STUDI KELAYAKAN USAHA PEREMAJAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MELALUI KOPERASI DAN MANDIRI (KASUS DI DESA HARAPAN MAKMUR DAN DESA SEKOCI, KABUPATEN LANGKAT)
SKRIPSI
MIZANI ADLINA PUTERI H34080012
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN
MIZANI ADLINA PUTERI. Studi Kelayakan Usaha Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Koperasi dan Mandiri (Kasus di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat). Di bawah bimbingan RATNA WINANDI ASMARANTAKA. Kelapa sawit merupakan komoditi dengan jumlah produksi sekaligus pertumbuhan produksi terbesar di antara komoditi unggulan perkebunan di Indonesia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008). Perkembangan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat seiring dengan luas areal kelapa sawit yang juga semakin bertambah hingga tahun 2009. Secara keseluruhan produktivitas kelapa sawit Indonesia tahun 2003 - 2009 naik sebesar 3,00 persen per tahun, dimana produktivitas tertinggi dicapai oleh perkebunan swasta sebesar 3,59 ton/ha dan posisi kedua di capai oleh perkebunan negara dengan rata-rata produktivitas sebesar 3,48 ton/ha. Produktivitas perkebunan rakyat merupakan yang paling rendah dengan rata-rata sebesar 2,97 ton/ha. Pada tahun 2005, 35 persen dari total area kelapa sawit Indonesia sebesar sekitar 5,5 juta ha merupakan perkebunan rakyat yang memiliki produksi paling rendah. Sumatera Utara merupakan daerah dengan luas areal kelapa sawit nomor dua terbesar sekaligus perkebunan kelapa sawit pertama dan tertua di Indonesia. Namun, Sumatera Utara termasuk provinsi yang mengalami penurunan produktivitas di Indonesia. Hal tersebut disebabkan luas perkebunan kelapa sawit rakyat yang luas yakni mencapai 39 persen. Langkat merupakan kabupaten dengan luas lahan perkebunan sawit rakyat terluas nomor dua di Sumatera Utara. (BPS, 2009). Pada Kabupaten ini terdapat perkebunan rakyat yang dijalankan secara mandiri maupun melalui pola inti anggota koperasi. Penelitian ini menganalisis kelayakan kedua jenis usaha tersebut baik melalui aspek finansial maupun nonfinansial. Secara non finansial aspek kelayakan usaha, baik yang dilakukan secara mandiri maupun dilakukan melalui koperasi, layak secara aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, serta sosial, ekonomi, dan budaya namun tidak layak secara lingkungan. Aspek finansial diukur dengan NPV, IRR, Net B/C, dan paybackperiod. Pada usaha perkebunan anggota koperasi nilai NPV usaha ini adalah sebesar Rp 213.286.172,11, IRR sebesar 26 %, Net B/C sebesar 2,98, dan payback period terjadi setelah 7 tahun 2 bulan. Pada usaha pekrkebunan mandiri nilai NPV sebesar Rp 197.253.503,19, IRR sebesar 23 %, Net B/C sebesar 2,36, dan payback period terjadi setelah 7 tahun 4 bulan. Pada aspek finansial dilakukan pula analisis switching value pada kenaikan harga pupuk sebesar 5,3 % dan penurunan harga jual TBS sebesar 27 %. Dalam penelitian ini, disarankan agar pelaksanaan pengusahaan perkebunan kelapa sawit melalui koperasi melakukan peningkatan transparansi dalam memberikan rincian laporan keuangan koperasi. Bagi petani mandiri, disarankan
3
untuk membentuk kelompok agar dapat menjual hasilnya langsung ke pabrik pengolahan tanpa melewati pedagang pengumpul lebih dahulu sehingga mendapat harga jual yan lebih baik. Petani mandiri sebaiknyasecara kolektif melakukan konsultasi seperti petani koperasi untuk mengetahui kondisi lahan sehingga penggunaan pupuknya sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan sehingga mengurangi biaya produksi dan pencemaran lingkungan.
4
STUDI KELAYAKAN USAHA PEREMAJAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MELALUI KOPERASI DAN MANDIRI (KASUS DI DESA HARAPAN MAKMUR DAN DESA SEKOCI, KABUPATEN LANGKAT)
MIZANI ADLINA PUTERI H34080012
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
5
Judul Skripsi : Studi Kelayakan Usaha Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Koperasi dan Mandiri (Kasus di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat) Nama
: Mizani Adlina Puteri
NIM
: H34096032
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir.Ratna Winandi Asmarantaka, MS NIP. 19530718 197803 2 001
Menyetujui: Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal lulus :
6
PERNYATAAN Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Pola Inti Anggota koperasi dan Mandiri di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara” adalah hasil karya penulis sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Bogor, Februari 2013
Mizani Adlina Puteri H34080012
7
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Faisal Putra dan Hirawati. Penulis dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 29 Oktober 1990, Sumatera Utara. Penulis bersekolah di TK Permata Hati kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan dasar di SD Pinus, Lhokseumawe, Aceh Utara. Penulis lalu melanjutkan pendidikannya di SMP Kartika 1-2, kemidian di SMA Kartika 1-2, Medan, Sumatera Utara. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI. Di IPB penulis mengambil Fakultas Ekonomi dan Manajemen , Departemen Agribisnis dan selesai pada tahun 2013.
8
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Analisis Kelayakan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Pola Inti Anggota koperasi dan Mandiri di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara” dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kelayakan usaha peremajaan
perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui dua jenis pola pengusahaan yakni secara mandiri dan melalui koperasi. Analisis dilakukan melalui aspek finansial dan nonfinansial yang terdiri atas aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial dan budaya, aspek manajemen dan hukum, serta aspek lingkungan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk membantu memecahkan masalah maupun sebagai referensi bagi usaha sejenis maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan, dan bantuan yang telah diberikan semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Maret 2013 Mizani Adlina Puteri H34080012
9
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahi Rabbil A’lamin, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT beserta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga hendak mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada : 1. Dr.Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan begitu banyak masukan, bimbingan, saran, serta semangat selama proses penulisan dari awal hingga akhir. 2. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ir.Etriya, M.Sc selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala masukan, arahan, dan kesediannya dalam ujian sidang penulis. 3. Kepada PT Anugerah Langkat Makmur yang telah memberi izin dan bantuan kepada penulis. 4. Kepada Bapak Hemat Elifran Simamora beserta seluruh staf dan anggota KUD Berkat Anugerah Jaya atas informasi, kerjasama, dan dukungannya. 5. Seluruh dosen Departemen Agribisnis atas segala ilmu yang telah membuat penulis menjadi orang yang lebih baik. 6. Kedua orang tua tercinta Bapak Faisal Putra dan Ibu Hirawati atas kasih sayang, kesabran, masukan, dan dukungan baik berupa moril dan materil sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada seluruh masyarakat Desa Sekoci atas informasi, kerjasama, dan dukungannya. 8. Adik-adik saya yang saya banggakan Muhammad Hilman dan Ikhwan Hanif yang telah menghibur dan menyemangati penulis selama proses penulisan. 9. Sahabat-sahabat penulis Jieckry Da Friansyah, SE, Asmayanti, dan Fawzia De Frida. 10. Sahabat-sahabat sedaerah penulis Gena, Stevi, Ela, Kiki, Adri, Maha, Indra, Wahyu H, dan Wahyu F atas dukungannya serta seluruh keluarga besar IMMAM Bogor.
10
11. Teman-teman KAREMATA (Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta Alam) angkatan 7 Mia Dwi Fitri, Ismi Fatmawati, Hernika K, Ken Ardhana, Nurani Astadipura, Guruh S, M. Fadhi Firsya, Attar Asmawan, Dea Rizky, Firman Raditya, Ryan Satria N, M. Maududi, Suryo Aji, Chrisgerson, dan Adhitya Dharma P Dewa. 12. Seluruh sahabat Agribisnis 45 yang penulis banggakan.
Bogor, Maret 2013
Mizani Adlina Puteri
11
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... II.TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Kelapa Sawit ................................................................................ 2.1.1. Kelapa Sawit ...................................................................... 2.1.2. Sejarah Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit .............. 2.2. Pola-pola Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat ......... 2.3. Penelitian Terdahulu ..................................................................... III. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 3.1.1. Koperasi ............................................................................. 3.1.2. Analisis Kelayakan Bisnis .................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 4.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 4.3. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 4.4. Metode Analisis Data .................................................................. 4.5. Kriteria Kelayakan Investasi ........................................................ V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ................................................ 5.1. Gambaran Singkat Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi......................................................................................... 5.2. Gambaran Singkat Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Mandiri........ 5.3. Deskripsi Karakteristik Petani Responden .................................... 5.3.1. Karakteristik Responden Petani Anggota koperasi ............. 5.3.2. Karakteristik Petani Responden Mandiri ............................. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 6.1. Analisis Aspek Kelayakan Non Finansial Petani Anggota koperasi ...................................................................................... 6.1.1. Aspek Pasar ...................................................................... 6.1.2. Aspek Teknis .................................................................... 6.1. 3. Aspek Manajemen dan Hukum ......................................... 6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ................................... 6.1.5. Aspek Lingkungan .............................................................. 6.2. Analisis Aspek Finansial Petani Anggota koperasi ...................... 6.2.1. Arus Manfaat (Inflow) ....................................................... 6.2.2. Arus Biaya (Outflow) ........................................................ 6.2.2.1. Biaya Investasi dan Biaya Reinvestasi .................. 6.2.2.2. Biaya Operasional ................................................
xiii xv vxi 1 1 7 10 10 10 10 11 14 17 17 17 18 21 23 23 23 23 24 24 27 27 27 28 28 30 34 34 34 35 39 41 42 42 44 44 44 47 12
6.2.2.3. Kriteria Investasi .................................................. 6.2.2.4. Analisis Sensitivitas ............................................... 6.3. Aspek Kelayakan Non Finansial Petani Mandiri ......................... 6.3.1. Aspek Pasar ...................................................................... 6.3.2. Aspek Teknis ................................................................... 6.3.3. Aspek Manajemen dan Hukum ......................................... 6.3.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya .................................. 6.3.5. Aspek Lingkungan ............................................................. 6.4. Analisis Kelayakan Aspek Finansial Petani Mandiri ................... 6.4.1. Arus Manfaat (Inflow) ....................................................... 6.4.2. Arus Biaya (Outflow) ........................................................ 6.4.2.1. Biaya Investasi dan Biaya Reinvestasi .................. 6.4.2.2. Biaya Operasional ............................................... 6.4.3. Kriteria Investasi ............................................................... 6.4.4. Analisis Sensitivitas .......................................................... VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 7.1. Kesimpulan ............................................................................... 7.2. Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. LAMPIRAN ............................................................................................
51 51 53 53 54 57 57 58 58 59 59 59 62 65 66 71 71 71 73 75
13
DAFTAR TABEL
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Halaman Produksi Komoditi Perkebunan................................................ 2 Produksi dan Luas Areal Kelapa Sawit Berdasarkan Provinsi di Indonesia............................................................................... 3 Kecenderungan Produktivitas Berdasarkan Provinsi................ 4 Produktivitas Berdasarkan Status Penguasaan Lahan............... 5 Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kabupaten dan Pengusahaan di Sumatera Utara Tahun 2008 (Ha)......... 6 Karakteristik Responden Petani Anggota Koperasi Berdasarkan Usia Tahun 2012.................................................. 29 Karakteristik Petani Anggota koperasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2012..................................... 29 Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Usia........................................................................................... 30 Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................................................................................. 31 Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Luas Lahan......................................................................................... 31 Karakteristik Petani Mandiri Menurut Status Usahatani.......... 32 Rincian Rata-rata Biaya Investasi Petani Koperasi................... 44 Biaya Reinvestasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota koperasi...................................................................... 45 Biaya Variabel Rata-rata Usaha Perkebunan Kelapa Sawit 48 Anggota koperasi...... Biaya Tetap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota 48 Koperasi Selama Umur Usaha (2 Ha)....................................... Kriteria Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota koperasi...................................................................... 50 Kriteria Kelayakan Investasi pada Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 5,3 %............................................................................ 50 Kriteria Kelayakan Investasi Pada Penurunan harga jual TBS sebesar 27%............................................................................... 52 Biaya Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci........................................................................................ 59 Biaya Reinvestasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa
14
21.
22. 23. 24. 25. 26. 27.
28.
Sekoci........................................................................................ Biaya Variabel Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci........................................................................................
61 63
Biaya Tetap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci........................................................................................
64
Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci...............................................................................
66
Kriteria Kelayakan Investasi Pada Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 5,3%.............................................................................
67
Kriteria Kelayakan Investasi Pada Penurunan Harga Jual TBS Sebesar 27%..............................................................................
67
Kriteria Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi dan Mandiri (2 Ha).....................................................
67
Kriteria Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasidan Mandiri Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 5,3 % (2 Ha).................................................................
68
Kriteria Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota Koperasi dan Mandiri Pada Penurunan harga jual TBS sebesar 27% (2 Ha)...........................................................
68
15
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional.............................................
2.
Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani Anggota koperasi.....................................................................................
3.
Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani Mandiri....................................................................................
22
34
54
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
2.
Halaman Rincian Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Perkebunan Anggota Koperasi.....................................................................
74
Rincian Biaya pembelian Pupuk Perkebunan Kelapa Sawit Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Petani Anggota Koperasi.................................................................................... 74
3.
Rincian Biaya Pembelian Pupuk Pada Masa Tanaman Menghasilkan (TM) Petani Anggota Koperasi.......................
4.
Rincian Penggunaan Tenaga Kerja Petani Mandiri................
5.
Rincian Biaya Pembelian Pupuk Kebun Kelapa Sawit Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Petani Mandiri.........
6.
Rincian Biaya Pembelian Pupuk Kebun Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan (TM) Petani Mandiri.......................
74 74
75
75
7.
Tabel Harga Eceran Pupuk Tertinggi.....................................
75
8.
Harga Jual TBS Tahun 2012..................................................
76
9.
Tabel Cashflow Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Koperasi...............................................................................................................................
10.
Tabel Cashflow Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Mandiri......................................................................................
77
83
17
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang merupakan
negara agraris. Pertanian berkontribusi nyata pada penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan,penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, sumber devisa negara, pembentukan kapital, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Padatahun 2011, sektor pertanian telah menyerap 39.330.000 tenaga kerja atau setara dengan 33,51 persen dari total angkatan kerja nasional sehingga menjadi sector andalan dalam penyerapan tenagakerja. Salah satu subsektor pertanian yang sangat berperan dalam pembentukan perekonomian nasional adalah perkebunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah diolah pada Rancangan Rencana Strategis Pertanian Tahun 20102014, sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 subsektor perkebunan merupakan satusatunya subsektor yang mengalami surplus dengan menyumbang sebesar US$ 17,63 milyar sedangkan subsektor lainnya yakni tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan mengalami defisit. Kontribusi subsektor perkebunan juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 subsektor perkebunan hanya mencapai 17,9 persen namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 49,59 persen dari total PDB pertanian diluar perikanan dan peternakan. Perkebunan Indonesia memiliki beberapa komoditi unggulan baik pada tanaman pangan maupun tanaman nonpangan. Tanaman pangan yang menjadi komoditi unggulan Indonesia antara lain kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, teh, dan tebu, sedangkan untuk tanaman non pangan diantaranya kapas, tembakau, cengkeh, jarak pagar, nilam, dan kemiri. Pada Tabel 1 dapat dilihat komoditi kelapa sawit merupakan komoditi dengan jumlah produksi sekaligus pertumbuhan
produksi
terbesar
di
antara
komoditi
lain.
Kelapa
sawit
diperkirakanakan mencapai angka produksi sebesar 19.440 ribu ton pada tahun 2009 dengan pertumbuhan rata-rata 8,88 persen setiap tahunnya sejak tahun 2005.
18
Sebagian besar hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia diolah menjadi minyak sawit dan diekspor ke berbagai negara sehingga menghasilkan devisa bagi negara. Sejak tahun 2005, Indonesia merupakan Negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi sebesar 36 juta ton minyak sawit atau memenuhi 43,3% kebutuhan minyak kelapa sawit dunia. Tabel 1. Produksi Komoditi Perkebunan Komoditi
Rata-rata pertumbuhan pertahun
Produksi (Ribu Ton)
2007
2008
2009
2010
2011*)
17.665
19.200
19.324
21.958
22.508
6,37%
Karet
2.755
2.751
2.440
2.734
3.088
5,93%
Kelapa
3.193
3.240
3.257
3.166
3.203
0,25%
Kakao
740
803
809
837
712
-1,3%
Kopi
677
698
682
686
633
-1,58%
Tebu
2.624
2.801
2.517
2.214
2.228
-3,7%
Kelapa sawit
Sumber: Pusat Data Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan, Deptan (2012) Keterangan: *angka sementara Menurut Abdurachman
diacu dalam Outlook Komoditas Pertanian
Perkebunan (2010), perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat berkembang pesat dikarenakan : 1) kebutuhan minyak nabati dunia cukup besar dan akan terus meningkat, sebagai akibat jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah, 2) diantara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi, dan 3) semakin berkembangnya jenis-jenis industri hulu pabrik kelapa sawit maupun industri hilir oleokimia dan oleomakanan (oleochemical dan oleofoods), hingga industri konversi minyak sawit sebagai bahan bakar biodiesel. Faktor tersebut memicu nilai kelapa sawit menjadi semakin tinggi sehingga pemerintah, swasta, masyarakat tertarik untuk mengembangkan komoditi kelapa sawit. Pengembangan perkebunan kelapa sawit, selain secara ekonomi menunjukkan peran yang tinggi
19
sebagai penyumbang devisa, sekaligus dapat mencapai berbagai manfaat yang terkait langsung dengan pembangunan ekonomi nasional seperti pembangunan wilayah, penumbuhan wilayah bukaan baru, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan petani. Perkembangan kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Hingga tahun 2009, produksi kelapa sawit di Indonesia terus meningkat seiring dengan luas areal kelapa sawit yang juga semakin bertambah. Secara keselurahan pada tahun 2007, luas areal kelapa sawit di Indonesia adalah sekitar sebesar 6 juta hektar namun pada tahun 2009 mencapai 8 juta hektar atau mengalami peningkatan sebesar 25 persen dalam kurun waktu 4 tahun. Dari tabel pula dapat dilihat sebagian besar areal kelapa sawit berada di pulau sumatera dengan sentra terluas berada di Provinsi Riau di ikuti Sumatera Utara.
Tabel 2. Produksi dan Luas Areal Kelapa Sawit Berdasarkan Provinsi di Indonesia Provinsi
2008
2009
Produksi
Luas
Produksi
Luas
Produksi
Luas
(Ton)
areal
(Ton)
areal
(Ton)
areal
(Ha) Aceh
2010)*
326.665
287.038
(Ha) 482.895
313.745
(Ha) 493.826
319.167
Sumut 2.738.279 1.017.574 3.158.144 1.044.854 3.230.488 1.057.769 Riau 5.764.203 1.673.553 5.932.310 1.925.344 6.064.391 1.949.061 Jambi 1.203.430
484.137 1.265.788
489.384 1.293.173
494.078
Sumsel 1.753.212
690.729 2.036.553
775.339 2.082.196
789.065
499.548
602.124
621.986
Kalbar
845.409
Kalteng 1.449.294
862.515
881.768
870.201 1.677.976 1.091.620 1.717.494 1.143.114
Sumber
: Direktorat Jenderal Perkebunan 2011 1, diolah
Keterangan
: *angka sementara
1
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/EIS-bun2010/K.Sawit-Produksi.htm dan http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/EIS-bun2010/K.Sawit-LuasAreal.html [diakses tanggal 16 maret 2011]
20
Meningkatnya luas areal dan produksi kelapa sawit tidak hanya menunjukkan peran yang penting secara nasional sebagai penyumbang devisa, tetapi juga telah meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sebagai sumber pendapatan masyarakat kebun dan keluarganya, tumbuhnya unit-unit ekonomi baru (KUD, pasar, industri) juga telah mampu mengembangkan wilayah yang tadinya tidak terdayagunakan menjadi unit-unit
satuan pemukiman baru dan penambahan pemerintahan
Desa.(World Growth, 2011). Namun, pengembangan kelapa sawit masih mengalami beberapa kendala salah satunya adalah rendahnya produktivitas tanaman karena umur tanaman yang sudah tua, tanaman rusak, maupun tanaman dengan bahan yaitu bibit, pupuk, obatobatan yang tidak sesuai standar.
Jika dibandingkan dengan Malaysia, tingkat
produksi 8 ha perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebanding dengan tingkat produksi Malaysia untuk luasan 5 ha.(Sawitwatch, 2011). Artinya, rasio produktivitas perkebunan kelapa sawit malaysia 8:5 jika dibandingkan dengan produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia. Tabel 3. Kecenderungan Produktivitas Berdasarkan Provinsi (2005-2006) No
Provinsi
Tren
No
Tren
1 Sumatera Utara
-0,53
8 Jawa Barat
-5,81
2 Sumatera Barat
-1,09
9 Kalimantan Tengah
-0,59
3 Kepulauan Riau
-0,95
10 Sulawesi Tengah
-0,89
4 Sumatera Selatan
-1,50
11 Sulawesi Selatan
-5,58
5 Bangka Belitung
-0,11
12 Sulawesi Barat
-0,53
6 Bengkulu
-1,48
13 Sulawesi Tenggara
7 Banten
-5,50
15 Irian Jaya Barat
Sumber : Direktoral Jendral Perkebunan 2011
2
Provinsi
-11,23 -0,79
2
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/EIS-bun2010/K.Sawit-Produktivitas.htm [diakses 16 maret 2011]
21
Selain berdasarkan provinsi dapat pula dilihat produktivitas kelapa sawit berdasarkan penguasaan lahannya. Secara keseluruhan, produktivitas kelapa sawit Indonesia tahun 2003 - 2009 naik sebesar 3 persen per tahun, dimana produktivitas tertinggi dicapai oleh perkebunan swasta sebesar 3,59 ton/ha, posisi kedua di capai oleh perkebunan negara dengan rata-rata produktivitas sebesar 3,48 ton/ha, dan yang paling rendah adalah produktivitas perkebunan rakyat yang hanya rata-rata sebesar 2,97 ton/ha. Pada tahun 2005, 35 persen dari total area kelapa sawit Indonesia sebesar sekitar 5,5 juta ha merupakan perkebunan rakyat yang ternyata memiliki produksi paling rendah. Usaha tani kelapa sawit juga telah mampu menyerap sekitar 2,7 juta kepala keluarga petani. Oleh karena itu, untuk mengembangkan keberlanjutan perkebunan kelapa sawit dibutuhkan usaha untuk meningkatkan produktivitas terutama perkebunan kelapa sawit rakyat yang kondisi produktivitasnya berada di bawah perkebunan negara dan swasta. Tabel 4. Produktivitas Berdasarkan Status Penguasaan Lahan Tahun
Produktivitas (Ton/Ha) Perkebunan
Perkebunan
Perkebunan
Rakyat
Negara
Swasta
Indonesia
2005
2.69
3.13
3.05
2.93
2006
3.13
3.62
3.74
3.50
2007
3.21
3.37
3.86
3.63
2008
3.33
3.82
3.42
3.42
2009*)
3.16
3.81
3.72
3.56
Rata-Rata
2.97
3.48
3.59
3.27
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan,2010 Sumatera Utara yang merupakan provinsi dengan luas areal kelapa sawit nomor dua terbesar sekaligus perkebunan kelapa sawit tertua dan pertama di Indonesia termasuk provinsi yang mengalami penurunan produktivitas di Indonesia. Oleh karena itu, perlu diadakan peremajamaan perkebunan kelapa sawit. Apalagi areal perkebunan sawit di Sumatera Utara didominasi oleh perkebunan rakyat yang umumnya memiliki produktivitas rendah bila dibandingkan dengan produktivitas
22
perkebunan swasta dan negara. Pada tahun 2000, pangsa perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara masih sekitar 19 persen, lalu meningkat pesat menjadi 39 persen di tahun 2009. Sedangkan pangsa perkebunan kelapa sawit negara dan swasta terus menurun. Pangsa perusahaan besar menurun dari 39 persen di tahun 2000 menjadi 33 persen di tahun 2009, sedangkan pangsa perkebunan kelapa sawit negara juga menurun dari 41 persen di tahun 2000 menjadi hanya 28 persen di tahun 2009. Perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat yang telah berkembang sejak tahun 1880-an kini produktivitasnya semakin menurun. Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara berkembang di seluruh kabupaten kecuali Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan dengan luas lahan terbesar berupa perkebunan rakyat. Pelaksanaan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) perkebunan kelapa Sawit (PIR-Bun Sawit) dilaksanakan di Kabupaten Langkat (PIR Lokasi, PIR Transmigrasi, PIR berbantuan), Kabupaten Simalungun (PIR lokasi), Kabupaten Asahan (PIR lokasi), Kabupaten Labuhan Batu (PIR lokasi, PIR transmigrasi), dan Kabupaten Tapanuli Selatan (PIR transmigrasi). Luas areal tersebut menyebar di berbagai kabupaten sebagai berikut : Tabel 5. Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kabupaten dan Pengusahaan di Sumatera Utara Tahun 2008 (Ha) Kabupaten
Labuhan Batu Labuhan Batu Utara Labuhan Batu Selatan Asahan Simalungun Deli Serdang Langkat Padang Laras Utara Sumber : BPS, 2009
Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat 32.927 63.061
Perusahaan Swasta
Perusahaan Negara
171.406 -
37.724
-
61.088 26.529 13.924 41.297 28.006
50.031 9.769 11.684 33.232 -
Total
83.249 287.582 - 63.061 -
37.724
46.738 157.857 691.003 105.401 17.342 42.950 8.692 123.131 - 28.006
23
Kabupaten Langkat merupakan kabupaten dimana baik perkebunan rakyat, swasta, maupun negara berkembang . Kabupaten Langkat merupakan kabupaten dengan luas lahan perkebunan sawit rakyat terluas nomor tiga di Sumatera Utara. Pada Kabupaten ini terdapat perkebunan rakyat yang dijalankan secara mandiri maupun melalui pola inti anggota koperasi. 1.2.
Perumusan Masalah Produktivitas kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara dalam beberapa
tahun terakhir menurun. Menurut Asmar Arsyad (2009), rata-rata tanaman kelapa sawit milik rakyat di Sumatera Utara usianya mencapai 28 tahun, oleh karena itu diperlukan peremajaan perkebunan kelapa sawit. Salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara adalah Kabupaten Langkat. Di Kabupaten Langkat, perkebunan kelapa sawit didominasi oleh perkebunan rakyat yakni sebesar 33,5 persen (BPS,2009) dari total perkebunan kelapa sawit di kabupaten tersebut. Kondisi sebagian besar perkebunan kelapa sawit rakyat yang sudah tua mengakibatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya rendah padahal usaha tersebut merupakan mata pencaharian bagi banyak masyarakat.Oleh karena itu, usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan. Perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut dijalankan melalui beberapa pola antara lain dilakukan secara mandiri dan melalui koperasi. Hal itu dapat di temui di Kecamatan Sei Lepan dimana terdapat dua desa yang berdampingan yakni Desa Sekoci dan Desa Harapan Makmur. Pada Desa Harapan Makmur terdapat perkebunan kelapa sawit dimana seluruh petaninya merupakan anggota KUD Berkat Anugerah Jaya. Pada Desa Sekoci, yang terletak bersebelahan dengan Desa Harapan Makmur, terdapat Perkebunan Kelapa Sawit yang dijalankan secara mandiri. Letak desa yang bersebelahan dengan sistem menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit yang berbeda membuat kedua desa tersebut menarik untuk diteliti. Dengan kondisi perkebunan yang sudah tua, peneliti ingin mengetahui bagaimana kelayakan kedua usaha perkebunan tersebut jika dilakukan peremajaan. Selain itu, dapat pula
24
dibandingkan kelayakan usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan secara mandiri dan pola koperasi, sehingga peneliti akan dapat mengetahui perkebunan mana yang memiliki kelayakan yang lebih baik, serta perbedaanperbedaan yang terdapat pada masing-masing pola pengusahaan perkebunan kelapa sawit baik berupa kelebihannya maupun kekurangannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan : 1. Bagaimana kelayakan usaha aspek non finansial dan finansial usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan melalui kerjasama pola koperasi dan mandiri ? 2. Pola pengusahaan perkebunan kelapa sawit manakah yang lebih baik kelayakannya ?
1.3.
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian : 1. Menganalisis aspek-aspek kelayakan finansial dan non finansial perencanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit petani melalui pola koperasi pada KUD Berkat Anugerah Jaya di Desa Harapan Makmur dan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara mandiri di Desa Sekoci seperti aspek pasar, aspek eknis, aspek manajemen, dan sosial. 2. Membandingkan hasil kelayakan finansial antara kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui pola koperasi dengan yang dilakukan secara mandiri.
1.4.
Manfaat Adapun tujuan penelitian ini antara lain : 1. Petani
:
Sebagai
bahan
masukan
dan
pertimbangan
dalam
menjalankan peremajaan usahatani perkebunan kelapa sawitnya. 2.
Koperasi : Sebagai bahan masukan maupun pertimbangan bagi perencanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit.
25
3. Penulis
: Membantu penulis dalam melatih kemampuan analisis
terhadap fakta dilapangan berdasarkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan dan pengetahuan umum lainnya. 4. Pihak lain : sebagai bahan rujukan untuk mengetahui bagaimana perbandingan
pendapatan
dan
produktivitas
antara
petani
yang
menjalankan perkebunan kelapa sawit melalui kemitraan inti anggota koperasi dan mandiri.
26
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit 2.1.1. Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil dan dikembangbiakkan melaui cara generatif dengan biji yang dikecambahkan (konvensional) atau dengan cara vegetatif dimana tanaman (bagian daun atau akar yang masih sangat muda) ditumbuhkan dengan alas makanan (media) buatan atau lebih dikenal dengan istilah kultur jaringan. Pertumbuhan kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari luar maupun dari dalam tanaman. Fakor yang berasal dari dalam tanaman adalah jenis dan varietas, sedangkan faktor yang berasal dari luar tanaman adalah lingkungan yakni : iklim, tanah, dan teknik budidaya yang digunakan. Menurut Hartley diacu dalam Mangoensoekarjo dan Semangun (2008), syarat iklim untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah : 1. Curah hujan sekitar 2.000 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. 2. Rata-rata suhu maksimum antara 29˚-32˚C an rata-rata suhu minimum antara 22˚-24˚C. 3. Penyinaran yang konstan dengan masa penyinaran (fotoperioditas) sekurangkurangnya 5 jam/hari untuk seluruh bulan dalam setahun, dan beberapa bulan diantaranya fotoperioditas sampai 7 jam/hari. Dari ciri di atas diketahui bahwa kelapa sawit pada umumnya tumbuh dengan baik di wilayah tropis. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan produktivitas tinggi di tanah subur maupun tanah yang tidak subur. Pada tanah yang kurang subur, produktivitas dapat ditingkatkan melalui pemberian pupuk secara tepat. Untuk tanah yang terlalu padat dapat di olah menjadi tanah gembur agar tanah mengandung oksigen.
27
2.1.2. Sejarah Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit mulai ditanam di Indonesia pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor. Sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit modern pertama diusahakan di Pulau Raja (Sumatera Utara) dan Sungai Liput (Aceh) tahun 1911. Hasil perkebunan kelapa sawit kemudian diolah pada pabrik kelapa sawit (PKS) pertama yang didirikan Di Tanah Itam Ulu (Sumatera Utara) pada tahun 1922. Pada tahun yang sama perkebunan kelapa sawit pola PIR pertama diperkenalkan di Tebenan (Sumatera Selatan) dan Alue Merah (Aceh). Ekspor minyak sawit pertama kali dari Indonesia terjadi pada tahun 1916 dengan volume ekspor 576 ton dari hasil luas areal 1272 hektar (Kurniawan, 2004). Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, perusahaan perkebunan (termasuk kelapa sawit) milik kolonial Belanda dinasionalisasi menjadi Perkebunan Negara atau sekarang dikenal dengan Perusahaan Perkebunan Negara (PTPN). Pada tahun 1960 dikeluarkan Undang-Undang No.5 mengenai pokok-pokok agraria dan Undang-Undang penanaman modal dalam negri (PMDN) serta Penanaman Modal Asing (PMA) (UU No.1 tahun 1967 dan UU No.6 tahun 1968). Hal tersebut memicu perkembangan luas areal kelapa sawit, namun hingga tahun 1976 perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya terdiri atas perkebunan negara dan perkebunan swasta (Tarigan dan Sipayung, 2011). Perkebunan kelapa sawit rakyat
muncul pada tahun 1980 setelah
dikeluarkannya kebijakan Perkebunan Inti rakyat (PIR) dimana perkebunan swasta dan perebunan negara berperan sebagai inti sedangkan masyarakat sekitar sebagai anggota koperasi. Pemerintah juga memberi dukungan melalui penyediaan perkreditan murah yaitu Kredit Perkebunan Besar Swasta Negara (PBSN) mulai dari PBSN I (1977-1981), PBSN II (1981-1986), dan PBSN III (1986-1990) dan kemudian berubah menjadi kredit koperasi primer anggota (KKPA) untuk koperasi di tahun 1996. Pola PIR yang dikembangkan antara lain adalah PIR Lokal (1980), PIR Trans.migrasi (1986), dan PIR-berbantuan Asian Development. (Tarigan dan Sipayung, 2011).
28
2.2. Pola-pola Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Perkebunan rakyat yang merupakan sebagian besar dari keselurahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terdiri atas sejumlah besar kebun-kebun yang berukuran kecil dengan status milik petani. Umumnya keadaan petani kebun tidak begitu baik. Sebagian besar petani mengalami kesulitan dalam pengembangan kebunnya karena tidak memiliki akses modal. Hal tersebut tercemin pada produktivitas dan mutu perkebunan rakyat yang lebih rendah dari perkebunan swasta dan perkebunan negara. Untuk itu dibutuhkan bantuan pemerintah dan pihak-pihak lain agar perkebunan rakyat dapat meningkatkan produktivitas dan hasil mutunya. Oleh
karena
itu
dikembangkanlah
beberapa
pola
yang
ditujukan
untuk
mengembangkan perkebunan rakyat melalui penerapan teknologi, peningkatan kemampuan teknis petani, penyedia modal, sarana produksi serta pengolahan. Berikut pola-pola pengembangan perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Indonesia (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003; Tarigan dan Sipayung, 2011; 1. Perkebunan Inti Rakyat : dalam pola ini, perkebunan inti baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta yang mempunya kemampuan cukup diberi tugas untuk membangun suatu perkebunan, unit usaha, serta fasillitas umum. Sebagian perkebunan tersebut nantinya akan menjadi milik rakyat, sedangkan sebagian lagi akan menjadi milik perusahaan dengan perbandingan luas kebun anggota plasma : luas kebun inti sebesar 60:40. Nantinya luas areal petani plasma akan di distribusikan kepada petani terkait dengan luas masing-masing sebesar 2 ha/petani. Seluruh biaya pembangunan kebun akan di tanggung oleh masingmasing petani dengan cara petani melakukan pencicilan melalui pemotongan pendapatan hasil kebunnya yang dijual ke perusahaan inti untuk diolah dalam tenggang waktu tertentu. Pola ini terdiri atas PIR-Perkebunan, PIR-Transmigrasi, PIR-Lokal, dan PIR-Berbantuan. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003; Tarigan dan Sipayung, 2011; Sunarko, 2009; Direktorat Jendral Perkebunan, 2007) : 2. Pola Unit Pelaksana Proyek (UPP) : pola ini dilakukan dengan pembentukan unit-unit yang dipersiapkan untuk membimbing dan membina petani yang
29
sudah memiliki areal perkebunan (bukan tanaman baru). Selain bimbingan teknis, disediakan pula kredit lunak dan sarana produksi. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). 3. Pola Pembinaan Parsial: Pola ini sama seperti pola UPP hanya saja tidak menyediakan bantuan modal (kredit). (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). 4. Pola Pengabdian Misi-30 : Pola ini tidak di definisikan secara tegas. Pola ini intinya menghimbau agar perkebunan negara dan perkebunan swasta untuk membina dan memberi bantuan kepada perkebunan rakyat yang mengusahakan tanaman sejenis dalam radius 30 km dari batas-batas perkebunan negara ataupun swasta. Pola ini bertujuan agar tercipta transfer teknologi dari perkebunan negara atau swasta ke perkebunan rakyat sehingga akan memicu kemajuan di perkebunan rakyat sekitar mereka. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). 5. Pola Kredit Koperasi Primer Kepada Anggota (KKPA) : Pada pola ini, perusahaan bertanggung jawab untuk membangun kebun dengan biaya kredit dari perbankan, bertanggung jawab atas pengembalian kredit terhadap bank, serta membeli hasil kebun petani. Sedangkan petani wajib menjual hasil kebunnya serta membayar angsuran melalui koperasi yang dibentuk. Koperasi berhak melakukan pengawasan terhadap perusahaan inti. Setelah petani melunasi kewajibannya, perusahaan harus memberikan sertifikat tanah kepada petani. (Sunarko, 2009). 6. Pola Program Revitalisasi Perkebunan (PRP) tahun 2006 : Revitalisasi perkebunan sebenarnya bukan merupakan hal baru, hanya saja melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/05/06 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK/12/06 serta penunjukan 5 bank pelaksana oleh Menteri Keuangan, yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Sumut dan Bank Nagari. Menurut pedoman umum revitalisasi perkebunan yang dikeluarkan oleh direktorat jendral perkebunan, program ini bertujuan untuk mempercepat pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan,
30
peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan perkebunan sebagai mitra dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Pelaksanaan kemitraan dalam program ini dapat kemitraan inti-anggota koperasi, manajemen satu atap, dan khusus untuk eksPIR dapat menggunakan pola PIR yang sama seperti terdahulu (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007). 2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Mukti dengan judul analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit di Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, institusional, sosial dan lingkungan investasi tersebut dinyatakan layak. Sedangkan dari aspek finansial berdasarkan asumsi-asumsi dan kriteria yang digunakan pada skenario I dimana usaha dijalankan dengan dana milik sendiri, investasi tersebut dinyatakan layak dilaksanakan dengan nilai IRR 22,34, NPV Rp 106.698.657.000, B/C 2,30, PP 3 tahun 8 bulan. Sedangkan pada skenario II dimana usaha tersebut dijalankan dengan dana pinjaman, investasi tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan secara finansial menurut hasil penilaian NPV Rp 30.727.367.000, IRR 9,03, B/C 0,63, PP 6 tahun 4 bulan. Total investasi pembangunan pabrik kelapa sawit adalah sebesar Rp 82.368.421.000. Pada penelitian ini, peneliti tidak meneliti invesatasi pabrik pengolahan kelapa sawit melainkan perkebunan kelapa sawit . Pada penelitian Mukti, dilakukan pula analisis sensitivitas dengan indikator kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan indikator kenaikan harga pupuk dan penurunan harga tandan buah segar kelapa sawit. Hassan (2002) melakukan penelitian mengenai kelayakan peremajaaan di Kebun Rejosari milik PTPN VII yang dilakukan secara mandiri. Hasil kriteria investasi yang dilakukan untuk setiap 1 hektar menunjukkan bahwa peremajaan ini layak dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 7.420.156.252,00 Net B/C sebesar 2,76 IRR sebesar 33,17 % dan Payback Period (PP) selama 7 tahun dengan
31
umur optimum untuk melakukan peremajaan 27 tahun. Pada penelitian tersebut dilakukan juga melakukan analisis switching value terhadap penurunan harga jual tandan buah segar (TBS) dan kenaikan biaya produksi yang hasilnya menunjukkan bahwa proyek peremajaan ini akan tetap member keuntungan selama penurunan harga jual tidak lebih dari 45,16 persen dan kenaikannya tidak lebih dari 154,92 persen. Penelitian yang dilakukan penulis juga menganalisis kelayakan peremajaan perkebunan kelapa sawit namun, perkebunannya merupakan perkebunan rakyat yang dijalankan melalui koperasi dan secara mandiri. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis switching value terhadap penurunan harga jual dan kenaikan biaya produksi yakni pupuk. Ikhsan dan Abdussamad (2008) juga melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilakukan pada perkebunan kelapa sawit rakyat yang menggunakan pola inti-anggota koperasi dalam rangka mengikuti program revitalisasi perkebunan tahun 2006 yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil yang diperoleh melalui kriteria investasi untuk setiap 2 hektar dinyatakan layak dengan rincian IRR sebesar 28,43 %, NPV sebesar Rp 69.180.976,64, dan Net B/C sebesar 2,73. Selanjutnya pada tahun 2011, Budiasa melakukan penelitian dengan membandingkan kelayakan antara perkebunan kelapa sawit inti dan perkebunan kelapa sawit anggota koperasi dalam rangka proyek PIR-Bun yang di prakarsai oleh PT. Horison Inti Persada di Provinsi Papua dengan luas kebun inti sebesar 8.033 ha dan kebun anggota koperasi sebesar 11.300 ha. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Budiasa diperoleh hasil berupa kriteria investasi yakni NPV sebesar Rp 164,50 juta dan IRR sebesar 18,07 persen untuk perkebunan inti. Kelayakan untuk pembangunan perkebunan anggota koperasi yaitu IRR sebesar 22,37 % dan NPV sebesar Rp 53.634,97 juta. Dari penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa pembangunan perkebunan anggota koperasi memiliki nilai kelayakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembangunan kebun inti. Budiasa dalam penelitiannya melakukan perbandingan kelayakan antara pembangunan PIR-Bun dan perkebunan inti oleh PT. Horison Inti Persada, sedangkan peneliti ingin menbandingkan
32
kelayakan peremajaan kebun petani anggota koperasi yang dilakukan melalui koperasi dengan kelayakan peremajaan kebun yang dilakukan secara mandiri di Kabupaten Langkat.
33
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Koperasi Definisi koperasi menurut Internasional Cooperation Aliance (ICA) Koperasi adalah kumpulan otonom dari orang-orang yang begabung secara sukarela guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, dan aspirasi-aspirasi yang sama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikelola secara demokratis (Nurseto, 2010). Menurut ICA diacu dalam Nurseto (2010) , koperasi memiliki nilainilai seperti menolong diri sendiri, tanggung jawab, demokrasi, persamaan, keadilan, dan kesetiakawanan. ICA juga menyebutkan bahwa koperasi memiliki prinsip antara lain : 1. Keanggotaan secara sukarela. 2. Pengawasan secara demokratis oleh anggota. 3. Partisipasi ekonomi oleh anggota. 4. Otonomi dan kemandirian. 5. Pelatihan, pendirian, dan informasi. 6. Kerjasama antar koperasi. 7. Kepedulian terhadap komunitas. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki peran dan fungsi sebagai berikut : 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehdupan manusia dan masyarakat. 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
34
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. 3.1.2. Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan atau bisnis akan memberi keuntungan yang layak bila dilaksanakan. Hasil dari analisis tersebut nantinya dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi berbagai pihak yang terkait dengan bisnis. Penilaian atas suatu kelayakan bisnis terdiri atas berbagai macam aspek. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003) aspek-aspek yang dinilai dari kelayakan antara lain adalah : 1.
Aspek Hukum Aspek hukum merupakan aspek yang bertujuan untuk mengkaji kelengkapan
dan
kejelasan
dokumen-dokumen
terkait
pendirian
dan
pengembangan suatu bisnis. Hal ini perlu dikaji karena menyangkut kelangsungan hidup suatu bisnis serta meyakinkan para kreditur dan investor. Selain itu, dengan keabsahan aspek hukum, perusahaan juga dapat menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap kewajiban dan hak masing-masing pihak dapat digunakan sebagai dasar hukum bila terjadi masalah di waktu yang akan datang. Setiap usaha yang berbeda memiliki kajian aspek hukum yang berbeda pula. Secara umum, dokumen-dokumen yang perlu diteliti dalam suatu studi kelayakan adalah bentuk badan usaha, bukti diri pemilik usaha, tanda daftar perusahaan (TDP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), izin-izin perusahaan sesuai jenis bidang usahanya, serta keabsahan dokumen lainnya. 2. Aspek Pasar dan Pemasaran Tujuan dari analisis aspek ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki peluang pasar yang diinginkan atau tidak. Aspek ini akan mengkaji seberapa besar pasar yang akan dimasuki, bagaimana strukturdan peluang pasar yang ada, bisnissi mengenai keadaan pasar di masa yang akan datang serta strategi yang tersedia untuk mengantisipasinya. 3. Aspek Finansial
35
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu bisnis akan menguntungkan selama umur bisnis. Umur bisnis yang direncanakan dalam suatu analisis finansial tidak jarang memiliki waktu yang panjang sehingga arus pengeluaran dan pemasukan tidak terjadi dalam satu waktu melainkan sepanjang umur bisnis. Oleh karena itu dibutuhkan konsep nilai waktu terhadap uang dalam identifikasi biaya dan manfaat bisnis. Dalam suatu analis finansial bisnis, biaya dan manfaat finansial akan menjadi komponen pembentuk cashflow. Cashflow akan menggambarkan aliran penerimaan dan pengeluaran suatu bisnis dalam periode tertentu yang terdiri atas inflow (arus penerimaan), outflow (arus pengeluaran), manfaat bersih (net benefit), dan manfaat bersih tambahan (incremental net benefit) bila diperlukan. Nantinya, cashflow dapat dianalisis lebih lanjut melalui kriteria-kriteria kelayakan investasi seperti IRR, Net B/C, Gross B/C, NPV, dan PP untuk menilai bagaiman kelayakan suatu bisnis. Dalam pengkajian aspek finansial dapat pula dilihat sensitivitas finansial bisnis terhadap perubahan. Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena adanya unsur ketidakpastian dalam suatu bisnis. Perhitungan analisis sensitivitas suatu bisnis dilakukan melalui bisnis-bisniss keadaan pada masa yang akan datang yang akan memberi pengaruh terhadap bisnis. Perubahan yang biasa terjadi secara umum dikarenakan : harga, keterlambatan pelaksanaan, biaya, serta hasil produksi (Gittinger dan Kadariah, 1986). Analisis aspek ini bertujuan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan secara keseluruhan. Hasil analisis aspek ini digunkan untuk melihat apakah bisnis yang dilaksanakan dapat memberi keuntungan yang layak serta mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Hal-hal yang dinilai dari aspek keuangan suatu perusahaan antara lain : sumber dana yang akan diperoleh, kebutuhan biaya investasi, estimasi pendapatan dan biaya selama umur usaha, neraca dan laporan laba/rugi untuk beberapa periode ke depan, kriteria penilaian investasi, serta rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan. 4. Aspek Teknis
36
Aspek teknis penting dianalisis untuk menilai bagaimana kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya sehingga bila tidak dianalisis dengan baik dapat berakibat fatal bagi kelangsungan usaha. Melalui analisis aspek teknis, aspekaspek lainnya akan dapat dianalisis pula. Beberapa hal yang perlu dikaji dalam penilaian aspek teknis antara lain adalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (lay out), peralatan, proses produksi, teknologi, serta tenaga kerja (Hopkins, 1972; Nurmalina et all, 2010). 5.
Aspek Manajemen Aspek ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengorganisasian suatu perusahaan. Aspek ini akan menganalisis bagaimana fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), serta pengawasan (controlling) diterapkan pada suatu bisnis. Fungsi-fungsi tersebut saling berkaitan sehingga harus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan.
6.
Aspek Ekonomi dan Sosial Suatu bisnis dapat memberikan dampak baik positif kepada masyarakat maupun pemerintahan baik secara ekonomi maupun secara sosial. Dampak bisnis terhadap ekonomi dapat berupa peningkatan pendapatan, pengorganisasian sumber daya alam, peningkatan perekonomian pemerintah baik regional maupun nasional, serta pengembangan wilayah. Dampak sosial suatu usaha dapat berupa perubahan demografi, budaya, dan kesehatan masyarakat. Aspek ini sangat penting dikaji karena suatu bisnis diharapkan akan dapat memberi dampak positif lebih banyak dibandingkan dengan dampak negatifnya.
7.
Aspek lingkungan Tujuan dari analisis aspek ini adalah untuk menghindari dampak-dampak negatif dari suatu bisnis terhadap lingkungan baik pada saat ini maupun pada saat yang akan datang. Dampak suatu bisnis terhadap lingkungan dapat berupa perubahan fisik, kimia, ataupun sosial. Analisis ini menjadi sangat penting seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran mayarakat terhadap lingkungan. Suatu
37
bisnis dikatakan layak apabila memberikan lebih banyak memberikan dampak positif dibandingkan dampak negatif terhadap lingkungannya.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Perkebunan rakyat merupakan perkebunan dengan produktivitas paling rendah jika dibandingkan dengan perkebunan swasta dan perkebunan Negara (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Perkebunan rakyat sendiri terbagi lagi atas dua, yaitu perkebunan rakyat yang dijalankan secara mandiri dan perkebunan rakyat yang dijalankan melalui pola inti-anggota koperasi. Penelitian ini akan menganalisis perencanaan peremajaan perkebunan rakyat yang sudah ada sebelumnya baik yang dijalankan secara mandiri maupun melalui pola koperasi. Analisis yang digunakan adalah analis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif
dilakukan
untuk
menjelaskan
aspek-aspek
non-finansial
dengan
menggunakan teori-teori terkait. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui aspek finansia lyang dinilai berdasarkan kriteria kelayakan investasi suatu bisnis yang meliputi NPV, Net B/C, PP dan IRR serta analisis sensitivitas. Analisis kuantitatif juga digunakan untuk melihat bagaimana aspek finansial perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara mandiri sebagai pembanding. Informasi tersebut nantinya akan berguna untuk mengetahui layak tidaknya kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit serta bagaimana perbandingan hasil antara kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit mitra dan non-mitra. Jika hasilnya tidak layak, maka dapat dirumuskan usaha-usaha efesiensi yang memungkinkan untuk dilakukan pada usaha perkebunan kelapa sawit tersebut.
38
1. Produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat rendah akibat umur pohon yang sudah tua. 2. Perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Langkat didominasi oleh perkebunan kelapa sawit rakyat. 3. Diperlukan usaha peremajaan.
Petani mandiri
Petani melalui koperasi
Analisis kelayakan bisnis
Aspek Pasar
Analisis Finansial :
Aspek Teknis
Analisis Kriteria Investasi : NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period (PP)
Aspek Lingkungan Aspek Hukum
Analisis Switching value
Layak
Tidak Layak
Lanjutkan
Evaluasi Rekomendasi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
39
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sekoci dan Desa Harapan Makmur, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dimana kedua Desa tersebut saling bersebelahan. Pada Desa Sekoci penelitian dilakukan pada usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan antara petani dengan PT Anugerah Langkat Makmur. Kemitraan ini berbentuk pola inti-anggota koperasi dimana KUD BAJA menjadi anggota koperasi dan PT Anugerah Langkat Makmur menjadi inti.
Pada Desa Sekoci, dilakukan
penelitian pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat yang dijalankan secara mandiri oleh petani. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juli 2012. 4.2 Jenis dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden. Data sekunder diperoleh melalui hasil studi literatur, bahan bacaan seperti : text book, internet, jurnal, serta instansi terkait. 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, pengisian kuesioner, dan studi pustaka. Wawancara merupakan teknik tanya jawab kepada responden untuk mendapatkan informasi. Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara menggunakan kuisioner yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan wawancara yang bersifat spontan. Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden. Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuesioner kemudian dicatat. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien untuk mengetahui secara pasti data yang dibutuhkan. Selanjutnya untuk membantu dalam analisis data dan landasan teori, digunakan pula teknik studi pustaka yang bersumber dari buku, jurnal, internet, dan lembaga terkait. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 20 yang terbagi atas 2 cluster yakni 10
40
orang petani anggota koperasi dan 10 orang petani mandiri serta 1 orang informan. Pengambilan responden petani dilakukan dengan metode purposive sampling dengan kriteria petani yang terbuka dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
Informasi petani anggota koperasi dimanfaatkan untuk mengetahui
karakteristik petani beserta informasi-informasi mengenai koperasi dan jalannya kemitraan. Selain itu peneliti juga mewawancarai seorang informan yakni asisten lapang PT Anugerah Langkat makmur dimana informasinya akan digunakan untuk mengetahui proses budidaya perkebunan kelapa sawit anggota koperasi. Pada penelitian perkebunan kelapa sawit mandiri, informasi yang didapat dari responden petani digunakan baik untuk mengetahui karakteristik petani maupun pelaksanaan usaha perkebunan kelapa sawit secara keseluruhan.
4.4 Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data antara lain adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dimana luasan lahan yang dianalisis adalah seluas 2 Ha. Dalam analisis data kualitatif, pengolahan data menggunakan teknik non statitistik disebabkan bentuk data-data lapangan yang diperoleh selama penelitian tidak berbentuk angka-angka melainkan kata-kata atau narasi. Metode analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Sedangkan metode analisis kuantitatif atau metode analisis yang mengolah data berupa angka akan digunakan untuk menganalisis aspek finansial meliputi kriteria-kriteria investasi seperti Net present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) dan analisis sensitivitas. 4.5. Kriteria Kelayakan Investasi 1. Net Present Value (NPV) NPV adalah manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek yang merupakan selisih antara manfaat total present value (PV) dan biaya total.Suatu investasi dikatakan layak jika NPV >0, sedangkan bila hasil NPV < 0 maka usaha tersebut
41
dikatakan tidak layak (Kadariah, 1978; Nurmalina et all, 2010). Secara matematis, maka perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan: Bt = penerimaan bruto tahun ke-t Ct = biaya bruto tahun ke-t N = umur ekonomis usaha T = tahun I = tingkat suku bunga (discount rate) 2. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih terhadap NPV total dari biaya bersih ((Nurmalina et all, 2010) atau dengan kata lain net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negative (Nurmalina et all, 2010). Secara matematis, untuk menghitung nilai net B/C dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Net B/C = Dimana : Bt
= Manfaat pada tahun t
Ct
= Biaya pada tahun t
I
= Discount rate (%)
t
= tahun
3. Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return (IRR) digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat pengembalian suatu usaha terhadap investasi yang telah dilakukan (Nurmalina et all, 2010). Jika nilai IRR lebih besar atau sama dengan discount rate yang telah ditentukan, maka usaha dapat dikatakan layak namun, jika IRR lebih kecil dari
42
discount rate yang telah ditentukan, maka usaha dikatakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1978). Secara matematis, IRR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IRR = it +
x (i2-i1)
4. Payback Period (PP) PP digunakan untuk melihat waktu yang dibutuhkan suatu usaha dalam member pengembalian sesuai dengan investasi yang telah ditanamkan (Nurmalina et all,2010). Semakin kecil angka PP maka semakin cepat tingkat pengembalian investasinya begitu juga sebaliknya (Kasmir, 2003). Untuk menghitung nilai PP, maka dapat digunakan rumus matematis berikut :
PP = Dimana : I
= besar biaya investasi yang diperlukan
Ab = manfaat bersih yang diperoleh setiap tahun
43
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Singkat Lokasi Penelitian Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi Lokasi penelitian perkebunan kelapa sawit anggota koperasi berada di Desa Harapan Makmur, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sebagian besar warga desa ini merupakan bagian anggota proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIRLOK) Sei Lepan yang diresmikan oleh Mentri Transmigrasi Lokal Sei Lepan pada tanggal 1 april 1982. Namun, proyek PIRLOK ini ternyata tidak berjalan lancar karena kondisi tanah yang tidak cocok di tanami palawija sehingga sebagian warga terpaksa meninggalkan lokasi proyek untuk mencari penghidupan lain. Pada kondisi tersebut, beberapa warga berinisiatif untuk mendatangi Kantor Bupati Langkat untuk mencari jalan keluar. Akhirnya diputuskan bahwa warga PIRLOK Sei Lepan akan didukung oleh PT Anugerah Langkat Makmur untuk melakukan kerjasama usaha perkebunan kelapa sawit melalui pola inti anggota koperasi. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga PIRLOK Sei Lepan, dibentuk pula koperasi melalui rapat anggota PIRLOK Sei Lepan yang diprakarsai PT Anugerah Langkat Makmur sehingga terbentuklah KUD Berkat Anugerah Jaya. KUD ini lalu diresmikan pada tanggal 8 januari 1992. KUD Berkat Anugerah Jaya memiliki anggota sebesar 243 KK. Pada penelitian ini, dianalisis pula Usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan petani secara mandiri. Lokasi penelitian kelayakan usaha perkebunan mandiri penelitian kali ini adalah di Desa Sekoci. Desa Sekoci merupakan salah satu desa di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Desa ini tepat bersebelahan dengan Desa Harapan Makmur dimana terdapat KUD Berkat Anugerah Jaya. Desa Sekoci memiliki luas sebesar 8.056 hektar dengan jumlah penduduk 4.523 jiwa. Mayoritas mata pencaharian penduduk desa ini berasal dari sektor pertanian antara lain bersawah dan berkebun. Dahulu, Desa Sekoci terkenal sebagai penghasil jeruk namun karena alasan sulitnya akses pemasaran akhirnya banyak petani yang
44
beralih menanam karet dan kelapa sawit. Pada desa ini terdapat 4600 hektar lahan sawit, 90 hektar lahan sawah, dan 2000 hektar lahan karet di Desa Sekoci. Dari data tersebut dapat dilihat pula bahwa perkebunan sawit merupakan mata pencaharian mayoritas penduduk Desa Sekoci. 5.2 Deskripsi Karakteristik Petani Responden Responden penelitiaan ini terdiri atas 20 orang yang terbagi atas dua klaster yakni responden petani anggota koperasi dan responden petani mandiri. Responden petani anggota koperasi merupakan petani anggota KUD Berkat Anugerah Jaya yang bermitra dengan PT. Anugerah Langkat Makmur di Desa Harapan Makmur. Petani mandiri yang dijadikan responden merupakan petani kelapa sawit yang ada di daerah Desa Sekoci, yakni Desa yang bersebelahan dengan Desa Harapan Makmur. Karakteristik yang di analisis oleh peneliti antara
lain adalah usia, tingkat
pendidikan, luas lahan, dan lama pengalaman usahatani. Jumlah petani responden dalam penelitian ini adalah 20 orang yang terdiri atas 10 orang petani anggota koperasi dan 10 orang petani mandiri. Petani anggota koperasi diambil melalui purposive sampling hal tersebut dikarenakan peneliti punya pertimbangan tertentu dalam memilih petani responden. Peneliti lebih mengutamakan petani responden yang cenderung aktif dalam KUD Berkat Anugerah Jaya sehingga diharapkan responden lebih memahami usaha perkebunan yang terjadi. Sedangkan untuk pengambilan petani responden mandiri digunakan metode purposive sampling disebabkan peneliti yang mengutamakan kemudahan dan kenyamanan dalam menentukan respondennya. 5.2.1 Karakteristik Responden Petani Anggota Koperasi a. Usia Petani Responden Anggota Koperasi Sebaran usia petani responden berada pada usia 36 hingga 61 tahun, dimana usia 36 tahun merupakan pencilan. Hal tersebut terjadi karena anggota koperasi Berkat Anugerah Jaya adalah warga yang merupakan anggota program PIRLOK Sei Lepan pada tahun 1982.
45
Tabel 6. Karakteristik Petani Anggota Koperasi Responden Berdasarkan Usia Tahun 2012 No.
Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang)
Presentase (%)
1.
25-35
1
10
2.
36-50
6
60
3.
51-65
3
30
10
100
Total
b. Tingkat Pendidikan Petani Responden Anggota koperasi Keberagaman tingkat pendidikan petani anggota koperasi responden berada pada tingkat SLTP hingga SLTA. Tidak ditemukan petani yang telah menamatkan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang ditemui pada petani anggota koperasi paling banyak pada tingkat pendidikan SLTA.
Tabel 7. Karakteristik Petani Anggota Koperasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1.
SD
2
20
2.
SLTP
3
30
3.
SLTA
5
50
Total
10
100
c. Luas Lahan Petani Responden Anggota Koperasi Pada petani responden anggota koperasi, luas lahannya seragam yakni 2 ha. Hal itu disesuaikan dengan hak petani pada keputusan bupati setempat sebelum kerjasama inti anggota koperasi terjalin dimana setiap peserta Pirlok Sei Lepan berhak menerima masing-masing lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2 ha, lahan pekarangan 500 persegi dan 1 unit rumah type 36. d. Status Usahatani Tandan Buah Sawit (TBS) Petani Anggota koperasi
46
Seluruh petani responden petani anggota koperasi menyatakan bahwa usahatani kelapa sawit kebun anggota koperasi mereka merupakan pekerjaan sampingan. Hal tersebut dikarenakan sistem manajemen satu atap dimana pemeliharaan tanaman dan panen, pengadaan dan pembelian pupuk serta pestisida, pengangkutan TBS dari TPH ke pabrik, dan pemeliharaan fasilitas dilakukan oleh perusahaan inti. Hal tersebut membuat petani memiliki banyak waktu luang sehingga memutuskan untuk mengembangkan usaha lain seperti berternak, berdagang, maupun membuka kebun kelapa sawit secara mandiri di daerah lainnnya.
5.2.2. Karakteristik Petani Responden Mandiri a. Usia Petani Responden Mandiri Sebaran usia petani responden mandiri berada pada rentang umur 39 hingga 55 tahun. Petani mandiri umumnya berada pada usia paruh baya. Namun, Usia tidak begitu berpengaruh terhadap kinerja petani karena secara umum budidaya di lapangan dilaksanakan dengan mengupah buruh.
Tabel 8. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Usia No.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah Responden (Orang)
Presentase (%)
1.
36-50
9
90
2.
51-65
1
10
10
100
Total
b. Tingkat Pendidikan Petani Responden Anggota koperasi Keberagaman tingkat pendidikan petani responden anggota koperasi berada pada tingkat SD hingga perguruan tinggi. Melalui pendidikan, petani dapat mengetahui cara budidaya dan pemasaran yang lebih baik. Pada petani kelapa sawit di Desa Sekoci, pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja usahatani. Dalam proses budidaya dan pemasaran, petani lebih mengandalkan pengalaman bertani mereka. Tingkat pendidikan petani responden anggota koperasi dapat dilihat sebagai berikut : 47
Tabel 9. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1.
SD
1
10
2.
SLTP
0
0
3.
SLTA
8
80
4.
Perguruan Tinggi
1
10
10
100%
Total
c. Luas Lahan Petani Responden Mandiri Pada petani responden anggota koperasi, luas lahannya beranekaragam. Sebarannya ada pada luasan 0,5 ha hingga 34 ha. Terdapat 4 petani yang memiliki lahan seluas lebih dari 2 Ha, 5 petani yang memiliki lahan antara 2-5 Ha, dan 1 petani yang memiliki lahan diatas 5 Ha. Rata-rata luas lahan milik petani mandiri adalah sebesar 4,8 ha.
Tabel 10. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Luas Lahan No.
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1.
<2
4
40
2.
2-5
5
50
3.
>5
1
10
10
100
Total
d. Status Usahatani Tandan Buah Sawit Sebagian besar petani responden Mandiri menganggap usahatani tandan buah sawit merupakan pekerjaan utama mereka. Hal tersebut disebabkan penghasilan dari usahatani tersebutlah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan merupakan pendapatan paling besar dibandingkan dengan pendapatan lainnya. Sebagian Petani responden menganggap usahatani tandan buah sawit sebagai pekerjaan sampingan dikarenakan lahannya yang kecil dan motif bertaninya yang
48
hanya ingin memanfaatkan lahan yang ada. Responden tersebut mempunya pekerjaan lain yakni sebagai perangkat desa.
Tabel 11. Karakteristik Petani Mandiri Menurut Status Usahatani No.
Status usahatani
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1.
Pekerjaan sampingan
2
20
2.
Pekerjaan utama
80
80
10
100
Total
49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Aspek Kelayakan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota Koperasi Penelitian ini akan membahas aspek kelayakan usaha dari sisi Finansial dan Non Finansial. Analisis Finansial bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha melalui kriteria-kriteria aspek finansial. Analisis non finansial akan dikaji untuk mengetahui kelayakan usaha ini terhadap aspek-aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, serta aspek lingkungan.
6.1.1 Aspek Pasar Pasar merupakan aspek yang sangat penting karena menyangkut eksistensi bisnis pada masa yang akan datang. Salah satu cara menganalisis aspek pasar adalah dengan mengetahui bagaimana kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi. Pada perkebunan petani yang melalui koperasi, terjalin kemitraan dengan perusahaan. Pada perjanjian tersebut disebutkan bahwa petani anggota koperasi diharuskan menjual seluruh hasil kebunnya kepada pihak inti melalui koperasi. Koperasi sendiri berhak menerima fee sebesar 2% dari seluruh total keuntungan sebagai balas jasa yang nantinya akan dipergunakan juga untuk kepentingan petani yang merupakan anggota koperasi. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh manajer KUD Berkat Anugerah Jaya, harga yang diterima oleh petani anggota koperasi ditentukan oleh pihak perusahaan inti. Artinya, hargayang ditentukan mengacu pada harga yang telah ditetapkan oleh Kantor Pemasaran Sawit Bersama Sumatera Utara . Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, harga beli bagi petani anggota koperasi juga lebih tinggi 50% dibandingkan petani rakyat nonanggota koperasi, sehingga jauh lebih menguntungkan. Saluran pemasaran seluruh petani anggota koperasi dapat dilihat sebagai berikut : Perkebunan PIRLOK Sei Lepan melalui KUD Berkat Anugerah Jaya
Pabrik Pengolahan PT Anugerah Langkat Makmur
Gambar 2. Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani Anggota koperasi
50
Selain melalui kondisi permintaan dan penawaran, aspek pasar dapat pula dilihat dari bauran pemasaran. Bauran pemasaran sendiri terdiri dari produk, tempat, promosi, serta harga. Pada usaha perkebunan kelapa sawit plasma dapat dilihat produk yang di usahakan berupa tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Lokasi perkebunan kelapa sawit anggota koperasi tersebut memanfaatkan lokasi program PIR TRANS 1982 di kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat yang pada saat itu tidak termanfaatkan. Dalam memasarkan produknya, petani anggota koperasi tidak melakukan promosi. Hal tersebut dikarenakan telah ada perjanjian bahwa seluruh hasil kebun kelapa sawit anggota koperasi harus dijual kepada perusahaan inti yakni pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Anugerah Langkat Makmur. Mengenai harga yang diterima, penentuan harga di pihak perusahaan haruslah berdasarkan acuan harga kantor pemasaran bersama Sumatera Utara. Pada umumnya, harga yang diterima oleh petani anggota koperasi mengikuti harga pasar nasional yang berlaku dan pada umumnya 50 % lebih tinggi daripada petani mandiri. 6.1.2 Aspek Teknis 1. Lokasi Perkebunan Perkebunan anggota koperasi terletak dikelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasi tersebut awalnya merupakan areal proyek transmigrasi lokal pada tahun 1982. Letak areal tersebut kurang lebih 100 Km dari Kota Medan. Awalnya lahan tersebut merupakan areal proyek Pirlok Sei Lepan tahun 1982, namun karena kondisi tanah yang tidak sesuai dengan tanaman palawija sedangkan pada saat tersebut mata pencaharian anggota pirlok masih tidak menentu sehingga lahan tersebut terlantar dan sebagian warga meninggalkan daerah tersebut. Akhirnya, dilakukanlah kerja sama inti-anggota koperasi antara anggota pirlok yang bersedia dengan PT Anugerah Langkat Makmur untuk memanfaatkan lahan tersebut menjadi perkebunan kelapa sawit dimana setiap anggota berhak atas 2 ha lahan perkebunan kelapa sawit dimana usaha perkebunan mereka dinaungi oleh koperasi yakni KUD Berkat Anugerah Jaya.
51
2. Luasan Produksi Total luas perkebunan kelapa sawit anggota koperasi adalah seluas 486 Ha dengan kepemilikan masing-masing anggota adalah 2 ha. Status lahan adalah milik petani yang sudah bersertifikat. 3. Fasilitas Produksi dan Fasilitas Pendukung Produksi Fasilitas produksi kebun kelapa sawit mulai dari kampak,gancu, dodos, hegrek, dan saprotan disediakan oleh pihak KUD Berkat Anugerah Jaya. Namun, ada juga fasilitas produksi yang dapat dipinjam secara gratis oleh pihak petani anggota koperasi ke perusahaan dikarenakan harganya yang mahal dan jarang digunakan, yaitu fullspog (alat untuk fogging). Untuk kelancaran proses produksi, di bangun pula sarana pendukung produksi secara kolektif bagi petani anggota koperasi. Sarana yang telah di investasikan sejak awal antara lain : jalan utama dan produksi, pembuatan drainase, pembuatan goronggorong, serta pemasangan titi (jembatan) kayu. 4. Ketersediaan Bahan Baku Sesuai dengan perjanjian dalam kemitraan yang telah disepakati, seluruh bahan baku seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan di sediakan oleh pihak KUD Berkat Anugerah Jaya. 5. Proses Produksi Pelaksanaan proses produksi perkebunan kelapa sawit petani melalui KUD Berkat Anugerah Jaya dijalankan dengan sistem manajemen satu atap. Menurut Permentan No.33/Permentan/OT.140/7/2006 disebutkan bahwa pola manajemen satu atap adalah pengelolaan kebun anggota koperasi yang dilakukan perusahaan inti mulai dari proses penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan sehingga petani hanya menerima hasil pendapatan bersih dari perusahaan. Dalam kemitraan ini, petani anggota koperasi berhak menerima laporan keuangan dan hasil dari kebunnya yang akan di salurkan melalui koperasi. Berikut hasil wawancara peneliti dengan asisten lapang dan manajer koperasi mengenai budidaya perkebunan kelapa sawit anggota koperasi : 5.1. Pembibitan
52
Bibit yang digunakan adalah bibit merk marihat. Bibit tersebut akan ditanam ke polybag pre nursery dan dipelihara selama 3 bulan. Penanaman bibit ke dalam polybag pre nursery dilakukan secara borongan dengan upah 300 polybag/HK. Selanjutnya pada umur 3 bulan, bibit tersebut akan dipindahkan ke polybag yang lebih besar yakni polybag main nursery. Pemindahan bibit tersebut juga dilakukan secara borongan dengan upah 110 polybag/HK. Bibit tersebut akan dirawat selama 9 bulan di polybag main nursery hingga berumur 12 bulan atau 1 tahun. 5.2. Pemancangan dan membuat lubang tanam Pemancangan dilakukan secara borongan oleh buruh harian lepas dengan jarak tanam segitiga sama sisi yakni 9,40x9,40 sehingga antar barisan yang satu dengan yang lain akan berjarak 8,14. Tinggi tiang pancang minum 1 meter diatas tanah dengan menggunakan bambu. Lalu di bawah setiap tiang pancang digal lubang tanam dengan ukuran 60x60x60. Pada saat menggali pisahkan top soil dan sub soil di kanan dan kiri lubang. 5.3. Penanaman Sayat polibag dari arah bawah ke atas lalu pindahkan bibit ke lubang. Lubang yang telah diisi bibit ditutup dengan anah top soil terlebih dahulu lalu lanjutkan dengan tanah sub soil dan dipadatkan bagian atasnya. Bagian tepi tanaman lalu dibersihkan dari gulma hingga membentuk piringan dengan ukuran jari-jari kurang lebih 50cm. Di sekitar piringan ditanam kacangan agar tidak tumbuh gulma yang mengganggu. 5.4. Penanaman kacangan Disekitar piringan, ditanaman kacangan agar tidak tumbuh gulma yang mengganggu. Kacangan merupakan tanaman penutup tanah (land cover crop) yang berguna untuk mencegah pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman kelapa sawit. Tanaman kacangan yang digunakan adalah jenis Pueraria Javanica. 5.5. Membuat peta tanam Peta tanam adalah peta yang dibuat untuk mengetahui posisi tanaman serta titik tanam yang tidak dapat ditanami akibat tergenang atau kontor lahan yang tidak
53
memungkinkan. Pembuatan peta tanam akan di arahkan oleh mandor yang bertanggung jawab pada saat penanaman bibit kelapa sawit. 5.6. Penyulaman Penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang kondisinya tidak baik. Tanaman yang tidak baik tersebut akan diganti dengan tanaman baru dengan umur dan jenis yang sama. Hal tersebut bertujuan agar kerapatan dan keseragaman tanaman tetap terjaga. 5.7. Penyiangan Penyiangan dilakukan secara manual dengan alat-alat seperti cangkul dan gancu. Biaya penyiangan adalah sebesar 1 HK untuk 2 Ha dimana satu HK adalah sebesar Rp 22.000,00. 5.8. Penunasan dan Kastrasi Penunasan dilakukan setiap 2 minggu sekali, biasanya dilakukan pada saat memanen. Sedangkan kastrasi dilakukan satu bulan sekali dari umur tanaman 1 tahun hingga 33 bulan. 5.9. Pemupukan Berdasarkan informasi yang diperoleh dari asisten lapang perusahaan inti, pupuk yang digunakan pada perkebunan sawit anggota koperasi ini terdiri atas pupuk urea, SP36, KCL, dan MGU dimana penggunaan pupuk tersebut telah dikonsultasikan sebelumnya dengan ahli yang didatangkan dari PT SUCOFINDO. Dosisnya antara lain pupuk urea sebanyak 0,5 kg per pohon, pupuk SP36 sebanyal 0,5 kg per pohon, pupuk KCL sebanyak 0,5 kg per pohon, dan Mgu sebanyak 0,25 kg per pohon. Pemebrian keempat pupuk tersebut berdasarkan analisis ahli yang terlebih dahulu di sewa oleh pihak perusahaan untuk meneliti kadar tanah perkebunan sawit sehingga pupuknya akan disesuaikan dengan kondisi tanah. Pemupukan ke empat pupuk tersebut dilakukan 3 kali dalam setahun. Waktu pemberian pupuk urea, SP36, dan KCL dapat dilakukan berdekatan, biasanya berselang 2-3 hari, sedangkan pemberian pupuk Mgu biasanya dilakukan berselang 3 minggu dengan pemberian sesudah pemberian pupuk lainnya. 5.10. Hama dan penyakit
54
Hama yang umumnya di alami oleh perkebunan kelapa sawit anggota koperasi adalah hama kumbang dan ulat. Untuk memberantas hama kumbang digunakan obat yaitu Marsal atau Peroman. Sedangkan untuk hama ulat digunakan obat yaitu decis, bila ulat tidak rentan terhadap decis maka selanjutnya digunakan gampi. Pada serangan ulat tingkat berat dengan indikasi terdapat 5 ulat setiap pelepah, digunakan obat yakni Arsetin. Pemberian Arsetin dicampur dengan solar, perbandingannya adalah 1 arsetin : 4 solar. Pemberantasan hama dengan Arsetin dilakukan pada malam hari dengan teknik fogging dan menggunakan alat bantu yakni fullspog yang dapat dipinjam secara gratis ke perusahaan. 5.11. Panen Pemanenan dilakukan dengan menggunaan dodos pada umur 3 hingga 10 tahun dan hegrek pada umur selanjutnya. Sistem panen yang digunakan adalah sistem giring yang di arahkan oleh mandor. Untuk menghindari para buruh hanya memilih tandan yang mudah untuk di panen maka sistem pembayarannya digunakan sistem premi. Melalui sistem premi, bila para buruh memanen lebih dari bobot premi, maka setiap kilogramnya akan di upah 45 rupiah. 6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum Perkebunan kelapa sawit anggota koperasi jika dilihat dari luas perorangannya yakni 2 ha/orang dimana berdasarkan No.26/permentan/OT.140/2/2007 perkebunan dengan luas kurang dari 25 ha tidak membutuhkan perizinan tertentu.Namun untuk memperlancar usaha tersebut maka dibentuk hukum yang menaungi petani yakni Koperasi Unit Desa (KUD) Berkat Anugerah Jaya yang berdiri pada tanggal 30 November 1991 melalui rapat anggota. Dalam menjalankan perkebunan kelapa sawit ini, ada beberapa investasi yang dilakukan secara bersama-sama dengan anggota lainnya seperti fasilitas berupa jalan, jembatan, dan lainnya. Investasi tersebut dibiayai melalui pinjaman dana kepada perbankan melalui koperasi atas nama seluruh anggota. Pada pengusahaan ini, petani melakukan pinjaman kepada pihak perbankan dengan memanfaatkan program Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN RP). Kredit ini ditujukan untuk mempercepat pengembangan
55
perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman khususnya tanaman kelapa sawit dan karet. Dimana persyaratannya adalah : 1. Syarat Koperasi : a. Telah berbadan hukum b. Koperasi dan pengurus tidak termasuk ke dalam daftar hitam dan kredit bermasalah. c. Memiliki mitra perusahaan inti. 2. Syarat Petani : a. Usia minimal 21 tahun atau telah menikah. b. Tidak memiliki tunggakan kredit. c. Merupakan penduduk setempat. d. Terdaftar dalam daftar nominatif yang ditetapkan bupati /walikota. Melalui sistem tersebut maka dapat disimpulkan pembagian hak dan kewajiban antara petani anggota koperasi dan KUD Berkat Anugerah Jaya adalah sebagai berikut : 1. Kewajiban petani anggota koperasi : a. Menandatangi surat pengakuan hutang pada bank penyalur (Bank BRI). b. Mematuhi dan memenuhi kewajiban pembayaran kembali hutang kepada bank penyalur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Menjual seluruh hasil kebun anggota koperasinya melalui koperasi unit desa. d. Menjadi anggota koperasi di wilayah PIR-BUN setempat. 2. Hak petani anggota koperasi : a. Memperoleh jaminan pemasaran hasil dari kebun anggota koperasinya. b. Memanfaatkan jaringan jalan dan fasilitas sosial/umum lainnya. c. Mengetahui pagu hutang, jumlah angsuran hutang dan sisa hutang yang bersangkutan serta berhak menerima bukti atas pembayaran angsuran hutangnya dari bank penyalur. d. Menerima hasil penjualannya melalui koperasi. 3. Kewajiban KUD tersebut antara lain :
56
a. Membangun investasi perkebunan kelapa sawit anggota yang dilakukan secara kolektif. b. Mengumpulkan hasil kebun petani anggota koperasi dan menyalurkannya ke pabrik pengolahan kelapa sawit. c. Menyediakan keperluan anggotanya (petani anggota koperasi) antara lain sarana produksi dan kebutuhan pokok. d. Menjadi penjamin petani untuk mendapatkan kredit perbankan di luar bank pelaksana. e. Memotong angsuran kredit kebun petani anggota koperasi. 4. Hak dari KUD : a. Memotong simpanan wajib dan simpanan pokok anggota. b. Membayarkan hasil penjualan kelapa sawit kepada petani anggota koperasi. c. Mendapatkan keuntungan (fee) sebesar 2% dari hasil bersih panen kelapa sawit petani anggota koperasi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha ini dijalankan secara legal dari segi hukum. Melalui pengaturan kewajiban dan hak, usaha ini dapat berjalan dengan baik sehingga aspek manajemen usaha ini dinyatakan layak.
6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Peremajaan perkebunan kelapa sawit seluruh anggota koperasi dapat dikatakan berskala besar dari total luas arealnya yakni 486 ha dimana setiap anggota koperasi mempunyai kepemilikan masing-masing 2 ha.
Karena itu, penting untuk
dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar. Perkebunan kelapa sawit anggota koperasi yang luas dalam pembangan dan proses produksinya akan membutuhkan banyak tenaga kerja. Tenaga kerja berupa buruh harian lepas dapat dilakukan oleh masyarakat sekitar sehingga kehadiran kebun kelapa sawit ini telah mengurangi pengangguran. Selain itu, dengan adanya pembangunan kebu, dibangun juga jalan yang akan digunakan sebagai akses untuk
57
mengangkut hasil kebun kelapa sawit berupa tandan buah segar yang juga dapat digunakan oleh masyarakat sekitar. Selain itu, kehadiran petani anggota koperasi juga ikut mensejahterakan masyarakat dimana koperasi unit desa Berkat Anugerah Jaya (KUD BAJA) melalui sumbangan-sumbangan mereka kepada sekolah dan tempat ibadah di sekitar daerah tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, usaha perkebunan kelapa sawit ini memberikan dampak positif bagi Desa Harapan Makmur sehingga aspek sosial, ekonomi, dan budaya usaha ini dinyatakan layak.
6.1.5. Aspek Lingkungan Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap warga Desa Harapan Makmur, terdapat dampak negatif dari kehadiran perkebunan kelapa sawit. Kehadiran perkebunan ini mengakibatkan mengeringnya sumber-sumber air bumi milik warga sekitar seperti sumur dan rawa. Hal itu disebabkan sifat tanaman kelapa sawit yang menyerap banyak air dimana tanaman tersebut membutuhkan 10-12 liter air setiap harinya untuk hidup. Pembangunan perkebunan anggota koperasi yakni seluas 486 ha dipertimbangkan pula telah mengakibatkan pencemaran kimia dari pupuk dan pestisida, serta mengurangi keanekaragamanhayati flora dan fauna yang terdapat di daerah tersebut. Walaupun perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas yang prospektif untuk dibangun di daerah tersebut menurut hasil keputusan pemerintah daerah tingkat-II Langkat dan PT Anugerah Langkat Makmur namun peneliti tetap menyatakan tidak layak secara aspek lingkungan dikarenakan memiliki konsekuensi pengeringan sumber air, pencemaran kimia yang berasal dari pupuk dan pestisida, serta berkurangnya kenakaragaman hayati yang ada di daerah tersebut.
6.2. Analisis Aspek Finansial Petani Anggota Koperasi Analisis aspek finansial pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat yang dijalankan melalui pola koperasi penting untuk di analisis karena aspek finansial merupakan salah satu aspek yang sangat membantu petani agar mengetahui pendapatan yang diterimanya selama ini. Melalui analisis finansial ini, diharapkan dapat menjadi masukan bagi kedua belah pihak, baik petani maupun koperasi, untuk
58
pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit petani. Pada analisis ini akan menjabarkan bagaimana arus manfaat dan biaya yang terjadi serta kelayakannya melalui kriteria investasi. Pada analisis ini dilakukan pula switching value. Analisis tersebut dilakukan dengan tujuan melihat bagaimana elistisitas kelayakannya bila terjadi perubahan harga pada komponen usaha yang paling berpengaruh dalam hal ini pupuk. Berikut asumsi yang digunakan oleh peneliti dalam perhitungan analisis aspek finansial : 1. Analisis usaha perkebunan kelapa sawit anggota koperasi dan mandiri merupakan analisis perkebunan skala kecil yakni 2 ha. 2. Lahan perkebunan kelapa sawit diasumsikan sewa. 3. Umur proyek analisis kelayakan investasi yang dipakai berdasarkan umur investasi yang paling lama yakni bibit kelapa sawit diasumsikan 15 tahun yakni hingga produktifitas tertinggi bibit kelapa sawit sucofindo, pada usaia 16 tahun produktifitas pohon kelapa sawit sucofindo mulai mengalami penurunan. 4. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga pinjaman program Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN RP) dengan bunga 7 persen. 5. Harga jual pada analisis ini merupakan rata-rata harga jual tandan buah segar kelapa sawit produksi Sumatera Utara tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan Sumatera Utara dan dianggap konstan. 6. Produktivitas kelapa sawit anggota koperasi diperkirakan berdasarkan produktivitas kelapa sawit mandiri diperkirakan berdasarkan produktivitas bibit kelapa sawit Sucofindo sesuai dengan bibit yang digunakan petani anggota koperasi. 7. Penentuan skenario switching value pada kenaikan harga pupuk adalah sebesar 5,3 persen yang ditetapkan berdasarkan perhitungan rata-rata kenaikan harga eceran pupuk (HET) yang ditetapkan kementrian pertanian dari tahun 2008 hingga 2012.
59
8. Penentuan skenario switching value pada penurunan harga jual TBS ditetapkan berdasarkan perbandingan harga rata-rata yang diterima oleh petani anggota koperasi pada tahun 2007 hingga 2012 dengan harga terendah yang diterima petani anggota koperasi.
6.2.1. Arus Manfaat (Inflow) Arus manfaat yang dihitung merupakan arus manfaat rata-rata yang diterima setiap petani dengan luas lahan 2 Ha. Manfaat yang diterima petani dalam usaha ini berupa hasil penjualan tandan buah segar (TBS) kepada pihak perusahaan inti yakni PT Anugerah Langkat Makmur. Dalam menjalankan usahanya, seluruh proses budidaya dijalankan oleh pihak perusahaan dan seluruh hasil panen dibagi rata untuk semua anggota anggota koperasi sehingga terjadi pembagian risiko. Total manfaat rata-rata yang diperoleh setiap petani selama masa periode usaha setiap tahunnya adalah sebesar Rp 6.821.785,49. 6.2.2. Arus Biaya (Outflow) Arus biaya terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Selanjutnya biaya operasional terbagi menjadi dua lagi yakni biaya variabel dan biaya tetap. Melalui analisis ini, maka akan dapat diketahui biaya apa saja yang perlu dikeluarkan serta gambaran umum mengenai aspek teknis. Analisis biaya yang dilakukan adalah analisis biaya rata-rata petani anggota koperasi dengan luas lahan 2 Ha.
6.2.2.1.
Biaya Investasi dan Biaya Reinvestasi
Dalam pelaksanaan usaha ini, biaya investasi terbagi dua yakni biaya investasi yang dilakukan secara kolektif dan non kolektif. Biaya investasi yang dikeluarkan secara kolektif meliputi pembongkaran tunggul tanaman sebelumnya, pembibitan kelapa sawit, pembersihan pohon-pohon kecil dan semak belukar (imas), pembakaran timbunan kayu (perun), pemberantasan alang-alang, penanaman kacangan, pembuatan tapak kuda, pembuatan tapak bangket, pembuatan drainase, serta pembuatan jalan utama dan gorong-gorong. Fasilitas investasi tersebut nantinya akan digunakan
60
bersama oleh para petani anggota koperasi sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap petani adalah sebesar Rp 18.261.260,33. Total biaya investasi kolektif yang dikeluarkan oleh 243 petani adalah sebesar Rp 4.437.486.261,00. Tabel 12. Rincian Rata-rata Biaya Investasi Petani Koperasi (2 Ha) No.
Investasi
Jumlah
Satuan Harga/Satua n (Rp)
5.
1 pembibitan sawit 2 Imas
6.
3 Perun
7.
3 Pembongkaran tunggul pohon kelapa 5 penanaman sawit 6 penanaman kacangan
4.
kelapa
13,000
82,134,000
338,000
22,142
16,916,488
69,615
50,000
38,200,000
157,202
1,500,000
729,000,000
3,000,000
2,000
12,636,000
52,000
88,000
42,768,000
176,000
15,000
130,605,000
537,469
150,000
9,616,950,000
39,575,926
5,000,000
35,000,000
144,033
5,000,000
325,000,000
1,337,449
20,000,000
120,000,000
493,827
15
14,040,000,000
60,000,000
1
16,380,000
70,000
1
29,250,000
125,000
1
9,360,000
40,000
1
7,020,000
30,000
1
105,300,000
450,000
Ha Ha 764
9.
Ha 486 batang 6.318 Ha 486
10. 9 pembuatan drainase
Meter 8.707
jalan 11. 1 pembuatan 0 utama dan produksi 12. 1 pemasangan gorong1 gorong 13. 1 pemasangan titi kayu 2 14. 1 Pembelian kendaraan 3 lansir (Tossa) 15. 1 Sewa Lahan
Meter 64.113 Unit 7 Unit 65 Unit 6 2 Ha/Tahun 4.000.000
16. 2 dodos
Buah 70.000
17. 3 hegrek
Buah 125.000
18. 4 Kampak
Buah 40.000
19. 5 Gancu
Buah 30.000
20. 6 Saprotan
Total biaya Per Petani (2 Ha)
pokok 6.318 764
8.
Total Biaya 243 petani (486 Ha)
Buah 450.000 Total Biaya Investasi Rata-rata Petani Koperasi
106.596.521
Seluruh biaya investasi kolektif dikeluarkan pada tahun pertama kecuali pembelian kendaraan lansir. Kendaraan lansir berupa Tossa dibeli pada tahun ke empat setelah kebun petani mulai menghasilkan. Kendaraan tersebut digunakan untuk mengangkut hasil seluruh perkebunan petani anggota ke koperasi yang nantinya akan dijual ke perusahaan pengolahan kelapa sawit.
61
Seluruh peralatan dan biaya sewa lahan yang merupakan biaya investasi seperti yang disajikan pada tabel diatas dilakukan pada tahun pertama kecuali dodos dan hegrek. Dodos baru di investasikan pada tahun kedua sedangkan hegrek tahun kesepuluh. Dodos merupakan besi dengan tiga mata (bagian runcing) pada bagian ujungnya untuk memanen tandan buah segar kelapa sawit dari pohonnya secara manual hingga pohon tersebut berumur 9 tahun sedangkan hegrek digunakan untuk tanaman berumur diatas 9 tahun Peralatan tersebut juga harus direinvestasi ketika umur pemakaiannya sudah habis untuk keberlangsungan usaha dengan rincian seperti yang disajikan pada tabel 15.Total Biaya Reinvestasi yang harus dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 16.335.000,00 dengan rincian 7 buah dodos, 6 buah hegrek, 15 buah kampak, 15 buah gancu, dan 8 buah saprotan.
Tabel 13. Biaya Reinvestasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Setiap Petani Anggota Koperasi No
Komponen
Harga
Jumlah
Total (Rupiah)
(Rupiah) 1.
dodos
70.000
7
490.000
2.
hegrek
125.000
6
750.000
3.
Kampak
40.000
15
600.000
4.
Gancu
30.000
15
450.000
5.
Saprotan
350.000
8
2.800.000
6.
Tossa
120.000.000
3
987.654
7.
Total
6.077.654
Selain itu, terdapat pula komponen reinvestasi yang dilakukan bersama-sama yaitu Kendaraan Lansir berupa Tossa. Tossa merupakaan kendaran seperti motor dengan roda tiga dan bak terbuka dibagian belakangnya. Reinvestasi Tossa dilakukan setiap 5 tahun sekali. Total biaya reinvestasi yang harus dikeluarkan petani selama umur usaha adalah Rp 6.077.654,00.
62
1. Biaya Operasional Biaya operasional dikeluarkan untuk menjalankan kelangsungan produksi usaha. Biaya operasional terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Variabel usaha perkebunan sawit anggota sendiri dilakukan oleh pihak koperasi, sedangkan petani anggota hanya menerima laporan keuangan setiap bulannya. 1) Biaya Variabel Total biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani anggota koperasi adalah Rp 164.222.436,00. Seluruh Biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani dibayar kepada pihak koperasi sesuai dengan laporan keuangan yang ada. Selanjutnya, setelah dilakukan pemanenan, pihak koperasi menimbang dan mengangkut hasil panen menuju pabrik pengolahan. Setelah
menerima
pembayaran, pihak koperasi memberikan hasil penjualan kepada petani setelah dikurangi biaya operasionall, fee koperasi sebesar 2%, dan ongkos angkut hasil panen TBS kelapa sawit. Biaya pengangkutan pupuk dan pengangkutan hasil panen usaha perkebunan kelapa sawit anggota koperasi dilakukan secara bersama dengan anggota koperasi lainnya sehingga biayanya menjadi lebih murah. Selain itu pada usaha perkebunan kelapa sawit petani anggota koperasi, biaya panen dihitung berdasarkan sistem berat bobot dimana bila pekerja memanen lebih dari berat bobot yang telah ditetapkan maka setiap kilogramnya akan diberikan kompensasi sebesar Rp 45,00. Penilaian berat bobot berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman. Berikut berat bobot yang telah ditentukan oleh perusahaan inti dalam sistem pemanenan kebun kelapa sawit anggota koperasi berdasarkan hasil wawancara dengan asisten lapang : 1. Umur 3-6 tahun berat bobot sebesar 650 kg. 2. Umur 7-10 tahun berat bobot sebesar 800 kg. 3. Umur 11-14 tahun berat bobot sebesar 1150 kg. 4. Umur 15-23 tahun berat bobot sebesar 1100 kg. Umur 23-25 tahun berat bobot sebesar 850 kg.Berikut rincian biaya variabel yang dikeluarkan pada usahatani petani anggota koperasi :
63
Tabel 15. Biaya Variabel Rata-rata Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota Koperasi Selama Umur Usaha No.
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga
Total (Rupiah)
(Rp/Satuan) 1.
biaya konsultasi
2.
upah penyiangan
3.
upah penunasan dan
1
kali
10.00.000
61.728
360
HK/2 Ha
22.000
7.920.000
15600
Pokok
150
2.340.000
kastrasi 4.
upah pemupukan
45
HK/2 Ha
22.000
900.000
5.
upah pemberian obat
30
HK/2 Ha
22.000
880.000
6.
upah pemberian gampi
4
HK/Ha
22.000
88.000
7.
konsumsi pekerja
4
kali
22.000
44.000
pemberian gampi 8.
Marsal
30
Liter
35.000
1.050.000
9.
Decis
4
Liter
45.000
180.000
10.
gampi
30
Liter
30.000
900.000
11.
Solar
90
Liter
4.500
648.000
12.
Urea
10.140
Kg
3.315
33.614.100
13.
SP36
7020
Kg
577
4.050.540
14.
KCL
7540
Kg
6.000
45.240.000
15.
Mgu
3640
Kg
1.900
6.916.000
16.
ongkos angkut pupuk
70
Kali
5.293
5.187.000
17.
Biaya Panen
336
Kali
berdasarkan
2.609.712
sistem berat bobot 18.
ongkos angkut hasil
312
Kali
22
34.047.705
2% dari penjualan
17.545.651
panen 19.
fee koperasi
2) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan secara rutin dan tidak secara langsung mempengaruhi kegiatan produksi. Total biaya tetap yang harus
64
dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp 27.879.466,63 selama umur usaha. Berikut rincian biaya tetap usaha perkebunan kelapa sawit yang harus dikeluarkan oleh petani anggota koperasi :
Tabel 15. Biaya Tetap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota Koperasi Selama Umur Usaha (2 Ha) No.
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga Satuan
Total
(Rp) 1.
Tunjangan beras bagi
1008
Kg
7.000
7.056.000
15
Kali
18.000
216.000
buruh panen 2.
simpanan wajib koperasi
3.
Simpanan wajib
4,5% dari hasil
cadangan dana
penjualan
39.477.715
replanting 4.
gaji pengurus dan
12
Tahun
228.966
3.434.500
12
Tahun
15.908
238.632
72
Kali
30.000
2.160.000
pengawas koperasi 5.
pembelian alat tulis dan inventoris koperasi
6.
Biaya perawatan kendaraan lansir
7.
biaya perbaikan titi
14
Kali
2.160.000
302.400.000
8.
pembayaran hutang ke
10
Tahun
3.026.126
30.261.260
10
Tahun
4.236.576
42.365.760
15
Tahun
1.858.600
27879012
Koperasi 9.
pembayaran bunga Bank BRI
10.
pajak bumi dan bangunan bangunan koperasi
11.
Total
27.879.466
Salah satu biaya tetap yang dikeluarkan petani anggota koperasi adalah simpanan wajib koperasi dan simpanan dana cadangan replanting. Selanjutnya, biaya
65
tunjangan beras yang dikeluarkan setiap bulannya merupakan salah satu biaya tetap adalah tunjangan beras bagi buruh panen. Tunjangan beras ditujukan hanya bagi buruh panen karena petani menganggap pekerjaan memanen tandan buah segar kelapa sawit sangat berat berbeda dengan tugas pekerja lainnya. Oleh karena itu, petani anggota koperasi sepakat untuk memberi insentif tambahan bagi para pekerja panen setiap bulannya berupa beras 3 Kg seharga Rp 7.000,00 setiap bulannya, dimana setiap 2 Ha lahan petani membutuhkan 2 pekerja panen. Dalam perencaan ini, seluruh biaya investasi awal yang dibangun secara kolektif dibiayai oleh pihak koperasi. Pada tahun keempat setelah kebun kelapa sawit mulai berproduksi seluruh petani anggota koperasi melakukan pinjaman kepada pihak Bank BRI atas nama koperasi untuk melunasi hutangnya. Seluruh pinjaman akan langsung digunakan untuk membayar hutang petani kepada pihak koperasi. Selanjutnya, selama 10 tahun petani akan mencicil hutang dan bunga pinjaman kepada pihak bank melalui koperasi. Sedangkan biaya tetap lainnya seperti pajak bumi dan bangunan koperasi, gaji pegawai dan pengurus koperasi, invetoris dan alat tulis koperasi, serta biaya perawatan kendaraan lansir ditanggung bersama oleh seluruh anggota koperasi.
2. Kriteria Investasi Dalam menilai apakah suatu usaha layak dijalankan atau tidak, dapat digunakan kriteria investasi. Ada 4 kriteria investasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback Period (PP). Usaha dapat dikatakan layak bila telah memenuhi syarat yakni, NPV lebih besar dari nol, IRR lebih besar daripada discount rate (DF), Net B/C lebih besar dari nol, dan PP lebih cepat dibandingkan periode usaha tersebut. Dari tabel dibawah dapat diketahui bahwa dengan DF sebesar 7%, NPV dari usaha ini adalah sebesar Rp 225.431.027,27 yang artinya lebih dari nol sehingga usaha tersebut dapat dikatakan layak. Nilai IRR sebesar 27% menunjukkan tingkat pengembalian usaha tersebut lebih besar dibandingkan DF yang digunakan yakni 7%, sehingga usaha tersebut dapat dikatakan layak. Nilai Net B/C sebesar 2,98
66
menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 3,09. Payback Period (PP) pada usaha ini adalah 6 tahun 1 bulan sebelum umur usaha berakhir yakni 15 tahun dengan
selama
pendapatan rata-rata Rp 15.028.735,15 setiap tahunnya. Tabel 16. Kriteria Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Koperasi (2 Ha) No.
Kriteria Investasi 1. 2. 3. 4.
NPV IRR Net B/C Payback Period
Nilai Rp 225.431.027,27 27% 3,09 6 tahun 1 bulan
3. Analisis Switching Value Uji ini dilakukan agar dapat mengetahui bagaimana perubahan kelayakannya bila terjadi perubahan-perubahan ketika usaha tersebut dijalankan. Berikut beberapa skenario yang dilakukan dalam penelitian ini : 1) Kenaikan Harga Pupuk Pupuk merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usaha perkebunan kelapa sawitnya. Pemberian pupuk wajib diberikan secara tepat agar tingkat produktivitas sawit dapat terjaga. Harga pupuk sendiri cukup bervariasi di pasaran. Pada skenario ini, dilakukan uji coba sensitivitas bila terjadi kenaikan harga pupuk sebesar 5,3 persen. Hal tersebut telah disajikan pada tabel berikut :
Tabel 17. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 5,3 % (2 Ha) No. 1. 2. 3. 4.
Kriteria NPV IRR Net B/C Payback Period
Nilai Rp 218.329.227,59 27% 3,02 6 tahun 3 bulan
67
Nilai 5,3 persen diperoleh berdasarkan perhitungan rata-rata kenaikan harga eceran pupuk (HET) yang ditetapkan kementrian pertanian dari tahun 2008 hingga 2012. Ketika terjadi kenaikan harga pupuk sebesar 5,3% kriteria kelayakan investasi menunjukkan bahwa usaha ini tetap layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini, total Manfaat bersih yang diterima oleh petani anggota koperasi pada skenario ini adalah sebesar Rp 218.329.227,59 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 14.555.281 setiap tahunnya. Setiap satu rupiah menghasilkan manfaat sebesar Rp 3,02. Usaha ini memberikan pengembalian sebesar 27% terhadap biaya investasi yang telah dikeluarkan. Investasi yang telah dikeluarkan akan kembali setelah 6 tahun 3 bulan.
2) Penurunan Harga Jual TBS Kelapa Sawit Pemasukan petani kelapa sawit dalam usaha ini berasal dari penjualan TBS ke pihak perusahaan. Perusahaan sendiri membeli TBS milik petani dengan harga yang telah mengacu kepada kantor pemasaran bersama kelapa sawit. Harga TBS yang diterima petani sangat berfluktuasi. Pada skenario ini, dilakukan perhitungan kelayakan investasi usaha perkebunan kelapa sawit bila terjadi penurunan harga jual TBS kelapa sawit hingga 27%. Nilai tersebut diperoleh dari persentasi harga rata-rata dan harga terendah yang diterima oleh petani anggota koperasi pada laporan keuangan tahun 2007 hingga tahun 2010. Berikut disajikan kriteria kelayakan investasi ketika terjadi penurunan harga jual TBS sebesar 27%. Dari tabel dibawah dapat diketahui bahwa usaha tersebut tetap dikatakan layak jika mengalami penurunan harga jual sebanyak 27%. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai-nilai dari kriteria kelayakan investasi. Manfaat bersih yang diterima oleh petani anggota koperasi pada skenario ini adalah sebesar Rp 106.796.232,65 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 7.119.748,84. Setiap satu rupiah yang dikeluarkan dalam usaha ini akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 1,99 dengan pengembalian sebesar 18% terhadap usaha yang dikeluarkan. Seluruh investasi yang ditanamkan pada proyek ini akan kembali setelah 8 tahun 3 bulan.
68
Tabel 18. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Penurunan harga jual TBS sebesar 27% (2 Ha) No.
Kriteria Investasi
Perhitungan
1.
NPV
Rp 106.796.232,65
2.
IRR
18%
3.
NET B/C
1,99
4.
Payback Period
8 tahun 3 bulan
6.3. Aspek Kelayakan Non Finansial Petani Mandiri 6.3.1. Aspek Pasar 1. Penawaran dan permintaan Pada perkebunan kelapa sawit rakyat, petani menjual hasil kebunnya ke pedagang pengumpul. Ikatan jual beli antara petani dan pedagang pengumpul biasanya terjadi akibat adanya hutang baik berupa uang maupun sarana produksi pertanian. Pedagang pengumpul akan datang ke kebun petani untuk membeli hasil kebun mereka. Umumnya tidak sulit untuk menjual tandan buah segar kelapa sawit di Desa Sekoci karena Desa tersebut terletak tidak jauh dari pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Anugerah Langkat Makmur. Saluran pemasaran yang terjadi pada pemasaran tandan buah segar milik petani rakyat adalah sebagai berikut : Petani Kelapa Selain melalui Sawit Desa Sekoci
Pedagang Pengumpul
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS)
Gambar 3. Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani Mandiri permintaan dan penawaran, aspek pasar dapat dilihat pula melalui bauran pemasaran yakni 4P yang terdiri atas produk, harga, tempat dan promosi. Dalam usaha ini, produk yang dihasilkan adalah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Harga yang diterima adalah Rp 1.000,00 dimana harga tersebut lebih rendah 50% dibandingkan harga yang diterima petani anggota koperasi. Hal tersebut diakibatkan petani mandiri yang menjual hasilnya tidak langsung kepada pihak perusahaan. Pasar
69
tujuan petani mandiri adalah para pedagang pengumpul. Tempat terjadi pemasaran adalah langsung dikebun petani ataupun di pinggir jalan utama Desa Sekoci. Petani tidak melakukan promosi tertentu dalam melaksanakan usahanya karena tidak adanya kesulitan dalam menjual hasil panennya kepada pihak pedagang pengumpul. 6.3.2. Aspek Teknis 1. Lokasi Perkebunan Lokasi perkebunan rakyat yang di analisis oleh peneliti terletak di Desa Sekoci, Kabupaten Langkat. Dasar pemilihan lokasi perkebunan oleh masyarakat umumnya memanfaatkan lahan yang mereka miliki secara turun temurun. 2. Luasan Produksi Luasan produksi kebun kelapa sawit rakyat cukup beragam mulai dari 0,5 Ha hingga 34 Ha. 3. Fasilitas Produksi dan Fasilitas Pendukung Produksi Perkebunan kelapa sawit rakyat yang tidak bermitra tidak memiliki berbagai fasilitas produksi seperti pada perkebunan sawit anggota koperasi. Fasilitas yang dibangun untuk kebun kelapa sawit hanya berupa parit yang digunakan untuk pengairan. Dalam menjalankan usahatani kelapa sawit, petani rakyat menggunakan alat-alat antara lain cangkul, parang, saprotan, dodos, dan hegrek. 4. Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku diperoleh petani di toko-toko sarana produksi pertanian di sekitar Desa Sekoci. Bila petani mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu membeli bahan baku seperti pupuk atau obat-obatan, petani dapat meminta pedagang pengumpul untuk memasok barang-barang tersebut. Petani akan membayar bahan baku yang diterimanya dari pedagang pengumpul pada masa panen. Ketika pedagang pengumpul menerima hasil kebun kelapa sawit petani, maka pedagang pengumpul akan memotong harga bahan baku dari hasil penjualan tandan buah segar kelapa sawit milik petani. 5. Proses Produksi
70
Dalam menjalankan usahataninya, para petani kelapa sawit biasanya lebih mengandalkan pengalamannya selama bertani. 5.1. Pembibitan Umumnya petani kelapa sawit di Desa Sekoci lebih memilih membeli bibit berumur 1 tahun yang telah siap untuk ditanam di lahan dibandingkan melakukan pembibitan sendiri 5.2. Pemancangan dan membuat lubang tanam Pemancangan dilakukan secara borongan oleh buruh harian lepas dengan jarak tanam segitiga sama sisi yakni 9 meter x 9 meter x 9 meter sehingga antar barisan yang satu dengan yang lain akan berjarak 12,7 meter. Tiang pancang yang digunakan petani tebuat dari bambu yang dapat dibeli disekitar Desa Sekoci. 5.3. Penanaman Sayat polybag bibit lalu pindahkan ke lubang yang telah tersedia. Padatkan tanah di sekitar tanaman. 5.6. Penyulaman Satu hingga tiga bulan setelah penanaman, petani memperhatikan bibit yang telah mereka tanam. Bila bibit dalam kondisi tidak baik maka bibit akan di ganti dengan yang baru. 5.7. Penyiangan Penyiangan piringan (daerah sekitar tanaman) dilakukan secara manual dengan menggunakan parang dan gancu. 5.8. Penunasan dan Kastrasi Penunasan dilakukan petani setiap 2 kali setahun. Penunasan dapat dilakukan dengan dodos maupun hegrek sesuai dengan umur pohon kelapa sawit. Penunasan dilakukan dengan dengan mengarahkan dan menyentak ujung pelepah menggunakan dodos atau hegrek seperti pada saat memanen. 5.9. Pemupukan Dalam proses pemupukan, umumnya petani kelapa sawit Desa Sekoci menggunakan pupuk urea, NPK, TSP, KCL, dan Za. Dosis yang digunakan antara lain 0,4125 Kg urea per pohon, 0,25 Kg NPK per pohon, 0,35 Kg TSP per pohon, 0,2
71
Kg Za per pohon, dan 0,3 Kg KCL per pohon. Pemupukan dilakukan petani setiap 3 bulan sekali. 5.10. Hama dan penyakit Hama yang menyerang perkebunan kelapa sawit petani Desa Sekoci yang dialami adalah hama ulat. Untuk memberantas hama ini biasanya petani menggunakan pestisida yaitu Decis. Untuk mengaplikasikannya, Decis dan solar dicampur dengan perbandingan 1 decis : 2 solar. Lalu daun yang terserang ulat di beri cairan tersebut dengan menggunakan saprotan. 5.11. Panen Panen dilakukan oleh buruh baik buruh lepas maupun buruh dari pihak bandar. Buruh dibayar berdasarkan hasil panen dengan nilai 80 rupiah per kg. Melalui pengetahuan petani, secara sederhana aspek teknis yang dilakukan pada perkebunan kelapa sawit mandiri dapat dikatakan layak. Hal tersebut dikarenakan petani dapat menjalankan usahanya dengan baik dan tidak mengalami kendala tertentu dari segi teknis. 6.3.3. Aspek Manajemen dan Hukum Dalam manajerial perkebunan kelapa sawit petani di Desa Sekoci, tidak ada struktur organisasi secara formal. Biasanya pemilik berperan sekaligus sebagai mandor. Petani memberikan insentif berupa makan siang atau uang sebesar 5000 rupiah bagi seluruh buruh yang bekerja. Khusus bagi buruh yang bertugas memanen, selain diberikan makan siang, buruh juga diberikan insentif berupa rokok. Hal itu dikarenakan pekerjaan pemanen yang cukup berat bila dibandingkan pekerja lainnya. Dalam mengelola usahataninya petani hanya mengatur kebutuhannya akan buruh yang disesuaikan dengan perawatan yang dibutuhkan tanaman secara sederhana. Dalam menjalankan usahatani tersebut tidak ada standar operasional tertentu yang ditetapkan oleh petani. Sumber modal dalam menjalankan usahataninya berasal dari diri sendiri, keluarga, dan pedagang pengumpul. Bila modal didapat dari anggota keluarga maka sistem pengembaliannya dapat dilakukan secara kekeluargaan, sedangkan bila modal 72
didapat melalui pedagang pengumpul pengembalian dilakukan dengan melakukan pemotongan hutang ketika petani menjual hasil panennya. Dalam menjalankan usahanya, petani tidak perlu mengurus perizinan. Hal itu didasari peraturan yang telah diatur kementrian pertanian melalui peraturan kementrian pertanian No.26/permentan/OT.140/2/2007. Berdasarkan undang-undang tersebut pasal 5 dapat diketahui bahwa usaha perkebunan dengan luas lahan kurang dari 25 hektar tidak memerlukan perizinan berupa izin usaha perkebunan (IUP). 6.3.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kehadiran perkebunan kelapa sawit rakyat membawa berbagai dampak positif masyarakat Desa Sekoci, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat. Perkebunan kelapa sawit rakyat selain menyerap tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses budidaya kelapa sawit juga menciptakan peluang usaha bagai masyarakat. Dengan adanya perkebunan sawit rakyat, masyarakat desa dapat membangun warung sederhana di sekitar perkebunan kelapa sawit yang seringkali digunakan sebagai tempat beristirahat maupun sekedar berkumpul oleh para pekerja maupun pemilik kebun kelapa sawit. Selain itu, terdapat pula pandai besi yang menjadi tempat para petani ataupun pekerja untuk memesan ataupun sekedar memperbaiki alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, sabit, dan lainnya. Masyarakat sekitar juga ummnya di izinkan untuk mengambil pelepah pohon kelapa sawit yang sudah jatuh yang nantinya dapat dimanfaatkan menjadi sapu lidi maupun atap rumah yang memiliki nilai ekonomi. Selain itu, karakter kelapa sawit yang membutuhkan banyak air juga membuat daerah rawa di sekitar perkebunan yang dulunya tidak bisa dimanfaatkan menjadi kering sehingga dapat ditanami sawit ataupun digunakan untuk lahan pemukiman.
6.3.5. Aspek Lingkungan Kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air yakni 10-12 liter air per pohon setiap harinya agar dapat betahan hidup. Hal tersebut berakibat hadirnya perkebunan kelapa sawit di Desa Sekoci menyebabkan sumber air seperti
73
rawa dan sungai menjadi semakin berkurang. Beberapa daerah di Desa Sekoci yang tadinya masih berupa rawa mengering dan akhirnya ikut ditanami sawit. Hal tersebut mengindikasikan telah hilangnya vegetasi baik fauna maupun flora yang tadinya berada di rawa tersebut. Bahkan para petani padi juga mengeluhkan mengenai kondisi sawah yang kering semenjak adanya perkebunan sawit. Keringnya sawah selain dapat menghilangkan mata pencaharian petani padi juga akan berakibat ancaman terhadap masalah pangan walalupun secara sangat kecil karena hanya menyangkut sawah yang terdapat di daerah Desa Sekoci saja. Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa secara aspek lingkungan usaha ini dinyatakan tidak layak karena dapat menyebabkan berbagai dampak penting yang bersifat negatif kepada berbagai pihak. 6.4. Analisis Kelayakan Aspek Finansial Petani Mandiri Analisis aspek finansial pada penelitian ini bertujuan untuk mengatahui kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit di Desa Sekoci. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan serta pertimbangan untuk pelaksanaan dan pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit. Pada analisis kelayakan usaha finansial kelapa sawit ini, dilakukan pula analisis switching value yakni analisis yang digunakan untuk melihat seberapa jauh elasisitas kelayakan usaha terhadap perubahan salah satu komponen yang paling berpengaruh dalam usaha. Komponen yang digunakan dalam perhitungan analisis switching value pada usaha ini adalah pupuk. Hal tersebut dikarenakan pupuk merupakan biaya variabel terbesar dalam pelaksanaan usaha kelapa sawit. Berikut asumsi yang digunakan oleh peneliti dalam perhitungan analisis aspek finansial : 1. Analisis usaha perkebunan kelapa sawit mandiri merupakan analisis perkebunan skala kecil yakni 2 ha. 2. Lahan perkebunan kelapa sawit diasumsikan sewa. 3. Umur proyek analisis kelayakan investasi yang dipakai berdasarkan umur investasi yang paling lama yakni bibit kelapa sawit diasumsikan 13 tahun yakni hingga produktifitas tertinggi bibit kelapa sawit marihat yang telah
74
disertifikasi oleh PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) , pada usaia 13 tahun produktifitas pohon kelapa sawit Marihat mulai mengalami penurunan. 4. Harga jual pada analisis ini merupakan 66,6% rata-rata harga jual tandan buah segar kelapa sawit produksi Sumatera Utara tahun 2012 karena petani mandiri menjual ke tingkat pedagang pengumpul dan dianggap konstan. 5. Produktivitas kelapa sawit mandiri diperkirakan berdasarkan produktivitas kelapa sawit bibit kelapa sawit sertifikasi PPKS sesuai dengan bibit Marihat yang digunakan petani anggota koperasi yang telah di sertifikasi oleh PPKS. 6. Penentuan skenario switching value pada kenaikan harga pupuk adalah sebesar 5,3% yang ditetapkan berdasarkan perhitungan rata-rata kenaikan harga eceran pupuk (HET) yang ditetapkan kementrian pertanian dari tahun 2008 hingga 2012. 7. Penentuan skenario switching value pada penurunan harga jual TBS ditetapkan berdasarkan perbandingan harga rata-rata yang diterima oleh petani anggota koperasi pada tahun 2007 hingga 2012 dengan harga terendah yang diterima petani anggota koperasi.
6.4.1. Arus Manfaat (Inflow) Manfaat yang diterima oleh petani dari usaha perkebunan kelapa sawit ini berupa penerimaan dari hasil penjualan tandan buah segar (TBS).
Petani juga
menerima manfaat berupa nilai sisa dari barang-barang yang telah diinvestasikannya. Petani menerima manfaat dari kebun kelapa sawitnya sejak tanaman tersebut berumur 3 tahun atau pada periode usaha di tahun kedua. Penerimaan manfaat bagi petani terjadi setiap 2 minggu yakni setiap kali TBS kelapa sawit siap dipanen. Sedangkan manfaat yang berupa nilai sisa diterima petani pada tahun terakhir dalam perode usaha yakni tahun kedua puluh empat. TBS kelapa sawit dijual kepada pedagang pengumpul dengan harga Rp 1.000,00 perkilogram. Selama periode usaha tersebut kebun kelapa sawit petani menghasilkan total manfaat sebesar Rp 240.521.997,95 dengan rata-rata pendapatan sebesa Rp 20.043.499,83.
75
6.4.2. Arus Biaya (Outflow) Biaya yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit di Desa Sekoci meliputi biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional dikategorikan atas biaya variabel dan biaya tetap. Berikut disajikan komponen arus biaya yang terjadi pada usaha perkebunan kelapa sawit petani di Desa Sekoci. 6.4.2.1. Biaya Investasi dan Biaya Reinvestasi Biaya investasi
yang dikeluarkan dalam pelaksanaan usaha perkebunan
kelapa sawit oleh petani dalam penelitian ini antara lain : biaya sewa lahan, biaya pembelian bibit, biaya pembukaan lahan dan pengadaan peralatan. Pembukaan lahan dilakukan dengan melakukan penebangan pada pohon yang sebelumnya. Berikut disajikan rincian biaya investasi usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit mandiri :
Tabel 19. Biaya Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci (2 Ha) Komponen
Harga/Satuan
Jumlah
Umur
(Rupiah) Bibit umur 1 tahun
Total (Rupiah)
23.000
273 batang
260
400 batang
Pembelian randap
65.000
6 botol
-
1.040.000
Upah pemberian randap
15.000
2 HK
-
30.000
Upah pengangkutan batang
15.000
260 batang
-
3.900.000
Parang
30.000/buah
1
4 tahun
30.000
Cangkul
40.000/buah
1
4 tahun
40.000
gancu
30.000/buah
1
4 tahun
30.000
350.000/buah
1
2 tahun
350.000
dodos
70.000/buah
1
4 tahun
70.000
hegrek
125.000/buah
1
4 tahun
125.000
Pembelian pancang bambu
15 tahun
6.279.000 104.000
kelapa sawit
Saprotan
Total
11.998.000
76
Pada usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit mandiri, biaya investasi yang dikeluarkan dalam perencanaan usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit oleh petani dalam penelitian ini antara lain : biaya sewa lahan, biaya pembelian bibit, biaya pembukaan lahan hingga biaya investasi peralatan-peralatan. Pada tanaman sebelumnya yang sudah tidak produktif, petani memberikan racun berupa Randap hingga tanaman tersebut mati. Racun Randap apabila bercampur dengan tanah dan air akan menjadi humus sehingga tidak mencemari tanah. 1 botol Randap berharga Rp 65.000,00 dan dapat digunakan untuk mematikan 16 pohon kelapa sawit. Pemberian Randap pada pohon kelapa sawit dilakukan dengan menuangkan kurang lebih satu tutup botol Randap ke akar pohon kelapa sawit dengan menggunakan pipa besi berbentuk silinder yang dapat dibeli dengan harga Rp 20.000,00. Upah pemberian randap untuk setiap hektar adalah sebesar Rp 15.000,00 sehingga total upah untuk memberi Randap ke kebun petani mandiri adalah sebesar Rp 30.000,00. Biaya investasi lain yang dikeluarkan petani mandiri antara lain cangkul, parang, hegrek, dodos, dan saprotan. Cangkul dan parang digunakan untuk membersihkan piringan disekitar pohon kelapa sawit. Dodos dan hegrek digunakan sebagai alat panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit secara manual. Dodos digunakan untuk memanen TBS dari pohon kelapa sawit hingga berumur 9 tahun. Untuk pohon kelapa sawit yang berumur lebih dari 9 tahun maka digunakan alat yang dapat menjangkau lebih panjang yakni hegrek. Peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan usaha kebun kelapa sawit antara lain adalah gancu, cangkul, parang, saprotan, dodos, dan hegrek. Seluruh pengadaan peralatan dilakukan pada saat usaha akan dijalankan kecuali hegrek. Hegrek baru diadakan pada tahun ke-8 pada periode usaha atau ketika tanaman mencapai umur 9 tahun. Hal tersebut dikarenakan hegrek hanya digunakan ketika tanaman sudah tinggi sehingga kegiatan penunasan dan pemanenan tidak dapat lagi dilakukan dengan dodos. Daya tahan gancu, cangkul, parang, dodos, dan hegrek dapat mencapai 4 tahun bila disertai perawatan dengan cara dipepeh dan dipoles dipandai besi. Untuk saprotan daya tahannya hanya sampai 2 tahun dengan tidak disertai perawatan-
77
perawatan tertentu. Dalam usaha ini terdapat pula alat-alat yang harus di reinvestasi oleh petani mandiri yakni sebagai berikut :
Tabel 20. Biaya Reinvestasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci (2 Ha) Komponen
Harga Satuan (Rupiah)
Jumlah
Total (Rupiah)
Parang
30.000
3 buah
90.000
Cangkul
40.000
3 buah
120.000
Gancu
30.000
3 buah
90.000
Saprotan
350.000
5 buah
1.750.000
Hegrek
70.000
1 buah
70.000
Dodos
125.000
1 buah
125.000
Komponen yang harus direinvestasi oleh petani antara lain sewa lahan yang dilakukan setiap tahun dan peralatan seperti parang, cangkul, gancu, saprotan, dodos, dan hegrek dengan total biaya sebesar Rp2.245.000,00. Alat-alat seperti dodos, hegrek, cangkul, gancu dilakukan setiap 4 tahun sekali dan saprotan direinvestasi setiap 2 tahun sekali.
6.4.2.2. Biaya Operasional Biaya operasional digunakan untuk menjalankan produksi dalam hal ini budidaya kelapa sawit. Biaya operasional sendiri terdiri atas biaya variabel dan biaya tetap. Upah yang dibayarkan petani selama menjalankan usaha kebun kelapa sawitnya terdiri atas upah tanam, upah penyulaman, upah penyiangan, upah penunasan, upah pemberian pupuk, upah pemberian obat, dan upah pemanenan. Upah tanam dan upah penyulaman hanya dikeluarkan hanya sekali. Upah tanam dikeluarkan pada masa tanam dengan biaya Rp 3.000,00 per pohon sehingga bila ditotalkan menjadi Rp 780.000,00. Setelah 1 bulan, tanaman yang miring atau memiliki kondisi yang tidak baik akan di angkat dan digantikan yang baru. Perkiraan tanaman yang disulam untuk lahan seluas 2 hektar adalah sebesar 13 pohon sehingga 78
dikeluarkan biaya Rp 39.000,00. Berikut rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani kelapa sawit mandiri selama umur usahanya : Tabel 21. Biaya Variabel Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa Sekoci Selama Umur Usaha (2 Ha) Komponen
Jumlah
Biaya/Satuan
Total (Rupiah)
(Rupiah) upah tanam upah penyulaman 5% upah penyiangan upah penunasan (kastrasi) konsumsi
pekerja
260 pohon
3.000
780.000
13 pohon
3.000
39.000
144 HK
30.000
4.320.000
260 pohon/6 bulan
1.500
9.360.000
2 kali/tahun
13.000
624.000
4 kali/tahun (setiap jenis
25.000
6.000.000
penunasan upah pemberian pupuk
pupuk) Urea
4862 Kg
3.315
16.117.530
Npk
2860 Kg
1.651
4.721.860
Tsp
4160 Kg
7.000
2.910.000
Za
2288 Kg
1.960
4.484.480
Kcl
3536 Kg
6.000
21.216.000
Decis
24
45.000
1.080.00
Solar
48
4.500
216.000
1 HK /tahun/Hektar
25.000
600.000
483.200 Kg
80
38.656.000
2 kali/2 minggu
13.000
6.864.000
upah pemberian obat Upah panen Konsumsi Pekerja Panen
Upah penyiangan, pemupukan, dan pemberian pestisida adalah sebesar Rp 25.000,00 /HK. Selama periode usaha, penyiangan dilakukan setiap 2 kali perbulan, pemupukan 4 kali pertahun, pemberian obat 1 kali pertahun, dan panen setiap 2 minggu. Penyiangan dilakukan setiap bulan dengan upah Rp 15.000,00 per hektarnya sedangkan penunansan dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan upah Rp 1.500,00
79
perpohonnya sehingga untuk menunas 2 hektar kebun kelapa sawit selama 1 tahun dengan jumlah pohon 130 pohon setiap hektarnya diperlukan biaya sebesar Rp 780.000,00. Biaya panen petani mandiri adalah Khusus untuk pekerja panen, upah yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 80,00 perkilogramnya. Konsumsi pekerja dikeluarkan petani hanya bagi pekerja panen dan pekerja penunasan karena dianggap merupakan pekerjaan yang berat yakni sebesar Rp 13.000,00 perhektar. Pupuk yang merupakan pengeluaran terbesar petani dalam menjalankan usaha terdiri atas pupuk urea, NPK, TSP, KCL, dan Za. Petani juga mengeluarkan biaya dalam memberantas hama yang menyerang kebun kelapa sawit mereka yakni hama ulat. Hama ulat ini jarang menyerang kebun petani dan diperkirakan hanya terjadi 1 tahun sekali dengan tingkat serangan yang rendah. Untuk mengatasinya petani menggunakan pestisida Decis yang dibeli dengan harga Rp 45.000,00 yang dicampurkan dengan solar seharga Rp 4.500,00. Perbandingan yang digunakan adalah 1 liter Decis : 2 liter solar. 1 botol Decis dapat digunakan untuk 1 hektar lahan dimana pemberian obat ini dilakukan dengan saprotan. Dalam memberi obat-obatan tersebut biasanya petani menggunakan 2 orang pekerja dengan upah sebesar Rp 25.000,00 setiap orangnya. Total keseluruhan biaya variabel usaha ini adalah sebesar Rp 117.448.870,00. Biaya operasional selanjutnya adalah biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan petani dalam usaha kebun kelapa sawitnya adalah biaya-biaya perawatan peralatan yang terdiri atas biaya perawatan gancu, parang, cangkul, dan hegrek. Perawatan yang dilakukan berupa pepes dan poles yang dapat dikerjakan oleh pandai besi yang terdapat di Desa Sekoci. Perawatan gancu, parang, dan cangkul dilakukan setiap satu tahun sekali dengan biaya perawatan sebesar Rp 10.000,00 untuk setiap gancu dan parang sedangkan cangkul dikenai biaya sebesar Rp 15.000,00. Untuk dodos dan hegrek, perawatan dilakukan tiap dua kali dalam satu tahun dengan biaya masing-masing Rp 10.000,00. Dalam usaha tersebut, petani mandiri juga mengeluarkan biaya tetap yang umumnya merupakan biaya perawatan peralatan yang dapat dilihat pada tabel 24. Total biaya perawatan gancu selama periode usaha adalah sebesar Rp 120.000,00,
80
parang sebesar Rp 120.000,00, cangkul sebesar Rp 225.000,00, dodos sebesar Rp 140.000,00, dan hegrek sebesar Rp 70.000,00. Dari hal tersebut diketahui bahwa total jumlah biaya tetap yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 675.000,00. Berikut adalah tabel rincian biaya perawatan peralatan yang harus dikeluarkan petani. Tabel 22. Biaya Tetap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Mandiri (2 Ha) Komponen
jumlah
harga satuan (Rupiah)
Total (Rupiah)
upah perawatan gancu
12
10.000
120.000
upah perawatan parang
12
10.000
120.000
upah perawatan cangkul
12
15.000
225.000
upah perawatan dodos
14
10.000
140.000
upah perawatan hegrek
7
10.000
70.000
6.4.3. Kriteria Investasi Untuk mengetahui apakah usaha perkebunan kelapa sawit petani Desa Sekoci layak atau tidak, maka penelitian ini menggunakan 4 jenis kriteria kelayakan yakni Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback Period (PP). Suatu usaha dikatakan layak bila memiliki NPV lebih besar dari nol, IRR lebih besar daripada discount rate (DF), Net B/C lebih besar dari nol, dan PP lebih cepat dibandingkan periode usaha tersebut. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, kelayakan investasi ini dapat dikatakan layak. Dari hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi yang disajikan tabel diatas, dapat diketahui bahwa usaha tersebut merupakan usaha yang layak. Nilai NPV sebesar Rp 197.253.503,19 menunjukkan bahwa manfaat yang diteria petani selama periode usaha tersebut dengan DF sebesar 7% adalah lebih dari nol sehingga dapat dikatakan layak. Nilai IRR sebesar 23% menunjukkan bahwa tingkat pengembalian usaha tersebut adalah sebesar 23%. Hal itu dikatakan layak karena nilai tersebut lebih besar dari DF yakni 7%. Dari nilai 2,35 yang ditunjukkan oleh kriteria Net B/C dapat disimpulkan bahwa setiap satuan biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahanya 81
akan memberi manfaat sebesar 2,35. Selanjutnya, PP usaha tersebut menunjukkan bahwa investasi yang telah dikeluarkan sudah akan kembali setelah 7 tahun 4 bulan. Tabel 23. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Mandiri (2 Ha) No.
kriteria investasi
Perhitungan
1
NPV
Rp 197.253.503,19
2
IRR
23%
3
Net B/C
2,35
4
Payback Period
7 tahun 4 bulan
6.4.4. Analisis Switching Value Analisis switching value dilakukan agar dapat diketahui kelayakannya bila rencana usaha tidak berjalan pada kondisi yang diinginkan. Dalam penelitian ini dilakukan dua skenario untuk menguji sensitivitasnya, yakni :
1) Kenaikan Harga Pupuk Sebagai biaya terbesar dalam usaha ini, pada kondisi nyata harga pupuk juga mengalami kenaikan maupun penurunan. Pada skenario pertama dilakukan uji sensitivitas jika terjadi kenaikan harga pupuk sebesar 5,3%. Nilai tersebut ditentukan sama halnya pada usaha perkebunan kelapa sawit anggota koperasi yakni berdasarkan rata-rata kenaikan harga pupuk yang telah ditetapkan oleh kementrian pertanian melalui HET pada tahun 2007 hingga tahun 2012. Dari tabel dibawah dapat dinyatakan bahwa usaha tersebut dapat dikatakan layak. Diketahui pula total manfaat yang diterima adalah Rp 194.653.375,77 dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp 16.221.114,65. Setiap pengeluaran petani sebesar Rp 1,00 akan memberikan manfaat sebesar Rp 2,33 bagi petani. Pengembalian biaya investasi ini sendiri akan berlangsung hingga 7 tahun 5 bulan.
Berikut hasil
perhitungan kriteria kelayakan investasi pada skenario ini :
82
Tabel 24. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Kenaikan Harga Pupuk 5,3% (2 Ha) No
Kriteria Investasi
Perhitungan
1.
NPV
Rp 194.653.375,77
2.
IRR
23%
3.
Net B/C
2,33
4.
Payback Period
7 tahun 5 bulan
2) Penurunan Harga Jual TBS Manfaat yang diterima petani dalam usaha ini berasal dari penjualan TBS kelapa sawit. Hal itu membuat harga jual TBS sangat mempengaruhi kelayakan usaha ini. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa harga yang diterima oleh petani kelapa sawit cukup fluktuatif. Dari tabel 2.7. diketahui bahwa usaha tersebut layak untuk dijalankan pada kondisi penurunan harga jual TBS sebesar 27%. Berikut disajikan kriteria kelayakannya usaha pada saat terjadi penurunan harga jual sebesar 27% : Tabel 25. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Penurunan Harga Jual TBS Sebesar 27% (2 Ha) No.
Kriteria Kelayakan
1.
NPV
2.
IRR
3.
NET B/C
5.
Payback Period
Perhitungan Rp 82.313.815,34 15% Rp 1,56 8 tahun 4 bulan
Pada usaha ini petani menerima manfaat total sebesar Rp 82.313.815,34. Pengembalian usaha ini adalah sebesar 15% sehingga lebih besar dibandingkan DF yang bernilai sebesar 5,25%. Setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan oleh petani memberi manfaat sebesar Rp 1,56. Pengembalian investasi usaha ini membutuhkan waktu selama 8 tahun 4 bulan dimana lebih cepat dari umur usaha yakni 12 tahun. Oleh 83
karena itu, dapat disimpulkan bahwa usaha perkebunan kelapa sawit petani mandiri tetap layak jika terjadi penurunan harga jual sebesar 27% karena memenuhi seluruh kriteria kelayakan investasi yakni NPV lebih besar dari nol. 6.5.
Perbandingan Kelayakan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi dan Mandiri Pada penelitian ini, aspek finansial, pasar, teknis, manajemen dan hukum,
serta sosial dan lingkungan kedua usaha tersebut dinyatakan layak. Pada kondisi normal kedua usaha tersebut dinyatakan layak secara aspek finansial. NPV, IRR dan Net B/C petani anggota koperasi lebih besar bila dibandingkan dengan petani mandiri. Berikut disajikan perbandingan kelayakan aspek finansial antara petani anggota koperasi dan petani mandiri :
Tabel 26. Kriteria Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi dan Mandiri (2 Ha) No.
Kriteria Investasi 1.
NPV
2.
Petani Koperasi
Petani Mandiri
Rp 213.286.172,11
Rp 197.253.503,19
IRR
26%
23%
3.
Net B/C
2,98
2,36
4.
Payback Period
7 tahun 2 bulan
7 tahun 4 bulan
Pada usaha perkebunan kelapa sawit petani anggota koperasi terdapat pula potongan berupa dana cadangan replanting selanjutnya sebesar 4,5% dari hasil penjualan TBS kelapa sawit. Hal tersebut nantinya akan meringankan beban petani dalam melakukan penanaman ulang. Ketika mengalami kenaikan harga pupuk sebesar 5,3% kedua usaha tersebut tetap layak bila dilihat dari nilai-nilai kriteria investasinya yang disajikan pada tabel berikut :
84
Tabel 27. Kriteria Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi dan Mandiri Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 5,3 % (2 Ha) No.
Kriteria
1.
NPV
2.
Petani Koperasi
Petani Mandiri
Rp 206.184.372,43
Rp 194.653.357,77
IRR
26%
23%
3.
Net B/C
2,91
2,33
4.
Payback Period
7 tahun 3 bulan
7 tahun 5 bulan
Kriteria kelayakan investasi kedua jenis pola pengusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut juga masih tetap layak jika mengalami penurunan harga jual TBS hingga 27%. Hal tersebut dapat diketahui dari tabel sebagai berikut : Tabel 28. Kriteria Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota Koperasi dan Mandiri Pada Penurunan harga jual TBS sebesar 27% (2 Ha) No.
Kriteria Investasi
1.
NPV
2.
IRR
3.
NET B/C
4.
Payback Period
Petani Koperasi
Petani Mandiri
Rp 94.651.377,50
Rp 82.313.815,34
17%
15%
Rp 1,88
1,56
8 tahun 3 bulan
8 tahun 4 bulan
Dari tabel diatas maka disimpulkan bahwa secara aspek finansial perkebunan kelapa sawit anggota koperasi lebih layak bila dibandingkan dengan usaha perkebunan kelapa sawit petani mandiri. Selain nilai NPV,IRR, dan Net B/C usaha perkebunan kelapa sawit petani anggota koperasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani mandiri, perkebunan kelapa sawit anggota koperasi yang menggunakan bibit Sucofindo memiliki umur produktif yang lebih lama dibandingkan perkebunan kelapa sawit rakyat yang menggunakan bibit kelapa sawit Marihat. Selain itu usaha pada usaha perkebunan kelapa sawit petani anggota koperasi terdapat simpanan
85
berupa cadangan replanting yang nantinya dapat digunakan oleh petani bila umur usaha saat ini telah habis.
86
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada usaha perkebunan kelapa sawit berpola inti anggota koperasi Di Desa Harapan Makmur dan usaha perkebunan kelapa sawit secara mandiri Di Desa Sekoci dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kedua bentuk pengusahaan perkebunan petani kelapa sawit baik secara mandiri maupun melalui koperasi layak secara aspek finansial, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, namun tidak layak secara aspek lingkungan. 2. Kedua bentuk pengusahaan perkebunan petani kelapa sawit baik secara mandiri maupun melalui koperasi layak secara aspek finansial baik pada kondisi dimana terjadi penurunan harga jual sebesar 27 persen maupun kenaikan harga pupuk sebesar 5,3 persen. 3. Pengusahaan perkebunan kelapa sawit melalui koperasi dinyatakan lebih layak dibandingkan pengusahaan kelapa sawit secara mandiri.
7.2. Saran Berikut saran yang dapat diberikan peneliti terhadap pelaksanaan usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan melalui pola anggota koperasi dan mandiri : 1. Koperasi sebaiknya melibatkan petani anggota koperasi dalam menjalankan budidaya kebun kelapa sawitnya agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kemandirian petani anggota koperasi. 2. Para petani mandiri sebaiknya membentuk kelompok secara mandiri ataupun berkonsultasi dengan PPL terdekat agar dapat menjual hasilnya langsung ke perusahaan pengolahan TBS. Perusahaan TBS sendiri bersedia melakukan perjanjian jual beli langsung dengan petani atau kelompok tani bila luas lahan mencapai 10 hektar dan usia tanaman sudah diatas 10 tahun. Melalui hal
87
tersebut petani dapat menerima harga yang lebih baik sehingga pendapatannya akan meningkat. Selain itu, melalui kelompok petani juga dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai budidaya sawit melalui diskusi-diskusi antar kelompok.
88
VIII. DAFTAR PUSTAKA [Ditjen Perkebunan] Direktorat Jendral Perkebunan.2012.Evaluasi Pembangunan Perkebunan. Jakarta : Departemen Pertanian. [Ditjen Perkebunan] Direktorat Jendral Perkebunan.2007.PedomanUmum Program Revitalisasi Perkebunan (KelapaSawit, Karet Dan Kakao).Jakarta :DepartemenPertanian . [Ditjen Perkebunan] Direktorat Jendral Perkebunan.2009.Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. Jakarta : Departemen Pertanian. [Kementan] Kementrian Pertanian.2012. LaporanKinerjaKementrian 2011. Jakarta :Kementrian Pertanian. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2009. Rancangan Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2010-2014. Jakarta :Kementrian Pertanian. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2009. Rancangan RencanaStrategis KementrianPertanianTahun 2010-2014. Jakarta :Kementrian Pertanian. [Pusdatin Info Pertanian] Pusat Data danInformasi Pertanian.2010.Outlook KomoditasPertanian Perkebunan.Jakarta :Kementrian Pertanian. [SPI] Serikat Pertanian Indonesia. 2011.100 Tahun Industri dan Perkebunan Sawit di Indonesia “SaatnyaMemajukanKepentinganNasionaldan Kemakmuran Rakyat Tani”. Jakarta : Serikat Petani Indonesia. [Walhi Riau, SPKS] Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Serikat Petani Kelapa Sawit.2011. 100 Tahun Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Mewariskan Sistem Perbudakan, Kerusakan Lingkungan dan Konflik Agraria. Pekan Baru : Walhi Kalimantan Tengah. Fauzi Y, Widyaastuti YE, Satyawibawa I, Paeru R H.2012.Kelapa Sawit.Jakarta : Penebar Swadaya. Gittinger J P.2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta : UI Press. Ikhsan, Abdussamad, Purnomo J.2010.Analisis Kelayakan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.Lampung : Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
89
Kasmir. Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Kencana. Goenadi DH, Dradjat B, Emingpraja L, HutabaratB.Jakarta. Prospek dan Arah Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta : BPPP Departemen Pertanian. Mangoensoekarjo S, Semangun H.2005.Manajemen sawit.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
agrobisnis
kelapa
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A.2010.Studi Kelayakan Bisnis.Bogor : Departemen Agribisnis FEM-IPB. Nurseto, Tejo.2010.Koperai Indonesia.Sleman : Kegiatan Pembinaan Koperasi. Rajekshah, Musa.2009.tinjauan yuridis terhadap prinsip kemitraan dalam pengelolaan hak atas tanah usaha perkebunan berdasarkan program revitalisasi perkebunan [tesis].Medan : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. Sunarko. 2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan.. Jakarta : Agromedia Pustaka. Syaukat, Yusman.2010.MENCIPTAKAN DAYASAING EKONOMI DAN LINGKUNGAN KELAPA SAWIT INDONESIA.Bogor : Agrimedia. Tarigan B, Sipayung T. 2011.Perkebunan Kelapa Sawit dalam Perekonomian dan Lingkungan Hidup Sumatera Utara. Bogor : IPB Press. Mukti.2009. ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PABRIK KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam) [skripsi]. Bogor :Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. World Growth.2011.Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia.Jakarta. Yasid
Taufik, et all.2010. OUTLOOK KOMODITAS PERKEBUNAN.Jakarta : Kementrian Pertanian.
PERTANIAN
90
Lampiran 1. Rincian Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Perkebunan Anggota Koperasi No. Uraian 1 2 3 4 5
Jumlah
Biaya
upah penyiangan 0,5 HK/Ha upah pemupukan 0,5 HK/ha upah penunasan 150 pokok/ha upah pemberian decis 0,5 HK/Ha upah pemberian gampi 2HK/malam
Intensitas
Rp 22.000/HK 2 kali/bulan Rp 22.000/HK 1 kali/bulan Rp 22.000/HK 4 kali/tahun Rp 22.000/HK 2 kali/tahun Rp 22.000/HK 1 kali/4 tahun
Total (HK) 360 180 104 30 6
Lampiran 2. Rincian Biaya pembelian Pupuk Perkebunan Kelapa Sawit Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Petani Anggota Koperasi No. 1 2 3 4
Uraian Urea SP36 KCL Mgu
Jumlah 0,5 kg/pohon 0,5 kg/pohon 0,5 kg/pohon 0,25 kg/pohon
harga/kg 3315 576 6000 1900
Intensitas 3 kali/tahun 3 kali/tahun 3 kali/tahun 4 kali/tahun
Lampiran 3. Rincian Biaya Pembelian Pupuk Pada Masa Tanaman Menghasilkan (TM) Petani Anggota Koperasi No. 1 2 3 4
Uraian Urea SP36 KCL Mgu
Jumlah 1,5 kg/pohon 1 kg/pohon 1 kg/pohon 0,5 kg/pohon
harga/kg 3315 576 6000 1900
Intensitas 2 kali/tahun 2 kali/tahun 2 kali/tahun 2 kali/tahun
Lampiran 4. Rincian Penggunaan Tenaga Kerja Petani Mandiri No. 1 2 3 4
Uraian upah penyiangan upah pemupukan upah penunasan upah pemberian decis
Jumlah 1 HK/ha 1 HK/2 ha 1500/pohon 1 HK/ha
Biaya Intensitas 25000/HK 2 kali/bulan 25000/HK 4 kali/tahun 2 kali/tahun 25000/HK 1 kali/tahun
Total (HK) 288 48 12
91
Lampiran 5. Rincian Biaya Pembelian Pupuk Kebun Kelapa Sawit Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Petani Mandiri No. 1 2 3 4 5
Uraian Urea NPK TSP Za KCL
Jumlah harga/kg( Rupiah) 0,275 kg/pohon 3315 0,15 kg/pohon 1.651 0,25 kg/pohon 7000 0,1 kg/pohon 1960 0,2 kg/pohon 6000
Intensitas 4 kali/tahun 4 kali/tahun 4 kali/tahun 4 kali/tahun 4 kali/tahun
Lampiran 6. Rincian Biaya Pembelian Pupuk Kebun Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan (TM) Petani Mandiri No. 1 2 3 4 5
Uraian Urea NPK TSP Za KCL
Jumlah harga/kg intensitas 0,4125 kg/pohon 3315 4 kali/tahun 0,25 kg/pohon 1.651 4 kali/tahun 0,35 kg/pohon 7000 4 kali/tahun 0,2 kg/pohon 1960 4 kali/tahun 0,3 kg/pohon 6000 4 kali/tahun
Lampiran 7.Tabel Harga Eceran Pupuk Tertinggi No
Tahun
1 2 3 4 Sumber : Kementrian Pertanian
2007 2008 2009 2010
Harga 1097,39 1974,65 1378,86 1561,28
92
Lampiran 8. Harga Jual TBS Tahun 2012 Periode
Umur Tanaman Kelapa Sawit (Tahun) 3
4
5
6
7
8
9
10
28 Desember 2011 -10 Januari 2012
1.116
1.251
1.341
1.378
1.429
1.475
1.522
1.570
11 januari – 17 januari
1.178
1.321
1.416
1.455
1.508
1.557
1.607
1.652
18 januari – 24 januari
1.172
1.314
1.408
1.446
1.500
1.549
1.598
1.643
1 februari – 7 februari
1.141
1.279
1.370
1.408
1.460
1.508
1.556
1.599
15 Februari – 21 Februari
1.192
1.336
1.432
1.471
1.526
1.575
1.625
1.671
22 Februari -28 Februari 2012
1.226
1.375
1.473
1.514
1.570
1.621
1.672
1.719
29 Februari – 6 Maret
1.254
1.405
1.506
1.548
1.605
1.657
1.710
1.758
7 Maret - 13 Maret
1.255
1.406
1.507
1.548
1.606
1.658
1.710
1.759
14 februari – 20 maret
1.283
1.438
1.541
1.583
1.642
1.693
1.749
1.798
21 maret – 27 maret
1.276
1.430
1.533
1.575
1.634
1.686
1.740
1.789
28 Maret – 3 April
1.281
1.436
1.539
1.581
1.640
1.693
1.747
1.796
30 mei – 5 juni
1.114
1.385
1.338
1.375
1.426
1.472
1.319
1.361
6 juni – 12 juni
1.018
1.141
1.233
1.237
1.303
1.345
1.388
1.427
13 juni – 19 juni
1.044
1.171
1.255
1.289
1.338
1.381
1.424
1.465
20 juni – 26 juni
1.080
1.188
1.273
1.357
1.401
1.445
1.486
27 juni- 3 juli
1.094
1.226
1.314
1.350
1.400
1.445
1.491
1.533
11 juli – 17 juli
1.125
1.261
1.351
1.388
1.484
1.486
1.533
1.577
4 juli – 10 juli
1.080
1.188
1.273
1.308
1.357
1.401
1.445
1.449
11 juli – 17 juli
1.125
1.261
1.351
1.379
1.439
1.486
1.533
1.577
15 agustus – 28 agustus
1.038
1.164
1.247
1.281
1.329
1.372
1.415
1.433
29 agustus – 4 september 12 september – 18 september 26 september – 2 oktober
1.113 1.080
1.248 1.211
1.337 1.297
1.374 1.333
1.425 1.383
1.471 1.427
1.518 1.472
1.561 1.514
951
1.066
1.142
1.174
1.217
1.126
1.296
1.332
17 oktober – 23 oktober
276
912
1.033
1.081
1.122
1.158
1.194
1.728
31 Oktober – 6 November 7 november – 13 november 21 november – 27 november 5 desember – 12 desember 20 desember – 27 desember
914 909
1.024 1.020
1.098 1.092
1.128 1.122
1.170 1.161
1.208 1.201
1.246 1.239
1.281 1.274
904
1.014
1.087
1.117
1.138
1.196
1.234
1.388
845 845
948 948
1.016 1.016
1.043 1.043
1.082 1.082
1.118 1.118
1.153 1.153
1.186 1.186
1.308
Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2012
93
Lampiran 9. Tabel Cashflow Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Koperasi KOMPONEN/TAHUN
1
2
3
4
5
INFLOW Pinjaman Dari koperasi
30,261,260
Penjualan Tandan Buah Segar (TBS) Salvage Value
53,518,080
65,345,280
83,779,340
65,345,280
TOTAL INFLOW
-
-
-
OUTFLOW Biaya Investasi investasi kolektif pembibitan kelapa sawit imas dan perun bongkar tunggul pohon
3,380,000 221,495 15,000,000
penanaman kelapa sawit
520,000
penanaman kacangan
176,000
pembuatan piringan
150,000
pembuatan drainase
5,374,691
pembuatan jalan utama dan produksi pemasangan gorong-gorong
3,957,593
pemasangan titi kayu
1,337,449
144,033
pemberian kendaraan lansir
493,827
investasi non kolektif sewa lahan
60,000,000
Dodos
70,000
70,000
70,000
70,000
Hegrek Kampak
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
Gancu
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Saprotan Total Biaya Investasi
350,000 90,681,260
350,000 140,000
350,000
490,000
633,827
490,000
Biaya Operasional Biaya Variabel biaya konsultasi
41,152
upah penyiangan
264,000
264,000
264,000
264,000
264,000
upah penunasan dan kastrasi
915,200
915,200
915,200
915,200
915,200
upah pemupukan
88,000
88,000
88,000
88,000
88,000
upah pemberian obat
44,000
44,000
44,000
44,000
44,000
upah pemberian gampi
44,000
konsumsi bagi pekerja pemberian gampi
44,000
94
Marsal
25,000
Decis
70,000
70,000
70,000
70,000
Gampi
90,000
90,000
90,000
90,000
Solar
60,000
60,000
60,000
60,000
Urea
27,000
27,000
27,000
27,000
SP36
1,292,850
1,292,850
2,585,700
2,585,700
KCL
225,030
225,030
300,040
300,040
Mgu
2,340,000
2,340,000
1,560,000
1,560,000
ongkos angkut pupuk
370,500
370,500
494,000
494,000
Biaya Panen
186,408
186,408
186,408
186,408
1,118,400
2,144,400
268,440
1,070,362
1,306,906
ongkos angkut hasil panen
25,000
fee koperasi Total Biaya Variabel
1,311,200
6,127,140
7,091,388
9,899,110
8,284,694
504,000
504,000
504,000
504,000
18,000
18,000
180,000
180,000
180,000
-
-
-
2,408,314
2,940,538
228,967
228,967
228,967
228,967
228,967
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
Biaya tetap tunjangan bagi buruh panen simpanan wajib koperasi simpanan wajib cadangan dana replanting gaji pengurus dan pengawas koperasi pembelian alat tulis dan inventoris koperasi biaya perawatan kendaraan lansir biaya perbaikan titi
2,160,000
2,160,000
pembayaran cicilan
3,026,126
3,026,126
pembayaran bunga
2,118,288
2,118,288
pajak bumi dan bangunan bangunan koperasi Total Biaya Tetap TOTAL OUTFLOW NET BENEFIT DISCOUNT FACTOR 7% PV/TAHUN PV BENEFIT PV COST NPV IRR PV POSITIVE PV NEGATIVE NET B/C PAYBACK PERIOD
2,160,000
2,160,000
1,858,601
1,858,601
1,858,601
1,858,601
1,858,601
2,121,476
4,785,476
4,947,476
12,516,113
13,048,337
94,113,937
11,052,617
12,528,864
23,049,050
21,823,031
(94,113,937)
(11,052,617)
(12,528,864)
60,730,291
43,522,249
0.93
0.87
0.82
0.76
0.71
(87,956,950)
(9,653,783)
(10,227,285)
46,330,848
31,030,762
-
-
-
63,914,858
46,590,282
87,956,950
9,653,783
10,227,285
17,584,010
15,559,519
225,431,027 0 333,269,046 (107,838,019) (3) 6 tahun 1 bulan
95
KOMPONEN/TAHUN
6
7
8
9
10
Penjualan Tandan Buah Segar (TBS) Salvage Value
70,963,200
74,215,680
75,694,080
76,285,440
76,876,800
TOTAL INFLOW
70,963,200
74,215,680
75,694,080
76,285,440
76,876,800
INFLOW Pinjaman Dari koperasi
OUTFLOW Biaya Investasi investasi kolektif pembibitan kelapa sawit imas dan perun bongkar tunggul pohon penanaman kelapa sawit penanaman kacangan pembuatan piringan pembuatan drainase pembuatan jalan utama dan produksi pemasangan gorong-gorong pemasangan titi kayu pemberian kendaraan lansir
493,827
investasi non kolektif sewa lahan Dodos
70,000
70,000
70,000
70,000
Hegrek
125,000
kampak
40,000
gancu
30,000
saprotan Total Biaya Investasi
40,000
40,000
30,000
30,000
350,000
40,000
40,000
30,000
30,000
350,000
140,000
490,000
140,000
983,827
195,000
upah penyiangan
264,000
264,000
264,000
264,000
264,000
upah penunasan dan kastrasi
915,200
915,200
915,200
915,200
915,200
upah pemupukan
88,000
88,000
88,000
88,000
88,000
upah pemberian obat
44,000
44,000
44,000
44,000
44,000
upah pemberian gampi
44,000
44,000
konsumsi bagi pekerja pemberian gampi Marsal
44,000
44,000
Decis
70,000
Biaya Operasional Biaya Variabel biaya konsultasi
25,000 70,000
70,000
70,000
70,000
96
gampi
90,000
90,000
90,000
90,000
90,000
Solar
60,000
60,000
60,000
60,000
60,000
Urea
27,000
27,000
27,000
27,000
27,000
SP36
2,585,700
2,585,700
2,585,700
2,585,700
2,585,700
KCL
300,040
300,040
300,040
300,040
300,040
Mgu
1,560,000
1,560,000
1,560,000
1,560,000
1,560,000
ongkos angkut pupuk
494,000
494,000
494,000
494,000
494,000
Biaya Panen
186,408
186,408
186,408
186,408
186,408
3,014,400
3,230,400
3,230,400
3,446,400
3,446,400
ongkos angkut hasil panen fee koperasi
1,419,264
1,484,314
1,513,882
1,525,709
1,537,536
11,206,012
11,399,062
11,453,630
11,656,457
11,756,284
tunjangan bagi buruh panen
504,000
504,000
504,000
504,000
504,000
simpanan wajib koperasi
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
simpanan wajib cadangan dana replanting gaji pengurus dan pengawas koperasi pembelian alat tulis dan inventoris koperasi biaya perawatan kendaraan lansir biaya perbaikan titi
3,193,344
3,339,706
3,406,234
3,432,845
3,459,456
228,967
228,967
228,967
228,967
228,967
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
2,160,000
2,160,000
2,160,000
2,160,000
2,160,000
pembayaran cicilan
3,026,126
3,026,126
3,026,126
3,026,126
3,026,126
pembayaran bunga
2,118,288
2,118,288
2,118,288
2,118,288
2,118,288
pajak bumi dan bangunan bangunan koperasi Total Biaya Tetap
1,858,601
1,858,601
1,858,601
1,858,601
1,858,601
13,301,143
13,447,505
13,514,033
13,540,644
13,567,255
Total Outflow
24,647,155
25,336,567
25,107,663
26,180,928
25,518,539
Net Benefit
46,316,045
48,879,113
50,586,417
50,104,512
51,358,261
0.67
0.62
0.58
0.54
0.51
PV/TAHUN
30,862,336
30,439,455
29,441,756
27,253,535
26,107,935
PV BENEFIT
47,285,776
46,217,796
44,054,644
41,494,225
39,080,267
PV COST
16,423,440
15,778,340
14,612,888
14,240,690
12,972,331
Total Biaya Variabel Biaya tetap
Discount Factor 7%
97
KOMPONEN/TAHUN
11
12
13
14
15
INFLOW Pinjaman Dari koperasi Penjualan Tandan Buah Segar (TBS) Salvage Value
76,876,800
TOTAL INFLOW
76,876,800
76,876,800
76,876,800
76,876,800
76,876,800 471,296
76,876,800
76,876,800
76,876,800
77,348,096
OUTFLOW Biaya Investasi investasi kolektif pembibitan kelapa sawit imas dan perun bongkar tunggul pohon penanaman kelapa sawit penanaman kacangan pembuatan piringan pembuatan drainase pembuatan jalan utama dan produksi pemasangan gorong-gorong pemasangan titi kayu pemberian kendaraan lansir
493,827
investasi non kolektif sewa lahan Dodos Hegrek
125,000
125,000
125,000
125,000
125,000
Kampak
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
Gancu
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
Saprotan
350,000
350,000
350,000
Total Biaya Investasi
545,000
195,000
545,000
688,827
545,000
upah penyiangan
264,000
264,000
264,000
264,000
264,000
upah penunasan dan kastrasi
915,200
915,200
915,200
915,200
915,200
upah pemupukan
88,000
88,000
88,000
88,000
88,000
upah pemberian obat
44,000
44,000
44,000
44,000
44,000
Biaya Operasional Biaya Variabel biaya konsultasi
upah pemberian gampi
44,000
konsumsi bagi pekerja pemberian gampi Marsal
44,000 25,000
Decis
70,000
25,000 70,000
70,000
70,000
70,000
98
gampi
90,000
90,000
90,000
90,000
90,000
Solar
60,000
60,000
60,000
60,000
60,000
Urea
27,000
27,000
27,000
27,000
27,000
SP36
2,585,700
2,585,700
2,585,700
2,585,700
2,585,700
KCL
300,040
300,040
300,040
300,040
300,040
Mgu
1,560,000
1,560,000
1,560,000
1,560,000
1,560,000
ongkos angkut pupuk
494,000
494,000
494,000
494,000
494,000
Biaya Panen
186,408
186,408
186,408
186,408
186,408
3,068,400
3,068,400
3,014,400
2,945,865
2,051,400
ongkos angkut hasil panen fee koperasi
1,537,536
1,537,536
1,537,536
1,537,536
1,537,536
11,315,284
11,290,284
11,236,284
11,280,749
10,273,284
tunjangan bagi buruh panen
504,000
504,000
504,000
504,000
504,000
simpanan wajib koperasi
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
simpanan wajib cadangan dana replanting gaji pengurus dan pengawas koperasi pembelian alat tulis dan inventoris koperasi biaya perawatan kendaraan lansir biaya perbaikan titi
3,459,456
3,459,456
3,459,456
3,459,456
3,459,456
228,967
228,967
228,967
228,967
228,967
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
15,909
2,160,000
2,160,000
2,160,000
2,160,000
2,160,000
pembayaran cicilan
3,026,126
3,026,126
3,026,126
pembayaran bunga
2,118,288
2,118,288
2,118,288
pajak bumi dan bangunan bangunan koperasi Total Biaya Tetap
1,858,601
1,858,601
1,858,601
1,858,601
1,858,601
13,567,255
13,567,255
13,567,255
8,422,841
8,422,841
TOTAL OUTFLOW
25,427,539
25,052,539
25,348,539
20,392,417
19,241,125
NET BENEFIT
51,449,261
51,824,261
51,528,261
56,484,383
58,106,971
0.48
0.44
0.41
0.39
0.36
PV/TAHUN
24,443,173
23,010,592
21,382,396
21,905,617
21,060,640
PV BENEFIT
36,523,614
34,134,219
31,901,139
29,814,148
28,034,510
PV COST
12,080,441
11,123,627
10,518,743
7,908,531
6,973,869
Total Biaya Variabel Biaya tetap
DISCOUNT FACTOR 7%
99
Lampiran 10. Tabel Cashflow Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Mandiri INFLOW
1
penjualan tbs (1000/kg) nilai sisa (salvage value) TOTAL INFLOW OUTFLOW
2
3
4
5
6
6,900,740
41,404,720
53,234,640
62,107,080
72,458,260
6,900,740
41,404,720
53,234,640
62,107,080
72,458,260
A. Biaya Investasi sewa lahan 2 ha 48,000,000 pipa besi 20,000 randap 1,040,000 upah pemberian randap upah pengangkutan batang kelapa sawit bibit umur 1 tahun pembelian bambu
30,000 3,900,000
6,279,000 104,000
pembukaan lahan 1,300,000 parang 30,000
30,000
40,000
40,000
30,000
30,000
cangkul gancu saprotan 350,000
350,000
350,000
dodos 70,000
70,000
hegrek Total Biaya Investasi B.Biaya Produksi B.1. Biaya Variabel upah tanam
61,193,000
-
350,000
-
520,000
-
360,000
360,000
360,000
360,000
360,000
360,000
780,000
780,000
780,000
780,000
780,000
780,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
52,000
52,000
52,000
52,000
52,000
52,000
948,090
948,090
1,420,411
1,420,411
1,420,411
1,420,411
257,581
257,581
429,301
429,301
429,301
429,301
6,864,000 780,000
upah penyulaman 5% upah penyiangan upah penunasan (kastrasi) upah pemberian pupuk konsumsi pekerja penunasan urea
39,000
npk
100
tsp 1,820,000
1,820,000
2,548,000
2,548,000
2,548,000
2,548,000
203,840
203,840
407,680
407,680
407,680
407,680
1,248,000
1,248,000
1,872,000
1,872,000
1,872,000
1,872,000
90,000
90,000
90,000
90,000
90,000
90,000
18,000
18,000
18,000
18,000
18,000
18,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
11,520,000
2,048,000
2,176,000
2,864,000
2,864,000
624,000
624,000
624,000
624,000
624,000
83,406,511
18,471,511
11,899,393
11,327,393
13,055,393
12,015,393
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
15,000
15,000
15,000
15,000
15,000
15,000
10,000
20,000
20,000
20,000
10,000
20,000
45,000
55,000
55,000
55,000
45,000
55,000
144,644,511
18,526,511
12,304,393
11,382,393
13,620,393
12,070,393
(144,644,511) 0.934579439
(11,625,771) 0.8734387
29,100,327 0.81629787
41,852,247 0.7628952
48,486,687 0.7129861
60,387,867 0.6663422
-135,181,785
-10,154,398
23,754,535
31,928,879
34,570,338
40,238,985
0
6,027,373
33,798,585
40,612,451
44,281,489
48,281,998
135,181,785
16,181,772
10,044,049
8,683,572
9,711,151
8,043,012
za kcl Decis solar upah pemberian obat Upah panen konsumsi pekerja panen Total Biaya Variabel B2. Biaya Tetap upah perawatan gancu upah perawatan parang upah perawatan cangkul upah perawatan dodos upah perawatan hegrek Total Biaya Tetap Total Outflow Net Benefit Discount Factor 7 % PV/TAHUN PV Benefit PV Cost NPV IRR
Rp197,253,503 23%
PV Positive
342589687.5
PV Negative
-145336184.3
NET B/C Payback Period
2.357222251 7 tahun 4 bulan
101
INFLOW
7
8
9
10
11
12
penjualan tbs (1000/kg) 78,373,220
79,851,960
79,851,960
79,851,960
79,851,960
79,851,960
78,373,220
79,851,960
79,851,960
79,851,960
79,851,960
79,851,960
nilai sisa (salvage value) TOTAL INFLOW OUTFLOW A. Biaya Investasi sewa lahan 2 ha pipa besi randap upah pemberian randap upah pengangkutan batang kelapa sawit bibit umur 1 tahun pembelian bambu pembukaan lahan parang 30,000 cangkul 40,000 gancu 30,000 saprotan 350,000
350,000
350,000
dodos hegrek 125,000
125,000
Total Biaya Investasi 350,000
125,000
450,000
-
350,000
125,000
360,000
360,000
360,000
360,000
360,000
360,000
780,000
780,000
780,000
780,000
780,000
780,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
52,000
52,000
52,000
52,000
52,000
52,000
1,420,411
1,420,411
1,420,411
1,420,411
1,420,411
1,420,411
429,301
429,301
429,301
429,301
429,301
429,301
2,548,000
2,548,000
2,548,000
2,548,000
2,548,000
2,548,000
407,680
407,680
407,680
407,680
407,680
407,680
1,872,000
1,872,000
1,872,000
1,872,000
1,872,000
1,872,000
90,000
90,000
90,000
90,000
90,000
90,000
B.BIAYA PRODUKSI B.1. BIAYA VARIABEL upah tanam upah penyulaman 5% upah penyiangan upah penunasan (kastrasi) upah pemberian pupuk konsumsi pekerja penunasan urea npk tsp za kcl Decis
102
solar 18,000
18,000
18,000
18,000
18,000
18,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
2,864,000
2,864,000
2,864,000
2,864,000
2,864,000
2,864,000
624,000
624,000
624,000
624,000
624,000
624,000
12,715,393
12,265,393
12,915,393
12,015,393
12,715,393
12,265,393
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
15,000
15,000
15,000
15,000
15,000
15,000
20,000
20,000 10,000
20,000
20,000
20,000
upah pemberian obat Upah panen konsumsi pekerja panen TOTAL BIAYA VARIABEL B2. BIAYA TETAP upah perawatan gancu upah perawatan parang upah perawatan cangkul upah perawatan dodos upah perawatan hegrek TOTAL BIAYA TETAP 55,000
55,000
45,000
55,000
55,000
55,000
13,120,393
12,445,393
13,410,393
12,070,393
13,120,393
12,445,393
DISCOUNT FACTOR 7 %
65,252,827 0.6227497
67,406,567 0.5820091
66,441,567 0.5439337
67,781,567 0.5083492
66,731,567 0.475092
67,406,567 0.4440119
PV/TAHUN
40,636,181
39,231,235
36,139,810
34,456,711
31,703,686
29,929,322
PV BENEFIT
48,806,902
46,474,567
43,434,175
40,592,687
37,937,090
35,455,225
8,170,721
7,243,331
7,294,365
6,135,975
6,233,403
5,525,903
TOTAL OUTFLOW NET BENEFIT
PV COST
103