Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S
PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS MINYAK NABATI SEBAGAI MEDIA PEMANAS TERHADAP DAYA SERAP MINYAK, KADAR AIR, SUSUT MASAK DAN AKSEPTABILITAS DAGING AYAM GORENG THE EFFECT OF USING VARIOUS TYPE OF VEGETABLE OILS AS HEATING MEDIUM ON OIL ABSORPTION, MOISTURE CONTENT, COOKING LOSS AND ACCEPTABILITY OF FRIED CHICKEN Fitri Suciati*, Kusmajadi Suradi**, dan Eka Wulandari** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email:
[email protected] ABSTRAK Setiap jenis minyak goreng memiliki karakteristik yang berbeda, baik jika dilihat dari sifat fisik dan kimianya. Karakteristik minyak yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap penggunaanya dalam proses menggoreng. Menggoreng dengan minyak yang berbeda akan memberikan daya serap minyak, kadar air, susut masak dan akseptabilitas yang berbeda terhadap daging ayam goreng. Penelitian mengenai Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Terhadap Daya Serap Minyak, Kadar Air, Susut Masak dan Akseptabilitas Daging Ayam Goreng telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi dan Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan berbagai jenis minyak nabati sebagai media pemanas terhadap daya serap minyak, kadar air, susut masak dan akseptabilitas daging ayam goreng serta mendapatkan minyak nabati yang tepat untuk menggoreng daging ayam. Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu menggoreng dengan minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jagung masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis minyak nabati memberikan pengaruh terhadap daya serap minyak dan susut masak, namun tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air dan akseptabilitas daging ayam goreng. Minyak kelapa sawit merupakan media pemanas terbaik dengan daya serap minyak 5,08%, susut masak 41,20% dan kadar air 53,19%. Kata Kunci : daging ayam goreng, deep frying, minyak nabati, daya serap minyak.
ABSTRACT Each cooking oil has different characteristics, in term of physical and chemical properties. Characteristic of different oils will give effect in the frying process. Using various types of cooking oil will provide different effect on oil absorption, moisture content, cooking loss and acceptability of fried chicken. Research of the effect of using various types of vegetable
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S oil as heating medium on oil absorption, moisture content, cooking loss and acceptability of fried chicken was executed at the Laboratory of Technology and Animal Products Processing Faculty of Animal Husbandry Padjadjaran University. This study aim to determine of using various type of vegetable oils as heating medium to the oil absorption, moisture content, cooking loss and acceptability of fried chicken and determine the best vegetable oil to fry the chicken. The research conducted by experiments using a Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments that fried by palm oil, coconut oil, corn oil each treatment has 6 replications. ANAVA test was used to determine the treatments effect and differences between each treatment performed by Duncan's Multiple Range Test. Research results showed that using various type of vegetable oils were found to have significant effect on the oil absorption and cooking loss, but didn’t give significant effect on moisture content and acceptability of fried chicken. Palm oil is the best heating medium with 5,08% of oil absorption, 41,20% of cooking loss and 53,19% of water content. Keywords : fried chicken, deep frying, vegetable oil, oil absorption.
PENDAHULUAN Daging ayam dikonsumsi masyarakat melalui berbagai proses pemasakan diantaranya digoreng, dipanggang, direbus dan lain-lain. Pemasakan daging ayam dengan cara digoreng adalah yang paling umum dilakukan dan banyak disukai masyarakat. Hal ini terlihat bahwa hampir di setiap wilayah kota banyak pedagang yang menjajakan daging ayam goreng. Daging ayam yang diolah dengan cara digoreng lebih disukai, selain mudah dalam proses pemasakannya, juga memiliki citarasa, tekstur dan warna yang khas sehingga memiliki daya tarik tersendiri. Tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk gorengan menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan minyak goreng yaitu pada tahun 2011 sebanyak 8,239 liter per kapita per tahun dan pada tahun 2012, sebanyak 9,334 liter per kapita per tahun (Survei Sosial Ekonomi, 2013). Daging ayam goreng yang dijual pada umumnya digoreng menggunakan cara menggoreng rendam (deep frying). Minyak goreng yang sering digunakan adalah jenis minyak kelapa sawit, namun sebenarnya masih banyak jenis minyak nabati lainnya untuk menggoreng antara lain minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak canola, minyak biji bunga matahari dan lain-lain. Setiap jenis minyak goreng memiliki karakteristik yang berbeda, baik jika dilihat dari sifat fisik dan kimianya. Karakteristik minyak secara fisik antara lain, warna, odor dan flavor, kelarutan, titik asap, titik api dan lain-lain. Karakteristik minyak jika dilihat dari sifat kimianya yakni kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuhnya. Karakteristik minyak yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap penggunaanya dalam proses menggoreng. Minyak goreng yang digunakan dalam proses menggoreng rendam (deep fying) membutuhkan minyak dengan titik asap tinggi, karena suhu saat deep frying bisa mencapai 200oC. Saat deep frying, air dalam daging ayam menguap, sehingga menyebabkan minyak bermigrasi ke dalam daging ayam mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Titik asap minyak sangat mempengaruhi kadar air dan daya serap minyak pada saat daging ayam digoreng. Penyerapan minyak dan kadar air juga akan mempengaruhi susut masak daging ayam. Selain itu, deep frying memungkinkan terjadinya penyerapan minyak berlebih yang
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S
tentunya akan menurunkan daya terima daging ayam goreng tersebut. Menggoreng dengan minyak yang berbeda akan memberikan daya serap minyak, kadar air, susut masak dan akseptabilitas yang berbeda. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Minyak Nabati sebagai Media Pemanas terhadap Daya Serap Minyak, Kadar Air, Susut Masak dan Akseptabilitas Daging Ayam Goreng. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging ayam bagian dada, minyak goreng (minyak kelapa sawit, kelapa dan jagung). Sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah heksana sebagai pelarut lemak. Metode Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu daging ayam broiler bagian dada dicuci bersih, diambil sampel sebanyak 5 g, ditimbang, kemudian digoreng dengan cara deep frying dalam 1 liter minyak goreng dengan suhu 180 oC selama 14 menit kemudian daging ayam goreng diangkat dan ditiriskan (Ravinder dkk, 1999). Setelah itu, dilakukan penimbangan kembali serta dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian variabel yang diukur (kadar air, daya serap minyak dan uji akseptabilitas). Peubah yang diamati 1. Daya serap minyak pada daging ayam goreng Penentuan daya serap minyak dilakukan dengan cara menganalisis kadar minyak dalam bahan sebelum dan sesudah penggorengan. Penentuan kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet (Anton Apriantono dkk., 1989), dengan prinsip: Lemak diekstrak dengan pelarut lemak, yaitu heksana setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung presentasenya. 2. Kadar air pada daging ayam goreng Penetapan kadar air dengan metode oven (Sudarmadji dkk., 1996), dengan prinsip menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan, kemudian menimbang sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. 3. Susut Masak pada daging ayam goreng Berat yang hilang (penyusutan berat) selama pemasakan, atau yang lazim disebut cooking loss (susut masak). Susut masak dapat diketahui dengan cara menimbang berat sampel sebelum dimasak dan sesudah dimasak (Soeparno, 2005). 4. Akseptabilitas pada daging ayam goreng Akseptabilitas diuji dengan menggunakan uji hedonik (uji kesukaan) yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan total penerimaan. Pengujian dilakukan pada 15 orang
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S
panelis agak terlatih yang merupakan mahasiswa minat Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 kali pengulangan. Perlakuan yang diberikan adalah menggoreng dengan 3 jenis minyak nabati, yaitu P1 = Minyak Sawit, P2 = Minyak Kelapa, P3 = Minyak Jagung dengan suhu 180 oC dan waktu pemasakan selama 14 menit. Peubah yang diamati adalah daya serap minyak, kadar air, susut masak dan akseptabilitas. Data penelitian diuji menggunakan analisis sidik ragam dan apabila hasilnya nyata berpengaruh, maka dilakukan uji jarak berganda Duncan (Gaspersz, 2006), sedangkan untuk data uji akseptabilitas dilakukan uji Kruskal-Wallis. Apabila hasilnya berpengaruh nyata, maka dilakukan uji MannWhitney. Analisis dilakukan dengan program SPSS 17.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan berbagai jenis minyak nabati sebagai media pemanas terhadap daya serap minyak, kadar air, susut masak dan akseptabilitas daging ayam goreng disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Penelitian Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Serap Minyak, Kadar Air, Susut Masak dan Akseptabilitas Daging Ayam Goreng. Peubah
Perlakuan P2
P1 P3 Mutu Kimia dan Fisik Daya Serap Minyak 5,08c 7,29b 8,98a Kadar Air 53,19 a 50,86a 52,29a Susut Masak 41,20b 45,42a 35,75c Akseptabilitas Warna 4,13a 4,00a 3,00a Rasa 3,73a 4,20a 3,73a Aroma 4,13a 3,80a 3,00a Tekstur 3,93a 4,00a 3,60a Total Penerimaan 3,93a 4,13a 3,67a Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang berbeda ke arah horizontal berbeda nyata (P<0,05) Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis minyak nabati (minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jagung) memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya serap minyak dan susut masak, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air dan akseptabilitas (warna, rasa, bau, tekstur dan total penerimaan) daging ayam goreng.
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S
Daya Serap Minyak Daya serap minyak daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa sawit (P1) nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingan dengan yang digoreng dengan minyak kelapa (P2) dan minyak jagung (P3). Demikian pula, daya serap minyak daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa (P2) nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan minyak jagung (P3). Perbedaan ini disebabkan oleh titik asap minyak, stabilitas minyak dan viskositas minyak. Seperti yang dikemukan Kochhar (2001), bahwa titik asap mempengaruhi daya serap minyak, minyak dengan titik asap tinggi, daya serapnya rendah, begitu pula sebaliknya, minyak dengan titik asap rendah memiliki daya serap yang tinggi. Minyak jagung memiliki titik asap lebih tinggi (230-238 oC) dibandingkan dengan minyak kelapa (232 oC ) dan minyak kelapa sawit (220 oC). Walaupun minyak jagung lebih tinggi titik asapnya dibandingkan minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, minyak jagung stabilitasnya terhadap panas rendah, karena mengandung banyak asam lemak tak jenuh yang mengakibatkan kerusakan minyak. Hal ini senada dengan Sartika (2009) bahwa kerusakan oksidasi akibat pemanasan diatas suhu 100oC lebih cepat terjadi pada minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh tinggi. Selanjutnya Edwar dkk (2011) menyatakan bahwa pemanasan dari suhu 100-300oC menggunakan minyak goreng jagung lebih banyak mengalami pemutusan ikatan rangkap pada ikatan asam lemak tidak jenuh dibandingkan yang terjadi pada minyak goreng sawit. Weiss dalam Kochhar (2001) menyatakan bahwa asam lemak bebas yang terbentuk selama menggoreng juga mempengaruhi titik asap minyak. Sehingga, minyak dengan titik asap tinggi bisa mengalami penurunan titik asap dan menyebabkan peningkatan daya serap minyak. Daya serap minyak ini berkaitan dengan tingkat kontak daging ayam dengan minyak, hal ini senada dengan Blumethal (1996) yang menyatakan bahwa asam lemak bebas teroksidasi yang terbentuk dapat berperan sebagai surfaktan, sehingga akan meningkatkan kontak produk dengan minyak yang akan menyebabkan peningkatan penyerapan minyak. Oleh karena itu, daging yang digoreng dengan minyak kelapa sawit daya serap minyaknya lebih tinggi rendah dibandingkan dengan daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa dan minyak jagung. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak jagung mengandung 13% asam lemak jenuh dan 86% asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986). Minyak kelapa mengandung sawit mengandung 49,45% asam lemak jenuh dan 50,49% asam lemak tidak jenuh (Fan dkk., 2002). Minyak kelapa mengandung 90,69% asam lemak jenuh dan 9,31% asam lemak tidak jenuh (Zambiazi dkk., 2007). Daya serap minyak juga dipengaruhi oleh viskositas, bahwa semakin besar viskositas fluida, maka akan semakin rendah kecepatan mengalirnya,sebaliknya semakin kecil viskositas. Minyak jagung memiliki viskositas 28,7 cP (Mudawi dkk., 2014), lebih kecil dibandingkan dengan minyak kelapa sebesar 39,8 cP dan minyak kelapa sawit sebesar 44 cP (Timms, 1985). Sehingga daging ayam yang digoreng dengan minyak jagung menyebabkan migrasi minyak jagung ke permukaan daging lebih cepat sehingga minyak lebih banyak terserap di dalam
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S
daging ayam dibandingkan dengan daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Demikian pula daya serap minyak daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa terhadap minyak kelapa sawit. Kadar Air Kadar air daging ayam goreng tidak berbeda nyata antar perlakuan. Tidak adanya perbedaaan kadar air yang nyata antar perlakuan karena pada saat menggoreng dengan temperatur tinggi (suhu 180oC), terjadi serangkaian reaksi secara simultan dengan adanya udara, air, dan temperatur, yaitu termooksidasi, polimerasi dan hidrolisis (Osawa dan Gonzalcaves, 2012). Proses tersebut mengakibatkan terjadinya pembentukan kerak pada permukaan daging ayam yang akan menahan air keluar. Hal ini senada dengan Ketaren (1986) yang menyatakan bahwa pada saat pemanasa, terjadi pula hidrasi yang diikuti dengan pembentukan kerak pada permukaan bahan pangan akibat panas dari lemak panas sehingga menguapkan air yang terdapat pada bagian luar bahan pangan. Susut Masak Susut masak terbesar pada daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa (P2) nyata lebih besar (P<0,05) dibandingkan dengan daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa sawit (P1) dan minyak jagung (P3). Demikian pula susut masak daging ayam yang digoreng dengan minyak kelapa sawit (P1) dibandingkan yang digoreng dengan minyak jagung (P3). Hal ini berkaitan dengan variabel sebelumnya, bahwa daya serap minyak daging ayam yang digoreng dengan minyak jagung memiliki daya serap yang tinggi dibandingkan minyak kelapa dan kelapa sawit. Faktor lain yang mempengaruhi susut masak kemungkinan ada cairan daging yang juga dapat mempengaruhi susut masak daging ayam. Daging ayam yang digoreng dengan minyak jagung memiliki daya serap yang tinggi, namun susut masaknya lebih rendah dibandingkan minyak kelapa dan kelapa sawit, karena cairan daging yang hilang posisinya digantikan oleh minyak, sehingga berat daging ayam cenderung tidak banyak berkurang. Hal ini senada dengan Gidhurus dkk (2010) menyatakan bahwa pada saat proses menggoreng, saat suhu mencapai 170-200oC, penguapan air dari makanan diikuti dengan transfer panas dan beberapa substansi volatil pada produk dan minyak goreng akan menguap seiring dengan perubahan kimia pada minyak dan kemudian minyak diserap oleh makanan. Hal ini yang memungkinkan posisi air yang hilang digantikan oleh minyak yang terserap, sehingga daging ayam yang digoreng dengan minyak jagung tidak banyak kehilangan berat. Akseptabilitas Berdasarkan data pada Tabel 1, bahwa penggunaan minyak nabati (minyak kelapa sawit, kelapa dan jagung) tidak berpengaruh terhadap akseptabilitas daging ayam goreng baik
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S
dari segi warna, rasa, aroma, tekstur dan total penerimaan. Tidak ada perbedaan yang nyata yang dirasakan oleh panelis disebabkan karena suhu dan waktu pemasakan yang sama, sehingga warna yang dihasilkan cenderung sama. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Ketaren (1986) bahwa tingkat intensitas warna pada makanan yang digoreng dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan, sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan. Rasa dan aroma daging ayam tersebut tidak dirasakan berbeda oleh panelis. Hal ini mungkin disebabkan karena odor dan flavor pada saat menggoreng baik dengan minyak kelapa sawit, kelapa maupun jagung memilki komponen flavor yang sama, yang merupakan hasil interaksi antara oksidasi produk dari minyak goreng dengan aldehid dan heterosiklik yang terkandung dalam makanan yang digoreng. Rasa dan aroma memiliki kaitan yang erat, hal ini bisa disebabkan oleh komponen odor yang dihasilkan akibat pemanasan sama. Selain itu, tekstur daging ayam goreng juga dirasakan sama oleh panelis hal ini disebabkan oleh kadar air daging ayam goreng yang tidak berbeda antar perlakuan. Hal ini senada dengan Winarno (1992) yang juga berpendapat bahwa air merupakan komponen penting dalam makanan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan. Jika dilihat secara keseluruhan baik dari segi warna, rasa, bau dan tekstur tidak dirasakan beda oleh panelis, sehingga total penerimaannya pun dirasakan sama oleh panelis. SIMPULAN 1. Penggunaan minyak nabati (minyak kelapa sawit, kelapa dan jagung) sebagai media pemanas daging ayam goreng berpengaruh terhadap daya serap minyak dan susut masak, tapi tidak berpengaruh terhadap kadar air dan akseptabilitas (warna, rasa, aroma, tekstur dan total penerimaan). 2. Minyak kelapa sawit merupakan media pemanas terbaik dengan daya serap minyak 5,08%, susut masak 41,20% dan kadar air 53,19%. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam berlangsungnya penelitian ini sehingga selesai sesuai dengan yang diharapkan yaitu Prof. Dr. Ir. Kusmajadi Suradi, M.S., dan Eka Wulandari S.Si., M.Si. sebagai pembimbing dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anton Apriyantono, Dedi Fardiaz, Sedarnawati, Slamet B, dan Ni Luh Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 82-84, 4-5.
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S Blumethal, M.M. 1996. Frying technology. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and ApplicationTechnology (4th ed., Vol 3). Wiley-Interscience Publication. New York.pp. 429-482. DeMan, John M. 1997. Kimia Makanan, Edisi kedua. Penerbit ITB, Bandung. Hal 44-46; 346347; 238. Fan, H. Y., Sharifudin, M. S., Hasmadi. M. and Chew, H. M. 2013. Frying Stability of Rice Brain dan Palm Olein. International Food Research Journal 20 (1): 403-407 (2013). Hal 405.
Gaspersz, Vincent. 2006. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 1. Cetakan Ketiga. Penerbit Tarsito, Bandung.Hal 62-64; 68-72; 111-112; 123-124. Ghidurus, M., M. Turtoi, G. Boskou, P. Niculita and V. Stan. 2010. Nutritional and Health Aspect Related to Frying. Romanian Biotechnological Letters Vol. 15. No. 6, 2010. Hal 5675-5678. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Hal 131-133; 242; 1; 251-254; 298-303; 238; 132-133; 105-106; 133; 22 Mudawi, Hasan A., Elhassan, S.M. Mohammed S.M, dan Sulieman, Adel Moneim E. 2014. Effect of Frying Process on Physicochemical Characteristics of Corn and Sunflower Oils. Food and Public Health 2014 4(4): 181-184. DOI: 10.5923/j.fph.20140404.01. Hal 183. Osawa, C.C. and L.A.G. Goncalves. 2012. Deep-fat-frying of Meat Products in Palm Olein. Cienc. Technol. Aliment., Campinas, 32(4):804-811. Ravinder, M., U.S. Shivhare, A.S. Bawa, and J. Ahmed. 1999. Deep Oil Frying and Quality Characteristics of Broiler Chicken. Journal of Scientific & Industrial Research Vol. 58, November 1999, pp 872-877. Hal 872. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 131-132; 278-279; 300; 2-3; 178; 297-300 Sudarmadji, S., Bambang Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Survei Sosial Ekonomi. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia,2009-2013. Timms, R.E. 1985. Physical Properties of Oils and Mixtures of Oils. JAOCS, Vol 62, no.2 (February 1985). Hal 241. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. Hal 3. Zambiazi, R.C., Przybylski, R., Zambiazi, M.W., and Mendonca, C.B. 2007. Fatty Acid Compotition of Vegetable Oils and Fats. B.CEPPA, Curitiba, v. 25, n.1, p. 111-120, jan./jun. 2007. Hal 114116.
Minyak Nabati Sebagai Media Pemanas Daging Ayam...................................................Fitri S