. 14 tahun 1970 Jo Pasal 3 UU No. 4 tahun 2004 Jo Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Jo Pasal 2 dan Pasal 7 UU No. 10 Th 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; Untuk itu, POLRI 1dalam rangka menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, telah sejalan dengan “peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila”, ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bahwa penyelesaian perkara (crime clearance) dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase dengan cara membuat kesepakatan bersama. Bahwa perdamaian untuk penyelesaian perkara (crime clearance) termasuk implentasi kewenangan diskresi kepolisian yang telah diberikan oleh Negara dalam penegakan hukum terhadap kepolisian, yang nilainya sama dengan putusan hakim (asas pakta sunt servanda) sehingga perlu payung hukum peraturan perundang-undangan, sehingga perdamaian dapat meningkatkan crime clearance oleh kepolisian.
BAB 3
POLA KEBIJAKAN POLRI
A. Doktrin dan Konseptual Pencegahan 1. Doktrin The Strong Hand of Society dan Paham Militerisme Polisi Paham militerisme polisi menghendaki agar polisi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus memiliki sikap-sikap militeristik atau yang bersifat militer. Pendiri Kepolisian Inggris Robert Pheel menegaskan bahwa sikap dan sifat disiplin militer harus tetap melekat dalam diri setiap anggota polisi, karena kepolisian merupakan sebuah organisasi negara yang dipersenjatai. Paham kepolisian yang demikian banyak dianut oleh negara-negara demokrasi, seperti di Amerika Serikat yang juga menggunakan kepangkatan militer untuk kepolisian. Bahkan, di Korea Selatan, Jepang dan Philipina, menetapkan “wajib militer” bagi warga negaranya yang berusia 21 tahun ke atas untuk dapat memilih menjadi tentara atau polisi.140 Paham militerisme juga tampak dalam dunia peradilan di Australia, dimana lembaga peradilan yang diperuntukkan bagi polisi dan tentara berada dalam satu atap. Sama seperti di Australia, polisi di negara demokrasi Amerika Serikat juga diberi tugas dan Kf. Anton Tabah, Membangun POLRI yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan Asia), Jakarta: PT. Sumbersewu Lestari, 2002, halaman 85.
140
104
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap oknum militer yang terlibat kasus-kasus pidana biasa, sementara untuk kasuskasus pidana militer – seperti melawan atasan, disersi, mata-mata musuh dan membocorkan rahasia negara/militer – ditangani oleh Military Police atau Polisi Militer (PM). Oleh karena itu, seorang polisi harus memiliki kemampuan plus, baik kemampuan sipil maupun kemampuan militer.141 Paham militerisme polisi ini kemudian melahirkan doktrin yang dianut oleh polisi, yakni the strong hand of society (tangan yang keras/kuat bagi masyarakat = pelayan yang keras bagi masyarakat). Paradigma the strong hand of society adalah paradigma kekuasaan, yang menunjukkan posisi polisi dalam jenjang vertikal ketika berhadapan dengan rakyat. Oleh hukum polisi diberi sejumlah kewenangan, termasuk kewenangan diskresi, yang tidak diberikan kepada lembaga lain dalam masyarakat, seperti: menangkap, menggeledah, menyita, menahan, menyuruh berhenti, melarang meninggalkan tempat, dan sebagainya. Dalam konteks yang demikian itu, hubungan antara polisi dan rakyat bersifat “atas-bawah” atau “hirarkhis, dimana polisi berada pada kedudukan memaksa sedangkan rakyat wajib mematuhi.142 Sehubungan data kejahatan, Contoh, Kepolisian di Amerika Serikat, menurut Daan Sabadan dan Kunarto, dalam tulisannya tentang “Angka Kejahatan di Amerika Serikat Tahun 1985” dalam buku Kejahatan Berdimensi Baru, Kurang lebih 723.246 kerusuhan merupakan kenaikan angka 6% dari kejadian keseluruhan sebelumnya di tahun 1984. Kenaikan ini tercatat di semua daerah. Dengan kenaikan sebesar 4 persen dibandingkan ditahun 1983, Kf. Anton Tabah, Ibid., 2002, halaman 85-86.
141
Satjipto Rahardjo, Membangun Polisi Indonesia Baru: Polri dalam Era Pasca-ABRI, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP Semarang tanggal 22-23 Oktober 1998, halaman 5.
142
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
maka dalam tahun 1985 kerusuhan yang terjadi 303 untuk setiap 100.000 penduduk. Dua puluh satu persen dari seluruh keseluruhan dilakukan dengan menggunakan senjata api, 23 persen dengan pisau atau senjata tajam lainnya, 31 persen dengan senjata-senjata tertentu lainnya, dan 23 persen dengan senjata-senjata diri (tangan, tinju, kaki). Yang berwajib berhasil menyelesaikan 62 persen dari kerusuhan yang mereka anggap menonjol. Terdapat sekitar 305.390 orang yang ditangkap polisi karena kerusuhan tahun 1985, dengan perbandingan lelaki dengan perempuan 6 berbanding 1. Dan dari mereka yang ditangkap itu, 58 persen adalah orang berkulit putih. Berkurangnya jumlah data konflik kekerasan/ kejahatan yang tidak dilaporkan (dark number) tergantung atau dipengaruhi oleh intensitas kegiatan operasional yang dilakukan oleh kepolisian dan oleh karena itu besarnya angka cukup bervariasi dari satu waktu ke waktu yang lain dan satu negara dengan negara yang lain, dan dengan statistik dimaksudkan untuk mengetahui angka pelaku kejahatan atau konflik kekerasan yang telah dapat diketahui dan dilakukan tindakan represif oleh polisi143. Atas dasar hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, maka dalam pembuatan angka yang tercantum dalam statistik betul-betul dikaji secara seksama berdasarkan fakta dan data yang benar-benar telah akurat. Di sisi lain masyarakat semakin kritis, dan semakin besar tuntutannya terhadap supremasi hukum sehingga setiap kelemahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa penyidikan akan mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat. Daan Sabadan, Kunarto, Statistik Kejahatan Internasional Tahun 1981 s/d 1984, Kejahatan Berdimensi Baru, Cipta Manunggal, ISBN : Indonesia :979-8939-21-2, Jakarta, 1999 :463-466.
143
105
106
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Baik paham militerisme dan sipilisme polisi sama-sama memiliki andil dalam membentuk jati diri kepolisian, dan oleh karena itu ia merupakan institusi yang “berpaham ganda“. Hal ini dapat dimengerti, oleh karena selain menerapkan doktrin the strong hand of society, kepolisian juga menerapkan doktrin the soft hand of society. Kedua-duanya terdapat dalam diri kepolisian dan mewarnai tugas-tugas kepolisian sehari-hari.144 Penganutan paham ganda tersebut dapat dicermati dari tugas dan wewenang kepolisian yang tidak hanya menjalankan peran-peran represif, tetapi juga peranperan preventif dan pre-emptif. Dengan demikian, ciri dari perpolisian yang dilaksanakan lembaga kepolisian jelas berbeda, karena karakteristik tugas dan wewenang kepolisian merupakan perpaduan antara hubunganhubungan yang bersifat vertikal dan horisontal. Untuk menghindari penggunaan doktrin the strong hand of society yang berlebihan sehingga menyebabkan polisi bertindak brutal dan kasar, maka PBB dalam berbagai konggresnya, kemudian mengeluarkan berbagai pernyataan dan rekomendasi mengenai prevention of crime and the treatment of offenders. Konggres itu antara lain mengutuk extralegal executions dan berulangkali menghimbau agar langkah-langkah yang diambil oleh polisi dalam penegakan hukum, baik berupa kebijakan kriminal, rencana pencegahan kejahatan dan administrasi peradilan pidana, hendaklah selalu menghindari terjadi pelanggaran hak asasi manusia.Tindakantindakan penyiksaan serta tindakan-tindakan kejam lainnya. Upaya penegakan hukum haruslah lebih menitikberatkan pada upaya pencegahan dan pre-emptif, melalui membangun berbagai aspek pemulihan keadilan masyarakat. Satjipto Rahardjo menggunakan istilah “paradigma ganda” untuk menggambarkan peran kepolisian yang dipengaruhi oleh dua aliran pemikiran (paham) tersebut (Satjipto Rahardjo, Op Cit., 2002, halaman 41-42.
144
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 2 Deklarasi yang dicetuskan pada tahun 1985 di New York tentang prevention of crime and the treatment of offenders itu antara lain menegaskan, bahwa “suatu tindakan penyiksaan atau tindakan kejam lain merupakan perlakuan yang tidak manusiawi atau perlakuan yang menurunkan martabat manusia, atau perlakuan yang amat kasar yang merupakan suatu kejahatan terhadap martabat manusia dan dinyatakan sebagai pengingkaran terhadap hak asasi manusia dan hak-hak dasar manusia.”145 Sesungguhnya sebelum Konggres PBB 1985 di New York, telah berlangsung Konggres PBB ke-5 tahun 1975 dengan mengambil tema yang sama, yakni mengenai prevention of crime and the treatment of offenders, tapi secara khusus membicarakan masalah The emerging roles of the Police and other law enforcement agencies. Laporan dari Konggres tersebut menegaskan, bahwa: it was recognized that the police were a component of the larger system of criminal justice which operated against criminality.146 Tema yang sama kemudian diangkat kembali pada Konggres PBB ke-6 pada tahun 1980 dan menghasilkan mengenai perlunya Code of Conduct for Law Enforcement officials. Resolusi tersebut diajukan dengan mengingat antara lain “kesadaran bahwa aparat penegak hukum mempunyai peranan yang menonjol dalam menjunjung tinggi supremasi hukum dan melakukan perlindungan hak-hak asasi manusia.”147 Khusus yang berkaitan dengan tugas dan wewenang polisi, Resolusi PBB itu pun diajukan dengan mengingat “Any act toture or other cruel, inhuman, or degrading treatment or punishment is an offence to human dignity and shall be condemned as danial of the purposes of the Charter the United Nations and as a Violation of the human right and fundamentalis freedoms rights” (Pasal 2 Deklarasi PBB tahun 1985 di New York tentang prevention of crime and the treatment of offenders).
145
Barda Nawawi Arief, Kepolisian dalam Perspektif Kebijakan Kriminal dan Sistem Peradilan Pidana, dalam Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001, halaman 42.
146
Barda Nawawi Arief. Tugas Yuridis POLRI dalam Berbagai Aspek Penegakan Hukum, Materi Simposium Nasional Polisi Indonesia, di Grahadhika Bhakti Praja, Semarang, 19-20 Juli 1993, halaman 10.
147
107
108
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kembali Code of Conduct for Law Enforcement officials yang telah diterima oleh Majelis Umum PBB dalam Resolusi Nomor 34/169 tanggal 17 Desember 1979. Selain itu mengingat pula kesimpulan-kesimpulan dan rekomendasi dari Symposium on the Role of the Police in the Protection of Human Rights yang diadakan di Hague, Den Haag pada tanggal 14-25 April 1980. Selanjutnya, dalam Konggres ke-7 tahun 1985 dan Konggres tahun 1990, masalah pedoman sikap dan perilaku aparat penegak hukum ini pun masih dijadikan salah satu topik dalam agenda Konggres.148 Perhatian dunia internasional terhadap hal itu terus berlanjut dengan membentuk Comision on Crime Prevention and Criminal Justice yang beranggotakan 40 negara dan untuk pertama kali bersidang di Wina pada tanggal 21-30 April 1992. Pada sidang tersebut Komisi itu berhasil mencetuskan berbagai ruang lingkup kerja sama internasional di dalam bidang peradilan pidana, dan salah satunya mengenai Victims of Crime.149 Demikian pula dalam Konggres ke-9 di Cairo tanggal 28 April s/d 8 Mei 1995 juga telah menjadikan masalah Criminal Justice and Police System sebagai topik pembahasan dalam Konggres tersebut.150 Perhatian yang serius dari dunia internasional yang demikian besar terhadap proses peradilan pidana dan para penyelenggaranya termasuk polisi sebagaimana diungkapkan di atas, secara tidak langsung menggambarkan bahwa administrasi peradilan pidana serta perilaku para penyelenggaranya belum menunjukkan hasil positif maksimal seperti yang diharapkan. Bahkan, sebaliknya Barda Nawawi Arief. Loc Cit., 1993, halaman 10.
148
Muladi, Kerja sama Internasional dalam Bidang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana, Makalah Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, diselenggarakan oleh FH Undip di Semarang, 1993, halaman 14.
149
United Nations. “Report: Ninth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders 1995”, Dokumen Cairo, 1995.
150
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
penyelenggaraan peradilan pidana secara potensial menampakkan aspek-aspek yang bersifat kriminogen. Mengenai hal ini Steven Box dalam tulisannya berjudul Power, Crime and Mystication mengidentifikasi bermacam-macam bentuk kebrutalan (kejahatan) polisi dalam proses penyelesaian perkara pidana sebagai berikut: (1) membunuh atau menyiksa tersangka, (2) mengancam, menahan, mengintimidasi dan membuat “catatan hitam” bagi orang-orang yang tidak bersalah, serta (3) melakukan korupsi, antara lain dengan cara menerima suap supaya tidak melakukan atau menjalankan hukum, dan memalsukan data atau fakta atau keterangan dan menghentikan pengusutan perkara pidana, baik secara langsung atau tidak langsung guna mendapatkan sesuatu keuntungan.151 Perilaku polisi yang mengarah kepada perbuatan jahat dalam menjalankan tugasnya itu setidak-tidaknya merupakan tindakan pengebirian etika profesi jabatan. Menurut Abdul Wahid, tindakan yang demikian itu sebagai akibat dari kondisi psikologis atau kepribadian yang sedang dikolonisasi oleh ideologi Machiavelis yang dipopulerkan melalui prinsip “serba menghalalkan segala cara”. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa kebenaran yang berada di depan mata dan sebagai manifestasi kewajiban untuk ditegakkan, direkayasa dan dianggap sebagai penghalang cita-cita. Sementara itu, kenaifan, kebejatan, dan kejahatan dianggap sebagai terobosan logis untuk memperkaya diri, membangun kejayaan atau menarik kedudukan yang terhormat di mata publik.152 Peran-peran yang dimainkan oleh kepolisian yang berpaham ganda tersebut baru menemukan bentuknya yang semakin jelas ketika lembaga kepolisian benar-benar lepas dari kungkungan dan pengaruh lembaga TNI selama ini. Stevan Box. “Police Crime” dalam Power, Crime and Mystification. London & New York: Tavistok Publications, 1983, halaman 81-82.
151
Abdul Wahid. Modus-Modus kejahatan Modern. Bandung: PT. Tarsito, 1993, halaman 34.
152
109
110
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah perpolisian di Indonesia memiliki catatan yang boleh dikatakan sangat suram, karena selama kurang lebih 40-an tahun lamanya semenjak Bung Karno berkuasa telah memaksakan gagasan untuk menyatukan POLRI ke dalam TNI. Penyatuan fungsi POLRI dan TNI tersebut telah merusak profesionalisme kepolisian, karena tugas tentara dan polisi disatukan terutama dalam menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan (hankam). Untuk itu, demi terpeliharanya ketertiban dan ketenteraman masyarakat serta menjamin kepastian hukum,153 dipandang perlu untuk meningkatkan integritas dan kemampuan profesional kepolisian, agar dicintai dan dipercaya masyarakat.
2. Doktrin The Soft Hand of Society dan Paham Sipilisme Polisi Berbeda dengan paham militerisme polisi sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, maka sebaliknya paham sipilisme polisi menghendaki agar “polisi berwatak sipil” dalam peranan menjalankan tugas dan wewenangnya. Dalam arti bahwa cara-cara polisi menjalankan pekerjaannya tidak boleh menyebabkan manusia kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. Landasan filosofi dari paham tersebut mengisyaratkan bahwa polisi dalam menjalankan tugasnya tidak diperkenankan untuk menggunakan cara-cara yang pendek dan gampang, seperti memaksa dan menggunakan kekerasan belaka, tetapi harus bersedia mendengarkan dan mencari tahu hakikat dari penderitaan manusia.154 Kf. Anton Tabah, Op Cit., 2002, halaman 130-131. “Kepastian Hukum” Penjelasan Pasal 5 huruf a UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “Kepastian hukum adalah Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan.
153
Satjipto Rahardjo, Op Cit., 2002, halaman 55.
154
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dari paham sipilisme ini kemudian lahirlah doktrin polisi the soft hand of society (tangan yang lembek/lembut = pelayan yang lembut dan ramah bagi masyarakat). Di sini polisi dan rakyat berada pada posisi yang sejajar yang disebut community policing sehingga memiliki hubungan yang bersifat “horisontal” berorientasi “kemitraan” dan problem solving. Tugas yang diberikan kepada polisi di sini adalah untuk mengayomi, melindungi, membimbing dan melayani rakyat. Pentingnya Polisi berorientasi sipil sebagaimana setiap organisasi masyarakat, kelembagaan polisi perlu lebih terbuka bagi interaksi masyarakat (menerima masukan, ide, dukungan, dll), melakukan take and give, bukan komando. Atau bisa disebut model dari “repressive law enforcement towards community restorative justice”. Semakin polisi banyak berbaur dengan masyarakat, maka akan semakin memudahkannya dalam melaksanakan tugasnya55. Dalam rangka penegakan hukum pidana penegak hukum dapat menggunakan wewenangnya melalui jalur yuridis atau sosiologis. Namun jalan yang ditempuh untuk melaksanakan kewenangan hendaknya harus seimbang, tidak terpisah-pisah dan selalu berhubungan dengan ketentuan hukum. Bagi penegak hukum kedua pedoman baik yuridis maupun sosiologis harus dipertimbangkan sekaligus, sebelum mengambil suatu keputusan walaupun toh akhirnya jalur sosiologis lebih dominan untuk menghadapi permasalahan konflik sosial politik. Sikap yang selalu hanya ingin menegakkan hukum formal semata-mata, kadang-kadang justru akan mengurangi efektivitas LPEM-FEUI dan MABES POLRI 1.6.3. Polisi sipil tidak dapat dilepaskan dari perilaku sipil, komunikasi sipil, dialog sipil, interaksi sipil dan aspek lain yang lebih berorientasi pada aspek kemanusiaan ketimbang aspek represif. Sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya yang sangat berorientasi sipil secara lebih detail membutuhkan hal-hal sebagai berikut : (1.6.3.1.) kedekatan dengan masyarakat, (1.6.3.2.) akuntabel terhadap masyarakat, (1.6.3.3.) mengganti pendekatan “penghancuran” dengan melayani, melindungi, dan menolong masyarakat sebagai pedoman operasi sehari-hari, (1.6.3.4.) Peka terhadap urusan-urusan masyarakat sipil (membantu orang lemah, kebingungan, frustasi, sakit, lapar, putus asa, ketidak-tertiban, dll, dan (1.6.3.5.) aktif dalam upaya memberikan alternatif keadilan bagi masyarakat.
55
111
112
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justce System). Oleh karena akan berakibat pemborosan waktu, permasalahan baru, tenaga, materi dan biaya penyidikan tinggi, dan akhirnya tidak sesuai dengan harapan sistem peradilan pidana yang berasas sederhana, cepat dan murah, bahkan kadang-kadang malah membuat rasa kesal dan jengkel bagi orang-orang pencari keadilan156. Paradigma kepolisian sipil dalam implementasinya menuntut setiap personel POLRI selalu beroriantasi kepada pendekatan pelayanan, menghormati hak asasi manusia, serta membangun kerja sama yang harmonis dengan masyarakat. Strategi baru yang ditetapkan POLRI merupakan salah satu cara efektif untuk dapat terwujudnya reformasi kultural POLRI, yang terus diarahkan pada upaya merubah sikap dan perilaku setiap anggota POLRI dari paham the strong hand of society ke paham the soft hand of society. Melalui kerjasama dengan pendekatan kemitraan kepada masyarakat akan memungkinkan masyarakat memahami tugas pokok dan peran polisi157. Prasyarat keberhasilan/keefektifan operasio-nalisasi POLRI dengan mengedepankan strategi perpolisian masyarakat (community policing), akan ditentukan dalam hal-hal/kondisi sebagai berikut : a. Perubahan persepsi di kalangan segenap anggota kepolisian setempat bahwa masyarakat adalah pemilik (stake holder) bukan saja kepada siapa polisi memberikan layanan tetapi juga kepada siapa mereka bertanggung jawab. b. Pelaksanaan tugas anggota satuan fungsi operasional POLRI (Reserse, Polantas, Sabhara) harus dijiwai semangat “melayani dan melindungi” sebagai kewajiban polisi. Opcit. M.Fa’al, Diskresi Kepolisian, Jakarta 1991: 6-7.
156
Sutanto, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panduan Pembentukan dan Operasional Perpolisian Masyarakat, berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol.:Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, Jakarta : 2006 :7-8.
157
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. Perubahan pendekatan manajerial yang meliputi : 1) Kapolsek, sebagai ujung tombak bertanggung jawab untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas perpolisian masyarakat (community policing), di polseknya. 2) Kapolres bersama staf terkait bertanggung jawab untuk mengusahakan dan menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk pemecahan masalah (problem solving). Tugas dan wewenang perpolisian masyarakat (community policing), tugas pokoknya melaksanakan tugas dan fungsi-fungsi operasionalisasi serta mendorong berfungsinya Perpolisian Masyarakat dalam rangka menyelesaikan setiap permasalahan/ gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang terjadi, dan bersumber dari lingkungan masyarakat setempat. Untuk itu perpolisian masyarakat (community policing) dapat menyelesaikan perkara pidana ringan/konflik antar masyarakat, sebagaimana yang tersebut dalam buku panduan dari Kapolri158. Pertikaian (konflik) antar warga yang dimaksud dalam panduan Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. : SKEP/433/ VII/2006 Tanggal 1 Juli 2006 sebagai implementasi dari Pasal 15 ayat (1) b Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI dalam rangka menyelenggarakan tugas secara umum berwenang membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang mengganggu ketertiban umum dan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pasal 19 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Ibid : Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas, 2006 : 20-24.
158
113
114
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ayat (2) dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan. Untuk itu, sebagai pelayan harus mampu melayani dengan cepat, ramah dan proporsional, sehingga menempatkan POLRI dipercaya sebagai tempat meminta pertolongan bagi masyarakat, untuk mencari penjelasan mengutamakan tindakan persuasif dan edukatif, sehingga anggota masyarakat merasakan kenyamanan dalam bertindak dan bertingkah laku. Dalam jangka panjang, POLRI perlu mengupayakan penggantian sistem penegakan hukum kriminal yang ada sekarang kepada sistem penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice), di mana dalam menuju perpolisian modern, dalam hal ini, baru dapat tercipta bila unsur-unsur sistem penegakan hukum; yaitu : jaksa, hakim, dan lembaga pemasyarakatan turut melakukan reformasi kearah kepastian hukum yang manusiawi dan tanpa diskriminatif.159 Dalam menghadapi reformasi kultural kedepan yang makin kompleks dengan tuntutan masyarakat yang makin ketat, maka POLRI akan mereformasi pola kerja dan perilaku para anggota polisi berdasarkan nilai-nilai. Untuk pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. POL. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian tanggal 1 Juli 2006 Pasal 10 ayat (2) anggota POLRI wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya serta menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan kepada masyarakat, dengan lampiran Naskah Akademik Grand Strategi POLRI Menuju Tahun 2025, Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. :SKEP/360/VI/2005, tanggal 10 Juni 2005, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, LPEM-FEUI, Jakarta, 2005 : 9.3)
159
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
senantiasa : a. Memberikan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan; b. Tidak melakukan pertemuan di luar pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait perkara; c. Bersikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya. d. Tidak boleh menolak permintaan pertolongan/ bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya; e. Tidak menyebarkan masyarakat; f.
berita
yang
dapat
meresahkan
Tidak mengeluarkan isyarat yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi POLRI, maka penyelesaiannya dilakukan melalui sidang disiplin atau sidang komisi Kode Etik Profesi POLRI berdasarkan pertimbangan Atasan (Ankum) dari terperiksa dan pendapat serta saran hukum dari Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum, dan apabila pelanggaran anggota POLRI ada unsur tindak pidana, maka bagi anggota kepolisian, berlaku hukum acara pidana.
3. Konseptual Strategi Penyelesaian Konflik Sosial Politik Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan, Parsons dalam salah satu karyanya pernah menyusun suatu konseptualisasi Voluntarisme sebagai proses pengambilan keputusan secara subjektif dari aktor-aktor secara individual. Pengambilan keputusan tersebut
115
116
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
menurut Parsons dipengaruhi oleh pelbagai kendala baik yang bersifat normatif maupun situasional.160 Ada dua teori terkenal yang berkaitan dengan masalah konflik, yaitu teori konflik dialektis dan teori konflik fungsional. Dalam teori konflik dialektis dinyatakan bahwa taraf kepincangan distributif pada sumber daya akan dipengaruhi keleluasaan bagian-bagian suatu sistem sosial untuk mengungkapkan konflik kepentingan. Oleh karena itu, menurut teori ini hanya perlu dipermasalahkan keabsahan sistem yang ada, yang ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka.161 Sedangkan menurut teori konflik fungsional sebagaimana pernah dikembangkan oleh George Simmel, terjadinya konflik di dalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak terelakkan, masyarakat dipandangnya sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dibedakan secara analitis.162 Simmel selanjutnya juga mengatakan bahwa dalam hal terjadinya sesuatu, keterlibatan emosional adalah sesuatu yang sering terjadi. Dalam hipotesisnya Simmel mengatakan bahwa : “Semakin besar keterlibatan emosional, semakin besar pula potensi untuk melakukan konflik kekerasan”. Faktor emosional yang timbul dari keakraban, permusuhan, harga diri, dan rasa iri hati akan meningkatkan intensitas konflik”.163 Dengan demikian Simmel lebih banyak memberikan tekanan analisis terhadap yang dianggap dapat meningkatkan intensitas konflik. Teori fungsional menurut Thomas F. Odea, memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam Soerjono Soekanto, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Jakarta, 1988, Rajawali Press, hal. 36.
160
bid, hal 69.
161
ibid, hal 69.
162
ibid, hal 72.
163
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama, serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri164. Selanjutnya Talcott Parsons, dalam memberikan referensi transedental sesuatu yang berada di luar dunia empiris ? Mengapa masyarakat harus membutuhkan berbagai kebutuhan praktek serta lembaga yang menyatukan dan melestarikan mereka ? Teori fungsional memandang kebutuhan demikian itu sebagai hasil dari tiga karakteristik dasar eksistensi manusia. Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian, hal yang sangat penting bagi keamanan, ketenteraman dan kesejahteraan berada di luar jangkauannya. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk mempengaruhi kondisi hidupnya, kondisi manusia dalam kaitannya dengan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat, dan suatu masyarakat merupakan suatu alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas dan ganjaran165. Sementara itu, hubungan antara konflik dan proses kriminalisasi secara umum dinyatakan dengan digunakannya konsep “penyimpangan” (devience) dan reaksi sosial. Konflik dipandang sebagai bagian dari “penyimpangan sosial” dari tindakan-tindakan yang dipandang sebagai normal atau “biasa” di masyarakat, dan terhadap “tindakan penyimpangan” tersebut diberikan reaksi sosial yang negatif, dalam arti secara umum masyarakat memperlakukan orang-orang tersebut sebagai “berbeda” dan “jahat”. Dengan demikian, siapa yang dipandang menyimpang pada masyarakat tertentu, terutama tergantung pada masyarakat itu sendiri. Kadang thomas F. Odea, Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal, Diterbitkan bekerja sama dengan Yayasan Solidaritas Gajahmada, ISBN 979-421-130-3, Judul Asli The Sociology of Religion, Tim Penterjemah Yasogama, Rajawali, Jakarta, 1987 : 3.
164
Ibid Thomas F. Odea, Jakarta, 1987 : 8.
165
117
118
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kadang kondisi-kondisi yang mempengaruhi pemberian batasan tersebut tidak begitu jelas, sehingga pada akhirnya banyak sekali tergantung dari sikap polisi, jaksa, dan hakim.166 Untuk mengatasi berbagai konflik sosial yang terjadi, dan untuk mewujudkan suasana kehidupan sosial yang aman, tertib dan damai, maka diadakanlah berbagai perangkat norma, baik norma agama, kesusilaan, kesopanan, maupun norma hukum sebagai sarana penuntun bagi semua masyarakat. Perundang-undangan dan norma memang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menderita, namun yang tidak memberikan hasil yang banyak tercantum pada dikeluarkannya peraturan. Masalah yang besar yang dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah, bagaimana menciptakan suatu tatanan politik yang mantap, sesudah mereka ini menjadi negara yang merdeka167. Selain norma-norma substantif, dibentuk pula berbagai lembaga sosial (termasuk lembaga kepolisian), baik yang masih bersifat tradisional maupun yang sudah modern168. Kerangka pemikiran yang demikian membenarkan anggapan bahwa masyarakat tidak bisa berjalan dengan tertib, produktif, dan berkesinambungan, tanpa adanya suatu pola tatanan tertentu. Pola tatanan tersebut didukung oleh norma dan kontrol terhadap pematuhan norma, yang secara sengaja dikonstruksikan oleh manusia (masyarakat) untuk mengatasi berbagai konflik sosial politik yang terjadi di masyarakat.169 I.S. Susanto, Kejahatan Korporasi, Universitas Diponegro, Semarang, 1995 : 9.
166
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1983: 48-49.
167
salah satu contoh lembaga sosial yang bersifat tradisional tapi masih eksis dan perlu dipertimbangkan dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah “Pecalang” (Polisi Tradisional) yang selama ini dikenal oleh masyarakat Bali (Baca misalnya tulisan Putu Gede Satya, “Pecalang Mengamankan Sidang Bom Bali”, dalam Harian Bali Post, 19 Mei 2003; juga dalam tulisan Sonya Hellen Sinombor, “Kalau Pecalang Turun Ke Laut”, dalam Harian Kompas, 28 Oktober 2003).
168
Satjipto Rahardjo. Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia. Dieditori oleh Hasyim Asy’ari, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002, halaman 92-93.
169
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Khusus yang berhubungan dengan peran kepolisian, perlu pembatasan-pembatasan berupa kontrol terhadap keleluasaan polisi untuk melakukan tindakan-tindakan yang menjurus kepada pemeliharaan ketertiban atau untuk menghentikan konflik kekerasan, dengan kewenangan tindakan upaya paksa170. Demikian pula halnya lembaga kepolisian yang selama ini dikenal sebagai alat negara yang berdiri paling depan dalam memelihara “keamanan dan ketertiban” dalam negeri171. Peran lembaga kepolisian yang demikian itu secara tegas telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).172 Selain itu, lembaga kepolisian juga diberi peran dalam menegakkan hukum, memberikan pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 6 Tap MPR Nomor VII/ MPR/2000 tentang Peran TNI dan POLRI, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI).Telah sesuai dengan kehendak Konstitusi Negara Republik Indonesia Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 Pasal 30 ayat (4) ; ditegaskan “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum”; demi terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Ibid. Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, 1983, 97.
170
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional. Itu artinya, keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman umum merupakan kunci untuk mencapai tujuan nasional yakni masyarakat adil dan sejahtera (kf. Pasal 1 ayat 5 UU tentang POLRI).
171
Berbeda dengan POLRI, peranan Tentara Nasional Indonesia (TNI) lebih diutamakan pada masalah “pertahanan negara” (kf. Pasal 1 Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI).
172
119
120
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dalam tataran yang lebih luas, Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 masih memberikan beberapa peran lain bagi lembaga kepolisian, yakni: (1) dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada TNI dalam menangani masalah “pertahanan negara”; (2) turut serta secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional; serta (3) secara aktif membantu memelihara perdamaian dunia (peace keeping operation) di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia telah diatur oleh Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 2000, tanggal 1 Juli 2000 Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pokok menegakkan hukum, menjaga ketertiban umum dan memelihara keamanan dalam negeri, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia berkedudukan langsung di bawah presiden yang selanjutnya Kepolisian Negara Republik Indonesia berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam urusan yustisial dan dengan Departemen Dalam Negeri dalam urusan ketenteraman dan ketertiban umum173. Untuk mewujudkan berbagai peran yang diletakkan di atas pundaknya ini, aparat kepolisian dituntut memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional. Dalam arti, bahwa profesionalisme haruslah menjadi modal utama bagi setiap aparat kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Sedangkan “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat melaksanakan menurut penilaiannya sendiri”, yang biasa disebut dengan Diskresi Kepolisian. Djohan Efendi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 102, ttd Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia, Jakarta, 2000 : 6 ; Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden.
173
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Hal ini harus dipahami dan disadari sungguh-sungguh oleh setiap aparat kepolisian, karena ketika peran-peran itu dimainkan di dalam masyarakat, ia akan selalu dihadapkan pada masalah pencegahan terhadap konflik yang berhubungan dengan supremasi hukum dan moral, demokratisasi, keadilan dan kebenaran, serta masalah hak asasi manusia. Sebagai proyek investasi yang sangat strategis kepolisian sifatnya, profesionalisme benar-benar memegang peranan yang sangat menentukan keseluruhan gerak mission POLRI. Demi keandalan masa depan generasi dalam penerus dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Dalam hubungan dengan sifat yang strategis Prof. DR. J.B. Sumarlin mengemukakan sebagai berikut: ”Sejarah menunjukkan bahwa dari semua sumber daya, maka sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan keberhasilan pembangunan.Aspek yang paling strategis dari sumber daya ini adalah kualitasnya”. Tuntutan masyarakat yang makin nyata, terutama harapan agar masyarakat, kelompok atau individu dapat melakukan aktivitas masing-masing dalam meningkatkan kualitas hidup tanpa rasa khawatir dan rasa was-was, tidak terganggu oleh kejahatan, tidak merasa takut oleh bahaya kerugian dan cidera. Untuk menjawab tantangan tersebut di atas, Polri mempunyai visi dan misi untuk mewujudkan Polri sebagai lembaga sipil yang tangguh dan unggul dengan menggunakan ilmu pengetahuan, komputer dan teknologi dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap masyarakat di bidang pencegahan kejahatan dan penegakan hukum; antara lain : a. Penegakan Keadilan Masyarakat; lebih dikenal dengan sebutan Community Restorative Justice (CRJ) suatu upaya pencegahan kejahatan (bukan mengutamakan penanggulangan
121
122
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kejahatan untuk penegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat), lembaga kepolisian terbukti bahwa dalam pencegahan kejahatan tidak cukup hanya dengan mengandalkan sistem peradilan pidana atau criminal justice system saja. b. Di berbagai belahan dunia kepolisian telah dikembangkan sistem operasional kepolisian dengan penerapan “Penegakan Keadilan Masyarakat“ (PKM), yang menekankan aspek keadilan sebagai motivasi memecahkan masalah kejahatan, pencapaian keamanan, dan penertiban masyarakat, sekaligus menunjang kehidupan demokrasi. c. Mengembangkan Perpolisian Masyarakat (community policing); Pencegahan kejahatan dan ketidak-tertiban di daerah “pemukiman dan lingkungan kerja” merupakan faktor strategis bagi pembangunan citra Polri yang positif, salah satu strategi yang dinilai sangat ampuh dalam menangani kejahatan di lingkungan” pemukiman dan lingkungan kerja” adalah community policing. d. Pengembangan Budaya Polri; tanpa pengembangan budaya (cultur) secara terarah dan mengakar pada kehidupan organisasi, maka manusia (seperti anggota polisi) tidak dapat diharapkan bersikap dan berperilaku yang konsisten atau tidak dapat menunjang visi, misi, kode etik dan cita-cita yang dibangun oleh Polri e. Pengembangan Struktur Organisasi Polri diarahkan kepada : 1) Identifikasi berbagai tugas utama dan pengelompokannya; 2) Perumusan tingkat kewenangan; 3) Penyeimbangan tugas dan kewenangan termasuk span of control; 4) Sistem koordinasi dan pengendalian;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan konflik sosial politik, dengan pendekatan strategi operaional perlu adanya para pejabat teras kepolisian bersama-sama secara periodik melaksanakan Gladi Staf, untuk menyempurnakan terhadap mekanisme dan prosedur dalam upaya menyelesaikan konflik politik antarpendukung partai politik, agar dalam pelaksanaan peran yang dimainkan nantinya dapat lebih efektif dan efisien serta dapat terhindar dari kegagalan. 174
B. Pola Kebijakan Umum Kiranya dapat dipahami bahwa upaya penanggulangan kejahatan tidak dapat ditumpukan hanya pada aparat penegak hukum atau POLRI saja, melainkan hal itu menjadi tanggung jawab segenap warga masyarakat sedangkan dalam hal ini POLRI berperan sebagai kekuatan inti yang berfungsi mendinamisir upaya penanggulangan kejahatan. Sehubungan dengan hal ini kiranya perlu adanya upaya yang intensif dalam menyamakan Wawasan Kamtibmas, yang pada intinya upaya menciptakan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat, dan upaya untuk memerangi kejahatan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat, merupakan tanggung jawab bersama bagi segenap warga masyarakat, dan POLRI berperan aktif didalamnya. Maka dari itu masing-masing anggota Kepolisian terutama perwiranya, dituntut memiliki ketabahan dan semangat juang dalam menjalankan tugas sebagai anggota secara profesional yang baru, profesi yang diandalkan oleh masyarakat untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum, memerangi kejahatan dan perilaku penyimpangan yang mengganggu kehidupan masyarakat, memperlancar gerak manusia dan barang serta membantu anggotaanggota masyarakat yang memerlukan bantuan.175 Moch. Sanoesi, Ibid, Almanak Kepolisian Republik Indonesia1988-1990, Amanat Kepala Kepolisian Republik Indonesia Pada Pembukaan Rapim POLRI di Jakarta tanggal 26 Oktober, 1987 : 66-69.
174
Harsja W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian – Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Baru, Jakarta, 1994 : 83.
175
123
124
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Menyadari akan peranannya, maka dalam upaya penanggulangan kejahatan, kebijakan yang diambil POLRI bukanlah ditumpukan hanya kepada upaya preventive atau repressive yang meliputi kegiatan pencegahan dan penindakan terhadap kasus kejahatan yang akan atau telah terjadi. Tetapi juga meliputi upaya pembinaan yang ditujukan kepada segenap lapisan masyarakat, agar dapat berperan secara aktif dalam upaya penanggulangan kejahatan. Bahkan upaya penanggulangan kejahatan itu juga meliputi upaya pre-emptive yang MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE menangkal RESOLUTION (ADR) atau meniadakan akarberupa kegiatan-kegiatan untuk (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik) akar kejahatan (faktor kriminogen). Secara sederhana sederhana pola pola penanggulangan penanggulangan kejahatan yang Secara kejahatan dilaksanakan POLRI dapat digambarkan dalam diagramdalam sebagai yang dilaksanakan POLRI dapat digambarkan berikut: diagram sebagai berikut: Skema Skema 22 Upaya POLRI UPAYA POLRI
Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan POLRI pada dasarnya meliputi dua kelompok kegiatan yang dapat dibedakan sebagai kegiatan operasi rutin dan operasi khusus. Operasi rutin diterapkan dalam menghadapi situasi dimana gelagat ancaman
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan POLRI pada dasarnya meliputi dua kelompok kegiatan yang dapat dibedakan sebagai kegiatan operasi rutin dan operasi khusus. Operasi rutin diterapkan dalam menghadapi situasi dimana gelagat ancaman kamtibmas yang dihadapi masih dalam batas toleransi kerawanan. Sedangkan Operasi Khusus akan diterapkan bila gelagat perkembangan situasi menunjukkan kecenderungan peningkatan sampai melampaui batas toleransi kerawanan. Operasi Khusus Kepolisian/Kamtibmas ini juga diterapkan pada saat menghadapi massa rawan yang berdasarkan pengalaman dan pengamatan pada tahun-tahun yang silam sehingga dapat diprediksi dan dijadwalkan dalam Kalender Kerawanan Tahunan (Kalender Kamtibmas). Di dalam kegiatan operasi rutine, metoda yang diterapkan dalam penanggulangan kejahatan dapat dibedakan tiga yaitu : 1. Upaya repressive : meliputi rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan terhadap semua kasus kejahatan yang telah terjadi, yang disebut sebagai ancaman faktual, penyidikan serta upaya paksa yang disyahkan menurut Undang-Undang. 2. Upaya preventive : meliputi rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kasus kejahatan, yang mencakup kegiatan-kegiatan pengaturan, penjagaan, patroli dan pengawalan terhadap obyek yang diperkirakan mengandung police hazard. 3. Upaya pre-emptive : berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor-faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin. Disini mencakup upaya untuk mengeliminir faktor-faktor kriminogen yang ada di dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari analisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi
125
126
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kerawanan yang terkandung di dalamnya, sampai dengan upaya koordinasi dengan segenap pihak dalam rangka mengantisipasi kemungkinan timbulnya kejahatan. Intensitas kegiatan penanggulangan kejahatan ini bila dikaitkan dengan trend perkembangan kejahatan akan merupakan dua kekuatan yang saling berbanding terbalik, dimana apabila upaya penanggulangan itu dilakukan secara intensif dan akurat, maka MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik) akan menekan perkembangan kejahatan ke dengan sendirinya arah yang lebih kecil, namun sebaliknya bila upaya penanggulangan gelagat kejahatan akan semakin meningkat. Proses semakin kendor, maka diperkirakan gelagat kejahatan akan semakin tersebut dapat dilihat padadapat diagram : meningkat. Proses tersebut dilihatberikut pada diagram berikut :
CRIME
UPAYA POLRI
Memperhatikan gelagat perkembangan kejahatan Memperhatikan gelagat perkembangan kejahatan yang yangdiperkirakan diperkirakan akan semakin meningkat akan semakin meningkat baik kwantitas baik ataupun kwantitas ataupun kwalitasnya, yang disertai dengan kwalitasnya, yang disertai dengan semakin berkembangnya semakin berkembangnya kejahatan kejahatan berdimensi baru yang sebagianberdimensi masih belum baru tercakup yangoleh sebagian masih belum tercakup oleh UndangUndang-Undang yang sudah ada, kiranya dapat lebih dipahami Undang yang sudah ada, kiranya dapat lebih dipahami bahwa masalah kejahatan dan penanggulangannya tidak mungkin dapat diatasi hanya oleh pihak POLRI saja, melainkan harus disertai dengan adanya
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bahwa masalah kejahatan dan penanggulangannya tidak mungkin dapat diatasi hanya oleh pihak POLRI saja, melainkan harus disertai dengan adanya partisipasi dari segenap lapisan masyarakat. POLRI berperan sebagai kekuatan inti yang berfungsi mendinamisir segala potensi yang terkandung di dalam masyarakat untuk dikerahkan secara maksimal dalam upaya mengantisipasi gelagat kejahatan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Khususnya dalam menghadapi trend kejahatan berdimensi baru, pemikiran dari para pakar terhadap upaya dan rekayasa masyarakat dalam mengantisipasi gelagat perkembangannya tersebut sangat dibutuhkan, sehingga upaya penanggulangan kejahatan tersebut menjadi lebih efektif dan dapat memenuhi harapan masyarakat yang mendambakan keamanan dan ketertiban di lingkungannya. Di samping itu dalam hal ini peranan korban memegang kunci pokok dalam menanggulangi kejahatan yang terjadi, sehingga upaya untuk meningkatkan partisipasi para korban dalam menanggulangi kejahatan perlu mendapat perhatian.
C. Kebijakan Bimmas POLRI Dalam menghadapi percaturan dunia yang semakin kompetitif, dimana negara dihadapkan dalam kehidupan dunia yang cepat dan transparan, serta batas-batas negara yang tidak nampak lagi, maka jelas ini menuntut kita semua mempersiapkan diri sebaik mungkin agar kita tidak dirugikan oleh pihak lain, atau bangsa lain. Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, khususnya generasi muda sebagai harapan, tumpuan dan aset negara yang akan datang perlu penanganan yang serius dan direncakan secara baik dan produktif. Oleh sebab itu upaya penerapan program pembinaan Generasi Muda khususnya melalui pembinaan organisasinya akan dikembangkan perumusan pola dasar pembinaan.
127
128
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Satuan Bimmas perlu menciptakan suasana yang lebih sehat dan dinamis sejalan dengan tuntutan dinamika pembangunan nasional sehingga terwujud iklim yang mendorong bagi Generasi Muda untuk lebih berperan dalam pembangunan. Fungsi dan peranan keorganisasi Generasi Muda seperti KNPI, OSIS, Organisasi kemahasiswaan, pramuka dan karang taruna harus terus dikembangkan dan ditingkatkan agar lebih mandiri, berkualitas dan memiliki semangat kebangsaan dan dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas Satuan Bimmas Polres Jepara,berkewajiban melaksanakan Perintah harian KaPOLRI sebagai pedoman dan kebijaksanaan dasar Satuan Bimmas Polres Jepara yang sangat strategis dalam upaya pembinaan dan pengembangan Generasi Muda di daerah Jepara. Dalam rangka memperoleh suatu mekanisme pengembangan Generasi Muda melalui lembaga Generasi Muda yang applicable, perlu disusun Pola Dasar Pembinaan Organisasi Generasi Muda dengan tujuan : 1. Mengarahkan kegiatan Generasi Muda sesuai dengan program pembinaan Generasi Muda pada umumnya. 2. Menyusun metode upaya pembinaan Sumber Daya Generasi Muda sebagai objek sekaligus subjek pembinaan dan pengembangan ke arah tujuan pertumbuhan potensi dan kemampuan ke tingkat optimal dan dapat bersikap mandiri, secara fungsional serta pertumbuhan potensi dan berkemampuan untuk dapat mandiri dalam keterlibatannya secara fungsional dengan potensi lainnya. 3. Melahirkan kader-kader Generasi Muda pembangunan yang berbudi pekerti yang luhur, dinamis, kreatif dan berketrampilan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Selain tujuan tersebut diatas pola dasar pembinaan juga mempunyai sasaran. Tersusunnya pola dasar pembinaan dan pengembangan organisasi Generasi Muda yang mantap dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembinaan dan pengembangan Generasi Muda harus dilihat sebagai investasi manusia dalam rangka pembangunan bangsa yang berdasarkan atas gagasan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Karena pembangunan pada hakekatnya berpangkal pada manusia, dilakukan oleh manusia dan ditujukan untuk kepentingan manusia. Pembinaan dan pengembangan Generasi Muda diupayakan melalui pembangunan di berbagai bidang dan sektor serta didukung oleh iklim yang menunjang terwujudnya masyarakat untuk belajar dan diarahkan pada upaya persiapan generasi muda menjadi kader bangsa yang tangguh dan ulet dalam menghadapi tantangan pembangunan serta bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa dan negara. Generasi Muda sebagai penerus perjuangan bangsa agar mampu mewujudkan cita-cita nasional serta mampu berperan sebagai insan pembangunan nasional yang berjiwa Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonsia tahun 1945, beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, berpikir maju, beridealisme tinggi, patriotik, berkepribadian mandiri dan berwawasan masa depan. Dengan demikian pembinaan dan pengembangan Generasi Muda menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat, pemerintah dan Generasi Muda itu sendiri. Melalui upaya peningkatan pemantapan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME serta pengamalannya menanamkan dan menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara, untuk
129
130
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
memperkokoh kepribadian, guna meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas, memperkuat semangat dan etos kerja serta memiliki keahlian dan ketrampilan, kesehatan jasmani, dan rokhani untuk mewujudkan Generasi Muda Indonesia berkualitas. Peningkatan kualitas Generasi Muda dalam kehidupan politik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk membentuk insan yang berjiwa Pancasila, demokratis, patriotik, dan berwawasan kebangsaan. Sehingga dapat lebih memantapkan keyakinan Generasi Muda tentang kebenaran Pancasila sebagai satu-satunya asas. Peran serta Generasi Muda dalam kehidupan politik Nasional dan Internasional terus ditingkatkan melalui keikutsertaan dalam organisasi kekuatan sosial politik dan keorganisasian masyarakat lainnya sebagai upaya pendidikan politik, sehingga kaderisasi dapat berlangsung secara wajar dan berkesinambungan. Pengembangan kepeloporan Generasi Muda dalam pembangunan bangsa dan bernegara harus diupayakan agar Generasi Muda memiliki jiwa kejuangan, perintis, kepekaan terhadap lingkungan, disiplin dan bersikap mandiri dan memiliki sifat yang bertanggung jawab, inovatif, kreatif, ulet, tangguh dan jujur, serta berani dan rela berkorban dengan dilandasi cinta tanah air. Generasi Muda sebagai kader bangsa dan pelopor pembangunan perlu terus meningkatkan kebiasaan gemar membaca yang mendorong semangat dan kemauan belajar, dan bekerja keras untuk membimbing kecerdasan, keahlian dan ketrampilan serta daya nalar, berpikir kritis analisis dan tanggap terhadap lingkungan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dikatakan B.Arief Sidarta, bahwa kurang lebih 40 tahun yang lalu diberbagai kegiatan Prof. Soediman memaparkan ciri kahas cara berpikir ilmu Barat itu, dan juga memperlihatkan cacat-cacat yang terkandung dalam cara berpikir Barat itu. Kemudian Prof. Satjipto Rahardjo tidak berdiri
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
sendiri beliau dihadapkan dalam masalah yang sama dengan Prof. Soediman berupaya untuk meyakinkan bahwa kita perlu kembali ke cara berpikir bangsa Indonesia176. Pembinaan dan pengembangan Generasi Muda sebagai generasi pewaris nilai-nilai luhur budaya dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan diarahkan agar Generasi Muda menjadi kader pimpinan bangsa yang berjiwa Pancasila. Disiplin, peka, mandiri, beretos kerja, tanggung jawab dan memiliki idealisme yang kuat serta berwawasan kebangsaan. Generasi Muda, harus mampu mengatasi tantangan baik masa kini maupun yang akan datang dengan tetap memperhatikan nilai sejarah yang dilandasi semangat kebangsaan, serta persatuan dan kesatuan. Pembinaan dan pengembangan Generasi Muda, juga ditujukan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, kesetiakawanan sosial serta kepeloporan Generasi Muda dalam membangun masa depan bangsa dan negara. Togar M Sianipar177 menyatakan : toleransi dan tenggang rasa antar sesama warga dan prinsip musyawarah harus dijadikan B. Arief Sidarta, Hukum Progresif dari Sisi Filosofis: Persepsi Epistemologis, Hermeneutis, dan Metafisika, Bandung, 19 Juli 2009 : 2, 3, 21 yakni cara berpikir sebagaimana yang diperkenalkan kembali kepada bangsa Indonesia oleh Ir. Soekarno melalui pidato “Lahirnya Pancasila” pada tanggal Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam berbagai pidato dan ceramah. Untuk mewujudkan tujuan hukum yang sesungguhnya, artinya untuk membuat hukum menjadi hukum progresif (dalam pengertian Satjipto Rahardjo), yakni hukum yang mengabdi manusia, untuk mewujudkan keadilan di dalam masyarakat dan kebahagiaan para warga masyarakatnya, maka secara hermeneutis semua metode interprestasi perlu dikerahkan.
176
Ibid : 57. Abu Su’ud, di Semarang, 2010 dalam “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” mengatakan bahwa, nilai ataupun mentalitas tidak bisa diajarkan, demikian Bung Karno mengutip sebuah penulisan di sebuah Universitas di Mechiko. Nilai maupun mentalitas bangsa hanya bisa dikomunikasikan lewat komunikasi sosial lewat proses budaya. Iu berarti nilai maupun mentalitas ideal itu harus sudah dihayati dan diamalkan oleh seluruh generasi tua, dan kemudian dikomunikasikan kepada generasi baru lewat pergaulan sosial budaya. Sejalan dengan pokok-pokok pikiran Ahmad Tohari, dalam Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa, para bapak Bangsa seperti Bung Karno dan Bung Hatta adalah dua pribadi dengan karakter yang kuat dan amat nyata. Bung Karno punya semangat juang tinggi, cerdas, jujur, dan berperasaan halus, etis, juga rela menderita untuk kepentingan bangsanya.
177
131
132
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
budaya politik. Sedangkan Luhut Sitompul178) POLRI di dalam upaya preventive juga dilandasi UU No. 8 tahun 1981 Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4, yang artinya Penyidik pejabat POLRI karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Hal ini berarti mengadakan tindakan lain juga berarti upaya preventif POLRI untuk mengadakan tindakan lain guna mewujudkan keamanan serta ketertiban masyarakat termasuk tindakan diskresi. Dalam Kepres No. 7 Tahun 1974 mengenai tugas pokok kepolosian negara RI dinyatakan :“Sebagai alat negara penegak hukum terutama di bidang pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat”, serta meningkatkan kwalitas Sumber Daya Manusia. Kebijakan umum peningkatan kualitas sumber daya manusia meliputi antara lain : a. Menanamkan sedini mungkin nilai agama, moral dan nilai luhur budaya bangsa guna mewujudkan manusia dan masyarakat dengan kualitas yang utuh. b. Mewujudkan sistem pendidikan yang tepat serta meningkatkan kemampuan konseptual, teknis dan manajerial, bersama meningkatkan mental, akhlak serta iman dan taqwa secara berimbang dan dinamis. c. Meningkatkan kesadaran dan berdisiplin, menanamkan ketaatan pada hukum peraturan dan patuh terhadap kewajiban. d. Menanamkan jiwa dan menumbuhkan kepemimpinan masyarakat yang berkualitas.
kemampuan
e. Meningkatkan kegiatan bagi masyarakat dalam rangka membangun masyarakat yang berkualitas. f.
Menambahkan kesadaran akan pengisian waktu luang dalam
Luhut Sitompul, Buletin Staf Ahli KaPOLRI Kejahatan dan Kekerasan, Jakarta, 1998 : 17.
178
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
menumbuhkan semangat cinta tanah air dan kesetiakawanan sosial. Sebagaimana diketahui, pembinaan masyarakat sebagai pihak yang ikut menentukan terciptanya ketertiban dalam masyarakat harus senantiasa ditingkatkan, agar tercipta masyarakat yang mandiri, tangguh dan profesional di bidangnya untuk dapat menjawab tantangan kemajuan jaman dalam menghadapi abad XXI (Millenium Tiga). Di samping itu, pembinaan dan pengembangan masyarakat harus diarahkan menjadi bangsa yang berjiwa Pancasila, peka, mandiri, beretos kerja tinggi, tangguh dan memiliki idealisme yang tinggi, berwawasan kebangsaan yang luas dan mampu mengatasi tantangan, baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Terkait dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat di daerah, khususnya di Daerah Tingkat II Kabupaten Jepara, salah satu upaya pembinaan yang dilakukan, disamping pembinaan secara umum juga hendaknya dibuat kebijakan yang menyentuh kepada pola pembinaan kelembagaan partai politik yang dipandang memiliki peran strategis dalam mengakomodasi kepentingan bangsa. Oleh sebab itu dapat dikemukakan di sini bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dengan melihat terbatasnya personil yang ada, tanpa strategi dan managemen yang baik, maka upaya itu tidak akan membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
D. Pengaruh Kekuatan Sosial Politik terhadap Tugas Kewenangan POLRI 1. Model Masyarakat dan Negara dalam Teori Konflik Hukum tumbuh berkembang dan hidup bersama-sama masyarakat, untuk itu bagaimana hakekat masyarakat perlu dikaji
133
134
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
secara mendalam. Suatu pertanyaan yang mendasar menyangkut masyarakat adalah : •
Apakah masyarakat didasarkan pembentukannya pada suatu konsensus nilai-nilai?
•
Apakah masyarakat didasarkan pembentukannya pada suatu antagonisme (pertentangan nilai-nilai ?)
Apabila masyarakat memiliki suatu konsensus nilai-nilai, maka semua permasalahan yang diajukan sebelumnya akan lenyap. Artinya, negara mewakili konsensus nilai-nilai dalam masyarakat. Satu-satunya permasalahan hukum yang timbul adalah bagaimana menjamin agar para pemegang peran individual tidak mengganti motivasi mereka yang menyimpang dengan nilai-nilai politik.179 Nilai-nilai politik menurut Tallcot Parsons masuk dalam sub sistem tindakan kepribadian dengan fungsi primer mencapai tujuan.180 Proses politik menganggap masalah penentuan tujuan yang harus dicapai oleh masyarakat dan negara serta bagaimana mengorganisir dan memobilisasi sumber-sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sebaliknya, apabila masyarakat didasarkan antagonisme nilainilai, maka masalah yang diajukan akan diimbangi secara tajam. Walaupun masyarakat hancur karena konflik, tetapi negara akan tetap bebas nilai.Akhirnya kelompok-kelompok dan tata masyarakat akan menyetujui bahwa penyelesaian konflik secara damai adalah lebih baik daripada melalui kekerasan dan pertentangan fisik secara terbuka. Ronny Hanitijo Soemitro, Politik Kekuasaan dan Hukum (Pendekatan Manajemen Hukum), Undip, Semarang, 1998 : 37.
179
Satjipto Raharjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1983 : 29.
180
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Menurut pandangan tersebut, negara mewakili segenap penduduk dalam batas tertentu saja. Setiap peraturan hukum dan kegiatan yang dilakukan negara berisi nilai-nilai. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk mencapai suatu keputusan guna menciptakan dan menegakkan peraturan hukum adalah bebas nilai, untuk mencapai kemanfaatan dan keadilan. Agar keadilan tersebut dapat terwujud, maka mekanisme pengambilan keputusan terbaik terkait dengan distribusi sumber daya publik adalah dengan melibatkan rakyat dalam proses tersebut.181 Para teoritisi mengenai konflik menolak konsepsi sifat bebas nilai yang melekat pada negara. Kekuasaan merupakan senjata paling ampuh dalam kancah pertentangan-pertentangan yang tidak hentihentinya terjadi di bawah permukaan kenyataan sosial, kelihatannya aman dan damai karena tertutup dari luar.182 Kekuasaan dan kewenangan Negara, akan dimanfaatkan sebaikbaiknya oleh pihak pengendali/pengelola negara untuk kepentingan pribadinya. Kepentingan pribadi pengelola negara mensyaratkan agar sifat-sifat yang antagonistic dihilangkan dari partisipasi pengambilan keputusan. Bahkan proses-proses dalam perjuangan untuk mencapai kekuasaan Negara, jangan sampai dilakukan dengan cara yang ditutup-tutupi guna memenuhi kepentingan salah satu kelompok atau lebih yang berselisih oleh pengendali/pengelola Negara.183 Rakhmat Bowo Suharto Rekonstruksi Birokrasi Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Menuju Keberlanjutan Ekologi, Ringkasan Disertasi Departemen Pendidikan Nasional Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011 : 49 dijelaskan bahwa mekanisme demikianlah yang sering disebut dengan demokrasi nilai-nilainya dapat ditemukan dalam Sila IV. Prinsip kedaulatan rakyat sebagai sistem penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia bukanlah sistem demokrasi yang semata-mata didasarkan pada kehendak mayoritas semata—mata didasarkan kehendak mayoritas rakyat yang dicerminkan dari doktrin “one man one vote” tetapi adalah sebuah mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan aspirasi rakyat yang didasarkan oleh pikiran yang sehat, hati nurani, serta dijalankan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
181
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 38.
182
Ronny Hanitijo Soemitro, Loc sit : 38.
183
135
136
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Roscoe Pound mengusulkan agar dalam masyarakat demokrasi, nilai-nilai hukum hendaknya mampu memberikan jawaban mengenai pertanyaan untuk apa nilai-nilai tersebut diterapkan. Ia mendesak agar tuntutan-tuntutan dan kebutuhan terhadap sistem hukum diinventarisasikan, kemudian dilakukan sintesis terhadap nilai-nilai yang terkumpul dan selanjutnya dipergunakan untuk menyusun tata urutan dari tuntutan-tuntutan, dan kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi. Sistem hukum yang baik dalam arti benar-benar adil dan bermanfaat, adalah sistem hukum yang mampu menghadirkan kesederajatan dalam hubungan-hubungan sosial.184 Sistim tersebut didasarkan asumsi bahwa dalam setiap masyarakat terdapat suatu konsensus dasar tentang nilai-nilai yang tercermin dalam kebutuhan-kebutuhan sosialnya secara menyeluruh. Pendirian Roscoe Pound ditangkap dan dirumuskan Tallcot Parsons185 dalam model bahwa masyarakat didasarkan pada konsensus nilai-nilai. Isinya empat pernyataan dasar menggambarkan secara utuh model tersebut sebagai berikut : •
Setiap masyarakat merupakan perwujudan dari unsur-unsur yang berlaku secara relatif.
•
Setiap masyarakat merupakan perwujudan dari unsur-unsur yang terintegrasi secara baik.
•
Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan kontribusi
Garuda Wiko, Rekonstruksi Regulasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kedaulatan (Suatu Analisis Sosio Legal Terhadap Peraturan Sektor Perikanan di Kalimantan Barat), Ringkasan Disertasi Departemen Pendidikan Nasional Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2006 : 3 setidaktidaknya ada dua prinsip hakiki dalam hukum yang adil, yaitu : (1) ia menyediakan tolok ukur obyektif, berupa sebuah norma yang jelas, tegas dan dapat diterima akal sehat atau patut. Arti dan maksudnya dapat dipastikan secara intersubyektif. (2) Menempuh proses yang rasional, dalam arti mengikuti prosedur normatif yang dkembangkan dari masalah yang terjadi, bukan mengikuti kehendak pihak yang merasa berkuasa.
184
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 39.
185
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kepada fungsinya di dalam masyarakat itu. •
Setiap masyarakat mendasarkan diri pada konsensus dari anggota-anggotanya.
Satu-satunya permasalahan yang dihadapi legislator adalah hanya menentukan apakah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan Roscoe Pound. Sementara menurut Ralf Dahrendorf186 masyarakat didasarkan pada konflik-konflik sosial. Roscoe Pound calls ‘the legal social science’. It studies inter alia: •
the interaction between legal norms and man and society;
•
the processes and effects involved in criminalization and decriminalization;
•
the reactions of third and fourth parties to crime and criminals;
•
the mechanisms at work in the criminal justice system;187
Model ini dirumuskan dengan maksud : •
Setiap masyarakat, setiap saat merupakan subjek perubahanperubahan sosial yang terjadi dimana-mana, setiap saat.
•
Setiap masyarakat, setiap saat mengalami konflik, konflik sosial terjadi disemua tempat disetiap saat.
•
Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan kontribusi kepada perubahan masyarakat itu sendiri.
•
Setiap masyarakat mendasarkan diri pada pembatasan terhadap beberapa anggota-anggotanya yang dilakukan oleh anggotaanggota yang lain.
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 39.
186
G. Peter Hoefnagels, The Other Side Of Criminology An Inversion of the Concept of Crime, Ultrecht State University, Nederland, Rotterdam, 1972 : 58.
187
137
138
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dahrendorf berpendapat, bahwa secara empiris tidak mungkin untuk memilih dua pasangan diantara dua asumsi-asumsi tersebut. Stabilitas dan perubahan, integrasi dan konflik, fungsi dan disfungsi, konsensus dan paksaan, merupakan gambaran dari pasangan aspek-aspek yang sama, yang mungkin terjadi dalam setiap masyarakat. Seperti halnya dengan teori cahaya masyarakat terjadi dalam setiap masyarakat, seperti halnya dengan teori cahaya kembar, setiap model dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan aspek-aspek hukum dalam proses sosial. Penerapan dua model tersebut dalam studi sistem hukum tidak mungkin memilih antara konsensus nilai-nilai dan konflik nilai-nilai dalam masyarakat. Bahkan menurutnya pemilihan tersebut tidak terlalu persuasif.188 membenarkan, bahwa berdasarkan studi-studi empiris dapat diberikan jika model konsensus nilai tidak mampu menjelaskan mengenai bentuk dan sifat-sifat sistem hukum. Bahkan tidak mampu mengungkapkan masalah-masalah fundamental dan masalah-masalah yang secara sosiologis adalah relevan. Sebaliknya model konflik, meski banyak memiliki kewenangan-kewenangan dan banyak memiliki kekurangan yang diajukan dalam studi hukum, jauh bermanfaat sebagai sebuah model “heristic” (yang bertujuan menyelidiki sendiri) untuk mengevaluasi sistem-sistem hukum.
2. Hukum sebagai Sarana Pengendali Konflik dan Pengintegrasi Sosial yang Efektif Hukum memiliki ciri-ciri yang esensial sebagai sarana penyelesaian/konflik sosial. Cara yang ditempuh, sebagai berikut :189 Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 40.
188
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 77.
189
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
•
Mengemukakan syarat-syarat ide tentang keadilan, yang diajukan sebagai suatu prasyarat untuk mendukung interaksi dan organisasi agar kehidupan sosial dapat berlangsung.
•
Mencegah agar orang-orang tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syarat-syarat tersebut di atas.
Disinilah studi hukum sosiologis bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep-konsep hukum, institusi-institusi hukum, prosesproses hukum berfungsi mencegah/mengurangi sampai batas yang seminimal mungkin, atau bagaimana menyelesaikan konflik, bagaimana mekanisme hukum itu diciptakan, bagaimana hubungan dengan mekanisme hukum dan bagaimana mekanisme hukum itu dapat dibuat menjadi lebih efektif lagi. Leon Mayhew mengungkapkan dan berpendapat bahwa hukum itu terjadi karena suatu proses, proses ini terjadi karena akibat yang timbal balik antara organisasi-organisasi sosial dalam membentuk proses hukum. Disinilah terjadi interaksi, demikian pula di Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam, apakah norma-norma hukum Islam itu dapat atau saling mempengaruhi dengan kehidupan hukum nasional atau tidak. Karena norma agama itu menyangkut berbagai hukum, terutama yang terkandung di dalam hukum Islam.190 Untuk ini Islam telah mengadakan kewajiban Iman, serta kaidah-kaidah keislaman yang dikenal dengan “Rukun Islam”, dengan maksud untuk menegakkan agama serta menanamkannya di dalam hati manusia dengan mengikuti hukum-hukum yang tidak dapat dilepaskan oleh manusia. Hukum memberikan kontribusi terhadap manajemen konflik dalam mewujudkan tata masyarakat yang adil dan tertib merupakan Juhaya S. Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama Dalam Hukum Pidana Di Indonesia, Angkasa, Bandung : 5.
190
139
140
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tugas mulia, yang tujuannya adalah : •
Mencatat keterbatasan-keterbatasan fundamental yang dikenal dalam aliran model fungsional hukum.
•
Mengenal argumentasi yang diajukan sebagai konsepsi yang bebas tentang keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu konsep mengenai hukum sebagai suatu bentuk/dimensi kekuasaan sosial (sebagai senjata bagi kelompok penentang dalam penyelesaian konflik sosial yang insidental/ berada di sisi lain).
•
Merumuskan seperangkat preposisi-preposisi dasar yang empiris tentang hukum dan konflik sosial, yang oleh konsepsi kekuasaan hukum diisyaratkan untuk dilaksanakan dengan suatu penelitian hukum yang sosiologis.
Hukum dalam dimensi manajemen konflik harus melepaskan teori dan hasil penelitian tentang hukum dan masyarakat. Maksudnya, tidak menggunakan kerangka analisis serta tidak terikat pada suatu pilihan etik dan teori dengan harapan agar mampu memberikan keritik terhadap keputusan-keputusan dan tindakantindakan mutlak/birokratis yang dinyatakan atas nama hukum. Konsepsi moral fungsional hukum telah meninggalkan penelitian hukum sosiologis, sehingga akan mudah terkena akibatakibat penyimpangan, yang mengarah kepada ide-ide budaya dan lembaga-lembaga spesifik. Konsepsi itu menimbulkan kesulitan, bahwa sarana-sarana hukum untuk melaksanakan manajemen konflik cenderung minta disamakan dengan sarana-sarana untuk mengadakan perdamaian. Anggapan bahwa metode konsensus yang tidak bersifat menindas (non coercive) merupakan satu-satunya cara yang efektif
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
untuk mencegah dan mengendalikan konflik-konflik.191 Pembatasan-pembatasan konsepsi moral fungsional hukum bertujuan, sebagai berikut : •
Menunjukkan penyampingan kultural dengan cara menghapuskan aspek-aspek hukum dengan metode-metode dan proses-proses konsensual dalam manajemen konflik yang diduga lebih efektif daripada sarana-sarana yang bersifat menindas (coercive).
•
Mendorong dilakukannya penelitian-penelitian yang dapat memanfaatkan asumsi-asumsi hukum alam dan sistem fungsional.
Guna mencari kemungkinan untuk menggunakan sumbersumber daya untuk mengamankan ide-ide dan kepentingankepentingan tertentu, dipergunakan upaya memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan disini diartikan sebagai pengendali sumber-sumber daya penggunaan kemampuan untuk memobilisasikan langkahlangkah pengembalian keputusan yang akseptabel bagi konflikkonflik yang aktual/potensial. Hukum sebagai pengendali konflik sosial tidak terlepas dari manajemen konflik. Pemegang kendali penyelesaian konflik sosial tersebut mempergunakan sarana pengendali sumber daya yang terwakili dalam struktur kenyataan budaya dan struktur kenyataan sosial dalam hukum, yang meliputi : •
Pengendalian terhadap pelanggaran fisik, yakni angkatan perang dan kepolisian.
•
Pengendalian terhadap sarana produksi, alokasi dan atau penggunaan sumber daya materiil, yaitu kekuasaan ekonomi.
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 79.
191
141
142
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
•
Pengendalian terhadap proses-proses pengambilan keputusan, yaitu kekuasaan politik.
•
Pengendalian terhadap definisi tentang akses untuk memasuki bidang pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, yaitu kekuasaan ideologi.192
Berbicara mengenai hukum sebagai sarana pengendalian konflik sosial yang mujarab, berarti tidak terlepas dari konotasi pengertian hukum kekuasaan, karena dalam istilah manajemen dikenal “doing thing trou the other” (melakukan sesuatu lewat orang lain).193 Bagaimana unsur kekuasaan dalam menggunakan sumbersumber daya yang ada (pada orang lain pihak ketiga), untuk kepentingan hukum dalam penyelesaian konflik sosial politik.Adalah suatu ironi, sebenarnya pada saat kita tidak lagi terlibat dalam perbenturan ideologi politik karena semuanya menerima Pancasila sebagai satu-satunya ideologi, para elit politik justru berbenturan karena “berebut tulang”194. Menghadapi semuanya itu, Pancasila seakan-akan tidak berdaya mengendalikan nafsu serakah elit politik. Padahal bila sila-sila dicamkan dalam-dalam apalagi dikaitkan dengan nilai agama, niscaya perilaku serakah yang membanjiri sebagian masyarakat urban sekarang ini dapat didinginkan. Tetapi kenyataan sekarang karena elit telah puas dengan serba slogan, maka iklim moral dalam masyarakat dari hari kehari semakin galau dan kelabu. Korupsi melalui kolusi atau bukan melalui kolusi telah begitu jauh
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 82.
192
Suhardi Sigit, Pengantar Manajemen, UGM Press,Yogyakarta, 1984 : 4.
193
Syafi’i Ma’arif, Reformasi Politik, Kebangkitan Agama dan Konsumerisme, Pustaka Pelajar, bersama dengan Arief Budiman, Budiawan, Heru Nugroho,Th. Sumartana,Tini Hadad,YB. Mangunwijaya, Interfidei, Seri Dian VII Tahun VIII, diterbitkan atas Kerjasama Institut DIAN/Interfidei- Kompas dan Forum Wacana Muda Yogyakarta, Jl. Banteng Utama No. 59, halaman : 37.
194
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
menggerogoti sendi-sendi kehidupan moral bangsa.195 Salah satu pembaharuan moral yang menonjol untuk mendapatkan perhatian kita dalam memberantas korupsi196 adalah “moral kejujuran”. Istilah “korupsi” di samping dipakai untuk menunjuk keadaan atau perbuatan yang “busuk”, juga disangkut pautkan kepada ketidak jujuran seseorang. Watak/sifat tidak jujur dan keserakahan manusia penyebab terjadinya perbuatan korupsi. Kondisi ini tentu saja akan berdampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat, karena iklim tersebut akan menciptakan kondisi yang tidak kompetitif dan tidak sensitif terhadap perbaikan secara menyeluruh.197 Barda Nawawi Arif, baca internet dan tulisan di Koran Tempo 19 Oktober 2008 yang menyatakan gagasan yang tetap bagus, tapi dikatakan merupakan “langkah yang sangat kecil untuk menyelamatkan bangsa dari virus korupsi”. Menurut beliau (Barda), ini bukan langkah “sangat kecil” tapi justeru “sangat besar”, “sangat berat” dan “sangat mulia”. Diungkapkan dalam tulisan cerita tentang warung kejujuran di lereng Gunung Batukaru, Bali, tempat pemukiman para petani kopi yang hidupnya begitu sederhana: miskin tidak, kaya juga belum. Mereka punya warung yang tidak pernah Hendarman Supandji, Membangun Budaya Anti-Korupsi Sebagai Bagian dari Kebijakan Integral Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Diucapkan pada Penganugerahan Doktor Honoris Causa di Universitas Diponegoro, promotor Barda Nawawi Arif dan Nyoman Serikat Putra Jaya, Semarang, 18 Juli 2009 : 20 tingginya kasus korupsi di Indonesia yang berhasil diungkap dan ditangani aparat penegak hukum, merupakan indikator bahwa ketidak jujuran sikap koruptif di Indonesia menunjukkan trend yang meningkat dan berada pada tingkat yang memperihatinkan.
195
M. Busyro Muqoddas, Mendudukkan Kembali Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa yang Adil dan Humanis, diuacapkan dalam Seminar Nasional Dalam Dies Natalis Universitas Negeri Semarang ke-46 “Reposisi Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa Menuju Tatanan Masyarakat yang Adil dan Humanis, Auditorium Universitas Negeri Semarang, Semarang, 27 April 2011 korupsi dapat terjadi jika ada monopoli kekuasaan yang dipegang seseorang yang memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa ada pertanggung jawaban yang jelas.
196
Lis Febrianda, Rekonstruksi Regulasi Pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil oleh Birokrasi Pemerintahan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009 : 3-4 dalam konsep birokrasi pemerintah dalam pelayanan kependudukan dan pencatatn sipil, masalah yang sering dihadapi adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh hukum tidak selalu cocok dengan pola-pola perilaku yang dijalankan para aparatur negara dalam pelayanan kepada masyarakat.
197
143
144
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dijaga, tapi pembelinya tidak ada yang tidak bayar, dan warung tidak pernah rugi, karena disana ada budaya “kalau beli tidak bayar atau menggasak uang di warung, sama saja dengan kuluk (anjing)” dan “takut akan hukum karma” (takut dapat celaka). Gambaran budaya kejujuran komunitas Gunung Batukaru itu, tentunya juga ada di tempat lain.198
3. Metode Pendekatan Struktural Fungsional dan Pendekatan Konflik Studi sosiologi hukum memiliki metode pendekatan yang bersifat komplementer dan bersifat alternatif. Metode pendekatan tersebut mempergunakan dua perspektif, yakni perspektif sistem sosial dan perspektif aksi sosial. Perspektif sistem sosial menitik -beratkan pada kajian terhadap struktur dan instansi-instansi sedangkan perspektif aksi-sosial menekankan kajian pada proses sosial pada pendekatan sistem sosial terdapat variasi, demikian terhadap pendekatan aksi sosial. Pendekatan aksi sosial yang menyeluruh (holistic) terdapat dua variasi : pendekatan struktural-fungsional dan pendekatan konflik.199 Pendekatan struktural-fungsional menganggap masyarakat terintegrasi berdasarkan kata sepakat para anggota-anggotanya mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu (masyarakat yang didasarkan konsensus nilai-nilai). Masyarakat dipandang sebagai Barda Nawawi Arif, dan Nyoman Serikat Putrajaya, Pidato Pengantar dan Laudatio Tim Promotor, diucapkan pada Upacara Penganugerahan Doktor Honoris Causa Dalam Ilmu Hukum Kepada Hendarman Supandji Dalam Rapat Senat Terbuka Universitas Diponegoro, tanggal 18 Juli 2009: 9-10 kalau budaya kejujuran itu semakin menipis dan bahkan lenyap sama sekali setelah “orang gunung” itu menjadi “orang kota”, atau setelah “petani kopi” itu menjadi “petani kota” (jadi pegawai/pejabat/penyelenggara negara), maka upaya membangun kembali budaya jujur yang telah semakin memudar itu, bukanlah merupakan langkah “sangat besar” dan “sangat berat” ? Terlebih saat ini, budaya tidak jujur terjadi dimana-mana, diseluruh bidang kehidupan bermasyarakat.
198
Ronny Hanitijo Soemitro, Studi Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung, 1985 : 21-22.
199
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi menjadi suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi menjadi suatu bentuk keseimbangan (Equilibrium). Dengan demikian pendekatan struktural fungsional sering disebut pendekatan integrasi/ pendekatan tatanan/pendekatan keseimbangan/ pendekatan organis. Secara prinsipil sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis. Disfungsionalisasi, ketegangan-ketegangan, penyimpanganpenyimpangan selalu terjadi, tetapi dalam jangka panjang keadaan tersebut akan teratasi melalui penyelesaian penyesuaian dan proses institusionalisasi. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial terjadi secara bertahap melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak berlangsung secara revolusioner. Perubahan-perubahan drastis hanya terjadi pada bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi dasarnya tidak mengalami perubahan. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial terjadi melalui tiga kemungkinan = penyesuaian sistem sosial terhadap pengaruh dari luar (extra systemic change). •
Melalui proses diferensiasi struktural fungsional.
•
Karena penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat itu sendiri.
•
Faktor terpenting dari kemampuan mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah kesepakatan diantara anggota-anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
Menurut penganut aliran struktural fungsional, di dalam masyarakat selalu terdapat prinsip-prinsip dasar tertentu yang
145
146
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
eksistensinya dianggap mutlak perlu oleh anggota-anggota masyarakat. Sistem nilai-nilai tersebut menyebabkan berkembangnya integrasi sosial dan merupakan faktor stabilisasi sistem sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Sehingga suatu sistem sosial pada dasarnya merupakan sistem tingkah laku, yang terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antara individu-individu yang tumbuh berkembang menurut ukuran penilaian umum yang disepakati bersama oleh anggota-anggota masyarakat. Ukuran penilaian umum terpenting adalah norma-norma sosial dan norma-norma sosial inilah yang membentuk struktur sosial tertentu. Pengaturan interaksional diantara anggota masyarakat terjadi karena keterkaitan mereka pada norma-norma sosial yang menghasilkan kekuatan untuk mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan diantara mereka, akibatnya terwujud keselarasan dalam suatu tingkat integrasi tertentu. Keseimbangan suatu sistem sosial terpelihara karena ada proses-proses sosial dan mekanisme sosial tertentu. Mekanisme sosial yang terpenting adalah dapat mengendalikan keinginankeinginan anggota masyarakat kearah terpeliharanya kontinuitas sistem-sosial yang meliputi mekanisme-sosial yang meliputi mekanisme kontrol-sosial.200 Pendekatan struktural-fungsional dianggap mengabaikan kenyataan bahwa konflik-konflik dan kontradiksi intern dapat menjadi sumber terjadinya perubahan-perubahan sosial.Di samping pendekatan ini kurang memberikan tempat pada kenyataan bahwa Nasikun, Sebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, Fisip UGM,Yogya, 1974 :18.
200
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
suatu sistem sosial tidak selalu dapat menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan yang datang dari luar. Suatu sistem sosial yang menolak perubahan-perubahan yang akan datang dari luar dengan cara-cara mempertahankan status quo atau melakukan perubahan-perubahan secara reaksioner, dapat mengakibatkan disfungsionalisasi bagian-bagian sistem sosial, yang selanjutnya dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial. Akibat lebih jauh, apabila faktor-faktor yang berasal dari luar cukup mampu mempengaruhi bagian-bagian dari sistem sosial tersebut tanpa penyesuaian pada bagian-bagian lain, maka disfungsionalisasi dan ketegangan-ketegangan akan berkembang secara komulatif, mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang revolusioner.201 Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan dasar, bahwa konflik sosial merupakan gejala yang melekat pada setiap kehidupan masyarakat, sedangkan setiap masyarakat selalu berbeda dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir. Anggapan dasar yang lain adalah, bahwa setiap unsur-unsur dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan untuk terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial. Sedangkan setiap masyarakat terintegrasi karena dominasi sekelompok orang-orang terhadap sekelompok orang-orang yang lain. Perubahan-perubahan sosial dianggap sebagai gejala yang melekat dalam kehidupan setiap masyarakat dan bersumber pada faktor-faktor yang ada didalam masyarakat itu sendiri. Kontradiksi intern bersumber pada pembagian wewenang (authority) yang tidak merata, sehingga menimbulkan dua kategori sosial di dalam masyarakat,yaitu golongan yang memiliki kewenangan, dan golongan yang tidak memiliki kewenangan. Nasikun, Ibid : 21.
201
147
148
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pembagian wewenang yang bersifat dikhotomis menjadi sumber timbulnya konflik-konflik sosial, karena menimbulkan kepentingankepentingan yang berlawanan secara substansial maupun mengenai arahnya.202 Dalam peristilahan lain203 menyembuhkan sebagai : pihak yang memiliki kekuasaan otoritatif (kepentingan untuk memelihara dan mengukuhkan statusquo) dan pihak yang tidak memiliki otoritas (kepentingan untuk merubah statusquo). Penganut pendekatan konflik berkeyakinan bahwa konflik sosial yang selalu melekat pada setiap masyarakat tertentu, hanya dapat lenyap bersama-sama dengan lenyapnya masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan satu-satunya hanyalah mencegah agar konflik yang terjadi diantara kekuatankekuatan sosial yang saling berlawanan tidak berubah menjadi tindak kekerasan.204
4. Sumber-sumber dan Bentuk Penyelesaian Konflik Sosial Politik Konflik-konflik sosial dalam kehidupan masyarakat dapat bersumber dari : •
Pembagian wewenang (authority) yang tidak merata diantara unsur-unsur dalam masyarakat.
•
Kepentingan yang tidak sama antara kelompok status quo dengan kelompok pembaharuan yang menentang status quo.
•
Pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat karena pengaruh faktor eksternal.
Satjipto Raharjo, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Alumni, Bandung, 1981: 9.
202
Nasikun, Ibid : 23.
203
Nasikun, Ibid : 26.
204
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
•
Pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat karena penemuan-penemuan di bidang iptek dan manajemen oleh unsur-unsur dalam masyarakat sendiri.
•
Tidak terpenuhinya rasa keadilan di antara kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat.205
Salah satu masalah pokok dari hukum menyangkut cara-cara anggota masyarakat dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi di antara mereka. Perimbangan penyelesaian konflik yang bersifat yuridis dan non yuridis, perlu dilakukan dalam kehidupan masyarakat yang mengakui martabat manusia. Bentuk-bentuk peradilan dan penyelesaian konflik yang dijumpai sepanjang sejarah pada masyarakat yang berbeda-beda, masih dapat dijumpai dalam masyarakat industri modern. Tidak semua konflik yang terjadi dalam masyarakat diajukan ke muka pengadilan. Berbagai macam perselisihan besar maupun kecil diselesaikan menurut cara-cara mereka sendiri, baik oleh pihakpihak yang berselisih maupun oleh lingkungan di mana mereka berada. Salah satu masalah pokok dari hukum menyangkut cara-cara anggota masyarakat menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi diantara mereka. Di sini penting adanya pertimbangan antara bentuk-bentuk penyelesaian konflik yang bersifat yuridis dan non yuridis serta berapa jauh bentuk penyelesaian konflik non yuridis menghormati cara-cara penyelesaian konflik yang beradab. Oleh karena konflik-konflik dan hubungan-hubungan konflik demikian itu timbul di dalam berbagai macam situasi dan tingkat hidup masyarakat. Satjipto Rahardjo, Ibid : 1-12.
205
149
150
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bentuk atau cara penyelesaian konflik yang efisien antara lain : 1) Lembaga Pengaduan 2) Musyawarah 3) Penyelesaian dengan pihak penengah Ciri penyelesaian konflik yang termasuk kelompok ketiga ini adalah instansi ketiga yang ikut serta terlibat, yaitu atas prakarsa dari salah satu pihak yang bersengketa. Siapa yang merupakan pihak ketiga ini tidaklah dapat ditentukan lebih dahulu. Kadang-kadang pihak ketiga ini merupakan seorang yang asing yang oleh kedua belah pihak yang bersengketa diterima sebagai penengah atau seorang yang mampu mewujudkan suatu musyawarah diantara pihak-pihak yang bersengketa. Pekerjaan menyelesaikan konflik demikian ini bukan merupakan pekerjaan pihak kepolisian saja, tetapi dapat dilakukan secara insidental atas permintaan dan persetujuan pihakpihak yang bersengketa. Pihak ketiga ini dapat pula berupa suatu lembaga pengaduan atau biro penyelesaian perselisihan, yang tugasnya menyelidiki dan kemudian berusaha untuk menyelesaikan konflik-konflik atau hubungan-hubungan konflik diantara pihak-pihak yang bersengketa. Meskipun demikian pihak Kepolisian Sektor Kedung sebagai penengah tidak berdiri sendiri dalam menyelesaikan konflik-konflik, yang karena pada akhirnya pihak pendukung antar partai PPP dan PKB yang menetapkan cara tertentu yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka, sedangkan Kepolisian sebagai penengahnya. Bentuk yang terjadi adalah penyelesaian konflik dengan jalan perdamaian, yaitu dengan cara melupakan semuanya, memaafkan segala-galanya dan semua dimulai dengan yang baru.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan, khususnya dalam konflik pendukung antar partai politik, Kepolisian Resort Jepara selain melaksanakan fungsi repressive, juga melaksanakan fungsi Bimmas maupun Intel sebagai pembina dan pembimbing hubungan timbal balik antara POLRI sebagai subjek dengan masyarakat sebagai objek maupun subjek aktif untuk menyalurkan dan membimbing masyarakat dengan cara yang benar. Model penyelesaian perkara (crime clearance) di luar pengadilan biasa disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR), secara garis besar model penyelesaian perkara di luar pengadilan adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, perdamaian, dan penilaian ahli. Sejalan Barda NawiArief walaupun pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktik sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan yang biasa dikenal dengan istilah ADR atau Alternative Dispute Resolution; melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum206. Ditegaskan dalam penjelasan Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman L.N. No. 14 Tahun 1970, LN. 1970-74 “Pasal 3 ayat (1) Semua Peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan ditetapkan dengan Undang-undang”; Pasal 3 ayat (2) Peradilan Negara meneterapkan dan menegakkan hukum dan keadilan yang berdasarkan Pancasila.” Penjelasan, “Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian tetap diperbolehkan” Akhirakhir ini peran dan fungsi peradilan dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (wase of time), biaya mahal (very expensive), dan kurang tanggap (unresponsive) Benny Riyanto, Mediasi Sebagai Sarana Penyelesaian Sengketa Bisnis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2009:7-8 Bahkan dalam Sistem Peradilan Pidana cara-cara non penal dengan mengadopsi Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternative Penyelesaian Sengketa (APS) mulai dipraktikkan di Indonesia walaupun dengan batas-batas tertentu.
206
151
152
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlampau formalistik dan terlampau teknis (formalistic and technical) serta penyelesaian masalah yang berlarut-larut207. Bahwa dalam hal penyelesaian masalah Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono, menegaskan, “Untuk lebih memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanatkan Pasal 30 Ayat 4 UUD 1945, Beliau minta agar strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan. Perbanyak pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Dengan cara itu, potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masing-masing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di Iingkungannya”208. Penegakan hukum serta memelihara ketertiban untuk mewujudkan keadilan, pada hakekatnya adalah suatu usaha yang mulia, penegakan hukum dan memelihara ketertiban adalah suatu tanggung jawab bersama, oleh sebab itu setiap warga masyarakat wajib berperan serta dan berpartisipasi dalam penegakan hukum ini demi kepentingan Nasional dan diri sendiri, sedangkan Kepolisian sebagai intinya. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Tugas pokok-nya adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; Benny Riyanto, 2009: 3 Menegaskan bahwa lembaga peradilan belum mampu merespon sepenuhnya, sehingga mendapat banyak kritikan bahwa peradilan dinilai lamban, biaya mahal, memboroskan energi, waktu dan uang serta tidak dapat memberikan win-win solution.
207
DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia, Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, 1 Juli 2007 Dalam menyikapi berbagai perubahan di tengah-tengah masyarakat, POLRI dituntut untuk berupaya mengembangkan strategi dan kemampuan profesional kepolisian, dengan tetap berlandaskan pada nilai-niiai ideal Tribrata sebagai pedoman hidup dan Catur Prasetya sebagai pedoman karya. Untuk memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat di era reformasi, selain memposisikan POLRI sebagai bagian dari warga sipil, POLRI juga harus melakukan reformasi internal melalui pembenahan dalam berbagai aspek.
208
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Menggunakan hukum untuk menyelesaikan masalah sosial termasuk dalam kebijakan penegakan hukum (criminal policy). Bahwa penegakan hukum, yang selaras dengan pembangunan bukanlah merupakan sesuatu yang mudah, karena merupakan permasalahan manusia yang sangat kompleks yang merupakan suatu kenyataan sosial. Manusia merupakan makhluk sosial dan terlibat diantara sekian banyak persoalan atau masalah yang timbul tidak akan terlepas dari apa yang sering disebut kejahatan. Selama manusia masih ada, kejahatan tidak akan ada habis-habisnya. Berkaitan dengan laju perkembangan kejahatan tersebut, maka manusia berikhtiar untuk berusaha melakukan perlindungan atas dirinya dari ancaman.209 Dimana dalam lapangan hukum kita mengenal apa yang kita sebut dengan kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik kriminal, dalam pelaksanaannya politik kriminal tersebut dapat dilakukan secara represif melalui sistem peradilan pidana (pendekatan penal), dapat pula dilakukan melalui sarana non penal melalui berbagai usaha pencegahan tanpa harus menggunakan sitem peradilan pidana. Dengan demikian tujuan akhir dari politik kriminal adalah suatu bentuk perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan utama hukum yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat, yang adil dan makmur.
M. Yani Firdaus, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak, ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010 : 36 perlu diketahui bahwa politik kriminal bagian dari kebijakan sosial (social policy), yaitu usaha dari masyarakat atau negara untuk menanggulangi kejahatan.
209
153
154
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB 4 TRAGEDI KEMANUSIAAN DALAM PEMILU 1999 DI JEPARA DAN PEMILU 2004 DI MAGELANG
A. Gambaran Umum 1. Pembentukan dan Pembubaran Partai Politik Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan jaminan yang sangat tegas dalam Pasal 28E ayat (3) bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Ketentuan ini mengandung substansi yang jauh lebih tegas dibandingkan ketentuan Pasal 28 yang berasal dari rumusan asli sebelum Perubahan Kedua pada tahun 2000 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.210 Rumusan ketentuan yang demikian itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan ketentuan Pasal 28E ayat (3) hasil Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000. Berdasarkan Pasal 28E ayat (3) Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2005 :7-8 Jika ditentukan jaminan hak berserikat itu ditentukan dengan undang-undang, berarti jaminan itu baru akan ada setelah ditetapkan dengan undangundang. Karena itu, sebenarnya ketentuan asli Pasal 28 UUD 1945 itu bukan rumusan hak asasi manusia seperti yang dipahami secara umum.
210
156
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
itu, hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat itu diakui secara tegas. Negara diharuskan menjamin perlindungan dan penghormatan serta pemajuan dalam rangka peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.211 Dalam sistem representative democracy, biasa dimengerti bahwa partisipasi rakyat yang berdaulat terutama disalurkan melalui pemungutan suara rakyat untuk membentuk lembaga perwakilan. Mekanisme perwakilan ini dianggap dengan sendirinya efektif untuk maksud menjamin keterwakilan aspirasi atau kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dalam sistem perwakilan, kedudukan dan peranan partai politik dianggap sangat dominan.212 Pengaturan tentang partai politik dan organisasi kemasyarakatan di Indonesia, dibedakan satu sama lain. Partai Politik diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik,213 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 yang berlaku sebelumnya214. Sedangkan tentang organisasi kemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985215. Pengaturan tentang tindakan pembekuan dan tindakan pembubaran terhadap organisasi kemasyarakatan ditentukan dalam Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak atas kemerdekaan pikiran, pendapat, sikap, dan hati nurani itu, dijamin dengan tegas oleh Pasal 28E ayat (2). Pasal ini menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
211
Jimly Asshiddiqie, ibid, 2005: 68-69 Partai politik adalah asosiasi warga negara dan karena itu dapat berstatus sebagai badan hukum (rechts persoon). Akan tetapi, sebagai badan hukum, partai politik itu tidak dapat beranggotakan badan hukum yang lain. Yang hanya dapat menjadi anggota badan hukum partai politik adalah perorangan warga negara sebagai natuurlijke persoon.
212
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251.
213
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809.
214
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298 Dalam undang-undang tahun 1985 ini, organisasi kemasyarakatan diartikan sebagai organisasi yang dibentuk oleh anggota warga masyarakat warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
215
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bab VII Pasal 13 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tersebut. Kelima pasal ini pada pokoknya menentukan bahwa: 1) Pemerintah dapat membekukan Pengurus atau Pengurus Pusat Organisasi Kemasyarakatan apabila organisasi itu: a) Melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum; b) Menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan pemerintah; c) Memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara. 2) Apabila organisasi kemasyarakatan yang pengurusnya dibekukan masih tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud tersebut diatas, maka Pemerintah dapat membubarkan organisasi yang bersangkutan.216 Sedangkan mengenai pembubaran Parpol dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur mekanisme pembubaran partai politik dalam Bagian Kesepuluh, dari Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 ayat (2). Di dalam rangkaian pasal-pasal tersebut, ditentukan bahwa pihak yang dapat menjadi pemohon untuk perkara pembubaran partai politik itu adalah pemerintah, bukan pihak lain. Misalnya, partai politik lain tidak berhak untuk mengajukan tuntutan pembubaran partai politik.217 Jimly Asshiddiqie, ibid, 2005 :89-91 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan tersebut tidak mengatur mengenai tatacara pembentukan organisasi, melainkan hanya mengatur mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi serta ancaman sanksi jika persyaratan itu tidak dipenuhi.
216
Jimly Asshiddiqie, ibid, 2005: 205 apabila hak semacam ini diberikan kepada suatu partai politik, berarti partai politik dibenarkan menuntut pembubaran saingannya sendiri. Hal itu tentu harus dihindarkan, karena alam demokrasi, sudah seharusnya sesama partai politik dapat bersaing secara sehat antara satu sama lain. Oleh karena itu partai politik tidak dibenarkan sebagai pemohon dalam hal pembubaran partai politik saingannya tersebut.
217
157
158
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dimasa lalu, keberadaan Golongan Karya sebagai organisasi politik yang bukan partai politik, tetapi diperlakukan sama dengan partai politik dan diakui hak-hak dan keawjibannya sebagai partai politik peserta pemilu218, baru berakhir sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Dengan Undang-Undang ini, Golongan Karya tidak disebut lagi secara khusus. Yang diatur hanyalah partai politik saja. Karena itu pulalah, berdasarkan undang-undang ini, khususnya Peraturan Peralihan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik ini,219 organisasi Golongan Karya mengubah diri secara resmi menamakan diri sebagai Partai Politik Golongan Karya220. Usaha pemerintah Orde Baru mengerdilkan partai-partai politik dengan cara membesarkan Golkar tidak sia-sia. Pada Pemilu tahun 1971,: (1) Golkar meraih posisi pertama dalam perolehan suara, disusul (2) NU, (3) Parmusi, (4) PNI, (5) PSII, (6) Parkindo, (7) Katolik, (8) Perti, (9) IPKI, dan (10) Murba.221 Golkar meraih 68,8 persen dari seluruh suara yang diperebutkan. Baca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
218
Dalam Bab VIII Ketentuan Peralihan, Pasal 20 undang-undang ini ditegaskan, pada saat berlakunya undangundang ini maka Oganisasi Peserta Pemilihan Umum Tahun 1997, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia sebagai organisasi kekuatan sosial politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, dianggap telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 4 undang-undang serta wajib menyesusaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini, terdiri dari (1) Golkar (2) NU, (3) Parmusi, (4) PNI, (5) PSII, (6) Parkindo, (7) Katolik, (8) Perti, (9) IPKI, dan (10) Murba.
219
Pada tanggal 5 September 1966 Presiden Soeharto mengeluarkan instruksi kepada keempat panglima angkatan bersenjata agar memberikan fasilitas- fasilitas yang seluas-luasnya bagi perkembangan dan penunaian tugas Sekber Golkas. Pengikut sertaan Golkar oleh Pemerintah Orde Baru dalam Pemilu 1971 ternyata cukup efektif untuk membendung dukungan terhadap partai-partai. Melalui cara-cara pintas seperti Peraturan Menteri (Permen) Dalam Negeri No. 12 Tahun 1969 yang melarang seluruh pegawai negeri mendukung partai politik dengan tujuan supaya Golkar dapat meraup suara pegawai negeri yang pada masa orde lama mendukung PNI.
220
Arif Zulkifli, PDI di Mata Golongan Menengah Indonesia, Studi Komunikasi Politik, Grafiti, Jakarta, 1966, hal: 51-55 menurut Daniel Dhakidae (dalam Jimly Asshiddiqie, ibid, 2005: 193), belum lagi kalau ditambah dengan jatah 100 kursi dalam bentuk pengangkatan-pengangkatan bagi golongan TNI yang telah disetujui UndangUndang Pemilu yang praktis menjadi beking Golkar di DPR.
221
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasca Pemilu 1971, Presiden Suharto yang posisinya semakin kuat karena mendapat legitimasi pemilu, kembali memunculkan ide penyederhanaan partai. Ide ini sebenarnya sudah cukup lama menjadi bahan pembicaraan para penggagas konsep orde baru. Konsep ini dikukuhkan melalui UU. No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta UU No. 4/1975 tentang Pemilihan Umum222. Sistem pemilu dengan tiga kontestan (PPP, GOLKAR, dan PDI) itu berlangsung hingga lima kali pemilu selama pemerintahan orde baru, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1993 dan 1997. Menjelang akhir pemerintahan orde baru, banyak gerakan oposisi berbasis massa bermunculan. Untuk memenuhi tuntutan itu, langkah konstitusional pertama yang diambil adalah menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Hasil sidang tertuang dalam TAP MPR No. XIV/MPR/1998 yang selain memperkukuh kedudukan Habibie sebagai Presiden baru, juga sekaligus memerintahkan kepadanya agar menyelenggarakan Pemilihan Umum pada bulan Juni 1999223. Berdasarkan ketiga paket UU politik tersebut kegiatan pemilu mulai direncanakan dan dikonsolidasikan. Pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri telah membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum (PPPKU) yang terdiri dari sebelas orang. Tim sebelas melakukan verivikasi administratif dan faktual dalam dua gelombang, yaitu pertama pada tanggal 22-27 Februari 1999 yang menjangkau keberadaan di 16 propinsi, dan kedua pada tanggal 2-3 Maret 1999 di 10 propinsi. Berdasarkan verivikasi tersebut, terdapat 48 partai politik yang dinyatakan lolos menjadi peserta pemilu. Dengan ditetapkannya jumlah partai Kedua undang-undang itu telah membatasi Organisasi Perseta Pemilu (OPP) yang semula berjumlah sepuluh parpol menjadi tiga, yaitu organisasi keagamaan yang diwakili PPP, kekaryaan yang diwakili Golkar, dan demokrasi yang diwakili PDI. Ketentuan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah “massa mengambang”.
222
Amanat Sidang Istimewa tersebut ditindak lanjuti dengan pembuatan sejumlah Undang-Undang diantaranya UU. No. 2/1999 tentang Partai Politik, UU. No. 3/1999 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPRD I dan DPRD II, dan UU. No. 4/1999 tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
223
159
160
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
peserta pemilu peran tim sebelas segera diganti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang keanggotaannya dari utusan partaipartai dan unsur pemerintah.224 Hasil final Pemilu baru diketahui masyarakat pada tanggal 26 Juli 1999, setelah pada tahap penghitungan suara dan setelah sikap penolakan 27 partai politik225 yang ditunjukkan dalam rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena ada penolakan, maka dokumen rapat KPU kemudian diserahkan kepada Presiden. Hasil rapat dari KPU tersebut, oleh Presiden diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang menolak hasil Pemilu. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomendasi bahwa Pemilu sudah sah. Hal ini didukung dengan sikap mayoritas partai yang tidak menyerahkan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden Habibie juga menyatakan bahwa hasil Pemilu adalah sah. Adanya situasi perselisihan tersebut, mereka menilai bahwa partai politik selalu menjadi sumber konflik yang tentu saja mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban umum226. Situasi ini rentan terhadap konflik kekerasan ditingkat bawah. Di satu pihak, konflik kekerasan bisa terlembaga karena kekuasaan ingin mempertahankan status quo dan ini dapat mengakibatkan banyak korban, ditingkat bawah.227 Moch. Mahfud MD, pengantar, A. Malik Haramain, Gus Dur Militer dan Politik, LkiS, Yogyakarta, 2004: 145 Walaupun dikatakan bahwa Pemilihan Umum 1999 berjalan dengan sukses sebagai Pemilu paling demokratis semenjak Orde Baru berkuasa, tetapi pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan alasan Pemilu belum jujur dan adil.
224
Bahwa Undang-Undang Nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik telah diperbaharui dengan UndangUndang Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, dan diperbaharui lagi dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik
225
Nur Syam, Kegagalan Mendekatkan Jarak Ideologi Partai Politik Pengalaman Indonesia Orde Baru, Jurnal IAIN Sunan Ampel, edisi XVII, Oktober-Desember 1999.
226
Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan,Kompas, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Agustus 2003: 60-61 dilain pihak, kekerasan atas nama perubahan juga akan mengakibatkan korban. Korban-korban kekuasaan akan mendorong melakukan kekerasan karena perlakuan tidak adil. Akhirnya kekerasan hanya menghasilkan
227
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
2. Lokasi Penelitian a. Kecamatan Kedung merupakan salah satu dari 12 Kecamatan wilayah Kabupaten Jepara, dengan batas-batas sebagai berikut : •
Utara : Kecamatan Tahunan
•
Barat : Laut Jawa
•
Timur : Kecamatan Pecangaan
•
Selatan : Kabupaten Demak
Ketinggian dari permukaan laut, antara 0-2 m. Luas 4.306.281 ha atau ± 43,063 km2 atau 4,29% wilayah Kabupaten Jepara, yang terdiri dari tanah sawah 1.976.741 ha dan tanah kering 2.329.540 ha. Curah hujan 1,945 mm per tahun, dalam kurun waktu 103 hari.228 Keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Kedung adalah 57.183 orang, terdiri dari laki-laki 28.344 orang dan perempuan 28.839 orang. Secara lebih terperinci 16.769 orang laki-laki dewasa, 17.877 perempuan dewasa dan 11.575 laki-laki anak-anak, 10.963 perempuan anak-anak. Rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun : 0,55%. Kepadatan penduduk 1.328 per km2, dengan rata-rata jiwa per rumah tangga 3,85. Sedangkan mata pencaharian penduduk didominasi oleh buruh tani (12,510), selebihnya mereka hidup sebagai nelayan (5.618), industri (7.537) perdagangan (1.621), konstruksi (1.082) dan penggalian (408).229 kekerasan yang lain. Kekerasan yang menindas adalah kejahatan. Tetapi, kekerasan untuk melawan kekerasan yang menindas juga akan menciptakan kejahatan. Jepara Dalam Angka, BAPPEDA Tk II & BPS Kabupaten Jepara, 1998 : 1 – 10.
228
Ibid : 29-41.
229
161
162
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Tingkat pendidikan penduduk, dapat diukur dari banyaknya sekolah, gedung dan ruang kelas dan jumlah murid. Jenis
Sekolah
Gedung
Ruang Kelas
Jumlah Murid
Sekolah TK
13
19
30
622
SD Negeri & Swasta
40
74
259
5.326
SLTP Negeri & Swasta
5
5
26
544
SMU Negeri & Swasta
-
-
-
-
58
98
315
6.492
Jumlah
Sumber : Jepara dalam angka, BAPPEDA Tk II dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara, tahun 1998, hal. 59 – 63.
Dari data kependudukan tersebut, nampak bahwa rata-rata pendidikan penduduk Kecamatan Kedung hanya sampai tingkat SLTP. Pada umumnya penduduk setempat berbekal pendidikan pondok pesantren230. Dilihat dari jumlah penduduk pesantren (12) dengan murid laki-laki 1.040 orang dan 733 orang laki-laki serta 931 orang perempuan yang diluar penduduk (jumlah keseluruhan 3.508 Lettu. Pol. Kadir, Wawancara Pribadi, mantan Kasat Intel Polres Jepara, 1999, bahwa terjadi konflik Antarpendukung Partai Politik di Desa Dongos Kecamatan Kedung Polres Jepara. Setelah diundangkan Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, yang semula dari 3 partai politik menjadi 10 partai politik, terjadi perubahan politik di Negara Republik Indoensia, munculnya multi partai (terjadi benturan kepentingan untuk memperebutkan massa pendukung partai politik dengan mengatasnakan agama) eskalasi keamanan di Jepara meningkat; Untuk itu, sebenarnya sebelum terjadinya konflik, Polres Jepara telah mengantisipasi untuk meningkatkan pengamanan dengan cara mengoptimalkan kegiatan patroli, dan sosialisasi kepada tokohtokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh partai politik di Jepara, untuk menenangkan situasi tentang perkembangan partai politik PPP dan PKB, tetapi adanya pengajian-pengajian yang mengatasnakan partai politik waktu itu, yang mendatangkan para Da’i dari luar Jepara dalam orasinya sering menyampaikan ejekan-ejekan, atau cercaan-cercaan terhadap pendukung parpaol lain, sehingga terjadi fitnah yang dibalas dengan fitnah, isu yang dibalas dengan isu yang isinya saling menyerang terhadap partai lain, sehingga konflik kepentingan tersebut berakibat eskalasi keamanan meningkat.
230
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
orang), maka konsentrasi kebutuhan pendidikan mereka di bidang keagamaan ± 50% dari pendidikan umum.231 Hampir 97% penduduk kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara beragama Islam (57.162 orang), yang didukung oleh sarana tempat ibadah berupa masjid 27 buah, langgar 232 buah, musholla 2 buah. Sedangkan tempat ibadah dari agama lain tidak ditemui di Kecamatan tersebut.232 Dengan jumlah penduduk 57.183 orang dan wilayah seluas 43.063 km2, Polsek Kedung hanya memiliki 13 anggota, sedangkan Koramilnya memiliki 9 orang anggota, serta Hansip 575 orang, sangatlah kurang sepadan untuk menanggulangi/menyelesaikan kemelut yang pernah terjadi antar pendukung partai. Apalagi sarana : sepeda motor 2 buah, senjata 7 buah, telephon 1 buah, HT 1 buah, megaphone 1 buah untuk polsek Kedung. Sedangkan untuk Polres Jepara mobil dinas 3 buah, sepeda motor 5 buah, senjata 20 buah, telepon 1, HT 5 buah, megaphone 2 buah.233
Bambang Utoyo, (Wartawan, dokumen, pemerhati Polisi, 02/12/1999), Suara Merdeka, Kamis, 6 Mei 1999 PPP-PKB Sepakat Akhiri Konflik Para ulama dan tokoh masyarakat dari PKB dan PPP mengadakan silaturahmi di Puri Wedari, rumah dinas Pangdam IV Diponegoro. Dengan tujuan, menyelesaikan dan mengakhiri berbagai konflik yang melibatkan massa kedua partai itu, khususnya yang terjadi di Jepara. Insiden Jepara merupakan musibah dan diharapkan yang terakhir. Kasus itu hendaknya menjadi pelajaran bagi semua pihak. Kata Drs. H. Achmad, “Kami bertekad menjaga agar kasus itu tidak berlanjut dan meluas”, kata Ketua PBNU Jateng. Pertemuan atau silaturahmi tersebut berlangsung tertutup, mulai pukul 19.50 WIB dan berakhir 22.15 WIB. Hadir Ketua DPW PPP Jateng HA Thoyfoer MC, KH Maemun Zubair (MPP PPP),Wakil Ketua DPW Drs. Hisyam Alie, Ketua DPW Jateng Dr. KH Nur Iskandar Al-Barsany MA, Wakil Ketua Dewan Syura DPP PKB KH Cholil Bisri, Ketua Umum MUI Jateng KH MA Sahal Mahfudh. Selain itu, juga hadir Gubernur H Mardiyanto, Kapolda Mayjen Pol Drs Nurfaizi, dan Pangdam Mayjen TNI Bibit Waluyo selaku tuan rumah.
231
Arsip Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Tahun 1999.
232
Sudarno, Serma, Bataud Polsek Kedung dan Polres Jepara, Juli 1999. Semua tahu, pasca konflik waktu itu rakyat kecil pada akhirnya yang jadi korban. Tapi, bentrokan dan kerusuhan terjadi juga. Dilokasi berserakan puingpuing dari rumah yang terbakar. Tak bisa tidak, rasa aman masih rentan di kawasan itu. Orang-orang masih menatap para pendatang dengan pandangan curiga dan bertanya-tanya. Perasaan getir, cemas, dan was-was masih kencang bergayut. Beberapa petugas Brimob dan Sabhara masih harus mengawal rombongan Panwas dan wartawan menjelang masuk desa.
233
163
164
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Jumlah Perolehan Suara Pada Pemilu Tahun 1997 di Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Jumlah Pemilih
Jumlah TPS
PPP
Golkar
PDI
35.087
86
15.528
14.451
278
Sumber : Polsek Kedung 1997.
Dengan demikian kemenangan Pemilu sebelum tahun 1999 ada di tangan PPP, yang berbasiskan penganut Islam Ahlul Sunah Wal Jama’ah (15.528 suara dari 35.087 pemilih). b. Sekilas Konflik Antar Pendukung Partai Politik Kepala Kantor Kecamatan Kedung H. Sulaiman Effendi, SH mengatakan; Peristiwa berdarah dalam konflik pendukung antar partai PPP dan PKB hari Jumat, tanggal 30 April 1999, sekira pukul 16.30 WIB, di Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara; Merupakan kelanjutan dari pengajian dan deklarasi PKB pada tanggal 24 Maret 1999 di dekat Masjid Djami perempatan Desa Dongos, Kecamatan Kedung yang gagal, karena diserang dan panggung dirusak oleh massa. Tanggal 30 April 1999, pukul 15.30 WIB, sewaktu iring-iringan 7 mobil PKB, yang mengangkut peralatan untuk membuat panggung, menuju ke rumah Sutarmo di Desa Dongos Rt 01 Rw 2 Kecamatan Kedung, berpapasan/serempetan dengan Konfoi PPP di perbatasan Desa Bugel Sowan Lor (depan Wartel Kopegtel KUD Sowan lor saling ejek dan tantang-tantangan).234 Selanjutnya ada perkelaian massa antar pendukung partai PPP dan PKB di Desa Dongos Kecamatan Kedung, yang mengakibatkan korban 4 orang meninggal dunia diantaranya Nurhasim cucu Hery Sutomo, Sekretaris PKB Ranting Kedung, Tanggal 23 Oktober 1999.
234
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
seorang K.H. Tokoh PPP, Asrori bin Kasim, Ma’ruf bin Taslim dan Mohammad Handayani dari PKB, meninggal ditempat kejadian, 12 luka-luka, 3 rumah dibakar, 2 rumah dirusak, 14 mobil dan delapan kendaraan roda dua dibakar.235 Dengan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka menambah panasnya situasi.Terlebih ketika sebagian besar massa PPP, penggerak kerusuhan, ditangkap dan ditahan Polres Jepara.236 Mereka merasa tidak puas, karena kesalahan bukan pada mereka.237 Bahkan pengerahan massa direncanakan tokoh-tokoh PPP tanggal 18 Mei 1999. Sasaran mereka untuk meminta pengembalian tahanan anggota PPP di Polres Jepara. Apabila tuntutan tidak terpenuhi, massa PPP akan membakar dan merusak Polres Jepara, dan Polsek Kedung. Rencana tersebut dapat ditangkal Polres.238 Latar belakang penyebab terjadinya konflik, antara lain :239 1) Kekecewaan PPP terhadap munculnya partai baru (PKB) yang sebagian pengurus dan pendukungnya berasal dari basis PPP merasakan bahwa sesama kaum Nahdliyin tidak kompak dalam satu wadah perjuangan PPP. 2) Memanasnya situasi, karena setiap penyelenggaraan pengajian akbar PPP dan PKB berisi cercaan, ejekan dan kata-kata penghasut dari sementara mubaliq yang sengaja didatangkan dari luar kota. 3) Sementara diantara para tokoh partai serta massa pendukung masing-masing partai belum siap dalam : menangkap kebenaran informasi dan menerima perbedaan pendapat serta saling menghormati perbedaan pendapat yang ada diantara mereka. K.H. Muchsin Ali, Wawancara Pribadi, Kedung, 20 Agustus 2000.
235
Serma Pol. Sudarno, Wawancara Pribadi, Bataud Polsek Kedung, 1 Oktober 2000.
236
Fatchur Rosyidi, Wawancara Pribadi, Kedung, 1 Oktober 2000.
237
Arsip Polsek Kedung, 16 Juni 1999.
238
Observasi, Tahun 1999.
239
165
166
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
4) Tokoh-tokoh partai larut dalam suasana konflik dan tak mampu melaksanakan manajemen konflik dengan baik. c. Langkah-Langkah atau Upaya-Upaya POLRI Dalam Penyelesaian Konflik di Desa Dongos Kecamatan Kedung Langkah-langkah dan upaya POLRI sesuai dengan teori dalam menangani Konflik Pendukung Antar Partai PPP dan PKB puncaknya pada hari Jumat tanggal 30 April 1999 sekitar jam 16.00 WIB s/d 23.00 WIB di Kelurahan Dongos Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.240 Dari skema di atas terlihat, bahwa menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan ditempuh dengan : 1) Penerapan hukum pidana (criminal law application); sebagai penegak hukum POLRI atas kehendak pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. 2) Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); dalam “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat” sebagai penegak hukum POLRI atas kehendak pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: “ melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi Serma Pol. Bambang Suwelo, Wawancara Pribadi, Kanit Sabhara Polsek Kedung, 1 Oktober 2000.
240
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
manusia.241 3) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing view of society on crime and punishment mass media); sebagai penegak hukum POLRI atas kehendak pasal 14 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangundangan. 242 Polisi selain menangani terhadap masalah-masalah kejahatan (repressive policing), polisi harus lebih besar perhatiannya terhadap penanganan diluar kejahatan, dengan menganalisa problem sosial sebagai (problem oriented policing). Dengan menganalisis dan memecahkan masalah secara dini, tentang timbulnya kejahatan, Penjelasan Pasal 13 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “Rumusan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah (1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) menegakkan hukum; dan (3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat bukan merupakan urutan perioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan di kedepankan sangat bergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada hakekatnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Disamping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (cf. Pasal 19 UU Kepolisian).
241
Bambang Utoyo, (Wartawan, dokumen, pemerhati Polisi, 02/12/1999), Suara Merdeka, 29 Oktober 1999: Agaknya, peran para pimpinan partai sangat penting untuk terjadi atau tidak terjadi bentrokan kerusuhan. Mereka mau tidak mau, harus memiliki daya “pendingin” terhadap suasana yang dari hari-kehari semakin panas. Pertanyaan: Lantas, upaya apa sebenarnya yang bisa merekatkan kerukunan, kebersamaan, dan ketenangan pada saat kampanye mendatang. Memang, pada akhirnya muncul “kesepakatan perdamaian” yang cukup melegakan dalam pertemuan tiga jam tersebut. Kedepan, harus ada toleransi antarpartai. Dan itu harus dimulai dari pimpinan parpol. Tapi jangan hanya simbolik pada level pimpinan. Memang, kebersamaan pada tataran bawah agaknya yang lebih diutamakan. Pada level bawah, misalnya, dua orang dari partai yang berbeda bisa berboncengan sambil membawa bendera. Atau satgas dari PPP dan PKB bisa bersama-sama mengamankan ketika satu dari partai itu kampanye. Sikap-sikap sederhana seperti itu akan menumbuhkan ketenangan dan kedamaian dimasyarakat. Sehingga, mereka tak lagi takut kalau melihat arak-arakan kampanye partai politik.
242
167
168
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kekacauan dan konflik politik dapat dicegah secara dini pula, dengan mengedepankan fungsi Binmas dan fungsi Intel yang sangat strategis.243 Selain upaya penegakan hukum oleh Polres Jepara, langkah ujung tombak Polsek Kedung, bersama-sama Camat Kedung H. Soelaiman Effendi, SH dan Muspika menggelar acara “Silaturahmi Pemerintah Parpol Tokoh Masyarakat di Pendapa Kecamatan Kedung, tanggal 29 Oktober 1999. Hadir pimpinan sepuluh parpol, termasuk anggota FPP DPRD II Jepara H Fatkur Rosyidi, Ormas NU dan Muhammadiyah, tokoh masyarakat, para kepala desa (kades), Bupati Drs. Soeroso diwakili pembantu Bupati Wilayah Jepara Siswanto Ssos dan Wakapolres Mayor Pol Risona HS mewakili Kapolres Jepara Letkol Pol Monang Manullang. Puncak “upacara perdamaian” itu ditandai pengisian air putih ke dalam kendi oleh Kapolsek Kedung Lettu Pol Suparmin, SH. Dengan prosesi itu, warga bertekad menjunjung tinggi tanah air Indonesia yang dilambangkan dengan kendi dan air.244 Masukan kesepakatan dalam upacara silaturahmi perdamaian antar parpol tersebut, ada usulan antara lain: 1) Tas’an, Kades Kalianyar mengusulkan, agar pengajian yang mengatasnamakan partai politik untuk sementara “diistirahatkan”. Sebaiknya diadakan pengajian atas nama Suparmin,Tesis, 2001: 149-150 Ibid. Lembaga polisi bukan lembaga pemadam kebakaran, tetapi mencgah jangan sampai terjadi kebakaran. Juga mencari sebab-sebab kebakaran, hendaknya keberhasilan atau kesuksesan Polisi tidak hanya dinilai dari berapa polisi memasukkan orang kedalam sel saja, tetapi tak kalah pentingnya Polisi dapat mencegah timbulnya kejahatan atau gangguan kamtibmas.
243
Bambang Utoyo, (Wartawan, dokumen, pemerhati Polisi, 02/12/1999), Suara Merdeka, 30 Oktober 1999, “Upacara Perdamaian Antar” Parpol , Kades Minta Pengajian Partai Di Istirahatkan, H. Masykuri, Ketua DPRD II Jepara, Karena tidak ada larangan pengajian atas nama partai, usulan itu hanya sebagai catatan, agar menjadi masukan parpol. Pengajian untuk menyosialisasikan hasil-hasil kesepakatan dengan parpol lain, sampai yang terakhir hasil Sidang Umum MPR RI dan terpilihnya GUS DUR (KH Abdurrahman Wahid) sebagai Presiden RI. Dan tentu saja , suasana aman damai bisa terwujud, jika para pimpinan partai politik menganggap kampanye bukan semata-mata guna memperoleh suara sebanyak-banyaknya, melainkan untuk menumbuhkan rasa aman, kerukunan, dan ketenangan.
244
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
masyarakat umum atau ormas keagamaan saja. Suasananya kan masih hangat. 2) Wakil dari PBB, Harus ada toleransi antarpartai. Dan itu harus dimulai dari pimpinan parpol. Tapi jangan hanya simbolik pada level pimpinan saja.245 Kebersamaan pada tataran bawah harus yang lebih diutamakan. Pada level itu, misalnya, dua orang dari partai yang berbeda bisa berboncengan sambil membawa dua bendera masing-masing parpol. Atau satgas dari PPP dan satgas PKB bisa bersama-sama mengamankan ketika satu dari partai itu kampanye. Ini dapat menghilangkan rasa takut bagi yang berpapasan/melihat kampanye. Betapapun dalam politik, elit politik harus bertanggung jawab. “Jangan sampai mengorbankan rakyat kecil,”. Setiap konflik kekerasan akan dimanfaatkan kelompok tertentu. Jangan terpancing, karena dapat merugikan semua pihak, menurut Zaenal Abidin,“tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan”, katanya.246
3. Konflik Antar pendukung Partai Politik di Magelang Tahun 2004 Secara historis situasi kamtibmas dan konflik politik antarpendukung parpol atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada saat menjelang pelaksanaan Pemilu legislatif maupun Pemilu eksekutif (pemilihan Presiden – wakil presiden, dan pemilihan Kepala Daerah – Wakil Kepala Daerah/ Bupati/Wakil Bupati di wilayah hukum Polda Jawa Tengah (termasuk Kabupaten Achmad Nawawi,Tim Advokasi DPC PKB Jepara , 29/10/1999 berkata “kami mendukung perdamaian warga”. DPP PPP dan DPPP PKB juga menyesalkan dan prihatin atas bentrokan massa kedua partai itu di Jepara. Sekjen DPPP Ali Marwan Hanan dan Sekjen DPPP PKB Muhaimin Iskandar kemarin berjanji akan mengambil langkah perbaikan yang lebih harmonis antara kedua partai itu melalui silaturahmi yang lebih intensif.
245
Zaenal Abidin, Wartawan Suara Merdeka, 1999 Dalam Islam untuk menyelesaikan masalah konflik dilarang menggunakan kekerasan. Islam cinta perdamaian dan kerukunan. Islam adalah cinta kasih..
246
169
170
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Magelang, dan Kabupaten Temanggung) tergolong rawan atau bahkan sangat rawan. Kerawanan situasi kamtibmas dan konflik politik ini dapat dicermati dari beberapa kali terjadi kerusuhan massa antarpendukung parpol yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Lomba Laskar, pemasangan umbul-umbul dan bendera parpol, dan lain-lain, kesemuanya itu dimaksudkan untuk memperkuat barisan pendukung parpol dalam pesta demokrasi Pemilu 2004. Kesemarakan kegiatan-kegiatan politik tersebut tentunya berpengaruh sangat signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap memanasnya situasi politik, dan gangguan Kamtibcarlantas (keamanan dan ketertiban serta kelancaran lalu lintas). Dari konflik politik yang terjadi antar para pendukung parpol peserta Pemilu 2004 Salah satu kasusnya adalah bentrokan antara pendukung PPP yang menamakan diri GPK dengan massa simpatisan PKB yang menamakan diri Laskar Pinggiran atau Naga Utara. Konflik politik yang mengarah kepada bentrokan massa ini berawal dari pertemuan saat berpapasan dipertigaan Secang secara tidak disengaja, antara massa PKB dari Secang, Kabupaten Magelang, dengan massa PPP dari Kabupaten Temanggung yang melakukan arak-arakan dengan kendaraan bermotor menuju tempat kegiatan parpolnya masing-masing, pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2003. Rombongan simpatisan PKB dari Secang berencana untuk mengikuti Lomba Laskar PKB di Desa Widuri, dan pada saat yang bersaman massa simpatisan PPP dari Kabupaten Temanggung juga melakukan arak-arakan dengan kendaraan bermotor menuju Kecamatan Ngablak untuk mengikuti perayaan HUT PPP ke 30.247 Polres Magelang, “Laporan Khusus Bidang Politik/Hankam: Bentrokan Massa Simpatisan PPP (GPK) dengan Massa Simpatisan PKB (Laskar Pinggiran/Naga Utara”, Nomor Pol. R/LAPSUS/07/X/2003/Intelpam, tanggal 13 Oktober 2003, halaman 1-2.
247
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pertemuan kedua kelompok massa pendukung parpol tersebut terjadi tepat di Simpang Tiga Secang sekitar pukul 12.30 WIB. kelompok massa simpatisan berpapasan, terjadi kekacauan dan keributan yang tak terbendung lagi, karena salah seorang pengendara sepeda motor dari simpatisan PPP mencoba masuk dan srempetan dengan kelompok simpatisan PKB. Kekacauan dan keributan berlanjut menjadi perkelahian, dan bentrokan massa (pendukung PPP dan pendukung PKB) yang mengakibatkan jatuh korban luka-luka sebanyak 15 orang dari simpatisan PPP Kabupaten temanggung, yakni: (1) Sobari, 18 tahun, Islam, mengalami luka pada bagian kepala (rawat jalan); (2) Sariyan, 21 tahun, Islam, mengalami luka pada bagian kepala dan pelipis kanan (rawat jalan); (3) Nurkholis, 35 tahun, Islam, mengalami luka pada bagian pelipis mata kanan, dahi, kelopak mata, pangkal hidung, kepala bagian belakang, dan kaki kanan (rawat inap); (4) F. Rohman, 25 tahun, Islam, mengalami luka pada dahi kanan, pipi kiri, rahang dan bibir bawah (rawat jalan); (5) Mahmudi, 28 tahun, Islam, mengalami luka pada kepala bagian belakang dan siku kanan (rawat jalan; (6) Makhun, 25 tahun, Islam, mengalami luka pada kepala bagian kiri, dahi dan hidung (rawat jalan); (7) Rofil, 30 tahun, Islam, mengalami luka lecet pada punggung kanan dan pipi kanan (rawat jalan); (8) Sunanto, 21 tahun, Islam, mengalami luka sobek pada kening sebelah kanan (rawat jalan); (9) Wardoyo, 35 tahun mengalami luka sobek pada kepala bagian belakang (rawat jalan); (10) Haryoko, 17 tahun, mengalami luka robek pada kepala bagian belakang dan bibir atas (rawat jalan); (11) Muhidin, 29 tahun, mengalami luka memar pada kepala bagian belakang (rawat jalan); (12) Sugeng, 30 tahun, mengalami luka memar pada kepala bagian belakang (rawat jalan); (13) Aris rahman, 18 tahun, mengalami luka pada kepala bagian belakang dan tangan kiri (rawat jalan); (14)
171
172
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Fatkhurohman, 20 tahun, mengalami luka sobek pada kepala (rawat jalan); dan (15) Muh. Munawir, 25 tahun, mengalami luka memar pada pelipis kanan (rawat jalan).248 Selang beberapa saat kemudian bentrokan antar kedua kelompok pendukung parpol tersebut kembali terjadi. Hal ini terjadi ketika kelompok massa simpatisan PKB yang baru pulang dari Windusari melihat adanya kelompok massa simpatisan PPP sedang berada di rumah tokoh PPP Gusnurul Yaqin di Kauman, Salaman. Secara spontan kelompok massa simpatisan PKB beramai-ramai melakukan pelemparan terhadap rumah Gusnurul Yaqin, sehingga terjadilah saling lempar dengan menggunakan batu. Akibat saling melempar tersebut, sebanyak 3 orang dari kelompok simpatisan PKB mengalami luka-luka, yakni: (1) Mujiyono, 46 tahun, mengalami luka sobek pada kepala bagian belakang dan punggung, dan langsung dibawa ke RSUD Muntilan; (2) Muhson, 30 tahun, mengalami luka pada bagian punggung (rawat jalan); dan (3) Abu Yahya, 40 tahun, mengalami luka pada telinga bagian kiri (rawat jalan).249 Hasil analisis Polres Magelang yang menangani kasus bentrokan massa pendukung parpol ini memperlihatkan minimal ada lima (5) faktor dominan yang menjadi pemicu terjadinya konflik berdarah ini, yakni:250 (1) Kurang harmonisnya hubungan pimpinan GPK PPP dengan pimpinan Laskar PKB menimbulkan konflik politik di arus bawah massa parpol; (2) Pengendalian dari pimpinan parpol masing-masing terhadap massanya sangat kurang, sehingga kegiatan pengerahan massa secara liar; Polres Magelang, Op Cit., 2003, halaman 2-3.
248
Polres Magelang, Ibid., 2003, halaman 3.
249
Polres Magelang, Ibid., 2003, halaman 4.
250
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(3) Kedua parpol merupakan parpol yang mempunyai basis massa cukup besar dan berimbang kekuatannya di wilayah Kab. Magelang sehingga terjadi benturan kepentingan; (4) Kemungkinan kejadian akan berlanjut dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kedua parpol, apabila kelompok simpatisan kedua parpol tersebut tidak dapat mengendalikan diri; (5) Kedua kelompok simpatisan tersebut mempunyai kecenderungan over acting dan sarat dengan tindakan kekerasan atau melawan hukum. Terhadap kasus bentrokan antara simpatisan PPP dan PKB tersebut, upaya Polres Magelang, setelah mendatangi TKP (1) menolong korban untuk mendapatkan perawatan dan mengidentifikasi untuk dimintakan VER (Visum et Repertum); (2) mengamankan barang bukti berupa clurit, pentungan dari besi, dan kayu glugu; (3) melakukan pemeriksaan terhadap korban/saksi guna penyidikan lebih lanjut/proses hukum; (4) mempertemukan kedua kelompok yang bertikai untuk mengadakan musyawarah; (5) mengundang Ketua DPC PKB Gus Yusuf Chudlori dan koordinator GPK Wilayah Kecamatan Kedu Gus Nurul Yaqin untuk mengkoordinasi langkah-langkah penanganan selanjutnya; dan (6) menyiagakan personel Mapolres maupun Polsek Salaman dan Secang untuk mengantisipasi perkembangan situasi lapangan.251 Dari hasil pertemuan kedua pihak pendukung partai PPP dan PKB di Polsek Secang disepakati, yaitu: a) Kedua belah pihak bersepakat untuk damai; b) Kerugian materiil dan pengobatan bagi korban ditanggung oleh kelompok masing-masing; dan Mayor Pol Drs. Jati Wiyoto, Waka Polres Magelang, Wawancara 2005, dan Dokumen Polres Magelang, 2003, halaman 4.
251
173
174
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c) Senjata tajam berupa clurit, ruyung, dan kayu diamankan di Mapolsek Secang. Berdasarkan “kesepakatan damai” dari kedua belah pihak, maka pihak Polres Magelang akhirnya “menghentikan pemrosesan secara hukum”. Polres Magelang mengingatkan, waspadai provokator dari pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab, bahwa kesepakatan damai yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak, tersebut harus dihormati oleh para pihak, dan tidak boleh dicabut secara sepihak kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak. Polres Magelang berkeyakinan bahwa penyelesaian secara musyawarah untuk mewujudkan “perdamaian” dengan cara alternative dispute resolution (ADR) merupakan jalan terbaik,252 karena penindakan secara represif yuridis sebagai alternatif kedua, kemungkinan besar akan berdampak buruk dan dapat menimbulkan masalah baru berupa gangguan keamanan. Esmi Warrasih, katakan, bahwa tipe hukum represif dikehendaki kepatuhan yang mutlak (Submissive Compliance), sedang soal kritik mengkritik dianggap tidak loyal kepada pemerintah. Hukum yang mencerminkan kekuasan, cenderung otoritarianisme, dan sentralistik merupakan ciri kebudayaan politik negara patrimonial, yang akhirnya dapat bersifat tindakan pemaksaan kehendak253. Oleh karena itu, apabila kasus ini diteruskan penyelesaiannya Polres Magelang, “Laporan Khusus Bidang Politik/Hankam: Bentrokan Massa Simpatisan PPP (GPK) dengan Massa Simpatisan PKB (Laskar Pinggiran/Naga Utara”, Nomor Pol. R/LAPSUS/07/X/2003/Intelpam, tanggal 13 Oktober 2003: 4-5.
252
Esmi Warassih Pudji Rahayu, Orasi Ilmiah, Paradigma Kekuasaan dan Transformasi Sosial, Diskripsi Tentang Hukum di Indonesia Dalam Agenda Globalisasi Ekonomi, Disampaikan pada Acara Peringatan Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Ke-43, Semarang, pada tanggal 9 Januari 1999 : 6-7 dengan menggunakan kacamata/pendekatan empirik, produk hukum tidak terlepas dari lingkungannya, baik di lingkungan sosial, politik, dan ekonmi. Produk hukum tidak terlepas bahkan sangat melekat dengan jamannya. Dalam kenyataannya legislatif (pembentukan undang-undang) memang lebih banyak memuat keputusankeputusan politik daripada menjalankan keputusan-keputusan hukum yang sesungguhnya. Kelompok yang memiliki dan dapat menjalankan hukum dan kekuasaana itu dapat memberikan pengaruhnya yang sangat besar di bidang hukum dan penegakannya, yaitu mereka yang mampu secara efektif mengontrol lembaga politik dan ekonomi.
253
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
secara hukum (represif) oleh POLRI, maka dapat mengakibatkan kasus ini semakin berkembang dan memunculkan sentimen negatif dari parpol yang bersangkutan, sehingga permasalahan konflik sosial politik akan berkepanjangan dan tidak akan kunjung selesai254. Akan tetapi, demi efektifnya perdamaian dengan kesepakatan tersebut, komunikasi-komunikasi antar parpol dan kepolisian harus mampu menembus hambatan-hambatan yang menyumbat komunikasi antar parpol tersebut.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik Antar Pendukung Partai 1. Kepentingan Partai Politik Kabupaten Jepara semenjak rezim Orba berkuasa merupakan basis kekuatan PPP. Menjadi wajar apabila dengan munculnya partai baru (PKB) dipandang sebagai pesaing PPP.255 Apalagi diantara pengurus dan massa pendukung partai tersebut, dahulunya adalah teman seperjuangan dalam satu partai.256 Tambahan pula, sebenarnya diantara mereka adalah sesama kaum Nahdliyin, yang berpegang teguh pada Ahlul Sunnah Wal Jama’ah257. Suara Merdeka, Minggu, 2 Mei 1999 Berita Utama “Semua Pihak Menahan Diri”, Pimpinan Pusat DPP PPP dan DPP PKB juga sangat menyesalkan dan prihatin atas bentrokan massa kedua partai itu di Jepara. Sekjen DPP Ali Marwan Hanan dan Sekjen DPP PKB Muhaimin Iskandar waktu itu berjanji “akan mengambil langkahlangkah perbaikan hubungan” yang lebih harmonis antara kedua partai itu melalui silaturahmi. Sekretaris PWNU menambahkan, “ Karena itu, PWNU Jateng menghimbau seluruh warga nahdliyyin jangan mau lagi diadu domba. Warga NU jangan ikut-ikutan menyalahkan, menghujat, apalagi memusuhi para alim ulama”, ujarnya.
254
KH. Muchsin Ali, Wawancara Pribadi, Kedung, 20 Agustus 2000 mengharapkan agar Polsek Kedung dapat segera mendinginkan situasi, agar kehidupan umat (masyarakat) tenteram, damai, dan situasi bisa normal kembali.
255
KH. Muchsin Ali, Wawancara Pribadi, Kedung, 18 Juli 2000.
256
KH. Mbah Yasin, wawancara Pribadi, Kedung, 1Oktober 1999, mendukung dilaksanakannya silaturahmi perdamaian antarparpol ditingkat bawah dengan difasilitasi Kapolsek Kedung, sebagai ujung tombak.
257
175
176
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kekhawatiran pihak-pihak PPP terhadap kemungkinan berkurangnya perolehan suara dalam pemilu 1999, menjadikan mereka berang, karena merasa dikhianati sesama kaum Nahdliyin. Sebagai partai terbesar di Kabupaten Jepara, PPP mempunyai kepentingan politik untuk mempertahankan eksistensinya. Target perolehan suara 75% se Kabupaten Jepara harus tercapai, seperti hasil pemilu tahun sebelumnya. Hal itu membuktikan bahwa dikalangan Islam Politik memandang Islam tidak hanya sebagai ajaran, namun demi kepentingan partai menjadikan Islam identik dengan angka kemenangan dalam pemilu. Persepsi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa umat Islam di Indonesia berjumlah 95% dari penduduk,258 sepenuhnya akan memilih partai Islam. Menurut Jabir Al Faruqi dalam wacana profan259, agama bila dikaitkan dengan politik memiliki banyak pengertian. Agama dapat berarti : ajaran, spirit, angka dan legitimasi. Agama sebagai spirit akan mewarnai perilaku dan cara-cara seseorang melaksanakan kewajibannya dalam memperjuangkan agamanya lewat politik. Agama sebagai ajaran memiliki nilai-nilai universal, sehingga meniscayakan perspektif bahwa partai yang berbasis pada massa Islam tidak harus eksklusif. Sedangkan agama sebagai legitimasi, hampir sama dengan formalisasi agama. Agama dan masyarakat itu saling pengaruh mempengaruhi. Agama mempengaruhi jalan pikirannya masyarakat, dan selanjutnya pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Pengaruh timbal balik antara perkembangan masyarakat Jabir Al Faruqi, Islam Politik dan Depolisasi Agama, Suara Merdeka, 21 Juni 2000 : IV.
258
Ibid.
259
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dan pertumbuhan agama merupakan kenyataan sosial-budaya yang menjadi tantangan untuk dihadapi seluas dan sedalam mungkin.260 Sumber hukum Islam dibawa ke atas panggung kampanye, untuk menunjukkan bahwa partainya memperjuangkan kepentingan umat Islam. Membangkitkan fanatisme merupakan cara efektif guna mencapai integrasi massa pendukung partai.261 Fanatisme erat hubungannya dengan sikap emosional suatu kelompok yang berupaya melakukan pembelaan berdasarkan argumen-argumen politik semata, tanpa dilandasi kerangka akademik dan substansi penilaian secara objektif.262 Munculnya fanatisme tidak terlepas dari akibat pernyataanpernyataan politik para elite politik yang bersifat provokatif, dan menggiring emosionalitas publik. Dalam kasus ini pernyataanpernyataan para mubaliq dari PPP dan PKB, selalu bermuatan ejekan, saling curiga, memusuhi dan menyerang, diantara mereka.263
2. Pemahaman Islam sebagai agama dan Islam sebagai Partai Politik Berdasarkan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkan, serta berhak kembali”; ayat (2) “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”264. Mudjahirin Thohir, Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran, Penerbit Bendera, Semarang, 1999:122.
260
M. Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik, PT. Tiara Yogya, 1999 : xix-xx.
261
M. Tafrikan Marzuki, Konflik Elite Politik Pasca ST MPR, Suara Merdeka, Tanggal 23 Agustus 2000 : vi.
262
Arsip Polsek Kedung, tanggal 14 Mei 1999 dan 15 Mei 1999.
263
Pasal 41 PERKAP No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam
264
177
178
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Agama dan politik memiliki paradigma yang jauh berbeda. Agama dipandang sebagai ajaran/ doktrin, dan politik tidak sama dengan agama, justru politik merupakan bagian dari agama. Agama merupakan wacana uqrowi, yang memberi semangat dan mewarnai perilaku maupun cara-cara seseorang melaksanakan kewajiban hidupnya265. Firman Allah Surat ke 3 Juz IV, Aali ‘Imraan, ayat 103 yaitu : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.266 Hendaklah kamu merupakan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang berbuat mungkar dan mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (AlQur’an, Surat ke 3 Aali ‘Imraan ayat 104.267 Selanjutnya juga Firman Allah : “Kamu adalah Ummat yang paling baik, yang ditempatkan di tengah-tengah manusia untuk memimpin kepada kebaikan, mencegah kemungkaran dan percaya penuh kepada Allah” (Al-Qur’an, Surat ke-3 Aali ‘Imraan ayat 110). Sedangkan politik merupakan wujud personifikasi kepentingan/ perjuangan. Politik dipandang sebagai formulasi wadah aspirasi, yang Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, “dalam menghadapi situasi darurat yang dinyatakan secara resmi oleh pejabat yang berwenang, anggota Polri berkewajiban melakukan upaya penertiban secara bertanggung jawab sekalipun harus melalui tindakan yang dapat mengurangi atau membatasi hak-hak sipil dan hak politik”. Edy Sudibyo, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208, Penjelasan Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, Salinan sesuai aslinya, Sekretariat Kabinet Kepala Biro Perundang-undangan RI.
265
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surya Cipta Aksara, Surabaya. 1993 : 95
266
Ibid : 95.
267
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
berada dalam wacana duniawi.268 Sudah barang tentu Parpol Islam berupaya menghadapi paradigma politik praktis. Antara lain : mencari pendukung massa lewat pengajian, konvoi/ pawai, membuat pernyataan politik, kesepakatan antar partai dan muspika, mempergunakan simbol-simbol bendera seragam - spanduk partai dalam kegiatan tertentu.269 Kekurangpahaman mereka terhadap hakekat agama dengan politik, menjadikan sikap dan perilaku keagamaan keluar dari konteks keharusan agama sebagai spirit para pemeluknya dalam beraktivitas politik. Parpol Islam lebih mengutamakan agama sebagai legitimasi politik, yang memiliki target kemenangan dalam pemilu, tanpa mengindahkan nilai-nilai ke-Islaman itu sendiri. Penggunaan caci maki, hasutan, fitnah, bukan mewakili ke Islaman umat. Namun hanya didorong oleh kepentingan dan ambisi politik tokoh-tokoh mereka. Di antara elite politik PPP dan PKB Kecamatan Kedung Jepara cenderung mengutamakan pengumpulan massa pendukung daripada melakukan fungsi parpol yang sebenarnya. Menurut Mariam Budihardjo, parpol seharusnya berfungsi sebagai : a) b) c) d)
Sarana komunikasi politik Sarana sosialisasi politik Sarana recruitment politik Sarana pengatur konflik.270
Jabir Al Faruqi, Ibid, 21 Juni 2000 : IV.
268
Serma Bambang Suwelo Polsek Kedung Polres Jepara, Wawancara pribadi, Tanggal 24 Maret 2000 dalam silaturahmi antarwarga masyarakat, pihak Polsek mengutamakan keselamatan dan keamanan masyarakat. Yang penting bagi Polsek Kedung, “berusaha bagaimana membuat masyarakat menjadi tenteram dan tenang sehingga mereka bisa bekerja dengan baik”.
269
Mariam Budiardjo, Dasar-dasar Islam Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1981 : 163-164.
270
179
180
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bukti menunjukkan bahwa kegiatan parpol di Kecamatan Kedung, Jepara dan wilayah Polres Magelang, Polwil Kedu masih bersifat hura-hura belum terarah kepada fungsi sosialisasi kebijakan politik, pendidikan politik, penyalur aspirasi politik maupun melakukan manajemen konflik. Setiap upaya mendinginkan situasi selalu bermula dari inisiatif aparat POLRI setempat, Muspika dan Pemda, bukan dari pihak mereka.271
3. Provokasi Terhadap Pendukung Partai Provokasi tersebut dapat berasal dari dalam partai masingmasing maupun kemungkinan keberadaan provokator dari pihak ketiga. Orasi sementara mubaliq yang sengaja didatangkan dari luar daerah kabupaten Jepara, kebanyakan bersifat negatif. Diantara para mubaliq sering mengucapkan kalimat permusuhan dengan dibumbui oleh ayat-ayat suci Al Qur’an maupun Hadits Rasulullah.272 Dalam berbagai pertemuan yang diselenggarakan Muspika setempat, terdapat usulan agar pengajian dilaksanakan umum, Parpol jangan menyelenggarakan pengajian maupun mendatangkan mubaliq dari daerah lain dan meniadakan pesta dangdut.273 Namun usulan tersebut tidak dipedulikan oleh Parpol yang bersangkutan. Provokasi dari pihak ketiga dimungkinkan, mengingat bahwa perpecahan diantara PPP dan PKB akan menimbulkan citra buruk bagi parpol yang bersangkutan di mata pendukung/ simpatisannya. Kemungkinan untuk beralih ke partai ketiga menjadi tujuan provokasi Letkol Pol. Monang Manullang (Kapolres Jepara), Wawancara Pribadi, Jepara, 2 Juli 2000 Bahwa semua pihak dari DPC PPP dan PKB, mendukung silaturahmi antarparpol yang telah terlaksana hari Jumat, tanggal 29 Oktober 1999 tahun lalu, warga masyarakat Dongos, Polsek Kedung, Polres Jepara sangat mendukung upaya perdamaian warga tersebut, sedangkan terhadap hasil persidangan kasus Dongos dengan 8 terdakwa Ahmad Junaidi dan kawan-kawan Agustus tahun lalu di P.N. Jepara, yang berakhir dengan penolakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (putusan sela), masyarakat Kedung menghormati hukum, dan menghormati perdamaian.
271
KH Muchsin Ali, Wawancara Pribadi, Kedung, 20 Agustus 2000.
272
Arsip Polsek Kedung, 29 Oktober 1999.
273
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tersebut yang kebanyakan berasal dari luar kota.274 Dilihat dari kultur warga masyarakat Kabupaten Jepara, warna Islami tidak sepenuhnya membekas dalam perilaku nyata. Terutama dikalangan generasi muda/remaja, mabuk-mabukan, pesta-pora, bergadang dan judi, sudah menjadi bagian kehidupannya.275 Terlebih lagi tingkat pendidikan yang rendah, memungkinkan mereka untuk mudah dihasut serta menerima provokasi sebagai suatu kebenaran. Menurut Gerungan, massa yang berkelompok cenderung bersifat emosional.276 Provokasi yang disebar di tengah-tengah massa, dapat meningkatkan gejolak emosi mereka. Pertimbangan nalar/ratio dalam kerumunan massa menjadi lenyap. Sikap dan perilaku manusia dalam kesendirian, sering jauh berbeda manakala manusia berada dalam kelompok.277 Disinilah faktor kepemimpinan tokoh-tokoh partai dan termasuk para da’i sangat menentukan dalam upaya meredam kemelut massa. Masyarakat Kabupaten Jepara bercirikan pemeluk Islam aliran Ahlul Sunnah Wal Jama’ah, dimana peranan Kyai sebagai panutan sangat dominan. Dalam masyarakat yang bersifat paternalistik tersebut berlaku dalil : “Apa kata Kyai itulah yang diikuti santri”, sebaliknya “Santri mengikuti apa kata Kyai”. Kerawanan sosial yang terjadi tidak terlepas dari bagaimana diantara tokoh-tokoh agama PPP dan PKB mampu mensikapi situasi dan mendidik para pengikutnya untuk berprilaku sesuai tatanan hukum, demokrasi antara aqidah Islamiah. Ipda Pol. Sumarno, Wawancara Pribadi, Kapolsek Kedung, 1 Oktober 2000.
274
Observasi, Desember 1999.
275
Gerungan, Psikologi Sosial, Rajawali Pers, Jakarta, 1988 : 56.
276
Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1976 : 11.
277
181
182
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Chambliss & Seidman telah memperingatkan bahwa berlakunya hukum di masyarakat (hukum positif dan hukum agama) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum.278 Antara lain kepentingan ekonomi sosial-politik-budaya masyarakatnya. Akhirnya setiap penyelesaian konflik tidak terlepas dari kemampuan tokoh-tokoh partai itu sendiri dalam melaksanakan manajemen konflik sebagai salah satu fungsi parpol. Sedangkan pihak POLRI sebagai mediator/ penengah, dengan menyediakan fasilitas dan sarana prasarana yang ada.
4. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Konflik Antar Pendukung Partai Guna menelaah faktor-faktor penyebab tersebut maka pendekatan kajian terhadap faktor empiris yang pernah terjadi di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, akan kami soroti berdasarkan teori-teori sosiologi kriminal, yang melihat tindak kejahatan dari aspek sosio-kultural. a. Teori Anomie (Robert Merton)279 mengungkapkan teori yang berorientasi kepada pencarian sebab-sebab kejahatan di luar ciri-ciri yang melekat pada orang atau si pelaku kejahatan. Terutama dari struktur sosial yang ada pada masyarakat Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.
Robert Merton mendasarkan teorinya pada terdapatnya ketidaksesuaian antara kebutuhan manusia dengan cara-cara yang dapat digunakan untuk memenuhinya.
Dengan perkataan lain, beliau melihat bahwa dalam realitas sosial masyarakat terdapat benturan antara tujuan/kebutuhan Chambliss & Seidman, dalam buku Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1983 : 161.
278
Robert Merton, dalam buku I.S. Susanto, Kriminologi, Fak. Hukum UNDIP Semarang, 1995 : 62-65.
279
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
manusia dengan cara-cara untuk mencapai tujuan/ kebutuhan tersebut.
Lebih lanjut dinyatakan, bahwa terdapat 2 unsur struktur sosial dan kultural yang dianggap penting dalam teorinya.
Pertama : tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan yang sudah membudaya yang meliputi kerangka aspirasi dasar manusia, seperti dorongan hidup orisinil manusia.
Tujuan tersebut merupakan kesatuan tingkatan tergantung fakta empiris dan didasari urutan nilai, seperti tingkatan sentimen dan makna.
Kedua : Terdiri dari aturan-aturan dan cara-cara kontrol yang diterima untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap kelompok masyarakat selalu mengkaitkan tujuan dengan moral atau aturan-aturan kelembagaan dan cara-cara kontrol yang diterima oleh tujuan tersebut. Penekanan terhadap tujuan-tujuan tertentu mungkin dapat menghasilkan penyimpangan terhadap tingkat penekanan atas cara-cara yang melembaga sehingga dapat menimbulkan bentuk-bentuk ekstrim, sebagai berikut : 1) Perkembangan ketidakseimbangan sebagai akibat penekanan terhadap nilai suatu tujuan tertentu, secara relatif akan berpengaruh terhadap cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Khususnya apabila keterbatasan pilihan atas cara-cara untuk mencapai tujuan, hanya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat teknis daripada sesuatu yang bersifat melembaga, maka akan timbul ungkapan : “Demi tujuan maka semua cara adalah khalal”. 2) Apabila aktivitas kelompok, sebenarnya hanya alat belaka tetapi diubah seolah-olah tujuan itu sendiri.
183
184
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Akibatnya tujuan yang sesungguhnya dilupakan dan ketaatan kepada tata cara terhadap perbuatan yang ditetapkan yang bersifat kelembagaan menjadi benar-benar menghantui. Hal ini akan menghasilkan dan menguatkan tradisi masyarakat yang disesuaikan, karena takut pada terjadinya pembaruan.
Selanjutnya Robert Merton mengemukakan 5 bentuk kemungkinan yang bisa dipilih oleh anggota masyarakat, berkenaan dengan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan. The mertonian paradigm of anomie in modern society mode of adjusment
attitude toward socially approved means to goals
attitude toward socially approved goals
Conformist
Accepts
Accepts
Innovator
Rejects*
Accepts
Ritualist
Accepts
Rejects
Retreatist
Rejects
Rejects
Rebel
Rejects (but seeks to change)
Rejects (but seeks to change)
*
The innovator may do any of the following: (1) recept socially approved means, (2) be in such a position that socially approved means are either unavailable or inaccessible, or (3) not even know or understand socially approved means.280
Burton Wright, Vernon Fox, Criminal Justice and The Social Sciences, W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto, 1978 : 143.
280
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
menurut I.S. Susanto : Tujuan yang membudaya
Cara yang sudah melembaga
1. Confornity
+
+
2. Innovation
+
-
3. Ritualisme
-
+
4. Retreatism
-
-
5. Rebellion
-+
-+
Bentuk Adaptasi
Sumber : I.S. Susanto, Ibid., hal 65. Keterangan : + = Penerimaan - = Penolakan -+ = Penolakan dan ingin mengganti tujuan dan cara-cara baru.
Kategori-kategori di atas menunjuk pada peranan yang diambil pada situasi tertentu dan bukan merupakan kepribadian keseluruhan. Artinya, bahwa seseorang mungkin akan bergeser dari pilihan yang satu kepilihan yang lain, dalam hal mereka dihadapkan pada realitas sosial yang berbeda.Apabila dikaitkan dengan fakta konflik antar pendukung partai di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, teori Anomie dapat menjelaskan phenomena sosial, sebagai berikut : 1) Struktur sosial di masyarakat Kecamatan Kedung pada khususnya dan Kabupaten Jepara pada umumnya, dilihat dari pelapisan massa partai sebelum Pemilu 1999 didominasi oleh kemenangan perolehan suara PPP, dengan basis massa dari kaum Nahdliyin. Pelapisan massa partai berubah, ketika sebagian kaum Nahdliyin memproklamirkan partai baru yang tegastegas mencantumkan Islam Ahlul Sunnah Wal Jama’ah sebagai dasar perjuangannya. Sementara pada Islam, tanpa penjelasan madzab Islam yang mana.
185
186
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
2) Masing-masing parpol (PPP dan PKB) setempat berupaya menarik simpati kaum Nahdliyin,guna memilih serta menjatuhkan putusan aspiratif mereka kepada parpol yang bersangkutan, dalam bentuk pencoblosan tanda gambar tertentu pada Pemilu 1999. 3) PPP berupaya tetap mempertahankan tujuan dan kepentingan pemenangan pemilu, yang mereka pandang sebagai sesuatu yang telah membudaya dalam kerangka aspirasi dasar kaum Nahdliyin. Namun dari pihak PKB mencoba menawarkan originalitas perjuangan partai dengan identitas yang menyentuh predikat kaum Nahdliyin (Ahlul Sunnah Wal Jama’ah). 4) Cara-cara pencapaian kemampuan tersebut telah keluar dari konteks aturan-aturan yang telah melembaga dan moral Islamiah. Penekanan kepada tujuan dan kepentingan yang sudah membudaya tersebut, berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara tujuan dan kepentingan dengan cara-cara untuk mencapai tujuan yang berlandaskan aturan-aturan, cara kontrol yang terlepas dari moral dan ethika berdemokrasi. Antara lain terciptalah situasi dan bentuk ekstrim, sebagai berikut :
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Skema 3 Faktor penyebab Konflik Antar Pendukung Partai Menurut Teori Anomie
Penjelasan: (a) Agitasi politik dengan simbol-simbol ajaran Islam, yang memanaskan suasana dan menimbulkan konflik antar pendukung partai. (b) Pertentangan fisik, yang menjurus ke arah penganiayaan, perkelahian dan pembunuhan antar massa pendukung partai PPP dan PKB.
187
188
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(c) Intimidasi lewat statement politik dan hasutan serta fitnah lewat media radio siaran swasta, mengakibatkan masing-masing kubu partai dihadapkan kepada pilihan yang diluar cara-cara/nilai-nilai demokratis, moral, ethika dan tatanan hukum. Akhirnya terjadi pergeseran cara dalam rangka pemenangan pemilu. (d) Bagi masing-masing pendukung PPP terikat pada penyesuaian kategori antara tujuan yang membudaya dengan cara-cara yang sudah melembaga.
Apabila melihat fakta konflik antar pendukung partai di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, tokoh-tokoh serta massa PPP cenderung memilih rebellion sebagai perwujudan cara mencapai tujuan menjadikan massa Nahdliyin sebagai simpatisan mutlak mereka menuju kemenangan pemilu 1999.
(e) Akibat pilihan tersebut mereka keluar dari struktur sosial yang ada dan mencari pengganti pada cara baru demi mempertahankan tujuan. Selanjutnya terjadilah :
•
Pergeseran struktur sosial, dimana sebagian kaum Nahdliyin beralih pada pilihan aspirasi PKB.
•
Organisasi cara mencapai tujuan kemenangan partai yang ditinggalkan pengikutnya lewat cara-cara kekerasan fisik, daripada cara conformity yang dapat mengakibatkan stabilitas masyarakat.
Instabilitas masyarakat Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara pada saat ini, didorong oleh upaya mempertahankan tujuan namun mempergunakan cara-cara diluar tatanan hukum positif, nilai-nilai demokrasi, ethika dan moral keagamaan.
Akhirnya terjadi tujuan menghalalkan segala cara. Dan cara mencapai tujuan dimanipulasi sebagai tujuan.281 Teori Differensial I.S. Susanto, Ibid : 60-61.
281
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Association dari Edwin H. Sutherland Menurut Sutherland definisi kejahatan yang sosiologis yaitu bahwa “Kejahatan merupakan suatu situasi sosial yang terdiri dari seperangkat hubungan-hubungan, dan bukan suatu tingkah laku dengan perumusan hukum yang khusus”.282 Timbulnya kepentingan-kepentingan baru, dan timbul multi partai dalam Pemilu 1999, dikawatirkan akan mengurangi kepentingan/ kesempatan partai untuk meraih perolehan suara dalam pemilu. Timbulnya konflik satu sama lain, bilamana ada persamaan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan, yang mendesak, mudah menimbulkan benturan kekerasan. Terhadap, konflik yang terjadi bilamana partai politik yang bersaing, satu sama lain di dalam usahanya untuk bergerak/ interaksi di dalam satu bidang interaksi yang sama warga NU. Konflik antar partai akan menimbulkan rasa loyalitas dan memperdalamnya kesetiaan terhadap partainya masing-masing. Untuk mempertahankan diri dapat menimbulkan rasa setia kawan, dan kesediaan untuk berkorban bagi kepentingan partainya. Konflik kepentingan-kepentingan antar partai politik dan perebutan kekuasaan akan selalu ada di dalam Organisasi Politik dari setiap masyarakat.283 Teori ini termasuk kelompok teori yang tidak berorientasi kepada kelompok/kelas sosial. Terutama dari aspek pengaruh pergaulan terhadap faktor yang dapat menimbulkan kejahatan. Dengan proses belajar, perilaku kejahatan dapat dipelajari. Beliau lebih mendasarkan postulat bahwa kejahatan berasal dari organisasi sosial (termasuk organisasi sosial politik) dan merupakan pernyataan mereka. Moh. Kemal darmawan, Purnianti, Mashab Dan Penggolongan Teori Dalam Kriminologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994 : 110.
282
Ibid : 107-109.
283
189
190
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Skema 4 Faktor Penyebab Konflik Antar Pendukung Partai Menurut Teori Differensial Association
Preposisi yang beliau ajukan berusaha menjelaskan proses terjadinya kejahatan, yakni : a) Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari, dan bukan diwarisi dari generasi sebelumnya.
Contohnya : perilaku rezim Orba dalam mempertahankan eksistensinya, telah melegalisasi bentuk-bentuk kejahatan, yang pada akhirnya ditiru oleh partai-partai di zaman reformasi.
b) Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses komunikasi.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dalam konteks penulisan tesis : Kaum Nahdliyin tidak terlepas dari interaksi sosial dengan partai PPP, PDI dan GOLKAR pada masa kejayaan rezim Orba dalam proses komunikasi.
c) Bagian terpenting dalam proses mempelajari tingkah laku kejahatan, terjadi dalam kelompok personel yang intim.
Dalam sejarah kehidupan politik nasional, kaum Nahdliyin yang tergabung dalam PPP maupun partai-partai lain, telah terjadi proses hubungan diantara personil yang intim, sehingga proses mempelajari perilaku berjalan cukup lama.
d) Perilaku kejahatan yang dipelajari, meliputi : teknik melakukan kejahatan, motif-motif tertentu, dorongan, alasan pembenar dan sikap.
Dilihat dari teknik pengerahan massa, penggunaan simbolsimbol kebesaran partai, orasi yang menimbulkan semangat massa. Tindak kekerasan, ancaman dan fitnah yang disebar di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, dan motif-motif serta alasan pembenar dari sikap yang melanggar/mengabaikan norma-norma hukum, ethika, moral serta nilai-nilai demokrasi, jelas menunjukkan bahwa upaya mempelajari prilaku-prilaku dari kaum Nahdliyin terhadap perilaku-perilaku kekerasan sesuai pola-pola lama (Orba).
e) Hanya saja terdapat perbedaan yang bervariasi dalam frekwensilama waktu perioritas serta intensitasnya. f) Perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilainilai umum.
Tetapi tidak terjelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai yang normal. Kebutuhan untuk berperan dalam bidang politik adalah suatu kebutuhan yang memenuhi nilai-nilai umum suatu negara yang berkedaulatan rakyat.
191
192
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Hanya saja kebutuhan untuk diakui eksistensi partai dalam bentuk kemenangan mutlak tidak terjelaskan sebagai kebutuhan yang normal yang dilandasi nilai-nilai umum yang sewajarnya, akibat pilihan cara kekerasan dan kejahatan dalam rangka pemenangan pemilu tersebut. Terjadinya degradasi nilai-nilai ethika, moral keagamaan ke arah pelanggaran hukum dan tatanan demokrasi, oleh Sighele,284 Tarde dan Le Bon, dijelaskan dengan menunjukkan sifat/ciri-ciri suatu kelompok massa, antara lain sebagai berikut : 1). Dengan memasuki kelompok massa, individu anggotaanggotanya secara psikhis dan moral berubah dalam kepribadian dan dalam cara berpikir dan perasaan serta tindakannya.
Perangai massa PPP dan PKB pada saat konflik terjadi, telah merubah kaum Nahdliyin dari segi moral, kepribadian dan perasaan serta tindakan. Mereka telah melepaskan nilai-nilai ajaran agama dan berubah menjadi agresif dan brutal. Aparat POLRI sampai kewalahan dalam mengatasi situasi konflik tersebut.
2). Perubahan intelektual dan penerimaan moral serta kehilangan nilai-nilai penghargaan dari saat sebelum konflik terjadi. 3). Perubahan tersebut membuat tindakan mereka tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan dapat berbahaya.
5. Langkah-Langkah atau Upaya-Upaya POLRI Dalam Penyelesaian Konflik di Desa Dongos Kecamatan Kedung Langkah-langkah dan upaya POLRI sesuai dengan teori I.S. Susanto, Ibid : 69-70.
284
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dalam menangani Konflik Pendukung Antar Partai PPP dan PKB puncaknya pada hari Jumat tanggal 30 April 1999 sekitar jam 16.00 WIB s/d 23.00 WIB di Kelurahan Dongos Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.285 Skema di atas terlihat, bahwa menurut G. Peter Hoefnagels kebijakan penanggulangan kejahatan ditempuh dengan : a. Penerapan hukum pidana (criminal law application); sebagai penegak hukum POLRI atas kehendak pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); dalam “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat” sebagai penegak hukum POLRI atas kehendak pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : “melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.286 Serma Pol. Bambang Suwelo, Wawancara Pribadi, Kanit Sabhara Polsek Kedung, 1 Oktober 2000.
285
Penjelasan Pasal 13 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “Rumusan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah (1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) menegakkan hukum; dan (3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat bukan merupakan urutan perioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan di kedepankan sangat bergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada hakekatnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Disamping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum,
286
193
194
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing view of society on crime and punishment mass media); sebagai penegak hukum POLRI atas kehendak pasal 14 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, segenap jajaran pimpinan Parpol perlu melakukan pembenahan organisasi menuju, disiplin partai, fungsi parpol secara utuh, kesadaran dan kepatuhan hukum, hakekat kehidupan berdemokrasi. Kepada seluruh da’i/mubaliq perlu mengendalikan diri dan memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama kepada seluruh warga masyarakat, serta meninggalkan agitasi politik yang dapat mengundang kerawanan sosial. Peran organisasi/lembaga da’wah Islamiah wajib ditingkatkan dengan berorientasi kepada hakekat Islam yang cinta damai, demi kepentingan bangsa dan negara. Pentingnya peningkatan penyempurnaan kinerja POLRI, terutama untuk mengenali terjadinya sumber-sumber konflik di dalam masyarakatnya. Dengan peningkatan pendidikan, menghayati kode etik profesi Kepolisian, untuk menuju profesionalisme dan untuk merebut kepercayaan masyarakat, dengan tidak memihak pada golongan atau pribadi, agar dapat meningkatkan perlindungan, pelayanan terhadap masyarakat demi untuk mewujudkan ketertiban masyarakat, rasa aman dan tenteram. mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (cf. Pasal 19 UU Kepolisian).
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Penegakan hukum, ketertiban serta keadilan, pada hakekatnya adalah suatu usaha yang mulia, penegakan hukum adalah suatu tanggung jawab bersama, oleh sebab itu setiap warga masyarakat wajib berperan serta dan berpartisipasi dalam penegakan hukum ini demi kepentingan Nasional dan diri sendiri, sedangkan Kepolisian sebagai intinya. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Tugas pokok-nya adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Menggunakan hukum untuk menyelesaikan masalah sosial termasuk dalam kebijakan penegakan hukum (criminal policy), Bahwa penegakan hukum, yang selaras dengan pembangunan bukanlah merupakan sesuatu yang mudah, karena merupakan permasalahan manusia yang sangat kompleks yang merupakan suatu kenyataan sosial. Jadi yang penting, dan harus diperhatikan adalah, jangan sampai penegakan hukum itu hanya menjadi sarana untuk mencapai kepentingan penguasa atau golongan tertentu saja, karena hal ini akan menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi masyarakat. Usaha penegakan hukum pada hakekatnya harus didasarkan pada kemauan baik, berspektif kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi, tidak didasarkan untuk mencapai dan melindungi kepentingan yang berkuasa atau golongannya. Untuk mendapatkan gambaran mengenai usaha perdamaian, pertimbangan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional dan mengerti permasalahannya diperlukan partner/
195
196
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
partisipan dalam usaha mendamaikan konflik, yang bukan dari pemerintahan saja, tetapi juga dari tokoh ulama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan organisasi politik yang dapat berperan penting dalam usaha perdamaian. Sosialisasi tentang partai politik kepada masyarakat oleh elit partai politik baik dari PPP maupun PKB, terhadap para pendukungnya di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, perlu ditingkatkan, dan ditekankan bahwa Partai Politik bersifat terbuka bagi setiap warga negara Indonesia. Dengan munculnya multi partai keragaman partai politik itu tidak menjadikan perpecahan atau pertentangan (konflik), tetapi justru menjadi tali pengikat persatuan dan kesatuan bangsa, berjiwa pancasila dan berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB 5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUGAS DAN KEWENANGAN POLRI POLRI sebagai salah satu unsur aparat pelaksana hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya selalu menghadapi permasalahan yang bersentuhan dengan hukum. Permasalahan hukum tersebut ada dalam kehidupan masyarakat. Hal itu terjadi karena perbenturan kepentingan diantara anggota masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, yang membutuhkan hukum sebagai sarana pengendalian sosial (Law is the tool social engineering). Dengan demikian POLRI dalam melaksanakan fungsinya tidak terlepas pula dari pengaruh keadaan yang nyata dalam masyarakat287. Apabila dikehendaki peran hukum yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada obyek yang diaturnya, terutama perubahan terhadap perilaku anggota masyarakat, maka POLRI dituntut bekerja secara profesional dan proporsional untuk mengenal reaksi-reaksi masyarakat, dengan kemampuan dan Suara Merdeka, Kamis 10 April 2011 halaman : 10 “Tinggi, Penegak Hukum Langgar Ham, Polisi Paling Banyak Diadukan- Setiap aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat/pengacara, serta lapas) sebagai alat negara di bidang penegakan hukum yang bertugas mengayomi masyarakat seharusnya memahami HAM. Namun praktiknya di lapangan, pelangaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh penegak hukum masih tinggi, hal itu disampaikan Direktur LRC-KJHAM Evarisan dalam acara Lokakarya HAM tentang Revitalisasi dan Tanggung Jawab POLRI dalam mewujudkan Propesionalisme yang Berperspektif Hak Asasi Manusia di Mapolda Jawa Tengah, mengungkapkan, berdasarkan catatan Komnas HAM, sepanjang 2009 pengaduan kasus pelanggaran HAM tertinggi adalah pengaduan yang ditujukan kepada polisi. Dari 4926 pengaduan kasus pelanggaran yang dilakukan oleh polisi 1302 kasus. Dari jumlah itu, 891 kasus dialami pelapor selama proses penyidikan polisi, 177 kasus dialami kasus dialami pelapor selama proses penyidikan polisi, dan 4 kasus terkait sengketa tanah. Sementara sepanjang tahun 2010, Komnas HAM mencatat puluhan kali polisi melakukan pelanggaran berupa 30 kasus penyiksaan saat penyidikan, 32 perkara penganiayaan, serta 16 kasus kekerasan, baik dilakukan saat bertugas maupun diluar tugas.
287
198
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kesiapan aparat POLRI.288 Satjipto Rahardjo menyatakan, bahwa peradilan (polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan plus advokat) tersebut telah mengabaikan penggunaan IQ yang linier, masinal, matematis, yang selama ini dipegang, melainkan beralih ke penggunaan SQ yang berseberangan. Zohan dan Marshall menambahkan berfikir dengan menggunakan IQ sebagai “rational, logical, rule-bond thinking”, sedang SQ sebagai “creative, insightful, rule-marking, rule–braking thinking” (Zohar& Marshall, 2000). Ilmu hukum progresif yang visioner dan membebaskan barang tentu berpihak kepada penggunaan SQ dalam menjalankan hukum (Rahardjo Menjalankan Hukum dengan Kecerdasan Spiritual” Kompas, 30 Desember 2002). Untuk lebih lengkap ilmu hukum progresif menggunakan baik IQ, EQ, maupun SQ sesuai dengan urgensi masalah.289 Bagaimana sebenarnya hubungan saling mempengaruhi antara POLRI dengan masyarakat berikut ini disajikan diagram dari Seidman.290 POLRI sebagai aparat pelaksana hukum terikat tugas dan kewenangan untuk menjalankan hukum perundang-undangan. Sementara POLRI dalam menangani pemegang peran (warga negara yang terlibat kasus hukum) menerima umpan balik, berupa reaksi langsung dari obyek yang ditangani POLRI tersebut, bahkan menerima pengaruh pula dari kekuatan-kekuatan non hukum yang lain (Ipoleksosbudhankan) dan hak asasi manusia (HAM). Keberadaan POLRI di tengah-tengah kehidupan masyarakat, Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1983 : 160.
288
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresip Sebagai Dasar Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia, dalam Menggagas Hukum Progresif Indonesia bersama Qodri Azizy, Muladi, Gunawan Setiardja, Abdullah Kelib, Bustanul Arifin, Achmad Gunaryo, Adji Samekto, Eman Suparman, Ghofar Sidiq, Mahmutarom, Ali Mansyur, penyunting Ahmad Gunawan, Muammar Ramadhan, Diterbitkan atas Kerjasama “Pustaka Pelajar”, IAIN Walisongo dan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2006, : 16-17
289
Ibid, 161.
290
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
199
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
disamping berpotensi untuk merubah perilaku masyarakat ke arah yang dikehendaki hukum perundang-undangan, POLRI dalam Bagaimana sebenarnya hubungan saling menjalankan tugas dan kewenangannya juga tidak terlepas dari mempengaruhi antara yang POLRI dengan masyarakat berikut faktor-faktor kekuatan berasal dari masyarakat itu sendiri 290 antara lain diagram : ideologi, kendala-kendala fisik, struktur pelapisan sosial, ini disajikan dari Seidman. mitos dan tradisi, nilai dan pandangan hidup masyarakat291.
POLRI sebagai pelaksana hukum terikat Sebenarnya apa aparat yang dikemukakan tersebut di atas, perwujudan interaksi sistem kebudayaan tugasmenggambarkan dan kewenangan untuk antara menjalankan hukum dengan sistem sosial (termasuk di dalamnya sistem hukum). Budaya perundang-undangan. Sementara POLRI dalam memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter pribadi menangani pemegang peran (warga negara yang terlibat masyarakat yang harmonis dalam logika, rasa estetis, dengan kasus hukum) menerima umpan balik, berupa reaksi Ibid : 162. langsung dari obyek yang ditangani POLRI tersebut, bahkan menerima pengaruh pula dari kekuatan-kekuatan non hukum yang lain (Ipoleksosbudhankan) dan hak asasi manusia (HAM). Keberadaan POLRI di tengah291
200
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
memperhatikan kebutuhan dan perkembangan masyarakat untuk mencapai kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan adversitas (AQ), dan Kreativitas (CQ), serta kecerdasan sepiritual dan moral (SQ).292 Francis Bacon, seorang filsup Inggris pernah menyatakan bahwa “Knowledge is power”. Dan tidak ada batas usia untuk belajar, menimba ilmu, menambah pengetahuan. Tatkala Aristoteles ditanya apa bedanya orang yang terdidik dengan orang yang tidak berpendidikan, jawabannya amat mengejutkan : “Sama saja membandingkan orang hidup dengan orang mati”. Tanpa pendidikan, tanpa ilmu, tanpa pengetahuan, apalagi tanpa keterampilan, hidup manusia tak lebih ketimbang sekadar bayangan kesedihan, kesengsaraan, bahkan kematian.293 Kesemua interaksi tadi merupakan sumber bagi mengalirnya nilainilai arus yang menjadi arah bagi proses-proses yang berlangsung di bidang politik dan ekonomi hukum (dengan POLRI sebagai aparat pelaksana) diharapkan dapat merumuskan kembali nilai-nilai baru yang dibutuhkan segenap masyarakat.294) Florentinus Totok Sumaryanto, Menjadi Pembelajar Dengan Seni, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Univesitas Negeri Semarang, Rabu, 22 Juli, 2009 :6 untuk itu budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan pribadi dan masyarakat, untuk itu berbagai aktivitas budaya seperti pendidikan, dan pelatihan dapat menumbuhkan kepekaan rasa dalam menanggapi budaya, sikap percaya diri, terampil berkarya, serta mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. Pendidkan atau pelatihan berorientasi pada kebutuhan masyarakat, orientasi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan budaya akan kebudayaan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dewasa ini.
292
Eko Budihardjo, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Ketua Badan Penyantunan Kesenian Jawa Tengah, Ketua Pembina YPSDM Forum Rektor Indonesia, Semarang, 15 April, 2010 mengatakan Pendidikan adalah proses yang tak berakhir, bukannya produk seperti ijazah, diploma, pekerjaan, dan uang, dan uang, dan uang. Memang, filsup dari Yunani, itupun pernah mengatakan bahwa “The roots of education are bitter, but the fruits are sweet” Hidup ini merupakan festival hanya bagi orang-orang yang terdidik, pandai, bijak, begitu celoteh penyair tenar Amerika bernama Ralph Waldo Emerson.Tapi kita mesti waspada, karena seperti yang diungkapkan Alexander Pope penyair Inggris :” A little learning is dangerous thing” dengan pengetahuan yang terbatas, merasa tahu segalanya sedangkan sesungguhnya hanya tahu sedikit, seseorang bisa merusak kehidupan manusia dan planet bumi ini.
293
Ibid : 164 Manusia adalah mahluk budaya yang selalu berkiprah memberi makna kepada kehidupan, mengembangkan kemanusiaan, dan menumbuhkan rasa atau kesadaran akan identitas atau jati diri, sejalan dengan pendidikan karakter, tugas guru dan dosen sebagai pendidik adalah tugas yang mulia, bermartabat. Eko Budihardjo, mengucapkan Ketika Hiroshima dan Nagasaki hancur luluh tertimpa bom, pertanyaan Kaisar Jepang yang pertama-tama adalah “Masih adakah guru-guru yang selamat?” Seorang guru disetarakan nilainya dengan seribu pendeta. Agama bahkan menjanjikan bahwa para guru yang tulus sepenuh
294
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
P. Scholtren menunjukkan kekuatan hukum cenderung berada pada dua kutub yakni mementingkan kekuasaan negara untuk kepentingan umum secara ekstrim hukum akan menjadi perangkat kekuasaan yang menjurus diktator, dan jika mementingkan kebebasan individu secara ekstrim akan menjurus kepada keadaan anarchi dengan menghapuskan aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh kekuasaan.295 Menurut Chambliss & Seidman bahwa hasil akhir dari pekerjaan mengadakan tatanan dalam masyarakat tidak bisa hanya dimonopoli oleh hukum, oleh karena perilaku dalam masyarakat, selain ditentukan dari tatanan hukum juga ditentukan dari kedua tatanan lainnya sebagai kekuatan sosial.296 Penegakan hukum preventive adalah proses pelaksanaan hukum pidana oleh aparat penegak hukum dalam taraf upaya untuk menjaga kemungkinan terjadinya kesejahteraan, baik arti sempit merupakan kewajiban dan wewenang oleh Kepolisian maupun dalam arti luas oleh semua badan yang berurusan dengan kejahatan dalam situasi hukum pidana. Sebaliknya penegakan hukum repressive adalah pelaksanaan hukum pidana yang dilakukan oleh Kepolisian, sesudah terjadi kejahatan, dengan melakukan atau tidak melakukan penyidikan. Penegakan hukum preventive adalah proses pelaksanaan hukum pidana oleh Kepolisian dalam taraf upaya untuk menjaga kemungkinan terjadinya kejahatan. Dari pembahasan terhadap kerangka teoritis, dapat disusun model penyelesaian konflik, sebagai berikut :
hati mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan, dapat menjamin sorga di akhirat. Barang tentu tidak semua guru berkualitas, tidak semuanya profesional. Bambang Poernomo, Pola Dasar Teori Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1993 : 169.
295
Ibid : 169.
296
201
202
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
A. Upaya Penal/Penyidikan Kepolisian telah melakukan penyidikan dengan mengidentifikasi korban dan memeriksa tersangka perkara pembakaran,penganiayaan dan membawa senjata tajam yang mengakibatkan korban : Fakta-fakta : 1. Meninggal
4 orang meninggal dunia dari PKB 3 (tiga) orang dan dari PPP 1 (satu) orang, bernama : a. Muhammad Nurhandayani, Ponorogo Jawa Timur. b. Ma’ruf, Desa Sowan Kidul, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. c. Asrori, Desa Margoyoso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara.
Dari PPP 1 (satu) orang :
d. Nurhasim, Desa Semat, Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara cucu dari seorang kyai.297) 2. Korban luka-luka : 12 (dua belas) orang luka-luka : a. Nur Ali (24), Desa Bugel, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. b. Hamdan bin Sukran (29), Desa Kedung Kabupaten Jepara. c. Sunawi, Desa Bugel Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. d. Sumardi (28), Desa Demangan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. e. Sumardi (30), Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. f.
Sutrisno (20), Desa Demangan, Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.
Sertu Pol. Eko Pujianto, Wawancara Pribadi, anggota Reserse Polsek Kedung, 1 Oktober 2000.
297
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
g. Nursiyo (25), Desa Bulak Baru, Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. h. Achmad Hisyom (25), Desa Krasak, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. i.
Abdul Chamid Desa Bugel Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
j.
Abdul Latif (40), Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
k. Rojai (19), Desa Troso, Pecangaan, Kabupaten Jepara. l.
Masduki (29), Desa Pucangrejo, Pegandon, Kendal.
3. Kerugian :
3 (tiga) rumah dibakar milik Sutarmo, Sanimah dan Abdul Latif, 2 (dua) rumah dirusak milik Ny. Sayem dan Zurofah, 14 (empat belas) kendaraan roda empat dan 8 (delapan) buah kendaraan roda dua dibakar.298)
Tersangka yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam perkara pembunuhan (pasal 338 KUHP), penganiayaan (pasal 351 KUHP), pengeroyokan (pasal 170 KUHP), pembakaran (pasal 188 KUHP) dan Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 antara lain : membawa senjata tajam.
4. Penangkapan dan Penahanan299
8 (delapan) orang tersangka yang ditangkap dan ditahan di Polres Jepara, masing-masing bernama :
Serma Pol. Sudarno, Wawancara Pribadi, Bataud Polsek Kedung, 1 Oktober 2000.
298
Lettu Pol. Maryo,Wawancara Pribadi, Kasat Sabhara Polres Jepara, 9 Juli 1999, pasca konflik situasi mencekam, ia bertugas mengamankan wilayah Polsek Kedung dengan pleton Dalmas Polres Jepara sewaktu sedang bertugas memimpin patroli menjumpai orang diculik dan dianiaya, dengan cara diikat dan dipikul dengan bambu, setelah diketahui patroli, mereka melarikan diri dan korbannya ditinggalkan pergi, kemudian korban ditolong oleh patroli dan dibawa ke Rumah Sakit untuk di obatkan.
299
203
204
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
a. Makin bin Saripan, Desa. Bugel, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. b. Darsono bin Gumun, Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. c. Sumono bin Wardi, Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. d. Sanusi alias Buncit bin Makenan, Desa Dongos, Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. e. Pardiyono bin Sulaiman, Desa Dongos Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. f.
Maskuri bin Sodiq Desa Menganti, Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
g. Mardi bin Suhud, Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. h. Achmad Junaidi Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. 5. Penangguhan Penahanan
Tanggal 18 Mei 1999, Kapolres Jepara tetap tidak menangguhkan penahanan kedelapan tersangka, walaupun ada permintaan dari massa simpatisan PPP dengan tekanan menggunakan masa, berkas perkara, tersangka dan barang bukti segera dikirim ke Kejari Jepara untuk disidangkan300.
6. Pengiriman Berkas Perkara
Telah dilaksanakan serah terima tanggung jawab dari Penyidik (Polres Jepara) kepada Penuntut Umum. a. Tahap Pertama (Penelitian Berkas Perkara) dengan 8 tersangka, diserahkan ke penuntut umum untuk dilakukan
Kompol Sidik Hanafi, Mantan Kasat Serse Polres Jepara.
300
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
penelitian, sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat 4 KUHAP Yo Pasal 8 ayat 3 huruf b KUHAP.301 •
No. Pol Bp/38/V/1999/Serse, Tanggal 8 Mei 1999, dikirimkan surat No Pol B/2468/V/1999/ Serse, Tanggal 11 Mei 1999, a.n. tersangka Pardiono Bin Sulaiman
•
No Pol Bp/36/V/1999/Serse, Tanggal 10 Mei 1999, dikirimkan surat No Pol B/2466/V/1999/ Serse, Tanggal 12 Mei 1999, a.n. tersangka Wardi Bin Suhadi.
•
No Pol B/2555/V/1999/Serse, Tanggal 14 Mei 1999, Tersangka Darsono Bin Guneb
•
No Pol Bp/42/V/1999/Serse, Tanggal 12 Mei 1999, dikirimkan surat No Pol B/2511/V/1999/ Serse, Tanggal 15 Mei 1999302), a.n. tersangka Sanusi Bin Makenan
•
No Pol B/2487/V/1999/Serse, Tanggal 14 Mei 1999, Tersangka Makin Bin Saridun.
b. Tahap Kedua (Penyerahan Berkas Perkara, Tersangka dan Barang Bukti ke Penuntut Umum) dari penyidik sebagaimana dalam : •
Berkas Perkara No. Pol. B/2468/V/1999, tanggal 12 Mei 1999 atas nama tersangka Pardiono bin Suleman, di kirim dengan No. Pol. B/2519/V/1999, tanggal 19 Mei 1999.
•
Berkas Perkara No. Pol. B/2466/V/1999, tanggal 12 Mei
Pengiriman Berkas Perkara Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta Jakarta 1990 : 220.
301
Senior Inspektur Polisi Sugito, Wawancara Pribadi, Kasat IPP Polres Jepara, 21 Nopember 2000.
302
205
206
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
1999 atas nama tersangka Wardi bin Suhud, di kirim dengan No. Pol. B/2554/V/1999, tanggal 19 Mei 1999. •
Berkas Perkara No. Pol. B/2511/V/1999, tanggal 15 Mei 1999 atas nama tersangka Sanusi bin Makenan, di kirim dengan No. Pol. B/2520/V/1999, tanggal 19 Mei 1999.
•
Berkas Perkara No. Pol. B/2489/V/1999, tanggal 14 Mei 1999 atas nama tersangka Darsono bin Gumun, dikirim dengan No. Pol. B/2555/V/1999, tanggal 19 Mei 1999.
•
Berkas Perkara No. Pol. B/2487/V/1999, tanggal 14 Mei 1999 atas nama Makin bin Saripin tersangka, dikirim dengan No. Pol. B/2556/V/1999, tanggal 19 Mei 1999.
7. Upaya Repressive Kepolisian Polsek Kedung dan Polres Jepara, telah diselesaikan berdasarkan KUHAP dan KUHP, telah melakukan penyidikan tindak pidana pembakaran, pembunuhan, pengeroyokan, penganiayaan, dengan membuat berkas perkara dengan 8 tersangka, berkas perkara dan barang bukti telah dikirim ke penuntut umum sebagaimana Pasal 110 ayat (1) dan (4) KUHAP yuncto Pasal 8 ayat (3) huruf a dan huruf b KUHAP dan sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Jepara” tanggal 28 Juli 1999 dengan hasil “putusan Sela” dan sampai saat ini masih dalam status banding di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah.
B. Upaya Kepolisian dalam menangani konflik dengan cara perdamaian 1. Upaya Non Penal (Preventive) Dalam konflik antara PPP dan PKB di Kecamatan Kedung, Kepolisian Sektor Kedung, sebagai lembaga mengadakan pendekatan kepada para tokoh agama ulama, tokoh partai, tokoh masyarakat dan lapisan masyarakat seperti tukang ojek, nelayan, mengedepankan fungsi Bimmas dan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Intel, 303dengan penyampaian yang menarik dan simpati, dengan pendekatan kekeluargaan dan persaudaraan kepada kedua belah yang bertentangan, untuk merubah situasi dari panas menjadi dingin. Kepolisian Sektor Kedung harus meningkatkan diri baik kwalitas maupun kwantitas, untuk dapat mengabdi dan melindungi masyarakat, dengan meningkatkan profesionalisme dengan memedomani kode etik profesi Kepolisian yang disahkan dengan Skep Kapolri No. Pol. Skep/231/VII/ 1985 tanggal 1 Juli 1985.304 2. Kepolisian Sektor Kedung menindaklanjuti kebenaran informasi, pemantauan dan pengamanan lokasi konflik, dan sekitarnya. 3. Bimmas dan Res Intel Polsek Kedung, mengadakan pemantauan dan penyuluhan terhadap simpatisan PPP dan PKB, yang akan memberikan dukungan moral terhadap para saksi dan tersangka ke Pengadilan Negeri Jepara, pada tanggal; 27 Juli 1999, agar tidak membawa senjata tajam dan pemukul;305 4. Melarang/mebatasi ijin keramaian pertunjukan dangdut di wilayah Kecamatan Kedung, karena dapat menimbulkan kekacauan, mabuk-mabukan dan perkelahian. 5. Mengadakan pendekatan untuk meminta dukungan para tokoh, dengan cara silaturachmi terhadap para tokoh-tokoh masyarakat, Kyai Haji Moch Yasin (PPP), Kyai Haji Fathkhur Rosyidi, Mbah Kyai Haji Mochsin Ali (PKB), Hery Sutomo (PKB), Nbah Kyai Sobiq (tokoh Masyarakat), Mbah Kyai Haji Amir (ulama), Mbah Kyai Haji Abdul Muntalib (ulama) mantan anggota Arsip Polsek Kedung, 1999
303
Mayor Pol Sudiyono, Kasat Bimmas Polres Jepara (pasca Konflik) 1999, wawancara pribadi 2005, bahwa setelah adanya perdamaian antara Partai Politik PPP dan PKB di wilayah Jepara, situasi dan kondisi Polres Jepara semakin kondusip, karena pada dasarnya setiap masyarakat mendambakan kerukunan, ketenteraman, dan kedamaian.
304
Sertu Pol. Supriyanto, Wawancara Pribadi, Polsek Kajaga Polsek Kedung, 1 Oktober 2000.
305
207
208
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
DPRD II Kabupaten Jepara, Mbah Kyai Haji Musadad306 Welahan (tokoh masyarakat Kabupaten Jepara) untuk mengadakan dan mempertemukan para tokoh pendukung partai PKB dan PPP yang sedang konflik untuk melakukan pedamaian. 6. Pada hari Jumat tanggal 29 Oktober 1999, dipimpin H. Sulaiman Effendi SH, Camat Kedung, Muspika menggelar acara “Silaturahmi Pemerintah, Parpol, Tokoh Masyarakat”, ulama di pendopo Kecamatan Kedung. Puncak acara perdamaian itu ditandai pengisian air putih kedalam kendi oleh Kapolsek Kedung Lettu. Pol. Suparmin, SH. Dengan persepsi itu warga bertekad menjunjung tinggi tanah air Indonesia yang dilambangkan dengan kendi dan air sebagai merah putih.307 Hadir pimpinan sesepuh Parpol, termasuk anggota FPP DPRD-II (Ketua Komisi A) : H. Fatkhur Rosyidi, Ormas NU dan Muhammadiyah, tokoh masyarakat, tokoh ulama, para Kepala Desa (Kades). Bupati Drs. Sunarto diwakili Pembantu Bupati wilayah Jepara Siswanto S.Sos. dan Wakapolres Risona, HS, mewakili Kapolres Letkol. Pol. Monang Manullang, Drs. Mundhakir Ketua Ranting PPP, Hery Sutomo PKB Sekretaris PKB Ranting Kedung), K.H. Amir (Ulama), dan lain-lain.308 Mbah Kyai Haji Musadad, Welahan Jepara, wawancara Pribadi, 20 Juli 1999 bahwa beliau mendukung Polsek Kedung, Polres Jepara untuk mengadakan pertemuan silaturahmi dengan mempertemukan para pelaku dan para tokoh partai politik level bawah, dari pendukung PPP dan PKB di wilayah Polsek Kedung untuk diselenggarakan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian.
306
Suara Merdeka, 31 Mei 2000, Berita Utama, “Kasus Dongos diadukan ke Komnas HAM”, merasa tragedi Dongos, Jepara, belum terselesaikan secara hukum hingga saat itu akibat berbagai kendala, Tim Advokasi DPP PKB mendesak Komnas HAM menindak lanjutinya. Tim Advokasi mendesak pembentukan KPP HAM untuk tragedi yang terjadi menjelang Pemilu 1999 itu; Karena dalam kasus itu yang diproses secara hukum hanya penganiayaannya, sedangkan pelanggaran hak asasi manusia yang lebih berat, seperti pembunuhan dan pembakaran, tidak ditindak lanjuti sama sekali.Ketua Tim Advokasi Sutrisno, S.H. menuturkan (Suara Merdeka Rabu, 31/5/2000) rombongannya yang terdiri atas Nur Azizah, Achmad Nawawi (Jepara) serta Komarudin dan Djoko Priyono (Semarang) diterima oleh Komnas HAM M. Salim. Selain menyampaikan desakan dan pengaduan, rombongan itu juga menyampaikan kronologi peristiwa tersebut. Sebagaimana diberitakan saat menjelang Pemilu 1999 terjadi bentrokan antara massa PPP dan PKB di Desa Dongos, Jepara. Beberapa orang tewas, belasan luka berat termasuk warga PKB, tiga rumah terbakar, 14 kendaraan roda empat dan 7 sepeda motor terbakar.Tetapi Tim Advokasi DPC PKB Jepara Achmad Nawawi mendukung silaturahmi perdamaian antar parpol itu.
307
H. Sulaiman Effendi SH, Wawancara Pribadi, Camat Kedung, 29 Oktober 1999.
308
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
C. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Melaksanakan Kewenangannya
POLRI
Dalam
1. Pelaksanaan Kewenangan POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Antar Pendukung Partai di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. 2. Dalam batas-batas fungsi Bimmas, POLRI telah melakukan tindakan sebagai berikut : 3. Kepala Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara tentang permintaan pemindahan pengajian dan deklarasi PKB pada tanggal 30-4-1999. 4. Warga masyarakat tentang adanya niat untuk mengambil tahanan anggota PPP dengan unjuk rasa maupun lewat pengacara mereka (tanggal 14 Mei 1999). 5. Kepala Desa Dongos, tentang pengumpulan dana sebesar Rp. 2 juta, pada kegiatan arisan warga PPP. Dana tersebut dipergunakan untuk membeli seragam Satgas, spanduk, umbul-umbul, mengadakan pengajian serta upaya membiayai pembebasan tahanan warga PPP di Polres Jepara (tanggal 14 Mei 1999). 6. Pemantauan Polsek Kedung tentang kegiatan pengajian di lapangan desa Bugel, Kecamatan Kedung, yang bersifat provokatif. Pembicara dalam pengajian melontarkan kebencian kepada masyarakat terhadap aparat POLRI. Antara lain bahwa tindakan POLRI yang melakukan penangkapan tanpa suratsurat perintah harus dilawan, atau dilaporkan saja. Bahwa semua pejabat di Polres dan Kabupaten, kalau PPP menang akan diganti yang beragama Islam. Bahwa apabila upaya PPP untuk mengeluarkan tahanan di Polres Jepara gagal, maka Polres dan Polsek Kedung akan dibakar (15 Mei 1999).
209
210
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
7. Warga masyarakat tentang adanya rencana pengerahan massa PPP Ke Polres Jepara untuk mengambil tahanan anggota PPP, dan akan membakar gedung Polres serta Polsek yang bersangkutan apabila gagal dalam upaya tersebut (tanggal 16 Mei 1999). 8. Rencana demo dan pembakaran kantor polsek dan Polres dari Kordes PPP desa Menganti (17 Mei 1999). 9. Rencana PPP untuk memberi dukungan kepada saksi-saksi di Pengadilan Negeri Jepara (27 Juli 1999). 10. Rencana pengerusakan gedung Pengadilan Negeri Jepara oleh simpatisan PPP, setelah sidang terhadap tahanan warga PPP selesai (28 Juli 1999). 11. Pengaktifan kembali Sekdes Sowan Lor dan perangkat desa setempat, yang mengundang kerawanan massa PPP dan PKB di saat pelantikan di kantor Kecamatan Kedung (15 September 1999). 12. Menindaklanjuti laporan tersebut dalam bentuk pengecekan kebenaran informasi, pemantauan dan pengamanan lokasi konflik. 13. Melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh PPP dan PKB, ulama dan tokoh masyarakat Kecamatan Kedung. Hasil yang diperoleh, antara lain : 14. Kesepakatan bersama para pimpinan parpol se Kecamatan kedung, Kabupaten Jepara (tanggal 4 Mei 1999). 15. Polsek Kedung mengambil langkah Upaya Perdamaian antar tokoh PPP dengan PKB di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, yang dilaksanakan dengan silaturrahmi diantara mereka dengan melakukan musyawarah untuk melaksanakan perdamaian pada tanggal 29 Oktober 1999 di Pendopo Kecamatan Kedung, yang diikuti oleh tokoh partai Kecamatan Kedung dan Kades se
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kecamatan Kedung dihadiri pejabat Muspida Kabupaten Jepara atau yang mewakili.309 Dari data-data tersebut tindakan POLRI dalam melaksanakan kewenangannya, lebih menekankan metode : 1) Mediation (menengahi) 2) Conciliation (konsiliasi) 3) Compromisme (perdamaian) Ketiga metode tersebut masuk dalam wilayah kewenangan POLRI dalam menjalankan fungsi Bimmas, yang menurut G.P. Hoefnagels,310 disebut Preventions without punishment. a) Preventions without punishment telah diterapkan Polsek dan Polres setempat.Antara lain melalui pembinaan dan pendekatan terhadap masyarakat. b) Sedangkan terhadap perbuatan simpatisan Parpol yang telah menjurus ke arah tindak pidana, oleh POLRI setempat dilakukan prosedur sesuai dengan Crime Law Application (Practical Criminology). c) Mulai dari penangkapan, penahanan, penyelidikan, penyidikan serta penyusunan Berita Acara Pemeriksaan kepada para pelaku tindak pidana. d) Selanjutnya berkas dikirim ke Kejaksaan Negeri Jepara untuk dilengkapi dengan surat tuduhan guna pemeriksaan di tingkat Pengadilan Negeri setempat. Sulistyanta,Alternatif Model Pembinaan Terpidana yang Memberdayakan, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010 : 10 Mengenai aspek norma (sosial) terkait adanya kesepakatan mengenai aturan main (rule of the game) dalam kelompok. Kehidupan bersama hanya mungkin apabila anggota-anggotanya bersedia mematuhi dan mengikuti aturan main bersama yang telah ditentukan. Dimensi struktur, terkait dengan adanya kejelasan dan kesepakatan mengenai siapa yang mempunyai kendali terhadap pengambilan keputusan mengenai suatu hal dalam kelompok.
309
Hoefnagels G. Peter, The Other Side of Criminologi, Kluwer Deventer, Holland, 1973 : 56.
310
211
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
212
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Inskonsistensi Sikap Pimpinan Partai Hal ini terbukti dari setelah tercapainya kesepakatan dan diterimanya saran serta anjuran dari pihak POLRI, mereka tetap menyimpangi, antara lain:311 1. Tetap mengadakan pengajian dengan da’i dari luar kota Jepara. 2. Memanfaatkan sarana radio swasta setempat untuk menyampaikan ceramah dan pengajian yang memanaskan situasi. 3. Mengadakan pesta dangdut yang membakar emosi generasi muda, diikuti dengan mabuk-mabukan serta judi, dan perkelahian diantara mereka. 4. Lemahnya pengorganisasian tokoh-tokoh parpol terhadap massa pendukung partai yang nampak dari ketidakmampuan tokoh-tokoh parpol mengendalikan massanya pada saat konflik berlangsung. 5. Rendahnya massa pendukung parpol terhadap kepatuhan hukum, demokrasi dan fungsi parpol. Hal ini terjadi karena pengetahuan mereka tentang hakekat kehidupan berpolitik masih memprihatinkan. 6. Keterbatasan jumlah personil Polsek dan Polres Jepara dibanding jumlah akumulasi massa pendukung parpol yang pada saat kejadian bersenjata tajam. 7. Sarana dan prasarana pendukung tugas POLRI yang masih terbatas.
D. Dalam Proses Penyidikan Perkara Pidana Dapat Dicabut
Kalau kita melihat dalam proses, maka secara sistematis akan dimulai dari Polisi yang merupakan penjaga yang paling depan
Observasi, Desember 1999.
311
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dalam SPP dan merupakan “mesin”, formal. Sebagai penjaga Polisi berwenang untuk menafsirkan suatu perbuatan sebagai kejahatan atau bukan. Dari banyak studi Polisi dalam hal diskresi yang berkaitan dengan peradilan (judicial discretion) lebih besar yang dilakukan oleh polisi dari pada oleh hakim. Berdasarkan studi dari Chicago, dari 500 keadaan yang dimungkinkan untuk ditahan, Polisi hanya menahan 100, dari 100 kasus akhirnya yang diajukan ke Pengadilan tinggal 40. Jadi dalam hal ini bukan hanya sekedar sebagai pintu gerbang tetapi juga mempunyai kekuasaan yang sangat besar, salah satunya penahanan sebagai senjata ampuhnya.312 Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah “politik kriminal” dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas G. Peter Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup “Criminal Policy” Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “Penal” (Hukum Pidana) dan lewat jalur “Non penal”. Dalam pembagian GP. Hoefnagels di atas, upaya-upaya yang disebut menggunakan hukum untuk menyelesaikan perkara penyimpangan sosial yang biasa disebut kejahatan termasuk dalam politik kebijakan hukum. M. Faal mengatakan dan ditegaskan pula oleh KaPOLRI bahwa tidak jarang pula terjadi dalam suatu struktur masyarakat adat, POLRI terpaksa berpaling dari hukum yang tertulis yang diembannya karena pemaksaan hukum akan menimbulkan gejolak-gejolak dalam lingkungan masyarakat tersebut. Hal ini merupakan risiko dari tugas melindungi dan mengayomi masyarakat. Sedangkan Letkol Pol Maliki Badrus, bekas Kapolres Muba, Kayu Asin Musi di Sekayu Palembang yang saat itu menjabat di Direktorat Reserse Mabes POLRI bagian Perencanaan, menyatakan bahwa selama menjabat sering menangani kasus-kasus pidana dan penyelesaiannya I.S. Susanto, Lembaga dan Pranata Hukum Dalam SPP, Semarang, 1995 : 18-19.
312
213
214
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
secara kompromi, perdamaian, melalui hukum adat setempat. Tindakan ini diambil setelah selaku Penyidik melakukan tindakantindakan penyidikan dan diproses sebagaimana seharusnya. Apabila dipertimbangkan dengan seksama ternyata cara-cara tersebut di atas lebih efektif, lebih bermanfaat dan lebih adil. Ditinjau dari segi kepentingan masyarakat maka perkara pidana tersebut dapat diselesaikan mereka dengan cara perdamaian diketahui oleh Polisi. Langkah-langkah yang diambil oleh Polisi pertimbangannya ialah: 1) Penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding hukum positif yang berlaku. 2) Hukum setempat lebih dapat dirasakan oleh para pihak antara pelaku korban dan masyarakat. 3) Kebijaksanaan yang ditempuh lebih banyak yang bermanfaat daripada semata-mata menggunakan hukum positif yang ada. 4) Atas kehendak mereka sendiri. 5) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Lain hal dengan Mayor Pol. Drs. Primanto; walaupun tugas Reserse bersifat repressive, namun sebagai Polisi unsur preventive/ Bimmas selalu melekat pada tugas-tugas repressive tersebut. Letkol Pol. Drs. Hendro Soemardiko, yang menjabat Wakil Kepala Sub Direktorat Reserse Umum Mabes POLRI, tahun 1988, membenarkan bahwa tidak semua perkara yang masuk di Mabes POLRI dilanjutkan ke dalam proses peradilan atau dilimpahkan ke Kejaksaan. Perkara-perkara yang tidak dilanjutkan itu karena dicabut, tidak cukup bukti berdasar asas-asas hukum yang berlaku, demi keadilan, perlindungan atau karena demi Kamtibmas. Menurut teori hukum positif perkara-perkara yang bisa dicabut adalah
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
perkara-perkara aduan (klacht delict), tetapi kenyataan dalam praktek, umumnya perkara-perkara seperti penipuan, penggelapan serta perkara-perkara lainpun bisa diadakan pencabutan. Perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa yang terjadi oleh Polisi diteruskan kepada Kejaksaan, karena tugas-tugas Polisi dapat bersifat repressive yustisial maupun repressive non yustisial, dimana terakhir ini didasarkan atas asas kewajiban/ lichtmatigeid313. Dengan demikian sejak awal sudah ada penyaringan data, dan hal tersebut terjadi pada masing-masing instansi sesuai kewenangannya.314 Mengingat wewenang Kepolisian untuk melakukan aturan hukum tentang “diskresi” kepolisian, maka di dalam ketentuan pasal 5 ayat 1a, angka 4 dan pasal 7 ayat (1) huruf j Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) jo Pasal 16 huruf l dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa; Polisi berwenang karena kewajibannya mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Yang dimaksud “tindakan lain” adalah tindakan dari penyelidik/ penyidik dibidang tindak pidana dalam Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI untuk Suparmin, Lembaga Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Pendukung Antar Partai di Kabupaten Jepara (Studi Kasus di Desa Dongos, Kecamatan Kedung), Tesis Pembimbing Prof. Dr. I.S. Susanto, SH dan Prof. Dr. Barda Nawawi Arif, SH, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2001: 129 Menurut hukum positif perkara-perkara yang bisa dicabut adalah perkara-perkara aduan (klacht delict), tetapi dalam praktek, umunya perkara-perkara seperti penipuan, penggelapan serta perkara-perkara lainpun bisa diadakan pencabutan. Terlihat bulan Januari sampai dengan Desember 1987, giat Opdin L.P. yang masuk di Sub Dit Serse Um Mabes Polri, bahwa dari 201 perkara (LP) yang masuk ternyata tindak pidana adalah 91 dan 18 diantaranya dicabut. Karena dalam melaksanakan tugas, anggota POLRI wajib memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporandan/pengaduan masyarakat (asas kewajiban sejalan dengan Pasal 4 huruf (b) PPRI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota POLRI), dengan kata lain tidak boleh menolak laporan dari masyarakat.
313
M. Sanoesi, Kepala Kepolisian RI, Sambutan Pada Seminar Kriminologi V, di Semarang, 11 November 1986 : 9. Perkara-perkara yang tidak dilanjutkan itu karena dicabut, tidak cukup bukti berdasar asas-asas hukum yang berlaku, demi keadilan, perlindungan atau karena demi Kamtibmas.
314
215
216
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kepentingan penyelidikan/penyidikan, POLRI berwenang : 1). Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum. 2). Selaras dengan kewajiban hukum dilakukannya tindakan jabatan.
yang
mengharuskan
3). Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya. 4). Atas pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa. 5). Menghormati hak asasi manusia. Sedangkan berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Penjelasan Pasal 18 ayat (1) yang dimaksud dengan “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. Dalam hal penyelesaian perkara dengan cara perdamaian tetap diperbolehkan. Terlihat dalam tabel bulan Januari sampai dengan Desember 1987, giat Opdin LP. yang masuk di Sub Dit Serse Um Mabes POLRI, bahwa dari 201 perkara yang masuk (LP) yang ternyata tindak pidana adalah 91 perkara dan 18 diantaranya dicabut.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Sat Idik
L.p Lidik Sidik
Dilimpah kan ke Polda/ Polwil
Tak Cukup Bukti
Bukan Tindak Pidana
Dihentikan Ne Kejadian DiTersangka Bis in Mati Idem Biasa cabut
Jit Koor
18
-
3
8
5
1
-
-
-
1
Harda
98
-
68
12
-
10
-
-
1
7
V.C.
18
-
4
11
-
3
-
-
-
-
Khusus
67
18
16
8
3
10
-
-
-
10
Jumlah
201
18
91
39
8
24
-
-
1
18
Sumber data : Subdit Serse Um, Mabes POLRI Keterangan : • Jit Koor = Jiwa, tubuh dan kehormatan orang • Harda = Harta benda • V.C. = Vice Control • Khusus = Yang tidak termasuk jit koor, Harda dan V.C. seperti Kasus Narkotik, judi dan sebagainya.
Apabila kita cermati sejak tahun 1987 sebenarnya kepolisian dalam menagani perkara pidana, walaupun perkara-perkara yang ditangani tersebut merupakan tindak pidana biasa, tetapi kepolisian sudah menerapkan hukum pidana berperspektif hukum pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa “orang yang mengajukan pengaduan (perkara pidana), berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan”, dan contohcontoh penangan perkara tindak pidana oleh Kepolisian terdahulu telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari tindak pidana tersebut. Sedangkan kepolisian dalam menangani perkara tindak pidana yang dikedepankan utamanya berurientasi pada kepentingan korban. Bahwa ditegaskan pasal 82 ayat (1) KUHP menyatakan “kewenanagn menuntut pelanggaran yang diancam pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan sukarela dibayar maximum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah
217
218
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturanaturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan oleh itu”, hal tersebut suatu bukti sudah berjalannya alternatif penyelesaian perkara (crime clearance) pidana di luar pengadilan yang biasa disebut Alternative Dispute Resolution (ADR) di Indonensia. Menurut Jerome H. Skolnick selaku penegak hukum, polisi bisa mencerminkan dirinya sebagai bapak, sebagai teman, sebagai pengabdi, sebagai moralis sebagai jagoan, bahkan dapat bertindak sebagai penembak jitu. Dengan demikian sikap dan tindakannya akan menampilkan segi-segi positif terutama kemanfaatan bagi yang berhubungan langsung dengannya. Seolah-olah hati nurani Polisi disini dinilainya halus bagai sutera.Tetapi pada saat sikap dan tindakan Polisi itu seolah-olah dapat berubah menjadi keras, pada saat ia menghadapi ancaman yang sangat membahayakan jiwa, badan, harta, dan kehormatan diri, warga negara, orang lain atau masyarakat yang harus dilindungi atau dilayani. Polisi didalam melaksanakan tugasnya memiliki daya paksa, yang ada kaitannya dengan diskresi kepolisian, yaitu : a) Tidak menggunakan daya paksa, namun dengan sikap dan tindakan lemah lembut (pengayom, pembimbing, pelayan). b) Menggunakan daya paksa tanpa kekerasan (memanggil, memeriksa). c) Menggunakan daya paksa dengan kekerasan (memerintah dan menggunakan senjata). d) Dengan demikian Polisi berwenang untuk melakukan tindakan apa saja, sepanjang memenuhi ketentuan dalam “tindakan lain”315. M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991 : 114-115. Menurut M Faal, diskresi berasal dari bahasa Inggris Discretion yang menurut kamus umum yang disusun John M. Echols, dkk diartikan kebijaksanaan, keleluasaan. Menurut Alvina Treut Burrouw discretion adalah ability to choose wisely or to judge for oneself artinya “kemampuan untuk memilih secara bijaksana atau mempertimbangkan bagi diri sendiri.
315
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Untuk itu, dalam menangani perkara pidana polisi tidak diharuskan melanjutkan perkara tersebut sampai ke tingkat pengadilan, sepanjang tidak bertentangan dengan tindakan lain menurut hukum yang bertangung jawab.
E. Sejarah Tugas dan Peranan Strategi Kepolisian dalam Penyelesaian Konflik Antarpendukung Partai Politik Politik adalah “praktik atau pekerjaan menjalankan urusan politik” yaitu “melaksanakan atau mencari urusan dalam pemerintahan untuk mengikhtiarkan orang dicalonkan, dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jabatan resmi316. Ada beberapa macam definisi mengenai Pemilu, diantaranya menurut Nohlen, dimana pemilihan umum (Pemilu) adalah “satusatunya metode demokratik” untuk memilih wakil rakyat.Selanjutnya pemikiran R.William Liddle dinyatakan” dalam sistem pemerintahan demokrasi, pemilu sering dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat dan praktik pemerintahan oleh sejumlah elit politik317. Menurut pasal 1 UU Nomor 31 tahun 2002 tentang Parpol, Partai Politik, adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.318 Menurut catatan sejarah, kepolisian dan Sedangkan menurut Thomas J. Aaron, bahwa discretion is power authority conferred by law to action on the basic of judgment or conscience, and its use is more an idea of morals than law.Yang dapat diartikan sebagai suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinannya dan lebih menekankan pertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum. Toni, Efriza, Kemal : 186.
316
Toni Andrianus Pito, Efrisa, Kemal Fasyah, Mengenal Teori-Teori Politik Dari Sistem Politik Sampai Korupsi, Penerbit Nuansa, Bandung, 2006 :298.
317
Bambang Kesowo, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138 mengenai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, Jakarta, 2002: 4-29;
318
219
220
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
perpolisian di dunia sesungguhnya bergerak dari penganutan paham militerisme menuju paham sipilisme. Proses pergerakan itu dapat dicermati dari kecenderungan penggunaan kekuatan pisik atau “penggunaan kekerasan telanjang” (brute force) kepada caracara perpolisian yang “berkemanusiaan” (humane policing). Proses pergeseran yang demikian itu dapat diamati dari lahirnya kepolisian di Inggris pada tahun 1829, yang sering disebut-sebut sebagai model kepolisian modern. Sekalipun dalam bentuk yang agak kasar, dalam kelahiran The Metropolitan Police di Inggris itu pada waktu merancang uniform The Metropolitan Police, yaitu a uniform which was designed to make them look as much like civilians as possible.319 Penganutan paham militerisme polisi menghendaki agar polisi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus memiliki sikap-sikap militeristik atau yang bersifat militer. Pendiri Kepolisian Inggris Robert Pheel menegaskan bahwa sikap dan sifat disiplin militer tetap melekat dalam diri setiap anggota polisi, karena kepolisian merupakan sebuah organisasi sipil negara yang dipersenjatai. Selanjutnya paham sipilisme, lahir doktrin polisi The Soft Hand of Society atau paradigma komunikasi dengan tangan yang lembek = pelayan yang lembut dan ramah bagi masyarakat. Disini polisi dan rakyat bersifat sejajar yang disebut Community Policing, sehingga memiliki hubungan yang bersifat“horisontal” berorientasi“kemitraan dan problem solving.Tugas yang diberikan kepada polisi disini adalah untuk mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat. Contoh dari tugas yang demikian itu antara lain : membantu menyelesaikan perselisihan antara warga masyarakat membina keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan jiwa, raga, harta benda dsb yang biasa disebut Police Hazard (PH) dan faktor-faktor Pandangan tersebut sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo dari buku : “Robert Pheel, The Story of Our Police: Presereving Law and Order-From Earliest Times to The Making of the Modern Police Force” (Kf. Satjipto Rahardjo, Ibid., 2002, halaman 57).
319
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
korelatif kriminogin (FKK). Dengan demikian, sesungguhnya fungsi dan peran POLRI yang dimainkan tidak hanya bersifat represif setelah adanya ancaman faktual (AF). Dalam kenyataannya, secara persentase pekerjaan polisi yang bersifat represif itu lebih kecil jika dibandingkan dengan pekerjaan yang bersifat preventif, dan bahkan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pekerjaan yang bersifat pre-emtif, telah sejalan dengan Baley (1998). Bahwa Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI ; Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) POLRI mengutamakan tindakan pencegahan. Peran strategis POLRI sebagai pedoman untuk bertindak di lapangan, dalam penanggulangan konflik politik, antara lain:320 1) Melaksanakan kegiatan intelijen, yang meliputi : penyelidikan, pengamanan, penggalangan dengan langkah-langkah deteksi, identifikasi, dan penelitian guna memperoleh gambaran tentang pelaku baik perorangan maupun kelompok yang akan mengganggu atau menggagalkan pelaksanaan Pemilu. 2) Melaksanakan kegiatan pencegahan dan penangkalan, meliputi: penjagaan, pengawalan, patroli di lokasi yang menjadi tempat kegiatan dalam rangka pelaksanaan Pemilu, serta upaya memberdayakan peran serta masyarakat secara aktif dalam membantu pelaksanaan pengamanan guna mencegah perbuatan yang akan mengganggu suasana penyelenggaraan Pemilu. 3) Melaksanakan kegiatan penegakan hukum berupa penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, yang meliputi: pemanggilan, penangkapan, penahanan, penyitaan, interview/ interograsi, konfrontasi, pemeriksaan, dan pengambilan identitas Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah, Ibid., 1999, halaman 8-9. Pedoman yang sama dapat dilihat dalam Kebijakan Kapolda Jawa Tengah tentang Petunjuk Pelaksanaan Pola Pengamanan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Wilayah Polda Jawa Tengah, No. Pol.: JUKLAK/01/I/2005, halaman 8-13.
320
221
222
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
terhadap pelaku kejahatan serta pelanggaran tindak pidana yang dapat mengganggu pelaksanaan Pemilu, serta penyitaan barang bukti dan penyerahan berkas berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). 4) Melaksanakan kegiatan penindakan dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab berupa: tindakan razia, pengejaran, penggeledahan, serta tindakan lain sesuai prosedur hukum terhadap para pelaku kerusuhan massal, teror bom, dan tindakan kekerasan lainnya termasuk perbuatan anarkhis yang mengganggu pelaksanaan Pemilu dalam rangka pemeliharaan dan pemulihan keamanan. 5) Melaksanakan kegiatan pembentukan opini, yang menguntungkan kegiatan operasi dengan menggunakan media cetak dan elektronika dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses penyelenggaraan Pemilu, sehingga dapat berlangsung dengan aman, tertib, dan demokratis. 6) Melaksanakan pengamanan internal terhadap personel, materiil, bahan keterangan dan kegiatan operasi serta melakukan penertiban dan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh petugas pelaksana operasi. 7) Menggelar jaringan komunikasi dan elektronika untuk mendukung operasional sehingga pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pemetaan Daerah Pemilihan Jawa Tengah tahun 2004, dan Kekuatan Personil POLRI; Secara keseluruhan wilayah Provinsi Jawa Tengah yang berpenduduk sebanyak 32.114.351 jiwa pada penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2004 dipetakan menjadi 10 Daerah Pemilihan untuk memilih 76 kursi anggota DPR-RI dan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
100 kursi anggota DPRD Provinsi.321 Selain pemetaan daerah Pemilu untuk memilih anggota DPR-RI utusan dari Provinsi Jawa Tengah dan anggota DPRD Provinsi. Utusan dari semua Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah, juga dimaksudkan untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota se Jawa Tengah. Dari 36 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dipetakan menjadi 176 daerah pemilihan dengan total kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota yang dipilih sebanyak 1.500 buah. Dibandingkan jumlah penduduk Jawa Tengah sebanyak 32.114.351 jiwa sedangkan jumlah anggota POLRI di wilayah Polda Jawa Tengah kurang lebih berjumlah 32.000 orang. Perbandingan/ Rasio anggota POLRI dengan jumlah penduduk tersebut selain di bawah standar ideal Kepolisian Internasional, juga dirasakan kurang proporsional, karena tidak semua anggota POLRI melakukan tugas operasional dan berhubungan dengan pelayanan masyarakat.322 Oleh karena pergeseran perpolisian menjadi penting untuk dilakukan. Hal ini untuk menjadi relevan seiring dengan rasio jumlah anggota POLRI dibandingkan dengan jumlah penduduk yang dilayani di Indonesia rata-rata adalah 1 : 1000 – 1200 orang, padahal yang ideal menurut PBB adalah 1 : 400 orang penduduk.323
Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 640 Tahun 2003 tentang Penetapan Daerah Pemilihan dan Tata Cara perhitungan Jumlah Kursi Anggota DPR untuk Setiap Provinsi Seluruh lndonesia dalam Pemilu Tahun 2004. Secara lebih spesifik pemetaan daerah pemilihan untuk Provinsi Jawa Tengah dituangkan pula dalam Kepu-tusan KPU Nomor 653 Tahun 2003 tentang Penetapan Daerah Pemilihan, Jumlah Penduduk dan Jumlah Kursi Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu Tahun 2004 di Provinsi Jawa Tengah.
321
Polda Jawa Tengah, Rencana Strategis Polda Jawa Tengah Tahun 2005 – 2009, Semarang, 2004.
322
I Ketut Martha, Transformasi Pecalang Dan Pergeseran Perpolisian di Indonesia, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2007 : 1-12, sejalan dengan perubahan paradigma POLRI dari paradigma kekuasaan menjadi paradigma akal budi, maka budaya kekerasan dan brutalitas POLRI harus ditekan sekecil mungkin. Mengingat bahwa merubah budaya kekerasan itu membutuhkan waktu panjang, maka upaya sungguh-sungguh yang sistematis dan berkelanjutan perlu diupayakan, antara lain melalui pendidikan, keteladanan, dan budaya komunikasi.
323
223
224
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
F. Praktek Penyelesaian Masing-masing Perkara Oleh Kepolisian Berbeda-beda dalam prakteknya, penyelesaian masing-masing perkara berbeda-beda, tetapi yang jelas petugas lebih bijak mempertahankan tujuan hukum daripada ketentuan-ketentuan formal. Karena hal tersebut merupakan pilihan, yang mana dipandang paling bermanfaat dan efektif untuk mencapai tujuan hukum.324 Bahkan tugas hukum dituntut tidak hanya semata-mata tentang kepastian hukum, tetapi manfaat efisiensi dan tujuan hukum untuk keadilan dan kemanfaatan harus dipikirkan.325 Praktek Kepolisian yang demikian ini sebenarnya bukan saja dilakukan oleh POLRI saja, tetapi oleh kenyataan praktek-praktek penegakan hukum oleh Kepolisian di negara lain diantaranya Amerika Serikat. Dari hasil penelitian di Chicago AS tahun 1990, terdapat sekitar dua puluh satu jenis perkara pidana yang tidak diproses sampai ke pengadilan walaupun semua perkara itu merupakan tindak pidana yang tidak dapat dicabut. Kedua puluh satu jenis tindak pidana yang tidak ditegakkan itu diantaranya contoh sebagai berikut : 1) Perkara pidana percobaan pembunuhan, oleh tersangka umur 19 tahun menembak seorang perempuan yang sedang berdiri di dekat pintu rumahnya, tetapi tidak mengenai sasaran. Polisi menangkapnya dan seorang tetangga dijadikan saksi. Polisi akhirnya melepaskan tersangka tersebut karena si calon korban (perempuan) itu menghendaki untuk tidak memprosesnya. Biasanya Polisi Chicago tidak memproses suatu perkara bila para pihak menghendaki demikian. Suparmin, Lembaga Kepolisian & Penyelesaian Konflik Pendukung Partai, Wahid Hasyim Universiy Press, Semarang, 2007: 143-144 Pertama, penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding hukum positif yang berlaku, kedua hukum setempat lebih dapat dirasakan oleh pihak antara pelaku, korban, dan masyarakat, ketiga kebijakan yang ditempuh lebih banyak yang bermanfaat daripada semata-mata menggunakan hukum positif, keempat atas kehendak mereka sendiri, kelima tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
324
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986 : 106.
325
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
2) Seorang petugas Polisi pernah melepaskan perampok bersenjata karena si korban minta untuk dilepaskan. 3) Seorang petugas yang menangkap pencuri di toko, Polisi kemudian melepaskan karena pemilik toko minta dengan sangat pencuri itu dilepaskan saja. 4) Seorang petugas Polisi biasanya mendenda seorang remaja pembuat keributan atau melakukan pencurian ringan tetapi Polisi biasa melepaskannya bila si pemilik barang merelakannya. 5) Seorang Polisi yang mendapatkan remaja minum-minum alkohol di kafe, biasanya Polisi pun tidak menghendaki kalau ia ditahan walaupun perbuatan itu suatu tindak pidana. 6) Merokok di tangga berjalan atau di lift adalah tindak pidana. Tetapi Polisi yang bertugas tidak pernah menegakkan ketentuan hukum itu. 7) Pelanggan-pelanggan pelacuran adalah suatu kejahatan begitu pula wanita yang mondar-mandir dengan maksud melacurkan diri juga dilarang. 8) Naik sepeda di trotoar (untuk pejalan kaki) adalah merupakan suatu tindak pidana dan pelanggaran hukum lalu lintas, Polisi jarang menegakkan hukum itu kecuali kalau ada hal-hal yang khusus. 9) Minum-minum alkohol ditaman adalah merupakan suatu tindak pidana, tetapi Polisi tidak menindak bagi mereka yang minumminum di taman dengan keluarga yang sedang berpiknik. Asal tidak mengganggu atau membuat gaduh di tempat itu. 10) Berjudi itu dilarang menurut ketentuan hukum. Tetapi petugas baru bertindak bila ada pengaduan, sedang petugas yang lain tidak mau melakukannya. 11) Tidak ada seorangpun ditindak oleh Polisi tanpa ada yang
225
226
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
mengadu, kecuali suatu kasus yang jarang terjadi dan luar biasa akibatnya atau besar pengaruhnya pada masyarakat. 12) Beberapa petugas mengatakan bahwa mereka tidak pernah menindak usaha (percobaan) penyuapan, karena mereka percaya bahwa penindak (penghukuman) itu sesuatu yang sangat tidak mungkin/mustahil, karena kalau dilakukan, hukum itu berkesan sesuatu yang keras. Sebenarnya tindakan Polisi yang demikianlah, praktis dikehendaki oleh masyarakat. 13) Contoh-contoh tidak selalu menindak larangan parkir adalah yang umum. 14) Hampir semua pengendara mobil/motor mengetahui bahwa Polisi sering berlaku sopan terhadap mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan lalu lintas (sering memaafkan). 15) Polisi Chicago tidak menindak pelanggar-pelanggar penyeberangan jalan, asal tidak menimbulkan kecelakaan. Larangan ketentuan ini seolah-olah hanya ada di dalam Peraturan (Kitab Undang-Undang). 16) Meludah di trotoar adalah suatu larangan, didenda dari 1 sampai dengan 5 dollar AS. Tetapi banyak petugas tidak menegakkan ketentuan hukum itu. 17) Petugas yang mendapatkan dua sejoli yang bersetubuh di taman, tidak menindak, walaupun ada larangan zina di tempat itu. 18) Sembilan dari sepuluh Polisi yang ditanya menolak untuk menindak mereka yang menggunakan obat terlarang di tempat umum, walaupun pemilikan benda itu dalam jumlah yang kecil pun adalah suatu kejahatan (crime). 19) Banyak petugas yang banyak menahan diri terhadap ketentuanketentuan larangan jam malam. Ada petugas-petugas yang menegakkan secara keras, ada yang agak lunak dan ada pula yang sangat bebas (liberal).
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
20) Penjualan barang-barang yang tidak ada labelnya adalah pelanggaran (crime), tetapi petugas sering tidak menindak bila jumlahnya tidak besar. 21) Pencuri yang ternyata adalah seorang informan untuk penjualanpenjualan narkotika akan dilepas oleh Polisi, walaupun tidak ada Undang-Undang narkotika yang mengatur demikian.326 Contoh di atas adalah perbuatan-perbuatan pidana yang menurut hasil penelitian sering dikesampingkan oleh Polisi Chicago. Mungkin perkara-perkara itu dianggap ringan, masyarakat atau pihak-pihak tidak langsung dirugikan atau karena banyak perkara yang lebih berat untuk diprioritaskan penanganannya. Gambaran tersebut di atas juga dapat menggambarkan bagaimana pelaksanaan penegakan hukum di Amerika pada umumnya, yaitu antara janji hukum yang tertulis dengan kenyataan hukum di lapangan. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu tujuan akhir dan atau tujuan utama dari politik kriminal ialah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”,327 agar terhindar dari kejahatan. Faktor-faktor kondusif penyebab kejahatan yang lebih luas dan terperinci (khususnya dalam masalah “Urban Crime “) antara lain : •
Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan) ketiadaan/kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta sistem latihan yang cocok/serasi.
•
Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai
M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991 : 83-85.
326
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 196 : 2-13.
327
227
228
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial. •
Mengendornya ikatan sosial dan kekeluargaan.
•
Penyalahgunaan wewenang juga diperluas karena faktor-faktor yang disebut di atas.
•
Meluasnya aktivitas kejahatan teorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian.
Di dalam kelembagaan nampak bahwa belum semua ramburambu yang telah ditentukan, dipatuhi dalam praktek, baik oleh lembaga yang resmi maupun Lembaga Sosial Masyarakat. Bahwa kepatuhan pada hukum dalam arti mendambakan keadilan dan menolak ketidakadilan, di masyarakat kita tetap ada dan semakin meningkat, nampak dari usaha-usaha anggota masyarakat untuk mencari keadilan, mulai dari mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat, lembaga-lembaga bantuan hukum sampai ke Hansip, dengan konsekuensi yang menguntungkan atau merugikan, yang seringkali nampak dalam persoalan perdata.328) Dari ketidakpatuhan dapat dikatakan bahwa ada peraturan perundangan (hukum negara yang tertulis) yang tidak mengandung kepatuhan karena tidak memberikan keadilan baik dalam pengaturannya maupun dalam penerapannya. Maka bukan tidak mungkin bahwa dengan adanya hukum semacam itu, masyarakat kemudian menganggap ada hukum yang tidak mencerminkan kepatuhan kepada keadilan, berperan sebagai hukum, yang harus dikucilkan dari masyarakat, karena tidak mencerminkan kepatuhan terhadap keadilan. Secara Yuridis murni peraturan semacam itu disebut melanggar hak asasi, sedangkan secara sosiologis, peraturan Padmo Wahyono, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, CV. Rajawali, Jakarta, 1983 : 13-15.
328
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tersebut hanya menguntungkan suatu golongan dan merugikan329 masyarakat. Apabila sistem yang berlaku di Inggris hanya dikenal satu lingkungan peradilan (Unity of Jurisdiction) yang memeriksa pula sengketa membeda-bedakan hukum yang berlaku bagi Pemerintah, dan hukum yang berlaku bagi rakyat sesamanya. Sistem Inggris inilah yang menjadi ciri khusus bagi semua negara yang menerapkan atau dipengaruhi oleh Hukum Anglo Saxon, yaitu negara-negara bekas jajahan Inggris, yang prinsip utamanya adalah tetap sama, yaitu Unity of Jurisdiction. Kontrol terhadap sah tidaknya tindakan pemerintah oleh badan-badan peradilan di dalam sistem hukum Anglo Saxon disebut “judicial review” yang semata-mata mendasarkan pada penilaian bagi/ aspek legalitas dari suatu tindakan Pemerintah.330) Untuk dapat menyelesaikan sengketa, apabila ada benturan kepentingan, perselisihan, lembaga Kepolisian dapat menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum dan berwibawa, sehingga dapat memberikan pengayoman dan perlindungan, pelayanan kepada masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Mardjono Reksodiputro, Perkembangan Hukum Pidana Materiil dan Formil Dalam Undang-Undang di luar KUHP (Catatan Sementara Tentang Pengaruhnya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum Pidana Nasional), diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional: Perkembangan Hukum Pidana dalam Undang-Undang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana, diselenggarakan oleh “Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan “Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, 210: 5 beberapa hal tentang menentukan perilaku tertentu menjadi tindak pidana, yaitu perilaku yang dilarang; dan ancaman pidananya. Dengan tujuan melarang perilaku yang merugikan tersebut adalah untuk mencegah timbulnya “kerugian” atau “injury” pada masyarakat. Kerugian dapat terjadi pada keamanan (jiwa, badan, harta-benda), moral/kesusilaan, (kehormatan), kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
329
Paulus Effendi Lotulung, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993 : 13-14.
330
229
230
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
G. Keteladanan Polisi untuk Mempelopori Budaya Malu dan Berani Mencela Penyimpangan (Agent Of Shame Culture) Kecenderungan yang saat ini perpolisian di Indonesia yang berhasil adalah gabungan antara perpolisian reaktif (reactive police) dengan perpolisian yang didasarkan kepada kedekatan dengan masyarakat (community policing). Menurut penelitian yang menjadi harapan tertinggi masyarakat terhadap perpolisian kita adalah polisi dapat memberikan pelayanan dan pengayoman untuk mencapai ketertiban dan ketenteraman serta memberikan jaminan terhadap tegaknya kebenaran dan keadilan. Fungsi kepolisian dalam masyarakat modern telah jelas diformulasikan dalam dua kata yang dalam istilah lebih populer sebagai To Serve dan To Protect masyarakat untuk menciptakan rasa tenteram dan aman. Maka fokus pekerjaan kepolisian lebih pada fungsi keamanan bagi masyarakat. Pendekatan yuridis empiris, historis dan komperatif juga dipandang perlu untuk pendalaman. Di samping sebagai pelengkap pendekatanYuridis normatif, Pendekatan Yuridis empiris diperlukan untuk mengetahui gambaran penerapan pidana penjara yang didasarkan pada kebijakan legislatif selama ini. Pendekatan historis juga diperlukan, karena kebijakan legislatif yang dituangkan dalam perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari proses perundang-undangan itu sendiri.331 Penelitian John Braithwaite332 membuktikan, masyarakat yang tinggi angka kejahatan adalah masyarakat yang warganya kurang efektif mencela kejahatan. Agar proses pelembagaan shaming berjalan sinergis, dibutuhkan kiat polisi protagonis. Yaitu Polisi Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang, 1994 : 67.
331
John Braithwaite, Reintegrative shaming, Republicanis and Policy, 1995.
332
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
yang memiliki karakter bersahabat, yang dapat menempatkan diri sebagai meminjam istilah JH Skolnick - seorang moralis, bapak, teman, pengabdi dan tokoh yang dikagumi dan dihormati333. Dalam pengertian itu POLRI idealnya tidak hanya peduli pada persoalan kemampuan profesionalisme teknis semata, tetapi juga menitikberatkan pada rancang bangun komunikasi yang alamiah dengan masyarakat. Hanya dengan modal yang demikian itu Polisi dapat mengajak masyarakat peduli dan peka terhadap setiap bentuk perilaku menyimpang atau kejahatan yang terjadi dalam lingkungannya. Bahkan diupayakan semaksimal mungkin masyarakat membuat institusi kontrol untuk mengawasi warganya. “Untuk menyembuhkan sekalian penyakit dan penyimpang itu, semua komponen bangsa harus bersama-sama membenahi diri. Tidak adil jika keberantakan dan kekacauan ini yang terjadi di Negara kita ini hanya ditimpakan hanya kepada aparat penegak hukum saja, khususnya Kepolisian. Sebab sampai derajad tertentu, kejahatan dan mutu penegakan hukum ditentukan oleh budaya hukum kita juga. Terbukti warga masyarakat lebih suka membakar pelaku kejahatan ketimbang menempuh prosedur hukum. Semua menyumbangkan kekacauan di segala bidang. Sadar atau tidak, “kaum elit” ataupun masyarakat sedang “mempraktekkan kekacauan” itu. Singkatnya kekacauan yang terjadi sedikit banyak terkait dengan kadar budaya malu yang kita miliki. Shame culture merupakan kesadaran moral kolektif tentang pentingnya pencelaan terhadap setiap perbuatan yang menyimpang yang mendatangkan rasa malu, seperti kejahatan. Sebagai garda depan penegak hukum Kepolisian memiliki peluang untuk mempelopori perkembangan budaya malu (agent of shame culture) dalam masyarakat334, untuk keteladanan itu, pejabat polisi Justice Without Trial : Low Enforcement In Democratic Society, 1996.
333
S. Brodjo Sudjono, “Kataklisme”, Budaya Malu dan Peran Polisi. Harian Suara Merdeka. Semarang, 8 Nopember 2000 : 6.
334
231
232
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
harus berani untuk melakukan pencelaan terhadap perilaku kaum elit dan masyarakat yang menyimpang dari norma hukum. Prof. Sullipan, pakar Kepolisian Amerika Serikat menyatakan; Polisi haruslah memiliki well motivated, well educated, well trained, well equipped dan well paid (motivasi, pendidikan, pengalaman lapangan, sarana dan kesejahteraan yang baik). Diantara kelima persyaratan itu yang paling memprihatinkan untuk kondisi Polisi kita adalah kesejahteraan (paid/celery) sebagai tolok ukurnya seperti yang dilaporkan oleh Asia Week (April 1994), bahwa gaji Polisi Indonesia itu terkecil di ASEAN. Indonesia menggaji Polisi yang baru diangkat sebanyak 65 US$, sementara Malaysia 165 US$,Thailand 147 dollar US$ dan Singapura 513 US$. Dengan kondisi kesejahteraan yang masih minim itu, menjadi pangkal terhambatnya profesi Polisi menuju profesionalisme atau jadi penyebab timbulnya “kejahatan profesi”, maka kiranya Pemerintah perlu arif mempertimbangkan, untuk menaikkan gaji Polisi, apalagi untuk “kelompok seprofesinya” seperti Jaksa dan Hakim sudah lebih dulu diperhatikan kesejahteraannya, di samping tugas Polisi jauh lebih berbahaya dibandingkan profesi hukum lainnya.335 Secara jujur layak diakui Polisi juga manusia, kebanyakan orang bekerja pertama-tama untuk mencari dan mencukupi nafkah bagi dirinya sendiri atau juga bagi keluarga yang ditanggungnya. Tujuan seperti itu memang bukan tujuan paling luhur, namun toh dapat dikatakan sebagai tujuan paling dekat atau paling mendesak.336 Kaidah hukum tertuang dalam naskah undang-undang memuat yang satu lebih dari yang lain ruang gerak tertentu. Tiap sengketa hukum dilandasi di samping sengketa kepentingan, juga sengketa Abdul Wahid, Anang Sulistyono, Etika Profesi Hukum dan Nuansa Tantangan Profesi Hukum di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1997 : 135.
335
Purwa Hadi Wardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Bandung, 1990 : 95.
336
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
nilai, pertimbangan yang sama sekali bebas nilai tidak ada, atau hampir tidak ada dalam hukum Heide, menyatakan bahwa sengketa masyarakat tidak apriori merupakan sengketa yuridis, meskipun sengketa itu dapat dikualifikasikan secara yuridis. Penyelesaian suatu konflik pada taraf pertama harus dicari dengan jalan lain.337 Polisi Indonesia sebenarnya memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mengajak masyarakat berperan serta dalam penanggulangan kejahatan dengan menggunakan shaming. Kelengkapan untuk keperluan bekerja sama dengan masyarakat dapat termediasi lewat nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, musyawarah dan lain-lain. Upaya menggunakan shaming untuk mengontrol kejahatan, hanya membutuhkan dorongan dan komitment bersama antara POLRI dan masyarakat. Menurut Inspektur Jendral Polisi Drs. Kadaryanto, Kapolda Jateng dengan makalahnya dalam seminar amuk massa tanggal 11 Oktober 2000, mengemukakan tanpa pegangan dan jaminan hukum yang kokoh, POLRI akan senantiasa ragu-ragu dalam melaksanakan tindakan, apabila penanggulangan diserahkan ke POLRI dalam kondisi negara kacau balau, penugasan ini hanya akan menyebabkan POLRI menjadi sasaran kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat, yang mana seharusnya amuk massa menjadi tanggung jawab bersama.338 Padahal keberantakan, kekacauan sangat ditentukan oleh Kultur/budaya hukum kita juga yang sekarang ini sedang sakit. Karena sadar atau tidak sadar, kaum elit politik dan masyarakat sedang mempraktekkan kekacauan itu, masih adanya anggota DPR/ DPRD I/II dan kelompok masyarakat, hanya mementingkan pribadi atau kelompoknya saja, tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
W. Van Gerven alih Bahasa Hartini Trenggono. Kebijaksanaan Hakim judul asli Het Beleid Can De Rechter, Erlangga, Jakarta, 1990 : 98.
337
Media Informasi dan Komunikasi, MTD, Edisi 221 : 4.
338
233
234
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bangsanya, bahkan rela mengorbankan norma-norma hukum yang beradab, menuduh orang lain/lembaga lain tidak berdasarkan fakta mencerca, mencela elit politik yang lain. Sehingga melanggar koridorkoridor hukum dan bahkan etika moral, dengan membentuk opini melalui mass media cetak, elektronik, radio dan lain-lain. Untuk mempertahankan kepentingannya, kata Ali Sadikin Elit Politik harus disadarkan bahwa tugas mereka bukan saling bertengkar, saling ancam dan saling memfitnah, menurutnya kalau Elite Politik selalu bertikai, maka persolan bangsa tidak akan selesai, ia mengaku malu dan muak melihat sepak terjang beberapa Elite Politik.339 Menurut Arbi Sanit, DPR sekarang menjadi sumber konflik, terbukti sejak kabinet Persatuan Nasional terbentuk hingga sekarang, DPR tak henti-hentinya mengkritik, yang tragis kritik itu tidak masuk akal dan tidak sehat.340 Inspektur Jendral Polisi Drs. Kadaryanto, Kapolda Jateng menyesalkan, sekarang ini masih banyak sekelompok masyarakat yang ingin menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekuatan massa. Yang sangat disesalkan justru peristiwa terjadi pada saat masyarakat dan Polisi selaku penegak hukum menghendaki supremasi hukum bisa berjalan sempurna, seperti pengrusakan Kantor Pengadilan Negeri Magelang pada tanggal 15 Nopember 2000 oleh ratusan tukang ojek Temanggung yang meminta terpidana mati Musheri dan Abdul Gowi, dieksekusi didepan mereka pada saat itu juga.341 Masyarakat lebih suka melakukan kekerasan dengan mengambil jalan pintas, melakukan pembakaran terhadap pelaku kejahatan daripada melalui jalur hukum, melakukan perusakan Wawasan, Muak Saksikan Perilaku Elite Politik, Semarang, 16 Nopember 2000 : 1
339
Arbi Sanit, DPR Sumber Konflik, Suara Merdeka, Semarang, 27 Nopember 2000 :
340
Suara Merdeka, Polda Mengusut Perusakan Pengadilan Negeri Magelang, Semarang, Tanggal 18 Nopember 2000 : 1.
341
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
fasilitas perkantoran milik pemerintah atau Polsek, pembakaran Balai Desa bahkan juga rumah penduduk. Kehidupan politik harus mencerminkan adanya hak dan kewajiban yang sama bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan suku, ras, agama dan golongan. Semua itu merupakan bagian dari proses pendidikan politik, untuk memperoleh partisipasi politik yang maksimal dari seluruh rakyat melalui saluran-saluran institusi politik yang mumpuni. Nilai kesetaraan harus menjadi obsesi bagi seluruh elit politik dan pragmatisme politik yang cenderung berkembang, harus dapat diatasi melalui partisipasi masyarakat melakukan kontrol sosial yang efektif dengan menggunakan saluran-saluran yang ada dan benar (konstitusional). Dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang akan datang, yang pasti penuh dengan kompleksitas, kecanggihan serta tanggung jawab yang makin meningkat, memang Kepolisian harus mengusahakan peningkatan dalam profesionalisme, tetapi juga tidak hanya itu saja. Untuk menghadapi millenium tiga yang akan datang yang kiranya diperlukan kiat Polisi yang lain dari masa orde baru. Polisi yang melindungi, mengayomi masyarakat, Polisi mandiri yang juga cendekiawan, yang mampu secara kreatif mencari, menjajagi cara-cara baru, dalam menjadi Polisi bagi masyarakatnya yang akan datang, yang mengalami begitu banyak perubahan dalam segala aspeknya.342 Dibidang ilmu pengetahuan teknologi dan informasi perubahan begitu cepat. Sadar atau tidak, perubahan dramatis terjadi di sektor kebudayaan masyarakat, masyarakat dalam konteks budaya populer berada dalam sebuah kesadaran palsu.343 Untuk Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah, Polisi Pelaku dan Pemikir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993 : 183184.
342
Rudolfus Tallan, Saatnya Hukum Bertamsya ke Alam Posmodern sampai ke Posmarxis, diucapkan dalam Seminar Nasional Prospek Hukum Progresif” pada hari Senin, tanggal 20 Juli 2009 : Untuk menyempurnakan bangunan teori hukum, untuk itu, bahwa realitas yang tidak bisa di kesampingkan saat ini adalah transisi peradaban. Bolehlah jika kita menetapkan bahwa substansi tidak akan berubah, umpamanya jiwa, roh, alam
343
235
236
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dapat merebut kepercayaan masyarakat dan dapat meningkatkan pelayanan masyarakat serta untuk mewujudkan rasa aman dan tentram terhadap masyarakat, POLRI harus siap melaksanakan agendanya tentang profesionalisme dan profesionalisasi, yang sangat penting bagi Kepolisian kita. Kalau kita tidak ingin tertinggal oleh perkembangan masyarakat kita sendiri atau negara-negara lain, sedangkan sekarang dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semakin maju, dunia semakin kecil dan waktu justru semakin kurang. Apabila kita mengikuti perkembangan Kepolisian saat ini, hampir setiap wilayah kecamatan diseluruh wilayah Indonesia didirikan Sektor Kepolisian, perlu diketahui bahwa Sektor Kepolisian adalah merupakan ujung tombak/garis depan dalam pelaksanaan tugastugas Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana dan Pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat.344) Kepolisian sektor Kedung Polres Jepara bersama dengan Pemerintahan Kecamatan Kedung, konsentrasi tindakan di daerahnya berdasarkan jiwa gotong royong, termasuk koordinasi dengan dinas-dinas teknis lainnya seperti Koramil, berupaya untuk tercapainya harapan ketertiban dan ketentraman masyarakat, terutama Kepolisian Sektor Kedung menjembatani perdamaian, dengan cara mengadakan bersilaturahmi untuk semua unsur partai yang ada di wilayah Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Penjelasan Pasal 10 UU Nomor 13 tahun 1961 UndangUndang Pokok Kepolisian345, yang telah beberapa kali diubah bawah sadar. Sementara, aksiden: tubuh, kulit, alam sadar. Aksiden memang selalu berubah, sementara substansi sifatnya tetap. Tetapi perubahan aksiden acapkali mempengaruhi eksistensi substansi. Perubahan aksiden menjadi refleksi substansi. Djoko Prakoso, POLRI Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1987 : 12.
344
Kumpulan Undang-Undang. Sinar Grafika Ofset, Jakarta, 1997 : 90 sesuai dengan penjelasan pasal 13 undangundang Kepolisian, menyatakan “rumusan tugas pokok kepolisian bukan merupakan urutan perioritas, ketiga-tiganga penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok (memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, atau melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat) mana yang akan dikedepankan bergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga
345
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1997 dan terkahir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya POLRI senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan megindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengutamakan tindakan pencegahan. Implementasinya untuk di wilayah Polres Jepara, konsentrasi tindakan di daerah berdasarkan jiwa gotong royong, maka kepala Kepolisian Sektor Kedung Polres Jepara bersama Kepala Kecamatan Kedung dan Komandan Rayon Militer Kedung telah mengadakan koordinasi dengari dinas-dinas teknis di daerahnya termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh partai politik, tokoh pemuda untuk bersama-sama mengusahakan terciptanya kerukunan, keamanan dan ketertiban masyarakat selaras dengan tujuan pembangunan nasional menuju masyarakat adil makmur dan berkepribadian luhur serta bermartabat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Disamping itu, dalam pelaksaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
237
238
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB 6 TEORI MODEL POLISI PENDAMAI BERPERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) Pada pelaksanaan polisi sebagai pendamai telah sesui dengan Visi dan misi POLRI. Bahwa “polisi yang profesional dan akuntabel” dalam pelayanan masyarakat, pencegahan kejahatan, penegakan hukum, dan penciptaan rasa aman serta bebas dari rasa takut. Sehingga dapat dicintai dan dipercaya oleh masyarakat . Karena dari itu POLRI harus selalu proaktif melaksanakan pencegahan kejahatan dan pelanggaran dengan mengefektifkan community policing guna peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (crime prevention). Bahwa reorientasi sistem keadilan dalam (Strategy Restorative Justice) untuk pemulihan keadilan dapat meningkatkan trust, kerena POLRI dapat sebagai fasilitator bukan hanya “penghukum” (penegak hukum) yang menjurus represif saja. Sebagai “pendamai” POLRI dalam penegakan hukum dan ketidaktertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan. Bahwa polisi sebagai pihak ketiga dapat menghasilkan win-win solution346. Da’i Bachtiar, Lampiran Keputusan KaPOLRI No. Pol. : Skep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005, hal 10-13 telah sejalan dengan Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI “dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia”; dan “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan”.
346
240
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Untuk itu perlu payung hukum dan dibangun teori model polisi pendamai dari perspektif alternative dispute resolution (ADR). Bahwa teori dalam kamus Purwodarminto, 1990: 1253), teori artinya: 1) pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa, kejadian, dsb, 2) asas-asas dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan, 3) pendapat tentang cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu347. Model dalam kamus bahasa Indonesia, berarti “contoh, pola, acuan, ragam (macam dsb)”. Secara istilah, Soemarno (2003) dalam Mudzakkir Ali (Ringkasan Disertasi 2011) model didefinisikan suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu obyek atau situasi aktual. Moffatt, et. al (2001), model adalah sistem dinamis yang berkembang untuk menguji perilaku dunia nyata dan mempresentasikan suatu kebijakan untuk mengobah pola tersebut diamati melalui sistem empiris. Sinarmata (1983), mendefenisikan model sebagai abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau sifat dari kehidupan sebenarnya. Berdasarkan pengertian istilah tersebut, maka model melukiskan hubunganhubungan langsung dan tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam terminologi sebab akibat. Oleh karena itu suatu model adalah abstraksi dari realita yang diwakilinya, sehingga model tersebut lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realita yang sedang dikaji.348 347
Mudzakkir Ali, Ringkasan Disertasi Promotor. H. Abddurahman Mas’ud, MA., Ph.D. dan Prof. Dr. H. Machasin, M.A; Model Pendidikan Berbasis Life Skills Di MAAlHikmah 2 Brebes SMK Roudlotul Mubtadiin Jepara dan SMA Semesta Semarang, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,Yogyakarta, 2011: 9 Sedangkan Amin Abdullah (2006: 41) menyimpulkan bahwa teori adalah: 1) hipotesis yang sudah mapan, atau satu set hipotesis-hipotesis mengenai fakta-fakta, atau aturan umum tentang alam, atau sekumpulan ide-ide yang disusun secara sistematis; 2) teori sebagai sebuah sistem pengungkapan dimana hubungan-hubungan internal dibuat menjadi eksplisit/terungkap secara nyata. Dengan demikian, teori merupakan sekumpulan ide, atau interprestasi yang sudah mapan dan tersusun secara sistematis dengan mengungkap hubungan-hubungan internal fenomena suatu fakta secara nyata.
348
Mudzakkir Ali 2011 Op Cit halaman: 9-11 Indikator Model didasarkan pada karakteristik model yang baik sebagai ukuran pencapaian tujuan permodelan yaitu: (a) tingkat generalisasi yang tinggi; (b) mekanisme transparansi; dan (c) potensial untuk dikembangkan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bahkan, dalam situasi dan kondisi tertentu kewenangan polisi dapat bertindak di luar ketentuan peraturan yang ditentukan oleh undang-undang,namun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat menurut pertimbangan dan penilaiannya sendiri. Itu berarti kepolisian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan diskresi menurut ukuran-ukuran moral tertentu. MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
Bertolak dari tesis dasar sebagaimana diuraikan di atas, berikut dibangun sebuah kerangka grand strategi problem solving oleh keterpaduan peranSTRATEGI POLRI pada TEORI kerangka pemikiran Polisi GRAND MODELmodel 349 Pendamai Berperspektif Alternative Dispute Resolution (ADR, yaitu:
(Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
POLISISI PENDAMAI BERPERSPEKTIF GRAND STRATEGI TEORI MODEL ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION POLISISI PENDAMAI BERPERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
(ADR)
Penyelesaian Perkara Pidana Berperspektif ADR (Alternative Dispute Resolution) Oleh Polri
KONFLIK PENJAGA KEAMANAN & TIBMAS
KEPENTINGAN SOSIAL
POLITIK
PELINDUNG, PENGAYOM, PELAYAN DISKRESI KEPOLISIAN
DISKRESI KEPOLISIAN
PENEGAKAN HUKUM DISKRESI KEPOLISIAN
Penegakan Keadilan Masyarakat (Community Restorative Justice ) yang demokratis, menjunjung tinggi keadilan, kebenaran dan HAM 349 Suparmin, Disertasi, Op Cit, 2008: 28
Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan peran dan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan
241
242
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan peran dan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,perlindungan,pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kepolisian dalam melaksanakan penegakan hukum bertugas memelihara ketertiban umum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dan wewenangnya yang berkaitan dengan proses dibidang tindak pidana harus berdasarkan kewajiban bukan karena kekuasaan, antara lain : 1. Bahwa mengingat Mediasi Pidana (Penal Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa/ Masalah Beraspek Pidana di luar Pengadilan, walaupun pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktik sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan dengan cara perdamaian yang biasa disebut ADR. 2. Bahwa mengingat Alternative Dispute Resolution; melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum. ADR dapat melalui mekanisme musyawarah/ perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di dalam masyarakat (rembug parpol, rembug desa, musyawarah adat dsb). 3. Bahwa mengingat ADR atau Alternative Dispute Resolution dalam dokumen penunjang Konggres PBB ke-9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan Pidana (yaitu dokumen A/CONF 169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam peradilan pidana,
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
diselesaikan diluar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum dengan mekanisme musyawarah perdamaian. 4. Bahwa mengingat Pasal 33 Lampiran I Bab VI PBB ayat (1) Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,pertamatama harus mencari penyelesaian dengan cara perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau persetujuan setempat atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri. 5. Bahwa mengingat keterkaitan Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan KAPOLRI (PERKAP) nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ”Setiap anggota POLRI wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung atau tidak langsung tentang hubungan anggota POLRI dengan HAM dan termasuk hak sosial ekonomi dan hak sosial budaya”. “Setiap anggota POLRI wajib memahami, menghargai, dan menghormati HAM yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia, instrumen-instrumen internasional baik yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia”. 6. Bahwa mengingat Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP jo Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang- undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI dalam rangka menyelenggarakan tugas dan wewenang dibidang proses tindak pidana (penyelidikan dan penyidikan) berwenang “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Yang
243
244
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dimaksud tindakan lain adalah: 1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; 2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan; tersebut dilakukan; 3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; 5) Menghormati hak asasi manusia.
Atas dasar pertimbangan tersebut hukum pidana dalam kodifikasi akan memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak dasar manusia, dalam hukum pidana
7. Bahwa mengingat PERMA nomor 1 tahun 2008 juga telah memungkinkan mediasi dilakukan dalam tahapan pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) bahwa ; “Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan”. 8. Bahwa mengingat Pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara tahun 1970 nomor: 74 ditegaskan “Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang.
Penjelasan: Pasal ini mengandung arti bahwa disamping peradilan Negara tidak diperkenankan lagi adanya peradilanperadilan Negara yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara. Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
9. Bahwa mengingat Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 8 yang telah beberapa kali diubah yang terakhir dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang undang; dinyatakan dalam penjelasan: “Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase”. 10. Bahwa mengingat Perpolisian masyarakat (community policing) sebagai strategi baru yang ditetapkan POLRI merupakan salah satu cara efektif untuk membangun kerja sama/kemitraan polisi dengan masyarakat dan sekaligus menjamin adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia. 11. Bahwa mengingat Strategi Restorative Community Justice (Penegakan Keadilan Masyarakat) yang menekankan aspek keadilan sebagai motivasi memecahkan masalah kejahatan, pencapaian keamanan dan ketertiban masyarakat sekaligus menunjang kehidupan demokrasi. Dapat meningkatkan trust karena menunjukkan bahwa POLRI bertindak sebagai fasilitator bukan hanya “penghukum” yang menjurus represif. POLRI mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan dan konflik kepentingan, tetapi POLRI juga berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win-win solution. 12. Bahwa mengingat keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
245
246
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditandai terbinanya ketenteraman yang mengandung keadilan dan dapat mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. 13. Bahwa mengingat konflik sosial politik, hakikatnya terjadi disebabkan oleh benturan kepentingan yang disebabkan oleh keserakahan manusia untuk meraih kekuasaan untuk dapat membuat keputusan publik tanpa melalui proses demokrasi. Konflik juga merupakan manifestasi harga diri sebuah bangsa, sulit disalahkan dan sama sulitnya untuk dibenarkan. 14. Bahwa mengingat demokratisasi di Indonesia dimaksudkan dengan mengutamakan pemberdayaan warga negara atau masyarakat di masa depan, adalah bagaimana kelompok-kelompok strategis, kaum cendekiawan, termasuk mahasiswa mampu menjadi pionir pemberdayaan civil society ataukah bahkan sebaliknya350. 15. Bahwa mengingat hak asasi manusia (HAM) ialah hak yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat termasuk terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat, selama hal itu disampaikan secara bertanggung jawab,untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian, yang secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Right, 12 Oktober 1948 dan konvensi internasional lainnya. 16. Bahwa mengingat keadilan adalah hak setiap orang Muhamad AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Pengantar Frans Magnis Suseno, PT. Pustaka LP3ES, ISBN 979-8391-65-2, Jakarta: 1996 : 7-8.
350
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
atas pengakuan yang sama sebagai seorang manusia di muka hukum di manapun ia berada, selalu berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dan pengakuan pemberian penghargaan dengan prinsip mendahulukan bagi yang tidak beruntung. 17. Bahwa mengingat Peran Lembaga Kepolisian adalah merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, untuk terciptanya ketenteraman dan kedamaian. 18. Bahwa konflik kepentingan hakikatnya karena benturan kepentingan yang disebabkan oleh keserakahan manusia guna memperoleh dukungan untuk meraih kekuasaan tanpa melalui proses demokrasi. 19. Bahwa Diskresi Kepolisian Pasal 16 ayat (1) huruf l mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI, untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.Yang dimaksud dengan ”bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. 20. Bahwa mengingat Pasal 40 Piagam Madinah secara tandas ditetapkan bahwa tetangga itu dianggap seperti diri sendiri, tidak boleh dimudarati dan diperlakukan secara jahat. Ketentuan ini menjadikan para pendukung konstitusi akan hidup dalam kerukunan dan perdamaian. Hidup berdampingan secara damai yang akarnya ada pada keluarga-keluarga atau
247
248
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
rumah tangga akan menjadikan masyarakat atau warga negara merasakan ketenteraman, kedamaian, dan keamanan hidupnya. Pada tingkat yang lebih luas, dalam pergaulan antar negara, tiap-tiap negara diharuskan hidup berdampingan secara damai (peacepul coexistence). 21. Bahwa Qur’an Surat ke 49, Juz 26, Al Hujurat (KamarKamar) ayat (9) Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kapada perintah Allah; Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. 22. Bahwa kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri. Roescoe Pound (artikel tahun 1903), gayanya menekankan masalah-masalah praktis bukannya sekedar perkembangan teori murni seperti dalam sosiologi hukum. Gayanya adalah pragmatisme dengan 2 (dua) fokus dalam pendekatannya, yaitu: (1) Memfokuskan kembali hukum dari menganalisa doktrin-doktrin hukum (aturan dan praktek) ke analisa pengaruh-pengaruh sosialnya. Yaitu pendekatan ini menekankan bagaimana hukum mempengaruhi kehidupan sehari-hari (Pound 1907). Menurutnya untuk tujuan ini, metode, praktek dan temuan-temuan ilmu sosial harus digunakan. (2) Berhubungan dengan aplikasi hukum. Dia mengajarkan bahwa kita harus menjauhkan dari aplikasi hukum yang sifatnya mekanis.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kita harus tetap jelas, tentang sekedar mengaplikasikan hukum dalam semua kasus (rasionalitas formal). Gagasan bahwa pembuatan - keputusan harus mengikuti isi hukum dan deduksi mekanisme tentang keputusan sebelumnya dalam hukum (stare decisis), haruslah aturan hukum tetap menjadi ”panduan hukum” for hakim. Untuk itu, POLRI haruslah diberi suatu tingkat diskresi (vide Pasal 18 ayat (1) yo Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI “Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”. Berkaitan “dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dibidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab’. Dalam kasus individual atau kelembagaan untuk menentukan keadilan, biasanya dengan kewenagan diskresi kepolisian. Aturan ini juga menyangkut tentang moralitas individual atau tingkah laku korporat standarnya haruslah ”aplikasi yang adil”. Maka logika formal harus menjadi standar ”instrumen” yang digunakan untuk mencapai suatu keputusan yang adil351. Menurut Miriam Budihardjo, kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Kekuasaan sebagai inti dari politik, beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dukungan rakyat dan mempertahankan kekuasaan untuk pengambilan keputusan, seperti dalam bagan: Dragan Milovanonic, Terjemahan, A Primer In The Sociology of Law Second Edition, Norheastern Illinois University, Harrow and Heston Publishers New York, 1968; 11-12.
351
249
250
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik) ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bagan 1
Bagan 1 Model penyelesaian konflik politik
MODEL PENYELESAIAN KONFLIK POLITIK
PERAN PERAN KEPOLISIAN KEPOLISIAN
KONFLIK KONFLIK
MASYARAKAT MASYARAKAT
SUMBER SUMBER KONFLIK KONFLIK
PARTAI PARTAI POLITIK POLITIK (KEKUASAAN) (KEKUASAAN)
Konflik akan berkembang melalui suatu Konflik politikpolitik akan berkembang melalui suatu proses interaksi yang makin interaksi meningkat eskalasinya dan pada setiap tingkatan kondisi, proses yang makin meningkat eskalasinya secara Polri kondisi, diberikan secara klasifikasiberturutsebagai dan berturut-turut pada setiap oleh tingkatan situasi rawan, gawat, krisis, dan bahaya. Ciri-ciri kondisi/situasi turutaman, oleh POLRI diberikan klasifikasi sebagai situasi kamtibmas dalam negeri antara lain : aman, rawan, gawat, krisis, dan bahaya. Ciri-ciri
1. kondisi/situasi Pada Tingkat Situasi Aman,dalam maka keadaannya adalahlain : : Kamtibmas negeri antara
1.a. Pada Tingkat Aman, maka keadaannya Peran kepolisian Situasi bersifat lebih mengedepankan pencegahan adalah : politik. konflik kepolisian bersifat lebih mengedepankan b. a. Peran Sifat interaksi dalam masyarakat masih bersifat asosiatif. pencegahan konflik politik. c. Ancaman konflik terhadap negara dan pemerintahan b. Sifat masyarakat masih bersifat secarainteraksi laten tetap dalam ada, namun belum menampakkan diri. asosiatif. d. Ancaman terhadap rasa aman masih kurang sekali, tetapi c. Ancaman konflik terhadap negara dan keamanan terhadap ketertiban umum mulai terasa, yang pemerintahan secara laten tetap ada, namun belum menampakkan diri. d. Ancaman terhadap rasa aman masih kurang sekali, tetapi keamanan terhadap ketertiban
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
disebabkan oleh terjadinya bentuk-bentuk gangguan berupa: 1) Penyimpangan tertib sosial politik merupakan sumber konflik. 2) Kekerasan atau ancaman kekerasan, meskipun tidak menunjukkan adanya peningkatan terhadap eskalasinya untuk terjadinya konflik. 2. Pada Tingkat Situasi Rawan a. Peran kepolisian bersifat lebih mengutamakan pencegahan dan penanggulangan konflik politik. b. Sifat interaksi dalam masyarakat sudah bersifat desosiatif c. Ketegangan sosial politik terjadi. d. Bentuk gangguan meningkat (non pidana): 1) Konflik meningkat dan mulai adanya penggunaan kekerasan 2) Penyimpangan tertib politik meningkat baik kualitatif/ kuantitatif. e. Intensitas konflik terasa pengaruhnya. f.
Ketertiban jauh berkurang dan rasa kurang aman mulai terasa.
g. Ancaman terhadap keamanan negara dan pemerintahan masih bersifat laten dan diperkirakan mulai memanfaatkan keadaan yang kurang stabil. 3. Pada Tingkat Situasi Gawat ciri-ciri eskalasi situasi/ kondisinya adalah sebagai berikut. a. Peran kepolisian bersifat lebih intensif dalam mencari sumber konflik.
251
252
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. Ketegangan sosial politik telah berkembang menjadi konflik politik. c. Ancaman terhadap keamanan negara dan pemerintahan sudah mulai terasa. d. Konflik sosial politik sudah berkembang yang ditandai terjadinya saling menyerang. e. Ancaman terhadap keamanan negara dan pemerintahan sudah semakin tampak dan secara nyata. 4. Pada Tingkat Situasi Bahaya : a. Ancaman terhadap keamanan negara dan pemerintahan telah terjadi diberbagai aspek kehidupan. b. Gejala konflik kekerasan bersenjata mulai terlihat secara nyata. c. Telah terbentuk kekuatan yang besar untuk mengambil alih kekuasaan pemerintah. Instabilitas masyarakat dalam situasi konflik politik didorong oleh upaya mencapai tujuan, namun dengan mempergunakan caracara di luar tatanan hukum positif, nilai-nilai demokrasi, etika, dan moral keagamaan. Maka dari itu, akhirnya terjadi tindakan yang menghalalkan segala cara, untuk mencapai tujuan politik dengan memanipulasi data dan pembenturan kepentingan. Timbulnya kepentingan-kepentingan baru, dan timbul multi partai dalam Pemilu 1999, dikhawatirkan akan mengurangi kesempatan partai untuk meraih perolehan suara dalam Pemilu.Terhadap konflik yang terjadi, antarpartai politik yang bersaing disebabkan satu sama lain saling berusaha untuk bergerak/interaksi di dalam satu bidang interaksi, yang sama-sama warga NU. Konflik antar partai akan menimbulkan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
rasa loyalitas dan memperdalamnya kesetiaan terhadap partainya masing-masing. Untuk mempertahankan diri, dapat menimbulkan rasa setia kawan dan kesediaan untuk berkorban bagi kepentingan partainya. Keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum, harus selalu ada di dalam tim sukses organisasi partai politik yang umumnya mengobral janji, pemberian harapan (waktu kampanye politiknya) terhadap setiap masyarakat untuk mendukungnya, harus dipandang sebagai kejahatan publik (kejahatan terhadap masyarakat) yang perlu diberi sanksi hukum pidana dan administrasi, apabila setelah mencapai tujuan politiknya, terbukti membohongi massa pendukung waktu kampanye. Adapun contoh model, antara lain:
253
254
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik) MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
A. Model A. Model Perdamaian PerdamaianMabes MabesPOLRI POLRI
Formulir “B”
Sesuai SERI POLMAS : 737-3 Skep : 433/7/2006 Tgl 1 Juli 2006
SURAT KESEPAKATAN BERSAMA Pada hari ini …………. bulan ……….. tahun ……….. kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ………….………….…………. Alamat : ………….………….…………. Dalam hal ini disebut sebagai PIHAK KESATU; Nama : ………….………….…………. Alamat : ………….………….…………. Dalam hal ini disebut sebagai PIHAK KEDUA. Kedua belah pihak atas kehendak bersama tanpa tekanan siapapun beritikad baik dan mengadakan kesepakatan bersama sebagai berikut : (Diuraikan kesepakatan seperti : a. Permintaan maaf dari salah satu pihak atau saling memaafkan dari kedua belah pihak, b. Kesanggupan untuk ganti rugi dari salah satu pihak jika ada, c. Janji tidak mengulangi perbuatannya, d. Tidak saling menuntut, ..) Demikian Surat Kesepakatan bersama ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak di hadapan para saksi dan petugas Polmas yang turut serta menandatangani kesepakatan ini. PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
…………………….. Saksi-saksi : 1. …………………. 2.......................
…………………….. Mengetahui Petugas POLMAS
( Nama ) (Pangkat/NRP)
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
B. Model “Perdamaian“ Konflik Politik Antarpendukung Partai Model Ke-I (Pertama) Berkaitan dengan “Model Polisi Pendamai Berperspektif Alternative Dispute Resolution (ADR)”, perlu dikemukakan bahwa adanya contoh penyelesaian suatu konflik pendukung antar partai politik, yang mengakibatkan korban 4 orang meninggal dunia diantaranya Nurhasim cucu seorang K.H. Tokoh PPP, Asrori bin Kasim, Ma’ruf bin Taslim dan Mohammad Handayani dari PKB, meninggal ditempat kejadian, 12 luka-luka, 3 rumah dibakar, 2 rumah dirusak, 14 mobil dan delapan kendaraan roda dua dibakar walaupun merupakan tindak pidana yang puncaknya terjadi pada tanggal 30 April 1999 di desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. Sebagai ujung tombak Polsek Kedung mengambil langkahlangkah bersama-sama Camat Kedung H. Soelaiman Effendi, SH dan Muspika menggelar acara “Silaturahmi Pemerintah Parpol Tokoh Masyarakat” di Pendapa Kecamatan Kedung, tanggal 29 Oktober 1999. Hadir pimpinan sepuluh parpol, termasuk anggota FPP DPRD II Jepara H Fatkur Rosyidi, Ormas NU dan Muhammadiyah, tokoh masyarakat, para kepala desa (kades), Bupati Drs. Soeroso diwakili pembantu Bupati Wilayah Jepara Siswanto Ssos dan Wakapolres Mayor Pol Risona HS mewakili Kapolres Jepara Letkol Pol Monang Manullang. Puncak “upacara perdamaian” itu ditandai pengisian air putih ke dalam kendi oleh Kapolsek Kedung Lettu Pol Suparmin, SH. Dengan prosesi itu, warga bertekad menjunjung tinggi tanah air Indonesia yang dilambangkan dengan kendi dan air. Sedangkan proses pada tahap pemeriksaan di PN Jepara berhenti pada tahap putusan sela, dan proses persidangan selanjutnya tidak dilanjutkan. (hal; 228-229)
255
256
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Ke-II (Dua) Pertemuan kedua kelompok massa pendukung parpol tersebut terjadi tepat di Simpang Tiga Secang pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2003sekitar pukul 12.30 WIB. kelompok massa simpatisan berpapasan, terjadi kekacauan dan keributan yang tak terbendung lagi, karena salah seorang pengendara sepeda motor dari simpatisan PPP mencoba masuk dan srempetan dengan kelompok simpatisan PKB. Kekacauan dan keributan berlanjut menjadi perkelahian, dan bentrokan massa (pendukung PPP dan pendukung PKB) yang mengakibatkan jatuh korban luka-luka sebanyak 15 orang dari simpatisan PPP Kabupaten temanggung. Dan Akibat saling melempar tersebut, sebanyak 3 orang dari kelompok simpatisan PKB mengalami luka-luka. Langkah-langkah Polres Magelang, dalam penanganan selanjutnya; mempertemukan kedua kelompok masa PPP dan PKB. Dari hasil pertemuan kedua pihak pendukung partai PPP dan PKB di Polsek Secang disepakati, yaitu: 1. Kedua belah pihak bersepakat untuk damai; 2. Kerugian materiil dan pengobatan bagi korban ditanggung oleh kelompok masing-masing; dan 3. Senjata tajam berupa clurit, ruyung, dan kayu diamankan di Mapolsek Secang. Berdasarkan “kesepakatan perdamaian” dari kedua belah pihak, maka pihak Polres Magelang akhirnya “menghentikan pemrosesan secara hukum”. Model III (Ketiga) Dari hasil penelitian di Chicago AS tahun 1990, terdapat sekitar dua puluh jenis perkara pidana yang tidak diproses selanjutnya walaupun semua perkara itu merupakan tindak pidana yang tidak dapat dicabut, tetapi oleh Kepolisian tidak dilanjutkan (hal 257-258).
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Ke-IV (Keempat) Tidak semua perkara di Jepang oleh polisi diserahkan atau diteruskan ke jaksa untuk dituntut asalkan perkara itu, merupakan: 1. Tindak pidana yang ringan; 2. Tersangka menunjukkan penyesalan yang sungguh-sungguh; 3. Ganti rugi telah dilakukan oleh tersangka. Jaksa berwenang untuk menunda penuntutan walaupun barang bukti telah cukup (hal: 106). Model Ke-V Alternative Dispute Resulotion (ADR), bahwa seseorang tersangka yang sudah dilakukan tindakan upaya paksa oleh penegak hukum (penahanan) tetapi dapat diselesaikan dengan cara damai, menurut instrumen internasional mengenai sanksi verbal (non custodial “The Tokyo Rules”, Resolusi PBB 45/110, 14-12-1990) tindakan noncustodial pada tahap peradilan dan pemidanaan (trial and sentencng stage) dapat berupa teguran judicial yang tidak akan mempunyai konsekuensi hukum apapun (vide pasal 50A KUHP Yugoslavia 1951 (hal; 107, 311). Model Ke-VI Pasal 3 ayat (1) Undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara tahun 1970 nomor: 74 ditegaskan “Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang. Penjelasan: Pasal ini mengandung arti bahwa disamping peradilan Negara tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan Negara yang dilakukan oleh bukan badan peradilan Negara. Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan (hal. 107, 166).
257
258
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Ke-VII Al Qur’an ; Juz 26, Surat ke 49 : Al Hujuraat (Bilik-Bilik) ayat 9 : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Model Ke-VIII •
Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan ke dua Pasal 30 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara; sedangkan Pasal 30 ayat (4 Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mangayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
•
Untuk melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia pemerintah negara Indonesia (periksa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah berusaha melalui aparat pemerintahnya antara lain Polri. Pasal 2 Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Ke-IX Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004; (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah. Model Ke-X Tap MPR-RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Model Ke-XI Pasal 7 ayat (1) huruf (j) KUHAP Yo Pasal 16 ayat 2 UU Nomor 2 Th 2002 tentang Kepolisian; “mengadakan tindakan lain” menurut hukum yang bertangung jawab dengan syarat : a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. selaras dengan tindakan hukum yang mengharuskannya dilakukan tindakan jabatan; c. tindakan itu harus patut dan masuk akal serta termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. atas pertimbangan yang layak berdasarkan tindakan memaksa; e. menghormati hak asasi manusia
259
260
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Ke-XII UU Nomor 39 Th 1999 tentang HAM Pasal 76 Komnas HAM bertujuan; untuk mencapai tujuannya, melaksanakan fungsi, pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia. Model Ke-XIII UU Nomor 27 Th 2004 tentang UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa Tujuan pembentukan Komisi adalah: Pasal 3 huruf b mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian. Model Ke-XIV Bahwa mengingat Pasal 40 Piagam Madinah secara tandas ditetapkan bahwa tetangga itu dianggap seperti diri sendiri, tidak boleh dimudarati dan diperlakukan secara jahat. Ketentuan ini menjadikan para pendukung konstitusi akan hidup dalam kerukunan dan perdamaian. Hidup berdampingan secara damai yang akarnya ada pada keluargakeluarga atau rumah tangga akan menjadikan masyarakat atau warga negara merasakan ketenteraman, kedamaian, dan keamanan hidupnya. Model ke-XV Bahwa Diskresi Kepolisian Pasal 16 ayat (1) huruf l mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI, untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Yang dimaksud dengan ”bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Ke-XVI Untuk itu, Model ini POLRI telah diberikan oleh Undang-undang suatu tingkat kewenangan diskresi (vide Pasal 18 ayat (1) yo Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI “Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”; dan berkaitan “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dibidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab” dalam penanganan kasus individual atau kelembagaan untuk menentukan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
C. Revitalisasi Konseptual Kepentingan oleh POLRI
Pencegahan
Konflik
Untuk memberdayakan tugas menjaga keamanan dalam negeri dan memelihara ketertiban masyarakat dari gangguan yang akan ditimbulkan oleh konflik kekerasan, maka dalam “konseptual pencegahan konflik” minimal ada 11 (sebelas) hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Tumbuhkan kehidupan pranata sosial berorientasi musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, dan bentuk “lembaga anti konflik”, dengan mengaktifkan rembug warga, rembug desa, silaturahmi dan rembug parpol dengan mengindahkan norma agama dan norma kesusilaan. 2. Konflik tidak muncul secara tiba-tiba, kenali sedini mungkin dan telusuri akar masalah yang menjadi sumber-sumber laten konflik dari faktor-faktor korelatif kriminogin dan potensi
261
262
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
penyimpangan sosial yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat. 3. Sampaikan informasi secara benar dengan hati-hati adanya perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan dalam kelompok masyarakat yang berpotensi memicu konflik kekerasan, karena hanya pijat tombol informasi dapat meloncat keluar melewati perbatasan. 4. POLRI sebagai mengemban 4 fungsi (1) law enforcement agency, (2) maintainance order official, (3) peace keeping official, dan (4) public servant, wajib ciptakan lingkungan yang jujur dan obyektif. 5. Hilangkan timbulnya niat dan konflik dengan mengaktifkan kehadiran POLRI di tengah-tengah masyarakat untuk mengembangkan strategi perpolisian masyarakat (community policing) dan sosialisasikan terhadap masyarakat tentang keberadaan parpol berkehendak memperjuangkan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. 6. Jangan membeda-bedakan dalam pelayanan dan penegakan hukum (diskriminasi), dan tingkatkan koordinasi dengan para elit parpol mengenai kegiatan yang dilakukan oleh pendukung parpolnya secara berkelanjutan. 7. Perlunya, membangun kepercayaan masyarakat (trust building) agar POLRI dapat dicintai masyarakat sebagai penegak keadilan masyarakat (community restorative justice). 8. Kembangkan strategi perpolisian masyarakat (community policing) berwawasan kemitraan dan kesetaraan dengan masyarakat untuk bersama-sama menyelesaikan masalah (problem solving). 9. Tanamkan budaya kerja sama (corporate culture) dan membentuk
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
lembaga anti konflik, dengan duduk satu meja dalam membahas setiap permasalahan tentang perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan. 10. Mengaktifkan pencegahan terhadap provokator dari luar/pihak ke 3 (tiga) masuk kewilayah kerja yang berpotensi munculkan konflik, dan mencegah setiap cacian, hinaan baik oleh dan atau terhadap perorangan/kelompok atau antarpendukung partai politik yang dapat memanaskan situasi. 11. Sampaikan informasi dua arah secara benar dan hati-hati dari masyarakat untuk masyarakat, tetapi secara rutin berdasarkan fakta dan kebenaran (bila menyangkut kekerasan) jangan fulgar, pendekatan keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak bersifat memicu konflik kekerasan, dan berwawasan perdamaian untuk mendinginkan situasi keamanan. Sudah waktunya, sebagai anggota POLRI berbicara tentang pendekatan (approach) kritis dan hermeneutic dalam hukum pidana untuk melengkapi pendekatan juridis doktriner atau juridis normatif. Pendekatan hermeneutic dalam studi hukum sangat penting karena digambarkan sebagai perkembangan dan studi teori tentang interpretasi dan sistem pemahaman tentang teks perundangundangan ‘beyond written documents’ atas dasar pengalaman (hermeneutic berasal dari kata ‘hermes’ yaitu dewa Yunani yang menjalankan tugas sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan dan menginterpretasikan kabar kepada umat manusia sebagai penerima, baik berita baik maupun buruk). Berita yang benar tapi penyampaian informasinya secara fulgar dapat menimbulkan konflik kekerasan dan dapat mengakibatkan korban yang tidak diinginkan oleh semua pihak. Contoh pewayangan dalam budaya Jawa, cerita wayang kulit “gugurnya Kalabendana”, utusan dari Prabu Anom Gatutkaca dari Negara Pringgodani,
263
264
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
konon ceritanya suatu hari Prabu Gatutkaca kedatangan Dewi Siti Sundari isteri dari Raden Abimanyu (sepupu Prabu Gatutkaca, yang melaporkan bahwa suaminya yang bernama R. Abimanyu sudah lama tidak pulang, entah pergi ke mana, kemudian Prabu Anom Gatutkaca, memerintahkan pamannya yang bernama R. Kalabendana untuk mencari R. Abimanyu ke negara Wirata, disana Kalabendana ketemu dengan R. Abimanyu yang sedang bercengkerama dengan Dewi Untari (isteri mudanya). Pendek cerita Kalabendana secara jujur di depan Dewi Untari dan R. Abimanyu menyampaikan berita, bahwa dia ke Wirata diutus oleh R. Gatutkaca, yang dilapori oleh Dewi Siti Sundari (isteri Abimanyu yang pertama) untuk mencari R. Abimanyu bahwa Dewi Siti Sundari sangat rindu.Tentu saja seketika itu juga Dewi Untari (isteri muda) R. Abimanyu yang mendengar penuturan R. Kalabendana marah kepada R. Abimanyu (suaminya) dan begitu pula R. Abimanyu juga marah kepada R. Kalabendana. Setelah menyampaikan berita Kalabendana kembali ke Negara Pringgodani, setelah sampai di depan R. Gatutkaca dan Dewi Siti Sundari, R. Kalabendana menyampaikan laporan apa adanya, yang ia lihat dan ia temukan mengenai keadaan R. Abimanyu dengan isteri mudanya yang bernama Dewi Untari. Al hasil yang mendengar, Dewi Siti sundari marah dan lari dari Pringgandani, dan Prabu Gatutkaca sangat marah kepada utusannya (R. Kalabendana), sampai akhirnya pamannya yang juga sebagai utusannya yang bernama R. Kalabendana terbunuh, oleh kemarahan Gatutkaca. Ilustrasi ini sebagai gambaran bahwa tidak semua yang benar tapi fulgar itu dapat membawa dampak keamanan dan ketenteraman yang kondusif, namun informasi harus dilakukan secara hati-hati dan melihat situasi dalam kondisi yang tepat dan efektif dengan pendekatan keamanan dan ketertiban umum. Filosofi mengatakan ”menghindari keburukan lebih utama dari pada mencari kebaikan”.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Konseptual polisi ke depan harus membangun citra polisi agar dapat dipercaya dan dicintai masyarakat, khususnya citra strive for excellent polisi sesuai harapan dan cita-cita (Grand Strategi POLRI 2005-2025) untuk berubah menuju profesionalisme dan kemandirian yang tangguh dan bermoral. Polisi perlu secara berkelanjutan dan terus menerus memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan di bidang penegakan hukum, polisi wajib menghindari pungutan liar (suap) dengan dalih apapun, dan segala bentuk biaya administrasi dibidang pelayanan harus dengan tanda terima berupa resi/kuitansi agar masyarakat tidak dapat ikut merusak sistem yang sedang dibenahi oleh institusi POLRI. Hal senada tentang pungutan liar (suap) telah ditegaskan oleh Kapolri pada Pasal 6 Keputusan Kapolri No. Pol : KEP/7/ Tahun 2006 ; Untuk mewujudkan kultur POLRI yang sesuai dengan tuntutan masyarakat demokratis yang mampu melaksanakan tugas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dengan senantiasa menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, melalui pembenahan sistem pendidikan POLRI, menanamkan rasa ikhlas dan peduli kepada lingkungan serta pola hidup hemat dalam perilaku sehari-hari, bersih dari KKN komitmen dan keteladanan setiap unsur pimpinan pada setiap strata jabatan POLRI, menghilangkan kebiasaan membebani bawahan serta tidak memberikan penugasan di luar tugas pokok. Untuk kesejahteraan, menyederhanakan kepangkatan POLRI disertai penggajian yang memadai, menerapkan reward and punishment secara obyektif dan adil, menanamkan disiplin pribadi, serta mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata, Catur Prasetya serta etika kepolisian dalam perilaku kehidupan sehari-hari352. Program Prioritas Revitalisasi POLRI untuk memenuhi harapan masyarakat tidak hanya terhadap standar pelayanan yang Sutanto, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Mabes POLRI, Lampiran Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/20/IX/2005 Tanggal 7 September 2005, Jakarta 2005 : 25.
352
265
266
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
harus ditingkatkan, tetapi juga terhadap nilai-nilai yang menyertai profesionalisme dan transparansi itu sendiri, antara lain : a. Integritas (integrate): orientasi pada komitmen, menjunjung tinggi nilai-nilai moral tertentu; b. Akuntabilitas (accountable) : berorientasi pada sistem yang dapat ditelusuri jalurnya secara logis dan dapat diaudit mulai dari tingkat individu sampai Institusi POLRI; c. Transparansi : orientasi pada keterbukaan, kepercayaan, menghargai keragaman dan perbedaan serta tidak diskriminatif; d. Kualifikasi (qualified) mempunyai dasar pengetahuan dan pengakuan; e. Berbasis teknologi dan pengetahuan (technology and knowledge based) : semaksimal mungkin dalam menggunakan pengetahuan dan teknologi pada semua tingkat anggota POLRI sesuai dengan tuntutan tugasnya; f.
Memecahkan masalah (problem solver) : fokus pada memecahkan masalah, mengambil keputusan yang sistematis, memperkecil permainan politik uang.
Dengan demikian kuatnya nilai-nilai tersebut di atas, maka baik dari sisi POLRI maupun sisi masyarakat akan menghindari terjadinya pungli dan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta terhadap peluang kepentingan yang kuat dari pribadi-pribadi yang rakus, yang berakibat sering memicu konflik353. Bahkan dalam Eko Wahyudi K, Ajun Komisaris Besar Polisi, Surat Telegram Kapolrestabes Semarang, Nomor :ST/224/ VII/2011 tanggal 11 Juli 2011 dalam rangka melaksanakan Surat Telegram KAPOLRI Nomor ST/501/III/2011 tanggal 9 Maret 2011 tentang Pengiriman Komisioner dan Dokumen dalam Rangka Penilaian Inisiatif Anti Korupsi; dan Surat Telegram Kapolda Jawa Tengah Nomor ST/1564/VII/2011 tanggal Juli 2011 tentang Perintah Melaksanakan Gerakan Anti Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) Sehubungan dengan tersebut diatas Kapolrestabes Semarang telah memerintahkan kepada para Kapolsek jajaran Polrestabes Semarang, para Kabag, Kasat, dan Kasi Polrestabes Semarang untuk membuat jadwal dan mensosialisasikan kepada lingkungannya agar melaksanakan gerakan anti korupsi dan nepotisme secara rutin dilingkungan satuan kerja masing-masing atau diwilayah penugasannya. Untuk itu, perlunya dilakukan keterbukaan dalam menerapkan
353
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
rangka melakukan gerakan anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme , KAPOLRI juga memerintahkan upaya pencegahan dari setiap level pimpinan. Bahkan, perintahnya kepada bawahan untuk menolak perintah atasan yang melanggar ketentuan, bawahan juga dapat mengawasi, menggugat atasan sesuai dengan yang dimaksud pada Pasal 7 ayat (3) Praturan Kapolri (PERKAP) No. Pol.: 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi POLRI Setiap anggota Polri wajib menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut wajib mendapatkan perlindungan hukum. Nilai-nilai perubahan menguat sebagai paradigma baru yang memperhatikan kaidah-kaidah kemandirian, keterbukaan dan profesionalisme dengan menjalin kemitraan dengan masyarakat dan batasan pada sistem maupun berdasarkan misi (mission based management)354. Keberhasilan dalam membangun kesejahteraan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur akan ditentukan oleh semangat perubahan yang didasari nilai-nilai kebangsaan. Untuk itu perlunya korupsi, kolusi, nepotisme, budaya bawahan setoran atasan, pemotongan anggaran dana negara untuk keperluan lain (tidak sesuai peruntukan), penyimpangan prosedur kewenangan jabatan (birokrasi atau swasta), dan pertanggungjawaban keuangan secara fiktif yang berindikasi Korupsi sudah saatnya dicegah secara serempak dan bersama-sama. Dalam hubungannya yang berkaitan dengan pencegahan konflik, kegiatan yang dilakukan oleh POLRI harus senantiasa berkoordinasi dengan instansi terkait dan melakukan penggalangan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda serta organisasi massa lainnya untuk menghilangkan pengaruh provokator yang pengadaan barang dan jasa secara elektronik dan menilai adanya kontrol dari eksternal, dengan mekanisme pengaduan serta penanganan tindak lanjut dari pengaduan yang disampaikan oleh pelapor terkait perilaku dan kinerja anggota POLRI secara cepat, tepat, dan benar baik melalui media cetak atau elektronik. Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. :SKEP/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005, Jakarta :19-20.
354
267
268
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dapat menimbulkan konflik. Berhasilnya konseptual pencegahan konflik dan pencitraan POLRI tergantung pada sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan disiplin para anggota POLRI dan partisipasi dari seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan hasil dari pembangunan nasional harus bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai ujud “tata tenterem kerta raharja” yang juga sebagai bukti peningkatan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, citra positif dari polisi pun akan melekat di benak masyarakat, seperti polisi sebagai pengaman dan penertib yang bijaksana, sebagai penegak hukum yang jujur dan adil, sebagai tokoh panutan dalam menjunjung tinggi supremasi hukum, dan sebagai aparat yang proaktif dalam menghadapi persoalan di masyarakat.355 Kewajiban bagi setiap anggota POLRI, untuk berperan serta menjaga keutuhan wilayah hukum Kesatuan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berperan serta memelihara persatuan dalam kebhinekaan bangsa dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, melaksanakan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni, karena kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai wujud amal dan ibadahnya.
Muladi, Ibid, 2002, halaman 276. Menurut Achmad Ali, citra polisi di mata masyarakat, sebenarnya juga tidak terlepas dari persepsi keliru masyarakat terhadap karakteristik pekerjaan polisi. Ketika polisi melakukan kekerasan dalam melaksanakan tugasnya menghadapi penjahat misalnya, masyarakat dan pers terlalu cepat mempersalahkan mereka, tanpa memahami bagaimana karakteristik pekerjaan polisi yang sebenarnya (Achmad Ali, “Polisi dan Efektivitas Hukum dalam Penanggulangan Kriminalitas” dalam Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum. Jakarta: PT.Yasrif Watampone, 1998, halaman 221).
355
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
D. Model Standar Konseptual Penanggulangan Konflik
Pencegahan
dan
MODEL standar Empirik (penanggulangan KONFLIK)
Model Standar konseptual (pencegahan KONFLIK)
1. Mendatangi tempat kejadian perkara, segera mencari penyebab konflik kekerasan, serta mencari siapa saja yang terlibat dalam konflik dengan mencari saksi-saksi, barang bukti yang berhubungan dengan konflik, untuk dapat menentukan tersangkanya dan segera melapor kepada pimpinan dengan peralatan yang ada.
1. Tumbuhkan kehidupan pranata sosial berorientasi musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, dan bentuk “lembaga anti konflik”,dengan mengaktifkan rembug warga, rembug desa, silaturahmi dan rembug parpol.
2. Menghubungi elit parpol dari masing-masing kelompok yang berkonflik untuk diajak melokalisir kejadian dan meminimalis konflik kekerasan untuk mendinginkan suasana konflik agar tidak berkembang lebih luas.
2. Konflik tidak muncul secara tiba-tiba,kenali sedini mungkin dan telusuri akar masalah yang menjadi sumber-sumber laten konflik dari faktor-faktor korelatif kriminogin yang berpotensi penyimpangan sosial dan mengganggu kehidupan masyarakat
3. Mengajak elit partai politik yang bertikai bersamasama tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh politik diajak duduk satu meja untuk musyawarah untuk mewujudkan perdamaian.
3. Sampaikan informasi secara benar dan hati-hati tentang perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan dalam kelompok masyarakat, karena hanya pijat tombol informasi dapat meloncat keluar melewati perbatasan.
269
270
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
MODEL standar Empirik (penanggulangan KONFLIK)
Model Standar konseptual (pencegahan KONFLIK)
4. Hukum sebagai sarana sosial, menurut Roscoe Pound; law as tool of social engineering guna membentuk, membangun dan menumbuhkan suatu tatanan dan sikap perilaku masyarakat yang patuh hukum.
4. Polri sebagai pengemban 4 fungsi : (1) Law Enforcement Agency, (2) Maintenance Order Official, (3) Peace Keeping Official dan (4) Public Servant, serta “ciptakan lingkungan yang jujur dan objektif.”
5. Mengaktifkan dan kedepankan fungsi Polmas dan fungsi intel dalam menangani konflik antarpendukung partai politik, dengan hadir langsung ke tengahtengah masyarakat untuk mengembangkan strategi perpolisian masyarakat (community policing).
5. Hilangkan timbulnya niat dan konflik kepentingan serta mengaktifkan kehadiran POLRI di tengah masyarakat dengan sosialisasikan terhadap masyarakat, tentang parpol yang berkehendak memperjuangkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum.
membeda6. Upayakan tindakan kepolisian 6. Jangan berwawasan musyawarah bedakan dalam pelayanan untuk mewujudkan dan penegakan hukum perdamaian terhadap (diskriminasi), dan tingkatkan pendukung partai politik koordinasi dengan para elit yang terlibat konflik dengan parpol mengenai kegiatanpenyelesaian secara adat, kegiatan yang dilakukan oleh silaturahmi atau rembug pendukung parpolnya secara parpol. berkelanjutan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
MODEL standar Empirik (penanggulangan KONFLIK)
Model Standar konseptual (pencegahan KONFLIK)
7. Tindakan kepolisian berdasarkan ketentuan dan tidak membeda-bedakan (diskriminasi) dalam menjaga ketertiban dan keamanan serta dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat atau pendukung parpol.
7. Kembangkan strategi perpolisian masyarakat berbasis community policing berwawasan kemitraan dan kesetaraan untuk menyelesaikan masalah (problem solving)
8. Sosialisasikan setiap keberhasilan dari upaya musyawarah untuk mewujudkan perdamaian terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat lewat pengajian, rembug desa atau rembug parpol secara berkelanjutan.
8. Bangun kepercayaan (trust building) yang dapat dicintai masyarakat sebagai penegak keadilan masyarakat (community restorative justice).
9. Sekecil apapun gejala konflik sosial politik, segera tangani dengan arif dan bijaksana tetapi tegas agar kekerasan tidak terjadi, dan libatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan rutin dalam melakukan kampanye kamtibmas.
9. Tanamkan budaya kerjasama (corporate culture) dan bentuk lembaga anti konflik, dan dudukkan satu meja dalam membahas permasalahan tentang perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan.
271
272
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
MODEL standar Empirik (penanggulangan KONFLIK)
Model Standar konseptual (pencegahan KONFLIK)
10. Tingkatkan kehadiran polisi di tengah masyarakat dengan mengembangkan strategi perpolisian masyarakat (community policing) dengan pendekatan musyawarah dan penyelesaian masalah (problem solving).
10. Mengaktifkan pencegahan terhadap provokator dari luar/pihak ke 3 (tiga) masuk ke wilayah konflik, dan mencegah setiap cacian, hinaan dan makian dari perorangan/kelompok antarpendukung parpol yang dapat memanaskan situasi.
11. Pemberitaan/pembuatan 11. Sampaikan informasi dua laporan harus secara arah, dari masyarakat untuk benar dan hati-hati, masyarakat secara rutin hindari penyumbatan berdasarkan fakta dan berita kronologis konflik/ kebenaran dalam lingkup kekerasan yang terjadi keamanan dan ketertiban untuk menghindari mis masyarakat, tidak bersifat komunikasi, dan pemberitaan memicu konflik kekerasan harus berorientasi pada berwawasan perdamaian pendinginan situasi. untuk mendinginkan situasi keamanan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION(Studi (ADR)Penyelesaian Konflik antar Partai Politik) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
E. MODEL THE POLICE IS PLACE
E. MODEL THE POLICE IS PLACE OF PARADIGM OF PARADIGM SHIFT SHIFT
Penyelesaian Perkara Konflik Kepentingan Berindikasi Pidana oleh POLRI MENGGUNAKAN KEKUATAN FISIK / TINDAKAN REPRESIF
MENGGUNAKAN KOMUNIKASI / TINDAKAN PREFENTIF
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ADR ADR MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF PenyelesaianMasalah Masalah Penyimpangan Sosial Penyelesaian Penyimpangan Sosial Oleh Penegak Hukum Merupakan Oleh Penegak Hukum Merupakan Tindakan Penegakan Hukum Tindakan Penegakan Hukum
Bahwa, model the police is place of paradigm shift, berdasarkan Bahwa, model the police is place of paradigm shift, temuan fakta di lapangan dan hasil penelitian dokumen-dokumen berdasarkan temuan fakta di lapangan dan hasil serta daftar pustaka, dalam penyelesaian perkara pidana diluar penelitian dokumen-dokumen serta daftar pustaka, pengadilan baik di Wilayah Polres Jepara maupun di Polres Magelang dalam penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan sudah sesuai dengan mekanisme penegakan hukum yang ideal. baik di Wilayah Polres Jepara maupun di Polres Berkaitan dengan “Model Polisi Pendamai”itu, perlu dikemukakan Magelang sudah sesuai dengan mekanisme penegakan bahwa adanya contoh penyelesaian suatu konflik pendukung antar hukum yang ideal. Berkaitan dengan “Model Polisi Pendamai”itu, perlu dikemukakan bahwa adanya contoh penyelesaian suatu konflik pendukung antar partai politik, yang mengakibatkan korban 4 orang
273
274
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
partai politik, yang mengakibatkan korban 4 orang meninggal dunia diantaranya Nurhasim cucu seorang K.H. Tokoh PPP, Asrori bin Kasim, Ma’ruf bin Taslim dan Mohammad Handayani dari PKB, meninggal ditempat kejadian, 12 luka-luka, 3 rumah dibakar, 2 rumah dirusak, 14 mobil dan delapan kendaraan roda dua dibakar walaupun merupakan tindak pidana yang puncaknya terjadi pada tanggal 30 April 1999 di desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, sebenarnya merupakan kepentingan komunitas-komunitas lokal (pendukung partai tertentu) Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara, untuk pencapaian kemenangan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 1999. Pasca konflik, masyarakat Jepara menghendaki bentuk-bentuk penyelesaian secara musyawarah untuk mewujudkan perdamaian. Karena di dalam keadaan-keadaan tertentu dipandang lebih efektif untuk dilaksanakan kesepakatan, dari pada diselesaikan melalui jalur hukum dengan sistem peradilan pidana yang masih dalam proses. Selain upaya penegakan hukum dengan pembuatan berkas perkara oleh Polres Jepara, tetapi sebagai ujung tombak Polsek Kedung, mengambil langkah-langkah bersama-sama Camat Kedung H. Soelaiman Effendi, SH dan Muspika menggelar acara “Silaturahmi Pemerintah Parpol Tokoh Masyarakat di Pendapa Kecamatan Kedung, tanggal 29 Oktober 1999. Hadir pimpinan sepuluh parpol, termasuk anggota FPP DPRD II Jepara H Fatkur Rosyidi, Ormas NU dan Muhammadiyah, tokoh masyarakat, para kepala desa (kades), Bupati Drs. Soeroso diwakili pembantu Bupati Wilayah Jepara Siswanto Ssos dan Wakapolres Mayor Pol Risona HS mewakili Kapolres Jepara Letkol Pol Monang Manullang. Puncak “upacara perdamaian” itu ditandai pengisian air putih ke dalam kendi oleh Kapolsek Kedung Lettu Pol Suparmin, SH. Dengan prosesi itu, warga bertekad menjunjung tinggi tanah air Indonesia yang dilambangkan dengan kendi dan air. Masukan kesepakatan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dalam upacara silaturahmi perdamaian antar parpol tersebut, ada usulan antara lain: 1. Tas’an, Kades Kalianyar mengusulkan, agar pengajian yang mengatasnamakan partai politik untuk sementara “diistirahatkan”. Sebaiknya diadakan pengajian atas nama masyarakat umum atau ormas keagamaan saja. Suasananya kan masih hangat. 2. Wakil dari PBB, Harus ada toleransi antarpartai. Dan itu harus dimulai dari pimpinan parpol tapi jangan hanya simbolik pada level pimpinan saja. Kebersamaan pada tataran bawah harus yang lebih diutamakan. Pada level itu, misalnya, dua orang dari partai yang berbeda bisa berboncengan sambil membawa dua bendera masing-masing parpol. Atau satgas dari PPP dan satgas PKB bisa bersama-sama mengamankan ketika satu dari partai itu kampanye. Ini dapat menghilangkan rasa takut bagi yang berpapasan/melihat kampanye. Mereka semua bersama-sama warga masyarakat Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara sangat menghormati hukum dan hasil dari perdamaian oleh para pihak. Dari konflik politik yang terjadi antar para pendukung parpol peserta Pemilu 2004 Salah satu kasusnya adalah bentrokan antara pendukung PPP yang menamakan diri GPK dengan massa simpatisan PKB yang menamakan diri Laskar Pinggiran atau Naga Utara. Konflik politik yang mengarah kepada bentrokan massa ini berawal dari pertemuan saat berpapasan dipertigaan Secang secara tidak disengaja, antara massa PKB dari Secang, Kabupaten Magelang, dengan massa PPP dari Kabupaten Temanggung yang melakukan arak-arakan dengan kendaraan bermotor menuju tempat kegiatan
275
276
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
parpolnya masing-masing, pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2003. Rombongan simpatisan PKB dari Secang berencana untuk mengikuti Lomba Laskar PKB di Desa Widuri, dan pada saat yang bersaman massa simpatisan PPP dari Kabupaten Temanggung juga melakukan arak-arakan dengan kendaraan bermotor menuju Kecamatan Ngablak untuk mengikuti perayaan HUT PPP ke 30. Pertemuan kedua kelompok massa pendukung parpol tersebut terjadi tepat di Simpang Tiga Secang pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2003sekitar pukul 12.30 WIB. Kelompok massa simpatisan berpapasan, terjadi kekacauan dan keributan yang tak terbendung lagi, karena salah seorang pengendara sepeda motor dari simpatisan PPP mencoba masuk dan srempetan dengan kelompok simpatisan PKB. Kekacauan dan keributan berlanjut menjadi perkelahian, dan bentrokan massa (pendukung PPP dan pendukung PKB) yang mengakibatkan jatuh korban luka-luka sebanyak 15 orang dari simpatisan PPP Kabupaten temanggung, yakni: (1) Sobari, 18 tahun, Islam, mengalami luka pada bagian kepala (rawat jalan); (2) Sariyan, 21 tahun, Islam, mengalami luka pada bagian kepala dan pelipis kanan (rawat jalan); (3) Nurkholis, 35 tahun, Islam, mengalami luka pada bagian pelipis mata kanan, dahi, kelopak mata, pangkal hidung, kepala bagian belakang, dan kaki kanan (rawat inap); (4) F. Rohman, 25 tahun, Islam, mengalami luka pada dahi kanan, pipi kiri, rahang dan bibir bawah (rawat jalan); (5) Mahmudi, 28 tahun, Islam, mengalami luka pada kepala bagian belakang dan siku kanan (rawat jalan; (6) Makhun, 25 tahun, Islam, mengalami luka pada kepala bagian kiri, dahi dan hidung (rawat jalan); (7) Rofil, 30 tahun, Islam, mengalami luka lecet pada punggung kanan dan pipi kanan (rawat jalan); (8) Sunanto, 21 tahun, Islam, mengalami luka sobek pada kening sebelah kanan (rawat jalan); (9) Wardoyo, 35 tahun mengalami luka sobek pada kepala bagian belakang (rawat
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
jalan); (10) Haryoko, 17 tahun, mengalami luka robek pada kepala bagian belakang dan bibir atas (rawat jalan); (11) Muhidin, 29 tahun, mengalami luka memar pada kepala bagian belakang (rawat jalan); (12) Sugeng, 30 tahun, mengalami luka memar pada kepala bagian belakang (rawat jalan); (13) Aris rahman, 18 tahun, mengalami luka pada kepala bagian belakang dan tangan kiri (rawat jalan); (14) Fatkhurohman, 20 tahun, mengalami luka sobek pada kepala (rawat jalan); dan (15) Muh. Munawir, 25 tahun, mengalami luka memar pada pelipis kanan (rawat jalan). Selang beberapa saat kemudian bentrokan antar kedua kelompok pendukung parpol tersebut kembali terjadi. Hal ini terjadi ketika kelompok massa simpatisan PKB yang baru pulang dari Windusari melihat adanya kelompok massa simpatisan PPP sedang berada di rumah tokoh PPP Gusnurul Yaqin di Kauman, Salaman. Secara spontan kelompok massa simpatisan PKB beramai-ramai melakukan pelemparan terhadap rumah Gusnurul Yaqin, sehingga terjadilah saling lempar dengan menggunakan batu. Akibat saling melempar tersebut, sebanyak 3 orang dari kelompok simpatisan PKB mengalami luka-luka, yakni: (1) Mujiyono, 46 tahun, mengalami luka sobek pada kepala bagian belakang dan punggung, dan langsung dibawa ke RSUD Muntilan; (2) Muhson, 30 tahun, mengalami luka pada bagian punggung (rawat jalan); dan (3) Abu Yahya, 40 tahun, mengalami luka pada telinga bagian kiri (rawat jalan). Hasil analisis Polres Magelang yang menangani kasus bentrokan massa pendukung parpol ini memperlihatkan minimal ada lima (5) faktor dominan yang menjadi pemicu terjadinya konflik berdarah ini, yakni : (1) Kurang harmonisnya hubungan pimpinan GPK PPP dengan pimpinan Laskar PKB menimbulkan konflik politik di arus
277
278
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bawah massa parpol; (2) Pengendalian dari pimpinan parpol masing-masing terhadap massanya sangat kurang, sehingga kegiatan pengerahan massa secara liar; (3) Kedua parpol merupakan parpol yang mempunyai basis massa cukup besar dan berimbang kekuatannya di wilayah Kab. Magelang sehingga terjadi benturan kepentingan; (4) Kemungkinan kejadian akan berlanjut dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kedua parpol, apabila kelompok simpatisan kedua parpol tersebut tidak dapat mengendalikan diri; (5) Kedua kelompok simpatisan tersebut mempunyai kecenderungan over acting dan sarat dengan tindakan kekerasan atau melawan hukum. Terhadap kasus bentrokan antara simpatisan PPP dan PKB tersebut, upaya Polres Magelang, setelah mendatangi TKP (1) menolong korban untuk mendapatkan perawatan dan mengidentifikasi untuk dimintakan VER (Visum et Repertum); (2) mengamankan barang bukti berupa clurit, pentungan dari besi, dan kayu glugu; (3) melakukan pemeriksaan terhadap korban/saksi guna penyidikan lebih lanjut/ proses hukum; (4) mempertemukan kedua kelompok yang bertikai untuk mengadakan musyawarah; (5) mengundang Ketua DPC PKB Gus Yusuf Chudlori dan koordinator GPK Wilayah Kecamatan Kedu Gus Nurul Yaqin untuk mengkoordinasi langkah-langkah penanganan selanjutnya; dan (6) menyiagakan personel Mapolres maupun Polsek Salaman dan Secang untuk mengantisipasi perkembangan situasi lapangan. Dari hasil pertemuan kedua pihak pendukung partai PPP dan PKB di Polsek Secang disepakati, yaitu: a. Kedua belah pihak bersepakat untuk damai;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. Kerugian materiil dan pengobatan bagi korban ditanggung oleh kelompok masing-masing; dan c. Senjata tajam berupa clurit, ruyung, dan kayu diamankan di Mapolsek Secang. Berdasarkan “kesepakatan damai” dari kedua belah pihak, maka pihak Polres Magelang akhirnya “menghentikan pemrosesan secara hukum”. Untuk mengetahui sesuatu itu suatu model polisi pendamai, atau bukan, diantaranya dapat dilihat dari beberapa ciri. Diantara beberapa ciri model yang menonjol adalah bahwa model itu mempunyai tujuan, mempunyai keterbatasan, terbuka, tersusun dari beberapa model-model tersebut ada saling keterkaitan dan saling ketergantungan. Model tersebut, juga merupakan satu keterikatan yang satu sama lain untuk melakukan kegiatan transformasi, pada mekanisme kontrol, dan memiliki kemampuan mengatur dan menyesusaikan diri dengan hukum dan peraturan perundangundangan lainnya.
E. Model Revitalisasi Kesatuan Sistem Hukum Nasional Republik Indonesia (Model Perkembangan Hukum Pidana Masa Penjajahan Kolonial Belanda menuju Kesatuan Sistem Hukum Nasional ). Bahwa, Peraturan Hukum Pidana, Undang-Undang tanggal 26 Pebruari 1946 Nr. 1 Berita Rep. Indonesia II, 9.s.d.u dg.UU. No 73/1958; Pasal I Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tanggal 10 Oktober 1945 no. 2, menetapkan, bahwa ‘peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku’, ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942356 (Warisan Hukum Kolonial Belanda Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar atas pasal-pasal terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum
356
279
280
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
yang telah menjajah Rakyat Republik Indonesia ratusan lamanya). Pasal terakhir undang-undang ini mulai berlaku buat Pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya (26 Pebruari 1946) dan pada daerah lain akan ditetapkan oleh Presiden, disertai dengan: a) Pasal 1 Perpres No. 2/1945: “ Segala badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar masih berlaku, asal saja tidak bertentangan dengan UUD tersebut. b) Pasal V UU No. 1/1946: Peraturan-peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai Negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak berlaku357. Dalam hukum Pidana Belanda, diakuinya eksistensi Alasan penghapusan pidana: Avas (Tiadanya kesalahan sama sekali/tanpa sifat tercela). Pada akhirnya Hoge Raad juga mengalah pada ajaran ini, yang memang pada awalnya dikehendaki oleh pembuat undangundang. Namun dalam arrest tertanggal 14 Febr. 1916, NJ 1916, W 9958, Hoge Raad ternyata kemudian mengubah dan meninggalkan pandangan diatas358. Hoge Raad, dalam putusannya ini mengakui Pidana Belanda dan padanannya dalam Kitab Unang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003: 282 Kendati demikian, didalam arrest setelah tahun 1916 sudah muncul pandangan bahwa seseorang yang di luar salahnya khilaf tentang hukum pidana harus dibebaskan. KUHP (wvs) harus tetap tunduk pada Sistim Hukum Nasional (SISKUMNAS), mestinya harus, mengacu Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan, “Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Ayat (4) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
357
Jan Remmelink, 2003: 279Arrest ini berkenaan dengan seseorang pengantar susu yang melakukan tindakan bertentangan dengan peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian Amsterdam. In casu, persoalannya adalah apakah pengenceran susu dengan air dilakukan bukan olehnya sendiri ? Tetapi tanpa sepengetahuannya pengenceran susu dengan air tersebut telah dilakukan oleh majikannya tanpa sepengetahuan dirinya (tukang pengantar susu tersebut).
358
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bahwa sekalipun dengan cara yang agak kontroversia; di dalamnya disebutkan tidak dapat diterapkannya ketentuan, padahal pokok persoalan sebenarnya adalah tidak dapat/layak dipidananya pelaku. Dengan Peraturan Pemerintah 1946 No. 8 tanggal 8 Agustus 1946 Berita Rep. Indonesia II, 20-21, h 234 ditetapkan, bahwa Undang-Undang 1946 No. 1 mulai berlaku untuk Daerah Propinsi Sumatra pada tanggal 8 Agustus 1946. Untuk itu, dinyatakan berlakunya Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana UU. No. 73 Tahun 1958, LN. 1958- 127 Pasal I. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang peraturan hukum pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. Pasal IV. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Diundangkan pada tanggal 29 September 1958359. Model Perkembangan Hukum Pidana Kolonial Belanda dan Kesatuan Sistem Hukum Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara lain, adalah sebagai berikut:
Nyoman Serikat Putra Jaya, Urgensi Pembahasan Buku I Tentang Ketentuan Umum Hukum Pidana Dalam RUU KUHP dalam Rangka Pembaharuan dan Pembentukan Sistem Hukum Pidana Nasional, Makalah diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional : Perkembangan Hukum Pidana Dalam UndangUndang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana”, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Semarang, 3 s.d 5 November 2010 bahwa pembaruan bidang hukum pidana materiil (substantif), kebijakan yang ditempuh oleh bangsa Indonesia dalam rangka pelaksanaan amanat Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, pelaksanaannya melalui 2 (dua) jalur : a pembuatan perundang-undangan pidana maksudnya mengubah, menambah, dan melengkapi KUHP yang berlaku sekarang; b. Pembuatan Konsep Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang menggantikan KUHP yang berlaku sekarang. Sejak tahun 1968 LPHN telah mengeluarkan beberapa Konsep Rancangan Buku I. Konsep ini selanjutnya diperbaiki pada tahun 1972 dan untuk singkatnya disebut Konsep 1968/1972. Konsep Rancangan KUHP 1968/1972 ini dibahasa secara mendasar khususnya menyangkut jenis-jenis pidananya oleh Sudarto, dalam pidato pengukuhan beliau sebagai Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul “ Suatu Dilema Dalam Pembangunan Sistem Hukum Pidana Indonesia. Dilema yang dihadapi ialah apabila hanya mengadakan revisi dari apa yang ada sekarang, itu bukanlah suatu pembaharuan, dan apabila yang ada itu ditinggalkan, harus menemukan alternatifnya yang tepat.
359
281
282
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Model Sistem Hukum Kolonial Belanda
Model Sistem Hukum Nasional
Mengabaikan kepentingan hukum rakyat, berpihak pada kekuasaan, dan mengabaikan hak asasi manusia (HAM).
Memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, untuk keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dengan menghormati hak asasi manusia (HAM).
Bersifat represif dogmatic, Bersifat preventif, edukatif, tertutup dan kurangnya fungsi transparan, dan akuntabel. pengawasan. Mengedepankan asas ultimum remedium. Dengan menyimpang dari Ps. 1 Perpres RI tgl 10-10-1945 no. 2. Menetapkan, bahwa ‘peraturanperaturan hukum pidana yang sekarang berlaku’ ialah peraturanperaturan hukum yang ada pada tanggal 8 Maret 1942. Hukum warisan kolonial Belanda yang pernah menjajah negara Republik Indonesia ratusan tahun lamanya .
Materi muatan mengandung asas: a.: Pengayoman;b.Kemanusiaan; c.Keangsaan; d. Kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. Bhineka tunggal ikha; g. Keadilan; h. Kesamaan kedudukan dimuka hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan / atau j. Keseimbangan & keserasian, kesederhanaan. Peradilan menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila
Hukum sebagai alat politik untuk menjaga states quo kekuasaan.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Pengadilan menurut hukum tidak membeda-bedakan orang.
Penjara membuat jera dan memberikan lebel jahat narapidana.
Lembaga Pemasyaraktan, Membina terpidana agar diterima oleh masyarakat.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bahwa untuk memenuhi Kebutuhan Hukum Masyarakat dan Negara, Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan pada tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sejalan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 10 tahun 2004360, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang dimaksud ‘Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini’ adalah, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Bahwa pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus mengandung Materi Muatan “asas kekeluargaan” adalah Pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, yaitu, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden;; e. Peraturan Daerah.
360
283
284
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bahwa setiap Materi Muatan Perubahan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan “musyawarah untuk mufakat” dalam setiap pengambilan keputusan361 (vide Pasal 6 ayat (1) UU. No. 10/2004). Jenis Peraturan Perundangundangan selain sebagaimana dimaksud pada jenis dan hierarki perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (vide Pasal 7 ayat (4) UU. No. 10/2004). Sedangkan kekuatan hukum Peraturan Perundangundangan adalah sesuai dengan hierarki (vide Pasal 7 ayat (5) UU. No. 10/2004). Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundangundangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundangundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peaturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Disamping memperhatikan hal diatas, agar produk Peraturan Perundang-undangan tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional, oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional harus disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun oleh DPR dan Pemerintah (vide Pasal 15 UU. No. 10/2004). Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana, maka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu diakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang Pasal 6 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, yaitu, Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas: a. Pengayoman; b. Kemanusiaan; c. Kebangsaan; d. Kekeluargaan; e. kenusantaraan; f.bhineka tunggal ika; g. Keadilan; f, kesamaan kedudukan dimuka hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. Keseimbangan, keserasian, dan kesederhanaan.
361
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerimtah362. Sehubungan dengan kewenangan Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI, bahwa, Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak bedasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Walaupun secara emplisit landasan hukum Pasal 3363 UndangUndang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman Ayat (1) Semua peradilan di seluruh negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Ayat (2) Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 35 tahun 1999, dan telah diubah lagi dengan UndangUndang nomor 4 tahun 2004, dan sekarang diubah dengan UndangUndang nomor 48 tahun 2009 , bahwa, Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal ini mengandung arti, bahwa disamping peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan badan negara. “Penyelesaian perkara atas dasar perdamaian tetap diperbolehkan364”, dan juga mengenai wewenang Pasal 9 ayat (2) huruf a Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas.
362
Pasal 3 ayat (1) UU No 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman ‘Semua peradilan diseluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan ditetapkan oleh undang-undang; Ayat (2) Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan yang berdasarkan Pancasila. Penjelasan bahwa “penyelesaian perkara atas dasar perdamaian tetap diperbolehkan” (Kutipan: Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 1970 yang Telah di Cetak Ulang).
363
Bab II Badan-Badan Peradilan dan Asas-Asasnya; Pasal 10 Undang-Undang No 35 tahun 1999 sehubungan Perubahan Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan; a. Peradilan umum; b. Peradilan Agama; c. Peradilan Militer; Peradilan Tata Usaha Negara.
364
285
286
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kepolisian; Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab “Pasal 16 ayat 1 huruf l365” yoncto Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri “Pasal 18 ayat (1)366” Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (tentang kewenangan diskresi kepolisian). Tetapi tentang perdamaian sebagai penyelesaian perkara oleh kepolisian, hingga saat ini, secara eksplisit belum ada payung hukum mengenai Peraturan Perundang-undangan yang secara tegas mengatur tentang “perdamaian” itu sebagai penyelesaian perkara (crime clearence) diluar pengadilan”oleh kepolisian. Oleh karena itu, untuk keperluan penegakan hukum, perlu dibuatkan payung hukum peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang “perdamaian” yang dilaksanakan oleh kepolisian sebagai penyelesaian perkara dalam operasional kepolisian. Agar secara nasional crime clearence oleh kepolisian juga dapat meningkat. Pasal 33 Lampiran I Bab VI Peserikatan BangsaBangsa (PBB) ayat (1) Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan cara perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan atau persetujuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UU Kepolisian Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
365
Pasal 18 ayat (1) UU Kepolisian Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
366
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
setempat atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri. Ayat (2) Dewan Keamanan, bila dianggap perlu, akan meminta kepada pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaian pertikaiannya dengan cara-cara demikian.367) Hal ini membuktikan bahwa polisi sebagai aparat negara sekaligus sebagai pengayom masyarakat telah menjalankan perannya dengan bijaksana, karena dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum polisi ditantang untuk lebih bijak. Meskipun ada juga yang tidak dapat memahami peran polisi yang demikian, karena bagaimana pun jika kita bicara soal hukum dalam segala aspeknya, pasti tidak lepas dari “kubu”. Kalau dikaji siapa yang paling benar, tentu tidak lepas dari hati nurani, karena hukum tidak lepas dari hati nurani. Hukum juga terkait dengan bahasa. Dengan bahasa, hukum ditulis dan diumumkan dalam Berita Negara dan menjadi berlaku. Apakah dengan begitu semua selesai? Ternyata dengan dirumuskan dalam bahasa bisa menjadi persoalan karena menyangkut pemahaman, pemaknaan dan penafsiran. Dalam hukum perlu keterlibatan manusia yang membaca teks, sehingga tidak benar bahwa hukum itu hanya bahasa dan hanya urusan aparat penegak hukum. Jika demikian ada yang lepas, yaitu rasa kemanusiaan, dan rasa kemanusiaan itu harus terlibat dan menekankan keadilan. Adil lebih kehati nurani, dengan pertimbangan hati nurani seorang penegak hukum yang bernama polisi akan dituntut untuk memutuskan keadilan berdasar hati nurani, karena nurani setiap manusia tidak pernah berbohong.368 Hadi Setia Tunggal, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hak-hak Manusia, Harvindo, Jakarta, 2000 : 113 dan 124.
367
Hukum itu hanya sekedar susunan kata, yang bisa mengikat karena dukungan penguasa dan bisa menjadi bangkai jika unsur manusianya tidak ada. Oleh karena itu, hukum juga menyangkut tentang etika, tentang pantas dan tidak pantas, patut dan tidak patut, dan bukan sekedar boleh atau tidak boleh. Seorang polisi dalam menangani suatu perkara harus bertanya pada hati nuraninya baru mencari undang-undang atau peraturan lainnya. Polisi harus dapat membedakan mana yang perlu diproses secara hukum, mana yang perlu dilakukan perdamaian melalui lembaga diskresi, mana yang perlu pembinaan dan sebagainya.
368
287
288
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Prof. Sullipan, pakar Kepolisian Amerika Serikat menyatakan; Polisi haruslah memiliki well motivated, well educated, well trained, well equipped dan well paid (motivasi, pendidikan, pengalaman lapangan, sarana dan kesejahteraan. Polisi harus dapat bertindak sebagai penegak hukum sekaligus pendidik masyarakat, pengayom masyarakat, kadangkala harus mampu bertindak sebagai orang tua atau bahkan seorang “kyai”. Kearifan polisi dalam menangani konflik antar pendukung partai membuktikan peran kepolisian yang demikian kompleks tersebut. Saat ini dengan meminjam istilah Fritjof Capra, dunia kita sekarang tengah berada pada suatu “turning point”, suatu titik balik dalam peradaban. Saat ini juga dirasakan terjadinya pergeseran-pergeseran dalam bidang sains dan teknologi. Kemajuan di bidang sains dan teknologi menuntut regulasi di bidang perundang-undangan yang pada akhirnya menuntut kemampuan kerja polisi untuk lebih dapat melakukan penyesuaian dengan perubahan-perubahan tersebut. Bahwa dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.369 Sebagai paradigma pembaharuan tatanan hukum Pancasila dapat dipandang sebagai “Cita-Cita Hukum” yang berkedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm dalam negara Indonesia. Sebagai cita-cita hukum Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menetukan dasar Kaelan, Pendidikan Pancasila, Pendidikan untuk mewujudkan Nilai-Nilai Pancasila. Rasa Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Sesuai Dengan SK. Dirjen Dikti No. 43/Dikti?Kep/2006, Paradigma, Yogyakarta, 2010: 243-244 Oleh karena itu agar hukum berfungsi sebagai pelayan kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus Pancasila harus tetap sebagai kerangka berfikir, sumber norma dan sumber nilai-nilai.
369
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
suatu tata hukum dan sistem hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti maknanya sebagai hukum itu sendiri. Demikian juga dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif itu sebagai produk yang adil atau tidak adil370.
Mahfud M.D., “Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum”, Dalam Jurnal Filsafat Pancasila Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1998 Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu Pancasila.
370
289
290
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bahwa penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah telah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan secara explicit dinyatakan, dalam Perubahan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Bentuk dan Kedaulatan Negara, bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar” dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Bahwa, “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan yang dilaksanakan dalam penegakan hukum. Penyelesaian perkara (crime clearence) yang dilakukan oleh kepolisian dengan cara perdamaian sudah sesuai dengan hukum (diskresi kepolisian), dan sudah sesuai dengan asas-asas yang terkandung dalam nilai-nilai dasar Pancasila, yaitu: 1. Asas Ketuhanan dapat diwujudkan dalam bentuk sanksi untuk menjalankan kewajiban hukum dengan menghormati norma agama, menjalankan penghukuman atau memberikan ganti kerugian, rekonsiliasai, dan atau permintaan maaf. 2. Asas Kemanusian dapat diwujudkan dalam bentuk rasa empati dengan pemberian ganti kerugian sebagai jaminan pemulihan
292
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kerugian yang layak tanpa harus mempermasalahkan dari mana sumber keuangannya. 3. Asas persatuan yang diwujudkan dengan menciptakan rekonsiliasi dan pemulihan hubungan baik yang telah rusak sebagai akibat dari tindak pidana tersebut, sekaligus mengakhiri konflik dengan prinsip musyawarah untuk mewujudkan perdamaian yang berkesinambungan. 4. Bahwa asas demokrasi yang dapat diwujudkan dalam bentuk penegakan asas legalitas namun lentur dalam pelaksanaannya dengan mengedepankan “keadilan” dan “kemanfaatan”, baik dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat maupun untuk menumbuhkan rasa keadilan masyarakat, yang transparan dan akuntabel, sehingga peran aktif polisi dalam penegakan hukum yang melibatkan lembaga formal maupun lembaga non formal dapat dicintai dan dipercaya oleh masyarakat. Tindakan upaya paksa yang dilaksanakan oleh kepolisian tetap dikemas dalam bentuk tindakan kepolisian karena kewajibannya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan, bukan karena kekuasaannya. 5. Asas keadilan sosial yang dapat diwujudkan dengan menciptakan keseimbangan dalam pertanggung jawaban pelaku tindak pidana, tidak hanya kepada korban, tetapi juga kepada pelaku, masyarakat , negara maupun kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kewajiban menjalankan ketentuan hukum dan norma agama. Dengan keseimbangan diharapkan dapat tercipta tujuan pembangunan nasional untuk mencapai keadilan dan kesejahteran masyarakat “adil makmur” yang “tata tenteram kerta raharja”. Berdasarkan analisis dan evaluasi dari hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan (termasuk instrumen internasional) maupun
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
penelitian lapangan dalam penulisan buku yang berjudul Model Polisi Pendamai dari Perspektif (ADR) Alternative Dispute Resulotion (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik), dapat diperoleh kesimpulan bahwa seseorang tersangka yang sudah dilakukan tindakan upaya paksa oleh penegak hukum (penahanan) tetapi dapat diselesaikan dengan cara damai, menurut instrumen internasional mengenai sanksi verbal (non custodial “The Tokyo Rules”, Resolusi PBB 45/110, 14-12-1990) tindakan non-custodial pada tahap peradilan dan pemidanaan (trial and sentencng stage) dapat berupa teguran judicial yang tidak akan mempunyai konsekuensi hukum apapun (vide pasal 50A KUHP Yugoslavia 1951). Terkait dan sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota POLRI dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari juga mempunyai kewajiban untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan kepada instrumen internasional dan HAM sekurang-kurangnya: 1. Menghormati martabat dan HAM setiap orang; 2. Bertindak secara adil dan tidak diskriminatif; 3. Berperilaku sopan; 4. Menghormati norma agama, etika, dan susila; dan 5. Menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan HAM. Praktek Kepolisian yang demikian ini sebenarnya bukan saja dilakukan oleh POLRI saja, tetapi kenyataan praktek-praktek penegakan hukum oleh Kepolisian di negara lain diantaranya Amerika Serikat. Dari hasil penelitian di Chicago AS tahun 1990, terdapat sekitar dua puluh jenis perkara pidana yang tidak diproses selanjutnya walaupun semua perkara itu merupakan tindak pidana yang tidak dapat dicabut. Kepolisian di Jepang, kebijakan demikian dapat di tempuh misalkan dengan memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk
293
294
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
melakukan seleksi terhadap para tersangka yang akan diajukan ke pengadilan, walaupun orang itu jelas-jelas telah melakukan suatu tindak pidana. Kebijakan preventif serupa ini terlihat misalnya di dalam sistem peradilan pidana di Jepang.371 Tidak semua perkara di Jepang oleh polisi diserahkan atau diteruskan ke jaksa untuk dituntut asalkan perkara itu, merupakan: 1. Tindak pidana yang ringan; 2. Tersangka menunjukkan penyesalan yang sungguh-sungguh; 3. Ganti rugi telah dilakukan oleh tersangka. Begitu pula jaksa berwenang untuk menunda penuntutan walaupun barang bukti telah cukup.
A. Kesimpulan 1. Bahwa konflik terjadi sejak Kanjeng Nabi Adam sampai perang Timur Tengah dan Afganistan, sedangkan konflik politik adalah benturan kepentingan yang dapat menimbulkan perselisihan atau pertentangan-pertentangan (kekerasan), konflik yang disebabkan oleh benturan kepentingan. Konflik juga disebabkan dari perebutan massa pendukung partai politik yang dilakukan dengan cara-cara mengobral janji, money politic, ancaman, fitnah, ejekan dan cara-cara lain yang sifatnya provokatif, karena keserakahan manusia untuk meraih kekuasaan, agar dikemudian hari dapat membuat keputusan publik yang Barda Nawawi Arief, Perumusan Pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Parameter Keadilan Dalam Penjatuhan Pidana, Makalah diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional : Perkembangan Hukum Pidana Dalam Undang-Undang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana”, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Semarang, 3 s.d 5 November 2010 : 12 Kebijakan preventif serupa ini telah dikembangkan di berbagai negara, antara lain berupa :pertama, kewenangan untuk tidak meneruskan perkara ke pengadilan walaupun bukti-bukti sudah cukup; Kewenangan ini dikenal dengan kewenangan untuk tidak meneruskan perkara (Pretrial dispositions), atau kedua, kewenangan melakukan penundaan penuntutan (suspension of prosecution/conditional prosecution/conditional discontinuance), dan ketiga Ketentuan tentang “mediasi penal” atau penyelesaian perkara pidana di luar yang dapat menghapuskan penuntutan atau tidak meneruskan perkara ke pengadilan.
371
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dapat menguntungkan kelompoknya atau pendukungnya. Konflik dapat dikendalikan dengan manajemen konflik, sejak pencegahan sampai dengan penanggulangan konflik. 2. Bahwa perdamaian adalah impian dan harapan setiap manusia, sejak zaman Baginda Nabi Muhammad SAW (622 M/10 H s.d 632 M/22 H) memimpin Negara Arabia (di Madinah) telah membuat Konstitusi Madinah untuk mempersatukan berbagai agama, suku, bangsa, golongan, baik Islam maupun non Islam bersatu padu saling bahu membahu dalam menghadapi ancaman dan gangguan dari luar, yang kata kuncinya “perdamaian”, yang digunakan sebagai dasar penyusunan emperium dunia. Juga sejalan dengan Paus Yohanes Paulus II selama 26 tahun berkeliling dunia menyerukan perdamaian. 3. Bahwa, sejarah Amerika Serikat 1776, Thomas Jefferson memproklamirkan doktrin manusia tentang transcedental, dinyatakan semua manusia percaya bahwa kebenaran-kebenaran terbukti dengan sendirinya. Bahwa semua manusia diberi hakhak tertentu oleh penciptanya, yaitu antara lain kehidupan, kebebabasan,kedamaian dan pencapaian kebahagiaan.Penegasan ini dijadikan dasar pemikiran utama agama sipil Amerika, dan menjadi senjata kuat Lincoln dan Martin Luther King sebagai etika inti yang menyatukan berbagai suku orang-orang Amerika. Dijadikan dasar pemikiran bagi perhimpunan bangsa-bangsa (PBB) dalam ikatan perkumpulan masyarakat bangsa-bangsa dan sebagai dasar pedoman bagi “The Universal Declaration Of Human Rights 1948” dan Deklarasi “The International of Human Rights 1968 4. Bahwa untuk menuju cita-cita polisi modern dalam penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice) oleh kepolisian
295
296
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dengan mengindahkan norma hukum, norma agama, dan hukum adat dan senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Dalam Strategy Restorative Justice untuk pemulihan keadilan, agar dapat meningkatkan trust masyarakat, karena hal tersebut menunjukkan bahwa POLRI sebagai fasilitator, bukan hanya sebagai “penghukum” (penegak hukum) yang menjurus represif. Menurut Sudharmawatiningsih, Restorative Justice, memberi peran utama kepada pelaku, korban atau keluarga, atau orang lain yang mempunyai hubungan erat dengan mereka yang untuk memutuskan substansi yang mereka capai (sepakati)372. Pelaksanaannya harus benar-benar dalam kerangka prinsipprinsip ”restorative justice”, seperti membangun tanggungjawab pelaku, atas perbuatannya yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain. 5. Bahwa polisi juga dapat berperan sebagai “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan ketidak tertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win-win solution, telah sejalan dengan norma agama “Qur’an Surat ke 49, Juz 26, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat (9)” : Wa in ta’ifatani minal mu’mininnaqtatalu fa aslihu bainahuma, fa im bagat ihdahuma, ‘alal ukhra faqatilul latitabgi hatta tafi’a ila amrillah(i), fa in fa’at fa aslihu bainahuma bil ‘adli wa aqsitu, innallaha yuhibbul muqsitin(a).
Artinya :
Sudharmawatiningsih, Hakim Pengadilan Negeri Semarang, (makalah), Korban “Semburan Lumpur Panas” Lapindo Brantas-Menuju Keadilan Raestotarif, Semarang, 2006 Restorative Justice adalah teori keadilan yang menekankan pada tindakan untuk memperbaiki bahaya/luka yang disebabkan oleh tindak pidana. Restorative Justice paling baik dicapai melalui proses-proses kooperatif yang melibatkan semua stakeholder (pihak terkait)
372
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kapada perintah Allah; Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
6. Bahwa konflik sosial politik adalah sebuah fenomena penting yang memerlukan penyelesaian konflik (conflict resolution). Mengingat Perma nomor 1 tahun 2008 juga telah memungkinkan mediasi dilakukan dalam tahapan pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) bahwa ; “Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. 7. Bahwa untuk menjamin kepastian hukum, penggunaan hukum untuk menyelesaikan masalah penyimpangan sosial, yang dilakukan oleh penegak hukum adalah “merupakan tindakan penegakan hukum”. 8. Bahwa Model POLRI sebagai pendamai, berangkat dari pemikiran the police is place of paradigm shift bahwa polisi itu bertugas berangkat dari paradigma dengan kekuatan fisik, menjadi paradigma komunitas atau komunikasi, karena polisi bekerja bukan seperti pemadam kebakaran, namun polisi bekerja sejak sebelum terjadi kejahatan. Akan tetapi yang lebih penting, apakah polisi mampu mencegah tidak terjadi kejahatan berorientasi penyelesaian masalah (problem solving oriented) menuju penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice).
297
298
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
9. Bahwa pemyelesaian perkara diluar pengadilan yang biasa disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) didukung oleh instrumen internasional yang telah diterima PBB pada tanggal 24 Juli 2002, ECOSOC (PBB) menerima Resolusi 2012/12 mengenai Bacic Principles on the Use of Restorative Justice Programmers in Criminal Matters yang didalamnya mencakup mediasi. Karena interdependensi hukum internasional, berdasarkan dokumen Internasional Pasal 33 Lampiran I Bab VI ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dinyatakan, pihakpihak yang tersangkut dalam suatu pertikaian bila berlangsung terus menerus dapat membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan ketertiban masyarakat, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan penegakan hukum dan/atau penyelesaian musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, sejalan dengan penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, ketentuan ini Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila berasaskan musyawarah, tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui “perdamaian atau arbitrase”, sejalan dengan Pasal 7 ayat (1) huruf j Hukum Acara Pidana dan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) yoncto Pasal 16 ayat (1) huruf (l) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI. Karena dan untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dengan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (kewenangan diskresi kepolisian).
B. Implikasi Model polisi pendamai tragedi konflik kekerasan politik merupakan bagian dari ADR dan instrumen internasional yaitu dokumen penunjang
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Konggres PBB ke-9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (yaitu dokumen A/CONF.169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution/ADR (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam sistem peradilan pidana. Khususnya mengenai ADR, dan juga berdasarkan peraturan perundang-undangan, norma agama, dan kearifan lokal untuk menjamin kepastian hukum dalam sistem peradilan pidana, terikat Pasal 7 dan Pasal 8 PERKAP. nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia: ”Setiap anggota POLRI wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung atau tidak langsung tentang hubungan anggota POLRI dengan HAM dan termasuk hak sosial ekonomi dan hak sosial budaya”. “Setiap anggota POLRI wajib memahami, menghargai, dan menghormati HAM yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia, instrumen-instrumen internasional baik yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia” yaitu sebagai landasan teori, landasan hukum, dan instrumen Internasional yang berkaitan dengan penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan (Alternative Dispute Resolution) adalah sebagai berikut: 1. Bahwa menurut G. Peter Hoefnagels, dalam politik kebijakan kriminal (criminal policy) bahwa mengatasi masalah sosial dengan menggunakan hukum merupakan bagian dari politik kebijakan hukum pidana, bahwa “tugas dan wewenangnya POLRI dibidang proses pidana bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya” (vide pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI, dinyatakan dalam proses peyelidikan dan penyidikan tindak pidana dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya karena
299
300
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kewajibannya “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab” sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf (a) angka 4 KUHAP jo Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP dan Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri” (Pasal 18 ayat (1) UU tentang Kepolisian). 2. Bahwa menurut Abdussalam, (Jakarta, 2006 hal : 684), kewenangan yang sangat besar yang didapat dari undangundang merupakan kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas pokoknya. POLRI dalam melaksanakan tugas pokoknya bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, oleh sebab itu terikat dengan Pasal 3 Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman L.N. No. 14 Tahun 1970, LN. 1970-74 “Pasal 3 ayat (1) Semua Peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan ditetapkan dengan Undangundang”; Pasal 3 ayat (2) Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan yang berdasarkan Pancasila.” Penjelasan, “Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian tetap diperbolehkan”; yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pemjelasan “ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara di luar peradilan negara melalui perdamaian atau
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
arbitrase”. Kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum pidana, untuk menuju kondisi impartial (independency) dan merdeka diperlukan adanya kemandirian secara integral yang terwujud dalam setiap sub-sistem dalam kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum pidana. Bahwa, Alternative Dispute Resolution (ADR) dalam dokumen penunjang PBB ke -9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan Pidana (yaitu dokumen CONF 169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatising some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam peradilan pidana, diselesaikan diluar pengadilan dalam berbagai diskresi aparat penegak hukum melalui mekanisme musyawarah untuk mewujudkan perdamaian 3. Bahwa Qur’an Surat ke 3, Juz 4, Aali Imraan (Keluarga Imran) ayat 159 “Fabima rahmatim minallahi linta lahum, wa lau kunta fazzan galizal qalbi infaddu min haulik(a), fa’fu ‘anhum wastaqfir lahum wa syawirhum fil amr(i), fa iza ‘azamta fa tawakkal ‘alallah(i), innallaha yuhibbul mutawakkilin(a)”. Artinya : “Maka disebabkan dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Maksud dari “urusan” itu, adalah urusan peperangan dan hal-hal duniawi lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan lainnya”
301
302
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
4. Bahwa menurut Paus Yohanes Paulus II, telah diusahakan terciptanya koeksistensi damai (yang masa kecilnya bernama “Karol Wojtyla”) selama 26 tahun berkeliling dunia untuk mengajak umatnya untuk melakukan perdamaian, juga berkunjung ke Masjid Ummayad di Damascus, menggandeng pemimpin Palestina (waktu itu Yaser Arafat); tanpa henti memperjuangkan perdamaian, baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan dunia yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan pentingnya keluarga, yang sejuk, yang penuh damai. Dalam buku “Rise, Let Us Be On Our Way” Paus mengingatkan, martabat umat manusia adalah nilai transenden yang diyakini orang-orang yang mencari kebenaan. Oleh karena itu umat katolik tidak boleh membeda-bedakan orang, memilah-milah orang yang seiman dan bukan seiman. “Sebab, menurut ajaran iman adalah setiap orang diciptakan setara dengan citra Allah,” 5. Bahwa Pasal 40 Piagam Madinah secara tandas ditetapkan, tetangga itu dianggap seperti diri sendiri, tidak boleh dimudarati dan diperlakukan secara jahat. Ketentuan ini menjadikan para pendukung konstitusi akan hidup dalam kerukunan dan perdamaian. Hidup berdampingan secara damai yang akarnya ada pada keluarga-keluarga atau rumah tangga akan menjadikan masyarakat atau warga negara merasakan ketenteraman, kedamaian, dan keamanan hidupnya. Pada tingkat yang lebih luas, dalam pergaulan antar negara, tiap-tiap negara diharuskan hidup berdampingan secara damai (peacepul coexistence).
C. Rekomendasi 1. Bahwa “menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan, dapat dilakukan oleh pejabat POLRI yang dalam bertindak harus
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum,serta harus mengindahkan Kode Etik Profesi Kepolisian, telah sejalan dengan keterpaduan peran kepolisian sebagai alat negara yang berperan menegakkan hukum dan juga memelihara keamanan ketertiban masyarakat, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, dengan menghormati hak asasi manusia (HAM). 2. Bahwa konflik antarpendukung massa partai politik dengan benturan kekerasan merupakan kejahatan yang berdampak politik, untuk itu penyelesaian masalah (problem solving) konflik politik yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, telah sejalan dengan mekanisme hukum. 3. Bahwa dalam melaksanakan tugas pokok kepolisian bukan merupakan urutan perioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi, karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. 4. Bahw strategi dan mekanisme peran POLRI untuk menjamin kepastian hukum dalam mengupayakan perdamaian antarpendukung partai politik peserta Pemilu yang dijalankan oleh Polri sedapat mungkin dipadukan dengan peran kepolisian melalui strategi perpolisian masyarakat (community policing). Dalam menangani masalah kejahatan (repressive policing), kepolisian harus lebih besar perhatiannya terhadap penanganan masalah pencegahan konflik kekerasan dan mencari sumber-sumber latent konflik, dengan menganalisa problem
303
304
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
sosial sebagai masalah (problem oriented policing, daripada tindakan represif legalistik) 5. Bahwa untuk lebih memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanatkan pada Pasal 30 ayat (4) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 agar Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat sebagai strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan. Sedangkan kesepakatan dalam penyelesaian perkara pidana yang diwujudkan dalam perdamaian merupakan bentuk penyelesaian perkara (crime clearence), karena kesepakatan nilainya sama dengan putusan hakim. 6. Bahwa untuk menunjang cita-cita pembangunan naional menuju masyarakat adil dan makmur, jadilah penegak hukum yang profesional dan bermoral dengan menggunakan hati nurani. Karena penegakan hukum yang bermoral dan didasari dengan hati nurani, cita-cita keadilan dan kesejahteraan masyarakat menuju adil makmur dan tata tenteram kertaraharja akan terwujud. 7. Polri haruslah menciptakan sejumlah produk pelayanan baru yang pada dasarnya memenuhi tujuan Relationship Building yaitu mendapatkan trust atau kepercayaan dari masyarakat. Dengan kata lain, tujuan menciptakan sejumlah produk pelayanan baru adalah agar masyarakat menyadari bahwa POLRI adalah organisasi yang peduli terhadap masyarakat. Dengan transparan dan akuntabel pengertiannya dari persyaratan ini adalah kejelasan mekanisme serta implementasi kebijakan program,, dan proyek yang dibuat untuk dilakasanakan guna membuat publik mendapatkan akses terhadap berbagai keputusan penting yang diambil oleh POLRI. Tindakan ini kembali akan meningkatkan kepercayaan dan kewibawaan POLRI dimata masyarakat.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
LAMPIRAN
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IMPLEMENTASI PRINSIP DAN STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM PENYELENGGARAAN TUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG IMPLEMENTASI PRINSIP DAN STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM PENYELENGGARAANTUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
305
306
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disingkat HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 2. HAM bagi penegak hukum adalah prinsip dan standar HAM yang berlaku secara universal bagi semua petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya. 3. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut POLRI adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 4. Anggota adalah anggota POLRI termasuk pegawai negeri pada POLRI. 5. Petugas yang selanjutnya disebut Petugas POLRI adalah anggota POLRI yang sedang melaksanakan tugas kepolisian. 6. Etika Pelayanan adalah nilai-nilai yang mendasari pemberian pelayanan dan perlindungan oleh polisi sebagai penegak hukum kepada semua warga masyarakat. 7. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,menghalangi,membatasi, dan/atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. 8. Ketentuan Berperilaku (Code of Conduct) adalah pedoman berperilaku bagi petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya agar sesuai dengan ketentuan tertulis maupun yang tidak tertulis yang diberlakukan oleh kesatuannya. 9. Kekuatan adalah segala daya dan kemampuan kepolisian berupa kemampuan profesional perorangan/ unit dan peralatan POLRI yang dapat
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
10. 11. 12. 13.
14. 15.
16.
17.
18. 19. 20. 21.
digunakan untuk melakukan tindakan yang bersifat pemaksaan dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian sesuai ketentuan yang berlaku. Kekerasan adalah segala tindakan atau ancaman yang mengakibatkan hilangnya nyawa, cedera fisik, psikologis, seksual atau ekonomi. Penggunaan Kekuatan adalah segala penggunaan/ pengerahan daya, potensi atau kemampuan anggota POLRI dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian. Upaya paksa adalah tindakan kepolisian yang bersifat memaksa atau membatasi HAM yang diatur di dalam hukum acara pidana dalam rangka penyidikan perkara Senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan oleh petugas POLRI untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya paksa melalui tindakan melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang/ sekelompok orang. Budaya Lokal adalah adat, tradisi, kebiasaan atau tata nilai yang masih kuat dianut oleh masyarakat setempat dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban dan ketenteraman di lingkungan warga masyarakat setempat. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang. Ketertiban Masyarakat adalah suatu keadaan atau situasi yang terdapat keteraturan sesuai dengan aturan yang berlaku, yang menimbulkan rasa aman dan bebas dari kecemasan terhadap gangguan. Korban Langsung adalah orang yang menjadi objek suatu kejahatan karena diserang, dirampok, diperkosa, dibunuh atau dengan tindakan lain. Korban Tidak Langsung adalah anggota keluarga atau kerabat dekat korban yang menderita akibat kejahatan yang terjadi. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
307
308
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
22. Penggeledahan Tempat/Rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 23. Penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita. 24. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. 25. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 2 (1)
Maksud dari Peraturan ini adalah: a. sebagai pedoman dasar implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam setiap penyelenggaraan tugas POLRI; dan b. menjelaskan prinsip-prinsip dasar HAM agar mudah dipahami oleh seluruh anggota POLRI dari tingkat terendah sampai yang tertinggi dalam pelaksanaan tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
(2)
Tujuan dari Peraturan ini adalah: a. untuk menjamin pemahaman prinsip dasar HAM oleh seluruh jajaran POLRI agar dalam melaksanakan tugasnya senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip HAM; b. untuk memastikan adanya perubahan dalam pola berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan prinsip dasar HAM; c. untuk memastikan penerapan prinsip dan standar HAM dalam segala pelaksanaan tugas POLRI, sehingga setiap anggota POLRI tidak ragu-ragu dalam melakukan tindakan; dan d. untuk dijadikan pedoman dalam perumusan kebijakan POLRI agar selalu mendasari prinsip dan standar HAM.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 3 Prinsip-prinsip perlindungan HAM, meliputi: a. perlindungan minimal; b. melekat pada manusia; c. saling terkait; d. tidak dapat dipisahkan; e. tidak dapat dibagi; f. universal; g. fundamental; h. keadilan; i. kesetaraan/persamaan hak; j. kebebasan; k. non-diskriminasi; dan l. perlakuan khusus bagi kelompok yang memiliki kebutuhan khusus (affirmative action). Pasal 4 Konsep dasar perlindungan HAM, antara lain: a. semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama, mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan; b. setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam instrumen HAM internasional maupun nasional dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain; c. pembatasan terhadap hak-hak asasi manusia yang lainnya hanya dapat dibatasi berdasarkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis; d. perlindungan (to protect), pemajuan (to promote), penghormatan (to respect), dan pemenuhan (to fulfil) HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah; e. setiap orang berhak untuk mendapatkan pengakuan, perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM yang dimilikinya;
309
310
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
f. g. h.
i.
HAM merupakan landasan prinsip keadilan sebagai jembatan menuju perilaku beradab yang diciptakan dan diakui oleh masyarakat dunia; HAM telah dikodifikasi dalam hukum internasional dan diakui oleh Pengadilan Internasional dan menjadi bagian dari undang-undang dan kebijakan negara di dunia; HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya/agama/keyakinan, falsafah, status sosial, dan jenis kelamin/orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab; dan HAM untuk semua orang “di seluruh dunia,” baik yang lemah maupun yang kuat, untuk memberi pembenaran terhadap kebutuhan dan aspirasi manusia dan oleh karenanya berada di atas kepentingan semua golongan. BAB II INSTRUMEN PERLINDUNGAN HAM Pasal 5
(1)
Instrumen perlindungan HAM yang perlu diperhatikan oleh setiap anggota POLRI dalam melaksanakan tugas berdasarkan Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi: a. hak setiap orang untuk hidup, mempertahankan hidup serta kehidupannya; b. hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan; c. hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; d. hak untuk bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya; e. hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani; f. hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil; g. hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; h. hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; i. hak dalam hukum dan pemerintahan; j. hak ikut serta dalam upaya pembelaan negara;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
k. l. m. n. o. p. q. r. s. t. u. v. w. x. y. z. aa. bb. cc. dd. ee. ff. gg. hh. ii.
hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan; hak atas pekerjaan, memilih pekerjaan dan penghidupan yang layak; hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja; hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar; hak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya; hak untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya; hak atas status kewarganegaraan atau memilih kewarganegaraan; hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali; hak memperoleh suaka politik dari negara lain; hak atas perlindungan diri, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda; hak untuk tidak disiksa; hak untuk tidak diperbudak; hak memilih pendidikan dan pengajaran; berhak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; hak berkomunikasi dan memperoleh informasi; hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang yang merendahkan martabat manusia; hak hidup sejahtera lahir dan batin; hak untuk bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani; hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; hak atas jaminan sosial; hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan tidak boleh diambil sewenang-wenang; hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif;
311
312
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
jj.
(2)
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun;
Bagian dari HAM yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable rights) adalah: a. hak untuk hidup; b. hak untuk tidak disiksa; c. hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani; d. hak beragama; e. hak untuk tidak diperbudak; f. hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; g. hak untuk tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut; dan h. hak untuk tidak dipenjara karena tidak ada kemampuan memenuhi perjanjian. Pasal 6
HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang termasuk dalam cakupan tugas POLRI, meliputi: a. hak memperoleh keadilan: setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan pengaduan dan laporan dalam perkara pidana, serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar; b. hak atas kebebasan pribadi: setiap orang bebas memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah RI; c. hak atas rasa aman: setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; d. hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penghilangan secara paksa; e. hak khusus perempuan: perlindungan khusus terhadap perempuan dari
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
f.
g. h.
ancaman dan tindakan kejahatan, kekerasan dan diskriminasi yang terjadi dalam maupun di luar rumah tangga yang dilakukan semata-mata karena dia perempuan; hak khusus anak: perlindungan/perlakuan khusus terhadap anak yang menjadi korban kejahatan dan anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu: hak non- diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak; hak khusus masyarakat adat; dan hak khusus kelompok minoritas, seperti etnis, agama, penyandang cacat, orientasi seksual. Pasal 7
Setiap anggota POLRI wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung dan tidak langsung tentang hubungan anggota POLRI dengan HAM, antara lain: a. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (ICCPR); b. Kovenan Internasional tentang Hak Sosial Ekonomi, Sosial dan Budaya; c. Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial Tahun 1965; d. Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) Tahun 1981; e. Konvensi Menentang Penyiksaan, Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat (CAT) Tahun 1984; f. Konvensi Hak-hak Anak (CRC) Tahun 1990; g. Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa Tahun 2006. h. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 34/169 tentang Etika Berperilaku Bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement); i. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 43/174 Tahun 1988 tentang Prinsip Perlindungan semua Orang Dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan; j. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 37/194 Tahun 1982 tentang Prinsip-prinsip Etika Kedokteran Dalam Melindungi Tahanan; k. Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 45/110 Tahun 1990 tentang Peraturan Standar Minimum untuk Tindakan NonPenahanan (“Tokyo Rule”);
313
314
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
l.
Peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1985 Untuk Pelaksanaan Peradilan Anak; m. Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kewenangan Tahun 1985; n. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Kaum Perempuan Tahun 1993; o. Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 1993; p. Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia Tahun 1998; q. Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati di Luar Proses Hukum, Sewenang-wenang dan Sumir (1989/65, Mei Tahun 1989). r. Pedoman Universal Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat (United Nation Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violation of International Humanitarian Law) Tahun 2005; dan s. Prinsip-prinsip Dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (United Nation Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement) Tahun 1980. Pasal 8 (1)
(2)
Setiap anggota POLRI wajib memahami instrumen-instrumen HAM baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan instrumen internasional, baik yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia. Sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota POLRI dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan HAM, sekurang-kurangnya: a. menghormati martabat dan HAM setiap orang; b. bertindak secara adil dan tidak diskriminatif; c. berperilaku sopan; d. menghormati norma agama, etika, dan susila; dan e. menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan HAM.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 9 (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota POLRI wajib memperhatikan: a. asas legalitas; b. asas nesesitas; dan c. asas proporsionalitas. Asas legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tindakan petugas/anggota POLRI sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik di dalam perundang-undangan nasional ataupun internasional. Asas nesesitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tindakan petugas/anggota POLRI didasari oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan hukum, yang mengharuskan anggota POLRI untuk melakukan suatu tindakan yang membatasi kebebasan seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindarkan. Asas proporsionalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan tindakan petugas/ anggota POLRI yang seimbang antara tindakan yang dilakukan dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum. Setiap penerapan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus dipertanggungjawabkan. BAB III STANDAR PERILAKU PETUGAS/ANGGOTA POLRI DALAM PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu Standar Perilaku Secara Umum Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota POLRI wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) sebagaimana dimkasud dalam Pasal 7 huruf h sebagai berikut: a. senantiasa menjalankan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang kepada mereka; b. menghormati dan melindungi martabat manusia dalam melaksanakan tugasnya;
315
316
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. d. e.
f. g. h.
tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan; hal-hal yang bersifat rahasia yang berada dalam kewenangan harus tetap dijaga kerahasiaannya, kecuali jika diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau untuk kepentingan peradilan; tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, demikian pula menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam keadaan perang sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan; menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang berada dalam tahanannya, lebih khusus lagi, harus segera mengambil langkah untuk memberikan pelayanan medis bilamana diperlukan; tidak boleh melakukan korupsi dalam bentuk apapun, maupun penyalahgunaan kekuasaan lainnya yang bertentangan dengan profesi penegak hukum; harus menghormati hukum, ketentuan berperilaku, dan kode etik yang ada. Pasal 11
(1)
Setiap petugas/anggota POLRI dilarang melakukan: a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; b. penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; c. pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orangorang yang disangka terlibat dalam kejahatan; d. penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia; e. korupsi dan menerima suap; f. menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan; g. penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment); h. perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM oleh orang lain;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
i. j. (2)
melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum; menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.
Anggota POLRI yang melakukan tindakan melanggar HAM wajib mempertanggungjawabkan sesuai dengan kode etik profesi kepolisian, disiplin dan hukum yang berlaku. Bagian Kedua Standar Perilaku Petugas/Anggota POLRI Dalam Tindakan Kepolisian Paragraf 1 Penyelidikan Pasal 12
(1) (2)
(3) (4)
Untuk kepentingan tugas kepolisian, setiap anggota POLRI dapat melakukan tindakan penyelidikan menurut peraturan perundangundangan. Pelaksanaan tugas penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan Surat perintah yang sah, terkecuali dalam keadaan yang mendesak sesuai yang diperintahkan oleh Pimpinan yang berwenang. Dalam melaksanakan tindakan penyelidikan setiap petugas wajib menghargai norma-norma yang berlaku, bertindak manusiawi dan menjalankan tugasnya sesuai dengan etika kepolisian. Dalam melaksanakan investigasi setiap petugas dilarang melakukan tindakan yang berlebihan sehingga merugikan pihak lain. Pasal 13
(1)
Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas POLRI dilarang: a. melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan; b. menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang; c. memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
317
318
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d.
(2)
memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil penyelidikan; e. merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran; f. melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara. Setiap anggota POLRI dilarang: a. menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah; b. menolak permintaan bantuan dari seseorang yang membutuhkan pertolongan atau mencari keadilan tanpa alasan sah. Paragraf 2 Tindakan Pemanggilan Pasal 14
(1)
Dalam melakukan tindakan pemanggilan setiap petugas wajib: a. memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan kehadirannya, paling sedikit dua hari sebelum waktu yang ditentukan untuk hadir, surat panggilan sudah diterima oleh yang dipanggil; b. surat panggilan berisi identitas yang dipanggil, pokok perkara yang menjadi dasar pemanggilan; status yang dipanggil; keperluan pemanggilan; hari, tanggal dan jam waktu pemanggilan; alamat tempat pemanggilan; tanggal, nama dan tanda tangan pejabat yang memanggil; dan nama, status dan tanda tangan penerima surat panggilan; c. pemanggilan hanya dilakukan untuk kepentingan tugas kepolisian dan sesuai dengan batas kewenangannya; d. segera melayani orang yang telah hadir atas pemanggilan; e. memperhatikan dan menghargai hak dan kepentingan orang yang dipanggil; dan f. mempertimbangkan alasan penundaan dengan bijaksana, dalam hal orang yang dipanggil tidak dapat hadir pada waktunya karena alasan yang sah.
(2)
Dalam melakukan tindakan pemanggilan dilarang: a. melakukan pemanggilan secara semena-mena/sewenang-wenang
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. c. d. e. f.
dengan cara yang melanggar peraturan yang berlaku; tidak memberi waktu yang cukup bagi yang dipanggil untuk mempersiapkan kehadirannya; membuat surat panggilan yang salah isi dan/atau formatnya, sehingga menimbulkan kerancuan bagi yang dipanggil; melakukan pemanggilan dengan tujuan untuk menakut-nakuti yang dipanggil atau untuk kepentingan pribadi yang melanggar kewenangannya; menelantarkan atau tidak segera melayani orang yang telah hadir atas pemanggilan; melecehkan atau tidak menghargai hak dan kepentingan orang yang dipanggil. Paragraf 3 Tindakan Penangkapan Pasal 15
(1) (2)
(3) (4)
Tindakan penangkapan yang pada dasarnya merampas kemerdekaan seseorang hanya dapat dilakukan dengan cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan dalam pelaksanaan tugas kepolisian dengan alasan sebagai berikut: a. terdapat dugaan kuat bahwa seseorang telah melakukan kejahatan; b. untuk mencegah seseorang melakukan kejahatan; dan c. untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Tujuan utama melakukan penangkapan yang berkaitan dengan tindak kejahatan adalah untuk membawa tersangka ke hadapan pengadilan guna menentukan tuduhan terhadapnya. Selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tindakan penangkapan dapat dilakukan oleh petugas POLRI dalam rangka untuk memberikan perlindungan pihak yang menurut peraturan perundangundangan perlu dilindungi (UU Perlindungan Saksi/Korban). Pasal 16
(1)
Dalam melaksanakan penangkapan wajib dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
319
320
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
a. b. c. (2)
keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan bobot ancaman; senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap; dan tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.
Tersangka yang telah tertangkap tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah). Pasal 17
(1)
(2)
Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk: a. memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas POLRI; b. menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan tertangkap tangan; c. memberitahukan alasan penangkapan; d. menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan; e. menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah penangkapan; f. senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap; dan g. memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hakhak tersebut, berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP. Setelah melakukan penangkapan, setiap petugas wajib untuk membuat berita acara penangkapan yang berisi: a. nama dan identitas petugas yang melakukan penangkapan; b. nama identitas yang ditangkap; c. tempat, tanggal dan waktu penangkapan;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d. e. f.
alasan penangkapan dan/atau pasal yang dipersangkakan; tempat penahanan sementara selama dalam masa penangkapan; dan keadaan kesehatan orang yang ditangkap. Pasal 18
(1) (2)
Dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas, maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa dipungut biaya. Dalam hal yang ditangkap adalah orang asing, maka penangkapan tersebut harus segera diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi diplomatik negaranya, atau ke perwakilan organisasi internasional yang kompeten jika yang bersangkutan merupakan seorang pengungsi atau dalam lindungan organisasi antar pemerintah. Pasal 19
Dalam hal yang ditangkap adalah anak-anak, maka wajib diperhatikan hak tambahan bagi anak yang ditangkap sebagai berikut: a. hak untuk didampingi oleh orang tua atau wali; b. hak privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya agar anak tidak menderita atau disakiti akibat publikasi tersebut; c. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak; d. diperiksa di ruang pelayanan khusus; e. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan f. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak. Pasal 20 Dalam hal yang ditangkap adalah seorang perempuan, maka wajib diperhatikan perlakuan khusus antara lain: a. sedapat mungkin diperiksa oleh petugas perempuan atau petugas yang berperspektif gender; b. diperiksa di ruang pelayanan khusus;
321
322
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. d. e. f.
perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan; hal mendapat perlakuan khusus; dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki; dan penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan. Pasal 21
Dalam melaksanakan tindakan penangkapan setiap anggota POLRI wajib: a. memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasanbatasan kewenangan tersebut; b. memiliki kemampuan teknis penangkapan yang sesuai hukum; c. menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan; dan d. bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan. Paragraf 4 Tindakan Penahanan Pasal 22 (1)
(2)
Dalam rangka menghormati HAM, tindakan penahanan harus memperhatikan standar-standar sebagai berikut: a. setiap orang mempunyai hak kemerdekaan dan keamanan pribadi; b. tidak seorangpun dapat ditangkap ataupun ditahan dengan sewenang-wenang; dan c. tidak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya kecuali dengan alasan-alasan tertentu dan sesuai dengan prosedur seperti yang telah ditentukan oleh hukum. Tindakan penahanan hanya dapat dilakukan berdasarkan hukum dan menurut tata cara yang diatur di dalam peraturan perundang-
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(3)
undangan. Tahanan yang pada dasarnya telah dirampas kemerdekaannya, harus tetap diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap. Pasal 23
Tindakan penahanan harus senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip dan standar Internasional HAM dalam penahanan sebagai berikut: a. semua orang yang kebebasannya dicabut harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia; b. setiap orang yang dituduh telah melakukan tindak pidana harus dikenakan asas praduga tak bersalah sebelum terbukti bersalah oleh suatu keputusan peradilan; c. tersangka/tahanan berhak mendapat penjelasan mengenai alasan penahanan dan mengenai tuduhan yang dikenakan kepadanya; d. sebelum persidangan dilaksanakan, seorang tersangka dimungkinkan untuk tidak ditahan dengan jaminan dan alasan tertentu seperti: 1. tidak akan mengulang kejahatan lagi; 2. tidak merusak atau menghilangkan barang bukti; dan 3. tidak melarikan diri. e. tahanan tidak boleh disiksa, diperlakukan dengan keji dan tidak manusiawi, mendapat perlakuan dan hukuman yang merendahkan martabat, atau diberi ancaman-ancaman lainnya; f. tahanan hanya boleh ditahan di tempat penahanan resmi, keluarga serta penasihat hukum harus diberikan informasi tentang tempat dan status penahanan; g. tahanan berhak untuk mendapatkan bantuan hukum; h. tahanan berhak untuk berkomunikasi dan mendapatkan akses untuk berhubungan dengan keluarga; i. tahanan berhak untuk memperoleh pelayanan medis yang memadai dengan catatan medis yang harus disimpan; j. tahanan harus mendapatkan hak untuk berkomunikasi dengan penasehat hukum;
323
324
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
k.
l. m. n. o.
p. q. r. s. t. u. v. w. x. y.
tahanan yang tidak begitu paham dengan bahasa yang digunakan oleh pihak berwenang yang bertanggung jawab atas penahanannya, berhak untuk memperoleh informasi dalam bahasa yang dia pahami. Jika mungkin, disediakan penerjemah, tanpa dipungut biaya, untuk proses pengadilan selanjutnya; tahanan anak-anak harus dipisahkan dari tahanan dewasa, perempuan dari laki-laki, dan tersangka dari terpidana; lama penahanan serta sah atau tidaknya penahanan seseorang diputuskan oleh hakim atau pejabat yang berwenang; para tersangka mempunyai hak untuk berhubungan dengan dunia luar, menerima kunjungan keluarga dan berbicara secara pribadi dengan penasihat hukumnya; para tersangka harus ditempatkan pada fasilitas-fasilitas yang manusiawi, yang dirancang dengan memenuhi persyaratan kesehatan yang tersedia seperti air, makanan, pakaian, pelayanan kesehatan, fasilitas untuk berolah raga dan barang-barang untuk keperluan kesehatan pribadi; tahanan berhak mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah menurut agama/kepercayaan atau keyakinannya; setiap tahanan berhak hadir dihadapan petugas pengadilan untuk mengetahui keabsahan penahanannya; hak dan status khusus perempuan serta anak-anak harus dihormati; tahanan tidak dapat dipaksa untuk mengaku dan memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya atau orang lain; harus ada pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak tahanan; tahanan tidak boleh dijadikan bahan percobaan medis atau ilmiah yang dapat mengakibatkan penurunan kesehatannya meskipun atas kesediaan yang bersangkutan; situasi dan suasana interogasi harus dicatat secara rinci; tahanan harus diperlakukan dengan layak dan dipisahkan dari narapidana; wawancara antara seorang yang ditahan dan penasihat hukumnya boleh diawasi tetapi tidak boleh didengar oleh petugas penegak hukum; dan apabila seseorang yang ditahan atau dipenjara meminta, dapat ditempatkan di tahanan atau penjara yang cukup dekat dengan daerah
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
tempat tinggalnya, jika memungkinkan. Pasal 24 Dalam melaksanakan tindakan penahanan petugas dilarang: a. menyalahgunakan kewenangan investigasi untuk melakukan tindakan siksaan badan terhadap seseorang; b. melakukan ancaman atau tindakan kekerasan fisik, psikis dan/ atau seksual terhadap tersangka untuk mendapatkan keterangan, pengakuan; c. melakukan tindakan pelecehan, penghinaan atau tindakan lain yang dapat merendahkan martabat manusia; dan d. meminta sesuatu atau melakukan pemerasan terhadap tahanan. Pasal 25 Dalam melaksanakan tindakan penahanan terhadap anak, petugas wajib mempertimbangkan: a. tindakan penahanan hanya dilakukan sebagai tindakan yang sangat terpaksa dan merupakan upaya yang paling akhir; b. hak anak untuk tetap mendapatkan kesempatan pendidikan dan tumbuhkembang selama dalam penahanan; c. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak. Pasal 26 Dalam melaksanakan tindakan penahanan terhadap perempuan, petugas wajib mempertimbangkan: a. ditahan di ruang tahanan khusus perempuan; b. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki; c. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan; d. hak mendapatkan perlindungan dan fasilitas berkenaan dengan hak reproduksi perempuan; dan e. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan.
325
326
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Paragraf 5 Tindakan Pemeriksaan Pasal 27 (1)
Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib: a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai. b. segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan; c. memulai pemeriksaan dengan menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang akan diperiksa; d menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan; e. mengajukan pertanyaan secara jelas, sopan dan mudah dipahami oleh terperiksa; f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan pemeriksaan; g. memperhatikan dan menghargai hak terperiksa/saksi untuk memberikan keterangan secara bebas; h. menghormati hak saksi/terperiksa untuk menolak memberikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya; i. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dengan memperhatikan kondisi dan kesediaan yang diperiksa; j. memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah, makan, dan keperluan pribadi lainnya sesuai peraturan yang berlaku; k. membuat berita acara pemeriksaan semua keterangan yang diberikan oleh saksi/terperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
l
(2)
membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; m. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/ atau orang yang menyaksikan jalannya pemeriksaan; dan n. memberikan kesempatan saksi atau tersangka untuk memberikan keterangan tambahan sekalipun pemeriksaan sudah selesai. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas dilarang: a. memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh penasihat hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa; b. menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah, sehingga merugikan pihak terperiksa; c. tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa pada awal pemeriksaan; d tidak menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan; e. mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami terperiksa, atau dengan cara membentak-bentak, menakuti atau mengancam terperiksa; f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan; g. melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak terperiksa; h. melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan; i. memaksa saksi, tersangka/terperiksa untuk memberikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya; j. membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan hak-hak yang diperiksa;
327
328
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
k. l. m.
n. o. p q. r.
melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh penasihat hukum dan tanpa alasan yang sah; tidak memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah, makan, dan keperluan pribadi lainnya tanpa alasan yang sah; memanipulasi hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian keterangan atau mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang menyimpang dari tujuan pemeriksaan; menolak saksi atau tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan untuk diperiksa; menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi/ tersangka yang diperiksa; melakukan pemeriksaan ditempat yang melanggar ketentuan hukum; tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; dan melalaikan kewajiban tanda tangan pemeriksa, terperiksa dan/atau orang yang menyaksikan jalannya pemeriksaan. Pasal 28
Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan terhadap anak, petugas wajib mempertimbangkan: a. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak; b. hak untuk didampingi oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas); c. hak untuk didampingi oleh orang tua atau wali; dan d. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak. Pasal 29 Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan terhadap perempuan, petugas wajib mempertimbangkan: a. diperiksa di ruang khusus perempuan; b. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. d.
hak didampingi oleh pekerja sosial atau ahli selain penasehat hukum; dan penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan. Paragraf 6 Tindakan Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) Pasal 30
(1)
Dalam melakukan tindakan pemeriksaan TKP, petugas wajib: a. melaksanakan tindakan pemeriksaan TKP sesuai peraturan perundang-undangan; b. melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari keterangan, mengumpulkan bukti, menjaga keutuhan TKP dan memeriksa semua objek yang relevan dengan tujuan pemeriksaan pengolahan TKP; c. menutup TKP dan melarang orang lain yang tidak berkepentingan memasuki TKP, dengan cara yang wajar, tegas tetapi sopan; d. mencari informasi yang penting untuk pengungkapan perkara kepada orang yang ada di TKP dengan sopan; e. melakukan tindakan di TKP hanya untuk kepentingan tugas yang di dalam batas kewenangannya; f. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang untuk memberikan keterangan secara bebas; g. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan membuka kembali TKP setelah kepentingan pengolahan TKP selesai; h. mencatat semua keterangan dan informasi yang diperoleh di TKP dan membuat berita acara pemeriksaan TKP; dan i. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang yang menyaksikan pemeriksaan TKP.
(2)
Dalam melakukan pemeriksaan TKP, petugas dilarang: a. melakukan tindakan yang dapat merusak keutuhan TKP dan merusak barang lainnya;
329
330
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. c. d. e. f.
melakukan tindakan penutupan TKP secara berlebihan (dalam konteks waktu dan batas-batas TKP) dan/atau tindakan yang tidak relevan dengan kepentingan pengolahan TKP; melakukan tindakan yang arogan, membatasi hak-hak seseorang atau kelompok secara berlebihan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan TKP; melakukan tindakan di TKP di luar batas kewenangannya; tidak memperhatikan/menghargai hak-hak orang yang berada di TKP; dan sengaja memperlama waktu pemeriksaan TKP dan/atau tidak membuka kembali TKP walaupun kepentingan pengolahan TKP telah selesai. Pasal 31
(1)
Dalam melakukan tindakan pemeriksaan kendaraan, petugas wajib: a. memberitahukan kepentingan pemeriksaan kendaraan kepada pemiliknya secara jelas dan sopan; b. menyampaikan permintaan maaf dan meminta kesediaan pemilik/ pengemudi/penumpang atas terganggunya kebebasan akibat dilakukannya pemeriksaan; c. melakukan pemeriksaan dengan teliti untuk mencari sasaran pemeriksaan yang diperlukan dengan cara yang simpatik; dan d. melakukan tindakan pemeriksaan sesuai dengan teknik dan taktik pemeriksaan untuk kepentingan tugas yang di dalam batas kewenangannya; e. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang berkaitan dengan kendaraan, pemilik, penumpang, pengemudi; f. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dan mempersilahkan kendaraan berlalu setelah pemeriksaan selesai; g. menyampaikan terima kasih atas terlaksananya pemeriksaan; dan h. mencatat semua keterangan dan informasi termasuk barang bukti yang diperoleh ke dalam berita acara;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(2)
Dalam melakukan pemeriksaan kendaraan, petugas dilarang: a. melakukan pemeriksaan tanpa memberitahukan kepentingan pemeriksaan kendaraan kepada pemilik/pengemudi; b. bersikap arogan pada waktu melaksanakan pemeriksaan; c. melakukan pemeriksaan dengan bertindak sewenang-wenang dengan alasan untuk mencari sasaran pemeriksaan sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak yang diperiksa; d. melakukan tindakan pemeriksaan yang menyimpang dari teknik dan taktik pemeriksaan dan atau di luar batas kewenangannya; e. melecehkan atau tidak menghormati/menghargai hak-hak orang yang berkaitan dengan kendaraan: pemilik, penumpang dan pengemudi; dan f. sengaja memperlama waktu pemeriksaan sehingga mengganggu atau merugikan pihak yang diperiksa dan atau merampas kebebasannya; Paragraf 7 Tindakan Penggeledahan Orang dan Tempat/Rumah Pasal 32
(1)
Dalam melakukan tindakan penggeledahan orang, petugas wajib: a. memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan sopan; b. meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan; c. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau identitas petugas; d. melakukan pemeriksaan untuk mencari sasaran pemeriksaan yang diperlukan dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik; e. melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik pemeriksaan untuk kepentingan tugas yang di dalam batas kewenangannya; f. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah;
331
332
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
g. h. i. (2)
melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas perempuan; melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya; dan menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan.
Dalam melakukan penggeledahan orang, petugas dilarang: a. melakukan penggeledahan tanpa memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas; b. melakukan tindakan penggeledahan secara berlebihan dan mengakibatkan terganggunya hak privasi yang digeledah; c. melakukan penggeledahan dengan cara yang tidak sopan dan melanggar etika; d. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari teknik dan taktik pemeriksaan, dan/atau tindakan yang di luar batas kewenangannya; e. melecehkan dan/atau tidak menghargai hak-hak orang yang digeledah; f. memperlama pelaksanakan penggeledahan, sehingga merugikan yang digeledah; dan g. melakukan penggeledahan orang perempuan oleh petugas laki-laki ditempat terbuka dan melanggar etika. Pasal 33
(1)
Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat/ rumah, petugas wajib: a. melengkapi administrasi penyidikan; b. memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan; c. memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan; d. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau kartu identitas petugas; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni; f. melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
g.
h. i. j. (2)
taktik pemeriksaan untuk kepentingan tugas sesuai dengan batas kewenangannya; menerapkan taktik penggeledahan untuk mendapatkan hasil seoptimal mungkin, dengan cara yang sedikit mungkin menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain; dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yang dicari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan; menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan; dan membuat berita acara penggeledahan yang ditandatangani oleh petugas, pihak yang digeledah dan para saksi.
Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang: a. tanpa dilengkapi administrasi penyidikan; b. tidak memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan; c. tanpa memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan, tanpa alasan yang sah; d. melakukan penggeledahan dengan cara yang sewenangwenang, sehingga merusakkan barang atau merugikan pihak yang digeledah; e. melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari kepentingan tugas yang di luar batas kewenangannya; f. melakukan penggeledahan dengan cara berlebihan sehingga menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap hak-hak pihak yang digeledah; g. melakukan pengambilan benda tanpa disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan; h. melakukan pengambilan benda yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi; i. bertindak arogan atau tidak menghargai harkat dan martabat orang yang digeledah; j. melakukan tindakan menjebak korban/tersangka untuk mendapatkan barang yang direkayasa menjadi barang bukti; dan k. tidak membuat berita acara penggeledahan setelah melakukan penggeledahan.
333
334
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Paragraf 8 Tindakan Penyitaan Barang Bukti Pasal 34 (1)
Dalam melakukan tindakan penyitaan barang bukti, petugas wajib: a. melengkapi administrasi penyidikan; b. melakukan penyitaan hanya terhadap benda yang ada hubungannya dengan penyidikan; c. memberitahu tujuan penyitaan kepada pemilik; d. menerapkan teknik dan taktik penyitaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. merawat barang bukti yang disita sesuai dengan peraturan perundang-undangan; f. menyimpan barang sitaan di rumah penyimpanan benda sitaan negara; dan g. membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang menyerahkan barang yang disita.
(2)
Dalam melakukan penyitaan barang bukti, petugas dilarang: a. melakukan penyitaan tanpa dilengkapi administrasi penyidikan; b. tidak memberitahu tujuan penyitaan; c. melakukan penyitaan benda yang tidak ada hubungannya dengan penyidikan; d. melakukan penyitaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum; e. tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang berhak; f. tidak membuat berita acara penyitaan setelah selesai melaksanakan penyitaan; g. menelantarkan barang bukti yang disita atau tidak melakukan perawatan barang bukti sesuai dengan peraturan perundangundangan; h. mengambil, memiliki, menggunakan, dan menjual barang bukti secara melawan hak.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB IV PERLINDUNGAN HAM BAGI TERSANGKA Bagian Kesatu Prinsip Praduga Tak Bersalah Pasal 35 (1)
(2)
(3)
Setiap orang yang diduga melakukan kejahatan memiliki hak untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah sesuai dengan putusan pengadilan dan telah memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk melakukan pembelaan. Setiap anggota POLRI wajib menghargai prinsip penting dalam asas praduga tak bersalah dengan pemahaman bahwa: a. penilaian bersalah atau tidak bersalah, hanya dapat diputuskan oleh pengadilan yang berwenang, melalui proses pengadilan yang dilakukan secara benar dan tersangka telah mendapatkan seluruh jaminan pembelaannya; dan b. hak praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah oleh pengadilan adalah hak mendasar, untuk menjamin adanya pengadilan yang adil. Setiap anggota POLRI wajib menerapkan asas praduga tak bersalah dalam proses investigasi dengan memperlakukan setiap orang yang telah ditangkap atau ditahan, ataupun orang yang tidak ditahan selama masa investigasi, sebagai orang yang tidak bersalah. Bagian Kedua Hak Tersangka Pasal 36
Tersangka mempunyai hak-hak sebagai berikut: a. segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum; b. untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
335
336
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c. d. e.
f. g.
h. i. j. k.
l.
m.
dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik; dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa, dalam hal tersangka bisu dan/atau tuli diberlakukan ketentuan Pasal 178 KUHAP; guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang; untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka berhak memilih sendiri penasehat hukumnya; dalam hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum yang ditunjuk sendiri, pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka dan setiap penasihat hukum yang ditunjuk tersebut memberikan bantuannya dengan cuma-cuma; tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang; tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya; tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak; tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya; tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum; tersangka berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan;
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
n.
o.
p.
q. r. s. t.
tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka disediakan alat tulis menulis; surat menyurat antara tersangka dengan penasehat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan; dalam hal surat untuk tersangka itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik hal itu diberitahukan kepada tersangka dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi “telah ditilik”; tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan; tersangka berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya; tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian; dan tersangka berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Hak Untuk Diadili Secara Adil Pasal 37
(1)
(2)
(3)
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam sidang pengadilan terbuka yang adil oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak, dalam penetapan hak-haknya dan kewajiban-kewajibannya serta tuduhan-tuduhan kejahatan terhadapnya. Untuk menerapkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar seseorang dapat diadili secara adil, seluruh investigasi atas kejahatan yang dituduhkan kepada seseorang harus dilakukan secara etis (tidak melakukan penyiksaan atau perlakuan kejam lain yang tidak manusiawi) dan sesuai dengan peraturan-peraturan hukum yang mengatur investigasi tersebut. Wujud perlakuan terhadap seseorang yang diadili secara adil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain sebagai berikut: a. setiap keterangan dari seseorang (tersangka atau saksi) harus ditampung oleh petugas yang menangani perkara;
337
338
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
b. c. d.
petugas wajib menghargai hak-hak asasi saksi maupun tersangka; petugas wajib memperlakukan dan memberikan pelayanan secara adil kepada saksi maupun tersangka; dan petugas wajib memberikan kesempatan kepada saksi atau tersangka yang ingin memberikan keterangan tambahan, sekalipun pemeriksaan sudah selesai. Bagian Keempat Penghormatan Martabat dan Privasi Seseorang Pasal 38
(1)
Setiap petugas POLRI dalam melaksanakan investigasi wajib memperhatikan penghormatan martabat dan privasi seseorang terutama pada saat melakukan penggeledahan, penyadapan korespondensi atau komunikasi, serta memeriksa saksi, korban atau tersangka.
(2)
Prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas serangan yang tidak berdasarkan hukum terhadap martabat dan reputasinya; b. setiap orang berhak atas perlindungan terhadap privasi tentang rahasia keluarga/rumah tangganya; c. setiap orang berhak atas perlindungan terhadap privasi dalam berkomunikasi dengan keluarga dan atau penasihat hukumnya; d. tidak boleh ada tekanan fisik ataupun mental, siksaan, perlakuan tidakmanusiawi atau merendahkan yang dikenakan kepada tersangka, saksi atau korban dalam upaya memperoleh informasi; e. tidak seorangpun boleh dipaksa untuk mengaku atau memberi kesaksian tentang hal yang memberatkan dirinya sendiri; f. korban dan saksi harus diperlakukan dengan empati dan penuh pertimbangan; g. kegiatan-kegiatan investigasi harus dilakukan sesuai dengan hukum dan dengan alasan yang tepat; dan h. kegiatan investigasi yang sewenang-wenang maupun yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan, tidak diperbolehkan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB V TUGAS PEMELIHARAAN KAMTIBMAS BERLANDASKAN HAM Bagian Kesatu Perilaku Petugas Pasal 39 (1)
(2)
(3)
Sebagai anggota POLRI yang bertugas di bidang pemeliharaan kamtibmas, wajib memahami tugas kewajibannya untuk memantau situasi-situasi kekacauan umum yang serius atau yang mengandung resiko ancaman besar terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Setiap petugas wajib : a. memperlakukan korban, saksi, tersangka/ tahanan dan setiap orang yang membutuhkan pelayanan polisi secara adil dan profesional sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memberikan perlindungan kepada pelapor/saksi/ saksi ahli dan tersangka secara fisik maupun psikis dari segala bentuk ancaman dan rasa ketakutan; c. memberikan perlindungan dan pengayoman kepada setiap masyarakat yang meminta pertolongan karena mendapat ancaman atau tekanan dari pihak lain; dan d. melakukan tindakan yang perlu dalam rangka perlindungan terhadap setiap jiwa raga, harta benda dan lingkungan hidup masyarakat dari segala bentuk gangguan kamtibmas. Setiap Pejabat POLRI harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan pelatihan-pelatihan kepada para anggotanya, terutama mengenai taktik-taktik komunikasi, negosiasi, perlindungan, pengayoman, pengamanan, penertiban dan pelayanan masyarakat. Pasal 40
Dalam melaksanakan tugas pemeliharaan kamtibmas setiap anggota POLRI dilarang: a. berperilaku arogan, sewenang-wenang atau menyakiti hati rakyat, sehingga menimbulkan antipati atau merugikan rakyat; b. melakukan tindakan secara diskriminatif; c. melindungi pelaku pelanggar hukum atau salah satu pihak yang perkaranya sedang ditangani;
339
340
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d. e. f. g. h. i.
sengaja menutupi kesalahan pihak yang perkaranya sedang ditangani; meminta imbalan kepada masyarakat dengan alasan sebagai jasa pengamanan atau biaya operasional untuk pelaksanaan tugas kepolisian; melaksanakan razia atau operasi kepolisian secara liar atau tanpa dilengkapi surat perintah dinas atau izin dari atasan yang berwenang; melakukan razia atau tindakan kepolisian dengan cara mempublikasikan kegiatan yang melanggar asas praduga tak bersalah atau melanggar hak privasi. sengaja membiarkan atau menelantarkan orang yang membutuhkan pertolongan untuk keselamatan harta atau jiwanya; dan melakukan tindakan kepolisian yang sangat berlebihan, sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat ataupun bagi POLRI. Bagian Kedua Perlindungan HAM Dalam Situasi Darurat Pasal 41
(1)
Dalam menghadapi situasi darurat yang dinyatakan secara resmi oleh pejabat yang berwenang, anggota POLRI berkewajiban melakukan upaya penertiban secara bertanggung jawab sekalipun harus melalui tindakan yang dapat mengurangi atau membatasi hak-hak sipil dan hak politik.
(2)
Hak-hak sipil dan hak politik yang tidak dapat dikurangi dalam menghadapi keadaan darurat adalah pemenuhan atas hak-hak berikut: a. hak untuk hidup; b. hak untuk tidak disiksa; c. hak untuk tidak diperbudak; d. hak untuk tidak dipenjarakan atas ketidakmampuannya memenuhi suatu kewajiban; e. hak untuk tidak dinyatakan bersalah atas perbuatan pidana yang bukan merupakan tindakan pidana pada saat dilakukannya baik berdasarkan hukum nasional maupun internasional; dan f. hak untuk bebas berpikir, berkeyakinan dan beragama.
(3)
Hak-hak sipil dan hak politik yang dapat dikurangi dalam menghadapi keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(4)
(5)
a. hak untuk mengemukakan pendapat; b. hak untuk memilih dan dipilih; c. hak untuk berkumpul/berserikat; d. hak untuk dicabut kewarganegaraannya; e. hak untuk memperoleh informasi; dan f. hak untuk berpindah tempat atau bertempat tinggal. Tindakan-tindakan yang dapat dipertanggungjawab-kan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. benar-benar dibutuhkan dalam keadaan darurat; b. sejalan dengan kewajiban lain menurut hukum yang berlaku; dan c. tidak diskriminatif dengan alasan ras, suku/etnik, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama/kepercayaan, ataupun status sosial. Alasan perlunya penerapan keadaan darurat dan jangka waktu keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diumumkan kepada umum. Bagian Ketiga Perlindungan HAM Dalam Kerusuhan Massal Pasal 42
(1)
(2)
Setiap angota POLRI dalam situasi kerusuhan massal wajib melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara profesional dengan tetap menghargai dan melindungi HAM terutama hak-hak yang tidak dapat dikurangi pada setiap saat dan dalam keadaan apapun. Dalam hal pemerintah melakukan upaya penertiban dalam menghadapi kerusuhan massal dengan tindakan yang dapat mengurangi hak-hak penduduknya, setiap petugas wajib mematuhi ketentuan tentang penerapan tindakan pemerintah dengan tetap melindungi HAM. Pasal 43
(1)
Dalam upaya mengatasi kerusuhan massal, setiap anggota POLRI wajib menerapkan urutan tindakan mulai dari penggunaan kekuatan
341
342
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
(2) (3)
yang paling lunak atau pendekatan persuasif, sebelum melakukan penindakan represif atau penegakan hukum berdasarkan prinsip legalitas, nesesitas dan proporsionalitas. Setiap anggota POLRI dalam rangka mengatasi kerusuhan dilarang melakukan tindakan berlebihan yang dapat mengakibatkan kerusakan tempat kejadian atau lingkungan tanpa alasan yang sah. Setiap anggota POLRI dalam melaksanakan penindakan kerusuhan dengan alasan apapun harus tetap mengupayakan sesedikit mungkin timbulnya korban jiwa atau kerusakan yang tidak perlu. Pasal 44
(1) (2)
Setiap anggota POLRI dilarang melakukan tindakan kekerasan dengan dalih untuk kepentingan umum atau untuk penertiban kerusuhan. Setiap anggota POLRI dilarang keras melakukan tindakan kekerasan terhadap orang yang telah menyerahkan diri atau yang ditangkap. Bagian Keempat Penggunaan Kekuatan/Tindakan Keras dan Senjata Api Pasal 45
Setiap petugas POLRI dalam melakukan tindakan dengan menggunakan kekuatan/tindakan keras harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h.
tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu; tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan; tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah; tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum; penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan secara proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum; penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras harus berimbang dengan ancaman yang dihadapi; harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan tindakan keras; dan kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus seminimal mungkin.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 46 (1) (2)
Semua petugas harus dilatih tentang keterampilan menggunakan berbagai kekuatan, peralatan atau senjata yang dapat digunakan dalam penerapan tindakan keras. Semua petugas harus dilatih tentang penggunaan teknik-teknik dan cara-cara yang tidak menggunakan kekerasan. Pasal 47
(1) (2)
Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk: a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa; b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat; c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat; d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang; e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkahlangkah yang lebih lunak tidak cukup. Pasal 48
Setiap petugas POLRI dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut: a. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas. b. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara: 1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota POLRI yang sedang bertugas; 2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
343
344
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi. c. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain disekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu dilakukan. Pasal 49 (1)
(2)
Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas wajib: a. mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api; b. memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak; c. memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan senjata api; dan d. membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api. Dalam hal terdapat pihak yang merasa keberatan atau dirugikan akibat penggunaan senjata api oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka: a. petugas wajib membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat dari tindakan yang telah dilakukan; b. pejabat yang berwenang wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang dirugikan; dan c. tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perndang-undangan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB VI PERLINDUNGAN HAM DALAM TUGAS PELAYANAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Prinsip Pelayanan Masyarakat Pasal 50 (1)
(2)
Dalam melaksanakan tugas pelayanan masyarakat setiap angota POLRI wajib: a. memberikan pelayanan yang adil, tanpa membedakan ras, suku, agama/ kepercayaan, golongan, status sosial, ekonomi, dan jenis kelamin; b. memberikan pelayanan dengan memperhatikan harapan dan kebutuhan masyarakat; c. memberikan pelayanan dengan memperhatikan prinsip kesamaan di depan hukum; dan d. memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Setiap pejabat POLRI wajib menyelenggarakan pengawasan terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh anggotanya agar dapat menjamin penerapan prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Bagian Kedua Pelayanan Korban dan Saksi Pasal 51
(1)
Setiap korban atau saksi dalam perkara yang sedang ditangani dalam proses peradilan berhak untuk: a. mendapatkan kesamaan dan memperoleh keadilan (equal and effective access to justice); b. pemulihan kembali atas penderitaan yang dialami akibat kejahatan ataupun kesalahan penanganan (miscarriage of justice); c. mendapatkan ganti kerugian;
345
346
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
d. e. f. g. h. (2)
mengakses atau memperoleh informasi berkaitan dengan kejahatan dan rehabilitasi (access to relevant information concerning violations and reparation); mendapat perlakuan dengan penuh perhatian dan rasa hormat terhadap martabatnya; memperoleh informasi mengenai peran mereka, jadwal waktu, dan kemajuan yang telah dicapai dalam penanganan kasus mereka; dijamin privasi mereka, serta melindungi mereka dari intimidasi dan balas dendam; dan menerima bantuan materi, medis, psikologis, dan sosial yang cukup dari pemerintah ataupun sukarelawan.
Untuk meningkatkan pelayanan hak korban atau saksi, POLRI melaksanakan upaya kerja sama, koordinasi dan sinergitas dengan instansi /lembaga terkait. Pasal 52
Setiap anggota POLRI dalam memberikan pelayanan kepada korban wajib menjaga martabat dan menghormati korban, dengan melakukan tindakan sebagai berikut: a. bersikap empati dalam menangani korban dengan memperhatikan kondisi korban yang sedang mengalami trauma emosional, terutama korban penganiayaan, pemerkosaan, perlakuan tidak senonoh, penyerangan, dan perampokan; b. menunjukkan ketulusan dan kesungguhan untuk memberi pelayanan kepada korban; c. memberikan bantuan dan menunjukkan empati kepada korban kejahatan; d. tidak melakukan tindakan negatif yang dapat memperburuk situasi; e. tidak menunjukkan kesan sinis atau menuduh korban sebagai penyebab terjadinya kejahatan; f. tidak melakukan pemeriksaan orang yang sedang mengalami guncangan jiwa (shock); g. memberikan kesempatan kepada korban untuk berkonsultasi dengan dokter; dan h. mencarikan bantuan pekerja sosial atau relawan pendamping serta bantuan hukum, jika diperlukan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pasal 53 Setiap anggota POLRI dalam memberikan pelayanan kepada korban dilarang melakukan tindakan yang dapat merugikan korban, antara lain: a. meminta biaya sebagai imbalan pelayanan; b. meminta biaya operasional untuk penanganan perkara; c. memaksa korban untuk mencari bukti atau menghadirkan saksi/ tersangka; dan d. menelantarkan atau tidak menghiraukan kepentingan korban; e. mengintimidasi, mengancam atau menakut-nakuti korban; f. melakukan intervensi/mempengaruhi korban untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum; g. merampas milik korban; dan h. melakukan tindakan kekerasan. Pasal 54 Setiap anggota POLRI dalam memberikan pelayanan terhadap saksi wajib menjaga martabat dan menghormati korban, dengan melakukan tindakan sebagai berikut: a. bersikap empati dan menunjukkan ketulusan dan kesungguhan untuk memberi pelayanan; b. tidak mencela atau menuduh saksi sebagai penyebab atau terlibat dalam kejahatan; c. tidak melakukan pemeriksaan kepada saksi yang sedang tidak dalam keadaan sehat atau dalam keadaan guncangan jiwa (shock); d. memberikan kesempatan kepada saksi sesuai dengan hak-haknya; dan e. memberitahukan perkembangan penanganan perkara. Pasal 55 Setiap anggota POLRI dalam memberikan pelayanan kepada saksi dilarang melakukan tindakan yang dapat merugikan saksi, antara lain: a. meminta biaya sebagai imbalan pelayanan; b. meminta biaya operasional untuk penanganan perkara; c. memaksa saksi untuk mencari bukti atau menghadirkan tersangka; d. menelantarkan atau menunda waktu pemeriksaan yang dijadwalkan; e. tidak menghiraukan kepentingan saksi;
347
348
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
f. g. h. i. j.
mengintimidasi, menakuti atau mengancam saksi; melakukan intervensi/mempengaruhi saksi untuk memberikan keterangan dalam pemeriksaan; membatasi hak dan atau kebebasan saksi; merampas milik saksi; dan melakukan tindakan kekerasan. Bagian Ketiga Perlindungan HAM Bagi Anggota POLRI Pasal 56
(1) (2) (3)
Setiap angota POLRI harus bebas dari perlakuan sewenang-wenang dari atasannya. Setiap angota POLRI yang menolak perintah pimpinan yang nyatanyata bertentangan dengan hukum berhak mendapat perlindungan hukum (immunity). Setiap angota POLRI berhak meminta perlindungan hukum kepada pimpinannya atas pelaksanaan tugas yang telah diperintahkan oleh pejabat POLRI kepada anggotanya. Pasal 57
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Setiap pejabat POLRI wajib memperhatikan keadaan kesehatan anggotanya. Setiap pejabat POLRI wajib mempertimbangkan kemampuan anggotanya yang akan diberikan perintah penugasan. Setiap Pejabat POLRI dilarang mengeksploitasi anggotanya atau memerintahkan anggota POLRI untuk melakukan tindakan untuk kepentingan pribadinya yang di luar batas kewenangannya. Setiap pejabat POLRI wajib memberikan perlindungan HAM bagi anggotanya, terutama di dalam melaksanakan tugas kepolisian. Setiap pejabat POLRI wajib mengusahakan kecukupan peralatan tugas anggotanya, sehingga dapat menghindarkan atau mengurangi terjadinya tindakan yang melanggar HAM yang dilakukan oleh anggotanya. Setiap pejabat POLRI bertanggung jawab atas resiko pelaksanaan tugas yang diperintahkan olehnya. Tanggung jawab atas resiko pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mencakup pertanggung jawaban pidana maupun administrasi.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 58 (1) (2) (3)
Setiap anggota POLRI wajib memahami aturan tentang HAM. Setiap anggota POLRI wajib menerapkan aturan tentang HAM dalam melaksanakan tugasnya. Setiap angota POLRI wajib meningkatkan pemahaman dan kemampuan diri dalam menerapkan aturan tentang HAM di dalam pelaksanaan tugasnya. Pasal 59
(1) (2) (3)
Setiap pejabat POLRI wajib menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan pemahaman HAM di lingkungan tugasnya. Setiap pejabat POLRI yang berwenang wajib mengalokasikan anggaran untuk pembinaan kesadaran dan pemahaman HAM di lingkungan tugasnya. Setiap pejabat POLRI wajib melakukan evaluasi perkembangan pemahaman dan kemampuan penerapan HAM di lingkungan tugasnya. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 60
(1)
Setiap pejabat POLRI wajib: a. melakukan pengawasan penerapan HAM, terutama di lingkungan anggotanya; b. memberikan penilaian bagi anggota POLRI dalam menerapan prinsip HAM dengan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi;
349
350
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
c.
(2)
memberikan tindakan koreksi terhadap tindakan anggotanya yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan HAM; dan d. menjatuhkan sanksi terhadap anggota POLRI yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip perlindungan HAM dalam pelaksanaan tugas. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dijatuhkan melalui proses penegakan disiplin, penegakan etika kepolisian dan/atau proses peradilan pidana. Pasal 61
(1) (2)
Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penerapan HAM di lingkungan tugas POLRI, diselengarakan kerja sama dan koordinasi dengan instansi terkait, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam hal terjadi tindak pidana pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota POLRI, penyidikan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 62
Peraturan Kapolri ini mencakup pokok-pokok penyelenggaraan HAM secara umum dan perlu dilengkapi dengan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci untuk masing-masing fungsi di lingkungan pelaksanaan tugas POLRI. Pasal 63 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan mengenai prinsip dan standar HAM dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini. Pasal 64 Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M. JENDERAL POLISI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2009 MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA Ttd. ANDI MATTALATTA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR
351
352
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Lampiran Sambutan LAMPIRAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN TERTULIS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Pada peringatan hari bhayangkara ke-61 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air, Para anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang saya banggakan, Hadirin yang saya muliakan, Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya, kita dapat memperingati Hari Bhayangkara yang ke-61. Saya ingin menggunakan kesempatan yang sangat membahagiakan ini, untuk menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), di mana pun Saudara bertugas dan berada. Mudah-mudahan di Hari Jadi yang ke-61 ini, segenap jajaran POLRI, dapat terus meningkatkan pengabdiannya
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Hadirin yang saya muliakan, Peringatan Hari Bhayangkara tahun ini, mengambil tema yang sama dengan tahun lalu, yakni ”Polisi Mitra Masyarakat”. Saya percaya tema ini sengaja diangkat kembali, karena tema ini sangat penting dan strategis untuk mewujudkan POLRI sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Tema ini juga merupakan ungkapan tekad POLRI untuk lebih mempererat kemitraan dengan masyarakat, sekaligus menjadikan hari Bhayangkara sebagai milik masyarakat. Dalam suasana Perang Kemerdekaan, POLRI berdiri dan terus berjuang demi tugas-tugas keamanan yang kompleks dalam mempertahankan kedaulatan negara. Cukup banyak anggota POLRI yang gugur di medan juang. Banyak pula anggota POLRI yang cacat dalam pengabdian. Kita wajib memberikan penghormatan terdalam bagi para pendahulu kita. Perjalanan panjang POLRI dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara, sangatlah berarti, POLRI berperan penting dalam menciptakan rasa aman, tentram, dan damai bagi masyarakat. Kita tentu sering menyaksikan anggota POLRI masih bertugas di jalanan di tengah teriknya panas matahari, atau tetap berjaga ketika hujan deras turun. Sebagian lagi, rela meninggalkan keluarga demi menciptakan rasa aman. Tidak jarang pula, mereka harus bertaruh nyawa melawan para pelaku kejahatan. Hal ini, seringkali luput dari perhatian kita semua. Di era reformasi sekarang ini, di tengah-tengah upaya kita menciptakan kondisi aman dan damai, adil dan demokratis, serta upaya kita meningkatkan kesejahteraan rakyat, POLRI terus berjuang. Apalagi, POLRI telah menjadi bagian dari warga sipil. Oleh karena itu, POLRI di era reformasi harus mampu menampilkan figur POLRI yang dicintai, dimiliki, dan dibanggakan oleh masyarakat. Filosofi ini harus terus diaktualisasikan kepada segenap insan Bhayangkara di tanah air.
353
354
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Hadirin yang saya muliakan, Dalam menyikapi berbagai perubahan di tengah-tengah masyarakat, POLRI dituntut untuk berupaya mengembangkan strategi dan kemampuan profesional kepolisian, dengan tetap berlandaskan pada nilai-niiai ideal Tribrata sebagai pedoman hidup dan Catur Prasetya sebagai pedoman karya. Untuk memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat di era reformasi, selain memposisikan POLRI sebagai bagian dari warga sipil, POLRI juga harus melakukan reformasi internal melalui pembenahan dalam berbagai aspek. Saya menyambut gembira, rencana peningkatan kuantitas sumber daya personil POLR1 agar dapat memenuhi perbandingan dengan jumlah penduduk di tanah air mendekati angka 1: 500. Saya pun menyambut baik, peningkatan kualitas anggota POLRI melalui berbagai panyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sesuai spesifikasi keahlian tugas agar memiliki kemampuan analisa yang tajam guna memenuhi tuntutan profesionalisme POLRI. Demikian pula, dalam waktu relatif singkat POLRI telah dapat meningkatkan sarana dan peralatan POLRI yang semakin modern, serta terpenuhinya kesatuan di setiap Polda dan Polres. Seiring dengan pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten / kota, saya berharap penambahan jumlah personel POLRI secara bertahap dapat mendekati standar rasio perbandingan POLRI dengan jumlah penduduk yang ideal. Hadirin yang saya muliakan, Akhir-akhir ini kita dihadapkan pada berbagai tindak kejahatan yang cukup beragam. Selain dihadapkan pada kejahatan konvensional, kita pun dihadapkan pada kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara, serta kejahatan di dunia maya (cyber crime). Para pelaku kejahatan, memainkan modus operandinya lebih canggih serta memiliki jaringan global. Peralatan yang digunakan pun tidak lagi konvensional. Untuk itu, POLRI dituntut untuk menjawab tantangan dari berbagai
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
bentuk kejahatan, melalui peningkatan profesionalisme POLRI. Alhamdulillah, melalui kinerja POLRI yang terus meningkat dari tahun ke tahun, berbagai upaya penanggulangan gangguan keamanan, ketertiban, dan tindakan kriminalitas telah ditangani secara efektif dan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Saat ini, Polri tidak hanya mampu menindak pelaku teror, tetapi juga berhasil mencegah terjadinya teror. Tokoh-tokoh di balik aksi-aksi itu, telah berhasil ditangkap. Keberhasilan itu tentu saja membanggakan kita semua. Di dunia internasional, keberhasilan kita mendapat apresiasi yang tinggi. Kita sudah dapat mangembalikan citra sebagai negara yang aman. Demikian pula tindakan tegas aparat kepolisian pada kasus illegal logging, illegal fishing, illegal mining, dan trafficking in person, terus kita lakukan. Tindakan tegas aparat kepolisian kita, telah mengurangi tindak kejahatan itu, sampai ke tingkat yang sangat signifikan. Dalam pemberantasan panyalahgunaan narkoba, kita telah berhasil mengungkap jaringan sindikat internasional dan menangkap sebagian dari para pelakunya, baik produsen, distributor, pengedar, maupun penggunanya. Namun, kita tidak boleh berpuas diri. Kejahatan dimensi baru dan modus operandi aksi-aksi kejahatan dipastikan akan terus berkembang, sejalan dengan perubahan sosial dan perkembangan teknologi modern. Eskalasi kejahatan konvensional seperti pencurian, penipuan, perampokan, pembunuhan, penyalahgunaan narkoba, serta kejahatan susila, masih seringkali terjadi. Demikian pula, kejahatan transnasional seperti terorisme, pencucian uang, perompakan, dan kejahatan ekonomi lintas negara, akan tetap mewarnai kecenderungan kejahatan dalam tahun-tahun ke depan. Bahkan kita harus mewaspadai maraknya jenis kejahatan fedofilia, yang berpotensi membahayakan generasi muda kita. Hadirin yang saya muliakan, Menghadapi berbagai permasalahan yang saya kemukakan tadi,
355
356
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
POLRI perlu meningkatkan kemampuannya dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas yang meresahkan masyarakat. POLRI perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia untuk membentuk anggota POLRI yang profesional, memiliki kemahiran dan sikap terpuji, serta memiliki kepatuhan hukum yang tinggi. Pemerintah pun terus berupaya untuk meningkatkan sarana dan prasarana kepolisian, untuk mendukung kinerja dan profesionalisme POLRI. Pemerintah pun berupaya untuk terus meningkatkan kesejahteraan anggota POLRI. Untuk lebih memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanatkan Pasal 30 Ayat 4 UUD 1945, saya minta agar strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan. Perbanyak pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Dengan cara itu, potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masing-masing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di Iingkungannya. Secara khusus, kita perlu lebih memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba terutama di kalangan generasi muda. Tingginya angka penggunaan narkoba, luasnya cakupan sosial korban pengguna anak-anak remaja, serta akibat yang sangat serius terhadap kehidupan generasi muda bangsa, sangat meresahkan kita semua. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kita harus memberikan hukuman yang sangat berat kepada setiap pelaku kejahatan narkoba. Kita harus dapat memberikan efek jera, agar masalah narkoba dapat kita tekan seminimal mungkin. Hadirin yang saya muliakan, Kita menyadari bahwa di samping berbagai kemajuan yang telah berhasil diraih POLRI, masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
disempurnakan. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini, sekali lagi saya minta agar seluruh jajaran kepolisian dapat menjadi polisi sahabat masyarakat. Polisi yang mampu memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada siapa saja yang memerlukan. Saya mengajak segenap masyarakat untuk ikut serta membangun keamanan dan ketertiban di lingkungan masing-masing. Bantulah polisi dalam menangani berbagai kasus yang tengah ditanganinya. Keikutsertaan masyarakat dalam membantu tugas kepolisian merupakan wujud nyata dari kemitraan masyarakat dengan POLRI. Dengan cara itu, keamanan dan ketertiban yang kita inginkan dapat terwujud. Kepada seluruh jajaran POLRI, saya ingin menyampaikan beberapa pesan saya untuk dilaksanakan dalam tugas dan pengabdian Saudarasaudara di seluruh tanah air. Pertama, prioritaskan berbagai sasaran strategis, program, dan kegiatan dalam rangka mewujudkan situasi kamtibmas yang kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tingkatkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Kedua, tegakkan hukum secara profesional dan proporsional. Junjung tinggi kode etik profesi dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan di luar kedinasan. Ketiga, pahami dan pedomani Undang-Undang Pokok Kepolisian yang menjadi landasan pelaksanaan tugas dan kewenangan POLRI, serta tingkatkan sosialisasi dan peran perpolisian masyarakat (Polmas). Keempat, bangun sikap proaktif, koordinatif, dan terpadu dalam menghadapi yang berpotensi mengganggu keamanan, sekecil apapun. Kelima, jadilah polisi yang bermoral, profesional, dan modern yang dicintai dan dipercaya masyarakat. Mari kita tingkatkan kualitas
357
358
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
pelayanan kepada masyarakat dengan penuh ketulusan, kasih sayang, dan penuh tanggung jawab. Demikianlah beberapa hal yang ingin saya kemukakan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, kepada seluruh anggota POLRI, saya ucapkan Selamat Hari Bhayangkara. SemogaAllah SWT senantiasa memberikan bimbingan,perlindungan, dan keselamatan dalam melaksanakan tugas dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara. Terima kasih. Dirgahayu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Jakarta, 1 Juli 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA T.T.D
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
DAFTAR PUSTAKA Aaron, Thomas J., The Control of Police Discretions, Springfild, Charles C. Thomas, 1960. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia (Dalam Mewujudkan rasa Keadilan Masyarakat (Hukum PidanaFormal), Penerbit Restu Agung, Jakarta, 2006. Abidin, Zaenal, Wartawan Suara Merdeka, 1999, Dalam Islam dalam menyelesaikan masalah konflik dilarang menggunakan kekerasan. Islam cinta perdamaian dan kerukunan. Islam adalah cinta kasih. Adiwidjaya, Hari, Profesionalisme dan Pengacara Sebagai Penegak Hukum Serta Kendala Yang Dihadapinya, Semarang, 8 September 2000. Adji, Seno, Indrianto, Penyiksaan dan HAM Dalam Perspektif KUHAP, PT Deltacitra Grafindo, Jakarta, 1998. Amur, Muchasim, Himpunan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Bidang Politik, Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 1999. Anang, Sulistyono, Etika Profesi Hukum di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1997. Apeldoorn van LJ, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1996 Arief, Barda, Nawawi, Tugas Yuridis POLRI dalam Berbagai Aspek Penegakan Hukum, Materi Simposium Nasional Polisi Indonesia, di Grahadhika Bhakti Praja, Semarang, 19-20 Juli 1993. ____________________, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang, 1994. ____________________, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
359
360
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
____________________,Beberapa Aspek Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1998. ____________________, Kepolisian dalam Perspektif Kebijakan Kriminal dan Sistem Peradilan Pidana, dalam Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001. ____________________, Perbandingan Hukum Pidana, Sari Kuliah, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. ____________________,Perumusan Pidana dalam Peraturan PerundangUndangan Sebagai Parameter Keadilan Dalam Penjatuhan Pidana, Makalah diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional : Perkembangan Hukum Pidana Dalam UndangUndang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana”, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Semarang, 3 s.d 5 November 2010. Arif Zulkifli, PDI di Mata Golongan Menengah Indonesia, Studi Komunikasi Politik, Grafiti, Jakarta, 1966. Arief, Barda, Nawawi, dan Nyoman Serikat Putrajaya, Pidato Pengantar dan Laudatio Tim Promotor, diucapkan pada Upacara Penganugerahan Doktor Honoris Causa Dalam Ilmu Hukum Kepada Hendarman Supandji Dalam Rapat Senat Terbuka Universitas Diponegoro, tanggal 18 Juli 2009. Aritonang, Edward, Kapolda Jawa Tengah, Keynote Speaker Pada Acara Seminar dan Lokakarya Penyelesaian Kasus Pidana Ringan Melalui Model Alternative Dispute Resolution (ADR) yang Adil dan Berkepastian Hukum, Semarang, 1 Desember 2010.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Asshiddiqie, Jimly, Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2005. Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandarmaju, Bandung, 1995. __________________, Kriminologi, Mandar maju, Bandung, 1997. Bachtiar, Da’i, Lampiran Keputusan KaPOLRI No. Pol. : Skep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005, hal 10-13 Bachtiar,W. Harsja. Ilmu Kepolisian – Suatu Cabang Ilmu Pengetahuan Yang Baru, Jakarta, 1994 : 83. Box, Stevan, “Police Crime” dalam Power, Crime and Mystification. London & New York: Tavistok Publications, 1983. BPHN, Simposium Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Masa Transisi, Binacipta, Bandung, 1975. ____________________, Simposium Hubungan Timbal Balik Antara Hukum dan Kenyataan Masyarakat, Binacipta, Bandung, 1976. Braithwaite, John, Reintegrative shaming, Republicanis and Policy, 1995. Broto, Al. Wisnu, Lembaga dan Pranata Hukum Dalam Bekerjanya Sistem Peradilan Pidana, Wisnu Siswacarita Press, Semarang, 1995. Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1981. Budihardjo, Eko, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Ketua Badan Penyantunan Kesenian Jawa Tengah, Ketua Pembina YPSDM Forum Rektor Indonesia, Semarang, 15 April, 2010. Dahrendorf, Ralph. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri. Edisi Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali, 1984. darmawan, Kemal, Moh., Purnianti, Mashab Dan Penggolongan Teori Dalam Kriminologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994 : 107109.
361
362
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Departemen Agama RI; Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara, Surabaya, 1993. Durkheim, Emil; Aturan-Aturan Metode Sosiologi, CV. Radjawali, Jakarta, 1985. Ebgelbrecht, Disusun Menurut Sistem, Peraturan Hukum Pidana UndangUndang tanggal 26 Pebruari 1946, Nr.1, Berita Republik Indonesia II, 9, s.d.u dg UU. No. 73/1958, hal: 1356. Efendi, Djohan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 102, ttd Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia, Jakarta, 2000. F. Odea, Thomas, Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal, Diterbitkan bekerja sama dengan Yayasan Solidaritas Gajahmada, ISBN 979421-130-3, Judul Asli The Sociology of Religion, Tim Penterjemah Yasogama, Rajawali, Jakarta, 1987. Faal M. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, 1991 : 83-85. Pito,Andrianus,Toni, Efrisa, Kemal Fasyah, Mengenal Teori-Teori Politik Dari Sistem Politik Sampai Korupsi, Penerbit Nuansa, Bandung, 2006. Febrianda, Lis, Rekonstruksi Regulasi Pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil oleh Birokrasi Pemerintahan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009. Firdaus, Yani, M., Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak, ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010. Friedmann,W., Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991. Gunawan, Ilham; Penegak Hukum dan Penegakan Hukum, Angkasa, Bandung, 1992.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Gunarso D. Singgih Ny.; Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1978. Gerven, W. Van Trenggono, Hartini, Kebijaksanaan Hakim judul asli Het Beleid Can De Rechter, Erlangga, Jakarta, 1990. Gerungan, Psikologi Sosial, Rajawali Pers, Jakarta, 1988. Hadi, Roesman, Kejahatan Dan Kekerasan, Bulsak, Jakarta, 1998. ______________, Reformasi Menuju POLRI Yang Profesional, Jakarta, 1999. Hadiati, Hermien, Koeswadji; Beberapa Permasalahan Hukum dan Pembangunan Hukum dan Pendidikan Hukum dan Hukum dan Bantuan Hukum, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1980. Hamdan M; Politik Hukum Pidana, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. Hamzah,Andi, Perbandingan KUHP - HIR Dan Komentar, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985. ____________________, Catatan Tentang Perbandingan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1991. ____________________, Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 1991. Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, PT. Midas Surya Grafindo, Cetakan ke 5 PT. Bulan Bintang diterbitkan oleh NV. Bulan Bintang, Jakarta, 1967. Hapsin, Abu, Pemahaman Moderasasi Agama Dalam Upaya Meningkatkan Kecintaan MahasiswaTerhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Harris M, Pembaharuan Hukum Acara Pidana Yang Terdapat Dalam HIR, BPHN dan Binacipta, 1978. Hartono, Dimyati; Lima Langkah Membangun Pemerintahan Yang Baik, Ind Hill Co, Jakarta, 1997.
363
364
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Hartono, Sunaryati CFG; Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad 20, Alumni, Bandung, 1994. Hassan, Fuad; Pengantar Filsafat Barat, Pelita Jaya, Jakarta, 1996. Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan,Kompas, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Agustus 2003. Hermana, Eddy, Profil “Predikat Cum Laude” Gelar Doktor Bertambah (tiga) di POLRI, Rastra Sewakottama, Media Informasi POLRI No. 111/ Tahun 2008. Hidayat, Arief, Bernegara itu Tidak Mudah (Dalam Perspektif Politik dan Hukum), Pidato Pengukuhan, Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Februari, 2010. Hoefnagels, Peter, G., The Other Side of Criminologi An Inversion of The Concept of Crime, Ultrecht State University, Nederland, Rotterdam, 1972. __________________, The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holand, 1973. Idrus, Chairuddin, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Rencana Aksi Nasional HAM 2010 – 2014 Sebagai Strategi Nasional untuk Mewujudkan Implementasi HAM dalam Penegakan Hukum, Lokakarya HAM Mapolda Jawa Tengah, 13 April 2011. Jaya, Putra, Serikat, Nyoman, Urgensi Pembahasan Buku I Tentang Ketentuan Umum Hukum Pidana Dalam RUU KUHP dalam Rangka Pembaharuan dan Pembentukan Sistem Hukum Pidana Nasional, Makalah diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional : Perkembangan Hukum Pidana Dalam Undang-Undang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Hukum Pidana”, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Semarang, 3 s.d 5 November 2010. Kantor Statistik dan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, Jepara Dalam Angka Tahun 1998. Karim, Rusli M.; Negara dan Peminggiran Islam Politik, PT.Tiara, Jogyakarta, 1999. Kesowo, Bambang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138 mengenai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, Jakarta, 2002 Komisi Hukum Nasional; Reformasi Hukum di Indonesia, Cyber Consult, Jakarta, 1999. Kumpulan Undang-Undang Kejaksaan, UU No. 5 Tahun 1991, Sinar Grafika, Jakarta, 1997. Kunarto dan Tabah Anton; Polisi Harapan dan Kenyataan, CV. Sahabat, Klaten, 1998. Kuncahyono,Trias, Paus Yohanes Paulus II, Musyafir Dari Polandia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Agustus, 2005. Kuntowijoyo; Pengantar Ilmu Sejarah,Yayasan Bentang Budaya,Yogyakarta, 1995. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298 Lotulung, Effendi, Paulus, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.
365
366
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Ma’arif, Syafi’I, Reformasi Politik, Kebangkitan Agama dan Konsumerisme, Pustaka Pelajar, bersama dengan Arief Budiman, Budiawan, Heru Nugroho, Th. Sumartana, Tini Hadad, YB. Mangunwijaya, Interfidei, Seri Dian VII Tahun VIII, diterbitkan atas Kerjasama Institut DIAN/Interfidei- Kompas dan Forum Wacana Muda Yogyakarta, Jl. Banteng Utama No. 59, halaman : 37. Machrup, Elrick; Kapita Selekta Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995. Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Cetakan kedua, Yayasan Wakaf Paramadina, PT. Tempirit, Jakarta, 1992. Mahfud MD, Moch., Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Penyunting Tirto Suwondo,Yogyakarta, 1999. ___________________, Gus Dur Militer dan Politik, pengantar, A. Malik Haramain, LkiS,Yogyakarta, 2004. Mahmutarom HR, Rekonstruksi Konsep Keadilan (StudiTentang Perlindungan Korban Tindak Pidana Terhadap Nyawa menurut Hukum Islam, Konstruksi Masyarakat dan Instrumen Internasional), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2009. Manheim, Karl,Terjemahan Soekanto S. Sosiologi Sistematis, CV. Radjawali, Jakarta, 1985. Martha, Ketut, I, Transformasi Pecalang Dan Pergeseran Perpolisian di Indonesia, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2007. Merton, Robert, dalam buku I.S. Susanto, Kriminologi, Fak. Hukum UNDIP Semarang, 1995. Milles, B. Batthew and Huberman, Michael A; Terjemahan Rohidi Tjetjep; Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Mudjahirin Thohir, Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran, Penerbit Bendera, Semarang, 1999:122.Muhadhjir, H. Noeng ; Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remadja Rosdakarya, Bandung, 1998. Mudzakkir Ali, Ringkasan Disertasi Promotor. H. Abddurahman Mas’ud, MA., Ph.D. dan Prof. Dr. H. Machasin, M.A; Model Pendidikan Berbasis Life Skills Di MAAlHikmah 2 Brebes SMK Roudlotul Mubtadiin Jepara dan SMA Semesta Semarang, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,Yogyakarta, 2011. Mudzakir, Perkembangan Hukum Pidana Materiil dan Formil Dalam UndangUndang di luar KUHP, Kebijakan Kodifikasi (Total) Hukum Pidana Melalui RUU KUHP dan Antisipasi Terhadap Problem Perumusan Hukum Pidana dan Penegakan Hukum Pidana di Masa Datang, pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional: Perkembangan Hukum Pidana dalam Undang-Undang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana, diselenggarakan oleh “Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan “Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, 2010. Muhamad, Joni, Aspek Hukum Perlindungan Anak Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya, Bandung, 1999. Muladi, Kerja sama Internasional dalam Bidang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana, Makalah Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, diselenggarakan oleh FH Undip di Semarang, 1993. ______; Hak Asasi Manusia Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Undip, Semarang, 1997.
367
368
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
______; Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni Bandung, 1992. ______; Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, PT. Refika Aditama, Bandung, Cetakan pertama, 2003. Muladi, Arief, Nawawi, Barda, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Penerbit P.T. Alumni, Edisi Revisi, Cetakan kedua, Anggota IKAPI, Bandung, hal 195-196. Muladi dan Mubarok, Sulaiman, Masalah Bantuan Hukum Oleh Pegawai Negeri, FH Undip, Semarang, 1994. Mustaghfirin, Refleksi Problematika Komisi Yudisial dan Rekonstruksi Sebuah Solusi Menuju Penegakan Hukum di Indonesia, Decan Faculty of law Sultan Agung Islamic University, Semarang, 2010. Muqoddas, M. Busyro, Mendudukkan Kembali Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa yang Adil dan Humanis, diucapkan dalam Seminar Nasional Dalam Dies Natalis Universitas Negeri Semarang ke46 “Reposisi Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa Menuju Tatanan Masyarakat yang Adil dan Humanis, Auditorium Universitas Negeri Semarang, Semarang, 27 April 2011. Nasikun; Sebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, Fisik UGM, Jogyakarta, 1974. Nasution S; Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, 1988. Nickel, James W., Hak Asasi Manusia Making Of Human Right, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996. Nurdin HK; Perubahan-Perubahan Nilai di Indonesia; Alumni, Bandung, 1983. Nusantara, Abdul, Hakim G., Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pelaksanaan, Djambatan, Jakarta, 1986.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Poernomo, Bambang, Pola Dasar Teori Azas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty,Yogyakarta, 1993. Polres Magelang, “Laporan Khusus Bidang Politik/Hankam: Bentrokan Massa Simpatisan PPP (GPK) dengan Massa Simpatisan PKB (Laskar Pinggiran/Naga Utara”, Nomor Pol. R/LAPSUS/07/X/2003/ Intelpam, tanggal 13 Oktober 2003, halaman 1-2. Poernomo, Bambang, Pola Dasar Azas Teori Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Liberty,Yogyakarta, 1993. Praja, S. Juhaya. dan Syihabuddin, Ahmad, Delik Agama Dalam Hukum Pidana Di Indonesia, Angkasa, Bandung : 5. Prakoso, Djoko, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987. Prodjo, Dikoro, Wirjono; Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia; PT. Eresco, Bandung, 1989. ____________________, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung, 1993. Pranata; Perilaku Sehat Dalam Era Industrial, Majalah Ilmu UNIKA Soegijapranata, Semarang, Th. IV No. 1, Desember 1992-Maret 1993. Pujiyono, Rekonstruksi Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, Ringkasam Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2011. Purwa, Hadi, Wardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Yogyakarta, 1990. Rahardjo, Satjipto; Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni Bandung, 1976. ________________, Hukum Masyarakat dan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1979.
369
370
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
________________, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Bandung, Alumni, 1981. ________________, Pendidikan Hukum Untuk Memenuhi Kebutuhan Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, FH UII, Jogyakarta, 1982. ________________, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1983. ________________, Membangun Polisi Indonesia Baru: Polri dalam Era Pasca-ABRI, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP Semarang tanggal 22-23 Oktober 1998. ________________, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia. Dieditori oleh Hasyim Asy’ari, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002. ________________, Hukum Progresip Sebagai Dasar Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia, dalam Menggagas Hukum Progresif Indonesia bersama Qodri Azizy, Muladi, Gunawan Setiardja, Abdullah Kelib, Bustanul Arifin, Achmad Gunaryo, Aji Samekto, Erman Suparman, Ghofar Sidiq, Mahmutarom, Ali Mnsyur, penyunting Ahmad Gunawan, Muammar Ramadhan, Diterbitkan atas Kerjasama “Pustaka Pelajar”, IAIN Walisongo dan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2006. Rahayu, Reposisi Indonesia diTengah Internasionalisasi Isu Hak Asasi Manusia, Orasi Ilmah, Diucapkan pada Dies Natalis ke 54 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang 11 Januari 2011. ______, Hak Asasi Manusia dan Tugas Polisi, Fakultas Hukum Diponegoro, diucapkan dalam Lokakarya HAM tingkat Polda Jateng Tahun Anggaran 2011 “Revitalisasi Peran dan Tanggung Jawab POLRI
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dalam Mewujudkan Profesionalisme yang berperspektif HAM, yang diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah”, tanggal 13 April 2011. Rahayu, Esmi, Warassih, Pudji, Orasi Ilmiah, Paradigma Kekuasaan dan Transformasi Sosial, Diskripsi Tentang Hukum di Indonesia Dalam Agenda Globalisasi Ekonomi, Disampaikan pada Acara Peringatan Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Ke-43, Semarang, pada tanggal 9 Januari 1999. Rauf, Maswadi (Guru Besar UI), Internet, Sekilas Teori Konflik : May 2002. Reksodiputro, Mardjono, Perkembangan Hukum Pidana Materiil dan Formil Dalam Undang-Undang di luar KUHP (Catatan Sementara Tentang Pengaruhnya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum Pidana Nasional), diucapkan pada “Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional: Perkembangan Hukum Pidana dalam Undang-Undang di Luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana, diselenggarakan oleh “Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan “ Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, 2010. Riyanto, Benny, Rekonstruksi Model Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Mediasi yang Diintegrasikan Pada Pengadilan, Pidato Pengukuhan diucapkan pada Upacara Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010. Riyanto Benny, Mediasi Sebagai Sarana Penyelesaian Sengketa Bisnis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2009. Rohidi, Rohendi, Tjetjep terjemahan Matthew B. Miles A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992 : 5861.
371
372
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Rudy, T. May. Pengantar Ilmu Politik, Wawasan Pemikiran dan Kegunaannya, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung, 1992. Sabadan, Daan, Kunarto, Statistik Kejahatan Internasional Tahun 1981 s/d 1984, Kejahatan Berdimensi Baru, Cipta Manunggal, ISBN : Indonesia :979-8939-21-2, Jakarta, 1999. Samekto, Adji, Paradigma dan Mazhab (Studi) Hukum Kritis Pada Hukum Progresif, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang (tanpa tahun). Sanit,Arbi, DPR Sumber Konflik, Suara Merdeka, Semarang, 27 Nopember 2000. Sanoesi, M, Sambutan Kepala Kepolisian RI Pada Seminar Kriminologi V, di Semarang, 11 Nopember 1986 : 9. Santoso, Budi, Pergeseran Pandangan Terhadap Hak Cipta, Studi Pergeseran pandangan tentang Hak Cipta di Amerikan Serikat dan Indonesia, disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum, Pidato Pengukuhan, Semarang, 22 Maret 2011. Sari, Nirmala, Ringkasan Disertasi Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011. Seidman & Chambliss, dalam buku Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1983. Senoadji, Oemar H; Hukum Acara Pidana Dalam Prospeksi, Erlangga, Jakarta, 1981. Senoadji, Indriyanto; Penyiksaan dan HAM dalam Perspektif KUHP, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998.Schid Von JJ, Terjemahan Djamaluddin Singomangkuto Datuk, Ahli-Ahli Pemikir Besar Negara dan Hukum, PT. Pembangunan, Jakarta, 1954.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Setiadi,Wicipto, Penyusunan Pokok-Pokok Pikiran dan Strategi Pembahasan RUU tentang KUHP, diselenggarakan oleh Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Tengah, 2010. Supriyadi, Dedi, Sejarah Hukum Islam (Dari Kawasan Zasirah sampai Indonesia), Pengantar Prof. Dr. H. Yahya S. Praja (Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syariah dan ketua Program Studi S3 Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Penerbit CV. Pustaka Setia Bandung, 2010. Setiawan, Muhamad Arif. Pembaharuan Praperadilan (Studi Pemaknaan Hukum oleh Polisi), Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010. Sidarta, B. Arief, Hukum Progresif dari Sisi Filosofis: Persepsi Epistemologis, Hermeneutis, dan Metafisika, Bandung, 19 Juli 2009. Sitompul. Luhut, Buletin Staf Ahli Kapolri Kejahatan dan Kekerasan, Jakarta 1998 : 17. Soekanto, Soerjono, Fungsionalisasi DanTeori Konflik Dalam Perkembangan Sosiologi, Sinar Grafika, Jakarta, 1968. _________________, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Jakarta : 1988, Rajawali Perss _________________, Beberapa Cara dan Mekanisme Dalam Penyuluhan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986. ____________________, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. ____________________, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum; PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
373
374
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Soemitro, Hanitijo Ronny., Politik Kekuasaan dan Masyarakat, Alumni, Bandung, 1982. __________________________, Studi Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung, 1985. ____________________, Permasalahan Hukum di Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung, 1984. ____________________, Politik Kekuasaan dan Hukum, Pendekatan Manajemen Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 1988. ____________________, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990. ____________________, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman MasalahMasalahHukum, Agung Press, Semarang, 1995. ____________________, Studi Hukum dan Penjelasannya, Politiea, Bogor, 1996. Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan KomentarKomentarnya, Politiea, Bogor, 1988. Subekti R, Hukum Pembuktian, Prandya Paramita, Jakarta, 1995. ____________________, Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam KUHP, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996. Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1983. Sudarto, Yuwono; Pembangunan Politik dan Perubahan Pollitik Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Mas Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta, 1981. Sudibyo, Edy, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208, Penjelasan Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, Salinan sesuai dengan aslinya, Sekretariat Kabinet Kepala Biro Perundang-Undangan II.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Sudjono, S. Brodjo, “Kataklisme”, Budaya Malu dan Peran Polisi, Harian Suara Merdeka, Semarang, 8 Desember 2000. Suhardo, Sigit; Pengantar Manajemen, UGM Press, Jogyakarta, 1984. Suharto, Bowo, Rakhmat, Rekonstruksi Birokrasi Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Menuju Keberlanjutan Ekologi, Ringkasan Disertasi Departemen Pendidikan Nasional Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011. Sulistyani, Diah, RS, Problematika Jaminan Fidusia Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Para Pihak Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010. Sulistyanta, Alternatif Model Pembinaan Terpidana yang Memberdayakan, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2010. Sumaryanto, Totok, Florentinus, Menjadi Pembelajar Dengan Seni, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Univesitas Negeri Semarang, Rabu, 22 Juli, 2009. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta; 1997. Supandji, Hendarman, Membangun Budaya Anti-Korupsi Sebagai Bagian dari Kebijakan Integral Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Penganugerahan Doktor Honoris Causa di Universitas Diponegoro, promotor Barda Nawawi Arif dan Nyoman Serikat Putra Jaya, Semarang, 18 Juli 2009. Suparman, Eman, Mendudukkan Kembali Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim Menuju Peradilan Yang Bersih dan Berkeadilan, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Diucapkan dalam Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Negeri Semarang ke-46 “Reposisi Keluhuran Budaya dan Martabat
375
376
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bangsa Menuju Tatanan Masyarakat yang Adil dan Humanis, Auditorium Universitas Negeri Semarang,, Semarang, 27 April 2011. Suparmin, Lembaga Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Pendukung Antar Partai di Kabupaten Jepara, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Universiatas Diponegoro Semarang, 2001. _________, Kapita Selekta Aneka Persoalan di Bidang Hukum Ekonomi & Hukum Pidana Khusus,Tim Penerbit Wahid Hasyim University Press, ISBN :978-979-25-6663-5, Cetakan I, Semarang, 2007. _________, Lembaga Kepolisian & Penyelesaian Konflik Pendukung Partai,Wahid Hasyim University Press, 2007. _________, Tragedi Kemanusiaan dalam Pemilu 1999 di Jepara, Wahid Hasyim University Press, Semarang, 2007. _________, Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik, Studi Socio Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Pendukung Partai Politik di Jawa Tengah, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2008. _________, Ringkasan Disertasi Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik -Studi Socio-Legal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Antarpendukung Partai Politik di Provinsi Jawa Tengah), Program Doktor Ilmu Hukum Undip, ISBN: 978-979-704-634-7, Cetakan I, Semarang, 2008. Suryokusumo, Sumaryo; Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Alumni, Bandung, 1977. Susanto I.S; Kejahatan Korporasi, Universitas Diponegoro, Semarang, 1995. ____________________, Kriminologi, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1995.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
____________________, Lembaga dan Pranata Hukum Dalam SPP, Semarang, 1995. Susilo R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Politea, Bogor, 1996. Sutanto, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panduan Pembentukan dan Operasional Perpolisian Masyarakat, berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol.:Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, Jakarta, 2006. Sutarto, Surjono; Hukum Acara Pidana, UNTAG, Semarang, 1994. Suteki, Perkembangan Hukum Sosiologis dan Gerakan Hukum Progresif dalam Konfigurasi Tetrahedron, Makalah diucapkan dalam Seminar Prospek Hukum Progresif di Indonesia, Semarang, 20 Juli 2009. Syam, Nur, Kegagalan Mendekatkan Jarak Ideologi Partai Politik Pengalaman Indonesia Orde Baru, Jurnal IAIN Sunan Ampel, edisi XVII, Oktober-Desember 1999. Tabah, Anton, Rahardjo Satjipto, Polisi Pelaku dan Pemikir, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993. Tallan, Rudolfus, Saatnya Hukum Bertamsya ke Alam Posmodern sampai ke Posmarxis, diucapkan dalam Seminar Nasional Prospek Hukum Progresif” pada hari Senin, tanggal 20 Juli 2009. Tengker F; Hukum Suatu Pendekatan Elementer, Nova, Bandung, 1993. Terjemahan Almiandan, Sosiologi Sistematis Suatu Pengantar Studi Tentang Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Tunggal, Hadi, Setya, Tanya Jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa dan HakHak Asasi Manusia, Harvarindo, Jakarta, 2000. United Nations. “Report: Ninth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders 1995”, Dokumen Cairo, 1995.
377
378
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Utama, Yos Johan, Membangun Peradilan Tata Usaha Negara Yang Berwibawa, Pidato Pengukuhan, Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 4 Pebruari 2010. Wahyono, Padma, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, CV. Radjawali, Jakarta, 1983. ____________________, Reformasi Menuju Polisi Yang Profesional, Bulsak, Jakarta, 1999. Wahid, Abdul, Modus-Modus kejahatan Modern. Bandung: PT. Tarsito, 1993. Wahid, Abdul; Anang, Sulistyono, Etika Profesi Hukum di Indonesia,Tarsito, Bandung, 1997. Wahyono, Padmo, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, CV. Rajawali, Jakarta, 1983. Wardoyo, Purwo, Hadi AL, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Jogyakarta, 1990. Wawancara dengan Camat Kedung Kabupaten Jepara. Wawancara dengan Aipda Agus Prio Hatmoko (pendeta), di Mapolda Jateng, tanggal 11 Juni 2009. Waluyo, Bambang; Sistem Pembuktian Dalam Pengadilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1992. Widyadharma, Ridwan, Ignatius, Hukum Profesi Tentang Profesi Hukum, CV. Ananta, Semarang, 1994. Wiko, Garuda, Rekonstruksi Regulasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kedaulatan (Suatu Analisis Sosio Legal Terhadap Peraturan Sektor Perikanan di Kalimantan Barat), Ringkasan Disertasi Departemen Pendidikan Nasional Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2006.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Weber, Max; Konsep-Konsep Dasar Dalam Sosiologi, CV. Rajawali, Jakarta, 1985, (Terjemahan Sukanto Surjono). Widiyanti, Ninik dan Waskita, Julius; Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Wignjosoebroto, Soetandyo; Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Wright, Burton, Fox Vernon, Criminal Justice and The Social Sciences, W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto, 1978. Zietlin, M Irving; Memahami Kembali Sosiologi, Kritik Terhadap Teori Sosiologi Kontemporer, Gajah Mada Press, Jogyakarta, 1995. Mass Media dan Dokumen : Arsip Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Tahun 1999. Arsip Polsek Kedung dan Polres Jepara, Tahun 1999. Fatchur Rosyidi, Wawancara Pribadi, Kedung, 1 Oktober 2000. H. Sulaiman Effendi SH, Wawancara Pribadi, Camat Kedung, 29 Oktober 1999. Hery Sutomo, Sekretaris PKB Ranting Kedung, Tanggal 23 Oktober 1999. Ipda Pol. Sumarno, Wawancara Pribadi, Kapolsek Kedung, 1 Oktober 2000. Justice Without Trial : Low Enforcement In Democratic Society, 1996. KH. Mbah Yasin, wawancara Pribadi, Kedung, 1Oktober 1999. K.H. Muchsin Ali, Wawancara Pribadi, Kedung, 20 Agustus 2000. Letkol Pol. Monang Manullang, Wawancara Pribadi, Jepara, 2 Juli 2000. Media Informasi dan Komunikasi, MTD, Edisi 221 : 4.
379
380
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Nawawi, Achmad, Tim Advokasi DPC PKB Jepara, 29/10/1999 berkata “kami mendukung perdamaian warga”. DPP PPP dan DPPP PKB juga menyesalkan dan prihatin atas bentrokan massa kedua partai itu di Jepara. Sekjen DPPP Ali Marwan Hanan dan Sekjen DPPP PKB Muhaimin Iskandar kemarin berjanji akan mengambil langkah perbaikan yang lebih harmonis antara kedua partai itu melalui silaturahmi yang lebih intensif. Polres Magelang, “Laporan Khusus Bidang Politik/Hankam: Bentrokan Massa Simpatisan PPP (GPK) dengan Massa Simpatisan PKB (Laskar Pinggiran/Naga Utara”, Nomor Pol. R/LAPSUS/07/X/2003/ Intelpam, tanggal 13 Oktober 2003, halaman 1-2. Senior Inspektur Polisi Sugito, Wawancara Pribadi, Kasat IPP Polres Jepara, 21 Nopember 2000. Serma Pol. Bambang Suwelo, Wawancara Pribadi, Kanit Sabhara Polsek Kedung, 1 Oktober 2000. Serma Pol. Sudarno, Wawancara Pribadi, Bataud Polsek Kedung, 1 Oktober 2000. Sertu Pol. Supriyanto, Wawancara Pribadi, Polsek Kajaga Polsek Kedung, 1 Oktober 2000. Sertu Pol. Eko Pujianto, Wawancara Pribadi, anggota Reserse Polsek Kedung, 1 Oktober 2000. Suara Merdeka, Pantura, Upacara Perdamaian Antar Parpol, Kades Minta Pengajian Partai Diistirahatkan, Sabtu, 30 Oktober 1999. Suara Merdeka, 30 Oktober 1999, “Upacara Perdamaian Antar” Parpol , Kades Minta Pengajian Partai Di Istirahatkan, H. Masykuri, Ketua DPRD II Jepara, Karena tidak ada larangan pengajian atas nama partai, usulan itu hanya sebagai catatan, agar menjadi masukan parpol. Pengajian untuk menyosialisasikan hasil-hasil kesepakatan dengan parpol lain, sampai yang terakhir hasil Sidang Umum MPR
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
RI dan terpilihnya GUS DUR (KH Abdurrahman Wahid) sebagai Presiden RI. Dan tentu saja , suasana aman damai bisa terwujud, jika para pimpinan partai politik menganggap kampanye bukan semata-mata guna memperoleh suara sebanyak-banyaknya, melainkan untuk menumbuhkan rasa aman, kerukunan, dan ketenangan. Suara Merdeka, Polda Mengusut Perusakan Pengadilan Negeri Magelang, Semarang, Tanggal 18 Nopember 2000 : 1. Suara Merdeka, Harian, Semarang, Kamis Pahing, 30 Desember 2010, hal: 1 Masih banyak yang belum tertangkap, sel- sel Terorisme di Indonesia, bahwa saat ini masih ada UP (Umar Patek), ZI (Zulkarnaen) dan lainnya yang masih bebas berkeliaran. Suara Merdeka Perekat Komunitas Jawa Tengah, Kamis Legi, Semarang, 28 April 2011, halaman : 1 dan hal 11 kolom 1 daftar 17 tersangka Bom Buku dan Bom Serpong : 1 Pepi Fernando, SAg; (32); 2 Muhammad Maulana Sani; 3 Hendi Suhartono, Sag; (32); 4 Muhammad Fadil, Sag; (32 ); 5 Imam Kamaludin alias Firman, alias Abu Azzam (23); 6 Darto (26); 7 Watono (22); 8 Fajar Dwi Setyo alias Phecun (25); 9 Ade Guntur alias Sagod (20); 10 Riki Riyanto alias Ibeng (20); 11 Mochamad Syarif alias Aip alias Culix (32); 12 Mugiyanto alias Mugi (18); 13 Juni Kurniawan alias Juni (32); 14 Febri Hermawan alias Awi alias Toge (30); 15 Deni Carmelita alias Umi Najla (32); 16 Imam Mohammad Firdaus, SE alias Imam (32); 17 Matun Maulana (30) dan lima orang dibebaskan karena belum cukup bukti, yaitu Doni Ramdani alias Doni, Yuyun Supriyatna alias Yuyun, Osum Sumarna alias Asum, Ahmad Hidayat, dan Opi Yuhendra alias Opi alias Sipil. Suara Merdeka, Kamis 10 April 2011 halaman : 10. Suara Merdeka, Densus 88 Tangkap Anggota Kelompok Sarip, Perekat
381
382
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Komunitas Jawa Tengah, Rabu 4 Mei 2011, Semarang. Suara Merdeka, Nasional dan Hukum, Perekat Komunitas Jawa Tengah, Senin, 9 Mei 2011. Wawasan, Muak Saksikan Perilaku Elite Politik, Semarang, 16 Nopember 2000 : 1. website address: http://www.adriandw.com e-mail address: adria.@ centrin.net.id. Kliping : Brodjo Sudjono, Kataklisme Budaya Malu dan Peran Polisi, Suara Merdeka, Semarang 8 November 2000. Hal.VI. Faruqi Al Jabir, Islam Politik dan Depolitisasi Agama, Suara Merdeka, 21 Juni 2000, Marzuki Tafrikan M, Konflik Elite Politik Pasca Sidang Tahunan MPR, Suara Merdeka, 23 Agustus 2000, Sardini Hidayat Nur; Islam Politik, Jangan Serba Ideologis,Tanggapan Untuk Jabir Al Furuqi, Suara Merdeka, 7 Juni 2000, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan : Himpunan Peraturan Perundang-Undangan RI Tahun 1997, CV. Eko Jaya, Jakarta, 1997. Himpunan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Bidang Politik, Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 2000. Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 640 Tahun 2003 tentang Penetapan Daerah Pemilihan dan Tata Cara perhitungan Jumlah Kursi Anggota DPR untuk Setiap Provinsi Seluruh lndonesia dalam Pemilu Tahun 2004. KUHP; Karya Anda, Surabaya.
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Lampiran surat Keputusan KaPOLRI No. Pol.: Skep/360/VI/2005 tanggal : 10 Juni 2005 Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) POLRI Tahun 2005-2025 dalam Grand Strategi POLRI. Polda Jawa Tengah, Rencana Strategis Polda Jawa Tengah Tahun 2005 – 2009, Semarang, 2004.
383
384
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
DAFTAR singkatan UUDNRI 1945 : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU
: Undang-Undang
AF
: Ancaman Factual
APP
: Acara Pimpinan Pasukan
AS
: Amerika Serikat
CC
: Crime Clearance
CJS
: Crimnal Justice System
CR
: Crime Rate
CT
: Crime Total
DPR
: Dewan Perwakilan Rakyat
FKK
: Faktor Korelatif Kriminogin
Golkar
: Golongan Karya
HAM
: Hak Asasi Manusia
Harda
: Harta Benda
INSTR
: Instruksi
Jateng
: Jawa Tengah
Jitkor
: Jiwa Tubuh dan Kehormatan
Juklap
: Petunjuk Lapangan
Juknis
: Petunjuk Teknis
Kapolda
: Kepala Daerah Kepolisian
Kapolri
: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Keppres
: Keutusan Presiden
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
KTM
: Keamanan Ketertiban Masyarakat
KUHAP
: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
KUHP
: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
LP
: Laporan Polisi
LP
: Lembaga Pemasyarakatan
Mabes
: Markas Besar
MPR
: Majelis Permusyawaratan Rakyat
NO
: Nomor
PANGAK
: Panglima Angkatan Kepolisian
PBB
: Perserikatan Bangsa-Bangsa
PDI
: Partai Demokrasi Indonesia
PERKAP
: Peraturan Kapolri
PH
: Police Hazard
PHH
: Penanggulangan Huru-Hara
PKB
: Partai Kebangkitan Bangsa
POLRI
: Kepolisian Negara Republik Indonesia
PP
: Peraturan Pemerintah
PPP
: Partai Persatuan Pembangunan
Protap
: Prosedur Tetap
QS
: Qur’an Surat
RJ
: Restorative Justice
Skep
: Surat Keputusan
SPP
: Sistem Peradilan Pidana
TAP
: Ketetapan
TKP
: Tempat Kejadian Perkara
VC
: Vice Control
385
386
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
INDEKS NAMA A INDEKS HAL A Abdul Chamid, 203 Abdul Hakim Garuda Nusantara, 77, 82 Abdul Latif, 203 Abdul Wahid, 109, 232 Abdurrahman Wahid, 6,, Abdussalam, 56 Abu Hapsin, 67 Abu Su’ud, 131 Abu Yahya, 172 Achmad Hisyom, 203 Achmad Gunaryo, 198 Achmad Nawawi, 169, 208 Achmad Junaidi, 203 Adji Samekto, 70, 198 Agus Prio Hatmoko, 68 Ahmad Hanafi, 62 Achmad Gunawan, 198 Achmad Nawawi, 169 Ahmad Tohari, 131 Alvina Treut Burrouw, 95, 218 Ali Mansyur, 198 Andrianus Pito, 219 Annemike Wolthois, 45 Anton Tabah, 103, 104, 110 Apeldoorn van LJ,, 14 Arbi Sanit, 234
Arief Budiman, 371 Arief Hidayat, 33, 3 4 Arif Zulkifli, 150 Aris rahman, 171 Aristoteles, 13, 14 Asrori, 201 B B. Arief Sidarta, 130, 131 Baley, 221 Bambang Kesowo, 219 Bambang Hendarso Danuri , 351 Bambang Poernomo, 31, 70, 201 Bambang Utoyo, 163, 167, 168 Bambang Sunggono, 23 Bambang Suwelo, 190, 206, 221 Barda Nawawi Arief, 29, 41, 45, 59, 99, 100, 107, 108, 144, 151, 230, 294 Benny Riyanto, 52, 151, 152 Blaise Pascal, 4 Budi Santoso, 12 Burton Wright, 185 Busyro Muqoddas (M), 143 C Chairuddin Idrus, 72 Chambliss & Seidman, 182,
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
D Daan Sabadan, 105 Dai Bachtiar, 10, 94, 99, 240 Darsono bin Gumun, 204, Dedi Supriyadi, 4 Diah Sulistyani RS, 15 Didiek Sutomo Tri Widodo, xii Djihartono, 97 Djoko Prakoso, 236 Djohan Efendi, 120 Drs. H. Achmad, 7 Drs. Mundhakir, 208 Drs. Sunarto, 208 E Eddy Hermana, 10 Edward Aritonang, 98 Edwin H Shuterland, 189 Edy Sudibyo, 178 Effendi Lotulung, 224 Eko Budihardjo, 200, Eko Pujianto, 202 Eko Wahyudi, 267 Elan Subilan, xii Eman Suparman, 52 Engelbrech, 37 Esmi Warassih Pudji Rahayu, 174 F F. Rohman, 277 Fatchur Rosyidi, 278 Florentinus Totok Sumaryanto, 200
G G. Peter Hoefnagels, 26, 27, 31, 211, 237, 299 Garuda Wiko, 136 George Simmel, Gerungan, 181 Gus Dur, 7, 15, 160,168 Gusnurul Yaqin, 173 H H. Fatkhur Rosyidi, 165 H. Sulaiman Effendi SH,, 239, 240 Hadi Setia Tunggal, 82 Hari Adiwijaya, 105 Hari Soenanto, xiii Harsa W Bachtiar, 123 Haryatmoko, 184 Haryoko, 197 Hendarman Supandji, 163, 165 Hery Sutomo, 188, 239, 240 Hoefnagels, 31, 32, 34, 63, 157, 190, 221, 243, 245, 285 I Ir. Sukarno, 2 I.S. Susanto,, 6, 30, 134, 210, 212, 217, 220, 245, 247 Ignatius Ridwan Widyadarma, 102 I. Ketut Marha, 223 Indrianto Seno Adji, 69 Ipda Pol. Sumarno, 181 Irjen Pol. Drs. Edward Aritonang, 98
387
388
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
J Jabir Al Faruqi, 176, 179 James W. Nickel, 73 Jan Remmelink, 281, 280 Jati Waluyo, 173 JFR. Montolalu, 6 Jerrome H. Skolnick, Jimly Asshiddiqie, 155, 156, 157 John Braithwaite, 139 Juhaya S. Praja, 139 K K.H. Amir, 162 K.H. Muchsin Ali, 165 K.H. Muchsin Ali, 165 Kadaryanto, 2, 33 Kadir, 162 Kaelan, 289 Kapolri Jendral Polisi Drs. Timur Pradopo, 96, 97 Karsiyem, xiii Karol Wojtyla, 67, 302 KH. Mbah Yasin, wawancara Kompol Sidik Hanafi, 204 Kyai Haji Moch Yasin, L, Letkol Pol. Monang Manullang, 180 Lincoln dan Marthin Luther King, 5 Lis Febrianda, 143 Luhut Sitompul, 132
M M. Faal, 217, 218, M. Rusli Karim, 177 M. Sanoesi, 123, 215 M. Tafrikan Marzuki, 177 M.Yani Firdaus, 153 Mahmudi, 290 Mahmutarom HR, 3, 14, 28 Makhun, 172 Makin bin Saripan, 204 Mardi bin Suhud, 204 Mardjono Reksodiputro, 229 Mariam Budiardjo, 179 Maryo, 203 Masduki, 203 Maskuri bin Sodiq, 204 Maswadi Rauf, 16 Mintoredjo, xiii Mbah Kyai Haji Abdul Muntalib, 207 Mbah Kyai Haji Amir, 207 Mbah Kyai Haji Mochsin Ali, 165, 175, 180 Mbah Kyai Haji Musadad, 208 Mbah Yasin, 175 Mudzakkir Ali, 240 Moch. AS Hikam, 247 Moch. Kemal Darmawan, 189 Moch. Mahfud MD, xii, 24, 33, 160, 163 Moch. Sanoesi, 123 Moempoeni Moelatingsih, xi, 8
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Moammar Ramadhon, 198 Monang Manullang, 168, 180, 208, 256, 275 Mudzakir, 56 Mudjahirin, 177 Muh. Munawir, 172 Muhammad Nurhandayani, 202 Muhammad Rasulullah SAW, 2, 3 Muhidin, 171 Muhson, 172 Mujiyono, 278 Muladi, 8, 11,95, 98, 108, 269 Mustaqhfirin, 53 N Nasikun, 22, 146, 147, 148 Nirmala Sari, 40 Nur Ali, 203 Nur Syam, 160 Nurcholish Madjid, 2, 3, 5, 58, 63, 65, 66 Nurhasim, 164, 202, 256, 275 Nurkholis, 171, 277 Nursiyo, 203 Ny. Sayem, 203 Nyoman Serikat Putra Jaya, 38, 282 P Padmo Wahyono, 282 Pardiyono bin Sulaiman, 204 Paulus Effendi Lotulung, 229 Purwa Hadi Wardoyo, 232
R R. Soesilo, 8, 174 Rahayu, 70 Rakhmat Bowo Suharto, 135 Ralph Dahrendorf, 3 Robert Merton, 182 Robert Pheel, 103, 220 Roesman Hadi, 74 Rofil, 197 Rojai, 203 Romli Atmasasmita, 31 Ronny Hanitijo Sumitro, 20, 30, 134, 135, 136, 137, 138, 141, 142, 144 Rudi Susanto, 67 Rudolfus Tallan, 235 S S. Brodjo Sudjono, 231 Sabar Rahardjo, xii Sanimah, 203 Sanimbar, xii Sanusi alias Buncit bin Makenan, 204 Sariyan, Satjipto Rahardjo, 12, 21, 104, 106, 110, 118, 119, 130, 134, 148, 149, 198, 220, 235 Senior Inspektur Polisi Sugito, 8, 205 Serma Pol. Bambang Suwelo, 166, 179, 193
389
390
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Sertu Pol. Eko Pujianto, 233 Sertu Pol. Supriyanto, Sidik Hanafi, 204 Singgih D Gunarso, 181 Siswanto, 97 Sobari, 171 Soediman, 130 Somo Semito, xiii Soeryono Soekanto, 116 Sudarmawatiningsih, 296 Sudarno, 163, 203, 204 Sudarto, 19, 224 Sudjito dkk, xii Sudiyono, 207 Sumarno, 181 Sugeng, 197 Sugito, 8, 205 Suharmi, xiii Sulaiman, 208 Sulistyanta, 211 Sullipan, 232 Sumardi, 203 Sumono bin Wardi, 204 Sunanto, 171, 278 Sunawi, 203 Suparmin, 6, 7, 8, 11, 41, 42, 66, 74, 168, 208, 215, 224, 241, 254, 275 Supriyanto, Susilo Bambang Yudhoyono, 101, 152, 362 Steven Box, 109
Sutanto, 112, 266 Sutarmo, 203, Suteki, 23, 64 Sutrisno, 203, Syaiful Rizal, 7 Syafi’i Ma’arif, 142 T T. May Rudy, 13 Thomas F Oder, 117 Thomas J. Aaron, 9, 21, 95 Thomas Jefferson, 295 Timur Pradopo, 96, 97 Toni Andrianus Pito, 219 Totok Marwoto, 6 Trias Kuncahyono, 67, 68, 69 W W.Van Gerven, 233 Wahid Hasyim, 224, 420 Wardoyo, 171 Wicipto Setiadi, 37 Y YB. Mangunwijaya, 163 Yos Johan Utama, 79 Yohanes Paulus II, 67 Z Zaenal Abidin, 169 Zurofah, 204
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
INDEKS HAL A Acara “Silaturahmi Pemerintah, Parpol, Tokoh Masyarakat, 208 Affirmative action, 311 Agama,viii, x, xxi, xxxiii, xxxvii, 3, 4, 8, 10, 11, 13, 15, 17,50, 59, 61, 63, 66, 67, 69, 93, 101, 114, 118, 139, 156, 162, 163, 169, 176, 177, 178, 179, 182, 192, 194, 200, 235, 237, 269, 270, 284, 286, 291, 294, 299, 302, 311, 312, 315, 343, 347 Agitasi politik, 11 Ahlul Sunnah Wal Jama’ah, 175, 181, 185 Alat negara, xix, 13, 34, 75, 76, 87, 119, 132, 242, 247, 259, 303 Alternative dispute resolution, xx, xxvi, 12, 33, 40, 41, 42, 44, 50, 52, 59, 69, 151, 174, 240, 241, 242, 243, 256, 258, 293, 299, 301 Anggota POLRI, xxi, 91, 92, 101, 112, 115, 176,223, 244, 264, 268, 269, 293, 294, 299, 308, 309, 317, 319, 320, 324, 337, 341, 343, 348, 350, 351, 352, 353, 357, 360, 362 Apa kata Kyai, 181 Aparat, v, 26, 41, 45, 55, 59, 70, 72, 75, 97, 99, 108, 121, 123, 180,
197, 200, 243, 259, 288, 294, 300, 359 Arabia telah membuat lompatan, 3 Arsip Kecamatan Kedung, 163 Asas keadilan sosial, 292 Asas Ketuhanan, 291 Asas kewajiban, 215 Asas kewajiban/ lichtmatigeid, 215 Asas legalitas, 317 Asas nesesitas, 317 Asas proporsionalitas, 317 Asas ultimum remedium, 39 ASEAN, 232 Asia Week, 232 Asosiatif dan disosiatif, 166 Aspek kepastian hukum, 36 Aspek kepastian hukum berbenturan, 36 Aspirasi dasar manusia, 183 Atas perintah penyidik, 84 Atau tidak bersalah, 337 B, Bagian dari HAM, 314 Bangsa-Bangsa, 4, 71, 73, 74, 120,288, 295, 298, 315, 316 Bantuan pekerja sosial, 349 Bebas dari penangkapan, 314
391
392
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Bebas dari perlakuan sewenangwenang, 351 Bentuk kekeluargaan, 207 Bentuk kekerasan, 20, 21, 22 Bentrokan massa, 8, 9, 169, 170, 171, 172, 257, 276 Berbenturan, 36, 142 Berdasarkan fakta, 57, 218 Berfungsi secara efektif, 19 Berhak atas kebebasan, 177 Berhubungan langsung dengannya, 57,218 Berita Negara, xxi, 35, 288, 354, 355 Berjiwa Pancasila, 129, 130, 131, 133, 196 Berkebangsaan asing, 338 Berkesan “mendua”, 69, 91 Berkonsultasi dengan dokter, 349 Berkoordinasi dengan kejaksaan, 31 Berkurangnya jumlah data, 105 Bermuatan ejekan, 177 Bernegara itu tidak mudah, 33 Berpapasan, 8, 9, 164, 169, 170, 171, 257, 276, 277 Berperan sebagai, 10, 40, 54, 123, 127, 228, 296 Bersama-sama mengamankan, 167, 169, 276 Bersifat damai, 19 Bersifat normatif, 24, 116 Bersikap empati, 349
Bertanggung jawab, 28, 35, 55, 56, 84, 95, 102, 113, 121, 129, 169, 222, 248, 262, 287, 300, 326, 351 Bertanggung jawab atas Resiko, 351, 326 Bertindak menurut penilaiannya, 28, 35, 57, 132, 216, 248, 287, 288, 300 Bhayangkara Dua, 5 Bidang pemeliharaan Kamtibmas, 341 Birokrasi, 135, 143 Bisa berboncengan, 167, 169, 276 Brute force, 220 Budaya malu, 330 Bukti,230, 231, 234, 254, 258, 269, 270, 279, 288, 294, 309, 322, 315, 331, 337 Bupati, 168, 169, 208, 256, 275 C Cara penyelesaian konflik, 69, 149, 150 Cara perdamaian, vi, 7, 9, 39, 40, 41, 58, 100, 168, 206, 208 Cara tertentu, 150 Catur Prasetya, xxviii, 6, 35, 52, 93, 152, 266, 258, 358 Chicago AS tahun 1990, 224, 257, 293. Cinta tanah air, 130, 133, 289
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Code of conduct, 107, 108, 174, 308, 315, 317 Commutatief, 14 Conciliation, xxi, 19, 23 Conciliation, 69, 74 Convention, 69, 74 Cukup diselesaikan secara damai, 101 Crime law application, 101 Crime law application, 31, 221 Criminal policy, 26, 27, 55, 153, 195, 299 Cucu dari seorang Kyai, 202 Cukup diselesaikan secara damai, 101 D Dalam bentuk kekerasan, 20, 21, 22 Dalam buku, v, vii, 13, 104, 113, 182, 302 Dalam melaksanakan tugas pokok, 152, 166, 167, 193, 194, 195, 300 Dalam melakukan kampanye, 272 Dalam pemilu 2004, 223 Dalam penegakan hukum, 10 Dalam proses pidana, 44, 205 Dalam rangka memelihara keamanan, 76 Dalam situasi kerusuhan, 343 Dapat menggunakan kekerasan, 71
Dari Kapolda Jateng, 420 Degradasi, 192 Dengan aturan pasti, 59 Demokratis, 20, 35, 66, 121, 130, 156, 160, 188, 222, 242, 247, 311, 357 Dengan berdirinya PKB, 15 Dengan cara perdamaian, vi, 9, 39, 40, 41, 50, 58, 100, 206, 214, 216, 243, 291 Dengan cara membuat kesepakatan bersama, 102 Dengan demikian, 8, 12, 21, 25, 29, 30, 57, 106, 116, 153, 215, 265, 269 Dengan demikian Simmel, 116 Dengan demikian tujuan akhir 153 Dengan penegakan hukum, 10, 36, 39, 54, 56, 75, 96, 106, 195, 236, 246, 291, 301, 317 Dengan serba slogan, 142 Dewan Perwakilan Rakyat, 33, 54 228, 284, 286 Dijamin privasi mereka, 348 Dilarang menggunakan kekerasan, 169 Dimaksud dalam panduan, 113 Dipengaruhi oleh ketergantungan, 31 Diratifikasi oleh Indonesia, 224, 299, 316
393
394
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Disesuaikan dengan situasi, 217 , 239 Disesuaikan dengan situasi dan kondisi, 239 Diskresi Kepolisian, 28, 56, 58, 93, 95, 102, 112, 215, 218, 242, 248, 250, 261, 287, 291, 298 Disosiatif, xxix, 24, 166 Distributief, 14, 116 Ditegaskan, 36, 37, 38, 51, 54, 57, 61, 64, 70, 72, 87, 119, 151, 158, 245, 258, 266, 281, 284 Divonis hakim, 96 Doktrinal, v, xv, 9 Doktrin community policing, xv, xviii Doktrin hukum pidana, 54, 249 Doktrin polisi, 111, 220 Doktrin the, 103, 106, 110 Dongos, 3, 5, 6, 7, 19, 153, 162, 164, 209, 257, 275 E Eksternal,xii, 148 Elit politik harus, 169, 234 Elit politik dan masyarakat, 233 Elit politik justeru, 142 Empat pernyataan dasar, 136 Equal and effective, 347 Evolusioner, 22
F Faktor emosional, 25, 116 Faktor-faktoryang mempenga ruhi, 175, 197 Fenomena, vi, xviii, 16, 35, 240, 297 Filosofisnya, 58 Firman Allah,vii, 178 Fungsional, xxix, xxvi, 24, 116, 117, 128, 140, 141, 144, 145, 146, 147 G Gaji Polisi Indonesia, 232 Gladi Staf, 123 GOLKAR, 15, 158 Golkar meraih, 158 Guna kepentingan pembelaan, 338 Grand Strategi Teori Model, 242 H Hadits, 180 Hak anak, 312, 315 Hak asasi manusia, ix, xxi, xxvii, 4, 5, 9, 35, 37, 44, 55, 56, 70, 71, 72, 73, 87, 95, 107, 112, 114, 121, 155, 177, 194, 198, 208, 216, 237, 239, 244, 246, 247, 261, 267, 283, 286, 296, 299, 303, 307, 308, 311, 314 Hak atas kebebasan pribadi, 314
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Hak bebas dari penangkapan, 314 Hak dasar manusia, 34, 56, 107, 245 Hak khusus anak, 315 Hak khusus masyarakat, 315 Hak memilih agama, 3 Hak memperoleh keadilan, 314 Hak-hak sipil, 342 HAM sekurang-kurangnya, 293 HAM bagi penegak hukum, 308 Hakim pemeriksa perkara, 39 HAM bagi penegak hukum, Harus diutamakan, 36, 59 Hasil pertemuan kedua pihak, 173, 257, 280 Hermeneutik, v, 5, 8, 9, Hukum adat, 5, 10, 11, 12, 41, 214, 296 Hukum dalam Islam, 64 Hukum sebagai sarana, 118 Humane policing, 220 I Immunity, 351 Implementasinya, 28, 34, 78, 112, 237 Informasi, iii, 10, 88, 263, 264, 265, 270, 313, 343 Instabilitas masyarakat, 88, 253 Instrumen internasional, 258, 293, 298, 299, 315, 316 Instrumen perlindungan HAM, 313
Intensitas konflik, 278 Interpol, 73 Intimidasi, 109, 188, 319, 348 Irrasionalitas, 21 Isi perjanjian prinsip, 61 J Jaksa penuntut umum, 7, 48, 79, 180, 222 Jaksa dan hakim, 25 Janji hukum, 227 Jepang, 37, 46, 52, 99, 103, 200, 258, 294 Jiwa gotong royong, 236, 237 Juklap operasi, 76 Juknis, 77 Jumlah penduduk Jawa Tengah, 223 Justice Without Trial, 231 Justitia bellen, 38 K Kabupaten Jepara, Kajaga, 207 Kapolres, xii, 97, 113, 169, 204, 213, 254, 257, 269 Kapolres Cirebon, 97 Kapolrestabes Semarang, xii Kasubbag hukum Polrestabes Semarang, 419 Kamtibmas, xxxvi, 6, 39, 71, 75, 101, 122, 125, 169, 170, 214
395
396
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Kamtibmas berlandaskan HAM, 341 Kamtibmas dalam negeri, 251 Karena kasih bisa mengalahkan, viii, 68 Keadilan adalah, 36 Keadilan substantif, 14 Keadilan yang harus diutamakan, 36 Keamanan dalam negeri, 75, 86, 120, 242, 248, 249, 262, 303, 308 Keamanan dan ketertiban masyarakat, 12, 13, 34, 75, 76, 87, 120, 137, 166, 195, 220, 237, 246, 247, 272, 292, 308, 343 Keamanan negara, 3, 67 Kebebasan individu, 201 Kebebasan yang lebih luas, 72 Kebebasan berserikat, 155 Kebebasan mengeluarkan pendapat, 247 Kebebasan meyakini, 156, 157 Kebebasan tersangka, 309 Kebijakan negara di dunia, 312 Kebijakan KAPOLRI, 10 Kebijakan kesejahteraan sosial, 31 Kebijakan kriminal, 419 Kebijakan hukum, v, 26 Kebijakan pembangunan, 17 Kebijakan penanggulangan kejahatan, 28 Kebijakan penegakan hukum, 27
Kebijakan yang rasional, 31 Kebutuhan khusus, Kedua belah pihak, 280 Kehakiman Perancis, 43 Kehidupan hukum, 69, 139 Kehormatan, 6, 52 Kehormatannya, 52 Kejaksaan, Kekecewaan PPP, 169 Kekeluargaan, 207, 228, 233, 283, 284, 285, 338 Kekuasaan, 33, 34, 51, 54, 70, 87, 100, 102, 104, 135, 140, 142, 189, 201, 213, 243, 247, 248, 251, 258 Kekuasaan Kehakiman, 51, 54, 58, 70, 100, 102 Kekuatan adalah, 309 Kekuatan dan senjata api, 316 Kelompok yang terlibat, 20, 21 Kemampuan plus, 104 Kepala Kantor Kecamatan Kedung, 164 Kepastian hukum yang adil, xxi, 36, 52, 54, 55, 58, 98, 111, Kepatuhan yang mutlak, 174 Kepentingan partai politik, 175 Kepentingan pembelaan, 338 Kepentingan pribadi, 24, 92, 135, 195, 321, 351 Kepentingan rakyat, 156 Kepincangan distributif, 24, 116
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Keputusan hakim, 53 Keputusan KAPOLRI, 10 Keragaman partai politik, 196 Kerangka, 15, 46, 118, 140, 177 Kesal dan jengkel, 12 Kesebandingan, 14 Kesepakatan perdamaian, 257 Kesepakatan bersama, 101, 102, 210, 255 Kesejahteraan manusia, iii Keteladanan Polisi, 230 Ketentuan berperilaku, 308 Ketertiban umum, Ketidakmampuannya, 342 Keunggulan Kewenangan Diskresi, 93 Keunggulan utama, 40, 52 Kode Etik Kepolisian, xxxvi, 35, 90, 93. Kode etik untuk para pejabat, 71 Kolonial Belanda, 37, 280, 282, 283 Komandan Rayon Militer, 237 Komunitas lokal, 19, 275 Konflik dialektis, 24, 116 Konflik fungsional, 24, 116 Konflik kepentingan, 24, 39, 42, 54, 116, 162, 189, 239, 242, 246, 248, 262, 274, 297 Konflik sosial politik, 16, 23, 111, 118, 123, 142, 148, 175, 246, 253, 273, 297
Konsep dasar perlindungan HAM, 311 Konseptual pencegahan, 103, 262, 269, 270, 272, 273 Konseptual pencegahan konflik, 262, 269, 270, 271, 272, 273 Konseptual strategi, 115 Konseptualisasi Voluntarisme, 24 Konsiliasi, ix, xx, xxvi, 5, 19, 23, 59, 73, 211, 243, 261, 287, 292, 299, 301 Konvensi Wina, 71 Korban, 74, 101, 127, 118, 160 Korban-korban kekuasaan, 160 Korupsi sudah saatnya dicegah, 268 Kritik tajam, 36 KUHP Yugoslavia, 100, 258, 293 L Lampiran Keputusan, 10, 266, 239 Langkah-langkah dan upaya POLRI, 9 Langkah-langkah yang diambil, 214 Langkah Polres Magelang, 257 Law enforcement, xxv, xxvii, 13, 42, 59, 74, 108, 111, 244, 263, 271, 299, 301, 315, 316, 419 Lebih baik, adil, dan bijaksana, 39 Lembaga kepolisian, 5, 26, 31, 106, 109, 110, 119, 120, 122, 216,
397
398
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
224, 229, 247, 419 Lembaran Negara Republik, 35, 51, 78, 90, 120, 156, 170, 219, 245 Lichtmatigeid, 111, 215 M Mabes Polri, 215, 216, 255, 266 Machtsstat, 34 Magelang, 155, 170, 172, 173, 174, 180, 234, 257, 274, 278. Malaysia, 232 Manajemen, viii, xxi, xvii, 17, 42, 68, 243, 295, 299, 301 Manajemen konflik, 68, 139, 140, 141, 166, 180, 182, 295 Masalah-masalah, 30, 138, 167 Masih adakah guru-guru yang selamat, 200 Masing-masing kelompok, 20, 270 Masyarakat akan menyetujui, 134 Masyarakat merasakan, 114 Media Informasi dan Komunikasi, 233 Membuat perjanjian, 63 Membesarkan GOLKAR, 158 Mengintimidasi mengancam, 349 Mengintimidasi menakuti, 350 Mengurangi irasionalitas, 21 Mendorong mencari keadilan, 38 Mediasi Pidana, 39, 41, 45, 46, 47, 59,
Mekanisme hukum, 41, 139, 303, 308 Mekanisme secara transparan, 57 Melaksanakan tugas pokok, 300, 303 Melakukan ancaman, 327 Melakukan penyidikan, 72, 82, 104, 201, 202, 206, 346 Melakukan perbuatan, 139 Melakukan seleksi terhadap perkara, 294 Melakukan tindakan pelecehan, 327 Melaksanakan razia atau operasi, 342 Meledak dalam bentuk kekerasan, 20 Melegalisasi, 190 Melihat kampanye, 276 Memajukan kesejahteraan umum, 1 Memahami instrumen internasional, 244, 299, 315 Memanipulasi hasil pemeriksaan, 330 Membawa dua bendera, 169, 276 Memberikan kesempatan terhadap, 328 Memberikan perlindungan kepada, 141, 143 Membubhkan tanda tangan, 329, 331
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Memberitahukan perkembangan penaganan perkara, 350 Memedomani prosedur, 207, 345 Mementingkan pribadi, 233 Mementingkan kekuasaan, 201 Mementingkan kebebasan individu, 201 Memenuhi tiga prasyarat, 20 Memelihara ketertiban umum, 75 Memiliki kebutuhan khusus, 311 Memiliki tiga prasyarat, 20 Meminta sesuatu, 327 Mempersatukan hatimu, 178 Mempersiapkan pembelaan, 337 Menangani konflik, 166, 193, 206, 271 Menanggulangi kejahatan, 127, 153, 419 Mencari informasi, 94, 331, 345 Mencarikan bantuan pekerja sosial, 345 Mencatat semua keterangan, 331 Mencari informasi, 94, 331 Mendua, 69, 91 Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik, 89 Mengabdikan diri, 202 Mengaburkan investigasi, 320 Mengadakan tindakan lain, 89, 95, 102, 132, 215, 222, 244, 248, 250, 260, 262, 287, 288, 298, 300
Mengakibatkan 4 (empat) orang meninggal, 7 Mengambil keputusan, xxxi, 19, 53, 94, 267 Menganalisa problem sosial, 167, 304 Menggunakan kekuasaan, 71, 110, 169, 318, 319, 344, 345 Menerima pemberitahuan 89 Menimbulkan kerugian bagi masyarakat, 342 Mengabdikan diri, 202 Mengatasi kerusuhan, 385 Menghargai budaya lokal, 293 Mengabaikan kepentingan hukum, 283 Menggunakan senjata api, Menghakimi, ix, 68 Menghargai prinsip, 337 Menghentikan pemrosesan secara hukum, 257 Menghilangkan rasa takut, 169, 276 Mengindahkan norma agama, kesopanan, 1, 93, 114, 168, 195, 237, 239, 286 Mengingat Perma, 39, 245, 297 Mengingat wewenang, 5, 215 Mengkaitkan tujuan, 183 Mengobral janji, 294 Meningkatkan kualitas SDM, 217 Meningkatkan trust,239
399
400
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Menjamin kepastian hukum, 110, 229 Menunjukkan kesan sinis, 249 Menurut penilaiannya sendiri,28, 35, 57, 70, 102, 113, 214, 216, 248, 250, 262, 287, 298, 300, 302 Menyelenggarakan tugas pokok, 28 Menyimpang sepenuhnya, 37 Menyusup ke bawah permukaan, 20 Merampas kemerdekaan, 321 Meratifikasi, 72 Merugikan kepentingan, 21, 157 Merupakan kepastian hukum, 351 Merusak profesionalisme, 110 Metode pendekatan, 144 Mewujudkan perdamaian, v, xvi, 3, 10, 12, 19, 27, 28, 40, 135, 174, 208, 262, 270, 272, 275, 292, 298, 301 Miscarriage of justice, xxx, 348 Model perdamaian Mabes POLRI, 255 Model Revitalisasi Kesatuan Sistem, 280 Model Sistem Hukum Nasional, 283 Model Sistem Hukum Kolonial,283 Money politik, 294 Model The Police is Place Paradigm Shift, 274
Model Standar Konseptual Pencegahan Konflik, 270, 271, 273 Model Standar Konseptual Penanggulangan Konflik, 270, 271, 273 Model Perdamaian Mabes POLRI, 255 Model Penyelesaian Konflik Politik, 251 Monopolitis, 20 Mukhadimah Piagam, 63 Musyawarah untuk mufakat, 285 Multi partai, 15, 18, 162, 189, 196, 253 Musyawarah, 66, 101, 131, 150, 173, 174, 233, 243, 263, 270, 273, 275, 285, 292, 301 N Negara Indonesia adalah, 1 Nilai-nilai dasar Pancasila, 54 Nomor 10 tahun 2004, 54 Norma agama, kesopanan, 93, 114, 167, 194, 237, 240, 286 O Of the control by society, 31 Operasi khusus, 125 Operasi rutin, 125 Operasional, 222, 223, 287, 342, 349
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Orde Baru, 15, 18, 158, 235 U Upacara perdamaian, 7, 168, 256 P Pahlawan, 24 Pakar kepolisian Amerika Serikat, xxii Pancasila, xxv, 1, 12, 24, 31, 33, 37, 53, 54, 76, 91, 102, 130, 131, 133, 157, 196, 229, 269, 283, 286, 290, 291, 300 Pangab, 76 Parlementer, 19 Parpol seharusnya, 179 Payung hukum, 50, 59, 77, 240, 287 Partai politik dan golongan karya, 158, 159 Partai yang berbasis Islam, Pasal 33 Lampiran, 73, 243, 287, 298 Pasal 37 Piagam Madinah, 64 Pasal 40 Piagam Madinah, 248, 261, 302 Pasal 45 Piagam Madinah, 61 PBB 10 Desember 1984, ix Pemerintah dapat membekukan, 157. Pemilu di Jepara, 74 Pemilu 1999 di Jepara, 155
Pemilu 2004 di Magelang, 155 Pendekatan kekeluargaan, 207 Penjajahan Jepang, 37 Penghargaan prajurit simpatik profesional, 420 Pemadam kebakaran, 11, 168, 297 Pemeriksaan kendaraan, 333 Pemeriksaan,terhadap perempuan, 330 Pemeriksaan TKP, 331 Pemerintah, 343 Pemicu terjadinya konflik, 172 Pemidanaan lewat mass, 194 Penggunaan gas air mata, 77 Penanggulangan konflik, 42, 221, 252, 270, 271, 295 Penanggulangan huru-hara, 76 Penanggulangan kejahatan, 10, 26, 28, 29, 39, 54, 98, 120, 123, 125, 127, 166, 193, 230, 233, 419 Pencarian kebahagiaan, 24 Pendekatan cara kritis, 5 Pendukung Partai, 6, 420 Penegakan hukum, 9, 10, 28, 53, 95, 100, 114, 168, 195, 204, 266, 301 Pengamanan swakarsa, 78 Pengambilan keputusan, 19 24,115, 135, 14, 247 Penganiayaan, 348 Pengendalian konflik, 19, 20, 22, 23, 142
401
402
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Pengeroyokan, 79, 203, 206 Penggabungan perkara, 83 Penggeledahan tempat, 310 Penggunaan hukum adat, 214 Penggunaan kekerasan telanjang, 220 Penggunaan kekuatan, 220, 309, 314, 343, 344 Penghargaan senjata api, 345 Penghormatan martabat, 340 Pengiriman, 204, 267 Penilaian bersalah, 337 Penilaian bersalah atau tidak bersalah, 337 Penjara, xvi, 29, 80, 230, 283, 314, 326 Penuntut Umum, 7, 47, 48, 83, 86, 180, 206,222, 310, 337, 339 Penyaringan data, 215 Penyelenggaraan tugas, 244 Penyitaan adalah, 310 Penyitaan barang bukti, 222, 236 Perdamaian tetap diperbolehkan, 100, 151, 216, 286, 300 Perjanjian-perjanjian dan lain-lain, 72 Perlindungan hukum, 15, 56, 73, 245, 268, 351 Peranan korban 127 Peran Strategi POLRI, 221 Peraturan hukum pidana, 280 Peraturan Kapolri, 90, 244, 254 Perbatasan, iii, xxx, 164, 263, 271
Pergeseran, vi, xviii, xxii, 98, 99, 148, 149, 188 Perhatian dunia, 108 Perhatian yang serius, 108 Perilaku polisi, 109 Perkelahian, 164 Perkembangan kemajuan ilmu, 35 Perkembangan penanganan perkara, 350 Perkembangan sejarah, 18 Perkembangan sistem hukum, 53 Perlindungan HAM, 33, 311 Persamaan hak hidup, 3 Perserikatan Bangsa-Bangsa, 74, 120, 289, 298, 315, 316 Pertemuan kedua kelompok, 9, 171, 257, 277 Pertentangan fisik, 134, 187 Pertikaian (konflik), 113 Pertimbangan nalar, xxix, 181 Perubahan intelektual, 192 Perubahan-perubahan sosial, 22, 145, 146 Perwujudan, 136, 188, 199 Petugas dilarang, 331, 332 Petugas wajib, 331 Petugas perempuan, 333 Pihak ketiga ini, 150 Pihak-pihak yang tersangkut, ix, 72, 243, 287. Pimpinan Partai, 167, 168, 212 Pola pikir yang doktrinal, v, xv, 9
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Polda Jawa Tengah, 2004, x, 6, 72, 98, 169, 221, 223, 267. Polisi, jaksa dan hakim, lembaga, 25 Polres Magelang, 9, 170, 172, 173, 174, 180, 257, 274, 278, 280, 374 Polres Magelang, Putusan hakim, ix, xxvi, 40, 102 Prabu Anom Gatutkaca, 265 Praduga tak bersalah, 323, 325, 337, 342 Prasyarat keberhasilan, 112 Preambule, 1 Prevention of crime, 4, 45, 100, 106, 107, 109 Preventions without, 29, 31, 166, 193 Prinsip menghargai, 293, 316 Problem oriented policing, 167, 304 Profesional, 420 Profesi hakim, 52 Proses terjadinya kejahatan, 190 Provokasi Terhadap, 180 Provokator, 180, 264, 269, 273 R Ranting, 3, 7, 164, 208 Rasio jumlah anggota POLRI, 223 Rastra Sewakottama, 10, 91, 93 Reaksi sosial, 25, 117
Rechtsttat atau rule of law, 34 Reevaluasi, 36 Reformasi, xxxi, 74, 98, 112, 114, 142, 152, 191, 289, 357 Rembug desa, 243, 262, 270, 272 Resolusi PBB, 99, 107, 258, 293 Restorative community justice, v, vi, ix, xxxiii, 10, 114, 246, Restorative Justice, v, xxv, 10, 42, 44, 46, 111, 239, 243, 273, 296, 298 Revitalisasi, 96, 197, 262, 267, 280 Revitalisasi POLRI, 96, 267 Revolusioner, 22, 145, 147 Ruang khusus perempuan, 330 S Saling terkait, 311 Sama dengan putusan hakim, xvi, 40, 102, 304 Sarana pengatur konflik, 179 Sarana sosialisasi politik, 179 SDM yang sehat, xxxii Sebagai garda depan, 231 Sebagai sarana pengendali, 139, 142, 198 Sebagai tersangka, 85 Seharusnya berfungsi, 179 Sebelum pengucapan putusan, 245 Sejarah Amerika Serikat, 4, 295 Semakin besar keterlibatan, 25
403
404
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Senjata api yang berlebihan, 319 Senjata tajam, 89, 105, 174, 202, 203, 212, 257, 280 Serempetan, 9, 164 Sesuai Seri POLMAS, 255 Sesungguhnya segala sesuatu, 59 Setiap orang mempunyai , 324 Setiap anggota POLRI dilarang, 341 Setiap pejabat POLRI dilarang, 351 Setiap petugas wajib, 341 Setiap pejabat POLRI wajib, 347 Setiap petugas dilarang, 319 Sikap polisi, jaksa dan hakim, 25, 36 Silaturahmi, 9, 171, 257, 270, 271, 277 Simpang Tiga Secang, 9, 171, 277 Simpatisan berpapasan, 257, 272 Singapura, 232 Situasi kerusuhan, 343 Situasional, 24, 116 Skema, 26, 27, 28, 124, 187 Social defence, 227 Sosial politik, 242, 246, 252, 253, 272, 297 Stabilitas, 138, 160, 184, 254 Standar Hak Asasi Manusia, xxi, 44, 177, 244, 299, 307 Standar konseptual, 270, 272 Strategi Restorative Justice, 39, 42, 54
Struktural fungsional, 144, 145, 146 Suara Merdeka, 7, 96, 97, 163, 168, 169, 176, 177, 197, 231, 234 Surat kesepakatan bersama, 255 Sulit membuat keputusan, 16 Sumber data, 239 Sumber hukum, 67, 195 Sumber hukum ketertiban umum, 75 sumber-sumber konflik, 214 Supremasi hukum, iii, ix, 35, 105, 107, 121, 234, 266, 269 T Tahanan, 17, 67, 87, 92, 110, 119, 120, 165, 209, 210, 259, 315, 318, 325, 326, 327, 339, 341 Take and give, iii Tamtama berpangkat Bharada, 5 Tanpa prasyarat, 21 Tatacara pembentukan organisasi, 156 Tatacara penyelesaian perkara, 57 Taqdir, 58 Teknologi, iii, xxiii, xxx, 17, 35, 94, 235, 236, 289, 313, 359 Tentang kepastian hukum, 224 Tentang kegiatan politik, Teori Anomie, 182, 187 Teori fungsional, 116, 117 Teori hukum, 22, 133, 214, 235, 359
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
Teori Model Polisi Pendamai, 239 Teori sosiologis, 22 Terbukti membohongi masa, 254 Terhindar dari kegagalan, 123 Terorganisir dengan jelas, 20 Terperiksa, 115, 328, 329 Tertangkap tangan, 82, 322 Tetapi pada sikap, 57 The rational organization, 31 Tidak dapat dikurangi, 34 Tidak dituntut, 34 Tidak dapat dipisahkan, 311 Tidak dibenarkan, 157 Tidak mencatat sebagian, 330 Tidak mencatat sebagian keterangan, 330 Tidak mengerti bahasa, 323 Tidak mengingat jasa, 14 Tidak menunjukkan kesan sinis, 349 Tidak paham, 2 Tidak pernah terlepas, 30 Tidak usah mempertentangkan, 30 Tiga karakteristik dasar eksistensi manusia, 117 Tindakan penahanan, 324 Tindakan penangkapan, 324 Tindakan penggeledahan, 333 Tingkat situasi aman, 251 TNI, 7 Tokoh-tokoh partai, 166
Towards, 184 TPS, 164 Transcendental, 4 Tri Brata , 6, 35, 52, 93 Catur Prasetya, 6, 35 Trust masyarakat, 296 Tugas dan wewenang, 9 Tugas mulia, 140 Tugas pemeliharaan kamtibmas, 341 Tugas pokoknya, 30, 113, 195, 300 Tujuan hukum, 224 U Ulama, 16, 18, 163, 196, 206, 211 Undang-Undang Dasar, 1,12, 33, 34, 38, 52, 53, 54, 75, 91, 155, 177, 247, 259, 269, 281, 284, 291, 304, 312 Untari, 265 Untuk kepentingan umum, 28, 29, 57, 113, 201, 248, 249, 262, 287, 398, 300, 303, 344 Untuk mempersiapkan pembelaan, 337 Upaya paksa, 105, 119, 125, 258 V Visi dan misi, xxxiii, 10, 96, 99, 121, 239 Visum et revertum, 173, 278
405
406
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
W Wajib memahami, xxi, 244, 299, 315, 316 Wajib membuat penjelasan, 346 Wajib memperhatikan, 351 Wajib memperhatikan penghormatan, 340 Wajib menerapkan asas, 337 Waktu kampanye, 254 Walaupun barang bukti telah cukup, 294 Wawasan, 13, 123, 130, 133, 272, 234 Wewenang memiliki daya paksa, 58 Win-win solution, 10, 52, 54, 152, 239, 246 Wirata, 265 Y Yahudi, 3, 63, 64, 69 Yahudi dan Nasrani, 3 Yang dimaksud, 11, 28, 56, 81, 99, 216, 244, 268, 285, 308, Yang mempengaruhi, 16, 25, 118, 175, 197 Z Zasirah terbesar, 4 Zoon Politicon, 13
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
TENTANG PENULIS dr. Suparmin, SH., M.Hum, lahir di Wonogiri 18 Juni 1954. Meniti karier sebagai Tamtama POLRI sejak tahun 1975 setamatnya dari SMP di tahun 1972. Kemudian sambil bekerja melanjutkan sekolah SMA (1987) dan S1 Ilmu Hukum pada FH UNTAG (1998) di Semarang, dan melanjutkan Magister Ilmu Hukum di UNDIP Semarang, lulus tahun 2001 Sejak tahun 2002 mengikuti Program Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Diponegoro Semarang di bawah bimbingan Prof. Dr. Muladi, SH sebagai Promotor dan Prof. Dr. Moempoeni Moelatingsih, SH (Alm.) sebagai Co Promotor. Berbagai jabatan di kepolisian telah dijalani,mulai dari Kanit Bimmas Sektor Kota Genuk, Kanit Crime Squod Sat Serse Poltabes Semarang, Kapolsek Kedung Polres Jepara (berpengalaman menyelesaikan konflik antar partai), Kapolsek Semarang Selatan Poltabes Semarang, Kanit Resmob POLDA Jateng, Kanit II Sat II Serse Ekonomi Dit. Reskrim POLDA Jateng, Kabag Binamitra Polres Semarang Barat, dan saat ini sedang memangku jabatan sebagai Kasubbag Hukum Bag Sumda Polrestabes Semarang, dengan pangkat Komisaris Polisi Berbagai Seminar telah diikuti, diantaranya Law Enforcement of Intelectual Property Rights, Upaya Terpadu Penanggulangan Kejahatan di Indonesia, Kebijakan Kriminal dalam Menanggulangi Kejahatan Politik, Paradigma Ilmu Hukum dalam Memasuki Milenium Ketiga dan kegiatan seminar lainnya. Buku yang pernah ditulis diantaranya Lembaga Kepolisian
407
408
MODEL POLISI PENDAMAI DARI PERSPEKTIF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik)
dan Penyelesaian Konflik Pendukung Partai, Aneka Persoalan di Bidang Hukum Ekonomi dan Hukum Pidana Khusus serta Tragedi Kemanusiaan dalam Kasus Pemilu di Jepara Tahun 1999. Semua diterbitkan Wahid Hasyim University Press. Untuk mengembangkan ilmunya saat ini juga menjadi Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang untuk matakuliah Hukum Pidana Khusus, Hukum Acara Pidana, serta Hukum Kepolisian dan STIE Anindya Guna untuk Hukum Bisnis dan Aspek Hukum dalam Ekonomi Piagam Penghargaan yang pernah diperolehnya adalah Penghargaan dalam Rangka Meningkatkan Pemeliharaan Kamtibmas dari KAPOLDA Jateng, Penghargaan Prajurit Simpatik Profesional Berperestasi 1995 JATENG-DIY dari PWI Jateng, Satya Lencana Kesetiaan 24 Tahun dari KAPOLRI dan Bintang Nararya Bhayangkara dari Presiden Republik Indonesia.