MODEL PENDETEKSIAN FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MENGGUNAKAN ANALISIS FRAUD PENTAGON
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Ahmad Al Badrus NIM. 1113082000014
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
1
ii
2
iii
3
iv
4
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1.
Nama lengkap
: Ahmad Al Badrus
2.
Tempat, tanggal lahir
: Tangerang, 22 Januari 1995
3.
Alamat
: Jl. Raden Fatah, Kp. Parung Serab, Gg. – Masjid 2 RT. 001 RW. 08 Sudimara Selatan, No. 11 Ciledug-Tangerang
II.
III.
4.
Telepon
: 08973274818
5.
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 1.
SDN Sudimara 04 Ciledug
Tahun 2001-2007
2.
MTS Al-Islamiyah Ciledug
Tahun 2007-2010
3.
SMAN 13 Tangerang
Tahun 2010-2013
4.
S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2017
PENDIDIKAN NON FORMAL 1.
Pelatihan Microsoft Excel oleh LiSEnSi & Microsoft User Group Indonesia di UIN Jakarta tahun 2015.
2.
Pelatihan iLearn@america: Grammar and Punctuation, UC Irvine oleh @america di UIN Jakarta tahun 2016.
3.
Pelatihan Audit "Forensic Audit to Enhance Accountability in the Public Sector" di Universitas Indonesia tahun 2016.
4.
Pelatihan "Working with Financial Statement" oleh PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) di PPM Management tahun 2016.
5.
Workshop Aplikasi Akuntansi Zahir oleh HMJ Akuntansi di UIN Jakarta tahun 2016.
6.
Pelatihan Penelitian oleh FReSH UIN Jakarta di UIN Jakarta tahun 2016.
vi
7.
Pelatihan Volunteer dalam Volunteer Camp oleh Masyarakat Relawan Indonesia-Aksi Cepat Tanggap tahun 2016.
IV.
PENGHARGAAN 1.
National Audit Competition ATV di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia sebagai Semifinalist tahun 2015 & 2015.
2.
V.
Awardee Full Scholarship Bank Indonesia tahun 2015-2017.
PENGALAMAN ORGANISASI 1.
Galeri Investasi UIN Jakarta sebagai Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa periode 2015-2016.
2.
Generasi Baru Indonesia (Gen-BI) UIN Jakarta sebagai staf divisi pendidikan periode 2015-2016.
3.
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid UIN Jakarta sebagai Staf Humed (Humas dan Media) periode 2015-2016.
4.
Masyarakat Relawan Indonesia-Aksi Cepat Tanggap (MRI-ACT) sebagai Koordinator Wilayah (KoorWil) UIN Jakarta periode 2016sekarang.
5.
VI.
Tax Center UIN Jakarta sebagai Ketua Umum periode 2016-2017.
LATAR BELAKANG KELUARGA 1.
Ayah
: Abdul Murod
2.
Ibu
: Aliyah
3.
Alamat
: Jl. Raden Fatah, Kp. Parung Serab, Gg.Masjid 2 RT. 001 RW. 08 Sudimara Selatan, No. 11 Ciledug-Tangerang
vii
DETECTING MODEL FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT USED FRAUD PENTAGON ANALYSIS
ABSTRACT This study aimed to create detecting model fraudulent financial statement on public companies in Indonesia. This study examined fraud pentagon theory with financial targets, external pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, and arrogance as independent variable on its ability in detecting fraudulent financial statement as dependent variable. This study used fraud companies sample that faced sanction and cases by Otoritas Jasa Keuangan (OJK) that related on OJK’s rules no. VIII G. 7 and IX. E. 2 in 2011 to 2015. The sample was consisted from 26 fraud companies and 26 non-fraud companies. This study used purposive sampling with judgment sampling technique, while data processing methods were Wilcoxon Signed-Rank Test, Logistic Regression Analysis, and Discriminant Analysis with Cross-validation Method. This study showed that financial targets, ineffective monitoring, and rationalization passed from Wilcoxon Signed-Rank Test. Then, in the logistic regression analysis, ineffective monitoring could detected fraudulent financial statement. Further, in the discriminant analysis (cross-validation method), ineffective monitoring could be reasonably in construct detecting model fraudulent financial statement with overall classification (59,6%), and successly on predicting fraud and non-fraud companies with repectively, fraud (43,1%) and non-fraud (76,2%). Keywords: fraudulent financial statement, fraud pentagon, financial targets, external pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, arrogance
viii
MODEL PENDETEKSIAN FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MENGGUNAKAN ANALISIS FRAUD PENTAGON
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dalam pendeteksian fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. Penelitian ini menguji teori fraud pentagon dengan financial targets, external pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, dan arrogance sebagai variabel independen terhadap kemampuan mendeteksi fraudulent financial statement sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan fraud yang terkena sanksi dan kasus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan peraturan OJK VIII G. 7 dan IX. E. 2 pada tahun 2011-2015. Sampel perusahaan terdiri dari 26 perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud. Penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan teknik judgment sampling, sedangkan metode pengolahan data menggunakan wilcoxon signedrank test, analisis regresi logistik, dan analisis diskriminan dengan crossvalidation method. Penelitian ini menunjukkan bahwa financial targets, ineffective monitoring, dan rationalization lolos dalam wilcoxon signed-rank test. Kemudian, dalam analisis regresi logistik, ineffective monitoring mampu mendeteksi fraudulent financial statement. Selanjutnya, dalam analisis diskriminan (crossvalidation method), ineffective monitoring dianggap layak dalam membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement dengan overall classification sebesar 59,6% dan sukses dalam memprediksi perusahaan fraud dan non-fraud yaitu sebesar, fraud (43,1%) dan non-fraud (76,2%). Kata kunci: fraudulent financial statement, fraud pentagon, financial targets, external pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, arrogance
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Model Pendeteksian Fraudulent Financial Statement Menggunakan Analisis Fraud Pentagon”. Kemudian, tak lupa shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1.
Kedua orang tua yang telah memberikan semangat dan do’a yang tak hentihentinya kepada penulis.
2.
Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Yessi Fitri, M.Si., Ak, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA, selaku Wakil Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Ibu Yulianti, SE., M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama proses penulisan skripsi ini.
6.
Ibu Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama proses perkuliahan.
7.
Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah sabar mengajari penulis dan berbagi ilmunya kepada penulis.
8.
Seluruh kakak kandung penulis, yaitu Sri Sukanti, Siti Nursaleha, dan Hisbul Wahid yang telah memberikan semangat dan terus memotivasi penulis dalam perjalanan menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. x
9.
Seluruh staf karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.
Teman-teman Akuntansi angkatan 2013 yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan proses perkuliahan.
11.
Teman-teman organisasi, yaitu anggota Koperasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Lembaga Dakwah Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Galeri Investasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tax Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, MRI UIN Jakarta, dan Generasi Baru Indonesia (Gen-BI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah ikut membantu proses kedewasaan penulis, serta membagi pengalaman dan semangatnya kepada penulis.
12.
Teman-teman dan pihak-pihak lain di luar yang telah disebutkan di atas yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini dan memberikan semangat serta motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Jakarta, 31 Mei 2017
Ahmad Al Badrus
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................................... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................v DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................................. ix KATA PENGANTAR .............................................................................................x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ..................................................................................................xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................ 15 C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................18 A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil ........................... 18 1. Teori Keagenan ( Agency Theory ) .................................................. 18 2. Pendeteksian Fraud ......................................................................... 19 3. Fraud (Kecurangan) ........................................................................ 31 4. Jenis Fraud ...................................................................................... 33 5. Fraudulent Financial Statements..................................................... 38 6. Fraud Triangle Theory .................................................................... 42 xii
7. Fraud Diamond Theory ................................................................... 53 8. Fraud Pentagon Theory ................................................................... 58 9. Peraturan OJK .................................................................................. 60 B. Penelitian Sebelumnya ............................................................................ 62 C. Kerangka Berpikir ................................................................................... 72 D. Hipotesis ................................................................................................. 73 1. Financial Targets dan Fraudulent Financial Statement.................. 73 2. External Pressure dan Fraudulent Financial Statement ................. 74 3. Ineffective Monitoring dan Fraudulent Financial Statement .......... 74 4. Rationalization dan Fraudulent Financial Statement ...................... 75 5. Capability/competence dan Fraudulent Financial Statement ......... 76 6. Arrogance dan Fraudulent Financial Statement ............................. 78 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................79 A. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 79 B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 80 C. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 81 D. Metode Analisis Data .............................................................................. 82 1. Wilcoxon Signed-Rank Test ............................................................ 82 2. Analisis Regresi Logistik ................................................................. 83 3. Analisis Diskriminan (Cross-validation Method)............................ 87 E. Operasionalisasi Variabel Penelitian ...................................................... 88 1. Variabel Dependen .......................................................................... 88 2. Variabel Independen ........................................................................ 90 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................................97 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................... 97 1. Deskripsi Objek Penelitian .............................................................. 97 2. Deskripsi Sampel Penelitian .......................................................... 100 B. Hasil Uji Instrumen Penelitian .............................................................. 102 1. Wilcoxon Signed-Rank Test (Sales dan Asset) ............................... 102 2. Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel ............................................ 104 xiii
3. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik ............................................... 110 4. Hasil Uji Analisis Diskriminan (Cross-validation Method) .......... 117 C. Pembahasan........................................................................................... 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................128 A. Kesimpulan ........................................................................................... 128 B. Saran ..................................................................................................... 129 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................130
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Penelitian-Penelitian Sebelumnya ................................................. 63
Tabel 3.1
Operasional Variabel ..................................................................... 96
Tabel 4.1
Daftar Industri terkena Sanksi dan Kasus OJK 2011-2015 ........... 98
Tabel 4.2
Perbandingan Asset dan Sales Perusahaan fraud & non-fraud ... 101
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Sampel ....................................................... 103
Tabel 4.4
Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test (asset dan net sales) ............. 104
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Variabel .................................................... 105
Tabel 4.6
Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel Independen ............. 106
Tabel 4.7
Hasil Identifikasi Data ................................................................ 111
Tabel 4.8
Hasil Data yang Diproses ........................................................... 111
Tabel 4.9
Hasil Uji Hosmer and Lemeshow ............................................... 112
Tabel 4.10
Hasil Uji Keseluruhan Model (Block Number = 0) .................... 113
Tabel 4.11
Hasil Uji Keseluruhan Model (Block Number = 1) .................... 114
Tabel 4.12
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................... 115
Tabel 4.13
Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi ................................... 117
Tabel 4.14
Model Fraudulent Financial Statement ..................................... 118
Tabel 4.15
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) – ineffective monitoring .. 119
Tabel 4.16
Hasil Uji Hosmer and Lemeshow – ineffective monitoring ......... 119
Tabel 4.17
Hasil Uji Analisis Diskriminan .................................................. 119
Tabel 4.18
Perbandingan Hasil Analisis Diskriminan .................................. 127
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Kategori Risiko Fraud-Frekuensi.................................................... 4
Gambar 1.2
Kategori Risiko Fraud-Median Loss ............................................... 4
Gambar 1.3
Organisasi Fraud-Frekuensi & Median Loss .................................. 8
Gambar 2.1
Fraud Tree .................................................................................... 34
Gambar 2.2
Fraud Triangle Theory .................................................................. 53
Gambar 2.3
Fraud Diamond Theory ................................................................. 57
Gambar 2.4
Fraud Pentagon Theory ................................................................ 59
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran ...................................................................... 72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:
Kertas Kerja (worksheet) Penelitian ............................................ 136
Lampiran 2:
Output Hasil Pengujian Data ....................................................... 144
Lampiran 3:
Surat Penelitian ............................................................................ 157
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan sebagai sebuah lembaga profesional yang didirikan oleh seorang pemilik atau pemodal sudah tentu mempunyai banyak kompleksitas kegiatan dan
risiko bisnis yang besar. Salah satu risiko bisnis yang harus
ditanggung oleh
para pemodal atau pemilik, dan juga harus dihadapi oleh
manajemen adalah risiko fraud. Fraud adalah salah satu kejahatan yang mengagetkan dan mengacaukan dunia (Vasiu, et., al., 2003:971). Risiko fraud sudah menjadi skandal utama seperti penyakit menular yang menjangkit hampir seluruh perusahaan di dunia. Penelitian mengindikasikan bahwa organisasi swasta dan publik mempunyai pengalaman menjadi korban dari perilaku fraud (Ruankaew, 2016:474).
Semua perusahaan/organisasi berpotensi
menjadi
korban/sasaran dari fraud (Purba, 2015:3). Dari adanya fraud, perusahaan juga bisa mengalami kerugian besar, bukan hanya kerugian keuangan, namun juga kerugian penurunan nama baik perusahaan. Fraud dapat mengurangi nama baik atau reputasi perusahaan atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan bisnisnya (Priantara, 2013:211). Fraud merupakan sebuah risiko bisnis yang harus ditanggung oleh perusahaan akibat dari aktivitas bisnis-nya, tergantung dari ukuran perusahaan tersebut. Tidak ada satupun perusahaan/organisasi yang kebal terhadap fraud (Purba, 2015:3). Organisasi yang berbeda ukuran cenderung mempunyai perbedaan risiko fraud (ACFE, 2016:4). Menurut informasi yang dikeluarkan 1
oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016 dalam laporannya yang berjudul “Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse”, dilaporkan bahwa organisasi-organisasi di dunia merugi 5 persen dari pendapatannya dalam tahun berjalan sebagai hasil adanya fraud. Fakta tersebut didapat dari kegiatan penelitian ACFE tehadap 114 negara-negara berbeda di seluruh dunia yang diinvestigasi dari Januari 2014 sampai Oktober 2015, yaitu United States, Sub-Saharan Africa, Asia-Pacific, Latin America & the Carribean, Western Europe, Eastern Europe & Western/Central Asia, Southern Asia, Canada, dan Middle East & North Africa, yang hasilnya didapat 2410 kasus fraud. Total kerugian yang terjadi dari kasus-kasus fraud dari penelitian ACFE tersebut melampaui $6.3 billion, dengan rata-rata kerugian per kasus yaitu $2.7 million (ACFE, 2016:4). Fraud sudah menjadi masalah serius yang harus segera diselesaikan. Fraud merupakan masalah organisasi yang dapat menyebar dan mempengaruhi organisasi lintas industri dan lintas waktu tanpa memperhatikan besar kecilnya organisasi (Purba, 2015:23). Kegagalan menerapkan upaya pembersihan fraud yang tepat dapat menyebabkan kebangkrutan organisasi (Purba, 2015:23). Fraud bukan-lah sebuah fenomena baru (Awang, et., al., 2015:457). Kasus fraud dalam dunia usaha sudah banyak yang terungkap dan mengakibatkan kerugian bagi banyak pihak, dan yang paling populer di dunia, yaitu kasus Enron dan WorldCom (Suyanto, 2009:118). Fraud merupakan suatu fenomena yang tidak bisa diukur dari penampilan luar perusahaan. Dengan sangat alaminya, fraud tidak bisa secara akurat diteliti 2
atau diukur, fraud secara umum tersembunyi (Awang, et., al, 2015:456). Kasus skandal terbesar tahun 2015 bisa menjadi contoh. Kasus tersebut menarik salah satu perusahaan kelas dunia yang mempunyai nama baik di kalangan investor maupun stakeholder lainnya, yaitu Thosiba Corporation. Kasus ini menarik bagi banyak pihak, khususnya para investor, akan praktik creative accounting yang diterapkan oleh Toshiba Corporation. Pasalnya, sebelum peristiwa ini terjadi, Toshiba Corporation belum pernah mengalami skandal fraudulent financial statement dan selalu mendapatkan opini wajar dari auditor eksternal yaitu Ernst&Young. Toshiba Corporation dalam skandal ini menggelumbungkan laba usaha sebesar ¥151,8 milliar (setara dengan Rp15,85 trilliun) sejak 2008 hingga 2014. Praktik penggelembungan harta itu diungkap oleh regulator keamanan Jepang. Skandal ini melibatkan CEO perusahaan yang menerapkan adanya “tantangan” atas target laba yang tinggi atas setiap unit bisnisnya, sehingga manajer pada tingkat unit bisnis mengalami pressure yang cukup kuat, dan tidak bisa dielakkan lagi skandal ini. Lucunya, target laba yang tinggi ini, tidak sesuai dengan situasi usaha dari Toshiba Corporation pada saat itu dan juga keadaan ekonomi aktual yang sedang mengalami krisis (Independent Investigation Committe, 2015). Fraud dalam beberapa literatur akuntansi digambarkan menjadi tiga bagian besar. Seperti yang dijelaskan oleh Tuanakotta (2012:197), occupational fraud digambarkan dalam bentuk fraud tree yang mempunyai tiga cabang yaitu, kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement), penyalahgunaan
3
aset (asset misappropriation), dan korupsi (corruption). Setiap cabang dari fraud memiliki cabang lainnya yang digambarkan dalam Tuanakotta (2012:197). Gambar 1.1 Kategori Risiko Fraud - Frekuensi
Persentase Kasus
86,7% 85,4% 83,5%
2012 2014 2016 33,4% 36,8% 35,4% 7,6% 9,0% 9,6%
Asset Missappropriation
Corruption
Financial statement fraud Tipe Kecurangan
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016
Dalam gambar 1.1. laporan ACFE, 2016 menjelaskan bahwa dari tiga tipe fraud dalam fraud tree terdapat tipe fraud dengan frekuensi kasus terbesar yang terjadi di 114 negara di dunia yang menjadi objek penelitian untuk tahun 2016, yaitu asset missappropriation dengan 83.5%. Kemudian, secara berturut-turut kedua dan ketiga, yaitu corruption 35.4%, dan fraudulent financial statement 9.6%. Gambar 1.2 Kategori Risiko Fraud - Median Loss
Tipe Fraud
2016
Asset Missappropriation
2012
$975,000 $1.000.000 $1.000.000
Financial Statement Fraud Corruption
2014
$200.000 $200.000 $250.000 $125.000 $130.000 $120.000
Median Loss
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016 4
Hasil berbeda dijelaskan pada gambar 1.2. laporan ACFE, 2016 berdasarkan median loss-nya. Kerugian atas tiga tipe fraud terbesar atas 114 negara di dunia terjadi pada tipe fraudulent financial statement dengan $975.000. Kemudian, diikuti berturut-turut untuk posisi kedua dan ketiga, yaitu corruption sebesar $200.000 dan asset missappropriation $125.000. Dari fakta di atas bisa didapat kesimpulan bahwa fraudulent financial statement merupakan tipe fraud yang merugikan bagi pihak perusahaan, karena melibatkan kerugian yang cukup besar jumlahnya bagi perusahaan. Hal ini perlu mendapat perhatian serius, dikarenakan fraudulent financial statement ini banyak dilakukan oleh profesional yang mempunyai capability, sehingga kasus fraudulent financial statement ini lebih sulit untuk diungkap. Banyak orang mengasosiasikan fraud dengan white collar crime, karena fraud dan white collar crime dilakukan oleh orang terdidik, terpandang, dan memiliki jabatan (Priantara, 2013:5). Posisi atau fungsi seseorang dalam perusahaan boleh jadi memberikan keleluasaan bagi seseorang untuk memanfaatkan sebuah peluang fraud, yang tidak bisa dilakukan oleh yang lain (Wolfe dan Hermanson, 2004:39). Pencegahan
dan
pendeteksian
fraud
mutlak
diperlukan
dalam
meminimalisasi dampak fraud yang akan terjadi pada perusahaan. Namun, pendeteksian fraud masih sulit dikarenakan kekurangan pendefinisian yang dapat diterima dan yang masuk akal, terbatasnya metode audit, dan keterdesakan biaya (Spathis, 2002 dan Hogan, et., al, 2008). Dalam profesi auditor, pendeteksian fraud pada laporan keuangan sudah menjadi tuntutan tugas
yang meningkat
(Huang, et, al, 2016). Dalam bukunya, Karyono (2013:5) menjelaskan bahwa 5
fraud mempunyai tiga aksioma dasar, yaitu tersembunyi, bukti sebalik, dan jenisjenis fraud. Pada aksioma pertama, fraud itu tersembunyi dan pelaku berusaha untuk menutupi perbuatannya. Inilah yang menjadi kesulitan dalam pendeteksian fraud, karena sifatnya fraud yang tersembunyi. Kemudian, karena sifatnya yang tersembunyi, mendeteksi fraud dalam manajemen merupakan sesuatu tugas yang sulit jika menggunakan prosedur audit tradisional dan terdapat beberapa alasan (Huang, et., al, 2016). Pertama, kekurangan pengetahuan yang dibutuhkan mengenai karakteristik pengelolaan yang sesuai atas fraud. Kedua, manipulasi kecurangan dari data akuntansi itu sangat jarang, sebagian besar auditor kurang mempunyai pengalaman yang cukup dan latar belakang yang dibutuhkan untuk mendeteksi fraud dalam cara yang efektif. Terakhir, manajer bisa secara sengaja mencoba menipu auditor. Saat mengetahui keterbatasan dari sebuah audit, keuangan, dan akuntansi, manajer sudah memastikan bahwa prosedur-prosedur audit tradisional dan berstandar tidak akan cukup untuk mendeteksi fraud (Huang, et., al, 2016). Fraudulent financial statement merupakan kesalahan yang disengaja atas pengungkapan laporan keuangan yang dibuat untuk membohongi pengguna laporan keuangan dimana dampaknya menyebabkan laporan keuangan tidak ditampilkan dalam hal yang material, sesuai dengan GAAP (SAS No. 99, 2002:1722). Laporan keuangan merupakan unsur terpenting dalam kejahatan fraudulent financial statement. Secara normatif, laporan keuangan hendaknya bisa memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor maupun yang sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat keputusan 6
investasi, pemberian kredit, dan keputusan-keputusan lain yang serupa secara rasional. Kemudian, pelaporan keuangan hendaknya memberikan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode tersebut (Riahi & Belkaoui, 2011:233-234). Namun dalam praktiknya, fraudulent financial statement dapat memalsukan laporan keuangan yang meliputi manipulasi komponen-komponen seperti, melebihkan aset, penjualan dan laba, atau merendahkan kewajiban, beban, atau kerugian (Dalnial, et., al, 2014:18). Fraudulent financial statement dapat menyebabkan kerusakan pada level perusahaan, lembaga, dan organisasi lainnya. Fraud dapat mendatangkan malapetaka yang tidak terbayangkan–tanpa memandang ukuran atau jenis usaha/ organisasi–bisa terjadi di segala tempat dan tingkatan, mulai dari tingkat administrasi/tata usaha sampai ke tingkat pimpinan/direksi (Purba, 2015:3). Fraudulent financial statement juga bukan lagi hal yang baru dalam dunia akuntansi dan sudah menjadi konsep terbuka yang dipraktikan dalam sebuah perusahaan. Fraud adalah konsep hukum yang luas dan auditor tidak membuat ketentuan hukum apakah fraud telah terjadi (SAS No.99, 2002:1721). Semua perusahaan bisa menjadi korban dari fraud (Purba, 2015:3). Fraud bisa terjadi di perusahaan besar, kecil, swasta, negeri, maupun organisasi nonprofit. Namun, banyak perusahaan/organisasi tidak menyadari atau meremehkan ancaman/bahaya dari fraud yang dapat terjadi setiap saat (Purba, 2015:3). Sebuah penelitian dari ACFE tahun 2016 bisa menjelaskan hal ini. Penelitian ini menggambarkan bahwa fraud sudah terjadi di banyak level organisasi, seperti perusahaan swasta, perusahaan publik, pemerintahan, not-for-profit, dan lain-nya. 7
Gambar 1.3 Organisasi Fraud - Frekuensi dan Median Loss $180.000
$178.000
% : frekuensi $ : median loss 37,7%
$109.000
28,6%
$100.000 $92.000 18,7%
10,1% 5,0%
Private Company Public Company
Government
Not-for-Profit
other
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2016
Fakta dalam penelitian ACFE yang ditunjukan dalam gambar 1.3 di atas menjelaskan bahwa perusahaan swasta mempunyai signifikansi kasus yang lebih banyak di antara tipe organisasi lainnya pada tahun 2016 yaitu sebesar 37.7%. Di bawahnya yaitu perusahaan publik sebesar 28.6%, pemerintahan 18.7%, not-forprofit 10.1%, dan lainnya 5%. Kemudian, untuk besarnya median loss, perusahaan swasta $180.000, perusahaan publik $178.000, pemerintahan $109.000, not-forprofit $100.000, dan lainnya $92.000. Fakta penelitian ACFE (2016) tersebut menarik perhatian penelitian ini dalam membangun perumusan masalah. Di mana, pada perusahaan publik terdapat jumlah kasus yang cukup banyak dalam persentasenya, dan median-loss yang cukup besar pula, bahkan hampir sebanding dengan perusahaan swasta yang memiliki kasus fraud lebih banyak. Secara normatif, seharusnya perusahaan publik akan lebih transparan dan akuntabel dalam mengungkapkan laporan 8
keuangan-nya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada para investor dan stakeholders lainnya. Namun, pada kenyataannya perusahaan publik yang seharusnya memberikan informasi yang transparan dan akuntabel kepada pihak luar, terkadang masih menyembunyikan fakta dan informasi yang memiliki pengaruh buruk terhadap reputasi perusahaan mereka (Sukirman dan Sari, 2013:202). Perusahaan publik di Indonesia dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya sudah diatur dan diawasi khusus oleh lembaga independen, yang disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK sendiri sudah mengeluarkan beberapa peraturan atas penyajian laporan keuangan, seperti peraturan no. IX.E.2 tentang ketentuan mengenai Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama dan peraturan no. VIII.G.7 mengenai Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Peraturan no. IX.E.2 diperlukan dalam rangka memberikan kemudahan bagi emiten atau perusahaan publik dalam memperoleh akses pendanaan yang termasuk dalam kriteria transaksi material dengan tetap memperhatikan perlindungan kepada investor (Bapepam-LK, 2011). Sedangkan, peraturan no. VIII.G.7 dipandang perlu dikarenakan faktor perubahan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dalam rangka program konvergensi PSAK ke International Financial Reporting Standard (IFRS) serta guna memberikan kepastian hukum bagi emiten dan perusahaan publik dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan (Bapepam-LK, 2012). Fraud memang suatu gejala yang tidak mudah untuk dihilangkan, bahkan sudah menjadi penyakit serius pada perusahaan. Fraud adalah salah satu 9
kejahatan yang mengagetkan dan mengacaukan dunia (Vasiu, et., al., 2003:971). Fraud juga merupakan suatu ketidakberesan yang harus segera dibereskan, karena bisa menjadi virus bagi yang lain. Fraud meliputi sebuah ketidakberesan dan tindakan ilegal yang dikarakteristikan dengan penipuan yang disengaja (Auditor of Public Accounts, 2011). Fraud bisa terjadi karena adanya tindakan yang disengaja dari pelaku, dan tindakan itu tidak dapat dibenarkan. Fraud adalah sebuah tindakan disengaja dalam sebuah kecurangan material dalam laporan keuangan yang menjadi subjek audit (SAS No. 99, 2002:1721). Perusahaan
hanya
dapat
meminimalisasi
fraud,
tidak
untuk
menghilangkan, dikarenakan faktor penyebab dari fraud itu ada berbagai macam dan kompleks, seperti yang dijelaskan Tuanakotta (2012:197) dalam fraud tree. Sebelum membuat suatu usaha untuk mengurangi fraud dan mengelola risiko secara proaktif, penting untuk organisasi bisnis dalam mengidentifikasi faktorfaktor yang menyebabkan perilaku fraud dengan memahami siapa fraudsters dan mengapa fraud dilakukan (Ruankaew, 2013:1). Beberapa teori sudah menjelaskan sebab-sebab fraud dan ada dua teori yang sering dikutip sebagian besar peneliti, yaitu fraud triangle theory dan fraud diamond theory (Abdullahi dan Mansor, 2015:38 dan Dorminey, et., al, 2012:556). Cressey pada tahun 1953 menghipotesiskan terjadinya fraud dengan fraud triangle theory, dengan tiga kriteria yang harus ditampilkan, yaitu perceived pressure, perceived opportunity, dan rationalization (Skousen, et., al, 2009:54). Sebagian besar pressure melibatkan sebuah financial need, walaupun non-financial pressure seperti kebutuhan hasil laporan yang lebih baik dari pada penampilan aktual, frustasi atas 10
kerja, atau bahkan tantangan untuk mengacaukan sistem, juga bisa memotivasi fraud (Albrecht, et., al., 2008:3). Pressure dari masalah financial non-shareable membuat motivasi kejahatan (Dorminey, et., al, 2012:563). Financial pressure mempunyai sebuah dampak besar pada motivasi pegawai dan pembangun sebagian besar tipe pressure (Abdullahi, Mansor, dan Nuhu, 2015:32). Menurut SAS No. 99, ada empat tipe umum pressure yang memimpin fraudulent financial statement, yaitu
financial stability, external
pressure, situasi keuangan pribadi manager, dan financial targets. Lebih lanjut, Skousen, et., al. (2009:59) menyatakan bahwa external pressure bersumber dari kemampuan untuk memenuhi persyaratan pertukaran, melunasi hutang, atau memenuhi perjanjian hutang. Sedangkan,
financial targets digunakan untuk
mengungkapkan kinerja manajer dan dalam menentukan bonus, peningkatan upah, dan lain-lain. Summers dan Sweeney (1998:136) melaporkan bahwa financial targets secara signifikan membedakan antara perusahaan fraud dan nonfraud. Elemen kedua dari fraud triangle theory, yaitu opportunity. Opportunity terjadi karena ineffective control atau sistem kelola yang mengijinkan seorang individu untuk melakukan organisasional fraud. Dalam bidang akuntansi, ini dinamakan sebagai kelemahan internal control (Abdullahi, et., al, 2015:33). Kemudian, elemen ketiga dari fraud triangle theory, yaitu rationalization. Skousen, et., al (2009:66) mengatakan bahwa rationalization merupakan elemen fraud yang ketiga dan paling sulit diukur. Rationalization berkenaan dengan pembenaran atas perilaku tidak etis, yang merupakan suatu hal berbeda dari pada 11
aktivitas kriminal (Abdullahi, et., al, 2015:33). Dalam penelitian Skousen, et., al (2009:66-67), rationalization diukur dengan menggunakan audit report, total accrual divided by total assets, dan audit change. Dalam meningkatkan pendeteksian fraud, Wolfe dan Hermanson (2004) menyatakan konsep fraud diamond dengan ditambahkannya aspek capability yang merupakan pengembangan dari fraud triangle theory. Wolfe dan Hermanson (2004:38) mengungkapkan bahwa fraud tidak akan terjadi tanpa keberadaan orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat. Elemen capability dalam pendeteksian fraud dipertimbangkan, karena fraud pasti akan melibatkan orang yang mempunyai capability dalam melakukan fraud. Kemudian, Horwath (2011) menyatakan bahwa pada lingkungan saat ini, fraud triangle theory dapat diperluas menjadi fraud pentagon theory (Horwath, 2011:1), dimana faktor competence dan arrogance dari karyawan menjadi faktor yang mendukung fraud bisa terjadi. Competence merupakan sebuah elemen peluang yang meliputi kemampuan individu untuk mengendalikan internal control dan mengendalikan situasinya untuk keuntungan-nya sendiri. Sedangkan arrogance merupakan perilaku superioritas dan keserakahan dari pelaku kejahatan yang mempercayai bahwa kebijakan perusahaan dan prosedur tidak diterapkan kepadanya (Horwath, 2011:1). Penelitian yang berkaitan dengan fraudulent financial statement sudah dilakukan beberapa tahun belakangan dan menjadi referensi dalam melakukan penelitian ini. Penelitian yang berkaitan dengan financial targets sebagai variabel independen dengan proksi Return on Assets (ROA) terdapat pada penelitian 12
Huang, et., al (2016); Yesiariani dan Rahayu (2016); Lin, et., al (2015); Firmanaya dan Syafruddin (2014); dan Suyanto (2009) yang menemukan pengaruh signifikan financial targets terhadap deteksi fraudulent financial statement. Kemudian, Penelitian yang berkaitan dengan external pressure dengan proksi leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement dilakukan oleh Yesiariani dan Rahayu (2016); Huang, et., al (2016); Tessa dan Harto (2016); Lin, et, al (2015); dan Dalnial, et., al (2014) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara external pressure yang diproksikan dengan leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement. Selain itu, Penelitian yang berkaitan dengan ineffective monitoring dengan proksi proporsi komisaris independen dalam dewan komisaris pengaruhnya terhadap fraud dilakukan oleh Prabowo (2014), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara komisaris independen dalam sebuah perusahaan terhadap fraud, dalam penelitian ini direpresentasikan sebagai manajemen laba. Selanjutnya, terdapat penelitian yang berkaitan dengan rationalization dan capability dalam pendeteksian fraudulent financial statement. Penelitian yang berkaitan dengan rationalization terhadap deteksi fraudulent financial statement yaitu penelitian Sukirman dan Sari (2013), yang mengemukakan bahwa audit report sebagai proksi rationalization mempunyai kemampuan dalam membentuk model untuk memprediksi fraudulent financial statement dalam sebuah perusahaan. Kemudian, penelitian yang berkaitan dengan capability/competence yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdullahi, et., al (2016). Abdullahi, et., al 13
(2016) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan yang signifikan positif dari adanya capability/competence untuk kemungkinan melakukan fraud. Kemudian, variabel terakhir dari fraud pentagon theory, yaitu arrogance. Dalam penelitian Tessa dan Harto (2016) dikemukakan bahwa arrogance dengan proksi frekuensi jumlah foto CEO yang terpampang dalam laporan tahunan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendektesian fraudulent financial statement. Tessa dan Harto (2016) mengemukakan bahwa semakin banyak jumlah foto CEO yang terpampang dalam sebuah laporan tahunan perusahaan dapat mengindikasikan tingginya tingkat arrogance CEO dalam perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengungkapkan kembali variabel-variabel yang sudah dijelaskan oleh penelitian sebelumnya terhadap kemampuannya dalam mendeteksi fraudulent financial statement dalam perusahaan melalui analisis fraud pentagon theory. Penelitian ini menarik dan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang juga menggunakan analisis fraud pentagon theory dalam pendeteksian fraudulent financial statement pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Tessa dan Harto, 2016). Berikut merupakan hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya: 1.
Penelitian ini menggunakan data penelitian yang lebih panjang yaitu lima tahun dari tahun 2011-2015, yang memungkinkan akan adanya temuantemuan baru dan lebih meyakinkan atas pendeteksian fraudulent financial statement.
14
2.
Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan publik yang tersebar pada seluruh sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga bisa menggambarkan secara keseluruhan permasalahan penelitian ini pada perusahaan-perusahaan go public yang ada di Indonesia.
3.
Penggunaan data riil perusahaan publik terdaftar di BEI yang terkena sanksi dan kasus OJK pada tahun 2011-2015. Penelitian ini penting untuk diteliti, karena laporan keuangan merupakan
alat komunikasi perusahaan dan bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh stakeholder terkait, yang seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi stakeholder, seperti investor dan kreditor. Laporan keuangan hendaknya bisa memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor maupun yang sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat investasi, kredit, dan keputusan-keputusan lain yang serupa secara rasional (Riahi & Belkaoui, 2011: 233-234). Atas dasar latar belakang tersebut, penelitian ini berjudul “Model Pendeteksian Fraudulent Financial Statement Menggunakan Analisis Fraud Pentagon.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Apakah financial targets dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia? 15
2.
Apakah external pressure dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia?
3.
Apakah ineffective monitoring dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia?
4.
Apakah rationalization dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia?
5.
Apakah capability/competence dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia?
6.
Apakah arrogance dapat mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Menguji secara statistik dan menganalisis
financial targets, external
pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, dan arrogance dalam kemampuannya mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat di bidang akademik maupun praktik, sebagai berikut:
16
a. Bagi Akademisi 1) Memberikan pengetahuan tentang pendeteksian fraudulent financial statement menggunakan analisis fraud pentagon. 2) Memberikan sumber referensi terbaru penelitian analisis fraud pentagon dalam pendeteksian fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. 3) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan penelitian selanjutnya. b. Bagi Entitas 1) Dapat memberikan informasi pencegahan atas kemungkinan fraudulent financial statement yang akan terjadi pada perusahaan. 2) Dapat memberikan informasi deteksi sebagai bahan pendeteksian fraudulent financial statement pada perusahaan. c. Bagi Praktisi 1) Memberikan
informasi
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
mengaudit suatu perusahaan. 2) Memberikan referensi rasio atau komponen analisis yang dapat digunakan untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan.
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil Teori utama (grand theory) yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu agency theory. Agency theory digunakan dikarenakan dalam kasus fraud terdapat hubungan yang erat antara prinsipal dan agen yang memiliki kepentingan berbeda. 1. Teori Keagenan ( Agency Theory ) Teori keagenan sebagai sebuah kontrak satu atau lebih orang yaitu prinsipal menggunakan orang lain (agen) untuk menyediakan beberapa jasa untuk kepentingan mereka (prinsipal) yang meliputi mendelegasikan beberapa hak pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976:5). Prinsipal menganggap bahwa agen dapat melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Namun pada kenyataannya, kedua belah pihak memiliki hubungan untuk memaksimalkan kepuasannya masing-masing, disinilah kenapa prinsipal mempunyai alasan untuk tidak selalu percaya bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976:5). Eisenhardt (1989:57) menyatakan bahwa teori keagenan adalah sesuatu hal yang penting, namun masih merupakan teori kontroversial. Untuk mengatasi adanya tindakan agen yang dapat merugikan prinsipal, prinsipal akan mengeluarkan biaya untuk mengawasi aktivitas agen. Prinsipal akan membayar agen dengan mengeluarkan biaya perikatan agar agen tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan prinsipal atau dengan 18
memberikan kompensasi jika agen sudah mengambil tindakan yang sesuai (Jensen dan Meckling, 1976:5). Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa teori keagenan dapat berjalan dengan baik, apabila agen dapat menggunakan posisinya sebagai pembuat keputusan untuk hal-hal yang bisa menguntungkan prinsipal sebagai pemilik modal. Namun dalam menjalankan fungsinya, agen akan dihadapkan pada permasalahan perbedaan kepentingan, di mana prinsipal akan mengeluarkan biaya dalam melakukan pengawasan akan fungsi agen tersebut. Agen yang memiliki banyak informasi akan memiliki banyak kesempatan untuk menyembunyikan beberapa informasi dari prinsipal. Eisenhardt (1989:58) menambahkan bahwa masalah risk sharing muncul ketika prinsipal dan agen mempunyai sikap yang berbeda terhadap risiko. Hal inilah yang akan membawa agen (manajemen) ke dalam praktik kecurangan. Agen (manajemen) akan mengupayakan mendapatkan bonus sebesarbesarnya dari pihak prinsipal dengan berbagai cara, dalam catatan bahwa praktik ini tidak didukung oleh pengendalian yang baik. 2. Pendeteksian Fraud Deteksi fraud digunakan dalam melihat adanya suatu penyimpangan dalam sebuah perusahaan yang bisa menimbulkan adanya kerugian dalam sebuah perusahaan. Deteksi fraud adalah suatu tindakan untuk mengetahui bahwa fraud terjadi, siapa perilaku, siapa korbannya, dan apa penyebabnya.
19
Kunci pada pendeteksian fraud adalah untuk dapat melihat adanya kesalahan dan ketidakberesan (Karyono, 2013:91). Fraud pada hakekatnya tersembunyi dan pelakunya pada umumnya juga akan menyembunyikan jejaknya (Karyono, 2013:91). Oleh karena itu dibutuhkan adanya pencegahan dan pendeteksian dari adanya fraud tersebut. Namun, dikarenakan fraud merupakan gejala yang dipengaruhi oleh berbagai macam sumber, maka tindakan pendeteksian fraud tidak dapat digeneralisir ke semua fraud (Priantara, 2013:211). Dalam pendeteksian fraud perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis fraud yang mungkin timbul di dalam perusahaan (Priantara, 2013:211). Dalam pendeteksian fraud, perlu memahami gejalagejala apa saja yang dapat menyebabkan fraud. Gejala-gejala atau tandatanda terjadinya fraud dapat ditunjukan dari individu pelaku, dari organisasi, dan dari luar organisasi (Priantara, 2013:211). Karakteristik yang bersifat kondisi atau situasi tertentu, perilaku atau kondisi seseorang tersebut dinamakan red flag, symptom, atau fraud indicators. Pendeteksian fraud menurut Karyono (2013:91) yaitu dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Identifikasi gejala dan dengan identifikasi bendera merah (red flags) b. Pendeteksian fraud dengan critical point of auditing dan analisis kepekaan (job sensitivity analysis) Adapun dalam penjelasannya, Karyono (2013:93) menyebutkan bahwa critical point of auditing adalah teknik pendeteksian fraud melalui audit atas 20
catatan akuntansi yang mengarah pada gejala atau kemungkinan terjadinya. Teknik analisis kepekaan adalah teknik pendeteksian fraud didasarkan pada analisis dengan memandang pelaku potensial. Analisisnya ditujukan pada posisi tertentu apakah ada peluang tindakan fraud dan apa saja yang dapat dilakukan. Priantara (2013:212) menjelaskan bahwa terdapat teknik-teknik dalam mendeteksi fraud, yaitu: a. Prosedur analitis Standar auditing seksi 56 menyatakan prosedur analitis adalah evaluasi dari informasi keuangan yang didapat auditor dari menganalisis hubungan data keuangan dan non keuangan. Prosedur analitis ini dipakai dalam keseluruhan proses audit untuk tiga tujuan utama, yaitu: 1) Premiminary analytic procedures. Prosedur analitis digunakan untuk mendapatkan pemahaman tentang perusahaan dan untuk memberikan perhatian kepada auditor terhadap area yang berisiko tinggi (termasuk risiko fraud) pada saat perencanaan audit. 2) Subtantive analytic procedures. Prosedur analitis yang digunakan sebagai metode untuk mendapatkan bukti audit dengan mengevaluasi saldo akun. 3) Final analytic procedures. Prosedur analitis yang digunakan untuk mendapat kesimpulan audit dari keseluruhan hasil audit dan penyajian laporan keuangan.
21
Teknik prosedur analitis dalam mendeteksi fraud adalah sebagai berikut: 1) Perbandingan data perusahaan versus data perusahaan antarperiode a) Analisa horizontal yaitu perbandingan antara periode saat ini dengan periode sebelumnya (tahun lalu atau bulan lalu). b) Analisa vertikal yang mengkalkulasi setiap baris item laporan keuangan sebagai persentase dari baris item yang lain. 2) Perbandingan data perusahaan (realisasi) versus anggaran atau proyeksi perusahaan. 3) Perbandingan data perusahaan versus industri atau perusahaan sejenis. 4) Perbandingan data finansial perusahaan versus data operasionalnya. 5) Perbandingan data perusahaan (realisasi) versus hasil kalkulasi auditor. 6) Analisis rasio keuangan seperti: a) Rasio likuiditas: current ratio, working capital ratio, accounts receivable turnover, inventory turnover, dan acid test ratio. b) Rasio solvabilitas: total debt to total equity dan total debt to total assets. c) Rasio profitabilitas: return on assets, return on investment, economic value added, market value added, gross margin ratio, operating margin ratio,dan profit margin ratio.
22
b. Analisis data dengan bantuan teknologi (continuous monitoring/auditing) Teknik analisis data dengan menggunakan teknologi dapat dilakukan antara lain untuk: 1) Menghitung parametrik statistik (rata-rata, standar deviasi, nilai terendah dan tertinggi) untuk mengidentifikasi transaksi yang janggal (outlier) yang dapat mengidentifikasi adanya fraud. 2) Mengklasifikasi untuk menentukan pola dan asosiasi di antara grup elemen data. 3) Menstratifikasi nilai numerik untuk mengidentifikasi nilai yang tidak biasa/lazim (unusual) sangat berlebih atau kurang (exceedingly high or low). 4) Analisis digital menggunakan hukum benford untuk mengidentifikasi secara statistik kejadian yang tidak diinginkan dari digit-digit yang spesifik pada data yang acak. 5) Menggabungkan (joining) sumber data yang berbeda untuk mencari pencocokan nilai yang tidak tepat di antara sistem yang terpisah, seperti nama, alamat, dan nomor rekening. 6) Pengujian duplikat untuk mengidentifikasi duplikasi yang sederhana atau kompleks dari transaksi bisnis seperti pembayaran, penggajian, dan laporan klaim biaya. 7) Gap testing untuk mengidentifikasi angka/nomor yang hilang pada data yang berurutan (sequential data) sebagai indikator seseorang
23
mencoba
menyembunyikan
transaksi
yang
fraud
(fraudulent
transactions). 8) Penjumlahan (summing dan totaling) nilai numerik untuk mengecek nilai total kontrol (control totals) yang mungkin dipalsukan. 9) Memvalidasi tanggal perekaman data (entry dates) untuk mencari posting atau waktu-waktu perekaman data yang tidak tepat dan mencurigakan. c. Penggunaan Hukum Benford (Benford’s Law) Benford’s law atau hukum benford adalah hukum yang dapat memperkirakan frekuensi kemunculan sebuah angka dalam serangkaian data numerik. Analisa benford’s law dipergunakan untuk menunjukkan adanya kemungkinan atau indikasi potensial awal terjadinya fraud berdasarkan perhitungan statistik, dan juga harus diketahui bahwa adanya anomali dalam populasi data tidak selalu disebabkan oleh fraud. Jika kita dapat simpulkan bahwa analisa benford’s law merupakan pendeteksian awal untuk terjadinya fraud terhadap angka-angka yang mencurigakan dan kemudian hari berdasarkan analisa tersebut, dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap angka-angka yang dicurigai tersebut. Supaya benford’s law dapat diterapkan secara efektif, angka-angka dalam satu populasi harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: 1) Tidak ada batas bawah angka tertentu.
24
2) Lebih banyak nilai/angka-angka yang kecil daripada yang besar (misalnya lebih banyak satuan, puluhan, dan ratusan daripada ratusan, ribuan, atau puluhan juta). 3) Berasal dari transaksi yang mirip/serupa (misalnya, data jumlah pembelian per konsumen di bulan tertentu). 4) Angka tersebut menunjukkan besaran atau dalam metode penelitian disebut sekala rasio. 5) Angka tersebut tidak berada maksimum atau minimum (di antara angka tertentu). d. Penggunaan data mining dan data analytics Data mining adalah proses untuk menggali nilai tambah dari informasi yang selama ini tidak diketahui secara manual dari suatu database dengan melakukan penggalian pola data, tren, dan anomali dengan untuk memanipulasi data menjadi informasi yang lebih berharga yang diperoleh dengan cara mengekstraksi dan mengenali pola yang penting atau menarik dari data yang terdapat dalam database. Perangkat lunak yang andal, database yang benar, serta kreativitas investigasi membuka peluang besar untuk mengungkap fraud dan pelakunya. Data mining memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Automated prediction of trends and behaviors. Data mining memproses pencarian informasi yang diprediksi secara otomatis dalam database yang besar.
25
2) Automated discovery of previously unknown patterns. Data mining akan menyapu database dan mengidentifikasi pola-pola yang hilang yang tidak diketahui sebelumnya, dalam satu langkah saja. Pada tindak pidana pencucian uang, perangkat lunak data mining dengan cepat mengungkap perubahan pola pendanaan terorisme, dari pola yang sudah dikenal ke pola yang baru. Melakukan data mining memerlukan perangkat lunak untuk menganalisis hubungan dan pola dalam transaksi yang disimpan secara elektronis melalui user queries. Umumnya, perangkat lunak mencari hubungan sebagai berikut: 1) Classes, data digunakan untuk menentukan adanya suatu atau beberapa kelompok yang mempunyai karakteristik tertentu. 2) Clusters, data dikelompokkan menurut hubungan yang logis atau preferensi tertentu. 3) Associations, untuk menunjukkan adanya asosiasi atau hubungan. 4) Sequential patterns, untuk mengantisipasi perilaku atau trend. e. Penggunaan teknik pemeriksaan pajak Teknik audit pajak dapat digunakan dalam mendeteksi fraud. Teknik audit pajak yang digunakan untuk mendeteksi fraud antara lain: 1) Net worth method Net worth method adalah metode perbandingan kekayaan bersih untuk menghitung jumlah pendapatan yang tidak dilaporkan seseorang. Kekayaan bersih seseorang pada akhir tahun didapat dari nilai aset 26
total dikurangi nilai total liabilitasnya. Dalam mendeteksi fraud, metode ini dapat digunakan untuk membandingkan pendapatan yang dia terima dengan akumulasi kekayaan yang dimilikinya, jika kekayaan yang dimilikinya di atas pendapatan yang diterimanya, kita dapat berprasangka terjadi ketidakwajaran pola hidup dan sumber penghasilan sehingga perlu menyelidiki darimana asal kekayaan lainnya tersebut, dan jika asal kekayaannya tersebut tidak dapat dijelaskan, kita dapat mendeteksi indikasi adanya fraud dari orang tersebut. 2) Metode transaksi bank Metode ini menganalisis transaksi debit dan kredit di bank melalui semua rekening koran untuk menghitug jumlah pendapatan yang tidak dilaporkan seseorang. Untuk mendeteksi fraud, teknis ini digunakan untuk membandingkan jumlah pendapatan yang seharusnya diterima oleh seseorang dengan jumlah setoran yang ia lakukan atau yang disetor oleh pihak lain ke rekeningnya. Jika adanya perbedaan yang signifikan dalam jumlah setoran di banknya dengan jumlah pendapatan yang diterima, maka penyelidikan lebih lanjut terhadap asal-usul setoran tersebut akan dilakukan. Dalam menggunakan teknik ini, harus diperhatikan tidak hanya sisi kredit, tetapi juga harus melihat sisi debitnya seperti pembatalan cek.
27
3) Metode sumber dan penggunaan dana Metode ini mengasumsikan jumlah sumber dana akan sama dengan jumlah penggunaan dana. Jika sumber dana lebih kecil dari penggunaan dana berarti ada sejumlah penghasilan yang tidak dilaporkan. Dalam mendeteksi fraud, metode ini dapat digunakan dengan menghitung sumber dana dari seseorang dan menjabarkan apa saja penggunaan dana, jika penggunaan dana lebih besar dari pada sumber dana, diselidiki lebih lanjut asal sumber dana yang lain tersebut yang tidak dimasukkan dalam perhitungan dan jika sumber dana tersebut tidak jelas, dapat mendeteksi indikasi adanya fraud yang dilakukan oleh orang tersebut. 4) Metode pengeluaran (expenditure method) Expenditure method dapat dimanfaatkan sebagai petunjuk adanya indikasi fraud. Expenditure method lebih cocok untuk individual yang tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai gaya hidup pengeluaran-pengeluaran besar (mewah). Formula untk menghitung pendapata ilegal dengan expenditure method, yakni: Pendapatan ilegal = total pengeluaran – penghasilan dari sumber legal Expenditure method digunakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan: a) Tersangka kelihatannya tidak membeli aset seperti rumah, tanah, saham, perhiasan, mobil, atau kapal mewah. 28
b) Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya di luar kemampuan penghasilannya. Expenditure method adalah derivasi dari net worth method. Namun, perlakukan terhadap aset dan liabilitasnya berbeda. Dalam net worth method, penyidik akan mencantumkan saldo akhir kas dan bank. Dalam expenditure method, hanya perubahannya yang diambil. f. Penggunaan analisis perilaku (behavior analysis) Tidak semua modus fraud dapat dideteksi dengan menggunakan pendeteksian yang diarahkan oleh data finansial dan dokumen. Fraud seperti penyuapan, pungutan liar, kolusi, atau kickback terjadi karena secara konsisten pengendalian dan tata kelola yang dirancang dan diimplemantasi ternyata dielakkan atau diabaikan. Konsep perilaku dan faktor kualitatif dibutuhkan oleh seorang auditor untuk melihat “tabir” data baik informasi yang dapat dianalisis di data ataupun informasi yang tidak tersedia di data. Ada dua pendekatan pada penggunaan analisis perilaku untuk mendeteksi indikasi fraud, sebagai berikut: 1) Gaya hidup mewah (extravaganza lifestyle) Profesi fraud examiner sangat menganggap penting analisis perilaku ini dan merupakan bagian dari pendeteksian dan investigasi fraud. Analisis perilaku ini jika diterapkan secara konsisten dan proaktif dapat menjadi alat untuk pencegahan. Fraud jenis ini dapat dicegah lebih cepat jika know your employer dan analisis perilaku dipahami dan dilaksanakan dengan: 29
a) Memperhatikan perubahan signifikan pada gaya hidup atau penampilannya. b) Memamerkan kenyataannya kepada rekan kerja, termasuk memamerkan adalah menceritakan kekayaannya. Gaya hidup mewah akan mendorong atau menyebabkan himpitan atau tekanan finansial karena menjalani gaya hidup mewah berarti orang harus memiliki penghasilan yang dapat membiayai gaya hidup itu. Bagi orang dengan jenis pekerjaan rendah, fraud untuk gaya hidup mewah ini dipicu oleh kebutuhan (need). Namun, untuk orang yang memiliki jabatan dan latar belakang keluarga mampu serta memiliki pendidikan yang baik dimana penyakit gaya hidup mewah melekat padanya, maka fraud yang dilakukannya bersifat serakah (greedy). 2) Perilaku yang tidak lazim (unusual behavior) Ada banyak perilaku yang tidak lazim yang diidentifikasi dapat memicu adanya fraud. Beberapa perilaku yang tidak lazim seperti bekerja keras sampai dengan melewati jam dan hari kerja, tidak atau hanya sedikit mengambil cuti, kecanduan judi, penggunaan narkotika dan zat terlarang, terlibat selingkuh dan skandal seks termasuk gemar hiburan malam, dan terbelit utang terutama utang konsumer dengan bunga tinggi. Biasanya perilaku yang tidak lazim akan muncul apabila rekan kerja, supervisor, atau auditor mampu mengidentifikasi adanya red flag dan red flag tersebut ditelusuri sehingga perilaku merasa khawatir atas penelusuran tersebut. 30
g. Penggunaan Surveillance Surveillance merupakan alat yang efektif untuk menindaklanjuti red flag yang dijumpai pada analisis data dan dokumen serta analisis perilaku dan gaya hidup. Surveillance umumnya dilaksanakan pada investigasi, namun surveillance bisa juga dipakai untuk mendeteksi fraud dan menindaklanjuti rad flag sebelum investigasi mendalam. Terdapat dua cara surveillance yaitu non-electronic surveillance dan electronic surveillance. Electronic surveillance merujuk penggunaan alat elektronik untuk mencari, mengumpulkan, dan merekam informasi yang dilaksanakan dengan alat penyadap, alat perekam suara, alat pendengar, alat perekam gambar, untuk mendengar atau melihat perbuatan, pembicaraan, dan untuk mendapat informasi lainnya. Termasuk electronic surveillance adalah melakukan continuous auditing dan data mining yang ketat terhadap suatu red flag dan pola kejanggalan untuk mendapatkan pemetaan dugaan kasus, membuka data terekam pada email, PABX, dan sarana elektronik lainnya di tempat kerja. Sedangkan non-electronic surveillance adalah surveillance yang dilakukan dengan panca indera tanpa bantuan alat elektronik. 3. Fraud (Kecurangan) Terdapat banyak definisi dari fraud. ACFE (2016:5) menjelaskan bahwa occupational fraud merupakan penggunaan jabatan seseorang untuk kekayaan
pribadi
melalui
penyalahgunaan
yang
disengaja
atau 31
penyalahgunaan sumber daya organisasi atau aset-aset. Purba (2015:2) mengemukakan
bahwa
fraud
adalah
setiap
perbuatan
tidak
jujur
(penyalahgunaan kedudukan/jabatan atau penyimpangan) yang bertujuan mengambil uang (atau harta atau sumber daya orang lain/organisasi) melalui akal bulus, tipu muslihat, penipuan, kelicikan, penghilangan, kecurangan, saran yang salah, penyembunyian, atau cara-cara lainnya yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang, yang mengakibatkan kerugian organisasi atau orang lain dan/atau menguntungkan pelaku. Fraud dapat dilihat juga sebagai kekeliruan, penyimpangan atau kelalaian atas sebuah kebenaran untuk tujuan memanipulasi laporan keuangan untuk merugikan perusahaan atau organisasi, yang juga mencakup penggelapan, pencurian, atau upaya apapun untuk mencuri atau melawan hukum, penyalahgunaan atau kerusakan aset dari suatu organisasi (penyelewengan aset) (Abdullahi, 2015:31). Fraud juga bisa diartikan sebagai pencurian berdasarkan pasal 362 KUHP, pemerasan dan pengancaman berdasarkan pasal 368 KUHP, penggelapan berdasarkan pasal 372 KUHP, perbuatan curang berdasarkan pasal 378 KUHP, merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit berdasarkan pasal 396 KUHP, dan meghancurkan atau merusakkan barang berdasarakan pasal 406 KUHP, yang kesemuanya itu merupakan perbuatan melawan hukum (Tuanakotta, 2012). Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa fraud merupakan perbuatan melawan hukum melalui praktik yang berupaya memperdaya pihak lain, menipu atau membohongi, mengambil atau 32
menghilangkan uang, harta, hak yang sah milik orang lain atau perusahaan untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri dan kelompok. Dalam Karyono (2013:5), Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) manual edisi ketiga menjelaskan bahwa ada tiga aksioma/batasan fraud, sebagai berikut: a. Tersembunyi; kecurangan ini dilakukan secara sembunyi dan berusaha untuk menutupi perbuatannya. b. Bukti sebalik; untuk membuktikan bahwa kecurangan tersebut terjadi, harus diusahakan bahwa kecurangan tersebut tidak terjadi, demikian pula sebaliknya. c. Jenis-jenis fraud. Fraud menurut jenisnya terdiri dari intern fraud dan system control fraud: 1) Intern fraud terjadi secara alamiah yang melekat dalam setiap bentuk kegiatan, di mana seseorang dimungkinkan untuk melakukan fraud. 2) System control fraud terjadi karena lemahnya sistem pengendalian internal dan biasanya pelaku mempunyai pengetahuan tentang bagaimana suatu sistem pengendalian internal bekerja. 4. Jenis Fraud Organisasi internasional yang merupakan asosiasi akuntan forensik di Amerika Serikat (Association of Certified Fraud Examiner, disingkat ACFE) menggambarkan fraud dalam sebuah bentuk fraud tree atau pohon kecurangan dan pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya (Tuanakotta, 2012:197). 33
Berikut merupakan fraud tree (ACFE, 2016:11): Gambar 2.1 Fraud Tree
34
Gambar fraud tree di atas terdiri dari tiga cabang utama, yakni corruption, asset misappropriation, dan fraudulent statements. Masing-masing induk cabang akan dibahas sebagai berikut: a. Corruption Corruption dalam fraud tree yang digambarkan sebelumnya terdiri dari empat cabang penting, yaitu conflict of interest, bribery, illegal gratuities,dan economic extortion. Di Indonesia, korupsi sering disebut dan dihubungkan dengan praktik lainnya seperti kolusi dan nepotisme. Korupsi adalah perbuatan seseorang yang memangku jabatan dan kewenangan yang melawan hukum dan ketentuan serta prosedur secara salah dengan memanfaatkan posisi atau kedudukan, kewenangan atau karakter yang melekat pada kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan langsung untuk dirinya sendiri atau tidak langsung melalui keluarga atau kerabat atau orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain (Priantara, 2013:139). Dari fraud tree, korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapaan (bribery), penerimaan tidak sah/ illegal, gratifikasi dan pemerasan secara ekonomi. Conflict of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai bentuk di antaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat (penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun (Tuanakotta, 2012:196). Dari adanya conflict of interest, maka akan muncul 35
tindakan bribery atau penyuapan yang dilakukan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tersebut. Kemudian, terkadang menimbulkan illegal gratuities untuk memuluskan kecurangan tersebut, dan tidak jarang adanya tindakan mengancam yang dilakukan oleh individu atau kelompok, apabila keinginannya tidak dikabulkan. Keempat elemen corruption di atas berkaitan erat satu dengan yang lain dan mengakibatkan kerugian yang besar jika kejadian-kejadian di atas terjadi secara terus-menerus di suatu negara tanpa ada pencegahan dan auditor yang mampu mendeteksi praktik korupsi tersebut. b. Asset Misappropriation Asset misappropriation atau pengambilan aset secara ilegal dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun dalam istilah hukum, mengambil aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang dilakukan seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan (Tuanakotta, 2012:199). Asset misappropiation meliputi pencurian pada aset perusahaan dimana pengaruh dari pencurian itu menyebabkan laporan keuangan tidak ditampilkan, dalam hal-hal yang material, sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) (SAS No. 99, 2002:1722). Pada cash misappropriation, tindakan fraud bisa dilakukan pada saat uang tersebut belum masuk ke perusahaan (skimming). Selain itu, jika uang tersebut sudah masuk, fraud yang bisa dilakukan ialah dengan mencuri atau pencurian (larceny). Arus uang yang sudah terekam atau masuk ke dalam sistem, maka 36
penjarahan ini disebut fraudulent disbursements yang lebih dekat dengan istilah penggelapan (Tuanakotta, 2012:199). Selanjutnya pada non-cash misappropriation tindakan yang dapat terjadi adalah pencurian inventory (larceny) dan penyalahgunaan jabatan menggunakan
aset
perusahaan
untuk
kepentingan
pribadi
(misuse)
(Tuanakotta, 2012:203). Tindakan-tindakan di atas merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak yang sudah memahami kondisi perusahaan. Perbuatan ini bisa dilakukan oleh pihak yang mempunyai otoritas terhadap aset yang digelapkan, namun tidak menutup kemugkinan dilakukan oleh orang lain di luar pihak yang mempunyai otoritas tersebut. c. Fraudulent Financial Statements Fraudulent
Financial
statement
merupakan
kesalahan
yang
disengaja atas pengungkapan laporan keuangan yang dibuat untuk membohongi pengguna laporan keuangan dimana dampaknya menyebabkan laporan keuangan tidak ditampilkan dalam hal yang material, sesuai dengan GAAP (SAS No. 99, 2002:1722). Fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan, sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik (Tuanakotta, 2012:203). Fraud ini berupa salah saji/missatement (baik overstatements maupun understatements) yang terdiri dari dua ranting cabang yaitu financial dan non-financial. Pada financial fraud tindakan yang terjadi dapat berupa penyajian aset atau pendapatan yang lebih tinggi dari yang sebenarnya (Asset 37
/revenue overstatements) atau penyajian yang lebih rendah dari yang sebenarnya (Asset/revenue understatements). Sedangkan untuk non-financial fraud tindakan yang terjadi dapat berupa penyampaian laporan non-keuangan yang menyesatkan, laporan yang lebih bagus dari yang sebenarnya atau pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan yang biasanya laporan tersebut digunakan untuk keperluan intern maupun ekstern perusahaan (Tuanakotta, 2012:203). Tindakan fraudulent financial statement ini dapat merugikan banyak pihak atau pengguna laporan keuangan, dikarenakan fungsi laporan keuangan itu sendiri yang sangat luas bagi perusahaan, kreditor, investor, dan pengguna laporan keuangan yang lain untuk sebuah pengambilan keputusan. 5. Fraudulent Financial Statements Pelaporan keuangan yang curang menurut Arens, et., al. (2008:430) adalah salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan. Kebanyakan kasus kecurangan pelaporan keuangan melibatkan upaya melebihsajikan, entah melebihsajikan aktiva dan laba atau dengan mengabaikan kewajiban dan beban, perusahaan juga sengaja merendahsajikan laba (Arens, et., al., 2008:430). Menurut Priantara (2013), fraudulent financial reporting yang bertujuan untuk mengelabui investor dan kreditur dilakukan dengan cara meninggikan nilai aset dan pengakuan pendapatan, serta sebaliknya merendahkan nilai liabilitas dan pembebanan ongkos operasional dan biaya produksi.
38
Selain itu menurut Purba (2015:12), terdapat beberapa alasan mengapa manajemen melakukan fraud atas laporan keuangan, antara lain untuk: a. Meningkatkan
kinerjanya
di
mata
stakeholders
yang
meminta
pertanggungjawabannya. b. Menutupi ketidakmampuan manajemen dalam menghasilkan target/laba yang dibebankan kepadanya. c. Memperoleh
bonus
karena
adanya
kenaikan
kinerja
perusahaan/organisasi/unitnya. d. Menghilangkan persepsi negatif pengguna laporan dan pasar. e. Memperoleh
keuntungan
melalui
penjualan
saham
atau
dividen
perusahaan/organisasi yang lebih tinggi. f. Membayar jumlah pajak yang lebih kecil. g. Memperoleh kredit atau sumber pembiayaan lainnya yang lebih menguntungkan. Priantara (2013:90) menjelaskan teknik financial number game yang biasa digunakan
oleh
manajemen
untuk
memperindah
laporan
keuangan,
diantaranya adalah sebagai berikut: a. Aggressive Accounting: Pemilihan dan penerapan prinsip akuntansi yang bertujuan agar laba tahun berjalan lebih tinggi (higher current earnings), terlepas dari apakah praktik tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau tidak.
39
b. Earnings Management: Manipulasi laba secara aktif untuk suatu target yang sudah ditentukan sebelumnya untuk suatu proyeksi keuangan yang sudah dibuat, atau untuk mendapatkan suatu angka yang konsisten dengan arus kas dan tren laba yang tidak fluktuatif dan lebih berkelanjutan (smoother, more sustainable earnings stream). c. Income Smoothing: Suatu bentuk earnings management yang didesain untuk menghilangkan aliran laba yang fluktuatif, termasuk cara-cara untuk mereduksi dan “menyimpan” laba pada saat kinerja keuangan sedang membaik agar laba tersebut bisa dimanfaatkan pada saat kinerja keuangan sedang menurun. d. Fraudulent Financial Reporting: Penyajian keliru (misstatement) yang disengaja atau penyembunyian (ommision) atas suatu angka atau pengungkapan di dalam laporan keuangan yang bertujuan untuk memperdayai pengguna laporan keuangan. e. Creative Accounting: Setiap langkah yang digunakan untuk memainkan angka-angka laporan keuangan, yang mencakup aggressive accounting, fraudulent
financial
reporting,
income
smoothing,
dan
earnings
management. SAS No. 99 (2002:1722) menyebutkan bahwa fraudulent financial statement dapat berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: a. Manipulasi, pemalsuan, dan pengubahan data akuntansi atau dokumendokumen pendukung dari penyediaan laporan keuangan.
40
b. Kesalahan pencatatan yang disengaja dari kejadian, transaksi, atau informasi signifikan lainnya atas laporan keuangan. c. Kesalahan yang disengaja atas penggunaan prinsip akuntansi atas jumlah, klasifikasi, cara penyampaian, atau pengungkapan. Rezaee (2002:4) menyebutkan bahwa fraudulent financial statement dapat berkaitan dengan beberapa skema berikut, yaitu: a. Pemalsuan, pengubahan atau manipulasi dari catatan keuangan, dokumen pendukung atau transaksi bisnis. b. Kesalahan pencatatan material yang disengaja, penghapusan, atau kesalahan presentasi dari kejadian, transaksi, akun, atau informasi signifikan lainnya yang merupakan sumber informasi pembuatan laporan keuangan. c. Kesalahan yang disengaja pada penggunaan prinsip akuntansi, kebijakan, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur, mengakui, melaporkan, dan mengungkapkan kejadian ekonomis dan transaksi bisnis. d. Penghilangan
secara
sengaja
dari
pengungkapan
atau
penyajian
pengungkapan yang tidak memadai berkaitan dengan standar, prinsip, praktek akuntansi dan informasi keuangan yang berhubungan. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa fraudulent financial statement merupakan perbuatan yang disengaja atas pengubahan data akuntansi dengan tujuan menipu dan mengelabui para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan pribadi pihak yang melakukan kecurangan dengan melakukan penyajian yang tidak memadai atas informasi keuangan 41
yang berstandar sehingga tidak dapat menghasilkan keputusan yang tepat dari pihak stakeholders yang berkepentingan. 6. Fraud Triangle Theory Fraud triangle merupakan tiga indikator fraud yang memengaruhi terjadinya fraud. Konsep dari fraud triangle telah diperkenalkan dalam Statement of Auditing Standard (SAS) No. 99 dari American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) yang disebutkan contoh dan faktor-faktor risiko fraud. SAS No.99 telah mengkaitkan faktor risiko fraud dengan segitiga fraud yang dikemukakan oleh Cressey (1953). Cressey (1953) menyimpulkan bahwa fraud secara umum mempunyai tiga kriteria yang harus ditampilkan, yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pressure Pressure menjadi salah satu alasan bagi manajemen dan pegawai lainnya dalam melakukan fraud. Pressure datang dalam berbagai bentuk, keuangan maupun non-keuangan. Pressure datang dari kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain (Tuanakotta, 2012:207). Sebagian besar pressure melibatkan sebuah financial need, walaupun non-financial pressure seperti kebutuhan hasil laporan yang lebih baik dari pada penampilan aktual, frustasi atas kerja, atau bahkan tantangan untuk mengacaukan sistem, juga bisa memotivasi fraud (Albrecht, et., al., 2008:3 dan Dorminey, 2012:558).
42
Pressure dapat terjadi dikarenakan adanya tujuan yang tidak realistik dari pihak manajemen kepada pegawainya atau pemilik kepada manajemen. Tujuan yang tidak realistik dan deadline dapat menyebabkan tekanan kepada pegawai untuk melakukan fraudulent financial statement (Auditor of Public Accounts, 2011). SAS No. 99, 2002 menyebutkan bahwa terdapat empat hal yang menjadi indikator dari adanya pressure, yaitu financial stability, excessive pressure, personal financial needs, dan financial targets. Berikut dapat dijelaskan keempat indikator tersebut: 1)
Financial stability or profitability (stabilitas dan profitabilitas keuangan) terancam oleh kondisi ekonomi, industri atau keadaan operasi entitas, seperti (atau seperti diindikasikan oleh): (SAS No.99, 2002:1749) a) Ketatnya kompetisi atau kejenuhan pasar, yang disertai dengan penurunan margin. b) Tingginya kerentanan terhadap perubahan yang pesat, seperti perubahan dalam teknologi, keusangan produk, atau tingkat bunga. c) Penurunan
signifikan
dalam
permintaan
pelanggan
dan
peningkatan kegagalan bisnis, baik dalam industri maupun ekonomi secara keseluruhan. d) Kerugian operasi menjadi ancaman terjadinya kebangkrutan, penyitaan, atau pengambilalihan dengan menggunakan tekanan dalam waktu dekat. 43
e) Arus kas negatif operasi yang berulang atau ketidakmampuan untuk menghasilkan arus kas dari operasi sementara entitas masih melaporkan laba dan pertumbuhan laba. f)
Pertumbuhan profitabilitas yang pesat atau tidak biasa, terutama ketika dibandingkan dengan entitas lain dalam industri yang sama.
g) Kebijakan akuntansi atau peraturan perundang-undangan yang baru. 2)
Excessive pressure (tekanan yang eksesif) terhadap manajemen untuk memenuhi ketentuan atau ekspektasi pihak ketiga yang disebabkan oleh hal-hal berikut ini: (SAS No. 99, 2002:1749) a) Ekspektasi tingkat profitabilitas atau tren dari analisis investasi, investor institusional, kreditur signifikan, atau pihak eksternal lainnya (terutama ekspektasi yang terlalu agresif atau tidak realistis), termasuk ekspektasi yang diciptakan oleh manajemen dalam, sebagai contoh, pesan yang disampaikan dalam siaran pers atau laporan tahunan yang terlalu optimis. b) Kebutuhan untuk memperoleh pembiayaan utang atau ekuitas tambahan untuk tetap kompetitif, termasuk pembiayaan untuk riset dan pengembangan atau pengeluaran modal yang besar. c) Kemampuan marginal untuk memenuhi ketentuan di pasar modal atau ketentuan pembayaran kembali utang atau ketentuan perjanjian utang. 44
d) Efek yang terlihat atau nyata dari melaporkan kinerja keuangan yang buruk atas transaksi yang belum terealisasikan yang signifikan, seperti penggabungan bisnis atau penandatanganan kontrak. 3)
Informasi yang tersedia mengindikasikan bahwa situasi keuangan personal manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola terancam oleh kinerja keuangan entitas, yang disebabkan oleh adanya hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1750) a) Kepentingan keuangan yang signifikan dalam entitas. b) Bagian yang signifikan dari kompensasi mereka (sebagai contoh, bonus, opsi saham, dan pengaturan earn-out) tergantung dari pencapaian target yang agresif atas harga saham, hasil operasi, posisi keuangan, atau arus kas. c) Jaminan personal atas utang entitas.
4)
Terdapat tekanan yang eksesif terhadap manajemen atau personel operasi untuk memenuhi target keuangan yang ditetapkan oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, termasuk target insentif penjual atau profitabilitas (SAS No.99, 2002:1750). Dari keempat indikator di atas dapat dilihat bahwa pressure bukan
hanya terkait dengan masalah individu saja namun juga terkait perusahaan serta kebijakan dan peraturan pemerintah. Terkait individu bisa diidentifikasi melalui adanya pemberian bonus kepada karyawan atas suatu target tertentu. Terkait perusahaan bisa dilihat dari kemampuan 45
marjinal untuk memenuhi ketentuan di pasar modal. Kemudian dari adanya kebijakan dan peraturan pemerintah tentang pajak atau yang lainnya juga dapat mempengaruhi adanya fraud di perusahaan berdasarkan kriteria SAS No. 99 (2002) atas pressure. b. Peluang (Opportunity) Pegawai mempunyai peluang jika mereka mempunyai akses terhadap aset dan informasi yang memungkinkan mereka untuk menyembunyikan aktivitas fraud mereka (Auditor of Public Accounts, 2011). Peluang dapat terjadi karena adanya persepsi bahwa lemahnya pengendalian saat ini, dan kemungkinan untuk tertangkap itu jauh (Dorminey, 2012:558). Dalam konsep peluang ini, fraud bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan atau posisi penting dalam perusahaan dan memungkinkannya untuk melakukan fraud. Dalam SAS
No.99 (2002) terdapat
empat
kondisi
yang
menyebabkan terjadinya fraud, yaitu nature of industry, ineffective monitoring, complex organizational structure, dan internal control. Masing-masing indikator akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Nature of industry (lingkungan industri) menyediakan peluang untuk kecurangan laporan keuangan, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1750) a) Transaksi signifikan dengan pihak yang berelasi yang tidak dilakukan dalam kondisi dan ketentuan bisnis normal atau dengan entitas yang berelasi yang tidak diaudit atau diaudit oleh KAP lain. 46
b) Kondisi atau kemampuan keuangan yang kuat untuk mendominasi suatu sektor industri tertentu yang memungkinkan entitas untuk mendikte kondisi atau ketentuan kepada pemasok atau pelanggan, yang dapat mengakibatkan transaksi yang tidak semestinya atau transaksi yang tidak dilakukan dengan pihak yang tidak berelasi. c) Aset, liabilitas, pendapatan atau biaya yang didasarkan pada estimasi signifikan yang melibatkan pertimbangan subjektif atau ketidakpastian yang sulit untuk mendukung hasil yang disajikan. d) Transaksi
yang
signifikan,
tidak
bisa
atau
mengandung
kompleksitas yang tinggi, terutama yang terjadi menjelang akhir periode pelaporan, yang menimbulkan pertanyaan sulit tentang “substansi melebihi bentuk”. e) Operasi signifikan yang berlokasi atau dilakukan di lintas batas internasional
dalam
yurisdiksi
yang
memiliki
perbedaan
lingkungan dan budaya bisnis. f) Rekening bank, atau anak perusahaan atau kantor cabang yang signifikan di yurisdiksi yang merupakan tax-haven yang tampaknya tidak dilandasi oleh pertimbangan bisnis yang jelas. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya fraudulent financial statement dalam nature of industry berkaitan dengan lingkungan bisnis dari perusahaan itu dan operasional bisnis tersebut serta hubungannya dengan pihak-pihak yang berelasi dengan perusahaan.
47
Keadaan-keadaan seperti di atas memungkinkan adanya fraud dalam perusahaan. 2) Ineffective monitoring (pemantauan tidak efektif) oleh manajemen sebagai akibat dari hal-hal berikut: (SAS No.99, 2002:1751) a) Dominasi manajemen oleh seseorang atau suatu kelompok kecil (dalam bisnis yang tidak dikelola oleh pemilik) tanpa disertai oleh pengendalian pengganti. b) Pengawasan yang tidak efektif oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola terhadap proses pelaporan keuangan dan pengendalian intern tidak efektif. Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya peluang yang berasal dari ineffective monitoring lebih berkaitan dengan kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian internal dalam perusahaan. 3) Organizational structure (struktur organisasi) yang kompleks, dibuktikan dengan adanya hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1751) a) Kesulitan dalam menentukan organisasi atau individu yang memiliki kepentingan pengendalian dalam entitas. b) Stuktur organisasi yang terlalu kompleks yang melibatkan entitas hukum atau garis wewenang manajerial yang tidak biasa. c) Tingkat perputaran yang tinggi dari manajemen senior, penasihat hukum, atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya peluang yang berasal dari organizational structure lebih berkaitan dengan 48
kompleksitas
dan
ketidakstabilan
entitas
dalam
mengendalikan
kepentingan entitas sehingga menyebabkan pengendalian terhadap entitas yang kurang memadai. 4) Internal control (pengendalian internal) yang kurang baik yang diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut: (SAS No.99, 2002:1751) a) Pemantauan
pengendalian
yang
tidak
memadai,
termasuk
pengendalian otomatis dan pengendalian terhadap pelaporan keuangan interim (jika pelaporan eksternal disyaratkan). b) Tingkat perputaran yang tinggi atau akuntansi yang tidak efektif dari staf akuntansi, audit internal, atau teknologi informasi. c) Sistem akuntansi dan sistem informasi yang tidak efektif, termasuk situasi yang melibatkan defisiensi pengendalian internal yang signifikan. Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya peluang yang berasal dari internal control lebih berkaitan dengan adanya internal control yang kurang memadai dari aspek kepegawaian, dan teknologi informasi, sistem informasi, serta aspek-aspek lain yang melibatkan defisiensi pengendalian internal yang signifikan. c. Rationalization Rasionalisasi terjadi ketika seorang pegawai membenarkan mengapa mereka melakukan fraud (Auditor of Public Accounts, 2011). Fraud muncul ketika seseorang mulai membenarkan apa yang mereka lakukan menurut hukum itu salah. Seseorang membenarkan kesalahan 49
mereka dikarenakan untuk tetap nyaman dalam melakukan suatu tindakan salah secara terus-menerus. Pencuri mencari suatu pembenaran kegiatan kecurangan sebelum melakukan kecurangan pertamanya (Dorminey, et., al, 2012:558). SAS No. 99 (2002) menyebutkan bahwa auditor harus sadar terhadap
keberadaaan
fraudulent
financial
statement
dari
aspek
rationalization ini dalam mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan material yang muncul dari fraudulent financial reporting. SAS No. 99 (2002) mencontohkan bahwa auditor harus sadar akan informasi-informasi berikut yang mengindikasikan faktor risiko. 1) Komunikasi, implementasi, dukungan atau penegakan nilai atau standar etika entitas oleh manajemen, atau komunikasi nilai atau standar etika yang tidak semestinya, yang tidak efektif. 2) Partisipasi atau campur tangan yang eksesif dari manajemen yang tidak membawahi aspek keuangan dalam pemilihan kebijakan akuntansi atau penentuan estimasi signifikan. 3) Riwayat yang diketahui tentang pelanggaran terhadap peraturan perundangan-undangan tentang pasar modal, atau tuntutan terhadap entitas, manajemen senior, atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola yang dicurigai terlibat dalam kecurangan atau pelanggaran terhadap peraturan perundangan-undangan. 4) Kepentingan
manajemen
yang
eksesif
dalam
menjaga
atau
meningkatkan harga saham atau tren laba entitas.
50
5) Praktik manajemen dalam memberikan komitmen kepada analis, kreditur, dan pihak ketiga lainnya untuk mencapai perkiraan yang agresif atau tidak realistis. 6) Kegagalan manajemen dalam menggunakan cara yang tidak tepat untuk meminimumkan laba yang dilaporkan untuk tujuan perpajakan. 7) Kepentingan manajemen dalam menggunakan cara yang tidak tepat untuk meminimumkan laba yang dilaporkan untuk tujuan perpajakan. 8) Usaha yang berulang dari manajemen untuk membenarkan suatu transaksi atau perlakuan akuntansi yang tidak signifikan atau tidak tepat dengan menggunakan alasan materialitas. 9) Hubungan yang tegang atau canggung antara manajemen dengan auditor pengganti atau auditor pendahulu, seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. Seringnya terjadi perbedaan pendapat dengan auditor pengganti atau auditor pendahulu atas aspek akuntansi, audit, atau pelaporan keuangan. b. Permintaan yang tidak masuk akal kepada auditor, seperti pembatasan waktu yang tidak realistis mengenai penyelesaian audit atau penerbitan laporan auditor. c. Pembatasan akses auditor secara tidak tepat terhadap pihak atau informasi atau kemampuan untuk berkomuniksi secara efektif kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola.
51
d. Perilaku manajemen yang dominan dalam berhubungan dengan auditor, terutama yang melibatkan usaha untuk mempengaruhi ruang
lingkup
pekerjaan
auditor,
atau
pemilihan
atau
keberlanjutan personel yang ditugaskan atau yang diajak berkonsultasi dalam perikatan audit. Dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan adanya fraudulent financial statement yang berasal dari rationalization berkaitan dengan adanya hubungan yang tidak baik antara manajemen dan auditor, juga adanya
suatu
kegagalan
manajemen
dalam
mengelola
keuangan
perusahaan, serta perilaku manajemen laba yang ada dalam perusahaan. Ketiga faktor diatas merupakan elemen pembentuk dari perilaku kecurangan yang terjadi dalam suatu kasus fraud yang sering disebut sebagai fraud triangle. Dari ketiga elemen di atas, elemen yang paling sulit untuk diukur adalah rationalization (Skousen, et., al., 2009:66). Untuk memproteksi organisasi, manajemen memerlukan kewaspadaan dalam mengurangi peluang-peluang fraud. Proses-proses, prosedur, dan pengendalian seharusnya ditempatkan atau digunakan, jadi pegawaipegawai tidak memiliki kemampuan untuk melakukan fraud (Auditor of Public Accounts, 2011). Adapun skema dari fraud triangle dapat digambarkan sebagai berikut: gambar 2.2
52
Gambar 2.2 Fraud Triangle Opportunity
Pressure
Rationalization
Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey (Tuanakotta, 2012)
7. Fraud Diamond Theory Fraud diamond merupakan elemen tambahan dari fraud triangle, dimana elemen ini diharapkan dapat menambah pencegahan dan pendeteksian fraud. Fraud triangle dapat diperbesar peningkatan dalam pencegahan dan pendeteksian fraud dengan mempertimbangkan elemen keempat (Wolfe dan Hermanson, 2004:38). Maksud dari elemen keempat di sana merupakan individual’s capability. Wolfe dan Hermanson, 2004 berpendapat bahwa sifat dan kemampuan seseorang yang memiliki peran utama dalam sebuah organisasi dapat menghadirkan adanya fraud, di luar dari tiga elemen dalam fraud triangle. Fraud tidak akan terjadi tanpa adanya seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengenali peluang. Banyak Fraud, khususnya dari triliunan dollar, tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat (Wolfe dan Hermanson, 2004:38). Menurut fraud diamond, terdapat empat 53
elemen yang menyebabkan fraud yaitu pressure, opportunity, rationalization, dan
capability.
Penelitian-penelitian
sebelumnya
sudah
menjelaskan
bagaimana fraud triangle terjadi, yaitu ketika seseorang mempunyai sebuah pressure untuk melakukan fraud, kelemahan pengendalian atau pengawasan menyediakan sebuah opportunity untuk seseorang melakukan fraud, dan seseorang yang memiliki rationalize terhadap perilaku fraud (Wolfe dan Hermanson, 2004:38). Dalam fraud diamond, konsep ini mempertimbangkan kemampuan individu untuk menjadi orang yang tepat dalam melakukan fraud. Capability mempunyai beberapa komponen di dalamnya, yang mendukung adanya fraud, yaitu position, intelligence, ego, coercion, deceit, and stress (Wolfe and Hermanson 2004:40). Yang dapat diartikan, posisi, kecerdasan, ego, keterpaksaan, ketidakjujuran, dan tekanan merupakan elemen-elemen yang mendukung dari faktor capability/competence. Adapun masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Position/function Posisi yang dimiliki seseorang dapat membuatnya lebih mudah dalam melakukan fraud. Posisi dan peran yang dimiliki oleh pegawai bisa menjadi jalannya untuk membuat peluang fraud yang tidak tersedia pada yang
lain
(Wolfe
dan
Hermanson,
2004:39).
ACFE
(2016:50)
mengemukakan bahwa 43.8% kasus fraud di dunia terjadi pada posisi employee, 40.8% terjadi pada posisi manager, dan 13.5% terjadi pada posisi owner/executive. Dari data di atas, kerugian terbesar terjadi bila 54
kasus fraud dilakukan oleh owner/executive dengan median loss $400.000, manager $147.000, dan employee $100.000. Wolfe dan Hermanson, 2004:39 mengatakan bahwa seorang CEO atau kepala divisi mempunyai otoritas potensial untuk melakukan fraud ketika adanya pengambilan persetujuan kontrak, dengan mempengaruhi waktu pengakuan pendapatan dan beban. b. Intelligence/creativity Orang yang tepat dalam sebuah fraud adalah yang cukup pintar untuk memahami dan memanfaatkan kelemahan pengendalian internal dan menggunakan akses posisi, fungsi, dan otorisasi untuk keuntungan besar bagi dirinya (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Fraudster dengan intelligence yang tinggi akan mudah dalam melakukan fraud. Intelligent, pengalaman,
dan
orang-orang
yang
kreatif
dengan
pemahaman
pengendalian yang baik, mudah melakukan banyak kecurangan terbesar saat ini (Abdullohi dan Mansor, 2015:42). c. Ego Orang yang mempunyai ego yang kuat dan kepercayaan diri yang besar bahwa dia tidak akan dapat dideteksi apabila melakukan fraud, atau orang yang percaya bahwa dirinya akan dengan mudah keluar dari permasalahan yang terjadi kepadanya, bisa memotivasi dirinya dalam melakukan fraud bagi keuntungan pribadinya (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Abdullohi dan Mansor (2015:42) juga menyebutkan bahwa aspek motivasi yang diterapkan dari beberapa tipe fraud adalah ego/power. 55
d. Coercion Seorang fraudster yang sukses adalah yang mampu memaksa lainnya untuk melakukan fraud (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Seorang yang memiliki sikap keras dan dapat mempengaruhi orang lain akan lebih mudah dalam melakukan fraud. Seseorang dengan keperibadian persuasif yang kuat akan bisa mempercayakan orang lain untuk menemaninya dalam melakukan fraud (Abdullohi dan Mansor, 2015:43). Kemudian dalam penelitian Wolfe dan Hermanson, 2004:40 mengemukakan bahwa tipe kepribadian yang umum di antara penipu adalah “pengganggu” yang “membuat permintaan yang tidak biasa dan signifikan dari orang-orang yang bekerja untuknya, meningkatkan rasa takut kepada dirinya daripada rasa hormat, dan akibatnya menghindari tunduk pada peraturan yang berlaku”. e. Deceit Penipu sukses harus berbohong secara efektif dan konsisten (Wolfe dan Hermanson, 2004:40). Dalam fraud, orang-orang dengan kriteria tidak jujur akan lebih nyaman dalam melakukan fraud dengan segala kemampuannya dan trik liciknya. Wolfe dan Hermanson, 2004:40 juga menyatakan bahwa, untuk menghindari deteksi fraud, seseorang fraudster harus terlihat meyakinkan di mata auditor, investor, dan lainnya. Kemudian, fraudster juga harus memiliki kemampuan untuk berbohong dan konsisten.
56
f. Stress Dan satu hal lainnya yang menjadi komponen capability yaitu stress. Stres akan pekerjaan dapat meningkatkan tindakan-tindakan negatif seperti fraud. Untuk itu setiap pegawai harus bisa mengendalikan stres agar terhindar dari tindakan fraud. Individu harus bisa menahan stres seperti dalam melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar stres yang ekstrem bisa disembunyikan (Rudewicz, 2011:2). Gambar 2.3. fraud diamond Gambar 2.3 Fraud Diamond
Incentive
Rationalization
Opportunity
Capability
Sumber: Fraud Diamond Theory oleh Wolfe dan Hermanson (2004:38)
Yesiariani dan Rahayu (2016) dan Tessa dan Harto (2016) mengungkapkan bahwa fraud bisa terjadi karena adanya pergantian jajaran direksi. Pergantian jajaran direksi dalam fraud diamond theory bisa dijadikan sebagai proksi (Yesiariani dan Rahayu, 2016 dan Tessa dan Harto, 2016). Pergantian jajaran direksi merupakan penyerahan wewenang dari direksi lama kepada direksi baru. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja manajemen sebelumnya. Namun, perubahan direksi dapat menimbulkan stress period dalam suatu perusahaan karena membutuhkan waktu adaptasi sehingga kinerja 57
awal tidak maksimal. Kondisi ini memberikan peluang kepada individu untuk memperoleh keuntungan dari situasi tersebut. 8. Fraud Pentagon Theory Fraud pentagon theory merupakan perkembangan dari teori fraud triangle theory. Dalam fraud pentagon theory ini ditambahkan dua variabel penting lainnya di luar dari tiga variabel penting di fraud triangle theory, yaitu competence dan arrogance. Fraud triangle theory bisa dikembangkan lebih luas menjadi fraud pentagon theory, dimana kompetensi pegawai dan arogansi menjadi faktor yang diperhitungkan dalam tiga kondisi umum yang telah hadir sebelumnya ketika fraud terjadi. Konsep dari capability dan competence secara umum sama definisinya, dalam fraud diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) dan Crowe’s Fraud Pentagon Model (Horwath, 2011). Competence merupakan perluasan pada elemen dari opportunity yang meliputi kemampuan individu untuk mengesampingkan pengendalian internal dan untuk mengendalikan secara sosial situasi tersebut untuk keuntungan pribadinya. Sedangkan arrogance merupakan perilaku superioritas dan hak atau keserakahan pada pelaku kejahatan yang mempercayai bahwa kebijakan perusahaan dan prosedur tidak diterapkan kepadanya (Horwath, 2011:1). Horwath (2011) mengemukakan bahwa ada lima elemen dari arrogance dari perspektif CEO, sebagai berikut (Yusof, et., al, 2015:130): 1. Ego besar – CEO terlihat seperti selebriti daripada seorang pengusaha. 2. Mereka menganggap pengendalian internal tidak berlaku untuk dirinya. 58
3. Memiliki karakteristik perilaku pengganggu. 4. Memiliki kebiasaan memimpin secara otoriter. 5. Memiliki ketakutan akan kehilangan posisi atau status. Yusof, et., al, 2015:133 mengemukakan bahwa jumlah foto CEO dalam laporan tahunan perusahaan bisa menjadi salah satu proksi penting dalam mengukur arrogance. Gagasan tersebut diperkenalkan melalui pengamatan terhadap laporan tahunan dan penekanan peran CEO sebagai karakter utama dalam perusahaan. Kemudian, Tessa dan Harto, 2016:19 mendukung penelitian Yusof, et., al, 2015, dengan menyatakan bahwa semakin banyak jumlah foto CEO yang terpampang pada sebuah laporan tahunan dapat mengindikasikan tingginya tingkat arogansi CEO dalam perusahaan tersebut. Arrogance bisa berdampak buruk kepada perusahaan dan seseorang, karena bisa menghancurkan karir atau perusahaan tersebut (Horwath, 2011). Berikut elemen-elemen penting dari fraud pentagon theory. Gambar 2.4. fraud pentagon Gambar 2.4. Fraud Pentagon
Sumber: Fraud Pentagon Theory oleh Crowe Horwath (2011:1)
59
9. Peraturan OJK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan (UU RI, 2011). Sektor jasa keuangan yang dimaksud disini yaitu sektor Perbankan, Pasar Modal, sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (UU RI, 2011).
Dalam menjalankan tugasnya, OJK memiliki peraturan yang
sebelumnya dibuat oleh Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan). Berikut adalah peraturan yang dimiliki OJK yang mengatur tentang pelanggaran yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan dan transaksi material entitas yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini: a. Peraturan Nomor VIII. G. 7 Peraturan ini mengatur tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana dimuat dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-554/BL/2010 dan kemudian disempurnakan dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-347/BL/2012 yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Juni 2012. Peraturan Nomor VIII. G. 7 memberikan pedoman mengenai struktur, isi, dan persyaratan dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan sebagaimana standar yang telah diatur, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yang harus disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik, baik kepada masyarakat maupun Bapepam dan LK atau OJK. 60
Laporan keuangan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan no. VIII.G.7 terdiri dari, laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan perubahan ekuitas selama periode, laporan arus kas selama periode, catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan saat emiten atau perusahaan publik menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan
keuangan
atau
ketika
emiten
atau
perusahaan
publik
mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannnya. Adapun pelanggaran yang terkait dengan peraturan VIII.G.7, yaitu: 1. Kesalahan penyajian laporan keuangan. 2. Pelanggaran atas pengakuan akun, seperti akun persediaan. 3. Kesalahan pengungkapan akun, seperti modal saham dan laporan arus kas. b. Peraturan Nomor IX. E. 2 Peraturan ini mengatur mengenai Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama sebagaimana dimuat dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor:
KEP-413/BL/2009
dan
kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP614/BL/2011 yang mulai berlaku sejak tanggal 28 November 2011. Dalam peraturan no. IX.E.2 tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan transaksi material adalah setiap pernyataan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu; pembelian, penjualan, 61
pengalihan, tukar menukar aset atau segmen usaha; sewa menyewa aset; pinjam meminjam dana; menjaminkan aset; dan/atau memberikan jaminan perusahaan dengan nilai 20% (dua puluh persen) atau lebih dari ekuitas perusahaan, yang dilakukan dalam satu kali atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk suatu tujuan atau kegiatan tertentu. Kemudian, perusahaan yang melakukan transaksi material sebagaimana yang disebutkan di atas tersebut wajib melaporkan informasi tentang transaksi material tersebut kepada Bapepam dan LK atau OJK. Adapun yang dimaksud dengan perubahan kegiatan usaha utama dalam peraturan no. IX.E.2, yaitu perubahan kegiatan usaha sebagaimana yang tercantum dalam anggaran dasar perusahaan dan telah dijalankan, dimana perubahan kegiatan usaha itu dikhawatirkan akan mempengaruhi kelangsungan usaha perusahaan. Adapun pelanggaran yang terkait dengan peraturan IX.E.2, yaitu: 1. Tidak melakukan keterbukaan informasi atas transaksi material atas pemberian pinjaman dan pembelian, serta tidak terdapat pendapat kewajaran atas pembelian tersebut. 2. Belum memperoleh persetujuan RUPS atas transaksi pembelian obligasi dan saham yang sifatnya material.
B. Penelitian Sebelumnya Berikut merupakan penelitian-penelitian yang menjadi sumber referensi dalam penelitian ini. Tabel 2.1 62
Tabel 2. 1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya No 1
2
Nama Peneliti dan Tahun Rabi’u Abdullahi, Noorhayati Mansor, Mohammed Isa Kida, dan NuraShu’aibu Safi (2016)
Shaio Yan Huang, Chi-Chen Lin, An-An Chiu, dan David C. Yen (2016)
Judul Penelitian An Empirical Analysis on the Influence of Social Conditioning and Capability toward Financial Fraud in Kano State Public Sectors
Fraud detection using fraud triangle risk factors
-
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Mengidentifikasi - Penggunaan metode faktor-faktor yang pendekatan exploratory mempengaruhi adanya - Penggunaan instrumen fraud dalam keuangan kuesioner Penggunaan variable - Sampel penelitian capability sebagai merupakan sektor variabel independen pemerintahan di Jenis penelitian yaitu Nigeria kuantitatif - Penggunaan variabel social conditioning sebagai variabel independen - Penggunaan analisis regresi berganda
Mengidentifikasi faktor-faktor financial statement fraud - Penelitian kuantitatif Menggunakan varibel pressure, opportunity, dan rationalization - Menggunakan proksi
Penggunaan pendekatan Lawshe’s untuk memilih faktor-faktor penting, dimana item-item dengan nilai CVR (content validity ratio) yang belum sesuai kriteria harus dieliminasi
Hasil penelitian Penelitian ini mengungkapkan bahwa social conditioning dan capability mempunyai pengaruh positif dan signifikan di Pegawai Negeri Sipil Kano untuk melakukan fraud dengan p-values statistik untuk masing-masing dari dua variabel tersebut adalah 0.000.
Hasil dari AHP menunjukkan bahwa dimensi yang paling penting adalah pressure dan sedikitnya satu adalah rationalization. Top 5 pengukuran penting adalah poor performance, need for external financing, financial distress, insufficient board oversight, dan competition. Hasil ini menyediakan -
63
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
3
Nama Peneliti dan Tahun
Chi-Chen Lin, An-An Chiu, Shaio Yan Huang, dan David C. Yen (2015)
Judul Penelitian
Detecting the Financial Statement Fraud: The Analysis of Differences Between Data Mining Techniques and Experts’ Judgment
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan ROA (Return on Assets) - Model AHP (Analytic dan debt to equity ratio Hierarchy Process) untuk menentukan ranking dari faktorfaktor fraud - Expert’s quessionaire untuk rangking faktorfaktor penting Penelitian kuantitatif - Menentukan rangking Penggunaan rasio faktor-faktor fraud analisis seperti ROA - Menggunakan metode (Return on Asset) dan kuesioner dalam debt to equity pengumpulan data Menggunakan variabel - Data penelitian dari fraud, yaitu pressure, 1998-2010 yang opportunity, dan diterbitkan oleh rationalization Taiwan Securities and Meneliti financial Futures Bureau statement fraud dalam perusahaan publik
Hasil Penelitian manfaat yang signifikan kepada auditor dan manajer dalam meningkatkan efisiensi dari pendeteksian fraud dan evaluasi kritis.
ANNs dan CART model mempunyai tingkat keakuratan lebih tinggi dalam mendeteksi fraud dibandingkan model regresi logistik. ANNs dan CART model berturut-turut mempunyai tingkat signifikan dalam training dan testing sampel, yaitu 91,2% (ANNs) & 90,4% (CART), dan 92,8% (ANNs) & 90,3% (CART). Sedangkan model regresi logistik mempunyai tingkat keakuratan 83,7% untuk training sample dan 88,5% untuk testing sample.
64
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian -
-
4
Hawariah Dalnial, Amrizah Kamaluddin, Zuraidah Mohd Sanusi, and Khairun Syafiza Khairuddin (2014)
Detecting Fraudulent Financial Reporting through Financial Statement Analysis
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Menggunakan sampel - Penggunaan model data fraud dari analisis CART lembaga jasa keuangan (Classification and Penggunaan model Regression Trees) dan analisis regresi logistik ANNs (Artificial Neural Network) - Penggunakan model analisis AHP (Analytic Hierarchy Process) sebagai pembanding Melakukan penelitian kuantitatif dan sumber sekunder dari perusahaan publik Menggunakan rasio keuangan untuk mendeteksi fraudulent financial reporting Menggunakan data perusahaan fraud dari lembaga keuangan.
-
-
-
Perusahaan publik yang terdaftar pada Bursa Malaysia Sampel perusahaan yaitu dari tahun 20002011 Penggunaan model regresi berganda Variabel independen asset composition, liquidity, dan capital
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa beberapa rasio keuangan seperti total debt to total asset, dan receivable to revenue ditemukan manjadi predictor signifikan untuk mendeteksi fraudulent financial reporting. Ini merefleksikan bahwa rasio keuangan bisa membantu dalam mendeteksi fraudulent financial reporting.
65
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian -
5
Christopher J. Skousen, Kevin R. Smith, dan Charlotte J. Wright (2009)
Detecting and Predicting Financial Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No.99
-
-
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Matching process turnover dan variabel dalam menentukan size sebagai control perusahaan non-fraud variable Mengidentifikasi - Data penelitian dari faktor-faktor deteksi tahun 1992-2001 financial statement - Indikator financial fraud stability, personalPenggunaan variabel financial need, nature pressure, opportunity, of industry, dan dan rationalization organizational Penggunaan proksi structure ROA, leverage, opini - Proksi Gross Profit audit, dan proporsi Margin, Sales komisaris independen Changes, asset Penggunaan regresi change, CATA, Sales logistik dan analisis per Account diskriminan (crossReceivable, Sales per validation method) Total Assets, Matching process FINANCE, FREEC, dalam memilih OSHIP, dan 5% OWN perusahaan non-fraud , yaitu terdiri dari waktu, industri dan
Hasil Penelitian
Penelitian ini menemukan bahwa pertumbuhan aset, kebutuhan kas yang meningkat, dan pembiayaan eksternal secara positif mempengaruhi fraud. Kepemilikan internal vs eksternal atas saham dan pengendalian dari kepala direktur juga meningkatkan kejadian fraudulent financial statement. Penambahan jumlah anggota komite audit yang independen secara negatif berhubungan dengan terjadinya fraud. Pengujian juga mengindikasikan bahwa variabel yang signifikan juga berpengaruh terhadap prediksi dari sampel perusahaan dalam kelompok fraud dan non-fraud. Model secara akurat dapat memprediksi fraud secara overall yaitu sebesar 70 – 73 persen.
66
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No 6
Nama Peneliti dan Judul Tahun Penelitian Chyntia Tessa G. dan Fraudulent Puji Harto (2016) Financial Reporting: Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada Sektor Keuangan dan Perbankan di Indonesia
-
-
-
7
Merissa Yesiariani Analisis Fraud dan Isti Rahayu Diamond (2016) Dalam Mendeteksi
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan ukuran perusahaan - Sampel perusahaan yang sama dari tahun 2012-2014 Penelitian kuantitatif - Sampel sektor dan bersumber dari keuangan dan Bursa Efek Indonesia perbankan di Menguji elemen faktor Indonesia risiko fraud pentagon - Menggunakan Menggunakan model indikator financial regresi logistik dalam stability (pressure), analisis fraud institusional Menggunakan proksi ownership (pressure), ROA (pressure), kualitas auditor leverage (pressure), eksternal rasio dewan komisaris (opportunity), changes independen, in auditor pergantian direksi (rationalization) (capability), dan - Kriteria restatement frekuensi jumlah foto LK sebagai dasar CEO (arrogance) pengenaan fraud
Hasil Penelitian
Menggunakan sampel perusahaan publik di Indonesia Menguji hubungan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel external pressure dan rationalization memberikan pengaruh yang signifikan positif dan variabel -
-
Sampel perusahaan merupakan perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa financial stability, external pressure, dan frekuensi jumlah foto CEO signifikan dalam mendeteksi keterjadian fraudulent financial reporting. Variabel signifikan itu mempresentasikan dua elemen penting dalam sebuah teori crowe’s fraud pentagon, yang bernama pressure dan arrogance.
67
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
8
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Financial Statement Fraud (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ-45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 2014)
Fira Firmanaya dan Analisis Muchammad Faktor-Faktor Syafruddin (2014) yang Mempengaruhi Kecurangan Laporan Keuangan (Studi Empiris pada
-
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan variabel pressure, - Sampel perusahaan opportunity, dari tahun 2010-2014 rationalization, dan - Penggunaan indikator capability terhadap financial stabilityfraud on financial (pressure), personal reports financial need Penggunaan proksi (pressure), nature of ROA (pressure), industry (opportunity), leverage (pressure), change in auditor proporsi komisaris (rationalization), dan independen TATA (opportunity) dan (rationalization) pergantian direksi - Penggunaan model (capability) regresi linier berganda Penelitian kuantitatif - Data penelitian yaitu dan bersumber dari tahun 2008-2011 website Bursa Efek - Penggunaan proksi Indonesia rasio perputaran Menguji variabel modal, transaksi pihak pressure, opportunity, istimewa, ukuran dan rationalization perusahaan audit, rasio Analisis regresi persediaan/total aset, logistik pergantian auditor, dan
Hasil Penelitian financial stability, financial targets, change of auditors, personal financial need, nature of industry, ineffective monitoring, dan capability tidak berdampak pada fraud on financial report.
Varibel profitabilitas mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemungkinan fraudulent financial statement. Sedangkan variabel leverage, rasio perputaran modal, transaksi pihak istimewa, ukuran perusahaan audit, rasio persediaan/total aset, pergantian auditor, opini audit, dan kemampuan going concern tidak mempunyai pengaruh yang
68
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
9
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20082011)
Danuharja Arvin Pengaruh Prabowo (2014) Komisaris Independen, Independensi Komite Audit, Ukuran dan Jumlah Pertemuan Komite Audit terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus pada Perusahaan
-
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Penggunaan proksi kemampuan going leverage (pressure) concern dan opini audit - Perusahaan keuangan (rationalization) tidak dimasukan dalam Penggunaan Peraturan sampel penelitian Bapepam No. VIII. G. 7 sebagai dasar pengenaan fraud Penelitian merupakan - Variabel dependen penelitian kuantitatif yang mendeskripsikan Data yang digunakan fraud dalam penelitian yaitu data sekunder ini yaitu manajemen Penentuan sampel laba yaitu purposive - Penggunaan variabel sampling independen & ukuran Variabel independen komite audit dan yaitu independensi jumlah pertemuan komisaris komite audit - Penggunaan analisis regresi linier berganda - Populasi dalam penelitian ini terbatas
Hasil Penelitian signifikan terhadap fraudulent financial statement.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komisaris independen, independensi komite audit, ukuran, dan jumlah pertemuan komite audit secara simultan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di BEI. Variabel ukuran dan jumlah pertemuan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di BEI. Sedangkan variabel komisaris independensi dan independensi komite audit secara parsial berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di BEI.
69
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No
10
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010-2012) Sukirman dan Maylia Model Deteksi Pramono Sari (2013) Kecurangan Berbasis Fraud Triangle
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan di sektor manufaktur - Sampel perusahaan yaitu dalam periode 2010-2012 -
-
-
-
-
Data yang digunakan yaitu perusahaan publik di Indonesia Menguji variabel pressure, opportunity, dan rationalization Perusahaan yang melakukan pelanggaran aturan Bapepam LK digunakan sebagai dasar Pengenaan fraud Penggunaan proksi leverage, ROA, dan audit report Penggunaan model analisis regresi logistik
-
-
Data penelitian yaitu dari tahun 2006-2010 Penggunaan indikator stabilitas finansial dan kebutuhan financial personal dalam variabel pressure; karakteristik industri dan struktur organisasi pada variabel opportunity Penggunaan proksi perubahan auditor eksternal pada variabel rationalization
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian dari empat hipotesis yang diajukan, hanya satu variabel yang membentuk model karena memiliki nilai signifikansi di bawah 0.05. Interpretasinya adalah bahwa lebih tinggi audit report (rationalization), akan membuat organisasi terdorong melakukan fraud lebih tinggi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat diterima karena audit report mempunyai kemampuan dalam membentuk model untuk memprediksi fraud dalam sebuah perusahaan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat digunakan dalam membentuk model.
70
Tabel 2.1 (lanjutan) Penelitian-Penelitian Sebelumnya No 11
Nama Peneliti dan Tahun Suyanto (2009)
Judul Penelitian Fraudulent Financial Statement: Evidence from Statement on Auditing Standards No. 99
-
-
-
-
Metodologi Penelitian Persamaan Perbedaan Mengidentifikasi - Sampel perusahaan faktor-faktor risiko dipilih pada tahun fraud dalam 2001-2006 memprediksi - Penggunaan proksi kemungkinan financial Capital Turnover statement fraud (pressure); Related Penggunaan variabel Party Transaction pressure, opportunity, (opportunity); Big 4 dan rationalization (opportunity); Penggunaan proksi Inventory/Total Assets leverage (pressure) (opportunity); Auditor dan audit report Change (rationalization) (rationalization), dan Sampel perusahaan Going Concern publik (rationalization) Menggunakan analisis regresi logistik Menggunakan analisis diskriminan untuk membangun model prediksi fraud
Hasil Penelitian Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor risiko fraud yang memiliki hubungan signifikan dengan kemungkinan terjadinya fraud. Konsisten dengan penelitian sebelumnya, pressure yang diwakili oleh profitability; opportunity yang diwakili oleh inventory/total assets (INVTA), related party transaction (RPTRANS), dan Big 4 secara signifikan berhubungan dengan financial reporting frauds. Dan tidak ada variabel rationalization yang secara statistik relevan terhadap model. Secara overall, model fraud memiliki tingkat keakurasian yaitu 67.1%. Model secara benar mengklasifikasikan perusahaan non-fraud yaitu 77% dan perusahaan fraud sebesar 51%.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
71
C. Kerangka Berpikir Berikut merupakan kerangka pemikiran dalam penelitian ini: Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Perusahaan terdaftar di BEI terkena sanksi dan kasus atas peraturan OJK (fraud firm)
Perusahaan terdaftar di BEI patuh pada peraturan OJK (non-fraud firm)
Basis teori: Agency Theory & Fraud Pentagon Theory
Pressure Financial targets External pressure
Fraudulent financial statement
Opportunity Ineffective monitoring Rationalization Capability/competence Arrogance
Metode Analisis Wilcoxon Signed-Rank Test Analisis Regresi Logistik Analisis Diskriminan
72
Lanjutan.. Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
D. Hipotesis 1. Financial Targets dan Fraudulent Financial Statement Financial targets sering diidentikan dengan target jangka pendek dalam organisasi untuk mendapatkan laba dalam jumlah tertentu. Dalam beberapa kasus, financial targets boleh jadi mempengaruhi seorang pegawai dalam melakukan fraud. Financial targets dapat membuat tekanan yang tidak semestinya yang membuat pegawai dapat melakukan fraud untuk kesuksesan mereka (SAS No. 99, 2002:1757). Summers dan Sweeney (1998:136) menjelaskan bahwa ROA sebagai proksi financial targets secara signifikan membedakan antara perusahaan fraud dan non-fraud. Financial target biasanya menggunakan proksi ROA sebagai ukuran kinerja operasi yang digunakan untuk mengindikasikan seberapa efisien aset dibangun (Skousen, et., al, 2009:62). Penelitian Skousen, et., al. (2009) memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara financial targets dengan fraudulent financial statement. Namun, penelitian Huang, et., al (2016); Yesiariani dan Rahayu (2016); Lin, et., al (2015); Firmanaya dan Syafruddin (2014); dan Suyanto (2009) mengungkapkan bahwa ROA sebagai proksi dari financial targets mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fraud. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: 73
H1 : financial targets dapat mendeteksi fraudulent financial statement 2. External Pressure dan Fraudulent Financial Statement Perusahaan sering mengalami suatu tekanan dari pihak eksternal. Salah satu tekanan yang sering dialami manajemen perusahaan adalah kebutuhan untuk mendapatkan tambahan utang atau sumber pembiayaan eksternal agar tetap kompetitif, termasuk pembiayaan riset dan pengeluaran pembangunan atau modal (Skousen et al., 2009:60). Beneish (1997:283) menyatakan bahwa dorongan untuk melanggar GAAP meningkat dengan leverage jika manajer berusaha untuk mendapatkan akses biaya yang lebih murah untuk modal atau kemungkinan penghindaran pelanggaran perjanjian utang. Yesiariani dan Rahayu (2016) menyebutkan bahwa perusahaan yang tidak mempunyai kemampuan dalam mengembalikan hutangnya menjadi sebuah tekanan bagi manajemen untuk melakukan manipulasi. Dalam penelitian sebelumnya terdapat adanya pengaruh yang signifikan antara leverage dengan deteksi fraudulent financial statement. Yesiariani dan Rahayu (2016); Tessa dan Harto (2016); dan Dalnial, et., al (2014) telah menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara external pressure yang diproksikan dengan leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2 : external pressure dapat mendeteksi fraudulent financial statement 3. Ineffective Monitoring dan Fraudulent Financial Statement SAS No. 99 (2002:1722) menyatakan bahwa pengawasan yang tidak efektif oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola proses pelaporan keuangan 74
dan pengendalian intern yang tidak efektif dapat memotivasi adanya fraud. Fraud dapat dikurangi dengan adanya pengendalian internal yang baik, salah satunya melalui dewan komisaris independen. Komisaris independen dalam hal ini merupakan komisaris yang tidak memiliki hubungan bisnis (kontraktual) ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham mayoritas dan dewan direksi baik secara langsung maupun tidak langsung (Prabowo, 2014). Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi penting, karena di dalam praktek pelaporan keuangan sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan dan mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas), serta stakeholders lainnya (Prabowo, 2014). Dalam penelitian yang berkaitan dengan ineffective monitoring
dengan proksi proporsi komisaris independen dalam dewan
komisaris dan pengaruhnya terhadap fraud dilakukan oleh Prabowo (2014). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara komisaris independen dalam sebuah perusahaan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: H3 : innefective monitoring dapat mendeteksi fraudulent financial statement 4. Rationalization dan Fraudulent Financial Statement Rationalization mengijinkan pemerintah, manajemen, dan pegawai untuk melakukan fraudulent financial statement, seperti yang disebutkan dalam SAS No. 99 (2002:1751). Auditor harus sadar akan bahaya dengan rationalization 75
ini, dikarenakan sifatnya yang sulit untuk diketahui. Skousen, et., al (2009:66) mengatakan bahwa rationalization adalah variabel yang sangat sulit untuk diukur. Skousen, et., al (2009:66-67) menjelaskan bahwa rationalization dapat diukur dengan menggunakan audit report, total accrual divided by total assets, dan audit change. Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara rationalization dengan fraudulent financial statement (Fimanaya dan Syafruddin, 2014 dan Skousen, et., al, 2009 ). Namun, dalam penelitian lain disebutkan bahwa audit report sebagai proksi dari rationalization mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial statement (Sukirman dan Sari, 2013). Lebih lanjut, Sukirman dan Sari (2013:220) menyebutkan bahwa audit report terbukti mempunyai kemampuan dalam membentuk model untuk memprediksi fraud pada perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: H4 : rationalization dapat mendeteksi fraudulent financial statement 5. Capability/competence dan Fraudulent Financial Statement Fraud dapat muncul dikarenakan terdapat kemampuan seorang individu yang mempunyai peran penting dalam perusahaan untuk melakukan fraud. Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi yang mempunyai peran penting, di mana fraud bisa terjadi dengan didukung hadirnya tiga elemen lain (fraud triangle) (Wolfe dan Hermanson, 2004:38). Capability artinya seberapa besar daya dan kapasitas dari seseorang itu melakukan fraud di lingkungan perusahaan. Ada banyak komponen dari 76
Capability
antara
lain
:
Position/Function, Brains,
Confidence/Ego,
CoercionSkills, Effective Lying dan Immunity to stress. Dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan capability yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdullahi, et., al (2016), mengemukakan bahwa adanya hubungan yang signifikan positif dari adanya capability untuk melakukan fraud. Dalam penelitian ini akan menggunakan pergantian jajaran direksi sebagai proksi dari capability/competence. Pergantian jajaran direksi pada umumnya sarat dengan muatan politis dan kepentingan pihak-pihak tertentu yang memicu munculnya conflict of interest. Wolfe dan Hermanson (2004) mengemukakan bahwa perubahan direksi mampu menyebabkan stress period yang berdampak pada semakin terbukanya peluang untuk melakukan fraud. Pergantian jajaran direksi tidak selamanya berdampak baik bagi perusahaan. Pergantian jajaran direksi bisa menjadi suatu upaya perusahaan untuk memperbaiki kinerja direksi sebelumnya dengan melakukan perubahan susunan direksi ataupun perekrutan direksi yang baru yang dianggap lebih berkompeten dari direksi sebelumnya (Tessa dan Harto, 2016:10). Sementara disisi lain, pergantian direksi bisa jadi merupakan upaya perusahaan untuk menyingkirkan direksi yang dianggap mengetahui fraud yang dilakukan perusahaan serta perubahan direksi dianggap akan membutuhkan waktu adaptasi sehingga kinerja awal tidak maksimal (Tessa dan Harto, 2016:10). Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis berikut: H5 : capability/competence dapat mendeteksi fraudulent financial statement 77
6. Arrogance dan Fraudulent Financial Statement Arrogance merupakan sebuah tingkah laku superioritas dan keserakahan yang ada pada seseorang yang percaya bahwa internal control tidak diterapkan untuk dirinya (Horwath, 2011:1). Sikap arrogance biasanya lebih ditujukan kepada seorang yang memiliki jabatan tinggi dalam sebuah perusahaan. Sebuah penelitian dari Tessa dan Harto (2016) mengemukakan bahwa seorang CEO cenderung lebih ingin menunjukkan kepada semua orang akan status dan posisi yang dimilikinya dalam perusahaan karena mereka tidak ingin kehilangan status atau posisi tersebut. Dalam penelitian Tessa dan Harto (2016) juga didapat hasil penelitian tentang pengaruh dari arrogance terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Dimana dikemukakan bahwa variabel arrogance dengan proksi jumlah foto CEO yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: H6 : arrogance dapat mendeteksi fraudulent financial statement
78
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional digunakan untuk menemukan variabel penting yang berkaitan dengan masalah (Sekaran, 2011:165). Kemudian, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian hipotesis atas variabel. Dimana pengujian hipotesis biasanya menjelaskan sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi (Sekaran, 2011:162). Dengan demikian, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis fraud pentagon indicators berkaitan dengan kemampuannya dalam mendeteksi fraudulent financial statement. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen dan variabel independen. Varibel dependen dalam penelitian ini, yaitu fraudulent financial statement, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah fraud pentagon indicators, yang terdiri dari financial targets dan
external
pressure
(pressure),
ineffective
monitoring
(opportunity),
rationalization, capability/competence, dan arrogance. Kemudian, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada seluruh sektor industri di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2015.
79
B. Metode Penentuan Sampel Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan terkena sanksi dan kasus OJK. Adapun tahun yang digunakan pada sampel penelitian adalah tahun 2011-2015, dengan tujuan untuk memperoleh keterbaruan data yang digunakan dan rentang waktu data yang lebih luas. Data sampel tersebut didapat melalui sumber data sekunder. Metode pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan teknik judgement sampling. Pemilihan metode purposive sampling dengan teknik judgement sampling ini didasarkan pada pemilihan subjek yang sebagian besar berada pada tempat yang menguntungkan atau dalam posisi terbaik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan (Sekaran dan Bougie, 2013:252). Metode pemilihan sampel ini dibatasi untuk data spesifik yang dapat menghasilkan informasi yang diinginkan (Sekaran dan Bougie, 2013:252). Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Sampel perusahaan fraud merupakan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan terkena sanksi dan kasus OJK tahun 2011-2015. 2. Sampel perusahaan fraud merupakan perusahaan yang melanggar peraturan OJK nomor IX.E.2 dan VIII.G.7. 3. Sampel perusahaan non-fraud merupakan perusahaan yang tidak memiliki indikasi adanya fraud, serta jumlah net sales dan asset yang sebanding atau hampir sama dengan perusahaan fraud pada tahun 2011-2015 pada sub sektor 80
industri yang sama berdasarkan struktur kode 2 digit pada JASICA (Jakarta Stock Industrial Classification). 4. Sampel perusahaan fraud dan non-fraud menerbitkan laporan tahunan lengkap dan laporan keuangan audited selama periode 2011-2015. 5. Perusahaan tidak delisting selama periode 2011-2015. 6. Perusahaan fraud dan non-fraud konsisten selama 2011-2015 berada pada satu sub sektor industri yang sama. 7. Laporan audited dari perusahaan fraud dan non-fraud periode 2011-2015 dapat diakses dan didownload dalam website www.idx.co.id dan website resmi perusahaan. C. Metode Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Berikut merupakan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini (Sarwono, 2006:127): 1. Pencarian secara manual Dalam melakukan pengumpulan data secara manual. Penelitian ini menggunakan data internal yang dapat diambil dari sumber informasi yang berasal dari data base khusus dan data base umum (Sarwono, 2006:127). Dalam penelitian ini diambil data dari sumber data base khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait perusahaan yang terkena sanksi dan kasus yang berkaitan dengan peraturan OJK nomor IX. E. 2 dan VIII. G. 7 periode 20112015. Data base khusus sendiri merupakan sumber informasi yang dirahasiakan dan tidak disediakan untuk umum (Sarwono, 2006:127). 81
2. Pencarian secara online Penelitian ini menggunakan data-data yang berasal dari data base yang dikelola oleh sejumlah perusahaan jasa yang menyediakan informasi dan data untuk kepentingan bisnis maupun non-bisnis (Sarwono, 2006:128). Data base online yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bersumber dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bisa diakses oleh siapapun dan website perusahaan yang bersangkutan. D. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan program komputer SPSS ver. 22. Kemudian, metode analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik dan analisis diskriminan. Penelitian ini juga menggunakan wilcoxon signed-rank test, di mana wilcoxon signed-rank test ini digunakan untuk membandingkan dua sampel berpasangan dengan skala interval tapi tidak terdistribusi normal (Uyanto, 2009:311). Berikut penjabaran analisis dalam penelitian ini: 1. Wilcoxon Signed-Rank Test Wilcoxon signed-rank test merupakan uji statistika nonparametrik. Wilcoxon signed-rank test digunakan untuk membandingkan dua sampel berpasangan dengan skala interval tapi tidak terdistribusi normal (Uyanto, 2009:311). Dengan demikian untuk melihat data tidak terdistribusi normal, maka diperlukan uji statistik kolmogorov-smirnov. Wilcoxon signed-rank test merupakan alternatif dari uji t dua sampel berpasangan (paired-samples ttest). Uji ini digunakan untuk menguji ukuran perusahaan fraud dengan nonfraud (sales dan asset) apakah memiliki kesamaan atau tidak, dan menguji 82
variabel independen. Variabel yang lolos uji yaitu yang mempunyai signifikansi (p < 0,05). 2. Analisis Regresi Logistik Regresi logistik disebut juga regresi biner, karena variabel tergantung yang diprediksi merupakan variabel biner atau kategoris (Sarwono, 2013:18). Regresi logistik menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya (Ghazali, 2013:333). Analisis regresi logistik dalam penelitian ini digunakan, karena asumsi multivariate normal distribution tidak dapat dipenuhi dan variabel bebas merupakan campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non-metrik) (Ghazali, 2013:333). Dalam analisis regresi logistik ini terdapat beberapa analisis untuk menjelaskan hasil pengujian, diantaranya: a. Menilai Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan hosmer dan lemeshow’s goodness of fit test. Hosmer dan lemeshow’s goodness of fit test digunakan untuk mengukur apakah probabilitas yang diprediksi sesuai dengan probabilitas yang diobservasi (Widarjono, 2015:117). Hosmer and lemeshow’s goodness of fit test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (Ghazali, 2013:341). Jika nilai hosmer and lemeshow’s goodness of fit Test lebih besar dari 0.05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghazali, 2013:341). 83
Adapun hipotesis yang digunakan dalam menilai kelayakan model regresi, sebagai berikut: (Sarwono, 2013:158) H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang diamati (fit dengan data) H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang diamati (tidak fit dengan data) Adapun dasar keputusan yang dibuat, sebagai berikut: 1) Jika probabilitas > 0,05, H0 diterima 2) Jika probabilitas < 0,05, H0 ditolak b. Menilai Kelayakan Model Regresi Keseluruhan Kelayakan model regresi secara keseluruhan dapat dinilai dengan menggunakan nilai log likelihood. Log of the likelihood merupakan ukuran kebaikan garis regresi logistik di dalam metode maximum likelihood sebagaimana jumlah residual kuadrat di dalam garis regresi linier (Widarjono, 2015:112). Untuk mengukur kebaikan dari estimasi di dalam regresi logistik biasanya nilai -2 dikalikan dengan log of the likelihood (-2LogL) (Widarjono, 2015:112). Statistik -2LogL dapat juga digunakan untuk menemukan jika variabel bebas ditambahkan ke dalam model apakah secara signifikan memperbaiki model fit (Ghazali, 2013:341). Nilai minimum dari -2LogL sebesar 0. Jika nilai -2LogL ini 0, maka model adalah sempurna karena jika likelihood = 1 maka -2LogL harus sama dengan 0 (Widarjono, 2015:112). Dengan demikian, semakin
84
kecil nilai -2LogL maka semakin baik model dan sebaliknya semakin besar nilai -2LogL semakin kurang baik model (Widarjono, 2015:112). c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) di dalam regresi logistik mengukur proporsi varian di dalam variabel independen yang dijelaskan oleh variabel independen (Widarjono, 2015:112). Namun, dikarenakan koefisien determinasi (R2) sebagai ukuran kebaikan regresi adalah ukuran yang kurang baik di dalam regresi logistik, tidak seperti dalam regresi linier (Widarjono, 2015:112-113). Dengan demikian, Koefisien determinasi (R2) dalam regresi logistik disebut dengan ukuran yang palsu (Pseudo R2), yang digunakan sebagai ukuran kebaikan garis regresi di dalam regresi logistik. (Widarjono, 2015:113). Ada dua ukuran Pseudo R2 yang bisa digunakan, yaitu: 1) Cox and Snell R2 Formula dari Cox and Snell R2 adalah : 2
R2CR
(0) n -[ ] ( )
2) Nagelkerke R2 Formula dari Nagelkerke R2 adalah : R2N
RCR - (0)
2 n
Dimana L(0) adalah likelihood model hanya dengan konstanta dan L(B) adalah model yang diestimasi dan n adalah jumlah observasi. Ukuran statistika ini sama dengan koefisien determinasi R2 di mana semakin 85
besar nilainya semakin baik garis regresi logistik yang kita miliki (Widarjono, 2015:113) . d. Uji Signifikansi Koefisien Regresi Uji signifikansi koefisien regresi dalam model regresi logistik sama dengan uji signifikansi menggunakan uji t pada model regresi linier berganda (Widarjono, 2015:114). Uji signifikansi model logit ini menggunakan uji statistika wald (Widarjono, 2015:114). Dari uji statistika wald ini bisa diketahui apakah variabel independen dapat mempengaruhi variabel dependen (Widarjono, 2015:114). Sebagaimana uji statistika t dalam model regresi, maka jika probabilitas chi square (x2) lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 5%), maka hasilnya signifikan, dan sebaliknya jika chi square (x2) lebih besar dari tingkat signifikansi (α = 5%), maka hasilnya tidak signifikan (Widarjono, 2015:114). Variabel independen yang memiliki hasil yang signifikan, maka layak digunakan untuk membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement dan bisa diuji ke tahap analisis diskriminan. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diatas, maka dapat terbentuk persamaan dari model regresi logistik sebagai berikut: (Skousen, et., al, 2009) FRAUDi = ß0 + ß1ROAi + ß2LEVi + ß3BDOUTi + ß4AUDREPORTi + ß5DCHANGEi + ß6CEOPICi + εi Keterangan : FRAUD
: Fraudulent Financial Statement 86
ß0
: Konstanta
β
: Koefisien
,2,…
Variabel
ROA
: Financial Target (Return on Asset)
LEV
: External Pressure (Leverage)
BDOUT
: Ineffective Monitoring (Proporsi Komisaris Independen)
AUDREPORT : Rationalization (Opini Audit) DCHANGE
: Capability (Pergantian dan Perubahan Jajaran Direksi)
CEOPIC
: Arrogance (Frequent Number of CEO Picture)
Εi
: eror
3. Analisis Diskriminan (Cross-validation Method) Dalam menguji model pendeteksian fraudulent financial statement, penelitian ini menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation. Dalam menguji model pendeteksian fraudulent financial statement, penelitian ini menggunakan hasil uji signifikansi model pendeteksian fraudulent financial statement dari analisis regresi logistik. Variabel signifikan dari analsisis regresi logistik bisa digunakan untuk memprediksi aktivitas fraud (skousen, et., al, 2009:70). Cross validation digunakan untuk menguji model yang bersangkutan dalam menentukan prediksi atas klasifikasi dari model perusahaan sampel fraud dan non fraud (Skousen et., al, 2009:70). Metode cross-validation sangat efektif dalam menyajikan sebuah estimasi yang tidak bias dari tingkat misklasifikasi model (Hair, et., al, 1995 dalam Skousen, et., al, 2009).
87
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel dependen dan independen. Variabel dependen penelitian ini meliputi fraudulent financial statement dan variabel independen yaitu fraud pentagon dengan enam variabel, yaitu financial targets, external pressure, ineffective monitoring, rationalization, capability/competence, dan arrogance. 1. Variabel Dependen Fraudulent Financial Statement merupakan kesalahan
yang
disengaja atas pengungkapan laporan keuangan yang dibuat untuk membohongi pengguna laporan keuangan dimana dampaknya menyebabkan laporan keuangan tidak ditampilkan dalam hal yang material, sesuai dengan GAAP (SAS No. 99, 2002:1.722). Kemudian, SAS No. 99 (2002:1.721) juga menyebutkan bahwa fraud adalah sebuah perbuatan disengaja yang menghasilkan sebuah salah saji material dalam laporan keuangan yang menjadi subjek audit. Pada dasarnya laporan keuangan adalah media komunikasi manajemen dengan pengguna laporan keuangan terhadap kinerja dan kondisi keuangan perusahaan, namun salah saji material yang diakibatkan oleh adanya fraudulent financial statement mengakibatkan sebuah asimetri informasi laporan keuangan sehingga bisa mengelabui pengguna laporan keuangan itu sendiri. Laporan keuangan hendaknya bisa memberikan informasi yang berguna bagi para calon investor dan kreditor maupun yang sudah ada dan para pengguna lainnya dalam membuat investasi, kredit, dan 88
keputusan-keputusan lain yang serupa secara rasional (Riahi & Belkaoui, 2011:233). Kemudian, pelaporan keuangan hendaknya memberikan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan selama periode tersebut (Riahi & Belkaoui, 2011:234). Dalam SAS No. 99 (2002:1.722), salah saji yang muncul dari kecurangan laporan keuangan bisa berupa manipulasi, pemalsuan, perubahan dari catatan laporan keuangan, kesalahan pengungkapan atas kejadian tertentu dalam laporan keuangan, kelalaian yang disengaja atas transaksi tertentu laporan keuangan, dan kesalahan pengaplikasian yang disengaja atas prinsip pengakuan sejumlah saldo. Dalam penelitian ini, skala nominal digunakan untuk kemungkinan terjadinya fraudulent financial statement, yaitu perusahaan yang melakukan fraud bernilai = 1, dan perusahaan yang tidak melakukan fraud bernilai = 0 (Fimanaya dan Syafruddin, 2014). Kasus fraud dalam penelitian ini dikaitkan dengan peraturan OJK nomor IX.E.2 tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha utama. Adapun transaksi material yang dimaksud, seperti transaksi pinjam meminjam dan pembelian yang harus mendapatkan persetujuan RUPS dan dilaporkan ke OJK. Sedangkan perubahan kegiatan usaha utama yang dimaksud di sini adalah yang mengakibatkan keraguan akan kelangsungan usaha perusahaan. Adapun peraturan OJK no. VIII.G.7 tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan, di mana emiten atau perusahaan publik diharuskan mengikuti Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia dalam menyajikan dan mengungkapkan laporan keuangan perusahaan. 89
2. Variabel Independen a. Financial targets Financial targets merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh stakeholders kepada manajemen dalam tahun berjalan. Return on Assets (ROA) adalah sebuah ukuran kinerja operasi yang secara luas digunakan untuk mengindikasikan seberapa efisien aset yang dibangun (Skousen, el., al., 2009:62). Financial targets dapat memberikan financial pressure kepada manajemen dikarenakan adanya kepentingan dari pihak manajemen atas bonus dari pemilik dan manajemen juga ingin dilihat baik kinerja keuangannya oleh pemilik atau stakeholder lainnya. Summers dan Sweeney (1998:136) melaporkan bahwa financial targets secara signifikan membedakan antara perusahaan fraud dan nonfraud. ROA sering digunakan dalam mengungkapkan kinerja manajer dan dalam menentukan bonus, kenaikan upah, dan lainnya (Skousen, et., al, 2009:62). Yesiariani dan Rahayu (2016) dan Skousen, et., al (2009) dalam melakukan penelitian pengaruh financial targets terhadap pendeteksian fraudulent financial statement menggunakan ROA sebagai proksi pengukuran financial targets. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menggunakan ROA sebagai rasio untuk mengukur variabel financial targets. Rumus rasio Return on Asset (ROA): (Harmono, 2014:110) aba ersih Setelah Pajak Total Asset
90
b. External Pressure Skousen, et, al (2009:60) menyatakan bahwa external pressure bersumber dari kemampuan untuk memenuhi persyaratan pertukaran, melunasi hutang, atau memenuhi perjanjian hutang. Tekanan bisa terjadi karena adanya kondisi dimana manajemen mempunyai kepentingan kepada kreditor atas pinjaman sejumlah tertentu sehingga menyebabkan manajemen berusaha untuk memanipulasi laporan keuangannya agar terlihat baik. External pressure bisa datang dari tekanan financial dan nonfinancial (Kassem dan Higson, 2012:193). Yesiariani dan Rahayu (2016); Tessa dan Harto (2016); lin, et, al (2015); dan Dalnial, et., al (2014) sudah menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara external pressure yang diproksikan dengan leverage terhadap deteksi fraudulent financial statement. Penelitian Tessa dan Harto (2016) juga sudah membuktikan bahwa semakin tinggi leverage maka akan terjadi kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kredit melalui kecurangan pelaporan keuangan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan rasio leverage (LEV) sebagai proksi dari variabel external pressure. Rasio leverage ini diperoleh dari total liabilitas dibagi dengan total equity. Rumus rasio leverage : (Karyono, 2013:117) Total iabilitas otal Equity
91
c. Ineffective Monitoring Dalam SAS No. 99 (2002:1751), ineffective monitoring dari manajemen adalah hasil dari pengawasan yang tidak efektif atas proses laporan keuangan dan sistem internal control. Pengawasan dalam sebuah perusahaan adalah sesuatu hal yang penting untuk memastikan internal control perusahaan sudah dijalankan dengan baik atau tidak. Untuk itu, dalam
Committe
of
Sponsoring
Organization
menjadikan
aspek
monitoring sebagai salah satu model pengendaliannya. Aspek pengendalian internal yang dapat dijalankan di perusahaan, salah satunya yaitu dengan merekrut seorang komisaris independen. Komisaris independen dalam hal ini merupakan komisaris yang tidak memiliki hubungan bisnis (kontraktual) ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham mayoritas dan dewan direksi baik secara langsung maupun tidak langsung (Prabowo, 2014). Secara langsung keberadaan komisaris independen menjadi penting, karena di dalam praktek pelaporan keuangan sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan dan mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholders lainnya (Prabowo, 2014). Berdasarkan penelitian Prabowo (2014) dijelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara komisaris independen dalam sebuah perusahaan terhadap fraud (dalam hal ini diproksikan sebagai manajemen laba). Berdasarkan hal tersebut,
92
penelitian ini menggunakan proksi ineffective monitoring dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Tessa dan Harto (2016) umlah ewan Komisaris ndependen umlah Total ewan Komisaris d. Rationalization Rationalization adalah bagian ketiga dari fraud triangle dan hal yang sangat sulit diukur (Skousen, et., al, 2009:66). Ada beberapa proksi yang bisa digunakan dalam mengukur variabel rationalization ini, seperti audit changes, audit report, dan TACC (Total Acrual/Total Assets) (Skousen, et., al, 2009). Penelitian ini menggunakan proksi audit report dalam mengukur variabel rationalization. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, proksi audit report untuk variabel rationalization ini tidak dapat memberikan hasil yang signifikan atas pengaruhnya terhadap fraudulent financial statement (Skousen, et., al, 2009 dan Fimanaya dan Syafruddin, 2014). Namun dalam penelitian Sukirman dan Sari (2013) menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara audit report terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Sukirman dan Sari (2013:220) mengemukakan bahwa semakin tinggi nilai audit report, maka probabilitas perusahaan untuk melakukan fraud juga semakin tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan proksi audit report untuk mengukur variabel rationalization terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Proksi audit report diukur menggunakan variabel dummy seperti yang dijelaskan dalam Skousen, et., al (2009), seperti berikut: AUDREPORT = variabel dummy 93
untuk opini audit yaitu perusahaan yang mendapat unqualified opinion = 1, dan modifikasi opini audit lainnya mendapat nilai = 0 e. Capability/competence Capability/competence yang dimiliki seseorang dalam perusahaan akan mempengaruhi kemungkinan seseorang melakukan fraud. Ruankaew (2016:476) mengatakan bahwa posisi atau fungsi seseorang atas perusahaan bisa jadi memberikan kemampuan untuk membuat atau mengambil kesempatan untuk melakukan fraud yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan capability/competence yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdullahi, et., al (2016), mengemukakan bahwa adanya hubungan yang signifikan positif dari adanya capability/competence untuk melakukan fraud.
Dalam
penelitiannya, Abdullahi, et., al (2016) menggunakan kuesioner sebagai metode pendekatan dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data melalui sumber yang sudah ada dengan penggunaan pergantian dan perubahan jajaran direksi sebagai proksi dari capability/competence. Wolfe dan Hermanson (2004) mengemukakan bahwa pergantian dan perubahan jajaran direksi mampu menyebabkan stress period yang berdampak pada semakin terbukanya peluang untuk melakukan fraud. Pergantian dan perubahan jajaran direksi tidak selamanya berdampak baik bagi perusahaan. Pergantian dan perubahan jajaran direksi bisa menjadi suatu upaya perusahaan untuk memperbaiki kinerja direksi sebelumnya 94
dengan melakukan perubahan susunan direksi ataupun perekrutan direksi yang baru yang dianggap lebih berkompeten dari direksi sebelumnya (Tessa dan Harto, 2016:10). Sementara disisi lain, pergantian direksi bisa jadi merupakan upaya perusahaan untuk menyingkirkan direksi yang dianggap mengetahui fraud yang dilakukan perusahaan serta perubahan direksi dianggap akan membutuhkan waktu adaptasi sehingga kinerja awal tidak maksimal (Tessa dan Harto, 2016:10). Berdasakan hal tersebut, penelitian ini akan menggunakan proksi pergantian dan perubahan jajaran direksi sebagai proksi, dimana DCHANGE = apabila terdapat pergantian dan perubahan direksi perusahaan maka diberi kode 1, sebaliknya apabila tidak terdapat pergantian dan perubahan direksi perusahaan maka diberi kode 0 (Yesiariani dan Rahayu, 2016 dan Tessa dan Harto, 2016). f. Arrogance Arrogance merupakan sebuah tingkah laku superioritas dan keserakahan yang ada pada seseorang yang percaya bahwa internal control tidak diterapkan untuk dirinya (Horwath, 2011:1). Sikap arrogance biasanya lebih ditujukan kepada seorang yang memiliki jabatan tinggi dalam sebuah perusahaan. Sebuah penelitian dari Tessa dan Harto (2016) mengemukakan bahwa seorang CEO cenderung lebih ingin menunjukkan kepada semua orang akan status dan posisi yang dimilikinya dalam perusahaan karena mereka tidak ingin kehilangan status atau posisi tersebut.
95
Dalam penelitian Tessa dan Harto (2016) juga didapat hasil penelitian tentang pengaruh dari arrogance terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Dimana dikemukakan bahwa variabel arrogance dengan proksi jumlah foto CEO yang terdapat dalam sebuah laporan tahunan berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian fraudulent financial statement. Berdasakan hal tersebut, penelitian ini menggunakan proksi sebagai berikut: CEOPIC = total foto CEO yang terpampang dalam sebuah laporan tahunan (Tessa dan Harto, 2016). Tabel 3.1. Operasional Variabel No.
Variabel
1
Fraud (y) (Firmanaya dan Syafruddin, 2014) Financial targets (Harmono, 2014) External pressure (Karyono, 2013) Ineffective monitoring (Tessa dan Harto, 2016)
2 3 4
Jenis Variabel Dependen
Independen Independen Independen
5
Rationalization (Skousen, et., al, 2009)
Independen
6
Capability (Yesiariani dan Rahayu, 2016, dan Tessa dan Harto, 2016).
Independen
7
Arrogance (Tessa dan Harto, 2016)
Independen
Indikator
Skala
FRAUD = perusahaan Nominal fraud (1), dan perusahaan non-fraud (0) ROA = Laba Bersih Rasio Setelah Pajak / Total Asset LEV = Total Liabilitas/ Rasio Total Equity BDOUT = Jumlah Dewan Rasio Komisaris Independen / Jumlah Total Dewan Komisaris AUDREPORT = Nominal unqualified opinion = 1, dan modifikasi opini audit lainnya mendapat nilai = 0 DCHANGE = terdapat Nominal pergantian dan perubahan direksi perusahaan = 1, dan tidak terdapat pergantian dan perubahan direksi perusahaan = 0. CEOPIC= total foto CEO Rasio yang terpampang dalam sebuah laporan tahunan
Sumber : Diolah dari berbagai sumber 96
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Deskripsi Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terkena sanksi dan kasus oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perusahaan publik tersebut merupakan perusahaan yang terdaftar dalam seluruh sektor industri di BEI pada tahun 2011-2015. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pencarian secara manual dan secara online. Secara manual, penelitian ini mendapatkan data perusahaan fraud yang terkena sanksi dan kasus melalui permohonan data secara langsung ke OJK. Adapun direktorat yang terkait permohonan data sampel perusahaan fraud ini, yaitu Direktorat Penerapan Sanksi dan Keberatan Pasar Modal OJK. Tahap pengumpulan data dilakukan pada tanggal 3 Februari 2017. Selanjutnya data dikirim kepada peneliti melalui email. Adapun pencarian secara online, penelitian menggunakan situs website www.idx.co.id dan website resmi perusahaan masing-masing untuk mengumpulkan data laporan tahunan dan laporan keuangan audited. Tabel 4.1. berikut ini menyajikan data yang diperoleh peneliti dalam proses pengumpulan data.
97
Tabel 4.1. Daftar Industri Terkena Sanksi dan Kasus OJK 2011-2015 No.
JASICA* Code
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
11 13 14 21 22 23 32 33 34 35 36 38 43 44 51 61 71
Industri
Crops Animal Husbandary Fishery Coal Mining Crude Petroleum and Natural Gas Production Metal And Mineral Mining Ceramics, Glass, Porcelain Metal And Allied Products Chemicals Plastics and Packaging Wood Industries Pulp and Paper Textile and Garment Footwear Food And Beverages Property and Real Estate Energy Toll Road, Airport, Harbor and Allied 18 72 Products 19 73 Telecommunication 20 74 Transportation 21 75 Non-building Construction 22 83 Securities Company 23 89 Others/Finance 24 91 Wholesale (Durable and Non-Durable Goods) 25 93 Retail Trade 26 94 Tourism, Restaurant and Hotel 27 95 Advertising, Printing and Media 28 96 Healthcare 29 97 Computer and Services 30 98 Investment Company 31 99 Others/Trade, Services and Investment (Bersambung ke halaman selanjutnya)
Jumlah
Percent
1 1 2 4 1 4 1 3 2 4 1 3 2 1 1 12 2
1,14% 1,14% 2,27% 4,55% 1,14% 4,55% 1,14% 3,41% 2,27% 4,55% 1,14% 3,41% 2,27% 1,14% 1,14% 13,64% 2,27%
1
1,14%
1 7 1 2 2 7 1 5 1 1 2 3 1
1,14% 7,95% 1,14% 2,27% 2,27% 7,95% 1,14% 5,68% 1,14% 1,14% 2,27% 3,41% 1,14% 98
Tabel 4. 1. (lanjutan) Daftar Industri Terkena Sanksi dan Kasus OJK 2011-2015 No.
JASICA* Code
Industri
32 33 34 35
Securities Company (non-stock) Swasta Persero (non-stock) Lain-lain (tidak terdaftar di BEI) Total Perusahaan Listing equity atau modal di BEI Perusahaan sanksi & kasus IX.E.2 dan VIII.G.7 Perusahaan delisted Tidak konsisten sub sektor industri Perusahaan baru IPO di tengah periode penelitian Laporan tahunan tidak lengkap dan laporan keuangan tidak audited Sampel Perusahaan fraud Sumber: Data sekunder yang diolah
Jumlah
Percent
2 1 1 4 88 80
2,27% 1,14% 1,14% 4,55% 100,00%
47 (6) (4) (2) (9) 26
*Jakarta Stock Industrial Classification Penelitian ini mengambil 26 sampel perusahaan fraud dari jumlah 88 perusahaan fraud yang terkena sanksi dan kasus oleh OJK tersebar di semua sektor industri. Dari total 88 perusahaan fraud pada tahun 2011-2015, terdapat 80 perusahaan fraud yang listing equity atau modal nya di BEI. Kemudian dari 80 perusahaan tersebut didapat 47 perusahaan fraud yang sesuai dengan kriteria sampel penelitian, yaitu melakukan pelanggaran peraturan OJK no. IX.E.2 dan VIII.G.7. Selanjutnya, dari 47 perusahaan fraud harus dieliminasi kembali, dikarenakan terdapat 6 perusahaan delisted, 4 perusahaan terdaftar pada sub sektor industri yang tidak konsisten periode 2011-2015, terdapat 2 perusahaan yang Initial Public Offerings (IPO) pada pertengahan periode penelitian, dan 9 99
perusahaan yang melaporkan laporan tahunan dan laporan keuangan secara tidak lengkap. Dengan demikian, sampel perusahaan yang sesuai digunakan dalam penelitian ini, yaitu 26 sampel perusahaan fraud. 2. Deskripsi Sampel Penelitian Dalam penilitian ini, sampel dipilih berdasarkan metode purposive sampling dengan teknik judgment sampling. Perusahaan sampel fraud pada penelitian ini sudah diketahui pada tabel 4.1 sejumlah 26 perusahaan. Dengan demikian, penelitian ini membutuhkan perusahaan non-fraud sejumlah sama besar, yaitu 26 perusahaan sebagai pembanding, sebagaimana yang ditunjukan dalam Skousen, et., al. (2009). Dalam memilih perusaahan non-fraud, penelitian ini melakukan perbandingan antara perusahaan fraud dan non-fraud. Sejalan dengan penelitian Skousen, et., al. (2009); dan Suyanto (2009); dan Kaminski, et., al. (2004), penelitian ini melakukan perbandingan perusahaan fraud dan nonfraud menggunakan tiga syarat, yaitu persyaratan tahun, industri, dan ukuran perusahaan. Penelitian ini mencocokan perusahaan fraud dan non-fraud dengan memiliki persamaan sebagai berikut (Suyanto, 2009:127): a. Tahun. Penelitian ini mengidentifikasi perusahaan non-fraud dalam periode yang sama dengan terjadinya fraud dalam penelitian ini yaitu 2011-2015. b. Industri. Perusahaan fraud dan non-fraud harus dalam satu industri yang sama. Berdasarkan Suyanto (2009:127) perusahaan yang tergolong dalam industry yang sama bisa dilihat dari SIC Code, dalam BEI disebut JASICA Code (industry membership). 100
c. Ukuran perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran net sales dan total asset sebagai ukuran perusahaan. Berdasarkan Suyanto (2009:128), net sales dan total asset bisa digunakan untuk mencocokan perusahaan fraud dan nonfraud pada satu industri yang sama. Berikut adalah data pembanding perusahaan fraud dan non-fraud yang ditampilkan pada tabel 4.2. Tabel 4. 2. Perbandingan Asset dan Sales Perusahaan Fraud & Non-Fraud Fraud Industri Metal And Mineral Mining Metal And Allied Products Plastics and Packaging
Asset
Non-fraud Sales
Asset
11.551.621 5.304.600 14.037.279 2.380.552 3.273.572
Sales 5.803.601
1.320.000
1.732.000
202.890
220.739
357.414
385.094
Wood Industries
1.228.354
466.148
715.832
727.113
Pulp and Paper
3.498.064 1.969.772 10.826.251
5.248.636
Textile and Garment
1.882.292 1.078.786
992.941
929.409
Property and Real Estate
8.346.411 2.001.250
6.624.000
1.382.724
Energy
1.031.530
264.617
1.494.826
1.748.770
837.536
732.396
2.190.041
795.454
1.387.568
140.664
3.728.867
1.146.008
1.309.871
703.709
701.479
615.464
13.505.806 5.404.621 11.092.209
5.130.052
Transportation Others/Finance Wholesale (Durable and NonDurable Goods) Advertising, Printing and Media Computer and Services
4.525.661
10.490
375.608
234.850
Investment Company 18.366.355 4.700.439 Others/Trade, Services and Investment 409.751 648.566 Sumber: Data sekunder yang diolah (dalam jutaan Rupiah)
6.925.546
4.315.734
157.717
63.978
101
Data di atas terdiri dari 26 perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud untuk menguji ukuran perusahaan apakah sama atau tidak. Lebih lanjut lagi, data tersebut akan diuji dalam wilcoxon signed-rank test untuk menilai apakah sampel perusahaan fraud dan non-fraud yang sudah ada telah memenuhi syarat yang ketiga, yaitu ukuran perusahaan harus sama dari sisi asset dan sales–nya. Kemudian, apabila data penelitian sudah memenuhi asumsi bahwa perusahaan fraud dan non-fraud itu memiliki ukuran yang sama atau tidak berbeda, maka akan dilanjutkan ke dalam analisis regresi logistik dan analisis diskriminan (crossvalidation method) untuk melihat keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement. B. Hasil Uji Instrumen Penelitian Pengujian hipotesis penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Skousen, et., al. (2009). Adapun tahapan pengujian hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1. Wilcoxon Signed-Rank Test (Sales dan Asset) Analisis yang pertama sebelum menguji variabel independen adalah menguji sampel perusahaan. Sebelumnya, untuk dapat dilanjutkan kepada proses analisis selanjutnya, maka data sampel perusahaan harus diuji beda untuk melihat kesamaan antara ukuran perusahaan fraud dan non-fraud. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan wilcoxon signed-rank test untuk melihat kesamaan data ukuran perusahaan. Namun, sebelumnya penelitian ini akan melakukan uji normalitas terlebih dahulu, sebagai berikut:
102
Tabel 4. 3. Uji Normalitas Sampel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
260
Normal Parameters
a,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
,0000000 ,49388180
Absolute
,269
Positive
,238
Negative
-,269 ,269 ,000
c
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.3 di atas menunjukkan nilai asymp. sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal karena nilai signifikansi di bawah 0,05 (p < 0,05). Dengan demikian, statistik nonparametrik dapat digunakan untuk menguji sampel. Selanjutnya, penelitian menggunakan wilcoxon signed-rank test atas 26 perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud berdasarkan ukuran net sales dan total asset untuk melihat karakteristik ukuran perusahaan. Adapun hasilnya disajikan dalam tabel 4.4, sebagai berikut:
103
Tabel 4. 4. Wilcoxon Signed-Rank Test (Sales dan Asset) a
Test Statistics Sales Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Asset b
-1,228
,219
-,863
c
,388
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.4 menunjukkan hasil yang tidak signifikan wilcoxon signedrank test atas sales dan asset, masing-masing sebesar 0.219 dan 0.388. Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah sales dan asset antara perusahaan fraud dan non-fraud, karena memiliki nilai signifikansi di atas 0.05 atau (p > 0.05), atau dalam kata lain perusahaan fraud dan non-fraud memiliki ukuran yang sama. Hasil di atas menunjukan bahwa perusahaan fraud dan non-fraud yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki jumlah sales dan asset yang sama, sehingga sampel perusahaan layak digunakan dalam penelitian ini. 2. Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel Setelah didapat hasil sebelumnya bahwa sampel dapat digunakan lebih lanjut dalam penelitian ini, selanjutnya peneliti menguji variabel penelitian dengan menggunakan wilcoxon signed-rank test. Namun sebelumnya variabel independen penelitian ini akan diuji normalitas terlebih dahulu, sebagai berikut: tabel 4.5
104
Tabel 4. 5. Uji Normalitas Variabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
260 a,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
,0000000 ,48939159
Absolute
,277
Positive
,277
Negative
-,226 ,277 ,000
c
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.5 di atas menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal karena nilai signifikansi berada di bawah 0,05, atau (p < 0,05). Dengan demikian, statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji variabel independen. Selanjutnya, penelitian menggunakan wilcoxon signed-rank test atas 26 perusahaan fraud dan 26 perusahaan non-fraud berdasarkan variabel independen untuk melihat apakah ada perbedaan antara perusahaan fraud dan non-fraud. Adapun hasilnya disajikan dalam tabel 4.6, sebagai berikut:
105
Tabel 4. 6. Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel a
Test Statistics
ROA
LEV b
Z
-2,369
Asymp. Sig. (2-tailed)
,018
-,161
BDOUT b
-2,797
,872
c
,005
AUDREPORT
DCHANGE
b
-1,386
-2,000
,046
c
,166
CEOPIC -,583
b
,560
Sumber: Output SPSS
Tabel 4.6 menunjukkan hasil signifikansi dari variabel independen dengan menggunakan wilcoxon signed-rank test yaitu, ROA (0,018), LEV (0,872), BDOUT (0,005), AUDREPORT (0,046), DCHANGE (0,166), dan CEOPIC (0,560). Hasil ini menunjukkan bahwa ROA, BDOUT, dan AUDREPORT berbeda secara signifikan antara perusahaan fraud dan nonfraud, karena memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 atau (p < 0,05). Sedangkan LEV, DCHANGE, dan CEOPIC tidak memiliki perbedaan antara perusahaan fraud dan non-fraud, karena memiliki nilai signifikansi di atas 0,05 atau (p > 0,05). Dengan demikian, ROA, BDOUT, dan AUDREPORT bisa dilakukan pengujian lebih lanjut dalam analisis regresi logistik untuk melihat kemampuan dalam mendeteksi fraudulent financial statement. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut terkait hasil Wilcoxon Signed-Rank Test di atas: a. Financial Targets (Return on Asset) Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test menunjukkan nilai yang signifikan atas ROA, yaitu sebesar 0,018 atau p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa ROA berbeda antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti bahwa kemampuan 106
antara perusahaan fraud dan non-fraud berbeda dalam menghasilkan laba perusahaan dari penggunaan asset yang dimiliki. ROA perusahaan nonfraud cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan fraud sebagaimana yang bisa dilihat dalam hasil pengujian ini. Karena nilai ROA mempunyai nilai yang signifikan, maka ROA bisa diuji lebih lanjut dengan menggunakan uji analisis regresi logistik. b. External Pressure (Leverage) Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test menunjukkan nilai yang tidak signifikan atas LEV, yaitu sebesar 0,872 atau p > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa leverage tidak berbeda antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti bahwa leverage perusahaan fraud dan non-fraud akan relatif sama dalam ukuran perusahaan dan industri yang sama, karena perusahaan akan sama-sama membutuhkan pinjaman dalam menambah dana operasional perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Firmanaya dan Syafruddin (2014:7) mengatakan bahwa peningkatan penjualan menyebabkan laba meningkat dan tekanan bagi manajemen menjadi turun, sehingga kecurangan minim terjadi. Karena nilai LEV mempunyai nilai yang tidak signifikan, maka proksi ini tidak dapat diuji lebih lanjut dengan analisis regresi logistik. c. Ineffective Monitoring (Proporsi Komisaris Independen) Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test menunjukkan nilai yang signifikan atas BDOUT, yaitu sebesar 0,005 atau 107
p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen dalam struktur dewan komisaris berbeda antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti bahwa kepatuhan perusahaan non-fraud dan fraud atas peraturan OJK, dalam hal ini yaitu peraturan Nomor 33/POJK.04/2014, di mana perusahaan publik diwajibkan mempunyai komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah dewan komisaris perusahaan perlu mendapat perhatian serius, karena dalam hasil pengujian ini terlihat bahwa besarnya proporsi komisaris independen lebih cenderung memiliki dampak dalam memotivasi adanya fraudulent financial statement, atau dalam kata lain perusahaan fraud memiliki proporsi komisaris independen yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan non-fraud. Karena nilai BDOUT mempunyai nilai yang signifikan, maka proksi ini dapat diuji lebih lanjut dengan analisis regresi logistik. d. Rationalization (Audit Report) Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test menunjukan nilai yang signifikan atas AUDREPORT, yaitu sebesar 0,046 atau p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa opini audit berbeda antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hasil ini berarti bahwa
setiap
perusahaan
yang
mendapat
opini
Wajar
Tanpa
Pengecualian (WTP) dapat dikategorikan sebagai perusahaan non-fraud dan perusahaan yang mendapat opini modifikasi lainnya dikategorikan sebagai perusahaan fraud. Namun, karena nilai signifikansi tidak terlalu 108
tinggi, maka perlu mendapat perhatian lebih lanjut atas opini tersebut, apakah merupakan kebenaran yang absolut atau tidak. Karena nilai AUDREPORT mempunyai nilai yang signifikan, maka proksi ini dapat diuji lebih lanjut dalam analisis regresi logistik. e. Capability/competence (Perubahan dan Pergantian Jajaran Direksi) Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test menunjukkan nilai yang tidak signifikan atas DCHANGE, yaitu sebesar 0,166 atau p > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa intensitas perubahan dan pergantian dewan direksi tidak berbeda antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Hal ini dikarenakan perubahan dan pergantian
jajaran
direksi
diperlukan
oleh
perusahaan
dalam
memperbaiki kinerja manajemen. Yesiariani dan Rahayu (2016:20) menyebutkan bahwa perusahaan melakukan pergantian direksi bukan disebabkan karena perusahaan ingin menutupi kecurangan yang dilakukan oleh direksi sebelumnya, tetapi pemangku kepentingan tertinggi di perusahaan menginginkan adanya perbaikan kinerja perusahaan dengan cara merekrut direksi yang dianggap lebih kompeten daripada direksi sebelumnya. Karena nilai DCHANGE mempunyai nilai yang tidak signifikan, maka proksi ini tidak bisa diuji lebih lanjut dengan analisis regresi logistik. f. Arrogance (Jumlah Foto CEO Terpampang dalam Laporan Tahunan) Hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam wilcoxon signed-rank test menunjukan nilai yang tidak signifikan atas CEOPIC, yaitu sebesar 0,560 109
atau p > 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah foto CEO terpampang dalam laporan tahunan tidak berbeda antara perusahaan fraud dengan perusahaan non-fraud. Foto CEO dalam suatu laporan tahunan terlihat dalam foto individual CEO, bersama dewan direksi lainnya, dan terpampang dalam sebuah kegiatan. Ditemukannya foto CEO dalam laporan tahunan menimbulkan sebuah anggapan bahwa CEO mempunyai peran yang penting dalam perusahaan. Yusof, et., al (2015:33) menyebutkan bahwa foto CEO yang terpampang dalam laporan tahunan menekankan peran CEO sebagai karakter utama dalam perusahaan. Karena nilai CEOPIC mempunyai nilai yang tidak signifikan, maka proksi ini tidak bisa diuji lebih lanjut dengan analisis regresi logistik. 3. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi logistik dengan tipe binary logistic regression. Binary logistic regression merupakan regresi logistik di mana variabel dependennya berupa variabel dikotomi atau variabel biner (Uyanto, 2009:257). Analisis regresi logistik dengan tipe binary logistic ini digunakan untuk menjelaskan apakah variabel independen dapat mendeteksi adanya fraudulent financial statement. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Skousen, et., al (2009), penelitian ini menampilkan analisis regresi logistik atas variabel independen yang mempunyai nilai signifikansi wilcoxon signed-rank test yaitu signifikan
110
< 0,05 atau (p < 0,05). Dengan demikian model regresi logistik dalam penelitian ini, yaitu: FRAUDi
ß0 + β1ROAi + β2BDOUTi + ß3AUDREPORTi + εi
dikarenakan analisis regresi logistik penelitian ini menggunakan binary logistic regression, maka data penelitian ini juga harus berbentuk kategori. Kategori dalam penelitian ini yaitu Non-fraud = 0 dan Fraud = 1. Berikut dijelaskan dalam tabel 4.7. Tabel 4. 7. Identifikasi Data Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Non-Fraud
0
Fraud
1
Sumber: Output SPSS
Kemudian, data yang diproses dalam penelitian ini juga harus memenuhi syarat kelengkapan data dan tidak missing case. Hasil ini bisa ditunjukan dalam tabel 4.8. Tabel 4. 8. Data yang diproses Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 260
100,0
0
,0
260
100,0
0
,0
260
100,0
Sumber: Output SPSS
111
Dalam tabel di atas jumlah sampel pengamatan dalam penelitian ini yaitu 260 sampel pengamatan. Jumlah tersebut didapat dari jumlah perusahaan x periode penelitian. Untuk sampel fraud : 26 x 5 = 130 dan sampel non-fraud : 26 x 5 = 130. Dengan demikian didapat 260 sampel pengamatan dari hasil tambah sampel fraud dan non-fraud : 130 + 130 = 260 sampel pengamatan. Adapun tahapan dalam pengujian dengan menggunakan analisis regresi logistik bisa dijelaskan sebagai berikut: (Sarwono, 2013:158) a. Hasil Uji Menilai Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan hosmer and lemeshow’s goodness of fit test. Hosmer and lemeshow’s goodness of fit test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (Ghazali, 2013:341). Tabel 4.9. Tabel 4. 9. Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 11,661
Df
Sig. 8
,167
Sumber: Output SPSS
Hasil dari hosmer and lemeshow’s goodness of fit test menunjukan nilai chi square sebesar 11,661 dengan df sebesar 8. Nilai chi square ini tidak menunjukan nilai yang signifikan, yaitu sebesar 0,167 atau (p > 0,05) dalam probabilitas α
0,05. Karena nilai chi square
tidak signifikan, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Dengan demikian 112
model dikatakan layak digunakan dalam mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan. b. Hasil Uji Menilai Kelayakan Model Regresi Keseluruhan Kelayakan model regresi secara keseluruhan dapat dinilai dengan menggunakan nilai log likelihood. Untuk mengukur kebaikan dari estimasi di dalam regresi logistik biasanya nilai -2 dikalikan dengan log of the likelihood (-2LogL) (Widarjono, 2015:112). Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji penilaian keseluruhan model (block number 0 : beginning block). Tabel 4. 10. Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Block Number 0: Beginning Block) a,b,c
Iteration History
Coefficients Iteration Step 0
-2 Log likelihood 1
360,437
Constant ,000
Sumber: Output SPSS
Hasil uji atas -2 log likelihood pada block number 0: beginning block yang ditampilkan dalam tabel 4.10 terlihat nilai -2LogL sebesar 360,437. Nilai -2LogL ini signifikan dengan nilai sig. sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil ini berarti model menolak hipotesis nol, yang berarti model hanya dengan konstanta saja tidak fit dengan data. Kemudian nilai -2LogL berikutnya (block number = 1) ditunjukan pada tabel 4.11 berikut ini:
113
Tabel 4. 11. Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Block Number = 1) Iteration
Coefficients -2 Log likelihood
Step 1
Constant
ROA
BDOUT
AUDREPORT
1
349,519
,943
-,340
2,736
-2,067
2
348,826
2,026
-,344
2,882
-3,207
3
348,606
3,070
-,344
2,883
-4,251
4
348,529
4,085
-,344
2,883
-5,266
5
348,501
5,091
-,344
2,883
-6,272
6
348,490
6,093
-,344
2,883
-7,274
7
348,487
7,093
-,344
2,883
-8,275
8
348,485
8,094
-,344
2,883
-9,275
9
348,485
9,094
-,344
2,883
-10,275
10
348,484
10,094
-,344
2,883
-11,275
11
348,484
11,094
-,344
2,883
-12,275
12
348,484
12,094
-,344
2,883
-13,275
13
348,484
13,094
-,344
2,883
-14,275
14
348,484
14,094
-,344
2,883
-15,275
15
348,484
15,094
-,344
2,883
-16,275
16
348,484
16,094
-,344
2,883
-17,275
17
348,484
17,094
-,344
2,883
-18,275
18
348,484
18,094
-,344
2,883
-19,275
19
348,484
19,094
-,344
2,883
-20,275
20
348,484
20,094
-,344
2,883
-21,275
Sumber: Output SPSS
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa nilai -2 Log Likelihood (-2LogL) pada block number = 1 setelah dimasukkan variabel independen, yaitu ROA, BDOUT, dan AUDREPORT menjadi 348,484. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.10 dan 4.11, nilai -2LogL awal (block number = 114
0) sebesar 360,437 dan -2LogL berikutnya (block number = 1) sebesar 348,484. Hasil ini berarti bahwa terjadi penurunan atas nilai -2 LogL sebesar 11,953. Terjadinya penurunan dari nilai -2 LogL ini menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain yang dihipotesiskan fit dengan data. c. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) dalam regresi logistik disebut dengan ukuran yang palsu (Pseudo R2), yang digunakan sebagai ukuran kebaikan garis regresi di dalam regresi logistik (Widarjono, 2015:113). Ada dua ukuran Pseudo R2 yang bisa digunakan dalam regresi logistik, yaitu Cox and Snell R2 dan Nagelkerke R2. Tabel 4. 12. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Step 1
-2 Log likelihood 348,484
a
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square ,045
,060
Sumber: Output SPSS
Dari hasil uji atas nilai Cox & Snell R2 dan Nagelkerke R2 diketahui bahwa masing-masing uji tersebut memiliki nilai yaitu sebesar 0,045 dan 0,060. Dengan demikian, hasil ini menunjukkan bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen adalah sebesar 6%. Hasil ini berarti bahwa terdapat 94% variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model penelitian, seperti financial stability 115
(pressure), internal control (opportunity), dan total accrual to total asset (rationalization). d. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi Hasil
dari
uji
signifikansi
koefisien
regresi
dengan
menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa ROA dan AUDREPORT tidak mampu dalam mendeteksi terjadinya fraudulent financial statement, karena mempunyai nilai signifikansi (p > 0,05) dalam probabilitas α
0,05, yaitu masing-masing sebesar ROA (0,753)
dan AUDREPORT (0,999). Dengan kata lain, hasil ini berarti menolak hipotesis 1 dan 4. Kemudian, hasil pengujian ini membuktikan bahwa BDOUT dengan proporsi komisaris independen mampu mendeteksi terjadinya fraudulent
financial
statement
dalam
perusahaan
dengan
nilai
signifikansi yaitu sebesar 0,017 atau (p < 0,05) dalam probabilitas α 0,05. Dengan demikian, karena hanya BDOUT yang mempunyai nilai yang signifikan (p < 0,05), maka BDOUT dianggap layak untuk membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement lebih lanjut. Tabel 4.13.
116
Tabel 4. 13. Hasil Uji Signifikansi Koefisien Regresi
B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
ROA
-,344
1,096
,099
1
,753
BDOUT
2,883
1,209
5,685
1
,017
-21,275
20073,467
,000
1
,999
20,094
20073,467
,000
1
,999
AUDREPORT Constant Sumber: Output SPSS
Dari hasil uji regresi logistik di atas, didapat sebuah persamaan model pendeteksian fraudulent financial statement dengan BDOUT sebagai variabel independen yang memiliki nilai signifikan (p < 0,05), sebagai berikut: FRAUDi = ß0 + ß1BDOUTi + εi FRAU i
20,094 + 2,883
OUTi + εi
Selanjutnya, hasil analisis regresi logistik tersebut akan diuji dengan menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation untuk melihat keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement dalam penelitian ini. 4. Hasil Uji Analisis Diskriminan (croos-validation method) Langkah selanjutnya dalam menilai keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement, penelitian ini menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation. Metode cross-validation sangat efektif dalam menyajikan sebuah estimasi yang tidak bias dari tingkat misklasifikasi model (Hair, et., al, 1995 dalam Skousen, et., al, 2009). Berikut 117
persamaan model pendeteksian fraudulent financial statement yang digunakan dalam uji analisis diskriminan cross-validation method: FRAUDi = ß0 + ß1BDOUTi + ε Model di atas dibangun karena secara statistik signifikan dalam model regresi logistik dan memiliki model yang layak digunakan untuk menilai keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement. Hasil dari analisis regresi logistik secara parsial ditampilkan pada tabel 4.14 di mana BDOUT memiliki nilai yang signifikan dalam model pendeteksian fraudulent financial statement. Tabel 4. 14. Model Pendeteksian Fraudulent Financial Statement
B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
BDOUT
2,802
1,202
5,437
1
,020
Constant
-1,125
,497
5,129
1
,024
Sumber: Output SPSS
Hasil analisis regresi logistik pada BDOUT di atas menghasilkan nilai yang signifikan, yaitu sebesar 0,020 (p < 0,05). Hasil ini juga menghasilkan nilai R2 sebesar 0,030 atau 3% dan nilai hosmer and lemeshow’s goodness of fit test (chi squre = 8,960) yang tidak signifikan sebesar 0,062 (p > 0,05), sebagaimana yang bisa dilihat pada tabel 4.15 dan 4.16. Dengan demikian, model pendeteksian fraudulent financial statement dikatakan layak.
118
Tabel 4. 15. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
354,616
a
,022
,030
Sumber: Output SPSS
Tabel 4. 16. Hasil Uji Hosmer and Lemeshow Step
Chi-square
1
df
Sig.
8,960
4
,062
Sumber: Output SPSS
Mengacu pada penelitian Skousen, et., al (2009), penelitian ini menggunakan analisis diskriminan dengan metode cross-validation dalam menguji faktor risiko fraud yang bisa digunakan dalam membangun model pendeteksian fraudulent financial statement. Berikut merupakan hasil pengujian dari analisis diskriminan dengan menggunakan metode crossvalidation, sebagai berikut: tabel 4. 17. Tabel 4. 17. Analisis Diskriminan (Logit < 0,05) firm
Predicted Group Membership Non-Fraud
Cross-validated
b
Count
%
Fraud
Total
Non-Fraud
99
31
130
Fraud
74
56
130
Non-Fraud
76,2
23,8
59,6%
Fraud
56,9
43,1
Sumber: Output SPSS
119
Hasil dari pengujian analisis diskriminan dengan menggunakan metode cross validation di atas menunjukkan bahwa akurasi model pendeteksian fraudulent financial statement secara keseluruhan adalah sebesar 59,6% dengan tingkat misklasifikasi secara keseluruhan sebesar 40,4%. Jumlah akurasi model bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut: (Ghazali, 2013) 99+56 260
00
59,6
Hasil ini juga menunjukkan bahwa secara akurat klasifikasi atas perusahaan fraud sebesar 43,1% dan perusahaan non-fraud sebesar 76,2%. C. Pembahasan a.
Hasil Uji Analisis Regresi Logistik 1.
Financial Targets dengan Fraudulent Financial Statement Hasil uji signifikansi yang dilakukan dengan analisis regresi logistik terhadap financial targets yang diproksikan dengan ROA menunjukan bahwa financial targets tidak memiliki nilai yang signifikan dalam pendeteksian fraudulent financial statement, dalam hal ini nilai probabilitas signifikansi ROA, yaitu sebesar 0,753 atau (p > 0,05) dalam probabilitas α
0,05. Meskipun hasil wilcoxon signed-rank test
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara perusahaan fraud dan non-fraud, tetapi saat diuji dengan analisis regresi logistik, ROA tidak mampu mengidentifikasi fraud pada perusahaan. Dengan demikian, hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa financial targets yang
120
diproksikan dengan ROA tidak mampu mendeteksi fraudulent financial statement atau dalam kata lain menolak hipotesis 1 atau H1. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016); Dalnial, et., al (2014); Sukirman dan Sari (2013); dan Skousen, et., al (2009) yang menunjukan bahwa financial targets yang ditunjukkan dengan proksi ROA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial statement, atau dalam kata lain tidak mempunyai
kemampuan
dalam
mendeteksi
fraudulent
financial
statement. Namun, hasil ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Huang, et., al (2016); Yesiariani dan Rahayu (2016); Lin, et., al (2015); Firmanaya dan Syafruddin (2014); dan Suyanto (2009), dimana financial targets memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial statement. Return on Asset (ROA) merupakan sebuah ukuran dari kinerja operasi perusahaan yang digunakan untuk mengidentifikasi seberapa efisien penggunaan asset yang dimiliki (Skousen, et., al, 2009:62). Ketidakmampuan ROA atau financial targets dalam mendeteksi fraudulent financial statement, dikarenakan ROA tidak mampu dalam membedakan perusahaan fraud dan non-fraud. Sebagaimana terlihat pada penelitian Sukirman dan Sari (2013) dan Skousen, et., al (2009), di mana ROA tidak mampu membedakan perusahaan fraud dan non-fraud. Tiffani dan Marfuah (2015:122) mengemukakan bahwa tidak berpengaruhnya ROA terhadap financial statement fraud juga disebabkan 121
karena manajer menganggap bahwa besarnya target ROA masih dinilai wajar dan bisa dicapai. Sehingga financial targets tidak memicu adanya fraudulent financial statement oleh manajemen. Financial targets memberikan motivasi dalam memperbaiki kinerja manajemen untuk menghasilkan dampak yang positif terhadap keputusan investor dan kreditor, serta stakeholders lainnya. Konsep profitabilitas atau ROA di dalam teori keuangan sering digunakan sebagai indikator kinerja fundamental perusahaan mewakili kinerja manajemen
(Harmono,
2014:110).
Apabila
kinerja
manajemen
perusahaan yang diukur menggunakan dimensi profitabilitas atau ROA dalam kondisi baik, maka akan memberikan dampak positif terhadap keputusan investor dan kreditor (Harmono, 2014:110). 2. Ineffective Monitoring dengan Fraudulent Financial Statement Ineffective monitoring dalam penelitian ini diproksikan sebagai proporsi komisaris independen dalam sebuah struktur dewan komisaris di perusahaan. Hasil uji signifikansi regresi logistik menunjukkan bahwa BDOUT memiliki nilai yang signifikan sebesar 0,017 atau (p < 0,05) dalam probabilitas α
0,05. Hasil ini juga didukung oleh hasil wilcoxon
signed-rank test yang menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar 0,005 atau (p < 0,05). Hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa ineffective monitoring yang diproksikan dengan BDOUT mampu mengidentifikasi fraud pada perusahaan. Sehingga ineffective monitoring dalam penelitian 122
ini dapat disimpulkan mampu mendeteksi fraudulent financial statement atau dalam kata lain menerima hipotesis 3 atau H3. Hasil
ini
mendukung
penelitian
Prabowo
(2014)
yang
menemukan pengaruh signifikan positif antara proporsi komisaris independen dengan manajemen laba. Namun, hasil ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016) dan Yesiariani dan Rahayu (2016) yang mengemukakan bahwa ineffective monitoring tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraudulent financial statement. Keberadaan dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan merupakan suatu faktor yang signifikan dalam peningkatan pengawasan operasional perusahaan (Yesiariani dan Rahayu, 2016:19). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan peraturan Nomor 33/POJK.04/2014 sudah mengatur bahwa dalam rangka meningkatkan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi emiten atau perusahaan publik perlu adanya aturan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dari Dewan Komisaris dan Direksi. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa jumlah komisaris independen wajib paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris. Namun, berdasarkan hasil uji signifikansi regresi logistik bisa dilihat bahwa arah dari adanya komisaris independen ini yaitu β = 2,883 sebagaimana yang bisa dilihat pada tabel 4.13, yang berarti memiliki hubungan yang positif.
123
Hasil signifikan positif atas BDOUT menunjukkan bahwa adanya komisaris independen cenderung akan meningkatkan adanya potensi kecurangan yang akan muncul, dimana saat tidak adanya koordinasi yang baik antara komisaris independen dengan anggota komisaris perusahaan yang lain. Prabowo (2014:97) mengungkapkan bahwa semakin besar anggota dewan komisaris berasal dari luar perusahaan menyebabkan masalah
dalam
koordinasi
yang menyebabkan
turunnya
fungsi
pengawasan yang dapat mengganggu komisaris independen dalam mengambil keputusan. Kemudian, Gideon (2005:183) menambahkan bahwa kuatnya kendali
pendiri
perusahaan
dan
kepemilikan
saham
mayoritas
menjadikan dewan komisaris tidak independen. Sehingga fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi tanggungjawab anggota dewan komisaris menjadi tidak efektif. 3. Rationalization dengan Fraudulent Financial Statement Rationalization dalam penelitian ini diproksikan dengan opini audit. Hasil uji signifikansi regresi logistik menunjukan bahwa opini audit memiliki nilai yang tidak signifikan, yaitu sebesar 0,999 atau (p > 0,05), dalam probabilitas α
0,05. Meskipun, hasil signifikansi
AUDREPORT pada wilcoxon signed-rank test menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu sebesar 0,046 atau (p < 0,05), tetapi saat diuji dengan analisis regresi logistik, AUDREPORT tidak mampu mengidentifikasi fraud pada perusahaan. 124
Dengan demikian, hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa rationalization yang diproksikan dengan AUDREPORT tidak mampu
mengidentifikasi
rationalization
dalam
fraud
penelitian
pada ini
perusahaan.
disimpulkan
Sehingga
tidak
mampu
mendeteksi fraudulent financial statement atau dalam kata lain menolak hipotesis 4 atau H4. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Firmanaya dan Syafruddin (2014); Skousen, et., al (2009); dan Suyanto (2009) yang menunjukkan bahwa rationalization dengan proksi opini audit tidak dapat mendeteksi atau berpengaruh terhadap fraudulent financial statement. Namun hasil ini tidak mendukung penelitian Sukirman dan Sari (2013), dimana opini audit sebagai proksi dari rationalization memiliki kekuatan dalam memprediksi apakah sebuah perusahaan tergolong fraud atau non-fraud. Hasil ini membuktikan bahwa rationalization merupakan variabel yang sulit diukur dari model fraud sebagaimana yang dikemukakan dalam Skousen, et., al. (2009:66). Ketidakmampuan AUDREPORT dalam mengidentifikasi fraud pada penilitian ini dikarenakan adanya penyimpangan yang terjadi pada laporan keuangan, namun tidak bisa dideteksi oleh Auditor sehingga memengaruhi hasil opini audit. Widarti (2015:242) menyebutkan bahwa tidak berpengaruh-nya AUDREPORT terhadap
kecurangan
laporan
keuangan
disebabkan
oleh
tidak
terdeteksinya penyimpangan atau kesalahan yang terjadi dalam laporan 125
keuangan. Selanjutnya, Widarti (2015:242) menyatakan bahwa penyebab tidak terdeteksinya penyimpangan tersebut mungkin disebabkan oleh penggunaan basis akuntansi akrual yang dalam pelaksanaannya diperbolehkan oleh Standar Akuntansi Keuangan. Sehingga manajemen dapat leluasa untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba yang diinginkan dalam penggunaan dasar akrual. b. Hasil Uji Analisis Diskriminan (cross-validation method) Analisis diskriminan dalam penelitian ini digunakan dalam menguji keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement. Dalam penelitian ini digunakan hasil uji regresi logistik yang ditunjukkan dalam tabel 4.14 atas uji atas ineffective monitoring terhadap fraudulent financial statement. Di mana ineffective monitoring merupakan variabel yang sudah lolos uji signifikansi analisis regresi logistik sebelumnya dan dianggap layak digunakan dalam membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement. Dari hasil analisis diskriminan ini didapat bahwa secara keseluruhan keakuratan dari model pendeteksian fraudulent financial statement dalam penelitian ini sebesar 59,6%. Kemudian dari keakuratan prediksi perusahaan fraud dan non-fraud dalam penelitian ini yaitu masing-masing sebesar fraud (43,1%) dan non-fraud (76,2%). Sebagai perbandingan, penelitian ini menampilkan dua penelitian sebelumnya yang menggunakan cross-validation method untuk mengidentifikasi keakuratan model fraud. Tabel 4.18 sebagai berikut: 126
Tabel 4.18 Analisis Diskriminan (Cross-validation Method) Penelitian-penelitian sebelumnya No
Nama Peneliti dan
Overall
Fraud
Non-fraud
Tahun
classification
classification
classification
1
Badrus (2017)
59,6%
43,1%
76,2%
2
Suyanto (2009)
67,1%
51%
77%
3
Kaminski, et., al (2004)
43,9%-65,9%
1,8%-41,9%
84,2 – 90%
Sumber: Diolah dari penelitian terkait Berdasarkan
perbandingan
dengan
hasil
penelitian-penelitian
sebelumnya dalam tabel 4.18, hasil uji analisis diskriminan dengan crossvalidation method pada penelitian ini dapat diartikan memiliki keakuratan model pendeteksian fraudulent financial statement yang baik serta mampu memprediksi dengan tepat perusahaan yang tergolong fraud dan non-fraud.
127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan wilcoxon signed-rank test, analisis regresi logistik dan analisis diskriminan (cross-validation method), maka didapat kesimpulan sebagai berikut: 1.
Financial targets tidak mampu mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Tessa dan Harto (2016); Dalnial, et., al (2014); Sukirman dan Sari (2013); dan Skousen, et., al (2009).
2.
Ineffective monitoring mampu mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2014).
3.
Rationalization tidak mampu mendeteksi fraudulent financial statement pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Firmanaya dan Syafruddin (2014); Skousen, et., al (2009); dan Suyanto (2009).
4.
Ineffective monitoring secara akurat mampu membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement dan secara tepat mampu memprediksi perusahaan fraud dan non-fraud berdasarkan hasil analisis diskriminan dan perbandingan dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu Suyanto (2009) dan Kaminski, et., al (2004). 128
B. Saran Dari hasil penelitian ini, diharapkan penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi dalam membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement, dengan memasukkan beberapa pertimbangan berikut: 1. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan proksi-proksi lain atas rasio keuangan maupun rasio non-keuangan untuk model fraud pentagon, seperti: financial stability (pressure), internal control (opportunity), dan total accrual to total asset (rationalization), agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat membentuk model pendeteksian fraudulent financial statement dengan lebih akurat. 2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah sampel perusahaan dan tahun pengamatan yang lebih lama, yaitu > 5 tahun. 3. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sampel data dari sektor lain, seperti sektor pemerintahan sebagai salah satu sektor yang paling sering terjadi kecurangan dan mendapat perhatian besar dari masyarakat Indonesia. 4. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode kualitatif untuk beberapa variabel yang masih sulit diukur dengan menggunakan metode kuantitatif, seperti untuk indikator rationalization dan capability.
129
DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi, R., & Mansor, N. (2015). Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond Theory. Understanding the Convergent and Divergent For Future Research. International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences, 38-45. Abdullahi, R., Mansor, N., & Nuhu, M. S. (2015). Fraud Triangle Theory and Fraud Diamond Theory: Understanding the Convergent and Divergent for Future Research. European Journal of Business and Management, 7. Abdullahi, R., Mansor, N., Kida, M. I., & Safi, N. (2016). An Empirical Analysis on the Influence of Social Conditioning and Capability toward Financial Fraud in Kano State Public Sectors. Journal of Research in Humanities and Social Sciences, 100-106. Albrecht, W. S., Albrecht, C., & Albrecht, C. C. (2008). Current Trends in Fraud and its Detection. Information Security Journal: A Global Perspective, 212. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). (2002). Statement of Auditing Standards No. 99. Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2008). Auditing dan Jasa Assurance: Pendekatan Terintegrasi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Association of Certified Fraud Examiners. (2016). Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse. Association of Certified Fraud Examiners. Auditor of Public Accounts. (2011). The Fraud Triangle. Virginia SEC Semper Tyrannis. Awang, Y., Ismail, S., & Abdul Rahman, A. (2015). Inclination Towards Fraud Among the Participants in Financial Reporting Process. International Conference on Accounting Studies (ICAS) 2015. Johor: International Conference on Accounting Studies (ICAS). Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2011). Salinan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 130
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. (2012). Salinan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-347/BL/2012. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Beneish, M. D. (1997). Detecting GAAP Violation: Implications for Assessing Earnings Management among Firms with Extreme Financial Performance. Journal of Accounting and Public Policy, 271-309. Boediono, G. S. (2005). Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. SNA VIII Solo, 172-194. Corwe Horwath. (2010). llA Practice Guide: Fraud and Internal Audit. Crowe Horwath. (2011). Article on Fraud. Dalnial, H., Kamaluddin , A., Sanusi, Z. M., & Khairuddin, K. S. (2014). Detecting Fraudulent Financial Reporting through Financial Statement Analysis. Journal of Advanced Management Science, 2, 17-22. Dorminey, J., Fleming , S., Kranacher, M.-J., & Riley, R. (2012). The Evolution of Fraud Theory. American Accounting Association: Issues in Accounting Education, 555-579. Eisenhardt , K. M. (1989). Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of Management Review, 14, 57-74. Firmanaya, F., & Syafruddin, M. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecurangan Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011). Diponegoro Journal of Accounting, 3, 1-11. Ghazali, I. (2013). Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Harmono. (2014). Manajemen Keuangan Berbasis Balance Scorecard Pendekatan Teori, Kasus, dan Riset Bisnis. Jakarta: Bumi Aksara. Hogan, C. E., Rezaee, Z., Riley, R. A., & Kelury, U. K. (2008). Financial Statement Fraud: Insights form the Academic Literature. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 231-252. Huang , S. Y., Lin, C.-C., Chiu, A.-A., & Yen, D. C. (2016). Fraud Detection Using Fraud Triangle Risk Factors. Springer Science. 131
Independent Investigation Committe. (2015). Investigation Report For Toshiba Corporation: Summary Version. Independent Investigation Committe For ToshibaCorporation. Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Kaminski, K. A., Wetzel, T. S., & Guan, L. (2004). Can Financial Ratios Detect Fraudulent Financial Reporting? Emerald Insight: Manajerial Auditing Journal, 15-28. Karyono. (2013). Forensic Audit. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Kassem, R., & Higson, A. (2012). The New Fraud Triangle . Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences, 191-195. Lin, C.-C., Chiu, A.-A., Huang, S. Y., & Yen, D. C. (2015). Detecting The Financial Statement Fraud: The Analysis of the Differences Between Data Mining Techniques and Expert's Judgment. Elsevier: Knowledge-based Systems. Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Prabowo, D. A. (2014). Pengaruh Komisaris Independen, Independensi Komite Audit, Ukuran dan Jumlah Pertemuan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010 – 2012). Accounting Analysis Journal. Priantara, D. (2013). Fraud Auditing & Investigation. Jakarta: Mitra Wacana Media. Purba, B. P. (2015). Fraud dan Korupsi: Pencegahan, Pendeteksian, dan Pemberantasannya. Jakarta Timur: Lestari Kiranatama. Rezaee, Z. (2002). Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York: John Wiley & Sons, Inc. Riahi, A., & Belkaoui. (2011). Accounting Theory edisi 5. Jakarta: Salemba Empat. Ruankaew, T. (2013). The Fraud Factors. International Journal of Management and Administrative Sciences (IJMAS), 1-5. 132
Ruankaew, T. (2016). Beyond the Fraud Diamond. International Journal of Business Management and Economic Research , 7, 474-476. Rudewicz, F. (2011). The Fraud Diamond: Use of Investigative Due Diligence to Identify the “Capability Element of Fraud”. CTTMA NEWSLETTER, pp. 1-13. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sarwono, J. (2013). Statistik Multivariat Aplikasi untuk Skripsi. Yogyakarta: CV Andi. Sekaran, U. (2011). Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat. Sekaran, U., & Bougie, R. (2013). Research Methods for Business. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd. Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2009). Detecting and Predicting Financial Statement Fraud: the Effectiveness of the Fraud Triangle and SAS No. 99. Corporate Governance and Firm Performance Journal , 13, 53-81. Spathis, C. T. (2002). Detecting False Financial Statements Using Published Data: Some Evidence from Greece. Emerald Insight: Managerial Auditing Journal, 179-191. Sukirman, S., & Sari, M. P. (2013). Model Deteksi Kecurangan Berbasis Fraud Triangle (Studi Kasus Pada Perusahaan Publik di Indonesia). Jurnal Akuntansi & Auditing Universitas Negeri Semarang, 9, 199-225. Summers, S. L., & Sweeney, J. T. (1998). Fraudulently Misstated Financial Statements and Insider Trading: An Empirical Analysis. The Accounting Review, 131-146. Suyanto, S. (2009). Fraudulent Financial Statement Evidence From Statement on Auditing Standard No. 99. Gadjah Mada International Journal of Business, 11, 117-144. Tessa, C., & Harto, P. (2016). Fraudulent Financial Reporting: Pengujian Teori Fraud Pentagon Pada Sektor Keuangan Dan Perbankan Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIX. Lampung: Simposium Nasional Akuntasi XIX.
133
Tiffani, L., & Marfuah. (2015). Deteksi Financial Statement Fraud Dengan Analisis Fraud Triangle Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 112-125. Tuanakotta, T. M. (2012). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Vasiu, L., Warren, M., & Mackay, D. (2003). Defining Fraud: Issues for Organizations from an Information Systems Perspective. 7th Pacific Asia Conference on Information Systems, (pp. 971-979). Adelaide. Widarjono, A. (2015). Analisis Multivariat Terapan Dengan Program SPSS, AMOS, dan Smartplas. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Widarti. (2015). Pengaruh Fraud Triangle Terhadap Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 229244. Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). The Fraud Diamond: Considering the Four Elements of Fraud. The CPA Journal. Yesiariani, M., & Rahayu, I. (2016). Analisis Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud (Studi Empiris pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014). Simposium Nasional Akuntansi XIX. Lampung: Simposium Nasional Akuntansi XIX. Yusof, M., Khair, A., & Simon, J. (2015). Fraudulent Financial Reporting: An Application of Fraud Models to Malaysian Public Listed Companies. The Macrotheme review: A Multidisciplinary Journal of Global Macro Trends, 126-145.
134
LAMPIRAN PENELITIAN
135
Lampiran 1: Kertas Kerja (worksheet) Penelitian Tahun 2011 Perusahaan fraud 2011 Fraud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
0,027 0,127 -0,026 0,074 -0,616 0,029 -0,082 0,005 -0,103 0,028 -0,181 0,005 0,032 0,007 0,036 0,027 0,002 0,103 -0,019 0,093 0,105 0,045 0,020 -0,162 -0,054 0,000
1,740 0,411 0,103 2,306 7,451 2,168 3,746 1,072 1,631 0,339 40,372 0,703 5,964 1,169 0,243 3,112 2,285 0,495 3,545 1,087 0,307 0,941 0,594 -2,055 0,141 1,541
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,333 0,333 0,333 0,500 0,400 0,400 0,500 0,500 0,333 0,400 0,500 0,333 0,333 0,333 0,667 0,500 0,333 0,500 0,333 0,000 0,714 0,333 0,500 0,333 0,500
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1
2 8 1 4 0 2 1 5 0 1 1 2 10 2 4 2 0 3 4 2 0 3 1 3 5 1
Perusahaan non-fraud 2011 Non- ROA LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC Fraud 1 0,050 1,081 0,333 1 0 3 2 0,138 0,369 0,222 1 1 2 3 0,021 1,065 0,400 1 0 1 4 0,084 0,213 0,333 1 0 2 5 0,041 1,836 0,333 1 0 0 6 -0,021 1,074 0,333 1 1 5 7 0,019 0,833 0,333 1 1 1 (Bersambung ke halaman selanjutnya) 136
Perusahaan non-fraud 2011 (lanjutan) NonFraud 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
0,050 0,040 0,011 0,006 0,029 0,000 0,033 0,014 0,091 0,030 0,128 0,024 0,123 0,086 0,079 0,074 0,109 0,136 0,027
2,295 0,833 2,478 4,025 3,646 2,667 1,182 0,360 0,682 0,137 0,287 3,518 0,470 1,354 0,549 0,509 2,725 0,123 2,462
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,250 0,333 0,333 0,500 0,333 0,500 0,333 0,500 0,375 0,333 0,400 0,400 0,500 0,500 0,375 0,333 0,333 0,333 0,429
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1
3 0 1 2 3 5 2 0 9 2 6 2 0 2 2 2 0 3 1
Tahun 2012 Perusahaan fraud 2012 Fraud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
ROA
LEV
0,001 0,152 0,049 0,067 0,036 0,007 -0,066 0,023 -0,085 0,013
2,087 0,536 0,041 2,019 6,328 2,201 7,172 1,868 1,107 0,324 31,781 0,623
-0,105 0,014
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,333 0,333 0,333 0,500 0,400 0,400 0,500 0,333 0,333
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 1 0 0 0 0 1 0
2 5 1 4 0 2 2 6 3 2
0,400 0,500
0 1
0 0
1 2
12 (Bersambung ke halaman selanjutnya)
137
Perusahaan fraud 2012 (lanjutan) Fraud 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
0,003 0,543 -0,003 0,078 0,099 0,101 -0,050 0,066 0,103 0,053 0,018 -0,040 0,214 -0,010
7,528 0,723 0,363 3,396 2,309 0,294 6,547 0,932 0,267 1,168 0,743 0,041 0,132 1,559
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,333 0,333 0,667 0,500 0,375 0,500 0,333 0,000 0,714 0,333 0,500 0,333 0,500
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1
9 2 3 1 0 5 2 2 0 3 1 2 5 2
Perusahaan non-fraud 2012 LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
Non- ROA Fraud 1 0,067 1,011 0,333 2 0,029 0,355 0,300 3 0,024 1,135 0,400 4 0,075 0,172 0,333 5 0,027 1,875 0,333 6 -0,058 1,593 0,333 7 0,020 1,296 0,333 8 0,010 2,651 0,333 9 0,028 0,819 0,333 10 -0,013 2,839 0,333 11 -0,047 5,455 0,500 12 0,054 1,286 0,333 13 -0,023 3,684 0,500 14 0,030 1,232 0,333 15 0,030 0,296 1,000 16 0,084 0,634 0,375 17 0,019 0,563 0,333 18 0,197 0,228 0,400 19 0,022 3,743 0,400 20 0,052 0,428 0,500 21 0,039 0,568 0,333 22 0,088 0,591 0,375 (Bersambung ke halaman selanjutnya) 138
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
4 3 1 3 0 3 1 5 0 1 2 3 5 4 0 3 2 4 7 0 2 4
Perusahaan non-fraud 2012 (lanjutan) NonFraud 23 24 25 26
ROA
LEV
0,047 0,072 0,198 0,013
1,123 1,789 0,108 2,464
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,333 0,333 0,429
1 1 1 1
0 1 0 0
0 0 3 1
Tahun 2013 Perusahaan fraud 2013 Fraud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
-0,044 0,019 -0,031 0,049 0,001 0,009 0,002 1,072 0,195 0,027 -0,347 -0,004 -0,051 -0,029 -0,077 0,042 0,109 0,106 0,254 0,089 0,128 0,051 -0,067 0,016 -0,219 0,012
2,654 0,709 0,138 1,506 6,617 3,187 21,473 -6,863 0,292 0,000 -3,530 0,436 15,462 0,967 0,443 3,995 0,138 0,374 1,662 0,704 0,352 1,210 -3,559 0,021 0,083 1,549
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,333 0,333 0,333 0,500 0,500 0,400 0,500 0,333 0,333 0,333 0,500 0,333 0,333 0,333 0,667 0,500 0,375 0,500 0,333 0,333 0,750 0,333 0,500 0,500 0,500
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
139
1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1
1 18 1 3 0 2 0 7 5 2 2 2 5 2 3 2 0 3 1 2 0 3 1 2 3 2
Perusahaan non-fraud 2013 NonFraud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
0,087 0,017 -0,014 0,078 -0,036 0,002 0,008 0,002 0,029 -0,016 -0,189 0,059 -0,008 -0,054 0,025 0,109 0,017 0,188 0,024 -0,029 0,025 0,129 0,010 0,081 0,211 0,010
1,259 0,331 1,354 0,137 2,899 2,001 1,922 2,781 0,899 2,406 12,537 1,294 4,260 1,589 0,514 0,459 0,823 0,242 3,649 0,553 0,630 0,683 2,606 1,128 0,097 2,253
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,300 0,400 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,500 0,333 0,333 0,600 0,333 0,500 0,375 0,333 0,400 0,333 0,600 0,333 0,375 0,333 0,333 0,333 0,429
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0
6 3 1 3 0 4 1 5 0 0 2 3 3 6 0 3 2 6 5 0 4 3 2 0 3 1
Tahun 2014 Perusahaan fraud 2014 Fraud 1 2 3 4 5 6 7
ROA
LEV
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
0,016 2,453 0,400 -0,034 0,826 0,333 -0,013 0,918 0,333 0,044 1,562 0,333 0,002 6,190 0,500 0,001 4,234 0,500 -0,206 -8,071 0,400 (Bersambung ke halaman selanjutnya) 140
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 0 0
1 4 2 4 0 2 0
Fraud 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
Perusahaan fraud 2014 (lanjutan) LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
0,013 0,032 0,046 0,003 -0,077 -0,013 0,194 -0,078 0,125 0,261 0,074 -0,512 0,061 0,136 0,083 -0,052 0,004 -0,013 0,005
-6,177 0,367 0,000 -3,380 0,473 5,314 0,636 0,607 2,047 0,032 0,220 1,129 0,588 0,216 1,148 4,027 0,045 0,991 1,590
0,500 0,333 0,333 0,333 0,500 0,333 0,333 0,333 0,667 0,500 0,375 0,500 0,333 0,333 0,667 0,500 0,500 0,500 0,500
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1
3 3 2 2 2 9 2 8 3 0 0 4 2 0 4 3 0 3 2
Perusahaan non-fraud 2014 LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
Non- ROA Fraud 1 0,061 1,330 0,333 2 0,074 0,307 0,300 3 0,023 1,629 0,600 4 0,085 0,082 0,333 5 0,011 3,004 0,333 6 -0,056 2,574 0,333 7 0,013 2,003 0,333 8 -0,102 4,565 0,333 9 0,040 0,770 0,333 10 -0,018 3,486 0,500 11 0,029 8,706 0,333 12 0,067 1,074 0,333 13 -0,030 5,698 0,667 14 0,007 1,765 0,333 15 0,016 0,538 0,500 16 0,061 0,385 0,571 17 0,024 0,933 0,333 (Bersambung ke halaman selanjutnya) 141
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0
6 6 1 3 0 4 1 5 0 1 3 4 5 6 0 3 2
NonFraud 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
Perusahaan non-fraud 2014 (lanjutan) LEV BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC
0,138 0,024 0,132 0,045 0,142 -0,028 0,070 -0,039 0,008
0,448 3,805 0,291 1,730 0,530 0,997 0,787 0,050 1,910
0,400 0,333 0,500 0,333 0,375 0,333 0,333 0,333 0,429
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 0 0 0 0 1
12 3 2 6 6 2 0 4 1
Tahun 2015 Perusahaan fraud 2015 Fraud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
-0,044 -0,047 0,107 0,056 0,002 -0,024 -0,084 -0,187 0,094 0,052 0,004 0,096 -0,054 0,013 -0,031 0,178 0,010 0,105 -0,151 0,240 0,137 0,025 -0,133 0,072 -0,101 -0,008
1,860 0,657 1,793 1,380 5,962 2,874 -5,116 -3,334 0,232 0,008 -4,934 0,554 7,344 0,700 0,818 1,187 0,011 0,137 0,395 0,161 0,178 1,185 10,480 0,044 1,146 1,668
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,400 0,333 0,500 0,333 0,500 0,500 0,200 0,333 0,333 0,429 0,500 0,500 0,333 0,333 0,333 0,667 0,500 0,375 0,500 0,333 0,333 0,625 0,500 0,500 0,500 0,500
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 142
0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1
2 4 2 4 0 2 0 8 3 2 5 2 5 2 4 3 0 0 2 2 0 4 4 0 2 3
Perusahaan non-fraud 2015 NonFraud 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
ROA
LEV
0,066 0,022 -0,019 0,089 -0,030 -0,053 0,011 -0,038 0,007 0,033 -0,001 0,061 -0,094 0,005 -0,029 -0,033 0,002 0,088 0,022 0,028 -0,050 0,065 -0,035 0,053 -0,024 0,001
1,141 0,248 1,847 0,137 3,931 2,035 1,995 5,855 0,741 3,447 7,372 0,803 8,331 1,641 0,511 0,356 0,915 0,513 3,356 0,261 2,015 0,630 0,856 0,520 0,042 1,807
BDOUT AUDREPORT DCHANGE CEOPIC 0,333 0,300 0,600 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,500 0,500 0,250 0,667 0,333 0,500 0,400 0,333 0,400 0,333 0,500 0,500 0,375 0,333 0,333 0,333 0,500
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
143
0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1
6 9 1 3 0 4 0 5 0 1 4 8 6 2 0 3 2 11 2 3 6 4 2 0 5 1
Lampiran 2: Output Hasil Pengujian Data 1. Hasil Uji Normalitas Sampel (sales dan asset) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
260
Normal Parameters
a,b
Mean
,0000000
Std. Deviation Most Extreme Differences
,49388180
Absolute
,269
Positive
,238
Negative
-,269
Test Statistic
,269
Asymp. Sig. (2-tailed)
,000
c
Sumber: Output SPSS
2. Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test (sales dan asset) Ranks N sales_nonfraud sales_fraud
asset_nonfraud asset_fraud
Negative Ranks Positive Ranks
Mean Rank
Sum of Ranks
56
a
66,59
3729,00
74
b
64,68
4786,00
c
Ties
0
Total
130
Negative Ranks
66
d
70,14
4629,00
64
e
60,72
3886,00
Positive Ranks Ties
0
Total
f
130
a. sales_nonfraud < sales_fraud b. sales_nonfraud > sales_fraud c. sales_nonfraud = sales_fraud d. asset_nonfraud < asset_fraud e. asset_nonfraud > asset_fraud f. asset_nonfraud = asset_fraud
144
a
Test Statistics
sales_nonfraud
asset_nonfraud
- sales_fraud
- asset_fraud b
Z
-1,228
Asymp. Sig. (2-tailed)
-,863
,219
c
,388
a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks. c. Based on positive ranks.
3. Hasil Uji Normalitas Variabel Independen One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
260
Normal Parameters
a,b
Mean
,0000000
Std. Deviation Most Extreme Differences
,48939159
Absolute
,277
Positive
,277
Negative
-,226
Test Statistic
,277
Asymp. Sig. (2-tailed)
,000
c
4. Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel
Ranks N ROA_NonFraud – ROA_Fraud
Negative Ranks Positive Ranks
Mean Rank
Sum of Ranks
53
a
61,09
3238,00
77
b
68,53
5277,00
c
Ties
0
Total
130
LEV_NonFraud –
Negative Ranks
65
d
64,43
4188,00
LEV_Fraud
Positive Ranks
65
e
66,57
4327,00
Ties
0
Total
f
130
145
Hasil Wilcoxon Signed-Rank Test Variabel (lanjutan) N BDOUT_NonFraud – BDOUT_Fraud
AUDREPORT_NonFraud – AUDREPORT_Fraud
DCHANGE_NonFraud – DCHANGE_Fraud
CEOPIC_NonFraud – CEOPIC_Fraud
Mean Rank
Sum of Ranks
65
g
50,24
3265,50
34
h
49,54
1684,50
j
,00
,00
k
2,50
10,00
m
32,00
1184,00
26
n
32,00
832,00
Ties
67
o
Total
130
Negative Ranks
51
p
50,04
2552,00
Positive Ranks
53
q
54,87
2908,00
Ties
26
Total
130
Negative Ranks Positive Ranks
i
Ties
31
Total
130
Negative Ranks Positive Ranks
0 4
l
Ties
126
Total
130
Negative Ranks
37
Positive Ranks
a. ROA_NonFraud < ROA_Fraud b. ROA_NonFraud > ROA_Fraud c. ROA_NonFraud = ROA_Fraud d. LEV_NonFraud < LEV_Fraud e. LEV_NonFraud > LEV_Fraud f. LEV_NonFraud = LEV_Fraud g. BDOUT_NonFraud < BDOUT_Fraud h. BDOUT_NonFraud > BDOUT_Fraud i. BDOUT_NonFraud = BDOUT_Fraud j. AUDREPORT_NonFraud < AUDREPORT_Fraud k. AUDREPORT_NonFraud > AUDREPORT_Fraud l. AUDREPORT_NonFraud = AUDREPORT_Fraud m. DCHANGE_NonFraud < AUDCHANGE_Fraud n. DCHANGE_NonFraud > DCHANGE_Fraud o. DCHANGE_NonFraud = DCHANGE_Fraud p. CEOPIC_NonFraud < CEOPIC_Fraud q. CEOPIC_NonFraud > CEOPIC_Fraud r. CEOPIC_NonFraud = CEOPIC_Fraud
146
r
a
Test Statistics
AUDREPORT_
ROA_NonFraud
LEV_NonFraud – BDOUT_NonFraud
– ROA_Fraud b
Z
-2,369
Asymp. Sig. (2-
-,161
,018
tailed)
– BDOUT_Fraud
LEV_Fraud b
-2,797
,872
c
NonFraud –
Fraud –
Fraud –
AUDREPORT_
DCHANGE_Fra
CEOPIC_Fra
Fraud
ud
ud
b
-2,000
,005
,046
a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks. c. Based on positive ranks.
5. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik
Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 260
100,0
0
,0
260
100,0
0
,0
260
100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Non-Fraud
0
Fraud
1
147
DCHANGE_Non CEOPIC_Non
-1,386
c
,166
-,583
b
,560
Block 0: Beginning Block
a,b,c
Iteration History
Coefficients Iteration Step 0
-2 Log likelihood 1
Constant
360,437
,000
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 360,437 c. Estimation terminated at iteration number 1 because parameter estimates changed by less than ,001.
Classification Table
a,b
Predicted firm Observed Step 0
firm
Non-Fraud
Percentage Fraud
Correct
Non-Fraud
0
130
,0
Fraud
0
130
100,0
Overall Percentage
50,0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. ,000
Wald
,124
df
,000
1
Variables not in the Equation Score Step 0 Variables
ROA
df
Sig.
,768
1
,381
BDOUT
5,676
1
,017
AUDREPORT
4,063
1
,044
10,242
3
,017
Overall Statistics
148
Sig. 1,000
Exp(B) 1,000
Block 1: Method = Enter
a,b,c,d
Iteration History
Coefficients Iteration Step 1
-2 Log likelihood
Constant
ROA
BDOUT
AUDREPORT
1
349,519
,943
-,340
2,736
-2,067
2
348,826
2,026
-,344
2,882
-3,207
3
348,606
3,070
-,344
2,883
-4,251
4
348,529
4,085
-,344
2,883
-5,266
5
348,501
5,091
-,344
2,883
-6,272
6
348,490
6,093
-,344
2,883
-7,274
7
348,487
7,093
-,344
2,883
-8,275
8
348,485
8,094
-,344
2,883
-9,275
9
348,485
9,094
-,344
2,883
-10,275
10
348,484
10,094
-,344
2,883
-11,275
11
348,484
11,094
-,344
2,883
-12,275
12
348,484
12,094
-,344
2,883
-13,275
13
348,484
13,094
-,344
2,883
-14,275
14
348,484
14,094
-,344
2,883
-15,275
15
348,484
15,094
-,344
2,883
-16,275
16
348,484
16,094
-,344
2,883
-17,275
17
348,484
17,094
-,344
2,883
-18,275
18
348,484
18,094
-,344
2,883
-19,275
19
348,484
19,094
-,344
2,883
-20,275
20
348,484
20,094
-,344
2,883
-21,275
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 360,437 d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
11,952
3
,008
Block
11,952
3
,008
Model
11,952
3
,008
149
Block 1: Method = Enter Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
348,484
a
,045
,060
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
11,661
Sig. 8
,167
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test firm = Non-fraud Observed Step 1
Expected
firm = fraud Observed
Expected
Total
1
11
15,510
15
10,490
26
2
18
14,580
8
11,420
26
3
17
14,500
9
11,500
26
4
18
14,452
8
11,548
26
5
13
14,352
13
11,648
26
6
16
13,892
10
12,108
26
7
12
12,652
14
13,348
26
8
8
11,367
18
14,633
26
9
9
11,235
17
14,765
26
10
8
7,458
18
18,542
26
Classification Table
a
Predicted firm Observed Step 1
firm
Non-Fraud
Percentage Fraud
Correct
Non-Fraud
99
31
76,2
Fraud
69
61
46,9
Overall Percentage
61,5
a. The cut value is ,500
150
Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
ROA
-,344
1,096
,099
1
,753
,709
,083
6,074
BDOUT
2,883
1,209
5,685
1
,017
17,868
1,670
191,142
-21,275
20073,467
,000
1
,999
,000
,000
.
20,094
20073,467
,000
1
,999
532922326,916
AUDREPORT Constant
a. Variable(s) entered on step 1: ROA, BDOUT, AUDREPORT.
Correlation Matrix Constant Step 1 Constant
ROA
BDOUT
AUDREPORT
1,000
,000
,000
-1,000
ROA
,000
1,000
,071
,000
BDOUT
,000
,071
1,000
,000
-1,000
,000
,000
1,000
AUDREPORT
6. Hasil Uji Analisis Regresi Logistik (ineffective monitoring) Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 260
100,0
0
,0
260
100,0
0
,0
260
100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Non-Fraud
0
Fraud
1
151
Block 0: Beginning Block
a,b,c
Iteration History
Coefficients Iteration Step 0
-2 Log likelihood 1
Constant
360,437
,000
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 360,437 c. Estimation terminated at iteration number 1 because parameter estimates changed by less than ,001. Classification Table
a,b
Predicted firm Observed Step 0
firm
o fraud
Percentage fraud
Correct
o fraud
0
130
,0
fraud
0
130
100,0
Overall Percentage
50,0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. ,000
Wald
,124
df
,000
Sig. 1
1,000
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
bdout
Overall Statistics
152
df
Sig.
5,676
1
,017
5,676
1
,017
Exp(B) 1,000
Block 1: Method = Enter
a,b,c,d
Iteration History
Coefficients Iteration Step 1
-2 Log likelihood
Constant
bdout
1
354,629
-1,073
2,666
2
354,616
-1,125
2,802
3
354,616
-1,125
2,802
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 360,437 d. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than ,001. Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
5,821
1
,016
Block
5,821
1
,016
Model
5,821
1
,016
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
354,616
a
,022
,030
a. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than ,001. Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square
df
8,960
153
Sig. 4
,062
Block 1: Method = Enter Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test firm = o fraud Observed Step 1
firm = fraud
Expected
Observed
Expected
Total
1
7
6,262
3
3,738
10
2
73
71,190
57
58,810
130
3
19
16,745
14
16,255
33
4
4
2,405
1
2,595
5
5
19
27,611
45
36,389
64
6
8
5,787
10
12,213
18
Classification Table
a
Predicted firm Observed Step 1
firm
Percentage
o fraud
fraud
Correct
o fraud
99
31
76,2
fraud
74
56
43,1
Overall Percentage
59,6
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
BDOUT
2,802
1,202
5,437
1
,020
16,485
Constant
-1,125
,497
5,129
1
,024
,325
a. Variable(s) entered on step 1: BDOUT.
Correlation Matrix Constant Step 1
BDOUT
Constant
1,000
-,968
BDOUT
-,968
1,000
154
Lower 1,563
Upper 173,820
7. Hasil Uji Analisis Diskriminan (cross-validation method) Analysis Case Processing Summary Unweighted Cases
N
Valid Excluded
Percent 260
100,0
0
,0
0
,0
0
,0
0
,0
260
100,0
Missing or out-of-range group codes At least one missing discriminating variable Both missing or out-of-range group codes and at least one missing discriminating variable Total
Total
Group Statistics Valid N (listwise) firm
Unweighted
Weighted
Non-fraud
BDOUT
130
130,000
fraud
BDOUT
130
130,000
Total
BDOUT
260
260,000
Classification Statistics Classification Processing Summary Processed Excluded
260 Missing or out-of-range group codes At least one missing discriminating variable
Used in Output
0
0 260
155
Prior Probabilities for Groups Cases Used in Analysis firm
Prior
Unweighted
Weighted
Non-Fraud
,500
130
130,000
Fraud
,500
130
130,000
Total
1,000
260
260,000
Classification Results
a,c
Predicted Group Membership firm Original
Count
%
Cross-validated
b
Count
%
Non-Fraud
Fraud
Total
Non-Fraud
99
31
130
Fraud
74
56
130
Non-Fraud
76,2
23,8
100,0
Fraud
56,9
43,1
100,0
Non-Fraud
99
31
130
Fraud
74
56
130
Non-Fraud
76,2
23,8
100,0
Fraud
56,9
43,1
100,0
156
Lampiran 3: Surat Penelitian
157
158
159
160