JRL
Vol.6
No.1
Hal. 55 - 62
Jakarta,
Maret 2010
ISSN : 2085-3866
MODEL DINAMIK PENANGANAN SAMPAH (STUDI KASUS SOSIAL MASYARAKAT DI DKI JAKARTA) M.Ansorudin Sidik Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi Jln MH thamrin no 8 Jakarta 10340 Abstract Social dynamic of of waste management is rarely discussed in a paper. Using causal loop diagram, this issue will be analyzed in this paper based on the case study of waste management in Jakarta. Problems occurred in Jakarta were identified using metaplan method carried out by BPPT to explore social problem of solid waste management. It is started from the fact that for managing waste, the regional government tends to use the top down approach rather than bottom up approach. The analysis shows the result that the problems are dynamic as social problems always changes, not static. Such dynamic tendency can be anticipated in the future by the regional government in accordance with the social changes occurred to people live in Jakarta. Key Wods : social dynamic, waste management, model dinamic
1.
Pendahuluan
Suatu gejala sejarah yang amat kentara dalam pertumbuhan negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia adalah sangat dominannya faktor pemerintah dalam usaha memelopori, membimbing, dan menggerakkan masyarakat untuk ikut dalam proses pembangunan. Dengan adanya proses pembangunan tersebut akan melahirkan perubahan yang terus menerus di berbagai bidang kegiatan. Namun demikian, untuk saat sekarang pendekatan yang biasa dilakukan oleh pemerintah dalam merencanakan suatu program pembangunan yaitu dengan sistem top down (dari atas ke bawah)sudah tidaksesuai dengan keadaan dan perkembangan masyarakat. Paradigma yang demikian itu harus secara perlahan-lahan ditinggalkan. Pendekatan yang harus dikedepankan adalah pendekatan perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat dalam perencanaan program pembangunan di bidang-bidang tertentu, diantaranya program mengatasi masalah sampah perkotaan. Pendekatan tersebut sudah 55
lama dikemukakan oleh Bintoro Tjokroamidjojo, 1977 dalam bukunya Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, halaman 61. Dalam buku itu disebutkan, suatu paradigma pembangunan terjadi karena saling menunjangnya pembinaan berbagai aspek aspek kehidupan masyarakat atau bangsa. Bahkan proses pembangunan yang sebenarnya, haruslah merupakan perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi proses yang dapat bergerak sendiri ( self sustaining process) tergantung pada manusia dan struktur sosialnya. Apa yang disebutkan dalam buku tersebut semestinya menjadi dasar bagi perencanaan program pembangunan bottom up (dari bawah ke atas), atau perencanaan program pembangunan dari bawah, terlebih masalah sampah itu melibatkan masyarakat. Dalam berbagai data diketahui secara umum bahwa produksi sampah itu berasal dari masyarakat, sehingga amat wajar bila masyarakat dilibatkan dalam proses penanggulangannya. Di DKI Jakarta sampah yang diproduksi setiap hari oleh warga lebih dari 26.000 m3/ hari memerlukan penanganan yang serius. JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
Tempat pembungan akhir sampah (TPA), menimbulkan konflik antara pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat, mengindikasikan belum optimalnya perencanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Pemda. Terkesan poptensi yang ada dalam masyarakat belum diberdayakan. Dana yang dikucurkan untuk program yang bersifat pengadakan prasarana fisik, cenderung lebih besar dan memang biasanya lebih besar dibandingkan dengan dana yang dikucurkan untuk program yang bersifat kemasyarakatan. Kenyataan ini dapat dilihat dimanapun sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Pemda. Paradigma baru dalam pengelolaan sampah yang bersifat bottom up bertumpu pada pengurangan atau reduksi sampah sebanyak mungkin dari sumbernya (dari masyarakat), akan berdampak pada pengurangan jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Hal ini karena jumlah truk pengangkut sampah yang beroperasi akan berkurang secara signifikan, sehingga dapat menekan biaya yang dikeluarkan dan ,menghindarai pemborosan biaya Pemda. Tidak salah apa yang dikatakan Everet M.Roger dan F Floyd Shoemaker dalam bukunya Communication of Innovation yang intinya bahwa pembangunan yang dilakukan oleh negara berkembang hanya 10% yang bertahan dan atau berkembang. Selebihnya 90% tidak berdampak pada perkembangan masyarakat. Ini berarti pemborosan yang besar besaran pada program pembangunan. Dalam upaya membantu pengelolaan sampah dari sudut sosial, BPPT telah mengadakan kajian dengan menggunakan metode metaplan untuk mengali permasalahan dan sekaligus mencari solusi dan menawarkan rencana tindak pengelolaan sampah kota. Dalam buku yang berjudul Kebijakan Pengelolaan Sampah Berbasis masyarakat, yang diterbitkan tahun 2006, dan dicetak ulang 2008, oleh Pusat Pengakajian Kebijakan Teknologi, BPPT, terdapat 13 masalah yang muncul. Sayangnya ketiga belas masalah tersebut belum dilakukan anlisis dinamikanya, padahal analisis tersebut sangat perlu untuk mengetahui kecenderungan dinamika yang berkembang di masyarakat. Apaun yang bersifat sosial dan masyarakat pasti akan mengalami perkembangan yang bersifat dinamis. Tulisan ini membantu untuk menganalisis sudut dinamika dari masalah yang ditemukan dalam buku tersebut.
56
2.
Masalah Sosial dalam Pengelolaan Sampah
Masalah-masalah sosial dalam sumber masalah dalam pengelolaan sampah yang muncul dalam metaplan adalah : 1) Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap permasalahan sampah. Sumber masalah tersebut adalah sosialisasi kurang dilakukan dengan baik dan benar. 2) Perilaku masyarakat dalam menbuang sampah kurang baik. Sumber masalahnya adalah masyarakat tidak terdidik untuk membuang sampah dengan baik dan benar. 3) Sarana dan prasarana sampah kurang memadai. Sumber masalah ada empat, yakni • Sarana dan prasarana pengelolaan sampah (gerobak,tempat pengumpulan sampah sementara (TPS),truk sampah) tidak sesuai dengan jumlah sampah yang ditangani, • Kurang biaya operasional dan perawatan, • Alokasi anggaran tidak mengikuti standar. 4) Norma masyarakat terhadap masalah sampah kurang baik. Sumber masalah ada tujuh buah, yaitu : • Kurangnya kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap sampah, • Sampah belum merupakan kepentingan bersama, • Rendahnya keinginan masyarakat untuk bekerjasama dalam pengelolaan sampah, • Masyarakat kota metropolitan terlalu sibuk, • Masyarakat tidak punya waktu untuk memikirkan lingkungannya, • Rendahnya pendidikan madyarakat. 5) Pengelolaan sampah belum menjadi prioritas. Terdapat dua sumber masalah, yaitu • Anggaran untuk pengelolaan sampah masih dianaktirikan dibandingkan dengan sektor pembangunan lainnya, • Belum adanya kesamaan tujuan dalam penanganan sampah antara pemerintah, swasta dan masyarakat. JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
57
Lokasi TPS di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) tidak jelas. Sumber masalahnya kondisi lingkungan terlalu padat. Pengumpulan dan pengangkutan sampah yang tidak teratur. Terdapat empat sumber masalah dalam hal ini, yaitu: • Keterbatasan sarana, • Petugas kurang disiplin, • Kurangnya insentif petugas, • Tidak ada lembaga dalam masyarakat yang mengawasi kinerja pengelola kebersihan. Lingkungan sosial yang tidak mendukung. Ada tiga sumber masalah di dalamnya, yakni: • Sarana dan prasarana kurang memadai, • Sudah terbiasa dengan lingkungan yang tidak sehat, • Tidak ada contoh yang baik dari berbagai lembaga masyarakat. Pengetahuan masyarakat tentang hukum masih terbatas. Terdapat dua sumber masalah, yaitu: • Peraturan/hukum yang ada tidak tersosialisasikan dengan baik, • Penerapan hukum yang tidak konsisten. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berada di luar wilayah DKI Jakarta. Sumber masalahnya adalah tata ruang persampahan tidak terintegrasi dengan RTRW DKI Jakarta. Retribusi sampah kurang memadai. Disini terdapat tiga sumber masalah, yaitu: • Perda tentang retribusi tidak sesuai dengan kondisi saat ini, • Masyarakat enggan membayar iuran sampah sesuai dengan biaya pengelolaan sampah, • Pengelolaan dana tidak transparan dan akuntabel. Penolakan masyarakat terhadap sarana pengelolaan sampah. Sumber masalahnya adalah masyarakat tidak ingin terganggu oleh sampah yang berada di sarana tempat sampah. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pembangunan TPA. Sumber masalahnya ada dua, yaitu
• • 3.
Selama ini pengelolaan TPA tidak dilakukan dengan baik dan benar, B u r u k n y a i m a g e T PA d i m a t a masyarakat. Unsur Dinamika Sosial dalam Pengelolaan Sampah
Awal pendekatan yang digunakan adalah mencoba memilah milahkan dan meringkas masalah-masalah yang muncul di atas ke dalam unsur-unsur dinamika sosial dalampengelolaan sampah. Unsur-unsur tersebut adalah : 3.1
• • • 3.2
• • 3.2
• •
Kebijakan Pemda dalam Pengelolaan Sampah. Terdiri dari : Sosialisai/penyuluhan tentang kebersihan dan hukum, Pendidikan lingkungan Ploting TPS dan TPA di dalam RTRW/ RTRK dengan jelas. Pengelolaan Sampah yang Baik dan Benar. Terdiri dari : 2.1 Lingkungan yang sehat dan bersih 2.2 Kepuasan terhadap Pemerintah Daerah. Pemahaman Masyarakat terhadap Masalah Sampah Terdiri dari : Kesediaan memilah sampah dari sumbernya Kesadaran untuk membayar retribusi.
Secara filosofis Conyers (1983) mengatakan bahwa pembangunan sosial merupakan upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengambil keputusan dalam mengaktualisasikan diri mereka. Didalam kaitan ini pembangunan sosial termasuk didalamnya pengelolaan sampah terkait dengan upaya pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat inilah yang selama ini belum tergarap secara optimal. Landasanya dasarnya karakteristik utama pembangunan sosial adalah pemberian pelayanan sosial,
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
pembelaaan terhadap nilai kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat. Unsur-unsur sosial dalam pengelolaan sampah yang terdapat dalam warga Jakarta di atas, dipakai sebagai dasar untuk menganalisa dinamika sosial agar perubahan sosial yang terjadi dapat diantisipasi untuk melahirkan kebijakan yang memadai Unsur Dinamika Sosial dalam Pengelolaan Sampah di atas, dapat diurai secara singkat sebagai berikut: Kebijakan Pemda Dalam Pengelolaan Sampah • Dalam menata pengelolaan sampah perkotaan, maka yang harus dilakukan Pemda adalah sosialisasi atau penyuluhan tentang kebersihan dan peraturan peraturan yang mendasarinya. Sosialisasi ini penting mengingat sebagian besar warga kurang mengetahui peran Pemda dalam masalah ini. Demikian juga sanksi hukum yang harus diterima oleh warga tidak disadari oleh masyarakat. Jadi untuk membuat warga melek tentang lingkungan yang bersih dan peraturan-peraturan yang semestinya menjadi panduan perilaku warga dalam memperlakukan sampah kota, seharusnya dilakukan dengan sosialisasi yang profesional dan biaya yang memadai. Demikian juga sumberdaya manusia yang melakukan penyuluhan harus benar-benar mengerti karakteristik warga metropolitan. Pendidikan lingkungan. • Pendidikan lingkungan tentang kebersihan perlu ditekankan pula bagi warga Jakarta. Intinya kebersamaan untuk membangun lingkungan yang bersih dan sehat adalah tanggung jawab bersama. Bencana lingkungan yang menimpa akan dirasakan secara bersamasama apabila tidak disadari pentingnya masalah pendidikan lingkungan ini. Tentunya karena masyarakat Jakarta adalah heterogen, maka kurikulumnya harus disesuaikan dengan kondisinya. Demikian juga tingkatannya antara mereka yang berpendidikan rendah dan mereka yang berpendidikan tinggi mesti dibedakan. klasklas masyarakatpun tidak bisa diabaikan. • Ploting TPS dan TPA di dalam RTRW/ RTRK dengan jelas. Selama ini TPS dan TPA belum terploting secara jelas di dalam RTRW dan RTRK, sehingga menimbulkan salah tafsir antara warga dan Pemda untuk merealisaikannya. Akibatnya ketidakharmonisan terjadi karena warga dan Pemda berbeda dalam melihatnya. Semua itu dikarenakan kondisi lingkungan Jakarta terlampau padat. 58
Pengelolaan Sampah yang Baik dan Benar. • Untuk mengelola sampah dengan baik dan benar, diperlukan dukungan lingkungan yang sehat dan bersih. Contoh kasus sederhana adalah Taman Rekreasi Jaya Ancol kondisinya lebih bersih dari pada Taman Rekreasi Kebun Binatang Pasar Minggu. Kondisi ini mempengaruhi perilaku warga yang berkunjung dalam membuang sampah. Jadi lingkungan yang sehat dan bersih itu sangat mempengaruhi warga dalam membuang sampah. Warga akan membuang sampah secara sembarangan atau ditempat yang telah disediakan. Akibatnya lingkungan yang sehat juga terkondisi oleh lingkungan itu sendiri. Tentunya ini harus disadari oleh para pengelola lingkungan. Kepuasan terhadap Pemerintah Daerah. • Secara sederhana kalau kita memakan hidungan di suatu restauran atau makan kue di toko yang menjual kue dengan enak dan menimbulkan kepuasan, maka kita akan menjadi pelanggannya. Demikian juga dengan kepuasan kita terhadap fungsi pelayanan Pemda terhadap pengelolaan sampah, kira-kira akan demikian juga. Kepuasan terhadap Pemda akan menimbulkan partisipasi penuh dari warga Jakarta. Sebaliknya bila pengumpulan sampah dan pengangkutannya amburadul, maka kepuasan warga akan terkikis, sehingga partisipasi tidak kunjung muncul. Pemahaman Masyarakat terhadap Masalah Sampah • Kesediaan memilah sampah dari sumbernya. Kesediaan memilah sampah dari sumbernya justru merupakan wujud partisipasi warga dalam membantu mengatasi persoalan sampah kota. Sebagaimana kita ketahui bahwa sekarang sedang digalakkan program 3R (Reduce, Replace dan Recycling) Jika warga bersedia untuk memilah sampah dari rumahnya, maka program 4R di atas akan sangat terbantu. Sekaligus akan menghindari pemborosan dana dari Pemda karena pengangkutan sampah akan terkurangi secara signifikan. Demikian juga lokasi TPA akan terbantu dalam penyediaan lahan. • Kesadaran untuk membayar retribusi. Kesadaran untuk membayar retribusi sampah. nampaknya belum disadari sepenuhnya oleh warga Jakarta. Sumbangan dana yang diberikan oleh warga untuk masalah ini masih sangat minim bila dibandingkan dengan biaya pengangkutannya, terlebih untuk biaya pengolahannya. Tidak sedikit warga yang membayar iuran sampah ini tidak sesuai dengan perda yang berlaku. Sebenarnya JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
masalah ini bisa diatasi kalau sistemnya bisa dibenahi. Misalnya pembayaranya digabungkan dengan pembayaran listrik tiap bulannya, atau digabungkan dengan pembayaran air minum. Bila unsur-unsur dinamika sosial dalam pengelolaan sampah tersebut berjalan dengan baik, maka pembangunan sosial dalam hal pemberdayaan masyarakat akan terjadi dengan sendirinya. Namun apabila salah satu dari unsur diatas tidak terpenuhi, atau terpenuhi tetapi tidak spenuhnya, maka pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak akan terjadi. Jadi harus dilihat dan diteliti kembali unsur-unsur di atas. Perubahan sosial hanya akan terlaksana dan lingkungan yang bersih dan sehat terwujud hanya bila kita memperhatikan unsur-unsur sosial dalam dinamika masyarakat. Secara linier, apa yang telah terurai di atas dapat diskemakan atau digambarkan sebagai berikut :
4.
Model Dinamika Sosial
Kalau kita melihat unsur-unsur dinamika sosial yang terskema di atas, terlihat bahwa hal tersebut masih berupa skema yang bersifat linier. Padahal pendekatan dinamika sosial untuk memahami sistem pengelolaan sampah memiliki berbagai tingkat variable dan atau perilaku problemnya sangat non linier. Lagi pula masalah sampah yang kelihatannya sederhana, kalau dicermati ternyata cukup komplek. Sedangkankan yang bersifat komplek tidak dapat diatasi tanpa tersedianya pengetahuan subtantif yang mendalam. Untuk itu maka diperlukan adanya suatu metoda untuk menstrukturkannya yang menggunakan soft systems. Dinamika sosial untuk memhami permasalahan pengeloaan sampah kota seperti DKI Jakarta dilihat sebagai kumpulan unsur (elemen) yang saling berinteraksi dan secara terpadu menuju tujuan bersama.
Gambar 1 : Skema Dinamika Masyrakat dalam Pemahaman Pengelolaan Sampah
59
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
Maka pada tahap berikutnya perlu dilakukan pemetaan yang sudah dilakukan melalui metode metaplan di atas untuk menyusun model konseptual (mental model) dari masing-masing unsur dinamika sosial tersebut. Penyusunnan mental model dinamika sosial ini dapat dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram seperti nampak pada gambar di bawah ini.
sampah yang dikelola menjadi berkurang. Dampak berikutnya lingkungan akan menjadi sehat dan bersih karena akan mengurangi sampah yang diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah. Akhirnya akan menimbulkan kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan oleh Pemda yang berujung kembali kepada pemahaman yang baik terhadap masalah sampah.
Gambar 2 : Model Dinamika Masyarakat dalam Permasalahan Pengelolan sampah Dari model dinamika sosial yang tersaji, terlihat adanya hubungan tali temali antara berbagai unsur dinamika sosial yang merupakan hubungan kausalitas yang cukup dinamis. Dari kaca mata positif kita lihat bahwa pemahaman masyarakat terhadap masalah sampah yang baik akan berdampak pada kesediaan memilah sampah dan meminisasi dari rumah tangga masing-masing. Dampak turunannya volume 60
Pada sisi lain dampak karena adanya pemahaman yang baik dari masyarakat terhadap masalah sampah adalah kesadaran untuk membayar retribusi dari warga. Kesadaran membayar retribusi ini menimbulkan penambahan dana, dan dana tersebut dapat dipakai untuk menambah pengeluaran untuk sarana dan prasarana pengelolaan sampah. Semakin terpenuhinya sarana dan prasarana pengelolaan JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
sampah akan meningkatkan kinerja petugas dalam mengelola sampah secara baik dan benar. Hal demikian akan mengakibatkan lingkungan yang sehat dan bersih terwujud. Dengan sendirinya warga akan puas dan percaya terhadap kebijakan Pemda dalam melayani fungsi pelayanan sampah. Yang demikian pada dasrnya akan kembali kepada pokok pangkal semula karena masyarakat memahami masalah permasalahan sampah dengan baik. Sekarang kalau kita bertitik tolak dari kebijakan Pemda yang baik dan benar, maka yang akan dilakukan Pemda diantaranya memploting TPS dan TPA kedalam RTRW dan RTRK dengan jelas, agar tidak menimbulkan konflik antara warga dan petugas sampah. Salah tafsir antara petugas dan warga kemungkinan kecil tidak terjadi. Jika TPS dan TPA terploting dengan jelas, sekaligus menunjukkan pengelolaan sampah yang baik dan benar. Pengelolaan sampah yang baik dan benar otomatis akan berdampak pada lingkungan yang sehat dan bersih. Lingkungan yang sehat dan bersih jelas akan menimbulkan kepuasan dan kepercayaan masyarakat yang kembali lagi kepada pemahaman masyarakat yang baik terhadap permasalahan sampah. Kebijakan yang baik, tentunya Pemda akan melakukan sosialisa secara profesional terhadap kebersihan dan juga peraturan peraturan/hukum yang menyertainya kepada warga Jakarta. Diharapkan dengan sosialisasi yang benar akan mengakibatkan pehaman yang baik dari masyarakat tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh adanya produksi sampah yang diproduksinya. Pada sisi lain masyarakat memerlukan pendidikan lingkungan yang memadai. Tentunya pendidikan lingkungan ini seharusnya melibatkan pakar-pakar pendidikan yang mengetahui kondisi masyarakat Jakarta. Salah satu kelemahan dalam pendidikan ini, biasanya Pemda tidak melibatkan tokoh-tokoh masyarakat. Padahal disinilah ambang batas dari segi sosial. Apabila tokoh tokoh masyarakat sudah mengikuti pola yang digariskan oleh kebijakan Pemda, maka wara tinggal mengikutinya saja. Sederhanya, dalam kampung atau suatu daerah pasti ada macannya. Kalu macan itu sudah kita pegang, maka akan mudah untuk mengendalikan kampung atau wilayah tersebut. Kebijakan Pemda yang baik, akan memperhitungnya sarana dan parasarana pengelolaan sampah dengan teliti. Diantaranya kecukupan sarana dan prasarana pengelolaan sampah diseimbangkan dengan beban sampah 61
yang diproduksi oleh warga Jakarta. Keseimbangan ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah akan menjadi baik dan benar. Pengelolaan sampah yang baik dan benar akan berdampak pada lingkungan yang bersih dan sehat. Lingkungan yang bersih dan sehat menimbulkan kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan Pemda , sehingga pemahaman yang baik dari warga terhadap masalah sampah menjadi suatu yang menjadi titik tolaknya. Jika kita perhatikan hubungan yang tali temali antara berbagai unsur dinamika sosial dalam pengelolaan sampah diatas, maka terdapat dua unsur yang menjadi pokok atau titik tolak dari semuanya. Yang pertama, adalah pemahaman masyarakat terhadap masalah sampah, dan kedua, Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan sampah. Sedang yang lainnya hanyalah merupakan dampak dari dua hal di atas. Jadi daya ungkit untuk pengelolaan sampah adalah pemahaman warga kota terhadap masalah sampah dan kebijakan pemerintah daerah terhadap masalah sampah perkotaan. Sebaliknya apabila kedua daya ungkit tersebur bersifat negatif, maka seluruh sistem pengelolaan sampah tidak akan berjalan dengan baik dan cenderung lebih beruk. Kalau kita kembalikan kepada karakteristik utama dalam pembangunan sosial yang dikemukakan oleh Conkers di atas bahwa karakteristik dalam pembangunan sosial adalah pelayanan sosial, pembelaan terhadap nilai kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat, maka pengelolaan sampah perkotaaan yang dikemukakan sudah tercakup di dalamnya. Pelayanan sosial dan pemberdayaan masyarakat merupakan tugas pemerintah daerah dan pembelaan terhadap nilai nilai kemanusiaan merupakan tugas dari masyarakat, tentunya bersama Pemda. 5.
Penerapan di Kota lain
Dari model dinamika sosial dalam pengelolaan sampah di DKI Jakarta yang tersaji diatas, apabila diterapkan di kota lain di Indonesia, maka dapat berkembang atau menyusut. Hal tersebut tergantung dari komplek dan tidaknya masalah yang dihadapi oleh kota yang bersangkutan. Demikian juga daya ungkit yang ditemukan di DKI Jakarta, mungkin akan berbeda dengan kota lainnya. Unsur-unsur dinamika sosial yang ada dari JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62
suatu kota itulah yang akan berpengaruh terhadap sistem pengelolaan sampah yang diterapkan. Menurut penulis, walaupun ada perbedaan, maka unsur-unsur tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang ditemukan di DKI Jakarta. Hal ini mengingat dua hal: pertama, Jakarta adalah kota metropolitan yang permasalahannya lebih komplek dari kota-kota lain di Indonesia. Kedua, penulis adalah mantan penilai Adipura yang sudah berkeliling di hampir seluruh kota di Indonesia. Kebetulan bidang yang saya rancang dan nilai adalah masalah sosial sampah perkotaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam dinamika sosial masalah sampah adalah : saluran komunikasi baik tertulis maupun elektrik yang cukup berpengaruh, gencarnya sosialisasi, pelibatan tokoh masyarakat, dan ciri sosial dari masyarakat setempat.Inilah yang menunjukkan kecepatan dan banyaknya partisipasi dari masyarakat yang terlibat di dalamnya. Konsep keseimbangan yang dinamis yang kita tuju, yakni antara manajemen pengelolaan , sistem sosial dan beban yang dipikul cukup seimbang dan serasi. Ketidak seimbangan akan terjadi kalau tidak mengikuti alur-alur tersebut. 6.
Daftar Pustaka 1. 2. 3.
Penutup
Selanjutnya untuk intervensi kebijakan, maka dapat dilakukan pembobotan dari masingmasing unsur dinamika sosial atau sub sistem dari unsur tersebut sesuai dengan kedalaman data dari daerah bersangkutan. Pembobotan ini diperlukan untuk prioritas penanganan atau pengelolaan sampah perkotaan. Salah satu metode yang dapat diandalkan adalah metode metaplan. Karena apa ? Metode ini merupakan metode yang cepat untuk mengetahui aspirasi warga/masyarakat bawah. Dan inilah salah satu
62
metode partisipatif yang cocok untuk kasuskasus seperti pengelolaan sampah perkotaan, yang melibatkan anggota masyarakat secara menyeluruh. Metaplan, pada dasarnya merupakan metode partisipatif yang menghimpun seluruh peserta/warga dan stake holder dalam suatu forum untuk menyampaikan pendapatnya tanpa harus bertabrakan pendapatnya dengan perta lain. Metode ini dimulai dengan curah pendapat ( brainstorming ), yang dilanjutkan dengan pengelompokan ( clustering ), dan kemudian dilakukan prioritas (prioriting) dan selajutnya dilakukan curah pendapat lagi (brainstorming).
4.
5.
Ansorudin Sidik, dkk, 2008, Kebijakan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat, Jakarta : PPKIT, BPPT. Pact DFID, Panduan Pelatihan Perencanaan Partisipatif pada Tingkat Lapangan, tanpa tahun dan penerbit. Everett M.Rogers dan F.Floyd Shoemaker, Communication of Innovation, yang disarikan oleh oleh Drs. Abdillah Hanafi dengan judul Memasyarakatkan Ide-ide Baru, 1981, Surabaya : Usaha Nasional. Edi Suharto, Phd, 2005, Analisis Kebijakan Publik (Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung : Alfabeta. Husni Y. Rosadi, dkk, 2006, Kebijakan Industri dan Inovasi Teknologi, Jakarta : PPKIT, BPPT.
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 55-62