Antologi, Vol … , Nomor … , Juni 2015 1
MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE (TPS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Ramdiarti Zulaika, Dudung Priatna1, Titing Rohayati1
Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected]
ABSTRAK Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan di abad ke-21 yang diharapkan dapat dibentuk serta ditingkatkan melalui pembelajaran matematika. Namun, harapan tersebut terasa sulit untuk dicapai bila kondisi pembelajaran matematika di lapangan hanya membuat siswa sekedar menghafal rumus dan terpatok pada contoh yang guru berikan. Pembelajaran matematika konvensional tersebut dapat mengakibatkan siswa cenderung menjadi pasif menerima begitu saja apa yang diajarkan oleh guru, tidak ada keinginan untuk berpikir kritis dalam menangani masalah yang ada. Maka guru sangat berperan penting dalam menciptakan proses pembelajaran matematika yang bermakna serta mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (TPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen nonequivalent control group design. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa Sekolah Dasar (SD) kelas V tahun ajaran 2014/2015 di gugus 25 Kecamatan Ujungberung, dengan sampel penelitian yaitu kelas V-A dan V-B di SDN Ujungberung 3. Instrumen tes dalam penelitian ini berupa soal berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif. Dari hasil analisis data kuantitatif terhadap uji gain ternormalisasi yang telah dilakukan, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis sebesar 0,45 dan 0,24 dengan interpretasi sedang dan rendah. Hal ini diperkuat dengan perolehan kesimpulan berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, yaitu: 1)Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS; 2) Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional; dan 3)Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Kata kunci : Model TPS, Berpikir kritis, Siswa
1)
Penulis Penanggung Jawab
Ramdiarti Zulaika, Dudung Priatna, Titing Rohayati Model Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPS) Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
2
THE COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SQUARE (TPS) TO INCREASE CRITICAL THINKING ABILITY OF STUDENTS Ramdiarti Zulaika1, Dudung Priatna2, Titing Rohayati3
Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRACT Critical thinking ability is one of the competencies needed in life of the 21st century that is expected to be formed and enhanced through learning mathematics. However, these expectations were difficult to achieve when learning of mathematics in field conditions just make the students only memorize formulas and set to a teacher give examples. The conventional mathematics instruction result is that students tend to be passive to take for granted what is taught by the teacher, there is no desire for critical thinking in addressing the problems that exist. Then the teacher is very important in creating meaningful learning of mathematics and be able to improve students' critical thinking ability. One alternative learning that can be developed by teachers is to implement cooperative learning model Think Pair Square (TPS). This study aims to determine the increase in critical thinking ability of students who obtain type of cooperative learning model TPS. The method used is a quasi-experimental nonequivalent control group. In this study, the population was all students in elementary school (SD) fifth grade school year 2014/2015 in the District 25 Ujungberung group, the study sample is class VA and VB at SDN Ujungberung 3. The instrument tests in this study a matter of form description for measure students' critical thinking skills. Data analysis technique used is quantitative data analysis. From the analysis of quantitative data to gain normalized test that has been carried out, the experimental group and the control group showed an increase in critical thinking skills of 0.45 and 0.24 with the interpretation of medium and low. This is reinforced by the acquisition of a conclusion based on the results of hypothesis testing that has been done, namely: 1) There is an increase in critical thinking skills of students who obtain a type of cooperative learning model TPS; 2) There is an increase in critical thinking skills students acquire learning with conventional models; and 3) Improvement of critical thinking skills of students who obtain a type of cooperative learning model TPS is better than students who received study with conventional models. Keywords: TPS Model, Critical Thinking, Students
Belajar matematika merupakan sebuah keharusan bagi siswa. Adanya pembelajaran matematika diharapkan dapat membina dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan di masa depan antara lain, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan memiliki kesiapan untuk bekerja. Dengan kata lain,
melalui pembelajaran matematika diharapkan mampu membentuk dan meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan di abad ke21, salah satunya yaitu kompetensi berpikir kritis. Namun, dengan melihat kondisi yang ada di lapangan saat ini, segala yang diharapkan dari pembelajaran matematika tersebut masih terasa sulit untuk terealisasi. Hal tersebut
Antologi, Vol … , Nomor … , Juni 2015
3 dikarenakan pembelajaran matematika yang terjadi di lapangan saat ini masih bersifat konvensional, yakni menggunakan sistem klasikal, dimana pembelajaran lebih terpusat pada guru (teacher centered), guru hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian latihan tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan model ataupun metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia dalam kegiatan pembelajaran. Siswa tidak dibiasakan untuk mampu menjawab soal – soal non rutin, melainkan dimanjakan oleh soal – soal rutin yang selalu diberikan contoh penyelesaiannya oleh guru begitu saja. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika yang terjadi saat ini masih kurang dalam meningkatkan aktivitas berpikir siswa terutama kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran matematika konvensional tersebut justru dapat mengakibatkan kelumpuhan dan kemalasan mental pada siswa dimana siswa cenderung menjadi pasif menerima begitu saja apa yang diajarkan oleh guru, tidak ada kreativitas dan tidak ada keinginan untuk berpikir kritis dalam menangani masalah yang ada. Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang sangat perlu dikembangkan dalam diri siswa, karena melalui keterampilan berpikir kritis yang dimiliki, siswa dapat lebih mudah dalam memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi di sekitarnya sehingga dapat memahami dan menyelesaikan suatu masalah. Berdasarkan hal tersebut maka pengembangan kemampuan berpikir kritis yang optimal itu mensyaratkan adanya suatu pembelajaran yang bermakna dengan suasana kelas yang interaktif. Suatu pembelajaran akan bermakna apabila siswa tersebut menemukan konsep sendiri serta menjalin hubungan antara sesama siswa dan guru. Dengan
kata lain, interaksi sosial yang terjalin di dalam kelas dapat membuat para siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini berarti bahwa interaksi sosial yang disetting dalam pembelajaran kelompok di kelas memiliki peranan penting dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep, penalaran logis dan berpikir kritis serta pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran yang dilakukan guru dengan sistem konvensional tentunya kurang cocok diterapkan karena kurang memenuhi kebutuhan dan karakteristik siswa serta kurang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Maka guru sangat berperan penting dalam menciptakan proses pembelajaran matematika yang bermakna, menarik dan menyenangkan sehinga siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran serta mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru dalam mewujudkan proses pembelajaran matematika yang bermakna dengan suasana kelas yang interaktif dan menarik sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa tersebut ialah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (TPS). Dimana, menurut Vgotsky (dalam Jauhar , 2011, hlm. 39) pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan – percobaan dan pengalaman. Dalam hal ini siswa selaku pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain, sehingga diperlukanlah adanya kegiatan pembelajaran yang bersifat kooperatif (cooperative learning) yang muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan oleh siswa.
Ramdiarti Zulaika, Dudung Priatna, Titing Rohayati Model Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPS) Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
4 Think Pair Square (TPS) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dimodifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share Dan dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1933. Dalam bahasa Indonesia, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square (TPS) diartikan sebagai teknik berpikirberpasangan-berempat. Menurut Lie (2004) (dalam Susilawati, 2012, hlm. 186) ada tiga tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square yaitu tahap think (berpikir secara individu), tahap pair (berpasangan), dan tahap square (berkelompok berempat). Dengan penerapan tahap think, pair hingga square siswa dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan memunculkan beberapa karakter berpikir kritis menurut Paul dan Elder (2006) (Kemendikbud, 2014, hlm. 52) diantaranya skeptis, selalu bertanya, menganalisis dan mampu mengomunikasikan argumen. Sehingga diharapkan tidak ada lagi siswa yang tidak aktif dalam kelompoknya. Siswa juga belajar untuk tidak egois, terbuka terhadap ide – ide dan hal – hal baru, serta memiliki keinginan untuk saling adu argumen. Jadi siswa tidak hanya belajar dari dirinya sendiri (tahap think), melainkan juga belajar dari orang lain (tahap pair dan square). Sesuai dengan pandangan kontruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu diperoleh langsung oleh peserta didik berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. METODE Metode Penelitian ini berjenis kuasi eksperimen dengan teknis analisis data kuantitatif. Adapun jenis desain penelitiannya yaitu menggunakan Nonequivalent Control Group Design. Dalam desain ini, untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak menggunakan randomisasi. Peneliti
menggunakan kelas yang sudah jadi atau ada di sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa Sekolah Dasar (SD) kelas V tahun ajaran 2014/2015 di gugus 25 Kecamatan Ujung berung, dengan sampel penelitian yaitu kelas V-A SDN Ujungberung 3 sebagai kelompok eksperimen dan kelas V-B SDN Ujungberung 3 sebagai kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tes dalam penelitian ini berupa soal berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa, sedangkan instrumen non-tes berupa lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. Sebelum digunakan sebagai instrumen dalam penelitian, soalsoal tes kemampuan berpikir kritis tersebut akan diuji-cobakan terlebih dahulu, meliputi yang mencakup uji validitas, uji reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Hal tersebut dilakukan agar selanjutnya soal – soal tersebut menjadi baik dan layak untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan berpikir kritis di dua kelompok baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Kemudian dari data tersebut akan dihitung dan diperoleh data gain ternormalisasi kelompok eksperimen dan kontrol. Data tersebut akan dianalisis dengan uji statistika parametrik. Uji rerata dilakukan untuk menguji setiap hipotesis yang diajukan. Sebelum dilakukan uji rerata, data yang digunakan harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan varians yang sama. Hal ini diperoleh melalui uji
Antologi, Vol … , Nomor … , Juni 2015 5 normalitas dan uji homogenitas. Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama, maka selanjutnya dapat dilakukan uji t atau uji rerata. Jika data tidak berdistribusi normal dan tidak memiliki varians yang sama, maka pengujian data akan dilakukan secara nonparametris melalui uji Mann-Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Data Hasil Penelitian Langkah awal yang dilakukan terhadap kedua kelompok sampel adalah memberikan pretes dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis yang dimiliki siswa mengenai materi yang akan diajarkan. Tahap berikutnya, masing-masing kelas memperoleh sembilan kali pembelajaran. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Selanjutnya masing-masing kelompok diberikan postes dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah memperoleh perlakuan. Hasil analisis data pretes dan postes dapat dilihat pada tabel berikut. Rekapitulasi Nilai Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Descriptive Statistics N
Min
Max
Mean
Std.Dev
Pretes Eksp
48
17,14
77,14
35,77
12,8449
Pretes Kontrol
42
14,28
74,28
34,42
15,4820
Postes Eksp
48
40,00
94,28
63,92
12,159
Postes Kontrol
42
22,85
82,85
49,32
15,952
Selain hasil analisis data pretes dan postes, ada pula hasil analisis data gain ternormalisasi untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil analisis data gain ternirmalisasi dapat dilihat pada tabel berikut.
Rekapitulasi Nilai Statistik Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Descriptive Statistics N
Min
Max
Mean
Std.Dev
Pretes Eksp
48
0,12
0,75
0,45
0,1359
Pretes Kontrol
42
0,04
0,54
0,24
0,1134
2. a.
Analisis Data Penelitian Pengujian Prasyarat Analisis Pengujian prasyarat analisis yaitu dilakukan sebelum data tersebut di uji hipotesis melalui uji perbedaan rerata. Data yang terkumpul terlebih dahulu harus di uji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas ditujukan untuk mengetahui data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Sedangkan, uji homogenitas ditujukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang sama variansnya atau tidak. Berdasarkan data hasil uji normalitas dengan uji statistik Chi Kuadrat didapatkan hasil pretes Chi Kuadrat statistik pretes kelompok eksperimen 0,254 dengan df=16 dan taraf signifikansi 0,05. Sedangkan pada kelompok kontrol 0,360 dengan df=18 dan taraf signifikansi 0,05. Dapat disimpulkan bahwa data pretes kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas gain ternormalisasi kelompok eksperimen dengan uji statistik Chi Kuadrat diperoleh nilai signifikansi 1,00 dengan df=43 dan taraf signifikansi 0,05. Sedangkan pada kelompok kontrol 1,00 dengan df=35 dan taraf signifikansi 0,05. Dapat disimpulkan bahwa data gain kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji prasyarat berikutnya adalah uji homogenitas digunakan untuk memperlihatkan bahwa dua kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama. Digunakan taraf signifikansi 0,05. Perumusan
Ramdiarti Zulaika, Dudung Priatna, Titing Rohayati Model Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPS) Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
6 hipotesis untuk uji-F atau Levene’s test adalah sebagai berikut. H0 : Tidak terdapat perbedaan variance antara kedua kelompok sampel Ha : Terdapat perbedaan variance antara kedua kelompok sampel Kriteria pengambilan keputusannya adalah: H0 diterima apabila nilai signifikansi lebih besar (>) dari 0,05 Ha diterima apabila nilai signifikansi lebih kecil (<) dari 0,05 Uji homogenitas pretes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji-F (Levene’s test) diperoleh hasil signifikasi sebesar 0,306 (homogen). Uji homogenitas gain ternormalisasi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji-F (Levene’s test) diperoleh hasil signifikasi sebesar 0,208 (homogen). b. Pengujian Hipotesis Uji perbedaan rerata bertujuan untuk menguji hipotesis. Uji rerata yang digunakan adalah uji t setelah diketahui bahwa data yang digunakan berasal dari data yang berdistribusi normal dan homogen. Uji t pertama ditujukan untuk membuktikan bahwa kemampuan awal berpikir kritis siswa itu sama, maka dilakukan uji t (Independent sample ttest) pada data pretes dari kedua kelompok. Hasil tersebut menunjukan bahwa 0,652 ≥ 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan kemampuan awal berpikir kritis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Uji hipotesis berikutnya ditujukan untuk membuktikan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok eksperimen. Uji ini dilakukan dengan uji t satu sampel (One sample t-test) menggunakan data gain ternormalisasi kelompok eksperimen. Diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS. Uji selanjutnya ditujukan untuk membuktikan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok kontrol. Uji ini dilakukan dengan uji t satu sampel (One sample t-test) menggunakan data gain ternormalisasi kelompok eksperimen. Diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. Pengujian hipotesis terakhir ditujukan untuk membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif TPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Uji rerata yang digunakan adalah uji t dua sampel (independent sample t-test) satu pihak (one tailed). Didapatkan hasil 0,000. Karena pengujian menggunakan uji hipotesis one tailed, maka nilai p-value (sig.2-tailed) harus dibagi dua menjadi Hasil tersebut menunjukan bahwa 0,000 < 0,05 sehingga Ha diterima, yaitu kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif TPS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Pembahasan Terdapat beberapa kelemahan penggunaan model kooperatif tipe TPS terhadap pembelajaran pada kelompok eksperimen, yaitu: a. Pada tahap think, siswa masih belum terbiasa mencoba menyelesaikan masalah yang guru sajikan secara mandiri. Terkadang beberapa siswa masih terlihat berdiskusi atau mengandalkan jawaban teman sebangkunya. b. Kegiatan belajar think, pair, square dapat menyita waktu pembelajaran ketika materi yang disajikan dianggap sulit oleh siswa seperti.
Antologi, Vol … , Nomor … , Juni 2015
7 Siswa cenderung masih sering langsung banyak bertanya kepada guru sebelum mencoba membaca dan memahami Lembar Kerja Siswa (LKS) yang guru sajikan. Maka dari itu, guru dituntut untuk pandai mengatur waktu yang tersedia sesuai dengan tingkat kesulitan materi yang disajikan. Penggunaan model kooperatif tipe TPS juga memiliki kelebihan, yaitu diantaranya: a. Pembelajaran dengan model kooperatif TPS menghadirkan sebuah suasana kelas yang aktif, karena seluruh siswa akan terlibat dalam pembelajaran. Siswa tidak hanya belajar dari dirinya sendiri (tahap think), melainkan juga belajar dari orang lain (tahap pair dan square). Sesuai dengan pandangan kontruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu diperoleh langsung oleh peserta didik berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. b. Dalam pembelajaran dengan model kooperatif TPS, siswa belajar menggunakan LKS dan media pembelajaran berupa gambar-gambar bangun datar. Sehingga siswa tidak terpaku pada penjelasan guru dan hanya mengerjakan soal latihan saja, melainkan mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka. Penggunaan media pembelajaran membantu siswa memahami materi sifat-sifat bangun datar dan hubungan antar bangun datar. Hal ini sejalan dengan teori Piaget (dalam Wardoyo, hlm. 36) yang mengemukakan bahwa siswa usia sekolah dasar berada pada fase operasional konkret. c. Dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS, siswa menemukan konsep sendiri serta menjalin hubungan antara sesama siswa dan guru sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
d.
Dengan kata lain, interaksi sosial yang terjalin di dalam kelas dapat membuat para siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Dalam model kooperatif tipe Think Pair Square ini, siswa akan lebih banyak berdiskusi, baik saat berpasangan, dalam kelompok berempat maupun dalam diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang dikeluarkan siswa dan akan memudahkan siswa dalam merekonstruksi pengetahuannya yang pada akhirnya mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya karena siswa tidak diarahkan untuk menerima atau menolak suatu pendapat atau pernyataan begitu saja melainkan mengaktifkan daya pikir dan daya nalarnya. Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarkan tabel dan diagram di atas, dapat dilihat kenaikan rata-rata kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen sebesar 28,15, sedangkan kenaikan kemampuan penalaran matematis pada kelas kontrol yaitu 14,90. Lebih lanjut, peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan dilihat berdasarkan uji gain ternormalisasi, didapatkan hasil perhitungan pada kelompok eksperimen sebesar 0,45 yaitu berada pada taraf peningkatan sedang, sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yaitu sebesar 0,24.
Ramdiarti Zulaika, Dudung Priatna, Titing Rohayati Model Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPS) Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
6 KESIMPULAN Berdasarkan hasil deskripsi, analisis, dan pembahasan dari penelitian tersebut disimpulkan sebagai berikut. 1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Square. 2. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan model konvensional. 3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Jauhar, M. (2011). Implementasi PAIKEM. Jakarta : Prestasi Pustaka. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014). Materi pelatihan guu implementasi kurikulum 2013 tahun 2014. Jakarta: Kemendikbud. Susilawati, W. (2012). Belajar dan pembelajaran matematika. Bandung: Insan Mandiri Wardoyo, Mangun S. (2013). Pembelajaran konstruktivisme: teori dan aplikasi pembelajaran dalam pembentukan karakter. Bandung: Alfabeta