MIMPI BURUK KEMANUSIAAN Sisi-sisi Gelap Zionisme Judul Asli: A Hidden History Of Zionism
Kenang-kenangan untuk Khalid Ahmad Zaki Sahabatku Yang Setia dan Tercinta *** Persembahan Untuk Hamdi Faraj dan Muhammad Manasrah "Thawra Hatta al Nasr" (Revolusi sampai kemenangan di tangan) Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) SCHOENMAN, RALPH Mimpi Buruk Kemanusiaan: Sisi-sisi Gelap Zionisme / Ralph Schoenman. -Surabaya : Pustaka Progressif, 1998. 220 hlm. : 14 x 21,5 ISBN 979-8956-09-8 1. Zionisme I. Judul II. Ralph Schoenman MIMPI BURUK KEMANUSIAAN Sisi-Sisi Gelap Zionisme Judul Asli: A Hidden History Of Zionism Oleh: Ralph Schoenman Penerbit: Veritas Press, Santa Barbara, First Edition, 1988 Penerjemah: Drs. Masyhur Abadi Editor: Masyhud SM. STh. Setting & Layout: Masyhud SM. Desain Cover: Pro Studio Cetakan Pertama: Juli 1998 Diterbitkan oleh: Penerbit Pustaka Progresif P.0 Box 1322 Surabaya 6000 - Indonesia Anggota IKAPI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG Cetakan Pertama: Oktober 1998 © All Rights Reserved
2
DAFTAR ISI Prakata. 1. Empat Mitos 2. Tujuan-tujuan Zionis 3. Kolonisasi Palestina 4. Akibat-akibat Tragis 5. Perampasan Tanah 6. Zionis dan Yahudi 7. Mitos Keamanan 8. Blitzkrieg dan Penjagalan 9. Pendudukan Kedua 10. Penyiksaan Merajalela 11. Penjara 12. Strategi Penaklukan 13. Strategi Revolusi Peta: Visi Zionis Tentang Eres Israel Catatan Kaki Bacaan Anjuran Apendiks Tentang Penulis
3
PENGAKUAN Selama zaman kegelapan Eropa, ilmu pengetahuan Yunani, matematika dan filsafat telah dijaga oleh para sarjana Arab. Mulai Ibnu Sina sampai Al-Kindi, ilmu pengetahuan Arab dan matematika telah memelihara warisan filsafat alam dan moral Yunani. Gerakan Zionis yang telah menjarah Palestina dan merusak kebudayaannya dengan kebiadaban tanpa henti, bahkan kekejaman kolonial ini mengejutkan mereka yang mengenal baik sejarah. Sejarah gelap ini telah disembunyikan selama seratus tahun terakhir, terungkap melalui tulisan-tulisan segelintir sarjana yang relatif berani. Alan Benyamin telah mencurahkan ratusan jam bagi semua tahapan dalam karya ini. Sebagai teman berpikir, berdiskusi, editor dan sahabat, dia telah mempertajam analisis, menghemat penyajian dan mengatasi berbagai problem tehnis dalam penyajiannya. Karya ini tidak akan ada tanpa peranan dia. Mya Shone, istriku yang tercinta juga memberikan sumbangsihnya, dia pantas dicatat sebagai penulis kedua buku ini. Peranannya dalam menulis dan mengolah kata setara dengan peranan saya. Setiap kalimat telah diuji dengan cermat, agar mendapatkan ungkapan kata yang sangat tepat dan bahasanya bisa mengalir lancar. Tenaga dan kehendak yang mengalir darinya, menjadikan tulisan ini sebuah kerja cinta. Untuk para pejuang dan sahabat Palestina kami yang terkurung, saya ingin mengutip ucapan Dylan Thomas: "Kita sendirian dan kita tidak sendirian di tengah dunia yang tidak dikenal ini. Penderitaan dan kebahagiaan kita selamanya akan terbagi dan selamanya menjadi milik kita sendiri. "
4
PRAKATA Intifadah (Kebangkitan Islam) "Dengan amarah, kebencian, dan keganasan tipis, ribuan anak muda melemparkan batu-batu kepada penjajah Israel,tanpa menghiraukan tembakan yang meradangnya. Ini lebih dari sebuah kerusuhan sipil... ya permulaan dari suatu pemberontakan masyarakat". 1 Inilah gambaran dari koresponden Jerussalem Post, Hirsh Goodman, tentang intifadah pemuda Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada pertengahan Desember 1987. Pernyataan Goodman tersebut ditulis sehari sebelum tanggal 21 Desember 1987, dimana terjadi pemogokan umum yang melibatkan seluruh masyarakat Palestina di bawah cengkeraman Israel. Pemogokan tersebut digambarkan oleh harian Israel, Ha'aretz, "menggoretkan pada tembok kita sesuatu yang bahkan lebih serius dari kerusuhan-kerusuhan berdarah pada dua minggu terakhir ini".2 "Pada hari itu," tulis John Kifner, Pada New York Times, "Sejumlah besar pekerja Arab yang bekerja sebagai penunggu warung, pemetik sayuran, pembersih sampan, buruh kasar dan semua pekerjaan manual Israel, tinggal di rumah".3 Tindakan pemerintah Israel terhadap Intifadah sangatlah brutal. Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin memerintahkan penggunaan tank, kendaraan anti huru-hara dan senapan otomatis melawan penduduk yang tidak bersenjata. The San Francisco Examiner menyatakan Rabin secara terang-terangan mendukung pembunuhan massal. "(Para tentara) boleh menembak untuk melumpuhkan para pemimpin kerusuhan," ucap Rabin membela praktek angkatan bersenjata dalam menghadapi orang-orang bertopeng dengan membawa senjata kaliber 22 yang sangat kuat untuk menembaki para pemuda Palestina tanpa pandang bulu".4 Rabin memerintahkan pencarian dari rumah ke rumah, pertama untuk menangkapi dan berikutnya menculik siapa saja yang mungkin bisa dijadikan contoh. Pada 27 Desember, lebih dari 2.500 orang Palestina ditangkap, kebanyakan mereka baru berumur dua-belas tahun, pada akhir Januari jumlahnya telah mencapai 4.000 dan terus bertambah.5 “Para Militan" tersebut diberi tanda dideportasi. Penjara dan pusat penahanan Israel dengan pengamanan tinggi menjadi penuh-sesak. Persidangan-persidangan massal terhadap orang-orang Palestina tersebut dilakukan. Tindakan biadab yang paling menyulut kemarahan masyarakat Palestina adalah tindakan tentara menangkapi orang yang terluka dari bangsal-bangsal rumah sakit. Tindakan ini, yang merupakan prosedur standar selama invasi Lebanon pada 1982, menjadikan rumah sakit Shifa di Gaza sebagai pusat perlawanan.
5
Kerumunan besar manusia berkumpul mempertahankan orang-orang yang terluka, perasaan takut mereka sirna, dan kekhawatiran mereka terbukti benar. "Para pemuda Gaza dan Tepi Barat dimana kerusuhan-kerusuhan meledak," tidak pernh menerima latihan teroris apa pun, mereka juga bukan anggota dari sebuah organisasi teroris. Sebaliknya mereka adalah anggota-anggota dari generasi Palestina yang tumbuh dengan tidak mengetahui apa pun kecuali pendudukan". 6 Seorang Ibu dari seorang lelaki Palestina yang ditembak tiga kali pada bagian kepala oleh serdadu-serdadu Israel- ditanya, apakah dia akan mengizinkan putra-putranya yang masih tersisa untuk bergabung dalam demonstrasi. "Sepanjang saya masih bernafas," jawabnya, "Saya akan mengajar anak-anak muda untuk berjuang..... saya tidak peduli apa yang akan terjadi demi memperoleh tanah kami".7 Rasyad Syawa'a, walikota Gaza yang disingkirkan, mengungkapkan sentimen yang sama: "Pemuda telah kehilangan harapan bahwa Israel akan memberikan kepada mereka hak-haknya. Mereka merasa negara-negara Arab tidak mampu melakukan apa pun. Mereka merasa Organisasi Pembebasan Palestina (Palestina Liberation Organization / PLO) telah gagal mencapai sesuatu."8 Catatan koresponden Los Angeles Times, Dan Fisher, bahkan lebih signifikan: "Perasaan persatuan baru yang sangat kuat ini adalah salah satu perubahan yang paling mengejutkan bagi para pengamat asing dan orang-orang Palestina non-Gaza.... ini merupakan suatu fenomena yang melampaui batasan, yang sebelumnya ada antara kalangan muda dan tua, dan antara mereka yang bekerja di Israel dan mereka yang tidak."9 Pemaksaan, Kekuasaan, Pemukulan. Karena intifadah semakin menguat, kabinet Israel dan menteri pertahanan Yitzhak Rabin menerapkan "hukuman kolektif“, suatu taktik yang menjadi ciri khusus pendudukan Nazi di Perancis, Denmark dan Yugoslavia. Makanan, air dan obat-obatan dicegat agar tidak bisa masuk ke kampung-kampung pengungsi Palestina Gaza dan Tepi Barat. Anggota komite yang bekerja dan agen pekerja PBB untuk meringankan penderitaan para pengungsi Palestina di Timur Dekat (The United Nations Relief and Works Agency - UNRWA) melaporkan bahwa anak-anak yang mencari susu bubuk di depot-depot PBB ditembaki dan dipukul dengan tongkat. Wilayah Casbah, di mana lebih separuh dari 125.000 penduduk Nablus tinggal, telah ditutup rapat dengan menggunakan penghalang-penghalang beton dan pintu-pintu besi. Qabatiya dan kampung pengungsi sebelahnya di Jamin telah ditempatkan dalam pengepungan. Pada saat penulisan (buku ini), pengepungan yang telah menghalangi masuknya semua makanan, air, minyak dan listrik, telah berlangsung selama lima puluh lima hari. Seorang analis Jerussalem Post memaparkan kebijakan-kebijakan Rabin:
6
"Prioritas pertama adalah menggunakan paksaan, kekuasaan dan pemukulan. Cara ini dipandang lebih efektif dari penahanan... sebab dia mungkin akan kembali melempari serdadu. Tetapi jika para tentara mematahkan tangannya, dia tidak akan mampu melemparkan batu..."10 Pada hari berikutnya, media massa melaporkan pemukulan-pemukulan paling biadab yang dilakukan para serdadu di seluruh Tepi Barat dan Gaza. Catatan John Kifner sangat mengenaskan: "Nablus, Tepi Barat yang diduduki Israel, 22 Januari: Dengan kedua tangan dibalut perban, Omar Abu Rub menjelaskan dari tempat tidurnya di Rumah Sakit Rafidia apa yang terjadi ketika pasukan Israel mendatangi desa-desa Palestina di Qobatiya." "Mereka memasuki rumah seperti binatang sambil berteriak", ucap mahasiswa berusia 22 tahun di Universitas Bir Zeit tersebut. "Mcreka mengambil kami dari rumah, menendang kepala kami, memukuli kami dengan popor senapan." "Kemudian dia dibawa ke sebuah rumah yang belum selesai, dimana para tentara Israel meletakkan ember kosong di kepalanya." "Beberapa serdadu memaksanya menunduk, sambil mencengkeram pergelangannya untuk memaksa tangannya menempel tembok. Dua serdadu lainnya, paparnya, memukuli tangannya dengan pentungan dan meremukkan tulang-tulangnya. "Luka-luka tersebut merupakan produk dari ketentuan baru yang dinyatakan secara resmi oleh tentara Israel dan polisi untuk orang-orang Palestina dengan harapan bisa mengakhiri gelombang protes di daerah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang sejak awal Desember paling tidak tiga puluh delapan orang Palestina telah dibunuh oleh tembakan senjata Israel pada protes-protes tersebut." "Pada tempat tidur di sebelah Abu Rub, Hasan Arif Kamal, seorang pelajar SLTA berusia 17 tahun dari Qabatiya, menceritakan cerita yang hampir sama."11 Para pemimpin (partai) Buruh dan Likud menjawab dengan suara lantang terhadap protes keras internasional atas praktek-praktek ini. Presiden Chain Herzog menyatakan, "Pilihan ada di hadapan kita saat ini... antara menindas kerusuhan-kerusuhan ini atau membiarkan mereka berkembang menjadi sebuah Teheran atau Beirut baru."12 John Kifner melaporkan pada New York Times: "Perdana menteri Yitzhak Shamir dan menteri pertahanan Yizhak Rabin tetap mempertahankan ketentuan tersebut, dan keduanya secara publik menyatakan bahwa tujuan penyiksaan itu adalah untuk menanamkan rasa takut pada orang-orang Palestina terhadap pasukan Israel." Shamir menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut telah "memporakporandakan penghalang rasa takut... tugas kita adalah menciptakan kembali
7
penghalang itu dan sekali lagi menanamkan rasa takut akan kematian ke dalam dada orang-orang Arab di kawasan tersebut..." Dia menyimpulkan bahwa Intifidah tidak akan pernah terjadi seandainya para pasukan menggunakan senjata api".13 Perlawanan Palestina Tumbuh Pemberontakan bangsa Palestina di Tepi Barat dan Gaza telah terjadi di setiap desa, kota dan kaum pengungsi. Anak-anak usia delapan tahun dan orangorang tua usia tujuh puluh serta delapan puluh tahun setiap hari berani menantang pasukan Israel. Seluruh penduduk desa, dengan mengibarkan bendera-bendera Palestina yang dibuat dari sprei dan pakaian, berjalan bersama secara menantang, sambil bernyanyi dan berteriak serta melemparkan batubatu kepada para serdadu yang menembaki mereka dengan senjata otomatis. Intifadah (Kebangkitan Besar) telah menjadi simbol kebangsaan Palestina karena penindasan brutal - yang sebelumnya telah menemui batin masyarakat dengan keputus-asaan, sekarang menjadi penyulut ketetapan hati dan kehendaknya, yang meliputi persiapan untuk mati. Pembalasan Israel sungguh sangat biadab. Penindasan tersebut telah dilakukan dengan kebiadaban tertentu terhadap kampung-kampung pengungsi dan kawasan-kawasan tua di kota-kota yang dihuni oleh masyarakat miskin dan pinggiran. Pada April 1988 lebih dari 150 orang Palestina tewas. Pemerintah Israel mengakui telah menahan 2000 orang, sehingga jumlah seluruhnya yang diakui menjadi 4000 orang. Padahal jumlah sesungguhnya jauh lebih besar. Sumber-sumber di Tepi Barat dan Gaza menyatakan bahwa jumlah orang yang ditahan pada Sabtu 27 Maret telah melebihi 13.000. Bassam Shaka'a, Wali kota Nablus yang dipecat, menyatakan jumlah yang ditahan pada sebuah kampung yang dibangun secara terburu-terburu dengan dilingkari kawat berduri di kawasan Dahriyah saja mencapai 10.000 orang. Di kampung Balata di luar Nablus da di Casbah - kawasan tua - 1000 orang ditahan dalamtempo 48 jam. Penemuan mayat di parit-parit ladang - yang ditembak di bagian belakang atau dengan kepala yang pecah- telah dilaporkan dari desa-desa di seluruh Tepi Barat dan Gaza. Bassam Shaka'a menggambarkan pengerahan kesatuan-kesatuan bersenjata Israel: "Tidak menjadi soal rumah mana yang didatangi, jeritan penderitaan dari anggota keluarga yang terluka atau ditangkap pasti akan terdengar. Konvoikonvoi bus melintasi jalan-jalan Nablus dan diikuti oleh van-van Mossad, polisi rahasia Israel. Kesatuan pasukan pergi dari rumah ke rumah menyeret anak-anak muda dari tempat tidur mereka pada jam 03.00 dini hari. Ketika bus-bus
8
tersebut penuh, para serdadu itu memukuli anak-anak muda itu secara kejam di sekitar kepala, pipi, dagu dan punggungnya. Suara jeritan memenuhi udara." "Ketika pasukan melakukan penculikan anak-anak muda dari rumahnya, penduduk desa berkumpul di jendela-jendela rumahnya dan di atas atap rumah sambil berteriak, "Palestina Arab, Revolusi sampai kemenangan di tangan, Allah Maha Besar (Falistin Arabia, Tsaura Hatta al-Nashr, Allah Akbar)."13a Bassam Shaka'a menggambarkan upaya-upaya pasukan Israel tersebut dalam menyebarkan kepanikan dan teror di Nablus dan desa-desa sekitarnya: "Helikopter-helikopter terbang di atas Nablus pada malam hari menjatuhkan gas padat beracun berwarna hijau di atas kota. Kesatuan-kesatuan bersenjata menembakkan kaleng-kaleng kecil yang berisi bahan gas beracun tersebut ke dalam rumah-rumah secara acak. Para dokter di rumah sakit al-Ittihad melaporkan kematian dan luka parah pada paru-paru akibat tindakan gila ini sangat berbeda dengan akibat dari gas air mata, meskipun zat kimiawi yang mematikan tersebut belum bisa diidentifikasi". Di antara korbannya adalah seorang nenek dari keluarga Da'as dan orang tua berusia seratus tahun ayah seorang jaksa Nablus yang terkenal, Mohammad Irshaid. Para serdadu memasuki rumah pada jam 02.00 pagi, memecahkan perabotan dan menembakkan sebuah kaleng kecil yang berisi gas hijau mematikan sambil menghalangi keluarga tersebut meninggalkan rumah. Dua orang anak-anak, berusia 9 dan 11 tahun, dibawa oleh serdadu-serdadu itu dalam pakaian tidurnya, didorong-dorong dan dipukuli ketika mereka dipaksa membersihkan reruntuhan di jalan-jalan oleh para serdadu yang mengejeknya. Secara bersamaan, pasukan Israel mengarahkan sasaran ke rumah-rumah sakit. Truk-truk pasukan merusak mobil-mobil ambulan dan menghalangi mereka mencapai rumahnya yang dipenuhi gas beracun. Para serdadu memasuki rumah sakit al-Ittihad di Nablus berkali-kali, menahan mereka yang terluka dan yang menunggu untuk memberikan darah kepada para anggota keluarganya. Bahkan ruang operasi dijarah ketika para dokter bedah tengah mengoperasi para pasien. Para dokter dipukuli dan peralatan medis dirusak. Para anggota keluarga dihalangi masuk ke rumah sakit, mobil-mobil dokter dan perawat dihancurkan oleh tentara. Sementara itu, seluruh Nablus lumpuh akibat pemogokan total. Semua jalan di setiap kawasan kota tidak ada satu pun toko yang buka atau suatu kegiatan bisnis. Karena gas beracun memenuhi kota, tangisan dan jeritan memenuhi malam. Kaleng-kaleng kecil gas yang ditemukan oleh Bassam Shaka'a, Yousef al-Masri (pimpinan rumah sakit al-Ittihad) dan penulis Amerika Alfred Lilienthal melihat tanda "560cs. Federal Lab. Saltsburg, Pa. USA MK2 1988". Para ahli biokimia meneliti dan menyatakan bahwa gas tersebut sangat mematikan.
9
John Kifner melaporkan pada 4 April, ratusan pengungsi dirawat di klinikklinik PBB karena menghirup gas tersebut. Pada 15 April Kifner menulis: "......gas itu dilemparkan ke dalam rumah, klinik dan sekolah-sekolah yang menimbulkan rasa sakit dan kerusakan organ tubuh paling parah."13b Berita dari Kifner ini merupakan laporan pertama kali setelah empat bulan tentara Israel menggunakan gas semacam ini, dan dia menunjukkan bukti: "Para dokter perwakilan PBB melihat gejala-gejala yang tidak biasa terkait dengan gas air mata, dan UNRWA tengah mencari informasi tentang kandungan gas tersebut.... untuk menyediakan obat penawar... terutama bagi kelompok yang paling rentan... para wanita hamil, anak-anak dan manula." Selanjutnya Kifner melaporkan, "Peringatan-peringatan terhadap kaleng-kaleng kecil menyebutkan bahwa isinya bisa mematikan." Di seluruh Tepi Barat dan Jalur Gaza kasus keguguran, pendarahan vagina dan sesak nafas terjadi setelah adanya pelemparan gas tersebut. Pandangan sekilas tentang kebiadaban Salah satu dari insiden yang paling mengerikan terjadi di kota Qalqiya. Para serdadu Israel memasuki rumah para pekerja dan menyiramkan bensin ke tubuh mereka, lalu membakarnya. Enam pekerja terbakar hidup-hidup. Empat dari korban tersebut berusaha menerobos keluar dari rumah dan bergelindingan di tanah, mencoba melepaskan baju-bajunya. Dua orang terbakar dengan luka yang sangat parah dan dalam kondisi kritis. Pada 20 Pebruari, dua pemuda ditangkap di Khan Yenis, dipukuli dengan kejam dan dibawa ke pantai dimana mereka dikubur hidup-hidup ditimbuni pasir. Setelah para serdadu tersebut pergi, para penduduk desa berusaha menggali untuk mengeluarkan mereka. Laporan pada pers pemerintah Israel memberikan pandangan sekilas tentang skala kekejaman Israel. Seorang tentara mengatakan pada wartawan surat kabar Israel Hadashot, yang dikutip oleh Newsweek: "Kami mendapat perintah untuk menggedor pintu, masuk dan mengambil semua laki-laki. Kami membariskan orang-orang yang lebih muda dengan wajah menghadap ke tembok, lalu para tentara memukuli mereka dengan pentungan anjing. Ini bukan inisiatif pribadi, tetapi perintah dari komandan kesatuan kami."13c Pernyataan-pernyataan itu membuktikan secara jelas bahwa pernyataan pemerintah Israel tentang ekses dari para tentara secara pribadi adalah palsu. Newsweek mengatakan: "Dengan senjata pentungan kayu setebal 30 inci dan didesak oleh perdana menteri mereka "untuk menanamkan kembali rasa takut pada diri orang-orang Arab," para serdadu Israel secara terencana memukuli orang-orang Palestina sejak awal Januari, dengan sengaja meremukkan tulang-tulang mereka, dan memukuli para tawanan sampai pingsan. Para korbannya tidak hanya para pemuda... tetapi juga para wanita. Hampir semua yang terluka menjauhi rumah sakit karena takut ditangkap."
10
Sikap menghindari rumah sakit dairi orang-orang yang terluka itu menghalangi laporan yang pasti tentang skala pemukulan biadab yang luas dan skala kematian dari mereka yang mengalami luka-luka tersebut. Tetapi sebuah indikasi diperoleh dari laporan tim medis yang memeriksa orang-orang terluka di rumah-rumah sakit pada awal Pebruari 1988. Dr. Jennifer Leaning, seorang anggota sekolah medis Harvard dan seorang spesialis yang mengalami trauma, melaporkan penemuan-penemuannya sebagai berikut: "Terdapat suatu pola sistematis dari luka lengan yang secara jelas dirancang untuk menyebabkan keretakan... suatu pola yang sama dari keretakan tulang sepanjang tangan belakang dan di tengah lengan depan yang... diakibatkan oleh pemegangan atau pencengkeraman tangan atau lengan, lalu menggunakan hantaman laras ke tulang."13d Dr. Leaning dan tim dokter untuk hak asasi manusia berkeliling ke seluruh Tepi Barat dan Gaza. Mereka menyimpulkan "ini menupakan suatu pola yang dikendalikan. Suatu pola sistimatis atas suatu kawasan geografis yang luas. Tampaknya mereka (para serdadu) memang diperintahkan demikian." Pernyataan Dr. Leaning tentang pasien-pasien baru yang dibawa ke rumah sakit al-Shifa di Gaza sungguh mengenaskan: "Mereka tampak seperti baru ditumbuk. Yang mengenaskan adalah jumlah keretakan tulang setiap pasien. Pasien-pasien ini tampaknya seperti telah dimasukkan ke dalam sebuah pemeras mesin cuci. Mereka (para serdadu) pastilah telah menjatuhkannya dan terus menerus memukulinya." Berbagai contoh dari para pemuda Palestina yang ditembak secara sengaja pada buah dzakarnya dilaporkan pada rumah sakit al-Shifa dan rumah sakit Makassad di Jerusalem Timur. Para serdadu Israel menuangkan air mendidih kepada bayi berusia dua tahun yang mengakibatkan kulitnya melepuh. Memadamkan Protes Koresponden New York Times, John Kifner menyebut penyiksaan sistematis tersebut sebagai "bagian dari serangkaian aturan-aturan baru yang keras, termasuk sanksi-sanksi ekonomi dan hukuman kolektif, dimana pasukan Israel dan pejabat- pejabat lainnya mendesakkan harapan untuk bisa memadamkan gelombang protes, yang telah berkembang menjadi gerakan massa Palestina yang semakin terorganisir di daerah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza." 13e Perintah-perintah baru bagi tentara membolehkan penahanan tanpa suatu tuduhan atau persidangan tertentu, meskipun pada mahkamah militer. Selain itu, menurut New York Times 23 Maret, "prosedur-prosedur baru tersebut dilaksanakan tanpa memandang kepada aturan peradilan tentang syarat-syarat penahanan dan memperbolehkan para komandan lokal untuk memerintahkan penangkapan."
11
Segera setelah perintah tersebut dikeluarkan, masyarakat Palestina ditangkap dalam waktu semalam lebih dari selusin kawasan pengungsi, desa-desa, dan kota-kota di Tepi Barat dan Gaza. Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Rabin mengumumkan bahwa orang-orang sipil Israel memiliki wewenang yang sama seperti para serdadu untuk melakukan penembakan. Dia menambahkan bahwa para serdadu tidak perlu mengeluarkan tembakan peringatan untuk menembak orang-orang Palestina.13f Newsweek bahkan lebih tegas, "Keputusan tersebut berarti para serdadu Israel boleh menembak mati para pemuda Palestina... Yitzhak Rabin secara efektif telah memberikan wewenang yang sama kepada para pemukim (sipil) Yahudi."13g Keputusan tersebut, menurut Newsweek, akan "membuka bendungan rasa frustasi yang selama ini mengurung 60.000 pemukim Yahudi untuk melampiaskannya." Keputusan ini dikeluarkan tidak lama sebelum terjadinya sebuah serangan. Pada 6 April, para pemukim Yahudi dengan darah dingin terlibat dalam provokasi menembak kepala seorang Palestina yang tengah bekerja di ladangnya di luar desa Beita. Meskipun demikian, perhatian terpusat kepada kematian Tirza Porat, seorang gadis pemukim berusia 15 tahun yang ada diantara kelompok tersebut. Para pemukim melaporkan Tirza Porat telah dilempari batu sampai mati oleh para penduduk desa Palestina, tetapi sebuah laporan autopsi militer mengungkap dia telah ditembak pada bagian kepalanya oleh seorang pengikut Kahane yang bertindak sebagai pengasuhnya. (Rabbi Meir Kahane adalah pendiri Liga Pertahanan Yahudi). Meskipun adanya laporan autopsi tersebut, perdana menteri Yitzhak Shamir menggunakan kesempatan tersebut untuk bersumpah bahwa orang-orang Palestina "akan digilas seperti layaknya belalang... kepala-kepala dibenturkan ke batu dan tembok.”13h Di desa Beita, pemandangan dari insiden tersebut menyaksikan tiga puluh rumah diruntuhkan. Jumlah rumah-rumah yang dihancurkan tersebut dibenarkan oleh Handi Faraj, seorang wartawan Palestina yang terkenal. Bentuk-Bentuk Munculnya Pemerintahan Sendiri. Intifadah bangsa Palestina akhir-akhir ini menghasilkan tantangan yang lebih kuat terhadap kontrol Israel daripada yang telah dicapai dalam dua puluh tahun terakhir. Seluruh infrastruktur kekuasaan Israel telah runtuh. Para matamata meminta pengampunan, dengan mengakui tindakan mereka dan membeberkan alat-alat kontrak Israel. Polisi Palestina mengundurkan diri. Liga desa, organisasi-organisasi kolaborator Israel, telah runtuh. The Los Angeles Times melaporkan bahwa tantangan dari "Persatuan Kepemimpinan
12
Nasional Intifadah" (United National of the Uprising) telah mengakibatkan pengunduran diri para dewan-dewan daerah desa dan kota. Sebelum intifadah, 20.000 orang Palestina bekerja di bawah kontrol pasukan dan polisi Israel, memberikan jasa pelayanan di Tepi Barat dan Gaza. Mereka adalah para guru, pesuruh dan pelaksana. Semuanya telah mengundurkan diri. Bentuk pemerintahan sendiri (self goverment) muncul semakin kuat di Tepi Barat dan Gaza. Orang-orang Israel menutup sekolah-sekolah, gerakan perlawanan Palestina justru mendirikan kelas-kelas tersendiri. Israel memerintahkan toko-toko untuk buka, gerakan perlawanan justru menutupnya. Israel menutup toko, gerakan perlawanan justru membukanya. Tepi Barat dan Gaza terperangkap dalam kolonial. Newsweek mengutip demografi Israel Meron Benvenisti, mantan wakil walikota, "wilayah-wilayah pendudukan menjadi sumber tenaga kerja yang murah dan pasar yang menarik bagi barang-barang Israel. "13i Surplus perdagangan Israel dengan Tepi Barat dan Gaza, ungkap Benvenisti, adalah $ 500 juta setahun. Pemerintah menarik $ 80 juta setahun dari pajakpajak bagi penyediaan pelayanan sosial yang sangat buruk. Wilayah-wilayah tersebut mengimpor $ 780 juta setahun bagi barang-barang Israel dengan harga tinggi. Tetapi intifadah telah mengubah segalanya. Newsweek menyatakan: "Orang-orang Palestina memiliki senjata ekonominya sendiri. Ribuan pekerja Arab sejak lama meninggalkan pekerjaan-pekerjaan mereka di lahan-lahan, pabrik-pabrik dan kawasan pembangunan Israel. Para pemilik toko Arab membatalkan pembelian barang-barang Israel. Para pedagang dan wiraswastawan Arab memberikan pukulan yang lebih langsung di wilayah pendudukan tersebut, mereka menolak untuk membayar pajak penghasilan dan perdagangan Israel." Dengan demikian, sebagaimana diakui oleh Newsweek, pedang ekonomi tersebut memotong dua arah sekaligus. Industri konstruksi Israel yang mengambil 42 % tenaga kerjanya dari wilayah-wilayah Pendudukan, "telah dilumpuhkan oleh aksi pengunduran diri para pekerja Arab". Hotel-hotel di Yerusalam melaporkan penurunan tajam dalam pemesanan kamar pada musim semi. Menteri ekonomi Israel Gad Yacobi memperkirakan bahwa tiga bulan pertama dari "kerusuhan" tersebut telah menghabiskan ekonomi Israel "paling tidak $ 300 juta" - 10 % dari bantuan Amerika serikat kepada Israel selama setahun. Zona-Zona Yang Dibebaskan Tidak ada istirahat yang bisa diharapkan bagi Israel. Desa-desa di Tepi Barat dan Gaza telah menjawab dengan berani terhadap serangan biadab Israel, dengan menyatakan wilayah-wilayah tersebut sebagai "zona-zona yang
13
dibebaskan", dengan membuat barikade-barikade pada jalan-jalan mereka dan mengibarkan bendera Palestina. Newsweek melaporkan, "Protes-protes mereka dikordinir secara cepat melalui selebaran yang dikeluarkan oleh Persatuan Komando Nasional Intifadah bayangan. Selebaran itu merupakan hukum pada negeri tersebut."13j Meskipun terdapat penindasan massif, semangat bangsa Palestina tidak pernah lebih tinggi dari sebelumnya. Semangat inilah yang mungkin menjadi perhatian terbesar bagi Israel. Perdana Menteri Yitzhak Shamir menyatakan pada Televisi Israel: "Orang-orang yang melemparkan batu-batuan, para penyulut dan pemimpinnya, saat ini mereka dalam keadaan euphoria, suatu semangat yang sangat besar. Mereka mengira bahwa mereka adalah para pemenang." Editor Timur Tengah dari Jerusalem Post, Yehudi Litani, melaporkan bahwa "kekuatan keamanan Israel mendorong pasukan untuk menahan sebagian besar dari mereka yang sekarang menarik senar-senar intifadah" - tetapi intifadah tetap berlanjut, selebaran-selebaran tetap beredar, dan suatu bentuk kepanikan tengah tertanam di kalangan pemimpin Israel. Pada 30 Maret, saat Hari Tanah (Land Day) - hari dimana orang orang Palestina di dalam wilayah pra-1967, memprotes Israel karena merampas tanah mereka sebuah pemogokan umum orang-orang Palestina di dalam perbatasan pra-1967 diserukan. Tindakan ini membangkitkan pemogokan umum sebagai dukungan terhadap intifadah yang untuk pertama kali dilaksanakan pada 21 Desember 1987. Persatuan kepemimpinan intifadah di wilayah pendudukan menyerukan "demonstrasi besar-besaran menentang pasukan dan pemukim Yahudi" bersamaan dengan pemogokan umum tersebut. Untuk pertama kali sejak 1948, orang-orang Palestina di seluruh Lebanon diikuti oleh orang-orang Lebanon, di Sidon, Beirut dan kota-kota lainnya - juga melakukan demonstrasi dan pemogokan umum sebagai ungkapan solidaritas kepada intifadah. Intifadah bukan saja menarik orang-orang Arab-Israel, tetapi juga orang-orang Palestina di pengasingan. Partisipasi orang Palestina Lebanon dan ribuan orang-orang Lebanon sendiri terasa di seluruh dunia Arab. Tahapan baru revolusi Palestina tersebut tidak lenyap di daerah kekuasaan Israel. Untuk mencegah kordinasi antara orang Palestina di dalam “Jalur Hijau" (perbatasan pra-1967) dan orang Palestina di Tepi Barat dan Gaza, Israel secara menyeluruh "menutup rapat" Tepi Barat dan Gaza. "Sejak intifadah terjadi baik di Tepi Barat maupun di Israel," ucap sebuah sumber otoriter senior, "kami memutuskan untuk memisahkan dua kawasan tersebut dan untuk mencegah kerusuhan umum dalam skala besar."13k
14
"Kami ingin mengisyaratkan bahwa kami tidak enggan untuk menggunakan cara apa pun yang dirasa perlu," kata menteri pertahanan Yitzhak Rabin. Ariel Sharon, mantan menteri pertahanan dan menteri perdagangan saat ini mengumumkan bahwa intifadah "tanpa bisa dihindari akan mendorong terjadinya perang dengan negara-negara Arab, dan untuk itu perlu mengusir orang Arab dari Tepi Barat, Gaza dan Galilea."13l Tetapi orang-orang Palestina, memasuki tahun keempat puluh dari masa pendudukan sejak berdirinya negara Israel, belum bisa dikalahkan. "Perang revolusioner" bangsa Palestina tersebut menarik hati dan pikiran pemuda di setiap negeri Arab dan ibukota-ibukota di seluruh dunia. Semangat ini secara utuh tergambar dalam sebuah surat yang ditulis oleh anggota-anggota pertawanan bawah tanah Palestina di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat yang ditujukan pada seluruh peserta rapat umum di Paris Perancis pada 3 Maret 1988, yang diselenggarakan oleh panitia khusus para pendukung hak-hak asasi bangsa Palestina. Surat itu mengatakan: "Para sahabat yang terkasih, Kami mengirimkan ini dari dalam negeri kita tercinta - negeri kita yang agung, mulia, berani dan penuh semangat - dari Palestina kita, dari Jerusalem, kota suci." "Kami mengirim surat ini atas nama bangsa kita, sebuah bangsa penyabar yang saat ini berdiri tegak dan melakukan perjuangan yang tidak ada bandingnya pada seluruh sejarah kita." "Kami ingin anda mengetahui bahwa Palestina belum kalah. Kita masih hidup dan mereka sedang berjuang, sambil mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah mau menerima penghinaan dan pendudukan. " "Rasa percaya diri bangsa kita terhadap keabsahan perjuangan begitu besar. Dan bangsa kita mengetahui bahwa kemenangan adalah pasti - apa pun pengorbanan dan harga yang harus dibayar." "Pada hari ini bangsa kita menderita. Kita mengucurkan darah untuk memperoleh kebebasan, keagungan dan kehormatan, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk hidup di tanah air dan membangun sebuah negara merdeka, demokratis dan berdaulat di seluruh Palestina." "Kepada semua laki-laki dan wanita, kepada seluruh sahabat-sahabat, kami ingin mengatakan sebagai berikut: "Selama dekade-dekade yang panjang, sebuah rencana jahat internasional korban dari serangan kejam - yang bertujuan mengasingkan bangsa Palestina dan memburu kita dari negeri dimana kita telah tinggal berabad-abad lamanya." "Kita telah diusir dari tanah air - tanah yang sekarang dihuni oleh orang-orang asing sesuai dengan tujuan kolonialisme dan imperialisme. Pemukiman ini
15
dipaksakan oleh hukum penindasan yang didukung bangsa-bangsa Barat dan rejim-rejim totaliter Timur. Hukum menindas ini juga bagian dari hukum Zionisme internasional." "Kita telah menjadi sasaran teror, pembunuhan dan penyiksaan. Pada saat ini, kita bahkan dikucilkan dari hak-hak kami yang paling dasar dan absah." "Mereka ingin menjadikan kita sebagai bangsa buangan, dan mengurung kita secara permanen di kampung-kampung. Mereka ingin menghancurkan secara fisik dan melenyapkan kita." "Melalui perang 1948 dan 1967, mereka melakukan pendudukan di seluruh Palestina. Tetapi mereka lupa bahwa dengan menduduki seluruh Palestina, mereka juga menyatukan seluruh bangsa Palestina dalam perjuangan menentang penindasan." "Itulah yang terjadi saat ini ketika anak-anak, orang-orang tua, wanita dan pemuda bangkit sebagai satu pribadi tunggal, tanpa senjata, untuk menghadapi mesin militer Zionisme dan imperalisme - untuk menghadapi kekerasan senjata, pentungan, penculikan dan pembunuhan." "Senjata kami berasal dari tanah air sendiri berupa batu-batu yang dengannya bangsa kami membangun sebuah tembok untuk mempertahankan pejuang dan revolusinya." "Sahabat terkasih : Anda sebaiknya mengetahui apa yang terjadi di tanah air kita. Dua minggu yang lalu, tentara pendudukan telah mengubur delapan pemuda Palestina hidup-hidup setelah memukuli mereka secara biadab dan meremukkan tulang-tulang iganya. Empat di antaranya bisa diselamatkan oleh penduduk, empat lainnya tidak pernah ditemukan lagi." "Tiga hari yang lalu, militer Israel menjatuhkan tiga pemuda Palestina hiduphidup dari sebuah helikopter yang terbang pada tinggi. Salah satu dari pemuda tersebut baru berusia 13 tahun." "Inilah yang sering mereka lakukan kepada bangsa kita." "Sahabat-sahabat terkasih, Kami ingin kalian mengetahui bahwa kami menolak semua yang disebut solusi dan rencana perdamaian yang ingin didesakkan kepada kami oleh sebagian orang melalui konferensi-konferensi internasional. Kami ingin kalian mengetahui bahwa kami bertekad melanjutkan revolusi kami sampai kemerdekaan total bagi seluruh Palestina, sampai berdirinya sebuah negara demokratis dan merdeka, dimana semua laki-laki dan wanita mereka, dari mana pun mereka berasal, disambut hangat untuk tinggal selama mereka menerima untuk hidup setara dengan kami di tanah kami Palestina." "Kami tidak lagi berlutut. Kami tengah berdiri tegak. Kami tidak akan menyerah. Kami merasa bahwa adalah absah bagi kami untuk menuntut
16
bantuan dan dukungan dari bangsa-bangsa di seluruh dunia yang berjuang bagi kemerdekaan semua orang yang tertindas." "Kami meminta kalian bukan saja untuk berbicara mendukung perjuangan kami dalam pidato-pidato kalian, tetapi agar kalian menuntut pemerintah kalian mengambil posisi yang tegas dalam menentang cara-cara menindas dan kriminal Zionisme. Kami meminta dukungan moral dan material kalian untuk bangsa Palestina kita, yang tengah berjuang meraih kemenangan." "Bangsa Palestina telah bangkit, jeritan mereka bagi pembebasan menyentak kalangan massa di setiap negara di Timur Arab. Meskipun dalam kondisi lemah akibat rejim-rejim penjual negara yang korup, bangsa Mesir, Jordania dan Saudi telah mulai merespon contoh luar biasa yang ditunjukkan kepada mereka oleh bangsa Palestina." "Barangkali yang lebih menarik, sebuah laporan rinci dari Robert S. Greenberger pada The Wall Street Journal menggambarkan pengaruh yang sangat mendasar dari intifadah terhadap massa Yahudi itu sendiri, terutama Yahudi Arab atau Sephardim. "Sekarang hampir 70% penduduk Yahudi Israel tengah mengalami perubahan sentimen. Bertolak belakang dengan tokoh-tokoh Likud yang fanatik (Likud adalah partai berkuasa di Israel) seperti Reuvin Rivlin yang menegaskan secara kasar, "Saya yakin bahwa Tuhan berkebangsaan Yahudi. Saya percaya persoalan demografis akan terpecahkan". Yahudi Sephardim merespon secara berbeda: "Kerusuhan-kerusuhan tersebut telah meruntuhkan mitos yang dipertahankan oleh pendiri Likud Menachem Begin dan penerusnya perdana menteri Yitzhak Shamir.... orang-orang Sephardim menuntut pelayanan sosial dan ingin menjembatani jurang pemisah antara ideologi dan solusi praktis bagi konflik ArabIsrael. ...mereka lebih peduli terhadap pekerjaan, perumahan dan pendidikan daripada mempertahankan kepercayaan pada Israel yang secara teritorial tidak melanggar."13m Henoch Smith, seorang pengamat Amerika Serikat dalam menggambarkan tantangan baru dari Sephardim, mencatat, "tahun ini, untuk pertama kalinya, mereka akan memperoleh 51% suara". Sebagaimana surat dari gerakan bawah tanah tersebut membuktikan, bangsa Palestina, karena mampu mengaktifkan diri mereka dan semakin percaya diri pada perjuangan massa, membutuhkan "bantuan dan dukungan dari bangsabangsa di seluruh dunia yang berjuang demi kemerdekaan seluruh orang-orang yang tertindas". Pesan ini mulai menyentuh Yahudi Israel. Fajar tengah mendekat ketika mereka juga akan mencari masa depan yang bebas dari negara Zionis yang menggabungkan penaklukan terhadap bangsa Palestina dengan eksploitasi terhadap kalangan miskin Yahudi. Buku ini berusaha mengungkap sejarah gelap Zionisme, sebuah gerakan yang berakar pada ideologi penindasan rasis Yahudi dan juga berdasarkan kepada
17
cara-cara kolonial. Buku ini ditulis sebagai sebuah harapan akan datangnya masa ketika pengabdian dan semangat bangsa Palestina, setelah sekian lama disiksa dan ditindas, akan berbicara kepada orang-orang Yahudi, mengingatkan kembali sejarah memilukan yang pemah mereka alami sendiri, dengan sebuah program bagi Palestina yang di dalamnya para korban, dulu maupun sekarang, akan bersama-sama menciptakan intifadah bagi masa depan dan menggulingkan sebuah negara yang didasarkan atas penindasan, siksaan, pengusiran, ekspansi dan perang yang tak kunjung henti. Ralph Shoenman Santa Barbara California 19 April 1988
18
EMPAT MITOS Bukanlah kebetulan ketika seseorang berusaha menyelidiki sifat dasar Zionisme - asal-usul, sejarah dan dinamikanya - mereka bertemu dengan orangorang yang menteror atau mengancamnya. Baru-baru ini, setelah menyebutkan sebuah pertemuan tentang keadaan bangsa Palestina dalam wawancara dengan KPFK, stasiun radio Los Angeles, para penyelenggara pertemuan umum tersebut dibanjiri ancaman baru dari para penelepon gelap. Juga tidaklah mudah di Amerika Serikat atau Eropa Barat untuk menyebarkan informasi tentang sifat dasar Zionisme atau untuk menganalisis peristiwaperistiwa khusus yang menyatakan Zionisme sebagai sebuah gerakan politik. Bahkan pengumuman di kampus-kampus universitas tentang forum atau pertemuan yang diberi wewenang untuk membahas persoalan tersebut secara pasti akan menyulut kampanye yang dirancang untuk menggagalkan diskusi itu. Poster-poster dirobek begitu terpasang. Pertemuan itu biasanya dipenuhi oleh gerombolan pemuda Zionis yang berupaya mengacaukannya. Meja kuliah dirusak dan selebaran serta artikel muncul menuduh pembicara tersebut adalah anti Semitisme atau, jika pembicaranya berdarah Yahudi, dituduh sebagai orang yang membenci dirinya sendiri. Cacian dan fitnah selalu ditujukan kepada orang-orang anti Zionis karena adanya ketimpangan antara fiksi resmi tentang Zionisme dan negara Israel, di satu sisi, dan praktek biadab dari ideologi kolonial ini serta alat-alat penindas, dari sisi lain, begitu lebar. Masyarakat terkejut ketika mereka memiliki kesempatan untuk mendengarkan atau membaca tentang penyiksaan selama hampir seabad yang diderita oleh orang-orang Palestina, dan oleh sebab itu para pembela Zionisme tanpa kenal lelah berusaha mencegah penyelidikan yang teliti dan tidak memihak tentang catatan yang mengerikan dan chauvinistik gerakan Zionisme serta negara yang mewujudkan nilai-nilainya. Ironi dari persoalan ini adalah ketika kita mengkaji apa yang telah ditulis dan dikatakan oleh orang-orang Zionis - khususnya yang ditujukan pada diri mereka sendiri - tidak ada keraguan terhadap apa yang telah mereka perbuat atau tentang tempat mereka dalam spektrum politis, mulai dari seperempat akhir abad XIX sampai sekarang. Empat mitos dasar telah membentuk kesadaran semua orang dalam masyarakat kita tentang Zionisme. Pertama adalah tentang "sebuah negeri tanpa bangsa, untuk bangsa tanpa negeri". Mitos ini secara licik telah digunakan oleh orang-orang Zionis awal untuk menyebarkan fiksi bahwa Palestina merupakan sebuah tempat kosong, terpencil, tandus dan jauh dari keadaan yang siap untuk ditempati. Klaim ini dengan cepat diikuti oleh penolakan adanya identitas, kebangsaan atau kepemilikan absah bangsa Palestina pada negeri yang di dalamnya bangsa Palestina telah tinggal sepanjang sejarah.
19
Kedua adalah mitos tentang demokrasi Israel. Cerita-cerita surat kabar dan referensi televisi yang tak terhitung jumlahnya tentang negara Israel diikuti oleh penegasan bahwa Israel merupakan satu-satunya demokrasi sejati di Timur Tengah. Dalam kenyataannya, Israel tidak lebih baik dari negara Apartheid Afrika Selatan. Kebebasan sipil, yang merupakan proses wajib dan hak-hak asasi, secara hukum menolak mereka yang tidak memenuhi kriteria rasial dan keagamaan. Mitos ketiga adalah bahwa "keamanan" sebagai kekuatan penggerak kebijaksanaan luar negeri Israel. Orang-orang Zionis mempertahankan bahwa negaranya harus menjadi kekuatan militer terbesar keempat di dunia. Sebab Israel dipaksa untuk mempertahankan dirinya melawan ancaman besar dari massa Arab primitif dan dipenuhi kebencian yang baru akhir-akhir ini turun dari pohon. Mitos keempat, Zionisme sebagai pewaris moral dari korban-korban Holocaust. Mitos ini sekaligus merupakan yang paling tersebar dan mendalam dari mitos-mitos tentang Zionisme. Para ideolog gerakan Zionisme telah membungkus diri dengan kain kafan kolektif dari enam juta orang Yahudi yang menjadi korban pembunuhan massal Nazi. Ironi, pahit dan kejam dari klaim palsu ini ternyata gerakan Zionis sendiri secara aktif bersekongkol dengan Nazisme. Setiap orang pasti akan terperangah jika gerakan Zionis, yang selalu membangkitkan kenangan mengerikan tentang Holocaust, secara aktif telah berkonspirasi dengan musuh paling kejam yang pernah ditemui orang-orang Yahudi. Menurut catatan yang ada bukan saja mengungkap adanya kepentingan yang sama, tetapi juga adanya kesamaan ideologis yang berakar pada chauvinisme ekstrim yang sama-sama mereka miliki.
TUJUAN ZIONISME Tujuan Zionisme tidak hanya untuk menjajah Palestina - sebagai tujuan gerakan kolonial dan imperial klasik selama abad 19 dan 20. Tujuan kolonialisme Eropa di Afrika dan Asia secara esensial adalah untuk mengeksploitasi penduduk pribumi sebagai tenaga kerja murah sambil menguras sumber-sumber alam untuk meraup keuntungan yang melimpah. Yang membedakan Zionisme dari gerakan kolonial lainnya adalah adanya hubungan antara para pemukim dan penduduk (bangsa) yang ditaklukkan. Tujuan utama gerakan Zionis tidak hanya mengeksploitasi bangsa Palestina, tetapi untuk mengusir dan membuang mereka. Tujuannya adalah untuk mengganti penduduk pribumi dengan masyarakat pemukim baru, untuk memusnahkan para petani, pengerajin, penduduk kota Palestina, dan secara menyeluruh menggantinya dengan angkatan kerja baru yang terdiri dari populasi pemukim Yahudi. Untuk menolak keberadaan bangsa Palestina, Zionisme berusaha menciptakan iklim politis bagi pembuangan mereka, bukan saja dari tanah airnya, tetapi dari
20
sejarah. Bila langkah ini berhasil, maka dibuatlah image bahwa orang-orang Palestina tersebut "ditemukan kembali" sebagai bangsa semi biadab sisa-sisa suku nomaden. Catatan-catatan sejarah dipalsukan - suatu prosedur yang dimulai selama seperempat terakhir abad 19, bahkan berlanjut sampai hari ini dalam bentuk tulisan-tulisan kesejarahan semu seperti karya Joan Peters, "From Time Immemorial" (Dari Masa yang tidak Bisa Diingat). Gerakan Zionis akan mencari sponsor imperial alternatif bagi usaha berdarah ini; di antaranya kerajaan Ottoman, kekaisaran Jerman, Inggris, Kolonialisme Perancis dan Czarist Rusia. Rencana Zionis terhadap bangsa Palestina mendahului solusi Ottoman terhadap bangsa Armenia, yang akan dijagal pada "genocide" pertama yang berlangsung pada abad 20. Rencana Zionis Terhadap Bangsa Palestina Dari awalnya, gerakan Zionis berusaha menjadikan orang Palestina sebagaimana yang dialami orang-orang Armenia pada masa Ottoman. Seperti penduduk asli Amerika (Indian), penduduk Palestina dipandang sebagai "sebuah bangsa yang terlalu banyak". Logikanya adalah pemusnahan dalam bentuk genocide. Rencana ini juga menjadi tujuan dari gerakan Zionis Pekerja, yang berusaha meletakkan dasar "sosialis" bagi usaha kolonial. Salah satu dari teoritikus utama Zionisme Pekerja, seorang pendiri partai Zionis ha' Poale ha' Tzair (Pekerja Muda) dan seorang pendukung Poale Zion (Para Pekerja Zion) adalah Aaron David Gordon. Walter Laquer menyatakan dalam tulisannya "History of Zionism" (Sejarah Zionisme) bahwa "A.D. Gordon dan para teman seperjuangannya menginginkan agar setiap pohon dan semak ditanam oleh para perintis Yahudi".14 Gordon melekatkan slogan "Penaklukan Pekerja" (Kibbush Avodah). Dia menyerukan kepada kapitalis Yahudi dan para manager perkebunan Rothschild, yang telah memperoleh tanah dari para tuan tanah Turki "untuk menyewa orang-orang Yahudi, dan hanya orang-orang Yahudi saja". Dia mengorganisir pemboikotan bagi setiap perusahaan Zionis yang tidak memperkerjakan para pekerja Yahudi secara eksklusif, dan mempersiapkan pemogokan terhadap para pemukim Rothschild yang memperbolehkan petani Arab untuk berbagi tanaman atau bekerja, meskipun sebagai buruh murahan. Dengan demikian, para Zionis Pekerja menerapkan cara-cara gerakan buruh untuk mencegah penggunaan tenaga kerja Arab. Tujuan mereka bukan eksploitasi, tetapi pengucilan dan pengusiran. Masyarakat Palestina Terdapat lebih dari seribu desa di Palestina pada pergantian abad 19. Jerusalem, Haifa, Gaza, Jaffa, Nablus, Acre, Yericho, Romla, Hebron dan Nazareth merupakan kota-kota yang tengah berkembang. Bukit-bukit dijadikan petak-
21
petak ladang dengan susah payah, dan parit-parit irigasi melintasi tanah tersebut. Anggur, zaitun dan gandum Palestina sangat terkenal di seluruh dunia. Perdagangan, kerajinan tangan, tekstil, industri rumahtangga dan produksi pertanian melimpah. Catatan-catatan para pengembara abad 18 dan 19 dipenuhi dengan data tersebut, seperti laporan kuartal ilmiah yang diterbitkan pada abad 19 oleh Yayasan Eksplorasi Palestina-Inggris (The British Palestine Exploration Fund). Sesungguhnya ketangguhan dan kemantapan sosial masyarakat Palestina itulah yang mendorong Lord Palmerston - ketika Inggris mendirikan konsulat di Jerusalem - pada tahun 1840 mengusulkan pendirian suatu koloni pemukim Yahudi Eropa untuk "menjaga kepentingan yang lebih besar dari kerajaan Inggris".15 Masyarakat Palestina, meskipun menderita akibat kolaborasi para tuan tanah feodal dengan kerajaan Ottoman, tetapi tetap produktif dan secara kultural beragam, dengan kesadaran mendalam atas perannya sebagai petani. Para petani Palestina dan pemukim kota telah membuat perbedaan jelas yang secara kuat dirasakan antara orang-orang Yahudi yang tinggal di tengah-tengah mereka dan akan menjadi para pemukim, mulai tahun 1900an, ketika 20.000 orang Yahudi Jerusalem yang secara menyeluruh disatukan dan diterima oleh masyarakat Palestina. Ketika para pemukim di Petah Tikvah berusaha mengusir para petani Palestina dari tanahnya, mereka menemui perlawanan terorganisir, tetapi para pekerja dan komunitas Yahudi di desa-desa sekitar secara menyeluruh tidak terpengaruh. Ketika orang-orang Armenia yang lolos dari genocide Turki bermukim di Palestina, mereka disambut hangat. Genocide tersebut secara kasar dipertahankan oleh Vladimir Jabotinsky dan orang-orang Zionis lainnya dalam upaya mereka untuk memperoleh dukungan Turki. Dalam kenyataannya, sampai munculnya deklarasi Balfour (1917), tanggapan Palestina terhadap pemukiman Zionis bagaimanapun juga sangat toleran. Pada waktu itu tidak ada kebencian terhadap Yahudi secara terorganisir di Palestina, tidak ada pembunuhan massal yang direncanakan sebagaimana yang dilakukan Czar dan orang-orang anti Semit Polandia, tidak ada tekanan rasis dari orang Palestina terhadap para pemukim yang bersenjata (yang menggunakan kekerasan di mana saja bila ada peluang mengusir orang Palestina dari tanahnya). Bahkan tidak ada kerusuhan spontan sebagai ungkapan kemarahan orang Palestina yang terpendam terhadap rencana pencurian dan perampasan tanahnya oleh Yahudi. Upaya Menarik Kebaikan Kerajaan Pada tahun 1896, Teodore Herzl mengajukan rencana untuk membujuk kerajaan Ottoman Turki agar memberikan Palestina kepada Zionis. "Dengan mengandaikan yang mulia sultan Turki memberikan Palestina kepada kita, maka pada gilirannya kita bisa melaksanakan pengaturan keuangan Turki.
22
Kemudian dari sana kita bisa mendirikan pusat peradaban yang berseberangan dengan barbarisme".16 Pada 1906, Kongres Zionis Dunia ketujuh menyatakan bahwa bangsa Palestina tengah menggalang suatu gerakan politis bagi kemerdekaan nasional dari kerajaan Ottoman - suatu ancaman yang tidak semata-mata tertuju kepada Turki, tetapi juga pada rencana-rencana Zionis. Max Nordau, seorang tokoh Zionis terkemuka menyatakan kekhawatirannya di depan peserta kongres tersebut sebagai berikut: "Gerakan yang telah mempengaruhi sebagian besar orang-orang Arab tersebut mungkin dengan mudah mengambil arah yang bisa mengakibatkan bahaya di Palestina.... Pemerintah Turki mungkin merasa terdorong sendiri untuk mempertahankan kekuasaannya di Palestina dan Syria dengan kekuatan bersenjata... Dalam keadaan seperti ini, Turki mungkin bisa diyakinkan bahwa penting baginya untuk memiliki suatu kelompok yang kuat dan terorganisir baik di Palestina dan Syria yang.... akan melawan setiap serangan terhadap kekuasaan sultan dan mempertahankan kekuasaannya dengan segala kekuatannya."17 Sebagaimana Kaisar (Jerman) berusaha membangun aliansi dengan Turki sebagai bagian dari persaingannya dengan Inggris dan Perancis dalam penguasaan Timur Tengah, gerakan Zionis melakukan langkah-langkah serupa terhadap kekaisaran Jerman. Kaisar menghabiskan waktu hampir sepuluh tahun dalam perundingan dengan pemimpin Zionis untuk menyusun rencana pendirian negara Yahudi di bawah pengawasan Ottoman, yang tugas utamanya adalah untuk melenyapkan perlawanan anti kolonial bangsa Palestina dan mengamankan kepentingan Jerman di kawasan itu. Namun pada 1914 organisasi Zionis Dunia telah jauh melangkah dalam tawarannya yang sama dengan mengajak kerajaan Inggris untuk melakukan pemisahan dari kerajaan Ottoman dengan bantuan Zionis. Chaim Weizmann, yang menjadi presiden Organisasi Zionis Dunia, menyampaikan sebuah pengumuman penting: "Secara rasional kita bisa mengatakan bahwa seharusnya Palestina jatuh di dalam pengaruh Inggris, dan seharusnya Inggris mendorong pemukiman Yahudi di sana, sebagai sebuah tanggungan Inggris, kita dalam waktu dua puluh sampai tiga puluh tahun bisa menempatkan sejuta orang Yahudi atau lebih di sana, mereka akan membangun negeri itu, membawa kembali peradaban kepadanya dan membentuk pengawal yang sangat efektif bagi Terusan Suez."18 Deklarasi Balfour Weizmann telah memperoleh dari Inggris apa yang dicari oleh para pemimpin Zionis secara bersamaan dari pemerintah kerajaan Ottoman dan Jerman. Pada 2 November 1917, Deklarasi Balfour dikeluarkan yang sebagian isinya berbunyi:
23
"Pemerintah yang mulia memandang dengan senang hati bagi pendirian perumahan Nasional Yahudi di Palestina, dan akan mempergunakan upaya mereka yang terbaik untuk memudahkan tercapainya tujuan ini...”19 Orang-orang Zionis bersikap sinis dalam rencana klaim mereka bagi Palestina. Suatu saat mereka menegaskan bahwa Palestina merupakan sebuah kawasan kosong yang kadang-kadang didatangi kaum nomad; pada saat berikutnya mereka menaklukkan masyarakat Palestina yang diupayakan dikoyak secara diam-diam. A.D. Gordon sendiri berulangkali menyatakan bahwa orang Palestina yang dia tegaskan tidak ada, harus dicegah dengan paksa dari pengelolahan tanah. Rencana ini diterjemahkan ke dalam pengusiran orang non Yahudi dari "tanah air" Yahudi. Sebuah pemaparan serupa menginformasikan pernyataan dari para pemimpin Inggris dan Zionis dalam rencananya terhadap penduduk Palestina. Pada saat keluarnya Deklarasi Balfour, pasukan Inggris telah menduduki hampir semua wilayah kerajaan Ottoman di Timur Tengah, yang mendorong para pemimpin Arab untuk memerangi Turki di bawah arahan Inggris sebagai imbalan bagi jaminan Inggris akan "penentuan nasib sendiri". Meskipun orang-orang Zionis dalam propagandanya menegaskan bahwa Palestina tidak berpenduduk, tetapi dalam perjanjian mereka dengan sponsor imperialnya menyatakan dengan tegas bahwa pemaksaan dan penaklukan merupakan tatanan pada masa itu, dan menawarkan diri mereka sebagai alat untuk melaksanakannya. Inggris merespon dengan baik. Deklarasi Balfour juga memuat sebuah pernyataan yang dimaksudkan untuk menina-bobokkan feodal Arab yang terkejut oleh pengkhianatan kerajaan Inggris dengan menyerahkan negeri tersebut kepada Zionis, dimana di negeri itu "penentuan nasib sendiri" bagi Arab telah dijanjikan: "Secara jelas bisa dipahami bahwa tidak ada satu pun yang perlu dilakukan yang mungkin menimbulkan prasangka bagi hak-hak sipil dan keagamaan dari komunitas non Yahudi yang ada di Palestina.... "20 Selama bertahun-tahun Inggris telah mempergunakan kepemimpinan Zionis untuk membantu peperangan melawan kekaisaran Jerman dari semua kapitalis dan bank besar Yahudi yang terkait di Amerika Serikat dan Inggris Raya. Bersama Weizmann mereka mempersiapkan pemukiman Zionis Palestina sebagai alat penguasaan atas penduduk Palestina. Negeri tanpa penduduk bagi sebuah bangsa tanpa negeri dalam kenyataannya merupakan suatu negeri yang tengah bergolak melawan penindasan kolonial. Mantan perdana menteri dan menteri luar negeri, Arthur Balfour sendiri secara brutal sangatlah jelas menyatakan kepada para pejabat, meskipun ada basa-basi bagi konsumsi publik tentang hak-hak sipil dan keagamaan bagi komunitas non Yahudi di Palestina. "Zionisme, baik benar atau salah, baik atau buruk berakar pada kebutuhankebutuhan saat ini, di masa mendatang harapan bagi impor yang jauh lebih
24
mendasar bisa dilakukan dibanding keinginan dari 700.000 lebih orang-orang Arab yang sekarang mendiami negeri kuno tersebut."21 Koneksi Afrika Selatan Terdapat dimensi khusus bagi kerjasama rahasia antara Balfour dan pemimpin Zionis untuk mengkhianati aspirasi bangsa Palestina. Adalah sahabat dekat Weizmann dan calon perdana menteri Afrika Selatan, Jenderal Jan Smuts, sebagai utusan Afrika Selatan dalam kabinet perang Inggris selama perang dunia I, membantu mendorong pemerintah Inggris untuk memakai Deklarasi Balfour dan untuk membuat komitmen membangun sebuah koloni Zionis di bawah arahan Inggris. Hubungan antara gerakan Zionis dan para pemukim Afrika Selatan telah terjalin lebih awal, sebagaimana persahabatan antara jenderal Smuts dan Chaim Weizmann. Pada pergantian abad tersebut, sejumlah besar orang Yahudi, terutama dari Lithuania telah bermukim di Afrika Selatan. Gerakan Zionis memandang kelompok ini secara khusus menerima gagasan Zionis, sebab status mereka sebagai pemukim telah mantap di Afrika Selatan. Para pemimpin Zionis sering bepergian ke Afrika Selatan untuk mencari dukungan politis dan keuangan. N. Kirschner, mantan ketua Federasi Zionis Afrika Selatan, memberi penilaian yang hidup tentang interaksi yang akrab antara Zionis dan para pemimpin Afrika Selatan, dengan menyamakan orang-orang Zionis seperti Weizmann dan Herzl dengan konsep Afrika Selatan tentang populasi pemukiman yang secara ras berbeda, dan pentingnya perjanjian saling menguntungkan antara dua gerakan tersebut.22 Dalam menyamakan Zionisme dengan ideologi pemukim Afrika Selatan, Chaim Weizmann mengikuti kekaguman yang diungkapkan oleh Teodore Herzl, pendiri Zionis Politik, terhadap ideolog kolonial sepanjang zaman, Sir Cecil Rhodes. Herzl berusaha membentuk masa depan politiknya sendiri berdasarkan pada tujuan Rhodes: "Secara alamiah, terdapat perbedaan besar antara Cecil Rhodes dan diri saya, perbedaan pribadi sangat tidak saya sukai, tetapi perbedaan tujuan sebagian besar menguntungkan gerakan Zionis."23 Herzl mendukung pengusiran orang Palestina dengan menggunakan cara yang dirintis oleh Rhodes, dan dia mendorong pembentukan rekanan Yahudi bagi perusahaan yang dirancang secara koloni, suatu campuran eksploitasi kolonial dan ekonomi: "Perusahaan Yahudi sebagian dibentuk atas dasar garis akuisisi perusahaan besar. Ini mungkin bisa disebut sebuah perusahaan yang dirancang secara Yahudi, meskipun hal ini tidak bisa mempergunakan kekuasaan negara, dan tidak memiliki apa pun kecuali tugas-tugas kolonial secara murni."24 "Orang-orang termiskin pertama-tama akan mengolah tanah. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, mereka akan membangun jalan, jembatan, rel
25
kereta api dan instalasi telegrap, mengatur sungai dan membangun lingkungan mereka sendiri. Kerja mereka akan menciptakan perdagangan, perdagangan akan menciptakan pasar, pasar akan menarik para pemukim baru."25 Pada 1934, sekelompok besar investor Afrika Selatan dan para kapitalis mendirikan investasi Afrika-Israel untuk membeli tanah di Palestina. Perusahaan ini masih berdiri setelah 45 tahun bersama orang Afrika Selatan sebagai pemegang saham gabungan, aset tersebut dipegang oleh bank Leumi milik Israel. Tembok Besi Ketegangan antara klaim bahwa tanah tersebut kosong dan tuntutan agar para penduduk "yang tidak ada" itu harus ditaklukkan secara kejam tidak kurang ramainya ketika orang-orang Zionis membahas strategi di kalangan mereka sendiri. Dalam kenyataannya langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menjajah Palestina telah mendahului propaganda pemukiman di sana. Salah seorang pencetus Zionisme, Vladimir Jabotinsky, dikenal sebagai pendiri "Zionisme Revisionis", aliran Zionis yang tidak sabar dengan tipuan liberal dan sosialis yang dipergunakan oleh orang-orang Zionis "Pekerja" (Zionisme Revisionis pada saat ini diwakili oleh Menachem Begin dan Yitzhak Shamir). Pada 1923, Jabotinsky menulis "Tembok Besi" yang bisa disebut sebagai esai dasar bagi seluruh gerakan Zionis. Dia mengemukakan secara tegas premispremis esensial Zionisme yang sebenarnya telah diletakkan sebelumnya, meskipun tidak secara jelas oleh Theodore Herzl, Chaim Weizmann dan lainnya. Cara berpikir Jabotinsky dikutip dan direfleksikan pada pembelaan Zionis di masa berikutnya - dari kelompok "kiri" nominal sampai kepada kelompok yang disebut "kanan". Dia menulis sebagai berikut: "Tidak akan ada pembahasan tentang rekonsiliasi sukarela antara kita dan orang-orang Arab, tidak untuk sekarang, dan tidak untuk di masa mendatang. Semua orang yang berakal sehat, kecuali mereka yang buta sejak lahir, sejak lama telah memahami kemustahilan untuk bisa mencapai suatu kesepakatan sukarela dengan bangsa Arab Palestina bagi pengubahan Palestina dari sebuah negeri Arab menjadi sebuah negeri dengan mayoritas Yahudi. Masing-masing dari kalian memiliki pemahaman umum tentang sejarah kolonisasi. Coba temukan satu contoh dimana kolonisasi sebuah negeri terjadi dengan persetujuan penduduk asli. Peristiwa semacam ini tidak akan pernah terjadi." "Orang-orang pribumi akan selalu berjuang keras melawan kolonialis. Dan hal ini sama saja bagi bangsa yang berbudaya maupun yang tidak. Para pejuang yang berada di bawah komando Hernan Cortez dan Francisco Pizarro bertindak seperti para penyamun. Orang-orang kulit merah (Indian) bertempur dengan semangat tanpa kompromi melawan para pemukim yang jahat maupun yang baik. Orang pribumi berjuang karena setiap bentuk kolonisasi dimana dan kapan saja tidak akan dibiarkan oleh penduduk asli." "Setiap penduduk asli akan memandang negerinya sebagai tanah airnya, dimana mereka menjadi penguasanya secara utuh. Mereka tidak akan pernah rela
26
terhadap penguasa baru. Begitu juga orang-orang Arab. Orang-orang yang memiliki kompromi di antara kita berusaha meyakinkan kita bahwa bangsa Arab adalah sekelompok orang-orang bodoh yang bisa dikelabui dengan rumusan tersembunyi dari tujuan dasar kita. Secara tegas saya menolak pandangan tentang orang-orang Arab semacam ini." "Mereka memihki kejiwaan yang tegas seperti yang kita punya. Mereka melihat Palestina dengan cinta dan semangat sejati sebagaimana setiap orang Aztec memandang Meksikonya atau setiap anggota suku Sioux memandangi lembahnya. Setiap orang akan berjuang melawan para penjajah sampai percikan akhir harapan bahwa mereka bisa menghindari bahaya penaklukan dan kolonisasi dipadamkan. Orang-orang Palestina akan berjuang dengan cara ini sampai percikan harapan telah pupus." "Tidak menjadi soal jenis kata-kata apa yang kita gunakan untuk menjelaskan penjajahan kita. Kolonisasi memiliki makna integral dan penjelasannya sendiri yang dipahami oleh setiap orang Yahudi dan Arab. Kolonisasi hanya memiliki satu tujuan. Hal ini merupakan sifat dasar, dan untuk merubah sifat dasar tersebut adalah mustahil. Adalah suatu keharusan untuk melanjutkan kolonisasi terhadap kehendak orang-orang Arab Palestina dan kondisi yang sama saat ini telah ada." "Bahkan kesepakatan dengan orang-orang non Palestina mewakili suatu jenis fantasi yang sama. Mustahil para Nasionalis Arab di Baghdad, Makkah dan Damaskus menyetujui pengubahan karakter Arab dari Palestina." "Kita tidak bisa memberikan kompensasi bagi Palestina, baik kepada orangorang Palestina maupun pada orang Arab lainnya. Oleh sebab itu, persetujuan sukarela adalah tidak masuk akal. Semua kolonisasi, bahkan yang paling terbatas, harus selalu menentang kehendak dari penduduk pribumi. Karena itu hal ini bisa berlanjut dan berkembang hanya di bawah kekangan paksaan yang berbentuk tembok besi dan dengan cara ini masyarakat pribumi tidak akan bisa menembusnya. Inilah kebijaksanaan Arab kita. Merumuskan cara lain hanya merupakan kemunafikan." "Apakah melalui Deklarasi Balfour atau pun pemerintah Mandat Inggris, kekuatan eksternal merupakan suatu keharusan untuk menciptakan kondisi kekuasaan dan pertahanan negeri, dan dengan kekuatan ini masyarakat lokal, tanpa memandang kehendak, tidak mungkin memiliki kekuatan yang membahayakan kolonisasi kita, secara administrasi maupun fisik. Paksaan harus memainkan perannya, dengan segala kekuatan dan tanpa keengganan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan berarti antara para militaris dan vegetarian kita. Yang satu memilih tembok besi dari bayonet-bayonet Yahudi, dan yang lain memilih tembok besi dari bayonet Inggris." "Bagi kecaman yang berulangkali menyatakan bahwa titik pandangan ini tidak etis, saya jawab bahwa kecaman itu secara mutlak adalah salah. Inilah etika kita, tidak ada etika lain. Selama ada percikan lemah harapan orang Arab untuk menghalangi kita, mereka tidak akan menjual harapan itu - bagi suatu katakata manis maupun segenggam makanan - sebab ini bukan suatu kerumunan tetapi suatu masyarakat, suatu bangsa yang hidup. Tidak ada bangsa yang
27
membuat konsensi besar terhadap persoalan yang sangat menentukan semacam ini, kecuali ketika tidak ada lagi harapan yang tersisa, sampai kita menghilangkan setiap celah yang ada pada tembok tersebut."27 Metafora Besi Tema dan cita-cita besi serta baja yang bersifat memaksa yang dilontarkan oleh Vladimir Jabotinsky tersebut diambil oleh gerakan sosialis nasional yang barn tumbuh di Jerman, meskipun Jabotinsky sendiri diilhami oleh Benito Mussolini. Penyebutan besi secara mistis akan mendukung penaklukan berdasarkan perang dan chauvinis tersebut telah mempersatukan para ideolog Zionis, Kolonial dan Fasis. "Samson and Delilah" karya Cecil B. de Millo lebih dari sekedar roman Hollywood tentang pengkhianatan wanita dan keagungan kekuatan laki-laki. Karya ini juga membawa nilai-nilai otoriter dari novel Samson karya Jabotinsky yang merupakan sumber dari karya Cecil tersebut. Karya Jabotinsky ini mendorong perlunya paksaan brutal jika orang-orang Israel ingin menaklukkan Palestina. "Akankah aku memberikan pesan kepada bangsa kita dari kamu?" Samson berpikir sejenak, kemudian berkata perlahan, "kata pertama adalah besi. Mereka harus mendapatkan besi. Mereka harus memberikan segala sesuatu yang mereka miliki untuk memperoleh besi - perak, gandum, minyak, anggur, ternak, bahkan istri serta anak-anak gadisnya - semuanya untuk besi. Tidak ada satu pun di dunia ini yang lebih berharga daripada besi".28 Jabotinsky, melalui sirene "suatu tembok besi yang tidak bisa ditembus oleh masyarakat lokal" dan "hukum besi setiap gerakan kolonial.... angkatan bersenjata," mendapati seruannya bergema pada serangan-serangan besar Zionis terhadap masyarakat korban pada beberapa dekade mendatang. Menteri pertahanan Israel, Yitzhak Rabin, sebagai panglima angkatan bersenjata, melancarkan perang 1967 dengan "kehendak besi". Sebagai perdana menteri tahun 1975-1976, dia telah mengeluarkan kebijaksanaan Hayad Barzel (Tangan Besi) di Tepi Barat. Lebih dari 300.000 orang Palestina harus meringkuk dalam penjara Israel di bawah kondisi penyiksaan terus menerus dan terlembaga, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sunday Times London dan tindakan biadab itu dikecam oleh Amnesti Internasional. Penerusnya sebagai kepala staf, Raphael Eitan, memaksakan "Lengan Besi" (Zro'aa Barzel) di Tepi Barat dan pembunuhan massal ditambahkan sebagai senjata penindasan. Pada Juli 1982, kabinet Israel mengadakan rapat persiapan yang oleh Sunday Times London disebut "Operasi militer yang dirancang secara hati-hati untuk memusnahkan kamp-kamp pengungsi di Sabra dan Shatila. Operasi ini disebut Moah-Barzel (Akal Besi), dan sangat dikenal oleh Sharon dan Begin. Sementara bagian dari rencana Sharon yang lebih besar dibahas oleh kabinet Israel."29 Ketika Yitzhak Rabin, yang pernah mendukung kelompok Likud Revisionis di Lebanon selama perang, menjadi menteri pertahanan kabinet Simon Perez pada
28
pemerintahan "kesatuan nasional" saat ini, dia melancarkan kebijaksanaan Egrouf Barzel (Tinju Besi) di Lebanon dan Tepi Barat. Tinju Besi ini pula yang dipakai kembali oleh Rabin sebagai dasar kebijaksanaannya untuk melakukan penindasan kejam dan hukuman kolektif selama intifadah Palestina pada 19871988 di Tepi Barat dan Gaza. Dia juga selalu mengingatkan bahwa Jabotinsky menekankan kolonialnya pada doktrin kemurnian darah yang ditegaskan dalam "Surat Otonomi" sebagai berikut: "Adalah tidak mungkin bagi seseorang untuk bercampur dengan orang yang darahnya berbeda. Agar bisa bercampur, dia harus mengganti tubuhnya dan menjadi salah satu dari mereka, dalam darah. Tidak akan ada asimilasi. Kita seharusnya tidak akan pernah mengizinkan hal-hal seperti kawin campur. Sebab penjagaan integritas nasional tidak mungkin dilakukan kecuali dengan menjaga kemurnian rasial. Untuk tujuan itu kita harus menguasai wilayah ini dimana bangsa kita merupakan pemukim murni secara rasial." Tema ini lebih jauh diuraikan oleh Jabotinsky: "Sumber perasaan nasional.... terletak pada darah seseorang - ......pada tipe rasiopsikhonya, dan hanya pada hal itu... pandangan seseorang secara mendasar ditentukan oleh struktur fisiknya. Untuk alasan itulah kita tidak mempercayai asimilasi spiritual. Adalah tidak bisa diterima, dari titik pandang fisikal, bahwa seorang Yahudi yang dilahirkan dari keluarga berdarah Yahudi murni bisa beradaptasi dengan pandangan spiritual seorang Jerman atau Perancis. Mungkin secara menyeluruh dia dipenuhi dengan air Jerman, tetapi inti dari struktur spiritualnya akan tetap Yahudi."3o Pemakaian doktrin Chauvinis tentang kemurnian rasial dan logika darah tidak terbatas pada Jabotinsky atau orang Revisionis. Filosof liberal, Martin Buber, menempatkan Zionisme secara sama dalam framework doktrin rasis Eropa: "Pembentuk terdalam keberadaan kita ditentukan oleh darah; pemikiran dan kehendak kita yang terdalam diwarnai olehnya."31 Bagaimana doktrin ini diterapkan? KOLONISASI PALESTINA Pada 1917 terdapat 56.000 orang Yahudi di Palestina, dan 644.000 orang Arab Palestina. Pada 1922, terdapat 83.794 orang Yahudi dan 633.000 orang Arab. Pada 1931, terdapat 174.616 orang Yahudi dan 750.000 orang Arab.32 Kerjasama Dengan Kolonialisme Inggris Dengan membentuk aliansi dengan Inggris, Zionis memperoleh dukungan kuat untuk menaklukkan negeri tersebut. Proses ini digambarkan oleh penyair dan analis Marxis Palestina, Ghassan Kanafani: "Di samping adanya fakta bahwa sejumlah besar modal Yahudi dialokasikan ke daerah-daerah pedesaan, dan di samping adanya kehadiran militer imperialis Inggris dan tekanan kuat oleh mesin administratif yang menguntungkan
29
Zionis, tetapi yang disebut terakhir ini hanya mencapai hasil-hasil minimal jika dibandingkan dengan pemukiman pada tanah tersebut." "Meskipun demikian, mereka secara serius telah merusak populasi pedesaan Arab. Kepemilikan oleh kelompok-kelompok Yahudi pada tanah perkotaan dan pedesaan meningkat dari 300.000 dunum (67.000 hektar) pada 1929 menjadi 1.250.000 dunum (280.000) pada 1930. Tanah yang dibeli tersebut kurang berarti jika dilihat dari kolonisasi massal dan pemukiman bagi "persoalan Yahudi". Tetapi perampasan satu juta dunum - hampir sepertiga dari seluruh tanah pertanian - menyebabkan kemiskinan parah bagi petani-petani Arab dan Badui. "Pada 1931, 20.000 keluarga petani diusir oleh orang-orang Zionis. Lebih jauh lagi, kehidupan pertanian di negara-negara kurang berkembang, dan di dunia Arab secara khusus, bukan semata-mata cara produksi, tetapi juga merupakan cara kehidupan sosial, keagamaan dan ritual. Dengan demikian, disamping kehilangan tanah, masyarakat pedesaan Arab tengah dihancurkan oleh proses kolonisasi."33 Imperialisme Inggris menyokong upaya penggoyahan ekonomi Palestina asli. Pemerintahan mandat memberikan status istimewa kepada modal Yahudi dengan memberikan 90% konsesi-konsesi di Palestina kepadanya. Hal ini memungkinkan orang-orang Zionis menguasai infrastruktur ekonomi (proyek jalan, tambang-tambang di Laut Mati, kelistrikan, pelabuhan, dan lain sebagainya). Pada 1935, orang-orang Zionis menguasai 872 dari seluruh industri di Palestina yang berjumlah 1212. Impor yang terkait dengan industri Zionis dibebaskan dari pajak. Undang-undang kerja yang diskriminatif diberlakukan pada tenaga kerja Arab yang mengakibatkan pengangguran dalam skala besar, dan perlakuan tidak adil bagi mereka yang memperoleh pekerjaan. Kebangkitan Perampasan tanah dan penindasan telah memperkuat kesadaran bangsa Palestina terhadap nasib yang dialaminya, dan menyulut sebuah kebangkitan besar yang berlangsung dari tahun 1936 sampai 1939. Pemberontakan ini mengambil bentuk ketidakpatuhan sipil dan pemberontakan bersenjata. Para petani meninggalkan desanya untuk bergabung dalam satuan tempur yang dibentuk di pegunungan. Para nasionalis Arab mulai dari Syria dan Yordan segera bergabung dalam perjuangan. Keputusan menolak membayar pajak dilakukan pada 7 Mei 1936 di sebuah konferensi yang dihadiri oleh seratus lima puluh utusan yang mewakili seluruh sektor masyarakat, dan pemogokan umum melanda Palestina. Reaksi Inggris langsung dan kasar. Hukum perang diberlakukan sejak 30 Juli 1936 - sekitar lima bulan setelah kebangkitan mulai - dan penindasan luas dilakukan. Setiap yang dicurigai mengorganisir atau bersimpati pada pemogokan umum atau perlawanan lainnya ditahan. Rumah-rumah
30
dirobohkan di seluruh Palestina. Sebagian besar kota Jaffa dihancurkan oleh Inggris pada 18 Juni 1936, yang mengakibatkan 6000 orang kehilangan tempat tinggal. Begitu juga rumah yang di desa-desa sekitarnya dimusnahkan. Inggris mengirim sejumlah besar pasukan ke Palestina untuk menumpas pemberontakan (diperkirakan sebanyak 20.000 pasukan). Meskipun demikian, pada akhir 1937 dan awal 1938, kekuatan Inggris tengah kehilangan kontrol terhadap pemberotakan rakyat bersenjata. Zionis sebagai Penopang Polisi Pada titik inilah Inggris mulai bersandar pada orang-orang Zionis yang menyediakan suatu sumber daya unik yang tidak pernah mereka peroleh dari koloni-koloninya: Sebuah kekuatan lokal yang memiliki tujuan sama dengan kolonialisme Inggris dan secara kuat dimobilisir melawan penduduk pribumi. Jika sebelumnya orang-orang Zionis telah memegang banyak tugas pembalasan, sekarang mereka memainkan peranan yang lebih besar dalam penindasan yang semakin memuncak meliputi penangkapan massal, pembunuhan dan eksekusi. Pada 1938, 5000 orang Palestina dipenjara, 2000 di antaranya dihukum dalam waktu yang lama, 148 orang dihukum mati gantung, dan lebih dari 5000 rumah dihancurkan.34 Kekuatan-kekuatan bersenjata Zionis disatukan dengan intelejen Inggris, dan menjadi penopang polisi kekuasaan Inggris yang mengerikan. Sebuah "kekuatan polisi semu" dibentuk untuk menutupi kehadiran Zionis bersenjata yang didorong oleh Inggris. Terdapat 2863 pendaftar bagi kekuatan polisi semu ini, 12.000 laki-laki diorganisir di Haganah, 3000 orang pada Organisasi Militer Nasional Jabotinsky (Irgun).35 Pada musim panas 1937 kekuatan polisi semu tersebut diberi nama "Pertahanan Koloni Yahudi", dan pada masa berikutnya menjadi "polisi Koloni". Ben Gurion menyebut kekuatan polisi semu ini sebagai sebuah "kerangka kerja" ideal bagi pelatihan Haganah. Charles Ode Wingate, pejabat Inggris yang bertugas di Palestina, secara mendasar adalah pendiri angkatan bersenjata Israel. Dia melatih tokoh-tokoh seperti Moshe Dayan dalam terorisme dan pembunuhan. Pada 1939, jumlah kekuatan angkatan bersenjata Zionis yang bekerjasama dengan Inggris meningkat menjadi 14.411 orang, yang diorganisir dalam sepuluh kelompok bersenjata lengkap dalam polisi koloni, masing-masing dipimpin oleh seorang perwira Inggris, dengan satu pejabat dari perwakilan Yahudi sebagai komandan kedua. Pada musim semi 1939, kekuatan bersenjata Zionis mencapai enam puluh tiga kesatuan bersenjata mesin, masing-masing terdiri dari delapan sampai sepuluh orang. Laporan Peel Sebuah komisi kerajaan dibentuk pada 1937, di bawah pimpinan Lord Peel, untuk menentukan sebab-sebab pemberontakan 1936. Komisi Peel menyimpulkan bahwa dua faktor utamanya adalah keinginan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaan nasional dan ketakutan bangsa Palestina terhadap pendirian koloni Yahudi di tanah mereka. Laporan Peel menganalisa
31
serangkaian faktor lainnya dengan cara berpikir bebas yang aneh. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Penyebaran semangat nasionalis Arab di luar Palestina. 2. Meningkatnya imigrasi Yahudi setelah 1933. 3. Kemampuan orang-orang Zionis untuk menguasai pendapat umum di Inggris karena adanya dukungan rahasia dari pemerintah. 4. Tidak adanya kepercayaan Arab terhadap tujuan baik pemerintah Inggris. 5. Ketakutan bangsa Palestina terhadap pembelian tanah yang terus berlanjut oleh orang-orang Yahudi dari tuan tanah feodal absentee (yang tidak tinggal di kawasan yang mereka kuasai) yang menjual penguasaan tanahnya, dan mengusir para petani yang mengerjakan tanah tersebut. 6. Keengganan dan ketidakjelasan pemerintah mandat terhadap tujuannya yang menyangkut kedaulatan bangsa Palestina. Gerakan Nasional tersebut terdiri dari borjuis kota, para tuan tanah feodal, pemimpin agama, para wakil petani dan pekerja. Adapun tuntutantuntutannya adalah: l. Penghentian segera migrasi Zionis 2. Penghentian dan pelarangan pemindahan kepemilikan tanah-tanah orang Arab kepada para koloni Zionis. 3. Pembentukan sebuah pemerintah demokratis yang di dalamnya orang-orang Palestina memiliki suara mayoritas. Analisa Pemberontakan Ghassan Kanafani menggambarkan kebangkitan itu sebagai berikut: "Sebab sebenarnya pemberontakan tersebut adalah adanya kenyataan bahwa konflik yang parah itu melibatkan pengubahan masyarakat Palestina dari masyarakat keagamaan-feodal-pertanian ke dalam masyarakat borjuis industri (Barat) Yahudi, telah mencapai klimaksnya..... proses pembentukan akar-akar kolonialisme dan mengubahnya dari sebuah mandat Inggris ke dalam kolonialisme pemukim Zionis..... telah mencapai klimaksnya pada pertengahan tahun tiga-puluhan, dan dalam kenyataannya, kepemimpinan gerakan nasional Palestina terpaksa menggunakan suatu bentuk perjuangan bersenjata. Sebab ia tidak lagi mampu menggunakan kepemimpinannya di saat konflik telah mencapai tataran yang menentukan."37 Kegagalan mufti dan para pemimpin keagamaan lainnya, para tuan tanah feodal, dan kelas borjuis baru untuk mendukung para petani dan pekerja bagi tujuan tersebut, memungkinkan pemerintah kolonial dan orang-orang Zionis menumpas pemberontakan setelah tiga tahun perjuangan heroik. Dalam hal ini
32
Inggris dibantu secara menentukan oleh pengkhianatan rejim-rejim Arab tradisional yang sangat tergantung kepada dukungan kolonialnya. Perjuangan nasional bangsa Palestina terus berlangsung sejak 1918 dan disertai oleh satu bentuk perlawanan bersenjata yang terorganisir. Perlawanan ini meliputi pembangkangan sipil, pemogokan umum, penolakan membayar pajak, penolakan membawa kartu identitas, pemboikotan dan demonstrasi. AKIBAT-AKIBAT TRAGIS Pada tahun 1947, terdapat 630.000 orang Yahudi dan 1.300.000 orang Arab Palestina. Dengan demikian, pada saat pemisahan Palestina oleh PBB pada tahun 1947, orang-orang Yahudi berjumlah 31% dari populasi.38 Keputusan untuk memisahkan Palestina, yang diprakarsai oleh kekuatankekuatan imperialis terkemuka dan Uni Soviet di bawah kekuasaan Stalin, telah memberikan 54% tanah subur kepada gerakan Zionis. Tetapi sebelum negara Israel didirikan, Irgun dan Haganah telah merampas tiga-perempat tanah tersebut dan mengusir seluruh penghuninya. Pada tahun 1948, terdapat 475 desa dan kota Palestina. Dari jumlah ini, sebanyak 385 desa telah dijarah dan diratakan dengan tanah, dan berubah menjadi reruntuhan. Sembilan puluh desa dan kota yang tersisa, terusir dari tanahnya. Menyingkirkan Topeng Pada tahun 1940, Joseph Weitz, kepala departemen kolonisasi perwakilan Yahudi, yang bertanggung jawab pengaturan aktual pemukiman di Palestina, menulis : "Di antara kita sendiri harus jelas bahwa tidak ada ruang bagi dua bangsa bersama-sama dalam satu negeri ini. Kita tidak akan meraih tujuan jika orang Arab berada di negeri kecil ini. Tidak ada cara selain memindahkan orang Arab dari sini ke negara-negara tetangga - semuanya. Tidak satu pun desa dan suku yang boleh tersisa."39 Joseph Weitz menguraikan makna praktis pengubahan Palestina menjadi "Yahudi" sebagai berikut: "Ada sebagian orang yang percaya bahwa populasi non Yahudi, meskipun presentasinya tinggi, di wilayah perbatasan kita akan lebih efektif berada di bawah pengawasan kita, dan terdapat sebagian orang yang percaya pandangan sebaliknya; yakni lebih mudah melakukan pengawasan terhadap kegiatankegiatan seorang tetangga daripada kegiatan seorang penyewa (rumah/tanah). Saya cenderung mendukung pandangan yang terakhir dan saya memiliki argumen tambahan.... perlunya mempertahankan karakter negara yang untuk selamanya adalah Yahudi.... dengan minoritas non-Yahudi sampai lima belas persen. Saya telah menemukan posisi mendasar ini sejak awal 1940 (dan) hal ini masuk dalam catatan harian saya."4o
33
"Laporan Koenig" menyatakan kebijaksanaan ini secara lebih tegas: "Kita harus menggunakan teror, pembunuhan, intimidasi, perampasan tanah, dan menghentikan seluruh pelayanan sosial untuk membersihkan Galilea dari populasi Arabnya."41 Ketika Heilbrun dari komisi pemilihan kembali jenderal Shlomo Lahat, walikota Tel Aviv, menegaskan: "Kita harus membunuh semua orang Palestina kecuali mereka mau tinggal di sini sebagai budak."42 Berikut adalah kata-kata Uri Lubrani, penasihat khusus perdana menteri Ben Gurion untuk masalah Arab, pada tahun 1960: "Kita harus mengurangi populasi Arab sampai menjadi sebuah komunitas pemotong kayu dan para penjaga warung saja."43 Raphael Eiten, kepala staf angkatan bersenjata Israel menyatakan: "Kita mengumumkan secara terbuka bahwa orang Arab tidak berhak mendiami satu sentimeter pun dari tanah Erezt Israel (Israel Raya)..... hanya pemaksaan yang bisa melakukannya atau hanya paksaan yang mereka mengerti. Kita harus menggunakan kekuatan puncak sampai orang-orang Palestina datang kepada kita dengan merangkak dari empat penjuru."44 Eiten menguraikan di depan komisi masalah luar negeri dan pertahanan Knesset: “Jika kita telah mendiami tanah tersebut, semua orang Arab akan berkerumun seperti ikan-ikan yang dimasukkan ke dalam botol."45 Ben Gurion dan Tujuan Akhir Ambisi teritorial Zionisme secara jelas diungkapkan oleh Ben Gurion dalam pidatonya pada pertemuan Zionis, 13 Oktober 1936, "Kita tidak ingin menyatakan tujuan akhir kita sekarang yang masih jauh ke depan - bahkan lebih jauh dari tujuan orang-orang revisionis yang menentang pemisahan. Saya tidak ingin mengabaikan visi yang besar, visi akhir yang menjadi komponen organik, spiritual, dan ideologis dari.... aspirasi Zionis saya."46 Pada tahun yang sama, Ben Gurion menulis surat kepada puteranya: "Batas-batas aspirasi Zionis merupakan perhatian bangsa Yahudi dan tidak ada faktor eksternal yang mampu membatasinya. "47 Pada tahun 1938, dia bahkan lebih tegas, "Batas-batas wilayah Zionis," katanya kepada dewan dunia Poale Zion di Tel Aviv, meliputi Lebanon selatan, Syria utara, wilayah Yordan pada saat ini, seluruh Tepi Barat dan Sinai."48 Ben Gurion merumuskan strategi Zionis dengan sangat jelas: "Setelah kita menjadi kekuatan besar sebagai akibat dari penciptaan negara, kita akan menghapuskan pemisahan dan meluas sampai seluruh Palestina. Negara hanya menjadi sebuah tahapan bagi perwujudan Zionisme dan tugasnya
34
adalah mempersiapkan landasan bagi ekspansi kita. Negara akan menjaga tatanan - bukan dengan pengajaran tetapi dengan senapan-senapan mesin."49 Pada bulan Mei 1948 dia mengemukakan tujuan-tujuan strategisnya kepada Staf umum angkatan bersenjata, "Kita harus bersiap diri untuk melakukan serangan. Tujuan kita adalah menghancurkan Lebanon, Trans-Yordan, dan Syria. Titik terlemah adalah Lebanon, sebab rejim Muslim yang ada bersifat artifisial dan mudah bagi kita untuk melenyapkan. Kita harus mendirikan sebuah negara Kristiani disana, kemudian kita akan menghancurkan Liga Arab, memusnahkan Trans-Yordan, dan Syria akan jatuh kepada kita. Kemudian kita membombardir dan terus bergerak serta mengambil alih Port Said, Aleksandria dan Sinai."5o Ketika Jenderal Yigal Allon bertanya kepada Ben Gurion, "Apa yang harus dilakukan terhadap penduduk Lydda dan Romle?" - sekitar 50.000 penduduk menurut penulis biografinya, Ben Gurion menggerakkan tangannya dan mengatakan, "Usir mereka!".51 Yitzhak Rabin, melaksanakan keputusan biadab ini. Di Lydda dan Ramla, tidak ada sisa dari tempat tinggal orang Palestina. Pada saat ini, wilayah ini seluruhnya diduduki oleh populasi pemukim Yahudi. Michael Bar Zohar, dalam biografinya tentang David Ben Gurion, menggambarkan kunjungan pertama Ben Gurion ke Nazareth. "Ben Gurion melihat sekeliling dengan keheranan, "Mengapa terdapat begitu banyak Arab, mengapa kalian tidak mengusirnya?". Akhirnya orang-orang Palestina tersebut benar-benar diusir. Antara 29 Nopember 1947, ketika PBB memisahkan Palestina, dan 15 Mei 1948, ketika Negara (Israel) secara formal diproklamirkan, pasukan dan milisi Zionis telah merampas 75% wilayah Palestina, memaksa 780.000 orang Palestina keluar dari negeri tersebut. Penjagalan Dimulai : Deir Yasin Proses pemusnahan adalah penjagalan berencana ketika desa demi desa disapu bersih. Pembunuhan tersebut dimaksudkan untuk menyebabkan penduduk lari demi nyawa mereka. Komandan Haganah, Zvi Ankori, menggambarkan apa yang terjadi, "Saya melihat potongan organ kemaluan dan perut wanita yang koyak ... ini merupakan pembunuhan langsung".52 Menachem Begin merasa senang dengan penjagalan yang mirip operasi-operasi Nazi yang dia pimpin di Deir Yasin tersebut merambah ke seluruh Palestina. Para komando Lehi dan IZL menghancurkan desa Deir Yasin pada 9 April 1948, menjagal 254 laki-laki, wanita dan anak-anak. "Legenda teror menyebar di kalangan orang-orang Arab yang dicekam kepanikan jika disebutkan para serdadu Irgun kita. Teror ini setara dengan setengah lusin batalion angkatan bersenjata Israel. Orang-orang Arab di seluruh negara ... dicekam kepanikan luar biasa dan mulai kabur demi hidupnya.
35
Pelarian massal ini segera berkembang menjadi suatu kekacauan pelarian yang menggila dan tidak terkendali. 800.000 orang Arab yang tinggal di wilayah negara Israel pada saat itu, hanya 156.000 orang yang masih tinggal di sana. Arti penting ekonomis dan politis dari perkembangan ini tidak bisa diabaikan."53 Penerapan program ini dilaksanakan sebagian oleh Menachem Begin dan sebagian oleh penerusnya sebagai perdana menteri, Yitzhak Shamir, juga dilakukan oleh para komando militer Irgun dan Lohamei Herut Israel (Lehi), yaitu para teroris bangsa Israel. Para penduduk asli dipaksa berjalan dengan pakaian bersimbah darah melintasi jalan-jalan Jerusalem untuk menanamkan rasa takut pada diri penontonnya, sebelum mereka akhirnya lenyap (dilenyapkan).
Catatan Saksi Mata: Catatan-catatan saksi mata dari peristiwa ini membayang-bayangi nasib bangsa Palestina. "Saat itu siang hari ketika pertempuran berakhir dan tembakan berhenti. Segala sesuatunya menjadi hening, tetapi desa itu belum menyerah. IZL (Irgun) dan Lehi (Stern Gang) secara bergantian meninggalkan tempat-tempat persembunyian mereka dan mulai melakukan operasi-operasi pembersihan di rumah-rumah. Mereka menembakkan semua senjata yang mereka pegang, dan melemparkan peledak ke dalam rumah dan gedung. Mereka juga menembak setiap orang yang mereka temui di rumah-rumah tersebut, termasuk wanita dan anak-anak - sungguh para komandan tidak berusaha mencegah tindakantindakan penjagalan yang biadab tersebut. Saya sendiri dan sejumlah penduduk memohon para komandan tersebut untuk memerintahkan orang-orangnya menghentikan penembakan, tetapi upaya kami tersebut tidak berhasil. Sementara itu, sekitar dua puluh lima laki-laki dibawa keluar dari rumahrumah: mereka dimasukkan ke dalam sebuah truk barang dan memimpin sebuah "parade kemenangan", seperti sebuah kemenangan Romawi, melintasi kawasan Mahaneh Yehudah dan Zikhron Yosef (di Jerusalem). Pada akhir parade tersebut, mereka dibawa ke sebuah tempat berbatu di antara Giv'at Shaul dan Deir Yasin, kemudian ditembak dengan darah dingin. Para serdadu dan milisi Israel tersebut kemudian meletakkan para wanita dan anak-anak yang masih hidup ke sebuah truk dan membawanya ke Mandelbaum Gate". 54 Direktur Palang Merah Internasional di Palestina, Jacques de Reynier, berusaha ikut campur ketika berita penjagalan tersebar keluar. Kesaksian pribadinya adalah sebagai berikut : "... Komandan detasemen Irgun tampaknya tidak ingin menerimaku. Pada akhirnya dia datang, seorang anak muda, berbeda dari yang lain, dan benarbenar sempurna, tetapi ada kilatan khusus pada matanya, dingin dan kejam. Menurutnya Irgun telah sampai dua puluh empat jam lebih awal dan telah memerintahkan penduduk melalui pengeras suara untuk meninggalkan semua rumah. Waktu yang diberikan untuk mematuhi perintah tersebut adalah seperempat jam. Sebagian orang-orang yang malang ini maju ke depan dan dibawa sebagai tawanan, untuk dibebaskan kemudian dibawa ke arah garis perbatasan Arab. Sisanya, karena belum mematuhi perintah tersebut, telah
36
menemui nasib yang sangat mengerikan. Tetapi semua itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak layak dibesar-besarkan, dengan menunjukkan hanya terdapat segelintir yang mati, dan mereka segera dikubur begitu operasi pembersihan desa telah usai. Jika saya menemukan mayat, saya bisa membawanya, tetapi secara pasti tidak ada yang terluka." "Pemandangan ini membuat darahku beku. Saya kembali ke jalan menuju Jerusalem, dan mendapat sebuah ambulan dan sebuah truk yang saya tumpangi melintasi the Red Shield.... saya sampai ke desa tersebut dengan rombongan saya, dan tembakan telah berhenti. Kelompok milisi (Irgun) mengarahkan serangan dengan memakai helm. Mereka semua masih muda, sebagian bahkan masih remaja, laki-laki dan wanita, dengan membawa senjata lengkap: revolver, senapan-mesin, granat tangan, dan juga belati potong. Seorang gadis muda yang cantik dengan sorotan mata kriminal memperlihatkan belatinya kepada saya yang masih dibasahi darah, dia memamerkannya seperti layaknya sebuah piala. Ini merupakan tim "pembersih" yang secara jelas melaksanakan tugasnya dengan sangat sadar.“ "Saya berusaha memasuki sebuah rumah. Selusin serdadu mengelilingi saya, senapan mesin mereka diarahkan ke tubuhku, dan perwiranya melarang saya bergerak. "Jika ada yang mati, pastilah dibawa kepadaku", katanya. Kemudian saya tiba-tiba merasa sangat murka, dengan menceritakan apa yang saya pikirkan dari tindakan para kriminal ini, mengancam mereka dengan segala sesuatu yang bisa saya pikirkan, dan kemudian mendorong mereka ke samping dan memasuki rumah tersebut.“ "Ruangan pertama gelap, segalanya berantakan, tetapi tidak seorang pun ada di sana. Di ruangan kedua, di tengah-tengah perabotan yang berserakan dan kepingan-kepingan barang, saya menemukan beberapa mayat yang telah dingin. Di ruang ini "pembersihan" dilakukan dengan senapan mesin, kemudian dengan granat-granat tangan. Tindakan ini diselesaikan dengan belati, setiap orang pasti bisa melihatnya. Pemandangan yang sama terlihat pada ruang berikutnya, ketika saya akan pergi, terdengar suara seperti desahan. Saya mencari sumber suara itu dengan membalikbalikkan seluruh mayat, dan akhirnya menemukan sebuah kaki kecil yang masih hangat. Kaki ini milik gadis berusia sepuluh tahun, yang terlepas akibat ledakan granat tangan, tetapi dia masih hidup.... di mana saja terlihat pemandangan menge-rikan yang sama.... terdapat 400 orang di desa ini. Sekitar 50 orang telah meloloskan diri dan masih hidup. Semua sisanya dengan sengaja telah dibantai dengan darah dingin sebab, sebagaimana yang saya lihat sendiri, kelompok milisi (Irgun) ini sangat disiplin dan hanya bekerja sesuai dengan perintah.“ "Setelah kunjungan lainnya ke Deir Yasin, saya kembali ke kantor dimana saya telah dikunjungi oleh dua orang berpakaian sipil, yang telah menunggu saya selama lebih satu jam. Mereka adalah komandan detasemen Irgun dan wakilnya. Mereka telah mempersiapkan sebuah kertas yang mereka inginkan untuk saya tandatangani. Kertas ini berisi pernyataan bahwa saya telah diterima dengan hangat oleh mereka, dan memperoleh semua fasilitas yang saya minta untuk menyelesaikan misi saya, dan ucapkan terima kasih kepada mereka karena bantuan yang saya terima. Karena saya memperlihatkan keengganan dan bahkan mulai mendebat mereka, mereka mengatakan bahwa jika saya menghargai hidup saya, sebaiknya saya segera menandatanganinya.
37
Satu-satunya jalan yang terbuka bagi saya adalah meyakinkan mereka bahwa saya tidak memperdulikan hidup saya sedikit pun."55 Penjagalan di Dueima Jika pembantaian Deir Yasin dilaksanakan oleh organisasi-organisasi bawah tanah Zionis Revisionis " kanan ", IZL dan Lehi, seperti pembantaian yang terjadi dalam skala yang sama di seluruh negeri. Pembantaian di Duema pada 1948 dilakukan oleh pasukan resmi Israel Zionis Pekerja, angkatan bersenjata pertahanan Israel (Tzeva hagana le-Israel atau ZAHAL). Catatan pembantaian itu digambarkan oleh seorang serdadu yang ikut serta dalam kebiadaban tersebut, dimuat pada Davar, Surat kabar harian resmi berbahasa Ibrani milik Zionis Pekerja yang mengelolah Federasi Umum Histadrut dari para Pekerja: "....Mereka membunuh antara delapan puluh sampai seratus laki-laki, wanita dan anak-anak Arab. Untuk membunuh anak-anak, mereka (para tentara) memecahkan kepalanya dengan tongkat. Tidak ada satu pun rumah tanpa mayat. Pria dan wanita desa tersebut dijebloskan ke rumah-rumah tanpa makanan dan air, kemudian para penyabot datang untuk meledakkan mereka." "Seorang komandan memerintahkan seorang prajurit untuk membawa dua wanita ke dalam sebuah bangunan yang akan dia ledakkan... serdadu lainnya berbangga diri karena memperkosa seorang wanita Arab sebelum menembaknya sampai mati. Seorang wanita Arab lainnya dengan bayinya yang baru lahir, dipaksa membersihkan tempat tersebut selama dua hari, kemudian mereka menembaknya bersama bayinya. Para komandan yang berpendidikan dan bertingkah baik yang dipandang "orang baik"..... telah menjadi para pembunuh buas, dan hal ini bukan di tengah badai pertempuran, tetapi sebagai cara pengusiran dan pemusnahan. Semakin sedikit orang Arab yang tinggal, berarti semakin baik."56 Nilai strategis dari pembantaian Deir Yasin akan dikemukakan selama bertahun-tahun oleh para pemimpin Zionis seperti Eldad (Scheib) yang bersama Yitzhak Shamir dan Nathan, Yalin Mor (Feldmann) - yang bertanggung jawab pada Lehi, berbicara pada pertemuan di bulan Juli 1967. Pernyataannya dipublikasikan pada jurnal opini yang terkenal, De'ot, pada musim semi 1968: "Saya selalu mengatakan bahwa jika harapan terdalam dan terkuat yang menyimbolkan penebusan adalah dengan membangun lembah kuil (Sulaiman)... maka jelaslah bahwa masjid-masjid ini (al-Haram al-Syarif dan alAqsha), dengan satu cara atau lainnya, harus dilenyapkan. Pada masa ini.... seandainya bukan karena Deir Yasin, pastilah setengah juta orang Arab akan tinggal di negara Israel (pada 1948). Negara Israel pastilah tidak akin ada. Kita tidak boleh mengabaikan hal ini, dengan penuh kesadaran kita harus terlibat dalam tanggung jawab. Semua peperangan adalah kejam. Tidak ada jalan keluar dari hal ini. Negeri ini akan menjadi Erezt Israel dengan mayoritas Yahudi secara mutlak dan sebuah minoritas Arab, atau menjadi Erezt Ismail, dan emigrasi Yahudi akan kembali dimulai jika kita tidak mengusir orang-orang Arab dengan satu cara atau lainnya..."57
38
Pembantaian di Gaza Program pembantaian tidak berakhir dengan pembentukan negara. Catatan harian Meir har Tzion menggambarkan pembantaian di kamp-kamp pengungsi dan desa-desa di Gaza selama awal tahun 1950an. "Guratan sungai kering yang luas berkilat di bawah sinar rembulan. Dengan hati-hati, kami bergerak maju di sisi lereng gunung. Beberapa rumah bisa terlihat.... Dari kejauhan kami bisa melihat tiga cercah cahaya dan mendengar suara musik Arab yang keluar dari rumah-rumah yang diselimuti kegelapan. Kami bcrpencar menjadi tiga kelompok, masing-masing terdiri dari tiga orang. Dua Kelompok menuju ke kamp pengungsi yang besar (al-Burj) di sebelah selatan dari posisi kami. Kelompok lainnya berjalan menuju ke sebuah rumah terpencil di kawasan datar di sebelah utara wadi Gaza. Kami bergerak maju, berjalan perlahan di atas ladang hijau, menyusuri saluran-saluran air, dan bulan menyinari kami dengan cahaya tamarannya. Tetapi sejenak kemudian kesunyian itu dikoyak oleh peluru-peluru, ledakan-ledakan, dan jeritan-jeritan dari mereka yang sebelumnya tidur nyenyak. Dengan cepat kami maju dan memasuki sebuah rumah - "Man Haadza?" (siapa ini?) "Kami melompat ke arah suara tersebut. Dengan ketakutan dan menggigil, dua orang Arab tengah berdiri menghadap tembok bangunan. Mereka berusaha meloloskan diri, namun saya menembaknya. Jeritan memilukan memenuhi udara. Satu orang terkapar sementara temannya terus berlari. Sekarang kami harus bertindak - kami tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Kami menerobos masuk dari rumah ke rumah di saat orang-orang Arab dilanda kebingungan." "Senapan-senapan mesin menyalak, suaranya bercampur dengan erangan yang mengenaskan. Kami sampai ke bagian utama kamp tersebut. Kerumunan orangorang Arab yang kabur menjadi semakin besar. Kelompok kami menyerang dari arah berlawanan. Dentuman granat-granat tangan kami bergema dari kejauhan. Kami menerima perintah untuk mundur. Serangan itu akhirnya bcrakhir."58 Kibya dan Kesatuan Komando 101 Perdana menteri Moshe Sharett (1954-1955) memberikan penilaian tentang pembantaian di desa Kibya pada tahun 1953 (18 Oktober 1953). Ariel Sharon secara pribadi memimpin aksi tersebut dimana laki-laki, wanita dan anak-anak dijagal di rumah-rumah mereka. "(Dalam pertemuan kabinet) saya mengecam peristiwa Kibya yang telah menempatkan kita di depan seluruh dunia sebagai gerombolan haus darah yang tega melakukan pembantaian-pembantaian.... Saya peringatkan bahwa noda ini selalu menempel pada tubuh kita dan tidak akan bisa dicuci selama bertahuntahun mendatang." "Diputuskan bahwa sebuah komunike tentang Kibya akan dipublikasikan dan Ben Gurion harus menulisnya. Ini benar-benar tindakan memalukan. Saya menyelidiki beberapa kali dan setiap kali saya diyakinkan dengan sungguhsungguh bahwa orang-orang tidak bisa memahami bagaimana tindakan keji ini dilakukan."59
39
Dalam buku lainnya, Sharett mencatat perincian pembantaian berikutnya di desa-desa Palestina pada 1955: "Pendapat umum, pasukan dan polisi Israel telah menyimpulkan bahwa darah Arab sccara bebas bisa ditumpahkan. Tindakan ini pastilah menjadikan ncgara di mata dunia tampak sebagai ncgara biadab."60 Kafr Qasim: Penjagalan Berlanjut Pembantaian di Kafr Qasim mengikuti pola-pola Zionis. Pada bulan Oktober 1956, Brigader Israel Shadmi, komandan batalion perbatasan Israel-Yordan, memberlakukan jam malam yang dikenakan pada desa-desa minoritas Arab di bawah pimpinannya. Desa-desa itu berada dalam perbatasan Israel, dengan demikian dipandang sebagai warga negara Israel. Shadmi mengatakan kepada komandan kesatuan penjaga perbatasan, mayor Melinki, bahwa pemberlakuan jam malam harus "sangat ekstrim" dan "tidak cukup hanya menangkap mereka yang melanggarnya - mereka harus ditembak." Dia menambahkan: "Sebuah mayat lebih baik daripada menangani keruwetan penahanan."61 "Dia (Melinki) memberitahukan kepada para perwira bahwa.... tugas mereka adalah untuk memaksakan jam malam pada desa-desa minoritas dari jam 17.00 sampai 06.00.... Setiap orang yang meninggalkan rumahnya, atau siapa saja yang melanggar jam malam harus ditembak mati. Dia menambahkan, tidak perlu ada penangkapan dan jika sejumlah orang dibunuh pada malam hari, maka hal ini memudahkan penerapan jam malam pada malam berikutnya. "Letnan Frankanthal bertanya kepadanya, "Apa yang harus kami lakukan dengan orang yang terluka?" Melinki menjawab, "Jangan hiraukan mereka." "Seorang pemimpin seksi kemudian bcrtanya, "Bagaimana dengan wanita dan anak-anak?" Untuk pertanyaan ini Melinki menjawab, "Tidak boleh ada rasa kasihan." Ketika ditanya, "Bagaimana dengan orang-orang yang kembali dari kerjanya?" Melinki menjawab, "Hal ini akan menjadi nasib buruk bagi mereka, sebagaimana yang diucapkan oleh komandan." Para pelaku pembantaian Kafr Qasim tersebut - sebuah kesatuan komando dari Ariel Sharon (kesatuan komando 101) - semuanya diberi medali dan dipromosikan pada angkatan bersenjata pertahanan Israel (Israel Defense Force / IDF). Cara-cara pemusnahan etnis (genocide) yang dipakai untuk memaksakan negara pemukim kolonial di dalam perbatasan Israel pra-1967 dipandang sebagai model penyelesaian puncak terhadap orang-orang Palestina pada wilayah pendudukan post-1967. Aharon Yariv, mantan kepala intelejen militer dan menteri penerangan, menyatakan dalam sebuah seminar umum di Institut Leonard Davis jurusan hubungan internasional pada Universitas Hebrew di Jerusalem bahwa: "Terdapat pandangan yang mendukung agar sebuah situasi perang dipergunakan dalam rangka mengasingkan 700.000 sampai 800.000 orang
40
Arab. Pandangan ini tersebar luas, dan pernyataan telah dikemukakan mengenai persoalan ini dan alat-alatnya telah dipersiapkan."62 PERAMPASAN TANAH Sangatlah layak untuk melihat kembali luasnya kebijaksanaan yang mematikan ini dan akibat-akibatnya. Pada wilayah yang berada di bawah pendudukan Israel setelah pemisahan, paling tidak terdapat 950.000 orang Arab Palestina. Mereka mendiami hampir 500 desa dan seluruh kota-kota besar yang meliputi Tiberias, Safed, Nazareth, Shafa Amr, Acre, Haifa, Jaffa, Lydda, Ramla, Jerusalem, Majdal (Askelon), Isdud (Ashdud) dan Bersyeba. Setelah kurang dari enam bulan hanya 138.000 orang yang tersisa (angka tersebut berbeda dari 130.000 sampai 165.000). Sebagian besar orang Palestina tersebut dibunuh, secara paksa diusir atau lari dalam kepanikan sebelum dijagal oleh kelompok kesatuan pasukan Israel. Setelah menyingkirkan seluruh penduduk pribumi dari tanah Palestina, pemerintah Israel melakukan penghancuran sistematis terhadap rumah dan harta mereka. Hampir 400 desa dan kota diratakan dengan tanah selama 1948 dan 1949. Lebih banyak lagi menyusul pada tahun 1950an. Moshe Dayan, mantan kepala staf angkatan bersenjata dan menteri pertahanan, tanpa rasa malu sedikit pun menyatakan dalam rangkumannya tentang sifat dasar kolonisasi Zionis di depan mahasiswa Institut Teknologi Israel (The Techniyon): "Kita datang ke sini kepada suatu negeri yang dihuni oleh orang-orang Arab, dan kita tengah membangun sebuah negara Yahudi di sini. Bukannya desa-desa Arab, desa-desa Yahudi harus didirikan. Kalian bahkan tidak mengetahui nama desa-desa ini dan saya tidak menyalahkan kalian, sebab buku-buku geografi ini tidak ada lagi. Bukan saja buku-bukunya, tetapi desa-desanya juga tidak ada." "Desa Nahalal didirikan di tempat desa Mahalul, Gevat di tempat Jibta, Sarid di tempat Hanifah dan Kafr Yehoushu'a di tempat Tel Shaman. Tidak ada satu pun pemukiman yang tidak didirikan di tempat bekas desa Arab."64 Tabel berikut ini dipersiapkan oleh Israel Shahak, kepala Liga Israel bagi hakhak manusia dan sipil, di bawah judul "Desa-desa Arab yang dihancurkan di Israel."65
41
Penghancuran Desa-desa Arab Palestina JUMLAH DESA Nama Wilayah Yerussalem Bethlehem Hebron Jaffa Romla Lydda Jcnin Tulksm Haifa Acre Nazareth Safad Tiberias Bisan
Sebelum 1948 33 7 16 23 31 28 8 33 43 52 26 75 26 28
1988 4 0 0 0 0 0 4 12 38 32 20 7 3 0
Yang dihancurkan 29 7 16 23 31 28 4 21 35 20 6 68 23 28
Gaza
46
0
46
475
90
385
Jumlah
Shahak menekankan bahwa daftar yang tercatat ini tidak lengkap, sebab tidak mungkin untuk menemukan berbagai komunitas dan "suku-suku" Arab. Sebagai contoh, data resmi Israel menyebutkan 44 desa Badui dan kota-kota kecil sebagai "suku-suku", untuk mengurangi, melalui cara-cara licik sensus, jumlah komunitas-komunitas Palestina dibuat permanen. Tanah "Absentee" Dengan pengusiran orang-orang Palestina dan penghancuran kota-kota dan desa-desanya, sejumlah besar tanah dikuasai di bawah undang-undang Tanah Absentee (1950). Sampai 1947, kepemilikan tanah Yahudi di Palestina berkisar 6%. Pada saat negara secara resmi didirikan, mereka telah menguasai 90% tanah: "Dari seluruh kawasan negara Israel hanya sekitar 300.000 sampai 400.000 dunum (67.000-89.000 hektar)..... merupakan tanah negara yang diambil alih oleh pemerintah Israel dari rejim mandat Inggris (2%). Dana Nasional Yahudi (J.N.F.) dan para pemilik Yahudi swasta menguasai 2.000.000 dunum (105). Hampir semua sisanya (yaitu 88% dari 20.225.000 dunum (4.500.000 hektar) di dalam garis-garis perjanjian perang 1949 secara hukum menjadi milik orang Arab, banyak dari mereka telah meninggalkan negeri tersebut."66 Nilai dari tanah curian ini lebih dari $ 300.000.000 - lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, Liga Arab memperkirakan sepuluh kali lipat dari jumlah ini. Dalam kurensi dolar, angka ini harus dilipatgandakan empat kali.
42
"Kantor pengungsi PBB memperkirakan nilai dari anggur, pohon, harta bergerak dan yang tidak ditinggalkan oleh orang Arab di wilayah yuridiksi Israel sekitar 118-120 juta Pounsterling, rata-rata £ 130 ($364) per pengungsi."67 Perampasan Tanah Palestina secara pasti menjadikan Israel sebagai negara yang mampu membangun tanpa bantuan dari luar. Antara 1946 dan 1953, 370 kota dan pemukiman Yahudi didirikan, 350 di antaranya di atas tanah "absentee". Pada 1954, tanah absentee adalah tanah yang dimiliki oleh orang (biasanya tuan tanah) yang tidak tinggal di dekat tanah tersebut. Istilah ini lazim pada masyarakat feodal. Sekitar 35% Yahudi-Israel tinggal di tanah yang diperoleh dari tanah absentee dan sekitar 250.000 imigran baru mendiami kawasan kota Palestina yang penduduk Arabnya telah diusir. Seluruh kota tersebut dikosongkan dari orang-orang Palestina, seperti Jaffa, Acre, Lydda, Ramla, Bisan dan Majdal (Askelon). Perampasan ini secara keseluruhan meliputi 385 desa dan kota, serta kawasan terbesar dari 94 desa dan kota lainnya, yang menampung 25% dari seluruh bangunan di Israel. Sepuluh ribu toko usaha dan eceran diserahkan kepada para pemukim Yahudi. Dari 1948 sampai 1953 - periode imigrasi terbesar - arti penting ekonomis bagi Israel dari tanah Arab yang dirampas tersebut sangatlah menentukan. Jumlah tanah rampasan yang bisa diolah milik orang-orang Palestina yang terusir dari negerinya melalui pembantaian adalah dua setengah kali lipat dari seluruh tanah yang diberikan kepada Zionis pada akhir pemerintahan mandat Inggris. Pada akhirnya, seluruh lahan anggur Palestina dirampas - yang terdiri lebih dari 240.000 dunum (53.000 hektar). Pada 1951, 1.250.000 kotak anggur dari lahanlahan Arab yang dirampas telah berada di tangan orang Israel - yang merupakan 10% dari laba bersih negara dari ekspor. Pada 1951, 95% dari seluruh pohon zaitun Israel berasal dari tanah orang-orang Palestina yang dirampas. Produksi minyak zaitun dari lahan-lahan orang Palestina yang dicuri merupakan komiditi ekspor ketiga terbesar Israel - setelah anggur dan berlian. Sepertiga dari seluruh produksi batu mulia berasal dari tanah orang Palestina yang dirampas."68 Mitologi Zionis meliputi klaim bahwa industri, pengeboran dan keterampilan Zionis akan mengubah suatu negeri gurun yang tandus, yang diabaikan oleh para penjaga Arab nomad-primitif, menjadi sebuah taman - dengan menjadikan gurun tersebut bersemi. Kebun anggur, industri, pedati, pabrik, rumah dan harta orang Palestina dihancurkan setelah penaklukan biadab - kapal negara adalah kapal perompak yang benderanya seharusnya bergambar tengkorak dan "Cross-bones". Me-Yahudi-kan Tanah Dana Nasional Yahudi memperoleh tanah pertamanya pada tahun 1905. Tujuan penetapan penguasaan tanah tersebut adalah "mendirikan pemukiman Yahudi pada tanah-tanah semacam ini".69 Di bulan Mei 1954, Keren Kayemeth le Israel
43
(dana abadi untuk Israel) bergabung dengan Israel dan memperoleh seluruh aset Dana Nasional Yahudi. Pada bulan November 1961, JNF (Dana Nasional Yahudi) dan pemerintah Israel menandatangani perjanjian yang didasarkan pada perundang-undangan yang ditetapkan pada bulan Juli 1960. Undang-undang ini menetapkan administrasi tanah Israel, yakni penyeragaman yang diberlakukan pada 93% dari tanah di Israel di bawah pengawasan negara, yang terikat oleh ketetapan Keren Kayemeth le Israel dan JNF.69a Sebagai pcrdana menteri, Levi Eshkol mcngajukan usulan kepada Knesset (Parlemen Israel) agar Israel memakai kebijaksanaan tanah JNF yang eksklusif: "Prinsip yang ditetapkan sebagai dasar dari Dana Nasional Yahudi.... akan ditetapkan sebagai prinsip yang diterapkan pada tanah-tanah negara."69b Dana Nasional Yahudi bersikap tegas dalam persoalan ini. Hal ini dinyatakan dalam laporan 6 JNF sebagai berikut: "Menyusul kesepakatan antara pemerintah Israel dengan JNF, pada tahun 1960 Knesset mengeluarkan Undang-undang Dasar: Tanah-tanah Israel yang memberikan akibat hukum bagi taradisi kuno kepemilikan tanah secara langgeng pada Yahudi - di atas prinsip inilah JNF didirikan. Undang-undang yang sama meluaskan prinsip tersebut kepada sebagian besar lahan negara Israel."69c Setiap berhubungan dengan tanah ini diatur oleh persyaratan berikut yang mengatur semua sewa tanah: "Penyewa harus orang Yahudi dan harus setuju untuk melaksanakan semua pekerjaan yang terkait dengan pengolahan tanah hanya dengan. pekerja Yahudi."70 Akibatnya tanah tidak bisa disewa-beli oleh non-Yahudi, juga tidak bisa disubsewakan, dijual, dijadikan jaminan, diberikan atau diserahkan kepada nonYahudi. Orang-orang non-Yahudi tidak boleh dipekerjakan pada tanah tersebut atau pekerjaan apa pun yang terkait dengan pengolahan tanah. Jika syaratsyarat ini dilanggar, harus membayar denda dan sekaligus hak sewa tersebut dicabut tanpa kompensasi apa pun. Apa yang secara khusus bersifat memaksa adalah peraturan ini bukan saja diberlakukan oleh JNF, tetapi juga oleh negara di bawah undang-undangnya. Aturan-aturan ini diterapkan pada tanah-tanah JNF dan seluruh tanah negara, yang sebagian besar terdiri dari tanah-tanah "absentee". Non Yahudi Tidak Boleh Dipekerjakan Di Israel tanah-tanah negara dikatagorikan sebagai "Tanah Nasioal". Ini berarti tanah Yahudi, bukan tanah Israel. Pemakaian tenaga kerja non-Yahudi dipandang ilegal dan melanggar hukum. Karena sedikitnya pekerja pertanian Yahudi, dan karena orang-orang Palestina dibayar lebih rendah daripada pekerja Yahudi, sebagian petani Yahudi (seperti mantan perdana menteri Ariel
44
Sharon) mempekcrjakan orang-orang Arab. Praktek ini ilegal! Pada 1974, menteri pertanian mengecam praktek ini sebagai "kanker".71 Pemukiman-pemukiman yang mensubsewakan sebagian tanah dengan cara bagi basil dengan orang Arab dikecam. Meluasnya praktek tersebut - yang telah membcrikan keuntungan melimpah dari tenaga kerja Palestina yang murah ini telah diklaim sebagai "kejahatan" oleh menteri pertanian. Departemen pemukiman agen Yahudi telah mengingatkan bahwa praktek semacam ini melanggar hukum, aturan-aturan negara Israel dan JNF. Pemakaian tenaga kerja non-Yahudi tersebut dikenai denda dan sumbangan kepada sebuah yayasan khusus."72 Israel Shahak menggambarkan proses ini sebagai "campuran menjijikkan dari diskriminasi rasial dan korupsi keuangan". Meskipun demikian, semua yang diungkapkan ini menunjukkan bahwa negara Israel mempergunakan semua praktek yang biasa dalam pandangan rasis. "Masyarakat" hanya berarti orang-orang Yahudi: "seorang imigran atau pemukim hanya orang Yahudi. Sebuah pemukiman berarti pemukiman bagi orang Yahudi. Tanah Nasional berarti tanah Yahudi - bukan tanah Israel. Dengan demikian, hukum dan hak, perlindungan dan pemberian kesempatan memperoleh pekerjaan dan tanah, hanya diberikan kepada orang-orang Yahudi. Tidak ada contoh hukum dan prosedur rasis yang lebih primitif dari aturanaturan ini. Dengan menggunakan kriteria yang sama, lebih dari 55% tanah dan 70°% air di Tepi Barat (wilayah yang diduduki pada 1976) telah dirampas bagi kepentingan 6% populasi - sekitar 40.000 pemukim Yahudi di tengah-tengah 800.000 orang Palestina. Di Gaza (wilayah yang direbut tahun 1976), 2.200 pemukim Yahudi telah diberi lebih dari 40% tanah. Setengah juta orang Palestina dibatasi pada kamp-kamp dan kawasan kumuh yang penuh sesak. Dengan demikian, praktek yang dikecam secara universal pada wilayah pendudukan post-1976 tersebut merupakan kelanjutan dari proses yang sama, di mana dalam proses inilah negara Israel didirikan. Pemaksaan, perampasan tanah dan pengusiran para pekerja non-Yahudi merupakan sentral bagi teori dan praktek Zionis. Theodor Herzl mengemukakan program ini pada 12 Juni 1895: "Kita harus... mengusir penduduk (Palestina) yang tidak memiliki apa pun itu ke seberang perbatasan... sambil menolaknya untuk bekerja di negeri kita."73 Kibbutzim yang Rasial Ironisnya, lembaga Israel yang mendorong ilusi-ilusi terbesar adalah Kibbutz sebuah contoh yang dianggap sebagai bentuk kerjasama sosialis. Sebagaimana Israel Shahak menyatakan:
45
"Organisasi Israel yang mempraktekkan tingkat ketertutupan rasial terbesar adalah... Kibbutz. Sebagian besar orang Israel telah menyadari karakter rasis Kibbutz ini sebagaimana yang tidak hanya diperlihatkan kepada orang-orang Palestina, tetapi juga kepada semua manusia yang bukan Yahudi."74 Kibbutzim menguasai tanah yang dirampas dari orang Palestina. Orang-orang non-Yahudi tidak bisa menjadi anggotanya. Seandainya "para pekerja musiman" yang beragama Kristen terlibat hubungan dengan wanita Yahudi, mereka dipaksa memeluk agama Yahudi agar bisa menjadi anggota Kibbutz. Israel Shahak melaporkan: "Calon yang beragama Kristen yang akan menjadi anggota Kibbutz melalui perpindahan agama harus berjanji untuk meludah ketika berjalan di depan gereja atau salib."75 Pada saat ini, sekitar 93% tanah negara yang disebut Israel dikuasai oleh administrasi tanah Israel di bawah garis petunjuk Dana Nasional Yahudi. Agar diperbolehkan tinggal di atas tanah, menyewa tanah, atau bekerja pada tanah tersebut, seseorang paling tidak harus membuktikan diri selama empat generasi adalah keturunan Yahudi dari pihak ibu (maternal descent). Sementara di Amerika Serikat, jika untuk bisa tinggal, sewa-beli, sewa, atau bekerja di atas suatu tanah, anda harus bisa membuktikan bahwa anda sedikitnya tidak memiliki hubungan keturunan Yahudi dari pihak wanita, maka siapakah yang akan meragukan sifat dasar rasis dari peraturan semacam ini? ZIONISME DAN YAHUDI Jika kolonisasi Palestina ditandai dengan berbagai penghancuran, kita sebaiknya mengambil waktu sejenak untuk mengkaji sikap gerakan Zionis bukan saja terhadap korban-korban Palestinanya (untuk hal ini kita kaji pada bab berikutnya), tetapi juga terhadap orang-orang Yahudi sendiri. Herzl sendiri menulis tentang orang-orang Yahudi dengan cara berikut: "Saya telah menemukan sikap yang lebih bebas terhadap anti-Semitisme, yang sekarang mulai saya pahami secara kesejarahan dan memaafkannya. Di atas segalanya, saya mengakui kesia-siaan dalam usaha "memerangi" antiSemitisme."76 Organisasi Pemuda Zionis, Hashomer ha Zair (Pengawal Muda) menyatakan: "Seorang Yahudi adalah karikatur dari seorang manusia normal, tidak secara fisik ataupun psikis. Sebagai individu dalam masyarakat, dia memberontak dan melemparkan kerasnya kewajiban-kewajiban sosial, dia tidak tahu aturan dan disiplin."77 "Bangsa Yahudi", tulis Jabotinsky dalam nada yang sama, "adalah bangsa yang sangat buruk, dibenci para tetangganya, dan sebaliknya... penyelamatannya hanya terletak pada imigrasi massal ke tanah Israel."78
46
Para pendiri Zionisme telah putus asa dalam memerangi anti-Semitisme dan, secara paradoks, memandang anti-Semitisme itu sendiri sebagai sekutu, sebab adanya keinginan yang sama untuk memindahkan orang-orang Yahudi dari negeri-negeri di mana mereka tinggal. Selangkah demi selangkah, mereka menggabungkan nilai-nilai kebencian Yahudi dan anti-Semitisme, karena gerakan Zionis akhirnya memandang anti-Semitisme sebagai para sponsor dan pelindungnya yang paling bisa diandalkan. Theodore Herzl mendekati Caunt Von Plehve, penuli tentang penyiksaan dan pembunuhan terorganisir di Rusia - Pembunuhan berencana Krishinev - dengan proposisi berikut: "Bantu saya mencapai tanah Palestina lebih cepat dan pemberontakan melawan kekuasaan Czarist akan berakhir." Von Plehve setuju, dan dia membiayai gerakan Zionis. Pada masa berikutnya dia mengeluh kepada Herzl: "Orang-orang Yahudi berggabung dengan partaipartai revolusioner. Kami bersimpati kepada gerakan Zionis anda selama ia berupaya melakukan emigrasi Yahudi. Anda tidak harus membenarkan gerakan itu kepada saya. Anda tengah mengajarkan sesuatu yang berbeda."80 Herzl dan Weizmann menawarkan bantuan untuk menjamin kepentingankepentingan Czarist di Palestina, juga untuk membersihkan Eropa Timur dan Rusia dari orang-orang Yahudi yang berbahaya dan Bolshevik-subversif." Seperti yang telah kami sebutkan, tawaran yang sama telah diajukan oleh orang-orang Zionis kepada sultan Turki (Ottoman), Kaisar Jerman, kepada Imperialis Perancis dan Inggris. Zionisme dan Fasisme Sejarah Zionisme - sebagian besar ditutup-tutupi - adalah menjijikkan. Mussolini membentuk skuadron-skuadron dari gerakan Pemuda Zionis Revisionis dan Betar, dengan pakaian hitam untuk meniru kelompok Fasismenya sendiri. Ketika Menachem Begin menjadi ketua Betar, dia lebih menyukai pakaian coklat seperti gerombolan Hitler, seragam Begin dan anggota Betar yang dipakai di setiap pertemuan - di mana mereka saling menyapa dan membuka serta menutup pertemuan dengan cara perhormatan Fasis. Simon Petilura adalah seorang Fasis Ukraina yang secara personal mengatur pembunuhan berencana yang telah membantai 28.000 orang Yahudi dalam 897 pembunuhan terencana secara terpisah. Jabotinsky merundingkan suatu persekutuan dengan Petilura, dengan mengusulkan sebuah angkatan polisi Yahudi untuk menyertai pasukan Petilura dalam perjuangan counter-revolusioner mereka melawan tentara merah dan revolusi Bolshevik - suatu proses yang melibatkan pembunuhan terhadap kaum petani, pekerja dan para pendukung intelektual revolusi. Kerjasama dengan Nazi Strategi untuk mendapatkan dukungan dari para pembenci Yahudi, Zionis bekerjasama secara erat dengan gerakan-gerakan dan rejim-rejim yang paling
47
jahat sebagai pelindung militer dan keuangan bagi koloni Zionis di Palestina, tidak menutup orang Nazi. Federasi Zionis Jerman mengirim sebuah memorandum dukungan kepada partai Nazi pada 21 Juni 1933. Isi memo itu menyatakan: ".....sebuah kelahiran kembali kehidupan nasional sebagaimana yang sedang terjadi pada kehidupan Jerman.... juga harus terjadi pada kelompok nasional Yahudi." "Atas dasar negara baru (Nazi) yang telah menetapkan prinsip ras, kami ingin menyesuaikan masyarakat kami ke dalam struktur total. Sehingga kami, dalam suasana yang telah ditentukan, juga bisa memperoleh kegiatan yang menguntungkan bagi tanah air adalah mungkin..."81 Bukannya menentang kebijaksanaan ini, Kongres Organisasi Zionis Dunia, pada 1933 justru mengalahkan sebuah resolusi yang menyerukan menentang Hitler dengan suara 240 banding 43. Selama kongres ini, Hitler mengumumkan perjanjian perdagangan dengan Bank Anglo-Palestina milik WZO (World Zionis Organisation). Dengan demikian mengakhiri boikot Yahudi terhadap rejim Nazi di saat ekonomi Jerman secara ekstrim sangat rentan. Saat itu merupakan masa depresi hebat dan masyarakat ramai-ramai menjual bergebok-gebok Mark Jerman yang tidak ada harganya. Organisasi Zionis Dunia mengakhiri boikot Yahudi dan menjadi distributor utama barang-barang Nazi di seluruh Timur Tengah dan Eropa Utara. Mereka mendirikan Ha'avara, sebuah bank di Palestina yang dimaksudkan untuk menerima uang dari seluruh barang-barang Nazi yang dibeli dalam jumlah yang sangat besar. Merangkul SS Pada akhirnya orang-orang Zionis membawa Baron Von Mildenstein dari polisi rahasia Nazi (SS) ke Palestina selama kunjungan enam bulan sebagai dukungan terhadap Zionisme. Kunjungan ini menghasilkan dua belas laporan oleh Joseph Goebbels, menteri propaganda Hitler, pada Der Angriff tahun 1934 dengan memuji Zionisine. Goebbels menata sebuah medali yang ditempeli Swastika pada satu sisi, dan di sisi lainnya bergambar bintang Daud Zionis. Pada bulan Mei 1935, Reinhardt Heydrich, kepala SS, menulis sebuah artikel dimana dia memisahkan orang-orang Yahudi ke dalam dua golongan. Orang Yahudi yang dia sukai adalah orang Zionis: "Doa dan niatan baik resmi kita sejalan dengan mereka."82 Pada tahun 1937, milisi Zionis Sosialis Pekerja, Haganah (yang didirikan oleh Jabotinsky) mengirim seorang agen (Feivel Polkes) ke Berlin yang ditawarkan sebagai mata-mata bagi SS sebagai ganti bagi pengeluaran kekayaan Yahudi untuk kolonisasi Zionis. Adolf Eichmann ke Palestina sebagai tamu Haganah. Feivel Polkes menginformasikan kepada Eichmann: "Kelompok nasionalis Yahudi sangat gembira dengan kebijaksanaan radikal Jerman, karena kekuatan
48
populasi Yahudi di Palestina akan semakin meningkat dengan kebijaksanaan tersebut, sehingga pada masa mendatang yang sudah bisa diramalkan, orangorang Yahudi mengandalkan keunggulan jumlah populasi atas orang-orang Arab."83 Daftar dari tindakan kolaborasi Zionis dengan Nazi sangatlah panjang. Perhitungan apakah dari keinginan luar biasa para pemimpin Zionis untuk mengkhianati orang-orang Yahudi Eropa? Alasan utama yang dikemukakan oleh para pembelanya adalah bahwa tindakan-tindakan ini dimaksudkan agar para pengungsi Yahudi yang menghadapi penyiksaan segera ingin bermukim di Palestina. Sebaliknya orang Zionis memandang setiap upaya untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi Eropa menggagalkan tujuan politisnya, sekaligus menjadi ancaman bagi seluruh gerakannya. Jika orang Yahudi Eropa diselamatkan, mereka pasti akan pergi ke mana saja, dan operasi penyelamatan tersebut tidak akan ada artinya bagi tujuan Zionis untuk menaklukkan Palestina. Mengorbankan Yahudi Eropa Bukti korelasi tindakan-tindakan kolaborasi dengan Nazi selama tahun 1930an, Zionis secara aktif mengorganisir untuk menghentikan pengubahan undangundang imigrasi Amerika Serikat dan Eropa Barat yang telah digodok untuk menyediakan perlindungan bagi orang-orang Yahudi Eropa yang tersiksa. Ben Gurion berbicara pada pertemuan Zionis Pekerja di Inggris Raya tahun 1938: "Seandainya saya mengetahui tindakan apa yang mungkin untuk menyelamatkan seluruh anak-anak Yahudi di Jerman, membawa mereka ke Inggris ataukah memindahkan hanya separuh dari mereka ke Erezt Israel, maka saya memilih alternatif kedua."84 Obsesi untuk melakukan kolonisasi di Palestina dan mengatasi jumlah orang Arab ini telah mendorong gerakan Zionis menentang setiap upaya penyelamatan orang Yahudi yang sedang menghadapi pemusnahan, sebab kekuatan untuk mengalihkan kekuatan manusia agar memilih Palestina akan terhalang. Dari tahun 1933 sampai 1935, WZO menolak dua pertiga dari seluruh orang Yahudi Jerman yang mengajukan sertifikat imigrasi. Berel Katznelson, editor dari Davar Zionis Pekerja, menggambarkan kriteria kejam Zionisme sebagai berikut: "Orang-orang Yahudi Jerman terlalu tua untuk melahirkan anak-anak di Palestina, tidak mampu berdagang untuk membangun sebuah koloni Zionis, tidak bisa berbicara bahasa Ibrani dan bukan orang-orang Zionis. Sebagai ganti orang Yahudi yang menghadapi pemusnahan ini, WZO membawa 6.000 anak muda Zionis terlatih dari Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara aman lainnya ke Palestina. Yang lebih buruk dari hal ini, WZO bukan saja gagal mencari alternatif bagi orang Yahudi yang tengah menghadapi holocaus, tetapi kepemimpinan Zionis menentang secara keras semua usaha penyelamatan dan perlindungan bagi orang Yahudi yang lari ketakutan itu."
49
Pada akhir tahun 1943, ketika jutaan orang Yahudi sedang dimusnahkan, Kongres Amerika Serikat mengusulkan membentuk komisi untuk mempelajari persoalan tersebut, Rabbi Stehen Wise, juru bicara utama Zionisme untuk Amerika, datang ke Washington untuk bersaksi menentang rencana undangundang penyelamatan. Sebab hal ini akan mengalihkan perhatian dari kolonisasi Palestina. Pada tahun 1938, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin Kongres Yahudi Amerika, Rabbi Wise menulis surat yang isinya menentang setiap perubahan dalam undang-undang imigrasi Amerika Serikat, yang memungkinkan orangorang Yahudi memperoleh tempat perlindungan. Dia menyatakan: "Mungkin menarik bagi anda untuk mengetahui bahwa beberapa minggu lalu para wakil dari seluruh organisasi Yahudi yang terkemuka bertemu dalam konferensi..... di dalamnya diputuskan bahwa tak satu pun organisasi Yahudi, pada masa ini, yang boleh mendukung rencana undang-undang yang berusaha mengubah undang-undang imigrasi Amerika Serikat."85 Mengurangi Tempat Perlindungan Seluruh pemimpin Zionis telah menyatakan sikapnya yang tegas dalam menanggapi sebuah mosi yang dilakukan oleh 227 anggota parlemen Inggris yang mendesak pemerintah untuk menyediakan tempat perlindungan di wilayah Inggris bagi orang Yahudi yang tersiksa. Upaya kecil yang sudah dipersiapkan tersebut adalah sebagai berikut: "Pemerintah yang mulia (ratu) telah mengeluarkan ratusan ijin masuk Mauritius dan ijin imigrasi lainnya untuk membantu keluarga-keluarga yang terancam."86 Tetapi bahkan peraturan yang telah diputuskan ini ditentang oleh para pemimpin Zionis. Dalam pertemuan parlemen pada 27 Januari 1943, ketika langkah berikutnya sedang diperjuangkan oleh lebih seratus orang anggota parlemen, seorang juru bicara Zionis mengumumkan bahwa mereka menentang mosi ini, sebab hal ini tidak memuat persiapan kolonisasi Palestina. Ini merupakan sikap yang konsisten. Chaim Weizman, pemimpin Zionis yang telah mengatur deklarasi Balfour dan menjadi presiden pertama Israel, menjadikan kebijaksanaan Zionisme ini lebih jelas: "Harapan dari enam juta orang Yahudi Eropa terpusat pada emigrasi. Saya pernah ditanya, "Bisakah anda membawa enam juta orang Yahudi ke Palestina?" Saya jawab, "Tidak.... dari kedalaman tragedi, saya ingin menyelamatkan.... anak-anak muda (untuk dibawa ke Palestina). Orang-orang tua akan mati. Mereka akan menghadapi nasibnya atau tidak. Mereka adalah debu, debu ekonomi dan moral di dunia yang kejam..... hanya yang masih muda saja yang akan bertahan. Mereka harus menerimanya."87 Yitzhak Gruenbaum, ketua komisi yang dibentuk oleh Zionis, secara nominal menyelidiki kondisi orang-orang Yahudi Eropa, menyatakan:
50
"Ketika mereka datang kepada kami dengan membawa dua rencana Penyelamatan Yahudi Eropa atau pembebasan tanah (Palestina) - tanpa berpikir dua kali, saya memilih pembebasan tanah. Semakin banyak berita pembunuhan masyarakat kita, maka semakin besar usaha kita untuk memperkuat dan mendorong Ibranisasi tanah Palestina. Seandainya pada hari ini ada kemungkinan untuk membeli paket-paket makanan dengan uang dari karen Hayesod (Tuntutan Yahudi Bersatu) untuk dikirim melalui Lisabon, apakah kita akan melakukan hal semacam ini? Tidak, sekali lagi tidak!"88 Mengkhianati Perlawanan Pada bulan Juli 1944, pemimpin Yahudi Rabbi Dov Michael Weissmandel dalam suratnya yang ditujukan kepada para pejabat Zionis yang bertanggung jawab atas "organisasi-organisasi penyelamatan", mengusulkan serangkaian cara untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi yang dijadwalkan akan dibunuh di Auschwitz. Dia memberikan peta rel-rel kereta api dan mendesak untuk mengebom jalur-jalur yang dilalui oleh orang-orang Yahudi yang akan dipindahkan ke Hungaria. Dia menuntut pengeboman untuk mengepung Auschwitz, untuk menjatuhkan amunisi bagi 80.000 tawanan, untuk mengirim para ahli sabotase yang akan menghancurkan seluruh alat pemusnahan. Dengan demikian bisa mencegah pembantaian 13.000 orang Yahudi setiap hari. Seandainya sekutu menolak tuntutan terorganisir dan publik oleh organisasiorganisasi penyelamatan, Weissmandel mengusulkan agar orang Zionis yang memiliki dana dan organisasi memperoleh pesawat, merekrut para sukarelawan Yahudi dan melakukan sabotase. Weissmandel tidak sendirian. Selama akhir tahun tiga puluhan dan empat puluhan, para juru bicara Yahudi Eropa berteriak meminta bantuan untuk menyelenggarakan kampanye umum, perlawanan terorganisir, demonstrasi untuk memaksa pemerintah-pemerintah sekutu - bukan saja hanya ditanggapi sepi oleh Zionis, tetapi juga disambut dengan sabotase Zionis terhadap upaya kecil yang ditujukan atau dipersiapkan di Inggris dan Amerika Serikat. Inilah tangisan pilu Rabbi Weissmandel. Dia menulis kepada pada pemimpin Zionis pada bulan Juli 1944 meminta dengan sepenuh hati: "Mengapa sampai sekarang kalian tidak melakukan apa pun? Siapakah yang bersalah dalam kelalaian yang menakutkan ini? Tidakkah kalian bersalah, saudara-saudara Yahudi kami, kalian yang memiliki kesempatan baik terbesar di dunia - kebebasan?" "Kami mengirim kepada kalian," tulis Rabbi Weissmandel, "pesan khusus ini untuk memberitahukan kepada kalian bahwa kemarin Jerman mulai memindahkan orang-orang Yahudi ke Hungaria.... orang Yahudi tersebut akan dibawa ke Auschwitz untuk dibantai dengan gas sianida. Ini merupakan rencana Auschwitz dari kemarin sampai akhir."
51
"Dua belas ribu orang Yahudi - pria, wanita dan anak-anak, laki-laki tua, bayi, orang-orang sehat dan sakit, akan dibuat tidak bisa bernafas setiap hari." "Dan kalian, saudara-saudara kami di Palestina, di seluruh negeri yang bebas, dan kalian semua menteri dari seluruh kerajaan, bagaimana kalian membisu menghadapi pembantaian besar ini?" "Diam?! Sementara ribuan demi ribuan, yang sekarang mencapai enam juta orang Yahudi, dibantai. Dan saat ini kalian tetap diam, sedangkan puluhan ribu sedang dibantai dan menunggu untuk dibunuh? Hati mereka yang hancur berteriak kepada kalian meminta bantuan sebagaimana mereka meratapi kekejaman kalian." "Kalian juga brutal dan pembunuh, sebab dengan darah dingin kalian bersikap diam terhadap kengerian yang kalian saksikan. Sebab kalian duduk manis berpangku tangan dan tidak melakukan apa pun, padahal kalian mampu menghentikan atau menunda pembunuhan orang-orang Yahudi pada jam itu." "Kalian, saudara kami, anak-anak Israel, apakah kalian waras? Tidakkah kalian mengetahui neraka di sekitar kami? Untuk siapakah kalian menabung uang? Para pembunuh! Orang-orang gila! Siapakah sebenarnya yang memberikan derma? Kalian yang memberikan segelintir uang recehan dari rumah kalian yang aman, atau kami yang memberikan darah kami ke dalam neraka?"9o Tidak satu pun pemimpin Zionis mendukung permintaan ini, dan tidak satu pun rejim-rejim kapitalis Barat mengebom sebuah kamp konsentrasi. Perjanjian Menentang Yahudi Hungaria Puncak pengkhianatan Zionis adalah pengorbanan orang Yahudi Hungaria dalam serangkaian persetujuan antara gerakan Zionis dan Jerman-Nazi yang untuk pertama kali diketahui pada tahun 1953. Dr. Rudolph Kastner dari Komite Penyelamatan perwakilan Yahudi di Budapest menandatangani perjanjian rahasia dengan Adolf Eichmann untuk "menyelesaikan persoalan Yahudi" di Hungaria. Hal ini terjadi pada tahun 1944. Perjanjian tersebut telah menentukan nasib 800.000 orang Yahudi. Pada akhirnya diketahui bahwa Kastner berada di bawah perintah para pemimpin Zionis di luar negeri ketika dia membuat kesepakatannya dengan Eichmann. Kesepakatan tersebut mendesakkan penyelamatan enam ratus orang Yahudi terkemuka dengan syarat bahwa sikap diam harus dijaga terhadap nasib masyarakat Yahudi Hungaria. Ketika seorang yang selamat, Malchiel Greenwald, mengungkap perjanjian tersebut dan menegaskan Kastner sebagai seorang kolaborator Nazi yang "tindakan-tindakannya di Budapest telah mengorbankan nyawa ratusan ribu orang Yahudi",91 Greenwald dituntut oleh pemerintah Israel, yang para pemimpinnya telah menyusun syarat-syarat perjanjian tersebut. Pengadilan Israel akhirnya menyimpulkan sebagai berikut:
52
"Pengorbanan mayoritas orang Yahudi, dalam rangka menyelamatkan orang Yahudi terkemuka merupakan unsur dasar dalam persetujuan antara Kastner dan orang-orang Nazi. Persetujuan ini menetapkan pembagian bangsa (Yahudi) ke dalam dua kamp yang tidak setara, sebuah bagian kecil yang terdiri dari orang-orang terkemuka, yang dijanjikan oleh orang-orang Nazi kepada Kastner untuk diselamatkan. Di satu sisi dan sebagian besar orang-orang Yahudi Hungaria yang dirancang untuk dibunuh oleh orang-orang Nazi. "92 Pengadilan menyatakan bahwa kondisi imperatif dari perjanjian ini adalah bahwa Kastner maupun para pemimpin Zionis tidak akan campur tangan dalam tindakan Nazi terhadap orang-orang Yahudi. Para pemimpin ini tidak saja menghindari untuk ikut campur, tetapi mereka setuju bahwa mereka tidak akan, dalam kata-kata pengadilan Israel, mencegah mereka dalam pemusnahan." "Kolaborasi antara Komite Penyelamatan perwakilan Yahudi dan para pemusnah telah diperkuat di Budapest dan Wienna. Tugas-tugas Kastner merupakan bagian dan kiriman dari SS. Selain departemen pemusnahan dan departemen penjarahan, SS Nazi juga membuka departemen penyelamatan yang diketuai oleh Kastner."93 Menyelamatkan Orang Nazi, bukan Orang Yahudi Tidaklah mengejutkan jika terungkap bahwa Kastner ikut campur penyelamatan Jenderal SS Kurt Becher dari pengadilan penjahat perang. Becher adalah seorang perunding terkemuka dalam perjanjian dengan orang-orang Zionis pada 1944. Dia juga seorang Mayor SS di Polandia, anggota korp kematian yang setiap hari tugasnya membunuhi orang-orang Yahudi". Becher menyebut dirinya sendiri sebagai penjagal orang Yahudi di Rusia dan Polandia.94 Dia diangkat sebagai komisaris dari seluruh kamp konsentrasi Nazi oleh Heinrich Himmler. Apa yang terjadi dengannya? Dia menjadi presiden di banyak perusahan dan mengepalai penjualan gandum ke Israel. Perusahaannya, The Cologne Handel Gesellschaft, melakukan usaha bisnis besar dengan pemerintah Israel. Perjanjian Militer Dengan Nazisme Pada 11 Januari 1941, Abraham Stern mengusulkan perjanjian militer dengan organisasi militer nasional (NMO), dimana Yitzhak Shamir adalah pemimpin terkemukanya dan menjadi Nazi Third Reich (pemerintahan ketiga Nazi). Usulan ini dikenal sebagai dokumen Ankara, ditemukan setelah perang pada file-file kedutaan Jerman di Turki. Dokumen ini mengajukan: "Evaluasi massa Yahudi Eropa merupakan pra-syarat bagi pemecahan persoalan Yahudi. Tetapi hal ini hanya bisa dimungkinkan dan sempurna melalui pemukiman massa di rumah Yahudi, Palestina, dan melalui pendirian sebuah negara Yahudi dengan batas-batas sesuai dengan sejarahnya..."
53
"Organisasi Militer Nasional yang mengenal baik akan niat baik pemerintah Nazi Jerman dan para penguasanya terhadap aktifitas Zionis di dalam negara Jerman, dan terhadap rencana emigrasi Zionis, berpendapat bahwa 1. Kepentingan bersama bisa berdampingan antara pembentukan suatu tatanan baru di Eropa sesuai dengan konsep Jerman, dan cita-cita nasional bangsa Yahudi sebagaimana yang diwujudkan oleh NMO (Organisasi Militer Nasional). 2. Kerjasama antara Jerman baru dan kebangkitan kekuatan Ibrani nasionalkerakyatan adalah mungkin, dan 3. Pembentukan negara Yahudi berdasarkan kepada dasar nasional dan totalitarian, dan diikat oleh perjanjian dengan pemerintah Jerman, akan menjadi kepentingan dalam menjaga serta memperkuat posisi kekuatan Jerman di Timur Dekat di masa mendatang. "Berdasarkan pertimbangan ini, NMO di Palestina, dengan syarat bahwa aspirasi nasional yang disebutkan di atas, tentang gerakan pembebasan Israel diakui oleh pihak pemerintah Jerman, menawarkan untuk secara aktif ambil bagian dalam perang di pihak Jerman."95 Pengkhianatan Zionisme Pengkhianatan Zionisme terhadap para korban Holocaus merupakan puncak dari usaha mereka untuk menyamakan kepentingan Yahudi dengan tatanan yang ada (tatanan Jerman). Pada saat ini orang-orang Zionis menggabungkan negara mereka dengan tangan imperialis Amerika Serikat - dari kesatuan-kesatuan kematian Amerika Latin untuk melaksanakan operasi CIA di empat benua. Sejarah yang menjijikkan ini berakar pada kebejatan moral pendiri Zionisme, yang menolak kemungkinan mengatasi anti-Semitisme melalui perjuangan rakyat dan revolusi sosial Moses Hess, Theodore Herzl dan Chaim Weizmann telah memilih barikade-barikade dari pihak yang salah - berupa kekuasaan negara, dominasi kelas dan kekuasaan eksploitatif. Mereka mengajukan suatu ketimpangan yang terkenal antara pembebasan dari penyiksaan dan keharusan perubahan sosial. Mereka memahami sepenuhnya bahwa penggunaan antiSemitisme dan penyiksaan orang-orang Yahudi merupakan kerja dari kelas penguasa yang sama, di mana dari kerja biadab inilah mereka berusaha meraup keuntungan. Dalam mencari dukungan bagi anti-Semitisme itu, mereka mengungkapkan beberapa motif: Pemujaan terhadap kekuasaan dan dengannya mereka menggabungkan kekuatan; Suatu keinginan untuk mengakhiri kelemahan dan kerentanan orang-orang Yahudi, untuk menghentikan posisi sebagai orangorang luar secara langgeng. Cara pandang ini merupakan langkah pendek untuk menggabungkan nilai dan gagasan dari para pembenci orang Yahudi itu sendiri. Orang-orang Yahudi, tulis para Zionis, sungguh tidak disiplin, subversif, penyeleweng, mereka layak
54
memperoleh kecaman. Orang Zionis tanpa rasa malu telah menyediakan bahan bagi kebenaran Yahudi rasis. Dengan memuja kekuasaan, mereka menarik keinginan anti-semitik dari Von Plehves dan orang Himmler untuk membersihkan masyarakat yang telah lama menjadi korban, sebuah bangsa yang memenuhi daftar gerakan-gerakan revolusioner dan yang penderitaannya mendorong para pemikirnya kepada kematangan intelektual yang bersifat opensif terhadap nilai-nilai yang mapan. Rahasia kotor Zionis adalah bahwa mereka merasa terancam oleh orang Yahudi itu sendiri. Membela orang Yahudi dari penyiksaan berarti mengorganisir perlawanan terhadap rejim-rejim yang menghancurkan mereka. Tetapi rejim ini telah menjelma dalam tatanan imperial yang hanya terdiri dari kekuatan sosial yang ingin atau mampu memaksakan koloni pemukim pada bangsa Palestina. Dari sinilah orang-orang Zionis memerlukan penyiksaan terhadap orang Yahudi agar mau menjadi para pemukim di tempat yang jauh, dan mereka membutuhkan para penyiksa untuk mendukung upaya tersebut. Tetapi Yahudi Eropa tidak pernah memperlihatkan keinginan untuk pindah ke Palestina. Zionisme tetap menjadi gerakan pinggiran di kalangan orang Yahudi yang ingin hidup di negeri-negcri tempat kelahiran mereka dan tetap serta bebas dari diskriminasi, atau untuk meloloskan diri dari penyiksaan dengan beremigrasi ke negara-negara demokrasi borjuis yang dipandang lebih bersikap toleran. Oleh sebab itu Zionisme tidak pernah mampu menjawab kebutuhan atau aspirasi orang-orang Yahudi. Momen kebenaran tersebut datang ketika penyiksaan telah mengarah kepada pemusnahan fisik. Dengan meletakkan ujian puncak dan satu-satunya hubungan sejati mereka dengan kelangsungan hidup orang-orang Yahudi, Zionis bukan hanya telah gagal memimpin perlawanan atau membela orang Yahudi, tetapi mereka juga secara aktif melakukan sabotase terhadap setiap usaha orang Yahudi untuk memboikot ekonomi Nazi. Sejak saat itu, mereka bahkan berusaha mendukung pembantaian massal Yahudi, bukan saja karena pemerintah Nazi Jerman tampak sangat kuat untuk memaksakan suatu koloni Zionis, tetapi juga karena praktek Nazi sejalan dengan pandangan Zionis. Terdapat landasan yang sama antara Nazi dan Zionis, bukan hanya dinyatakan dalam proposal organisasi militer nasional pimpinan Shamir untuk membentuk sebuah negara di Palestina berdasar landasan totaliterian-nasional. Dalam karya terakhirnya, Front Perang Yahudi, Vladimir Jabotinsky menulis rencananya bagi bangsa Palestina: "Karena kita memiliki wewenang moral yang besar bagi penggambaran pengusiran orang Arab secara tenang, kita tidak perlu memandang pemindahan 900.000 orang Arab dengan perasaan malu. Yang mulia Hitler akhir-akhir ini telah memperkuat popularitas pemindahan populasi."96 Pernyataan menyolok Jabotinsky pada Front Perang Yahudi tersebut menggabungkan pemikiran Zionis dan kebejatan moralnya. Penjagalan Yahudi telah memberikan "wewenang moral yang besar" kepada Zionisme - Untuk apa?
55
"Untuk secara tenang-tenang menggambarkan pengusiran orang Arab". Pelajaran dari penghancuran Nazi terhadap Yahudi adalah bahwa sekarang dibolehkan bagi Zionis untuk menyengsarakan seluruh penduduk Palestina. Tujuh tahun kemudian, Zionis yang meniru Nazi, yang dukungannya mereka upayakan dan kadang-kadang telah mereka terima, dan mereka menutupi orang-orang Palestina yang bersimbah darah di dalam reruntuhan desa-desa mereka sebagaimana yang dilakukan Nazi di Cekoslowakia (Lidices)97, dan mengusir 800.000 orang ke dalam pengasingan. Zionis mendekati Nazi dengan semangat yang sama sebagaimana yang dilakukan Von Plehve, dengan bertindak di atas pandangan yang keliru bahwa kebencian terhadp Yahudi adalah berguna. Tujuan mereka bukan untuk menyelamatkan, tetapi memaksakan ketetapan dari segelintir orang-orang pilihan - sementara sisanya diserahkan kepada nasibnya yang mengenaskan. Zionisme mengusahakan lembaga-lembaga yang dengannya bisa menjajah Palestina, dan lebih menyukai mayat-mayat jutaan Yahudi daripada menyelamatkan mereka yang mungkin bisa membuat Yahudi bermukim dimana saja. Seandainya suatu bangsa bisa memahami makna penyiksaan, kepedihan sebagai pengungsi secara langgeng dan penghinaan, pastilah mereka adalah orangorang Yahudi. Sebagai ganti rasa belas kasih, Zionis merayakan penyiksaan terhadap orang lain, seperti ketika mereka untuk pertama kali mengkhianati orang-orang Yahudi dan kemudian merendahkan serta memilih mereka sebagai korban untuk memaksakan rencana penaklukannya. Mereka mensejajarkan orang Yahudi yang masih bertahan hidup dengan suatu genocide baru terhadap bangsa Palestina, mengenakan pada diri mereka sendiri jubah kebiadaban dan membungkus dirinya dengan kafan kolektif Holocaus. MITOS KEAMANAN "Keamanan" digunakan sebagai dalih untuk menutupi pembantaian massal terhadap penduduk sipil di seluruh Palestina dan Lebanon, untuk merampas tanah bangsa Palestina dan Arab, untuk ekspansi ke wilayah sekitarnya dan mendirikan pemukiman baru, untuk memindahkan serta menyiksa para tawanan politik. Penerbitan Buku Harian Pribadi Moshe Sharett (Yoman Ishi, Maariv, Tel Aviv, 1979) menghancurkan mitos keamanan sebagai kekuatan penggerak dari kebijaksanaan Israel. Moshe Sharett adalah mantan perdana menteri Israel tahun 1954-1955, direktur departemen politik perwakilan Yahudi dan menteri luar negeri (1948-1956). Dengan bahasa lugas, catatan harian Moshe Sharett mengungkapkan bahwa kepemimpinan politik dan militer Israel tidak pernah takut terhadap suatu bahaya Arab bagi Israel. Mereka berusaha melakukan manuver dan memaksa negara-negara Arab masuk dalam konfrontasi militer dimana Zionis merasa
56
yakin secara pasti dapat memenangkan konfrontasi tersebut. Sehingga Israel bisa menggoyahkan rejim-rejim Arab dan melakukan pendudukan yang terencana terhadap wilayah lainnya. Sharett menggambarkan motif yang mengatur provokasi militer Israel: "Untuk mengakibatkan keruntuhan semua... klaim bangsa Palestina atas Palestina melalui pengusiran para pengungsi Palestina ke sudut-sudut dunia yang jauh."98 Sharett mengutip pertemuan-pertemuan kabinet, surat-surat penting dan catatan keputusan yang mempersiapkan berbagai perang "untuk mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut secara radikal, dan menjadikan Israel sebagai kekuatan besar di Timur Tengah."100 Sharett mengungkapkan bahwa jauh dari reaksi Israel terhadap nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan Nasser bagi peperangannya pada Oktober 1956, sebenarnya Israel telah mempersiapkan perang ini dan telah menjadi agenda mereka sejak musim gugur 1953, setahun sebelum Nasser berkuasa. Sharett menceritakan bagaimana kabinet Israel menyetujui agar kondisi-kondisi internasional bagi perang ini telah matang dalam waktu tiga tahun. Tujuan eksplisitnya adalah "penguasaan wilayah Gaza dan Sinai." Sebuah jadwal waktu bagi penaklukan telah diputuskan pada tataran militer dan politik tertinggi. Pendudukan Gaza dan Tepi Barat telah dipersiapkan sejak awal tahun 1950an. Pada tahun 1954, David Ben Gurion dan Moshe Dayan mengembangkan rencana rinci untuk menyulut konflik internal Lebanon sebagai langkah pemecahbelahan Lebanon. Rencana ini enam belas tahun sebelum kehadiran plitik bangsa Palestina secara terorganisir sebagai akibat pengusiran dari Yordan pada 1970, ketika raja Hussein membunuh orang-orang Palestina dalam peristiwa yang dikenal "black September". Sharett menggambarkan "penggunaan teror den agresi untuk melakukan provokasi" dalam rangka memudahkan penaklukan: "Saya telah merenungkan rangkaian panjang berupa insiden-insiden dan permusuhan-permusuhan palsu yang telah kami ciptakan, dan banyak benturan militer yang kami sulut yang telah menumpahkan begitu banyak darah, dan pelanggaran hukum oleh orang-orang kami - semuanya telah mengakibatkan malapetaka besar dan menentukan seluruh jalannya peristiwa."101 Sharett menceritakan bagaimana pada 11 Oktober 1953, presiden Israel Ben Zvi "sebagaimana biasanya mengangkat pertanyaan-pernyataan menggugah seperti kesempatan kita untuk menduduki Sinai, dan betapa menyenangkan seandainya Mesir memulai serangan sehingga kita bisa menyusulnya dengan melakukan invasi ke Gurun tersebut".102 Pada 26 Oktober 1953, Sharett menulis:
57
"1). Pasukan Israel memandang perbatasan dengan Yordan yang ada sekarang sebagai sesuatu yang tidak bisa diterima secara mutlak. 2). Pasukan telah merencanakan perang untuk menduduki seluruh Erezt Israel."103 Pada 31 Januari 1954, Dayan mengajukan rencana perang, yang diungkapkan oleh Sharett: "Kita harus masuk ke Syria secara militer dan mewujudkan serangkaian faitaccompli. Kesimpulan yang menarik dari seluruh pandangan ini adalah tujuan akhir yang dipikirkan oleh kepala staf angkatan bersenjata."104 Mencaplok Lebanon Pada bulan Mei 1954, Ben Gurion dan Moshe Dayan merumuskan sebuah rencana perang untuk mencaplok Lebanon: "Menurut Dayan, satu-satunya hal penting adalah menemukan seorang perwira, meskipun hanya seorang mayor. Kita harus... membelinya... untuk membuatnya setuju agar menyatakan dirinya sebagai penyelamat masyarakat maronite." "Kemudian pasukan Israel akan memasuki Lebanon, menduduki wilayah penting dan menciptakan rejim Kristen yang akan bersekutu dengan Israel. Wilayah dari Litani ke selatan secara menyeluruh akan dicaplok oleh Israel dan segala sesuatunya akan beres." "Jika kita menerima saran dari kepala staf, kita akan melakukannya besok tanpa harus menunggu sinyal dari Baghdad." 105 Tetapi dua belas hari kemudian, Dayan telah bergerak ke gigi yang lebih tinggi bagi invasi yang telah direncanakan, pendudukan dan pengosongan Lebanon: "Kepala staf mendukung rencana untuk menyewa seorang perwira Lebanon yang setuju untuk berperan sebagai boneka, sehingga pasukan Israel akan tampak sebagai menanggapi permintaan "untuk membebaskan Lebanon dari para penindas Muslimnya."106 Oleh sebab itulah seluruh skenario perang 1982 di Lebanon telah ditetapkan dua puluh delapan tahun sebelumnya, sebelum berdirinya PLO. Sharett yang menentang aksi pada awalnya, menceritakan bagaimana invasi Lebanon tersebut ditunda. Lampu Hijau dari CIA CIA memberi lampu hijau kepada Israel untuk menyerang Mesir. Tenaga pejabat Israel secara menyeluruh terserap oleh persiapan perang yang akan terjadi secara tepat satu tahun kemudian.107 Hubungan yang sebenarnya antara Israel dengan gerakan nasional Arab, oleh Sharett ditempatkan dalam konteks yang jelas bagi dominasi global Amerika Serikat, di mana ekspansi Zionis merupakan komponen mendasar:
58
"....... Kita memiliki tangan bebas dan Tuhan akan memberkati jika kita bertindak secara berani..... Sekarang..... Amerika Serikat tertarik untuk menjatuhkan rejim Nasser...... Tetapi pada saat ini ia tidak berani menggunakan cara-cara yang dipakai untuk menjatuhkan pemerintahan kiri Jacobo Arbenz di Guatemala (1954) dan Mossadegh di Iran (1953).... Amerika lebih menyukai pekerjaannya dilakukan oleh Israel." "...... Jenderal Isser mengusulkan secara serius dan mendesak.... agar kita melaksanakan rencana menduduki Jalur Gaza saat ini juga.... Sistem pertahanannya memerlukan penguasaan jalur tersebut. Untuk tujuan ini semata adalah layak menghadapi persoalan pengungsi yang berharga."108 Moshe Sharett telah meramalkan gelombang penjagalan lainnya, yang dalam kenyataannya, benar-benar terjadi. Pada 17 Pebruari 1955, dia menulis: "...... Kita berteriak atas isolasi dan bahaya bagi keamanan kita, kita memprakarsai agresi dan membeberkan diri kita sebagai sosok yang haus darah dan ingin melakukan pembantaian massal."109 Ben Gurion dan Dayan mengusulkan agar Israel menciptakan dalih untuk mencaplok jalur Gaza. Penilaian Sharett sendiri pada 27 Maret 1955 bersifat ramalan. "Kita asumsikan bahwa terdapat 200.000 orang Arab di jalur Gaza. Kita asumsikan bahwa separuhnya akan lari atau dibuat lari ke bukit-bukit Hebron. Secara jelas, mereka akan lari tanpa membawa apa pun dan segera setelah itu mereka akan tinggal di lingkungan yang tidak berubah, mereka akan kembali menjadi tuna wisma dan pembuat kerusuhan. Adalah mudah untuk membayangkan kemarahan, kebencian dan kepahitan hidup mereka. "..... Dan kita akan memiliki 100.000 dari mereka di jalur Gaza, dan mudah untuk membayangkan cara-cara apa yang akan kita gunakan untuk menindasnya, dan jenis tajuk-tajuk pres internasional yang akan kita terima. Putaran pertama pastilah: Israel secara agresif menjarah Jalur Gaza. Kedua: lagilagi Israel menyebabkan pelarian massa pengungsi Arab yang mengerikan. Kebencian mereka akan kembali dikobarkan oleh kekejaman kita yang akan menyebabkan mereka menderita selama masa pendudukan."110 Satu tahun kemudian, pasukan Dayan menduduki Jalur Gaza, Sinai, Selat Tiran dan tentara tersebut disebar di sepanjang Terusan Suez. Dari Herzl sampai Dayan Rencana yang diungkapkan oleh Moshe Sharett tidak berasal dari David ben Gurion atau Moshe Dayan. Pada 1904, Theodor Herzl menggambarkan wilayah di mana gerakan Zionis mengklaim seluruh tanah "dari hulu Mesir sampai Efrat."111 Wilayah tersebut mencakup seluruh Lebanon dan Yordan, dua pertiga Syria, separuh Irak, sebuah jalur di Turki, separuh Kuwait, sepertiga Saudi Arabia, Sinai dan Mesir, termasuk Port Said, Iskandaria dan Kairo.
59
Dalam kesaksiannya di depan komisi khusus penyelidikan PBB yang sedang mempersiapkan pemisahan Palestina (9 Juli 1947), Rabbi Fischmann, wakil resmi dari perwakilan Yahudi mengulang-ulang klaim Herzl: "Tanah yang dijanjikan tersebut meluas dari sungai Mesir sampai ke Efrat. Wilayah ini meliputi bagian Syria dan Lebanon."' 112 BLITZKRIEG DAN PENJAGALAN Rencana Zionis terhadap Lebanon mendahului pembentukan negara Israel. Pada tahun 1918, Inggris diberitahu tentang klaim Zionis terhadap Lebanon sampai atau termasuk sungai Litani. Rencana Inggris pada tahun 1920 untuk menetapkan sungai Litani sebagai batas negara Yahudi akhirnya diubah sebagai tanggapan atas keberatan Perancis. Pada 1936 Zionis menawarkan untuk membantu kekuasaan Maronite di Lebanon. Patriach Maronite kemudian memberi kesaksian kepada komisi Peel mendukung adanya negara Zionis di Palestina. Pada 1937, Ben Gurion membicarakan rencana Zionis tentang Lebanon kepada Partai Pekerja Zionis Zionis yang sedang mengadakan rapat di Zurich. "Mereka adalah sekutu alamiah bagi tanah Israel. Kedekatan Lebanon akan semakin memperkuat sekutu-sekutu kita yang loyal, begitu negara Yahudi diciptakan dan akan memberikan kemungkinan kepada kita untuk melakukan ekspansi...."113 Pada 1948, Israel menduduki wilayah Lebanon sampai Litani, tetapi setahun kemudian menarik diri di bawah tekanan internasional. Sharett melaporkan jadwal waktu yang dibuat Ben Gurion pada 1954 untuk mempengaruhi kelompok Maronite memecah belah Lebanon: "Inilah tugas sentral saat ini.... Kita harus menanamkan waktu dan tenaga untuk menghasilkan perubahan fundamental di Lebanon. Dolar seharusnya tidak perlu disisakan.... Kita tidak akan termaafkan jika kita kehilangan kesempatan bersejarah ini."114 Invasi ke Lebanon pada 1982 menyusul serangkaian serangan dan invasi pada 1968, 1976, 1978 dan 1981. Rencana untuk memecah belah Lebanon sekarang digabungkan dengan tujuan utama untuk memporak-porandakan penduduk Palestina di Lebanon melalui pembantaian yang disusul dengan pengusiran. Invasi tersebut direncanakan bersama pemerintah Amerika Serikat. Kelompok Maronite merupakan bagian dari proyek tersebut: "Ketika Amin Gemayel mengunjungi Washington sebelum datangnya musim gugur, dia ditanya oleh seorang pejabat Amerika kapan invasi tersebut dilaksanakan."115 Pada waktu berikutnya, ketika menteri pertahanan Ariel Sharon mengunjungi Washington, "menteri luar negeri, Alexander Haig, memberikan lampu hijau atas invasi tersebut."116
60
Invasi ke Lebanon dilancarkan di bawah rubrik "Perdamaian di Galilea". Sebuah ironi yang kejam. Penduduk asli Galilea telah tinggal di sana selama satu milenium (seribu tahun) dan kemudian mereka diusir dengan cara pembantaian pada 1948. Mereka bermukim di dekat Sidon dengan mendirikan kemah-kemah di sebuah kamp pengungsi yang mereka sebut Ain el Helweh (Mata Air yang manis). Kamp tersebut diorganisir di kawasan yang sesuai dengan komunitas Galilea darimana mereka berasal. Sebuah miniatur Galilea, daerahnya menyerupai desadesa dari tanah air di kota tenda diaspora yang bernama Ain el Helweh. Pada 1952, mereka diperbolehkan mengubah tenda-tenda tersebut menjadi bangunan permanen dan pada tahun 1988, jumlah mereka sebanyak 80.000 orang, sebuah kamp terbesar bangsa Palestina di Lebanon. Pada hari Senin, 6 Juni 1982, pada jam 5.30, pengeboman udara hebat menandai dimulainya invasi. Pasukan Israel menjadikan Ain el Helweh sebagai peta sasaran, dengan menggunakan pola pengeboman merata pada serangkaian kawasan. Kawasan pertama menjadi sasaran pengeboman merata, kemudian kawasan berikutnya. Secara teratur dan tanpa henti, pengeboman setiap kawasan terus berlangsung sampai rata dengan tanah. Pengeboman itu terus berlanjut selama sepuluh hari, siang dan malam. Bom-bom Cluster*, bom-bom syaraf, bom-bom pembakar dengan kekuatan tinggi dan bom-bom fospor putih dipergunakan. Serangan ini disusul pengeboman lainnya selama sepuluh hari dari laut dan udara. Kemudian buldoser-buldoser didatangkan oleh tentara Israel untuk merobohkan segala yang masih berdiri. Lubang-lubang perlindungan ditimbun, mengubur manusia hidup-hidup, anggota-anggota keluarganya yang cemas dan ketakutan mengerumuni buldoser-buldoser tersebut. Para pekerja kesehatan Norwegia yang bertahan hidup, melaporkan: "Bau busuk menyebar seperti bau mayat-mayat ada di mana saja. Segala sesuatu telah musnah."117 Dari 500.000 Menjadi 50.000 Invasi ke Lebanon pada musim panas 1982 tersebut bertujuan untuk memporak-porandakan seluruh penduduk Palestina melalui pembantaian dan teror. Sebelum invasi ke Lebanon pada 1982, Ariel Sharon dan Bashir Gemayel menyatakan pada kesempatan terpisah bahwa mereka akan mengurangi jumlah orang Palestina di Lebanon dari 500.000 menjadi 50.000 orang. Ketika invasi tersebut terungkap, rencana ini mulai muncul pada halaman-halaman surat kabar Israel dan Barat. Pada 26 September 1982, Ha'aretz memberitakan: "Tujuan jangka panjang yang dimaksudkan untuk mengusir seluruh orang Palestina di Lebanon dimulai dari Beirut. Tujuan tersebut untuk menciptakan kepanikan agar meyakinkan seluruh orang Palestina di Lebanon bahwa mereka tidak lagi aman di negeri tersebut."
61
Pada hari yang sama harian Sunday Times London melaporkan: "Operasi militer yang telah direncanakan secara seksama untuk membersihkan kamp-kamp pengungsi disebut dengan nama Moah-Barzel atau Otak Besi, rencana itu sangat dikenal oleh Sharon dan Begin, dan pada 17 Juli bagian dari rencana Sharon yang lebih besar dibahas oleh kabinet." Bashir Gemayel menjadi berani karena Blitzkrieg (penghancuran) Israel menyapu seluruh Lebanon. "Orang Palestina," katanya, "adalah sebuah bangsa yang terlalu banyak. Kami tidak akan berhenti sampai setiap orang Lebanon sejati telah membunuh sedikitnya satu orang Palestina."118 Seorang dokter angkatan bersenjata Lebanon yang terkemuka mengatakan kepada kesatuannya: "Sebentar lagi tidak akan ada lagi satu orang pun Palestina di Lebanon. Mereka adalah bakteri yang harus dimusnahkan."119 Pembantaian Sabra dan Shatila Pembantaian-pembantaian biadab atau penjagalan orang-orang tidak berdosa yang menelan Deir Yasin, Dueima, Kibya dan Kfar Qasim terjadi ketika Palestina dikosongkan dari penduduknya dari tahun 1947 sampai tahun 1950an. Laporan media Barat dan Israel menjadikan tujuan mematikan invasi Israel tersebut sangat tepat: "Dengan izin Sharon, tentara Israel dua minggu lalu merencanakan memasukkan kekuatan Lebanon ke dalam kamp-kamp pengungsi Palestina," tulis majalah Time. Selanjutnya pada artikel yang sama, menjadi jelas bahwa tindakan ini telah direncanakan jauh sebelumnya: "Para perwira tinggi Israel beberapa bulan yang lalu merencanakan mendaftar kekuatan bersenjata Lebanon, yang terdiri dari milisi-milisi Kristen gabungan yang dikepalai oleh Bashir Gemayel, untuk memasuki kamp-kamp pengungsi Palestina, begitu pengepungan Israel terhadap Beirut barat telah tuntas. "Pada berbagai kesempatan Gemayel menceritakan kepada para perwira Israel bahwa ia akan menyapu kamp-kamp tersebut dan meratakannya menjadi lapangan tenis. Rencana ini sesuai dengan pemikiran Israel. Kekuatan milisi Kristen yang diketahui telah memasuki kamp-kamp tersebut telah dilatih oleh tentara Israel."120 Pers Israel juga menyatakan dengan terang-terangan dalam laporan-laporannya tentang rencana Israel. Pada 15 September, Ha'aretz mengutip pernyataan kepala staf jenderal Raphael Eitan: "Seluruh tempat kamp Palestina dikepung dan dikunci secara sangat rapat." The New York Times mendukung penilaian majalah Time:
62
"Sharon menceritakan kepada Knesset bahwa kepala staf umum dan panglima Phalangis bertemu dua kali dengan jenderal-jenderal tinggi Israel pada 15 September dan membahas rencana penyerangan kamp-kamp pengungsi yang benar-benar mereka lakukan pada sore hari berikutnya."121 Milisi Pembunuh Dua bulan sebelum pembantaian Sabra dan Shatila, barangkali penilaian yang paling menyolok muncul pada harian Jerusalem Post. Sebuah wawancara panjang dengan mayor Etienne Saqr (nama samaran Abu Arz) diterbitkan. Mayor Saqr adalah pemimpin beberapa ribu milisi sayap kanan yang kuat, "Para Pengawal Cedar." Jerusalem Post mengungkapkan bahwa mayor Saqr "akan pergi ke Amerika Serikat untuk mengemukakan keyakinan dan solusinya" di depan orang-orang Amerika. "Sejak 1975, dia telah menyebarkan solusi Israel.... dan Israel mendukungnya dalam setiap cara material yang memungkinkan."122 Pernyataan mayor Saqr sendiri telah membayangi peristiwa yang pada masa berikutnya mengejutkan dunia di kamp-kamp pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila: "Orang-orang Palestina itulah yang harus kami bereskan. Sepuluh tahun yang lalu terdapat 84.000 orang; Sekarang telah menjadi 600.000 orang; Dalam enam tahun mendatang akan menjadi 2.000.000. Kami tidak bisa membiarkan hal itu terjadi." Ketika ditanya oleh Jerusalem Post: "Apa solusi anda?" Mayor Saqr menjawab: "Sangat sederhana. Kami akan mengusir mereka ke perbatasan Syria "yang bersaudara"..... Setiap orang yang melihat ke belakang, berhenti atau kembali akan ditembak di tempat itu juga. Kami memiliki hak moral, diperkuat oleh rencana hubungan publik yang terorganisir dengan baik dan persiapan-persiapan politis." "Apakah anda," tanya Jerusalem Post, "mampu melaksanakan ancaman ini?" (Dia melotot tanpa berkedip) "Tentu kami mampu. Dan kami pasti melakukannya." Mayor Saqr telah berperan besar pada pembantaian orang Palestina tahun 1976 di kamp pengungsi Tal al Zaatar. Setelah pembantaian Sabra dan Shatilah, mayor Saqr kembali ke Jerusalem untuk melakukan konferensi pers dimana dia bertanggung jawab atas pembantaian tersebut dengan tentara Israel: "Tidak seorang pun berhak mengecam kami, kami telah melaksanakan tugas, tanggung jawab suci kami."123 Dia meninggalkan konferensi pers - dia merasa terhormat atas pembantaian tersebut - untuk bertemu dengan perdana menteri Menachem Begin.
63
Mayor Saqr kembali muncul, sekarang berbasis di markas besar komando Israel di komplek Suraya di Sidon, dekat Ain el Helweh. Milisinya membagi-bagikan selebaran di seluruh Sidon yang berbunyi: "Baksil hanya hidup di tempat yang busuk. Marilah kita cegah pembusukan itu merembes ke dalam masyarakat. Marilah kita melanjutkan kerja penghancuran benteng-benteng terakhir orang Palestina, dan memusnahkan apa saja yang masih hidup pada ular berbisa ini." Mayor Saqr bekerjasama secara erat dengan kepala intelejen yang terkenal untuk milisi Bashir Gemayel, Elie Hobeika, yang dikenal sebagai orangnya CIA di Beirut. Jonathan Randal dari Washington Post mengutip pernyataan Hobeika di Beirut. Pernyataan ini merujuk kepada "salah satu dari para pembunuh". Pernyataan ini mengulang kembali kata-kata mayor Saqr di Jerusalem. "Tembak mereka di tempat, tembak mawar merah dan biru. Jagal mereka di keremangan malam. Jalan satu-satunya anda untuk menemukan berapa banyak orang Palestina yang telah kami bunuh adalah jika mereka pernah membangun sebuah jalan bawah tanah di Beirut.... satu atau dua pembantaian massal yang baik akan mengusir mereka keluar dari Beirut dan Lebanon untuk selamanya."124 Komando angkatan bersenjata Israel juga mendaftar para perwira Lebanon terkemuka. Salah satunya mengungkapkan: "Selama hari Selasa, Jenderal Drori membawa saya ke lapangan terbang dimana tentara Israel sedang mengumpulkan milisi. "Jika orangmu tidak mau melaksanakannya, saya yakin orang lain yang akan melakukannya."125 Dia menunjuk Saqr: "....Para pengawal Cedar, yang oleh Gemayel dimasukkan ke dalam angkatan bersenjata Lebanon pada 1980, sebagai suatu bukti kesetiaan, berpendapat bahwa bayi-bayi Palestina harus dibunuh. Sebab mereka pada akhirnya akan tumbuh menjadi teroris."126 Setiap Dirimu adalah Pembalas Dendam Kebrutalan invasi dan pendudukan terhadap Lebanon, serta kekejian pembantaian di Sabra dan Shatila yang membangkitkan bulu kuduk, sekali lagi telah menyibak topeng wajah kejam Zionisme. Televisi dan surat kabar meliput perang itu dan siarannya menyulut kecaman internasional, yang memaksa Israel untuk berdusta dan mengangkat komisi penyelidikan resmi. Pemerintah Israel melaksanakan penyelidikannya sendiri di bawah komisi Kahan. "Penyelidikan" ini menyimpulkan, seperti yang bisa diduga, bahwa tentara Israel semata-mata lalai dalam menilai rendah "nafsu darah Arab," tetapi tidak berperan langsung dalam pembantaian di Sabra dan Shatila. Mingguan Jerman Der Spiegel, melakukan wawancara pada 14 Pebruari 1983 dengan salah satu milisi pembunuh, yang bukan saja menceritakan peranannya
64
dalam penjagalan tersebut, tetapi juga menggambarkan partisipasi Israel secara langsung. Artikel tersebut berjudul "Masing-masing dari Kahan adalah pembalas dendam," dan penilaian pribadi pertama pastilah berasal dari persidanganpersidangan Nuremberg: "Kami bertemu di Wadi Schahrur, di lembah kumbang malam di sebelah tenggara Beirut. Hari itu adalah Selasa 15 September.... Kami berjumlah 300 orang dari Beirut Timur, Lebanon Selatan, dan pegunungan Akkar di utara.... Saya berasal dari milisi Tiger (macan) dari eks-presiden Camile Chamoun. "Para perwira Phalange mengatakan kepada kami bahwa mereka membutuhkan kami dan membawa kami ke tempat pertemuan. Mereka mengatakan kepada kami untuk melakukan "aksi khusus".... Kalian adalah wakil-wakil kebaikan, para perwira tersebut berulang kali berkata kepada kami. "Masing-masing dari kalian adalah pembalas dendam..." "Kemudian selusin tentara Israel dengan seragam hijau tanpa tanda pangkat muncul. Mereka bermain kartu dan berbicara bahasa Arab dengan baik, kecuali - seperti semua orang Yahudi - mereka mengucapkan bunyi "h" dengan "ch". Mereka berbicara tentang kamp-kamp Palestina, Sabra dan Shatila.... menjadi jelas bagi kami apa yang akan kami lakukan, dan kami sedang mencarinya." "Kami harus bersumpah untuk merahasiakan aksi kami. Sekitar pukul 10.00 kami naik truk pasukan Amerika yang telah diberi tentara Israel. Kami memarkir kendaraan tersebut di dekat menara bandara. Di sana, tepat di samping posisi tentara Israel, terdapat truk yang semacam ini diparkir." "Beberapa tentara Israel dalam seragam phalange bersama-sama dengan kelompok itu. "Sahabat-sahabat Israel yang menyertai kalian," perwira kami mengatakan. "....akan membuat pekerjaan kalian lebih mudah." Mereka menyarankan kami untuk tidak menggunakan senjata api, jika hal itu memungkinkan. "Segalanya harus berjalan tanpa menimbulkan suara gaduh." .....Kami melihat rekan-rekan lainnya. Mereka pasti telah melakukan pekerjaannya dengan bayonet dan belati. Mayat-mayat berlumuran darah tergeletak di gang-gang. Wanita dan anak-anak dalam keadaan setengah tidur yang berteriak meminta pertolongan, menyebabkan seluruh rencana kami dalam bahaya, karena membangunkan isi kamp." "Sekarang saya melihat kembali tentara-tentara Israel yang hadir pada pertemuan rahasia kami. Salah seorang dari mereka memberi tanda agar kami mundur ke tempat pintu masuk kamp. Tentara Israel membuka seluruh senjatanya dan membantu kami dengan berondongan hebat." "Terdapat pemandangan mengejutkan yang memperlihatkan apa sebaiknya dilakukan terhadap orang-orang Palestina. Beberapa orang, termasuk wanita, berlindung di sebuah gang kecil, di balik beberapa ekor keledai. Sayangnya kami harus menembak binatang-binatang malang ini untuk menghabisi orangorang Palestina di belakangnya. Saya benar-benar merasa ngeri ketika mendengar binatang-binatang tersebut meringkik kesakitan."
65
"Seorang rekan kami memasuki sebuah rumah yang penuh dengan kaum wanita dan anak-anak. Mereka menjerit ketakutan dan melemparkan lampu-lampu minyak ke tanah. Kami mengirim orang-orang rendah yang penuh kebencian itu ke neraka." "Sekitar pukul empat pagi, pasukan kami kembali ke truk. Ketika cahaya pagi telah bersinar, kami kembali ke kamp melewati begitu banyak mayat, melangkah di atas mayat-mayat, menikam dan menembak seluruh saksi mata yang masih hidup. Membunuh orang lain akan terasa mudah jika anda telah melakukannya beberapa kali." "Sekarang buldoser-buldoser tentara Israel datang. "Ratakan segalanya dengan tanah, jangan biarkan satu pun saksi mata yang hidup." Tetapi meskipun upaya kami sudah maksimal, kawasan itu masih dipenuhi orang. Mereka berlarian dan menyebabkan kebingungan yang memilukan. Perintah untuk "melindas mereka hidup-hidup" terasa terlalu berat." "Jelaslah bahwa rencana yang indah itu telah gagal. Ribuan orang telah berhasil meloloskan diri. Masih terlalu banyak orang Palestina yang masih hidup. Sekarang, dimana saja orang-orang membicarakan pembantaian dan merasa kasihan kepada orang-orang Palestina. Siapakah yang menghargai usaha keras yang telah kami lakukan.... coba pikirkan. Saya bertempur selama dua puluh empat jam di Shatila tanpa makanan atau minuman." Jumlah yang mati di Sabra dan Shatila lebih dari 3000 orang Palestina. Banyak kuburan mayat tersebut tidak pernah dibuka. Menghancurkan Lebanon Penjagalan dan penghancuran bangsa Palestina merupakan satu unsur dari strategi Israel. Satu unsur lainnya adalah penghancuran ekonomi Lebanon yang vital, meskipun telah ada usaha Israel yang telah muncul sebagai pusat keuangan Timur Tengah. Dua puluh ribu orang Palestina dan Lebanon mati, 25.000 terluka dan 400.000 orang dibuat tuna wisma selama bulan-bulan pertama invasi Israel 1982. Berton-ton bom yang dijatuhkan di Beirut saja melebihi kekuatan bom atom yang telah menghancurkan Hiroshima. Sekolah dan rumah sakit secara khusus dijadikan sasaran. Pada akhirnya seluruh kendaraan dan peralatan berat dari pabrik-pabrik Lebanon dijarah dan dibawa ke Israel. Bahkan mesin penjepit dan mesin yang lebih kecil milik pusat pelatihan sukarelawan U.N.R.W.A dijarah. Produksi anggur dan zaitun Lebanon di selatan Beirut dihancurkan. Ekonomi Lebanon, yang ekspornya bersaing dengan ekspor Israel menjadi sekarat. Kawasan selatan Lebanon menjadi pasar Israel, karena hulu sungai Litani, seperti sungai Yordan sebelumnya, dibendung oleh Israel. Penulis buku ini mengalami sendiri pengeboman dan pengepungan Beirut barat pada 1982, tinggal bersama-sama orang-orang Palestina di reruntuhan Ain el
66
Helweh selama pendudukan Israel dan menyaksikan langsung penghancuran kamp-kamp pengungsi Palestina di Rasyidah, El Bas, Burj al Jamali, Mieh-Mieh, Burj al-Burajneh, Sabra dan Shatila, begitu juga penghancuran kota-kota dan desa-desa Lebanon di seluruh kawasan selatan. Catatan keputusan Israel tentang pembantaian Sabra dan Shatila telah dijadikan sumber pendukung oleh penulis, yang hadir di kamp-kamp tersebut pada hari terakhir penjagalan. Penulis dan Mya Shone memotret tank-tank dan para prajurit Israel di Sabra dan Shatila, serta berbicara dengan para korban yang masih hidup selama empat hari. PENDUDUKAN KEDUA Menachem Begin, Ariel Sharon dan Shimon Peres, pada waktu yang berbeda, telah menyatakan keyakinan bahwa "pelajaran dari Lebanon", melalui contoh nyata, akan menjinakkan orang-orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun usaha penjinakan ini telah berlangsung selama dua puluh satu tahun sejak pendudukan mereka pada 1967. Banyak orang Palestina di Tepi Barat dan Gaza adalah pengungsi akibat penghancuran Israel sebelumnya dari 1947 sampai 1967. Pada wilayah pendudukan post-1967, setiap orang Palestina tidak bisa menanam sebatang pohon tomat tanpa izin yang tidak mungkin didapat dari pemerintah militer Israel. Dia tidak bisa menanam labu tanpa izin semacam ini. Anda tidak boleh mengapur putih rumah anda. Anda tidak bisa memasang sebuah jendela kaca. Anda tidak boleh menguras sumur untuk membersihkannya. Anda tidak boleh memakai baju yang sewarna dengan bendera Palestina. Anda tidak boleh memiliki kaset di rumah anda yang berisi lagu-lagu nasional Palestina. Dua puluh satu tahun setelah perampasan Israel atas Gaza, The Los Angeles Times menggambarkan akibat-akibatnya: "Hanya sekitar 2.200 pemukim Yahudi tinggal di Jalur Gaza yang dirampas dari Mesir, tetapi mereka menduduki 30% dari 135 mil persegi kawasan tersebut. Lebih dari 650.000 orang Palestina, sebagian besar para pengungsi, ditumpuktumpuk pada sekitar separuh dari luas Jalur Gaza, yang menjadikannya salah satu kawasan terpadat di dunia. Kawasan lain dari tanah Gaza telah dirancang sebagai zona perbatasan oleh tentara. "127 Hak-hak Sipil dan Hukum
Penangkapan Di semua wilayah yang berada di bawah pendudukan militer Israel, setiap prajurit atau polisi memiliki hak untuk menahan seseorang yang dicurigai telah melakukan suatu pelanggaran. Hukum itu tidak menjelaskan sifat dari pelanggaran yang dicurigai oleh prajurit, apakah telah dilakukan atau direncanakan.128
67
Sifat kabur secara sengaja dari hukum ini memiliki akibat untuk menolak setiap orang Palestina yang ingin mengetahui mengapa mereka ditangkap atau ditahan di wilayah pendudukan Israel sejak 1967. Untuk penangkapan karena kecurigaan, seorang Palestina bisa ditahan selama delapan belas hari dengan persetujuan dari seorang perwira polisi. Begitu ditangkap, seorang tahanan Palestina (dan biasanya selalu) dicegah menghubungi seorang pengacara. Peraturan resmi menetapkan bahwa pejabat penjara memutuskan apakah seorang pengacara diizinkan atau tidak untuk melihat seorang klien. Secara rutin, aturan resmi penjara adalah bahwa seorang tahanan yang menemui pengacara sebelum interogasi tuntas dianggap menghalangi proses introgasi.129 Keputusan ini bisa memanjang selama masa penahanan. Akibatnya, para pengacara memperoleh akses ke napi hanya setelah kliennya mengakui atau setelah pihak keamanan telah memutuskan untuk menghentikan interogasi. Para ahli hukum Israel mempertahankan peraturan ini dengan alasan bahwa tujuan utama interogasi itu adalah untuk memperoleh pengakuan. Untuk mencapai tujuan ini, para pejabat yang berwenang secara terus menerus menjadikan seorang napi pengasingan, penyiksaan dan kondisi yang tidak tertahankan secara fisik. Seorang tahanan menjalani satu periode kelaparan, tidak bisa tidur dengan cara-cara terencana, dan masa-masa panjang di mana para napi harus selalu beridiri dengan tangan dipuntir ke belakang dan diangkat, sebuah kantong berbau busuk menutupi kepala. Para napi diseret di atas tanah, dipukuli dengan benda keras, ditendang, ditelanjangi secara kasar dan ditempatkan di bawah pancuran sedingin es. Umpatan kasar dan penghinaan fisik merupakan pemandangan biasa yang mewarnai tindakan kasar mereka seperti meludahi, mengencingi mulut napi, dan memaksanya merangkak mengelilingi sel yang penuh sesak. Interogasi bisa berlangsung beberapa bulan sampai napi tersebut mengakui dan dengan demikian tuduhan bisa disusun. Jika seorang napi tidak goyah di bawah siksaan dan tidak mau mengaku, dia mungkin ditahan secara administratif, tanpa dikenakan tuduhan atau dibawa ke pengadilan.
Pengakuan Pengakuan paksa tersebut merupakan prosedur utama terhadap para tahanan Palestina. Sampai 1981 seorang tahanan bisa diadili hanya atas dasar pengakuan pribadinya, suatu alasan yang cukup bagi para pejabat penjara untuk mengajukan ke pengadilan. Wasfi O. Masri, yang telah menjadi hakim senior di bawah kekuasaan Yordania dan yang membela banyak tahanan Palestina mengatakan: "Pada 90% kasus yang saya tangani, tahanan.... dipukul dan disiksa."130
68
Karena banyak tahanan bertahan menghadapi siksaan dan menolak untuk mengaku, sebuah amandemen hukum militer dipakai, dengan mengizinkan pengadilan menggunakan sebagai "bukti' satu-satunya terhadap seorang tertuduh atas dasar pengakuan orang lain yang menyebutkan namanya. Sementara "bukti" dipandang absah jika nama tertuduh disebutkan oleh pengakuan tahanan lainnya, maka pelaksanaan kasus tersebut dipandang definitif jika pengakuan tertuduh bisa diperoleh. Jika seorang tahanan tidak mau mengakui suatu pelanggaran, para perwira intelejen didatangkan ke pengadilan untuk bersaksi bahwa tahanan tersebut telah memberikan pengakuan "lisan". Pembela Palestina Muhammad Na'amneh, dalam menggambarkan dua kasus semacam ini, mengamati bahwa ketika para tahanan menolak memberikan pengakuan secara lisan, pengadilan menerima kesaksian para perwira intelejen sebagai kesaksian yang sah.131 Semua pengakuan ditulis dalam bahasa lbrani, sebuah bahasa yang sebenarnya tidak bisa dibaca oleh satu pun orang Palestina dari wilayah pendudukan sejak 1967. Jika para tahanan menolak menandatangani dengan alasan karena tidak bisa membaca tulisan Ibrani, mereka diperlakukan semena-mena. Shehadeh Shalaldeh dari Ramallah menceritakan kasus yang dialaminya dalam tahanan: "Pejabat tersebut meninggalkan ruangan dan dua orang berpakaian sipil masuk. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya ingin mengetahui isi pernyataan yang akan saya tandatangani.... Mereka mulai memukuli saya, lalu saya mengatakan, "baiklah, baiklah, saya akan menandatangani..."132 Banyak kasus dimana pernyataan yang harus ditandatangani seorang tahanan dalam bahasa Ibrani ternyata tidak memiliki hubungan dengan teks bahasa Arab yang sebelumnya diperlihatkan kepadanya. "Pengakuan-pengakuan" semacam ini semuanya dimulai dengan pernyataan: "Saya adalah anggota sebuah organisasi teroris". Kata-kata ini tidak pernah digunakan oleh anggota PLO atau organisasi unsurnya. Meskipun ada fakta bahwa pengakuan seperti ini tertulis dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh yang menandatanganinya, pengadilan menyatakan bahwa pengakuan tersebut tidak bisa ditolak dan dianggap sah sebagai bukti pelanggaran. Data pasti jumlah orang yang ditangkap, diinterogasi, dan pada akhirnya dibawa ke pengadilan sulit ditetapkan. Tidak ada statistik yang dikeluarkan. Tetapi informasi kumulatif dari para pengacara dan catatan masyarakat Palestina menjadi jelas bahwa jumlah orang Palestina yang ditangkap dan disiksa sangatlah besar. Para ahli hukum Israel tanpa malu menyatakan bahwa semua laki-laki di atas usia enam belas tahun pernah diinterogasi dan ditahan dalam waktu yang berbeda-beda. Pada 1980, laporan yang dicetak pada pers Israel memperkirakan jumlah orang Palestina yang dipenjara pada satu waktu atau lainnya setelah 1967 pasti mencapai 200.000 orang. Para pengacara akhir-akhir ini memperbarui jumlah ini menjadi 300.000.
Pengadilan
69
Mereka yang sampai disidangkan biasanya dituduh dengan pelanggaran politis yang meliputi: 1). Melanggar aturan umum (sebuah kategori yang kabur meliputi setiap tindakan, termasuk penghormatan yang tidak benar terhadap para pejabat Israel); 2). Berdemonstrasi; 3). Mengedarkan selebaran atau menulis slogan-slogan; 4). Menjadi anggota organisasi terlarang. Yang termasuk diincar adalah kelompok yang berusaha membentuk partai politik Palestina di wilayah Israel pra-1967 seperti el-Ard (Tanah), yang secara tegas tidak mendukung berdirinya negara Yahudi, atau lembaga perwakilan Palestina, seperti Komite Bimbingan Nasional (Lijni Komite al-Watani) di Tepi Barat. Organisasi yang menjadi bagian dari PLO juga termasuk yang dilarang. Banyak remaja di wilayah pendudukan yang mogok, turun ke jalan, berdemonstrasi atau mengadakan pertemuan, dituduh dengan dakwaan membuat atau melemparkan bom-bom molotov. Sejumlah besar orang Palestina disidang karena memiliki senjata, penyerangan bersenjata dan membentuk operasi serta sabotase militer. Banyak dari kasus-kasus ini, dalam kenyataannya, melibatkan pelanggaran berupa "kontak dengan musuh", yang meliputi setiap organisasi yang dipandang simpati pada aspirasi nasional Palestina oleh angkatan bersenjata Israel. Dalam waktu sepuluh tahun pendudukan, lebih 60% seluruh tahanan dari wilayah Israel pra-1967 dan wilayah yang diduduki sejak 1967 adalah orangorang Palestina yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran politik. Semua pelanggaran politik yang merusak Peraturan Darurat Pertahanan 1945 dan Keamanan Negara, Hubungan Luar Negeri, dan Undang-undang Rahasia Negara 1957, dianggap sebagai "pelanggaran Politik". Orang yang dituduh melakukan pelanggaran politik ini diajukan ke pengadilan militer. Hal ini benar-benar terjadi di wilayah Israel pra-1967, begitu juga pada wilayah yang diduduki pada masa berikutnya. Orang Palestina jarang sekali disidang di pengadilan sipil. Peraturan-peraturan Darurat Pertahanan Di bawah peraturan ini, seorang komandan militer (sekarang gubernur militer), berdasarkan penilaiannya dan tanpa pengujian pengadilan, bisa: 1. Memenjarakan orang dengan alasan tidak jelas. 2. Melarang melakukan perjalanan di dalam dan di luar wilayah Israel pra-1967 dan wilayah yang diduduki sejak 1967. 3. Mengusir seseorang secara permanen. 4. Melarang seseorang menggunakan harta bendanya. 5. Membatasi gerak seseorang di rumah, lingkungan, desa atau kotanya. 6. Memerintahkan penghancuran rumah. 7. Memaksakan pengawasan polisi terhadap seseorang dan memerintahkannya untuk melapor ke kantor polisi beberapa kali dalam sehari. 8. Menyatakan suatu wilayah tertutup sebagai zona keamanan, baik itu berupa perkebunan yang dimiliki oleh sebuah keluarga, sebuah desa yang berpenghuni, kamp pengungsi, atau tanah-tanah suku.
70
9. Menyensor seluruh media, mensyaratkan semua artikel, selebaran dan buku untuk memperoleh persetujuan, dan memberangus peredarannya. 10. Merusak rumah penduduk dan merampas perpustakaan. 11. Melarang perkumpulan yang terdiri dari sepuluh orang atau lebih untuk membahas politik. 12. Melarang keanggotaan dalam sebuah organisasi. Peraturan militer yang ditambah dengan peraturan darurat pertahanan meluas sampai pada titik dimana peraturan tersebut mempengaruhi setiap gerak keberadaan bangsa Palestina. Aturan militer yang berlaku di Tepi Barat adalah: 1. Melarang penanaman tomat atau labu tanpa izin tertulis. 2. Melarang perbaikan rumah atau bangunan tanpa izin tertulis. 3. Melarang pengurasan sumur untuk minum atau irigasi. Peraturan darurat pertahanan tersebut, pertama dipakai oleh Inggris untuk mengontrol penduduk Palestina dalam pemerintahan mandat, direvisi pada 1945 dan digunakan oleh Inggris untuk mengontrol serangan bersenjata terhadap tentara Inggris oleh kelompok Irgun dan Haganah, serta untuk membatasi pengawasan tanah oleh Zionis. Peraturan ini dikecam oleh Perserikatan Pengacara Ibrani dengan pernyataan berikut: "Kekuatan-kekuatan yang diberikan pada Peraturan Darurat tersebut bertentangan dengan hak-hak asasi manusia bagi penduduk Palestina. Peraturan ini meniadakan landasan hukum dan keadilan. Mereka menciptakan bahaya serius bagi kemerdekaan individu, dan aturan ini melembagakan suatu rejim arbitrer tanpa pengawasan peradilan."133 Yaakov Shimshon Shapira, yang kemudian menjadi menteri kehakiman untuk negara Israel dan seorang pejabat hukum terkemuka, mengatakan: "Rejim yang dibangun di Palestina atas dasar peraturan darurat pertahanan ini tidak ada bandingannya dari bangsa beradab mana pun, bahkan Nazi Jerman tidak memiliki hukum semacam ini. Padahal tindakan Mayadink Nazi dan tindakan lain yang serupa bertentangan dengan kode hukum yang ada. Hanya pada negeri pendudukan anda menemukan suatu sistem yang menyerupai sistem kita...."134 Meskipun ada penilaian dari pejabat Zionis terkemuka dalam bidang hukum, peraturan darurat pertahanan tersebut dimasukkan ke dalam sistem hukum negara Israel. Sejak pendirian negara pada 1948, peraturan dasar itu tetap tidak berubah. Ironisnya terlihat jelas. Peraturan yang oleh tokoh yang nantinya menjadi menteri kehakiman Israel dinilai sebagai "tidak ada bandingannya dari negeri beradab mana pun" dan telah dikecam oleh para pengacara Zionis karena menolak "hakhak asasi manusia" tersebut, justru dipakai sebagai undang-undang negeri Israel sendiri. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Yaakov Shimshon Shapira; "Hanya
71
pada negeri pendudukan, anda menemukan sebuah sistem yang menyerupai sistem kita...." Bangsa Palestina, baik di wilayah Israel pra-1967, Jerusalem Timur, Tepi Barat atau Jalur Gaza hidup dalam sebuah negeri pendudukan. PENYIKSAAN MERAJALELA Penyiksaan di penjara-penjara Israel telah menjadi bagian dari setiap pemeriksaan secara luas. Pada 1977, The Sunday Times London melakukan investigasi selama lima bulan. Bukti-bukti tambahan diperoleh untuk kejelasan bukti yang dikemukakan. Penyiksaan yang berhasil dicatat terjadi selama sepuluh tahun pendudukan Israel sejak 1967. Pengkajian The Sunday Times menghadirkan kasus-kasus dari empat puluh empat orang Palestina yang tersiksa. Harian ini mencatat praktek-praktek di penjara-penjara yang ada di kota utama, Nablus, Ramallah, Hebron dan Gaza, pusat interograsi dan penahanan di Jerusalem yang dikenal sebagai bangunan Rusia atau Moscobiya, dan pusat-pusat militer khusus yang terletak di Gaza dan Sarafand.135 Investigasi tersebut menghasilkan kesimpulan yang nyata: Para interogator Israel memperlakukan para tahanan Arab dengan sangat buruk dan menyiksanya. Para tahanan diselongsongi kantong atau ditutup kepalanya dan digantung melalui pergelangannya dalam waktu yang lama. Semuanya dipukuli kemaluannya atau dengan cara pelecehan seksual lainnya. Banyak yang disiksa secara seksual. Yang lain disiksa dengan kejut listrik. Para tahanan ditempatkan pada kotak-kotak yang dibangun secara khusus dengan lebar 2 kaki dan tinggi lima kaki dengan paku-paku tajam diletakkan pada lantainya. Perlakuan kejam, termasuk pemukulan dalam waktu yang lama sudah umum di penjara dan tempat tahanan Israel. The Sunday Times menyimpulkan, Penyiksaan sangat luas dan sistematis, sehingga tidak bisa diabaikan sebagai pekerjaan polisi-polisi kasar yang berlebihan dalam menjalankan perintah. Semua ini merupakan kebijaksanaan terencana dan seluruh keamanan serta intelejen Israel terlibat: 1. Shinbet, setara dengan FBI dan dinas rahasia di Amerika Serikat, melaporkan secara langsung kepada menteri pertahanan. 2. Polisi perbatasan mengatur seluruh tempat-tempat pemeriksaan. Terdapat tempat-tempat pemeriksaan di seluruh wilayah yang diduduki sejak 1967, seolah-olah tempat itu merupakan perbatasan negara. 3. Latan merupakan bagian khusus dari departemen misi khusus. 4. Sebuah pasukan para-militer dimasukkan ke dalam kesatuan polisi. Pola Penyiksaan di Wilayah-wilayah Pasca 1967 Setiap pusat penahanan menampilkan para penyidik dengan kegemaran khusus. Para penyidik Moscobiya di Jerusalem lebih menyukai penyiksaan pada alat kemaluan, disamping tes ketahanan tubuh seperti memegang kursi dengan tangan terbentang atau berdiri dengan satu kaki.
72
Kekhususan dari pusat militer di Sarafand adalah menutup kepala para tahanan dalam waktu lama, menyerangnya dengan anjing, dan menggantung mereka melalui pergelangan tangannya. Kekejian di Ramallah adalah penyiksaan dubur. Sedangkan penyiksaan dengan kejut listrik dilakukan hampir di semua tempat.136 Fazi Abdul Wahid Nijim pernah ditahan pada bulan Juli 1970. Dia disiksa di Sarafand dan diumpankan pada anjing. Dia ditangkap lagi pada bulan Juli 1973, dan dipukuli di penjaga Gaza. Zudhir al-Dibi ditangkap pada Pebruari 1970 dan diinterogasi di Nablus, sambil dipecuti dan dipukuli telapak kakinya. Buah pelirnya diremas-remas dan disiram dengan air es. Shehadeh Shaladeh ditangkap pada Agustus 1969 dan diinterogasi di Moscobiya. Sebuah mata pena besi ditusukkan ke zakarnya. Abed Shalloudi ditahan tanpa persidangan selama enam belas bulan. Selama di Moscobiya, dengan mata tertutup dan tangan diselingkung, dia dipukuli oleh Naim Shabo, seorang Yahudi Irak, direktur departemen Maronite. Jamil Abu Ghabiyr ditangkap pada Pebruari 1976 dan ditahan di Moscobiya. Dia dipukuli di bagian kepala, badan dan kemaluannya serta disuruh berbaring di dalam air es. Issam Afif al-Hamoury ditangkap pada Oktober 1976. Di penjaga Hebron, para pejabat mengatur pemerkosaannya oleh seorang penjaga tahanan. Pada Pebruari 1969, Rasmiya Odeh ditangkap dan dibawa ke Moscobiya. Ayahnya, Joseph, dan dua saudara perempuannya ditahan untuk diinterogasi. Joseph Odeh disekap di sebuah ruang sementara Rasmiya dipukuli di dekatnya. Ketika mereka membawanya ke depan Joshep, Rasmiya tergeletak dengan baju berlumuran darah, wajahnya biru, matanya hitam bengkak. Di depannya, mereka menelentangkannya dan memasukkan tongkat ke vaginanya. Salah seorang penyidik memerintahkan Joseph untuk menyetubuhi putrinya. Ketika dia menolaknya, mereka memukuli keduanya. Mereka kembali menelentangkannya dan memasukkan tongkat ke vaginanya berulangkali. Dia mengalami pendarahan dari mulut, wajah dan vagina ketika Joshep Odeh jatuh tak sadar.138 Pola-pola penyiksaan yang dilaporkan oleh The Sunday Times tersebut serupa dengan pola yang ditemukan pada ratusan kesaksian yang diterbitkan oleh para ahli hukum Israel, Felicia Langer dan Lea Tsemel, oleh para pengacara Palestina Walid Fahoum dan Raja Shehadeh, oleh Amnesti Internasional dan Perhimpunan Pengacara Nasional, serta serangkaian catatan yang diperoleh penulis dari para mantan tahanan.139 Catatan ini ditemukan di Tepi Barat pada awal 1968, satu tahun setelah pendudukan dimulai. Meskipun Palang Merah Internasional, karena peraturan, tidak membuat pernyataan publik, ia telah mempersiapkan sebuah upaya penemuan penyiksaan pada 1968. Laporannya tentang penjara Nablus disimpulkan:
73
"Sejumlah napi mengalami penyiksaan selama interogasi oleh polisi militer. Menurut bukti yang jelas, penyiksaan tersebut mengambil bentuk sebagai berikut: 1. Menyekap pernapasan napi dengan tangan dan secara bersamaan menarik anggota tubuhnya yang lain selama berjam-jam sampai dia kehilangan kesadarannya. 2. Menyundut dengan puntung rokok. 3. Memukul kemaluan dengan tongkat besi. 4. Mengikat dan menutup kepala selama berhari-hari. 5. Tahanan digigitkan ke anjing. 6. Kejut listrik pada kening, mulut, dada, dan buah pelir."140
Kasus Ghassan Harb Ghassan Harb, seorang intelektual dan wartawan Palestina berusia 37 tahun pada harian berbahasa Arab yang terkenal, ditangkap pada tahun 1973. Dia diambil oleh serdadu-serdadu Israel dan dua agen berpakaian polos dari rumahnya ke penjara Ramallah, dan ditahan selama lima puluh hari. Selama ditahan, dia tidak dikenakan tuduhan atau pun diinterogasi. Dia dilarang menghubungi pengacara atau pun keluarganya.141 Pada hari kelima puluh, Ghassan Harb dibawa dengan kepala ditutup kantongan ke sebuah tempat tertutup. Di situlah dia dipukuli terus-menerus: "Selama lima belas menit, dua puluh menit wajah saya dipukuli dengan bogeman tangan." Dengan ditelanjangi dan kepala tertutup, dia dipaksa masuk ke sebual1 tempat tertutup, kemudian merasa sesak napas. Dia berusaha menggesekkan kepalanya ke dinding untuk menyingkirkan kantongan yang menutupnya, dan menemukan dirinya berada di sebuah ruang kotak berukuran dua kaki dan tingginya lima kaki (60 cm dan 150 cm). Dia tidak bisa duduk maupun berdiri. Lantainya terbuat dari beton dengan rangkaian paku yang diletakkan berdiri secara acak. Paku ini tajam dengan ujungnya mematikan, tingginya 1,5 cm. Dia tidak bisa berdiri dengan kedua kaki bersamaan di atasnya. Dia harus berdiri dengan satu kaki kemudian menggantinya dengan kaki lainnya secara terus menerus. Dia disekap di kotak tersebut selama empat jam. Kemudian dia diperintah merangkak dengan lutut di atas batu-batu tajam sambil dipukuli selama satu jam oleh empat serdadu. Setelah diinterogasi, Ghassan dikembalikan ke selnya, dan rutinitas itu pun diulangi: pemukulan, penelanjangan, dipaksa merangkak ke dalam kandang anjing seluas dua kaki, kemudian masuk ke dalam itu lagi. Ketika berada di dalam kotak tersebut di malam hari, dia mendengar rintihan para tahanan lainnya, "Oh.... perutku. Kamu membunuhku." Penyiksaan terhadap Ghassan Harb secara terpisah diperkuat oleh kesaksian empat orang. Muhammad Abu Ghabiyr, seorang tukang sepatu dari Jerusalem, menggambarkan halaman dengan batu-batu tajam dan kandang anjingnya.
74
Jamal Freitah, seorang pekerja dari Nablus, menggambarkan kotak es tersebut seperti lemari es dengan ukuran seperti yang diceritakan Ghassan. "Kotak ini berlantai beton dengan paku-paku kecil... yang ujungnya sangat tajam." Kaldoum Abdul Haq, seorang pemilik usaha kontruksi dari Nablus, juga menggambarkan halaman dan kotak itu dengan lantainya dipenuhi batu-batu dan paku yang dipasang di semen. Abdul Haq digantung pada pergelangannya dari pengait di tembok ujung halaman tersebut. Husni Haddad, seorang pemilik pabrik di Bethlehem, disuruh merangkak di halaman tersebut yang penuh dengan batu-batu tajam, dan ditendang-tendang ketika merangkak. Kotaknya juga memiliki lantai dengan taburan paku menganga yang ujungnya sangat tajam. Ghassan Harb dibebaskan dua tahun setengah berikutnya, tanpa pernah dituduh melakukan kejahatan atau dibawa ke persidangan. Pengacaranya, Felicia Langer, berhasil membawa persoalan perlakuan kejam yang dialaminya kepada Mahkamah Agung Israel. Tidak ada pernyataan penuh yang dibawa atau diperbolehkan ke pendengaran pengadilan, juga tidak ada saksi yang dipanggil. Pengadilan menolak seluruh tuduhan penyiksaan tersebut.
Kasus Nader Afouri Nader Afouri adalah seorang lelaki yang sehat dan kuat, juara angkat besi Yordania. Ketika dibebaskan pada 1980 setelah pemenjaraannya yang kelima, dia tidak bisa melihat, mendengar, berbicara, berjalan maupun mengendalikan fungsi-fungsi organ tubuhnya. Antara tahun 1967 sampai 1980, Nader Afouri ditahan selama sepuluh setengah tahun sebagai tahanan administratif. Meskipun mendapatkan perlakuan brutal dan penyiksaan yang ditimpakan kepada Nader selama lima kali pemenjaraan, para pejabat Israel tidak mampu memeras suatu pengakuan maupun memperoleh bukti yang bisa menyeret Nader ke persidangan.142 Pemenjaraan Pertama (1967-1971) "Pada awalnya saya ditangkap pada tahun 1967, tahun pertama pendudukan. Mereka mengambil saya dari rumah di Nablus dengan menutup mata dan menggantung saya dari sebuah helikopter. Semua orang di desa Beit Furik dan Salam dekat Nablus menyaksikan kejadian ini." "Mereka membawaku ke Sarafand, penjara militer paling keras. Saya adalah orang pertama dari Tepi Barat atau Jalur Gaza yang dibawa ke sana. Ketika helikopter turun, mereka mendorongku keluar dan menyuruh saya untuk berlari. Mereka menembaki saya dan saya pun lari." "Mereka membawaku ke sebuah ruangan besar yang silau oleh cahaya merah, kuning dan hijau. Saya bisa mendengar jeritan dan suara-suara pemukulan. Saya mendengar seorang tentara berteriak: "Kamu harus mengaku". Kemudian saya mendengar seseorang mengaku. Dengan segera saya mengetahui itu adalah suara kaset yang dimaksudkan untuk mengintimidasi saya."
75
"Kemudian mereka membawaku ke penyidik, dan mengikatku dengan rantai ke pintu-pintu berwarna hijau. Masing-masing pintu memiliki roda. Mereka membuka pintu itu, sehingga merentangkan tangan dan kakiku, kemudian mendorong roda-rodanya sampai saya pingsan." "Mereka mendudukkan aku di kursi, lalu mengikat tanganku dengan rantai yang digantungkan jendela dan secara perlahan-lahan menyingkirkan kursi tersebut. Otot-ototku robek karena berat badanku menarik tangan-tanganku. Sakitnya tak bisa kuungkapkan dengan kata." "Ada lima atau enam orang yang semuanya memukuli kepalaku, lalu merantaiku di kursi. Seorang sedang asyik memukuliku, kemudian yang lain mengatakan "stop... stop". Kemudian mereka bergiliran memukuliku. Saya dibiarkan terantai di kursi tersebut dan tidak pernah diperbolehkan berdiri." "Mereka terus menyiksaku. Seorang penyidik menyulut rokok kemudian menyundutkannya ke wajahku, dada dan kemaluanku - secara bergantian." "Seorang penyidik menusukkan mata pena ke zakarku, sementara lainnya melihat. Ketika telah melakukan tindakan biadab ini, mereka memintaku untuk mengaku. Zakarku mulai berdarah, dan saya dibawa ke rumah sakit penjara Ramle, tetapi segera dibawa kembali ke Sarafand untuk diinterogasi lebih lanjut." "Saya berada di Sarafand selama dua belas setengah bulan dan terus-menerus diinterogasi. Tidak seorang pun yang bisa bertahan selama dua belas setengah bulan. Pada empat kesempatan, para sahabatku di penjara-penjara lain memberitahukan secara resmi bahwa saya telah mati." "Bulan pertama di Sarafand, saya selalu ditutup, rantai memborgol tangan dan kakiku. Setelah sebulan, mereka melepas rantai tangan dan penutup kepala. Tetapi saya tetap memakai rantai kaki selama dua belas setengah bulan. Siang dan malam saya membawa rantai di kakiku, yang bekasnya masih tampak di kedua pergelangan kaki." "Penyiksaan ini merupakan rutinitas sehari-hari. Mereka memukuli, menginterogasi, kemudian melemparkan saya ke sel. Saya istirahat sebentar, lalu mereka membawaku lagi." "Sel tersebut lebarnya tiga kaki, panjang empat kaki dan tinggi empat kaki (1 meter, 1,3 meter, 1,3 meter). Saya tidur melengkung dengan kedua kaki terlipat ke perut. Tidak ada jendela di sel itu dan tidak ada perabotan, hanya ada sebuah pet untuk berak. Saya memiliki dua selimut. Batu-batu di lantai sangat tajam, yang selalu melukai kakiku jika berjalan." "Mereka mulai membawa napi-napi lain, dan memberi kami pakaian tentara dengan nomer di punggung. Saya bernomer satu, dan mereka memanggilku hanya dengan nomer itu, tidak penah memanggil namaku. Mereka selalu mencaciku, dengan berteriak "Maniuk (homoseksual), saya akan menggarapmu". Ketika kami dirantai di luar ruangan, mereka membawa anjing-anjing galak yang melompat ke arah kami, merobek-robek baju dan menggigiti kami."
76
"Lebih dari tiga puluh orang ditahan setelah penahananku, dan semuanya mengalami penyiksaan yang sama. Tetapi semuanya menyerah di bawah siksaan dan menulis pengakuan, kemudian dipenjara seumur hidup. Saya tidak mau mengaku. Penyiksaan telah menghancurkan zakarku dan saya hanya bisa kencing setetes demi setetes. Saya tidak mampu berjalan selama tiga setengah bulan setelah menyelesaikan interogasi. Tetapi saya tidak mengaku. Saya tidak pernah berbicara satu kata pun selama dua belas setengah bulan." Nader Afouri dikirim ke penjara Nablus dimana dia mulai mogok makan menuntut pembebasannya. Dia hanya minum air dan sedikit garam. Setelah sepuluh hari, dia diberi janji pembebasannya. Sepuluh hari kemudian ternyata tidak dibebaskan, dia pun mogok makan lagi selama satu minggu berikutnya. Lagi-lagi wakil kepala administrasi penjara Nablus berjanji akan membebaskannya. Ketika masih belum ada tindakan setelah dua puluh lima hari, Nader menyatakan mogok makan lainnya. "Saya dikirim ke sel-sel penjara Ramle setelah dua puluh lima hari mogok makan. Dr. Silvan, direktur penjara di sana, membawa beberapa serdadu bersamanya. Mereka memukuli kepalaku, yang membuatku merasa antara hidup dan mati. Mereka merantai tanganku dan memaksakan sebuah tabung ke hidungku. Rasanya seperti kejut listrik. Saya mulai berguncang. Saya menjadi histeris ketika makanan mencapai tenggorokanku dan mulai menjerit terus-menerus. Mereka menyuntikku di paha, dan saya pun mulai tenang." "Karena penyiksaan gagal membuatku berbicara, saya ditempatkan di rumah sakit penjara di Ramle, kemudian dikirim kembali ke penjara Nablus." Setiap kali sebuah pengakuan berhasil diperas dari tahanan lainnya yang menuduhnya melakukan kejahatan, Nader Afouri dipanggil untuk interogasi. Seringkali dia bahkan tidak mengetahui orang yang menuduhnya. Tetapi dia tetap tidak mengaku, dan tidak dibawa ke persidangan. Nader Afouri sangat dihormati di Nablus dan menjadi pemimpin para tahanan. Ketika Abu Ard, seorang informan, menuduhnya memimpin para tahanan lain, Nader Afouri dikirim ke penjara Tulkarm. Saat kedatangannya di Tulkarm, wajahnya dipukuli oleh mayor Sofer dan dijebloskan ke dalam sel bersama tiga puluh lima tahanan lainnya. Nader Afouri telah cukup bersabar. Ketika mayor Sofer mendekati untuk memukulinya lagi, Nader Afouri memukul Sofer melalui jeruji-jeruji pintu sel. Ketika berikutnya direktur penjara memukulnya, dia meraih asbak dan memukulkannya ke kepala direktur itu. Pasukan didatangkan. Nader Afouri menggambarkan akibatakibatnya: "Lima belas tentara masuk dan memukuli kepalaku dengan kursi. Saya jatuh pingsan. Mereka menyumbatkan bajuku ke mulutku dan mulai memukuliku kembali. Saya menjadi histeris ketika mulutku dicengkal. Mereka menyuntikku dan saya pun pingsan. Saya terjaga sendirian di koridor, dan tidak bisa melihat." "Seluruh penjara Tulkarm melakukan mogok makan dan para tahanan bertemu dengan direktur untuk membicarakan persoalan saya. Dia berjanji akan
77
membebaskan saya esok harinya, jika mereka menghentikan pemogokan. Hari berikutnya direktur tersebut mendatangi dan bersalaman dengan saya sambil berkata: "Saya bersumpah demi hidupku bahwa kamu adalah seorang manusia." Mereka membawakan kaus kaki dan jaket untukku, serta menjanjikan untukku sebuah kunjungan pribadi dengan keluargaku." Nader Afouri tidak dibebaskan. Sebagai gantinya dia dikirim ke penjara Bet II dan dari penjara inilah akhirnya dia dibebaskan pada tahun 1971. Empat tahun pemenjaraannya dilakukan tanpa persidangan dan hanya disebut sebagai penahanan administratif. Hanya beberapa bulan berlalu sebelum Nader Afouri kembali ditahan. Pemenjaraan keduanya berlangsung dari tahun 1971 sampai 1972, yang ketiga dari Nopember 1972 sampai 1973. Pemenjaraan Keempat (Nopember 1973 - Nopember 1976) "Hebron, Moscobiya, Ramallah dan Nablus : Saya tinggal selama tiga bulan di sel masing-masing empat penjara itu, diinterogasi dan mengalami penyiksaan." "Salju turun selama interogasi di Hebron. Mereka menelanjangiku dan meletakkan saya di luar yang sangat dingin. Mereka mengikatku dengan rantai yang dikaitkan sebatang kayu gelondongan, dan menyiramku dengan air es. Mereka membiarkan aku tergeletak, setelah itu aku dibawa ke perapian untuk menghangatkan tubuh, kemudian dibawa lagi keluar untuk disiram air es kembali." "Bola-bola besi digelantungkan ke gelambir buah pelirku, dan dihantamkan ke buah pelirku. Rasa pedih benar-benar membungkusku." "Salah seorang penyidik, Abu Haroun, berkata akan mengubah wajahku menjadi wajah bulldog. Dia memukuliku dengan pukulan cepat selama dua jam. Kemudian dia membawa cermin dan berkata: "Lihat wajahmu". Saya benarbenar melihat wajahku seperti bulldog." "Di Nablus mereka menyundutku dengan rokok dan kembali menggencetkan bola-bola besi ke buah pelirku - seperti menggencet telur ke besi. Mereka menggunakan pengungkit untuk mencabut gigiku." "Saya ditahan selama tiga tahun secara administratif. Selama di tahanan, mereka juga mendinamit rumahku sebagai tindakan balas dendam." Pemenjaraan Kelima (Nopember 1978-1980) Mereka kembali menangkapku pada bulan Nopember 1978 dan langsung mengirimku ke Hebron. Mereka menyambutku dengan sinis dan berkata, "Kami akan membuatmu mengaku dari lubang duburmu." Saya katakan kepada mereka, saya berbicara dengan mulutku bukan dengan duburku." "Pada awalnya mereka berbicara manis kepadaku, sebab mereka mengerti bahwa siksaan tidak akan berguna. Kemudian mereka membawa orang yang
78
bertanggungjawab melakukan interogasi: Uri, Abu Haroun, Joni, psikiatris, Abu Nimer yang jarinya putung, Abu Ali Mikha dan Dr. Jims. Mereka merantaiku dikaitkan ke kayu gelondongan dan memusatkan pukulan mereka ke dada saya. Mereka menelentangkan aku di lantai, kemudian mereka meloncat tinggi-tinggi dan mendarat di dadaku. Uri melakukan ini tujuh atau delapan kali. Ini benar-benar biadab, siksaan tanpa henti selama tujuh hari. Mereka menginjakkan sepatu bootnya ke kuku-kuku jariku, serta memecahkan jari-jariku." "Saat itu bersalju, mereka meyiramkan air es ke dadaku, kemudian menyerahkan sebuah kertas dan memberiku waktu dua jam untuk mengaku. Aku katakan tidak mengetahui apa pun. Mereka merantaiku di kursi, lalu beramai-ramai memukuli dan menendangiku. Saya terjatuh dan kepalaku menempel tanah. Saya melihat Uri meloncat dan saya merasakan pukulan karatenya mendarat di kepalaku. Ini kenangan terakhir yang saya punyai selama dua tahun." "Saya diberitahu bahwa saya diseret kembali ke sel. Tahanan lain harus menyuapiku, membersihkan dan membalikkan diriku. Saya tidak bisa menguasai gerak tubuhku dan saya harus berak di atas diriku. Saya tidak bisa menggerakkan tanganku atau berjalan. Saya tidak bisa mendengar dan tidak bisa mengenali seseorang. Hanya mulutku yang bisa bergerak dan saya akan menelan apa saja yang diletakkan di mulutku. Orang orang harus menggerakkan kepalaku dan memindahkan lenganku dari bawah tubuhku. Beratku turun menjadi 103 pond (47 kg). "Dua tahun kemudian, saya bangun dari rumah sakit jiwa. Saya memiliki lima retak tulang di pinggangku dan tidak bisa berjalan" Sahabat-sahabatnya bisa membangkitkan keprihatinan publik di seluruh Israel di wilayah-wilayah pendudukan. Para pejabat dan jurnalis Israel membentuk opini bahwa Nader Afouri "berpura-pura" dan dia adalah "aktor" yang hebat. Tetapi para napi yang pernah merawatnya dan para jurnalis serta para simpatisan yang membesuknya ketika pada akhirnya dia dipindahkan dari penjara ke rumah sakit, begitu juga staf rumah sakit yang merawatnya memberikan kesaksian tentang kondisinya. Nader Afouri menjadi "Cause Celebre" bagi bangsa Palestina, sebuah simbol penyiksaan yang menyebabkan penderitaan mereka, serta dimensi heroik perlawanan mereka.
Kasus Dr. Azmi Shuaiby Azmi Shuaiby, seorang dokter gigi, adalah anggota aktif Dewan Kota el-Bireh di Tepi Barat dan seorang wakil yang dipilih untuk Komite Bimbingan Nasional. Sejak 1973, Dr. Shuaiby ditangkap, disiksa secara brutal dan dipenjara tujuh kali. Antara 1980 dan 1986 dia dilarang meninggalkan kota el-Bireh, dan harus berada di rumahnya setelah pukul 18.00. Pada 1986, dia kembali dipenjara dan kemudian dideportasi dari Tepi Barat.143 Dia tidak pernah dituduh melakukan aksi bersenjata atau menyulut kerusuhan. Tetapi Dr. Shuaiby menolak tuntutan orang-orang Israel agar dia mau
79
bekerjasama. Dia telah menulis artikel-artikel menentang pendudukan dan pemukiman serta mendukung sebuah negara Palestina merdeka. Pada 1973, ketika pertama kali ditangkap pada usia dua puluh tahun, Azmi diberitahu: "Kami telah mengamati kamu. Kamu ranking pertama di kelasmu di universitas. Kami bisa membuatmu menjadi orang yang sangat kaya dan berkuasa di Tepi Barat. Kamu harus bekerjasama dengan kami dan bergabung dengan Liga-liga Desa". Karena penolakannya, serangkaian penangkapan dan penyiksaan biadab dia terima. Dr. Shuaiby menggambarkan cara-cara penyiksaan tersebut, baik secara fisik maupun psikis yang dia alami. "Mereka meletakkan kakiku di antara kaki kursi, sehingga saya tidak bisa bergerak. Kemudian mereka memukul telapak kakiku sampai membengkak dengan tongkat-tongkat yang berat. Setelah satu menit, saya tidak bisa lagi merasakan kakiku. Rasa sakit tak terlupakan dan tak bisa kugambarkan, saya pun tidak bisa berdiri." "Mereka sepertinya berdiri di belakangku. Saya tidak bisa mengatakan apakah ada seseorang, tiba-tiba penyidik menghantamkan kedua tangannya dengan keras telingaku. Hantaman ini menyebabkan tekanan hebat dan seketika ke hidung, mulut dan telingaku - dengungan nyaring terdengar selama lima menit. Saya kehilangan keseimbangan dan pendengaranku." "Mereka menyuruh seorang pengawal raksasa untuk memukuliku terus menerus. Dia berkata: "Kamu kan dokter gigi? Tangan mana yang kamu gunakan? Jika kami mematahkan tanganmu, maka kamu bukan lagi seorang dokter gigi". Kemudian dia memukul tanganku sampai terasa patah." "Mereka mengikat tanganku ke belakang dan menggantungku ke sebuah pengait. Mereka membentangkan kakiku dan memukul buah pelirku dengan tongkat, kemudian menggencetnya. Bila anda merasakan pedihnya tusukan di dalam perut anda, di seluruh syaraf anda, niscaya anda pasti lemas." "Mereka meletakkan saya di luar pada musim dingin dengan telanjang bulat, dan tangan diselingkung tergantung ke pengait. Saya digantung dengan cara ini dari pukul 23.00 (malam) sampai menjelang matahari terbit. Kemudian saya dikembalikan ke sel. Mereka menyiram air ke lantai sel sehingga saya tidak bisa tidur." "Mereka mengatakan kepadaku, saya harus kerjasama dengan mereka. Jika mau melakukannya, saya tidak boleh bercerita kepada Palang Merah maupun orang lain bahwa saya bekerja untuk mereka. Saya jawab: "Baiklah, saya akan mengatakan kepada mereka bahwa kalian telah berkata saya tidak boleh bercerita kepada siapa pun bahwa kalian menginginkan saya bekerja untuk kalian". Saya menolak bekerjasama. Mereka memukuliku tanpa henti." Pada tahun 1980, Israel memperkenalkan teknik-teknik baru. Dr. Shuaiby menyebut cara ini sebagai siksaan psikologis. Dia mengalami siksaan ini lebih berat dari siksaan fisik, "otak anda yang terpengaruh". Dr. Azi Shuaiby menjadi sasaran siksaan berikut:
80
1. Pengasingan "Tidak seorang pun diperbolehkan berbicara kepadaku, bahkan para serdadu. Luas sel: lebar 4,5 kaki, panjang 5,5 kaki dan tinggi 9 kaki (1,5 meter, 1,8 meter dan 3 meter). Di satu pojok terdapat sebuah lubang bau yang digunakan sebagai toilet. Hanya terdapat sebuah jendela sempit dekat lantai. Saya tidak pernah melihat langit. Ruangan selalu gelap, sehingga tak ada bedanya antara siang dan malam. Saya tidak memiliki apa pun untuk dibaca. Saya tidak mendengar suara. Makanan diletakkan di pojok dan pintu dibuka dengan sangat sempit. Saya harus meraihnya sepotong demi sepotong." "Alas tidur terbuat dari tikar plastik yang tebalnya kurang dari satu setengah inci. Alas ini selalu basah. Sekali seminggu saya diperbolehkan keluar untuk beberapa menit guna memberi udara pada ruang tersebut. Tidak satu pun serdadu diperkenankan berbicara denganku." "Untuk menjaga kesehatan akalku, saya mengumpulkan kepingan-kepingan kecil kulit jeruk dan membentuknya. Saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada diriku sendiri dan kemudian menjawabnya. Saya juga menarik benangbenang selimut kemudian menganyamnya kembali." 2. Kotak "Saya disekap selama empat hari, siang dan malam, di dalam kotak yang lebarnya 20 inci, panjang 20 inci dengan posisi menekuk tetapi tetap berdiri. Kotak ini sangat gelap. Sebuah kantong yang baunya menyengat diselongsongkan ke kepalaku. Tangan diborgol ke belakang dengan borgol khusus. Jika saya menggerakkan tanganku, secara otomatis borgol itu semakin mengetat. Saya tidak mampu bergerak di dalam kotak itu, dan harus tidur sambil berdiri menekuk. Pada suatu saat, saya tertidur sekitar satu menit, kemudian mendadak terjaga karena merasa kesulitan bernafas." 3. Para Penyidik "Interogasi dan penyiksaan dilakukan oleh sebuah tim. Semuanya adalah para perwira dan kapten, nama mereka adalah Gadi, Edi, Sami, Yacob dan Dany. Ruang interogasi adalah kerajaan mereka, tidak seorang pun bisa masuk." "Selama invasi Israel ke Lebanon tahun 1982, tim interogasi tersebut dikirim ke Lebanon dan sebuah tim baru terdiri dari para mantan penyiksa. Salah satunya yang telah menjadi seorang penyidik selama sepuluh tahun, sekarang dia adalah seorang pengusaha. "Kapten Dany kembali dari Lebanon selama pemenjaraan saya. Dia sangat jangkung, tampan, usianya sekitar tiga puluh lima tahun. Dia sangat kasar, selalu berteriak "setubuhi adik perempuanmu, setubuhi ibumu". Dia selalu memaksa membuka mulutku dan meludahinya. Pada 1973, dia mencoba untuk memasukkan sebuah botol secara paksa ke dalam duburku. Ketika dia melihatku saat kembali dari Lebanon, dia berkata: "Oh, Azmi di sini?!," dan kemudian bercerita kepadaku tentang anak-anak di Ansar. "Saya
81
menginterogasi anak-anak 10, 11 dan 12", dia memulai ceritanya tentang peukulannya terhadap anak-anak kecil itu." Dr. Azmi Shuaiby dipenjara tiga kali pada 1982. Antara 7 Desember 1981 dan 16 Januari 1982, dia disekap dalam pengasingan selama pemogokan umum di Tepi Barat dan penutupan Universitas Bir Zeit. Dari 1 April sampai 3 Mei, ketika tentara Israel membubarkan Dewan-dewan Kota Tepi Barat, Azmi ditempatkan di kotak, kemudian kembali diasingkan. Dia disekap dalam pengasingan selama invasi Israel ke Lebanon. "Baru-baru ini mereka berkata kepadaku: "Kami akan menghancurkan klinikmu dengan cara menjebloskan kamu ke penjara setiap pergantian bulan. Komputer kami akan menetapkan kapan kamu dijadwalkan untuk dipenjara kembali." Pada 1986, Dr. Azmi Shuaiby dideportasi.
Kasus Muhammad Manasrah Muhammad Manasrah seorang aktivis serikat perdagangan, sekretaris mahasiswa universitas Bethlehem, sekarang menjadi penulis dan jurnalis. Dia dipenjara tiga kali selama empat setengah tahun, kemudian selama dua tahun ditempatkan pada posisi pembebasan bersyarat. Penyiksaan yang dia alami selama interogasi tidak ada hentinya, yang mengakibatkan kerusakan seksual dan hilangnya pendengarannya. Dia juga mengalami berbagai penahanan singkat lainnya, begitu juga penahanan rumah dan pembatasan-pembatasan kota.144 Pemenjaraan Pertama "Saya berusia sembilan belas tahun pada 1969 ketika ditangkap untuk pertama kalinya. Saya dibawa bersama-sama sekelompok orang dan ditahan di Moscobiya selama enam bulan. Di tempat itu saya diinterogasi tentang demonstrasi-demonstrasi, publikasi-publikasi dan organisasi-organisasi. "Moscobiya benar-benar biadab. Mereka mangambil baju kami dan menutupi mata kami. Mereka memborgol tangan kami dan merantai sepuluh orang dari kami di sebuah barisan. Kami ditelanjangi, dan disiram air. Kemudian secara bergantian, dengan menggunakan tongkat mereka memukuli kepala dan kemaluan kami. Kami tidak pernah bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi pemukulan-pemukulan itu." "Sahabatku, Bashir al-Kharya, seorang pengacara, dipenjara sejak 1969. Mereka memukul kepalanya dengan tongkat berat selama tiga hari. Kepalanya menjadi hijau karena jamur dan terinfeksi bakteri selama lima tahun. Dia masih ditahan di penjara Tulkarm. Pemenjaraan Kedua "Pada 1971, para penguasa Israel menuduhku menjadi anggota Front Rakyat bagi Pembebasan Palestina (PFLP) dan sekaligus anggota Fatah (kelompok
82
Yaser Arafat dalam PLO), meskipun seseorang tidak mungkin bisa menjadi anggota kedua organisasi tersebut sekaligus." "Dinas rahasia tidak memiliki bukti apa pun, tetapi mereka memberi pilihan kepadaku antara dituduh menjadi anggota sebuah organisasi ilegal, dijebloskan ke penjara atau secara sukarela pindah ke Amman (Yordan). Saya katakan kepada mereka, saya lebih baik dipenjara seumur hidup daripada diasingkan. Saya mengakui menjadi anggota Dewan Mahasiswa Bersatu, dewan dari seluruh organisasi mahasiswa yang telah dinyatakan terlarang. Kemudian saya dipenjara selama satu tahun di Ramallah dan Nablus. Pemenjaraan Ketiga "Pada 1975, mereka menyerang rumahku di kamp Dheisheh dan merampas seluruh bukuku. Mereka membawaku ke kantor polisi Bassa, dan memukuliku selama dua hari. Mereka tidak mengajukan pertanyaan. Seorang penyidik berdiri di depanku dan lainnya di belakangku. Kemudian orang di belakangku menamparkan kedua tangannya dengan keras ke telingaku. Darah mengucur dari telinga dan mulutku. Saya mengalami kerusakan otak. Seorang tahanan yang ditakut-takuti, jatuh lemas ketika mereka membawanya ke tempat aku disiksa." Penyiksaan di Penjara Hebron Muhammad Manasrah dibawa ke Hebron dan disiksa dengan berbagai cara yang berbeda: "Mereka mengikatku dengan posisi terbalik dan memukuliku tanpa henti di bagian kaki dengan sepotong kayu. Anda tidak bisa membayangkan berapa kali mereka memukuliku. Kakiku membengkak besar dan berubah menjadi biru lebam. Saya mengalami pendarahan di balik kulit." "Mereka menelanjangiku, merantai tanganku, kemudian menggantungku dengan kaki tak menyentuh tanah. Mereka terus menerus memukuli kakiku, selalu memusatkan kepada kakiku. Terkadang mereka menurunkan aku, dan meletakkan kakiku ke dalam bak air kotor, bau dan dingin. Hal ini bisa mengurangi rasa sakit. Kemudian mereka menggantungku lagi. Saya harus tidur terantai, dengan tangan di atas kepalaku. Keadaan ini berlangsung sampai empat belas hari." "Maisara abul Hamdia bersamaku. Untuk setiap satu pukulan yang saya terima, dia mendapatkan dua kali. Maisara akan digantung ketika saya dibawa ke ruang penyiksaan. (Pada masa berikutnya, Maisara dideportasi ke Yordan)." "Setelah empat belas hari, saya pasti kehilangan kesadaran secara konstan. Saya ditempatkan di sel nomer 5 yang panjangnya 5 kaki 3 inci, lebar 2 kaki, dan tingginya 5 kaki 6 inci (160 cm, 60 cm, 168 cm). Sel ini setinggi tubuhku, dan karena panjangnya hanya sekian itu, terpaksa kakiku kuletakkan di tembok ketika berbaring."
83
"Satu-satunya suara yang saya dengar adalah suara kunci. Saya merasa ketakutan setiap mendengar suara itu. Saya tidak tahu pasti berapa lama saya harus ada di situ, mungkin selama lima hari atau seminggu." "Saya dipukuli sepanjang malam ketika mereka memindahkan saya dari sel nomer 5 ke nomer 4. Mereka menggunakan tongkat besar untuk memukuli kepala dan kemaluanku. Mereka menjambak rambutku dan membenturkan kepalaku ke tembok. Saya mengalami kerusakan permanen pada kemaluan dan kepalaku. Kemaluanku berulangkali di rontgen." "Saya dibawa ke pengadilan militer di pagi hari dan dibuat menunggu sepanjang hari, tetapi di sana tidak ada persidangan. Sebagai gantinya, Abu Ghazal, seorang penyidik terkenal, datang. Dia menjambak rambutku dan mengayunkan tubuhku ke sekeliling ruangan dan membenturkan ke tembok. Rambutku jebol. Dia mengancam akan mengirimku ke Sarafand atau "Akka" (penjara rahasia yang digunakan pada 1974 dan 1975) jika saya tidak mengaku dalam waktu dua hari mendatang." "Saya ditempatkan di sebuah sel dan tidur sepanjang waktu itu. Saya tidak tahu apakah siang ataukah malam, dua atau sepuluh hari. Saya masih merasa ngeri setiap mengingat masa ini, kakiku gemetaran." "Setelah dua hari, sepuluh serdadu menerobos masuk ke selku dan mulai memukuliku. Mereka menyeretku sepanjang lantai menuju ke ruang penyiksaan. Mereka berkata kepadaku bahwa teman-teman seperjuanganku telah mengaku. Saya berkata, "bawa mereka kepadaku". Saya tahu ini hanyalah dusta. Mereka membawa dua tipe orang kepadaku agar aku mau mengaku: Orang lembut dan lemah yang tidak tahan melihatku disiksa." "Sekarang mereka memperkenalkan cara-cara lain - mengubah-ubah antara penyiksaan dan omongan lembut dengan harapan agar saya pecah dan mengaku. Mereka menuduhku menjadi anggota PFLP, Fatah dan partai komunis. Mereka akan mengubah tuduhan, tetapi satu hal yang tetap: Setelah setiap tuduhan, mereka pasti memukuliku secara biadab." "Mereka membawa dua orang mayor untuk melihatku dan menguliahiku selama enam jam tentang kejahatan Uni Soviet terhadap orang-orang Yahudi dan penindasan Cina terhadap minoritas nasionalnya. Mereka menuduhku seorang komunis, sebab mereka menemukan buku-buku tentang Marxisme di rumahku. Saya katakan kepada mereka bahwa tidak akan ada kedamaian di sini tanpa penentuan nasib sendiri bagi bangsa Palestina. Mereka memintaku untuk menuliskan dan menandatanganinya, dan saya pun melakukannya." "Setelah empat puluh enam hari interogasi dan penahanan, mereka mengirimku ke sebuah penjara militer di Ramallah. Saya dituduh melakukan aksi-aksi menentang kekuasaan negara. Pengacaraku, Ghozi Kfir, meminta penjelasan yang rinci tentang tuduhan itu. Pengadilan menjawab, "Ia adalah seorang revolusioner dan penyeleweng." "Sebelum mendengar putusan, pengacaraku dan pihak jaksa mengupayakan sebuah kesepakatan. Saya akan dibebaskan tanpa tuduhan, jika saya tidak
84
berbicara di pengadilan tentang bagaimana saya disiksa. Tetapi hakim mengabaikan kesepakatan itu dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara. Saya menjalaninya tiga tahun dan dua tahun pembebasan bersyarat. Penahanan Rumah dan Pencekalan The Shinbet berkali-kali menyerang Muhammad Manasrah setelah dibebaskan dari penjara. Mereka mendekati setiap orang yang mempekerjakannya, dan mengatakan kepada mereka untuk memecatnya. Dia kehilangan empat pekerjaan sebelum menjadi seorang organisator Serikat Pekerja Sepenuhnya. Pada 7 Januari 1982, dia diperintah untuk kembali dari Bethlehem ke Wadi Fukin, sebuah desa kecil tempat kelahirannya terletak di dalam batas Israel pra-1967. Dia ditempatkan di bawah penahanan rumah di Wadi Fukin selama enam bulan. Dia tidak memiliki sumber penghasilan dan harus tergantung atas bantuan tetangganya. Para pejabat dan Liga Desa (para kolaborator) mengancam Muhammad Manasrah, keluarganya dan semua orang yang berhubungan dengannya. Rumahnya diserang berulang kali, buku-buku dan kertas disita. Keluarganya dicekal bepergian ke Tepi Barat. Izin kerja saudaranya dicabut. Saudara ipar wanitanya diserang oleh Liga Desa ketika mereka salah mengambilnya, karena disangka istri Muhammad. Gubernur militer mengancam keluarga yang anak-anaknya mengunjunginya. Anak-anak mudah diselidiki. Tiga guru sekolah dasar diinterogasi setelah mengunjunginya, "mereka menerapkan pengepungan terhadapku: ekonomi, sosial dan psikis." Muhammad Manasrah menentang atas pencekalan ini, dia kembali ke Bethlehem di mana istrinya bisa bekerja. "Saudaraku dan anak-anaknya ditangkap untuk memaksaku kembali ke Wadi Fukin, tetapi saya tetap di Bethlehem." Penahanan rumahnya pada akhirnya dipindahkan ke Bethlehem. "Saya tidak bisa tinggal lama-lama di rumah. Saya pergi kesana kemari. Para serdadu menjambakku dan membawaku ke penjara." Pada 1 Desember 1982, peraturan baru militer mengizinkannya untuk bergerak di dalam batas-batas kota, tetapi dia dilarang bekerja, dan harus melapor ke gubernur militer setiap hari, dan tetap disana sampai sore. Setelah satu tahun, pembatasan-pembatasan tersebut berakhir. Kurang dari satu bulan berikutnya, gubernur militer memerintahkan penahanan kota selama enam bulan lainnya. Kembali Dipenjara Muhammad Manasrah masuk universitas Bethlehem untuk belajar sosiologi. Segera dia terpilih sebagai sekretaris senat mahasiswa. Pada November 1983,
85
dia dan anggota senat lainnya dipenjara setelah mendukung pertunjukan budaya Palestina. Penyiksaan Terhadap Pemuda Palestina Secara rutin penyiksaan dikenakan terhadap pemuda Palestina, baik mereka sebagai warga negara Israel atau mereka yang tinggal di wilayah pendudukan. Hussam Safieh dan Ziad Sbeh Ziad dari Galilea ditangkap atas tuduhan mengibarkan bendera Palestina pada tahun pertama peringatan pembantaian Sabra dan Shatila. Enam bulan berikutnya mereka dibebaskan karena dinyatakan tidak bersalah dan tidak ada bukti atas pelanggarannya, serta tidak ada pengakuan yang didapat dari mereka. Di pengadilan, para pemuda itu berbicara tentang penyiksaan yang mereka terima selama di tahanan. Mereka disemprot air dingin dan ditelanjangi di ruang yang dingin. Seluruh tubuhnya dipukuli, termasuk kemaluannya. Penyiksaan elektrik dipergunakan. Ziad, dengan tangan terikat ke belakang, dilempar ke depan dan ke belakang dari seorang penyidik ke penyidik lainnya. Dia dipukuli pada wajah dan lehernya. Dia menolak menandatangani pengakuan.145 Mu'awyah Fahd Qowasmi, putra walikota Hebron yang dibunuh Zionis, Fah'd Qawasmi dan sepupunya, Usamah Fayez Qawasmi adalah di antara 17.000 pemuda Palestina yang ditahan oleh tentara Israel selama intifadah di Tepi Barat dan Gaza akhir-akhir ini. Para penyidik Israel meyiram air pada mereka dan menjepitkan klip-klip yang disalurkan ke kabel listrik pada kaki mereka, kemudian menghidupkan arusnya. Muawyah kehilangan kesadaran tiga kali selama setengah jam dari penyiksaan kejut listrik ini.146 Para pengacara yang secara reguler membela mereka yang dituduh melanggar keamanan, secara bulat menyatakan bahwa pengadilan militer di Israel dan wilayah pendudukan pasca 1967 "menyetujui dan secara sengaja menutupi penyiksaan yang dilakukan oleh dinas rahasia Israel."147 Seandainya Dewan Pertahanan menentang keabsahan pengakuan atau bukti penyiksaan yang diajukan, sebuah persidangan kecil atau Zuta (bhs. Ibrani) digelar. Pelaksanaan hukuman tersebut dihasilkan oleh perwira pasukan atau polisi yang mereka dapatkan dari pengakuan. Tetapi sebagaimana yang diamati pengacara Israel, Lea Isemel, "Perwira itu mengambil pernyataan, seringkali menyusunnya bagi napi. Tetapi perwira ini tidak melakukan interogasi atau menyiksa tahanan. Dengan dasar ini dia bisa menyatakan bahwa pengakuan tersebut diterima secara bebas tanpa paksaan."148 Para penyidik dan sipir penjara sulit sekali untuk dikenali atau dibawa ke pengadilan. Sebab mereka menggunakan nama-nama Arab seperti Abu Sari dan Abu Jamil, atau nama-nama samaran seperti Jacky, Dany, Edi, Orli, dan seterusnya. Bahkan ketika seorang tahanan berhasil membawa penyiksanya ke pengadilan, hal ini tidak ada artinya. Lea Isemel menggambarkan, setelah berusaha keras untuk mengatasi kendala yang sangat pelik ini, si penyidik dibawa ke ruang sidang. "Dia sekarang melihat kepada si tertuduh dan
86
mengatakan dia belum pernah melihatnya selama hidupnya. Hal ini mengakhiri persoalan."149 Wasfi O. Masri berhasil membuktikan lima pengaduan yang dianggap tidak sah, sehingga dia dihormati di kalangan pengacara Israel dan di wilayah pendudukan pasca 1967. Tetapi hal ini tidak menjamin keputusan tidak bersalah bagi napi. Jumlah lima tersebut hanyalah dari ribuan kasus. Penahanan Rumah dan Pencekalan Kota Menurut peraturan darurat pertahanan nomer 109, seorang gubernur militer bisa memaksa siapa saja untuk tinggal di tempat yang ditentukan. Dia bisa membatasi gerak orang di rumah atau kotanya. Hukuman semacam ini diberlakukan selama enam bulan, tetapi bisa diperbarui berulang kali. Dalam beberapa kasus, orang dibatasi geraknya "sampai pemberitahuan lebih lanjut". Mereka yang dikenai tahanan rumah, kota atau pencekalan perjalanan secara resmi tidak dikenai tuduhan atau dibawa ke pengadilan. Gubenur militer mengeluarkan aturan tersebut tanpa diharuskan menentukan sifat pelanggaran tersebut. Meskipun orang yang dicekal berhak membawa kasusnya ke komite pengaduan militer maupun mahkamah Israel, jarang sekali pengadilan menolak setiap keputusan yang didasarkan pada alasan keamanan, dan sulit bagi korban dan pengacaranya untuk mempersiapkan sebuah kasus. Gubernur militer tidak akan menentukan rincian tuduhan atau bukti yang mendukungnya. Peraturan nomer 109 tersebut telah digunakan terhadap orang Palestina di Israel atau di wilayah yang diduduki sejak 1967. Aturan ini telah digunakan terhadap para intelektual, jurnalis, guru, seniman, pengacara, anggota serikat, perdagangan, mahasiswa dan tokoh politik, meskipun tidak semuanya. Banyak dari kalangan mereka yang melontarkan kritik keras dan tajam terhadap kebijaksanaan Israel, dan mereka mendukung penentuan nasib sendiri bagi bangsa Palestina. Antara Januari 1980 dan Mei 1982, Amnesti Internasional mencatat 136 perintah pencekalan dikeluarkan untuk 77 orang;150 100 perintah pencekalan dikeluarkan pada September 1983 setelah terjadi peristiwaperistiwa yang memperingati pembantaian Sabra dan Shatila;151 dan peraturan tersebut masih berlanjut sampai sekarang. PENJARA Penjara-penjara Israel secara mendasar adalah penjara politik. Penjara tersebut terutama mencengkeram orang Palestina yang dicurigai, dituduh dan seringkali - atas dasar pengakuan terpaksa - diyakini melaksanakan, membantu atau merencanakan tindakan perlawanan baik secara damai atau bersenjata. Meskipun statistik jumlah populasi penjara tidak tersedia, jumlah tahanan yang menjalani hukuman dalam waktu yang sangat lama secara konsisten berkisar 3000 orang. Tiga puluh wanita dipenjara di Neve Tertza, tidak termasuk wanita-wanita yang dibawa dari Lebanon. Para pengacara memperkirakan sebelum terjadi intifadah, setiap tahun 20.000 orang Palestina dipenjara.
87
Dalam batas wilayah pasca 1967 terdapat sepuluh penjara, termasuk Kfar Yonah, penjara pusat Ramle, Shattah, Damun, Mahaneh Ma'shiyahu, Bersyeba, Tel Moud (untuk remaja), Nafha, Askelon dan Neve Tertza. Sembilan penjara yang terletak di wilayah pendudukan pasca 1967: Gaza, Nablus, Ramallah, Bethlehem, Fara'a, Yeriko, Tulkarm, Hebron dan Jerusalem. Terdapat pusat-pusat penahanan regional di Yagur (Jalameh) dan Atlit dekat Haifa, Abu Kabir di Tel Aviv dan Moscobiya di Jerusalem. Selain itu, markas besar polisi di Haifa, Acre, Jerusalem, Tel Aviv, delapan belas kantor polisi di seluruh negara dan empat pos polisi di wilayah pendudukan digunakan untuk menahan orang-orang yang dicurigai untuk diinterogasi dan disiksa.152 Instalasi-instalasi militer di seluruh negeri juga digunakan sebagai pusat interogasi dan penyiksaan. Para napi sepakat bahwa penjara atau tempat yang paling biadab adalah Armon ha-Avadon yang dikenal sebagai istana neraka atau istana akhir. Pusat penyiksaan ini terletak di Mahaneh Tzerffin dekat Sarafand. Pada akhirnya, kamp-kamp penahanan dengan hanya puluhan ruang tidur dibangun untuk menampung sejumlah besar tahanan Palestina yang dibawa dari Lebanon selama invasi 1982, juga para pemuda yang dijaring selama perlawanan yang terjadi saat ini. Meggido, Ansar II (di Gaza) dan Dhariyah menjadi pusat penahanan yang terkenal karena kondisinya yang buruk dan penyiksaaan harian - rutin. Perlakuan yang berbeda Perbedaan antara penjara bagi orang Palestina di wilayah pendudukan pasca 1976 dan wilayah Israel pra-1967, yaitu di Jalur Hijau, tidaklah besar. Penjara Askelon, penjara Nafha, sayap utama penjara Bersyeba dan sayap utama penjara Ramle, meskipun terletak di wilayah Israel pra-1967, merupakan pusat penahanan besar bagi orang Palestina dari wilayah pendudukan post-1967 Tepi Barat dan Gaza. Damun dan Tel Mond digunakan untuk pemuda Palestina. Lokasi fisik penjara tersebut memiliki sedikit kaitan dengan kondisinya. Para pejabat penjara Israel mempertahankan pemisahan yang ketat antara orang yang ditahan karena tuduhan kriminal dengan mereka yang diyakini melanggar "keamanan" atau tahanan politik. Karena hanya sejumlah kecil orang Yahudi yang dikualifikasikan sebagai tahanan politik dan hanya sejumlah kecil orang Palestina, khususnya dari wilayah pendudukan, sebagai tahanan kriminal, maka pemisahan ini mengakibatkan pemilahan antara para napi Yahudi dan para tahanan Palestina. Antara keduanya dilarang berkomunikasi. Mereka berada di penjara yang terpisah atau sayap yang berbeda dari institusi yang sama. Perbedaan juga dibuat antara para napi Palestina dari wilayah pendudukan dengan para anggota Arab-Israel, orang Palestina dan Druze yang tinggal di wilayah Israel dan berwarga negara Israel. Kondisi pemenjaraan bagi para tahanan dari Tepi Barat dan Gaza jauh lebih buruk dari kondisi para tahanan yang berasal dari wilayah Israel pra-1967.
88
Sebagian tahanan dari wilayah Israel pra-1967 diperbolehkan membawa tempat atau alas tidur. Hampir 70% para tahanan Israel menikmati hak istimewa ini. Mereka juga menerima satu kunjungan setiap dua minggu dan mengirim dua surat dalam sebulan. Mereka diperkenankan membawa tiga selimut di musim panas dan lima selimut di musim dingin. Para tahanan dari wilayah pendudukan pasca-1967 tidur di lantai selama musim panas dan musim dingin. Mereka diperkenankan membawa alas tidur karet setebal 1/4 inci (0,5 cm), satu kunjungan dan satu kartu pos dalam sebulan. Jika luas ruang tinggal setiap napi di penjara Eropa dan Amerika adalah 112,5 kaki persegi (10,5 meter persegi), di penjara bagi orang Palestina dari Tepi Barat dan Gaza adalah sepersepuluh dari luas tersebut atau 16 kaki persegi (1,5 meter persegi). Birokrasi penjara merupakan hukum tersendiri. Ketika memasuki kawasan ini, warga negara kehilangan seluruh haknya. Dia menjadi sasaran bagi kekuasaan semena-mena yang dilakukan oleh orang-orang pilihan untuk menyakiti mereka. Undang-undang Penjara (direvisi 1971) memiliki 14 pasal. Tidak ada pasal atau sub-pasal yang menetapkan hak-hak tahanan. Undang-undang tersebut menyediakan serangkaian aturan yang secara legal mengikat menteri dalam negeri, tetapi menteri sendiri menyusun aturan-aturan ini melalui keputusan administratif. Tidak ada ketetapan yang menyatakan kewajiban yang dikenakan terhadap para pejabat penjara maupun pasal yang menjamin standar hidup minimum bagi tahanan. Di Israel, secara hukum diizinkan untuk memasukkan dua puluh orang dalam satu sel yang ukuran panjangnya tidak lebih dari 15 kaki (5 meter), lebar 12 kaki (4 meter) dan tinggi 9 kaki (3 meter). Ruangan ini termasuk tempat cuci terbuka. Para tahanan dikurung terus menerus selama dua puluh tiga jam sehari pada sel semacam ini. Laporan Kutler Penyelidikan luas tentang kondisi fisik di dalam penjara-penjara yang terletak di wilayah Israel pra-1967 telah dipublikasikan pada Ha'aretz tahun 1978 oleh jurnalis Israel, Yair Kutler. Dia menceritakan kehidupan penjara di Israel sebagai neraka di bumi dan berupaya menggambarkan setiap penjara secara rinci.153 Penilaiannya sebagai berikut: 1. Kfar Yonah Para pejabat senior menamakan penjara Kfar Yonah sebagai Kevar yonah (kuburan Yonah). Tempat ini merupakan pusat penahanan yang menakutkan semua orang yang melintasi pintu gerbangnya. Para tahanan menamainya Meurat Petanim (sarang kobra). Penyambutan bagi mereka yang dikembalikan kesana sampai persidangan digelar sangatlah menakutkan. Sel-selnya sangat dingin dan lembab. Alas tidur
89
yang kusam, usang dan bau bertumpukan. Semua tahanan tidak bisa berbaring kecuali di atas lantai. Bau yang menusuk dari kotoran, keringat dan kencing manusia tidak pernah sirna dari sel-sel yang terkunci dan sempit. Pada sayap "D" terdapat ruangan yang di dalamnya berjubel dua belas, delapan belas dan dua puluh orang tahanan. 2. Penjara Pusat Ramle Ramle adalah penjara terkejam di Israel. Penjara ini adalah bekas kantor polisi Inggris yang pernah digunakan sebagai kandang kuda. Penjara ini penuh sesak dan bau, dihuni oleh tujuh ratus tahanan. Banyak napi tidak punya tempat tidur, sebuah sudut kecil atau bahkan beberapa meter persegi menjadi tempat mereka. Seringkali seratus orang harus berbaring di atas lantai. Terdapat dua puluh satu sel isolasi (sel X) di Ramle. Sinar matahari tidak pernah menembus sel-sel isolasi itu yang secara menyeluruh ditutup rapat. Sebuah bola lampu temarang yang bergoyang-goyang memberikan cahaya sepanjang siang dan malam. Selain sel-sel isolasi, Ramle memiliki beberapa ruang bawah tanah yang panjangnya 6 kaki, lebar 3 kaki dan tinggi 6 kaki (2 meter, 80 cm, 2 meter). Ruang-ruang ini gelap, kotor dan baunya sangat menusuk. Tidak ada jendela atau lampu, sebuah lubang kunci kecil memberikan sedikit cahaya dari koridor. Sebelum tahanan ditempatkan di sel bawah tanah, dia ditelanjangi dan diberi baju terusan tipis yang usang. Sekali sehari dia mungkin boleh keluar untuk menggunakan toilet, sisanya dia harus terkurung sepanjang siang dan malam. Dia bisa kencing melalui saluran pipa di pintu. Napi dilarang berjalan-jalan atau mandi setiap hari. Di penjara ini sering terjadi pemukulan. Cara yang paling disukai adalah metode selimut. Yaitu beberapa penjaga membungkus kepala napi dan memukulinya sampai pingsan. Untuk menghindari pengurungan sunyi seperti itu, seorang napi harus mengetahui bagaimana menjalani kehidupan dalam ketundukan dan penghinaan diri secara menyeluruh. 3. Damun Kehidupan di penjara Damun bagaikan neraka di bumi. Kondisinya sangat menjijikkan dan menimbulkan rasa mual bagi setiap pengunjung yang datang ke tempat yang dilupakan Tuhan ini. Bangunan-bangunannya menyerap kelembaban dan rasa dingin. Lima selimut tidak akan cukup untuk menjaga kehangatan. "Banyak napi yang sakit dan hampir semuanya putus asa". Sayap penjara Damun yang diperuntukkan bagi pemuda kondisinya lebih buruk lagi. Begitu berjubelnya sehingga para pemuda hanya bisa menjulurkan kakinya selama dua jam setiap malam dan waktu interval ini sering lenyap.
90
4. Shattah Di Shattah kepadatannya sangat mengerikan. Bau buruk tercium dari kajauhan...... sel-selnya gelap, lembab dan dingin. Udaranya sangat pengap. Sepanjang musim panas udaranya membakar lembah Beit Shean, penjara ini adalah neraka yang menyala-nyala. 4. Sarafand Istana akhir ini terletak di balik pagar listrik tegangan tinggi yang terlihat oleh semua turis ketika melintasi bagian akhir jalan Jerusalem ke Tel Aviv, hanya lima mil dari lapangan terbang Ben Gurion. Ini merupakan batas luar Sarafand yang luasnya sepuluh mil persegi dan merupakan penjara dan depot perbekalan angkatan bersenjata Israel terbesar. Tempat ini juga menjadi gudang Dana Nasional Yahudi, yang menggunakan Sarafand untuk menyimpan peralatan pembangunan pemukiman baru di wilayah Israel pra-1967 dan wilayah pendudukan post-1967. Hubungan tak terputus antara pendudukan, pemukiman, kolonisasi, dan sistem penyiksaan yang menimpa orang-orang Palestina menjadi sangat jelas. Sarafand - pusat penyiksaan - memiliki arti penting bagi sejarah. Tempat ini dibangun sebelum perang dunia II dan berfungsi sebagai depot senjata bagi Inggris. Tempat ini adalah salah satu dari kamp-kamp yang terkenal bagi para tahanan selama intifadah bangsa Palestina pada 1936 menentang kekuasaan Inggris dan kolonisasi Zionis di negeri itu. Bangunanbangunan tua pemerintahan mandat Inggris diambil alih oleh para pejabat Israel, fungsinya tidak berubah, dan digunakan bagi generasi baru para tahanan Palestina. Pusat tersebut, yang dikenal oleh orang Palestina maupun Yahudi selama masa Inggris sebagai kamp konsentrasi, karakter dan fungsinya tetap dipertahankan. 5. Nafha - Penjara Politik Para tahanan Palestina tidak berstatus tahanan perang, tetapi kamp tawanan perang dibangun untuk mereka. Nafha disebut sebagai tahanan politik oleh para penghuninya. Penjara ini terletak di gurun, delapan kilometer dari Mitzoe Ramon dan separuh perjalanan antara Bersyeba dan Eilat. Tempat ini merupakan kawasan kosong dengan badai pasir yang mengerikan. Pasir menembus segala sesuatu di dalamnya. Pada malam hari sangat dingin dan di siang hari sengatan panasnya begitu membakar. Ular dan kalajengking berkeliaran di penjara tersebut. Sebuah sel tipikal dengan panjang 18 kaki dan lebar 9 kaki (6 meter dan 3 meter), terbentang sepuluh alas tidur dan tidak ada ruang lainnya. Sebuah toilet primitif terletak di salah satu sudutnya. Di atas toilet tersebut ada pancuran. Ketika seorang napi menggunakan toilet itu, yang lain harus mencuci dirinya atau piringnya. Di ruang seperti ini sepuluh napi menghabiskan dua puluh tiga jam sehari. Setengah jam sisanya, adalah waktu bagi semua napi
91
harus berjalan di halaman beton yang panjangnya 15 kaki dan lebar 45 kaki (5 meter dan 15 meter). Banyak napi jatuh sakit, karena menderita akibat siksaan berulangkali dan kondisi kehidupan penjara yang brutal. 154 Praktek Sehari-hari di Penjara Israel Para tahanan politik sering mengatakan bahwa kondisi di pusat-pusat penahanan baik di wilayah Israel pra-1967 maupun post-1967 dirancang untuk menghancurkan mereka secara fisik maupun kejiwaan. 1.Pemukulan Di semua penjara wilayah Israel pra-1967 dan wilayah pendudukan, para tahanan biasa dipukuli. Di Ramle, kejadian ini dilakukan di ruang bawah tanah atau sel isolasi. Sejumlah sipir menyerang napi dan memukulinya dengan tinju, sepatu boot, dan tongkat kayu dengan pegangannya yang ditaruh di ruang tertutup dekat sel-sel bawah tanah tersebut. Di penjara Damun, pemukulan dilakukan secara primitif. Hal ini dilakukan di depan umum di halaman penjara. Para penjaga yang paling brutal diberi tanggungjawab untuk tugas itu. Ada kendaraan transportasi tahanan yang melakukan perjalanan tiga kali dalam seminggu dari pusat penahanan di Abu Kabir ke penjara Shattah. Kendaraan ini berhenti di semua penjara Israel kecuali Askelon dan Bersyeba. Di setiap pos penjara yang dilaluinya, para tahanan mengalami pemukulan biadab yang dilakukan oleh para penjaganya. Dengan dalih yang tidak berarti, para penjaga menurunkan korban dari kendaraan di pos berikutnya dan memukulinya tanpa ampun. 2. Isolasi Di bawah undang-undang yang berlaku, pengasingan tidak dipandang sebagai hukuman. Dalam kenyataannya, hanya sedikit orang yang bisa bertahan berada di sel dengan panjang 3 kaki (1 meter) dan lebar 8,5 kaki (2,5 meter) selama dua puluh tiga jam sehari dalam waktu yang berbulan-bulan. Bahkan tidak ada napi yang melakukan upaya verbal untuk menjaga harga dirinya yang bisa menghindari tahapan penyiksaan di sel-sel isolasi ini. 3. Kerja Kerja di penjara merupakan kerja paksa. Model ini dirancang sebagai sarana untuk menyakiti para napi.115 Para napi politik secara sengaja diharuskan menghasilkan sepatu boot bagi angkatan bersenjata Israel, jaring-jaring kamuflase dan sebagainya. Mereka yang menolak dikenai sanksi tidak memperoleh hak-hak istimewa seperti membeli makanan di kantin, keluar dari sel, membaca buku, koran, atau bahan bacaan lainnya. Sebagian dihukum dengan pengasingan. 4. Makanan Makanan di penjara tidak memadai dan anggarannya sangat minim. Jatah makanan, sayur dan buah-buahan sering disembunyikan oleh staf penjara. Telur, susu dan tomat segar dianggap sebagai kemewahan napi.
92
5. Pengobatan Medis Pada 1975, seorang napi di penjara Damun memotong lengan dan kakinya. Teman-teman sekamar memanggil penjaga, dan tiga orang penjaga datang. Tim medis itu secara teratur membuka sel dan menjambak napi tersebut, dan tanpa mengucapkan sepatah kata mementungi wajahnya berkali-kali. Napi itu jatuh ke lantai, petugas medis menendanginya tanpa henti. Para napi dijebloskan ke gedung-gedung yang tidak layak. Mereka menderita akibat sengatan panas di musim panas. Di musim dingin, udaranya menusuk tulang. Di penjara Ramle selama musim dingin, sepertiga jumlah napi menderita pembengkakan tangan dan kaki akibat rasa dingin yang luar biasa. Satusatunya obat yang tersedia hanyalah salep, tetapi ini pun jarang diperbolehkan. Para tahanan yang menjalani hukuman lebih dari beberapa bulan akan meninggalkan penjara dengan cacat-cacat permanen. Kondisi pencahayaan begitu buruk, sehingga para napi menderita akibat kerusakan pandangan mata. Sakit ginjal dan borok memiliki kemungkinan lima kali menyerang napi. 6. Asafir (Burung-burung Kicau) Sejak 1977, para napi melaporkan bahwa penyiksaan yang dilakukan oleh sekelompok kecil kolaborator di masing-masing penjara. Sebagian dari mereka bukan napi yang sesungguhnya, melainkan informan yang diselundupkan. Baik napi yang bekerjasama atau informan tadi, masuk ke penjara melalui prosedur yang telah dilembagakan. Di setiap penjara dan pusat penahanan, ruang-ruang khusus ditempatkan terpisah bagi kolaborator yang dikenal dengan sebutan asafir atau burung-burung kicau. Biasanya yang dipilih menjadi asafir ini adalah para penjahat yang dikenal tindak kekerasan dan kekejamannya. Lainnya dipilih dari mereka yang ditahan atas tuduhan politik, padahal mereka belum pernah terlibat masalah politik. Yang disebut terakhir ini memperoleh hak-hak istimewa sesuai dengan pelayanan yang mereka berikan. Bukan Kasus-kasus yang terpisah Meskipun telah banyak dilakukan oleh Israel dengan dalih demokrasi dan kemanusiaan palsu, bukti jelas yang dihadirkan disini, sebagaimana bukti yang dikumpulkan pada semua studi tentang kolonisasi dan kekuasaan Zionis di Palestina, menyingkap topeng palsu ini. Kasus-kasus individual yang dikaji disini bukanlah kasus tersendiri maupun sebagai akibat dari keadaan-keadaan yang luar biasa. Kasus yang disebutkan disini secara mendasar tidak berbeda dari kasus lainnya. Para penyiksa itu bukanlah polisi gila yang tidak disiplin. Mereka adalah anggota dari seluruh seksi polisi Israel dan kesatuan keamanan yang bekerja dalam jalur tugas. Kekerasan merupakan norma untuk menghadapi orang Palestina, baik mereka itu petani yang membawa hasil buminya ke pasar maupun para pemuda yang melemparkan batu, para warga negara Palestina di wilayah Israel pra-1967 dan seterusnya. Penyiksaan merupakan bagian fundamental dari sistem hukum
93
yang berlaku, paksaan adalah jalan menuju pengakuan, dan pengakuan sangat mendasar bagi kepastian hukuman. Perlakuan terhadap para napi tidak berubah karena pergantian partai tertentu yang berkuasa. Jika perdana menteri Menachem Begin memandang orang-orang Palestina sebagai binatang berkaki dua, maka kekejaman sistematis terhadap tahanan Palestina juga sama kejamnya di bawah pemerintahan Partai Buruh. Sebagaimana yang dikatakan mantan perdana menteri Ben Gurion, "Rejim militer selalu membela hak pemukiman Yahudi di mana saja".156 STRATEGI PENAKLUKAN Pada 1982, di saat persiapan yang lebih matang sedang disempurnakan untuk melakukan invasi ke Lebanon dan pembantaian orang Palestina di kamp-kamp sekitar Beirut, Sidon dan Tyre, sebuah dokumen yang menggemparkan diterbitkan di Kivunim (Direction=Arah), jurnal departemen penerangan Organisasi Zionis Dunia. Penulisnya, Oded Yinon, adalah mantan pejabat kementerian luar negeri dan dia mencerminkan pemikiran level tinggi pada militer dan pejabat intelejen Israel. Artikel tersebut, A strategy for Israel in the 1980's (Strategi Israel Tahun 80-an), menjelaskan jadwal Israel untuk menjadi kekuatan imperial regional yang didasarkan atas pemecahan negara-negara Arab. Dalam membahas kerapuhan rejim-rejim korup di Timur Tengah, Yinon secara gegabah mengungkapkan secara jelas pengkhianatan mereka terhadap kebutuhan penduduk dan ketidakmampuan mereka untuk mempertahankan dirinya sendiri atau masyarakatnya menentang penaklukan imperial. Memecah dan Menguasai Yinon membangkitkan kembali gagasan mantan menteri luar negeri dari Zionis pekerja, Abba Eban, bahwa Arab Timur merupakan sebuah mozaik dari keragaman etnis. Oleh sebab itu, bentuk kekuasaan yang sesuai bagi kawasan tersebut adalah sistem Millat kerajaan Usmani, dimana kekuasaan pemerintahan didasarkan atas penguasa-penguasa lokal yang menguasai komunitas etnis yang berbeda-beda. "Kawasan dengan minoritas-minoritas etnisnya, faksi-faksi, dan krisis-krisis internal ini, yang secara mengerikan bersifat merusak dirinya sendiri, sebagaimana kita lihat di Lebanon, Iran dan sekarang juga Syria, tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan fundamentalnya. "157 Yinon menegaskan, bangsa Arab bagaikan barang pecah belah rapuh yang menunggu untuk dikoyak menjadi serpihan. Israel harus mengikuti iramanya dengan kebijaksanaan yang telah diupayakan sejak permulaan Zionisme, yaitu membeli agen-agen lokal di kalangan faksi-faksi dan kelompok komunal yang akan menegaskan dirinya melawan komunitas lain semacamnya atas perintah Israel.
94
Hal ini akan akan mudah dilakukan, tegas Yinon, sebab: "Dunia Arab Muslim dibangun seperti sebuah rumah karton, yang diletakkan bersama-sama oleh orang luar (Perancis dan Inggris pada tahun 1920an), tanpa mempertimbangkan kehendak dan keinginan penduduknya. Secara semenamena kawasan ini dibagi-bagi menjadi sembilan belas negara, semuanya merupakan gabungan dari kelompok-kelompok minoritas dan etnis yang saling bermusuhan, sehingga setiap negara Muslim Arab sampai saat ini menghadapi penghancuran sosial-etnis dari dalam, dan pada sebagian kawasan sebuah perang saudara sedang meletus."158 (Hampir seluruh orang Arab, 118 juta dari 170 juta pada saat ini, hidup di Afrika, terutama di Mesir (45 juta). Strategi baru dari tahun 80an merupakan diktum imperial untuk memecah dan menguasai, yang keberhasilannya tergantung pada keinginan rejim-rejim korup untuk menanam tatanan imperial yang menggoda. "Pada kawasan luas dan terpecah-pecah ini terdapat segelintir kelompokkelompok kaya dan sebuah massa besar dari orang-orang miskin. Hampir semua orang Arab memiliki income tahunan sebesar $300. Lebanon porakporanda dan ekonominya runtuh berkeping-keping. Di negara itu tidak ada kekuatan sentral, tetapi secara de facto hanya terdapat lima kekuasaan yang berdaulat."159 Memecah-belah Lebanon Lebanon adalah model yang telah dipersiapkan oleh Israel selama tiga puluh tahun lalu, sebagaimana yang diungkapkan oleh buku harian Sharett. Model ini merupakan desakan ekspansionis yang dikemukakan oleh Herzl dan Ben Gurion tepat di saat model ini merupakan perluasan logis dari buku harian Sharett. Pemecah-belahan Lebanon telah diusulkan pada tahun 1919, direncanakan pada 1936, dilontarkan pada 1954 dan diwujudkan pada 1982. "Pemilahan Lebanon secara total menjadi lima propinsi berperan sebagai preseden bagi seluruh dunia Arab termasuk Mesir, Syria, Irak dan Semenanjung Arabia yang kondisinya condong ke arah penghancuran. Pemilahan berikutnya adalah Syria dan Irak dengan kawasan yang unik secara etnis dan keagamaan, seperti di Lebanon, merupakan sasaran utama Israel pada front timur dalam jangka panjang. Pemilahan kekuatan militer negara-negara ini merupakan target utama jangka pendek. "160 Menghancurkan Syria "Syria akan runtuh, sesuai dengan struktur etnis dan keagamaannya, menjadi beberapa negara kecil seperti yang terjadi di negara Lebanon saat ini, sehingga di sana akan ada sebuah negara Syi'ah Alawi sepanjang pantainya, sebuah negara Sunni di kawasan Aleppo, negara Sunni lainnya di Damaskus yang bermusuhan dengan tetangga utaranya, dan kelompok Druze yang akan mendirikan sebuah negara, bahkan mungkin di daerah Golan (dataran tinggi Golan diduduki Israel tahun 1967), dan secara pasti di Hauran dan Yordan Utara. Pertikaian antar kelompok ini akan menjadi jaminan bagi perdamaian dan keamanan di kawasan
95
tersebut untuk jangka panjang, dan tujuan tersebut pada saat ini telah ada pada jangkauan kita."161 Setiap negara Arab dikaji dengan suatu pandangan untuk menemukan cara memecahkannya. Dimana saja terdapat pengelompokan keagamaan minoritas pada angkatan bersenjata, Yinon melihat kesempatan itu. Dalam kaitan ini Syria dipilih sebagai sasaran. "Angkatan bersenjata Syria pada saat ini hampir semuanya Sunni dengan suatu korp perwira Alawi, angkatan bersenjata Irak adalah Syi'ah dengan para komandan Sunni. Hal ini memiliki arti penting yang besar dalam jangka panjang, dan itulah mengapa tidak akan mungkin mempertahankan kesetiaan angkatan bersenjata dalam waktu yang lama."162 Yinon melanjutkan untuk mengkaji bagaimana perang saudara - yang telah disuntikkan ke Lebanon dengan cara membiayai mayor Sa'ad Haddad di Lebanon Selatan dan kelompok Phalange-nya Gemayel di sekitar Beirut - bisa diperluas ke Syria. "Secara mendasar Syria tidak berbeda dari Lebanon kecuali dalam rejim militer yang kuat yang memerintahnya. Tetapi perang saudara sesungguhnya yang terjadi saat ini antara mayoritas Sunni dan minoritas Syi'ah Alawi yang berkuasa (hanya 12% dari populasi) membuktikan besarnya persoalan domestik Syria."163 Serangan Mendadak ke Iran Kebangkitan revolusioner menentang Shah Iran - salah satu klaim utama imperialisme Amerika, yang didorong oleh sebuah kudeta yang didalangi CIA pada 1953 - tampaknya akan membuka jalan bagi revolusi di seluruh Timur Tengah. Bukan saja Israel dan pelindungnya, Amerika Serikat, mengkhawatirkan daya tarik revolusi ini bagi orang-orang Muslim Syi'i di seluruh kawasan tersebut - yang cenderung berasal dari kalangan miskin dan tidak beruntung - tetapi juga tantangan terhadap dominasi Amerika Serikat tersebut telah menghantam suatu komposisi di kalangan massa rakyat pada masing-masing kelompok etnis dan bangsa. Inilah latar belakang serangan Irak terhadap propinsi selatan Iran, Khuzistan, dimana produksi dan penyulingan minyak terletak. Seperti Yinon, para perencana Israel dan Amerika Serikat menghitung bahwa karena propinsi Iran yang kaya minyak itu dihuni oleh minoritas Arab-Iran, maka propinsi ini bisa dipisahkan dari Iran dengan mudah. Serangan Irak diharapkan akan disambut gembira oleh minoritas Arab di Khuzistan. Iran adalah bangsa yang terdiri dari pengelompokan etnis: 15 juta orang Persi, 12 juta orang Turki, 6 juta orang Arab, 3 juta orang Kurdi, Baluchi, Turkmeni dan etnis-etnis yang lebih kecil. "Hampir separuh penduduk Iran terdiri dari kelompok yang berbahasa Persi dan separuh lainnya terdiri dari kelompok berbahasa Turki secara etnis. Populasi Turki terdiri dari mayoritas Muslim Sunni Turki (sekitar 50%) dan dua minoritas yang besar, 12 juta orang Syi'ah Alawi dan 6 juta orang Kurdi Sunni. Di Afghanistan terdapat 5 juta orang Syi'ah yang merupakan sepertiga
96
dari populasi. Di Pakistan yang mayoritas penduduknya Sunni, terdapat 15 juta orang Syi'ah yang membahayakan eksistensi negara tersebut."164 Asumsinya adalah bahwa Iran juga bisa dipecah-pecah dengan memotong propinsi-propinsi penghasil minyak melalui invasi. Karena Khumaini melanjutkan kebijaksanaan Shah untuk menindas minoritas nasional dan penindasan terhadap minoritas Arab oleh gubernur propinsi bawahan Khumaini, Admiral Madani mendorong CIA dan Mosad Israel agar mendesak rejim Irak untuk melakukan invasi. Sebagaimana rejim-rejim Arab Timur lainnya, dengan mengesampingkan retorika, oligarki dan monarki militer yang berkuasa sangat mudah menimbulkan pertikaian dalam tingkatan tertinggi. Tetapi para pekerja minyak di Abadan dan Ahwaz, kota-kota penyulingan minyak di propinsi Khuzistan Iran, telah dipolitisir secara kuat. Mereka menjadi tulang punggung Front Nasional ketika Mossadegh menasionalisasikan perusahaan minyak Anglo-Iran pada 1952, dan Partai Komunis Iran (Tudeh) memiliki pengaruh kuat pada para pekerja minyak. Pemogokan umum yang dipimpin oleh para pekerja minyak itulah yang menentukan pada Revolusi Iran yang menggulingkan Shah pada 1979. Invasi Irak dihantam balik. Minoritas memandangnya sabagai serangan terhadap revolusi itu sendiri. Kebijaksanaan Amerika dan Israel sekarang beralih untuk mempersenjatai kedua belah pihak, merancang perang tersebut selama mungkin, sambil mencegah kemenangan bagi Iran. Secara tegas Yinon menyatakan tentang strategi tersebut: "Setiap bentuk konfrontasi antar Arab akan membantu kita dalam jangka pendek dan akan memperpendek jalan menuju tujuan yang lebih penting dalam memecah-belah Irak menjadi beberapa kelompok etnis dan keagamaan sebagaimana di Syria dan Leba-non. "165 Amerika Serikat dan Saudi (yang juga mendukung Syria dengan subsidi $10 juta) mengkordinir suatu blokade senjata terhadap Iran dan pasokan besar senjata kepada Irak. Rejim-rejim Mesir dan Yordan memimpin jalan mendukung Irak. Sementara itu Uni Soviet dan Amerika Serikat masing-masing mempersenjatai Irak. Sebab birokrasi Soviet berusaha menggunakan pengaruhnya terhadap rejim-rejim Arab untuk memperkuat posisinya sendiri dalam merebut pengaruh dengan para penguasa Amerika Serikat - dengan mengorbankan massa Arab yang terus hidup dalam kemiskinan. Membidik Irak Yinon memperjelas motif-motif Israel mempersenjatai Khumaini, sementara Amerika Serikat mempersenjatai Irak: "Irak yang kaya minyak di satu sisi dan secara internasional bersifat agresif, di sisi lainnya. Pemilahannya bahkan lebih penting bagi kita daripada Syria. Irak lebih kuat dari Syria. Dalam jangka pendek kekuatan Irak akan menjadi ancaman terbesar bagi Israel. Perang IrakIran akan memecah-belah Irak dan menyebabkan keruntuhannya dari dalam negeri, bahkan sebelum ia mampu menyusun perjuangan dalam front yang luas melawan kita."166
97
Persiapan-persiapan lebih lanjut telah dilakukan untuk mewujudkan rencana Zionis memecah-belah Irak dalam perang saudara. "Benih-benih konflik yang lebih mendalam dan perang saudara telah tampak saat ini, terutama setelah Khumaini berkuasa di Iran, seorang pemimpin yang dipandang oleh orang Syi'ah di Irak sabagai pemimpin alamiahnya."167 Dalam membahas kelemahan masyarakat di bawah rejim-rejim sekarang, Yinon, secara tidak sengaja menggarisbawahi sejauh mana masyarakat diabaikan dalam keseimbangan kekuatan dan pengambilan keputusan, suatu sifat yang tidak representatif dari rejim-rejim Arab. Akibatnya mereka rapuh dan lemah dalam melindungi diri mereka dari ekspansi Zionis dengan bergantung kepada kekuatan Amerika Serikat. Ketika semuanya telah dikatakan dan dilaksanakan, mereka semua ditetapkan menuju nasib yang sama. Persoalannya hanyalah kapan semua ini diwujudkan, tetapi karena: "Sekali-kali Irak secara mendasar tidak berbeda dengan tetangga-tetangganya, meskipun mayoritas penduduknya adalah Syi'ah dan minoritas yang berkuasa adalah Sunni, enam puluh lima persen populasinya tidak memiliki kekuasaan dalam politik, dimana elit yang hanya berjumlah dua puluh persen memegang kekuasaan. Selain itu terdapat minoritas besar Kurdi di utara, dan jika bukan karena kekuatan rejim yang berkuasa, angkatan bersenjata dan hasil minyak, masa depan Irak tidak akan berbeda dengan nasib Lebanon di masa lalu atau nasib Syria pada saat ini."168 Rencana untuk memecah-belah negara Irak tidaklah bersifat matematis. Israel telah menandai sejumlah wilayah satelitnya, dimana semua itu harus ditempatkan dan melalui mereka ini Israel akan memerintah. "Di Irak, pembagian ke dalam propinsi-propinsi sejalan dengan garis etnis atau keagamaan sebagaimana di Syria selama masa Usmani adalah suatu hal yang mungkin. Maka tiga (atau lebih) negara akan berdiri di sekitar tiga kota besar: Basra, Baghdad dan Mosul, dan kawasan-kawasan Syi'ah di selatan akan memisahkan diri dari Sunni dan Kurdi di Utara."169 Israel berusaha mengambil keuntungan sepenuhnya dari banyak kemiskinan dan akibat instabilitas dari rejim-rejim yang harus mengendalikan suatu populasi yang terasingkan tersebut. Dalam kaitan ini, keinginan Zionis untuk menggoyang rejim Arab dan memecah-belah negeri mereka, meskipun kurang disambut hangat Amerika Serikat, Pentagon menanggapinya dengan hati-hati dalam menentukan waktu dan pelaksanaannya. Terdapat bahaya konstan karena perang dan pemilahan internal yang dimanipulasi seperti yang diinginkan Zionisme dan imperialisme Amerika Serikat untuk menguasai kawasan tersebut, mungkin bisa mengakibatkan kebangkitan rakyat, sebagaimana di Iran - dan sekarang di dalam wilayah Tepi Barat dan Gaza. Kecaman atas perubahan revolusioner menghantui para penguasa Israel maupun Amerika Serikat. Ini juga merupakan prospek yang mendasari arti penting kepemimpinan revolusioner di kawasan itu yang akan menentukan seluruh perjuangan sampai akhir. Sebagai contoh, usaha PLO meminta dukungan dari rejimrejim penindas di kawasan tersebut, dan bukannya secara
98
langsung bergantung kepada penduduknya yang menderita, telah membawa PLO dari lorong gelap ke lorong gelap lainnya. Kegagalan kepemimpinan tersebut setara dengan kesempatan yang hilang. Dengan menggambarkan penindasan yang dilakukan rejim-rejim Arab terhadap minoritas nasionalnya sendiri, Yinon mengamati, "Jika gambaran ini ditambahkan kepada gambaran ekonominya, kita melihat bagaimana seluruh kawasan tersebut dibangun seperti sebuah rumah karton yang tidak mampu menghadapi persoalan-persoalannya sendiri.171 Mengkhianati Mubarak Sinisme orang Zionis dalam membahas fiksi mereka tentang perhatiannya terhadap "keamanan" tidak ada yang lebih transparan dari penilaian Yinon terhadap Mesir. Kemunculan Sadat setelah perampasan Israel terhadap Sinai, Tepi Barat, Gaza dan dataran tinggi Golan pada 1967 memberikan kesempatan kepada Amerika Serikat untuk mencegah negara Arab yang paling padat penduduknya menjadi kendala bagi ekspansi Israel dan kontrol Amerika. Penyingkiran Mesir dari perlawanan merupakan hantaman yang menghancurkan, bukan saja bagi bangsa Palestina, tetapi juga untuk bangsa Arab. Kembalinya Mesir kepada tingkat ketergantungan terhadap imperialisme yang tidak dikenal pada masa Farouk, secara mendalam tidak populer di kalangan orang-orang Mesir. Amerika Serikat telah menyediakan $ 3 juta bagi Mesir dalam bentuk bantuan pinjaman dan subsidi samar - hanya separuh bantuan bagi Israel sendiri - yang menekankan peranan pemerintahan Mubarak. Meskipun demikian, standar hidup masyarakat Mesir tetap rendah. Dengan mengakui negara kolonial Israel, Sadat bukan saja mengkhianati bangsa Palestina, tetapi juga membiarkan Arab Timur sebagai mangsa bagi rancanganrancangan yang dikemukakan oleh Yinon. Yang muncul secara jelas dari analisis strategisnya adalah bahwa bagi Zionis segala sesuatunya berada pada jadwal. Masing-masing kawasan telah ditandai untuk ditaklukkan dan dipandang sebagai sasaran kesempatan yang hanya menunggu hubungan kekuatan yang tepat dan dana perang. "Mesir dalam gambaran politis domestiknya yang ada sekarang telah menjadi mayat, segala sesuatu yang lebih penting untuk kita perhitungkan adalah pertikaian Muslim-Kristiani yang sedang berkembang. Meruntuhkan Mesir secara teritorial menjadi kawasan geografis yang terbelah adalah tujuan politik Israel pada tahun 1980an di front baratnya."172 Pengembalian Mesir oleh Sadat pada status neo kolonialnya seperti di bawah Farouk, diganjar dengan pengembalian Sinai. Tetapi, dalam pandangan Israel, hal ini bukan untuk waktu yang lama. "Israel akan dipaksa untuk beraksi secara langsung atau tidak langsung dalam rangka memperoleh kembali kontrol atas Sinai sebagai strategi ekonomi dan cadangan energi bagi tujuan jangka panjang. Mesir tidak menjadi persoalan
99
strategi militer akibat konflik internalnya, dan bisa dipukul mundur pada posisi perang pasca-1967 tidak lebih dari satu hari."173 Sekarang Yinon menggunakan pisau yang sama membedah Mesir, yang dengannya dia telah mengupas Lebanon, Syria dan Irak: "Mesir bisa dipecah dan dipilah-pilah menjadi kantong-kantong kekuasaan kecil yang otonom. Jika Mesir runtuh, negeri seperti Libya, Sudan atau bahkan negara-negara yang lebih jauh tidak akan berdiri dalam bentuknya saat ini, juga akan mengikuti kcruntuhan dan pemilahan Mesir. Pandangan tentang negara Coptik-Kristiani di Mesir Atas sejajar dengan sejumlah negara lemah dengan kekuatan yang sangat terlokalisir tanpa pemerintahan pusat, adalah kunci perkembangan sejarah yang hanya disurutkan oleh kesepakatan perdamaian, tetapi tampak tidak bisa dihindari dalam jangka panjang."174 Maka Camp-David merupakan manuver taktis yang dipersiapkan bagi pemecah-belahan Mesir dan Sudan: "Sudan, negara yang paling rapuh di dunia Muslim Arab, pada saat ini dibangun di atas empat kelompok yang saling bermusuhan: Minoritas Muslim Arab yang menguasai mayoritas Afrika non-Arab, orang-orang kafir dan Kristiani. Di Mesir terdapat mayoritas Sunni yang menghadapi minoritas besar Kristiani yang dominan di Mesir Atas: Sekitar 7 juta jiwa. Mereka pasti menginginkan sebuah negara sendiri, mirip Lebanon Kristiani."175 Di Mesir inilah Gamal Abdul Nasser menggulingkan raja Farouk dan menarik dunia Arab dengan pandangannya tentang persatuan Arab. Tetapi ia merupakan persatuan yang tidak didasarkan atas perjuangan revolusioner di seluruh kawasan tersebut, melainkan atas dasar federasi ilusioner antara rejimrejim oligarki. Berikutnya Saudi Arabia Dalam visi Israel, jika Mesir model Nasser telah dihabisi, "dipilah-pilah" seperti Lebanon kedua, maka Saudi Arabia akan jauh lebih mudah ambruk, sebab harihari monarkhi negeri ini bisa dihitung dengan jari. Seluruh semenanjung Arab sangat potensial untuk dipecah-belah, karena adanya tekanan-tekanan internal dan eksternal, dan masalah ini tidak bisa dihindari, terutama Saudi Arabia. "Seluruh negara-negara Teluk dan Saudi Arabia dibangun di atas rumah pasir yang sangat lemah yang di dalamnya hanya ada minyak. Di Kuwait, pemerintahannya hanya membentuk seperempat dari populasi. Di Bahrain, orang Syi'ah merupakan mayoritas tetapi terserabut dari kekuasaan. Di Uni Emirat Arab, orang-orang Syi'ah sekali lagi adalah mayoritas tetapi orang Sunni yang berkuasa."176 Tidak ada keraguan, jika Saudi Arabia runtuh, maka negara-negara Teluk akan menyusul:
100
"Hal yang sama juga berlaku bagi Oman dan Yaman Utara. Bahkan di Yaman Selatan Yang Marxis terdapat minoritas Syi'ah yang cukup besar. Di Saudi Arabia separuh populasi adalah orang-orang asing, yakni orang Mesir dan Yaman, tetapi minoritas memegang kekuasaan."177 Mengosongkan Palestina Yinon mempertahankan penilaiannya yang paling kuat terhadap bangsa Pelestina. Dia beremphati dengan mengakui bahwa bangsa Palestina tidak pernah melupakan keinginan dan kehendak mereka untuk berdaulat di negerinya. Terhadap bangsa inilah Zionisme harus menguasainya. "Di dalam negara Israel, perbedaan antara kawasan 1967 dan wilayah di luarnya adalah wilayah 1948, selalu tidak berarti bagi orang Arab, dan saat ini tidak lagi memiliki arti penting bagi kita.178 Bukan saja bangsa Palestina harus diusir dari Tepi Barat dan Gaza, tetapi juga dari Galilea dan Israel pra-1967. Mereka harus diporak-porandakan seperti yang pernah mereka alami pada 1948. "Oleh sebab itu pencerai-beraian populasi merupakan tujuan strategis domestik yang tertinggi, jika tidak kita akan raib di setiap batas. Yudea, Samaria dan Galilea adalah jaminan kita satu-satunya bagi eksistensi nasional. Jika kita tidak menjadi mayoritas di daerah-daerah pegunungan, kita tidak akan bisa menguasai negeri dan kita akan menjadi seperti tentara Salib yang kehilangan negeri ini yang memang bukan miliknya, dan sejak awal mereka adalah orangorang asing di dalamnya. Penyeimbangan kembali negeri ini secara demografis, strategis dan ekonomis merupakan tujuan paling sentral pada saat ini."179 Saat ini bangsa Palestina yang ada di dalam kontrol teritorial Israel - mereka yang hidup di Jalur Gaza, Tepi Barat dan kolonisasi teritorial pra-1967 jumlahnya mendekati 2.500.000 orang. Kira-kira terdapat 5.400.000 orang Palestina pada saat ini. Lebih dari separuh bangsa Palestina terpencar-pencar dalam diaspora di seluruh dunia. Sejumlah besar berada di Arab Timur, dimana mereka juga menjadi sasaran penindasan dan diskriminasi: 37,8% di Syria, Yordan dan Lebanon; dan 17,5% di negara-negara Arab lainnya. Pertanyaannya adalah bagaimana bisa mengusir bangsa Palestina yang berada di bawah kontrol Israel, terutama karena seluruh strategi regional Israel tergantung pada hal ini: Dengan menyadari tujuan kita di front timur, pertamatama tergantung pada realisasi dari tujuan strategis internal ini."180 Yordan: Tujuan Jangka Pendek Metode yang dengannya rencana ini bisa diselesaikan membutuhkan operasi yang halus, dimulai dengan menjelaskan penekanan Zionis dan Amerika terhadap representasi bangsa Yordan atas bangsa Palestina. "Yordan merupakan sasaran strategis langsung dalam jangka pendek, dan tidak dalam jangka panjang. Sebab Yordan tidak menjadi ancaman sesungguhnya dalam jangka panjang setelah pemecah-belahannya, pelenyapan kekuasaan
101
panjang raja Husain serta pemindahan kekuasaan kepada bangsa Palestina dalam jangka pendek." "Tidak ada kesempatan bahwa Yordan akan tetap eksis dalam strukturnya sekarang dalam waktu yang lama. Sedangkan keputusan Israel, baik dalam perang atau damai, harus diarahkan untuk meruntuhkan Yordan di bawah rejim sekarang dan memindah kekuasaan kepada mayoritas Palestina."181 Sebuah negeri gurun dengan sumber-sumber alam yang kecil, sebagian besar tergantung kepada uang Saudi dan perlindungan militer Amerika Serikat maupun Israel. Monarki Hasyimi Yordan hampir-hampir tidak berdaulat di negeri tersebut. Kekuasaannya atas mayoritas Palestina yang mendiami kampkamp sangatlah mengerikan, meskipun mereka mengerjakan pelayanan sipilnya. Orang-orang Palestina tidak memiliki hak bagi ekspresi politik dan ketika dideportasi dari Tepi Barat dan Gaza oleh Israel, mereka sehari-hari dipanggil oleh polisi Yordan yang menyakiti dan melecehkan mereka." "Penyingkiran Rejim Hasyimi harus disertai dengan apa yang oleh Jabotinsky, dengan mengutip Hitler, secara basi-basi disebut sebagai "pemindahan populasi." "Dengan mengubah rejim di timur sungai tersebut, juga akan mengakhiri persoalan pada wilayah yang dihuni secara padat oleh orang-orang Arab di barat sungai Yordan. Baik dalam perang atau pada kondisi damai, emigrasi dari wilayah itu serta demografi ekonomi yang membeku pada mereka, merupakan jaminan bagi datangnya perubahan di kedua tepi sungai tersebut. Dan kita harus aktif dalam rangka mempercepat proses ini di masa datang terdekat." "Rencana otonomi juga harus ditolak, begitu juga setiap kompromi atau pembagian wilayah tersebut... tidaklah mungkin untuk terus-menerus hidup di negeri ini dalam situasi sekarang tanpa memisahkan dua bangsa. Bangsa Arab ke Yordan, dan Yahudi ke daerah di bagian barat sungai."182 Program Yinon mengikuti pola imperial dalam bentuk memecah dan menguasai. Sebagai contoh, Lebanon pertama kali dibidik pada 1919. Biaya perang merupakan prasyarat bagi pelaksanaan rencana-rencana ini, baik dalam jangka pendek atau pun panjang. Neo kolonialisme tetap menjadi metode yang lebih disukai kekuasaan imperial. Karena pendudukan menyebabkan imperialisme menjadi lemah. Zionis, secara khusus, dengan populasinya yang relatif kecil dan ketergantungan total mereka terhadap imperialisme Amerika Serikat, hanya bisa melaksanakan rencana mereka untuk mendominasi Israel melalui rencanarencana neo kolonial di Arab timur. Langkah ini memerlukan dukungan dari para penguasa imperialnya (Amerika Serikat). Dalam pandangan ini, cetak biru Odet Yinon tersebut merupakan penerapan rencana Zionis yang telah diupayakan oleh Herzl, Weizmann, Jabotinsky, Ben Gurion, dan saat ini oleh Peres dan Shamir. Mereka yang akan memilihnya dan menawarkan pilihan Hobson terhadap bangsa Palestina. Sebab perdebatan politik di kalangan penguasa Zionis berpusat pada cara dan waktu untuk melaksanakan rencana penaklukan.
102
Sebagi contoh, ketika Moshe Dayan mengambil Gaza pada 1956, Ben Gurion marah, dengan memberitahu Dayan, "Saya tidak menginginkan Gaza dengan penduduk, tetapi Gaza tanpa penduduk, Galilea tanpa penduduk!" Moshe Dayan sendiri mengatakan kepada pemuda Zionis dalam pertemuan di Dataran Tinggi Golan pada Juli 1968: "Bapak-bapak kita telah mencapai perbatasanperbatasan wilayah yang diakui pada rencana pembagian, generasi perang enam hari telah berusaha mencapai Suez, Yordan dan Dataran Tinggi Golan. Ini bukanlah akhir. Setelah batas-batas gencatan senjata yang ada saat ini, maka akan ada lagi batas baru. Batas itu akan melampaui Yordan.... sampai Lebanon dan.... juga sampai pusat Syria." 182a Tetapi kekuasaan neo kolonial, sebagaimana yang dijelaskan Oded Yinon, tergantung pada hubungan dialektis antara kekuatan militer dan tangantangan sewaan. Memecah-belah negara-negara Arab akan dilakukan di bawah dalil perang - baik dengan serangan yang menghancurkan, menggunakan angkatan bersenjata sewaan atau operasi-operasi rahasia. Keberhasilan akhir membutuhkan pemimpin-pemimpin lokal yang bisa dibeli atau diperalat. Oleh sebab itu, orang-orang Zionis berkali-kali bukan saja memberi cita-cita utama mereka, tetapi juga memberi bukti kepada kita bahwa ketahanan dan perluasan kekuasaan mereka tergantung pada para pemimpin yang buruk di kalangan bangsa-bangsa yang menjadi korban tersebut. Rencana memecahbelah dan menguasai Zionisme dan pelindung imperialnya (Amerika Serikat) tidak akan berakhir. Jika bangsa Palestina dan massa Arab ingin menahan rencana penaklukan ini, mereka harus menyingkirkan rejim-rejim korup yang menjual aspirasi rakyat. Mereka memerlukan kepemimpinan revolusioner yang berbicara secara terbuka tentang peran pemerintahan ini, vokal terhadap rencana Zionis, dan memperlihatkan kepastian sikap dalam memikul perjuangan di seluruh kawasan tersebut. Empat "Tidak" Gagasan Yinon tidaklah asing. Sebab gagasan ini didukung oleh Sharon dan menteri pertahanan kabinet Begin, Moshe Arens, juga oleh Partai Buruh. Y'ben Poret, seorang pejabat tinggi pada kementerian pertahanan Israel, pada 1982 marah akibat kritik pedas atas perluasan pemukiman di Tepi Barat dan Gaza. Dia mengatakan, "sekarang waktunya untuk menyingkirkan tabir kemunafikan. Pada saat ini, seperti di masa lalu, tidak akan ada Zionisme, tidak akan ada pemukiman, tidak akan ada negara Yahudi tanpa pemindahan dan pengusiran seluruh orang Arab, tanpa perampasan tanah."183 Program dasar politik 1988 dari Partai Buruh dipromosikan dalam iklan satu halaman penuh di dua harian Israel terkemuka, Ma'ariv dan Ha'aretz. Iklan tersebut bertuliskan "Empat Tidak" secara besar-besaran: 1. Tidak akan ada sebuah negara Palestina. 2. Tidak akan ada perundingan dengan PLO. 3. Tidak akan kembali ke perbatasan-perbatasan 1967.
103
4. Tidak akan memindahkan pemukiman Yahudi. Iklan tersebut telah mendorong peningkatan jumlah pemukiman di Tepi Barat dan Gaza, mendanai dan melindunginya secara menyeluruh. Pada 1985, presiden Israel, Chaim Herzog, pemimpin Partai Buruh menyuarakan kembali sentimen-sentimen Sharon dan Shamir yang ditekankan oleh Oded Yinon. "Secara pasti kita tidak akan berpatner dengan bangsa Palestina dalam cara apa pun di sebuah tanah yang menjadi tanah suci lagi bagi bangsa kita selama ribuan tahun. Tidak akan ada patner dengan orang Yahudi di tanah ini."184 Sebagaimana dengan Camp-David, bahkan sebuah Bantustan di bagian Tepi Barat dan Gaza hanya akan menjadi lahan pengusiran berikutnya, memaksa 2.500.000 orang Palestina pindah ke Yordan, yang sudah menjadi ketetapan interim lainnya, bagi ruang hidup Israel tidak akan terbatas pada sungai Yordan. "Sudah jelas, di bawah situasi politik atau konstalasi militer di masa depan, memecahkan persoalan penduduk pribumi Arab hanya akan selesai jika mereka menyadari eksistensi Israel. Di batas-batas yang diperoleh sampai sungai Yordan dan di luarnya, sebagai kebutuhan eksistensial kita pada masa sulit ini, zaman nuklir yang akan segera datang."185 Pemindahan Penduduk Palestina Gagasan Yinon jika disuarakan kembali dalam sebuah cerita penting yang dimuat pada The Washington Post di halaman depannya pada 7 Pebruari 1988, di bawah headline "Mengusir Bangsa Palestina: Ini bukan gagasan baru, ini bukan sekedar Kahane." Jurnalis Israel, Yossi Melman, koresponden diplomatik dari harian Israel, Davar dan Dav Raviv, koresponden CBS News yang berpusat di London, mengungkapkan bahwa dua minggu setelah perang Juni 1967, pertemuan rahasia kabinet Israel diselenggarakan untuk membahas "pemukiman kembali orang Arab". Informasi tersebut diperoleh dari catatan harian pribadi yang disimpan oleh Ya'acov Herzog, direktur jenderal kantor perdana menteri. Transkrip resmi dari pertemuan tersebut tetap menjadi rahasia. Menurut artikel The Washington Post, perdana menteri Menachem Begin merekomendasi penghancuran kamp-kamp pengungsi dan memindahkan orang-orang Palestina ke Sinai. Menteri keuangan Pinhas Sapir dan menteri luar negeri Abba Eban, keduanya orang Zionis Pekerja, tidak setuju. Mereka menyerukan pemindahan seluruh pengungsi tersebut "ke negara-negara tetangga, terutama Syria dan Irak". Pertemuan kabinet ini tidak menghasilkan keputusan. "Tampaknya sentimen lebih menyukai usulan wakil perdana menteri Yigal Allon bahwa orang-orang Palestina... harus dipindahkan ke gurun Sinai," tegas
104
artikel The Washington Post. Oleh sebab itulah kantor perdana menteri, kementerian pertahanan dan angkatan bersenjata secara bersama membentuk kesatuan rahasia yang bertanggungjawab mendorong keberangkatan orang-orang Palestina menuju pantai-pantai di luar negeri." Rencana rahasia ini diungkapkan oleh Ariel Sharon di depan pendengar Tel Aviv pada Nopember 1987, ketika dia membeberkan adanya organisasi yang selama bertahun-tahun telah memindahkan orang Palestina ke negara-negara lain, termasuk Paraguai, yang dengan pemerintahnya Israel telah melakukan pengaturan-pengaturan seperlunya. "Pemindahan ini ditangani oleh kantor gubernur militer Israel di Gaza. Ketika salah seorang yang dipindahkan, Talal Ibn Dimassi, menyerang konsulat Israel di Asuncion, Paraguai, dengan membunuh sekretaris konsul, maka muncullah kerumitan: "Serangan di Paraguai telah mengakhiri rencana rahasia Israel secara mendadak yang diharapkan pemerintah bisa membantu memecahkan persoalan bangsa Palestina dengan mengekspor mereka" tegas artikel The Washington Post. Lebih 1.000.000 orang direncanakan pindah, tetapi hanya 1000 orang yang berhasil dikirim keluar. Melman dan Raviv menekankan bahwa penempatan kembali bangsa Palestina bukanlah gagasan baru "sebagaimana yang diperlihatkan dalam pembahasan kabinet 1967." Mereka mengatakan bahwa rencana serupa akan menarik sejumlah orang Israel yang sedang berkembang, "sebab mereka melihat kebangkitan akhir-akhir ini di Tepi Barat dan Gaza". Pilihan Lama Dipertimbangkan Para penulis artikel di Washington Post tersebut mengakui bahwa pemindahan orang Palestina telah menjadi fokus utama rencana Zionis sejak permulaan gerakan tersebut. Mereka menulis: "Sejak awal Zionisme, pemukiman menjadi pilihan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadirkan oleh populasi Arab yang besar di tanah bersejarah Israel." Melman dan Raviv menceritakan serangkaian rencana yang dirancang untuk memindahkan bangsa Palestina. Tepi timur sungai Yordan (di negara Yordan) menjadi pilihan, termasuk dalam rencana yang ditunjukkan pada Maret 1988 dalam iklan satu halaman penuh dengan mencetak kembali tulisan George Will yang menyamakan Yordan dengan Palestina.185 Orang Zionis Pekerja dan Zionis Revisionis disatukan karena begitu pentingnya memindahkan orang Palestina dimana saja. Vladimir Jabotinsky menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan sejak perang dunia I dalam suratnya yang ditulis pada Nopember 1939:
105
"Kita seharusnya memerintah orang Yahudi-Amerika untuk memobilisir dana setengah milyar dolar, agar Irak dan Saudi Arabia mau menyerang orang-orang Arab-Palestina. Tidak ada pilihan lain: Orang Arab harus memberikan ruang untuk orang Yahudi di Eretz Israel. Jika mungkin untuk memindahkan orangorang Baltic, adalah juga untuk memindahkan orang Arab-Palestina." Pada 1947 orang Zionis Pekerja dan Revisionis bergabung dalam pengusiran massal terhadap 800.000 orang Palestina. Pada 1964, seorang kolonel muda Israel yang bernama Ariel Sharon memerintah stafnya untuk memastikan "jumlah bis, van dan truk yang diperlukan dalam perang untuk memindahkan.... orang-orang Arab keluar dari Israel Utara. Pada 1967 para komandan militer Israel memulai proses tersebut. "Seorang jenderal mengirim buldoser-buldoser untuk menghancurkan tiga desa Arab dekat Latrum di sisi jalan menuju Jerusalem untuk mengusir penduduknya." Perintah pengusiran seperti ini juga dikeluarkan untuk kota Qalqiya di Tepi Barat, tetapi kemudian ditangguhkan. Sejak intifadah dimulai pada 1987, Michael Dekel dari Likud telah menyerukan pemindahan orang Arab. Gideon Patt, menteri pemerintahan dari Partai Liberal menyatakan bahwa orang Palestina seharusnya ditempatkan di truk-truk dan dikirim ke perbatasan. Melman dan Raviv menyimpulkan dengan ramalan berikut: "Pesan Kahane - mengusir orang Palestina atau beresiko kehilangan kontrol atas tanah Israel - tetap menjadi pesan yang kuat. Dan tidak adanya solusi politik bagi persoalan bangsa Palestina. Israel mungkin terdorong ke arah yang sangat berbahaya." Peringatan dari Sharon Dalam konteks inilah pernyataan Sharon pada 24 Maret 1988 harus dinilai. Sharon menyatakan, jika intifadah bangsa Palestina berlanjut, Israel harus berperang dengan para tetangga Arabnya. Perang tersebut, katanya, akan membentuk "keadaan-keadaan" pada pemindahan seluruh populasi Palestina dari dalam wilayah Israel juga dari Tepi Barat dan Gaza. Pernyataan ini bukannya tidak bernilai atau terbatas pada Sharon, tetapi justru menjadi jelas ketika Yossi ben Aharon, direktur jenderal kantor perdana menteri, mengatakan di Los Angeles: "Israel telah mencapai satu reputasi untuk tidak menunggu sampai bahaya potensial menjadi aktual." Ben Aharon merujuk pembelian peluru kendali "silk Worm" oleh Saudi Arabia dari China untuk menghancurkan Iran. Pernyataan Israel tersebut ditanggapi
106
serius oleh Saudi, presiden Mubarak dari Mesir dan pemerintahan Reagan, menyulut "ketergesa-gesaan yang berbahaya dari aktifitas diplomatik." New York Times, 23 Maret 1988, menyatakan: "Pemerintah Reagan telah mengungkapkan keprihatinannya karena Israel tidak melakukan serangan penghancuran terhadap peluru-peluru kendali buatan Cina yang baru-baru ini dibeli oleh Saudi Arabia.... Israel tidak memberikan jawaban definitif terhadap tuntutan Amerika tentang penarikan dirinya dari serangan terhadap peluru kendali tersebut.... dibahas selama kunjungan Shamir ke Washington minggu lalu." Selang dua hari dari pernyataan Ben Aharon, Husni Mubarak memperingatkan Israel bahwa Mesir "akan bereaksi sekeras-kerasnya dan setepat-setepatnya terhadap serangan Israel pada pusat peluru kendali jarak menengah milik Saudi Arabia tersebut. Sebab penyerangan itu sama dengan menyerang Mesir sendiri."185b Pernyataan ini dilanjutkan oleh Mubarak dengan pernyataan kedua yang digambarkan sebagai "krisis yang semakin dalam". "Mubarak mengatakan kepada para wartawan bahwa dia memandang serius laporan bahwa Israel sedang merencanakan serangan udara untuk menghancurkan peluru kendali tersebut.... Ini adalah persoalan besar, sangat besar. Serangan Israel.... akan menghancurkan seluruh proses perdamaian. Saya peringatkan, kami menentang setiap serangan terhadap Saudi Arabia yang merupakan negara bersaudara dan bersahabat dengan Mesir."185b Tanggapan publik oleh presiden Mubarak ini menunjukkan kemungkinan petualangan Israel - yang menyiapkan dalih untuk mengusir bangsa Palestina dan untuk memecah-belah Saudi Arabia, negara yang banyak membantu rejimrejim Arab - bukanlah gagasan yang tidak berarti. Pemilihan waktu dari cerita The Washington Post pada 27 Pebruari 1988, mungkin lebih dari sekedar kebetulan. Para pejabat Israel tidak memiliki jawaban untuk mengatasi intifadah kecuali penindasan yang semakin diperkuat. Israel dan Kekuatan Amerika Serikat Jika bangsa Palestina menghadapi penghancuran eksistensinya yang dilakukan oleh Israel secara terorganisir, satu fakta yang harus ditekankan: Negara Zionis hanyalah perluasan kekuatan Amerika Serikat di kawasan tersebut. Rencana pemusnahan, pendudukan dan ekspansi Israel dilakukan atas nama kekuatan imperialis utama dunia itu. Apa pun perbedaan taktis yang muncul dari waktu ke waktu antara Israel dan Amerika Serikat, tidak akan ada kampanye Zionis yang bisa bertahan sendiri tanpa dukungan Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat antara 1949 dan 1983, telah memberikan dana $92,2 milyar dalam bentuk bantuan militer,
107
ekonomi, pinjaman, pemberian khusus, dan "surat-surat berharga dan pemberian" yang bisa diambil dari pajak."186 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Joseph C. Harsh di The Christian Science Monitor pada 5 Agustus 1982: "Beberapa negara telah bergantung pada negara lain sebagaimana Israel pada Amerika Serikat. Senjata-senjata besar Israel berasal dari Amerika - baik sebagai pemberian atau pinjaman jangka panjang, pinjaman dengan bunga rendah, dan hanya sedikit yang secara serius diharapkan untuk dikembalikan." "Survival Israel ditentukan dan disubsidi dari Washington. Tanpa senjata Amerika, Israel pasti akan kehilangan keuntungan kuantitatif dan kualitatif yang telah dijanjikan oleh presiden Reagan untuk mempertahankan mereka. Tanpa subsidi ekonomi, kredit Israel akan lenyap dan ekonominya akan runtuh." "Dengan kata lain, Israel hanya bisa melakukan apa yang diizinkan Washington untuk melakukannya. Israel tidak akan berani melakukan suatu operasi militer tanpa persetujuan diam-diam Washington. Ketika Israel melakukan suatu serangan militer, dunia menduga secara tepat bahwa tindakan itu telah disetujui oleh Washington secara diam-diam." Negara Israel tidak identik dengan Yahudi sebagai bangsa. Dalam pandangan sejarah, Zionisme adalah ideologi minoritas di kalangan orang Yahudi. Sebuah negara hanyalah suatu alat yang menjalankan hubungan-hubungan ekonomi dan sosial tertentu. Ia merupakan struktur kekuasaan dan tujuannya meskipun tersembunyi, adalah untuk memaksakan dan mendesakkan kepatuhan. Sebagai contoh, jika negara Apartheid Afrika Selatan menguasai tiga-perlima wilayah atau dua-pertiga penduduk, hal ini sama sekali bukan hanya tidak adil. Semua negara penindas tidak pernah bisa diterima, baik ia menguasai sejengkal tanah atau sebuah benua. Rejim Namphy di Haiti tidak kurang zalimnya hanya karena ukuran negerinya yang relatif kecil atau penduduknya yang sedikit. Sikap kita terhadap negara yang menguras dan merendahkan rakyatnya tidak dikondisikan oleh luasnya jangkauan kekuasaannya. Kita mengetahui hal ini benar, seperti adanya Paraguai di bawah Stroessner atau Bulgaria di bawah Zhvikov. Contoh ini tidak kurang benarnya dengan negara Zionis Israel. Bahkan jika negara Apartheid Israel ditempatkan di atas sebuah kapal yang berlabuh di Haifa, niscaya akan menimbulkan kemarahan. Seperti Afrika Selatan, Chile di bawah Pinochet atau negara Amerika Latin (dikelolah oleh 2% populasi yang menguasai 90% kekayaan nasional), kita tidak wajib setia kepadanya. Darah, Keringat dan Air Mata Hampir setengah abad yang lalu, seorang orator merespon bukan bagi penduduk negerinya atau karena pemusnahan tigaperempat kota-kota dan desa-desanya. Dia tidak bereaksi terhadap pembantaian, penahanan massal,
108
kamp-kamp penahanan dan penyiksaan. Dia tidak menentang pencurian tanah dan harga milik seluruh bangsa atau pemindahan mereka dalam waktu semalam menjadi pengungsi terlantar yang tinggal di sepuluh kamp, diburu dan ditembak mati kemana saja mereka lari. Dia tidak mengecam penyiksaan selama empat puluh tahun yang diselingi oleh pengeboman tanpa henti, invasi dan bahkan pencerai-beraian penduduk terus-menerus. Dia hanyalah merespon adanya pengeboman sporadis beberapa minggu, ketika dia berpidato dengan menyala-nyala: "Saya tidak memiliki apa pun yang bisa diberikan kecuali darah, air mata dan keringat. Kalian bertanya "Apa tindakan kita?" Saya katakan dengan menempuh perang, di laut, di darat dan udara. Dengan seluruh kekuatan kita dan seluruh kekuatan yang diberikan Tuhan kepada kita untuk berperang melawan tirani yang mengerikan, yang tidak pernah terlampaui dalam kegelapan, dalam katalog kejahatan manusia yang bisa diratapi. Itulah kebijaksanaan kita." "Kalian bertanya, "apakah tujuan kita?" Saya jawab dalam satu kata Kemenangan. Kemenangan dengan harga apa pun. Kemenangan meskipun harus menghadapi seluruh teror. Kemenangan betapa pun lama dan beratnya perjuangan. Sebab tanpa kemenangan untuk kita, maka tidak akan ada kehidupan. Saya merasa yakin bahwa tujuan kita tidak akan gagal dan saya merasa berhak untuk mendapat bantuan dari semua pihak." Dan seminggu kemudian dia mengatakan: "Kita harus mempertahankan kepulauan kita, apa pun biayanya. Kita harus bertempur di pantai-pantainya. Kita harus bertempur di landasan-landasan pendaratannya. Kita harus bertempur di ladang-ladang. Kita harus bertempur di jalan-jalan. Kita harus bertempur di bukit-bukit. Kita tidak akan pernah menyerah. Dan seandainya saya tidak percaya sedikit pun bahwa pulau ini bisa ditaklukkan dan mengalami kesadaran, kita harus tetap melanjutkan perjuangan." Apa yang membolehkan kepala Raj, Raj Imperial, Winston Churchill, untuk mengatakan sentimen-sentimen ini - tetapi mengubahnya menjadi terlarang bagi bangsa Palestina? Tidak ada, kecuali hanya wabah rasisme yang mewarnai kesadaran masyarakat kita. Winston Churchill adalah seorang jurubicara imperialisme Inggris yang terkenal di Palestina dan dunia Arab. Jika Churchill secara demagogis diperbolehkan menyuarakan seruan untuk melawan agresi dan serangan, maka berapa banyak bangsa Palestina jauh lebih berhak untuk menyerang balik untuk melawan pendudukan, untuk bertempur demi kelangsungan hidupnya dan keadilan sosial. STRATEGI REVOLUSI Terdapat lebih dari lima juta pemukim asal Eropa di Afrika Selatan. Penduduk asli Afrika dan orang-orang keturunan Inggris telah tinggal di Afrika Selatan selama berbagai generasi. Tetapi segelintir orang, yaitu mereka yang secara umum disebut sebagai para pembela penentuan nasib sendiri bagi orang hitam
109
di Afrika Selatan, mengusulkan dua negara - sebuah negara kulit putih Eropa dengan jaminan keamanan setara dengan sebuah negara Afrika yang tidak memiliki kekuatan militer (bagi orang-orang hitam). Dalam kenyataannya, secara pasti keberadaan pengaturan semacam inilah dalam bentuk Bantustans di Afrika Selatan, yang secara menyeluruh telah mengubah dalih yang sama sekali tidak bisa dibenarkan bagi pelestarian kekuasaan rasis. Begitu juga, di Algeria kolonial dan Rhodesia Utara dan Selatan, populasi pemukiman Eropa yang besar - banyak dari mereka adalah keturunan dari generasi para pemukim - tidak menyetujui status terpisah, tidak untuk mengatakan sebuah negara pemukim pada tanah yang dirampas dari penduduk yang tertindas. Sebaliknya, di Afrika Selatan - sebagaimana di Algeria, Zambia atau Zimbabwe - dipahami bahwa penentuan nasib sendiri dari satu bangsa yang terjajah tidak bisa disamakan dengan sebuah negara pemukim. Adalah suatu penipuan besar untuk mengatakan bahwa setelah merampas tanah penduduk dengan kekerasan, para pemukim sekarang memiliki klaim yang setara pada wilayah yang ditaklukkan itu. Jika hal ini dipahami secara universal, dimana saja, mengapa hal ini tidak berlaku jika terkait dengan Israel? Mereka yang menipu bangsa Palestina dengan tuntutan agar mereka mengakui negara Apartheid Israel sangat menyadari bahwa hak-hak nasional suatu bangsa yang terjajah tidak akan sama dengan penjajah mereka. Di Israel, sebagaimana di Afrika Selatan, keadilan minimum mengharuskan pencabutan negara Apartheid dan menggantinya dengan sebuah Palestina sekuler yang demokratis, dimana kewarganegaraan dan hak-haknya tidak ditentukan oleh kriteria etnis. Dalam kenyataannya, orang yang diduga sebagai pendukung hak-hak asasi manusia Palestina yang menegaskan penerimaan dan pengakuan Israel, meskipun ditutup-tutupi, sebenarnya bertindak sebagai para ahli hukum dan pembela negara kolonial di Palestina. Pembelaan mereka membawa jaminan atas penentuan nasib sendiri bagi "kedua" bangsa. Tetapi penerapan semu dari prinsip penentuan nasib sendiri ini berubah menjadi seruan keras amnesti untuk Israel. Banyak kalangan disebut sebagai orang realis mendesak bahwa pengakuan bangsa Palestina terhadap hak apartheid Israel untuk eksis akan mcmpercepat waktu ketika sebuah negara Palestina akan diizinkan berdiri oleh orang-orang Zionis. Tetapi rasionalisasi ini tidak terlalu meyakinkan. Zionis ticlak tergantung pada penerimaan verbal bagi negaranya, tetapi berdasar kepada kekuatan bersenjata. Sementara bangsa Palestina yang menerima, mengakui dan dengan demikian mengesahkan penaklukan berdarah atas negerinya, sekaligus berarti sekedar
110
mengizinkan Zionis untuk menegaskan bahwa empat puluh tahun sikap tak kenal kompromi dari pihak yang tertindas bertanggungjawab atas penderitaan mereka. Ini akan mengakibatkan bahwa klaim Israel sejak awalnya merupakan bangunan yang sah. Bukannya bertindak sebagai jembatan ke arah pembentukan Palestina yang bersatu, sebagaimana sebagian pemimpin PLO menegaskannya, pembentukan sebuah negara mini di Tepi Barat - dan pengakuan terhadap negara Israel, yang menjadi prasyarat bagi berdirinya sebuah negara - akan menghadirkan kendala besar ke arah ini. Pengakuan terhadap negara Israel akan memusnahkan secara retroaktif hak perlawanan dari yang tertindas dan akan menyediakan dalih bagi tuntutan Zionis bahwa hanya orang Palestina yang menerima dan mengakui Israel di masa lalu, dengan menerima keabsahannya, berarti memiliki hak untuk bernegosiasi dengan Israel. Ketika anda menari dengan setan, maka ucapan anda akan mengungkapkan nafasnya. Bagaimana dengan orang Palestina yang tinggal di wilayah perbatasan 1967, dan bagaimana dengan orang Yahudi sendiri? Apakah apartheid akan berakhir di Afrika Selatan, atau negara tersebut akan diubah dengan mengakui haknya untuk eksis? Apakah kita akan melayani kepentingan bangsa Paraguai atau Chili dengan menerima klaim-klaim bagi keabsahan Stroessner atau Pinochet, atau dengan memberikan sanksi bagi negara yang mereka bangun. Konferensi Perdamaian Internasional Meskipun jawaban dari seluruh pertanyaan tersebut sangat jelas, tetapi masih saja terdapat sejumlah orang yang semakin meningkat yang, pada saat ini, secara aktif mendorong adanya konferensi perdamaian internasional tentang Timur Tengah dengan tujuan mendirikan sebuah negara mini Palestina sejajar dengan Israel. Sebagai contoh, pada 10 Januari 1988, al-Fajr, mingguan Palestina Jerusalem, menerbitkan sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh orang-orang Yahudi dan Arab terkemuka yang menyerukan "resolusi damai atas konflik-Palestina" yang akan menjamin hak-hak nasional Israel maupun Palestina. Dalam wawancara dengan Reuter pada 18 Januari, Hanna Siniora, editor al-Fajr, menggambarkan bagaimana "hak-hak nasional" Israel dan Palestina bisa dijamin pada suatu konferensi perdamaian internasional semacam ini. Siniora menyerukan adanya "perhimpunan di antara Israel, Yordan, dan sebuah negara Palestina seperti perhimpunan negara-negara Benelux - dengan sebuah Tepi Barat sebagai negara bebas militer sebagaimana Luxemburg." "Orang-orang Palestina termasuk Arafat, akan menerima otonomi sebagai langkah interim menuju kemerdekaan," ucap Siniora. "Otonomi merupakan langkah yang pada akhirnya akan membawa kepada perundingan antara Israel dan PLO, yang berakhir dengan munculnya negara Palestina sebagai akibat perundingan tersebut."
111
Siniora bertemu dengan sekretaris negara George Shultz di Washington pada 28 Januari untuk membahas usulan ini. Pertemuan Siniora tersebut terjadi hanya beberapa hari setelah ketua PLO, Yasir Arafat, menyatakan bahwa dia tertarik membuat perjanjian dengan Israel dan Amerika Serikat. Sebuah kiriman dari perhimpunan pers pada 17 Januari menjelaskan rencana Arafat: "Arafat mengatakan bahwa jika Israel dan Amerika Serikat sepakat menuju konferensi internasional tentang perdamaian Timur Tengah, dia akan mengakui hak eksistensi Israel. Gedung Putih menyatakan ini akan menjadi suatu tanda yang menjanjikan....." Sebuah Negara Palestina "Penggalan" George Ball, yang menjabat sebagai wakil sekretaris negara di masa Kennedy dan Johnson menjelaskan bagaimana Amerika Serikat dan Israel seharusnya mendekati konferensi internasional. Artikel Ball yang berjudul "Perdamaian bagi Israel tergantung dari negara Palestina," menyatakan sebagai berikut: "Kecemasan keamanan Israel sebagian besar bisa dihadapi dengan menulis sebuah perjanjian yang ketat dan menjamin keamanannya dengan menolak adanya angkatan bersenjata negara baru Palestina dan membatasi jumlah dan jenis senjata yang tersedia bagi polisinya." "Untuk menjaga keamanan lebih lanjut, pemukiman Yahudi bisa meminta pospos pengawasan yang lebih besar dan lebih banyak serta lebih efektif dari pos yang sekarang berfungsi di sini di bawah perjanjian damai Israel dengan Mesir."186a Ball menjelaskan, pembentukan yang secara terbuka dia sebut "negara Palestina penggalan di Tepi Barat" merupakan hal yang mendesak. "Jika Amerika Serikat tidak sungguh-sungguh berusaha membawa pihak-pihak yang bersengketa bersama-sama," Ball memperingatkan, "...... peperangan di tanah suci tersebut akan menyebar dan menguat. Cepat atau lambat negara-negara Arab tetangga.... bahkan Mesir - akan terseret dalam pusaran kuat tersebut." "Pusaran kuat" yang sangat ditakuti oleh juru bicara imperialis ini adalah pembebasan massa Arab di kawasan tersebut dari negara pemukim-penjajah Israel, dari syeikh-syeikh feodal Teluk dan semenanjung Arabia, dan dari rejim Mesir yang telah mereduksi para pekerja dan petani Mesir pada tingkat kemiskinan yang tidak dikenal bahkan di bawah raja Farouk. Konferensi internasional yang ditujukan untuk mengesahkan keamanan apartheid Israel sebagai ganti bagi sebuah Bantustan Palestina tidak akan pernah terlaksana, kecuali jika pimpinan Palestina melengkapi rencana ini dengan warna yang bersifat melindungi. Hasil semacam ini hanya akan menyerahkan kepada PLO tugas yang tidak bisa dilaksanakan untuk mengawasi penduduk Palestina dan mengubah penentuan nasib sendiri tersebut menjadi replika menyedihkan lainnya dari rejim-rejim penjual negeri yang membahayakan massa Arab - dari Yordan sampai Syria dan dari Mesir sampai Teluk. Baru beberapa tahun yang lalu tidak ada satu pun nasionalis Palestina mau mengaitkan dirinya dengan usaha yang begitu memalukan untuk mengkhianati
112
perjuangan selama bertahun-tahun demi penentuan nasib sendiri dan pembebasan Palestina, apalagi mengubah tujuan bangsa Palestina yang mengakibatkan pelestarian status quo di kawasan tersebut - dengan kemiskinan yang meremukkan serta eksploitasi tiada henti, dan ketundukan kepada kontrol imperialis Amerika Serikat. Oleh karena itu siapa menegaskan bahwa ini merupakan sikap praktis untuk mengusulkan solusi dua negara, sebab rencana ini lebih bisa diterima - adalah salah dan berdosa, dan C. Wright menyebutnya sebagai realisme aneh. Tidak pernah ada suatu unsur dalam gerakan Zionis - mulai dari kalangan sayap "kanan" sampai sayap "kiri" yang mau menerima kenegaraan Palestina dalam bentuk apa pun yang setara dengan penentuan nasib sendiri. Sebuah contoh yang mengungkapkan bahaya bagi revolusi bangsa Palestina akibat usulan sebuah negara mini berasal dari tulisan Jerome M. Segal, seorang sarjana penelitian pada universitas Maryland dan pendiri Komite Yahudi bagi Perdamaian Israel-Palestina. Segal, yang mewakili sayap kiri gerakan Zionis, menulis artikel pada 26 Pebruari 1988 di Los Angeles Times yang berjudul "Negara Palestina juga menguntungkan kepentingan Israel". "Secara ironis, dari seluruh alternatif yang ada, sebuah negara Palestina merdeka di Tepi Barat dan Gaza merupakan solusi yang paling menguntungkan bagi keamanan Israel...." "Negara Palestina akan menjadi pemuas yang paling mungkin dari tuntutan nasionalisme bangsa Palestina.... cara ini akan memperoleh dukungan PLO dan tampaknya menjadi satu-satunya dasar, dimana atas dasar ini PLO secara formal akan melupakan haknya untuk kembali ke tanah dan desa-desa mereka yang hilang pada 1948. Sebagai wujud dari tujuan bangsa Palestina yang diakui, hanya PLO yang bisa melakukan kompromi atas nama bangsa Palestina..." "Negara Palestina akan menjadi negara yang bebas militer. Ia secara menyeluruh akan tertutup oleh Israel pada satu sisi, dan Yordan di sisi lainnya. Tidak akan ada pasokan atau kekuatan militer yang bisa mencapainya tanpa melewati Israel dan Yordan." "Kebijaksanaan luar negeri dari negara mini seperti ini akan didominasi oleh keterkaitannya dengan ekonomi Israel dan oleh realitas keamanan nasionalnya. Dalam suasana perang, keberadaannya selalu dalam bahaya..... Israel tidak akan terancam secara serius jika kebencian meledak...." "Bagi Israel, negara Palestina bukanlah prospek yang menawan. Ia hanya sekedar alternatif yang lebih baik dari alternatif lainnya." Seruan Segal dengan usaha yang berpuncak pada "negara Palestina penggalan di Tepi Barat" merupakan olok-olok terhadap penentuan nasib sendiri bangsa Palestina.
113
Sungguh, jauh dari keinginan untuk melepaskan kontrol atas Tepi Barat dan Gaza, Zionis - sebagaimana yang dijelaskan oleh Ben Gurion, Dayan dan Oded Yinon - terlalu sibuk melakukan rencana busuk untuk menaklukkan Kuwait. Hari ketika hak-hak bangsa Afrika atau Palestina bisa diperoleh dengan sanksi terhadap apartheid Afrika Selatan atau terhadap Zionis di bawah kontrol Amerika Serikat akan menjadi hari dimana kita belajar bahwa Caligula adalah murid Yesus, Hitler memeluk Marx, dan Bull Conner akan bertutur, "kami akan mengatasinya". Sementara itu, bangsa Palestina yang disiksa, sekarat, dan ditindas tidak bisa memahami fantasi-fantasi dari sahabat-sahabat reformis mereka yang bersikap "praktis". Padahal harga dari ilusi semacam ini dibayar dengan darah. "Negara Palestina penggalan menurut visi George Ball tersebut akan dijalankan oleh orangorang yang memiliki hak istimewa tertentu di atas punggung orang-orang Palestina yang miskin. Para pemimpin Palestina yang memeluk entitas gabungan ini - yang dibentuk atas dasar contoh-contoh dari negara-negara kesyaikh-an yang sangat tergantung di Teluk dan model Bantustan Afrika Selatan - akan menjadi para Chiang Kai-sek, Tshombe, dan raja-raja Husain dari Palestina yang menderita. Hak-hak bangsa Palestina tidak akan pernah dicapai dengan cara ini. Untuk Sebuah Palestina Sekuler dan Demokratis Pada 1968, dua puluh tahun setelah negara pemukim kolonial Israel didirikan, gerakan perlawanan Palestina menyusun tuntutannya untuk menentukan nasib sendiri dalam seruan penggantian negara Israel dengan negara Palestina merdeka dan bersatu. Sayap mayoritas PLO, Fatah, mengajukan program pembentukan "Palestina Sekuler Demokratis". Slogan ini menyerukan pencopotan negara Israel-Zionis dan pembentukan sebuah negara baru di Palestina dimana di dalamnya orang Yahudi, Kristen dan Muslim akan hidup sama tanpa diskriminasi. Hal yang menyolok dari usulan yang berani ini adalah bahwa (1) secara tegas ia menolak setiap akomodasi dengan atau pengakuan terhadap negara Zionis; dan (2) ia menolak usulan adanya negara mini Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Ketua PLO, Yaser Arafat menggambarkan proposalnya sebagai berikut dalam sebuah biografi terkenal yang ditulis oleh jurnalis Alan Hart: "Kami mengatakan "tidak" bagi negara Zionis, tetapi kami mengatakan "ya" bagi orang Yahudi Palestina. Kalian disambut hangat untuk hidup di tanah kami, tetapi dengan satu syarat - kalian harus siap hidup sejajar dengan kami, bukan sebagai penguasa." "Saya sendiri selalu mengatakan bahwa hanya ada satu jaminan bagi kesentosaan dan keamanan orang Yahudi di Palestina - dan itu adalah persahabatan dengan orang Arab, yang dengan mereka itulah kita hidup bersama. "187
114
Sebuah dokumen yang diserahkan oleh organisasi Fatah pimpinan Arafat kepada Kongres Dunia tentang Palestina pada September 1970 menjelaskan profil Palestina demokratis dan sekuler secara lebih jelas. Dokumen Fatah 1970 tersebut menyatakan: "Palestina pra-1967 - sebagaimana yang ditetapkan selama pemerintahan mandat Inggris - adalah wilayah yang harus dibebaskan... pada tahapan ini hendaknya menjadi jelas bahwa Palestina-baru yang dibicarakan di sini bukan hanya Tepi Barat dan Gaza yang diduduki Israel atau keduanya. Ini adalah kawasan yang diduduki Israel sejak 1967. Tanah air bangsa Palestina yang dirampas dan dijajah pada 1948 tidak kurang pentingnya dari bagian yang diduduki pada 1967." "Di samping itu, keberadaan negara penindas rasis Israel, yang didasarkan pada pengusiran dan pengasingan paksa terhadap warga negaranya, bahkan dari satu desa yang kecil, tidak bisa diterima oleh revolusi. Setiap pengaturan yang mengakomodir negara pemukim-agresor tersebut tidak bisa diterima dan sangat temporer..." "Semua orang Yahudi, Muslim dan Kristen yang hidup di Palestina atau yang diasingkan secara paksa darinya akan memiliki hak sebagai warga negara Palestina..... Ini berarti bahwa semua orang Yahudi Palestina - di Israel saat ini memiliki hak yang sama. Tentu saja dengan syarat mereka menolak chauvinisme rasis Israel dan sepenuhnya menyetujui hidup sebagai orang Palestina di Palestina-baru tersebut.... Ini merupakan keyakinan revolusi bahwa mayoritas orang-orang Yahudi Israel saat ini akan mengubah sikap mereka dan akan menyetujui Palestina baru ini, terutama setelah mesin negara oligarki, ekonomi, dan kekuasaan militer yang ada saat ini dihancurkan."188 Peranan Birokrasi Soviet Birokrasi Soviet telah bereaksi secara tajam terhadap upaya Fatah untuk mengubah PLO menjadi gerakan revolusioner dengan sebuah program dan strategi yang memobilisir massa dan membujuk mereka untuk melakukan transformasi terhadap rejim pemukim. Menurut Alan Hart, yang biografinya tentang Arafat "ditulis kerjasama dengan Yaser Arafat dan para pemimpin puncak PLO," para pemimpin Soviet pernah mengatakan kepada Arafat bahwa mereka sepenuhnya mendukung keberadaan negara Israel dan mereka tidak memiliki niat samasekali untuk mendukung atau mendorong militansi bangsa Palestina atau kekuatan militer."189 Dua pimpinan utama Fatah, Khalid al-Hasan dan Khalid al-Wazir (Abu Jihad), pergi ke Moscow untuk menjelaskan program Fatah. Mereka meninggalkan Moscow dengan mengutip ucapan Khalil al-Hasan: "Dengan kesan yang jelas bahwa bangsa Palestina tidak akan mendapat dukungan Soviet atas tujuan mereka, sampai mereka siap menerima keberadaan Israel di dalam batas-batas sebagaimana mereka berada pada malam Perang Enam Hari (Juni 1967)."190
115
"Karena kita sendiri mulai terdidik dalam menghadapi realitas politik internasional," ucap Hani al-Hasan, saudara al-Khalid, "kita menyadari bahwa kita tidak bisa berharap untuk meraih tujuan kita tanpa dukungan, paling tidak, salah satu dari dua super power. Kita telah mengetuk pintu Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Baratnya, dan kita tidak menerima jawaban, maka kita mencoba dengan Soviet. Kita tidak punya pilihan."191 Mundur ke Posisi "Negara Mini" Para pemimpin Fatah segera kehilangan seluruh rasa percaya diri dalam kemungkinan mempertahankan program politik yang pernah mereka proklamirkan - yaitu negara Palestina demokratis dan sekuler yang telah mereka perjuangkan dengan memobilisir massa Palestina dan Yahudi. Pada Pebruari 1974, sebuah kertas kerja PLO disusun yang isinya mundur dari program ini. Kertas kerja itu mengusulkan "pembentukan otoritas nasional di tanah mana pun yang bisa diambil dari pendudukan Zionis."192 Arafat dan mayoritas rekan-rekannya dari Fatah sekarang beralih mengupayakan suatu pemukiman yang mengakibatkan bangsa Palestina kehilangan 70% tanah airnya untuk selamanya, sebagai ganti untuk mendirikan sebuah negara mini di Tepi Barat dan Gaza. Secara terbuka Arafat mengakui bahwa seluruh bangsa Palestina menentang kebijaksanaan ini. Alan Hart menulis: "Arafat dan semua kolega seniornya pada jajaran pimpinan PLO mengetahui bahwa mereka butuh waktu untuk melaksanakan tingkatan dan tahapan gerakan pembebasan. Jika pada 1974, Arafat dan para koleganya secara terbuka menunjukkan tingkatan sesungguhnya dari kompromi yang telah mereka persiapkan, pastilah mereka akan ditolak oleh mayoritas orang Palestina."193 Sekarang Arafat menapaki jalan dimana dia tidak bisa mengatakan kebenaran kepada rakyatnya sendiri tentang jalur politik yang telah diambilnya beserta para koleganya. Berikut adalah ucapan Yaser Arafat: "Tragedi kita pada saat ini adalah bahwa dunia tidak memahami adanya dua aspek dan dua sisi terhadap pertanyaan tentang apa yang mungkin. Pertama, terdapat pertanyaan apa yang mungkin bagi orang Palestina untuk dicapai dalam kaitan praktis - karena kenyataannya dua super power mendukung eksistensi Israel..." "Tetapi juga terdapat pertanyaan apa mungkin bagi para pemimpin Palestina untuk membujuk rakyatnya agar mau menerimanya. Ketika sebuah bangsa menuntut pengembalian 100% tanahnya, tidaklah mudah bagi pemimpinnya untuk mengatakan "tidak, kalian hanya bisa mengambil 30%."194 Ketimpangan antara sosok umum dan praktek pribadi tersebut menjadi batu ujian praktek politik PLO pada periode ini, disertai dengan kebingungan besar dan demoralisasi di kalangan massa akibat penerimaan tersebut. Arafat bersikap terus-terang tentang hal ini:
116
"Anda mengatakan kepada saya dan anda benar, bahwa sikap publik kami pada kompromi yang kami persiapkan untuk dibuat adalah ambigius selama bertahun-tahun, sementara kami sedang mendidik rakyat kami tentang perlunya kompromi. Tetapi saya juga harus mengatakan kepada anda bahwa sikap kami yang sesungguhnya selalu diketahui oleh seluruh pemerintah di dunia, termasuk pemerintah Israel." "Bagaimana? Sejak 1974 bahkan sejak akhir 1973, orang-orang tertentu kami secara resmi diberi wewenang untuk menjaga kontak rahasia dengan Israel dan orang-orang penting di Barat. Tanggungjawab mereka adalah untuk mengatakan secara rahasia apa yang tidak bisa kami katakan di depan publik."195 Kebijaksanaan bawah tanah ini dilaksanakan selama lima tahun, dari 1974 sampai 1979, tanpa kesadaran maupun dukungan dari anggota-anggota yang dipilih dari Dewan Nasional Palestina. Ini menuntut manuver dan lobbi diplomatik. Ini juga menuntut, mengutip Alan Hart, "langkah cerdik untuk mengelabui mereka (sayap kiri PLO) yang menentang negara mini tersebut. Hart menjelaskan: "Seandainya dia diuji pada perundingan sesungguhnya oleh Israel antara tahun 1974 dan 1979..... Arafat tidak akan bisa membawa perdamaian atas dasar rumusan "negara mini" tanpa memecah PLO."196 Tetapi dengan membujuk sayap kiri untuk menerima rumusan ini terbukti seperti mendorong sebuah pintu yang terbuka. Dan pada saat Kongres Nasional Palestina 1979, George Habash dan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) telah menyetujui rencana negara mini tersebut. Sungguh pada 1979 seluruh unsur PLO telah menerima ajakan pembentukan negara mini di Tepi Barat dan Gaza. Sejak 1974 semua sayap dalam PLO memperlihatkan bahwa mereka tidak mampu menyusun strategi revolusi yang independen untuk perjuangan bangsa Palestina. Membidik Kelas Pekerja Yahudi Sebagaimana dokumen Fatah 1970 secara tepat memandang masa depan perjuangan bangsa Palestina terkait erat dengan strategi politik yang mengarahkan dirinya terhadap orang Yahudi-Israel dan mengajak mereka untuk bergabung dengan bangsa Palestina dalam perjuangan mendirikan negara Palestina demokratis dan sekuler. Di dalam negara Zionis, 68% populasi pemukim terdiri dari orang Yahudi Timur (Yahudi Sephardim). Mereka berasal dari negeri-negeri yang miskin, yang kebanyakan dipegang oleh rejim-rejim yang sangat terbelakang. Sebagian besar massa Yahudi Timur adalah miskin. Demikian juga pola kehidupan mereka tetap lemah secara ekonomi dan politik, sama seperti pola mereka hidup di setiap Ghetto, suatu lingkungan kelas pekerja di seluruh Amerika Serikat atau dimana saja.
117
Orang-orang Yahudi Timur memiliki hak yang sama di bawah hukum Israel dalam pengertian formal. Di sinilah persoalannya: Di Israel, setelah SLTP, ada biaya khusus yang menjadikan biaya SLTA sangat mahal. Artinya, secara praktis hanya sedikit dari orang Yahudi Timur mampu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Di kalangan mereka hanya terdapat 10% mahasiswa universitas dan 3% lulusan universitas. Hal ini akibat dari eksploitasi ekonomi. Perwakilan politik mereka tidak mencerminkan jumlah populasinya. Mereka hanya menguasai seperenam kursi Knesset (Parlemen Israel). Elie Eliachar, seorang pemimpin terkemuka dari komunitas timur dan mantan anggota Knesset, menjelaskan bahwa perwakilan ini hanya bersifat nominal. Akibatnya, wakil-wakil timur hanya mewakili "seluruh partai politik Ashkenazi" yang mana mereka hanya memberi kesetiaan kepadanya dan bukannya kepada masyarakat Timur-Sephardim". Dia menulis, "hal ini menjadikan demokrasi Israel sekedar karikatur."197 Meskipun demikian, hendaknya jangan ada kesalah-pahaman. Yahudi Timur sebagian besar pengikut Zionisme. Adalah keliru untuk mengatakan tentang mereka tanpa menjelaskan bahwa Israel, seperti semua kekuatan imperialis dan kolonial, menggunakan pendekatan "memecah dan menguasai" untuk mengatasi mereka. Yahudi Timur memiliki status ekonomi yang sangat tidak menentu di Israel. Mereka hanya sedikit lebih baik dari orang-orang Palestina. Selain itu, orang Yahudi dari Irak, Maroko, atau Yaman adalah orang Arab yang berlatar belakang keagamaan Yahudi. Dalam tata-cara adat dan penampilan, mereka sama seperti saudara-saudara Muslim dan Kristen yang juga mengalami diskriminasi. Secara terus menerus orang Zionis berusaha menanamkan kebencian rasis ke dalam jiwa orang Yahudi Timur terhadap massa Palestina. Ketika para pemuda Yahudi Timur dikirim untuk bertempur di Lebanon atau ke Tepi Barat dan Gaza, mereka dengan tangan terbuka menerima tugas berperang untuk Israel. Namun setelah itu, mereka kembali ke posisi ekonomi dan sosial mengenaskan seperti mereka pergi melaksanakan tugas. Inilah yang menyebabkan perkembangan Black Panther di tahun-tahun lalu di kawasan kumuh Sephardim dan muncul radikalisasi di kalangan mereka. Terdapat kemarahan menyala di bawah permukaan, dan di suatu hari akan terjadi ledakan hebat dalam masyarakat Sephardim yang tidak bisa dihindari. Ketika bangsa Palestina mulai bergerak, maka ia tidak bisa bersikap lain kecuali berbicara tentang kondisi kelas buruh Yahudi tersebut. Adalah perlu bagi kepemimpinan revolusioner Palestina untuk mengarahkan orang-orang Yahudi dengan suatu visi sebuah Palestina demokratis-sekuler. Pada saatnya, para pekerja Yahudi akan menanggapi mobilisasi bangsa Palestina. Langkah pertama adalah berpikir, "jika mereka bisa melakukannya, maka kita pun bisa". Kedua adalah mencari sekutu. Inilah jalan menuju gerakan revolusioner anti Zionisme. Krisis Kepemimpinan Revolusioner Di samping adanya kesempatan revolusioner yang besar pada beberapa tahun yang lalu, kepemimpinan PLO telah memperlihatkan dirinya tidak mampu
118
mengembangkan strategi mobilisasi di Palestina dari massa Palestina dan Yahudi menentang Zionisme. Baik kepemimpinan moderat Yaser Arafat, kepemimpinan progressif Front Rakyat dan Demokratis, atau para pemberontak Fatah "sempalan" belum mampu merenungkan suatu strategi bagi kemerdekaan bangsa Palestina dari rejim-rejim kapitalis yang berakar di kawasan itu. Para pemimpin PLO pada satu saat berusaha memperoleh dukungan dari imperialisme dan agen-agennya, rejim penjual negara di Arab Timur, dan di saat lainnya terlibat dalam tindakan kekerasan secara acak. Masing-masing jalan ini, secara salah, dimaksudkan untuk membujuk imperialisme menyetujui pembentukan sebuah negara mini Palestina. Tetapi rejim-rejim ini - dari Syria sampai Yordan dan Mesir - memandang revolusi Palestina adalah berbahaya. Mereka memahami bahwa perjuangan hebat bangsa Palestina, bahkan di bawah kepemimpinan nasionalis PLO merupakan pemberi peringatan bagi rakyat mereka sendiri yang menderita tentang apa yang harus dilakukan dan siapa yang berkuasa. Kepemimpinan Palestina revolusioner harus berjuang, sebagaimana yang dilakukan banyak orang, untuk mencopot negara Israel. Pembunuhan Khalil al-Wazir (Abu Jihad) pada 17 April 1988, merupakan pesan jelas bagi sayap Fatah di PLO dan bagi pemerintah Arab sekarang, bahwa tidak mungkin bagi kepemimpinan Palestina (PLO) secara masuk akal merencanakan "penyelesaian" dengan Israel. Harapan mereka terhadap perundingan yang bisa menghasilkan suatu bentuk penentuan nasib sendiri secara terbatas bagi Palestina, ternyata terbukti hanya ilusi. Niat Israel adalah untuk mendorong respon bersenjata dari dalam kebangkitan tersebut. Sungguh provokasi intelejen Israel atas nama intifadah tidaklah mustahil. Sebab agenda dasar Zionis adalah mengosongkan Palestina, dan dalih perang diperlukan untuk melakukan kembali pengusiran massal orang-orang Palestina. Secara bulat pers Israel menuding bahwa operasi pembunuhan tersebut dilakukan oleh satuan komando angkatan laut Israel dan Mossad, serangan itu melibatkan tiga puluh orang. Pada 18 April, Daver melaporkan bahwa keputusan untuk membunuh Abu Jihad tersebut telah disetujui pada tingkat kabinet di saat sekretaris negara George Shultz Amerika Serikat berada di Jerusalem, dan dilaksanakan setelah memperoleh lampu hijau dari Amerika Serikat. Tajuk Davar membenarkan bahwa pembunuhan tersebut harus dikaitkan kepada menteri Shamir, Rabin dan Peres."198 Davar melaporkan bahwa perdana menteri Yitzhak Shamir "melompat kegirangan" karena mendengar berita tersebut dan mengirim telegram ucapan selamat kepada masing-masing pelaku pembunuhan. Shamir sendiri pernah melakukan berbagai pembunuhan semacam ini, terutama kepada mediator PBB Count Folke Bernadotte pada 17 September 1948. Operasi seperti ini, dengan seluruh akibatnya, tidak akan terjadi tanpa ada jaminan Amerika Serikat. Ini mengungkapkan watak sesungguhnya dari usulan perdamaian Shultz. Semua itu hanyalah kedok untuk persiapan menggilas kebangkitan rakyat Palestina dan sebuah perang baru.
119
Kematian tragis Abu Jihad secara khusus bersifat perintah dalam pemilihan waktunya. Mossad memiliki kemampuan untuk membunuh tokoh-tokoh besar, seperti Abu Jihad, di masa lalu. Pembunuhannya setara dengan pernyataan perang. Sekali lagi, ini menggaris-bawahi perlunya strategi baru pada pihak pemimpin Palestina revolusioner, yaitu strategi yang berdasarkan pada program politik yang diarahkan pada massa Palestina dan Yahudi dengan tujuan mengganti negara Zionis. Jalan ke Depan Massa Palestina sedang bergolak. Kehendak luar bisa untuk berjuang pada seluruh rakyat telah memperlihatkan bahwa tidak ada jalan mundur. Intifadah perlu memusatkan pada bentuk-bentuk penindasan tertentu dan menantangnya dengan menuntut pengembalian tanah, menanam tananam yang dilarang, menguras sumur dan melakukan pemogokan dengan tujuan menuntut tanpa syarat penarikan mundur Israel. Pemimpin Palestina revolusioner perlu membagi program dari dalam Jalur Hijau yang mengarah kepada orang-orang Muslim dan Kristen. Singkatnya, yang diperlukan adalah sebuah cetak biru pembentukan masyarakat postZionis yang mengilhami penghancuran ketidak-adilan kehidupan mereka oleh Zionis. Karena negara Zionis juga merupakan suatu jenis kekuasaan kelas kapitalis, dan perluasan dari kekuatan imperial Amerika Serikat di kawasan tersebut, maka perjuangan menentang Zionisme, secara pragmatis, menjadi suatu perjuangan bagi Palestina Sosialis dan, sebagaimana fajar mengikuti malam yang panjang, perjuangan bagi Arab Timur Sosialis - dari Mediteranian sampai ke Teluk. Sebuah PLO yang setia kepada janjinya untuk mewujudkan Palestina demokratis dan sekuler akan memasukkan dalam kepemimpinannya orangorang Yahudi anti-Zionis yang telah berjuang melawan negara pemukim kolonial tersebut. Dengan cara ini, massa Yahudi itu sendiri akan mampu melihat siapa yang benar-benar berbicara untuk mereka, dan siapa yang menawarkan jalan kepada mereka untuk keluar dari perang yang tiada berakhir, ketidakpastian dan keterpencilan. Seruan untuk membentuk Palestina demokratis dan sekuler adalah mendasar untuk mempersatukan kekuatan sosial yang mampu mencopot negara Zionis dan menggantinya dengan sebuah masyarakat humanistik yang dicurahkan untuk mengakhiri penindasan kelas dan penindsan nasional. Gerakan revolusioner Palestina hanya bisa maju dengan menempa strategi baru yang didasarkan atas penggabungan perjuangan nasional Palestina dengan perjuangan para pekerja dan petani di seluruh Timur Tengah untuk, pembebasan dari dominasi kapitalis maupun imperialis - menuju Timur Tengah sosialis. Tidak ada jalan pintas menuju pembebasan, sebagaimana penyiksaan selama seabad yang dialami bangsa Palestina. Jalan menuju kemenangan hanya akan
120
diperpendek jika para pemimpinnya mengetahui arahnya dan menapaki jalan tersebut dalam satu bahasa yang memasukkan rakyat, memobilisir mereka atas nama mereka sendiri, dan tanpa rasa takut mengungkapkan para pemimpin palsu yang membahayakan jalan tersebut. Jawaban bangsa Palestina terhadap rencana Zionis dan imperialis bisa ditemukan pada anak-anak yang melempar batu di Jabaliya, The Beach Camp, Balata dan Dheisheh. Sebab sebagaimana Jabotinsky dipaksa mereka untuk mengakuinya, ini adalah sebuah bangsa, bangsa yang hidup - bukan sampah, tetapi bangsa yang sadar yang bertempur dengan batu-batu dan ketapel melawan kekuatan militer terbesar keempat di dunia. Paling tidak, kita merasa berhutang kepada mereka atas kesetiaan pada perjuangan revolusionernya, yang tidak akan pernah sempurna sampai hal ini memanjang dari Mediteranian hingga ke teluk Persi, dari hulu Mesir sampai ke Efrat- dan, sebagaimana yang selalu diproklamirkan oleh para penindas Zionisnya, "di luarnya". Wilayah Israel Menurut Visi Theodore Herzl (1904) dan Rabbi Fischmann (1947)
121
Pada buku hariannya, volume II, halaman 711, Theodore Herzl, pendiri Zionisme, mengatakan bahwa negara Israel membentang dari "Hulu Mesir sampai ke Efrat". Rabbi Fischmann, menyatakan pada Komite Penyelidikan Khusus PBB, 9 Juli 1947: "Tanah itu membentang dari sungai Mesir sampai Efrat, meliputi Syria dan Lebanon." Catatan Kaki 1. Dan Fisher, Los Angeles Times, 20 Desember 1987. 2. Ibid. 3. John Kifner, New York Times, 22 Desember 1987. 4. San Francisco Examiner, 23 Desember 1987. 5. Penilaian tangan pertama untuk penulis dari kamp Dheisheh. 6. Dan Fisher, Los Angeles Times, 20 Desember 1987. 7. John Kifner, New York Times, 21 Desember 1987. 8. Dan Fisher, Los Angeles Times, 23 Desember 1987 . 9. Dan Fisher, Los Angeles Times, 20 Desember 1987 . 10. New York Times, 21 Januari 1988. 11. John Kifner, New York Times, 23 Januari 1988. 12. John Kifner, New York Times, 27 Januari 1988. 13. Ibid. 13a. Bassam Shaka'ah: Pembicaraan lewat telepon dengan penulis dari 5 Pebruari 1988 sampai 13 Maret 1988. 13b. John Kifner, New York Times, 15 April 1988. 13c. Newsweek, "A Soldier's Account", 8 Pebruari 1988. 13d. New York Times, 14 Pebruari 1988. 13e. John Kifner, New York Times, 21 Pebruari 1988. 13f. Los Angeles Times, 23 Maret 1988. 13g. Newsweek, 4 April 1988. 13h. New York Times, 1 April 1988. 13i. Newsweek, 28 Maret 1988. 13j. Ibid. 13k. Los Angeles Times, 29 Maret 1988. 13l. New York Times, 1 April 1988. 13m. The Wall Street Journal, 8 April 1988. 14. Walter Laqueur, History of Zionism (London 1972). 15. Joy Bond et. al., Our Roots Are Still Alive - The Story of The Palestina People, (New York: Institute for Independent Social Journalism, People Press, 1977), hal. 13. 16. Theodor Herzl, The Jewish State, (London 1896).
122
17. Hyman Lumer, Zionism: Its Role in World Politics, (New York: International Publisher, 1973). 18. Chaim Weizmann, Trial and Error: The Autobiography of Chaim Weizmann, (New York: Harpers, 1949), hal. 149. 19. John Norton Moore, ed., The Arab-Israeli Conflict, (Princeton, N.J.: The American Society of International Law, Princeton University Press, 1977), hal. 885. 20. Ibid. 21. Dikutip pada Harry N. Howard, The King Commission: An American Inquiry in the Middle East, (Beirut: 1963). 22. N. Krischner, "Zionism and the Union of South Africa: Fifty Years of Friendship and Understanding", Jewish Affairs, South Africa, Mei 1960. 23. Theodor Herzl, Diaries, Vol. II, hal. 793. 24. Theodor Herzl, The Jewish State: An Attempt at a Modern Solution of the Jewish Question, hal. 33. dikutip pada Uri Davis, Israel: An Apartheid State, (London: Zed Books, Ltd., 1987), hal. 4. 25. Ibid, hal. 28. 26. "For Love and Money", in Israel: Survey, Financial Mail, Johannesburg, South Africa, Mei II, 1984, hal. 41. 27. "The Iron Wall" - "O Zheleznoi Stene - Rassvet, 4 November 1923. 28. Lenni Brenner, The Iron Wall: Zionist Revisionism From Jabotinsky to Shamir, (London: Zed Books, Ltd., 1984), hal. 79. 29. London Sunday Times, 26 September 1982. 30. Jabotinsky "Letter on Autonomy", 1904. Dikutip pada Brenner, The Iron Wall, hal. 29. 31. Brenner, The Iron Wall, hal. 31. 32. Sami Hadawi, Bitter Harvest, (Delmar, N.Y.: The Caravan Books, 1979), hal. 43-44. 33. Ghassan Kanafani, "The 1936-1939 Revolt in Palestine", New York, Committee for a Democratic Palestine. 34. Ibid., hal. 96. 35. Ibid., hal. 39. 36. Ibid., hal. 31. 37. Ibid. 38. Hadawi, hal. 43-44. 39. Joseph Weitz, "Solution to the Refugee Problem", Davar, 29 September 1967. Dikutip pada Uri Davis and Norton Mezvinsky, eds., Documents from Israel, 19671973, hal. 21. 40. Davis, Israel: An Apartheid State, hal. 5. 41. Al-Hamishmar (koran Israel), 7 September 1976.
123
42. Dikutip oleh Fauzi el-Asmar dan Salih Baransi selama berbicara dengan penulis, Oktober 1983. 43. Sabri Jiryis, The Arabs in Israel, (New York: Monthly Review Press, 1976). 44. Gad Becker, Yediot Ahronot, 13 April 1983, dan The New York Times, 14 April 1983. 45. Ibid. 46. David Ben Gurion, Memoirs, Vol. III, hal. 467. 47. David Ben Gurion, dari pidato tahun 1937 yang dikutip dalam Memoirs-nya. 48. David Ben Gurion, Report to the World Council of Poale Zion (the forerunner of the Labor Party), Tel Aviv, 1983. Dikutip oleh Israel Shahak, Journal of Palestine Studies, musim semi 1981. 49. David Ben Gurion pada pidato tahun 1938. 50. Michael Bar Zohar, Ben Gurion: A Biography, (New York: Delacorte, 1978). 51. Ben Gurion, Juli 1948, sebagaimana dikutip oleh Bar Zohar. 52. Brenner, The Iron Wall, hal. 52. 53. Ibid, hal. 143. 54. Meir Pa’il, Yediod Aharanot, 4 April 1972. Dikutip oleh David Hirst, The Gun and the Olive Branch, (Great Britain: Faber & Faber Ltd., 1977), hal. 126-127. 55. Jacques de Reynier, A Jerusalem un Drapeau Flottait sur La Ligne de Feu, hal. 71-76. Dikutip oleh Hirst, hal. 127-128. 56. Davar, 9 Juni 1979. 57. Eldad, "On the Spirit That Was Revealed in the People", Deot, musim dingin 1968. Davis dan Mezvinsky, hal. 186-187. 58. Meir Ha Tzion, Diary, (Tel Aviv: Levin- Epstein Ltd., 1969). Dikutip pada Livia Rokach, Israel's Sacred Terrorism, (Belmont, Mass.: Association of Arab American University Graduates Inc. Press, 1980), hal. 66. 59. Rokach, hal. 16. 60. Ibid. 61. Dari catatan pengadilan: Judgments of the District Court: The Military Prosecutor vs. Malor Melinki et. al., Rokach, hal. 66. 62. Ha'aretz, 23 Mei 1980. 63. Analisa rinci dari proses ini bisa ditemukan pada tulisan Janet Abu Lughot "The Demographic Transformation of Palestine" dalam Ibrahim Abu Lughot ed., The Tansformation of Palestine, (Evaston, III.: Northwestern University Press, 1971), hal. 139-164. 64. Moshe Dayan, 19 Maret 1969, Ha'aretz, 4 April 1969, dan dikutip dalam Davis. 65. Davis dan Mezvinsky, hal. 47. 66. Jewish National Fund, Jewish Villages in Israel, hal. xxi. Dikutip dalam Lehn dan Davis, The Jewish National Fund. 67. Perkiraan PBB yang dibuat pada akhir 1950-an. Baruch Kimmerling, Zionism and Economy, hal. 100. Dikutip pada Davis, hal. 19. Dalam bukunya, Davis dan Kimmerling berkata tentang "118-120 miliar Pound Sterling". Penulis tidak bisa
124
menemukan laporan PBB yang asli, tetapi setelah melalui pengkajian sumbersumber lain, tampaknya Kimmerling (kemudian Davis) telah melakukan kesalahan tipografis. Jumlah tersebut seharusnya jutaan Pound Sterling - bukan miliaran. 68. Dan Peretz, Israel and the Palestinian Arabs, hal. 142., Davis, 20-21. Berlian-berlian Afrika Selatan dipotong dan digosok di Israel, dalam kerjasama yang menguntungkan, sebelum benda itu didistribusikan ke pasar dunia. 69. Walter Lehn, "The Jewish National Fund as an Instrument of Discrimination". Dikutip dalam Zionism and Racism, (London: International Organization for the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, 1977), hal. 80. 69a. Laporan Israel Lands Administration (Jerusalem 1962) mengatakan bahwa I.L.A menguasai lebih dari 92,6% dari seluruh tanah negara. Professor Universitas Hebrew, Uzzi Ornan menetapkan kawasan "yang menjadi prinsip penerapan Jewish National Fund" sekitar "95% dari wilayah Israel pra-1967", Ma'ariv, 30 Januari 1974. 69b. Walter Lehn dan Uri Davis, The Jewish National Fund, (London: Kegan Paul International Ltd., 1988), hal. 114. 69c. Ibid., hal. 115. 70. Sewa Beli J.N.F, pasal 23, dikutip pada Israel Shahak, ed. The Non-Jew in the Jewish State, (Jerusalem: 1975). 71. Ha'aretz, 13 Desember 1974. 72. Ma'ariv, 3 Juli 1975. 73. Raphael Patai, ed., The Complete Diaries of Theodor Herzl, (New York: 1960), hal. 88. 74. Israel Shahak, "A Message to the Human Rights Movement in America Israel Today: The Other Apartheid", Again The Current, Januari-Pebruari 1986. 75. Ibid. 76. Marvin Lowenthal, ed., The Diaries of Theodor Herzl, hal. 6. Dikutip pada Lenni Brenner, Zionism in the Age of the Dictators, (Westport, Conn.: Lawrence Hill, 1983), hal. 6. 77. Dari "Our Shomer `Weltanschauung'”, Hashomer Hatzair, Desember 1936. Pada asalnya diterbitkan pada 1917, Brenner, Zionism, hal. 22. 78. Brenner, The Iron Wall. 79. Ibid., hal. 14. 80. Ibid. 81. Brenner, Zionism. 82. Ibid, hal. 85. 83. Ibid, hal. 99. 84. Ibid, hal. 149. 85. Ibid. 86. Rabbi Solomon Schonfeld, ketua Rabbi Inggris selama perang dunia kedua. Faris Yahya, Zionist Relations with Nazi Germany, (Beirut, Lebanon: Palestine Research Center, Januari 1978), hal. 53.
125
87. Laporan Chaim Weizmann pada Kongres Zionis tahun 1937 tentang kesaksiannya di depan komisi Peel di London, Juli 1937. Dikutip dalam Yahya, hal. 55. 88. Yitzhak Gruenbaum adalah ketua Jewish Agency's Rescue Committee (Komisi Penyelamatan Perwakilan Yahudi). Disarikan dari pidato yang dibuat pada 1943. Ibid, hal. 56. 89. Ibid, hal. 53. 90. Ibid, hal. 59-60. 91. Ibid, hal. 58. 92. Keputusan diberikan pada 22 Juni 1955, Aturan-aturan Pokok Kasus Kriminal 124/53 di Pengadilan Distrik, Jerusalem. Ibid, hal. 58. 93. Ibid, hal. 59. 94. Ben Hecht, Perfidy, (New York: 1961), hal. 58-59. Ibid, hal. 60. 95. "Proposal of the National Military Organization - Irgun Zvai Leumi Concerning the Solution of the Jewish Question in Europe and the Participation of the N.M.O in the War on the side of Germany". Naskah asli ditemukan pada David Yisraeli, The Palestine Problem in German Politics, 1889-1945, (Ramat Fan, Israel: Bar Ilan University, 1974), hal. 315-317; Brenner, Zionism, hal. 267. 96. Brenner, The Iron Wall, hal. 107. 97. Lidice adalah sebuah desa Cekoslowakia yang diratakan dengan tanah oleh SS. Desa ini menjadi simbol kebrutalan Nazi dan dipilih sebagai bukti kejahatan perang selama persidangan Nuremberg. 98. Rokach, hal. 5. 99. Ibid. 100. Ibid, hal. 4. 101. Ibid, hal. 6. 102. Ibid, hal. 14. 103. Ibid, hal. 18. 104. Ibid, hal. 19. 105. Ibid, hal. 29. 106. Ibid. 107. Ibid, hal. 30. 108. Ibid, hal. 55. 109. Ibid, hal. 45. 110. Ibid, hal. 50. 111. Herzl, Diaries, Vol. II, 1904, hal. 711. 112. Israel Shahak, The Zionist Plan for Middle East, (Belmont, Mass.: A.A.U.G., 1982). 113. Jonathan Randal, Going All The Way, (New York: Viking, 1983), hal. 188. 114. Surat untuk perdana menteri Moshe Sharett, 27 Pebruari 1954. Rokach, hal. 25. 115. Randal. 116. Ibid, hal. 247.
126
117. Pekerja Sosial Norwegia, Heller Moller, dikutip dalam Ralph Schoenman dan Mya Shone, "Toward A Final Solution in the Lebanon?", New Society, 19 Agustus 1982. 118. Randal. 119. Dikutip pada selebaran yang disebarkan di Sidon oleh Major Saqr, Pebruari 1983. 120. Time Magazine, 4 Oktober 1982. 121. New York Times, 1 Oktober 1982. 122. Jerusalem Post, 23 Juli 1982. 123. Jerusalem Post, Oktober 1983. 124. Randal, hal. 17. 125. Ibid. 126. Ibid. 127. Dan Fisher, Los Angeles Times, 11 November 1987. 128. Lea Tsemel, "Prison Conditions in Israel - An Overview", 16 November 1982, hal. 1. Termasuk Ralph Schoenman dan Mya Shone, Prisoners of Israel: The Treatment of Palestinian Prisoners in Three Jurisdictions, (Princeton, N.J.: Veritas Press, 1984). 129. National Lawyers Guild, Treatment of Palestinians in Israeli-Occupied West Bank and Gaza, (New York: 1978), hal. 89. 130. London Sunday Times, 19 Juni 1977. 131. Mohammed Na'amneh, wawancara dengan penulis, Jerusalem Timur, 2 Pebruari 1983. 132. London Sunday Times, 19 Juni 1977, hal. 18. 133. Arie Bober, ed., The Other Israel: The Radical Case Against Zionism, (New York: Anchor Book, 1972), hal. 134. 134. Sabri Jiryis, The Arabs in Israel, (New York: Monthly Review Press, 1976), hal. 12. 135. London Sunday Times, 19 Juni 1977. 136. Ibid, hal. 18. 137. Ibid. (juga kutipan untuk studi kasus di atas). 138. Ibid. Untuk catatan pribadi Rasmiya Odeh, juga lihat Soraya Antonius, "Prisoners for Palestine: A List of Women Political Prisoners", Journal of Palestine Studies. 139. Lea Tsemel, "Political Prisoners in Israel - An Overview", Jerusalem, 16 November 1982. Lea Tsemel dan Walid Fahoum, "Nafha is a Political Prison", 13 Mei 1980, dan serangkaian laporan (Mei 1982-Pebruari 1983). Felicia Langer, With My Own Eyes, (London: Ithaca Press, 1975). Felicia Langer, These are My Brothers, (London: Ithaca Press, 1979). Jamil Ala' al-Din dan Melli Lerman, Prisoners and Prisons in Israel, (London: Ithaca Press 1978). Walid Fahoum, dua buku tentang sejarah kasus, tersedia dalam bahasa Arab. Raja Shehadeh, Occupier's Law: Israel and the West Bank, (Washington D.C.: Institute for Palestine Studies, 1985). National Lawyer Guild 1977 Middle East Delegation, Treatment of Palestinians in Israeli-Occupied West Bank and Gaza, (New York: 1978). Amnesty
127
International, "Report", 21 Oktober 1986. Ralph Schoenman and Mya Shone, Prisoners of Israel: The Treatment of Palestinian Prisoners in Three Jurisdictions, (Princeton, N.J.: Veritas Press, 1984) (Dipersiapkan dalam bentuk singkat untuk konferensi Internasional PBB tentang persoalan Palestina). 140. National Lawyer Guild, hal. 103. 141. Studi kasus: Ghasan Harb, Ramallah. London Sunday Times, hal. 19. 142. Studi kasus: Nader Afouri, Nablus. Schoenman dan Shone, hal. 22-26. 143. Studi kasus: Dr. Azmi Shuaiby, El Bireh. Schoenman dan Shone, hal. 30-32. 144. Studi kasus: Mohammed Manasrah, Bethlehem. Schoenman dan Shone, hal. 33-36. 145. Al-Fajr Jerusalem Palestinian Weekly, 14 Maret 1984. 146. Al-Fajr Jerusalem Palestinian Weekly, 10 Januari 1988. 147. London Sunday Times, hal. 18. 148. Ibid. 149. Ibid. 150. Komisi Anti Diskriminasi Arab Amerika, The Bitter Year: Arab Under Israeli Occupation in 1982, (Washington, D.C.: 1983), hal. 211. 151. Al-Fajr Jerusalem Palestinian Weekly. 152. Jamil Ala' al-Din dan Melli Lerman, hal. 3. 153. Studi kasus: The Kutler Report. Ibid, hal. 34-45. 154. Lea Tsemel dan Walid Fahoum, "Report on Nafha Prison", Mei 1982Pebruari 1983. Dikutip dalam Shoenman dan Shone, hal. 47-54. 155. Jamil Ala' al-Din dan Melli Lerman, hal. 26. 156. David Ben Gurion, "Divray ha Knesset", Parliamentary Record #36, hal. 217. Dikutip dalam Bober, hal. 138. 157. Israel Shahak, Trans. & ed., The Zionist Plan For the Middle East, (Belmont, Mass.: A.A.U.G., 1982) 158. Ibid, hal. 5 159. Ibid. 160. Ibid, hal. 9. 161. Ibid. 162. Ibid, hal. 5. 163. Ibid, hal. 4. 164. Ibid, hal. 5. 165. Ibid, hal. 9. 166. Ibid. 167. Ibid, hal. 4. 168. Ibid. 169. Ibid, hal. 9. 170. Ibid, hal. 5. 171. Ibid, hal. 4. 172. Ibid, hal. 8.
128
173. Ibid. 174. Ibid. 175. Ibid, hal. 4. 176. Ibid, hal. 4 & 9. 177. Ibid, hal. 5. 178. Ibid, hal. 10. 179. Ibid. 180. Ibid, hal. 10-11. 181. Ibid, hal. 9-10. 182. Ibid, hal. 10. 182a. Sunday London Times, 25 Juni 1969. 183. Israeli Mirror, London. 184. Yosi Berlin, Meichuro Shel Ichud, 1985, hal. 14. 185. Shahak, The Zionis Plan. 185a. The New York Times, 23 Maret 1988. 185b. The Washington Post, 7 Pebruari 1988. 185c. Ibid. 185d. Ibid. 185e. Ibid. 185f. The New York Times, 23 Maret 1988. 185g. The Los Angeles Post, 25 Maret 1988. 185h. Ibid. 186. Untuk pembahasan menyeluruh tentang hubungan keuangan Amerika dan Israel pada Mohammed El-Khawas dan Samir Abed Rabbo, American Aid to Israel: Nature & Impact, (Brattleboro, Vt.: Amana Books, 1984). 187. Dikutip dalam Alan Hart, Arafat: Terrorist or Peacemaker, (Sidgwick and Jackson, revised edition), hal. 275. 188. Dikutip dalam Document of the Palestinian Resistance Movement, (New York: Merit Pamphlet, Pathfinder Press, 1971). Statemen utuh dari Fatah juga dicetak pada 16 Oktober 1970, dimuat pada surat kabar Militant. 189. Hart, hal. 279. 190. Ibid, hal 277. 191. Ibid, hal. 278. 192. Ibid, hal. 379. 193. Ibid, hal. 379. 194. Ibid, hal. 379. 195. Ibid, hal. 379. 196. Ibid, hal. 379. 197. Naseer H. Aruri, "The Oriental Jews of Israel", Zionism and Racism, hal. 113. 198. New York Times, 18 April 1988.
129
BACAAN ANJURAN Bober, Arie, ed., The Other Israel: The Radical Case Against Zionism, Garden City, N.Y., Anchor Books, 1972. Brenner, Lenni, The Iron Wall. Zionist Revisionism from Jabotinsky to Shamir, London, Zed Books, 1984. Brenner, Lenni, Zionism in the Age of the Dictators, Westport, Conn., Lawrence Hill, 1983. Davis, Uri, Israel - An Apartheid State, London, Zed Books, Ltd., 1987. El-Asmar, Fouzi, Khadr, Naim and Davis, Uri, Towards a Socialist Republic of Palestine, London, Ithaca Press, 1978. El Asmar, Fouzi, To Be an Arab in Israel, 2nd ed., Beirut, The Institute for Palestine Studies, 1978. El-Khawas, Mohammed and Abed-Rabbo, Samir, American Aid to Israel: Nature and Impact, Brattleboro, Vt., Amana Books, 1984. Hadawi, Sami, Bitter Harvest, 4th ed., Delmar, N.Y., The Caravan Press, 1979. International Organization for the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, ed., Zionism and Racism, London, 1977. Jiryis, Sabri, The Arabs in Israel, New York, Monthly Review Press, 1976. Kanafani, Ghassan, The 1936-1939 Revolt in Palestine, New York, Committee for Democratic Palestine. Lehn, Walter with Davis, Uri, The Jewish National Fund, London, Kegan Paul International, 1988. Palumbo, Michael, The Palestinian Catastrophe: The 1948 Expulsion of a People from their Homeland, London, Faber and Faber, 1987. Rodinson, Maxim, Israel, A Colonial-Settler State?, New York, Monad Press, 1973. Rokach, Livia, Israel's Sacred Terrorism, 2nd ed., Belmont, Mass., Association of Arab-American University Graduates Inc. Press, 1982. Ryan, Sheila, and Hallaj, Muhammad, Palestine Is But Not In Jordan, Belmont, Mass.: AAUG Inc. Press, 1983. Schoenman, Ralph and Shone, Mya, Prisoners of Israel: The Treatments of Palestinian Prisoners in Three Jurisdictions, Princeton, N.J., Veritas Press, 1984. Schoenman, Ralph and Shone, Mya, "Towards a Final Solution in the Lebanon", London, New Society, August 19, 1982. Shahak, Israel, Israel's Global Role: Weapons for Repression, Belmont, Mass., AAUG Inc. Press, 1982. Shahak, Israel, trans. & ed., The Zionist Plan for the Middle East, Belmont, Mass., AAUG Inc. Press, 1982.
130
Shehadeh, Raja, Occupier's Law: Israel and the West Bank, Washington, D.C., Institute for Palestine Studies, 1985. Weinstock, Nathan, Zionism: False Messiah, London, Ink Links, 1979. Yahya, Faris, Zionist Relation with Nazi Germany, Beirut, Palestine Research Center, 1978. Zayid, Ismail, Zionism: The Myth and the Reality, Indianapolis, American Trust Publications, 1980.
*** Majalah Al-Fajr Jerusalem Palestinian Weekly, 2025 "I" Street N.W., Washington, D.C. 20006 Israeli Mirror, 21 Collingham Rd., London SW5 ONU, U.K. Journal of Palestine Studies, P.O. Box 19449, Washington D.C. 20036 Palestine Perspectives, 9522A Lee Haighway, Fairfax, VA 22031 The Shahak Newsletter (terjemahan dari pers Israel disertai komentar), Israel Shahak, 2 Bartenura St., Jerusalem, Israel Socialist Action, 3435 Army St. #308, San Francisco, CA 94110
131
APENDIKS Berikut ini adalah naskah cetakan ulang dari pernyataan yang pertama kali muncul pada 13 Maret 1988, diterbitkan oleh The New York Times. Iklan tersebut dipasang oleh Campaign to End all Aid to Israel / For a Democratic Secular Palestine (Kampanye untuk Mengakhiri Seluruh Bantuan ke Israel / Untuk Palestina Sekuler Demokratis). Direktur pelaksana kampanye tersebut adalah Ralph Schoenman, dengan kordinatornya Mya Shone. Para penandatangan yang memiliki organisasi dan gelar dicatat semata-mata untuk tujuan identifikasi. Waktunya Telah Tiba: Akhiri Semua Bantuan ke Apartheid Israel Kita tidak bisa tinggal diam ketika menyaksikan anak-anak muda, orang tua, wanita dan anak-anak di bawah umur setiap hari dibunuh dengan darah dingin - ditembak pada sasaran bidik, dipukuli secara biadab sampai mati dengan pentungan-pentungan berat. Kepala, tangan dan pinggang mereka remuk dan hancur. Kita tidak bisa membiarkan sebuah negara biadab meracuni penduduk dengan gas beracun dan mengubur hidup-hidup anak-anak muda. Kita tidak akan pernah menerima setiap bangsa yang menolak demokrasi dan hak-hak asasi manusia yang kita perjuangkan. Kita dijadikan sasaran bagi pendudukan brutal, penghinaan sehari-hari, kekuasaan militer, pemenjaraan massal dan penyiksaan yang dilembagakan. Kita juga tidak akan bangkit dalam revolusi. Pemberontakan bangsa Palestina telah lama hadir. Dua puluh tahun pendudukan hanyalah satu dimensi dari tragedi mereka. Mereka diusir dari rumah, desa dan tanah asalnya melalui pembantaian massal, dicampakkan ke kamp-kamp yang mengenaskan, dibuang ke tempat diaspora yang jauh untuk kembali dijagal, dibom dan disiksa tanpa henti. Tirani yang melanda Tepi Barat dan Gaza hanyalah kelanjutan kecil tentang bagaimana seluruh Palestina dijajah. Antara masa pembagian Palestina pada 1947 dan pembentukan Israel, milisi Zionis telah merampas 75% tanah dan mengusir 800.000 orang Palestina melalui serangkaian pembantaian. Ketika negara Israel diproklamirkan, terdapat 475 kota besar, kota kecil dan desa-desa Palestina. Dari semua ini, 385 diratakan dengan tanah - lenyap dari peta. 90 tempat yang masih tersisa, tanahnya dicabut dan dirampas tanpa kompensasi. Saat ini, Jewish National Fund (Dana Nasional Yahudi) menguasai 93% tanah Israel. Untuk tinggal, menyewa, kerja atau bagi hasil di atas tanah ini, seseorang harus membuktikan empat generasi sebagai keturunan Yahudi dari garis ibu.
132
Jika, di suatu negeri, orang harus membuktikan bahwa mereka tidak memiliki generasi keturunan Yahudi dari pihak ibu dalam rangka untuk memperoleh hak-hak asasi, maka tidak akan salah mengatakan bahwa negara itu memiliki sifat rasis yang sangat sempurna. Israel adalah sebuah negara Apartheid, yang didasarkan atas perampasan dan dibenarkan atas dasar eksklusifitas. Hak mengalir dari identitas etnis dan keagamaan. Bagaimana Mengakhirinya? Terdapat lebih dari lima juta pemukim Eropa di Afrika Selatan. Populasi asli Afrika dan keturunan Inggris telah hidup di Afrika Selatan selama berbagai generasi. Tetapi, segelintir orang, tanpa menyebut mereka yang menamakan dirinya sebagai para pendukung penentuan nasib sendiri bagi orang-orang kulit hitam di Afrika Selatan, mengusulkan dua negara - sebuah negara kulit putih Eropa yang keamanannya terjamin karena memagari dirinya dengan sebuah negara Afrika yang tunduk dan bebas militer. Sebuah Bantustan yang tergantung sejajar dengan sebuah negara Apartheid adalah sebuah olok-olok terhadap penentuan nasib sendiri - baik di Afrika Selatan, Rhodesia dan Algeria Kolonial - maupun Apartheid Israel. Di Israel, sama seperti di Afrika Selatan, keadilan minimum menuntut pencopotan negara Apartheid tersebut dan menggantinya dengan sebuah Palestina Sekuler Demokratis, di mana orang-orang Yahudi dan Arab, Kristen dan Muslim, hidup bersama dengan hak dan peluang yang sama. Apartheid Israel tidak akan bisa eksis tanpa dukungan Amerika Serikat. Sejak 1948, $ 92 Miliar uang pajak Amerika Serikat - hanya untuk tahun 1987 saja mendapat bantuan $ 6 miliar - telah mendanai Israel, sebuah negara yang dibangun di atas pengusiran, perampasan dan penaklukan. Bangsa Amerika Serikat tidak memiliki kepentingan dalam membantu kekuatan militer terbesar keempat dunia tersebut atau penyiksaan terhadap bangsa Palestina. Oleh karena itu akhiri seluruh bantuan sekarang juga. Jawaban kepada empat dekade tirani biadab tersebut ada pada anak-anak yang melemparkan batu-batu di Jabaliya, The Beach Camp, Balota, dan Dheisheh. Hal ini bergema pada diri orang-orang Yahudi Israel yang menentang penindasan atas orang lain. Mereka memiliki perjuangan, dengan ketapel di tangan, seperti Dawud melawan Jalut. Mereka memiliki impian untuk hidup tanpa penindasan. Mereka mimiliki visi tentang sebuah negeri yang terbebas dari dominasi rasis. Pada akhirnya, orang-orang Yahudi dan Palestina akan bebas dari diskriminasi dan kelaliman, akan menempa perdamaian abadi hanya dalam sebuah masyarakat demokratis dan sekuler di mana hak-hak dasar diberikan kepada semua orang.
133
Ulurkan tangan anda kepada bangsa Palestina yang heroik. Dukunglah kampanye untuk mengakhiri seluruh bantuan kepada Apartheid Israel. Bergabunglah dengan seruan internasional bagi sebuah Palestina Demokratis dan Sekuler. Para Penandatangan Amerika Serikat Samir Abed-Rabbo, penerbit Amana Press; Philip Agee; Bashar Al-Asadi; Rashid Al-Banna; Dr. Ali Alboosi; Robert Allen, penulis; Prof. Abbas Alnasrawi, Vermont Univ.; Prof. Stanley Anderson, U.C.S.B; Prof. Miquel Angel, Laney College; Dr. Philip Antypas; Joe W. Aossey; Prof. Halem Baraket, Georgetown Univ.; George Barghouht, Arab America Association; Prof. Sam Beck, Wakil Dekan New School for Soc. Res.; Prof. Martin Bendersky, Rider College; Mary Benns, Cochair, Gtr. Balt Rainbow Coal.; Rabbi Elmer Berger; Ronald Bleier, Educ. for Soc. Responsib.; Prof. Carl Boggs, U.S.C.; Kamal J. Boullata, artis; Kay Boyle; Elombe Brath, ketua Patrice Lumumba Coal.; Lenni Brenner, penulis; Kye Briesath; Bob Brown, Balt. Ctte. in Solid. with the Palestinian People; Elaine Brown; Alexander Buchman; Cynthia Burke, Pres. Transp. Communic. Union, 1310, Minn.; Rena Cacoullos, Young Socialist Alliance; David W. Campbell, Chevron Unit Chair, O.C.A.W. 1-547; Nick Mary Chamelly, Palestine Solid. Ctte., Chi.; Lynn Chandler, penulis lagu; Carole Courey; Michael Cowan, Exec. Dir., Natl. Lawyers Guild; Tom Culotta, Pres. Commty. Survival Ctr.; Prof. Shawkat J. Dallal, Utica College; Prof. Dr. Mike Davis, U.C.L.A.; Rev. Robert N. Navis, Grace Episcopal Church, Utica; Prof. William Doyle, L.A. Southwest College; Gerald Dunbar, atty.; Prof. Clifford DuRand, Morgan State Univ.; Prof. John Edmond, M.I.T.; Fouzi El-Asmar, penulis; Prof. Hasan El-Nouty, U.C.L.A.; Lawrence Ferlinghetti; Prof. Robert A. Fernia, Univ. of Texas; Carl Finamore; James Marston Fitch, Prof. Emer., Columbia Univ.; Prof. Carolyn Fleuhr Lobban, R.I. College; Donald Freed, dramawan; Prof. Nancy Gallagher, U.C.S.B.; Prof. Mario T. Garcia, ketua Chicano Studies Dept., U.C.S.B.; Kathleen Geathers, coord., N.E. Ohio Anti-Apartheid Ctte.: Jack Geiger, CUNNY Physicians for Human Rights; John George, supervisor, Alameda Cnty., Calif.; Suhair Ghanim; Janet Gibson, Alameda Peace Educ. Net.; Earl Gilman, Net. of. Solid. with Chile; Jim Guyette, mantan Pres., Local P-9, Austin, Minn.; Jerry Hall, Pres. SEIU 535, L.A.; Dr. Muhammad Hallaj, ed., Palestine Perspectives; Nathan Hare, ahli jiwa; Prof. Bryce Harris, Occidental College; James Houghton, Dir., Harlem Fight Back; Brian Heron, Celtic Art Ctr.; Dr. Will L. Herzfeld, pastur, Bethlehem Luteran Church; Carrie Hewitt, Exec. Bd., AFSCME 3357; Richard Hill, C. Ctte.; Prof. Patricia Hills, sejarawan; Rod Holt; Prof. Ruth Hubbard, Harvard Univ.; Clyde Johnson, Press., Black Employees Assn., L.A.; Dr. Hymon T. Johnson, U.C.S.B.; Prof. Theophile Karam, Cypress College; Mujid Kazimi, Dir., Fin. aid, M.I.T.; Fathi Khalil, atty.; Prof. Baheej Khleif, Worcester State College; Morris Kight, pengamat gay dan lesbian; Janet Koenig, artis; Tamara Kohns; Ron Kovic, aktifis perdamaian; Seymour Kramer, Steward, U.T.U. 1741; William M. Kuntsler, atty.; Felix Kurry, instruktur S.F. State Univ.; Catherine R. Kusic
134
Koppel, coord., Nicaragua Info. ctr., Calif.; Prof. Robert M. Laffey, R.I. College; Edwin L. Laing, atty.; Mark Lane, atty; P.J. Laska, penyair; Hanna Lessinger, jurnalis The Guardian; Bill Leumer, Pres., I.A.M. 565; Briddie Letzer, aktifis Irish; Dr. Alfred M. Lilienthal, pengarang; Prof. Sheldon B. Liss, U. of Akron; Prof. Richard Lobban, R.I. College; Prof. Froben Lozada, Merrit College; Chokwe Lumumba, Natl. Conf. of Black Lawyers; Gretchen Mackler, State Council, Calif. Teacher Assn.; Jeff Mackler; Victor Marchetti, ed., New American Perspectives; Bill May, atty.; Prof. Dr. Jesse McDade, Morgan State Univ.; Ralph McGehee, pengarang "Deadly Deceits"; Ann E. Menasche, atty.; Jessica Mitford; Abbas Mohammed, Palestine Solid. Ctte.; Dr. William Monsour; Lucetta Mowry, Prof. Emer., Wellesley College; Prof. Carlos Munoz, Jr., U.C. Berkeley; Prof. Kamal Naffa, Fullerton College; Muhammad Najab; Ken Nash; Rev.Howard Nash, St. John’s United Methodist Church; Kweilin Nassar, Steering Ctte., Gtr. Pitts A.D.C.; Prof. J.B. Neilands, U.C. Berkeley; Pat Norman, Co-Chair, 1987 March on Washington for Lesbian & Gay Rights; George Novack, pengarang; Ricard Ochs, Balt. Emer. Response Net.; Earl Ofari, Black author; Prof. Ricard Ohmann, Wesleyan Univ.; Prof. Bertell Ollman, N.Y.U.; Walter Oszkowski, Palestinian Cultural Club, U.S.C.; Prof. Prof. Kostis Papadontanakis, Essex Cmmty. College; Prof. Michael Parenti, political scientist; Dr. Linus Pauling, Nobel laureate-Chemistry, peace; Prof. Fred Pfeil, Wesleyan Univ.; Prof. Gerard Pigeon, Chair, Black Studies Dept., U.C.S.B.; Christopher E. Platten, atty.; Daniel Plattner, Johns Hopkins Univ. Coal. for a Free S. Africa; Marilyn Plumlee; Leonard Potash, Rep., AFSCME Council 57, L.A.; Martha Quinn, Chair, Evanston Ctte. on C. Amer.; Prof. Peter Rachleff, Macalester College; William Randolph, All African Peoples Rev. Party; Richard O. Recknagel, Prof. Emer., Case Western Reserve Univ.; Prof. Roddey Reid, Middlebury College; Richard Reilly, MidWest Reg. Coord., Palestine Solid. Ctte.; Wilson Riles, Jr., Oakland City Council; Prof. Ann Robertson, S.F. State Univ.; Prof. Stewart Robinson, Cleve. State Univ.; Tony Rodriguez, atty., Palestine 8; Walter Rosenblum, Prof. Emer., Brooklyn College; Trudy Rudnick, Sec., AFT 3882; John Russo, Dir., Labor Studies, Youngstown State Univ.; Tony Russo, Pentagon Papers Defendant; The Very Rev. Hanna S. Sakkab, Arch. Priest, Orthodox Church, Syracuse; Prof. Najib Saliba, Worcester State College; Ann Salmeron, member, Boston CASA; George Saunders, translator; Ralph Shoenman, Exec. Dir., Campaign to End All Aid to Israel; Theodore Schoenman, author; Fridtjof Schroder, Prof. Emer., CCNY; Stephen Schumacher, Dir., Ctr. for Peace Ed., Cinn.; Prof. James Scully, U. of Conn.; Amin Shafie, U. of Cinn.; Muhjah Shakir; Bassam Shalhoub; Prof. Steven Shaviro, U. of Wash.; Rolland Sheppard, Delegate, S.F. Labor Council; Mya Shone; Mustafa Siam, Chair, United American-Arab Congress; Paul N. Siegel, Prof. Emer., L.i.U.; Art Slater, issues Chair, Rainbow Coal., Cinn.; Loretta Smith, filmmaker; Prof. Neil Smith, Rutgers Univ.; Rev. Donald L. Smith, Synod of Sthrn. Calif. & Hawaii; Jan Snipper, East Bay CLUW; Martha Stephens, ed., Cinn. Review of Politics & Art; Prof. Jim Syfers, S.F. State Univ.; Harryet Tara, journalist; Rutthy Taubb, songwriter; Lynn Taylor, Exec. Bd., AFSCME 1930; Mary Jane Tacker, Dir., Christ. Educ., United Methodist Church, San Jose; Prof. Carol Thompson, U.S.C.; Daniel Thompson, penyair; John Trinkl, The Guardian; kwame Toure, Formerly Stokely Carmichael; Valerie Van Isler; Rev. David Van Strien, Chair, Unitarian Universalists for Justice in the Mid. East, Peterboro, N.H.; Gore
135
Vidal; Kurt Vonnegut; David Wald; Alice Walker, penulis, penyair; Sister Miriam Ward, Trinity College, Vt.; Roger Wareham, lecturer, Ctr. for Law & Soc. Justice, CUNNY; James Mac Warren, Socialist Workers Party; Prof. Gloria Watkins, Yale Univ.; Nat Weinstein, Natl. Sec. Socialist Action; Suzi Weissman, KPFK, L.A.; Prof. Kevin Whitfield, U. of Mass.; Ron Wilkins, Unity in Action; Prof. Gretchen Willging, Essex Cmmty. College; John T. Williams, former Pres., Teamsters 208, L.A.; Robert E. William, Monroe Civil Rights Defendant; Louis Wolf; Dr. Tony Wolf, Rev., Presbyterian Church, Irvine, Calif.; Claudia Wright, jurnalis; Dr. Munir Zaitoon; Raouf Zarrouk, sejarawan; Faith Zeady, Pres., Arab-American Univ. Graduates; John J. Zogby, American for Mid. East Peace. Penanda Tangan dari Berbagai Negara ALGERIA: Brajin Boukhaj, MDA; BELGIA: Prof. J. Gadisseur, U. of Liege; Julien Gallemi, Pres., F.N. Hertal Labor Fed.; Paul Gruselin, Ed., La Walonie; Prof. Jamoulle, ULG Liege; Prof. Y. Lion, U. of Liege; P. Longe, Res. Dir., FNRS; Jean Claude Reanda, jurnalis, RPTB; Jacques Yerna, sekjen FGTB, Liege-HuiyWaremme; BRAZIL: Regis De Castro Andrade, Dir. of Res., Ctr. for Contemporary Cultural Studies; Raymundo Faoro, sejarawan; Florestan Fernandez, Natl. Deputy; Prof. Paolo Freire, penulis "Pedagogy of the Oppressed"; Dr. Anna Volochko, Dir. Commty. Med., Sao Paolo; Prof. Frasisco Weffort, Sao Paolo Univ.; CANADA: Father Shafiq Farah; Najib Farah, Info. Dir., Palestinian Assn; Mohammed Ghieh, V .P., Quebec Palestine Assn.; Prof. James A. Graff, U. of Toronto; Pres., Near East Cult. & Educ. Fdtn. of Canada; Bohdan Krawchenko, Dir., Can. Inst. Of Ukranian Stud., U. of Alberta; Prof. Pierre Lacasse, Pres. Quebec Palestine Assn.; Barry Weisleder, Pres., Ontario Pub. Ser. Employees Union 595; PERANCIS: Jean Pierre Barrois, ahli bahasa; Maitre Delphine Bouit, atty; Pierre Nroue, Dir., Leon Trotsky Instit.; Maitre Capelle-Hallier, atty; Maitre Gilbert Collard, atty.; Prof. Francois Guerin; George Grandin, Dir., Geology Ctr., Ecole des Mines; Prof. Paul Milliez, Hon. Dean, Broussais Med. School; Richard Nijoule, ahli matematika; Maitre Perralta-Lequerre, atty; Maurice Majfus, jurnalis; Maitre Helene RubinsteinCarrera, atty.; Daniel Seldjouk, jurnalis; Michael Vale, penerjemah; YUNANI: Costas Bakirdis, sekjen Fed. of Indust. Workers, CGT; Franceskos Faturos, sekjen Athens Labor Council; Mikhalis Karalambidis, Central Ctte., PASOK; Vangelis Konstaninou, V.P., Fed. of Indust. Workers, CGT; Dionisis Mouzakis, V.P, Elect. Workers Fed.; Georgus Zerbas, sekjen Salonica Labor Council; INGGRIS: Jim Boumelha, Exec. Ctte., Natl. Union of Journalist; Ken Cameron, sekjen Natl. Firebrigade Union; Tamara Deutscher; Jake Eccleston, sekjen Dep. Natl. Union of Journalist; Dr. Donald A. Filtzer, Sr. Res. Fellow, U. of Birmingham; Baruch Hirson, sejarawan; Quintin Hoare, pengarang; Veronica Marris, Namibia Support Ctte.; Nadim Shehadi, Oxford Univ.; Hillel Ticktin, Ed., Critique; dosen U. of Glosgow; Ros Young, Namibia Support Ctte.; IRLANDIA UTARA: Gerry Adams, M.P., Pres., Sinn Fein; Bernadette Devlin McAliskey; ISRAEL: Merav Devir, Ctte. for Freedom of Expression of Palestinians and Israelis; Abraham Heilbronn, psikolog; Akiva Orr, pengarang; Osnat Ron, "Return"; Simon Tzabar, dramawan; World Org. of Jews from Islamic Countries (bukan WOJAC); A.H. Yahooram, sekjen
136
World Org. of Jews from Islamic Countries; MEXICO: Adolfo Gilly, pengarang; NORWEGIA: Dr. Steinar Berge; Grette Klotrupp Larsen; Dr. Troy Rusli, Prof. Red Cross Hospital, Oslo; PERU: Senator Ronaldo Brena Pantoja; Prof. Humberto Campodonico Sanchez, U. of San Marcos; Senator Javier Diez-Cansesco; Senator Genaro Ledesma, Pres., FOCEP; Senator Andres Luna Vargas; Moises Palomino, Pres., Natl. Miners and Metalworkers Fed.; Enrique Rodriguez, sekjen Natl. Teachers Fed.; Juan Rojas Vargas, sekjen Peruvian Peasants Fed.; Carlos Salazar Pasache, Intl. Rel. Peruvian Educ. Workers Union; Yeude Simon, Natl. Deputy, Co-Pres., ANP; Leonor Zamora, Workers Party; SPANYOL: Juan Francisco Anton Rodriguez, Pre. Assn. of Young Doctors, Alicante; Frances Casares, Deputy, Catalonian Parliament; Faustino Cordon, ahli biologi; Juan Jose Diaz Sanchez, CNT, Valencia; Justo Fernandez, sekjen Bank Workers Fed., UGT; Regina Fuente, Pres., Assn. of Young Lawyers, Valencia; Julia Garcia, Exec. Bd., Madrid Neighbor. Assn.; Marianne Hermitte, produser film; Gregorio Lopez Raymundo, ex-Pres., P.S.U.C.; Francisco Manuel, atty; Pere Mayor, Deputy, Valencia; Blas Ortega, Pres., Assn. of Young Doctors, Valencia; Jose Antonio Pallin, Pres., Natl. Human Rights Assn.; Ionis Penaroja Gonzales, Pres., Assn. of Young Doctors, Castellon; Prof. Vicent Pitarch, Exec. Bd., Unitat del Poblr, Valencia; Roberto Ruiz, Fin. Sec., Health Workers Fed. CCOO, Valencia; Manuel San Nicolas, sekjen Bank Workers Fed., UGT, Catalonia; Joaquin Sicilia, La Crida; Jaume Soler, mayor of Arbucias, leader of La Crida; Ramon T., Pres. Natl. Miners and Metalworkers ctte., UGT, Catalonia; Prof. Pedro Filanova; SWIS: Eric Decarro, Pre. Fed. of Trade Unions; Deuber Paulli, Deputy, Geneva; Dr. Nago Humbert; Armand M., Deputy, Geneva; Berthier Perregaux, Deputy, Geneva; Jean Spielx, Federal Deputy; Jean Ziegler, Federal Deputy.
137
TENTANG PENULIS Ralph Schoenman adalah direktur pelaksana Yayasan Perdamaian Bertrand Russel, dalam kapasitasnya ini dia telah melakukan perundingan-perundingan dengan beberapa kepala negara. Dia berhasil membebaskan para tahanan politis di banyak negara dan memprakarsai Pengadilan Internasional terhadap para penjahat perang Amerika Serikat di Indo-Cina, dimana dia menjabat sebagai sekretaris jenderalnya. Lama aktif dalam kehidupan politik, dia memprakarsai Komite 100 (orang) yang mengorganisir pembangkangan-masal sipil menentang senjata nuklir dan pangkalan militer Amerika Serikat di Inggris. Dia juga pendiri dan direktur Kampanye Solidaritas Vietnam dan direktur "komite siapa yang membunuh Kennedy". Disamping itu juga menjadi pemimpin komite untuk kebebasan seni dan intelektual di Iran dan wakil direktur komite dalam pembelaan terhadap bangsa Palestina dan Lebanon, juga wakil direktur pekerja dan artis Amerika Serikat bagi solidaritas. Sekarang dia adalah direktur pelaksana Kampanye Palestina yang menyerukan untuk mengakhiri seluruh bantuan kepada Israel dan untuk membangun Palestina yang demokratis dan sekuler. Buku-buku yang telah ditulisnya antara lain: "Bertrand Russel: Philosopher of the Century", "Death and Pillage in Congo: A Study of Western Rule" yang dia tulis bersama dengan Khalid Ahmed dan "Prisoners of Israel", ditulis bersama Mya Shone. [BACK COVER] Buku ini menghancurkan empat mitos yang selama ini terbentuk dalam kesadaran masyarakat dunia tentang Zionisme dan negara Israel. Pertama, "sebuah negara tanpa penduduk untuk penduduk tanpa negara". Kedua, demokrasi Israel. Ketiga, mitos keamanan yang menjadi motor kekuatan kebijaksanaan Israel. Keempat, yang mungkin hampir sudah diyakini oleh setiap orang, bahwa Zionis adalah pengemban penderitaan moral Yahudi yang mengalami bencana Holocaus (pembantaian masal) oleh Nazi. Buku ini membongkar drama tragis pembantaian oleh Zionisme untuk mengusir bangsa Palestina dari tanah airnya. Di samping itu juga mengungkapkan secara jelas pengkhianatan para pemimpin Zionis terhadap jutaan Yahudi yang terbunuh oleh kolaborasi Nazi dan Zionis. Ralph Schoenman telah melakukan pekerjaan berharga yang meringkas ensiklopedi informasi. Sulit sekali untuk menangkis pengungkapan dan analisa proaktifnya tentang akibat-akibat mendasar dari problem Palestina yang berkelanjutan dan pencabutan hak bangsa Palestina. Schoenman membuktikan - dengan pencarian dokumen secara luas - bahwa sumber terbaik untuk menjelaskan dinamika real kebijaksanaan Israel adalah
138
pekerjaan standar para arsitek Zionisme. Dengan menggunakan skill dan pengetahuan tinggi, dia menyusun sejarah Zionis secara obyektif yang mengejutkan dunia. "Mimpi Buruk Kemanusiaan" sangat diperlukan bagi setiap orang yang berusaha memahami "intifadah" bangsa Palestina. Ralph Schoenman menunjukkan yang benar dan keterkaitan organisasinya dengan mereka untuk mendapatkan kesimpulan tak terbantahkan, merupakan sumber rujukan. Rabbi Elmer Berger Presiden American Jewish Alternatives to Zionism Ralph Schoenman menunjukkan bagaimana siksaan Zionisme terhadap orangorang Palestina dan menodai Yahudi. "Sisi Gelap Zionisme" datang tepat pada waktunya dan dokumen yang nyata. Muhammad Hallaj editor Palestine Perspectives Jelas, informatif dan menggelisahkan. Jika anda tidak takut shok untuk memikirkan pandangan anda terhadap Israel, maka "Mimpi Buruk Kemanusiaan" inilah cara terbaik bagi anda untuk segera shok secepat mungkin. Akiva Orr Pendiri Matzpen, Penulis buku "UnJewish State: The Politics of Jewish Identity in Israel" Buku tulisan Ralph Shoenman ini sangat penting, memiliki kekuatan untuk menilai Zionisme dalam teori dan praktek. Hisham Sharabi editor Journal of Palestine Studies Penulis “Palestine and Israel: The Lethal Dilemma.”
Pustaka Progressif
139