MOBILITAS KEMISKINAN ANTARGENERASI DAN PERILAKU INVESTASI PADA ANAK
WIDA EDWINA ARIFIN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Mobilitas Kemiskinan Antargenerasi dan Perilaku Investasi Pada Anak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Wida Edwina Arifin NIM I24100016
4
ABSTRAK WIDA EDWINA ARIFIN. Mobilitas kemiskinan antargenerasi dan perilaku investasi pada anak. Dibimbing oleh HARTOYO. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena mobilitas kemiskinan antargenerasi yang terjadi pada dua generasi keluarga dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas kemiskinan antargenerasi. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Jawa Barat dan memiliki anak usia balita dengan contoh adalah 120 keluarga terpilih yang tersebar di empat lokasi penelitian dengan menggunakan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah pergerakan mobilitas kemiskinan mengalami perbedaan antara di desa dan kota. Keluarga yang tinggal di desa mengalami mobilitas kebawah, sedangkan keluarga yang tinggal di kota mengalami mobilitas keatas. Suami berperan sebagai penentu kesejahteraan keluarga. Mobilitas kemiskinan terjadi karena dipengaruhi oleh perilaku investasi dan lama pendidikan. Hasil regresi menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan pada suami dan istri adalah perilaku investasi, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pendidikan, pengaruh orang tua di masyarakat dan pendidikan ibu. Kata kunci : Kemiskinan, mobilitas kemiskinan, perilaku investasi ABSTRACT WIDA EDWINA ARIFIN. Intergenerational Poverty Mobilization and Parental Investment Behavior on Children. Under supervision of HARTOYO. This research was intended to analyze intergenerational poverty mobilization phenomenon that happens in two family generations and analyze the factors that influence intergenerational poverty mobilization. The study involved 120 families with under 5 years old children which were selected randomly from 4 villages of Indramayu and Bogor districts. The study resulted that there was a contrast mobilization direction between rural and urban. Families who lived in rural area had a downward mobility, while families who lived in urban area had a upward mobility. Determinant of family welfare is the husband. Intergenerational poverty mobilization happened is because of parental investment behavior on children and educational background. Furthermore, poverty mobilization is determined by parental investment, land ownership, livestock ownership, educational level of husband and wife, parent‟s societal influences, and mother‟s educational level. Key word: Poverty, poverty mobility, investment behavior
MOBILITAS KEMISKINAN ANTARGENERASI DAN PERILAKU INVESTASI PADA ANAK
WIDA EDWINA ARIFIN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
6
8
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan karunia rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Mobilitas Kemiksinan Antargenerasi dan Perilaku Investasi Pada Anak”. Pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan saran, masukan, serta arahan dalam proses penyusunan proposal sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dr. Tin Herawati, M.Si dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen penguji skripsi dan Ir. Ratnaningsih, MS selaku dosen pemandu seminar atas arahan dan masukannya sehingga penulisan skripsi ini bisa menjadi lebih baik. 3. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak ilmu dan pemahamannya kepada penulis. 4. Kedua orang tuaku, ayahanda Arifin Saibi dan ibunda Eny Heryati yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya yang tiada henti. Adikku, M. Irfan Arifin serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta semangat tiada henti. 5. Teman-teman seperjuangan penulis dalam penelitian S1, Nenggi Okta Pramudita, Mardiana, Siti Ulfah Hasanah, yang saling membantu, mengingatkan, bekerjasama, memberika masukan dan motivasi selama penulisan skripsi ini. 6. Dwifeny Ramadhany dan Susi Susanti yang selalu memberikan semangat, motivasi, dorongan serta doa. Teman-teman IKK 47 dan pengurus HIMAIKO atas kebersamaan dan kejasamanya selama penulis kuliah di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segalan infomasi yang terdapat didalamnya.
Bogor, Agustus 2014
Wida Edwina Arifin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
3
Tujuan
5
Kegunaan
5
KERANGKA PEMIKIRAN
5
METODE PENELITIAN
8
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
8
Contoh dan Metode Penarikan Contoh
8
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
9
Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
10 14
Hasil
14
Pembahasan
30
SIMPULAN DAN SARAN
34
Simpulan
34
Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
46
10
DAFTAR TABEL 1 Jenis dan skala data
10
2 Karakteristik keluarga contoh berdasarkan wilayah (desa/kota) dan status
15
3 Distribusi responden berdasarkan pencari nafkah utama keluarga contoh
16
4 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan keluarga contoh
16
5 Distribusi keluarga asal berdasarkan jumlah anak menurut wilayah
17
6 Distribusi keluarga asal berdasarkan pencari nafkah utama menurut
18
7 Distribusi keluarga asal berdasarkan jenis pekerjaan pencari nafkah
18
8 Distribusi keluarga asal berdasarkan status pendapatan menurut wilayah
19
9 Distribusi orang tua di keluarga asal berdasarkan kemampuan literasi
20
10 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kepemilikan rumah dan
20
11 Distribusi keluarga asal berdasarkan kepemilikan aset wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh 21 12 Distribusi keluarga asal berdasarkan pengaruh di masyarakat menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh
21
13 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kesejahteraannya dan status kesejahteraan keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota)
22
14 Distribusi keluarga contoh di desa berdasarkan status kesejahteraan
23
15 Distribusi keluarga contoh di kota berdasarkan status kesejahteraan
23
16 Presentase status kesejahteraan keluarga contoh berdasarkan status
24
17 Distribusi keluarga contoh berdasarkan dinamika kemiskinan
24
18 Distribusi keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan menurut
25
19 Ringkasan analisis regresi logistik multinomial faktor-faktor yang
28
20 Ringkasan analisis regresi logistik multinomial faktor-faktor yang
30
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran
7
2 Teknik penarikan contoh
9
3 Presentase skor investasi orang tua terhadap suami
26
4 Presentase skor investasi orang tua terhadap istri
26
5 Presentase skor perilaku investasi suami terhadap anak terakhir
27
6 Presentase skor perilaku investasi istri terhadap anak terakhir
27
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hubungan karakteristik keluarga asal, keluarga contoh, warisan, perilaku investasi, penerimaan bantuan program pemerintah dengan mobilitas kemiskinan suami 2. Hubungan karakteristik keluarga asal, keluarga contoh, warisan, perilaku investasi, penerimaan bantuan program pemerintah dengan mobilitas kemiskinan istri 3. Uji beda perilaku investasi terhadap anak terakhir antara suami dan istri
39
40 41
12
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan anak merupakan masalah global yang serius, hal ini karena sebagian besar anak tinggal di lingkungan yang miskin di negara berkembang (Moore 2005). Berdasarkan temuan UNICEF, menunjukkan bahwa resiko tingkat kemiskinan pendapatan dikalangan anak-anak adalah tinggi dan anak-anak sebagian besar miskin. “UNICEF estimates that children represent at least half of the income poor. This means that at least 600 million children under the age of 18 struggle to survive on less than $1 a day. They represent a staggering 40 per cent of all children in developing countries” (UNICEF 2000) Mereka menyumbang sebagian besar penduduk miskin di negara berkembang. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa dibeberapa negara, kemiskinan anak memiliki proporsi yang lebih besar dari masalah kemiskinan secara keseluruhan (Deaton dan Paxson 1997;Lanjouw et al 1998). Meskipun secara tidak proposional anak-anak mewakili orang miskin. Pada banyak kasus, kemiskinan anak disebabkan oleh adanya diskriminasi transisi dari anak-anak menuju dewasa. Namun, secara keseluruhan masalah kemiskinan anak merupakan interaksi dari beberapa faktor. Salah satunya dapat dilihat pada indikator bukan pendapatan. Penelitian yang dilakukan Gordon et al (2003) mengenai perampasan dikalangan anak-anak dengan berfokus pada delapan dimensi kesejahteraan (makanan, air, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, informasi, akses ke layanan), menunjukkan bahwa satu dari dua anak sampel menderita kekurangan yang parah setidaknya pada satu aspek, dan satu dari tiga anak-anak menderita dua atau lebih perampasan. Dimensi tersebut saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Pada tahun 1970-an para ahli berpendapat bahwa kemiskinan terjadi karena adanya “transfer budaya kemiskinan” antargenerasi. Sedangkan pada tahun 1980-an isu-isu mengenai penyebab kemiskinan lebih mengarah kepada kesempatan yang diperoleh seseorang. Sebanyak 35 persen lebih anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang miskin kronis memiliki kemungkinan untuk tetap miskin saat mereka dewasa (Pakpahan et al 2009). Kemiskinan dan kerentanan pada anak-anak tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas hidup mereka, tetapi juga kualitas kehidupan secara umum (Barrientos 2004). Faktor penting yang dapat menjelaskan mengenai perangkap kemiskinan adalah durasi kemiskinan dan perampasan. Jika perampasan yang dialami terjadi bertahun-tahun, bahkan sepanjang hidup mereka, maka mereka mengalami kemiskinan kronis (chronic poverty) (Moore 2005). Dampak dari kemiskinan yang berkepanjangan dan persisten menyebabkan berkurangnya kemampuan individu untuk mempertahankan kehidupan dan mengatasi masalah. Selain itu, kemiskinan anak memiliki dampak antargenerasi yang kuat yang berjalan melalui beberapa saluran. Kemiskinan ditransfer dalam bentuk sesuatu yang kompleks yang terdiri dari faktor positif dan negatif yang mempengaruhi anak dalam mengalami
2
kemiskinan. Dengan demikian, pendekatan mata pencaharian atau aset dapat membantu memahami transfer kemiskinan antergenerasi, yang berfokus pada transfer, ekstrasi, dan tidak adanya transfer berbagai bentuk aset terkait kemiskinan ataupun modal (manusia, sosial-budaya, sosial-politik, keuangan/material, dan lingkungan/alam) (Moore 2005). Transfer modal terkait kemiskinan dapat ditransferkan dari satu generasi individu atau institusi ke generasi individu atau institusi selanjutnya. Individu dapat berasal dari satu keluarga, keluarga luas, atau extra-familial (Moore 2001). Pendekatan ini dapat didukung oleh teori ekologi Bronfenbrenner yang menerapkan faktor resiko pada anak-anak. Menurut teori ini, interaksi anak yang dianggap penting adalah antara anak dan keluarga dekatnya, antara sistem sosial dan lingkungan anak (sekolah, komunitas), dan kekuatan yang lebih besar yang mendefinisikan lingkungan anak (pemerintah, nilai-nilai budaya, atau sistem hukum). Kemiskinan kronis yang terjadi menyebabkan individu dan keluarga terjebak dalam lingkaran kemiskinan, sehingga sulit untuk keluar dari kondisi tersebut. Perangkap lingkaran kemiskinan ini menyebabkan terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi (CPRC 2008). Transfer kemiskinan merupakan salah satu bentuk dinamika kemiskinan yang dialami keluarga. Dinamika kemiskinan diartikan sebagai perubahan kesejahteraan individu atau keluarga dari waktu ke waktu. Life cycle seseorang, transisi menjadi dewasa atau usia tua, pernikahan dan kelahiran anak, janda dan kematian, sering memegang peranan penting dalam mengubah kerentanan seseorang umtuk menjadi miskin. Moore (2005) membagi dinamika kemiskinan menjadi 4 tipe, yaitu tidak pernah miskin, keluar dari kemiskinan, jatuh miskin, dan terjebak kedalam kemiskinan. Dinamika kemiskinan yang terjadi akan menggambarkan suatu mobilitas kemiskinan antargenerasi. Mobilitas antargenerasi merupakan kajian yang membahas tentang hubungan antara situasi seseorang saat ini dengan situasi asal mereka (Breen 2004). Mobilitas ini menyoroti hubungan antara kelas sosial anak dengan kelas sosial orang tua mereka, atau hubungan dari satu generasi dengan generasi lainnya, yaitu dari generasi orang tua ke generasi anak. Mobilitas kemiskinan antargenerasi menggambarkan hubungan antara kemiskinan yang dialami oleh anak saat ini dengan kemiskinan yang terjadi pada orang tua. Mobilitas kemiskinan antargenerasi memiliki pergerakan vertikal, baik vertikal keatas maupun vertikal kebawah. Seseorang atau keluarga dikatakan mengalami kemiskinan kronis apabila kondisi anak sama dengan kondisi orang tua (miskinmiskin). Lingkaran kemiskinan yang terjadi menyebabkan keluarga sulit untuk melakukan investasi sumberdaya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan. Investasi pada human capital memegang peranan penting dalam pembangunan suatu negara. Diantara semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu negara, human capital memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan lainnya. Para ekonom sepakat bahwa investasi pada human capital dapat memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian (Schultz 1961). Hubungan ini terjadi karena human capital diwujudkan dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pembangunan ekonomi tergantung pada kemajuan dalam pengetahuan teknologi dan ilmiah. Peningkatan kualiatas sumberdaya manusia suatu bangsa dimulai dari peningkatan kualitas anak. Salah satu indikator kesejahteraan suatu bangsa dapat
3
dilihat dari kualitas hidup anak. Keluarga sebagai unit pertama dan utama dalam pengembangan sumberdaya manusia, memiliki peran yang penting dalam melakukan investasi modal manusia (Sunarti 2008). Investasi yang dilakukan merupakan salah satu cara keluarga untuk meningkatkan produktivitas marginal seorang anak sehingga akan meningkatkan kapasitas pendapatan anak tersebut (Taubman 1996). Hartoyo (1998) mendefinisikan investasi orang tua terhadap anak sebagai segala usaha, aktivitas, atau alokasi sumberdaya keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas anak sehingga diharapkan akan menjadi individu yang produktif saat dewasa. Investasi terhadap modal manusia memiliki banyak bentuk, namun yang umum dilakukan adalah melalui pendidikan formal, kesehatan dan pengasuhan anak (Bryant dan Zick 2006). Perilaku investasi pada anak dapat diukur dengan menghitung seberapa besar alokasi sumberdaya yang dimiliki, khususnya sumberdaya uang dan waktu yang dicurahkan untuk anak. Program bantuan sosial di Brazil, Bolsa Familia, memiliki tujuan untuk memecahkan transmisi kemiskinan antar generasi dengan syarat anak datang ke sekolah dan mengunjungi klinik vaksinasi. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa adanya pengurangan kemiskinan dan ketidaksejahteraan di daerah tersebut. Selain itu juga memiliki dampak yang positif terhadap partisipasi angkatan kerja perempuan, khususnya yang berpenghasilan rendah (ILO 2014). Evaluasi yang dilakukan terhadap program pengentasan kemiskinan PROGRESA di Meksiko menunjukkan peningkatan terhadap rata-rata lama sekolah dan tingkat kesehatan anak-anak. Selain itu, terjadi peningkatan sebesar sembilan belas persen pada keseluruhan modal manusia karena subsidi dan peningkatan pendapatan tenaga kerja (Cho 2005;Skoufias 2001). Hal tersebut membuktikan bahwa peningkatan kualitas human capital pada pendidikan dan kesehatan akan meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan individu. Melalui investasi yang dilakukan, diharapkan anak akan memiliki masa depan yang lebih baik. Namun, masih banyak keluarga yang belum menyadari hal tersebut. Anak yang terlahir dalam keluarga miskin memiliki potensi yang lebih besar untuk menjadi miskin ketika dewasa (Pakpahan et al 2009). Perbedaan latar belakang sosial ekonomi akan mempengaruhi sumberdaya yang diberikan kepada anak dan kualitas anak (Woodhouse 1997). Penelitian mengenai perilaku investasi terhadap anak pada generasi berbeda masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku investasi orang tua kepada anak pada dua generasi keluarga dan hubungannya dengan kesejahteraan. Dengan demikian, akan terlihat pengaruhnya terhadap mobilitas kemiskinan dan faktor yang menyebabkan mobilitas kemiskinan tersebut terjadi.
Rumusan Masalah Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Bulan September 2013 mencapai 28,55 juta jiwa dengan 37,24 persen berada di perkotaan dan sisanya (62,76%) berada di pedesaan. Data ini menunjukkan peningkatan dari bulan sebelumnya, yaitu sebanyak 28,07 juta jiwa pada Maret 2013. Selama periode Maret-September 2013, baik penduduk miskin di perkotaan maupun pedesaan mengalami kenaikan (BPS 2014a). Apalagi jika menggunakan standar kemiskinan yang lebih tinggi, seperti World Bank. Menurut World Bank, pada tahun 2011
4
39,50 juta jiwa (16,2%) penduduk Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan dan 25 juta keluarga tinggal di daerah kumuh perkotaan seperti di sisi jalan kereta, bantaran sungai, bahkan hidup di jalanan (World Bank 2014;Habitat for Humanity 2014) Chronic poverty merupakan masalah kemiskinan yang sulit diatasi. Sekitar 320 juta sampai 443 juta penduduk dunia terjebak dalam kemiskinan kronis (CPRC 2008). Hal ini karena mereka terbelenggu dalam rantai kemiskinan yang bukan saja masalah ekonomi, tetapi juga masalah pendidikan dan kesehatan. Menurut data BPS, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas pada tahun 2011 adalah 7,9 tahun atau setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) (BPS 2012b). Selain itu, rata-rata lama pendidikan formal untuk provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 adalah 8,06 tahun, yang setara dengan sekolah menengah pertama (SMP) (BPS 2012a). Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang berasal dari pendidikan berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Kemenkes 2013). Hal ini sedikitnya menggambarkan dua permasalahan yang terjadi. Pertama, kemiskinan masih menjadi masalah besar yang perlu diperhatikan. Walaupun saat ini sudah banyak program bantuan dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak menjamin bahwa hal tersebut dapat membantu meningkatkan status kesejahteraan. Kedua, kesadaran akan pendidikan masih kurang. Saat ini pemerintah telah mencanangkan wajib belajar dua belas tahun, namun pada kenyataannya target tersebut belum dapat tercapai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kesadaran orang tua mengenai pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Hasil penelitian Hartoyo et al (2013) menunjukkan bahwa terjadi fenomena transfer kemiskinan di desa dan kota. Sebagian besar responden mengalami status yang sama ketika berada di keluarga asal dengan setelah mereka menikah. Faktor penting yang menjadi perhatian adalah peran keluarga asal dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga contoh, terutama dalam hal investasi sumberdaya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Puspitawati et al (2009) menunjukkan bahwa di Kabupaten Indramayu lebih dari setengah responden menganggap bahwa anak sebagai tenaga kerja keluarga, sehingga pendidikan bagi anak menjadi terabaikan. Anak dijadikan pekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa orang tua miskin memiliki rata-rata lama pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan orang tua tidak miskin (Surachman 2011;Bahri 2013;Sucianti 2013). Selain itu, hasil penelitian Puspitawati et al (2009) memperlihatkan bahwa orang tua dengan anak drop-out memiliki tingkat pendidikan sampai tamat SD (62,9% ayah dan 64,1% ibu) dan setengah dari anak yang drop-out merasa biasa saja ketika hari pertama setelah drop-out. Hal ini menggambarkan bahwa ketika investasi yang dilakukan orang tua kurang, maka akan mempengaruhi persepsi anak dan pada akhirnya menciptakan suatu sikap yang sama dengan orang tuanya. Keluarga sebagai institusi yang utama dalam pengembangan sumberdaya manusia sudah sepatutnya memperhatikan mengenai investasi pada anak. Investasi yang dilakukan akan menentukan tingkat kesejahteraan anak selanjutnya. Namun masih banyak keluarga yang belum sadar mengenai
5
pentingnya hal tersebut. Anak yang terlahir dalam keluarga miskin memiliki potensi lebih besar untuk menjadi miskin ketika dewasa (Pakpahan et al 2009). Selain itu, transfer modal terkait kemiskinan juga akan menentukan perubahan status kesejahteraan individu. Berdasarkan permasalahan yang ada, secara spesifik dirumuskan dalam beberapa masalah penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana mobilitas kemiskinan antargenerasi yang terjadi pada dua generasi keluarga? 2. Bagaimana perilaku investasi yang dilakukan orang tua terhadap anak? 3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas kemiskinan antargenerasi?
Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis mobilitas kemiskinan antargenerasi dan perilaku investasi pada anak Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis fenomena mobilitas kemiskinan antargenerasi yang terjadi pada dua generasi keluarga 2. Menganalisis perilaku investasi yang dilakukan orang tua terhadap anak 3. Menganalisis faktor-faktor yang memperngaruhi terjadinya mobilitas kemiskinan antargenerasi
Kegunaan Penelitian mengenai mobilitas kemiskinan antargenerasi dan perilaku investasi pada anak ini diharapkan mampu memberikan manfaat dibidang ilmu keluarga khususnya ekonomi keluarga. Disamping itu, membantu mamahami lebih jauh mengenai fenomena kemiskinan yang terjadi dan faktor yang menyebabkannya, serta pentingnya perilaku investasi pada anak. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merancang program pengantasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga sebagai institusi pertama dalam pengembangan sumberdaya manusia memegang perangan penting dalam melakukan investasi pada anak. Segala hal yang dilakukan keluarga akan berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa depan. Investasi orang tua terhadap anak merupakan suatu hal yang krusial, karena menyangkut determinan tingkat kesejahteraan individu dimasa depan. Peilaku ini merupakan suatu bentuk saving yang dilakukan keluarga. Hartoyo (1998) mendefinisikan investasi orang tua terhadap anak sebagai segala usaha, aktivitas, alau alokasi sumberdaya keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan
6
kualitas anak sehingga diharapkan anak menjadi individu yang produktif saat dewasa. Perilaku investasi pada anak dipengaruhi oleh pengalaman orang tua dimasa lalu saat mereka masih kecil. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Namun yang paling dominan adalah pendidikan ibu. Ini dikarenakan ibu adalah pengasuh utama dalam keluarga dan orang pertama yang berinteraksi serta memperkenalan setiap perilaku kepada anak. Investasi yang dilakukan kepada anak sejak dini akan mempengaruhi kesejahteraan mereka di masa depan. Ini juga berarti kurangnya perilaku investasi akan menyebabkan kualitas sumberdaya manusia menjadi rendah dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan produktivitasnya. Jika produktivitas menurun, maka pendapatan akan berkurang dan kesejahteraan pun menurun dan menyebabkan kemiskinan. Ketika keluarga terjebak dalam kemiskinan, maka investasi sumberdaya manusia, seperti pendidikan dan kesehatan, serta modal aset tidak dapat ditransferkan kepada anak. Menurut Corcoran (1995), ada empat perspektif yang digunakan untuk menjelaskan kemiskinan antargenerasi. Pertama, model sumberdaya. Orang tua mengalokasikan pendapatan mereka untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi modal manusia berupa sekolah. Sumberdaya yang terbatas membuat mereka hidup di lingkungan yang tidak layak, sehingga investasi modal manusia akan terbatas. Kedua, model korelasi ketidakberuntungan. Model ini menggambarkan bahwa status anak dipengaruhi oleh status orang tuanya. Sebagian besar keluarga miskin memiliki rata-rata pendidikan yang rendah, sehingga akan berdampak terhadap keefektivitasan usaha untuk mengembangkan modal manusia. Nilai yang dianut orang tua, kondisi kesehatan, dan kemampuan cenderung membatasi pencapaian ekonomi orang tua sendiri dan peningkatan produktivitas anak mereka ketika dewasa. Ketiga, model budaya bantuan sosial. Terjadinya penyimpangan nilai, sikap, dan perilaku akibat program bantuan pemerintah. Keluarga miskin yang terbiasa mendapat bantuan dari pemerintah akan mengembangkan sikap yang merugikan diri sendiri dan etika kerja yang buruk dan sikap ini akan diteruskan kepada anak-anak mereka. Perilaku ini akan membuat mereka “terjebak” dalam kemiskinan dan ketergantungan karena milaimilai yang menyimpang dan perilaku disfungsional. Keempat, Wilson’s underclass model. Wilson mengembangkan suatu model struktur lingkungan “isolasi sosial” yang menggambarkan diskriminasi upah antara orang kulit hitam dan imigran dengan orang kulit putih. Menurutnya, jika orang kulit hitam dan imigran mendapatkan upah yang sesuai, maka akan menekan kemiskinan negara. Selain itu, kemiskinan antargenerasi juga dapat dilihat dari ada atau tidaknya asetaset yang ditransferkan dari generasi pertama ke generasi kedua. Salah satu cara pentransferan aset dari orang tua kepada anak adalah dengan pemberian warisan (Moore 2005). Memahami dan menghadapi kemiskinan kronis, maka perlu memahami dinamika kemiskinan. Dinamika kemiskinan diartikan sebagai perubahan kesejahteraan individu atau keluarga dari waktu ke waktu. Life cycle seseorang, transisi menjadi dewasa atau usia tua, pernikahan dan kelahiran anak, janda dan kematian, sering memegang peranan penting dalam mengubah kerentanan seseorang umtuk menjadi miskin. Moore (2005) membagi dinamika kemiskinan menjadi 4 tipe, yaitu tidak pernah miskin, keluar dari kemiskinan, jatuh miskin, dan terjebak kedalam kemiskinan.
7
Berdasarkan asumsi diatas, penelitian ini mencoba untuk menganalisis fenomena mobilitas kemiskinan antergenerasi dan faktor penyebab seseorang atau keluarga mengalami mobilitas kemiskinan. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapai keluarga ketika mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan, dan bagaimana peran investasi pada anak. Bagan kerangka pemikiran disajikan dalam gambar 1.
Keluarga asal ayah
Keluarga asal ibu
Karakteristik keluarga
Karakteristik keluarga
Tingkat kesejahteraan Tidak Miskin
Keikutsertaan program pemerintah
Tingkat kesejahteraan
Miskin
Tidak Miskin
Perilaku investasi orang tua terhadap anak
Warisan
Perilaku investasi orang tua terhadap anak
contoh GambarKeluarga 1 Kerangka pemikiran Ayah
Ibu
Keikutsertaan program pemerintah
Tingkat kesejahteraan Miskin
Tidak Miskin
Perilaku investasi orang tua terhadap anak
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Miskin
Keikutsertaan program pemerintah
8
METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul “Transfer Kemiskinan Antargenerasi di Desa dan Kota”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan pada satu waktu yang bersamaan, dengan retrospective study, yaitu memperoleh informasi dengan mengingat (recall) kembali peristiwa yang pernah terjadi. Metode penelitian adalah survey dengan kuisioner sebagai alat utama pengumpul data. Lokasi penelitian ini berada di Indramayu dan Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan alasan bahwa Indramayu adalah daerah di Jawa Barat yang memiliki nilai IPM terendah pada tahun 2011 (IPM Indramayu 68,40, Jawa Barat 72,73), sedangkan Bogor adalah salah satu daerah dengan IPM berada di atas rata-rata (IPM Bogor 76,08). Penentuan lokasi penelitian selanjutnya adalah dengan memilih kecamatan dari setiap daerah dengan jumlah penduduk miskin tertinggi. Data kemiskinan keluarga di desa dan kota Indramayu dan Bogor diperoleh berdasarkan data penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Kecamatan Indramayu dan Terisi mewakili daerah Indramayu, dan Kecamatan Ciomas dan Cigombong terpilih mewakili daerah Bogor. Selanjutnya, dipilih dua kelurahan dan desa dari masing-masing kecamatan dengan jumlah penerima BLSM terbanyak. Kelurahan Margadadi dan Paoman mewakili Kecamatan Indramayu, Desa Plosokerep dan Kendayakan mewakili Kecamatan Terisi. Sedangkan Kecamatan Ciomas diwakili oleh Desa Padasuka dan Ciomas, dan Kecamatan Cigombong diwakili oleh Desa Ciadeg dan Ciburayut. Waktu penelitian dimulai dari Bulan Agustus 2013 hingga Bulan Juni 2014.
Contoh dan Metode Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di Provinsi Jawab Barat dan memiliki anak terakhir berusia balita. Contoh dalam penelitian ini adalah 120 keluarga yang terpilih yang tersebar di empat lokasi penelitian, serta dibedakan berdasarkan status kesejahteraan, yaitu 60 keluarga miskin dan 60 keluarga tidak miskin. Responden dalam penelitian ini adalah suami dan istri dari keluarga yang sudah dipilih. Penggolongan dilakukan berdasarkan penerimaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Contoh dikelompokkan secara stratisfied random sampling dengan status kesejahteraan sebagai kriterianya. Sebelumnya telah dipilih RW dari masingmasing lokasi secara purposive dengan syarat keluarga yang memiliki anak terakhir balita. Contoh dipilih secara simple random sampling dari setiap RW di masing-masing lokasi dengan proporsi yang sama antara jumlah keluarga miskin dengan tidak miskin.
9
Indramayu
purposive
Bogor
purposive Kec. Indramayu
Kel.Margadadi Kel Paoman
Kec. Terisi
Desa Plosokerep Desa Kendayakan
Kec. Ciomas
Kel.Ciomas Kel Padasuka
Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita
Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita
Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita
RW dgn responden terbanyak
RW dgn responden terbanyak
RW dgn responden terbanyak
n = 30
n = 30
n = 30
Kec. Cigombong
Desa Ciburayut Desa Ciadeg
purposive
Keluarga miskin dan tidak miskin dgn anak balita
stratified
RW dgn responden terbanyak
n = 30
purposive
simple random sampling
Gambar 2 Teknik penarikan contoh
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dan sekunder saling melengkapi satu dengan yang lain untuk menyempurnakan hasil penelitian. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur dari buku, jurnal, internet dan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait topik penelitian. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penggalian informasi yang dilakukan dengan : 1. Kuisioner, yaitu suatu instrumen penelitian yang digunakan dalam metode survey. Data yang dikumpulkan berupa data karakteristik keluarga asal dan keluarga contoh, status sosial ekonomi keluarga asal, perilaku investasi keluarga asal terhadap responden dan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir, dan perkawinan serta kepemilikan aset yang dimiliki keluarga contoh. 2. Observasi, dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai keadaan lokasi penelitian dan kebutuhan dokumentasi. Tingkat kesejahteraan keluarga asal diukur dengan menggunakan instrumen yang diadopsi dari Family Life History (FLH) yang dikembangkan oleh Bottema, Siregar, dan Madiadipura (2009). Indikator yang digunakan meliputi stabilitas pendapatan keluarga asal, kepemilikan dan kondisi rumah keluarga asal, kepemilikan aset (lahan pertanian, hewan ternak, perahu, dan lainnya), kemampuan literasi orang tua, dan pengaruh orang tua di masyarakat. Riwayat migrasi dan kesehatan juga turut ditanyakan untuk melengkapi informasi. Perilaku investasi keluarga asal terhadap responden menggunakan instrumen yang
10
dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach sebesar 0,849, sedangkan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach sebesar 0,889. Tabel 1 Jenis dan skala data Variabel
Katagori
Karakteristik keluarga contoh Usia ayah Usia ibu Lama pendidikan Pendapatan keluarga Pekerjaan ayah dan ibu Pencari nafkah utama Jumlah anak Karakteristik keluarga asal Jumlah anak Pencari nafkah utama Pekerjaan kakek dan nenek Status sosial ekonomi keluarga asal Pendapatan keluarga (stabilitas) Kemampuan literasi
Kepemilikan rumah
Kondisi rumah
Kepemilikan aset Pengaruh keluarga di masyarakat Tingkat kesejahteraan keluarga contoh Tingat kesejahteraan keluarga asal Warisan Penerimaan program bantuan pemerintah Aset keluarga contoh Investasi anak (behavior)
Mobilias kemiskinan
Skala data Rasio (tahun) Rasio (tahun) Rasio (tahun) Rasio (Rp/bulan) Nominal Nominal Rasio (jumlah) Rasio (jumlah) Nominal Nominal
0= tidak stabil 1= stabil 0 = tidak bisa calistung 1 = bisa calistung 1= milik sendiri 2= sewa 3= lainnya 1=lebih baik 2= sama saja 3= lebih buruk 0= tidak memiliki 1= memiliki 0= tidak berpengaruh 1= berpengaruh 0= miskin 1= tidak miskin 0 = miskin 1= tidak miskin 0= tidak menerima 1= menerima 0= menerima 1= tidak menerima 0 = tidak memiliki 1 = memiliki 1= tidak pernah 2= kadang-kadang 3 = sering 4 = selalu 1= selalu miskin 2= jatuh miskin 3= keluar dari kemiskinan 4= tidak pernah miskin
Ordinal Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Ordinal
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning data dan analisis data. Data akan dianalisis secara
11
deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft exel dan Statistic Package for Social Science (SPSS). Sistem skoring akan dilakukan secara konsisten, yaitu semakin tinggi nilai skor maka akan semakin positf nilai variabelnya. Setelah dijumlahkan akan dikatagorikan dengan menggunakan teknik skoring normatif dengan menggunakan interval kelas. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data digunakan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan, sehingga dapat langsung mengjawab perumusan masalah. Kemudian data akan disajikan dalam bentuk teks, tabel, grafik, atau bagan. Setelah itu ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Analisis deskriptif (tara-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan persentase) digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga contoh dan keluarga asal, status sosial ekonomi keluarga asal, dan perilaku investasi keluarga asal terhadap responden dan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir. 2. Analisis inferensia menggunakan uj beda untuk menganalisis perbedaan perilaku investas pada anak antara keluarga miskin dan tidak miskin, uji regresi logistik multinomial untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan pada suami dan istri. Tahapan analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Keluarga contoh dibedakan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan penerimaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) (penerima = miskin, tidak menerima = tidak miskin). Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi individu serta keluarga dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai variabel yang dianalisis dan memberi makna terhadap data. Data karakteristik keluarga contoh yang terdiri dari usia suami dan istri, lama pendidikan, jumlah anak, pendapatan per bulan dan pendapatan per kapita akan dihitung dengan mencari rata-rata dari setiap variabel dan dilakukan uji beda antara keluarga yang berstatus miskin dan tidak miskin di desa dan kota. Pencari nafkah utama keluarga dikelompokkan menjadi suami, istri, dan suami dan istri. Jenis pekerjaan yang dianalisis adalah jenis pekerjaan pencari nafkah utama. Data karakteristik keluarga asal terdiri dari jumlah anak, pencari nafkah utama, dan jenis pekerjaan pencari nafkah utama. Jumlah anak dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu ≤2 anak, 3-5 anak, 6-8 anak, dan ≥9 anak. Pencari nafkah utama dikelompokkan menjadi ayah, ibu, ayah dan ibu, serta anggota keluarga lain. 2. Status kesejahteraan keluarga asal dikelompokkan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan skor FLH (skor FLH <5 = miskin, skor FLH ≥5 = tidak miskin). Status dinamika kemiskinan yang dialami oleh responden dianalisis dengan membandingkan status kesejahteraan keluarga asal
12
dengan keluarga contoh. Status dinamika ini dibedakan menjadi empat berdasarkan Bottema et al (2009) dan Moore (2005), yaitu : a. Selalu miskin bila kedua generasi keluarga selalu berada dalam kondisi miskin b. Jatuh miskin bila keluarga asal tidak miskin namun keluarga contoh berstatus miskin c. Keluar dari kemiskinan bila keluarga asal miskin namun keluarga contoh tidak miskin d. Tidak pernah miskin bila kedua generasi keluarga tidak pernah miskin Pergerakan mobilitas keatas (upward mobility) terjadi apabila keluarga contoh berada pada dinamika keluar dari kemiskinan, sedangkan pergerakan mobilitas kebawah (downward mobility) terjadi apabila keluarga contoh berada pada dinamika jatuh miskin. Keluarga dikatakan mengalami kemiskinan kronis ketika berada pada dinamika selalu miskin. 3. Data terkait transfer aset-aset yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti modal manusia, modal sosial-kultural, modal sosial-politik, modal material, dan modal alam akan dianalisis secara deskriptif untuk mendukung data yang ada. 4. Perilaku investasi orang tua terhadap anak terdiri dari dua, investasi keluarga asal terhadap responden dan investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir. Investasi keluarga asal terhadap responden dinilai berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku yang dilakukan orang tuanya ketika mereka balita dan akan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir dinilai dari hasil wawancara dan akan dilakukan penjumahan skor total dan sub total investasi waktu dan uang, kemudian dilakukan transformasi nilai komposit pada masing-masing dimensi dalam bentuk skala 0-100 dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan : y= skor dalam persen, x = skor yang diperoleh untuk setiap contoh Oneway Analysis of Variance (Oneway ANOVA) digunakan untuk membandingkan perilaku investasi antara ayah dan ibu pada keluarga miskin dan tidak miskin. 5. Setelah dinamika kemiskinan dianalisis, selanjutnya mencari faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan tersebut terjadi dengan menggunakan uji regresi logistik multinomial. Faktor-faktor yang akan diuji adalah karakteristik keluarga asal dan contoh, perilaku investasi keluarga asal terhadap responden, warisan atau modal yang lainnya, dan keikutsertaan dalam program pemberantasan kemiskinan. Persamaan regresi yang digunakan :
13
g j x j 0 j1 x1 j 2 x2 ... jp x p Keterangan : β jo = konstanta, x1 = perilaku investasi, x2 = lama pendidikan, x3 = kepemilikan lahan pertanian, x4 = kepemilikan hewan ternak, x5 = pengaruh orang tua dimasyarakat, x6 = pendidikan ibu
Definisi Operasional Keluarga contoh adalah dua orang yang terikat perkawinan yang tinggal dalam suatu tempat bersama-sama. Keluarga contoh merupakan analisis utama dalam penelitian ini, yang memiliki anak terakhir berusia balita. Usia suami dan usia istri adalah usia suami dan istri saat dilakukan wawancara dalam satuan tahun. Berkisar antara dewasa muda sampai dengan dewasa akhir. Lama pendidikan adalah lama waktu yang digunakan responden untuk menyelesaikan pendidikan formal dalam satuan tahun Pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang diterima keluarga contoh setiap bulan dari hasil bekerja dalam satuan rupiah Pendapatan per kapita adalah pendapatan total anggota keluarga contoh dalam satu bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga pencari nafkah utama adalah anggota keluarga yang bekerja untuk mendapat penghasilan bagi keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dikelompokkan menjadi suami, istri, dan suami dan istri jumlah anak adalah banyaknya anak yang dimiliki keluarga contoh dengan anak balita sebagai anak terakhir. Keluarga asal adalah keluarga (ayah dan ibu) kandung responden, tempat responden dilahirkan dan tinggal sebelum menikah. Dalam penelitian ini, keluarga asal terdiri dari keluarga asal suami dan keluarga asal istri Jumlah anak adalah banyak anak yang dimiliki keluarga asal suami dan keluarga asal istri termasuk didalamnya adalah suami dan istri Pencari nafkah utama adalah anggota keluarga yang berperan sebagai pencari nafkah didalam keluarga yang dikelompokkan menjadi ayah, ibu, ayah dan ibu, dan anggota keluarga lainnya Pekerjaan kakek dan nenek adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pencari nafkah utama keluarga asal untuk mneghasilkan pendapatan keluarga Tingkat kesejahteraan keluarga asal adalah status kesejahteraan keluarga asal yang diukur berdasarkan Family Life History (FLH) dan dikelompokkan menjadi miskin dan tidak miskin. Stabilitas pendapatan keluarga adalah persepsi ayah dan ibu mengenai nilai nominal pendapatan yang dihasilkan orang tuanya pada saat mereka berusia dini dan dianggap konstan sepanjang waktu. Pendapatan yang diperoleh berasal dari pemanfaatan terhadap sumberdaya alam yang dimiliki atau dapat diakses. Kemampuan literasi adalah kemampuan keluarga asal dalam melakukan baca, tulis, hitung.
14
Kepemilikan rumah adalah status rumah yang ditempati keluarga asal saat responden masih berusia balita. Kondisi rumah adalah persepsi keadaan rumah keluarga asal menurut responden jika dibandingkan dengan rumah lain disekitarnya pada saat itu Kepemilikan aset adalah jenis dan jumlah aset yang dimiliki keluarga asal saat responden masih tinggal bersama keluarga asal (belum menikah) Pengaruh keluarga dimasyarakat adalah peran keluarga asal dimasyarakat, dikelompokkan menjadi berpengaruh dan tidak berpengaruh Tingkat kesejahteraan keluarga contoh adalah status kesejahteraan keluarga contoh yang dibedakan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan penerimaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Keluarga yang menerima bantuan dikatagorikan menjadi miskin, dan sebaliknya. Warisan adalah aset material yang diberikan orang tua kepada anak sebelum atau setelah anak menikah. Diukur dari ada atau tidaknya aset tersebut saat ini Aset keluarga contoh adalah seluruh sumber daya yang dimiliki atau dapat diakses oleh keluarga yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Transfer modal adalah perpindahan aset atau modal kemiskinan dari keluarga asal ke keluarga contoh. Modal kemiskinan terdiri dari modal manusia, modal sosial-politik, modal sosial-budaya, modal alam dan modal material Status dinamika kemiskinan adalah perubahan status kesejahteraan dari keluarga asal ke keluarga contoh. Status dinamika kemiskinan ini digolongkan menjadi empat, yaitu yang tidak pernah miskin, selalu miskin, jatuh miskin, dan keluar dari kemiskinan. Investasi anak adalah segala tindakan yang dilakukan dan biaya yang dikeluarkan orang tua untuk menunjang pendidikan dan kesehatan anak sebagai bentuk investasi sumberdaya manusia. Mobiltas kemiskinan adalah pergerakan hubungan kondisi kesejahteraan antara keluarga contoh dengan keluarga asal. Mobilitas kemiskinan dapat dilihat dari status dinamika kemiskinan yang dialami keluarga contoh. Arah pergerakan mobilitas terdiri dari mobilitas keatas dan mobilitas kebawah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik keluarga contoh Rata-rata suami dan istri yang tinggal di desa maupun di kota berada pada usia dewasa muda, dengan usia suami lebih tua dibandingkan istri. Pada keluarga yang tinggal di desa, rata-rata suami dan istri yang berstatus miskin menempuh pendidikan sampai kelas 1 SMP/sederajat, sedangkan suami dan istri yang berstatus tidak miskin menempuh pendidikan sampai tamat SMP/sederajat. Perbedaan yang signifikan terjadi pada keluarga yang tinggal di perkotaan. Lebih dari separuh suami dan istri yang miskin menempuh pendidikan sampai tamat SD/sederajat, sedangkan keluarga tidak miskin menempuh pendidikan sampai SMA/sederajat. Suami yang tinggal di desa dan di kota mengenyam pendidikan
15
lebih lama dibandingkan istri. Selain itu, keluarga miskin baik di desa maupun di kota tidak ada yang pernah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi dan hanya sebagian kecil yang mampu mencapai SMA/sederajat. Keluarga miskin di desa memiliki jumlah anak berkisar antara 3-5 orang, sedangkan keluarga tidak miskin memiliki jumlah anak lebih sedikit (2-3 orang). Lain halnya dengan keluarga di kota. Baik keluarga miskin maupun tidak miskin memiliki anak antara 2-3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa program keluarga berencana sudah berjalan dengan baik di perkotaan. Tabel 2 Karakteristik keluarga contoh berdasarkan wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan Desa Karakteristik keluarga Usia (tahun)
suami
Usia istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Jumlah anak (orang) Pendapatan per bulan (ribu rupiah) Pendapatan per kapita (ribu rupiah)
Kota
Miskin
Tidak miskin
40,57 (8,87) 35,2 (6,31) 6,90 (2,63) 6,80 (1,92) 3,70 (2,45) 1519,33 (1044,00)
38,17 (7,80) 33,93 (7,45) 9,23 (4,55) 8,73 (3,59) 2,47 1,45 3828,67 (2360,00)
347 (325,20)
902 (569)
P-value
0,270 0,480 0,019* 0,013* 0,022* 0,000**
0,000**
Miskin
Tidak miskin
37,03 (7,12) 31,93 (6,35) 7,60 (2,19) 7,50 (2,05) 2,57 (1,83) 927 (328,65)
37,13 (6,55) 32,93 (5,51) 11,73 (2,42) 10,33 (3,43) 2,93 (1,26) 3519,07 (3308)
225 (79,36)
1470 (2772)
P-value
Keterangan : () standar deviation;**signifikan pada p-value < 0,01;* signifikan pada p-value <0,05
0,955 0,517 0,000** 0,000** 0,370 0,000**
0,020*
Total
38,22 (7,67) 33,50 (6,47) 8,87 (3,58) 8,34 (3,12) 2,92 (1,85) 2448,52 (2426,72) 735 (1491,37)
. Perbedaan yang signifikan terjadi pada pendapatan per bulan. Keluarga miskin di desa memiliki pendapatan per bulan antara Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00, sedangkan keluarga tidak miskin memiliki pendapatan > Rp 3.000.000,00. Baik keluarga miskin maupun tidak miskin berada diatas garis kemiskinan Jawa Barat 2013 (GK pedesaan Rp 268.251,00). Terjadi perbedaan yang signifikan pula pada pendapatan per bulan dan pendapatan per kapita di kota. Lebih dari separuh keluarga miskin memiliki pendapatan per bulan < Rp 1.000.000,00 dan pendapatan per kapita ≤ Rp 250.000,00, berada dibawah garis kemiskinan (GK perkotaan Rp 281.189,00). Sedangkan keluarga tidak miskin jauh berada diatas garis kemiskinan Jawa Barat dengan rata-rata pendapatan per bulan ≥ Rp 3.000.000,00 dan pendapatan per kapita ≥ Rp 750.000,00. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan antara masyarakat di kota. Rentang pendapatan yang tinggi di kota juga mengindikasikan bahwa terjadi kesenjangan kesejahteraan yang tinggi antara keluarga yang miskin dan tidak miskin. Bagi sebagian besar keluarga keluarga yang tinggal di desa dan kota, suami merupakan pencari nafkah utama. Dapat dilihat pada tabel 3, bahwa masih terdapat keluarga dengan pencari nafkah ganda (suami dan istri) dan jumlah terbanyak berada di wilayah desa.
16
Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan pencari nafkah utama keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan Desa Miskin n Suami Istri Suami dan istri Total
Kota Total
Pencari nafkah
Tidak miskin
Miskin
Tidak miskin
22 0 8
% 73,3 0,0 26,7
n 19 0 11
% 63,3 0,0 36,7
n 26 0,0 4
% 86,7 0,0 13,3
30
100
30
100
30
100
n
% 73,3 0,0 26,7
n
22 0 8
89 0 31
% 74,17 0,0 25,83
30
100
120
100
Buruh merupakan pekerjaan yang dominan dilakukan oleh suami yang tinggal di desa maupun di kota, miskin atau tidak miskin. Baik keluarga miskin maupun tidak miskin di kota, tidak ada satupun yang bekerja disektor pertanian. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjondronegoro (1999) bahwa Indonesia saat ini mengalami perubahan dari masyarakat bercocok tanam ke masyarakat industrial. Tidak ada satupun suami di desa berstatus miskin yang menggeluti usaha dibidang perkantoran. Walaupun pada sebagian keluarga istri ikut ambil andil dalam mencari nafkah, namun tujuh dari sepuluh istri bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal ini membuktikan bahwa peran istri di sektor publik masih belum terlihat jelas. Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan Desa
Kota Total
Jenis pekerjaan
Miskin n
Tidak miskin %
n
4
13,3
0,0
0,0
0
0,0
9
7,5
73,3 3,3 0,0 0,0 0,0 0,0 6,7
3 1 9 4 4 1 4
10,0 3,3 30,0 13,3 13,3 3,3 13,3
17 2 1 0 2 1 7
56,7 6,7 3,3 0,0 6,7 3,3 23,3
7 0 7 5 9 0 2
23,3 0,0 23,3 16,7 30,0 0,0 6,7
49 4 17 9 15 2 15
40,8 3,3 14,2 7,5 12,5 1,7 12,5
30
100
30
100
30
100
30
100
120
100
23
76,7
22
73,3
26
86,7
23
76,7
94
78,3
1
3,3
1
3,3
0
0,0
0
0,0
2
1,7
2 2 2 0 0 0
6,7 6,7 6,7 0,0 0,0 0,0
0 0 4 3 0 0
0,0 0,0 13,3 10,0 0,0 0,0
3 0 0 0 1 0
10,0 0,0 0,0 0,0 3,3 0,0
0 1 1 5 0 0
0,0 3,3 3,3 16,7 0,0 0,0
5 3 7 8 1 0
4,2 2,5 5,8 6,7 0,8 0,0
30
100
30
100
30
100
30
100
120
100
5
16,7
22 1 0 0 0 0 2
Total Istri IRT Petani/buruh tani Buruh/PRT Pedagang Wiraswasta PNS/aparat desa Pegawai Lainnya Total
Tidak miskin
%
Suami Petani/buruh tani Buruh Pedagang Wiraswasta PNS/aparat desa Pegawai Nelayan Lainnya
n
Miskin %
n
%
n
%
17
Karakteristik Keluarga Asal Secara umum, keluarga asal suami memiliki jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga asal istri. Keluarga asal suami yang tinggal di desa memiliki jumlah anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Keluarga asal istri di desa memiliki jumlah anak yang lebih sedikit dibanding di kota. Bila ditelaah lebih lanjut, keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin di desa maupun di kota mayoritas memiliki jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak miskin. Hal ini menguatkan slaah satu ciri keluarga miskin adalah memiliki banyak anak (Martianto 2006) Secara keseluruhan, terjadi penurunan jumlah anak dari keluarga asal ke keluarga contoh yang tinggal di desa dan kota, miskin maupun tidak miskin. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada cara pandang terhadap jumlah anak. Jika keluarga asal memiliki banyak anak dengan harapan akan memiliki banyak rezeki, keluarga contoh memiliki pandangan bahwa semakin banyak anak akan memerlukan sumberdaya, terutama uang, yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tabel 5 Distribusi keluarga asal berdasarkan jumlah anak menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Desa
Kota Total
Jumlah anak
Miskin n
%
Keluarga Asal Suami ≤2 2 3-5 11 6-8 12 ≥9 5 Total Rata-rata ± sd
Tidak miskin
30
n
%
Miskin n
Tidak miskin
%
n
%
n
%
6,7 36,6 40,0 16,7
4 12 7 7
13,3 40,0 23,3 23,3
2 15 12 1
6,7 50,0 40,0 3,3
1 21 5 3
3,3 70,0 16,7 10,0
9 59 36 16
7,5 49,2 30,0 13,3
100
30
100
30
100
30
100
120
100
6,27±2,43
5,53±2,93
5,10±1,95
5,03±2,16
5,48±2,42
Keluarga Asal Istri ≤2 7 3-5 10 6-8 8 ≥9 5
23,3 33,3 26,7 16,7
2 18 7 3
6,7 60,0 23,3 10,0
3 13 12 2
10,0 43,3 40,0 6,7
5 15 9 1
16,7 50,0 30,0 3,3
17 56 36 11
14,2 46,6 30 9,2
Total
100
30
100
30
100
30
100
120
100
Rata-rata ± sd
30
4,93±2,89
5,07±2,32
5,60±2,92
4,77±1,97
5,09±2,54
Pada keluarga asal suami dan keluarga asal istri, sebagian besar pencari nafkah utama adalah ayah. Selanjutnya, pencari nafkah ganda terjadi di keluarga asal suami dan istri dan presentase tertinggi terjadi pada keluarga yang saat ini tidak miskin. Fenomena yang menarik adalah bahwa pencari nafkah tunggal seorang ibu sebagian besar terjadi pada keluarga yang saat ini berstatus miskin. Hal ini didukung oleh Corcoran (1995) yang menyatakan bahwa keluarga miskin lebih banyak dikepalai oleh seorang wanita.
18
Tabel 6 Distribusi keluarga asal berdasarkan pencari nafkah utama menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Desa Miskin n
Tidak miskin %
Keluarga Asal Suami Ayah 17 Ibu 0 Ayah dan ibu 12 Anggota keluarga 1 lainnya Total Keluarga Asal Istri Ayah Ibu Ayah dan ibu Anggota keluarga lainnya Total
Kota Total
Pencari nafkah utama
n
Miskin
%
n
Tidak miskin %
n
%
n
%
56,7 0,0 40,0
18 1 11
60,0 3,3 36,7
26 0 4
86,7 0,0 13,3
18 0 12
60,0 0,0 40,0
79 1 39
65,8 0,8 32,6
3,3
0
0,0
0
0,0
0
0,0
1
0,8
30
100
30
100
30
100
30
100
120
100
20 2 8
66,7 6,7 26,7
18 0 12
60,0 0,0 40,0
22 3 5
73,3 10,0 16,7
21 0 9
70,0 0,0 30,0
81 5 34
67,5 4,2 28,3
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
30
100
30
100
30
100
30
100
120
100
Mayoritas pekerjaan pencari nafkah utama keluarga asal dari suami dan istri yang tinggal di desa adalah dibidang pertanian, sedangkan untuk keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota mayoritas berkerja sebagai buruh (tabel 7). Pada keluarga asal suami, urutan jenis pekerjaan yang paling banyak di geluti adalah petani/buruh tani, buruh, PNS/aparat desa/TNI, wiraswasta, pedagang, pegawai, pekerjaan lainnya dan nelayan. Sedangkan pada keluarga asal istri urutan pekerjaan yang dominan dilakukan adalah petani/buruh tani, buruh, wiraswasta, pekerjaan lainnya, pedagang, PNS/aparat desa/TNI, pegawai, dan nelayan. Tabel 7 Distribusi keluarga asal berdasarkan jenis pekerjaan pencari nafkah utama menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Desa Jenis pekerjaan
Miskin n
Keluarga Asal Suami Petani/buruh tani Buruh Pedagang Wiraswasta PNS/aparat desa/TNI Pegawai Nelayan Lainnya Total Keluarga Asal Istri Petani/buruh tani Buruh Pedagang Wiraswasta PNS/aparat desTNI Pegawai Nelayan Lainnya Total
%
Kota Tidak miskin n %
Miskin n %
Total Tidak miskin n %
n
%
15 7 5 1
50,0 23,3 16,7 3,3
22 2 1 3
73,3 6,7 3,3 10
3 12 3 2
10,0 40,0 10,0 6,7
4 8 1 5
13,3 26,7 3,3 16,7
44 29 10 11
36,7 24,2 8,3 9,2
1
3,3
1
3,3
1
3,3
10
33,3
13
10,8
1 0 0 30
3,3 0,0 0,0 100
1 0 0 30
3,3 0,0 0,0 100
2 3 4 30
6,7 10,0 13,3 100
2 0 0 30
6,7 0,0 0,0 100
6 3 4 120
5,0 2,5 3,3 100
17 6 2 2 0 0 0 3 30
56,7 20,0 6,7 6,7 0,0 0,0 0,0 10,0 100
16 4 3 4 2 0 0 1 30
53,3 13,3 10,0 13,3 6,7 00, 0,0 3,3 100
1 17 2 1 0 3 2 4 30
3,3 56,7 6,7 3,3 0,0 10,0 6,7 13,3 100
2 5 2 7 6 3 1 4 30
6,7 16,7 6,7 23,3 20,0 10,0 3,3 13,3 100
36 32 9 14 8 6 3 12 120
30,0 26,7 7,5 11,6 6,7 5,0 2,5 10,0 100
19
Status Kesejahteraan Keluarga Asal Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga asal suami dan keluarga asal istri memiliki pendapatan yang tidak stabil. Jika dibandingkan antara desa dan kota, maka keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota, miskin dan tidak miskin, lebih banyak memiliki pendapatan yang tidak stabil dibandingkan di desa. Pendapatan yang tidak stabil ini disebabkan oleh pekerjaan yang tidak menentu sehingga menghasilkan pendapatan yang tidak menentu. Tingkat dan stabilitas pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang jelas terhadap fungsi keluarga dan kesejahteraan anak (Yeung et al 2002). Hasil penelitian Aytec et al (2005) menunjukkan bahwa pendapatan yang tidak stabil dapat menyebabkan keluarga kekurangan sumberdaya sehingga kebutuhan seperti pendidikan, pangan, dan kesehatan menjadi kurang memadai dan pembentukan sumberdaya manusia menjadi tidak optimal. Selain itu, Pendapatan yang dialokasikan untuk investasi anak dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu aset keluarga, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, lama pendidikan yang ditempuh orang tua, dan investasi pasca sekolah (Leibowitz 1982). Sehingga jika sebuah keluarga memiliki pendapatan yang kurang, maka investasi anak yang dilakukan akan terhambat. Tabel 8 Distribusi keluarga asal berdasarkan status pendapatan menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Status pendapatan
Desa Miskin
n Keluarga Asal Suami Stabil 15 Tidak stabil 15 Total 30 Keluarga Asal Istri Stabil 17 Tidak stabil 13 Total 30
%
Kota Tidak miskin n %
Miskin n %
Tidak miskin n %
Total N
%
50,0 50,0 100
22 8 30
73,3 26,7 100
6 24 30
20,0 80,0 100
4 26 30
13,3 86,7 100
47 73 120
39,2 60,8 100
56,7 43,3 100
16 14 30
53,3 46,7 100
4 26 30
13,3 86,7 100
3 27 30
10,0 90,0 100
40 80 120
33,3 66,7 100
Sebagian besar keluarga asal suami dan istri memiliki kemampuan literasi (baca, tulis, hitung) (tabel 9). Hal ini menggambarkan akses keluarga terhadap pendidikan, baik secara formal maupun non formal. Jika dilihat, keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota lebih banyak yang mendapatkan akses pendidikan dibandingkan keluarga yang tinggal di desa. Selain itu, keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin, di desa maupun kota, memiliki kemampuan literasi yang lebih rendah dibandingkan keluarga yang tidak miskin. Pengetahuan yang dimiliki anak berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan keluarga. orang tua dengan pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap keefektivitasan perilaku perkembangan anak (Corcoran 1995).
20
Tabel 9 Distribusi orang tua di keluarga asal berdasarkan kemampuan literasi menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Desa
Kota Total
Kemampuan calistung
Miskin n
Tidak miskin %
n
%
Miskin n
Tidak miskin
%
n
%
n
%
Orang tua suami Ayah Bisa Tidak bisa Total Ibu Bisa Tidak bisa Total Ayah Bisa Tidak bisa Total Ibu Bisa Tidak bisa Total
24 6 30
80,0 20,0 100
25 5 30
83,3 16,7 100
25 5 30
83,3 16,7 100
28 2 30
93,3 6,7 100
102 18 120
85,0 15,0 100
24 6 30
80,0 20,0 100
24 6 30
80,0 24 20,0 6 100 30 Orang tua istri
80,0 20,0 100
28 2 30
93,3 6,7 100
100 20 120
83,3 16,7 100
22 8 30
73,3 26,7 100
25 5 30
83,3 16,7 100
27 3 30
90,0 10,0 100
28 2 30
93,3 6,7 100
102 18 120
85,0 15,0 100
20 10 30
66,7 33,3 100
24 6 30
80,0 20,0 100
25 5 30
83,3 16,7 100
27 3 30
90,0 10,0 100
96 24 120
80,0 20,0 100
Pada tabel 10 dapat dilihat bahwa mayoritas keluarga asal menempati rumah milik sendiri, hanya sebagian kecil yang menyewa atau lainnya (asrama). Jika dilihat berdasarkan kondisi rumah, maka lebih dari separuh keluarga contoh menyatakan bahwa rumah yang ditempati pada masa balita sama saja kondisinya dengan tetangga sekitar pada saat itu. Keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin, baik di desa maupun di kota, memiliki kondisi rumah yang lebih buruk dibandingkan rumah sekitarnya dengan prsentase tertinggi (20-30%) dibandingkan dengan keluarga tidak miskin. Tabel 10 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kepemilikan rumah dan kondisi rumah menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Kepemilikan dan kondisi rumah Keluarga Asal Suami Milik sendiri Sewa Lainnya Total Keluarga Asal Istri Milik sendiri Sewa Lainnya Total Keluarga Asal suami Lebih baik Sama saja Lebih buruk Total Keluarga Asal Istri Lebih baik Sama saja Lebih buruk Total
Desa Miskin n
%
Kota Tidak miskin Miskin n % n % Kepemilikan rumah
30 0 0 30
100 0 0 100
29 0 1 30
96,7 0,0 3,3 100
30 0 0 30
100 0 0 100
30 0 0 30
1 23 6 30
3,3 76,7 20,0 100
10 16 4 30
33,3 53,3 13,3 100
3 19 8 30
10,0 63,3 26,7 100
9 20 1 30
30,0 66,7 3,3 100
Tidak miskin n %
Total n
%
26 3 1 30
86,7 10,0 3,3 100
28 0 2 30
93,3 0,0 6,7 100
113 3 4 120
94,2 2,5 3,4 100
100 27 0 0 0 3 100 30 Kondisi rumah
90,0 0,0 10,0 100
26 1 3 30
86,7 3,3 10,0 100
113 1 6 120
94,2 0,8 5,0 100
0 22 8 30
0,0 73,3 26,7 100
8 22 0 30
26,7 73,3 0,0 100
19 83 18 120
15,8 69,2 15,0 100
2 19 9 30
6,7 63,3 30,0 100
5 22 3 30
16,7 73,3 10,0 100
19 80 21 120
15,8 66,7 17,5 100
21
Pada umumnya, keluarga asal suami dan istri yang berstatus miskin yang tinggal di desa dan kota memiliki aset berupa hewan ternak. Sedangkan pada keluarga tidak miskin memiliki aset hewan ternak dan lahan pertanian. Jenis aset lain yang dimiliki adalah perahu, aset usaha jasa, dan kontrakan. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri keluarga miskin yaitu tidak memiliki faktor produksi sendiri (Salim 1980 dalam Dharmawan et al. 2010). Aset merupakan hal yang penting karena aset akan membantu perekonomian keluarga menjadi lebih maju (Rothwel 2011). Keluarga dengan aset yang lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan dengan yang tidak memiliki. Tabel 11 Distribusi keluarga asal berdasarkan kepemilikan aset wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Desa
Kota Total
Kepemilikan aset
Miskin n
Keluarga Asal Suami Lahan pertanian Hewan ternak Perahu Lainnya Keluarga Asal Istri Lahan pertanian Hewan ternak Perahu Lainnya
Tidak miskin %
n
9 18 1 1
30,0 60,0 3,3 3,3
11 18 0 0
36,7 60,0 0,0 0,0
%
23 18 0 3 20 18 0 1
Miskin n
Tidak miskin
%
n
%
n
%
76,7 60,0 0,0 10,0
1 4 1 0
3,3 13,3 3,3 0,0
12 11 1 1
40 36,7 3,3 3,3
45 51 3 5
37,5 42,5 2,5 4,2
66,7 60,0 0,0 3,3
3 5 1 0
10,0 16,7 3,3 0,0
7 7 0 2
23,3 23,3 0,0 6,7
41 48 1 3
34,2 40,0 0,8 2,5
Baik keluarga asal suami maupun istri memiliki orang tua yang tidak berpengaruh di masyarakat. Walaupun demikian, pada keluarga asal suami dan istri yang saat ini tidak miskin dan berada di kota memiliki orang tua yang berpengaruh di masyarakat. Peran orang tua di masyarakat memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan anaknya. Anak akan lebih termotivasi untuk melakukan usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan karena berusaha menjaga nama baik keluarga. hal ini juga berhubungan dengan modal seosial yang dimiliki keluarga. Tabel 12 Distribusi keluarga asal berdasarkan pengaruh di masyarakat menurut wilayah (desa/kota) dan status kesejahteraan keluarga contoh Desa
Kota Total
Pengaruh keluarga
Miskin n
Keluarga Asal Suami Berpengaruh Tidak berpengaruh Total Keluarga Asal Istri Berpengaruh Tidak berpengaruh Total
Tidak miskin %
n
%
Miskin n
Tidak miskin
%
n
%
n
%
9 21
30,0 70,0
3 27
10,0 90,0
4 26
13.3 86,7
10 20
33,3 66,7
26 94
21,7 78,3
30
100
30
100
30
100
30
100
120
100
5 25
16,7 83,3
6 24
20,0 80,0
3 27
10,0 90,0
10 20
33,3 66,7
24 96
20,0 80,0
30
100
30
100
30
100
30
100
120
100
Berdasarkan perbandingan antara kesejahteraan keluarga asal dengan keluarga contoh dapat dilihat bahwa pada keluarga yang saat ini tinggal di desa
22
dan berstatus miskin berasal dari keluarga yang tidak miskin. Ini menunjukkan adanya penurunan kesejahteraan dan terjadinya mobilitas kemiskinan kebawah. Peristiwa ini terjadi akibat adanya perubahan taraf hidup pada masyarakat. Selain itu, pendidikan dan warisan juga memegang peranan penting. Sebuah keluarga yang memiliki aset yang banyak namun tidak tahu cara mengelolanya maka aset tersebut akan berkurang atau hilang. Begitupun ketika orang tuanya memiliki aset yang banyak namun ketika diwariskan kepada anak-anaknya yang jumlahnya banyak pula, maka aset yang diterima anak menjadi kurang. Lain halnya dengan keluarga asal suami dan istri yang saat ini tinggal di kota. Keluarga yang saat ini berstatus miskin berasal dari keluarga yang miskin pula. Hal ini mengindikasikan adanya kemiskinan relatif dalam masyarakat. Kemiskinan relatif muncul karena adanya standar-standar kemiskinan yang dibuat sendiri oleh masyarakat sekitar. Standar yang ada akan berbeda pada setiap tempat. Sehingga sulit untuk keluar dari standar yang sudah ada. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada keluarga yang saat ini tidak miskin, baik yang tinggal di desa maupun kota, berasal dari keluarga yang tidak miskin pula. Ini berarti keluarga contoh mampu mempertahankan kondisi kesejahteraan keluarganya. Selain itu, istri yang saat ini berstatus tidak miskin di kota berasal dari keluarga yang miskin. Hal ini menunjukkan bahwa istri di kota mampu meningkatkan kesejahteraannya. Tabel 13 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kesejahteraannya dan status kesejahteraan keluarga contoh menurut wilayah (desa/kota) Kesejahteraan keluarga asal
Desa Miskin
n Keluarga Asal Suami Miskin 13 Tidak miskin 17 Total 30 Keluarga Asal Istri Miskin 14 Tidak miskin 16 Total 30
% 43,3 56,7 100 46,7 53,3 100
Kota Tidak miskin n % 5 25 30 8 22 30
Miskin n %
Total
Tidak miskin N %
n
%
16,7 83,3 100
26 4 30
86,7 13,3 100
13 17 30
43,3 56,7 100
57 63 120
47,5 52,5 100
26,7 73,3 100
24 6 30
80,0 20,0 100
16 14 30
53,3 46,7 100
62 58 120
51,7 48,3 100
Dinamika Kemiskinan Antargenerasi Hasil penelitian menunjukkan pada wilayah pedesaan, sebagian besar keluarga contoh yang terbentuk dari suami dan istri yang berstatus miskin, maka akan berpeluang menghasilkan keluarga yang miskin pula. Ini menandakan terjadinya kemiskinan kronis pada keluarga tersebut (status dinamika kemiskinan selalu miskin). Ketika seorang suami yang berasal dari keluarga miskin menikah dengan istri yang berasal dari keluarga tidak miskin, maka peluang terbesar keluarga yang terbentuk akan menjadi miskin. Begitu pun ketika suami yang berstatus tidak miskin menikah dengan istri yang berstatus miskin, maka peluang lebih tinggi akan membentuk keluarga miskin. Pilihan suami untuk menikah dengan istri yang miskin, cenderung akan membuat suami jatuh miskin.
23
Tabel 14 Distribusi keluarga contoh di desa berdasarkan status kesejahteraan keluarga asal (STATUS1) dan kesejahteraannya saat ini (STATUS2) Istri
STATUS1
Miskin
Suami
Tidak miskin Total
Miskin STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total
n 8 3 11 6 5 11 14 8 22
Tidak miskin STATUS2 n Miskin 5 Tidak miskin 2 Sub total 7 Miskin 11 Tidak miskin 20 Sub total 31 Miskin 16 Tidak miskin 22 Sub total 38
Total STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total
n 13 5 18 17 25 42 30 30 60
Hal yang sama terjadi juga pada wilayah perkotaan. Hasil menunjukkan bahwa ketika suami dan istri yang berasal dari keluarga miskin menikah, peluang untuk terbentuknya keluarga miskin menjadi lebih tinggi. Begitu pun ketika seorang istri yang berstatus tidak miskin memutuskan untuk menikah dengan suami yang berstatus miskin, maka peluang keluarga yang terbentuk adalah keluarga miskin. Namun, terdapat perbedaan pola pada suami yang tidak miskin ketika memutuskan untuk menikah dengan istri yang berstatus miskin. Pada wilayah perkotaan, hal tersebut akan memberikan peluang lebih besar terbentuknya keluarga yang tidak miskin. Keluarga yang saat ini tidak miskin, seluruhnya berasal dari suami dan istri yang tidak miskin. Ini menandakan bahwa keluarga contoh mampu mempertahankan kesejahteraannya. Tabel 15 Distribusi keluarga contoh di kota berdasarkan status kesejahteraan keluarga asal (STATUS1) dan kesejahteraannya saat ini (STATUS2) Istri
STATUS1
Miskin
Suami
Tidak miskin Total
Miskin STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total
n 20 8 28 4 8 12 24 16 40
Tidak miskin STATUS2 n Miskin 6 Tidak miskin 5 Sub total 11 Miskin 0 Tidak miskin 9 Sub total 9 Miskin 6 Tidak miskin 14 Sub total 20
Total STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total
n 26 13 39 4 17 21 30 30 60
Pada tabel 16 dapat dilihat adanya penentu kesejahteraan keluarga saat ini. Baik keluarga yang tinggal di desa maupun di kota, penentu kesejahteraan adalah suami. Ini dapat dilihat dari presentase terbesar keluarga yang saat ini tidak miskin berasal dari suami yang tidak miskin. Posisi suami sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian menggambarkan pergerakan mobilitas kemiskinan di desa dan kota. Wilayah pedesaan memiliki pergerakan mobilitas kebawah yang lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Sebaliknya, wilayah perkotaan memiliki pergerakan mobilitas keatas yang lebih besar dibandingkan wilayah desa.
24
Tabel 16 Presentase status kesejahteraan keluarga contoh berdasarkan status kesejahteraan keluarga asal suami dan istri di wilayah desa dan kota Keluarga asal
Keluarga contoh
Wilayah Suami
Istri
Miskin (%)
Tidak miskin (%)
Desa
Miskin Miskin Tidak miskin Tidak miskin
Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin
72,72 71,43 54,54 35,48
27,28 28,57 45,45 64,52
Kota
Miskin Miskin Tidak miskin Tidak miskin
Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin
71,43 54,54 33,33 0,00
28,57 45,45 66,67 100
Perbandingan antara status kesejahteraan keluarga asal dengan status kesejahteraan keluarga contoh akan menghasilkan dinamika kemiskinan antargenerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keluarga yang tinggal di desa hampir sebagian berstatus tidak pernah miskin. Namun, satu dari dua keluarga masih berstatus jatuh miskin dan selalu miskin serta sebagian kecil telah mampu keluarga dari kemiskinan. Hasil yang berbeda terjadi di wilayah kota. Empat dari sepuluh keluarga yang tinggal di perkotaan berstatus selalu miskin dan satu dari dua keluarga berstatus tidak pernah miskin dan keluar dari kemiskinan. Hanya sebagian keluarga yang jatuh miskin. Presentase keluarga yang mengalami mobilitas ke atas maupun kebawah hampir sama. Selain itu, keluarga yang mengalami kemiskinan kronis masih cukup tinggi dan presentase terbesar berada pada wilayah perkotaan. Tabel 17 Distribusi keluarga contoh berdasarkan dinamika kemiskinan antargenerasi menurut wilayah desa dan kota Desa
Kota
Total
Status dinamika Suami
kemiskinan
Istri
Suami
Istri
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
25
41,7
22
36,7
17
28,3
14
23,3
78
32,5
5
8,3
8
13,3
13
21,7
16
26,7
42
17,5
Jatuh miskin
17
28,3
16
26,7
4
6,7
6
10,0
43
17,9
Selalu miskin
13
21,7
14
23,3
26
43,3
24
40,0
77
32,1
Total
60
100
60
100
60
100
60
100
240
100
Tidak pernah miskin Keluar dari kemiskinan
Mekanisme Mobilitas Kemiskinan Antargenerasi Pendidikan dianggap sebagai “elevator sosial” yang berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan posisi sosial seseorang (Deng & Treiman 1997;Hout 1989). Tabel 18 memperlihatkan tabulasi silang antara dinamika kemiskinan dengan lama pendidikan yang ditempuh suami dan istri. Perguruan tinggi merupakan suatu „barang mewah‟ bagi sebagian orang. Suami dan istri yang mampu mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi adalah yang memiliki status dinamika tidak pernah miskin atau keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, suami dan istri yang berada pada dinamika jatuh miskin atau selalu miskin sebagian besar menempuh pendidikan hanya sampai SD/sederajat atau tamat SD.
25
Pada dinamika keluar dari kemiskinan, suami mampu menempuh pendidikan formal lebih lama daripada istri. Dapat dikatakan bahwa pendidikan bagi suami sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan. Hal ini berhubungan dengan peran suami sebagai pencari nafkah keluarga dan penerimaan tenaga kerja di sektor publik. Tabel 18 Distribusi keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan menurut wilayah (desa/kota) dan dinamika kemiskinan Lama pendidikan (tahun)
Desa
Kota
Suami ≤6 7-9 10-12 >12 Total Istri ≤6 7-9 10-12 >12 Total Suami ≤6 7-9 10-12 >12 Total Istri ≤6 7-9 10-12 >12 Total
TM
Status dinamika kemiskinan KM JM n % n %
n
%
11 5 5 4 25
44,0 20,0 20,0 16,0 100
1 1 2 1 5
20,0 20,0 40,0 20,0 100
12 4 1 0 17
10 6 2 4 22
45,5 27,3 9,1 18,2 100
4 3 1 0 8
50,0 27,5 12,5 0,0 100
1 3 11 2 17
5,9 17,6 64,7 11,8 100
1 1 9 2 13
1 5 5 3 14
7,1 35,7 35,7 21,4 100
6 2 7 1 16
Total
SM n
%
n
%
70,6 23,5 5,9 0,0 100
8 3 2 0 13
61,5 23,1 15,4 0,0 100
32 13 10 5 60
53,3 21,7 16,7 8,3 100
11 5 0 0 16
68,8 31,2 0,0 0,0 100
9 5 0 0 14
64,3 35,7 0,0 0,0 100
34 19 3 4 60
56,7 31,7 5,0 6,7 100
7,7 7,7 69,2 15,4 100
1 1 2 0 4
25,0 25,0 50,0 0,0 100
17 7 2 0 26
65,4 26,9 7,7 0,0 100
20 12 24 4 60
33,3 20,0 40,0 6,7 100
37,5 12,5 43,8 6,2 100
3 3 0 0 6
50 50 0,0 0,0 100
13 9 2 0 24
54,2 37,5 8,3 0,0 100
23 19 14 4 60
38,3 31,7 23,3 6,7 100
Keterangan :TM = tidak pernah miskin; KM = keluar dari kemiskinan; JM = jatuh miskin; SM = selalu miskin
Investasi merupakan salah satu cara pentransferan modal manusia. Perilaku investasi yang dilakukan akan mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia yang dihasilkan dan berdampak terhadap kesejahteraannya. Pada penelitian ini, investasi dibagi menjadi dua, yaitu perilaku investasi keluarga asal terhadap responden dan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir. Pada keluarga asal suami, perilaku investasi yang dilakukan oleh keluarga asal suami yang saat ini miskin, baik di desa maupun di kota, lebih rendah dibandingkan dengan keluarga tidak miskin. Keluarga miskin memiliki presentase investasi waktu yang lebih besar dibandingkan investasi uang. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku invetasi berhubungan dengan status kesejahteraan. Menurut Corcoran (1995), kurangnya alokasi pendapatan bagi investasi anak terjadi pada keluarga miskin, karena mereka memiliki pendapatan yang terbatas.
26
60 58.77
Capaian skor (%)
50 48.77
40
44.22 39.89
30 20
47.77 43.63
49.5 49.12
47.65 45.85
55.93 57.43
investasi waktu investasi uang investasi total
10 0 miskin-desa
tidak miskindesa
miskin-kota
tidak miskinkota
Gambar 3 Presentase skor investasi orang tua terhadap suami Terjadi pola yang sama pada keluarga asal istri. Perilaku investasi yang dilakukan oleh keluarga asal istri yang saat ini berstatus miskin, baik di desa maupun di kota, lebih rendah dibandingkan keluarga yang tidak miskin. Selain itu, curahan waktu yang diberikan keluarga asal lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi uang, kecuali untuk keluarga asal istri tidak miskin yang berada di perkotaan. 70 Capaian skor (%)
60 57.99
50
52
40 30 20
51.23
45.15
investasi waktu
43
39.67 56.17 53.97
50.74 46.67
56.42 57.25
investasi uang investasi total
10 0 miskin-desa
tidak miskindesa
miskin-kota
tidak miskinkota
Gambar 4 Presentase skor investasi orang tua terhadap istri Perilaku investasi tidak semata-mata hanya dilakukan, tetapi juga disosialisasikan kepada anak. Sosialisasi yang dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan anak juga sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan perilaku yang diharapkan ada pada diri seorang anak (Tromsdroff 2002). Sejalan dengan hasil perilaku investasi keluarga asal terhadap responden, perilaku investasi yang dilakukan suami terhadap anak terakhir pada keluarga miskin memiliki presentase yang lebih rendah dibadingkan keluarga tidak miskin, baik di desa maupun di kota. Secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada investasi waktu yang dilakukan suami pada keluarga miskin atau tidak miskin, desa atau kota (lampiran 3). Alokasi uang memiliki presentase tertinggi dibandingkan alokasi waktu, dan keluarga tidak miskin melakukan alokasi uang yang lebih besar dibandingkan keluarga miskin. Hal ini sesuai dengan peran suami sebagai pencari nafkah keluarga.
27
70
Capaian skor (%)
60
40
62.45
58.89
50
investasi waktu
41.22
40.99
30 20
50.17
40.37 40.7
40.49
41.97 40.94
miskin-desa
tidak miksindesa
miskin-kota
48.76
55.96
investasi uang investasi total
10 0 tidak miskinkota
Gambar 5 Presentase skor perilaku investasi suami terhadap anak terakhir Tidak jauh berbeda dengan perilaku investasi yang dilakukan suami, perilaku investasi yang dilakukan istri terhadap anak terahir pada keluarga tidak miskin memiliki presentase lebih besar dibandingkan dengan keluarga miskin, baik di desa maupun di kota. Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada investasi waktu, namun keluarga miskin mengalokasikan waktu lebih sedikit dibandingkan keluarga tidak miskin. Hal ini berhubungan dengan peran ibu sebagai pengasuh utama, sehingga waktu yang tercurahkan akan lebih banyak kepada anaknya. Perbedaan yang signifikan terjadi pada alokasi uang, Keluarga tidak miskin mengalokasikan uang lebih besar untuk investasi anaknya dibandingkan keluarga miskin. 80
Capaian skor (%)
70 60
64.77
61.55
50 investasi waktu
40 30 20
62.3539 50.05
71.97 68.18
43.22 65.93 53.97
69.01 65.08
miskin-kota
tidak miskinkota
investasi uang investasi total
10 0 miskin-desa
tidak miskindesa
Gambar 6 Presentase skor perilaku investasi istri terhadap anak terakhir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Kemiskinan Antargenerasi Hasil pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada suami menunjukkan bahwa model tersebut secara statistik signifikan (Chi-Square=155,658;df=18;p=<0,001). Nilai Neglekerke R Square untuk model tersebut adalah 0,782, menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan 78,2 persen faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan suami, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Keberhasilan prediksi
28
dari model secara umum sekitar 79,2 persen, dengan prediksi terbesar 87,2 persen untuk selalu miskin dan 85,7 persen untuk tidak pernah miskin. Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada suami dengan dinamika kemiskinan tidak pernah miskin adalah pendidikan suami, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, dan pendidikan ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan tidak pernah miskin adalah pendidikan suami, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, dan pendidikan ibu. Pendidikan suami memiliki peluang satu setengah kali untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan suami yang selalu miskin. Tabel 19 Ringkasan analisis regresi logistik multinomial faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada suami No
Variabel Independen
Dinamika kemiskinan (1=tidak pernah miskin, 2=keluar dari kemiskinan, 3=jatuh miskin, 4= selalu miskin) B
Tidak pernah miskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan suami (tahun) 4 Kepemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 Kepemilikan hewan ternak (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 6 Pengaruh orang tua di masyarakat (0=tidak berpengaruh, 1=berpengaruh) 7 Pendidikan ibu (0=buta huruf, 1=calistung) Keluar dari kemiskinan 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan suami (tahun) 4 Kepemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 Kepemilikan hewan ternak (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 6 Pengaruh orang tua di masyarakat (0=tidak berpengaruh, 1=berpengaruh) 7 Pendidikan ibu (0=buta huruf, 1=calistung) Jatuh miskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan suami (tahun) 4 Kepemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 Kepemilikan hewan ternak (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 6 Pengaruh orang tua di masyarakat (0=tidak berpengaruh, 1=berpengaruh) 7 Pendidikan ibu (0=buta huruf, 1=calistung) Chi-Square Nagelkerke R-Square
Exp. (B) 4,179 0,038 0,349
1,039 1,418*
-6,150
0,002**
-3,076
0,046**
-1,960
0,141
-3,461
0,031**
-19,236 -0,008 0,644
0,792 1,904**
-2,973
0,051
-1,556
0,211
17,348
3,420E7
-1,439
0,237
10,596 -0,057 0,155
0,945 1,167
-4,306
0,013**
-4,162
0,016**
-3,667
0,026**
-5,040 155,658 0,782
0,006**
Keterangan: reference category is 4; **signifikan pada p-value,0,01;*signifikan pada p-value ,0,05
Ketiadaan lahan pertanian dan hewan ternak memiliki peluang yang lebih rendah masing-masing sebesar 0,002 dan 0,046 kali untuk menjadi tidak miskin dibandingkan yang memiliki jika mengacu pada suami yang selalu miskin. Ibu yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan memiliki peluang lebih rendah untuk menjadi tidak miskin sebesar 0,031 kali dibandingkan yang dapat mengakses jika mengacu pada suami yang selalu miskin. Dinamika kemiskinan
29
keluar dari kemiskinan dipengaruhi oleh pendidikan suami. Pendidikan suami memiliki peluang dua kali untuk keluar dari kemiskinan dibandingkan dengan suami yang selalu miskin. Dinamika kemiskinan jatuh miskin dipengaruhi oleh kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pengaruh orang tua di masyarakat dan pendidikan ibu. Suami yang tidak memiliki lahan pertanian dan hewan ternak memiliki peluang untuk jatuh miskin masing-masing sebesar 0,013 kali dan 0,016 kali dibandingkan dengan yang memiliki jika mnegacu pada suami yang selalu miskin. Orangtua yang tidak memiliki pengaruh di masyarakat memiliki peluang 0,026 kali untuk membuat suami menjadi jatuh miskin dibandingkan dengan yang memiliki pengaruh. Selain itu, ibu yang tidak mampu mengakses pendidikan memiliki peluang 0,006 kali untuk membuat suami menjadi jatuh miskin dibandingkan dengan yang dapat mengakses jika mengacu pada suami yang selalu miskin. Hasil pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada istri menunjukkan bahwa model tersebut secara statistik signifikan (Chi-Square=169,215;df=18;p=<0,001). Nilai Neglekerke R Square untuk model tersebut adalah 0,809, menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan 80,9 persen faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas pada istri, dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Keberhasilan prediksi dari model secara umum sekitar 69,2 persen, dengan prediksi terbesar 83,3 persen untuk tidak pernah miskin dan 78,9 persen untuk selalu miskin. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada istri adalah perilaku investasi orang tua, lama pendidikan istri, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pengaruh orang tua di masyarakat, dan pendidikan ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika tidak pernah miskin adalah kepemilikan lahan pertanian dan hewan ternak oleh orang tua, pengaruh orang tua di masyarakat dan pendidikan ibu. Ketiadaan lahan pertanian dan hewan ternak akan menurunkan peluang masing-masing 0,001 dan 0,005 kali untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan yang memiliki jika mengacu pada istri yang selalu miskin. Orang tua yang tidak memiliki pengaruh di masyarakat akan menurunkan peluang 0,005 kali untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan yang berpengaruh jika mengacu pada istri yang selalu miskin. Ibu yang tidak mendapat akses terhadap pendidikan akan menurunkan peluang sebesar 0,001 kali untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan yang dapat mengakses. Dinamika keluar dari kemiskinan dipengaruhi oleh perilaku investasi dan pendidikan istri. Perilaku investasi orang tua dan pendidikan istri memiliki peluang masing masing 1,1 kali dan 1,3 kali untuk keluar dari kemiskinan dibandingkan dengan istri yang selalu miskin. Dinamika jatuh miskin yang dialami oleh istri dipengaruhi oleh kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pengaruh orang tua di masyarakat dan pendidikan ibu. Istri yang tidak memiliki lahan pertanian dan hewan ternak memiliki peluang 0,002 kali untuk membuat istri menjadi jatuh miskin dibandingkan istri yang selalu miskin. Orang tua yang tidak memiliki pengaruh di masyarakat memiliki peluang 0,003 kali untuk membuat istri menjadi jatuh miskin dibandingkan dengan istri yang selalu miskin. Ibu yang tidak memperoleh akses terhadap pendidikan akan memberikan peluang istri untuk jatuh miskin.
30
Tabel 20 Ringkasan analisis regresi logistik multinomial faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada istri No
Dinamika kemiskinan (1=tidak pernah miskin, 2=keluar dari kemiskinan, 3=jatuh miskin, 4= selalu miskin)
Variabel Independen
B Tidak pernah miskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan istri (tahun) 4 Kepemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 Kepemilikan hewan ternak (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 6 Pengaruh orang tua di masyarakat (0=tidak berpengaruh, 1=berpengaruh) 7 Pendidikan ibu (0=buta huruf, 1=calistung) Keluar dari kemiskinan 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan istri (tahun) 4 Kepemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 Kepemilikan hewan ternak (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 6 Pengaruh orang tua di masyarakat (0=tidak berpengaruh, 1=berpengaruh) 7 Pendidikan ibu (0=buta huruf, 1=calistung) Jatuh miskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan istri (tahun) 4 Kepemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 Kepemilikan hewan ternak (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 6 Pengaruh orang tua di masyarakat (0=tidak berpengaruh, 1=berpengaruh) 7 Pendidikan ibu (0=buta huruf, 1=calistung) Chi-Square Nagelkerke R-Square
Exp. (B) 10,527 0,000 0,380
0,999 1,463
-6,704
0,001**
-5,323
0,005**
-5,270
0,005**
-7,122
0,001**
-22,522 0,080 0,262
1,083** 1,299*
-1,829
0,161
1,318
3,736
16,363
1,278E7
0,154
1,167
16,567 -0,072 0,104
0,930 1,109
-6,326
0,002**
-6,381
0,002**
-5,886
0,003**
-7,986 169,215 0,809
0,000**
Keterangan: reference category is 4;**signifikan pada p-value,0,01;*signifikan pada p-value ,0,05
Pembahasan Mobilitas sosial dapat dipandang dari beberapa sudut ilmu pengetahuan. Para ekonom memandang terjadinya mobilitas sosial karena adanya pewarisan ketimpangan dengan fokus masalah pada transmisi pendapatan dan kekayaan antargenerasi (Giddens 2001 dalam Pattinasarany 2012). Mobilitas antargenerasi merupakan kajian yang membahas tentang hubungan antara situasi seseorang saat ini dengan situasi asal mereka (Breen 2004). Mobilitas ini menyoroti hubungan antara kelas sosial anak dengan kelas sosial orang tua mereka, atau hubungan dari
31
satu generasi dengan generasi lainnya, yaitu dari generasi orang tua ke generasi anak. Dengan demikian, mobilitas kemiskinan antargenerasi adalah kajian yang membahas mengenai perubahan status kesejahteraan seseorang yang dibandingkan dengan status kesejahteraan keluarga asalnya, atau status kesejahteraan dari generasi orang tua ke generasi anak. Memahami mobilitas kemiskinan antargenerasi, maka perlu memahami dinamika kemiskinan. Dinamika kemiskinan diartikan sebagai perubahan kesejahteraan individu atau keluarga dari waktu ke waktu. Moore (2005) membagi dinamika kemiskinan menjadi 4 tipe, yaitu tidak pernah miskin, keluar dari kemiskinan, jatuh miskin, dan terjebak kedalam kemiskinan. Penelitian menunjukkan bahwa mobilitas kemiskinan yang terjadi di desa dan kota memiliki proporsi yang hampir sama, namun arah pergerakannya berbeda. Wilayah pedesaan memiliki pergerakan mobilitas kebawah yang lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Artinya, ada penurunan tingkat kesejahteraan pada keluarga yang tinggal di desa. Salim (1980) dalam Dharmawan et al. (2010) menyatakan bahwa salah satu ciri keluarga miskin adalah tinggal di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area). Perubahan ini terjadi akibat adanya perubahan taraf hidup pada masyarakat dan pekerjaan. Sebaliknya, wilayah perkotaan memiliki pergerakan mobilitas keatas yang lebih besar dibandingkan wilayah desa. Hal ini karena peluang mendapatkan pekerjaan yang beragam dengan penghasilan yang tinggi lebih besar terjadi di kota dibandingkan di desa. Walaupun demikian, terdapat indikasi adanya kemiskinan relatif yang terjadi di masyarakat perkotaan. Artinya standar kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk. Hal ini karena masih banyaknya keluarga yang tinggal di kota dan memiliki status selalu miskin. Menurut moore (2005), keluarga yang mengalami kemiskinan kronis di kota memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi buruh upahan, sedangkan di daerah pedesaan lebih bergantung pada subsisten pertanian. Pekerjaan dominan yang dilakukan di wilayah pedesaan dan perkotaan adalah sebagai buruh. Hasil ini didukung oleh Lipset dan Zetterberg yang menyatakan bahwa mobilitas sosial terdiri dari empat dimensi, yaitu rangking okupasi atau pekerjaan (pekerjaan merupakan salah satu faktor penting dalam membedakan keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan), rangking konsumsi (orang dengan gaya hidup sama berada pada kelas yang sama), kelas sosial (penerimaan seseorang terhadap orang lain), dan rangking kekuasaan (posisi subordinate dan superordinate) (Bendix dan Lipset 1966). Suami dan istri yang berada pada dinamika jatuh miskin atau selalu miskin memiliki pendidikan yang rendah. Mereka hanya mampu mencapai hingga tamat SD. Perguruan tinggi dianggap sebagai „barang mewah‟ yang tidak semua orang bisa memilikinya. Suami dan istri yang mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi mampu mepertahankan atau meningkatkan status kesejahteraanya. Pendidikan merupakan alat untuk meningkatkan produktivitas individu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Namun ada suatu fenomena bahwa masyarakat miskin menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Hal ini dikarenakan opportunity cost yang terlalu besar. Mereka juga memiliki pandangan bahwa banyak yang telah lulus sekolah namun sulit mencari pekerjaan. Menurut penelitian Puspitawati et al (2009) bahwa lebih dari
32
setengah masyarakat miskin hanya mampu mencapai pendidikan sampai tamat sekolah dasar (SD), sedangkan masyarakat tidak miskin memiliki pendidikan lebih tinggi, yaitu minimal sekolah menengah atas (SMA). Dapat dikatakan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan seseorang. Pendidikan dianggap sebagai “elevator sosial" yang berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan posisi sosial seseorang (Deng dan Treiman 1997;Hout 1989). Hout berpendapat bahwa pendidikan adalah faktor seseorang untuk mengalami upward mobility dan menghasilkan status dari generasi ke generasi (Hout dan DiPrete 2005). Pendidikan memiliki peran dalam mendukung mobilitas okupasi antargenerasi. Penelitian ini menemukan bahwa suami merupakan faktor penentu dalam perubahan kesejahteraan keluarga. Pada dinamika keluar dari kemiskinan, suami menempuh pendidikan yang lebih lama daripada istri. Ini membuktikan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan. Penelitian yang dilakukan oleh Pattinasarany (2012) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami mobilitas keatas. Pertama, gender merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan mobilitas vertikal seseorang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa laki-laki memiliki peluang yang lebih besar daripada perempuan. Kedua, penghasilan atau pendapatan. Dilihat dari faktor pendapatan, maka laki-laki memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan perempuan. Hal ini terkait ketenagakerjaan di Indonesia. Ketiga, faktor usia. Penambahan usia akan meningkatkan kemungkinan untuk melakukan mobilitas vertikal naik, namun ini tidak bersifat linier. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada usia 40-49 tahun merupakan fase tertinggi yang berpeluang besar terjadinya mobilitas vertikal naik. Keempat, pendidikan memegang peranan penting dalam mobilitas sosial vertikal. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula peluang untuk mengalami mobilitas vertikal naik. Kelima, tempat tinggal. Lingkungan sekitar tempat seseorang tinggal akan mempengaruhi dalam usahanya untuk meningkatkan pendapatan dan akan membantu orang tersebut mengalami mobilitas vertikal naik. Selain pendidikan, investasi merupakan menjadi salah satu mekanisme stransfer modal, yaitu modal manusia. Kurangnya investasi terhadap modal manusia akan menyebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang dihasilkan. Pada penelitian ini, investas dibagi menjadi dua, yaitu investasi keluarga asal terhadap responden dan investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir. Pada keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus tidak miskin, baik di desa maupun di kota, memiliki skor perilaku investasi yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga yang saat ini miskin. Selain dilakukan, perilaku investasi juga disosialisasikan kepada anak. Sosialisasi ini dilakukan sebagai alat untuk mentrasferkan nilai-nilai dan perilaku yang diharapkan ada pada diri seorang anak (Tromsdroff 2002). Tidak jauh berbeda dengan keluarga asal, skor perilaku investasi keluarga contoh yang saat ini berstatus tidak miskin lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga miskin. Alokasi uang untuk investasi lebih banyak dilakukan oleh suami. Hal ini karena sebagian besar suami berperan di sektor publik sebagai pencari nafkah utama keluarga. Sedangkan istri lebih banyak mengalokasikan waktunya karena perannya sebagai pengasuh utama. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan perilaku investasi pada anak. Schultz (1981) menyatakan
33
bahwa faktor penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin bukan terletak pada uang, energi, atau lahan pertanian, melainkan melalui peningkatan kualitas manusia dan kemajuan dibidang teknologi. Keluarga memegang peranan penting dalam menghasilkan modal manusia, dan investasi modal manusia merupakan salah satu cara bagi keluarga untuk meningkatkan produktivitas marginal anak sehingga meningkatkan kapasitas pendapatan anak tersebut (Taubman 1996). Melalui investasi ini diharapkan anak dapat memiliki masa depan yang lebih baik. Orang tua menginginkan peningkatan kesejahteraan bagi anaknya, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk memaksimalkan pendapatan mereka demi melakukan investasi pada anak. Dengan harapan, pengeluaran yang dilakukan akan sesuai dengan biaya tambahan yang mereka keluarkan (Becker 1993). Pendapatan yang dimiliki keluarga digunakan untuk kegiatan konsumsi dan investasi sumberdaya manusia. Pendapatan yang dialokasinya untuk investasi anak dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu aset keluarga, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, lama pendidikan yang ditempuh orang tua, dan investasi pasca sekolah (Leibowitz 1982). Keluarga miskin memiliki keterbatasan terhadap kepemilikan aset, khususnya dalam bentuk uang. Sehingga investasi yang dilakukan akan menjadi sulit karena pinjaman yang digunakan untuk menambah kekurangan tidak terlalu tersedia. Semakin banyak aset yang dimiliki, cenderung menyebabkan keluarga menjadi semakin sejahtera. Selain itu, akses orang tua terhadap pendidikan pada keluarga miskin lebih kecil dibandingkan keluarga tidak miskin. Lokasi tempat tinggal juga menentukan besarnya kesempatan dalam mendapatkan pendidikan. Keluarga yang tinggal di kota lebih mudah untuk mengakses pendidikan. Terdapat enam faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan antargenerasi, yaitu perilaku investasi pada anak, lama pendidikan yang ditempuh, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pengaruh orang tua di masyarakat, dan pendidikan ibu. Pada suami, faktor yang paling berpengaruh untuk mempertahankan atau meningkatkan status kesejahteraannya adalah pendidikan. Peran pendidikan sangat penting dalam membantu suami mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini juga akan menunjang tugasnya sebagai pencari nafkah keluarga sehingga pendapatan keluarga meningkat. Transfer aset antargenerasi memiliki peran yang penting untuk mengurangi kemiskinan kronis (Moore 2001). Sedangkan pada istri, pendidikan dan perilaku investasi yang dilakukan akan memberikan peluang untuk keluar dari kemiskinan. Kedua faktor ini saling berhubungan. Salah satu perilaku investasi yang dilakukan adalah investasi pendidikan. Perilaku investasi dianggap sebagai bentuk saving orang tua, dengan harapan anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dan dapat membantu mereka ketika anaknya dewasa. Kunci fokus transfer kemiskinan adalah pada keluarga yang dikepalai oleh perempuan (Moore 2001). Hal ini karena perempuan dianggap tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang memiliki penghasilan yang tinggi. Pengetahuan dari pendidikan yang dimiliki mampu membantu meningkatkan pendapatan dan kemandirian seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan aset akan mempengaruhi mobilitas kemiskinan seseorang. Keluarga yang memiliki aset cenderung mampu mempertahankan kesejahteraanya. Aset dapat dimanfaatkan untuk membantu perekonomian keluarga agar lebih maju (Rothwel 2011). Keluarga yang memiliki
34
banyak aset cenderung lebih sejahtera dibandingkan dengan yang tidak memiliki. Transfer aset ini dapat dilakukan melalui pewarisan dari orang tua kepada anaknya. Lahan pertanian dianggap sebagai sumberdaya yang memiliki kemampuan memberikan pendapatan yang stabil. Hal ini dikarenakan lahan pertanian merupakan sumberdaya alam yang yang akan terus ada. Keadaan geografis dan sumberdaya yang ada di suatu daerah bisa menjadi modal bagi masyarkat setempat untuk mempertahankan hidup. Contohnya, pada dataran tinggi adalah perkebunan. Beberapa studi menunjukkan bahwa perkebunan rakyat berperan sebagai sumber pertumbuhan dan perbaikan ekonomi serta dapat menanggulangi masalah kemiskinan (Sumarti 2007). Kemiskinan kronis yang terjadi di pedesaan dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya dan iklim, yang berpengaruh terhadap strategi nafkah yang dilakukan oleh generasi selanjutnya (Moore 2001). Ibu sebagai pengasuh utama berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia. Sosialisasi nilai-nilai kehidupan kepada anak diberikan lewat pengasuhan. Pengetahuan yang dimiliki dapat digunakan untuk membantu anak belajar, memahami keuntungan dari pendidikan, dan membantu anak mengembangkan dirinya (Moore 2001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitawati et al. (2009) menunjukkan bahwa anak-anak yang terkena drop-out berasal dari orang tua dengan pendidikan yang rendah dan mereka merasa biasa saja ketika terkena drop-out. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua merupakan role model anak dan nilai-nilai, sikap dan perilaku menyimpang akan diteruskan oleh anak. Pengaruh orang tua di masyarakat yang dimaksudkan adalah keberadaan peran orang tua dalam masyarakat, seperti tokoh masyarakat, ketua RT atau RW, bidan, lurah, ustad, dan sebagainya. Hal ini berhubungan dengan modal sosial yang keluarga miliki. Modal sosial adalah hasil dari strategi-strategi baik dari tindakan individu maupun kolektif dalam waktu yang singkat maupun jangka panjang yang bertujuan untuk menstabilkan atau menghasilkan hubunganhubungan sosial yang secara langsung berguna, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Winter 2000). Modal sosial terdiri dari tiga, yaitu kepercayaan (trust), norma (norms), dan jaringan (networks). Pada saat seseorang memiliki jabatan atau pengaruh di masyarakat, maka jaringan sosial yang dimiliki akan bertambah. Hal ini disebabkan terbentuknya rasa kepercayaan dan adanya saling membutuhkan satu dengan lain atau timbal balik dalam masyarakat dengan adanya harapan-harapan dalam masyarakat. Karakteristik jaringan sosial yang dimiliki, seperti jumlah hubungan informal yang terjadi dalam interkasi sosial, jumlah kontak kerja, atau perbedaan pendidikan dalam suatu grup, dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahateraan keluarga. Modal sosial dapat dijadikan sumberdaya bagi modal finansial seseorang atau sebagai sumberdaya bagi modal manusia.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
35
Mobilitas kemiskinan yang dialami keluarga di wilayah desa dan kota memiliki perbedaan arah pergerakan. Keluarga yang tinggal di wilayah desa mengalami mobilitas kemiskinan vertikal kebawah, sedangkan keluarga di wilayah perkotaan mengalami mobilitas kemiskinan vertikal keatas. Wilayah kota mengalami kemiskinan kronis yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini terjadi karena ada indikasi terjadi kemiskinan relative di wilayah perkotaan. Pendidikan dan perilaku investasi terhadap anak memiliki peran terhadap mobilitas kemiskinan. Pendidikan yang tinggi mampu membantu seseorang untuk mempertahankan kesejahteraanya untuk tetap tidak miskin atau membantu seseorang keluar dari kemiskinan. Investasi memiliki hubungan dengan status kesejahteraan. Keluarga miskin memiliki perilaku investasi yang lebih rendah dibandingkan dengan keluarga tidak miskin. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak dan kesejahteraannya ketika dewasa. Peran suami sebagai pencari nafkah utama keluarga menyebabkan suami memiliki peran sebagai penentu dinamika kemiskinan keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan antargenerasi, yaitu perilaku investasi pada anak, lama pendidikan yang ditempuh, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan hewan ternak, pengaruh orang tua di masyarakat, dan pendidikan ibu. Diantara faktor-faktor tersebut, pendidikan dan investasi anak memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya.
Saran Orang tua sebagai role model anak harus menanamkan nilai-nilai, sikap dan perilaku yang mampu memotivasi anak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Pentingnya pendidikan bagi anak perlu diperhatikan sejak dini tanpa memandang jenis kelamin. Pendidikan yang tinggi mampu meningkatkan kemampuan anak dan membantu meningkatkan kesejahteraannya. Perlu kerjasama dari suami dan istri dalam melakukan investasi pada anak, karena kesejahteraan anak juga dipengaruhi oleh investasi yang dilakukan. Keluarga harus memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki ataupun dapat diakses untuk meningkatkan kesejahteraan. Pengelolaan sumberdaya yang baik akan membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Sebaiknya keluarga perlu memikirkan mengenai investasi material seperti uang, karena uang termasuk salah satu aset yang mudah digunakan ketika dibutuhkan. Keluarga juga perlu memperhatikan modal sosial yang dimiliki agar mempu membantu ketika dalam kesulitan.
DAFTAR PUSTAKA Aytec, Isik, Rankin, Bruce. 2005. Economic Crisis and Family Distress in turkey. Paper presented at the annual meeting of the American Sociological Associattion. Philadelphia [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik. Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2014. [internet]. http:jabae.bps.go.id [10 Juni 2014]
36
____ Badan Pusat Statistik. 2014a. Berita Resmi Statistik. Profil kemiskinan di Indonesia September 2013. [internet]. http:bps.go.id [22 Februari 2014] _____ Badan Pusat Statistik. 2014b. Indikator Kesehatan 1995-2012 [internet] http:bps.go.id [19 April 2014] _____ Badan Pusat Statistik. 2012a. Jawa Barat dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat kerjasama dengan Bapeda Provinsi Jawa Barat _____ Badan Pusat Statistik. 2012b. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomui Indonesia Agustus 2012. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistik Bahri NM. 2013. Pengaruh nilai anak terhadap perilaku investasi anak pada keluarga miskin dan tidak miskin. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Barrientos A, Jocelyn D. 2004. Child Poverty and Cash Transfers. SHIP Report no. 4. London : Childhood Poverty Research and Policy Centre (CHIP) Becker GS. 1993. Human Capital : A Theoretical and Empirical Analisys with Special Reference to Education. Chicago : University of Chicago Press Bendix R, Lipset SM. 1966. Class, Status, and Power 2nd edition. New York : The Free Press Bottema T, Masdjidin S, Madiadipura H. 2009. Family life history as a tool in the study of long-term dynamics of poferty : an exploration. Di dalam : Rusastra, Pasaribu, Yusdja Y, editor. Land and Household economy 19702005. Bogor (ID) : Indonesian Center for Agriculture Socio-Economic and Policy Studies Breen R. 2004. Social Mobility in Europe. Oxford : Oxford University Press Bryant WK, Zick CD. 2006. The Economic Organization of the Household, Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press [CPRC] Chronic Poverty Research Center. 2008. Escaping poverty traps. The Chronic Poverty Report 2008-09. [internet]. http://www.chronicpoverty.org/uploads/publication_files/CPR2_ReportFul l.pdf [21 Maret 2014] Cho Y. 2004. Investment in Children’s Human Capital : Implications of PROGRESA. Madison : University of Wisconsin Corcoran M. 1995. Rags to Rags : Poverty and mobility in the United States. Annual Review of Sociology, vol 21:237-267. Michigan : University of Michigan Deaton A, Christina P. 1997. Poverty Among Children and The Elderly in Developing Countries. Research program in Development Studies. Priceton University Deng z, Treiman DJ. 1997. The impact on the cultural revolution on trends in educational attainment in China. American Journal of Sociology, Vol 103(2):391-428
37
Dharmawan et al. 2010. Rencana Riset Kemiskinan Kemiskinan 2010. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Giddens A. 2001. Sociology, 4th edition. Cambridge : Polity Press Gordon D, Nandy S, Pantazis C, Pemberton S, Townsend P. 2003. Child Poverty in The Developing World. Bristol : Policy Press Hartoyo, Herawati T, Djamaludin MD. 2013. Transfer Kemiskinan Antargenerasi di Desa dan Kota. Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Bogor (ID) : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB. Hartoyo. 1998. Investmenting in children: study of rural families in Indonesia. [Disertasi]. Blacksburg: Virginia Tech University. Hout M, DiPrete TA. 2006. What we have learned : RC28‟s contributions to knowledge about social stratification. Research in Social Stratifitation and Mobility, Vol 24:1-20 Hout M. 1989. Following in Father’s Footsteps : Social Mobility in Ireland. USA : Hardvard University Press [ILO] International Labour Organization. 2014. Conditional cash transfer programmes (CCTS). http://www.ilo.org/gimi/gess/ShowTheme.do?tid=2845 [26 maret 2014] Lanjouw P, Branko M, Stefano P. 1998. Poverty and The Economic Transition : How Do Change in Economies of Scale Affect Poverty Rates for Different Households?. Policy research working paper. Washington DC : the world Bank. http://books.google.co.id/ Leibowitz A. 1982. Home Investment in Children. Schultz TW, editor. Chicago : University of Chicago Press Martianto D. 2006. Rencana Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta Moore K. 2001. Frameworks for understanding the intergenerational transmission of poverty and well-being in developing countries. CPRC: Working Paper 8. ________ 2005. Thingking about youth poverty, through the lenses of cronic poverty, life-course poverty and intergenerational poverty. CPRC working paper 57. Manchester : IDPM/Cronic Poverty Research Centre Pakpahan,Yus M, Daniel S, Asep S. 2009. Destined for Destitution : Intergenerational poverty persistence in Indonesia. Working paper. Jakarta (ID) : SMERU Research Institute Puspitawati H, Sarma M, Hartoyo, Latifah M, Herawati T. 2009. Survey Kepuasan Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Disediakan Oleh Sistem Desentralisasi Sekolah. Kerjasama LPPM-IPB dan ADB-PRMAP BAPPENAS. Rothwel D. 2001. Exploring Asset and Family Stress. Center for Research Children and Family. McGill School of Social Work
38
Schultz TW. 1981. Investing in People : The Economics of Population Quality. Berkeley : University of California Press ___________1961. Investment in human capital. The American economic review. Vol 51(1):1-17. American economic association Skoufias E, McClaffery B. 2001. Is PROGRESA Working? Summary of the Results of An Evaluation by IFPRI. FCND Discussion Paper no. 118. Washington ; International Consumption and Nutrition Division Sucianti M. 2013. Analisis persepsi nilai anak dan perilaku investasi waktu orang tua pada anak (kasus di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Sumarti T. 2007. Kemiskinan petani dan strategi nafkah ganda rumah tangga pedesaan. Sodality :Jjurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia vol 1(2):217-232 Sunarti E. 2008. Naskah Akademik: Indikator Keluarga Sejahtera. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Surachman, A. 2011. Transfer kemiskinan antergenerasi : Pengaruh nilai anak dan perilaku investasi pada anak (Kasus di Desa Pesawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi). [Skripisi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Taubman P. 1996. The roles of the family in the formation of offsprings’ earnings and income capacity. Household and Family Economics. Menchik PL, editor. Boston : Kluwer Academic Publisher Tjondronegoro SMP. 1999. Keeping-keping Sosiologi dan Pedesaan. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud Trommsdroff G. 2002. Value of children and intergenerationalrelations : A crosscultural study. Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia Bulletin 1:6-14 [UNICEF] United Nations International Children‟s Emergency Fund. 2000. Poverty reduction begins with children. New york : UNICEF Winter I. 2000. Towards a theorized understanding of family life and social capital. Working paper No. 21, April 2000. Australian Institute of Family Studies Woodhouse S. 1997. Parental Strategies for Increasing Child Well-being: The Case of Elementary School Choice. Barkeley : University of California World
Bank. 2014. Poverty and equity. [internet]. http://povertydata.worldbank.org/poverty/country/IDN [19 April 2014]
Yeung WJ, Liver MR, Brooks-Gunn J. 2002. How money metters for young children‟s development : Parental investment and family processes. Journal of Child Development
39
LAMPIRAN
40
1. Hubungan karakteristik keluarga asal, keluarga contoh, warisan, perilaku investasi, penerimaan bantuan program pemerintah dengan mobilitas kemiskinan suami Lokasi Jumlah anak Kepemilikan lahan Kepemilikan ternak Aset lainnya Pendidikan ayah Kepemilikan perahu Bantuan pemerintah Pengaruh di msrkt Pendidikan ibu Warisan Kesejahteraan keluarga asal suami Pendidikan suami Perilaku investasi Dinamika kemiskinan
1 1 -.173 -.327**
2
3
5
6
1 .016
1
-.354**
.142
.448**
1
-.125 .093
-.094 .055
.097 -.060
-.011 -.158
1 .088
1
.053
.101
.096
.186*
-.033
-.082
1
.114
-.059
-.100
-.188*
,024
-.137
-.069
1
.040
.004
.219*
.121
.194*
.108
.175
.104
1
.110
0.10
.040
-.136
.096
.666**
-.067
-.101
-.283** -.350**
-.013 .004
.136 .599**
.039 .480**
-.110 .198*
.051 .114
-.084 .152
.224*
.002
.106
-.185*
.055
.220*
.228*
-.061
.139
-.020
.129
.064
-.577
-.283**
-.177
.138
4
7
8
9
10
11
12
13
14
.189*
1
-.173 -.227*
-.031 .419**
.077 .221*
1 .055*
1
.111
-.195*
.048
.223*
-.020
.049
1
.138
.034
-.023
.153
.156
-.013
.166
.398**
1
-.199
-.018
-.288**
-.166
-.174
-.118
-.672**
-.378**
-.358**
15
1
Keterangan : 1=lokasi;2=jumlah anak;3=kepemilikan lahan;4=kepemilikan ternak;5=aset lainnya;6=pendidikan ayah;7=kepemilikan perahu;8=bantuan pemerintah;9=pengaruh di masyarakat;10=pendidikan ibu;11=warisan;12=kesejahteraan keluarga asal suami;13=pendidikan suami;14=perilaku investasi orang tua terhadap suami;15=dinamika kemiskinan
2. Hubungan karakteristik keluarga asal, keluarga contoh, warisan, perilaku investasi, penerimaan program bantuan dengan mobilitas kemiskinan istri
41
Lokasi Jumlah anak Pendidikan istri Kepemilikan lahan pertanian Kepemilikan hewa ternak Kepemilikan perahu Kepemilikan aset lainnya Pengaruh di masyarakat Pendidikan ayah Pendidikan ibu Warisan Bantuan pemerintah Perilaku investasi Kesejahteraan keluarga asal istri Dinamika kemiskinan
1 1 .036 .185* -.369**
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1 -.080 -.012
1 .062
1
-.408**
0.098
.025
.344**
1
.092
.069
-.069
.127
.112
1
.053
-.006
-.018
-.115
-.022
-.015
1
.042
.056
.347**
.123
.315**
-.046
.187
1
.187*
.061
.371**
-.042
.057
.039
.067
.152
1
.167 -.062 .100
.059 -.002 .067
.196* -.089 -.117
-.035 .279** -.262**
.026 .042 -.196*
-.183* .179 -.049
.080 .049 -.086
.146 -.103 -.170
.723** -.072 .115
1 -.154 .170
1
.095
-.049
.337**
.034
.060
-.101
-.036
.260**
.156
.245**
-.067
0.27
1
-.300**
.044
.146
.534**
.640**
.095
.166
.475**
.313**
.275**
.120
-.242**
.072
1
.123
.039
-.375**
-.407**
-.291**
.036
-.199*
-.323**
-.205*
.216*
-.066
.312**
-.346**
-.602**
1
Keterangan : 1=lokasi;2=jumlah anak;3=pendidikan istri;4=kepemilikan lahan pertanian;5=kepemilikan hewan ternak;6=kepemilikan perahu;7=kepemilikan aset lainnya;8=pengaruh di masyarakat;9=pendidikan ayah;10=pendidikan ibu;11=warisan;12=bantuan pemerintahi;13=perilaku investasi orang tua terhadap istri;14=kesejahteraan keluarga asal istri;15=dinamika kemiskinan
3. Uji beda perilaku investasi terhadap anak terakhir antara suami dan istri Dependent Variable
(I) status
(J) status
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
15
95% Confidence Interval
1
42
Lower Bound Investasi total ayah
1
2
3
4
1
2
Upper Bound
*
2.9731795E0
.002
-15.362441
-3.584928
3
-.2339181
2.9731795E0
.937
-6.122675
5.654838
4
-15.2631579*
2.9731795E0
.000
-21.151914
-9.374401
1
9.4736842*
2.9731795E0
.002
3.584928
15.362441
3
9.2397661*
2.9731795E0
.002
3.351009
15.128523
4
-5.7894737
2.9731795E0
.054
-11.678230
.099283
1
.2339181
2.9731795E0
.937
-5.654838
6.122675
2
-9.2397661*
2.9731795E0
.002
-15.128523
-3.351009
4
*
2.9731795E0
.000
-20.917996
-9.140483
1
15.2631579*
2.9731795E0
.000
9.374401
21.151914
2
5.7894737
2.9731795E0
.054
-.099283
11.678230
3
15.0292398*
2.9731795E0
.000
9.140483
20.917996
2
-.1234568
3.5730466E0
.972
-7.200326
6.953412
3
-1.6049383
3.5730466E0
.654
-8.681807
5.471931
4
*
3.5730466E0
.020
-15.471931
-1.318193
1
.1234568
3.5730466E0
.972
-6.953412
7.200326
3
-1.4814815
3.5730466E0
.679
-8.558350
5.595388
4
-8.2716049*
3.5730466E0
.022
-15.348474
-1.194736
1
1.6049383
3.5730466E0
.654
-5.471931
8.681807
2
1.4814815
3.5730466E0
.679
-5.595388
8.558350
2
-9.4736842
-15.0292398
-8.3950617
Invesasi waktu ayah
3
43
4
Investasi uang ayah
1
2
3
4
Investasi total ibu
1
2
4
-6.7901235
3.5730466E0
.060
-13.866992
.286746
1
8.3950617
*
3.5730466E0
.020
1.318193
15.471931
2
8.2716049*
3.5730466E0
.022
1.194736
15.348474
3
6.7901235
3.5730466E0
.060
-.286746
13.866992
2
-17.8888889*
3.8388682E0
.000
-25.492251
-10.285527
3
-.2222222
3.8388682E0
.954
-7.825584
7.381140
4
*
3.8388682E0
.000
-29.047807
-13.841082
1
17.8888889*
3.8388682E0
.000
10.285527
25.492251
3
17.6666667*
3.8388682E0
.000
10.063304
25.270029
4
-3.5555556
3.8388682E0
.356
-11.158918
4.047807
1
.2222222
3.8388682E0
.954
-7.381140
7.825584
2
-17.6666667
*
3.8388682E0
.000
-25.270029
-10.063304
4
-21.2222222*
3.8388682E0
.000
-28.825584
-13.618860
1
21.4444444*
3.8388682E0
.000
13.841082
29.047807
2
3.5555556
3.8388682E0
.356
-4.047807
11.158918
3
21.2222222*
3.8388682E0
.000
13.618860
28.825584
2
*
2.8478702E0
.000
-23.769221
-12.488089
3
-3.9181287
2.8478702E0
.172
-9.558694
1.722437
4
-15.0292398*
2.8478702E0
.000
-20.669806
-9.388674
1
18.1286550*
2.8478702E0
.000
12.488089
23.769221
3
14.2105263*
2.8478702E0
.000
8.569961
19.851092
4
3.0994152
2.8478702E0
.279
-2.541151
8.739981
-21.4444444
-18.1286550
44
3
4
Investasi waktu ibu
1
2
3
4
Investasi uang ibu
1
2
1
3.9181287
2.8478702E0
.172
-1.722437
9.558694
2
-14.2105263
*
2.8478702E0
.000
-19.851092
-8.569961
4
-11.1111111*
2.8478702E0
.000
-16.751677
-5.470545
1
15.0292398*
2.8478702E0
.000
9.388674
20.669806
2
-3.0994152
2.8478702E0
.279
-8.739981
2.541151
3
11.1111111*
2.8478702E0
.000
5.470545
16.751677
2
*
2.9331461E0
.001
-15.439095
-3.820164
3
-3.5802469
2.9331461E0
.225
-9.389712
2.229218
4
-6.6666667*
2.9331461E0
.025
-12.476132
-.857201
1
9.6296296*
2.9331461E0
.001
3.820164
15.439095
3
6.0493827*
2.9331461E0
.041
.239917
11.858848
4
2.9629630
2.9331461E0
.315
-2.846502
8.772428
1
3.5802469
2.9331461E0
.225
-2.229218
9.389712
2
-6.0493827*
2.9331461E0
.041
-11.858848
-.239917
4
-3.0864198
2.9331461E0
.295
-8.895885
2.723046
1
6.6666667*
2.9331461E0
.025
.857201
12.476132
2
-2.9629630
2.9331461E0
.315
-8.772428
2.846502
3
3.0864198
2.9331461E0
.295
-2.723046
8.895885
2
-25.7777778*
3.8968992E0
.000
-33.496078
-18.059478
3
-4.2222222
3.8968992E0
.281
-11.940522
3.496078
4
*
3.8968992E0
.000
-30.273856
-14.837256
25.7777778*
3.8968992E0
.000
18.059478
33.496078
1
-9.6296296
-22.5555556
45
3
4
3
21.5555556*
3.8968992E0
.000
13.837256
29.273856
4
3.2222222
3.8968992E0
.410
-4.496078
10.940522
1
4.2222222
3.8968992E0
.281
-3.496078
11.940522
2
-21.5555556*
3.8968992E0
.000
-29.273856
-13.837256
4
-18.3333333*
3.8968992E0
.000
-26.051633
-10.615033
1
22.5555556*
3.8968992E0
.000
14.837256
30.273856
2
-3.2222222
3.8968992E0
.410
-10.940522
4.496078
3
18.3333333*
3.8968992E0
.000
10.615033
26.051633
Keterangan : *. Signifikan pada p < 0,05;1=miskin-desa;2=tidak miskin-desa;3=miskin-kota;4=tidak miskin-kota
46
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandung pada tanggal 21 Februari 1993 dan merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Arifin Saibi dan Eny Heryati. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Ir. H. Juanda (1999-2005), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sukabumi (2005-2007), dan pada tahun 2010 penuilis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Sukabumi. Pada tahun yang sama penulis masuk ke Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakuktas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penuilis aktif di organisasi dan kepanitiaan, diantaranya wakil ketua Himpuanan Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) 2011-2012, Staff Consumer Management HIMAIKO (2012-2013), sekertaris 2 Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Sukabumi, panitia Masa Perkenalan Fakultas (MPF) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) Fakultas Ekologi Manusia, E‟spent 5, INDEX 2012 IPB, dan INDEX 2013 IPB. Selain itu, penulis juga pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Pada beberapa kesempatan penulis juga aktif mengisi acara diberbagai kegiatan, seperti menjadi juri lomba dan pembicara. Penulis juga pernah mendapat penghargaan sebagai medis terbaik untuk panitia Masa Perkenalan Fakultas (MPF) se IPB. Selain itu, penulis juga pernah menjadi pengajar di salah satu bimbingan belajar di IPB dan aktif sebagai asisten dosen untuk mata kuliah manajemen keuangan konsumen di departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
47
48