Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 19 – 29
MODEL OPTIMALISASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH PERIHAL PERINGATAN BAHAYA MEROKOK TERHADAP PERILAKU KONSUMEN ROKOK (PEROKOK) DAN BIAYA SOSIAL Sahid Sumarno*) Abstrak This study concern an analysis of the consumer behavior tendency to consume cigarette is social phenomenon which has an impact on the social cost, so that the relevant regulations are needed in order to protect it’s impact. As the regulator, government plays roles in publishing the policy about smoking dangerous warning. In deed, causality variables seeking toward its tendency and impact, this research aims are: (1) to know and learn government policy implementation about smoking dangerous warning, (2) to know and learn the policy influence towards consumer behaviors, and (3) to know and learn the influence of consumer behavior towards the social cost. The research may take 330 sample 0f smokers in central Java 2010. Research Analysis method used LISREl/SEM which result that: (1) the consumer behavior of cigarette was influenced by the policy implementation about smoking dangerous warning showed by the most dominant indicators; they were, message contents and the using of media, (2) the impact of social cost influenced by costumer behaviors showed cognitive and conative indicators, and (3) simultaneously the policy implementation about smoking dangerous warning and costumer behaviors contradictively impacted toward social costs. Keywords : implementation of government policy,consumer behavior, and social cost Pendahuluan Kebijakan demarketing Pemerintah dan industri rokok bertujuan mengurangi tingkat konsumsi rokok di masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 Tentang Pengaturan Reklame Rokok, dan bahkan peringatan yang bersifat permanen tertuang dalam setiap kemasan rokok. Berdasarkan hasil observasi selama beberapa periode atas perilaku perokok di beberapa kota di Pulau Jawa, dan juga atas data penjualan perusahaan pada industri rokok, ternyata intensitas “peringatan Pemerintah tentang bahaya merokok” secara proporsional tidak diikuti oleh pengurangan merokok. Di Jawa Tengah terdapat peningkatan penyebab kematian sebagai akibat dari penyakit paruparu dan sesak napas (BPS Jateng 2000) sebesar 2,89% pada tahun 1997, sebesar 4,52% pada tahun 1998, sebesar 16,46% pada tahun 1999, dan sebesar 19,67% pada tahun 2000. Jika dilihat dari besarnya pengeluaran biaya nonmakanan perkapita perbulan termasuk biaya kesehatan di Jawa Tengah, maka besarnya biaya kesehatan perkapita adalah 5-7 kali pendapatan dari pita cukai yang besarnya Rp. 27,0 triliun pada tahun 2000 (BPS-Jateng 2000). Berdasarkan indikator Program Hidup Bebas Sehat (PHBS Jateng 2000) pada masing-masing tatanan rumah tangga atau keluarga bebas asap rokok sebesar 35% (selebihnya 65% adalah perokok) berarti yang menduduki urutan pertama dari institusi kesehatan 40%, warung makan 48%, tempat ibadah
60% dan institusi kesehatan 79% (Depkes Jateng 2000). Jumlah perokok di negara berkembang adalah sebesar 49% pada tahun 1974-1976, sebesar 61% pada tahun 1984-1986, sebesar 71% pada tahun 2000. Berlanjutnya konsumsi rokok dapat menimbulkan resiko kesehatan dan kematian sebesar 8,4 juta orang di negara berkembang sampai tahun 2020 (Boris et al. 2000). Makin tingginya tingkat kematian yang disebabkan rokok serta tingginya biaya sosial yang ditimbulkan akibat dampak merokok mendorong perlunya optimalisasi implementasi kebijakan Pemerintah dalam merubah perilaku konsumen rokok. Di sisi lain industri rokok memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan terhadap Pemerintah serta penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat serta petani tembakau. Alternatif jalan keluar dari fenomena seperti tersebut diatas, pada dasarnya bukan merupakan suatu persoalan yang mudah dan sederhana, karena akan memerlukan sejumlah besar data dan/atau informasi yang menyangkut sikap masyarakat perokok terhadap peringatan Pemerintah. Di samping itu, diperlukan pula data dan/atau informasi tentang besaran biaya kesempatan (opportunity cost) yang timbul dari pengurangan output industri rokok, serta opini masyarakat tentang tanggung jawab sosial Pemerintah dalam menanggulangi kecenderungan mengkonsumsi rokok. Kondisi psikologis seseorang dapat mempengaruhi perilaku positif atau negatif
*) Dosen Fakultas Ekonomi Unissula Semarang, e-mail:
[email protected]
Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Dan Biaya Sosial seseorang. Perilaku dipicu oleh sikap yang memiliki tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan konatif (Rosenberg & Hovland dan Ajzen 1988 dalam bukunya Azwar, 2002). 1.1 Kebijakan Pemerintah terhadap Praktek Bisnis Keterlibatan bisnis dengan Pemerintah dipandang sebagai bentuk mitra utama yang member kontribusi bagi kemajuan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memerlukan pengaturan baik alokasi sumber-sumber perusahaan (input) maupun hasil produksi (output) untuk melindungi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Kebijakan publik merupakan rencana atau tindakan yang dikeluarkan oleh pejabat Pemerintah bertujuan melindungi kepentingan umum (Post,et al, 2003). Perlindungan Pemerintah sebagai pengambil keputusan (dicision maker) berupa pengaturanperaturan yang berdampak bagi kepentingan umum, baik industri rokok maupun publik. Produk kebijakan ini dapat memenuhi harapan dan tuntutan sosial. Kebijakan publik merupakan tindakan nyata, bukan sekedar apa yang ingin dilakukan (Joko Widodo 2001:191). Pengaturan iklan bertujuan untuk membujuk masyarakat agar tidak mengkonsumsi produk-produk yang membahayakan (Post, et al, 2002). Efektivitas kebijakan tergantung komunikasi kebijakan baik verbal maupun non verbal kepada publik (Dunn,2000:23) melalui media komunikasi yang dipakai. Salah satu faktor yang mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan implementasi kebijakan adalah media komunikasi disamping sumber-sumber dan birokrasi (Edwar III dalam Joko Widodo(2001:194). 1.2 Proses Komunikasi terhadap Perubahan Sikap Tubbs dan Moss dalam Mulyana (2003) mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan orang yang terlibat dalam komunikasi adalah penciptaan dan penafsiran pesan. Pesan yang dikirim atau disampaikan disini tidak harus berbentuk kata-kata (verbal) namun bisa berbentuk tayangan dalam iklan, atau lazim disebut pesan non verbal. Efek komunikasi terhadap perubahan sikap bergantung sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami dan diterima. Hovlan dkk. dalam Azwar (2000) berpendapat bahwa pesan verbal dan non verbal yang dirancang merupakan obyek stimulus bagi sikap individu. Sumber pesan erat kaitannya dengan perubahan sikap individu. Karena itu penting sumber pesan atau pengirim pesan memiliki karakteristik yang memadai, agar bisa diperhatikan, dipahami dan diterima. 20
(Sahid Sumarno)
Sumber pesan adalah pihak yang berinisiatif dan mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber pesan boleh jadi seseorang individu, kelompok, perusahaan dan bahkan suatu pemerintahan. Kebutuhan untuk berkomunikasi bervariasi mulai dari pemberian informasi, kebutukan penanaman ideologi, sampai merubah perilaku orang lain. Komunikasi sebagai suatu proses yang digunakan oleh sumber pesan atau pengirim menyampaikan stimulus (yang biasanya dalam bentuk ucapan), guna merubah perilaku orang lain (Hovland di dalam Effendy (2002). Karena itu diperlukan sumber komunikasi yang dapat membawa efek perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi jika komunikasi mengandung unsur dapat dipercaya, sesuai bidang keahlian, dan status pribadi, dan popularitas (Brehm & Kassin, 1990). 1.3 Pengembangan Pesan yang Efektif Penyampai pesan atau komunikator menghendaki agar komunikasi pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal dimengerti dan dipahami oleh penerima (komunikan) dan berdampak terhadap kepercayaan, perasaan dan harapan terakhir membeli atau tidak sebuah produk. Terdapat empat unsur yang mampu membawa pengembangan komunikasi efektif menurut Laswell dalam Kotler (2002) yakni: penyampai pesan (komunikator), rancangan pesan,, media yang dipakai, dan tujuan pesan. Pertama, penyampai pesan (komunikator). Figur penyampai pesan (komunikator), atau dengan kata lain pengirim (sender) sumber pesan bermanfaat membawa perubahan sikap. Menurut Brehm dan Kassim (1990) ,komunikator yang menyampaikan pesan secara efektif yang mampu mempengaruhi perubahan sikap, harus memiliki: kepercayaan, keahlian, status, dan popularitas. Kotler (2001:559) menyatakan bahwa penyampaian pesan (komunikator) atau sender akan menarik atau tidaknya audiens ditentukan unsur kepercayaan, keahlian, dan popularitas. Dari kedua pendapat di atas nampaknya tidak terdapat perbedaan mengenai daya tarik komunikator, karena di sini kepercayaan sudah termasuk unsur status seseorang dalam organisasi sesuai pendapat Kotler. Kepercayaan adalah kekuatan dalam menyampaikan pikiran dan kejujuran komunikator yang diterima audiens. Lebih-lebih bagi orang yang menginformasikan atribut produk industri harus menunjukkan sikap jujur tentang keadaan atribut produk, karena itu konsumen akan melakukan penilaian produk dalam proses keputusan pembelian. Keahlian adalah pengetahuan khusus yang dimiliki komunikator dalam menyampaikan pesan. Karena pesan yang disampaikan selain lebih persuasif, oleh
Riptek Vol.5 No.1 Tahun 2011, Hal.: 19 - 29 orang yang ahlinya, juga menimbulkan keyakinan terhadap konsumen yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Konsumen yang memiliki keterlibatan rendah khususnya terhadap produk primer untuk memenuhi kebutuhannya, seperti pembelian gula pasir, teh, beras, sabun dan sebagainya, tidak memerlukan pemikiran dan informasi pesan yang mendetail, maka pesan komunikator tidak banyak mempengaruhinya. Berbeda misalnya, larangan merokok disampaikan oleh dokter ahli penyakit dalam, jantung, paru-paru, dan sebagainya akan lebih dipercaya dan lebih kredibel daripada yang bukan ahlinya. Popularitas adalah ketertarikan komunikator karena memiliki figur keterkenalan di mata publik dan sifat-sifat humoris yang telah lama dikenal oleh audien secara luas. Para artis yang mengomentari atau mendukung suatu atribut produk akan mudah dipahami, karena kefavoritannya di kalangan penggemar yang kebetulan menjadi sasaran segmen pasarnya produk tersebut. Kedua, Perancangan isi pesan, memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam mencapai pengembangan pesan yang efektif. Idealnya, pesan yang disampaikan harus mendapat tanggapan (respons) di kalangan audiens. Tugas pemasar sebagai komunikator akan berusaha membuat pesan sehingga mampu mengundang perhatian (attention), menarik minat (interest), membangkitkan keinginan (desire) dan memperoleh tindakan (action) (Kotler dan Armstrong, 2001).Kerangka ini dikenal dengan model AIDA. Pembuatan rancangan pesan yang menggugah perhatian, harus memperhatikan isi pesan, struktur pesan, dan format pesan. Pertama isi pesan, komunikator berusaha mencari tahu jenis isi pesan yang sekiranya mengandung daya tarik atau tanggapan konsumen. Terdapat tiga daya tarik (Kotler dan Amstrong, op. cit.) yakni: daya tarik rasional, daya tarik emosional, dan daya tarik moral. Daya tarik rasional adalah berkaitan dengan minat (interest) pribadi audiens. Daya tarik ini menunjukkan bahwa produk akan bemanfaat (utility form) sesuai dengan yang dikehendakinya. Daya tarik rasional merupakan bagian dari upaya yang mempengaruhi penalaran seseorang (aspek kognitif) konsumen, untuk mendorong fokus perhatian dan mencari informasi tentang harga, kualitas, model, nilai, dan kinerja produk tersebut. Daya tarik emosional bertujuan menggugah emosi positif atau negatif (aspek afektif) yang mendorong untuk melakukan pembelian. Komunikator dapat merancang pesan dengan menggunakan daya tarik positif seperti cinta, rasa bangga, keceriaan, dan rasa humor. Di samping itu juga dapat digunakan daya tarik negatif, seperti rasa bersalah, rasa takut, atau yang mendorong hal-hal
yang seharusnya tak dilakukan (merokok, mabuk, dan makanan berkolesterol). Terakhir daya tarik moral berkaitan dengan pesan yang berisi dukungan terhadap sesuatu yang dinyatakan benar, dan layak dilakukan. Misalnya dukungan terhadap penciptaan pola hidup sehat, lingkungan sehat dan udara sehat dan sebagainya. Kedua struktur pesan, di mana komunikator juga berusaha menciptakan struktur termasuk bagaimana pesan akan disampaikan. Bagaimana pesan seharusnya dibuat yaitu dengan satu sisi atau dua sisi. Pesan satu sisi merupakan keterangan tentang keunggulan produk yang ditujukan bagi segmen konsumen berpendidikan dan berpengalaman luas, akan lebih efektif karena mereka biasa berpikir logis, sehingga lebih mempercayai pesan atas produk itu. Pesan dua sisi mengandung keterangan selain satu sisi, yakni keunggulan produk, juga sekaligus kelemahan-kelemahan akan produk yang ditampilkannya. Tujuan pesan dua sisi untuk menarik konsumen agar tetap yakin akan sifat-sifat produk dan tidak terjadi perpindahan perhatian ke produk pesaing. Ketiga, format pesan. Penyampai pesan (komunikator) akan merancang format pesan yang dapat menarik perhatian konsumen. Pesan yang dipaparkan dalam iklan melalui media cetak ataupun elektronik seharusnya memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan warna kontras, judul pesan, dan letak pesan. Khususnya jika yang dipergunakan media elektronik seperti televisi, perlunya pertimbangan tata letak, warna kontras, kombinasi judul, dan warna pesan yang mudah dipersepsi oleh konsumen atau masyarakat. Ketiga, Media penyampaian pesan. Pengiriman suatu pesan untuk sampai ke penerima, membutuhkan sebuah saluran berupa media untuk sampai ke penerima. Post et al (2002:453) mendefinisikan media: “The media is defined as a mean communication that widely reaches of influences people”. Terdapat dua macam media yang dipergunakan dalam penyampaian pesan (Efendi, 2002:1) yakni media massa dan media nirmassa. Media massa adalah saluran yang dipergunakan untuk penyampaian pesan untuk kepentingan orang banyak. Media massa dibedakan berupa media elektronik dan media cetak. Media elektronik meliputi televisi, radio, bioskop, faksimile, internet, dan sebagainya. Media cetak termasuk koran, majalah, selebaran, baliho, dan sebagainya. Media nirmassa merupakan saluran dipergunakan untuk penyampaian pesan untuk kepentingan orang tertentu. Misalnya, surat, telepon, telegram, dan sebaginya. Dalam pembahasan selanjutnya yang dimaksudkan penggunanaan media di sini adalah 21
Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Dan Biaya Sosial media yang menyangkut untuk kepentingan umum. Pada umumnya iklan adalah bentuk penyampaian pesan menggunakan media televisi karena dapat menjangkau audiens dan wilayah lebih luas. Bearden et al. (2001:393) menyatakan “Advertisement defined as a marketing communication element that is persuasive, non personal, paid for by an identified sponsor, and disseminated through mass channel of communication to promote the adaptation of goods, service, persons, or ideas” . Iklan adalah sebagai unsur komunikasi pemasaran yang membujuk bersifat nonpersonal yang disebarluaskan melalui saluran komunikasi massa yang dibayar oleh sponsor tertentu untuk meningkatkan permintaan produk, jasa, atau gagasan. Dari definisi tersebut iklan mengandung arti (1) mengkomunikasikan sebuah pesan, (2) penggunaan media pesan, (3) membujuk audiens dan menginformasikan keberadaan produk, jasa, atau gagasan. Tiap hari masyarakat diterpa oleh sajian iklan komersial melalui media televisi, intinya menginformasikan dan membujuk agar konsumen tertarik membeli sebuah produk. Melalui stimulus iklan yang datang bertubi-tubi, maka akan membangkitkan daya ingat dan pengalaman tentang produk yang disukainya, sehingga akan membangun keyakinan, kepercayaan (aspek kognitif), membangkitkan emosi, perasaan menyukai atau tidak (aspek afektif), dan memperkuat keputusan pembelian produk (aspek konatif). Iklan peringatan bahaya merokok melalui media televisi adalah merupakan bagian dari komunikasi pemasaran, di mana isi pesannya membujuk dan mempengaruhi kepercayaan konsumen agar tidak melakukan yang tidak seharusnya (merokok). Di samping itu bertujuan mempengaruhi pikiran dan emosi agar tidak mengkonsumsi rokok yang telah diyakini berbahaya bagi kesehatan. Keempat, Tujuan pesan. Hovland dalam Effendi (2002:11) menyatakan ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asasasas penyampaian informasi, serta pembentukan pendapat dan sikap. Dari pernyataan di atas bahwa yang dijadikan objek studi komunikasi tidak hanya penyampaian informasi, akan tetapi juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang sangat penting perannya dalam kehidupan sosial. Hovland mengatakan “Communication is the process to modify the behavior of the individuals”. Komunikasi adalah proses merubah perilaku orang lain. Terdapat empat tujuan komunikasi (Effendi, 2002:9) yakni perubahan sikap (attitude change), 22
(Sahid Sumarno)
perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku (behavior change) dan perubahan sosial (social change). Menurut Lasswell, tujuan komunikasi adalah with what effect. Dengan efek (effect, impact, influence) apa yang diharapkan oleh sumber pengirim pesan. Efek komunikasi akan membawa perubahan sikap, pendapat, perilaku dan sosial bergantung sejauh mana komunikasi itu diperhatikan dipahami dan diterima (Hovland dkk. dalam Azwar (2000). Karena itu, permasalahan pokok terletak pada tindakan orang yang terlibat dalam penciptaan dan penafsiran pesan. Tubb dan Mass dalam Mulyono, (2003), munguraikan bahwa pesan yang dikirim selain dalam bentuk kata-kata, juga dapat berupa pemaparan (display) iklan atau yang lazim disebut pesan nonverbal. Iklan yang dipaparkan melalui media televisi adalah merupakan stimulus fisik, yang berisikan pesan nonverbal dan diharapkan menarik perhatian (attention), dipahami, ditafsirkan dan diterima oleh audiens. Melalui iklan akan terbentuk perubahan sikap, opini, pendapat, perilaku kosumen. Atau dengan kata lain bahwa efek komunikasi akan membawa perubahan sikap, apabila pesan iklan yang dipersepsikan dapat menggugah kognitif, afektif, dan konatif sesora 1.4 Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Konsumen dalam membeli tidak selamanya melalui proses kognitif dan menggunakan rasionya, melainkan karena dorongan dari lingkungan yang begitu kuat, seperti ekspresi diri, fantasi, dan kesenangan. Theodore Levitt dalam Minor dan Mowen (2000:6) mengemukakan bahwa industri merupakan sebuah proses yang memuaskan konsumen, bukan proses memproduksi barang dan jasa. Setelah kita mengetahui bahwa perusahaan akan sukses selama organisasi itu mampu memenuhi pertukaran kebutuhan dan keinginan rekan (seperti konsumen), maka mempelajari perilaku konsumen menjadi penting dalam menjalankan bisnis. Mowen dan Minor (2000:6) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. Loudon dan Bitta (1993:5) mendefinisikannya sebagai: “the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of good and services (aktivitas fisik dan proses keputusan yang berkaitan dengan penilaian, perolehan, penggunaan, dan kesukaan akan barang-barang dan jasa). Schiffman dan Kanuk (2004:8) mendefinisikannya sebagai “the behavior that
Riptek Vol.5 No.1 Tahun 2011, Hal.: 19 - 29 consumer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of product and services that they expect will satisfy their needs”. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang memperlihatkan dalam pencarian, pembelian, penggunaan, penilaian, dan kesukaan akan barang-barang dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhannya. Hawkins et al (2001:7 menyatakan: “Consumer behavior is study individuals, groups, or organization, and the processes the use to select, scure, use and dipose of product, service, experiences, or ideas, to satisfy needs and impacts theses processes have on the consumer and society”. Pemerintah sebagai suatu organisasi tidak luput dari pertukaran, di mana Pemerintah sebagai pembuat keputusan (decision maker) dari sebuah kebijakan akan mempublikasikan kebijakannya untuk memenuhi permintaan masyarakat (social demand). Terjadinya trade off antara keputusan Pemerintah dan permintaan masyarakat secara efektif, manakala Pemerintah dalam membuat keputusannya memperhatikan perilaku unit-unit organisasi atau permintaan dalam masyarakat. 1.5 Dampak Negatif Merokok terhadap Biaya Sosial Kebiasaan merokok sebagaimana dikemukakan Tschann (1994) adalah bagian dari usaha mengurangi suasana hati yang sedang negatif. Kehidupan seseorang adakalanya mengalami berbagai tekanan pikiran atau dikenal dengan sebutan stres yang mengganggu ketenangan batin dalam menyelesaikan kewajiban atau pekerjaannya. Tekanan pikiran itu dapat dirasakan berkurang manakala seseorang melakukan kegiatan yang menyenangkan, termasuk merokok. Fashee, et al dalam Taylor (1994) menyatakan bahwa pada umumnya para remaja merokok dimana orang tua mereka berasal dari golongan kelas bawah, yakni untuk mengurangi tekanan sosial. Beban ekonomi sebagai salah satu penyebab kehidupan kelas bawah selalu menderita, karena serba kekurangan untuk mencapai hidup layak. Kehidupan kelas bawah yang serba kekurangan ini dirasakan sebagai tekanan sosial, sehingga kecenderungan merokok yang dirasakan untuk terhindar dari tekanan sosial tersebut. Menurut pandangan hedonestik-utilitarianism Jeremy Bethan (1784–1832) dimana orang pada dasarnya akan mengejar kenikmatan hidup. Faktor Pemicu Merokok Kebiasaan adat, nilai-nilai dan budaya memicu dan bahkan mempengaruhi perilaku perokok. Kebiasaan orang tua dalam keluarga telah banyak ditiru oleh anak-anak, sehingga berlanjut sampai
dewasa. Anak-anak dan remaja merokok, karena pada mulanya mereka terpengaruh oleh orang tua, teman, dan guru yang merokok (Munafo et al, 2002. dan Donald, 2004). Konsumen ketagihan merokok karena dorongan fisiologis dan psikologis yang merambah pada perokok pemula (anak-anak) sampai usia lanjut. Pada mulanya mereka merokok merasakan adanya dampak bagi kesehatan, dimana merasakan kepalanya pusing dan sakit adalah tahap adiktif (Scheibmeir & O’Connel 2002). Meskipun demikian merokok tetap disukai untuk merasakan dampak kenikmatan dan kenyamanan. Donald (2004) mendefinisikan adiktif : “Adiction is defined as continued compulsion use of a substance dispite harmfull consequences”. Sebagai terus-menerus terpaksa menggunakan dari suatu bagian yang berakibat membahayakan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa adiktif mengandung unsur ketagihan dan akibat yang membahayakan. Kebiasaan orang tua, teman, dan guru dapat mempengaruhi berlanjutnya mereka mengkonsumsi rokok (Scheibmeir & O’Connel op.cit). Opportunity Cost mengandung pengertian tentang pengorbanan. Keterbatasan sumber-sumber ekonomi, maka pengalokasian sumber-sumber tersebut pada satu jenis kegiatan, akan menyebabkan kehilangan kesempatan (opportunity) dan manfaat untuk mengunakan sumber itu pada kegiatan yang lain. Misalnya, apabila seseorang memiliki penghasilan tertentu, membeli sebungkus rokok maka ia akan kehilangan kesempatan (opportunity) menabung untuk hari tua atau membeli makanan sehat atau keperluan lain. Demikian juga apabila rumah sakit telah mengalokasikan sejumlah anggaran tertentu untuk membantu pengobatan sejumlah pasien, maka rumah sakit itu akan kehilangan kesempatan (opportunity) untuk membeli peralatan yang lain. Konsep opportunity cost yang menyadarkan kita akan nilai moneter kepada biaya. Sakit yang diderita akibat merokok dapat membebanii masyarakat atau publik, berupa biaya perawatan kesehatan atau dinamakan biaya sosial atau biaya publik. Biaya sosial menurut Davis & Blomstrom adalah ” the cost to the society as whole of an economic decision whether private or public. Where exist external diseconomis of production (e.g. pollution) or consumption (cigaretes/ alcoholism). Social cost will normally exeed private lead to missallocation of resources”. Dari pengertian tersebut diatas terdapat unsur-unsur pokok yang terdapat di dalam biaya sosial meliputi : biaya yang harus ditanggung yang oleh pribadi atau publik dari sebuah keputusan ekonomis, kegiatan produksi atau konsumsi yang tidak ekonomis, dan alokasi sumber-sumber yang tidak tepat. Dengan demikian biaya yang ditanggung oleh publik dapat 23
Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Dan Biaya Sosial diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan akan ditanggung pribadi atau publik sebagai akibat keputusan alokasi sumber-sumber ekonomi pada kegiatan produksi atau konsumsi yang tidak tepat. Kegiatan didefinisikan sebagai keseluruhan tindakan di dalam suatu organisasi atau perorangan yang berguna bagi manajer untuk maksud perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan (Hansen & Moven : 2000 : 39). Dalam hubungannya dengan keberadaan atau upaya mempertahankan keberadaan industri rokok, maka disana tercipta suatu besaran biaya publik tertentu yang secara kuantitatif ditunjukkan oleh besarnya biaya yang ditanggung publik untuk kegiatan pengobatan sebagai dampak mengkonsumsi rokok. Menurut Sumantri (2000) dari FK Unpad ,mengkonsumsi rokok dapat melipat gandakan biaya pengobatan sakit yang ditimbulkan sebagai akibat dari merokok. Menurut Manning, et al (1996), terdapat sebagian masyarakat merokok hanya dipicu untuk mengurangi stres. Tanpa disadari, stres itu sendiri berpengaruh terhadap biaya pengobatan. Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa tingkat atau pola konsumsi rokok memiliki dampak terhadap biaya sosial. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Samuelson (1979), para ekonom memiliki perhatian besar terhadap biaya dan manfaat, baik yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan maupun bidang lain yang dapat dimasuki oleh ilmu ekonomi. Penilaian ilmu ekonomi akan lebih tepat menggunakan pendekatan biaya manfaat (cost benefit approach) untuk kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan, karena itu orang akan dihadapkan alternatif-alternatif atau mengerjakan sesuatu yang manfaatnya diharapkan lebih besar bila dibandingkan dengan biayanya. Kenyataan bahwa membaiknya pelayanan kesehatan akan berdampak positif bagi keluarga si pasien. Di samping itu kepedulian pelayanan kesehatan lingkungan, manfaatnya termasuk sentuhan sosial adalah semakin membaiknya lingkungan disekitar tempat perawatan pasien. Oleh karena itu pokok perhatian harus diberikan kepada membaiknya masyarakat, bukan hanya semata-mata kepada individu. Semakin membaiknya lingkungan disekitar tempat perawatan si pasien, dinilai dari semakin baiknya tingkat kesehatan masyarakat. Apabila setiap individu sehat, maka dapat melakukan berbagai kegiatan berbagai sektor secara produktif dan memberikan kontribusinya terhadap pendapatan per kapita (income per capita). Naiknya pendapatan per kapita adalah merupakan indikasi kesejahteraan masyarakat, yang berarti masyarakat memiliki kemampuan membelanjakan uangnya untuk 24
(Sahid Sumarno)
memenuhi berbagai kebutuhan hidup, termasuk perawatan kesehatannya. Sifat dari ilmu ekonomi mampu menjelaskan hubungannya dengan keterbatasan sumber, alternatif penggunaan, dan perilaku mengerjakan sumber daya produktif, bagi orang-orang organisasi atau masyarakat (Samuelson, 1979). Dari sifat ilmu ekonomi tersebut, apabila seseorang telah mengalokasikan sumber pendapatan terbatas sebagian untuk mengkonsumsi rokok adalah termasuk kegitan yang tidak produktif dan bermanfaat (benefit). Lebih-lebih dampak merokok dapat memicu berbagai penyakit seperti sesak nafas, paru-paru, bronkhitis, batuk, ginjal, asma, keguguran, dan sebagainya (Sitepu, 2000). Hal ini jelas akan mempengaruhi besarnya anggaran Pemerintah yang akan dialokasikan pada biaya perawatan dan pengobatan rumah sakit, dimana seharusnya besarnya biaya pengobatan itu dapat dialokasikan untuk pembelian peralatan yang modern atau perluasan bangunan yang bermanfaat bagi pelayanan orang banyak. Besarnya anggaran Pemerintah yang dialokasikan pada biaya perawatan rumah sakit, dihitung dari prosentase Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Product) dan pengeluaran per kapita setiap tahunnya. Alokasi anggaran Pemerintah ini adalah diartikan termasuk semua pembiayaan individu, biaya administrasi dari program nirlaba Pemerintah (non profit goverment), biaya-biaya asuransi kesehatan, pengeluaran Pemerintah untuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pendidikan dan latihan personel kesehatan, penelitian kesehatan, pembangunan fasilitas kesehatan dan pengoperasian (Tjiptoherijanto & Sosetyo, 1994 ). Ilmu ekonomi mampu menjelaskan kegiatan-kegiatan manusia melakukan pilihan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Kecenderungan seseorang mengkonsumsi rokok merupakan kegiatan atau perilaku ekonomi yang secara keseluruhan dapat ditentukan besaran biayanya, sebagai akibat keputusan dan alokasi yang tidak ekonomis. Besaran biaya dapat diketahui dari pengeluaran individu, organisasi untuk keperluan perawatan kesehatan sebagai akibat merokok setiap periodenya. 1. Model dan Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : H1: Semakin optimal implementasi kebijakan Pemerintah perihal peringatan bahaya merokok berpengaruh terhadap berkurang perilaku konsumen rokok (perokok) H2: Semakin berkurangnya perilaku konsumen rokok (perokok) berdampak terhadap rendahnya biaya sosial
Riptek Vol.5 No.1 Tahun 2011, Hal.: 19 - 29 H3:
Bersama-sama semakin optimal implementasi kebijakan Pemerintah dan berkurangnya perilaku perokok berdampak pada rendahnya biaya sosial
2. Pengukuran Construct dan Pengumpulan Data Penjelasan mengenai operasionalisasi variabel dalam penelitian ini yakni meliputi variabel yang digunakan sebagai analisis dan pengukurannya. Variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi variabel eksogen dan endogen. Variabel eksogen adalah implementasi kebijakan Pemerintah perihal peringatan bahaya merokok yang berpengaruh terhadap variabel endogen yakni perilaku konsumen (perokok). Variabel endogen perilaku konsumen berdampak terhadap biaya sosial. Setiap variabel beserta subvariabel dan indikator-indikatornya dituangkan dalam kuesioner responden. Pengukuran variabel dengan menggunakan skala ordinal 1 s/d 5. Jawaban pertanyaan mendekati angka 1 “Sangat tidak setuju”, dan Jawaban pertanyaan mendekati angka 5 ”sangat setuju”. Populasi sasaran dalam penelitian ini yakni seluruh perokok usia diatas 11 tahun yang berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang terdiri dari lima Eks Karesidenan Semarang, Eks Karesidenan Surakarta, Eks Karsisidenan Kedu, Eks Karesidenan Banyumas, dan Eks Karesisdenan Pekalongan. Sampel diambil berdasarkan stratifikasi status sosial, areal, dan proposional masing-masing secara random. Sampel diambil secara random berdasarkan strata status sosial, PNS/ ABRI, pemuda, mahasiswa/pelajar, pedagang, petani, buruh, dan lain-lain. Dari strata tersebut diambil sampelnya secara random untuk menggambarkan variasi perilaku perokok. Penentuan besarnya sampel menurut analisis model LISREL /SEM diperlukan adalah sejumlah indikator dikali 5 sampai 10 ( Ferdinand, 2002). Jadi dalam penelitian ini sampel yang diperlukan adalah sebesar 340 (34X10). 3.Metode Analisis Pengukuran terhadap indikator dan menjelaskan hubungan antara indikator dengan konstrukdalam penelitian ini mengunakan metode Structural Equation Modeling (SEM). Hasil perhitungan SPSS 10.0, Realibilitas instrumen untuk memperoleh data impiris adalah realibe (tabel1), nilai masingmasing nilainya ≥ 0,70 Alfa Cronbach (Singgih,2000). Validitas instrumen untuk memperoleh data impiris adalah valid masing-masing di atas 0,239 Correlation Adjusted (Singgih,2000). Di dalam SEM ini terdapat
loading faktor atau nilai lamda (λ) untuk mengidentifikasi indikator-indikator yang secara bersama-sama dapat mendeskripsikan atau mendefinisikan variabel implementasi kebijakan Pemerintah perihal peringatan bahaya merokok, perilaku konsumen dan biaya sosial. Di samping itu juga sebagai alat uji hipotesis penelitian yang digambarkan dalam diagram jalur, karena variabel atau faktor tersebut diobservasi melalui indikatorindikator yang berdemensi sama antara satu dan lainnya. Adapun hasil pengolahan pengukuran indikator-indikator dengan program Linear Structural Relations (LISREL) 8.5. Indikator hasilnya secara bersama-sama dengan konstruk diukur oleh lambda (λ) (layak jika melebihi 0,40 (Hair, 1995). 4. Uji Kesesuaian Model Kesesuaian model keseluruhan. Nilai χ2 CMIN didapatkan 519,564 karena sampel melebihi 200 responden dengan (ρ=0,0472); GFI = 0,95;Nilai AGFI=0,981; dan CFI=1,003. Secara keseluruhan model sesuai untuk mengestimasi parameter dari data yang ada, karena masing-msing nilainya melebihi nilai kritis (Hair,1995) Pengukuran Model Kesesuaian. Tabel 1 menunjukkan bahwa loding factor tiap elemen adalah signifikan, karena nilainya lebih dari 0,40 atau ≥40 (Hair,1995)). Semua elemen variable indicator mampu menjelaskan dimensi optimalisasi implementasi kebijakan Pemerintah, yakni: penyampai pesan nilai lamda (λ) 0.68 ; isi pesan nilai lamda, (λ) 0.80, penggunaan media nilai lamda(λ) 0.75; tujuan pesan nilai lamda(λ) 0. 0.60. Sedangkan elemen indicator yang menjelaskan dimensi perilaku konsumen (perokok) terdiri: kognitif nilai lamda(λ) 0,79 ; afektif nilai lamda(λ) 0,65, dan konatif nilai lamda(λ)0,69 mains-masing nilainya ≥ 40(Hair,1995)indicator ini menjelaskan “match”dengan perilaku konsumen(perokok). Elemen indicator yang menjelaskan biaya sosial terdiri : biaya penobatan polikliniknilai lambda(,(λ) 0,67;biaya pengobatan sendiri (,(λ)0,88, biaya opname (,(λ) 0,85, biaya askes (,(λ)0,62 masing-masing nilai lambda ((λ) ≥ 40 (Hair,1995) sehingga model sesuai untuk menjelaskan biaya sosial.
25
Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Dan Biaya Sosial Sumarno)
(Sahid
Tabel 1 Analisis Model Pengukuran Indikator dengan Dimensi Item X1.1 ξ1 X1.2 ξ1 X1.3 ξ1 X1.4 ξ1 X2.5 ξ1 X2.6 ξ1 X2.7 ξ1 X2.8 ξ1 X2.9 ξ1 X2.10 ξ1 X3.11 ξ1 X3.12 ξ1 X3.13 ξ1 X3.14 ξ1 X3.15 ξ1 X3.16 ξ1 X4.17 ξ1 X4.18 ξ1 X4.19 ξ1 X1.20 η1 X1.21 η1 X1.22 η1 X1.23 η1 X2.24 η1 X2.25 η1 X2.26 η1 X2.27 η1 X3.28 η1 X3.29 η1 X3.30 η1 X31 η2 X32 η2 X33 η2 X34 η2 Realibilitas
Standar Solusi (Loading Factor) Implementasi Kebijakan Perilaku Konsumen Biaya CR Sosial Penyam. Penggunaan Tujuan Isi pesan Kognitif Afektif Konatif Pesan Media Pesan 0.68 10.49 0.80 11.62 0.75 11.14 0.60 9.37 0.75 11.22 0.78 14.15 0.80 14.46 0.85 15.61 0.78 14.32 0.78 14.28 0.75 11.56 0.87 16.42 0.84 15.76 0.81 14.97 0.85 15.84 0.85 15.94 0.61 10.21 0.77 8.87 0.68 8.63 0.66 10.55 0.76 10.84 0.73 10.52 0.67 9.88 0.85 8.05 0.81 16.11 0.79 15.77 0.66 12.50 0.77 7.62 0.74 10.72 0.65 9.95 0.67 0.67 0.68 0.68 0.85 0.85 0.62 0.62 0.80 0.91 0.93 0.80 0.79 0.86 0.74 0.79 0.79
Kesesuaian Model Struktural Tabel 1 menunjukkan hubungan kausalita antar variabel, optimalisasi implementasi kebijakan Pemerintah, perilaku konsumen(perokok), dan biaya sosial yang harus ditanggung perokok. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan program LISREL 8.51 Gambar 2. model structural substruktur 1,sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: PK = 0,52* IK, Errorvar = 0,73, R2 = 0,27 (0.082) 6,37 26
R2 Error 0.46 0.64 0.56 0.37 0.56 0.60 0.63 0.72 0.61 0.61 0.56 0.76 0.71 0.65 0.72 0.72 0.38 0.60 0.46 0.44 0.58 0.53 0.45 0.72 0.65 0.63 0.44 0.59 0.54 0.42 0.45 0.46 0.72 0.38
Berdasarkan perhitungan di atas dijelaskan bahwa variabel optimalisasi
0.54 0.36 0.44 0.63 0.44 0.40 0.37 0.28 0.39 0.39 0.44 0.24 0.29 0.35 0.28 0.28 0.62 0.40 0.54 0.56 0.42 0.47 0.55 0.28 0.35 0.37 0.56 0.41 0.46 0.58 0.55 0.54 0.28 0.62
dapat
implementasi kebijakan Pemerintah perihal peringatan bahaya merokok berpengaruh terhadap perilaku konsumen dengan koefisien jalur sebesar 0.52. Nilai signifikasi pada persamaan tersebut di atas terlihat cukup besar yaitu menghasilkan nilai t hitung = 6,37, yang lebih besar dari t tabel = 1,96 untuk taraf signifikan 0,05 persen. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai R2 untuk persamaan di atas adalah sebesar 0,27. Nilai ini mengindikasikan bahwa perilaku
Riptek Vol.5 No.1 Tahun 2011, Hal.: 19 - 29 konsumen dipengaruhi oleh optimalisasi implementasi kebijakan Pemerintah perihal peringatan bahaya merokok sebesar 27%. Masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumen rokok yang ditunjukkan oleh errorvariance sebesar 73%. Dengan demikian hipotesis konseptual yang diajukan telah teruji dan dapat diterima secara signifikan. Secara lengkap model struktur untuk substruktur dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 Model Struktural Substruktur 1 Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan program LISREL, Gambar 2. model struktural substruktural 2 sesuai hipotesis yang diajukan hasilnya adalah sebagai berikut: BS = 0,46 *PK, Errorvar = 0,79, R2 = 0,21 (0,077) (0,13) 6,01 5,96 Berdasarkan perhitungan di atas dapat dijelaskan bahwa variabel perilaku konsumen berdampak terhadap variabel biaya sosial. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien jalur sebesar 0,46. Nilai signifikasi pada persamaan tersebut di atas cukup besar yaitu t hitung = 6.01 lebih besar daripada t tabel =1.96 untuk taraf signifikansi 5 persen.
persen. Dengan demikian hipotesis konseptual yang disajikan telah teruji dan dapat diterima secara signifikan. Secara lengkap model substruktur 2 ditunjukkan dalam Gambar 2. 5. Kesimpulan Optimalisasi implementasi kebijakan Pemerintah perihal peringatan bahaya merokok terhadap perilaku perokok menunjukkan pengaruh yang lemah. Dengan kata lain pengaruhnya tidak kuat, sehingga perokok tetap berjalan terus. Hal ini sebabkan dua hal, yaitu respon publik dan biaya media peringatan bahaya merokok. Dari sisi penyampai pesan, isi pesan yang disampaikan, penggunaan media, dan tujuan pesan yang terjadi tidak direspon oleh publik atau komunitas perokok. Biaya media peringatan bahaya merokok, diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan rokok. Pemerintah tidak terlibat langsung dengan pembiayaan iklan rokok, akibatnya pesan yang ditampilkan media menjadi minimal sehingga tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari perokok. Lemahnya pengaruh implementasi kebijakan Pemerintah terhadap perilaku konsumen (perokok) akan berdampak pada peningkatan biaya sosial. Peningkatan biaya sosial dapat berupa bertambahnya biaya pengobatan sakit yang diakibatkan merokok, alokasi sumber yang tidak produktif, dan hilangnya kualitas kehidupan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A., et al. 1992. Advertising Management, Fourth Edition, London: Prentice-Hall International Edition. Arens,
William F.A. 1999. Advertising Contempory. Seventh Edition, Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.
Gambar 2 Model Struktural Substruktur 2 Hasil pengolahan data di atas menunjukkan juga bahwa besarnya nilai R2 untuk persamaan di atas adalah sebesar 0,21. Nilai ini mengindikasikan bahwa masih terdapat faktor lain di luar perilaku konsumen yang berdampak terhadap biaya sosial yang ditunjukkan oleh errorvariance yang cukup tinggi 0.79 atau 79
Block Louis E. and David C. Kutz. 1994. Contempory Business Communications. Englewood Cliffs, New Jersey: PrenticeHall Inc. Boorom, Michael L. et al. 1998. “Relation Communication Traits and Their Effect On Adaptiveness and Sale Performance”. Journal of Academy of Marketing Science. Vol.26, No.1, page 16-30.
27
Model Optimalisasi Implementasi Kebijakan Pemerintah Perihal Peringatan Bahaya Merokok Terhadap Perilaku Konsumen Rokok (Perokok) Dan Biaya Sosial Sumarno)
(Sahid
Dharma Setyawan, Salam. 2002, Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Islamy,
Dunn, William N. 2000. Analisa Kebijakan Publik. Terjemahan Samodra Wibawa dkk., Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Joreskog, Karl, and Dag Sorbon. 1993. Structural Equation Modeling With the SIMPLIS Comman Language. London: Scientific Software International. Publisher.
Edward, Step, et al. 2002. “Smooth Moves: Bar and Night Club Tobacco Promotions That Target Young Adults”. American Journal of Public Health) Vol. 92 No. 3.
K.M. Cummings, C.P. Morley. 2002. “A Hyland Failed Promises at the Cigarette Industry and its Effect on Consumer Misperceptions About the Health Risk of Smoking”. Journal Department of Cancer Prevention. New York. 2002: 11.
Ellen, Feighery, et al. “Relationship Between Receptivity To Tobacco Marketing and Smoking Susceptibility in Young People Stand For Center”. Journal of Research in Disease Prevention, California. Tobaco Central. 1998. pp. 123-128. Ernis, Boris,et al . 2000. “Research Priorities for Tobacco Control in Developing Contries: A Regional Approach to A Global Counsultative Process”. Journal Development Centre, of Canada. Ferdinand, Agusty 2002. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BP Undip. Frederick, William C. et al. 1992. Business and Society, Corporate Strategy, Public Policy, Ethic. Seventh Edition, New York: McGraw-Hill International Edition. Gozali, Iman. 2004. Model Persamaan Struktural, Konsep Dan Aplikasi Dengan Persamaan Amos Versi 5.0, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Guiltiman, Yoseph P. & Gurdan W. Paul. 1998. Marketing Management, Strategy and Program. Fifth Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc. H. Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial. Edisi Revisi Cetakan Kedua. Bandung: Penerbit PT Rineka Karya. H. Thomsson.”Women’s Smoking BehaviourCought by a Cigarette Diary”. Journal Health Education Research. Vol. 12 No. 2. 1997, Page 237-245. Hawkin, Del I., et al. 1998. Consumer Behavior Building Marketing Strategy. New York: McGraw-Hill Companies Inc. 28
M. Irvan. 2003. Prinsip-Prinsip Kebijaksanaan Negara, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Koentjoroningrat. 1997. Pembangunan Nasional (PROPERNAS) Tahun 2000-2004, Jakarta: CV Novendo Pustaka Mandiri. Kompas, Senin 24 Januari 2005. “Bank Dunia: Lebih Dari 110 Juta Penduduk RI Miskin”. Kompas, 27 Mei 2000. “Hari Tanpa Tembakau Sedunia”. Kompas, 14 Februari 2005. “Prospek Penjualan Rokok”. Kotler, Philip. 2003. Marketing Mangement, Internasional Edition. New Jersey: Prentice-Hall Pearson Education Inc. Loudon, David C & J. Della Betta, Albert. 1993. Consumer Behavior, Fourth Edition, London: McGraw-Hill Internasional Editions. McDonald, Patricia. Understanding Smoking Behaviour in Children and Adulescents. Health Journal, Vol. 16, 3 April 2004. Melbourne, F. Hovell, et al. “Reducing Children’s Exposure to Environmental Tobacco Smoke: The Empirical Evidence and Direction for Future Research”, Journal Graduate School at Public Health, San Diego State University, USA (Tobacco Control, 2000: 9). Nasir, Moh. 1999. Metode Penelitian, Cet. Keempat, Jakarta: Ghalia Indonesia. Peraturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Riptek Vol.5 No.1 Tahun 2011, Hal.: 19 - 29 Pete, Paul J., and Jerry C. Olson, 1999. Consumer Behavior, alih bahasa Damos Sihombing, Jilid I dan II. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Stamm, Keith R., and John E. Bowes. 1990. The Mass Communication Process, Behavior and Social Persvective. Singapore: Kendal/Hunt Publishing Company.
Pikiran Rakyat, 31 Mei 2001. “Penyakit Akibat Merokok Sulit Disembuhkan”.
Suara Merdeka, 30 Desember 2004. “Dampak Merokok Terhadap Problem Kesehatan”.
Post, James E., et al. 2002. Business and Society, Corporate Strategy, Public Policy, Ethics, Tenth Edition. Internasional Edition, New York: McGraw-Hill Companies Inc. Rakhmat, Jalaludin. 2002. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Cet. ke-18. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Robbin, Stephen P. 1998. Organization Behavior, Concepts, Controversies, Applications, Eighth Edition, International Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall International Inc.. Rossiter, John R., & Larry Percy, 1997. Advertising Communication and Promotion Management. Boston: Mc.Graw-Hill International Edition, Division of GrawHill Companies. Saiffudin, Azwar. 2000. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua, Cetakan KeIV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Schiffman, Leong, & Leslie Lazar Kanuk. 2004. Consumer Behavior. Eight Edition, London: Prentice Hall Pearson Education International. Sears, David O., et al. 1994. Psikologi Sosial, alih bahasa Michael Andryanto dan Safitri Soekrisno. Cet. Ketiga. Jakarta: Erlangga. Sepe, Edward, et al. 2002. “Smooth Moves: Bar and Nigth Club Tobacco Promotions That Target Young Adult”. Journal Of Public Health. 92 ( 3). America. Shimp,Terence A. 1997. Advertising, Promotion, and Supplemental Aspect Of Integreted Marketing Comunication, Fourth Edition. Chicago: The Dryden Press Sitepoe, Mangku. 2001. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia. Solimun. 2002. Multivariate Analysis Structural Equation Modelling (SEM), Lisrel & Amos. Malang: Fakultas MIPA Universitas Brawidjaya.
Suherman, Rosyidi. 1988. Pengantar Teori Ekonomi, Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, Cet.Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sumarsono, Budiawan. 2003. Pengaruh Promosi Obat Ethical Terhadap Komponen Kognitif, Afektif dan Perilaku Dokter, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada (Tidak Dipublikasikan). Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya Dalam Pemasara.Cet.I. Jakarta: Ghalia Indonesia. Suparmoko, 2001. Ekonomi Publik, untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi I. Yogyakarta: Andi Offset. Sutesna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syahrudin, Rasul dkk., 2000. Mengenal Proses Kebijakan Publik. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia. Taylor, Shelley E. 1994. Health Psychology. Fourth Edition New York: McGraw-Hill International Edition. Uchyana Effendi, Onong. 2002. Komunikasi Teori dan Praktik, Cetakan Kelimabelas, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Verderber, Rudolf F. 1994. Communicate. 4th Edition. Belmont California: Wadsworth Publishing Company Inc. Widodo, Joko. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi dan Otonomi Daerah, Surabaya: Insan Cendekia. Zaenal Abidin, Said. 2004. Kebijakan Publik, Cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan Pancur Siswa.
29