MODEL KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DANAU TOBA
HOTLAND SIHOTANG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
i
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2012
Hotland Sihotang P 062074024
iii
ABSTRACT Model Konservasi Sumber Daya Air Danau Toba (Model for Water Resources Conservation of LakeToba) This study aims to design build water resource conservation model with emphasis on the technical study of the socio-economic aspects of ecological aspects involving extensive changes in land use, population growth, continuity of operation of the hydropower Asahan and some other aspects of the outer catchment. In general, intended to illustrate the balance ofthe water balance under the influence of land use and other economic activities. Analysis of water balance was constructed by the method of modeling dynamic system sthat are supported by Powersim software, where the method of using water availability FJ.Mock method with variables derived from the analysis of the ecological condition of the catchment area of Lake Toba. Then performed simulations of water balance and water level for the condition without intervention variables and intervention variables. Where the intervention variables performed pessimistic scenario, moderat and optimistic to provide an overview of conservation policy. From the simulation results on the balance of water and the lake water level was found in 2017 and the year 2057 the best scenario is between moderate and optimistic scenarios where the population growth of between 0.8% - 1.0% per year, infiltration coefficient values between 0.40 to 0.45, the value land cover factor between 0.25 to 0.3 while the flow of water being released into the Asahan River is 91,69 m3/sec in average. Key words: FJ.Mock, balance water, land cover factor value, LakeToba.
v
RINGKASAN DISERTASI Hotland. Model Konservasi Sumber Daya Air Danau Toba Dibimbing oleh M.Yanuar J Purwanto, Widiatmaka dan Sambas Basuni. Danau Toba adalah danau terbesar di Asia Tenggara, merupakan danau terdalam kesembilan di dunia serta merupakan danau tipe vulkanik kaldera terbesar di dunia. Berada 905 meter diatas permukaan laut dengan panjang 275 km, lebar 150 km dan luas 1130 km2. Kedalaman sebelah utara adalah 529 m sedangkan kedalaman sebelah selatan adalah 429 m.Fungsi utama Danau Toba saat ini adalah membangkitkan tenaga listrik lebih dari 1.000 MW. Diantaranya adalah PLTA Sigura-gura dan PLTA Tangga dengan total kapasitas terpasang 604 MW (PLTA Asahan II, PLTA Asahan I (2 X 90 MW) dan PLTA Asahan di Simorea dan PLTA Asahan di Traktak yang mampu membangkitkan total daya listrik hingga 400 MW. Dari hasil penelitian, masih dapat dikembangkan PLTA Asahan IV (80 MW) dan PLTA Asahan V (85 MW) Permasalahan adalah potensi jumlah air tersebut terancam dengan adanya indikasi penurunan muka air dari tahun ke tahun.Diduga wilayah hulu Daerah Tangkapan Air Danau Toba telah mengalami degradasi kualitas lingkungan yang sangat berat berupa perubahan tataguna lahan dan konversi hutan. Kerusakan hutan di sekitar Danau Toba sudah sedemikian parah dimana luasan hutan hanya tersisa 15,8 % dari luasan catchment area Danau Toba. Diduga hal ini mengakibatkan tinggi permukaan air danau tidak stabil dan mengganggu pemanfaatan danau terutama stabilitas pasokan air ke PLTA Asahan.Berkurangnya ketersediaan air akan mengganggu kelangsungan operasional PLTA dan terganggunya ekosistem danau. Sebaliknya jika terlalu banyak ketersediaan air maka muka air danau akan naik bahkan terjadi banjir yang berakibat terhadap terganggunya ekosistem di pinggiran danau. Untuk itu perlu dilakukan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan danau secara lestari dan serius dengan melakukan penelitian Model Kebijakan Konservasi Sumber Daya Air Danau Toba Secara Berkelanjutan.Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan model kebijakan konservasi sumber daya air yang berkelanjutan untuk diterapkan oleh para pengambil kebijakan ketersediaan sumber daya air. Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengkaji kondisi ekologis perairan, mengkaji neraca keseimbangan air Danau Toba, merumuskan persepsi pakar tentang konservasi sumberdaya air danau dan merumuskan model konservasi sumber daya air danau yang berkelanjutan. Kajian ini dilakukan dengan mengkaji perubahan penggunaan lahan, perubahan tata ruang, kependudukan dan kondisi sumber daya fisik selama beberapa tahun pada daerah tangkapan air, menganalisa neraca air dengan menghitung ketersediaan air, pemanfaatan air dan cadangan air Danau Toba setiap tahunnya. Kajian pengaruh curah hujan, iklim, karakteristik topografi, tutupan lahan selama beberapa tahun sebelumnya dilakukan dengan memakai metode F.J.Mock.Persepsi para pakar terhadap pengelolaan, pemanfaatan dan konservasi daerah tangkapan air dianalisa dan digunakan sebagai input dalam penyusunan model kebijakan konservasi sumber daya air danau. Ketiga kajian dan data tersebut di atas dijadikan acuan dalam penyusunan model dengan menggunakan model dinamis untuk melihat saling keterkaitan antar faktor dan untuk mendapatkan skenario kebijakan konservasi danau melalui Sistem Dinamis.
vi
Kajian ekologis daerah tangkapan air Danau Toba dapat memberikan informasi tentang kondisi potensial ketersediaan air di DTA Danau Toba.Hasil penelitian terhadap kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba sudah terjadi degradasi kualitas ekologisnya. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi untuk melakukan perbaikan ekologis agar dapat dipertahankan fungsi Danau Toba secara maksimal. Kesimpulan ini berdasarkan analisis data yang telah dibahas di atas, diantaranya adalah : • Penggunaan lahan yang bervegetasi pada tahun 2001 adalah 68,64% dan yang tidak bervegetasi adalah 31,36% dan tahun 2007 berubah menjadi penggunaan lahan yang bervegetasi 63,77% dan yang tidak bervegetasi adalah 36,23% dari luas daratan DTA Danau Toba • Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan mencapai 21,29 % pada tahun 2001 dan 30,01 % pada tahun 2007. • Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRWP Sumatera Utara mencapai 24,53% pada tahun 2001 dan 33,25% pada tahun 2007. • Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba 29,47 % mencapai pada tahun 2001 dan 38,18 % pada tahun 2007 • Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Kawasan Hutan berdasarkan SK 201 Menhut /2006, mencapai 26,68% pada tahun 2001 dan 35,39 % pada tahun 2007 • Tekanan penduduk pada DTA Danau Toba adalah sebesar 3,4 yang berpotensi penggunaan lahan ke arah non pertanian khususnya ke arah kawasan lindung. • Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dominan terjadi dari suatu kawasan lahan penggunaan tertentu ke seluruh penggunaan lainnya dan sebaliknya dari seluruh jenis penggunaan lahan ke penggunaan lahan tertentu. Hal ini menggambarkan ketidak teraturan dari penggunaan lahan. Luas lahan yang tidak bervegetasi menjadi dasar penentuan nilai faktor singkapan lahan pada perhitungan neraca air dengan metode F.J.Mock. Perubahan penggunaan lahan tersebut diatas mempengaruhi terhadap neraca air daerah tangkapan air Danau Toba. Singkapan lahan menjadi salah satu faktor peubah atau input terhadap model dinamis neraca air. Hasil penelitian terhadap kondisi Neraca air pada tahun 2007 menunjukkan bahwa masukan air lebih besar dari keluaran air.Namun pada tahun 2017 masukan air sudah jauh lebih kecil dari keluaran air. Penelitian terhadap data sekunder dari hasil pengamatan tinggi muka air di Danau Toba mulai tahun 1997-2007, menunjukkan bahwa ada debit air dari luar Daerah Tangkapan Air Danau Toba yang masuk ke Danau Toba selain daripada debit Sungai Larenun. Juga diduga ada air yang ke luar dari Danau Toba ke wilayah yang mempunyai elevasi yang lebih rendah. Debit air inilah dan curah hujan dengan debit andalan 80 %, yang dipergunakan oleh peneliti untuk pemodelan neraca air pada masa yang akan datang. Hasil penelitian terhadap persepsi pakar yang menggunakan AHP menunjukkan bahwa pakar menganggap faktor yang paling menentukan didalam konservasi sumber daya air Danau Toba adalah kebijakan pemerintah selanjutnya secara berurutan faktor sumberdaya alam, faktor sumberdaya manusiadan faktor teknologi. Pelaku atau aktor yang paling tepat melakukan penyusunan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba
vii
yang berkelanjutan adalah pemerintah yang diikuti dengan masyarakat, pengusaha, akademisi dan LSM. Para pakar berharap kebijakan pemerintah untuk Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan adalah dengan mewujudkan tujuan uatama yaitu stabilitas neraca air kemudian diikuti dengan tujuan ekologi, tujuan ekonomi dan tujuan sosial. Serta alternatif kebijakan yang paling utama untuk mewujudkan harapan para pakar tersebut adalah dengan mengimplementasikan Konservasi Hutan pada Kawasan Berhutan.Selanjutnya alternatif kebijakan diikuti Konservasi Kawasan Pertanian, Konservasi Kawasan Pemukiman, Konservasi Kawasan Industri dan terakhir Konservasi Kawasan Pariwisata. Kebijakan tersebut menjadi masukan atau input penting terhadap rancang bangun model dinamis neraca air DTA Danau Toba dengan memasukkan nilai faktor singkapan lahan menjadi salah satu peubah yang mempengaruhi neraca air dan pemilihan nilai peubah pada skenario pemodelan. Model dinamis neraca air dibangun dari struktur jumlah air yang masuk dan keluar dari Danau Toba. Jumlah Air yang masuk ke Danau Toba dibangun dari perhitungan ketersediaan air dengan metode F.J.Mock dan debit air yang berasal dari luar daerah tangkapan air Danau Toba. Hasil simulasi menunjukkan, prediksi kondisi masa yang akan datang diperlukan suatu tindakan konservasi sumber daya air untuk memperbaiki neraca air danau. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa model dapat mengatur debit air operasional yang optimal ke PLTA Asahan.Hasil simulasi model menunjukkan bahwa untuk kondisi tahun 2017 sampai dengan tahun 2057 skenario yang terbaik adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk antara 0,8% -1,0% pertahun, memperkecil jumlah air yang melimpas di permukaan tanah dengan mengupayakan nilai koefisien limpasan antara 0,55-0,6; menambah daya serap tanah terhadap air dengan menambah koefisien infiltrasi menjadi 0,45; nilai faktor tutupan lahan antara 0,25-0,30serta mengatur debit air yang dilepas ke Sungai Asahan antara 91,69 m3/det serta melakukan penggantian tanaman tutupan lahan di DTA Danau Toba dengan tanaman yang dapat mereduksi evapotranspirasi existing sebesar 25%. Untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya air Danau Toba yang berkelanjutan maka kebijakan konservasi harus berorientasi kepada perbaikan kemampuan lahan menyerap air, memperkecil jumlah air limpasan dan laju air limpasan pada saat musim hujan, mengupayakan agar penggunaan lahan disesuaikan dengan kemampuan lahan di daerah tangkapan air Danau Toba. Sehubungan dengan kecenderungan neraca air Danau Toba semakin besar menjadi neraca air negatip dimana masukan air lebih kecil dari keluaran air maka agar pemerintah melakukan suatu tindakan nyata untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya air Danau Toba yang berkelanjutan. Untuk itu diperlukan studi lanjutan tentang Daerah Tangkapan Air Danau Toba terutama tentang jenis tutupan lahan tanaman yang mereduksi minimal 10% evapotranspirasi saat ini.
viii
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang C
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ix
MODEL KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DANAU TOBA
HOTLAN SIHOTANG
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktorpada Program Studi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
x
Penguji pada, Ujian Tertutup : 1. Prof. Ir. Asep Sapei, MS, Ph.D 2. Dr.Ir.Omo Rusdiana, MSc. Penguji pada, Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc 2. Prof. Dr. Ir. Suryono Hadi Sutjahjo MS
x
KATA PENGANTAR
Penulis menyampaikan puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih atas anugerah dan berkat kasih setiaNya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini berjudul Model Konservasi Sumber Daya Air Danau Toba, yang meneliti tentang model konservasi sumber daya air dengan faktor perubahan penggunaan lahan di sekitar Danau Toba yang berpengaruh langsung terhadap neraca air dan kelestarian tinggi permukaan air di Danau Toba. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.Ir.M.Yanuar J Purwanto, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr.Ir. Widiatmaka, DEA dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, waktu dan perhatian yang sungguh-sungguh yang disediakan selama proses penelitian dan penyusunan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada yth: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suryono Hadi Sutjahjo MS, Ibu Dr.Ir. Etty Riani, MS yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta arahan selama mengikuti perkuliahan program S3 SPs PSL IPB. 2. Bapak Dr. Ir. Cecep Kusmana sebagai Ketua Program Studi PSL yang senantiasa memberikan dorongan yang luar biasa sehingga disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Bapak Prof. Ir. Asep Sapei, MS, Ph.D dan Bapak Dr.Ir.Omo Rusdiana, MSc sebagai komisi penguji pada Ujian Tertutup. 4. Bapak Dr.Ir. Syaiful Anwar Kasubdit Teknik PDAS yang mewakili Bapak Dr.Ir. Harry Santosa, Dirjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial serta Bapak Prof. Dr. Ir. Suryono Hadi Sutjahjo MS sebagai komisi penguji pada Ujian Terbuka 5. Bapak Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana dan Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menimba ilmu di IPB Bogor Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada isteri saya, Sonny Minaria boru Napitupulu dan ananda tercinta Ian Fritz William Sihotang, SE serta seluruh keluarga atas segala dorongan, doa dan kasih sayangnya. Akhirnya penulis senantiasa mengharapkan sumbangan pemikiran dari semua pihak untuk mencapai kesempurnaan tujuan dan manfaat yang sebesar-besarnya dari penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terimakasih Bogor, Februari 2012
Hotland Sihotang
xii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di tepian Danau Toba di Kota Balige 23 Juli 1958 sebagai anak ke delapan dari 12 bersaudara dari keluarga St.Ludin Sihotang/Pitaria Silaen gelar Ompu Martahi Emmy Sihotang. Penulis menikah pada tahun 1985 dengan Sony Minaria Napitupulu putri dari keluarga St.Alexander M. Napitupulu/Pitauli Simajuntak gelar Ompu Iriando Napitupulu dan kami dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha kuasa seorang putra bernama Ian Fritz William Managam Tua Sihotang, SE. Pendidikan Sarjana ditempuh di Insitut Teknologi Bandunglulus tahun 1985. Penulis meneruskan S2 tahun 2005 di Fakultas Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda Kalimantan Timur, pada Program Ilmu Lingkungan dan lulus tahun 2006 dengan predikat cumlaude. Pada tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa S3 program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bekerja sebagai tenaga ahli pada perusahaan konsultan swasta nasional PT. Perentjana Djaja, Jakarta yang bergerak dibidang jasa konsultasi arsitektur, infrastruktur, konstruksi, amdal dan tata ruang. Penulis juga aktip di berbagai organisasi sosial di masyarakat. Selama mengikuti program S3 penulis aktif menjadi pemerhati sosial dan lingkungan. Artikel yang berjudul Kebijakan dan Strategi Konservasi Air Danau Toba Yang Berkelanjutan akan diterbitkan pada Jurnal Majalah Mimbar Ilmiah Universitas Islam Jakarta ISSN 0852-9523 pada edisi Tahun 22 No. 1 Juni 2012. Artikel lainnya yang berjudul Model Dinamis Neraca Air Danau Toba Yang Berkelanjutan akan diterbitkan pada Junal PSL IPB pada tahun 2012. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….
vii
DAFTAR TABEL .……………………………………………………………
ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………........
xi
I.
PENDAHULUAN ……….………….………………………………..
1
1.1
LatarBelakang.……………….……………………………….
1
1.2
KerangkaPemikiran………….………………………………..
6
1.3
PerumusanMasalah ………...…………………………………
8
1.4
TujuanPenelitian …………….……………………………….
10
1.5
ManfaatPenelitian …………….……………………………..
10
1.6
Kebaruan(Novelty) ………………………….………………..
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………..
11
2.1
Daerah Tangkapan Air Danau ……………...………...………
11
2.2
KondisiEkologis……………………….……………………..
13
2.2.1 Sumberdayafisik….……………………………….....
13
2.2.2 Kependudukan…………………………………………
13
2.2.3 PenggunaanLahan………………………………........
14
2.3
KemampuanLahandan Tata Ruang ………………………….
16
2.4
HidrologidanNeraca Air Danau ….………..…………………
21
2.5
KonservasiSumberDaya Air …………………………………
30
2.6
ArahanKebijakandanStrategiKonservasi…...……………….
32
2.7
PembangunanBerkelanjutan ……………………………….....
35
2.8
PendekatanSistem …. ………………………………………..
36
2.9
ModelKeputusan AHP ………………………………………..
40
2.10
SistemInformasiGeografis……………………………………
44
2.11
PenelitianSebelumnya………………………………………...
44
ix
III.
METODE PENELITIAN ………………………………….……….
51
3.1
Pendekatan Penelitian……………………………...……………........
51
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian…………………...……………
52
3.3
BahandanAlat………………………………...………………
52
3.4
Jenisdan Sumber Data ……………………...………………..
53
3.5
MetodeAnalisis Data …………………….…………………..
54
3.5.1 KajianKondisiEkologis …..………………………….
54
3.5.2 KajianNeraca Air …..………………………………...
56
3.5.3 KajianPersepsiPakar……..…………………………..
59
3.5.4 Pemodelan Sistem………………………………...….
68
3.6
ArahKebijakandanStrategiKonservasi…………………..….
74
3.7
TahapanPenelitian ………………….……………...…………
75
3.7
Kondisi Eksisting Lokasi Penelitian ……..…………………...
76
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………..
77
4.1
4.2
KondisiEkologis……….……….……………………………
77
4.1.1 Letakdanluas.………….……………………………
77
4.1.2 Iklim……….………….………………………………
79
4.1.3 Jenis Tanah……….………….………………………..
80
4.1.4 Geologi……….………….……………………………
83
4.1.5 Topografi……….………….………………………….
86
4.1.6 PenggunaanLahan ……….………….……………….
89
4.1.7 KemampuanLahan …………………………………..
97
4.1.8 Tata RuangDanau Toba……….………….…………..
100
4.1.9 KawasanHutan ……………………………………….
104
4.1.10 Sosial - Kependudukan…...…………………………..
106
KondisiNeraca Air……………..………….………………...
110
4.2.1 CurahHujan……….………….……………………….
110
4.2.2 Masukan Air……….………….……………………...
113
4.2.3 Keluaran Air……….………….………………………
119
4.2.4 Neraca Air……….………….…………………..........
127
4.2.5 ImplikasiPerubahanLahandanTinggiMuka Air Danau Toba……………………………………………
129
x
4.3
4.4
4.5
PersepsiPakar……….………………………………………
132
4.3.1
StrukturHirarki……………………………………….
132
4.3.2
PenyusunanKuesionerdanIdentitasPakar…………...
133
4.3.3
AnalisisKebijakan ………..………..............................
133
4.3.4
PrioritasKebijakanKonservasiBerkelanjutan..............
134
Pemodelan……….………….………………………………..
148
4.4.1
AnalisaKebutuhan……….………….………………..
149
4.4.2
FormulasiPermasalahan……….………….………….
149
4.4.3
IndentifikasiSistem……….………….……………….
149
4.4.4
RancangBangun Model ……………………….……..
151
4.4.5
Pengujian Model………………..…….……………….
156
PrediksiNeraca Air PadaMasa yang Akan Datang………
157
4.5.1
CurahHujanAndalan……….………………………...
157
4.5.2
SkenarioKebijakan …………………………………...
159
4.5.3
PrediksiNeraca Air dengan Status TanpaIntervensi…
164
4.5.4
PrediksiNeraca Air denganStatus Intervensi/Skenario
167
4.5.5
StrategiKonservasiSumberdaya Air …………………
179
V. SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..……….
183
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….……………
187
LAMPIRAN …………………………………………………………………
193
xi
DAFTAR GAMBAR 1
PetaKawasanDanau Toba,Propinsi Sumatera Utara ………………….
4
2
KerangkaPikir ………………………………………………………….
7
3
PerumusanMasalahPenelitian .…………………...……………………
9
4
Daerah TangkapanAirdenganInputdanOutput Hidrologinya………...
22
5
DaurHidrologi ………………………………………………………….
22
6
Polygon Thiessen ……………………………………………………….
23
7
Struktur Model F.J. Mock ………………………………………………
28
8
Illustrasi proses terbentuknyaaliranpermukaan..………………………
28
9
KonservasiSumberDaya Air Danau yangBerkelanjutan……………..
32
10
Pembangunan Berkelanjutan………….………………………………...
36
11
Diagram Input – Output ……………………………….………………..
38
12
AlurPenelitian ………………………………………………………….
52
13
Neraca Air Danau Toba …………...……………………........................
58
14
StrukturHirarkiPenetapanPrioritas ….………………………………...
67
15
Diagram LingkarSebabAkibat (Causal Loop Diagram)………………
70
16
Diagram Input-Output Penelitian…………..……………………………
71
17
Model Dinamis …………………………………………........................
72
18
SimulasiPengendalianTinggiMuka Air Danau ….……........................
73
19
TahapanPenelitian………………………………………........................
75
20
PetaAdministrasi DTA Danau Toba……………………........................
78
21
PetaTutupanLahan DTA Danau Toba tahun 2001…………………….
90
22
PetaTutupanLahan DTA Danau Toba tahun 2005…………………….
90
23
PerubahanLuasHutan di DTA Danau Toba…………………………..
91
24
PerubahanLuasKebunCampuran di DTA Danau Toba........................
92
25
PerubahanLuasSawah di DTA Danau Toba…………………………...
92
26
PerubahanLuasSemakBelukar di DTA Danau Toba………………….
93
27
PerubahanLuasLahan Terbuka di DTA Danau Toba………………….
94
28
PerubahanLuasTegalan /Ladang di DTA Danau Toba………………..
94
29
PerubahanLuasPemukiman di DTA Danau Toba…………….............
95
30
GrafikPerkiraanJumlahPenduduk …………………………………….
108
31
StasiunPengamatanCurahHujan DTA Danau Toba…………………...
111
32
GrafikCurahHujanBulanan DTA Danau Toba (1997-2007)….............
112
33
GrafikCurahHujanBulanan DTA Danau Toba………………………..
112
xii
34
NeracaAir Danau Toba………………………………………………...
127
35
GrafikTinggiMuka Air Danau Toba 1997-2007 ………………………
128
36
TinggiPermukaanAir DT Tahun 2001 dan 2005...................................
131
37
HirarkiPenentuanKebijakanKonservasi Sumberdaya Air DT………..
134
38
Faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan konservasi……………….
137
39
Tingkat Kepentingan Stakeholder………………….…………………...
138
40
Tujuan yang dikehendaki terhadap kebijakan konservasi………………
140
41
Prioritas Kebijakan Konservasi ………………………….......................
147
42
Diagram I-O……………………………………………………..............
150
43
Causal Loop Diagram…………………………………………………...
150
44
Rangkaian Sub Model Pembentuk Model ……………………………...
151
45
RangkaianElemenPembentuk Model ………………………………….
151
46
Struktur Sub-Model SosialEkonomi……………………………………
152
47
Sub Model Ekologi……………………………………………………...
153
48
Sub Model Neraca Air………………………………………………….
154
49
Model DinamisKetersediaandanKeluaran Air………………………...
155
50
GrafikHasilSimulasidanGeometrik…………………………………...
156
51
GrafikCurahHujanAndalan 80 %……………………………………..
159
52
KetersediaanAir DT, kondisieksistingtahun 2017..…………………..
164
53
GrafikNeraca Air, KondisiEksisting 2017……… …………………….
165
54
GrafikNeracaMukaAir ,KondisiEksistingtahun 2057……………….
166
55
TinggiMukaAir ,KondisiEksistingtahun 2017……………………….
166
56
TinggiMukaAir ,KondisiEksistingtahun 2057……………………….
167
57
GrafikPertumbuhanPenduduk 2017 (Skenario)….………………….....
169
58
GrafikPertumbuhanPenduduk 2057 (Skenario)….………………….....
170
59
GrafikKomparasiKetersediaan Air ……………………………………
171
60
GrafikKomparasiSkenarioNeracaAir,Tahun2017…………………...
173
61
GrafikKomparasiSkenarioNeracaAir,Tahun2057…………...............
174
62
GrafikSkenarioTinggiMuka Air, 2017 …………………....................
177
63
GrafikSkenarioTinggiMuka Air, 2057……………………………….
178
xiii
DAFTAR TABEL
1
SkalaSaaty ………………………………………………………...
42
2
MatriksPendapatIndividu ….….………………………………….
42
3
Sumberdan Cara Pengambilan Data ……………………………….
53
4
SkalaKepentingan………………………………………………….
62
5
Random Index ……………………………………………………..
64
6
Nilai Eigen………………………………………………………….
64
7
PerkiraanKebutuhanStake Holder……………………………………
69
8
JadwalPenelitian…………………………………………………..
76
9
DaftarLuasKabupaten yang Masuk di DTA Danau Toba………...
77
10
Jenis Tanah DTA Danau Toba (USDA)……………………………
81
11
FormasiGeologi DTA Danau Toba……………………………......
84
12
KetinggianTempat Daerah Tangkapan Air Danau Toba…………..
87
13
KemiringanLereng Daerah Tangkapan Air Danau Toba…………
87
14
PerkiraanNilaiKoefisienLimpasandanKoefisienInfiltrasi……...
88
15
TutupanLahan DTA Danau Toba …………………………………
89
16
DinamikaPerubahanPenggunaanLahan…………………………..
96
17
Kelas Kemampuan Lahan, Subkelas Kemampuan Lahan dan Luas.
97
18
Kelas Kemampuan Lahan BerdasarkanTutupanLahan…………...
99
19
Kelas Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan .............
100
20
Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba..........................................
103
21
Kawasan Hutan di DTA Danau Toba menurut RTRWP Sumut.......
104
22
Luas Kawasan Hutan menurut SK 201 Menhut-II/2006...................
105
23
Penggunaan Lahan Yang Tidak Sesuai.............................................
106
24
JumlahPenduduk di DTA Danau Toba…………………………....
107
25
JumlahPenduduk di DTA Danau Toba……………………………
107
26
StasiunPencatatCurahHujan……………………………………...
111
27
NilaiSingkapanLahan……………………………………………..
114
28
NilaiEvapotranspirasi……………………………………………...
115
29
Surplus CurahHujan……………………………………………….
115
30
CurahHujan yang LangsungJatuhkeDanau……………………...
116
31
NilaiInfiltrasi DTA Danau Toba…………………………………..
117
xiv
32
NilaiAliranPermukaan(Direct Run Off) ………………………....
117
33
NilaiBase Flow(Bf)……………………………………………….
118
34
Run Off……………………………………………………………..
118
35
EvaporasiDanauToba .……………………………………………
120
36
Keluaran Air ke Sungai Asahan …………………….……………..
120
37
Kebutuhan Air BersihRumahTangga……………...……………....
121
38
Kebutuhan Air Penduduk…………………………………………..
122
39
Kebutuhan Air Industri…………………………………………….. 123
40
Jumlah Air Yang MasukkeDanau Toba tahun 1997-2007………..
126
41
Keluaran Air dariDanau Toba……………………………………..
126
41a
Neraca Air DanauTobatahun 1997-2007 ………………………...
127
42
KetinggianPermukaan Air Danau Toba tahun 1997-2010………...
129
43
TinggiPermukaan Air, CurahHujandanLuasHutan.....................
130
44
DaftarPakar………………………………………………………..
133
45
AHP Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air DT…………………. 135
46
PerkiraanKebutuhanStake Holder…………………………………….
148
47
JumlahPendudukHasilSimulasidanGeometrik………………….
156
48
TinggiPermukaan AirDanau Toba,SimulasidanObservasi…...
157
49
PerhitunganCurahHujanAndalan 80 %…………………………..
158
50
CurahHujanAndalan 80 %……………………………………….
158
51
DaftarSkenarioPeubahTerkendali….…………………………….
163
52
Neraca Air DanauToba tanpaIntervensi………………………......
165
53
JumlahPendudukdenganSkenarioTahun 2017…………………..
168
54
JumlahPendudukdenganSkenarioTahun 2057....………………..
169
55
Neraca Air Danau Toba Tahun 2017………………………………
172
56
Neraca Air Danau Toba Tahun 2017………………………………
172
57
TinggiMuka Air Danau Toba, 2017……………………………….
176
58
TinggiMuka Air Danau Toba, 2057……………………………….
176
xv
LAMPIRAN GambarLampiran 1. PetaLokasiPenelitian………………………………………………………193 2. Peta Tanah DTA Danau Toba ……………………………………………..194 3. PetaGeologi Daerah Tangkapan Air Danau Toba …………………………195 4. PetaKetinggianTempat DTA Danau Toba ……………………………..…196 5. PetaKemiringanLereng DTA Danau Toba………………………….……..197 6. PetaKemampuanLahan DTA Danau Toba ………………………….........198 7. Peta Overlay KemampuandanTutupanLahan DTA Danau Toba…………199 8. PetaRencana Tata RuangKawasanDanau Toba 2010-2029………..……..200
xvi
TabelLampiran
1. TemperaturUdara di StasiunKlimatologiParapat…………………...…….201 2. KelembapanUdara di StasiunKlimatologiParapat………………………...202 3. PenyinaranMataharipadaStasiunKlimatologiParapat…………………...203 4. KecepatanAnginpadaStasiunKlimatologiParapat…...……………..…....204 5. Kualitas Air Danau Toba………………………………………..…………..205 6. Rencana Tata Ruang DTA Danau Toba 2009-2029…………………..…...206 7. PerkiraanJumlahPenduduk…...…………………………………….…..... 207 8. CurahHujan Rata-rata Bulanan DTA Danau Toba………..………….........208 9. PerhitunganEvapotranspirasiPotensial (Ep). ………………………...……209 10. NilaiFaktorSingkapanLahanTahun 2001…………….…………………..210 11. NilaiFaktorSingkapanLahanTahun 2005………………..…………….....210 12. ETp-ET)/ETp={(m/20)(18-n)}. ……………………………….…….….....211 13. NilaiET = (E/ETp) x Ep…………………………………………….……...211 14. HasilAnalisisPenggunaanLahanmenurutRTRW Danau Toba…….........212 15. Jenis Tanah DTA Danau Toba……………………………………….…......213 16. LampiranDaftarSingkatan…………………………………………………214
201
DAFTAR LAMPIRAN TABEL
Tabel Lampiran 1 Temperatur udara di stasiun klimatologi Parapat Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Jan 15,1 15,4 21,2 20,3 21,2 20,5 20,9 21,2 19,3 20,1 21,0 19,7
Peb 15,8 15,2 21,8 20,9 21,1 21,3 21,1 21,1 17,8 19,4 20,9 19,7
Mar 15,7 16,3 21,4 21,3 22,8 21,9 21,6 20,9 21,7 21,4 21,7 20,6
Apr 15,8 16,7 22,2 21,8 21,6 21,8 21,5 20,6 21,9 17,0 21,6 20,2
Mei 16,4 17,4 21,9 21,7 21,9 22,3 21,5 22,3 22,2 21,1 22,6 21,0
Temperatur bulanan (oC) Jun Jul 15,9 21,6 17,2 16,4 22,6 21,9 21,8 22,2 21,8 21,9 22,5 22,4 21,6 21,6 22,3 20,8 19,3 21,9 21,7 22,2 21,9 21,9 20,8 21,3
Aug 21,6 17,5 21,0 21,8 22,8 21,6 21,6 21,7 22,3 22,2 21,4 21,4
Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali, Medan
Suhu terendah dalah Suhu tertinggi dalah Suhu rata-rata bulanan terrendah dalah Suhu rata-rata bulanan tertinggi adalah Suhu rata-rata bulanan adalah
15,10 22,80 19,70 21,40 20,63
`` pada bulan Januari tahun 1997 pada bulan Maret 2001 dan bulan Augustus 2001 pada bulan Januari dan Pebruari pada bulan Augustus
Sep 21,8 16,1 20,9 20,9 21,1 21,4 21,8 20,5 22,0 21,9 21,7 20,9
Okt 21,3 16,5 20,7 22,1 22,1 21,0 21,3 21,0 21,3 21,0 20,7 20,8
Nop 20,9 16,0 21,1 21,2 21,6 21,3 20,9 21,0 21,3 21,2 21,0 20,7
Des 20,4 15,4 20,7 21,6 21,1 21,2 20,4 20,7 21,2 20,9 20,6 20,4
202 Tabel Lampiran 2 Kelembaban udara di Stasiun Klimatologi Parapat Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Jan 74,77 86,40 97,00 93,80 90,00 89,20 85,20 80,60 85,10 81,00 83,00 86,01
Peb 81,00 80,70 92,00 92,00 89,90 81,00 85,80 84,60 80,50 74,90 81,00 83,95
Mar 81,60 85,70 91,80 91,70 77,50 81,00 81,30 79,20 83,00 77,20 82,00 82,91
Kelembaban bulanan DTA Danau Toba (%) Apr Mei Jun Jul Aug Sep 82,67 81,60 80,50 80,05 78,23 76,93 82,00 86,80 85,30 83,00 81,00 83,00 86,00 90,70 85,00 86,00 92,00 93,00 91,00 89,20 88,90 82,70 83,00 92,20 85,00 73,90 76,00 75,80 72,30 87,50 83,60 80,00 75,50 73,60 76,00 81,80 86,20 71,00 81,30 80,00 78,20 76,90 84,90 74,20 70,30 74,50 70,10 83,30 82,70 80,60 74,20 73,70 73,30 74,70 80,10 81,60 80,40 70,90 74,40 77,35 86,00 83,00 82,00 78,00 81,00 80,00 84,56 81,15 79,95 78,02 78,14 82,43
Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali, Medan
Kelembaban rata-rata Kelembaban tertinggi Kelembaban terendah Kelembaban tertinggi yg terjadi Kelembaban terendah yg terjadi
82,61 86,07 78,02 97,00 70,10
pada bulan Januari pada bulan Juli pada bulan Januari 1999 pada bulan Agustus 2004
Okt 79,06 82,50 94,00 83,50 80,00 85,80 79,10 83,80 82,80 82,15 81,50 83,11
Nop 86,84 83,00 92,00 89,70 87,30 86,80 86,80 85,00 83,20 83,10 83,00 86,07
Des 80,65 82,60 94,00 89,00 85,30 86,40 80,60 83,40 83,20 84,60 86,00 85,07
203
Tabel Lampiran 3 Penyinaran matahari pada stasiun klimatologi Parapat
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 rata-rata
Jan 43,10 42,30 42,30 34,30 45,00 42,60 45,90 55,40 71,20 51,20 39,00 46,57
Peb 45,70 48,00 50,30 44,90 52,80 64,80 47,70 50,50 64,10 49,80 59,00 52,51
Mar 44,40 46,80 49,20 51,40 59,10 69,60 60,50 36,40 50,20 56,60 56,00 52,75
Apr 45,10 51,20 57,20 48,60 41,60 57,30 47,20 43,70 52,00 38,00 43,00 47,72
Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali, Medan
Penyinaran matahari rata-rata Penyinaran matahari tertinggi Penyinaran matahari terendah
48,01 71,20 30,00
% % %
Penyinanaran matahari bulanan (%) Mei Jun Jul Aug 44,70 44,90 45,89 42,94 48,20 50,30 47,40 45,20 51,70 55,70 48,80 47,50 58,90 49,00 65,60 50,40 59,80 43,50 58,20 49,00 55,80 63,80 60,00 51,60 65,20 52,60 45,90 42,90 41,80 58,30 42,50 57,60 41,60 50,40 49,00 52,80 52,30 53,30 51,60 50,40 55,00 43,00 43,00 50,00 52,27 51,35 50,72 49,12
Sep 46,58 45,80 45,00 37,80 32,10 43,40 46,60 47,10 53,90 50,45 47,00 45,07
Okt 37,38 37,50 37,60 53,40 42,20 40,80 37,40 45,10 68,70 49,35 30,00 43,58
Nop 35,75 37,00 38,20 46,00 48,70 37,10 35,80 47,40 38,20 42,10 46,00 41,11
Des 36,60 39,90 43,30 51,70 52,80 43,00 40,10 43,20 43,30 42,15 41,00 43,37
204
Tabel Lampiran 4 Kecepatan Angin pada Stasiun Klimatologi Parapat (m/det) Kecepatan angin bulanan (m/det)
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Jan 3,10 2,70 2,60 2,00 2,60 3,00 3,30 2,00 1,40 2,30 1,90
Peb 3,50 2,70 1,70 2,20 2,50 3,40 3,10 2,10 1,70 2,50 2,00
Mar 3,60 2,80 2,30 2,10 3,00 3,80 3,10 2,10 1,40 3,10 1,80
Apr 3,00 3,00 2,50 2,50 3,40 3,40 3,00 1,80 2,30 2,40 1,40
Mei 3,50 3,00 2,20 2,40 2,50 3,80 3,20 2,20 1,50 3,70 2,00
Jun 0,50 2,80 2,80 2,60 3,60 3,40 2,00 2,20 2,80 4,20 2,50
Jul 4,10 2,90 3,50 3,50 4,10 4,00 2,00 1,80 2,70 5,40 3,10
Aug 2,60 2,50 2,50 2,50 3,90 3,60 2,60 2,20 2,70 4,20 2,40
Sep 1,70 2,10 2,30 2,90 3,00 3,00 1,70 1,80 1,90 2,85 3,80
Okt 1,90 3,40 2,70 3,50 3,90 3,40 1,90 1,50 1,90 2,40 2,90
Nop 1,60 3,20 2,90 3,10 3,40 3,00 1,60 1,90 2,20 2,10 2,00
Des 2,20 2,80 2,60 2,70 3,40 3,60 2,20 1,60 2,30 2,15 2,00
,45
2,49
2,65
2,61
2,73
2,67
3,37
2,88
2,46
2,67
2,45
2,50
Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali, Medan
Penyinaran matahari rata-rata Penyinaran matahari tertinggi Penyinaran matahari terendah
2,66m/det 3,37m/det 2,45m/det
pada bulan Juli pada bulan Januari
205
Tabel Lampiran 5 Kualitas Air Danau Toba
206 No.
Lokasi
1
Tongging
2
Haranggaol
3
Salbe
4
Tao Silalahi
5
Silalahi
6
Tigaras
7
Parapat
8
Ajibata
9
Simanindo
10
Ambarita
11
Tomok
Tahun 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
pH
7,70 8,56 7,49 7,78 7,60 8,58 7,60 7,69 8,00 7,65 7,71 8,00 7,90 8,61 7,74 7,50 8,10 8,04 7,70 7,84 8,00 8,57 7,60 8,19 7,32 8,37 7,75 6,25 7,88 8,39 7,87 6,70 7,90 8,64 7,44 7,72 7,80 8,63 7,64 6,33 7,80 8,66 7,74 6,97
TSS (mg/l)
1,00 1,00 7,50 6,00 1,00 16,00 4,00 68,50 1,00 1,00 9,50 3,00 2,00 57,00 12,50 5,00 1,00 13,00 1,00 3,50 3,00 5,00 1,00 3,00 4,00 2,00 26,00 4,00 1,00 2,00 15,00 4,00 1,00 2,00 8,00 7,50 1,00 1,00 11,50 2,50 6,00 1,00 16,50 3,50
BOD5 (mg/l)
6,30 16,40 4,70 5,70 12,40 13,90 4,09 3,85 4,00 4,09 2,72 2,65 4,50 13,90 7,37 8,10 9,50 11,10 7,07 6,90 11,80 4,39 7,07 6,10 2,50 1,56 7,37 6,80 8,90 0,55 7,07 8,10 3,80 9,54 9,39 9,00 7,00 3,18 2,27 1,65 6,00 9,85 5,96 6,50
COD (mg/l)
10,00 28,00 8,00 9,00 20,00 24,00 7,00 6,00 6,00 7,00 3,00 4,00 7,00 24,00 13,00 14,00 15,00 19,00 12,00 13,00 19,00 8,00 12,00 10,00 4,00 3,00 13,00 12,00 14,00 1,00 12,00 14,00 6,00 16,00 16,00 16,00 11,00 5,00 4,00 3,00 10,00 17,00 10,00 11,00
No.
Lokasi
12
Pangururan
13
Mogang
14
Nainggolan
15
Bakara
16
Muara
17
Sigaol
18
Porsea
19
Onanrunggu
20
Lintong
21
Balige 1
22
Balige 2
Tahun 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
pH
7,10 8,04 7,70 7,10 7,80 8,88 7,80 7,05 7,90 8,58 7,89 6,95 7,90 8,54 7,90 7,07 7,90 8,62 7,94 6,89 7,80 8,56 7,54 7,70 7,60 8,63 7,62 6,53 7,80 8,57 7,78 6,98 7,90 8,63 7,87 7,40 7,80 8,57 7,83 7,57 7,90 8,53 7,70 6,32
TSS (mg/l)
2,00 5,00 13,00 5,50 2,00 4,00 16,50 1,50 2,00 1,00 1,00 2,50 1,00 20,00 8,50 8,50 1,00 65,00 19,50 5,00 1,00 1,00 1,00 4,50 3,00 1,00 20,00 4,00 1,00 3,00 20,00 5,50 2,00 18,00 1,00 3,50 1,00 6,00 14,50 6,13 1,00 2,00 24,50 5,00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008
Tabel Lampiran 6 Rencana Tata Ruang DTA Danau Toba 2009‐2029 (Draft)
BOD5 (mg/l)
6,20 10,50 8,78 8,90 11,30 4,39 5,96 5,70 3,20 9,85 8,78 8,10 7,60 3,48 7,37 6,80 7,70 13,90 8,18 9,10 9,50 7,57 7,07 6,50 11,00 3,18 5,96 4,05 10,00 1,56 7,37 6,90 1,30 10,40 3,48 3,95 3,20 6,36 3,48 2,75 7,00 14,30 3,48 2,75
COD (mg/l)
10,00 18,00 15,00 15,00 18,00 8,00 10,00 9,00 5,00 17,00 15,00 14,00 12,00 6,00 13,00 12,00 12,00 24,00 14,00 16,00 15,00 5,00 12,00 11,00 18,00 13,00 10,00 8,00 17,00 3,00 12,50 13,00 2,00 18,00 6,00 7,00 5,00 11,00 6,00 5,00 11,00 24,00 6,00 5,00
207 Luas (Ha)/ No I
Arahan Pemanfaatan Ruang
Kode
Kawasan Lindung
L
A. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
L1 L1.1
Konservasi air dan tanah untuk pencegahan erosi, menjamin unsur hara tanah dan mencegah dampak bencana alam geologi dan longsor.
Ruang terbuka hijau, penelitian, pendidikan, wisata alam tanpa merubah bentang alam, jasa, lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
2. Kawasan Hutan Resapan Air
L1.2
Meresapkan air hujan secara maksimal.
Embung, kegiatan budidaya tidak terbangun dengan kemampuan tinggi menahan limpasan air hujan, sumur resapan.
(Ha)
%
101.512,00
27,41%
240,00
0,06%
500,00
0,13%
Pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa. Pelestarian hasil budidaya manusia yang bernilai tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Penelitian, pendidikan dan wisata alam. Penelitian, pendidikan dan pariwisata.
195,00 789,00
0,05% 0,21%
L 3.1 L 3.2 L 3.3 L 3.4 B
Konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air. Produksi
Ruang terbuka hijau dengan lebar 50 – 100 meter dari tepi sungai. Ruang terbuka hijau / tanaman tahunan dan taman rekreasi. Ruang terbuka hijau. Taman Rekreasi.
456,00 358,00 27,00
0,00% 0,12% 0,10% 0,01%
B1
Produksi hasil hutan kayu dan buka kayu serta pemanfaatan jasa lingkungan. Mendorong perkembangan perekonomian, meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat serta eksport.
Hutan produksi oleh HPH/HPHTI dengan cara produksi tebang habis dan tanam untuk memproduksi hasil-hasil hutan.
14.805,00
4,00%
312,00
0,08%
2. Cagar Alam Martelu Purba 3. Cagar Budaya Pusuk Buhit.
L2.2 L2.3
C. Kawasan Perlindungan Setempat
L3
1. Sempadan Sungai 2. Sempadan Danau 3. Sempadan Mata Air Panas. 4. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan Kawasan Budidaya A. Kawasan Hutan Produksi
Pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
1.Wisata alam tanpa merubah bentang alam.
1. Kawasan Hutan Produksi Tetap.
B1.1
2. Hutan Produksi Terbatas
B1.2
Mendorong perkembangan perekonomian wilayah serta meningkatkan fungsi lindung kawasan.
Hutan produksi dengan pembatasan diameter pohon yang boleh ditebang (diameter ≥ 60cm).
3. Kawasan Hutan Rakyat
B1.3
Meningkatkan produktivitas lahan memperbaiki tata air dan lingkungan, meningkatkan pendapatan, kesejahteraan dan penyediaan kayu bagi masyarakat.
Hutan produksi di atas tanah rakyat (hak milik dan tanah adat).
26.173,00
7,07%
B2
Meningkatkan produksi bahan pangan.
24,12%
Meningkatkan produksi perkebunan / tanaman tahunan Menghidupkan kembali dan mengembangkan sektor pariwisata di sejumlah kawasan.
Lahan sawah irigasi teknis dan non-teknis serta permukiman petani dengan kepadatan rendah. Lahan perkebunan diatas tanah-tanah milik rakyat. Objek daya tarik wisata, fasilitas umum, akomodasi, fasilitas OR dan rekreasi, aksesibilitas dan fasilitas pariwisata lain. Perumahan kepadatan rendah – sedang, fasilitas perdagangan, jasa, pendidikan dan fasilitas permukiman lainnya.
89.322,00
B3 B4
16.454,00 6.838,00
4,44% 1,85%
2.206,00
0,60%
66.120,00
17,85%
B. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Basah dan Lahan Kering. C. Kawasan Perkebunan Rakyat D. Kawasan Pariwisata.
III
Rencana Peruntukan
1.Kawasan Hutan Lindung
B. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar L 2 Budaya 1. Taman Wisata Alam Sijaba Hutaginjang
II
Fungsi
E. Kawasan Permukiman.
B5
Perairan Danau Toba
D
A. Kawasan Wisata Danau
D1
B. Kawasan Perikanan Tangkap
D2
1.Sumber air baku untuk air minum. 2.Massa air untuk pembangkit tenaga listrik. 3.Sumber air pertanian (Irigasi). 4.Pariwisata. 5.Perikanan tangkap. 6.Pengendali banjir di hilir WS Toba – Asahan.
Total luas I + II + III
Sumber : Materi Teknis Raperpres, Rencana Tata Ruang KDT, Dit.Jend Penataan Ruang Dep. PU, 2009
44.080,00
11,90%
370.387,00
100,00%
208
Tabel Lampiran 7 Jumlah Penduduk di DTA Danau Toba No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kecamatan Yang Masuk DTA Danau Toba Dairi Kec Parbuluan Kec Sumbul Tapanuli Utara Kec. Sipahutar Kec Siborong-borong Kec. Muara Humbang Hasundutan Kec. Lintong ni Huta Kec.Parranginan Kec. Dolok Sanggul Kec. Pollung Kec. Bakti Raja Toba Samosir Kec. Balige Kec. Tampahan Kec. Laguboti Kec. Habinsaran Kec. Nassau Kec. Borbor Kec. Silaen Kec. Sigumpar Kec. Porsea Kec. Pohan Kec. S. Narumonda Kec. Lumban Julu Kec. Uluan Kec. Ajibata Kec. Parmaksian Kec. Bonatua L
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
59225 17158 42067 71843 21298 37574 12971 90707 24847 11549 31974 15827 6510 178135 43236
59073 17912 41161 72934 21709 38054 13171 91859 25191 11583 34083 14461 6541 167907 47412
55675 18331 37344 73567 21900 38670 12997 92792 25521 11684 34809 14327 6451 167907 47412
56689 18663 38026 73869 21990 38829 13050 93725 25848 11782 35540 14191 6364 168596 47712
19730 21582
16945 19959
16945 19959
16968 20085
8156 19552 27151 7645
7533 10608 6624 24689 7928
7533 10608 6624 24689 7928
7543 10627 6629 24846 7940
12741 9285 9057
11179 8281 6749
11179 8281 6749
11195 8293 6758
54871 18064 36807 74283 22121 39186 12976 94674 26178 11878 36286 14055 6277 170015 43066 5355 17058 14091 6103 7574 10671 6655 19487 7974 5641 11241 8318 6781
55106 18139 36967 74907 22307 39515 13085 95639 26510 11975 37045 13919 6190 171375 43334 5448 17201 14189 6188 7643 10754 6690 19709 8021 5706 11293 8363 6836
55106 18139 36967 75994 22631 40088 13275 95639 26510 11975 37045 13919 6190 172746 43737 5476 17349 14248 7671 6214 10832 6743 10896 8078 5764 7233 7399 6887 8043 6176
58372 19672 38700 77096 22959 40669 13468 109228 29050 12456 43308 17597 6817 175325 44389 5558 17608 13939 6307 8307 12281 6843 11059 6911 5850 7341 7509 6990 8164 6269
209 No.
Kecamatan Yang Masuk DTA Danau Toba
37 38 39 40 41 42 43 44
Samosir Kec. Sianjur mula mula Kec. Harian Kec. Sitiotio Kec. Onanrunggu Kec. Nainggolan Kec. Palipi Kec. Pangururan Kec. Ronggur Nihuta Kec. Simanindo Simalungun Kec. Silimakuta Kec.Pematang Silimahuta Kec. Purba Kec. Dolok Pardamean Kec. Sidamanik Kec. Girsang Simpang Bolon Kec. Haranggaol Kec. Pematang Sidamanik
45
Karo Kec. Merek
27 28 29 30 31 32 33 34 35
JUMLAH
Sumber : Hasil analisa peneliti
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
130078 10367 11556 14164 18153 23046 24817 7350 20625 117978 21888
130078 10367 11556 0 14164 18153 23046 24817 7350 20625 117978 21888
130168 10057 8032 8295 11919 14908 17490 28321 9043 22103 117978 21888
130568 10095 8062 8326 11964 14963 17556 9078 28428 22096 119954 22115
131116 10137 8096 8361 12016 15022 17629 9114 28553 22188 119954 22115
131205 11069 6818 8726 12688 13267 18846 9941 29990 19860 122067 22505
18004 14497 29551 13467 5128,66 15442
18004 14497 29551 13467 5128,66 15442
18004 14497 29551 13467 5128,66 15442
18189 14647 29855 13858 5689 15601
18189 14647 29855 13858 5689 15601
18509 14905 30381 14102 5789 15876
131549 11098 6835 8749 12722 13302 18895 9967 30069 19912 122067 11814 10691 18509 14905 30381 14102 5789 15876
132023 11138 6859 8780 12768 13350 18963 10003 30178 19984 122067 11814 10691 18509 14905 30381 14102 5789 15876
13908 13908 661874
14215 14215 654044
14274 14274 652361
14378 14378 657779
15577 15577 660490
15654 15654 665953
15880 15880 668981
16130 16130 690241
211 Tabel Lampiran 9 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (mm/bulan)
1997
Jan 45,46
Peb 49,61
Mar 49,01
Apr 49,61
Mei 53,31
Bulan Jun Jul 50,22 90,74
Aug 90,81
Sep 92,37
Okt 88,32
Nop 85,15
Des 81,26
1998
55,38
54,21
60,78
63,24
67,64
66,37
61,39
68,28
59,56
62,00
58,96
55,38
1999
79,24
84,73
81,05
88,51
85,67
92,39
85,67
77,46
76,58
74,83
78,35
74,83
2000
71,35
76,53
80,09
84,69
83,76
84,69
88,47
84,69
76,53
87,51
79,19
82,83
2001
78,26
77,36
93,60
81,95
84,77
83,82
84,77
93,60
77,36
86,69
81,95
77,36
2002
72,59
79,66
85,22
84,28
89,06
91,01
90,03
82,42
80,57
76,96
79,66
78,76
2003
77,03
78,79
83,29
82,38
82,38
83,29
83,29
83,29
85,14
80,57
77,03
72,72
2004
80,12
79,24
77,48
74,90
90,22
90,22
76,62
84,63
74,05
78,36
78,36
75,75
2005
64,78
53,68
85,04
86,87
89,66
64,78
86,87
90,60
87,79
81,44
81,44
80,56
2006
71,81
66,21
82,88
48,94
80,25
85,57
90,15
90,15
86,93
79,38
80,69
78,52
2007
77,57
76,69
83,91
82,98
92,48
85,77
85,77
81,16
83,91
74,95
77,57
74,08
Tahun
Sumber : Hasil analisa peneliti
212
Tabel Lampiran 10 Perkiraan Faktor Singkapan Lahan tahun 2001(mm/bulan)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tutupan Lahan Unclass
Tubuh Air Hutan Kebun Campuran Sawah (Ha) Semak Belukar (Ha) Lahan Terbuka (Ha) Tegalan/Ladang (Ha) Pemukiman (Ha) Total Luas Perairan Total Luas Daratan Total Sumber : Hasil analisa peneliti
Luas ( Ha) 0,25 116.370,94 59.987,29 13.634,99 14.615,13 79.848,48 21.664,17 60.204,47 13.614,65 116.371,19 263.569,18 379.940,37
%Luas
22,76% 5,17% 5,55% 30,30% 8,22% 22,84% 5,17% 100,00%
Nilai Tutupan Lahan m
nilai m
0,10 0,20 0,10 0,30 0,70 0,60 0,50
0,02 0,01 0,01 0,09 0,06 0,14 0,03 0,35
213
Tabel Lampiran 11 Perkiraan Faktor Singkapan Lahan tahun 2005 (mm/bulan) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tutupan Lahan Unclass
Tubuh Air Hutan Kebun Campuran Sawah (Ha) Semak Belukar (Ha) Lahan Terbuka (Ha) Tegalan/Ladang (Ha) Pemukiman (Ha) Total Luas Perairan Total Luas Daratan Total Sumber : Hasil analisa peneliti
Luas ( Ha) 449,29 115.077,56 105.404,54 6.861,51 22.220,72 47.003,37 17.309,61 55.158,74 10.455,00 115.526,85 264.413,49 379.940,34
%Luas
39,86% 2,59% 8,40% 17,78% 6,55% 20,86% 3,95% 100,00%
Nilai Tutupan Lahan m
nilai m
0,10 0,20 0,10 0,30 0,70 0,60 0,50
0,04 0,01 0,01 0,05 0,05 0,13 0,02 0,30
215
Bulan
Tahun Jan Peb Mar 1997 0,09 0,10 0,06 1998 0,09 0,10 0,06 1999 0,09 0,10 0,06 2000 0,09 0,10 0,06 2001 0,16 0,18 0,11 2002 0,16 0,18 0,11 2003 0,16 0,18 0,11 2004 0,16 0,18 0,11 2005 0,16 0,18 0,11 2006 0,16 0,18 0,11 2007 0,14 0,15 0,09 Sumber : Hasil analisa peneliti
Apr 0,05 0,05 0,05 0,05 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,08
Mei 0,06 0,06 0,06 0,06 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,09
Jun 0,10 0,10 0,10 0,10 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,15
Jul 0,09 0,09 0,09 0,09 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16 0,14
Aug 0,07 0,07 0,07 0,07 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,11
Sep 0,04 0,04 0,04 0,04 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,06
Tabel Lampiran 13 Nilai (ETp-ET)=ETpx (m/20)(18-n)
Okt 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Nop 0,02 0,02 0,02 0,02 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03
Des 0,03 0,03 0,03 0,03 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
216
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Bulan Jan 4,09 4,98 7,13 6,42 12,33 11,43 12,13 12,62 10,20 11,31 10,47
Peb 4,96 5,42 8,47 7,65 13,54 13,94 13,79 13,87 9,39 11,59 11,50
Sumber : Hasil analisa peneliti
Mar 2,94 3,65 4,86 4,81 9,83 8,95 8,75 8,14 8,93 8,70 7,55
Apr 2,48 3,16 4,43 4,23 7,17 7,37 7,21 6,55 7,60 4,28 6,22
Mei 3,20 4,06 5,14 5,03 8,90 9,35 8,65 9,47 9,41 8,43 8,32
Jun 5,02 6,64 9,24 8,47 14,67 15,93 14,58 15,79 11,34 14,97 12,87
Jul 8,17 5,53 7,71 7,96 13,35 14,18 13,12 12,07 13,68 14,20 11,58
Aug 6,36 4,78 5,42 5,93 11,47 10,10 10,20 10,37 11,10 11,04 8,52
Sep 3,69 2,38 3,06 3,06 5,42 5,64 5,96 5,18 6,15 6,08 5,03
Okt 0,88 0,62 0,75 0,88 1,52 1,35 1,41 1,37 1,43 1,39 1,12
Nop 1,70 1,18 1,57 1,58 2,87 2,79 2,70 2,74 2,85 2,82 2,33
Des 2,44 1,66 2,24 2,48 4,06 4,13 3,82 3,98 4,23 4,12 3,33
217
Tabel Lampiran 14 Hasil Analisis Penggunaan Lahan menurut RTRW Danau Toba tahun 200-2029 No
1
2
3
4
5
6
7
Kelas Kemampuan Lahan
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Rencana Tata Ruang
Luas (Ha)
Cagar Budaya Pusuk Buhit Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Rakyat Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Hutan Rakyat Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian
193.13 39,808.73 0.71 5,451.22 305.18 5,790.65 4,509.50 782.91 28,681.45 45,247.77 5,010.05 405.98 7,353.31 11,258.18 1,310.84 30,571.46 2,210.18 106.01 203.77 68.41 21.47 316.65
Hutan Lindung Hutan Rakyat Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Kaw. Wisata Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Kaw. Wisata Cagar Budaya Pusuk Buhit Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Hutan Lindung Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Kaw. Wisata
5,098.11 8.17 3,386.13 2,752.00 729.60 11,883.48 1.59 17,323.33 1,046.35 1,065.59 2,450.19 228.95 6,172.47 354.04 518.80 474.90 0.62 60.41 32.23 393.51 1.89 456.43 10,522.46 1,875.66 2,326.46 320.94 2,045.95 13.86
Total
Sumber : Hasil Analisis Peneliti
261,151.65
Tutupan Lahan (RTRW)
Luas (Ha)
Tutupan Lahan (CitraLandsat)
Luas (Ha)
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
45,758.97 4,509.50 5,790.65 782.91 28,681.45 -
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
23,619.03 6,770.55 6,953.62 2,988.72 4,988.15 26,326.68 13,876.74
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
50,663.79 11,258.18 7,353.31 1,310.84 30,571.46 2,316.19 68.41 203.77 21.47 316.65 5,106.28 2,753.59 3,386.13 729.60 11,883.48 18,369.68 2,804.23 1,065.59 228.95 6,172.47 1,054.73 393.51 32.23 1.89 456.43 -
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
16,260.30 4,425.54 8,974.66 4,876.84 4,420.61 32,953.79 29,245.83 1,420.66 2.65 93.93 14.04 24.92 1,290.10 80.18 1,328.60 1,115.48 1,449.79 1,109.22 4,474.41 5,966.67 8,414.93 14,597.12 1,007.00 1,684.92 1,525.39 86.04 5,126.28 4,614.16 199.36 668.09 105.70 15.84 642.18 307.62
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
10,522.46 2,340.32 1,875.66 320.94 2,045.95 -
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
2,611.30 105.99 1,744.83 2,635.10 258.53 7,221.82 2,527.74
261,151.65
261,151.65
Lebih
2,261.05 1,162.97 2,205.81 26,326.68 13,876.74
1,621.35 3,566.00 32,953.79 29,245.83
1,290.10 80.18
379.62 5,966.67 8,414.93
619.33 1,296.45 5,126.28 4,614.16
635.86 103.81 642.18 307.62
2,314.16 7,221.82 152,233.38
Kurang
Ket
(22,139.94) Kurang Lebih Lebih Lebih (23,693.30) Kurang Lebih Lebih
(34,403.49) Kurang (6,832.64) Kurang Lebih Lebih (26,150.85) Kurang Lebih Lebih (895.53) Kurang (65.76) Kurang (109.84) Kurang (7.43) Kurang (291.73) Kurang Lebih Lebih (3,777.69) Kurang (1,638.11) Kurang (1,936.35) Kurang Lebih (7,409.07) Kurang Lebih Lebih (3,772.56) Kurang (1,797.23) Kurang Lebih Lebih (6,086.43) Kurang Lebih Lebih (1,054.73) Kurang (194.15) Kurang Lebih Lebih (440.59) Kurang Lebih Lebih (7,911.16) Kurang (2,234.33) Kurang (130.83) Kurang Lebih (1,787.42) Kurang Lebih 2,527.74 Lebih (152,233.38) Lebih
218
Tabel Lampiran 15 Jenis Tanah DTA Danau Toba No. Jenis Tanah
% terhadapLuas Variasi Bentuk Lahan DTA
1.
Litosol
36,4 Daerah Curam
2.
Podsolik cokelat kelabu, Podsolik
13,8 Datardan Berombak
3.
Litosol Podsolk/Regosol
4.
Podsolik Coklat/Regosol
5.
Alluvial Regosol, Organosol
3,2 Datar
6.
Podsolik Cokelat Kekuningan
2,7 Datar dan Bergelombang
7.
Podsolik Coklat Kelabu, Podsolik Coklat
Sumber : Departemen Kehutanan-IPB 1990 dalam LTEMP 2004
3,5 Daerah Curam 18,7 Bergelombang , Curam
21,6 Datar dan Bergelombang
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumberdaya
air
merupakan
sumberdaya
yang
terbarukan
(“renewable”),dinamis,berperan sangat penting dalam kehidupan di muka bumi inidan berkaitan dengan hidrologi serta memiliki keterkaitan erat dengan banyak cabang keilmuan.Sumberdaya air masih belum mendapat perlindungan secara maksimal.Hal ini dapat dilihat dari pencemaran sumber air, penggundulan hutan yang mengakibatkan terganggunya fungsi peresapan air, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan berubahnya fungsi daerah tangkapan air.Permasalahan umum pada sumber daya air adalah adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Lebih detail, masalah sumberdaya air dibagi menjadi tiga hal pokok, yaitu: (i) masalah kuantitas; (ii) masalah kualitas; dan (iii) masalah distribusi air. Menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,yang dimaksud dengan sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat dan sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya. Salah satu bentuk sumber air dan sumber daya air tersebut adalah danau. Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar atau asin dimana seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan dan dapat
menunjang kehidupan semua mahluk dan kegiatan sosial ekonomi
manusia. Manfaat danau adalah sebagai sumber baku air minum, air irigasi, pembangkit listrik, perikanan dan masih banyak manfaat lainnya. Pemanfaatan danau sebagai salah satu potensi sumber daya air harus didasarkan pada pemahaman sifat dan karakteristik danau serta harus memperhatikan neraca air
2
danau sebagai suatu upaya pelestarian serta perlindungannya. UU No. 7 tahun 2004 tentang SDA pada pasal 2 menyatakan bahwa sumber daya air, termasuk didalamnya danau, dikelola berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan, asas kemanfaatan umum, keterpaduan, kelestarian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan data, Indonesia memiliki sekitar 500 danau besar (luas > 50 ha) dan lebih dari 700 danau kecil (luas danau < 50 ha). Dari keseluruhan danau tersebut, yang terbesar adalah Danau Toba yang berada di Propinsi Sumatera Utara seperti disajikan pada Gambar 1. Danau Toba berada 905 meter diatas permukaan laut dengan panjang 275 km, lebar 150 km dan luas 1130 km2. Kedalaman di bagian utara danau adalah 529 m sedangkan di bagian selatan adalah 429 m. Danau Toba merupakan danau terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau tipe vulkanik kaldera terbesar di dunia (Litbang SDA, 2008). Fungsi kawasan Danau Toba saat ini adalah: (i) secara kuantitas dimanfaatkan sebagai sumber air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air,(ii) secara kualitas dimanfaatkan sebagai ekosistem
perikanan,(iii) secara kontinuitas
sebagai daerah sarana transportasi antar kota di sekitar wilayah Danau Toba,(iv) sebagai sumber bahan baku air minum, (v) sebagai pariwisata dan (vi) sebagai areal untuk penanaman hutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Potensi hidrolistrik, Sungai Asahan diperkirakan dapat membangkitkan lebih dari 1.000 MW. Sekarang ini yang telah dimanfaatkan adalah PLTA Asahan II (PLTA Sigura-gura dan PLTA Tangga) dengan kapasitas 604 MW yang diperuntukan pasokan listrik ke pabrik peleburan aluminium PT.Inalum di Kuala Tanjung. PLTA Asahan I (2 X 90 MW) dan PLTA Asahan III (154 MW) dalam proses pembangunan. Dari hasil penelitian, masih dapat dikembangkan PLTA Asahan IV dan V, masing-masing dengan kapasitas sebesar 80 MW dan 18 MW (Otorita Asahan, 2010). Air Danau Toba merupakan sumber air minum bagi sebahagian besar masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Sekitar 82% masyarakat di pinggir Danau Toba menggunakan air danau sebagai sumber air minum, baik secara langsung maupun melalui pengolahan sederhana. Terdapat tiga intake PDAM yang memanfaatkan air Danau Toba sebagai air baku air minum, yakni di
3
Pangururan, Balige dan Laguboti serta terdapat ratusan pompa air milik masyarakat maupun perhotelan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air domestik. Keseluruhan aktifitas ini memberi dampak pada penurunan kualitas air danau (Sitanggang2009). Menurut data Badan Koordinasi Pelestarian Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT), ada sekitar 81lokasi Keramba Jaring Apung di perairan Danau Toba yang mempunyai kegiatan perikanan. Dokumen LTEMP No. 0401 menyebutkan bahwa jumlah keramba jaring apung yang tercatat pada tahun 1999 berjumlah 2.407 unit, terdiri dari 1.704 unit milik masyarakat dan 703 unit milik perusahaan swasta dengan luas keseluruhan areal perairan yang digunakan sekitar 40 Ha. Di perairan ini terdapat berbagai jenis ikan, diantaranya jenis ikan asli yang hampir punah antara lain Ikan Batak yang terdiri dari dua spesies yaitu Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus sorodan, juga terdapat remis yang bersifat endemik yaitu Remis Toba (Corbicula tobae). Sedangkan berbagai jenis ikan, baik yang alami maupun hasil budidaya yang bukan endemic antara lain adalah ikan Mas, Mujair, Nila, Tawes, Lele dan Gabus (LTEMP, 2004). Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Toba, khususnya di wilayah hulu telah mengalami degradasi kualitas lingkungan yang sangat berat berupa perubahan tataguna lahan dan konversi hutan, fluktuasi debit air yang tinggi, dan pencemaran air yang berat. Laju erosi dan sedimentasi yang terjadi semakin tinggi dan telah mencapai tingkat yang membahayakan bagi pengguna air di DTA Danau Toba maupun DAS Asahan secara keseluruhan(LTEMP 2004). Degradasi lingkungan berupa pencemaran air yang berasal dari pertanian, pemukiman dan industri menyebabkan karat pada peralatan dan instalasi produksi energi listrik PLTA dan PDAM. Kondisi ini menimbulkan potensi kerugian bagi PLTA dan PDAM,
karena tidak dapat berproduksi secara konstan pada kapasitas yang
direncanakan (Tampubolon, 2009). Kerusakan hutan di sekitar Danau Toba sudah sedemikian parah. Hal ini diperkirakan terjadi akibat penebangan pohon secara liar dan adanya aktifitas penebangan untuk kebutuhan pabrik pulp. JICA (2004) melaporkan bahwa jumlah total lahan tidur, lahan kosong dan lahan kritis di DTA Danau Toba mencapai luas 24 ribu hektar, atau sekitar 18% dari total wilayah yang tersedia untuk pertanian (Aswandi dan Sunandar AD, 2007).
4
02020’LU
04000’LU
0
03 00’LU
0
02 00’LU
01000’Lu
00000’
0
01 00’LS 0 97 00’BT
0
98 00’BT
0
99 00’BT
0
100 00’ BT 0
0
100 40’BT
96 50’BT
Gambar 1 Kawasan Danau Toba, Propinsi Sumatera Utara
5
Perairan Danau Toba merupakan sarana yang penting yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai transportasi dengan Kapal dan Ferry. Transportasi air berpotensi menambah bahan pencemarmelalui ceceran minyak dan oli dari kapal atau perahu bermotor.Juga pembuangan limbah plastik, kaleng minuman, baterai bekas dan sampah lainnya dari atas kapal ke danau turut menambah pencemaran ke perairan Danau Toba. Secara kuantitas, tinggi permukaan air Danau Toba diduga terus menurun karena volume air yang keluar melalui hulu sungai Asahan lebih besar dari volume air yang masuk ke Danau Toba melalui daerah tangkapan airnya. Penurunan permukaan air Danau Toba secara visual memang terlihat lambat seiring perjalanan waktu, namun keadaan itu adalah karena hamparan air danau itu sangat luas sehingga memberi kesan bahwa penurunan permukaan air danau terlihat pelan. Dengan perkiraan luas Danau Toba yang sangat besar, dengan tinggi permukaan air danau yang telah turun maka sebenarnya volume air yang turun atau hilang telah mencapai jumlah yang sangat besar. Dari uraian diatas, daerah tangkapan air Danau Toba diduga telah mengalami permasalahan ketersediaan air. Permasalahan tersebut terjadi akibat dari penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan dan rencana tata ruang dan wilayah. Perubahan penggunaan lahan, perubahan kondisi hidrologi daerah tangkapan air danau, persepsi masyarakat yang tidak tepat terhadap kawasan danau serta penurunan kualitas air danau akibat pencemaran juga menjadi perhatian penting didalam permaslahan ketersediaan air DTA Danau Toba. Sehubungan dengan kondisi tersebut di atas maka, perlu dilakukan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan danau secara lestari dan serius. Penelitian Model Konservasi Sumber Daya
Air
Danau Toba masuk dalam
konteks perlindungan dan pemeliharaan ini.
6
1.2 Kerangka Pemikiran Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun hayati yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraannya
(Soerianegara,
1977).
Pengelolaan
sumber
daya
alam
merupakan suatu proses pengalokasian sumber daya alam dalam ruang dan waktu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan perimbangan antara populasi manusia dengan ketersediaan sumber daya alam disertai usaha
pencegahan
terhadap kerusakan lingkungan. Kawasan Danau Toba memiliki nilai sumber daya alam yang tinggi bagi kehidupan manusia dengan memanfaatkan secara langsung hutan, lahan dan perairan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Perubahan penggunaan lahan daerah tangkapan air kawasan danau diperkirakan memberikan pengaruh yang dominan terhadap hidrologi kawasan tersebut, dan selanjutnya berpengaruh terhadap stabilitas ketersediaan air kawasan danau.Perubahan penggunaan lahan berarti merubah tipe dan proporsi tutupan lahan, selanjutnya berpengaruh terhadap luas permukaan dan kemudian mempengaruhi resapan air ke tanah serta mempengaruhi peningkatan aliran permukaan. Hal tersebut diduga terjadi karena perubahan pada kawasan hutan, pertanian, tegalan, pemukiman, parawisata dan industri yang diakibatkan oleh kegiatan perekonomian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibat selanjutnya adalah tinggi permukaan air Danau Toba menjadi tidak stabil dandiperkirakan mengganggu pasokan air ke PLTA Asahan, kedalaman intake PDAM, sistem transportasi danau khususnya operasional dermaga kapal, ekosistem perairan pesisir danau serta kelangsungan dari keramba jaring apung.Jika hal ini dibiarkan maka suatu ketika, sumber daya alam kawasan ini tidak bisa dimanfaatkan secara maksimum. Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu model kebijakan yang tepat. Kebijakan yang tepat ini dimaksudkan untuk memantau agar tindakanyang dilakukan oleh setiap badan atau orang yang memanfaatkan air danau ini, tidak mengganggu keberadaan ekosistem, ekonomi dan stabilitas sosial. Model ini perlu dirancang dengan suatu pengelolaan yang sistemik,holistik, menyeluruh dan melibatkan stakeholder dengan pilar sosial, ekonomi dan lingkungan. Kerangka penelitian ini diillustrasikan pada Gambar 2.
7
POTENSI SUMBER DAYA ALAM
KONDISI HIDROLOGI
PERTUMBUHAN PENDUDUK
KONDISI LAHAN
KETERSEDIAAN AIR
PERTUMBUHAN EKONOMI
KONDISI SOSIAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
KEBUTUHAN AIR
PENGGUNAAN LAHAN
PERTUMBUHAN PENDUDUK
KONSEP KONSERVASI SUMBER DAYA AIR KAWASAN DANAU TOBA
KELESTARIAN EKOLOGY
KELESTARIAN EKONOMI
KELESTARIAN SOSIAL
MODEL KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DANAU TOBA YANG BERKELANJUTAN
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
8
1.3 Perumusan Masalah Keberhasilan sumber daya alam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sangat tergantung dari pada cara pandang masyarakat terhadap sumber daya alam tersebut. Jika masyarakat menganggap bahwa sumber daya alam harus dimanfaatkan
secara
besar-besaran
dalam
tempo
yang
singkat
tanpa
mengindahkan kelestarian lingkungan, maka akan segera timbul permasalahan dalam hal daya dukung dan ketersediaannya. Dengan demikian masalah yang timbul adalah bagaimana merubah cara pandang masyarakat terhadap sumber daya alam agar cara pandangnya menjadi benar. Cara pandang yang lama perlu dirubah menjadi cara pandang
berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi dan ekologi. Dalam memenuhi kebutuhan air yang berfluktuasi, perubahan besaran ketersediaan air harus didukung oleh keberadaan sumber dan cadangan air yang baik.Jumlah air yang diindikasikan oleh tinggi permukaan air harus berada pada kisaran yang ditetapkan terutama pada bulan-bulan kering sehingga kebutuhan air terutama pasokan air terhadap PLTA Asahan tetap terjamin. Berkurangnya ketersediaan air
akan mengganggu kelangsungan operasional PLTA dan
terganggunya ekosistem danau. Sebaliknya, jika terlalu banyak ketersediaan air maka muka air danau akan naik bahkan terjadi banjir yang berakibat terhadap terganggunya ekosistem di pinggiran danau. Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba ? 2. Bagaimana neraca keseimbangan air Danau Toba? 3. Bagaimana persepsi pakar tentang konservasi sumberdaya air danau ? 4. Bagaimana rumusan model konservasi sumber daya air danau yang berkelanjutan ? Perumusan permasalahan ini diilustrasikan pada Gambar3.
9
Aktivitas Ekonomi
Potensi Sumber Daya Alam
Pertumbuhan Penduduk dan Aktivitas Sosial
Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kawasan Danau Toba
PLTA
Bahan Baku Air
Kualitas Air menurun
Keramba Jaring Apung
Kuantitas Air tidak stabil
Transportasi Antar Kota
Parawisata
Penggunaan Lahan tidak beraturan
Pemukiman
Hutan dan non Hutan
Tataruang tidak beraturan
Tekanan Penduduk
Degradasi Lingkungan Kawasan Danau Toba
Permasalahan Lingkungan
Penurunan Potensi Ekonomi Danau
Penurunan Potensi Ekologi Danau
Ketidakstabilan Sosial
Masalah Keberlanjutan
Gambar 3 Perumusan Masalah Penelitian
10
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan model konservasi sumber daya air Danau Toba untuk diterapkan oleh para pengambil kebijakan ketersediaan sumber daya air. Tujuan khusus penelitian adalah untuk : 1. Mengkaji kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba 2. Mengkaji neraca keseimbangan air Danau Toba 3. Merumuskan persepsi pakar tentang konservasi sumberdaya air danau 4. Merumuskanmodel konservasi sumberdaya air danau
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam penetapan kebijakan untuk meningkatkan perekonomian namun dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosial dan kondisi ekologi 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi dunia usaha didalam pemanfaatan sumber daya air kawasan Danau Toba 3. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan lembaga masyarakat di sekitar Danau Toba dalam pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan 4. Sebagai bahan masukan bagi Perguruan Tinggi dan Lembaga penelitian dalam
studi lanjutan pengelolaan sumber daya alam,
khususnya danau.
1.6 Kebaruan (Novelty) Kebaruan dari penelitian ini adalah dalam hal kajian pengaruh perubahan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air terhadap neraca air dan tinggi muka air Danau Toba dalam rangka menjamin kelangsungan pengoperasian PLTA Asahan. Kebaruan ini juga menyangkut model konservasi sumber daya air danau di Indonesia yang dibangun dengan pendekatan sistem. Penelitian tersebut di atas belum ada sebelum penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Daerah Tangkapan Air Danau
2.1.1 Danau Danau adalah suatu cekungan pada permukaan bumi yang berisi air atau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar atau asin dimana seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.Danau merupakan suatu wadah alam yang dapat menahan kelebihan air pada masa aliran air tinggi untuk digunakan pada masa kekeringan dan untuk menampung air untuk pengelolaan dikemudian hari.Fungsi utama dari danau adalah irigasi pengairan sawah, objek pariwisata, pembangkit listrik tenaga air, tempat usaha perikanan, sumber penyediaan air bagi makhluk hidup sekitar dan pengendali banjir serta pengendali erosi.Dengan demikian danau merupakan salahsatu sumber daya alam yang menunjang kehidupan manusia. Daerah tangkapan air dari suatu kawasan danau merupakan suatu wilayah ketersediaan air dan juga merupakan suatu ekosistem yang mempunyai unsurunsur sumber daya alam tanah, vegetasi, udara dan air serta manusia sebagai pelaku pendayagunaan. Antar unsur tersebut mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan saling terkait untuk mencapai produk tertentu serta kondisi air tertentu yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan manusia.Kondisi air yang dihasilkan baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan
kondisi
hidrologis
dari
Daerah
Tangkapan
Air
(DTA)
danau.Indonesia memiliki berbagai jenis danau yakni : •
Danau Buatan / Waduk. Danau buatan adalah danau yang secara sengaja dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, perikanan darat, air minum, dan lain sebagainya. Contohadalah Waduk Jatiluhur di Jawa Barat.
•
Danau Kars. Danau kars adalah danau yang berada di daerah berkapur di mana yang berukuran kecil disebut doline dan yang besar dinamakan uvala.
•
Danau Tektonik. Danau tektonik adalah danau yang terjadi akibat adanya aktivitas / peristiwa tektonik yang mengakibatkan permukaan tanah pada
12
lapisan kulit bumi turun ke bawah membentuk cekung dan akhirnya terisi air. Contohnya adalah Danau Toba di Sumatera Utara. •
Danau Vulkanik/Danau Kawah. Danau vulkanik adalah danau yang terbentuk pada bekas kawah gunung berapi. Contohnya adalah Danau Batur di Bali. Sesuai dengan kepentingan PLTA Asahan yakni terjaganya daya dukung
lingkungan hidup dan sasaran mafaatnya serta tersedianya volume air danau yang berkelanjutan untuk membangkitkan daya listrik sesuai kapasitas terpasang PLTA maka diperlukan intakerata-rata tahunan ke Danau Toba lebih besar dari 110 m3/s . Untuk itu, elevasi permukaan air Danau Toba perlu dijaga pada kisaran 903,00 m – 905,00 m. Namun permasalahan yang dihadapi saat ini adalah menurunnya daya tangkap dan daya tahan air DTA Danau Toba yang diduga bersumber dari perubahan-perubahan pada sektor kehutanan, pertanian, perikanan, parawisata, industri dan penyimpangan tata ruang (Asahan, 2003) 2.1.2 Daerah Tangkapan Air Daerah tangkapan air (DTA) danaumerupakan bagian dari daerah aliran sungai, dalam hal ini daerah tangkapan air Danau Toba merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan tertentu yangmerupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yangberfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal daricurah hujan ke danau atau laut secara alami. DAS mempunyai batas di darat yangmerupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerahperairan yang masih terpengaruh aktivitas di daratan (Pasal 1 ayat 11 UUNo. 7 Tahun 2004) DAS adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografis adalah punggung bukit dan pemisah bawah berupa batuan (Manan, 1983, diacu dalam Yuzni, 2008 ). DAS dalam beberapa literatur menggunakan istilah yang berbeda dengan arti yang sama, di antaranya menggunakan istilah watershed, river basin, catchment,
atau
drainage
basin.
Istilah
watershed
digunakan
karena
hubungannyadengan batas aliran, sedangkan istilah river basin, catchment, atau
13
drainage basin digunakan karena hubungannya dengan daerah
aliran
(Wijayaratna,2000 diacu dalam Yuzni, 2008). DAS merupakan satuan hidrologi yang dibagi menjadi sub-DAS, sub-subDAS, dan seterusnya sesuai dengan ordo sungai.Dalam sebuah DAS terdapat keterkaitan dan ketergantungan antara berbagai komponen ekosistem (vegetasi, tanah, dan air) dan antara berbagai bagian dan lokasi.DAS merupakan suatu ekosistem, tempat unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS, sehingga perencanaan DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perhatian mengingat bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Pasaribu, 1999 diacu dalam Yuzni, 2008). 2.2
Kondisi Ekologis
2.2.1 Sumberdaya fisik Setiap daerah tangkapan air danau memiliki karakter biofisik yang berbeda yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu daerah tangkapan air. Pengumpulan data fisik yang dilakukan dengan
mencatat
beberapa faktor yang dominan pada suatu wilayah akan mencerminkan karakteristik suatu DTA. Faktor-faktor pengontrol karakteristik DAS antara lain adalah faktor iklim, kondisi tanah, geologi dan faktor hidrologi. Untuk menggambarkan kondisi sumberdaya fisik danau maka digunakan data iklim, data tanah, data geologi dan data topografi. Danau memiliki karakteristik fisik yang khas yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan penutupan dan penggunaan lahan maupun terhadap kegiatan manusia di dalam DTA. Karakteristik fisik yang khas ini mencakup (1) iklim, (2) kondisi jenis tanah (3) kondisi formasi batuan dan (4) kondisi topografi 2.2.2 Kependudukan Pertumbuhan penduduk yang semakin besar menimbulkan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan tempat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya menjadi semakin besar. Kebutuhan lahan tersebut akan dilanjutkan dengan kegiatan pemanfaatan lahan dan oleh karena keinginan umumnya penduduk memanfaatkan lahan semaksimal mungkin sedangkan luas lahan relatif tetap,
14
sehingga cenderung pemanfaatan lahan tersebut
tidak mempertimbangkan
prinsip ekologi misalnya memperluas lahan garapannya hingga ke lahan-lahan yang memiliki fungsi lindung, seperti lahan yang memiliki kelerengan tinggi, ditepi sungai atau bahkan merambah ke hutan lindung sehingga akhirnya dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem (Nurwijayanto, 2008) Menurut Soemarwoto (1989), tekanan penduduk disebabkan lahan pertanian disuatu daerah tidak cukup untuk mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang dianggap layak. Karena itu penduduk berusaha untuk mendapatkan tambahan pendapatan dengan membuka lahan baru atau pergi ke kota. Dorongan untuk membuka lahan atau/dan untuk pergi ke kota disebut tekanan penduduk. Indikasi adanya tekanan penduduk terhadap suatu wilayah dapat dilihat dengan nilai indeks tekanan penduduk. Menurut persamaan Soemarwoto indeks tekanan penduduk dipengaruhi oleh proporsi jumlah masyarakat yang bekerja dalam bidang pertanian dalam wilayah tersebut (f), luas lahan minimal yang dapat memberikan hasil untuk hidup layak atau setara 640 kg beras/tahun (z), tingkat pertumbuhan penduduk (r), serta luas lahan pertanian (L) dan jumlah seluruh penduduk (P). Luas lahan pertanian yang dapat memberikan hasil untukmemenuhi kehidupan yang layak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah produktivitas lahan serta jenis tanaman yang dibudidayakan.Nilai kebutuhan lahan pertanian minimum untuk mendapatkan kehidupan yang layak diasumsikan seragam yaitu 0,78/ha/orang sesuai dengan yang ditetapkan tapak ekologi (ecological foot print) untuk Indonesia (Said R et al. 2009). 2.2.3 Penggunaan Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Definisi lain adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan tanah. Dalam hal ini tanah juga mengandung pengertian ruang atau tempat(Sitorus, 2009). Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang
15
sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya alam diperlukan dalam setiap kehidupan Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan (Hardjowigeno dan Widiatmaka,2007).Dalam kajian potensi sumber daya air aspek penting yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah kemampuan lahandan perubahan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air. Perubahan penggunaan lahan daerah tangkapan air (DTA) suatu danau akan menentukan umur guna danau karena adanya penurunan produksi air dan peningkatan sedimentasi. Artinya, umurguna danau sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas air sungai yang menjadi inlet danau.Peningkatan jumlah penduduk akan menambah luas pemukiman dan areal budidaya pertanian. Kondisi demikian akan menyebabkan semakin besarnya aliran permukaan dan peningkatan laju sedimentasi DTA yang melebihi batas ambang. Penggunaan lahan disekitar kawasan danau seperti pertanian, perkebunan, persawahan, pemukiman dan hotel dapat menghasilkan berbagai limbah yang dapat mencemarkan perairan danau. Alih fungsi lahan dari hutan menjadi areal pertanian dan areal pertanian menjadi non pertanian akan menyebabkan terjadinya peningkatan erosi permukaan pada tahap awal. Selanjutnya, tanah yang tererosi tersebut akan terbawa ke sungai yang menyebabkan laju sedimentasi DTA meningkat.Alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian atau dari lahan pertanian menjadi non pertanian tentunya akan mempengaruhi karakteristik hidrologis DTA bersangkutan. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kawasan pertanian, tegalan, pemukiman, hotel dan industri yang mengakibatkan air hujan yang jatuh pada kawasan ini tidak banyak lagi meresap kedalam tanah. Air tersebut tidak tertahan sebagai air tanah melainkan lebih banyak melimpas sehingga debit air pada kawasan danau ini meningkat secara signifikan pada waktu musim hujan tetapi pada waktu musim kemarau tinggi permukaan air menurun drastis.
16
2.3
Kemampuan Lahan dan Tata Ruang
2.3.1 Kemampuan Lahan Kemampuan lahan adalah kemampuan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu secara umum. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kesesuaian sebidang lahan untuk mendukung penggunaan komoditas tertentu (misalnya padi, jagung, wisata dll). Dalam istilah kesesuaian lahan, dikenal kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial.Kesesuaian Lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang masih alami atau belum diberikantindakan-tindakan perbaikan yang berarti dalam
tingkatpenelolaan
untuk
keperluan
tertentu,
(Hardjowigeno
dan
Widiatmaka, 2007) Kesesuaian Lahan potensial adalah kesesuaian lahan untuk penggunaan
tertentu,
seperti
pada
lahan
tersebut
telah
diberikan
masukan/input.(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) Untuk mengetahui kemampuan suatu lahan maka perlu dilakukan klasifikasi kemampuan lahan. Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan pengelompokanya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat – sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari. Kemampuan disini dipandang sebagi kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan di Amerika Serikat adalah sistem dari United States Department of Agriculture (USDA), yang dikemukakan dalam Agricultural Handbook No.210 (Klingebiel & Montgomery, 1961). Pengelompokan kemampuan lahan dalam sistem ini dilakukan secara kualitatif dan dapat dikatakan merupakan pendekatan pertama dari pendekatan dua tahap menurut FAO (1976). Sistem ini mengenal tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas, dan unit. Penggolongan kedalam kelas, sub-kelas dan unit didasarkan atas kemampuan lahan tersebut untuk memproduksi pertanian secara umum, tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Kemampuan Lahan Tingkat Kelas Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat. Tanah dikelompokkan kedalam kelas I sampai kelas VIII, dimana semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah
17
kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). a. Kelas I Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah, dan responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas. b. Kelas ll Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan
guludan,
disamping
tindakan-tindakan
pemupukan.
Faktor
penghambat lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng melandai (gentle slope), (2) kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah agak kurang ideal, (4) struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase yang buruk (wetness) yang mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8) iklim sedikit menghambat. c. Kelas lll Lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Faktor penghambat
18
lahan kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat perikut: (1) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4) permeabilitas sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas atau Na sedang, (10) penghambat iklim sedang. Tanah yang berdrainase agak buruk dengan permeabilitas lambat perlu perbaikan drainase. Perlu pemilihan pola tanam yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi mudah diolah. Untuk mencegah pelumpuran dan meningkatkan permeabilitas tanah, perlu dilakukan penambahan bahan organik, disamping tidak mengolah tanah pada waktu basah. d. Kelas IV Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam, (2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang telah tejadi berat, (4) tanah dangkal, (5) daya menahan air rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman, (7) drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau Na agak tinggi, (9) penghambat iklim sedang. Pada lahan yang berlereng curam, bila digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan teras atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah atau makanan ternak atau pupuk hijau selama 3 sampai 5 tahun. Untuk tanah yang berdrainase buruk, perlu membuat saluran-saluran drainase. e. Kelas V Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) drainase yang sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatubatu dan (4) penghambat iklim cukup besar.
19
Sebagai contoh lahan kelas V ini adalah: (a) lahan di lembah-lembah yang sering kebanjiran sehingga tanaman tidak dapat berproduksi secara normal, (b) lahan datar dengan musim tumbuh yang pendek, (c) lahan datar yang berbatu, (d) daerah yang tergenang yang tidak cocok untuk tanaman pertanian tetapi cocok untuk rumput atau pohon-pohonan. f. Kelas VI Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan. Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus selektif. Bila dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu salah satu atau lebih sifatsifat berikut: (1) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat buruk atau tergenang, (8) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar. g. Kelas Vll Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan. Faktor penghambatnya lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut: (1) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat, (6) salinitas atau Na sangat tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat. h. Kelas Vlll Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat yang tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat berikut: (1) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4) berbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) sangat terjal. Bad-land, batuan singkapan, pasir pantai, bekas-bekas pertambangan, dan lahan yang hampir gundul termasuk dalam kelas ini.
20
Kemampuan Lahan Tingkat Sub-kelas Pembagian
kemampuan
lahan
pada
tingkat
Sub-kelas
adalah
pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan jenis faktor penghambat yang sama. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, yaitu: bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), dan iklim (c). •
Sub-kelas erosi (e), terdapat pada lahan dimana erosi merupakan problema utama. Kepekaan erosi dan erosi yang telah terjadi merupakan petunjuk untuk penempatan dalam sub-kelas ini.
•
Sub-kelas kelebihan air (w) terdapat pada lahan, dimana kelebihan air merupakan faktor penghambat utama. Drainase yang buruk, air tanah yang dangkal, dan bahaya banjir merupakan faktor-faktor yang digunakan untuk penentuan subkelas ini.
•
Sub-kelas penghambat terhadap perakaran tanaman (s) meliputi lahan yang dangkal, banyak batu-batuan, daya memegang air yang rendah, kesuburan rendah yang sulit diperbaiki, serta garam dan Na yang tinggi.
•
Sub-kelas iklim (c) terdiri dari lahan, dimana iklim merupakan penghambat utama. Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis di belakang angka kelas
seperti berikut: Ille, Ilw, IVs, dan sebagainya, yang masing-masing menyatakan lahan kelas III yang disebabkan oleh faktor erosi (e), lahan kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w) dan lahan kelas IV yang disebabkan oleh terhambatnya perakaran tanaman (s). 2.3.2 Tata Ruang RTRWP 1993 Sumatera Utara mengarahkan Danau Toba sebagai kawasan budidaya dan kawasan lindung. Sebagai Kawasan Lindung, Kawasan Danau Toba perlu dijaga kelestariannyasedangkan sebagai Kawasan Budidaya, pemanfaatan ruangnya perlu diatur agar tidak terjadi kelebihan kapasitas kegiatan yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Pemanfaatan ruang pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba mempunyai peranan penting dalam menjaga
21
kelestarian Danau Toba agar tetap mempunyai fungsi,terutama sebagai sumberair untuk PLTA Asahan serta fungsi penting yang lainnya. Struktur Penataan Ruang Struktur penataan ruang Kawasan Danau Toba dilakukan dengan menetapkan tata jenjangpusat-pusat pengembangan wilayah serta keterkaitan antar pusat pengembangan, didukung oleh pengembangan kegiatan sosialekonomi dan penyediaan prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan masingmasing fungsi pusat permukiman (P U, 2011) Pola Pemanfaatan Ruang Perencanaan pemanfaatan ruang Kawasan Danau Toba adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan kegiatan budidaya. Pemanfaatan lahan untuk kawasan
budidaya
dimaksudkan
untuk
kebutuhan
permukiman
sampai
pemanfaatan untuk pertanian, perkebunan bahkan hutan. Yang terpenting adalah pemanfaatan lahan untuk budidaya tidak melanggar batasan dan kriteria kawasan lindung (P U, 2011) Penggunaan lahan secara nyata di daerah tangkapan air Danau Toba perlu dikendalikan dengan menganalisis sejauh mana perbedaan antara penggunaan lahan secara nyata dengan rencana tata ruang dan wilayah. Perbedaan ini akan mempengaruhi terhadap fungsi dari perairan Danau Toba secara keseluruhan. 2.4
Hidrologi dan Neraca Air Danau
2.4.1 Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran, sifat-sifat kimia dan fisiknya, reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungan dengan mahluk-mahluk hidup (WMO, 1974). Siklus hidrologi adalah sirkulasi gerakan air laut ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi dan akhirnya mengalir kembalikelaut. Air akan selalu ada karena air bersirkulasi tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir mengikuti siklus hidrologi. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS)atau Daerah Tangkapan Air (DTA) yang disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.
22
Gambar 4 Daerah Tangkapan Airdengan Inputdan Output Hidrologinya (Messerly dan Ives, 1977dalam Aguset al. 2004).
Gambar 5. Daur Hidrologi (Ditjen RLPS 2009)
Siklus air dimulai dari hujan (presipitasi) turun ke bumi, kemudian sebagian langsung menguap (evaporasi), sebahagian ada yang meresap oleh tumbuhan dan menguap (evapotranspirasi), sebagian mengalir diatas permukaan (run off) serta sebagian masuk meresap ke dalam tanah (infiltrasi). Air permukaan mengalir menjadi air sungai menuju danau atau langsung menuju laut dan mengalami penguapan (evaporasi).
23
Air yang meresap ke dalam tanah mengalir ke permukaan air tanah (perkolasi) dan menjadi air simpanan (water storage) serta kemudian menjadi aliran dibawah permukaan tanah (base flow) menuju danau atau menuju laut danada pula yang keluar sebagai mata air dan mengalir sebagai air permukaan. Air permukaan dan aliran bawah tanah pada akhirnya terkumpul pada suatu danau atau laut.Air sungai, air danau dan air laut mengalami penguapan (evaporasi) dan uap air terbawa angin ke atmosfir serta mengembun menjadi awan dan awan menjadi hujan (Soemarwoto,1991). 2.4.2 Curah Hujan Curah hujan atau presipitasi adalah uap yang mengkondensasi di atmosfer kemudian jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi.Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm).Presipitasi dibagi menjadi curah hujan terpusat (point rainfall) dan curah hujan daerah (areal rainfall).Curah hujan terpusat (point rainfall) adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau data mentah yang tidak dapat langsung dipakai.Curah Hujan Daerah (areal rainfall) adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Untuk menentukan curah hujan rata rata dapat digunakan 3 cara yaitu cara Arithmatik, cara Thiessen, cara Ishoyet. Dalam penelitian ini penentuan besarnya hujan rata-rata pada daerah aliran menggunakan data curah hujan maximum setiap hujan dari stasiun hujan dengan metoda Poligon Thiessen karena luasan daerah tangkapan air sangat besar, seperti digambarkan pada Gambar 6
Gambar 6 Polygon Thiessen
24
Rrata-rata
R rata-rata R1,R2,….Rn N A1,A2,….An
= = = =
Curah hujan rata-rata (mm ) Curah hujan disetiap titik pengamatan (mm ) Jumlah pengamatan Luas daerah pengaruh stasiun hujan (km2)
2.4.3 Evaporasi Evaporasi merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1978). Evaporasi dapat terjadi pada sungai, danau, laut, dan permukaan tanah.Faktorfaktor yang mempengaruhi besarnya evaporasi yakni radiasi matahari, angin, kelembaban dan suhu.Jumlah air yang menjadi uap naik ke atmosphere yang berlangsung secara terus menerus merupakan peristiwa penguapan atau evaporasi yang besarnya untuk suatu danau sebesar 0,70 dari evaporasi hasil pengukuran lapangan dengan panci evaporasi (Epe) Ev = 0.70 x Epe……………….(2.2) 2.4.4 Transpirasi Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-pori daun oleh proses fisiologi. Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan masing-masing tanaman berbeda kebutuhannya. Transpirasi sulit diukur karena hanya sebagian kecil air yang tertinggal didalam tubuh tumbuh-tumbuhan, sebagian dari padanya setelah diserap oleh akar-akar dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tubuh tumbuh-tumbuhan yang berdaun sehingga perhitungan transpirasi digabungkan dengan evaporasi yang disebut evapotranspirasi (Sosrodarsono, 1978)
25
2.4.5 Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah, permukaan air, serta tanaman menguap keudara (Sosrodarsono, 1976).Secara umum di lapangan sulit membedakan antara evaporasi dan transpirasi apabila tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan dan kedua proses tersebut saling berkaitan sehingga dinamakan evapotranspirasi. Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari. Evapotranspirasi tergantung pada : (i) Adanya persediaan air yang cukup, (ii) Faktor iklim, seperti suhu, kelembaban dan (iii) Jenis dan pengolahan tumbuh-tumbuhan Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus :
E = ETp – ET ……………………………(2.3)
dimana ETp adalah nilai Evapotranspirasi Potensial dan ET adalah nilai Evapotranspirasi Terbatas
dengan tahapan perhitungan dilakukan sebagai
berikut: Evapotranspirasi Potensial (ETp=e) Perhitungan nilai ETp menggunakan metode Dr. Thornthwaite yang memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses Evapotranspirasi dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses (Ssrodarsono, 1978). ETp = e = 1,6 * (10*t/I) a ……………….…………(2.4)
a = 0,000000675.I³ – 0,0000771.I² + 0.017921.I + 0.49239 a
;
e = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan) dan t = suhu rata-rata bulanan (ºC)
26
Evapotranspirasi Terbatas (ET) Perbedaan evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas dibanding dengan evapotranspirasi potensial dihitung menurut metode F.J.Mock (Sri Harto Br. 1993)dengan rumus :
(ETp – ET)/ETp
= (m/20)(18-n)............................................(2.5)
(ETp – ET)
= ETp* (m/20)(18-n)
ET
= ETp – [ETp*(m/20)(18-n)]……………………..………. (2.6)
dimana m = singkapan lahan (Exposed surface (%) dan n = jumlah hari hujan dalam sebulan. 2.4.6 Water Surplus atau Surplus Curah Hujan Surplus Curah Hujan (Water Surplus) adalah curah hujan yang jatuh ke permukaan daratan setelah mengalami evapotranspirasi yang dirumuskan dengan :
WS=CH- ET ……………………………………..(2.7) CH = Curah hujan; ET = Evapotranspirasi Terbatas/Aktual 2.4.7 Infiltrasi, Direct Run Off dan Base Flow Infiltrasi adalah proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah (Sosrodarsono, 1978). Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off ) dan mengalami perkolasi.Limpasan permukaan (surface run off/ direct run off) adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah yakni curah hujan yang dikurangi sebagian besarnya infiltrasi (Sosrodarsono, 1978). Aliran air tanah atau aliran dasar (base flow) adalah aliran yang menginfiltrasi ke dalam tanah mencapai permukaan air tanah dan bergerak menuju sungai dalam beberapa hari, beberapa minggu atau lebih. Menurut Mock(Sri Harto Br., 1993) infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if). Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran.
27
Untuk menjelaskan proses aliran air di dalam sistem tanah dan sungai digunakan pendekatan yang dikembangkan oleh F.J. Mock(Sri Harto Br., 1988).Metode ini mampu menduga infiltrasi (I), aliran dasar (Bf), dan limpasan (RO) yang nilainya sesuai dengan persamaan berikut:
I = WS x i …………………………………….(2.8) DRO = WS – I …………………………………….(2.9) Vn = [0.5 x ( 1+k ) x I ] + ( k x Vn-1 )…….…….(2.10) Bf = I x ( Vn – Vn-1 )…………..………..…...….(2.11) . I = infiltrasi, S= surplus air, i = koefisien infiltrasi, DRO = direct run off, Vn= simpanan air tanah bulan ini; Vn-1= simpanan air tanah bulan lalu; Bf= aliran dasar, k=faktor resesi air tanah 2.4.8 Limpasan (Run Off) Limpasan merupakan gabungan atau penjumlahan dari limpasan permukaan dengan aliran dasar yang masuk ke sungai atau ke danau merupakan komponen hidrograf (Sosrodarsono, 1976) RO = RO = limpasan.
Bf + DRO ……………………………(2.12)
2.4.9 Ketersediaan Air Ketersediaan air adalah jumlah air yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi di sungai dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Model F.J. MOCK menggunakan lima parameter yang menggambarkan karakteristik DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem, yaitu : singkapan lahan, koefisien infiltrasi, kapasitas kelembaban tanah, initial storage dan faktor resesi air tanah. Debit inflow adalah debit air yang masuk ke danau yang berasal dari curah hujan yang di pengaruhi oleh faktor klimatologi dan kondisi daerah tangkapan untuk menghasilkan debit empiris yang disusun berdasarkan urutan seperti yang disajikan pada Gambar 7.
28
WS = Pnet - SS
hujan (R)
transpirasi
inf iltr as
evaporasi i
per kolasi
m.a. t
kandungan air t anah (V)
alir an per mu kaan (DR O)
aliran air t anah (BF)
dV t = V t – V t-1
RO = BF + DRO
Q = 0.0116 . Ro . A/H
Gambar7 Struktur Model F.J. Mock (Sri Harto Br. 1993)
Gambar 8 Illustrasi proses terbentuknya aliran permukaan (Anonim 2010) Metode ini menganggap bahwa hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi direct run off dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi ini pertama-tama akan menjenuhkan top-soil dulu baru kemudian menjadi perkolasi ke tampungan air tanah yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai base flow. Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah (direct run off) dan base flow (Sri Harto Br. 1993).Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan yang
29
terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus untuk menghitung aliran permukaan terdiri dari (Sri Harto Br., 1988): Hujan netto
: (Pnet)= P – ET
Evapotranspirasi aktual
: ET = ETp – [ETp*(m/20)*(18-n)]
Kelebihan air
: (WS) = Pnet – SS
Perubahan kandungan air tanah
: dVt = Vt – Vt-1
Kandungan Air tanah
: Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1
Laju Infiltrasi
: I = Ci . WS
Aliran Air tanah
: BF = I – dVt
Aliran langsung
: DRO = WS – I
Aliran permukaan:
: RO = BF + DRO
Dalam satuan debit
: Q = 0,0116 . RO . A/H
Pnet = hujan netto, dalam mm; P = hujan, dalam mm; Eto = evapotranspirasi potensial, dalam mm; Eta = evapotranspirasi aktual, dalam mm; WS = kelebihan air, dalam mm; SS = daya serap tanah atas air, dalam mm; SM = kelembaban tanah, dalam mm; dV =perubahan kandungan air tanah, dalam mm; Vt = kandungan air tanah, dalam mm; I = laju infiltrasi, dalam mm; Ci = koefisien infiltrasi (<1); k = koefisien resesi aliran air tanah (<1); DRO = aliran langsung, dalam mm; BF = aliran air tanah, dalam mm; RO = aliran permukaan, dalam mm; H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari; m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%); A = luas DAS, dalam km2; Q = debit aliran permukaan, m3/det 2.4.10 Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau Pemanfaatan sumber daya air danau pada umumnya adalah (i) Pemanfaatan Air Untuk Irigasi,(ii) Pemanfataatan Air Untuk PLTA,(iii) Pemanfaatan Air Untuk Air Baku, (iv) Pemanfaatan Air Untuk Perikanan dan (v) Sarana Transportasi 2.4.11 Neraca Air Danau Keseimbangan air pada suatu daerah dapat digunakan untuk menghitung berbagai input dan output daerah tersebut. Input utama suatu daerah adalah presipitasi. Outputnya adalah penguapan (evaporasi), transpirasi oleh tanaman, aliran sungai, dan aliran air tanah (Agus, et al. 2004)Neraca air merupakan hubungan antara masukan air total dan keluaran air total yang terjadi pada suatu
30
DAS yang didalamnya terkandung komponen-komponen seperti debit aliran sungai, curah hujan, evapotranspirasi, perkolasi, kelembaban tanah, dan periode waktu. ∆S
= Inflow – Outflow
Inflow
= Presipitasi (P) + Aliran Sungai dari Luar DAS (Qsi) + Aliran Air bawah tanah (Qgi)….(2.13)
P Qsi Qgi
= Presipitasi = Aliran dari sungai diluar DAS = Aliran dari bawah tanah
Outflow
= Aliran Sungai (Qso)+Rembesan Air (Qgo)+ Evaporasi (E)…………….……….(2.14)
Qso Qgo Ei 2.5.
= Aliran ke sungai ke luar DAS = Aliran ke bawah tanah (resapan tanah) = Evaporasi
Konservasi Sumber Daya Air Menurut
UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupadalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup
yang
meliputi
perencanaan,
pemanfaatan,pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan. Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia harus dimulai dari pemahaman tentang UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Hal tersebut diatas memberikan suatu penjelasan bahwa (i) Negara menguasai sepenuhnya didalam mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia (ii) Mewajibkan negara untuk mempergunakan sumber daya alam yang ada untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan pemahaman bahwa rakyatlah yang
menerima
manfaat kemakmuran dari sumber daya alam yang ada di Indonesia dan (iii) Kemakmuran rakyat harus berkesinambungan.
31
Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam baik fisik maupun hayati yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya (Soerianegara, 1977).Sumber daya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Atas dasar fungsi ganda tersebut, sumber daya alam harus dikelola secara seimbang untuk menjamin pembangunan berkelanjutan . Menurut UU SDA No.7 tahun 2004 pasal 1 ayat 18, konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Dalam UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Bab I ayat I ditegaskan bahwa sumber daya air adalah air, sumber air dan daya (potensi) air yang terkandung didalamnya. Dalam UU tersebut, ayat 2 menegaskan bahwa istilah air yaitu semua air yang terdapat pada, di atas atau di bawah permukaan tanah. Termasuk pengertian air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Secara keseluruhan konservasi sumber daya air dalam UU tersebut ayat
20 mempunyai definisi yaitu upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnyadisebutkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Konservasi sendiri secara harifiah berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore
32
Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam batasan bahwa konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang ( IUCN, 1980). Pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, pada waktu sekarang maupun waktu yang akan datang.Konsep kebijakan konservasi sumber daya air yang berkelanjutan tersebut disajikan dalam Gambar 9 EKONOMI : PLTA, Perikanan, Transportasi, Air Minum, Pertanian, Parawisata, Kehutanan
SOSIAL :
Pertumbuhan Penduduk, Pemukiman Stabilitas dan Pemerataan
EKOLOGi : Kualitas Air, Kuantitas Air Penggunaan Lahan
Gambar 9 Konsep Konservasi Sumberdaya Air Danau yang Berkelanjutan
2.6.
Arahan Kebijakan dan Strategi Konservasi Keberadaan Danau Toba memegang peranan sangat penting dalam
pemanfaatan ruang di Sumatera Utara. Sebagai penyangga kebutuhan masyarakat khususnya dalam penyedia jasa lingkungan hidrologisyang berkonservasi tinggi,keanekaragaman flora-fauna, ekosistem, upaya pelestarian sumberdaya alam dan penyelenggaraan kegiatan wisata harus menjadi perhatian utama sehingga dapat memberikan manfaat secara ekonomi lingkungan dan stabilitas sosial kepada masyarakat.
33
Perubahan penggunaan lahan di daerah tangkapan air Danau Toba sangat dinamis. Perubahan lahan yang semula agraris menjadi non agraris di sekitar kawasan Danau Toba terkait dengan tingginya pertumbuhan dan aktivitas ekonomi masyarakat Sumatra Utara. Pertambahan jumlah penduduk serta peningkatan kegiatan pembangunan mengakibatkan pergeseran pola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah penataan ruang dan kemampuan serta kesesuaian lahan sehingga timbul berbagai masalah seperti terbentuknya lahan kritis, hilangnya lahan pertanian yang subur dan terjadinya pencemaran tanah. Disamping itu pemanfaatan kawasan yang seharusnya merupakan kawasan lindung dipergunakan sebagai lokasi kegiatan yang tidak bersifat kegiatan perlindungan. Perubahan penggunaan lahan untuk tujuan resapan air berubah menjadi permukiman sehingga menyebabkan penurunan muka air tanah dan penurunan tinggi permukaan air. Jika penyimpangan ini terjadi secara terus menerus tanpa ada usaha pengendalian penggunaan ruang di Kawasan Danau Toba maka fungsi kawasan tersebut sebagai kawasan resapan air tidak dapat berjalan dengan semestinya. Akibatnya dapat berdampak pada kerusakan lingkungan khususnya krisis air, baik bagi kawasan itu sendiri maupun daerah lain di sekitarnya secara keseluruhan. Kondisi tersebut akan menimbulkan banyak permasalahan apabila tidak disertai dengan kebijakan penataan ruang yang memadai. Persoalan terbesar dalam penataan ruang adalah dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Sebaik apapun rencana tata ruang dan program pemanfaatan ruang yang disusun, tanpa disertai dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas, konsisten dan berkelanjutan, maka tujuan penataan ruang tidak akan terwujud dengan efektif. Semakin pesat pertumbuhan penduduk di suatu daerah atau wilayah akan berpengaruh buruk terhadap keberlanjutan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Karena masalah lingkungan timbul dari hasil interaksi antara aktivitas manusia dan sumberdaya alam, atau secara lebih tepat adalah adanya mekanisme permintaan akan lingkungan dan suplai atau penawaran lingkungan. Interaksi yang tidak seimbang dan harmonis antara kedua aspek tersebut bisa menyebabkan
terjadinya
problema
lingkungan.
Tingginya
permintaan
sumberdaya lingkungan yang tidak didukung oleh ketersediaan sumberdaya akan menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan yang akhirnya bisa mengakibatkan degradasi lingkungan.
34
Dengan begitu banyaknya masalah yang saling terkait, rumit dan kompleks pada penataan ruang ruang maka diperlukan suatu cara pemilihan kebijakan yang terbaik melalui analisis kebijakan. Untuk melaksanakan analisis kebijakan ini, diperlukan data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pakar serta data sekunder yang didapat dari berbagai sumber pustaka atau literature. Untuk mengetahui persepsi yang terbaik dari para pakar tentang konservasi sumber daya air Danau Toba, makapertanyaan difokuskan kepada persepsi pakar terhadap Konservasi Kawasan Hutan, Konservasi Kawasan Pertanian, Konservasi Pemukiman, Konservasi Kawasan Parawisata,
dan
Konservasi Kawasan Industri. Model yang dipergunakan untuk pengambilan keputusan pada pembuatan kebijakan adalahMetode AHP yangdikembangkan oleh Thomas L. Saaty, yang terdiri dari sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagianbagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variable yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat(Saaty, 1993).
35
2.7.
Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan adalah proses pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya sejahtera lahir dan batin. Sumberdaya alam yaitu segala unsur lingkungan (biotik maupun abiotik) yang bermanfaat dan digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, baik kebutuhan primer yang bersifat lahiriah (pangan, sandang, papan), kebutuhan sekunder yang bersifat batiniah (estetika) maupun kebutuhan tersier dan seterusnya yang lebih bersifat hobi atau pengembangan bakat. Pembangunan berkelanjutan atau berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
untuk
memenuhi
kebutuhan
mereka
sendiri
(WCED,1988).Pengelolaaan sumber daya alam harus dilakukan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan masa kini tetapi dengan batasan bahwa sumber daya tersebut harus dijaga agar cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk generasi mendatang
dan
pemanfaatan
harus
terkendali
serta
tidak
merusak
lingkungan.Diperkirakan pengelolaan sumber daya alam selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan yang menimbulkan berbagai konflik. Konsep dasar pembangunan berkelanjutan adalah pemenuhan kebutuhan masa kini yang berorientasi kepada ekonomi dan ditujukan untuk kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia merupakan suatu visi sosial serta ketersediaan sumber daya alam saat ini dan saat yang akan datang, yang berarti adanya suatu sikap untuk menjaga ketersediaan sumber daya alam dengan menjaga kelestarian lingkungan. Dengan demikian proses eksploitasi sumber daya alam yang berorientasi
kepada
pembangunan
berkelanjutan
harus
tetap
menjaga
keseimbangan antara pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan kelestarian lingkungan. Penjelasan lebih lanjut tentang hal tersebut, maka disajikan pada Gambar 10.
36
Gambar 10 Pembangunan Berkelanjutan 2.8.
Pendekatan Sistem Berpikir sistem merupakan cara berpikir baru yang memandang
permasalahan secara keseluruhan bukan terpisah-pisah dimana permasalahan yang kompleks, rumit, tidak terstruktur menjadi suatu masalah yang sederhana. Agar hal tersebut tercapai maka dilakukan suatu upaya pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang efektif (Eriyatno, 2007). Penyelesaian suatu masalah melalui pendekatan sistem,
dilakukan
dengan metode yang terdiri dari beberapa tahapan proses seperti dijelaskan di bawah ini : 1.
Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian sistem, pada
tahap ini diidentifikasi kebutuhan para pelaku sistem (Stakeholders) sebagai bahan pertimbangan dalam pemahaman sistem yang dikaji. Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem (Hartrisari, 2007). Pada proses ini dapat ditentukan komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem (Marimin, 2009)
37
2. Tahap Formulasi Permasalahan Merupakan identifikasi dari kebutuhan stakeholders yang kontradiktif yang dapat menyebabkan kejadian konflik pada tujuan kajian.Tujuan sistem akan sulit tercapai bahkan tidak tercapai bila tahap analisis kebutuhan teridentifikasi kebutuhan yang saling kontradiktif (Hartrisari, 2007). 3. Tahap Identifikasi Sistem Pada tahap ini pengkajian sistem mencoba memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem, mengenali hubungan
pernyataankebutuhan dengan
pernyataan permasalahan yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut(Hartrisari, 2007). Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno, 2003). Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram) dan diagram input-output . Diagram lingkar sebab-akibat, merupakan model yang menekankan pada pertimbangan kompleksitas dinamis dari sistem dimana model ini menggambarkan
hubungan
sebab
akibat
antar
variabel-variabel
yang
bersangkutan dalam bentuk garis lengkung untuk menghubungkan mana yang merupakan variable penyebab dan mana yang merupakan variabel akibat yang biasa disebut diagram sebab akibat atau Causal Loop Diagram/CLD ( Kholil, et al. 2009) Diagram input – output menggambarkan hubungan antara output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan (Hatrisari,2002). Diagram input-output sering disebut diagram kotak gelap karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang akan dalami input menjadi output yang diinginkan.Diagram input-output ini disajikan pada Gambar 11.
38
Input Lingkungan
Input tidak terkontrol
Output Yg Diinginkan PROSES
Output tidak terkontrol
Input Terkontrol
Umpan Balik
Gambar 11 Diagram Input-Output 4. Pemodelan Sistem Model merupakan penyederhanan sistem dimana sistem adalah sangat kompleks sehingga tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem
(Hartisari, 2007).Pemodelan yang
efektif merupakan keterkaitan antara dunia maya yang dinyatakan dalam model dengan dunia nyata sehingga tujuan model sebagai penyederhanaan sistem akan tercapai (Hartrisari, 2007) Pembuatan suatu model dimaksudkan untuk memahami dengan cepat mekanisme proses yang terjadi dalam suatu sistem dalam rangka mencapai suatu tujuan, memprediksi suatu kondisi yang akan datang dengan model yang bersifat kuantitatif dan untuk menunjang proses pengambilan suatu keputusan. Menyatakan kembali permasalahan yang akan diselesaikan sesuai dengan tujuan kajian sistem, menyusun hipotesis, memformulasi model, menguji model dan menganalisis model dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang telahditetapkan dan hal yang penting yangdilakukan dalam tahap ini adalah menetapkan variable penting yang merupakan representasi dari sistem. Pilihan dalam membangun Model adalah dapat dilakukan dengan Pemodelan dengan Kotak Gelap (Black Box) dan Pemodelan Mekanistik
39
(Berdasarkan Pemahaman Proses) seperti diagram Forester yang dapat menjelaskan proses yang terjadi dari sistem yang dimodelkan(Hartrisari, 2007). Berdasarkan hasil berbagai output model tersebut maka dapat dipilih skenario mana yang terbaik sebagai dasar pengambilan keputusan.Beberapa model lainnya yang digunakan dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut : a. Diagram venn, berguna untuk kajian kedudukan suatu suprasistem sistemsub sistem dan sistem lain. b. Diagram pohon, membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan masalah sistem yang akan diteliti. c. Model kotak hitam yang biasa disebut dengan model masukan – keluaran, yang berarti proses transformasi dari sistem yang isi dan kegiatan didalamnya tidak diketahui. d. Model elemen organisasi yang memperhatikan elemen masukan ,proses dan keluaran, elemen masukan yang berupa sumber daya; proses berupa subsistem organisasi yang mentransformasikan masukan menjadi produk, produk merupakan hasil transformasi masukan yang masih berupa keluaran tahap awal. e. Model dinamis, suatu model yang terdiri dari kumpulan dari variabel yang saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya dalam suatu kurun waktu. Setiap variabel berkorespondensi dengan suatu besaran yang nyata atau besaran yang dibuat sendiri. Semua variabel tersebut memiliki nilai numerik dan sudah merupakan bagian dari dirinya. Pada waktu mensimulasikan model, variabel-variabel akan saling dihubungkan membentuk suatu sistem yang dapat menirukan kondisi sebenarnya (Kholil,et al.2009). 5. Pengujian Model Model yang akan dipergunakan harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi agar mempermudah pemahaman dan pemecahan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu perlu diuji model tersebut apakah model yang dibangun memang diperuntukkan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi penyelesaian permalahan yang dihadapi (Hartisari, 2007).Pengujian model mencakup tiga hal penting yakni : a. Pengujian Kesesuaian Model, melihat kebenaran persamaan yang digunakan, melihat kesesuaian prosedure perhitungan dan meyakinkan bahwa model telah bebas dari kesalahan teknis
40
b. Evaluasi Model, melihat kesesuaian antara hasil model dengan realitas serta dengan tujuan yang telah ditentukan c. Validasi Model, melihat kesesuaian hasil model dibandingkan dengan realitas bila model dijalankan dengan data yang lain. Validasi merupakan usaha untuk menyimpulkan model apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang menyakinkan (Eriyatno, 1999). 2.9.
Model Keputusan AHP Salah satu model yang dipergunakanuntuk pengambilan keputusan pada
pembuatan kebijakan adalahMetode AHP yangdikembangkan oleh Thomas L. Saaty, yang terdiri dari sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif
atas
persoalan
yang
kompleks
dengan
menyederhanakan
dan
mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variable yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagianbagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1993).
41
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1993). Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan “sama penting”, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang “penting absolut” dibandingkan dengan yang lainnya seperti disajikan dalam Tabel 1Skala Saaty Tahapan analisis data adalah sebagai berikut (Saaty, 1993) : 1.
Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan
dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. 2.
Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan
umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3.
Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif
setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “ key person“. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. 4.
Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan pada
Tabel 2. C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.
42
5.
Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang
elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.
Tabel 1 Skala Saaty Tingkat Kepenting an 1 3
Definisi Kedua elemen sama penting Elemen yang satu sedikit penting daripada elemen lain Elemen yang satu penting daripada elemen lain
5
7
Penjelasan
lebih yang lebih yang
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen disbanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen disbanding elemen yang lainnya
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya
9
2,4,6,8 Kebalikan
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua pertimbangan yang berdekatan kompromi diantara dua pilihan Jika untuk aktifitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Tabel 2 Matriks Pendapat Individu
A =(aij )
6.
C1
C2
…….
C1
1
a12
….…
C2
1 / a12
1
…….
…..
…….
……
1
Cn
1/a1n
1/a2n
…….
Cn
1
Pengolahan horisontal, yaitu : a) Perkalian baris; b) Perhitungan
vector prioritas atau vektor ciri (eigen vektor); c) Perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) Perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai
43
pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden 7.
Pengolahan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas
pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. 8. Revisi Pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (>0,1). Keunggulan AHP adalah sebagai berikut : a. Struktur yang berhierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria paling dalam. b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. c. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan. d. Dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks dan strukturnya tidak beraturan, bahkan permasalahannya yang tidak berstruktur sama sekali. e. Kurang lengkapnya data tertulis atau data kuantitatif mengenai permasalahan tidak mempengaruhi kelancaran proses pengambilan keputusan karena penilaian merupakan sintesis pemikiran berbagai sudut pandang responden. f. Sesuai dengan kemampuan dasar manusia dalam menilai suatu hal sehingga memudahkan penilaian dan pengukuran elemen g. Metode dilengkapi dengan pengujian konsistensi sehingga dapat memberikan jaminan keputusannya yang diambil. Kelemahan model AHP adalah sebagai berikut : a. Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal. b. Kekurangmampuan dalam mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami oleh pengambil keputusan ketika harus memberikan nilai yang pasti (pengevaluasian). c. Perhitungan manual AHP akan memunculkan kesulitan apabila kriteria yang digunakan lebih dari 10. d. Terdapat kemungkinan dimana hirarki yang berbeda diaplikasikan pada masalah yang identik.
44
e. Terdapat kemungkinan perubahan hasil yang berdampak besar akibat perubahan hirarki yang berskala kecil. f. AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam/ekstrim di kalangan responden. g. Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang permasalahan dan metode AHP. 2.8
Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG), merupakan model Teknologi Infomasi
Geografis yang multi disiplin ilmu pengetahuan dimana model ini dapat diaplikasikan dalam bidang apapun dan merupakan alat bantu dalam pengelolaan informasi yang memiliki 3(tiga) aspek kajian, meliputi referensi ruang, pengelolaan data/informasi dan pemakaian informasi. Komponen utama SIG dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Kombinasi keempat komponen ini akan menentukan kesuksesan pengembangan SIG dalam suatu organisasi (Arronof, 1993). Kegunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sebagai alat bantu (tools), data lebih padat karena dalam bentuk digital, kemampuan analisa spasial lebih cepat dan tipe analisa dapat dikembangkan, pemakai mendapatkan informasi yang lebih akurat, cepat dan dapat memanipulasi sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan (Barus,et al., 2000). 2.9
Penelitian Sebelumnya Berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya disajikan pada uraian di bawah ini : •
Marganof, 2007. Model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat, Sekolah Pascasarjana IPB 2007. Penelitian inimenyimpulkan bahwa kualitas perairan Danau Maninjau semakin menurun akibat masuknya beban pencemar baik organik maupun anorganik yang berasal dari berbagai sumber pencemar. Sumber utama pencemaran berasal dari kegiatan di sekitar perairan danau, seperti dari permukiman, pertanian, peternakan dan perhotelan serta kegiatan di badan air danau yaitu kegiatan keramba jaring apung (KJA). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun model pengendalian pencemaran
45
perairan di Danau Maninjau. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan beberapa kegaitan diantaranya (1) menentukan kondisi eksisting perairan Danau Maninjau, (2) membangun suatu model dinamis yang menggambarkan sistem pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau, dan (3) merumuskan kebijakan atau skenario pengendalian pencemaran perairan danau. •
Suroso danSusanto(2006). Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No.2,Juli 2006. Dalam penelitian inimenyatakan bahwa perubahan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir. Fenomena tersebut terjadi di DAS Banjaran khususnya di bagian hulu yang merupakan Kawasan Wisata Baturraden serta daerah hilir akibat tekanan jumlah penduduk. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji sampai sejauh mana dampak yang ditimbulkan akibat perubahan tata guna lahan di DAS Banjaran terhadap debit banjir pada titik kontrol di daerah Patikraja. Metode menghitung debit banjir adalah metode rasional. Data yang diperlukan berupa data curah hujan, data tata guna lahan dan data topografi. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian yang tercatat di stasiun Ketenger. Data hujan harian ini kemudian ditransformasikan menjadi intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode Mononobe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perubahan tata guna lahan di DAS Banjaran dari 1759. 28 ha sawah, 289.54 ha tegalan, 1284.36 ha pemukiman pada tahun 1995, menjadi 1603.97 ha sawah, 283.32 ha tegalan, 1445.88 ha pemukiman pada tahun 2001, menyebabkan peningkatan debit banjir sungai Banjaran di titik kontrol Patikraja. Peningkatan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, didekati dengan
mengikuti
trend
linier
dengan
persamaan
Y=A+B*X1+C*X2+D*X3. Variabel Y adalah debit banjir, sedangkan X1,X2, X3 dan X4 masing-masing adalah luas sawah, tegalan, pemukiman. Koefisien korelasi gabungan sebesar 0,682, nilai A, B, C, dan D untuk kala ulang 5 tahun kejadian hujan adalah -266.81, 0.09, 0.06, 0.18.
Koefisien
Korelasi
Parsial
RYX1=-0.682,
RYX2=-0.616,
RYX3=0.682. Dari nilai koefisien korelasi parsial terlihat bahwa tata guna
46
lahan yang paling berpengaruh terhadap debit banjir adalah lahan sawah dan pemukiman kemudian tegalan •
Kusratmoko, etal.2002. Studi Hidrologi Hutan Kota Kampus Universitas Indonesia Depok, Makara Sains, Vol.6, No.1, April 2002, Jurusan Geografi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424 E-mail:
[email protected]. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengamatan hidrologi di kawasan hutan kota Kampus Universitas Indonesia Depok telah dilakukan selama bulan September 2000 - Februari 2001, dalam upaya untuk mengidentifi kasi pengaruh tutupan lahan terhadap pembentukan aliran air. Hasil analisis data menunjukkan, bahwa tutupan vegetasi bawah berupa rumput dan semak pada penggunaan lahan hutan kota di Kampus Universitas Indonesia memainkan peranan penting sebagai faktor pengontrol pembentukan aliran permukaan dan bawah tanah, terutama signifi kan selama kejadian-kejadian hujan konvektif. Proporsi air hujan lolos pada lokasi tersebut, yang menghasilkan aliran permukaan dan bawah tanah, bervariasi antara 5,3-7,2%. Sementara pada lokasi pengamatan tanpa vegetasi bawah dan lapisan seresah dihasilkan angka proporsi aliran sebesar 12,5-18,9%.
•
Tampubolon, 2008. Studi Jasa Lingkungan di Kawasan Danau TobaCentre
of Forest and Nature Conservation Research
and
Development (CFNCRD) and International Tropical Timber Organization (ITTO) Bogor, Mei 2009. Studi ini menyatakan bahwa potensi ekonomi jasa lingkungan Kawasan Danau Toba sangat besar yaitu Rp. 1.386.311.032.980,80 yang terdiri dari jasa lingkungan air sebesar Rp. Rp.
785.155.388.680,80;
jasa
penyerapan
karbon
sebesar
Rp.
599.471.892.800 dan jasa wisata/rekreasi sebesar Rp 1.683.751.500 per tahun. Sudah barang tentu, nilai ekonomi ini masih di bawah nilai ekonomi yang sesungguhnya karena disamping masih banyak jasa lingkungan yang belum dihitung juga disebabkan penilaian ekonomi jasa lingkungan selalu under - price. Kawasan Danau Toba berperan sebagai penyedia (provider) jasa lingkungan berupa sumberdaya air, sekuestrasi karbon, wisata/rekreasi dan jasa lainnya. PLTA, PDAM, DMI,
47
hotel/restoran, usaha perikanan, transportasi, dan lain-lain berperan sebagai pemanfaat terutama dikaitkan dengan pemanfaatan secara ekonomi. Pemanfaatan jasa sekuestrasi karbon dapat melalui skema CDM dan REDD baik dalam negeri maupun internasional. Sampai saat ini belum ada mekanisme pembayaran jasa lingkungan (transfer of payment) antara pemanfaat dengan penyedia serta lembaga (instansi) formal dan regulasinya (UU atau Perda). Selama ini pemanfaat jasa lingkungan (pengusaha) hanya sebatas pemanfaatan CSR-nya bagi konservasi sumberdaya alam dan lingkungan di Kawasan Danau Toba, yang sudah barang tentu tidak mencukupi. Secara teori dapat disimpulkan bahwa, apabila seluruh dana jasa lingkungan diinvestasikan bagi konservasi sumberdaya alam dan lingkunganmaka kelestarian jasa lingkungan di Kawasan Danau Toba akan tercapai. •
Simanihuruk, 2005. Pendekatan Partsipasif Dalam Perencanaan Konservasi Lingkungan Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba” Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2. Hasil penelitiannya adalah kondisi lingkungan DTA Danau Toba berupa penutupan lahan hutan, kualitas air danau menurun, erosi dari areal pertanian besar, dan sarana prasarana kurang terurus. Pelaksanaan kegiatan proyek masih banyak yang mengalami kegagalan karena pelaksanaannya sebagian besar masih pendekatan dari atas (top-down approach), kurang melibatkan masyarakat dalam perencanaannya sehingga masyarakat kurang berpartisipasi dalam menjaga, memelihara, dan mendukung pelaksanaan kegiatan.Perbaikan lingkungan DTA Danau Toba mutlak sebagai usaha memperbaiki keles-tarian air Danau Toba sekaligus mening-katkan parawisata yang menurun sejak tahun 1997, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agar pelaksanaan kegiatan yang akan datang dapat berjalan lebih lancar maka sejak
perencanaan
masyarakat
ikut
dilibatkan,
yakni
dengan
melaksanakan PRA. Tanah marga yang tidak diusahakan selama ini karena pemiliknya tidak ditempat maka diusulkan untuk membuat kontrak dengan pemerintah dengan marga, agar lahannya ditanami sesuai dengan prinsip konservasi tanah dan air. Lahan dan hasil tanaman tetap menjadi
48
hak marga tapi lahan mutlak diusahakan dan dikelola mengikuti prinsip konservasi tanah dan air. •
Parhusip,2005.Penelitian Air Tanah Untuk Pengembangan Daerah Irigasi di Nainggolan Pulau Samosir,Departemen of Civil Engineering (2005) ITB Master Theses from JBPTITBSI / 2005-02-03. Dalam penelitian ini dilakukan survey geolistrik yang terutama ditujukan untuk mengetahui daerah prospek perlapisan tanah sebagai akifer. Pada daerah prospek tersebut diteliti juga keberadaan parameter akifer, seperti ketebalan, kedalaman, maupun konduktivitas hidrolik akifer melalui uji pemompaan sumur (pumping test). Sistem irigasi pertanian pada daerah penelitian, khususnya tanaman padi, umumnya adalah tadah hujan. Saat ini sudah mulai diterapkan sistem irigasi dengan memompa air langsung dari danau, yang diangkat ke elevasi tertentu yang selanjutnya didistribusikan dengan gravitasi.
Hasil penelitian menunjukkan
terdapatnya akifer bebas yang berpotensi untuk digunakan sebagai sumber air irigasi. Simulasi numerik yang dilakukan menunjukkan bahwa potensi ketersediaan air daerah penelitian mampu untuk melayani air irigasi sawah tanaman padi seluas 140 Ha. Untuk kondisi "optimis" penurunan air di dalam sumur sekitar 2,4 m, sedangkan untuk kondisi "pesimis" sekitar 5,5 m. Karena muka airtanah (MAT) di daerah persawahan cukup dangkal (orde3m) maka kedalaman sumur untuk dapat mengairi sawah seluas 140 Ha tersebut sekitar 5,4 m ("optimis") dan 8,5 m ("pesimis"), sehingga eksploitasi air akan relatif mudah. Dengan demikian sumber air ini dapat dimanfaatkan untuk perencanaan irigasi dengan "sumur pompa", untuk menggantikan sistem pemompaan langsung dari Danau Toba. Penerapan sistem irigasi ini, akan relatif lebih murah, efisien, akrab, dan sederhana (teknologi tepat guna), serta pola tanam dapat menjadi 2-3 kali per tahun maupun budi daya tanaman unggulan dapat dilakukan, disamping penambahan luas lahan pertanian. •
Siti,2008.Rencana Penataan Kawasan Wisata yang Berkelanjutan di Danau Toba Sumatera Utara (Kasus: Sub DAS Naborsahon). Program Studi Arsitektur Lanskap, Sekolah Pascasarjana IPB. Penelitian ini menyatakan bahwa Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara,
49
Indonesia dan tercatat sebagai danau air tawar terbesar di Asia Tenggara dan salah satu danau yang terdalam di dunia (lebih dari 500 m) yang ditengahnya terdapat Pulau Samosir dan pada saat ini diusulkan sebagai World Heritage. Kondisi topografi Danau Toba berada pada ketinggian 906 - 1800 m dpl didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kenyamanan fisik berupa temperatur udara yang sejuk dan potensi visual danau. Sumberdaya danau dan pegunungan memberikan daya tarik bagi perkembangan wisata, yaitu berupa pemanfaatan kawasan danau dan pegunungan baik secara fisik maupun visual. Keindahan alam Danau Toba menjadikan kawasan ini menjadi daerah kunjungan wisata yang sangat potensial, dan telah berkembang menjadi kawasan wisata yang populer baik dalam skala nasional maupun internasional. Pada saat ini kawasan Danau Toba telah mengalami kerusakan fisik, visual dan ekologis sehingga terus cenderung menurun kualitasnya. Bila hal tersebut tidak dicegah, dapat menurunnya kualitas fisik danau dan kualitas sumberdaya wisata sehingga berdampak terhadap jumlah kunjungan wisata dan selanjutnya akan menurunkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini merencanakan penataan kawasan wisata yang berkelanjutan, yang bertujuan untuk (1) identifikasi dan analisis potensi ekologis danau dan potensi wisata, (2) identifikasi dan analisis keikutsertaan masyarakat lokal dan pemerintah dalam mendukung pengembangan kawasan wisata, dan (3) Merencanakan penataan kawasan wisata Danau Toba yang berkelanjutan (sustainable tourism). Penelitian dilakukan di sub DAS Naborsahon yang berada di dalam Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba dan pada saat ini penuh dengan aktivitas dan akomodasi wisata. Observasi dilakukan terhadap lima desa yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir, yaitu desa Sipangan Bolon, Girsang, Parapat, Tigaraja dan Pardamean Ajibata. Penelitian ini memakai tiga model analisis, yaitu metode deskriptif kualitatif untuk mengklasifikasi kawasan potensi wisata, metode spasial digunakan untuk kawasan wisata berkelanjutan berdasarkan kepekaan lingkungan, sosial ekonomi masyarakat dan potensi wisata, dan yang terakhir adalah metode Analisis Hierarki Proses (AHP) digunakan untuk menentukan skala prioritas dalam pengembangan kawasan wisata secara
50
spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah tengah dan hulu di sub DAS Naborsahon diklasifikasikan sebagai zona perlindungan, dan hanya dapat digunakan sebagai kawasan lindung dengan tipe kegiatan wisata yang dapat dikembangkan adalah wisata alam yang bersifat edukasi. Sedangkan daerah hilir sebagai zona tidak lindung dan dapat direncanakan dan dirancang sebagai zona wisata secara intensif dan ekstensif. Masyarakat daerah hulu kurang antusias untuk pengembangan daerahnya sebagai kawasan wisata karena kehidupan mereka umumnya bertumpu pada bidang pertanian, sedangkan masyarakat hilir sangat menerima pengembangan dan penataan kawasan wisata karena sudah berkembang sejak dahulu sebagai daerah wisata dan masyarakat sangat tergantung pada kegiatan tersebut untuk menambah pendapatan. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya wisata yang sesuai sebaiknya dilakukan terhadap wilayah pengembangan wisata untuk mencapai wisata berkelanjutan.
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1.
Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disajikan pada bab sebelumnya, penelitian ini akan melakukan kajian terhadap kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba. Kajian akan dilakukan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan, perubahan tata ruang, kependudukan dan kondisi sumber daya fisik selama beberapa tahun pada daerah tangkapan air kawasan Danau Toba serta pengaruh langsungnya terhadap kondisi hidrologis Danau Toba. Aspek kuantitas Danau Toba dikaji dengan menganalisa neraca air Danau Toba dengan menghitung ketersediaan air, pemanfaatan air dan cadangan air Danau Toba setiap tahunnya dengan tujuan untuk mengendalikan fluktuasi tinggi muka air di bendung Siruar dalam rangka menjamin pasokan air untuk pengoperasian PLTA Asahan. Kajian ini dilakukan dengan menganalisa pengaruh curah hujan, iklim, karakteristik topografi, tutupan lahan selama beberapa tahun sebelumnya dengan memakai metode F.J.Mock (Sri Harto Br. 1988) Persepsi para pakar terhadap pengelolaan, pemanfaatan dan konservasi daerah tangkapan air Danau Toba akandianalisa menjadi kelengkapan model kebijakan konservasi sumber daya air danau. Tahapan penelitian diawali dengan survey pengumpulan data primer dan sekunder, hasil survei ini dianalisis dengan memakai metode AHP. Ketiga kajian dan data tersebut di atas dijadikan acuan dalam penyusunan model dengan menggunakan model dinamis untuk melihat saling keterkaitan antar faktor dan untuk mendapatkan skenario kebijakan konservasi danau melalui Sistem Dinamis. Alur penelitian disajikan pada Gambar 12.
52
KAJIAN EKOLOGIS
KAJIAN NERACA AIR
MODEL KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
KAJIAN PERSEPSI PAKAR
F.J.MOCK SISTEM DINAMIS
AHP
REKOMENDASI
Gambar 12. Alur Penelitian
2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di 7 (Tujuh) Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yakni Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi. Kabupaten yang mengelilingi langsung kawasan Danau Toba
53
disajikan dalam Gambar Lampir 1. Penelitian dilakukan selama 10 (Sepuluh) bulan.
3.
Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan meliputi peta peta topografi, data pengelolaan
lahan, peta kawasan hutan, peta kemiringan lahan, peta bentuk lahan, peta geologi, pata tanah, peta rencana tata ruang wilayah, data distribusi hujan, Citra Satelit, perangkat GIS/SIG) dan kuesioner untuk wawancara dengan para pakar.
4.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dengan para pakarobservasi lapangan, diskusi, sumbang saran, kuesioner. Data sekunder dikumpulkan dari studi perpustakaan, penelitian yang ada kaitannya sebelumnya dan dari instansi yang terkait. Data yang diperlukan adalah data untuk menganalisis kondisi ekologis, kependudukan, data untuk menganalisis kondisi neraca air dan persepsi pakar seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sumber dan Cara Pengambilan Data
54 No.
Data dan Informasi
Sumber Data
Jenis Data
I. 1
Kajian Kondisi Ekologis Peta Rupa Bumi (RBI) digital 1: 50.000
Bakosurtanal
Sekunder
2
Peta Admisitrasi, digital 1:50.000
Bakosurtanal
3
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Bappeda Sumut
Sekunder Sekunder
(WRTRWP) 4
Peta Tutupan Lahan, digital 1:50.000
BPEKDT
Sekunder
5
Peta Geologi, digital 1:50.000
BPEKDT
Sekunder
6
Citra Landsat, 2001 &2007
Biotrop/Lapan
Sekunder
7
Peta Topografi, digital 1:50.000
Hasil Analisis
Sekunder
8
Peta Tanah, digital 1:50.000
Puslittanak Bogor
Sekunder
II. 1
Kajian Neraca Air Data Curah Hujan
BMG Sumut
Sekunder
2
Data Iklim
BMG Sumut
3
Kependudukan
BPS Sumut
Sekunder Sekunder
4
Debit ke Sungai Asahan
Otorita Asahan
Sekunder
5
Tinggi Permukaan Air Danau Toba
Otorita Asahan
Sekunder
5
Debit air dari luar DTA
Balai DAS
Sekunder
III.
Kajian Neraca Air
1
Persepsi Pakar
Wawancara
Primer
BPEKDT = Badan Pengelola Ekosistem Kawasan Danau Toba; BMG=Badan Meteorologi dan Geofisika; DAS = Daerah Aliran Sungai; DTA= Daerah Tangkapan Air
5.
Metode Analisis 1.
Kajian kondisi ekologis perairan Danau Toba dan sekitarnya
1.
Letak dan luas Letak dan luas daerah tangkapan air dianalisa dengan dengan
menggunakan peta digital topografi Danau Toba dengan skala 1: 50.000. Untuk menentukan luas dan batasan daerah tangkapan air ini dipergunakan perangkat lunak Arc GIS.
55
2.
Analisis Sumberdaya Fisik DTA Setiap daerah tangkapan air danau memiliki karakter biofisik yang berbeda
yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu daerah tangkapan air. Pengumpulan data fisik dengan mencatat beberapa faktor yang dominan pada suatu wilayah akan mencerminkan karakteristik suatu DTA. Faktor-faktor pengontrol karakteristik DTA antara lain adalah faktor iklim, kondisi tanah, geologi dan faktor hidrologi. Untuk menggambarkan kondisi sumberdaya fisik DTA Danau Toba maka digunakan data iklim, data tanah, data geologi dan data topografi. DTA Danau Toba memiliki karakteristik fisik yang khas yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan penutupan dan penggunaan lahan maupun terhadap kegiatan manusia di dalam DTA. Karakteristik fisik yang khas ini mencakup (1) iklim, (2) kondisi jenis tanah, (3) kondisi formasi batuan dan (4) kondisi topografi, seperti diuraikan di bawah ini. 1.
Faktor Iklim Kondisi iklim DTA Danau Toba digambarkan oleh tipe iklim, data suhu udara, kelembapan udara, penyinaran matahari dan kecepatan angin yang diambil dari data stasiun klimatologi yang ada di sekitar Danau Toba mulai tahun 1997 sampai dengan tahun 2007.
2.
Faktor Tanah. Pada dasarnya data-data tanah diperoleh dari data sekunder yaitu data hasil pemetaan paling kini yang ada di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat(Puslittanak).
3.
Faktor Geologi. Untuk mendapatkan peta kondisi geologimaka dilakukan dengan menumpang tindihkan peta digital geologi skala 1:50.000 dengan peta digital RBI skala1:50.000 sehingga dapat dilihat stabilitas geofisik daerah penelitian.
4.
Faktor Topografi Faktor
topografi dinalisis
dengan menggunakan peta Rupa
Bumi Indonesia dengan batasan daerah tangkapan air. Hasil
56
analisis
menghasilkan peta ketinggian dan peta kemiringan
daerah tangkapan air. 1.
Analisis Penggunaan Lahan Untuk menganalisa kondisi perubahan penggunaan lahan dipergunakan
aplikasi GIS.Informasi penggunaan lahan diperoleh melalui interpretasi Citra Landsat tahun perekaman 2001 dan 2005 menggunakan ERDAS Imagine. Perubahan penggunaan lahan diketahui dengan menumpangtindihkan (overlay) peta penggunaan lahan tahun 2001 dan 2005 dengan
Citra Landsat tahun
perekaman 2001 dan 2005 dan didapatkan peta perubahan penggunaan lahan dengan perangkat lunak Arc Gis9.
2.
Analisis Kemampuan Lahan Metode yang dilakukan untuk menganalisa kemampuan lahan adalah
dengan mengkonfirmasikan lokasi dan luas penggunaan lahan dengan peta satuan lahan daerah tangkapan air. Metode dilakukan dengan menumpang tindihkan peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan sehingga
didapat perbedaan
antara penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan. 3.
Analisis Tataruang Analisis tata ruang ini dilakukan dengan mengkonfrontasikan Peta Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dengan Peta Kemampuan Lahan serta Peta Penggunaan Lahan hasil analisis terdahulu dengan cara overlay. Melalui analisis ini, akan diketahui apakah penggunaan lahan telah sesuai
dengan alokasi rencana dalam
RTRWP
57
2.
Kajian Neraca Air Danau 1.
Analisa Curah Hujan Rata-Rata
Untuk menentukan besarnya hujan rata-rata pada daerah aliran digunakan data curah hujan maximum setiap hujan dari stasuin hujan dengan metoda Poligon Theissen, dengan rumus (2.1)
R rata-rata
= Curah hujan rata-rata (mm )
R1,R2,….Rn = Curah hujan disetiap titik pengamatan (mm ) n
= Jumlah pengamatan
A1,A2,….An = Luas daerah pengaruh stasiun hujan ( km2) 2.
Analisa Evapotranspirasi
Evapotranspirasi Potensial (ETp=e) Perhitungan nilai ETp menggunakan metode Dr. Thornthwaite yang memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses Evapotranspirasi dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses (Sosrodarsono, 1976). ETp = e = 1,6 * (10*t/I) a ………………(2.4) a = 0,000000675.I³ – 0,0000771.I² + 0.017921.I + 0.49239 a
;
e = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan) dan t = suhu rata‐rata bulanan (ºC)
Evapotranspirasi Terbatas (ET)
58
Perbedaan evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas dibanding dengan evapotranspirasi potensial dihitung menurut metode F.J.Mock (Sri Harto Br. 1993)dengan rumus : (ETp – ET)/ETp
= (m/20)(18-n)............................................(3.5)
(ETp – ET)
= ETp* (m/20)(18-n)
ET
= ETp – [ETp*(m/20)(18-n)]…………….. (3.6)
dimana m = singkapan lahan (Exposed surface (%) dan n = jumlah hari hujan dalam sebulan.
Infiltrasi dan Run Off
Surplus Curah Hujan (Water Balance) adalah curah hujan yang jatuh ke permukaan daratan setelah mengalami evapotranspirasi yang dirumuskan dengan : WS
=
CH- ET ……………………………….…..(3.7)
I
=
WS x i …………………………………….(3.8)
DRO
=
WS – I …………………………………….(3.9)
Vn
=
[0.5 x ( 1+k ) x I ] + ( k x Vn‐1 )
Bf
=
I x ( Vn – Vn‐1 )…………..…………..….(3.10)
CH = Curah hujan; ET = Evapotranspirasi, I = infiltrasi, WS= surplus air, i = koefisien infiltrasi, DRO = direct run off, Vn= simpanan air tanah bulan ini; Vn-1= simpanan air tanah bulan lalu; Bf= aliran dasar. Limpasan merupakan gabungan atau penjumlahan dari limpasan permukaan dengan aliran dasar yang masuk ke sungai atau ke danau merupakan komponen hidrograf (Sosrodarsono, 1976) RO
=
Bf + DRO……………………………(3.11)
RO = Run Off atau limpasan. 3.
Analisa Ketersediaan Air Danau dengan Metode FJ. Mock
Debit inflow adalah debit air yang masuk ke danau yang berasal dari curah hujan yang di pengaruhi oleh factor klimatologi dan kondisi
59
daerah tangkapan. Untuk perhitungan debit inflow ini, digunakan dengan Metode FJ. Mock (Sriharto Br., 1988) Hujan netto
: (Pnet)= P – ET
Evapotranspirasi aktual
: ET = ETp – [ETp*(m/20)*(18-n)]
Kelebihan air
: (WS) = Pnet – SS
Perubahan kandungan air tanah
: dVt = Vt – Vt-1
Kandungan Air tanah
: Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1
Laju Infiltrasi
: I = Ci . WS
Aliran Air tanah
: BF = I – dVt
Aliran langsung
: DRO = WS – I
Aliran permukaan:
: RO = BF + DRO
Dalam satuan debit
: Q = 0,0116 . RO . A/H
Pnet = hujan netto, dalam mm; P = hujan, dalam mm;
Eto =
evapotranspirasi potensial, dalam mm; Eta = evapotranspirasi aktual, dalam mm; WS = kelebihan air, dalam mm; SS = daya serap tanah atas air, dalam mm; SM = kelembaban tanah, dalam mm; dV =perubahan kandungan air tanah, dalam mm; Vt = kandungan air tanah, dalam mm; I = laju infiltrasi, dalam mm;
Ci =
koefisien infiltrasi (<1); k = koefisien resesi aliran air tanah (<1); DRO = aliran langsung, dalam mm; BF = aliran air tanah, dalam mm; RO = aliran permukaan, dalam mm; H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari; m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%); A = luas DAS, dalam km2; Q = debit aliran permukaan, m3/det 4.
Analisa Neraca Air
60 Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu seperti yang disajikan pada Gambar 13.
Ev P
ET
Ev
P P Qro Qs
t1
O1
∆S t2 Qbf Danau
O3
Gambar 13 Neraca Air Danau Secara umum persamaan neraca air danau dirumuskan sebagai berikut : I
= O ± ∆S atau
I - O = ± ∆S
Masukan Air (Inflow Water)adalah : I
=I1 + I2 + I3+I4
I1
= P x Aw;I2
= Hujan netto x Ad = (P- ET) x Ad= (Qro +
Qbf ) x Ad; I3 = Qs ; I4= Ql Dimana : I = Jumlah air yang masuk ke danau (inflow); O= Jumlah air yang keluar dari danau (outflow); ∆S=Perubahan jumlah air di danau ; I1 = jumlah hujan yang langsung masuk ke danau; I2=jumlah hujan yang jatuh ke daratan; I3=debit sungai dari luar dta; P=Curah Hujan Rata-rata;Ev= Evaporasi Danau; Aw= Luas Danau; Qro= Debit Run Off ; Qbf= Debit Base Flow; Ad= Luas Daratan; , Qs =Debit Sungai dari luar ; ET =Evapotranspirasi;Ql = debit yang lainnya
61
Keluaran Air (Outflow Water) adalah : O
= O1+O2 + Ev + O3
O1= Debit Air Sungai yang keluar di Siruar, O2= Kebutuhan Air minum, Ev = Evaporasi danau, ∆S=Perubahan Tinggi Permukaan Danau=(t1–t2)xAw, t1=Elevasi awal permukaan danau, t1=Elevasi akhir permukaan danau, Aw=Luas Danau; O3 = debit yang lainnya yang ke luar danau. 3.
Kajian Persepsi Pakar 1.
Metode Analisis Kebijakan
Perumusan arahan kebijakan pengendalian ruang kawasan Danau Toba digunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Penggunaan AHP dimaksudkan untuk membantu pengambilan keputusan memilih strategi terbaik dengan cara: (1) memilih faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yan berkelanjutan; (2) memilih aktor yang paling berpengaruh dalam penentuan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba; (3) mengamati dan meneliti ulang tujuan yang tepat dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba; (4) memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan dan membuat strategi secara optimal, dengan menentukan prioritas kegiatan. Tahapan AHP dimulai dengan yang bersifat umum, yaitu menjabarkan kedalam sub tujuan yang lebih rinci yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan umum, Penjabaran terus dilakukan hingga diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada setiap hierarki dilakukan proses evaluasi atas alternatif alternatif. Tahap terpenting dari AHP adalah melakukan penilaian perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) guna mengetahui tingkat kepentinagn suatu kriteria terhadap kriteria lain. Penilaian dilakukan dengan membandingkan sejumlah kombinasi elemen yang ada pada setiap hierarki sehingga dapat dilakukan penilaian kuantitatif untuk mengetahui besarnya nilai setiap elemen. Penilaian perbandingan berpasangan dilakukan melalui pendapat pakar. Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponenkomponen
62
yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteriakriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1.
Lengkap, kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
2.
Operasional, dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.
3.
Tidak berlebihan, menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
4.
Minimum, diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah
pemahaman
terhadap
persoalan,
serta
menyederhanakan persoalan dalam analisis. Untuk menyelesaikan persoalan dengan AHP menggunakan prinsip sebagai berikut : 1.
Menyusun Hirarki(Decomposition) Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu
memecahpersoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung
dari
pengambil
keputusan-lah
yang
menentukan
dengan
memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki
63
semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap. 2.
Menentukan Prioritas (ComparativeJudgement) Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen. Hasil dari penilaian ini akanditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan yakni:a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya) dan b. Berapa kali sering
(penting/disukai/berpengaruh/lainnya).
Agar
diperoleh
skala
yang
bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu memahami tujuan. Dalam penyusunan skala kepentingan, Saaty menggunakan patokan pada Tabel 4.
Tabel 4 Skala Kepentingan
64 Tingkat Kepentingan 1 3
5
7 9
2,4,6,8 Kebalikan
Definisi
Penjelasan
Kedua elemen sama penting
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit penting daripada elemen yang lain mendukung satu elemen disbanding elemen yang lainnya Elemen yang satu lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat daripada elemen yang lain kuat mendukung satu elemen disbanding elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen dengan kuat didukung dari elemen lainnya dan dominan terlihat dalam praktek lebih Bukti yang mendukung elemen yang Satu elemen mutlak penting dari elemen lainnya satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua pertimbangan yang berdekatan kompromi diantara dua pilihan Jika untuk aktifitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan satu. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiaptingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority.Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 3.
Konsistensi Logis (Logical Consistency)
65
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. 1.
Penggunaan AHP
AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini: 1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur. 3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan. C merupakan kriteria dan memiliki n dibawahnya, yaitu A1 sampai dengan An. Nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj dinyatakan dalam aij yang menyatakan hubungan seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibandingkan dengan Aj. Bila nilai aij diketahui, maka secara teoritis nilai aji adalah 1/aij, sedangkan dalam situasi i=j adalah mutlak 1. Nilai numerik yang dikenakan untuk perbandingan diatas diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty pada tabel diatas. Untuk menyusun suatu matriks yang akan diolah datanya, langkah pertama yang dilakukan adalah menyatukan pendapat para responden melalui rata-rata geometrik yang secara sistematis ditulis sebagai
66
berikut:Aij = (Z1,Z2,Z3,…,Zn)1/n ; Dimana aij menyatakan nilai rata-rata geometrik, Z1 menyatakan nilai perbandingan antar kriteria untuk responden ke 1, dan n menyatakan jumlah partisipan. Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh nilai bobot kriteria adalah dengan langkah-langkah berikut: a. Menyusun matriks perbandingan
b. Matriks perbandingan hasil normalisasi
4.Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan table Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada Tabel5 berikut ini: Tabel 5 Random Index Urutan Matriks (RI)
1
2
0,00 0,00
3
4
0,58 0,90
5
6
1,12 1,24
7
8
9
10
1,32 1,41 1,45 1,49
67
Dengan tetap menggunakan matriks diatas, pendekatan yang digunakan dalam pengujian konsistensi matriks perbandingan adalah: 1.
Melakukan perkalian antara bobot elemen dengan nilai awal matriks & membagi jumlah perkalian bobot elemen dan nilai awal matriks dengan bobot untuk mendapatkan nilai eigen
yang nilainya
disampaikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai Eigen Tujuan Sub-1 (1)
Sub-2 Sub-3 Jumlah
Bobot(w) Nilai Eigen
(2)
(3)
(4)=1+2+3 (5)=(4)/3 (6)=(5)/(4)
Sub-1 0,13
0,11
0,17
0,41
0,13
3,15
Sub-2 0,26
0,21
0,17
0,63
0,21
3,05
Sub-3 0,52
0,84
0,66
1,97
0,66
3,06
2.
Mencari nilai Consistency Index (CI)
Mencari nilai matriks Nilai matriks merupakan nilai rata-rata dari nilai eigen yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya.
3.
d.
Mencari nilai Consistency Index (CI)
Mencari nilai Consistency Ratio (CR)
Suatu matriks perbandingan disebut konsisten jika nilai CR < 0,10.
68
5. Melakukan pengujian konsistensi hirarki. Pengujian ini bertujuan untuk menguji kekonsistensian perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki.Total CI dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktorfaktor yang diperbandingkan, dan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar dalam membagi konsistensi dari suatu level matriks hirarki adalah mengetahui konsistensi indeks (CI) dan vektor eigen dari suatu matriks perbandingan berpasangan pada tingkat hirarki tertentu.
CR Hij = Rasio konsistensi hirarki dari matriks perbandingan berpasangan matriks i hirarki pada tingkat j yang dikatakan konsistensi jika nilainya <10%. CI Hij = Indeks konsistensi hirarki dari matriks perbandingan i pada tingkat j. RI Hij = Indeks random hirarki dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j. CIi,j = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j. EVi,j = Vektor eigen dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j yang berupa vektor garis. CIi,j + 1 = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom. RIi,j = Indeks random matriks perbandingan berpasangan i hirarki pada tingkat j. RIi,j + 1 = Indeks rasio dari orde matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
69
Menurut Saaty (1994) tahapan analisa data
dengan AHP adalah: (1)
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah; (2) Membuat struktur hierarki yang dimulai dengan penentuan tujuan umum, sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria yang paling bawah. Penyusunan hierarki dilakukan melalui diskusi mendalam dengan pakar yang mengetahui persoalan yang sedang dikaji. 4.
Struktur Hirarki
Untuk menganalisis kebijakan secara rasional dengan memilih alternatif yang paling disukai oleh para pakar, maka dipakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Bagan alir dtruktur hirarkinya disajikan pada Gambar 14.
KEBIJAKAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DANAU TOBA
FAKTOR SUMBER DAYA ALAM
SUMBER DAYA MANUSIA
TEKNOLOGI
KEBIJAKAN PEMERINTAH
AKTOR PEMERINTAH
MASYARAKAT
PENGUSAHA
AKADEMISI
LSM
TUJUAN. EKOLOGI
NERACA AIR
SOSIAL
KELEMBAGAAN
EKONOMI
ALTERNATIP KONSERVASI HUTAN PADA KAWASAN HUTAN
KONSERVASI KAWASAN PERTANIAN
KONSERVASI KAWASAN PEMUKIMAN
KONSERVASI KAWASAN PARAWISATA
KONSERVASI KAWASAN INDUSTRI
70
Gambar 14: Struktur Hirarki Penetapan Prioritas 1.
Fokus adalah Kebijakan Konservasi Sumber Daya Air Danau Toba yang berkelanjutan
2.
Faktor
terdiri dari Sumber Daya Alam, Sumber Daya
Manusia, Kebijakan Pemerintah dan Teknologi 3.
Aktor yang terlibat adalah Pemerintah, Masyarakat, Pengusaha, Akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat
4.
Tujuanadalah Kondisi Ekologis yang baik, Tinggi muka air stabil, Pelestarian Kawasan Danau, Konservasi Danau dan Pemanfaatan Air secara ekonomi
5.
Alternatif kebijakannya meliputi konservasi kawasan hutan, lahan, pertanian, pemukiman, kawasanparawisata dan kawasan industry. 6.
Pemodelan Sistem
Untuk membuat pemodelan maka dipakai Pendekatan Sistem yang merupakan
metodologi
pemecahan
masalah
yang
dimulai
dengan
mengidentifikasi serangkaian kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.Pendekatan sistem ini dilakukan untuk menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan perspektif, pedoman, model, metodologi dan sebagainya yang diformulasikan untuk perbaikan secara terorganisir dari tingkah laku dan perbuatan manusia (Winardi, 1989; Zhu, 1998). Oleh karena itu, menurut Eriyatno (2007) pada pendekatan kesisteman dalam penyelesaian suatu permasalahan selalu ditandai dengan (1) Pengkajian terhadap semua faktor penting yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi untuk pencapaian tujuan dan (2) Model pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang kompleks diselesaikan secara komprehensif.
1.
Analisis Kebutuhan
71
Dalam penelitian ini, analisis kebutuhan diarahkan pada pihak yang mempunyai kepentingan dan keterkaitan terhadap konservasi air danau dan sekitarnya. Mereka adalah : 1.
Masyarakat lokal yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar danau yang memanfaatkan perairan danau untuk berbagai kepentingan.
2.
Instansi terkait yaitu dinas instansi pemerintah daerah yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan perairan danau.
3.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu lembaga yang peduli terhadap kelestarian perairan danau
4.
Akademisi yaitu lembaga yang melakukan penelitian pada perairan danau
5.
Badan usaha milik negara yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di perairan danau. Perkiraan kebutuhan Stakeholder adalah seperti yang disajikan pada
Tabel7 Table 7 Perkiraan Kebutuhan Stake Holder
72 No. 1
Stakeholder Masyarakat Lokal
Kebutuhan Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun Kebersihan dan Keindahan danau terjaga Pendapatan meningkat Penyediaan lapangan Kerja Kegiatan budidaya perikanan tetap jalan Hasil tangkapan masyarakat tidak menurun
2
Data Instansi terkait
Elevasi Air danau tidak menurun
Perikanan, Pertanian,
Peningkatan PAD
Pariwisata, Pertamanan
Penyediaan lapangan kerja
Kehutanan dan PU
Kebersihan dan Keindahan danau terjaga Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun Peningkatan perekonomian masyarakat
3
4
Lembaga Sosial
Kelestarian danau terjamin
Masyarakat ( LSM )
Pendapatan Masyarakat meningkat
Akademisi ( Peneliti )
Keanekaragaman Hayati terjaga Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun
5
BUMN : PLTA
Ketinggian muka air danau tetap stabil Kualitas air danau tetap baik.
1.
Formulasi Permasalahan Permasalahan sistem pada dasarnya adalah terdapatnya perbedaan antara ketersediaan dari kondisi nyata dengan kebutuhan
yang
diinginkan.Pada kondisi nyata, permasalahan sistem ditunjukan oleh adanya isu yang berkembang sehubungan dengan terjadinya penurunan kualitas perairan dan degradasi lahan di kawasan danau Toba serta penurunan muka air danau. Dalam memenuhi kebutuhan air yang berfluktuasi, perubahan besaran ketersediaan air harus didukung oleh keberadaan sumber dan cadangan air yang baik.Jumlah air yang diindikasikan oleh tinggi permukaan air harus berada pada kisaran yang ditetapkan terutama pada bulan-bulan kering sehingga kebutuhan air
73
terutama pasokan air terhadap PLTA Asahan tetap terjamin. Berkurangnya ketersediaan air
akan mengganggu kelangsungan operasional PLTA dan
terganggunya ekosistem danau. Sebaliknya jika terlalu banyak ketersediaan air maka muka air danau akan naik mengakibatkan terjadi banjir di pinggiran danau. 2.
Identifikasi Sistem Untuk menentukan hubungan sebab akibat maka dipergunakan Causal Loop Diagram seperti diuraikan pada Gambar14.
Pertumbuhan Penduduk
+
Penggunaan Lahan + +
+
Kebutuhan Air
Evapotranspirasi
Pemanfaatan Air
+
+
+
Neraca Air
Presipitasi +
+
Aliran Permukaan
+
+ -
+ + Evaporasi Ketersediaan air danau
+ Resapan air dan Aliran Dibawah Tanah
+
Gambar 15 : Diagram lingkar sebab akibat
Hubungan antara input (masukan) dan output (keluaran) dalam sistem digambarkan dalam sebuah diagram inputoutput (masukan-keluaran) seperti disajikan pada Gambar 15.
1. 2. 3. 4. 5.
INPUT TIDAK TERKONTROL Curah Hujan Evapotranspirasi Evaporasi Danau Jenis Tanah Topografi
INPUT LINGKUNGAN Peraturan Pemerintah
MODEL
OUTPUT YANG DIKENHENDAKI 1. Tinggi Muka Air yang stabil 2. Neraca Air Positip
74
Gambar 16 : Diagram Input-Output
3.
Rancang Bangun Model
Untuk pengambilan keputusan yang terbaik pada model konservasi sumber daya air danau dipakai pemodelan dinamis. Model dinamis ini diproses menggunakan perangkat lunak Powersim (Power Simulation) seperti disajikan pada Gambar 17 4.
Pengujian Model Validasi merupakan usaha untuk menyimpulkan model apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang menyakinkan (Eriyatno, 1999).Validasi yang dilakukan adalah terhadap
struktur
model
dan
keluaran
model
(output
model).Validasitersebut dilakukan dengan membandingkan hasil keluaran model yang dirancang dengan data obsevasi lapangan pada suatu periode tertentu.
75
Kualitas Air +
Kawasan Industri
Kawasan Parawisata + +
-
+
+
Kawasan Pemukiman
+ Penggunaan Lahan Terbangun
+ Kawasan Pertanian
Pertumbuhan Penduduk
-
Kawasan Hutan
+
+
-
Evapotran spirasi
+
+
+
+ Pemanfaatan Air
+
Infiltrasi
Presipitasi
+ + + +
Perkolasi Evaporasi
Aliran Permukaan +
+
+ Ketersediaan Air
+
Aliran Dibawah Tanah
+
Gambar 17: Model Dinamis . 5.
Simulasi Fluktuasi muka air Danau Toba berkisar antara 903m – 905 dpl yang
memungkinkan terjaminnya pemasokan air untuk menggerakkan turbin PLTA Asahan. Untuk mengetahui operasi danau tersebut, maka dilakukan pendekatan sistem tiruan (simulasi) volume atau tinggi muka air danau yang diperlukan dengan melihat ketersediaan dan kebutuhan air dari waktu ke waktu. Prinsip perhitungan yang berlaku dalam penelusuran air danau adalah sebagai berikut : (1) Air yang masuk(I), akan tertampung di dalam danau dalam waktu tertentu dt sehingga menyebabkan perubahan elevasi muka air kemudian keluar melalui pemakaian(O). Secara matematis digambarkan sebagai berikut : S O, dan, dS/dt = I – O dan S t+dt /dt = Irata2 – O rata2
t+dt
- St = I –
76
I1 = inflow pada waktu t1; I2= inflow pada waktu t2; O1= outflow pada waktu t1; O2= outflow pada waktu t2; S1= volume danau pada waktu t1dan S2= volume danau pada waktu t1. dt adalah interval dari waktuSt adalah volume atau tinggi muka air awalS t+dt adalah kondisi muka air pada akhir. Simulasi pengendalian tinggi muka air disajikan pada Gambar 18.
Tekanan Penduduk
Karakteristi k DTA /Sub
Tata Ruang
Kemampua nLahan
Hujan
Evapotranspira
Penggunaa n Lahan
Infiltrasi
Direct Run
Base Flo w
Evaporasi
Konservasi Debit Masuk Persepsi Masyarakat Vo lu me
Debit Keluar
Kebutuhan Air M inum
Rentang Tinggi Muka Air Danau
Gambar 18 Simulasi Pengendalian Tinggi Muka Air Danau
77
2.
Rekomendasi
Dari hasil simulasi dapat ditentukan rekomendasi yang terbaik dari peubah yang dapat dikendalikan untuk memwujudkan tujuan.
2.
Persepsi Pakar Tentang Arahan Kebijakan dan Strategi Konservasi Untuk mengetahui persepsi yang terbaik dari para pakar tentang
konservasi sumber daya air Danau Toba, maka pertanyaan kepada para pakar difokuskan terhadap Konservasi Kawasan Hutan, Konservasi Kawasan Pertanian, Konservasi Pemukiman, Konservasi Kawasan Parawisata dan Konservasi Kawasan Industri. Hasil dari wawancara dengan para pakar dianalisis dengan AHP untuk mengambil sautau keputusan yang paling terbaik terhadap pihak yang berkepentingan dengan keberadaan kuantitas air Danau Toba. Model yang dipergunakan untuk pengambilan keputusan pada pembuatan kebijakan adalahMetode AHP yangdikembangkan oleh Thomas L. Saaty, yang terdiri dari sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagianbagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variable yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat(Saaty, 1993).
78
3.
Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tahapan yang disajikan dalam Gambar 19
Pengumpulan Data
Data Sekunder Peta , Penduduk, Sosial dan Ekonomi
Data Primer Kuesioner dan Wawancara
KAJIAN EKOLOGIS DTA
KAJIAN NERACA AIR
MODEL KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
KAJIAN PERSEPSI MASYARAKA T
F.J.MOCK
SISTEM DINAMIS
AHP
REKOMENDASI
Gambar 19 Tahapan Penelitian 4.
Kondisi umum lokasi penelitian Berdasarkan laporan LTEMP No. 01 tahun 2004, kondisi umum lokasi
penelitian yang digambarkan oleh kondisi hidrologi Danau Toba disampaikan sebagai berikut. Air yang masuk ke dalam Danau Toba berasal dari (1) Air Hujan yang langsung jatuh di Danau Toba, (2). Air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke dalam danau. Di sekeliling danau terdapat 19 Sub DTA yang merupakan daerah tangkapan air 19 sungai yang masuk ke dalam danau. Sungaisungai tersebut adalah : S. Sigubang, Bah Bolon, Sungai Guloan, S. Arun, S. Tomok, S. Pulau Kecil/Sibandang, S. Halian, S. Simare, S. Aek Bolon, S. Mandosi, S. Gongpan, S. Bah Tongguran, S. Mongu, S. Kijang, S. Sinabung, S.
79
Ringo, S. Prembakan, S. Sipultakhuda dan S. Silang. Sedangkan satu-satunya sungai yang merupakan pelepasan air dari danau ini adalah S. Asahan yang mengalir dan bermuara di Pantai Timur Sumatera Utara. Air yang mengalir ke S. Asahan ini dimanfaatkan oleh PLTA Asahan. Lima buah sungai yaitu S. Sigubang, Bah Bolon, Guloan, Arun dan Tomok berada di Pulau Samosir dan sungai-sungai lainnya berada di daratan Pulau Sumatera. Data mengenai pengamatan debit pada sungai-sungai yang mengalir ke dalam Danau Toba ini belum diperoleh. Namun dari hasil beberapa literatur yang didapatkan bahwa fluktuasi debit antara puncak musim hujan dan musim kemarau pada sungai-sungai ini relatif lebar. Pada puncak musim hujan debit sungai meningkat cepat sebaliknya pada musim-musim kemarau debit sungai-sungai ini sangat rendah. Pada kondisi hujan normal masukan air dari sungai-sungai tersebut 3
berkisar antara 41,613 m /det pada bulan Juli (puncak musim kemarau) sampai 3
dengan 124,914 m /det pada bulan November (puncak musim hujan). Pada tahun kering 1997, debit aliran masuk ke dalam danau dari sungai-sungai tersebut 3
3
berkisar antara 8,56 m /det pada bulan Januari sampai dengan 62,539 m /det pada bulan April. Sedangkan pada tahun basah 1999, debit aliran masuk ke dalam 3
danau dari sungai-sungai tersebut berkisar antara 83,535 m /det pada bulan Agustus sampai dengan 493,812 pada bulan Mei (LTEMP, 2004) Berdasarkan pengamatan selama 14 tahun (1986 – 1999) tercatat bahwa tinggi rata-rata buma air bulanan Danau Toba ini berkisar antara 903,65 m dpl (bulan September) sampai dengan 904,04 m dpl (bulan Mei). Sedangkan tinggi muka air maksimum bulanan berkisar antara 904,62 m dpl (bulan September) sampai dengan 905,23 m dpl. (bulan Mei). Tinggi muka air minimum bulanan berkisar antara 902, 28 m dpl (bulan Agustus) sampai dengan 902,88 m dpl. (bulan Februari). Kisaran paling lebar tinggi muka air danau bulanan antara 902,28 m dpl – 905,23 m dpl, dengan demikian perbedaan tinggi muka air danau maksimum-minimum paling lebar yang terjadi selama periode ini sebesar 2,95 meter (LTEMP, 2004) Berdasarkan data tinggi muka air dari tahun 1997-2007 yang didapat dari pengamatan PT. Otorita Asahan menunjukkan fluktuasi muka air sekitar 2,8
80
meter. Muka air tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2004 sebesar 905,08 m dpl dan terendah terjadi pada bulan Juli tahun 1998 sebesar 902,28 m. Tinggi muka air merupakan refleksi dari neraca air yang terjadi di daerah tangkapan air. Dari hasil analisis ditemukan tinggi permukan danau rata-rata berada pada elevasi 903,85 m dpl.
77
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kondisi Ekologis Daerah Tangkapan Air Penilaian kondisi ekologis DTA Danau Toba dilakukan terhadap daerah di
dalam batas daerah tangkapan air danau. Kondisi yang dinilai adalah kondisi sumber daya fisik, kemampuan lahan, penggunaan lahan, tata ruangserta tekanan penduduk. Kondisi ekologis ini mencirikan potensi ketersediaan air di daerah tangkapan air Danau Toba. 4.1.1
Letak dan Luas Letak dan luas daerah tangkapan air dianalisa dengan menggunakan peta
digital topografi Danau Toba skala 1: 50.000 dan software ArcView sehingga didapatkan peta DTA Danau Toba, seperti di sajikan pada Gambar20 dan hasil seperti dijelaskan berikut ini. a.
Letak Daerah Tangkapan Air Danau Toba terletak di antara 2010’LU-300’LU dan
98020’BT-99050’BT, diantara pegunungan Bukit Barisan di Propinsi Sumatera Utara. Secara administratif, DTA ini terdapat di kabupaten: (1) Toba Samosir, (2) Simalungun, (3) Karo, (4) Dairi, (5) Humbang Hasundutan, (6) Tapanuli Utara dan (7) Samosir. b.
Luas Total luas Daerah Tangkapan Air Danau Toba adalah seluas 379.940,348
ha, terdiri dari luas perairan 104.528,25 ha (1.045,2825 km2), luas daratan 275.412.10 ha (2,754.12 km2). Luas DTA di masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Kabupaten yang masuk di DTA Danau Toba No 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten
Luas (ha)
%
Dairi Humbang Hasundutan Karo Samosir Simalungun Tapanuli Utara Tobasamosir
6.375,97 38.572,68 5.844,75 103.286,94 21.349,91 11.465,09 79.736,11
2,39% 14,47% 2,19% 38,74% 8,01% 4,30% 29,90%
Jumlah
266.631,45
100,00%
78
Gambar 20 Peta Administrasi DTA Danau Toba
79
Perbandingan luas DTA Danau Toba dengan luas perairan danaunya sendiri adalah 379.940,348 ha dibanding dengan 104.528,25 ha atau 3,6. Artinya, luas perairan Danau Toba adalah 28% dari luas DTA Danau Toba atau luas DTA Danau Toba adalah 3,6 kali luas danaunya. Ini mencirikan bahwa potensi tangkapan air DTA Danau Toba relatif kecil dibandingkan luasan danau. 4.1.2
Iklim Kondisi iklim DTA Danau Toba digambarkan oleh tipe iklim, suhu udara,
kelembaban udara, penyinaran matahari dan kecepatan angin dari data yang diambil dari stasiun Klimatologi Parapat mulai tahun 1997 sampai dengan tahun 2007. Komponen iklim ini akan mempengaruhi ketersediaan dan keluaran air Danau Toba. a.
Tipe Iklim Menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman, daerah tangkapan air Danau
Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan E2. Bulan basah (Curah Hujan ≥ 200 mm/bulan) bervariasi 3 – 9 bulan, sedangkan bulan kering (Curah Hujan ≤ 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2 – 3 bulan. Menurut sistem klasifikasi iklim Scmidt dan Ferguson, DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim A, B dan C. b.
Temperatur Suhu rata-rata pada DTA Danau Toba adalah 20,63ºC. Suhu bulanan rata-
rata yang terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 19,70 ºC dan tertinggi pada bulan Agustus sebesar 21,40 ºC. Suhu terendah yang pernah terjadi adalah 15,10 ºC pada bulan Januari 1997 dan yang tertinggi 22,80 ºC berada pada bulan Maret 2001 serta pada bulan Agustus 2001. Temperatur udara pada tahun 1997-2007, disajikan pada Tabel Lampiran 1. c.
Kelembaban Udara Kelembaban rata-rata tahunan adalah 82,61 %, kelembaban maksimum
rata-rata berada pada bulan Nopember sebesar 86,07% dan minimum pada bulan Juli sebesar 78,02%. Kelembaban udara pada tahun 1997-2007 disajikan pada Tabel Lampiran 2
80
d.
Penyinaran Matahari Penyinaran matahari rata-rata adalah 48 %, maksimum rata-rata bulanan
adalah 53% yang terjadi pada bulan Februari dan Maret dan minimum rata-rata bulanan terjadi pada bulan Oktober. Pada periode tahun 1997 – 2007, penyinanaran matahari maksimum terjadi pada bulan Januari 1997 sebesar 70% dan minimum sebesar 30% pada bulan Oktober 20007, seperti dijelaskan pada Tabel Lampiran 3 e.
Kecepatan Angin Kecepatan angin dari mulai tahun1997- 2007 yang didapatkan dari stasiun
Klimatologi Parapat Kabupaten Simalungun disajikan pada Tabel Lampiran 4. Kecepatan angin bulanan rata-rata adalah 2,66 m/det, kecepatan angin bulanan maksimum terjadi pada bulan Juli sebesar 3,37 m/det dan minimum ratarata terjadi pada bulan Januari sebesar 2,45 m/det. Kecepatan angin terbesar yang pernah terjadi selama tahun 1997 – 2007 adalah pada bulan Juli 2006 sebesar 5,40 m/det dan terkecil terjadi pada bulan Juni 1997 sebesar 0,50 m/det. 4.1.3
Jenis Tanah Menurut Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT)
Wilayah I, Medan 1987 menurut sistem klasifikasi Puslitanak, jenis tanah di DTA Danau Toba di bagian timur memiliki jenis tanah Komplek Litosol dan Regosol yang sangat peka terhadap erosi. Dibagian tenggara, jenis tanahnya adalah Podsolik Coklat yang juga peka erosi. Di bagian barat, jenisnya tanah podsolik coklat (peka erosi), sedangkan di Pulau Samosir, jenis tanahnya sebagian besar merupakan jenis tanah agak peka erosi (LTEMP, 2004). Lebih kurang 58,6 % DTA Danau Toba mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap erosi dengan kondisi topografi yang berat (daerah bergelombang sampai dengan curam). Dengan kondisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa DTA Danau Toba memiliki kapasitas penyimpanan air sangat rendah sekalipun curah hujan cukup tinggi. Jika diklasifikasikan dengan sistem klasifikasi tanah USDA (1998), yang dilakukan dengan menumpang tindihkan peta digital RBI skala 1:50.000 dengan
81
Peta Tanah yang bersumber dari Puslitanak Bogor, maka didapat hasil seperti dijelaskan pada Gambar Lampiran 1 dan Tabel 10 Tabel 10 Jenis tanah DTA Danau Toba No
Tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dystrandepts Dystropepts Eutropepts Flupaquents Hapludalfs Humitropepts Hydrandepts Tropaquepts Tropohemists Lereng Terjal Total
Luas (ha) 20.893,32 32.348,15 63.254,02 5.914,60 2.079,84 8.775,90 89.347,44 22.464,34 2.585,55 19.148,72
(%) 7,83 12,12 23,71 2,22 0,78 3,29 33,49 8,42 0,97 7,18
266.811,89
100,00
Jenis tanah Hydrandepts merupakan jenis tanah yang mendominasi DTA Danau Toba.Tanah ini memiliki luasan sebesar 89.347,44 ha (33,49%) yang tersebar di sekeliling Danau Toba dengan kemiringan lereng yang agak landai. Hydrandepts merupakan tanah Inceptisol yang berasal dari bahan abu dan volkan yang berada di daerah dataran, bergelombang dan berbukit. Tanah ini bertekstur dari lempung hingga debu dan mempunyai sifat kepekaan terhadap erosi yang besar. Tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol. Umumnya mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini memiliki sifat andik (memiliki bahan organik tinggi) dan biasanya berada di lokasi berair/tergenang. Jenis tanah yang terluas kedua di daerah penelitian ini adalah Eutropepts yang merupakan jenis tanah turunan dari inceptisol, umumnya ditemukan pada daerah yang mempunyai kelerengan yang terjal dan puncak bukit kapur. Tanah ini sangat dangkal dan berwarna terang dimana di daerah tangkapan Danau Toba terdapat sekitar 23.71 %. Tanah ini memiliki luasan sebesar 63.254,02 ha (23,71%) yang tersebar di tengah pulau Samosir dan di dekat Danau Toba sebelah tenggara dengan kemiringan lereng yang agak datar. Tanah ini belum berkembang
82
lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini berlokasi berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat) dan memiliki memiliki tingkat kejenuhan basa tinggi. Dystrandepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol.Umumnya mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini memiliki sifat andik (memiliki bahan organik tinggi) dan memiliki tingkat kejenuhan basa yang rendah. Tanah ini memiliki luasan sebesar 20.893,32 ha (7,83%) yang tersebar di sekeliling Danau Toba yang memiliki kemiringan lereng yang agak landai sampai agak curam. Dystropepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol. Umumnya mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini berlokasi berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat) dan memiliki memiliki tingkat kejenuhan basa rendah. Tanah ini memiliki luasan sebesar 32.348,15 ha (12,12%) yang tersebar di sekeliling Danau Toba yang memiliki kemiringan lereng yang agak landai yaitu di sebelah barat dekat Danau Toba dan di sebelah timur dekat batas DRA Danau Toba. Fluvaquents. Jenis tanah ini termasuk ordo Entisol merupakan tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Tanah ini memiliki warna kelabu kebiruan karena adanya pengaruh penggenangan oleh air dan biasanya sering ditemukan karatan. Selain itu juga tanah ini memiliki bahan organik menurun tidak teratur terhadap kedalaman tanah. Tanah ini memiliki luasan sebesar 5.914,60 ha (2,22%) yang tersebar di P.Samosir dengan kemiringan lereng yang agak datar. Hapludalfs. Jenis tanah ini termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari
83
horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Tanah ini biasanya terdapat di daerah lembab (humid). Selain itu juga, tanah ini memiliki tingkat perkembangan yang masih baru/muda dan susunan horison yang masih sedikit. Humitropepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol.Umumnya mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini berlokasi berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat) dan biasanya memiliki lapisan bahan organik halus di lapisan atasnya (Humus). Tanah ini memiliki luasan sebesar 8.775,90 ha (3,29%) yang tersebar di tengah pulau Samosir dengan kemiringan lereng yang agak landai. Tropaquepts. Jenis tanah ini termasuk ordo Inceptisol yang merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada tanah Entisol. Umumnya mempunyai horizon penciri kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Tanah ini biasanya berada di lokasi berair/tergenang dan berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat). Tanah ini memiliki luasan sebesar 22.464,34 ha (8,42%) yang tersebar di pulau Samosir dan di dekat perairan Danau Toba. Tropohemist, Jenis tanah ini termasuk ordo Histosol merupakan tanahtanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Tanah ini memiliki bahan organik dengan tingkat dekomposisi sedang (hemik) dan berada di daerah tropika yang memiliki cuaca terus menerus panas (hangat). Tanah ini memiliki luasan sebesar 2.585,55 ha (0,97%) yang tersebar setempat-setempat di dekat perairan Danau Toba dengan kemiringan lereng datar. 4.1.4
Geologi Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pematang Siantar, Sumatera, skala
1:250.000 (Clarke, etal. 1982) dan Peta Geologi Lembar Sidikalang, Sumatera, skala 1:250.000 (Aldiss, et al. 1983), daerah penelitian disusun oleh berbagai macam formasi batuan. Batuan tersebut dipengaruhi oleh struktur geologi di
84
beberapa tempat tertentu, disertai dengan kegiatan intrusi seperti disajikan pada Gambar Lampiran 3 dan Tabel 11. Tabel 11 Formasi Geologi DTA Danau Toba No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Simbol MPi MPikt Mtk Mtks Ppal Pub Puk Put QTt Qh Qps Qvpb Qvss Qvt Qvtsa Tmip Tmppt Tmvh Tuvsu
Nama Formasi Geologi
Luas (ha)
%
Intrusi Granit Minor Granit Keteran Formasi Kualu Formasi Kuala Formasi Alas Formasi Bohorok Formasi Kluet Kel.Tapanuli Tak Terpisahkan Formasi Tutut Aluvium Formasi Samosir Pusat Pusuk Buhit Pusat Sipisopiso Tufa Toba
15,31 60,18 355,62 1.553,86 183,12 7.95586 13.795,67 3.964,23 103.23 26.268,59 72.923,50 2.880,92 512,03 123.988,07 1.062,75 410,03 3.433,70 4.543,32 2.801,92 266.811,89
0,01 0,02 0,13 0,58 0,07 2,98 5,17 1,49 0,04 9,85 27,33 1,08 0,19 46,47 0,40 0,15 1,29 1,70 1,05
Mokrosiorit Parapat Formasi Peutu Formasi Gunung Api Haranggaol Formasi Gunung Api Surungan Total
Formasi batuan yang terdapat di DTA Danau Toba, diuraikan di bawah ini. ¾ Anggota Batu gamping Formasi Alas (Ppal), terutama terdiri dari pualam, sekis-kalk, genes, lapisan batu gamping pejal dan batugamping kristalin, termasuk Tapanuli Group, bersentuhan sesar dengan formasi batuan di sekitarnya yang diduga berumur Karbon Akhir hingga Perem Awal. ¾ Satuan Tufa Toba (Qvt) terutama terdiri dari tufa berkomposisi riodasit yang sebagian teralaskan, berumur Plistosen. Formasi geologi ini merupakan formasi yang memiliki luasan yang paling luas di DTA Danau Toba sebesar 123.988,07 ha atau 46,47% dari total luasan DTA Danau Toba. ¾ Anggota Batugamping Formasi Kuala (Mtks), terdiri dari lapisan batu gamping pejal Sibaganding, batu gamping kristalin dan batu gamping
85
terumbu, termasuk Peusangan Group, diduga berumur Perem Akhir hingga Trias Akhir. ¾ Anggota Batu Pasir Formasi Peuteu (Tmppt), terutama terdiri dari lapisan lempung serpihan berwarna abu-abu kehitaman serta kecoklatan, umumnya menyerpih, diduga berumur Miosen Tengah. ¾ Formasi Batuan Gunungapi Haranggaol (Tmvh), terdiri dari lava dan breksi andesit, dasit serta piroklastik, diduga berumur Miosen Atas. ¾ Formasi Bohorok (Pub) terutama terbentuk oleh batu pasir konglomeratan (pebbly mudstone), Formasi Kluet (Puk) terdiri dari fasies yang lebih halus. Kelompok Tapanuli Tak Teruraikan (Put). Jenis batuan yang teridentifikasi di DTA Danau Toba diantaranya adalah tuf Toba, formasi Samosir, baik yang terbentuk di lapisan mudanya atau yang lebih tua umur batuannya. Di sekitar Danau Toba, terdapat batuan intrusif yang terbentuk sejak zaman tersier. Wilayah jenis batuan ini meliputi lingkar luar Danau Toba serta pada wilayah bagian timur Sumatera Utara yang rendah. Sekeliling Danau Toba terdapat batuan Tuff (abu vulkanik) yang dicirikan oleh struktur pasir dan mudah lepas.Formasi batuan yang terbentuk ini telah mengakibatkan pada daerah tertentu DTA rawan terhadap terjadinya longsor, mempunyai potensi resapan, akuifer cukup tinggi dan daerah yang tidak dapat meresapkan air, tergantung pada jenis formasi batuan yang terbentuk pada DTA ini
dan
penyebarannya
(LTEMP,2004).
Selanjutnya
dokumen
LTEMP
menyebutkan bahwa kawasan ini memiliki formasi sebagaimana diuraikan di bawah ini. (1) Batuan yang mempunyai potensi resapan tinggi, akuifer baik tetapi juga mempunyai potensi erosi dan longsoran yang tinggi. Kawasan ini merupakan kawasan yang mampu menyimpan air hujan dan mengalirkannya secara kontinyu ke dalam danau sehingga dapat menjaga debit pasokan ke dalam danau pada waktu musim kemarau tetapi mempunyai potensi longsoran dan erosi yang tinggi, sehingga agar fungsi hidroorologisnya tetap terjaga dan laju erosi serta potensi longsoran yang terjadi dapat ditekan maka kawasan seperti ini harus tertutup oleh vegetasi hutan.
86
(2) Batuan yang mempunyai potensi resapan dan akuifer buruk, potensi longsoran dan erosi rendah. Kawasan ini hanya dapat melalukan air hujan yang jatuh sebagai aliran permukaan. Perubahan penggunaan lahan pada kawasan seperti ini juga kurang berpengaruh nyata terhadap fungsi hidroorologis DTA secara keseluruhan sehingga pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas perairan Danau Toba juga kurang nyata. (3) Batuan yang mempunyai potensi resapan sedang sampai tinggi, akuifer baik, potensi erosi rendah, potensi longsor sedang. Kawasan ini berfungsi sebagai kawasan resapan yang menyimpan air hujan dan menjadi suplai/pasokan air selama musim kemarau. Penutupan hutan pada kawasan seperti ini akan semakin meningkatkan potensi resapannya (4) Batuan yang mempunyai potensi resapan sedang sampai tinggi, akuifer sedang sampai baik, sedangkan potensi erosi rendah,`potensi longsor sedang. Kawasan ini berfungsi sebagai kawasan resapan yang akan banyak menyimpan air hujan dan menjadi suplai/pasokan air selama musim kemarau. Penutupan hutan pada kawasan seperti ini akan semakin meningkatkan potensi resapannya. (5) Batuan yang mempunyai potensi resapan rendah sampai sedang, akuifer buruk sampai sedang, potensi erosi rendah sampai sedang, potensi longsor sedang. Kawasan seperti ini berfungsi sebagai kawasan resapan yang akan banyak menyimpan air hujan dan menjadi /pasokan air selama musim kemarau apabila penutupan lahannya merupakan hutan alam. (6) Batuan yang mempunyai potensi resapan sedang sampai tinggi, akuifer sedang sampai baik, potensi erosi rendah sampai sedang, potensi longsor sedang sampai tinggi. Kawasan seperti ini berfungsi sebagai kawasan resapan yang banyak menyimpan air hujan dan menjadi suplai/pasokan air selama musim kemarau.
4.1.5
Topografi
a.
Ketinggian Tempat Topografi kawasan pinggiran Danau Toba didominasi daerah pegunungan.
Data ketinggian tempat disajikan pada Tabel 12 dan Gambar Lampiran 4.
87
Tabel 12 Ketinggian Tempat DTA Danau Toba L ua s (h a)
%
1
K e ting gia n te m pa t (m dp l) 85 3 - 1 00 0
59 .44 8,9 9
2 2,2 8
2
10 00 - 11 50
39 .82 8,6 5
1 4,9 3
3
11 50 - 13 00
37 .63 7,2 1
1 4,1 1
4
13 00 - 14 50
57 .20 5,7 7
2 1,4 4
5
14 50 - 16 00
35 .52 8,4 3
1 3,3 2
6
16 00 - 17 50
17 .48 7,3 6
6,5 5
7
17 50 - 19 00
14 .25 5,2 9
5,3 4
8
19 00 - 21 00
5 .29 4,0 6
1,9 8
9
21 00 - 22 66
12 6,1 1
0,0 5
No
To ta l
2 66 .81 1,8 9
Daerah Tangkapan Air Danau Toba terletak pada ketinggian 853 m dpl 2266 m dpl dan permukaan danau berada pada ketinggian 905 m dpl. Sekitar 77,72 % daerah tangkapan air Danau Toba berada diatas ketinggian 1000 m dpl dan 63,79 % berada pada ketinggian antara 1000 - 1600 m dpl. Sisanya, sebesar 13,92 % berada pada daerah ketinggian antara 1600 - 2266 m dpl. b.
Kemiringan Lereng Daratan pada daerah tangkapan air Danau Toba didominasi (84.59%) oleh
daratan yang berbukit-bukit hingga bergunung (kemiringan >3%). Kemiringan DTA Danau Toba disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 5 Tabel 13 Kemiringan Lereng DTA Danau Toba No 1 2 3 4 5 6
Persentase Kemiringan Lereng 0–3 3–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40 Jumlah
Luas (ha)
%
41.127,72 79.857,79 54.689,74 33.206,51 24.705,14 33.224,99 266.811,89
15,41 29,93 20,50 12,45 9,26 12,45
Kemiringan lereng DTA Danau Toba yang termasuk curam (kemiringan 15%-40%) mencapai 21,71% dan daerah yang sangat curam/terjal (kemiringan
88
>45%) mencapai 12,45% dari luas total DTA, terutama di daerah-daerah sekeliling danau. Kondisi topografi tersebut di atas, mengakibatkan DTA memiliki potensi aliran permukaan yang tinggi dan menyimpan air hujan yang rendah. Hasil analisis lereng dengan cara Dr. Mononobe (Sosrodarsono, 1978) menunjukkan bahwa koefisien limpasan air adalah 0,60 dan koefisioen infiltrasi adalah 0,4 seperti disajikan pada Tabel 14 Tabel 14 Koefisien limpasan dan koefisien infiltrasi DTA Danau Toba No
Kemiringan Luas (ha) Lereng
1 2
0 -3 3-8
3 4
%
Keterangan
Koefisien Perkiraan Koefisien Limpasan Koefisien Limpasan (Dr. Mononobe) Limpasan x Luas (ha)
41.127,72 15,41 Datar 79.857,79 29,93 Landai/Berombak
0.45 -0.60 0.45 - 0.60
0,45 0,50
18.507,47 39.928,90
8 - 15 15 - 25
54.689,74 20,50 Agak Miring/ Bergelombang 33.206,51 12,45 Miring/Berbukit
0.50 - 0.75 0.70 - 0.80
0,60 0,70
32.813,84 23.244,56
5
25 - 40
24.705,14
0.75 - 0.90
0,75
18.528,86
6
>40 Total
0.75 -0.90
0,85
28.241,24 161.264,87
9,26 Agak Curam
33.224,99 12,45 Sangat Curam 266.811,89 Koefisien Limpasan Total = Koefisien Infiltrasi =
0,60 0,40
Sumber : Hasil analisis
Hasil interpretasi peta topografi diuraikan di bawah ini. 1.
Kabupaten Tobasa yang terletak pada daerah timur dan tenggara DTA Danau Toba,memiliki kondisi topografi dari datar hingga bergunung yang cukup luas. Lahan pada kabupaten ini banyak dipergunakan sebagai daerah pertanian, sehingga diperkirakan berpotensi untuk menyimpan air.
2.
Kabupaten Simalungun, terletak di sebelah timur dan utara DTA Danau Toba, dengan luas kecil memiliki relief bergunung dengan lereng yang curam diatas 45 %. Tidak berpotensi untuk menyimpan air.
3.
Kabupaten Karo, terletak di sebelah utara DTA Danau Toba, memiliki relief bergunung dengan lereng yang curam mencapai diatas 45 %. Tidak berpotensi untuk menyimpan air.
4.
Kabupaten Dairi, didominasi relief bergunung dengan lereng mencapai diatas 45 % sehingga derah ini tidak berpotensi untuk menyimpan air.
5.
Kabupaten Humbang Hasundutan, merupakan dataran, perbukitan dan bergunung dengan lereng terjal, mempunyai kemiringan yang rendah
89
namun mendekati Danau Toba terdapat lereng terjal mencapai 45 %. Diperkirakan daerah ini berpotensi untuk daerah penyimpanan air. 6.
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan dataran, perbukitan dan bergunung dengan lereng terjal,
mempunyai kemiringan yang rendah
namun mendekati Danau Toba terdapat lereng terjal mencapai 45 %. Diperkirakan, daerah ini berpotensi untuk daerah penyimpanan air 7.
Kabupaten Samosir, terletak di tengah DTA Danau Toba, mempunyai dataran rendah yang luas di sekitar tepi Danau Toba khususnya disebelah barat pulau Samosir.
4.1.6
Penggunaan Lahan
a.
Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan diketahui dengan menumpangtindihkan
(overlay) peta penggunaan lahan tahun 2001, 2007 dan 2009 dengan Citra Landsat tahun 2001, 2007 dan 2009. Citra Landsat tahun 2001, 2007 dan 2009 disajikan pada Gambar 21 dan 22. Perubahan penggunaan lahan ditunjukkan pada Tabel 15 Tabel 15 Perubahan Penggunaan Lahan pada DTA Danau Toba No
Tutupan Lahan
1 Unclass 2 Tubuh Air 3 Hutan 4 Kebun Campuran 5 Sawah 6 Semak Belukar 7 Lahan Terbuka 8 Tegalan/Ladang 9 Pemukiman Total Luas Perairan Total Luas Daratan Total Luas DTA
Luas (Ha) 2001 449,29 115.077,56 105.404,54 39,86% 6.861,51 2,59% 22.220,72 8,40% 47.003,37 17,78% 17.309,61 6,55% 55.158,74 20,86% 10.455,00 3,95% 115.526,85 264.413,49 100,00% 379.940,34
Luas (Ha) 2007 0,25 116.370,94 59.987,27 22,76% 13.634,99 5,17% 14.615,13 5,55% 79.848,48 30,30% 21.664,17 8,22% 60.204,47 22,84% 13.614,65 5,17% 116.371,19 263.569,16 100,00% 379.940,35
Luas (Ha) 2009 117.599,80 62.520,57 15.892,82 17.098,65 13.160,16 44.846,24 94.313,47 14.508,64 117.599,80 262.340,55 379.940,35
23,83% 6,06% 6,52% 5,02% 17,09% 35,95% 5,53% 100,00%
90
Gambar 21 Peta Tutupan Lahan DTA Danau Toba tahun 2001
Gambar 22 Peta Tutupan Lahan DTA Danau Toba tahun 2007
91
Luas lahan daratan DTA Danau Toba pada tahun 2001 yang bervegetasi (hutan, kebun campuran, sawah dan semak belukar) sebesar 181.490,14 ha (68,64%) dan lahan yang tidak bervegetasi (lahan terbuka, tegalan dan pemukiman) sebesar 82.923,35 ha (31,36%). Tahun 2007, penggunaan lahan bervegetasi berubah menjadi 168.085,87 ha (63,77%) serta lahan yang tidak bervegetasi menjadi 95.483,29 ha (36,23%). Perubahan lahan bervegetasi dan yang tidak bervegetasi dari tahun 2001 ke tahun 2007 adalah 13.404,27 ha atau 5,07%.Tahun 2009, penggunaan lahan bervegetasi berubah menjadi 108.672,20 ha (41,42%) serta lahan yang tidak bervegetasi berubah menjadi 153.668,35 ha (58,58%). Perubahan lahan bervegetasi dan yang tidak bervegetasi dari tahun 2007 ke tahun 2009, adalah 59.413,67 ha atau 22,54% dari luas daratan. Luas lahan yang tidak bervegetasi menjadi dasar penentuan nilai faktor singkapan lahan pada perhitungan neraca air dengan metode F.J.Mock Hasil interpretasi terhadap Citra Landsat disajikan di bawah ini: Hutan Perubahan luas hutan dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 23
Gambar 23 Perubahan luas Hutan di DTA Danau Toba Luas hutan yang terdapat di DTA Danau Toba pada tahun 2001 mencapai 39,86 %, pada tahun 2005 menjadi 22,76 % dan tahun 2009 sebesar 23,83 % dari luas daratan. Lahan yang tertutup hutan sebesar 16,46% dari luas DTA Danau Toba dan ini sudah jauh berada di bawah angka standar minimal presentase luas
92
hutan pada suatu daerah aliran sungai atau danau yang masih tergolong baik, yaitu 30 % dari total luas suatu daerah tangkapan air. Kebun Campuran Perubahan luas kebun campuran dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 24
Gambar 24 Perubahan luas kebun campuran di DTA Danau Toba Kebun campuran yang terdapat DTA ini merupakan kebun yang diusahakan masyarakat setempat, yang terdiri dari berbagai jenis tanaman perkebunan dan buah-buahan. Luas kebun campuran pada DTA Danau Toba cenderung semakin meningkat dimana pada tahun 2001 adalah 2,59 %, tahun 2005 meningkat menjadi 5,17 % dan tahun 2009 menjadi 6,06 % dari luas DTA Danau Toba. Sawah Perubahan luas sawah dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 25
Gambar 25 Perubahan luas sawah di DTA Danau Toba
93
Persawahan di DTA Danau Toba umumnya berada di daerah yang relatif datar akan tetapi di beberapa lokasi berada disela-sela bukit. Luas sawah pada DTA Danau Toba cenderung semakin menurun setiap tahunnya yang ditunjukkan dari nilai luas pada tahun 2001 sebesar 8,4 %, pada tahun 2005 sebesar 5,55 % dan tahun 2009 sebesar 6,52 % sehingga diperkirakan air yang terinfiltrasi melalui kawasan pertanian semakin berkurang. Hal ini diduga akibat pertambahan penduduk setiap yang tahunnya meningkat sehingga membutuhkan lahan pemukiman untuk tempat tinggal penduduk.
Semak Belukar Perubahan luas lahan semak belukar dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 26
Gambar 26 Perubahan luas Semak Belukar di DTA Danau Toba Semak belukar
merupakan lahan yang telah diusahakan masyarakat
setempat untuk usaha tani tanaman semusim. Semak belukar ini terdapat pada daerah yang lereng curam dan sebagian juga terdapat pada daerah datar. Luas semak belukar cenderung fluktuatif menurun dari tahun ke tahun, pada tahun 2001 luas semak belukar adalah 17,78 %, tahun 2005 meningkat menjadi 30,30 % dan tahun 2009 turun menjadi 5,02 % dari luas daratan DTA Danau Toba.
Lahan Terbuka Perubahan luas lahan terbuka pada DTA Danau Toba dari tahun ke tahun disajikan pada Gambar 27
94
Gambar 27 Perubahan luas Lahan Terbuka di DTA Danau Toba Lahan terbuka terdiri dari alang-alang dan rumput yang terdapat pada tempat yang relatif datar dan sebagian kecil dipunggung-punggung bukit. Lahan terbuka cenderung semakin cepat meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2001 sebesar 6,55% , tahun 2005 meningkat menjadi 8,22% dan pada tahun 2009 menjadi 17,09%.
Tegalan / Ladang Perubahan luas tegalan/ladang dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 28
Gambar 28 Perubahan luas Tegalan/Ladang di DTA Danau Toba Luas tegalan ladang meningkat dengan cepat dari 20,86% pada tahun 2001 menjadi 22,84% pada tahun 2005 selanjutnya pada tahun 2009 menjadi 35,95% dari luas DTA Danau Toba. Dari kondisi di atas maka diperkirakan air limpasan jauh lebih besar dari pada air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.
95
Pemukiman Perubahan luas tegalan/ladang dari tahun ke tahun pada DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 29
Gambar 29 Perubahan luas Pemukiman di DTA Danau Toba Permukiman dan bangunan lain terkonsentrasi pada daerah-daerah subur untuk pertanian, aksesibilitas tinggi atau mempunyai akses terhadap kegiatan wisata. Luas pemukiman cenderung semakin bertambah setiap tahun. Tahun 2001 luas pemukiman adalah sebesar 3,95%, pada tahun 2005 menjadi 5,17% dan pada tahun 2009 sebesar 5,53% dari luas daratan pada DTA danau Toba. Dari kondisi di atas maka diperkirakan
air limpasan jauh lebih besar dari pada air yang
terinfiltrasi ke dalam tanah . b.
Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Dinamika perubahan penggunaan lahan di DTA Danau Toba umumnya
adalah perubahan penggunaan lahan dari satu jenis tutupan lahan ke penggunaan setiap tutupan lahan lainnya. Tabel dinamika perubahan penggunaan lahan tersebut disajikan pada Tabel 16.
96
Tabel 16 Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dari 2001 ke 2007 No.
Penggunaan Lahan
Luas pada tahun 2001 (ha)
Hutan
1
Hutan
2
Kebun Campuran
6.861,51
638,47
3
Lahan Terbuka
17.309,61
2.244,83
4
Pemukiman
10.455,00
5
Sawah
6
Semak Belukar
7
Tegalan/Ladang
8
Tubuh Air
9
Unclass
Luas tahun 2007 (ha)
105.404,54 43.862,69
Kebun Lahan Pemukima Campuran Terbuka n 8.401,22
Sawah
Semak Belukar
Tegalan /Ladang
3.580,48
30.210,70
10.036,43
1.038,01
0,00
Tubuh Air Unclass
5.531,94
2.743,08
1.030,01
1.743,65
297,17
53,55
1.886,62
1.146,48
65,57
0,00
900,71
3.497,39
929,42
193,95
4.463,70
5.002,51
77,11
0,00
602,67
388,33
1.339,95
2.865,93
487,59
2.118,09
2.504,80
147,64
0,00
22.220,72
677,05
1.091,90
1.441,97
2.312,96
7.198,92
4.927,98
3.586,82
983,13
0,00
47.003,37
7.513,63
1.085,86
3.138,12
1.502,27
957,40
20.396,79
11.256,78
1.152,53
0,00
25.331,04
749,42
0,00
1.233,30 112.148,17
0,00
55.158,49
3.909,61
704,09
4.824,85
2.542,75
1.795,66
15.301,07
115.077,56
346,69
9,78
118,16
421,08
338,09
462,28
449,29
191,64
23,09
28,14
0,00
9,48
81,27
379.940,09 59.987,27
13.634,99
21.664,17 13.614,65 14.615,13
79.848,48
106,31
9,36
0,00
60.204,47 116.370,94
0,00
Sumber : Hasil analisis
Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi tutupan lahan yang lain dari tahun 2001 sampai tahun 2007 secara berurutan adalah menjadi: (1) Kebun campuran sebesar 8.401,22 ha; (2) Lahan terbuka sebesar 5.531,94 ha; (3) Pemukiman sebesar 2.734,08 ha;
(4) Sawah sebesar 3.580,48 ha;(5) Semak
belukar sebesar 30.210,70ha; (6) Tegalan/ladang sebesar 10.036,43 ha; (7) Tubuh air sebesar 1.038,011 ha dan (8) Unclass tidak ada. Sehingga luas total hutan pada tahun 2001 yang berubah penggunaanya menjadi bukan hutan pada tahun 2007 adalah sebesar 61.124,58 ha. Sebaliknya perubahan penggunaan lahan dari bukan hutan pada tahun 2001 menjadi hutan pada tahun 2007 adalah dari : (1) Kebun campuran sebesar 638,47 ha; (2) Lahan terbuka sebesar 2.224,83 ha; (3) Pemukiman sebesar 602,67 ha; (4) Sawah sebesar 677,05 ha;(5) Semak belukar sebesar 7.513,63ha; (6) Tegalan/ladang sebesar 3.909,61 ha; (7) Tubuh air sebesar 346,69 ha dan (8) Unclass191,64 ha. Dengan demikian luas total nonhutan yang berubah penggunaanya pada tahun 2001 menjadi hutan pada tahun 2007, adalah 16.124,58 ha. Dengan demikian defisit hutan adalah sebesar 45.417,27 ha. Luas hutan tahun 2007 adalah105.404,54ha dikurang 45.417,27 ha menjadi 59.987,27 ha. Dengan hal yang sama seperti analisis di atas maka dinamika perubahan penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya dapat dihitung seperti yang telah disajikan pada Tabel 17
97
4.1.7
Kemampuan Lahan Analisis kemampuan lahan diperoleh dari pengembangan data
kuantitatif yang diperoleh dari satuan lahan DTA Danau Toba. Data-data yang dimiliki oleh satuan lahan tersebut diklasifikasi berdasarkan kriteria kemampuan lahan seperti yang tersaji pada Tabel Lampiran 14. Hasil klasifikasi kemampuan lahan sampai pada tingkat sub-kelas beserta dengan luasannya disajikan pada Tabel 17. Adapun sebaran spasial kemampuan lahan disajikan pada Gambar Lampiran 5.
Tabel 17 Kelas Kemampuan Lahan, Subkelas Kemampuan Lahan dan Luas di DTA Danau Toba No
Kelas
Sub Kelas
Luas (Ha)
1
II
IIe IIs
35.502,37 50.841,84
2
III
IIIe IIIs
40.605,42 61.613,13
3
IV
IVe
2.995,18
4
V
Ve Vw
22.464,34 2.585,55
5 6 7
VI VII VIII
VIe VIIe VIIIe
28.917,02 2.138,32 19.388,65
Keterangan : e=faktor pembatasnya adalah erosi; w= faktor pembatasnya adalah genangan air dan s =faktor pembatasnya adalah akar tanaman
Hasil analisis menunjukkan bahwa DTA Danau Toba, kemampuan lahannya didominasi oleh kelas III. Sedangkan pada tingkat sub-kelas, daerah DTA Danau Toba didominasi oleh sub-kelas IIIe, yaitu kelas kemampuan lahan kelas III dengan faktor pembataserosi (kelerengan). Hasil overlay antara peta kemampuan lahan dengan peta tutupan lahan DTA Danau Toba didapat peta seperti disajikan pada Gambar Lampiran 5 dan Tabel 18. Dari hasil perhitungan luasan antara penggunaan lahan eksisting di daerah tangkapan air Danau Toba hasil rekaman Citra Landsat tahun 2007 ditemukan
98
22,22% dari luas daratan yang digunakan tidak sesuai dengan kemampuan lahan daerah tangkapan air Danau Toba. Penggunaan lahan yang tidak sesuai ini harus diupayakan untuk dikembalikan penggunaan yang sesuai dengan kemampuan lahannya untuk mendapatkan kondisi yang ideal. Dari jenis penggunaan lahan tersebut yang tidak memungkinkan untuk dirobah kembali adalah penggunaan lahan pemukiman seluas 5.375,41 ha (2,06% dari luas daratan DTA Danau Toba) dan yang masih memungkinkan untuk dikembalikan penggunaan lahannya sebesar 52.641,12 ha atau 20,65% dari luas daratan DTA Danau Toba.
99
Tabel 18 Kelas Kemampuan Lahan Berdasarkan Tutupan Lahandi DTA DT No
1
Kelas Kemampuan Lahan
II
2
III
3
IV
4
5
6
7
V
VI
Kesesuaian Lahan
Lahan ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam. Lahan ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, huitan produksi, hutan lindung dan suaka Lahan ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim, pertanian, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung atau suaka alam.
Lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan
Lahan ini tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan.
VII
Lahan ini tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan
VIII
Lahan ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung
Tutupan Lahan Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
Luas (Ha) 23.619,03 6.770,55 6.953,62 2.988,72 4.988,15 26.326,68 13.876,74 16.260,30 4.425,54 8.974,66 4.876,84 4.420,61 32.953,79 29.245,83 1.420,66 2,65 93,93 14,04 24,92 1.290,10 80,18 1.328,60 1.115,48 1.449,79 1.109,22 4.474,41 5.966,67 8.414,93 14.597,12 1.007,00 1.684,92 1.525,39 86,04 5.126,28 4.614,16 199,36 668,09 105,7 15,84 642,18 307,62 2.611,30 105,99 1.744,83 2.635,10 258,53 7.221,82 2.527,74
Kesesuaian dengan K L h Luas(Ha) Kondisi
6.953,62 Tidak sesuai
8.974,66 Tidak sesuai
93,93 Tidak sesuai
80,18 Tidak sesuai 1.115,48 1.449,79 1.109,22 4.474,41
Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai
8.414,93 Tidak sesuai 1.007,00 1.684,92 1.525,39 86,04
Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai
4.614,16 Tidak sesuai 199,36 668,09 105,7 15,84 642,18 307,62
Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai
105,99 1744,83 2635,1 258,53 7221,82 2.527,74
Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai
Usulan penggunaan lahan yang tepat di lakukan di DTA Danau Toba disajikan pada Tabel 19.
100
Tabel 19 Kelas Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan di DTA DT Unit Lahan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kelas
Af.6.2.2 II Af.6.3.3 II Afq.3.4 II Aq.2.2.1 V Au.3.2 V Hu.1.1.1 II dHu.1.8.2 III Hu.3.2.3 III Hu.5.1.2 II Hu.5.2.2 III Hu.5.2.3 III Hu.5.2.4 III Kc.5.3 IV Ma.2.3.3 VI Mfq.2.2.3 IV Mfq.2.3.3 VI Mg.2.3.3 VI Mu.2.2.3 IV Mu.2.3.3 VI Mu.2.3.4 VI Qd.1.1.0 II Qd.1.1.1 II Qd.1.1.2 III Qd.1.1.3 III Qd.1.2.1 III Qd.1.2.2 III Qd.1.2.3 III Qd.1.3.2 II Qd.1.3.3 II Qd.1.9.2 III Qd.2.3.2 II Vad.1.2.3 VII Vad.1.4.2 II Vd.1.2.3 VII X.1 VIII
4.1.8
Sub Luas (Ha) Kelas
IIe IIe IIs Ve Vw IIe IIIe IIIe IIe IIIe IIIe IIIe IVe VIe IVe VIe VIe IVe VIe VIe IIs IIs IIIs IIIs IIIs IIIs IIIs IIs IIs IIIe IIe VIIe IIe VIIe VIIIe
5.825,06 4.963,37 5.914,60 22.464,34 2.585,55 6.446,18 1.840,88 7.075,41 15.263,12 7.890,45 11.980,19 10.256,43 2.079,84 3.270,24 530,87 4.411,33 172,55 384,46 14.199,10 6.863,81 8.983,48 16.612,51 7.567,17 5.672,12 6.770,07 21.336,11 20.267,66 7.789,91 11.541,34 1.562,07 61,90 1.033,72 2.942,74 1.104,60 19.388,65
Arahan Penggunaan Lahan
Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensif, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensif, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas terbatas, penggembalaan, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas terbatas, penggembalaan, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas terbatas, penggembalaan, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas sedang, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensitas sedang, penggembalaan, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas terbatas, hutan dan cagar alam Pertanian Intensif, penggembalaan, hutan dan cagar alam Penggembalaan intensitas terbatas, hutan dan cagar alam Cagar alam/hutan lindung
Tata Ruang Danau Toba Kawasan Danau Toba ditetapkan menjadi salah satu Kawasan Strategis
Nasional yang ditetapkan berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di Propinsi Sumatera Utara (Bappedasu, 2010). Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kawasan
101
Strategis adalah kawasan yang secara nasional ditetapkan mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan berdasarkan kepentingan pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup serta pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi. Pemanfaatan ruang pada DTA Danau Toba mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian dan fungsi Danau Toba khususnya sebagai sumberair pada PLTA Asahan. Rencana struktur penataan Kawasan Danau Toba dilakukan dengan menetapkan tata jenjang pusat pengembangan wilayah dan keterkaitan antar pusat pengembanganyang didukung oleh pengembangan kegiatan sosialekonomi, penyediaan prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan masing-masing fungsi pusat permukiman (PU, 2011). Rencana pemanfaatan ruang Kawasan Danau Toba adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan kegiatan budidaya. Pemanfaatan lahan untuk kawasan budidaya dimaksudkan untuk kebutuhan permukiman, pertanian, perkebunan dan hutan(PU, 2011). RTRW khusus DTA Danau Toba belum ada, namun Kementerian Pekerjaan Umum, DitJen.Penataan Ruang, Jakartasaat ini sedang menyusun draft.Oleh karena itu penggunaan lahan di DTA Danau Toba belum dapat dibandingkan dengan penggunaan lahan yang ideal berdasarkan tata ruang yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.Karena itu pada penelitian ini digunakan sebagai alat analisis adalah RTRWP Sumut, meskipun Rencana Pola Ruang Wilayah Kawasan Danau Toba tidak merinci secara mendetail sehingga luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRWP tidak dapat disampaikan. Meskipun demikian, analisis global menunjukkan bahwa jika penggunaan lahan eksisting dibandingkan dengan pola rencana ruang yang diatur pada RTRWP Sumut, maka ditemukan pola penggunaan lahan yang tidak berkesesuaian. Berdasarkan data RTRW Propinsi Sumatera Utara didapat bahwa luas kawasan lindung pada DTA Danau Toba adalah 121.397,41 ha atau 46,04% dari luas daratan dan kawasan budidaya adalah sebesar 142.254,23 ha atau 53,96%dari luas daratan. Data hasil rekaman Citralandsat pada tahun 2007, ditemukan jumlah luas pengunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan lindung yaitu hutan adalah 33.720,69 ha atau 12,79 % dari luas daratan dan jumlah luas penggunaan
102
lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah seluas 87.676,72 ha atau 33,25% dariluas daratan. Sementara itu, pada kawasan budidaya ditemukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan budidaya yaitu hutan seluas 26.266,58 ha atau 9,97 % dari luas daratan. Dengan demikian, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan pada DTA Danau Toba menurut RTRW Propinsi Sumatera Utara ditemukan seluas 113.943,30 ha atau 43,22% dari luas daratan. Hasil analisis disajikan pada Tabel 23 Berdasarkan draft peta RTRW Danau Toba ditemukan bahwa luas kawasan lindung pada DTA Danau Toba adalah 134.518 ha atau 50,96% dari luas daratan dan kawasan budidaya adalah sebesar 129.471 ha atau 49,04%dari luas daratan. Data hasil rekaman Citralandsat pada tahun 2007, ditemukan jumlah luas pengunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan lindung yaitu hutan adalah 33.720,69 ha atau 12,79 % dari luas daratan dan jumlah luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah seluas 100.797,31 ha atau 38,18 % dariluas daratan. Sementara itu, pada kawasan budidaya ditemukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan budidaya yaitu hutan seluas 26.266,58 ha atau 9,97 % dari luas daratan. Dengan demikian, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan ditemukan seluas 127.063,89 ha atau 48,13 % dari luas daratan. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 23
103
Tabel 20 Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Yang Tidak Sesuai Dengan RTRW No
1
2
3
4
5
6
7
Kelas Kemampuan Lahan
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Rencana Tata Ruang
Luas (Ha)
Cagar Budaya Pusuk Buhit Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Rakyat Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Hutan Rakyat Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian
193,13 39.808,73 0,71 5.451,22 305,18 5.790,65 4.509,50 782,91 28.681,45 45.247,77 5.010,05 405,98 7.353,31 11.258,18 1.310,84 30.571,46 2.210,18 106,01 203,77 68,41 21,47 316,65
Hutan Lindung Hutan Rakyat Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Kaw. Wisata Hutan Lindung Hutan Produksi Tetap Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Kaw. Wisata Cagar Budaya Pusuk Buhit Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Hutan Lindung Sempadan Jalan Kaw. Perkebunan Rakyat Kaw. Permukiman Kaw. Pertanian Kaw. Wisata
5.098,11 8,17 3.386,13 2.752,00 729,60 11.883,48 1,59 17.323,33 1.046,35 1.065,59 2.450,19 228,95 6.172,47 354,04 518,80 474,90 0,62 60,41 32,23 393,51 1,89 456,43 10.522,46 1.875,66 2.326,46 320,94 2.045,95 13,86
Total
Sumber : Hasil analisis
261.151,65
Tutupan Lahan (RTRW)
Luas (Ha)
Tutupan Lahan (CitraLandsat)
Luas (Ha)
Lebih
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
45.758,97 4.509,50 5.790,65 782,91 28.681,45 -
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
23.619,03 6.770,55 6.953,62 2.988,72 4.988,15 26.326,68 13.876,74
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
50.663,79 11.258,18 7.353,31 1.310,84 30.571,46 2.316,19 68,41 203,77 21,47 316,65 5.106,28 2.753,59 3.386,13 729,60 11.883,48 18.369,68 2.804,23 1.065,59 228,95 6.172,47 1.054,73 393,51 32,23 1,89 456,43 -
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
16.260,30 4.425,54 8.974,66 4.876,84 4.420,61 32.953,79 29.245,83 1.420,66 2,65 93,93 14,04 24,92 1.290,10 80,18 1.328,60 1.115,48 1.449,79 1.109,22 4.474,41 5.966,67 8.414,93 14.597,12 1.007,00 1.684,92 1.525,39 86,04 5.126,28 4.614,16 199,36 668,09 105,70 15,84 642,18 307,62
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
10.522,46 2.340,32 1.875,66 320,94 2.045,95 -
Hutan Kebun Campuran Lahan Terbuka Pemukiman Sawah Semak Belukar Tegalan/Ladang
2.611,30 105,99 1.744,83 2.635,10 258,53 7.221,82 2.527,74
2.314,16
261.151,65
152.233,38
261.151,65
2.261,05 1.162,97 2.205,81 26.326,68 13.876,74
1.621,35 3.566,00 32.953,79 29.245,83
1.290,10 80,18
379,62 5.966,67 8.414,93
619,33 1.296,45 5.126,28 4.614,16
635,86 103,81 642,18 307,62
7.221,82
Kurang
Ket
(22.139,94) Kurang Lebih Lebih Lebih (23.693,30) Kurang Lebih Lebih
(34.403,49) Kurang (6.832,64) Kurang Lebih Lebih (26.150,85) Kurang Lebih Lebih (895,53) Kurang (65,76) Kurang (109,84) Kurang (7,43) Kurang (291,73) Kurang Lebih Lebih (3.777,69) Kurang (1.638,11) Kurang (1.936,35) Kurang Lebih (7.409,07) Kurang Lebih Lebih (3.772,56) Kurang (1.797,23) Kurang Lebih Lebih (6.086,43) Kurang Lebih Lebih (1.054,73) Kurang (194,15) Kurang Lebih Lebih (440,59) Kurang Lebih Lebih (7.911,16) Kurang (2.234,33) Kurang (130,83) Kurang Lebih (1.787,42) Kurang Lebih 2.527,74 Lebih (152.233,38) Lebih
104
4.1.9
Kawasan Hutan Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan
lindung dan kawasan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007, PP Nomor 26 Tahun 2008, dan Keppres Nomor 32 Tahun 1990, dengan batasan sebagai berikut : −
Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya.
−
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia yangterdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, hutan tanaman rakyat, pertanian, perkebunan, perikanan,
pertambangan,
industri,
pariwisata,
permukiman
dan
peruntukan budidaya lainnya. Berdasarkan RTRWP Sumut tahun 1993, luas dan fungsi kawasan hutan di DTA Danau Toba ditetapkan seperti disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Kawasan Hutan di DTA DT menurut RTRWP Sumut No. 1 2 3 4 5 6
Fungsi Kawasan Hutan Suaka Alam Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Budidaya Tanaman Pangan Penggunaaan Lain Jumlah
Luas(ha) 134.518,00 12.343,00 28.769,00 48.445,00 39.914,00 263.989,00
Sumber :Ilyas D.S. 1998 hal73
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 201/Menhut-II/2006 tentang Peta Kawasan Hutan dan Perairan Kawasan Danau Toba, luas kawasan lindung adalah
105
sebesar 127.089,08 ha atau 47,63% dari luas daratan DTA Danau Toba dan kawasan budidayaadalah 139.721,24 ha atau 52,37% dari luas daratan DTA Danau Toba, seperti yang disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Luas Kawasan Hutan menurut SK 20 Menhut-II/2006 Kawasan Hutan dan Perairan Berdasarkan SK.201/Menhut-II/2006 No. Fungsi Kawasan
1 2 3 4 5 6
Kawasan Kawasan Lindung (ha) Budidaya (ha)
Hutan Lindung (HL) Hutan Produksi (HP) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi Dapat Dikonversi (HPK) Area Pengunaan Lain (APL) Perairan Jumlah
127.089,08
127.089,08
Total (ha)
186,36 59.287,59
127.089,08 186,36 59287,59
74.453,36 5.793,93 139.721,24
74.453,36 5.793,93 266.810,32
Data hasil rekaman Citralandsat pada tahun 2007, ditemukan jumlah luas pengunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan lindung yaitu hutan adalah 33.720,69 ha atau 12,79 % dari luas daratan dan jumlah luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah seluas 93.368,39 ha atau 35,39% dariluas daratan. Sementara itu, pada kawasan budidaya ditemukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan budidaya yaitu hutan seluas 26.266,58 ha atau 9,97 % dari luas daratan. Dengan demikian, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan menurut SK 201 Menhut/2006 ditemukan seluas 119.634,97 ha atau 45, 35 % dari luas daratan.Hasil analisis disajikan pada Tabel 23. Hasil analisis penggunaan lahan pada daerah tangkapan air Danau Toba yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan, rencana tataruang dan rencana kawasan hutan menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba harus segera dilakukan upaya konservasi. Ketidaksesuaian penggunaan lahan tersebut menjadi berpengaruh besar terhadap kelestarian kuantitas air Danau Toba. Hasil analisis disajikan pada Tabel 23
106
Tabel 23 Penggunaan Lahan Yang Tidak Sesuai dengan Kemampuan Lahan, Tata Ruang dan Rencana Kawasan Hutan di DTADanau Toba (2007) No. Fungsi Kawasan
Penggunaan Lahan ha
1
2
3
4
Kemampuan Lahan Sesuai ha
Tahun 2001 Kawasan Lindung a. Hutan b. Non Hutan Kawasan Budidaya a. Hutan b. Non Hutan Jumlah
126.167,03 56.714,25 69.452,78 138.246,46 48.690,29 89.556,17 264.413,49
150.807,55 102.117,26 263.651,65
Tahun 2007 Kawasan Lindung a. Hutan b. Non Hutan Kawasan Budidaya a. Hutan b. Non Hutan Jumlah
125.355,02 33.720,69 91.634,33 138.214,14 26.266,58 111.947,56 263.569,16
112.844,10 33.720,69 12,79% 150.807,55 124.540,97 263.651,65
112.844,10 56.714,25
Tidak Sesuai ha
56.129,85 21,29% 48.690,29 18,47% 104.820,14 39,76%
79.123,41 30,01% 26.266,58 9,96% 105.389,99 39,97%
Tata Ruang RTRW P Sumut RTRW Danau Toba Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai ha ha ha ha
Sesuai ha
121.397,41 56.714,25
127.089,08 56.714,25
142.254,23 93.563,94 263.651,64
121.397,41 33.720,69 142.254,23 115.987,65 263.651,64
64.683,16 24,53% 48.690,29 18,47% 113.373,45 43,00%
87.676,72 33,25% 26.266,58 9,96% 113.943,30 43,22%
134.518,00 56.714,25 129.471,00 80.780,71 263.989,00
134.518,00 33.720,69 129.471,00 103.204,42 263.989,00
77.803,75 29,47% 48.690,29 18,44% 126.494,04 47,92%
100.797,31 38,18% 26.266,58 9,95% 127.063,89 48,13%
Hutan dan Perairan
136.721,24 88.030,95 263.810,32
127.089,08 33.720,69 136.721,24 110.454,66 263.810,32
Tidak Sesuai ha
70.374,83 26,68% 48.690,29 18,46% 119.065,12 45,13%
93.368,39 35,39% 26.266,58 9,96% 119.634,97 45,35%
Sumber : Hasil Analisis
Khusus untuk kawasan lindung, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan mencapai 21,29 % pada tahun 2001 dan 30,01 % pada tahun 2007 dan yang tidak sesuai dengan RTRWP Sumatera Utara mencapai 24,53% pada tahun 2001 dan 33,25% pada tahun 2007. Selanjutnya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba 29,47 % mencapai pada tahun 2001 dan 38,18 % pada tahun 2007. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Kawasan Hutan berdasarkan SK 201 Menhut /2006, mencapai 26,68% pada tahun 2001 dan 35,39 % pada tahun 2007. 4.1.10 Sosial-Kependudukan a. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk menunjukkan bahwa yang tinggal di daerah tangkapan air Danau Toba cukup rendah. Hasil perhitungan pertumbuhan penduduk dari tahun 2002 sampai dengan 2009 didapat adalah 1,14% pertahun. Hal ini terjadi karena pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 terjadi penurunan jumlah penduduk yang diduga terjadi karena lapangan kerja pada kawasan ini sangat sedikit. Hal ini mendorong penduduk untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di luar Kawasan Danau Toba. Penduduk yang bermukim di dalam DTA Danau Toba yang secara administratif tersebar di 7 kabupaten disajikan pada Tabel Lampiran 7 dan Tabel 24.
107
Tabel 24 Jumlah penduduk pada setiap kabupaten di DTA Danau Toba (jiwa) No. Kabupaten
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1 Dairi
59.225
59.073
55.675
56.689
54.871
55.106
55.106
58.372
2 Tapanuli Utara
71.843
72.934
73.567
73.869
74.283
74.907
75.994
77.096
90.707
91.859
92.792
93.725
94.674
95.639
95.639
109.228
4 Toba Samosir
3 Humbang Hasundutan
178.135
167.907
167.907
168.596
170.015
171.375
172.746
175.325
5 Samosir
130.078
130.078
130.168
130.568
131.116
131.205
131.549
132.023
6 Simalungun
117.978
117.978
117.978
119.954
119.954
122.067
122.067
122.067
7 Karo Jumlah
13.908
14.215
14.274
14.378
15.577
15.654
15.880
16.130
661.874
654.044
652.361
657.779
660.490
665.953
681.981
690.241
Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kabupaten Toba Samosir, yaitu pada tahun 2002 sebesar 178.135 jiwa dan pada tahun 2009 sebanyak 175.325 jiwa . Sementara itu, jumlah penduduk terendah tahun 2002 berada di Kabupaten Tanah Karo yakni 13.908 jiwa dan tahun 2009 sebesar 16.130 jiwa. Untuk memperkirakan
jumlah penduduk pada masa yang akan datang, digunakan
formula analisis geometrik. Model pertumbuhan pendudukyang digunakan adalah model pertumbuhan penduduk secara geometrik(geometric rate of growth), dimana angka pertumbuhan (rate of growth) sama besarnya untuksetiap tahun, dengan rumus matematika Pt = Po( 1 + r)t, dimana Pt = jumlah penduduk pada tahun ke-t; Po= jumlah penduduk pada tahun awal; r = angka rata-rata laju pertumbuhan pendudukdan T= jangka waktu (dalam tahun). Perkiraan jumlah penduduk pada daerah tangkapan air Danau Toba dimasa yang akan datang disajikan pada Tabel 25 dan Gambar 30. Tabel 25 Perkiraan Jumlah Penduduk di DTA Danau Toba Tahun 2007 2017 2027 2037 2047 2057
Penduduk (jiwa) 665.953 745.707 835.012 935.012 1.046.989 1.172.375
Catatan : Pertumbuhan penduduk rata-rata 1,14% per tahun (Hasil Analisis)
108
1200000 ) 1100000 a iw (J 1000000 k u d u d 900000 n e p h 800000 la m u J 700000 600000 2007
2017
2027
2037
2047
2057 Ta hun
Gambar 30 Perkiraan Penduduk di DTA Danau Toba
b.
Analisis Tekanan Penduduk Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan akan
lahan untuk tempat tinggal dan tempat berusaha menjadi semakin besar. Pemanfaatan lahan yang tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem.Dengan peningkatan jumlah penduduk dan luas yang lahan relatif tetapakan berakibat pada penurunan luas kepemilikan lahan pertanian sehingga tidak lagi mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan hidup petani. Kondisi tersebut dapat mendorong petani untuk memperluas lahan garapannya hingga ke lahanlahan yang memiliki fungsi yang lain, seperti lahan dengan kelerengan tinggi, lahan ditepi sungai atau bahkan merambah ke hutan lindung. Soemarwoto (1989), menyampaikan bahwa tekanan penduduk disebabkan lahan pertanian
disuatu daerah tidak cukup untuk mendukung kehidupan
penduduk pada tingkat yang dianggap layak. Karena itu penduduk berusaha untuk mendapatkan tambahan pendapatan dengan membuka lahan baru atau pergi ke kota. Dorongan untuk membuka lahan dan/atau untuk pergi ke kota disebut tekanan penduduk. Indikasi adanya tekanan penduduk terhadap suatu wilayah dapat dilihat dengan nilai indeks tekanan penduduk. Menurut persamaan Soemarwoto indeks tekanan penduduk dipengaruhi oleh proporsi jumlah masyarakat yang bekerja dalam bidang pertanian dalam wilayah tersebut (f), luas lahan minimal yang dapat memberikan hasil untuk hidup layak atau setara 640 kg beras/tahun (z), tingkat pertumbuhan penduduk (r), serta luas lahan pertanian (L)
109
dan jumlah seluruh penduduk (P). Luas lahan pertanian yang dapat memberikan hasil untuk memenuhi kehidupan yang layak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah produktivitas lahan serta jenis tanaman yang dibudidayakan. Berdasarkan data Kabupaten Dalam Angka tahun 2007, rata-rata kepadatan penduduk DTA Danau Toba pada tahun 2007 adalah 249 jiwa/km2. Luas lahan pertanian berdasarkan overlay antara peta kemampuan lahan dengan tutupan lahan di seluruh DTA Danau Toba adalah 14.615 ha. Tetapi berdasarkan kemampuan lahan, DTA Danau Toba yang dapat dijadikan lahan pertanian adalah seluas 70 % atau seluas 103.815,29 ha dari seluruh luas kawasan budidaya dan 30% lainnya untuk pemukiman dan infrastruktur. Nilai kebutuhan lahan pertanian minimum untuk mendapatkan kehidupan yang layak diasumsikan seragam yaitu 0,78/ha/orang sesuai dengan yang ditetapkan tapak ekologi (ecological foot print) untuk Indonesia (Said R et al. 2009). Jumlah penduduk di DTA Danau Toba yang bermata pencaharian petani adalah 70 % dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 % per tahun. Perhitungan tekanan penduduk terhadap lahan dapat dirumuskan dengan
; dimana , z (ha) = luas lahan minimal untuk hidup layak;
f(%)= jumlah petani/populasi penduduk di DTA; Po(org)= jumlah penduduk pada waktu awal; r(org/thn)= laju pertumbuhan penduduk per tahun; t(tahun)= waktu periode dan L(ha)= luas pertanian di DTA Dengan demikian, tekanan penduduk (TP) pada tahun 2007: 0,78 ha/orang x (0,70 x 665953 (1+0,0114)1/103.815,29) sama dengan 3,5. Untuk tahun 2017, tekanan penduduknya adalah 0,78 x (0,70 x 665953 (1+0,0114)10 /103.815,29) sama dengan 4,0.Hal ini menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba mempunyai tekanan penduduk yang tinggi, berpotensi terjadinya penyimpangan yang besar terhadap penggunaan lahan khususnya pemanfaaan kawasan lindung. Tekanan penduduk yang tinggi tersebut dipengaruhi jumlah petani dan jumlah lahan pertanian yang ada, serta dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam mengelola lahan secara efisien dan efektif. Hal ini mengakibatkan kebutuhan lahan pertanian akan semakin bertambah dan cenderung akan terjadi perluasan lahan pertanian pada kawasan non pertaniandan akibat selanjutnya adalah penduduk tidak peduli terhadap kualitas lingkungan dan memperkecil upaya konservasi sumber daya air.
110
4.1.11 Kesimpulan Kajian Ekologis DTA Danau Toba Secara umum hasil pembahasan di atas yaitu tentang kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba sudah terjadi degradasi kualitas ekologisnya. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi untuk melakukan perbaikan ekologis agar dapat dipertahankan fungsi Danau Toba secara maksimal. Kesimpulan ini berdasarkan analisis data yang telah dibahas di atas, diantaranya adalah : 1.
Penggunaan lahan yang bervegetasi pada tahun 2001 adalah 68,64% dan
yang tidak bervegetasi adalah 31,36% dan tahun 2007 berubah menjadi penggunaan lahan yang bervegetasi 63,77% (berkurang) dan yang tidak bervegetasi adalah 36,23% dari luas daratan DTA Danau Toba (bertambah). 2.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan khususnya
pada kawasan lindung mencapai 21,29 % pada tahun 2001 dan bertambah menjadi 30,01 % pada tahun 2007. Penggunaan lahan pada seluruh DTA Danau Toba yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan adalah 39,76% pada tahun 2001 dan berubah menjadi 39,97% pada tahun 2007. 3.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRWP Sumatera Utara
khususnya pada kawasan lindung mencapai 24,53% pada tahun 2001 dan 33,25% pada tahun 2007. Penggunaan lahan pada seluruh DTA Danau Toba yang tidak sesuai dengan RTRWP Sumatera Utara adalah 43,00% pada tahun 2001 dan berubah menjadi 43,22% pada tahun 2007. 4.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba
khususnya pada kawasan lindung mencapai 29,47 % pada tahun 2001 dan 38,18 % pada tahun 2007. Penggunaan lahan pada seluruh DTA Danau Toba yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba adalah 47,92% pada tahun 2001 dan berubah menjadi 48,13% pada tahun 2007. 5.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Kawasan Hutan
berdasarkan SK 201 Menhut /2006, khususnya pada kawasan lindung mencapai 26,68% pada tahun 2001 dan 35,39 % pada tahun 2007. Penggunaan lahan pada seluruh DTA Danau Toba yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba adalah 45,13% pada tahun 2001 dan berubah menjadi 45,35% pada tahun 2007. 6.
Tekanan penduduk pada DTA Danau Toba sangat tinggi yakni 3,50 (lebih
besar dari nilai batas yaitu 1)
111
4.2
Kajian Neraca Air
4.2.1
Curah Hujan
a.
Stasiun Pengamatan Curah hujan Stasiun pengamatan curah hujan dan posisi koordinat di sekeliling daerah
tangkapan air Danau Toba tercantum dalam Tabel 26 dan Gambar 31 Tabel 26 Stasiun Pencatat Curah Hujan di DTA Danau Toba
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Stasiun Situnggaling (Tanah Karo) Sitinjo (Dairi-Sidikalang) Dolok Sanggul (Humbang Hasundutan) Sinur (Toba Samosir) Laguboti (Toba Samosir) Lumbanjulu (Toba Samosir) Parapat (Simalungun) Pangururan (Samosir)
Koordinat 2,9125 LU ; 98,5103 BT 2,7395 LU ; 98,3703 BT 2,2895 LU ; 98,7434 BT 2,2333 LU ; 98,9833 BT 2,3479 LU ; 99,1557 BT 2,5786 LU ; 99,0559 BT 2,7000 LU ; 98,9300 BT 2,6000 LU ; 98,7200 BT
Gambar 31 Stasiun pengamatan curah hujan DTA Danau Toba b.
Data Curah Hujan Data curah hujan didapatkan dari 8(delapan) stasiun pencatat hujan yang
dianggap mewakili pada DTA Danau Toba seperti di sebutkan dalam Tabel Lampiran 8
112
c.
Perhitungan Curah Hujan Perhitungan curah hujan bulanan rata-rata mempergunakan metoda
Thiessen dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penentuan stasiun pencatat curah hujan pada peta topografi. 2. Pembuatan peta poligon seperti ditunjukkan pada gambar 31 3. Menghitung luas pengaruh setiap stasiun pencatat curah hujan. 4. Menghitung curah hujan rata-rata bulanan. Hasil analisis curah hujan bulanan rata-rata di DTA Danau Toba disajikan pada Gambar 32 dan pada Tabel Lampiran 8. 450
) m (m N A J U H H A R U C
400 350 300
250 200 150
100 50
0 1
13
25
37
49
61
73
85
97
109
121
133
145
157
169
181
Bulan
Gambar 32 Grafik Curah Hujan rata-rata dari tahun 1993 – 2007
Curah hujan rata-rata tahunan dari tahun 1993-2007 (15 tahun) adalah sebesar 2.095,97 mm/tahun seperti terlihat pada Tabel Lampiran 8. Selanjutnya curah hujan bulanan rata-rata adalah 174,66 mm/bulan, curah hujan bulanan tertinggi sebesar 230,93 mm/bulan yang terjadi pada bulan Nopember dan terendah sebesar 98,02 mm/bulan yang terjadi pada bulan Juni . Curah hujan diatas 100 mm/bulan (bulan basah) terjadi pada bulan Januari sampai April serta bulan Agustus - Desember atau sekitar 10 sampai 11 bulan setiap tahunnya. Curah hujan dibawah 100 mm/bulan terjadi pada bulan Juni Juli atau 1 sampai 2 bulan setiap tahunnya.
113
300
) m m ( at ar ‐a ta r n ja u H h ar u C
250 230.93
230.06
226.18 200
197.00
150
184.15
179.89
175.85
154.03
147.54
153.79 118.55
100
98.02
50 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Gambar 33 Curah hujan rata-rata bulanan DTA Danau Toba
Puncak musim hujan terjadi pada bulan April, Oktober dan Nopember dengan curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 226,18 mm/bulan sampai dengan 230,93 mm/bulan. Dan puncak musim kemarau terjadi pada bulan JuniJuli dengan curah hujan rata-rata bulanan berkisar antara 98,02-118,55 mm/bulan.
4.2.2
Masukan Air ke Danau Toba Peningkatan pertumbuhan penduduk akan meningkatkan pemanfaatan
sumber daya air sementara ketersediaan sumber daya air semakin terbatas. Sesuai dengan daur hidrologi ketersediaan air dari waktu ke waktu relatif tetap namun pemakaian dan pemanfaatannya menjadi terbatas karena kondisi kuantitas dan mutu air yang tidak memenuhi syarat. Untuk menghitung ketersediaan air yang masuk ke Danau Toba adalah dengan menghitung curah hujan yang terjadi sepanjang tahun dan sumber air yang berasal dari luar daerah tangkapan air
a.
Evapotranspirasi Perhitungan
nilai
ETp
Evapotranspirasi
Potensial
(ETp=e)
menggunakan metode Dr. Thornthwaite yang memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses Evapotranspirasi dengan asumsi suhu udara tersebut berkorelasi dengan radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses (Sosrodarsono, 1978). ETp = e = 1,6 * (10*t/I) a …………………………………………(2.4) a = 0,000000675.I³ – 0,0000771.I² + 0.017921.I + 0.49239
114
a
;
e = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan) dan t = suhu rata-rata bulanan (ºC) Perbedaan evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (ET) dibanding dengan evapotranspirasi potensial dihitung
menurut metode
F.J.Mock (Sri Harto Br. 1993) dengan rumus : (ETp – ET)/ETp
= (m/20)(18-n)............................................(2.5)
(ETp – ET)
= ETp* (m/20)(18-n)
ET
= ETp – [ETp*(m/20)(18-n)]………..….. (2.6)
dimana m = singkapan lahan (%) dan n = jumlah hari hujan dalam sebulan. Secara matematis evapotranspirasi dirumuskan sebagai berikutE=ETp-ET seuai dengan rumus (2.6). Nilai singkapan lahan untuk beberapa variasi perubahan luasan tutupan lahan pada tahun pengamatan tahun 2001 dan tahun 2005 diperoleh dari interpretasi tabel Nilai Singkapan Lahan(m) dengan asumsi perhitungan sebagaimana disajikan pada Tabel 27 Tabel 27 Nilai Singkapan Lahan (m) No.
Kondisi Lahan
Nilai m
1
Daerah Terbuka
20 % - 40 %
2
Hutan Lebat
3
Lahan Sekunder
10 % - 40 %
4
Lahan Yang Tererosi
20 % - 50 %
5
Lahan Pertanian Yang Diolah
20 % - 50 %
0 % - 10 %
Faktor Singkapan Lahan yang dihitung sesuai dengan jenis tutupan lahan pada DTA Danau Toba disajikan pada Tabel Lampiran 10 dan 11.Metode perhitungan nilai singkapan lahan tersebut menggunakan interpretasi nilai singkapan lahan dari masing-masing tutupan lahan pada Tabel Lampiran tersebut
115
di atas. Dengan menghitung luas tutupan lahan dikalikan dengan nilai singkapan lahan pada Tabel 20 dan dibagi luas total tutupan lahan,dihasilkan nilai singkapan lahan rata-rata. Berdasarkan luas hasil dari interpretasi Citra Landsat maka didapatkan nilai singkapan lahan untuk setiap tahun pengamatan. Dari hasil perhitungan didapat nilai faktor singkapan lahan pada tahun 2001 adalah sebesar 0,35 dan pada tahun 2007 adalah sebesar 0,30 sebagaimana disajikan pada Tabel Lampiran 10 dan 11. Nilai singkapan inilah yang dipakai untuk menghitung nilai evapotranspirasi terbatas atau evapotranspirasi aktual dengan rumus sebagai berikut : Luas Tutupan Lahan x Nilai Singkapan Lahan Setiap Jenis Tutupan Lahan
m = ---------------------------------------------------------------------------Luas Total Tutupan Lahan
Nilai Evapotranspirasi Terbatas atau Evapotranspirasi aktual setiap bulannya dari tehun 1997-2007 disajikan pada Tabel 28 Tabel 28 Nilai evapotranspirasi aktual Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2
Jan 41,36 50,40 72,11 64,93 65,94 61,16 64,90 67,50 54,57 60,50 67,10 60,95
Peb 44,65 48,79 76,26 68,87 63,82 65,72 65,00 65,37 44,29 54,63 65,19 60,23
Mar 46,07 57,13 76,19 75,29 83,77 76,28 74,55 69,35 76,11 74,18 76,35 71,39
Nilai evapotranspirasi aktual bulanan (mm/bl) Apr Mei Jun Jul Aug Sep 47,13 50,12 45,20 82,58 84,45 88,68 60,08 63,58 59,73 55,86 63,50 57,18 84,09 80,53 83,15 77,96 72,04 73,51 80,45 78,73 76,22 80,51 78,76 73,46 74,78 75,87 69,15 71,42 82,13 71,94 76,91 79,70 75,08 75,85 72,32 74,93 75,17 73,73 68,72 70,18 73,09 79,18 68,34 80,75 74,44 64,55 74,26 68,86 79,27 80,24 53,44 73,19 79,50 81,65 44,66 71,82 70,59 75,95 79,10 80,84 76,76 84,15 72,90 74,19 72,63 78,87 69,78 74,48 68,06 72,93 75,62 75,37
Okt 87,44 61,38 74,08 86,64 85,17 75,62 79,16 76,99 80,02 77,99 73,82 78,03
Nop 83,45 57,78 76,78 77,61 79,08 76,87 74,33 75,61 78,59 77,86 75,24 75,75
Des 78,82 53,72 72,59 80,35 73,30 74,62 68,91 71,78 76,33 74,40 70,75 80,35
Nilai evapotranspirasi aktual = ET
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Evapotranspirasi Aktual yang paling tinggi terjadi pada bulan September 1997 sebesar 88,68 mm/bulan dan terkecil terjadi pada bulan Januari 1997 sebesar 41,36 mm/bulan serta rata-rata selama tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 adalah 71,91 mm/bulan. b.
Perhitungan Surplus Curah Hujan Surplus Curah Hujan (Water Surplus)adalah curah hujan yang jatuh ke
permukaan daratan setelah mengalami evapotranspirasiyang dirumuskan dengan SCH = CH- ET seperti dijelaskan pada Tabel 29.
116
Tabel 29 Surplus Curah Hujan (mm) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Curah hujan surplus bulanan (mm/bl) Jan 68,69 92,62 83,03 95,11 181,91 197,81 100,25 97,64 182,82 159,94 127,28
Peb 82,51 62,94 42,70 81,84 38,87 36,97 142,63 183,65 39,64 180,36 89,22
Mar 190,57 6,86 139,71 146,92 58,40 65,89 176,94 137,74 114,83 100,75 88,38
Apr 147,45 25,19 35,94 116,98 172,77 170,63 245,70 245,60 160,67 232,59 244,35
Mei 66,86 12,33 67,15 6,64 123,64 119,80 90,50 130,51 31,59 143,37 155,69
Juni 46,25 17,60 1,05 13,98 18,48 12,56 86,81 20,48 43,49 50,16
Juli 125,35 129,54 33,52 25,95 21,52 83,60 119,40 45,59 65,66
Aug 35,63 267,91 86,99 10,47 20,28 124,23 86,29 83,76 80,09
Sep 44,73 82,84 278,94 195,84 98,94 95,95 64,37 267,50 48,10 109,25 146,03
Okt 146,50 41,97 197,57 266,48 276,03 134,33 173,61 330,44 228,16 227,48
Nop 177,89 161,15 86,87 109,41 153,32 155,52 226,09 236,96 215,40 183,91 125,86
Des 55,19 147,30 100,24 90,22 97,31 95,98 170,89 186,96 110,16 163,86 149,07
Rata‐rata 126,10 89,21 111,54 163,44 86,19 28,26 59,10 72,33 130,23 183,87 166,58 124,29
Curah hujan surplus rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah sebesar 111,76 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 183,87 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 28,26 mm/bulan. Namun pada beberapa bulan nilai curah hujan surplus adalah nol, hal ini terjadi karena pada bulan tersebut evapotranspirasi lebih besar dari curah hujan yang terjadi sehingga nilai surplus curah hujan tidak ada atau bernilai nol. c.
Curah Hujan Yang Langsung Jatuh Ke Danau Curah hujan danau adalah curah hujan yang jatuh langsung masuk ke
permukaan danauyang dihitung
dengan rumus Q1=(CH-Eo)xLuas Danau,
dimana CH = Curah Hujan bulanan (mm/bulan) ; Eo= Evaporasi Danau dan Ld = Luas Permukaan Danau , seperti disajikan dalam Tabel 30 Tabel 30 Curah hujan yang langsung jatuh ke Danau Toba Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Curah hujan surplus bulanan (mm/bl) Jan 68,69 92,62 83,03 95,11 181,91 197,81 100,25 97,64 182,82 159,94 127,28
Peb 82,51 62,94 42,70 81,84 38,87 36,97 142,63 183,65 39,64 180,36 89,22
Mar 190,57 6,86 139,71 146,92 58,40 65,89 176,94 137,74 114,83 100,75 88,38
Apr 147,45 25,19 35,94 116,98 172,77 170,63 245,70 245,60 160,67 232,59 244,35
Mei 66,86 12,33 67,15 6,64 123,64 119,80 90,50 130,51 31,59 143,37 155,69
Juni 46,25 17,60 1,05 13,98 18,48 12,56 86,81 20,48 43,49 50,16
Juli 125,35 129,54 33,52 25,95 21,52 83,60 119,40 45,59 65,66
Aug 35,63 267,91 86,99 10,47 20,28 124,23 86,29 83,76 80,09
Sep 44,73 82,84 278,94 195,84 98,94 95,95 64,37 267,50 48,10 109,25 146,03
Okt 146,50 41,97 197,57 266,48 276,03 134,33 173,61 330,44 228,16 227,48
Nop 177,89 161,15 86,87 109,41 153,32 155,52 226,09 236,96 215,40 183,91 125,86
Des 55,19 147,30 100,24 90,22 97,31 95,98 170,89 186,96 110,16 163,86 149,07
Rata‐rata 126,10 89,21 111,54 163,44 86,19 28,26 59,10 72,33 130,23 183,87 166,58 124,29
117
Curah hujan surplus rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah sebesar 111,76 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 183,87 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 28,26 mm/bulan. d.
Infiltrasi Nilai infiltrasi tergantung kepada kemiringan lahan, porositas tanah dan
luas penutupan lahan serta nilai koefisien adalah antara 0-1. Dalam hal ini dipakai koefisien infiltrasi sebesar 0.4 sesuai dengan hasil perhitungan pada analisis topografi. Besar infiltrasi di DTA Danau Toba disajikan pada Tabel 31 Tabel 31 Nilai Infiltrasi bulanan DTA Danau Toba Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Infiltrasi bulanan (mm/bl) Jan 27,48 37,05 33,21 38,05 72,77 79,12 40,10 39,06 73,13 63,98 50,91
Peb 33,00 25,18 17,08 32,74 15,55 14,79 57,05 73,46 15,86 72,14 35,69
Mar 76,23 2,74 55,88 58,77 23,36 26,36 70,77 55,10 45,93 40,30 35,35
Apr 58,98 10,08 14,38 46,79 69,11 68,25 98,28 98,24 64,27 93,04 97,74
Mei 26,74 4,93 26,86 2,66 49,46 47,92 36,20 52,20 12,64 57,35 62,27
Jun 18,50 7,04 0,42 5,59 7,39 5,02 34,73 8,19 17,40 20,06
Jul 50,14 51,82 13,41 10,38 8,61 33,44 47,76 18,24 26,27
Aug 14,25 107,16 34,80 4,19 8,11 49,69 34,52 33,50 32,04
Sep 17,89 33,14 111,58 78,34 39,58 38,38 25,75 107,00 19,24 43,70 58,41
Okt 58,60 16,79 79,03 106,59 110,41 53,73 69,45 132,17 91,26 90,99
Nop 71,16 64,46 34,75 43,77 61,33 62,21 90,44 94,78 86,16 73,56 50,34
Des 22,08 58,92 40,10 36,09 38,92 38,39 68,36 74,78 44,07 65,54 59,63
50,44
35,68
44,62
65,38
34,48
11,30
23,64
28,93
52,09
73,55
66,63
49,72
Infiltrasi bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah sebesar 44,71 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 73,55 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 11,30 mm/bulan. Pada beberapa bulan tertentu infiltrasi air ke dalam tanah tidak ada. e.
Aliran Permukaan (Direct Run Off=DRO) Nilai limpasan permukaan tergantung kepada nilai koefisien infiltrasi.
Sementara nilai infiltrasi tergantung kepada kemiringan lahan, porositas tanah dan luas penutupan lahan serta nilai koefisien adalaj antara 0-1. Hasil perhitungan nilai koefisien infiltrasi adalah sebesar 0,40 dan DRO adalah (1,0-nilai koefisien infiltrasi) x Surplus Curah Hujan. Nilai aliran permukaan disajikan pada Tabel 32
118
Tabel 32 Aliran permukaan bulanan DTA Danau Toba Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Aliran permukaan bulanan (mm/bl) Jan 41,21 55,57 49,82 57,07 109,15 118,69 60,15 58,58 109,69 95,97 76,37 75,66
Peb 49,50 37,76 25,62 49,10 23,32 22,18 85,58 110,19 23,79 108,22 53,53 53,53
Mar 114,34 4,11 83,82 88,15 39,53 106,16 82,64 68,90 60,45 53,03 70,11
Apr 88,47 15,11 21,57 70,19 103,66 102,38 147,42 147,36 96,40 139,55 146,61 98,07
Mei 40,12 7,40 40,29 3,99 74,18 71,88 54,30 78,30 18,95 86,02 93,41 51,71
Jun 27,75 10,56 0,63 8,39 11,09 7,53 52,09 12,29 26,10 30,10 18,65
Jul 75,21 77,72 20,11 15,57 12,91 50,16 71,64 27,35 39,40 43,34
Aug 21,38 160,75 52,20
12,17 74,54 51,78 50,26 48,06 58,89
Sep 26,84 49,71 167,36 117,51 59,36 57,57 38,62 160,50 28,86 65,55 87,62 78,14
Okt 87,90 25,18 118,54 159,89 165,62 80,60 104,17 198,26 136,90 136,49 121,35
Nop 106,73 96,69 52,12 65,65 91,99 93,31 135,65 142,17 129,24 110,35 75,52 99,95
Des 33,11 88,38 60,15 54,13 58,38 57,59 102,53 112,18 66,10 98,31 89,44 74,57
Infiltrasi bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah sebesar 70,33 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 121,35 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 18,65 mm/bulan f.
Penyimpanan Air Tanah (Ground Water Storage) Penyimpanan air tanah (Ground Water Storage) tergantung pada kondisi
geologi daerah tangkapan air yang dapat dihitung dengan rumus Vn = [k*V(n – 1)] + [0.5*(1 +k)*In] ; V’n=Vn-V(n-1); k = Faktor resesi aliran tanah; V’n= Volume air tanah bulan ke n; Vn-1= Volume air tanah bulan ke (n-1) ; Vn = Perubahan volume air tanah ; In= Infiltrasi volume air yang masuk ke dalam tanah. g.
Aliran di bawah permukaan tanah (Base Flow) Aliran di bawah permukaan tanah (Bf) adalah air yang menginfiltrasi
mencapai lapisan yang impermeable, kemudian mengalir masuk ke danau yang besarnya adalah aliran infiltrasi dikurangi dengan penyimpanan air tanah. Besarnya nilai aliran di bawah permukaan dihitung dengan rumus Bf = If - V’n seperti yang disajikan pada Tabel 33.
119
Tabel 33 Nilai Base Flow (Bf) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Aliran bawah tanah bulanan (mm/bl) Jan 16,24 34,53 33,21 38,05 35,90 62,43 57,43 36,89 71,38 61,02 50,91 45,27
Peb 33,00 25,18 17,08 32,74 15,54 12,40 54,69 56,25 14,25 64,07 35,69 32,81
Mar 49,03 2,74 35,76 42,80 24,82 62,01 53,70 40,05 38,81 35,35 35,01
Apr 58,98 10,08 14,38 46,79 21,50 40,09 74,70 69,22 48,23 62,66 56,61 45,75
Mei 26,74 4,93 26,52 2,66 3,42 46,32 34,72 50,58 11,02 55,90 62,27 29,55
Jun 18,50 7,04 0,42 5,59 4,07 2,29 32,23 6,25 14,83 20,06 10,12
Jul 33,99 20,61 11,67 6,83 6,18 31,19 31,30 15,35 26,27 16,67
Aug 14,25 55,94 19,13 8,34 6,38 39,01 20,69 19,11 31,52 19,49
Sep 17,89 33,14 51,56 24,81 18,32 17,27 24,73 42,32 18,19 29,92 39,74 28,90
Okt 18,74 16,79 77,81 22,36 51,19 38,43 69,21 54,44 52,07 60,72 41,98
Nop 35,01 40,68 34,75 26,50 27,96 61,73 58,41 76,87 85,67 70,06 50,34 51,63
Des 22,08 53,29 40,10 34,56 44,76 37,68 67,70 74,10 43,34 64,84 59,63 49,28
Aliran di bawah permukaan tanah bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah sebesar 33,87 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 51,63 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 10,12 mm/bulan h.
Limpasan (Run Off) Limpasan (RO) adalah jumlah air dari daratan yang masuk ke danau yang
merupakan jumlah air limpasan permukaan dan aliran di bawah permukaan tanah yang masuk ke danau.Curah Hujan daratan adalah curah hujan yang jatuh ke daratan pada DTA Danau Toba, kemudian masuk ke danau sebagai limpasan permukaan atau direct run-off (DRO) dan limpasan air tanah atau base flow(Bf) dimana RO = DRO + Bf seperti disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Limpasan air (Run Off) Tahun
Limpasan air bulanan (mm/bl) Okt
Nop
1997
57,46
82,51
163,37
147,45
66,86
46,25
109,20
35,63
44,73
106,64
141,75
55,19
1998 1999
90,10 83,03
62,94 42,70
6,86 119,58
25,19 35,94
12,33 66,81
17,60 1,05
98,33 31,78
216,68 71,32
82,84 218,93
41,97 196,35
137,37 86,87
141,66 100,24
2000 2001
95,11 145,05
81,84 38,86
130,95 -
116,98 125,16
6,64 77,60
13,98 15,16
22,40
8,34
142,31 77,68
182,25
92,15 119,96
88,69 103,14
2002 2003
181,12 117,58
34,58 140,27
64,36 168,17
142,47 222,12
118,20 89,02
9,83 84,31
19,09 81,35
18,55 113,54
74,84 63,35
216,81 119,02
155,05 194,06
95,27 170,23
2004 2005 2006 2007
95,48 181,07 156,99 127,28
166,44 38,03 172,28 89,22
136,34 108,95 99,25 88,38
216,58 144,63 202,21 203,22
128,88 29,97 141,93 155,69
18,54 40,93 50,16
102,94 42,71 65,66
72,47 69,36 79,58
202,82 47,05 95,47 127,36
173,38 252,70 188,97 197,20
219,04 214,91 180,41 125,86
186,28 109,44 163,15 149,07
120,93
86,33
98,75
143,81
81,27
27,07
52,13
62,32
107,04
152,30
151,58
123,85
Rata-rata
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Des
Limpasan air bulanan rata-rata yang terjadi pada DTA Danau Toba adalah sebesar 100,62 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 152,30 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Juni yakni sebesar 27,07 mm/bulan.
120
i.
Debit Sungai Larenun Dari pengamatan peta topografi, Aliran Sungai Lau Renun adalah sungai
yang tidak masuk didalam DTA Danau Toba. Untuk kepentingan PLTA Lau Renun, maka debit air sungai Lau Renun dimasukkan ke Danau Tobadan memanfaatkan energi potensial membangkitkan listrik. Sungai Larenun mempunyai elevasi diatas elevasi permukaan air Danau Toba sehingga pemerintah memanfaatkan energi potensial untuk membangkitkan listrik dan sekaligus airnya masuk ke Danau Toba. Jumlah debit yang masuk ke Danau Toba adalah 10 m3/det atau 25, 62 mm. Dalam penelitian ini, debit air yang berasal dari sungai Larenun menjadi salah satu komponen perhitungan neraca air pada daerah tangkapan air Danau Toba. Oleh karena itu, untuk menjaga ketersediaan debit ini maka selayaknya konservasi di daerah aliran sungai ini juga menjadi bagian dari kebijakan konservasi daerah tangkapan air Danau Toba. j.
Kuantitas Total Air yang Masuk ke Danau Toba Jumlah air yang masuk (Iw) ke Danau Toba terdiri dari (a) Curah Hujan
Danau (I1), (b) Run Off (I2) dan (c) Debit Sungai Lau Renun (I3). Sehingga IW = I1 + I2 + I3. 4.2.3
Keluaran Air Keluaran air merupakan jumlah air yang bergerak ke luar danau yang
terdiri dari penguapan danau, aliran sungai ke luar danau, rembesan pada pemukaan dasar danau, kebutuhan air penduduk dan kebutuhan air industry serta aliran air yang lain yang diperkirakan ke luar danau. Keluaran air dari Danau Toba terdiri dari Evaporasi Danau Toba (O1), Kebutuhan PLTA Asahan (O2), Kebutuhan Air Penduduk (O3), Kebutuhan Air Industri (O4) dan Debit Keluaran Yang Lain (O5) yang dijelaskan di bawah ini : a.
Evaporasi Danau Toba Jumlah air yang menjadi uap naik ke atmosphere yang berlangsung secara
terus menerus merupakan peristiwa penguapan atau evaporasi yang besarnya untuk suatu danau adalah sebesar 0,70 dari hasil pengukuran evaporasi di lapangan. Penguapan Danau Toba setiap bulan yang dihitung dari hasil pengamatan lapangan dengan panic evaporasi adalah yaitu Ev = 0,70 x Epe seperti yang disajikan pada Tabel 35.
121
Tabel 35 Evaporasi Danau Toba Tahun
Evaporasi bulanan dari danau (mm/bl)
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jan 50,62 56,96 60,22 63,47 61,85 37,43 61,85 55,34 83,00 56,96 58,75
Peb 84,08 56,15 64,68 55,86 55,86 51,45 42,63 48,51 64,68 60,27 58,36
Maret 71,61 60,22 55,34 73,24 69,98 65,10 65,10 43,94 76,49 66,73 64,77
April 80,33 59,85 75,60 56,70 53,55 53,55 48,83 50,40 66,15 66,15 61,11
Mei 76,49 71,61 65,10 68,36 68,36 63,47 81,38 71,61 65,10 68,36 69,98
Juni 75,60 67,73 59,85 63,00 56,70 63,00 56,70 74,03 77,18 66,15 65,99
Juli 78,12 73,24 66,73 79,75 65,10 79,75 61,85 61,85 66,73 69,98 70,31
Aug 65,59 69,98 73,24 65,10 74,87 65,10 65,10 79,75 73,24 91,14 72,26
Sep 72,45 70,88 69,30 45,68 50,40 53,55 74,87 72,45 69,30 66,62 64,10
Okt 67,87 69,98 53,71 66,73 63,47 55,34 68,36 61,85 53,71 57,94 62,33
Nop 41,90 63,00 51,98 55,13 58,28 50,40 42,53 59,85 51,98 54,20 52,76
Des 48,83 56,96 50,45 61,85 55,34 52,08 50,45 55,34 50,45 51,92 53,54
Rata-rata
58,77
58,41
64,77
61,11
69,98
65,99
70,31
72,31
64,51
61,93
52,91
53,38
Hasil analisis menunjukkan bahwa evaporasi air danau bulanan rata-rata yang terjadi pada Danau Toba adalah sebesar 62,87 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar 72,31 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Nopember yakni sebesar 52,91 mm/bulan. b.
Kebutuhan air untuk PLTA Asahan Elevasi muka air pada bendungan Pengatur Siruar sama dengan elevasi
muka air di Danau Toba sehingga bendungan ini menjadi pengendali tinggi muka air Danau Toba. Tinggi muka air Danau Toba dikendalikan berdasarkan kebutuhan debit air untuk memutar Turbin PLTA Asahan yakni berkisar antara 903,00 m sampai dengan 905,50 m diatas permukaan laut. Berdasarkan hasil pengukuran debit ke Sungai Asahan maka jumlah air yang keluar dari Danau Toba ke Sungai Asahan tahun 1997-2007 dengan kondisi sesuai dengan kebutuhan PLTA Asahan tersebut disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Keluaran air dari Danau Toba ke Sungai Asahan Tahun
Keluaran air bulanan ke Sungai Asahan (mm/bl)
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Januari 224,73 233,85 235,70 244,95 235,00 56,90 166,77 223,24 160,94 162,82 256,27
Peb 228,76 246,80 231,07 239,63 224,82 65,92 176,48 231,91 169,96 174,36 305,61
Maret 252,12 241,94 240,55 235,23 380,72 66,61 184,58 233,97 169,42 183,19 458,87
April 423,51 243,10 247,26 233,38 169,54 63,61 214,42 223,07 165,87 191,68 275,67
Mei 401,08 242,17 223,44 238,47 108,94 65,69 194,06 237,36 169,68 211,36 376,43
Juni 295,60 251,42 222,74 238,01 68,00 78,18 204,70 237,62 172,23 223,18 263,41
Juli 256,28 253,27 230,84 237,78 54,82 114,49 212,10 233,41 173,71 220,25 267,54
Aug 258,36 242,63 242,17 238,93 48,80 116,34 220,66 230,73 172,37 233,90 274,55
Sep 250,96 253,74 240,55 237,31 53,66 117,50 233,15 202,83 166,00 233,42 269,06
Okt 251,42 258,13 247,26 234,31 96,45 116,81 221,36 187,35 165,68 236,05 254,89
Nop 238,01 238,47 248,88 232,92 67,08 151,50 218,35 159,85 167,01 224,00 260,21
Des 243,33 259,98 240,09 234,08 62,91 153,12 222,97 155,77 162,69 344,88 256,98
Rata-rata
200,11
208,67
240,66
222,83
224,43
205,01
204,95
207,22
205,29
206,34
200,57
212,44
122
Keluaran air bulanan rata-rata dari Danau Toba ke Sungai Asahan adalah sebesar 211,54 mm/bulan dan yang terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar 240,66 mm/bulan serta yang terrendah pada bulan Nopember yakni sebesar 200,11 mm/bulan. c.
Kebutuhan Air Penduduk Analisis Sosial
bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai
pengaruh kependudukan terutama yang memiliki pengaruh timbal balik dengan perkembangan sosial dan ekonomi, seperti: kondisi demografi wilayah penelitian saat ini seperti laju pertumbuhan, jumlah, tingkat pendidikan, angkatan kerja, kepadatan penduduk, matapencaharian) dan perkiraan kondisinya pada waktu 10, 20 dan 50 tahun ke depan.
Analisis Kebutuhan Air Penduduk (KAP) Analisis Kebutuhan Air Bersih DTA Danau Toba Perhitungan perkiraan kebutuhan air bersih mengacu pada Kebutuhan Air Rumah Tangga Perkotaan dan Industri (RKI) berdasarkan Pedoman Perencanaan Sumber Daya Air Buku 3, tentang ”Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan Air RKI (DPU 2004). Komponen kebutuhan air, terdiri dari kebutuhan air rumah tangga, kebutuhan air perkotaan, dan kebutuhan air industri.
Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga Air bersih adalah air yang diperlukan untuk rumah tangga, biasanya diperoleh secara individu dari sumber air yang dibuat oleh masing-masing rumah tangga berupa sumur dangkal, atau dapat diperoleh dari layanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM. Pada daerah tangkapan air Danau Toba diperhitungkan kebutuhan air bersih rumah tangga yang berasal dari SPAM PDAM dengan sumber air baku dapat berasal dari air sungai, mata air, sumur dalam atau kombinasinya pada daerah tangkapan air Danau Toba. Kebutuhan air bersih rumah tangga, dinyatakan dalam satuan Liter/Orang/ Hari(L/O/H), besar kebutuhan tergantung dari kategori kota berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 37.
123
Tabel 37 Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga Menurut Kategori Kota No.
Kategori Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kebutuhan Air Bersih (L/O/H)
1
Kecamatan
3.000 - 20.000
60 - 90
2
Kota Kecil
20.000 - 100.000
90 - 110
3
Kota Sedang
100.000 - 500.000
100 - 125
4
Kota Besar
500.000 - 1.000.000
120 - 150
5
Metropolitan
>1.000.000
150 - 200
Sumber : Ditjen Cipta Karya PU 2006 , Materi Pelatihan Penyegaran Sektor Air Minum L/O/H adalah liter perorang perhari
Dari data tersebut diatas jumlah penduduk setiap kecamatan berada di bawah 20.000, maka dapat dikategorikan sebagai kota kecil dengan nilai Kebutuhan Air Bersih adalah berkisar antara maksimum 90 L/O/H. Perhitungan jumlah kebutuhan air penduduk pada daerah tangkapan air Danau Toba disajikan pada Tabel 38
d.
Kebutuhan Air Perkotaan Kebutuhan Air Perkotaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan air komersial
dan sosial. Pada umumnya hampir semua pelayanan PDAM antara 15% sampai dengan 35% dari total air perpipaan untuk kebutuhan air komersial dan sosial seperti: toko, gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel dsb. Ternyata makin besar dan padat penduduknya cenderung lebih banyak daerah komersial dan sosial, sehingga kebutuhan untuk air komersial dan sosial akan lebih tinggi jika penduduk makin banyak. Asumsi bahwa kebutuhan air untuk perkotaan diasumsikan sebesar 35 % dari kebutuhan air bersih rumah tangga dengan Kehilangan : (1).Kehilangan dalam proses sebesar 6 % (2). Kehilangan air tidak terhitung yaitu sebesar 25 %. Perhitungan jumlah kebutuhan air penduduk termasuk kebutuhan air perkotaan pada daerah tangkapan air Danau Toba disajikan pada Tabel 38
124
Tabel 38 Kebutuhan Air Penduduk Jumlah Penduduk No.
Tahun Jiwa
Kebutuhan Air KAP dg Kebutuhan Air Kebutuhan Air Ratarata Rumah Kehilangan Ratarata Ratarata Rumah Tangga dan KP=6 % ; KT= Perkotaan Tangga Perkotaan 25 %
Kebutuhan Air Penduduk (KAP)
R
35%x R
RK= R + (35% R)
KAP=(RK)/(1KP)/(1-KT)
(L/O/H)
(L/O/H)
(L/O/H)
(L/O/H)
(L/O/H)
KAP m3/det
mm/bl
1
2002
661.873,66
90
31,5
121,5
172
172
1,32
3,06
2
2003
654.043,66
90
31,5
121,5
172
172
1,30
3,02
3
2004
652.360,66
90
31,5
121,5
172
172
1,30
3,01
4
2005
657.779,00
90
31,5
121,5
172
172
1,31
3,04
5
2006
660.490,00
90
31,5
121,5
172
172
1,32
3,05
6
2007
665.953,00
90
31,5
121,5
172
172
1,33
3,07
L/O/H adalah liter perorang perhari
e.
Kebutuhan Air Industri (KAI) Kebutuhan air untuk industri sangat kompleks, biasanya sesuai dengan
klasifikasi jenis dan ukuran industrinya, namun korelasi antara jenis dan ukuran industri dengan kebutuhan air tersebut kurang nyata. Air yang digunakan setiap pabrik berbeda untuk masing masing jenisnya (pabrik tekstil berbeda dengan pabrik elektronik), selain itu tergantung pula pada ukuran pabrik, teknologi yang dipergunakan (umumnya yang lebih modern akan lebih efisien dalam penggunaan air), bahkan untuk setiap produk yang dikerjakan pada setiap saat. Sehingga, akan sulit menentukan perkirakan kebutuhan air untuk industri secara lebih akurat. Besar kebutuhan air bersih industri diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan perpekerja dan rata - rata pelayanan, yaitu : KAI= %P x AP x RL Dimana : KAI = Kebutuhan Air Industri, L/O/H=liter per orang per hari; %P = Persentase asumsi penduduk : AP = Kebutuhan air industri per tenaga kerja, pada tahap awal diperhitungkan sebesar 500 L/O/H, terjadi peningkatan sebesar 1 % setiap tahun, sehingga ada kenaikan pada tahap perencanaan tahun 2011 menjadi sebesar 526 L/O/H; tahun 2021 menjadi sebesar 580 L/O/H dan tahun 2030 menjadi sebesar 635 L/O/H. RL = Rerata Layanan, diperhitungkan konstan sebesar 70 % serta Kehilangan sebesar (1).Kehilangan dalam proses sebesar 6 % dan (2). Kehilangan air tidak terhitung yaitu sebesar 25 %.Perhitungan jumlah kebutuhan air industri pada daerah tangkapan air Danau Toba disajikan pada Tabel 39
125
Tabel 39 Kebutuhan Air Industri (KAI) Jumlah Penduduk No.
Kebutuhan Air Industri per Tenaga Kerja
Asumsi Tenaga Kerja dari Jumlah Penduduk
Rerata Layanan
AP
%P
RL
RK= AP*%P*RL
( )=(RK)/(1KP)/(1-KT)
(L/O/H)
%
%
(L/O/H)
(L/O/H)
(L/O/H)
Tahun
KAI dg Kebutuhan Air Kehilangan Industri KP=6 % ; KT= 25 %
Jiwa
Kebutuhan Air Industri (KAI)
KAI m3/det
mm/bl
1
2002
661.873,66
500
6,00%
70,00%
21
30
30
0,23 0,53
2
2003
654.043,66
500
6,00%
70,00%
21
30
30
0,23 0,52
3
2004
652.360,66
500
6,00%
70,00%
21
30
30
0,22 0,52
4
2005
657.779,00
500
6,00%
70,00%
21
30
30
0,23 0,52
5
2006
660.490,00
500
6,00%
70,00%
21
30
30
0,23 0,53
6
2007
665.953,00
500
6,00%
70,00%
21
30
30
0,23 0,53
f.
Kuantitas Total Air Yang Keluar dari Danau Toba Jumlah air yang keluar dari Danau Toba terdiri dari :
g.
1.
Evaporasi Danau Toba, (Ow1)
2.
Debit Aliran Sungai Asahan untuk kebutuhan PLTA (Ow2)
3.
Debit Kebutuhan Air Penduduk dan Industri(Ow3)
Dugaan Aliran air yang lain yang masuk ke Danau Toba dan aliran yang ke luar dari Danau Toba Yang dimaksud dengan Aliran Air yang lain (Al) adalah ada aliran air
yang berasal dari Daerah Tangkapan Air yang lain yang masuk ke DTA selain dari Sungai Larenun. Dugaan ini berasal dari selisih antara jumlah air hasil perhitungan pengukuran tinggi permukaan air Danau Toba di lapangan dengan jumlah air hasil perhitungan ketersediaan air dari Danau Toba. Air yang masuk ke Danau Toba di kurangi dengan air yang ke luar Danau Toba akan menambah atau mengurangi tinggi permukaan air sehingga di dapatkan angka tinggi permukaan air danau secara perhitungan. Air yang masuk ke Danau Toba
=I
Air yang ke luar Danau Toba
=O
Selisih air adalah Elevasi awal permukaan
: dL = I – O = WLo
Elevasi akhir perhitungan
: WL1 = WLo + dL
Elevasi pengamatan
: WLobs
126
Selisih elevasi permukaan
: dWL = WL obs – WL1
Selisih WL hitungan dengan WL obs selalu tidak sama setiap bulannya bahkan berbeda secara signifikan, perbedaan ini diduga masih ada debit air yang belum terhitung masuk ke dan keluar dari Danau Toba. Diduga debit yang masuk ke danau tersebut diduga berasal dari diluar daerah tangkapan air Danau Toba dan sebaliknya ada debit yang keluar dari Danau Toba ke daerah tangkapan air lainnya. Dugaan tersebut berasal dari selisih antara tinggi permukaan perhitungan dengan tinggi permukaan pengamatan tidak menunjukkan satu pola. Pada setiap bulannya ada kalanya tinggi permukaan air perhitungan lebih besar dari pengamatan dan sebaliknya ada kalanya tinggi permukaan danau secara perhitungan lebih kecil dari tinggi permukaan pengamatan. Dengan melakukan penyesuaian nilai masukan dan keluaran air yang didasarkan kepada nilai tinggi permukaan air pengamatan adalah sama dengan nilai tinggi permukaan perhitungan maka maka didapat suatu perkiraan debit yang masuk dan debit yang ke luar dari Danau Toba. Perkiraan tambahan jumlah air yang masuk ke Danau Toba diduga berasal dari Cekungan Air Tanah yang berada di sekitar kawasan Danau Toba dan dari resapan air pada punggung di balik bukit-bukit yang mengelilingi daerah tangkapan air Danau Toba. Resapan tersebut masuk ke DTA Danau Toba diduga karena lapisan batuan miring ke arah Danau Toba. Perkiraan adanya sejumlah air yang ke luar dari Danau Toba juga diperkirakan terjadi oleh karena adanya resapan lapisan dasar air Danau Toba atau celah-celah batuan yang ada di lapisan dasar Danau Toba. Hal ini diduga bahwa adanya beberapa mata air yang ke luar di daerah Pematang Siantar yang merupakan bocoran dari Danau Toba.
h.
Koreksi Kuantitas Total Air yang Masuk ke Danau Toba Dengan memperhatikan hal tersebut di atas maka ada koreksi terhadap
total air yang masuk ke Danau Toba dengan memperhitungkan aliran air yang masuk ke Danau Toba. Sehubungan dengan adanya debit tersebut di atas maka selanjutnya perhitungan neraca air akan memperhitungkan perkiraan besar debit
127
yang lain yang yang masuk sehingga jumlah air yang masuk ke Danau Toba menjadi terdiri dari : 1.
Curah Hujan Danau (I1)
2.
Run Off (I2)
3.
Debit Sungai Lau Renun (I3)
4.
Aliran Air Yang Lain ( I4)
Secara total jumlah air yang masuk ke Danau Toba adalah IW = I1 + I2 + I3 + I4, seperti yang disajikan pada Tabel 40. Tabel 40 Jumlah Air Yang Masuk ke Danau Toba ( x 1.000.000 m3) 3
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2
Jumlah air yang masuk ke Air Danau Toba (x1.000.000 m ) Jan
Peb
Mar
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
Jumlah
406,72 500,16 677,33 535,94 549,22 844,90 855,03 544,05 854,16 768,19 624,17
479,16 414,54 575,44 512,58 430,43 333,57 734,28 848,04 321,33 848,93 531,54
780,74 242,52 654,27 686,97 449,11 424,11 825,19 689,84 597,81 554,35 509,65
719,66 269,63 638,71 639,68 576,12 766,62 1.062,58 1.039,89 764,24 961,53 1.002,38
Apr
485,17 218,89 454,41 296,74 252,38 644,08 526,49 685,84 309,48 725,39 785,06
345,66 251,99 359,94 260,67 257,54 248,87 524,35 196,86 256,36 361,72 591,47
602,70 549,49 315,08 160,24 246,15 245,92 543,21 563,54 332,02 147,56 411,92
322,71 1.047,49 461,74 437,27 295,69 251,73 623,70 162,41 477,62 463,51 477,79
362,99 715,30 1.071,73 773,81 505,21 489,71 427,70 1.012,43 368,45 565,69 686,17
378,73 339,13 936,03 431,90 414,19 1.077,79 664,09 850,36 1.238,24 953,26 968,32
750,80 694,43 581,18 536,52 496,30 758,51 937,47 1.018,50 987,77 859,35 644,09
493,59 686,81 642,85 509,06 803,36 529,20 807,83 871,90 584,87 786,85 726,86
6.128,64 5.930,37 7.368,70 5.781,37 5.275,69 6.615,01 8.531,92 8.483,67 7.092,35 7.996,33 7.959,43
650,90
548,17
583,14
767,36
489,45
332,31
374,35
456,51
634,47
750,18
751,36
676,65
7.014,86
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah air bulanan rata-rata yang masuk ke Danau Toba adalah sebesar 584,57x106 m3 dan rata-rata pertahunnya adalah 7.014,86 x106 m3. i.
Koreksi jumlah air yang ke luar dari Danau Toba Dengan memperhatikan hal tersebut di atas maka ada koreksi terhadap
total air yang ke luar dari Danau Toba dengan memperhitungkan aliran air yang keluar dari Danau Toba. Sehubungan dengan adanya debit tersebut di atas maka selanjutnya perhitungan neraca air akan memperhitungkan perkiraan besar debit yang lain yang keluar dan yang masuk, besarnya adalah : 1.
Evaporasi Danau Toba, (Ow1)
2.
Debit Aliran Sungai Asahan untuk kebutuhan PLTA (Ow2)
3.
Debit Kebutuhan Air Penduduk dan Industri(Ow3)
4.
Debit yang lain air ke luar Danau Toba (Ow4),
seperti disajikan pada Tabel 41.
128
Tabel 41 Keluaran Air dari Danau Toba 3
Jumlah air yang ke luar dari Danau Toba (x1.000.000 m ) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2
Jan
Peb
Mar
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
Jumlah
352,34 570,93 426,52 394,38 383,99 555,31 680,56 601,60 682,85 674,38 385,50
538,89 593,29 405,42 560,71 362,52 305,96 473,97 845,48 424,32 963,07 525,39
747,87 392,29 511,05 667,51 521,68 522,61 719,04 608,64 755,48 686,27 511,64
678,53 458,59 414,86 515,40 631,60 672,43 897,97 1.069,03 674,77 963,08 836,63
Apr
548,40 382,30 362,71 378,43 243,04 464,37 368,55 701,25 431,93 647,99 606,28
554,18 387,80 378,72 427,08 470,38 243,29 673,41 483,06 508,82 384,40 404,54
690,07 634,66 370,79 435,53 510,84 468,69 382,52 817,67 588,05 359,72 524,16
571,63 941,95 554,71 436,34 531,73 422,54 701,91 435,43 761,21 747,14 528,35
584,48 425,37 861,06 1.014,46 627,95 561,93 576,16 1.155,94 516,44 597,38 613,76
503,76 390,57 385,47 365,66 477,66 953,63 691,80 661,47 1.229,43 989,42 988,24
705,41 671,40 368,69 652,68 439,61 471,41 867,37 764,40 939,16 695,62 623,75
505,38 688,99 391,20 416,06 671,99 313,67 470,27 494,09 522,26 660,44 610,40
6.980,95 6.538,11 5.431,20 6.264,26 5.872,97 5.955,85 7.503,51 8.638,08 8.034,71 8.368,92 7.158,64
518,94
545,36
604,01
710,26
466,84
446,88
525,70
602,99
684,99
694,28
654,50
522,25
6.977,02
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah air bulanan rata-rata yang ke luar dari Danau Toba adalah sebesar 581,42 x 1.000.000 m3 dan rata-rata pertahunnya adalah 6.977,02 x 1.000.000 m3. 4.2.4
Neraca Air Danau Toba Perhitungan neraca air pada Danau Toba dilakukan dengan menghitung
hal-hal sebagai berikut : a. Jumlah air yang masuk ke Danau Toba atau Inflow Water (Iw) b. Jumlah air yang keluar dari Danau Toba atau Outflow Water (Ow) c. Selisih debit air antara yang masuk dan yang keluar (ds) dS = (Iw1 + Iw2 + Iw3+Iw4) - (Ow + Ow2 + Ow3+Ow4) Perhitungan neraca air pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 pada daerah tangkapan air Danau Toba disajikan pada Tabel 41 dan Gambar 34 Tabel 41 Neraca Air Danau Toba tahun 1997-2007 ( x 106 m3) Tahun
Air Yg Masuk
Air Yg Keluar
Selisih
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
6.128,64 5.930,37 7.368,70 5.781,37 5.275,69 6.615,01 8.531,92 8.483,67 7.092,35 7.996,33 7.959,43
6.980,95 6.538,11 5.431,20 6.264,26 5.872,97 5.955,85 7.503,51 8.638,08 8.034,71 8.368,92 7.158,64
(852,31) (607,74) 1.937,49 (482,89) (597,28) 659,16 1.028,41 (154,41) (942,37) (372,59) 800,79
77.163,47
76.747,21
Jumlah
416,26
129
Gambar 34 Neraca Air Danau Toba
Hasil perhitungan neraca air tahun 1997-2007 yang dijelaskan pada Tabel 41, menunjukkan bahwa jumlah air selama 11 tahun Danau Toba masih menunjukkan kelebihan air sebanyak 416,26 juta m3dan tinggi permukaan air berada diantara 902.4-905,5 m dpl. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba mengalami defisisit setiap tahunnya. Pada tahun 1999, 2003 dan tahun 2007 DTA Danau Toba mengalami kelebihan air tetapi cenderung kelebihan tersebut semakin berkurang setiap 4 tahun. Secara berurutan kelebihan tersebut dari tahun 1997, 2003 dan 2007 adalah 1937,49 juta m3, 1028,41 juta m3 dan 800,79 juta m3. Dari angka tersebut dapat diduga untuk tahun berikutnya sudah semakin turun dan cenderung terjadi defisit air yang semakin besar Pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 dan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 serta tahun 2004 sampai tahun 2006 jumlah keluaran air dari Danau Toba lebih besar dari jumlah air yang masuk ke Danau Toba. Namun pada tahun dari tahun 1998 sampai akhir tahun 1999 dan tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 jumlah air yang masuk ke Danau Toba lebih besar dari air yang ke luar dari Danau Toba. Volume air Danau Toba semakin lama semakin berkurang sementara tinggi permukaan air danau relatip sama.
130
4.2.5
Tinggi Permukaan Air Danau Toba Kondisi tinggi permukaan air Danau Toba periode tahun 1997 - 2007
berada diantara 902,50 – 905,00 m dpl seperti disajikan pada Gambar 35.
Gambar 35 Tinggi permukaan air Danau Toba 1997-2007 Berdasarkan data tinggi muka air dari tahun 1997-2007 menunjukkan fluktuasi muka air sekitar 2,8 meter. Muka air tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2004 sebesar 905,08 m dpl dan terendah terjadi pada bulan Juli tahun 1998 sebesar 902,28 m. Tinggi muka air merupakan refleksi dari neraca air yang terjadi di daerah tangkapan air. Dari hasil analisis ditemukan tinggi permukan danau ratarata berada pada elevasi 903,85 m dpl. 4.2.6
Implikasi Perubahan Penggunaan Lahan dan Tinggi Muka Air Tinggi muka air danau dihitung dari tinggi pada saat pengamatan ditambah
dengan tambahan air yang masuk atau yang keluar dalam satuan meter. Tinggi muka air Danau Toba tahun 1997- 2007 disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Ketinggian Permukaan Air Danau Toba tahun 1997-2007 Tinggi permukaan air Danau Toba (m dpl)
Tahun Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nop
Des
1997 1998
903,14 902,87
902,97 903,03
902,83 903,17
904,09 902,64
904,03 902,49
903,83 902,36
903,75 902,28
903,51 902,38
903,30 902,66
903,18 902,61
903,22 902,63
903,21 902,63
1999
904,62
904,57
904,59
903,38
903,47
903,45
903,40
903,31
903,51
904,04
904,24
904,48
2000 2001
904,19 903,73
904,25 903,76
904,18 903,66
904,71 904,13
904,63 904,13
904,47 903,93
904,21 903,68
904,21 903,45
903,98 903,33
904,04 903,28
903,93 903,33
904,02 903,45
2002 2003
904,25 905,02
904,50 905,02
904,60 905,09
903,75 904,76
903,92 904,91
903,93 904,77
903,72 904,92
903,55 904,85
903,49 904,70
903,60 904,68
903,88 904,74
904,08 905,07
2004
905,08
904,99
904,84
905,07
905,05
904,78
904,53
904,27
904,14
904,32
904,56
904,92
2005 2006
904,11 903,77
904,00 903,78
903,88 903,78
904,92 903,87
904,81 903,95
904,56 903,93
904,32 903,72
904,05 903,45
903,91 903,42
903,92 903,39
903,96 903,54
904,02 903,66
2007
904,42
904,44
904,50
903,94
904,11
904,29
904,18
904,13
904,20
904,18
904,20
904,31
Rata-rata
904,11
904,12
904,10
904,11
904,14
904,03
903,88
903,74
903,69
903,75
903,84
903,99
131
a.
Hubungan antara perubahan luas hutan dengan tinggi permukaan air dan curah hujan di DTA Danau Toba Hutan sebagai vegetasi penutup lahan berfungsi untuk menyerap sebagian
dari curah hujan sehingga mengurangi aliran air limpasan permukaan kemudian menyimpan dan mengalirkan melalui akarnya ke dalam tanah. Dengan demikian hutan berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air permukaan. Jika terjadi perubahan luasan hutan maka akan terjadi juga perubahan besaran nilai aliran limpasan air permukaan. Perubahan luasan hutan akan mempengaruhi besaran nilai evapotranspirasi sehingga mempengaruhi siklus hidrologi suatu daerah tangkapan air, selanjutnya juga mempengaruhi curah hujan. Oleh karena itu perlu diketahui hubungan perubahan luasan hutan terhadap curah hujan dan tinggi permukaan air. Berdasarkan data yang diperoleh perubahan luasan hutan dan curah hujan serta tinggi permukaan pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba seperti yang disajikan pada Tabel 43 dan berdasarkan analisa dengan menggunakan program Minitab 15 maka didapatkan persamaan regresi WL = 901 + 0,0142 CH – 0,000001 Htn, dimana WL adalah tinggi permukaan air danau, CH adalah curah hujan dan Htn adalah hutan. Tabel 43 Tinggi permukaan air, curah hujan dan luas hutan Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tinggi Muka Air Curah Hujan rataDanau rata m mm/bl 903,42 163,96 902,65 144,78 903,92 172,75 904,23 145,68 903,65 140,91 903,94 178,58 904,88 217,26 904,71 218,35 904,20 186,93 903,69 204,67 904,24 203,10
Luas Hutan Ha 105.404,54 105.404,54 105.404,54 105.404,54 105.404,54 59.987,27 59.987,27 59.987,27 59.987,27 59.987,27 59.987,27
Hasil pengamatan tinggi permukaan air Danau pada tahun 2001 berbeda dengan pada tahun 2005 seperti disajikan pada Gambar 36. Pada tahun 2001 tinggi permukaan air danau berada diantara 903,4 mm/bl sampai dengan 904,3 mm/bl sementara pada tahun 2005 tinggi permukaan air danau berada antara 904,00 mm/bl sampai dengan 905,00 mm/bl artinya terjadi peningkatan tinggi permukaan air.
132
Tinggi permukaan air (m dpl )
Penggunaan Lahan Tahun 2001 905.0 904.5 904.0 903.5 903.0 902.5 49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
107
108
Bulan ke 49 = Jan 2001 dan Bulan ke 60 = Des 2001
Tinggi permukaan air ( m dpl)
Penggunaan Lahan Tahun 2005 905.0 904.5 904.0 903.5 903.0 902.5 97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
Bulan ke 49 = Jan 2005 dan Bulan ke 60 = Des 2005
Gambar 36 Tinggi Permukaan Air Danau Toba, tahun 2001 dan 2005
b.
Implikasi perubahan tutupan lahan terhadap Aliran Limpasan Limpasan (RO) adalah jumlah air dari daratan yang masuk ke danau yang
merupakan jumlah air limpasan permukaan (DRO) dan aliran di bawah permukaan tanah (BF) yang masuk ke danau, dirumuskan sebagai berikut :
RO = DRO + Bf Hasil analisis didapat suatu hubungan yang kuat antara perubahan tutupan luasan lahan dengan debit aliran limpasan dimana semakin besar nilai faktor tutupan lahan maka nilai limpasan permukaan semakin besar. Nilai singkapan lahan berubah dari nilai m = 0,2 pada tahun 2001 menjadi m = 0,35 pada tahun 2005 serta tahun 2007 menjadi m = 0,3 yang ditunjukkan dari perubahan luas tutupan lahan dari beberapa kelompok tutupan lahan.Dari analisis multiple regression
didapat hubungan antara perubahan tataguna lahan dengan aliran
limpasan mengikuti persamaan Y = A + BX1+CX2+DX3+EX4+FX5+GX6+ HX7. Dimana, Y = Debit Aliran Limpasan (mm/bl); X1 = Luas Hutan (Ha); X2 =
133
Luas Kebun Campuran (Ha); X3 = Luas Sawah (Ha); X4
=
Luas
Semak
Belukar (Ha); X5 = Luas Lahan Terbuka (Ha); X6 = Luas Tegalan (Ha); X7 = Luas Pemukiman (Ha). Nilai korelasi parsial dapat dilihat bahwa perubahan tataguna yang paling berpengaruh terhadap aliran limpasan permukaan adalah hutan dan kebun campuran. Dengan menggunakan dengan software MiniTab 14, maka didapat persamaan:
DRO = 224 – 0,00028 Hutan + 0,0071 Kebun Campuran Persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa variabel yang berpengaruh positif
terhadap DRO adalah
hutan, kebun campuran artinya jika terjadi
perubahan kedua variable tersebut maka akan diikuti dengan perubahan aliran air limpasan permukaan.Dari hasil monitoring terhadap perubahan penggunaan lahan maka didapat kondisi evapotranspirasi dan limpasan air permukaan yang berbeda dari tahun 2001 dengan tahun 2005 seperti dijelaskan pada Gambar 36. Kondisi curah hujan pada tahun 2001 pada bulan April dan bulan Nopember sampai dengan Desember terdapat curah hujan yang tinggi diatas 200 mm/bl. Pada tahun 2005 luas lahan yang bervegetasi semakin berkurang dan curah hujan diatas 200 mm/bl terdapat pada April dan pada bulan OktoberDesember. Pada tahun 2001 dan tahun 2005 curah hujan senantiasa lebih besar dari pada Evapotranspirasi sehingga terjadi kondisi surplus air hujan. Limpasan air permukaan (DRO) semakin meningkat dari tahun 2001(sebesar 50 mm/bulan pada bulan Nopember) ke tahun 2005 sebesar 200 mm/bl. Hal ini diduga akibat dari jumlah luasan lahan yang bervegetasi semakin berkurang sehingga air limpasan semakin besar.
4.3
PERSEPSI PAKAR
4.3.1
Struktur Hirarki Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan
dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarki terdapat tujuan utama, kriteria, sub criteria dan alternatif yang akan dibahas. Perbandingan pasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari
134
perbandingan pasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama atau fungsi eigen.Analisis kebijakan ini disusun atas lima level/hierarki, seperti yang disajikan pada Gambar 37.
4.3.2
Penyusunan Kuesioner dan Identitas Pakar Setelah itu dilakukan penyusunan kuesioner berdasarkan level/hierarkhi
dan diisi dengan jawaban pertanyaan dari pakar.Diskusi difokuskan pada pertanyaan-pertanyaan spesifik untuk memperoleh pemahaman yang mendalam dari sudut pandang dan pengalaman pakar, persepsi, pengetahuan, dan sikap tentang kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang berkelanjutan. Kuesioner ditanyakan kepada 11 pakar. Identitas pakar yang diwawancarai adalah disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Daftar pakar yang diwawancarai tentang persepsi Danau Toba No.
Nama
Alamat
Profesi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Prof.Dr.Ing.Ternala Barus, MSc Dr.Ir.Fritz. Sihombing,STh Dr.Edward Simajuntak,MSc Annevte Horschmann Drs. Amistan Purba, S.Si, MM Drs. Ervan Ghani, M.IP Ir. E. Siagian, MSc Drs. Ketaren, MSc Dr.Ir.H.Indrautama, Msc Dr.Ir.Budi S, MSc Dr.Ir.Indah Anggreani,M.Si
Medan P. Siantar/Kab.Simalungun Medan /BKPEKDT Tuktuksiadong/Samosir Humbang Hasundutan Balige/Tobasa Jakarta /Otorita Asahan Berastagi/Tanah Karo Medan BLH Sumut Jakarta/PU Kepala BTKLPPN Medan
Akademisi USU Akademisi UNH Lembaga LSM Masyarakat Masyarakat Pengusaha Masyarakat Pemerintah Pemerintah Pemerintah
4.3.3
Analisis Kebijakan Penetapan prioritas kebijakan dalam AHP dilakukan dengan menangkap
secara rasional persepsi pakar dan praktisi, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang tidak terukur (intangible) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Tahap terpenting dari AHP adalah penilaian perbandingan berpasangan, yang pada dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam suatu tingkat hirarki (Saaty, 1993). Pengolahan data dilakukan dengan berbasis komputer menggunakan perangkat lunak Expert
Choice 2000. Hasil analisis kebijakan dengan AHP disajikan pada Gambar 37 dan Tabel 45
135
KEBIJAKAN KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DANAU TOBA YAN BERKELANJUTAN
Fokus Faktor
SUMBER DAYA ALAM
SUMBER DAYA MANUSIA
KEBIJAKAN PEMERINTAH
0,261
0,129
0,513
TEKNOLOGI
0,096
Aktor Pemerintah
Masyarakat
Pengusaha
Akademisi
0,491
0,197
0,168
0,074
LSM 0,070
Tujuan EKOLOGI
0,272
NERACA AIR
SOSIAL
EKONOMI
0,198
0,234
0,296
Alternatif KONSERVASI HUTAN PADA KAWASAN BERHUTAN
KONSERVASI KAWASAN PERTANIAN
KONSERVASI KAWASAN PEMUKIMAN
KONSERVASI KAWASAN PARIWISATA
KONSERVASI KAWASAN INDUSTRI
0,333
0,256
0,189
0,157
0,065
Gambar 37. Hirarki penentuan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba
4.3.4
Prioritas Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan penelitian di lapangan ada 4
level hirarki yang terkait secara nyata mempengaruhi kebijakan dan strategi konservasi sumberdaya air Danau Toba, yaitu: (1) level fokus; (2) level aktor; (3) level tujuan dan (4) level pilihan strategi (alternatif). Level-level tersebut kemudian diuraikan lagi menjadi sub level (sub kriteria) berdasarkan diskusi dengan pakar. Hasil analisis AHP secara terperinci seperti pada Tabel 45.
136
Tabel 45 AHP Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air DT No.
Elemen
Pendapat Pakar
Tingkat Prioritas
I.
Fokus Konservasi Sumberdaya Air
II. 1. 2. 3. 4.
Faktor Kebijakan Pemerintah Sumber Daya Alam Sumberdaya Manusia Teknologi
0,513 0,261 0,129 0,096
1 2 3 4
III 1. 2. 3. 4. 5.
Tujuan Pemerintah Masyarakat Pengusaha Akademisi LSM
0,491 0,197 0,168 0,074 0,070
1 2 3 4 5
IV 1. 2. 3. 4.
Tujuan Neraca Air Ekologi Ekonomi Sosial
0,296 0,272 0,234 0,198
1 2 3 4
V. 1. 2. 3. 4. 5.
Alternatif Kebijakan Konservasi Hutan pada Kawasan Hutan Konservasi Kawasan Pertanian Konservasi Kawasan Pemukiman Konservasi Kawasan Industri Konservasi Kawasan Pariwisata
0,491 0,197 0,168 0,074 0,070
1 2 3 4 5
Peran masing-masing stakeholder dan strategi konservasi sumberdaya air Danau Toba, difokuskan pada konservasu sumberdaya air di sekitar kawasan Danau Toba karena besaran (size) dan kompleksitas permasalahan dan ketergantungan masing-masing sektor dan pihak yang terkait dalam suatu kawasan merupakan salah satu alat yang berpengaruh untuk efisiensi pencapaian tujuan pelaksanaan kebijakan konservasi bagi wilayah sekitar.
a.
Faktor Level pertama adalah fokus yaitu : Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air
Danau Toba yang Berkelanjutan. Level kedua adalah faktor terdiri dari 4 sub level yaitu
1). Sumberdaya Alam, 2). Sumberdaya Manusia, 3). Kebijakan
Pemerintah, dan 4). Teknologi. Level ketiga adalah Aktor yang terdiri dari 5 sub level yaitu 1). Pemerintah, 2). Masyarakat, 3). Pengusaha, 4). Akademisi, dan 5).
137
LSM. Level keempat adalah Tujuan yang terdiri dari 5 sub level yaitu 1). Ekologi, 2). Neraca Air, 3). Sosial, 4). Kelembagaan, dan 5). Ekonomi.
Level
kelima adalah Alternatif terdiri dari 5 sub level yaitu 1). Konservasi Hutan pada Kawasan Berhutan, 2). Konservasi Kawasan Pertanian, 3). Konservasi Kawasan Pemukinan, 4). Konservasi Kawasan Pariwisata, dan 5). Konservasi Kawasan Industri. Garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan pasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi. Level 1 merupakan fokus dari penelitian yakni Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan. Faktor-faktor pada level 2 diukur dengan perbandingan pasangan berarah ke level 1. Misalnya didalam Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan, mana yang lebih penting antara faktor sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Mana yang lebih penting antara faktor sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah,antara sumberdaya manusia dan teknologi, antara kebijakan pemerintah dan teknologi, dan seterusnya. Faktor-faktor tersebut diukur secara relatif antara satu dengan yang lain, dengan skala pengukuran relatif 1 hingga 9, seperti yang tertera dalam Tabel AHP. Dari analisa AHP yang dilakukan, seperti ditunjukkan dalam Tabel AHP, responden/pakar menganggap faktor kebijakan pemerintah sebagai prioritas utama, yaitu 51,3% dan urutan prioritas pilihan pakar selanjutnya adalah faktor sumberdaya alam (26,1%), sumberdaya manusia (12,9%) dan teknologi (9,6%), sebagaimana tertera pada gambar berikut ini.
Gambar38. Faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba
138
b.
Aktor Sehubungan para pakar/responden memilih kebijakan pemerintah sebagai
faktor yang paling penting, maka tentu saja aktor yang dapat melakukan penyusunan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan adalah pemerintah (49,1%), masyarakat (19,7%) dan pengusaha (16,8%). Sedangkan aktor yang paling tidak berperan terhadap kebijakan pemerintah adalah akademisi (7,4%) dan LSM (7 %). Gambarberikut inimenunjukkan bahwa pada level 3 (aktor) diperoleh hasil analisis yaitu pemerintah merupakan aktor yang paling berperan dalam penentuan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba. Hal ini menunjukkan bahwa aspirasi pemerintah menjadi fokus perhatian dalam penentuan kebijakan konservasi sumberdaya air. Pemerintah dalam hal ini memegang otoritas dalam perencanaan dan pembangunan kawasan serta berperan menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun prioritas aktor yang berpengaruh pada kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang Berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 39
Gambar39.
Tingkat kepentingan stakeholder terhadap kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang Berkelanjutan
Pemerintah juga merupakan wakil pemerintah pusat dan propinsi dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintah di tingkat kabupaten/kota. Selain itu, pengelola kawasan Danau Toba berada merupakan aktor yang paling dominan pengaruhnya dalam kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba diharapkan mampu menfasilitasi setiap kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan Danau Toba
139
dalam bentuk program-program pengelolaan lingkungan yang dapat dilaksanakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang baik bagi pengelola maupun masyarakat sekitar misalnya kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat sekitar sehingga masyarakat mendapat manfaat baik secara pendidikan maupun ekonomi. Pemerintah juga berperan dalam mengontrol dan mengawasi seluruh kegiatan di Danau Toba, sehingga kegiatan yang dilakukan tidak memberikan dampak negatif baik untuk lingkungan maupun masyarakat. Pemerintah memiliki wewenang dan kapasitas dalam menentukan kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pemerintah mempunyai andil besar dalam penetapan pengelolaan lingkungan. Secara umum pemerintah berperan sebagai koordinator pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dari berbagai wilayah sekitarnya dan selanjutnya menjadi koordinator di daerah masing-masing. Sehingga ada kesamaan persepsi, dan semakin meningkatnya kemampuan serta mekanisme kerja dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara profesional dan memenuhi kriteria ekosentris. Dalam pengembangan kawasan tentunya didukung oleh para stakeholder yang terkait. Aktor yang menjadi prioritas kedua adalah masyarakat. Masyarakat merupakan aktor yang terkait langsung dengan keberadaan Danau Toba sehingga merupakan aktor yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba. Aktor pengusaha dan akademisi merupakan prioritas aktor ketiga dan keempat. Kedua aktor ini perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba. Pada tahap implementasi, kedua aktor ini perlu dilibatkan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Keberadaan
pengusaha
akan
menjamin
iklim
kondusif
terhadap
pertumbuhan ekonomi di sekitar kawasan artinya pengusaha tetap menanamkan modalnya pada usaha perlindungan kawasan dampak merosotnya ekonomi dapat dihindarkan. Keterlibatan pengusaha tidak selalu memberikan dampak negatif terhadap pengendalian ruang kawasan selama usaha yang dilakukan memberikan konstribusi positif terhadap pelestarian lingkungan dan masyarakat sekitar. Sedangkan masyarakat merupakan kelompok yang akan merasakan dampak dari
140
pembangunan itu baik dari segi ekonomi, lingkungan maupun sosial budaya, sehingga segala keputusan yang akan diambil dalam pengelolaan suatu kawasan selayaknya masyarakat ikut dalam pengambilan keputusan tersebut termasuk melakukan pengawasan.Dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba diperlukan tanggung jawab bersama artinya semua stakeholder mampu bekerjasama dengan prinsip keterpaduan secara simbiosis atau saling menguntungkan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
c.
Tujuan Harapan para pakar, kebijakan pemerintah untuk konservasi sumberdaya
air Danau Toba adalah dengan mewujudkan tujuan neraca air adalah sebesar 29,6%, kemudian mewujudkan tujuan ekologi adalah sebesar 27,3%, mewujudkan tujuan ekonomi adalah sebesar 23,4% dan terakhir untuk tujuan sosial adalah sebesar 19,8%. Hasil diskusi dengan pakar, pihak terkait dan penelitian di lapangan, level tujuan diuraikan lagi menjadi beberapa sub level yaitu: Neraca Air, Ekologi, Ekonomi, Sosial. Hasil analisis pendapat para pakar terhadap 4 (empat) sub level tujuan tersebut diperoleh bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba, seperti terlihat pada Gambar 40.
Gambar 40 Tujuan yang dikehendaki pada kebijakan konservasi sumberdaya air Tingginya nilai skor tujuan neraca air dan ekologi dibandingkan dengan tujuan lainnya menunjukkan bahwa neraca air dan ekologi menjadi perhatian utama konservasi sumberdaya air Danau Toba. Karena keberlanjutan neraca air dan ekologi sebagai parameter dan asset utama yang menyediakan kebutuhan manusia. Lingkungan menyediakan sistem pendukung kehidupan untuk
141
mempertahankan keberadaan manusia dan keberlanjutan suatu aktivitas ekonomi jangka panjang. Diharapkan melalui kegiatan pengelolaan lingkungan dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dapat diminimalkan. Dengan demikian keberlanjutan nerca air dan ekologi dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba mempunyai implikasi yang luas menyebar ke hilir dan ke hulu karena Danau Toba adalah sebuah ekosistem yang memiliki ketergantungan antara mahluk yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama dan hubungan simbiosis berbagai stakeholder dalam rangka mendukung pengelolaan kawasan secara berkelanjutan. Berdasarkan uraian diatas bahwa dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba yang berkelanjutan, secara langsung neraca air dan ekologi menunjukkan adanya keterkaitan dan ketergantungan antar ekosistem baik ekosistem yang berada dalam kawasan maupun di luar atau sekitar kawasan sehingga diperlukan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna tanah, tata guna air dan sumberdaya lainnya dalam suatu keterpaduan sebagai suatu kesatuan tatanan lingkungan hidup yang dinamis dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang, dilakukan secara terpadu, menyeluruh yang mencakup pertimbangan daya dukung lingkungan, berdayaguna dan berhasil guna, penataan ruang harus dapat mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang sehingga dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang serta kelestarian kemampuan daya dukung sumber alam dengan memperlihatkan kepentingan masa depan. Tujuan neraca air dan ekologi konservasi sumberdaya air Danau Toba diharapkan mampu mengkoordinasikan antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara kelestarian fungsi dan tatanan lingkungan serta mencegah pengelolaan tanah oleh perorangan atau sekelompok orang yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan pembangunan berkelanjutan artinya dalam memanfaatkannya tidak boleh ditempuh cara-cara yang merusaknya (Sugandhy, 1999). Pada tujuan neraca air dan ekologi, manfaat yang diharapkan adalah terjaganya kawasan resapan air, kelestarian ekosistem hutan dan fungsinya dan penggunaan lahan yang sesuai tata ruang, kualitas udara dan daya dukung lingkungan. Terjaganya kawasan resapan air, kelestarian ekosistem hutan dan
142
penggunaan lahan sesuai tata ruang menjadi prioritas utama dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba. Hal ini disebabkan karena pakar menilai bahwa air, vegetasi dan aktivitas manusia dalam pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan, yang satu sama lain membentuk hubungan timbal balik dalam sistem hidrologi. Aktivitas manusia yang membabat hutan, menebangi pohon pelindung, merusak sempadan sungai, serta membuang sampah sembarangan menyebabkan berkurangnya daya dukung lahan untuk menyerap air hujan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan hutan sehingga menimbulkan bencana alam seperti banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor. Selama ini tingkat kesadaran masyarakat terhadap fungsi vegetasi, sungai, danau dan waduk sebagai daerah resapan air sangat rendah. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab besar bagi pemerintah sebagai pengelola kawasan konservasi sumberdaya air Danau Toba. Kondisi ini memaksa pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kelestarian Danau Toba sebagai daerah resapan air. Selain itu pelaku perusakan kawasan konservasi harus ditindak tegas dengan memberikan hukuman dan sanksi yang seberat-beratnya sehingga menimbulkan efek jera. Mengembalikan fungsi daerah resapan air dapat juga dilakukan melalui penggunaan ruang sesuai dengan peruntukannya artinnya bahwa kawasan Danau Toba harus tetap dipertahankan keberadaannya dengan mengendalikan jumlah urban sprawl yang mengarah ke Danau Toba melalui penerbitan peraturan yang melarang penduduk sekitar atau penduduk perkotaan untuk mengkonversi lahan menjadi daearah pemukiman atau lainnya yang tidak sesuai dengan peruntukan dan kesesuaian lahan. Pengaturan dapat dilakukan dengan memperketat sistem perizinan yang sudah ada sehingga mempersulit akses penduduk untuk konservasi sumberdaya air Danau Toba secara berkelanjutan hal penting yang perlu juga diperhatikan adalah pemanfaatan ruang sebab apabila pengaturan ruang di Danau Toba tidak terarah dengan baik akan menimbulkan
konflik
pemanfaatan
lahan
sebagai
akibat
dari
semakin
meningkatnya jumlah penduduk urban ke Danau Toba. Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan utama
dalam konservasi
sumberdaya air Danau Toba adalah belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan dan memadukan berbagai
143
rencana dan program sektor. Berbagai fenomena bencana seperti banjir, longsor dan kekeringan serta berkurangnya kawasan konservasi pada dasarnya merupakan indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Disisi lain dalam penerapannya sering terjadi inkonsistensi antara Rencana Tata Ruang Wilayah dengan eksisting penggunaan lahan/pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan. Berbagai dampak yang timbul akibat ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang kawasan konservasi seperti hilangnya estetika Danau Toba, pola pembangunan permukiman yang mengarah ke sekitar kawasan, dan hilangnya akses masyarakat ke Danau Toba. Untuk mengoptimalkan peran Danau Toba yang multiuse, dalam rangka menghindari terjadinya kompetisi, konflik, dan perbedaan kepentingan, maka secara operasional perlu dilakukan penzonasian kawasan untuk menclusterkan kegiatan yang kompatibel dan memisahkan yang in compatible berdasarkan aktivitas dan fungsi-fungsi wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan pemanfaatan sumberdaya yang saling bertentangan dan menentukan yang mana kegiatan-kegiatan dilarang dan diijinkan untuk setiap zona peruntukkan. Atau dengan kata lain sebagai upaya untuk menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan pembangunan dan kegiatan konservasi sumberdaya air Danau Toba. Selain tujuan neraca air dan ekologi, tujuan ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air di kawasan Danau Toba. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, subkriteria yang perlu diperhatikan adalah
keberlanjutan
usaha,
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
dan
penyediaan infrastruktur. Untuk mendukung konservasi sumberdaya air Danau Toba, yang harus diprioritaskan adalah adanya pertumbuhan ekonomi yang mampu mendorong terbentuknya usaha-usaha kecil atau menengah yang didirikan oleh mayarakat secara swadaya dengan bantuan modal dari pihak pengelola, sehingga terjadi simbiosis antara pihak-pihak yang terkait dan sinergi yang mempertinggi kinerja ekonomi masyarakat dan lingkungan. Keberadaan Danau Toba diharapkan mampu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya secara berimbang (balanced development)
144
antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak sehingga memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat serta dapat mencegah kegiatan perambahan hutan. Untuk meningkatkan PAD kegiatan wisata ke arah Danau Toba harus mampu menarik perhatian pengunjung dengan menyediakan sarana dan prasarana penunjang yang memudahkan akses pengunjung Danau Toba. Pengelola harus mampu memelihara, melindungi dan atau berkonstribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam sehingga memberikan nilai eksotik dan spesifik wilayah. Sebagai keunggulan kompetitif yang mampu bersaing serta mampu menarik wisatawan lebih banyak. Keberadaan Danau Toba diharapkan mampu menciptakan iklim kondusif terhadap tumbuhnya usaha perekonomian rakyat sekitar sehingga mampu meningkatkan taraf hidup dan kesempatan kerja. Peningkatan taraf hidup akan sejalan dengan usaha penciptaan lapangan kerja melalui alokasi kegiatan yang tepat pada kawasan penyangga dan kawasan budidaya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pengembangan keanekaragaman hayati terhadap kelangsungan usaha peningkatan produksi komoditi pertanian merupakan
langkah
peningkatan
kemakmuran
(prosperity)
yang
perlu
dioptimalkan demi mencapai peningkatan pendapatan masyarakat sekitar dan PAD. Usaha tersebut, sejauh manfaat sosial ekonomi tinggi dan dampak negatif kendala lingkungan kecil, dimungkinkan pengupayaannya dengan dukungan keberlanjutan alokasi lahan dan konservasi sumberdaya airnya. Kekhasan dan budaya yang dimiliki Danau Toba harus disadari potensinya oleh seluruh lapisan masyarakat melalui gerakan sadar wisata. Gerakan sadar wisata bukan berarti menyadarkan masyarakat untuk giat berdarmawisata saja, melainkan lebih penting dari itu adalah menyadarkan masyarakat untuk bertindak menghargai keunikan alam dan budaya setempat agar tetap lestari dan indah untuk selanjutnya dapat nikmati oleh turis, baik asing maupun domestik untuk menjadi nilai tambah ekonomi (Sugandhy, 1999). Konservasi sumberdaya air di kawasan Danau Toba dari dimensi ekonomi tentunya harus didukung oleh infrastruktur yang memadai. Keberadaan Danau Toba di suatu
daerah sangat terkait dengan wilayah sekitarnya. Keterkaitan
145
tersebut dapat berupa keterkaitan secara fisik, sosial dan ekonomi seperti adanya jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya untuk mendukung pergerakan roda perekonomian masyarakat di sekitar kawasan. Ini berarti keberadaan Danau Toba dituntut secara sukarela untuk menyediakan infrastruktur yang diperlukan baik yang dibutuhkan oleh Danau Toba untuk aktivitasnya sendiri demi menjamin kelancaran usahanya maupun infratruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Tujuan lain yang berpengaruh dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba adalah keberlanjutan sosial. Manfaat yang diharapkan adalah meningkatnya peran masyarakat dalam usaha konservasi sumberdaya air di Danau Toba sebagai langkah pelestarian dan perlindungan
lingkungan. Dalam penyelenggaraan
penataan ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban serta peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu terwujudnya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, serta menaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang. Dalam rangka memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui rencana tata ruang, pemerintah berkewajiban mengumumkan atau menyebarluaskan rencana tata ruang yang telah ditetapkan pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah (Sugandhy, 1999). Keberadaan masyarakat di sekitar kawasan sangat penting untuk diperhatikan hal ini bertujuan untuk minimisasi konflik kepentingan dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba. Diharapkan keberadaan Danau Toba mampu memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan sosial masyarakat khususnya sekitar Danau Toba misalnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Banyaknya stakeholder yang terlibat dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba, diharapkan mampu bersimbiosis dalam penggunaan sumberdaya sehingga memberikan keuntungan kepada stakeholder. Pengelolaan dan pengendalian konservasi sumberdaya air Danau Toba memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitar kawasan. Konservasi sumberdaya air Danau Toba harus mampu memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar melalui program-program pemberdayaan dan keterlibatan
146
masyarakat secara langsung dalam kegiatan pemanfaatan atau budidaya, hal ini akan mampu meminimalisasi konflik dan kesenjangan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar kawasan sehingga menjamin stabilitas penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar dan memperhatikan keanekaragaman budaya lokal (dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan yang berlaku, mendorong partisipasi masyarakat lokal sehingga mampu mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya melalui pemberian tanggung jawab kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka, serta mengurangi angka kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Dalam kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang berkelanjutan, pertimbangan aspek sosial sangat penting karena pembangunan yang tidak sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat selain kurang memenuhi sasaran, juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Perkembangan dan perubahan
lingkungan
yang
terjadi
menyebabkan
menurunnya
kondisi
lingkungan, timbulnya ketegangan sosial dan konflik yang menyebabkan tidak diindahkannya masalah-masalah yang bersifat persahabatan. Sehingga interaksi manusia dengan alam yang
tadinya serasi dan seimbang menjadi destruktif
sifatnya. Aspek sosial menyangkut sikap masyarakat dan individu dalam memandang kehidupan (norma budaya), kerja dan wewenang, struktur administrasi dan struktur birokrasi dalam sektor pemerintah/publik maupun swasta, hukum, pola-pola kekerabatan dan agama, tradisi budaya, wewenang dan integritas instansi pemerintah, partisipasi masyarakat dalam perumusan keputusan dan kegiatan pembangunan serta keluwesan atau kekakuan ekonomi dan sosial. Oleh karena itu pihak pengelola harus mengetahui aturan masyarakat yang berlaku di kawasan yang akan dibangun sehingga pengalokasian sumberdaya dan distribusi pendapatan tepat sasaran dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Pihak pengelola harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam seluruh kegiatan pemanfaatan yang berkaitan dengan keberadaan Danau Toba. Sehingga tingkat pengangguran dapat dikurangi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan hal ini akan
147
mempengaruhi penilaian masyarakat yang positip terhadap keberadaan Danau Toba. Penciptaan lapangan kerja juga dapat mempercepat laju pembangunan ekonomi. Terciptanya lebih banyak lapangan kerja dan kesempatan kerja berarti tersedianya lebih banyak sumber-sumber pendapatan potensial bagi kalangan penduduk miskin.
Alternatif Kebijakan Berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai serta peran para aktor dalam kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba seperti diuraikan diatas, berbagai alternatif strategi kebijakan dinyatakan dalam Gambar 41.
Ga mbar 41. Prioritas kebijakan konservasi sumberdaya air kawasan Danau Toba. Alternatif kebijakan untuk mewujudkan harapan-harapan responden tersebut adalah dengan mengimplementasikan Konservasi Hutan pada Kawasan Berhutan (33,3%) dengan urutan prioritas pilihan alternatif kebijakan berikutnya adalah Konservasi Kawasan Pertanian (26,1%), Konservasi Kawasan Pemukiman (18,9%), Konservasi Kawasan Industri (15,7%) dan terakhir Konservasi Kawasan Pariwisata yaitu sebesar 6,5%. Artinya saat ini menurut pandangan para pakar untuk Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba yang Berkelanjutan perlu dikelola Konservasi Hutan pada Kawasan Berhutan, karena dianggap selama ini masih terabaikan. Akibatnya terjadi penebangan hutan yang tidak terkendali sehingga menimbulkan gambaran kawasan berhutan menjadikurang dipelihara, rusak dan tidak beraturan, dan sebagainya.
148
4.4
PEMODELAN
4.4.1
Analisis Kebutuhan Hasil
wawancara
kepada
pihak
yang
mempunyai
kepentingan
danketerkaitan terhadap konservasi air Danau Toba, didapatkan kebutuhan stakeholder seperti disajikan dalam Tabel 46 Table 46 Perkiraan Kebutuhan Stake Holder
No.
Stakeholder
Kebutuhan
1
Masyarakat Lokal Masyarakat lokal yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar danau yang memanfaatkan perairan danau untuk berbagai kepentingan
Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun Kebersihan dan keindahan danau terjaga Pendapatan meningkat Penyediaan lapangan kerja Budidaya perikanan tetap jalan Hasil tangkapan ikan tidak menurun
2
Instansi Terkait Instansi terkait yaitu dinas instansi pemerintah daerah yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan perairan danau
Elevasi Air danau tidak menurun Peningkatan PAD Penyediaan lapangan kerja Keindahan danau terjaga Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun Peningkatan perekonomian masyarakat
3
Lembaga Sosial Kelestarian danau terjamin MasyarakatLembaga yang peduli Pendapatan Masyarakat terhadap kelestarian perairan danau meningkat
4
Keanekaragaman Hayati terjaga Akademisi ( Peneliti ) Lembaga yang melakukan Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun penelitian pada perairan danau
5
BUMN : PLTA Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di perairan danau
Ketinggian muka air danau tetap stabil Kualitas air danau tetap baik
149
4.4.2
Formulasi Permasalahan Permasalahan sistem pada dasarnya adalah terdapatnya perbedaan antara
kebutuhan pelaku dengan kondisi yang ada. Pada kondisi nyata di lapangan, permasalahan sistem ditunjukan oleh adanya kecenderungan terjadinya penurunan permukaan air Danau Toba. Jumlah air yang diindikasikan oleh tinggi permukaan air harus berada pada kisaran yang ditetapkan terutama pada bulan-bulan kering sehingga kebutuhan air terpenuhi.Berkurangnya ketersediaan air
akan
mengganggu kelangsungan operasional PLTA dan terganggunya ekosistem danau. Sebaliknya jika terlalu banyak ketersediaan air maka muka air danau akan naik bahkan terjadi banjir yang berakibat terhadap terganggunya ekosistem di pinggiran danau.
4.4.3
Identifikasi Sistim Identifikasi sistem dilakukan dengan membuat diagram input output,
diagram sebab akibat dan diagram alir (struktur model) untuk melihat variabel yang dikelompokkan menjadi (1)Variabel input yang tidak terkontrol :Curah Hujan, Iklim, Koefisien Infiltrasi, Evapotranspirasi, Evaporasi dan Debit dari luar DTA (2)Variabel input yang terkontrol :
Faktor Tutupan Lahan, Koefisien Infiltrasi, Debit Air ke Sungai Asahan, Fraksi Pertumbuhan Penduduk, Kebutuhan Air Penduduk, Kebutuhan Air Industri dan Debit Sungai La Renun. (3) Variabel Lingkungan : Luas dan letak DTA Danau (4)Variabel Output yang dikehendaki : Neraca air positip dan tinggi muka air yang stabil (5) Variabel Output yang tidak dikehendaki : Penurunan tinggi muka air danau, degradasi lahan dan pengurangan luas hutan Diagram I-O disajikan pada Gambar 42 dan Causal Loop Diagram pada Gambar 43
150
1. 2. 3. 4. 5.
INPUT LINGKUNGAN Peraturan Pemerintah
INPUT TIDAK TERKONTROL Curah Hujan Evapotranspirasi Evaporasi Danau Jenis Tanah Topografi
OUTPUT YANG DIKENHENDAKI 1. Tinggi Muka Air yang stabil 2. Neraca Air Positip
MODEL KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DANAU TOBA
1. 2. 3. 4. 5.
INPUT TERKONTROL Faktor Singkapan Lahan Nilai Koefisien Infiltrasi Debit ke Sungai Asahan Pertumbuhan Penduduk Debit La Renun
OUTPUT YANG TIDAK DIKENHENDAKI 1. Penurunan Tinggi Muka Air Danau 2. Degradasi Lahan 3. Pengurangan luas hutan
UMPAN BALIK
Gambar42
Diagram I-O
Causal Loop Diagram
Pertumbuhan Penduduk
+
Penggunaan Lahan + +
+
Kebutuhan Air
Evapotranspirasi
Pemanfaatan Air
+
+
+
Neraca Air
Presipitasi +
+
+
Aliran Permukaan
+ -
+ + Evaporasi Ketersediaan air danau
+
+
Gambar 43 Causal Loop Diagram
Resapan air dan Aliran Dibawah Tanah
151
4.4.4
Rancang Bangun Model Pemodelan dilakukan dengan membangun model dinamik, menggunakan
perangkat lunak program Powersim versi 2,5d. Pengembangan model terdiri dari sub model ekonomi, sub model sosial dan sub model ekologi yang dilanjutkan dengan sub model ketersediaan air dan sub model tinggi permukaan air danau yang disajikan pada Gambar 44 dan rangkaian elemen pembentuk model disajikan pada Gambar 45
Sub Model Sosial
Sub Model Ekonomi
Sub Model Ekologi
Model Neraca Air dan Tinggi Permukaan Air
Gambar 44 Rangkaian sub model Neraca air
G a m b a r 4 Gambar 45 Rangkaian elemen pembentuk model neraca air
152
Struktur Sub-Model Sosial Ekonomi Struktur sub-model sosial ekonomi menggambarkan kuantitas kebutuhan air yang diperlukan akibat dari keadaan pertumbuhan penduduk, kebutuhan air penduduk, kebutuhan air sosial, kebutuhan air industri dan kebutuhan air untuk PLTA Asahan sebagaimana disajikan pada Gambar 46
Jlh_Penduduk
Penduduk
KA_Industri
Laju_Penduduk
PLTA_Asahan
KA_Penduduk Fraksi_Penduduk
KA_Sosial_Ekonomi
Gambar 46 Struktur Sub-Model Sosial Ekonomi Untuk memperkirakan jumlah penduduk pada masa yang akan datang dan laju pertumbuhan dipergunakan formula analisis geometrik.Model pertumbuhan pendudukyang
digunakan
geometrik(geometric
adalah
rate
of
model
growth)
pertumbuhan dengan
dasar
penduduk
secara
bunga-berbunga
(bungamajemuk), dimana angka pertumbuhan (rate of growth ) sama untuksetiap tahun, dengan rumus matematika :
Pt = Po( 1 + r)t, dimana: Pt Po r T
= jumlah penduduk pada tahun ke-t. = jumlah penduduk pada tahun awal. = angka rata-rata laju pertumbuhan penduduk. = jangka waktu (dalam tahun)
Peubah yang dipergunakan dalam menghitung kebutuhan air sosial dan ekonomi ini adalah fraksi penduduk dan efisiensi debit kebutuhan air untuk PLTA Asahan.
153
Struktur Sub model hidrologi (Ekologi) Struktur submodel sosial ekologi menggambarkan kuantitas ketersediaan air yang potensial dari keadaan kondisi ekologis DTA Danau Toba dengan menggunakan Metode FJ.Mock yang disajikan pada Gambar 47 La_Renun
RO_Danau Curah_Hujan
d_Vn
Run_Off
kVn_13
Base_Flow Direct_Run_Off Koefisien_Limpasan
kVn_1 Rate_36
Rate_33
Water_Surplus Koeff_Infiltrasi Constant_17
Evapotranspirasi Constant_15
Infiltrasi
GW03 kxInf kVn_011
Evapotranspirasi_Potensial kVn_01
Evaporasi_Aktual
Rate_37
Rate_38
Constant_19 GW01
Jumlah_Hari_Hujan_setiap_bulan
Constant_18 e
Faktor_Tutupan_Lahan Faktor_Resesi_k
Gambar 47 Sub model ekologi Di dalam sub model ini seluruh proses perhitungan hidrologi dengan metode F.J.Mock dipergunakan untuk menghitung jumlah run off ke danau serta penyebarannya dalam setiap bulan. Seluruh rangkaian proses perhitungan dari mulai evapotranspirasi, surplus curah hujan, infiltrasi, direct run off, base flow,
run off dibangun menjadi suatu sistem. Dan peubah yang dipergunakan adalah faktor singkapan lahan, koefisien infiltrasi dan koefisien evapotranspirasi.
Struktur Sub-Model Neraca Air Struktur
sub-model
neraca
air
dan
tinggi
muka
air
danau
menggambarkankuantitas masukan air ke Danau Toba dan keluaran air dari Danau Toba, seperti disajikan pada Gambar 48
154
Gambar 48 Sub model neraca air Model keluaran air dari danau terdiri dari penjumlahan kebutuhan air rumah tangga, kebutuhan air sosial, kebutuhan air industri, kebutuhan air untuk memutar turbin PLTA Asahan, keluaran air dari celah-celah lapisan dasar danau dan evaporasi danau.Komponen keluaran ini digabung menjadi Keluaran air. Model masukan air terdiri dari curah hujan di daratan, curah hujan yang langsung jatuh ke danau, debit air yang berasal dari sungai Larenun dan debit air lain yang merupakan dugaan air yang masuk dari beberapa cekungan air disekitar dan dari luar daerah tangkapan air Danau Toba. Selisih antara masukan dan keluaran air ditambah dengan elevasi permukaan air danau sebelumnya merupakan tinggi permukaan air.
Struktur Model Gabungan Struktur model gabungan merupakan gabungan submodel sosial ekonomi, submodel hidrologi (ekologi) dan submodel neraca air seperti yang disajikan pada Gambar 49. Di dalam model dinamis ini secara keseluruhan ada 5 (lima) peubah
input yang dipergunakan untuk menhasilkan beberapa out berupa strategi kebijakan untuk memilih alternatip terbaik strategi konservasi.Peubah inpu tersebut adalah pertumbuhan penduduk, efisiensi debit ke sungai Asahan, kofisien infiltrasi, koefisien evapotranspirasi dan nilai faktor singkapan lahan.
155
PDDK_Simulasi
Penduduk
Debit_Lain2
Laju_Penduduk KAP PDDK_Obsv
Efisiensi_PLTA
KAI KAPI
PLTA
Fraksi_Penduduk
Evaporasi
Keluaran1
OutFlow_x_1000000 Rate_40
Level_4 MASUKAN
Constant_21
KELUARAN
Inflow
Out
Outflow
Kondisi_Neraca
Jlh_Inflow_x1000000_ WL_Perhitungan_
Constant_11
Rate_39 Constant_10
WL_Observasi
La_Renun Ketersediaan_
Constant_20 IW d_Vn
Debit_Lain1
RO_Danau Run_Off
C_Hujan
Direct_Run_Off
kVn_13
Base_Flow
Koefisien_Limpasan
kVn_1
Water_Surplus
Rate_33
Rate_36
Koeff_Infiltrasi GW03
Eff_ET
Constant_17
Infiltrasi
ET
Constant_15
kxInf kVn_011
ETp kVn_01
dE
Rate_37
GW01
Rate_38
Constant_19
Jumlah_Hari_Hujan_setiap_bulan Constant_18 Faktor_Singkapan_Lahan e Faktor_Resesi_k
Gambar 49 Model Dinamis Ketersediaan dan Keluaran Air Danau Toba Dengan adanya 5(lima) peubah input maka ada sejumlah kombinasi strategi konservasi. Dari sejumlah kombinasi strategi tersebut maka dipilihkan strategi yang terbaik untuk mencapai tujuan yakni neraca air dan tinggi muka air yang diinginkan.
156
4.4.5
Pengujian Model
a.
Validasi struktur model dilakukan terhadap 3 sub-model yaitu sub-model
sosial ekonomi, sub-model ekologisdan sub-model neraca air. Interaksi antara variabel-variabel disetiap sub-model harus sesuai dengan sistem nyata.Validasi struktur terhadap sub model kependudukan dilakukan untuk perhitungan jumlah penduduk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2017. Jumlah penduduk dengan hasil simulasi dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil perhitungan dengan geometrik seperti disajikan pada Tabel 47 dan Gambar 50 Tabel 47 Tahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
) 750,000 a 740,000 iw j( 730,000 k 720,000 u 710,000 d u 700,000 d n e 690,000 p 680,000 h a l 670,000 m 660,000 u J
Jumlah Penduduk hasil simulasi dan geometrik Jumlah Penduduk Hasil Simulasi (jiwa) 6.660 673.315 680.759 688.285 695.895 703.588 711.367 719.231 727.183 735.222 742.670
Jumlah Penduduk Hasil Geometrik (jiwa) 665.953 673.529 681.190 688.939 696.776 704.703 712.719 720.827 729.026 737.319 745.707
Perbedaan
659.293 214 431 654 881 1.115 1.352 1.596 1.843 2.097 3.037
Geometrik
Simulasi
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun Jumlah Penduduk Hasil Simulasi (jiwa) Jumlah Penduduk Hasil Geometrik (jiwa)
Gambar 50 Jumlah penduduk DTA Danau Toba tahun 2017 hasil perhitungan simulasi dan geometrik
157
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara hasil simulasi dengan hasil perhitungan dengan geometric sangat kecil dibawah 5 %, dengan demikian model dainggap vakid secara struktur.
b.
Validasi kinerja modeldilakukan setelah model dapat mengilustrasikan
kerja sistem untuk melihat akurasi model merepresentasikan kinerja sistem nyata. Validasi dilakukan dengan cara membandingkan data output model dengan data real yang telah diperoleh. Validasi model dilakukan dengan membandingkan tinggi permukaan air danau perhitungan dengan tinggi permukaan air danau pengamatan tahun 2009 seperti disajikan pada Tabel 48 Tabel 48 Tinggi permukaan air Danau Toba, tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Tinggi permukaan air (m dpl) Observasi Simulasi 904,06 904,19 904,43 904,08 904,38 903,98 905,05 903,84 904,93 903,74 904,70 903,67 904,53 903,65 904,30 903,79 904,19 904,13 904,05 904,14 904,28 904,20 904,38 904,26
Sumber WL Observasi : Otorita Asahan, Jakarta
Hasil pengujian model dengan cara grafis dan uji statistik menunjukkan bahwa hubunganantara debit hasil model dengan hasil pengukuran di lapangan cukup signifikan. Nilai uji korelasi menunjukkan nilai r-hitung sebesar 0,89lebih besar dari r-tabel sebesar 0,576, terdapat korelasi yang kuat antara hasil simulasi dari model dengan data observasi lapangan. Model dapat digunakan untuk analisis ketersediaan air di Danau Toba denganmelakukan perencanaan alternatif penggunaan lahan dan pengaturan debit air ke sungai Asahan.
158
4.5
PREDIKSI NERACA AIR
4.5.1
Curah Hujan Andalan Untuk memperkirakan kondisi neraca keseimbangan air Danau Toba pada
masa yang akan datang (10 tahun dan 50 tahun) maka curah hujan sebagai input pada model dinamis ini, terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan curah hujan andalan dengan peluang 80%. Perhitungan Curah Hujan Andalan 80 % memakai metoda log Pearson Type III. Sebagai contoh, perhitungan pada bulan Mei disajikan pada Tabel 49 dan secara lengakap disajikan pada Tabel 50. Tabel 49 Perhitungan Curah Hujan Andalan 80 % p=(m/(n+1)) *100 %
(log Xi- (log Xi(log Xi) (log ave)2 Xi)ave)3
Perhitungan
Tahun
n
Mei
1993 1994
1 2
167.75 183.19
0.06 0.13
2.22 2.26
0.00 0.00
(0.00) Slog Xi 0.00 (log Xi)ave
1995 1996 1997
3 4 5
264.28 52.25 116.98
0.19 0.25 0.31
2.42 1.72 2.07
0.03 0.28 0.03
0.01 S(log Xi-(log Xi)ave) (0.15) n-1 (0.01) Slog Xi
2
1998
6
75.91
0.38
1.88
0.13
(0.05) S(log Xi-(log Xi)ave)
0.01 0.10 0.09 0.00 0.00 0.01 0.04 0.01 0.02
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
7 8 9 10 11 12 13 14 15
147.68 85.37 88.24 199.51 164.23 211.26 111.83 215.20 239.84
Log Xi
0.44 0.50 0.56 0.63 0.69 0.75 0.81 0.88 0.94
2.17 1.93 1.95 2.30 2.22 2.32 2.05 2.33 2.38
CH 80%
5 thn
32.224 2.148
0.746
0.746 14.000 0.231
0.746
0.746
0.746
14.000 0.231
14.000 0.231
14.000 0.231
14.000 0.231
3
(0.259)
(0.259)
(0.259)
(0.259)
(0.259)
3
2.239
2.239
2.239
2.239
(1.74)
2.239 (1.74)
(1.74)
(1.74)
(1.74)
(0.653)
0.857
1.177
1.473
1.641
1.998 2.346 99.438 221.822
2.420 262.938
2.488 307.780
2.527 336.624
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
Curah hujan andalan 80 % mm/bl 138,29 104,68 131,02 148,78 99,44 59,56 70,52 96,86 122,34 134,57 173,41 144,84
32.224 2.148
50 thn
32.224 2.148
(0.00) (n-1)*(n-2)*(SlogXi) (0.03) Cs (0.03) Peluang 80 % menggunakan 0.00 Faktor Penyimpangan Kr (0.00) Distribusi Log Pearson Type III : 0.00 Kr = (0.01) Log Xi = (Log Xi)ave + Kr. Slog Xi = 0.00 Log Xi = 0.00 Xi
Rata-rata mm/bl 183,30 147,54 180,73 228,17 154,90 98,87 119,48 154,91 185,87 231,47 232,62 199,62
25 thn
32.224 2.148
Tabel 50 Curah Hujan Andalan (80 %)
Bulan
10 thn
32.224 2.148
159
Untuk menunjukkan gambaran curah hujan andalan dengan curah hujan rata-rata yang terjadi di daerah tangkapan Danau Toba disajikan pada Gambar 51.
Curah hujan rata-rata
Curah hujan andalan 80 %
Gambar 51 Grafik Curah Hujan Andalan 80 % Berdasarkan Curah Hujan
pada peluang 80 %
menunjukkan bahwa
setiap bulan ada terjadi hujan, pada bulan Januari-April dan bulan SeptemberDesember terjadi hujan dengan curah hujan diatas 100 mm/bl . Sementara bulan Mei-Agustus terjadi hujan dengan curah hujan dibawah 100 mm/bl.
4.5.2
Skenario Kebijakan Yang dimaksud dengan skenario kebijakan adalah skenario dengan
intervensi peubah dari model dinamis berdasarkan strategi konservasi untuk mengendalikan neraca air dan tinggi muka air danaupada masa yang akan datang. Prediksi kondisi neraca air dan tinggi permukaan air danau pada masa yang akan datang (10 tahun dan 50 tahun yang akan datang) agar tercapai output yang diinginkan, maka dilakukan dengan melaksanakan beberapa peubah intput dalam pemodelan. Untuk mencapai neraca air yang positip dan tinggi muka air danau yang stabil maka harus berangkat dari analisa komponen pembentuk neraca air. Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa air yang masuk ke danau berasal dari :
160
1. Curah hujan surplus yang merupakan curah hujan yang jatuh di DTA Danau Toba yang dikurangi dengan evapotranspirasi yang terjadi. 2. Curah hujan surplus yang jatuh di daratan, selanjutnya mengalir ke danau melalui mekanisme air limpasan permukaan dan air bawah tanah. 3. Curah hujan yang jatuh langsung ke danau. 4. Debit air sungai Larenun yang berasal dari daerah tangkapan air lainnya atau bukandari DTA Danau Toba. 5. Debit air yang berasal dari cekungan air tanah disekitar DTA Danau Toba. Sementara itu, jumlah air yang ke luar dari Danau Toba, terdiri dari komponen sebagai berikut : 1. Penguapan air dari danau atau evaporasi danau. 2. Debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan PLTA Asahan 3. Kebutuhan air penduduk dan industri. 4. Debit yang diperkirakan ke luar dari danau melalui celah-celah lapisan batu di dasar danau ke daerah yang lebih rendah elevasi permukaannya. Berdasarkan komponen pembentuk neraca air tersebut maka strategi konservasi dilakukan dengan mempertimbangkan dan menganalisa serta keberadaan komponen tersebut. Hasil dari analisa tersebut dilakukan menjadi variable peubah untuk pemodelan neraca air Danau Toba. Dan untuk memprediksi kondisi neraca air dan tinggi permukaan air danau yang diinginkan, maka dilakukan pemilihan nilai peubah dengan skenario existing, optmis, moderat dan pesimis seperti dijelaskan dibawah ini.Penentuan nilai peubah dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan pencapaian nilai peubah dilapangan dan hasil persepsi pakar tentang prioritas konservasi sumberdaya air di DTA Danau Toba namun tetap untuk mencapai tujuan yakni neraca air yang positip serta tinggi muka air berkisar 903,00-905,00 m dpl. Nilai peubah tersebut disajikan pada Tabel 51.
161
a.
Skenario Existing Dilakukan sesuai dengan kondisi existing yang telah terjadi tanpa effort
apapun sehingga cukup mudah melaksanakan karena sudah terjadi hanya melanjutkan saja tanpa ada usaha terhadap nilai peubah Pertumbuhan penduduk sebesar 1,14%, koefisien infiltrasi sebesar 0.4, faktor singkapan lahan (m) adalah 0.35, fraksi evapotranspirasi adalah 1,0atau tidak ada upaya untuk memperkecil evapotranspirasi serta debit air yang dilepas ke sungai Asahan untukkebutuhan air PLTA Asahan adalah sebesar 91,69 m3/det atau 100% dari rata-rata pemakaian debit selama tahun 1997-2007.
b.
Skenario Optimis Skenario
optimisdilakukan
dengan
mempertimbangkan
kemudahan
pencapaian tujuan dan upaya melaksanakan peubah cukup sulitnamun optimis mencapai
hasil
yang
diinginkan.Kebijakan
yang
dilakukan
adalah
mempertahankan debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan air PLTA Asahan sebesar 91,69 m3/det atau 100% dari rata-rata pemakaian debit selama tahun 1997-2007. Kemudian menekan pertumbuhan penduduk menjadi 0,8% per tahun, memperkecil jumlah air yang melimpas dengan sampai mencapai koefisien air limpasansebesar 0,55;mengupayakan memperbesar daya serap tanah sehingga mempunyai koefisien infiltrasi sebesar 0,45;menambah jumlah luas lahan yang bervegetasi sehingga nilai singkapan lahan menjadi 0,25 serta mengupayakan
memperkecil
nilai
evapotranspirasi
menjadi
75%
dari
evapotranspirasi existing.Dengan kebijakan tersebut di atas, maka neraca air menjadi positip dengan perkataan lain kondisi neraca air Danau Toba menjadi lebih baik 100 % dari kondisi existing serta tinggi muka air danau sesuai dengan yang diinginkan berada pada elevasi yang diinginkan.
c.
Skenario Moderat Kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian tujuan dan
upaya melaksanakan peubah lebih mudah namun tidak optimis mencapai hasil yang diinginkan. Kebijakan yang dilakukan adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk menjadi 1,0 % per tahun, memperkecil jumlah air yang melimpas
162
dengan menambah koefisien air limpasan dari 0,6 menjadi 0,57; memperbaiki daya serap tanah sehingga mempunyai koefisien infiltrasi sebesar 0,43; menambah jumlah luas lahan yang bervegetasi sehingga nilai singkapan lahan menjadi
0,30;
memperkecil
nilai
evapotranspirasi
menjadi
85%
dari
evapotranspirasi existing serta debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan air PLTA Asahan sebesar 91,69 m3/det atau
100% dari rata-rata
pemakaian debit selama tahun 1997-2007.Dengan kebijakan tersebut di atas, maka neraca air menjadi positip dengan perkataan lain kondisi neraca air Danau Toba menjadi lebih baik 75 % dari kondisi existing serta tinggi muka air danau sesuai dengan yang diinginkan berada pada elevasi yang diinginkan.
d.
Skenario Pesimis Kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian
tujuan dan upaya melaksanakan peubah cukup mudah namun pesimis mencapai hasil yang diinginkan.Kebijakan yang dilakukan adalah
mengendalikan
pertumbuhan penduduk menjadi 1,2 % per tahun, memperkecil jumlah air yang melimpas dengan menambah koefisien air limpasan dari 0,6 menjadi 0,58; memperbaiki daya serap tanah sehingga mempunyai koefisien infiltrasi sebesar 0,42; menambah jumlah luas lahan yang bervegetasi sehingga nilai singkapan lahan menjadi 0,32; memperkecil nilai evapotranspirasi menjadi 88% dari evapotranspirasi existing serta debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan air PLTA Asahan sebesar 91,69 m3/det atau
100% dari rata-rata
pemakaian debit selama tahun 1997-2007.Dengan kebijakan tersebut di atas, maka neraca air menjadi positip dengan perkataan lain kondisi neraca air Danau Toba menjadi lebih baik 50 % dari kondisi existing serta tinggi muka air danau sesuai dengan yang diinginkan berada pada elevasi yang diinginkan.
163
Tabel 51 Daftar skenario peubah terkendali
No. 1.
2.
Skenario
Peubah Terkendali
Nilai Peubah
Pertumbuhan Penduduk (Fp)
1,14
Tanpa
Nilai Koefisien Infiltrasi (If)
0,40
melakukan
Nilai Faktor Singkapan Lahan (m)
0,35
perubahan
Debit ke PLTA Asahan (100%)
terhadap peubah
Efisiensi Evapotranspirasi
EXISTING
91,69
Satuan % /thn
m3/det
1,0
OPTIMIS
Pertumbuhan Penduduk (Fp)
0,80
Sulit melakukan
Nilai Koefisien Infiltrasi (If)
0,45
peubah tetapi
Nilai Faktor Singkapan Lahan (m)
0,25
hasil yang akan
Debit ke PLTA Asahan (100%)
dicapai optimis
Efisiensi Evapotranspirasi
0,75
Pertumbuhan Penduduk (Fp)
1,00
Lebih mudah
Nilai Koefisien Infiltrasi (If)
0,43
melakukan
Nilai Faktor Singkapan Lahan (m)
0,30
peubah dan
Debit ke PLTA Asahan (100%)
tidak optimis
Efisiensi Evapotranspirasi
0,85
Pertumbuhan Penduduk (Fp)
1,20
Mudah
Nilai Koefisien Infiltrasi (If)
0,41
melakukan
Nilai Faktor Singkapan Lahan (m)
0,32
peubah tetapi
Debit ke PLTA Asahan (100%)
pesimis
Efisiensi Evapotranspirasi
91,69
% /thn
m3/det
sesuai dengan yang diinginkan 3.
MODERAT
91,69
% /thn
m3/det
mencapai hasil yang diinginkan. 4.
PESIMIS
91,69
% /thn
m3/det
0,88
mencapai hasil yang diinginkan
164
4.5.3
Prediksi Neraca Air Danau Toba dengan status tanpa intervensi Prediksi neraca air pada masa depan dengan status tanpa intervensi adalah
kondisi dimana tidak ada perubahan inputartinya tidak ada campur tangan dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan konservasi, kondisi dibiarkan seperti apa adanya yang sudah terjadi. Pertumbuhan penduduk tetap sebesar 1,14% pertahun, tidak ada upaya mengurangi air limpasan dan menambah kapasitas daya tangkap air sehingga koefisien infiltrasi yang dipergunakan adalah 0,40, penggunaan lahan tetap seperti semula dimana nilai singkapan lahan 35 % dan debit ke sungai Asahan rata-rata dilepas sebesar 91,69 m3/det. Hasil simulasi menunjukkan, pada tahun 2017 dan 2057 kondisi daerah tangkapan air Danau Toba sebagai berikut : Penduduk
a.
Jumlah penduduk dengan pertumbuhan 1,14% per tahun, pada tahun 2017 adalah 746.327 jiwa. Pada tahun 2057 jumlah penduduk di daerah tangkapan air Danau Toba sebesar 1.172.375 jwa atau hampir 2 kali dari jumlah penduduk pada tahun 2007 yakni sebesar 665.953 jiwa.
b.
Ketersediaan air
Kondisi ketersediaan air pada tahun 2017 sampai tahun 2057 yang terdiri dari kondisi air limpasan, resapan air atau infiltrasi, base flow dan run off adalah tetap sama seperti dijelaskan oleh Gambar 52.
250
mm/bulan
200
1
150 1
3 3
100 3 50 2
1
1
4
1
24 2
3
4
4
2
1
1
3 1
3 2
1
1 4
1 23
3
34 2
34 42
3 4 24 2
1 2
3 2
3 4
Run_Off Base_Flow Direct_Run_Off Infiltrasi
0 4 12 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Bulan : Jan - Des 2017
Gambar 52 Ketersediaan Air Danau Toba, tahun 2017 tanpa intervensi
165
c.
Neraca Air Hasil simulasi menunjukkan bahwa ketersediaan air pada tahun 2017
defisit 461,70 x 106m3dan pada tahun 2057 defisit bertambah menjadi sebesar 492,84 x106 m3 seperti dijelaskan pada Tabel 52 Tabel 52 Neraca Air DTA Danau Toba tahun 2017 Tanpa intervensi, ( x 1.000.000 m3) Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des Total Defisit
Tahun 2017 Masukan Keluaran 741,08 707,56 799,35 970,05 535,96 716,73 927,23 961,43 695,55 639,10 336,79 363,18 144,06 367,19 439,83 718,72 541,70 559,69 920,86 946,40 849,93 701,96 777,73 519,76 7.710,07 8.171,77 (461,70)
Tahun 2057 Masukan Keluaran 741,08 710,14 799,35 972,63 535,96 719,31 927,23 964,02 695,55 641,69 336,79 365,78 144,06 369,79 439,83 721,32 541,70 562,29 920,86 949,01 849,93 704,56 777,73 522,37 7.710,07 8.202,91 (492,84)
Simulasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan air yang semakin besar setiap tahunnya. Hal ini sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk sementara program reduce, reuse dan recycle tidak dijalankan. Sebaran neraca air
Jumlah air (x 1.000.000 m3)
setiap bulannya pada tahun 2017 ditunjukkan oleh Grafik 53.
1,200 1,000
2
800 2 1 1 600
1 2 1
400
1 2 2
1
2 1
2 12 2
1
2 1 2
1 2
1
1
2
2
MASUKAN KELUARAN
200 1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Bulan : Jan - Des 2017
Gambar 53 Grafik Neraca Air kondisi existing tahun 2017
166
Neraca air kondisi negatip terjadi mulai bulan Januari sampai dengan bulan Oktober dan neraca air kondisi positip terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Desember.Sebaran neraca air setiap bulannya pada tahun 2057
Jumlah air (x1.000.000 m3)
ditunjukkan oleh Grafik 54.
1,200 1,000
2 800 2 1 1 600
1
1
2 2
2
1
1
2 1 2
1
2
400
2
12 2
1 2
1
1 2
1 2
MASUKAN KELUARAN
200 1 109110111112113114115116117118119120121 Bulan : Jan - Des 2057
Gambar 54 Grafik Neraca Air kondisi ekisting tahun 2057 Neraca air kondisi negatip terjadi mulai bulan Januari sampai dengan bulan Oktober dan neraca air kondisi positip terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Desember.
d.
Sub model Tinggi Muka Air Danau
Tinggi muka air yang akan terjadi selama tahun 2017 pada kondisi existing adalah berada pada kisaran 900,5 sampai dengan 901,3 seperti dijelaskan
Tinggi Permukaan Air (m)
pada Gambar 55. 906 905 904 903 902 901 900 109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Tinggi Muka Air Danau Toba kondisi existing, tahun 2017
Gambar 55 Tinggi Muka Air Danau Toba, Kondisi Eksisting tahun 2017
167
Tinggi Permukaan Air (m)
906 905 904 903 902 901 900 109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Tinggi Muka Air Danau Toba kondisi existing, tahun 2057
Gambar 56 Tinggi Muka Air Danau Toba, Kondisi Eksisting tahun 2057 Tinggi muka air yang akan terjadi selama tahun 2017 pada kondisi existing berada pada kisaran 900,5 m dpl sampai dengan 901,3 m dpldan tinggi muka air yang akan terjadi selama tahun 2057 pada kondisi existing adalah berada pada kisaran terendah 900,2 m dpl sampai dengan tertinggi 901,1 m dpl.Kondisi tinggi muka air tersebut berada dibawah 903,0 m dpl merupakan kondisi yang tidak diinginkan, sehingga diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki kondisi daerah tangkapan air. Jumlah air untuk kebutuhan pemakaian air masih dapat terpenuhi tetapi kondisi tersebut menyebabkan lingkungan bermasalah khususnya di seluruh tepi Danau Toba karena tinggi muka air Danau Toba yang terendah turun sekitar 2 m dari yang dipersyaratkan. Untuk memperbaiki kondisi ini, maka dilakukan skenario. Skenario tersebut dilakukan dengan merubah beberapa input peubah pada model sesuai dengan strategi konservasi yang telah disebutkan diatas.. Tinggi permukaan air terendah pada tahun 2017 menjadi 900,5 m dpl artinya permukaan air danau turun 2,0 m dari tinggi permukaan air danau terendah kondisi yang dipersyaratkan yakni 903,00 m dpl. Kalau dibiarkan terus sampai dengan tahun 2057 maka tinggi permukaan Danau Toba turun menjadi 900,10 m dpl.Kondisi ini adalah kondisi yang tidak diinginkan oleh masyarakat dan pemerintah karena sudah merusak ekosistem ditepi danau dan mengganggu aktifitas operasional transportasi danau.
168
4.5.4
Prediksi Neraca Air Danau Toba dengan status intervensi/skenario Untuk memperbaiki kondisi saat ini atau kondisi existing maka dilakukan
kebijakan terhadap faktor-faktor peubah dalam sistem pemodelan dengan maksud untuk mencapai tujuan neraca yang optimal dan tinggi muka air danau yang masih memenuhi persyaratan. Peubah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan penduduk dilakukan dengan skenario kebijakan optimis, moderat dan pesimis secara berurutan adalah 0,8%; 1,0% dan 1,2%. 2. Pengurangan jumlah air limpasan dan menambah daya serap air oleh tanah, dengan mempergunakan koefisisen infiltrasi pada skenario kebijakan optimis, moderat dan pesimis secara berurutan adalah 0,45; 0,43 dan 0,41. 3. Pengendalian penggunaan lahan dari lahan non bervegetasi ke lahan bervegetasi untuk menambah nilai singkapan lahan (m) dengan skenario optimis, moderat dan pesimis secara berurutan sebesar 0,25; 0,30 dan 0,32 4. Pengaturan debit air ke sungai Asahan dengan besaran untuk seluruh skenario sebesar 91,69 m3/det. 5. Mengganti tanaman penutup lahan dengan jenis tutupan lahan yang memberikan koefisien evapotranspirasi untuk skenario optimis, moderat dan pesimis masing-masing adalah 0,75; 0,82 dan 0,88. Hasil simulasi secara keseluruhan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Jumlah Penduduk Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2017 dengan beberapa skenario
disajikan pada Tabel 53 dan Gambar 57 Tabel 53 Penduduk DTA DT, Skenario 2017 (Jiwa) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah penduduk tahun 2017 (jiwa) Existing Optimis Moderat Pesimis 665.953 673.315 680.759 688.285 695.895 703.588 711.367 719.231 727.183 735.222 742.670
665.953 671.300 676.690 682.123 687.600 693.121 698.687 704.297 709.952 715.652 721.399
665.953 672.643 679.400 686.225 693.119 700.082 707.115 714.219 721.394 728.641 735.961
665.953 673.988 682.121 690.351 698.681 707.112 715.644 724.279 733.018 741.863 750.814
169
Existing Moderat Pesimis Optimis
Gambar 57 Jumlah penduduk dengan skenario, 2017 Kebijakan pertumbuhan penduduk dengan skenario optimis, dilakukan dengan menurunkan pertumbuhan penduduk dari 1,14% menjadi 0,8% per tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada akhir tahun 2017, penduduk bertambah 55.446 jiwa menjadi 721.399 jiwa atau sebesar 8,33%. Untuk skenario moderat yang dilakukan adalah
menurunkan pertumbuhan
penduduk dari 1,14% menjadi 1,00 % per tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada akhir tahun 2017 penduduk bertambah sebanyak 70.008 jiwa menjadi 735.961 jiwa atau sebesar 10,51%. Pada skenario pesimis yang dilakukan adalah dengan membiarkan pertumbuhan penduduk dari 1,14% menjadi 1,20% per tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada akhir tahun 2017 bertambah sebanyak 84.861 jiwa menjadi 750.814 jiwa atau sebesar 12,74%. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2057 dengan beberapa skenario disajikan pada Tabel 53 dan Gambar 57. Tabel 54 Penduduk DTA DT, Skenario 2057 (Jiwa)
Jumlah penduduk tahun 2057 (jiwa) Tahun 2007 2017 2027 2037 2047 2057
Eksisting
Optimis
665.953 745.707 835.012 935.012 1.046.989 1.172.375
665.953 721.399 781.461 846.524 917.004 993.352
Moderat
Pesimis
665.953 665.953 735.961 750.814 813.328 846.489 898.829 954.356 993.318 1.075.968 1.097.740 1.213.077
170
Pesimis Eksisting Moderat Optimis
Gambar 58 Jumlah penduduk dengan skenario, 2057 Jumlah penduduk pada tahun 2057 dengan skenario optimis dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,8%/tahun, menjadi sebesar 993.352 jiwa atau naik 1,49 kali dari jumlah penduduk pada tahun 2007. Pada skenario moderat dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,0%/tahun, jumlah penduduk menjadi 1.097.740 jiwa atau naik 1,65 kali dari jumlah penduduk tahun 2007. Pada skenario pesimis denganpertumbuhan penduduk sebesar 1,2% /tahun, jumlah penduduk menjadi 1.213.077 jiwa atau 1,83 kali dari jumlah penduduk tahun 2007. Peningkatan jumlah
penduduk pada tahun2017 dan
2057 akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan air dan selanjutnya akan mempengaruhi secara langsung neraca air Danau Toba di masa yang akan datang. Oleh karena itu seluruh skenario baik optimis, moderat maupun pesimis untuk pertumbuhan penduduk dipilihkan kebijakan menurunkan angka pertumbuhan. Hal ini mengingat bahwa tekanan penduduk di DTA Danau Toba sangatlah besar saat ini sementara ketersediaan lahan pertanian sesuai dengan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan adalah terbatas, oleh karena itu salah satu kebijakan yang harus dilakukan adalah menurunkan angka pertumbuhan penduduk hingga 0,8% per tahun.
171
b.
Ketersediaan Air Kondisi ketersediaan air di DTA Danau Toba pada tahun 2017 untuk
Jumlah air ( mm / bulan )
skenario optimis, moderat dan pesimis disajikan pada Gambar 59.
250 1
200 150 100
1
1
1
1 3
2
1
1
1
3 4
1
3 4 2 4
1
3 4 2
50
110
4
111
112
113
4 3 4 3 2 3 4 2
1 2 3
4
114
1 2 115
116
117
2
3 2
1
2 3
2
0 109
3 4 2
4 2
3 4
118
119
Run_Off Base_Flow Direct_Run_Off Infiltrasi
120
Skenario Optimis : Jan - Des Tahun 2017
Jumlah air (mm/bulan)
250 1
200 150
3 100 50
1
1
1
3 2 4
3
1 3 4
2 4
1
110
1
2 3
2
0 109
4
111
112
1
3
4 2
1
113
114
4
3 4
2
3 4 2 3 4 2
1 2 3
1
4 1 2 115
116
117
3 2 4
1 2
3 2
3 4
118
119
1
1
Run_Off Base_Flow Direct_Run_Off Infiltrasi
120
Skenario Moderat : Jan - Des 2017
Jumlah air (mm/bulan)
250 1
200 1
150 1
3 3
100 3 50
2 4
1
2 4 2
0 109
3 4
4 2
1 3 2
1 4
1 2 3
110
111
112
1
3
113
114
3
1
4
3 4
2
4 3 4 2 2 4 1 2 115
116
117
3 2 4
118
1 2
3 2
3 4
119
Run_Off Base_Flow Direct_Run_Off Infiltrasi
120
Skenario Pesimis : Jan - Des 2017
Gambar 59 Komparasi Ketersediaan Air Danau Toba, skenario Optimis, Moderat dan Pesimis tahun 2017 Hasil simulasi menunjukkan bahwa air limpasan semakin mengecil dari skenario optimis, moderat dan pesimis , tetapi untuk infiltrasi semakin membesar. Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk memperkecil air limpasan dan memperbesar air yang terinfiltrasi tercapai. Kondisi ini pada tahun 2017 sama dengan pada kondisi tahun 2057, sehingga diharapkan dengan melakukan konservasi lahan maka dapat memperbaiki kondisi hidrologi kearah yang lebih
172
baik khususnya di daerah tangkapan air Danau Toba sampai pada tahun 2057. Dari hasil simulasi dapat dijelaskan bahwa jumlah air limpasan dan air yang infiltrasi selama satu tahun akan menjadi jumlah dari total Run Off selama satu tahun, hanya penyebarannya yang berbeda pada setiap bulannya untuk masingmasing skenario.
c.
Neraca Air Hasil simulasi neraca air untuk skenario optimis, moderat dan pesimis
tahun 2017 disajikan pada Tabel 55 dan tahun 2057 disajikan pada Tabel 56. Tabel 55 Skenario Neraca Air Danau Toba tahun 2017 Neraca Air 2017 (x1.000.000 m3) Optimis Moderat Pesimis Bulan Masukan Keluar Masukan Keluar Masukan Keluar Jan 784,09 707,43 768,38 707,50 764,28 707,58 Feb 835,43 969,91 822,80 969,99 820,14 970,07 Mar 585,32 716,59 567,11 716,67 562,09 716,75 Apr 951,90 961,29 942,93 961,37 943,29 961,45 Mei 743,34 638,96 725,72 639,04 720,85 639,13 Jun 382,46 363,04 366,84 363,12 362,91 363,21 Jul 144,06 367,05 144,06 367,13 144,06 367,21 Aug 476,80 718,58 463,92 718,66 461,88 718,75 Sep 586,83 559,54 570,12 559,63 566,69 559,71 Okt 959,35 946,26 944,55 946,34 943,97 946,43 Nop 901,41 701,81 881,38 701,90 875,81 701,98 Des 828,14 519,61 808,71 519,70 803,08 519,79 Jumlah 8.179,13 8.170,07 8.006,52 8.171,05 7.969,05 8.172,06 Neraca Air 9,06 -164,53 -203,01
Tabel 56 Skenario Neraca Air Danau Toba, tahun 2057 Neraca Air tahun 2057 (x1.000.000 m3) Bulan Optimis Moderat Pesimis Masukan Keluar Masukan Keluar Masukan Keluar Jan 784,09 709,06 768,38 709,67 764,28 710,35 Feb 835,43 971,55 822,80 972,16 820,14 972,84 Mar 585,32 718,22 567,11 718,84 562,09 719,52 Apr 951,90 962,93 942,93 963,55 943,29 964,23 Mei 743,34 640,60 725,72 641,22 720,85 641,90 Jun 382,46 364,68 366,84 365,30 362,91 365,99 Jul 144,06 368,69 144,06 369,31 144,06 370,00 Aug 476,80 720,22 463,92 720,85 461,88 721,54 Sep 586,83 561,18 570,12 561,81 566,69 562,50 Okt 959,35 947,90 944,55 948,53 943,97 949,22 Nop 901,41 703,46 881,38 704,09 875,81 704,78 Des 828,14 521,26 808,71 521,89 803,08 522,58 Jumlah 8.179,13 8.189,75 8.006,52 8.197,22 7.969,05 8.205,45 Neraca Air -10,62 -190,70 -236,40
173
Jumlah air (x 1.000.000 m3)
Penyebaran air dalam tahun 2017 disajikan pada Gambar 60
1,200 1,000
2
1
800 2 1 1 600
1 2
2
2
1
1
1
2
1
2
400
2 1
2
12 2
2
1
1
1
2
2
MASUKAN KELUARAN
200 1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Jumlah Air (x1.000.000 m3)
Skenario Optimis : Jan - Des 2017 1,200 1,000
2 800 2 1 1 600
1
1 2 1
2 1
2
2 1 2
1 1
1
2
400
2
12 2
2
1
1
2
2
MASUKAN KELUARAN
200
1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Jumlah air (x1.000.000m3)
Skenario Moderat : Jan - Des 2017
1,200 1,000 800 600 400
2 1 12
1
1 2
2 1
1
2
2
2 1 2
1
2
1
1 1 2
2
12 2
1 2
MASUKAN KELUARAN
200
1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Pesimis: Jan - Des 2017
Gambar 60 Grafik Komparasi Skenario Neraca Air, Tahun 2017
174
Jumlah air ( x 1.000.000 m3)
Penyebaran air dalam tahun 2057 disajikan pada Gambar 61 1,200 1,000
2 800 1 2 1 600
1
1 2 2 1
1
2 1
2
2
1
2
1
1
2
400
12 2
2
1
MASUKAN
1
2
KELUARAN
2
200
1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Jumlah air ( x 1.000.000 m3)
Skenario Optimis : Jan - Des 2057
1,200 1,000 800
2 1
1
2 1
1 2
2
600
1
1
2
2 1
2
400
2 1 2
12 2
1 1 2
1
2
1 2
MASUKAN KELUARAN
200
1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Jumlah air ( x1.000.000 m3)
Skenario Moderat : Jan - Des 2057 1,200 1,000 800 600
1
2 2 1
1
1 2
2 1
400
1
2
2 1
2 12 2
1
2 1 2
1 1 2
2
1 2
MASUKAN KELUARAN
200
1 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
Skenario Pesimis,: Jan - Des 2057
Gambar 61 Grafik Komparasi Skenario Neraca Air,Tahun 2057
Skenario Optimis Hasil simulasi dengan skenario optimis, menunjukkan bahwa neraca air pada tahun 2017 positip dimana keluaran air lebih kecil dari masukan air sebesar 9,06x 106 m3. Dari tabel menunjukkan bahwa selama tahun 2017 jumlah air yang masuk adalah 8.179,13 x106 m3dan jumlah air yang keluar sebesar 8.170,07x106 m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari masukan air selama tahun 2017 terjadi pada bulan Februari sampai dengan April dan pada bulan Juli sampai dengan Augustus. Kondisi neraca air positip pada tahun 2017 terjadi pada bulan Mei dan Juni serta pada bulan September sampai dengan bulan Desember.
175
Hasil simulasi dengan skenario optimis, menunjukkan bahwa neraca air pada tahun 2057 negatip dimana keluaran air lebih besar dari masukan air sebesar 10,62x 106 m3. Dati tabel menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk selama tahun 2057 adalah sebesar 8.179,13 x106 m3dan jumlah air yang keluar adalah sebesar 8.189,75 x106 m3. Kondisi neraca positip atau keluran air lebih besar dari masukan air, terjadi pada bulan Januari, Juni dan September sampai dengan Desember. Sementara itu, kondisi neraca air negatip terjadi pada bulan Februari sampai dengan Mei.
Skenario Moderat Hasil simulasi dengan skenario optimis, menunjukkan bahwa neraca air pada tahun 2017 negatip dimana keluaran air lebih besar dari masukan air sebesar 164,53x 106 m3. Dari tabel menunjukkan bahwa selama tahun 2017 jumlah air yang masuk adalah 8.006,52 x106 m3dan jumlah air yang keluar sebesar 8.170,05x106 m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari masukan air selama tahun 2017 terjadi pada bulan Februari sampai dengan April dan pada bulan Juli sampai dengan Augustus. Kondisi neraca air positip pada tahun 2017 terjadi pada bulan Mei dan Juni serta pada bulan September sampai dengan bulan Desember. Hasil simulasi dengan skenario moderat, menunjukkan bahwa neraca air pada tahun 2057 negatip dimana keluaran air lebih besar dari masukan air sebesar 190,70x 106 m3. Dati tabel menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk selama tahun 2057 adalah 8.006,52 x 106 m3dan jumlah air yang keluara sebesar 8.197,22 x106 m3. Kondisi neraca positip atau keluran air lebih kecil dari masukan air selama tahun 2057 terjadi 6(enam) bulan yakni pada bulan Januari, Mei, Juni, September, Nopember dan Desember. Kondisi neraca air negatip pada tahun 2057 terjadi 6(enam) bulan yaitu pada bulan Februari, Maret, April, Juli, Agustus dan Oktober.
Skenario Pesimis Hasil simulasi dengan skenario optimis, menunjukkan bahwa neraca air pada tahun 2017 negatip dimana keluaran air lebih besar dari masukan air sebesar 220.11x 106 m3. Dari tabel menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk selama tahun 2017 adalah 7.951,95 x 106 m3dan jumlah air yang keluaran sebesar
176
8.172,06 x 106 m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari masukan air selama tahun 2017 terjadi 8 (delapan) bulan yaitu pada bulan Februari sampai dengan April dan pada bulan Juni sampai dengan September. Kondisi neraca air positip terjadi 4(empat) bulan yakni pada tahun 2017 terjadi pada bulan Mei dan Juni serta pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember. Hasil simulasi dengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa neraca air pada tahun 2057 negatip dimana keluaran air lebih besar dari masukan air sebesar 236,40x 106 m3. Dati tabel menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk selama tahun 2057 adalah 7.969,05 x 106 m3 dan jumlah air yang keluaran sebesar 8.205,45 x106 m3. Kondisi neraca negatip atau keluaran air lebih besar dari masukan air selama tahun 2057 terjadi terjadi 8 (delapan) bulan pada bulan Februari sampai dengan April dan pada bulan Juni sampai dengan Oktober. Kondisi neraca air positip pada tahun 2057 terjadi 4(empat) bulan yaitu pada bulan Januari dan Mei serta pada bulan Nopember dan Desember.
d.
Tinggi Muka Air Hasil simulasi tinggi permukaan air Danau Toba untuk skenario optimis,
moderat dan pesimis pada tahun 2017 disajikan pada Tabel 57
Tabel 57 Tinggi Muka Air Danau Toba, Skenario 2017 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
Tinggi permukaan air tahun 2017 (m dpl) Eksisting Optimis Moderat Pesimis 901,71 901,55 901,38 901,35 901,40 901,38 901,17 900,91 900,89 900,87 901,01 901,26
905,74 905,61 905,48 905,47 905,57 905,59 905,38 905,15 905,17 905,19 905,38 905,67
904,11 903,97 903,82 903,81 903,89 903,89 903,68 903,44 903,45 903,44 903,62 903,89
903,76 903,61 903,47 903,45 903,53 903,53 903,31 903,07 903,07 903,07 903,24 903,51
177
Hasil simulasi tinggi permukaan air Danau Toba untuk skenario optimis, moderat dan pesimis pada tahun 2057 disajikan pada Tabel 58
Tabel 58 Tinggi permukaan air Danau Toba, Skenario 2057 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
Tinggi permukaan air tahun 2057 (m dpl) Eksisting Optimis Moderat Pesimis 901,22 901,06 900,89 900,85 900,90 900,88 900,66 900,39 900,38 900,35 900,49 900,74
905,57 905,44 905,32 905,30 905,40 905,42 905,21 904,97 905,00 905,01 905,20 905,49
903,89 903,75 903,60 903,58 903,66 903,67 903,45 903,20 903,21 903,21 903,38 903,65
903,48 903,34 903,19 903,17 903,24 903,24 903,02 902,78 902,78 902,77 902,94 903,21
Gambaran tentang tinggi permukaan air Danau Toba untuk skenario optimis, moderat dan pesimis pada tahun 2017 disajikan pada Gambar 62
Optimis Moderat
Pesimis Eksisting
Gambar 62 Skenario tinggi permukaan air Danau Toba, 2017
178
Gambaran tentang tinggi permukaan air Danau Toba untuk skenario optimis, moderat dan pesimis dan pada tahun 2057 disajikan pada Tabel 63
Optimis
Moderat Pesimis Eksisting
Gambar 63 Skenario tinggi permukaan air Danau Toba, 2057
Skenario Optimis Hasil simulasidengan skenario optimis, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2017 yang terendah berada pada elevasi 904,90 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 905,47m dpl. Kedua posisi tersebut masih berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan yakni berkisar pada elevasi 903,00 -905,50 mdpl.Hasil simulasidengan skenario optimis, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2057 yang terendah berada pada elevasi 904,73 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 905,31. Kedua posisi tersebut masih berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan yakni berkisar pada elevasi 903,00 -905,50 m dpl.
Skenario Moderat Hasil simulasidengan skenario moderat, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2017 yang terendah berada pada elevasi 903,92 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 904,55 m dpl. Kedua posisi
179
tersebut masih berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan yakni berkisar pada elevasi 903,00-905,50 m dpl.Hasil simulasidengan skenario, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2057 yang terendah berada pada elevasi 903,69 m dpl dan yang tertinggi berda pada elevasi 904,33 m dpl. Kedua posisi tersebut masih berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan yakni berkisar pada elevasi 903,00-905,50 m dpl.
Skenario Pesimis Hasil simulasi dengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2017 yang terendah berada pada elevasi 902,91 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 903,61 m dpl. Kedua posisi tersebut ada yang tidak berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan yakni kisaran elevasi 903,00 -905,50 m dpl yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober. Pada bulan yang lainnya berada pada posisi yang diinginkan.Hasil simulasidengan skenario pesimis, menunjukkan bahwa tinggi permukaan air Danau Toba pada tahun 2057 yang terendah berada pada elevasi 902,62 m dpl dan yang tertinggi berada pada elevasi 903,34 m dpl. Kedua posisi tersebut tidak berada di dalam batas tinggi permukaan air danau yang diinginkan yakni kisaran elevasi 903,00 -905,50 m dpl. Dari hasil simulasi tersebut di atas yang terbaik adalah pada skenario optimis. Pada tahun 2017 neraca air menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk lebih besar dari yang keluar. Pasokan air ke PLTA Asahan dapat diberikan ratarata 100% sesuai dengan yang diinginkan. Tinggi muka air berada dalam batas yang diinginkan yakni 905,30-905,50 m dpl serta perbedaan antara elevasi tertinggi dengan elevasi terendah hanya 0,60 m ini menunjukkan bahwa skenario berhasil dan cukup baik. Pada tahun 2057, neraca air menunjukkan bahwa keluaran air sedikit lebih besar dari masukan air yaitu sebesar 10,62 x 106 m3. Hal ini terjadi akibat dari pertambahan penduduk semakin besar sehingga kebutuhan air juga semakin bertambah, namun hanya dalam jumlah yang relatip sedikit.
180
4.5.5
Strategi Konservasi Sumber Daya Air di DTA Danau Toba Strategi konservasi disusun dengan tujuan memulihkan lingkungan
ekosistem daerah tangkapan air Danau Toba terutama ketersediaan air. Dengan terlaksananya konservasi, maka diharapkan neraca air pada masa yang akan datang selalu positip atau masukan air lebih besar dari keluaran air serta tinggi permukaan air Danau Toba senantiasa berkisar antara 903,00 - 905,50 m dpl. Strategi konservasi sumber daya air yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memperkecil jumlah air limpasan yang berasal dari curah hujan, dengan menambah luas lahan yang bervegetasi. Semakin besar luas lahan yang bervegetasi maka semakin sedikit air yang melimpas di permukaan, karena air yang jatuh ke daratan akan terlebih dahulu ditahan oleh daun tutupan lahan yang bervegetasi dan tidak langsung membentur tanah serta melimpas ke danau. Hal ini juga sangat membantu untuk memperlambat laju air limpasan sehingga memperkecil erosi serta memberi kesempatan air masuk ke tanah (infiltrasi). Pada tahun 2001 nilai singkapan lahan (m) adalah sebesar 0,35 dan pada tahun 2007 sebesar 0,30 serta untuk kondisi berikutnya di masa yang akan datang harus diupayakan nilai singkapan lahan berkisar 0,25. 2. Memperbesar nilai daya tangkap air dengan menambah nilai koefisien infiltrasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki struktur tanah sehingga daya serap air semakin besar, membuat bangunan untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan agar air lebih lama di daratan serta memberi kesempatan air terinfiltrasi. Pada analisis neraca air tahun 1997-2007 nilai koefisien infiltrasi dipergunakan sebesar 0,40 sesuai dengan kondisi topografi daerah tangkapan air Danau Toba. Dengan melakukan upaya konservasi maka nilai koefisien infiltrasi dapat ditingkatkan menjadi maksimum 0,45. Simulasi model menunjukkan bahwa yang terbaik koefisien infiltrasi berkisar antara 0,43 sampai dengan 0,45. 3. Debit air yang berasal dari Larenun dapat dipertahankan dengan melakukan konservasi pada daerah aliran sungai Larenun. Kebijakan konservasi tidak sebatas di DTA Danau Toba tetapi harus termasuk DAS Larenun.
181
4. Debit air yang berasal dari cekungan air tanah disekitar kawasan Danau Toba, merupakan hal yang khusus. Diperkirakan air tersebut berasal dari Cekungan Air Tanah (CAT) disekitar Danau Toba. Untuk mempertahankan debit air ini maka dalam kebijakan konservasi Danau Toba seharusnya wilayah cadangan air tanah ini harus dilakukan juga upaya konservasi. Wahyudin (2010) menyatakan di sekitar KDT terdapat 5 cekungan air tanah (CAT) yakni 3 CAT lintas kabupaten (CAT Medan, CAT Sidakalang, CAT Tarutung) dan 2 CAT dalam kabupaten (CAT Samosir dan CAT Porsea-Prapat) 5. Debit air yang dilepas ke sungai Asahan untuk kebutuhan PLTA Asahan, tetap dipertahankan 100 % dari rata-rata saat ini yakni 91,69 m3/det (227 mm/bulan)
dan tinggi muka air danau selalu berada pada elevasi yang
diinginkan yakni berkisar 903,00-905,00 m dpl. Hal ini dimaksudkan agar tujuan ekonomi pemanfaatan Danau Toba tetap dipertahankan, PLTA dapat berjalan dengan baik karena pasokan air tetap dapat terpenuhi namun tidak mengganggu ekosistem di sekitar danau. 6. Pertumbuhan penduduk di DTA Danau Toba adalah sangat kecil yaitu sebesar 1,14% pertahun. Namun didalam perhitungan kebutuhan air pada masa yang akan datang
akan tetap berpengaruh, sehingga konservasi air dalam hal
pemakaian air oleh penduduk harus dilakukan upaya program kebijakan Reduce, Reuse dan Recycle (R3). Dengan program R3 ini maka kebutuhan air penduduk dan kebutuhan air industri. . 7. Mengganti tanaman penutup lahan di daerah tangkapan air Danau Toba dari yang ada saat ini di DTA Danau Toba menjadi jenis tanaman yang berpotensi mengurangi evapotranspirasi minimal sebesar 25 % dari kondisi yang ada saat ini. Keseluruhan pilihan tersebut diatas menunjukkan harus ada upaya yang keras dan biaya yang sangat besar. Tetapi pilihan skenario kebijakan tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan upaya mengurangi pasokan air ke PLTA Asahan. Pengurangan air ke Sungai Asahan akan mengakibatkan pengoperasian PLTA Asahan menjadi berkurang dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan. Kondisi yang diinginkan adalah neraca air positip dan tinggi muka air berada selalu di antara 903,00 - 905,00 m dpl
183
BAB V SARAN DAN SIMPULAN 5.1
Simpulan
1.
Kajian ekologis daerah tangkapan air Danau Toba dapat memberikan
informasi tentang kondisi potensial ketersediaan air di DTA Danau Toba. Hasil penelitian terhadap kondisi ekologis daerah tangkapan air Danau Toba menunjukkan bahwa daerah tangkapan air Danau Toba sudah terjadi degradasi kualitas ekologis. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi untuk melakukan perbaikan ekologis agar dapat dipertahankan fungsi Danau Toba secara maksimal. Kesimpulan ini berdasarkan analisis data yang telah dibahas di atas, diantaranya adalah: a.
Penggunaan lahan yang bervegetasi pada tahun 2001 adalah 68,64% dan yang tidak bervegetasi adalah 31,36% dan tahun 2007 berubah menjadi penggunaan lahan yang bervegetasi 63,77% dan yang tidak bervegetasi sebesar 36,23% dari luas daratan DTA Danau Toba.
b.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan mencapai 21,29 % pada tahun 2001 dan 30,01 % pada tahun 2007.
c.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRWP Sumatera Utara mencapai 24,53% pada tahun 2001 dan 33,25% pada tahun 2007.
d.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Danau Toba 29,47 % mencapai pada tahun 2001 dan 38,18 % pada tahun 2007
e.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Kawasan Hutan berdasarkan SK 201 Menhut /2006, mencapai 26,68% pada tahun 2001 dan 35,39 % pada tahun 2007
f.
Tekanan penduduk sangat tinggi yakni 3,5 yang berpotensi penggunaan lahan kearah non pertanian khususnya ke kawasan lindung.
g.
Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dominan terjadi dari suatu kawasan lahan penggunaan tertentu keseluruh penggunaan lainnya dan sebaliknya dari seluruh jenis penggunaan lahan kepenggunaan lahan tertentu.
Hal ini menggambarkan ketidakteraturan dari penggunaan lahan. Luas lahan yang tidak bervegetasi menjadi dasar penentuan nilai faktor singkapan lahan pada
184
perhitungan neraca air dengan metode F.J.Mock. Perubahan penggunaan lahan tersebut diatas mempengaruhi terhadap neraca air daerah tangkapan air Danau Toba. Singkapan lahan menjadi salah satu faktor peubah atau input terhadap model dinamis neraca air. 2.
Hasil penelitian terhadap kondisi Neraca air pada tahun 2007
menunjukkan bahwa masukan air lebih besar dari keluaran air. Namun pada tahun 2017 masukan air sudah jauh lebih kecildari keluaran air.Penelitian terhadap data sekunder dari hasil pengamatan tinggi muka air di Danau Toba mulai tahun 19972007, menunjukkan bahwa ada debit air dari luar Daerah Tangkapan Air Danau Toba yang masuk ke Danau Toba selain dari pada debit Sungai Larenun. Juga diduga ada air yang keluar dari Danau Toba ke wilayah yang mempunyai elevasi yang lebih rendah. Debit air inilah dan curah hujan bersama dengan debit andalan 80%, yang dipergunakan oleh peneliti untuk pemodelan neraca air pada masa yang akan datang. 3.
Hasil analisis dengan menggunakan AHP terhadap persepsi pakar
menunjukkan bahwa pakar menganggap faktor yang paling menentukan didalam konservasi sumber daya air Danau Toba adalah kebijakan pemerintah selanjutnya secara berurutan faktor sumber daya alam, faktor sumber daya manusia dan faktor teknologi. Pelaku atau aktor yang paling tepat melakukan penyusunan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan Kebijakan Konservasi Sumberdaya Air Danau Toba adalah pemerintah yang diikuti dengan masyarakat, pengusaha, akademisi dan LSM. Para pakar berharap kebijakan pemerintah untuk konservasi sumberdaya Air Danau Toba adalah dengan mewujudkan tujuan utama yaitu stabilitas neraca air kemudian diikuti dengan tujuan ekologi, tujuan ekonomi dan tujuan sosial. Alternatif kebijakan yang utama untuk mewujudkan harapan para pakar tersebut adalah dengan mengimplementasikan konservasi hutan pada kawasan hutan, Selanjutnya diikuti dengan konservasi kawasan pertanian, konservasi kawasan pemukiman, konservasi kawasan industri dan terakhir konservasi kawasan pariwisata. Kebijakan tersebut menjadi masukan atau input penting terhadap rancang bangun model dinamis untuk memprediksi kondisi neraca air pada masa yang akan datang DI dta Danau Toba.
185
4.
Model dinamis neraca air dibangun dari struktur jumlah air yang masuk dan
keluar dari Danau Toba. Jumlah Air yang masuk ke Danau Toba diperhitungkan dari potensi ketersediaan air DTA Danau Toba dan debit air yang berasal dari luar daerah tangkapan air DanauToba. Hasil simulasi menunjukkan, prediksi kondisi masa yang akan datang diperlukan suatu tindakan konservasi sumber daya air untuk memperbaiki kinerja air danau. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa model dapat mengatur debit air operasional yang optimal ke PLTA Asahan. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa untuk kondisi tahun 2017 sampai dengan tahun 2057 skenario yang terbaik adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk antara 0,8%-1,0% pertahun, memperkecil jumlah air yang melimpas di permukaan tanah dengan mengupayakan nilai koefisien limpasan antara 0,55-0,57; menambah daya serap tanah terhadap air dengan menambah koefisien infiltrasi menjadi 0,430,45; mengupayakan nilai faktor tutupan lahan antara 0,25-0,30; mengatur debit air rata-rata yang di lepas ke Sungai Asahan 91,69 m3/det serta melakukan penggantian tanaman tutupan lahan di DTA Danau Toba dengan tanaman yang dapat mereduksi evapotranspirasi ekisting minimal 25%.
5.2
Saran
1.
Untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya air Danau Toba yang
berkelanjutan maka kebijakan konservasi harus berorientasi kepada perbaikan kemampuan lahan menyerap air, memperkecil jumlah dan laju air limpasan pada saat musim hujan, mengupayakan agar penggunaan lahan disesuaikan dengan kemampuan lahan di daerah tangkapan air Danau Toba. 2.
Sehubungan dengan kecenderungan neraca air Danau Toba semakin besar
menjadi neraca air negatip di mana masukan air lebih kecil dari keluaran air maka agar pemerintah melakukan suatu tindakan nyata untuk mencapai tujuan konservasi sumber daya air Danau Toba yang berkelanjutan. 3.
Untuk itu diperlukan studi lanjutan tentang Daerah Tangkapan Air Danau
Toba terutama tentang jenis tutupan lahan tanaman yang mereduksi minimal 25% evapotranspirasi saat ini.
187
DAFTAR PUSTAKA APHA. 1995. American Public Health Assosiation. American Water Works Association. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water 17th Ed. Washington AswandidanSunandar AD. 2007.PeningkatanKapasitasRehabilitasiLahanKritisPada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Prosiding Expose HasilPenelitian, 2007. BalaiKehutananAekNauli. Medan Agus,NoordwijkFM,RahayuS. 2004. DampakHidrologisHutan, Agroforestri, danPertanianLahanKeringsebagaiDasarPemberianImbalankepadaPenghasi lJasaLingkungan di Indonesia ProsidingLokakarya di Padang Singkarak, Sumatera Barat, Indonesia Anonim.2010. Prakarsa StrategisPengelolaanSumberDaya untukMengatasiBanjirdanKekeringan di PulauJawa, LaporanAkhir
Air
ArronofS. 1993. Geographic Information System: A Management Perspective. WDLPublication :Otawa, Canada Barus
B,WiradisastraUS. 2000. SistemInformasiGeografi (SaranaManajemendanSumberdaya). Lab. PenginderaanJauhdanKartografi.Jurusan Tanah. IPB, Bogor
Bappedasu.2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara tahun 2010-2030Badan Perencanaan Pembangunan DaerahProvinsi Sumatera Utara, Medan. p.5-4 Dephutbun.2000. PedomanSurveiSosialEkonomiKehutanan Indonesia (PSSEKI). PusatPenelitianSosialEkonomiKehutanandan Perkebunan.BadanLitbangKehutanandan Perkebunan.DepartemenKehutanandan Perkebunan, Bogor. DewiIN.2005. KajianSosialekonomibudayadanpersepsimasyarakatsekitarDanau Tempe, ProfilPusatPenelitianSosialEkonomidanKebijakanKehutanan, Dephut , Jakarta. Ditjen RLPS.2009. Pedoman Monitoring danEvaluasi Daerah Aliran Sungai, LampiranPeraturanDirekturJenderalRehabilitasiLahandanPerhutananSosia l , No.P.04/V-SET/2009 , Tanggal 5 Maret 2009 Dojildo JR, BestGA. 1992. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis Horwood Limited. New York. Effendie MI. 2003.BiologiPerikanan ,YayasanPustaka Nusantara Effendi H. 2003.TelaahKualitas Air BagiPengelolaanSumberdayadan
188
LingkunganPerairan. Kanisius.Yogyakarta. Eriyatno. 2003. IlmuSistem. MeningkatkanMutudanEfektivitasManajemen.Jilid1 IPB Press. Bogor. Eriyatno,SofyarF. 2007. RisetKebijakanMetodePenelitianUntukPascasarjana , IPB Press, Bogor. FAO. 1976. Frame Work for Land Evaluation. Soils Bulletin 32, Rome-Italy Fardiaz S. 1992.Polusi air danUdara, Kamisul Yogyakarta Hartrisari.2007.KonsepSistemdanPemodelanUntukIndustridanLingkungan, SEAMEO BIOTROP , Bogor HaslamSM. 1995. River Pollution an Ecological Perspective, Behalven Press, London UK Hakim N. 1988.Kesuburantanah.Penerbit UNILA. Lampung. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. EvaluasiKesesuaianLahan. Gama Press. Yogyakarta IUCN. 1980. World Conservation Strategy, Living Resource Conservation for Sustainable Development. IUCN-UNEF-WWF 1980 Ilec. 2009.Danau Toba (Lake Toba).www.ilec.or.jp/database/asi/asi-10.html, 28 Januari 2010 Ilyas DS. 1998.StudiPemanfaatanRuang Daerah Tangkapan Air Danau Toba Serta HubungannyaDengan RTRWP Sumut, USU e-Repository 2010 ITB.2001. KajianTeknisPemanfaatanSumberDayaAlamdanLingkunganKawasanDan au Toba, Bandung Jawa Barat JICA. 2004. The Study on Integrated Regional Development and Environtmental Conservation Management in The Area of Lake Toba with Participatory Approach. PT.Indokei International. Jakarta Juwono PT. 2009. SebuahKajianKebijakanBidangSumberDaya Air dariSudutPandang Hidrologi, DosenJurusanTeknikPengairanUniversitasBrawijaya Kholil M. 2009. Model SimulasiPengembanganIndustriPerikanan di Konawea Selatan denganPendekatanSistemDinamik StaffPengajarUniversitasMercuBuana,http://research.mercubuana.ac.id, tanggal 11 Desember 2009
189
Krebs CJ. 1989. Ecology Metodology, Harper and Rows Publisher. New York. KlingebielAA, MontgomeryPM. 1973. Land Agric.Handb. No. 210, USDA-SCS 21p
Capability
Classification,
KusratmokoE, SukantaD,TambunanMP, Sobirin. 2002.StudiHidrologiHutan Kota KampusUniversitas Indonesia Depok, Makara Sains,Vol.6, No.1, April 2002, JurusanGeografi, Fak. MIPA, UI, Depok Kehutanan.2001.PedomanPenyelenggaraanPengelolaan Daerah Aliran Sungai, DepartemenKehutanan 2001, Jakarta. Lablink.2010. http://www.lablink.or.id/Env/Hidro/air-quant.html, 28Januari 2010 Lee CD, WangSB andKuoCL. 1978.Bhentich and fish as biological indicator of water quality with references of water pollution in developing countries. Bangkok. Limantara LM,JanuIsmoyoM,AndyS. 2008. Water Balance in the Teritip DAM, Balikpapan, East Kalimantan AGRITEK VOL. 16 NO. 12 Desember 2008, ISSN. 0852-5426 LitbangSDA.2008. PengelolaanDanaudanWaduk di Indonesia, BalaiLingkunganKeairan, PusatLitbang SDA.http://www.pusairpu.go.id.html[01Aug 2010] LTEMP. 2004. InformasiUmumTentangEkosistemKawasanDanau Dokumen0401.http://www.laketoba.org, html [01Maret2010]
Toba,
Mahida UN. 1993. Pencemaran Air danPemanfaatanLimbahIndustri.PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta MahbudB. 1990. PenilaianPencemaran Air denganIndeks. J. Penelitiandan PengembanganPengairan 17: 10-17. Manan
S. 1983.PengaruhHutandanManajemen Daerah Aliran Sungai.ProyekPengembangan/PeningkatanPerguruanTinggi.InstitutPertani an Bogor. Bogor. Marganof, 2007. Model PengendalianPencemaranPerairan di DanauManinjau Sumatera Barat, SekolahPascaSarjana IPB
Marimin. 2009.TeoridanAplikasiSistemPakarDalamTeknologiManajerial, Press Bogor, CetakanKe – 3, 2009
IPB
Menteri. 2004. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 101/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas, Biro HukumdanOrganisasi Jakarta,
190
http:// www.dephut.go.id/INFORMASI/skep/skmenhut/101_04.htm, 25 juni2010 Messerli B, Ives JD. 1997. Mountains of the World. A Global Priority. TheParthenon Publishing Group, New York/London Mock
FJ. 1973. Water Availability Appraisal. Basic study forFAO/UNDP Land Capability Appraisal Project. Bogor
prepared
MontarcihL. 2008. Neraca Air BendunganTeritip Kota Balikpapan Propinsi Kalimantan Timur. JurnalAgritek Vol. 16 No. 12 Desember 2008 ISSN. 0852-5426 UniversitasBrawijaya Novonty V,OlemH. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York. NurwijayantoE. 2008. AnalisisKawasanHutandanKawasanLindungDalamRangkaArahanPenataa nRuang di Kabupaten Deli Serdang.Tesis Magister Sains, Program StudiIlmuPerencanaan Wilayah. IPB, Bogor. OtoritaAsahan, 2003. KerangkaDasarRencanaStrategisOtoritaAsahan, http://www.otorita-asahan.go.id/Renstra, 1 Maret 2010 Ott.WR. 1978. Environmental Indices, Theory and Practice. Ann Arbor Science. Michigan. PasaribuHS. 1999. DAS sebagaiSatuanPerencanaanTerpadudalamKaitannyadenganPengembangan Wilayah danPengembanganSektoralBerbasiskanKonservasi Tanah dan Air. Seminar SehariPERSAKI ”DAS sebagaiSatuanPerencanaanTerpadudalamPengelolaanSumberDaya Air”; Jakarta, 21 Desember 1999. ParhusipH. 2005.Penelitian Air Tanah UntukPengembangan Daerah Irigasi di NainggolanPulauSamosir, Departemen of Civil Engineering (2005 ) ITB Pemdasu. 2009.KondisiUmumDanau Toba. http://www.pempropsu.go.id. Html [01Maret 2010] Pratondo BJ.2006.AplikasiInfrastruktur Data SpasialNasional(IDSN) untukPengendalianKebakaranHutandanLahan. Kasus di KabupatenSanggau Kalimantan Barat ,JurnalIlmiahGeomatika Vol.12 No.2 Desember 2006 PresidenRI. 2004. Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 2004 TentangSumberDaya Air, Jakarta
191
Purnama S. 2009.Neraca Air di Pulau Bali, FakultasGeografiUniversitasGadjahMada, Yogayakarta, Jurnal Forum GeografiVol 23 No. 1 Juli 2009 PrawiraAY. 2005. AnalisisSpsialLahanKritis di Kota Bandung Utara Menggunakan Open Sources Grass, PertemuanIlmiahTahunan MAPIN XIV DepartemenTeknikGeodesi, FakultasTeknikSipildanLingkungan, InstitutTeknologi Bandung - ITB, Indonesia Rustiadi E,SaefulhakimS,PanujuDR.2006.PerencanaandanPengembangan Wilayah.FakultasPertanian. IPB Bogor PU.(Draft).Rencana Tata RuangKawasanStrategisNasional(KSN) Danau Toba, LaporanAkhir “BantuanTeknisPenyusunanPenataanRuangKawasanDanau Toba danSekitarnya”, KementerianPekerjaanUmumDirektoratJenderalPenataanRuang, Jakarta 2011 Said
R, Septri W, Hana I. 2009.TekananPenduduk, Overshoot EkologiPulauJawadanMasaPemulihannya,.JurnalTransdisiplinSosiologi, KomunikasidanEkologiManusia. ISSN 1978-4333. Vol.03 No. 01
Samosir.2010. Program OtoritaAsahan, BLHPP KabupatenSamosirhttp://blhpp.wordpress.com/2009/11/06/programotorita-asahan/BLHPP Kab. Samosir.html [1 Feb 2010] SarminingsihA. 2007. EvaluasiKekritisanLahan Daerah Aliran Sungai danMendesaknyaLangkah-langkahKonservasi, JurnalPresipitasiVol 2. No. 1 Program studiTeknikLingkunganHidupFT.Undip Semarang SetyowatiDL. 2008. PemodelanKetersediaan untukPerencanaanPegendalianBanjir Kali BlorongKabupaten JurnalTeknikSipildanPerencanaanNomor2 , Volume 10, 2008
Air Kendal.
SoerianegaraI.1977.PengelolaanSumberDayaAlam. BagianI .JurusanPengelolaanSumberDayaAlamdanLingkungan.SekolahPascasarjan a, IPB.Bogor SitorusS. 2009. EvaluasiSumberDayaLahan, PenerbitTarsitoCetakanke 3 Bandung SimanihurukM. 2005. PendekatanPartsipasifDalamPerencanaanKonservasiLingkungan Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba” JurnalWawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2 Siti ZY. 2008. RencanaPenataanKawasanWisata yang Berkelanjutan di Danau Toba Sumatera Utara (Kasus: Sub DAS Naborsahon). Program StudiArsitekturLanskap, SekolahPascasarjana IPB
192
Sriharto Br. 1993. “AnalisisHidrologi”. PT Gramedia, Jakarta SrihartoBr. 2000. “ HidrologiTeoriMasalahPenyelesaian”. Nafiri, Jakarta. Sosrodarsono S,TakedaK. 1978.HidrologiUntukPengairan. PradnyaParamitaCetakankedua, Jakarta 2010
PT.
Sughandhy, Aca. 1999. PenataanRuangdalamPengelolaanLingkungan Hidup.PT.GramediaPustakaUtama. Jakarta.
Suroso,SusantoHA. 2006. PengaruhPerubahan Tata GunaLahanTerhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai BanjaranJurnal T.Sipil, Vol. 3, No. 2,.Juli 2006 TampubolonR. 2007.StudiJasaLingkungan Di KawasanDanau Toba, Restoring the Ecosystem Functions of Lake Toba Catchment Area through Community Development and Local Capacity Building for Forest and Land Rehabilitation, Published by ITTO PROJECT PD 394/06, p 1-5 Yakin
A. 1997. AkademikaPresindo.
EkonomiSumberdayadanLingkungan.
Jakarta:
Yuzni SZ. 2008. RencanaPenataanKawasanWisataBerkelanjutan di Danau Toba Sumatera Utara (Kasus: Sub DAS Naborsahon), Tesis, SekolahPascasarjana IPB, 2008 WCED. 1988. HariDepan Kita Bersama. KomisiDuniaUntukLingkungandan Pembangunan (WCED), PTGramedia, Jakarta Wahyudin. 2010. Pengaturan pemanfaatan Air tanah di Kawasan Danau TobaSeminar PengelolaanEkosistemKawasanDanauTobaDirektoratPenataanRuang Wilayah Nasional – DirjenPenataanRuangKementerianPekerjaanUmum, Jakarta, 04 November 2010 WardoyoSTH. 1989. KriteriaKualitas Air UntukPertaniandanPerikanan. Makalahpada Seminar PengendalianPencemaran Air. DirjenPengairan DepartemenPekerjaanUmum. Bandung. Warwick RM. 1986.A New Method for Detecting Pollution Effect on MarineMacrobenthic Communities.Marine Biology. Wijayaratna CM. 2000.Integrated Watershed Management – A Learning Process, Soil Conservation and Watershed Management in Asia and the Pasific. Tokyo: Asian Productivity Organization. 36-66. WMO. 1974. International Glossary of Hydrology, WMO World Meteorological Organization, Geneva.
Lampiran
: DaftarSingkatan
AHP BF BT BPEKDT CH DTA DAS DRO DT ETp ETa Ev ET Ha IW KAP KAI LSM LTEMP MW OW PLTA PDAM PAD PU RO RTRWP SCH SIG TP LU USDA UU WS WL WB
= Analytical Hierarchy Process = Base Flow = BujurTimur = BadanPengelolaEkosistemKawasanDanau Toba = CurahHujan = Daerah Tangkapan Air = Daerah AliaranSungai = Direct Run Off = Danau Toba = EvapotranspirasiPotensial = EvapotranspirasiAktual =Evaporasi =EvapotranspirasiTerbatas = Hektar = Inflow Water = Kebutuhan Air Penduduk = Kebutuhan Air Industri = LembagaSosialMasyarakat = Lake Toba Ecosystem Management Program = Mega watt = Outflow Water = PembangkitListrikTenaga Air = Perusahaan Daerah Air Minum = PendapatanAsli Daerah = PekerjaanUmum = Run Off = Renacana Tata Ruang Wilayah Propinsi = Surplus CurahHujan = SistemInformasiGeografis = TekananPenduduk = Lintang Utara = United States Department of Agriculture = Undang-Undang =Water Surplus = Water Level = Water Balance
214
193
Gambar Lampiran 1 Peta Administrasi DTA Danau Toba
194
Gambar Lampiran 2 Peta Ketinggian Tempat DTA Danau Toba
195
Gambar Lampiran 3 Peta Kemiringan Lereng
196
Gambar Lampiran 4 Peta Geologi DTA Danau Toba
197
Gambar Lampiran 5 Peta Tanah DTA Danau Toba
198
Gambar Lampiran 6 Peta Kawasan Hutan DTA Danau Toba
199
Gambar Lampiran 7 Pata Tutupan Lahan DTA Danau Toba , tahun 2001
200
Gambar Lampiran 8 Peta Tutupan Lahan DTA Danau Toba, 2007
201
Gambar Lampiran 9 Peta Satuan Lahan DTA Danau Toba
202
Gambar Lampiran 10 Peta Kemampuan Lahan DTA Danau Toba
203
Gambar Lampiran 11 Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba (Draft)