Model Indeks Peroksidatif dan Kadar Advanced Oxidation Protein Products (AOPPs) Saliva Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Lama Pengobatan Bambang Setiawan*, Adenan**, Eko Suhartono* * Kelompok Studi Radikal Bebas dan Pemanfaatan Bahan Alam, Bagian Kimia Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru ** Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Peroxidative Index Model and Advanced Oxidation Protein Products Level of Pulmonary Tuberculosis Patients Saliva Based on Lenght of Treatment Abstract Introduction: Mycobacterium tuberculosis in human induce variety response involved protective immunity to clinical manifestation of tuberculosis. Oxidative mechanism to infection controlling not only happened in macrofag but in all liquid compartment of body. Methods: Aim of this study was to evaluate peroxidative index and advanced oxidation protein products (AOPPs) in saliva tuberculosis patient at treatment periode. Tuberculosis patient grouped based on lenght of treatment, P0=0-1 months, P1=1-3 months,, P2=3-5 months, and P3=5-6 months. Peroxidative index and advanced oxidation protein products (AOPPs) was measured by spectrophotometer. Results: Peroxidative index and advanced oxidation protein products (AOPPs) at P0 was very high then decrease progresively in P1 and P3 but fluctuative in P2. Conclusion: Peroxidative index and advanced oxidation protein products (AOPPs) potencial as detector of oxidative mechanism in tuberculosis treatment. Key words : hydrogen peroxide, peroxidase, AOPP, saliva Abstrak Pendahuluan: Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada manusia akan menimbulkan respons dimulai dari perkembangan imunitas protektif sampai dengan manifestasi klinis tuberkulosis. Aktivasi kontrol infeksi melalui mekanisme oksidatif sebagai respons tidak hanya berlangsung di dalam makrofag, akan tetapi juga berlangsung pada berbagai kompartemen cairan tubuh. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan indeks peroksidatif dan advanced oxidation protein products (AOPPs) di dalam saliva selama pengobatan tuberkulosis. Pasien tuberkulosis dikelompokkan berdasarkan lama pengobatan, yakni P0=0-1 bulan pengobatan, P1=1-3 bulan pengobatan, P2= 3-5 bulan pengobatan, dan P3=5-6 bulan pengobatan. Pengukuran indeks peroksidatif dan AOPP dilakukan dengan spektrofotometer. Hasil: Pada P0 indeks peroksidatif dan AOPP sangat tinggi dan akan menurun secara progresif pada P1 dan P3, akan tetapi pada P2 terjadi fluktuasi. Kesimpulan: Indeks peroksidatif dan AOPP berpotensi sebagai parameter deteksi perubahan mekanisme oksidatif selama pengobatan tuberkulosis paru. Kata kunci: hidrogen peroksida, peroksidase, AOPP, saliva
72
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
PENDAHULUAN Mycobacterium tuberculosis merupakan mikroorganisme penyebab tuberkulosis (TB) paru. Oleh World Health Organization (WHO), penyakit ini diperkirakan terjadi pada 20 juta kasus di seluruh dunia, dengan angka kematian sebesar 3 juta pertahun. Sebanyak 80% diantaranya, meninggal di negara berkembang, termasuk Indonesia 1 . TB paru di Indonesia menduduki peringkat kedua penyebab kematian setelah kardiovaskuler2. Sebanyak 6.577 warga di Kalimantan Selatan terkena TB paru dan umumnya dalam usia produktif, yakni 15 hingga 50 tahun. Kasus TB paru yang dapat disembuhkan baru mencapai 83,5% pada tahun 2006, dan dari 3.577 penderita, yang dapat disembuhkan sebanyak 2.564 orang. Pada tahun 2007, diperkirakan penderitanya mencapai 6.850 orang3. Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada manusia akan menimbulkan respons yang dimulai dari perkembangan imunitas protektif menuju kepada manifestasi klinis tuberkulosis. Kontrol infeksi Myco bacterium tuberculosis melibatkan interaksi koordinasi antara sel dendritik, sel T, dan makrofag.4 Molekul efektor utama sebagai pertahanan antibakterial pada makrofag meliputi reactive oxygen intermediate (ROI) dan reactive nitrogen intermediate (RNI).5 Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu ROI yang dihasilkan oleh makrofag melalui reaksi yang dikatalisis NADPH oksidase. Molekul ini adalah molekul efektor pertama sebagai mikobakterisidal dari fagosit mononuklear.6 Hidrogen Peroksidase dapat merusak patogen melalui oksidasi yang mengakibatkan denaturasi protein struktur patogen.7 Selain H2O2, nitrit oksida (NO) juga berperan dalam menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Nitrit oksida dapat memodifikasi komponen biomolekul bakteri meliputi DNA, lipid dan protein. Selain itu, NO dapat bereaksi dengan radikal superoksida (·O2-) membentuk peroksinitrit (ONOO-) dan memicu nitrosilasi gugus tirosin.8 Penelitian Lopes dibuktikan bahwa pada kultur makrofag peritoneal, pemberian kemoterapi akan
merangsang pembentukan H2O2 dan NO. Hal ini bertujuan meningkatkan efektifitas mekanisme oksidatif sebagai kontrol infeksi.6 Aktivasi kontrol infeksi melalui mekanisme oksidatif sebagai respons, yang tidak hanya berlangsung di dalam makrofag, akan tetapi juga berlangsung pada berbagai kompartemen cairan tubuh. Menurut penelitian Zelles, 9 sistem peroksidase di dalam saliva terbukti memiliki peranan sebagai antimikrobakterial. Penelitian Boras10 dan Setiawan11 membuktikan bahwa aktivitas peroksidase saliva penderita tuberkulosis paru lebih tinggi dibandingkan orang sehat. Berdasarkan pemikiran di atas, diduga selama pengobatan tuberkulosis akan terjadi peningkatan produksi H 2O 2 dan aktivitas peroksidase (indeks peroksidatif). Selanjutnya, peningkatan ROI dan RNI akan merusak komponen protein bakteri yang ditandai oleh pembentukan advanced oxidation protein products (AOPPs). Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diungkap pola perubahan indeks peroksidatif dan advanced oxidation protein products (AOPPs) di dalam saliva selama masa pengobatan tuberkulosis. Apabila penelitian ini terbukti, maka dapat diketahui pola perubahan respons tubuh terhadap pengobatan tuberkulosis yang dapat menjadi panduan untuk menilai respon pengobatan. METODE Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre test follow up study design dengan follow up post test dilakukan setelah setiap dua bulan selama enam bulan periode pengobatan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi eksperimen dan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive. Penelitian dilaksanakan di SMF Paru RSUD Ulin dan Kelompok Studi Radikal Bebas dan Pemanfaatan Bahan Alam, Laboratorium Kimia/Biokimia Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Subjek penelitian meliputi pasien TB paru dengan kriteria inklusi : kasus baru, BTA (+), usia 15-40 tahun, dan tanpa penyakit penyerta. Subjek terbagi terbagi atas empat kelompok yakni kelompok pengobatan 0
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
73
bulan (0-1 bulan pengobatan), kelompok pengobatan 2 bulan (1-3 bulan pengobatan), kelompok pengobatan 4 bulan (3-5 bulan pengobatan), dan kelompok pengobatan 6 bulan (5-6 bulan pengobatan). Masingmasing kelompok berjumlah 10 orang. Variabel bebas penelitian ini adalah indeks peroksidatif (rasio antara kadar hidrogen peroksida dengan aktivitas peroksidase) dan advanced oxidation protein products (AOPPs). Variabel pengganggu, yaitu kepatuhan pengobatan dan efek samping terapi. Alat bantu kendali dengan “Kartu Isa” dan monitoring efek samping. Pengambilan sampel saliva Saliva diambil dari subjek yang telah mencuci mulut dengan akuades. Setelah itu, saliva divortex kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Selanjutnya, supernatan dibuang dan bagian yang bening diambil dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tube yang telah dilabel untuk diuji. Penentuan indeks peroksidatif Penentuan indeks peroksidatif dilakukan dengan rasio antara kadar peroksida dengan aktivitas peroksidase Pengukuran kadar peroksida saliva. Peroksida saliva diukur dengan menggunakan metode FOX2 yang dimodifikasi dengan cara membuat larutan standard. Caranya sebanyak 1 mM H2O2 200 mL + 160 mL PBS pH 7,4+160 mL FeCl3 (251,5 mg FeCl3 dilarutkan dalam 250 ml aquadest) + 160 mL ofenantrolin. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah itu sentrifuse 12.000 g selama 10 menit. Supernatan diukur absorbansinya pada l=505 nm. Setelah itu, dibuat larutan uji sebagai berikut sebanyak 200 mL plasma + 160 mL PBS pH 7,4+160 mL FeCl3 (251,5 mg FeCl3 dilarutkan dalam 250 ml aquadest) + 160 mL o-fenantrolin (120 mg o-fenantrolin dilarutkan dalam 100 ml aquadest). Diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah itu sentrifuse 12.000 g selama 10 menit. Supernatan diukur absorbansinya pada l=505 nm. Sebagai blanko dibuat larutan sebagai 74
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
berikut sebanyak 200 mL plasma + 160 mL PBS pH 7,4+160 mL aquadest+ 160 mL o-fenantrolin (120 mg o-fenantrolin dilarutkan dalam 100 ml aquadest). Kemudian, diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah itu sentrifuse 12.000 g selama 10 menit. Supernatan diukur absorbansinya pada l=505 nm.12 Pengukuran aktivitas peroksidase. Pengukuran aktivitas peroksidase dilakukan seperti yang dikerjakan oleh Kanehira.13 Sebanyak 1 ml plasma dicampurkan dengan 45 mL FeCl3 +45 mL buffer fosfat (pH 7) + 45 mL Ortofenantrolin. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada =505 nm (A0). Setelah diukur absorbansinya, campuran diinkubasi selama 1 menit pada suhu ruang lalu diukur kembali absorbansinya dengan panjang gelombang yang sama (A1). Perhitungan: Aktivitas POx = DA/5 (menit-1) Pengukuran kadar advanced oxidation protein products (AOPPs) Pengukuran kadar AOPP dilakukan seperti yang dikerjakan oleh Cakatay.14 Pertama kali dibuat dua larutan, yakni larutan uji dan larutan blanko. Pada larutan uji dicampurkan 200 mL sampel plasma dengan 600 mL buffer fosfat dan 100 mL KI 1,16 M. Pada larutan blanko dicampurkan 800 mL buffer fosfat dan 100 mL KI 1,16 M. Kedua larutan kemudian dibiarkan 2 menit lalu ditambahkan asam asetat 200 mL lalu diukur absorbansi pada l=340 nm. Konsentrasi AOPP dinyatakan melalui A = e b C dengan e = 26 mM-1 x cm-1 Analisis data Data yang diperoleh akan dibuat model dengan membuat grafik antara kelompok lama pengobatan dengan indeks peroksidatif maupun AOPPs. Setelah itu dihitung koefisien korelasinya. HASIL Indeks peroksidatif selama periode pengobatan tuberkulosis terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Indeks peroksidatif selama pengobatan tuberkulosis
Korelasi antara lama pengobatan dengan indeks peroksidatif dinyatakan dalam koefisien korelasi r=1 dengan model y=-127,08x3 + 1651,7x2 – 6692,6x + 8571. Pada pengobatan tahap awal (0-2 bulan), indeks peroksidatif sangat tinggi dan selanjutnya akan menurun sesuai lama pengobatan. Pada tahap pengobatan selanjutnya (2-6 bulan), indeks peroksidatif akan mengalami penurunan. Selain mempengaruhi indeks peroksidatif, lama pengobatan tuberkulosis juga mempengaruhi nilai AOPP seperti tersaji pada gambar 2.
Gambar 2. Absorbansi AOPP selama pengobatan tuberkulosis
PEMBAHASAN Pada infeksi Mycobacterium tuberculosis, indeks peroksidatif merupakan parameter aktivasi imunitas seluler terhadap kuman. Indeks peroksidatif mencerminkan fase oksidatif pada respiratory burst dan respons genetik kuman melalui ekspresi berbagai protein enzimatik. Mycobacterium tuberculosis mempunyai beberapa gen yang terlibat dalam aktivitas katalase-peroksidase, yaitu Mn(II)-dependent
peroxidase, peroxynitritase, dan P450-like monooxygenase. Secara alamiah, enzim tersebut adalah enzim pertahanan terhadap molekul oksigen reaktif, akan tetapi enzim tersebut juga terlibat dalam aktivasi obat antituberkuosis. Tingginya indeks peroksidatif pada tahap awal pengobatan disebabkan oleh dua hal, yakni: 1) Respiratory burst yang diperankan oleh netrofil dan makrofag sedang berlangsung melalui pembentukan H2O2. Pada tahap ini jumlah kuman yang difagosit sangat tinggi sehingga membutuhkan H2O2 yang tinggi. Akibatnya, indeks 2)
peroksidatif berada pada nilai yang tinggi. Pada tahap ini mulai diberikan pengobatan sehingga tubuh melakukan mekanisme perubahan obat dari bentuk inaktif menjadi bentuk aktif. Isoniazid (INH) adalah obat antituberkulosis yang paling efektif. Aktivasi INH melibatkan hemoprotein katalase-peroksidase (KatG) yang membutuhkan molekul oksigen. Radikal superoksida dibentuk selama oksidasi INH pada proses aktivasi INH. Oksidasi melalui jalur ini melibatkan pathway monooksigenase melalui pembentukan oxyferous KatG intermediate akibat ikatan dioksigen ke ferrous KatG atau ikatan superoksida ke ferric KatG.
Pada tahap pengobatan selanjutnya (2-6 bulan), indeks peroksidatif akan mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh penurunan kepadatan Myco bacterium tuberculosis sehingga respiratory burst juga akan berkurang. Pada gambar 2 terlihat bahwa antara lama pengobatan dengan AOOPs memiliki hubungan linier yang negatif dan sangat kuat. Artinya semakin lama pengobatan maka kerusakan oksidatif dari protein semakin berkurang. Advanced oxidation protein products merupakan produk kerusakan oksidatif pada protein yang disebabkan oleh HOCl (radikal hipoklorit). Kadar plasma AOPPs berkorelasi dengan ditirosin dan advanced glycation end products (AGEs).12 Pada infeksi tuberkulosis, mekanisme antimikobakaterial diperankan oleh sistem mieloperoksidase-hidrogen peroksida-sistem klorid. Mieloperoksidase merupakan
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
75
hem peroksidase yang mengoksidasi berbagai senyawa aromatik (RH) membentuk radikal (•R). Mieloperoksidase mengkatalis perubahan klorid menjadi produk nonradikal kuat yaitu HOCl, yang berperan penting dalam aktivitas pembunuhan bakteri. Target pada struktur bakteri meliputi protein besi-sulfur, transpor protein membran, sistem ATP, dan replikasi DNA. Selain membentuk HOCl, mieloperoksidase juga menghasilkan produk sampingan, yakni kloramin yang juga bersifat bakterisidal. Sel yang permeabel terhadap kloramin dapat meningkatkan efek HOCl dalam pembunuhan bakteri.16 Dengan demikian, advanced oxidation protein products pada penelitian ini identik dengan kloramin yang menjadi produk fungsional mieloperoksidase. Pada tahap awal pengobatan, absorbansi AOPPs sangat tinggi yang disebabkan oleh mekanisme mieloperoksidase-hidrogen peroksida-sistem klorid yang sangat aktif sebagai antimikobakterial. Hal ini didukung oleh indeks peroksidatif yang juga sangat tinggi. Nampaknya, pada fase ini sistem antimikrobial yang bekerja lebih dominan melalui pembentukan kloramin, sehingga pembentukan AOPP sangat besar. Absorbansi AOPP akan menurun seiring dengan lama pengobatan dan mencapai nilai terendah pada enam bulan pengobatan, meskipun masih terdapat fluktuatif. Penurunan ini disebabkan oleh aktifnya OAT sehingga mekanisme antimikrobial mieloperoksidasehidrogen peroksida-sistem klorid menjadi tidak dominan. Terdapatnya nilai fluktuatif diduga disebabkan oleh peranan obat yang terdistribusi ke dalam saliva, yakni INH. Pada pengobatan periode 0-2 bulan INH diberikan rutin setiap hari selama seminggu sedangkan pengobatan periode 2-6 bulan INH diberikan tiga kali dalam seminggu. Berdasarkan penelitian Hutchings17 dinyatakan bahwa konsentrasi Isoniasid di dalam saliva sebanding dengan di dalam plasma, sehingga perubahan dosis pemberian INH akan mempengaruhi mekanisme mieloperoksidase-hidrogen peroksidasistem klorid. Akibatnya, akan terjadi fluktuasi absorbansi AOPP maupun indeks peroksidatif pada pengobatan bulan keempat.
76
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
KESIMPULAN Model indeks peroksidatif dan AOPP berpotensi sebagai parameter baru untuk deteksi perubahan mekanisme oksidatif selama pengobatan tuberkulosis paru. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
Subagyo A, Aditama TY, Siswarta DK, Partakusuma LG. Pemeriksaan interferon-gamma dalam darah untuk deteksi infeksi tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2006; 3:1-7. Aditama TY. Situasi beberapa penyakit paru di masyarakat. Cermin Dunia Kedokteran 1999; 84: 11-3. Girsang M. Pengobatan standar penderita TBC. Cermin Dunia Kedokteran 2002; 137:5-7. Sawant KV, McMurray DN. Guinea pig neutrophils infected with Mycobacterium tuberculosis produce cytokines which activate alveolar macrophages in noncontact cultures. Infect Immun 2007; April:1870-7. Nathan C, Shiloh MU. Reactive oxygen and nitrogen intermediates in the relationship between mammalian hosts and microbial pathogens. Proc Natl Acad Sci USA 2000; 97:8841-8. Lopes FCM, Placeres MCP, Junior CMJ, Higuchi CT, Rinaldo D, Vilegas W, Leite CQF, Carlos IZ. Immunological and microbiological activity of Davilla elliptica St. Hill. (Dilleniaceae) against Mycobacterium tuberculosis. Mem Inst Oswaldo Cruz 2007; 102(6):769-72. Hughes R, Andrew PW, Kilvington S. Enhanced killing of Acanthamoeba cysts with a plant peroxidase-hydrogen peroxide-halide antimicrobial system. Appl Environ Microbiol 2003; 69:2563-7. Linares E, Giorgio S, Mortara RA, Santos CXC, Yamada AT, Augusto O. Role of peroxynitrite in macrophage microbicidal mechanisms in vivo revealed by protein nitration and hydoxylation. Free Rad Biol Med 2001; 30:1234-42.
9.
10.
11.
12.
13.
Zelles T, Purushotham KR, Macauley SP, Oxford GE, Humphreys-Beher MG. Saliva and growth factors: the fountain of youth resides in us all. J Dent Res 1995; 74:1826-32. Boras VV, Brozovi´c S, Arambasin AC, Zadro R, Devcic T, Begovac J, Brailo V. Salivary peroxidase levels in patients with AIDS. Eur J Med Res 2003; 8:81-4. Setiawan B, Amalia R, Fiki A, Ayunashari I, Zulfarina G, Suhartono E. Efek paraimunitas jus pegagan (Centella asiatica) sebagai modulator system peroksidase saliva penderita tuberculosis paru. 2008. dalam proses terbit. Harma M, Harma M, Erel G. Measurement total antioxidant response in preeclampsia with a novel automated method. Eur J Obstet Gynaecol Reprod Biol 2004; 21:145-50. Kanehira T, Shibata K, Kashiwazaki H, Inoue N, Morita M. Comparison of antioxidant enzymes in
saliva of elderly smokers and non-smokers. Gerodontology 2006; 23:38-42. 14. Cakatay U, Telcy A, Kayali R, Tekeli F, Akcay T, Silvas A. Relation of aging with oxidative protein damage parameters in the rat skeletal muscle. Clin Biochem 2003; 36:51-5. 15. Kaneda H, Taguchi J, Ogasawara K, Aizawa T, Ohno M. Increased level of advanced oxidation protein products in patients with coronary artery disease. Atherosclerosis 2002; 162:221-5. 16. Hampton MB, Kettle AJ, Winterbourn CC. Inside the neutrophil phagosome: oxidants, myeloperoxidase, and bacterial killing. Blood 1998; 92:3007-17. 17. Hutchings AD, Monie RD, Spragg BP, Rutledge PA. Saliva and plasma concentrations of isoniazid and acetylisoniazid. Br J Clin Pharm 1988; 25:585-9.
J Respir Indo Vol. 32, No. 2, April 2012
77