KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH
RIA SULASTRIANI Program Sarjana, Universitas Gunadarma
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran kemandirian remaja puteri pasca kematian ayah, faktor-faktor yang menyebabkan kemandirian subjek, dan cara pengembangan kemandirian subjek. Kemandirian adalah kemampuan untuk menegakan kehendaknya, menentukan sendiri setiap perbuatannya, mampu mengembangkan diri dan tampil sebagai totalitas pribadi yang mantap, harmonis, utuh dan kuat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang dengan karakteristik berjenis kelamin perempuan berada pada usia 17 tahun dan telah ditinggal mati ayah selama 4 bulan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa subjek memiliki kemandirian emosi yang cukup baik, Kemandirian subjek pada aspek intelektual juga sangat baik. Subjek juga mampu mandiri dalam bidang sosial karena subjek mampu berinteraksi dengan baik dengan teman-teman atau lingkungan sekitar, tetapi subjek memiliki kesulitan dalam hal ekonomi keluarga. subjek merasa bingung siapa yang bertanggung jawab atas subjek dan keluarga karena ibu subjek tidak bekerja, kakak subjek masih berkuliah, subjek merasa kekurangan dalam hal ekonomi, subjek berencana ingin bekerja untuk membantu perekonomian keluarga pasca kematian ayah subjek. Saran yang diberikan penulis kepada subjek adalah agar subjek tetap dapat meningkatkan kemandirian dan dapat terus menjadi teladan yang baik untuk adik-adiknya dan menjadi seorang anak yang dapat menjadi kebanggan orang tua karena prestasinya yang baik. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
Kata Kunci : Kemandirian, Remaja Puteri
A. LATAR BELAKANG Membicarakan hal tentang kematian bukanlah hal yang mudah bagi sebagian besar orang. Kematian adalah topik yang tidak banyak dibahas orang, sering kali menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. Banyak pertanyaan tentang apa yang akan terjadi setelah kematian yang belum terjawab. Banyak peristiwa kehilangan akibat kematian yang menimbulkan kepedihan dan penyesalan. Kematian merupakan suatu realita dalam kehidupan manusia yang tidak dapat terhindarkan, karena pada akhirnya setiap manusia akan mengalami kematian. Walaupun kematian merupakan suatu realita yang pasti dialami oleh manusia, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang siap menghadapi kematian, baik orang yang akan meninggal ataupun keluarga yang akan ditinggalkan, karena kematian salah satu anggota keluarga berarti akan kehilangan anggota keluarga tersebut untuk selama-lamanya. Apalagi jika anggota keluarga yang meninggal tersebut adalah seseorang yang sangat penting perannya dalam keluarga, seperti ayah. Kematian ayah dapat menimbulkan dampak yang negatif. Dampak negatif ini terjadi karena ayah memiliki peran penting dalam keluarga. Menurut Peterson (1980) dan Thevenin (1993) ayah berperan sebagai pemimpin dalam keluarga. Ia membuat keputusan dalam keluarga dan memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap anggota keluarga, menjadi teladan bagi anak-anaknya, mendukung kehidupan keluarga baik secara ekonomi maupun secara emosional serta menjaga hubungan keluarga dengan dunia luar. Mengingat pentingnya peran ayah, maka goncangan hidup akan terjadi apabila ayah yang memiliki peranan penting dalam keluarga, meninggal (Peterson, 1980). Hal ini karena keluarga adalah suatu sistem yang anggota-anggotnya saling terkait, saling berinteraksi, dan saling bergantung satu sama lain (Koman dan Stechler, 1991). Beberapa contoh kasus yang terjadi pada anak setelah kematian orang tuanya : Black (dalam Black, 1998) menemukan bahwa anak-anak yang mengalami kehilangan dimasa anak-anak awal cenderung mengembangkan gangguan psikis pada masa kanak-kanak akhir. Sementara Rutter (dalam Black, 1998) menemukan peningkatan gangguan psikis sebesar lima kali lipat pada anak yang mengalami kehilangan dibandingkan dengan yang tidak; sebagaimana diteliti oleh Urbanowicz (dalam Black, 1998) melalui laporan orang tua, anak-anak yang mengalami kehilangan memiliki tingkat gejala dan gangguan emosi yang lebih
tinggi dibandingkan anak yang tidak mengalmai kehilangan hingga dalam kurun waktu 2 tahun, dan 40% anak yang mengalami kehilangan masih menunjukkan gangguan selama satu tahun setelah kejadian kehilangan, dalam pengukuran langsung terhadap anak yang mengalami kehilangan. Weller (dalam Black, 1998) juga menemukan bahwa kerinduan akan bertemu kembali dengan orang yang telah meninggal adalah hal yang umum dan dapat mengarah pada pemikiran bunuh diri pada anak dan remaja yang mengalami kehilangan, walaupun jarang dilakukan, kesulitan lainnya mencakup delinkuensi dan depresi ketika dihadapkan pada situasi yang mengingatkan anak pada orang tuanya (Kastenbaum dalam Aiken, 1994). Dari hasil-hasil penelitian kita dapat melihat bahwa dampak kehilangan pada anak bukan hanya berlangsung beberapa bulan setelah kematian terjadi, tetapi juga bertahun-tahun bahkan seumur hidup jika tidak dilakukan intervensi. Kematian ayah berdampak pada kemandirian seorang anak. Seorang anak dituntut untuk dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Kemandirian, menurut Barnadib (1982), meliputi “perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan / masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”. (www.e-psikologi.com). Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan bergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada dilingkungannya hingga kurun waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap orang tua dan orang-orang lain yang berada disekitar lingkungannya dan mulai belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan proses almaiah yang dialami oleh setiap makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Mandiri atau sering juga disebut “diatas kaki sendiri” merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Dampak yang ditimbulkan karena kematian ayah akan sangat besar karena ayah adalah tokoh central dalam keluarga dan memiliki tugas yang sangat utama dalam suatu keluarga seperti melindungi anggota keluarga dari dunia luar dan yang sangat terpenting adalah menopang perekonomian untuk seluruh anggota keluarga, membantu anaknya mewujudkan cita-citanya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemandirian remaja akhir puteri pasca kematian ayah, dimana sosok ayah merupakan sosok yang
sangat penting dalam keluarga sebagai pelindung, pendidik dan sebagai penopang ekonomi dalam keluarga. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian studi kasus dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dari kasus seorang remaja puteri yang ditinggal mati ayah karena walaupun berada dalam kasus yang sama tingkat kemandirian yang dimiliki seseorang berbeda.
B. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana gambaran kemandirian remaja pasca kematian ayah ? 2. Mengapa kemandirian subjek seperti itu ? 3. Bagaimana cara perkembangan kemandirian subjek ?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ciri-ciri kemandirian remaja akhir puteri pasca kematian ayah, faktor-faktor yang menjadi penyebabnya dan bagaimana cara perkembangan kemandirian tersebut.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Memberi masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan kemandirian remaja. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi anak remaja agar menjadi mandiri setelah kematian ayah dalam menjalani hidupnya, sehingga terdorong untuk terus berprestasi dan meraih kesuksesan.
E. LANDASAN TEORI Menurut Granicia (2000), kemandirian adalah kemampuan untuk dapat menjalani kehidupan tanpa adanya ketergantungan kepada orang lain. Dapat melakukan kegiatan sehari-hari, mengambil keputusan, serta mengatasi masalah. Dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri, setiap anak perlu dilatih untuk mengembangkan kemandirian sesuai kapasitas dan tahapan perkembangannya.
1. Dimensi-dimensi Kemandirian Beberapa dimensi-dimensi kemandirian yang dapat diidentifikasi oleh Steinberg (2002), yaitu: 1) Kemandirian Perilaku (behavioral Autonomy) Kemandirian perilaku diartikan oleh Stainberg (2002), sebagai kapasitas untuk membuat keputusan-keputusan dengan mandiri dan melaksanakan keputusannya tersebut. Menurut Stainberg (2002) kemandirian tingkah laku dapat dilihat dari tiga perubahan yang muncul pada saat remaja. 2) Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy) Steinberg dan Silverberg (dalam Chen, 1999), Kemandirian emosi didefinisikan sebagai sebuah aspek dari kemandirian yang berhubungan dengan perubahan hubungan individual dengan orang-orang terdekat, terutama orang tua. Pada akhir tahapan remaja, seseorang menjadi lebih tidak bergantung secara emosinal terhadap orang tunya, daripada saat mereka masih kanak-kanak. Perubahan hubungan dengan orang tua inilah yang dapat disebut sebagai perkembangan dalam hal kemandirian emosional (Steinberg, 2002), walaupun demikian kemandirian remaja tidak membuat remaja tersebut terpisah dari hubungan keluarganya. Jadi seorang remaja tetap dapat menjadi mandiri tanpa harus terpisah hubungan dengan keluarganya. 3) Kemandirian Kognitif (Cognitive Autonomy) atau Kemandirian Nilai (Value Autonomy) Perubahan kognitif atau yang juga disebut sebagai kemandirian nilai pada remaja mendapat peran penting dalam perkembangan kemandirian, karena dalam kemandirian dibutuhkan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri (Steinberg, 2002). Pada perkembangan dari kemandirian nilai , terjadi perubahan dalam konsep remaja tentang moral, politik, ideologi, dan isu tentang agama. Terdapat tiga aspek kemandirian nilai yang muncul pada tahap perkembangan remaja. Pertama, remaja telah berpikir secara abstrak tentang beberapa isu. Kedua, keyakinan (beliefs) menjadi lebih mengakar pada prinsip-prinsip umum. Ketiga, keyakinan(beliefs) lebih banyak ditemukan pada nilai-nilai pribadi remaja tersebut dan tidak selalu
ditemukan pada nilai-nilai yang diturunkan dari orang tua atau orang dewasa lain. 2. Aspek-Aspek Kemandirian Mandiri atau sering juga disebut dengan berdiri diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian dalam konteks individu tentu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik. Aspekaspek kemandirian menurut Havighurst (dalam Fatimah, 2006), yaitu: a. Emosi Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua. b. Ekonomi Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. c. Intelektual Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. d. Sosial Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain 3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemandirian Subjek Menurut Mahmud (1990), faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut: a. Jenis kelamin Yang membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, dimana dituntut untuk berprilaku sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di masyarakat. Antara lain bersifat logis, bebas dan agresif pada anak lakilaki sedangkan sikap lemah, lembut, ramah dan feminim pada anak perempuan. b. Usia Semenjak
muda
anak
kecil
berusaha
mandiri
manakala
mulai
mengeksplorasi lingkungan atas kemauannya sendiri, sehingga semakin bertambah usia anak akan semakin tinggi tingkat kemandirian seseorang. c. Urutan anak dalam keluarga
Anak sulung biasanya lebih beroientasi pada orang dewasa, pandai mengendalikan diri, takut gagal dan pasif jika dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Anak tengah cenderung lebih ekstrovert dan kurang mempunyai dorongan, akan tetapi mereka lebih memiliki pendirian, sedangkan anak bungsu adalah anak yang paling disayang oleh orang tua.
Remaja adalah masa terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman dalam Sarwono, 2001). Menurut Havighurst (dalam Monks dkk, 1999) tugas perkembangan meliputi : a. Perkembangan aspek-aspek biologis b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa yang lain d. Mendapatan pandangan sendiri e. Merealisasikan identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kehidupan sosial masyarakat
WHO mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya tandatanda kehidupan secara permanen, yang biasanya terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. 1. Tanda-Tanda Pasti Kematian Setelah seseorang dinyatakan mati, maka akan muncul tanda-tanda yang menyertai kematian. Tanda-tanda tersebut antara lain : a. Adanya lebam mayat (hipostatis / lividitas pasca kematian) b. Kaku mayat (Rigor Mortis) c. Penurunan suhu tubuh d. Pembusukan e. Mumifikasi f. Adiposera Tanda-tanda ini terjadi setelah kematian, antara lain kerja jantung dan peredaran darah terhenti, pernapasan terhenti, refleks cahaya dan kornea mata hilang dan terjadi relaksasi otot (www.wikipedia.org).
F. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam bentuk studi kasus karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang kemandirian remaja akhir puteri pasca kematian ayah. Metode studi kasus dianggap yang paling tepat karena peneliti dapat melakukan wawancara dengan subjek secara mendalam, dapat mengungkap hal-hal yang unik dan spesifik dan dapat mengungkap makna dibalik fenomena dalam kondisi apa adanya.
G. SUBJEK PENELITIAN Karakter subjek penelitian ini adalah remaja perempuan yang berusia 17 tahun, yang telah mengalami kematian ayah (ditinggal mati) selama 4 bulan.
H. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan kemandirian subjek seperti itu adalah subjek memang memiliki kemampuan dalam dirinya untuk bisa memiliki kemandirian yang baik setelah kematian ayah. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan subjek dan significant other yang menyatakan bahwa subjek memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri dan menjalankan keputusan tersebut untuk menjadi teladan bagi adik-adiknya, juga menahan emosi marah dan kesedihannya agar tidak melukai anggota keluarga lain. Faktor lain yang menyebabkan mengapa subjek memiliki kemandirian yang baik karena kematian ayah subjek yang mengharuskan subjek bersikap lebih dewasa dalam segala hal.
I. KESIMPULAN Pada umumnya subjek cukup mampu mandiri pasca kematian ayahnya, subjek tidak mengandalkan orang lain dalam banyak hal, subjek mampu mengambil keputusan sendiri dan konsekuen dengan keputusannya dilihat dari aspek emosi, lalu subjek juga mampu untuk mengatasi masalahnya dan menghadapi masalah yang diterimanya dengan baik, subjek mampu menghadapi masalah dan tidak menjerumuskan diri pada hal yang negatif ketika menghadapi masalah dihadapannya. Subjek juga sudah mandiri dari aspek sosial hal ini dilihat dari kepandaian subjek dalam berinteraksi dengan orang lain dan tidak menunggu aksi dari orang lain. Tetapi subjek mengalami masalah dalam aspek ekonomi, karena
sejak kematian ayahnya tidak ada yang secara pasti menanggung kebutuhan keluarga.
J. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat diketahui bahwa subjek memiliki kemandirian yang baik, hal ini dikarenakan subjek yang selalu berusaha untuk menjadi teladan bagi adik-adiknya pasca kematian ayahnya, selain itu usia subjek yang telah beranjak dewasa membuatnya mampu berpikir dengan lebih baik dan telah mampu melihat konsekuensi dari tindakan yang diambilnya. Saran yang diberikan penulis kepada subjek adalah agar subjek tetap dapat meningkatkan kemandirian dan dapat terus menjadi teladan yang baik untuk adikadiknya dan menjadi seorang anak yang dapat menjadi kebanggaan orang tua karena prestasinya yang baik. Saran yang diberikan penulis bagi penelitian selanjutnya agar dapat terus berupaya memperbaharui dan mengembangkan hasil penelitian ini secara lebih mendalam dan dapat menjadi perbandingan bagi penelitian-penelitian lain dengan tema yang sama seperti kemandirian remaja putera pasca kematian ayah