Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
INTEGRASI LOT SIZING PADA PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR UNTUK PRODUK YANG DIJUAL DENGAN GARANSI Rahmi Yuniarti, I Nyoman Pujawan, dan Nani Kurniati Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Penentuan ukuran lot produksi dan pemesanan yang ekonomis merupakan masalah penting dalam manajemen persediaan. Pada penelitian ini akan dikembangkan model penentuan lot gabungan atau JELS (Joint Economic Lot Size) untuk produk yang dijual dengan garansi, sementara proses produksi produsen mengalami penurunan kinerja. Pada penelitian ini dikembangkan 3 model ukuran lot produksi produsen dan pemesanan distributor untuk proses produksi yang mengalami penurunan kinerja dengan pola permintaan deterministik dan produk dijual dengan kebijakan garansi FreeReplacement Warranty (FRW). Ukuran kinerja dari model yang dikembangkan adalah minimasi total ongkos pre-sale dan post-sale per unit dengan variabel keputusan ukuran lot produksi tiap siklus (Q). Pada Model I, sistem dimodelkan dengan proses produksinya mengalami penurunan kinerja. Pada Model ini sistem tidak mengijinkan adanya backorder. Contoh numerik dilakukan untuk membuktikan permasalahan yang ada. Selain itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui pengaruh perubahan parameter terhadap perilaku model. Kata kunci : supply chain, Joint Economic Lot Size, produk garansi, inspeksi, analisis sensitivitas.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada manajemen persediaan tradisional antara produsen dan distributor, penentuan ukuran lot optimal dilakukan hanya dari sisi produsen atau sisi distributor secara independen. Hal ini akan menimbulkan distorsi informasi pada jaringan supply chain yang berakibat pada munculnya kerugian pada salah satu pihak dalam supply chain. Oleh karenanya diperlukan suatu model pengelolaan persediaan yang dapat mengintegrasikan beberapa pihak dalam supply chain. Kerja sama antara produsen dengan pemasok harus dirancang sesuai dengan prinsip manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) agar menguntungkan kedua belah pihak. Dengan demikian penentuan ukuran produksi bagi produsen atau ukuran pemesanan bagi distributor harus memperhatikan kepentingan bersama atau tidak independent dengan meminimasi total ongkos gabungan antara produsen dan distributor. Pada model EMQ tradisional, terdapat asumsi dasar tentang sistem produksi – proses produksinya adalah perfect dan stationary. Dari asumsi tersebut, berarti sistem produksi tidak mengalami deteriorasi dan terus menerus menghasilkan conforming item. Bagaimanapun juga, asumsi tersebut bisa saja invalid dalam praktiknya (Yeh et
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
al.,2000). Pada proses produksi riilnya, meskipun proses produksi dimulai pada state in-control dalam memproduksi item yang berkualitas, akan mungkin berpindah menuju state out of control yang akan menghasilkan item defect. Untuk merelaksasi asumsi tersebut, imperfect (deteriorasi) proses produksi dikembangkan untuk mengeneralisasi model EMQ tradisional. Rosenblatt dan Lee (1986) mengembangkan model EMQ untuk produsen dengan memperhatikan kualitas produk. Rosenblatt dan Lee (1986) memperhatikan pengaruh dari proses produksi yang mengalami deteriorasi pada panjang siklus produksi yang optimum. Tanpa mempertimbangkan biaya restorasi, ditunjukkan bahwa panjang siklus produksi yang optimum lebih pendek daripada model EMQ tradisional. Tetapi, hasil tersebut tidak akan benar apabila biaya restorasinya tinggi. Untuk produk yang dijual dengan garansi, biaya post-sale berkaitan erat dengan kualitas produk yang dihasilkan pada proses produksi yang mengalami deteriorasi. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan biaya garansi pada model EMQ untuk merefleksikan situasi praktik. Kemudian pengaruh dari biaya garansi dipelajari oleh Djamaludin et al. (1994). Djamaludin et al. (1994) memperhatikan permasalahan lot size dengan memasukkan biaya garansi dalam perhitungan. Pada model Djamaludin et al. (1994), proses produksi dimodelkan dengan two-state discrete-time Markov chain dan kualitas produk dikarakteristikkan menjadi dua distribusi kerusakan. Tanpa memperhatikan adanya inspeksi, maintenance dan inventory holding cost selama siklus produksi, diajukan model biaya untuk mendapatkan lot size optimum dengan mengontrol biaya garansi per item untuk produk yang dijual dengan free repair warranty (FRW). Yeh et al. (2000) mempertimbangkan model EMQ untuk produk yang dijual dengan garansi pada imperfect process, di mana ongkos untuk melayani klaim garansi (disebut ongkos garansi) dapat mempengaruhi besar ukuran lot optimal. Dengan mempertimbangkan restoration cost dan inventory holding cost dalam perhitungan, menentukan panjang siklus produksi optimal dengan meminimasi ekspektasi total biaya per item untuk produk yang bergaransi free minimal repair. Pada proses produksi yang mengalami deteriorasi, probabilitas item defect setelah dijual akan membuat biaya garansi lebih besar daripada biaya perbaikan dari item defect sebelum dijual (Djamaludin et al.,1994). Oleh karena itu, penelitian ini akan memasukkan pertimbangan adanya inspeksi. Hanna dan Jobe et al. (1996) membuat model untuk menentukan lot size optimum dengan mempertimbangkan pengendalian kualitas dengan cara acceptance sampling, tanpa pemeriksaan dan 100% inspection. Namun, dari beberapa penelitian diatas, tidak mempertimbangkan integrasi antara penjual dan pembeli. Model persediaan seperti Joint Economic Lot size (JELS), yang mengintegrasikan pengelolaan persediaan dalam supply chain, telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Goyal (1976) memodelkan JELS dengan solusi yang dihasilkan dari model ini dapat memberikan penghematan yang signifikan pada total biaya persediaan gabungan. Selanjutnya Banerjee (1986) membuat model persediaan pemasok-pembeli dengan kebijakan lot for lot dimana pemasok memproduksi tiap pengiriman ke pembeli dalam batch produksi yang terpisah. Pada model ini peneliti menentukan interval pemesanan pembeli optimal yang dapat meminimumkan total biaya gabungan. Perumusan Masalah Penelitian ini mengembangkan model Yeh et al.(2000) yang mempertimbangkan produk yang dijual dengan garansi. Namun, Yeh et al.(2000) tidak mempertimbangkan integrasi antara produsen dengan distributor. Fokus pengembangan pada penelitian ini
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
adalah integrasi antara keputusan produksi pada produsen dengan keputusan order pada distributor untuk produk-produk yang dijual dengan garansi. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan model persediaan produsen-distributor pada proses yang mengalami deteriorasi untuk produk yang dijual dengan garansi. 2. Melakukan analisis sensitivitas terhadap model yang dibuat untuk mengetahui pengaruh perubahan parameter yang ada terhadap perilaku model. PENGEMBANGAN MODEL Model Matematis Pada model ini distributor melakukan pemesanan sejumlah Qd yang bersifat deterministik dan jumlah yang harus diproduksi oleh produsen adalah sebesar n kali permintaan distributor (QP = n.Qd). Tingkat produksi pada produsen diasumsikan tetap sebesar P ,dimana tingkat produksi lebih besar dari tingkat permintaan (P > D). Pemesanan produk oleh distributor dilakukan pada setiap periode. Notasi yang digunakan dalam model ini meliputi : D : jumlah permintaan (unit/tahun) S : ongkos setup untuk produsen pada setiap setup (Rp/setup) A : ongkos pemesanan produk untuk setiap memesan (Rp/pesan) r : tingkat ongkos penanganan inventory yang dinyatakan sebagai pecahan. P : tingkat produksi rata-rata produsen (unit/tahun) Cp : ongkos produksi unit yang dikeluarkan oleh produsen (Rp/unit) Co : harga pembelian tiap unit yang dibayar oleh distributor (Rp/unit) Cr : ongkos restorasi pada sistem produksi oleh produsen (Rp/unit) Cmr : ongkos perbaikan minimal repair per unit oleh produsen (Rp/unit) θ1 : persentase defektif pada kondisi terkendali (in-control) θ2 : persentase defektif pada kondisi tidak terkendali (out-of-control) q(Q) : proporsi produk yang tidak memenuhi syarat sebelum dilakukan inspeksi h1(τ) : hazard rate produk yang memenuhi syarat (conforming item) dengan parameter λ1 dan β1 h2(τ) : hazard rate produk yang tidak memenuhi syarat (nonconforming item) dengan parameter λ2 dan β2 ω : periode garansi Model ini mempertimbangkan sistem produksi yang prosesnya mengalami penurunan kinerja. Proses produksi dapat mengalami perpindahan status dari state incontrol ke state out-of-control. Diasumsikan bahwa pada saat berada pada state incontrol, elapsed time ,X, mengikuti distribusi eksponensial dengan finite mean 1/λ. Ketika sistem berpindah ke state out-of control, proses produksi tetap berlanjut sampai akhir proses produksi selesai. Setelah proses produksi selesai, sistem akan di-setup dengan biaya sebesar S>0. Pada state out-of control, probabilitas sistem menghasilkan item yang tidak memenuhi syarat (non-conforming item) lebih besar daripada saat sistem berada pada state in-control. Untuk mengembalikan state dari out-of control ke in-control diperlukan tambahan biaya sebesar Cr>0 untuk proses produksi selanjutnya.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Diasumsikan untuk semua item yang diproduksi adalah operasional dan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu item yang memenuhi syarat (conforming item) dan item yang tidak memenuhi syarat (nonconforming item) tergantung dari performansi item sesuai dengan spesifikasinya atau tidak. Jika h1(t) dan h2(t) adalah hazard rate untuk conforming dan nonconforming item. Dengan mengasumsikan h1(t) < h2(t) untuk t≥0. Dalam sistem produksi tersebut akan menghasilkan nonconforming item dengan probabilitas θ1 jika sistem berada pada state in-control. Sedangkan pada state out-ofcontrol, sistem produksi akan menghasilkan nonconforming item dengan probabilitas θ2 dimana θ1<θ2. Produk dijual dengan garansi minimal repair selama periode garansi ω dimana semua biaya klaim garansi ditanggung oleh produsen. Produsen menanggung biaya minimal repair sebesar Cmr. Untuk mendapatkan ekspektasi biaya garansi post-sale, terlebih dahulu menghitung ekspektasi jumlah item yang tidak memenuhi syarat, N,saat berproduksi selama t waktu adalah : N = θ1pt, untuk X ≥ t, = θ1pX + θ2p(t-X) untuk X < t, Nilai ekspektasi untuk N adalah
E ( N ) 1 pte t
x
t
dx 1 px 2 p(t x)e x dx 0
E ( N ) 2 pt p( 1 2)
1 e t
(1)
Sehingga, ekspektasi jumlah conforming item dalam panjang siklus produksi t, adalah pt-E(N). Fraksi dari non conforming item,yang dinotasikan q(t), dalam siklus produksi adalah E(N ) 1 e t q(t ) 2 ( 1 2 ) (2) pt Jenis garansi yang digunakan adalah free minimal repair warranty, failure process dari conforming item (atau nonconforming item) diketahui sebagai nonhomogenous process dengan intensitas h1(t)( atau h2(t)). Ekspektasi jumlah minimal repair untuk conforming item (atau nonconforming item ) dengan periode garansi ω adalah
h ( ) d 1 0
(atau
h ( ) d 2 0
). Sehingga, ekspektasi biaya garansi post-sale per item
didapatkan sebagai berikut
0
0
W (t ) C mr (1 q (t ) h1 ( )d q (t ) h2 ( )d ]
(3)
Maka, Total ekspektasi biaya produsen per tahun dapat dimodelkan sebagai berikut : TC Produsen = biaya produksi + biaya setup + biaya penyimpanan + biaya restorasi + biaya garansi. D 2 n n n 1 C r .D.(1 e TC Pd (Q ) D.C p .S D.Q D ( ) n.Q D 2 .P D 2 .D n.Q
0
0
C mr .D.[(1 q (Q )) h1 ( )d q (Q ). h2 ( )d ]
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-4
.n.Q P
)
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
(4)
Dimana :
h
1
(5)
Sedangkan ekspektasi biaya distributor per tahun dimodelkan sebagai berikut : TC Distributor = biaya pembelian + biaya pemesanan + biaya penyimpanan produk + biaya administrasi garansi. D Q (6) TCDt (Q) C o .D A r C o Q
2
Sehingga total biaya gabungan dapat dirumuskan sebagai D 2 n n n 1 C r .D.(1 e JTC (Q ) D.C p .S D.Q D ( ) n.Q D 2 .P D 2 .D n.Q
0
0
C mr .D.[(1 q (Q )) h1 ( )d q (Q ). h2 ( )d ] C o .D
.n.Q P
)
(7)
D Q A r Co Q 2
Untuk menentukan jumlah pesanan distributor dan jumlah produksi produsen yang optimal, maka ekspektasi total biaya diminimasi, dengan cara mencari turunan pertama dari fungsi JTC(Q) terhadap Q. d dQ
JTC( Q)
D 2
n Q
1 ( 2 n) n 1 ( n 1) S D 2 P D 2 D
D 2
n Q
Cr 1 exp n
Q P
Q 1 exp n Q exp n D Q P P Cr exp n D Cmr 1 2 P 1 2 Q P P Q 2 n Q D 1 h d A r h 1 d 2 2 2 Q 0 0 (8)
Kemudian, Q menjadi optimal dengan JTC’(Q)=0. Teorema : Jika JTC(Q) adalah fungsi total biaya gabungan seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.31, maka terdapat Q yang unik dengan Q* 0 dan menghasilkan JTC1(Q) minimum. Bukti : Definisikan g(Q) = Q2 [dJTC1(Q)/dQ], maka fungsi g(Q) akan memiliki sifat yang sama dengan dJTC1(Q)/dQ untuk Q 0. Karena g(Q) adalah fungsi kontinyu, maka dengan Lim g (Q) D S ( D. A) mensubtitusikan nilai Q mendekati 0, akan diperoleh: . n Q0 Karena Right Hand Side (RHS) dari persamaan 4.2 bernilai negatif maka dapat dikatakan bahwa g(Q) memiliki nilai negatif. Sedangkan dengan mensubtitusikan nilai Q mendekati tak terhingga, maka akan diperoleh: bahwa g(Q) memiliki nilai positif tak terhingga.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-5
Lim g (Q) atau Q
dapat dikatakan
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Karena g(Q) merupakan fungsi kontinyu, maka kondisi di atas menunjukkan bahwa paling sedikit satu kali fungsi g(Q) berpindah tanda dari positif ke negatif dan terdapat nilai Q sehingga g(Q) = 0. Hal yang sama berlaku pada dJTC1(Q)/dQ. Hal ini menunjukkan bahwa Q yang memenuhi persamaan dJTC1(Q)/dQ ada dan unik. Untuk menunjukkan bahwa Q merupakan titik ekstrim minimum, maka syarat cukup yang harus dipenuhi adalah turunan kedua dari JTC(Q) terhadap Q adalah lebih besar nol. Contoh Numerik Dan Analisis Parameter yang digunakan dalam analisis ini mengacu pada contoh numerik yang ada pada model Yeh et.al (200). Notasi P D Cp S Co A r Cr Cpins Cc 1 2
Nilai 600 unit/tahun 400 unit/tahun $ 10 /unit 100/setup $ 20 /unit $ 15 /order 0.1 $ 200/restorasi $ 0.1/unit $ 0.15/unit 15 % 65 % 0,1
Notasi h1(): 1 β1 h2() 2 β2 Cmr ω
Nilai 1/36 2 1/12 2 $ 0.1 /unit 1 tahun
Nilai ukuran lot optimal gabungan, total ongkos gabungan JTC(Q) diperoleh dengan memasukkan contoh numerik pada software Mathcad 2001i Professional. Ukuran pemesanan (Q) dan produksi (nQ) pada model JELS ataupun pada kebijakan independen dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Hasil Numerik Model I n 1
2
3
4
5
6
7
Kondisi
QP (unit)
QD (unit)
TCP ($)
TCD ($)
JTC ($)
Joint
185.817
185.817
4290
8218
12508
Independen
77.46
77.46
4556
8155
12711
Joint
263.5
131.75
4231
8177
12408
Independen
154.919
77.46
4310
8155
12465
Joint
323.419
107.806
4209
8163
12372
Independen
232.379
77.46
4237
8155
12392
Joint
374.111
93.528
4198
8158
12356
Independen
309.839
77.46
4207
8155
12362
Joint
418.881
83.776
4192
8155
12347
Independen
387.298
77.46
4194
8155
12349
Joint
459.427
76.571
4189
8155
12344
Independen
464.758
77.46
4189
8155
12344
Joint
496.761
70.966
4188
8156
12344
Independen
542.218
77.46
4190
8155
12345
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008 Tabel 1. Hasil Numerik Model I (lanjutan) n
Kondisi
QP (unit)
QD (unit)
TCP ($)
TCD ($)
JTC ($)
Joint
531.543
66.443
4188
8157
12345
Independen
619.677
77.46
4193
8155
12348
Joint
564.235
62.693
4188
8158
12346
Independen
697.137
77.46
4199
8155
12354
Joint
595.172
59.517
4189
8160
12349
Independen
774.597
77.46
4206
8155
12361
Joint
624.609
56.783
4190
8162
12352
Independen
852.056
77.46
4214
8155
12369
Joint
652.744
54.395
4192
8165
12357
Independen
929.516
77.46
4223
8155
12378
Joint
679.735
52.287
4194
8167
12361
Independen
1007
77.46
4233
8155
12388
8
9
10
11
12
13
Dari Tabel 1 diatas, menunjukkan bahwa pada n yang keenam, total biaya gabungan mencapai minimum. Hal ini terjadi, baik pada kondisi joint maupun independen. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada Gambar 1 dibawah ini : 12550
JTC(Q)
12500 12450 12400 12350 12300 12250 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
n
Gambar 1. Kurva JTC(Q) untuk model JELS dengan garansi
Analisis Sensitivitas Perubahan parameter dilakukan pada model JELS untuk menganalisis perilaku model dengan melakukan perubahan pada perubahan biaya restorasi, biaya minimal repair dan periode garansi terhadap Q dan total biaya gabungan JTC(Q). Perubahan Biaya Restorasi Tabel 2. Perbandingan nilai Q dan JTC(Q) untuk Biaya Restorasi Yang Berbeda Cr QS QD JTC1(Q)
Awal 459.426 76.571 $ 12340
5% 459.462 76.577 $ 12340
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-7
10% 459.492 76.582 $ 12350
20% 459.564 76.594 $ 12350
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Dari Tabel 2 terlihat bahwa semakin besar biaya restorasi maka total biaya yang ditanggung oleh produsen akan semakin besar. Peningkatan biaya restorasi akan direspon oleh produsen dengan menurunkan frekuensi restorasi. Penurunan frekuensi restorasi tersebut akan berakibat pada naiknya jumlah cacat pada produksi yang dihasilkan. Dengan semakin meningkatnya jumlah cacat produksi, maka proporsi produk nonconcorming, q(Q) akan cenderung meningkat. Hal ini menyebabkan biaya garansi yang harus dikelurkan akan semakin meningkat pula, karena produk yang dikirim pada distributor banyak yang termasu produk nonconforming. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan biaya restorasi akan berakibat pada naiknya jumlah produk yang nonconforming dan biaya garansi pada produsen, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada meningkatnya total biaya yang ditanggung produsen. Pada sisi distributor, total biaya persediaan yang ditanggungnya akan cenderung meningkat. Kenaikan biaya pada distributor ini diakibatkan oleh naikknya jumlah produk yang nonconforming. Secara keseluruhan terlihat bahwa dengan adanya peningkatan biaya restorasi akan berakibat pada meningkatnya total biaya gabungan. Perubahan Biaya Minimal Repair Tabel 3 Perubahan nilai Cmr terhadap Q* dan JTC(Q)
Cmr QS QD JTC1(Q)
Awal 459.426 76.571 $ 12340
$0.2 459.42 76.57 $ 12340
$0.5 459.42 76.57 $ 12340
$2 459.306 76.551 $ 12350
Dari Tabel 3 terlihat bahwa semakin besar biaya minimal repair maka total biaya yang ditanggung oleh produsen akan semakin besar. Peningkatan biaya minimal repair akan direspon oleh produsen untuk memproduksi produk yang conform, sehingga jumlah lot yang diproduksi akan menurun. Hal ini bertujuan untuk mengurangi fraksi produk yang nonconform. Dengan mengurangi produk yang nonconform, berarti produk yang dikirim pada distributor memiliki fraksi conform semakin besar. Sehingga probabilitas terjadinya klaim garansi akan berkurang. Dengan hal tersebut, maka biaya minimal repair yang dikeluarkan semakin berkurang. Perubahan Periode Garansi Tabel 4. Perubahan nilai ω terhadap Q dan JTC(Q)
ω QS QD JTC1(Q)
Awal 4 459.426 459.336 76.571 76.556 $ 12340 $ 12350
6 459.21 76.535 $ 12350
12 458.538 76.423 $ 12350
Dari Tabel 4 terlihat bahwa semakin lamanya periode garansi, maka total biaya yang ditanggung oleh produsen akan semakin besar. Peningkatan lamanya periode garansi akan direspon oleh produsen untuk memproduksi produk yang conform, sehingga jumlah lot yang diproduksi akan menurun. Hal ini bertujuan untuk mengurangi fraksi produk yang nonconform. Dengan mengurangi produk yang nonconform, berarti produk yang dikirim pada distributor memiliki fraksi conform semakin besar. Sehingga probabilitas terjadinya klaim garansi akan berkurang.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting, yaitu : 1. Diperoleh lot pemesanan dan lot produksi yang unik dan yang meminimumkan ekspektasi total biaya gabungan dengan n optimum sebesar 6. 2. Dari perubahan parameter biaya restorasi , biaya minimal repair dan lama periode garansi yang dilakukan, menunjukan bahwa ketiga unsur tersebut merupakan unsur penting dalam menentukan lot pemesanan dan lot produksi. 3. Dari perubahan biaya restorasi dapat disimpulkan lot produksi dan lot pemesanan akan lebih besar daripada model EMQ ketika biaya restorasi lebih besar dibandingkan biaya adanya nonconforming product. Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lanjutan guna memperbaiki penelitian yang sudah dilakukan adalah : 1. Kebijakan inspeksi accepatance sampling dilakukan pada produsen atau pada distributor. 2. Kebijakan garansi adalah Pro Rate Warranty (PRW). DAFTAR PUSTAKA Banerjee, A., A joint economic-lot-size model for purchaser and vendor, Decision Sciences, 17(1986), 292-311 Djamaludin,I., Murthy D.N.P., Wilson R.J.(1994) “Quality control through lot sizing for items sold with warranty”, International Journal of Production Economics 33 : 97–107 Goyal, S.K. (1976) “An integrated inventory model for a single supplier – single customer problem” International Journal of Production Research 15:107-111 Hanna, M.D., Jobe, J.M. (1996) “Including quality cost in the lot sizing decision”, International Journal of Quality and Reliability Management Vol 13 No.6, 8-17 Kosadat, A., Liman, S.D., (2000) Joint economic lot–size model with backordering policy. Thesis, Department of Industrial Engineering, Texas Tech University, Lubbock, Texas Lu, L. (1995) “A one-vendor multi-buyer integrated inventory model” European Journal of Operational Research 81:312-323 Rosenblatt, M.J., dan Lee, H.L., (1986). “Economic production cycles with imperfect production processes”, IIE Transactions., 18: 48-55 Yeh, R.H., Ho, W.S., Tseng, S.T.(2000) “Optimal production run length for products sold with warranty”, European Journal of Operational Research 120, 575-582
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-29-11