MODEL INTEGRASI PRODUKSI-DISTRIBUSI UNTUK PRODUK YANG MENGALAMI DETERIORASI DENGAN KEBIJAKAN BACKORDER Lusi Mei Cahya W1, I Nyoman Pujawan2, Stefanus Eko Wiratno3 1,2,3) Fakultas Teknologi Industri,Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi sudah banyak diteliti, namun baru beberapa yang membahas tentang integrasi penentuan ukuran lot dalam rantai pasok. Penelitian ini membahas model produksi distribusi untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan diijinkan shortage pada pembeli. Pembeli melakukan pemesanan kepada pemasok, kemudian pemasok memproduksi dalam batch produksi dengan ukuran tertentu dan mengirimkannya kepada pembeli dengan beberapa kali pengiriman dengan ukuran sama. Sebuah model integrasi penentuan ukuran lot gabungan pemasok pembeli dengan kebijakan backorder dikembangkan untuk mendapatkan solusi global yang menguntungkan kedua belah pihak. Tujuan model adalah minimasi total biaya sistem tahunan yang terjadi pada pemasok pembeli. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan integrasi pemasok pembeli untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan backorder memberikan total biaya sistem yang lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan parsial pemasok pembeli. Selain itu penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan laju deteriorasi berpengaruh pada penurunan ukuran batch produksi dan waktu siklus serta meningkatnya total biaya sistem. Perubahan biaya transportasi per pengiriman sebesar 50% mengakibatkan kenaikan total biaya sistem sebesar 4% dan berpengaruh pada meningkatnya ukuran batch produksi. Penurunan biaya backorder sebesar 50% mengakibatkan penurunan total biaya sistem sebesar 7%, sedang penurunan biaya setup sebesar 50% mempengaruhi penurunan total biaya sistem sebesar 15%. Kata kunci : Integrasi, Inventori, Deteriorasi, Backorder.
AN INTEGRATED PRODUCTION-DISTRIBUTION MODEL FOR A DETERIORATING INVENTORY ITEM WITH BACKORDER ABSTRACT Inventory model for deteriorating item have been widely studied, but only some that discuss the integration of lot size determination in Supply Chain. In this study we develop production-distribution model for a deteriorating item with possible shortage in buyers. Buyers make an order to supplier, it produces in batch and sends them to the buyer in multi deliveries with the same size. An integration lot sizing model with backorder has been develop to find the best solution for both. Objective model is minimizing system annual total cost occured on in buyer and supplier.The results of the study indicate that the integration of suppliers-buyers for deteriorating item provide lower total system cost than no integration. This study shows that increasing deterioration rate effect on increasing the total cost system and declining in production batch size and cycles time. Decreasing 50% of transportation cost results in increase of 4% in total system cost and affecting the production batch size. Reduction in backorder cost of 50% resulted in a decrease total system cost of 7%. Reduction in setup cost of 50% results in reduced total system cost by 15%. Key Words : Integration, Inventory, Deteriorating, Backorder. .
1.
PENDAHULUAN
Pada kehidupan nyata terdapat beberapa item persediaan yang tidak umum seperti susu, buah buahan,sayur, dan produk pharmasi, yang mengalami decay atau deteriorate overtime. Penyimpanan terlalu lama dalam persediaan menimbulkan biaya deteriorasi. Ghare dan Shrader (1963) adalah peneliti pertama yang mempelajari dampak decay terhadap item persediaan. Istilah “inventory decay” digunakan untuk menjelaskan fenomena tersebut, termasuk keusangan, kerusakan fisik (physical depletion) dan deterioration. Model persediaan yang digunakan adalah model umum EOQ dengan permintaan konstan dengan laju deteriorasi eksponential. Kemudian dikembangkan oleh Covert dan Philip (1973) dan Tadikamalla dengan menggunakan laju deteriorasi berdistribusi Weibull dan Gamma. Model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi ini menarik perhatian para peneliti dewasa ini. Banyak model dikembangkan dengan membuat berbagai pola laju deteriorasi, fungsi dari permintaan dan kebijakan backorder. Pada banyak kasus laju deteriorasi diasumsikan konstan. Laju deteriorasi berdistribusi Weibull digunakan untuk beberapa item decay seperti yang
dilakukan Chakrabarty et al. (1998) dan beberapa peneliti fokus dengan adanya tanggal kadaluwarsa produk (Hsu et al.2006; Lo et al, 2007). Beberapa penelitian mengembangkan dari variasi permintaan dan harga.Wee (1993,1995) , Hariga et al. (1997), Bhunia Maiti (1998), Chung dan Tsai (2001), Balkhi (2004) ,Yang (2005), Manna Chandauri (2006) memberikan contoh pada model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan asumsi yang berbeda dengan memperhatikan pola permintaan, laju deteriorasi dan backorder. Model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan menggunakan EOQ digunakan secara independent dalam rantai pasok. Meskipun ada beberapa model kerjasama antara pemasok pembeli dalam literatur. Penelitian yang terintegrasi untuk produk yang mengalami deteriorasi dikembangkan oleh Rau et al. (2003) dengan beberapa eselon dengan tujuan minimasi fungsi biaya dari pemasok, pemanufaktur dan pembeli. Yang dan Wee (2003) juga mengembangkan model matematik untuk menentukan ukuran lot size produksi dengan multi item untuk produk yang mengalami deteriorasi. Manajemen rantai pasok terkini menerapkan sistem JIT dengan memproduksi dalam lot kecil. Yan (2010)
2
mengembangkan model integrasi produksi distribusi untuk produk yang mengalami deteriorasi, tetapi tidak diijinkan shortage. Penelitian ini memberi kontribusi dengan diijinkan shortage pada pembeli melalui kebijakan backorder.. 2. PENGEMBANGAN MODEL Pada model yang diusulkan , pemasok mengirimkan dalam jumlah tetap kepada pembeli dengan interval yang tetap dan kekurangan di pembeli diijinkan dengan kebijakan backorder, dimana kekurangan permintaan akan dipenuhi dengan pengiriman selanjutnya. Profil persediaan pemasok dan pembeli disajikan dalam gambar 1. 2.1 Asumsi (a) Situasi deterministik dengan permintaan pembeli selama jangka waktu tertentu (tahun) pada tingkat yang tetap dan diketahui oleh pembeli dan pemasok. (b) Laju item deteriorasi adalah konstan (c) Tingkat permintaan (D) pembeli dan tingkat produksi (P) pemasok adalah tetap dengan P > D. (d) Biaya transportasi dan biaya handling ditanggung oleh pembeli. (e) Biaya item deteriorasi adalah konstan. (f) Biaya backorder adalah tetap (g) Tidak terjadi lost sale, permintaan yang tidak terpenuhi akan dilakukan backorder dan dipenuhi dengan pengiriman berikutnya. (h) Pemenuhan untuk backorder dilakukan seketika. 2.2 Notasi 1. Untuk Sistem Rantai Pasok: N = jumlah pengiriman per siklus produksi Q = ukuran produksi per batch (unit) T = total waktu siklus (waktu) q = ukuran pengiriman (unit) θ = laju deteriorasi Cd = biaya deteriorasi per unit ($) 2. Untuk Pemasok: P = Laju produksi (unit/waktu) C = biaya setup per siklus batch produksi ($/setup) Hs = biaya simpan persediaan ($/unit/waktu) Ssup= luasan dibawah kurva persediaan pemasok
3. Untuk Pembeli D = laju permintaan (unit/waktu) A = biaya pesan ($/order) Hb = biaya simpan persediaan ($/unit/waktu) F = biaya tetap transportasi per pengiriman ($) V = biaya variabel transportasi per unit ($) Sbuy = luasan dibawah kurva persediaan pembeli J = ukuran stockout (unit) K = biaya backorder ($/unit/waktu) Total waktu siklus T dibagi menjadi dua komponen yaitu T1 adalah waktu selama pemasok berproduksi, sedang T2 adalah waktu dimana pemasok berhenti berproduksi dan hanya mengirimkan sejumlah unit kepada pembeli melalui persediaan yang ada. Biaya tahunan yang relevan adalah: (a) Biaya setup per waktu = C/T (b) Biaya simpan per waktu untuk pemasok = HsSsup/T (c) Biaya deteriorasi per unit waktu untuk pemasok = Cd θSsup/T (d) Biaya pesan per waktu untuk pembeli = A/T (e) Biaya simpan per waktu untuk pembeli = HbSbuy/T (f) Biaya transportasi tetap dan variabel pembeli = NF+VNq/T (g) Biaya deteriorasi per unit waktu pembeli = Cd θSbuy (h) Biaya kekurangan = KZ 2.3 Model total biaya persediaan pembeli Selama satu siklus pengiriman terdapat x jumlah yang rusak,sehingga ukuran pengiriman adalah q=x+DT3 Sejumlah q digunakan untuk memenuhi permintaan DT3 dan x untuk jumlah yang rusak.Sehingga θqT3 q = DT3 + 2 (1)
T=
2 Nq 2 D + θq
S buy
= Xb =
T
Z =
J2 2q
(2) q J2 −J + 2 2q
(3) (4)
3
Gambar 1.Tingkat persediaan pembeli pemasok Dari persamaan 1, 2, 3 dan 4, biaya total pembeli dapat dirumuskan sebagai 1 TCB (q, N , J ) = ( A + NF + VNq) + X b (Hb + Cdθ ) + KZ T
⎛D θ ⎞ q J2 ⎟⎟( A + NF + VNq) + ( − J + ) TCB (q, N, J ) = ⋅⎜⎜ + 2 2q ⎝ Nq 2N ⎠ (Hb + Cdθ ) + K
J2 2q
( Nq + y ) P Maka rata rata persediaan yang rusak di pemasok adalah Nq + y P − D ⎞ θqT ⎛D y+ = θT ⎜ q + ⎟ 2 2 P ⎠ ⎝P Hal ini membawa T1 =
S sup =
⎛ D 1 N DN ⎞ = qT ⎜ − + − ⎟ θ ⎝ P 2 2 2P ⎠ y
(6)
(5) 2.4 Model total biaya persediaan pemasok Jika y diekspresikan sebagai jumlah yang rusak pada pemasok di akhir siklus,maka
Berdasarkan persamaan 2 dan 6, total biaya pemasok dapat ditulis C d θS sup C H S TC S ( q, N ) = ⋅ + s s + T T T
y=θSsup
⎛ D θ ⎞ ⎛ D 1 N DN ⎞ ⎟⎟C + (H S + Cdθ )q⎜ − + + TCS (q, N ) = ⋅⎜⎜ + ⎟ Nq N 2 ⎝ P 2 2 2P ⎠ ⎝ ⎠
Total jumlah yang rusak di pemasok θqT y+
(7)
2
Jika Q = Nq + y
4
2.5 Model Total Biaya Integrasi
=
TCSyst(q,N,J)=TCB+TCS 1 = ( A + NF + VNq + C ) + X b ( H b + C d θ ) T ⎛ D 1 N DN ⎞ + KZ + ( H S + C d θ ).q.⎜ − + + ⎟ ⎝ P 2 2 2P ⎠
(8) 2.5.1 Solusi Model Untuk mendapatkan nilai optimal q,N dan J maka dilakukan langkah sebagai berikut : Nilai TCSyst(q,N,J) diturunkan terhadap q sama dengan nol, sehingga didapat q* = ⋅
2D( A + C + NF) + J 2 ( Hb + Cd .θ ) + KJ 2 ⎡ ⎤ ⎧ (2 − N )D ⎫ + N − 1⎬ + dV −⎥ N ⎢(Hb + Cd .θ ) + (H S + Cd .θ )⎨ P ⎩ ⎭ ⎣ ⎦
(9) Untuk mendapatkan nilai optimal J, maka diturunkan terhadap J sama TCSyst(q,N,J) dengan nol didapat ( H b + Cd θ ) q (10) J* = ( H b + Cd θ + K ) ( H b + Cd θ ) , J*=Bq B= ( H b + Cd θ + K ) Untuk mendapatkan nilai optimal N, maka TCSyst(q,N,J) diturunkan terhadap N sama dengan nol didapatkan N* = ⋅
[(H
(2D + θq)( A + C)P S
+ Cd .θ ) + q 2 ( P − D)
]
(11)
2.5.2 Interval optimal untuk N Jika N>1, menurut persamaan 8, q menjadi batas bawah bila N=1 hal ini menjadi q* ≤ ⋅
2DP( A + C + NF) P( Hb + Cd .θ ) + D( H S + Cd .θ ) + θVP − P
( Hb + Cdθ )2 ( Hb + Cd + K )
(12) Ketika N meningkat maka q akan menurun sehingga persamaan 8 akan menjadi q* ≥ ⋅
2PD( A + C + NF ) [( H b + Cd .θ ) + θV ][ 2D + N ( P − D )] N
(13) Karena itu ketika N >1 maka persamaan (9) menjadi
( H b + C d θ ) + θV A + C + ( H S + Cd θ ) F
2 D[( H b + Cd θ ) + θV ] + θ ( A + C ) P ( H S + Cd .θ )( P − D )
(14) 2.5.3 Prosedur penyelesaian Untuk model integrasi diselesaikan dengan dengan prosedur Langkah 1 Hitung nilai interval optimal N dengan menggunakan persamaan (14) Langkah 2 Untuk semua bilangan integer dalam N (1,Nu) gunakan persamaan (9) untuk menghitung q* dan kemudian hitung J* dengan persamaan (10) Langkah 3 Dengan nilai N, q*, J* optimal hitung TCSyst dengan persamaan (8) Langkah 4 Dapatkan total biaya minimum dan pilih N, q*, J* optimal yang memberi biaya minimum 3.CONTOH NUMERIK Sebagai contoh numerik digunakan data yang diilustrasikan pada Yan (2010) dengan menambahkan nilai K. Data yang digunakan adalah : Untuk sistem Supply Chain: Cd=$50 per unit Untuk pemasok: P =19200 unit per tahun C =$600 per batch Hs=$6/unit/tahun Untuk pembeli D =4800 unit per tahun A =$25 per pesan Hb=$7/unit/tahun F =$50 per pengiriman V =$1/unit K =$15/unit/tahun 3.1 Model Integrasi Pemasok Pembeli dengan Backorder Perhitungan untuk nilai θ dari 0-0.2 dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Gambar 2 dan 3 terlihat bahwa ketika laju deteriorasi semakin besar maka ukuran lot menjadi semakin kecil, sedang dari total biaya menunjukkan bahwa ketika laju deteriorasi semakin besar biaya sistem pun meningkat. Hasil perhitungan model dasar (Yan, 2010) dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 1. Hasil perhitungan model integrasi dengan backorder untuk θ berbeda beda. θ
0
0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2 1136 952 900 860 889 848 817 752 732 77 72 68 65 67 64 62 56 55 1 2 1 1 1 2 2 2 1 568 951 900 859 443 423 407 749 730 181 337 349 359 197 198 200 384 389 10920 11425 11879 12259 12681 13040 13380 13700 14007
Ukuran batch produksi (Q ) Total waktu siklus (T dalam hari ) Jumlah pengiriman (N ) Ukuran pengiriman(q ) Ukuran stockout (J ) Total biaya sistem (TC dalam $ )
Tabel 2. Hasil perhitungan model integrasi tanpa backorder untuk θ berbeda beda.
θ
0
Ukuran batch produksi (Q ) Total waktu siklus (T dalam hari ) Jumlah pengiriman (N ) Ukuran pengiriman (q ) Total biaya (TC dalam $ )
0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2 1130 1034 959 899 848 806 769 737 709 86 79 73 68 64 61 58 55 53 3 3 3 3 3 3 3 3 3 376.5 344 319 298 281 267 255 244 234 11388 12014 12589 13126 13630 14108 14562 14997 15413
Tabel 3. Perbandingan elemen biaya sistem. Model Integrasi tanpa Backorder
Production LotSize,Q vs θ 1400
Elemen Ongkos
Q
1200
Ukuran produksi Q =889
Total waktu siklus T =64
Total waktu siklus T =67
143
136
B.Simpan
983
478
B.Deteriorasi
702
342
B.Transportasi
5671
5366
7499
6979
1000
dengan
Variabel keputusan q* = 282 N* =3 Variabel keputusan q* = 443 N* =2 J* =197 Ukuran produksi Q =848
PEMBELI
800 B.Pesan
600 0
0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2 θ
Gambar 2. Production lotsize Q vs θ.
PEMASOK
Annual Total System ,TC vs θ 16000 15000 14000 13000 12000 11000 10000 9000 0
0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2 θ
Gambar 3. Total Annual System TC vs θ
657
B.Kekurangan Total Biaya Pembeli
TC
Model Integrasi Backorder
B.Setup
3426
3266
B.Simpan
1475
1107
B.Deteriorasi
1229
1329
Total Biaya Pemasok
6130
5702
TOTAL BIAYA SISTEM
13629
12681
Perbandingan model tanpa backorder dan dengan backorder dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa dengan kebijakan backorder yang diijinkan pada pembeli akan menghasilkan total biaya lebih rendah daripada model integrasi tanpa backorder (Yan, 2010).
6
3.2 Model Tanpa Integrasi Pemasok Pembeli dengan Backorder Pada model tanpa integrasi seperti pada Tabel 4 terlihat bahwa biaya yang paling tinggi ditanggung pihak pemasok . Hal ini disebabkan pamasok diharuskan memproduksi setiap pesanan yang datang dimana satu kali pesan dipenuhi dengan satu kali setup. Setup yang terlalu sering membuat total biaya pemasok menjadi tinggi.Sementara itu pihak pembeli menanggung biaya persediaan yang minimum karena ukuran lot pemesanan merupakan kondisi optimal bagi persediaannya.
Pada sistem integrasi, total biaya sistem yang dihasilkan adalah $12681 yang terdiri dari biaya pemasok $5702 dan biaya pembeli $6979. Disini terlihat bahwa dengan model integrasi pembeli dan pemasok sama sama mengalami penurunan biaya. Disisi lain pembeli mengalami peningkatan total biaya dan peningkatan ukuran lot pemesanan. Kenaikan ukuran lot pemesanan ini menurunkan biaya pesan pembeli namun menaikkan biaya simpan dan biaya kekurangannya. Secara keseluruhan total biaya sistem dengan integrasi menghasilkan total biaya lebih rendah. Tabel 4. Perbandingan model tanpa integrasi backorder dengan integrasi. Elemen Ongkos
Model Tanpa Integrasi dengan Backorder
Model Integrasi dengan Backorder Variabel keputusan q* = 443 N* =2 J* =197
PEMBELI
Variabel keputusan q * =298 N *=2 J* =132
Ukuran produksi Q =889 Total waktu siklus T =67
B.Pesan
202
136
B.Simpan
324
478
B.Deteriorasi
231
341
B.Kekurangan
431
657
B.Transportasi
5623
5366
Total Biaya Pembeli
PEMASOK
6811
6978
Ukuran produksi Q =598
Variabel keputusan q* = 443 N* =2 J* =197
Waktu siklus T =45
Ukuran produksi Q =889
3.3. Analisis Hasil Pada penelitian ini dilakukan analisa perubahan nilai parameter pada model. Pada sisi pembeli perubahan nilai parameter dilakukan pada biaya pesan, biaya transportasi, biaya simpan dan biaya kekurangan. Sedang dari sisi pemasok dilakukan perubahan nilai parameter biaya setup, biaya simpan dan biaya deteriorasi sistem. Perubahan yang signifikan terdapat pada: 3.3.1 Perubahan biaya transportasi pembeli Perubahan biaya transportasi memberi pengaruh cukup besar terhadap total biaya.Perubahan biaya sebesar 50% menyebabkan perubahan total biaya sebesar 4,0%. Besarnya biaya transportasi mengakibatkan perubahan ukuran lot, karena semakin besar ukuran lot optimal semakin besar total biaya yang harus ditanggung pembeli. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5.
3.3.2 Perubahan biaya kekurangan pembeli Perubahan biaya kekurangan memberi pengaruh cukup besar terhadap ukuran lot pesan maupun terhadap total biaya. Penurunan biaya kekurangan sebesar 50% mengakibatkan perubahan total biaya sebesar 7,0%. Dari hasil perhitungan pada Tabel 6 terlihat semakin besar biaya kekurangan menyebabkan turunnya ukuran lot produksi maupun lot pemesanan. Jika biaya kekurangan semakin kecil ukuran produksi maupun lot pemesanan meningkat 3.3.3 Perubahan biaya setup pemasok Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 7 terlihat bahwa perubahan parameter biaya setup pemasok memberi pengaruh yang cukup significan terhadap ukuran lot pemasok sekaligus terhadap total biaya.Saat biaya setup bernilai 900 maka ukuran lot produksi optimal akan meningkat sebesar 20% , dari 889 menjadi 1060 unit.Disamping itu kenaikan biaya setup sebesar 50% akan meningkatkan total biaya sebesar 11,8% dan penurunan biaya setup akan menurunkan total biaya sebesar 15,8%.
Total waktu siklus T =67 B.Setup
4847
3266
B.Simpan
894
1107
B.Deteriorasi
745
1329
Total Biaya Pemasok
6486
5702
7
Tabel 5. Perubahan biaya transportasi pembeli % -50 -25 -10 0 10 25 50
Nilai F Q 25,00 37,50 45,00 50,00 55,00 62,50 75,00
T 876 859 867 889 879 888 902
N 66 64 65 67 66 66 67
q 3 2 2 2 2 2 2
J 291 427 432 443 434 442 449
148 217 219 197 222 225 228
TCsyst % TCsyst 12650 -0,002 12820 0,011 12900 0,017 12681 0,000 13010 0,026 13100 0,033 13230 0,043
573 428 394 197 185 171 149
TCsyst % TCsyst 11789 -0,070 12406 -0,022 12556 -0,010 0,000 12681 12740 0,005 12820 0,011 12930 0,020
Tabel 6. Perubahan biaya kekurangan pembeli % -50 -25 -10 0 10 25 50
Nilai K Q 7,50 11,50 13,50 50,00 16,50 18,50 22,50
T 948 870 851 889 883 875 926
N 73 71 71 67 70 69 69
q 1 1 1 2 2 2 2
J 932 856 839 443 439 435 429
Tabel 7. Perubahan biaya setup pemasok % -50 -25 -10 0 10 25 50
Nilai C Q T 300,00 618 450,00 732 540,00 792 600,00 889 660,00 927 750,00 978 900,00 10660
N 55 63 67 67 73 77 83
q 1 1 1 2 2 2 2
J 615 728 788 443 461 486 526
4 . KESIMPULAN Pada penelitian ini telah dikembangkan model integrasi produksi distribusi pemasok pembeli untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan kebijakan backorder. Model integrasi dengan backorder mendapatkan total biaya yang lebih baik dibanding dengan model tanpa backorder. Hasil penelitian juga menunjukkan ketika laju deteriorasi meningkat maka ukuran produksi menjadi menurun, sedang peningkatan laju deteriorasi menyebabkan kenaikan total biaya sistem. Perubahan nilai parameter pada model integrasi pemasok pembeli dengan backorder menyebabkan perubahan total biaya sistem. Peningkatan biaya transportasi per pengiriman sebesar 50% mengakibatkan kenaikan total biaya sistem sebesar 4% dan berpengaruh pada peningkatan ukuran batch produksi. Penurunan biaya backorder sebesar 50% mengakibatkan penurunan total biaya sistem sebesar 7% . Ini menunjukkan bahwa biaya backorder mempunyai pengaruh yang signifikan pada model. Penurunan biaya setup sebesar 50%
273 323 350 197 383 216 234
TCsyst % TCsyst 10672 -0,158 11751 -0,073 12326 -0,028 12681 0,000 13000 0,025 13460 0,061 14180 0,118
mengakibatkan penurunan total biaya sistem sebesar 15%. Semakin besar biaya setup akan berpengaruh terhadap meningkatnya ukuran batch produksi. Untuk penelitian lanjutan model dapat dikembangkan dengan permasalahan yang berbeda seperti (i) multi produk, (ii) multi pembeli, (iii) multi pemasok. Serta biaya backorder yang tidak konstan. Daftar Pustaka Bahagia, S.N., (2006), Sistem Inventori, Penerbit ITB, Bandung. Ben-Daya M, Darwish,M,Ertogral K, (2008), “The Joint Economic Lot Sizing Problem: Review and extensions”, European Journal of Operational Research , 185, 726–742. Bhunia, A.K., Maiti, M.,(1998), “Deterministic Inventory Model for Deteriorating items with Finite Rate of Replenishment Dependent on Inventory Level”,Computers & Operations Research, 25 (11), 997.
8
Chakrabarty, T., Giri, B.C., Chaudhuri, K.S., (1998), “An EOQ Model for Items with Weibull Distribution Deterioration, Shortages and Trended Demand: An Extension of Philip’s Model”, Computers & Operations Research, 25 (78), 649. Chung, K.J., Tsai, S.F., (2001), “Inventory Systems for Deteriorating Items with Shortages and A Linear Trend in DemandTaking Account of Time Value”,Computers & Operations Research, 28 (9), 915. Covert, R.P., Philip, G.C., (1973),”An EOQ Model for Items with Weibull Distribution Deterioration”, AIIE Transactions 5, 323. Ghare, P.M., Schrader, S.F., (1963),”A Model for Exponentially Decaying Inventory”, Journal of Industrial Engineering, 14 (5), 238. Goyal, S.K, Giri, B.C (2001), “Recent Trends in Modelling of Deteriorating Inventory”, European Journal of Operational Research, 134, 1-16. Hadley G,Whitin,T.M (1963), Analysis of Inventory Systems, Prentice Hall,Inc, 1-10. Hariga, Moncer, Al-Alyan, Ali (1997),”A Lot Sizing Heuristic for Deteriorating Items with Shortages in Growing and Declining Markets”, Computers & Operations Research, 24 (11), 1075. Heng, K.J., Labban, J., Linn, R.L. (1991),”An Order-Level Lot-Size Inventory Model for Deteriorating Items with Finite Replenishment Rate”, Computers & Industrial Engineering 20, 187. Hou, K.L. (2006),”An inventory model for deteriorating items with stock-dependent consumption rate and shortages under inflation and time discounting”, European Journal of Operational Research, 168 (2), 463. Hsin Rau, Wu M.Y, Wee H.M (2003),”Integrated Inventory Model for Deteriorating Items Under A MultiEchelon Supply Chain Environment”, International Journal of Production Economics ,86 (2003) 155–168. Hsu, P.H.,Wee, H.M., Teng, H.M., (2006),”Optimal Lot Sizing for Deteriorating Items with Expiration Date”, Journal of Information & Optimization Sciences, 27 (2), 271. Johnrinaldi (2004), Model Ukuran Lot Ekonomis Gabungan Antara Produsen dan
Pengecer untuk Produk yang Mengalami Deteriorasi Berdistribusi Weibull dengan Mengizinkan Penundaan dalam Pembayaran, Tesis S-2, Teknik dan Manajemen Industri, ITB. Kosadat, A., dan Liman, S.D. (2000), Joint Economic Lot–Size Model with Backordering Policy. Thesis Review, Department of Industrial Engineering, Texas Tech University, Lubbock, Texas. http://webpages.acs.ttu.edu/vchatsir/images /JELS%20model%20with%20backordering %20policy%20(Arisa).pdf Kim, S.L., Ha, D.A. (2003),” JIT Lot-Splitting Model for Supply Chain Management: Enhancing Buyer–Supplier Linkage”, International Journal of Production Economics 86, 1. Lo, S.T. Mak, K.L. (1982),” A Production Lot Size Inventory Model for Deteriorating Items. Computers & Industrial Engineering 6, 309. Manna, S.K., Chaudhuri, K.S., (2006),” An EOQ Model with Ramp Type Demand Rate, Time Dependent Deterioration Rate, Unit Production Cost and Shortages,” European Journal of Operational Research, 171 (2), 557. Raafat, Fred ( 1991), “Survey of Literature on Continuesly Deteriorating Inventory Models”, Journal of Operational Research Society 42, 27. Simchi-Levi, D., Kaminsky, P., dan SimchiLevi, E. (2000), Designing and Managing the Supply Chain, McGraw-Hill Int. Ed. Tersine, Richard J (1994), Principles of Inventory and Materials Management, Fourth Edition, Prentice Hall Unc, 1-123. Wee, H.M., Huang, W.C., (2007),”An Integrated Production-Inventory Model with Imperfect Production Process and Weibull Distribution Deterioration Under Inflation, International Journal of Production Economics, 106, 493. Yan C , Banerjee A , Yang L, (2010),”An Integrated Production – Distribution Model for A Deteriorating Inventory Item”, International Journal of Production Economics. Article In Press. Yang, P.C, Wee, H.M, (2003),”An Integrated Multi Lot-Size Production Inventory Model for Deteriorating Item”, Computer & Operations Research 30, 671-682.
9
10
11