PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN SALIVA BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Arian Aditya Adi Nugroho NIM : 1113103000023
PROGRAM STUDI KEPROFESIAN DAN PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDYATULLLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 29 September 2016
Arian Aditya Adi Nugroho
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN SALIVA BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN
Laporan penelitian Diajukan kepada Program Studi Keprofesian dan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh Arian Aditya Adi Nugroho 1113103000023
Pembimbing I
Pembimbing II
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD NIP. 19780402 200901 2 003
dr. Fikri Mirza P, Sp. THT-KL
PROGRAM STUDI KEPROFESIAN DAN PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN SALIVA BERDASRKAN INDEKS BRINKMAN yang diajukan oleh Arian Aditya Adi Nugroho (NIM: 1113103000023), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 29 September 2016. Laporan Penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Keprofesian dan Pendidikan Dokter. Ciputat, 29 September 2016
DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD NIP. 19780402 200901 2 003 Penguji I
Penguji II
dr. Jono Ulomo, Sp. PK NIP. 19590928 199603 1 001
dr. Nida Farida, Sp. M NIP. 19650602 199102 2 002
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN Pembimbing I Pembimbing II
drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD NIP. 19780402 200901 2 003
dr. Fikri Mirza P, Sp. THT-KL
PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK Kaprodi PSKPD
Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes NIP. 19650808 198803 1002
dr. Achmad Zaki, Sp. OT, M. Epid NIP. 19780507 200501 1 005
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga Laporan Penelitian berjudul “Peran Rokok terhadap Kadar Protein Total Saliva Berdasrkan Indeks Brinkman” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan kehidupan. Penulis menyadari Laporan penelitian ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter yang telah membimbing saya selama menjalani pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr.Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi Pendidikan Dokter 4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membimbing penulis baik dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat terselesaikan 5. dr. Fikri Mirza P, Sp.THT-KL selaku Pembimbing II yang terus memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian 6. Mbak Lilis, Mbak Ai, dan Mbak Suryani selaku Laboran di laboratorium riset, biokimia dan biologi yang membantu dalam pengambilan data penelitian 7. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia menjadi sampel penelitian sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini v
8. Ayah dan Ibu tercinta, Ir. Arifin dan dr. Anna Prononingrum Sp.M, dan saudara kandung yang selalu memberikan dukungan terus menerus, semangat yang tak pernah hangus, dan lantunan do’a yang tak pernah putus untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian ini 9. Ichtiarsyah Suminar, Aprilia Larasati, Arwinda Tanti, dan Zata Yuda Amaniko teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama, menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama dalam menyelesaikan penelitian ini. 10. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan Ridho dari Allah SWT, Aamiin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ciputat, 29 September 2016
Penulis
vi
ABSTRAK
Arian Aditya Adi Nugroho. Program Studi Keprofesian dan Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Saliva Berdasarkan Indeks Brinkman. 2016 Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh rokok terhadap kadar protein saliva pria non-perokok dan pria perokok berdasarkan Indeks Brinkman. Metode: Penelitian ini melibatkan 110 partisipan yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu perokok ringan-sedang, perokok berat, dan non-perokok sebagai kontrol. Dilakukan pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh dokter gigi dan pengumpulan saliva yang tidak distimulasi untuk seluruh partisipan yang diinklusi. Pengukuran kadar protein total saliva dengan menggunakan Bradford Assay. Hasil: Kadar protein total saliva pada kelompok Non-Perokok secara bermakna (p < 0,05) lebih tinggi dibandingkan Perokok, dan berdasarkan Indeks Brinkman kadar protein total saliva perokok berat secara tidak bermkana lebih rendah dibandingkan perokok ringan-sedang. Kesimpulan: Merokok dapat mempengaruhi kadar protein total saliva dan dapat mengarah kepada keadaan patologis. Kata kunci: Rokok, Kadar Protein Total Saliva, Saliva, Indeks Brinkman.
ABSTRACT
Arian Aditya Adi Nugroho. Medical Profession and Education Study Program. Smoking Effect on Salivary Total Protein Based on Brinkman Index. 2016 Objective: The aim of this study is to observe the effect of cigarette to the salivary total protein level in male non-smokers and male smokers based on Brinkman Index. Methods: This study involve 110 subjects, divided into three groups, mild-moderate smokers, severe smokers, and non-smokers as control group. Physical examination of mouth and teeth by the dentist and unstimulated whole saliva were collected for inclusive subject. Measurement of salivary total protein level were using the Bradford Assay. Results: Non-smokers’ salivary protein total level was significantly (p < 0,05) higher than smokers, and based on Brinkman Index salivary total protein level of severe smokers was not significantly lower than mild-severe smokers. Conclusion: Tobacco smoking altered the oral condition and salivary protein level and can lead to pathological diseases. Key words: Smoking, Salivary Protein Total Level, Salivary, Brinkman Index.
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL .................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................. v ABSTRAK ............................................................................................... vii ABSTRACT ............................................................................................. vii DAFTAR ISI............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1 Latar Belakang................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 3 1.3 Hipotesis ............................................................................ 4 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................... 4 1.4.1
Tujuan Umum .............................................. 4
1.4.2
Tujuan Khusus ............................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 4 1.5.1
Manfaat bagi Peneliti ................................... 4
1.5.2
Manfaat bagi Masyarakat ............................. 4
1.5.3
Manfaat bagi Civitas Akademika UIN......... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5 2.1 Landasan Teori ................................................................... 5 2.1.1
Saliva.................................................................. 5 2.1.1.1
Definisi Saliva ..................................... 5
2.1.1.2
Fungsi Saliva ....................................... 5 viii
2.1.1.3
Anatomi Kelenjar Saliva ..................... 9
2.1.1.3.1
Kelenjar Saliva Mayor ................. 9
2.1.1.3.2
Kelenjar Saliva Minor ................. 10
2.1.1.4
Komponen Saliva ................................ 11
2.1.1.5
Sekresi Saliva ...................................... 12
2.1.1.6
Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia .................................. 15
2.1.2
Tembakau dan Rokok ........................................ 17 2.1.2.1
Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok .................................................. 17
2.1.2.2
Klasifakasi Rokok ............................... 18
2.1.2.3
Kandungan Rokok .............................. 19
2.1.2.4
Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva .................................... 20
2.1.2.5
Efek Rokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut ........................................... 23
2.1.3
Coomasive Dye-Binding Assay (Bradford Assay) ................................................ 28
2.2 Kerangka Teori .................................................................. 29 2.3 Kerangka Konsep .............................................................. 30 2.4 Definisi Operasional .......................................................... 31 BAB 3. METODE PENELITIAN .......................................................... 33 3.1 Desain Penelitian ............................................................. 33 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................... 33 3.3 Kriteria Subjek Penelitian................................................ 33 3.4 Besar Sampel Penelitian .................................................. 34 3.5 Alat dan Bahan Penelitian ............................................... 35 3.6 Cara Kerja Penelitian ....................................................... 36 3.7 Manajemen dan Analisis Data ......................................... 40 3.8 Alur Penelitian ................................................................. 40 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 41 ix
4.1 Hasil Penelitian ................................................................. 41 4.1.1 Karakteristik Subjek penelitian ........................... 41 4.1.2 Karakteristik Perokok Subjek Penelitian ............. 43 4.1.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut pada Saliva Subjek .................................................................. 44 4.1.4 Karakteristik Merokok dengan Kadar Protein Saliva pada Subjek Penelitian ....................................... 45 4.2 Pembahasan ..................................................................... 46 4.3 Aspek Keislaman ............................................................. 49 BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 52 5.1 Simpulan .......................................................................... 52 5.2 Saran ................................................................................ 52 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 53 LAMPIRAN ............................................................................................. 57
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva ...................................................... 10 Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf .............................. 12 Gambar 2.3 Kontrol Sekresi Saliva ......................................................... 15 Gambar 2.4 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma ....................... 16 Gambar 3.1 Pemeriksaan Fisik Gigi dan Mulut ....................................... 36 Gambar 3.2 Sentrifugasi Sampel Saliva .................................................. 37 Gambar 3.3 Larutan PSMF ...................................................................... 37 Gambar 3.4 Microplate ............................................................................ 38 Gambar 3.5 Reagen Bradford .................................................................. 39 Gambar 3.6 Perubahan Warna Sampel Protein ........................................ 39 Gambar 4.1 Boxplot Protein terhadap Status Merokok ............................ 45
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva......................................................................................................... 13 Tabel 2.2 Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks (DI) ................................. 24 Tabel 2.3 Kriteria Pemeriksaan Calculus Indeks (CI) .............................. 24 Tabel 2.4 Kriteria Pemeriksaan Gingiva Indeks (GI) ............................... 26 Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian (n=110) ................................... 41 Tabel 4.2 Karakteristik Perokok Subjek Penelitian (n=78) ...................... 42 Tabel 4.3 Karakteristik DI, CI, GI, dan OHIS Score Subjek Penelitian ... 44 Tabel 4.4 Hubungan Karakteristik Merokok dengan Kadar Protein Saliva pada Subjek Penelitian ................................................................... 45
xii
DAFTAR SINGKATAN
CI : Calculus Index DI : Debris Index GI : Gingival Index OHIS : Oral Hygiene Index Simplified Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar WHO : World Helath Organization pH : Power of Hydrogen
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Formulir Informed Consent dan Data Responden ............... 57 Lampiran 2. Riwayat Penulis ................................................................... 69
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Dahulu daun tembakau digunakan sebagai obat perangsang, menekan rasa lapar dan haus serta sebagai obat mengurangi rasa sakit bila digunakan dalam dosis kecil. Daun tembakau sebagai bahan baku rokok pertama diketahui di Amerika tahun 1535. Pada zaman sekarang ini, merupakan suatu rutinitas, melihat mayoritas dari masyarakat Indonesia merokok di tempat-tempat umum. Definisi dari merokok itu sendiri adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif yang merugikan bagi kesehatan karena suatu proses pembakaran massal tembakau yang menimbulkan polusi udara dan terkonsentrasi yang secara sadar langsung dihirup dan diserap oleh tubuh bersama udara pernapasan 45 Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003 rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya. Rokok berbentuk silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 70 – 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah. Angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan merokok sigaret hampir berkolerasi linier dengan jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari dan tahun pemakaian 24 Pada tahun 2013, WHO (Wolrd Health Organization) melaporan, sekitar 6 juta jiwa pertahun meninggal akibat rokok dan 5 juta jiwa pertahunnya meninggal karena terhirup dan terpapar oleh asap rokok. Bila telah kecanduan, sangatlah susah untuk menghentikan kebiasaan merokok maka pada tahun 2003 negaranegara anggota WHO mulai mengadopsi konvensi atau WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) untuk memerangi efek mematikan yang ditimbulkan dari konsumsi tembakau. Sepuluh tahun kemudian atau tahun 2013 organisasi WHO melaporkanbahwa perokok di dunia mengalami penurunan yang drastis 1 Global Adults Tobacco Survey (GATS) memperkirakan terdapat 7,9 milyar orang dewasa saat ini perokok aktif dan 3,5 milyar orang terpapar asap rokok di 1
2
tempat kerja. Hampir 2/3 perokok di dunia tinggal di 10 negara dan Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah perokok (4%) setelah China (38%), Rusia (7%) dan Amerika Serikat (5%) 2 Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan angka sebesar 33,4% pada usia 30-34 tahun untuk perokok aktif. Rerata batang rokok yang dihisap perharinya sekitar 12,3 batang (setara dengan satu bungkus) an perbandingan antara laki-laki dan perempuan perokok sekitar 47,5% dibanding 1,1%. Demikian untuk perokok usia >15 tahun yang merokok cenderung mengalami peningkatan 1,9% pertiga tahun. Pada tahun 2013, wilayah tertinggi perokoknya sekitar 55,6% diduduki oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).1,2 Penelitian yang dilakukan di dunia maupun di dalam negeri sendiri, telah menunjukkan prevalensi kerjadian merokok meningkat dan terkadang berakhir sampai kematian. Dampak negatif dari rokok untuk kesehatan khususnya di bagian rongga mulut dan sistem respirasi, selain berdampak kesehatan untuk perokok aktif maupun perokok pasif yang terhirup oleh asap rokok. Rokok mengandung zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan mengganggu kesehatan manusia. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia (termasuk tar, nikotin, karbon monoksida, acetone, pyrene dan lainnya). Zat-zat toksik tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya penyakit jantung dan vascular, kanker paru dan kanker mulut. Tidak hanya itu, rokok juga dapat insidensi kanker mulut dan laring.3,4,5 Saliva merupakan hasil sekresi eksokrin dengan komposisi 99 % air termasuk cairan elektrolit, protein dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin, dan beberapa oligopeptida juga memiliki fungsi sebagai bagian dari sistem pertahanan rongga mulut,. Keseluruhan komposisi cairan ini turut mempengaruhi keseimbangan fisiologis mulut dan gigi. Oleh karena itu, gangguan pada aliran saliva dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. Dengan tingginya prevalensi penyakit mulut pada perokok. Karena komposisinya yang mirip dengan plasma, saliva telah banyak digunakan sebagai sampel pemeriksaan biomarker kondisi patologis rongga mulut.3,4,5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sari tahun 2015, terdapat penurunan kadar protein total pada saliva perokok yang mengarah pada penurunan kadar
3
Immunoglobulin dan enzim-enzim yang bekerja pada saliva serta penurunan glutathione. 6 Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami 2009 menyatakan bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus control. Pengamatan secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, melaporkan terjadi penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva pada perokok dengan periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.7,26 Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Avsar tahun 2009, pada anak-anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara anak-anak perokok pasif dan grup control, sedangkan kadar Immunoglobulin A (Ig A) saliva pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup control, dan aktivitas amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan dengan grup control.29,30 Klasifikasi perokok berdasarkan indeks merokok yang menunjukkan derajat beratnya merokok. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks merokok, namun ada dua perhitungan yang cukup sering digunakan yaitu Indeks Brinkman (IB), digunakan untuk menghitung derajat beratnya merokok berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok dalam tahun sebagai variable. Hingga saat ini, belum ada laporan penelitian mengenai kadar protein total pada saliva perokok laki-laki di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan peran rokok terhadap kadar kadar protein toal saliva laki-laki perokok berdasarkan Indeks Brinkman.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana peran rokok terhadap kadar protein total saliva pada laki-laki perokok berdasarkan Indeks Brinkman?
4
1.3 Hipotesis Rokok dapat mempengaruhi kadar protein total saliva pada laki-laki perokok yang dipengaruhi oleh tingkat konsumsi rokok dan durasi waktu (tahun).
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui peran rokok terhadap kadar protein total pada saliva pria perokok berdasarkan Indeks Brinkmann
1.4.2
Tujuan Khusus Mengetahui perbedaan kadar protein total pada saliva pria perokok berdasarkan Indeks Brinkmann
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk : 1.5.1
Bagi Peneliti
Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Keprofesian dan Pendidikan Dokter (PSKPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menambah pengetahuan mengenai kadar protein total saliva pada pria perokok berdasarkan Indeks Brinkmann
1.5.2
Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap kadar protein total saliva pada pria perokok berdasarkan Indeks Brinkmann
1.5.3
Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber
pengetahuan
dan
sebagai
referensi
bagi
peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Saliva 2.1.1.1 Definisi Saliva Saliva, merupakan suatu zat cairan kompleks yang berkaitan dengan mulut yang berperan sangat penting dalam mempertahankan ekosistem dirongga mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan saliva melalui duktus pendek ke dalam mulut. 99,5% H2O, dan 0,5% elektrolit dan protein merupakan kandungan dari saliva. Konsentrsi NaCl (garam) pada saliva hanya sepertujuh dari konsentrasi di plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Di sisi lain, diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur. Di dalam saliva itu sendiri terdapat beberapa protein yang berperan penting yaitu amilase, mukus, dan lisozim.9,10 2.1.1.2 Fungsi Saliva Saliva mengandung beberapa enzim dan glikoprotein. Enzim yang terkandung di dalam saliva diantaranya terdapat lipase dan lingual yang di keluarkan oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva. Selain itu saliva juga mengandung suatu glikoprotein yang bernama musin, yang berguna untuk melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut.11 Berikut adalah fungsi-fungsi dari saliva: 9,10,11 1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut. 2. Melumasi dan melunakan makan sehingga memudahkan proses menelan dan mengecap rasa makanan. 3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sel bakteri, sehingga dapat mengurangi akumuasi plak gigi dan mencegah infeksi.
5
6
4. Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat menekan naik turunnya derajat keasaman (pH). 5. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap. 6. Berperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk mencegah demineralisasi gigi 7. Membantu proses berbicara dengan menggerakkan bibir dan lidah. 8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan gigi bersih Sekresi saliva normalnya antara 800 sampai 1500 mililiter dengan rata-rata sekitar 1000 mililiter. Untuk pH, saliva memiliki pH antara 6,0 sampai 7,0, yang merupakan pH yang baik untuk mengaktifkan ptyalin (α-amilase). Pada saliva sendiri, pH yang di keluarkan dapat dipengaruhi saat aktivitas kelenjar itu sendiri. Pada keadaan saat kelenjar sedang istirahat, pH saliva sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang aktif melakukan sekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0.13,14 Dalam sumber lain, saliva memiliki berbagai macam peran, terutama pada kesehatan gigi dan mulut. Diantara fungsi saliva di dalam rongga mulut adalah: 42 1. Perasa Salivay flow yang terbentuk di dalam asinus dalam keadaan isotonik terhadap plasma. Namun, karena mengalir lewat ductus, mengalami perubahan menjadi keadaan hipotonik. Kandungan hipotonik saliva dengan kadar glukosa, natrium klorida dan urea yang rendah sehingga memiliki
kapasitas
untuk
memberikan
kelartan
substansi
yang
memungkinkan gustatory buds meraskan berbagai rasa yang berbeda. Gustin yang merupakan salah satu protein saliva, penting untuk pertumbuhan dan perkembangan gustatory buds. 2. Protein dan Lubrikasi Saliva merupakan lapisan seromucosal yang berfungsi sebagai pelindung dan pelumas jaringan rongga mulut dari agen iritan. Mucins, yang merupakan protein salivadengan kandungan tinggi karbohidrat, memiliki
7
peran sebagai lubrikasi, protein terhadap dehidrasi dan pada pemeliharaan viskoelastisitas saliva. Selain itu, protein ini juga melindungi jaringan rongga mulut terhadap serangan infeksi dari mikroorganisme yang bersifat proteolitik. 3. Pengenceran dan Pembersihan Selain mengencerkan (diluting) substansi-substansi di dalam rongga mulut,
konsistensi
cairan
saliva
juga
memudahkan
untuk
terjadinyapembersihan secara mekanis terhadap sisa-sisa zat atau residu seperti non-adherent bacteria dan debris. Semakin besar aliran saliva (salivary flow), maka semakin besar pula kapasitas pengenceran dan pembersihan sisa-sisa zat di dalam rongga mulut. 4. Sistem penyangga Buffer adalah suatu substansi yang membantu mempertahankan agar pH tetap dalam kondisi netral. Saliva memiliki kemampuan mengatur keseimbangan sistem penyangga untuk melindungi rongga mulut, diantara caranya adalah sebagai berikut:
Mencegah kolonisasi oleh mikroorganisme pathogen dengan membuat kondisi lingkungan rongga mulut agar tidak menjadi media pertumbuhan yang optimal
Mentralisir dan membersihkan zat asam yang dihasilkan leh mikroorganisme penghasil asam, dengan demikian demineralisai pada enamel gigi dapat dicegah
Sistem asam-bikarbonat lebih berperan pada kondisi saliva yang terstimulasi sebagai sistem buffer. Sedangkan pada kondisi saliva yang tidak terstimulasi sistem fosfat lah yang berperan. 5. Integritas enamel gigi Saliva memiliki peranan penting untuk mempertahankan integritas fisikkimia dan enamel gigi dengan memodulasi proses remineralisasi dan demineralisasi. Faktor utama yang mengendalikan stabilitas dari hidroksiapitat enamel adalah konsentrasi aktif dari kalsium bebas, fosfat bebas, fluor bebas dan pH saliva. Tingginya konsentrasi kalsium dan fosfat
8
dalam saliva menjamin terjadinya pertukaran ion pada permukaan gigi terutama dimulai pada gigi yang erupsi sehingga mengakibatkan maturasi pasca erupsi. Sebelum terjadinya kavitas pada gigi karies, remineralisasi masih dapat terjadi karena komponen kalsium dan fosfat yang terkandung dalam saliva. Konsentrasi kalsium dalam saliva sangat bervariasi bergantung pada salivary flow, dan tidak dipengaruhi oleh diet. Kalsium saliva dapat terionisasi atau terikat, tergantung pada kondisi pH. 6. Membantu proses pencernaan Saliva berperan dalam membantu proses pencernaan awal terhadap pati, dan proses pembentukan bolus pada makanan. Hal ini disebabkan adanya enzim amilase (ptyalin) pada saliva yang berfungsi untuk memecah pati menjadi maltose, maltotriose dan dextrins. Enzim ini dianggap sebagai indicator yang baik untuk menilai fungsi kelenjar saliva. Sebagian besar (80%) komponen dari enzim ptyalin ini disintesis oleh kelenjar parotis dan sisanya oleh kelenjar subamandibularis. 7. Perbaikan jaringan Berfungsi sebagai perbaikan jaringan, kaitannya dengan saliva adalah waktu perdarahan pada jaringan rongga mulut yang berlangsung lebih singkat dibandingkan jaringan lain. Suatu eksperimen menunjukkan ketika saliva dicampurkan dengan darah, waktu koagulasinya menjadi lebih cepat (meskipun hasil bekuannya kurang padat dari yang normalnya). 8. Sifat antibakteri Saliva mengandung komponen protein imunologik dan non-imunologik yang mempunyai sifat antibateri. IgA merupakan komponen protein imunologik terbesar pada saliva yang dapat mentralisir virus, bakteri dan enzim toksin. IgA berperan sebagai antibody yang berikatan dengan antigen bakteri sehingga mencegah penempelan pada rongga mulut. Komponen imunologik lainnya antara lain IgM, IgG dalam jumlah kecil dan mungkin berasal dari cairan gingiva. Sedangkan komponen protein non imunologik yang terkandung pada saliva terdiri dari enzim lisozim, laktoferin, dan staterin, peroksidase, mucin glycoproteins, agglutinins, histatints, proline-rich protein dan cystatins.
9
2.1.1.3 Anatomi Kelenjar Saliva Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelejara parotis, submandibularis dan sublingualis. Kelenjar paratiroid meruakan kelenjar saliva yang didominasi oleh cairan serosa, sedangkan kelenjar sublingual sebagai kelenjar saliva campuran yang didominasi oleh cairan mucus. Dan kelenjarkelenjar minor seperti, kelenjar buccal, kelenjar palatal dan kelenjar lingual. 5,6,9 2.1.1.3.1 Kelenjar saliva mayor Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar dan terletak bilateral didepan telinga antara ramus mandibularis dan prosesus masteoideus dengan bagian yang meluas kemuka dibawah lengkung zigomatikus dan m.masseter. Kelenjar parotis terdiri dari dua bagian, yaitu pars superfacial dan pars profunda. Terdapat beberapa hal yang melewati kelenjar parotis, yaitu saraf facialis, vena retromandibular, arteri karotis eksterna. Keluarnya saliva dari kelenjar ini melalui duktus parotis (Stensen) yang berasal dari bagian anterior kelenjar parotis.Kelenjar saliva parotis memproduksi 25% saliva sekresi serosa yang banyak mengandung enzim amylase saliva. Enzim tersebut dapat menguraikan zat pati (amilum/kompleks karbohidrat). Aliran sekresi parotis akan menuju suatu saluran yang disebut duktus parotis.5,6,10,12 Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva tebesar kedua yang terletak di hampir seluruhnya di bawah mylohyoid. Duktus yang mengalirkan saliva keluar dari kelenjar ini yaitu kelenjar submandibula (Wharton) sepanjang 45 cm pada sisi frenulum lingual, persis dibagian inferior ggi bawah. Sel-sel pada keenjar submandibular mensekresikan 70% saliva yang sebagian bersifat serosa, buffer, mucin (zat glikoprotein), seta enzim amylase.5,6 Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus.masing masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk masa kelenjar disekitar frenulum lingual. Kelenjar ini memiliki beberapa duktus drainase, yaitu duktus sublingual mayor sebagai yang utama dan duktus
10
11
pada saliva. Hampir sekitar 70 persen saliva berasal dari kelenjar saliva submandibula, sedangkan sekitar 25 persen berasal dari kelenjar parotid serta sekitar 5 persen sisanya berasal dari kelenjar saliva sublingual. Buffers pada saliva bertujuan menjaga derajat keasaman mulut kita yang berkisar diantara 7. Hal tersebut mencegah akumulasi bakteri pada mulut. Kemudian, saliva juga mengandung antibody (IgA) dan lisozim. Keduanya memiliki peranan penting dalam mengatur populasi bakteri pada mulut. Secara garis besar komposisi saliva dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen organic saliva dan komponen anorganik saliva. Komponen organic saliva terdiri dari protein yang meliputi enzim alfa-amilase, lisozim, kalikrein, laktoperosidase, musin. Sedangkan komponen anorganik saliva terdiri dari Sodium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Klorida, Fosfat, Nitrat, Potassium. 14,15 Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein nonimmunologis sebagai antibacterial properties. Secretory immunoglobin A (IgA) merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi virus, bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat perlekatan pathogen pada jaringan rongga mulut. Sedangkan protein saliva non- immunologis terdiri dari lysozyme, lactoferrin, dan peroksidase, glikoprotein musin, agglutinin, histatin, proline kaya protein, statherin dan cystatine. Lisozim dapat menghidrolisis dinding sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara langsung komponen dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan berupa lapisan eksternal pada dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida. Lactoferrin berfungsi sebagai zat fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai zat immunomodulator berikatan dengan ion besi bebas yang menyebabkan efek bakteriocidal atau bacteriostatic pada mikroorganisme pathogen.15
12
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva16
13
2.1.1.5 Sekresi Saliva Secara rerata, sekitar 1 samai 2 liter saliva dikeluarkan setiap hari, berkisar dari laju basal spontan terus menerus sebesar 0,5 ml/mnt hingga aju aliran maksimal sekitar 5 ml/mnt sebagai respon terhadap rangsangan kuat misalnya menghisap jeruk. Sekresi basal liur yang terus menerus tanpaa rangsangan yang jelas ditimbulkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah oleh ujung-ujung syaraf parsimpatis yang berakhir dikelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga mulut dan tenggorokan selalu basah.9,10 Pengaturan sekresi saliva oleh saraf, pada gambar 2.2 menunjukkan jalur saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaraan saliva, menunjukkan bahwa kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal parasimpatis dari nukleous salivatorius superior dan inferior batang otak. Nukleus salivatorius terletak kirakira pada pertemuan antara medula dan pons dan akan tereksitasi oleh rangasangan taktil dan pengecapa dari lidah dan daerah-daeah rongga mulut dan faring lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama asam, merangsan sekresi saliva dalam jumlah sangat banyak seringkali 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi basal. Rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongg mulut menyebabakan saliva salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar kurang saliva.
menyebabkan
salivasi
dan
kadang-kadang
bahkan
menghambat
9,10,13
Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf Sumber : Guyton & hall, 2008
14
15
dari tambahan efek vasodilator ini disebabkan oleh kalikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang kemudian bekerja sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah, yaitu alfa2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.9,10 Pengaruh otonom terhada sekresi saliva, pusat pengontrolan drajat engeluaran saliva melalui saraf otonom yang mensyarafi kelenjar saliva. Tidak seperti sistem saraf otonom ditubuh yang lain, respon saraf simpatis dan parasimatis dikelenjar saliva tidak antagonistik. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis, meningkatkan sekresi liur tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanismenya berbeda. Stimulasi parasimatis, yang memiliki efek dominan dalam sekresi salilva, menghasilkan liur yang segera keluar, encer, jumlah banyak dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, sebaliknya, menghasilkan liur denan volume terbatas, kental dan kaya mukus. Karena stimulasi simpatis menghasilkan lebih sedikit saliva maka mulut terasa lebih kering daripada biasanya selam keadaankeadaan dimana sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stress. Sekresi saliva adalah satu-satunya sekresi pencernaan yanng seluruhnya berada dibawah kontol saraf. Semua sekrei pencernaan lainya oleh releks sistem saraf dan hormon.9,10,11 Sekresi saliva oleh kelenjar saliva terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama, sel asinus mensekrsi sekresi primer yang mengandung ptialin dan/atau musin, kemudian sekresi primer mengalir melalui duktus salivarius. Tahap kedua, selama hasil sekresi primer mengalir di duktus salivarius, terjadi absorbsi aktif ion natrium dan absorbsi pasif ion klorida, hal inilah yang menyebabkan ion natrium dan ion klorida di saliva leih rendah daripada di plasma. Selain itu terjadi pula sekresi aktif ion kalium dan bikarbonat, sehingga konsentrasinya di saliva lebih banyak daripada di plasma.9 2.1.1.6 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia J.A.Loo
dkk
pada
tahun
2010
melakukan
penelitian
untuk
membandingkan komponen saliva dan plasma untuk kepentingan sampel diagnosis Hasil penelitian menyatakan bahwa 27% komponen protein pada saliva saling tumpang tindih dengan protein di plasma. Terdapat 40% protein yang
16
17
2.1.2 Tembakau dan Rokok 2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok Rokok merupakan salah satu bentuk olahan dari tembakau yang sediaannya berbentuk gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap.Contohnya adalah bidi, cigar, cigarette. Sigaret/Cigarette merupakan sediaan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Pembakaran tembakau tersebut dilakukan dalam suatu komponen pelapis seperti kertas maupun dalam pipa. Ketika seseorang merokok, suhu pada ujung tembakau yang dibakar mencapai angka 900 celcius, sedangkan suhu yang terdapat pada ujung pipa atau rokok yang terkena bibir dan dihisap adalah 30 celcius.19,20 Tembakau merupakan hasil dari daun kering tanaman Nikotiana tabacum yang biasa digunakan sebagai bahan baku rokok. Terdapat beberapa klasifikasi jenis rokok, yaitu berdasarkan kandungannya, rokok putih yang terdiri dari tembakau dengan campuran bahan pemberi aroma, rokok kretek yang terdiri dari tembakau dan cengkeh dengan campuran bahan pemberi aroma ,rokok siong yang terdiri dari tembakau dengan bubuhan klembak dan menyan sebagai pemberi aroma. Berdasarkan bahan pembungkus yang digunakan:21
Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun yangdibentuk spiral
Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya kertas
Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya daun jagung
Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya daun aren
Putren : rokok yang bahan pembungkusnya daun jagung yang masih muda
Sedangkan berdasarkan cara pembuatannya rokok dibagi menjadi 2 macam, yaitu:21 a. Sigaret kretek tangan (SKT)
18
Merupakan jenis rokok yang cara pembuatannya menggunakan tangan atau alat yang sederhana. Dalam proses pembuatannya dilakukan dengan cara digiling atau dilinting. b. Sigaret kretek mesin (SKM) Jenis rokok ini adalah rokok yang dibuat dengan menggunakan mesin. Jadi material rokok dimasukkan kedalam mesin, dan akan keluar sebagai batang rokok.
2.1.2.2 Klasifikasi Perokok Menurut Sitopoe 2000 bahwa perokok merupakan orang yang telah merokok 1 batang atau lebih setiap hari sekurang-kurangnya selama 1 tahun, namun apabila orang tersebut sempat tidak merokok selama 1 bulan disebut sebagai riwayat perokok. Sedangkan jika seseorang selama 5 tahun berhenti merokok maka disebut sebagai mantan perokok. Perokok diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu: 19 a. Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang perhari. b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang perhari c. Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari. Klasifikasi perokok berdasarkan indeks merokok yang menunjukkan derajat beratnya merokok. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks merokok, namun ada dua perhitungan yang cukup sering digunakan yaitu Indeks Brinkman (IB), digunakan untuk menghitung derajat beratnya merokok berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok dalam tahun sebagai variabel, sehingga rumusnya sebagai berikut: 21
19
IB = (Jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari) X (Lama merokok dalam tahun) Penggolongan perokok berdasarkan indeks Brinkman adalah sebagai berikut: 0-199 = perokok ringan 200-599 = perokok sedang ≥ 600 = perokok berat 2.1.2.3 Kandungan Rokok Rokok mengandung sekitar 4000 komponen-komponen. Komponen toksik rokok utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Kandungan kimia yang sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen. Dari jumlah tersebut sekitar 1.100 komponen diturunkan menjadi komponen asap secara langsung dan 1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen lain dan membentuk komponen baru. Didalam asap sendiri terdapat 4.800 macam komponen kimia yang telah teridentifikasi, dan 69 diantaranya menyebabkan kanker. Bahan kimia tersebut memiliki efek toksik bagi sel-sel tubuh dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan berbagai kerusakan fungsi dan stuktural sel. Bahan kimia pada asap rokok yang bersifat karsinogen antara lain Zat-zat toksik tersebut antara lain: 19,21,22
1) Karbon monoksida Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan oksigen ke jaringan.gas beracun yang mampu mengikat hemoglobin 200 kali lebih kuat dibanding oksigen, mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hipoksia di jaringan perifer, dan dapat mengakibatkan stroke 2) Nikotin Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0,5 – 3 ng dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan atau plasma antara 40 – 50 g/ml. Efek
20
nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone katekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah . 3) Tar Kadar tar pada rokok antara 0,5 – 35 mg per batang. Tar dapat memicu timbulnya kanker pada paru-paru dan jalan nafas.Partikel yang dapat menyelimuti paru dan menyebabkan kanker.
4) Kadmium Kadmium adalah zat yang dapat menjadi toksin bagi jaringan tubuh terutama ginjal 6) Vinyl Chloride Merupakan bahan kimia buatan manusia yang digunakan dalam pembuatan plastik dan terdapat dalam filter rokok. 7) TSNAs Tobacco-specific N nitrosamines, diketahui sebagai karsinogen paling poten yang terdapat pada tembakau, tembakau tanpa asap, dan asap tembakau yang dapat menyebabkan mutasi gen. 8) Benzene Terdapat dalam pestisida dan bensin, dan dalam asap rokok kandungannya cukup tingggi. 9) Formaldehid Biasa digunakan dalam pengawetan mayat. Menyebabkan iritasi hidung, tenggorokan, dan mata saat menghirup asap rokok. 10) Nikotin Zat yang bersifat adiktif terdapat pada tembakau, dalam 6 detik dapat mencapai otak dan berkeja pada sistem saraf pusat menyebabkan rasa rilex dan menurunkan cemas. Dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan di otak, dalam
21
dosis yang lebih besar bekerja sebagai depresan, menurunkan hantaran sinyal antar neuron, dan dalam dosis yang lebih besar bersifat sebagai racun terhadap jantung, pembuluh darah, dan hormon. 2.1.2.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva Saat ini sudah banyak penelitian dilakukan mengenai efek rokok, dan rokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Mulut merupakan salah satu organ pertama yang terpapar oleh rokok, dan banyak penyakit yang timbul akibat paparan rokok. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan pun bervariasi, seperti kebersihan mulut dan gigi yang buruk, terdapat peradangan. Bahan toksik yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan iritasi pada jaringan lunak di rongga mulut, infeksi mukosa, memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan fagositois, dan bahkan mengurangi asupan aliran darah ke ginggiva. Dan saliva merupakan cairan biologis pertama dari tubuh kita yang terpapar oleh tembakau dari rokok yang mengandung bahan-bahan bersifat toksik yang dapat mengubah saliva baik secara struktural maupun fungsional.22,23 Efek yang ditimbulkan oleh rokok tergantung dari jumlah rokok dan durasi merokok. Sebuah studi meta-analisis tahun 2008 menyatakan merokok meningkatkan 3 kali lipat risiko kanker mulut. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hal itu, yang pertama efek dari paparan rokok saat menghisap rokok yang dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung. Selain itu bahan kimia pada rokok dan asap rokok dapat merangsang pelepasan zat kimia dari sel makrofag dan neutrofil aktif seperti IL-1, Prostaglandin 2, Elastase proteinase 3, katepsin G yang pada tubuh yang dapat merusak sel dan jaringan kelenjar saliva. Dan hal tersebut di pengaruhi juga oleh lamanya merokok dan jumlah batang erhari yang daat mempeburuk keadaan saliva.23,24 Efek lain yang disebabkan oleh rokok terhadap saliva yaitu efek kemoatraktan langsung dari nikotin terhadap neutrofil. Neutrofil yang terkumpul akan mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya yag kaya akan elastase neutrofil, proteinase 3 dan katepsin G yang merusak jaringan , rokok juga meningkatkan aktivitas enzim matrixmetalloproteinases (MMPs), elastase, interleukin-1, dan prostaglandin-2 dari sel makrofag yang berakibat pada destruksi
22
sel dan jaringan dan asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif (ROS) yang merupakan radikal bebas.8,25 Radikal bebas ini mengaktifkan transkripsi nuclear factor κB (NF-κB) yang lalu mengaktifkan gen untuk TNF dan IL-8 sebagai kemoatraktan neutrofil. Rokok menurunkan kadar Ig A dan Ig G yang berperan dalam melawan bakteri Gram negatif pada rongga mulut, rokok juga menurunkan kapasitas proliferasi sel T yang mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi.rokok daat menurunkan alliran darah ke gusi. 25,27,29 Penurunan respon sistem imun terutama disebabkan oleh nikotin. Kandungan dalam rokok seperti karbon monoksida menurunkan oksigenasi ke jaringan mengakibatkan gangguan dalam proses penyembuhan luka. Iritasi kelenjar saliva dan inflamasi saluran keluar kelenjar saliva yang berakibat pada peningkatan laju sekresi saliva pada awal paparan rokok, namun penurunan sebagai efek jangka panjang merokok. Komponen unsaturated & saturated aldehydes pada rokok dapat berinteraksi dengan sulphydryl group (-SH) pada enzim saliva sehingga menurunkan kadar protein saliva dan menurunkan enzim laktat dehidrogenase (LDH), aspartat aminotransferase (AST), dan amilase pada pertama kali paparan rokok. Kadar glutathione (GSH) dan enzim peroksidase sebagai antioksidan yang menyumbangkan –SH kepada aldehid juga menurun setelah paparan rokok. 8,27,28 Penelitian yang dilakukan oleh Avsar dkk tahun 2009 pada anak-anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.29,30 Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami dkk tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, tahun 2012 melaporkan terjadi penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva
23
pada perokok dengan periodontitis dan perokok yang tidak mengalami periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.7,26 Hasil berlawanan dilaporkan oleh Laine dkk tentang efek rokok pada manusia berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sodium, potassium dan protein total pada saliva. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Kallapur dkk tahun 2013 tentang peningkatan kadar protein total saliva pada penderita diabetes yang merokok dan yang tidak merokok, yang diduga karena peningkatan permeabilitas membran basal vaskular akibat diabetes sehingga terjadi kebocoran protein plasma ke saliva dan penelitian oleh Negler dkk tahun 2000 munujukan penurunan aktivitas enzim amilase (34%), lactic dehydrogenase (57%), asam fosfatase (77%) pada saliva akibat merokok, namun tidak berefek pada aktivitas aspartate aminotransferase dan alkaline phophatase. Penilitian ini juga mengatakan bahwa berbagai komponen pada rokok dapat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim saliva dengan berbagai mekanisme.29,31 2.1.2.5 Efek Merokok Tembakau terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok. Kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks yaitu Oral higiene index simplified (OHIS) adalah indeks untuk menentukan status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Plaque index (PI) digunakan untuk mengukur ketebalan plak pada permukaan gigi. Gingival index (GI) digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna gusi, konsistensi dan kecenderungan untuk berdarah. Decayed, missing, and filled teeth (DMFT) digunakan untuk melihat jumlah gigi yang berlubang, hilang dan jumlah gigi yang ditambal.32,33
24
Pada pemeriksaan DI (Debris Indeks) digunakan untuk melihat adanya sisa makanan (debris) yang menempel pada gigi. Kriteria untuk DI sebagai berikut: Tabel 2.2 Kriteria Pemeriksaan Debris Index (DI)
DI =
Kriteria Penilaian DI: 34,35 0.0 – 0.6 : baik 0.7 – 1.8 : sedang 1.9 – 3.0 : buruk Pada pemeriksaan CI (Calculus Index) kita melihat adanya kalkulus atau karang gigi. Kriteria untuk CI yaitu: Tabel 2.3 Kriteria Pemeriksaan Calculus Index (CI)
25
CI =
Kriteria Penilaian DI dan CI: 34,35 0.0 – 0.6 : baik 0.7 – 1.8 : sedang 1.9 – 3.0 : buruk Pada pemeriksaan GI dapat dinilai adanya inflamasi gingival dengan melihat apakah ada perdarahan atau tidak pada gigi yang diperiksa. Kriteria skor GI adalah: Tabel 2.4 Kriteria Pemeriksaan Gingival Index (GI)
GI =
Kriteria Penilaian GI: 34,35 0 : sehat 0.1 – 1.0 : gingivitis ringan 1.1 – 2.0 : gingivitis sedang
26
2.1 – 3.0 : gingivitis berat OHIS merupakan indeks untuk menentukan keadaan kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Jadi skor OHIS merupakan penjumlahan dari DI (Debris Indeks) dan CI (Calculus Indeks). Cara menghitung dan kriteria untuk OHIS dalam menentukan keadaan mulut seseorang yaitu: OHI-S = Debris Index (DI) + Calculus Index (CI)
Kriteria Penilaian OHI-S: 32,33 0 : sangat baik 0.1 – 1.2 : baik 1.3 – 3.0 : sedang 3.1 – 6.0 : buruk Penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, menggunakan metode potong lintang dengan membagi responden dalam 2 kelompok, yaitu kelompok perokok dan non perokok, sebagai kontrol. Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa OHIS dan GI pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non perokok. 36 Di Indonesia pun sudah ada penelitian mengenai efek rokok terhadap kesehatan mulut.Menurut Arowojolu, dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa kandungan pada rokok, salah satunya tar dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi, dimana permukaan gigi akan menjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok. Peningkatan GI menandakanadanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin. 36 Merokok juga dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi berupa TNF alfa, IL-1, dan PGE sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada matriks ekstraseluler. Merokok juga dapat menyebabkan perubahan vaskularisasi gingival yaitu dilatasi pembuluh darah kapiler yang disertai dengan akumulasi mediator
27
proinflamasi pada gingival. Apabila terjadi berkelanjutan, maka dapat memicu proses inflamasi berlebih pada gingival (gingivitis). Jika terjadi terus menerus, dapat mengakibatkan penipisan kolagen pada jaringan lunak gingival yang terpapar serta memungkinkan juga timbulnya periodontitis.37,38 Rongga mulut yang sering terpapar oleh asap rokok dan komponen yang terkandung di dalamnya dapat menjadi toksik bagi jaringan lunak pada sekitar rongga mulut sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan rongga
mulut.Sedangkan
dampak
merokok
yang
meningkatkan keparahan rusaknya jaringan periodontal.
terus
menerus
dapat
38,39,40
2.1.3 Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay) Bradford Assay merupakan prosedur analisis spektroskopik yang digunakan untuk menentukan konsentrasi protein total dalam cairan. Pada metode ini terkandung coomassie dye berupa Brilliant Blue yang dapat berikatan dengan protein dalam cairan asam melalui prinsip triphenylmethane group berikatan dengan struktur nonpolar pada protein dan anion sulfonate group berikatan dengan sisi kation pada rantai protein (contoh: sisi arginin dan lisin). Ikatan dye dengan protein memiliki daya penyerapan dari 465 nm sampai 595 nm dengan perubahan warna dari cokelat menjadi biru.41,42 Prosedur
Bradford
Assay
menggunakan
prinsip
spektrofotometri,
spektrometer digunakan untuk memproduksi sinar dengan pemilihan warna (panjang gelombang) dan fotometer untuk menerima nilai intensitas cahaya. Sampel protein yang akan diukur diletakkan ditengah-tengah alat tersebut. Sinar yang ditembakkan oleh spektrometer sebagian akan diserap oleh protein dan sebagian diterima oleh fotometer. Alat tersebut menghantarkan sinyal tegangan ke galvanometer. Sinyal tersebut berubah sebanding dengan perubahan jumlah sinar yang diserap yang kemudian menunjukkan angka konsentrasi dari protein yang diukur. Kelebihan Bradford assay untuk menentukan konsentrasi protein total dibandingkan metode lain adalah lebih cepat, langkah-langkah pencampuran lebih sedikit, tidak membutuhkan pemanasan, dan memberikan respon colorimetric yang lebih stabil.42
28
2.2 Kerangka Teori
Rokok
Kandungan Rokok
Zat Karsinogenik
Nikotin
Kemoatraktan neutrofil
Merusak pertahanan tubuh
Gangguan Fungsi PMN dan produksi IgA & IgG
Pelepasan granul neutrophil (elastase proteinase, kaptesin G)
Kerusakan sel dan jaringan kelenjar saliva Mempengaruhi salivary gland Kegiatan sebelum pengambilan sampel saliva : makan, minum, merokok, sikat gigi, obat kumur, konsumsi obat yang mempengaruhi produksi saliva
Indeks Brinkman
↓Produksi saliva
Durasi merokok dan jumlah rokok perhari
Kondisi nutrisi buruk
↓Konsentrasi protein total saliva
↓Konsentrasi protein plasma
↓Produksi protein
29
2.3 Kerangka Konsep
Perokok Kandungan asap rokok dan rokok
Kerusakan sel jaringan kelenjar saliva Mempengaruhi produksi saliva Kualitas saliva Konsentrasi protein total pada saliva Resiko penyakit gigi dan mulut
: Variabel Bebas
: Variabel Diteliti
: Variabel Perancu
Durasi merokok dan jumlah batang rokok perhari, kondisi nutrisi buruk, kondisi stress, kegiatan sebelum pengambilan sampel saliva : makan, minum, merokok, terpapar asap rokok, sikat gigi, obat kumur, konsumsi obat yang mempengaruhi produksi saliva
30
2.4 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi Operasional
Pengukur
Alat Ukur
Cara Ukur
Skala Ukur
1 Protein Total saliva
Kadar protein total yang terdapat pada saliva yang tidak distimulasi
Peneliti
Microplate Reader
Bradford Assay
Numerik
2 Tingkat Keparahan Merokok
Penentuan derajat berat-ringannya merokok yang diukur berdasarkan index Brinkman, yaitu jumlah rokok yang dihisap dalam sehari (satuan batang) dikalikan dengan lama merokok dalam tahun
Peneliti
Kuesioner
Pengisian kuesioner dan wawancara
Kategorik
3 Jenis Rokok
Jenis rokok dikelompokkan berdasarkan bahan ramuan, yaitu rokok kretek dan filter
Peneliti
Kuesioner
Pengisian kuesioner dan wawancara
Kategorik
4 Oral Hygiene Index Simplified (OHIS)
Index yang Dokter Gigi menunjukkan angka Pembimbin status kebersihan gigi g dan mulut seseorang berdasarkan nilai Debris Index dan Calculus Index
Index OHIS
Pemeriksa-an fisik gigi dan mulut
Numerik
5 CI (Calculus Index)
Indeks yang digunakan untuk melihat adanya kalkulus atau karang gigi pada permukaan gigi
Indeks CI
Pemeriksaan fisik gigi dan mulut
Numeric
Dokter Gigi
31
6 DI (Debris Index)
Indeks yang digunakan untuk melihat adanya sisa makanan atau debris pada permukaan gigi
Dokter Gigi
Indeks DI
Pemeriksaan fisik gigi dan mulut
Numeric
7 GI (Gingival Index)
Indeks yang digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna, konsistensi, dan kecenderungan gusi untuk berdarah
Dokter Gigi
Indeks GI
Pemeriksaan fisik gigi dan mulut
Numeric
8 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Peneliti Indeks yang digunakan untuk menetukan status gizi yang diambil dari perhitungan berat badan dan tinggi badan dan disesuaikan dengan IMT Asia Pasifik
Kuesioner
Wawancara
Kategorik
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat dengan desain penelitian potong lintang. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2015 – Juni 2016 dan pengukuran kadar protein total dilakukan di Medical Research Laboratory, dan Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.3 Kriteria Subjek Penelitian Kriteria inklusi:
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia 25 – 70 tahun
Tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar saliva (seperti DM, HIV, gagal ginjal, tumor)
Tidak mengkonsumsi alkohol dan NAPZA
Saat pengambilan saliva, partisipan tidak mengkonsumsi obat yang dapat mempengaruhi konsentrasi saliva dan dapat membuka mulut
Kriteria partisipan perokok. - Telah menjadi perokok sejak minimal 5 tahun yang lalu - Merokok dengan jumlah minimal 1 batang perhari
Kriteria partisipan non-perokok - Tidak pernah merokok aktif saat pengambilan sampel saliva - Sudah tidak merokok lagi minimal 10 tahun
Bersedia menyetujui informed consent
Kriteria Ekslusi:
Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva
32
33
Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikologis yang buruk (gaduh, gelisah, agitasi, nutrisi buruk)
Memiliki
penyakit
yang
berhubungan
dengan
gigi
contohnya
periondentitis 3.4 Besar Sampel Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni sebagai berikut:
Keterangan: Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645 Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842 (X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 9 S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
Sg = standar deviasi gabungan S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya Hasil Perhitungan (Sg)2 =
[
2
)
34
= Sg = √ Sg = 18,5
Setelah dimasukkan ke dalam rumus:
N = 2 {(1,645+0,842) 18,5}2 {9}2
N = 2 (26,13) N = 52,25 Dengan demikian, berdasarkan data penelitian Nasution tahun 2015, minimal besar sampel pada peelitian ini sebanyak 52 untuk setiap kelompok. Pada penelitian ini terdapat 4 variabel yang mempengaruhi kadar protein saliva yang tidak dapat dikontrol dengan kriteria eksklusi, sehingga berdasarkan rule of ten yaitu jumlah variabel yang mempengaruhi kadar protein saliva yang tidak dapat diekslusi dikalikan dengan 10, dibutuhkan 40 sampel untuk setiap kelompok. Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan membandingkan antara jumlah besar sampel berdasarkan rumus besar sampel penelitian analitik dan dengan rule of ten, lalu diambil angka sampel terbesar, sehingga pada penelitian ini besar sampel yang dibutuhkan adalah 52 untuk setiap kelompok. 3.5 Alat dan Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan antara lain saliva perokok dan nonperokok; pengawet protein PSMF (Protein Sparing Modified Test); reagen Bradford; protein standar BSA (Bovine Serum Albumine) 2000 μg/mL; buffer atau pelarut PBS (Phosphate Buffered Saline); dan aluminium foil.
35
Alat penelitian yang digunakan antara lain botol sampel; coolbox berisi es batu; centrifuge; microplate (96 plate well); alat vortex; alat spin down; plate shaker; microplate reader; micro pippette dan tip; dan multichannel pipette.
3.6 Cara Kerja Penelitian 1. Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi 2. Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian kuisioner serta
memberikan
penjelasan
kepada
subjek
mengenai
prosedur
pengambilan saliva 3. Pemeriksaan gigi dan mulut responden untuk mengetahui status DMFT (decayed, missing, filled teeth) score, GI (gingival index), DI (debris index), CI (calculus index), dan OHIS (oral higiene index simplified), dilakukan oleh dokter gigi.
Gambar 3.1 Pemeriksaan Fisik Gigi dan Mulut 4. Pengambilan sampel saliva sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam botol sampel. Saliva dikumpulkan antara pukul 09.00-11.00 pagi untuk meminimalisir efek sirkadian dan kurang-lebih 2 jam setelah subjek makan dan mencuci mulut. Sampel saliva langsung dimasukkan ke dalam coolbox berisi es batu
36
5. Sampel di sentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit.
Gambar 3.2 Sentrifugasi Sampel Saliva
6. Lalu bagian supernatannya diambil sebanyak 900 μl, ditambahkan PSMF 100 μl sebagai pengawet protein, dan disimpan dalam suhu -200C hingga waktu pengujian
Gambar 3.3 Larutan PSMF 7. Melakukan uji kadar protein total menggunakan Bradford assay
37
Membuat larutan standar kaliberasi yaitu 2000 μg/ml BSA (Bovine Serum Albumine) dalam pelarut PBS, dilakukan 6 kali pengenceran menggunakan 7 tube dengan cara: mengisi tube kedua hingga ketujuh. Lalu diambil 50 μl BSA dari tube pertama ke tube kedua, setelah itu tube kedua di vortex. Lalu diambil 50 μl dari tube kedua ke tube ketiga, setelah itu tube ketiga di vortex dan di spin down. Begitu seterusnya hingga tube ketujuh. Dihasilkan 7 tube larutan standar pada konsentrasi 2000 μg/ml, 1000 μg/ml, 500 μg/ml, 250 μg/ml, 125 μg/ml, 62.5 μg/ml, dan 31.25 μg/ml. Memasukkan 10 μl larutan standar kaliberasi di atas ke dalam microplate dari sumur pertama hingga ketujuh. Sumur kedelapan diisi dengan 10 μl PBS sebagai kontrol (pelarut).
Gambar 3.4 Microplate Memasukkan masing-masing 10 μl hasil sentrifugasi sampel saliva ke dalam sumur microplate lainnya Menambahkan 200 μl reagen Bradford ke dalam 10 μl larutan standard dan sampel pada microplate menggunakan multichannel pipette. Kemudian dicampur dengan plate shaker selama 30 detik, lalu diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruangan.
38
Gambar 3.5 Reagen Bradford Dilihat perubahan warna yang terjadi dari coklat menjadi biru
Gambar 3.6 Perubahan Warna Sampel Protein Diukur absorbansinya dalam microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm Menentukan konsentrasi protein total dengan cara bradford assay sesuai protokol yang tertulis pada kemasan
39
3.7 Managemen dan Analisis Data hasil pengukuran kadar protein total pada saliva responden dan data dari kuisioner yang telah didapatkan dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisis menggunakan software SPSS v22. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan standar deviasi. Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50 untuk kelompok non-perokok sedangkan mengunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50 untuk kelompok perokok. Uji hipotesis untuk membandingkan kadar protein total pada perokok dengan non-perokok diuji dengan menggunakan uji unpaired t-test dan untuk data dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney. Dilihat nilai p value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan kadar protein total pada saliva perokok dibandingkan dengan non-perokok. 3.8 Alur Penelitian Membuat Proposal Penelitian Mengajukan Ethical Clearence kepada Komisi Etik Pemilihan Subjek Penelitian berdasarkan kriteria Menjelaskan Prosedur dan Informed Consent kepada subjek penelitian Pengambilan data kuesioner dan sampel saliva dari subjek penelitian Sentrifugasi saliva dan pengambilan Pemeriksaan sampel Salivary
Calcium di Lab supernatan Penetuan kadar protein total Pengolahan Data Menggunakan Software menggunakan Bradford Assay Pengolahan Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian perbedaan kadar protein total saliva berdasarkan Indeks Brinkman dengan menggunakan teknik Bradford Assay pada subjek perokok yang dilakukan terhadap masyarakat Ciputat, Tangerang Selatan dengan melibatkan 78 sampel laki-laki perokok terdiri dari 31 orang perokok ringan, 28 perokok sedang (58 perokok ringan-sedang) dan 20 orang laki-laki perokok berat, serta 32 sampel laki-laki non perokok. 4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik dari 110 subjek penelitian meliputi Usia, Pendidikan, dan Sosial-Ekonomi seperti terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian (n=110)
Karakteristik
Perokok RinganSedang n=58 (100%)
Perokok Berat
Non-Perokok
n=20 (100%)
n=32 (100%)
Usia 20-24 tahun
1 (1,7%)
0 (0%)
3 (9,4%)
25-34 tahun
13 (22,4%)
0 (0%)
8 (25,0%)
35-44 tahun
21 (36,2%)
7 (35,0%)
10 (31,3%)
45-55 tahun
22 (37,9%)
11 (55,0%)
11 (34,4%)
>55 tahun
1 (1,7%)
2 (10,0%)
0 (0%)
Rerata ± SD
40,60 ± 8,47
46,85 ± 5,80
37,88 ± 10,03
Tingkat Pendidikan Pendidikan Rendah
18 (32,0%)
3 (15,0%)
2 (6,3%)
Pendidikan Tinggi
40 (69,0%)
17 (85,0%)
30 (93,8%)
Status Sosial-Ekonomi Tingkat Rendah
20 (34,5%)
5 (25,0%)
3 (12,5%)
Tingkat Menengah Keatas
38 (65,5%)
15 (75,0%)
21 (87,5%)
41
42
Hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan jumlah perokok ringan sedang terbanyak pada kelompok usia 45-55 tahun yaitu sebesar 22 (37,9%) subjek dan jumlah perokok berat terbanyak yaitu juga pada kelompok 45-55 tahun yaitu sebesar 11 (50%) subjek. Hasil perhitungan statistik didapatkan sebaran usia subjek perokok pada penelitain ini normal sehingga digunakan nilai mean/rerata dan nlai dengan rerata usia subjek perokok ringan-sedang adalah 40,6 tahun sedangkan rerata usia perokok berat adalah 46,8 tahun. Berdasarkan, status pendidikan, jumlah perokok ringan-sedang terbanyak sebesar 31 (53,4%) subjek pada tingkat
pendidikan rendah dengan mayoritas lulusan SD, dan jumlah
perokok berat terbanyak sebesar 14 (70%) subjek pada tingkat pendidikan tinggi dengan mayoritas lulusan SMA. Berdasarkan kategori sosial-ekonomi jumlah terbanyak dari kategori perokok ringan-sedang yaitu tingkat sosial-ekonomi tinggi dengan 38 (65,5%) subjek, dan jumlah terbanyak dari kategori perokok berat yaitu tingkat sosial ekonomi tinggi juga, dengan 15 (75%) subjek.
43
4.1.2 Karakteristik Perokok Subjek Penelitian Berdasarkan pengelompokan subjek perokok, untuk melihat jenis rokok, jumlah rokok perhari, lama merokok, dan status adiksi dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2 Karaktersitik Perokok Subjek Penelitian (n=78) Perokok Ringan-Sedang
Perokok Berat
n=58 (100%)
n=20 (100%)
Jenis Rokok Kretek
21 (36,2%)
10 (50%)
Non-Kretek
37 (63,8%)
10 (50%)
Jumlah Rokok Perhari <11 Batang
17 (29,3%)
0 (0%)
11-20 Batang
28 (65,5%)
5 (25,0%)
>20 Batang
3 (5,2%)
15 (75,0%)
Median (Min-Maks)
12 (2-24)
24 (15-40
Lama Merokok <6 Tahun
5 (8,6%)
0 (0%)
6-10 Tahun
11 (19,0%)
0 (0%)
>10 Tahun
42 (72,4%)
20 (100%)
Rerata ± SD
18,24 ± 9,5
31,5 ± 7,18
Status Adiksi Tidak Adiksi
4 (6,9%)
0 (0%)
Karakteristik
Adiksi Rendah
27 (46,6%)
3 (15,0%)
Adiksi Rendah-Sedang
18 (31,0%)
5 (25,0%)
Adiksi Sedang
9 (15,5%)
8 (40,0%)
Adiksi Tinggi
0 (0%)
4 (20,0%)
Hasil tabel 4.2 menunujukkan berdasarkan jenis rokok, perokok dengan kategori ringan-sedang lebih banyak konsumsi rokok dengan jenis non kretek yaitu sebesar 37 (63,8%) subjek, sedangkan pada perokok berat hasilnya sama antara kretek dan non-kretek yaitu 10 (50%) subjek. Pada karakteristik jumlah rokok perhari didapatkan bahwa perokok ringan-sedang paling banyak menghabiskan 11-20 (Median = 12) batang rokok perharinya dengan 38 (65,5%) subjek, sedangkan perokok berat menghabiskan >20 batang rokok perharinya
44
(Median = 24) dengan 15 (75%) subjek. Pada karakteristik lama merokok, didapatkan bahwa baik subjek perokok ringan-sedang maupun perokok berat mayoritas >10 tahun merokok yaitu 42 (72,4%) subjek dan 20 (100%) subjek. Selain itu, pada status adiksi rokok didapatkan bahwa perokok ringan-sedang mayoritas memiliki tingkat adiksi rendah yaitu 27 (46,6%) subjek, sedangkan perokok berat memiliki tingkat adiksi yang sedang yaitu 8 (40%) subjek.
4.1.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian Tabel 4.3 Karakteristik DI (Debris Index), CI (Calclulus Index), GI (Gingiva Index), dan OHIS Score Subjek Penelitian Karakteristik
Perokok RinganSedang
Perokok Berat
Non-Perokok
p value
Debris Index (DI)
1 (0,33-2)*
1,06 ± 0,39
0,8 (0,17-1,5)*
0,012**
Calculus Index (CI)
1,66 (0,66-2,1)*
1,78 ± 0,51
1,66 (0,33-2,3)*
0,031**
Gingiva Index (GI)
1,16 (0,33-2,1)*
1,27 ± 0,47
1,17 (0,17-2,1)*
0,51
2,57 ± 0,55
2,85 ± 0,86
2,26 ± 0,80
0,01**
OHIS Score *Median (Min-Maks) **Hasil Bermakna
Dari tabel 4.3 mengenai karakteristik kesehatan gigi dan mulut, setelah digunakan uji Jonckheere-Terpstra didapatkan hasil perbedaan secara bermakna (p < 0,05) status kesehatan gigi dan mulut berdasrakan karakteristik Debris Index (p = 0,012), Calculus Index (p = 0,031), dan OHIS Score antara kelompok nonperokok (2,26 ± 0,80) dengan kelompok perokok ringan-sedang (2,57 ± 0,55) dan kelompok perokok berat (2,85 ± 0,86) dengan nilai p = 0,01. Namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari karakteristik kesehatan gigi dan mulut berdasarkan Gingiva Index (GI) antara kelompok non-perokok, perokok ringansedang, dan perokok berat (p value > 0,05).
45
4.1.4 Karakteristik Merokok dengan Kadar Protein Saliva pada Subjek Penelitian Tabel 4.4 Hubungan Karakteristik Merokok dengan Kadar Protein Saliva pada Subjek Penelitian protein saliva mg/ml Mean ± SD
Mean Difference
p value
Jenis Rokok Kretek Non-Kretek
1,02 ± 0,45 1,01 ± 0,40
0,013
0,761*
Derajat Merokok Non-Perokok Ringan-Sedang Berat
1,24 ± 0,36 1,01 ± 0,40 0,94 ± 0,43
0,722
0,013**
Karakteristik
* : Unpaired T-test ** : One Way Annova p = 0,027 p = 0,029 p = 0,776
Gambar 4.1 Boxplot Protein terhadap Status Merokok
46
Berdasarkan karakteristik dari jenis rokok, hasil pengukuran kadar protein saliva didapatkan nilai rerata protein saliva pada jenis kretek lebih tinggi dibanding non-kretek yaitu sebesar 1,02 ± 0,45 mg/ml dan 1,01 ± 0,40 mg/ml. Setelah dilakukan uji statistik berupa unpaired t-test didapatkan hasil p value 0,761 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai rerata protein saliva dengan jenis rokok kretek maupun non-kretek. Sedangkan, berdasarkan karakteristik dari derajat merokok, rerata kadar protein saliva pada kategori non perokok (1,24 ± 0,36 mg/ml) lebih tinggi dibandingkan perokok, tetapi subjek perokok ringan-sedang (1,01 ± 0,40 mg/ml) masih lebih tinggi kadar ptoeinnya dibandingkan subjek perokok berat (0,94 ± 0,43 mg/ml). Setelah dilakukan uji statistik berupa One Way Annova diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dengan kadar protein saliva yaitu 0,013 (p value < 0,05). Analisis Post Hoc pada variabel derajat merokok menunjukkan kelompok perbedaan bermakna (Non-Perokok vs Perokok Ringan-Sedang, p = 0,029), (Non-Perokok vs Perokok Berat, p = 0,027), dan perbedaan tidak bermakna (Perokok Ringan-Sedang vs Perokok Berat, p = 0,776).
4.2 Pembahasan Penelitian analitik bivariat ini, terdiri dari 78 sampel laki-laki perokok terdiri dari 31 orang perokok ringan, 28 perokok sedang (58 perokok ringansedang) dan 20 orang laki-laki perokok berat, serta 32 sampel laki-laki non perokok. Berdasarkan Riskesdas 2013 yaitu status perokok aktif di Indonesia tertinggi pada kelompok usia 45-55 tahun, baik dalam kategori perokok ringansedang ataupun berat yaitu masing-masing sebesar 37,9% dan 55%. Selain itu, berdasarkan tingkat pendidikan, subjek perokok ringan-sedang terbanyak pada tingkat pendidikan rendah, sedangkan perokok berat terbanyak pada tingkat pendidikan tinggi, bersesuaian dengan Riskesdas 2013 yaitu pada tingkat pendidikan formal, subjek perokok terbanyak berpendidikan terakhir SMA baik perokok ringan-sedang dan perokok berat yaitu sebesar 44,8% dan 65%.2
47
Mulut merupakan salah satu dari beberapa organ
yang dapat
bermanifestasi terhadap dampak yang ditimbulkan baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok. Rokok dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut melalui berbagai mekanisme seperti dapat mensupresi sistem imun, menurunkan aliran darah ke gingiva, mengganggu keseimbangan lingkungan mulut dan komponen anorganik pada saliva sehingga memungkinkan terjadi kolonisasi bakteri pada rongga mulut dan meningkatkan pembentukan calculus dan plak pada gigi. Kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunkan indeks yang hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks yang dinilai, diantaranya yaitu OHIS, DI, CI, dan GI. OHIS adalah suatu indeks yang digunakan untuk menilai status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari status kesehatan gigi dan mulut. Secara umum, status kesehatan gigi dan mulut pada subjek perokok lebih buruk dibandingkan subjek non-perokok, dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, dan GI yang lebih tinggi pada subjek perokok dibandingkan dengan subjek non-perokok dan hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Meddipati dan Kotle tahun 2012.7,31,32 Berdasrakan tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tidak bermakna (p>0,05) pada DI, CI, maupun GI pada perokok, dan semakin tinggi lama rokok dan konsumsi rokok perhari (Indeks Brinkman) semakin meningkat pula Index tersebut, dan terdapat peningkatan bermakna (p<0,05) pada OHIS Score kelompok perokok. Secara keseluruhan, status kebersihan gigi dan mulut pada perokok lebih buruk disbanding kelompok non-perokok, dapat dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, dan GI. Setelah dilakukan pemeriksaaan fisik gigi dan mulut pada subjek perokok nilai OHIS, DI, dan CI lebih tinggi dibanding dengan nonperokok. Rokok sendiri dapat menyebabkan efek lokal terpaparnya mukosa mulut sehingga status kebersihan gigi dan mulut perokok lebih buruk jika dibandingkan dengan non-perokok.34,39 Penelitian yang dilakukan oleh Weiner menunjukkan bahwa terdapat penurunan secara bermakna (p<0,001) kadar protein saliva seperti albumin dan amilase (65 ± 6.3% adan 80 ±7.8%) setelah 3 jam pajanan.43
48
Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami menyatakan bahwa terdapat penurunan bermakna kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh efek rokok yang dapat menurunkan kerja dari beberapa protein, seperti enzim amilase, namun terdapat peningkatan dari enzim peroksidase dan hal ini telah dibuktikan dalam penelitiannya.7,8,29,30 Terdapat penurunan kadar immunoglobulin, dan enzim-enzim yang merupakan suatu bentuk protein pada saliva serta penurunan glutathione yang berperan sebagai antioksidan pada mulut. Komponen aldehid pada asap rokok dapat berikatan dengan –SH group yang ada pada protein saliva dan menurunkan fungsinya, dan akan berakibat pada kerusakan jaringan dan peningkatan risiko infeksi pada rongga mulut sehingga meningkatkan risiko penyakit gigi dan mulut pada perokok.29,30 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nasution menunjukkan bahwa terdapat perbedaan protein total saliva pada kelompok non-perokok dan perokok. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) dengan kadar protein total kelompok perokok (mean = 0,8813; sd = 0,36395) lebih rendah dibandingkan non-perokok (mean =1,2526; sd = 0,36792). 6 Terdapat pengaruh dari beberapa zat rokok yang dapat menurunkan kadar protein total saliva, yaitu asap rokok dan kadar nikotin yang dapat merusak kelenjar saliva sehingga menurunkan produksi saliva. Selain itu, pengaruh dari durasi merokok dan jumlah konsumri rokok yang meningkat, akan memperburuk konsentrasi protein total pada saliva. Oleh karena itu, saran terbaik bagi subjek perokok secara umum untuk menghindari penyakit gigi dan mulut, serta penyakit sitemik dengan cara mengurangi konsumsi rokok secara perlahan dan lebih baik lagi untuk dihentikan. Dengan berhenti merokok, seluruh kegiatan fungsional di tubuh manusia, tidak akan terganggu. Seperti, gluthatione yang sebelumnya terinhibisi akibat rokok dapat kembali kadarnya dan menjalankan fungsi sebagai antioksidan yang melindungi rongga mulut, dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat merokok.
49
4.3 Aspek Keislaman Sangat banyak dampak buruk yang disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam rokok yang sangat merugikan perokok maupun lingkungannya terutama dalam bidang kesehatan. Sebagai seorang muslim, sebaiknya kit dapat melihat tuntunan yang diberikan oleh Allah SWT berupa Al-Quran, dan Sunnah. Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia masih memiliki perbedaan pandangan mengnai hokum merokok, yaitu antara makruh dan haram. Sedangkan, untuk beberapa perlakuan, seperti merokok di tempat umum, dilakukan oleh anakanak dan wanita hamil maka hukumnya adalah haram. Dalam surah Al-Baqarah ayat 195, Allah SWT berfirman :
Artinya : Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al-Baqarah : 195) Selain itu, dalam surah Ar-Rad ayat 11, Allah SWT berfirman :
50
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain dia.
Serta hadits Nabi Muhammad SAW:
Artinya : “Tidak boleh membuat mudharat kepada diri sendiri dan tidak boleh membuat mudharat kepada orang lain” (HR Ibnu Majah) Ayat Al-Quran beserta hadits diatas menjelaskan bahwa kita sebagai khalifah di muka bumi ini, dilarang untuk mendekati pekerjaan yang membahayakan jiwa manusia, yang identik dengan sumber kebinasan. Dalam konteks ini, kita patut menyadari bahaya dari rokok yang akan ditimbulkan, bukan hanya subjek perokok saja yang mendapatkan keburukan dari rokok, tetapi orang lain disekitar perokok lebih banyak mendapatkan paparan zat yang lebih berbahaya. Selain itu dalam ayat tersebut juga dijelaskan kepada kita sebagai manusia untuk berbuat kebaikan, karena Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang berbuat baik dan juga harus dimulai dari diri kita sendiri. Setelah mengetahui bahaya dari zat-zat beracun yang terkandung dalam rokok, jelas rokok merupakan suatu mudharat terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Sudah seharusnya kita sebagai manusia yang ditugaskan Allah SWT menjaga bumi beserta isinya, untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, dan sangat disarankan
51
agar orang yang merokok untuk dapat menjauhi rokok secara bertahap atau dapat merokok dalam lingkungan yang telah disediakan agar tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata kadar protein saliva pada kategori non perokok (mean = 1,24 ± 0,36 mg/ml) lebih tinggi dibandingkan perokok, dan terdapat perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p < 0,05. Selanjutnya, pada subjek perokok ringan-sedang (mean = 1,01 ± 0,40 mg/ml) lebih tinggi kadar proteinnya dibandingkan subjek perokok berat (mean = 0,94 ± 0,43 mg/ml), dan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistic dengan nilai p > 0,05. 5.2 Saran 1. Diperlukan penelitian selanjutnya dengan penambahan jumlah sampel lebih banyak pada kelompok perokok dengan Indeks Brinkman Berat sehingga efek dari rokok lebih terlihat. 2. Diperlukan peelitian selanjutnya untuk membahas pengaruh dari jenis rokok baik kretek maupun non kretek untuk mengetahui pengaruh jenis rokok terhadap kadar protein saliva dan kebersihan gigi dan mulut. 3. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mendeteksi perubahan protein spesifik
pada
saliva
sebagai
52
akibat
pengaruh
rokok
53
DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Tobacco, Key Facts. [internet].; 2013. Diunduh tanggal 7 Februari 2016. htttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/. 2. Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia [internet].; Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Republik Indonesia. Diunduh tanggal 7 Februari 2016. 3. Terry Martin. 2012. Harmfull Chemcical in Cigarette. Diunduh tanggal 7 Februari 2016. 4. Gerrard Tortoraa. The Digestive In: Gerrard J Tortora, Bryan Derrickson, editor. Principles of Anatomy and Physiology. 12th edition. Jhon Wiley & Sons. Inc:2009. P 929-931. 5. Fredic Hmartini, Judi l, editors. Fundamentals of Anatomy and Phsiology. 9th Edition. US :Pearson; 2012. 6. Nasution, Sari Dewi Apriana. Peran Rokok terhadap Kadar Protein Total Saliva dengan Bradford Assay. 2015 October. 7. Fujinami Y, Fukui T, Nakano K, Ara T, Fujigaki Y, Imamura Y, et al. the Effects of Cigarette Exposure on Rat Salivary Preoteins and Salivary Glands. NCBI. 2009; 15(7);466-471. 8. Miki Ojima, Takashi Hanioka. Destructive effects of Smoking on Molecular and Genetic Factors of Periodontal Disease. BioMed Central. 2010; p 1-8. 9. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke SIstem. 7th ed. Jakarta : EGC ; 2011: p. 650-651. 10. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Jakarta : Elsevier; 2006: p 792-794. 11. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. Jakarta :EGC ; 2008. 12. Feneis H, Dauber W. Pocket Atlas of Human Anatomy. 4th ed. Stuutgart : Thieme; 2000: p 208-210. 13. Baehr M & Frotscher M. diagnosis Topik Neurologi DUUS. 4th ed. Jakarta: EGC: 2012: p 195-197.
54
14. Fawles, J et al. the Chemical Constituent in Cigarette and Cigarette Smoke. New Zealand: New Zealand Ministry of Helath: 2000. 15. Almeida PDVd, Gregio AMT, Macahado MAN, Lima AASd, Azevedo LR. Saliva Composition and Functions : A Comprehensive Review. The Journal of Contemporary Dental Practice. 2008 March; 9(3) : p3-7. 16. Helen Whelton. Saliva and Oral Health, Introduction : The Anatomy and Physiology of Salivary Glands. 1st edition. London: British Dental Association; 1996; p10-13. 17. J. A. Loo, w. Yan, P. ramachandram, D.T. Wong. Comparative Human Salivary and Plame Proteomes. NCBI. October 2010; 89(10):1016-1023. 18. Gondodiputro, Sharon. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran: Bandung; 2007. 19. Sitepoe, M. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia; 2000. 20. Indrayan A, Kumar R, Dwivedi S. A Simple Index of Smoking, COBRA 2008; 40: 1-20. 21. Smoking Cessation [internet]. Harmful Chemicals in Cigarettes. US; Tery Martin; [diunduh tanggal 7 Februari 2016]. http://quitsmoking.about.com 22. Reibel J. tobacco and Oral Disease. Update on the Evidence, with Recommendations. 2001 October : 22-28 23. Pedersen AM. Saliva. University of Copenhagen, Odontology ; 2007. 24. Kumar Cotran. Paru dan Saluran Napas Atas. In : Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins, editors. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p.515-518. 25. Mulki Shaila, G. Prakash Pai, Pushparaj Shetty. Salivary Protein Concentration, Flow Rate, Buffer Capacity and pH Estimation: A Comparative Study Among Young and Elderly Subjects, Both Normal and with Gingivitis and Periodontitis. India : Department Of Oral Pathology and Microbiology, Dental Collage and Hospital Kurunjibag. Jurnal of Indian Society of Periodontology. 2012 September 12; 42-46.
55
26. Abhay P. Kolte Rajashri A. Kolte, Rashmi K. Laddha. Effect of Smoking on Salivary Composition and Periodental Status. NCBI. 2012 JulySeptember; 16(3):350-353. 27. B. Zappacosta, et al. Inhibition of Salivary Enzymes By Cigarette Smoke And The Protective Role Of Gluthathione. Human And Experimental Technology. 2002; P 1-7 28. Avsar A, Darka O, Bodromulu EH, Bek Y. Evaluation of The Relationship Between Passive Smoking and Salivary Electrolytes, Protein, Secretory Iga, Sialic Acid and Amylase in Young Children. NCBI. 2009 February 26; 54(5): P 457-463. 29. Afsaneh Rezaei & Reyhaneh Sariri. Periodontal Status, Salivary Enzymes and Flow Rate in Passive Smokers. Iran : Department of Microbiology, Lahijan Branch, Islamic Azad University. 2011; Pharmacology Online 3 : P 462-476. 30. Basavaraj Kallapur, Kartikeyan Ramalingam, Bastian, Ahmed Mujib, Amithaba Sarkar, Sathya Sethuraman. Quantitative Estimation of Sodium, Potassium and Total Protein in Saliva of Diabetic Smokers and Nonsmokers: A Nove Study. NCBI. 2013 July-December; (4): P 341-345. 31. Notohartojo It, Halim FXS. Gambaran Kebersihan Mulut dan Gingivitis pada Murid Sekolah Dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang. Media Litbang Kesehatan. 2010; 10(4). 32. Muller HP. Periodontology : The Essentials New York: Thieme; 2005. 33. Sasea A, Lumpus Bs. Gambaran Status Kebersihan Rongga Mulut dan Status Gingiva pada Mahasiswa Gigi Yang Berjejal. Jurnal E-Gigi FK Unsrat 2013 Maret; 1; P 5-28. 34. Mullaly Et Al. 2004. The Influence of Tobacco Smoking on The Onset of Periodontitis in Young Respons. Tobacco Induced Disease 2004. 2:53-65. 35. Arowujulu MO, Fawoe OI, Dosumu EB, Opeodu OI. A Comparative Study of The Oral Hygiene Status of Smokers and Non-Smokers in Ibadan, Oyo State. Nigerian Medical Journal. 2013 Agustus; 54(4). 36. Kusuma ARP. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2011 Juli; 49.
56
37. Sham A Et Al. The Effects of Tobacco Use on Oral Health. Hong Kong Med J. 2003. 9: P 271-277.
38. Zittebart PA Et Al. Association Between Cigarette Smoking and The Prevalence of Dental Caries in Adult Males. Gen Dent 1990. 38 (6): 426431. 39. Warnakulasuriya Et Al. 2010. Oral Health Risk of Tobacco Use and Effects of Cessation. International Dental Journal 2010; 60: P 7-30. 40. Rex Lovrien, Daumantas Matulis. Current Protocols in Protein Science: Assays for Total Protein. US : John Wiley & Sons, Inc; 1995; Basic Protocol 5: P 10-11. 41. Thermos Specific {Internet}. Instruction: Coomasive Plus (Bradford) Assay Kit. USA: Pierce Biotechnology; P 2-7. Available From: Www.Thermo.Com/Pierce. 42. Almeida PDV, Gragio AMT, Azevedo LR. Saliva Composition and Functions: a comprehensive review. J Contemp Dent pract. 2008 March; 9(3): 72-80. 43. Weiner D, Khankin E V, Levy Y, Aizenbud D, Reznick A. Effects of Cigarette Smoke on Salivary Protein Tyrosine Nitration. Eur J Med Res. 2010; 211-216. 44. Majelis Ulama Indonesia. Keputusan ijtima’ ulama komisi fatwa seIndonesia. Bagian ketiga. 2009. 45. Situmeang SBT, Jusuf A, Arief N, dkk. 2002. Hubungan Merokok Kretek dengan Kanker Paru, Jurnal Respirologi Indonesia. Official Journal of the Indonesia Association of Pulmonologists, vol 22, no 3, p 109-117.
57
Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Judul Penelitian: Perbandingan Kadar Protein Total pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Perbandingan Kadar pH pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Perbandingan Kadar Ion Kalsium pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Perbandingan Salivary Flow Rate pada Saliva Perokok berdasarkan Indeks Brinkman Perbedaan Kadar pH pada Saliva Perokok Kretek dan Perokok Non-Kretek
Peneliti Utama: Drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatulah, Jl. Kertamukti Pisadngan Ciputat, Jakarta 15419, Telepon: 021-74716718, 021-7401925
Kontak pada Keadaan darurat: Peneliti Utama: drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD (0817-0710263)
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas berbicara karena kerahasiaan Anda terjamin.
Sebelum membuat keputusan, anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan manfaat dan risikonya, serta apa yang harus anda kerjakan. Tim peneliti akan menerangkan tujuan penelitian ini dan memberikan Formulir persetujuan untuk
58
dibaca. Anda tidak harus memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan dapat anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter Anda.
Jika anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir persetujuan ini. Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai apapun yang tidak anda pahami, termasuk istilah-istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila anda bersedia untuk berpartisipasi, anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada anda.
Apa tujuan penelitian ini? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keadaan rongga mulut para pria perokok mengukur salivary flow rate, derajat keasaman, kadar ion kalsium, kadar protein total pada salivanya.
Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi? Anda diminta untuk berpartisipasi karena anda telah merokok rutin selama minimal 5 tahun dan telah memenuhi kriteria penelitian ini .
Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini? Seratus perokok akan mengikuti penelitian ini.
Di mana penelitian akan berlangsung? Penelitian akan dilakukan di Medical Research Laboratory, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Apa yang harus saya lakukan? Jika memenuhi kriteria, anda akan diikutkan dalam penelitian. JIka anda setuju untuk mengikuti penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk mengisi rekam medis, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, dan pengumpulan saliva.
Pengisian Rekam Medis untuk mengumpulkan informasi
59
Anda akan mengisi rekam medis dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data pribadi, mengenai kesehatan dan kesejahteraan, jumlah rokok yang dikonsumsi, kebiasaan mengenai pola makan dan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai keluhan di rongga mulut.
Pemeriksaan Fisik dan Gigi Mulut Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pemeriksaan gigi untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut berupa radang gusi, kerusakan jaringan penyangga gigi, gigi berlubang, infeksi jamur rongga mulut, sudut bibir pecah-pecah dan meradang, sindroma mulut terbakar, serta pengukuran banyaknya ludah yang dihasilkan dan derajat keasaman saliva (ludah).
Pengumpulan Saliva Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit di dalam mulut, lalu meludahkannya ke dalam tabung steril. Ludah anda akan dikumpulkan kurang lebih sebanyak 1 mL.
Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini? Dapatkah saya berhenti dari penelitian sebelum waktunya? Penelitian ini akan memakan waktu maksimal 1,5 jam dengan rincian, 30 menit untuk mengisi rekam medis, 30 menit pemeriksaan fisik dan gigi mulut, 15 untuk pengumpulan ludah, dan 15 menit untuk pengisian kuisioner.
Akankah saya mendapat kompensasi? Anda akan menerima souvenir dari Tim Peneliti untuk serangkaian penelitian ini. Souvenir ini diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi anda dalam penelitian ini. Anda juga dapat berkonsultasi masalah gigi, mulut, dan kesehatan secara umum kepada dokter dan dokter gigi.
Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang hak-hak saya sebagai subyek penelitian?
60
Jika anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi anda atau hak-hak sebagai subyek penelitian, anda dapat menghubungi peneliti utama pada nomor telepon yang tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim peneliti tidak dapat dihubungi.
Ketika anda menandatangani formulir ini, anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ini berarti anda sudah membaca informed consent, pertanyaan anda telah dijawab, dan anda memutuskan untuk berpartisipasi.
Nama Partisipan
Nama Pengumpul data
Tanda tangan
Tanda tangan
Tanggal
Tanggal
61
DATA PRIBADI Nama
: …………………………………………….
Jenis Kelamin
TTL
: …………………………………………….
Alamat
: ………………………………………………………………………………………………………….
Telepon
: ………………………..
Berat badan
: ………………. Kg
Tinggi Badan
: ………………. Cm
IMT
: …….. (diisi peneliti)
Pekerjaan
: ……………………..
HP
Status Pernikahan Agama
Penghasilan
: L/P
: …………………………
: ……………. : …………….
:
/bulan 1. <1.500.000
2. 1.500.000-2.500.000
3. 2.500.000-3.500.000
4. >3.500.000
………………
Pendidikan
: SMA/S1/S2/S3/ ………
PENYAKIT SISTEMIK : (jawab dengan ADA atau TIDAK ADA dan obat-obatan) Hepatitis B/C
:
HIV
:
TBC
:
Diabetes Mellitus
:
Hipertensi
:
5.
62
RIWAYAT GIGI DAN MULUT Kunjungan terakhir ke dokter gigi
:
Jenis Perawatan
:
Frekuensi & waktu sikat gigi
: …….. kali/hari; pagi/ siang / sore / malam
Penggunaan obat kumur
: ya / tidak; …… kali/hari; Merek ………….
Keluhan mulut kering
:ya/tidak;sejak….. Hari/minggu/bulan/tahun
Asupan air putih/hari
: …… Gelas
KEBIASAAN MINUM KOPI Apakah anda mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kopi? 1) Ya, …….. cangkir/hari 2) Tidak Jenis kopi yang biasa anda konsumsi : 1) kopi hitam 2) kopi susu 3) kopi luwak 4) lainnya …….
FREKUENSI MEROKOK 1. Apakah anda hampIr setiap hari merokok: 1) Ya 2) Tidak, berapa hari dalam seminggu anda merokok …… 2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang anda habiskan dalam sehari :…….. batang/hari 3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi: 1) Kretek 2) Filter 3) Membuat sendiri 4) Lainnya: ………
63
4. Sudah berapa lama anda merokok: ……….. tahun yang lalu 5. Apakah alasan anda pertama kali merokok? 1) iseng 2) penasaran/coba-coba 3) diajak/dipaksa teman 4) mencontoh orang tua 5) terlihat dewasa/keren 6) terlihat seperti tokoh idola 7) lainnya….. 6. Siapa yang pertama kali mepengaruhi anda untuk merokok 1) tidak ada 2) orang tua 3) saudara 4) teman 5) iklan 6) lainnya….. 7. Dimana biasanya anda merokok 1) di rumah 2) di tempat kerja 3) di tempat teman 4) di tempat umum 5) lainnya…. 8. Biasanya anda mendapatkan rokok darimana 1) orang tua 2) teman 3) beli sendiri 4) lainnya… 9. Keadaan apa yang membuat anda merokok 1) saat bosan 2) saat stress/kesal/marah 3) merasa gugup/hilangkan ketegangan 4) saat mulut merasa tidak enak 5) saat santai/iseng
64
6) saat melihat orang merokok 7) lainnya….
KEINGINAN BERHENTI MEROKOK Diadopsi dari WHO 1. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok 1) Ya 2) Tidak (langsung ke pertanyaan No. 7) 2. Kapan anda mencoba berhenti merokok : ……………. Tahun yang lalu 3. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok? ……. Kali 4. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu? 1) Ya 2) Tidak 5. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu? ……. Hari 6. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu? 1) Ke dokter 2) Permen 3) Obat 4) Lainnya….. 7. Apakkah anda mau berhenti merokok? 1) Ya, karena….. 2) Tidak 8. Bagaimana tindakan keluarga saat anda merokok 1) Ditegur 2) Dibiarkan 3) Lainnya… 9. Seberapa besar pengaruh iklan dalam mempengaruhi anda merokok 1) besar sekali 2) besar 3) biasa saja 4) tidak ada pengaruh
65
5) sangat tidak ada pengaruh 10. Keadaan apa yang anda peroleh dari setelah merokok 1) memberi kenikmatan 2) memberi rasa percaya diri 3) membantu melepaskan rasa tertekan oleh masalah 4) dapat memusatkan konsentrasi 11. Menurut anda, apakah ada dampak merokok terhadap anda? 1) Ya, ada. Contohnya….. 2) Tidak 12. Menurut anda, adakah dampak rokok terhadap lingkungan? 1) Ya, ada. Contohnya…. 2) Tidak KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence 1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur? 1) setelah 60 menit (0) 2) 31-60 menit (1) 3) 6-30 menit (2) 4) dalam 5 menit (3) 2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok di daerah yang terlarang/dilarang merokok? 1) Tidak (0) 2) Ya (1) 3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok? 1) Merokok pertama kali pada apgi hari (1) 2) Waktu lainnya (0) 4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari? 1) 10 atau kurang dari itu (0) 2) 11-20 (1) 3) 21-30 (2) 4) 31 atau lebih (3)
66
5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bangun tidur dibandingkan dengan waktu lainnya? 1) Tidak (0) 2) Ya (1) 6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat tidur hampir sepanjang hari? 1) Tidak (0) 2) Ya (1) Kesimpulan : Jumlah Skor : …………………..
Interpretasi : ………………..
1-2 : Ketergantungan rendah
5-7 : Ketergantungan sedang
3-4 : Ketergantungan rendah sampai sedang
8+ : Ketergantungan tinggi
SALIVA Laju aliran saliva tanpa stimulasi:
mL/menit
pH
:
Ion Ca
:
8
8
7
7
6
6
5
5
4
3
2
1
1
2
3
4
Debris Index
Debris Index
Calculus Index
Calculus Index
CPITN
CPITN
CPITN
CPITN
Calculus Index
Calculus Index
Debris Index
Debris Index
4
GI tidak dapat digantikan
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
8
5
6
7
8
67
6
1
4
4
1
6
GI = DEBRIS INDEX (DI) 0 : Tidak ada debris/stain 1 : Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut. 2 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi. 3 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
CALCULUS INDEX (CI) pengganti 21/41 0 : Tidak ada kalkulus 1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi 2: Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus supragingiva di servikal gigi 3 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus supragingiva yang menutupi atau melingkari permukaan servikal gigi
GINGIVAL INDEX (GI) tidak dapat digantikan 0 : Gingival normal
68
1 : Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat probing 2 : Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat probing 3: Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecenderungan untuk perdarahan spontan.
69
Lampiran 2 Identitas Nama
: Arian Aditya Adi Nugroho
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir
: Semarang, 7 Februari 1996
Agama
: Islam
Alamat
: Tulip Permai Estate Kav. 135, Bandung, Jawa Barat
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. 2001 – 2007
: SD Pupuk Kujang Cikampek
2. 2007 – 2010
: SMPN 7 Bandung
3. 2010 – 2013
: SMAN 5 Bandung
4. 2013 – Sekarang : Program Studi Keprofesian dan Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta