MODEL HUJAN-LIMPASAN di DAERAH PERMEABLE dan IMPERMEABLE dengan PEUBAH KEMIRINGAN LAHAN Rainfall-Runoff Modelling on Permeable and Impermeable Area with Slope Area Variation
SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh: DYAH ASTARI NIM I 0199009
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2004
HALAMAN PERSETUJUAN
Model Hujan-Limpasan di Daerah Permeable dan Impermeable dengan Peubah Kemiringan Lahan
Rainfall-Runoff Modelling on Permeable and Impermeable Area with Slope Area Variation
SKRIPSI Disusun Oleh: DYAH ASTARI NIM I 0199009
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT NIP. 131 782 755
Ir. Agus P Saido, MSc NIP. 131 570 270
ii
Model Hujan-Limpasan di Daerah Permeable dan Impermeable dengan Peubah Kemiringan Lahan Rainfall-Runoff Modelling on Permeable and Impermeable Area with Slpoe Area Variation SKRIPSI
Disusun oleh :
DYAH ASTARI NIM. I 0199009
Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Senin, 3 Mei 2004 :
1. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT NIP. 131 791 755
.............................................
2. Ir. Agus Prijadi Saido, MSc NIP. 131 570 270
.............................................
3. Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc NIP. 132 842 669
.............................................
4. Ir. Susilowati NIP. 131 476 706
.............................................
Mengetahui a. n. Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I
Disahkan oleh : Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS
Ir. Paryanto, MS NIP. 131 569 244
Ir. Agus Supriyadi, MT
iii
MOTTO Sesungguhnya setelah kesukaran itu ada kemudahan (QS Insyirah : 7) Hidup tanpa teman seperti kematian tanpa seorangpun menjadi saksi (Peribahasa Spanyol) Kebijakan sejati adalah ketika kau tahu bahwa kau tak tahu apa-apa (Socrates) Aku tak pernah menyesal, karena aku tahu aku telah melakukan sebaik mungkin, apapun hasilnya (Midori Ito) Giving attention to someone else who need it makes your world larger (unknown)
Persembahan v Ibu, Bapak atas semuanya sejak ada tanda kehidupan dalam diri ini v Adikku dan keluarga besarku atas dukungan dan dorongan semangatnya v Temenku Sipil ’99 (maaf tak kusebut satu-satu) v Semua ikhwah, atas bantuannya menemukan hidayah di jalan da’wah
iv
ABSTRAK
Dyah Astari, 2004, Model Hujan Limpasan di Daerah Permeable dan Impermeable dengan
Peubah Kemiringan Lahan, Skripsi Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Air adalah salah satu kebutuhan
paling penting bagi manusia, disamping
sebagai salah satu sumber bencana saat jumlahnya berlebih atau kurang. Hal tersebut terkait erat dengan besarnya hujan dan limpasan yang terjadi akibat hujan tersebut. Ketidaklinieran hubungan hujan dan limpasan membuat banyak model dikemukakan oleh para ahli untuk memperjelas proses yang terjadi sebenarmya di alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hujan-limpasan di daerah permeable dan impermeable dengan peubah kemiringan lahan . Metode yang digunakan adalah metode eksperimental di laboratorium dengan menggunakan Ground Well / Water Abstraction yang difungsikan sebagai rainfall simulator. Kemiringan yang digunakan adalah 1:100; 1:50; 1:33.3 dan dengan intensitas hujan yang bervariasi. Penelitian ini mengembangkan model persamaan Chezy. Hasil analisa menunjukkan bahwa perlu
ada koefisien kalibrasi pada persamaan Chezy, yaitu
800. Disamping itu dari hasil analisa dan penggambaran grafik diketahui bahwa hubungan hujan-limpasan adalah non linier karena adanya kehilangan-kehilangan seperti infitrasi.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat, hidayah dan ridlo-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik, secara tidak langsung merangsang mahasiswa untuk terbiasa berpikir ilmiah dan sistematis dengan penelitian yang dilaksanakan. Penulis mendapat bantuan dari banyak pihak selama pembuatan skripsi. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Paryanto, MS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surkarta 2. Ir. Agus Supriyadi, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Ir. Bambang Santoso, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta 4. Ir. Rr Rintis Hadiani, MT, selaku Pembimbing I 5. Ir. Agus P Saido, Msc, selaku Pembimbing II 6. Ir. JB Sunardi Widjojo, selaku Pembimbing Akademis 7. Kelompok skripsiku (Agung, Handoko) Penulis
sadar
laporan
ini
jauh
dari
sempurna,
untuk
itu
kami
mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, April 2004
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………………..i Halaman Persetujuan ……………………………………………………..… ii Halaman Pengesahan ……………………………………………………… iii Halaman Motto dan Persembahan ………………………………………….iv Abstrak ……………………………………………………………………... v Kata Pengantar ……………………………………………………………...vi Daftar Isi …………………………………………………………………... vii Daftar Tabel ………………………………………………………………. xiv Daftar Gambar ………………………………………………………………x Daftar Notasi dan Simbol …………………………………………………. xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………… 2 C. Batasan Masalah ……………………………………………….. 3 D. Tujuan Penelitian ………………………………………………. 3 E. Manfaat Penelitian ……………………………………………... 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……………………………………………….. 5 B. Dasar Teori 1. Siklus Hidrologi …………………………………………… 6 2. Limpasan …………………………………………………… 7
vii
3. Hujan ……………………………………………………… 10 4. Infiltrasi ………………………………………………….. 11 5. Model Hujan Limpasan ……………………………………13 6. Lengkung Pengosongan ………………………………….. 15 7. Kalibrasi Model ……………………………………………16 8. Koefisien Korelasi ……………………………………….. 17 9. Hidrograf …………………………………………………. 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Umum ………………………………………………………… 24 B. Tempat Penelitian …………………………………………….. 25 C. Peralatan dan Bahan ………………………………………….. 25 D. Langkah Penelitian …………………………………………… 26 E. Teknik Pengolahan Data ……………………………………… 28 F. Bagan Alir …………………………………………………….. 34 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data …………………………………………………... 35 B. Pembahasan ……………………………………………………38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………………… 40 B. Saran …………………………………………………………. 41 Daftar Pustaka ……………………………………………………………. 42 Lampiran…………………………………………………………………... xii
viii
DAFTAR TABEL
Table 2.1
Koefisien Korelasi …………………………………………………. 18
Table 2.2
Koefisien Manning ………………………………………………… 23
Tabel 3.1
Format Pengambilan Data Infiltrasi ………………………………. 29
Tabel 3.2
Format Pengambilan Data Limpasan ……………………………… 29
Tabel 3.3
Perhitungan Infiltrasi ……………………………………………… 30
Tabel 3.4
Perhitungan Debit Limpasan Pemodelan …………………………. 31
Tabel 3.5
Uji Korelasi ………………………………………………………. 32
Tabel 4.1
Infiltrasi Daerah Permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc ……. 40
Tabel 4.2
Limpasan Daerah Permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc ….. 41
Tabel 4.3
Uji Korelasi Daerah Permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc .. 42
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hidrograf limpasan dan waktu ……………………………………
19
Gambar 2.2 Sketsa kedudukan Rainfall Simulator ………………………..…… 21 Gambar 3.1 Test Penyiraman ………………………………………………….. 24 Gambar 3.2 Ground Water / Well Abstraction ………………………………….32 Gambar 3.3 Alat Ukur Limpasan ………………………………………………. 32 Gambar 3.4 Piezometer ………………………………………………………… 33 Gambar 3.5 Bagan Alir Penelitian ……………………………………….……. 34 Gambar 4.1 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 100; single storm; 100% tc… 45 Gambar 4.2 Hidrograf daerah impermeable; m 1:100; single storm; 70%tc…… 45 Gambar 4.3 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 100; multiple storm; 50% tc.. 45 Gambar 4.4 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 50; single storm; 100% tc….. 46 Gambar 4.5 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 50; single storm; 70% tc…… 46 Gambar 4.6 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 50; multiple storm; 50% tc… 46 Gambar 4.7 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 33.3; single storm; 100% tc…47 Gambar 4.8 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 33.3; single storm; 70% tc… 47 Gambar 4.9 Hidrograf daerah impermeable; m 1: 33.3; multiple storm; 50% tc. 47 Gambar 4.10Hidrograf daerah permeable; m 1: 100; single storm; 100% tc…… 48 Gambar 4.11Hidrograf daerah permeable; m 1: 100; single storm; 70% tc…….. 48 Gambar 4.12Hidrograf daerah permeable; m 1: 100; multiple storm; 50% tc….. 48 Gambar 4.13Hidrograf daerah permeable; m 1: 50; single storm; 100% tc…….. 49 Gambar 4.14Hidrograf daerah permeable; m 1: 50; single storm; 70% tc……… 49
x
Gambar 4.15 Hidrograf daerah permeable; m 1: 50; multiple storm; 50% tc…... 49 Gambar 4.16 Hidrograf daerah permeable; m 1: 33.3; single storm; 100% tc…. 50 Gambar 4.17 Hidrograf daerah permeable; m 1: 33.3; single storm; 70% tc…… 50 Gambar 4.18 Hidrograf daerah permeable; m 1: 33.3; multiple storm; 50% tc… 50
xi
DAFTAR NOTASI
c
= Kapasitor
C
= Koefisien Chezy
dt
= Selisih waktu
D
= Kedalaman rata-rata limpasan
Da
= Detensi permukaan
D2
= Kuadrat selisih Qobs dan Qsim
Dt 2 = Kuadrat selisih Qobs dan Q E
= Tegangan masukan
f
= Laju infiltrasi nyata
fa
= Laju infilttrasi saat berhentinya hujan
fo
= Laju infiltrasi awal
fc
= Laju infiltrasi tetap
F
= Tinggi infiltrasi
hr
= Tinggi rata-rata air dalam manometer
h1,2,..20= Tinggi air dalam manometer no 1 sampai dengan 20 i
= Intensitas hujan
I
= Masukan
k
= Konstanta geofisik
K
= Koefisien limpasan
xii
n
= Koefisien Manning
N
= Jumlah pengamatan
O
= Keluaran
P
= Tinggi hujan
Pe
= Hujan efektif
q
= Laju limpasan
qa
= Limpasan saat hujan berhenti
Q = Debit rata-rata pengamatan Qt
= Limpasan saat t
Q0
= Limpasan saat t0
Qiobs = Debit observasi pada periode i QIsim = Debit hasil simulasi pada periode i r
= Koefisien korelasi
RO = Tinggi limpasan R
= Tahanan
S
= Tampungan
So
= Kemiringan lahan
V
= Tegangan keluaran
α
= Parameter geometrik
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumber daya yang sangat dibutuhkan manusia sejak dulu. Keberadaannya sangat diharapkan saat musim kering tiba
dan
sebaliknya menjadi sangat ditakuti ketika jumlahnya berlebih. Air mengalami suatu daur atau proses yang disebut siklus hidrologi. Siklus ini merupakan bentuk keseimbangan massa di muka bumi. Salah satu fase dari siklus hidrologi adalah air jatuh ke bumi dalam bentuk hujan dan mengalir ke laut dengan beberapa cara yaitu bergerak di atas permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (surface runoff), sebagai aliran antara (interflow) dan sebagai aliran bawah permukaan (baseflow). Limpasan
(runoff)
sangat
dipengaruhi
oleh
intensitas
curah
hujan,
luas
daerah aliran (catchment area), kemiringan daerah aliran, dan permeabilitas tanah.
Pola
limpasan
setiap
daerah
dapat
menimbulkan
variasi
bentuk
hidrograf. Hidrograf adalah grafik hubungan antara aliran dan waktu atau aliran dari suatu keluaran daerah tangkapan (catchment
area). Ini merupakan hal
yang terpenting dalam suatu konsep hidrologi di suatu daerah tangkapan. Masalah
yang
ada
sekarang
adalah
bagaimana hidrograf tersebut dapat
dikorelasikan dengan curah hujan yang menyebabkannya. Jumlah hujan dan intensitas
hujan
jelas
mempengaruhi
1 *) CD Soemarto : 445
hidrograf,
tapi
sejauh
mana
pengaruhnya
baru
dapat
menggunakan
konsep
hidrograf
pertama kali oleh Sherman. Analisis dominan
dalam
hidrologi
konsep
dengan
satuan
teknik
semi
empiris
yang
(unit hydrograph) yang diuraikan
*) masih
pelaksanaan
bangunan-bangunan air sesederhana
dijelaskan
merupakan pekerjaan
bagian
teknik
(hydraulic structures). dasarnya,
karena
analisis
sipil
yang
seperti
sangat
perencanaan
Masalah yang timbul tidak
banyaknya
parameter dan variabel
yang belum diketahui dan bersifat spesifik. Hubungan hujan dan limpasan bersifat kompeks dan nonlinier, karena itu diperlukan model hidrologi yang dapat menjelaskan proses sebenarnya di alam. Model hidrologi disini bisa berbentuk model fisik, model analog dan model matematik. Model hidrologi terutama model
hujan-limpasan
berguna untuk
memperkirakan
parameter
hidrologi untuk tahun yang akan datang.
B. Perumusan Masalah Model hujan-limpasan di suatu catchment area (daerah tangkapan), antara lain dipengaruhi oleh faktor daerah tangkapan itu sendiri seperti kemiringan lahan,
luas
daerah
tangkapan,
permeabilitas
tanah,
tata
guna
lahan dan intensitas hujan. Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang masalah adalah: •
Bagaimana hubungan intensitas hujan dengan limpasan pada daerah permeable (tidak kedap air) dan impermeable (kedap air) dengan
2 *) CD Soemarto : 445
peubah
kemiringan
lahan
tanpa
dipengaruhi
oleh
vegetasi
dan
memberikan
langkah
yang
drainase.
C. Batasan Masalah Untuk
membatasi
obyek
penelitian
dan
sistematis, maka penelitian dibatasi hal-hal berikut: •
Data
yang
digunakan
adalah
data
primer yang diambil dari uji
laboratorium. •
Luas daerah tangkapan dan permeabilitas tanah dianggap tetap.
•
Variabel yang bergerak adalah kemiringan lahan dan intensitas hujan.
•
Daerah permeable dan impermeable dibedakan dengan penambahan plastik pada daerah impermeable.
•
Penelitian dicobakan dengan hujan merata (multiple storm) dan hujan tunggal (single storm).
•
Durasi hujan dipilih secara acak dan terukur yaitu 100% tc, 70% tc, dan 50%tc.
D. Tujuan Penelitian Adapun
tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
hubungan
intensitas hujan dengan limpasan pada daerah permeable dan impermeable dengan peubah kemiringan lahan dan tidak dipengaruhi oleh vegetasi dan drainase.
3 *) CD Soemarto : 445
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis •
Ikut memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu hidrologi.
•
Menambah pengetahuan tentang hubungan / korelasi limpasan dan hujan.
2. Manfaat praktis •
Hidrograf
limpasan
suatu
daerah
dapat
digambarkan
jika
intensitas hujan diketahui. •
Pendekatan model hujan-limpasan dapat digunakan untuk analisis perhitungan pada daerah lain dengan karakteristik yang mendekati kesesuaian.
•
Pendekatan model hujan-limpasan yang dibuat dengan Rainfall Simulator
dapat
digunakan
untuk
menganalisis
parameter
hidrologi.
4 *) CD Soemarto : 445
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air dari laut ke atmosfer, ke dalam tanah
dan
kembali
ke laut
lagi melalui
berbagai
cara
seperti
presipitasi,
intersepsi, limpasan, infiltrasi, perkolasi, simpanan air tanah, evaporasi, dan transpirasi, juga cara singkat kembali ke atmosfer tanpa melalui laut. (Varshney, 1979 : 6) Menurut Hsu (1995), proses
hujan
limpasan
dianggap
sebagai
salah
satu dari fenomena dunia yang kompleks dan nonlinier dalam bidang teknik air. (Nazemi. et al, 2003) Hujan
merupakan
komponen
masukan
yang
paling
penting
dalam
proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, subsurface flow) atau sebagai aliran air tanah (groundwater
flow). (Sri Harto Br, 1993)
Model hujan limpasan dibuat untuk menentukan perubahan volume hujan total menjadi volume limpasan total pada suatu area. (Nazemi. et al, 2003) Model
hidrologi
secara
umum
dapat
dibagi
menjadi
model analog, dan model matematik. (Sri Harto Br, 1993)
5
model
fisik,
Analisis lanjutan dalam perencanaan dan perancangan sumber daya air akan selalu didasarkan pada informasi hidrologi yang berupa besaran-besaran kualitatif dan kuantitatif termasuk didalamnya variabilitas ruang dan waktu dari masing-masing besaran tersebut. (Sri Harto Br, 1993)
B. Dasar Teori
1.
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan yang dilalui oleh air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer. Siklus hidrologi berguna untuk memberi konsep pengantar mengenai bagaimana air bersirkulasi secara umum dan proses-proses yang terlibat di dalamnya. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lainlain) jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran air (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada permukaan tanah
mungkin
diintersepsi
yang
kemudian
berevaporasi
mencapai
permukaan tanah selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah khususnya pada kasus hujan dengan intensitas tinggi dan lama. Sebagian presipitasi pada
berevaporasi
permukaan
tanah.
selama
perjalanannya
Sebagian
presipitasi
dari
atmosfer
membasahi
dan
sebagian
permukaan tanah
berinfiltrasi ke dalam permukaan tanah dan menurun sebagai perkolasi di bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpisah melalui akuifer ke aliran sungai. Air yang berinfiltrasi bergerak menuju sungai tanpa mencapai
6
muka air tanah
sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi
juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Selaput
air
tipis
permukaan tanah,
yang
setelah
disebut
bagian
detensi
presipitasi
permukaan tanah dan berinfiltrasi,
permukaan, yang
dibentuk
pertama
pada
membasahi
Detensi permukaan akan menjadi lebih
tebal dan aliran air mulai dalam bentuk laminer yang akan berubah menjadi turbulen dengan bertambahnya kecepatan. Aliran ini yang disebut limpasan permukaan. Limpasan perjalanannya pada
sungai
disimpan
dalam
saluran
sungai
mencapai mungkin
berevaporasi
mengalir kembali ke laut
bentuk dan
secara
cadangan
menambah langsung
dan selanjutnya berevaporasi,
depresi, selama
debit ke
sungai.
atmosfer
Air atau
kemudian air ini
kembali ke permukaan bumi sebagai presipitasi. 2. a.
Limpasan
Komponen-Komponen Limpasan
Limpasan dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: 1). Limpasan permukaan (surface runoff) adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah. 2). Aliran antara (interflow) adalah air yang berinfiltrasi ke permukaan tanah dan
bergerak
secara
lateral
melalui
lapisan
tanah.
Gerakannya
lebih
lambat dibandingkan surface runoff. 3). Aliran bawah tanah (baseflow) adalah air hujan yang berperkolasi ke bawah sungai mencapai muka air tanah.
7
b. Volume
Faktor yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan limpasan
sangat
dipengaruhi
oleh
karakteristik
hujan
di
daerah tersebut yaitu intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. Disamping
faktor
utama
tersebut,
ada
beberapa
faktor
lain
yang
mempengaruhi volume limpasan antara lain: 1). Jenis tanah Kapasitas infiltrasi tergantung dari permeabilitas tanah yang menentukan kapasitas air simpanan dan mempengaruhi kemampuan air untuk masuk ke lapisan yang lebih dalam. Pada daerah permeable, limpasan mungkin hanya
terjadi
jika
intensitas
hujan
melampaui
daya
resap
setempat.
Sebaliknya pada daerah yang impermeable, limpasan dapat terjadi pada intensitas hujan yang lebih rendah atau sedang. 2). Vegetasi Pengaruh vegetasi pada suatu daerah tergantung dari tingkat kerapatan vegetasi
pada
daerah
daerah,
semakin
kecil
tersebut. limpasan
Semakin yang
rapat
vegetasi
dihasilkan,
pada
sebaliknya
suatu
semakin
gersang suatu daerah, limpasan yang dihasilkan semakin besar. 3). Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan Kemiringan
yang
tajam
menghasilkan
limpasan
yang lebih
besar
juga
besar
dibandingkan kemiringan yang landai. (Sharma ,1987) Pada
daerah
yang
kecil,
limpasan
yang
terjadi
lebih
dibandingkan pada daerah yang luas. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
8
kecepatan aliran dan lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk mencapai tempat keluaran. 4). Koefisien limpasan Disamping faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan bahwa kondisi fisik dari suatu daerah tangkapan tidak homogen. Setiap daerah tangkapan mempunyai limpasan dan respon terhadap hujan yang berbeda. Pada daerah rural dimana hanya ada sedikit bagian yang kedap air koefisien limpasan bukan merupakan faktor konstan, sebaliknya nilainya bersifat
variabel
dan
tergantung
pada
faktor
spesifik
daerah
dan
karakteristik hujan. Runoff (mm) = K x Rainfall (mm) Pola
limpasan
menurut
daerah
(2.1) dapat
menimbulkan
variasi dalam
bentuk hidrograf. Bila daerah yang limpasannya tinggi terletak dekat dengan basin outlet, maka biasanya akan dihasilkan kenaikan yang cepat dan puncak yang tajam. Sebaliknya limpasan yang lebih tinggi di bagian hulu daerah aliran tersebut menghasilkan kenaikan yang lambat dan puncak yang lebih rendah dan lebar (Linsley, 1989). Besarnya limpasan dapat diperoleh dengan rumus: t
RO = ∫ qdt
(2.2)
0
dengan : RO = tinggi limpasan (mm), q = laju limpasan (mm/min), dt = selisih waktu (min).
9
3.
Hujan
Hujan adalah salah satu bentuk presipitasi yang terpenting dalam hidrologi. Data hujan memiliki lima unsur yang harus diperhatikan yaitu: a.
Intensitas hujan Intensitas hujan adalah laju hujan atau tinggi air per satuan waktu. (mm/jam, mm/min, mm/det).
b.
Lama waktu atau durasi hujan Durasi hujan adalah lamanya curah hujan dalam menit atau jam.
c.
Tinggi hujan Tinggi
hujan
adalah
jumlah
atau
banyaknya
hujan yang dinyatakan
dalam ketebalan air diatas permukaan datar. d.
Frekuensi kejadian dinyatakan dalam waktu ulang T.
e.
Luas geografis curah hujan. Hubungan intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan dalam: t
P = ∫ idt
(2.3)
0
dengan: P = tinggi hujan (mm), i
= intensitas hujan (mm/min),
dt = selisih waktu (min). Intensitas rata-rata : i=
P t
(2.4)
10
4. Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini merupakan
bagian
yang
sangat penting dalam proses hidrologi maupoun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap: a.
Proses Limpasan Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam
tanah.
Daya
infiltrasi
yang
semakin
besar
menyebabkan
mengecilnya perbedaan antara curah hujan dengan daya infiltrasi. Hal ini mengakibatkan limpasan permukaan juga makin kecil, sehingga debit puncaknya juga semakin kecil. b.
Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah Pengisian
kembali
air
tanah
atau
recharge, sama dengan perkolasi
dikurangi kenaikan kapiler, jika ada. Besarnya daya infiltrasi membatasi besarnya perkolasi. Jadi daya infiltrasi menentukan besarnya recharge. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi (fp) : 1). Dalamnya genangan di atas permukaan tanah (surface detention) dan tebal lapisan jenuh. Laju
infiltrasi
dalam
tanah
adalah
jumlah
perkolasi
dan
air
yang
memasuki tampungan (storage) diatas permukaan air tanah. Jika tanah belum jenuh pada awal terjadinya hujan, sehingga pengisian tampungan akan terus dan berlangsung dalam waktu yang lama. Daya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang menerus.
11
2). Kadar air dalam tanah Jika
saat
tarikan
permulaan
kapiler
hujan
searah
tanah
dengan
masih
gravitasi
sangat
kering
sehingga
akan
memberikan
terjadi daya
infiltrasi yang tinggi, sebaliknya jika tanah sudah lembab daya infiltrasi akan lebih rendah. 3). Pemampatan oleh curah hujan Gaya
pukulan
butir-butir
air
hujan
terhadap
permukaan
tanah
akan
mengurangi daya infiltrasi. Butir-butir tanah yang lebih halus di lapisan permukaan akan terpencar dan masuk ke dalam ruang-ruang antara sehingga terjadi efek pemampatan. Efek pemampatan pada jenis tanah yang berbeda juga memberikan pengurangan daya infiltrasi yang berbeda pula. 4). Tumbuh-tumbuhan Lindungan tumbuhan yang padat cenderung menaikkan daya infiltrasi, karena dari
lindungan pukulan
mengambil
air
tumbuh-tumbuhan
butir-butir dari
dalam
hujan tanah
menghindarkan dan
dengan
sehingga
permukaan
transpirasi
memberikan
tanah
tumbuhan ruang
bagi
proses infiltrasi berikutnya. 5). Lain-lain seperti rekahan-rekahan tanah akibat kekeringan, udara yang terperangkap diantara butir-butir air tanah, kekentalan air tanah yang dipengaruhi oleh suhu tanah.
12
5.
Model Hujan dan Limpasan
Salah satu masalah dalam hidrologi adalah untuk mendapatkan debit dari suatu daerah pengaliran akibat curah hujan yang diketahui. Berbagai cara telah dikembangkan, antara lain hidrograf satuan, aliran air tanah tidak tunak, gerakan air tanah dan analisa sistem. Daerah pengaliran sungai adalah sistem yang mengubah curah hujan atau input kedalam debit atau output di outlet (pelepasan). Transformasi dari
hujan
menjadi
limpasan
terdiri
atas
proses-proses
yang
jumlahnya
hampir tak terhingga dalam alur-alur permukaan besar dan kecil. Kita dapat menghitung
aliran
air
mulai
dari
curah hujan
dan
menelusurinya
melalui
subsystem, tetapi suatu saat sistemnya terlalu kompleks dan data mengenai karakteristik hidroliknya tidak dapat diperoleh Ini berarti tidak ada rumus yang diturunkan untuk aliran air sebagai fungsi hujan, karakteristik daerah pengaliran
dan
kondisi
permukaan,
sehingga
perlu
adanya
pendekatan
sistem. Pendekatan ini tidak bermaksud untuk menelaah terlalu dalam apa sebenarnya yang terjadi dalam sistem tersebut (box), tetapi lebih mengarah terhadap besarnya konversi diagram input ke diagram output. Model
hidrologi
adalah
sebuah sajian
sederhana
(simple
representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Konsep dasar yang dipakai dalam setiap model hidrologi adalah daur hidrologi (hydrologic cycle). Titik berat analisis dalam penyusunan model hidrologi adalah proses pengalihragaman (transformation)
hujan
menjadi
debit
dalam
suatu
DAS.
Hubungan hujan dan limpasan, sebagaimana kita ketahui tidaklah langsung.
13
Berbagai bentuk kehilangan, seperti evaporasi, intersepsi, cadangan depresi, cadangan
salju
dan
infiltrasi
karakteristik-karakteristik
suatu
ada
diantara
daerah
keduanya,
seperti
ukuran,
yang
terjadi sesuai
kemiringan,
bentuk,
ketinggian, tata guna lahan geologi dan sebagainya. Plotting langsung dari curah
hujan
dan
menghasilkan sebelumnya.
limpasan
korelasi Model
yang hujan –
untuk
hujan
memuaskan, limpasan
individual karena
termasuk
biasanya
alasan salah
yang
satu
dari
tidaklah tersebut model
hidrologi. Berbagai bentuk model telah dikemukakan oleh para ahli. Semua model tersebut pada dasarnya baik, tergantung : a.
darimana dan dengan kondisi apa model tersebut dikembangkan,
b
untuk tujuan apa model tersebut dikembangkan,
c.
pendekatan mana (empirik, matematik, statistik) yang digunakan, dan
d.
dalam batas mana model tersebut berlaku. Secara umum model hidrologi dapat terbagi dalam tiga kategori yaitu:
a. Model fisik (physical model), dibuat sebagai model dengan skala
tertentu
untuk menirukan prototipenya. b. Model analog, disusun dengan menggunakan rangkaian resistor-kapasitor untuk memecahkan persamaan-persamaan deferensial yang mewakili proses hidrologi. Dasar analoginya adalah: Hidrologi
Listrik
I = O +dS/dt; S = kO
E = V + Rc dV/dt; S = RcV
I = masukan
E = tegangan masukan
14
O = keluaran
V = tegangan keluaran
S = tampungan
R = tahanan c = kapasitor
c. Model matematik (mathematical model), menyajikan sistem dalam rangkaian persamaan. Model matematik dalam hidrologi dapat dibagi 4 yaitu: 1). Deterministik konseptual 2). Deterministik empiris 3). Stokastik konseptual 4). Stokastik empiris Masing-masing model diatas dapat dibagi menjadi 2 yaitu linier dan non linier dalam pengertian sistem. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model deterministik non linier, karena sebagaimana diakui oleh para ahli hidrologi hubungan curah hujan dan limpasan yang benar-benar linier tidak pernah ada. Sumber dari
non-linieritas
ini
terletak
pada
prosedur
kehilangan
(losses)
dan
pengisian (recharge) daerah pengaliran serta dalam memperoleh curah hujan netto
yang
menjadi
overland
flow
dan meninggalkan daerah pengaliran
sebagai limpasan permukaan di pelepasannya (outlet). 6. Lengkung Pengosongan Lengkung pengosongan adalah hidrograf yang terjadi selama waktu tidak ada hujan, yang debitnya didapat dari aliran outflow air tanah melalui akuifer.
15
Lengkung pengosongan merupakan aliran keluar air tanah. Proses ini diuraikan dengan teori aliran air tanah tidak tunak. Jika tidak ada pengisian (infiltrasi), permukaan air tanah yang tinggi lambat laun akan menurun. Pada pendekatan pertama, Q dianggap merupakan fungsi eksponensial yang menurun menurut waktu yang dirumuskan sebagai berikut: Q t = Q0 .e− αt
(2.7)
dengan : Qt = debit limpasan pada saat t Q0 = debit limpasan pada saat t0 α = parameter
geometrik
yang
besarnya
tergantung
karakteristik
Catchment Area (CD Soemarto, 1995)
7.
Kalibrasi Model
Model dan pendekatan apapun yang digunakan, keluaran dari suatu model (calculated output) dari model dengan masukan yang sama dengan masukan yang terjadi dalam proses sebenarnya
harus
hampir tidak mungkin proses alami yang terjadi
dapat disamai dengan tepat,
akan
selalu
terjadi
hitungan. Patokan
penyimpangan ketelitian
harus
antara dibuat
keluaran untuk
sama. Kenyataannya
terukur
dan
menetapkan
keluaran besarnya
ketelitian sebuah model. Model dikatakan telah berfungsi dengan baik jika kesalahan yang terjadi lebih kecil dari kesalahan maksimum yang ditetapkan. Modifikasi pada
besaran
parameter
perlu
dilakukan,
jika
kesalahan
lebih
16
besar
dari
patokan yang
telah
ditetapkan.
Proses
modifikasi
ini
disebut
proses kalibrasi. Kalibrasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu : 1. Coba-ulang (trial error) dan pengaturan parameter (variabel) berdasarkan pengamatan. 2
Pengaturan parameter secara otomatik (automatic parameter adjustment) yang dicakup dalam program komputer dengan kontrol ketelitian yang dikehendaki dengan cara-cara yang telah ditetapkan.
3
Kombinasi antara kedua cara tersebut.
4. Pengkajian ulang terhadap proses yang terjadi untuk dapat menetapkan parameter
/
variabel
yang
tepat
dan
berpengaruh
terhadap
proses
tersebut.
8. Koefisien Korelasi Koefisien
korelasi
(r)
adalah
harga
yang
menunjukkan
besarnya
keterikatan antara nilai observasi dan nilai simulasi. Tabel 2.1 Koefisien Korelasi r
Derajat korelasi
0.7 - 1.0 0.4 - 0.7 0.2 - 0.4
Tinggi Substansial Rendah
< 0.2
Dapat diabaikan
(Sumber : Young, 1982 dalam Damanjaya, 1998 dari Denny Nurdin, 2002)
17
Koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus : r=
Dt 2 − D2 Dt 2
(2.8)
n
Dt 2 = ∑ (Qi obs − Q) 2
(2.9)
i =1
n
D2 = ∑ (Qi obs − Qi sim ) 2
(2.10)
i =1
i Qsim i =1 N N
Q=∑
dengan:
(2.11)
Qisim = debit hasil simulasi periode ke-i, Qiobs = debit hasil observasi periode ke-i, N
= jumlah data.
Q
= debit rata-rata hasil simulasi 9. Hidrograf
Hubungan antara hujan dan limpasan seringkali perlu dibuat dalam proses analisa dan desain hidrologi, dengan menggunakan beberapa faktor yang mempengaruhi limpasan sebagai parameter. Hubungan yang demikian juga berguna untuk mengadakan ekstrapolasi dan interpolasi catatan-catatan data mengenai limpasan dari catatan data hujan yang telah ada. Hidrograf adalah grafik yang menunjukkan ketinggian, debit keluaran, kecepatan, dan karakter lain dari air yang tergantung terhadap waktu.
18
Hidrograf
yang
menunjukkan
hubungan
debit
keluaran
dan
waktu
disebut discharge hydrograph. Hidrograf terdiri dari tiga bagian, yaitu sisi naik (rising limb), puncak (crest), dan sisi turun (recession limb). Sifat pokok dari suatu hidrograf ada tiga yaitu: waktu naik (time of rise), debit
limpasan (l/min)
puncak (peak discharge), dan waktu dasar (base time).
2.00 1.50 1.00
terukur
0.50 0.00 0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 waktu (min)
Grafik 2.1 Hidrograf limpasan dan waktu Waktu naik / time of rise (TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak (peak discharge) adalah konsentrasi limpasan (runoff) yang tertinggi dari suatu drainage basin.
Waktu dasar / time base adalah waktu yang diukur
dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditentukan. Waktu konsentrasi (time of concentration) adalah waktu terbesar yang diperlukan hujan saat jatuh pada suatu daerah. Tanah akan mudah untuk menyerap air yang jatuh diatasnya dan menambahkannya pada air tanah yang sudah ada. Air hujan yang berlebih akan mengalir diatas permukaan dan masuk ke sungai secara langsung sebagai aliran permukaan.
19
Hidrograf aliran keluar dari suatu daerah yang kecil adalah jumlah hidrograf dengan
dasar
dari
pengaruh
semua
waktu
bagian
perjalanan
daerah melalui
aliran daerah
tersebut aliran
dimodifikasi tersebut
dan
simpanan sungainya. Kenaikan yang tajam dari hidrograf adalah akibat dari tercapainya
titik
konsentrasi
oleh aliran permukaan. Kepekaan DAS dapat
diukur tinggi rendahnya dengan mengetahui bentuk hidrograf. Hubungan hujan dan limpasan pada model daerah pengaliran dapat diketahui
dari
infiltrasi
yang
terjadi.
Neraca
keseimbangan
air
pada
penelitian ini adalah: P = Q + F + Da
(2.12)
dengan: P = tinggi hujan (mm), Q = tinggi limpasan (mm), F = infiltrasi (mm). Nilai detensi permukaan (Da) dapat dihitung dari persamaan (2.12) atau dapat dihitung daari analisis hidrograf. Da = limpasan sisa massa + infiltrasi sisa massa = Σ (qr + fr) Kita dapat menganggap bahwa selang waktu sisa, nisbah antara laju limpasan (qr) dan laju infiltrasi tetap sama seperti saat berhentinya hujan, yaitu: fa fr fa = → fr = qr qa r qa
(2.13)
20
Da = Σ ( qr + fr) = ( Σqr )(1 +
dengan:
fa ) qa
(2.14)
fa = infiltrasi saat hujan berhenti, qa = limpasan saat hujan berhenti, fr = infiltrasi sisa massa, qr = limpasan sisa massa. Nilai limpasan dapat dihitung dari detensi permukaan yang diperoleh
dengan
rumus
Chezy
dengan
menganggap
kondisi
aliran
pada
daerah
pengaliran tetap, seragam dan turbulen. Rumus Chezy yang digunakan jika R dianggap sama dengan Da: 1/2
q = Da * C ( Da * S o )
dengan:
*)
(2.15)
q = limpasan Da = detensi permukaan dalam bentuk lapisan air (mm) C = koefisien Chezy So = kemiringan lahan
Da q So Gambar 2.2 Sketsa kedudukan Rainfall Simulator
21
Koefisien Chezy diperoleh dengan menggunakan rumus: C = 1 / n * R1 / 6
(2.16)
dengan: C = koefisien Chezy, n
= koefisien Manning (lihat tabel 2.2),
R = jari-jari hidrolik (mm). Tabel 2.2 Koefisien kekasaran Manning Wujud dasar dan dinding saluran
n
Diplester semen
0.011 - 0.015
Beton
0.014 - 0.019
Pasangan batu
0.012 - 0.018
Pasangan batu kali
0.017 - 0.03
Tanah asli bersih
0.016 - 0.02
Tanah rumput
0.025 - 0.033
Batu padas
0.025 - 0.04
Tanah tak dirawat
0.05 - 0.14
Saluran alam
0.075 - 0.15
(Sumber : Hindarko, Drainase Perkotaan, 2000 dalam Oriza Andamari, 2003)
Aliran
limpasan
bervariasi
dan
sangat
tergantung
dari
besaran
parameter DAS sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Besaran tersebut sangat
berbeda
bersangkutan.
untuk
Beberapa
masing-masing model
bagian
menggunakan
untuk penyelesaian yang bersifat umum,
kecil
prinsip
dari
simulasi
DAS
yang
deterministik,
dengan mendekati proses aliran 22
limpasan dengan persamaan-persamaan semi empirik berdasarkan parameter DAS yang bersangkutan. Salah
satu contoh model sederhana yang dikembangkan oleh Holtan
(Fleming, 1975) *) berdasarkan persamaan kontinuitas. Pe - Q = D
(2.17)
Qo = aDb
(2.18)
dengan : Pe = hujan
efektif
(dikurangi
infitrasi
dan
tampungan
cekungan
(depression storage), Qo = aliran limpasan (m3 /det), D = kedalaman rata-rata limpasan (m), a
= tetapan sebagai fungsi parameter DAS,
b
= tetapan,
1.67
untuk
aliran
turbulen dan 3 untuk aliran
laminar.
23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Umum Penelitian
ini
merupakan
penelitian
ilmiah
jika
ditinjau
dari
cara
perlakuannya. Penelitian ilmiah menghendaki adanya cara-cara atau langkahlangkah tertentu dengan urutan yang tertentu pula. Penelitian ilmiah adalah suatu penelitian yang bersistem dan dikontrol dengan baik serta dibangun di atas teori tertentu. Penelitian ini tidak menghasilkan teori yang baru tetapi menggunakan beberapa teori yang sudah ada. Metode eksperimen variabel
yang
yaitu
yang
digunakan
mengadakan
diinginkan.
dalam
penelitian
percobaan
untuk
Eksperimen
dilakukan
ini
adalah
mendapatkan di
laboratorium
metode variabeldengan
menggunakan model. Prinsip model pada penelitian ini berdasarkan pada proses penyiraman.
Q
i
Gambar 3.1 Test penyiraman
24
Variabel-variabel pada penelitian ini terdiri dari: 1. Variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel hujan, kemiringan lahan, luas catchment area, kedalaman lapisan. 2. Variabel tak bebas (dependent variabel) yaitu limpasan.
B. Tempat Penelitian Metode
eksperimen
di
laboratorium
yaitu
melakukan
percobaan
dengan menggunakan peralatan yang ada di Laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Data yang diambil adalah data primer
C. Peralatan dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ground water/well abstraction yang berfungsi sebagai Rainfall Simulator, mempunyai dimensi 2 x 1 x 0.530 m3 . (lihat Gambar 3.2) 2. Plastik untuk membedakan daerah permeable dan impermeable. 3. Pasir 4. Stopwatch 5. Penggaris 6. Gabus untuk menutup lubang yang terhubung ke piezometer. 7. Gayung pasir
25
D. Langkah Penelitian Langkah penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pengambilan data 1.
Tahap persiapan dilakukan untuk mempersiapkan peralatan dan bahan terdiri dari: a. Penyiapan
pasir
yang
sesuai
dengan
ukuran
alatnya.
Pasir yang
dipakai telah dibersihkan terlebih dahulu. b. Menutup saluran drainase, sumur, lubang–lubang yang berhubungan dengan piezometer. c. Memasukkan pasir yang telah dipersiapkan ke dalam bak rainfall simulator. d. Mengisi tangki air. e. Mensetting
alat
sampai
kedudukan
air
pada
piezometer
memiliki
ketinggian yang sama. Jika tinggi air belum sama, berarti masih ada udara / pasir pada selang yang menghubungkan tangki pasir dan piezometer. f. Pada percobaan simulasi hujan pada daerah impermeable digunakan plastik
yang
telah
dilubangi
sebelumnya
dan
diletakkan
pada
setengah dari tinggi pasir. Ukuran plastik sesuai ukuran alat. 2.
Tahap pengumpulan data berupa pengukuran data input dan output dari alat tersebut. a. Mengatur
debit
pompa
untuk
menentukan
intensitas
hujan
pada
model daerah tangkapan tersebut.
26
b. Mengoperasikan ditentukan
hujan
sebelumnya
buatan
dengan
dengan
intensitas
membuka
yang
spray
telah nozzle.
Menghidupkan stopwatch sejak alat mulai dioperasikan sampai saat debit yang keluar dari outlet mencapai nilai nol / mendekati nol. Limpasan akan mencapai nilai konstan saat waktu konsentrasi telah tercapai. Jika keadaan tersebut telah tercapai, maka hujan buatan dapat dihentikan dan menunjukkan telah terjadi keseimbangan antara hujan, debit, dan kehilangan air (infiltrasi). c. Saat
hujan
telah
dihentikan
tidak
berarti
debit
yang
keluar itu
terhenti, karena masih adanya tahanan permukaan (surface detention), maka masih ada aliran yang keluar dari tanah tersebut. Pengukuran dilakukan sejak dioperasikan alat sampai debit aliran yang keluar dari bak kurang lebih sama dengan nol. d. Selama masih ada aliran air di permukaan tanah, maka selama itu pula masih terjadi infiltrasi. e. Mengukur tinggi air pada piezometer f. Melakukan percobaan point a sampai dengan e untuk durasi hujan yang berbeda (100% tc; 70% tc; 50% tc), dimana tc adalah waktu konsentrasi, dan kemiringan yang berbeda (1:100, 1: 50, 1: 33.3).
27
E. Teknik Pengolahan Data Model persamaan yang digunakan pada penelitian ini adalah model persamaan Chezy. Persamaan ini dipilih dengan menganggap aliran merupakan aliran seragam. Pengolahan data dilakukan dengan spread-sheet MS excel. Setelah
variabel
menghitung
yang diperlukan
ketinggian
rata-rata
diperoleh, piezometer
tahap untuk
selanjutnya memperoleh
adalah besarnya
tinggi air di permukaan. Rumus yang digunakan adalah: hr = dengan: hr
h1 + h2 + ... + h20 20
(3.1)
= ketinggian air rata-rata dalam piezometer (mm)
h1 ...h20 = ketinggian air dalam piezometer dari hulu ke hilir (mm) Tinggi air di permukaan pasir merupakan nilai kumulatif dari tinggi rata-rata setiap waktu yaitu: h dengan:
(3.2)
= hrt+1 -hrt
h
= tinggi air di permukaan (mm)
hrt+1 = tinggi rata-rata air dalam piezometer saat t+1 (mm) hrt
= tinggi rata-rata air dalam piezometer saat t
Tahap perhitungan selanjutnya adalah mencari koefisien Chezy dengan persamaan
(2.16)
dan
limpasan
baru,
dengan
menganggap
R
(jari-jari
hidrolik) sama dengan h menggunakan persamaan Chezy (2.15). Tahap
pengolahan
selanjutnya
adalah
melakukan
kalibrasi
model
dengan
trial-error untuk memperoleh model yang diinginkan.
28
Berikut dijelaskan langkah-langkah perhitungan yang disajikan dalam bentuk tabel: Tabel 3.1 Format Pengambilan Data Tinggi Air di Piezometer Waktu (min)
Tinggi air dalam piezometer (mm) 1
2 3
4 5 6
7 8
9
10
11
1
12
13
14
15
16
17
18
2
0.0 0.5 Dst.
Keterangan : Kolom 1 :Waktu (min) Kolom 2 : Tinggi air hasil pengamatan dalam piezometer (mm) no 1,2,…20 Tabel 3.2 Format Pengambilan Data Limpasan Waktu (min)
Hujan (l/min)
Limpasan (l/min)
1
2
3
0.0 0.5 dst Keterangan : Kolom 1 : Waktu (min) Kolom 2 : Hujan hasil pengamatan (l/min) Kolom 3 : Limpasan (l/min)
29
19
20
Tabel 3.3 Perhitungan Tinggi Air di Permukaan (h) Waktu
Tinggi air pada piezometer
Tinggi rata-rata
h
(min)
(mm)
(mm)
(mm)
3
4
2
1 1
2
3
… … …
20
0.0 0.5 dst
Keterangan : Kolom 1 : Waktu (min) Kolom 2 : Tinggi air dalam piezometer (mm) Kolom 3 : Tinggi air rata-rata dalam piezometer (mm), dihitung dengan rumus (3.1). hr =
h1 + h2 + ... + h20 20
Kolom 4 : Besarnya nilai h dihitung dengan rumus (3.2). h = hrt+1 -hrt
30
Tabel 3.4 Debit limpasan secara pemodelan Waktu (min)
Hujan (l/min)
1
(mm) 2
Limpasan
h
(l/min)
(mm)
3
4
C
Qhit (l/min)
5
6
0.0 0.5 dst
Keterangan : Kolom 1 : Waktu (min) Kolom 2 : Intensitas hujan hasil pengamatan (l/min) diubah menjadi mm Kolom 3 : Limpasan hasil pengamatan (l/min) Kolom 4 : Tinggi air permukaan hasil perhitungan sebelumnya (tabel 3.3) Kolom 5 : Koefisien Chezy, C dihitung dengan persamaan (2.16) C = 1/n * R 1/6 Kolom 6 : Berdasarkan rumus awal (2.15) dihitung Qhit , kemudian dilakukan kalibrasi sampai Qhit mendekati Qterukur . Qhit (l/min) = h * C * (h* So)0.5 * B
31
Tabel 3.5 Uji Korelasi Waktu
Qterukur
Qhit
(Qterukur -Qr)2
(Qterukur -Qhit )2
(min)
(l/min)
(l/min)
Dt 2
D2
1
2
3
4
5
Keterangan : Kolom 1 : Waktu (min) Kolom 2 : Qterukur (l/min) Kolom 3 : Qhit (l/min) dari perhitungan pada tabel sebelumnya Kolom 4 : Dt 2 = (Qterukur -Qr)2 Qr merupakan limpasan hitungan rata-rata dihitung dengan rumus (2.11) Kolom 5 : D2 = (Qterukur -Qhit )2 Kemudian menghitung koefisien korelasi dengan rumus (2.8), korelasi yang baik berdasarkan tabel 2.1 yaitu r ≥ 0.7.
32
.11 .12 . 1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 . 8 .9 .10.13 .14 .15
.116 .17 .18 .19 .20
L= 1m
P= 2 m
Gambar 3.5 Sketsa Ground Water/Well Abstraction
33
F. Bagan Alir Mulai Input data: 1. Data hujan (l/min) 2. Tinggi air pada piezometer(mm) 3. Data limpasan (l/min) 4. Kemiringan lahan 5. Dimensi daerah tangkapan p=2m, l=1m
Debit terukur Analisa Data: 1. Menghitung tinggi air di permukaan dengan pers (3.1), (3.2). 2. Menghitung koefisien Chezy dengan pers (2.16)
Menghitung debit dengan pers (2.15)
TIDAK Kalibrasi parameter
Korelasi ≥ 0.7 YA Variasi lain ?
YA Ulangi dengan variasi intensitas, durasi hujan, dan kemiringan lahan
TIDAK SELESAI
Gambar 3.6 Bagan Alir
34
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Data Percobaan dilakukan sebanyak 18 kali dengan perincian sebagai berikut : Tabel 4.1 Jenis Percobaan Percobaan
A
B
C
D
E
F
Jenis Lapisan
Kemiringan
Durasi Hujan
A1
Permeable
1 : 100
100 % tc
A2
Permeable
1 : 100
70 % tc
A3
Permeable
1 : 100
50 % tc
B1
Permeable
1 : 50
100 % tc
B2
Permeable
1 : 50
70 % tc
B3
Permeable
1 : 50
50 % tc
C1
Permeable
1 : 33.3
100 % tc
C2
Permeable
1 : 33.3
70 % tc
C3
Permeable
1 : 33.3
50 % tc
D1
Impermeable
1 : 100
100 % tc
D2
Impermeable
1 : 100
70 % tc
D3
Impermeable
1 : 100
50 % tc
E1
Impermeable
1 : 50
100 % tc
E2
Impermeable
1 : 50
70 % tc
E3
Impermeable
1 : 50
50 % tc
F1
Impermeable
1 : 33.3
100 % tc
F2
Impermeable
1 : 33.3
70 % tc
F3
Impermeable
1 : 33.3
50 % tc
35
1.
Tinggi Air Permukaan (h)
Tinggi air di permukaan
dihitung
dengan
persamaan
(3.2)
setelah
tinggi rata-rata pada piezometer dihitung. Contoh perhitungan: Data pada percobaan I (daerah permeable, kemiringan 1: 100, 100% tc) adalah: Tinggi rata-rata piezometer saat t0 = hr1
= 65
Tinggi rata-rata piezometer saat t0.5 = hr2
mm
= 78.35 mm
maka berdasarkan rumus (3.2) diperoleh tinggi air permukaan (h) sebesar : h = 78.35 - 65 = 13.35 mm 2. Koefisien diketahui,
dengan
Chezy
Koefisien Chezy
dihitung berdasarkan
menganggap
h
sebagai
rumus
(2.16),
setelah
jari-jari hidrolik (R).*)
h
Hasil
perhitungan h pada perhitungan sebelumnya adalah 13.35, jadi koefisien Chezy juga sama dengan : C = 1/ nR1 / 6 = 1 / n × h1 / 6 C = 1/ 0.02 × 13.351 / 6 = 77.01 3.
Limpasan Hasil Perhitungan
Limpasan yang baru dihitung berdasarkan persamaan (2.15) dengan menganggap aliran seragam, dan turbulen. Kemudian dilakukan trial and error untuk merumuskan model hubungan antara hujan dan limpasan. Trial and error dilakukan sampai debit hasil perhitungan mendekati debit yang terukur. Limpasan hasil perhitungan dibandingkan dengan limpasan terukur dengan menghitung
36
korelasinya
menggunakan
persamaan (2.8). Perhitungan
dengan
bantuan
microsoft excel. Q = A*V Q = h* B*C*(h * So)0.5 Q= 13.35* 1000* 77.01* (13.35*0.01)0.5 = 0.26 l/min Perhitungan selanjutnya analog pada perhitungan diatas dan contoh perhitungan seperti pada tabel 4.1; 4.2; 4.3 dapat dilihat pada lampiran II dan III.
37
B. Pembahasan Hasil perhitungan dan grafik menunjukkan bahwa ada perbedaan bentuk hidrograf
pada setiap hasil percobaan.
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
besaran parameter DAS sangat berpengaruh terhadap besarnya limpasan. Daerah yang permeable dengan kemiringan yang landai (1:100), bentuk hidrograf yang dihasilkan
lebih tumpul dan limpasan lebih lambat terjadi
dibandingkan hidrograf pada daerah impermeable dengan kemiringan sama. Hal ini disebabkan air tidak dapat atau sedikit sekali yang berinfiltrasi, sehingga air lebih cepat melimpas, Daerah dengan kemiringan curam (1:33.3) hidrograf yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan pada daerah yang landai (1:100). Pengaruh durasi hujan pada bentuk hidrograf juga besar, terbukti meskipun daerahnya permeable, jika durasi hujan 70 % dan 50% dari waktu tercapainya
debit
puncak,
hidrograf
yang
dihasilkan agak tajam. Model yang dibuat pada penelitian ini merupakan pengembangan dari model persamaan Chezy. Pengembangan model tersebut adalah menambahkan koefisien
kalibrasi
Koefisien kalibrasi
pada
persamaan
tersebut,
dengan
trial
and
error
yang diperoleh dari trial and error pada masing-masing
percobaan berbeda. Hasil trial and error koefisien kalibrasi pada kondisi percobaan : 1. Permeable dan impermeable; m 1:100; adalah 0.7, tetapi angka korelasi yang dihasilkan tidak terlalu tinggi.
38
2. Permeable dan impermeable; m 1:50 adalah 0.3. Angka korelasi yang dihasilkan dengan koefisien kalibrasi 0.3, tinggi, kecuali pada kondisi permeable; multiple storm; 50% tc. 3. Permeable dan impermeable; m 1:33.3 adalah 0.25. Angka korelasi yang dihasilkan juga tinggi, kecuali pada kondisi permeable; multiple storm; 50% tc dan impermeable; single storm; 100%tc.
39
BAB V KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa : 1. Hujan
efektif
yang dialihragamkan menjadi
aliran keluar memiliki
bentuk yang tidak linier terhadap waktu karena adanya kehilangan– kehilangan seperti infiltrasi, dan detensi permukaan. 2. Model
persamaan
yang
diperoleh
dari
penelitian
ini
adalah
pengembangan dari model persamaan Chezy dengan menambahkan koefisien kalibrasi yang berbeda untuk setiap kondisi kemiringan, agar diperoleh debit yang besarnya mendekati debit terukur. Model yang diperoleh pada penelitian ini adalah : Qhit (l/min)= B*h*C*(h*So)0.5*á dengan á = 0.7 untuk kemiringan 1:100 a = 0.3 untuk kemiringan 1:50 á = 0.25 untuk kemiringan 1: 33.3 3. Limpasan pada daerah permeable dan berkemiringan landai (1:100) lebih lambat daripada daerah impermeable dengan kemiringan yang sama. 4. Angka korelasi tertinggi, yaitu 0.98, terjadi pada kondisi daerah permeable; m 1: 33.3; single storm; 100%tc.
40
B. Saran 1. Sebaiknya dilakukan proses kalibrasi terhadap model yang didapat agar model tersebut dapat diaplikasikan di lapangan. 2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh aliran masuk (inflow), disamping hujan, terhadap limpasan. 3. Sebaiknya percobaan dilakukan dengan variasi kemiringan dan intensitas hujan yang lebih banyak.
41
DAFTAR PUSTAKA
CD Sumarto, 1987, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya Deni Nurdin, 2002, Skripsi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Linsley, R. K, Kohler, M. A, Paulhus, Joseph L. H, 1989, Hidrologi untuk Insinyur, Erlangga, Jakarta Linsley, Franini Joseph B, 1979, Water Resources Engineering, Mc Graw Hill Book Company Nazemi et al, 2003, Evolutionary Neural Network Modelling for Describing Rainfall-Runoff Process, 225-226 Oriza Andamari, 2003, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Seyhan, Ersin (alih bahasa Sentot Subagyo), 1990, Dasar-Dasar Hidrologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Sharma, R. K, 1987, A Text Book of Hydrology & Water Resources, Dhanpat Rai & Sons, India Sri Harto Br, 1993, Analisis Hidrologi, Gramedia, Jakarta Varshney, T. S, 1979, Engineering Hidrology, Nem Chand & Bros Roorka, India
42