Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
MODEL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT AGRIBISNIS DI KAWASAN BANDUNGAN 1)
2)
3)
Lili Marliyah , Eko Heri Widiastuti , Sri Sayekti Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang bagaimana aksesibilitas kaum perempuan dalam bidang agribisnis dalam meningkatkan ketahan pangan di Kawasan Bandungan serta bagaimana kondisi social capital mempengaruhi aksesibilitas perempuan dalam bidang agribisnis di Kawasan Bandungan. Metode penelitian yang digunakan dalam tahap ini adalah metode penelitian kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposif sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara terstruktur, observasi dan dokumentasi. Untuk memeriksa keabsahan data dilakukan pengujian atau pengukuran validitas internal dan eksternal, serta menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pemberdayaan perempuan masih bersifat partial belum terintegasikan atau berkembang di lembaga/intitusi kemasyarakatan yang ada di Bandungan. Tingkat aksesibilitas perempuan dalam bidang agribisnis menonjol dalam beberapa kegiatan yaitu perawatan tanaman, memanen dan kegiatan pasca panen sampai kegiatan pemasaran. Aksesibilitas perempuan dalam sumberdaya dan pendapatan relatif seimbang, hanya pada pengelolaan pemanfaatan biaya produksi dan kebutuhan hidup lebih dominan perempuan. Akses pemanfaatan waktu luang bagi perempuan relatif rendah, karena dominasi kegiatan domestik. Struktur social capital masyarakat agribisnis di Kawasan Bandungan masuk dalam type outward looking, dilihat dari unsur kepercayaan, norma-norma dan jaringan antar individu, maka ukuran modal sosial atau social capital masyarakat di Kawasan Bandungan relatif besar. Model yang direkomendasikan yaitu suatu model pemberdayaan perempuan bidang agribisnis dengan penekanan pada penguatan dan revitalisasi kelembagaan atau institusi /social capital yang tumbuh dan berkembang, baik bidang ekonomi, social budaya, agama, dan politik, sehingga tercipta sistem koordinasi kelembagaan yang kondusif, partisipatif dan pasar bersaing bersahabat, sehingga diharapkan berpeluang meningkatkan aksesibilitas perempuan. Kondisi ideal yang terbentuk diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas perempuan agribisnis baik dalam aspek kegiatan atau aktifitas, sumberdaya, pendapatan, kepemimpinan dan waktu luang, sehingga keberdayaan perempuan dan ketahanan pangan dapat masyarakat meningkat. Kata Kunci : pemberdayaan, social capital
I. Latar Belakang Masalah Topografi wilayah Bandungnan berupa dataran rendah hingga pegunungan, dengan ketinggian tempat bervariasi yaitu 547 M–1.190 M di atas permukaan air laut, dengan jenis tanah incepticol yang berarti tanahnya subur dan potensial
untuk
pengembangan pertanian, bahkan hampir 60% lahannya diperuntukkan bagi usaha pertanian. Di samping itu, ketersediaan tenaga kerja cukup tinggi, sebab jumlah penduduk usia produktif
mencapai 55,56%, serta hampir 60 % pnduduknya
bermatapencaharian petani (UNDIP, 2003). Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk memperbaiki sistem agribisnis yang belum berdaya saing tinggi, mengurangi distorsi kelembagaan, memperbaiki bargaining position petani, mengurangi redundant dalam tata niaga pertanian dan memperbaiki tingkat farmer share yang rendah (Lili Marliyah, 1999). Apalagi pada masa sekarang Pemerintah Jawa Tengah saja MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
70
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
didatangkan 60.000 ton beras dari Vietnam (Suara Merdeka, 16 Maret 2007). Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan masyarakat masih relatif labil. Kebijakan pengembangan sistem pertanian yang sesuai dengan anatomi sosial ekonomi masyarakat yang terbentuk, menunjang terciptanya pembangunan pertanian yang tangguh untuk mencapai ketahanan pangan. Menurut Arifin (2004), upaya memperkuat basis pertanian dan sumber daya alam lain ditujukan untuk mencapai ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Tuntutan efisiensi dan pengembangan agribisnis dengan nilai tambah tinggi akan mewarnai pembangunan pertanian yang akan datang (Arifin, 2004). Pemberdayaan masyarakat petani di kawasan Bandungan yang merupakan sentra produksi hortikultura
(sayur, buah dan bunga) sebagai entrepreuneurship sejati
merupakan sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan dalam mendukung ketahanan pangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat petani melalui berbagai program pengembangan sistem agribisnis berdasarkan kajian historis sebagian besar dilakukan masih secara sektoral dengan pendekatan kelompok, selama ini belum memberikan hasil yang diharapkan. Upaya pengembangan sistem agribisnis dimaksud seperti Program Pengembangan Kawasan Sentra Produksi, Program Pengembangan Infrastruktur Pasar (STA-Jetis) dan Pengembangan Cold Storage, Program Pengembangan Penguatan Kelompok tani, masih banyak mengalami berbagai hambatan. Dalam pengembangan sistem agribisnis hortikultura pendekatan secara simultan diharapkan akan dapat meningkatkan katahanan pangan masyarakat. II. Tinjauan Pustaka Pemberdayaan menjadi strategi penting dalam meningkatkan peran dan peluang wanita dalam kehidupannya. Dalam pembangunan pertanian, pemberdayaan wanita tani merupakan proses transformasi yang lebih aplikatif untuk mampu menangkap berbagai perubahan alokasi sumber-sumber ekonomi,distribusi manfaat dan akumulasi dalam upaya meningkatkan produksi, pendapatan keluarga serta adopsi dan penyebaran teknologi (Roosganda Elizabeth,2007). Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan dan atau proses pemberian daya atau kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Kegiatan proses menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan. (Ambar Teguh S, 2004). Dalam konsep pemberdayaan masysrakat Winami (1998) mengemukakan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu : pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
71
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
(empowering), dan terciptanya kemadirian baik secara individu maupun kelompok masyarakat Indikator keberhasilan pelaksanaan program pemberdayaan mencakup: (1) berkurangnya
jumlah
penduduk
miskin;(2)
berkembangnya
usaha
peningkatan
pendapatan yang dilakukan penduduk miskin melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia; (3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok; (5) meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan. (Sumodiningrat, 1999). III. Metoda Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan secara keseluruhan tahapan penelitian sebanyak 2 tahapan (2 tahun) yaitu menggunakan desain studi kasus, terutama studi kasus bersifat deskriptif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan model Gender Frame Work Analysis (GFA) Maksud pendekatan ini adalah menggabungkan metode kualitatif
yang dikembangkan ke arah nalisis gender untuk
memperoleh informasi yang komprehensif, sistematis dan mendalam dari kasus yang diteliti. Penggunaan pendekatan kualitatif dianggap tepat untuk dapat mengungkap peran wanita dalam berbagai bidang pembangunan, dalam hal
ini bidang pengembangan
pertanian/agribisnis dan struktur social capital di Kawasan Bandungan. Pada
kegiatan
penelitian tahap awal (tahun ke-2) ini, pendekatan penelitian yang telah digunakan adalah pendekatan kualitatif, sedangkan jenis penelitiannya adalah survey intensif. Lokasi penelitian ditetapkan di enam desa yang termasuk Kawasan Bandungan yaitu Desa Bandungan, Desa Jetis, Desa Candi, Desa Kenteng dan Desa Duren dan Desa Banyukuning. Menurut perda Kabupaten Semarang nomor 3 tahun 2002, kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
Upaya
pengembangan tersebut sangat memerlukan data yang akurat tentang potensi masyarakat, khususnya data aksesibilitas kaum perempuan data tentang potensi social capital yang dimiliki masyarakat Kawasan Bandungan. Pada kegiatan penelitian ini yang menjadi anggota populasi adalah seluruh petani yang berdomisili di Kawasan Bandungan yang terdiri dari 5 desa sebanyak 34.053 orang. Dari jumlah populasi penelitian yang telah ditetapkan di atas, sejumlah informan kunci/key informan ditetapkan sebanyak 54 orang yang ditetapkan dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling yaitu sampel yang bertujuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan intrumen penelitian. Langkah trianggulasi data dapat dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data. Selain itu MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
72
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
pengecekan derajat kepercayaan dengan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Analisis data
menggunakan metoda analisis struktural. Analisis ini disamping
mampu mengungkapkan makna-makna atau simbol-simbol dalam masyarakat, juga dapat mengungkapkan logika-logika yang ada dibalik makna-makna tersebut.( Burhan Bungin, 2006 ).
IV. Hasil Dan Pembahasan A. Social Capital Masyarakat Agribisnis Kawasan Bandungan Parameter pengukuran modal ada tiga parameter pengkukur modal social yaitu : 1) Kepercayaan yaitu harapan yang tumbuh dalam suatu masyarakat berupa perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Masyarakat yang memiliki modal sosial yang baik ditandai dengan adanya lembagalembaga sosial yang kokoh, sehingga modal akan menciptakan kehidupan sosial yang harmonis; 2) Norma-norma meliputi pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama sekelompok orang. Sumber norma berasal dari agama, panduan moral maupun standar sekuler, misalnya kode etik professional yang lahir dan berkembang berdasarkan proses masa lalu untuk mendukung iklim kerja sama; 3) Jaringan-jaringan kerja sama antar manusia merupakan wujud dari infrastruktur dinamis dari modal sosial, yang memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi sehingga tumbuh kepercayaan dan memperkuat kerja sama. Jaringan tersebut digunakan untuk membangun interelasi yang kuat baik bersifat formal maupun informal. Penguatan perasaan kerjasama dan manfaat partisipasi para anggotanya dibangun melalui jaringan-jaringan sosial yang erat. Hasil penelitian dalam mengukur variabel modal sosial masyarakat Kawasan Bandungan menggunakan parameter atau indikator di atas, dilihat dari parameter kepecayaan bahwa struktur modal sosial cukup baik, mengingat lembaga-lembaga atau institusi kemasyarakatan yang ada ditopang oleh norma-norma social yang berlaku di masyarakat baik lembaga social tersebut bergerak dalam bidang ekonomi, sosial dan keagamaan. Dilihat dari bidangnya mayoritas lembaga kemasyarakatan yang jumlah dan frekuensi kegiatannya sering dilakukan adalah lembaga-lembaga bidang keagamaan, selanjutnya adalah bidang ekonomi, lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang seni budaya dan kelompok terakhir adalah lembaga sosial yang bergerak di bidang politik. Jika dari unsur social capital yaitu unsur norma, struktur yang lebih implementatif adalah jumlah lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang ekonomi, selanjutnya bidang keagamaan dan bidang sosial budaya, selanjutnya MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
73
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
adalah biadang poltik atau pemerintahan. Struktur social capital di lihat dari jaringanjaringan kerja sama antar manusia, maka struktur modal sosial dapat distratifikasi menurut bidang yaitu : Peringkat pertama adalah bidang sosial budaya, bidang ekonomi, bidang keagamaan dan yang terakhir adalah bidang politik.
B. Model
Pemberdayaan
Perempuan
Masyarakat
Agribisnis
di
Kawasan
Bandungan Berbasis Social Capital. Dari hasil pengumpulan dan olahan data penelitian dari berbagai sumber data menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan perempuan di lokasi penelitian belum dalam meningkatkan ketahanan pangan dapat dilakukan secara sinergis antara lembaga terkait yang berwenang untuk melakukan upaya pemberdayaan. Dalam hal ini upaya pemberdayaan perempuan harus menyentuh berbagai aspek dan tidak hanya besrsifat insidental melalui kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang lazim dilakukan oleh kaum perempuan saja, misalnya kelompok PKK dan arisan, namun memberdayakan
dan
meningkatkan
semua
kegiatan
terutama
yang
dapat
meningkatkan indikator-indikator social capital yang dimiliki masyarakat. Dalam hal ini upaya pemberdayaan memanfaatkan potensi modal sosial yang dimiliki masyarakat di Kawasan Bandungan. Kondisi social capital masyarakat cukup berpotensi sangat besar jika dimanfaatkan secara optimal dalam upaya pemberdayaan perempuan yang meliputi lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan
dalam berbagai bidang yaitu bidang
keagamaan, ekonomi, social bidaya dan politik. Model pemberdayaan perempuan masyarakat agribisnis yang telah divalidasi dalam kegiatan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
74
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
Kantor Pemberdayaan Perempuan
Sosial Ekonomi, kultural
Modal Sosial
masyarakat
(Social Capital) Desa Sampel (Bandungan, Jetis, Duren, Candi, Kenteng, Banyukuning )
Karakteristik demografi : Umur Pendidikan Mata Pencahrian Pendapatan Penguasaan lahan
Akses Dan Kontrol
Bidang Ekonomi Bidang Sosial Budaya
PEREMPUAN MASYARAKAT AGRIBISNIS Faktor Internal
Faktor Eksternal
Revitalisasi Kelembagaan Modal Sosial
Peningkatan Aksesibilitas, Amenitas, Aktivitas, inovasi teknologi, informasi pasar
Peningkatan Pendapatan Dan Ketahan Pangan
Umpan Balik
Gambar 1. Model Pemberedayaan Perempuan Masyarakat Agribisnis Berbasis Social Capital dalam meningkatkan Ketahanan Pangan. Diadaptasi dari Chorley dalam Hastuti , 2009
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
75
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
V. Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan Terjadinya perubahan sistem pertanian dari tradisional menjadi agaribisnis, telah mengakibatkan terjadinya proses komersialisasi di Kawasan Bandungan. Perubahan struktur lahan yang diakibatkan masuknya investor, pekerja maupun wisatawan menimbulkan
perubahan
kehidupan
sosial
ekonomi
masyarakat.
Terdapat
keselarasan antara struktur agribisnis dan struktur sosial ekonomi masyarakat. Dilihat dari dimensi-dimensi struktur agribisnis menggambarkan struktur agribisnis yang bersifat small holder (petani kecil) dan dilihat dari dimensi sosial ekonomi relatif homogen, dan tidak terjadi pelapisan/stratifikasi sosial yang mencolok. Struktur social capital masyarakat agribisnis di Kawasan Bandungan cenderung masih termasuk dalam type outward looking, atau briddging social capital yaitu modal social biasanya bersifat modern dari suatu pengelompokan, group asosiasi atau masyarakat, namun dampak positif dari type modal sosial yang ada belum berjalan seperti yang diidealkan.
Dilihat dari unsur kepercayaan, norma-norma dan jaringan
antar individu, maka ukuran modal sosial atau socisl cspital masyarakat di Kawasan Bandungan berpontensi relatif besar atau kuat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh modal sosial terhadap aksesibilitas perempuan yang sudah berjalan masih relatif kecil terintegasikan dalam setiap kegiatan yang ada dan berkembang di lembaga atau intitusi kemasyarakatan yang ada di masyarakat kawasan Bandungan. Dari empat bidang modal sosial yang divalidasi untuk ditingkatkan dalam kegiatan penelitian ternyata hanya dua (2) bidang yang dapat berhasil dikembangkan dalam upaya pemberdayaan perempuan yaitu bidang ekonomi dan bidang sosial budaya. Model pemberdayaan perempuan bidang agribisnis dengan penekanan pada penguatan dan revitalisasi kelembagaan atau institusi /social capital yang tumbuh dan berkembang
dalam
bidang
bidang
ekonomi
dan
sosial
budaya
dapat
direkomendasikan sehingga tercipta sistem koordinasi kelembagaan yang kondusif, berpeluang meningkatkan aksesibilitas perempuan. Kondisi ideal yang terbentuk diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas perempuan dalam bidang agribisnis baik dalam aspek kegiatan atau akttifitas, sumberdaya, pendapatan, kepemimpinan dan waktu luang, sehingga keberdayaan perempuan dan ketahanan pangan dapat ditingkatkan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
76
Vol : XXI, No : 2, OKTOBER 2014
B. Rekomendasi 1. Penguatan/revitalisasi
antar
ditingkatkan terutama dalam
intitusi
atau
lembaga
kemasyarakatan
perlu
memberikan peluang bagi perempuan untuk
meningkatkan aksesibilitasnya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dampak positif modal sosial tercapai. 2. Perlunya peningkatan pemberdayaan perempuan dalam Masyarakat Agribisnis di Kawasan Bandungan terutama dalam bidang keagamaan dan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Bustanul Arifin, 2004, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Kompas, Jakarta. Collado, Gerronimo, M., : An Agribusiness Eramework for Developing Agricultural Economics, 1978. Eko Heri Widiastuti, 2003, Perubahan Ekologi sebagai Akibat dari Perubahan Sistem Pertanian di Kawasan Bandungan 1900 - 1980, Laporan Pen-didikan IKIP Veteran Semarang. Geertz, Clifford, 1983, Involusi Pertanian, Proses Perubahan dan Perkelahian Politik, Bhatara, Jakarta. Kano, Hiroyoshi, 1990, Pegelaran Anatomi Sosial Ekonomi Pelapisan Masyarakat Tani di sebuah nDesa Jawea Timur, UGM Press, Yogyakarta. ___________, dkk. 1996, Di Bawah Asap Pabrik Gula, Masyarakat Desa di Pesisir Jawa sepanjang Abad ke-20, UGM Press, Yogyakarta. Lili Marliyah, 1999, faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Memilih Lembaga Tataniaga Bunga Potong komersil Non Anggrek di Sentra Poduksi Kabupaten Bandung, Tesis S2, Universitas Padjajaran, Bandung. Saptana, dkk, 2004, Integrasi Kelembagaan Forum KASS dan Program Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Agribisnis Sayuran Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembang an Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Sudaryanto, T dan Prayogo (1993) Konsepsi dan lingkup agribisnis , Bahan Seminar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Sudaryanto, T dan Effendi P, 1993, Agribisnis dalam Perspektif : Konsepsi, Cakupan Analisa dan Rangkuman Hasil Pembahasan dalam Pembahasan Prosiding:
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
77