MODEL PENANGKARAN RUSA1) Oleh : R. Garsetiasih2) dan Mariana Takandjandji2) ABSTRAK Rusa merupakan satwa liar yang mempunyai potensi ekonomi karena dapat menghasilkan daging, kulit, dan velvet (tanduk muda). Populasi rusa di alam mengalami penurunan karena adanya perburuan liar yang tidak terkendali dan rusaknya habitat. Untuk menghindari kepunahan dan sekaligus memanfaatkan rusa secara optimal dan berkelanjutan dapat dilakukan melalui penangkaran (konservasi ex-situ). Penangkaran rusa dapat dilakukan dalam skala kecil (sistem/ model kandang) khususnya untuk masyarakat sekitar hutan dalam rangka peningkatan pendapatannya dan penangkaran skala besar dapat dilakukan dengan sistem ranch. Penangkaran rusa mempunyai prospek karena rusa mudah beradaptasi dengan lingkungan di luar habitat alaminya, mempunyai tingkat produksi dan reproduksi yang tinggi. Dalam pembangunan penangkaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu komponen habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), dan ruang. Kata kunci : Rusa, penangkaran, sistem kandang, habitat, produksi, reproduksi I. PENDAHULUAN Jenis fauna atau satwa liar telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti pemanfaatan berupa daging untuk kebutuhan protein hewani, sebagai hewan peliharaan, obyek wisata serta sebagai hewan percobaan biomedis dan obat-obatan. Salah satu satwa liar yang mempunyai potensi nilai ekonomi atau komersil yaitu rusa, karena rusa dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging, kulit, dan tanduk. Tanduk muda (velvet) yang sudah dikeringkan harganya dapat mencapai US $ 120 per kg. Rusa di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dibudidayakan terdiri dari beberapa jenis yaitu Cervus timorensis yang terdiri dari delapan sub spesies, Cervus unicolor dua sub spesies, dan Axis-axis (rusa totol), jenis rusa yang berasal dari India yang sekarang berkembang baik di Istana Bogor. Rusa dapat dijadikan alternatif sumber ekonomi masyarakat sekitar hutan dengan cara pengembangan penangkaran atau budidayanya, karena produk yang dihasilkan rusa semuanya mempunyai nilai ekonomi dan pasar bagi produk yang dihasilkan juga tersedia. Rusa juga mempunyai nilai estetika yang dapat dijadikan satwa peliharaan untuk kesenangan dan sebagai satwa pajangan dalam taman, terutama untuk rusa totol (A. axis) dan rusa timor (C. timorensis). King (1966) dalam Bailey (1984) menyatakan bahwa nilai komersial dari satwa liar merupakan nilai kapital yang diperoleh dari penjualan individu beserta produk-produk yang dihasilkan termasuk produk wisata (jasa). Status rusa di Indonesia hingga saat ini masih merupakan satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Hal ini disebabkan oleh populasi rusa di alam semakin menurun sebagai akibat adanya perburuan liar untuk berbagai 1 Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. 2 Peneliti pada Kelti Konservasi Sumberdaya Alam, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 kepentingan, karena selama ini pemenuhan kebutuhan satwa termasuk rusa masih dilakukan dengan cara menangkapnya dari alam (kawasan hutan termasuk kawasan konservasi), selain itu disebabkan oleh rusaknya habitat sebagai dampak eksploitasi hutan. Dalam rangka menyelamatkan populasi rusa dari kepunahan perlu dilakukan suatu usaha melalui konservasi ex-situ dengan tujuan untuk pemanfaatan secara lestari, baik sebagai satwa konsumsi, obyek wisata maupun satwa percobaan. Berdasarkan latar belakang tersebut sudah dilakukan beberapa kegiatan penelitian dalam rangka mendapatkan model atau teknik penangkaran rusa untuk pemanfaatannya secara optimal berlandaskan konservasi (pemanfaatan yang lestari). II. HABITAT, POTENSI, DAN PENYEBARAN POPULASI RUSA A. Habitat Habitat alami rusa terdiri atas beberapa tipe vegetasi seperti savana yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang tidak terlalu rapat untuk tempat bernaung (istirahat), kawin, dan menghindarkan diri dari predator. Hutan sampai ketinggian 2.600 meter dpl dengan padang rumput merupakan habitat yang paling disukai oleh rusa terutama jenis C.timorensis, kecuali C. unicolor yang sebagian besar aktivitas hariannya dilakukan pada daerah payau. Habitat rusa di Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur terdiri dari vegetasi hutan mangrove yang didominasi oleh Rhizophora mucronata, Bruguiera parviflora, dan Sonneratia alba, dan vegetasi daratannya didominasi oleh jenis lontar (Borrasus flabelifer) dan cemara (Casuarina equisetifolia) dengan tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Microlaena stipoides, Desmodium capitatum, Paspalum scrobiculatum dan Imperata cylindrica. Habitat rusa di Pulau Moyo Nusa Tenggara Barat vegetasinya terdiri dari jenis Tamarindus indica, Albizia lebbec, Sterculia oblongata, vitex pubescens, Zizyphus celtifolia, pterospermum javanicum, Scleichera oleosa, dan Callophylum soulateri. Adapun strata tajuk paling bawah pada ketinggian antara 3-5 m yaitu jenis Schoutenia ovana, Streblus asper, Ervatania sphaerocarpa, Strychnos lucida, Randia dumetorum, cerbera mangs, dan Alstonia spectabilis. Pakan merupakan komponen habitat yang paling penting, ketersediaan pakan berhubungan erat dengan perubahan musim, biasanya di musim hujan pakan berlimpah sedangkan di musim kemarau pakan berkurang. Makanan pokok rusa ada-lah hijauan berupa daun-daunan dan rumput-rumputan yang ketersediaannya kadang-kadang terbatas terutama di penangkaran sehingga dibutuhkan pakan tambahan. Rusa dalam melakukan aktivitas harian sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari makan dan istirahat. Pada habitat alami, tempat yang menyediakan sumber pakan adalah savana. Jenis hijauan pakan yang biasa dimakan rusa di habitat alaminya dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis hijauan pakan yang diberikan di penangkaran biasanya rumput unggul, dan beberapa jenis rumput lainnya (Tabel 2). Selain diberi jenis rumput dan hijauan daun, rusa di penangkaran diberi juga pakan tambahan berupa dedak padi dan jagung dengan maksud untuk meningkatkan gizi dan tingkat produksi dan reproduksi. Jenis rumput yang disukai rusa di penangkaran adalah Setaria dan Brachiaria decumbens sedangkan jenis hijauan 36
Model Penangkaran Rusa (R. Garsetiasih dan M. Takandjandji)
legum adalah turi (Sesbania glandiflora), lamtoro, dan daun pilang (Cassia leucophloea). Jumlah pakan yang dibutuhkan oleh satwa ruminansia adalah 10% dari berat tubuhnya, kebutuhan pakan rata-rata berat basah untuk rusa timor dewasa di penangkaran Kupang dan Bogor adalah 5 kg per ekor dan di penangkaran Sumbawa 4,42 kg per ekor. Tabel 1. Jenis hijauan pakan rusa timor di Pulau Moyo, Pulau Menipo, Pulau Ndana, dan Pulau Rinca Habitat/ Jenis hijauan Sumber ekosistem Bukan rumput Rumput Pulau Moyo Tamarindus indica A.ndropogon contortus Mukhtar, 1996 Ficus benyamina Eragrostis bahiensis Premn corymbosa Andropogon fastigiatus Streb Ius asper Pongamia pinnata Albizia lebbec Cerbera manghas Parasponia parvlfolia Phyllanthus emblica Pongamia pinnata Capparis sepiaria Zizyphus mauritiana Thespesia populnea Bauhinia malabarica Hibiscus tiliaceus Seleria lithosperma Ficus septica Pulau Menipo Borasus flabellifer Desmodium capitulum Garsetiasih, 1996 Micrilaena stipoides Paspalum scrobiculatum Imperata cylindrica Pulau Ndana Borasus flabellifer Eragrostis uniloides Garsetiasih et al., 1996 Remirea maritama Pollinia fulva Indigofera glanddulosa Mollugo pentaphyla Euphorbia reniformis Pulau Rinca Borasus flabellifer Botriochloa glaba Garsetiaih, 1997 (tidak Schleicera oleosa Setaria adhaerens dipublikasikan) Scoutenia ovata Choris barbata Heteropogon concortus
Penggunaan energi seekor rusa betina untuk keperluan metabolisme, berdiri, berlari, berjalan (1,63 km per hari), mencari makan, bermain dan memamah biak rata-rata 1.908 kcal, sedangkan seekor rusa jantan untuk berbagai aktivitas membutuhkan energi 1.907 kcal. Energi yang terkandung dalam hijauan (bahan kering) yang di-konsumsi rusa per ekor per hari yaitu 863 gram daun (per gram daun = 3,542 kcal) dan 107 gram (per gram rumput = 3,174 kcal) rumput, maka jumlah energi yang tersedia adalah 3.381 kcal (Mukhtar, 1996). B. Potensi dan Penyebaran Rusa Penyebaran rusa timor (C. timorensis) tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Sedangkan rusa sambar (C. unicolor) tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan (Schroder, 1976). Penyebaran spesies cervus di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. 37
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 Tabel 2. Jenis hijauan pakan rusa di lokasi penangkaran No. 1
Lokasi penangkaran Kupang
2
Haurbentes Bogor
3
Ciwidey Bandung
4
Kebun Raya Bogor
Jenis hijauan pakan Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput raja (Pennisetum purpuphoides) Rumput setaria (Setaria sphacelata) Rumput benggala (Panicum maximum) Turi (Sesbania grandiflora) Lamtoro (Leucaena leucocephalla) Kabesak (Acacia leucophloea) Beringin (Ficus benjamina) Rumput sulanjana (Hierochloe horsfieldii) Rumput pait (Paspalum conyugatum) Daun nampong (Clibadium surinamense) Alang alang (Imperata cilindrica) Seuhang (Ficus grossularioides) Bayondah (Isachne globosa) Ilat ( Carex baccans) Bayondah (Isachne globosa) Lampuyang (Panicum repens) Lameta (Leersia hexandra) Rumput pait (Axonophus compressus) Paparean (Carex remota) Antanan (Centela asiatica) Rumput pait (Axonopus compressus) Dom doman (Chrysopogon aciculatus) Rumput raja (Zoysia matrella) Antanan (Centela asiatica)
Sumber: Garsetiasih (2002, 2004), Takandjandji (2000)
Gambar 1. Penyebaran rusa di Indonesia (Schroder, 1976) Keterangan : 1. C. u. equinus (Curier, 1823) 2. C. u. brookei (Hose, 1893) 3. C. t. russa (Mul. & Schi, 1844) 4. C. t. floresiensis (Heude, 1896) 5. C. t. timorensis (Blainv, 1822)
38
6. C. t.djonga (Bemmel, 1949) 7. C. t.moluccenssis (Muller, 1836) 8. C. t.renschi (Sody, 1933) 9. C. t.laronesiotes (Bemmel, 1949) 10. C. t. macasaricus (Heude, 1896)
Model Penangkaran Rusa (R. Garsetiasih dan M. Takandjandji)
Populasi rusa khususnya rusa timor di alam pada tahun 1990-an relatif masih banyak, seperti di Taman Nasional (TN) Komodo khususnya Pulau Rinca populasinya mencapai 11.282 individu (Garsetiasih, 1997. Di Pulau Menipo dengan luas 581 ha populasinya 632 individu (Sutrisno, 1993). Di Pulau Rumberpon yang di dalamnya terdapat taman buru dengan luas 420,66 ha terdapat populasi rusa sekitar 662 individu (Faten, 2002). Selanjutnya di Suaka Margasatwa Wasur Merauke Papua populasi rusa diperkirakan mencapai 70.000 individu (Garsetiasih, 2000). Tingginya populasi rusa dapat dimanfaatkan secara lestari melalui kegiatan atau wisata berburu dengan sasaran individu yang tua dan tidak produktif, kegiatan tersebut untuk menekan perburuan liar yang semakin marak, seperti yang terjadi di wilayah Kalimantan Timur diperkirakan 5.000 individu setiap tahunnya rusa sambar diburu secara liar (Semiadi, 2002). Berdasarkan data jumlah populasi tersebut potensi populasi rusa termasuk cukup tinggi. Populasi tersebut belum termasuk populasi rusa yang terdapat di penangkaran-penangkaran atau kebun binatang yang dikelola oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Selain rusa timor, potensi populasi rusa totol yang ada di Kebun Raya Bogor juga cukup tinggi. Dengan luas 20 ha, jumlah populasinya sebanyak 759 individu (Garsetiasih, 2004). III. PROSPEK EKONOMI RUSA Rusa mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sebagai satwa penghasil daging, kulit, dan tanduk. Harga jual daging rusa di Malaysia mencapai RM 30 per kg, harga velvet mencapai RM 3.000 per kg, sedangkan harga daging sapi hanya RM 10 per kg (Semiadi, 2002). Daging rusa banyak diminati karena mempunyai kelebihan dibanding daging sapi, daging rusa berserat halus dan kandungan lemak dan kolesterolnya rendah. Di Indonesia khususnya Jakarta terdapat 7,14% restoran yang menyediakan daging rusa, masakan disajikan dalam bentuk sate dan steak. Berdasarkan hasil penelitian diketahui 17,86% restoran yang ingin menyediakan daging rusa, daging rusa tersebut didapatkan dari luar negeri (Mukhtar, 2002). Di beberapa tempat seperti Bogor tanduk rusa tua yang telah dijadikan hiasan harganya Rp 250.000,- sampai Rp 750.000,- (Garsetiasih, 2000). IV. REPRODUKSI DAN PRODUKSI A. Reproduksi Dilihat dari segi reproduksi, rusa termasuk satwa liar yang produktif, masa reproduksi rusa dimulai dari umur 1,5 tahun sampai 12 tahun, rusa dapat bertahan hidup antara umur 15-20 tahun. Anak rusa umur 4 bulan dapat mencapai bobot badan 17,35 kg untuk jantan dan Tabel 3. Data performans reproduksi rusa timor di 16,15 kg betina. Data performans penangkaran reproduksi rusa timor di penangReproduksi Umur Umur pubertas 8 bulan; 8,1 bulan karan seperti pada Tabel 3. Siklus berahi Lama berahi Umur perkawinan rusa dara Musim kawin Musim melahirkan Lama bunting Jumlah anak per kelahiran Umur penyapihan Ratio seks jantan: betina Natalitas Mortalitas
20 hari 2 hari 12 bulan; 15,2 bulan Januari September 8,3 bulan 1 ekor 4 bulan 1: 2 96,07% 17,25%
Rusa pada umur satu sampai dua tahun sudah dapat bereproduksi, dengan lama bunting antara 7,5 bulan sampai 8,3 bulan. Bila ditangani secara intensif satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting lagi
Sumber: Takandjandji (1993) 39
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 terutama bila dilakukan penyapihan dini pada anak yang dilahirkan, sedangkan umur sapih anak rusa secara alami yaitu 4 bulan. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu ekor. Di dalam penangkaran rusa, dianjurkan jumlah betina lebih banyak dibanding jantan karena satu ekor rusa jantan dapat mengawini empat ekor betina. Laju pertumbuhan populasi pada penangkaran rusa dengan sistem ranch lebih cepat yaitu 50% per tahun jika dibandingkan dengan pe-nangkaran skala kecil dengan sistem kandang. B. Produksi Berat hidup rusa sambar liar jantan dapat mencapai 250 kg dan yang betina sekitar 165 kg, berat karkas rusa sambar jantan dewasa 95 kg untuk betina dewasa dan 125 kg untuk jantan dewasa (Semiadi, 2002). Rata-rata berat karkas rusa timor di penangkaran dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Berat badan dan berat karkas rusa di penangkaran dengan sistem ranch lebih besar dibanding pada sistem kandang. Berat badan rata-rata rusa timor jantan dewasa dalam mini ranch umur 8 tahun dapat mencapai berat badan 70 kg dengan berat karkas 31 kg, sedangkan berat badan rusa umur 12 tahun pada penangkaran sistem kandang skala kecil beratnya sebesar 31,5 kg dengan berat karkas 14 kg (Tabel 4 dan Tabel 5). Tabel 4. Rata-rata karkas rusa timor di penangkaran Oilsonbai (sistem kandang) Hasil pengukuran/penimbangan Jenis Sebelum disembelih Berat setelah disembelih (kg) Umur kelamin Karkas Jeroan Kepala, BH PB LD TP Kulit kaki (kg) (cm) (cm) (cm) Isi Tulang Usus Hati, dll Jantan a. Dewasa 5 th 23,0 65,2 64,5 71,0 4,5 5,5 2,5 1,5 5,0 2,0 b. Anak 5 bl 14,5 61,0 59,5 60,1 3,0 3,5 1,5 1,0 2,5 1,0 Betina a. Dewasa 12 th 31,5 71,0 74,3 68,0 6,0 8,0 3,5 2,0. 6,5 2,0 b. Anak 1,5 th 20,0 63,2 60,4 61,5 4,0 5,0 2,0 1,5 4,0 1,0 Keterangan : BH = Berat hidup; PB = Panjang badan; LD = Lingkar dada; TP = Tinggi pundak; Rata-rata BH rusa dewasa =23,0 kg dan setelah disembelih 21,0 kg. Berarti kekurangan 2,0 kg yaitu berat darah yang tidak tertimbang ditambah dengan air. Rata-rata berat karkas pada rusa dewasa adalah 10,0 kg atau 43,5% dari berat hidup. Perbandingan antara daging dan tulang pada karkas sebesar 1 : 1,2. Tabel 5. Rata-rata karkas rusa timor di penangkaran Soe (sistem ranch) Hasil pengukuran/penimbangan Jenis Sebelum disembelih Berat setelah disembelih (kg) Umur kelamin Karkas Jeroan BH PB LD TP Kepala Kulit (kg) (cm) (cm) (cm) Isi Tulang Usus Hati, dll kaki Jantan a. Dewasa 8 th 70,0 117,7 97,7 90,0 12,8 18,2 9,7 4,0 16,2 4,0 b. Anak 1,5 th 32,5 90,1 87,0 85,6 6,0 8,5 4,5 2,0 7,0 2,0 Betina a. Dewasa 3 th 36,0 95) 90,0 74,0 6,5 9,5 4,0 2,0 9,0 2,0 b. Anak 1,5 bl 30,0 85,0 82,1 70,2 5,5 8,0 3,75 1,75 6,5 2,0 Keterangan: Rata-rata BH rusa dewasa =70,0 kg dan setelah disembelih 64,9 kg. Berarti kekurangan 5,1 kg yang berasal dari isi rumen dan darah yang tidak tertimbang. Berat karkas 31,0 kg atau 44,3 % dari berat hidup. Perbandingan daging dan tulang pada karkas adalah 1 : 1,4.
40
Model Penangkaran Rusa (R. Garsetiasih dan M. Takandjandji)
V. MODEL PENANGKARAN RUSA A. Pemilihan Lokasi Lokasi penangkaran harus berada pada tempat yang tenang, aman dari gangguan predator, mudah dicapai, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau, tersedia air sepanjang tahun dan permukaan tanahnya jangan berbatu, akan lebih baik bila di sekitarnya terdapat lapangan perumputan. Topografi rata sampai bergelombang ringan, luas lahan minimal 1 ha atau sesuai kebutuhan, tersedia pohon-pohon peneduh atau semak-semak. B. Model Kandang Pengelolaan rusa melalui penangkaran atau budidaya tidak terlalu sulit, sistem pemeliharaan dapat menggunakan beberapa model kandang. Bila lahan terbatas dapat digunakan kandang yang menyerupai kandang kambing, dengan model kandang panggung, ukuran kandang untuk satu individu 1,5 x 2 m. Dinding dan lantai dapat menggunakan bahan dari bambu dan atap dari alang-alang (Gambar 2). Sistem pemeliharaan dengan model kandang panggung biasanya digunakan untuk penangkaran/budidaya skala kecil (2 pasang). Bila lahan, dana, dan tenaga memungkinkan penangkaran dapat menggunakan sistem ranch (Gambar 3), yaitu rusa dilepas dalam areal terbuka yang sekelilingnya dipagari, luas areal tergantung ketersediaan lahan; idealnya untuk 10 individu rusa dibutuhkan 1 ha.
Gambar 2. Sistem kandang panggung
Gambar 3. Sistem ranch
Di dalam ranch harus terdapat tempat bernaung, baik secara alami berupa pohon dan semak maupun naungan buatan seperti selter yang atapnya dapat terbuat dari injuk, alang-alang atau pun seng. Dengan luasan tersebut biasanya rusa tetap harus diberi rumput dari luar dan pakan tambahan terutama pada musim 41
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 kemarau. Bila dalam ranch ketersediaan pakan cukup, rusa tidak usah diberi rumput dari luar tetapi pakan tambahan berupa konsentrat seperti jagung dan dedak tetap harus diberikan. Untuk mencukupi kebutuhan pakan pada musim kemarau harus dibuat kebun rumput dengan jenis rumput yang unggul dan dipanen secara bergiliran (rotasi). Selain kandang pemeliharaan di dalam penangkaran dibutuhkan juga kandang lain yang biasa disebut yard. Dinding yard terbuat dari bahan berupa papan yang tertutup rapat, atap terbuat dari seng atau alangalang, dan lantai dari semen. Kandang ini berbentuk lonjong yang digunakan untuk perawatan rusa sudah benar sebagai tempat bagi rusa yang sedang bunting atau melahirkan, dan dapat juga digunakan Gambar 4. Yard (kandang isolasi dan adaptasi) sebagai kandang adaptasi (Gambar 4). C. Bangunan Peneduh/Selter Bangunan ini berfungsi sebagai tempat berteduh karena mempunyai atap dan dinding, dengan maksud untuk menghindari terpaan air hujan. Bangunan ini sangat diperlukan dalam penangkaran rusa sistem ranch, apalagi bila di dalam ranch tersebut vegetasi pohonnya tidak rapat atau jarang. Atap bangunan peneduh dapat menggunakan alang-alang/rumbia atau seng. Sarana dan pra-sarana lain yang harus diperhatikan dalam suatu penangkaran yaitu : 1. Pagar Pagar dibuat mengelilingi areal penangkaran, dengan bahan yang terdiri dari tiang pagar (besi siku, beton, atau pagar hidup) dan kawat (harmonika/ram, dan kawat duri). Tinggi tiang pagar minimum 2,5 m dari permukaan tanah, ditanam 5075 cm dengan pondasi beton dan ujung bagian atas dibengkokkan sepanjang 0,5 m dan diberi kawat duri sebanyak 3-4 baris. Jarak antar tiang pagar maksimal 2,0 m. Selain itu, tiang pagar yang berasal dari pohon hidup, ditanam di sekitar pagar setinggi 2,5 m dari permukaan tanah dengan diameter batang minimum 10 cm dan ditanam 50-75 cm. Pohon hidup tersebut ditanam di antara tiang besi siku, untuk membantu penguatan pagar. 2. Areal Pengembangan Pakan Areal pengembangan pakan merupakan salah satu sarana yang sangat penting di dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan satwa sangat tergantung oleh pakan. Luas lahan yang dibutuhkan untuk memelihara/menangkarkan rusa sebanyak 11 ekor adalah ± 0,3 ha. Kebutuhan lahan ini didekati dengan cara mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor rusa dewasa dengan jumlah rata-rata produksi pakan dalam 1 ha. Sementara 1 ha areal penanaman pakan yang apabila dikelola secara intensif dan berada pada daerah basah dengan irigasi yang baik, akan menghasilkan 270.000 kg/ha/tahun (Reksohadiprodjo, 1982). Sedangkan untuk daerah kering biasanya produksi rumputnya hanya setengahnya. Areal pengembangan pakan harus dikelola secara intensif untuk menjaga kualitas dan kuantitas jenis pakan.
42
Model Penangkaran Rusa (R. Garsetiasih dan M. Takandjandji)
3. Tempat Makan Makanan yang diberikan pada rusa berupa hijauan segar dan makanan tambahan yakni dedak. Tempat makan yang digunakan berbentuk palungan berukuran panjang 1,5-2,0 m dan lebar 0,5 m atau dapat pula berbentuk bulat segi 6 berukuran diameter 50-75 cm dengan tinggi 30 cm dari atas permukaan tanah. Bahan yang digunakan untuk membuat tempat makan ini terdiri dari papan, kayu, atau seng polos/licin. Tempat makan diletakkan di tengah atau di sudut kandang dan diusahakan setiap kandang terdapat 1 buah tempat makan. 4. Tempat Minum Rusa memerlukan air untuk minum dan berkubang. Oleh karena itu, air tersebut sebaiknya selalu bersih dan sering diganti. Pada musim kawin, rusa jantan sangat menyenangi air sebagai tempat berkubang sambil meraung-raung dan mengejar betina. Tempat minum yang digunakan berbentuk bak tembok persegi panjang berukuran 1,0 x 0,5 x 30,0 cm yang dibenamkan ke dalam tanah atau berbentuk kolam dilengkapi dengan pembuangan. Bentuk ini dapat menghindari rusa jantan yang sering menanduk terutama apabila memasuki musim kawin. Letak tempat minum bisa di tengah atau di sudut kandang dan setiap kandang diusahakan terdapat 1 tempat minum. 5. Jalan Kontrol Jalan kontrol berfungsi untuk pengontrolan dan pemberian pakan. Lebar jalan kontrol adalah 1,5-2,0 m dan sebaiknya terletak di sepanjang pinggir kandang. 6. Saluran Air Air diperlukan untuk mengairi pakan, pemeliharaan kandang, dan rusa. Suatu penangkaran sebaiknya mempunyai bak penampung dan menara air lengkap dengan generator. 7. Gudang dan Peralatan Bangunan ini berfungsi untuk menyimpan peralatan dan perlengkapan penang-karan, pemeliharaan pakan (alat pertanian), pakan, dan obat-obatan. VI. TEKNIK PEMELIHARAAN Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penangkaran rusa antara lain pengelompokan rusa, penyapihan anak, kesehatan, dan penandaan/pemberian nomor/ tagging. A. Pengelompokan Rusa Pemeliharaan rusa harus dikelompokkan berdasarkan status fisiologi yakni jantan dan betina yang telah siap kawin, jantan yang belum siap kawin (baru disapih), betina yang belum siap kawin (baru disapih), betina yang sedang bunting, betina yang melahirkan, dan rusa yang sakit. Pengelompokan rusa bermanfaat untuk memudahkan dalam pemberian pakan sesuai kebutuhan, memudahkan dalam pengaturan perkawinan, menjaga pejantan agar tidak mengganggu rusa yang lain, keamanan bagi induk yang bunting dalam proses kelahiran, ketenangan bagi induk yang menyusui dalam merawat anak, menghindari perkawinan sebelum waktunya, memperoleh kesempatan makan bagi rusa yang baru disapih, dan memudahkan penanganan bagi rusa yang sakit.
43
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 B. Penyapihan Rusa Penyapihan anak rusa juga perlu diperhatikan yaitu di mana induk betina harus bersatu dengan anak sampai berumur 4 bulan, agar anak rusa mendapat air susu lebih banyak. Penyapihan sebelum berumur 4 bulan, misalnya ditinggal mati oleh induk, diperlukan penambahan air susu dari luar dengan menggunakan dot atau sendok. Setelah disapih, pemeliharaan tetap terpisah antara jantan dan betina untuk menghindari kemungkinan terjadi perkawinan lebih awal. C. Kesehatan Kesehatan rusa merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius agar produktivitas rusa semakin meningkat. Berdasarkan pengalaman, kematian dalam penangkaran lebih banyak terjadi pada musim hujan yakni pada anak rusa (27 %) dan rusa dewasa (9%). Penyakit yang sering menyerang pada musim hujan adalah pneumonia (radang paru-paru) sebagai akibat kandang yang becek dan lembab. Sedangkan kematian pada rusa dewasa lebih banyak disebabkan oleh faktor makanan, lingkungan, dan stress akibat penanganan. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sanitasi lingkungan kandang, pemberian pakan yang memenuhi standar gizi, memperbaiki teknik penanganan, dan vaksinasi, serta pemberian obat sesuai jenis penyakit dan anjuran medis. D. Penandaan (Tagging) Penandaan atau pemberian nomor pada rusa merupakan hal penting dalam manajemen penangkaran. Penandaan sebaiknya dilakukan sebelum anak rusa disapih. Tujuan penandaan atau pemberian nomor adalah untuk mengetahui silsilah (pedigree), umur, memudahkan dalam pengontrolan, memudahkan dalam pengenalan individu, dan untuk memudahkan pengaturan perkawinan. Cara pemberian nomor pada rusa dilakukan dengan cara nomor ditulis pada potongan plastik yang tebal atau papan dengan menggunakan paku/kawat agar tidak mudah hilang. Kemudian potongan tersebut digunting/dipotong, dan digantung pada leher rusa dengan menggunakan tali tambang berdiameter 5 mm lalu dimasukkan ke dalam selang berukuran 2 dim. Penulisan nomor menggunakan 4-5 angka. Angka pertama menunjukkan tahun kelahiran; angka kedua dan ketiga adalah bulan kelahiran; angka keempat menunjukkan nomor induk (angka akhir saja); dan angka kelima merupakan nomor urut anak. Contoh nomor 3223, yaitu 3 menunjukkan rusa lahir pada tahun 2003; 2 menandakan bulan Pebruari; 2 menandakan induk yang melahirkan mempunyai nomor berakhiran 2; dan 3 berarti induk tersebut telah melahirkan sebanyak 3 kali. E. Pemeliharaan Kebun Pakan Pemeliharaan pakan harus sering dilakukan agar memperoleh pakan yang baik dan selalu tersedia secara kontinyu sepanjang musim, dengan cara pembersihan, pengolahan tanah, pemupukan, pendangiran, dan penyiraman. Pembersihan rumput liar dan pendangiran dilakukan 3 bulan sekali sedangkan pengolahan tanah dan pemupukan dilakukan 1 tahun sekali.
44
Model Penangkaran Rusa (R. Garsetiasih dan M. Takandjandji)
F. Teknik Pemberian Pakan Pemberian pakan segar (hijauan) pada rusa didasarkan pada bobot badan rusa, dengan perhitungan 10 % x bobot badan x 2. Maksud dikalikan 2 yakni diperhitungkan dengan jumlah hijauan yang tidak dimakan karena sudah tua, tidak disenangi, kotor karena terinjak-injak, dan telah bercampur dengan urine/faeces. Contoh : bila bobot badan seekor rusa dewasa 50 kg akan membutuhkan pakan segar sebanyak 10% x 50 kg x 2 = 10 kg/hari. Pemberian pakan selalu disertai dengan pemberian garam sebagai perangsang nafsu makan dan untuk memenuhi kebutuhan mineral. Pemberian pakan dilakukan dengan cara pengaritan di mana hijauan dipotong lalu diberikan pada rusa dalam kandang, baik musim hujan maupun musim kemarau. Namun hal ini tergantung pada sistem penangkaran yang digunakan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali dalam sehari (pagi, siang, dan sore) sedangkan pemberian pakan tambahan berupa dedak padi diberikan 3 kali dalam seminggu, sebanyak 0,5 kg/ekor. VII. TEKNIK PEMINDAHAN A. Penangkapan Rusa Cara menangkap rusa agar tidak menimbulkan cedera pada petugas dan rusa itu sendiri, antara lain dengan menjepit leher dengan tangan kanan, ke dua mata ditutup menggunakan tangan kiri agar dapat mengurangi stress; sementara petugas lainnya memegang kedua pangkal paha dari arah samping. Penangkapan ini membutuhkan tenaga 2-3 orang dan pada rusa jantan yang mempunyai tanduk kokoh atau sempurna, harus mendapat perhatian yang lebih serius karena sangat galak dan liar. B. Pengangkutan Rusa Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan rusa adalah apabila jarak pengangkutan sangat jauh dan membutuhkan waktu yang lama, sebaiknya menggunakan peti/kandang berbentuk persegi empat. Satu buah peti/kandang berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 m, berisi 1 ekor rusa. Peti/kandang terbuat dari kayu/ papan/triplek yang tertutup rapat agar rusa tidak stress tetapi harus mempunyai lubang udara. Pembuatan peti/kandang diusahakan agar rusa dapat berdiri tegak. Selama dalam perjalanan, rusa harus diberi makan dan minum, bila memungkinkan diberi obat anti stress. Selain itu pengangkutan rusa dapat juga mengguna-kan bius dengan dosis yang sesuai dengan ketentuan. Sebaiknya pengangkutan rusa dilakukan pada sore atau malam hari, agar rusa tidak kepanasan. VIII. KESIMPULAN 1. Rusa mempunyai adaptasi yang tinggi dengan lingkungannya sehingga mudah untuk ditangkarkan. 2. Secara ekonomi penangkaran rusa mempunyai prospek yang bagus, karena rusa dapat menghasilkan daging, kulit, dan tanduk; dan pasar bagi produk tersebut tersedia. 3. Rusa termasuk satwa yang produktif karena dapat bereproduksi setiap tahun dan mempunyai tingkat produksi yang tinggi dengan persentase karkas yang lebih tinggi dibanding satwa lain.
45
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 4. Penangkaran rusa skala besar dapat menggunakan sistem ranch sedangkan pada skala kecil menggunakan sistem kandang. 5. Dalam mengawali penangkaran rusa selain diperlukan sarana dan prasarana juga perlu penanganan khusus dalam hal penangkapan dan pengangkutan ke tempat penangkaran. DAFTAR PUSTAKA Bailey, J.A. 1984. Principles of Wildlife Management. John Wiley & Sons. Inc., Canada. Dirjen PHPA. 1983. Pelestarian Satwaliar. Prossiding Seminar Satwaliar. Puslitbang Peternakan, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. Djuwantoko. 1986. Pemanfaatan Satwaliar di Hutan Tanaman Industri. Makalah Seminar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fatem, S.M. 2002. Rusa (Cervus timorensis) dan Prospek Pengembangannya di Papua. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga Penelitian IPB. Garsetiasih, R. 1996. Studi Habitat dan Pemanfaatannya bagi Rusa (Cervus timorensis) di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur. Tesis S2 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Garsetiasih, R., E. Sutrisno, dan H.T. Hutauruk. 1996. Karakteristik Vegetasi dan Populasi Rusa (Cervus timorensis) di Taman Buru Pulau Ndana Nusa Tenggara Timur. Buletin Penelitian Kehutanan I (2) : 52-57. Garsetiasih, R. 1997. Potensi Satwa Mangsa Komodo di Pulau Rinca TN. Komodo. Data Pribadi. Garsetiasih, R. 2000. Bioekologi Rusa Timor dan Peluang Pengembangan Budidayanya. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1 (1) : 21-32. Garsetiasih, R., N. Herlina. 2004. Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor. Mukhtar, A.S. 1996. Studi Dinamika Populasi Rusa (Cervus timorensis) dalam Menunjang Manajemen Taman Buru Pulau Moyo. Disertasi S3 Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mukhtar, A.S. 1997. Potensi dan Pengembangan Satwa Buru. Makalah disampaikan pada Diskusi Panel Pengembangan Wisata Buru. Mukhtar, A.S., E. Suita 2002. Kebutuhan Daging Rusa di Beberapa Restoran Jakarta. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga Penelitian IPB. Schroder, T. 1976. Deer in Indonesia. Nature Conservation Department. Agricultural University, Wageningen, Netherland. Semiadi, G. 2002. Potensi Industri Peternakan Rusa Tropik dan Non Tropik. Prosiding Seminar Bioekologi dan Konservasi Ungulata. Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga Penelitian IPB. Sutrisno, E. 1993. Population Ecology of the Javan Deer in Menipo Island, East Nusa Tenggara, Indonesia. Program S2 University of The Philippines Los Banos. Filiphina. Takandjandji, M. 1993. Pengaruh Perbedaan Manajemen terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Oilsonbai dan Camplong, NTT. Santalum Nomor 12. BPK Kupang. Takandjandji, M. dan R. Garsetiasih. 2002. Pengembangan Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) dan Permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. PSIH-IPB; Puslit Biologi; Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Bogor.
46